ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN
OVILLA MARSHAFENI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi saya berjudul Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. . Bogor, Mei 2013
Ovilla Marshafeni NIM. H14090040
ABSTRAK OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten . Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain. Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor. Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian ABSTRACT OVILLA MARSHAFENI. The Analyze of Demand Labor in Agricultural Sector and Service Sector After The Minimum Wage Policy in Banten Province. Supervised by Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E. The aim of minimum wage policy is to protect the labour from low wage distribution. But on the other side, it also make problem on labour demand on manufacture sector. The impact is the labor of manufacture who move to another sectors. The Province of Banten has the highest unemployment rate among the other province in Java Island. Agricultural sector and service sector have the highest contribution of Gross Domestic Regional Bruto (GDRP) but these sectors don’t have a good rate of demand labour. The aim of this research is to ananlyze the condition of demand labour and the factors which have influence to labor demand in both sectors. Descriptive methode was used to analyze the condition of demand labour in both sectors. Quantitative methode using panel data regression, was used to analyze the factors which have influence to labor demand in both sectors. The data is time series and cross section in Banten Province. Based on estimation result, all of the independent variable which are minimum wage, consumption, investment, and GDRP, have significant effect to labor demand in both sectors. Keyword : Banten, service, panel, agricultural
ABSTRAK OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten . Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain. Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor.
Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian
ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI PROVINSI BANTEN
OVILLA MARSHAFENI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten : Ovilla Marshafeni : H14090040
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Muhammad Findi A, M.E. Dosen Pembimbing
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Kelulusan :
PRAKARTA Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah tenagakerja, dengan judul Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama dan Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah berkenan memberikan saran, masukan, dan koreksi dalam perbaikan skripsi. 3. Para dosen dan pegawai Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pengajaran dan pelayanan terbaiknya selama penulis duduk di bangku kuliah. 4. Instansi dan para pegawai dari BPS, BKPM, KEMEKAERTRANS dan Perpustakaan LSI IPB yang telah memudahkan penulis dalam mencari sumber data dan literatur penelitian. 5. Kedua orang tua penulis, bapak Udin Saefudin dan ibu Elsa, adik, serta seluruh keluarga besar tercinta atas segenap dukungan, motivasi, dan doanya 6. Teman-teman sebimbingan Tamiyah, Karlina, Syafira, Meutia, dan Aim yang telah banyak membantu penelitian ini. 7. Teman-temanku Desy, Aci, Mala, Stannia, Tami, Iwi, Tata dan temanteman Ilmu Ekonomi 46 yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini serta atas doa, motivasi dan kasih sayangnya. Pada akhirnya penulis berharap agar karya ini bisa memberikan manfaat bagi penulis pribadi khususnya dan seluruh pihak umumnya yang memerlukan
Bogor, Mei 2013 Ovilla Marshafeni
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis Penelitian TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Ketenagakerjaan Penyerapan Tenagakerja Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Uji Statistika dan Ekonometrika Model Penelitian Definisi Operasional GAMBARAN UMUM Kependudukan dan Tenagakerja Upah Minimum Konsumsi Investasi PDRB Sektor Pertanian dan Sektor Jasa HASIL DAN PEMBAHASAN Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Hasil Analisis Model Regresi Data Panel Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 3 6 7 7 7 8 8 9 10 13 14 15 18 18 18 23 24 25 26 26 29 30 31 33 36 36 40 41 44 47 47 48 49 51 58
DAFTAR TABEL 1 Jumlah Penduduk Usia di atas 15 Tahun, Jumlah Angkatan Kerja, dan Jumlah Pengangguran di Indonesia 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Pulau Jawa 3 Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Pulau Jawa 4 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson dan Keputusannya 5 Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administratif Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten tahun 2011 6 Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan 2010 7 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Provinsi Banten 8 Upah Minimum Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 9 Pengeluaran Per Kapita Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 10 Kontribusi Investasi Sektor Pertanian dan Sektor Jasa dalam Pembentukan Investasi di Provinsi Banten 11 Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian Pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 12 Kontribusi PDRB Sektor Pertanian pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi 13 Laju Pertumbuhan Sektor Jasa Pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 14 Kontribusi PDRB Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi 15 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertaninan di Provinsi Banten Periode 2001-2011 16 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa di Provinsi Banten Periode 2001-2011 17 Laju Pertumbuhan Konsumsi Makanan dan Non Makanan di Provinsi Banten
1 3 4 24 27 28 28 29 30 32 33 34 35 36 42 45 46
DAFTAR GAMBAR 1 Rata-Rata Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangang Usaha Atas Harga Dasar Konstan 2000 di Provinsi Banten Periode 2001-2011 5 2 Rata-Rata Laju Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten Periode 2001-2011 6 3 Tingkat Upah dan Tingkat Penggunaan Tenagakerja 11 4 Kurva Hukum Okun 14 5 Kerangka Konseptual Penelitian 17 6 Realisasi Investasi Provinsi Banten tahun 2007-2011 31 7 Total Realisasi Investasi pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten tahun 2007-2011 32 8 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten 38 9 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian pada MasingMasing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 39 10 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 40
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Data Sektor Pertanian Data Sektor Jasa Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Pertanian Uji Normalitas Model Sektor Pertanian Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Jasa Uji Normalitas Model Sektor Jasa
52 54 56 56 57 57
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan salahsatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam masalah pembangunan. Penyerapan tenagakerja diperlukan dalam distribusi pendapatan yang nantinya akan berdampak pada pembagunan. Pendapatan yang diperoleh masyarakat, hampir seluruhnya berasal dari upah yang diberikan di lapangan pekerjaan. Jumlah pendapatan yang diterima tenagakerja tersebut menentukan besarnya kemakmuran dari suatu masyarakat. Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu masyarakat, maka menggambarkan semakin tinggi tingkat kemakmurannya. Suatu proses pembangunan melakukan perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakt, dan institusi nasional yang juga tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2000). Dalam proses pembangunan suatu negara berkembang, masalah pengangguran menjadi hal wajar yang dialami negara tersebut. Masalah pengangguran umumnya disebabkan karena tidak seimbangnya kondisi permintaan dan penawaran tenagakerja yang ada. Peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu akan berdampak pada pertambahan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi, pertambahan angkatan kerja tersebut tidak dapat diimbangi dengan perluasan lapangan pekerjaan sehingga berdampak pada meningkatnya masalah pengangguran. Tabel 1. Jumlah penduduk usia di atas 15 tahun, jumlah angkatan kerja, dan jumlah pengangguran di Indonesia (jiwa) Tahun Usia 15+ Angkatan Kerja Pengagguran 2003 152.649.981 100.316.007 9.531.090 2004 153.948.922 103.973.387 10.251.351 2005 158.491.396 105.857.653 11.899.266 2006 160.811.498 106.388.935 10.932.000 2007 164.118.323 109.941.359 10.011.142 2008 166.641.050 111.947.265 9.394.515 2009 169.328.208 113.833.280 8.962.617 2010 172.070.339 116.527.546 8.319.779 2011 171.756.077 117.370.485 7.700.086 Sumber: BPS RI, 2003-2011. Pada tabel 1 menunjukan bahwa selama periode 2003 hingga 2011, jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas atau bisa dikatan penduduk usia kerja, terus mengalami peningkatan dari 152,65 juta jiwa menjadi 171,76 juta jiwa. Selama tahun 2003 hingga 2011, peningkatan jumlah penduduk usia kerja tersebut mendorong pertumbuhan angkatan kerja dari 100,32 juta jiwa menjadi 117,76 juta jiwa. Jumlah pengangguran dari tahun 2003 hingga 2005 cenderung mengalami
2
peningkatan dari 9,5 juta jiwa menjadi 11,89 juta jiwa. Pada tahun 2006 hingga 2011, jumlah pengangguran mengalami penurunan dari 10,9 juta jiwa menjadi 7,7 juta jiwa. Penurunan ini disebabkan karena besarnya kesempatan kerja di sektor informal membuat orang lebih memilih bekerja dibanding menganggur meskipun dengan jam kerja dan pendapatan yang rendah (Harfina, 2009). Selain sebab tersebut, alasan lain penurunan jumlah pengangguran ini adalah adanya perubahan pada kriteria kelompok bekerja, yaitu dari minimal 35 jam per minggu melakukan kegiatan ekonomi menjadi hanya dua hari per minggu (BPS, 2007). Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerja diantaranya melalui tingkat upah. Dunia ketenagakerjaan tidak terlepas dari masalah upah. Definisi upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ada pasal 1 ayat 30 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan aau pemebri kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanijian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau/jasa yang telah atau akan dilakukan”. Salahsatu upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan mengenai upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional Bab I Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu propinsi. Tingkat UMR dibagi menjadi tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Kebijakan upah minimum hanya dikenakan pada pekerja unskill atau buruh khusunya pada sektor manufaktur. Pada dasarnya, penetapan kebijakanj ini bertujuan untuk melindungi pekerja agar upahnya tidak dibayarkan lebih rendah dari tingkat upah minimum yang ditetapkan sehingga menjamin kemakmuran bagi tenagakerja. Selain itu, upah minimum juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Tenagakerja ini umumnya adalah para buruh dengan pendidikan dan keterampilan rendah. Dengan penetapan tingkat upah ini, akan mendorong para buruh untuk mengikuti program-program yang dapat mengasah keterampilan dan pengetahuannya sehingga meningkatkan produktivitas. Kebijakan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Upah bagi perusahaan merupakan biaya yang harus dikeluarkan. Teori permintaan tenagakerja menunjukan hubungan negatif antara tingkat upah dengan penyerapan tenagakerja. Kenaikan upah minimum akan meningkatkan biaya perusahaan manufaktur yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga per unit barang yang diproduksi. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi permintaan atau konsumsi barang yang berakibat pada banyaknya barang yang tidak terjual, sehungga produsen terpaksa menurunkan jumlah produksinya. Penurunan jumlah produksi akan berdampak pada penurunan keuntungan yang diperoleh perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur akan lebih memilih
3
untuk mengurangi jumlah permintaan tenagakerja dan menggantikannya dengan teknologi padat modal, seperti mesin dan lainnya, untuk proses yang lebih efisien. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin. Penawaran tenagakerja yang semakin meningkat karena kenaikan tingkat upah ini tidak diimbangi dengan kemampuan perusahaan manufaktur untuk menyerap tenagakerja sehingga banyak tenagakerja yang mencari pekerjaan di sektor lain. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain. Perumusan Masalah Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Jumlah penduduk Pulau Jawa pada tahun 2010 mencapai 136.610.590 jiwa, sedangkan Pulau Sumatera hanya sebesar 50.630.931 jiwa (BPS, 2010). Besarnya jumlah penduduk ini akan berdampak pada masalah pengagguran. Permasalahan tingginya jumlah pengangguran dialami oleh daerah otonom di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten. Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten pada tahun 2008 hingga 2010 mencapai 15,18 persen dan menurun hingga 13,06 persen. Mesikipun mengalami penurunan, tingkat pengagguran Provinsi Banten tetap menempati posisi pertama di Pulau Jawa. Tabel 2. Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Pulau Jawa (persen) Provinsi Banten Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah DI Yogyakarta Pulau Jawa
2008 15,18 12,16 12,08 6,42 7,35 5,38 10,12
Tahun 2009 2010 14.97 13,68 12,15 11,05 10.96 10,33 5,08 4,25 7,33 6,21 6.00 5,69 9,24 8,39
2011 13,06 10,80 9,83 4,16 5,93 3,97 7.38
Sumber: BPS RI, 2008-2011. Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan salahsatu upaya pemerintah pusat untuk memberikan wewenang kepada pemerintah daerah agar dapat mengelola pemerintahnnya sendiri. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001, pemerintah
4
mengeluarkan kebijakan mengenai tingkat upah minimum yang kewenangannya dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Hal ini berdampak pada kenaikan tingkat upah minimum yang mengalami peningkatan di tiap propinsi dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukan pada tabel 3. Selama periode 2008 hingga 2011, seluruh provinsi yang ada di Pulau Jawa menetapkan UMP yang cenderung meningkat. Peningkatan upah ini juga disebabkan oleh penyesuaian dengan tingkat inflasi sehingga pekerja tidak mengalami penurunan kesejahteraan. Tabel 3. Jumlah upah minimum provinsi di Pulau Jawa (rupiah) Provinsi Tahun 2008 2009 2010 2011 DKI Jakarta 972.604 1.069.865 1.118.009 1.290.000 Banten 837.000 917.500 955.300 1.000.000 Jawa Timur 586.000 570.000 630.000 705.000 Jawa Barat 568.193 628.191 671.500 732.000 Jawa Tengah 547.000 575.000 660.000 675.000 Yogyakarta 586.000 700.000 745.695 808.000 Sumber: Kemenakertrans RI, 2008-2011. Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006 hingga 2010 mencapai 11,1 persen (BPS, 2011). Presentase ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini seharusnya menunjukan bahwa lapangan kerja yang ada mampu mamapu memperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran yang masih tinggi di Provinsi Banten. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan jumlah pengangguran yang ada. Kurangnya kemampuan daya serap masing-masing sektor perekonomian, menjadi hal yang menyebabkan timbulnya masalah pengangguran. Sektor industri memberikan kontribusi yang besar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten selama periode 2001 hingga 2011, seperti yang ditunjukan pada gambar 1. Sektor industri dari tahun 2002 hingga 2011 memiliki kontribusi PDRB terbesar dengan rata-rata 48,46 persen. Kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada setelahnya dengan presentase rata-rata kontribusi sebesar 18,13 persen. Sektor pertanian dan sektor transportasi, memiliki presentase kontribusi yang hampir sama yaitu dalam kisaran delapan persen. Kontribusi sektor jasa berada setelah sektor pertanian dan sektor transportasi dengan kisaran kontribusi sebesar 4,29 persen. Sektor listrik, sektor bangunan dan sektor keuangan merupakan sektor yang memiliki nilai kontribusi PDRB terendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sedangkan sektor pertambangan memiliki rata-rata kontribusi terkecil dengan presentase sebesar 0,10 persen.
5
4.29 3.05 8.27
8.19 1 0.1
Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan
18.13
Perdagangan n Transportasi 48.46 2.53 3.91 1
Keuangan Jasa
Gam mbar 1. Rataa-rata kontriibusi produk k domestik regional brruto menuru ut lapangang usaha atas harga dasar konsttan 2000 di Provinsi Baanten period de 2 2001-2011 (persen) ( Sumber: BPS RI, 20001-2011 (ddiolah). Besaarnya kontrribusi PDRB B yang dim miliki sektor--sektor tersebut, seharu usnya dapat berrpengaruh dalam d penyyerapan ten nagakerja. Hukum Okkun menyaatakan bahwa terrdapat hubuungan yang erat antaraa tingkat peengangguraan dengan Gross G Domestic Bruto (G GDP). Tinggkat pengan ngguran deengan GDP P riil mem miliki hubungan yang negaatif (Mankiw w, 2007). Berdasarkan B n pada pernnyataan terssebut, dapat diarrtikan bahw wa terdapat hubungan yang posittif antara kkesempatan kerja dengan GD DP riil. Paada kenyataaanya, sektorr pertanian dan sektor sektor jasa yang kontribusii PDRB nyya termasukk besar belu um mampuu memiliki laju penyerrapan tenagakerjja yang baiik dibandinngkan sekto or lain yang nilai konntribusinya lebih rendah, yaaitu sektor pertambanggan dan sek ktor keuanggan. Gambaar 2 menunjjukan bahwa laju penyerappan tenagakkerja terting ggi dimilikii oleh sektoor pertambaangan 5,39 persen.. Selain itu, sektor perttanian dengan ratta-rata laju penyerapann sebesar 25 memiliki laju penyerrapan tenaggakerja tereendah dibannding sektoor-sektor lainnya dengan raata-rata sebeesar -2,02 persen. p Hal ini menunjuukan sangatt lemahnya daya serap tenaagakerja di sektor perttanian. Sek ktor jasa haanya memiliiki rata-rataa laju penyerapaan sebesar 9,76 9 persen.. Nilai terseebut lebih reendah dibanndingkan deengan sektor perrtambangan dan keuanggan yang mampu m mem miliki rata-raata di atas sektor s jasa.
6
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 ‐5.00
25..39
9.11 5.55
11.93 6.2 28
12..96
9.76
5.64
‐2.02
Gambar 2. 2 Rata-rataa laju penyeerapan tenag gakerja berddasarkan lappangan usah ha di Prrovinsi Bannten periodee 2001-20111 (persen) Sumber: BPS B Bantenn dan Kemeenakertrans Banten, 20001-2011 (diiolah). Sekttor pertaniaan sebagaii sektor prrimer, sehaarusnya maampu meny yerap tenagakerjja dengan baik b karenaa sektor ini berperan dalam d memeenuhi kebuttuhan hidup sehari-hari. Seelain itu sekktor jasa seb bagai sektoor tersier, m merupakan sektor s s suatu daerah. Suatu daerah ddiharapkan tidak yang dapaat meningkaatkan daya saing hanya berrgantung dengan d sum mber daya alamnya saja, namunn juga mampu mengoptim malkan sum mber daya manusiany ya. Perekonnomian akann dapat tum mbuh apabila seektor-sektorr perekonom miannya ad dalah sektorr yang padaat karya, seeperti sektor jassa. Kedua sektor ini diharapkan n tidak hannya besar ddalam kontrribusi PDRB nyya saja, naamun juga diharapkaan mampu memeperluuas kesem mpatan kerjanya sehingga s daapat menamppung penaw waran tenaggakerja pasccakebijakan upah minimum sektor mannufaktur daan dapat mengurangi m m masalah peengagguran yang ada. Berddasarkan paada uraian di atas maka m dapat dirumuskaan permasaalahan penelitian sebagai berrikut: B kah kondisii penyerapaan tenagakkerja sektorr pertanian n dan 1. Bagaimanak seektor jasa di d Provinsi Banten? B 2. Faktor-fakto F or apa saja yang y memengaruhi pennyerapan teenagakerja sektor s p pertanian dan sektor jassa pascakebiijakan upahh minimum?? T Tujuan Pen nelitian Berddasarkan lattar belakanng dan rumu usan masalaah, maka tuujuan yang ingin dihasilkann dari peneliitian ini adaalah sebagaiin berikut: 1. Menganalisi M is kondisi peenyerapan tenagakerja t sektor perttanian dan sektor s jaasa di Proviinsi Banten.. 2. Menganalisi M is faktor-fakktor yang memengaru m uhi penyeraapan tenagaakerja seektor pertannian dan sekktor jasa passca kebijakaan upah minnimum.
7
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis penelitian ini akan menjadi bahan pembelajaran mengenai keadaan ketenagakerjaan suatu wilayah. 2. Menjadi sumber informasi untuk dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi perumusan strategi untuk mengurangi tingkat pengangguran. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas mengenai kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB, Upah Minimum Kabupaten (UMK), Investasi, dan Konsumsi. Objek dari penelitian ini adalah Provinsi Banten dengan kurun waktu yang digunakan data penelitian ini adalah 2001-2011. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. PDRB Riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya PDRB akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa. 2. Upah Minimum Kabupaten berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya tingkat UMK akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa. 3. Investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya nilai investasi akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa. 4. Konsumsi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya konsumsi rumah tangga akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa.
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Menurut BPS (2003) pertanian adalah semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih menggunakan peralatan tradisional. Sektor pertanian memiliki lima macam sub sektor, yaitu seub sektor tanaman pangan, sub sektor tanaman perkebuan, sub sektor peternakan dan hasilnya, dan sub sektor perikanan. Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam hal menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor pertanian memiliki peranan penting bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Peranan penting ini tidak sejalan dengan laju pertumbuhan nilai PDB sektor pertanian yang semakin menurun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Sektor ini juga memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga keja. Sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, masih mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan usaha utamanya. Menurut Baharsyah (1987) dalam Erdina (2006), kontribusi sektor pertanian dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Kontribusi produk yang berarti pertanian merupakan penyedia pangan untuk seluruh bangsa dan bahan baku yang berkesinambungan bagi sektor hilir. 2. Kontribusi devisa artinya pertambahan penerimaan devisa karena terjadinya peningkatan penerimaan ekspor atau melaui penghematan penerimaan devisa yang disebabkan peningkatan produksi komoditi pertanian sebagai subsidi impor. 3. Kontribusi pasar dapat terlihat dari sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto. 4. Kontribusi faktor produksi di wujudkan melalui dua bentuk yaitu pembentukan modal dan tenagakerja. Sektor jasa memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia selama masa pemulihan pasca Krisis Keuangan Asia. Pada saat ini, sektor jasa merupakan sektor yang terbesar dari sektor-sektor yang utama, lebih besar dari kombinasi sektor pertanian dan manufaktur. Sektor ini menyediakan lebih banyak pekerjaan dari pada sektor lain manapun dari pertengahan tahun 2000. Nilai output di sektor jasa meningkat lebih dari dua kali lipat nilai output yang dicatat sektor pertanian, manufaktur dan pertambangan pada tahun 2000. Pekerja sektor jasa memiliki karakteristik yang berbeda dari stereotip sektor tersebut, yang cenderung difokuskan pada tingkat informalitas yang tinggi, dan pada layanan sebagai pengusaha pilihan terakhir untuk pekerja desa. Sektor jasa memiliki dua subsektor yaitu, subsektor pemerintahan umum dan subsektor swasta. Subsektor swasta terdiri dari sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, serta perorangan dan rumahtangga. (ILO, 2011).
9
Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenagakerja dan bukan tenagakerja. Penduduk yang termasuk golongan tenagakerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbedabeda di tiap negara. Batasan usia kerja di Indonesia adalah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum (Dumairy, 1996). Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang telah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenagakerja. UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa, yang dimaksud tenagakerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilakan barang dan jasa. Batas usia tenagakerja di Indonesia adalah 10 tahun. Menurut Kemenakertrans (2009), tenagakerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran yang aktif mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya. Angkatan kerja kemudian dibedakan menjadi dua sub kelompok, yaitu bekerja dan penganggur terbuka. Menurut Kemenakertrans (2009) yang dimaksud dengan bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling seditkit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Sedangkan penganggur terbuka adalah mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, sudah mendapatkan pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut (Sukirno, 2006): 1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara pencari kerja dan lowongan kerja. 2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang ada. 3. Pemgmgguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian. Tenagakerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi tiga sub kelompok, yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta penerima pendapatan lain (Dumairy, 1996). Batasan Kemenakertrans mengenai bersekolah ialah bersekolah formal dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pelajar dan mahasiswa yang sedang libur. Tenagakerja merupakan hal yang penting dalam sebuah pembangunan. Sektor tenagakerja diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi yang ada. Pemanfaatan tenagakerja yang efektir akan menciptakan kemakmuran suatu daerah yang nantinya akan berdampak pada kemakmuran bagi seluruh negara. Penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup, menjadi salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk dapat menyerap jumlah
10
angakatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini akan mencegah meningkatnya angka pengangguran. Penyerapan Tenagakerja Penyerapan tenagakerja adalah lowongan pekerjaan yang diisi oleh pencari kerja dan pekerja yang sudah ada pada setiap unit usaha atau lapangan pekerjaan (Kemenakertrans, 2009). Banyak nya tenagakerja akan terserap apabila jumlah unit usaha atau lapangan pekerjaan mencukupi dengan banyaknya tenagakerja yang ada. Lapangan pekerjaan itu sendiri merupakan bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat orang bekerja (Kemenakertrans, 2009). Setiap sektor perekonomian atau lapangan pekerjaan memiliki daya serap tenagakerja dan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Perbedaan ini menyebabkan terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja serta terjadinya perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja maupun perannya dalam pendapatan nasional (Simanjutak, 1998). Penyerapan tenagakerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi adalah suatu transformasi dari input (faktor produksi) menjadi output. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi pada sektor pertanian maupun sektor jasa hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenagakerja (L) dan modal (K) maka fungsi produksinya adalah (Nicholson, 2002): Qt = f ( Lt, Kt )...................................................................................(1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut Model Neoklasik adalah sebagai berikut : πt = TR – TC...........................................................................................(2) dimana : TR = pt . Qt................................................................................................................................................(3) Dalam menganalisa penentuan penyerapan tenagakerja, diasumsikan bahwahanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenagakerja (L). Tenagakerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r). TC = rt Kt + wt Lt..................................................................................................................................(4) dengan mensubstitusikan persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh : πt = pt . Qt - rt Kt – wt Lt...............................................................................................................................(5) Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi keuntungan di atas harus sama dengan nol(π’=0), sehingga didapatkan : wt Lt = pt . f(Lt,Kt) – rt Kt......................................................................................................................(6) . L ,K
–
K
Lt ...........................................................................................................................................(7) dimana : Lt = Permintaan Tenagakerja wt = Upah Tenagakerja pt = Harga jual barang per unit Kt = Kapital ( Investasi) rt = Tingkat Suku Bunga
11
Qt
= Output (PDRB) Berdasarkan pada persamaan di atas, dapat diketahui bahwa penyerapan tenagakerja (Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w). Teori neoklasik menyatakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan, tiap-tiap perusahaan menggunakan faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang digunakan menerima imbalan sebesar nilai pertamabhan hasil marjinal dari faktor produski tersebut. Menurut Simanjuntak (1996) dalam Silalahi (2008), hal ini berarti perusahaan mempekerjakan sejumlah pekerja sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut). Jadi, upah yang dibayarkan perusahaan adalah: W = VMPL = MPL. P.......................................................................................(8) dimana: W = tingkat upah (dalam arti labour cost) yang dibayarkan perusahaan kepada pekerja; P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang; MPL = marginal product of labour atau pertambahan hasil marjinal pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu; VMPL = value of marginal product of labour atau nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan. Pada gambar 3 terlihat bahwa perusahaan hanya dapat menambah penggunaan tenagakerja hingga titik ON dan pada titik tersebut perusahaan mencapai laba maksimum. Jika tenagakerja ditambah dengan jumlah yang lebih besar dari ON yaitu sebesar ON2 maka keuntungan perusahaan akan berkurang. Kondisi tersebut dikarenakan perusahaan membayar upah dalam tingkat yang berlaku padahal VMPL yang diperoleh lebih kecil dari W yaitu hanya sebesar W2. Penambahan jumlah tenagakerja dengan jumlah yang lebih besar dari ON dapat dilakukan apabila perusahaan dapat membayar upah di bawah W dan perusahaan mampu menaikkan harga jual barang. W
W1
w W2
VMPL
N
O N1
N
N2
Gambar 3. Tingkat upah dan tingkat penggunaan tenagakerja Sumber: Simanjuntak, 1996.
12
Pada dasarnya semakin rendah upah tenagakerja maka akan semakin banyak permintaan tenagakerja yang akan meningkatkan penyerapan tenagakerja (Ehrenberg dan Smith, 2009). Perusahaan akan mengurangi jumlah tenagakerja yang dimintanya atau mencari pekerja yang memiliki upah rendah apabila upah yang diminta terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena upah merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan nantinya. Apabila upah yang diminta tenagakerja tinggi maka akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan dan akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Apabila upah naik maka perusahaan ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksi dan menggantikan kebutuhan akan tenagakerja dengan kebutuhan akan barangbarang modal seperti mesin dan lainnya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER-01/MEN/1999, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, sedangkan UMP adalah upah yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pekerja yang diharapkan dapat menigkatkan produktivitas dari pekerja nantinya. Penetapan upah minimum akan meningkatkan biaya perusahaan yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga per unit barang yang di produksi. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi permintaan atau konsumsi barang. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual, dan produsen terpaksa menurunkan jumlah produksinya. PDRB menjadi salahsatu faktor lain yang memengaruhi penyerapan tenagakerja. Terjadinya peningkatan pada nilai PDRB menunjukan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya produksi barang dan jasa. Tenagakerja dibutuhkan untuk dapat memproduksi barang dan jasa tersebut. Faktor lainnya adalah investasi. Menurut Mankiw (2007), investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1968 yang telah disempurnakan menjadi Undangundang No. 12 Tahun 1970, penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan usaha. Penanaman Modal Asing berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 yang telah disempurnakan menjadi Undang-undang No.11 Tahun 1970 adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Para pemilik modal asing melaksanakan investasi di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha yang dilaksanakan tersebut. Investasi memiliki peran yang penting dalam hal penyerapan tenagakerja. Menurut Sukirno (2006) dalam praktek usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembiayaan sebagai berikut:
13
a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya. Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun atau menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam membangun atau mengembangkan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salahsatu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y=C+I+G+NX. Selain investasi, konsumsi juga menjadi komponen dalam pendapatan nasional. Teori Harrord-Domar menyatakan pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif suatu masyarakat. Teori ini mengaggap bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006). Konsumsi dapat dijadikan salahsatu faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja. Menurut (Simanjuntak, 1998) kenaikan permintaan barang dan jasa atau konsumsi oleh masyarakat membuat permintaan akan tenagakerja oleh unit usaha atau perusahaan semakin meningkat (derived demand), dalam hal ini terjadi peningkatan dalam penyerapan tenagakerja dan memberikan kesempatan kerja baru. Oleh karena itu, kenaikkan permintaan perusahaan terhadap tenagakerja tergantung dari kenaikkan konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut secara langsung juga akan mendorong tumbuhnya kesempatan kerja secara luas. Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Semakin tinggi GDP riil, akan semakin memperluas kesempatan kerja yang ada. Pada gambar 4 menunjukan bahwa perubahan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat berhubungan dengan perubahan GDP riil. Teori Harrord Domar menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengutamakan sektor-sektor ekonomi yang padat karya. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan output (Y) dikurangi dengan tingkat pertumbuhan produktivitas tenagakerja (Y/L) sama dengan pertumbuhan kesempatan kerja (L). Secara matematis hubungan-hungan tersebut dirumuskan sebagai berikut: ∆
-
∆ /
=
∆
............................................................................................................(1)
14
Perubahan Presentase GDP riil
Perubahan Tingkat Pengangguran
Gambar 4. Kurva Hukum Okun Sumber: Mankiw, 2007. Apabila pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan output dalam bentuk GDP konstan, maka dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya dan faktor-faktor produksinya. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sebelumnya telah membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja baik di sektor primer, skunder, amupun tersier. Kemudian juga membahas mengenai dampak setelah diberlakukannya upah minimum pada penyerapan tenagakerja. Oleh karena itu, penelitian ini lebih membahas pada: 1. Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja untuk sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten dengan menambah variabel konsumsi. 2. Lingkupnya hanya pada sektor pertanian dan sektor jasa yang ada di Provinsi Banten. Mahyuddin dan Majdah (2010) dalam tulisannya yang berjudul Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat elatisitas permintaan tenagakerja sektoral dan mengukur tingkat kekauan upah riil sektoral di Sulawesi Selatan dengan periode penelitian tahun1998-2000. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square untuk melihat elastistas permintaan tenagakerjanya. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan upah berpengaruh kecil pada permintaan tenagakerja. Impor berpengaruh negatif pada permintaan tenagakerja. Sedangkan sumber pertumbuhan lainnya terutama ekspor dan investasi dangat berpengaruh positif terhadap permintaan tenagakerja. Siregar dan Sukwika (2007) dalam tulisannya yang berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pasar Tenagakerja dan Implikasi Kebijakannya
15
Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pasar tenagakerja, yang antara lain meliputi angkatan kerja, penyerapan tenagakerja, penagguran, produktivitas tenagakerja dam upah di Kabupaten Bogor dengan periode penelitian tahun 1998-2001. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitian menyimpulkan penyerapan tenagakerja terdidik di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa umumnya dipengaruhi oleh investasi dan PDRB. Sedangkan penyerapan tenagakerja tidak terdidik pada ketiga sektor tersebut umumnya dipengaruhi oleh investasi, PDRB dan pendapatan rumah tangga. Sitanggang dan Nachrowi (2004) dalam tulisannya yang berjudul Pengaruh Struktur Ekonomi dan Penyerapan Tenagakerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah penyerapan tenagakerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia dengan periode penelitian tahun 1980-2000. Penelitian ini menggunakan metode Pooled Least Square (PLS) terboboti. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jumlah penyerapan tenagakerja dipengaruhi oleh populasi, net migration, output, dan upah. Dimas dan Woyanti (2009) dalam tulisannya yang berjudul Penyerapan Tenagakerja di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PDRB, investasi, dan upah terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta dengan periode penelitian tahun 1990-2004. Metode penelitian yang digunakan adalah OLS. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa PDRB, investasi dan upah berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta. Sidik (2011) dalam tulisannya yang berjudul Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Teanag Kerja Sektor Industri dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Pulau Jawa pada Era Otonomi Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peneyrapan tenagakerja sektor industri serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan periode penelitian tahun 2001-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi panel data. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa upah minimum, PDRB dan Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di kedua sektor. Sedangkan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) hanya berpengaruh signifikan di sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kerangka Pemikiran Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerjanya melalui tingkat upah. Salahsatu kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Kenaikan upah minimum
16
menyebabkan kenaikan biaya yang harus dikeluarkan pada perusahaan manufaktur. Akibatnya perusahaan manufaktur harus mengurangi biaya tersebut dengan jalan mengurangi jumlah tenagakerja untuk menghindari kerugian karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain. Permasalahan tingginya jumlah pengangguran dialami oleh salahsatu daerah otonom, yaitu Provinsi Banten. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten pada 2010, mencapai 13,06 persen. Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006 sampai 2010 mencapai 11,1 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan pada jumlah pengangguran yang ada. Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Pada kenyataanya, sektor pertanian dan sektor sektor jasa yang kontribusi PDRB nya termasuk besar belum mampu memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik dibandingkan sektor lain yang nilai kontribusinya lebih rendah, yaitu sektor pertambangan dan sektor keuangan. Sektor pertanian memiliki laju penyerapan tenagakerja terendah dengan rata-ratanya yang hanya sebesar -2,02 persen. Sedangkan sektor jasa hanya memiliki rata-rata laju penyerapan sebesar 9,76 persen. Kedua sektor ini diharapkan tidak hanya besar dalam kontribusi PDRB nya saja, namun juga diharapkan mampu memeperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat menampung penawaran tenagakerja pascakebijakan upah minimum sektor manufaktur dan dapat mengurangi masalah pengagguran yang ada.
17
Pembangunan Sumber Daya Manusia Penetapan Upah Minimum Masalah Penyerapan Tenagakerja Sektor Manufaktur Beralihnya Pekerja Sektor Manufaktur ke Sektor-Sektor Lain Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Gambaran Kondisi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Upah Minimum
Investasi
Konsumsi
Regresi Data Panel
Implikasi Kebijakan
Gambar 5. Kerangka konseptual penelitian
PDRB Riil
18
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten yaitu: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan, dan data time series selama sepuluh tahun dari tahun 2001-2011. Adapun data-data yang digunakan sebagai variabel dalam pemodelan yaitu jumlah tenagakerja di sektor pertanian dan jumlah tenagakerja di sektor jasa, Upah Minimimum Kabupaten (UMK), PDRB, Pengeluaran per Kapita, Investasi. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari jurnal ilmiah dan buku teks. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Analisis perkembangan kondisi ketenagakerjaan di sektor pertanian dan sektor jasa dengan menggunakan analisis deskriptif. Selain itu, juga dibahas mengenai variabel-variabel yang memengaruhinya. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten digunakan analisis regresi data panel. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Eviews 6.1 dan Microsoft Excel 2007. Analisi Deskriptif Analisis deskriptif yang dilakukan dalam penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan dengan memberikan penjelasan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan situasi ketenagakerjaan sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten secara umum. Kemudian akan dibahas mengenai deskripsi variabel-variabel yang memengaruhi penyerapan tenagakerja yaitu PDRB, upah riil, investasi dan pengeluaran per kapita. Analisis Regresi Data Panel Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu (Gujarati, 2004).
19
Menurut Baltagi (2005), keunggulan dari menggunakan analisis data panel antara lain sebagai berikut: 1. Analisis data panel dapat mengontrol heterogenitas data individual dalam suatu periode waktu. 2. Analisis data panel dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Analisis data panel lebih tepat untuk menentukan perubahan dinamis (dynamic of adjusment). 4. Analisis data panel lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section dan time series saja. 5. Model analisinya dapat digunakan untuk membuat dan mnguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section atau time series murni. 6. Analisis data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data yang digunankan lebih banyak. Keunggulan data panel di atas menunjukan bahwa data panel membuat peneliti lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data pengamatan dibandingkan dengan metode cross section maupun time series lainnya. Dalam model data panel menggunakan data time series adalah: Yt= β0 + β1 Xt + μt ; t= 1,2,..,T……………………………...................................(1) Dimana T adalah banyaknya data time series. Sedangkan model data panel menggunakan data cross section adalah: Yi= β0 + β1 Xi + μi ; i= 1,2,..,N……………………………...................................(2) Dimana N adalah banyaknya data cross section Data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section, maka model panel data dapat ditulis sebagai berikut: Yit= β0 + β1 Xit + μit.....................................................................................(3) Model Regresi Panel Data Analisis data panel dapat diestimasi menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) jika memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS) jika syarat BLUE tidak dipenuhi. Analisis model data panel terdapatl tiga macam metode yang terdiri dari metode yang terdiri model kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect), dan model efek acak (random effect) (Gujarati, 2003). Ketiga pendekatan yang dilakukan dalam analisis data panel tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini: Model Kuadrat Kecil (Pooled Least Square) Model pendekatan kuadrat terkecil ini pada dasarnya sama dengan metode OLS. Perbedaan yang dimiliki keduanya adalah data yang digunakan oleh data panel tidak hanya time series saja atau cross section saja tetapi merupakan gabungan dari keduanya. Pada setiap observasi (setiap periode) terdapat regresi sehingga datanya berdimensi tunggal. Dari data panel akan diketahui N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode waktu. Dengan melakukan
20
pendugaan (pooling) seluruh observasi sebanyak N.T, maka model dari pooled least square (PLS) yaitu: Yit = α + Xit βj + εit untuk i,j = 1,2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T Pada metode ini diasumsikan bahwa nilai intercept masing-masing variabel adalah sama, kemudian metode ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien dari dua variabel adalah sama untuk semua unit cross section. Nilai intecept dan slope yang dianggap konstan ini akan berakibat pada hasil dimana terdapat T persamaan yang sama (individu sama, waktu berbeda) dan terdapat N persamaan yang sama untuk setiap T observasi (periode waktu sama, individu berbeda). Model Efek Tetap (Fixed Effect Model) Masalah terbesar yang terjadi dalam pendekatan model kuadrat terkecil adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin kurang beralasan. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti dapat menggunakan Model Fixed Effect. Fixed Effect Model yaitu model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini lalu model diduga menggunakan OLS, yaitu: Yit = αiDi + βXit + εit dimana: Yi = Variabel endogen Xi = Variabel eksogen αi = Intersep model yang berubah-ubah antar cross section unit D = Variabel dummy β = parameter i = Individu ke - i, t = Periode waktu ke-t ε = error/simpangan Model Efek Acak (Random Effect Model) Model ini digunakan untuk mengatasi kelemahan Fixed Effect Model (FEM) yang menggunakan dummy variable. Penggunaan dummy variabel ini dapat mengurangi banyaknya degree of freedom. Random Effect Model (REM) memasukan parameter yang berbeda antar individu dan antar waktu ke dalam error. Bentuk model nya dapat dijelaskan dengan persamaan berikut: Yit = α + β Xit + vi +εit dimana : vi ~ N(0, δv2) i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t Menurut Firdaus (2011), ada bebrapa asumsi yang harus dipenuhi dalam REM, yaitu: εit ~ N(0, δu2) E (εit) = E(vi)= 0; E(εit, vj) = 0 ; E(vi, Xit)= E (uit, Xit)= 0 E (εit, εjs)= 0 dimana t ≠ s dan i ≠ j E (vi, vj) dimana i ≠ j
21
Asumsinya adalah error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. REM dapat menghemat pemakaian degree of freedom, maka dapat menghemat pemakaian degree of freedom dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang terjadi dalam FEM. Hal ini berdampak pada parameter hasil estimasi yang menjadi semakin efisien. Pengujian Kesesuaian Model Data Panel Keputusan untuk memilih jenis model yang digunakan dalam analisis data panel didasarkan pada dua uji, yaitu uji Chow dan uji Haussman. Uji Chow digunakan untuk menentukan apakan menggunakan PLS atau FEM. Sedangkan untuk memutuskan apakah menggunakan FEM atau REM ditentukan oleh uji Haussman. Uji Chow (Chow Test) Uji Chow (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan PLS dtau FEM. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah: H0 : α1 = α2 = … = αi (intercept sama) H1 : sekurang-kurangnya ada 1 intercept yang berbeda F statistik yang digunakan dengan menggunakan rumus berikut: RRSS URSS / N
URSS/ NT N K
dimana RRSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square URSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas Pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F(N-1, NT-N-K). Jika nilai Chow Statistic (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel atau p-value < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Uji Haussman (Haussman Test) Uji Haussman adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan FEM atau REM. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah: H0 : E(τi | xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H1 : E(τi | xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistic Hausman dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan: М=(β-b)(M0-M1)-1(β-b)χ2 (K) dimana: β = vektor untuk statistic variabel fixed effect, b = vektor statistik variabel random effect M0 = matriks kovarians untuk dugaan random effects Mi a= matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model.
22
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-square (χ2 )–tabel atau atau p-value < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Pengujian parameter Persamaan Regresi Untuk mendapatkan model terbaik, perlu dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut: Uji F-statistic Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Perumusan hipotesis H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0, variabel independen secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen H1 : β1 ≠ β2 ≠ ... ≠ βn ≠ 0 ,variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Uji statistik yang digunakan: / k 1 / n k 1 dimana : e2 = jumlah kuadrat regresi (1- e2) = jumlah kuadrat sisa n = jumlah pengamatan k = jumlah parameter Kriteria uji: Jika probabilitas F-Stat > Fα (k-1) (nT-n-k) atau nilai signifikan F < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap Ho yang artinya ada pengarauh yang signifikan dari variabel independen terhapan variabel dependen, begitu juga sebaliknya. Uji Statistik t Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak. Perumusan hipotesis: Ho : β1 = 0 ,masing-masing variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. H1: β1 ≠ 0 ,masing-masing variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Uji statistik yang digunakan: ^
Se
^
23
dimana: ^ koefisien regresi ke-i, β Se β^ = standar error dari koefisien regresi ke-i. Dalam penelitian ini tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 5persen dan 1 persen artinya resiko kesalahan mengambil keputusan sebesar 5persen dan 1persen Kriteria uji: Jika probabilitas t-hit < α atau t-stat > t α/2(nT-n-k), maka cukup bukti untuk penolakan terhadap Ho yang artinya ada pengarauh yang signifikan dari variabel independen terhapan variabel dependen, begitu juga sebaliknya. Koefisien Determinasi (R²) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar total variasi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model. R² menunjukan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. RSS R TSS dimana : RSS = Jumlah kuadrat regresi TSS = Jumlah kuadrat total Nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 = 1 berarti 100 persen keragaman dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Uji Pelanggaran Asumsi Terdapat tiga asumsi yang harus diuji dalam analisis regresi, yaitu multikoleniaritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas untuk melihat apakah error term menyebar normal atau tidak. Uji Multikoleniaritas Multikoleniaritas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen di dalam persamaan regresi. Pelanggaran asumsi ini akan menyebabkan kesulitan untuk menduga model yang diinginkan. Uji masalah multikolinier dilakukan dengan melihat hasil estimasi. Jika hasil estimasi memiliki nilai R² dan Adjusted R² yang tinggi tetapi memiliki banyak nilai t-stat yang tidak signifikan sementara hasil F-stat nya signifikan, maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinearitas. Salahsatu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series atau data panel (Juanda, 2009). Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasitas terjadi karena variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Hal ini bertentangan dengan asumsi homoskedastisitas yaitu bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan. Indikasi adanya
24
heteroskedastisitas dapat ditunjukan dengan menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, dilakukan dengan mengestimasi GLS menggunakan whiteheteroscedasticity. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan Durbin Watson (DW) statistiknya dengan Dw-tabel. Korelasi serial terjadi jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi, yang menyebabkan model menjasi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salahsatu cara untuk mengatasi ini adalah dengan menggunakan metode GLS dalam estimasi model (Gujarati, 2004).\ Tabel 4. Selang nilai statistik Durbin-Watson dan keputusannya Nilai DW Hasil 4- dl
Hasil tidak dapat ditentukan Terima H0, tidak ada korelasi serial
du
Terima H0, tidak ada korelasi serial
dl
Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H0, korelasi serial positif
Sumber: Juanda, 2009. Uji Normalitas Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan uji Jarque Bera atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian ini adalah: H0 : error term mengikuti distribusi normal H1 : error term tidak mengikuti distribusi normal. Keputusan diambil dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α=0,05. Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal. Model Penelitian Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresei panel data. Data panel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari delapan wilayah kabupaten/kota sebagai unit cross section dan sepuluh periode (2001-2011)
25
sebagai unit time series sehingga dihasilkan 80 unit observasi. Penelitian ini menggunakan empat variabel independen (PDRB, upah minimum, investasi, dan konsumsi), dengan variabel dependennya adalah penyerapan tenagakerja. Variabel-variabel ini dikembangkan dari hasil penelitian Mahyuddin dan Majdah M.Zain (2010) yang dipublikasikan dalam jurnal dengan judul Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan. Adapun data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut di-logaritmanaturalkan. Hal ini dilakukan agar hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan. Model yang disusun dalam penelitan adalah sebagai berikut: TK_Xit = α0 + β1 UMK + β2 KON + β3 INV + β4 PDRB_Xit + εit dimana : α0 β1,2,3,4 TK_Xit UMK KON INV PDRB_Xit
= Intersep = Konstanta masing-masing variabel = Jumlah penyerapan tengakerja sektor X kabupaten/kota i tahun ke-t (jiwa) = UMK kabupaten/kota i tahun ke-t (rupiah) = Konsumsi kabupaten/kota i tahun ke-t (ribu rupiah) = Investasi kabupaten/kota i tahun ke-t (juta rupiah) = PDRB sektor X kabupaten/kota i tahun ke t (juta rupiah)
Kemudian model tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma natural menjadi: LnTK_Xit = α0 + β1 lnUMK + β2 lnKON + β3 lnINV + β4 lnPDRB_Xit + εit dimana : α0 β1,2,3,4 TK_Xit UMK KON INV PDRB_Xit
= Intersep = Konstanta masing-masing variabel = Jumlah penyerapan tengakerja sektor X kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = UMK kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = Konsumsi kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = Investasi kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) = PDRB sektor X kabupaten/kota i tahun ke t (persen)
Tanda koefisien yang diharapkan adalah : β1 > 0 ; β2 > 0 ; β3 > 0 ; dan β4 > 0 Definisi Operasional Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya permintaan tenagakerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Berikut ini adalah beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian: 1. Jumlah tenagakerja sektor X adalah jumlah penduduk berumur 15 (lima belas) tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu (laki-laki
26
2. 3. 4. 5.
dan perempuan, kota dan desa) untuk sektor X, Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. PDRB riil sektor X adalah PDRB yang dinyatakan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK 2000) di sektor X, Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. Upah Minimum Kabupaten adalah upah minimum pada masing-masing kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. Investasi adalah total realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN), Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. Konsumsi adalah pengeluaran per kapita kabuapten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu. GAMBARAN UMUM
Kependudukan dan Tenagakerja Provinsi Banten mempunyai luas daerah sebesar 9.018,64 Km2. Daerah Provinsi Banten berada pada batas astronomis 105.01’11”-106.07’12’BT dan 5.07’50”-7.01’1”LS. Posisi nya berada pada daerah strategis dimana terletak pada lintas perdagangan nasional. Batas-batas daerah Provinsi Banten adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Provinsi Jawa Barat Provinsi ini secara administratif dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan, 285 kelurahan, dan 1273 desa. Empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak. Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang. Sedangkan empat kota tersebut adalah Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Kota Serang merupakan daerah otonomo yang baru terbentuk setelah dilakukan pemekeran dari Kabupaten serang pada tanggal 2 November 2007. Kota Tangerang Selatan adalah kota otonom baru kedua setelah Kota Serang. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Tangerang pada tanggal 29 Oktober 2008. Pada tabel 5 menunjukan luas wilayah, jumlah kecamatan, jumlah kelurahan, dan jumlah desa masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak merupakan kabupaten dengan luas wilayah terbesar dan memiliki jumlah desa terbanyak di provinsi Banten. Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 2.746,90 km2 dan jumlah desanya mencapai 340 desa. Kabupaten Pandeglang memiliki jumlah kecamatan terbanyak sebanyak 35 kecamatan, sedangkan Kota Tangerang memililiki jumlah kelurahan terbanyak dengan jumlah 104 kelurahan.
27
Tabel 5. Luas wilayah dan pembagian daerah administratif kabupaten dan kota di Provinsi Banten tahun 2011 Jumlah Jumlah Jumlah Kabupaten/Kota Luas Wilayah Kecamatan Kelurahan Desa (km2) Kab. Pandeglang 2.746,90 35 13 322 Kab. Lebak 3.044,72 28 28 340 Kab. Tangerang 1.110 29 28 246 Kab. Serang 1.467,39 28 0 314 Kota Tangerang 164,54 13 104 0 Kota Cilegon 175 8 43 0 Kota Serang 266,74 6 20 46 Kota Tangerang 147,19 7 49 5 Selatan Sumber: Kemendagri, 2011. Informasi kependudukan diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembagunan. Jumlah penduduk dari suatu daerah dapat dijadikan suatu potensi yang besar bagi pembangunan suatu daerah apabila penduduk tersebut berkualitas. Pembagunan dapat berjalan apabila ada sumber daya manusia yang mampu menggerakan pembangunan tersebut. Tabel 6 menunjukan jumlah penduduk Provinsi Banten tahun 2000 tercatat sebesar 8.098.277 jiwa. Hingga pada tahun 2010 pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten kurang lebih sebesar dua juta jiwa sehingga banyaknya penduduk mencapai 10.632.166 jiwa. Kabupaten Tangerang merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Banten sedangkan Kota Serang memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Provinsi Banten. Tingkat kepadatan Provinsi Banten pada tahun 2000 mencapai 838 jika/km2 dan pada tahun 2010 mencapai 1.100 jiwa/km2. Besarnya jumlah penduduk di Kabupaten Tangerang, pada kenyataannya tidak mengindikasikan daerah tersebut menjadi daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi. Kota Tangerang merupakan daerah di Provinsi Banten dengan tingkat kepadatan tertinggi sedangkan Kabupaten Lebak menjadi daerah dengan tingkat kepadatan terendah. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Banten dari tahun 2000 sampai 2010 tercatat sebesar 2,78 persen. Kota Tangerang Selatan yang merupakan kota otonom termuda, menjadi kota yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Banten.
28
Tabel 6. Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan 2010 Kabupaten/Kota Penduduk (jiwa) Kepadatan Laju Pertumbuhan (jiwa/km2) Penduduk, 2000 2010 2000 2010 2000-2010 (persen) Kab. Pandeglang 1.011.843 1.149.610 368 419 1,30 Kab. Lebak 1.030.245 1.204.095 301 351 1,58 Kab. Tangerang 1.958.215 2.834.376 1.935 2.801 3,80 Kab. Serang 1.216.972 1.402.818 702 809 1,44 Kota Tangerang 1.326.117 1.798.601 8.615 11.685 3,12 Kota Cilegon 294.995 374.559 1.681 2.134 2,44 Kota Serang 436.122 577.785 1.635 2.166 2,88 Kota Tangerang 823.768 1.290.322 5.597 8.766 4,63 Selatan Provinsi Banten 8.098.277 10.632.166 838 1.100 2,78 Sumber: BPS Banten, 2011. Pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi menunjukan semakin banyaknya kegiatan perekonomian yang berlangsung. Banyaknya kegiatan perekonomian tersebut membutuhkan tenagakerja dalam pelaksanaannya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) memberikan gambaran mengenai besarnya penduduk yang berpartisipasi dalam pasar tenagakerja (pekerja atau mencari pekerjaan). TPAK Provinsi Banten cenderung meningkat dari tahun 2008 hingga 2011 seperti yang disajikan tabel 7. Pada tahun 2011, TPAK Provinsi Banten mencapai 67,79 persen. Presentase ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 65,34 persen. Sepanjang tahun 2008 sampai 2011, Kota Tangerang merupakan kota yang memiliki TPAK tertinggi di Provinsi Banten. TPAK Kota Tangerang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011, TPAK Kota Tangrang mencapai 70,31 persen lebih tinggi dibandingkan dengan TPAK Provinsi Banten secara keseluruhan. Sedangkan Kabupaten Lebak menjadi daerah dengan TPAK terendah pada tahun 2011 dengan presentase 63,60 persen. Tabel 7. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 2008 2009 2010 2011 Kab. Pandeglang 65,44 63,52 63,76 64,28 Kab. Lebak 67,62 67,69 63,76 63,60 Kab. Tangerang 65,89 62,12 65,90 69,46 Kab. Serang 60,14 60,78 65,68 64,74 Kota Tangerang 66,00 68,51 69,17 70,31 Kota Cilegon 59,99 60,09 65,60 70,00 Kota Serang 0,00 60,51 67,64 68,60 Kota Tangerang 0,00 0,00 60,00 69,64 Selatan Provinsi Banten 64,80 63,74 65,34 67,79 Sumber: BPS Banten, 2008-2011.
29
Upah Minimum Menurut Sumarsono (2003) dalam Putra (2012), upah diartikan sebagai sejumlah dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar tenagakerja karena telah melakukan pekerjaannya yaitu menghasilkan produk. Upah yang terus meningkat, secara langsung akan membawa dampak pada penawaran tenagakerja. Salahsatu upaya pemerintah untuk melindungi pekerja adalah melalui kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum dibuat pemerintah dengan tujuan untuk melindungi taraf kesejahteraan pekerja dan meningkatkan produktivitas pekerja. Upah minimum ditetapkan berdasarkan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang merupakan kebutuhan pokok hidup sesorang yang telah disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi yang terjadi. Tabel 8. Upah minimum kabupaten dan kota di Provinsi Banten (rupiah) Kabupaten/Kota Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
2007 792.750 786.000 882.500 869.000 882.500 905.000 0,00
2008 840.000 842.000 953.850 927.500 958.782 971.400 927.500
Tahun 2009 918.950 918.000 1.055.000 1.030.000 1.064.500 1.099.000 1.030.000
0,00 746.500
0,00 837.000
1.055.000 917.500
2010 964.500 959.500 1.117.245 1.101.000 1.118.009 1.174.000 1.050.000
2011 1.015.000 1.007.500 1.285.000 1.189.600 1.290.000 1.224.000 1.156.000
1.290.000 955.300
1.527.000 1.000.000
Sumber: Kemenakertrans Banten, 2007-2011.
Nilai upah minimum Provinsi Banten yang meningkat dari tahun ke tahun seperti yang ditunjukan tabel 8. Pada tahun 2011, upah minimum Provinsi Banten mencapai Rp 1.000.000. Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang memiliki upah minimim tertinggi dibandingkan denga kabupaten dan kota lainnya. Pada tahun 2011, nilai upah minimum Kota Tangerang Selatan mencapai Rp 1.527.000. Hal ini menunjukan kebutuhan biaya hidup di Kota Tangerang Selatan lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak memiliki upah minimum terendah di Provinsi Banten dengan upah minimum sebesar Rp 1.00.7500. Kabupaten Lebak merupakan daerah yang basis perekonomiaannya pertanian, sehingga biaya kehidupannya termasuk rendah dan juga upah yang diterima pekerja tergolong rendah.
30
Konsumsi Teori Harrord-Domar menyatakan bahwa pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif suatu masyarakat. Teori ini mengaggap bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006). Perusahaan dalam menghadapi permintaan yang meningkat tersebut, membutuhkan tambahan tenagakerja yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan tenagakerja. Perkembangan tingkat kesejahteraan penduduk dapat diukur melalui perkembangan tingkat pendapatan yang tercermin pada besaran dan pola pengeluarannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, akan berdampak pada besarnya tingkat pengeluaran dan juga menyebabkan terjadinya pergeseran pola pengeluaran konsumsi dari pengeluaran untuk makanan kepada pengeluaran bukan makanan. Tabel 9. Pengeluaran per kapita kabupaten dan kota di Provinsi Banten (ribu rupiah) Kabupaten/Kota 2007 620,90 620,40 626,50 623,80 636,21 635,40 0,00 0,00
Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten 621,00 Sumber: BPS RI, 2007-2011.
2008 624,33 625,08 631,19 628,50 639,44 641,75 635,31 0,00
Tahun 2009 625,06 627,49 632,77 630,08 640,27 641,88 635,34 641,72
2010 627,63 629,44 635,19 631,19 643,18 645,43 636,77 643,75
2011 628,41 632,21 637,80 633,72 645,90 648,88 639,17 645,78
625,52
627,63
629,70
633,64
Tabel 9 menunjukan bahwa selama periode 2007-2011 tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Banten mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007, pengeluaran per kapita Provinsi Banten mencapai Rp 621.000 yang kemudian pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 633.640. Kota Cilegon merupakan daerah dengan tingkat pengeluran per kapita tertinggi selama periode 2007 hingga 2011. Pada tahun 2011, pengeluaran per kapita Kota Cilegon mencapai Rp 648.880. Hal ini menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon merupakan yang tertinggi di Provinsi Banten. Daerah dengan tingkat kesejahteraan terendah di Provinsi Banten adalah Kabupaten Pandeglang.
31
Pengeluraan per kapitaa Kabupateen Pandeglaang merupakkan yang teerkecil sepan njang periode 20007 hingga 2011. Peniingkatan keesejahteraann penduduk k di Provinnsi Bantenn mengakib batkan pergeserann pola konsumsi dari pengeluran n untuk maakanan kepada pengelu uaran bukan maakanan. Beerdasarkan data BPS, pengeluaraan penduduuk lebih baanyak digunakann untuk koonsusmsi bukan makaanan dibanndingkan deengan konssumsi makanan. Pada tahunn 2011, terccatat pengeluaran untukk konsumsi bukan mak kanan mencapai Rp 365.400 lebih bessar dibandin ngkan tahunn sebelumnnya yang seebesar Rp 347.2000. Sedangkkan pengeluuaran konsu umsi untuk makanan ppada tahun 2011, 2 hanya sebesar Rp 3288.600 (BPS,, 2011). Investa asi Inveestasi dapat dijadikann modal un ntuk membbangun ataau menyed diakan sarana dann prasaranaa yang dibuutuhkan dalaam membanngun atau m mengemban ngkan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan m n pengaruh pada pertumbuhhan nasionnal karena investasi merupakan m salahsatu komponen n dari pembentukkan pendappatan nasionnal atau PDB B, yaitu Y=C+I+G+NX X. Reallisasi invesstasi Provinnsi Banten n selama periode p 20007 hingga 2011 ditunjukann pada gam mbar 6. Tottal realisasii investasi Provinsi P Baanten cendeerung mengalam mi peningkattan. Pada taahun 2007 nilai n realisasi investasi Provinsi Banten mencapai Rp 7,5 triliun, namunn mengalam mi penurunann pada tahuun 2008 meenjadi Rp 6,6 trriliun. Penuurunan ini disebabkan n karena ikklim investtasi yang belum b optimal dengan konndisi infrasstruktur yan ng masih terbatas t dann perkembaangan g dan domestik d yaang masih belum konduusif akibat kkrisis globall. ekonomi global
250000 000 200000 000 150000 000
Provin nsi Bante en
100000 000 50000 000 0 2007
2008
2009
2010
2011
Gambaar 6. Realisasi investassi Provinsi Banten B tahuun 2007-20111 (juta rupiiah) Sumberr: BKPM RII, 2007-2011. mbar 7 mennunjukan baahwa sepanj njang periodde 2007 hinngga 2011, Kota Gam Cilegon menjadi m pennyumbang terbesar to otal investassi Provinsi Banten deengan total invesstasi sebesaar Rp 23 triiliun. Kawaasan industrri di Kota C Cilegon meenjadi
32
salahsatu faktor dayaa tarik invesstor untuk melakukan m i investasi. Selain itu, ad danya sarana daan infrastruuktur invesstasi yang baik juga menjadi salahsatu faktor f tingginya investasi paada daerah ini. i 2500 00000 2000 00000 1500 00000 1000 00000 500 00000 0
Seeries1
Gambar 7. Total realisasi r invvestasi padaa masing-maasing kabuppaten dan kota k di Provinsi P Bannten tahun 2007-2011 2 (juta rupiahh) Sumberr: BKPM RI, R 2007-20111 (diolah). Konntribusi inveestasi sektoor pertanian n dan sektoor jasa Bannten tidak teerlalu memberikkan porsi yaang besar daalam pembeentukan invvestasi total Provinsi Banten seperti yaang ditunjukkan tabel 10. 1 Sepanjang periode 2007 samppai 2011, kedua k sektor inii hanya mampu m mem mberikan kotribusi k tiidak lebih dari 1 peersen. Kontribusi sektor peertanian masih lebih besar dibanddingkan denngan sektorr jasa dengan raata-rata konntribusi sebbesar 0,53 persen. Reendahnya kkontribusi kedua k sektor ini diperkirakaan karena masih m kurang g baiknya koondisi iklim m investasi kedua k mengaruhi ikklim investasi diantarranya sektor terrsebut. Fakktor-faktor yang mem adalah konndisi infrasttruktur dan birokrasi (B Bank Indoneesia, 2012).. Tabbel 10. Konntribusi inveestasi sektorr pertanian dan d sektor jasa dalam pembentukan invvestasi di Prrovinsi Bantten (persen)) Sekttor Tahun n R RataRata 20007 20088 2009 2010 2011 R Pertannian 1,00 0,35 0,00 0,96 0,33 00,53 Jasa 0,11 0,40 0,34 0,03 0,01 00,18 Sumbeer: BKPM RI, R 2007-20011 (diolah)).
33
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Provinsi Banten PDRB menjadi indikator yang dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya dan faktor-faktor produksinya. Daerah yang mampu mengelola sumbr daya dan faktor produksinya dengan baik, akan berdampak pada kemajuan pembangunan daerahnya. Hukum Okun menyatakan, pertumbuhan ekonomi yang baik dapat berpengaruh dalam penyerapan tenagakerja di daerah tersebut. Perekonomian Provinsi Banten pada tahun 2011 terus membaik, didukung oleh meningkatnya permintaan domestik dan Nasional serta mulai pulihnya kondisi ekonomi global. Pada thun 2011 ekonomi Provinsi Banten mengalami pertumbuhan dari 6,08 persen pada tahun 2010 menjadi 6,43 persen. Pertumbuhan tersebut cenderung lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional dimana pada tahun 2011 mencapai 6,46 persen. Secara nominal, PDRB Provinsi Banten meningkat dari Rp 88.526 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp 94.222,40 miliar (BPS, 2012). Tabel 11. Laju pertumbuhan sektor pertanian pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tahun 2008 2009 2010 2011 Kab. Pandeglang 1,93 2,20 7,97 9,16 Kab. Lebak 3,77 4,36 7,16 5,45 Kab. Tangerang 5,70 6,12 9,24 10,09 Kab. Serang 3,78 72,88 10,70 18,29 Kota Tangerang 3,03 3,41 4,80 4,33 Kota Cilegon 0,68 0,76 8,55 2,15 Kota Serang 0,00 1,83 6,49 9,12 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 14,00 14,92 Provinsi Banten 3,20 5,39 9,01 3,06 Sumber: BPS RI, 2008-2011 (diolah). Laju pertumbuhan sektor pertanian Provinsi Banten selama periode 2008 hingga 2010 cenderung mengalami kenaikan. Tabel 11 menunjukan pada tahun 2008 hingga 2010, laju pertumbuhan sektor ini meningkat dari 3,20 persen menjadi 9,01 persen. Laju pertumbuhan sektor pertanian yang meningkat ini disebabkan karena peningkatan luas panen padi sawah maupun padi ladang sebesar 9,49 persen dan 14,97 persen (BPS, 2011). Hal ini menyebabkan meningkatnya produksi padi secara keseluruhan yang berpengaruh pada peningkatan nilai PDRB sektor pertanian. Pada tahun 2011, terjadi penurunan pada laju pertumbuhan sektor ini dimana nilainya menjadi sebesar 3,06 persen. Penurunan ini disebabkan karena cuaca ekstrim yang berpengaruh pada
34
produktivitas sektor pertanian sehingga kinerja sektor ini menjadi terganggu. Jika dilihat berdasarkan kabupaten dan kota, Kabupaten Serang menjadi kabupaten dengan laju pertumbuhan sektor pertanian tertinggi. Pada tahun 2009, laju pertumbuhannya mencapai 72,88 persen. Kabupaten Serang merupakan salahsatu daerah di Provinsi Banten yang memiliki potensi besar dalam sektor pertaniannya. Produktivitas sektor pertanian Kabupaten Serang yang baik menyebabkan laju pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya. Sedangkan Kota Cilegon menjadi daerah yang memiliki laju pertumbuhan sektor pertanian terendah di Provinsi Banten. Pada tahun 2011 laju pertumbuhannya hanya sebesar 2,15 persen. Selama periode 2001 hingga 2011, sektor pertanian menjadi salahsatu sektor yang berkontribusi besar dalam pembentukan PDRB Provinsi Banten. Rata-rata kontribusi sektor pertanian dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 8,19 persen dan menjadi kontributor terbesar keempat setelah sektor transportasi. Tabel 12 menunjukan kontribusi sektor ini sepanjang tahun 2007 hingga 2011 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, kontribusi sektor ini mencapai 7,52 persen dan terus meningkat hingga tahun 2010 presentasenya mencapai 7,59 persen. Kabupaten Tangerang menjadi kabupaten dengan nilai rata-rata kontribusi terbesar selama periode 2007 sampai 2011 yaitu sebesar 28,53 persen. PDRB sektor pertanian Kabupaten Tangerang memberikan share yang besar terhadap PDRB sektor pertanian Provinsi Banten. Luas areal lahan pertanian Kabupaten Tangerang yang mencapai 57.813 hektar, kemungkinan menjadi penyebab tingginya share daerah ini karena semakin luas lahan, maka semakin banyak output yang dapat dihasilkan. Semakin terkikisnya lahan pertanian oleh lahan industri pada Kabupaten Tangerang, tidak terlalu memengaruhi jumlah output yang dihasilkan oleh sektor pertanian karena sektor pertanian dapat menggunakan teknologi untuk memperbaiki produksinya. Tabel 12. Kontribusi PDRB sektor pertanian pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi (persen) Kabupaten/Kota Tahun Rata2007 2008 2009 2010 2011 Rata Kab. Pandeglang 22,29 22,02 21,35 21,15 22,40 21,84 Kab. Lebak 23,86 24,00 23,76 23,36 23,90 23,78 Kab. Tangerang 27,47 28,13 28,33 28,39 30,32 28,53 Kab. Serang 17,60 17,70 29,04 29,49 33,85 25,54 Kota Tangerang 0,75 0,75 0,74 0,71 0,72 0,73 Kota Cilegon 4,69 4,57 4,37 4,35 4,32 4,46 Kota Serang 0,00 4,16 4,02 3,92 4,16 4,06 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 0,77 0,81 0,90 0,83 Provinsi Banten 7,52 7,33 7,38 7,59 7,35 7,43 Sumber: BPS RI, 2007-2011 (diolah). Laju pertumbuhan sektor jasa Provinsi Banten selama periode 2008 hingga 2010 cenderung mengalami penurunan seperti yang disajikan tabel 13. Pada tahun
35
2008 hingga 2010, pertumbuhan sektor ini cenderung menurun dari 12,33 persen menjadi 4,6 persen. Laju pertumbuhan sektor jasa yang menurun ini diperkirakan karena melambatnya perkembangan subsektor jasa pemerintahan umum dan adanya perlambatan kredit untuk jasa sosial kemasyarakatan. Pada tahun 2011, laju pertumbuhan sektor ini kembali mengalami kenaikan hingga 7,91 persen. Jika dilihat berdasarkan kabupaten dan kota, Kabupaten Serang menjadi kabupaten dengan laju pertumbuhan sektor jasa tertinggi. Pada tahun 2019, laju pertumbuhannya mencapai 82,17 persen yang merupakan presentase tertinggi selama periode 2007 hingga 2011. Laju pertumbuhan yang tinggi ini, dapat disebabkan karena adanya transmisi sektoral dari sektor sekunder ke sektor tersier, dimana sektor tersier telah memiliki peran yang sama pentingnya dengan sektor sekunder dalam perekonomian. Tabel 13. Laju pertumbuhan sektor jasa pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tahun 2008 2009 2010 2011 Kab. Pandeglang 3,68 4,89 5,60 7,27 Kab. Lebak 6,79 3,51 7,17 5,42 Kab. Tangerang 11,56 6,65 12,83 7,21 Kab. Serang 13,21 82,17 17,21 6,22 Kota Tangerang 11,60 7,94 9,21 3,57 Kota Cilegon 11,72 12,99 8,61 7,18 Kota Serang 0,00 6,49 5,05 19,23 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 5,55 4,53 Provinsi Banten 12,33 7,52 4,60 7,91 Sumber: BPS RI, 2007-2011 (diolah).
Rata-rata kontribusi PDRB sektor jasa Provinsi Banten dari tahun 2001 hingga 2011 mencapai 4,29 persen. Kontribusi sektor ini sepanjang tahun 2007 hingga 2011 cenderung berfluktuasi seperti yang disajikan tabel 14. Pada tahun 2007, kontribusi sektor ini mencapai 3,99 persen. Hingga pada tahun 2011 nilai kotribusinya menjadi 4,35 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Belanja pemerintah yang meningkat menjadi salahsatu faktor yang menyebabkan naiknya kontribusi sektor ini. Peningkatan belanja pemerintah akan berdampak pada perbaikan sarana dan prasarana yang menunjang sektor jasa ini, sehingga berdampak pada nilai output yang dihasilkan menjadi besar. Kota Tangerang Selatan menjadi daerah dengan rata-rata kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB sektor jasa Provinsi Banten. Selama periode 2007 hingga 2011, rata-rata kontribusi Kota Tangerang mencapai 20,81 persen. Besarnya kontribusi ini menunjukan Kota Tangerang Selatan sebagai daerah yang berbasiskan sektor jasa. Pemerintah Kota Tangerang Selatan sendiri, sangat memfokuskan pembangunannya pada sektor jasa. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya
36
tempat pariwisata, tempat perbelanjaan, tempat pemukiman dan tempat-tempat jasa lainnya yang berada di Kota Tangerang Selatan. Tabel 14. Kontribusi PDRB sektor jasa pada masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi (persen) Kabupaten/Kota Tahun Rata2007 2008 2009 2010 2011 Rata Kab. Pandeglang 15,72 14,51 14,15 14,29 14,20 14,57 Kab. Lebak 14,87 14,14 13,61 13,95 13,63 14,04 Kab. Tangerang 15,07 14,97 14,84 16,01 15,91 15,36 Kab. Serang 5,42 5,46 9,26 10,37 10,21 8,15 Kota Tangerang 16,70 16,59 16,65 17,39 16,69 16,80 Kota Cilegon 5,00 4,97 5,22 5,42 4,67 5,06 Kota Serang 0,00 16,25 16,09 16,16 17,86 16,59 Kota Tangerang Selatan 0,00 0,00 20,90 21,09 20,43 20,81 Provinsi Banten 3,99 4,24 4,35 4,29 4,35 4,25 Sumber: BPS RI, 2007-2011 (diolah).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Proses pembagunan ekonomi memerlukan adanya sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumberdaya manusia (SDM). Penggunaan SDM dalam pembangunan menjadi hal yang penting karena pertumbuhan ekonomi diciptakan dari sumber daya manusia yang berkualitas. Perluasan lapangan pekerjaan dan penggunaan tenagakerja yang produktif dengan pemberian upah yang layak juga akan memengaruhi terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Upah yang layak akan menaikan pendapatan pekerja yang nantinya akan berdampak pada daya beli pekerja sehingga meningkatkan permintaan efektif. Setelah ditetapkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, terjadi pelimpihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengatur tingkat upah nya. Kebijakan upah minimum regional merupakan salahsatu regulasi pemerintah yang bertujuan agar tenagakerja dapat memperoleh upah yang layak. Kebijakan upah minimum dirasakan menguntungkan bagi sisi penawaran tenagakerja, karena tenagakerja akan memperoleh upah di atas tingakt upah minimum yang telah ditetapkan. Hal tersebut akan membuat melonjaknya penawaran tenagakerja. Pada sisi permintaan, hal yang terjadi adalah sebaliknya. Upah merupakan bagian dari biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. Tingkat upah yang meningkat, akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan tersebut. Salahsatu jalan agar biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut tidak melebihi keuntungan yang diperolehnya adalah dengan mengurangi
37
permintaan tenagakerja. Hal ini akan berdampak pada masalah penurunan penyerapan tenagakerja. Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengagguran terbuka Provinsi Banten merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pengaangguran Provinsi Banten selama periode 2008 hingga 2011 mengalami penurunan dari 15,18 persen menjadi 13,06 persen, namun angkanya tetap tinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Tingginya angka pengangguran terbuka, menunjukan bahwa terdapat masalah penyerapan tenagakerja pada sektor-sektor ekonomi di Provinsi Banten. Tingginya tingkat pengagguran di Provinsi Banten diduga karena kualitas pertumbuhan ekonomi Banten yang belum optimal dan kualitas SDM yang masih terbatas. Pertumbuhan ekonomi yang kurang dipacu oleh pertumbuhan investasi memiliki dampak pada penyerapan tenagakerja yang terbatas. Kualitas SDM yang masih kurang dilihat dari masih tingginya angkatan kerja yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah dan budaya masyarakat yang belum berorientasi kepada daya saing dan produktivitas. Kontribusi suatu sektor dalam pembentukan PDRB suatu daerah, menunjukan kemampuan sektor tersebut dalam menyerap tenagakerja. PDRB memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat pengangguran. Hal ini berarti semakin tinggi niali PDRB, akan mengurangi jumlah pengagguran yang ada. Pengurangan pengagguran tersebut menunjukan bahwa sekor tersebut mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga dapat menyerap kelebihan penawaran tenagakerja yang terjadi. Seperti yang ditunjukan pada gambar 1, sektor pertanian dan sektor jasa merupakan dua sektor yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan PDRB total di Provinsi Banten. Selama periode 2001 hingga 2011, sektor pertanian memiliki rata-rata kontribusi sebesar 8,19 persen dan sektor jasa sebesar 4,29 persen. Gambar 8 menunjukan kontribusi sektor-sektor ekonomi Provinsi Banten dalam penyerapan tenagakerja. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar selama periode 2001 hingga 2004. Pada tahun 2003, kontribusi sektor pertanian mencapai tingkat tertinggi dengan presentase sebesar 29,22 persen. Pada tahun 2011, kontribusi sektor pertanian merupakan yang terendah selama periode penelitian. Presentase sektor ini sangat kecil dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 12,89 persen. Penurunan kontribusi ini menunjukan transformasi struktural dimana peran sektor pertanian tidak lagi dominan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, terutama sektor industri. Selain itu, upah yang rendah dan perkembangan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi bentuk lain baik untuk pemukiman maupun pengusahaan sektor lain diperkirakan juga menjadi alasan menurunnya penyerapan tenagakerja sektor ini. Sementara sektor jasa mengalami peningkatan kontribusi selama periode 2001 sampai 2011. Pada tahun 2001, presentase kontribusi sektor ini hanya sebesar 12,64 persen. Kemudian terus meningkat hingga pada tahun 2010 nilainya mencapai 16,99 persen. Sektor jasa menjadi sektor yang diandalkan di era globalisasi ini, khususnya bagi daerah-daerah yang sedang melakukan pembangunan. Sektor jasa dapat meningkatkan daya saing bagi daerah tersebut. Peningkatan kontribusi sektor jasa ini menunjukan bahwa sektor jasa merupakan sektor yang padat karya. Tenagakerja menjadi elemen penting untuk menggerakan pertumbuhan sektor ini karena output dari sektor ini adalah berupa jasa yang dihasilkan murni oleh tenagakerja dan perannya tidak dapat digantikan oleh
38
keberadaaan teknologgi. Peningkkatan konttribusi tenaagakerja paada sektor jasa menunjukkan bahwa Provinsi P Bannten sedang g membenahhi kondisi eekonominyaa agar lebih berddaya saing menghadapi m era globalisasi ini. 35.00 1
30.00
2
25.00
3
20.00
4
15.00
5 6
10.00
7
5.00
8
0.00
9 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2 2009 2010 2011 2
Gambar 8. 8 Kontribusi Penyerappan Tenagak kerja Berdasarkan Lapaangan Usah ha di Provinsi Banteen (persen) Sumber: BPS B Bantenn, 2001-2011 (diolah). Keterangaan: 1. Sektorr Pertanian 2. Sektoor Pertambanngan dan Galian G 3. Sektoor Industri Pengolahan P 4. Sektoor Listrik, Gas G dan Air Bersih B 5. Sektoor Bangunann 6. Sektoor Perdaganggan, Hotel dan d Restoraan 7. Sektoor Transporttasi dan Kom munikasi 8. Sektoor Keuangann, Sewa dan n Jasa Perusahaan 9. Sektorr Jasa-Jasa Kabbupaten Leebak meruppakan daerrah penyum mbang tennagakerja sektor s pertanian terbesar di Provinsi Banten B sepeerti yang diitunjukan ggambar 9. Sektor S pertanian merupakaan sektor yang mem mberikan kontribusi k terbesar dalam d pertumbuhhan ekonom mi Kabupatten Lebak. Peningkataan produkttivitas sekto or ini lebih dom minan dibanddingkan denngan sektorr lainnya. Selama perioode 2001 saampai 2011, Kabbupaten Leebak memiiliki nilai kontribusi k t terbesar deengan preseentase sebesar 32,76 persenn. Presentaase kontribusi terkecill terjadi paada tahun 2003 dengan niilai presentaase sebesar 28,01 persen. Penurunnan ini dipeerkirakan karena k peningkataan investaasi modal berupa teeknologi seehingga m menggeser peran p tenagakerjja pada sekktor ini. Preesentase terb besar terjaddi pada tahuun 2010, diimana nilainya sebesar 377,62 persenn. Peningk katan ini diperkiran d karena reaalisasi investasi modal m yangg bersifat labour intenssif yang menningkat, sehhingga sekttor ini dapat meemeprluas lapangan pekerjaan nnya. Sedaangakan K Kota Tangerang
39
merupakann daerah dengan d rata-rata kontriibusi terkeccil dengan nilai preseentase 0,87 perseen. 40.00
1
35.00
2
30.00
3
25.00 4
20.00
5
15.00 10.00
6
5.00
7
0.00
8 2001 2002 2003 2004 2005 2 2006 2007 2 2008 2009 2 2010 2011 2
Gambar 9. Kontribuusi Penyerappan Tenagaakerja Sektoor Pertaniann pada Masin ngMasing Kabupaten K d Kota dii Provinsi Banten dan B (perssen) Sumber: BPS B Bantenn dan Kemennakertrans Banten. B 20001-2011 (dioolah). Keterangaan: 1. Kabuppaten Pandeeglang 2. Kabuppaten Lebakk 3. Kabuppaten Tangeerang 4. Kabuppaten Serangg 5. Kota Tangerang T 6. Kota Cilegon C 7. Kota Serang S 8. Kota Tangerang T S Selatan Kaabupaten Taangerang merupakan m daerah d denggan kontribbusi tenagak kerja sektor jasa terbesar di d Provinsi Banten. Gambar 10 menunjukan m n bahwa selama periode 20001 sampaii 2011, rataa-rata kontriibusi Kabuppaten Tanggerang menccapai 40,86 perrsen. Setiaap tahunnya, Kabupaaten Tangerrang memiiliki presen ntase kontribusii yang hamppir berbeda jauh dengaan kabupatenn dan kota lainnya. Sam mpai pada tahuun 2008 hinngga 2010, kontribusin nya cenderuung mengallami penuru unan. Penurunann ini didugaa karena terj rjadinya pem mekaran Koota Tangeraang Selatan pada akhir tahuun 2008. Sejak akhiir tahun 20 008 kota ini i memisaahkan diri dari Kabupatenn Tangerangg dan membbentuk daerrah adminisstratif baru. Selama perriode 2009 sam mpai 2011,, kisaran presentase p kontrbusi Kota Tanngerang Selatan mencapai lebih dari 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa b sebellum pemekaran, Kota Tanggerang Selaatan merupaakan daerah yang memiiliki kontribbusi besar dalam d penyerapaan tenagakeerja sektor jasa di Kabupaten K T Tangerang. Pada tabeel 14 menunjukkan bahwa Kota K Tangeerang Selataan menjadi kontributorr terbesar dalam d pembentukkan PDRB sektor jasaa di Provinssi Banten. Hal H ini mennunjukan baahwa sektor jasaa menjadi salahsatu sekktor yang memengaruh m hi pertumbuuhan ekonom mi di
40
Kota Tanggerang Selaatan. Sedanggkan Kota Cilegon meerupakan daaerah yang nilai kontribusiinya terkeciil dengan raata-rata seb besar 3,78 persen. p Hal ini dikaren nakan Kota Cileegon meruppakan kawasan industrri yang dim mana sektor industri saangat dominan di d dalam perrekonomiannnya. 60.00
1
50.00
2
40.00
3 4
30.00
5 20.00 6 10.00
7
0.00
8 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 10. Kontribuusi Penyerappan Tenagaakerja Sektoor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Pro ovinsi Banteen (persen) Sumber: BPS B Bantenn dan Kemennakertrans Banten, B 20001-2011 (dioolah). Keterangaan: 1. Kabuppaten Pandeeglang 2. Kabuppaten Lebakk 3. Kabuppaten Tangeerang 4. Kabuppaten Serangg 5. Kota Tangerang T 6. Kota Cilegon C 7. Kota Serang S 8. Kota Tangerang T S Selatan H Hasil Analissis Model Regresi R Data Panel Lam mpiran 3 dann 5 menunjukan hasil uji chow daan uji hausssman dari model m yang diguunakan dalaam penelitian ini. Hassil uji chow w diperolehh nilai-p seebesar (0,0000) lebih kecill dari alphha 5 persen yang berarti b mennolak H0 untuk u menggunaakan model pooled leasst square (P PLS) dan meenerima H1 untuk meneerima model fixeed effect (F FEM). Kem mudian hasiil dari uji haussman h ddiperoleh nilai-p sebesar (00,0000) lebiih kecil darri alpha 5 persen p yangg berarti meenolak H0 untuk u menggunaakan modell random efffect (REM M) dan mennerima H1 uuntuk meneerima model fixxed effect (F FEM). Keddua uji terssebut menuunjukan bahhwa fixed effect model merupakan m model terrbaik yang g digunakkan dalam penelitian n ini LAMPIRA AN 4 7. Penggolahan deengan modeel fixed eff ffect secaraa umum diilakukan deengan metode Panel P Leastt Square (P PLS) tanpa pembobotan atau Geeneralized Least Square (G GLS) dengaan pembobbotan. Setellah dibandiingkan antaara model fixed
41
effect PLS dengan model fixed effect GLS, dapat disimpulkan bahwa model fixed effect GLS menghasilkan nilai probabilitas t-statistik yang lebih baik dan nilai Rsquared (R2) yang lebih tinggi. Model pada penelitian ini diboboti dengan metode GLS cross section SUR (Seemingly Unrelated Regressions). Hasil Estimasi Model dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Sektor Pertanian Periode 2001-2011 Hasil estimasi menunjukan nilai-p F-stat sebesar 0,000000 yang nilainya lebih kecil dari alpha 5 persen. Hal ini menunjukan uji-F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen, yang berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model penyerapan tenagakerja sektor pertanian sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Berdasarkan nilai R-Squared (R2) weighted atau koefisien determinasi sebesar 0,999865 yang menunjukan keragaman tenagakerja di sektor pertanian dapat dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukan ke dalam model, yaitu upah minimum, konsumsi, investasi, dan PDRB, hanya sebesar 99,9865 persen, sedangkan sisanya 0,0135 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Hal tersebut seperti yang disajikan pada tabel 15. Pada lampiran 4 menunjukan hasil uji normalitas yang memiliki nilai-p Jarque Bera (0,743249) lebih besar dari alpha 5 persen yang digunakan. Hal tersebut menunjukan bukti untuk menerima H0 yang artinya residual di dalam model sudah menyebar normal. Kemudian dilakukan uji asumsi klasik, yaitu dimana model harus terbebas dari masalah-masalah dalam regresi seperti multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil uji multikolinearitas ditunjukan oleh nilai-p t-stat dan nilai-p F-stat. Hasil pengolahan data menunjukan uji-F signifikan dan R-squared yang tinggi dengan banyak variabel yang signifikan, hal ini menunjukan bahwa model terbebas dari masalah multikolinearitas. Kemudian ada atau tidaknya hetereoskedastisitas dapat dilihat dari nilain Sum Square Residual pada Weighted Statistic (83,24834) lebih besar dari Sum Square Residual pada Unweighted Statistic (9,859344). Hal ini membuktikan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (weighted) statistik yaitu sebesar 1,964762, dimana du (1,7493) < DW (1,964762) < 4-du (2,035238). Dengan demikian, model terbebas dari masalah autokorelasi.
42
Tabel 15. Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian di Provinsi Banten Periode 2001-2011 Variable Coefficient Prob. UMK -0.357867 0.0000* KON 1.851248 0.0000* INV -0.003978 0.0061* PDRB 0.194856 0.0000* C 1.034305 0.0000 Weighted Statistics R-squared 0.999865 Prob(F-statistic) 0.000000 Sum squared resid 83.24834 Durbin-Watson stat 1.964762 Unweighted Statistics R-squared 0.994029 Sum squared resid 9.859344 Keterangan: (*) signifikan pada taraf 5 persen Model persamaan regresi penyerapan tenagakerja di sektor pertanian data panel terbaik yang didapatkan dari hasil pengolahan dengan model fixed effect adalah sebagai berikut: lnTK = 1,034305 - 0,357867lnUMKit + 1,851248lnKONit - 0,003978lnINVit + 0,194856lnPDRBit + eit Berdasarkan fungsi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dapat dianalisis faktor-faktoer yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di Provinsi Banten selama periode 2001 sampai 2011. Faktor-faktor yang secara nyata memengaruhi besarnya penyerapan tenagakerja di sektor pertanian ada empat, yaitu upah minimum, konsumsi, investasi, dan PDRB. Variabel upah minimum berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien upah minimum yang dihasilkan adalah sebesar -0,357867. Artinya, peningkatan upah minimum sebesar satu persen akan menurunkan jumlah penyerapan tenagakerja sektor pertanian sebesar 0,357867 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini sesuai dengan penelitian Sitanggang dan Nachrowi (2004). Sektor pertanian cenderung menawarkan tingkat upah yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor manufaktur. Kenaikan upah minimum di sektor manufaktur, tidak membuat pekerja tertarik untuk bekerja di sektor ini. Tingkat upah yang relatif rendah menjadi salahsatu faktor kurangnya minat pekerja untuk bekerja di sektor ini sehingga berakibat pada penurunan jumlah penyerapan tenagakerja. Variabel konsumsi berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien konsumsi yang dihasilkan adalah sebesar 1,851248. Artinya,
43
peningkatan konsumsi sebesar satu persen akan menaikan jumlah penyerapan tenagakerja sektor pertanian sebesar 1,851248 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini sesuai dengan penelitian Mahyuddin dan Majdah (2010) dan teori Harord-Domar mengenai pengeluaran masyarakat. Permintaan barang dan jasa yang meningkat pada masyarakat akan berdampak pada penyerapan tenagakerja. Perusahaan meningkatkan jumlah produksinya sesuai dengan meningkatnya jumlah permintaan output di masyarakat. Peningkatan permintaan ini ditujukan dari peningkatan pengeluaran per kapitanya. Teori Harrord-Domar menyatakan bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006). Menurut Simanjuntak (1998), kenaikan konsumsi oleh masyarakat membuat permintaan akan tenagakerja oleh unit usaha atau perusahaan semakin meningkat karena perusahaan membutuhkan tambahan pekerja untuk dapat memproduksi lebih banyak lagi, dalam hal ini terjadi peningkatan dalam penyerapan tenagakerja dan memberikan kesempatan kerja baru. Oleh karena itu, kenaikkan permintaan perusahaan terhadap tenagakerja tergantung dari kenaikkan konsumsi masyarakat. Variabel investasi berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien investasi yang dihasilkan adalah sebesar -0,003978. Artinya, peningkatan investasi sebesar satu persen akan menurunkan jumlah penyerapan tenagakerja sektor pertanian sebesar 0,003978 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana investasi berpengaruh positif dengan penyerapan tenagakerja. Hasil estimasi yang tidak sesuai dengan hipotesis ini diduga karena terjadi peralihan investasi modal berupa teknologi (capital intensif) yang menggantikan peran tenagakerja di sektor pertanian. Investasi teknologi berupa mesin dapat menciptakan efisiensi dalam memproduksi komoditas yang lebih berkualitas di sektor pertanian. Selain itu, penggunaan teknologi lebih diutamakan karena akan meningkatkan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tenagakerja, khususnya untuk komoditas dari sektor pertanian. Hal ini menyebabkan, investasi berupa teknologi pada sektor pertanian akan mengurangi penggunaan tenagakerja di sektor ini. Variabel PDRB sektor pertanian berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien PDRB yang dihasilkan adalah sebesar 0,194856. Artinya, peningkatan PDRB sektor pertanian sebesar satu persen akan menaikan jumlah penyerapan tenagakerja sektor pertanian sebesar 0,194856 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar dan Sukwika (2007) dan Hukum Okun dan teori Harrord Domar yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenagakerja. Hukum Okun menyatakan tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut,
44
dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Semakin tinggi GDP riil, akan semakin memperluas kesempatan kerja yang ada. Pada gambar 4 menunjukan bahwa perubahan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat berhubungan dengan perubahan GDP riil. Apabila pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan output dalam bentuk GDP konstan, maka dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Teori Harrord Domar menyatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan memperluas kesempatan kerja dengan cara mengutamakan sektor-sektor ekonomi yang padat karya. Dalam teori ini dijelaskan bahwa pertumbuhan output (Y) dikurangi dengan tingkat pertumbuhan produktivitas tenagakerja (Y/L) sama dengan pertumbuhan kesempatan kerja (L). Kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja dapat dipenuhi dengan peningkatan ouput agregat (barang dan jasa) atau PDRB. Hasil Estimasi Model dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja di Sektor Jasa Periode 2001-2011 Tabel 16 menunjukan bahwa nilai-p F-stat sebesar 0,000000 yang nilainya lebih kecil dari alpha 5 persen. Hal ini menunjukan uji-F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen, yang berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model penyerapan tenagakerja sektor jasa sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Berdasarkan nilai R-Squared (R2) weighted atau sebesar 0,999237 yang menunjukan keragaman tenagakerja di sektor pertanian dapat dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukan ke dalam model, yaitu upah minimum, konsumsi, investasi, dan PDRB, hanya sebesar 99,9237 persen, sedangkan sisanya 0,0763 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Hasil uji normalitas yang memiliki nilai-p Jarque Bera (0,869137) lebih besar dari alpha 5 persen yang digunakan seperti yang ditunjukan pada lampiran 6. Hal tersebut menunjukan bukti untuk menerima H0 yang artinya residual di dalam model sudah menyebar normal. Kemudian untuk uji asumsi klasik, dimana model harus terbebas dari masalah-masalah dalam regresi yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil uji multikolinearitas ditunjukan oleh nilai-p t-stat dan nilai-p F-stat. Hasil pengolahan data menunjukan uji-F signifikan dan R-squared yang tinggi dengan banyak variabel yang signifikan, hal ini menunjukan bahwa model terbebas dari masalah multikolinearitas. Kemudian ada atau tidaknya hetereoskedastisitas dapat dilihat dari nilain Sum Square Residual pada Weighted Statistic (87,16565) lebih besar dari Sum Square Residual pada Unweighted Statistic (6,179652). Hal ini membuktikan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (weighted) statistik yaitu sebesar 1,964762, dimana du (1,7493) < DW (1,990026) < 4-du (2,035238). Dengan demikian, model terbebas dari masalah autokorelasi.
45
Tabel 16. Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa di Provinsi Banten Periode 2001-2011 Variable Coefficient Prob. UMK 0.355376 0.0000* PDRB 0.259603 0.0000* KON 0.416579 0.0028* INV 0.016880 0.0001* C -0.011468 0.8507 Weighted Statistics R-squared 0.999237 Prob(F-statistic) 0.000000 Sum squared resid 87.16565 Durbin-Watson stat 1.990026 Unweighted Statistics R-squared 0.996025 Sum squared resid 6.179652 Keterangan: (*) signifikan pada taraf 5 persen Model persamaan regresi penyerapan tenagakerja di sektor jasa data panel terbaik yang didapatkan dari hasil pengolahan dengan model fixed effect adalah sebagai berikut: lnTK = -0,011468 + 0.355376lnUMKit + 0.416579lnKONit + 0.016880lnINVit + 0.259603lnPDRBit + eit Variabel upah minimum berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor jasa. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien upah minimum yang dihasilkan adalah sebesar 0,355376. Artinya, peningkatan upah minimum sebesar satu persen akan menaikan jumlah penyerapan tenagakerja sektor jasa sebesar 0,355376 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Sektor jasa memiliki dua subsektor, yaitu subsektor pemerintahan umum dan subsektor swasta. Subsektor swasta terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, serta jasa perorangan dan rumah tangga. Hal ini menunjukan bahwa karakteristik tenagakerja sektor jasa di Provinsi Banten adalah padat karya. Kenaikan upah minimum di sektor manufaktur akan dapat meningkatkan penyerapan tenagakerja di sektor ini karena sektor jasa merupakan sektor yang outputnya berupa jasa. Peran tenagakerja tdak dapat digantikan oleh peran dari mesin-mesin atau teknologi dan perannya sangat dibutuhkan dalam menghasilan output di sektor ini. Variabel konsumsi berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor jasa. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0028 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5persen). Nilai koefisien konsumsi yang dihasilkan adalah sebesar 0,416579. Artinya, peningkatan konsumsi sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah penyerapan tenagakerja sektor jasa sebesar 0,416579 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel
46
yang lain konstan. Hal ini sesuai dengan teori Harord-Domar mengenai pengeluaran masyarakat. Koefisien estimasi variabel konsumsi di sektor jasa lebih kecil dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor pertanian memilki nilai koefisien sebesar 1,851248 sedangkan sektor jasa sebesar 0,416579. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan konsumsi yang dikeluarkan masyrakat lebih besar untuk sektor pertanian, yaitu konsumsi makanan. Tabel 17 menunjukan laju pertumbuhan konsumsi makanan dana konsuumsi non makanan selama periode 2008 hingga 2011. Rata-rata laju pertumbuhan konsumsi makanan mencapai 13,76 persen lebih besar dibandingkan konsumsi non makan yang hanya sebesar 12,14 persen. Tabel 17. Laju Pertumbuhan Konsumsi Makanan dan Non Makanan di Provinsi Banten (persen) Tahun Makanan 2008 8.36 2009 14.71 2010 21.31 2011 10.68 Rata-Rata 13.76 Sumber: BPS, 2007-2011 (diolah).
Non Makanan 2.95 13.74 26.62 5.23 12.14
Variabel investasi berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor jasa. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0001 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien investasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,016880. Artinya, peningkatan investasi sebesar satu persen akan menaikan jumlah penyerapan tenagakerja sektor jasa sebesar 0,016880 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini sesuai dengan teori penyerapan tenagakerja yang salahsatu faktor utamanya adalah investasi. Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam perluasan lapangan pekerjaan yang ada. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya yang nantinya digunakan untuk mendirikan perusahaan dan perbaikan bagi kinerja perusahaan tersebut. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salahsatu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y=C+I+G+NX. Hasil estimasi menunjukan bawa investasi pada sektor jasa lebih bersifat padat karya atau labour intensif, yang artinya investasi yang ada digunakan sepenuhnya untuk menunjang tenagakerja di sektor ini. Hal tersebut dapat berdampak pada peningkatan penyerapan tenagakerja. Sektor jasa dan sektor pertanian memiliki jenis komoditas yang berbeda, dimana komoditas sektor pertanian lebih dapat ditingkatkan mutu atau kualitasnya dengan penggunaan teknologi. Sedangkan produk yang dihasilkan sektor jasa tidak terlalu berpengaruh terhadap penggunaan teknologi karena outputnya adalah berupa jasa yang secara langsung dihasilkan pekerja.
47
Variabel PDRB sektor jasa berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penyerapan tenagakerja sektor jasa. Hal ini ditunjukan dari nilai-p t-stat tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Nilai koefisien PDRB sektor jasa yang dihasilkan adalah sebesar 0,259603. Artinya, peningkatan PDRB sektor jasa sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah penyerapan tenagakerja sebesar sektor jasa 0,259603 persen (cateris paribus) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini sesuai dengan Hukum Okun dan teori Harrord Domar yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenagakerja. Koefisien estimasi dari PDRB sektor jasa lebih kecil dibandingkan dengan koefisien estimasi sektor pertanian. Sektor jasa memiliki koefisien sebesar 0,259603 sedangkan sektor pertanian sebesar 0,194856. hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian memiliki kontribusi yang lebih besar dalam pembentukan PDRB dibandingkan dengan sektor jasa. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penlitian tentang penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Sektor pertanian memberikan kontribusi penyerapan tenagakerja terbesar di Provinsi Banten selama periode 2001 sampai 2001, namun terus mengalami penurunan hingga tahun 2011. Hal ini disebabkan karena adanya transformasi struktural, upah renda dan alih fungsi lahan. Kabupaten Lebak merupakan daerah dengan penyumbang tenagakerja terbesar di sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor ekonomi utama di daerah tersebut. Sedangkan Kota Tangerang merupakan daerah penyumbang tenagakerja sektor pertanian terkecil. Berbeda dengan sektor pertanian, sektor jasa mengalami peningkatan kontribusi selama periode 2001-2011. Peningkatan ini disebabkan karena sektor jasa merupakan sektor yang padat karya sehingg membutuhkan peran murni tenagakerja untuk menghasilkan produk jasanya. Kabupaten Tangerang merupakan kontributor terbesar dalam penyerapan tenagakerja sektor jasa, namun mengalami penurunan setelah terjadi pemekaran Kota Tangerang Selatan. Sedangkan Kota Cilegon merupakan kontributor terkecil. 2. Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten: a. Hasil estimasi model sektor pertanian menunjukan bahwa variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyerapan tenagakerja di sektor pertanian. Variabel UMK dan investasi memiliki hubungan yang negatif dengan penyarapan tenagakerja di sektor pertania positin. Sedangkan variabel konsumsi dan PDR memiliki hubungan yang positif.
48
b. Hasil estimasi model sektor jasa menunjukan bahwa variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyerapan tenagakerja di sektor pertanian. Variabel-variabel tersebut memiliki hubungan yang positif dengan penyerapan tenagakerja di sektor jasa. Saran Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang yang telah diberikan di atas maka beberapa saran yang dapat di rekomendasikan oleh penulis, yaitu: 1. Pemerintah Provinsi Banten agar lebih memperbaiki sarana dan prasarana investasinya, khususnya di sektor jasa, sehingga iklim investasi yang kondusif. Selain itu, agar dapat membatasi investasi teknologi pada sektor pertanian sehingga peran tenagakerja tidak tergantikan oleh mesinmesin. 2. Pemerintah Provinsi Banten diharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor pertanian dan sektor jasa dengan upaya mempermudah akses finansial untuk mengembangkan bisnis di sektor jasa dan pembangunan infrastruktur di sektor pertanian yang pada akhirnya juga akan berpengaruh pada penyerapan tenagakerja di kedua sektor ini. 3. Pemerintah Provinsi Banten diharapkan lebih memperhitungkan tingkat upah di sektor ini dengan jalan menyesuaikannya dengan kebutuhan hidup minimum para pekerja. Salahsatu alasan sektor pertanian banyak ditinggalkan tenagakerja adalah tingkat upah yang rendah pada sektor ini. Pemberian upah yang optimal, diharapkan mampu meningkatkan minat pekerja untuk bekerja di sektor ini. 4. Pemerintah Provinsi Banten diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, baik untuk konsumsi makanan ataupun non makanan. Salahsatu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah meningkatkan pendapatan yang disesuaikan dengan kondisi inflasi dan pemberian upah yang optimal. 5. Pemerintah Provinsi Banten diharapkan memerhatikan kondisi lapangan pekerjaan di Kabupaten Lebak dan Kota Tangerang Selatan yang memiliki potensi besar dalam peyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Keempat variabel independent dalam penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan Pemerintah Provinsi dalam membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kondisi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa pada kedua daerah tersebut.
49
DAFTAR PUSTAKA Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2001-2011. Realisasi Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di Provinsi Banten. Jakarta: BKPM. Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2001-2011. Realisasi Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing Menurut Kaupaten dan Kota di Provinsi Banten. Jakarta: BKPM Badan Pusat Statistik. 2003-2011. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik. 2009-2011. Kota Tangerang Selatan dalam Angka. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Kabupaten Pandeglang dalam Angka. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Kabupaten Tangerang dalam Angka. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Kabupaten Lebak dalam Angka. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Kabupaten Serang dalam Angka. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Kota Cilegon dalam Angka. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Kota Tangerang dalam Angka. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Pertanian Indonesia. BPS, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2008-2011. Kota Serang dalam Angka. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Beberapa Indikator Utama SosialEkonomi Indonesia. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Provinsi Banten dalam Angka. Jakarta: BPS. Baltagi, Badi H. 2005. Econometrics Analysis of panel Data. England (GB): John Willey & Sons Ltd. Bank Indonesia. 2011. Laporan Perekonomian Provinsi Banten. Jakarta (ID): Bank Indonesia. Bellante, Don dan Jackson, Mark. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta (ID): LP FE UI Dimas dan Woyanti. 2009. Penyerapan Tenagakerja DKI Jakarta [Jurnal]. Semarang (ID): Undip Press Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga Erdina, A. 2006. Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Permintaan dan Indeks Harga Saha Sektor Pertanian (Studi Kasus di PT. Bursa Efek Jakarta) [Skripsi]. Bogor (ID): IPB Press Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika utuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Gudjarati, D. 2004. Ekonometrika Dasar. Zain Sumarno dan Zein [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Hadi, Prajogo U. 2010. Analisis Dampak Investasi Pertanian Terhadap Kinerja Sektor Pertanian [Jurnal]. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Harfina, D. 2009. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengangguran Terselubung di Jawa Tengah [Jurnal]. Jakarta (ID): Jurnal Kependudukan.
50
International Labour Organization. 2011. Perdagangan dan Pekerjaan di Sektor Jasa Indonesia. Jakarta (ID): ILO. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kementrian Dalam Negri. 2011. Data Wilayah di Provinsi Banten. Jakarta: Kemendagri. Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi Provinsi Banten. 2001-2011. Data Upah Minimum Tahun 2001-2011. Banten: Kemenakertrans. Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi Provins Banten. 2001-2011. Situasi Kerja dan Kesempatan Kerja di Provinsi Banten. Jakarta: Kemenakertrans. Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi Provinsi Banten. 2001-2011. Situasi Kerja dan Kesempatan Kerja Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten. Banten: Kemenakertrans. Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi. 2002-2011. Data dan Informasi Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Jakarta. Mahyuddin dan Majdah. 2010. Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekauan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan [Jurnal]. Makassar (ID): UIM Press. Mankiw, Gregory N. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi ke-6. Nurmawan [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. [Edisi ke8] Ign Bayu Mahendra [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Putra, Rizky E. 2012. Pengaruh Nilai Investasi, Nilai Upah, dan Nilai Produksi Terhadap Penyerapan Tenagakerja pada Industri Mebel di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang [Jurnal]. Semarang (ID): UNS Press. Sidik, F. 2011. Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenagakerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Pulau Jawa pada Era Otonomi Daerah [Skripsi]. Bogor (ID): IPB Press. Silalahi, R. 2008. Analisis Pengaruh Kebijakan Upah Minimum Propinsi (UMP) Terhadap Investasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB Press. Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta (ID): FE UI. Siregar dan Sukwika. 2007. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pasar Tenagakerja dan Implikasi Kebijaknnya Terhadap Sektor Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor [Jurnal]. Bogor (ID): IPB Press. Sitanggang dan Nachrowi. 2004. Pengaruh Struktur Ekonomi dan Penyerapan Tenagakerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia [Jurnal]. Makassar (ID): UIM Press. Sukirno, S. 2011. Ekonomi Pembangunan. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Kencana. Sholeh, M. 2007. Permintaan dan Penawaran Tenagakerja Serta Upah: Teori Serta Beberapa Potretnya di Indonesia [Jurnal]. Yogyakarta (ID): FISE UNY. Todaro dan Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ke-7. Munandar [penerjemah]. Jakata (ID): IPB Press.
51
LAMPIRAN
52
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kab/kota Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang
Lampiran 1. Data Sektor Pertanian Tenagakerja PDRB (juta Investasi (juta (jiwa) rupiah) rupiah) 244378 972398.76 0 255877 1038724.87 0 266446 1076238.43 12641.70 209592 1083732.87 0 218456 1227632.32 0 207306 1253436.91 4945.92 208800 1262742.57 5069.85 212495 1287100.51 0 191291 1315400.31 0 208445 1420185.19 1572464.80 165870 1550298.44 1612778.87 268731 429207.00 0 273337 435626.00 11000.00 262297 1203822.00 0 257530 1249501.50 0 228254 1291646.00 2238.94 250944 1294831.38 0 253000 1351926.00 0 254880 1402893.00 61759.94 265804 1464061.00 0 271832 1568877.00 35711.22 207112 1654327.00 90067.62 87231 465659.00 2653053.06 92193 498104.00 1193237.55 122190 524758.00 348846.93 108086 1470644.00 1528903.19 85571 1527189.98 7770357.26 99425 1453148.00 2729742.80 100000 1555946.00 5877866.55 145309 1644676.00 2595633.45 118861 1745259.00 3467375.74 62289 1906435.00 1401626.27 75426 2098738.00 4408433.01 192363 356729.00 3629562.30 207386 370205.00 2385540.60 263549 1087681.00 1299288.92 230948 1116765.00 526801.35 190325 1144135.54 3174379.87 173389 1177990.71 122868.12 179000 997216.36 907624.41 186137 1034884.47 2403807.04
UMK (rupiah) 390000 440000 480000 515000 600000 755000 792750 840000 918950 964500 1015000 390000 440000 475000 550000 585000 750000 786000 842000 918000 959500 1007500 390000 440000 628675 660000 693500 800000 882500 953850 1055000 1117245 1285000 390000 440000 605606 650000 690000 796000 869000 927500
Konsumsi (ribu rupiah) 584.30 586.90 599.40 615.70 618.30 619.20 620.90 624.33 625.06 627.63 628.41 550.40 581.90 599.40 615.40 618.60 621.20 620.40 625.08 627.49 629.44 632.21 600.00 615.50 616.00 618.00 619.50 620.10 626.50 631.19 632.77 635.19 637.80 598.00 602.30 608.00 611.10 617.90 618.90 623.80 628.50
53
2009 2010 2011
Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 2009 2010 2011
Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Serang Kota Serang Kota Serang Kota Serang
Kota Tangsel Kota Tangsel Kota Tangsel
136559 139282 141965
1789105.00 1980597.00 2342763.00
3351422.21 4532512.25 3010630.87
1030000 1101000 1189600
630.08 631.19 633.72
2543 2838 11029 908 4994 9091 8000 7275 7013 4226 14635 8214 9833 11089 8840 4227 6587 6700 6907 5929 6422 8264 15782 19811 23911 11259 6900 6255 5591
20172.00 38516.00 40014.00 40615.00 41867.00 41398.00 42639.00 43930.00 45430.00 47610.00 49673.00 213633.76 231625.55 246415.62 254924.45 262384.95 262294.79 265580.93 267383.93 269413.55 292459.00 298746.00 243094.29 247533.56 263600.58 287632.87 47592.92 54253.97 62348.00
984606.28 218948.23 585641.96 1353758.47 634099.83 948524.72 199778.80 863561.54 1799453.74 10129657.70 1588561.71 123299.07 1734281.82 2106993.47 636544.12 894592.99 4182343.50 519279.11 436358.47 10216130.71 1816747.92 10404745.08 0 0 256432.16 261348.87 0 0 24325.20
390000 440000 628675 660000 693500 800000 882500 958782 1064500 1118009 1290000 390000 440000 635000 673000 713000 835937 905000 971400 1099000 1174000 1224000 927500 1030000 1050000 1156000 1055000 1125000 1290000
610.00 615.10 620.00 626.00 633.80 635.90 636.21 639.44 640.27 643.18 645.90 550.00 596.10 615.00 625.20 629.90 631.60 635.40 641.75 641.88 645.43 648.88 635.31 635.34 636.77 639.17 641.72 643.75 645.78
54
Lampiran 2. Data Sektor Jasa
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Kab/kota Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Pandeglang Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak Lebak
Tenagakerja (jiwa) 20894 22485 28671 27959 37752 33822 35639 35503 39177 57650 65440 14763 16169 32955 27861 52859 46928 44089 44839 37847 56980 56674
PDRB (juta rupiah) 294331.96 327643.33 354239.72 376423.89 408429.63 441986.85 472825.69 490230.33 514182.93 542980.46 582439.09 141305.00 146282.00 382663.00 394065.45 406225.00 433422.57 447399.00 477770.00 494555.00 530000.00 558739.00
Investasi (juta rupiah) 0 0 12641.70 0 0 4945.92 5069.85 0 0 1572464.80 1612778.87 0 11000.00 0 0 2238.94 0 0 61759.94 0 35711.22 90067.62
UMK (rupiah) 390000.00 440000.00 480000.00 515000.00 600000.00 755000.00 792750.00 840000.00 918950.00 964500.00 1015000.00 390000.00 440000.00 475000.00 550000.00 585000.00 750000.00 786000.00 842000.00 918000.00 959500.00 1007500.00
Konsumsi (ribu rupiah) 584.30 586.90 599.40 615.70 618.30 619.20 620.90 624.33 625.06 627.63 628.41 550.40 581.90 599.40 615.40 618.60 621.20 620.40 625.08 627.49 629.44 632.21
Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang Kab. Tangerang
196420 203130 186036 185228 256214 224190 217276 249662 229839 191431 159043
222850.00 238835.00 313464.00 641731.00 718865.13 412631.00 453296.00 505679.00 539315.00 608494.00 652381.00
2653053.06 1193237.55 348846.93 1528903.19 7770357.26 2729742.80 5877866.55 2595633.45 3467375.74 1401626.27 4408433.01
390000.00 440000.00 628675.00 660000.00 693500.00 800000.00 882500.00 953850.00 1055000.00 1117245.00 1285000.00
600.00 615.50 616.00 618.00 619.50 620.10 626.50 631.19 632.77 635.19 637.80
Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang
46438 52646 60419 47986 58071 81675
207636.00 227240.00 528655.00 553337.00 584581.52 638261.66
3629562.30 2385540.60 1299288.92 526801.35 3174379.87 122868.12
390000.00 440000.00 605606.00 650000.00 690000.00 796000.00
598.00 602.30 608.00 611.10 617.90 618.90
55
2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 2009 2010 2011
Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang Kab. Serang
69651 62465 38348 65418 88390
163079.15 184622.50 336336.00 394221.00 418742.00
907624.41 2403807.04 3351422.21 4532512.25 3010630.87
869000.00 927500.00 1030000.00 1101000.00 1189600.00
623.80 628.50 630.08 631.19 633.72
Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang
98243 101610 107280 89892 134838 109530 142055 111440 130287 173693 172268
181341.00 374521.00 389784.00 407066.00 430936.00 460078.00 502218.00 560490.00 604990.00 660730.00 684320.00
984606.28 218948.23 585641.96 1353758.47 634099.83 948524.72 199778.80 863561.54 1799453.74 10129657.70 1588561.71
390000.00 440000.00 628675.00 660000.00 693500.00 800000.00 882500.00 958782.00 1064500.00 1118009.00 1290000.00
610.00 615.10 620.00 626.00 633.80 635.90 636.21 639.44 640.27 643.18 645.90
Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Cilegon Kota Serang Kota Serang Kota Serang Kota Serang Kota Tangsel Kota Tangsel Kota Tangsel
10423 12206 14585 15836 18422 18051 30662 24960 21856 26710 36394 20873 24408 48438 59287 162389 182007 193039
118342.64 127949.60 142945.49 116265.72 125318.82 136597.32 150336.11 167951.50 189763.21 206107.00 191311.00 548995.18 584633.10 614129.68 732198.00 759355.80 801537.97 837863.63
123299.07 1734281.82 2106993.47 636544.12 894592.99 4182343.50 519279.11 436358.47 10216130.71 1816747.92 10404745.08 0 0 256432.16 261348.87 0 0 24325.20
390000.00 440000.00 635000.00 673000.00 713000.00 835937.00 905000.00 971400.00 1099000.00 1174000.00 1224000.00 927500.00 1030000.00 1050000.00 1156000.00 1055000.00 1125000.00 1290000.00
550.00 596.10 615.00 625.20 629.90 631.60 635.40 641.75 641.88 645.43 648.88 635.31 635.34 636.77 639.17 641.72 643.75 645.78
56
Lampiran 3. Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Pertanian UJI CHOW Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
d.f.
Prob.
(7,76)
0.0000
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
31.904045
4
0.0000
474.804211
UJI HAUSSMAN Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Lampiran 4. Uji Normalitas Model Sektor Pertanian 12
Series: Standardized Residuals Sample 2001 2011 Observations 88
10
8
6
4
2
0 -2
-1
0
1
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
7.60e-16 -0.013737 2.216685 -2.266613 0.978201 -0.100528 2.651537
Jarque-Bera Probability
0.593449 0.743249
57
Lampiran 5. Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Jasa UJI CHOW Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
d.f.
Prob.
(7,76)
0.0000
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
14.364489
4
0.0062
85.496273
UJI HAUSSMAN Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Lampiran 6. Uji Normalitas Model Sektor Jasa 14
Series: Standardized Residuals Sample 2001 2011 Observations 88
12 10 8 6 4 2 0 -2
-1
0
1
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.12e-16 -0.024670 2.325977 -2.429151 1.000952 0.076610 2.769726
Jarque-Bera Probability
0.280508 0.869137
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ovilla Marshafeni lahir pada tanggal 10 Oktober 1991 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Udin Saefudin dan Elsa Martinelly. Jenjang pendidikan penulis dimulai di SD Serua 6, lalu melanjutkan pendidikan di SMP 1 Pamulang, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMAN 46 Jakarta dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jaluran Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK) IPB dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti Hipotex-R dan Esspresso.