PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM PEREKONOMIAN KOTA BONTANG : ANALISIS INPUT – OUTPUT
OLEH RIZKI YULIANTI H14080046
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN RIZKI YULIANTI. Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang : Analisis Input-Output (Dibimbing oleh D.S PRIYARSONO). Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita. Dalam prosesnya pembangunan ekonomi memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Dengan demikian diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang salah satunya dapat dilakukan melalui proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Proses tersebut meliputi interaksi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Perubahan sektor industri yang pesat beberapa tahun terakhir telah menggeser peranan sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional maupun regional. Kontribusi sektor ini memberikan nilai tambah terbesar di antara sembilan sektor ekonomi lainnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Hingga tahun 1993 sektor industri mampu menyerap lebih dari 8,5 juta orang tenaga kerja, perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun internasional. Kota Bontang merupakan salah satu kota industri nasional dengan dua perusahaan penggerak perekonomian yaitu PT Badak NGL dan PT Pupuk Kaltim Tbk. Kontribusi ekonomi dari kedua perusahaan tersebut sangat mendominasi perkembangan ekonomi di Kota Bontang. Dalam lima tahun terakhir dominasi sumbangannya rata-rata pertahun mencapai 88,01 persen dari total PDRB Kota Bontang. Penelitian ini bertujuan menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Kota Bontang. Kemudian menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang, baik bagi penyedia input maupun sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor industri pengolahan di Kota Bontang. Menganalisis koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor industri pengolahan di Kota Bontang, serta menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan berdasarkan efek pengganda (multiplier) terhadap output dan pendapatan di Kota Bontang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pada Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasi menjadi 18 dan 9 sektor. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan yang besar dalam perekonomian. Dilihat dari kontribusi untuk struktur permintaan, sektor industri pengolahan memiliki nilai kontribusi terbesar dengan nilai sebesar 94,8917 persen dari total permintaan Kota Bontang. Nilai permintaan akhir sektor industri pengolahan lebih tinggi dari nilai permintaan antaranya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menggunakan output industri pengolahan untuk konsumsi langsung (masyarakat, pemerintah, dan ekspor) dibandingkan untuk keperluan produksi bagi perekonomian yang lain
di Kota Bontang. Kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga menempati uratan ketiga terbesar yaitu sekitar 18,48 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sementara itu, untuk konsumsi pemerintah sektor industri pengolahan menempati urutan keempat terbesar yaitu dengan nilai alokasi sebesar Rp 20.099 juta atau 3,39 persen dari total konsumsi pemerintah. Jika dilihat jumlah investasi sektor industri pengolahan berada diurutan kedua terbesar yaitu sebesar Rp 38,41 persen dan memberikan kontribusi terbesar terhadap jumlah surplus perdagangan (net ekspor) Kota Bontang dengan nilai Rp 48,259 triliun. Dalam pembentukan nilai tambah bruto Kota Bontang, sektor industri pengolahan merupakan kontributor terbesar yaitu 94,32 persen dari total nilai tambah bruto. Dari hasil analisis keterkaitan dalam sektor industri pengolahan secara keseluruhan memiliki keterkaitan (langsung dan langsung dan tidak langsung) yang relatif rendah, berarti sektor ini memiliki keterkaitan yang kurang kuat terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, secara keseluruhan nilai koefisien penyebaran sektor industri pengolahan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kepekaan penyebarannya, ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih mampu untuk menarik pertumbuhan output industri hulunya dibandingkan dengan mendorong pertumbuhan industri hilirnya. Berdasarkan hasil analisis Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 secara keseluruhan, untuk meningkatkan perekonomian di Kota Bontang hendaknya Pemerintah Kota Bontang memberikan perhatian yang penuh terhadap sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian yaitu sektor industri pengolahan. Tetapi diperlukan strategis pengembangan subsektor prioritas untuk meningkatkan keterkaitan dan hubungan sektor industri pengolahan itu sendiri dengan sektor-sektor lainnya dalam perokonomian Kota Bontang sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya serta meningkatkan perekonomian Kota Bontang secara keseluruhan dan berkelanjutan.
PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM PEREKONOMIAN KOTA BONTANG : ANALISIS INPUT-OUTPUT
Oleh
RIZKI YULIANTI H14080046
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Rizki Yulianti Nomor Registrasi Pokok : H14080046 Program Studi : Ilmu ekonomi Judul Skripsi : Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang : Analisis InputOutput Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
D.S Priyarsono, Ph.D. NIP. 19610501 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
April 2012
Rizki Yulianti H14080046
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rizki Yulianti lahir pada tanggal 20 Juli 1990 di Palembang. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Muhammad Mirdan dan Rahayu Inantri, Am.Keb. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1996 sampai 2002 di SD Negeri 596 Palembang. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 29 Palembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Palembang dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi ke jenjang Strata 1 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa kegiatan organisasi seperti Coast FEM IPB dan IKAMUSI IPB serta berbagai kepanitiaan lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang : Analisis Input-Output. Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak D.S. Priyarsono, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoretis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2.
Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku dosen penguji utama skripsi yang memberikan banyak masukan dan arahan terhadap penyempurnaan skripsi ini.
3.
Bapak Dr. Alla Asmara selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang memberikan masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4.
Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selam menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
5.
Kedua orangtua tercinta Papa Muhammad Mirdan dan Mama Rahayu Inantri serta kakak-kakakku tersayang (Yuk Ima, Yuk Lala, Kak John, Kak Nopan) yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, doa dan dukungan yang tak henti-hentinya baik moril maupun materi selama penulis menjalani studi di IPB.
6.
Teman terkasih Andhika Agustria yang telah memberikan perhatian, semangat, doa dan dukungan yang tak henti-hentinya kepada penulis selama ini.
7.
Sahabat-sahabatku seperjuangan dari Palembang (Rara, Wirda, Rima, Dwi, Ista, Kiki) dan sahabat-sahabat kecilku Atika, Indah, Rena dan Reka yang telah memberikan semangat, motivasi dan doanya untuk penulis selama ini.
8.
Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Alika Syahara, Dina Restiana, Ken Ardhana,
dan Diyah Nugrahaeni atas semangat, motivasi, doa dan
perjuangan yang luar biasa.
9.
Sahabat-sahabat di Ilmu Ekonomi 45 : Fikanti Zuliastri, Herdiana Puspitasari dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bentuk bantuan, semangat dan doa bagi penulis serta kebersamaannya yang luar biasa.
10. Teman-teman IKAMUSI IPB dan teman-teman Pondok Putri YN atas dukungan, bantuan, persaudaraan dan kebersamaannya kepada penulis yang terjalin selama ini. 11. Ibu Aida dari BPS Kalimantan Timur yang telah membantu penulis memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan sebagai acuan dalam penelusuran informasi.
Bogor,
April 2012
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang : Analisis Input-Output”. Kajian tentang peranan sektor industri pengolahan menjadi topik yang menarik karena dapat dilihat sejauh mana peran sektor industri pengolahan sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di Kota Bontang Provinsi Kalimantan Timur. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya karya ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan dari semua pihak. Untuk ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, dan semoga Allah SWT memberikan rahmat yang melimpah. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ini. Oleh karena itu, penulis sangat terbantu oleh kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan karya ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, April 2012
Rizki Yulianti H14080046
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 8 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 8 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..................................... 9
II. TINJAUAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN................... 11 2.1 Tinjauan Teoretis ............................................................................... 11 2.1.1 Definisi Industri Pengolahan dan Industrialisasi ..................... 11 2.1.2 Peranan Sektor Industri Pengolahan ........................................ 13 2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................... 14 2.1.4 Pembangunan Ekonomi ........................................................... 17 2.2 Tinjauan Empiris ................................................................................ 18 2.3 Kerangka Pemikiran........................................................................... 23 2.3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis : Model Input-Output ............... 23 2.3.2 Asumsi dan Keuntungan dalam Model Input-Output .............. 25 2.3.3 Struktur Tabel Input-Output .................................................... 27 2.3.4 Analisis Keterkaitan ................................................................. 30 2.3.5 Analisis Dampak Penyebaran .................................................. 31 2.3.6 Analisis Pengganda (Multiplier) .............................................. 32 2.4 Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 35 2.5 Tahap-Tahap Analisis ........................................................................ 37 III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 39 3.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 39 3.2 Metode Analisis ................................................................................. 39 3.2.1 Analisis Keterkaitan ................................................................. 39
ii
3.2.2 Analisis Dampak Penyebaran .................................................. 41 3.2.3 Analisis Pengganda (Multiplier) .............................................. 43 3.3 Analisis Penetapan Sektor Prioritas ................................................... 44 3.4 Konsep dan Definisi Operasional Data .............................................. 46 IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG............................................. 51 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang ......................................... 51 4.2 Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja ..................................... 53 4.3 Perkembangan Perekonomian Kota Bontang .................................... 55 V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 57 5.1 Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang ............................................................. 57 5.1.1 Struktur Permintaan ................................................................. 57 5.1.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga .......................................... 59 5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah ................................................ 61 5.1.4 Struktur Investasi ..................................................................... 62 5.1.5 Struktur Ekspor dan Impor....................................................... 64 5.1.6 Struktur Nilai Tambah Bruto ................................................... 66 5.2 Analisis Keterkaitan ........................................................................... 68 5.2.1 Keterkaitan ke Depan ............................................................. 68 5.2.2 Keterkaitan ke Belakang .......................................................... 70 5.3 Analisis Dampak Penyebaran ............................................................ 72 5.3.1 Koefisien Penyebaran .............................................................. 73 5.3.2 Kepekaan Penyebaran .............................................................. 75 5.4 Analisis Pengganda (Multiplier) ........................................................ 77 5.4.1 Pengganda Output .................................................................... 78 5.4.2 Pengganda Pendapatan............................................................. 80 5.5 Analisis Penetapan Sektor Prioritas ................................................... 82 VI. PENUTUP................................................................................................. 88 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 88 6.2 Saran................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92 LAMPIRAN ..................................................................................................... 94
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1
Produk Domestik Regional Bruto Kota Bontang dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 (Juta Rupiah) ................................. 5
2.1
Kerangka Penyajian Tabel Input-Output ............................................... 27
2.2
Format Tabel Input-Output ..................................................................... 28
3.1
Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ................... 43
3.2 Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Berdasarkan Nilai Dampak Penyebaran ............................................................................... 45 4.1
Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Menurut Kecamatan di Kota Bontang 2010 ............................................................................. 54
4.2 Perkembangan dan laju PDRB dengan Migas Kota Bontang Tahun 2007-2010 .................................................................................... 55 5.1
Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Kota Bontang ........ 58
5.2
Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang .................................................................. 60
5.3
Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang .................................................................. 62
5.4
Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang ............................ 63
5.5
Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang ............. 65
5.6
Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang .......... 67
5.7 Keterkaitan Output ke Depan Sektor Perekonomian Kota Bontang ....... 69 5.8 Keterkaitan Output ke Depan Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang .......................................................................................... 70 5.9
Keterkaitan Output ke Belakang Sektor Perekonomian Kota Bontang .......................................................................................... 71
5.10 Keterkaitan Output ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang .......................................................................................... 72 5.11 Koefisien Penyebaran Sektor Perekonomian Kota Bontang................... 74 5.12 Koefisien Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang .......................................................................................... 74 5.13 Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Kota Bontang .................. 75 5.14 Kepekaan Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang .... 76
iv
5.15 Pengganda Output Sektor Perekonomian Kota Bontang ........................ 78 5.16 Pengganda Output Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang.......... 79 5.17 Pengganda Pendapatan Sektor Perekonomian Kota Bontang ................. 81 5.18 Pengganda Pendapatan Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang ................................................................................................. 82 5.19 Prioritas Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan di Kota Bontang ..................................................... 83 5.20 Indeks Prioritas Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan Berdasarkan Nilai Dampak Penyebaran di Kota Bontang ...................... 84 5.21 Prioritas Berdasarkan Indeks Pengganda Aktual Subsektor Industri Pengolahan di Kota Bontang ..................................................... 85 5.22 Prioritas Subsektor Industri Pengolahan di Kota Bontang...................... 87
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1
Skema Kerangka Pemikiran Operasional .......................................... 36
4.1
Peta Wilayah Kota Bontang ............................................................... 51
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman
Klasifikasi Sektor-Sektor Perkonomiam Kota Bontang Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Bontang 2010 .............................. 95
2. Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 18 Sektor (Juta Rupiah) ............. 98 3. Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor (Juta Rupiah) ............... 100 4. Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 18 Sektor ....................................... 102 5. Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 9 Sektor ......................................... 104 6. Matriks Kebalikan Leontief Klasifikasi 18 sektor ................................... 105 7. Matriks Kebalikan Leontief Klasifikasi 9 Sektor..................................... 106
1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara
sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal ini menjadi salah satu bagian terpenting dari pembangunan nasional. Dengan demikian diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang salah satunya dapat dilakukan melalui proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Proses tersebut meliputi interaksi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Industrialisasi di Indonesia dimulai dengan pengembangan industriindustri substitusi impor yang berlangsung sejak tahun 1970an hingga pertengahan dasawarsa 1980an, atau selama Pelita pertama hingga pertengahan Pelita ketiga. Produk-produk yang dihasilkan terutama adalah barang konsumtif yang sebelumnya dibeli dari luar negeri. Selama masa substitusi impor itu, kebijaksanaan industri dan perdagangan sangat protektif. Struktur proteksi yang demikian menyebabkan para pengusaha dan para industriawan Indonesia cenderung bersikap “enggan ekspor”. Akibatnya, para pengusaha lebih suka menanamkan modalnya dalam industri yang bersaing dengan impor dari pada
2
dalam industri yang berorientasi ekspor. Baru pertengahan tahun 1980an, ketika penerimaan devisa dari ekspor migas kian goyah, industrialisasi di Indonesia berubah orientasi ke promosi ekspor. Mulai tahun 1987 penerimaan devisa dari ekspor nonmigas telah melampaui penerimaan dari hasil ekspor migas, lebih kurang 47 persen devisa yang diperoleh pada tahun 1987 disumbang oleh sektor industri. Peranan sektor industri pengolahan dalam perolehan devisa terus meningkat. Pada tahun 1991, nilai ekspor terus meningkat sekitar 51 persen dari devisa total. Terbukti dalam perkembangannya industrialisasi di Indonesia hingga tahun 1993, sektor industri mampu menyerap lebih dari 8,5 juta orang tenaga kerja. Di Indonesia proses industrialisasi menurun sejak terjadi krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini disebabkan oleh tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor barang modal dan bahan baku. Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang besar terhadap dolar AS dan banyak perusahaan manufaktur di dalam negeri terpaksa mengurangi volume produksinya. Maka dari itu, Indonesia harus mampu menghadapi dan mengantisipasi datangnya kembali krisis ekonomi dengan penguatan industri dalam negeri. Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Indonesia sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara di dunia. Perubahan sektor industri yang pesat beberapa tahun terakhir telah menggeser peranan sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional maupun regional. Kontribusi sektor ini memberikan nilai tambah terbesar di antara sembilan sektor ekonomi lainnya, perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik
3
domestik maupun internasional. Walaupun secara absolut sektor pertanian juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, namun secara relatif sektor pertanian mengalami penurunan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri. Hal ini menunjukkan semakin mengecilnya kontribusi sektor pertanian dalam struktur ekonomi nasional. Kegiatan pembangunan regional pada dasarnya akan melibatkan berbagai kegiatan yang saling berkaitan di dalamnya. Namun, kegiatan ekonomi merupakan faktor yang sifatnya langsung berhubungan dengan masyarakat. Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Hal ini dapat digambarkan dari besarnya sumbangan suatu sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya sumbangan terhadap PDRB dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang memiliki peranan yang sangat penting di daerah tersebut sehingga dapat terus dikembangkan dan dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar semakin berkembang. Kota Bontang sebagai Kota Administratif yang terletak di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan potensi alam dan telah mengalami pertumbuhan pada berbagai sektor ekonomi. Kota Bontang merupakan salah satu kota industri nasional dengan dua perusahaan penggerak perekonomian yaitu PT Badak NGL dan PT Pupuk Kaltim Tbk.
PT Badak NGL di Kota Bontang
merupakan perusahaan penghasil gas alam cair terbesar di Indonesia dan sebagai penghasil devisa terpenting di Kota Bontang. PT Pupuk Kaltim Tbk yang terletak di Kota Bontang merupakan perusahaan penghasil Produk Urea, Amoniak, dam NPK yang disalurkan ke berbagai daerah di dalam negeri. Kontribusi ekonomi
4
dari kedua perusahaan tersebut sangat mendominasi perkembangan ekonomi di Kota Bontang. Dalam lima tahun terakhir dominasi sumbangannya rata-rata pertahun mencapai 88,01 persen dari total PDRB Kota Bontang. Struktur ekonomi Kota Bontang selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir masih didominasi oleh sektor industri pengolahan khususnya sektor industri gas alam cair dan industri pupuk, kimia, dan barang karet. Jika dengan migas kontribusi sektor ini mecapai 94,96 persen dari total PDRB sedangkan tanpa migas kontribusi sektor ini tetap mendominasi yaitu sebesar 67,62 persen dari total PDRB. Pertumbuhan ekonomi Kota Bontang tahun 2010 secara makro dapat digambarkan melalui PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan nilai mencapai 22,96 triliun rupiah, nilai ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 23,78 triliun rupiah. Dengan kata lain bahwa pada tahun 2010, perekonomian Kota Bontang mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar -3,44
persen. Kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai -1,54 persen per tahun. Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh produksi gas alam cair di Kota Bontang yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2002 dan terus berlanjut hingga saat ini. Dengan turunnya total produksi tersebut berdampak pada perekonomian Kota Bontang yang masih sangat bertumpu pada sektor migas khususnya hasil industri pengolahan gas alam cair. Namun disisi lain, perkembangan ekonomi Kota Bontang tanpa migas pada tahun 2010 mencapai 8,26 triliun rupiah. Perkembangan PDRB tanpa unsur migas sangat dipengaruhi oleh produksi subsektor industri pengolahan pupuk, amonia, dan industri kimia
5
lainnya. Perkembangan perekonomian tanpa migas mengalami pertumbuhan yang terus positif meskipun melambat namun diharapkan mampu menggerakkan perekonomian Kota Bontang secara berkelanjutan. Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bontang dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 - 2010 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
Pertanian
27.750,85
28.266,84
27.896,41
28.028,63
Pertambangan dan Penggalian
55.233,91
55.429,48
53.791,13
53.103,78
Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan /Konstruksi Perdagangan, Hotel,dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa TOTAL PDRB
22.751.337,67 22.808.665,43 21.990.997,84 21.094.471,95 11.703,60
12.062,77
13.249,15
14.809,83
862.467,79
901.556,56
943.918,01
987.484,09
397.083,43
417.100,42
434.001,62
451.648,15
95.584,82
99.490,42
104.594,53
109.434,17
104.731,63
110.023,01
116.494,34
123.014,72
84.506,04
86.797,30
91.086,41
95.713,87
24.315.447,82 24.519.392,22 23.776.029,45 22.957.709,19
Sumber : BPS Kota Bontang, 2011 Secara umum dapat dikatakan bahwa sektor industri pengolahan khususnya aktivitas yang dilakukan oleh PT. Badak LNG dan PT Pupuk Kaltim memegang peranan yang penting dalam perekonomian Kota Bontang. Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan subsektor pembentuk industri pengolahan dan sektor-sektor perkonomian lainnya di Kota Bontang juga perlu
6
dikembangkan secara berencana melalui peningkatan keterkaitan antarsektor dan lintas sektoral. 1.2
Perumusan Masalah
Semakin
besarnya
peranan
sektor
industri
pengolahan
dalam
perekonomian Indonesia khususnya Kota Bontang akan membawa dampak yang besar terhadap struktur perekonomian secara keseluruhan. Dampak dari pertumbuhan yang melambat di sektor industri pengolahan migas alam cair tahun 2010 sebesar -4,74 persen secara nyata sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Kota Bontang dengan migas sebesar -3,44 persen. Hal ini merupakan tantangan tersendiri yang dihadapi Kota Bontang dimasa yang akan datang, karena hingga saat ini perekonomian Kota Bontang masih sangat bergantung pada sektor migas terutama hasil industri gas alam cair yang sumbernya tidak dapat diperbahurui. Sehubungan dengan hal itu maka diperlukan strategi agar dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan ekspor. Berdasarkan perkembangan perekonomian Kota Bontang tanpa migas hingga tahun 2010 yang semakin meningkat dan diprediksi untuk tahun mendatang akan semakin membaik, maka strategi dalam meningkatkan ekspor nonmigas sangat tepat untuk dilakukan mengingat produksi dari hasil migas Kota Bontang yang terus mengalami penurunan. Selain itu, Pemerintah Kota Bontang harus proaktif dalam mengelola dan memanfaatkan seluruh kekuatan ekonomi yang memiliki potensi di wilayahnya baik yang berupa potensi dari sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya lainnya untuk dijadikan sebagai kekuatan ekonomi yang dapat
7
tumbuh dan berkembang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.. Pentingnya pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kota Bontang ditujukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah di samping itu juga untuk kepentingan nasional. Besarnya peranan sektor industri pengolahan dalam penciptaan PDRB Kota Bontang belum cukup dijadikan sebagai acuan dalam penentuan bahwa sektor industri pengolahan tersebut merupakan sektor kunci di Kota Bontang. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Dengan kata lain bagaimana peranan pembangunan sektor tersebut dapat memberikan efek lebih lanjut pada aktivitas pembangunan sektor-sektor lain. Sehingga terjadinya hubungan timbal balik yang mengarah pada peningkatan pertumbuhan sektorsektor dalam perekonomian secara keseluruhan. Peran industri pengolahan dalam hubungannya dengan sektor-sektor perekonomian tersebut dapat dilihat dari bagaimana struktur perekonomiannya bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dan keterkaitannya dengan sektorsektor lainnya tersebut serta bagaimana kemampuan industri pengolahan dalam mendorong sektor hulu dan hilirnya. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Kota Bontang ?
2.
Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Kota Bontang ?
8
3.
Bagaimana dampak penyebaran sektor industri pengolahan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya dalam perekonomian Kota Bontang ?
4.
Bagaimana efek pengganda yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap output dan pendapatan dalam perekonomian Kota Bontang ?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki beberapa
tujuan sebagai berikut : 1.
Menganalisis
peranan
sektor
industri
pengolahan
dalam struktur
permintaan, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, net ekspor dan pembentukan nilai tambah bruto Kota Bontang. 2.
Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang.
3.
Menganalisis dampak penyebaran sektor industri pengolahan dan bagaimana pengaruhnya terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang.
4.
Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan
dalam pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dilihat
berdasarkan efek pengganda terhadap output dan pendapatan rumah tangga. 1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang diuraikan di atas, maka
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam
rangka
perencanaan,
pengembangan
dan
penentuan
kebijakan
9
pembangunan Kota Bontang. Selain itu juga bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada analisis input-output
dengan menggunakan Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 yang merupakan tabel terbaru yang dikeluarkan oleh BPS Kota Bontang. Data yang dianalisis dari tabel input-output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen Kota Bontang tahun 2010 dengan klasifikasi 46 sektor yang kemudian diagregasi menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Agregasi menjadi delapan belas sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan subsektor industri pengolahan satu sama lain. Sementara itu agregasi menjadi sembilan sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan sektor industri pengolahan secara keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Dalam penelitian ini tidak melihat efek pengganda tenaga kerja dari masing-masing sektor, hal ini disebabkan karena keterbatasan data tenaga kerja yang sesuai dengan klasifikasi sektor-sektor yang terdapat pada Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010. Sektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh subsektor yaitu mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Dalam
10
penelitian ini, metode analisis input-output yang digunakan adalah metode analisis input-output terbuka. Artinya, salah satu komponen permintaan akhir yaitu konsumsi rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen.
11
II. TINJAUAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Definisi Industri Pengolahan dan Industrialisasi Industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri atau industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS, 2011). Kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan atau perusahaan lainnya. Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling). Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa (upah makloon), misalnya perusahaan penggilingan padi yang melakukan kegiatan menggiling padi atau gabah petani dengan balas jasa tertentu. Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya
12
serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut (BPS, 2011). Ketika suatu daerah telah mencapai tahapan di mana sektor industri pengolahan sudah menjadi sektor andalan, maka dapat dikatakan daerah tersebut sudah mengalami industrialisasi. Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Artinya industrialisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai sektor andalan. Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
Indonesia
No.19/M/I/1996, industri di Indonesia berdasarkan hubungan arus produknya dibedakan menjadi : 1. Industri kimia dasar : misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan lain-lain. 2. Industri mesin dan logam dasar : misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lain-lain. 3. Industri kecil : misalnya, industri roti, kompor minyak, makanan ringan, minyak goreng, dan sebagainya. 4. Aneka industri : industri pakaian industri makanan dan minuman, dan lainlain. Penggolongan industri dengan pendekatan besar kecilnya skala usaha berdasarkan Badan Pusat Statistik, dapat dibedakan menjadi : 1. Industri besar, dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang, dengan jumlah pekerja antara 20 sampai 99 orang. 3. Industri kecil, dengan jumlah pekerja antara 5 sampai 19 orang.
13
4. Industri/kerajinan rumah tangga, dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang Dalam rangka menunjang pembangunan disektor industri, pemerintah tidak hanya memperhatikan pertumbuhan industri besar dan sedang saja, melainkan juga membantu berkembangnya industri kecil dan rumah tangga. Industri kecil dan rumah tangga memegang peranan penting dalam pembangunan, karena industri ini dapat membuka lapangan kerja yang luas, membuka kesempatan usaha dan memperluas basis pembangunan. Dalam berbagai bidang, industri kecil dan rumah tangga juga dapat meningkatkan ekspor. Dalam pembentukan PDRB, peranan industri kecil dan rumah tangga sebenarnya tidaklah terlalu besar, bahkan dapat dikatakan sangat kecil. Akan tetapi peranan sektor ini dalam penyerapan tenaga kerja cukup besar. 2.1.2
Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Sektor industri pengolahan diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin
sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marginal yang tinggi kepada pemakainya (Dumairy, 1996). Berdasarkan beberapa kelebihan dari sektor industri pengolahan tersebut, terbukti bahwa peranan sektor industri pengolahan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor industri pengolahan telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional sejak tahun 1991, di samping untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, industri pengolahan non migas juga memiliki
14
pangsa pasar luar negeri yang baik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 sektor ini masih memberikan nilai tambah terbesar di antara sembilan sektor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu mencapai 25,34 persen. Angka ini lebih kecil apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2007 kontribusi sektor industri manufaktur tanpa migas terhadap perekonomian sebesar 26,91 persen, tahun 2008 sebesar 26,30 persen, dan tahun 2009 sebesar 25,70 persen. Meskipun demikian sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor andalan dalam perekonomian Indonesia. Seperti halnya di Kota Bontang peranan sektor industri pengolahan juga tetap mendominasi perekonomian dari tahun ke tahun. Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan pencipta lapangan usaha terbesar kedua setelah sektor perdagangan dan memberikan kontribusi sebesar 94,96 persen terhadap PDRB Kota Bontang dengan migas (BPS, 2011). 2.1.3
Teori Pertumbuhan Ekonomi W.W Rostow adalah ahli sejarah ekonomi dari Amerika Serikat yang
menyatakan bahwa perubahan dari keterbelakangan kepada kemajuan dijelaskan dalam satu seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara. Rostow mengungkapkan dalam bukunya “The Stages of Economic Growth”, yang menunjukan bagaimana seorang ahli sejarah ekonomi di dalam melakukan generalisasi perjalanan sejarah modern untuk mengenal masyarakat dalam dimensi ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Dalam Damanhuri (2010) terdapat lima tahapan masyarakat dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional, prasyarat
15
tinggal landas, tinggal landas ke arah pertumbuhan yang berkesinambungan, menuju kedewasaan, dan zaman masa konsumsi yang tinggi. 1.
Tahap Masyarakat Tradisional Dalam tahapan ini Rostow mengartikan tentang tahapan pertumbuhan ekonomi, di mana masyarakat tradisional masih menggunakan cara-cara yang primitif dan kebiasaan yang telah berlaku secara turun temurun.
2.
Tahap Prasyarat Lepas Landas Menurut Rostow pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan ciri-ciri penting dari suatu masyarakat seperti perubahan dalam sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dan kegiatan ekonomi. Apabila perubahan-perubahan seperti ini muncul maka dapat dikatakan bahwa masyarakat disuatu daerah tersebut sudah dalam proses pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Rostow menyebut tahapan ini adalah
sebagai
masa
transisi,
di
mana
masyarakat
sudah
harus
mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan dan terus berkembang. 3.
Tahap Lepas Landas Dalam tahapan ini pertumbuhan terus terjadi, kemudian adanya perubahan yang cukup drastis di masyarakat, politik, dan juga ekonomi. Adapun ciri-ciri tahapan lepas landas yaitu : a. Terwujudnya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif. b. Terjadinya perkembangan pada sektor industri dengan tingkat laju perkembangan yang tinggi. c. Adanya suatu platform politik, sosial, institusional yang akan menjamin berlangsungnya perluasan struktur modern dan juga potensi ekonomi.
16
4.
Tahap Menuju Kedewasaan Tahapan ini Rostow mengartikan bahwa masyarakat sudah efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan kekayaan alamnya. Pada masa ini peran sektor indusri sangat penting, sedangkan peranan sektor pertanian sudah mulai menurun.
5. Tahap Konsumsi Tinggi Tahap ini adalah tahap terakhir dimana perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Terdapat tiga macam tujuan masyarakat (negara) pada tahap ini, yaitu (1) memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri dan kecenderungan ini bisa berakhir pada penjajahan terhadap bangsa lain, (2) menciptakan kesejahteraan negara dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang progresif, dan (3) meningkatkan konsumsi masyarakat melebihi kebutuhan pokok meliputi barang-barang konsumsi tahan lama dan barang mewah. Teori pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar
menjelaskan semua
perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian dari pendapatan nasional yang diperoleh untuk menambah atau menggantikan barangbarang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital shock). Harrod-Domar secara jelas menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
17
(GDP= ∆Y/Y) dapat ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal output nasional (k) (Todaro dan Smith, 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, terdapat beberapa komponen yang penting pada pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1. Akumulasi Modal Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia. 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Angkatan Kerja Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan luasnya pasar domestik. 3. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas tradisional. 2.1.4
Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan bagian terpenting dari pembangunan
nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sejarah Indonesia pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana baru dimulai sejak pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun pertama
18
(Repelita I) tahun 1969, dan prosesnya berjalan dengan mulus sejak itu hingga krisis ekonomi menerjang Indonesia tahun 1997/1998 (Tambunan, 2003). Menurut
Sumitro
Djojohadikusumo
dalam
Damanhuri
(2010),
Pertumbuhan ekonomi mengacu kepada proses kenaikan kapasitas produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Perbedaan
antara
keduanya
adalah
pertumbuhan
ekonomi
keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik. 2.2
Tinjauan Empiris Penelitian
mengenai
peran
dan
keterkaitan
suatu
sektor
dalam
perekonomian dengan menggunakan analisis input-output telah banyak dilakukan. Di antaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap sektor pertanian, industri pengolahan dan sebagainya.
19
Pada umumnya setiap penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Di samping itu juga, penelitian tersebut mempelajari efek pengganda (multiplier effect) dan dampak penyebaran. Bangun dan Hutagaol (2008) menganalisis peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat melalui kotribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Total permintaan industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2003 sebesar Rp. 70,10 triliun yang diperoleh dari penjumlahan permintaan antara sebesar Rp. 21,29 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp. 48,81 triliun. Jumlah konsumsi rumah tangga tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 17,95 triliun sedangkan konsumsi pemerintah hanya sebesar Rp. 124,15 milyar. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai konsumsi rumah tangga tertinggi berasal dari subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp. 16,04 triliun. Jumlah konsumsi pemerintah tertinggi berasal dari subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan sebesar Rp. 46,6 milyar.
20
Pembentukan modal tetap tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor bangunan sedangkan sektor industri pengolahan hanya sebesar Rp. 988,76 milyar. Dilihat dari jumlah perubahan stok maka industri pengolahan memiliki nilai terbesar yaitu Rp. 2,69 triliun. Jika dilihat secara keseluruhan jumlah investasi tertinggi berasal dari sektor bangunan dan diikuti oleh sektor industri pengolahan. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai investasi tertinggi adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau. Nilai tambah bruto terbesar diperoleh dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 26,11 triliun. Berdasarkan klasifikasi 9 sektor terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke depan terbesar yaitu 0,80 sedangkan nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 2,21. Nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,56. Dilihat dari segi keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang, nilai sektor industri pengolahan menduduki posisi kedua yaitu sebesar 1,82. Koefisien penyebaran sektor industri pengolahan sebesar 1,26 dan nilai kepekaan penyebarannya sebesar 1,52. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan yang berarti bahwa subsektor tersebut memiliki keterkaitan lebih kuat terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Subsektor yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor hilirnya adalah subsektor industri logam dasar, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai kepekaan penyebaran tertinggi berasal dari subsektor tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Bangun dan Hutagaol antara lain : (1) penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Bangun
21
dan Hutagaol berlokasi di Provinsi Sumatera Utara; (2) subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Bangun dan Hutagaol, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit; industri kayu; industri kertas, percetakan, dan penerbitan; industri kimia, minyak bumi, batubara, dan plastik; industri bukan logam; industri logam dasar; industri logam, mesin, dan perlengkapan; dan industri barang lainnya. Stanny (2009) menganalisis peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, diperoleh hasil sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dapat dilihat dari pembentukan Nilai Tambah Bruto, penyerapan tenaga kerja serta struktur permintaan antara dan permintaan akhir. Dari segi permintaan antara terlihat bahwa sektor industri pengolahan menghasilkan output terbesar yang digunakan oleh seluruh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 140.570.936 juta atau 56,01 persen dari total permintaan antara terhadap keseluruhan output sektor perekonomian. Dari segi pemintaan akhir sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor yang memiliki permintaan akhir yang tertinggi yaitu sebesar Rp 201.684.802 juta atau sekitar 57,98 persen dari total
22
permintaan akhir wilayah ini. Sebagian besar permintaan akhir ini diciptakan oleh ekspor baik ekspor domestik maupun ekspor ke luar negeri. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan maka dapat dilihat keterkaitan output langsung ke depan paling tinggi terhadap sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar 0,42961. Keterkaitan ke belakang secara langsung sektor industri pengolahan ternyata menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi diikuti tempat ke tiga oleh sektor listrik, gas, dan air bersih dan tempat ke empat diduduki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai keterkaitan ke empat sektor tersebut berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebesar 0,546770, 0,51857, 0,50524 dan 0,3696 untuk keterkaitan langsung ke belakang sedangkan untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor industri pengolahan menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Stanny antara lain : (1) penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Stanny berlokasi di Provinsi Jawa barat; (2) subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Stanny, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furniture; industri kertas dan barang-barang dari
23
kertas, percetakan dan penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri pengolahan lainnya. Secara umum kedua penelitian di atas menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor dan nilai tambah bruto. Selain itu juga memiliki keterkaitan yang cukup kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya. Studi literatur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa analisis inputoutput telah banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian. Peneliti juga melihat bahwa penelitian tentang industri pengolahan di Kota Bontang berdasarkan Analisis Tabel Input-Output Tahun 2010 Kota Bontang belum pernah dilakukan. 2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1
Kerangka Pemikiran Teoretis : Model Input Output Analisis input-output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief
pada tahun 1930an, analisis menggunakan model input-output saat ini telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian, tetapi juga mencakup cara untuk memprediksikan perubahan–perubahan struktur tersebut. Model inputoutput didasarkan atas model keseimbangan umum (Priyarsono, et.al., 2007). Tabel input-output adalah suatu sistem informasi statistik yang disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar
24
sektor-sektor ekonomi. Dengan tabel input-output ini dapat dilihat bahwa setiap sektor mempunyai keterkaitan/ketergantungan dengan sektor lain. Seberapa besar ketergantungan suatu sektor ditentukan oleh besarnya input yang digunakan dalam proses produksinya. Dengan kata lain, sasaran pengembangan suatu sektor tidak akan tercapai tanpa dukungan input yang memadai dari sektor lain. Oleh karena itu perencanaan suatu sektor harus juga memperhatikan prospek pengembangan sektor-sektor terkait secara terintegrasi (BPS, 2010). Daryanto (2010) menyatakan bahwa konsep dasar Model Input-Output Leontief didasarkan atas: (1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual-beli, (2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan ekspor, (3) input suatu sektor dibeli dari sektor lainnya, dan rumah tangga dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, (4) hubungan input-output bersifat linear, (5) dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama dengan total output, dan (6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan. Suatu sektor hanya menghasilkan suatu output, dan output tersebut dihasilkan oleh suatu teknologi. Tabel input-output sebagai model kuantitatif memberikan gambaran menyeluruh tentang beberapa hal berikut ini (Priyarsono, et.al., 2007). 1.
Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing–masing sektor.
2.
Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.
25
3.
Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari wilayah tersebut.
4.
Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi. Model input-output telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas
dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis input-output, antara lain adalah sebagai berikut. 1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi. 2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian. 4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. 2.3.2
Asumsi-Asumsi dan Keuntungan dalam Model Input-Output Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka statis, menurut
Jensen dan West (1986) dalam Priyarsono, et.al. (2007) transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel input-output harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu sebagai berikut :
26
1.
Keseragaman (Homogenitas), yaitu asumsi bahwa output hanya dihasilkan secara tunggal, artinya setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antaroutput dari sektor yang berbeda.
2.
Kesebandingan (Proporsionalitas), yaitu asumsi bahwa hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, yang berarti kenaikan atau penurunan terhadap penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.
3.
Penjumlahan (Additivitas), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masingmasing sektor tersebut. Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y (2010) menyatakan penggunaan model
input-output mendatangkan beberapa keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain adalah sebagai berikut. 1.
Dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antarsektor dan sumber dari ekspor dan impor.
2.
Untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya.
3.
Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta ataupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.
4.
Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
27
2.3.3
Struktur Tabel Input-Output Format dari tabel input-output terdiri dari suatu kerangka matriks
berukuran ”n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Priyarsono et al., 2007). Tabel 2.1 Kerangka Penyajian Tabel Input-Output Kuadran I (nxn) Kuadran III (pxn) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Kuadran II (nxm) Kuadran IV (pxm)
Kuadran I (Intermediate Quadrant) setiap sel dalam kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis input-output kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. Kuadran II (Final Demand Quadrant) menunjukkan permintaan akhir (final demand) dan impor, serta menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan
akhir.
Permintaan
akhir
ini
biasanya
terdiri
atas
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor. Kuadran III (Primary Input Quadrant) memperlihatkan pembelian input yang dihasikan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto (nilai tambah bruto) yang dihasilkan oleh
28
wilayah tersebut. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau input primer yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Tabel 2.2 Format Tabel Input-Output Alokasi Output
Struktur Input
Permintaan Antara
Permintaan
Jumlah
Sektor Produksi
akhir
output
1
2
...
N
Input
Sektor
1
x11
x12
...
x1n
F1
X1
Antara
Produksi
2
x21
x22
...
x2n
F2
X2
..
..
..
...
..
..
..
..
..
..
...
..
..
..
N
xn1
xn2
...
xnn
Fn
Xn
Jumlah Input Primer
V1
V2
...
Vn
Jumlah Input
X1
X2
...
Xn
Sumber : BPS, 2010 dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 Isian
sepanjang
baris
pada
ilustrasi
tabel
input-output
tersebut
memperlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor. Apabila Tabel 2.1 di atas dilihat secara baris (bagian horisontal) maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut.
29
x11 + x12 + … x1n + F1 = X1 x21 + x22 + … x2n + F2 = X2 ....
....
.... ....
....
....
....
....
.... ....
....
....
xn1 + xn2 + … xnn + Fn = Xn
(2.1)
atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :
(2.2)
Dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i. Sebaliknya jika dibaca secara kolom, terutama di sektor produksi, angka-angka itu menunjukkan susunan input suatu sektor. x11 + x21 + ... + xn1 + V1 = X1 x12 + x22 + ... + xn2 + V2 = X2 ....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
x1n + x2n + ... + xnn + Vn = Xn
(2.3)
Jika dibaca menurut kolom, secara umum persamaannya adalah :
(2.4) dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j. Dalam analisa
input-output
sistem persamaan-persamaan
di
atas
memegang peranan penting sebagai dasar analisis ekonomi yang akan dibuat. Apabila aij = xij / Xj ( aij = koefisien input ) atau xij = aij Xj maka persamaan (2.1) dapat disubstitusikan menjadi :
30
a11x1 + a12x2 + ... + a1nx3 + F1 = X1 a21x1 + a22x2 + ... + a2nx3 + F2 = X2 ....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
an1x1 + an2x2 + .... + an3xn + Fn = Xn
(2.5)
Dalam bentuk persamaan matriks, persamaan (2.5) akan menjadi
A
.
X
+
F
AX + F atau (I – A) X = F atau X = (I – A)-1 F
=
X (2.6)
Dari persamaan (2.6) terlihat bahwa output mempunyai hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I – A)-1 sebagai koefisien arahnya. (I – A)-1 selanjutnya disebut sebagai matriks pengganda output dan menjadi dasar pengembangan model input-output. 2.3.4
Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi
pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan ke belakang (backward linkage), yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi. Berdasarkan konsep ini kita dapat mengetahui besarnya pertumbuhan
31
suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme industri. Koefisien langsung akan menunjukkan keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara, sedangkan Matriks Kebalikan Leontief akan menunjukkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya. Matriks Kebalikan Leontief (α) disebut sebagai matriks koefisien keterkaitan karena matriks ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor perekonomian. 2.3.5
Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke
belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. 1.
Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya
menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. (Priyarsono, et al., 2007). 2.
Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep
kepekaan
penyebaran
(daya
penyebaran
ke
depan/daya
mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap
32
sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya. (Priyarsono, et al., 2007). 2.3.6 Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis pengganda digunakan untuk menghitung dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan atau penurunan variabel suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya. Berdasarkan analisis pengganda input-output, pendorong perubahan ekonomi (pendapatan dan tenaga kerja) pada umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu-satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Analisis pengganda terbagi menjadi tiga, yaitu: a. Pengganda Output Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan : α = (I - A)-1 = [αij]
(2.7)
Dengan demikian matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers ini [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan memengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain. b. Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya
33
perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel input-output, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah
tangga.
Pendapatan di sini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga tetapi juga dividen dan bunga bank. c. Pengganda Tenaga Kerja Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel input-output seperti pada multiplier output dan pendapatan, karena dalam tabel input-output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Pengganda tenaga kerja dapat diperoleh dengan menambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing- masing sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Penambahan baris dilakukan untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor tersebut dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut. d. Pengganda Tipe I dan Tipe II Pengganda tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek pengganda output,
34
pendapatan, dan tenaga kerja terdiri dari beberapa tahap yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1)
Efek Awal (Initial Impact) Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan
sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga, sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja. 2)
Efek Putaran Pertama (First Round Effect) Efek ini menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor
untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan menunjukkan adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. 3)
Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect) Dari sisi output, efek ini menunjukkan peningkatan output putaran kedua
dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.
35
4)
Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect) Efek ini dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi
(peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. 5)
Efek Lanjutan (Flow-on Effect) Efek lanjutan merupakan efek yang terjadi pada semua sektor
perekonomian dalam suatu negara atau suatu wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal. 2.4
Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan ekonomi nasional pada dasarnya berusaha mewujudkan
tatanan masyarakat yang adil dan makmur dengan keadaan Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam dan manusia. Strategi pembangunan ekonomi yang
menitikberatkan
pada
pertumbuhan
ekonomi
menganggap
bahwa
kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cepat melalui peningkatan satu atau beberapa sektor ekonomi. Kebijakan dalam pembangunan sektor perekonomian termasuk sektor industri pengolahan merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan perekonomian yang lebih baik. Kota Bontang sebagai salah satu kota industri nasional yang memiliki potensi yang sangat besar khususnya pada sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan dapat dijadikan sektor unggulan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah Kota Bontang mengingat dalam kondisi
36
sekarang, sektor industri pengolahan lebih banyak menyediakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor ini juga dianggap sebagai sektor yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat pada tingkat yang layak dari sebelumnya. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini menekankan pada kajian bagaimana peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Kota Bontang. Dalam menganalisis peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Kota Bontang digunakan analisis tabel input-output dengan keterbatasan analisis yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan teridentifikasinya peranan sektor industri pengolahan melalui proses baik dalam hal keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi lainnya, dampak penyebaran, maupun efek pengganda, maka diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas bagi pemerintah Kota Bontang khususnya mengenai perkembangan sektor yang menjadi prioritas dalam mengatasi berbagai masalah yang berkaitan di dalamnya. Pada akhirnya dapat dijadikan acuan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah Kota Bontang sendiri ke depan sehingga permasalahan seperti pengangguran dan kemiskinan dapat dikurangi. Analisis Input-Output
Analisis Keterkaitan
Keterkaitan Ke Depan
Analisis Dampak Penyebaran
Keterkaitan Ke Belakang
Keterangan :
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
Analisis Multiplier
Multiplier Output
= bagian yang dianalisis Gambar. 2.1 Rencana Metode Input-Output
Multiplier Pendapatan
37
2.5
Tahap-Tahap Analisis Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data pada
Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010. Data yang dianalisis dari tabel input-output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen menunjukkan hubungan langsung antar sektor penghasil produksi dalam negeri dengan sektor pemakainya, tanpa dipengaruhi lagi oleh komponen impor dan margin perdagangan dan biaya pengangkutan, oleh karena itu koefisien teknis yang diturunkan dari jenis tabel ini lebih memiliki keunggulan analisis karena setiap kenaikan permintaan dapat diukur langsung pengaruhnya terhadap kenaikan produksi dalam negeri. Sektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh subsektor yaitu mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Adapun tahapan-tahapan analisis dalam penelitian ini secara garis besar antara lain : 1. Mengagregasikan sektor-sektor pada tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diagregasi menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Agregasi delapan belas sektor ini dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan subsektor industri pengolahan (subsektor
38
industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya) satu sama lain. Sementara itu, agregasi sembilan sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan keterkaitan sektor industri pengolahan secara keseluruhan terhadap sektorsektor lainnya. 2. Mengelompokkan sektor-sektor yang diagregasi ke dalam tabel di Microsoft Excel dan memberi nama atau kode sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010. 3. Melakukan proses input data dari tabel di Microsoft Excel pada software IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practitioners) untuk kemudian data tersebut diolah oleh software tersebut. 4. Setelah data selesai diolah selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil olahan data tersebut.
39
III. METODE PENELITIAN 3.1
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal
dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dan instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Pusat, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Badan Pusat Statistik Kota Bontang, Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, dan berbagai sumber data pendukung lainnya seperti media cetak maupun elektronik. 3.2
Metode Analisis
3.2.1
Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antarsektor
dalam suatu perekonomian. Keterkaitan ini terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. 1. Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut.
(3.1)
40
= keterkaitan langsung ke depan sektor i = unsur matriks koefisien teknis n
= jumlah sektor 2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor
tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :
(3.2)
= keterkaitan langsung ke belakang sektor j = unsur matriks koefisien teknis n
= jumlah sektor 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat
suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :
(3.3)
41
= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n
= jumlah sektor 4.
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat
suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Priyarsono, et al., 2007). Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :
(3.4)
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor j = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n 3.2.2
= jumlah sektor Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke
belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.
42
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor–sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu dan sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu (Priyarsono, et al., 2007). Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien ini adalah.
(3.5)
= koefisien penyebaran sektor j = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong) Konsep
kepekaan
penyebaran
(daya
penyebaran
ke
depan/daya
mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini, sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dari satu dan sebaliknya jika nilai Sdi lebih kecil dari satu (Priyarsono, et al., 2007). Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien ini adalah.
(3.6)
43
= kepekaan penyebaran sektor i = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka 3.2.3 Analisis Pengganda (Multiplier) Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik pada model terbuka (αij) maupun pada model tertutup (α*ij) nilai-nilai pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat diperoleh melalui rumus-rumus pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Pengganda
Nilai Output
Pendapatan
Efek Awal
1
Hi
ei
Efek Putaran Pertama
Σiaij
Σiaij hi
Σiaij ei
Efek Dukungan Industri
Σiαij - 1 - Σiaij
Σiαij hi - hj - Σiaij hi
Σiαij eij - ej - Σiaij ei
Efek Induksi Konsumsi
Σiα*ij - Σiαij
Σiα*ij hi – Σiαijhi
Σiα*ijei - Σiαijei
Efek Total
Σiα*ij
Σiα*ijhi
Σiα*ijei
Efek Lanjutan
Σiα*ij – 1
Σiα*ijhi – hi
Σiα*ijei – ei
Sumber : Priyarsono,et al., 2007. Dimana
Tenaga Kerja
:
aij
= Koefisien Output
hi
= Koefisien Pendapatan Rumah Tangga
ei
= Koefisien Tenaga kerja
αij
= Matriks Kebalikan Leontief Model Terbuka
α*ij
= Matriks Kebalikan Leontief Model Tertutup
44
Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut:
3.3
Analisis Penetapan Sektor Prioritas Analisis penetapan prioritas digunakan untuk membantu pemerintah dalam
menentukan strategi pengembangan sektor perekonomian. Menurut Daryanto (2010) terdapat beberapa kriteria untuk mendeteksi suatu sektor dapat dikatakan sebagai sektor andalan dalam pembangunan daerah antara lain adalah apabila mempunyai kaitan ke belakang dan ke depan yang relatif tinggi, menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga dapat mempertahankan final demand dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penentuan sektor atau subsektor prioritas yang dapat ditentukan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan perankingan keterkaitan ke depan dan ke belakang, nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran, dan kombinasi ranking nilai pengganda standar (output dan pendapatan). Perankingan berdasarkan keterkaitan dilakukan dengan menjumlah nilai keterkaitan langsung dan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang kemudian diurutkan peringkat berdasarkan nilai terbesar. Selanjutnya menentukan peringkat indeks kaitan hasil kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. Analisis penentuan sektor berdasarkan kepekaan penyebaran dan
45
koefisien penyebaran dapat ditentukan dengan melihat tinggi rendahnya keterkaitan pada peringkat yang dimiliki (Simatupang, 1990). Adapun kriteria penentuan peringkat prioritas berdasarkan kepekaan dan koefisien penyebaran dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2
Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Berdasarkan Nilai Dampak Penyebaran
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
Prirotas
Tinggi
Tinggi
I
Tinggi
Rendah
II
Rendah
Tinggi
III
Rendah
Rendah
IV
Sumber : Simatupang, 1990
Keterangan : Tinggi
= nilai koefisien atau kepekaan penyebaran lebih dari satu
Rendah
= nilai koefisien atau kepekaan penyebaran kurang dari satu
Penentuan ranking berdasarkan analisis nilai pengganda standar dilakukan dengan menjumlahkan masing-masing nilai pengganda pada setiap sektor. Pada penelitian ini tidak melihat pengganda tenaga kerja maka penjumlahan hanya dilakukan pada nilai pengganda output (tipe I dan tipe II) dan nilai pengganda pendapatan (tipe I dan tipe II) kemudian diurutkan peringkat berdasarkan nilai terbesar. Berdasarkan hasil ranking dari ketiga kategori di atas, maka untuk menentukan sektor prioritas dilakukan kombinasi peringkat setiap kategori sehingga didapat perankingan yang baru yang merupakan urutan prioritas.
46
Peringkat untuk prioritas pertama ditentukan berdasarkan jumlah nilai terendah dan selanjutnya diikuti oleh nilai tertinggi. 3.4
Konsep dan Definisi Operasional Data Konsep dan definisi menjelaskan konsep serta definisi dari industri
pengolahan, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pemebentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor, dan impor) dan input primer (upah, gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto) yang sesuai dengan tabel input-output (Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y., 2010) 1.
Industri Pengolahan Industri pengolahan ialah semua kegiatan mengubah suatu barang yang
bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses pengubahan dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi maupun dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan termasuk ke dalam kegiatan ini. Dalam penelitian ini industri pengolahan mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. 2.
Output Output adalah output domestik, yaitu nilai dari barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa memerhatikan asal usul pelaku produksi barang dan jasa tersebut. Pelaku
47
produksi
dapat
berupa
perusahaan
dan perorangan baik dari dalam negeri
maupun asing. Unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak dibidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain. 3.
Input Antara Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa
yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang yang tidak tahan lama dapat diartikan sebagai bahan yang habis dalam sekali pakai, seperti bahan, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut. 4.
Input Primer Input primer atau lebih dikenal dengan nilai tambah merupakan balas jasa
yang diciptakan atau diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Balas jasa tersebut mencakup upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung. Upah dan gaji merupakan balas jasa yang diberikan kepada buruh atau karyawan, baik dalam bentuk uang, maupun barang, termasuk dalam upah dan gaji, semua tunjangan (perumahan, kendaraan, kesehatan) dan bonus, uang
48
lembur yang diberikan perusahaan kepada pekerjanya. Semua pendapatan pekerja tersebut dalam bentuk bruto sebelum dipotong pajak penghasilan. Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswataan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha ini mencakup sewa properti (tanah, hak cipta/paten), bunga yang dibayar dan keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan dalam bentuk bruto yaitu sebelum dibagikan kepada pemilik saham berupa dividen dan sebelum dipotong pajak perseroan. Penyusutan adalah nilai penyisihan keuntungan perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal yang dipakai. Sedangkan, pajak tak langsung adalah pajak yang dikenakan pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan seperti pajak pertambahan nilai (PPN). 5.
Permintaan Antara Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk
memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi. 6.
Permintaan Akhir Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan
konsumsi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran
konsumsi
pemerintah,
pembentukan
modal
tetap
bruto,
perubahan stok dan ekspor. a.
Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi penjualan
49
netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka
konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut
diperlakukan sebagai ekspor. b.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
c.
Pembentukan Modal Tetap Meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun luar negeri termasuk barang modal bekas dari luar daerah.
d.
Perubahan Stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barangbarang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual.
e.
Ekspor dan Impor
50
Pada tabel input-output regional, yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara atau daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor mencakup juga pembelian langsung di suatu daerah oleh penduduk negara atau daerah lain, sebaliknya pembelian langsung di luar negeri atau luar daerah oleh penduduk suatu daerah dikategorikan sebagai transaksi impor. 7
Margin Perdagangan dan Biaya Transport Margin perdagangan dan biaya transport adalah selisih antara nilai
transaksi pada tingkat harga konsumen atau pembeli dengan tingkat harga produsen. Oleh karena itu selisih nilai transaksi tersebut mencakup : (i)
Keuntungan pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang eceran.
(ii) Biaya transport yang timbul dalam menyalurkan barang dari produsen sampai ke tangan pembeli akhir.
51
IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG 4.1
Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang
52
Kota Bontang terletak antara 117 23’ BT - 117 38’ BT dan 0 01’ LU - 0 12’ LU atau berada pada belahan bumi bagian utara khatulistiwa. Kota Bontang memiliki luas wilayah 497.57 km2 yang terdiri atas daratan 147.80 km2 (29.70%) dan lautan 349.77 km2 (70.30%). Secara geografis Kota Bontang di sebelah Barat dan Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kertanegara dan di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar
Kota Bontang merupakan kota administratif sebagai bagian dari Kabupaten Kutai dan menjadi Daerah Otonom berdasarkan Undang-Undang No. 47 Tahun 1999 tentang pemekaran provinsi dan kabupaten, bersama-sama dengan Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Sejak disahkannya Peraturan Daerah Kota Bontang No. 17 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi Kecamatan Bontang Barat, pada tanggal 16 Agustus 2002, Kota Bontang terbagi menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bontang Selatan, Kecamatan Bontang Utara, dan Kecamatan Bontang Barat. Kecamatan Bontang Selatan memiliki wilayah daratan paling luas (104,40 km2), disusul Kecamatan Bontang Utara (26,20 km2) dan Kecamatan Bontang Barat (17,20 km2). Kota Bontang memiliki letak yang cukup strategis yaitu terletak pada jalan trans Kaltim dan berbatasan langsung dengan Selat Makassar sehingga menguntungkan dalam mendukung interaksi wilayah Kota Bontang dengan wilayah lain di luar Kota Bontang. Meskipun wilayah Kota Bontang tidak begitu luas, hanya 49.757 Ha namun karena terletak di jalur khatulistiwa dengan wilayah laut yang begitu luas, menjadikan kota ini kaya akan potensi alam. Mulai dari minyak dan gas alam, hasil hutan, pertanian, dan juga laut. Didukung lokasi yang strategis, Kota Bontang dilalui oleh beberapa sungai yang berhulu di bagian Barat
53
(Kabupaten Kutai) dan bermuara di Selat Makassar. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Guntung, Sungai Bontang, Sungai Busuh, Sungai Nyerakat Kanan dan Sungai Nyerakat Kiri yang aliran permukaannya membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Santan. Kota Bontang mempunyai aksesibilitas darat dan laut yang baik. Aksesibilitas darat sangat baik karena terletak di jalur Trans Kalimantan, serta terletak di Selat Makassar dengan pantai yang berbentuk teluk yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II), sehingga sangat cocok untuk pelabuhan. 4.2
Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja Keberadaan dua industri besar nasional masih menjadi daya tarik tenaga
kerja untuk hijrah ke Kota Bontang, ditambah lagi dengan perusahaan tambang yang lokasinya tak jauh dari Kota Bontang. Kedatangan tenaga kerja baru di Kota Bontang tentunya akan terus menambah populasi penduduk yang pada tahun 2008, 2009, 2010 berturut-turut adalah sebesar 133.512, 137.349, dan 143.683 jiwa. Jumlah ini menjadikan Kota Bontang menjadi kota terpadat di Kalimantan Timur setelah Balikpapan dan Kota Samarinda. Dari tabel 4.1. di bawah ini terlihat bahwa Kecamatan Bontang Utara merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 61.394 jiwa padahal jika dilihat dari luas wilayah Kecamatan Bontang Utara bukan merupakan kecamatan yang paling luas wilayahnya jika dibandingkan dengan Kecamatan Bontang Selatan. Kepadatan penduduk selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Bontang Selatan sebanyak 57.442 jiwa dan Kecamatan Bontang Barat 24.847 jiwa.
54
Tabel 4.1
Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Menurut Kecamatan di Kota Bontang 2010
Kecamatan
Luas Wilayah
Penduduk
Kepadatan Penduduk
District
Area (Km2)
Population
(orang/Km2)
104,40
57.442
550
1. Bontang Lestari
80,92
3.445
43
2. Satimpo
15,61
7.018
450
3. Berbas Pantai
0,70
8.274
11.820
4. Berbas Tengah
0,98
13.545
13.821
5. Tanjung Laut
1,35
13.607
10.079
6. Tj. Laut Indah
4,84
11.553
2.387
26,20
61.394
2.343
1. Bontang Kuala
5,67
3.783
667
2. Bontang Baru
2,08
9.355
4.498
3. Api-Api
1,79
13.358
7.463
4. Gunung Elai
4,59
12.691
2.765
5. Lok Tuan
3,58
17.965
5.018
6. Guntung
8,49
4.228
498
03. Bontang Barat
17,20
24.847
1.445
1. Kanaan
6,50
3.140
483
2. Gunung Telihan
3,16
10.372
3.282
3. Belimbing
7,54
11.335
1.503
147,80
143.683
972
01. Bontang Selatan
02. Bontang Utara
BONTANG
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bontang, 2010. Sebagai salah satu daerah industri, Kota Bontang terus menjadi sasaran pencari tenaga kerja, selama tahun 2010 tak kurang 10.075 pencari kerja yang mendaftar, tetapi karena terbatasnya lowongan kerja maka hanya sekitar 2.697 orang saja yang berhasil mendapatkan pekerjaan, kebanyakan dari pencari kerja yang mendaftar adalah lulusan SLTA dengan jumlah mencapai 7.060 orang. Pada
55
tahun 2010 terjadi peningkatan usia kerja sekitar 5,6 persen. Penduduk yang bekerja mencapai 92,75 persen dari total angkatan kerja. Sektor perdagangan menjadi tempat sekitar 19,75 persen pekerja usia 15 tahun ke atas, sedangkan sektor industri pengolahan menjadi salah satu penopang perekonomian Kota Bontang, memperkerjakan sekitar 10,66 persen pekerja. Sektor listrik, gas dan air merupakan sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja, yakni hanya sekitar 2,04 persen. 4.3
Perkembangan Perekonomian Kota Bontang Perkembangan perekonomian yang cukup pesat dengan didukung oleh dua
perusahaan penggerak perekonomian yaitu PT Badak NGL dan PT Pupuk Kaltim Tbk. Kontribusi kedua perusahaan tersebut sangat mendominasi perkembangan ekonomi di Kota Bontang. Dalam lima tahun terakhir dominasi sumbangannya rata-rata pertahun mencapai 88,01 persen dari total PDRB Kota Bontang. Konsekuensi besarnya kontribusi sub sektor tersebut berimplikasi besar terhadap pertumbuhan perekonomian Kota Bontang. Tabel 4.2
Perkembangan dan Laju PDRB dengan Migas Kota Bontang Tahun 2007 – 2010
PDRB (Juta Rp) Tahun Harga Berlaku
Harga Konstan (Tahun 2000)
Pertumbuhan ( % ) Harga Berlaku
(Tahun 2000)
2007
53.842.659,90
24.315.447,82
5,97
-3,97
2008
74.716.372,11
24.519.392,22
38,61
0,53
2009
52.644.324,61
23.776.029,45
-29,54
-3,03
2010
53.092.350,60
22.997.709,19
0,85
-3.44
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bontang, 2011
Harga Konstan
56
Pada tahun 2010 perkembangan ekonomi Kota Bontang sebesar 53,10 triliun rupiah atau sedikit lebih cepat dari tahun sebelumnya, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar 22,96 triliun rupiah. Laju pertumbuhan 2010 adalah sebesar minus 3,44 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya
minus 3,03 persen. Perlambatan pertumbuhan ini
disebabkan oleh produksi gas alam cair di Kota Bontang yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2002 dan terus berlanjut hingga saat ini. Dengan turunnya total produksi tersebut berdampak pada perekonomian Kota Bontang yang masih sangat bertumpu pada sektor migas khususnya hasil industri pengolahan gas alam cair.
57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Peranan Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Kota Bontang
5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor, total permintaan Kota Bontang pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 100,99 triliun. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 1,373 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 99,614 triliun Pada tabel 5.1 memperlihatkan nilai-nilai permintaan dari masing-masing sektor yang terdapat di Kota Bontang. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan permintaan antara di Kota Bontang adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, yaitu sebesar Rp 389.531 juta atau sekitar 28,35 persen dari total permintaan antara Kota Bontang. Sektor industri pengolahan menempati urutan kedua yaitu sebesar Rp 320.870 juta atau sekitar 23,35 persen dari total permintaan antara Kota Bontang. Urutan ketiga ditempati oleh sektor keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 183.664 juta atau sekitar 13,37 persen. Dalam pembentukan permintaan akhir di Kota Bontang, sektor industri pengolahan menjadi sektor yang memiliki kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp 95,508 triliun atau sekitar 95,87 dari total permintaan akhir Kota Bontang. Sektor bangunan menempati urutan kedua terbesar yaitu sebesar Rp 2,742 triliun atau sekitar 2,75 persen dari total permintaan akhir Kota Bontang. Di urutan ketiga, ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar Rp 611.475 juta atau sekitar 0,61 persen dari total permintaan akhir Kota Bontang. Nilai
58
permintaan akhir sektor industri pengolahan lebih tinggi dari nilai permintaan antaranya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menggunakan output industri pengolahan untuk konsumsi langsung (masyarakat, pemerintah, dan ekspor) dibandingkan untuk keperluan produksi bagi perekonomian yang lain di Kota Bontang. Tabel 5.1
Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Kota Bontang
Sektor
1
Pertanian Pertambangan dan 2 Penggalian Industri Pengilangan 3 Minyak Industri Gas Alam 4 Cair Industri Makanan dan 5 Minuman Industri Tekstil, 6 Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan 7 Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan 8 Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia 9 dan Barang Karet Industri Semen, 10 Barang Lain Bukan Logam Industri Alat 11 Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang 12 Lainnya Total Ind. Pengolahan Listrik Gas dan Air 13 Bersih 14 Bangunan Perdagangan, Hotel 15 dan Restaurant Transportasi dan 16 Komunikasi Keuangan, Perbankan 17 dan Jasa Perusahaan 18 Jasa - Jasa Lainnya Total
Permintaan Antara Jumlah (Juta Persen Rupiah) 12.412 0,9034
Permintaan Akhir Jumlah (Juta Rupiah)
Persen
Jumlah Permintaan Jumlah (Juta Rupiah)
Persen
48.553
0,0487
60.965
0,0604
93.189
6,7824
965
0,0010
94.154
0,0932
0
0,0000
0
0,0000
0
0,0000
0
0,0000
82.342.061
82,6609
82.342.061
81,5363
281
0,0205
1.481
0,0015
1.762
0,0017
167
0,0122
1.046
0,0011
1.213
0,0012
3.992
0,2905
2.199
0,0022
6.191
0,0061
421
0,0306
532
0,0005
953
0,0009
312.205
22,7227
13.144.643
13,1955
13.456.848
13,3252
1.818
0,1323
1.325
0,0013
3.143
0,0031
1.959
0,1426
15.280
0,0153
17.239
0,0171
27
0,0020
75
0,0001
102
0,0001
320.870
23,3534
95.508.642
95,8784
95.829.512
94,8917
61.017
4,4409
28.446
0,0286
89.463
0,0886
142.275
10,3550
2.742.080
2,7527
2.884.355
2,8561
389.531
28,3506
611.475
0,6138
1.001.006
0,9912
150.691
10,9675
86.219
0,0866
236.910
0,2346
183.664
13,3673
82.992
0,0833
266.656
0,2640
20.327
1,4794
504.936
0,5069
525.263
0,5201
1.373.976
100,00
99.614.308
100,00
100.988.284
100,00
Sumber: Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
59
Berdasarkan kontribusi masing-masing sektor perekonomian terhadap permintaan antara dan permintaan akhir Kota Bontang, dapat diketahui bahwa tiga sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total permintaan adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 95,829 triliun atau sekitar 94,89 persen, diikuti sektor bangunan yang memiliki kontribusi sebesar Rp 2,884 triliun atau sekitar 2,85 persen dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar Rp 1,001 triliun atau sekitar 0,99 persen dari total permintaan Kota Bontang. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat, dalam pembentukan total permintaan di Kota Bontang sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar. Sektor industri pengolahan ini terdiri dari sepuluh subsektor, antara lain subsektor industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Dari kesepuluh subsektor tersebut subsektor gas alam cair merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan total permintaan sektor industri pengolahan, yaitu sebesar 82,342 triliun atau sekitar 81,54 persen dari total permintaan Kota Bontang. 5.1.2
Struktur Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, total
konsumsi rumah tangga Kota Bontang yaitu sebesar Rp 272.839 juta. Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa sektor transportasi dan komunikasi memiliki nilai konsumsi rumah tangga terbesar yaitu sebesar Rp 59.673 juta atau sekitar 21,87 persen dari total konsumsi rumah tangga. Urutan kedua ditempati oleh sektor
60
keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan yaitu sebesar Rp 58.830 juta atau sekitar 21,56 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sektor industri pengolahan berada pada urutan ketiga dengan nilai konsumsi rumah tangga sebesar Rp 50.422 juta atau sekitar 18,48 persen dari total konsumsi rumah tangga Kota Bontang tahun 2010. Tabel 5.2
Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Konsumsi Rumah Tangga Jumlah Persen (Juta Rupiah) 42.112 15,4347 0 0,0000 0 0,0000 0 0,0000 1.437 0,5267 825 0,3024 496 0,1818 204 0,0748 47.108 17,2659 3 0,0011 310 0,1136
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan 12 Industri Barang Lainnya 39 0,0143 Total Konsumsi RT Industri Pengolahan 50.422 18,4795 13 Listrik Gas dan Air Bersih 15.236 5,5842 14 Bangunan 3.270 1,1985 15 Perdagangan, Hotel dan Restaurant 33.976 12,4528 16 Transportasi dan Komunikasi 59.673 21,8711 17 Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 58.830 21,5622 18 Jasa - Jasa Lainnya 9.320 3,4159 Total 272.839 100,00 Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
Di antara kesepuluh sektor pembentuk sektor industri pengolahan, subsektor yang memiliki nilai konsumsi rumah tangga terbesar adalah subsektor industri pupuk, kimia dan barang karet dengan nilai konsumsi sebesar Rp 47.108
61
juta atau sekitar 17,27 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sedangkan di urutan kedua, subsektor industri makanan dan minuman memiliki nilai konsumsi sebesar Rp 1.437 juta atau sekitar 0,53 persen dari total konsumsi rumah tangga Kota Bontang tahun 2010. 5.1.3
Struktur Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran pemerintah pusat dan
daerah kecuali yang sifatnya pembentukan modal, termasuk semua pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata. Tolak ukur pengeluaran pemerintah meliputi seluruh pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan perbaikan serta belanja rutin lainnya. Berdasarkan hasil analisis tabel input-output Kota Bontang tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi pemerintah yaitu sebesar Rp 584.322 juta. Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sekitar 84,76 persen dari total konsumsi pemerintah di alokasikan pada sektor jasa-jasa yaitu sebesar Rp 495.284 juta. Selanjutnya sekitar 4,22 persen dari total konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor transportasi dan komunikasi atau sebesar Rp 24.644 juta. Untuk sektor keuangan, perbankan dan jasa perusahaan menerima sekitar 4,12 persen dari total konsumsi pemerintah atau sebesar Rp 24.066 juta. Sedangkan, untuk sektor industri pengolahan menerima sekitar 3,39 persen dari total konsumsi pemerintah atau sebesar Rp 20.099 juta. Di antara pembentuk sektor industri pengolahan, subsektor industri pupuk, kimia dan barang karet merupakan subsektor yang menerima nilai alokasi terbesar dari total konsumsi pemerintah yaitu sekitar 3,34 persen atau sebesar Rp 19.504 juta.
62
Tabel 5.3
Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan 12 Industri Barang Lainnya Total Konsumsi Pemerintah Ind. Pengolahan
Konsumsi Pemerintah Jumlah Persen (Juta Rupiah) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 209 0,0358 43 0,0074 227 0,0388 19.504 3,3378 24 0,0041 76 0,0130 16 20.099
0,0027 3,3967
13 14 15 16 17
Listrik Gas dan Air Bersih 13.210 2,2607 Bangunan 4.712 0,8064 Perdagangan, Hotel dan Restaurant 2.317 0,3965 Transportasi dan Komunikasi 24.644 4,2175 24.066 4,1185 Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan 18 Jasa - Jasa Lainnya 495.284 84,7607 Total 584.332 100,00 Sumber : Tabel Input – Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
5.1.4
Struktur Investasi Investasi merupakan penjumlahan dari pembentukan modal tetap dengan
perubahan stok dari setiap sektor-sektor perekonomian. Pembentukan modal tetap mencakup semua pengeluaran untuk pengadaan barang modal baik dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta (bisnis). Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, pembentukan modal tetap tertinggi di Kota Bontang berasal dari sektor bangunan sebesar Rp 2,734 triliun sedangkan sektor industri pengolahan sebesar Rp 688.636 Juta. Dilihat dari jumlah perubahan
63
stok maka sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki nilai terbesar yaitu Rp 1,069 triliun. Jika dilihat secara keseluruhan jumlah investasi tertinggi berasal dari sektor bangunan dan diikuti sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 1,758 triliun atau sekitar 38,41 persen dari total investasi Kota Bontang. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai investasi terbesar adalah subsektor industri gas alam cair yaitu sebesar Rp 986.534 juta. Tabel 5.4
Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
1
Pertanian
4
Perubahan Stok (Juta Rupiah) 1.913
2
Pertambangan dan Penggalian
0
965
965
0,0211
3
Industri Pengilangan Minyak
0
0
0
0,0000
4
Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang Lainnya
0
986.534
986.534
21,5566
0
42
42
0,0009
1
11
12
0,0003
1.504
92
1.596
0,0349
11
90
101
0,0022
670.905
82.693
753.598
16,4667
1.273
25
1.298
0,0284
14.824
27
14.851
0,3245
18
2
20
0,0004
688.536
1.069.516
1.758.052
38,4149
0
0
0
0,0000
2.734.098
0
2.734.098
59,7423
81.456
0
81.456
1,7799
0
0
0
0,0000
0
0
0
0,0000
0
0
0
0,0000
3.504.094
1.072.394
4.576.488
100,00
Sektor
Pembentukan Modal Tetap (Juta Rupiah)
5 6 7 8 9 10 11 12
∑ Industri Pengolahan 13
Listrik Gas dan Air Bersih
14
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restaurant Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Lainnya
15 16 17 18
Total
Investasi
Investasi
(Juta Rupiah) 1.917
(Persen) 0,0419
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
64
5.1.5
Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Bontang tahun 2010 menunjukkan
bahwa nilai ekspor Kota Bontang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor yaitu nilai ekspor sebesar Rp 94,180 triliun dan nilai impor sebesar Rp 46,914 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa adanya surplus perdagangan dalam perekonomian Kota Bontang. Pada tabel 5.5 memperlihatkan bahwa kontribusi ekspor dan impor dari masing-masing sektor perekonomian Kota Bontang. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap jumlah surplus perdagangan Kota Bontang dengan nilai Rp 48,259 triliun selanjutnya sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai kontribusi sebesar Rp 304.234 juta. Beberapa sektor perekonomian masih memiliki nilai ekspor nol, hal ini mengartikan bahwa sektor tersebut tidak melakukan kegiatan ekspor. Sedangkan sektor-sektor perekonomian lainnya memiliki nilai selisih ekspor dan impor negatif (net ekspor), hal ini diartikan bahwa dalam memenuhi kebutuhan produksinya sektor tersebut harus mengimpor bahan baku dari luar lebih banyak dibandingkan dengan ekspornya. Dari kesepuluh subsektor pembentuk sektor industri pengolahan, subsektor industri gas alam cair merupakan subsektor dengan nilai kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp 43,429 triliun atau sekitar 91,88 persen dari total surplus perdagangan. Subsektor industri pupuk, kimia, dan barang karet berada urutan kedua dengan nilai kontribusi sebesar Rp 4,84 triliun atau sekitar 10,240 persen dari total surplus perdagangan.
65
Tabel 5.5
Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Sektor
1
Pertanian Pertambangan dan 2 Penggalian Industri Pengilangan 3 Minyak Industri Gas Alam 4 Cair Industri Makanan 5 dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan 6 Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan 7 Lainnya Industri Kertas dan 8 Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang 9 Karet Industri Semen, 10 Barang Lain Bukan Logam Industri Alat 11 Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang 12 Lainnya ∑ Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air 13 Bersih 14 Bangunan Perdagangan, Hotel 15 dan Restaurant Transportasi dan 16 Komunikasi Keuangan, 17 Perbankan dan Jasa Perusahaan 18 Jasa-Jasa Lainnya Total
Ekspor Barang dan Jasa Jumlah (Juta Persen Rupiah) 4.524 0,005
Impor Jumlah (Juta Rupiah) 9.557
Net Ekspor
0,020
Jumlah (Juta Rupiah) -5.033
Persen
Persen -0,011
0
0
13.628
0,029
-13.628
-0,029
0
0
0
0
0
0
81.355.527
86,382
37.926.333
80,841
43.429.194
91,883
2
0
515
0,001
-513
-0,001
0
0
443
0,0009
-443
-0,0009
64
0,0001
1.830
0,004
-1.766
-0,004
0
0
314
0,001
-314
-0,0007
12.324.433
13,086
7.484.419
15,953
4.840.014
10,240
0
0
1.021
0,002
-1.021
-0,002
43
0
5.606
0,012
-5.563
-0,012
0
0
43
0,0001
-43
-0,0001
93.680.067
45.420.524
48.259.545
0
0
31.165
0,066
-31.165
-0,066
0
0
1.148.928
2,45
-1.148.928
-2,431
493.726
0,524
189.492
0,404
304.234
0,644
1.902
0
60.081
0,128
-58.179
-0,123
96
0
33.535
0,071
-33.439
-0,071
332
0
7.891
0,017
-7.559
-0,016
94.180.649
100,00
46.914.801
100,00
47.265.848
100,00
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
66
5.1.6 Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang tercipta akibat adanya kegiatan produksi. Terdapat lima komponen pembentuk nilai tambah bruto yang terdapat di Kota Bontang yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung, dan subsidi. Dari Tabel InputOutput Kota Bontang Tahun 2010, memiliki jumlah nilai tambah bruto sebesar Rp 52,699 triliun. Dari kelima komponen pembentuk nilai tambah bruto tersebut, surplus usaha memberikan kontribusi terbesar dengan nilai sebesar Rp 38,317 triliun atau sekitar 72,71 persen dari total nilai tambah bruto. Penyusutan berada diurutan kedua dengan nilai kontribusi sebesar Rp 8,172 triliun atau sekitar 15,51 persen selanjutnya komponen upah dan gaji menempati urutan ketiga terbesar dengan nilai kontribusi sebesar Rp 5,937 triliun atau sekitar 11,27 persen dari total nilai tambah bruto. Dari kesembilan sektor utama perekonomian Kota Bontang, sektor industri pengolahan merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan nilai tambah bruto dengan nilai kontribusi sebesar Rp 49,705 triliun atau sekitar 94,32 persen dari total nilai tambah bruto. Disusul sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai kontribusi masing-masing sebesar Rp 1,255 triliun (2,38 persen) dan Rp 714.572 juta (1,36 persen). Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai tambah bruto terbesar ialah industri gas alam cair dengan nilai kontribusi sebesar Rp 44,121 triliun atau sekitar 83,72 persen. Selanjutnya subsektor kedua terbesar ialah subsektor industri pupuk, kimia, dan barang karet dengan nilai kontribusi sebesar Rp 5,568 triliun atau sekitar 10,57 persen dari total nilai tambah bruto. Sedangkan kedelapan
67
subesektor lainnya (subsektor industri pengilangan minyak; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya) memiliki nilai kontribusi kurang dari satu persen. Tabel 5.6. Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Sektor
Upah dan Gaji (Juta Rp)
Rasio Upah Gaji dan Surplus Usaha (Juta Rp)
Surplus Usaha (Juta Rp)
Penyusutan (Juta Rp)
Pajak Tak Langsung (Juta Rp)
Subsidi (Juta Rp)
Nilai Tambah Bruto
(Juta Rp)
Persen
1
9.873
33.866
0,29
1.335
356
0
45.430
0,08621
2
19.995
45.194
0,44
4.702
3.305
0
73.196
0,13889
3
0
0
0,00
0
0
0
0
0,00000
4
2.167.485
34.391.177
0,06
7.406.168
156.369
0
44.121.199
83,72222
5
286
483
0,59
36
20
0
825
0,00157
6
200
292
0,68
64
3
0
559
0,00106
7
1.740
1.831
0,95
219
77
0
3.867
0,00734
8
128
277
0,46
17
3
0
425
0,00081
9
2.454.968
2.664.811
0,92
421.472
27.458
0
5.568.709
10,56691
10
445
1.055
0,42
45
12
0
1.557
0,00295
11
2.771
4.919
0,56
597
407
0
8.694
0,01650
12
13
26
0,50
4
3
0
46
0,00009
4.628.036
37.064.871
5,16
7.828.622
184.352
0
49.705.881
94,32
13
12.957
10.631
1,22
11.520
362
0
35.470
0,06731
14
544.352
603.861
0,90
104.747
2.673
0
1.255.633
2,38263
15
187.882
343.090
0,55
114.179
69.421
0
714.572
1,35594
16
41.426
78.098
0,53
26.871
3.059
0
149.454
0,28360
17
53.568
122.423
0,44
23.772
7.697
0
207.460
0,39367
18
439.723
15.513
28,35
56.961
216
0
512.413
0,97233
5.937.812
38.317.547
38
8.172.709
271.441
0
52.699.509
100
∑ Ind. Peng.
Total Persen terhadap Nilai Tambah Bruto
11,26730
72,70949
15,5081
0,51507
100
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
68
5.2
Analisis Keterkaitan Dalam analisis keterkaitan output ke depan dan ke belakang dapat dibagi
menjadi dua yaitu keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang dan keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang. Keterkaitan output langsung didapat dari koefisien input, sedangkan keterkaitan output langsung dan tidak langsung diperoleh dari Matriks Balikan Leontief terbuka. 5.2.1
Keterkaitan ke Depan (forward linkage) Keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan sektor produksi hulu terhadap
sektor produksi hilirnya. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki nilai keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa sektor yang memiliki nilai keterkaitan output langsung ke depan paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai 0,00386. Sektor industri pengolahan memiliki nilai keterkaitan output langsung ke depan terbesar kedua yaitu sebesar 0,00318. Nilai keterkaitan ini menunjukkan adanya keterkaitan langsung ke depan antara sektorsektor perekonomian lainnya termasuk dengan sektor industri pengolahan itu sendiri. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan akhir sebesar satu juta rupiah, maka output sektor industri pengolahan yang dialokasikan secara
69
langsung ke seluruh sektor lainnya termasuk sektor industri pengolahan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 3.180. Nilai keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung untuk industri pengolahan yaitu sebesar 1,14652, nilai tersebut berarti bahwa jika terjadi peningkatan akhir sebesar satu juta rupiah, maka output sektor industri pengolahan yang dialokasikan baik secara langsung dan tidak langsung ke sektor lain termasuk sektor industri pengolahan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 1.146.520. Tabel 5.7 Keterkaitan Output ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang Keterkaitan ke Depan Sektor
Langsung
Langsung dan Tidak Langsung
1
Pertanian
0,00012
1,01267
2
Pertambangan dan Penggalian
0,00092
1,03581
3
Industri Pengolahan
0,00318
1,14652
4
Listrik Gas dan Air Bersih
0,00060
1,15801
5
Bangunan
0,00141
1,14753
6
Perdagangan, Hotel dan Restaurant
0,00386
1,30006
7
Pengangkutan dan Komunikasi
0,00149
1,10192
0,00182
1,11859
0,00020
1,02404
8 9
Keuangan, Pebankan dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa Lainnya
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Di antara subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar ialah industri pupuk, kimia, dan barang karet yaitu sebesar 0,00309 dan 1,39976. Nilai-nilai tersebut mengindikasikan bahwa subsektor indsutri pupuk, kimia, dan barang karet
70
memiliki nilai keterkaitan yang kuat terhadap sektor hilirnya dalam penyediaan input bagi sektor lain baik secara langsung maupun langsung dan tidak langsung. Tabel 5.8
Keterkaitan Output ke Depan Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang
Sektor 1 2 3
Keterkaitan ke Depan Langsung dan Tidak Langsung Langsung 0,00000 1,00000 0,00000 1,00000 0,00000 1,00079
Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan 4 0,00000 1,00169 Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan 5 0,00004 1,00235 Lainnya 6 Industri Kertas dan Barang Cetakan 0,00000 1,00355 Industri Pupuk, Kimia dan Barang 7 0,00309 1,39976 Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan 8 0,00002 1,00143 Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan 9 0,00002 1,00229 Peralatan 10 Industri Barang Lainnya 0,00000 1,00003 Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
5.2.2 Keterkaitan ke Belakang (backward linkage) Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap sektor-sektor produksi hulunya. Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri, apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Sektor industri pengolahan memiliki nilai keterkaitan ke belakang secara langsung terkecil dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 0,00734. Nilai ini memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah, maka sektor industri pengolahan akan secara langsung
71
meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor-sektor lainnya termasuk sektor industri pengolahan sendiri sebesar Rp 7.340. Untuk nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung memiliki nilai sebesar 1,00802, hal ini dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah, maka sektor industri pengolahan akan meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor industri pengolahan itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung sebesar Rp 1.008.020. Tabel 5.9 Keterkaitan Output ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Keterkaitan ke Belakang Sektor Langsung
Langsung dan Tidak langsung
1 Pertanian
0,09797
1,10614
2 Pertambangan dan Penggalian
0,07782
1,08681
3 Industri Pengolahan
0,00734
1,00802
4 Listrik Gas dan Air Bersih
0,25513
1,30011
5 Bangunan
0,16634
1,18296
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant
0,09685
1,10940
7 Pengangkutan dan Komunikasi
0,11554
1,12912
0,09628
1,11229
0,00945
1,01030
8
Keuangan, Pebankan dan Jasa Perusahaan
9 Jasa - Jasa Lainnya
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar ialah subsektor industri kertas dan barang cetakan (0,25560), kemudian industri makanan dan minuman (0,23950) dan peringkat ketiga industri semen, barang lain bukan logam (0,17945). Untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar ialah industri makanan dan minuman (1,26704),
72
kemudian industri kertas dan barang cetakan (1,24697) dan
industri semen,
barang lain bukan logam (1,19831) berada di posisi ke tiga. Nilai keterkaitan ke belakang yang besar dari suatu sektor menunjukkan bahwa sektor tersebut masih bergantung pada output yang dihasilkan oleh sektor di dalam Kota Bontang itu sendiri. Sebaliknya, nilai keterkaitan ke belakang yang kecil mengindikasikan besarnya ketergantungan sektor tersebut terhadap output yang berasal dari luar Kota Bontang. Tabel 5.10 Keterkaitan Output ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang
Keterkaitan ke Belakang Sektor Langsung
Langsung dan Tidak langsung
1 2 3
Industri Pengilangan Minyak 0,00000 1,00000 Industri Gas Alam Cair 0,00358 1,00406 Industri Makanan dan Minuman 0,23950 1,26704 Industri Tekstil, Barang Kulit dan 4 0,17312 1,19223 Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan 5 0,07995 1,09315 Lainnya 6 Industri Kertas dan Barang Cetakan 0,25560 1,24697 Industri Pupuk, Kimia dan Barang 7 0,03000 1,03241 Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan 8 0,17945 1,19831 Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan 9 0,17043 1,18765 Peralatan 10 Industri Barang Lainnya 0,15686 1,17985 Sumber : Tabel Input – Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
5.3
Analisis Dampak Penyebaran Analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun
ke belakang belum cukup memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator di dalamnya tidak dapat dibandingkan
73
antarsektor karena peranan permintaan akhir pada setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan ratarata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata–rata dampak dari keseluruhan sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran, dengan menggunakan analisis ini dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu dan hilirnya melalui mekanisme transaksi pasar output dan input. Dampak penyebaran terbagi menjadi dua yaitu koefisen penyebaran dan kepekaan penyebaran. 5.3.1
Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran adalah keterkaitan output langsung dan tidak
langsung ke belakang yang dibobot dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien penyebaran menunjukkan efek relatif yang ditimbulkan oleh keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung antara suatu sektor dengan semua sektor perekonomian yang ada. Koefisien penyebaran dapat juga dikatakan sebagai efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena peningkatan output sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lain yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu memiliki arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya, sedangkan nilai koefisen penyebaran yang kurang dari satu diartikan bahwa sektor tersebut kurang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa sektor listrik gas dan air bersih (2,48855), sektor bangunan (1,62249) serta sektor pengangkutan dan komunikasi (1,12692) memiliki nilai
74
koefisien penyebaran lebih dari satu sedangkan sektor industri pengolahan memiliki nilai kurang dari satu yaitu sebesar 0,07157. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri pengolahan kurang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Tabel 5.11 Koefiesien Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang Sektor
Koefisien Penyebaran
1 Pertanian
0,95557
2 Pertambangan dan Penggalian
0,75097
3 Industri Pengolahan
0,07157
4 Listrik Gas dan Air Bersih
2,48855
5 Bangunan
1,62249
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant
0,94462
7 Pengangkutan dan Komunikasi
1,12692
8 Keuangan, Pebankan dan Jasa Perusahaan
0,93907
9 Jasa-Jasa Lainnya
0,09214
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Tabel 5.12 Koefiesien Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang Sektor
Koefisien Penyebaran
1
Industri Pengilangan Minyak
0,00000
2
Industri Gas Alam Cair
0,02962
3
Industri Makanan dan Minuman
1,98313
4
Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki
1,43551
5
Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
0,66205
6
Industri Kertas dan Barang Cetakan
1,86805
7
Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet
0,24842
8
Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam
1,48586
9
Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan
1,41118
10
Industri Barang Lainnya
1,29886
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
75
Untuk koefisien penyebaran pada subsektor pembentuk sektor industri pengolahan yang memiliki nilai koefisien terbesar yaitu subsektor industri makanan dan minuman dengan nilai sebesar 1,98313. Hal ini berarti bahwa subsektor industri makanan dan minuman memiliki keterkaitan yang lebih kuat terhadap sektor hulunya dan lebih mampu mendorong pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. 5.3.2
Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran merupakan indeks yang menunjukkan efek relatif
yang disebabkan oleh perubahan suatu sektor ekonomi yang akan menimbulkan perubahan output sektor-sektor perekonomian lain yang menggunakan output dari sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepekaan penyebaran ini adalah keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung keseluruhan sektor ekonomi. Tabel 5.13
Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang Sektor
Kepekaan Penyebaran
1 Pertanian
0,49786
2 Pertambangan dan Penggalian
2,42015
3 Industri Pengolahan
0,00819
4 Listrik Gas dan Air Bersih
1,66774
5 Bangunan
0,12061
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant
0,95150
7 Pengangkutan dan Komunikasi
1,55530
8 Keuangan, Pebankan dan Jasa Perusahaan
1,68404
9 Jasa-Jasa Lainnya
0,09462
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
76
Nilai kepekaan penyebaran masing-masing sektor perekonomian Kota Bontang klasifikasi 9 sektor yang ditunjukkan oleh tabel 5.13 diatas. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yaitu sebesar 0,00819. Hal ini dapat diartikan bahwa sektor industri pengolahan belum mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya. Karena, nilai kepekaan penyebaran yang suatu sektor yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor-sektor tersebut mampu mendorong sektor hilirnya, sedangkan jika nilai kepekaan penyebaran suatu sektor kurang dari satu diartikan bahwa sektor tersebut belum mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya. Tabel 5.14
Kepekaan Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan Kota Bontang
Sektor
Kepekaan Penyebaran
1
Industri Pengilangan Minyak
0,00000
2
Industri Gas Alam Cair
0,00000
3
Industri Makanan dan Minuman
0,47518
4
Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki
0,41022
5
Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
1,92127
6
Industri Kertas dan Barang Cetakan
1,31628
7
Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet
0,06913
8
Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam
1,72349
9
Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan
0,33860
10
Industri Barang Lainnya
0,78872
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
Dari tabel 5.14 di atas dapat kita lihat bahwa dari kesepuluh subsektor pembentuk sektor industri pengolahan yang memiliki nilai kepekaan penyebaran yang terbesar adalah subsektor industri kayu dan hasil hutan lainnya dengan nilai
77
sebesar 1,92127. Hal ini dapat diartikan bahwa subsektor tersebut memiliki keterkaitan yang lebih kuat terhadap sektor hilirnya dan lebih mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya dibandingkan sektor hulunya. 5.4
Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis multiplier atau biasa disebut juga analisis pengganda memiliki
tujuan untuk melihat dampak dari perubahan variabel-variabel endogen apabila terjadi perubahan pada variabel-variabel eksogen seperti permintaan akhir. Analisis pengganda yang digunakan terdiri dari dua tipe, yaitu tipe I yang diperoleh dari pengolahan lebih lanjut dari Matriks Balikan Leontief terbuka dan tipe II yang diperoleh dari matriks kebalikan dampak yang terdiri dari efek awal (initial effect), efek putaran pertama (first round effect), efek dukungan industri (industrial support effect), dan efek induksi konsumsi. Pengganda tipe I diperoleh dengan jalan menjumlahkan efek awal, efek putaran pertama, dan efek dukungan industri untuk setiap satu satuan efek awal, sedangkan pengganda tipe II diperoleh dengan menjumlahkan semua tahap dalam proses mekanisme dampak untuk setiap satu satuan efek awal. Nilai pengganda tipe I menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan, maka variabel endogen di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Nilai pengganda tipe II menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan variabel eksogen maka variabel endogen meningkat setelah adanya efek induksi dari rumah tangga. Pada pengganda output tipe I dan II, dampak diukur untuk tiap satu satuan perubahan output, sedangkan pada pengganda pendapatan tipe I dan II diukur setiap satu satuan perubahan pendapatan.
78
5.4.1 Pengganda Output Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada tabel 5.15 pengganda output sektor-sektor perekonomian klasifikasi sembilan sektor menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai pengganda tipe I yaitu sebesar 1,00802. Nilai tersebut dapat diartikan, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor industri pengolahan sebesar satu juta rupiah maka output pada sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar Rp 1,00802 juta. Tabel 5.15
Pengganda Output Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restaurant Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Lainnya
Awal
Pertama
Industri
Konsumsi
Total
1,00000
0,09797
0,00817
0,28032
1,38646
1,00000
0,07782
0,00899
0,26084
1,00000
0,00734
0,00068
1,00000
0,25513
1,00000
Elastisitas
Tipe I
Tipe II
0,14649
1,10614
1,38646
1,34766
0,01381
1,08681
1,34766
0,72176
1,72978
1,72308
1,00802
1,72978
0,04498
0,67452
1,97463
0,29158
1,30011
1,97463
0,16634
0,01661
0,66056
1,84351
1,75049
1,18296
1,84351
1,00000
0,09685
0,01255
0,31994
1,42934
0,82461
1,10940
1,42934
1,00000
0,11554
0,01358
0,43766
1,56678
0,17556
1,12912
1,56678
1,00000
0,09628
0,01601
0,24310
1,35539
0,12281
1,11229
1,35539
1,00000
0,00945
0,00085
0,02705
1,03735
0,97879
1,01030
1,03735
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Dengan memasukkan rumah tangga ke dalam model maka efek konsumsi masyarakat diperhitungkan sehingga akan didapatkan nilai pengganda tipe II. Pengganda tipe II selalu memiliki nilai yang lebih besar daripada pengganda tipe I karena dalam pengganda tipe II efek konsumsi rumah tangga juga diperhitungkan. Dilihat dari sisi pengganda output tipe II sektor industri pengolahan menduduki peringkat ketiga setelah sektor listrik, gas dan air bersih dan bangunan dengan
79
nilai pengganda tipe II sebesar 1,72978. Nilai ini mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor industri pengolahan sebesar satu juta rupiah maka output di semua sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,72978 juta. Tabel 5.16
Pengganda Output Subsekor Industri Pengolahan Kota Bontang
Sektor 1
2
3
Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman
Awal
Pertama
Industri
Konsumsi
Total
1,00000
0,00000
0,00000
0,00000
1,00000
1,00000
0,00358
0,00048
0,71951
1,00000
0,23950
0,02754
1,00000
0,17312
1,00000
Elastisitas
Tipe I
Tipe II
1,00000
1,00000
1,00000
1,72356
1,72356
1,00406
1,72356
0,53275
1,79979
0,04494
1,26704
1,79979
0,01911
0,64368
1,83591
0,33449
1,19233
1,83591
0,07995
0,01320
0,49818
1,59133
0,43774
1,09315
1,59133
1,00000
0,22560
0,02136
0,63178
1,87874
0,64662
1,24697
1,87874
1,00000
0,03000
0,00241
0,88537
1,91778
1,86658
1,03241
1,91779
1,00000
0,17945
0,18870
0,59755
1,96570
0,75537
1,19831
1,79586
1,00000
0,17043
0,01722
0,62110
1,80875
1,57069
1,18765
1,80875
1,00000
0,15686
0,02299
0,67944
1,85929
0,65622
1,17985
1,85829
Industri Tekstil, 4
Barang Kulit dan Alas Kaki
5
6
7
Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen,
8
Barang Lain Bukan Logam Industri Alat
9
Angkutan, Mesin dan Peralatan
10
Industri Barang Lainnya
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
Subsektor pembentuk industri pengolahan yang memiliki nilai pengganda output tipe I terbesar ialah sektor industri makanan dan minuman dengan nilai sebesar 1,26704. Nilai tersebut dapat diartikan, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor industri makanan dan minuman sebesar satu juta rupiah maka output pada sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar Rp
80
1,26704 juta. Sedangkan untuk nilai pengganda tipe II subsektor yang memiliki nilai terbesar adalah sektor industri pupuk, kimia dan barang karet dengan nilai sebesar 1,91779. Nilai ini mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor industri pupuk, kimia dan barang karet sebesar satu juta rupiah maka output di semua sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,91779 juta. 5.4.2 Pengganda Pendapatan Berdasarkan hasil analisis tabel input-output Kota Bontang tahun 2010 klasifikasi 9 sektor yang ditunjukkan pada Tabel 5.17 dapat diketahui nilai-nilai pengganda pendapatan rumah tangga dari tiap sektor-sektor perekonomian Kota Bontang. Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa sektor listrik, gas, dan air bersih memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan pengganda pendapatan baik tipe I maupun tipe II. Sementara itu, sektor industri pengolahan memiliki nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe I sebesar 1,00557 yang berarti bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah akan menyebabkan
peningkatan
pendapatan
rumah
tangga
di
semua
sektor
perekonomian sebesar Rp. 1,00557 juta secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan jika dilihat dari sisi pengganda pendapatan tipe II, nilai pengganda pendapatan untuk industri pengolahan yaitu sebesar 1,38030. Hal ini berarti nilai tersebut memasukkan efek pengeluaran rumah tangga artinya jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor industri pengolahan sebesar satu juta rupiah maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,38030 juta.
81
Tabel 5.17
Pengganda Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bontang
Sektor 1 2 3 4 5 6
7
8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restaurant Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Pebankan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Lainnya
Awal
Pertama
Industri
Konsumsi
Total
0,15678
0,02469
0,00183
0,06898
0,25409
0,14475
0,02459
0,00201
0,06149
0,47397
0,00246
0,00018
0,34837
0,08381
0,39833
Elastisitas
Tipe I
Tipe II
0,17124
1,18069
1,62069
0,23643
0,01674
1,18998
1,63344
0,17761
0,65422
1,37495
1,00557
1,38030
0,01323
0,16599
0,61140
0,25916
1,27856
1,75502
0,03397
0,00390
0,16255
0,59875
1,42729
1,09505
1,50313
0,18930
0,01832
0,00365
0,07873
0,29000
0,88381
1,11605
1,53196
0,25361
0,03189
0,00351
0,10770
0,39671
0,17528
1,13958
1,56425
0,12576
0,03095
0,00383
0,05982
0,22036
0,15877
1,27654
1,75226
0,01502
0,00263
0,00021
0,00666
0,02456
1,53998
1,18901
1,63211
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 9 Sektor (diolah)
Dari tabel 5.18 yang menunjukkan nilai-nilai pengganda pendapatan subsektor pembentuk sektor industri pengolahan dapat diketahui bahwa subsektor yang memiliki nilai pengganda pendapatan tipe I dan tipe II tertinggi yaitu sektor industri kertas dan barang cetakan. Nilai pengganda tipe I yaitu sebesar 1,23499 yang berarti bahwa adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah akan menyebabkan peningkatan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp. 1,23499 juta secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, nilai pengganda tipe II sektor industri kertas dan barang cetakan dengan nilai sebesar 1,73248. Artinya, jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah akan menyebabkan peningkatan pendapatan di semua sektor perekonomian sebesar Rp. 1,73248 juta secara langsung maupun tidak langsung.
82
Tabel 5.18 Pengganda Pendapatan Subsekor Industri Pengolahan Kota Bontang Sektor
1
2
3
Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman
Awal
Pertama
Industri
Konsumsi
Total
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,46059
0,00122
0,00012
0,18608
0,29228
0,04264
0,00711
0,36603
0,04277
0,29543
Elastisitas
Tipe I
Tipe II
0,00000
0,00000
0,00000
0,64802
1,40693
1,00292
1,40693
0,13778
0,47982
0,04099
1,17023
1,64163
0,00445
0,16647
0,57973
0,28856
1,12901
1,58381
0,02602
0,00379
0,12884
0,44868
0,41777
1,08264
1,51875
0,32844
0,07196
0,00522
0,16339
0,56901
0,59628
1,23499
1,73248
0,55618
0,01151
0,00075
0,22898
0,79741
1,39545
1,02203
1,43373
0,32517
0,05352
0,00495
0,15454
0,53818
0,69616
1,17982
1,65508
0,32525
0,06880
0,00471
0,16063
0,55939
1,49351
1,22601
1,71989
0,39216
0,03739
0,00667
0,17572
0,61194
0,55074
1,11235
1,56044
Industri Tekstil, 4
Barang Kulit dan Alas Kaki
5
6
7
Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen,
8
Barang Lain Bukan Logam Industri Alat
9
Angkutan, Mesin dan Peralatan
10
Industri Barang Lainnya
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
5.5
Analisis Penetapan Sektor Prioritas Kondisi perekonomian suatu daerah dapat ditingkatkan salah satunya
melalui peningkatan perkembangan sektor-sektor kunci, karena perkembangan dari sektor kunci akan mendorong perkembangan sektor-sektor lain dalam perekonomian. Penentuan subsektor kunci dapat ditentukan melalui beberapa kriteria antara lain berdasarkan kombinasi peringkat keterkaitan ke depan dan ke belakang, peringkat nilai dampak penyebaran, dan nilai total pengganda. Melalui analisis penetapan sektor prioritas ini dapat digunakan untuk membantu pemerintah Kota Bontang dalam menentukan prioritas sektor yang harus dikembangkan.
83
Berdasarkan Tabel 5.19, dapat diketahui subsektor-subsektor pembentuk sektor industri pengolahan yang dapat dijadikan prioritas berdasarkan kombinasi jumlah nilai keterkaitan baik ke depan maupun ke belakang. Tiga subsektor yang dapat dijadikan prioritas berdasarkan nilai keterkaitan ke depan adalah sektor pupuk, kimia dan barang karet, subsektor kertas dan barang cetakan serta subsektor industri kayu dan hasil hutan lainnya. Ketiga subsektor tersebut secara keseluruhan dapat mendukung perkembangan sektor hilirnya dalam penyediaan input bagi sektor lain. Jika ditinjau berdasarkan nilai keterkaitan ke belakang maka tiga subsektor yang diprioritaskan adalah subsektor industri makanan dan minuman, subsektor kertas dan barang cetakan, serta subsektor semen, barang lain bukan logam. Tabel 5.19
Prioritas Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan di Kota Bontang Keterkaitan ke Depan
Sektor Langsung 1 2 3 4 5 6 7
8
9 10
Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang Lainnya
Langsung dan Tidak langsung
Jumlah (Ranking)
Keterkaitan ke Belakang Langsung
Langsung dan Tidak langsung
Jumlah (Ranking)
0,00000
1,00000
1,00000 (10)
0,00000
1,00000
1,00000 (10)
0,00000
1,00000
1,00000 (9)
0,00358
1,00406
1,00764 (9)
0,00000
1,00079
1,00079 (7)
0,23950
1,26704
1,50654 (1)
0,00000
1,00169
1,00169 (5)
0,17312
1,19223
1,36535 (4)
0,00004
1,00235
1,00239 (3)
0,07995
1,09315
1,17310 (7)
0,00000
1,00355
1,00355 (2)
0,25560
1,24697
1,50257 (2)
0,00309
1,39976
1,40285 (1)
0,03000
1,03241
1,06241 (8)
0,00002
1,00143
1,00145 (6)
0,17945
1,19831
1,37776 (3)
0,00002
1,00229
1,00231 (4)
0,17043
1,18765
1,35808 (5)
0,00000
1,00003
1,00003 (8)
0,15686
1,17985
1,33671 (6)
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
84
Kategori selanjutnya untuk menentukan subsektor prioritas sektor berdasakan nilai koefisien dan kepekaan penyebaran. Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tbel 5.20 subsektor yang berada pada prioritas utama berdasarkan kategori ini adalah subsektor industri barang dan cetakan serta subsektor industri semen, barang lain bukan logam. Tabel 5.20
Indeks Prioritas Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan Berdasarkan Nilai Dampak Penyebaran di Kota Bontang Sektor
Koefisien Penyebaran Rendah
Kepekaan Penyebaran Rendah
Prioritas
1
Industri Pengilangan Minyak
IV
2
Industri Gas Alam Cair
Rendah
Rendah
IV
3
Industri Makanan dan Minuman
Tinggi
Rendah
II
4
Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki
Tinggi
Rendah
II
5
Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
Rendah
Tinggi
III
6
Industri Kertas dan Barang Cetakan
Tinggi
Tinggi
I
7
Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet
Rendah
Rendah
IV
8
Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam
Tinggi
Tinggi
I
9
Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan
Tinggi
Rendah
II
10
Industri Barang Lainnya
Tinggi
Rendah
II
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
Analisis sektor prioritas dengan menggunakan pendekatan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran diatas masih memiliki banyak kekurangan karena hasil analisisnya hanya didasarkan pada perankingan sektor. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dapat digunakan pendekatan lain yaitu melalui penentuan ranking kombinasi analisis pengganda standar. Dari hasil analisis penggada standar untuk subsektor-subsektor pembentuk industri pengolahan menunjukkan bahwa subsektor industri kertas dan barang cetakan merupakan subsektor prioritas utama dengan nilai total pengganda 6,09318. Selanjutnya subsektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatan dengan nilai 5,94230
85
menduduki peringkat kedua dan peringkat ketiga diduduki oleh subsektor industri makanan dan minuman dengan nilai 5,87869. Tabel 5.21
Prioritas Berdasarkan Indeks Pengganda Aktual Subsektor Industri Pengolahan di Kota Bontang
Sektor
TOM
TIM
Total
Prioritas
1 2
Industri Pengilangan Minyak 2,00000 0,00000 2,00000 10 Industri Gas Alam Cair 2,72762 2,40985 5,13747 9 Industri Makanan dan 3 3,06683 2,81186 5,87869 3 Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit 4 3,02824 2,71282 5,74106 5 dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan 5 2,68448 2,60139 5,28587 8 Lainnya Industri Kertas dan Barang 6 3,12571 2,96747 6,09318 1 Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan 7 2,95020 2,45576 5,40596 7 Barang Karet Industri Semen, Barang Lain 8 2,99417 2,83490 5,82907 4 Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin 9 2,99640 2,94590 5,94230 2 dan Peralatan 10 Industri Barang Lainnya 3,03814 2,67279 5,71093 6 Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
Keterangan : TOM = Total Output Multiplier TIM
= Total Income Multiplier Berdasarkan analisis ketiga kategori di atas yang meliputi kombinasi
peringkat nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang, kombinasi peringkat nilai koefisien dan kepekaan penyebaran serta kombinasi peringkat dari penjumlahan nilai pengganda (multiplier) maka akan diperoleh peringkat baru untuk subsektor yang dapat dijadikan prioritas. Lima subsektor pembentuk sektor industri pengolahan yang dapat dijadikan prioritas untuk dikembangkan diperoleh dengan
86
menjumlahkan semua indeks prioritas kemudian dilakukan perankingan berdasarkan nilai terendah. Berdasarkan hasil yang tersaji dalam tabel 5.22 dapat diketahui lima subsektor pembentuk industri pengolahan yang dapat dijadikan prioritas utama dalam pengembangan ekonomi di Kota Bontang yaitu: (1) industri kertas dan barang cetakan, (2) industri makanan dan minuman, (3) industri alat angkutan, mesin dan peralatan, (4) industri semen, barang lain bukan logam dan (5) industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Pertumbuhan perekonomian Kota Bontang sangat dipengaruhi oleh sektor industri pengolahan khususnya pengolahan gas alam cair. Meskipun sektor industri pengolahan khususnya pengolahan gas alam cair memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kota Bontang namun sektor ini merupakan sektor dengan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang sewaktu-waktu sumbernya akan habis apabila digali secara terus-menerus. Disamping itu, kehadiran perusahaan pengolahan pertambangan gas alam cair di Kota Bontang belum banyak memberikan perubahan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan hasil pengelolaan sumberdaya alam lebih banyak ditujukan kepada pembangunan fisik dan perekonomian secara makro. Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu daerah. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak tepat akan memberikan dampak negatif yang jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dan hanya dapat dinikmati secara sesaat. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan
87
secara tepat dan bijaksana untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pengelolaan sumberdaya alam harus dipandang sebagai pengelolaan sumberdaya alam yang berprinsip pembangunan berkelanjutan dan berwasasan lingkungan. Dengan teridentifikasinya kelima subsektor tersebut menjadi prioritas untuk dikembangkan, maka pemerintah sangat tepat apabila mengambil keputusan dan kebijakan dengan memerhatikan subsektor kunci tersebut. Hal ini dikarenakan kelima sektor tersebut mempunyai respon yang tinggi terhadap hubungan keterkaitan dan perubahan permintahan akhir sektor-sektor lainnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya serta meningkatkan perekonomian Kota Bontang secara keseluruhan dan berkelanjutan. Tabel 5.22 Prioritas Subsektor Industri Pengolahan di Kota Bontang
ke Depan
ke Belakang
Prioritas Dampak Penyebaran
10
10
4
10
10
44
10
9
9
4
8
9
39
9
7
1
2
2
4
16
2
5
4
2
4
5
20
5
3
7
3
9
7
29
7
2
2
1
1
1
7
1
1
8
4
7
8
28
8
6
3
1
6
3
19
4
4
5
2
5
2
18
3
8
6
2
3
6
25
6
Prioritas Keterkaitan Subsektor
1 2 3 4 5 6 7
8
9 10
Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang Lainnya
Prioritas TOM
TIM
Total
Sektor Prioritas
Sumber : Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Klasifikasi 18 Sektor (diolah)
88
VI. PENUTUP 6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel Input-Output Kota Bontang
Tahun 2010 Klasifikasi 46 sektor, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Sektor industri pengolahan di Kota Bontang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Kota Bontang. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi terhadap pembentukan struktur permintaan, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, dan nilai tambah bruto. Dilihat dari kontribusi untuk struktur permintaan, sektor industri pengolahan memiliki nilai kontribusi terbesar dengan nilai sebesar 94,8917 persen dari total permintaan Kota Bontang. Kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga menempati uratan ketiga terbesar yaitu sekitar 18,48 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sementara itu, untuk konsumsi pemerintah sektor industri pengolahan menempati urutan keempat terbesar yaitu dengan nilai alokasi sebesar 3,39 persen dari total konsumsi pemerintah. Jika dilihat jumlah investasi sektor industri pengolahan berada diurutan kedua terbesar yaitu sebesar Rp 38,41 persen dan memberikan kontribusi terbesar terhadap surplus perdagangan (net ekspor) Kota Bontang dengan nilai Rp 48,259 triliun. Dalam pembentukan nilai tambah bruto Kota Bontang, sektor industri pengolahan merupakan sektor dengan kontribusi terbesar yaitu 94,32 persen dari total nilai tambah bruto.
2.
Berdasarkan hasil analisis keterkaitan, sektor industri pengolahan memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan terbesar kedua (0,00318) dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar ketiga (1,14652).
89
Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan ke depan cukup kuat terhadap sektor-sektor hilirnya dalam penyediaan input. Namun, dilihat dari nilai keterkaitan ke belakang baik secara langsung (0,00734) maupun langsung dan tidak langsung (1,00802) memiliki nilai keterkaitan yang kecil artinya sektor industri pengolahan memiliki ketergantungan lebih besar terhadap output yang berasal dari sektorsektor luar Kota Bontang. Subsektor industri pupuk, kimia dan barang karet memiliki nilai terbesar pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Untuk keterkaitan langsung ke belakang subsektor industri kertas dan barang cetakan memiliki nilai terbesar sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang nilai terbesarnya dimiliki oleh subsektor industri makanan dan minuman. 3. Hasil analisis terhadap dampak penyebaran sektor industri pengolahan menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan belum mampu mendorong pertumbuhan baik sektor hulunya maupun sektor hilirnya karena nilai dari masing-masing kedua indikator yaitu kurang dari satu yaitu untuk koefisien penyebaran memiliki nilai 0,07157 dan kepekaan penyebaran sebesar 0,00819. Namun, secara umum apabila dilakukan perbandingan nilai keduanya, maka nilai koefisien penyebaran lebih besar dibandingkan dengan kepekaan penyebarannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai kemampuan menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan output sektor hulunya dibandingkan dengan kemampuan sektor industri pengolahan untuk mendorong sektor hilirnya meskipun memiliki nilai kurang dari satu. Dalam penelitian ini subsektor yang mempunyai nilai
90
koefisien penyebaran tertinggi adalah subsektor industri makanan dan minuman sedangkan subsektor industri kayu dan hasil hutan merupakan sektor yang mempunyai nilai kepekaan penyebaran tertinggi. 4. Hasil analisis pengganda menunjukkan subsektor pembentuk industri pengolahan yang memiliki nilai pengganda output terbesar untuk tipe I adalah sektor industri makanan dan minuman (1,26704) dan tipe II adalah industri pupuk, kimia dan barang karet (1,91779). Subsektor kertas dan barang cetakan memiliki nilai pengganda pendapatan tipe I dan tipe II terbesar yaitu 1,23349 dan 1,73248. 6.2
Saran Berdasarkan hasil analisis mengenai peranan sektor industri pengolahan
Kota Bontang, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian kota bontang ditinjau dari struktur perekonomian (pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, dan nilai tambah bruto) karena sektor industri pengolahan memiliki nilai kontribusi yang sangat besar. Namun, berdasarkan hasil analisis bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan yang kurang kuat sehingga kurang mampu mendorong perkembangan sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bontang. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan sektor-sektor perekonomian lain khususnya sektor industri pengolahan itu sendiri dengan melihat subsektor-subsektor yang memiliki keterkaitan dan kemampuan yang kuat dalam mendorong pertumbuhan sektor hilir maupun sektor hulunya.
91
2. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil analisis penetapan subsektor prioritas menunjukkan bahwa lima subsektor yang dapat dijadikan prioritas utama oleh pemerintah Kota Bontang yaitu: (1) industri kertas dan barang cetakan, (2) industri makanan dan minuman, (3) industri alat angkutan, mesin dan peralatan, (4) industri semen, barang lain bukan logam dan (5) industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Dengan informasi tersebut diharapkan pemerintah lebih memprioritaskan perkembangan kelima subsektor tersebut karena sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lain sehingga dapat mengatasi berbagai masalah ekonomi yang dihadapi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kota Bontang. 2010. Tabel Input Output Kota Bontang Tahun 2010. Kerjasama Badan Pusat Statistik Kota Bontang dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bontang. _______________________________. 2010. Perekonomian Kota Bontang 2010. Bontang. _______________________________. 2010. Bontang dalam Angka 2010. Bontang. _______________________________. 2010. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bontang Menurut Lapangan Usaha Kota Bontang 2010. Bontang. _______________________________. 2010. Statistik Daerah Kota Bontang 2010. Bontang. _______________________________. 2011. Bontang dalam Angka 2011. Bontang. _______________________________. 2011. Statistik Daerah Kota Bontang 2011. Bontang. Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. 2011. Perkembangan Indeks Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang 2008-2011. BPS. Jakarta. Bangun, O. Br. dan M. Parulian. H. 2008. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. Vol 1. No. 2 : 90-111. Damanhuri, D. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Penerbit IPB Press, Bogor. Daryanto, A. dan Y. Hafizrianda. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Penerbit IPB Press, Bogor. Dumairy, M. A. dan Sumiharti, Y [editor]. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
93
Nazara, S. 2008. Analisis Input Output. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Priyarsono, D.S., Sahara, dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta. Simatupang, P. 1990. Agro Industri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. Stanny, D. 2009. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, T. 2003. Perekonomian Indonesia, Beberapa Permasalahan Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta. Todaro, Michael P. dan Smith, Stephen C. 2004. Pembangunan Ekonomi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
94
LAMPIRAN
95
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor-Sektor Perkonomiam Kota Bontang Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Bontang 2010 No 1
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pertanian Padi dan Palawija Pertanian Hortikultura Sayuran, Buah dan Umbi - Umbian Tanaman Lainnya Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Laut Perikanan Darat Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Non Migas Penggalian Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman
15
Industri Tekstil, Brang Kulit dan Alas Kaki
6
16 17 18
Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang Lainnya Listrik
7 8 9
2
19 20 21 22
KLASIFIKASI 18 SEKTOR
NAMA SEKTOR
KLASIFIKASI 9 SEKTOR
1
Pertanian
1
Pertanian
1
Pertanian
1
Pertanian
1 1 1 1 1 1 2 2 2 3 4 5
Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengilangan Minyak Industri Gas Alam Cair Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Brang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Industri Kertas dan Barang Cetakan Industri Pupuk, Kimia dan Barang Karet Industri Semen, Barang Lain Bukan Logam Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan Industri Barang Lainnya Listrik Gas dan Air Bersih
1 1 1 1 1 1 2 2 2 3 3 3
Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan
3
Industri Pengolahan
3 3 3
Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan
3
Industri Pengolahan
3
Industri Pengolahan
3 4
Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bersih
10 11 12 13
96 23 24 25 26 27 28 29 30
35 36
Air Bersih Konstruksi Gedung Konstruksi Bangunan Sipil Konstruksi Lainnya Perdagangan Restaurant dan Rumah Makan Hotel Angkutan Darat Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Angkutan Laut Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan dan Pergudangan Pos dan Komunikasi Jasa Penunjang Komunikasi
37
Bank
17
Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
8
38
Asuransi dan Dana Pensiun
17
Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
8
39
jasa Keungan Lainnnya
17
Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
8
40
Jasa Persewaan
17
Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
8
41
Jasa Perusahaan
17
Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
8
31 32 33 34
13 14 14 14 15 15 15 16
Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan Bangunan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restaurant Perdagangan, Hotel dan Restaurant Perdagangan, Hotel dan Restaurant Transportasi dan Komunikasi
4 5 5 5 6 6 6 7
Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan Bangunan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restaurant Perdagangan, Hotel dan Restaurant Perdagangan, Hotel dan Restaurant Pengangkutan dan Komunikasi
16
Transportasi dan Komunikasi
7
Pengangkutan dan Komunikasi
16 16
Transportasi dan Komunikasi Transportasi dan Komunikasi
7 7
Pengangkutan dan Komunikasi Pengangkutan dan Komunikasi
16
Transportasi dan Komunikasi
7
Pengangkutan dan Komunikasi
16 16
Transportasi dan Komunikasi Transportasi dan Komunikasi
7 7
Pengangkutan dan Komunikasi Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
97 42 43 44 45 46
Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan Jasa Sosial dan Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumahtangga Kegiatan yang tidak jelas batasannya
18 18 18 18 18
Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya
9 9 9 9 9
Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya Jasa - Jasa Lainnya
98
Lampiran 2. Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 18 Sektor, diolah (Juta Rupiah) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 190 200 201 202 203 204 205 209 210
1 549 0 0 0 34 0 4 0 1.659 0 1 0 80 43 3.271 173 124 34 5.972 9.557 9.873 33.866 1.335 356 0 54.987 60.959
2 0 42 0 0 0 0 0 1 1.578 0 3 0 1 2.768 1.481 726 591 136 7.327 13.628 19.995 45.194 4.702 3.305 0 86.824 94.151
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 3.257 0 0 151 39 0 8 55.168 0 836 7 14.514 107.953 30.168 41.669 38.638 2.123 294.531 37.926.333 2.167.485 34.391.177 7.406.168 156.369 0 82.047.532 82.342.063
5 174 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 11 6 177 7 46 0 422 515 286 483 36 20 0 1.340 1.762
6
7
8
4 0 0 0 0 2 0 0 26 0 0 0 8 4 152 9 5 0 210 443 200 292 64 3 0 1.002 1.212
0 0 0 0 0 0 4 0 19 0 0 0 142 9 235 61 23 2 495 1.830 1.740 1.831 219 77 0 5.697 6.192
0 0 0 0 0 0 0 3 67 0 0 0 3 9 111 15 7 0 215 314 128 277 17 3 0 739 954
9 10.127 1.094 0 0 21 119 448 139 208.508 2 618 1 17.668 3.789 31.647 59.397 62.454 7.690 403.722 7.484.419 2.454.968 2.664.811 421.472 27.458 0 13.053.128 13.456.850
10
11
0 89 0 0 0 0 0 0 139 2 0 0 37 37 248 10 2 0 564 1.021 445 1.055 45 12 0 2.578 3.142
1 1 0 0 0 0 1 0 1.297 0 20 0 129 558 305 436 173 17 2.938 5.606 2.771 4.919 597 407 0 14.300 17.238
12 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 4 0 7 1 1 1 16 43 13 26 4 3 0 89 105
13 0 0 0 0 0 0 0 1 4.246 0 27 1 9.577 2.525 4.202 1.050 449 746 22.824 31.165 12.957 10.631 11.520 362 0 66.635 89.459
14 0 88.705 0 0 6 0 3.519 153 31.320 1.808 329 12 5.417 2.601 296.058 22.524 21.949 5.389 479.790 1.148.928 544.352 603.861 104.747 2.673 0 2.404.561 2.884.351
15 989 0 0 0 55 1 15 90 2.170 1 27 6 9.143 4.022 11.011 13.678 53.119 2.616 96.943 189.492 187.882 343.090 114.179 69.421 0 904.064 1.001.007
16 384 0 0 0 6 2 0 11 4.162 0 66 0 1.702 2.472 6.933 9.160 2.090 383 27.371 60.081 41.426 78.098 26.871 3.059 0 209.535 236.906
17 0 0 0 0 5 1 0 12 431 5 11 0 2.376 15.323 1.369 1.539 3.462 1.140 25.674 33.535 53.568 122.423 23.772 7.697 0 240.995 266.669
18 184 0 0 0 3 3 1 3 1.413 0 21 0 205 156 2.156 236 531 50 4.962 7.891 439.723 15.513 56.961 216 0 520.304 525.266
180 12.412 93.189 0 0 281 167 3.992 421 312.205 1.818 1.959 27 61.017 142.275 389.531 150.691 183.664 20.327 1.373.976 46.914.801 5.937.812 38.317.547 8.172.709 271.441 0 99.614.310 100.988.286
99
Sektor
301
302
303
304
305
306
309
310
401
402
409
501
502
509
600
700
1
42.112
0
4
1.913
4.524
0
48.553
60.965
0
0
0
0
0
0
60.965
60.965
2
0
0
0
965
0
0
965
94.154
0
0
0
0
0
0
94.154
94.154
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
986.534
81.355.527
0
82.342.061
82.342.061
0
0
0
0
0
0
82.342.061
82.342.061
5
1.437
0
0
42
2
0
1.481
1.762
0
0
0
0
0
0
1.762
1.762
6
825
209
1
11
0
0
1.046
1.213
0
0
0
0
0
0
1.213
1.213
7
496
43
1.504
92
64
0
2.199
6.191
0
0
0
0
0
0
6.191
6.191
8
204
227
11
90
0
0
532
953
0
0
0
0
0
0
953
953
9
47.108
19.504
670.905
82.693
12.324.433
0
13.144.643
13.456.848
0
0
0
0
0
0
13.456.848
13.456.848
10
3
24
1.273
25
0
0
1.325
3.143
0
0
0
0
0
0
3.143
3.143
11
310
76
14.824
27
43
0
15.280
17.239
0
0
0
0
0
0
17.239
17.239
12
39
16
18
2
0
0
75
102
0
0
0
0
0
0
102
102
13
15.236
13.210
0
0
0
0
28.446
89.463
0
0
0
0
0
0
89.463
89.463
14
3.270
4.712
2.734.098
0
0
0
2.742.080
2.884.355
0
0
0
0
0
0
2.884.355
2.884.355
15
33.976
2.317
81.456
0
493.489
237
611.475
1.001.006
0
0
0
0
0
0
1.001.006
1.001.006
16
59.673
24.644
0
0
0
1.902
86.219
236.910
0
0
0
0
0
0
236.910
236.910
17
58.830
24.066
0
0
0
96
82.992
266.656
0
0
0
0
0
0
266.656
266.656
18
9.320
495.284
0
0
0
332
504.936
525.263
0
0
0
0
0
0
525.263
525.263
190
272.839
584.332
3.504.094
1.072.394
94.178.082
2.567
99.614.308
100.988.284
0
0
0
0
0
0
100.988.284
100.988.284
Lampiran 3. Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010, Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor, diolah (Juta Rupiah) sektor
1
2
3
5
4
6
7
8
9
1
549
0
10306
0
0
989
384
0
184
2
0
42
4442
0
88705
0
0
0
0
3
1698
1582
267647
4275
37147
2365
4247
465
1444
4
80
1
32516
9577
5417
9143
1702
2376
205
5
43
2768
112365
2525
2601
4022
2472
15323
156
6
3271
1481
63050
4202
296058
11011
6933
1369
2156
7
173
726
101605
1050
22524
13678
9160
1539
236
8
124
591
101349
449
21949
53119
2090
3462
531
9
34
136
9833
746
5389
2616
383
1140
50
5972
7327
703113
22824
479790
96943
27371
25674
4962
45420524
31165
1148928
189492
60081
33535
7891
190 200
9557
13628
201
9873
19995
4628036
12957
544352
187882
41426
53568
439723
202
33866
45194
37064871
10631
603861
343090
78098
122423
15513
203
1335
4702
7828622
11520
104747
114179
26871
23772
56961
204
356
3305
184352
362
2673
69421
3059
7697
216
205
0
0
0
0
0
0
0
0
0
209
54987
86824
95126405
66635
2404561
904064
209535
240995
520304
210
60959
94151
95829518
89459
2884351
1001007
236906
266669
525266
101 180
sektor
301
302
303
304
305
306
309
310
401
402
409
501
502
509
600
700
1
12412
42112
0
4
1913
4524
0
48553
60965
0
0
0
0
0
0
60965
60965
2
93189
0
0
0
965
0
0
965
94154
0
0
0
0
0
0
94154
94154
3
320870
50422
20099
688536
1069516
93680069
0
95508642
95829512
0
0
0
0
0
0
95829512
95829512
4
61017
15236
13210
0
0
0
0
28446
89463
0
0
0
0
0
0
89463
89463
5
142275
3270
4712
2734098
0
0
0
2742080
2884355
0
0
0
0
0
0
2884355
2884355
6
389531
33976
2317
81456
0
493489
237
611475
1001006
0
0
0
0
0
0
1001006
1001006
7
150691
59673
24644
0
0
0
1902
86219
236910
0
0
0
0
0
0
236910
236910
8
183664
58830
24066
0
0
0
96
82992
266656
0
0
0
0
0
0
266656
266656
9
20327
9320
495284
0
0
0
332
504936
525263
0
0
0
0
0
0
525263
525263
190
1373976
272839
584332
3504094
1072394
94178082
2567
99614308
100988284
0
0
0
0
0
0
100988284
100988284
200
46914801
201
5937812
202
38317547
203
8172709
204
271441
205
0
209
99614310
210
100988286
102
Lampiran 4. Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 18 Sektor (diolah) SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 TOTAL P1 P2 P3 P4 P5 P6 TOTAL
1 0,00901 0,00000 0,00000 0,00000 0,00056 0,00000 0,00007 0,00000 0,02721 0,00000 0,00002 0,00000 0,00131 0,00071 0,05365 0,00284 0,00203 0,00056 0,09796 0,15686 0,16195 0,55550 0,02190 0,00584 0,00000 1,00000
2 0,00000 0,00045 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,01676 0,00000 0,00003 0,00000 0,00001 0,02940 0,01573 0,00771 0,00628 0,00144 0,07782 0,14477 0,21236 0,48000 0,04994 0,03510 0,00000 1,00000
3 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000
4 0,00000 0,00004 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00067 0,00000 0,00001 0,00000 0,00018 0,00131 0,00037 0,00051 0,00047 0,00003 0,00358 0,46059 0,02632 0,41766 0,08994 0,00190 0,00000 1,00000
5 0,09875 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00057 0,00000 0,00000 0,00000 0,00624 0,00341 0,10045 0,00397 0,02611 0,00000 0,23950 0,29288 0,16232 0,27412 0,02043 0,01135 0,00000 1,00000
6 0,00330 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00165 0,00000 0,00000 0,02143 0,00000 0,00000 0,00000 0,00660 0,00330 0,12531 0,00742 0,00412 0,00000 0,17312 0,36603 0,16488 0,24073 0,05276 0,00247 0,00000 1,00000
7 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00065 0,00000 0,00307 0,00000 0,00000 0,00000 0,02294 0,00145 0,03796 0,00985 0,00372 0,00032 0,07995 0,29543 0,28105 0,29575 0,03537 0,01244 0,00000 1,00000
8 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00315 0,07030 0,00000 0,00000 0,00000 0,00315 0,00944 0,11647 0,01574 0,00735 0,00000 0,22560 0,32844 0,13431 0,29066 0,01784 0,00315 0,00000 10,00000
9 0,00075 0,00008 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,00003 0,00001 0,01549 0,00000 0,00005 0,00000 0,00131 0,00028 0,00235 0,00441 0,00464 0,00057 0,03000 0,55618 0,18234 0,19803 0,03132 0,00204 0,00000 1,00000
10 0,00000 0,02832 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,04423 0,00064 0,00000 0,00000 0,01177 0,01177 0,07891 0,00318 0,00064 0,00000 0,17945 0,32517 0,14158 0,33567 0,01432 0,00382 0,00000 1,00000
11 0,00006 0,00006 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00006 0,00000 0,07524 0,00000 0,00016 0,00000 0,00748 0,03237 0,01769 0,02529 0,01004 0,00099 0,17043 0,32525 0,16704 0,28534 0,03463 0,02361 0,00000 1,00000
12 0,00000 0,00980 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00980 0,00000 0,00000 0,00000 0,03922 0,00000 0,68630 0,00980 0,00980 0,00980 0,15686 0,39216 0,12745 0,25490 0,03922 0,02941 0,00000 1,00000
13 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,04746 0,00000 0,00030 0,00001 0,10705 0,02822 0,04697 0,01774 0,00502 0,00834 0,25512 0,34840 0,14483 0,11883 0,12877 0,00405 0,00000 1,00000
14 0,00000 0,03075 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00122 0,00005 0,01086 0,00063 0,00011 0,00000 0,00188 0,00900 0,10264 0,00781 0,00761 0,00187 0,16634 0,39833 0,18873 0,20936 0,03632 0,00093 0,00000 1,00000
103
Lanjutan Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 18 Sektor (diolah) SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 TOTAL P1 P2 P3 P4 P5 P6 TOTAL
15 0,00099 0,00000 0,00000 0,00000 0,00005 0,00000 0,00001 0,00009 0,00217 0,00000 0,00003 0,00001 0,00913 0,00402 0,11000 0,01366 0,05307 0,00261 0,96850 0,18930 0,18769 0,34275 0,11406 0,06935 0,00000 1,00000
16 0,00162 0,00000 0,00000 0,00000 0,00003 0,00001 0,00000 0,00005 0,01757 0,00000 0,00028 0,00000 0,00718 0,01043 0,02926 0,03866 0,00882 0,00162 0,11553 0,25362 0,17486 0,32965 0,11342 0,01291 0,00000 1,00000
17 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00002 0,00000 0,00000 0,00005 0,00162 0,00002 0,00004 0,00000 0,00891 0,05746 0,00513 0,00577 0,01298 0,00428 0,09628 0,12571 0,20089 0,45310 0,08915 0,02886 0,00000 1,00000
18 0,00035 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001 0,00001 0,00000 0,00001 0,00269 0,00000 0,00004 0,00000 0,00039 0,00030 0,00410 0,00045 0,00101 0,00010 0,00945 0,01502 0,83715 0,02953 0,10844 0,00041 0,00000 1,00000
TOTAL 0,00012 0,00092 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00004 0,00000 0,00309 0,00002 0,00002 0,00000 0,00060 0,00141 0,00386 0,00149 0,00182 0,00020 0,01361 0,46456 0,05880 0,37943 0,08093 0,00269 0,00000 1,00000
F1 0,15435 0,00000 0,00000 0,00000 0,00053 0,00302 0,00182 0,00075 0,17266 0,00001 0,00114 0,00014 0,05584 0,01199 0,12453 0,21871 0,21562 0,03416 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000
F2 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00036 0,00007 0,00039 0,03338 0,00004 0,00013 0,00003 0,02661 0,00806 0,00397 0,04217 0,04119 0,84761 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000
F3 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00043 0,00000 0,19146 0,00036 0,00423 0,00001 0,00000 0,78026 0,02325 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000
F4 0,00178 0,00090 0,00000 0,91994 0,00004 0,00001 0,00009 0,00008 0,07711 0,00002 0,00002 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000
F5 0,00005 0,00000 0,00000 0,86385 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,13086 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00524 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000
F6 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,09233 0,74094 0,03740 0,12933 1,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000
TOTAL 0,00030 0,00047 0,00000 0,41047 0,00001 0,00001 0,00003 0,00000 0,06708 0,00002 0,00009 0,00000 0,00045 0,01438 0,00499 0,00118 0,00133 0,00262 0,50342 0,23387 0,02960 0,19101 0,04074 0,00135 0,00000 1,00000
104
Lampiran 5. Matriks Koefisien Klasifikasi 9 Sektor (diolah) Sektor 1 2
1
2
3
4
5
6
7
0,00901
0,00000
0,00011
0,00000
0,00000
0,00099
0,00162
0,00045
0,00005
0,00000
0,03075
0,00000
0,00000
8
9
TOTAL
F1
F2
F3
F4
F5
F6
TOTAL
0,00000
0,00035
0,00012
0,00000
0,00000
0,00000
0,00178
0,00005
0,00000
0,00030
0,00000
0,00000
0,00000
0,00092
-0,00001
0,00000
0,00000
0,00090
0,00000
0,00000
0,00047
3
0,02785
0,01680
0,00279
0,04779
0,01288
0,00236
0,01793
0,00174
0,00275
0,00318
0,18483
0,03440
0,19649
0,99732
0,99471
0,00000
0,47771
4
0,00131
0,00001
0,00034
0,10705
0,00188
0,00913
0,00718
0,00891
0,00039
0,00060
0,05583
0,02261
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00045
5
0,00071
0,02940
0,00117
0,02823
0,00090
0,00402
0,01043
0,05746
0,00030
0,00141
0,01197
0,00806
0,78026
0,00000
0,00000
0,00000
0,01438
6
0,05366
0,01573
0,00066
0,04697
0,10264
0,01100
0,02926
0,00513
0,00410
0,00386
0,12453
0,00397
0,02325
0,00000
0,00524
0,09233
0,00499
7
0,00284
0,00771
0,00106
0,01774
0,00781
0,01366
0,03867
0,00577
0,00045
0,00149
0,21870
0,04217
0,00000
0,00000
0,00000
0,74094
0,00118
8
0,00203
0,00628
0,00106
0,00502
0,00761
0,05307
0,00882
0,01298
0,00101
0,00182
0,21567
0,04119
0,00000
0,00000
0,00000
0,03740
0,00133
9
0,00056
0,00144
0,00010
0,00834
0,00187
0,00261
0,00162
0,00427
0,00010
0,00020
0,03417
0,84761
0,00000
0,00000
0,00000
0,12933
0,00262
TOTAL
0,09797
0,07782
0,00734
0,25513
0,16634
0,09685
0,11554
0,09628
0,00945
0,01361
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
0,50342
P1
0,15678
0,14475
0,47397
0,34837
0,39833
0,18930
0,25361
0,12576
0,01502
0,46456
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,23387
P2
0,16196
0,21237
0,00483
0,14484
0,18873
0,18769
0,17486
0,20088
0,83714
0,05880
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,02960
P3
0,55555
0,48002
0,38768
0,11884
0,20936
0,34274
0,32966
0,45908
0,02953
0,37943
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,19101
P4
0,02190
0,04994
0,08169
0,12877
0,03632
0,11406
0,11342
0,08914
0,10844
0,08093
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,04074
P5
0,00584
0,03510
0,00192
0,00405
0,00093
0,06935
0,01291
0,02886
0,00041
0,00269
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00135
P6
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
TOTAL
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
1,00000
105
Lampiran 6. Matriks Balikan Leontief Klasifikasi 18 sektor (diolah) sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Total
1
1,00923
0,00005
0,00000
0,00000
0,09978
0,00350
0,00006
0,00021
0,00078
0,00013
0,00019
0,00011
0,00013
0,00013
0,00104
0,00175
0,00003
0,00036
1,11747
2
0,00004
1,10014
0,00000
0,00008
0,00019
0,00015
0,00009
0,00035
0,00010
0,02878
0,00111
0,00990
0,00101
0,03089
0,00024
0,00037
0,00181
0,00001
1,07649
3
0,00000
0,00000
1,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
1,00000
4
0,00000
0,00000
0,00000
1,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
1,00000
5
0,00057
0,00000
0,00000
0,00000
1,00006
0,00001
0,00000
0,00001
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00001
0,00006
0,00003
0,00002
0,00001
1,00079
6
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
1,00165
0,00000
0,00000
0,00001
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00001
0,00000
0,00001
1,00169
7
0,00070
0,00004
0,00000
0,00000
0,00002
0,00001
1,00065
0,00002
0,00003
0,00002
0,00010
0,00000
0,00004
0,00123
0,00002
0,00002
0,00007
0,00000
1,00235
8
0,00001
0,00001
0,00000
0,00000
0,00001
0,00001
0,00000
1,00317
0,00001
0,00001
0,00001
0,00001
0,00002
0,00006
0,00010
0,00005
0,00005
0,00001
1,00355
9
0,02882
0,01762
0,00000
0,00072
0,00423
0,02287
0,00472
0,07265
1,01595
0,04657
0,07992
0,01276
0,05488
0,01225
0,00326
0,01931
0,00302
0,00280
1,39976
10
0,00000
0,00002
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00001
0,00000
1,00065
0,00002
0,00000
0,00002
0,00063
0,00001
0,00001
0,00006
0,00000
1,00143
11
0,00002
0,00004
0,00000
0,00001
0,00001
0,00001
0,00001
0,00002
0,00005
0,00001
1,00118
0,00002
0,00035
0,00012
0,00004
0,00030
0,00005
0,00004
1,00229
12
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
1,00000
0,00001
0,00000
0,00001
0,00000
0,00000
0,00000
1,00003
13
0,00218
0,00045
0,00000
0,00022
0,00864
0,00895
0,02628
0,00520
0,00161
0,00142
0,00916
0,04493
1,12084
0,00347
0,01106
0,00888
0,01044
0,00050
1,27705
14
0,00135
0,03010
0,00000
0,00136
0,00611
0,00485
0,00284
0,01118
0,00069
0,01377
0,03384
0,00281
0,03265
1,00325
0,00770
0,01193
0,05882
0,00041
1,22367
15
0,05527
0,01943
0,00000
0,00054
0,10841
0,12844
0,04033
0,12037
0,00278
0,08270
0,02296
0,07249
0,05732
0,10530
1,01327
0,03270
0,01214
0,00427
1,87875
16
0,00397
0,00869
0,00000
0,00056
0,00634
0,00989
0,01123
0,01872
0,00476
0,00525
0,02750
0,01203
0,01510
0,01010
0,01495
1,04106
0,00690
0,00056
1,19761
17
0,00526
0,00781
0,00000
0,00053
0,03266
0,01138
0,00621
0,01456
0,00499
0,00572
0,01234
0,01432
0,00945
0,01377
0,05475
0,01130
1,01441
0,00128
1,22073
18
0,00077
0,00161
0,00000
0,00004
0,00058
0,00050
0,00070
0,00051
0,00063
0,00046
0,00133
0,01048
0,00966
0,00231
0,00302
0,00193
0,00458
1,00012
1,03922
1,10697
1,08725
1,00000
1,00406
1,26704
1,19233
1,09315
1,24697
1,03241
1,19831
1,18765
1,17985
1,30149
1,18351
1,10953
1,12966
1,11241
1,01038
20,44286
Total
106
Lampiran 7. Matriks Balikan Leontief Klasifikasi 9 Sektor (diolah) SEKTOR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
1
1,00915
0,00004
0,00011
0,00009
0,00012
0,00104
0,00174
0,00003
0,00036
1,01267
2
0,00004
1,00137
0,00009
0,00101
0,03087
0,00024
0,00037
0,00181
0,00001
1,03581
3
0,02852
0,01750
1,00287
0,05546
0,01410
0,00344
0,01945
0,00323
0,00282
1,14652
4
0,00214
0,00043
0,00041
1,12078
0,00341
0,01105
0,00886
0,01043
0,00050
1,15801
5
0,00137
0,03011
0,00127
0,03268
1,00324
0,00770
0,11930
0,05881
0,00041
1,14753
6
0,05516
0,01939
0,00087
0,05721
0,10517
1,01325
0,03264
0,01212
0,00426
1,30006
7
0,00386
0,00862
0,00114
0,01489
0,01003
0,01494
1,04099
0,00689
0,00055
1,10192
8
0,00513
0,00774
0,00114
0,00923
0,01371
0,05474
0,01123
1,01439
0,00127
1,11859
9
0,00076
0,00161
0,00012
0,00963
0,00230
0,00301
0,00192
0,00458
1,00012
1,02404
TOTAL
1,10614
1,08681
1,00802
1,30011
1,18296
1,10940
1,12912
1,11229
1,01030
10,04514