ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT
OLEH TRIYANTO WIBOWO H14053207
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
TRIYANTO WIBOWO. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur: Analisis Input-Output (dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun perekonomian, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian, diperlukan pemanfaatan potensi semua sumber daya baik alam maupun manusia yang ada terutama dari daerah-daerah sentra produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Daerah sentra produksi komoditi pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa. Meskipun sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur, tetapi belum tentu hal tersebut mencerminkan bahwa sektor tersebut juga mampu mengundang penanaman investasi yang besar juga. Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan baik bagi pemerintah maupun swasta domestik dan asing. Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan perekonomian daerah sehingga belum memberikan tingkat return yang tinggi bagi mereka. Padahal investasi diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang, dampak penyebaran, dan efek multiplier dari sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. Selain itu juga untuk menganalisis bagaimana peranan investasi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Analisis Input-Output pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis bagaimana keterkaitan, dampak penyebaran, dampak multiplier dari sektor pertanian digunakan Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur tahun 2006. Untuk analisis kebijakan investasi digunakan data dari nilai anggaran yang dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2006. Hasil penelitian menunjukkan nilai keterkaitan ke depan terbesar ada pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan nilai keterkaitan ke depan sektor pertanian berada di urutan ketujuh dari sembilan sektor. Nilai keterkaitan ke belakang terbesar ada pada sektor listrik, gas, dan air minum, sedangkan nilai keterkaitan ke belakang sektor pertanian berada di urutan terakhir.
Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang memakai input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor pertanian tidak mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang memakai input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya kurang dari satu. Sektor listrik, gas, dan air minum mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor pertanian tidak mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai koefisien penyebarannya kurang dari satu. Sesuai dengan analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor listrik, gas, dan air minum memiliki nilai multiplier output dan tenaga kerja terbesar. Sektor Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan memiliki nilai multiplier pendapatan terbesar, sedangkan sektor pertanian nilai multiplier output dan tenaga kerjanya berada di urutan terakhir, dan multiplier pendapatannya berada di urutan ke delapan dari sembilan sektor. Hasil analisis kebijakan investasi menunjukkan bahwa sub sektor tanaman perkebunan memiliki dampak terhadap pendapatan dan tenaga kerja tertinggi, sedangkan sub sektor perikanan memilki dampak terhadap output tertinggi di seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian, sesuai dengan hasil perhitungan dalam analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil peranannya dalam peningkatan output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Sesuai analisis kebijakan investasi dapat diketahui bahwa dengan adanya investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan. Sub sektor tanaman perkebunan dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi di seluruh sektor perekonomian. Saran yang didapat berdasarkan penelitian ini, yaitu diperlukan peran pemerintah untuk mendorong produksi output dan penyediaan input sektor pertanian untuk menjadikannya sebagai sektor unggulan. Jika pemerintah ingin meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya dialokasikan pada sub sektor perikanan. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub sektor tanaman perkebunan.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Triyanto Wibowo H14053207
Judul Skripsi : Analisis Peranan Sektor Pertanian dan Dampak Investasinya terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Analisis Input-Output) Nama
: Triyanto Wibowo
NIM
: H14053207
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
(Alla Asmara, S.Pt, M.Si) NIP. 19730113 199702 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
(Rina Oktaviani, Ph.D) NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus :
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT
Oleh TRIYANTO WIBOWO H14053207
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Triyanto Wibowo lahir pada tanggal 30 Desember 1986 di Mojokerto, sebuah kota kecil yang berada di Propinsi Jawa Timur. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Soekarno, SH (alm) dan Susetyowati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kranggan I pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMPN 2 Mojokerto dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima di SMAN I Sooko pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, yang nantinya dapat berguna dalam pembangunan kota Mojokerto tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LAWALATA Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...............................................................................
7
1.3. Tujuan ....................................................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .....................
10
2.1. Tinjauan Teori ......................................................................................
10
2.1.1. Definisi Pertanian .......................................................................
10
2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian ....................................................
11
2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian ..................
12
2.1.4. Investasi Sektor Pertanian ..........................................................
14
2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ...............................
16
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................................
20
2.3. Analisis Input-Output ...........................................................................
22
2.3.1. Struktur Tabel Input-Output .......................................................
23
2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output .....
28
2.3.3. Analisis Keterkaitan ...................................................................
30
2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran .....................................................
30
2.3.5. Analisis Multiplier......................................................................
31
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional .........................................................
34
III. METODE PENELITIAN ...........................................................................
36
3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................
36
3.2. Metode Analisis .................................................................................
36
3.2.1. Analisis Keterkaitan .................................................................
37
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran ..................................................
37
3.2.3. Analisis Multiplier ...................................................................
39
3.2.4. Koefisien Pendapatan...............................................................
42
3.2.5. Koefisien Tenaga Kerja ...........................................................
43
3.2.6. Analisis Kebijakan Investasi ....................................................
43
IV. GAMBARAN UMUM ..............................................................................
45
4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur .........................
45
4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur ..............
47
4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur .........................
49
4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan .....................................
50
4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ............................................
51
4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya ..............................
52
4.3.4. Sub Sektor Kehutanan..............................................................
53
4.3.5. Sub Sektor Perikanan ...............................................................
54
4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur ...........
55
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
58
5.1 Analisis Keterkaitan ..............................................................................
58
5.1.1 Keterkaitan ke Depan ....................................................................
58
5.1.2 Keterkaitan ke Belakang ................................................................
61
5.2 Analisis Dampak Penyebaran ................................................................
64
5.2.1 Kepekaan Penyebaran ....................................................................
65
5.2.2 Koefisien Penyebaran ....................................................................
67
5.3 Analisis Multiplier .................................................................................
70
5.3.1 Multiplier Output ...........................................................................
70
5.3.2 Multiplier Pendapatan ....................................................................
72
5.3.3 Multiplier Tenaga Kerja ................................................................
74
5.4 Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur.......................................................................................................... 76 5.4.1 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan..............
77
5.4.2 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan .....................
79
5.4.3 Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya .......
81
5.4.4 Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan ......................................
83
5.5.5 Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan........................................
85
VI. PENUTUP .................................................................................................
88
6.1 Kesimpulan .........................................................................................
88
6.2 Saran ...................................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
91
LAMPIRAN .....................................................................................................
94
i
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) ...................................................
2
1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jutaan) ..............................................................
3
1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa) .............................................
4
1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (ribu US$) ................................................
5
1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (juta Rp) ...................................................
6
2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output ......................................................................
24
4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Timur................................................................................................
46
4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) .........................................................................
48
4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) ..
49
4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) .........
57
5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor..................................................
59
5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor .............................................................
62
5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor..............................
65
5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor .........................................
68
5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor..................................................
71
5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor..................................................
73
5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor..................................................
75
ii
5.8. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)....................................................
78
5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ............................................................
80
5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ................................................. 82 5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) .......................................................................
84
5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) .......................................................................
86
5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur ......................................................................................................
87
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Fungsi Investasi .........................................................................................
17
2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil ...........................................
18
2.3. Bagan Kerangka Pemikiran.......................................................................
35
5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor .........................................................
60
5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor ....................................................................
64
5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor...........................................
66
5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor ......................................................
69
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2006 .................
94
2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 95 3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 96 4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur 2006
97
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi alam yang sangat mendukung untuk kegiatan pertanian. Kegiatan di sektor pertanian ini sangat berpeluang dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, karena pada dasarnya pembangunan di sektor pertanian tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Prinsip yang melandasinya adalah pembangunan berkesinambungan yang mampu memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dimana jumlah penduduk miskinnya lebih dominan daripada di perkotaan. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun perekonomian nasional, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Disamping itu juga, sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya. Hal ini karena pertanian merupakan sektor yang tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus seperti di sektor-sektor yang lain seperti industri atau pertambangan. Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian nasional, diperlukan pemanfaatan potensi semua sumber daya baik alam maupun manusia yang ada di seluruh Indonesia terutama dari daerah-daerah sentra produksi pertanian dengan
2
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Daerah sentra produksi komoditi pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2004 sampai tahun 2007 selalu mengalami peningkatan rata-rata sebesar 17 persen setiap tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) Provinsi Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat
2004 43.331,49 28.606,24 34.457,72
2005 44.700,98 29.924,64 34.942,02
2006 46.486,28 31.002,20 34.822,02
2007 47.942,97 31.862,70 35.687,49
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 Seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai tahun 2007. Sektor pertanian sendiri memiliki sumbangan yang cukup besar terhadap perekonomian karena berada pada urutan keempat dari semua sektor yang ada di Provinsi Jawa Timur. Meskipun cukup besar sumbangannya dan selalu meningkat dari tahun ke tahun, tapi secara persentase mengalami penurunan dari tahun 2004 sebesar 17,8 persen turun menjadi 16,6 persen pada tahun 2007. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur terutama karena disokong oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dari tahun 2004 sebesar 28 persen naik menjadi 31 persen pada tahun 2007. Sektor industri pengolahan juga berperan cukup besar dengan persentase 27 persen pada tahun 2004 tapi turun menjadi 26 persen pada tahun 2007.
3
Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam juta rupiah) Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Produk Domestik Regional Bruto
2004 43.331.493,13
2005*) 44.700.984,17
2006*) 46.486.277,6
2007**) 47.942.973,38
4.595.921,87 67.520.434,83
5.024.241,99 70.635.868,95
5.455.159,57 72.786.972,17
6.024.793,19 76.163.917,97
4.171.615,5 8.604.401,3
4.429.541,76 8.903.497,41
4.610.041,67 9.030.294,53
5.154.634,88 9.139.600,65
68.295.968,36
74.546.735,68
81.715.963,35
88.570.614,49
13.830.439,67
14.521.814,32
15.504.939,79
16.710.214,85
11.783.343,03 20.095.274,48
12.666.393,27 20.945.649,24
13.611.228,97 22.048.439,04
14.763.619,88 23.343.814,62
242.200.892,17
256.374.726,78
271.237.674,31
287.814.183,92
Catatan: *) Angka diperbaiki, **) Angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008 Meskipun sektor pertanian mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti yang terlihat pada Tabel 1.3, tetapi investasi ke pertanian cenderung menurun dibandingkan ke industri dan jasa. Tambunan (2003) menjelaskan ada beberapa alasan yang menyebabkan investasi ke sektor pertanian rendah yaitu, Pertama, sebagai pemasok makanan (khususnya beras) sehingga kurang usaha-usaha diversifikasi produksi dengan juga memberikan perhatian kepada pengembangan komoditi-komoditi non-makanan, atau yang mempunyai nilai komersial yang tinggi. Rendahnya tingkat diversifikasi produksi di sektor pertanian membuat kecil atau tidak adanya keterkaitan produksi ke depan maupun ke belakang dengan sektor-sektor lain.
4
Tabel 1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa) Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah
2004 7.833.593 91.696 2.088.033 32.106 687.660 3.044.239 831.990
2005 8.114.651 102.230 2.335.700 37.661 815.108 3.324.089 789.341
2006 7.918.615 120.142 2.404.589 33.837 893.881 3.498.271 770.032
2007 8.391.655 124.791 2.458.401 22.785 955.072 3.718.384 865.652
178.845 1.890.906 16.679.068
161.491 1.828.832 17.509.103
182.309 1.847.984 17.669.660
191.047 2.023.634 18.751.421
Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 Alasan kedua, kebijakan yang ada selama ini lebih mendorong atau merangsang sektor pertanian untuk melakukan ekspor langsung, bukan diolah terlebih dahulu di dalam negeri menjadi produk jadi atau setengah jadi. Ketiga, secara implisit pemerintah selama ini lebih mementingkan aspek pertumbuhan kesempatan kerja daripada aspek penciptaan nilai tambah dari pembangunan sektor pertanian. Sama halnya dengan Provinsi Jawa Timur, meskipun sektor pertanian berperan penting dalam peningkatan PDRB tetapi investasi di sektor pertanian cenderung kecil apabila dibandingkan dengan sektor lain. Berdasarkan Tabel 1.4 dapat terlihat bahwa investasi sektor pertanian (pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) cenderung kecil apabila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini bisa diketahui dari nilai investasi pada Penanaman Modal Asing (PMA) yang hanya sebesar US$ 34,6 juta, lebih kecil apabila dibandingkan dengan sektor bangunan, industri kimia, dan industri makanan, yang masing-masing nilai investasinya US$ 1,04 milyar, US$ 426,7 juta, dan US$ 378,9 juta. Apabila dilihat dari segi investasinya, dapat diketahui bahwa investasi sektor pertanian dari PMA saja terbatas pada sub
5
sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan, yang terbesar terdapat pada sektor bangunan. Tabel 1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007
1
Proyek (unit) -
2004 Investasi (ribu US$) -
Proyek (unit) 1
2005 Investasi (ribu US$) 1.264
Proyek (unit) 1
2006 Investasi (ribu US$) 3.342
Proyek (unit) 1
2007 Investasi (ribu US$) 13.177
2
1
1.153
-
-
-
-
2
2.400
3
1
1.900
-
-
2
2.056
-
4.492
4
-
-
1
300
1
860
1
3.698
5
7
5.847
4
5.500
-
-
3
21.500
6 7
2 4
16.963 4.606
6 2
104.177 1.790
3 4
64.603 9.681
5 2
193.162 19.763
8
4
4.328
5
62.105
3
5.870
12
26.196
9
-
-
-
-
2
6.000
-
-
10
1
40.923
-
-
-
-
13
9.554
11
4
3.159
9
176.293
7
77.945
1
169.388
12
5
43.897
1
3.340
3
69.345
4
244.736
13
-
16.257
4
16.023
4
52.270
-
15.891
14 15
-
61 -
6 -
6.480 1.000
5 -
84.284 -
9 -
51.722 -
16
8
1.810
2
3.442
5
1.013.256
-
18.817
17
-
-
2
3.032
1
250
1
9.165
18
1
250
-
-
-
-
-
-
19
2
125.600
2
132.570
-
-
-
-
20
-
-
-
17.380
-
-
-
-
21
22
34.872
23
4.402
35
41.215
27
27.204
22
3
3.715
10
-
7
36.569
4
24.362
Jumlah
62
354.056
78
539.098
83
1.467.546
85
855.227
Sektor1
Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan Berdasarkan Tabel 1.5, pada nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menunjukkan bahwa sektor pertanian (peternakan) juga kurang diminati para investor yang terlihat pada kecilnya nilai investasi pada sektor 1
1. Pertanian Tanaman Pangan, 2. Perkebunan, 3. Peternakan, 4. Perikanan, 5. Pertambangan, 6. Industri Makanan, 7. Industri Tekstil 8. Industri Kayu, 9. Industri Kertas, 10. Industri Farmasi, 11. Industri Kimia, 12. Industri Mineral, 13. Industri Logam Dasar, 14. Industri Barang Logam, 15. Industri Lainnya, 16. Bangunan, 17. Hotel dan Restoran, 18. Perkantoran, 19. Perumahan, 20. Listrik dan Air, 21. Perdagangan, 22. Jasa Lainnya
6
tersebut sebesar Rp. 54,5 milyar, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri kimia, industri mineral, dan industri kertas, yang masing-masing nilai investasinya Rp. 176,51 trilyun, Rp. 6,84 trilyun, dan Rp. 6,64 trilyun Tabel 1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 Proyek (unit)
2004 Investasi (juta Rp)
Proyek (unit)
2005 Investasi (juta Rp)
Proyek (unit)
1
-
-
-
49.000
-
5.542
-
-
2
-
-
-
-
1
11580
-
175.000
3
3
2.044.759
8
830.811
5
39.314
1
347.390
4
1
30.074
-
35.000
1
22.155
3
131.591
5
-
1.190
-
65.000
1
15.307
-
19.050
6
-
46.800
2
686.872
2
813.843
2
5.094.259
7
-
-
-
-
-
57.000
-
-
8
5
709.380
3
325.826
11
165.137.191
7
10.338.097
9
-
509.156
-
173.164
1
1.066.505
2
5.094.259
10
1
89.786
3
28.700
5
146.828
2
242.198
11
4
78.510
2
231.162
1
1.714
2
106.856
12
-
-
-
-
-
-
1
110.000
13
-
-
1
1.996.000
-
-
-
-
14
1
115.000
-
-
1
38.500
-
-
15
1
9.060
3
967.600
1
2.500
-
-
16
-
-
-
-
-
-
1
38.000
17
-
350
-
815
2
91.050
1
3.500
Jumlah
11
4.055.625
22
5.389.950
32
167.449.029
22
16.705.091
Sektor2
2006 Investasi (juta Rp)
Proyek (unit)
2007 Investasi (juta Rp)
Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan . Investasi di sektor pertanian hanya terdapat pada sub sektor pertanian tanaman pangan dan peternakan, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri kimia. Hal ini menunjukkan bahwa, para investor dalam negeri masih belum
2
1. Peternakan, 2. Pertambangan, 3. Industri Makanan, 4. Industri Tekstil, 5. Industri Kayu, 6. Industri Kertas, 7. Industri Farmasi, 8. Industri Kimia, 9. Industri Mineral, 10. Industri Logam Dasar, 11. Industri Barang Logam, 12. Industri Lainnya, 13. Hotel dan Restoran, 14. Perumahan, 15. Jasa Lainnya, 16.Listrik dan Air, 17. Perdagangan.
7
tertarik dengan sektor pertanian untuk dijadikan sebagai salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. 1.2. Perumusan Masalah Investasi merupakan penentu laju pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga sangat diperlukan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor perekonomian khususnya sektor pertanian, karena investasi akan mendorong kenaikan output, meningkatkan permintaan input, yang nantinya akan meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. Investasi sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur termasuk yang terendah hal ini bisa dilihat pada banyaknya sektor dan nilai investasi pada PMA dan PMDN yang masih kecil bila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih belum mampu menarik minat investor untuk menanamkan investasinya kesana. Meskipun sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur, tetapi belum tentu hal tersebut mencerminkan bahwa sektor tersebut juga mampu menyerap investasi yang besar juga. Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan perekonomian daerah dan juga resikonya juga cukup besar, sehingga belum memberikan tingkat return yang tinggi bagi mereka, disamping itu juga sektor pertanian masih kecil keterkaitannya dengan sektor lain, sehingga belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah.
8
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur? 2. Bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur? 3. Bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur? 4. Bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Timur? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka didapat tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. 2. Menganalisis bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. 3. Menganalisis bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. 4. Menganalisis bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Timur.
9
1.4. Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai masukan dalam membuat kebijakan,
perencanaan,
dan
pelaksanaan
pembangunan
untuk
memaksimumkan potensi sektor perekonomiannya terutama di sektor pertanian sehingga mampu memberi kontribusi yang besar terhadap PDRB. 2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya lebih lanjut, khususnya untuk penelitian di Provinsi Jawa Timur dan umumnya untuk seluruh wilayah di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi Pertanian Pertanian dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Pada mulanya pertanian di tanah air dilakukan sebagai usaha untuk menghasilkan keperluan sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak, pertanian seperti itu disebut pertanian gurem dan hidup dalam suatu perekonomian tertutup (Nasoetion, 2005). Pertanian merupakan suatu macam produksi khusus yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan ternak. Dapat dikatakan bahwa pertanian merupakan suatu industri biologi, oleh karena pertanian berproduksi dengan menggunakan sumber daya alam secara langsung, pertanian juga disebut industri primer. Tanaman merupakan pabrik primer pertanian, sedangkan ternak merupakan pabrik sekunder pertanian (Notohadiprawiro, 2006). Pertanian juga adalah suatu kegiatan biologis untuk menghasilkan berbagai kebutuhan manusia termasuk sandang, pangan, papan. Produksi tersebut dapat dikonsumsi langsung maupun jadi bahan antara untuk diproses lebih lanjut (Syahyuti, 2006). Pertanian yaitu semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Semua kegiatan penyediaan tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan itu dilakukan secara sederhana, yaitu masih menggunakan peralatan tradisional yang termasuk pula di dalamnya (BPS, 2003
11
dalam Ramanto, 2008). Bisa juga pertanian disebut sebagai upaya pengolahan tanaman dan lingkungan agar memberikan suatu produk (Mardjuki, 1990). Pertanian merupakan suatu proses produksi yang khas didasarkan atas prosesproses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan kondisi yang kurang baik menjadi kondisi yang lebih baik di sektor pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh unsurunsur produksi seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal, tetapi juga dipengaruhi aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik (Mosher, 1966 dalam Santoso, 2005). 2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian Multifungsi pertanian merupakan suatu konsep yang menjabarkan berbagai fungsi eksternal pertanian selain fungsi utamanya sebagai penghasil pangan dan serat atau barang yang tampak nyata dan dapat dipasarkan. Multifungsi pertanian mencakup fungsi pertanian bagi lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, dan ketahanan pangan. Sebagai barang yang tidak tampak nyata dan tidak dipasarkan, jasa atau multifungsi yang dihasilkan pertanian sering tidak disadari walaupun selama ini manfaatnya telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa contoh multifungsi pertanian berikut ini merupakan rangkuman dari hasil penelitian Balai Penelitian Tanah bersama mitranya di DAS Citarum, Jawa Barat, dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah (Balai Penelitian Tanah, 2006). 1. Mengurangi risiko banjir di daerah hilir 2. Mengendalikan erosi dan pendangkalan badan air 3. Memelihara sumber daya air
12
4. Memperbaiki iklim lokal 5. Mengurangi penumpukan sampah organik 6. Menjadi habitat flora dan fauna 7. Memelihara nilai sosial-budaya dan daya tarik pedesaan 8. Menyediakan lapangan kerja 2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional terutama di negaranegara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan pada umumnya negara-negara berkembang tersebut merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut, sehingga tidak salah apabila sektor
pertanian
berfungsi
sebagai
penunjang
terhadap
pembangunan
ekonominya. Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan minimal memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni (Todaro, 2003): 1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil. 2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.
13
3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian. Pertanian1 di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut (Kuznets, 1964 dalam Tambunan, 2003). 1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk. 2. Karena kuatnya bias agraris dari sektor ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang konsumen. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar. 3. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan 1
Pertanian disini merupakan pertanian dalam arti luas yakni mencakup juga perkebunan, perikanan (atau kelautan), peternakan, dan kehutanan.
14
atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor nonpertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis (1954), dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4. Sektor pertanian mampu berperan sabagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditikomoditi
pertanian
menggantikan
impor
(substitusi
impor).
Kuznets
menyebutnya kontribusi devisa. Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian cukup layak untuk dijadikan sebagai sektor andalan ekonomi terutama sebagai sektor andalan dalam pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian, hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai keunggulan kompetitif yang terbukti mampu menghadapi gangguan dari luar. Keunggulan kompetitifnya didapat dari input yang berbasis sumber daya lokal. 2.1.4. Investasi Sektor Pertanian Investasi sektor pertanian adalah kegiatan penggunaan modal untuk menciptakan nilai tambah dari dana yang ditanamkan, baik melalui kegiatan yang menghasilkan pendapatan atau kegiatan lain yang mengandung resiko pada usaha
15
tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan atau perkebunan yang dimulai dari hulu, budidaya dan hilir (Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian, 2008). Sesuai dengan arahan GBHN, investasi sektor pertanian2 mencakup upaya yang
tujuannya
untuk
meningkatkan
produksi
dan
memperluas
penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri dan untuk memperbesar ekspor; meningkatkan taraf hidup dan pendapatan petani, peternak, dan nelayan; mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; serta mendukung pembangunan daerah dan mengintensifkan kegiatan transmigrasi (Muljana, 1995). Dalam rangka peningkatan investasi di sektor pertanian, pemerintah disarankan melakukan beberapa komitmen yang nantinya dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian. Adapun komitmen tersebut sebagai berikut (Jaringan Kebijakan Publik Indonesia, 2005): 1. Meningkatkan produktivitas sektor pertanian untuk ketahanan pangan dan pembangunan agroindustri. 2. Membangun
agroindustri
berbasis
sumberdaya
untuk
mempercepat
pembangunan pedesaan. 3. Memperkokoh ketahanan pangan yang terkait dengan pembangunan pedesaan. 4. Menciptakan kelembagaan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas dan pemerataan dengan pertumbuhan.
2
Sektor pertanian yang mencakup pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.
16
2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Semua kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat, merupakan investasi. Sebagaimana diketahui bahwa investasi setidaknya ada dua jenis, yaitu bersifat mengganti yang susut dan yang bersifat menambah kapasitas. Selain investasi dalam bidang infrastruktur fisik (jalan raya, pabrik), pemerintah juga membangun infrastruktur bukan fisik yang disebut infrastruktur kelembagaan. Dalam infrastruktur bukan fisik antara lain termasuk penetapan berbagai kebijakan, baik yang bersifat umum seperti kebijakan moneter, maupun bersifat khusus seperti kebijakan di bidang perdagangan ataupun ketenagakerjaan (Muljana, 1995). Investasi secara umum di sektor perekonomian sangat dibutuhkan untuk mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang karena mereka belum mampu membentuk modal sendiri sehingga harus ada bantuan dari luar negeri. Setiap kenaikan jumlah dari pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan meningkatkatkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat. Peningkatan pendapatan ini khususnya dalam bentuk uang yang akan meningkatkan permintaan barang secara agregat atau Agregat Demand yang mana berpengaruh pada kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal sebagai akibat dari peningkatan produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Perubahan dalam persediaan modal, yang disebut investasi bersih (net investment) ditentukan oleh tingkat suku bunga, karena suku bunga sama dengan biaya modal yang nantinya akan mengurangi produksi marjinal modal. Jika
17
produk marjinal modal melebihi biaya modal, maka investor menganggap akan menguntungkan bila mereka menambah persediaan modal, sedangkan jika produk marjinal modal kurang dari biaya modal, maka investor membiarkan persediaan modal mengecil. Karena itu, hubungan yang mengaitkan antara investasi dengan tingkat suku bunga miring ke bawah, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 berikut: a. Fungsi Investasi
b. Pergeseran dalam Fungsi Investasi
Tingkat suku bunga riil (r)
Tingkat suku bunga riil (r)
Investasi (I)
Investasi (I)
Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 2.1. Fungsi Investasi
Fungsi Investasi bagian (a) menunjukkan investasi naik ketika tingkat bunga turun, ini karena tingkat bunga yang lebih rendah menurunkan biaya modal sehingga memiliki modal lebih menguntungkan. Pada bagian (b) menunjukkan pergeseran keluar pada fungsi investasi, yang bisa disebabkan oleh kenaikan dalam produk marjinal modal. Adanya penurunan pada tingkat bunga (r1 ke r2) akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan di suatu sektor meningkat (I1 ke I2), sehingga akan mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan naik (AE1 ke AE2). Peningkatan pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan juga mengalami
18
peningkatan (Y1 ke Y2). Berdasarkan rumusan tersebut dapat dibuat suatu kesimpulan, bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah dengan cara menaikkan nilai investasi. Hubungan antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva perpotongan Keynesian diringkas dalam bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada Gambar 2.2 berikut:
(b) Perpotongan Keynesian Pengeluaran Agregat (AE)
AE2 AE1 Y1
(a) Fungsi Investasi Tingkat Bunga (r)
Y2
Pendapatan (Y)
(c) Kurva IS Tingkat Bunga (r)
r1 r2
r1 r2
IS
I(r) I(r1) I(r2)
Investasi (I)
Y1
Y2
Pendapatan (Y)
Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil
19
Secara teori, PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur yaitu sebagai berikut (Tambunan, 2003). 1. Lewat pembangunan pabrik-pabrik baru yang berarti juga penambahan output atau produk domestik bruto, total ekspor, dan kesempatan kerja. Ini adalah suatu dampak langsung. Pertumbuhan ekspor berarti penambahan cadangan devisa yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk membayar utang luar negeri dan impor. 2. Masih dari sisi penawaran, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai berikut: adanya pembangunan pabrik-pabrik baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain di dalam negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektorsektor domestik lainnya; jadi output di sektor-sektor lain tersebut mengalami pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek multiplier dari keberadaan PMA terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin besar komponen impor dari sebuah proyek PMA, atau semakin besar ”kebocoran” dari keterkaitan produksi antara PMA dengan ekonomi domestik, semakin kecil efek penggandaan tersebut. 3. Peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru tersebut berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan:
20
peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efeknya nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat daripada pertumbuhan ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi defisit neraca perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah. 4. Peran PMA sebagai sumber penting peralihan teknologi dan pengetahuannya. Peran ini bisa lewat dua jalur utama. Pertama, lewat pekerja-pekerja lokal yang bekerja di perusahaan-perusahaan PMA. Saat pekerja-pekerja tersebut pindah ke perusahaan-perusahaan domestik, maka mereka membawa pengetahuan atau keahlian baru dari perusahaan PMA ke perusahaan domestik. Kedua, lewat keterkaitan produksi atau
subcontracting
antara PMA dan perusahaan-
perusahaan lokal, termasuk usaha kecil dan menengah, seperti kasus PT Astra Internasional dengan banyak subkontraktor skala kecil dan menengah. 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Sudah banyak penelitian dengan menggunakan analisis Input-Output yang pada umumnya menganalisis bagaimana keterkaitan antarsektor, dampak penyebaran, serta multiplier efek yang ditimbulkan sektor-sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Berdasarkan dari referensi lima penelitian terdahulu yaitu:
21
Putri (2008), Yusri (2007), Handari (2006), Febrina (2005), dan Kartinah (2004) didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan. Berdasarkan
analisis
keterkaitan,
menunjukkan
bahwa
sektor
pertanian
dibutuhkan oleh sektor lain, hal ini ditunjukkan dengan nilai keterkaitan ke depan baik secara langsung maupun tidak langsung berkisar antara 0,1832 sampai 3,1092, keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun tidak langsung berkisar antara 0,0933 sampai 1,6266 yang artinya bahwa ketika terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu juta satuan maka output sektor pertanian yang secara langsung maupun tidak langsung dijual ke sektor lainnya naik sebesar 0,1832 juta sampai 3,1092 juta, dan akan meningkatkan permintaan input terhadap sektor lain sacara langsung dan tidak langsung sebesar 0,0933 juta sampai 1,6266 juta. Apabila dilihat dari analisis penyebaran, maka secara umum kemampuan sektor pertanian untuk menarik pertumbuhan sektor hulu rendah yang berarti bahwa output sektor pertanian yang digunakan oleh sektor lain masih rendah, nilainya di bawah satu dengan nilai rata-rata 0,83246, tetapi kemampuan sektor pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir tinggi, yang artinya sektor pertanian membutuhkan input dari sektor lain cukup tinggi, nilainya di atas satu dengan nilai rata-rata 1,20384. Berdasarkan analisis efek multiplier, dapat terlihat bahwa dampak dari permintaan akhir output sektor pertanian terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja rumah tangga didapat nilai rata-rata untuk output 2,83314, pendapatan 2,93422, dan tenaga kerja 2,61272, yang berarti apabila permintaan akhir output
22
sektor pertanian meningkat sebesar satu juta satuan maka akan meningkatkan output sebesar 2,83314 juta, pendapatan 2,93422 juta, dan penyerapan tenaga kerja rumah tangga sebesar 2 orang. Pada penelitian ini selain menganalisis keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran, dan efek mulitplier, juga akan dilakukan analisis mengenai kebijakan investasi terhadap sektor pertanian. Analisis kebijakan investasi ini dipergunakan untuk mengetahui sub sektor pertanian manakah yang nantinya akan dijadikan prioritas dalam peningkatan pertumbuhan output, pendapatan, dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. 2.3. Analisis Input-Output Semenjak dirintis oleh W. W. Leontief pada tahun 1930an, Input-Output telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian saja tetapi juga untuk memprediksikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, selain itu pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Sebagai metode kuantitatif, Tabel Input-Output dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut:
23
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor. 2.3.1. Struktur Tabel Input-Output Tabel Input-Output terdiri atas suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu.
Keseluruhan sistem
adalah suatu seri
yang
mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input) (Glasson, 1977). Adapun gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1 berikut:
24
Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output Permintaan Antara
Susunan Input
Input antara
Sektor produksi
Sektor Produksi 1 2 … N x11 x12 … x1n x21 x22 … x2n . . . . . . . . . . . . xn1 xn2 … Xnn W1 W2 … Wn S1 S2 … Sn
Permintaan Akhir
Total Output
C1 C2 . . . Cn
X1 X2 . . . Xn
Upah dan Gaji RT Surplus Usaha Input Primer lainnya P1 P2 … Pn Total Input X1 X2 … Xn Sumber: Miller and Blair, 1985 dalam Priyarsono, D. S, et al, 2007 Berdasarkan Tabel 2.1 di atas terdapat empat kuadran dalam Tabel InputOutput. Penjelasan mengenai masing-masing kuadran adalah sebagai berikut. 1. Kuadran I (Intermediate Quadrant) Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. 2. Kuadran II (Final Demand Quadrant) Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.
25
3. Kuadran III (Primary Input Quadrant) Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Berdasarkan Tabel 2.1 sepanjang baris (horisontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand) sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Sepanjang kolom (vertikal) menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk kegiatan produsi suatu sektor. Apabila konsumsi rumah tangga + konsumsi pemerintah + pembentukan modal tetap + perubahan stok + ekspor = F maka Tabel 2.1 dilihat secara horisontal maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
26
x11 + x12 +
+ x1n + F1 = X1
x21 + x22 +
+ x2n + F2 = X2
xn1 + xn2 +
+ xnn + Fn = Xn ……………………………………….……..(1)
secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i. Sedangkan jika upah dan gaji rumah tangga + surplus usaha + input primer lainnya = V maka Tabel 2.1 dilihat secara vertikal maka itu menunjukkan susunan input suatu sektor dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut. x11 + x12 +
+ x1n + V1 = X1
x21 + x22 +
+ x2n + V2 = X2
xn1 + xn2 +
+ xnn + Vn = Xn ......................................................................(2)
secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.
Berdasarkan persamaan (1) diatas, teknologi, aij sebagai berikut:
jika diketahui matriks koefisien
27
aij =
........................................................................................................(3)
dan jika persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat sebagai berikut: a11X1 + a12X2 +
+ a1nXn + F1 = X1
a21X1 + a22X2 +
+ a2nXn + F2 = X2
an1X1 + an2X2 +
+ annXn + Fn = Xn ………………………..…………….(4)
Jika persamaan (4) ditulis dalam bentuk persamaan matriks akan diperoleh sebagai berikut:
a11 a12
a1n
X1
F1
X1
a21 a22
a2n
X2
F2
X2
+ an1 an2 A
ann
=
Xn X
Fn +
F
Xn =
X
AX + F = X atau (I – A)X = F X = (I – A)-1F …………………………………………………………..…(5) Dimana: I
=
Matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya
F
=
Permintaan akhir
X
=
Jumlah output
28
(I – A)
=
Matriks Leontief
(I – A)-1
=
Matriks kebalikan Leontief
2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output Data dalam Tabel Input-Output mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian secara rinci mengenai input dan output sektoralnya. Karena bersifat statis dan terbuka, maka ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi agar memberikan hasil yang akurat (Priyarsono, D. S, et al, 2007), yaitu: 1. Keseragaman (Homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda. 2. Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut. 3. Penjumlahan (Aditivity), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan produksi tersebut. Metode Input-Output telah banyak dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output antara lain sebagai berikut:
29
1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga di berbagai sektor produksi. 2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian. 4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. Meskipun banyak kegunaan dari metode Input-Output ini tapi tetap terdapat beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan metode Input-Output (Febriana, 2005) yaitu sebagai berikut: 1. Koefisien Input-Output yang konstan selama periode analisis, sehingga perubahan-perubahan seperti teknologi atau perubahan relatif yang mungkin terjadi selama periode analisis diabaikan. Hal ini menyebabkan harus dilakukannya penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap hasil produksi. 2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan semakin banyak informasi ekonomi yang lebih terperinci tidak terlingkup dalam analisisnya.
30
3. Keterbatasan yang disebabkan oleh besarnya dana atau biaya dalam penyusunan Tabel Input-Output dengan menggunakan metode survei. 2.3.3. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep ini meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor / industri dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkitan antar sektor / industri dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. 1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. 2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. 2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang belum cukup memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan
31
sektor kunci, sehingga harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis dampak penyebaran yang terdiri atas kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran digunakan untuk membandingkan antara keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang. 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik) Konsep ini
digunakan untuk
mengetahui
distribusi
manfaat
dari
pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input, biasanya sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong) Konsep ini digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, biasanya sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini. 2.3.5. Analisis Multiplier Analisis ini terdiri atas multiplier output, multiplier pendapatan, multiplier tenaga kerja, dan multiplier tipe I dan II. 1. Multiplier output, dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i
32
sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan sebagai berikut. α = (I – A)-1 = [αij] Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari
dengan
menentukan
tingkat
keterkaitan
antarsektor
dalam
perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain. 2. Multiplier pendapatan, mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan yang dimaksud dalam Tabel Input-Output adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. 3. Multiplier tenaga kerja, menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemenelemen
yang
berhubungan
dengan
tenaga
kerja,
sehingga
untuk
memperolehnya harus ditambahkan dalam Tabel Input-Output baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). 4. Multiplier tipe I dan II, digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan
33
tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dibagi sebagai berikut. a. Dampak awal (initial impact), merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dampak awal dari sisi output diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei). b. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi output ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input output / aij), sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (∑iaij hi) menunjukkan adanya peningaktan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja (∑iaij ei) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. c. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan
34
penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. d. Efek induksi konsumsi (consumption induced effect), dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh dari masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. e. Efek lanjutan (flow on effect), merupakan efek (dari output, pendapatan, dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal. 2.4. Kerangka Pemikiran Operasional Perekonomian di Provinsi Jawa Timur ditunjang oleh berbagai sektor yang salah satunya adalah di sektor pertanian. Sektor pertanian sangat potensial untuk ditingkatkan pertumbuhannya karena perannya dalam menyerap tenaga kerja yang cukup besar sehingga nantinya bisa diharapkan mengurangi angka pengangguran. Selain itu juga kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur juga cukup tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain, sehingga untuk meningkatkan potensi pertanian maka diperlukan suatu investasi agar mampu bersaing dengan sektor yang lain diharapkan menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur. Akan tetapi masih rendahnya tingkat investasi di sektor pertanian menyebabkan belum begitu maksimal dalam pemanfaatan potensi pertaniannya,
35
sehingga diperlukan peran pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur untuk mendorong dan menarik para investor agar bersedia berinvestasi di sektor pertanian. Adanya investasi di sektor pertanian akan mampu meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dari rumah tangga sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal inilah yang akan menentukan bagaimana tindakan yang akan diambil pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan investasi di sektor pertanian, yang nantinya
diharapkan
dengan
adanya
tambahan
investasi
akan
mampu
meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Jawa Timur. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Sektor Pertanian
Sektor NonPertanian
Potensi Sektor Pertanian
Kontribusi terhadap PDRB Penyerapan Tenaga Kerja
Investasi Sektor Pertanian Rendah Analisis Input-Output
Analisis Keterkaitan
Analisis Penyebaran
Analisis Multiplier
Peranan Investasi dalam Sektor Pertanian
Kebijakan Investasi Sektor Pertanian
Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan
hal yang dianalisis hal yang tidak dianalisis
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam analisis ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Indonesia, Dinas Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta Badan Perencanaan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Timur. Data yang diambil adalah data Tabel Transaksi Input-Output atas harga dasar produsen Provinsi Jawa Timur tahun 2006 klasifikasi 19 sektor yang di agregasi menjadi 13 sektor dan sembilan sektor (Lampiran 1-4), karena merupakan Tabel Input-Output terbaru dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Data pendukung yang lainnya diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti perpustakaan IPB maupun sumber di luar IPB. 3.2. Metode Analisis Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana peranan investasi pada sektor pertanian terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya dalam suatu wilayah adalah Input-Output. Dengan menggunakan model InputOutput ini, peranan investasi pada sektor pertanian terhadap output, pendapatan, kesempatan kerja, dan nilai tambah dapat diketahui berdasarkan matriks permintaan akhir, sedangkan dampak penyebaran terhadap sektor perekonomian lainnya dikaji berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang dapat diketahui berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka sebagai berikut (Priyarsono, D. S, et al, 2007):
37
3.2.1. Analisis Keterkaitan 1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
=
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i
=
Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka
2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana: = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i = Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka 3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik) Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=
38
Dimana: = Koefisien penyebaran sektor j = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = Jumlah sektor Apabila: > 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi < 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang rendah 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong) Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=
Dimana: = Kepekaan penyebaran sektor i = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = Jumlah sektor Apabila: > 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi < 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah
39
3.2.3. Analisis Multiplier Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut: 1. Multiplier Output Tipe I (sederhana) Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana: =
Multiplier output tipe I sektor ke-j
=
Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
2. Multiplier Output Tipe II (total) Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun induksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
40
Dimana: =
Multiplier output tipe II sektor ke-j
=
Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
3. Multiplier Pendapatan Tipe I MI =
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung pengaruh langsung
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
=
Dimana: =
Multiplier pendapatan tipe I sektor ke-j
=
Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
=
Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j
4. Multiplier Pendapatan Tipe II Selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: MII =
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung + induksi konsumsi pengaruh langsung
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
=
41
Dimana: =
Multiplier pendapatan tipe II sektor ke-j
=
Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
=
Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j
5. Multiplier Tenaga Kerja Tipe I Berubahnya kesempatan kerja yang terjadi pada sektor tersebut lainnya akibat penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=
Dimana: = Multiplier tenaga kerja tipe I sektor ke-j = Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah) = Wn=1,1,Wn+1,2,…,Wn=1,n = Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) = Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) = Total input (satuan rupiah) = Komponen tenaga kerja sektor ke-i Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka 6. Multiplier Tenaga Kerja Tipe II Pada bagian ini sudah diperhitungkan pengaruh dari efek induksi.
42
=
Dimana: = Multiplier tenaga kerja tipe II sektor ke-j = Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) = Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) = Total input (satuan rupiah) sektor i = Komponen tenaga kerja sektor ke-i Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup 3.2.4. Koefisien Pendapatan (
)
Koefisien pendapatan yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana: = Koefisien pendapatan sektor i = Jumlah upah dan gaji sektor i = Jumlah input total sektor i
43
3.2.5. Koefisien Tenaga Kerja (Wn+1) Koefisien tenaga kerja yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan tenaga kerja. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana: = Koefisien tenaga kerja sektor i = Jumlah tenaga kerja sektor i = Jumlah input total sektor i 3.2.6. Analisis Kebijakan Investasi Untuk menganalisis investasi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut (Miller dan Blair, 1985 dalam Maryadi, 2007): a. Dampak terhadap pembentukan output.
b. Dampak terhadap pendapatan rumah tangga.
c. Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja .
44
Dimana: =
Dampak terhadap pembentukan output
=
Dampak terhadap pendapatan rumah tangga
=
Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja
=
Investasi sektoral
=
Matriks kebalikan Leontief tertutup
=
Koefisien pendapatan
=
Koefisien tenaga kerja
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,00 hingga 114,40 Bujur Timur dan 7,120 hingga 8,480 Lintang Selatan. Batas daerah, di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan atau tepatnya dengan Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan perairan terbuka yaitu Samudera Indonesia. Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Bali, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi dua bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Dimana luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Pulau Madura hanya sekitar 10 persen. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur yang mencapai 46.428 km2 habis terbagi menjadi 38 Kabupaten / Kota, 29 Kabupaten, dan 9 Kota (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Luas perairan 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km (Lukito, 2008). Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat adanya lima daerah dengan wilayah terluas, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember, Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten Tuban. Daerah dengan luas wilayah terkecil
46
diantaranya, yaitu Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Madiun, Kota Pasuruan, dan Kota Probolinggo (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Tabel 4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Timur Kabupaten / Kota 01. Kab. Pacitan 02. Kab. Ponorogo 03. Kab. Trenggalek 04. Kab. Tulungagung 05. Kab. Blitar 06. Kab. Kediri 07. Kab. Malang 08. Kab. Lumajang 09. Kab. Jember 10. Kab. Banyuwangi 11. Kab. Bondowoso 12. Kab. Situbondo 13. Kab. Probolinggo 14. Kab. Pasuruan 15. Kab. Sidoarjo 16. Kab. Mojokerto 17. Kab. Jombang 18. Kab. Nganjuk 19. Kab. Madiun 20. Kab. Magetan 21. Kab. Ngawi 22. Kab. Bojonegoro 23. Kab. Tuban 24. Kab. Lamongan 25. Kab. Gresik 26. Kab. Bangkalan 27. Kab. Sampang 28. Kab. Pamekasan 29. Kab. Sumenep 01. Kota Kediri 02. Kota Blitar 03. Kota Malang 04. Kota Probolinggo 05. Kota Pasuruan 06. Kota Mojokerto 07. Kota Madiun 08. Kota Surabaya 09. Kota Batu
Tinggi Rata-rata Ibukota Permukaan Laut (m) 7 49 110 85 167 60 556 54 83 25 255 5 10 5 3 30 44 56 60 394 47 19 4 6 3 47 15 8 13 60 167 445 10 5 30 60 2 871 Jawa Timur
dari
Luas Daerah (km2) 1.342 1.372 1.205 1.046 1.589 1.386 2.979 1.791 2.478 5.783 1.560 1.639 1.599 1.151 634 692 904 1.224 1.011 689 1.296 2.307 1.840 1.670 1.191 1.260 1.233 792 1.999 63 33 110 57 35 16 33 326 93 46.428
Sumber: BPN Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008
47
Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga dataran: tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter diatas permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Magetan, Kota Blitar, Kota Malang, dan Kota Batu (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Dataran sedang mempunyai ketinggian antara 45-100 meter diatas permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Ngawi, Bangkalan, dan dua kota yaitu Kota Kediri dan Madiun, sedangkan kabupaten dan kota lainnya merupakan dataran rendah, dengan ketinggian di bawah 45 meter diatas permukaan laut yang terdiri atas 16 kabupaten dan empat kota (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). 4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur Data jumlah penduduk dari hasil proyeksi penduduk berdasarkan P4B yaitu sebesar 37.795.297 pada tahun 2007. Kota Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti Kabupaten Malang 2.442.422 jiwa dan Kabupaten Jember 2.293.740 jiwa. Seperti terlihat pada Tabel 4.2, daerah yang memiliki penduduk paling sedikit, yaitu Kota Mojokerto, Kota Blitar, dan Kota Madiun dengan masing-masing jumlah penduduknya 119.051 jiwa, 127.338 jiwa, dan 173.447 jiwa. Banyak sedikitnya jumlah penduduk di suatu daerah biasanya dikarenakan luas atau sempitnya daerah tersebut, akses ke bidang pendidikan, dan banyaknya lapangan kerja yang tersedia (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
48
Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Uraian Kabupaten: Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota: Kediri Blitar Malang Probolinggo Pasuruan Mojokerto Madiun Surabaya Batu Jumlah
2004
2005
2006
2007
542.556 875.448 677.185 968.983 1.121.716 1.493.209 2.368.372 1.009.349 2.248.968 1.552.867 714.835 626.600 1.048.616 1.443.550 1.738.285 989.965 1.187.178 1.041.812 660.873 621.160 846.355 1.226.691 1.087.121 1.249.867 1.081.800 907.651 855.405 755.331 1.045.501
546.150 880.701 682.465 976.691 1.131.222 1.509.132 2.393.959 1.017.839 2.263.794 1.564.026 720.183 631.382 1.059.322 1.464.297 1.787.771 1.008.740 1.199.958 1.053.569 664.282 621.511 851.884 1.238.811 1.095.795 1.261.972 1.101.000 926.560 874.512 768.587 1.056.985
549.768 885.986 687.786 984.460 1.140.809 1.525.231 2.419.822 1.026.400 2.278.718 1.575.265 725.571 636.200 1.070.137 1.485.342 1.838.666 1.027.871 1.212.876 1.065.459 667.709 621.862 857.449 1.251.051 1.104.538 1.274.194 1.120.541 945.863 894.046 782.076 1.068.595
553.865 892.527 691.207 992.248 1.145.822 1.531.187 2.442.422 1.034.334 2.293.740 1.580.441 727.790 638.537 1.081.063 1.496.474 1.869.350 1.041.269 1.233.279 1.073.126 667.841 622.966 860.029 1.263.411 1.107.691 1.281.176 1.142.817 965.568 914.016 795.801 1.076.592
253.287 124.203 773.703 203.056 179.587 114.339 170.260 2.681.092 181.631 36.668.407
254.367 124.944 779.002 205.490 182.072 116.383 170.931 2.698.972 185.467 37.070.728
255.452 125.689 784.337 207.953 184.591 118.464 171.605 2.716.971 186.384 37.475.737
258.734 127.338 791.970 210.446 185.507 185.507 173.447 2.720.156 192.059 37.861.753
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat terlihat perkembangan tenaga kerja yang ada di Provinsi Jawa Timur. Dapat terlihat bahwa jumlah pencari kerja pada tahun 2007
49
sebesar 1.142.351 orang, meningkat apabila dibandingkan tahun 2006 yang berjumlah 1.051.295 dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan kalau jumlah lapangan kerja lebih sedikit apabila dibandingkan dengan para pencari kerja disamping pertumbuhan penduduk yang tinggi, yang mana penawaran tenaga kerja lebih tinggi daripada permintaannya (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Tabel 4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) No. 1 2 3 4
Uraian Angkatan Kerja Angkatan Kerja Tertampung Penganggur Penduduk Usia Kerja
2004 18.386.125 17.374.955 1.011.170 27.402.533
2005 18.771.371 17.689.834 1.081.897 27.973.485
2006 18.720.955 17.669.660 1.051.295 28.572.533
2007 20.118.000 18.975.649 1.142.351 29.160.338
Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur Potensi sumber daya alam sangat bervariasi, seperti pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, peternakan serta perkebunan. Luas lahan sawah adalah 1.178.283 ha, terdiri atas lahan beririgasi seluas 907.274 ha, sawah tadah hujan seluas 243.899 ha, dan sawah lainnya atau irigasi lodesa seluas 27.110 ha. Luas lahan palawija, hortikultura dan sayur mayur seluas 4.046.971 ha. Panjang saluran irigasi teknis primer 3.633.093 km, dan panjang saluran teknis sekunder 3.445.093 km. Panjang saluran irigasi semi teknis primer adalah 446.848 km dan panjang saluran semi teknis sekunder 47.151 km. Panjang saluran irigasi sederhana primer 216.636 km dan panjang saluran sederhana sekunder 75.749 km (Indonesia Tanah Airku, 2007). Gambaran umum mengenai sub sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur dijelaskan sebagai berikut:
50
4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Lahan persawahan yang ada, areal panen rata rata seluas 1.692.729 ha dengan rata rata produktivitas 53,17 kuintal/ha, jumlah produksi padi kering giling yang diperoleh sebanyak 900.215 ton/tahun atau beras sebanyak 5.688.510 ton/tahun. Tanaman jagung dengan luas areal produksi mencapai 1.144.349 ha, dapat memproduksi sebanyak 4.240.308 ton. Tanaman kedelai dengan luas areal produksi mencapai 257.170 ha, dapat memproduksi sebanyak 343.150 ton. Jumlah produksi untuk padi tahun 2007 adalah 9.007.265 ton, jagung 4.390.850 ton, ubi kayu 4.023.614 ton, dan kacang 950.527 ton (Indonesia Tanah Airku, 2007). Keadaan ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2004 yaitu produksi padi 9.002.618 ton, jagung 4.134.762 ton, ubi kayu 3.961.662 ton, kacang hijau 212.325 ton. Ketersediaan pangan beras sebesar 1.745.841 ton, jagung 3.444.480 ton, ubi kayu 2.615,42 ton, ubi jalar 23.009 ton, kacang tanah 160.658 ton, kacang hijau 66.137 ton, daging 83.508 ton, telur 19.841 ton, susu 77.633 ton, dan ikan 6.302 ton. Ketersediaan pangan di Jawa Timur merupakan keberhasilan teknologi pertanian, perluasan lahan panen meningkatkan intensifikasi petani (Indonesia Tanah Airku, 2007). Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output sub sektor tanaman bahan makanan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan.
51
Permintaan input untuk sub sektor tanaman bahan makanan paling banyak diperoleh dari sektor itu sendiri artinya tidak membutuhkan input dari sektor yang lain, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sub sektor perikanan, serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). 4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan Luas seluruh perkebunan di Provinsi Jawa Timur seluas 952.933 ha dengan jumlah total seluruh produksi perkebunan sebanyak 1.658.528,71 ton/tahun. Jenisjenis perkebunan yang ada yaitu sebagai berikut (Indonesia Tanah Airku, 2007): 1. Perkebunan teh dengan luas areal 2.711 ha dapat memproduksi sebanyak 16.695,46 ton/tahun. 2. Perkebunan tembakau dengan luas areal 109.918 ha dapat memproduksi sebanyak 77.421 ton/tahun. 3. Perkebunan kakao dengan luas areal 35.328 ha dapat memproduksi sebanyak 19.880,81 ton/tahun. 4. Perkebunan vanili dengan areal 535 ha dapat memproduksi sebanyak 15,50 ton/tahun. 5. Perkebunan tebu dengan luas areal 169.317 ha dapat memproduksi sebanyak 1.048.734,83 ton/tahun. 6. Perkebuanan jambu mete dengan luas areal 52.995 ha dapat memproduksi sebanyak 12.213 ton/tahun. 7. Perkebunan kelapa dengan luas areal 285.180 ha dapat memproduksi sebanyak 265.452,56 ton/tahun.
52
Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output sub sektor tanaman perkebunan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sub sektor perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan. Permintaan input untuk sub sektor tanaman perkebunan paling banyak diperoleh dari sektor industri pengolahan yaitu industri pupuk dan pestisida, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). 4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sektor peternakan dibagi dalam dua jenis yaitu sektor peternakan produksi utama ternak dan sektor peternakan produksi untama unggas. Jenis-jenis peternakan yang ada pada sektor dengan produksi utama ternak antara lain peternakan sapi potong dengan populasi 2.524.476 ekor setiap tahunnya dapat memotong sebanyak 336.595 ekor, peternakan sapi perah dengan populasi 134.043 ekor, setiap tahunnya dapat menghasilkan susu sebanyak 239.908 liter. Peternakan kambing dengan populasi 2.400.750 ekor, dapat memproduksi daging sebanyak 7.772 ton/tahun, peternakan domba demgam populasi 1.407.116 ekor, dapat memproduksi daging sebanyak 4.334 ton/tahun, dan peternakan babi dengan populasi 35.958 ekor, dapat memproduksi daging sebanyak 398 ton/tahun (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sektor peternakan dengan produksi utama unggas adalah peternakan ayam buras dengan jumlah populasi 39.673.982 ekor dapat memproduksi 13.734
53
ton/tahun, peternakan ayam petelur dengan jumlah populasi sebanyak 30.051.763 ekor dapat memproduksi telur sebanyak 139.786 ton/tahun, peternakan ayam pedaging dengan jumlah populasi 29.377.200 ekor dapat memproduksi daging sebanyak 71.301.200 ton/tahun, dan peternakan itik dengan jumlah populasi sebanyak 2.425.129 ekor dapat memproduksi telur sebanyak 8.512 ton/tahun (Indonesia Tanah Airku, 2007). Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya paling banyak dijadikan input oleh sektor industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan. Permintaan input untuk sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sub sektor perikanan (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). 4.3.4. Sub Sektor Kehutanan Luas kawasan hutan sekitar 1.357.206,36 ha atau 28 persen dari luas dararan Provinsi Jawa Timur, terdiri atas beberapa jenis hutan. Hutan-hutan yang ada menurut jenisnya antara lain hutan produksi seluas 811.452,70 ha (59,79 persen), hutan lindung seluas 312.636,50 ha (23,04 persen), hutan konservasi seluas 233.117,16 ha (17,18 persen). Hasil produksi yang didapat dari hutan non HPH antara lain kayu bulat sebanyak 265.844 m³, kayu gergagian 1.237 m³, kayu
54
olahan jati yang terdiri atas veneer sayat (3.079.321 m²), TOP (7.656 m³), dan penempelan veneer (444.790 m²) (Indonesia Tanah Airku, 2007). Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output sub sektor kehutanan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri pengolahan yaitu industri lainnya dengan nilai paling besar pada industri bambu, kayu, dan rotan, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Permintaan input untuk sub sektor kehutanan paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor perikanan, serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). 4.3.5. Sub Sektor Perikanan Kegiatan perikanan dapat dibedakan atas sektor perikanan laut dan perikanan darat. Sektor perikanan laut, jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi sebanyak 53.889 unit dengan jumlah rumah tangga perikanan sebanyak 91.979 kepala keluarga, jumlah tempat pelelangan ikan sebanyak 45 buah. Jumlah produksi ikan yang dihasilkan setiap tahunnya berkisar 334.162,50 ton. Kegiatan perikanan pada sektor perikanan darat dibagi atas beberapa jenis, yaitu (Indonesia Tanah Airku, 2007): 1. Tambak, dengan luas areal 54.812,42 ha dapat memproduksi sebanyak 81.228,10 ton setiap tahunnya.
55
2. Kolam, dengan luas areal 1.980,65 ha dapat memproduksi sebanyak 31.025,60 ton setiap tahunnya. 3. Keramba, dengan jumlah sebanyak 23,7 unit dapat memproduksi sebanyak 2.797,70 ton setiap tahunnya. 4. Mina padi, dengan luas areal 498,95 ha dapat memproduksi sebanyak 175,03 ton setiap tahunnya. 5. Sawah tambak, dengan luas areal 33.577,36 ha dapat memproduksi sebanyak 51.103,40 ton setiap tahunnya. Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output sub sektor perikanan paling banyak dijadikan input oleh sektor perdagangan, restoran, dan hotel, dengan yang terbanyak di sub sektor restoran dan hotel, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor kehutanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan. Permintaan input untuk sub sektor perikanan paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal sub sektor tanaman perkebunan serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). 4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur Banyaknya industri besar dan sedang yang mengolah hasil pertanian di Provinsi Jawa Timur seperti yang terlihat di Tabel 4.4, tentunya akan lebih mempermudah akses para petani dalam menjual hasil output mereka. Industri
56
yang tersebar tersebut tidak hanya industri pengolahan untuk tanaman bahan makanan saja, tetapi juga tersedia untuk sub sektor pertanian yang lain juga. Sektor industri pengolahan dan sektor pertanian merupakan sektor yang saling menguntungkan, karena dengan adanya industri pengolahan maka output sektor pertanian akan memiliki daya jual yang lebih tinggi. Bagi industri pengolahan sendiri, dengan adanya output dari sektor pertanian, tentunya akan menentukan kelangsungan berjalannya produksi pada industri tersebut. Sektor industri pengolahan sangat dibutuhkan terutama dari sektor pertanian, hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah dari output yang dihasilkan dari sektor pertanian tersebut. Pengolahan lebih lanjut tentunya akan menambah nilai jual dari produk pertanian tersebut, daripada langsung dikonsumsi atau dijual dalam bentuk mentah. Peningkatan nilai tambah ini tentunya sangat diharapkan agar pendapatan yang diterima oleh para petani akan mengalami kenaikan, sehingga akan mampu mengurangi angka kemiskinan terutama di Provinsi Jawa Timur. Dapat dilihat bahwa industri besar tiga terbanyak terdapat pada industri rokok kretek (108), industri gula pasir (31), serta industri Pembekuan Ikan dan Biota Perairan lainnya (24). Industri sedang tiga terbanyak yaitu, industri kerupuk dan sejenisnya (252), industri penggilingan padi dan penyosohan beras (162), serta industri pengeringan dan pengolahan tembakau (141), seperti terlihat pada Tabel 4.4.
57
Tabel 4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) Jenis Industri Besar Sedang Industri Gula Pasir 31 0 Industri Pembekuan Ikan dan Biota Perairan lainnya 24 22 Industri Roti dan sejenisnya 19 96 Industri Pengupasan dan Pembersihan Kopi 17 17 Industri Makaroni, Mie, Spagheti, Bihun, So'un dan sejenisnya 15 60 Industri Pengalengan Ikan dan Biota Perairan lainnya 13 1 Industri Penggaraman serta Pengeringan Ikan dan Biota Perairan lainnya 13 57 Industri Kerupuk dan sejenisnya 11 252 Industri Minuman Ringan (Soft Drink) 11 50 Industri Ransum Pakan Ternak serta Ikan 10 9 Industri Pengupasan, Pembersihan dan Pengeringan Cokelat (Cacao) 9 5 Industri Bumbu Masak dan Penyedap Masakan 8 7 Industri Makanan yang belum termasuk kelompok manapun 8 33 Industri Makanan dari Coklat dan Kembang Gula 6 22 Industri Pengolahan Teh dan Kopi 5 13 Industri Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras 5 162 Industri Pengolahan dan Pengawetan lainnya untuk Ikan dan Biota Perairan lainnya 5 5 Industri Pemotongan Hewan 4 3 Industri Berbagai Macam Tepung dari Padi-padian, Biji-bijian, Kacang-kacangan, Umbi-umbian, dan sejenisnya 4 11 Industri Pemindangan Ikan dan Biota Perairan Lainnya 1 69 Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau 21 141 Industri Rokok Kretek 108 92 Industri Rokok lainnya 10 9 Industri Hasil lainnya dari Tembakau, Bumbu Rokok dan Klobot serta Kawung 3 7 Industri Panel Kayu lainnya 11 7 Industri Penggergajian Kayu 10 38 Industri Kayu Lapis Laminasi, termasuk Decorative Plywood 4 2 Industri Pengawetan Kayu 3 29 Industri Alat-alat Dapur dari Kayu, Rotan dan Bambu 3 11 Industri Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu 2 12 Industri Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu kecuali Furnitur 2 7 Industri Barang dari Kayu, Rotan, Gabus yang belum tercakup sebelumnya 2 5 Industri Pengolahan Rotan 1 2 Industri Kayu Lapis 1 6 Industri Peti Kemas dari Kayu kecuali Peti Mati 1 21 Industri Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton 19 29 Industri Kertas Budaya 10 3 Industri Kertas Industri 4 5 Industri Kertas Tissue 4 5 Industri Barang dari Kertas dan Karton yang tidak termasuk dalam sub golongan manapun 4 4 Industri Kertas lainnya 3 6 Industri Kertas khusus 2 5
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan yang akan dibahas dalam penelitian ini terdiri atas keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Nilai keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang sektor-sektor perekonomian pada suatu wilayah diperoleh dari matriks koefisien teknis. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang sektorsektor perekonomian pada suatu wilayah diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka. 5.1.1. Keterkaitan Ke Depan Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sesuai dengan Tabel 5.1 berada pada urutan ketujuh untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yaitu sebesar 1,288. Nilai keterkaitan ini menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka output sektor pertanian yang dijual ke sektor lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan meningkat sebesar Rp. 1,288 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian lebih banyak yang langsung dijadikan konsumsi akhir daripada diolah lebih lanjut. Sektor perekonomian yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar 2,037. Nilai yang sangat tinggi dari sektor ini menunjukkan bahwa output sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor perekonomian yang lain baik langsung maupun tidak langsung.
59
Tabel 5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor Pertanian
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan 1,288
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang 1,197
Pertambangan dan Penggalian
1,057
1,207
Industri Pengolahan
1,822
1,604
Listrik, Gas, dan Air Minum
1,465
1,880
Bangunan
1,202
1,517
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
2,037
1,394
Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
1,519
1,548
1,945 1,408 13,743
1,869 1,527 13,743
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran II memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi keterkaitan total ke depan yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki keterkaitan total ke belakang yang rendah tetapi keterkaitan total ke depan yang tinggi. Posisi dari sembilan sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.1.
60
Keterkaitan Sembilan Sektor 2
RKTD II
Pertanian
I
1.8 Pertambangan dan Penggalian
Keterkaitan ke Belakang
1.6 RKTB
1.4 1.2
Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum
1
III
IV Bangunan
0.8 0.6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0.4
Pengangkutan dan Komunikasi 0.2 0
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Keterkaitan ke Depan
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Keterangan: RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan Gambar 5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor Berdasarkan Tabel 5.2, dari lima sub sektor pertanian yang ada, sub sektor tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar yaitu 1,183. Hal ini disebabkan jumlah permintaan antara sub sektor tanaman bahan makanan paling besar diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya output sub sektor ini paling banyak dibutuhkan sektor lain. Penyerapan output sub sektor tanaman bahan makanan terbesar dari sektor industri pengolahan yaitu sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Sub sektor kehutanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terkecil yaitu 1,006. Hal tersebut disebabkan, jumlah permintaan antara sub sektor kehutanan paling kecil dibandingkan dengan sub sektor pertanian yang lain,
61
yang artinya output sub sektor ini paling sedikit dibutuhkan sektor lain. Penyerapan output sub sektor kehutanan terbesar dari sektor industri pengolahan yaitu industri lainnya dengan nilai paling besar pada industri bambu, kayu, dan rotan. 5.1.2. Keterkaitan Ke Belakang Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 berdasarkan Tabel 5.1 memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 1,197. Nilai keterkaitan ini menunjukkan bahwa jika ada kenaikan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka sektor pertanian akan secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya sebesar Rp. 1,197 juta. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor pertanian berada pada urutan kesembilan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian tidak terlalu membutuhkan input baik secara langsung maupun tidak langsung dari sektor-sektor perekonomian yang lain. Kecilnya nilai keterkaitan ini disebabkan sektor pertanian masih mengandalkan penggunaan input produksi dari sektornya sendiri untuk meningkatkan outputnya, misalnya pupuk organik (terbuat dari kotoran hewan ternak dan sampah dedaunan), bibit, serta benih. Sektor yang memiliki keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang tertinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum yaitu sebesar 1,880. Nilai menunjukkan bahwa sektor ini sangat membutuhkan input baik secara langsung maupun tidak langsung dari sektor-sektor perekonomian yang lain. Berdasarkan Tabel 5.2, dari lima sub sektor pertanian yang ada, sub sektor perikanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar
62
yaitu 1,462. Hal ini disebabkan jumlah input antara sub sektor perikanan paling besar diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya sub sektor ini sangat membutuhkan input dari sektor yang lain. Permintaan input untuk sub sektor perikanan paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan. Mengingat luasnya perairan di Provinsi Jawa Timur yaitu seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km (Lukito, 2008) sehingga perlu dukungan input dan faktor produksi seperti kapal laut, peralatan melaut (pancing, jaring), peti kemas ikan yang di dapat melalui mekanisme perdagangan. Tabel 5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor Sektor Tanaman Bahan Makanan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan 1,183
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang 1,126
Tanaman Perkebunan
1,063
1,191
Peternakan dan Hasil-hasilnya
1,086
1,195
Kehutanan Perikanan
1,006
1,110
1,067
1,462
Pertambangan dan Penggalian
1,060
1,207
Industri Pengolahan
2,007
1,598
Listrik, Gas, dan Air Minum
1,486
1,879
Bangunan
1,248
1,516
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
2,307
1,394
Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
1,595
1,547
2,063 1,447
1,868 1,527
18,620
18,620
Jasa-jasa Total
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Sub sektor kehutanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung terkecil yaitu 1,110. Hal ini disebabkan jumlah input antara sub sektor kehutanan
63
paling kecil diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya sub sektor ini tidak terlalu membutuhkan input dari sektor yang lain. Sedikitnya input yang dipakai karena untuk mengembangkan sub sektor ini cukup dengan penyediaan lahan dan bibit tanaman kayu. Permintaan input untuk sub sektor kehutanan paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan. Adapun input yang dibutuhkan yaitu bibit tanaman kayu yang diperoleh dari mekanisme perdagangan. Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran II memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi keterkaitan total ke depan yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki keterkaitan total ke belakang yang rendah tetapi keterkaitan total ke depan yang tinggi. Posisi dari 13 sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.2.
64
Keterkaitan 13 Sektor 2
Tanaman Bahan Makanan
RKTD
1.8
II
I
Tanaman Perkebunan
1.6
Peternakan dan Hasil-hasilnya
RKTB
Keterkaitan ke Belakang
1.4
Kehutanan Perikanan
1.2 III
IV
Pertambangan dan Penggalian
1 Industri Pengolahan
0.8 Listrik, Gas, dan Air Minum
0.6
Bangunan
0.4
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0.2
Pengangkutan dan Komunikasi
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Keterkaitan ke Depan
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Keterangan: RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan Gambar 5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor 5.2. Analisis Dampak Penyebaran Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana sektor pertanian memiliki distribusi manfaat terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme transaksi pasar output yang dapat diketahui dari kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran dapat digunakan untuk mengetahui manfaat distribusi
65
sektor pertanian terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme pasar input. 5.2.1. Kepekaan Penyebaran Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 memiliki nilai kepekaan penyebaran sebesar 0,884. Nilainya yang kurang dari satu menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini masih kecil. Hal ini menunjukkan kalau output dari sektor pertanian yang digunakan sebagai input oleh sektor lain masih kecil, lebih banyak langsung dijadikan konsumsi akhir. Selain sektor pertanian masih ada lima sektor lain yang memiliki nilai kepekaan kurang dari satu yang dapat diketahui berdasarkan Tabel 5.3. Tabel 5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor
Kepekaan Penyebaran
Koefisien Penyebaran
Pertanian
0,844
0,784
Pertambangan dan Penggalian
0,692
0,790
Industri Pengolahan
1,193
1,051
Listrik, Gas, dan Air Minum
0,959
1,231
Bangunan
0,787
0,994
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1,334
0,913
Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
0,995
1,014
1,274 0,922 9,000
1,224 1,000 9,000
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Apabila suatu sektor perekonomian memiliki nilai kepekaan penyebaran lebih dari satu berarti sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini (industri hilir). Berdasarkan Tabel 5.3 dapat terlihat bahwa sektor yang
66
mempunyai nilai lebih dari satu yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (1,334), sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan (1,274), serta sektor industri pengolahan (1,193). Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran II memiliki koefisien penyebaran yang tinggi tetapi kepekaan penyebaran yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang rendah dengan sektorsektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki koefisien penyebaran yang rendah tetapi kepekaan penyebaran yang tinggi. Posisi dari sembilan sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.3. Dampak Penyebaran Sembilan Sektor 1.4
RKEP II
Pertanian
I
Koefisien Penyebaran
1.2
Pertambangan dan Penggalian
RKOP
1.0
Industri Pengolahan
0.8
Listrik, Gas, dan Air Minum
0.6
III
Bangunan
IV
0.4
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0.2
Pengangkutan dan Komunikasi
0.0
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
0.0
0.5
1.0
Kepekaan Penyebaran
1.5
Jasa-jasa
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Keterangan: RKOP = garis rata-rata koefisien penyebaran RKEP = garis rata-rata kepekaan penyebaran Gambar 5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor
67
Berdasarkan Tabel 5.4, dari lima sub sektor pertanian yang ada, tidak ada satupun yang mampu mendorong pertumbuhan sektor lain yang menggunakan output dari sektor ini. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan antara dari lima sub sektor pertanian ini lebih rendah dari sektor yang lain, selain itu semua nilai kepekaan penyebarannya kurang dari satu. Tidak mampunya sub sektor pertanian mendorong pertumbuhan sektor lain yang menggunakan output dari sektor ini disebabkan ouput dari sub sektor ini lebih banyak yang langsung dijadikan konsumsi akhir tanpa diolah terlebih dahulu. 5.2.2. Koefisien Penyebaran Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2006 sesuai dengan Tabel 5.3 memiliki nilai koefisien penyebaran sebesar 0,784. Nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu, menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya masih kecil. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya output dari sektor industri hulunya yang digunakan sebagai input untuk sektor pertanian. Sektor pertanian sebagian besar masih banyak menggunakan input produksi dari sektornya sendiri untuk meningkatkan outputnya, misalnya pupuk organik (terbuat dari kotoran hewan ternak dan sampah dedaunan), bibit, serta benih. Apabila suatu sektor perekonomian memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu, maka sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Beberapa sektor perekonomian sesuai dengan Tabel 5.3 yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu, yaitu sektor listrik, gas, dan air minum
68
(1,231), sektor industri pengolahan (1,051), serta sektor pengangkutan dan komunikasi (1,014). Berdasarkan Tabel 5.4, dari lima sub sektor pertanian yang ada, hanya sub sektor perikanan yang mampu meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Hal ini dikarenakan nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu yaitu sebesar 1,021. Sub sektor perikanan mampu meningkatkan industri hulunya disebabkan luasnya perairan di Provinsi Jawa Timur yaitu seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km (Lukito, 2008) sehingga perlu dukungan input dan faktor produksi dari sektor hulunya seperti kapal laut, peralatan melaut (pancing, jaring), dan peti kemas ikan. Tabel 5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Kepekaan penyebaran 0,826 0,742 0,759 0,703 0,745 0,740 1,401 1,038 0,871 1,611 1,114 1,440 1,010 13,000
Koefisien penyebaran 0,786 0,831 0,834 0,775 1,021 0,842 1,116 1,312 1,059 0,973 1,080 1,304 1,066 13,000
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran II memiliki koefisien penyebaran yang tinggi tetapi
69
kepekaan penyebaran yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang rendah dengan sektorsektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki koefisien penyebaran yang rendah tetapi kepekaan penyebaran yang tinggi. Posisi dari 13 sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Dampak Penyebaran 13 Sektor 1.400
RKEP Tanaman Bahan Makanan
II
I
Tanaman Perkebunan
1.200
Peternakan dan Hasil-hasilnya
RKOP
Koefisien Peyebaran
1.000
Kehutanan Perikanan
0.800 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
0.600
III
IV Listrik, Gas, dan Air Minum
0.400
Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0.200
Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
0.000 0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
Jasa-jasa
Kepekaan Penyebaran
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Keterangan: RKOP = garis rata-rata koefisien penyebaran RKEP = garis rata-rata kepekaan penyebaran Gambar 5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor
70
5.3. Analisis Multiplier Analisis multiplier digunakan untuk melihat dampak perubahan atau peningkatan permintaan akhir sektor pertanian terhadap semua sektor yang ada di tiap satu-satuan perubahan jenis pengganda. Ada dua jenis multiplier yang akan dianalisis yaitu multiplier Tipe I dan Tipe II. Multiplier ini digunakan untuk menganalisis multiplier output, multiplier pendapatan, dan multiplier tenaga kerja. Nilai multiplier Tipe I diperoleh dari pengolahan lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka, sedangkan nilai multiplier Tipe II diperoleh dari pengolahan lanjut matriks kebalikan Leontief tertutup dengan memasukkan rumah tangga sebagai variabel endogenous. Dapat dilihat pada Tabel 5.5 bahwa nilai multiplier tipe II selalu lebih besar daripada multiplier tipe I, hal ini dikarenakan pada multiplier tipe II sudah memasukkan konsumsi rumah tangga. 5.3.1. Multiplier Output Nilai yang terdapat pada analisis multiplier output tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan output di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.5, sektor pertanian nilai multiplier ouput tipe I sebesar 1,197. Arti dari nilai tersebut yaitu apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 1,197 juta. Multiplier output tipe II, sektor pertanian memiliki nilai sebesar 1,555 yang artinya apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar
71
Rp. 1 juta maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp. 1,555 juta. Berdasarkan Tabel 5.5 dapat terlihat bahwa nilai multiplier output tipe I terbesar di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 adalah sektor listrik, gas, dan air minum dengan nilai 1,880. Nilai multiplier output tipe II yang tertinggi juga ada pada sektor listrik, gas, dan air minum yaitu sebesar 2,487. Tabel 5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
1
Efek Putaran Pertama 0,135
Efek Dukungan Industri 0,062
Efek Induksi Konsumsi 0,358
1
0,091
0,035
1
0,123
1 1 1
Efek awal
Efek Total
Tipe I
Tipe II
1,555
1,197
1,555
0,294
1,420
1,126
1,420
0,068
0,528
1,719
1,191
1,719
0,133 0,071 0,310
0,061 0,039 0,152
0,261 0,391 0,525
1,455 1,501 1,987
1,195 1,110 1,462
1,455 1,501 1,987
1 1
0,134 0,410
0,073 0,195
0,600 0,422
1,806 2,026
1,207 1,605
1,806 2,026
1 1
0,525 0,338
0,355 0,179
0,608 0,660
2,487 2,178
1,880 1,518
2,487 2,178
1
0,250
0,144
0,573
1,967
1,394
1,967
1
0,347
0,201
0,682
2,230
1,548
2,230
1 1
0,513 0,335
0,355 0,193
0,516 0,750
2,384 2,277
1,869 1,527
2,384 2,277
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Berdasarkan Tabel 5.5, sub sektor perikanan memiliki multiplier output Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,462 dan 1,987. Hal tersebut disebabkan luasnya perairan di Provinsi Jawa Timur seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km
72
(Lukito, 2008) mampu menghasilkan produksi ikan di sektor perikanan laut setiap tahunnya berkisar 334.162,50 ton. Ditambah hasil dari sektor perikanan darat sebesar 166.329,83 ton setiap tahun. Apabila ditambah dengan budidaya air payau produksinya dapat mencapai 1,5 ton/ha per musim tanam, air tawar 16 ton/ha per musim tanam dan budidaya laut 7,5 kg/m3 per musim tanam (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor kehutanan multiplier output Tipe I terendah yaitu 1,110. Hal tersebut disebabkan luas kawasan hutan hanya sekitar 1.357.206,36 ha atau 28 persen dari luas dararan Provinsi Jawa Timur, dengan luas hutan produksi 811.452,70 ha. Hasil produksi yang didapat juga tidak terlalu besar yaitu sebesar 274.737 m3 saja (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki multiplier output Tipe II terendah yaitu 1,420. Hal tersebut disebabkan luas lahan sub sektor tanaman bahan makanan hanya 1.178.283 ha, sehingga output yang dihasilkan juga cukup sedikit yaitu 13.566.256 ton per tahun (Indonesia Tanah Airku, 2007). 5.3.2. Multiplier Pendapatan Nilai yang terdapat dalam multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.6, nilai multiplier pendapatan sektor pertanian tipe I sebesar 1,230. Arti dari nilai tersebut yaitu apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 1,230
73
juta. Nilai multiplier tipe II sektor pertanian adalah sebesar 1,659 yang artinya apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp. 1,659 juta. Nilai multiplier pendapatan yang masih rendah ini dikarenakan karena kurangnya pemberian nilai tambah terhadap output sektor pertanian sehingga harga jualnya juga kecil yang mengakibatkan pendapatan yang diterima oleh para petani juga kecil. Tabel 5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
0,145
Efek Putaran Pertama 0,023
Efek Dukungan Industri 0,011
Efek Induksi Konsumsi 0,062
0,125 0,228
0,014 0,021
0,006 0,012
0,096 0,172 0,175
0,022 0,015 0,058
0,258 0,110 0,149 0,244
Efek awal
Efek Total
Tipe I
Tipe II
0,240
1,230
1,659
0,051 0,092
0,196 0,352
1,155 1,141
1,561 1,542
0,010 0,007 0,026
0,045 0,068 0,091
0,174 0,261 0,350
1,342 1,123 1,480
1,814 1,518 2,001
0,028 0,067 0,092 0,053
0,012 0,033 0,061 0,030
0,104 0,073 0,105 0,114
0,402 0,283 0,407 0,442
1,157 1,912 2,030 1,342
1,560 2,579 2,738 1,810
0,219
0,041
0,025
0,099
0,384
1,299
1,752
0,231
0,072
0,036
0,118
0,457
1,466
1,977
0,108 0,278
0,087 0,062
0,062 0,033
0,089 0,130
0,346 0,502
2,380 1,342
3,209 1,810
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Dapat terlihat pada Tabel 5.6 bahwa nilai multiplier pendapatan tipe I yang tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 adalah sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan sebesar 2,380. Nilai multiplier pendapatan
74
tipe II tertinggi juga terdapat pada sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan sebesar 3,209. Berdasarkan Tabel 5.6, sub sektor perikanan memiliki multiplier pendapatan Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,480 dan 2,001. Hal ini disebabkan sudah diberikannya nilai tambah terhadap output sub sektor perikanan. Peningkatan nilai tambah ini dapat terlihat sudah semakin banyaknya industri pengolahan baik yang berskala besar maupun sedang untuk hasil-hasil output perikanan di Provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 51 unit (industri besar) dan 149 unit (industri sedang) (Badan Pusat Statistik, 2005). Sub sektor kehutanan multiplier pendapatan Tipe I dan Tipe II terendah yaitu 1,123 dan 1,518. Hal ini disebabkan masih sedikitnya industri pengolahan untuk hasil-hasil kehutanan di Provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 40 unit (industri besar) dan 140 unit (industri sedang) sehingga peningkatan nilai tambahnya masih kecil yang menyebabkan tingkat pendapatan juga kecil. 5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja Nilai yang terdapat dalam multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.7, sektor pertanian memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 1,070 yang berarti apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir yang bekerja pada sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 1 orang. Nilai multiplier tenaga kerja tipe II sektor
75
pertanian yaitu sebesar 1,176, hal ini berarti apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 1 orang. Dapat terlihat bahwa nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II di Provinsi Jawa Timur yang tertinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum dengan nilai masing-masing sebesar 10,215 dan 23,120. Tabel 5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
0,089
Efek Putaran Pertama 0,005
Efek Dukungan Industri 0,002
Efek Induksi Konsumsi 0,009
0,077 0,140
0,004 0,004
0,001 0,002
0,059 0,105 0,107
0,004 0,002 0,010
0,011 0,011 0,001 0,039
Efek awal
Efek Total
Tipe I
Tipe II
0,104
1,070
1,176
0,008 0,014
0,089 0,159
1,059 1,039
1,159 1,138
0,002 0,001 0,004
0,007 0,010 0,014
0,071 0,118 0,135
1,090 1,023 1,128
1,206 1,120 1,257
0,003 0,013 0,006 0,005
0,002 0,005 0,006 0,005
0,016 0,011 0,016 0,017
0,032 0,040 0,029 0,066
1,433 2,678 10,215 1,244
2,860 3,718 23,120 1,695
0,021
0,006
0,003
0,015
0,045
1,412
2,126
0,022
0,007
0,004
0,018
0,051
1,536
2,373
0,004 0,037
0,008 0,007
0,007 0,004
0,014 0,020
0,032 0,068
4,346 1,301
7,488 1,837
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Berdasarkan Tabel 5.7, sub sektor perikanan memiliki multiplier tenaga kerja Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,128 dan 1,257. Hal ini disebabkan luas perairan Provinsi Jawa Timur yang lebih luas yaitu 208.138 km2 daripada luas daratannya yaitu 46.428 km2, sehingga dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja di sub sektor tersebut dengan jumlah rumah tangga perikanan sebanyak 91.979
76
kepala keluarga (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor kehutanan multiplier tenaga kerja Tipe I dan Tipe II terendah yaitu 1,023 dan 1,120. Hal ini disebabkan pemeliharaan tanaman ataupun tumbuhan hasil kehutanan tidak terlalu rumit apabila dibandingkan dengan sub sektor pertanian yang lain. Hal lain yang menyebabkan sedikitnya tenaga kerja yang terserap disebabkan lebih banyak peran pemerintah dalam menangani masalah di sub sektor kehutanan dalam hal ini petugas Perhutani dan Polisi Hutan terutama untuk perlindungan hutan konservasi dan hutan lindung yang persentasenya mencapai 40,22 persen dari total luas lahan kehutanan (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sesuai dengan hasil perhitungan, dalam analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil peranannya dalam peningkatan output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektorsektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Sektor yang memiliki peran cukup besar adalah sektor listrik, gas, dan air minum terutama dalam peningkatan output dan penyerapan tenaga kerja. Peran besar dalam peningkatan pendapatan terdapat pada sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan. 5.4. Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur Analisis investasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur karena adanya pertumbuhan investasi sektor pertanian. Untuk memberikan gambaran mengenai dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian, terutama pembentukan terhadap nilai output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja, maka dalam
77
penelitian ini diasumsikan terdapat penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada setiap sub sektor pertanian, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, serta perikanan. Penanaman investasi diasumsikan berada pada kondisi perekonomian berlangsung normal. Nilai investasi ini berdasarkan nilai anggaran yang dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2006. Nilai tersebut digunakan untuk shock sektor pertanian sehingga dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan output, pendapatan, dan tenaga kerja di setiap sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur (Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur, 2007). 5.4.1. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 142,01 trilyun. Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 105,18 trilyun atau sebesar 74,10 persen merupakan dampak langsung dan Rp. 36,83 trilyun atau sebesar 25,90 persen merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 105,18 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 36,83 trilyun.
78
Dilihat dari sisi pendapatan, dapat diketahui bahwa jika ada tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan, maka akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp. 19,57 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 13,19 trilyun atau 67,40 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 13,19 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 6,38 trilyun atau sebesar 32,60 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain. Tabel 5.8. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Output Nilai Persen 105.180.500 74,1 390.900 0,3
Pendapatan Nilai Persen 13.189.400 67,4 89.200 0,5
Tenaga Kerja Nilai Persen 8.096.400 90,8 54.700 0,6
1.317.400 26.700 1.310.200
0,9 0,0 0,9
126.100 4.600 228.900
0,6 0,0 1,2
77.400 2.800 140.500
0,9 0,0 1,6
146.000
0,1
37.600
0,2
1.600
0,0
9.849.200
6,9
1.083.700
5,5
105.700
1,2
2.289.100 771.300
1,6 0,5
340.600 188.500
1,7 1,0
2.800 29.800
0,0 0,3
11.005.300
7,7
2.411.300
12,3
232.800
2,6
3.611.000
2,5
835.200
4,3
77.600
0,9
3.886.300 2.228.900 142.012.800
2,7 1,6 100,0
418.400 618.600 19.572.300
2,1 3,2 100,0
16.800 82.200 8.921.400
0,2 0,9 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006
79
Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 8,92 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 8,10 juta orang atau 90,80 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 825 ribu orang atau 9,20 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor tanaman bahan makanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 825 ribu orang. 5.4.2. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Tabel 5.9 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 171,93 trilyun. Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 102,20 trilyun atau sebesar 59,40 persen merupakan dampak langsung dan Rp. 69,73 trilyun atau sebesar 40,60 persen merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub sektor tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 102,20 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 69,73 trilyun. Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan, maka akan
80
mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp. 35,19 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 23,32 trilyun atau 66,30 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 23,32 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 11,87 trilyun atau sebesar 33,70 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain. Tabel 5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Output Nilai Persen 3.434.900 2,0 102.204.300 59,4
Pendapatan Nilai Persen 430.700 1,2 23.319.000 66,3
Tenaga Kerja Nilai Persen 264.400 1,7 14.314.400 89,8
1.644.600 46.700 2.349.000
1,0 0,0 1,4
157.400 8.000 410.400
0,4 0,0 1,2
96.600 4.900 251.900
0,6 0,0 1,6
279.600
0,2
72.000
0,2
3.100
0,0
17.020.300
9,9
1.872.800
5,3
182.700
1,1
4.148.700 2.465.500
2,4 1,4
617.300 602.600
1,8 1,7
5.200 95.400
0,0 0,6
18.683.200
10,9
4.093.600
11,6
395.300
2,5
6.566.000
3,8
1.518.600
4,3
141.200
0,9
9.120.200 3.965.800 171.928.800
5,3 2,3 100,0
982.000 1.100.700 35.185.300
2,8 3,1 100,0
39.500 146.300 15.940.800
0,2 0,9 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 15,94 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 14,31
81
juta orang atau 89,80 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,63 juta orang atau 10,20 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor tanaman perkebunan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 1,63 juta orang. 5.4.3. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Tabel 5.10 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 145,54 trilyun. Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 101,02 trilyun atau sebesar 69,40 persen merupakan dampak langsung dan Rp. 44,52 trilyun atau sebesar 30,60 persen merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 101,02 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 44,52 trilyun. Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, maka
akan
mampu
meningkatkan
pendapatan
di
semua
sektor-sektor
perekonomian sebesar Rp. 17,37 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan
82
sebesar Rp. 9,67 trilyun atau 55,70 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 9,67 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 7,70 trilyun atau sebesar 44,30 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain. Tabel 5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Output Nilai Persen 3.624.700 2,5 823.700 0,6
Pendapatan Nilai Persen 454.500 2,6 187.900 1,1
Tenaga Kerja Nilai Persen 279.000 3,9 115.400 1,6
101.015.200 29.900 1.186.800
69,4 0,0 0,8
9.669.600 5.100 207.300
55,7 0,0 1,2
5.935.700 3.100 127.300
83,7 0,0 1,8
159.600 11.172.800
0,1 7,7
41.100 1.229.400
0,2 7,1
1.800 119.900
0,0 1,7
2.529.500 555.700
1,7 0,4
376.400 135.800
2,2 0,8
3.100 21.500
0,0 0,3
13.783.600
9,5
3.020.100
17,4
291.600
4,1
4.127.900
2,8
954.700
5,5
88.700
1,3
4.282.700 2.248.100 145.540.000
2,9 1,5 100,0
461.100 624.000 17.367.100
2,7 3,6 100,0
18.500 82.900 7.088.600
0,3 1,2 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 7,09 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 5,94 juta orang atau 83,70 persen, nilai ini menunjukkan jumlah
83
tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,15 juta orang atau 16,30 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 1,15 juta orang. 5.4.4. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Tabel 5.11 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor kehutanan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 150,09 trilyun. Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 100,06 trilyun atau sebesar 66,70 persen merupakan dampak langsung dan Rp. 50,03 trilyun atau sebesar 33,30 persen merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub sektor kehutanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 100,06 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor kehutanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 50,03 trilyun. Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor kehutanan, maka akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp. 26,05 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 17,17 trilyun atau 65,90 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor kehutanan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor
84
tersebut sebesar Rp. 17,17 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 8,88 trilyun atau sebesar 34,10 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain. Tabel 5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Output Nilai Persen 2.438.100 1,6 456.600 0,3
Pendapatan Nilai Persen 305.700 1,2 104.200 0,4
Tenaga Kerja Nilai Persen 187.700 1,6 63.900 0,5
1.063.000 100.063.900 1.739.700
0,7 66,7 1,2
101.800 17.171.800 303.900
0,4 65,9 1,2
62.500 10.541.000 186.600
0,5 89,3 1,6
173.000
0,1
44.600
0,2
1.900
0,0
10.191.100
6,8
1.121.400
4,3
109.400
0,9
3.049.200 1.648.700
2,0 1,1
453.700 403.000
1,7 1,5
3.800 63.800
0,0 0,5
14.758.800
9,8
3.233.800
12,4
312.200
2,6
5.395.800
3,6
1.248.000
4,8
116.000
1,0
5.703.600 3.409.100 150.090.500
3,8 2,3 100,0
614.100 946.200 26.052.100
2,4 3,6 100,0
24.700 125.800 11.799.200
0,2 1,1 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor kehutanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 11,80 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 10,54 juta orang atau 89,30 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,26 juta orang atau 10,70 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor
85
kehutanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 1,26 juta orang. 5.4.5. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor perikanan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 198,68 trilyun. Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 107,52 trilyun atau sebesar 54,10 persen merupakan dampak langsung dan Rp. 91,16 trilyun atau sebesar 45,90 persen merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub sektor perikanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 107,52 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor perikanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 91,16 trilyun. Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor perikanan, maka akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp. 34,96 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 18,79 trilyun atau 53,70 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor perikanan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 18,79 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 16,17 trilyun atau sebesar 46,30 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.
86
Tabel 5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Output Nilai Persen 4.069.700 2,0 750.100 0,4
Pendapatan Nilai Persen 510.300 1,5 171.100 0,5
Tenaga Kerja Nilai Persen 313.300 2,3 105.100 0,8
1.742.100 82.100 107.524.700
0,9 0,0 54,1
166.800 14.100 18.786.300
0,5 0,0 53,7
102.400 8.600 11.532.000
0,8 0,1 85,6
307.700 19.707.500
0,2 9,9
79.300 2.168.500
0,2 6,2
3.400 211.500
0,0 1,6
5.090.300 2.149.000
2,6 1,1
757.400 525.300
2,2 1,5
6.300 83.100
0,0 0,6
33.505.000
16,9
7.341.200
21,0
708.800
5,3
9.342.800
4,7
2.160.900
6,2
200.800
1,5
10.125.000 4.287.500 198.683.700
5,1 2,2 100,0
1.090.200 1.190.000 34.961.300
3,1 3,4 100,0
43.800 158.200 13.477.400
0,3 1,2 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor perikanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 13,48 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 11,53 juta orang atau 85,60 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,95 juta orang atau 14,40 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor perikanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 1,95 juta orang.
87
Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui secara umum bahwa dengan penambahan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 100 trilyun mampu menciptakan output total sebesar Rp. 161,65 trilyun, pendapatan sebesar Rp. 26,63 trilyun, dan penyerapan tenaga kerja sebesar 11,45 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Adanya penambahan investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan sebesar Rp. 198,68 trilyun. Sub sektor tanaman perkebunan dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi masing-masing sebesar Rp. 35,19 trilyun dan 15,94 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Tabel 5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur Shock Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan
Dampak terhadap Output Total (juta rupiah) 142.012.800
Dampak terhadap Pendapatan Total (juta rupiah) 19.572.300
Dampak terhadap Tenaga Kerja Total (orang) 8.921.400
Tanaman Perkebunan
171.928.800
35.185.300
Peternakan dan Hasil-hasilnya
145.540.000
17.367.100
7.088.600
Kehutanan Perikanan
150.090.500 198.683.700
26.052.100 34.961.300
11.799.200 13.477.400
161.651.160
26.627.620
11.445.480
Rata-rata
15.940.800
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 Berdasarkan hasil Tabel 5.13, jika pemerintah ingin meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya dialokasikan pada sub sektor perikanan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor pertanian yang lainnya. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub sektor tanaman perkebunan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor pertanian yang lain.
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil analisis pertumbuhan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur pada tahun 2006, dapat disimpulkan: 1. Hasil analisis keterkaitan menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif rendah dibandingkan dengan sektor lainnya yakni berada pada urutan ke tujuh dan ke delapan dari sembilan sektor. Hal ini berarti output sektor pertanian lebih banyak digunakan untuk konsumsi langsung dan lebih kecil dalam menggunakan input dari sektor perekonomian yang lain. 2. Berdasarkan analisis dampak penyebaran memperlihatkan bahwa kemampuan sektor pertanian baik dalam mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini maupun kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya masih kecil. Hal tersebut dikarenakan nilai kepekaan penyebaran dan koefisien penyebarannya kurang dari satu, yaitu masing-masing 0,844 dan 0,784. 3. Analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai multiplier output dan multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II paling rendah dibandingkan sektor perekonomian yang lain. Untuk nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II berada pada urutan ke delapan dari sembilan sektor.
89
4. Dalam analisis investasi secara umum menunjukkan bahwa dengan penambahan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 100 trilyun mampu menciptakan output total sebesar Rp. 161,65 trilyun, pendapatan sebesar Rp. 26,63 trilyun, dan penyerapan tenaga kerja sebesar 11,45 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Dampak paling besar pada sub sektor perikanan terhadap pembentukan output. Sub sektor tanaman perkebunan memiliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi dari penambahan investasi ini. 6.2. Saran Beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjadikan sektor pertanian sebagai sektor unggulan sehingga nantinya akan mampu mengundang para investor untuk berinvestasi, maka pemerintah hendaknya berusaha mendorong produksi output dan penyediaan inputnya dengan cara menciptakan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian tersebut. Hal ini dilakukan agar sektor pertanian mampu mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain dan juga mampu untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. 2 Berdasarkan hasil analisis investasi, jika pemerintah ingin meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya dialokasikan pada sub sektor perikanan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor pertanian yang lainnya. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub
90
sektor tanaman perkebunan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor pertanian yang lain. 3. Para investor tidak perlu khawatir untuk menanamkan investasinya di sektor pertanian, hal ini dikarenakan tingkat multiplier pendapatannya yang cukup tinggi terutama di sub sektor perikanan, hal ini menunjukkan bahwa sub sektor ini nantinya dapat memberikan return yang tinggi juga.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat Statistik: Jakarta. __________. 2008. Statistik Indonesia 2008. Badan Pusat Statistik: Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2006. Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006. Badan Pusat Statistik: Provinsi Jawa Timur. __________. 2008. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik: Provinsi Jawa Timur. Balai Penelitian Tanah. 2006. Konsep Multifungsi untuk Revitalisasi Pertanian. http://pustaka-deptan.go.id [6 Maret 2009]. Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur. 2007. APBD Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur. http://bappeprop-jatim.go.id [6 Maret 2009]. Febrina, W. D. 2005. Peranan Sektor Agribisnis terhadap Perekonomian Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sitohang [penerjemah]. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta. Handari, D. A. M. 2006. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian di Indonesia (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Indonesia Tanah Airku. 2007. Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur. http://indonesia.go.id [12 Agustus 2009]. Jaringan Kebijakan Publik Indonesia. 2005. Membangun Pertanian Membangun Kemakmuran Bersama. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Kartinah, N. Y. 2004. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
92
Lukito, O. 2008. Jawa Timur Abaikan Potensi Maritim. http://bappepropjatim.go.id [12 Agustus 2009]. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi edisi ke-4. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga: Jakarta. Mardjuki, A. 1990. Pertanian dan Masalahnya. Andi Offset: Yogyakarta. Maryadi, M. 2007. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis InputOutput [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Muljana, B. S. 1995. Perencanaan Pembangunan Nasional. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Nasoetion, A. H. 2005. Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. PT. Pustaka Litera AntarNusa: Jakarta. Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian faperta.ugm.ac.id [19 Maret 2009].
dan
Lingkungan.
http://soil-
Priyarsono, D. S., Sahara, M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka: Jakarta. Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian. 2008. Bantuan Langsung Masyarakat untuk Keringan Investasi Pertanian. http://deptan.go.id [16 Maret 2009]. Putri, S. A. C. 2008. Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Bangka Belitung (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Ramanto, D. A. 2008. Analisis Dampak Sektor Padi, Melinjo, dan Pertanian Lainnya Terhadap Perekonomian Kabupaten Pandeglang: Analisis Input Output [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Santoso, J. 2005. Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Boyolali [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian (Penjelasan tentang konsep, istilah, teori, indikator, serta variabel). Bina Rahma: Jakarta.
93
Tambunan, T. H. T. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta. Todaro, M. P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga: Jakarta. Yusri, M. 2007. Dampak Perubahan Permintaan Akhir pada Sektor Perekonomian Provinsi Sumatera Barat: Analisis Input-Output [skripsi]. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input Output Jawa Timur 2006 Sembilan Agregasi Kode IO Sektor Sektor Sektor 13 Sektor 19 Sektor 1 Tanaman bahan 1 makanan 2
1
Pertanian
2 3 4 5
2
Pertambangan dan Penggalian
6
Tanaman perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
3 4 5 6 7
8 3
Industri Pengolahan
7
Industri Pengolahan
9 10
4 5 6 7
8
Listrik, gas, dan air minum Bangunan / konstruksi Perdagangan, Restoran, dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan
8 9 10 11
12
Listrik, gas, dan air minum Bangunan / konstruksi Perdagangan, Restoran, dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan
11 12 13 14 15
16
17 9
Jasa-jasa
13
Jasa-jasa
18 19
Jumlah Jumlah permintaan 180 permintaan 180 antara antara Jumlah input Jumlah input 190 190 190 antara antara Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur 2006 180
Sektor Padi Tanaman bahan makanan Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri makanan, minuman, dan tembakau Industri lainnya Industri barang hasil pengilangan minyak bumi Listrik, gas, dan air minum Bangunan / konstruksi Perdagangan Restoran dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa-jasa Kegiatan yang tak jelas batasannya Jumlah permintaan antara Jumlah input antara
Lampiran 2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006 Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
180
1
915478
0
0
124551
0
0
0
9494931
116222
0
0
0
768
0
0
0
1277
3152
0
10656379
2
5
598567
304
149459
0
49494
0
817268
8970
0
0
0
6407
1564241
849
1
268857
171479
0
3635901
3
106
1370
226068
67977
0
0
0
4165323
224535
0
0
0
1340
236044
283
12
4326
15615
0
4942999
4
100019
117223
21215
23003
0
391
0
5638237
1295
0
0
0
0
2055691
1116
25
23409
37677
0
8019301
5
76
157
95
135
412
3937
291
389
538899
0
1
12521
224
2390
0
194
92
7093
0
566906
6
0
0
8
0
0
680043
0
383423
9228
0
0
0
0
810005
971
4799
18929
25618
0
1933024
7
0
0
0
271
0
0
27717
411620
2385066
33999
40741
582745
1903
289
0
0
6740
2555
0
3493646
8
0
30
1847
629063
0
380389
0
2699622
258793
0
0
0
14157
6684213
69119
20871
182017
299940
0
11240061
9
655018
526765
554500
25182
7036
286252
156763
4407953
19674097
708
125542
4410122
2330740
482778
918950
1547386
1923579
1139486
0
39172857
10
25
138
1651
508
481
33996
6227
20595
96547
5
131042
10658
31894
2450
124748
8089
9619
1288
0
479961
11
0
41
2446
43087
387
64719
4766
325706
3679856
226
4266324
4682
1889588
224439
284748
753714
325034
514038
0
12383801
12
106767
68093
251826
15690
12684
153158
417386
16929
233999
216
290274
11121
1683720
22640
365328
1324749
1267377
171970
0
6413927
13
303036
447516
263929
777130
27526
1929051
268445
7293994
11620577
534
3173088
2258935
1581556
5764678
2272859
1352952
1235511
1692846
0
42264163
14
0
20164
3414
1594
790
102611
121926
775206
825598
216
23823
89362
1517103
88674
549372
792.85
1185776
167147
0
6265161
15
53717
99030
82085
136406
11669
327324
88899
2621746
4642197
334
499759
393778
4474673
881762
3574033
3034192
1280903
817388
0
23019895
16
156110
78047
383651
106645
12621
292804
203289
2963711
3973382
2863
1007534
517993
9237023
768385
2430.908
10508239
1122863
2006322
0
35772390
17
0
283
5418
2529
0
18749
1772
29043
245238
11
11426
4400
0
37434
70088
906226
177528
65829
0
1575974
18
115679
26847
48264
48250
9054
8553
213697
1593775
1152691
750
49270
55272
1358822
98634
3313741
2392728
1347906
830147
0
12664080
19
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
190
2406036
1984271
1846721
2151480
82660
4331471
1511178
43659471
49687190
39862
9618824
8351589
24129918
19724747
13977113
22646562
10381743
7969590
0
224500606
Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006
Lampiran 3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006 Sektor 1 2 3 4 5 6 7 1 1514050 304 274010 0 49494 0 10437391 2 1476 226068 67977 0 0 0 4389858 3 217242 21215 23003 0 391 0 5639532 4 233 95 135 412 3937 291 539288 5 0 8 0 0 680043 0 392651 6 0 0 271 0 0 27717 2830685 7 1181976 557998 654753 7517 700637 162990 27158320 8 41 2446 43087 387 64719 4766 4005788 9 174860 251826 15690 12684 153158 417386 251144 10 770716 267343 778724 28316 2031662 390371 20516125 11 152747 82085 136406 11669 327324 88899 7264277 12 234157 383651 106645 12621 292804 203289 6939956 13 142809 53682 50779 9054 27302 215469 3021508 190 4390307 1846721 2151480 82660 4331471 1511178 93386523 Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006
8 0 0 0 1 0 40741 256584 4266324 290274 3196911 499759 1007534 60696 9618824
9 0 0 0 12521 0 582745 4420780 4682 11121 2348297 393778 517993 59672 8351589
10 1571416 237384 2055691 2614 810005 2192 9546232 2114027 1706360 8952011 5356435 10005408 1494890 43854665
11 849 283 1116 0 971 0 1112817 284748 365328 2822231 3574033 2430908 3383829 13977113
12 1 12 25 194 4799 0 1576346 753714 1324749 2145337 3034192 10508239 3298954 22646562
13 444765 19941 61086 7185 44547 9295 3555929 839072 1439347 4281280 2098291 3129185 2421410 18351333
180 14292280 4942999 8019301 566906 1933024 3493646 50892879 12383801 6413927 48529324 23019895 35772390 14240054 224500606
Lampiran 4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006 Sektor 1 2 3 4 5 1 3080093 291 22239413 1 12521 2 271 27717 2830685 40741 582745 3 3102881 162990 27158320 256584 4420780 4 110680 4766 4005788 4266324 4682 5 608218 417386 251144 290274 11121 6 3876761 390371 20516125 3196911 2348297 7 710231 88899 7264277 499759 393778 8 1029878 203289 6939956 1007534 517993 9 283626 215469 3021508 60696 59672 190 12802639 1511178 94227216 9618824 8351589 Sumber: Tabel IO Jatim (2006) dalam BPS Provinsi Jawa Timur (2006)
6 4677110 2192 9546232 2114027 1706360 8952011 5356435 10005408 1494890 43854665
7 3219 0 1112817 284748 365328 2822231 3574033 2430908 3383829 13977113
8 5031 0 1576346 753714 1324749 2145337 3034192 10508239 3298954 22646562
9 577524 9295 3555929 839072 1439347 4281280 2098291 3129185 2421410 18351333
180 30595203 3493646 50892879 12383801 6413927 48529324 23019895 35772390 14240054 225341299