ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh : GEMA SETYA ANGGARA PUTRA H14070107
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
GEMA SETYA ANGGARA PUTRA. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia (dibimbing oleh ALLA ASMARA). Sektor industri merupakan sektor yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia yang pada tahun 1991 selama pembangunan jangka pendek 1 telah mengalami perubahan struktur perekonomian yang pada awalnya berbasis sektor pertanian menjadi sektor industri. Di dalam pelaksanaannya, sektor industri pengolahan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja, dan kemampuan untuk menciptakan nilai tambah dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Sektor industri pengolahan di Indonesia di satu pihak memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tertinggi, dan nilai investasi yang tertanam cukup besar, namun kontribusi tersebut tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Sektor industri yang merupakan penyumbang terbesar PDB hanya mampu menduduki peringkat ketiga dalam menyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Berdasarkan masalah dan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia, (2) Menganalisis peranan dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia, (3) Menganalisis berapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan, ditinjau berdasarkan multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja, (4) Menganalisis besarnya dampak yang ditimbulkan dari investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 klasifikasi 66 sektor yang diagregasi menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Dalam studi ini menggunakan metode analisis Input-Output (I-O). Pengolahan data dengan menggunakan bantuan software I-O Analysis for Practitioners dan Microsoft Excell 2007. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kontribusi sektor industri pengolahan dalam kaitannya dengan pembentukan permintaan total, permintaan akhir, konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, ekspor netto, nilai tambah bruto, dan pembentukan struktur output sektoral menempati urutan pertama dibandingkan dengan sektor lainnya. Namun dalam pembentukan struktur investasi, sektor industri pengolahan menempati urutan kedua setelah sektor bangunan. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran pada Tabel I-O klasifikas 10 sektor, sektor industri pengolahan memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih mampu meningkatkan sektor hulunya daripada sektor hilirnya. Subsektor dari industri pengolahan yang memiliki kemampuan untuk
menjadi sektor unggulan dalam suatu perekonomian adalah sektor industri bambu, kayu dan rotan serta industri kertas, barang dari kertas, dan karton. Sesuai dengan hasil analisis multiplier pada Tabel I-O klasifikasi 10 sektor menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan baik untuk tipe I dan tipe II pada multiplier output menempati urutan keenam, pada multiplier pendapatan menempati urutan pertama, dan pada multiplier tenaga kerja menempati urutan ketiga. Sedangkan sesuai dengan hasil analisis multiplier pada Tabel I-O klasifikasi 17 sektor menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman, dan tembakau pada multiplier pendapatan menempati urutan pertama dibandingkan dengan subsektor dari industri pengolahan lainnya, dan yang memiliki nilai terbesar dalam meningkatkan multiplier output adalah sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, sedangkan pada multiplier tenaga kerja tertinggi diduduki oleh sektor industri kimia, karet, plastik, dan pengilangan minyak. Berdasarkan nilai keterkaitan dan multiplier sektor industri pengolahan yang relatif tinggi, maka peningkatan investasi di sektor tersebut mampu meningkatkan perekonomian Indonesia melalui peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja. Dengan adanya investasi tersebut mampu meningkatkan output dan pendapatan dengan persentase yang tertinggi. Subsektor dari industri pengolahan yang mendapat dampak terbesar dari adanya penambahan investasi tersebut dari sisi output dan pendapatan adalah sektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak, sedangkan dari sisi tenaga kerja adalah sektor industri bambu, kayu, dan rotan. Agar pertumbuhan ekonomi di Indonesia memiliki dampak yang positif, dari hasil penelitian disarankan agar pengambil keputusan dapat memprioritaskan pengembangan sektor yang memiliki basis yang kuat untuk memajukan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya yaitu sektor industri bambu, kayu dan rotan serta sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton.
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh : GEMA SETYA ANGGARA PUTRA H14070107
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Gema Setya Anggara Putra
Nomor Registrasi Pokok
: H14070107
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 1973 0113 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 1964 1022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Gema Setya Anggara Putra H14070107
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gema Setya Anggara Putra, lahir pada tanggal 24 Desember 1988 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Budi Susetyo dan Dian Anggari. Penulis menamatkan pendidikan sekolah di SD Negeri Polisi IV pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Bogor, Jawa Barat, dan lulus pada tahun 2007. Selepas lulus dari pendidikan SMA, penulis melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor dan masuk melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi sebagai anggota UKM Bola Basket IPB (2008-2009), dan pengurus UKM MAX (2008-2010).
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia”. Penulisan skripsi ini mendapat inspirasi dari fakta bahwa sektor industri pengolahan mempunyai peran dalam perekonomian Indonesia karena basis perekonomian di Indonesia yang telah berubah dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Sektor ini diharapkan dapat lebih banyak untuk menyerap tenaga kerja dalam pembangunan perekonomian yang stabil dan berkesinambungan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat semangat, doa, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Tanti Novianti, M.Si. dan Ranti Wiliasih, M.Si. selaku dosen penguji dan komisi pendidikan, yang telah memberikan kritikan, saran-saran, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Kedua orang tua penulis, ayahanda Budi Susetyo dan ibunda Dian Anggari atas kasih sayang, doa, pengorbanan, dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis sejak menjalani perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
4.
Kedua saudara penulis: Gitta Maharani dan Gaza Yanuar atas doa dan dukungan kepada penulis.
5.
Keluarga penulis terutama Eyang uti dan Eyang om yang senantiasa selalu memberikan semangat, dorongan moril, dan doa sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
6.
Kharisma Imma yang selalu memberikan dukungan, semangat, bantuan serta doa selama penulisan skripsi ini.
7.
Dani, Rico, Robby, Andika, Nindy , Anditia yang telah membimbing dan memberi dukungan selama penulisan skripsi ini.
8.
Sahabat-sahabat penulis: mahasiswa-mahasiswi IE 44, teman Antasari Grup.
9.
Keluarga besar Ilmu Ekonomi, seluruh pihak dan instansi yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, dengan
segala kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun bagi perbaikan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan umumnya. Wassalamu’alaikum wr.wb.
Bogor, Mei 2012
Gema Setya Anggara Putra H14070107
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
vii
1.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian...............................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................
9
2.1. Tinjauan Pustaka............................................................................
9
2.1.1. Definisi Industri .................................................................
9
2.1.2. Definisi Investasi ..............................................................
11
2.1.3. Investasi dan Pembangunan Ekonomi ...............................
12
2.1.3.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi.......
12
2.1.3.2. Investasi Langsung ..............................................
16
2.1.3.3. Investasi Tidak Langsung ....................................
17
2.1.4. Analisis Input-Output ........................................................
17
2.1.5. Struktur Tabel Input-Output ..............................................
18
2.1.6. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Input-Output ......................
21
2.1.7. Kerangka Analisis ..............................................................
22
2.1.8. Penelitian Terdahulu ..........................................................
23
2.1.9. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................
27
METODE PENELITIAN ........................................................................
29
3.1. Jenis dan Sumber Data ....................................................................
29
3.2. Metode Analisis Model Input-Output .............................................
29
3.2.1. Koefisien Input .....................................................................
29
3.2.2. Analisis Keterkaitan .............................................................
31
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran ..............................................
32
3.2.4. Analisis Pengganda ..............................................................
34
2.
3.
i
4.
5.
3.3. Analisis Simulasi Investasi Publik ...................................................
35
3.4. Konsep dan Definisi Operasional Data ............................................
36
GAMBARAN UMUM ...........................................................................
43
4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia ....................................................
43
4.2. Peran Sektor Industri Pengolahan ...................................................
45
4.2.1. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pembentukan PDB .....................................................................................
45
4.2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ........................................................................
47
4.3. Perkembangan Investasi Pada Sektor Industri Pengolahan ...........
49
4.4. Kebijakan Pemerintah ....................................................................
51
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
54
5.1. Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Struktur Perekonomian Indonesia ................................................................
54
5.1.1. Permintaan dan Penawaran Output ......................................
54
5.1.2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah ...........................................................................
56
5.1.3. Struktur Investasi ................................................................
58
5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor ..................................................
60
5.1.5. Struktur Nilai Tambah Bruto ..............................................
62
5.1.6. Struktur Output Sektoral .....................................................
64
5.2. Analisis Keterkaitan .......................................................................
65
5.2.1. Keterkaitan ke Depan ..........................................................
65
5.2.2. Keterkaitan ke Belakang .....................................................
68
5.3. Analisis Dampak Penyebaran ........................................................
70
5.3.1. Koefisien Penyebaran .........................................................
70
5.3.2. Kepekaan Penyebaran .........................................................
71
5.4. Analisis Multiplier .........................................................................
73
5.5. Analisis Dampak Investasi Sektor industri Pengolahan terhadap Perekonomian Indonesia .................................................................
76
ii
6.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
79
6.1. Kesimpulan ....................................................................................
79
6.2. Saran ..............................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
81
LAMPIRAN ..................................................................................................
83
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011 .........................................................
2
1.2. Perkembangan Realisasi Investas Atas Izin Usaha Tetap PMDN Menurut Sektor Tahun 2006-2010 ..............................................................................
3
1.3. Perkembangan Realisasi Investas Atas Izin Usaha Tetap PMA Menurut Sektor Tahun 2006-2010 ..............................................................................
4
1.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005-2009 ..................................
5
2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output ..............................................................
19
3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ..........................
35
4.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011 .........................................................
43
4.2. Produk Domestik Bruto Sektor Industri Pengolahan Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 ......................................................................................
45
4.3. Peran Subsektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional Tahun 2004-2008 ......................................................................................................
46
4.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005-2009 ..................................
47
4.5. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2005-2008
49
5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) ..............................................
55
5.2. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah) .........................................................
56
5.3. Struktur Konsumsi Masyarakat dan Konsumsi Pemerintah terhadap Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)
57
5.4. Struktur Konsumsi Masyarakat dan Konsumsi Pemerintah terhadap subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah) .......
58
5.5. Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)
59
5.6. Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok, dan Investasi subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah) ........................
60
5.7. Struktur Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) ..................................................................................................
61
iv
5.8. Struktur Ekspor dan Impor Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah) .............................................................................
62
5.9. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) ...........................................
63
5.10. Struktur Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah) .............................................................................
64
5.11. Distribusi Output Sektoral Perekonomian Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) ...............................................................
64
5.12. Distribusi Output Sektoral Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah) .........................................................................................
65
5.13. Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 10 sektor .................................................................
66
5.14. Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 17 sektor .................................................................
68
5.15. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 10 Sektor ..........................
70
5.16. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 17 Sektor ..........................
71
5.17. Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor.....................
74
5.18. Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 17 Sektor.....................
75
5.19. Nilai Investasi Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2006-2010 ..................................................
76
5.20. Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan terhadap Output (Miliar Rupiah), Pendapatan (Miliar Rupiah) dan Tenaga Kerja (orang) Klasifikasi 17 Sektor......................................................................................
77
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Hubungan Pendapatan, Tingkat Harga dan Konsumsi Model Keynessian
14
2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil Model Keynessian ............
15
2.3. Model Harrod Domar ................................................................................
16
2.4. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual ...................................................
28
4.1. Persentase Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2008 ......................................................................................
44
4.2. Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan .................
48
4.3. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2011 ............................
50
4.5. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2011...............................
50
5.1. Kuadran Keterkaitan Sektor Perekonomian Indonesia .............................
67
5.2. Kuadran Keterkaitan subsektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia ...................................................................................................
69
5.3. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia .............................................
72
5.4. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia ...................................................................................................
73
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3. 4.
Halaman
PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 (Triliun Rupiah) .........................................................................
84
Klasifikasi 10 Sektor dan 27 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 .............................................................................................................
85
Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) .............................................................
88
Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 17 Sektor (Juta Rupiah) ............................................................
90
vii
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya menunjukkan kontribusi yang signifikan disamping sektor pertanian. Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor Industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor Industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain, hal itu dikarenakan nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan sektor Industri juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektor Industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor Industri. Selama Pembangunan Jangka Panjang 1, struktur perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan dari dominasi sektor pertanian beralih ke sektor industri, penurunan peran sektor ini terlihat dari menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional. Sehingga transformasi struktur ekonomi Indonesia yang semula pertanian tidak dapat dihindarkan, karena kesadaran akan keterbatasan
sektor
primer
(pertanian)
yang
selama
ini
mendominasi
perekonomian indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat dipisahkan dari peranan sektor industri pengolahan yang menjadi primadona perekonomian Indonesia. Sejak tahun 1991 sektor industri telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun selalu positif, dan meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun internasional telah mendorong peranan sektor industri pengolahan menjadi peringkat pertama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 1991. Pembangunan sektor industri pengolahan secara
2
bertahap telah berhasil membawa perubahan dalam struktur perekonomian nasional, selain memberikan sumbangan yang besar terhadap PDB, sektor ini juga berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Tabel 1.1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 2007
2008
Tahun 2009
2010
2011
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
271,5 (13,82%)
284,6 (13,67%)
295,9 (13,58%)
304,7 (13,17%)
313,7 (12,74%)
171,2 (8,72%)
172,4 (8,28%)
180,2 (8,27%)
186,6 (8,06%)
189,2 (7,68%)
538,0 (27,39%)
557,7 (26,79%)
570,1 (26,16%)
597,1 (25,81%)
634,2 (25,75%)
4.Listrik, Gas dan Air Bersih
13,5 (0,69%)
14,9 (0,72%)
17,1 (0,78%)
18,1 (0,78%)
18,9 (0,77%)
5.Konstruksi
121,8 (6,20%)
130,9 (6,29%)
140,3 (6,44%)
150,0 (6,48%)
160,1 (6,50%)
340,4 (17,33%)
363,8 (17,47%)
368,5 (16,91%)
400,5 (17,31%)
437,2 (17,75%)
142,3 (7,25%)
165,9 (7,97%)
192,2 (8,82%)
218,0 (9,42%)
241,3 (9,80%)
183,6 (9,35%)
198,7 (9,55%)
209,2 (9,60%)
221,0 (9,55%)
236,1 (9,59%)
181,7 (9,25%) 1.964,3 (100%)
193,0 (9,27%) 2.082,3 (100%)
205,8 (9,44%) 2.178,9 (100%)
217,8 (9,41%) 2.313,8 (100%)
232,5 (9,44%) 2.463,2 (100%)
Lapangan Usaha 1.Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan
6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi 8.Lembaga keuangan dan Jasa 9.Jasa-jasa Total
Sumber: BPS, 2012. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen.
Berdasarkan Tabel 1.1 sektor industri pengolahan merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 terbesar pada tahun 2007 hingga tahun 2011 secara berturut-turut adalah sektor industri pengolahan yang pada tahun 2007 mencapai Rp 538,0 triliun dengan kontribusi sebesar 27,39 persen dari total PDB, tahun 2008 mencapai nilai Rp 557,7 triliun dengan kontribusi sebesar 26,79 persen, tahun 2009 mencapai Rp 570,1 triliun dengan kontribusi sebesar 26,16 persen dari total PDB, tahun 2010 mencapai Rp
3
597,1 triliun dengan kontribusi sebesar 25,81 persen dan pada tahun 2011 PDB sektor industri pengolahan mempunyai nilai sebesar Rp 634,2 triliun yang mempunyai kontribusi sebesar 25,75 persen dari total PDB. Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat melampaui laju pertumbuhan sektor pertanian dan sektor-sektor yang lainnya.
1.2
Perumusan Masalah Salah satu faktor pendorong yang sangat kuat dan berperan penting
terhadap pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing mampu menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, pengembangan teknologi dan produksi suatu komoditi. Potensi yang besar dimiliki oleh Indonesia dalam menanamkan modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal luar negeri (PMA). Hal tersebut dikarenakan di Indonesia masih tersedianya sumber daya alam (SDA) yang sangat luas, jumlah penduduk yang besar dan tersedianya jumlah tenaga kerja yang banyak, sehingga dapat menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Tabel 1.2. Perkembangan Realisasi Investasi (Atas Izin Usaha Tetap) PMDN Menurut Sektor, Tahun 2006-2010 Sektor
2006
2007
2008
2009
2010
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
1.238,5
1. Pertanian,Peternakan,Kehutanan, dan Perikanan
527,0
4.177,2
3.578,8
3.686,0
2. Pertambangan dan Penggalian
448,5
1.324,6
21,0
691,4
519,2
10.517,9
20.931,1
13.012,7
26.289,8
15.914,8
0,0
0,1
88,0
746,4
519,8
3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Konstruksi
1.882,6
2.461,7
538,6
2.110,7
881,2
6. Perdagangan
349,2
350,6
345,8
143,0
594,8
7. Hotel dan Restoran
103,4
210,8
180,2
127,7
238,6
1.220,6
637,5
1.227,7
286,2
429,2
0,9
46,9
45,6
0,0
0,8
214,5
724,1
1.610,6
797,5
26,4
15.264,6
30.864,5
20.649,0
34.878,7
20.363,3
8. Pengangkutan dan Komunikasi 9. Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 10.Jasa-jasa Total
Sumber: BKPM, 2011.
4
Sektor industri merupakan sektor utama yang menyerap banyak investor domestik. Berdasarkan Tabel 1.2, pada tahun 2006, realisasi investasi domestik di sektor industri pengolahan mencapai Rp. 10.517,9 milyar, pada tahun 2007 sebesar Rp. 20.931,1 milyar yang artinya mengalami kenaikan investasi sebesar Rp. 10.413,2 milyar, dilanjutkan pada tahun 2008 mengalami peningkatan investasi dalam negeri di sektor industri pengolahan hingga mencapai sebesar Rp. 13.012,7 milyar, pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai Rp. 26.289,8 milyar dan terakhir pada tahun 2010 realisasi investasi dalam negeri di sektor industri pengolahan mengalami penurunan yang drastis hingga menunjukkan jumlah sebesar Rp. 15.914,8 milyar. Indonesia adalah Negara berkembang yang masih membutuhkan sumbangan dalam bentuk investasi untuk mendapatkan pertumbuhan yang berkesinambungan dan investasi yang memiliki multiplier effect yang besar terhadap terjadinya nilai tambah ekonomi di berbagai sektor lainnya. Sumber investasi tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
Tabel 1.3.
Perkembangan Realisasi Investasi (Atas Izin Usaha Tetap) PMA Menurut Sektor, Tahun 2006-2010
Sektor 1.Pertanian,Peternakan,Kehutanan, dan Perikanan 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Konstruksi 6.perdagangan 7.Hotel dan Restoran 8.Pengangkutan dan Komunikasi 9.Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 10.Jasa-jasa Total
2006
2007
2008
2009
2010
(Juta US$)
(Juta US$)
(Juta US$)
(Juta US$)
(Juta US$)
186,5 122 2.803,30 6,1 385,6 573,5 188,7 103,8
348,9 58,9 3.502,10 68,7 921,9 412,7 147,8 2.946,80
434,4 98,0 3.619,7 105,3 144,2 434,2 111,5 646,0
289,5 309,8 4.697,0 119,3 448,2 482,9 136,4 3.305,2
154,2 181,4 4.515,2 26,9 426,7 582,2 156,9 8.529,9
35,2 196,4 4.601,1
208,3 298,5 8.914,6
254,0 144,4 5.991,7
64,5 488,6 10.341,4
174,9 123,1 14.871,4
Sumber: BKPM, 2011.
Pada Tabel 1.3 dapat menunjukkan bahwa jumlah investasi di sektor industri pengolahan yang berasal dari luar negeri pada tahun 2006 adalah sebesar US$ 2.803,30 juta, tahun 2007 sebesar US$ 3.502,10 juta, tahun 2008 sebesar
5
US$ 3.619,7 juta, kemudian terjadi peningkatan jumlah penanaman modal asing pada tahun 2009 yaitu menjadi sebesar US$ 4.697,0 juta, hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi investasi asing yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan mengalami peningkatan yang konstan. Namun pada tahun 2010 mengalami penurunan hingga mencapai sebesar US$ 4.515,2 juta. Dalam hal ini menunjukkan bahwa jumlah investasi yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan merupakan yang terbesar apabila dibandingkan dengan jumlah investasi yang ditanamkan pada sektor-sektor lainnya.
Tabel 1.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005 – 2009 Tahun Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
2005 (Orang)
2006 (Orang)
2007 (Orang)
2008 (Orang)
41.309.776 (43,97%)
40.136.242 (42,05%)
41.206.474 (41,24%)
41.331.706 (40,03%)
904.194 (0,96%)
923.591 (0,97%)
994.614 (0,96%)
1.070.540 (1,04%)
11.952.985 (12,72%)
11.890.170 (12,46%)
12.368.729 (12,38%)
12.549.376 (12,24%)
194.642 (0,21%) 4.565.454 (4,86%)
228.018 (0,24%) 4.697.354 (4,92%)
174.884 (0,18%) 5.252.581 (5,26%)
201.114 (0,20%) 5.438.965 (5,30%)
17.192.781 (18,3%)
18.447.033 (19,32%)
19.732.464 (19,75%)
20.372.874 (19,87%)
7.Hotel dan restoran
716.365 (0,76%)
768.626 (0,81%)
822.186 (0,82%)
848.869 (0,83%)
8.Pengangkutan dan Komunikasi
5.652.841 (6,02%)
5.663.956 (5,93%)
5.958.811 (5,96%)
6.179.503 (6,03%)
1.141.852 (1,22%) 10.327.496 (10,99%)
1.346.044 (1,41%) 11.355.900 (11,90%)
1.399.940 (1,40%) 12.019.984 (12,03%)
1.459.985 (1,42%) 12.099.817 (12,77%)
1.484.598 (1,42%) 12.611.841 (13,03%)
93.958.387 (100%)
95.456.935 (100%)
99.930.217 (100%)
102.552.750 (100%)
104.485.544 (100%)
1.Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Konstruksi 6.Perdagangan
9.Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 10.Jasa-jasa Total
2009 (Orang) 43.029.493 (41,18%) 1.139.495 (1,09%) 12.615.440 (12,07%) 209.441 (0,20%) 4.610.695 (4,41%) 20.972.403 (20,07%) 864.365 (0,83%) 5.947.673 (5,69%)
Sumber: BPS, 2010. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen
Dilihat dari kontribusinya, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menjadi penyumbang terbesar dalam PDB maka dalam proses pembangunan ekonomi sektor industri dijadikan prioritas pembangunan yang diharapkan mampu
6
mendorong perekonomian Indonesia yang sedang berkembang. Dengan didukung oleh sumber daya manusia yang melimpah, maka sektor industri pengolahan diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Berdasarkan Tabel 1.4 menunjukkan bahwa pada kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDB di Indonesia tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Sektor industri pengolahan yang merupakan leading sektor mempunyai PDB yang paling tinggi dibanding dengan sektor-sektor yang lain tetapi sektor tersebut hanya mampu menduduki peringkat ketiga dalam penyerapan tenaga kerjanya setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia? 2. Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perekonomian lainnya di Indonesia? 3. Bagaimana dampak multiplier yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia? 4. Bagaimana dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
ditarik beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia. 2. Menganalisis
keterkaitan
sektor
industri
pengolahan
dengan
sektor
perekonomian lain di Indonesia. 3. Menganalisis dampak multiplier yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia. 4. Menganalisis dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia.
7
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam merumuskan dan merencanakan arah pembangunan sektor industri pengolahan di Indonesia agar dapat menunjang sektor-sektor lainnya. 2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya lebih lanjut . 3. Bagi penulis dan pembaca, untuk meningkatkan wawasan pengetahuan tentang perkembangan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Indonesia.
1.5.
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis peranan dan dampak investasi sektor
industri pengolahan terhadap perekonomian di ini difokuskan pada sektor industri pengolahan saja. Penelitian ini menggunakan Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 klasifikasi 66 sektor yang kemudian diagregasikan menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Kesepuluh sektor tersebut yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan dalam klasifikasi 17 sektor tersebut merupakan gabungan antara 10 sektor utama dan 8 subsektor industri diantaranya yaitu : 1) Sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, 2) Sektor industri Tekstil, Pakaian Jadi, kulit dan alas kaki , 3) Sektor Industri Bambu, Kayu dan Rotan, 4) Sektor Industri Kertas, Barang dari kertas dan Karton, 5) Sektor Industri Kimia, Karet, Plastik, dan Pengilangan minyak, 6) Sektor Industri Semen dan barang bukan logam, 7) Sektor Industri Logam dasar, 8) Sektor Industri lainnya. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah bagaimana dan berapa besar dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Indonesia dengan menggunakan analisis Input-Output. Analasis pada penelitian ini meliputi analisis keterkaitan (keterkaitan ke depan dan ke belakang), dan
8
analisis multiplier (output, pendapatan, dan tenaga kerja). Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian. Koefisien
penyebaran
berguna
untuk
melihat
distribusi
manfaat
pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya.
dari
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh karena itu di Indonesia sektor industri perlu dipersiapkan agar mampu menjadi sektor pemimpin dan penggerak terhadap perkembangan sektor perekonomian lainnya, selain akan mendorong perkembangan industri yang terkait dengannya (Saragih, 2004). Menurut Dumairy (1996), industri mempunyai dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrik, atau bahan manual. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogeny, atau barang-barang yang memounyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah yakni semua produk, baik barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993). Industri pengolahan menurut (Badan Pusat Statistika, 2003) merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
10
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS, 2002), penggolongan sektor industri dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan banyaknya pekerja, yaitu: 1. Industri Besar. Industri Besar merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2. Industri Sedang. Industri Sedang merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang. 3. Industri Kecil. Industri Kecil merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 5-19 orang. 4. Industri Rumah Tangga. Industri Rumah Tangga merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 1-4 orang. Berdasarkan penggolongan industri diatas, penggolongan sektor industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang bekerja di perusahaan industri tersebut dan tanpa memperhatikan apakah perusahaan tersebut menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan. Industri pengolahan menurut Badan Pusat Statistika (BPS, 2002), terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Industri Migas, yang terdiri dari: a. Industri pengilangan minyak bumi b. Industri gas alam cair 2. Industri Bukan Migas, yang terdiri dari: a. Industri makanan, minuman dan tembakau b. Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki c. Industri barang kayu dan hasil hutan lain d. Industri barang kertas dan barang cetakan e. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet f. Industri semen dan barang galian bukan logam g. Industri logam dasar besi dan baja h. Industri alat angkutan, mesin dan peralatan i. Industri barang lainnya
11
2.1.2. Definisi Investasi Menurut Masitoh (2007), investasi merupakan faktor pendorong yang sangat kuat bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Investasi juga merupakan langkah awal untuk kegiatan produksi serta pembangunan ekonomi. Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sumber perkembangan teknologi, dan diversifikasi produk sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekspor. Investasi berdasarkan pemilik modal terdiri dari investasi pemerintah dan investasi swasta. Investasi pemerintah pada umumnya dalam bentuk infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi, sedangkan investasi swasta pada umumnya terdiri dalam bentuk faktor-faktor produksi seperti mesin, bahan baku, dan bahan penolong untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Dalam suatu perekonomian, penanaman modal asing memiliki peran mikro maupun makro. Secara mikro, PMA (Penanaman Modal Asing) berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman teknologi terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri, termasuk akses industri dalam negeri terhadap jaringan produksi, perdagangan, dan investasi regional atau global. Peran PMA secara makro adalah PMA meningkatkan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2005). Investasi dibedakan menjadi investasi finansial dan investasi non finansial. Investasi finansial adalah investasi dalam bentuk pemilikan instrument finansial seperti uang tunai, tabungan, deposito, modal dan penyertaan, surat berharga, obligasi dan sejenisnya. Sedangkan investasi non finansial merupakan investasi dalam bentuk investasi fisik (investasi riil) yang berwujud capital atau barang modal, termasuk didalamnya inventori (persediaan). Meski demikian, investasi finansial dapat juga direalisasikan menjadi investasi fisik. Investasi sangat dibutuhkan oleh negara berkembang seperti negara Indonesia, yang digunakan untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan. Hal ini dikarenakan investasi dapat meningkatkan pendapatan nasional di suatu negara. Setiap kenaikan jumlah dari pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan meningkatkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat.
12
2.1.3. Investasi dan Pembangunan Ekonomi 2.1.3.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Output total riil suatu perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan sepanjang waktu. Ini berarti perekonomian statis atau mengalami penurunan (stagnasi). Perubahan ekonomi meliputi baik pertumbuhan, statis ataupun stagnasi pendapatan nasional riil. Penurunan merupakan perubahan negatif, sedangkan pertumbuhan merupakan perubahan positif. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini dapat dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita harus dianalisis dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah penduduk di lain pihak. Aspek yang ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penuruan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian tumbuh apabila dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mengalami kenaikan output perkapita. Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi tergantung bagaimana mengklasifikasikannya. Salah satu mengklasifikasikanya adalah menjadi faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang mempengaruhi sumber-sumber tersebut. Meskipun mempunyai sumber untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju
13
pertumbuhan ekonominya akan rendah. Faktor pertumbuhan berupa faktor-faktor fisik sumber-sumber daya alami, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, jumlah barang-barang kapital dan teknologi. Keempat faktor ini disebut faktorfaktor penawaran dalam pertumbuhan ekonomi. Tersedianya lebih banyak dan lebih baik sumber-sumber alami dan manusia, barang kapital, serta tingkat pengetahuan
teknologi
yang
lebih
tinggi
memungkinkan
perekonomian
memproduksi jumlah output lebih besar. Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan. Satu hal yang perlu ditekankan sejak awal adalah bahwa didalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Sampai saat ini (dan masa mendatang) tidak ada suatu teori pertumbuhan yang menyeluruh dan lengkap dan yang merupakan satu-satunya teori pertumbuhan yang baku. Berbagai ekonom besar, sejak lahirnya ilmu ekonomi mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Sering kali pandangan atau persepsi ini sangat dipengaruhi oleh keadaan atau peristiwa-peristiwa pada waktu ekonom tersebut hidup. Seringkali pula teori pertumbuhan seorang ekonom dipengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh ekonom, sehingga aspek-aspek yang ditonjolkan dalam teorinya mencerminkan kecenderungan idiologisnya. Pembangunan ekonomi wilayah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin, 1999). Adapun teoriteori modern dalam teori pertumbuhan dan investasi, yaitu: 1. Keynessian Teori Keynessian menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah investasi akan meningkatkan pendapatan di suatu wilayah, dan pendapatan ini khususnya berbentuk dalam uang yang akan meningkatkan permintaan barang secara agregat
14
atau Agregat Demand (AD). Hal tersebut akan berpengaruh pada kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal sebagai akibat dari peningkatan produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Selain itu, kenaikan tabungan masyarakat karena adanya peningkatan pendapatan merupakan investasi secara langsung melalui lembaga keuangan, dan sistematis dapat ditulis sebagai berikut : Y=C+S dimana:
Y= Pendapatan Masyarakat
S = Tabungan
C = Konsumsi
I = Investasi
dengan asumsi keseimbangan : S = I maka : Y = C + I
(2.1)
Gambaran mengenai peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: Tingkat Harga (P)
AS
AD2 AD1 0
Y1 Y2
Pendapatan (Y)
Sumber : Mankiw , 2000.
Keterangan : Y1 = Pendapatan Awal Y2 = Pendapatan setelah kenaikan konsumsi dan investasi AS = Penawaran Agregat AD1 = Permintaan Agregat / agregat demand awal AD2 = Permintaan Agregat setelah kenaikan pendapatan dan tingkat harga Gambar 2.1. Hubungan Pendapatan, Tingkat Harga dan Konsumsi Gambar 2.1 menjelaskan bahwa adanya investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita di suatu wilayah (Mankiw, 2000). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan investasi adalah tingkat suku bunga. Dengan adanya penurunan pada tingkat suku bunga
15
(r1 ke r2) akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan di suatu sektor meningkat (I1 ke I2), sehingga akan mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan naik (AE1 ke AE2). Meningkatnya pengeluaran yang direncanakan ini akan mengakibatkan tingkat pendapatan juga akan mengalami peningkatan (Y1 ke Y2). Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah dengan cara menaikkan investasi. Hubungan antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva perpotongan keynessian yang diringkas dalam bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada Gambar 2.2 : (b) Perpotongan Keynesian Harga (P) AE2 AE1
0
(a) Fungsi Investasi
Y1
Y2 Pendapatan (Y)
(c) Kurva IS Tingkat Bunga (r)
Tingkat Bunga (r) r1
r1 r2
r2
IS 0
(I)r1 (I)r2 Investasi (I)
0
Y1
Y2 Pendapatan (Y)
Sumber : Mankiw, 2000.
Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil 2.Harrord – Domar Teori Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan
16
investasi dalam jangka panjang. Harrod – Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Modal
N2
N1
K2
K1
0
L1
L2
Tenaga Kerja
Sumber : Carlos, 2007 Gambar 2.3. Model Harrod Domar
Gambar 2.3. menjelaskan fungsi produksi dari Harrod - Domar atau H-D, yang menggambarkan hubungan antara modal dan tenaga kerja. Sumbu tegak pada gambar 2.3, menunjukkan jumlah modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah tenaga kerja. Modal dan tenaga kerja tidak dapat saling menggantikan satau sama lain. Misal untuk memproduksi sebesar N1 diperlukan modal sebesar K1 dan tenaga kerja sebanyak L1, demikian pula untuk memproduksi sebesar N2, diperlukan modal sebesar K2 dan tenaga kerja sebesar L2 dan seterusnya. 2.1.3.2. Investasi Langsung (Direct Investment) Investasi
langsung (Direct
Investment) merupakan
investasi
yang
melibatkan pihak investor secara langsung dalam operasional usaha yang akan dilaksanakan, sehingga dinamika usaha yang menyangkut kebijakan perusahaan
17
yang di tetapkan, tujuan yang hendak di capai, tidak lepas dari pihak yang berkepentingan (investor asing). Investasi langsung, langsung di perjual belikan dipasar uang (money market), pasar modal (capital market) dan pasar turunan (derivative market).
2.1.3.3. Investasi Tidak Langsung (Portofolio) Investasi tidak langsung (portofolio) merupakan investasi keuangan yang di lakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan harapan mendapat manfaat finansial dari investasi tersebut. Bentuk investasi portofolio yang sering di temui adalah pembelian obligasi/perusahaan asing, tanpa kontrol manajemen di perusahaan investasi.
2.1.4
Analisis Input-Output Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel Input-
Output telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima. Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendesrkripsikan suatu industri dalam
suatu
perekonomian
tetapi
juga
mencakup
bagaimana
cara
mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Menurut BPS (2000), Tabel Input-Output adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Selain itu Tabel I-O dapat menyajikan informasi dalam menggambarkan keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sebelum baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam perekonomian, mampu memberikan gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut: 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.
18
2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa barang produksi dalam negeri maupun impor. 4. Struktur permintaan barang dan jasa baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, invenstasi dan ekspor. Adapun kegunaan model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output antara lain adalah: a. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor. b. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. c. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. d. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. e. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro. f. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistic yang pada gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan pengembangan lebih lanjut.
2.1.5
Struktur Tabel Input-Output Format tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran
“n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dan jelas, maka gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1. Dalam tabel tersebut, output yang diproduksi
suatu
sektor
untuk
dialokasikan
kepada
permintaan
antara
(intermediate demand) ditunjukkan dengan dengan baris (bagian horizontal).
19
Sektor produksi (sektor asal) disajikan disebelah kiri dan sektor tujuan disajikan disebelah atas Tabel. Sedangkan input-input yang diperlukan oleh masing-masing sektor disajikan searah kolom (bagian vertikal).
Tabel 2.1 Kerangka Dasar Tabel Input-Output
Input
Sektor
Antara Produksi
Permintaan Antara
Permintaan
Total
Sektor Produksi
Akhir
Output
1
2
…
n
1
x11
x12
…
x1n
D1
X1
2
x21
x22
…
x2n
D2
X2
.
.
.
…
.
.
.
.
.
.
…
.
.
.
…
xnn
Dn
Xn
n Jumlah Input Primer
V1
V2
…
Vn
Total Input
X1
X2
…
Xn
Sumber: Miller dan Blair dalam Sahara et.al, 2007 (dimodifikasi)
Jika dalam Tabel Input-Output tersebut diperlihatkan secara baris (horizontal), maka alokasi output dapat diperlihatkan secara keseluruhan dalam persamaan yaitu: x11 + x12 +….+x1n + D1 = X1 x21 + x22 +….+x2n + D2 = X2 .
.
.
.
.
.
(2.2)
xn1 + xn2 +….+xnn + Dn = Xn dan secara umum persamaan tersebut dapat dirumuskan kembali menjadi: ∑ i yang untuk i = 1, 2, 3 … dst. Dimana Xij adalah banyaknya output sektor (2.3) digunakan sebagai input oleh sektor j dan Di adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah total output sektor i.
20
Sedangkan angka-angka yang berada di kolom (vertical) menunjukkan input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk melaksanakan proses produksi. Jika dalam Tabel Input-Output tersebut diperlihatkan secara kolom (vertikal), maka alokasi input dapat diperlihatkan secara keseluruhan dalam persamaan yaitu: x11 + x21 +….+xn1 + V1 = X1 x12 + x22 +….+xn2 + V2 = X2 .
.
.
.
.
.
(2.4)
x1n + x2n +….+xnn + Vn = Xn dan secara umum persamaan tersebut dapat dirumuskan kembali menjadi: ∑
(2.5) Untuk j = 1, 2, 3 …dst. Dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j. Berdasarkan Tabel 2.1 diatas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input-Output, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV dengan masing-masing penjelasan sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate Quadrant) Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. 2. Kuadran II (Final Demand Quadrant) Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary Input Quadrant) Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas
21
pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestic bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.
2.1.6
Asumsi-Asumsi Keterbatasan Input-Output Dalam analisis menggunakan model Input-Output, karena bersifat statis
dan terbuka maka terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi (Priyarsono, D. S, et.al, 2007), yaitu: 1. Keseragaman (Homogenity) Asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda. 2. Penjumlahan (Aditivity) Asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan produksi tersebut secara terpisah. 3. Kesebandingan (Proportionality) Asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut. Model Input-Output memiliki beberapa keterbatasan dalam penggunaanya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah : 1.
Memerlukan biaya yang besar dalam penyusunannya.
2.
Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap.
3.
Koefisien teknis diasumsikan tetap selama periode analisis sehingga teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam kegiatan
22
produksinya dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. 4.
Data hanya tersedia untuk tahun tertentu berdasarkan Tabel Input-Output yang dipublikasikan.
5.
Analisisnya bersifat statis. Sulit melakukan prediksi Tabel Input-Output pada masa yang akan datang.
2.1.7
Kerangka Analisis Menurut Jensen et.al (1979) aspek-aspek analisis Input-Output yang
berfungsi dan berkedudukan penting dalam analisis perekonomian yaitu: 1. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan merupakan suatu konsep yang biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi melalui adanya peninjauan terhadap keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Terdapat dua jenis konsep keterkaitan dalam yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan dalam proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukan hubungan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan. Dengan menggunakan konsep keterkaitan ini maka dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Koefisien langsung dalam model I-O dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara. Sedangkan matriks kebalkan Leontief atau yang disebut juga koefisien keterkaitan dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung dan tidak langsung. Matriks ini mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian suatu wilayah. 2. Analisis Dampak Penyebaran Analisis ini merupakan analisis lanjutan yang menggunakan matriks kebalikan. Analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor. Hal tersebut perlu
23
dilakukan karena indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang yang telah diuraikan belum memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Analisis dampak penyebaran terbagi menjadi dua bagian yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. 3. Analisis Multiplier Dalam Model Input-Output terdapat tiga jenis analisis multiplier yang menggunakan koefisien teknis sebagai dasar perhitungannya, yaitu : 1. Multiplier output Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. 2. Multiplier pendapatan Penggandaan ini mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. 3. Multiplier tenaga kerja Penggandaan ini menunjukan adanya perubahan pada tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier Tipe I dan II dapat mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah.
2.1.8
Penelitian Terdahulu Penelitian
mengenai
peran
dan
keterkaitan
suatu
sektor
dalam
perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan hotel, jasa-jasa dan lain sebagainya. Setiap penelitian umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan juga multiplier effect
24
pendapatan, output dan tenaga kerja. Berdasarkan dari tiga referensi penelitian terdahulu yaitu Dwi Yuli Mustikasari yang berjudul Peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian di provinsi Jawa Tengah (2005), Surya Agus Setiawan yang berjudul Analisis peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap perekonomian Kabupaten Jepara (2005) dan Oktavianita BR Bangun yang berjudul Analisis peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian provinsi Sumatera utara (2008) didapatkan adanya persamaan dalam alat analisis dari penelitian yang mereka lakukan. Ketiga penelitian tersebut menggunakan metode analisis Input-Output. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yuli Mustikasari dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Tabel I-O Provinsi Jawa tengah tahun 2000 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar, menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung, langsung dan tidak langsung ke depan terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Dari hasil analisis dampak penyebaran sektor industri pengolahan memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya, hal ini menunjukkan sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan yang kuat dalam menarik dan mendorong sektor hulu dan hilirnya. Hampir semua sub sektor industri pengolahan memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu kecuali industri migas. Sub sektor industri yang memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II sektor industri pengolahan juga memiliki nilai terbesar, sub sektor yang memiliki nilai pengganda output tipe I dan tipe II terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Sedangkan jika dilihat dari hasil analisis multiplier pendapatan sektor industri pengolahan, nilainya tidak terlalu signifikan baik tipe I dan tipe II. Sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier pendapatan tertinggi adalah sektor industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Peran sektor
25
industri pengolahan dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sangat besar dilihat dari nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II yang menduduki peringkat pertama, sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar adalah industri makanan, minuman dan tembakau. Penelitian yang dilakukan oleh Surya Agus Setiawan dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap perekonomian Kabupaten Jepara. Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel I-O Kabupaten Jepara tahun 2001 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan secara keseluruhan memiliki keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang tinggi dengan sektor-sektor lain baik sektor pengguna input maupun output, sektor ini dapat dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor lainnya baik hulu maupun hilir. Sub sektor yang memiliki nilai terbesar pada keterkaitan langsung ke depan adalah sub sektor industri karet. Sektor lainnya yang termasuk tiga besar adalah industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kayu. Untuk keterkaitan langsung ke belakang sub sektor industri kayu memiliki nilai terbesar, kemudian sub sektor lainnya yang termasuk tiga besar adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman, dan industri mineral non logam. Sedangkan pada analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, tiga sub sektor utamanya adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri karet, industri makanan dan minuman. Tiga besar sub sektor utama pada Analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri kayu, industri makanan dan minuman. Berdasarkan analisis multiplier, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mampu diandalkan dalam meningkatkan pertumbuhan di Kabupaten Jepara, khususnya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat. Sub sektor industri tekstil dan pakaian jadi, industri karet, dan industri makanan dan minuman merupakan tiga sub sektor industri utama dengan kontribusi yang cukup besar terhadap multiplier output (Tipe I dan II). Pada analisis multiplier pendapatan (Tipe I dan II), tiga sub sektor utama yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat adalah industri makanan dan minuman, industri karet, dan industri kayu. Hasil analisis terhadap daya penyebaran sektor industri pengolahan
26
menunjukkan bahwa daya penyebaran ke belakang (koefisien penyebaran) lebih besar dibandingkan dengan daya penyebaran ke depan (kepekaan penyebaran). Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan output industri hulunya dibandingkan dengan kemampuan untuk mendorong output industri hilirnya. Secara khusus sub sektor industri tekstil dan pakaian jadi memiliki nilai terbesar pada kedua analisis daya penyebaran tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh industri kayu dan industri makanan dan minuman pada analisis kepekaan penyebaran, dan industri karet serta industri makanan dan minuman pada analisis koefisien penyebaran. Penelitian yang dilakukan oleh Oktavianita BR Bangun dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Tabel I-O Kabupaten Jepara tahun 2003 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Sektor industri pengolahan juga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya. Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II, industri pengolahan menempati urutan ke dua dan ke tiga dan multiplier pendapatan tipe I dan II menempati urutan ketiga. Sedangkan untuk multiplier tenaga kerja, sektor industri pengolahan menempati urutan pertama, hal ini berarti sektor ini mampu diandalkan dalam mengatasi masalah pengangguran di Provinsi Sumatera Utara. Sub sektor industri kayu dan sub sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit merupakan kontribusi utama terhadap multiplier output tipe I dan tipe II. Pada analisis multiplier pendapatan (tipe I dan tipe II) yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat Provinsi Sumatera Utara adalah sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan pada analisis multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II, sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak bagi masyarakat. Oleh karena itu strategi pengembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara
27
dapat dilakukan dengan memilih lima sub sektor sebagai fokus pengalokasian investasi dalam mengatasi masalah pengangguran, sub sektor tersebut adalah sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, sub sektor industri kimia, minyak bumi, batubara dan plastik, sub sektor industri logam dasar, sub sektor industri kayu dan sub sektor industri logam, mesin, dan perlengkapan. Penelitian yang dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi Yuli Mustikasari (2005), Surya Agus Setyawan (2005), dan Oktavianita BR Bangun (2008) dalam hal cakupan wilayah. Penelitian ini memfokuskan pada suatu wilayah atau regional yang lebih luas yaitu wilayah Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Input-Output dengan klasifikasi 10 sektor dan 17 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan yaitu Tabel IO Indonesia tahun 2008 atas dasar harga produsen. Dengan metode penelitian ini akan lebih dapat menjelaskan kondisi terkini dari perekonomian Indonesia. Dan dalam penelitian ini memperlihatkan adanya investasi yang diberikan pada sektor industri pengolahan yang tidak dilakukan dalam penelitian sebelumnya.
2.1.9 Kerangka Pemikiran Operasional Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terbesar dalam memberikan sumbangan terhadap PDB. Keberadaan sektor industri pengolahan tentunya didukung oleh sektor lain sebagai pendukung, sehingga antara sektor industri pengolahan dengan sektor lain terdapat suatu hubungan keterkaitan. Apabila terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan, hal ini akan berdampak juga pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total pada sektor perekonomian. Namun kondisi pada saat ini kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja yang tinggi. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDB di Indonesia tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Oleh karena itu agar masalah tersebut dapat teratasi, maka sektor industri pengolahan harus diberikan dana investasi. Dengan diberikannya dana investasi pada sektor industri pengolahan diharapkan akan memberikan dampak
28
positif pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total di seluruh sektor perekonomian Indonesia. Pengolahan data analisis Input-Output dengan menggunakan bantuan software program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft Excel 2007 serta menggunakan asumsi dan keterbatasan model Input-Output. Untuk melihat peranan sektor industri pengolahan maka dilakukan analisis InputOutput yang terdiri dari analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, dan analisis multiplier, kemudian untuk melihat dampak investasi, maka dilakukan simulasi investasi yang dimasukkan ke dalam tabel I-O. Sehingga akan didapatkan peranan sektor industri pengolahan dan dampak investasinya terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disusun alur kerangka penelitian ini dalam Gambar 2.4 :
Permasalahan Ekonomi Indonesia - Penyerapan Tenaga Kerja - Pengangguran
Pembangunan Ekonomi
Pembangunan Sektor Industri Pengolahan
Analisis Input Output
Analisis Struktur Permintaan Akhir
Analisis Keterkaitan
Analisis Multiplier
Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual.
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Dasar pengagregasian tersebut adalah untuk melihat keterkaitan yang erat antar sektor dan subsektor tertentu. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, dan selain Tabel InputOutput, digunakan juga data pendukung lainnya seperti studi kepustakaan dan literatur lain yang diperoleh dari perpustakaan IPB, media cetak, dan media internet. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft Excel 2007.
3.2. Metode Analisis Model Input-Output Model I-O dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan sektoral. Dengan menggunakan analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor mana saja yang dijadikan sebagai leading sektor dalam pembangunan ekonomi. Suatu sektor yang terindikasi sebagai sektor pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikannya bersifat berganda. Dari tabel I-O yang sudah tersedia maka dapat diketahui peranan sektor industri pengolahan terhadap pembentukan output, nilai tambah bruto, dan permintaan akhir. Untuk mengetahui peranan sektor industri pengolahan sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input terhadap sektor lain serta mengetahui dampak yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan multiplier.
3.2.1. Koefisien Input Koefisien input yang disebut juga koefisien teknologi merupakan perbandingan antara banyaknya input antara yang berasal dari sektor i yang digunakan oleh sektor j (
) dengan input total sektor j ( ).
30
(3.1) untuk i dan j = 1, 2, 3, ….., n. dimana : = Koefisien input Sesuai dengan rumus koefisen input diatas, maka dapat disusun matriks sebagai berikut : + ………. +
+
=
+ ………. +
+
=
+ ………. +
+
=
(3.2)
atau : … …
+
=
…
(3.3) A X
+ F = X
AX + F = X atau F = (I-A) X X = (I-A)-1 F
(3.4)
dimana : I
: Matriks identitas
F
: Permintaan akhir
X
: Jumlah output
(I-A)
: Matriks Leontief
(I-A)-1 : Matriks kebalikan Leontief Matriks kebalikan dapat menganalisis beberapa hal, diataranya ialah sebagai berikut : 1.
Keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang antar sektor.
2.
Multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja.
3.
Koefisien dan kepekaan penyebaran.
31
3.2.2. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan berguna untuk melihat keterkaitan antar sektor. Keterkaitan ini terdiri dari keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang.
1. Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke depan menunjukan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan total. Keterkaitan ini dapat dirumuskan :
(3.5)
dimana : = Keterkaitan langsung ke depan = Unsur matriks koefisien teknis
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.
(3.6)
dimana : = Keterkaitan langsung ke belakang = Unsur-unsur koefisien teknis
3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor
32
tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.
(3.7)
dimana : i
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i. = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. (3.8)
dimana : = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i. = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran Beberapa analisis keterkaitan (indeks keterkaitan) yang telah diuraikan di atas sebelumnya ternyata belum memadai untuk dipakai sebagai landasan dalam pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama, oleh karena itu indeks keterkaitan harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.
33
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang) Konsep
ini
berguna
untuk
megetahui
distribusi
manfaat
dari
pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan memiliki kaitan ke belakang lebih tinggi apabila Pdj memiliki nilai lebih besar daripada satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah :
Pdj =
(3.9)
; untuk i dan j = 1, 2, 3, …, n dimana : Pdj = Koefisien penyebaran sektor j = Unsur matriks kebalikan Leontief n
= Jumlah sektor
Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebaran.
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lainnya yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan memiliki kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan :
34
(3.10)
Sdi =
; untuk i dan j = 1, 2, 3, …, n dimana : Sdi = Koefisien penyebaran sektor i = Unsur matriks kebalikan Leontief n
= Jumlah sektor
Nilai kepekaan penyebaran dari suatu sektor menunjukan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya nilai output sektorsektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebaran. Apabila nilai kepekaan penyebaran dari suatu sektor bernilai lebih dari satu (tinggi), maka sektor i tersebut mampu menumbuhkan sektor hilirnya. Perbandingan antara nilai kepekaan dan keofisien penyebaran dapat menunjukan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih tinggi daripada nilai kepekaan penyebarannya maka sektor tersebut memiliki kemampuan menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya apabila dibandingkan dengan sektor hilirnya.
3.2.4. Analisis Pengganda (Multiplier) Dalam penelitian ini, analisis penggandaan yang digunakan ialah multiplier output , multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (αij ) maupun untuk model tertutup (α*ij ) dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam Tabel 3.1 berikut.
35
Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Pengganda Nilai
Output
Pendapatan
Tenaga Kerja
Efek Awal
1
hi
ei
Efek Putaran Pertama
∑iaij
∑iaij hi
∑iaij ei
Efek Dukungan
∑iαij -1-∑iaij
∑iαij hi - hi - ∑iaij hi ∑iαij ei - ei - ∑iaij ei
∑iα*ij - ∑iαij
∑iα*ij hi - ∑iαij hi
∑iα*ij ei - ∑iαij ei
Efek Total
∑iα*ij
∑iα*ijhi
∑iα*ij ei
Efek Lanjutan
∑iα*ij – 1
∑iα*ij hi - hi
∑iαij ei - ej
Industri Efek Induksi Konsumsi
Sumber: Daryanto, 2010 dimana:
aij
= koefisien output
hi
= koefisien pendapatan rumah tangga
ei
= koefisien tenaga kerja
αij
= matriks kebalikan Leontief terbuka
α*ij
= matriks kebalikan Leontief tertutup
Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja, maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut: Tipe I =
efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri efek awal
Tipe II =
efek awal+efek putaran pertama+efek dukungan industri+efek konsumsi
efek awal 3.3
Analisis Simulasi Investasi Publik Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan
dianalisis peranan dan dampak sektor industri pengolahan terhadap perkonomian Indonesia, tetapi akan lebih lengkap bila dapat disimulasikan dengan analisis investasi publik. Dengan merangkum dampak dari analisis simulasi investasi publik tersebut kemudian dapat diperbandingkan dampak dari masing-masing analisis simulasi terhadap pengembangan sektor industri pengolahan di indonesia. Analisis dampak investasi dalam penelitian ini dilakukan dengan memasukkan
36
shock pada bagian investasi sektor industri pengolahan beserta subsektor industri pengolahan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam penelitian ini diasumsikan sebesar Rp 86,66 triliun yang dialokasikan total kepada sektor industri pengolahan dan secara merata pada subsektor-subsektor industri pengolahan. Nilai investasi tersebut berasal dari total investasi PMDN tahun 2006-2010, disini diasumsikan mengambil nilai total investasi selama lima tahun dikarenakan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang merupakan suatu strategi perencanaan pembangunan suatu daerah atau wilayah.
3.4.
Konsep dan Definisi Operasional Data Konsep dan definisi menjelaskan konsep serta definisi dari Indutri
Pengolahan, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor dan impor) dan input primer (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto) yang sesuai dengan Tabel Input-Output (Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y., 2010). 1.
Industri Industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
2.
Output Output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektorsektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah (negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksi maupun usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya dihitung sebagai bagian dari output wilayah tertentu. Oleh karena itu, output sering dikatakan sebagai produk domestik. Unit usaha yang produksinya berupa barang outputnya merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang
37
tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain. 3.
Input Antara Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama, adalah barang yang habis dalam sekali pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Contoh dari input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi atas dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut.
4.
Input Primer Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara nilai output dengan input antara. a. Upah dan Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. b. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah dan gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto.
38
c. Penyusutan Penyusutan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. d. Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negara. 5.
Permintaan Antara Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi.
6.
Permintaan Akhir Permintaan akhir merupakan permintaan akan barang dan jasa selain permintaan untuk sektor produksi juga terdapat permintaan untuk konsumsi akhir. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukkan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor-impor. (i) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dan badan-badan yang tidak mencari untung, dikurangi nilai netto penjualan barang bekas dan barang sisa. Akan tetapi, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan sebagai pembentukkan modal tetap sektor usaha persewaan tanah dan bangunan (real estate). Barang dan jasa juga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. (ii) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran barang dan jasa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk konsumsi
39
kecuali yang sifatnya pembentukkan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata (pertahanan). (iii) Pembentukkan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pembentukkan modal tetap bruto mencakup semua biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor. Barang modal dapat terdiri dari bangunan/konstruksi, mesin dan peralatan, kendaraan dan angkutan, serta barang modal lainnya. (iv) Perubahan Stok Perubahan stok juga merupakan pembentukkan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang awal tahun. Stok biasanya dipegang oleh produsen yang merupakan hasil produksi yang belum sempat dijual oleh konsumen sebagai bahan-bahan (inventory) yang belum sempat digunakan. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi: (1) perubahan stok barang setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. (v) Ekspor dan Impor Ekspor dan impor merupakan kegiatan atau transaksi barang dan jasa antara penduduk di suatu daerah, dengan penduduk di luar daerah tersebut, baik penduduk kota lain maupun luar negeri. Ada dua aspek penting dalam ekspor dan impor yaitu transaksi ekonomi dan penduduk. Transaksi ekonomi meliputi transaksi barang, jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa komunikasi, jasa asuransi, dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ini melibatkan seluruh penduduk yang meliputi badan pemerintahan pusat dan daerah, perorangan, perusahaan, dan lembaga lainnya, dan yang termasuk dalam transaksi ekspor adalah pembelian langsung di pasar domestik oleh penduduk daerah lain. Sebaliknya
40
pembelian langsung di pasar luar daerah oleh penduduk domestik dikategorikan sebagai transaksi impor. 7.
Margin Perdagangan dan Biaya Transportasi Margin perdagangan dan biaya transportasi adalah selisih antara transaksi pada tingkat harga konsumen atau pembeli dengan tingkat harga produsen. oleh karena itu, selisih nilai transaksi mencakup: (1) Keuntungan pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang eceran, (2) Biaya transportasi yang timbul dalam menyalurkan barang produsen sampai ke tangan pembeli akhir.
8.
Sektor Pertanian Kegiatan yang dilakukan di sektor ini meliputi pengolahan lahan untuk bercocok tanam dan kegiatan pengolahan hasil-hasil pertanian. Subsektor yang termasuk ke dalam sektor ini antara lain subsektor peternakan, kehutanan dan perikanan yang kegiatannya meliputi pemeliharaan dan penangkapan ikan, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih menggunakan peralatan tradisional.
9.
Sektor Pertambangan dan Penggalian Pertambangan
dan
penggalian
mencakup
seluruh
usaha
kegiatan
penambangan, penggalian dan penggaraman oleh rakyat. Pada dasarnya usaha kegiatan sektor ini dimaksudkan untuk memperoleh segala macam barang tambang, mineral dan barang galian berbentuk padat, cair dan gas, baik yang terdapat di dalam maupun di permukaan bumi. Sifat dan tujuan pengusahaan benda-benda tersebut adalah untuk menciptakan nilai guna dari barang tambang dan galian sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan, diproses lebih lanjut, dijual kepada pihak lain, ataupun diekspor ke luar negeri. 10. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan meliputi semua kegiatan produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses produksi dapat dilakukan secara mekanik, kimiawi ataupun proses lainnya dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan, dan perusahaan lainnya.
41
11. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor listrik meliputi kegiatan pembangkit dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun non PLN. Cakupannya termasuk pula tenaga listrik produksi sampingan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, pertambangan, industri dan sektor lain kecuali dibangkitkan untuk digunakan oleh sektor itu sendiri. Produksi listrik merupakan jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan dan meliputi tenaga listrik terjual, digunakan sendiri dalam transmisi dan distribusi. Sektor gas mencakup kegiatan produksi dan penyediaan gas kota untuk dijual kepada sektor lain maupun ke rumah tangga. Gas kota diperoleh dari pembakaran batu bara dan residu kilang minyak serta proses penyaluran gas alam. Produksi utama berupa gas dan produknya berupa kokas dan ter. Sektor air bersih mencakup kegiatan pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya melalui pipa baik ke rumah tangga, ataupun ke sektor lain sebagai pemakai. 12. Sektor Bangunan Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain, maupun oleh kontraktor khusus, yaitu unit usaha dan individu yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai sendiri seperti misalnya kantor pemerintah, kantor swasta, rumah tangga dan unit-unit perusahaan bukan perusahaan bangunan. 13. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kegiatan perdagangan meliputi pengumpulan barang dari produsen atau pelabuhan, impor dan mendistribusikannya kepada konsumen tanpa mengubah bentuk barang tersebut. Kegiatan restoran pada umumnya menyediakan makanan dan minuman jadi yang dapat dinikmati langsung. Kegiatan perhotelan meliputi usaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan jangka waktu relatif singkat. 14. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi meliputi kegiatan angkutan, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Kegiatan pengangkutan umumnya
42
mengangkut barang dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain atas dasar suatu pembayaran. Komunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro, komunikasi telepon, faksimili, telepon seluler, kegiatan pengiriman surat, wesel, dan lain-lain. 15. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Terdiri dari subsektor bank, lembaga keuangan lainnya (lembaga keuangan bukan bank), jasa penunjang keuangan bukan bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan. Subsektor bank mencakup kegiatan bank sentral dan bank komersil baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain. Subsektor lembaga keuangan lainnya mencakup kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan. Selain itu, kegiatan pasar modal, valuta asing, dan jasa penunjang misalnya pialang dan penjamin emisi juga merupakan kegiatan dari subsektor ini. Subsektor sewa bangunan mencakup kegiatan usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan, apartemen, serta usaha persewaan tanah persil. Subsektor jasa perusahaan mencakup kegiatan pemberian jasa hukum, jasa akuntansi, jasa arsitek dan teknik, jasa periklanan, jasa riset pemasaran, serta jasa persewaan mesin dan peralatan. 16. Sektor Jasa-jasa Jasa-jasa yang dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan: (1) jasa pemerintahan umum dan pertahanan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, (2) jasa sosial kemasyarakatan yang meliputi jasa pendidikan, kesehatan, riset, rumah ibadah, dan sebagainya, (3) jasa hiburan dan rekreasi yang meliputi kegiatan produksi dan distribusi film, jasa bioskop, studio radio, museum, gedung olahraga, taman hiburan, dan sebagainya, (4) jasa perbengkelan yang meliputi bengkel kendaraan bermotor maupun tidak bermotor, (5) jasa perorangan dan rumah tangga, yaitu jasa yang berkaitan erat dengan kepentingan perorangan dan rumah tangga seperti tukang cukur, binatu, salon kecantikan, pembantu rumah tangga, pengasuh bayi, dan lain sebagainya.
43
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Kondisi Perekonomian Indonesia Indikator ekonomi yang paling sering digunakan untuk menggambarkan
perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Sesuai dengan Tabel 4.1, PDB Indonesia pada tahun 2007 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2011 total PDB Indonesia mencapai nilai yang terbesar yaitu Rp 2.463,2 triliun . Tabel 4.1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 2007
2008
Tahun 2009
2010
2011
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
271,5 (13,82%)
284,6 (13,67%)
295,9 (13,58%)
304,7 (13,17%)
313,7 (12,74%)
171,2 (8,72%)
172,4 (8,28%)
180,2 (8,27%)
186,6 (8,06%)
189,2 (7,68%)
538,0 (27,39%)
557,7 (26,79%)
570,1 (26,16%)
597,1 (25,81%)
634,2 (25,75%)
4.Listrik, Gas dan Air Bersih
13,5 (0,69%)
14,9 (0,72%)
17,1 (0,78%)
18,1 (0,78%)
18,9 (0,77%)
5.Konstruksi
121,8 (6,20%)
130,9 (6,29%)
140,3 (6,44%)
150,0 (6,48%)
160,1 (6,50%)
340,4 (17,33%)
363,8 (17,47%)
368,5 (16,91%)
400,5 (17,31%)
437,2 (17,75%)
142,3 (7,25%)
165,9 (7,97%)
192,2 (8,82%)
218,0 (9,42%)
241,3 (9,80%)
183,6 (9,35%)
198,7 (9,55%)
209,2 (9,60%)
221,0 (9,55%)
236,1 (9,59%)
181,7 (9,25%) 1.964,3 (100%)
193,0 (9,27%) 2.082,3 (100%)
205,8 (9,44%) 2.178,9 (100%)
217,8 (9,41%) 2.313,8 (100%)
232,5 (9,44%) 2.463,2 (100%)
Lapangan Usaha 1.Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan
6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi 8.Lembaga keuangan dan Jasa 9.Jasa-jasa Total
Sumber: BPS, 2012. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen
Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2002 hingga 2005, tingkat kemiskinan pun menurun. Pada tahun 2006 terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang berakibat angka kemiskinan
44
melonjak dari 15,97 persen ke level 17,76 persen. Dan pada tahun 2008 tingkat kemiskinan telah menurun kembali ke level 15,42 persen, sementara pertumbuhan ekonomi berada di level 6,2 persen.
Gambar 4.1. Persentase Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2008 Sumber: BPS, 2010. Berdasarkan teori ekonomi, pertumbuhan ekonomi menunjukkan semakin banyaknya output nasional maka dengan demikian akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga pengangguran menurun serta kemiskinan pun akan menurun. Pada saat ini, tingkat kemiskinan dianggap masih berada pada level yang tinggi (15,42 % pada tahun 2008), padahal pertumbuhan ekonomi di tingkat 6 persen tersebut merupakan hasil yang cukup bagus. Hal ini dianggap sebuah paradoks dimana pertumbuhan ekonomi tersebut belum sanggup menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan yang kurang/tidak menyerap tenaga kerja selanjutnya akan membuat jurang kemiskinan semakin melebar.
45
4.2.
Peran Sektor Industri Pengolahan
4.2.1. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pembentukan PDB Dilihat dari data pada Tabel 4.2, sektor industri pengolahan memiliki peran yang sangat besar terhadap pembentukan PDB Indonesia. Kontribusinya yang stabil, hal ini dapat dilihat dari persentasenya yang dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Sektor industri pengolahan yang pada tahun 2007 mencapai Rp 538 triliun dengan kontribusi sebesar 27,39 persen dari total PDB, tahun 2008 mencapai nilai Rp 557,7 triliun dengan kontribusi sebesar 26,79 persen, tahun 2009 mencapai Rp 570,1 triliun dengan kontribusi sebesar 26,16 persen dari total PDB, tahun 2010 mencapai Rp 597,1 triliun dengan kontribusi sebesar 25,81 persen dan pada tahun 2011 PDB sektor industri pengolahan mempunyai nilai sebesar Rp 634,2 triliun yang mempunyai kontribusi sebesar 25,75 persen dari total PDB. Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat melampaui laju pertumbuhan sektor pertanian dan sektorsektor yang lainnya. Tabel 4.2. PDB Sektor Industri Pengolahan Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000. Tahun Sektor Industri Pengolahan Pangsa
2007
2008
2009
2010
2011
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
(Triliun Rupiah)
538,0
557,7
570,1
597,1
634,2
(27,39%)
(26,79%)
(26,16%)
(25,81%)
(25,75%)
Sumber: BPS, 2012. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen
Tabel 4.3 menjelaskan peranan subsektor dari industri pengolahan terhadap pembentukan PDB Indonesia pada tahun 2004 hingga tahun 2008, dan pada tabel tersebut terdapat dua jenis penggolongan industri yaitu industri yang bergerak di bidang MIGAS (Minyak dan Gas) dan yang bukan migas.
46
Tabel 4.3. Peran Subsektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional Tahun 2004-2008. Subsektor Industri Pengolahan A. Industri Migas
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
(Miliar Rupiah)
50.183,7 (3,02%)
48.519,2 (2,77%)
47.851,2 (2,59%)
47.816,3 (2,43%)
47.664,00 (2,29%)
23.525,6 (1,42%)
21.207,2 (1,21%)
20.806,9 (1,13%)
20.776,6 (1,06%)
20.973,00 (1,01%)
26.658,1 (1,61%)
27.312,0 (1,56%)
27.044,3 (1,46%)
27.039,7 (1,38%)
26.691,00 (1,28%)
418.934,6 (25,23%)
442.902,6 (25,30%)
466.249,1 (25,24%)
490.261,6 (24,96%)
510.102,00 (24,50%)
118.461,0 (7,13%)
121.395,6 (6,93%)
130.148,9 (7,05%)
136.722,4 (6,96%)
139.922,00 (6,72%)
2.Tekstil, Pakaian Jadi, Barang Kulit dan Alas Kaki
53.663,2 (3,23%)
54.277,1 (3,10%)
54.944,2 (2,97%)
52.922,5 (2,69%)
50.994,00 (2,45%)
3.Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
20.337,0 (1,22%)
20.138,5 (1,15%)
20.006,2 (1,08%)
19.657,6 (1,00%)
20.336,00 (0,98%)
23.411,7 (1,41%)
23.944,2 (1,37%)
24.444,8 (1,32%)
25.861,0 (1,32%)
25.477,0 (1,22%)
54.577,6 (3,29%)
59.293,1 (3,39%)
61.947,9 (3,35%)
65.470,0 (3,33%)
68.390,0 (3,28%)
15.049,3 (0,91%)
15.618,1 (0,89%)
15.700,1 (0,85%)
16.233,3 (0,83%)
15.991,0 (0,77%)
129.675,1 (7,81%)
144.456,6 (8,25%)
155.140,6 (8,40%)
169.588,9 (8,64%)
185.223,0 (8,90%)
3.759,6 (0,23%)
3.779,4 (0,22%)
3.916,4 (0,21%)
3.805,9 (0,19%)
3.770,0 (0,18%)
469.118,3
491.421,8
514.100,3
538.077,9
557.766,0
1.Pengilangan Minyak Bumi 2.Gas Alam Cair B. INDUSTRI NON MIGAS 1.Makanan, minuman,dan tembakau
4.Kertas dan Barang Cetakan 5.Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 6.Semen dan Barang Galian Bukan Logam 7.Logam Dasar, Besi dan Baja 8.Lainnya TOTAL
Sumber: Kemenperin, 2008 Keterangan : ( ) = Peran terhadap PDB Nasional dalam persen
Berdasarkan Tabel 4.3 bahwa subsektor dari industri pengolahan yang memiliki nilai terbesar dalam pembentukan PDB adalah sektor industri logam dasar, besi, dan baja dengan nilai pertumbuhan yang selalu positif dari tahun 2004 hingga tahun 2008, hingga pada tahun 2008 nilai sebesar Rp 185,22 triliun. Sektor industri yang memiliki peran yang terkecil dalam pembentukan PDB adalah sektor industri lainnya dengan nilai pertumbuhan yang terus menurun dari tahun 2004 hingga tahun 2008.
47
4.2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Jika dilihat dari banyaknya tenaga kerja per sektor pada Tabel 4.4, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar ketiga setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Dikarenakan khususnya sektor industri pengolahan bergerak dalam bidang produksi sehingga diperlukan tenaga kerja yang cukup dalam usahanya yaitu sebesar 11.952.985 orang pada tahun 2005, menurun menjadi 11.890.170 orang pada tahun 2006, kemudian meningkat sehingga menjadi 12.368.729 orang pada tahun 2007, sebesar 12.549.376 orang pada tahun 2008 dan terakhir meningkat kembali pada tahun 2009 adalah sebesar 12.615.440 orang. Tabel 4.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005 – 2009. Tahun Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
2005 (Orang)
2006 (Orang)
2007 (Orang)
2008 (Orang)
41.309.776 (43,97%)
40.136.242 (42,05%)
41.206.474 (41,24%)
41.331.706 (40,03%)
904.194 (0,96%)
923.591 (0,97%)
994.614 (0,96%)
1.070.540 (1,04%)
11.952.985 (12,72%)
11.890.170 (12,46%)
12.368.729 (12,38%)
12.549.376 (12,24%)
194.642 (0,21%) 4.565.454 (4,86%)
228.018 (0,24%) 4.697.354 (4,92%)
174.884 (0,18%) 5.252.581 (5,26%)
201.114 (0,20%) 5.438.965 (5,30%)
17.192.781 (18,3%)
18.447.033 (19,32%)
19.732.464 (19,75%)
20.372.874 (19,87%)
7.Hotel dan restoran
716.365 (0,76%)
768.626 (0,81%)
822.186 (0,82%)
848.869 (0,83%)
8.Pengangkutan dan Komunikasi
5.652.841 (6,02%)
5.663.956 (5,93%)
5.958.811 (5,96%)
6.179.503 (6,03%)
1.141.852 (1,22%) 10.327.496 (10,99%)
1.346.044 (1,41%) 11.355.900 (11,90%)
1.399.940 (1,40%) 12.019.984 (12,03%)
1.459.985 (1,42%) 12.099.817 (12,77%)
1.484.598 (1,42%) 12.611.841 (13,03%)
93.958.387 (100%)
95.456.935 (100%)
99.930.217 (100%)
102.552.750 (100%)
104.485.544 (100%)
1.Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Konstruksi 6.Perdagangan
9.Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 10.Jasa-jasa Total
Sumber: BPS, 2010. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen
2009 (Orang) 43.029.493 (41,18%) 1.139.495 (1,09%) 12.615.440 (12,07%) 209.441 (0,20%) 4.610.695 (4,41%) 20.972.403 (20,07%) 864.365 (0,83%) 5.947.673 (5,69%)
48
Apabila pemerintah ingin mengurangi pengangguran, maka sektor yang banyak menyerap tenaga kerja seharusnya diberikan investasi sehingga mampu untuk
mengurangi
pengangguran
ada. Berdasarkan
yang
Gambar
4.2
menunjukkan bahwa pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan memiliki persentase yang terus menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2009.
Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan 13.00% 12.50%
12.72% 12.46%
12.38%
12.24%
12.00%
12.07%
11.50% 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 4.2. Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan. Sumber: BPS, 2010. Pada Tabel 4.5 dapat menjelaskan berapa besar penyerapan tenaga kerja dari masing-masing subsektor industri pengolahan di Indonesia pada tahun 2005 hingga tahun 2008, menunjukkan bahwa subsektor dari industri pengolahan yang berperan paling besar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan pencapaian pada tahun 2008 sebanyak 4.242.682 orang. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri makanan, minuman, dan tembakau mengalami pertumbuhan yang cenderung positif walaupun pada tahunn 2007 mengalami penurunan. Sektor yang menyerap tenaga kerja terendah dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor industri logam dasar dengan pencapaian terendah dalam menyerap tenaga kerja sebanyak 45.675 orang pada tahun 2005, rendahnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri logam dikarenakan dalam industri tersebut lebih banyak menggunakan alat-alat berat sehingga tenaga manusia lebih sedikit dibutuhkan dibandingkan dengan mesin-mesin yang berteknologi.
49
Tabel 4.5. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2005 – 2008. Tahun Subsektor Industri Pengolahan 1.Makanan, minuman,dan tembakau 2.Tekstil, Pakaian Jadi, Barang Kulit dan Alas Kaki
2005 (Orang) 4.013.819 (34,43%)
2006 (Orang) 4.026.540 (33,79%)
2007 (Orang) 3.964.854 (33,24%)
2008 (orang) 4.242.682 (33,80%)
2.309.022 (19,80%)
2.305.213 (19,34%)
2.274.942 (19,07%)
2.172.540 (17,31%)
3.Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
1.651.697 (14,16%)
1.674.913 (14,05%)
1.681.705 (14,10%)
1.820.565 (14,50%)
311.915 (2,67%)
314.913 (2,64%)
323.933 (2,71%)
311.105 (2,47%)
673.966 (5,78%)
636.554 (5,34%)
627.986 (5,26%)
787.574 (6,27%)
1.040.018 8,92%)
1.007.587 (8,45%)
1.018.138 (8,53%)
1.088.919 (8,67%)
45.678 (0,39%)
72.331 (0,60%)
70.853 (0,59%)
468.680 (3,73%)
1.610.385 (13,81%) 11.656.500 (100,00%)
1.878.166 (15,76%) 11.916.217 (100,00%)
1.962.948 (16,46%) 11.925.359 (100,00%)
1.657.311 (13,20%) 12.549.376 (100,00%)
4.Kertas dan Barang Cetakan 5.Kimia dan Barang dari Karet,dan pengilangan minyak 6.Semen dan Barang Galian Bukan Logam 7.Logam Dasar, Besi dan Baja 8.Barang Lainnya TOTAL
Sumber: Depnakertrans, 2010. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen
4.3.
Perkembangan Investasi Pada Sektor Industri Pengolahan Pada Gambar 4.3 menunjukkan besar realisasi investasi PMDN sektor
industri di Indonesia pada tahun 2011, dapat dilihat bahwa sektor industri yang menerima investasi PMDN terbesar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp 6.210 miliar, kemudian pada urutan kedua dipegang oleh sektor industri semen dan barang bukan logam sebesar Rp 5.604 miliar. Sektor industri bambu, kayu dan rotan memiliki nilai realisasi investasi PMDN yang tergolong sangat kecil, yaitu hanya sebesar Rp 561 miliar.
50
Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Pengolahan Tahun 2011
(Rp Miliar) Kimia,Kar Semen Makanan, Tekstil,Pa dan Bambu,Ka Kertas,ba et,dan Minuman kaian yu dan rang dari Pengilang Barang ,Tembaka Jadi,dan an bkn Rotan kertas u alas kaki Minyak Logam Nilai
6210
713
561
5292
4067
5604
Logam dasar
Industri Lainnya
4247
489
Gambar 4.3. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2011 Sumber: Kemenperin, 2011.
Pada Gambar 4.4 menunjukkan realisasi investasi PMA terhadap sektor industri tahun 2011, dapat dilihat bahwa sektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak memiliki nilai realisasi investasi PMA yang tertinggi yaitu senilai US$ 1.595 Juta dibandingkan dengan sektor-sektor industri yang lainnya, hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
minat
investor-investor
asing
dalam
menanamkan modalnya di sektor ini sangat besar.
Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2011
(US$ Juta) Kimia,Kar Semen Makanan, Tekstil,Pa Bambu,Ka Kertas,ba et,dan dan Minuman kaian yu dan rang dari Pengilang Barang ,Tembaka Jadi,dan Rotan kertas an bkn u alas kaki Minyak Logam Nilai
783
549
45
199
1595
62
Logam dasar
Industri Lainnya
1427
512
Gambar 4.4. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2011 Sumber: Kemenperin, 2011.
51
4.4.
Kebijakan Pemerintah Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun
2010-2014
merupakan
tahap
kedua
dari
pelaksanaan
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2-25 yang ditetapkan melalui UU Nomor 17 Tahun 2007. RPJMN 2010-2014 ini selanjutnya menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun Rencana Strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun atau menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional. Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMN akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengungkapkan beberapa hal yaitu bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif (BAPPENAS, 2010). Visi dalam RPJMN 2014 ini diantaranya adalah: 1. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat, melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa. Tujuan penting ini dikelola melalui kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis, berbudaya, bermartabat dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab serta hak asasi manusia.
52
3. Terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat secara aktif yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa. Adapun misi dalam RPJMN 2014 diantaranya adalah: 1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera 2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi 3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang Menurut (Kemenperin, 2010) RPJMN ini dapat menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun rencana pembangunan daerah atau wilayahnya. Pembangunan industri diarahkan untuk dapat mewujudkan industri yang memiliki daya saing yang kuat dan dengan struktur industri yang sehat. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam hal pengusahaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar. 2. Dalam hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM sebagai basis industri nasional, yaitu terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar. 3. Industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat. Fokus prioritas pembangunan industri dalam RPJMN 2010-2014 difokuskan kepada tiga hal berikut: 1. Fokus penumbuhan populasi usaha industri: -
Revitalisasi industri, khususnya industri pupuk, industri gula, berbagai industri prioritas sesuai kebijakan industri nasional,
-
Penumbuhan gugus (cluster) industri berbasis minyak sawit serta industri berbasis minyak dan gas bumi.
-
Pengembangan kawasan industri ekonomi khusus.
53
2. Fokus penguatan struktur industri: -
Pembinaan industri agar semakin mampu bersaing menjadi pemasok bagi industri yang lebih besar/industri hilirnya.
-
Pengembangan
standarisasi
industri
dann
manajemen
untuk
mempermudah transaksi. 3. Fokus peningkatan produktivitas: -
Program penumbuhan industri unggulan berbasis iptek, terutama bagi industri alat angkut, elektronika, dan telematika.
54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Peranan Sektor Industri Perekonomian Indonesia
Pengolahan
terhadap
Struktur
Alat analisis Input-Output (IO) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat gambaran mengenai peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia. Analisis ini menggunakan data Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008. Gambaran struktur perekonomian tersebut meliputi beberapa aspek yaitu struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat, struktur konsumsi pemerintah, struktur investasi, struktur nilai tambah bruto, serta dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia.
5.1.1. Permintaan dan Penawaran Output Berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 maka total permintaan barang dan jasa di Indonesia adalah sebesar Rp 11.944 triliun. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 5.335 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 6.608 triliun. Jika dilihat pada Tabel 5.1 sektor industri pengolahan memiliki nilai permintaan antara terbesar yaitu sebesar Rp 2.358 triliun atau sekitar 44,20 persen dari total permintaan antara di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan terbesar output yang dihasilkannya untuk digunakan sebagai input oleh sektor-sektor perekonomian lainnya. Jika dilihat dari sisi permintaan akhir, sektor industri pengolahan memiliki nilai sebesar Rp 2.463 triliun atau sekitar 37,27 persen dari total permintaan akhir. Nilai tersebut juga merupakan yang terbesar apabila dibandingkan dengan sektorsektor lainnya dalam perekonomian Indonesia. Tingginya permintaan akhir di sektor industri pengolahan tersebut menunjukkan bahwa output pada sektor industri pengolahan merupakan input terbesar yang dapat langsung dikonsumsi langsung oleh masyarakat yaitu oleh rumah tangga. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa jumlah permintaan akhir sektor industri pengolahan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah permintaan antara, hal ini dapat menunjukkan bahwa output yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan lebih
55
banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga dibandingkan untuk keperluan produksi. Tabel 5.1 Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Klasifikasi 10 Sektor Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Indsutri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Permintaan antara Jumlah (Rp Juta) Persen
Permintaan Akhir Jumlah (Rp Juta) Persen
Total Permintaan Jumlah (Rp Juta) Persen
752.174.799
14,09
490.367.572
7,41
1.242.542.371
10,40
541.750.578
10,15
317.799.261
4,80
859.549.839
7,19
2.358.530.362
44,20
2.463.626.583
37,27
4.822.156.945
40,37
85.440.795
1,60
39.049.910
0,59
124.490.705
1,04
99.869.565
1,87
1.144.105.970
17,31
1.243.975.535
10,41
425.000.993
7,96
574.121.752
8,68
999.122.745
8,36
72.422.764
1,35
289.474.070
4,38
361.896.834
3,02
354.651.201
6,64
383.799.715
5,80
738.450,916
6,18
449.994.760
8,43
177.325.950
2,68
627.320.710
5,25
195.873.602 5.335.709.419
3,67 100
729.068.739 6.608.739.522
11,03 100
924.942.341 11.944.448.941
7,74 100
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Berdasarkan Tabel 5.2 jika dilihat dari sektor industri pengolahan itu sendiri, maka subsektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak memiliki nilai antara terbesar dibandingkan dengan subsektor industri pengolahan yang lain yaitu sebesar Rp 832 triliun atau 35,28 persen dari total permintaan antara. Pada posisi kedua dan ketiga ditempati oleh sektor industri lainnya sebesar 20,14 persen dan sektor logam dasar sebesar 14,87 persen dari total permintaan antara. Dari sisi permintaan akhir, subsektor makanan, minuman dan tembakau menempati urutan pertama yaitu sebesar Rp 764 triliun atau 31,01 persen dari total permintaan akhir, kemudian pada urutan kedua ditempati oleh sektor industri lainnya sebesar Rp 666 triliun atau 27,06 persen dan sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak menempati urutan ketiga yaitu dengan kontribusi sebesar 20,57 persen dari total permintaan akhir. Dari sisi total permintaan, subsektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak menempati posisi pertama yaitu sebesar Rp 1.339 triliun atau 27,77
56
persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak sangat berperan dalam perekonomian Indonesia. Tabel 5.2
Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008
Sektor Industri Makanan, Minuman, Tembakau Tekstil,Pakaian Jadi,Kulit dan alas kaki Bambu,Kayu dan Rotan Kertas,barang dari kertas dan karton Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak Semen dan barang bukan logam Logam Dasar Industri Lainnya Total
Permintaan Antara Jumlah (Rp Juta) Persen
Permintaan Akhir Jumlah (Rp Juta) Persen
Total Permintaan Jumlah (Rp Juta) Persen
308.128.843
13,06
764.134.776
31,01
1.072.263.619
22,23
103.229.642
4,37
215.268.546
8,73
318.498.188
6,60
99.718.112
4,22
79.201.527
3,21
178.919.639
3,71
110.051.602
4,66
61.889.744
2,51
171.941.346
3,56
832.282.774
35,28
507.015.265
20,58
1.339.298.039
27,77
79.048.528 350.933.856 475.137.005 2.358.530.362
3,35 14,87 20,14 100,00
17.726.718 151.652.666 666.737.341 2.463.626.583
0,71 6,15 27,06 100,00
96.775.246 502.586.522 1.141.874.346 4.822.156.945
2,00 10,42 23,67 100,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
5.1.2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Pada Tabel 5.3 ditunjukkan struktur konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah Indonesia tahun 2008. Konsumsi rumah tangga di Indonesia berdasarkan Tabel Input-Output tahun 2008 klasifikasi 66 sektor adalah sebesar Rp 3.195 triliun, dan dari total konsumsi tersebut konsumsi masyarakat terhadap sektor industri pengolahan adalah sebesar Rp 1.331 triliun atau sebesar 41,67 persen dari total konsumsi rumah tangga seluruh sektor perekonomian. Nilai konsumsi rumah tangga sektor industri pengolahan ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor yang lainnya. Sektor industri pengolahan menduduki peringkat pertama dalam memenuhi konsumsi rumah tangga. Berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 konsumsi pemerintah sebesar Rp 416 triliun atau sebesar 100 persen dari total pengeluaran pemerintah. Konsumsi pemerintah disini hanya dialokasikan untuk sektor jasajasa yang meliputi jasa pemerintahan umum dan pertahanan, jasa kemasyarakatan dan jasa lainnya. Pengeluaran pemerintah untuk sektor-sektor perekonomian lainnya sudah termasuk dalam salah satu anggaran yang terdapat di sektor-sektor jasa.
57
Tabel 5.3 Struktur Konsumsi Masyarakat dan Konsumsi Pemerintah terhadap Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
Jumlah (Rp Juta) 481.384.291
Persen 15,06
Jumlah (Rp Juta) 0,00
Persen 0,00
1.072.856
0,03
0,00
0,00
1.331.677.075
41,66
0,00
0,00
39.049.910
1,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Perdagangan
381.289.505
11,93
0,00
0,00
Hotel dan Restoran
250.142.272
7,82
0,00
0,00
Pengangkutan dan Komunikasi
282.108.726
8,82
0,00
0,00
Perusahaan
157.148.959
4,91
0,00
0,00
Jasa-jasa
271.930.837
8,50
416.866.669
100,00
3.195.804.431
100,00
416.866.669
100,00
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan Air Bersih Bangunan
Keuangan,
Total
Persewaan
dan
Jasa
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Dapat dilihat pada Tabel 5.4 bahwa konsumsi rumah tangga terhadap output sektor industri pengolahan terbesar berasal dari sektor makanan, minuman dan tembakau yaitu sebesar Rp 622 triliun atau 46,73 persen dari total konsumsi rumah tangga. Selanjutnya pada urutan kedua ditempati oleh sektor industri lainnya yaitu sebesar Rp 272 triliun atau 20,48 persen. Untuk sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak menempati posisi ketiga dari 8 subsektor tersebut yaitu dengan nilai sebesar Rp 252 triliun atau kontribusi sebesar 19 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sektor tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki memiliki konsumsi rumah tangga sebesar Rp 99 triliun atau 7,47 persen, sektor bambu, kayu dan rotan sebesar Rp 33 triliun atau 2,53 persen, sektor logam dasar sebesar Rp 22 triliun atau 1,68 persen, sektor kertas, barang dari kertas dan karton sebesar Rp 21 triliun, kemudian sektor semen dan dan barang bukan logam sebesar Rp 6 triliun atau 0,52 persen dari total konsumsi rumah tangga.
58
Tabel 5.4 Struktur Konsumsi Masyarakat dan Konsumsi Pemerintah terhadap subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 Konsumsi Rumah Tangga Jumlah (Rp Juta) Persen
Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Konsumsi Pemerintah Jumlah (Rp Juta) Persen
622.354.148
46,73
0
0,00
Tekstil, Pakaian Jadi, kulit dan alas kaki
99.502.087
7,47
0
0,00
Bambu, Kayu dan Rotan
33.687.398
2,53
0
0,00
Kertas, barang dari kertas dan karton Kimia, Karet, Plastik dan Pengilangan Minyak
21.087.049
1,58
0
0,00
252.983.818
19,00
0
0,00
6.970.802
0,52
0
0,00
22.408.628
1,68
0
0,00
272.683.145
20,48
0
0,00
1.331.677.075
100,00
0
100,00
Semen dan Barang bukan Logam Logam dasar Industri Lainnya Total
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
5.1.3. Struktur Investasi Berdasarkan Tabel 5.5, nilai investasi seluruh sektor perekonomian di Indonesia pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 1.508 triliun, yang terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 1.405 triliun dan perubahan stok sebesar Rp 103 triliun. Investasi terbesar dimiliki oleh sektor bangunan yaitu sebesar 1.144 triliun, tingginya investasi di sektor ini dikarenakan indonesia memiliki nilai proyek bangunan yang tergolong tinggi. Investasi sektor industri pengolahan di Indonesia tahun 2008 adalah sebesar Rp 233 triliun atau sebesar 15,45 persen dari total investasi sektor perekonomian secara keseluruhan dan menempati urutan kedua dari seluruh sektor perekonomian di Indonesia. Nilai investasi tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 189 triliun atau 13,49 persen dari total pembentukan modal tetap dan perubahan stok sebesar Rp 43 triliun atau 42,25 persen dari total perubahan stok seluruh sektor di Indonesia. Tingginya investasi di sektor ini dikarenakan sumber daya manusia di sektor ini tergolong tinggi,
infrastruktur
perekonomian.
yang
sudah
memadai
dalam
menunjang
kegiatan
59
Tabel 5.5 Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor
Sektor Pertanian
Pembentukan Modal Tetap Jumlah (Rp Juta) Persen
Perubahan Stok Jumlah (Rp Juta) Persen
Investasi Jumlah (Rp Juta) Persen
2.205.677
0,16
-16.164.473
-15,63
-13.958.796
-0,92
997.825
0,07
71.307.551
68,97
72.305.376
4,79
189.573.442
13,49
43.675.964
42,24
233.249.406
15,45
0
0,00
0
0,00
0
0,00
1.144.105.970
81,40
0
0,00
1.144.105.970
75,82
38.457.068
2,74
3.638.215
3,1
42.095.283
2,78
0
0,00
0
0,00
0
0,00
9.926.652
0,71
917.880
0,88
10.844.532
0,71
2.445.994
0,17
0
0,00
2.445.994
0,16
17.742.811
1,26
0
0,00
17.742.811
1,17
1.405.455.439
100,00
103.375.137
100,00
1.508.830.576
100,00
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa nilai pembentukan modal tetap terbesar pada sektor industri pengolahan adalah subsektor industri lainnya yaitu sebesar Rp 181 triliun atau 95,73 persen dari total pembentukan modal tetap. Sektor industri lainnya mengalami perubahan stok terbesar yaitu senilai Rp 66 triliun atau 151,26 persen. Sedangkan sektor yang mengalami perubahan stok bernilai negatif terbesar adalah sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak yaitu senilai -123,88 persen. Nilai negatif pada perubahan stok mengindikasikan bahwa jumlah pada tahun sebelumnya mengalami pengurangan sedangkan pada tahun tersebut tidak terjadi penambahan stok. Pada sisi investasi, kontribusi terbesar dimiliki oleh sektor industri lainnya yaitu sebesar Rp 247 triliun atau 106,13 persen dari total pembentukan investasi, sedangkan sektor yang memiliki kontribusi terkecil adalah sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak dengan nilai -23,20 persen.
60
Tabel 5.6 Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok, dan Investasi subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 Sektor Industri
Pembentukan Modal Tetap Jumlah (Rp Juta) Persen
Perubahan Stok Jumlah (Rp Juta) Persen
Investasi Jumlah (Rp Juta) Persen
Makanan,Minuman,Tembakau Tekstil,Pakaian Jadi,kulit dan alas kaki
0
0,00
-25.193.384
-57,68
-25.193.384
-10,80
166.363
0,09
12.716.721
29,12
12.883.084
5,52
Bambu,Kayu dan Rotan
140.639
0,07
7.444.884
17,05
7.585.523
3,25
0
0,00
221.929
0,51
221.929
0,10
0
0,00
-54.107.232
-123,88
-54.107.232
-23,20
84.377
0,04
4.623.208
10,59
4.707.585
2,02
7.694.272
4,06
31.906.418
73,05
39.600.690
16,98
Industri Lainnya
181.487.791
95,73
66.063.420
151,26
247.551.211
106,13
Total
189.573.442
100,00
43.675.964
100,00
233.249.406
100,00
Kertas,barang dari kertas dan karton Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak Semen dan Barang bukan Logam Logam dasar
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan Tabel 5.7, total ekspor di Indonesia sebesar Rp 1.346 triliun. Dari nilai tersebut total ekspor sektor industri pengolahan sebesar Rp 897 triliun atau sebesar 66,65 persen dari total ekspor keseluruhan sektor perekonomian. Kemudian pada posisi kedua dimiliki oleh sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp 244 triliun atau 18,15 persen. Apabila dilihat dari sisi impor terhadap barang dan jasa, nilai impor di Indonesia secara keseluruhan sebesar Rp 1.414 triliun dengan nilai impor di sektor industri pengolahan sebesar Rp 1.022 triliun atau sebanding dengan 72,32 persen dari total impor keseluruhan sektor perekonomian. Sektor pertambangan dan penggalian menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 142 triliun atau dengan kontribusi sebesar 10,04 persen. Jika dilihat dari selisih antara total ekspor dan impor, Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar Rp 68 triliun. Secara keseluruhan sektor industri pengolahan mengalami defisit perdagangan sebesar Rp 125 triliun, dan dalam hal ini dapat diartikan bahwa sektor industri pengolahan di Indonesia masih sangat tergantung kepada impor.
61
Tabel 5.7 Struktur Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor Ekspor (X)
Impor (M)
Selisih X-M
Jumlah (Rp Juta) 22.942.077
Persen 1,70
Jumlah (Rp Juta) 60.860.124
Persen 4,30
Jumlah (Rp Juta) -37.918.047
Persen 55,71
244.421.029
18,15
142.066.954
10,04
102.354.075
-150,39
897.330.314
66,65
1.022.998.483
72,32
-125.668.169
184,64
Air Bersih
0
0,00
0
0,00
0
0,00
Bangunan
0
0,00
0
0,00
0
0,00
150.736.964
11,20
0
0,00
150.736.964
-221,48
0
0,00
24.797.593
1,75
-24.797.593
36,43
30.879.445
2,29
78.349.293
5,53
-47.469.848
69,74
0
0,00
60.691.146
4,29
-60.691.146)
89,17
39.862
0,00
24.644.151
1,74
-24.604.289
36,15
1.346.349.691
100,00
1.414.407.744
100,00
-68.058.053
100,00
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan
Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Pada Tabel 5.8 dapat menunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai ekspor tertinggi adalah sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak dengan nilai sebesar Rp 308 triliun atau 34,34 persen dari total ekspor seluruh subsektor industri pengolahan. Sektor industri makanan, minuman dan tembakau menempati posisi kedua dengan nilai sebesar Rp 166 triliun atau 18,61 persen. Pada sisi impor, subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai impor terbesar adalah sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak senilai Rp 366 triliun atau 35,82 persen dari total impor subsektor industri pengolahan. Selisih ekspor dan impor terbesar dimiliki oleh sektor makanan, minuman dan tembakau yaitu sebesar Rp 99 triliun. Pada Tabel 5.8 terdapat beberapa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai selisih antara total ekspor dan total impor bernilai negatif, diantaranya sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak, sektor semen dan barang bukan logam, sektor logam dasar dan sektor industri lainnya. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
62
ketergantungan terhadap impor secara umum dalam memenuhi kebutuhan terhadap barang-barang yang dihasilkan oleh subsektor tersebut masih bergantung kepada impor. Tabel 5.8 Struktur Ekspor dan Impor Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008 Ekspor (X) Jumlah (Rp Juta) Persen
Impor (M) Jumlah (Rp Juta) Persen
Selisih X-M Jumlah (Rp Juta) Persen
Makanan,Minuman,Tembakau
166.974.012
18,61
67.592.168
6,61
99.381.844
-79,08
Tekstil,Pakaian Jadi,kulit dan alas kaki
102.883.375
11,47
22.405.150
2,19
80.478.225
-64,04
Bambu,Kayu dan Rotan
37.928.606
4,23
4.138.979
0,40
33.789.627
-26,89
Kertas,barang dari kertas dan karton Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak
40.580.766
4,52
25.152.889
2,46
15.427.877
-12,28
308.138.679
34,34
366.452.454
35,82
-58.313.775
46,40
6.048.331
0,67
8.250.206
0,81
-2.201.875
1,75
89.643.348
9,99
150.511.600
14,71
48,44
Industri Lainnya
145.133.197
16,17
378.495.037
37,00
Total
897.330.314
100,00
1.022.998.483
100,00
-60.868.252 233.361.840 125.668.169
Sektor Industri
Semen dan Barang bukan Logam Logam dasar
185,70 100,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
5.1.5. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Dalam Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008, nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan serta pajak tak langsung. Berdasarkan Tabel 5.9, dapat diketahui bahwa total nilai tambah bruto Indonesia tahun 2008 adalah sebesar Rp 5.194 triliun yang berasal dari upah dan gaji total sebesar Rp 1.606 triliun, surplus usaha sebesar Rp 3.049 triliun, penyusutan sebesar Rp 538 triliun dan pajak tak langsung sebesar Rp 199 triliun. Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap nilai tambah bruto sebesar Rp 1.411 triliun atau sebesar 27,17 persen dari total nilai tambah bruto seluruh sektor perekonomian yang terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp 413 triliun, surplus usaha sebesar Rp 853 triliun, penyusutan sebesar Rp 163 triliun dan pajak tak langsung sebesar Rp 93 triliun. Berdasarkan tabel dibawah ini, terlihat bahwa rasio upah dan gaji terhadap surplus usaha sektor industri pengolahan sebesar 0,48. Apabila nilai rasio tersebut kurang dari satu menunjukkan bahwa adanya ketidakseimbangan distribusi
63
pendapatan antara surplus usaha yang diterima pemilik modal dengan gaji (upah) yang diterima oleh pekerja. Surplus usaha yang diterima oleh pemilik modal, lebih tinggi dari pada upah dan gaji yang diterima oleh pekerja. Tabel 5.9 Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor Pajak Tak Langsung (Rp Juta)
Nilai Tambah Bruto Jumlah (Rp Juta) Persen
18.457.276
13.460.730
821.583.565
15,81
0,19
31.742.700
23.714.044
574.453.950
11,05
853.955.714
0,48
163.865.032
93.474.980
1.411.323.794
27,17
31.570.710
49.068.989
0,64
43.839.834
5.461.928
46.034.948
0,88
Bangunan
167.855.903
226.568.876
0,74
40.876.002
16.340.909
451.641.690
8,69
Perdagangan
151.338.617
322.167.917
0,46
40.318.687
19.720.935
533.546.156
10,27
53.632.134
74.547.400
0,71
17.055.631
6.827.266
152.062.431
2,92
107.177.215
122.416.179
0,87
102.460.452
5.565.536
335.930.967
6,46
85.309.160
264.819.221
0,32
26.677.423
8.181.599
384.987.403
7,41
328.035.097
94.630.967
3,46
53.244.811
6.896.699
482.766.874
9,29
1.606.250.246
3.049.601.033
0,52
538.537.848
199.644.626
5.194.331.778
Sektor Pertanian
Upah dan Gaji (Rp Juta)
Surplus Usaha (Rp Juta)
Rasio
Penyusutan (Rp Juta)
184.723.174
605.927.633
0,30
83.499.069
435.498.137
413.109.167
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih
Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
100,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Berdasarkan Tabel 5.10, dapat diketahui total nilai tambah bruto subsektor industri pengolahan yang terbesar adalah sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak yaitu sebesar Rp 399 triliun atau senilai 28,32 persen dari total nilai tambah bruto. Sektor industri makanan, minuman dan tembakau memiliki nilai pajak langsung yang terbesar yaitu sebesar Rp 56 triliun, nilai upah dan gaji yang terbesar adalah indutri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak dengan nilai sebesar Rp 121 triliun, begitu juga dengan surplus usaha nilai
64
terbesar dimiliki oleh sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak sebesar Rp 329 triliun. Tabel 5.10 Struktur Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 Upah dan Gaji (Rp Juta)
Sektor
Surplus Usaha (Rp Juta)
Penyusutan (Rp Juta)
Pajak Tak Langsung (Rp Juta)
Nilai Tambah Bruto Jumlah (Rp Juta) Persen
Makanan,Minuman,Tembakau Tekstil,Pakaian Jadi,kulit dan alas kaki
83.942.029
173.163.515
25.383.768
56.376.045
338.865.357
24,01
35.930.754
60.834.954
12.553.359
3.115.170
112.434.237
7,97
Bambu,Kayu dan Rotan Kertas,barang dari kertas dan karton Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak Semen dan Barang bukan Logam
20.355.385
43.404.760
7.805.464
2.174.816
73.740.425
5,22
15.752.330
30.971.731
5.350.296
1.421.778
53.496.135
3,79
121.133.648
329.135.094
50.881.853
11.554.096
399.623.592
28,32
12.819.731
18.040.439
6.879.848
2.680.139
40.420.157
2,86
Logam dasar
46.933.485
70.567.452
18.753.959
5.772.739
142.027.635
10,06
Industri Lainnya
76.241.805
127.837.769
36.256.485
10.380.197
250.716.256
17,76
413.109.167
853.955.714
163.865.032
93.474.980
1.411.323.794
100,00
Total
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
5.1.6. Struktur Output Sektoral Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perekonomian. Berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 dapat diketahui total output perekonomian Indonesia dan output yang diciptakan masing-masing sektor di Indonesia. Tabel 5.11 Distribusi Output Sektoral Perekonomian Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor Sektor Pertanian
Nilai Output Sektoral (Rp Juta)
Persentase
1.181.682.247
11,22
717.482.885
6,81
3.799.158.462
36,07
124.490.705
1,18
1.243.975.535
11,81
Perdagangan
999.122.745
9,48
Hotel dan Restoran
337.099.241
3,20
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
Pengangkutan dan Komunikasi
660.101.623
6,26
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
566.629.564
5,38
Jasa-Jasa Total
900.298.190
8,54
10.530.041.197
100,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
65
Dalam Tabel 5.11 ditunjukkan bahwa output total perekonomian Indonesia sebesar Rp 10.530 triliun. Output di sektor industri pengolahan menempati urutan pertama yaitu sebesar Rp 3.799 triliun atau sebesar 36,07 persen dari total output sektor perekonomian secara keseluruhan. Tabel 5.12 Distribusi Output Sektoral Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008 Sektor Makanan,Minuman,Tembakau Tekstil,Pakaian Jadi,kulit dan alas kaki Bambu,Kayu dan Rotan Kertas,barang dari kertas dan karton Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak Semen dan Barang bukan Logam Logam dasar Industri Lainnya Total
Nilai Output Sektoral (Rp Juta)
Persentase
1.004.671.451 296.093.038 174.780.660 146.788.457 972.845.585 88.525.040 352.074.922 763.379.309 3.799.158.462
26,44 7,79 4,60 3,86 25,61 2,33 9,27 20,09 100,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
Pada Tabel 5.12 menunjukkan output sektoral dari subsektor industri pengolahan yang terbesar dimiliki oleh sektor makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp 1.004 triliun atau 26,44 persen dari total nilai output sektoral. Pada urutan kedua ditempati oleh sektor kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak dengan nilai sebesar Rp 972 triliun atau 25,61 persen.
5.2.
Analisis Keterkaitan
5.2.1. Keterkaitan Ke Depan Keterkaitan ke depan (forward linkage) dibagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor lain termasuk sektor itu sendiri akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung
66
maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke depan tertinggi yaitu sebesar 0,199 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan tertinggi juga sebesar 4,108. Nilai keterkaitan langsung ke depan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor industri pengolahan yang dialokasikan langsung ke sektor lainnya atau sektor itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0,199 juta. Tabel 5.13 Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 10 sektor Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan ke Belakang
Langsung
Langsung dan Tak Langsung
Langsung
Lansgsung dan Tak Langsung
Pertanian
0,063
1,976
0,289
1,491
Pertambangan dan Penggalian
0,045
1,765
0,166
1,248
Industri Pengolahan
0,199
4,108
0,495
1,826
Listrik,Gas dan Air Bersih Bangunan
0,007 0,008
1,229 1,198
0,630 0,636
2,071 2,112
Perdagangan
0,036
1,623
0,465
1,822
Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
0,006 0,030
1,110 1,569
0,573 0,477
1,964 1,868
Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
0,038
1,803
0,297
1,514
0,016
1,368
0,462
1,834
Rata-rata
0,045
1,775
0,449
1,775
Sektor
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tak langsung dari sektor industri pengolahan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor industri pengolahan yang dialokasikan baik secara langsung maupun tak langsung terhadap sektor lain maupun sektor itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 4,108 juta. Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa besar sektor tersebut mampu untuk meningkatkkan output sektor lainnya melalui penyediaan output yang digunakan sebagai bahan baku untuk
67
meningkatkan produksi sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya. Pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi tersebut dibagi menjadi 4 kuadran yang garis vertikal tersebut menunjukkan keterkaitan ke depan dan garis horizontal menunjukkan keterkaitan ke belakang. Sektor industri pengolahan berada pada kuadran I yang berarti bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi. RKD
0,75
Pertanian
II
I
Keterkaitan ke belakang
0,60
Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik,gas & air bersih
0,44
RKB
Bangunan Perdagangan
0,40
Hotel dan Restoran 0,20
Pengangkutan dan komunikasi
III
I
Keuangan,persewaan
0,0 0,0
0,04
dan jasa perusahaan 0,10
0,15
0,20
0,25
Jasa-jasa
Keterkaitan ke depan
Gambar 5.1. Kuadran Keterkaitan Sektor Perekonomian Indonesia Keterangan: RKB = Garis rata-rata Keterkaitan ke Belakang RKD = Garis rata-rata Keterkaitan ke Depan Berdasarkan klasifikasi 17 sektor sesuai dengan Tabel 5.14 dapat ditunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung terbesar adalah subsektor industri makanan,minuman dan tembakau dengan nilai keterkaitan sebesar 0,62. Namun diantara subsektor industri pengolahan tersebut yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan terbesar adalah subsektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki dengan nilai 2,06.
68
5.2.2. Keterkaitan Ke Belakang Keterkaitan ke belakang (backward linkage) dibagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Nilai keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Dari Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke belakang yaitu sebesar 0,495 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 1,826. Nilai keterkaitan langsung ke belakang tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor industri pengolahan akan secara langsung meningkatkan permintaan terhadap inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri sebesar Rp 0,495 juta. Tabel 5.14 Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 17 sektor Sektor
Keterkaitan Kedepan Langsung dan Tak Langsung Langsung
Keterkaitan Kebelakang Langsung dan Tak Langsung Langsung
Pertanian
0,28
1,48
0,06
2,64
Pertambangan Industri makanan,minuman dan tembakau Industri tekstil,pakaian jadi,kulit dan alas kaki
0,16
1,24
0,04
2,71
0,62
2,03
0,02
1,64
0,57
2,06
0,01
1,4
Industri bambu kayu dan rotan
0,56
1,99
0,01
1,31
0,54
1,99
0,07
1,5
Industri kertas,barang dari kertas dan karton Industri kimia,karet,plastik dan pengilangan minyak Industri semen dan barang bukan logam
0,42
1,62
0,01
3,43
0,49
1,76
0,02
1,1
Industri logam dasar
0,41
1,65
0,04
1,54
Industri lainnya
0,44
1,78
0,01
1,9
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,63
2,01
0,01
1,36
Bangunan
0,63
2,06
0,03
1,25
Perdagangan
0,46
1,81
0,01
2,1
Hotel dan restoran
0,57
1,99
0,03
1,16
Pengangkutan dan Komunikasi
0,47
1,83
0,03
1,94
Keuangan, Persewaan dan Jasa
0,29
1,5
0,03
2,13
Jasa-Jasa
0,46
1,82
0,01
1,51
Rata-rata
0,47
1,80
0,03
1,80
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
69
Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang dari sektor industri pengolahan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor industri pengolahan akan meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,826 juta. Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa besar sektor tersebut mampu untuk meningkatkkan perkembangan sektor lainnya maupun sektor itu sendiri yang menjadi penyedia input produksi sebesar nilai keterkaitannya. Berdasarkan klasifikasi 17 sektor sesuai dengan Tabel 5.14 dapat ditunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang langsung terbesar adalah subsektor industri kertas, barang dari kertas dan karton dengan nilai keterkaitan sebesar 0,07. Namun diantara subsektor industri pengolahan tersebut yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang terbesar adalah subsektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak dengan nilai keterkaitan sebesar 3,43. 1,08
0,10
1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Keterkaitan ke Belakang
II
2.Industri Tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki
I
0,08
3.Industri Bambu, Kayu dan Rotan
4
4.Industri Kertas, Barang dari kertas dan Karton
0,06
5.Industri Kimia, Karet, Plastik dan Pengilangan Minyak
7 0,03 0,02 58
III
6.Industri Semen dan Barang bukan Logam
1
6 32
IV
7.Industri Logam Dasar
0,0 0,0
0,20
0,47
0,60
0,80
8.Industri Lainnya
Keterkaitan ke Depan
Gambar 5.2. Kuadran Keterkaitan subsektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia.
70
Pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan tersebut dibagi menjadi 4 kuadran yang garis vertikal tersebut menunjukkan keterkaitan ke depan dan garis horizontal menunjukkan keterkaitan ke belakang. Subsektor industri pengolahan yang berada pada kuadran I yang berarti bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi dalah sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton.
5.3.
Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran berfungsi untuk mengetahui distribusi
manfaat pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar output dan pasar input dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Tabel 5.15 Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 10 Sektor Sektor
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
0,644 0,370 1,101 1,401 1,416 1,036 1,275 1,062 0,662
1,310 1,364 1,059 1,485 0,173 0,920 0,486 1,131 1,598
1,028 10.00
0,469 10,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
5.3.1. Koefisien Penyebaran Berdasarkan Tabel 5.15 dapat ditunjukkan nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran dari masing-masing sektor perekonomian Indonesia. Tabel 5.9 tersebut memperlihatkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1,101. Nilai koefisien yang lebih besar dari satu tersebut mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor industri
71
pengolahan memiliki keterkaitan yang erat terhadap sektor-sektor hulunya atau mampu meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor industri pengolahan. Sementara itu jika dilihat pada Tabel 5.16 yang merupakan klasifikasi 17 sektor menunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai koefisien penyebaran kurang dari satu adalah sektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak, sektor industri logam dasar dan industri lainnya. Hal tersebut mengartikan bahwa ketiga subsektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Tabel 5.16 Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 17 Sektor Sektor Pertanian Pertambangan Industri makanan,minuman dan tembakau Industri tekstil,pakaian jadi,kulit dan alas kaki Industri bambu kayu dan rotan Industri kertas,barang dari kertas dan karton Industri kimia,karet,plastik dan pengilangan minyak Industri semen dan barang bukan logam Industri logam dasar Industri lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-Jasa Total
Koefisien Penyebaran 0,60 0,34 1,30 1,21 1,18 1,13 0,89 1,04 0,87 0,94 1,32 1,33 0,97 1,20 1,00 0,62 0,97 17,00
Kepekaan Penyebaran 1,21 1,26 0,57 0,64 1,11 1,28 1,24 1,63 1,39 0,83 1,37 0,16 0,85 0,44 1,04 1,47 0,43 17,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
5.3.2. Kepekaan Penyebaran Berdasarkan Tabel 5.15 dapat dilihat bahwa nilai kepekaan penyebaran sektor industri pengolahan sebesar 1,059. Nilai kepekaan penyebaran yang lebih besar dari satu tersebut mengindikasikan bahwa sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Sedangkan nilai kepekaan penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Hal ini berarti sektor industri
72
pengolahan mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang lainnya. Namun apabila dilihat pada Tabel 5.16 menunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki dan sektor industri lainnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa
ketiga
subsektor
tersebut
kurang
mampu
untuk
meningkatkan pertumbuhan sektor hilirnya.
1,08
2,00 1,50
1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
II
2.Industri Tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki
I
Koefisien Penyebaran
1 3.Industri Bambu, Kayu dan Rotan
2 3
4
1,07
4.Industri Kertas, Barang dari kertas dan Karton
6
1,00
8
5 7
5.Industri Kimia, Karet, Plastik dan Pengilangan Minyak 6.Industri Semen dan Barang bukan Logam
0,50 III
IV
7.Industri Logam Dasar
0,0 2,00 0,0
0,50
1,00
8.Industri Lainnya
1,50
Kepekaan Penyebaran
Gambar 5.3. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia Berdasarkan Gambar 5.4 menunjukkan bahwa posisi suatu sektor di dalam kuadran ditentukan oleh tinggi atau rendahnya nilai koefisien dan kepekaan penyebaran. Apabila suatu sektor memiliki nilai yang lebih besar dari satu maka nilai koefisien maupun kepekaannya dapat dinyatakan tinggi yang ditunjukkan oleh garis vertikal dan horizontal. Sektor industri pengolahan berada pada kuadran I dimana mengartikan bahwa sektor tersebut memiliki nilai koefisien dan kepekaan yang tinggi.
73
Pada Gambar 5.3 menunjukkan bahwa subsektor industri pengolahan yang menempati kuadran I diantaranya adalah subsektor industri bambu, kayu dan rotan dan industri kertas, barang dari kertas dan karton, dan yang menempati kuadran III adalah sektor industri lainnya yang mengartikan bahwa sektor industri tersebut memiliki nilai kepekaan dan nilai koefisien penyebaran yang rendah, sehingga kurang mampu untuk dijadikan sektor basis atau sektor unggulan dalam suatu perekonomian wilayah.
Pertanian
2,00
II
I
Koefisien Penyebaran
1,50
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan
1,0 Perdaganga Hotel dan Restoran 0,50
Pengangkutan dan komunikasi
III
Keuangan,persewaan
I
0,0
dan jasa perusahaan 0,0
0,50
1,00
1,50
2,00
Jasa-jasa
Kepekaan Penyebaran
Gambar 5.4. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia 5.4.
Analisis Multiplier Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat dampak perubahan atau
peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Terdapat dua jenis tipe yaitu multiplier tipe I dan tipe II. Kedua tipe tersebut digunakan untuk analisis multiplier output dan pendapatan. Multiplier tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka tanpa memasukkan unsur rumah tangga., sedangkan multiplier tipe II dengan matriks kebalikan Leontief tertutup dan memasukkan unsur rumah tangga sebagai variabel endogenous dalam model. Nilai multiplier tipe I selalu lebih kecil dibanding tipe
74
II karena pada multiplier tipe II efek konsumsi masyarakat diperhitungkan. Nilai yang terdapat pada analisis multiplier output tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan output di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu. Tabel 5.17
Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor
Sektor
Multiplier Output Tipe I
Pertanian Pertambangan dan Penggalian
TipeII
Multiplier Pendapatan Tipe I
TipeII
Multiplier Tenaga Kerja Tipe I
TipeII
1,49
1,98
1,41
1,87
1,20
1,36
1,24
1,54
1,30
1,72
1,93
4,46
Industri Pengolahan
1,82
2,26
2,15
2,85
4,20
5,96
Listrik,Gas dan Air Bersih
2,07
2,98
1,53
2,03
4,57
10,53
Bangunan
2,11
2,72
1,93
2,56
2,82
4,30
Perdagangan
1,82
2,46
1,79
2,37
1,25
1,58
Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan
1,96
2,65
1,75
2,33
7,66
10,81
1,86
2,54
1,82
2,41
1,74
2,53
1,51
2,03
1,57
2,08
2,40
4,68
Jasa-jasa
1,83
2,95
1,30
1,73
1,50
2,32
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
Dalam Tabel 5.17 menunjukkan bahwa multiplier output tipe I sektor industri pengolahan sebesar 1,82 dan sebesar 2,26 untuk multiplier output tipe II. Nilai 1,82 pada multiplier output tipe I berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri pengolahan sebesar satu satuan maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar 1,82 satuan. Sedangkan untuk multiplier tipe II, angka 2,26 berarti jika terdapat peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir maka output di seluruh sektor perekonomian meningkat sebesar 2,26 satuan. Nilai yang terdapat dalam multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir di suatu sektor tertentu sebesar satu satuan. Tabel 5.17 menunjukkan bahwa multiplier pendapatan sektor industri pengolahan tipe I sebesar 2,15 dan tipe II sebesar 2,85. Untuk nilai multiplier tipe I berarti bahwa jika terjadi penambahan permintaan akhir sebesar satu satuan di sektor industri pengolahan, maka akan mengakibatkan peningkatan pendapatan di
75
sektor-sektor lainnya sebesar 2,15 satuan, kemudian untuk multiplier tipe II, jika terdapat peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian meningkat sebesar 2,85 satuan. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 4,20. Nilai tersebut berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor industri pengolahan sebesar satu satuan, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor-sektor lainnya sebesar 4,2 orang. Sementara untuk multiplier tipe II berarti bahwa jika adanya peningkatan konsumsi sektor industri pengolahan sebesar satu satuan maka akan menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 5,96 orang. Tabel 5.18
Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 17 Sektor Sektor
Pertanian Pertambangan Industri makanan,minuman dan tembakau Industri tekstil,pakaian jadi,kulit dan alas kaki Industri bambu kayu dan rotan Industri kertas,barang dari kertas dan karton Industri kimia,karet,plastik dan pengilangan minyak Industri semen dan barang bukan logam Industri logam dasar Industri lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-Jasa
Multiplier Output Tipe I TipeII 1,48 1,99 1,24 1,54
Multiplier Pendapatan Tipe I TipeII 1,41 1,87 1,29 1,72
Multiplier Tenaga Kerja Tipe I TipeII 1,21 1,38 1,73 4,45
2,03
2,55
2,74
3,65
6,04
7,50
2,06 1,99
2,66 2,59
2,20 2,17
2,93 2,89
2,38 2,22
3,36 2,87
1,99
2,50
2,30
3,07
4,04
7,18
1,62
2,00
1,77
2,35
6,46
13,78
1,76 1,65 1,78 2,01 2,06 1,81 1,99 1,83 1,50 1,82
2,31 2,06 2,14 2,92 2,68 2,45 2,70 2,50 2,03 2,95
1,71 1,80 2,24 1,50 1,93 1,78 1,78 1,78 1,56 1,29
2,28 2,40 2,98 1,99 2,56 2,37 2,37 2,38 2,07 1,72
1,30 3,57 3,46 3,23 2,46 1,22 8,53 1,58 2,23 1,44
1,85 8,44 6,23 9,57 4,06 1,58 12,00 2,41 4,69 2,32
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).
Pada Tabel 5.18 memperlihatkan nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dengan klasifikasi 17 sektor, berdasarkan Tabel 5.18 subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier output tipe I maupun tipe II
76
terbesar adalah sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki dengan nilai masing-masing sebesar 2,06 dan 2,66. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I maupun tipe II adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai sebesar 2,74 dan 3,65, serta sektor yang memiliki nilai terbesar dalam multiplier tenaga kerja adalah sektor industri kimia, karet, plastik, dan pengilangan minyak dengan nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 6,46 dan tipe II sebesar 13,78.
5.5.
Analisis Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia Salah satu komponen perekonomian dalam pembangunan suatu wilayah
adalah investasi yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan investasi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Investasi tersebut digunakan sebagai salah satu komponen pembangunan perekonomian suatu wilayah karena melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan yang kemudian mampu meningkatkan output, yang akhirnya juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Oleh karena itu, perlunya untuk melihat potensi dari dampak investasi sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor unggulan Indonesia. Tujuan dari melihat kondisi investasi ini ditujukan untuk melihat perkembangan investasi sektor industri pengolahan dari tahun-tahun sebelumnya sampai dengan sekarang. Sedangkan dampak investasi dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari adanya investasi pada sektor industri pengolahan terhadap perekonomian. Tabel 5.19
Nilai Investasi Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2006-2010. Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Total (Rupiah)
Sumber: BKPM, 2011.
Sektor Industri Pengolahan PMDN (Rupiah) 10.517.900.000.000 20.931.100.000.000 13.012.700.000.000 26.289.800.000.000 15.914.800.000.000 86.666.300.000.000
77
Untuk memberikan gambaran mengenai dampak dari adanya penambahan anggaran dari pemerintah dalam negeri terhadap perekonomian, terutama terhadap pembentukan nilai output, pendapatan dan tenaga kerja, oleh karena itu berdasarkan Tabel 5.19, dalam penelitian ini diasumsikan terdapat penambahan anggaran dari pemerintah sebesar Rp 86,666 triliun di sektor industri pengolahan, nilai tersebut sesuai dengan dana yang dialokasikan oleh pemerintah dalam negeri pada tahun 2006-2010 dan nilai tersebut digunakan untuk shock sektor industri pengolahan sebagai perkiraan dana yang mungkin diinvestasikan pada sektor industri pengolahan di Indonesia. Tabel 5.20
Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan terhadap Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Klasifikasi 17 Sektor.
Sektor
Output Nilai (Rp Miliar)
Persen
Pendapatan Nilai (Rp Miliar) Persen
Tenaga Kerja Nilai (Orang) Persen
Pertanian
17.543,9
8,59
2.608,2
11,11
5.835.607
38,30
Pertambangan Industri makanan,minuman dan tembakau Industri tekstil,pakaian jadi,kulit dan alas kaki Industri bambu kayu dan rotan Industri kertas,barang dari kertas dan karton Industri kimia,karet,plastik dan pengilangan minyak Industri semen dan barang bukan logam Industri logam dasar
11.628,1
5,70
1.129,6
4,81
144.820
0,95
20.209,8
9,90
1.582,1
6,74
799.631
5,24
15.759,9
7,72
1.777,9
7,57
1.074.990
7,05
13.711,1
6,72
1.559,9
6,65
1.395.112
9,15
15.494,2
7,59
1.419,5
6,05
280.339
1,84
28.693,2
14,06
2.595,2
11,06
168.725
1,10
11.236,6 13.973,7
5,50 6,85
1.488,5 1.304,9
6,34 5,56
1.264.308 130.306
8,29 0,85
Industri lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
19.619,6
9,61
1.311,5
5,59
285.091
1,87
2.268,3 1.123,6
1,11 0,55
575,2 151,6
2,45 0,65
36.643 49.127
0,24 0,32
Perdagangan Hotel dan restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa
10.403,6 2.734,2
5,10 1,34
1.575,8 454,6
6,71 1,94
2.132.442 62.888
13,99 0,41
8.097,1
3,97
1.279,1
5,45
737.448
4,84
7.013,9
3,44
981,5
4,18
167.981
1,10
Jasa-Jasa
4.614,9
2,26
1.677,5
7,15
669.872
4,39
TOTAL
204.126,0
100,00
23.472,8
100,00
15.235.338
100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008, klasifikasi 17 sektor (diolah).
Pada Tabel 5.20 memperlihatkan dampak yang ditimbulkan jika shock sebesar Rp 10,833 triliun diberikan pada masing-masing subsektor industri
78
pengolahan. Dampak investasi pada subsektor industri pengolahan akan memberikan tambahan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 204,12 triliun dengan dampak langsung sebesar Rp 138,69 triliun dan dampak tidak langsung sebesar Rp 65,42 triliun. Subsektor yang paling berdampak besar adalah subsektor Industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak. Pada sisi pendapatan, investasi yang diberikan kepada subsektor industri pengolahan berdampak total sebesar Rp 23,47 triliun dengan dampak langsung sebesar Rp 13,04 triliun dan dampak tidak terhadap sektor lainnya sebesar Rp 10,43 triliun. Subsektor yang paling berdampak besar adalah subsektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak yaitu sebesar Rp 2,59 triliun. Apabila dilihat dari sisi tenaga kerja, investasi yang diberikan kepada subsektor industri pengolahan akan berdampak pada penambahan tenaga kerja total sebesar 15,23 juta orang dengan dampak langsung sebesar 5,39 juta orang dan berdampak tidak langsung sebesar 9,83 juta orang. Subsektor yang paling berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sektor industri bambu, kayu, dan rotan dengan nilai sebesar 1,39 juta orang.
79
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel Input-Output Indonesia tahun
2008 tentang analisis dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil analisis keterkaitan, subsektor industri pengolahan yang memiliki peran terbesar dalam meningkatkan produksi sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Sedangkan subsektor industri pengolahan yang memiliki peran terbesar dalam memajukan sektor yang dijadikan input produksi adalah sektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak.
2.
Berdasarkan analisis dampak penyebaran, subsektor industri bambu, kayu dan rotan serta industri kertas, barang dari kertas dan karton memiliki nilai koefisien dan kepekaan diatas satu dan rata-rata, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang strategis dan mampu dijadikan sebagai sektor basis karena dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi baik melalui penawaran maupun permintaan secara total.
3.
Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan II, subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai terbesar adalah sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki. Sedangkan jika dilihat dari hasil analisis multiplier pendapatan, subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau baik tipe I maupun tipe II, dan pada sisi tenaga kerja yang memiliki nilai multiplier terbesar adalah sektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak.
4.
Dengan dilakukannya simulasi penanaman investasi sebesar Rp 86,666 triliun dengan pengalokasian secara merata pada masing-masing subsektor industri pengolahan sebesar Rp 10,833 triliun mampu menciptakan output total di seluruh sektor sebesar Rp 204,126 triliun, pendapatan sebesar Rp 23,472 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 15,23 juta orang.
80
6.2.
Saran Dengan melihat hasil penelitian Analisis Peranan dan Dampak Investasi
Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Indonesia, maka beberapa saran yang dapat disampaikan diantaranya: 1.
Agar pertumbuhan ekonomi di Indonesia memiliki dampak yang positif baik melalui kenaikan aggregate demand dan aggregate supply, pemerintah sebaiknya lebih memprioritaskan dalam mengembangkan sektor yang memiliki basis yang kuat untuk memajukan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya atau dapat dikatakan sebagai sektor pemimpin yaitu sektor industri bambu, kayu dan rotan, dan sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton.
2.
Sebaiknya dana investasi pemerintah lebih dialokasikan pada subsektor industri bambu, kayu, dan rotan karena selain merupakan salah satu sektor basis yang akan lebih efektif menggerakkan seluruh roda sektor perekonomian, sektor industri bambu, kayu, dan rotan juga memiliki kemampuan yang kuat untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian dengan adanya penambahan dana pada sektor industri tersebut.
81
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Industri Besar dan Sedang. BPS, Jakarta. ____________. 2003. Statistik Industri Besar dan Sedang. BPS, Jakarta. ____________. 2010. Tabel Input Output Indonesia Tahun 2008. BPS, Jakarta. ____________. 2010. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral. BPS, Jakarta. ____________. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2005. Perkembangan Realisasi PMA Menurut Sektor. BKPM, Jakarta. ____________. 2011. Perkembangan Realisasi PMA Menurut Sektor. BKPM, Jakarta. ____________. 2011. Perkembangan Realisasi PMDN Menurut Sektor. BKPM, Jakarta. Bangun, O. 2008. Analisis Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Provinsi Sumatera Utara. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014. BAPPENAS, Jakarta. Carlos. 2007. The Elusive Quest for Growth. Erlangga, Jakarta. Daryanto, Arief dan Y. Hafizrianda. 2010. Analisis Input-Output & Social Accounting Matriks Untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Press. Bogor. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2010. Data dan Informasi Ketenagakerjaan. Depnakertrans, Jakarta. Dumairy, M.A. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Yogyakarta. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sitohang [penerjemah]. Program Perencanaan Nasional FEUI-Bappenas. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
82
Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. LP3ES, Jakarta. Hermawan. 2010. Teori Investasi. Erlangga, Jakarta. Jaya, W. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta. Kementerian Perindustrian. 2011. Tantangan Perindustrian. Kemenperin, Jakarta.
dan
Strategi
di
Sektor
Lincolin, A. 1999. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE, Yogyakarta. Mankiw, G. 2007. Makro Ekonomi. Erlangga, Jakarta. _________. 2000. Teori Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Masitoh, I. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Mustikasari, D. Y. 2005. Peran Sektor Industri Pengolahan Dalam Perekonomian Di Provinsi Jawa Tengah. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Priyarsono, D.S., Sahara, dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka : Jakarta. Saragih, J. 2004. Pengaruh Forward dan Backward Linkage Sektor Industri Terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Pematang Siantar. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://library.usu.ac.id/download/ft/04007092.pdf. [10 Maret 2008]. Setiawan, S. A. 2005. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Kabupaten Jepara. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 (Triliun Rupiah). Tahun Lapangan Usaha 2007
2008
2009
2010
2011
271,5
284,6
295,9
304,7
313,7
(13,82%)
(13,67%)
(13,58%)
(13,17%)
(12,74%)
171,2
172,4
180,2
186,6
189,2
(8,72%)
(8,28%)
(8,27%)
(8,06%)
(7,68%)
538,0
557,7
570,1
597,1
634,2
(27,39%)
(26,79%)
(26,16%)
(25,81%)
(25,75%)
13,5
14,9
17,1
18,1
18,9
(0,69%)
(0,72%)
(0,78%)
(0,78%)
(0,77%)
121,8
130,9
140,3
150,0
160,1
(6,20%)
(6,29%)
(6,44%)
(6,48%)
(6,50%)
340,4
363,8
368,5
400,5
437,2
(17,33%)
(17,47%)
(16,91%)
(17,31%)
(17,75%)
7.Pengangkutan
142,3
165,9
192,2
218,0
241,3
dan Komunikasi
(7,25%)
(7,97%)
(8,82%)
(9,42%)
(9,80%)
183,6
198,7
209,2
221,0
236,1
(9,35%)
(9,55%)
(9,60%)
(9,55%)
(9,59%)
181,7
193,0
205,8
217,8
232,5
(9,25%)
(9,27%)
(9,44%)
(9,41%)
(9,44%)
1.964,3
2.082,3
2.178,9
2.313,8
2.463,2
1.Pertanian 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Konstruksi 6.Perdagangan, Hotel dan Restoran
8.Lembaga keuangan dan Jasa 9.Jasa-jasa Total
Sumber: BPS, 2012.
85
Lampiran 2. Klasifikasi 10 Sektor dan 27 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008. Kode
27 Sektor
10 Sektor
1
Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
2
Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
3
Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
4
Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
5
Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
6
Tanaman Bahan Makanan
Pertanian
7
Perkebunan
Pertanian
8
Perkebunan
Pertanian
9
Perkebunan
Pertanian
10
Perkebunan
Pertanian
11
Perkebunan
Pertanian
12
Perkebunan
Pertanian
13
Perkebunan
Pertanian
14
Perkebunan
Pertanian
15
Perkebunan
Pertanian
16
Perkebunan
Pertanian
17
Perkebunan
Pertanian
18
Peternakan
Pertanian
19
Peternakan
Pertanian
20
Peternakan
Pertanian
21
Kehutanan
Pertanian
22
Kehutanan
Pertanian
23
Perikanan
Pertanian
24
Penambangan Migas dan Non Migas
Pertambangan dan Penggalian
25
Penambangan Migas dan Non Migas
Pertambangan dan Penggalian
26
Penggalian
Pertambangan dan Penggalian
27
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
28
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
29
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
30
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
31
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
32
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
33
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
34
Industri Makanan,Minuman dan Tembakau
Industri Pengolahan
35
Industri Tekstil,Pakaian Jadi,Kulit dan Alas Kaki
Industri Pengolahan
36
Industri Tekstil,Pakaian Jadi,Kulit dan Alas Kaki
Industri Pengolahan
37
Industri Bambu,Kayu dan Rotan
Industri Pengolahan
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2008 (diolah).
86
Lanjutan Lampiran 2 38
Industri Kertas,Barang dari Kertas dan Karton
Industri Pengolahan
39
Industri Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak
Industri Pengolahan
40
Industri Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak
Industri Pengolahan
41
Industri Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak
Industri Pengolahan
42
Industri Kimia,Karet,Plastik dan Pengilangan Minyak
Industri Pengolahan
43
Industri Semen dan Barang Bukan Logam
Industri Pengolahan
44
Industri Semen dan Barang Bukan Logam
Industri Pengolahan
45
Industri Logam Dasar
Industri Pengolahan
46
Industri Logam Dasar
Industri Pengolahan
47
Industri Logam Dasar
Industri Pengolahan
48
Industri Lainnya
Industri Pengolahan
49
Industri Lainnya
Industri Pengolahan
50
Industri Lainnya
Industri Pengolahan
51
Listrik, Gas dan Air Bersih
Listrik,Gas dan Air Bersih
52
Bangunan
Bangunan
53
Perdagangan
Perdagangan
54
Restoran dan Hotel
Restoran dan Hotel
55
Angkutan Kereta Api
Pengangkutan dan Komunikasi
56
Angkutan Darat
Pengangkutan dan Komunikasi
57
Angkutan Lainnya
Pengangkutan dan Komunikasi
58
Angkutan Lainnya
Pengangkutan dan Komunikasi
59
Angkutan Lainnya
Pengangkutan dan Komunikasi
60
Komunikasi
Pengangkutan dan Komunikasi
61
Lembaga Keuangan
Keuangan, Persewaan dan Jasa
62
Usaha Bangunan dan Jasa Perusahaan
Keuangan, Persewaan dan Jasa
63
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
Jasa-Jasa
64
Jasa Sosial Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya
Jasa-Jasa
65
Jasa Sosial Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya
Jasa-Jasa
66
Jasa Sosial Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya
Jasa-Jasa
190
Jumlah Input Antara
Jumlah Input Antara
200
Input Antara Impor
Input Antara Impor
201
Upah dan Gaji
Upah dan Gaji
202
Surplus Usaha
Surplus Usaha
203
Penyusutan
Penyusutan
204
Pajak tak Langsung
Pajak tak Langsung
205
Subsidi
Subsidi
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2008 (diolah).
87
Lanjutan Lampiran 2 209
Nilai Tambah Bruto
Nilai Tambah Bruto
210
Jumlah Input
Jumlah Input
301
Pengeluaran konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi Rumah Tangga
302
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
303
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Pembentukan Modal Tetap Bruto
304
Perubahan Stok
Perubahan Stok
305
Ekspor Barang Dagangan
Ekspor Barang Dagangan
306
Ekspor Jasa
Ekspor Jasa
309
Jumlah Permintaan Akhir
Jumlah Permintaan Akhir
310
Jumlah Permintaan
Jumlah Permintaan
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2008 (diolah).
88
Lampiran 3. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
138.733.778
126.788
477.827.617
15
20.164.280
425.240
79.473.869
251.208
215.265
34.956.739
2
1.982
83.839.570
358.801.724
21.463.470
76.510.703
36.461
15.853
68.151
0
1.012.664
3
158.321.054
25.260.340
1.115.793.289
32.179.268
516.042.938
99.921.452
55.503.580
133.626.251
27.700.612
194.181.578
4
763.971
366.675
29.973.247
12.811.114
405.914
24.186.468
623.049
5.377.961
3.111.065
7.821.331
5
8.234.934
7.908.703
3.933.814
1.003.727
1.203.120
28.211.600
82.682
10.499.576
17.327.069
21.464.340
6
27.031.008
5.033.093
190.815.412
6.190.266
87.204.572
9.064.935
38.674.034
19.406.714
4.804.588
36.776.371
7
664.932
790.620
11.542.877
82.235
8.684.556
21.770.362
328.405
4.891.354
3.696.468
19.970.955
8
9.435.874
7.127.177
98.187.378
1.519.629
27.163.618
94.447.519
7.555.382
57.419.139
16.907.638
34.887.847
9
11.989.634
6.906.847
71.030.662
3.007.201
48.480.149
160.259.990
2.172.653
33.442.710
81.431.362
31.273.552
10
4.921.515
5.669.122
29.928.648
198.832
6.473.995
27.252.562
607.303
59.187.592
26.448.094
35.185.939
190
360.098.682
143.028.935
2.387.834.668
78.455.757
792.333.845
465.576.589
185.036.810
324.170.656
181.642.161
417.531.316
200
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
201
184.723.174
83.499.069
413.109.167
31.570.710
167.855.903
151.338.617
53.632.134
107.177.215
85.309.160
328.035.097
202
605.927.633
435.498.137
853.955.714
49.068.989
226.568.876
322.167.917
74.547.400
122.416.179
264.819.221
94.630.967
203
18.457.276
31.742.700
163.865.032
43.839.834
40.876.002
40.318.687
17.055.631
102.460.452
26.677.423
53.244.811
204
13.460.730
23.714.044
93.474.980
5.461.928
16.340.909
19.720.935
6.827.266
5.565.536
8.181.599
6.896.699
205
-985.248
0
-113.081.099
-83.906.513
0
0
0
-1.688.415
0
-40.700
209
821.583.565
574.453.950
1.411.323.794
46.034.948
451.641.690
533.546.156
152.062.431
335.930.967
384.987.403
482.766.874
210
1.181.682.247
717.482.885
3.799.158.462
124.490.705
1.243.975.535
999.122.745
337.099.241
660.101.623
566.629.564
900.298.190
TK
41.331.706
1.070.540
12.549.376
201.114
5.438.965
20.479.800
741.943
6.179.503
1.459.985
13.099.817
Sumber : Tabel Input Output Indonesia 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
89
Lanjutan Lampiran 3 180 301 302 303 304 752.174.799 481.384.291 0 2.205.677 -16.164.473 541.750.578 1.072.856 0 997.825 71.307.551 2.358.530.362 1.331.677.075 0 189.573.442 43.675.964 85.440.795 39.049.910 0 0 0 99.869.565 0 0 1.144.105.970 0 425.000.993 381.289.505 0 38.457.068 3.638.215 72.422.764 250.142.272 0 0 0 354.651.201 282.108.726 0 9.926.652 917.880 449.994.760 157.148.959 0 2.445.994 0 195.873.602 271.930.837 416.866.669 17.742.811 0 5.335.709.419 3.195.804.431 416.866.669 1.405.455.439 103.375.137 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2008, Klasifikasi 10 Sektor (diolah).
305 22.942.077 244.421.029 897.330.314 0 0 150.736.964 0 30.879.445 0 39.862 1.346.349.691
306 0 0 1.369.788 0 0 0 39.331.798 59.967.012 17.730.997 22.488.560 140.888.155
309 490.367.572 317.799.261 2.463.626.583 39.049.910 1.144.105.970 574.121.752 289.474.070 383.799.715 177.325.950 729.068.739 6.608.739.522
310 1.242.542.371 859.549.839 4.822.156.945 124.490.705 1.243.975.535 999.122.745 361.896.834 738.450.916 627.320.710 924.942.341 11.944.448.941
90
Lampiran 4. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 17 Sektor (Juta Rupiah). Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
138.733.778
126.788
387.482.382
19.413.136
22.448.051
2.102.133
43.870.349
103.534
26.456
2
1.982
83.839.570
1.085.780
564.764
108.784
428.227
276.091.821
20.104.391
59.927.953
3
68.122.391
0
157.064.241
1.398.117
820.757
808.202
3.982.630
2.205
0
4
552.139
185.207
254.133
77.489.615
660.710
254.938
3.000.539
44.709
657.929
5
289.085
85.942
211.813
132.933
30.840.144
170.068
240.061
60.567
3.065.719
6
352.928
219.133
6.587.595
909.795
333.470
41.008.185
1.818.699
498.266
277.984
7
82.090.086
13.964.872
14.152.812
33.141.027
12.510.267
20.782.250
174.254.539
9.628.236
41.545.148
8
4.422
0
175.231
6.226
317.456
3.568
501.130
1.586.473
593.416
9
1.369.838
231.625
559.094
635.109
847.681
313.579
2.252.661
757.232
59.907.840
10
5.540.165
10.573.561
1.790.811
3.496.959
2.615.293
1.298.811
4.530.781
1.083.080
2.526.214
11
763.971
366.675
1.668.250
5.578.399
1.479.303
2.378.066
3.776.919
2.977.828
6.100.891
12
8.234.934
7.908.703
232.824
706.530
68.865
39.079
625.641
443.287
738.440
13
27.031.008
5.033.093
56.869.224
19.221.944
11.437.756
10.446.908
24.036.242
4.013.959
12.083.996
14
664.932
790.620
1.508.736
1.674.056
809.018
735.245
2.508.935
505.165
1.668.173
15
9.435.874
7.127.177
17.807.431
10.069.551
9.595.491
6.865.902
14.208.160
3.724.461
8.947.584
16
11.989.634
6.906.847
11.675.131
7.219.382
4.039.579
3.823.980
10.977.883
1.827.945
8.968.516
17
4.921.515
5.669.122
6.680.606
2.001.258
2.107.610
1.833.181
6.545.003
743.545
3.011.028
190
360.098.682
143.028.935
665.806.094
183.658.801
101.040.235
93.292.322
573.221.993
48.104.883
210.047.287
201
184.723.174
83.499.069
83.942.029
35.930.754
20.355.385
15.752.330
121.133.648
12.819.731
46.933.485
202
605.927.633
435.498.137
173.163.515
60.834.954
43.404.760
30.971.731
329.135.094
18.040.439
70.567.452
203
18.457.276
31.742.700
25.383.768
12.553.359
7.805.464
5.350.296
50.881.853
6.879.848
18.753.959
204
13.460.730
23.714.044
56.376.045
3.115.170
2.174.816
1.421.778
11.554.096
2.680.139
5.772.739
205
-985.248
0
0
0
0
0
-113.081.099
0
0
209
821.583.565
574.453.950
338.865.357
112.434.237
73.740.425
53.496.135
399.623.592
40.420.157
142.027.635
210
1.181.682.247
717.482.885
1.004.671.451
296.093.038
174.780.660
146.788.457
972.845.585
88.525.040
352.074.922
91
Lanjutan Lampiran 4 15
16
2.381.576
10
11 15
20.164.280
12
425.240
13
79.473.869
14
251.208
215.265
34.956.739
17
752.174.799
180
481.384.291
301
490.004
21.463.470
76.510.703
36.461
15.853
68.151
0
1.012.664
541.750.578
1.072.856
62.493
0
0
1.124.240
51.563.761
2.601.630
1.038.176
19.540.000
308.128.843
622.354.148
1.904.720
14.697
998.706
8.614.273
1.960.785
935.123
698.027
5.003.392
103.229.642
99.502.087
2.327.367
0
57.619.877
4.145.514
15.466
52.691
16.835
444.030
99.718.112
33.687.398
3.049.679
162.824
2.195.261
24.705.476
102.858
2.533.921
4.426.335
20.869.193
110.051.602
21.087.049
58.658.182
30.086.760
108.992.122
55.410.010
1.603.663
106.137.262
6.567.389
62.758.149
832.282.774
252.983.818
2.087.843
5.696
72.445.271
636.771
11.564
42.685
61.171
569.605
79.048.528
6.970.802
43.245.665
43.924
231.931.552
567.637
96.981
192.490
1.915.480
6.065.468
350.933.856
22.408.628
280.050.392
1.865.367
41.860.149
4.717.531
148.502
21.130.449
12.977.199
78.931.741
475.137.005
272.683.145
6.013.591
12.811.114
405.914
24.186.468
623.049
5.377.961
3.111.065
7.821.331
85.440.795
39.049.910
1.079.148
1.003.727
1.203.120
28.211.600
82.682
10.499.576
17.327.069
21.464.340
99.869.565
0
52.705.383
6.190.266
87.204.572
9.064.935
38.674.034
19.406.714
4.804.588
36.776.371
425.000.993
381.289.505
2.133.549
82.235
8.684.556
21.770.362
328.405
4.891.354
3.696.468
19.970.955
72.422.764
250.142.272
26.968.798
1.519.629
27.163.618
94.447.519
7.555.382
57.419.139
16.907.638
34.887.847
354.651.201
282.108.726
22.498.246
3.007.201
48.480.149
160.259.990
2.172.653
33.442.710
81.431.362
31.273.552
449.994.760
157.148.959
7.006.417
198.832
6.473.995
27.252.562
607.303
59.187.592
26.448.094
35.185.939
195.873.602
271.930.837
512.663.053
78.455.757
792.333.845
465.576.589
185.036.810
324.170.656
181.642.161
417.531.316
5.335.709.419
3.195.804.431
76.241.805
31.570.710
167.855.903
151.338.617
53.632.134
107.177.215
85.309.160
328.035.097
127.837.769
49.068.989
226.568.876
322.167.917
74.547.400
122.416.179
264.819.221
94.630.967
36.256.485
43.839.834
40.876.002
40.318.687
17.055.631
102.460.452
26.677.423
53.244.811
10.380.197
5.461.928
16.340.909
19.720.935
6.827.266
5.565.536
8.181.599
6.896.699
0
-83.906.513
0
0
0
-1.688.415
0
-40.700
250.716.256
46.034.948
451.641.690
533.546.156
152.062.431
335.930.967
384.987.403
482.766.874
763.379.309
124.490.705
1.243.975.535
999.122.745
337.099.241
660.101.623
566.629.564
900.298.190
92
Lanjutan Lampiran 4 302
303
304
305
306
309
310
0
2.205.677
-16.164.473
22.942.077
0
490.367.572
1.242.542.371
0
997.825
71.307.551
244.421.029
0
317.799.261
859.549.839
0
0
-25.193.384
166.974.012
0
764.134.776
1.072.263.619
0
166.363
12.716.721
102.883.375
0
215.268.546
318.498.188
0
140.639
7.444.884
37.928.606
0
79.201.527
178.919.639
0
0
221.929
40.580.766
0
61.889.744
171.941.346
0
0
-54.107.232
308.138.679
0
507.015.265
1.339.298.039
0
84.377
4.623.208
6.048.331
0
17.726.718
96.775.246
0
7.694.272
31.906.418
89.643.348
0
151.652.666
502.586.522
0
181.487.791
66.063.420
145.133.197
1.369.788
666.737.341
1.141.874.346
0
0
0
0
0
39.049.910
124.490.705
0
1.144.105.970
0
0
0
1.144.105.970
1.243.975.535
0
38.457.068
3.638.215
150.736.964
0
574.121.752
999.122.745
0
0
0
0
39.331.798
289.474.070
361.896.834
0
9.926.652
917.880
30.879.445
59.967.012
383.799.715
738.450.916
0
2.445.994
0
0
17.730.997
177.325.950
627.320.710
416.866.669
17.742.811
0
39.862
22.488.560
729.068.739
924.942.341
416.866.669
1.405.455.439
103.375.137
1.346.349.691
140.888.155
6.608.739.522
11.944.448.941
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2008, Klasifikasi 17 Sektor (diolah).