ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN SUB SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI KABUPATEN BEKASI Skripsi
Disusun oleh : FAUZI HIDAYAT 106084003600
ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu, 15 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama mahasiswa: 1. Nama
: Fauzi Hidayat
2. NIM
: 1060 8400 3600
3. Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Ekonomi
4. Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan Di Kabupaten Bekasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 15 Juni 2011
1. Prof. Dr. Abdul Hamid,MS
(___________________) Ketua
2. Zuhairan Y.Yunan, SE, MSc
(___________________) Sekretaris
3. Dr. Lukman, MSi
(___________________) Penguji Ahli
4. Pheni Chalid, SF. MA. Ph, D
(___________________) Pembimbing I
5. Utami Baroroh, MSi
(___________________) Pembimbing II
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Jumat, 20 Agustus 2010 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: 1. Nama
: Fauzi Hidayat
2. NIM
: 1060 8400 3600
3. Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
4. Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan Di Kabupaten Bekasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasisa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 20 Agustus 2010
1. Lukman M.Si
(___________________) Ketua
2. Utami Baroroh, M.Si
(___________________) Sekretaris
3. Pheni Chalid, SF.MA.Ph,D
(___________________) Penguji Ahli
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Fauzi Hidayat
NIM
: 106084003600
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 16 Juni 2011 Yang Menyatakan,
( Fauzi Hidayat)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama
: Fauzi Hidayat
Tempat/Tanggal Lahir
: Cianjur, 23 Maret 1988
Alamat
: Jl.Raya Simpang 1 Sindangbarang-Cianjur
No. Kontak
: 085694476072
Email
:
[email protected]
Status Marital
: Single
Pendidikan Formal
SDN Simpang 1 Sindang Barang-Cianjur
SLTPN 1 Sindang Barang-Cianjur
SMA 1 Sindang Barang-Cianjur
UIN Syarif Hidayatullah SI IESP - Jakarta
Pendidikan Nonformal
English Course (ILP), Talking English/Conversation 2010
English Course (LBI), Basic-Middle Level Tahun 2009
Kursus Komputer (Sistacom) Basic Level Tahun 2005-2006
i
Pengalaman Organisasi Selama di Kampus
Koordiantor Pengembangan Ekonomi BEMJ IESP 2008-2009
Anggota Koperasi Mahasiswa UIN Syahid Jakarta 2006-2008
Latar Belakang Keluarga 1. Ayah
: H.Hidayat
2. Tempat & Tgl Lahir : Cianjur, 04 Juni 1950 3. Alamat
: Jln.Simpang 1 Sindang Barang-Cianjur
4. Telepon
: 085871166283
5. Ibu
: Hj.Nurhidayah
6. Tempat & Tgl Lahir : Cianjur, 18 Juli 1953 7. Alamat
: Jln.Simpang 1 Sindang Barang-Cianjur
8. Telepon
: 0263361721
9. Anak Ke
: Lima dari Lima Bersaudara
ii
ABSTRACT
Investment and labor force are the factors that contribute to the formation of GDP that encourages economic growth of a region The purpose of this research is to investigate the influence factor of investment and labor force input to GDP growth in the manufacturing industry sub-sector in district of Bekasi. The analytical method was used multiple regression. Secondary data were used time series data from 1989 to 2009 period. Independent variables consisted of foreign investment, and domestic investment, and labor force, while the dependent variable is the GDP sub-sector manufacturing industry. The results of this study indicates that from regression results simultan domestic and foreign investment and labor force significant impact on GDP growth in the manufacturing industry sub sector in district of Bekasi with the Fstatistic probability value is 0.000000. While testing the partial regression results for the significant level (α = 5 percent) foreign investment have significant impact with coefficient of 0.396108 and prob of t-statistic 0.0000, domestic investment have significant impact with coefficient of 0.198398 and prob of t-statistic 0.0151. While the labor factor has no significant with Prob of t-statistic 0.3298. The reason why labor force is not significantly influence to dependent variable, among others: (1). Industrial district of Bekasi is more capitaly intensive industry (2). Labor productivity is lower than use machine technology (3). There is high population growth rate while employment industrial sector is very limited.
Keywords: Investment, Labor force, Industry GDP.
iii
ABSTRAK
Investasi dan tenaga kerja merupakan faktor yang berkontribusi dalam pembentukan PDRB sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda. Data sekunder yang digunakan adalah data time series periode tahun 1989-2009. Variabel independen terdiri dari investasi PMA, dan PMDN, serta tenaga kerja, sedangkan variabel dependennya adalah PDRB sub sektor industri pengolahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari hasil regresi secara simultan investasi PMA dan PMDN, serta tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di kabupaten bekasi dengan nilai probabilitas F-statistik adalah 0,000000. Sedangkan pengujian secara parsial dari hasil regresi pada taraf nyata (α = 5 persen) investasi PMA berpengaruh signifikan dengan koefisien 0,396108 dan prob. t-statistik 0,0000, PMDN berpengaruh signifikan dengan koefisien 0,198398 dan prob. t-statistik 0,0151. Sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan dengan nilai Prob.t-statistik 0,3298. Penyebab tidak berpengaruhnya faktor tenaga kerja antara lain: (1). Industri di Kabupaten Bekasi lebih cenderung industri yang padat modal (2). Produktivitas tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan penggunaan teknologi mesin (3). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sementara penyerapan tenaga kerja sektor industri sangat terbatas. Kata Kunci : Investasi, Tenaga Kerja, PDRB Industri.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya atas kekuatan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Sub Sektor Industri pengolahan di Kabupaten Bekasi”. penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tuaku untuk kasih sayangnya yang tulus, Ibu Hj.Nurhidayah dan Bapak H.Hidayat sumber motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan padaku sampai detik ini. Semoga suatu saat aku dapat membalas kebaikan yang diberikan dan dapat menjadi kebanggan bagi Ibu dan Bapak. Amin. 2. My brother, K.Gun dan K.Hendra serta My sister T.Eni dan T. Ida yang telah banyak membantu didalam tiap momen perjalanan hidupku, semoga sukses kakak-kakak ku dengan apa yang ingin diraih kelak. 3. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berusaha keras untuk memajukkan FEB. 4. Drs. Lukman M.Si. selaku ketua jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif hidayatullah Jakarta 5. Pheni Chalid, SF.MA.Ph.D. selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, tuntunan, motivasi, dan pengarahan yang luar biasa kepada penulis. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
v
6. Utami Baroroh, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan sekaligus dosen pembimbing II skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik 7. Fahmi Wibawa, SE.MBA dan Dr.Erna Cipta Fahmi yang sudah meluangkan waktunya untuk tempat berdiskusi dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat yang telah diberikan, 9. Elmi Budianti, terima kasih untuk memberikanku semangat setiap hari telah banyak membantu didalam perjalanan hidupku, bisa dan yakin dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas pengertian, cinta, dan doamu. 10. Sahabat karibku Yoga, serta sahabat-sahabatku Andra, Fathoni, Randy, Maulana, Indra, terimakasih untuk persahabatan yang luar biasa, 4 tahun lebih canda dan tawa bersama kalian adalah hal yang sangat berharga dan takkan terlupakan dalam hidupku. 11. Teman-teman seperjuangan IESP angkatan 2006, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas waktu, senyum, dan canda tawanya selama ini. Setiap langkah adalah cerita maka lakukanlah yang terbaik untuk setiap langkahmu… semoga kita semua bisa menjadi bagian dari impianimpian kita. 12. Kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam mencapai kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Terima Kasih
Fauzi Hidayat Penulis
vi
DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP...........................................................................
i
ABSTRACT....................................................................................................... iv ABSTRAK..........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR......................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DATAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ...................................................
1
1. Identifikasi Masalah .......................................................
1
2. Batasan Masalah .............................................................
4
B. Perumusan Masalah ............................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................
9
TINJAUAN PUSTAKA A. Industri .............................................................................. 11 1. Pengertian Industri .......................................................... 11 2. Teori Industrialisasi....................................................... 12 3. Strategi Industrialisasi................................................... 15 4. Klasifikasi Industri ....................................................... 17 B. Investasi ............................................................................. 20 1. Pengertian Investasi ...................................................... 20
vii
2. Faktor Penentu Investasi ............................................... 21 3. Jenis Investasi .............................................................. 23 4. Peranan Investasi .......................................................... 25 5. Tujuan Penyelenggaraan Investasi................................. 26 C. Faktor yang Mempengaruhi PDRB Industri ....................... 27 1. Penanaman Modal Asing (PMA) .................................. 27 2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) .................. 29 3. Tenaga Kerja (TK) ....................................................... 31 a. Pengertian Tenaga Kerja............................................ 31 b. Penyerapan Tenaga Kerja.......................................... 33 D. Penelitian Terdahulu ........................................................... 35 E. Kerangka Berpikir .............................................................. 40 F. Hipotesis............................................................................. 41 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian................................................... 43 B. Metode Penentuan Sampel .................................................. 43 C. Metode Pengumpulan Data ................................................. 44 D. Metode Analisis Data.......................................................... 45 1. Analisis Regresi Berganda .............................................. 45 2. Uji Stasioneritas Data...................................................... 47 a. Uji Akar Unit Phillips-Perron test ............................... 47 b. Uji Derajat integrasi.................................................... 47 3. Uji Asumsi Klasik........................................................... 49 a. Uji Normalitas ............................................................ 49 viii
b. Uji Multikolinearitas................................................... 49 c. Uji Heterokedastisitas ................................................. 50 d. Uji Autokorelasi ......................................................... 50 4. Pengujian Statistik ......................................................... 51 a. Uji F-statistik .............................................................. 52 b. Koefisien Determinasi (R2) ........................................ 52 c. Uji t-statistik ............................................................... 53 E. Depinisi Operasional Variabel ............................................. 54 BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif .............................................................. 56 1. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Bekasi ............ 56 2. PDRB sub Sektor Industri Pengolahan ............................ 58 3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) .................... 64 4. Penanaman Modal Asing (PMA) .................................... 67 5. Tenaga Kerja (TK) ......................................................... 69 B. Analisis dan Pembahasan ..................................................... 73 1. Uji Stasioneritas data ...................................................... 73 a. Uji akar unitPP Test.................................................... 73 b. Uji Derajat Integrasi ................................................... 74 2. Uji Asumsi Klasik........................................................... 76 a. Hasil Uji Normalitas ................................................... 76 b. Hasil Uji Multikolinearitas.......................................... 77 c. Hasil Uji Heterokedastisitas ........................................ 78 d. Hasil Uji Autokorelasi ................................................ 79 ix
3. Hasil Uji Regresi Metode Regresi Berganda.................... 80 4. Hasil Uji Statistik............................................................ 81 a. Uji F-statistik .............................................................. 81 b. Koefisien Determinasi(R2) ......................................... 82 c. Uji Parsial (uji-t) ........................................................ 82 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................... 91 B. Implikasi.............................................................................. 92 C. Saran.................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Kontribusi PDRB Sektor Industri terbesar di Jawa Barat
4
1.2
Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha
6
2.1
Kelompok Komoditas Industri Pengolahan
18
2.2
Penelitian Terdahulu
35
3.1
Kriteria Pengambilan Daerah Autokorelasi
51
4.1
Persentase dan Kontribusi PDRB Berdasarkan lapangan Usaha
60
4.2
Banyaknya Perusahaan Industri besar dan sedang menurut Kelompok Industri pengolahan
64
4.3
Hasil Uji Phillip-Perron test
73
4.4
Hasil Uji Integrasi
75
4.5
Hasil Uji Multikolinearitas
77
4.6
Hasil Uji Heterokedastisitas
78
4.7
Hasil Uji Autokorelasi
79
4.8
Hasil Olah Data dengan Metode regresi berganda
80
4.9
Hasil Uji t-statistik
82
4.10
Rata-rata Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan
88
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Gambaran Ketenagakerjaan
32
2.2
Kerangka Pemikiran
40
4.1
PDRB Kabupaten Bekasi Atas harga Berlaku dan Konstan
57
4.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi 2001-2009
58
4.3
Perkembangan Sub Sektor Industri Pengolahan kab.Bekasi Tahun 1989-2009
4.4
61
Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Kabupaten Bekasi Tahun 1989-2009
4.5
66
PerkembanganRealisasi Investasi PMA Kabupaten Bekasi Tahun 1989-2009
4.6
69
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja pada sub sector industri Pengolahan tahun 1989-2009
70
4.7
Perkembangan jumlah penduduk Kab.Bekasi 2005-2009
71
4.8
Penyerapan Tenaga Kerja Menurut kelompok Industri 2009
72
4.9
Hasil Uji Normalitas
76
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Data Observasi Penelitian
99
2
Data Observasi Dalam Bentuk Logaritma
100
3
Uji Stasioneritas Data
101
4
Uji Derajat Integrasi
102
5
Uji Asumsi Klasik
103
6
Hasil Estimasi regresi
105
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Identifikasi Masalah Pembangunan kawasan industri di Kabupaten Bekasi sangat strategis untuk bisa lebih digali potensinya karena DKI Jakarta sebagai Ibu kota negara sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan penambahan kawasan industri, karena lahan terbuka di wilayah ini sudah sangat terbatas. Bertolak pada konsep bahwa tidak ada pembangunan yang tidak memerlukan lahan, setiap pembangunan terlebih pembangunan fisik pastinya akan memerlukan lahan. Wilayah Kabupaten Bekasi yang letaknya berbatasan dengan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tentunya akan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Berdasarkan kebijakan pemerintah, wilayah yang berada di sekitar DKI Jakarta seperti Bekasi, Tangerang, Cilegon, dikembangkan sebagai wilayah pusat kawasan industri. Khusus untuk daerah Bekasi tidak kurang dari 6.000 Ha diperuntukan untuk dijadikan sebagai kawasan industri. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi
dengan
prasarana
dan
sarana
penunjang
yang
dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Perusahaan kawasan industri adalah perusahaan-perusahaan
yang
terdapat
pada
kawasan
industri
dan
1
mengusahakan pengembangan maupun pengelolaan kawasan industri yang bersangkutan. Pembangunan kawasan industri antara lain bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri di daerah, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, serta untuk meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan (Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri). Dengan adanya pembangunan wilayah industri di pinggiran wilayah ibu kota maka penduduk yang ingin masuk kota Jakarta dari berbagai pelosok daerah lain dapat tersalurkan pada daerah sekitar Jakarta tersebut sehingga tingkat mobilisasi urbanisasi bisa berkurang. Pembangunan industri di Kabupaten Bekasi tidak terpisahkan dari arah pembangunan industri wilayah yang harus mampu mengikuti sekaligus memenuhi tuntutan pembagunan regional dan nasional tanpa mengabaikan kebutuhan spesifik wilayah. Keragaman fisik wilayah dalam beberapa kondisi merupakan kendala, namun di sisi lain merupakan potensi sebagai pendorong laju pembangunan industri wilayah. Kejelian dan kecermatan kelompok
perencana
dan
pelaksana
pembangunan
industri
dalam
memanfaatkan potensi dan mengatasi kendala tersebut merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan perindustrian. Peranan sektor industri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi berupa output sektor industri atau PDRB sektor industri tidak terlepas dari adanya peranan investasi dan tenaga kerja. Investasi yang dilakukan adalah
2
investasi langsung berupa investasi asing (Penanaman Modal Asing) dan investasi domestik (Penanaman Modal Dalam Negeri). Investasi langsung dapat menyerap banyak tenaga kerja yang berada dipasar tenaga kerja dan investasi langsung juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena output yang dihasilkan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya investasi di daerah. Investasi dilakukan untuk membentuk faktor produksi kapital, dimana sebagian dari investasi tersebut digunakan untuk pengadaan berbagai barang modal yang akan digunakan untuk kegiatan proses produksi.melalui investasi proses produksi dapat ditingkatkan yang kemudian mampu akan meningkatkan output produksi sehingga akan menaikan pendapatan daerah. Iklim investasi mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi perusahaanperusahaan untuk melakukan investasi secara produktif dan menciptakan lapangan pekerjaan. Selain investasi, tenaga kerja merupakan input atau faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi pada sektor industri. Tetapi kontribusi industri pengolahan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan tingginya penyerapan tenaga kerja disektor industri. Angka pengangguran total di Indonesia pada tahun 2009 diproyeksikan
meningkat
menjadi
9
persen.
Sebelumnya,
angka
pengangguran sebesar 8,5 persen pada tahun 2008. Hal ini terjadi karena
3
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri negatif akibat adanya krisis keuangan global. (LIPI, 2009). Menurut lokasi, pada tahun 2009 salah satu daerah yang kontribusi PDRB nya paling besar terhadap PDRB Jawa Barat adalah Kabupaten Bekasi. Industri di Kabupaten Bekasi merupakan barometer industri di Jawa Barat karena memiliki tingkat kontribusi output terbesar. Tabel 1.1 Kontribusi PDRB Sektor Industri Terbesar di Provinsi Jawa Barat
No
Daerah Kabupaten / Kota
PDRB (juta Rupiah)
Kontribusi Terhadap PDRB Jawa Barat (persen)
1
Kabupaten Bekasi
45.831.406,78
26,42
2
Kabupaten Bogor
33.404.257,88
14,97
3
Kabupaten Bandung
20.154.147,70
9,03
4
Kabupaten Karawang
19.353.619,16
8,67
5
Kota Bandung
14.167.032,24
6,35
6
Kota Bekasi
11.765.711,35
5,27
7
Kota/Kab lainnya di Jawa Barat
65.394.879,19
29,30
210.071.054,31
100,00
Jawa Barat
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi 2009 Kontribusi PDRB Kabupaten Bekasi berada pada peringkat pertama yang berkontribusi sebesar 26,42 persen dari total PDRB Jawa Barat karena daerah bekasi merupakan daerah yang ditopang oleh banyaknya kawasan industri dan dekat dengan perekonomian ibukota. Kedua penyumbang terbesar yaitu Kabupaten Bogor berkontribusi sebesar 14,97 hal ini karena 4
ada dukungan dari Pemda Bogor melalui APBD dalam menggalakan iklim usaha. Penyumbang ketiga terbesar yaitu Kabupaten Bandung dengan Kontribusi sebesar 9,03 persen yang merupakan basis ibu kota Jawa Barat dengan dukungan perijinan usaha yang lebih mudah dan sumber daya yang potensial. Menurut Badan Promosi dan Penaman Modal Daerah (BPPMD) Jawa Barat tahun 2009, Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang mendapatkan investasi paling besar yaitu mencapai 43,64 persen dari keseluruhan investasi yang berada di Jawa Barat atau senilai Rp 30,223 trilyun. Selain itu, dari investasi yang telah dilakukan, penyerapan tenaga kerja yang terjadi mencapai 95,110 orang dimana penyerapan tenaga kerja ini merupakan penyerapan tenaga kerja yang berada pada peringkat pertama diantara Kabupaten dan kota kota lainnya yang berada di Jawa Barat.
2. Batasan Masalah Mengingat luasnya pembahasan dalam penelitian ini, maka agar permasalahan tidak meluas, pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada perekonomian sub sektor
industri pengolahan. Sektor industri yang
dimaksud adalah semua industri sub sektor pengolahan yang berada di Kabupaten Bekasi mencakup sektor migas dan non migas. Dalam penelitian ini data yang digunakan data time series dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2009. Penelitian mengenai sektor industri pengolahan sengaja
5
dilakukan karena sektor tersebut paling dominan dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total Kabupaten Bekasi. Faktor investasi yang diteliti mencakup Peananaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sehingga bisa diketahui dari mana sumber yang paling berpengaruh dan dominan terhadap perekonomian sektor industri tersebut. Selain investasi faktor tenaga kerja juga menjadi fokus dalam penelitian ini untuk melihat pengaruhnya terhadap PDRB sub sektor industri di Kabupaten Bekasi.
B. Perumusan Masalah Pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi ditentukan oleh besarnya output yang dihasilkan oleh masing-masing sektor ekonominya. Tabel 1.2 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Bekasi Menurut Lapangan Usaha No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa-Jasa PDRB TOTAL
2007 1,99 1,39 80,02 1,87 1,07 8,81
2008 1,96 1,36 79,73 1,80 1,10 9,01
2009 1,90 1,25 80,16 1,78 1,18 9,32
1,38 1,03
1,44 1,03
1,49 1,05
2,12 100
2,28 100
2,30 100
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi
6
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kontribusi diantara sektor industri pada beberapa tahun terakhir didominasi oleh sektor industri pengolahan yang mencapai rata-rata sekitar 80 persen dari total keseluruhan PDRB Kabupaten Bekasi. Kedua oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang berkontribusi rata-rata sekitar 8-9 persen, dan ketiga ditempati sektor Jasa-Jasa yang berkontribusi rata-rata sebesar 2 persen. Tingginya kontribusi sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi menjadikan sektor industri ini menjadi sektor yang paling utama dan dominan dalam pembentukan PDRB total di Kabupaten Bekasi. Namun hal ini tidak membuat angka pengangguran Kabupaten Bekasi menurun secara signifikan, pada tahun 2008 angka pengangguran Kabupaten Bekasi masih terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 15,12 persen. Menurut Badan Perencanaan dan Pembangungan Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2008, angka ini diperkirakan akan tetap tinggi dalam kurun waktu 3 tahun kedepan karena Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang penopang utamanya industri, memilki tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga berdampak pada laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi juga. Para pencari kerja tersebut melakukan urbanisasi ke kabupaten Bekasi karena Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang menarik terjadinya urbanisasi dikarenakan daerah asal mereka tidak ada kesempatan pekerjaan. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 3,46 persen pada tahun 2008. Urbanisasi dan LPP yang tinggi tersebut mengakibatkan tidak terpenuhinya antara kesempatan kerja dengan banyaknya pencari kerja
7
termasuk angkatan kerja yang sudah terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Pada tahun 2008 angka pengangguran cukup tinggi mencapai sekitar 15 persen dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi hanya mencapai 4,13 persen. Jika dihubungkan dengan tingkat investasi di Kabupaten Bekasi, angka pengangguran ini bertolak belakang dengan tingkat investasi dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan tentunya menarik untuk diteliti, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh setiap variabel tersebut terhadap pertumbuhan sub sektor industri pengolahan. Oleh karena itu penelitian ini akan meneliti bagaimana pengaruh dari PMA, PMDN dan Tenaga Kerja terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan pada periode 1989-2009. Berdasarkan uraian perumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, diantaranya : 1. Bagaimana pengaruh penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi ? 2. Bagaimana pengaruh penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi ? 3. Bagaimana pengaruh Tenaga Kerja (TK) terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi ?
8
4. Bagaimana pengaruh investasi PMA, PMDN dan TK tersebut secara bersama-sama terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan Kabupaten Bekasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu : a. Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor Industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. b. Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. c. Untuk mengetahui pengaruh Tenaga Kerja terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. d. Untuk mengetahui pengaruh investasi dan tenaga kerja secara simultan terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi.
9
2. Manfaat Penelitian Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : a. Memberikan informasi tentang keadaan sektor industri, khususnya sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. b. Memberikan informasi bagi para pembaca dan sebagai bahan referensi bagi kalangan akademis yang akan melakukan penelitian lebih lanjut. c. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah maupun industri dalam menetapkan suatu kebijakan untuk mendorong kemajuan sektor industri di Kabupaten Bekasi. d. Bagi penulis, penilitian ini merupakan tambahan wawasan bidang ekonomi, sehingga penulis dapat mengembangkan ilmu yang di peroleh selama mengikuti perkuliahan.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri 1. Pengertian Industri Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. (www.Organisasi.Org/industri) Menurut G. Kartasapoetra (1997:68), pengertian industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih untuk penggunaannya. Dalam pengertian lain, industri adalah suatu aktivitas yang mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan tujuan untuk dijual. Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan dibidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian sempit, industri adalah kegiatan yang mengubah barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
11
Dari beberapa pengertian industri maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari beberapa perusahaan yang memproduksi barang-barang tertentu dan menempati areal tertentu dengan output produksi berupa barang atau jasa. Berdasarkan pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang sangat penting. Melalui kegiatan industri akan dihasilkan berbagai kebutuhan manusia mulai dari peralatan sederhana sampai pada peralatan modern. Jadi pada dasarnya kegiatan itu lahir untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pembagunan ekonomi disuatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut. Dimana dimulai dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian, menuju perekonomian modern yang didominasi oleh sektor industri (Budianto.1999:67) Menurut istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi structural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Industrialisasi Proses industrialisasi dan pembangunan industri ini sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahtraan
12
masyarakat dalam dua pengertian sekaligus. Pertama yaitu tingkat hidup yang lebih maju. Kedua, menjadikan taraf hidup yang lebih berkualitas, atau dengan kata lain pembangunan industri itu sendiri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahtraan masyarakat, bukan merupakan kegiatan mandiri yang hanya sekedar berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik belaka (Arsyad. 2010:442). Keberhasilan sebuah proses industrialisasi tidak terlepas dari adanya dukungan kapasitas sumber daya manusia yang relevan dan kemampuan “proses” tersebut dalam memanfaatkan secara optimal setiap sumber daya alam dan sumber daya lain yang tersedia. Hal ini berarti pula bahwa industrialisasi merupakan sebuah upaya guna menngkatkan produktivitas tenaga manusia dengan disertai upaya untuk memperluas ruang lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian, Proses industrialisasi dapat diupayakan dengan dua jalan sekaligus yaitu Secara Vertikal: yang diindikasikan oleh semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi. Secara Horizontal: yang diindikasikan oleh semakin luasnya lapangan kerja yang produktif yang tersedia bagi penduduk. Di sisi lain, sektor industri mempunyai peranan salah satunya sebagai sektor pemimpin (leading sector) yang membawa perekonomian menuju kemakmuran. Sektor industri dijadikan leading sector sebab hal tersebut mempunyai begitu banyak kelebihan dibandingkan sektor pertanian dan jasa. Kelebihannya antara lain, produksinya mempunyai dasar nilai tukar (term of trade) yang tinggi, nilai tambah besar, bagi
13
pengusaha keuntungan yang besar, dan proses produksinya lebih bisa dikendalikan oleh manusia.(Arsyad (2010: 442). Industrialisasi disetiap negara menpunyai corak yang berbeda beda. Satu hal yang senantiasa menjadi pertanyaan adalah apa yang menyebabkan suatu daerah/Negara mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan dengan daerah/Negara lainnya. Ada dua teori yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab pertanyaan ini. Yaitu: (Arsyad. 2010: 448) 1. Teori Export Base (North, 1964) Teori ini menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sector tersebut dapat memberikan kontribusi yang penting bagi perekonomian daerah. Kontribusi tersebut antara lain: a. Ekspor dapat secara langsung meningkatkan pendapatan atas faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah. b. Perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri lokal (residentiary industry), yaitu industri yang produknya digunakan untuk melayani pasar di daerah tersebut. 2. Teori Resource-Based ( Perloff dan Wingo,1964) Teori ini merupakan perluasan dari teori export base,karena teori ini juga menyatakan bahwa perkembangan sector ekspor di suatu daerah peranannya sangat besar sekali dalam pembangunan
14
ekonomi daerah. Namun ada beberapa perbedaan mendasar diantara kedua teori tersebut, yaitu: a. Data yang digunakan dalam teori resources base jauh lebih lengkap dibandiingkan dengan data yang digunakan dalam teori export base. b. Teori resource based, analisisnya lebih mendalam serta memberikan penekanan pada
dua
hal berikut: (a)
pentingnya peranan kekayaan alam suatu daerah dalam pembangunan daerah yang bersangkutan (b) factor-faktor yang mempengaruhi efek pengganda dari sektor ekspor pada perekonomian daerah
3. Strategi Industrialisasi Menurut Arsyad (2010:457) ada 2 hal strategi yang biasa dilakukan oleh Negara maju maupun Negara sedang berkembang. Strategi tersebut antara lain: 1. Subtitusi impor (import substitution). Strategi ini disebut strategi orientasi kedalam atau inward looking yaitu industrialisasi yang mengutamakan
pengembangan
jenis
jenis
industri
untuk
mnenggantikan kebutuhan akan impor barang barang sejenis. Pelaksanaannya dalam dua tahap. Pertama: terlebih dahulu mengembangkan industri industri barang konsumsi. Kedua: menggalakkan pengembangan industri industri hulu seperti baja
15
dan aluminium. Salah satu ciri yang menonjol dalam strategi ini adalah pelaksanaan disertai dengan tingkat proteksi yang tinggi baik tarif bea masuk dan pajak barang impor. Alasan sebuah Negara /daerah melakukan subtitusi impor yaitu: a. Untuk mengurangi atau menghemat devisa b. Pemerintah
akan
melakukan
proteksi
dengan
cara
pembatasan barang-barang impor. c. Agar sebuah Negara mampu memenuhi kebutuhan atas berbagai barang industry dengan kekuatan sendiri tanpa harus mengimpor dari Negara lain d. Untuk mengembangkan kegiatan ekonomi di dalam negeri 2. Promosi ekspor (export promotion). Strategi ini mengutamakan pengembangan jenis industri yang menghasilkan produk produk ekspor. Syarat utama adalah tingkat proteksi yang rendah disertai dengan insentif dalam meningkatkan ekspor. Ada empat faktor yang dapat menjelaskan mengapa strategi industrialisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat daripada strategi subtitusi impor. Keempat faktor tersebut antara lain: a. Ada kaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri b. Skala ekonomis c. Dampak persaingan atas prestasi perusahaan d. Dampak kekurangan devisa terhadap pertunbuhan ekonomi
16
Dalam melaksanakan strategi industrialisasi menggunakan indikator tersebut, antara satu tahap dengan tahap lain perubahan bersifat perlahan dan berkesinambungan agar peranan industri dalam pembentukan PDRB bagi suatu daerah dapat terlaksana.
4. Klasifikasi Industri a. Jenis industri berdasarkan pengelompokan Tenaga Kerja Menurut (Arsyad.2010:454) pengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja dibedakan menjadi empat kriteria, yaitu: 1. Industri Besar: industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2. Industri Menengah: industri yang menggunakan tenaga kerja antara 20-99 orang 3. Industri kecil: industri yang menggunakan tenaga kerja antara 5-19 orang. 4. Industri Mikro / Rumah Tangga: industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang ( termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar)
b. Jenis industri berdasarkan besar kecilnya modal 1. Industri padat modal (Capital Intensive), adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan oprasional maupun pembangunanya.
17
2. Industri padat karya (Labor Intensive) industri yang lebih dititikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja dalam pembangunan dan pengoprasiannya. (Perpustakaan Online Indonesia)
c. Jenis industri berdasarkan Klasifikasi atau berdasarkan SK menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 Berdasarkan Internsional Standart of Industrial Clasification (ISIC), berdasarkan pendekatan kelompok komoditas industry pengolahan terbagi atas beberapa kelompok komoditas. Tabel 2.1 Kelompok Komoditas Industri Pengolahan Kode
Kelompok Industri
31
Industri makanan, minuman, tembakau
32
Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit
33
Industri Kayu dan barang-barang dari kayu termasuk perabotan rumah tangga
34
Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan
35
Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batubara, karet, dan platik
36
Industri galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batubara
37
Industri logam dasar
38
Industri barang dari logam, mesin dan perlatan
39
Industri pengolahan lainnya.
Sumber: Kementrian Perindustrian dan Perdagangan
18
d. Jenis industri berdasarkan pemilihan lokasi 1. Industri yang yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industri), industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong kantong dimana konsumen potensial berada. Semakin dekat kepasar akan semakin menjadi lebih baik. 2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja/ labor (man power oriented industry), industri yang berada pada lokasi dipusat pemukiman penduduk karena biasanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak tenaga kerja/ pegawai untuk lebih efektif dan efisien. 3. Industri yang berorientasi untuk menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry), industry yang mendekati lokasi dimana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transfortasi yang besar. e. Jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan 1. Industri Primer, yaitu industri yang mana barang barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. 2. Industri Sekunder, yaitu industri yang bahan mentahnya diolah sehingga menghasilkan barang barang untuk diolah kembali.
19
3. Industri Tersier, industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa untuk keperluan perencanaan anggaran Negara dan analisis pembangunan.
B. Investasi 1.
Pengertian Investasi Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2003:121). Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh penanam modal (investor) yang menyangkut penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi, dan mesin-mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi. (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993:145) Investasi
merupakan
pengeluaran
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal yang terdiri dari mesin, pabrik, kantor dan produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi (Julius A. Mulyadi, 1990: 268). Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa yang akan datang. Pada dasarnya investasi dibedakan
20
menjadi investasi finansial dan investasi non financial. Investasi finansial adalah bentuk pemilikan instrumen finansial seperti uang tunai, tabungan, deposito, modal dan penyertaan, surat berharga, obligasi dan sejenisnya. Sedangkan investasi non financial direalisasikan dalam bentuk investasi fisik (investasi riil) yang berwujud capital atau barang modal, termasuk didalamnya inventori / persediaan (BKPM.2004). Investasi juga dapat di katakan sebagai suatu bentuk pembiayaan pembangunan yang merupakan langkah awal dalam kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang produktif tersebut dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan dengan posisi semacam ini maka hakikatnya investasi juga merupakan langkah awal dari kegiatan pembangunan ekonomi.
2.
Faktor Penentu Investasi Faktor-faktor penentu investasi sangat tergantung pada situasi di masa depan yang sulit untuk diramalkan, maka investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah. Sukirno (1996:76) menjelaskan bahwa faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi dalam suatu perekonomian antara lain, yaitu: 1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh di masa depan Ramalan
mengenai
keuntungan
masa
depan
akan
memberikan gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis jenis investasi yang kelihatannya mempunyai prospek yang baik
21
dan dapat dilaksanakannya, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Semakin baik keadaaan masa depan, semakin besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh pengusaha. Oleh sebab itu, mereka akan lebih terdorong untuk melaksanakan investasi yang telah atau sedang dirumuskan dan direncanakan. 2. Kemajuan teknologi Pada umumnya semakin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, semakin banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Untuk melaksanakan pembaruanpembaruan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru, dan adakalanya juga harus mendirikan bangunanbangunan pabrik/industri yang baru. Maka semakin banyak pembaruan yang akan dilakukan, semakin tinggi tingkat investasi yang akan tercapai 3. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya Dalam analisis mengenai penentuan pendapatan nasional pada umumnya dianggap investasi yang dilakukan para pengusaha adalah berbentuk investasi otonomi. Walau bagaimanapun, pengaruh pendapatan nasional kepada investasi tidak boleh diabaikan. Tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan
22
terhadap barang barang dan jasa-jasa. Keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan perkataan lain, apabila pendapatan nasional bertambah tinggi, maka investasi akan bertambah tinggi pula 4. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan Ketika perusahaan mengalami peningkatan keuntungan, pada umumnya keuntungan yang diperoleh tersebut akan disalurkan untuk
meningkatkan
produksi.
Dengan
kata
lain,
akan
meningkatkan investasi perusahaan tersebut. Adanya peningkatan keuntungan perusahaan membuat perusahaan berusaha untuk lebih meningkatkan keuntungannya lagi di masa depan sehingga perusahaan meningkatkan tingkat investasinya guna mencapai tingkat keuntungan yang diharapkan lebih besar.
3.
Jenis- Jenis Investasi Berdasarkan kekhususan tertentu dari kegiatannya, investasi dibagi dalam kelompok : 1. Investasi Baru Invesatsi baru yaitu investasi bagi pembuatan system produksi baru, baik sebagai bagian dari usaha baru untuk produksi baru maupun perluasan produksi, tetapi harus menggugnakan system produksi baru
23
2. Investasi Peremajaan Investasi jenis umumnya hanya digunakan untuk mengganti barang-barang capital lama dengan yang baru, tetapi masih dengan kapasitas dan ongkos produksi yang sama dengan alat yang digantikannya. 3. Invetasi Rasionalisasi Pada kelompok ini peralatan yang lama digantika oleh yang baru tetapi dengan ongkos produksi yang lebih murah, walaupun kapasitas sama dengan yang digantikannya. 4. Investasi perluasan Dalam kelompok investasi ini peralatannya baru sebagai pengganti yang lama. Kapasitasnya lebih besar sedangkan ongkos produksi masih lama. 5. Investasi Modernisasi Investasi digunakan untuk memproduksi barang baru yang memang proses baru, atau memproduksi lama dengan proses yang baru. 6. Investasi diversifikasi Investasi ini untuk memperluas program produksi untuk perusahaan tertentu, sesuai dengan program diversifikasi kegiatan usaha korporasi yang bersangkutan
24
4.
Peranan Investasi Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Perubahan laju pertumbuhan investasi tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya pembangunan ekonomi diwilayah tersebut. Oleh karenanya, setiap negara ataupun daerah tertentu berupaya menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi tersebut agar masuk ke dalamnya. Dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, investasi (I) memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara / Daerah disamping belanja masyarakat (C), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor bersih (X-M). selain itu, investasi juga memiliki dampak terhadap peningkatan produksi barang dan jasa serta penciptaan lapangan pekerjaan. Besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan ekonomi (produksi) ditentukan oleh tingkat bunga, tingkat pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lain (Sukirno, 1994:87). Motif utama suatu negara mengundang investasi adalah untuk menggali potensi kekayaan alam dan sumberdaya lainnya dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi. Kenyataan ini disebabkan karena investasi, baik asing maupun domestik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui proses industrialisasi, guna meningkatkan ekspor barang manufaktur dan kebutuhan pasar domestik (subtitusi impor). Proses industrialisasi diharapkan mampu berkembang bersama dengan proses alih
25
teknologi, alih kepemilikan, perluasan kesempatan kerja yang disertai dengan peningkatan keahlian dan keterampilan. Namun, dalam proses tersebut harus dihindari dominasi perekonomian nasional oleh modal asing. (Wiranata, 2004:12).
5.
Tujuan Penyelenggaraan Investasi Tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1997: 1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi 2) Menciptakan lapangan kerja 3) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan 4) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha 5) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, 6) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan 7) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan 8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
26
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PDRB sub Sektor Industri Pengolahan 1. Penanaman Modal Asing (PMA) Investasi asing atau biasa disebut Penanam Modal Asing (PMA) adalah satu upaya untuk meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negri. (Suryatno, 2003:72). menjelaskan bahwa PMA terdiri atas : 1. Investasi portopolio (portopolio investment), yakni investasi yang melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dari mata uang nasional. Kegiatan investasi portopolio atau financial ini biasanya berlangsung melalui lembaga lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana investasi, yayasan pensiunan, dan sebagainya. 2. Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), merupakan PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya. Wiranata (2004) berpendapat bahwa investasi dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi yang penting. Semua Negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, pada umunya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentiingan ekspor.
27
Investasi
asing
langsung
sangat
penting
peranannya
bagi
perekonomian Indonesia. Selain sebagai salah satu sumber untuk peningkatan devisa negara, investasi asing langsung juga berfungsi sebagai transfer teknologi, keterampilan manajemen dan lapangan kerja baru. Investasi asing langsung juga memberikan beberapa kelebihan, antara lain yaitu investasi asing lebih memberikan rasa aman bagi negera yang menjadi tuan rumah dari resiko-resiko yang terjadi akibat perkembangan perekonomian kotemporer yang seringkali dramatis, terutama akibat perubahan apresiasi mata uang. (Kuncoro, 2001:128). Penanaman modal asing (PMA) memiliki peran mikro maupun makro dalam suatu perekonomian. Secara makro, PMA berperan penting dalam upaya meningkatkan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi. Secara mikro, PMA berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman teknologi, dan terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri (domestic linkages) termasuk akses industri dalam negeri terhadap jaringan produksi, perdagangan, dan investasi regional/global Pada saat ini banyak negara yang sedang berkembang maupun negara maju telah menyadari dan melaksanakan atau mengusahakan kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan penanaman modal dari negara maju ke negara sedang berkembang. Bagi negara maju, motif mencari untung dari kegiatan
28
penanaman modal akan selalu diutamakan, sedangkan bagi negara sedang berkembang menganggap kegiatan penanaman modal asing tersebut sebagai suatu perluasan untuk mendapatlkan perkembangan perdagangan dalam negeri Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat membutuhkan peranan penting dari arus modal asing, baik yang berbentuk pinjaman, bantuan, dan investasi. Hal ini disebabkan karena sumber dana yang tersedia dalam negeri sangat terbatas, sehingga peranan asing diperlukan. Selain untuk meningkatan sumber dana, kegiatan investasi asing juga akan membawa pengaruh positif di berbagai sektor. Pada sektor moneter dengan meningkatnya invetasi maka akan mendorong peningkatan cadangan devisa negara, dengan cadangan devisa yang cukup maka nilai kurs rupiah akan dapat dijaga pada posisi yang stabil. Sedangkan pada sektor makroekonomi kegiatan investasi akan mendorong kegiatan ekspor, menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan akan mendorong pada peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Investasi dalam negri biasa di kenal dengan istilah Penanaman Modal Dalam negri (PMDN) adalah bentuk upaya menambah modal untuk pembangunan melalui investor dalam negri. Modal dari dalam negri ini bisa didapat baik itu dari pihak swasta ataupun dari pemerintah.
29
Keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam Undangundang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri kemudian disempurnakan dengan diberlakukannya UU No. 12 tahun 1970. Menurut ketentuan penanaman modal tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaaan modal dalam negeri yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang
berdomisili
di
Indonesia
yang
disediakan/disisihkan
guna
menjalankan usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya ( Harjono, 2007:178). Menurut Wiranata (2004:18) dasar pertimbangan dikeluarkannya UU No. 6 tahun 1970 tentang PMDN adalah sebagai berikut: 1. Modal meupakan faktor penting dalam penyelenggaraan pembangunan ekkonomi nasional yang berdasarkan kemampuan dan kesanggupan bangsa Indonesia itu sendiri. 2. Perlunya dilakukan pemupukan modal dan pemanfaatan modal dalam negeri dan membuka kesempatan bagi pengusaha swasta seluas-luasnya. 3. Perlunya memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki pihak asing dan menetapkan batas waktu usaha bagi perusahaan asing di Indonesia yang menggunakan modal dalam negeri. Pengembangan
investasi-investasi
daerah
dalam
memacu
pertumbuhan PMDN, sangat penting untuk di tingkatkan. Sebab PMDN
30
merupakan bentuk arus modal yang berasal dari dalam negeri sehingga dengan meningkatnya PMDN di harapkan investor-investor dalam negeri dapat bersaing dengan investor asing dalam kontribusinya meningkatkan perekonomian.
3. Tenaga Kerja a. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur pada batas usia kerja, dimana batas usia kerja setiap negara berbeda-beda.Usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang telah dianggap mampu melaksanakan pekerjaan, mencari kerja, bersekolah, mengurus rumah tangga, dan kelompok lainnya seperti pensiunan (Disnaker, 2008). Angkatan kerja (Labor Force ) didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif atau bisa juga disebut sumber daya manusia. Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu peningkatan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Pada kenyataannya,
31
jumlah penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kesejahtraan. Gambar 2.1 Gambaran Ketenagakerjaan
Penduduk
Sekolah
Bukan Usia Kerja
Usia Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja Kerja
Rumah Tangga
Lain-lain
Bekerja
Mencari Kerja
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dari bagan diatas terlihat bahwa angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk yang termasuk kedalam usia kerja.usia kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia kerja ini berkisar antara 1425 tahun. Selain penduduk dalam usia kerja, ada juga penduduk diluar usia kerja, yaitu dibawah usia kerja dan diatas usia kerja.penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak usia sekolah dan yang sudah pensiunan atau usia lanjut. Bagian lain penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Yang termasuk didalamnya adalah para remaja yang sudah termasuk usia kerja tetapi belum bekerja atau belum mencaripekerjaan
32
karena masih sekolah, ibu rumah tangga pun termasuk kedalam kelompok bukan angkatan kerja. Penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja, dikelompokan menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan kerja (mencari kerja atau menganggur). Tenaga kerja (Man Power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.
b. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Negara yang sedang berkembang umumnya masalah pengangguran merupakan problema yang sulit dipecahkan hingga kini. Karena masalah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal. Seperti halnya dinegara Indonesia, pemerintah mengupayakan
berbagai
jalan
keluar
untuk
dapat
mengatasi
pengangguran secara lambat laun baik diperkotaan dan di pedesaaan. Proses dari usaha-usaha kesempatan kerja yang merupakan topik dalam penelitian ini dapat diwujudkan apabila pembinaan dan pengembangan industri-industri kecil, sedang dan besar dapat berjalan semestinya. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk dapat mendorong perekonomian rakyat. Pengertian dari penyerapan itu sendiri diartikan cukup luas, menyerap tenaga kerja dalam maknanya menghimpun orang atau
33
tenaga kerja disuatu lapangan usaha untuk dapat sesuai dengan usaha itu sendiri. Dalam ilmu ekonomi seperti yang kita ketahui faktor-faktor produksi adalah tanah, modal, tenaga kerja, skill (keahlian). Salah satu faktor tersebut tenaga kerja yang benar sesuai kebutuhan dengan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki agar tenaga kerja yang dimiliki dalam sector industri. Modal utama yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia (SDM). Tenaga kerja yang ada atau lapangan usaha yang ada, tidak mampu menyerap tenaga kerja kondisi yang tidak siap pakai. Disinilah perlunya peranan pemerintah upaya mengatasi melalui pembinaan dan pengembangan industry kecil diharapkan dapat memberikan hasil yang diaharapkan. Selanjutnya dari uraian diatas dijelaskan melalui peningkatan bantuan
lunak
meningkatkan
dan
peningkatan
motivasi,
bantuan
pengetahuan,
keras
dapat
dapat
keterampilan,
dan
wawasan/pandangan yang luas sehingga lebih mempermudah proses penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan. Masalah penyerapan tenaga kerja ini juga tidak terlepas dari kesempatan yang tersedia di tengah tengah masyarakat.
34
D. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu akan di uraikan secara ringkas, meskipun terdapat kemiripan dalam ruang lingkup penelitian tetapi terdapat perbedaan dengan penelitian ini, baik dalam obyek atau periode waktu yang digunakan. Sehingga penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Beberapa Penelitian terdahulu tersebut akan dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu N o
1.
Peneliti,
Judul Penelitian
Variabel
Alat
Hasil
Analisis
Tahun Octivinang
“Analisis
sih (2006)
Pengaruh Upah
- UMP Nilai
Minimum
Kabupaten terhadap Investasi,
- Ordinary
1.Investasi(PMA
Least
dan PMDN)
Square
berpengaruh
- PMDN
(OLS)
positif terhadap
- Tenaga
- Software
Kerja
SASV8
- PMA
Penyerapan
Bogor 2.UMP
Tenaga kerja, dan PDRB
PDRB Kota
berpengaruh
di
positif
Kabupaten
terhadappenyera
Bogor”
pan Tenaga Kerja.
2.
Kawengian
“Analisis
(2002)
Pengaruh Investasi
- PDRB
dan
- Total
- Ordinary 1. kegiatan Least
investasi
Square
memberikan
35
Tenaga
Kerja
dalam
Sektor
Pertanian Sektor
dan Industri
Investasi
(OLS)
- Tenaga
- kuantita
Kerja
tif dan deksript
Guna
if.
pengaruh terhadap PDRB Irian Jaya tetapi investasi tidak mampu
Menentukan
menimbulkan
Strategi
efek
Pembangunan
pertumbuhan
Ekonomi
yang kuat
Irian
Jaya”.
apabila tidak diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga kerja
3.
Tejasari
“Peranan Sektor
(2008)
Usaha Kecil dan Menengah dalam penyerapan Tenaga Kerja dan
- Investasi - Tenaga Kerja - PDRB
Pertumbuhan
- Ordinary Least
penelitiannya
Square
membuktikan
(OLS)
bahwa tenaga
- Software Eviews
Ekonomi di
4.1
Indonesia”
1.Hasil
kerja dan investasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
4.
Novita
Analisis
Linda
Pengaruh
Sitompul
Investasi
(2008)
Tenaga terhadap
- PDRB
- Ordinary
1.PDRB Sumatera
Industri,
Least
Utara
Pertanian,
Square
dipengaruhi oleh
Kerja
danPerda
(OLS).
tiga sector
PDRB
gangan
dan
ekonomi utama,
36
Sumatera Utara”
- Investasi
yaitu sektor pertanian, sektor
- Tenaga
industri, dan
Kerja
sektor perdagangan, 2.Investasi (PMDN) serta tenaga kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB Sumatera Utara 3.Kondisi Perekonomian (Dummy Krisis) tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB Sumut.
5.
Ferdiyan
Analisis
(2006)
Pengaruh
- Inflasi
Otonomi Daerah
- PMDN
Terhadap Pertumbuhan Investasi Provinsi Barat”
- PMA
- PDRB di
Jawa - Dummy (Otonomi
- analisis
1.Terdapat
Shift
perbedaan antara
Share
periode sebelum
- Ordinary Least Square (OLS)
dan sesudah Otda. Sebelum otda pertumbuhan investasi
37
Daerah)
negative, sedangkan sesudah Otda pertumbuhan investasi positif terhadap perekonomian 2.PMDN
dan
Inflasi berpengaruh negatif terhadap PDRB 3.PMA berpengaruh Positif
terhadap
PDRB
Jawa
Barat.
6
Morris M. Do Industrial Relations Kleiner Institutions (2007) Influence Foreign Direct Investment.Evide nce from OECD Nations (1985-2000)
- FDI
- Panel
1. Rendahnya
- Tenaga Kerja
data
tingkat FDI akan
Negara-
sangat
- Industri
negara
mempengaruhi
anggota
tingkat produksi
OECD.
industri.
- Pajak - PDRB
2. Ada trade-off antara peningkatan ekonomi
38
terhadap penyerapan tenaga kerja 7
Linda Fung Evolving Yee, & Outward Investment, Chyau Industrial Tuan Concentration, and Technology (1997) Change: Implications for Hong Kong
- Industri
- Error
- Kebijakan
Manufakt
Correcti
Perdagangan
ur
on
terbuka
Model
membuka
(ECM)
peluang
- FDI - Produktiv
pengekploitasian
itas
tenaga kerja dan
Tenaga
menyebabkan
Kerja
outward looking - FDI berdampak langsung menrestrukturisa si industri manufaktur di Hongkong
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB sub sektor industri pengolahan di kabupaten Bekasi. Setelah mengidenentifikasi kemudian menganalisis sumber modal mana dari investasi yang ada (PMA dan PMDN) yang berpengaruh terhadap sektor industri serta untuk mengatahui pengaruh tenaga kerja pada sektor industri tersebut.
39
E. Kerangka Pemikiran Gambar 2.2 Gambar Kerangka Pemikiran Pengaruh Investasi (PMA dan PMDN) dan Tenaga Kerja terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi
Industri Pengolahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Makanan, Minuman, dan Tembakau Tekstil, Pakaian jadi, dan Kulit Kayu dan barang dari kayu Kertas, Percetakan, dan Penerbitan Bahan Kimia, Minyak bumi, Batubara, Karet, dan Bahan dari Plastik Barang galian bukan Logam Logam Dasar Barang-barang dari logam, Mesin Industri pengolahan lainnya
Pendekatan Faktor Input
Variabel Independen Investasi
Tenaga Kerja (X3)
PMA (X1)
Variabel Dependen
PMDN (X2)
PDRB sub Sektor Industri Pengolahan (Y)
Metode Analisis: Model Analisis Regresi Berganda (OLS)
Hasil
Kesimpulan dan Implikasi
40
F. Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang akan dibuktikan setelah data empiris diperoleh. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya: 1. Octavianingsih (2006) skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai
Upah
Minimum
Kabupaten
Terhadap
Investasi
,
penyerapan Tenaga kerja, dan PDRB di Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa investasi PMA dan PMDN berpengaruh positf terhadap PDRB Kota Bogor. 2. Ferdiyan (2006) dengan judul “Analisis Pengarug Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi Di Provinsi Jawa Barat” menyimpulkan bahwa Investasi PMA berpengaruh positif sedangkan PMDN berpengaruh negatif terhadap PDRB Jawa Barat. 3. Novita linda Sitompul dalam Skripsinya yang berjudul “ Analisis Pengaruh investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Sumatera Utara “ menyimpulkan bahwa PMDN dan tenaga kerja berpengaruh terhadap PDRB di Sumatera Utara
41
Beradasarkan uraian diatas, maka penulis mengajukan hipotesis untuk dilakukan pengujian ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan tujuan dari penelitian adalah: a.
Diduga Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan.
b. Diduga Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan. c. Diduga Tenaga kerja (TK) berpengaruh signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan. d. Diduga bahwa PMA, PMDN, dan TK berpengaruh secara simultan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan.
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, data runtut waktu (Time Series) dengan menggunakan metode analisis berganda. Variabel yang digunakan yaitu PDRB sub sektor industri pengolahan, Investasi mencakup Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),dan Tenaga Kerja (TK). Pembahasan
dalam
perekonomian sub sektor
penelitian
ini
menitikberatkan
pada
industri pengolahan. Sektor industri yang
dimaksud adalah semua industri sub sektor pengolahan yang berada di Kabupaten Bekasi mencakup sektor migas dan non migas. Dalam penelitian ini data yang digunakan data time series dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2009. Penelitian mengenai sektor industri pengolahan sengaja dilakukan karena sektor tersebut berkontribusi besar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total Kabupaten Bekasi.
B. Metode Penentuan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB sub sektor industri pengolahan, Investasi PMA dan PMDN, serta jumlah
43
tenaga kerja yang terserap dalam sektor industri pengolahan dengan data tahunan selama periode 1989-2009.
C. Metode Pengumpulan Data Sebagai tahap awal penelitian ini adalah dengan mempelajari teoriteori yang berhubungan dengan penelitian. Kemudian menganalisis hubungan antar variabel dari teori-teori tersebut dengan permasalahan aktual yang ada pada saat ini. Tahap selanjutnya adalah mengumpulkan data yaitu berupa data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan atau lembaga pengumpul data yang mana dalam penelitian ini antara lain diperoleh dari: 1. Badan Pusat Stastistik Daerah Kabupaten Bekasi 2. Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat 3. Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Kabupaten Bekasi 4. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat 5. Literatur-literatur serta informasi-informasi tertulis baik yang berasal dari instansi terkait maupun internet, yang berhubungan dengan topik penelitian untuk memperoleh data tersebut
44
D. Metode Analisis Data 1. Analisis Regresi Berganda Untuk mencapai tujuan penelitian dan pengujian hipotesis, Dalam penelitian ini dilakukan analisis regresi berganda untuk melihat faktor faktor yang mempengaruhi PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini menggunakan model regresi berganda (multiple regression) dengan rumusan model penelitian sebagai berikut : INDSTR = β0 + 1PMA + 2PMDN + 3TK + …………….. (3.1) Namun didalam penelitian ini akan digunakan persamaan regresi berganda yang telah di transformasikan dalam bentuk logaritma dengan menggunakan kuadrat terkecil, dengan formulasi sebagai berikut : LnINDSTR = β0 + β1LnPMA + β2LnPMDN + β3LnTK + …. (3.2) Keterangan: INDSTR = PDRB Sub Sektor industri pengolahan (milyar rupiah) PMA
= Penanaman Modal Asing (milyar rupiah)
PMDN
= Penanaman Modal Dalam Negeri (milyar rupiah)
TK
= Tenaga Kerja ( /Ribu Orang)
β
= Intercept
Β1- β3
= koefisien regresi masing-masing variable independen.
e
= error term (variable diluar model tetapi tidak ikut berpengaruh terhadap variable dependen)
45
Metode analisis regresi berganda akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linier dan mempunyai varian yang minimum atau BLUE, yaitu: a. Best adalah yang terbaik. b. Linier adalah kombinasi linier dari data sampel. Jika ukuran sampel ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter populasi yang sebenarnya. c. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. d. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara pemerkira lain yang tidak bias. Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model penelitian yang akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dianggap relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan melalui uji stasioneritas data setelah itu dilakukan pengujian uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas, dan multikolinearitas, kemudian dilakukan uji statistik yang meiliputi uji signifikansi parameter individu (uji t statistik), dan uji sinifikan simultan (uji F statistik), dan uji koefisien determinasi (R2).
46
2. Uji Stasioneritas Data a. Uji Akar Unit Phillips-Perron (PP) test Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolute statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolute statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Langkah-langkah pengujian stasioner sebagai berikut Hipotesis: Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol H1 : Data tersebut stasioner pada derajat Nol Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: -
Jika PP test statistik > PP tabel (critical value α = …% maka, menolak H0 dan menerima H1
-
Jika PP test statistik < PP tabekl (critical value α = …%) maka H0 diterima, dan menolak H1.
b. Uji Derajat Integrasi Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner. Untuk menghindari regresi lancung maka harus ditransformasikan data tersebut menjadi data stasioner.
47
Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses differensi data uji stasioner data melalui proses differensi ini disebut uji derajat integrasi Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derjat keberapa suatu data akan stasioner. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada differensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat kesatu. Akan tetapi, jika nilainya masih lebih kecil maka uji integrasi perlu dilanjutkan pada differensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner. Langkah-langkah pengujian stasioner sebagai berikut Hipotesis: Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol H1 : Data tersebut stasioner pada derajat Nol Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: -
Jika PP test statistik > PP tabel (critical value α = …% maka menolak H0 dan menerima H1
-
Jika PP test statistik < PP tabekl (critical value α = …%) maka H0 diterima, dan menolak H1.
48
3. Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder ini, maka peneliti
melakukan
uji
normalitas,
multikolinieritas,
uji
heteroskedasitsitas, dan uji autokorelasi. a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas ini menggunakan normality histogram (Insukindro, 2003:61). Uji normalitas melalui uji Jarque-Bera (J-B). Metode ini menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Nilai statistik JB didasarkan pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai probabilitas statistik JB lebih kecil dari α = 5 persen maka terjadi permasalahan normalitas atau residual tidak didistribusikan
secara
normal
dan
sebaliknya
(Widarjono,
2007:54). b. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah hubungan antara variabel independen dan dependennya. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang dihasilkan sangat tinggi (umumnya > 0,8) maka model regresi dikatakan memiliki permasalahan multikolinieritas (Widarjono, 2007:114).
49
Multikolinieritas juga dapat diuji dengan metode deteksi Klien, yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi auxiliary dengan koefisien determinasi model regresi aslinya. Jika koefisien determinasi auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi model regresi aslinya, maka terjadi permasalahan multikolinieritas antara variabel independen yang digunakan dalam model penelitian (Widarjono, 2007:117). c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variansi data yang digunakan untuk membuat model menjadi tidak konstan. Pengujian terhadap ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam suatu model empiris yang sedang diamati juga merupakan langkah penting sehingga dapat terhindar dari masalah regresi lancung. Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model empiris dengan menggunakan uji White Hetedoskedasticity, jika X2 (Obs* R-Squared) > X2 tabel atau nilai probability Obs*RSqauared < 0,05 atau α=5 persen (Insukindro, 2003:62). d. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu sendiri pada pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi dilakukan
dengan
uji
Breusch-Godfrey
Serial
Correlation
Lagrange Multiplier Test (uji-LM). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat
50
pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat derajat. Dikatakan terjadi autokorelasi jika nilai X2 (Obs*R-Squared) hitung > X2 tabel atau nilai probability < 0,05 atau α=5 persen (Insukindro, 2003:60). Selain itu pengujian terhadap gejala auotokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW). Uji Durbin Watson (DW) dapat dilakukan dengan cara melihat nilai DW pada hasil regresi yang mana daerah bebas autokorelasi idealnya nilai DW tersebut nilainya berada antara (1,54 – 2,46) Tabel 3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan Daerah Autokorelasi Tolak Ho, berarti ada autokorelasi positif
Tidak dapat diputuskan
0
dL
4-dL
1,10
Tidak menolak Ho, berarti tidak ada autokorelasi positif
Tidak dapat diputuskan
Tolak Ho, berarti ada autokorela si negatif
du
2
4-du
1,54
2,46
2,90
Sumber: (Winarno, 2007:5.25)
4. Pengujian Statistik Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu dan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji statistik ini meliputi Uji F, Uji-t dan Koefisien Determinasi (R2).
51
a. Uji Simultan (Uji F-Stastik) Uji F-statistik menunjukkan apakah semua variabel independen dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Untuk melakukan uji-F dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan Fhitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai F-hitung lebih tinggi dari t-tabel maka maka suatu variabel independen
secara
bersama-sama
mempengaruhi
variabel
dependennya (Kuncoro, 2003:219)
b. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien detrminasi mengukur seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan
variabel-variabel
independen
dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas dan nilai yang
mendekati
satu
berarti
variabel-variabel
independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:220).
52
c. Uji Parsial (Uji t-Statistik) Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen dengan variabel yang lain konstan. Untuk menguji pengaruh setiap variabel independen tersebut, maka nilai t hitung harus di bandingkan dengan nilai t tabel Untuk nilai t tabel dapat diperoleh dengan melihat tabel distribusi untuk α = 0,05 dan derajat n – k. Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut : H0: β1 = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen) H1: βi ≠ 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen) Selain dengan menngunakan cara diatas, uji-t juga dapat dilakukan dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t-tabel dengan t-hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang berarti menolak Ho dan menerima H1 dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).
53
E. Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data tahunan (time series) Dengan menggunakan satu variable terikat (dependen) yaitu PDRB sub sektor industri pengolahan dan tiga variabel bebas (Independen) yaitu PMA dan PMDN, serta Tenaga Kerja yang dianggap mempunyai pengaruh nyata terhadap sektor industri. Penjelasan variabel-variabel tersebut sebagai berikut: 1. Variabel Dependen Variabel dependen ialah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel bebas (Lukman, 2007:5). a. Output / PDRB Industri Data PDRB Industri yang digunakan dalam penelitian ini adalah data PDRB sub sektor industri pengolahan, data tahunan dari 1989 sampai dengan 2009 yang diperoleh dari Statistik Industri Besar dan Sedang terbitan BPS Pusat dan Daerah. PDRB industri ini dalam bentuk Milyar rupiah 2. Variabel Independen Variabel independen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat (Lukman, 2007: 5). a. Penanaman Modal Asing Data PMA adalah data relisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang disetujui pemerintah daerah menurut sektor ekonomi, dengan periode tahunan selama kurun waktu 1989 sampai dengan 2009.
54
Data tersebut diperoleh dari Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah berbagai edisi, dan Kabupaten Bekasi Dalam Angka serta Indikator Ekonomi berbagai edisi terbitan BPS. PMA dalam bentuk Miliar Rupiah. b. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Data PMDN adalah data relisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi, dengan periode tahunan selama kurun waktu 1989 sampai dengan 2009. Data tersebut diperoleh dari Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah berbagai edisi, dan
Kabupaten Bekasi Dalam
Angka serta Indikator Ekonomi berbagai edisi terbitan BPS. PMDN dalam bentuk Miliar Rupiah. c. Tenaga Kerja Data Tenaga Kerja yang digunakan adalah data tenga kerja yang terserap pada sektor industri. Data tersebut diperoleh dari publikasi Statistik Penduduk dan Bekasi Dalam Angka terbitan BPS Pusat dan Daerah. TK ini dalam bentuk Ribu orang.
55
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif 1.
Perkembangan Perekonomian Kabupaten Bekasi Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah atau daerah dalam suatu periode tertentu adalah melalui PDRB. Pada dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB atas Dasar Harga Konstan. PDRB atas Dasar Harga Berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung atas dasar harga berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas Dasar Harga Konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar Berdasarkan gambar 4.1 PDRB Kabupaten Bekasi tahun 2009 atas dasar harga berlaku adalah sebesar 72.762.968,82 juta rupiah.Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 57.175.916,78 juta rupiah. PDRB mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2008 dimana PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 65.346.675,62 dan PDRB atas harga konstannya sebesar 43.793.374,45 juta rupiah dari tahun sebelumnya. 56
Gambar 4.1 PDRB Kabupaten Bekasi Berdasarkan atas Harga Berlaku dan Konstan 2200000 2150000 2100000 2050000 2000000 1950000 1900000 1850000 1800000
Jumlah…
2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi Perthitungan PDRB atas harga konstan berdasarkan tahun 2000, sedangkan perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku disesuaikan dengan setiap tahunnya. Selama tahun 2009 perekonomian Kabupaten Bekasi mengalami perlambatan sebagai dampak dari krisis keuangan global yang terjadi sejak tahun 2008. Perlambatan perekonomian Kabupaten Bekasi ini terlihat apabila dibandingkan dengan tahun 2007 dimana laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,44 persen, dan pada tahun 2009 mencapai 5,94 persen jauh lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2008 dimana LPE nya sebesar 4,13 persen.
Pada gambar 4.2 memperlihatkan bahwa perlambatan perekonomian Kabupaten Bekasi ini disebabkan oleh dampak krisis keuangan global. Sebagai penyangga ibukota, perekonomian Kabupaten Bekasi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional Krisis keuangan global yang terasa dampaknya sejak tahun 2008 memang sedikit banyak mempengaruhi perekonomian Kabupaten Bekasi
57
di tahun 2009. Tetapi pada saat yang sama juga pemerintah Kabupaten Bekasi berusaha untuk
melakukan perbaikan ekonomi. Dalam upaya
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, skala prioritas pembangunan daerah Repelita VI yang ditetapkan bahwa pembangunan sektor industri sebagai prioritas yang utama, dan tetap menjalankan sektor-sektor lainnya secara berimbang hal ini disesuaikan dengan titik berat pembangunan daerah bidang ekonomi sesuai dengan prioritas sektor industri. Gambar 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bekasi 2001-2009 7 6 5 4
6.44 5.38 5.65 5.09 5.12 5.25
6.07
5.19 4.13
3 2 1 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi
2.
PDRB Sub Sektor Industri Pengolahan Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang berkontribusi terhadap PDRB di Kabupaten Bekasi, antara lain: (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan, (3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas dan air, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan (9)
58
sektor jasa. Tetapi dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan untuk meneliti sub sektor industri pengolahan.
Industri pengolahan adalah suatu proses atau kegiatan ekonomi yang merupakan bagian dari cabang
industri yang menggunakan sejumlah
peralatan dan manajemen yang teratur dimana didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mentransformasi atau mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa distribusi persentase PDRB menurut sektor yang menunjukkan kontribusi masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB total Kabupaten Bekasi. Pada beberapa tahun terkahir, sektor industri khususnya industri pengolahan memegang peranan paling penting dalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Bekasi. Sub Sektor industri pengolahan ini adalah sektor yang paling dominan dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Bekasi dibandingkan dengan sub sektor lainnya. Persentase perbandingan antar sub sektor PDRB tersebut dapat kita lihat bahwa pada beberapa tahun terakhir sektor industri pengolahan menyumbang rata-rata tiap tahun sekitar 80 persen dari total PDRB Kabupaten Bekasi. Posisi kedua disumbang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi rata-rata tiap tahun sekitar 9 persen dari total PDRB. Ketiga ditempati oleh sektor jasa-jasa yang berkontribusi sekitar 2 persen dari total PDRB dan disusul oleh sector
59
pertanian yang menyumbang rata-rata tiap tahun sekitar 1,5 persen, dan sektor-sektor lainnya menyumbang sisanya sekitar 1 persen. Tabel 4.1 Persentase dan Konstribusi PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Bekasi 2007-2009 N o 1
Lapangan Usaha Pertanian
2
Pertambangan
3
Industri Pengolahan Listrik,Gas, Air Bersih Konstruksi
4 5 6
7
Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan Komunikasi
2007
PDRB Atas Harga Konstan 2000 (%) 2008 (%) 2009
881.001 ,98 596.695 ,49 37.060. 103,02 827.175 .77 547.239 ,41
1,96
4.334.0 92,28
9,01
1,39 80,02 1,80 1.18
692.403 1,44 ,76
859,058,7 0 580.274,3 9 35.043.95 0,48 786.106,6 9 482.599.0 0
1.195.39 2,29 936.096, 18 45.831.4 06,78 1.461.78 4,65 598.770, 60
2,09
3.947.358, 8,32 93
4.758.79 9,26
9,32
629.069,4 8
1,37
781.905, 66
1,49
1,02
585.808, 82
1.05
1,79
1.025.95 3,07 57.175.9 16.78 56.250.2 13,34
2,30
Keuangan, persewaan, 489.177 1,03 451.850,2 dan Jasa ,18 2 Perusahaan 9 Jasa-Jasa 1.068.8 2,28 996.685,6 23,53 6 PDRB dengan 46.480. 100 43.793.37 Migas 291,05 4,65 PDRB tanpa 45.905. 100 43.202.97 Migas 994,41 1,05 Sumber: Badan Pusat Statistik BPS. Kabupaten Bekasi
1,90
(%)
1,25 79,7 3 1,78 1,10
1,64 80,16 2,56 1,05
8
100 100
100 100
60
Perkembangan sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi selama periode penelitian tahun 1989 – 2009 dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 4.3 Perkembangan Sub Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Bekasi Tahun 1989-2009 (Milyar Rupiah) 50000000 45000000 40000000 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
PDRB Industri Pengolahan
Sumber: Statistik Industri Besar dan sedang, BPS Kabupaten Bekasi
Pada gambar 4.3 terlihat bahwa nilai PDRB sub sektor industri pengolahan secara umum terus mengalami pertumbuhan yang positif. Perkembangan industri pengolahan dari tahun 1989-1997 menunjukan kenaikan yang cukup signifikan, kontribusinya sebesar 3.243.756 pada tahun 1989 dan terus meningkat pesat menjadi 28.799.724 pada tahun 1997. Hal ini sebagai akibat dari usaha pemerintah daerah yang terus berusaha menciptakan keadaan perekonomian regional yang stabil dan kondusif. Pada tahun 1998 pertumbuhan sektor industri ini terkoreksi turun tajam hingga mencapai nilai 16.623.714 hal ini diakibatkan karena dampak terjadinya krisis ekonomi nasional yang sangat mempengaruhi
61
perekonomian regional Kabupaten Bekasi. Pasca dampak krisis ekonomi sektor industri ini perlahan mulai membaik hal ini terbukti dari PDRB yang menunjukan arah yang meningkat sampai tahun 2004, namun pada tahun 2005 sempat kembali menurun sebagai akibat dari kenaikan harga BBM yang banyak mempengaruhi kegiatan produksi sektor industri pengolahan tersebut. Pada tahun 2008 pertumbuhannya terkoreksi kembali hingga mencapai 35.043.950 atau lebih kecil nilainya dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai nilai 37.060.103 atau pertumbuhan tersebut mengalami penurunan -2,75 persen hal ini diakibatkan pengaruh krisis keuangan global yang mempengaruhi pera investor mengurangi modal berinvestasinya di Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2009 perekonomian sektor industri Kabupaten Bekasi memang meningkat menjadi 45.831.406 juta rupiah atau mengalami pertumbuhan 5,75 persen, hal tersebut terjadi karena adanya usaha recovery dari pemerintah Kabupaten dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan cara mengendalikan inflasi dan menjaga pasokan bahan bakar untuk industri. Namun hal itu tidak terlepas dari perlambatan pertumbuhan perekonomian sebagai dampak dari krisis keuangan global yang terjadi sejak tahun 2008. Meskipun demikian,output sector industri yang meningkat terjadi karena produktivitas dari input yang digunakan tinggi. Jadi, meskipun input yang digunakan sedikit, output yang dihasilkan dapat tetap tinggi. Secara sektoral, krisis keuangan global dirasakan oleh masing-masing sektor melalui tranmisi yang berbeda-beda. Berikut adalah pengaruh krisis keuangan global terhadap penciptaan nilai tambah dimasing-masing sektor.
62
a. Sektor Pertanian Dampak krisis keuangan global terhadap perkembangan usaha dirasakan melalui transmisi jalur jalur perdagangan domestic dengan didasari atas adanya indikasi serapan permintaan domestic yang menurun. b. Sektor Industri Pengolahan Krisis keuangan global dirasakan melalui tranmisi nilai tukar dan perdagangan
internasional.
Pelemahan
nilai
tukar
rupiah
mengakibatkan bahan baku impor menjadi lebih mahal. c. Sektor perdagangan, hotel, restoran, angkutan, komunikasi dan jasa merasakan krisis global melalui tranmisi aspek pembiayaan. Pada tahun 2009 terdapat 842 industri besar dan sedang yang ada di Kabupaten Bekasi, jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan den gan tahun 2008 yang berjumlah sekitar 752 atau mengalami peningkatan sebanyak 8,07 persen. Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa diantara berbagai industri pengolahan yang ada, kelompok industri yang paling besar kontribusinya disumbang oleh industri barang-barang dari logam dan mesin yang menyumbang sekitar 25.023.178,44 juta rupiah. Hal tersebut dikarenakan di Kabupaten Bekasi banyak terdapat Kawasan Industri seperti Kawan Industri Jababeka, MM 2100, Industri Cikarang, Gobel, dan Delta Mas yang mana industri tersebut memproduksi industri berat seperti produksi logam,bahan-bahan otomotif dan mesin-mesin pabrik. Penyumbang industri kedua disumbang oleh industri
63
Kimia, bahan karet, dan barang dari plastic yang berkontribusi sebesar
8.501.291,09 juta rupiah disusul industri tekstil, pakaian jadi dan kulit sebesar 3.682.3299,35 juta rupiah dan lain sisanya disumbang oleh sector industri pengolahan lainnya yang berkontribusi sebesar 2.449.884,97 juta rupiah. Tabel 4.2 Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri Pengolahan
Kode
31
Kelompok Industri
Makanan,Minuman, dan Tembakau 32 Tekstil, Pakaian jadi, dan Kulit 33 Kayu dan Barangbarang dari kayu 34 Kertas dan Percetakan /Penerbitan 35 Kimia, Bahan Kimia, Karet, dan Plastik 36 Barang-barang galian bukan logam 37 Logam Dasar 38 Barang-barang dari logam, Mesin 39 Industri Pengolahan Lainnya Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Bekasi
Jumlah Industri
PDRB Industri (milyar rupiah)
2008 54
2009 55
1.573.523,69
63
67
3.682.329,35
26
28
84.161,09
35
37
278.244,55
165
176
8.501.291,09
23
69
248.294,23
28 346
23 370
3.301.847,25 25.023.178,44
12
17
2.449.884,97
752
842
45.831.406,78
64
3.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Investasi dalam negeri biasa di kenal dengan istilah Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) adalah bentuk upaya menambah modal untuk pembangunan melalui investor dalam negri. Modal dari dalam negri ini bisa didapat baik itu dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Peningkatan investasi di daerah dalam memacu pertumbuhan PMDN, sangat penting untuk di tingkatkan. Sebab PMDN merupakan bentuk arus modal yang berasal dari dalam negeri sehingga dengan meningkatnya PMDN di harapkan investor-investor dalam negeri dapat bersaing dengan investor asing dalam memajukan perekonomian. Pada gambar 4.4 terlihat bahwa realisasi PMDN terus mengalami tingkat pertumbuhan yang positif dan meningkat pesat dari tahun 19891995, hal ini didudukung oleh keadaan ekonomi yang yang relatif stabil membaik. Perkembangan investasi yang positif tidak terlepas dari peranan pemerintah yang terus mendukung perkembangan investasi di Kabupaten Bekasi. Kebijakan pemerintah Kabupaten antara lain dengan mempermudah proses peminjaman kredit investasi perbankan kepada pihak swasta untuk modal berinvestasi, sehingga kebijakan tersebut ikut mendorong meningkatnya investasi di Kabupaten Bekasi. Namun hal itu tidak berlangsung lama karena dari tahun 1998-2001 terjadi kelesuan ekonomi sebagai akibat dampak krisis moneter nasional yang sangat mengganggu
65
kinerja perekonomian daerah dan kinerja perbankan sehingga berdampak pada investor domestik. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pertama, dunia usaha dihadapkan pada beban yang cukup berat untuk mengatasi kenaikan harga bahan baku yang tinggi karena tingginya tingkat inflasi, kedua tingginya suku bunga kredit yang menghambat penyaluran kredit perbankan sehngga para investor kesulitan untuk memperoleh sumber pendanaan, dan ketiga situasi soail politik dan keamanan yang tidak stabil telah meningkatkan resiko dalam melakukan investasi. Pemerintah daerah terus berupaya untuk memperbaiki perekonomiannya, hal tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan investasi mulai terapresiasi kembali setelah usaha recovery sejak tahun 2002-2007. perkembangan investasi sempat terkoreksi menurun pada tahun 2008 akibat krisis keuangan global, dan kembali meningkat pada tahun 2009. Gambar 4.4 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Kabupaten Bekasi 1989-2009 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
973214
925547 786696 683397 579192 520368
553286
510501
20 0 9
20 0 8
20 0 7
20 0 6
20 0 5
20 0 4
20 0 3
20 0 2
20 0 1
20 0 0
19 9 9
19 9 8
19 9 7
19 9 6
19 9 5
19 9 4
19 9 3
19 9 2
19 9 1
19 9 0
620321 622379
907257 826368 747566
231507 194691 178617 174238
135357 144871 129454 19 8 9
785224
Sumber: BPPMD, Kabupaten Bekasi
66
4.
Penanaman Modal Asing (PMA) Investasi asing atau biasa disebut Penanam Modal Asing (PMA) adalah satu upaya untuk meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negri. Penanaman modal asing (PMA) memiliki peran mikro maupun makro dalam suatu perekonomian. Secara makro, PMA berperan penting dalam upaya meningkatkan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi. Secara mikro, PMA berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman teknologi, dan terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri (domestic linkages) termasuk akses industri dalam negeri terhadap jaringan produksi, perdagangan, dan investasi regional/global. Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang membutuhkan peranan penting dari penanaman modal asing, baik yang berbentuk pinjaman, bantuan, dan investasi. Hal ini disebabkan karena sumber dana yang tersedia sangat terbatas, sehingga peranan asing diperlukan. Selain untuk meningkatan sumber dana, kegiatan investasi asing juga akan membawa pengaruh positif di berbagai sektor, khususnya sektor industri. Selain itu akan mendorong kegiatan ekspor, menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan akan mendorong pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah Pada gambar 4.5 terlihat bahwa, dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1993 investasi PMA relatif masih kecil realisasinya bila
67
dibandingkan dengan PMDN, investasi PMDN lebih mendominasi kegiatan investasi di Kabupaten Bekasi. Dari tahun 1993-1997 realisasi PMA naik seiring dengan peningkatan PMDN. Hal ini karena didudukung oleh keadaan ekonomi yang yang relatif stabil membaik. Perkembangan investasi yang positif tidak terlepas dari peranan pemerintah yang terus mendukung perkembangan investasi di daerah. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah yang diminati oleh pihak investor asing karena daerah Bekasi mempunyai potensi wilayah yang cukup potensial untuk dijadikan tempat industri karena letaknya yang berbatasan dengan ibukota. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1998, PMA mengalami penurunan menjadi 1.977.966. Hal ini sebagai dampak dari krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional yang berdampak terhadap perekonomian daerah yang menyebabkan pihak investor mengurangi investasinya untuk menghindari kerugian akibat ketidakpastian perekonomian. Berikutnya sejak tahun 2000-2009 PMA mengalami mengalami kenaikan yang cukup positif meskipun menunjukan perkembangan yang berfluktuatif. Karena secara keseluruhan realisasi PMA di Kabupaten bekasi ini tiap tahunnya terus mengalami perkembangan, terkecuali pada tahun 2008 yang terkoreksi akibat krisis keuangan global, yang nilainya sebesar 3.329.910 menurun dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 5.330.561. Pada tahun 2009, karena pemerintah Kabupaten menyadari pentingnya kestabilan dan pemulihan ekonomi maka Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan
68
salah satunya insentif berupa kemudahan proses perijzinan investasi yang dipermudah lewat pelayanan usaha terpadu satu pintu. Sehingga investasi asing di tahun 2009 kembali naik sebesar 5.438.821 hal ini juga ditandai dengan meningkatnya ekspor dan impor bahan baku dan barang modal pada tahun tersebut sehingga kelesuan ekonomi tidak berdampak panjang bagi perekonomian Bekasi. Gambar 4.5 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Kabupaten Bekasi 1989-2009
19 8 9 19 9 0 19 9 1 19 9 2 19 9 3 19 9 4 19 9 5 19 9 6 19 9 7 19 9 8 19 9 9 20 0 0 20 0 1 20 0 2 20 0 3 20 0 4 20 0 5 20 0 6 20 0 7 20 0 8 20 0 9
5000000 4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
Sumber: BPPMD Kabupaten Bekasi
5. Tenaga Kerja (TK) Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam suatu proses industri. Tenaga kerja juga merupakan input dalam suatu proses produksi barang dan jasa serta mengatur sarana produksi untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Tenaga kerja merupakan bagian penting dari penduduk dimana pertumbuhan tenaga kerja sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
69
Gambar 4.6 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Sub Sektor Industri Pengolahan di Kab.Bekasi 1989-2009 250000
S 200000 150000 100000
Tenaga Kerja (TK)
50000
20 0 9
20 0 7
20 0 5
20 0 3
20 0 1
19 9 9
19 9 7
19 9 5
19 9 3
19 9 1
0 19 8 9
S
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi
Dari gambar 4.6 diatas merupakan data tenaga kerja yang terserap pada sub sektor industri pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap sudah mencakup secara
keseluruhan dari masing-masing industry
pengolahan yang ada di Kabupaten Bekasi. Tampak terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja periode 1989 sampai dengan 1998 penyerapan tenaga kerja masih relatif sedikit tenaga yang terserap sekitar 132.000 tenaga kerja. Tetapi setelah keadaan perekonomian pasca krisis dan kestabilan perekonomian terjaga jumlah tenaga kerja terjadi peningkatan, meskipun terjadi fluktuatif tetapi secara keseluruhan penyerapan tenaga kerja yang terjadi terus mengalami peningkatan yang positif searah dengan kenaikan jumlah penduduk di kabupaten bekasi.
70
Gambar 4.7 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi 2005-2009 2200000 2150000 2100000 2050000 2000000 1950000 1900000 1850000 1800000
Jumlah…
2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, berbagai edisi
Menurut data BPS Kabupaten Bekasi, pada tahun 2009 penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 2.193.776 jiwa, yang terdiri dari 1.122.855 laki-laki dan 1.070.921 perempuan. Dari tahun 2005 hingga 2009, Kabupaten Bekasi terus mengalami pertambahan jumlah penduduk, dari 1.950.209 jiwa pada tahun 2005, 2.027.902 jiwa pada tahun 2006, 2.054.795 jiwa pada tahun 2007, 2.125.960 jiwa pada tahun 2008, hingga mencapai 2.193.776 jiwa pada tahun 2009. Banyak tenaga kerja industri yang datang dari luar Kabupaten Bekasi hal ini dikarenakan perkembangan jumlah sektor industri yang pesat sehingga menjadi pemicu terjadinya pertambahan penduduk di Kabupaten Bekasi dari tahun ke tahun, banyaknya migran dari luar daerah karena dalam sektor industri tersebut memerlukan tenaga kerja yang professional dan berkualitas sehingga banyak mendatangkan tenaga ahli dari luar daerah. Tidak hanya penduduk asli daerah saja, melainkan
71
pertambahan dari luar daerah juga menjadi penyebab tingginya laju pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2009 terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 220.991 pada 842 industri besar dan sedang. Tenaga kerja ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 213.838 atau tenaga kerja mengalami kenaikan sebesar 8,07 persen. Diantara industry besar dan sedang yang ada, kelompok industri yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak adalah industri barang dari logam yang menyerap tenaga kerja sebanyak 112,078 hal ini dikarenakan kebanyakan sector industri pengolahan yang ada di kabupaten bekasi yang berada di kawasan industri yang tersebar di daerah Bekasi memproduksi barang-barang otomotif, elektronik, dan mesin pabrik. Industri pakaian, tekstil, dan karet menyerap tenaga kerja kedua terbesar sebanyak 34.793, dan ketiga oleh industri kimia, bahan kimia, dan plastik yang menyerap tenaga kerja sebanyak 33.658. Gambar 4.8 Penyerapan Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri Tahun 2009 Tenaga… Barang dari… Kimia, Karet,… Tekstil,Pakaian … Barang galian… Makanan,minu… Kertas dan… Industri… Logam dasar kayu, Bahan…
112078 34791 33658 12228 6477 5640 6154 5146 4167
Sumber: Badan Pusar Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi
72
B. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Stasioneritas Data a. Uji Akar Unit PP test Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsof Excel 2007 dan Eviews 3 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel - variabel yang diteliti. Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data natural log (ln) dari variabelvariabel tersebut, dimana ln merupakan log dengan bilangan dasar bilangan alami yang yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang kegunaannya untuk menyederhanakan suatu bilangan. Uji akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak (yahya Hamja, 2008).
73
Tabel 4.3 Hasil Uji Phillip-Perrons test Level No
Variabel
Pptest
CV 5%
Ho= tidak stasioner Ha = stasioner
1
LnIndstr
-2.039824
-3.0199
Terima Ho
2
LnPMA
-1.649546
-3.0199
Terima Ho
3
LnPMDN
-2.103341
-3.0199
Terima Ho
4
LnTK
-3.315262
-3.0199
Tolak Ho
Sumber: Hasil olah data eviews
Dari hasil yang diuji dapat dilihat bahwa semua data kecuali TK menunjukan ketidakstasioneran pada tingkat level. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Philips-Perron test lebih kecil dari Mac.kinnon Critical Value 5% (Pptest < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho diterima yaitu semua data kecuali TK tidak stasioner pada tingkat level sehingga harus dilanjutkan pada tingkat berikut sampai data menjadi stasioner yaitu dengan menggunakan Uji derajat Integrasi.
b.
Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit Philips Perron bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi.
74
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order diferensi ke berapa (langkah pertama diatas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada tingkat level dilanjutkan ke difference pertama atau kedua (Insukindro, 2003). Tabel 4.4 Hasil Uji Integrasi Ho= tidak stasioner
Level No
Variabel
Pptest
CV 5% Ha = stasioner
1
LnIndstr
-3.851732
-3.0294
Tolak Ho
2
LnPMA
-4.673887
-3.0294
Tolak Ho
3
LnPMDN
-3.747937
-3.0294
Tolak Ho
4
LnTK
-6.447221
-3.0294
Tolak Ho
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Dari data yang diuji dapat dilihat bahwa semua variabel stasioner pada First difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Philips-Perron test lebih besar dari Mac.Kinnon critical Value 5 % (Pptest > CV 5 %). Kesimpulan dari data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu semua Variabel sudah stasioner pada tingkat First Difference, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada tingkat berikutnya (Second Difference). Dan pengujian dapat dilakukan dengan uji berikutnya yaitu Uji asumsi Klasik
75
2. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat histogram-normality test. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas dari Jarque-Bera yang nilainya lebih besar dari 5 persen. Gambar 4.9 Hasil Uji Normalitas 8 Series: Residuals Sample19892009 Observations 21
6
4
2
S
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-5.33E-15 -0.031696 0.493675 -0.537679 0.199831 -0.151207 5.003701
Jarque-Bera Probability
3.592990 0.165879
0 -0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
Sumber: Data sekunder yang diolah
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai statistiknya sebesar 3,59299 < 27.58711 (nilai X2 Chi square) atau dengan probabilitas lebih besar dari α=5 persen yaitu: 0,165879.
76
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat permasalahan normalitas.
b. Hasil Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan linear antar beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi. Untuk menguji asumsi Multikolinearitas dapat digunakan uji Correlation Matrix. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0.80), maka hal ini merupakan indikasi bahwa adanya Multikolinearitas. Uji Correlation Matrix dapat dilihat seperti pada tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas Correlation Matrix
LNPMA LNTK LNPMDN
LNPMA
LNTK
LNPMDN
1.000000 0.461522 0.429454
0.461522 1.000000 0.226360
0.429454 0.226360 1.000000
Pada hasil uji Multikolinearitas dengan menggunakan uji Correlation Matrix diatas, dapat dilihat bahwa antara variable PMA, TK, dan PMDN memiliki nilai masing-masing sebesar 0,46, 0,22, dan 0,43 nilai dari masing-masing variabel tersebut semuanya lebih kecil dari 0,80. Jadi, dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh
77
ternyata tidak ada hubungan linear atau korelasi antara semua variabel independen tersebut.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedatisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas, Model yang baik adalah Homoskedastisitas dan tidak terjadi Heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya Heteroskedastisitas antara lain dengan melakukan uji White dengan melihat probabilitas dari Obs*R-squared. Jika probabilitasnya lebih besar dari 5 persen, maka dapat dikatakan tidak terjadi Heteroskedastisitas dan sebaliknya. Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0.398147
Probability
0.911279
Obs*R-squared
5.159987
Probability
0.820145
Tabel 4.6 menujukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,820145. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α) = 5
78
persen (0,05), maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat permasalahan heteroskedastisitas. d. Hasil Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Identifikasi ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.719356
Probability
0.503125
Obs*R-squared
1.837914
Probability
0.398935
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,398935, Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α)=5 persen atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi. Selain itu uji pengujian terhadap gejala auotokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW). Dari hasil regresi dapat dilihat bahwa nilai DW sebesar 2,04 nilai tersebut berkisar antara (1,54-2,46) yang berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi.
79
Kriteria pengambilan keputusan daerah autokorelasi: (Winarno, 2007:5.25). Tolak Ho, berarti ada autokorelasi positif 0
Tidak Tidak menolak Tidak Tolak Ho, dapat Ho, berarti dapat berarti ada diputuskan tidak ada diputuskan autokorelasi autokorelasi negatif positif dL du 2 4-du 4-dL 1,10 1,54 2,46 2,90
3. Hasil Uji Regresi Metode Regresi Berganda Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda untuk model persamaan LnINDSTR= β0 + β1LnPMA + β2LnPMDN + β3LnTK + adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Olah Data Dengan Metode OLS Dependent Variable: LNINDSTR Method: Least Squares Sample: 1989 2009 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNPMA LNPMDN LNTK C
0.396108 0.198398 0.086908 7.534992
0.034714 0.073423 0.086627 1.170104
11.41072 2.702121 1.003249 6.439593
0.0000 0.0151 0.3298 0.0000
R-squared Adjusted R-squared
0.937426 0.926383
Mean dependent var S.D. dependent var
16.66904 0.798850
S.E. of regression
0.216748
Akaike info criterion
-0.050523
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.798652 4.530492 2.044503
Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.148434 84.89212 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
80
Persamaan regresi linear berganda untuk tabel 4.8 diatas adalah: LNINDSTR=7.534991674+0.3961076971*LNPMA+0.1983984212*LNPM DN+ 0.08690810641*LNTK
4. Hasil Uji Statistik Setelah dilakukan pengujian analisis uji asumsi klasik dimana semua kriteria uji asumsi klasik tersebut terpenuhi, serta hasil olah data regresi melalui analisi regresi berganda maka selanjutnya akan dilakukan analisis uji statistik yang meliputi uji F-statistik, koefisien determinasi R2, dan uji t-statistik. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai uji statistik tersebut.
a. Uji F-statistik Uji F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabel independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel dependen, Dari hasil regresi diperoleh nilai F-statistik 84.89212 > F-tabel 3,196777 selain itu nilai Prob. F-statistik adalah 0,000000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat kesalahan (α=5 persen atau 0,05) yang berarti bahwa variabel independen (PMA, PMDN dan TK) secara bersama–sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (PDRB Sub sektor industri pengolahan).
81
b. Koefisien Determinasi (R2) Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi R2 dalam regresi. Hasil olah data regresi menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh dari hasil estimasi regresi sebesar 0.937426. Hal ini berarti bahwa 93,7426 persen dari variasi variabel PDRB sub sektor industri pengolahan mampu dijelaskan oleh variabel PMA, PMDN, dan TK, sedangkan 0,62574 atau 6,2574 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
c. Uji Parsial (Uji-t) Berdasarkan hasil estimasi pada hasil regresi, didapat bahwa dari semua variabel independen yang digunakan yaitu PMA, PMDN, dan Tenaga Kerja (TK) hanya ada dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi Tabel 4.9 Hasil Uji t-statistik Variabel PMA PMDN TK
Koefisien 0.396108 0.198398 0.086908
t-hitung t-tabel 11,4107 1,7396 2,7021 1,7396 1,0032 1,7396
Prob 0.0000 0.0151 0.3298
Pengaruh Siginifikan Signifikan Tidak Signifikan
82
1. Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan Hipotesis: H0: β1 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. H1: β1 ≠0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai Prob. t-statistik PMA adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari α = 5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima H1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMA secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan sub sektor industri pengolahan. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien Penanaman Modal Asing (PMA) memiliki pengaruh yang posistif. Dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan PMA sebesar satu milyar rupiah maka akan meningkatkan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi sebesar 0,396108 milyar rupiah (cateris paribus). Hubungan positif yang terjadi antara PMA dengan sub sektor industri pengolahan disebabkan oleh sebagian besar investasi PMA yang dilakukan investor asing hampir mencapai 60 persennya berada di sektor industri, sehingga modal asing tersebut lebih banyak dialokasikan untuk sektor industri
83
(BKPM, 2009). Sub sektor industri yang paling diminati oleh para investor diantaranya sub industri logam, Mesin, Elektronik, dan tekstil. Sehingga dari adanya modal investasi asing yang dialokasikan cukup besar ke sektor industri, menjadikan sektor industri menjadi sektor yang utama dan paling dominan kontribusnya terhadap PDRB total Kabupaten Bekasi. Besarnya modal investasi PMA yang masuk ke Kabupaten Bekasi khususnya sub sektor industri pengolahan tidak terlepas dari peranan pemerintah yang berupaya untuk menarik minat investor asing. Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah Kabupaten yaitu para investor asing diberikan kelonggaran dalam melakukan investasinya, kelonggaran tersebut berupa perubahan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang semula tertutup untuk PMA, sekarang fasilitas itu bisa dimasuki PMA sehingga dapat memperluas investasinya di bidang ekspor impor. Kebijakan ini dilakukan karena di Kabupaten Bekasi terdapat kawasan berikat dimana kawasan berikat ini merupakan kawasan dengan batasan-batas tertentu yang didalamnya diberlakukan ketentuan khusus dibidang pabean terhadap barang yang dimasukan dari luar daerah maupun dalam daerah pabean lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea,cukai, atau pungutan lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan ekspor impor. Dengan adanya fasilitas tersebut hal ini
84
merupakan insentif yang secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan ekspor nonmigas karena produsen eksportir dapat melakukan kegiatan produksi secara lebih murah, mudah dan efisien.
2. Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap PDRB industri pengolahan. Hipotesis: H0: β2 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. H1: β2 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai Prob. t-statistik PMDN adalah 0,0151. Nilai ini lebih kecil dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak H0 dan menerima H1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMDN secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang posistif. Dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan PMDN sebesar satu milyar rupiah maka akan meningkatkan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi sebesar 0,198398 milyar rupiah (cateris paribus).
85
Hubungan positif yang terjadi antara PMDN dengan sub sektor industri pengolahan dilihat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan ke arah yang positif, meningkat dalam arti bahwa tren yang ditunjukan oleh fluktuasi PMDN itu sendiri cenderung baik sehingga bagi investor lokal hal ini dapat menjadi alasan untuk menanamkan modalnya.Jika suatu tren itu baik, dapat diartikan bahwa keadaan itu mendukung untuk melakukan investasi, sehingga para investor tidak terlalu khawatir untuk menanamkan modalnya. Walaupun dalam beberapa kasus hal tersebut tidak selalu baik dikarenakan pegaruh keadaan fluktuasi ekonomi dan iklim investasi yang kurang kondusif. Dilihat dari kontribusi realisasi PMDN yang masuk ke Kabupaten Bekasi, Jika dibandingkan dengan PMA nilai investasi PMDN kontribusi sumbangannya relatif lebih kecil, tercatat bahwa realisasi investasi asing mencapai Rp. 5,3 trilyun sedangkan investasi dalam negeri hanya sekitar 1 trilyun (BPPMD Jawa Barat,2009). Hal ini terjadi karena investasi yang berada di Kabupaten Bekasi memang sebagian besar didominasi oleh para investor asing. Meskipun kontribusi realisasi PMDN bisa dibilang cukup kecil dibandingkan PMA, namun PMDN juga berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan.
86
Faktor-faktor yang mempengaruhi selain fasilitas dukungan dari pemerintah daerah yang sudah lama didapatkan oleh Investor lokal seperti Daftar Skala Prioritas (DSP), kondisi keamanan dan ketertiban yang kondusif, serta koordinasi investor lokal dengan
Pemda
juga
cukup
mempengaruhi
terhadap
pertumbuhan investor dalam negeri.
3. Pengaruh Tenaga Kerja (TK) Terhadap PDRB industri pengolahan. Hipotesis:. H0: β3 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. H1: β3 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen Nilai Prob. t-statistik Tenaga Kerja (TK) adalah 0,3298. Nilai ini lebih besar dari α = 5 persen atau 0,05 yang berarti menerima Ho dan menolak H1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel TK secara individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien Tenaga Kerja (TK) tidak memiliki pengaruh terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan. Tenaga kerja yang tidak signifikan
87
pengaruhnya terhadap PDRB industri dikarenakan sebagian besar industri di Kabupaten Bekasi merupakan industri yang padat modal. Hal ini terlihat dari rata-rata penggunaan tenaga kerja. Tabel 4.10 Rata-rata Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan Kelompok Industri
Jumlah Industri 2009
Rata-Rata Tenaga Kerja
Makanan,Minuman, dan Tembakau
55
117,76
Tekstil, Pakaian jadi, dan Kulit Kayu dan Barangbarang dari kayu
67
519,30
28
172,04
Kertas dan Percetakan /Penerbitan
37
152,43
Kimia, Bahan Kimia, Karet, dan Plastik Barang-barang galian bukan logam
176
191,24
69
177,22
Logam Dasar Barang-barang dari logam, Mesin Industri Pengolahan Lainnya
23 370
223,74 302,91
17
362,00
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi
Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi termasuk jenis industri yang padat modal. Hal ini dapat dilihat dari industri kimia, karet dan barang dari plastik yang jumlah
88
industrinya sebanyak 176 indsutri, sedangkan jumlah tenaga kerjanya rata-rata sebanyak 191 pekerja per satu industri. Begitupun dengan industri logam, mesin dan elektronika, jumlah
industri
sebanyak
370
industri
tetapi
rata-rata
penggunaan tenaga kerja hanya 302 orang setiap industri. Berbeda halnya pada industri yang memang tergolong labor intensive, misalnya industri tekstil, pakaian jadi dan kulit dimana industri ini jumlahnya berkisar hanya 67 lebih sedikit djumlah industrinya dibandingkan industri lainnya tetapi ratarata penggunaan tenaga kerja mencapai 519 orang per unit industri, jadi iindustri ini menyerap tenaga kerja paling besar daiantara sub sektor industri lainnya (BPS Kabupaten Bekasi). Selain
itu
tidak
signifikannya
faktor
tenaga
kerja
dimungkinkan karena produktifitas tenaga kerja tersebut lebih rendah daripada produktifitas penggunaan dari teknologi mesin yang digunakan oleh jenis industri yang padat modal. Jadi bisa disimpulkan bahwa sektor industri di Kabupaten Bekasi ini cenderung lebih dipengaruhi oleh tingkat modal sehingga penggunaan tenaga kerja untuk industri kurang dikarenakan faktor produksi modal lebih besar daripada faktor tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan input atau faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi pada sektor industri. Tetapi kontribusi industri pengolahan yang cukup besar terhadap
89
pertumbuhan
ekonomi
tidak
disertai
dengan
tingginya
penyerapan tenaga kerja disektor industri. Tingginya
kontribusi sektor
industri
pengolahan di
Kabupaten Bekasi, tidak membuat angka pengangguran Kabupaten Bekasi menurun secara signifikan. Pada tahun 2008, angka pengangguran Kabupaten Bekasi masih terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 15,12 persen, angka ini diperkirakan akan tetap tinggi dalam kurun waktu 3 tahun kedepan karena Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang penopang utamanya industri, memilki tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga berdampak pada laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi juga. (Bappeda, Kabupaten Bekasi 2009).
90
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan olah data dan hasil analisis pengujian data secara deskriptif dan statistik, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengujian secara simultan, menunjukan bahwa PMA, PMDN, dan Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. Hal tersebut dibuktikan dari hasil regresi dimana Nilai Prob. F-statistik adalah 0,000000. 2. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan. Hasil regresi dengan nilai koefisien 0,396108. Sehingga dapat diartikan setiap terjadi peningkatan investasi PMA 1 milyar, maka akan meningkatkan PDRB sub sektor industri pengolahan sebesar 0,396108 milyar rupiah dengan asumsi Cateris Paribus. 3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan. Hasil regresi dengan nilai koefisien adalah 0,198398. Sehingga dapat diartikan jika terjadi peningkatan PMDN 1 milyar maka akan terjadi peningkatan PDRB sub sektor industri pengolahan sebesar 0,198398 milyar rupiah dengan asumsi Cateris Paribus. 4. Variabel Tenaga Kerja (TK) dari hasil pengolahan data tidak berpengaruh terhadap PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi. Nilai
91
Prob. t-statistik 0,3298. Tidak berpengaruhnya faktor tenaga kerja disebabkan antara lain: (1) Industri di kabupaten Bekasi lebih cenderung kearah industri yang padat modal (2) Produktivitas tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan pengunaan teknologi mesin (3) Penyerapan Tenaga Kerja cenderung dari luar daerah, sehingga menyebabkan tingkat urbanisasi dari luar daerah yang tinggi sehingga laju pertumbuhan penduduk juga tinggi sementara penyerapan tenaga kerja sektor industri cukup terbatas.
B. Implikasi Implikasi kebijakan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh Investasi dan Tenaga kerja terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di Kabupaten Bekasi adalah: 1. Pemerintah Kabupaten Bekasi dapat meningkatkan lagi pertumbuhan PDRB sektor industrinya dengan cara meningkatkan investasi baik dari luar (PMA) maupun domestik (PMDN) serta mempertahankan investasi yang sudah ada. Karena bagaimanapun peranan investasi ini menjadi faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan sektor industri. Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan dan mempertahankan investasi diantaranya dengan melakukan promosi investasi, penyediaan sarana penunjang investasi seperti infrastruktur fisik jalan, insentif pemerintah, eliminasi hambatan structural misalnya rantai birokrasi investasi yang tidak terlalu panjang.
92
2. Kontribusi industri pengolahan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan tingginya penyerapan tenaga kerja disektor industri. Maka sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan tingkat urbanisasi pertumbuhan penduduk dan peningkatan kualitas tenaga kerja agar produktivitasnya juga meningkat. Karena Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang penopang utamanya industri, memilki tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga berdampak pada laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi.
C. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diajukan beberapa saran yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengambilan kebijakan, saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian bahwa peningkatan investasi akan meningkatkan pertumbuhan PDRB industri, maka dengan adanya investasi baik berupa modal dan sumber daya manusia, misalnya dengan mengadakan pelatihan atau training soft skill sebelum bekerja pada bidang industri yang lebih spesifik maka diharapkan dapat meningkatkan produktifitas yang dihasilkan tenaga kerja. Selain itu, dengan adanya investasi khususnya sumber daya manusia diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran dan terjadi penyerapan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi sehingga meningkatkan modal dalam sektor industri yang nantinya juga dapat meningkatkan PDRB total di Kabupaten Bekasi
93
2. Pertumbuhan sektor industri sangat dipengaruhi oleh keadaan fluktuasi ekonomi,
karena
kegiatan
produksinya
tergantung
pada
keadaan
perekonomian. Jadi, diharapkan pemerintah kabupaten dapat menjaga kestabilan perekonomian daerah agar tercipta iklim ekonomi dan investasi yang kondusif sehingga kegiatan perekonomian dapat terus berkembang. 3. Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang dijadikan sebagai kawasan industri, tidak kurang dari 6.000 Ha lahan untuk dijadikan sebagai lahan kawasan industri tersebut, sehingga hal yang harus diperhatikan mengenai pencemaran limbah industri terhadap lingkungan. Pemerintah diharapkan dapat lebih tegas memberikan ijin usaha dengan memperhatikan AMDAL (analisis dampak lingkungan) dari perusahaan industri yang ada. 4. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya perlu ditangani dengan serius mengingat pertumbuhan penduduk sebagai akibat dari urbanisasi dari luar daerah menyebabkan angka pengangguran di kabupaten bekasi cukup besar sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pun cukup terbatas. Untuk penelitian selanjutnya, maka diharapkan untuk meneliti perbandingan pertumbuhan sektor industri pengolahan dari sub sektor tekstil, karet, dan plastik dengan industri logam, dan mesin, karena kedua sub sektor ini mempunyai perbedaan dimana sub sektor tekstil lebih cenderung ke padat karya sedangkan sub sektor logam, mesin lebih dominan ke sektor industri yang padat modal. Hal inilah yang menjadi corak industri di Kabupaten Bekasi.
94
DAFTAR PUSTAKA
Anonim______Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 41 Tahun 1996 “Pembentukan Kawasan Industri Kabupaten Bekasi” Jawa Barat Arsyad, Lincolin. 2010. “Ekonomi Pembangunan.” Edisi Kelima.UPP STIM YKPN Yogyakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal “Realisasi Investasi”1989-2009.BKPM, Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal 2004 “Penelitian Penyebab Rendahnya Realisasi Investasi Di Berbagai Daerah dan Sektor yang Potensial”. BKPM, Jakarta. Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Bekasi “Realisasi PMA dan PMDN”. BPPMD, Kabupaten Bekasi Badan Pusat Statistik “Kabupaten Bekasi Dalam Angka”. Berbagai edisi. BPS Bekasi. Badan Pusat Statistik. “Jawa Barat Dalam Angka”. Berbagai edisi. BPS, Jakarta
Badan Pusat Statistik. “Statistik Industri Besar dan Sedang”. Berbagai edisi. Jakarta Budianto, Eka. 1999 “Moral Industri, Laporan dan Renungan.Jakarta”. Pustaka Sinar. Jakarta Djakaria M. Nur. 2003. “Dampak Pembangunan Kawasan Industri di Kabupaten Bekasi Terhadap Alih Fungsi Lahan”. Jurnal Ekonomi Kependudukan [vol.iv].Jakarta Ferdiyan, A. 2006 “Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Hamid, Abdul. 2007. “Panduan Penulisan Skripsi”, Jakarta: FEIS UIN Press Hamja,Yahya. 2008 “Modul II Ekonometrika” Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial,UIN Syahid Jakarta.
95
Harjono, D. K. 2007 “Hukum Penanaman Modal” PT Raja Grafindo Persada: Jakarta http//www.Organisasi.Org/Industri.10 Indonesia).
Maret
2011
(Perpustaakaan
Online
Insukindro. 2003 “Modul Pelatihan Ekonometrika”. UGM: Yogyakarta
Kartasapoetra.G 1997 “Pembentukan Perusahaan Industri”: Grafindo Persada: Jakarta Kuncoro, Mudrajad. 2003 “Metode Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Erlangga: Jakarta
Kuncoro, Mudrajat. 2001 “Ekonomi Pembangunan : Teori Masalah dan Kebijakan. UPP AMP YKPN : Yogyakarta Kawengian, R.V.2002. “Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Dalam Sektor Pertanian dan Sektor Industri Guna Menentukan Strategi Pembangunan Irian Jaya [Makalah Falsafah Sains] UII.Yogyakarta. Kleiner, Morris M dan Ham, Hwikwon. 2007 “Do Industrial Relations Institutions Influence Foreign Direct Investment.Evidence from OECD Nations” Blackwell Publishing Vol.46. University of California. United kingdom Lukman.. 2007 “Modul I Praktikum Statistik Lab. Alat Analisis Kuantitatif. Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008. UIN. Jakarta Mulyadi, Julius A.1990. “Makro Ekonom”, Edisi Kedua, Erlangga.Jakarta
Octavianingsih A.R. 2006 “Analisis Pengaruh Upah Minimum Kabupaten Terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten Bogor” [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus (terj.).1993. “Pengantar Ekonomi”, Edisi Kedua belas, Erlangga.Jakarta Sitompul, L.Novita. 2008 “Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Sumatera Utara” [skripsi]. Fakultas Ekonomi.Universitas Sumatera Utara Sukirno, S. 1996 “Ekonomi Pembangunan”. Fakultas Ekonomi.Universitas Indonesia (UI). Bina Cipta. Jakarta
96
Sukirno, S. 2003 “Pengantar Teori Eonomi Makro”. Grafindo Persada, Jakarta Suryatno.2003.“Hutang Luar Negeri, Penanaman Modal Asing (PMA), Ekspor dan Peranan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1975-2000”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 4, No.1. Tejasari,M. 2008 “ Peranan Sektor Usaha Kecil dan Menengah Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi”. [Skripsi] Universitas Trisakti Jakarta Teguh, Muhammad. 2000 “Metodologi Penelitian Ekonomi, Teori dan Aplikasi”. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta Widarjono, Agus.. 2007 “Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis. Edisi Kedua”. Yogyakarta Winarno, Wing Wahyu. 2007. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”, Yogyakarta Wiranata, S.2004 “Pengembangan Investasi Di Era Globalisasi dan Otonomi Daerah”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. XII (1) Yee, F Linda dan Tuan, Chyau. 1997 “Evolving Outward Investment, Industrial Concentration, and Technology Change: Implications for Hong Kong” Journal of Asian Economics Vol.8. JAI Press. Hongkong
97
LAMPIRAN
Lampiran Meliputi: 1. Data Observasi Penelitian 2. Data Observasi Dalam Bentuk Logaritma 3. Uji Stasioneritas Data 4. Uji Derajat Integrasi 5. Uji Asumsi Klasik 6. Hasil Olah Data Regresi OLS
98
LAMPIRAN 1 DATA MENTAH OBSERVASI PENELITIAN
Tahun
PDRB Industri
PMA
PMDN
TK
Pengolahan
(Milyar Rp)
(Milyar Rp)
(Ribu Orang)
(Milyar Rp) 1989
3.243.756,48
56.407,27
135.357,21
92.642
1990
4.085.122,79
64.855,47
129.454,02
125.974
1991
4.547.232,37
57.585,99
144.871,29
143.621
1992
5.581.926,32
75.798,37
520.368,86
111.343
1993
7.033.686,66
123.916,07
786.696,30
153.710
1994
15.861.620,33
329.283,73
1.073.214,05
149.402
1995
19.709.599,21
394.261,10
925.247,41
193.311
1996
22.711.532,66
2.073.412,28
683.397,99
132.353
1997
28.799.724,73
2.395.944,41
579.192,71
126.884
1998
16.623.714,32
1.977.966,42
231.507,59
100.665
1999
18.724.309,20
2.773.759,31
174.208,86
125.197
2000
22.088.501,39
5.384.610,75
194.691,72
118.038
2001
25.503.822,09
1.465.630.27
178.617,94
112.349
2002
27.092.769,10
2.507.871,42
620.321,73
117.772
2003
25.988.561,57
3.074.357,05
622.379,49
118.975
2004
28.554.447,65
3.300.133,52
785.224,35
176.557
2005
31.412.017,61
3.681.989,56
553.286,88
198.376
2006
33.198.553,20
4.074.821,49
747.566,61
217.113
2007
37.060.103,48
5.330.561,64
907.257,58
216.738
2008
35.043.950,21
3.329.910,41
510.501,24
213.838
2009
45.831.406,78
5.438.821,87
826.368,79
220.991
99
LAMPIRAN 2 DATA OBSERVASI DALAM BENTUK LOGARITMA
Tahun
LnINDSTR
LnPMA
LnPMDN
LnTK
1989
14.99224
10.94035
11.81567
11.43650
1990
15.22286
11.07991
11.77108
11.74383
1991
15.33003
10.96102
11.88360
11.87493
1992
15.53504
11.23583
13.16229
11.62037
1993
15.76622
11.72736
13.57560
9.640238
1994
16.57941
12.70467
13.88617
11.91440
1995
16.79662
15.18735
13.73814
12.17206
1996
16.93838
14.54471
13.43483
12.33426
1997
17.17588
14.68929
13.26939
12.84492
1998
16.62634
14.49758
12.35237
11.51945
1999
16.74533
14.83571
12.06818
11.73764
2000
16.91057
15.49906
12.17917
11.30267
2001
17.05434
14.19780
12.09300
11.53614
2002
17.11478
14.73494
13.33799
11.67651
2003
17.07317
14.93861
13.33799
11.68667
2004
17.16732
15.00947
13.57372
12.08140
2005
17.26270
15.11896
13.22363
12.19792
2006
17.31802
15.22034
13.52458
12.28817
2007
17.42805
15.48897
13.71818
12.28644
2008
17.37211
15.01846
13.14315
12.27297
2009
17.64048
15.50907
13.62480
12.30588
100
LAMPIRAN 3 UJI STASIONERITAS DATA
Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level 1.
LniNDSTR PP Test Statistic
-2.039824
1% Critical Value* 5% Critical Value 10% Critical Value
-3.8067 -3.0199 -2.6502
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
2. LnPMA PP Test Statistic
-1.649546
1% Critical Value* 5% Critical Value 10% Critical Value
-3.8067 -3.0199 -2.6502
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
3. LnPMDN PP Test Statistic
-2.103341
1% Critical Value* 5% Critical Value
-3.8067 -3.0199
10% Critical Value
-2.6502
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
4. LnTK PP Test Statistic
-3.315216
1% Critical Value* 5% Critical Value 10% Critical Value
-3.8067 -3.0199 -2.6502
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
101
LAMPIRAN 4 UJI DERAJAT INTEGRASI
Uji Stasioneritas Pada tingkat First Difference 1. LnIndstr PP Test Statistic
-3.851732
1% Critical Value* 5% Critical Value 10% Critical Value
-3.8304 -3.0294 -2.6552
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
2. LnPMA PP Test Statistic
-4.673887
1% Critical Value* 5% Critical Value 10% Critical Value
-3.8304 -3.0294 -2.6552
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
3. LnPMDN PP Test Statistic
-3.747937
1% Critical Value* 5% Critical Value
-3.8304
10% Critical Value
-2.6552
-3.0294
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
4. LnTK PP Test Statistic
-6.447221
1% Critical Value* 5% Critical Value
-3.8304
10% Critical Value
-2.6552
-3.0294
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.
102
LAMPIRAN 5 Uji Asumsi Klasik
1. Hasil Uji Normalitas, Jarque-Bera Test
8 Series: Residuals Sample19892009 Observations 21
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-5.33E-15 -0.031696 0.493675 -0.537679 0.199831 -0.151207 5.003701
Jarque-Bera Probability
3.592990 0.165879
0 -0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
2. Hasil Uji Multikolinearitas, Correlation Matrix Test
LNPMA LNTK LNPMDN
LNPMA
LNTK
LNPMDN
1.000000 0.461522 0.429454
0.461522 1.000000 0.226360
0.429454 0.226360 1.000000
103
3. Uji Heterokedastisitas, White Heteroskedastisitas Test
White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0.398147
Probability
0.911279
Obs*R-squared
5.159987
Probability
0.820145
.
4. Uji Autokorelasi, Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.719356
Probability
0.503125
Obs*R-squared
1.837914
Probability
0.398935
104
LAMPIRAN 6 HASIL ESTIMASI REGRESI
Dependent Variable: LNINDSTR Method: Least Squares
Sample: 1989 2009 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNPMA
0.396108
0.034714
11.41072
0.0000
LNPMDN
0.198398
0.073423
2.702121
0.0151
LNTK
0.086908
0.086627
1.003249
0.3298
C
7.534992
1.170104
6.439593
0.0000
R-squared
0.937426
Mean dependent var
16.66904
Adjusted R-squared
0.926383
S.D. dependent var
0.798850
S.E. of regression
0.216748
Akaike info criterion
-0.050523
Sum squared resid
0.798652
Schwarz criterion
0.148434
Log likelihood
4.530492
F-statistic
84.89212
Durbin-Watson stat
2.044503
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber: Data Sekunder yang diolah
Substituted Coefficients: ===================== LNINDSTR
=
0.3961076971*LNPMA
+
0.1983984212*LNPMDN
+
0.08690810641*LNTK + 7.534991674
105