ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP OUTPUT SEKTOR INDUSTRI DI KABUPATEN BEKASI
OLEH MERLYNDA DEWI H14051724
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
RINGKASAN
MERLYNDA DEWI. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).
Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB Indonesia terbilang cukup tinggi, yaitu mencapai 27,9 persen. Angka ini dikatakan cukup tinggi karena dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya, sektor industri pengolahan berada paling atas. Sektor ekonomi lain setelah sektor industri pengolahan adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang kontribusinya mencapai 14,4 persen baru kemudian disusul sektor pertanian sebesar 14 persen. Salah satu wilayah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, yang kontribusi sektor industrinya cukup besar adalah Kabupaten Bekasi. Jika dibandingkan dengan Kabupaten atau Kota lainnya di Jawa Barat, Kabupaten Bekasi merupakan Kabupaten yang memiliki tingkat investasi dan penyerapan tenaga kerja tertinggi di Jawa Barat. Adanya investasi yang dilakukan di suatu daerah, baik itu asing (PMA) maupun domestik (PMDN) akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja sehingga proses produksi menjadi produktif. Sektor utama Kabupaten Bekasi ada pada sektor industri, dimana kontribusi sektor industrinya mencapai 80 persen terhadap PDRB totalnya. Sektor industri yang merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap PDB Indonesia, yaitu mencapai 27,9 persen, maka dapat dikatakan Kabupaten Bekasi berkontribusi besar juga bagi pembentukan PDB Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi output sektor industri terutama faktor investasi dan tenaga kerja terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi output sektor industri Kabupaten Bekasi adalah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS yang digunakan dalam penelitian menggunakan dua model persamaan regresi linear berganda. Model pertama pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi, sedangkan pada model ke dua, metode OLS digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series dari tahun 1990-2007. Data tersebut didapatkan dari Badan Pusat Statistik, Disperindag, Bappeda, Disnaker Kabupaten Bekasi, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Jakarta (BKPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa output total di Kabupaten Bekasi dipengaruhi oleh output sektor industrinya. Variabel tersebut berpengaruh positif
3
dan signifikan pada taraf nyata lima persen, sedangkan output sektor industri Kabupaten Bekasi dipengaruhi oleh investasi asing (PMA) dan ekspor. Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu investasi domestik (PMDN) dan jumlah tenaga kerja, serta impor tidak berpengaruh signifikan, begitu pula dengan kondisi perekonomian (dummy krisis), pengaruhnya tidak berbeda nyata terhadap output sektor industri, tetapi dummy krisis cukup memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi. Investasi dan tenaga kerja di sektor industri memiliki produktifitas yang berbeda, dimana produktifitas ini dilihat dari nilai elastisitasnya. Di Kabupaten Bekasi, terutama di sektor industrinya, elastisitas output modal lebih besar daripada elastisitas output tenaga kerja sehingga sektor industri di Kabupaten Bekasi dapat dikatakan industri yang lebih ke padat modal. Saran yang dapat direkomendasikan dari penulisan skripsi ini adalah diharapkan pemerintahan Kabupaten Bekasi dan juga industri terkait yang berada di Kabupaten Bekasi dapat mempertahankan dan meningkatkan investasinya dengan cara penyediaan sarana penunjang seperti investasi, insentif pemerintah, eliminasi hambatan struktural misalnya rantai birokrasi dalam memberikan perizinan investasi tidak terlalu panjang agar output sektor industri di Kabupaten Bekasi dapat terus meningkat. Variabel tenaga kerja yang tidak berpengaruh signifikan terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi disebabkan oleh produktifitasnya yang rendah sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan produktifitas tersebut misalnya dengan pelatihan atau training kepada para karyawan sebelum memulai pekerjaannya. Selain itu, diharapkan juga sektor industri di Kabupaten Bekasi dapat menyerap banyak tenaga kerja di sektor industri tersebut mengingat peranan sektor industri di Kabupaten Bekasi sangat besar kontrbusinya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi.
4
ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP OUTPUT SEKTOR INDUSTRI DI KABUPATEN BEKASI
Oleh MERLYNDA DEWI H14051724
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
5
Judul Skripsi
: ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP OUTPUT SEKTOR INDUSTRI DI KABUPATEN BEKASI
Nama
: Merlynda Dewi
NIM
: H14051724
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Tanti Novianti, M.Si. NIP: 19721117 199802 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D. NIP: 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus:
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
September 2009
Merlynda Dewi H14051724
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Merlynda Dewi lahir pada tanggal 3 Maret 1987 di Kabupaten Garut. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Soeyatmo (Alm) dan Neulis Sumiati. Penulis menempuh pendidikan dari Taman Kanak-kanak sampai tingkat SLTA di Kabupaten Garut. Penulis merupakan lulusan dari SMA Negeri 1 Garut tahun 2005. Lulus dari Sekolah Menengah Atas, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis mendapatkan kesempatan untuk mengemban pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2005, penulis diterima menjadi mahasiswi IPB dan di tahun 2006, penulis diterima pada program studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) dan menjabat sebagai Bendahara I tahun 2007-2008. Penulis juga berpartisipasi aktif dalam berbagai jenis kepanitiaan, diantaranya PUJANGGA 2006, GENUS 2007, DOMBA CUP 2007 dan DOMBA CUP 2008.
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi”. Topik ini menarik untuk diangkat dalam pembuatan skripsi, mengingat sektor industri merupakan sektor ekonomi yang cukup berperan dalam pembentukan PDB Indonesia dimana salah satu daerah, khususnya di Jawa Barat yang kontribusi sektor industrinya cukup besar adalah Kabupaten Bekasi. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda, Suyatmo (Alm) dan Ibunda Neulis Sumiati yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materiil, serta doa yang tiada hentinya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai sejauh ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1) Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2) Dr. Sri Mulatsih selaku penguji utama dan Fifi Diana Thamrin, M.Si. selaku penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan kritiknya yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik. 3) Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 4) Teteh (Yane), Aa (Asep) dan Ade (Yongga) yang selalu sayang dan memotivasi penulis. 5) Keluarga besar penulis di Semarang dan Garut atas doa dan dukungannya kepada penulis.
9
6) Sigit Okta (Mas Sigit) yang selalu mendukung penulis, terima kasih atas doa, motivasi, perhatian, kesabaran, dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis. 7) Teh Heni, terima kasih atas waktunya mendengarkan keluh kesah penulis dalam pengolahan data. 8) Teman-teman satu bimbingan: Tanjung, Ristia, Nchi, atas doa, kebersamaan, dan kesediaannya dalam membantu penulis. 9) Teman-teman seperjuangan di IE‟ 42 Enta, Tia, Secha, Eti, Nada, Rina, Mamich, Echa, Mey, Gita, Lina, Ciput, Wina, Maryam, Icha Septi, dan banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. 10) Teman-teman „MADE‟ dan X-MADE: Apry, Dora, Teh Deka, Epot, Teh Ramah, Teh Janah, Teh Mukti, Ka Jeny, Nofa, Iput, Ganis. 11) Teman-teman OMDA: Hamdan, Hera, Mila, Ape, Resna, dan ade-ade kelas yang masih menemani penulis. 12) Sahabat-sahabat penulis yang berada di Garut: Lady dan Rani, terima kasih atas doanya. 13) Kepada seluruh IE‟ 40-46 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor,
September 2009
Merlynda Dewi H14051724
10
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 10 DAFTAR TABEL ............................................................................................. 13 DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ 14 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 15 I.
PENDAHULUAN .......................................................................... 16 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 16 1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 21 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 22 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 23 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 23
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ......... 25 2.1. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 25 2.1.1. Konsep Industri ............................................................. 25 2.1.2. Tenaga Kerja ................................................................. 26 2.1.3. Investasi .......................................................................... 28 2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi .................................................. 29 2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................ 31 2.3. Kerangka Pemikiran ................................................................. 35 2.3.1. Fungsi Produksi ............................................................. 35 2.3.2. Hubungan Investasi, Tenaga Kerja, dan Output ............ 35 2.3.3. Hubungan Ekspor, Impor, dan Output .......................... 36 2.4. Hipotesis Penelitian ................................................................. 42
III.
METODE PENELITIAN ................................................................ 44 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 44 3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 44 3.3. Metode Analisis Data ............................................................... 45 3.4. Uji Statistik .............................................................................. 47 3.4.1. Uji Koefisien Determinan R2 ......................................... 47
11
3.4.2. Uji F- Statistik ............................................................... 48 3.4.3. Uji t-Statistik ................................................................. 49 3.5. Uji Ekonometrik ....................................................................... 50 3.5.1. Multikolinearitas ............................................................ 50 3.5.2. Autokorelasi .................................................................. 50 3.5.3. Heteroskedastisitas ........................................................ 51 3.5.4. Uji Normalitas ............................................................... 52 IV.
GAMBARAN UMUM ................................................................... 54 4.1. Kondisi Geografis dan Pembagian Wilayah Administratif ..... 54 4.1.1. Kondisi Geografis .......................................................... 54 4.1.2. Wilayah Administratif ................................................... 54 4.2. Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Bekasi ............... 55 4.3. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi ......... 56 4.3.1. Kependudukan ............................................................... 56 4.3.2. Ketenagakerjaan ............................................................ 57 4.4. Perekonomian dan Sektor Industri Kabupaten Bekasi ............. 59 4.4.1. Perekonomian ................................................................ 59 4.4.2. Sektor Industri ............................................................... 61
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 66 5.1. Hasil Estimasi Model ............................................................... 66 5.2. Analisis Uji Statistik ................................................................ 67 5.2.1. Uji Koefisien Determinasi ............................................. 68 5.2.2. Uji F-Statistik ................................................................ 68 5.2.3. Uji t-Statistik ................................................................. 69 5.3. Analisis Uji Ekonometrika ....................................................... 70 5.3.1. Uji Multikolinearitas ..................................................... 70 5.3.2. Uji Autokorelasi ............................................................ 71 5.3.3. Uji Heteroskedastisitas .................................................. 72 5.3.4. Uji Normalitas ............................................................... 72
12
5.4. Analisis Ekonomi ..................................................................... 73 5.4.1. Pengaruh Output Sektor Industri terhadap Output Total KabupatenBekasi .................................................. 73 5.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi ............................. 76 5.4.3. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi ................. 80 VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 84 6.1. Kesimpulan .............................................................................. 84 6.2. Saran ........................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 86 LAMPIRAN ...................................................................................................... 88
13
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha .................................................... 16 1.2. Kontribusi PDRB Total Berdasarkan Pulau terhadap PDB Indonesia ....... 18 4.1. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bekasi Tahun 2005-2007 ............................................................................ 57 4.2. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) di Kabupaten Bekasi ........................................... 58 4.3. PDRB dan LPE Kabupaten Bekasi Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2006-2007 ......................................................................................... 60 4.4. Data Investasi, Jumlah Tenaga Kerja, dan Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi ................................................................................... 62 4.5. Output Sektor Industri Terbesar di 6 Kota/Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2007 ................................................................................................ 63 4.6. Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri Tahun 2007 ................................................. 64 5.1. Hasil Estimasi Model Persamaan Output Total di Kabupaten Bekasi ...... 66 5.2. Hasil Estimasi Model Persamaan Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi ................................................................................. 67 5.3. Hasil Uji Signifikansi Variabel Independen pada Model Output Total Kabupaten Bekasi ..................................................................................... 63 5.4. Hasil Uji Signifikansi Variabel Independen pada Model Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi .................................................................... 76
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Distribusi PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi ...... 19 1.2. LPE, LPP, dan Pengangguran Kabupaten Bekasi ....................................... 20 2.1. Diagram Ketenagakerjaan Penduduk .......................................................... 27 2.2. Fungsi Produksi .......................................................................................... 34 2.3. Skema Ekspor Netto ................................................................................... 38 2.4. Pengaruh Kenaikan Pendapatan di Luar Negeri ......................................... 39 2.5. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 41 4.1. Perkembangan Sektor Industri Kabupaten Bekasi Sebelum dan Sesudah Krisis Tahun 1990-2007 ........................................................ 61 4.2. Nilai Ekspor Impor Kabupaten Bekasi Tahun 1990-2007 .......................... 65
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data-data yang Digunakan pada Penelitian ................................................... 89 2. Hasil Analisis Regresi Berganda pada Model Pertama ................................. 90 3. Hasil Analisis Regresi Berganda pada Model Ke dua ................................... 91 4. Hasil Analisis Uji Ekonometrika pada Model Output Total Kabupaten Bekasi (Model Pertama) .............................................................. 92 5. Hasil Analisis Uji Ekonometrika pada Model Output Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Model Ke dua) ................................................................ 93 6. Perhitungan Elastisitas Output Modal ........................................................... 94 7. Perhitungan Elastisitas Output Modal Asing ................................................. 95 8. Perhitungan Elastisitas Output Modal Domestik ........................................... 96 9. Perhitungan Elastisitas Output Tenaga Kerja ................................................ 97 10. Fungsi Kabupaten Bekasi dalam Konstelasi Jabodetabek ............................. 98
16
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008 meningkat
sebesar 6,1 persen dimana sektor industri merupakan sektor yang berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2008, kontribusi sektor industri ini mencapai 27,9 persen yang disusul oleh sektor pertanian sebesar 14,4 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,0 persen. Tiga sektor utama ini menunjukkan peranan yang cukup besar terhadap PDB Indonesia dimana kontribusinya mencapai 56,3 persen di tahun 2008 (BPS, 2009). Tabel 1.1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha (persen) Tahun Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan/Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total PDB Sumber: BPS, 2007 dan 2008
2006 Kontribusi terhadap PDB (persen) 262.402,80 12,97 168.028,90 10,97 514.100,30 27,54
2007 Kontribusi terhadap PDB (persen) 271.586,90 13,70 171.361,70 11,20 538.077,90 27,01
12.251,10 112.233,60
0,91 7,52
13.525,20 121.901,00
0,90 7,70
312.520,80
15,02
338.945,70
14,90
124.975,70
6,94
142.944,50
6,70
170.074,30 170.705,40 1.847.292,90
8,06 10,07 100,00
183.659,30 181.972,10 1963.974,30
7,70 10,10 100,00
Nominal (Juta Rupiah)
Nominal (Juta Rupiah)
17
Pada Tabel 1.1 terlihat kontribusi industri pengolahan cukup tinggi di tahun 2007, meskipun pertumbuhannya negatif tetapi kontribusinya masih berada di atas sektor ekonomi lainnya yaitu 27,01 persen. Sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang cukup berpengaruh juga terhadap PDB Indonesia di tahun 2007. Peningkatan sektor pertanian hanya 0,73 persen, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran pertumbuhannya minus 0,12 persen di tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa diantara ketiga sektor ekonomi yang paling berpengaruh bagi PDB Indonesia, adalah industri pengolahan karena kontribusinya paling besar terhadap PDB Indonesia. Peranan sektor industri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi berupa output sektor industri atau PDB sektor industri, tidak terlepas dari adanya peranan investasi dan tenaga kerja. Investasi yang dilakukan adalah investasi langsung berupa investasi asing (Penanaman Modal Asing) dan investasi domestik (Penanaman Modal Dalam Negeri). Investasi langsung dapat menyerap banyak tenaga kerja yang berada di pasar tenaga kerja dan investasi langsung juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena output yang dihasilkan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya investasi. Di Indonesia, investasi terdiri dari investasi asing atau biasa disebut dengan penanaman modal asing (PMA) dan investasi domestik atau penanaman modal dalam negeri (PMDN). Selain investasi, tenaga kerja merupakan input atau faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi pada sektor industri. Tetapi kontribusi industri
18
pengolahan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Menurut LIPI (2009), angka pengangguran total di Indonesia pada tahun 2009
diproyeksikan
meningkat
menjadi 9
persen. Sebelumnya,
angka
pengangguran sebesar 8,5 persen pada tahun 20081. Hal ini terjadi karena pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri negatif. Padahal, berdasarkan Tabel 1.1, kontribusi sektor industri begitu tinggi terhadap PDB Indonesia. Menurut lokasi, pada tahun 2008, struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 57,9 persen. Posisi kedua ditempati Sumatra, disusul kemudian oleh Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya seperti Maluku, Papua dan Nusa Tenggara. Tabel 1.2. Kontribusi PDRB Total Berdasarkan Pulau terhadap PDB Indonesia Tahun 2008 Wilayah Pulau Jawa Pulau Sumatera Pulau Kalimantan Pulau Sulawesi Pulau Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Jumlah
Kontribusi terhadap PDB Indonesia (persen) 57,90 23,40 10,00 4,50 4,20 100,00
Sumber: BPS, 2009
Salah satu daerah di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, yang kontribusi PDRBnya paling besar terhadap PDRB Jawa Barat adalah Kabupaten 1
LIPI dalam Media Indonesia Online ditulis oleh Heni Rahayu. www.lipi.go.id/www.cgi [31 Agustus 2008]
19
Bekasi. Kontribusi PDRB Kabupaten Bekasi berada pada peringkat pertama, yaitu mencapai 26,42 persen dari total PDRB Propinsi Jawa Barat (BPS Jawa Barat, 2008). Pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi ditentukan oleh besarnya output pada sektor industrinya. Besarnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Bekasi mencapai kurang lebih 80 persen dengan laju pertumbuhan ekonominya sebesar 6,14 persen di tahun 2007. Selain sektor industri, kontribusi sektor ekonomi lainnya di Kabupaten Bekasi berada pada kisaran 1-2 persen. Jika dibandingkan dengan kontribusi sektor industri, angka tersebut ketinggalan jauh tetapi di Kabupaten Bekasi juga ada satu sektor yang cukup tinggi kontribusinya, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, dimana kontribusinya sekitar 9 persen. 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
80%
9% 2%
2%
1
2
3
2%
1%
4
5
6
1%
1%
2%
7
8
9
Keterangan: 1. Pertanian, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, gas, dan Air Bersih, 5. Bangunan/Konstruksi, 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran, 7. Angkutan dan Komunikasi, 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, 9. Jasa-jasa.
Sumber: Bappeda Kabupaten Bekasi, 2008 Gambar 1.1. Distribusi PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Bekasi tahun 2007
Tingginya kontribusi sektor industri di Kabupaten Bekasi, tidak membuat angka pengangguran Kabupaten Bekasi menurun secara signifikan. Pada tahun
20
2007, angka pengangguran Kabupaten Bekasi masih terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 15,12 persen. Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2007, angka ini diperkirakan akan tetap tinggi dalam kurun waktu 3 tahun ke depan karena Kabupaten Bekasi sebagai daerah yang penopang utamanya industri, memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga berdampak pada laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi juga. Para migran tersebut melakukan urbanisasi ke Kabupaten Bekasi karena Kabupaten Bekasi merupakan full faktor atau daerah yang mendorong terjadinya urbanisasi karena daerah asal tidak ada kesempatan pekerjaan. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 3,46 persen pada tahun 2007. Urbanisasi dan LPP yang tinggi tersebut, mengakibatkan tidak terpenuhinya antara kesempatan kerja dengan banyaknya pencari kerja termasuk angkatan kerja yang sudah terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). 20.00%
LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi)
15.00%
LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk)
10.00% 5.00%
Pengangguran
0.00% 2005
2006
2007
Sumber: Bappeda Kabupaten Bekasi, 2008
Gambar 1.2. LPE, LPP, dan Pengangguran Kabupaten Bekasi
Pada Gambar 1.2, angka pengangguran terlihat tinggi mencapai sekitar 15 persen dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi hanya mencapai 6,14 persen. Jika dihubungkan dengan tingkat investasi di Kabupaten Bekasi, angka
21
pengangguran ini bertolak belakang dengan tingkat investasi dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi. Menurut BPPMD Jawa Barat tahun 2007, Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang mendapatkan investasi paling besar yaitu mencapai 43,64 persen dari keseluruhan investasi yang berada di Jawa Barat atau senilai Rp 30,223 trilyun. Selain itu, dari investasi yang telah dilakukan, penyerapan tenaga kerja yang terjadi mencapai 95.110 orang dimana penyerapan tenaga kerja ini merupakan penyerapan tenaga kerja yang berada pada peringkat pertama diantara kabupaten dan kota-kota lainnya yang berada di Jawa Barat.
1.2.
Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat
karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Studi yang dilakukan oleh ekonom Arthur Okun2 yang sekarang dikenal dengan Okun Law menyatakan bahwa: “Ada indikasi hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, sehingga semakin tinggi tingkat pengangguran, semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonominya”. Pada tahun 2007, angka pengangguran Kabupaten Bekasi masih terbilang cukup tinggi yaitu sekitar 15 persen dengan pertumbuhan ekonominya hanya mencapai 6,14 persen (Bappeda Kabupaten Bekasi, 2008). Angka pengangguran Kabupaten Bekasi diperkirakan akan terus meningkat karena pada akhir tahun 2008, industri di Kabupaten Bekasi melakukan PHK sebanyak 3000 orang pekerja 2
Okun Law dalam Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan Kepulauan Bangka Belitung, tahun 2006 oleh Bank Indonesia Palembang.
22
yang diakibatkan oleh krisis finansial global. Tenaga kerja yang terkena PHK merupakan para pekerja yang bekerja di industri elektronik, otomotif, plastik, dan tekstil dimana industri tersebut merupakan industri yang mendapatkan alokasi investasi terbesar dengan penyerapan tenaga kerja terbesar juga di Kabupaten Bekasi. Sektor industri seharusnya dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja karena investasi dan output sektor industrinya juga tinggi, khususnya di Kabupaten Bekasi dimana penopang utamanya adalah sektor industri. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik permasalahan dalam penulisan skripsi ini, diantaranya: 1. Bagaimana pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi? 2. Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi? 3. Bagaimana pengaruh faktor investasi dan tenaga kerja terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi?
1.3.
Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,
terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi.
23
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi. 3. Menganalisis pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Memberikan informasi tentang keadaan sektor industri, khususnya di Kabupaten Bekasi. 2. Memberikan kesempatan belajar bagi penulis dan mencoba untuk menginterpretasikan ilmu yang pernah diperoleh selama kuliah. 3. Memberikan informasi bagi para pembaca dan sebagai bahan referensi bagi kalangan akademis yang akan melakukan penelitian lebih lanjut. 4. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah maupun industri dalam menetapkan suatu kebijakan untuk mendorong kamajuan sektor industri di Kabupaten Bekasi.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Industri yang termasuk ke dalam penelitian ini adalah semua industri
pengolahan yang berada di Kabupaten Bekasi. Pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi dianalisis dengan menggunakan variabel output sektor industri, sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta output sektor jasa di Kabupaten Bekasi. Hal ini dilakukan karena faktor
24
output sektor tersebut diduga paling dominan dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi selain output sektor industri. Selain itu juga, output PDB Indonesia, kontribusi tebesarnya ada pada output sektorsektor tersebut. Seluruh data yang digunakan dalam pengolahan ini menggunakan data riil dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2007. Hanya faktor investasi dan tenaga kerja saja yang diteliti lebih dalam pada penulisan skripsi ini untuk melihat pengaruhnya terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Hal tersebut dilakukan karena investasi dan tenaga kerja diduga dominan dalam mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi.
25
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep Industri Industri adalah perusahaan-perusahaan yang berkumpul di suatu daerah tertentu untuk menghasilkan suatu barang yang sama (Putong, 2002). Industri dapat digolongkan menjadi beberapa macam sub industri, yaitu; 1. Industri pengolahan 2. Industri pariwisata 3. Industri hiburan 4. Industri pendidikan, dan lain-lain. Menurut Badan Pusat Statistik, industri dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis industri, yaitu: 1. Industri besar: industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang: industri yang menggunakan tenaga kerja antara 20-99 orang. 3. Industri kecil: industri yang menggunakan tenaga kerja antara 5-19 orang. 4. Industri rumah tangga: industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang. Industri berdasarkan besar kecilnya modal terdiri dari industri padat modal dan industri padat karya. Putong (2002), mengemukakan bahwa menurut fungsi
26
produksi Cobb-Douglas, padat modal (capital intensive) merupakan faktor produksi modal yang memiliki kemampuan lebih besar daripada tenaga kerja, sedangkan padat karya (labor intensive), kemampuan tenaga kerja lebih besar daripada kemampuan modalnya. Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan antar negara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan mendorong perubahan struktur ekonomi (Tambunan, 2001). Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh Sastrosoenarto (2006), bahwa industrialisasi bukan hanya pendirian pabrik-pabrik saja tetapi membangun masyarakat industri secara luas dimana adanya transformasi masyarakat menuju masyarakat yang maju dan sejahtera secara struktural maupun kultural, karena industrialisasi yang dilakukan merupakan upaya terpadu dengan pengembangan sektor pertanian dalam arti yang luas, terutama swasembada pangan dan pengembangan sektor jasa dalam arti yang luas. 2.1.2. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur pada batas usia kerja, dimana batas usia kerja setiap negara berbeda-beda (Dumairy, 1996). Usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang telah dianggap mampu melaksanakan pekerjaan, mencari kerja, bersekolah, mengurus rumah tangga, dan kelompok lainnya seperti pensiunan (Disnaker, 2006). Tenaga kerja menurut Disnaker adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
27
masyarakat. Tenaga kerja ini ada yang termasuk ke dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (berumur 15 tahun atau lebih) yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja, diantaranya adalah mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan (Disnaker, 2006). Gambaran ketenagakerjaan dapat digambarkan dalam bentuk diagram Gambar 2.1. Penduduk
Bukan usia kerja
Usia kerja
Bukan angkatan kerja
Sekolah
Mengurus rumah tangga
Angkatan kerja
Lain-lain
Bekerja
Mencari pekerjaan
Sumber: Disnaker, 2006
Gambar 2.1. Diagram Ketenagakerjaan Penduduk
Menurut Japan Productivity Center (1980) dalam Ravianto (1986) mengungkapkan bahwa inti dari tenaga kerja merupakan bentuk keunikan tingkah laku dari manusia yang dapat meningkatkan produktifitas dengan memperbaiki
28
kondisi kerja merupakan landasan untuk mengisi kehidupan secara baik serta memberikan arti bagi kehidupan manusia. Mengartikan kata labor atau tenaga kerja, di dalam Landasan Produktifitas (Productivity Flat Forrm), tenaga kerja mencakup tenaga kerja intelektual dan tenaga kerja fisik serta mencakup setiap aspek kehidupan kerja. Artinya, bahwa seorang individu dipandang sebagai kesatuan sosial dan merupakan ukuran konkret untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. 2.1.3. Investasi Investasi merupakan salah satu faktor yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi, karena selain akan mendorong kenaikan output secara signifikan, investasi juga akan meningkatkan permintaan input yang salah satunya adalah tenaga kerja, sehingga akan mempengaruhi pada penyediaan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja pun tinggi, akhirnya kesejahteraan masyarakat tercapai sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat. Menurut Kawengian (2002), investasi adalah mobilisasi sumber daya untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa yang akan datang. Tujuan utama investasi ada dua, yaitu mengganti bagian dari penyediaan modal yang rusak dan tambahan penyediaan modal yang ada. Pembangunan di suatu daerah tidak terlepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi daerah. Pemisahan jenis investasi dalam melakukan investasi sangat perlu, yaitu antara investasi yang dilakukan oleh sektor swasta dan pemerintah, karena faktor yang mempengaruhi atau menentukan lokasi kedua jenis investasi tersebut berbeda. Pemerintah menyikapi hal ini harus
29
memperhatikan faktor-faktor yang ada, seperti pengembangan suatu daerah tertentu karena alasan politis dan strategis, misalnya daerah perbatasan dan daerah yang mempunyai sejarah serta ciri khusus, sehingga memerlukan perhatian yang khusus juga (Kawengian, 2002). Pola investasi yang dilakukan di Indonesia sejak tahun 1973 adalah pola investasi di
sektor-sektor industri
manufaktur, pertambangan dan jasa
(Panglaykim, 1983). Salah satu investasi ini adalah investasi asing dalam perkembangan ekonomi nasional dan merupakan bagian dari kegiatan MNC (Multi National Corporation). Indonesia memberikan kesempatan untuk mengadakan investasi-investasi di sektor manufaktur dan menjamin suplay bahanbahan mentah telah dipergunakan oleh investor dengan baik. Investasi asing yang dilakukan berupa sistem perjanjian, dimana pihak asing mempersiapkan studi kelayakan usahanya dan bila dianggap sudah layak maka pihak asing menyediakan modal, manajemen, teknologi, dan pasar. 2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Dumairy (1996), pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Pendapatan nasional ini mengarah ke Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP), atau bisa juga Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP). Selain itu, bisa merujuk ke Produk Nasional Neto (PNN) atau Net National Product (NNP) atau Pendapatan National (Net Income) dimana semuanya itu memiliki konsep yang berbeda satu sama lain.
30
Pertumbuhan ekonomi adalah satu mesin paling tangguh untuk menghasilkan peningkatan jangka panjang standar hidup yang terjadi kepada standar hidup materi seseorang atau masyarakat yang bergantung pada pertumbuhan pendapatan nasional dengan diukur oleh PDB dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk (Lipsey, et al., 1997). GNP atau PDB adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tertentu. Output dari masing-masing barang dan jasa dinilai berdasarkan harga pasarnya dan nilai-nilai itu dijumlahkan sebagai nilai dari GNP (Dornbusch dan Fischer, 1997). Produk Domestik Regional Bruto atau biasa dikenal dengan PDRB adalah total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah atau regional tertentu dan dalam kurun waktu tertentu biasanya satu tahun (BPS, 2008). Menurut Badan Pusat Statistik, cara perhitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. 1. Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu: Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran,
31
Pengangkutan dan Komunikasi, Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Jasa-jasa. 2. Pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, Konsumsi pemerintah, Pembentukan modal tetap domestik bruto, Perubahan stok, Ekspor netto, dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor. 3. Pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya.
2.2.
Penelitian Terdahulu Tejasari (2008) dalam penelitiannya tentang “Peranan Sektor Usaha Kecil
dan Menengah dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” menggunakan dua buah model analisis data regresi liniear berganda dengan metode OLS dan software yang digunakan yaitu Eviews 4.1. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa tenaga kerja dan investasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Octivaningsih (2006) tentang “Analisis Pengaruh Nilai Upah Minimum Kabupaten terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB
32
di Kabupaten Bogor” menggunakan model persamaan simultan dan software SASV8. Salah satu hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa investasi asing dan investasi dalam negeri berpengaruh positif terhadap PDRB Kota Bogor dan penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sangat dipengaruhi oleh upah minimum kabupaten sedangkan penyerapan tenaga kerja di sektor non manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan. Kawengian (2002) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja dalam Sektor Pertanian dan Sektor Industri Guna Menentukan Strategi Pembangunan Ekonomi Irian Jaya”. Pengolahan data yang digunakan adalah pengolahan data kuantitatif dan deksriptif. Analisis pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mengggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah dikembangkan sehingga dapat menerangkan hubungan antara variabel-variabel yang akan diuji. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB pada periode yang diteliti, ternyata masih sulit diandalkan melalui investasi maupun produktifitas tenaga kerja sektor pertanian dan industri sehingga dapat dikatakan investasi dan tenaga kerja pengaruhnya tidak efisien dalam meningkatkan PDRB di Irian Jaya. Pada penelitian Kawengian ini, kegiatan investasi memberikan pengaruh terhadap PDRB Irian Jaya tetapi investasi tidak mampu menimbulkan efek pertumbuhan yang kuat apabila tidak diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga kerja. Penelitian tentang “Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara” yang telah dilakukan oleh Novita Linda Sitompul (2008) menunjukkan bahwa PDRB Sumatera Utara dipengaruhi oleh
33
tiga sektor ekonomi utama, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi, ditemukan bahwa investasi PMDN tahun sebelumnya, PMA tahun sebelumnya, jumlah tenaga kerja, dan kondisi perekonomian berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini berarti PDRB Sumatera Utara akan semakin meningkat dengan meningkatnya investasi dan jumlah tenaga kerja. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa investasi PMDN tahun sebelumnya, investasi PMA tahun sebelumnya dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap PDRB Sumatera Utara, sedangkan kondisi perekonomian tidak berpengaruh signifikan. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bekasi yang dicerminkan dengan PDRB Kabupaten Bekasi. Analisis ini menyertakan variabel output sektor industri, sektor pertanian, sektor hotel, perdagangan dan restoran, serta output sektor jasa di Kabupaten Bekasi. Hal ini dilakukan karena faktor output sektor tersebut diduga paling dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi selain output sektor industri. Selain itu, penulisan skripsi ini mengidentifikasi dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Analisis ini menyertakan juga variabel ekspor dan impor sebagai variabel independennya karena berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bekasi, tingginya output sektor industri di Kabupaten Bekasi dicerminkan oleh tingkat ekspornya yang tinggi.
34
Setelah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi, penelitian ini juga menganalisis mengenai faktor mana yang lebih dominan mempengaruhi output sektor industri di Kabupaten Bekasi jika dilihat dari investasi yang ada yaitu asing dan domestik serta tenaga kerja, sehingga dari penganalisisan ini dapat diketahui sektor industri di Kabupaten Bekasi lebih dominan ke padat modal ataukah padat karya dimana penggolongan padat modal dan padat karya ini dilihat dari elastisitasnya.
2.3.
Kerangka Pemikiran
2.3.1. Fungsi Produksi Menurut Sudarsono (1995), fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Faktor produksi bersifat mutlak agar produksi dapat dijalankan untuk menghasilkan suatu produk. Suatu fungsi produksi menggambarkan semua metode produksi yang efisien secara teknis dalam arti penggunaan kuantitas bahan input seperti tenaga kerja dan barang-barang modal yang minimal. Q
B
Q= f(TK,M)
Fase
Fase C Ekonomis C
A Ekonomis
TKA
(a)
D
Q
TKB
Sumber: Sudarsono, 1995
Gambar 2.2. Fungsi Produksi
MC
(b)
MD
Q= f(TK,M)
35
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa jika salah satu faktor produksi yang lain variabel, maka hubungan antara faktor produksi variabel dan kuantitas produksi mempunyai perilaku tertentu. Gambar 2.2 (a) menerangkan bahwa jika variabel Modal tetap dan variabel Tenaga Kerja variabel. Hal yang sebaliknya terjadi pada Gambar 2.2 (b), yaitu faktor Tenaga Kerja tetap dan Modal variabel. Ketika faktor variabel nol, kuantitas produksi juga nol. Artinya, semakin besar faktor variabel yang digunakan maka semakin besar juga kuantitas produksi yang dihasilkan. Penambahan jumlah produksi ini akan terus bertambah sampai kepada penambahan suatu kuantitas faktor akan menurunkan kuantitas dari hasil produksi, dimana penggunaan faktor telah digunakan secara optimal. 2.3.2. Hubungan Investasi, Tenaga Kerja, dan Output Hubungan Investasi, tenaga kerja, dan PDRB dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep elastisitas produksi. Bentuk matematis dari fungsi produksi dapat ditulis: (Nicholson, 1999) Y= f(K, TK, M …) ............................................... (2.1) dimana: Y K TK M
= Produk Domestik Regional Bruto (Output) = Modal atau Investasi = Tenaga Kerja = Material
Fungsi atau persamaan (2.1) menjelaskan bahwa output tergantung pada variabel atau faktor-faktor yang berada di dalam fungsi output. Elastisitas output terhadap modal adalah: .................. (2.2)
36
........................................... (2.3) Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa bagaimana respon output jika terjadi perubahan pada variabel modal. Begitu juga untuk elastisitas output terhadap tenaga kerja, persamaannya:
............ (2.4) ..................................... (2.5) Elastisitas pada persamaan (2.5) menunjukkan bahwa bagaimana respon output jika terjadi perubahan pada variabel tenaga kerja, sehingga dari persamaan (2.3) dan (2.5) dapat disimpulkan: (Putong, 2002) - Jika
>
maka faktor produksi modal mempunyai kemampuan
lebih besar daripada faktor tenaga kerja sehingga disebut sebagai industri padat modal. - Bila
<
, maka faktor tenaga kerja lebih dominan daripada modal
sehingga industri tersebut disebut sebagai industri padat karya. 2.3.3. Hubungan Ekspor, Impor, dan Output Dalam perekonomian terbuka, terjadinya perdagangan luar negeri termasuk ke dalam perhitungan pendapatan nasional. Indikator yang dijadikan untuk perhitungannya adalah ekspor dan impor atau biasa juga disebut sebagai net ekspor (ekspor setelah dikurangi dengan impor). Variabel ekspor dimasukkan karena ada faktor perdagangan luar negeri dalam kerangka keseimbangan pasar dan neraca perdagangan. Jika pengembangan perdagangan luar negeri berada dalam skedul IS, maka ekspor neto di dalam
37
perekonomian terbuka merupakan komponen dari permintaan agregat (Dornbusch dan Fischer, 1997). Pihak asing membeli sebagian dari output domestik (ekspor) dan produsen mancanegara menerima sebagian masyarakat dalam negeri (impor). Hal ini menimbulkan perubahan sehingga pengeluaran di dalam negeri tidak lagi menentukan output dalam negeri. Sebelumnya, pengeluaran dalam negeri merupakan fungsi dari konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintahan, tetapi sekarang fungsinya menjadi variabel ekspor dan impor menentukan output dalam negeri. Secara matematis,dapat ditulis pada persamaan (2.6): Y = C + I + G + (X – M) ............................................ (2.6) dimana : Y C I G X M
= Output Total = Konsumsi Rumah Tangga = Investasi Swasta = Pengeluaran Pemerintah = Ekspor = Impor
Penentuan pendapatan yaitu dengan cara mengasumsikan pengeluaran atau belanja domestik tergantung pada tingkat pendapatan dan suku bunga. Selain itu, adanya asumsi ekspor neto yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dalam negeri, yang mempengaruhi pengeluaran impor pada pendapatan luar negeri, dan nilai tukar riil. Jika dirumuskan dalam persamaan, maka akan tampak seperti pada persamaan akhir atau persamaan (2.9). X = X(Yf,R) ................................................................. (2.7) M = M(Y, R ................................................................ (2.8) NX = X-M .................................................................... (2.9)
38
sehingga : NX = X(Yf, R) - M(Y, R) ............................................. (2.10) NX = NX(Y, Yf, R) ....................................................... (2.11) dimana: Y R Yf X M NX
= Pendapatan domestik = Nilai tukar riil = Pendapatan luar negeri = Ekspor = Impor = Net Ekspor
Net ekspor merupakan penurunan fungsi tingkat pendapatan. Kenaikan pendapatan yang akan meningkatkan impor yang kemudian akan menurunkan ekspor netto.
0
Y NX (Y, R, Yf)
Sumber: Dornbusch dan Fischer, 1997
Gambar 2.3. Skema Ekspor Netto
Pada gambar 2.3, garis ekspor netto akan lebih curam ketika prospensitas marjinal untuk melakukan impor semakin tinggi. Gambar 2.3 dikembangkan untuk tingkat pendapatan tertentu di luar negeri (Yf), dan untuk nilai tukar riil (R) yang terbuka juga. Jika pendapatan di luar negeri meningkat, maka permintaan luar negeri terhadap barang-barang dalam negeri meningkat, termasuk ekspor netto yang
39
mengalami peningkatan pada setiap tingkat pendapatan dalam negeri. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran kurva IS ke sebelah kanan seperti pada Gambar 2.4 yang menerangkan bahwa tingkat keseimbangan pendapatan yang baru berada pada Y‟ yang tadinya berada pada Y0. Keadaan ini mengakibatkan ekspor netto meningkat ke sebelah kanan ke NX‟. Pada tingkat keseimbangan yang baru, tingkat ekspor netto meningkat walaupun kurang dari besarnya kenaikan ekspor karena adanya peningkatan pendapatan dalam negeri yang diakibatkan oleh kenaikan impor.
E‟ E IS‟ IS
0
Output
0 E
Output
E‟ NX‟ NX
Sumber: Dornbush dan Fischer, 1997
Gambar 2.4. Pengaruh Kenaikan Pendapatan di Luar Negeri
Di tahun 2008, kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia mencapai 27,9 persen. Salah satu daerah di Jawa Barat yang penopang utamanya ada di sektor industri adalah Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi memiliki kontribusi sektor industri terhadap PDRB totalnya mencapai 80,25 persen.
40
Adanya kontribusi yang tinggi dari sektor industri ini tidak terlepas dari peranan tenaga kerja dan investasi sebagai faktor produksinya. Menurut BPPMD Jawa Barat, investasi di Kabupaten Bekasi mencapai 43,64 persen dari keseluruhan investasi di Jawa Barat dan sebagian besar investasi tersebut dialokasikan untuk sektor industri. Meskipun tingkat investasi dan PDRB Kabupaten Bekasi baik itu sektor industri maupun totalnya tinggi, angka pengangguran masih tetap tinggi juga. Angka pengangguran Kabupaten Bekasi sebesar 15 persen dimana angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonominya yang hanya 6,5 persen. Angka pengangguran Kabupaten Bekasi diperkirakan akan terus meningkat karena pada akhir tahun 2008, industri di Kabupaten Bekasi melakukan PHK sebanyak 3000 orang pekerja yang diakibatkan oleh krisis finansial global. Tenaga kerja yang terkena PHK merupakan para pekerja yang bekerja di industri elektronik, otomotif, plastik, dan tekstil dimana industri tersebut merupakan industri yang mendapatkan alokasi investasi terbesar dengan penyerapan tenaga kerja terbesar juga di Kabupaten Bekasi. Sektor industri seharusnya dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja karena investasi dan output sektor industrinya juga tinggi, khususnya di Kabupaten Bekasi dimana penopang utamanya adalah sektor industri. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat disajikan ke dalam Gambar 2.5.
41
Sektor Industri
- Kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia 27,9 persen. - Kabupaten Bekasi kontribusi terbesarnya berada pada sektor industri yang mencapai 80,25 persen terhadap PDRB totalnya dan dicerminkan dengan tingginya ekspor Kabupaten Bekasi. - Investasi cukup tinggi, mencapai 43,64 persen dari keseluruhan investasi yang berada di Jawa Barat dan dialokasikan sebagian besar pada sektor industri. - PHK sebanyak 3000 pekerja di akhir tahun 2008. - Angka pengangguran tetap tinggi meskipun kontribusi sektor industri terhadap PDRB sangat besar. Output
Faktor Input
investasi
Tenaga kerja
Padat Karya
Pendekatan Pengeluaran
Ekspor
9 sektor /lapangan usaha (4 kontribusi sektor terbesar)
Krisis
OLS
Positif
Negatif
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 2.5. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian : Alur Penelitian : Metode Penelitian
Krisis
OLS
Impor
Positif
Elastisitas Faktor Input
Padat Modal
Pendekatan Produksi
Total
Industri
Negatif
42
2.4.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, maka di dalam
penelitian ini dikemukakan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Pada persamaan output total Kabupaten Bekasi: -
Output sektor industri diduga berpengaruh positif terhadap output keseluruhan. Artinya, peningkatan output pada sektor industri akan meningkatkan output total di Kabupaten Bekasi.
-
Output sektor pertanian diduga berpengaruh positif terhadap output keseluruhan. Artinya, peningkatan output pada sektor pertanian akan meningkatkan output total di Kabupaten Bekasi.
-
Output sektor perdagangan, hotel, dan restoran diduga berpengaruh positif terhadap output keseluruhan. Artinya, peningkatan output ini akan meningkatkan output total di Kabupaten Bekasi.
-
Output sektor jasa diduga berpengaruh positif terhadap output keseluruhan. Artinya, peningkatan output jasa akan meningkatkan output total di Kabupaten Bekasi.
-
Krisis ekonomi 1997-1998 diduga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi.
2. Pada persamaan output sektor industri Kabupaten Bekasi: -
Investasi dan tenaga kerja diduga berpengaruh positif terhadap output. Artinya, peningkatan input investasi dan tenaga kerja di sektor industri akan meningkatkan output pada sektor industri di Kabupaten Bekasi.
43
-
Ekspor diduga berpengaruh positif terhadap output. Artinya, peningkatan ekspor akan meningkatkan output pada sektor industri di Kabupaten Bekasi.
-
Impor
diduga
berpengaruh
negatif
terhadap
output.
Artinya,
peningkatan impor akan menurunkan output sektor industri di Kabupaten Bekasi. -
Krisis ekonomi 1997-1998 diduga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi.
44
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, Kabupaten Bekasi dijadikan sebagai objek penelitian
untuk menganalisis pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi. Penentuan Kabupaten Bekasi sebagai objek penelitian dilakukan secara sengaja, karena mengingat Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang kontribusi sektor industrinya besar dan tingkat investasi serta penyerapan tenaga kerjanya cukup tinggi di antara kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2009.
3.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder
yang berupa data time series dari tahun 1990 sampai tahun 2007. Data tersebut antara lain terdiri dari data investasi, jumlah tenaga kerja, ekspor, impor, PDRB sektor industri, pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, PDRB sektor jasa di Kabupaten Bekasi, serta PDRB total Kabupaten Bekasi. Data bersumber dari BPS, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Perncanaan Daerah Kabupaten Bekasi, Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Pusat, internet, dan beberapa sumber lainnya yang dapat menunjang dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, pengolahan data dalam penelitian ini menyertakan variabel dummy, dimana dummy yang
45
digunakan adalah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998. Penyertaan variabel dummy ini dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian berada pada tahun 1990-2007.
3.3.
Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah metode kuantitatif deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi tenaga kerja, investasi dan output Kabupaten Bekasi khususnya
yang berada pada sektor
industri.
Selain itu juga
untuk
menggambarkan pengaruh sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi yang dicerminkan oleh Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi. Metode kuantitatif dalam penulisan skripsi ini dengan menggunakan model ekonometrika yang terdiri dari dua model regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Regresi linier sederhana yaitu persamaan regresi yang hanya mempunyai satu variabel bebas. Jika di dalam persamaan tersebut memiliki lebih dari satu variabel bebas, maka dinamakan model regresi linier majemuk atau berganda (Nachrowi dan Usman, 2006). Data yang digunakan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan software Eviews 6 dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Model pertama merupakan model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi yang
46
dicerminkan oleh Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi. Model persamaannya seperti pada persamaan 3.1. 1. Fungsi output total Kabupaten Bekasi: LNPDRB_TOT = LN b0 + b1 LNPDRB_PERT + b2 LNPDRB_INDT + b3 LNPDRB_PHR + b4 LNPDRB_JS + b5 DK + et ....... (3.1) dimana: PDRB_TOT PDRB_INDT PDRB_PERT PDRB_PHR
PDRB_JS DK b0 b1 b2 b3 b4 et
= Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi (Rupiah). = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri Kabupaten Bekasi (Rupiah). = Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian Kabupaten Bekasi (Rupiah). = Produk Domestik Regional Bruto sektor perdagangan, hotel, dan restoran Kabupaten Bekasi (Rupiah). = Produk Domestik Regional Bruto sektor jasa Kabupaten Bekasi (Rupiah). = Dummy krisis = Indeks efisiensi = Koefisien dari output sektor industri = Koefisien dari output sektor pertanian = Koefisien dari output sektor perdagangan, hotel dan restoran = Koefisien dari output sektor jasa = Residual
Model pada persamaan kedua merupakan model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output sektor industri dengan menggunakan model regresi linier berganda. Bentuk persamaannya ada pada persamaan 3.2. 2. Fungsi output sektor industri Kabupaten Bekasi: LNPDRB_INDT = LN bo + b1 LNPMA + b2 LNPMDN + b3 LNJTK + b4 LNEKS + b5 LNIMP + b6 DK + et ............................................... (3.2)
47
dimana: PDRB_INDT
= Produk Domestik Regional Bruto sektor industri Kabupaten Bekasi (Rupiah). = Penanaman Modal Dalam Negeri (Rupiah). = Penanaman Modal Asing (US Dollar). = Jumlah Tenaga Kerja (Orang) = Ekspor Kabupaten Bekasi (US Dollar). = Impor Kabupaten Bekasi (US Dollar). = Dummy krisis = Indeks efisiensi = Koefisien dari PMA = Koefisien dari PMDN = Koefisien dari tenaga kerja = Koefisien dari ekspor = Koefisien dari impor = Residual
PMDN PMA JTK EKS IMP DK b0 b1 b2 b3 b4 b5 et
3.4.
Uji Statistik
3.4.1. Uji Koefisien Determinan R2 Koefiisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran dalam regresi yang dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi
(Nachrowi
dan
Usman,
2006).
Koefisien
determinansi
ini
mencerminkan besarnya variasi dari variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variabel bebas. Bila nilai R2 = 0, maka variabel bebas sama sekali tidak dapat menerangkan variabel terikat. Jika R2 = 1, maka variasi dari variabel terikat secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebas sehingga semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Maka dari itu, baik atau buruknya persamaan regresi tergantung dari R2 nya yang nilainya berada diantara 0 dan 1.
48
Rumus koefisien determinasi ini adalah: ……………………………………………… (3.3) dimana: R2 JKR JKT
= Koefisien Determinasi = Jumlah Kuadrat Regresi = Jumlah Kuadrat Total
3.4.2. Uji F-Statistik Rumusan R2 menyerupai dengan Uji-F, sehingga formulasi Uji-F dapat diformulasikan sebagai berikut: ...................................... (3.3) Uji-F dilakukan untuk melakukan uji koefisien regresi secara bersamaan. Secara umum, hipotesis yang digunakannya adalah: H0: a1 = a2 = a3 = a4 = ........ = ak = 0 H1: tidak demikian (paling tidak ada satu slope yang ≠ 0) (k merupakan banyaknya variabel bebas) Setelah didapat Fhitung, lalu dibandingkan dengan Tabel F dengan df sebesar k dan n-k. Jika Fhit > Fα (k,n-k-1) maka tolak H0 Jika Fhit < Fα (k,n-k-1) maka terima H0 Jika H0 ditolak, maka ini menunjukkan bahwa paling tidak ada satu variabel bebas yang signifikan secara statistik berpengaruh terhadap variabel tak bebas atau variabel terikat. Sedangkan jika H0 diterima maka tidak ada satu pun
49
variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas secara statistik. 3.4.3. Uji t-Statistik Setelah melakukan uji koefisien secara keseluruhan, maka koefisien regresi dihitung secara individu dengan menggunakan suatu uji yang dikenal dengan Uji-t. Pengujian ini berfungsi juga untuk mengetahui tentang pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat apakah signifikan atau tidak. t-hitung didefinisikan sebagai: ......................................................... (3.5) Dalam Uji-t, hipotesis yang digunakan adalah: H0 : ai = 0 H1 : ai ≠ 0
i = 1,2,3,....., k
Setelah didapat thitung, lalu dibandingkan dengan nilai t tabel: Jika thit > tα/2 (n-k) maka tolak H0 Jika thit < tα/2 (n-k) maka terima H0 Jika H0 ditolak, maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, sedangkan jika H0 diterima maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
50
3.5.
Uji Ekonometrik
3.5.1. Multikolinearitas Multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel bebas. Jika tidak ada korelasi antara kedua variabel, maka koefisien pada regersi majemuk akan sama dengan koefisien pada regresi sederhana. (Nachrowi dan Usman, 2006). Maka dari itu, dalam membuat regresi berganda, variabel bebas yang baik adalah variabel yang tidak memiliki hubungan dengan variabel bebas yang lain tetapi mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Dengan adanya multikolinearitas maka akan memberikan dampak terhadap model, diantaranya: (Nachrowi dan Usman, 2006) 1. Varian koefisien regresi menjadi lebih besar 2. Varian yang lebih besar menimbulkan lebarnya interval kepercayaan, dan standar error yang terlalu besar sehingga mengakibatkan nilai duga suatu koefisien menjadi tidak signifikan. 3. Meskipun multikolinearitas dapat mengakibatkan banyak variabel tidak signifikan, tetapi koefisien determinasi tetap tinggi dan uji F signifikan. 4. Angka estimasi koefisien regresi yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi sehingga mengakibatkan kesalahan dalam penginterpretasian. 3.5.2. Autokorelasi Autokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. (Nachrowi dan Usman,
51
2006). Uji yang digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson Statistic (D-W). Jika nilai statistik D-W berada pada kisaran angka dua, menunjukkan bahwa tidak terdapatnya autokorelasi, dan begitu juga sebaliknya. Jika semakin jauh dari angka dua, maka akan terjadi peluang autokorelasi yang besar baik itu autokorelasi positif maupun negatif. Karena uji D-W memiliki beberapa kelemahan, maka untuk menguji autokorelasi dapat juga dengan menggunakan uji yang dikembangkan oleh Breusch-Godfrey. Uji ini dikenal dengan uji Lagrange Multiplier Test. Kriteria uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dengan uji Lagrange Multiplier, yaitu: -
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengandung autokorelasi.
-
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan mengandung autokorelasi.
3.5.3. Heteroskedastisitas Menurut Nachrowi dan Usman (2006), varians (ui2) yang tidak konstan atau selalu berubah-ubah disebut dengan heteroskedastis. Kasus heteroskedastis tidak hanya terjadi pada persamaan regresi majemuk tetapi memungkinkan terjadi pada
regresi
linier
sederhana
juga.
Akibat
yang
ditimbulkan
dari
heteroskedastisitas ini adalah varian koefisien regresi yang lebih besar sehingga menimbulkan beberapa konsekuensi lain. Konsekuensi itu diantaranya interval
52
kepercayaan yang semakin besar, uji hipotesis tidak akurat, berdampak kepada hasil keakuratan kesimpulan. Cara mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya metode gambar dan menggunakan Uji White Heteroskedasticity. Pada metode gambar, suatu nilai variabel bebas X atau sekelompok nilai X variabel bebas akan mempunyai nilai var (ui2) yang berbeda dengan variabel bebas X atau sekelompok nilai X lainnya. Oleh karena itu, jika nilai-nilai ui2 diplotkan dengan nilai-nilai variabel bebas akan ditemui suatu pola atau bentuk yang tidak random. Sedangkan
kriteria
uji
yang
digunakan
untuk
mendeteksi
heteroskedastisitas dengan metode White Heteroskedasticity, yaitu: -
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas.
-
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan mengalami heteroskedastisitas.
3.5.4. Uji Normalitas Karena data yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari 30, maka uji normalitas perlu dilakukan. Uji normalitas ini disebut Jarque-Bera Test (J-B) yang pengujiannya dilakukan pada error term yang harus terdistribusi secara normal. Kriteria uji yang digunakan adalah:
53
-
Jika nilai probabilitas pada (J-B) > taraf nyata (α) yang digunakan, maka error term dalam model persamaan yang digunakan terdistribusi normal.
-
Jika nilai probabilitas pada (J-B) < taraf nyata (α) yang digunakan, maka error term dalam model persamaan yang digunakan tidak terdistribusi normal.
54
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Kondisi Geografis dan Pembagian Wilayah Administratif
4.1.1. Kondisi Geografis Menurut letak geografisnya, Kabupaten Bekasi berada di Bagian Utara Jawa Barat, yang terletak pada 106048‟28” - 107027‟29”
Bujur Timur dan
6010‟6” - 6030‟6” Lintang Selatan. Keadaan topografinya terbagi menjadi dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara yang termasuk ke dataran rendah dan dataran bergelombang mencakup wilayah bagian selatan. Ketinggian lokasi Kabupaten Bekasi berkisar antara 6 - 115 meter dan kemiringan 0 – 25 persen. 4.1.2. Wilayah Administratif Pada awalnya, Kabupaten Bekasi meliputi 4 wilayah kawedanaan, 13 kecamatan, dan 85 desa. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 1981, terbentuk kota administratif Bekasi. Kota administratif Bekasi terdiri dari 4 kecamatan, 18 kelurahan dan 8 desa dengan luas 8.845 Ha. Kondisi dan potensi Kabupaten Bekasi terdiri dari 148.437 luas wilayah yang terdiri dari 1 wilayah kota administratif, 4 wilayah kawedanaan, 20 kecamatan, 3 kamantren, 219 desa dan 18 kelurahan. Kondisi tersebut terjadi sampai pada tahun 1983. Selanjutnya berdasarkan UU No. 9 tahun 1996 tanggal 16 Desember 1996 wilayah Kabupaten Bekasi dimekarkan menjadi 2 wilayah yaitu Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi meliputi 5 wilayah kawedanaan, 15 kecamatan dan 187 desa, dengan luas wilayah menjadi 127.388 Ha, sehingga
55
secara yuridis telah lahir PP No. 82 tahun 1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Bekasi ke Kota Cikarang Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Kabupaten Bekasi memiliki batas-batas wilayah: - Sebelah Barat : Kota Bekasi dan DKI Jakarta - Sebelah Timur : Kabupaten Karawang - Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Selatan : Kota Bogor Kabupaten Bekasi letaknya sangat strategis, berbatasan dengan kabupaten dan kota-kota besar di Propinsi Jawa Barat, juga berbatasan dengan Laut Jawa sehingga bagus untuk jalur perdagangan dan pendistribusian barang-barang baik input maupun output.
4.2.
Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Bekasi Rencana strategis Kabupaten Bekasi ini tercermin dalam visi dan misi
Kabupaten Bekasi. Visi: Manusia Unggul yang Agamis Berbasis Agribisnis dan Industri Berkelanjutan. Misi: 1. Meningkatkan manusia yang sehat, pinter, dan bener; 2. Meningkatkan
profesionalisme
DPRD, dan Masyarakat;
institusi
Pemerintah
Daerah,
56
3. Mendorong terciptanya masyarakat berbudaya, demokratis, dan agamis; 4. Memberdayakan Usaha Kecil, Menengah, dan Besar yang berbasis pada Ekonomi Kerakyatan; 5. Menegakkan supremasi hukum dan ketertiban; 6. Mengembangkan prasarana dan sarana publik secara terpadu; 7. Mengharmoniskan tata ruang yang berbasis kepedulian terhadap lingkungan.
4.3.
Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi
4.3.1. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 mencapai 2.125.960 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 1.088.144 laki-laki dan 1.037.816 perempuan. Kabupaten Bekasi merupakan daerah dengan tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dimana Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 3,46 persen pada tahun 2007. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bekasi di tahun 2007 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena tenaga kerja yang digunakan di sektor industri mengalami penurunan sehingga tingkat urbanisasi ke Kabupaten Bekasi berkurang. Hal ini menunjukkan sektor industri berpengaruh dalam mendorong laju pertumbuhan penduduk yang salah satunya diakibatkan oleh urbanisasi. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
57
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bekasi Tahun 2005-2007 Indikator Jumlah Penduduk
Tahun 2005 2006 2007 1.983.815 2.054.795 2.125.960
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
LPP 2005-2006 : 3,58 LPP 2006-2007 : 3,46
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2008
4.3.2. Ketenagakerjaan Terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi membuat tenaga kerja akan lebih lama terserap. Di Kabupaten Bekasi, hal ini terjadi ketika kenaikan bahan bakar minyak sehingga penyerapan tenaga kerja terhambat bahkan terjadi pengurangan tenaga kerja. Hal ini terjadi karena akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan memicu peningkatan inflasi sehingga para pekerja menuntut kenaikan upah. Keadaan ini menimbulkan keterlambatan sektor riil dalam menyerap tenaga kerja bahkan pengurangan tenaga kerja salah satunya di sektor industri karena Kabupaten Bekasi basic utamanya adalah sektor industri. Akhirnya para pekerja pun akan beralih dari sektor formal ke sektor informal. Kondisi tenaga kerja Kabupaten Bekasi lebih dominan bekerja di sektor industri. Pada tahun 2007, tenaga kerja sebanyak 317.288 orang ada pada sektor industri yang terserap oleh 1.496 perusahaan. Pada tahun tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan sektor industri mengalami penurunan tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan sektorsektor lainnya yang mengalami penurunan juga. Secara rinci kondisi ketenagakerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
58
Tabel 4.2. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) di Kabupaten Bekasi No
Klasifikasi lapangna Usaha Indonesia (KLUI)
2006
2007
Perusahaan
Tenaga Kerja
Perusahaan
Tenaga Kerja
Pertanian, Kehutanan, Perikanan, dan Peternakan
8
560
6
545
2
Pertambangan dan Penggalian
7
995
7
1.002
3
Industri Pengolahan
1.260
319.213
1.496
317.288
4
Listrik, Gas, dan Air
4
160
2
156
5
Bangunan
55
5.495
59
5.804
6
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel Angkutan, Perdagangan, dan Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan bangunan Dan tanah serta Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan dan Perorangan
190
7.213
324
9.145
50
4.915
65
5.366
55
2.750
89
3.085
85
7.185
162
11.218
1.714
348.486
2.210
353.609
1
7 8 9
Jumlah Sumber: Disnaker Kabupaten Bekasi, 2008
Sektor industri yang merupakan sektor basis Kabupaten Bekasi, sering sekali terganggu pertumbuhannya karena adanya krisis sehingga tenaga kerja yang dapat masuk ke sektor industri menjadi berkurang. Tetapi, dengan adanya sektor perdagangan, setidaknya dapat membantu pengangguran yang diakibatkan oleh sektor industri. Indikator ketenagakerjaan yang ditunjukkan dengan angka pengangguran di Kabupaten Bekasi terbilang cukup tinggi pada tahun 2007 yaitu ada pada angka 15,12 persen. Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 3,46 persen di tahun 2007 mengakibatkan tidak terpenuhinya antara kesempatan kerja dengan banyaknya para pencari kerja. Selain itu juga karena adanya PHK sehingga kesempatan kerja pun menjadi berkurang.
59
4.4.
Perekonomian dan Sektor Industri Kabupaten Bekasi
4.4.1. Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bekasi merupakan salah satu indikator perkembangan perekonomian pada tahun 2000, dimana angka PDRB cukup memberikan harapan terhadap peluang berinvestasi maupun memberikan dampak nilai tambah ekonomi terhadap masyarakat. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi selama 4 tahun terakhir (20042007) yang memperlihatkan pertumbuhan diatas rata-rata nasional yaitu berkisar 6,06 persen pertahun. Meskipun setelah mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi ditahun 2006, pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 kembali meningkat diatas 6 persen yaitu sebesar 6,14 persen. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa penopang utama kinerja ekonomi yang diukur dengan nilai PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bekasi masih terdapat pada sektor industri. Sementara sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri. Pada tahun 2007, sektor industri tumbuh sebesar 5,75 persen, sehingga sektor industri dapat dikatakan mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 5,56 persen. Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2007 tumbuh sebesar 9,80 persen. Pertumbuhan sektor ini dapat dikatakan cepat dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 8,44 persen.
60
Tabel 4.3. PDRB dan LPE Kabupaten Bekasi Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2006-2007 No
PDRB ADH Berlaku
Lapangan Usaha
PDRB ADH Konstan 2000
2006
2007*
LPE (%)
1.307.708,79
1.499.042,98
14,63
859.058,70
881.001,98
2,55
1.184.350,14
1.337.136,05
12,9
596.695,49
580.274,39
-2,75
53.380.232,61
58.962.714,64
10,46
35.043.950,48
37.060.103,2
5,75
1.534.164,56
1.699.074,86
10,75
786.106,69
827.175,77
5,22
679.305,25
803.753,97
18,32
482.599,00
547.239,41
13,39
5.526.634,00
6.296.696,32
13,93
3.947.358,93
4.334.092,28
9,8
903.689,70
1.020.632,54
12,94
629.069,48
692.403,76
10,07
655.264,74
751.219,65
14,64
451.850,22
489.177,18
8,26
1.348.179,77
1.497.490,25
11,07
996.685,66
1.068.823,53
7,24
PDRB dengan Migas
66.519.529,55
73.867.761,25
11,05
43.793.374,65
46.480.291,5
6,14
PDRB tanpa Migas
65346675.62
72.543.098,48
11,01
43.202.971,05
45905994.41
6,26
1
2 3 4 5 6
7
8 9
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2006
2007*
LPE (%)
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2008
Dari sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan peningkatan kinerja yang positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian, juga sektor pertanian yang berada pada sub sektor perkebunan, kehutanan dan perikanan. 4.4.2. Sektor Industri Perkembangan sktor industri Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada grafik Gambar 4.1 berikut.
61
50,000,000 45,000,000 40,000,000 35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0
indt fix total fix
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 1991-2008 (diolah)
Gambar 4.1 Perkembangan Sektor Industri Kabupaten Bekasi Sebelum dan Setelah Krisis Tahun 1990-2007
Sektor industri di Kabupaten Bekasi, rata-rata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Krisis yang terjadi sekitar tahun 1997-1998 mengakibatkan output sektor industri turun, tetapi Kabupaten Bekasi dapat mengatasinya, karena pada tahun-tahun selanjutnya, output sektor industri maupun output total dapat kembali meningkat sampai tahun 2007. Peningkatan output tersebut terjadi karena investasi dan penyerapan tenaga kerja yang berada di Kabupaten Bekasi cukup tinggi. Hal itu dapat terlihat pada Tabel 4.4, yang menunjukkan investasi, tenaga kerja, maupun output sektor industri mengalami penurunan setelah terjadinya krisis ekonomi di tahun 19971998. Penurunan terjadi karena krisis mengakibatkan keadaan ekonomi di dalam negeri tidak stabil dan juga tingkat inflasi yang cukup tinggi di saat krisis mengakibatkan investor tidak tertarik menanamkan modalnya, karena keuntungan yang nantinya diperoleh akan berkurang. Tetapi dampak krisis yang terjadi tidak berlangsung lama. Hal ini terlihat di tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2000
62
sampai 2005, baik investasi, tenaga kerja, maupun output sektor industri meningkat. Tabel 4.4. Data Investasi, Jumlah Tenaga Kerja, dan Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Investasi (Rupiah) 134.457,29 95.966,40 510.612,55 2.402.498,38 2.903.513,55 2.756.810,22 3.375.137,39 5.705.260,66 7.316.849,66 5.579.302,45 1.644.248,69 2.667.593,24 3.694.678,55 4.085.358,38 4.235.276,44 9.822.388,11 5.641.262,64 4.237.168,00
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 143.621 111.343 153.710 149.402 193.311 227.353 378.861 100.655 125.197 81.038 102.349 186.408 221.911 176.557 216.738 217.113 198.376 211.334
Output Sektor Industri (Rupiah) 4.547.232,37 5.581.926,32 7.033.686,66 19.567.539,33 22.861.620,20 26.621.371,66 29.799.786,73 32.263.251,32 24.386.437,20 24.938.872,39 25.503.822,09 25.918.168,00 27.092.769,50 28.554.447,60 31.412.017,69 33.198.553,20 35.043.950,48 37.060.103,20
Sumber: BPS dan BKPM, 1990-2008 (diolah)
Pada Tabel 4.4, investasi dan tenaga kerja di tahun 2006 mengalami penurunan kembali tetapi output yang dihasilkan meningkat. Hal ini terjadi karena dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di tahun 2005 yang mengakibatkan harga-harga barang di dalam negeri meningkat, termasuk juga harga faktor produksi. Hal ini yang mengakibatkan para investor mengurangi modalnya di Inonesia. Output sektor industri yang meningkat terjadi karena produktifitas dari input yang digunakan tinggi. Jadi, meskipun input yang digunakan lebih sedikit, output yang dihasilkan dapat tetap tinggi.
63
Semakin membaiknya sektor industri khususnya di Kabupaten Bekasi sebagai penopang industri nasional dibuktikan dengan tingginya nilai ekspor Kabupaten Bekasi. Tingkat ekspor Kabupaten Bekasi di tahun 2006 mencapai US$ 8.555.240.000,00 dan tahun 2007, ekspor tercatat menjadi US$ 3.743.806.688,15. Industri di Kabupaten Bekasi merupakan barometer industri nasional dimana selain memiliki tingkat output tertinggi di Jawa Barat, juga ditingkat nasional. Gambaran yang menandakan Kabupaten Bekasi memiliki output industri di tingkat nasional, ada pada Tabel 4.5 yang menyajikan output industri dengan nilai output tertinggi di 6 kota dan kabupaten di Jawa Barat. Tabel 4.5. Output Sektor Industri Terbesar di 6 Kota/Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2007
No 1 2 3 4 5 6 7
Daerah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kabupaten Bandung Kabupaten Karawang Kota Bandung Kota Bekasi Kota/Kab lainnya di Jawa Barat Jawa Barat
2007 58.962.714,64 33.404.257,88 20.154.147,70 19.353.619,16 14.167.032,24 11.765.711,35 65.394.879,19 223.202.362,17
Kontribusi terhadap Jawa Barat 26,42 14,97 9,03 8,67 6,35 5,27 29,30 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2007
Pada tahun 2007, terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 220.991 pada 842 industri besar dan sedang. Tenaga kerja ini mengalami peningkatan sebesar 8,07 persen bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 204.492 orang. Diantara industri-industri besar dan sedang
64
yang ada, kelompok industri yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak adalah industri barang dari logam sebanyak 112.078 tenaga kerja sedangkan nilai tambah bruto sektor industrinya sebesar 30,02 trilyun rupiah. Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit walaupun memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar kedua yaitu sebesar 34.793, tetapi kontribusi terhadap PDRB sektor industrinya masih lebih besar dari industri kelompok kimia yaitu sebesar 11,90 trilyun. Tabel 4.6 berisi tentang banyaknya tenaga kerja juga nilai tambah bruto masing-masing kelompok industri terhadap PDRB sektor industri di Kabupaten Bekasi. Tabel 4.6. Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri Tahun 2007 KLUI
Kelompok Industri
31
Makanan, minuman, dan tembakau
55
6.477
PDRB Industri (Juta Rupiah) 1.573.523,69
32
Tekstil, pakaian jadi, dan kulit
67
34.793
5.682.329,35
33
28
4.817
84.161,09
37
5.640
278.244,55
176
33.658
11.901.291,09
36
Kayu dan barang-barang dari kayu Kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan Kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan barang-barang dari plastic Barang-barang galian bukan logam
69
12.228
268.294,23
37
Logam dasar
23
5.146
3.501.847,25
38
Barang-barang dari logam, mesin
370
112.078
31.023.178,44
39
Industri pengolahan lainnya Jumlah
17 842
6.154 220.991
4.649.844,97 58.962.714,64
34
35
Banyaknya Industri
Tenaga Kerja
Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2008
Nilai ekspor Kabupaten Bekasi yang merupakan cerminan dari hasil output sektor industri, rata-rata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ekspor pada tahun 2007 tidak setinggi tahun 2006 dan 2005. Catatan
65
sementara nilai ekspor tahun 2007 mencapai US$ 3,74 milyar. Perkembangan nilai ekspor Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Gambar 4.5. yang merupakan
Billions
perkembangan nilai ekspor pada periode analisis.
$20.00 $15.00 ekspor_riil U$
$10.00 $5.00
impor_riil U$
$0.00 90 92 94 96 98 00 02 04 06
Sumber: Disperindag Kabupaten Bekasi, 2008
Gambar 4.2. Nilai Ekspor Impor Kabupaten Bekasi Tahun 1990-2007
Nilai ekspor Kabupaten Bekasi selama periode 1990-2000, tidak mengalami perubahan secara signifikan. Ekspor Kabupaten Bekasi mengalami perubahan yang signifikan mulai pada tahun 2000. Setelah tahun 2000, ekspor Kabupaten Bekasi mengalami perubahan yang cukup berarti, tetapi rata-rata mengalami perubahan ke arah yang positif dimana nilai ekspornya mengalami pertumbuhan yang positif, meskipun selama 3 tahun terakhir mengalami penurunan.
66
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Hasil Estimasi Model Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary
Least Square (OLS) dengan menggunakan dua model regresi linier berganda. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software Eviews 6 dan Microsoft Office Excel 2007. Data hasil estimasi persamaan linier berganda dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model Persamaan Output Total di Kabupaten Bekasi Variable C LNPDRB_PERT LNPDRB_INDT LNPDRB_PHR LNPDRB_JS* DK R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
Coefficient Std. Error t-Statistic 1,266033 0,360052 3,516255 0,021658 0,015771 1,373316 0,644144 0,010657 60,440480 0,272586 0,029162 9,347389 0,054039 0,025770 2,097002 -0,042884 0,007007 -6,119846 0,999943 Durbin-Watson stat 0,999919 F-statistic 0,004842 Prob(F-statistic)
Prob. 0,0043 0,1948 0,0000 0,0000 0,0579 0,0001 1,501606 41751,32 0,000000
Sumber: Lampiran 2
Berdasarkan Tabel 5.1, output sektor ekonomi yang memiliki pengaruh nyata pada taraf nyata yang digunakan, yaitu 5 persen terhadap output total Kabupaten Bekasi adalah output sektor, industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta variabel dummy krisis. Ouput sektor-sektor tersebut berpengaruh positif terhadap output total Kabupaten Bekasi. Variabel output sektor jasa tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, tetapi pengaruhnya positif terhadap output total Kabupaten Bekasi. Selain itu, dummy krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap output total
67
Kabupaten Bekasi. Nilai koefisien determinasi yang didapat adalah sebesar 0,999943 atau 99,99 persen. Tabel 5.2. Hasil Estimasi Model Persamaan Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi Variable C LNPMA LNPMDN* LNJTK LNEKS LNIMP DK R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
Coefficient Std. Error t-Statistic 8,670587 1,642261 5,279663 0,258529 0,048863 5,290874 0,113653 0,058935 1,928459 0,025517 0,123760 0,206186 0,066064 0,029656 2,227723 -0,014971 0,043915 -0,340901 -0,176357 0,204826 -0,861009 0,953099 Durbin-Watson stat 0,927516 F-statistic 0,171683 Prob(F-statistic)
Prob. 0,0003 0,0003 0,0800 0,8404 0,0477 0,7396 0,4076 1,99837 37,25594 0,000001
Keterangan * : Signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber : Lampiran 3
Dari hasil estimasi pada Tabel 5.2, menunjukkan bahwa PMA dan ekspor berpengaruh nyata dan positif pada taraf nyata yang digunakan, yaitu 5 persen terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Variabel PMDN, tenaga kerja, dan impor tidak berpengaruh nyata terhadap PDRB Kabupaten Bekasi pada taraf nyata 5 persen. Dummy krisis 1997-1998 pada model output sektor industri ini, pengaruhnya tidak berbeda nyata terhadap output sektor industri Kabupaten Bekasi. Dari hasi estimasi yang telah dilakukan, nilai koefisien determinasi atau R-squared (R2) yang didapat pada model ke dua ini adalah sebesar 0,953099 atau sekitar 95,31 persen.
5.2.
Analisis Uji Statistik Pengujian statistik dilakukan dengan menguji koefisien determinasi (R2),
dimana koefisien determinasi tersebut menentukan berapa persen model dapat
68
menjelaskan variabel-variabel independen yang dipakai. Selain itu, dilakukan pula Uji-F, yaitu pengujian secara bersama-sama antara pengaruh variabel-variabel independen yang dipakai terhadap variabel dependennya. Setelah uji statistik secara bersama-sama, dilakukan juga pengujian pada masing-masing variabel independen. Hal itu dilakukan pada kedua model dengan melakukan Uji-t statistik. 5.2.1. Uji Koefisien Determinasi Pada model pertama, R-squared (R2) yang didapat adalah sebesar 0,999943. Angka tersebut menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan hubungan antara variabel output pertanian, industri, perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa dan dummy krisis terhadap variabel dependennya yaitu output total Kabupaten Bekasi sebesar 99,99 persen. Sisanya, yaitu sebesar 0,01 persen dijelaskan oleh faktor lain yang berada di luar model yang digunakan dalam model output total ini. Pada model ke dua, dimana hasil estimasi dilakukan dengan metode regresi linier berganda, didapat bahwa R-squared (R2) sebesar 0,953099 atau sekitar 95,31 persen. Hal ini menunjukkan output sektor industri di Kabupaten Bekasi dapat dijelaskan oleh variabel PMA, PMDN, jumlah tenaga kerja, ekspor dan impor, serta dummy krisis sebesar 95,31 persen. Sisanya, yaitu 4,69 persen lagi dijelaskan oleh faktor atau variabel lain yang berada di luar model. 5.2.2. Uji F-Statistik Pengujian dengan menggunakan uji F-statistik pada model pertama, menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,000000 < 0,05). Selain itu, nilai F-statistiknya lebih besar dari nilai
69
F-tabelnya (41751,32 > 3,11) sehingga dapat dikatakan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang digunakan dalam model pertama ini yang mempunyai pengaruh nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi pada tingkat kepercayaan 5 persen (α=5%). Begitu pula pada model ke dua penelitian ini, model tersebut memiliki nilai F-statistik yang lebih besar dari nilai F tabelnya atau nilai probabilitas F statistik yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, yaitu sebesar 41,70861 untuk nilai F-statistik dan 0,000001 adalah probabilitas F-statistiknya. Angka ini menunjukkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang digunakan dalam model, berpengaruh nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi pada tingkat kesalahan 5 persen. Pengujian F-statistik ini dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. 5.2.3. Uji t-Statistik Uji t-statistik ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masingmasing variabel independen. Berdasarkan Lampiran 2, dapat dilihat bahwa hasil probabilitas dari uji t-statistik adalah signifikan pada variabel PDRB sektor industri, perdagangan, hotel, dan restoran. Variabel-variabel tersebut signifikan pada taraf nyata 5 persen, sedangkan variabel PDRB sektor pertanian dan jasa tidak signifikan, karena probabilitas t-statistiknya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan. Variabel dummy krisis memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi. Hal ini dilihat juga dari nilai probabilitas t-statistik setelah dilakukan regresi yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan.
70
Selanjutnya pada model ke dua, dapat dilihat nilai t-statistik adalah signifikan pada variabel PMA dan ekspor. Variabel PMA dan ekspor signifikan pada taraf nyata 5 persen dan berpengaruh positif terhadap output sektor industri Kabupaten Bekasi. Variabel PMDN, tenaga kerja, dan impor tidak berpengaruh nyata terhadap output sektor industri pada taraf nyata yang digunakan. Nilai tstatistik dari variabel-variabel yang tidak signifikan tersebut lebih kecil dari ttabelnya (t-hit < 2,201). Variabel dummy krisis yang berada pada model ke dua ini memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi karena nilai probabilitas t-statistiknya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan.
5.3.
Analisis Uji Ekonometrika
5.3.1. Uji Multikolinearitas Salah satu pengujian yang dilakukan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan melihat koefisien korelasi dari masing-masing variabel
independen
pada
matriks
korelasi.
Batas
terjadinya
korelasi
multikolinearitas adalah koefisien dari matriks korelasi di antara variabel independennya tidak lebih dari 0,8 (Nachrowi dan Usman, 2006) atau boleh melebihi 0,8 tetapi R-square dari regresi masing-masing variabel independen tidak melebihi dari nilai Adjusted R-squarednya (Uji Klein). Adjusted R-squared yang didapat pada hasil pengolahan data ini adalah 0,999919 untuk model pertama dan 0,927516 untuk model ke dua. Selain itu, menurut Gujarati (1999), tanda yang paling jelas mengenai multikolinearitas adalah ketika R2 sangat tinggi
71
tetapi tidak ada satu pun koefisien regresi signifikan secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional. Hasil uji multikolinearitas ini dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Hasil pengujian tersebut menunjukkan pada model pertama maupun ke dua tidak terdapat multikolinearitas. Pada awalnya, model pertama terdapat gejala multikolinearitas tetapi gejala multikolinearitas itu dapat diabaikan karena Rsquare dari variabel yang memiliki gejala multikolinearitas lebih kecil dari Adjusted R-squarednya. 5.3.2. Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilihat dari nilai DurbinWatson atau melakukan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Pendeteksian autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan uji BreuschGodfrey Serial Correlation LM Test dimana hasil pengujian tersebut memiliki nilai probabilitas Obs*R-squarednya sebesar 0,1286 pada model pertama. Angka tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen, sehingga model terbebas dari masalah autokorelasi. Pada model kedua, pendeteksian autokorelasi juga dilakukan dengan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Pada Lampiran 5, terlihat nilai probabilitas Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,5872. Angka tersebut menunjukkan bahwa model ke dua juga yang digunakan pada persamaan terbebas dari masalah autokorelasi.
72
5.3.3. Uji Heteroskedastisitas Pada Lampiran 4 dan 5, memperlihatkan pengujian yang telah dilakukan mengenai masalah heteroskedastisitas. Uji White Heteroskedasticity digunakan untuk melihat ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas pada kedua model penelitian ini. Hal itu dilihat dari nilai probabilitas Obs*R-squarednya. Probabilitas Obs*R-squared yang didapat dari model pertama maupun ke dua, memiliki nilai yang lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,2461 pada model pertama dan 0,4383 pada model ke dua. 5.3.4. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan jika data yang digunakan pada penelitian kurang dari 30, sehingga dari situlah dapat diketahui apakah error term dari sampel yang digunakan sudah terdistribusi secara normal ataukah belum. Pengujian normalitas ini mengharuskan error term dari sampel yang digunakan terdistribusi secara normal agar estimasi yang didapat dari hasil regresi bersifat BLUE (Best Linear Unbias Estimator). Pada penelitian ini, uji normalitas menggunakan Jarque-Berra Test dimana hasilnya dapat ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra seperti yang terlihat pada Lampiran 4 dan 5. Baik pada model pertama maupun model ke dua, probabilitas yang didapat lebih besar dari taraf nyata yang digunakan sehingga dapat dikatakan bahwa error term dari sampel yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Nilai probabilitas yang didapat adalah sebesar 0,657529 pada model pertama dan 0,649367 pada model ke dua.
73
5.4.
Analisis Ekonomi
5.4.1. Pengaruh Output Sektor Industri terhadap Output Total di Kabupaten Bekasi Untuk melihat pengaruh output sektor industri terhadap output total Kabupaten Bekasi, digunakan model persamaan linier berganda yang diestimasi dengan metode OLS. Hasil estimasinya dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut: Tabel 5.3. Hasil Uji Signifikansi Variabel Independen pada Model Output Total di Kabupaten Bekasi Variabel PDRB_PERT PDRB_INDT PDRB_PHR PDRB_JS DK
Koefisien 0,021658 0,644144 0,272586 0,054039 -0,042884
Probabilitas 0,1948 0,0000 0,0000 0,0579 0,0001
Sumber: Lampiran 2
Dari hasil estimasi yang telah dilakukan, maka diperoleh persamaan: LNPDRB_TOT = 1,27 + 0,02 LNPDRB_PERT + 0,64 LNPDRB_INDT + 0,27 LNPDRB_PHR + 0,05 LNPDRB_JS – 0,04 DK Dari hasil regresi, dapat diketahui bahwa output sektor industri berpengaruh signifikan terhadap output total Kabupaten Bekasi dimana pengaruhnya adalah positif. Pengaruh positif tersebut dilihat dari koefisien variabel yang didapat dari hasil regresi. Koefisien variabel output sektor industri adalah sebesar 0,64. Angka tersebut mengartikan bahwa setiap kenaikan output sektor industri sebesar 1 persen maka akan meningkatkan output total sebesar 0,64 persen (cateris paribus). Hal ini terjadi karena di Kabupaten Bekasi penopang utamanya ada pada sektor industri, sehingga peningkatan output total di
74
Kabupaten Bekasi sebagian besar dipengaruhi oleh peningkatan output sektor industrinya. Selain output sektor industri, yang berpengaruh signifikan juga positif terhadap output total Kabupaten Bekasi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Koefisien output sektor ini yang didapat dari hasil regresi adalah sebesar 0,27. Angka sebesar 0,27 pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran ini menunjukkan setiap peningkatan output di sektor tersebut sebesar 1 persen maka akan meningkatkan output total di Kabupaten Bekasi sebesar 0,27 persen (cateris paribus). Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga kontribusinya cukup tinggi dan signifikan terhadap output total Kabupaten Bekasi. Hal ini disebabkan sektor tersebut merupakan penunjang dari sektor industri di Kabupaten Bekasi, sehingga peningkatan output di sektor perdagangan, hotel, dan restoran akan meningkatkan output sektor industri. Peningkatan output di sektor industri ini yang nantinya akan meningkatkan output total Kabupaten Bekasi karena sektor industri berpengaruh signifikan juga terhadap output total Kabupaten Bekasi. Pada variabel output sektor pertanian dan jasa, pengaruhnya tidak signifikan tetapi kontribusinya positif juga terhadap output total. Hal ini dilihat dari koefisien pada variabel masing-masing sektor tersebut yang positif yaitu sebesar 0,02 untuk pertanian dan 0,05 untuk sektor jasa. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikkan output di sektor pertanian sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan output totalnya sebesar 0,02 persen untuk sektor pertanian dan 0,05 persen untuk sektor jasa.
75
Sektor pertanian tidak berpengaruh signifikan terhadap output total Kabupaten Bekasi karena berdasarkan PDRB harga konstan, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian pada tahun 2007 sebesar 2,55 persen, dengan memberikan kontribusi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi sebesar 0,05 persen. Hanya 2 sub sektor dari sektor pertanian ini yang tumbuh positif yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan subsektor perternakan, masing-masing sebesar 3,54 persen dan 3,34 persen. Tanaman bahan makanan pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan positif sebagai akibat naiknya produksi padi dari 553.292 ton menjadi 573.411 ton. Sementara 3 sub sektor yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu sub sektor perkebunan sebesar -39,82 persen, kehutanan -0,74 persen dan sub sektor perikanan minus 5,07 persen. Sektor jasa tidak berpengaruh signifikan terhadap output total Kabupaten Bekasi karena sektor jasa di Kabupaten Bekasi hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi sebesar 0,167 persen. (Bappeda Kabupaten Bekasi, 2008) angka ini jika dibandingkan dengan kontribusi sektor industri sangat berbeda jauh sehingga hal ini mengakibatkan sektor jasa tidak berpengaruh signifikan terhadap output total Kabupaten Bekasi. Krisis yang terjadi di tahun 1997-1998 memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap output total Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil analisis regresi, didapatkan koefisien dummy krisis sebesar 0,04. Ini berarti sebelum dan sesudah krisis, rata-rata perbedaan output total Kabupaten Bekasi adalah sebesar 0,04 persen.
76
5.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi Berdasarkan hasil estimasi pada Lampiran 3, didapat bahwa diantara variabel independen yang telah digunakan dalam model ke dua, PMA dan ekspor berpengaruh signifikan terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Tanda yang berada pada koefisien variabel independen menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh positf ataukah negatif terhadap variabel dependennya. Tabel 5.4. Hasil Uji Signifikansi Variabel Independen pada Model Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi Variabel PMA PMDN* JTK EKS IMP DK Keterangan * Sumber
Koefisien 0,258529 0,113653 0,025517 0,066064 -0,014971 -0,176357
Probabilitas 0,0003 0,0800 0,8404 0,0477 0,7396 0,4076
: Signifikan pada taraf nyata 10 persen : Lampiran 3
Persamaan matematis fungsi dari model pertama adalah sebagai berikut: LNPDRB_INDT = 8,67 + 0,26 LNPMA + 0,11 LNPMDN + 0,03 LNJTK + 0,07 LNEKS – 0,01 LNIMP – 0,18 DK Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa dari kelima variabel yang digunakan, 4 variabel berpengaruh positif terhadap output sektor industri Kabupaten Bekasi, tetapi dari 4 variabel tersebut, hanya 2 variabel yang signifikan yaitu PMA dan ekspor, sedangkan variabel PMDN dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen. Satu lagi
77
variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu impor, dimana variabel impor ini tidak berpengaruh signifikan dan berpengaruh negatif terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Angka yang berada pada masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan koefisien dari masing-masing variabel. Pada variabel PMA, angka 0,26 menjelaskan bahwa jika terjadi peningkatan PMA sebesar 1 persen maka akan meningkatkan output sektor industri di Kabupaten Bekasi sebesar 0,26 persen (catersis paribus). Hal ini disebabkan oleh sebagian besar investasi yang dilakukan di Kabupaten Bekasi dialokasikan untuk sektor industri karena sektor utamanya ada di sektor industri. Industri yang paling diminati oleh para investor asing diantaranya adalah industri elektronik, mesin, dan industri logam. Hal ini sesuai dengan data menurut BKPM pada tahun 2007, mencatat angka investasi yang ditanamkan oleh para investor asing di Kabupaten Bekasi hampir mencapai 60 persen berada di sub sektor industri logam, elektronik dan mesin. Lain halnya dengan PMDN, dimana PMDN pengaruhnya tidak signifikan terhadap output sektor industri. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas variabel PMDN yang mencapai 0,0800. Angka ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa PMDN tidak berpengaruh nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Jika dibandingkan antara PMA dan PMDN, PMA berpengaruh signifikan terhadap output sektor industri sedangkan PMDN tidak berpengaruh signifikan. Hal ini terjadi karena investasi yang berada di Kabupaten Bekasi memang sebagian besar
78
didominasi oleh para investor asing (PMA). BPPMD Jawa Barat pada tahun 2007 mencatat tingkat investasi asing di Kabupaten Bekasi mencapai Rp 5,3 trilyun sedangkan investasi domestik hanya Rp 1,3 trilyun. Lebih besarnya jumlah PMA di Kabupaten Bekasi ini terjadi karena para investor asing diberikan kelonggaran dalam melakukan investasinya di Kabupaten Bekasi. Kelonggaran tersebut berupa perubahan Daftar Skala Prioritas (DSP) yang semula tertutup untuk PMA, sekarang bisa dimasuki oleh PMA dan diberikan kelonggaran untuk memperluas investasinya di bidang ekspor. Hal ini telah menggantikan sertifikat ekspor (SE) yang berlaku sebelumnya. Fasilitas ini merupakan insentif yang secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan ekspor nonmigas karena para produsen eksportir dapat melakukan kegiatan produksi dan kegiatan usaha lainnya secara lebih murah, mudah, dan efisien. Untuk variabel tenaga kerja, memiliki pengaruh yang positif juga terhadap output sektor industri namun pengaruhnya tidak signifikan. Tenaga kerja yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi, karena sebagian besar di Kabupaten Bekasi industrinya adalah industri yang padat modal, misalnya industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan barang-barang dari plastik yang jumlah industrinya sebanyak 158, sedangkan jumlah tenaga kerjanya rata-rata sebanyak 132 per satu unit industri. Begitu pula dengan industri logam, mesin dan elektronika, jumlah industrinya 349 buah tetapi rata-rata penggunaan tenaga kerjanya hanya 157 orang setiap industri. Berbeda halnya pada industri yang memang tergolong labor intensive, misalnya industri tekstil dimana industri ini di Kabupaten Bekasi
79
jumlahnya hanya 67 buah tetapi rata-rata penggunaan tenaga kerja per unit industrinya mencapai 248 orang (BPS Kabupaten Bekasi, 2007). Selain itu, tidak signifikannya faktor tenaga kerja terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi dimungkinkan karena produktifitas dari tenaga kerja tersebut lebih rendah daripada produktifitas modal terhadap output. Hal ini terlihat dari sektor industri di Kabupaten Bekasi yang melakukan PHK terhadap karyawannya saat terjadi krisis finansial di akhir tahun 2008. Hasil estimasi persamaan regresi juga menerangkan bahwa ekspor berpengaruh siginfikan. Koefisien ekspor yang didapat adalah sebesar 0,07 yang berarti jika terjadi peningkatan ekspor sebesar 1 persen maka output sektor industri akan meningkat sebesar 0,07 persen. Hal ini sesuai dengan keadaan di Kabupaten Bekasi dimana peningkatan output sektor industri tercermin dari tingkat ekspornya yang tinggi (Bappeda, 2008). Variabel impor memiliki pengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Jika terjadi peningkatan volume impor sebesar satu persen maka output sektor industri akan turun sebesar 0,01 persen. Penurunan output sektor industri yang disebabkan peningkatan impor ini adalah karena adanya impor barangbarang dari luar negeri yang mengakibatkan kebutuhan barang masyarakat dalam negeri terpenuhi oleh barang-barang yang diproduksi di luar negeri khususnya barang industri, sehingga output sektor industri pun menurun di dalam negeri sebagai akibat dari permintaan barang dalam negeri yang menurun. Koefisien dummy yang didapat pada hasil regresi sebesar 0,17 menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah krisis, rata-rata perbedaan output
80
sektor industri adalah sebesar 0,17 persen. Variabel dummy yang berada pada persamaan output sektor industri menjelaskan bahwa krisis ekonomi yang terjadi sekitar tahun 1997-1998, tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Hal ini dilihat dari probabilitas dummy yang diperoleh dari regresi lebih besar dari taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini terjadi karena beberapa tahun setelah krisis, muncul industri-industri kecil yang dapat meningkatkan output sektor industri di Kabupaten Bekasi. Misalnya, di tahun 2000, industri-industri kecil di Kabupaten Bekasi jumlahnya sebanyak 30 industri kecil, di tahun 2001 jumlahnya meningkat menjadi 70 industri. (Disperindagkop Kabupaten Bekasi, 2002). Industri tersebut juga mendapatkan perizinan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bekasi sehingga jumlah industri kecil yang muncul dan mendapatkan perizinan dari Disperindagkop pun semakin bertambah dari tahun ke tahun. 5.4.3. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi Untuk melihat pengaruh investasi dan tenaga kerja di Kabupaten Bekasi terhadap output sektor industri, harus mengetahui besarnya elastisitas dari masingmasing input pada sektor industri tersebut. Jika elastisitas output modal lebih besar daripada elastisitas output tenaga kerja maka industri tersebut mempunyai kemampuan faktor produksi modal lebih besar daripada tenaga kerja, sehingga industri tersebut dikatakan sebagai industri padat modal. Begitu pula sebaliknya, jika elastisitas tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan elastisitas output
81
modal, maka industri tersebut dominan menggunakan tenaga kerja atau industri tersebut merupakan industri yang padat karya (Putong, 2002). Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, terlihat pada Lampiran 6 elastisitas output modal lebih besar 0,032883536 daripada elastisitas output tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri di Kabupaten Bekasi cenderung lebih dipengaruhi oleh tingkat modal (padat modal). Hal ini sesuai dengan keadaan di Kabupaten Bekasi dimana sebagian besar industri di Kabupaten Bekasi memang menggunakan modal. Sektor industri di Kabupaten Bekasi memperoleh alokasi investasi terbesar di antara Kabupaten dan Kota lainnya di Jawa Barat terutama untuk industri elektronik, mesin dan logam. Pada industri ini juga banyak diminati oleh para investor asing, dari 50 sektor industri yang berada di Kabupaten Bekasi, sektor industri tersebut adalah sektor industri yang masih diinginkan para investor asing3. Ciri lain dari Kabupaten Bekasi yang padat modal adalah investasi di sektor industri yang banyak menggunakan tenaga kerja, jumlahnya sedikit Misalnya industri tekstil pada tahun 2007, hanya memperoleh investasi sebesar US$ 3.420. Jumlah investasi tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan investasi pada industri logam, mesin, dan elektronika yang mencapai US$ 345.314. (BKPM, 2008) Jika ditelusuri lebih lanjut tentang investasi ini, dimana investasi dibagi lagi menjadi investasi asing dan dalam negeri, elastisitas output modal asing lebih elastis daripada elastisitas output modal domestik. Perhitungan elastisitas ini dapat 3
Kepala BPPMD Jawa Barat, Iwa Kartiwa dalam Kominfo Newsroom oleh Depkominfo, www.depkominfo.go.id [10 Juni 2009]
82
dilihat pada Lampiran 7 dimana pada Lampiran tersebut terlihat bahwa elastisitas output modal asing lebih besar daripada elastisitas output modal domestik. Elastisitas output modal asing dan domestik juga dapat dilihat dari hasil estimasi regresi persamaan output sektor industri yang terlihat pada koefisien masingmasing variabel PMA dan PMDN (Lampiran 3). Hal ini mengindikasikan bahwa di Kabupaten Bekasi, sektor industrinya lebih didominasi oleh PMA karena PMA di Kabupaten Bekasi memiliki kelonggaran dalam hal Daftar Skala Prioritas (DSP) yang dilakukan oleh investor asing untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Bekasi. Hal ini terjadi karena di Kabupaten Bekasi terdapat kawasan berikat dimana kawasan berikat ini merupakan kawasan dengan batas-batas tertentu, yang didalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean terhadap barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean atau dari dalam Daerah Pabean lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai, atau pungutan lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor atau reekspor. Mengenai elastisitas output tenaga kerja yang lebih kecil dari elastisitas output modalnya mengindikasikan bahwa tenaga kerja sektor industri Kabupaten Bekasi kurang produktif sehingga industri di Kabupaten Bekasi lebih dominan menggunakan input berupa modal. Hal ini semakin terlihat ketika terjadinya krisis finansial global pada akhir tahun 2008 dimana banyak terjadi PHK yang dilakukan oleh sektor industri di Kabupaten Bekasi terhadap para pekerjanya. Sektor industri di Kabupaten Bekasi telah melakukan PHK sebanyak 3000 karyawannya di industri logam, mesin, dan elektronik, serta industri tekstil.
83
Padahal industri tekstil merupakan industri yang seharusnya dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja4. Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh industri di Kabupaten Bekasi inilah yang mengakibatkan angka pengangguran di Kabupaten Bekasi tinggi, sehingga output dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dapat menurunkan angka pengangguran secara signifikan. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya PHK yang dilakukan oleh sektor industri sebagai akibat dari produktifitas tenaga kerja yang lebih rendah dari produktifitas modalnya.
4
Ketua Apindo Kabupaten Bekasi, Purnomo Narmiadi dalam Harian Pikiran Rakyat, www.ahmadheryawan.com [8 Desember 2008]
84
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Output sektor industri berpengaruh signifikan dan positif terhadap output total Kabupaten Bekasi. Peningkatan output sektor industri sebesar 1 persen maka akan meningkatkan output total Kabupaten Bekasi sebesar 0,64 persen. 2. Faktor yang mempengaruhi output sektor industri adalah investasi dan ekspor. Setiap peningkatan investasi, terutama PMA akan meningkatkan ouput sektor industri di Kabupaten Bekasi. Begitu juga dengan peningkatan ekspor akan meningkatkan output sektor industri. Variabel tenaga kerja dan impor, pada periode analisis tidak berpengaruh signifikan terhadap output sektor industri. 3. Elastisitas output modal dan output tenaga kerja yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan sektor industri di Kabupaten Bekasi lebih ke padat modal. Hal ini dilihat dari elastisitas output modal lebih besar daripada elastisitas output tenaga kerja. Diantara PMA dan PMDN, elastisitas yang paling besar ada pada elastisitas output modal asing (PMA).
6.2. Saran 1. Peningkatan output sektor industri akan meningkatkan output total Kabupaten Bekasi, maka diharapkan Pemerintahan Kabupaten Bekasi dapat meningkatkan lagi output sektor industrinya dengan cara meningkatkan investasi dan mempertahankan investasi yang sudah ada. Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan dan mepertahankan investasi diantaranya melakukan promosi
85
investasi, pernyediaan sarana penunjang investasi, insentif pemerintah, eliminasi hambatan struktural misalnya rantai birokrasi untuk perizinan investasi yang tidak terlalu panjang. 2. Adanya investasi berupa modal manusia, misalnya dengan mengadakan pelatihan atau training sebelum bekerja pada bidang yang lebih spesifik, diharapkan dapat mengakibatkan produktifitas output tenaga kerja meningkat. Selain itu juga, dengan adanya investasi sumber daya manusia diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran karena tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, sudah memiliki modal yang cukup untuk meningkatkan output sektor industri yang nantinya juga akan meningkatkan output total Kabupaten Bekasi. 3. Pemerintah Kabupaten Bekasi diharapkan dapat lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja di sektor industri, karena mengingat sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar dalam output total Kabupaten Bekasi. Misalnya dengan cara lebih memperbanyak investasi barang-barang modal yang juga masih menggunakan tenaga kerja, dimana tenaga kerja yang digunakan juga sudah dibekali dengan investasi sumber daya manusia (pelatihan soft skill), sehingga selain output yang dihasilkan dari sektor industri maupun output total akan meningkat, angka pengangguran di Kabupaten Bekasi pun dapat menurun.
86
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2008. Realisasi Investasi Izin Usaha Tetap 1990-2007. BKPM, Jakarta. Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat. 2007. Realisasi PMA dan PMDN Provinsi Jawa Barat. BPPMD, Bandung. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi. 2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi 2007.Bappeda, Bekasi. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi. 2009. “Kabupaten Bekasi Masih Jadi Incaran Investasi Asing”. Depkominfo. http://www.depkominfo.go.id [10 Juni 2009] Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2007-2008. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009”. BPS, Jakarta. http://www.bps.go.id [27 Juli 2009] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi 1991-2008. Bekasi dalam Angka 19912008. BPS, Bekasi. Bank Indonesia. 2006. Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan Kepulauan Bangka Belitung Triwulan II-2006. BI, Palembang. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi. 2002. Jumlah Perizinan Industri Kecil di Kabupaten Bekasi. Disperindagkop, Bekasi. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi. 2008. Nilai Ekspor-Impor Kabupaten Bekasi. Disperindagkop, Bekasi. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2006. Konsep Ketenagakerjaan. Disnakertrans, Jakarta. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bekasi. 2008. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut KLUI. Disnakertrans, Bekasi. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Dornbusch, R. dan S. Fischer. 1997. Ekonomi Makro. Rineka Cipta, Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
87
Kawengian, R.V. 2002. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja dalam Sektor Pertanian dan Sektor Industri Guna Menentukan Strategi Pembangunan Irian Jaya. [Makalah Falsafah Sains]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, G.R., N.P. Courant, D.D. Purvis, dan O.P. Steiner. 1999. Ekonomi Makro. Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Nachrowi, N.D., dan H. Usman. 2006. Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. FE UI, Jakarta. Octivaningsih, A.R. 2006. Analisis Pengaruh Upah Minimum Kabupaten terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Panglaykim, J. 1983. Perusahaan Multinasional dalam Bisnis Internasional. Yayasan Proklamasi Centre For Strategic and International Studies, Jakarta. Putong, I. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahayu, H. 2008. “Angka Pengangguran 2009 Naik Menjadi 9 Persen” [Media Indonesia Online]. http://www.lipi.go.id/www.cgi [ 31 Agustus 2008] Ravianto, J. 1986. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. UI-Press, Jakarta. Sastrosoenarto, H. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan Sektor Pertanian dan Jasa Menuju Visi Indonesia 2030. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sitompul, N.L. 2008. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara. USU e-Respository. USU Official Website. http://www.library.usu.ac.id [11 Agustus 2009] Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Pustaka LP3ES, Jakarta. Tambunan, T.T.H. 2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang Kasus Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Tejasari, M. 2008. Peranan Sektor Usaha Kecil dan Menengah dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi. [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
88
89
Lampiran 1 Data-data yang Digunakan pada Penelitian tahun
pma (Rp)
1990
19.585.998,63
pmdn (Rp) 114.871,29
inv (Rp)
ekspor (US $)
impor (US $)
jtk (orang)
pdrb_pert (Rp)
pdrb_phr (Rp)
pdrb_js (Rp)
pdrb_indt (Rp)
134.457,29
14.371.410,31
81.680.843,13
143.621
1130.295,37
462.097,68
22.399,03
4.547.232,37
pdrb_total (Rp) 7.740.161,09
1991
75.598.375,50
20.368,02
95.966,40
6.386.510,74
86.468.938,03
111.343
1111.582,48
490.586,46
23.774,33
5.581.926,32
8.952.029,37
1992
123.916.070 ,78
386.696,48
510.612,55
318.989,03
5.655.623,42
153.710
1170.896,09
522.058,41
25.438,53
7.033.686,66
10.700.299,88
1993
329.283.731 ,41
2.073.214,65
2.402.498,38
18.297.021,77
8.109.802,89
149.402
1233.373,84
1.714.907,47
341.877,90
19.567.539,33
23.864.733,34
1994
1.977.966.264,19
925.547,28
2.903.513,55
153.927.111,18
194.274.361,3.9
193.311
1038.424,56
1.965.300,90
427.196,66
22.861.620,20
27.488.958,76
1995
2.073.412.810,44
683.397,41
2.756.810,22
63.640.557,00
14.784.554,15
227.353
934.105,01
2.291.217,47
480.974,59
26.621.371,66
31.694.328,69
1996
2.395.944.406,34
979.192,99
3.375.137,39
215.654.473,92
27.669.785,73
378.861
920.583,51
2.624.567,77
501.536,30
29.799.786,73
35.467.663,63
1997
2.773.759.949,04
2.931.500,71
5.705.260,66
528.951.253,35
44.326.602,93
100.655
762.071,64
2.759.718,02
516.113,99
32.263.251,32
38.133.522,95
1998
6.942.611.067,74
374.238,59
7.316.849,66
343.488.210,70
51.925.755,76
125.197
697.728,99
2.510.648,99
520.424,53
24.386.437,20
29.469.121,75
1999
5.384.610.597,29
194.691,86
5.579.302,45
319.829.116,66
11.171.890,95
81.038
690.453,25
2.603.493,72
532.019,84
24.938.872,39
30.160.545,91
2000
1.465.630.968,78
178.617,72
1.644.248,69
10.233.148.511,85
14.255.880,08
102.349
715.242,83
2.686.367,35
549.746,09
25.503.822,09
30.956.266,65
2001
2.507.871.305,92
159.721,94
2.667.593,24
1.054.080.281,44
22.353.292,37
186.408
731.469,76
2.804.245,25
589.173,33
25.918.168,00
31.783.599,84
2002
3.074.357.059,33
620.321,49
3.694.678,55
9.406.796.028,99
3.467.453,95
221.911
759.386,11
2.946.656,30
615.192,33
27.092.769,50
33.316.446,15
2003
3.300.133.524,62
785.224,85
4.085.358,38
6.407.517.705,33
2.823.487,19
176.557
790.495,09
3.131.000,76
656.535,23
28.554.447,60
35.225.025,40
2004
3.681.989.560,61
553.286,88
4.235.276,44
8.783.726.757,96
6.319.263,37
216.738
828.782,35
3.353.750,40
835.571,42
31.412.017,69
38.976.643,97
2005
9.074.821.496,26
747.566,61
9.822.388,11
15.018.615.916,50
22.210.701,51
217.113
821.884,17
3.640.123,07
875.024,22
33.198.553,20
41.319.270,04
2006
5.330.561.648,33
310.701,00
5.641.262,64
8.555.244.201.97
74.881.129,76
198.376
859.058,70
3.947.358,93
996.685,66
35.043.950,48
43.793.374,65
2007
3.329.910.419,38
907.257,58
4237.168,00
3.743.806.688.15
33.201.161,64
211.334
881.001,98
4.334.092,28
1.068.823,53
37.060.103,20
46.480.291,50
90
Lampiran 2 Hasil Analisis Regresi Berganda pada Persamaan Output Total di Kabupaten Bekasi (Model Pertama) Dependent Variable: LNPDRB_TOT Method: Least Squares Date: 08/11/09 Time: 00:09 Sample: 1990 2007 Included observations: 18 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPDRB_PERT LNPDRB_INDT LNPDRB_PHR LNPDRB_JS DK
1.266033 0.021658 0.644144 0.272586 0.054039 -0.042884
0.360052 0.015771 0.010657 0.029162 0.025770 0.007007
3.516255 1.373316 60.44048 9.347389 2.097002 -6.119846
0.0043 0.1948 0.0000 0.0000 0.0579 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999943 0.999919 0.004842 0.000281 74.05657 41751.32 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
17.12177 0.536561 -7.561841 -7.265051 -7.520918 1.501606
91
Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi Berganda pada Persamaan Output Sektor Industri di Bekasi (Model Ke dua) Dependent Variable: LNPDRB_INDT Method: Least Squares Date: 08/09/09 Time: 18:39 Sample: 1990 2007 Included observations: 18 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPMA LNPMDN LNJTK LNEKS LNIMP DK
8.670587 0.258529 0.113653 0.025517 0.066064 -0.014971 -0.176357
1.642261 0.048863 0.058935 0.123760 0.029656 0.043915 0.204826
5.279663 5.290874 1.928459 0.206186 2.227723 -0.340901 -0.861009
0.0003 0.0003 0.0800 0.8404 0.0477 0.7396 0.4076
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.953099 0.927516 0.171683 0.324224 10.60934 37.25594 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
16.87731 0.637685 -0.401037 -0.054782 -0.353293 1.939837
92
Lampiran 4 Hasil Analisis Uji Ekonometrika pada Model Output Total di Kabupaten Bekasi (Model Pertama) Uji Multikolinearitas LNPDRB_PERT LNPDRB_INDT LNPDRB_PHR LNPDRB_JS DK
LNPDRB_PERT LNPDRB_INDT LNPDRB_PHR LNPDRB_JS 1.000000 -0.792955 -0.807705 -0.775241 -0.792955 1.000000 0.943562 0.942442 -0.807705 0.943562 1.000000 0.993505 -0.775241 0.942442 0.993505 1.000000 -0.753285 0.551361 0.729339 0.727867
DK -0.753285 0.551361 0.729339 0.727867 1.000000
Uji Klein Variabel dependen LNPDRB_PERT LNPDRB_INDT LNPDRB_PHR LNPDRB_JS DK
Variabel independen LNPDRB_INDT, LNPDRB_PHR, LNPDRB_JS, DK LNPDRB_PERT , LNPDRB_PHR, LNPDRB_JS, DK LNPDRB_PERT , LNPDRB_INDT , LNPDRB_JS, DK LNPDRB_PERT , LNPDRB_INDT, LNPDRB_PHR, DK LNPDRB_PERT , LNPDRB_INDT, LNPDRB_PHR, LNPDRB_JS
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.475470 4.101394
Prob. F(2,10) Prob. Chi-Square(2)
0.2745 0.1286
Prob. F(5,12) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5)
0.2876 0.2461 0.8206
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.413787 6.672675 2.201696
Uji Normalitas 7
Series: Residuals Sample 1990 2007 Observations 18
6 5 4 3 2 1 0 -0.005
0.000
0.005
0.010
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.07e-15 -0.000610 0.007886 -0.007085 0.004068 0.461687 2.484807
Jarque-Bera Probability
0.838533 0.657529
Ri-Square 0,898419 0,970143 0,991343 0,993722 0,892578
93
Lampiran 5 Hasil Analisis Uji Ekonometrika pada Persamaan Output Sektor Industri di Kabupaten Bekasi (Model Ke dua) Uji Multikolinearitas LNPMA 1.000000 0.454263 0.232054 0.766884 -0.162574 0.653519
LNPMA LNPMDN LNJTK LNEKS LNIMP DK
LNPMDN 0.454263 1.000000 0.356272 0.233241 -0.249552 -0.086078
LNJTK 0.232054 0.356272 1.000000 0.221826 -0.091985 -0.019231
LNEKS 0.766884 0.233241 0.221826 1.000000 -0.170336 0.797757
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.282898 1.064660
Prob. F(2,9) Prob. Chi-Square(2)
0.7601 0.5872
Prob. F(6,11) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
0.5360 0.4383 0.9837
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.886506 5.866932 1.049141
Uji Normalitas
5
Series: Residuals Sample 1990 2007 Observations 18
4
3
2
1
0 -0.2
-0.1
-0.0
0.1
0.2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.21e-15 -0.015994 0.224756 -0.249461 0.138101 0.127361 1.957662
Jarque-Bera Probability
0.863513 0.649367
LNIMP -0.162574 -0.249552 -0.091985 -0.170336 1.000000 -0.323515
DK 0.653519 -0.086078 -0.019231 0.797757 -0.323515 1.000000
94
Lampiran 6 Perhitungan Elastisitas Output Modal: Y
= f(K) .................................................................... (6.1) ....................... (6.2)
................................................. (6.3) dimana: Y K EY,K
= Output Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Investasi/Modal Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Elastisitas output terhadap Modal
Sehingga dari persamaan (6.3) didapat: 14221269,7847 + 2,77514127121 K
→ 2,77514127121 x 0,420047048
95
Lampiran 7 Perhitungan Elastisitas Output Modal Asing: Y
= f(MA) .............................................................. (6.4)
............. (6.5) .................................... (6.6) dimana: Y MA EY,MA
= Output Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Investasi/Modal Asing Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Elastisitas Output terhadap Modal Asing
Sehingga dari persamaan (6.6) didapat: 16922537,5797 + 0,00253945207641 MA
→ 0,00253945207641 x 0,309887530
96
Lampiran 8 Perhitungan Elastisitas Output Modal Domestik: Y
= f(MD) .......................................................... (6.7) .............. (6.8)
................................ (6.9) dimana: Y MD EY,MD
= Output Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Investasi/Modal Asing Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Elastisitas Output terhadap Modal Asing
Sehingga dari persamaan (6.9) didapat: 21485762,2414 + 4,22061440762 MD
→ 4,22061440762 x 0,123796157
97
Lampiran 9 Perhitungan Elastisitas Output Tenaga Kerja: Y
= f(TK) .................................................................. (6.10) .................... (6.11)
.......................................... (6.12) dimana: Y TK EY,TK
= Output Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Rupiah) = Tenaga kerja Sektor Industri Kabupaten Bekasi (Orang) = Elastisitas output tenaga kerja
Sehingga dari persamaan (6.12) didapat: 15027620,7724 + 53,4815548187 TK → 53,4815548187 x 0,387163512
98
Lampiran 10 Fungsi Kabupaten Bekasi dalam Konstelasi Jabodetabek