UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN
PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan oleh:
ANTONI SIANTURI 050501046 DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi 2009 Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRACT The aim of this research is to analyze the Effect of Investments and consumption on the absorption of labor on Industrial Sector in North Sumatera. Data used for this research is time series data from 1982-2006. Independent variables are Local Investment, Foreign Direct Investment, and Degree of Consumption. The method used is OLS ( Ordinary Least Square ) by using Econometric Model. The result shows that Local Investement, Foreign Direct Investment, degree of consumption have positively effected on the absorbtion of labor. The Local Investment and Foreign Investment are respectively effect on absorbtion of labor at α = 5%. Mean while, Degree of consumption is significantly at α = 1%. Keywords: Local Investment, Foreign Direct Investment, Degree of Consumption, and absorbtion of labor
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh investasi dan konsumsi pada sektor industri di Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series (data berkala) dari tahun 1982-2006. Variabel independennya adalah PMDN, PMA, dan tingkat Konsumsi. Metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) yaitu dengan model ekonometrika. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa PMDN, PMA, dan tingkat Konsumsi secara bersama mempunyai pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. PMDN dan PMA signifikan pada α = 5%. Sedangkan tingkat Konsumsi signifikan pada α = 1%. Kata kunci: PMDN, PMA, Konsumsi, dan Penyerapan Tenaga Kerja.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Dengan penuh kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur bagi Tuhan Allah Bapa dan anakNya Yesus Krisus serta Roh Kudus yang sangat baik yang telah melimpahkan berkat kasih-Nya sehingga penulis dimampukan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana dari Program Strata I Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah: “Pengaruh Investasi dan Konsumsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara”. Skripsi ini saya dedikasikan khusus buat orang tua tercinta (P. Sianturi dan S. Simbolon). Terima kasih atas doa dan kasih yang kalian yang selalu menyertaiku dalam perjalanan hidupku. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan perhargaan yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan terutama kepada: 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec sebagai ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSP sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini. 4. Bapak Drs. A. Samad Zaino M.Si sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 5. Ibu Ilyda Sudrajat M.Si sebagai Dosen Penguji II
yang juga telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 6. Bapak Prof. Dr. Ramli, M.S, sebagai dosen Penasehat Akademik 7. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan. 8. Seluruh Staff Pegawai Bank Indonesia Cabang Medan yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi penulis. 9. Seluruh Staff dan Pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini. 10. Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO), yang selalu memberikan dukungan doa dan materi dalam studi saya.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
11. Buat Abang Ridwan Sianturi, terikasih atas doa dan bantuannya. Buat adikadik saya yang manis Risjen Sianturi, Purnama Sianturi, Wardiman Sianturi, dan Hendra Sianturi kalian adalah bagian dari cita-cita saya. 12. Buat
orang-orang yang mengasihi dan
penulis kasihi, Melda Saragih,
Fitrianita Saragih, Meri Tampubolon, Wati, Eva Siburian, Derwan Purba terima kasih atas dukungan dan doanya serta juga buat teman-teman EP’05 (spesial buat Bodianto, S.E dan Stevanus, S.E), EP’04 Philip, terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kita selama perkuliahan di Fakultas Ekonomi. 13. Buat Anak-anak Angel Com, terima kasih atas waktu yang boleh kita lewati dalam keceriaan dan kebahagiaan, terutama buat D’Masiv, Master Mister Marbun (M3), Lae Malau, Lisa si Ratu Narziz, Santa Pesisir, Lucifer yang baik, Tober, Heri D’Tolen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu sangat diharapkan saran maupun kritikan yang membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan. Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Maret 2009
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
( Antoni Sianturi ) DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ........................................................................................... i ABSTRAK..............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ............................................................................
iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................
5
1.3 Hipotesis ...................................................................................
6
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................
6
1.4.1 Tujuan Penelitian ..........................................................
6
1.4.2 Manfaat Penelitian ........................................................
7
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Tenaga Kerja.............................................................................
8
2.1.1 Pengertian Tenaga Kerja ...............................................
8
2.1.2 Penyerapan Tenaga Kerja ..............................................
10
2.2 Investasi ....................................................................................
14
2.2.1 Pengertian Investasi ......................................................
14
2.2.2 Jenis-jenis Investasi.......................................................
16
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi ................
19
2.3. Konsumsi .................................................................................
22
2.3.1 Pengertian Konsumsi ....................................................
22
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempenaruhi Konsumsi .................
22
2.4 Industri .....................................................................................
32
2.4.1 Pengertian Industri ........................................................
32
2.4.2 Teori Industrialisasi.......................................................
34
2.4.3 Strategi Industrialisasi ...................................................
35
2.4.4 Klasifikasi Industri ........................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
41
3.2 Jenis dan Sumber Data ..............................................................
41
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .....................................
42
3.4 Pengolahan Data .......................................................................
42
3.5 Metode Analisis Data ................................................................
42
3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ..................................
44
3.7 Defenisi Operasional Variabel...................................................
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Propinsi Sumatera Utara...........................................
50
4.2 Perkembangan Perekonomian Sumatera Utara ..........................
56
4.3 Perkembangan Kesempatan Kerja .............................................
65
4.4 Perkembangan Investasi ............................................................
68
4.4.1 Perkembangan PMDN ..................................................
70
4.4.2 Perkembangan PMA .....................................................
72
4.5 Perkembangan Konsumsi ..........................................................
75
4.6 Analisa Data .............................................................................
77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...............................................................................
85
5.2 Saran.........................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
SURAT PERNYATAAN
DAFTAR TABEL 4.1
Kondisi Geografis Sumatera Utara Menurut Kabupaten/ Kotamadya PDRB Sektor Industri Pengolahan Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2001-2005 Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005
51
Nilai Output Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005 Nilai Input Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005
60
4.6
Nilai Tambah Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri Atas Dasar Harga Pasar Tahun 2001-2005
63
4.7
Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap pada Sektor Industri
66
4.8
67
4.10
Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan Industri Perkembangan Investasi pada Sektor Industri di Sumatera Utara Perkembangan PMDN pada Sektor Industri di Sumatera Utara
4.11
Perkembangan PMA pada Sektor Industri di Sumatera Utara
73
4.12
Konsumsi Total pada Sektor Industri di Sumatera Utara
75
4.13
Hasil Estimasi PMDN (X1), PMA (X2) dan Konsumsi (X3) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y)
78
4.2 4.3
4.4 4.5
4.9
Tabel
Judul
58 59
62
69 71
Halaman
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
2.1
Investasi Otonom
18
2.2
Investasi Dorongan
19
2.3
Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Investasi
4.1
Kontribusi Sektor Industri Pengolahan pada Perekonomian
57
Sumatera Utara menurut Kelompok Industri Tahun 2005. 4.2
Uji F-statistik
79
4.3
Uji D-W Statistik
84
Gambar
Judul
Halaman
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Judul Jumlah PMDN, PMA, Konsumsi dan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 19822006
2
Hasil Estimasi Penanaman Modal Dalam Negeri (X1), Penanaman Modal Asing (X2), dan Konsumsi (X3) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y) Hasil Estimasi Penanaman Modal Asing (X2) dan Konsumsi (X3) terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) Hasil Estimasi Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) dan Konsumsi (X3) terhadap Penanaman Modal Asing (X2) Hasil Estimasi Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) dan Penanaman Modal Asing (X2) terhadap Konsumsi (X3)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan
ekonomi
yang
ditempuh
oleh
Negara-negara
sedang
berkembang bertujuan antara lain tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya. Untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tersebut, masalah utama yang dihadapi oleh setiap Negara yang membangun termasuk Indonesia adalah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan. Kebanyakan negara maju menganggap sektor industri merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian karena mampu memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan produk lainnya seperti pertanian. Oleh karena itu, strategi industrialisasi sering digunakan untuk mencapai kesejahteraan. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa sebagian besar negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan jasa (Rostow, 1960). Investasi dilakukan untuk membentuk faktor produksi kapital, dimana sebagian dari investasi tersebut digunakan untuk pengadaan berbagai barang modal yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Melalui investasi, kapasitas Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
produksi dapat ditingkatkan yang kemudian mampu untuk meningkatkan output dan pada akhirnya juga meningkatkan pendapatan. Iklim investasi mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi perusahaan-perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan dan perkembangan. Suatu iklim investasi yang baik akan meningkatkan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Persaingan juga memainkan suatu peran kunci dalam memicu inovasi produktifitas serta menjamin bahwa manfaat dari perbaikan produktifitas akan turut dinikmati oleh para perkerja dan konsumen. Melihat pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan melalui suatu sudut pandang iklim investasi akan memberikan beberapa pandangan sebagai berikut: sudut pandang ini meletakkan perusahaan sebagai pemain yang menentukan keputusan investasi dan penggunaan tenaga kerja. Sudut pandang ini melihat bahwa perusahaan melakukan penilaian terhadap kesempatan investasi dan kebijakan serta perilaku pemerintah yang terkait sebagai bagian dari suatu paket. Cara pandang menyoroti sifat dari aktifitas investasi yang senantiasa memandang ke depan. Investasi didasarkan pada ekspektasi-ekspektasi mengenai masa depan dan tidak hanya berdasarkan keadaan-keadaan saat ini saja. Suatu iklim investasi yang baik akan memberikan masyarakat kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan keadaan dirinya sendiri dan memperbaiki iklim investasi merupakan tonggak pertama dari strategi pembangunan. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Investasi sektor industri diharapkan dapat membantu memecahkan masalah pengangguran yang dihadapi oleh Indonesia dan di Sumatera Utara khususnya. Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2005 menggambarkan bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 105.8 juta orang atau meningkat 1.76% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari keseluruhan angkatan kerja pada tahun 2005, sekitar 62,2 juta orang (58,8%) berada di wilayah pedesaan, sedangkan 43,6 juta orang (41,2%) berada di wilayah perkotaan. Dari angka tersebut, angkatan kerja yang termasuk ke dalam kategori pengangguran terbuka berjumlah 10,8 juta orang (10,3%), atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 10,4 juta orang (9,9%). Secara geografis sejumlah 5 juta orang (45,7%) pengangguran terbuka berada di wilayah pedesaan dan 5,9 juta orang (54,3%) berada di wilayah perkotaan. Selanjutnya, sebanyak 3,9 juta orang dari total angka pengangguran terbuka merupakan penganggur usia muda (1524 tahun), atau meningkat dibandingkan tahun 2004 yang berjumlah 3,4 juta orang (BPS, 2006). Secara ekonomis, upaya menurunkan jumlah pengangguran terbuka melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi masih belum mampu mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Disamping kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masih terbatas, kemampuan menciptakan lapangan kerja relatif kecil dan terdapat kecenderungan mengalami penurunan.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Secara teoritis, meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan asumsi terjadi peningkatan investasi. Studi empiris menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah untuk industri akan meningkatkan PDB, kemudian direspon dengan peningkatan permintaan tenaga kerja sehingga proporsi pengangguran dapat ditekan. Selama terjadi krisis ekonomi, penyerapan tenaga kerja secara nasional mangalami penurunan sehingga terjadi pengangguran. Pengangguran merupakan masalah di bidang ketenagakerjaan. Di satu sisi yang menjadi sasaran adalah pemerataan distribusi pendapatan dalam menjaga serta meningkatkan stabilitas nasional. Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada satu tingkat upah (Kusumosuwhido, 1981). Penyediaan kesempatan kerja yang luas sangat diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Sempitnya lapangan kerja yang tersedia akan menyebabkan terjadinya pengangguran yang akan membawa masalah yang lebih besar lagi. Menurut pemerintah, pertumbuhan ekonomi didukung oleh peningkatan konsumsi di dalam negeri, di samping peningkatan ekspor dan membaiknya investasi. Faktor konsumsi menjadi penopang terbesar pertumbuhan ekonomi 75% baru sisanya ditopang oleh ekspor dan investasi. Laju konsumsi ini bisa dilihat dari ekspansi kredit Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
konsumsi yang terbilang luar biasa. Rata-rata kredit konsumsi tumbuh lebih dari 40% tiap tahun di periode 2000-2003. Nilai ini jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing sekitar 12% dan 10,5%. Target pembangunan Perekonomian Indonesia tahun 2009 antara lain yaitu mengurangi tingkat pengangguran dari 9,7% menjadi 5%, mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6% menjadi 8,1%, meningkatkan pertumbuhan di atas 6,6% dengan rata-rata pertumbuhan pertanian 3.5% per tahun, dan rasio investasi terhadap PDB harus naik menjadi 24,4%. Untuk
mencapai
target
tersebut,
Presiden
RI
periode
2004-2009
mencanangkan Triple track strategy sebagai acuan, yakni: (1) pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada peningkatan ekspor dan peningkatan investasi baik dalam negeri maupun luar negeri, (2) penciptaan lapangan kerja dengan memacu sektor riil, (3) revitalisasi pertanian dan pedesaan untuk mengurangi kemiskinan (Priyarsono, 2005). Investasi dalam arti yang luas memegang peranan sangat penting dalam pencapaian target-target tersebut, mengingat peran kegiatan tersebut signifikan dalam perekonomian Indonesia, lebih khusus pada penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Investasi dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Penyerapan tenaga kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara? 3. Bagaimana Pengaruh Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara?
1.3 HIPOTESIS Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang positif antara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja 2. Terdapat hubungan yang positif antara Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja 3. Terdapat hubungan positif antara Konsumsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui besarnya Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada sektor Industri di Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui besarnya Pengaruh Konsumsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan studi atau tambahan bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ekonomi, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahun dalam hal Investasi, Konsumsi dan Penyerapan Tenaga Kerja yang akan berguna di masa yang akan datang. 3. Sebagai proses pembelajaran dan menambah wawasan bagi penulis dalam hal menganalisa dan berpikir.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 TENAGA KERJA 2.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Angkatan
kerja
(labor
force)
menurut
Soemitro
Djojohadikusumo
didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif atau bisa juga disebut sumber daya manusia. Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu peningkatan kegiatan ekonomi yang
pada
akhirnya
akan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Pada
kenyataannya, jumlah penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraaan
Jumlah Penduduk Total
Penduduk dalam Usia Kerja
Bukan Angkatan
Masih Sekolah
Ibu Rumah Tangga
Penduduk di Luar Usia Kerja
Angkatan Kerja
Lain
lain
Bekerja
Di bawah usia kerja
Di atas usia
Mencari Kerja/ Menganggur
Dari bagan di atas terlihat bahwa angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk yang termasuk ke dalam usia kerja. Usia kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia kerja ini berkisar antara 14 sampai 25 tahun. Selain penduduk dalam usia kerja, ada juga penduduk di luar usia kerja, yaitu di bawah usia kerja dan di atas
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
usia kerja. Penduduk dimaksud yaitu anak-anak usia sekolah dasar dan yang sudah pensiunan atau berusia lanjut. Bagian lain penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Yang termasuk di dalamnya adalah para remaja yang sudah termasuk usia kerja tetapi belum bekerja atau belum mencari pekerjaan karena masih sekolah. Ibu rumah tangga pun termasuk ke dalam kelompok bukan angkatan kerja. Penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja, dikelompokkan menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan kerja (mencari kerja atau menganggur). Tenaga kerja (man power adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.
2.1.2 Penyerapan Tenaga Kerja Pada negara yang sedang berkembang umumnya masalah pengangguran merupakan problema yang sulit dipecahkan hingga kini. Karena masalah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal. Seperti halnya juga di negara Indonesia, pemerintah mengupayakan berbagai jalan keluar untuk dapat mengatasi pengangguran secara lambat laun baik di perkotaan dan di pedesaan. Proses dari usaha-usaha kesempatan kerja yang merupakan topik dalam penelitian ini dapat diwujudkan apabila pembinaan dan pengembangan industri-
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
industri kecil, sedang dan besar dapat berjalan dengan semestinya. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk dapat mendorong perekonomian rakyat. Pengertian dari penyerapan itu sendiri diartikan cukup luas, menyerap tenaga kerja dalam maknanya menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha untuk dapat sesuai dengan usaha itu sendiri. Dalam ilmu ekonomi seperti kita ketahui faktor-faktor produksi adalah tanah, modal, tenaga kerja, skill (keahlian). Salah satu faktor tersebut tenaga kerja yang benar sesuai kebutuhan dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki agar tenaga kerja yang dimiliki dalam sektor industri. Modal utama yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia. Menurut Sondang P.Siagian (1995) yakni: “Sumber daya manusia dan kekayaan alam melimpah ternyata tidak banyak artinya tanpa dikelola manusia dengan baik. Artinya sumber daya lainnya dan kekayaan alam tetap modal yang berharga akan tetapi modal tersebut hanya ada artinya apabila digunakan oleh manusia, tidak hanya bagi kepentingan diri sendiri tetapi demi kepentingan kesejahteraan masyarakat secara langsung”. “Tanpa sumber daya alam yang handal pengelolaannya, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya lainnya menjadi tidak berguna dan berhasil. Dalam situasi yang demikian mustahil gambaran tentang usaha pencapaian yang berakibat pada kegelisahan atau keresahan di kalangan masyarakat”.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Tenaga kerja yang ada atau lapangan usaha yang ada, tidak mampu menyerap tenaga kerja dalam kondisi yang tidak siap pakai. Disinilah perlunya peranan pemerintah upaya mengatasi melalui pembinaan dan pengembangan industri kecil diharapkan dapat memberikan hasil yang diharapakan. Selanjutnya dari uraian di atas dijelaskan melalui peningkatan bantuan lunak dan peningkatan bantuan keras dapat dapat meningkatkan motivasi, pengetahuan, keterampilan, dan wawasan/pandangan yang luas sehingga lebih mempermudah proses penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan. Masalah penyerapan tenaga kerja ini juga tidak terlepas dari kesempatan yang tersedia di tengah-tengah masyarakat. Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan. Dalam posisi keseimbangan, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas jasa atas faktor-faktor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa dan balas jasa dari faktorfaktor produksi lainnya. Pendapatan atas faktor-faktor produksi tersebut seluruhnya akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan perusahaan. Ini yang dimaksudkan Say bahwa pemasaran akan selalu berhasil menciptakan permintaan sendiri. Dalam posisi keseimbangan, tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan permintaan. Kalaupun terjadi ketidakseimbangan, misalnya pasokan lebih besar dari permintaan, kekurangan konsumsi, atau terjadi pengangguran, maka keadaan ini Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dinilai kaum klasik sebagai suatu “tangan tak kentara” yang membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Kaum klasik juga percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh. Dengan demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan
tingkat
upah
lebih
rendah
ini
akan
menarik
perusahaan
untuk
memperkerjakan mereka lebih banyak. Jadi, dalam pasar persaingan sempurna mereka yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan. Pengecualian, berlaku bagi mereka yang pilih-pilih pekerjaan atau tidak mau bekerja dengan tingkat upah yang diatur oleh pasar. Tetapi kalau ada yang tidak bekerja karena kedua alasan yang disebutkan di atas, mereka ini oleh kaum klasik tidak digolongkan pada penganggur, melainkan pengangguran sukarela. Teori Say mengatakan bahwa “penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri” di atas dikritik habis-habisan oleh Keynes sebagai suatu kekeliruan. Dalam kenyataannya, demikian Keynes, biasanya permintaan lebih kecil dari penawaran, akan ditabung dan tidak semuanya dikonsumsi. Dengan demikian permintaan efektif biasanya lebih kecil dari total produksi. Kalaupun kekurangan ini biasanya dieliminir dengan menurunkan harga-harga, maka pendapatan tentu akan turun, dan sebagai
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
akibatnya tetap saja permintaan lebih kecil dari penawaran. Karena konsumsi lebih kecil dari pendapatan, berarti tidak semua produksi akan diserap masyarakat. Kritikan John Maynard Keynes (1883-1946) yang lain terhadap sistem klasik yang juga sangat perlu diperhatikan ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada mekanisme penyesuaian otomatis yang menjamin bahwa perekonomian akan mencapai keseimbangan pada tingkat penggunaan kerja penuh. Hal ini sangat jelas dalam alanisis tentang pasar tenaga kerja. Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kaum klasik percaya bahwa dalam posisi keseimbangan semua sumber daya, termasuk didalamnya sumber daya tenaga kerja, akan dimanfaatkan secara penuh. Kalau seandainya terjadi pengangguran, pemerintah tidak perlu melakukan tindakan kebijaksanaan apa pun. Pandangan klasik ini tidak diterima Keynes. Menurut pandangan Keynes, dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik di atas. Di manapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah. Dari sini Keynes mengecam analisis kaum klasik yang didasarkan pada pengandaian-pengandaian yang keliru dengan kenyataan hidup sehari-hari. Kalaupun tingkat upah diturunkan, tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat tentu akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannnya akan menyebabkan konsumsi
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga. Kalau harga-harga turun, maka nilai produktifitas marginal labor, yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai produktifitasnya hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktifitas marginal turun drastis pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung jadi semkin kecil, dan pengangguran menjadi semakin luas. Mengingat kesempatan kerja yang terbatas tersebut maka pemerintah mengupayakan penciptaan lapangan kerja yang nantinya dapat menampung maupun mengurangi tingkat pengangguran yang berada di tengah-tengah masyarakat melalui penciptaan usaha-usaha industri kecil. Dengan tambah dan berkembangnya industri kecil maka dampaknya akan sangat luas terhadap penyerapan tenaga kerja. Peningkatan sumber daya manusia yang terbatas tentunya akan menghambat pengembangan itu sendiri. Merupakan tugas dan tanggung jawab masyarakat secara bersama-sama dengan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta berpartisipasi menunjang program pemerintah pada peningkatan taraf hidup yang lebih adil dan merata. Lalu pemerintah melalui
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
pembinaan dan penyuluhan yang diberikan berupaya membuka wawasan pandang jauh lebih kedepan sekaligus upaya peningkatan sumber daya manusia.
2.2 INVESTASI 2.2.1 Pengertian Investasi Secara umum investasi meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru dan sebagainya. Menurut Sukirno (2000), Investasi didefinisikan sebagai pengeluaranpengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan perkataan lain, dalam teori ekonomi investasi berarti kegiatan perbelanjaan
untuk
meningkatkan
kapasitas
memproduksi
sesuatu
dalam
perekonomian. Dalam kaitannnya dengan perusahaan dimana perusahaan melakukan investasi untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya dimana dana investasi tersebut salah satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka Deliarnov (1995) mengemukakan: investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk kerperluan bangunan kantor, bangunan tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya, juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga. Dari beberapa pendapat di atas tentang investasi, maka dapat disimpulkan investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk medapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
2.2.2 Jenis-jenis Investasi Berdasarkan kekhususan tertentu dari kegiatannya, investasi dibagi dalam kelompok: 1. Investasi Baru Investasi baru yaitu investasi bagi pembuatan sistem produksi baru, baik sebagai bagian dari usaha baru untuk produksi baru maupun perluasan produksi, tetapi harus menggunakan sistem produksi baru. 2. Investasi Peremajaan Investasi jenis umumnya hanya digunakan untuk mengganti barang-barang kapital lama dengan yang baru, tetapi masih dengan kapasitas dan ongkos produksi yang sama dengan alat yang digantikannya. 3. Investasi Rasionalisasi
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Pada kelompok ini peralatan yang lama diganti oleh yang baru tetapi dengan ongkos produksi yang lebih murah, walaupun kapasitas sama dengan yang digantikannya. 4. Investasi perluasan Dalam kelompok investasi ini peralatannya baru sebagai pengganti yang lama. Kapasitasnya lebih besar sedangkan ongkos produksi masih sama. 5. Investasi Modernisasi Investasi ini digunakan untuk memproduksi barang baru yang memang proses baru, atau memproduksi lama dengan proses yang baru. 6. Investasi Diversifikasi Investasi ini untuk memperluas program produksi perusahaan tertentu, sesuai dengan program diversifikasi kegiatan usaha korporasi yang bersangkutan.
Jenis-jenis investasi berdasarkan dari pelaku terbagi dua, yaitu: 1. Autonomous Investment (investasi otonom) Investasi otonom adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (Public Investment), karena disamping biayanya sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan keuntungan
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
maka swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena tidak memberikan keuntungan langsung.
I
I1
Y Y1
Y2
Gambar 2.1 Investasi Otonom Contoh: Investasi bendungan saluran irigasi akan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian tetapi tidak memberikan keuntungan langsung kepada pemerintah. Selain itu, pembukaan dan pembangunan prasarana jalan juga merupakan investasi otonom. Dengan dibukanya prasarana jalan akan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian daerah yang tadinya terisolir. 2. Induced Investment (Investasi Dorongan) Investasi dorongan adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan, dimana pertambahan permintaan tersebut sebagai akibat dari pertambahan pendapatan. Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka permintaan akan digunkan untuk tambahan konsumsi sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
tambahan permintaan dan jika ada tambahan permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut. I
Y2
Y1
Y Y1
Y2
Gambar 2.2 Investasi Dorongan
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Investasi a. Tingkat Bunga Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu negara. Apabila tingkat bunga rendah maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masih menguntungkan untuk mengadakan investasi. Sebaliknya tingkat bunga tinggi, maka investasi kredit bank tidak menguat Dalam literatur ada dua istilah yang dapat digunakan untuk melihat tingkat suku bunga dari investasi yaitu:
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1. Marginal Efficiency of Investment (MEI), yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dengan investasi yang senyatanya dilakukan oleh para pengusaha dalam suatu jangka waktu tertentu. 2. Marginal Efficiency of Capital (MEC), yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dengan penanaman modal yang seharusnya dilakukan untuk usaha-usaha yang tingkat pegembalian modalnya (rate of return)-nya lebih besar dari pada tingkat suku bunga yang berlakuntungkan. Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (Return of Investment). Hubungan antara MEC, investasi, dan tingkat bunga dapat dilihat dari MEC sebagai garis yang menurun, dimana garis ini memperlihatkan jumlah investasi yang terlaksana pada setiap tingkat bunga yang berlaku.
Tingkat Suku Bunga
MEC1
i1
MEC2
i2
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009 Investasi
0
I1
I2
Gambar 2.3 Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Investasi
Keterangan: Gambar di atas memperlihatkan bahwa pada tingkat suku bunga i1 , tingkat investasi yang terjadi I1, begitu juga posisi MEC1. Pada tingkat bunga i2, posisi investasi adalah I2, sedangkan MEC akan menurun pada posisi MEC2. b. Peningkatan aktifitas perekonomian Harapan adanya peningkatan perekonomian di masa mendatang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan perkiraan akan
investasi atau
tidak. Kalau
ada
terjadi peningkatan perekonomian di masa yang akan datang,
walaupun tingkat bunga lebih besar dari tingkat MEC (sebagai penentu investasi), investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang. c. Kestabilan politik suatu negara. Kestabilan politik suatu negara merupakan suatu pertimbangan yang sangat penting untuk mendakan investasi. Karen dengan stabilnya politik Negara yang bersangkutan terutama penanaman modal dari luar negeri/ PMA tidak aka nada resiko perusahaannya dinasionalisasikan oleh Negara bersangkutan (ini dapat terjadi bila ada pergantian rezim yang memerintah Negara tersebut). Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
d. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku diberbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi. Semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan perombakan dalam teknologi yang digunakan semakin banyak investasi yang dilakukan.
2.3 KONSUMSI 2.3.1 Pengertian Konsumsi Konsumsi dalam istilah sehari-hari sering diartikan sebagai pemenuhan akan makanan dan minuman. Konsumsi mempunyai pengertian yang lebih luas lagi yaitu barang dan jasa akhir yang dibutuhkan untuk membeli kebutuhan manusia. Barang dan jasa akhir yang dimaksud adalah barang dan jasa yang sudah siap dikonsumsi oleh konsumen. Barang konsumsi ini terdiri dari barang konsumsi sekali habis dan barang konsumsi yang dapat dipergunakan lebih dari satu kali (Nopirin, 1997). Badan Pusat Statistik (2006) menyatakan pengeluaran rumah tangga dibedakan atas pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi non makanan. 2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi a. Faktor ekonomi b. Faktor demografi c. Faktor non-ekonomi Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam kebanyakan publikasi pemerintah dibedakan dua macam pengeluaran konsumsi, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga yang sering diberi simbol C sebagai singkatan dari Consumption Expenditure dan pengeluaran konsumsi pemerintah, yang biasa diberi simbol G singkatan dari Government Expenditure.
a. Faktor ekonomi Ada empat faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah: 1. Pendapatan rumah tangga 2. Kekayaan rumah tangga 3. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat 4. Tingkat bunga 5. Perkiraan tentang masa depan 6. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. 1. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik fakor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah/gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterpreneur akan memperoleh balasa jasa dalam bentuk laba (Sadono Sukirno, 1995)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Sunuharyo (1982), dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut pendapatan tenaga kerja (labor income), sedangkan pendapatan dari selain tenaga kerja disebut pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labor Income). Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai ouput tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi pula. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi makin besar, atau mungkin juga pola hidup makin konsumtif. Jadi hasrat konsumsi tergantung atas apa yang disebut dengan pendapatan permanen daripada tingkat pendapatan yang berjalan pada satu tahun tertentu. 2. Kekayaan Rumah Tangga Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil dan finansial. Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi karena menambah pendapatan disposibel. Efek kekayaan, perubahan tingkat harga akan menyebabkan seseorang yagn memiliki kekayaan mengalami kenaikan dari kekayaannya tersebut. Pemegang kekayaan akan merasa lebih kaya, sehingga mungkin mereka akan memperbesar pengeluaran konsumsi, dan ini disebut dengan efek Pigou. Hal ini mirip Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dengan efek Pigou adalah dampak kenaikan tingkat bunga terhadap pengeluaran konsumsi. Adanya kenaikan bungan menyebabkan seseorang yang mempunyai kekayaan finansial seperti saham, obligasi dan sebagainya merasa bahwa mereka menjadi semakin kaya, dan ini (mungkin) akan mempengaruhi pengeluaran konsumsi mereka.
3. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat Pengeluaran konsumsi juga dipengaruhi oleh jumlah barang-barang konsumsi tahan lama. Barang-barang tahan lam biasanya harganya mahal, yang untuk memperolehnya dibutuhkan waktu untuk menabung. Apabila membeli secara tunai, maka sebelum membeli harus menabung. Namun apabila membelinya secara kredit, maka masa untuk menghemat adalah sesudah pembelian barang. Efek barang tahan lama, barang tahan lama adalah barang yagn dapat dinikmati lebih dari satu tahun. Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama seperti lemari es, meja/kursi, mobil, motor, tidak akan membelinya lagi dalam waktu dekat, sehingga pengeluaran konsumsi untuk barang-barang tersebut cenderung mengecil pada tahun yang akan datang, sehingga pengeluaran konsumsi untuk barang tahan lama dapat berfluktuasi sepanjang waktu dan menyebabkan terjadinya fluktuasi pengeluaran konsumsi pada suatu waktu tertentu.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4. Tingkat Bunga Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang mempunya kelebihan uang maupun kekurangan uang. Dengan tingkat bunga tinggi, maka biaya ekonomi semakin mahal, bagi mereka yang ingin meminjam dari bank, biaya bunga semkin mahal sehingga lebih baik menunda. Faktor yang juga penting dalam menentukan besarnya tabungan (yang berarti juga mempengaruhi konsumsi) adalah tingkat bunga. Oleh karena konsumen mempunyai preferensi terhadap barang sekarang daripada barang pada waktu yang akan datang (myopik), maka agar konsumen bersedia untuk menangguhkan pengeluaran konsumsi diperlukan adanya balas jasa yang disebut bungan. Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin besar pula jumlah uang yang ditabung (konsumsi menjadi semakin sedikit) dan sebaliknya, semakin rendah tingkat bunga akan semakin sedikit tabungan (semakin besar konsumsi). Keynes menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi adalah penghasilan riil, walaupun demikian, hal tersebut tidak menghilangkan pengaruh tingkat bunga terhadap alokasi penghasilan antara tabungan dan pengeluaran konsumsi. Akan tetapi tidaklah jelas apakah semakin tinggi tingkat bunga akan menyebabkan tingkat konsumsi semakin sedikit atau semakin banyak, karena perubahan tingkat bunga mempunyai dua efek, yaitu efek substitusi (substitution effect) dan efek pendapatan (income effect). Apabila tingkat bunga naik, efek substitusi menyebabkan rumah tangga akan mengkonsumsi lebih sedikit (tabungan lebih besar), sebaliknya efek pendapatan Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
menyebabkan pengeluaran konsumsi menjadi semakin besar (tabungan semakin kecil). Efek totoalnya tergantung efek mana yang dominana, apakah efek substitusi atau efek pendapatan. Bagi golongan masyarakat kaya yang mempunyai APC lebih besar daripada golongan masyarakat miskin, efek penghasilan meungkin lebih besar daripada efek substitusi apabila tingkat bunganya naik, sehingga mereka cenderung mengkonsumsi lebih banyak. Sebaliknya golongan masyarakat miskin, efek substitusi mungkin lebih dominan daripada efek pendapatan sehingga apabila tingkat bunga naik mereka cenderung akan menabung lebih banyak. Jadi, secara teoritis tidaklah dapat dibuktikan bahwa kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan seseorang mengkonsumsi lebih banyak atau lebih sedikit, sehingga untuk menjelaskannnya diperlukan suatu studi empiris. 5. Adanya Kredit Kredit juga sangat erat kaitannya dengan tingkat bunga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga dapat membeli barang sekarang dan membayarnya kemudian sehingga adanya kredit mempengaruhi waktu pembayaran angsuran kredit yang harus dilakukan sebuah rumah tangga, terutama dalam membeli barang tahan lama. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya kredit menyebabkan rumah tangga akan mengkonsumsikan lebih banyak karena apa yang mereka beli sekarang pada masa yang akan datang harus dilunasi dari penghasilan yang akan diterima pada masa yang akan datang. Konsumen dalam mengambil kredit harus memperhitungkan beberapa hal, yaitu down payment, tingkat bunga, dan waktu pelunasannya. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Seringkali terjadi bahwa tingkat bunga tidak merupakan faktor dominan dalam menentukan pengambilan kredit sebagaimana faktor-faktor lainnya seperti (jumlah down payment) jangka waktu pelunasannya. Kenaikan down payment akan menyebabkan terjadinya penurunan kredit, sedangkan semakin lama jangka waktu pelunasan akan cenderung menyebabkan naiknya permohonan kredit. Secara singkat, bagaimana pengaruh adanya kredit terhadap pengeluaran konsumsi tidaklah jelas, sedangkan penelitian secara empiris tidak menemukan adanya hubungan yang positif antara kredit dan pengeluaran konsumsi.
6. Inflasi Efek kenaikan tingkat harga umum, adanya kenaikan tingkat harga suatu barang akan menyebabkan efek substitusi dimana konsumen akan mengurangi pembelian barang yang harganya menjadi relatif lebih mahal dan menambah pembelian barang yang harganya relatif lebih mudah. Akan tetapi adanya inflasi yaitu kenaikan harga secara umum menyebabkan semua harga barang mengalami kenaikan, dan ini menyebabkan terjadinya efek substitusi antara pengeluaran konsumsi dan tabungan. Kenaikan tingkat harga secara umum tidaklah berarti bahwa harga semua barang mengalami kenaikan secara proporsional, sehingga ada substitusi antara barang yang satu dengan barang lainnya secara terbatas. Bagaimana pengaruh adanya inflasi dengan pengeluaran konsumsi sangat tergantung dari teori konsumsi Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
mana yang dipilih. Teori konsumsi menurut Keynes menunjukkan hubungan antara pengeluaran konsumsi secara riil dan tingkat penghasil riil, sehingga adanya inflasi tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi. b. Faktor Demografi Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun rata-rata pengeluaran per orang atau per keluarga relatif rendah. Misalnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah dari penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar dari Singapura. Sebab jumlah penduduk Indonesia yang lima puluh kali lipat dari Singapura.
c. Faktor Non Ekonomi Faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat . misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat. Contoh paling konkrit di Sumatera Utara adalah berubahnya kebiasaan berbelanja di pasar tradisional ke pasar swalayan. Beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang menghubungkan pengeluaran konsumsi dengan faktor-faktor lain selain pendapatan. Teori-teori tersebut antara lain Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis), Teori Konsumsi dengan Hipotesei Pendapatan Relatif (Relative Income Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Hypothesis), dan Teori Konsumsi dengan Hipotesis Penadapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis). 1. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup Teori konsumsi dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Ando, Brumberg dan Modigliani yaitu tiga ekonom besar yang hidup di abad 18. Menurut teori ini faktor sosial ekonomi seseorang sangat mempengaruhi pola konsumsi orang tersebut. Teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian berdasarkan umur seseorang. Bagian pertama yaitu dari seseorang berumur nol tahun hingga berusia tertentu dimana orang tersebut dapat menghasilkan pendapatanan sendiri. Sebelum orang tersebut dapat menghasilkan pendapatan sendiri, maka ia mengalami dissaving (ia berkonsumsi akan tetapi tidak menghasilkan pendapatan). Kemudian pada bagian kedua dimana seseorang berusia kerja dan dapat menghasilkan pendapatan sendiri yang lebih besar dari pengeluaran konsumsinya. Dan pada bagian tiga dimana ia berada pada usia tidak bisa bekerja lagi. Pada bagian dua, ia mengalami saving. Dan bagian ketiga ketika seseorang pada usia tua dimana orang tersebut tidak mampu lagi menghasilkan pendapatan sendiri, ia mengalami dissaving lagi. 2. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis) Teori
konsumsi
dengan
menggunakan
hipotesis
pendapatan
relatif
dikemukakan oleh James Duesenberry. Dalam teoriny, Duesenberry membuat dua asumsi, yaitu Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependent, yaitu terpengaruh atas pengeluaran yang dilakukan oleh tetangganya. 2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible, artinya pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan. Duesenberry menyatakan bahwa teori konsumsi atas dasar penghasilan absolut sebagaimana dikemukakan oleh Keynes tidak mempertimbangkan aspek psikoloi konsumen. Duesenberry menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu rumah tangga sangat tergantung pada posisi rumah tangga tersebut pada masyarakat sekelilingnya. Apabila konsumen senantiasa melihat pola konsumsi tetangganya yang lebih kaya, maka ada efek demonstrasi (demonstration effect). Akan tetapi, peniruan pola konsumsi tetangga harus dianalisis dengan melihat kedudukan relatif rumah tangga tersebut pada masyarakat disekelilingnya. Apabila dari tahun ke tahun terdapat kenaikan penghasilan bagi seluruh masyarakt, maka distribusi penghasilan seluruh masyarakat tidak mengalami perubahan. Kenaikan penghasilan absolut menyebabkan pengeluaran konsumsi juga akan naik, begitu juga jumlah tabungan akan naik dalam proporsi yang sama. Ini berarti APC = C/Y tidak mengalami perubahan dan ini berarti pula APC = MPC yang merupakan fungsi konsumsi jangka panjang. Dari fungsi konsumsi jangka panjang tersebut Duesenberry memperoleh fungsi konsumsi jangka pendek yang didasarkan pada asumsi kedua. Besarnya Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
pengeluaran konsumsi dipengaruhi oleh besarnya pendapatan tertinggi yang pernah dicapai. Apabila terjadi kenaikan pendapatan, maka pengeluaran konsumsi akan cenderung meningkat dengan proporsi tertentu. Sedangkan apabila pendapatan turun, maka pengeluaran konsumsi juga akan turun tetapi proporsinya lebih kecil daripada proporsi kenaikan pengeluaran konsumsi akibat kenaikan pendapatan. 3. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M. Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Defenisi pendapatan permanen adalah: 1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan terlebih dahulu, misalnya penghasilan dari upah. 2. Hasil dari semua faktor yang menentukan kekayaan manusia (yang menciptakan kekayaan). Kekayaan sebuah rumah tangga terdiri dari dua kategori, yaitu kekayaan manusia dan kekayaan finansial. Yang dimaksud dengan pendapatan sementara adalah penghasilan yang tidak dapat diharapkan terlebih dahulu dan nilainya dapat positif apabila nasibnya baik atau negatif apabila mendapat nasib buruk. Seseorang yang mendapat undian misalnya, dikatakan memperoleh pendapatan transitori positif sedangkan seorang petani yang panennya gagal karena cuaca buruk dikatakan mendapat pendapatan transitori negatif. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2.4 INDUSTRI 2.4.1 Pengertian Industri Menurut Undang-undang No.5 tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, bahan setengah jadi atau barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk rancang bangunan dengan rakayasa industri. Dikemukakan oleh Dumairy tahun 1996, industri mempunyai dua pengertian. Pertama: industri merupakan himpunan perusahaanperusahaan penghasil kertas. Kedua: industri adalah sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dalam istilah ekonomi, Industri juga mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Sendangkan pengertian sempit, industri adalah kegiatan yang mengubah barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) industri adalah kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya. Menurut G. Kartaspoetra (1987) dalam bukunya yang berjudul “Pembentukan Perusahaan Industri”, pengertian industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih untuk penggunaannya. Dalam pengertian lain, industri adalah suatu aktifitas yang mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan tujuan untuk dijual. Berdasarkan pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang sangat penting. Melalui kegiatan industri akan dihasilkan berbagai kebutuhan manusia, mulai dari peralatan sederhana sampai pada peralatan modern. Jadi pada dasarnya kegiatan itu lahir untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, Industri sudah dikenal sejak zaman purbakala. Walaupun pada awal perkembangannnya masih sangat sederhana dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan dalam lingkungan yang terbatas. Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut. Dimana dimulai dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian, menuju perekonomian modern yang didominasi oleh sektor industri (Weiss, 1998). Menurut istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenga kerja dan modal yang diperlukan guna mendukung permbangunan dan pertumbuhan ekonomi. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2.4.2 Teori Industrialisasi Seluruh negara di dunia melaksanakan proses industrialisasi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi (Chenery, 1986). Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri telah dipercaya oleh seluruh dunia sebagai satu-satunya leading sektor yang membawa perekonomian menju kemakmuran. Sektor industri dijadikan leading sektor sebab ini mempunya begitu banyak kelebihan dibandingkan sektor pertanian. Kelebihannya antara lain, produksinya mempunyai dasar nilai tukar (term of trade) yang tinggi, nilai tambah besar, bagi pengusaha keuntungan yang besar, dan proses produksinya lebih bisa dikendalikan oleh manusia. Industrialisasi di setiap negara mempunyai corak yang berbeda-beda. Dalam implementasinya ada empat teori yang dilaksanakan oleh beberapa negara yang melandasi industrialisasinya. Dumairy (1996). Adapun empat teori tersebut adalah: Keunggulan komparatif (comparative adventage). Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang merupakan keunggulan komparatif negara tersebut. Keterkaitan industri (industrial linkage). Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang mempunyai keterkaitan yang luas dengan sektor-sektor ekonomi lain.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Penciptaan kesempatan kerja (Employment
Creation). Jenis industri yang
dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang mempunyai penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar. Loncatan teknologi (technology jump). Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang mempunyai teknologi tinggi sehingga akan terjadi alih ekonomi bagi sektor-sektor lain.
2.4.3 Strategi Indutrialisasi Menurut Dumairy tahun 1996, ada dua strategi industrialisasi yakni: Substitusi impor (import substitution). Strategi ini disebut strategi orientasi kedalam atau inward looking strategy yaitu indunstrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis industri untuk menggantikan kebutuhan akan impor barang-barang sejenis. Pelaksanaannya dalam dua tahap, pertama: terlebih dahulu mengembangkan
industri-industri
barang
konsumsi.
Kedua:
menggalakkan
pengembangan industri-industri hulu seperti industri baja dan aluminium. Salah satu ciri yang menonjol dalam strategi ini adalah pelaksanaan disertai dengan tingkat proteksi yang tinggi baik tarif bea masuk dan pajak barang impor. Promosi
ekspor
(export
promotion).
Strategi
ini
mengutamakan
pengembangan jenis industri yang menghasilkan produk-produk ekspor. Syarat utama adalah tingkat proteksi yang rendah disertai dengan insentif dalam meningkatkan ekspor. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam melaksanakan strategi industrialisasi menggunakan indikator peranan industri dalam pembentukan PDRB bagi suatu daerah. Antara satu tahap dengan tahap lain perubahan bersifat perlahan dan berkesinambungan. Berdasarkan besarnya sumbangan atau bagian nilai tambah sektor industri terhadap PDRB.
2.4.4 Klasifikasi Industri a. Jenis Industri berdasarkan tempat bahan baku 1. Industri ekstraktif, industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. 2. Industri nonekstraktif, adalah industri yang bahan bakunya di dapat dari tempat lain selain alam sekitar. 3. Industri hilir, industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. b. Jenis industri berdasarkan besar kecil modal 1. Industri padat modal, industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya. 2. Industri padat karya, industri yang lebih dititikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja dalam pembangunan dan pengoperasiannya. c. Jenis Industri Berdasarkan Klasifikasi atau berdasarkan SK menteri Perindustrian No. 19/M/I/1986 1. Industri kimia dasar 2. Industri mesin dan logam dasar Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3. Industri kecil 4. Aneka industri Berdasarkan International Standard of Industrial Clasification (ISIC), yaitu berdasarkan pendekatan kelompok komoditas. Tabel 2.1 Penggolongan Industri Berdasarkan ISIC Kode
Kelompok Industri
31
Industri makanan, minuman dan tembakau
32
Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
33
Industri kayu dan barang-barang dari kayu termasuk perabotan rumah tangga
34
Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet
35 dan platik. 36
Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu-bara.
37
Industri logam dasar.
38
Industri barang dari logam, mesin dan peralatan.
39
Industri pengolahan lainnya.
Sumber : Kantor Perindustrian dan Perdagangan
d. Jenis industri berdasarkan jumlah tenaga kerja 1. Industri rumah tangga, industri yang jumlah karyawan/ tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang. 2. Industri kecil, industri yang jumlah karyawan/ tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3. Industri sedang atau industri menengah, industri yang jumlah karyawan/ tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang. 4. Industri besar, industri yang jumlah karyawan/ tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih. Tabel 2.2 Klasifikasi Industri Menurut Jumlah Tenaga Kerja Nomor
Klasifikasi industri
Jumlah Tenaga Kerja (orang)
1
Industri Rumah Tangga
1-4
2
Industri Kecil
5-19
3
Industri Sedang
20-99
4
Industri Besar
100 atau lebih
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara Menurut Julian Luthan (1997) dalam bukunya berjudul “Beberapa Aspek Ketenagakerjaan perusahaan kecil di Indonesia”, Industri dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu: a. Industri besar, yaitu industri yang menggunakan mesin dengan jumlah tenaga kerja 50 orang atau lebih. b. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan mesin dengan jumlah tenaga kerja 5-49 orang. c. Industri kecil, yaitu industri yang menggunakan mesin dengan jumlah tenga kerja 1-4 orang.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
d. Industri rumah tangga, yaitu suatu usaha pengubahan atau pembentukan suatu barang menjadi barang lain yang nilainya lebih tinggi dan tidak menggunakan tenaga kerja yang dibayar. Misalnya istri membantu suami dalam usaha atau kegiatan keluarga. e. Jenis industri berdasarkan pemilihan lokasi 1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industry), industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong dimana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik. 2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja/ labor (man power oriented industry), industri yang berada pada lokasi dipusat pemukiman penduduk karena biasanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak tenaga kerja/ pegawai untuk lebih efektif dan efisien. 3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry), industri yang mendekati lokasi dimana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar. f. Jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan 1. Industri primer, industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. 2. Industri sekunder, industri yang bahan mentahnya diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3. Industri tersier, industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa Untuk keperluan perencanaan anggaran negara dan analisis pembangunan, pemerintah membagi sektor pengolahan menjadi tiga sub sektor yaitu: 1. Sub sektor industri pengolahan non migas 2. Sub sektor pengilangan minyak bumi. 3. Sub sektor pengolahan gas alam cair. Sedangkan untuk keperluan pengembangan sektor industri itu sendiri serta berkaitan
dengan
administrasi
departemen
perindustrian
dan
perdagangan,
digolongkan atas hubungan arus produk yaitu: Industri Hulu, yang terdiri dari: -
Industri kimia dasar
-
Industri mesin, logam dasar dan elektronika
Industri hilir, terdiri dari: -
Aneka industri
-
Industri keci
BAB III METODE PENELITIAN
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini menggunakan tiga variabel yang dianggap mempengaruhi tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera utara, yaitu:
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Penanaman Modal Asing (PMA)
Konsumsi
3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan adalah data kuantitatif, yaitu berupa data yang berbentuk angka-angka. Sumber datanya adalah data sekunder yang dicatat dari Badan Investasi dan Promosi Propinsi Sumatera Utara (BAINPROMSU) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara pada kurun waktu 1982-2006.
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan metode kepustakaan (library research), yaitu dengan menelaah berbagai bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, majalah dan laporan yang berkaitan dengan topik yang diteliti. b. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pencatatan langsung berupa data dari seri waktu (time series) yaitu tahun 1982-2006 (sampel data selama 25 tahun) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan Badan Investasi dan Promosi Propinsi Sumatera Utara.
3.4 Pengolahan Data Penulis mempergunakan program komputer E-Views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.
3.5 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dimulai dengan pembentukan model matematis, yaitu pernyataan yang berhubungan matematis yang digunakan dalam menentukan hubungan yang berlaku antara Investasi, Konsumsi dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, penelitian ini menggunakan alat analisis ekonometrika, yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan Ordinary Least Squares (OLS). Data-data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistic, yaitu analisis linear berganda. Adapun model persamaannya adalah sebagai berikut: Y= f (X1, X2, X3) Kemudian dibentuk dalam metode ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut: Y= α + β1X1 +β 2X2 + β3X3 + μ…………..............(1) Dari persamaan (2) diubah menjadi model semi log, yaitu sebagai berikut : Y= α + β1LogX1 +β2LogX2 + β3LogX3 + μ……........(2) Keterangan: Y = Tenaga kerja α = Intercept X1 = PMDN X2 = PMA X3 = Konsumsi β1, β2, β3 = Koefisien Regresi μ = Error Term secara matematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
∂Y > 0, artinya apabila Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) (X1) mengalami ∂X 1
kenaikan, maka (Y) Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami kenaikan, ceteris paribus. ∂Y > 0, artinya apabila Penanaman Modal Asing (PMA) (X2) mengalami kenaikan, ∂X 2
maka (Y) Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami kenaikan, ceteris paribus. ∂Y > 0, artinya Konsumsi (X3) mengalami kenaikan, maka (Y) Penyerapan Tenaga ∂X 3
Kerja akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.
3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 < R2 < 1).
3.6.2 Uji F-Statistik Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut: Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Ho: bi = b2 = bk ......bk = 0 (tidak ada pengaruh) H0 : bi = 0 ................ i = 0 (ada pengaruh) Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus: F-hitung =
R2 / k −1 (1 − R 2 ) /(n − k )
Dimana : R2
: Koefisien Determinasi (Residual)
k
: Jumlah Variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan
n
: Jumlah sampel
Hipotesis : H0 :H0 :β1 : β2 : β3 = 0 : Ha :Ha :β1 : β2 : β3 ≠ 0 KPK (Kriteria Pengambilan Keputusan) H0 diterima jika F-hitung < F-tabel Ha diterima jika F-hitung > F-tabel
3.6.3 Uji t-statistik Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : bi = b Ha : bi ≠ b Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. artinya, tidak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus: t-hitung =
(bi − b) Sbi
Dimana: bi = koefisien variabel ke-i b
= nilai hipotesis nol
Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i
3.6.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.3.1 Multikolinearity Multikolinerity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen di antara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
tidaknya multikolinerity dapat dilihat dari nilai R-Square, F-hitung, t-hitung, serta standard error. Adanya multikolinearity ditandai dengan: a) Standard error tidak terhingga. b) Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α = 1%. c) Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori. d) R 2 sangat tinggi.
3.6.3.2 Autokorelasi Autocorrelation/ Serial correlation didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi terdapat di dalamnya distribusi atau gangguan µi dilambangkan dengan E(µ1:µ2) = 0 i≠j Terdapat beberapa cara untuk menguji kebenaran autokorelasi, yaitu: 1. Dengan menggunakan atau mem-plot grafik 2. Dengan D-W test (Uji Durbin Watson) Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut:
Σ(et − (et − 1)) 2 D-hitung = Σe 2 t Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Ho: p = 0, artinya tidak ada autokorelasi Ho: p ≠ 0, artinya ada autokorelasi Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel dependen tertentu diperoleh nilai kritis dL dan dU dalam tabel distribusi Durbin Watson untuk nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Inconclusive
Autokorelasi (-)
Autokorelasi (+) H0 diterima (no serial correlation)
0
dL
dU
2
4-dU
4-dL
4
Dimana: 0 < DW < dL : Ho ditolak (ada autokorelasi positif) dL < DW < dU : Pengujian Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) dU < DW < 2 : Ho diterima (tidak ada autokorelasi) 2 < DW < 4-dU : H0 diterima (tidak ada autokorelasi) 4-dU < DW < 4-dL : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive) Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4-dL < DW < 4 : Ho ditolak (ada autokorelasi negatif)
3.7 Definisi Operasional 1. Tenaga kerja (Y) adalah total penduduk yang tinggal di suatu wilayah yang bekerja atau diserap pada sektor industri yang dinyatakan dalam jumlah orang. 2. PMDN (X1) adalah dana yang berasal dari dalam negeri yang diinvestasikan pada sektor industri yang dinyatakan dalam rupiah 3. PMA (X2) adalah dana yang berasal dari luar negeri yang diinvestasikan pada sektor industri yang dinyatakan dalam dollar. 4. Konsumsi (X3) adalah total konsumsi produk yang dihasilkan industri yang telah dinyatakan dalam rupiah
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 GAMBARAN UMUM PROPINSI SUMATERA UTARA 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pda garis 10-40 LU dan 980-1000 BT dengan luas 71.680 km2 atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Letak propinsi ini sangat strategis karena berada pada jalur perdagangan internasinal dan berdekatan dengan Malasysia dan Singapura serta diapit oleh tiga propinsi dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan propinsi Sumatera Barat dan Riau. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka. Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas tiga kelompok wilayah, yaitu: 1. Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga dan Nias). Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2. Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo dan Dairi). 3. Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing tinggi, Asahan, Tanjung Balai dan Labuhan Batu). Tabel 4.1 Kondisi Geografis Sumatera Utara Menurut Kabupaten dan Kotamadya Kabupaten/ Kotamadya Kabupaten : 1. Nias 2. Mandailing Natal 3. Tapanuli Selatan 4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara 6. Toba Samosir 7. Labuhan Batu 8. Asahan 9. Simalungun 10. Dairi 11. Karo 12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan 15. Humbang Hasundutan 16. Pakpak Barat Kotamadya : 1. Padang Sidempuan 2. Sibolga 3. Tanjung Balai 4. Pematang Siantar 5. Tebing Tinggi 6. Medan 7. Binjai Sumatera Utara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Luas (Km2) 5.318 6.620 12.227 2.188 7.165 3.440 9.323 4.581 4.369 3.146 2.127 4.339 6.262 1.762 2.730 1.218 50 11 58 70 31 265 90 71.680
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Jumlah Pulau di Sumatera Utara sekitar 162 pulau yang terdiri dari 156 pulau yang berada di tepi Pantai Barat dan 6 berada di Pantai Timur. Berdasarkan Undangundang Darurat No. 7 tahun 1956, Undang-undang Darurat No. 8 tahun 1956, Undang-undang Darurat No. 9 tahun 1956, Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No. 4 tahun 1964, Sumatera Utara terdiri dari 11 Kabupaten dan 6 Kotamadya, Namun sesuai dengan Undang-undang No. 12 tahun 1998, tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) dan beberapa kabupaten lainnya, maka propinsi Sumatera Utara menjadi 16 kabupaten dan 7 kotamadya.
4.1.2 Kondisi iklim dan topografi Karena terletak dekat garis khatulistiwa, propinsi Sumatera Utara mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin passat dan angin muson. Kelembaban udara rata-rata 780-910 per tahun, curah hujan kurang lebih 1800-4000 mm per tahun dan penyinaran matahari 43%. Sebagaimana propinsi lain, musim hujan biasanya pada bulan Nopember sampai dengan pada bulan April dan musim panas pada bulan April sampai dengan bulan Oktober. Diantara kedua musim ini diselingi oleh musim pancaroba. Ketinggian permukaan dataran propinsi Sumatera Utara sangat bervariasi. Sebagian daerahnya datar hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 350 C. Sebagian daerahnya berbukit dengan kemiringan Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 140 C.
4.1.3 Kondisi demografis Sumatera utara merupakan propinsi ke empat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa, dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000, penduduk propinsi Sumatera Utara berjumlah 11,5 juta jiwa (seperlima dari 203,5 juta jiwa penduduk Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20% per tahun sejak tahun 1990. Jumlah tersebut bertambah menjadi sekitar 11,9 juta jiwa pada tahun 2003 berdasarkan hasil sementara Pendaftaran Pemilih dan Pendaftaran Penduduk (P4). Dari jumlah tersebut paling banyak bertempat tinggal di Kabupaten Deli Serdang (2.05 juta jiwa) dan kota Medan (1,98 juta jiwa). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, etnis terbesar yang ada di Sumatera Utara adalah suku yang berasal dari Jawa (Betawi, Banten, Sunda, Jawa, Madura) sebanyak 33,40% kemudian suku batak Tapanuli/Toba 25,62% dan Mandailing 11,02%. Sebagian besar penduduk
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sumatera Utara menganut agama Islam sampai dengan 65,45% kristen katolik dan protestan 31,40%
4.1.4 Potensi wilayah Wilayah propinsi Sumatera Utara memiliki potensi lahan yang cukup luas dan subur untuk dikembangkan menjadi areal pertanian untuk menunjang pertumbuhan industri. Laut, danua dan sungai merupakan potensi perikanan dan perhubungan. Sedangkan keindahan alam daerah merupakan potensi energik untuk pengembangan industri, perdagangan dan lain-lain. Dalam wilayah Sumatera Utara terkandung bahan galian dan tambang, seperti kapur, belerang, pasir karsa, kaolin, emas, batu bara, minyak dan gas bumi. Kegiatan perekonomian terpenting Sumatera Utara adalah pada sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budidaya ekspor dari perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sedangkan industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri pengolahan yang menunjang sektor pertanian, industri yang memproduksi barang-barang kebutuhan dalam negeri dan ekspor, meliputi industri logam dasar, aneka industri kimia dasar, industri kecil dan kerajinan. Posisi
strategis
wilayah
Sumatera
Utara dalam
jalur
perdagangan
internasional, ditunjang oleh adanya pelabuhan udara dan laut yaitu pelabuhan udara Polonia, Pinangsori, Binaka, Aek Godang, Pelabuhan Laut Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Kuala Tanjung dan Labuhan Bilik. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Disamping fasilitas pelabuhan ini, sektor jasa berkaitan dengan fasilitas perbankan dan jasa perdagangan lainnya serta komunikasi seperti telepon, teleks, faximile, pos dan giro telah cukup berkembang dan mampu mencapai sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Kota medan sebagai ibukota propinsi daerah tingkat I Sumatera Utara disamping merupakan salah satu pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara sekaligus juga merupakan pusat pengembangan wilayah pembangunan kelompok Sumatera, memiliki fasilitas komunikasi, perbankan dan jasa-jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya. Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tinggi, balai penelitian dan balai latihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan yang terdidik dan terampil serta hasil-hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.
4.1.5 Kebijaksanaan pembangunan. Sejak Juni 1993, kebijaksanaan pembangunan Propinsi Sumatera Utara sebagaimana digariskan dalam pola dasar pembangunan daerah Sumatera Utara yang merupakan penjabaran GBHN 1993 dan Repelita VI bertujuan untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta meratanya pembangunan daerah dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, juga bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
meletakkan dasar yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya dan meningkatkan peran serta dan tanggung jawab masyarakat dalam pertumbuhan. Dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah Sumatera Utara senantiasa diarahkan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional yang seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Skala prioritas pembangunan daerah Repelita VI ditetapkan pembangunan Sektor Industri sebagai prioritas pertama yang diikuti pertanian dan sektor pariwisata sebagai sektor kedua dan ketiga. Sedangkan sektor lainnya dibangun secara seimbang pada Pelita VI yang merupakan kelanjutan dari Pelita V, titik berat pembangunan daerah Sumatera Utara sesuai dengan prioritas pembangunan nasional adalah bidang ekonomi dengan prioritas sektor industri, pertanian dan pariwisata.
4.2 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN SUMATERA UTARA Gambaran perekonomian Sumatera Utara tahun 2005 selain dipengaruhi oleh faktor internal juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Terjadi bencana alam gempa bumi dan gelombang Tsunami di penghujung tahun 2004 yang melanda Nangroe Aceh Darussalam dan sebagian wilayah Sumatera Utara yang telah memberikan dampak yang cukup berarti bagi perekonomian Sumatera Utara. Demikian pula dengan kebijaksanaan kenaikan BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 memberikan andil dalam situasi perekonomian Sumatera Utara. Beberapa Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
indikator menunjukkan indikasi yang kurang menggembirakan seperti inflasi dan nilai tukar rupiah. Namun laju perekonomian Sumatera Utara tetap menunjukkan pertumbuhan positif.
4.3 PERKEMBANGAN INDUSTRI DI SUMATERA UTARA Struktur perekonomian Sumatera Utara sejak tahun 1994 telah bergeser dari dominasi sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Hal ini ditandai dengan peranan sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku yang cenderung mengecil, sebaliknya peranan industri semakin besar.
Gambar 4.1 Kontribusi Sektor Industri Pengolahan pada Perekonomian Sumatera Utara menurut Kelompok Industri Tahun 2005. Ind. Pengilangan Minyak Bumi
0.69
Ind. Makanan, Minuman dan Tembakau
55.64
Kelompok Industri
Ind. Tekstil, Kulit & Alas Kaki
0.49
Ind. Kayu & Hasil Hutan lainnya
5.1
Ind. Kertas & Barang Cetakan
0.92
Ind. Pupuk, Kimia & Brg dr Karet
17.62
Ind. Semen & Brg Galian Bkn Logam
4.86
Ind. Logam Dasar, Besi & Baja
10.63
Ind. Alat Angkut, Mesin & Peralatannya
3.91
Ind. Barang Lainnya
0.14
0
10
20
30
40
50
60
Kontribusi (%)Kerja Pada Sektor Industri Di Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Krisis moneter yang melanda Indoensia pada bulan Juli 1998 masih membayangi perkembangan sektor perindustrian Sumatera Utara. Krisis ini mengembalikan sektor pertanian sebagai sektor urutan pertama penyumbang terbesar didalam pembentukan PDRB Sumatera Utara, setelah sebelumnya, tepatnya tahun 1994 sektor industri pengolahan menggeser sektor pertanian di urutan pertama dalam Pembentukan PDRB Sumatera Utara. Pada tahun 1998, peranan sektor industri pengolahan lebih besar daripada peranan sektor pertanian. Namun pada tahun, kontribusi sektor industri pengolahan menurun dan pertanian meningkat kembali.
Tabel 4.2 PDRB Sektor Industri Pengolahan Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2001-2005 (Milyar Rupiah) Sub Sektor (1) Industri Migas Pengilangan Minyak Bumi
2001 (2) 105,75 (0,54) 105,75 (0,54)
2002 (3) 166,37 (0,78) 166,37 (0,78)
2003 (4) 190,24 (0,73) 190,24 (0,73)
2004 (5) 210,97 (0,70) 210,97 (0,70)
2005 (6) 243,85 (0,69) 243,85 (0,69)
19.421,99 (99,46) 12.230,22 (62,63) 111,22 (0,57) 1.106,91 (5,67) 150,25 (0,77) 3.305,13 (16,93) 891,09
21.087,24 (99,22) 12.272 (57,74) 129,57 (0,61) 1.311,62 (6,17) 157,75 (0,74) 3.994,28 (18,79) 1.089,96
25.941,73 (99,30) 14.648,09 (56,05) 138,80 (0,52) 1.412,77 (5,41) 236,99 (0,91) 5.094,87 (19,50) 1.380,77
29.735,92 (99,30) 16.695,19 (55,75) 152,77 (0,51) 1.594,41 (5,32) 278,36 (0,93) 5.512,38 (18,41) 1.490,26
35.311,18 (99,31) 19.783,47 (55,64) 175,76 0,49) 1.811,82 (5,10) 327,79 (0,92) 6.263,48 (17,62) 1.727,36
Gas Alam Cair Industri Non Migas Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg dr Karet & Alas Kaki Brg dr Kayu & Hasil Hutan Lain Kertas & Brg Cetakan Pupuk, Kimia & Brg dr Karet Semen & Brg Galian Bkn Logam
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk.Mesin & Peralatannya Barang Lainnya Industri Pengolahan
(4,56) 1.086,24 (5,56) 514,25 (2,63) 26,67 (0,14) 19.527,74 (100,00)
(5,13) 1.417,80 (6,67) 628,65 (3,21) 31,60 (0,15) 21,253,61 (100,00)
(5,28) 2.075,71 (7,94) 921,10 (3,52) 35,64 (0,14) 26.131,97 (100,00)
(4,98) 2.902,04 (9,69) 1.065,91 (3,36) 44,69 (0,14) 29.946,89 (100,00)
(4,86) 3.779,65 (10,63) 1.391,44 (3,91) 50,40 (0,15) 35.555,03 (100,00)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan pengelompokan ini, industri besar dan sedang menghasilkan nilai tambah terbesar. Berikut tentang penyerapan tenaga kerja, struktur nilai output, biaya input, dan nilai tambah.
Tabel 4.3 Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005 (Unit) Golongan Industri
2001
2002
2003
2004
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
31. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
385
387
379
384
398
32. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
57
55
55
55
60
33. Industri Kayu, Perabot Rumahtangga
139
80
131
133
138
34. Industri Kertas, Percetakan dan Plastik
34
32
32
32
33
35. Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik
182
174
174
174
186
35
34
32
32
35
36. Industri Barang Galian Bukan Logam, Kecuali Minyak Bumi dan Batu bara
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
37. Industri Logam Dasar
14
54
13
13
13
Perlengkapannya
101
53
86
87
86
39. Industri Pengolahan Lainnya
12
78
17
19
17
959
947
919
929
966
38.
Industri
Barang
dari
Logam,
Mesin
dan
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Pada tahun 2005, jumlah industri besar dan sedan di Sumatera Utara sebanyak 966 perusahaan. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2004 sebanyak 929 perusahaan. Sebagian besar dari industri ini termasuk pada golongan industri 31 (makanan, minuman, dan tembakau) yang mencapai 398 perusahaan. Selain golongan industri 31, golongan industri besar sedang lain yang banyak terdapat di Sumatera Utara, yaitu: golongan industri 35 (kimia, batu bara, karet, dan plastik) yang berjumlah 186 perusahaan; dan golongan industri 33 (kayu, perabot rumah tangga) berjumlah 138 perusahaan. Table 4.4 Nilai Output Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005 (Milyar Rp.) Golongan Industri
2001
2002
2003
2004
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
31. Industri Makanan, Minuman dan TEmbakau
38.670,79
25.753
23.880,21
24.312,74
28.992,37
32. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
203,16
385,50
178,50
331,67
468,19
33. Industri Kayu, Perabot Rumahtangga
2.162,35
1.776,48
2.298,46
2.511,06
3.299,96
34. Industri Kertas, Percetakan dan Plastik
372,92
370,12
1.737,93
1.781,83
1.969,45
35. Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik
4.934
5.959,31
6.911,17
7.132,55
9.354,98
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
36. Industri Barang Galian Bukan Logam, Kecuali Minyak Bumi dan Batu bara
508
633,02
738,12
795,32
869,83
37. Industri Logam Dasar
3.093,46
5.252,51
2.725,51
3.280,91
3.892,28
Perlengkapannya
1.116,65
332,11
658,42
842,44
836,76
39. Industri Pengolahan Lainnya
10,19
537,09
15,59
20,15
19,17
51.073,09
40.999,65
39.143,91
41.008,67
49.569,99
38. Industri Barang dari Logam, Mesin dan
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan nilai output yang dihasilkan, golongan industri 31 (makanan, minuman, dan tembakau) kembali menunjukkan peranannya terhadap output industri besar sedang di Sumatera Utara dimana sebesar Rp 28,99 triliun atau sekitar 58,49 persen dari output industri besar sedang dihasilkan oleh golongan industri ini. Penghasil output terbesar kedua adalah golongan industri 35 (kimia, batu bara, karet dan plastik), yaitu sebesar Rp 9,354 triliun atau sekitar 18,87 persen dari keseluruhan nilai output. Golongan industri 37 (logam dasar), golongan industri 33 (kayu, dan perabot rumah tangga), serta golongan industri 34 (kertas, percetakan dan penerbitan) mengikuti di belakangnya, dengan besarnya output masing-masing sebesar Rp 3,829 triliun, Rp 3,299 triliun, dan Rp 1,969 triliun. Besarnya persentase dari masing-masing golongan tersebut secara berturut-turut adalah 7,72 persen, 6,52 persen, dan 3,97 persen. Output kecil dihasilkan oleh industri pengolahan lainnya dengan persentase 0,04.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Banyaknya perusahaan pada golongan industri 31 (makanan, minuman dan tembakau) berdampak pada besarnya tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan industri ini. Tenaga kerja yang bekerja pada golongan industri ini ada sekitar 57.943 orang. Sedangkan perusahaan golongan industri 35 (kimia, batu bara, karet dan plastik) mempunyai tenaga kerja sebanyak 44.367 orang, dan perusahaan golongan industri 33 (kayu, perabot rumah tangga) mempunyai tenaga kerja sebanyak 28.250 orang. Perusahaan yang paling tinggi menyerap tenaga kerja adalah perusahaan pada golongan industri 37 (logam dasar), dimana setiap perusahaannya dapat menyerap sampai 393 tenaga kerja. Sedangkan golongan industri 35 (kimia, batu bara, karet, plastik) berhasil mempekerjakan 239 orang pada setiap perusahaannya. Kelompok industri yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah industri pengolahan lainnya sebesar 35 orang per perusahaan. Tabel 4.5 Nilai Input Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005 (Milyar Rp.) Golongan Industri
2001
2002
2003
2004
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
31. Industri Makanan, Minuman dan TEmbakau
31.794,26
19.885,17
19.104,17
19.227,14
20.886,79
32. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
149,30
327,62
114,54
255,71
378,14
33. Industri Kayu, Perabot Rumahtangga
1.235,48
851,16
1.196,07
1.275,15
1.859,46
34. Industri Kertas, Percetakan dan Plastik
280,54
286,93
394,93
429,33
517,95
35. Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik
3.546,80
4.164,37
4.876,33
4.912,68
6.951,49
36. Industri Barang Galian Bukan Logam, Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Kecuali Minyak Bumi dan Batu bara
230,41
122,73
232,97
288,56
347,47
37. Industri Logam Dasar
1.308,64
3.962,01
1.183,83
1.590,49
2.136,84
Perlengkapannya
663,72
226,40
411,93
586,87
500,12
39. Industri Pengolahan Lainny
5,12
345,61
8,03
10,22
9,12
39.214,27
30.171,77
27.522,80
28.576,15
33.587,47
38. Industri Barang dari Logam, Mesin dan
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Secara umum input golongan industri mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, input industri besar sedang sebesar Rp 49.57 triliun, atau naik 20,88 persen dari sebesar Rp 41,01 triliun pada tahun 2004. Hal ini dapat menjadi cerminan akan telah adanya perbaikan kinerja ekonomi pada sektor industri, khususnya industri besar sedang, karena tahun sebelumnya terjadi penurunan nilai output. Tingginya penyerapan tenaga kerja pada golongan industri 37 (logam dasar) dan golongan industri 35 (kimia, batu bara, karet, dan plastik) dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk membuka lapangan kerja dengan cara pendirian perusahaan jenis tersebut atau setidaknya dapat mengundang investor untuk mendirikan perusahaan/ menanamkan modalnya pada industri-industri tersebut. Tabel 4.6 Nilai Tambah Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri Atas Dasar Harga Pasar Tahun 2001-2005 (Milyar Rp.)
Golongan Industri
2001
2002
2003
2004
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
6.876,53
5.868,30
4.776,04
5.085,60
8.105,58
31. Industri Makanan, Minuman dan TEmbakau
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
32. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
53,86
57,87
63,96
75,96
90,05
33. Industri Kayu, Perabot Rumahtangga
926,87
925,32
1.102,39
1.235,91
1.370,50
34. Industri Kertas, Percetakan dan Plastik
92,38
83,18
1.343,00
1.352,50
1.451,50
35. Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik
1.387,90
1.794,94
2.034,84
2.219,87
2.403,49
Kecuali Minyak Bumi dan Batu bara
278,46
510,28
505,15
506,76
522,36
37. Industri Logam Dasar
1.784,82
1.290,53
1.541,68
1.690,42
1.692,44
Perlengkapannya
452,93
105,70
246,49
255,57
336,44
39. Industri Pengolahan Lainnya
5,07
191,73
7,56
9,93
9,96
11.858,82
10.827,88
11.621,11
12.432,52
15.982,52
36. Industri Barang Galian Bukan Logam,
38. Industri Barang dari Logam, Mesin dan
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Sama halnya dengan nilai output, kelompok industri yang paling besar menggunakan biaya input adalah golongan industri 31 (makanan, minuman, dan tembakau) yaitu sebesar Rp 20,886 triliun, atau sekitar 62,19 persen dari keseluruhan input industri besar sedang pada tahun 2005. Golongan industri 35 (kimia, batu-bara, karet dan plastik) menyusul diurutan kedua dengan biaya input sebesar Rp 6,951 triliun atau sekitar 20,70 persen. Urutan selanjutnya adalah golongan industri 37,33,38,36,32 dan 39. Secara keseluruhan biaya input naik sebesar 17,54 persen, dari Rp 28,576 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 33,587 triliun pada tahun 2005. Perbandingan nilai output terhadap input sekitar 1,48 persen. Diharapkan untuk tahun tahun selanjutnya kenaikan input akan diikuti oleh kenaikan output yang lebih besar dari tahun ini. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Pada tahun 2005, golongan industri 31 (makanan, minuman, dan tembakau) menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 8,105 triliun atau sekitar 50,71 persen dari keseluruhan nilai tambah golongan industri besar sedang. Golongan industri 35 (kimia,batu bara, karet dan plastik) merupakan penghasil nilai tambah terbesar kedua dengan nilai tambah Rp 2,403 triliun atau sekitar 15,04 persen. Industri besar sedang lain yang cukup besar peranannya adalah golongan industri 37,34, dan 33 dengan nilai tambah masing-masing sebesar Rp 1,692 triliun, Rp 1,451 triliun, dan Rp 1,370 triliun. Bila diukur dengan persentase secara berturutturut besarnya sekitar 10,59 persen, 9,08 persen, dan 8,57 persen. Secara keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan naik sebesar 28,55 persen dari Rp 12,432 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 15,982 triliun pada tahun 2005. Apabila dicermati lebih lanjut, selama periode 2001-2005, terlihat bahwa golongan industri 31 (makanan, minuman, dan tembakau) menempati peringkat pertama dalam menciptakan struktur nilai ouput, biaya input dan struktur nilai tambah menurut golongan industri. Sebaliknya, pada urutan terakhir ditempati oleh golongan industri pengolahan lainnya. Sementara itu, jika dibandingkan antara rasio nilai tambah terhadap output selama tahun 2001-2005 juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2002, rasio nilai tambah terhadap output sekitar 26,41 persen, kemudian meningkat di tahun 2003 menjadi 29,69 persen. Selanjutnya nilai ini terus meningkat hingga tahun 2004 yang mencapai 30,32 persen. Pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi sebesar 32,24 Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
persen. Hal ini cukup menggembirakan karena gambaran ini mengindikasikan bahwa usaha kelompok industri di Sumatera Utara sudah dapat menggunakan dananya secara lebih efisien.
4.3 PERKEMBANGAN KESEMPATAN KERJA Kesempatan kerja merupakan unsur yang paling sangat penting dalam suatu industri dan tenaga kerja juga merupakan proses yang paling utama dalam suatu produksi barang dan jasa serta mengatur sarana produksi untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Tenaga kerja merupakan bagian penting dari penduduk dimana pertumbuhan tenaga kerja sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
Tabel. 4.7 Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap pada Sektor Industri (orang) TAHUN 1982 1983 1984 1985 1986 1987
TENAGA KERJA (ORANG) 39616 42033 46464 88276 101097 120589
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
130349 148533 166659 154387 191989 198521 191516 186955 181865 174120 169808 169954 166913 158108 158598 152389 158877 160634 161892
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Pekerja dalam tabel ini adalah total tenaga kerja yang diserap pada sektor industri. Jadi angka ini sudah mencakup secara keseluruhan total pekerja yang diserap. Dari tabel tampak bahwa tenaga kerja yang diserap mengalami kenaikan sampai pada tahun 1993, yaitu sebanyak 198521 orang kemudian untuk selanjutnya ada kecenderungan naik turun. Tabel 4.8 Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan Industri Tahun 2001-2005 (Orang) Golongan Industri
2001
2002
2003
2004
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
31. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
55.081
58.465
56.281
56.492
57.943
32. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
5.790
4.144
5.389
5.393
5.633
33. Industri Kayu, Perabot Rumahtangga
30.930
21.706
27.897
27.958
58.250
34. Industri Kertas, Percetakan dan Plastik
4.465
4.234
4.451
4.457
4.666
35. Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik
39.544
41.617
39.290
39.392
44.367
Kecuali Minyak Bumi dan Batu bara
3.035
3.086
3.043
3.055
3.840
37. Industri Logam Dasar
5.794
9.991
5.130
5.244
5.106
Perlengkapannya
13.025
4.571
10.338
10.341
10.288
39. Industri Pengolahan Lainnya
444
10.784
570
575
601
158.108
158.598
152.389
158.877 160.634
36. Industri Barang Galian Bukan Logam,
38. Industri Barang dari Logam, Mesin dan
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Besarnya tenaga kerja pada kelompok industri 31 tersebut belum tentu mencerminkan tingkat penyerapan yang tinggi terhadap tenaga kerja. Tingginya tingkat penyerapan tenaga kerja dapat dilihat dari rata-rata tenaga kerja per perusahaan. Rata-rata tenaga kerja yang terserap di perusahaan golongan industri 31 hanya sebanyak 145 orang per perusahaan. Jumlah ini lebih rendah daripada rata-rata tenaga kerja yang diserap industri besar sedang secara kumulatif, dimana nilainya sudah sebesar 166 orang per perusahaan.
4.4 PERKEMBANGAN INVESTASI
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam kegiatan investasi di Indonesia, dikenal adanya penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Adapun unsur atau acuan penanaman modal ini adalah undang-undang antara lain: Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Undang-undang nomor 6 tahun 1986 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dalam perkembangannnya investasi pada sektor industri selalu mengalami pasang surut yang dikarenakan oleh beberapa kondisi yang tidak mendukung untuk hal investasi. Situasi politik yang tidak stabil dapat mempengaruhi penanaman modal, demikian juga halnya dengan sistem yang ada di daerah, baik sistem perizinan maupun kondisi yang mendukung untuk investasi seperti tenaga terampil dan tenaga terdidik.
Tabel 4.9 Perkembangan Investasi pada Sektor Industri di Sumatera Utara TAHUN 1982 1983 1984
PMDN (MILYAR RP) 2513.98 5452.86 1436.47
PMA (US$) 1326.6 1834.4 1507.08
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1632.21 1842.3 5518.1 9746.9 12933.7 32863.5 26464.3 19079.2 24032.1 31921.7 43341.8 59217.7 80334.3 44908.02 46747.5 30059.5 43966.6 15853.5 34442.7 18631.6 26807.9 70753.3
2263.2 2736.7 3581.3 2527.9 4246.1 5646.9 3970.5 5639.3 13421.4 18733.8 23891.9 16072.5 23017.3 2188.2 6929.2 7703.01 5145.4 5208.3 4057.4 6334.3 6028.02 8307.4
Sumber : Bank Indonesia Cabang Medan Dalam Tabel diatas tampak bahwa perkembangan investasi menurun drastis pada tahun 1998, dimana pada waktu itu ada berbagai masalah yang melanda negara Indonesia dan ini berdampak pada perekonomian Indonesia, dan pada akhirnya wilayah Sumatera Utara sebagai bagian dari wilayah Indonesia tidak luput dari masalah tersebut. Pada tahun 1998 baik PMDN maupun PMA mengalami penurunan.
4.4.1 Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan atau disediakan guna menggunakan suatu usaha sepanjang modal tersebut diatur oleh ketentuan pasal 2 undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penaman modal asing (PMA) mengenai pengertian modal asing (Wijaya, L.G Rai, 2005:23). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan kekayaan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan suatu usaha berdasarkan ketentuan Undang-undang ketentuan modal. Dari tahun ke tahun PMDN selalu mengalami peningkatan. Meningkat dalam arti bahwa tren yang ditunjukkan oleh PMDN itu sendiri adalah baik. Bagi investor hal ini dapat menjadi alasan untuk menanamkan modalnya lebih banyak lagi di Sumatera Utara. Jika suatu tren itu baik, dapat diartikan bahwa keadaan itu mendukung untuk melakukan investasi, sehingga para investor tidak terlalu khawatir untuk menanamkan modalnya, bahwa dalam mereka investasi mereka akan memperoleh keuntungan dan bahwa modal yang sudah diinvestasikan akan kembali. Walaupun dalam beberapa kasus hal ini tidak selalu baik, namun data yang dapat dilihat secara umum, dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk melangkah dalam menanamkan modal. Tabel 4.10 Perkembangan PMDN pada Sektor Industri di Sumatera Utara (Milyar Rp.) TAHUN
PMDN (MILYAR RP)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
2513.98 5452.86 1436.47 1632.21 1842.3 5518.1 9746.9 12933.7 32863.5 26464.3 19079.2 24032.1 31921.7 43341.8 59217.7 80334.3 44908.02 46747.5 30059.5 43966.6 15853.5 34442.7 18631.6 26807.9 70753.3
Sumber : Bank Indonesia Cabang Medan
4.4.2 Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman Modal Asing mencakup PMA secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 1 tahun 1967 dan digunakan dalam
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
menjalankan perusahaan di Indonesia. Artinya pemilik modal menanggung segala resiko dalam PMA tersebut (Wijaya, I.G Rai, 2005: 25) Menurut I.G. Rai, modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Dalam perjalanannya, PMA menjadi kontroversi diantara pemegang kepentingan dengan ahli-ahli ekonomi. Di satu sisi PMA sangat dibutuhkan untuk memperlancar pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sementara dilain sisi, PMA merupakan bentuk eksploitasi sumber daya baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Dalam kenyataanya PMA mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan perekonomian suatu wilayah atau suatu negara. Karena jika suatu daerah jauh dari Penanaman Modal Asing, maka wilayah itu akan cenderung tertinggal di dalam bentuk kemajuan baik itu dari segi teknologi maupun segi sosial budaya. Para investor asing juga selalu membawa perubahan dalam suatu wilayah, baik itu dalam manajen perusahaan maupun pengolahan suatu barang. Namun mereka investasi asing sering terkendala oleh berbagai aspek seperti keaamanan, kemudahan pengurusan izin, dan sistem serta infrastruktur yang baik.
Tabel 4.11 Perkembangan PMA pada Sektor Industri di Sumatera Utara ( Juta US$) TAHUN
PMA (JUTA US$)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1326.6 1834.4 1507.08 2263.2 2736.7 3581.3 2527.9 4246.1 5646.9 3970.5 5639.3 13421.4 18733.8 23891.9 16072.5 23017.3 2188.2 6929.2 7703.01 5145.4 5208.3 4057.4 6334.3 6028.02 8307.4
Sumber : Bank Indonesia Cabang Medan Dari tabel di atas dapat diamati bahwa PMA selalu tidak pasti. Mungkin suasana yang kondusif tidaklah menjamin bahwa investor asing akan menanamkan modalnya pada sektor industri. Mungkin lagi harus ditinjau dari segi pangsa pasar serta kelangsungan suatu usaha yang akan didirikan. Kendala yang dihadapi dalam hal kegiatan merangsang masuknya investor untuk menanamkan modal di Sumatera Utara antara lain: Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
1. Minimnya insentif, misalnya fasilitas pengurangan atau keringan pajak yang diberikan oleh pemerintah. Para investor (PMA) selalu bertanya apa fasilitas yang akan mereka terima jika menanamkan modalnya disuatu negara jika dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia (seperti RRC, Vietnam, Myanmar). Insentif yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia termasuk minim. 2. Masalah penerbitan izin, para calon investor merasa terbebani dengan proses administrasi perizinan yang berbelit-belit. Misalnya pengurusan izin HO, izin bangunan di kabupaten/kota. 3. Terbatasnya
dukungan
infrastruktur
seperti
listrik,
gas,
air
bersih,
telekomunikasi dan transportasi. 4. Kondisi keamanan dan ketertiban yang belum kondusif (misalnya persoalan tanah, perburuhan, premanisme, pungli dll). 5. Koordinasi
antara
Pemerintah
Pusat
dengan
Pemerintah
Propinsi,
Kabupaten/Kota dalam pelimpahan kewenangan pemberian izin penanaman modal belum efektif.
4.5
PERKEMBANGAN KONSUMSI SUMATERA UTARA
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam kenyataannya konsumsi adalah suatu kegiatan yang harus dan pasti dilakukan oleh manusia. Besar kecilnya konsumsi itu jika faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi itu meningkat. Tabel 4.12 Konsumsi Total pada Sektor Industri di Sumatera Utara (Milyar Rp.) TAHUN 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
KONSUMSI (MILYAR RP) 2103.49 2511.74 2957.75 3423.35 3694.3 4221.51 4888.02 5446.55 6162.5 6764.28 8706.46 10861.36 13193.97 30466.29 16130.11 21383.99 27334.65 35630.68 44869.48 53463.28 57480.14 64365.11 73844.67 86902.17 102375.8
Sumber : BPS Sumatera Utara Berdasarkan data yang bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik) Sumatera Utara menyebutkan bahwa jumlah konsumsi pada tahun 2005 tercatat sebesar Rp Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
86902,17 milyar. Jumlah ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2004 sebesar Rp 73844,67 milyar. Konsumsi ini mencakup konsumsi yang dilakukan oleh Pemerintah, Swasta (lembaga-lembaga) dan yang terbesar adalah konsumsi yang dilakukan oleh Rumah Tangga. Sepanjang tahun 2006 merupakan pengeluaran konsumsi yang paling besar yang pernah dilakukan oleh ketiga pihak yang melakukan konsumsi, diantaranya adalah pemerintah, lembaga-lembaga swasta dan rumah tangga. Pada saat seperti ini memungkinkan permintaan akan barang-barang industri meningkat sehingga industri akan meningkatkan produktifitasnya yang pada gilirannya akan menyerap banyak tenaga kerja. Konsumsi ini dapat dilihat dari PDRB berdasarkan penggunaannya dimana dalam konsep penggunaannya ada rincian tiap sektor industri. Konsumsi pada sektor industri ini merupakan pos yang sangat besar dibandingkan dengan pos sektor lainnya yang pada umumnya masih jauh di bawah sektor industri. Krisis yang melanda Indonesia dan tentunya Sumatera Utara membuat konsumsi sektor perindustrian Sumatera Utara terpuruk hingga mengalami penurunan. Memang konsumsi sektor industri sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi, baik lokal wilayah Sumatera Sendiri maupun Indonesia secara umum. Konsumsi Sektor Industri sangat erat kaitannya dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak dibentuk oleh Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
konsumsi kurang baik. Namun sejauh konsumsi itu masih wajar maka hal itu tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
4.8 ANALISA DATA Analisis regresi merupakan metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan persamaan antar variabel. Untuk mengalisis pengaruh PMDN, PMA, dan tingkat Konsumsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, digunakan analisa regresi linier berganda, dimana variabel terikat (dependen variabel) adalah Penyerapan Tenaga Kerja periode 1982-2006. Sedangkan variabel bebas (independen variabel) adalah PMDN, PMA, dan tingkat inflasi periode 1982-2006. (Lihat lampiran: 1 ) Model estimasi persamaannya adalah sebagai berikut: Y= α + β1LX1 +β2LX2 + β3LX3 + μ Dimana: Y = Tenaga Kerja yang Diserap (Orang) α = Intercept X1 = PMDN (Rp) X2 = PMA (US$) X3 = Konsumsi (Rp) β1, β2, β3 = Koefisien Regresi μ = Error Term
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan
regresi linier berganda dengan bantuan komputer program
Eview 4.1 dengan metode Ordinary Least Squre (OLS) diperoleh hasil estimasi sebagai berikut: Tabel 4.13 Hasil Estimasi PMDN (X1), PMA (X2) dan Konsumsi (X3) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y) Y = -261136.2154 + 19222.65482*LX1 + 22830.6288*LX2 + 2419.994254*LX3 Std.error
(51341.97)
(7330.819)
(7330.819)
t- statistik
(-5.086213)
(2.622170)**
(2.667017)**
R2
(5599.532) (2.332178)**
= 0.786082
Adjusted R 2 = 0.755522 Dw-statistik
= 1.010712
F-statistik
= 25.72282
Keterangan: (**) : signifikan pada α = 5 % 1. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) adalah koefisien yang menyatakan hubungan yang dijelaskan oleh variabel dependen dan variabel independen tersebut. Dari hasil perhitungan estimasi regresi dapat diperoleh nilai (R 2 ) sebesar 0.79. Artinya, variabel PMDN (X1), PMA (X2), dan Konsumsi (X3) secara bersama menjelaskan variabel Penyerapan Tenaga Kerja sebesar 79 %, sedangkan sisanya sebesar 21 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2. Uji F- Statistik Uji F- statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel PMDN (X1), PMA (X2), dan Konsumsi (X3) mampu secara serentak atau secara bersama-sama mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja. Berdasarkan hasil model analisis regresi diperoleh bahwa F-hitung > F-tabel (25.723 > 3.07), dengan demikian Ho ditolak. Artinya, secara bersama-sama tingkat PMDN (X1), PMA (X2), dan Konsumsi (X3) berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, pada tingkat kepercayaan 79 %.
Ho diterima
Ha diterima
3.07
25.723
Gambar 4.2 Uji F-statistik
3. Uji t- statistik Berdasarkan hasil estimasi (regresi) model yang telah diperoleh, dapat dibuat suatu interpretasi model yang diambil pada metode penelitian, sebagai berikut:
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
a. PMDN (X1) PMDN (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, dengan koefisien sebesar 19222.65. Hal ini berarti jika terjadi penambahan PMDN sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus maka Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami peningkatan sebesar 19223 orang. Dari hasil probabilitas dapat diketahui bahwa PMDN signifikan pada α = 5%, dengan t-hitung > t-tabel (2.622 > 2.080). Dengan demikian, Ho ditolak. Artinya, variabel PMDN berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan apabila terjadi kenaikan pada PMDN, maka Penyerapan Tenaga Kerja akan meningkat, ceteris paribus. b. PMA (X2) PMA (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, dengan koefisien sebesar 22830.63. Hal ini berarti jika terjadi penambahan PMA sebesar 1 juta US$ , ceteris paribus maka Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami peningkatan sebesar 22831 orang. Dari hasil probabilitas dapat diketahui bahwa PMA signifikan pada α = 5 %, dengan t-hitung > t-tabel (2.667 > 2.080). Dengan demikian, Ho ditolak. Artinya, variabel PMA berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat kepercayaan 95 %.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan apabila terjadi kenaikan pada PMA, maka Penyerapan Tenaga Kerja akan meningkat, ceteris paribus. c. Konsumsi (X3) Konsumsi (X3) mempunyai pengaruh positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, dengan koefisien sebesar 2419.994. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan tingkat Konsumsi sebesar 1 milyar rupiah , ceteris paribus maka Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami peningkatan sebesar 2420 orang. Dari hasil probabilitas dapat diketahui bahwa Konsumsi signifikan pada α = 5 %, dengan t-hitung > t-tabel (2.332 > 2.080). Dengan demikian, Ho ditolak. Artinya, variabel Konsumsi berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat kepercayaan 90 %. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan apabila terjadi kenaikan pada Konsumsi, maka Penyerapan Tenaga Kerja akan meningkat, ceteris paribus.
4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Multikolinearity Multikolinearity adalah suatu kondisi dimana terdapat korelasi
variabel
independen di antara satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini tidak terdapat gejala multikolinearitas di antara variabel-variabel independennya. Hal ini dapat terlihat dari setiap koefisien masing-masing variabel sesuai dengan hipotesa yang sudah ditentukan. Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dari model analisis: LY= α + β1LX1 +β 2LX2 + β3LX3 + μ……….( 1 ) Penyerapan Tenaga Kerja = f ( PMDN, PMA,KONSUMSI ) Kemudian dilakukan pengujian di antara masing-masing variabel independen, hal ini untuk melihat apakah ada hubungan antara masing-masing variabel independen. Sehingga diperoleh hasil analisis regresi variabel independennya sebagai berikut: a) PMDN = f ( PMA, KONSUMSI ) PMDN = α + β 2LX2 (PMA) + β3LX3 (Konsumsi) + μ…..( 2 ) Dari hasil analisis regresi diperoleh R 2 sebesar 0.719077. Artinya, variabel PMA (X2), Konsumsi (X3) mampu memberi penjelasan sebesar 72 % terhadap variabel tenaga kerja . R 2 Y, X1, X2, X3 > R 2 X2, X3 (0.79 > 0.72). Dengan demikian tidak terdapat gejala multikolinearity karena R-Square (persamaan 2) lebih kecil daripada R-Square (persamaan 1). b) PMA = f (PMDN, KONSUMSI) PMA = α + β1LX1 ( PMDN) +β3LX3 (KONSUMSI) + μ……...( 3 )
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dari hasil analisis regresi diperoleh R 2 sebesar 0.549808. Artinya, variabel suku bunga LIBOR (X1) dan tingkat inflasi (X3) mampu memberi penjelasan sebesar 55 % terhadap variabel PMA. R 2 Y, X1, X2, X3 > R 2 X1, X3 (0.79 > 0.55 ). Dengan demikian tidak terdapat gejala multikolinearity karena R-Square (persamaan 3) lebih kecil daripada R-Square (persamaan 1). c) KONSUMSI = f ( PMDN, PMA ) KONSUMSI = α + β1LX1 ( PMDN) + β 2LX2 (PMA) + μ……...( 4 ) Dari hasil analisis regresi diperoleh R 2 sebesar 0.547108. Artinya, variabel PMDN (X1) dan PMA (X2) memberi penjelasan sebesar 55 % terhadap variabel konsumsi. R 2 Y, X1, X2, X3 > R 2 X1, X2 (0.79 > 0.55). Dengan demikian tidak terdapat gejala multikolinearity karena R-Square (persamaan 4) lebih kecil daripada R-Square (persamaan 1).
Autocorrelation / Serial Corelation Autocorrelation terjadi apabila error term (μ) dari periode waktu yang berbeda (observasi data cross section) berkorelasi. a. Hipotesa Ho : ρ = 0, berarti tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠ 0, berarti ada autokorelasi b. Kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95 % adalah sebagai berikut: dw < dl
: tolak Ho (ada korelasi positif)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dw > 4-dl
: tolak Ho (ada korelasi negatif)
du < dw < 4-du
: terima Ho (tidak ada korelasi)
dl ≤ dw ≤ du
: tidak bisa disimpulkan (inconclusive)
(4-du) ≤ dw ≤ (4-dl)
: tidak bisa disimpulkan (inconclusive)
c. Berdasarkan hasil output program Eviews 4.1 diperoleh nilai Dw hitung sebesar 1.011. Sementara nilai-nilai tabel yang diperoleh adalah: k = 3, dan n = 25 α
=5%
du
= 0.992
dl
= 0.921
4-du = 3.079 4-dl = 3.008 c. Kesimpulan Berdasarkan hasil regresi di atas dapat diperoleh bahwa Ho diterima dimana du < dw < 4-du (0.992 < 1.011 < 3.008). Artinya, tidak terdapat korelasi serial di antara disturbance term-nya. Inconclusive
Inconclusive
Autokorelasi ( + )
Autokorelasi ( - )
Ho diterima
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
0
0.921
0.992
2
3.008
3.079
4
1.011 Gambar 4.3 Uji Dw-statistik
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pengaruh Investasi dan Konsumsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: •
Variabel PMDN (X1), PMA (X2), dan Konsumsi (X3) ternyata berpengaruh signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y).
•
Koefisien Variabel PMDN (X1), ternyata berpengaruh positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi (X1) sebesar 19222.65. Artinya jika terjadi penambahan PMDN sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus maka Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami peningkatan sebesar 19223 orang. Dari hasil probabilitas dapat diketahui bahwa PMDN signifikan pada α = 5%, dengan t-hitung > t-tabel (2.622 > 2.080). Dengan demikian, Ho ditolak. Artinya,
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
variabel PMDN berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat kepercayaan 95 %. •
Koefisien Variabel PMA (X2), ternyata berpengaruh positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi (X2) sebesar 22830.63. Artinya jika terjadi penambahan PMA sebesar 1 juta US$ , ceteris paribus maka Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami peningkatan sebesar 22831 orang. Dari hasil probabilitas dapat diketahui bahwa PMA signifikan pada α = 5 %, dengan t-hitung > t-tabel (2.667 > 2.080). Dengan demikian, Ho ditolak. Artinya, variabel PMA berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat kepercayaan 95 %.
•
Koefisien Variabel Konsumsi (X3), ternyata berpengaruh positif terhadap Penyerapan Tenaga Kerja. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi (X3) sebesar 2419.994. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan tingkat Konsumsi sebesar 1 milyar rupiah , ceteris paribus maka Penyerapan Tenaga Kerja akan mengalami peningkatan sebesar 2420 orang. Dari hasil probabilitas dapat diketahui bahwa Konsumsi signifikan pada α = 5%, dengan t-hitung > t-tabel (2.332 > 2.080). Dengan demikian, Ho ditolak. Artinya, variabel Konsumsi berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat kepercayaan 90 %.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
•
Hasil Uji F- statistik berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa Fhitung > F-tabel (25.723 > 3.07), dengan demikian Ho ditolak. Artinya, secara bersama-sama tingkat PMDN (X1), PMA (X2), dan Konsumsi (X3) berpengaruh nyata terhadap Penyerapan Tenaga Kerja, pada tingkat kepercayaan 79 %.
•
Koefisien determinasi (R 2 ) adalah sebesar 0.79. Artinya, variabel PMDN (X1), PMA (X2), dan Konsumsi (X3) secara bersama menjelaskan variabel Penyerapan Tenaga Kerja sebesar 79 %, sedangkan sisanya sebesar 21 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.
5.2 SARAN •
Guna merangsang masuknya penanaman modal di Sumatera Utara perlu dibuat suatu terobosan percepatan pembangunan sarana dan prasarana bagi para investor khususnya PMA atau PMDN yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan berorientasi ekspor
•
Perlu penyederhanaan perizinan dengan sistem satu atap (one step services).
•
Perlu penegakan hukum yang konsisten.
•
Pemerintah mestinya menyokong mekanisme migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI). Karena itu, berbagai biaya tinggi dan pungutan yang membuat TKI memilih menjadi pekerja gelap di negeri orang, mesti diberantas. Lalu, perlindungan dan peningkatan kualitas TKI juga ditingkatkan. Dengan demikian, kemungkinan pekerja terserap di lapangan kerja di negara lain menjadi besar.
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
•
Penyesuaian Upah Minimum dengan Kondisi Daerah. Bila penyimpangan dari upah minimum ditoleransi maka banyak perusahaanakan membuka pintu bagi tenaga kerja yang jumlahnya lebih banyak.Penyebab itu terutama berkaitan dengan kebijakan penetapan upah minimum. Perusahaan tak mampu menampung banyak tenaga kerja karena memang tak bisa menggaji karyawan sesuai upah minimum. DAFTAR PUSTAKA
Baum, Warren C dan Stokes M. Tolbert. 1988. Investasi dalam Pembangunan. Jakarta: UI-Press Bellante, Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: FEUI Budianto, Eka. 1999. Moral Industri, Laporan dan Renungan. Jakarta: Pustaka Sinar Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga Gunadi Brata, Aloysius. 2005. Investasi Sektor Publik, Pembangunan Manusia, dan Kemiskinan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Hasibuan, Sayuti. 1996. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Kadariah. 1994. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: FE-UI Nachrowi, D.N dan Hardius Usman. 2005. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: FE-UI Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrik. Medan: USU Press Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Rosyidi, Suherman. 1995. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: RajaGrafindo Persada Simanjuntak, Payman J. 1986. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Jakarta: UI-Press Sumbri, Mulyadi. 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi Negara Berkembang. Jakarta : Ghalia Indonesia Widjaja, Rai. 2005.Penanaman Modal. Jakarta: Pradnya Paramita Wolfenson, James D. 2005. Iklim Investasi yang Lebih Baik Bagi Setiap Orang. Dalam Laporan Pembangunan Dunia. Jakarta: Empat Salemba -------, Badan Pusat Statistik (BPS), Medan -------, Badan Investasi dan Promosi Propinsi Sumatera Utara (BAINPROMSU)
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Lampiran : 1 Tabel Jumlah PMDN, PMA, Konsumsi dan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 1982-2006 TAHUN 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
PMDN (RP) 2513.98 5452.86 1436.47 1632.21 1842.3 5518.1 9746.9 12933.7 32863.5 26464.3 19079.2 24032.1 31921.7 43341.8 59217.7 80334.3 44908.02 46747.5
PMA (US$) 1326.6 1834.4 1507.08 2263.2 2736.7 3581.3 2527.9 4246.1 5646.9 3970.5 5639.3 13421.4 18733.8 23891.9 16072.5 23017.3 2188.2 6929.2
KONSUMSI (RP) 2103.49 2511.74 2957.75 3423.35 3694.3 4221.51 4888.02 5446.55 6162.5 6764.28 8706.46 10861.36 13193.97 30466.29 16130.11 21383.99 27334.65 35630.68
PEKERJA (ORANG) 39616 42033 46464 88276 101097 120589 130349 148533 166659 154387 191989 198521 191516 186955 181865 174120 169808 169954
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
30059.5 43966.6 15853.5 34442.7 18631.6 26807.9 70753.3
7703.01 5145.4 5208.3 4057.4 6334.3 6028.02 8307.4
44869.48 53463.28 57480.14 64365.11 73844.67 86902.17 102375.8
166913 158108 158598 152389 158877 160634 161892
Lampiran : 2
Hasil Estimasi Penanaman Modal Dalam Negeri (X1), Penanaman Modal Asing (X2), dan Konsumsi (X3) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Y) Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/20/09 Time: 17:19 Sample: 1982 2006 Included observations: 25 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LX1 LX2 LX3
-261136.2 19222.65 22830.63 2419.994
51341.97 7330.819 8560.362 5599.532
-5.086213 2.622170 2.667017 2.332178
0.0000 0.0159 0.0144 0.6700
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.786082 0.755522 23014.61 1.11E+10 -284.3912 1.010712
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
144805.7 46546.18 23.07129 23.26631 25.72282 0.000000
Estimation Command: Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
===================== LS Y C LX1 LX2 LX3 Estimation Equation: ===================== Y = C(1) + C(2)*LX1 + C(3)*LX2 + C(4)*LX3 Substituted Coefficients: ===================== Y = -261136.2154 + 19222.65482*LX1 + 22830.6288*LX2 + 2419.994254*LX3
Hasil Estimasi Penanaman Modal Asing (X2) dan Konsumsi (X3) terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 03/20/09 Time: 17:21 Sample: 1982 2006 Included observations: 25 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LX2 LX3
-0.929349 0.721432 0.469608
1.479964 0.195763 0.128437
-0.627954 3.685223 3.656335
0.5365 0.0013 0.0014
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.719077 0.693539 0.669329 9.856041 -23.83857 1.146794
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
9.741090 1.209072 2.147086 2.293351 28.15666 0.000001
Hasil Estimasi Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) dan Konsumsi (X3) terhadap Penanaman Modal Asing (X2) Dependent Variable: LX2 Method: Least Squares Date: 03/20/09 Time: 17:21 Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sample: 1982 2006 Included observations: 25 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LX1 LX3
3.764585 0.529073 -0.036929
0.995435 0.143566 0.139237
3.781850 3.685223 -0.265225
0.0010 0.0013 0.7933
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.549808 0.508881 0.573192 7.228083 -19.96219 1.355177
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
8.565150 0.817913 1.836975 1.983240 13.43400 0.000154
Hasil Estimasi Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) dan Penanaman Modal Asing (X2) terhadap Konsumsi (X3) Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares Date: 03/20/09 Time: 17:23 Sample: 1982 2006 Included observations: 25 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LX1 LX2
2.462608 0.804890 -0.086308
1.883006 0.220136 0.325414
1.307806 3.656335 -0.265225
0.2044 0.0014 0.7933
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.547108 0.505936 0.876275 16.89289 -30.57368 0.410135
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
9.563876 1.246663 2.685894 2.832159 13.28836 0.000164
Antoni Sianturi : Pengaruh Investasi Dan Konsumsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Di Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009