PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN
SKRIPSI
MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN
SKRIPSI
MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RINGKASAN MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI. Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan di Sektor Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ( Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).
Kemajuan perekonomian suatu negara dapat dicermati melalui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat pengangguran, serta berbagai indikator makroekonomi lainnya. Menurut data BPS (2007), laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kurun waktu 2000 hingga 2006 rata-rata 4,90 persen namun kenaikan PDB ini angka kemiskinan dan pengangguran masih relatif besar. Sektor pertanian merupakan bagian dari sektor riil yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena sebagai negar agraris seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian. Sektor pertanian berperan diantaranya melalui penyerapan tenaga kerja,penghasil devisa dan Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia kebutuhan pokok dan sebagai jalur utama perekonomian pedesaan. Secara teoritis perkembangan investasi di suatu sektor akan berdampak pada pertumbuhan sektor tersebut. Rendahnya tingkat investasi di sektor pertanian menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan di tektor pertanian. Rendahnya tingkat pertumbuhan sektor pertanian juga berhubungan dengan rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dan kontribusi nya terhadap PDB merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian negara. Meningkatnya pendapatan nasional dari tahun 2004 hingga 2006 dengan rata-rata pertumbuhan lima persen sepertinya belum mampu untuk menjadi solusi terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor riil yang dapat menjadi solusi terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan mempunyai permasalahan yang terlebih dahulu diselesaikan agar dapat memajukan sektor pertanian sehingga menciptakan multiplier effect terhadap kemajuan bangsa. Penelitian ini bertujuan, untuk menganalisis pengaruh investasi dan tenaga kerja di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Menganalisis pengaruh investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Penelitian ini mengadopsi teori yang dikemukakan oleh Solow dimana pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi, modal, dan tenaga kerja. Namun pada penelitian kali ini karena keterbatasan data tidak menggunakan teknologi sebagai variabelnya. Dalam perekonomian tidak ada pertumbuhan teknologi, pendapatan dapat ditentukan dari besarnya modal dan tenaga kerja. Jenis data yang digunakan dalm penelitian ini menggunakan data nasional berupa sekunder bentuk deret berkala tahunan (time series) dari tahun 1977 sampai dengan 2007.Metode analisis kuntitatif menggunakan pendekatan model
ekonometrika persamaan simultan (simultaneous-equation) dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) dan,melalui progaram aplikasi Eviews versi 4.1. Beradasarkan pendugaan yang telah dilakukan, dapat dikatakan pertumbuhan di sektor pertanian dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor pertanian periode sebelumnya dan investasi di sektor pertanian. Dengan nilai koefisien masing-masing 1.109350 dan 0.001846 sedangkan pengaruh tenaga kerja di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian memiliki hubungan yang negatif. Pertumbuhan sektor pertanian periode sebelumnya berpengaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 95 persen. Variabelvariabel yang digunakan pada model dapat menjelaskan keberagaman sebesar 98 persen. Berdasarkan pendugaan dampak pertumbuhan dan investasi terhadap tenaga kerja di sektor pertanian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan investasi di sektor pertanian berpengaruh secara positif terhadap peningkatan tenaga kerja pertanian. Dengan nilai koefisien masing-masing 17.204989 dan 0.118604, variabel investasi dapat nyata pada taraf 90 % dan model dapat menjelaskan keberagaman sebesar 40%. Dapat disimpulkan investasi dan pertumbuhan sebelumnya di sektor pertanian berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan pertanian, sedangkan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Hubungan negatif antara pertumbuhan sektor pertanian dan tenaga kerja sektor pertanian, bertentangan secara hipotesis dan teoritis dalam penelitian ini. Pengaruh pertumbuhan dan investasi terhadap tenaga kerja di sektor pertanian memiliki hubungan yang positif, sehingga secara implikasi dapat dikatakan untuk menaikkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mutlak diperlukan investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian. Sektor pertanian masih merupakan sumber kesempatan kerja dan berburuh tani yang potensial.Upaya menigkatkan produktivitas dan kesejahteraan buruh tani perlu terus dilakukan antara lain melalui perbaikan sistem sakap dan pengupahan, mobilitas dan informasi tenaga kerja, serta pengembangan agroindustri dan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Tingkat upah bergantung pada penawaran tenaga kerja, perkembangan mekanisasi pertanian, dan pertumbuhan kesempatan kerja di luar sektor pertanian.Walaupun indeks upah absolut menigkat, harga kebutuhan pokok meningkat lebih cepat sehingga laju upah riil menjadi sangat lambat. Pengembangan infrastruktur, pendidikan, dan pembinaan ketrampilan tenaga kerja (khususnya wanita) sangat penting agar dapat bekerja secara mandiri dan posisi tawarannya meningkat. Kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani padi yang bersifat padat tenaga kerja. Kelangkaan tenaga kerja dan peningkatan upah secara tidak terkendali perlu dicegah.
PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN
Muhammad Ismail Mahir Rangkuti A14104585
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
:
Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan di Sektor Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Nama
: Muhammad Ismail Mahir Rangkuti
NRP
: A14104585
Disetujui, Pembimbing
Dr.Ir.Anna Fariyanti, MSi. NIP. 131 918 115
Diketahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan di Sektor Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian skripsi ini.
Bogor, April 2009
Muhammad Ismail Mahir Rangkuti
A14104585
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan bungsu dari sepuluh bersaudara yang lahir dari pasangan Ayahanda Alm. H Abdul Muluk Rangkuti dan Ibunda Hj. Rosnah Matondang. Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 24 Agustus 1983. Masa pendidikan penulis dimulai dari jenjang Sekolah Dasar di SDN 060853, Medan pada tahun 1989-1995. Penulis memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1995-1998, di SLTPN 12 Medan. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas pada tahun 1998-2001, di SMU Swasta ERIA Medan. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Program Diploma III Pengelola Perkebunan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Nabi dan Rasul paling mulia, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan di Sektor Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan di Sektor Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian. Namun demikian sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, April 2009 Muhammad Ismail Mahir Rangkuti
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahhirobbil’alamin.. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan nikmatNya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain : 1. Bunda atas segala dorongan, do’a dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti selama penyusunan skripsi. 3. Ir. Muhammad Firdaus, MSi, PhD. selaku dosen evaluator pada saat kolokium dan penguji utama pada saat sidang. 4. Dr. Drs. Iwan D. Riswandi, MSi. selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan masukan mengenai judul skripsi. 5. Ir. Narni Farmayanti, MSc. Selaku dosen penguji komisi pendidikan pada saat sidang. 5. Rangkuti bersaudara atas segala nasehat, dukungan, dan doa yang telah diberikan. 6. Muhammamd Ahyani sebagai pembahas seminar 7. Anak-anak PLP atas kekompakan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Rekan-rekan Ekstensi MAB dan berbagai pihak lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas kebaikan semua pihak yang telah memberikan doa,bantuan dan dukungannya kepada penulis. Bogor, April 2009
Muhammad Ismail Mahir Rangkuti
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xiv
I
PENDAHULUAN .................................................................... 1.1 Latar Belakang .............................................................. 1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 1.3 Tinjauan Pustaka ............................................................ 1.4 Lingkup dan Kegunaan Penelitian ..................................
1 1 4 8 8
II
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia ........................... 2.2 Pertumbuhan Ekonomi .................................................. 2.3 Tenaga Kerja ................................................................. 2.4 Investasi ........................................................................ 2.5 Penelitian Terdahulu ...................................................... 2.6 Perbedaan Dengan Penelitiian Terdahulu .........................
9 9 10 10 11 11 16
III
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................... 3.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................. 3.1.1.1 Teori Pertumbuhan Klasik .......................... 3.1.1.2 Teori Pertumbuhan Modren ........................ 3.1.2 Teori Investasi ...................................................... 3.1.3 Teori Tenaga Kerja ............................................... 3.14 Teori Yang Dipakai Dalam Penelitian .................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................
17 17 17 18 23 32 33 36 37
IV
METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 4.1 Jenis dan Sumber Data ................................................. 4.2. Metode dan Analisis Data ............................................. 4.3 Pendugaan Nilai Elastisitas .................................................. 4.4 Pengujian Model dan Hipotesis ...................................... 4.5 Uji Autokorelasi ..............................................................
40 40 40 46 47 49
V
GAMBARAN UMUM PENELITIAN .................................... 5.1 Tantangan Sektor Pertanian ........................................... 5.2 Peluang Sektor Pertanian ............................................... 5.3 Pertumbuhan Sektor Pertanian ...................................... 5.4 Tenaga Kerja Pertanian .................................................. 5.5 Investasi Pertanian .........................................................
50 52 54 55 57 59
VI
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 6.1 Pendugaan Model Pertumbuhan Sektor Pertanian ............. 6.2 Nilai Elastisitas Model Pertumbuhan Sektor Pertanian ...... 6.3 Pertumbuhan Model Tenaga Kerja Sektor Pertanian ........... 6.4 Nilai Elastisitas Model Tenaga Kerja .................................
62 62 65 67 67
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ........................................... 7.1 Kesimpulan ...................................................................... 7.2 Implikasi ...........................................................................
69 69 69
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
72
LAMPIRAN ...........................................................................................
74
VII
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Tingkat Pertumbuhan Ekonomi,Kemiskinan,dan Pengangguran Terbuka di Indonesia Pada Tahun 2000-2006 ...........................
1
Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Ekonomi lainnya Terhadap PDB di Indonesia Pada Tahun 2001-2007 ...................
3
Perkembangan Investasi Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Pada Tahun 2002-2006 .............................................................
4
4.
Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Kontribusinya Pada PDB ...
5
5.
Perkembangan Neraca Ekspor-Impor Pertanian di Indonesia Pada Tahun 2003-2006 .............................................................
6
Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2000-2007 ......................
7
Hasil Pendugaan Pengaruh Tenaga Kerja,Investasi dan Pertumbuhan Periode Sebelumnya Terhadap Pertumbuhan Sektor Pertanian .......................................................................
63
Nilai Elastisitas Investasi,Tenaga Kerja,dan Pertumbuhan Sebelumnya di Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan di Sektor Pertanian ...................................................................
66
Hasil Pendugaan Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian Terhadap Tenaga Kerja di Sektor Pertanian ..............
67
Nilai Elastisitas Investasi,Tenga Kerja dan Pertumbuhan Sebelumnya di Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan di Sektor Pertanian .......................................................................
69
2. 3.
6. 7.
8.
9. 10.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Fungsi Produksi Solow .......................................................
27
2.
Kerangka pemikiran operasional..........................................
39
3.
Perkembangan PDB di Sektor Pertanian 1977-2007 ...........................................................................
56
Perkembangan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian 1977-2007 ...........................................................................
58
Perkembangan Investasi di Sektor Pertanian 1977-2007 ...........................................................................
60
4. 5.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Tenaga Kerja, Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian .
75
2.
Hasil Output TSLS Simultan ...............................................
76
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemajuan
perekonomian
suatu
negara
dapat
dicermati
melalui
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat pengangguran, serta berbagai indikator makroekonomi lainnya. Menurut data
BPS (2007), laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kurun waktu 2000 hingga 2006 rata-rata sebesar 4,90 persen namun laju kenaikan PDB ini diikuti oleh angka kemiskinan dan pengangguran yang masih relatif besar. Untuk lebih jelas pertumbuhan PDB dan tingkat kemiskinan dan pengangguran dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2000 - 2006 Tahun
Pertumbuhan
Tingkat
Pengangguran Terbuka
Ekonomi (%)
Kemiskinan (%)
(Juta Orang)
2000
4.92
19.1
5.8
2001
3.83
18.4
8.0
2002
4.38
18.2
9.1
2003
4.88
17.4
9.8
2004
5.13
16.7
10.3
2005
5.67
18.3
11.9
2006
5.48
17.75
10.93
Rata-rata
4.90
17.98
9.41
Sumber : BPS, 2007 Pertumbuhan PDB dari tahun 2000 hingga 2006 dengan rata-rata pertumbuhan lima persen sepertinya belum mampu untuk menjadi solusi terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut ekonom Kwik Kian Gie
tingginya pertumbuhan tanpa diikuti dengan menurunnya tingkat pengangguran dan kemiskinan dikarenakan rendahnya distribusi pendapatan, dan juga disebabkan tingginya investasi pada pasar finansial yang tidak berdampak langsung terhadap sektor rill yang dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.1 Selain investasi pada pasar finansial, investasi juga kerap dilakukan oleh para investor pada bidang industri dan manufaktur yang rentan terhadap guncangan situasi ekonomi. Hal ini dibuktikan pada saat krisis ekonomi tahun 1997 terjadi, sektor industri dan manufaktur mengalami kontraksi sebesar 13.68 persen, demikian juga terjadi dari sisi penyerapan tenaga kerja dimana terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja sebesar 2.934.441 orang. Hanya sektor pertanian yang bertahan dengan pertumbuhan positif sebesar 3.7 persen dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 45 persen dari jumlah keseluruhan angkatan kerja (Badan Pusat Statistik, 2007). Sektor pertanian merupakan bagian dari sektor riil yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena sebagai negara agraris seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian. Sektor pertanian berperan diantaranya melalui penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa dan Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia kebutuhan pokok dan sebagai jalur utama perekonomian pedesaan. Sebagai tulang punggung perekonomian, sektor pertanian diharapkan dapat terus tumbuh dan memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap
pertumbuhan PDB. Namun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB jika
1
Kemiskinan dan Ekonomi Balon/www.kompas.com/27 April 2006
dbandingkan dengan sektor ekonomi lainnya dapat dikatakan relatif kecil. Untuk lebih jelasnya kontribusi sektor pertanian dan sektor ekonomi lainnya di lihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Ekonomi lainnya terhadap PDB di Indonesia Pada Tahun 2001-2007 Tahun
Sektor Ekonomi (%) Pertanian
Industri
Jasa
2001
15.6
45.9
38.5
2002
15.6
46.8
37.6
2003
15.5
44.5
40.1
2004
15.2
43.7
41.1
2005
13.1
46.8
40.2
2006
12.9
47.0
40.1
2007
13.8
46.7
39.4
Sumber : Bank pembangunan Asia, 2008 Investasi melalui pembentukan modal akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi suatu bangsa. Investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing sangat diperlukan untuk meningkatkan kegiatan proses produksi termasuk produktivitasnya maupun distribusi input dan output suatu sektor tertentu. Melalui investasi, kapasitas produksi dan outputnya dapat ditingkatkan, yang kemudian bisa menjadi sumber pendapatan bagi tenaga kerja yang bekerja pada sektor tersebut. Untuk dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB, mutlak diperlukan investasi di sektor pertanian. Namun investasi di sektor pertanian sepertinya belum menjadi sasaran utama para investor dalam menanamkan modalnya. Pentingnya pembangunan sektor pertanian sebagai pemicu kemajuan ekonomi negara sejatinya harus diikuti dengan investasi yang
besar di sektor pertanian. Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan program pembangunan yang salah satunya adalah revitalisasi pertanian sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. Komitmen pemerintah dalam merevitalisasi pertanian dibuktikan dengan meningkatnya anggaran pertanian dalam APBN. Anggaran pertanian pada tahun 2005 sebesar Rp 4,1 triliun, pada tahun 2006 meningkat menjadi sebesar Rp 6,3 triliun dan pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar Rp 7,8 triliun (BPS, 2008).
1.2
Perumusan Masalah Pemerintah memang telah menetapkan program revitalisasi pertanian dan
pedesaan untuk pengentasan kemiskinan. Namun secara agregat investasi di sektor pertanian masih lebih kecil dibanding sektor ekonomi lainnya. Realisasi investasi berdasarkan sektor di Indonesia dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Investasi Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Pada Tahun 2002-2006 Sektor
2002
Pertanian 1 470.3 Pertambangan 703.6 Perindustrian 15 856.3 Listrik 5.4 Konstruksi 1 623.9 Perdagangan 1 188.5 Transportasi 3 125.7 Jasa 1 253.7 Total 25 230.5 Sumber : BKPM, 2007.
Tahun 2004 (Rp. Milyar) 2 057.9 1 847.9 988.9 662.4 40 927.4 20 644.5 608.4 8 798.1 2 061.9 1 473.0 1 301.8 764.1 2 023.4 1 887.1 122.4 1 063.3 50 092.1 37 140.4 2003
2005
2006
4 493.6 982.3 26 807.5 6 276.1 1 537.9 4 652.9 2 357.1 3 451.0 50 576.4
8 767.8 437.4 131 753.3 7 232.4 3 028.4 9 413.2 1 930.3 203.4 162 767.2
Tabel 3. menunjukan investasi di sektor pertanian masih lebih rendah di bandingkan dengan investasi di sektor perdagangan dan industri. Indonesia sebagai negara agraris dimana pertanian menjadi tulang punggung perekonomian, investasi di sektor pertanian harusnya menempati posisi tertinggi di bandingkan dengan investasi di sektor lainnya. Secara teoritis perkembangan investasi di suatu sektor akan berdampak pada pertumbuhan sektor tersebut. Rendahnya investasi di sektor pertanian menyebabkan
rendahnya
pertumbuhan
di
sektor
pertanian.
Rendahnya
pertumbuhan sektor pertanian juga berhubungan dengan rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dan kontribusinya terhadap PDB merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian negara. Pertumbuhan sektor pertanian dan kontribusinya terhadap PDB pada periode 2001-2006 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Kontribusinya pada Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2001-2006 Tahun Pertumbuhan (%) Kontribusi terhadap PDB 0.63 16.39 2001 1.74 17.47 2002 2003 2.48 16.58 4.06 15.39 2004 2005 2.49 13.41 3.0 12.9 2006 Rata-rata 2.4 15.35 Sumber : BPS 2007 Rendahnya investasi di sektor pertanian karena investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan bagi target pendapatan pemerintah maupun swasta domestik dan asing. Padahal investasi atau
penanaman modal sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan lapangan perkerjaan, yang dapat banyak menyerap tenaga kerja sehingga dapat menekan jumlah pengangguran. Dampak dari rendahnya investasi di sektor pertanian juga berdampak pada hasil produksi pertanian. Hal ini dapat dilihat dari neraca ekspor-impor pertanian periode 2003-2006 pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Neraca Ekspor-Impor Pertanian di Indoneisa Tahun 2003 - 2006 Tahun
2003 3 2004 2004 2005 2005 2006 2006
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
Tanaman Pangan 694.216,8 10.020.044,2 - 9.325.827,4 1.170.247,4 9.670.604,3 -8.500.356,8 1.123.504 18.742.812,4 -17.619.308,6 575.011,2 12.205.261,8 -11.630.250,6
% 5.2 74.3 -69 0.4 1.1 -0.6 0.42 2.0 -1.5 0.35 1.74 -1.4
Hortikultura 311.845,5 593.230,9 - 281.385,5 296.478,7 798.321,8 -501.843,2 384.092,3 2.039.525,7 -1.655.433,6 346.245,9 970.284,7 -624.038,7
Sub Sektor % Perkebunan 2.3 4.4 -2.0 0.12 0.09 0.03 0.14 0.21 -0.1 0.21 0.13 0.07
11.974.201,9 2.088.748,5 9.885.453,3 15.556.889,5 1.353.601,4 14.203.288,1 18.592.702,5 5.419.649,8 13.173.052,6 15.163.971,9 1.764.117,7 13.399.854,2
% 90.7 15.5 75.3 6.51 0.15 6.36 6.97 0.57 6.39 9.45 0.25 9.20
Peternakan 212.272,398 770.472,512 -558.200,114 221.663.791 873.619.160 -651.955.369 246.486.977 910.930.268 -664.443.291 144.324.026 684.634.362 -540.310.336
Sumber : Deptan (2007) Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa sub sektor tanaman pangan dan hortikultura mengalami defisit neraca ekspor-impor dari tahun ke tahun, hanya sub sektor perkebunan yang mengalami surplus. Defisit neraca pertanian merupakan hal yang merugikan negara karena merupakan pemborosan devisa. Selain itu defisit neraca juga mencerminkan belum mampunya sektor pertanian berproduksi secara maksimal. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor- faktor produksi yang ada belum digunakan secara maksimal. Seperti telah disebutkan sebelumnya, dari sisi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai salah satu faktor produksi, tenaga kerja yang berlimpah di
% 1.60 5.71 -4.10 92.8 98.6 -5.79 92.4 97.2 -4.74 89.9 97.8 -7.8
Indonesia merupakan keunggulan yang dapat digunakan untuk memacu sektor perekonomian khususnya pertanian. Terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor ekonomi lainnya merupakan masalah yang terjadi dari sisi tenaga kerja sektor pertanian, dimana terjadi penurunan jumlah penduduk yang bekeja di sektor pertanian sebesar 2 persen sedangkan pada sektor ekonomi lainnya meningkat sebesar 2 persen, merupakan akibat yang tidak dapat dipisahkan dari rendahnya investasi di sektor pertanian. Untuk lebih lengkapnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian dan sektor ekonomi lainnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2000 – 2007 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Sektor Ekonomi Pertanian 40677000 39744000 40634000 42001000 40608000 41814197 42323190 42608760
% 45.3 43.5 44.3 45.8 43.3 44.7 43.5 43.7
Pertambangan 523000 585000 632000 733000 1035000 904000 924000 1021000
% 0.5 0.6 0.6 0.8 1.1 0.9 0.9 1.0
Manufakur 11642000 12086000 12110000 11498000 11070000 11953000 11578000 11890000
% 13.0 13.2 13.2 12.5 11.8 12.8 11.9 12.2
Lainnya 36997000 38977000 38272000 37540000 41009000 38778000 42539000 42063000
% 41.2 42.6 41.8 40.9 43.8 41.5 43.7 43.1
Sumber Bank Pembangunan Asia, 2008
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, memunculkan pertanyaan? 1. Bagaimana pengaruh investasi dan tenaga kerja di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian? 2. Bagaimana pengaruh investasi dan pertumbuhan sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang ada maka tujuan penelitian ini, adalah menganalisis keterkaitan antara investasi, pertumbuhan dan tenaga kerja di sektor pertanian.
1.4 Lingkup dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini membatasi cakupan analisanya hanya pada keterkaitan antara investasi pertanian, tenaga kerja pertanian dan bagaimana variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siapa saja dengan latar belakang apapun baik dari kalangan pemerintahan, pengusaha, maupun
masyarakat
yang
memiliki
perkembangan sektor pertanian Indonesia.
perhatian
yang
khusus
terhadap
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Sektor Pertanian Indonesia Dalam tatanan ekonomi nasional, peran sektor pertanian semakin menurun jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDB nasional. Selama kurun waktu 40 tahun peran sektor pertanian tersebut menurun dari sekitar 50,8 persen pada tahun 1963 menjadi hanya sebesar 15 persen di tahun 2003 (Badan Pusat Statistik, 2007). Menurunnya peran sektor pertanian ini disebabkan antara lain oleh produktivitas yang semakin menurun, kebijakan yang kurang mendukung sektor pertanian dan rendahnya penggunaan teknologi pertanian di tingkat petani. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan, hingga saat ini sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebesar 46,3 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, peran sektor pertanian sangat besar didalam upaya menurunkan jumlah orang miskin secara nasional. Selama kurun waktu tahun 1999-2002 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 47,9 juta (1999) menjadi 35,7 juta jiwa (2002). Dari angka kemiskinan tersebut, lebih dari 50 persen bermata pencaharian disektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menyumbang angka kemiskinan cenderung meningkat, yaitu 54,2 persen (1999) menjadi 57,7 persen (2002) (Badan Pusat Statistik, 2007). Di samping itu, sektor pertanian juga berperan besar dalam upaya perwujudan ketahanan pangan nasional.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Sedangkan menurut Lipsey (1990) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan potensial karena adanya perubahan pada penawaran faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal) atau produktivitas faktor-faktor tersebut (keluaran per satuan masukan faktor). Menurut Sukirno (2000), Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator ekonomi berguna untuk : 1. Menilai prestasi kegiatan ekonomi. 2. Menetukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai 3. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi. 4. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran . 5. Data asas untuk membuat perencanaan dan peramalan. Apabila pengangguran masih tinggi tingkatnya berarti PDB yang dicapai masih di bawah potensinya yang maksimum.
2.3. Tenaga Kerja Menurut UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kesempatan kerja mengandung arti jumlah tenaga kerja dewasa yang bekerja penuh waktu, sedangkan pengangguran berarti jumlah tenaga kerja dewasa yang tidak bekerja dan aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja adalah jumlah total antara mereka yang bekerja dengan mereka yang sedang tidak bekerja dan sedang mencari kerja. Menurut Sukirno (2000), pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut BPS (2007), tenaga kerja adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.
2.4 Investasi Investasi merupakan pergerakan arus pengeluaran yang dapat menambah stok modal secara fisik. Menurut Mankiw (2000), investasi memiliki tiga bentuk pengeluaran investasi, yaitu : 1. Investasi tetap bisnis, berupa pengeluaran untuk membeli peralatan dan struktur yang digunakan untuk proses produksi. 2. Investasi residensial, berupa pembelian rumah untuk tempat tinggal atau disewakan. 3. Investasi persediaan, berupa barang-barang perusahaan yang disimpan di gudang, termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi.
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian
Syam e.t al (2000) mengenai Kontribusi Sektor Pertanian
dalam Pertumbuhan Dan Stabilitas Produk Domestik Bruto melalui pendekatan koefisien autokorelasi (ACOR) dan indeks persistensi Cochrane memberikan hasil Kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB nasional tertinggi dicapai tahun 1985 (21,51%) jika dibandingkan dengan kontribusi sektor lainnya. Hal ini seiring dengan pertumbuhan pangsa dan sumber pertumbuhan yang dicapai sektor pertanian. Selanjutnya besarnya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan terhadap PDB pertanian ditandai dengan pertumbuhan pangsa dan sumber pertumbuhan yang telah dicapai. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor terpenting di dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian pada lebar jendela (interval) 14 dan 15 lebih persisten dalam jangka panjang dibandingkan dengan sektor industri pengolahan. Sedangkan persistensi jangka
pendek pada sektor pertanian paling persisten
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Jika dilihat persistensi jangka
panjang per sub sektor dalam sektor pertanian, sub sektor kehutanan yang paling persisten dibandingkan dengan sub sektor lainnya terutama pada interval 2 – 12, menyusul sub sektor tanaman bahan makanan. Pada sub sektor tanaman bahan makanan pada interval tiga mulai memperlihatkan persistensi dalam jangka panjang meningkat sampai pada interval sembilan. Namun pada interval berikutnya, sub sektor tersebut lebih persisten dalam jangka panjang dibandingkan dengan sub sektor-sub sektor lainnya. Untuk persistensi jangka pendek, sub sektor
perikanan darat dan laut, yang lebih persisten jika ada gejolak/benturan dibandingkan dengan sub sektor-sub sektor lainnya. Sektor pertanian lebih stabil dibandingkan dengan sektor lainnya, kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Dalam sektor pertanian, sub sektor tanaman bahan makanan lebih besar nilai volatilitasnya atau tingkat stabilitasnya lebih stabil dibandingkan dengan sub sektor-sub sektor lainnya. Yusuf (2005) melakukan penelitian terhadap keterkaitan antara investasi pemerintah, investasi swasta dan pendapatan nasional. Penelitiannya juga menganalisis manakah yang lebih berpengaruh antara investasi pemerintah dengan investasi swasta terhadap pendapatan nasional. Penelitiannya tersebut menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM), dengan data time series pendapatan nasional, investasi pemerintah dan investasi swasta pada periode 1988-2003. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek tidak terdapat hubungan timbal balik antara investasi dengan pendapatan nasional, kondisi sebaliknya dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang pendapatan nasional lebih dipengaruhi oleh investasi swasta. Investasi pemerintah bersifat komplementer terhadap investasi swasta. Penelitian Syam, et al (2000) yang berjudul Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perbandingannya dengan Sektor-Sektor lain. Penelitian ini bertujuan melihat kemampuan penyerapan tenaga kerja dari setiap sektor dan membandingkan kemampuan dari setiap sektor tersebut. Hasil dari penelitian ini penyerapan tenaga kerja pada tahun 1985-1989 didominasi oleh sektor pertanian yang mana mampu menyerap tenaga kerja sebesar 56.66 persen,
dibandingan dengan sektor lain yang hanya mampu menyerap 5 – 13 persen tenaga kerja dari jumlah keseluruhan angkatan kerja. Dalam jangka pendek tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan perdagangan relatif lebih stabil dibandingkan sektor pertanian, namun pada jangka panjang sektor pertanian lebih stabil dibanding dengan sektor perdagangan dan industri. Penelitian
Rusastra, et al
(2004) mengenai Ekonomi Tenaga Kerja
Pertanian dan Implikasinya dalam Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Buruh Tani memberikan hasil kesempatan kerja sektor pertanian periode 1995 – 2000 meningkat 0,51%/tahun. Pada tahun 2000, posisinya tetap dominan (45,28%) dengan status pekerjaan berburuh tani meliuti 5,38 juta orang. Permasalahan tenaga kerja pertanian mencakup produktivitas, daya beli, dan tingkat kesejahteraan yang relatif rendah.
Penelitian ini membahas perkembangan
struktur kesempatan kerja dan tingkat upah serta dampaknya terhadap produksi padi, struktur pendapatatan, dan tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani di pedesaan. Terdapat indikasi kelangkaan tenaga kerja dan kenaikan tingkat upah absolut, namun kenaikan upah riil berjalan lambat.
Elastisitas tenaga kerja
terhadap produktivitas relatif tinggi (0,13) dan tingkat upah berdampak negatif inelastis terhadap penawaran dan keuntungan usaha tani padi.
Sumber
pendapatan dominan rumah tangga buruh tani adalah kegiatan berburuh dan non pertanian dengan proporsi 68,10%. Implikasinya adalah kelangkaan dan kenaikan tingkat upah perlu dikendalikan dan perbaikan kesejahteraan buruh tani perlu dilakukan melalui pendekatan yang holistik dan dikendalikan komprehensif. Produktivitas dan kesejahteraan buruh tani dapat ditingkatkan melalui
pengembangan kelembagaan mekanisasi pertanian, agrobisnis dan agroindustri, serta perluasan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Penelitian Irawan (2002), yang berjudul Analisis Perilaku Instabilitas, Pergerakan Harga, Tenaga Kerja dan Investasi di Dalam Sektor Pertanian Indonesia : Aplikasi Vector Erorr Correction Model. Penelitian ini bertujuan menganilisis dampak kebijakan yang berakibat kenaikan harga pertanian terhadap pertumbuhan, penyerapan kerja dan investasi di sektor pertanian dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek menganalisis sektor atau blok ekonomi yang menjadi sumber instabilitas utama bagi sektor pertanian Indonesia dan menganalisis perilaku pergerakan harga output pertanian dan kausalitas antara harga output dan harga input, serta kausalitas antar harga-harga input penting. Hasil dari penelitian ini menunjukkan di dalam sektor pertanian, output, dan permintaan modal respon terhadap perubahan output, sedangkan permintaan tenaga kerja tidak respon terhadap perubahan harga output. Hal ini berarti kenaikan harga output akan efektif membantu menghasilkan investasi baru dan ouput pada sektor ini. Bagaimanapun guncangan harga dapat menjadi sumber ketidakstabilan, pememerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan kenaikan harga. Sebagai tambahan jalan keluar masalah pengangguran di sektor pertanian adalah pemerintah harus strategi biaya seperti menetapkan kebijakan subsidi harga input. Penelitian Priyarsono, et.al (2006) mengenai Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan: Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi memberikan hasil bahwa kebijakan ekspor, investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak
menurunkan kesenjangan pendapatan sektoral, tenaga kerja, dan rumahtangga. Kebijakan ekspor dan investasi di sektor agroindustri makanan berdampak menurunkan kesenjangan pendapatan lebih besar dibandingkan kebijakan di sektor agroindustri non makanan. Kebijakan ekonomi yang paling efektif menurunkan kesenjangan pendapatan adalah meningkatkan investasi di sektor agroindustri prioritas. Penelitian Handari, D.A.M.
(2000), yang berjudul Dampak Investasi
Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian di Indonesia, yang menggunakan Analisis Input-Output sisi Permintaan sebagai alat analisisnya, menghasilkan bahwa perananan sektor pertanian di Indonesia cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran (13.60% dan 7.81%), struktur konsumsi masyarakat (13.08%), struktur investasi (0.30 %) dan perubahan stok (9.46%), struktur ekspor (2.98%) dan impor (4.63 %) dan struktur nilai tambah bruto (16.81 %).
2.6 Perbedaan Penilitian Dengan Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu di atas, telah banyak membantu penulis dalam membangun model pengaruh investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian terhadap tenaga kerja kerja di sektor pertanian Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang terdahulu pada variabel yang digunakan dalam penelitian dan masalah -masalah yang melatarbelakangi penelitian dilakukan. Perbedaanya, penelitian ini menggumpulkan beberapa variabel yang sebelumnya diteliti terpisah oleh peneliti terdahulu dan juga menggunakan alat analisis yang berbeda dengan peneliti terdahulu gunakan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan. Jadi teori pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah suatu cerita (yang logis) mengenai bagaimana proses pertumbuhan terjadi (Boediono, 1985) Satu hal yang perlu ditekankan sejak awal adalah bahwa didalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Sampai saat ini (dan masa mendatang) tidak ada suatu teori pertumbuhan yang menyeluruh dan lengkap dan yang merupakan satu-satunya teori pertumbuhan yang baku. Berbagai ekonom besar, sejak lahirnya ilmu ekonomi mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Sering kali pandangan atau persepsi ini sangat dipengaruhi oleh keadaan atau peristiwa-peristiwa pada waktu ekonom tersebut hidup. Seringkali pula teori pertumbuhan seorang ekonom dipengaruhi oleh idiologi yang dianut oleh ekonom, sehingga aspek-aspek yang ditonjolkan dalam teorinya mencerminkan kecenderungan idiologisnya. Ini semua perlu dipahami oleh setiap orang yang mempelajari teori pertumbuhan (ilmu ekonomi umumnya). Jangan sampai berpendapat bahwa teori yang kebetulan pelajari adalah satu-satunya kebenaran yang tidak bisa dibantah. Semakin banyak
teori yang di pelajari, semakin luas pandangan, dan semakin mudah menghindari perangkap fanatisme intelektual tersebut. 3.1.1.1. Teori Pertumbuhan Klasik Ada beberapa teori-teori klasik, yaitu : Adam Smith, yang terkenal dengan teori nilainya yaitu teori yang menyelidiki faktor-faktor yang menentukan nilai atau harga suatu barang. Tetapi didalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of the Nations (1776) secara singkat sering disebut sebagai Wealth of Nations, bisa dilihat bahwa tema pokoknya adalah mengenai bagaimana perekonomian (kapitalis) tumbuh. Dalam buku tersebut Smith, mungkin orang yang pertama yang mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Oleh sebab itu, teori Adam Smith sering dianggap sebagai awal dari pengkajian masalah pertumbuhan secara sistematis. Menurut Adam Smith, ada dua aspek utama dari pertumbuhan ekonomi yaitu : a. Pertumbuhan Output (GDP) total b. Pertumbuhan Penduduk Dalam pertumbuhan output Adam Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu : i.
Sumber -sumber alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah)
ii.
Sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk)
iii.
Stok barang kapital yang ada
Menurut Smith, sumber-sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumbersumber alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian tersebut. Artinya, selama sumber-sumber ini belum sepenuhnya
dimanfaatkan, yang memegang peranan dalam proses produksi adalah dua unsur produksi yang lain, yaitu jumlah penduduk dan stok kapital yang ada. Dua unsur lain inilah yang menentukan besarnya output masyarakat dari tahun-ketahun. Tetapi apabila output terus meningkat, sumber-sumber alam akhirnya akan sepenuhnya dimanfaatkan (dieksploitir), dan pada tahap ini sumber-sumber alam akan menbatasi output. Unsur sumber alam ini akan menjadi batas atas dari pertumbuhan suatu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi (dalam arti pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk) akan berhenti apabila batas atas ini dicapai (Boediono, 1985). Unsur yang kedua adalah sumber-sumber manusiawi atau jumlah penduduk. Dalam proses pertumbuhan output unsur ini dianggap peranan yang pasif, dalam arti bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut. Apabila stok kapital yang tesedia membutuhkan, misalnya, 1 juta orang untuk menggunakannya, dan apabila jumlah tenaga kerja yang tersedia adalah 900 ribu orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat sehingga tenaga kerja yang tersedia akhirnya menjadi 1 juta orang. Pada tahap ini, bisa di anggap bahwa berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi akan tersedia lewat proses pertumbuhan (atau penurunan) penduduk. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pertumbuhan penduduk itu sendiri. Dalam model Smith tinggallah unsur produksi yang ketiga, yaitu stok kapital, yang secara aktif menentukan tingkat output. Smith memang memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok kapital atau akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi dengan tingkat output tergantung pada apa yang terjadi
pada stok kapital, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai tahap pertumbuhan dimana sumber-sumber alam mulai membatasi). David Ricardo, mengembangkan teori pertumbuhan Klasik lebih lanjut. Pengembangan ini berupa penjabaran model pertumbuhan menjadi suatu model yang lebih tajam, baik dalam konsep-konsep yang dipakai maupun dalam hal mekanisme proses pertumbuhan itu sendiri. Namun perlu ditekan lagi disini bahwa garis besar dari proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan umum yang ditarik oleh Ricardo tidak terlalu berbeda dengan teori Adam Smith. Tema dari proses pertumbuhan ekonomi masih pada perpacuan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Kesimpulan umumnya masih tetap bahwa dalam perpacuan tersebut penduduklah yang akhirnya menang, dan dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai posisi stationer. Seperti juga dengan Adam Smith, Ricardo menganggap bahwa jumlah faktor produksi tanah (yaitu, sumbersumber alam) tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya bertindak sebagai faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat. Perbedaan terutama terletak pada penggunaan alat analisa mengenai distribusi pendapatan (berdasarkan teori Ricardo mengenai sewa tanah) dalam penjabaran mekanisme pertumbuhan dan pengungkapan peranan yang lebih jelas dari sektor pertanian diantara sektor-sektor lain dalam proses pertumbuhan. Perekonomian Ricardo ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut : a. Tanah terbatas jumlahnya
b. Tenaga kerja (penduduk) yang meningkat (atau menurun) sesuai dengan apakah tingkat upah diatas atau dibawah tingkat upah minimal (yang oleh Ricardo disebut tingkat upah alamiah natural wage) c. Akumulasi kapital terjadi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik kapital berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi. d. Dari waktu ke waktu terjadi kemajuan teknologi. e. Sektor pertanian dominan dengan terbatasnya tanah, maka pertumbuhan penduduk (tenaga kerja) akan menghasilkan produk marginal (marginal product) yang semakin menurun. Ini tidak lain adalah hukum produk marginal yang makin menurun atau lebih terkenal dengan nama the Law of Diminishing Return. Selama buruh yang dipekerjakan pada tanah tersebut bisa menerima tingkat upah diatas tingkat upah minimum, maka penduduk (tenaga kerja) akan terus bertambah, dan ini akan menurunkan lagi produk marginal tenaga kerja, dan selanjutnya menekan kebawah tingkat upah. Proses ini akan berhenti apabila tingkat upah turun pada tingkat upah alamiah. Apabila, misalnya, tingkat upah ternyata turun dibawah tingkat upah alamiah, maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Dan tingkat upah akan naik kembali pada tingkat alamiah. Pada posisi ini jumlah penduduk konstan. Jadi dari segi faktor produksi tanah dan faktor produksi tenaga kerja, ada satu kekuatan dinamis yang selalu menarik perekonomian ke arah upah tingkat minimum, yaitu bekerjanya The Law of Diminishing Return (Boediono, 1985). The Law of Diminising Return berbunyi : “apabila salah satu input tetap, sedang input-input
lain ditambah penggunaannya (variabel) maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap unit tambahan input variabel tersebut mula-mula menaik, akan tetapi kemudian seterusnya menurun, apabila input variabel tersebut terus ditambah”. Arthur Lewis, model pertumbuhan dengan suplay tenaga kerja yang tak terbatas merupakan model pertumbuhan Arthur Lewis. Pokok permasalahan yang dikaji oleh Lewis adalah bagaimana proses pertumbuhan terjadi dalam perekonomian dua sektor : a. Sektor tradisional, dengan produktivitas rendah dan sumber tenaga kerja yang melimpah b. Sektor modern, dengan produktivitas tinggi dan sebagai sumber akumulasi kapital proses pertumbuhan ekonomi terjadi apabila tenaga kerja bisa dipertemukan dengan kapital. Lewis memberikan teori mengenai proses pertemuan kedua faktor produksi ini dan proses pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan. Pada saat sektor modern mempunyai sejumlah stok barang kapital tertentu. Sektor ini menggunakan tenaga kerja yang akan diberi upah sesuai dengan marginal produknya. Dengan stok kapital tertentu tersebut, maka bisa digambarkan marginal product bagi tenaga kerja yang dipekerjakan pada sektor ini. Ciri-ciri utama dari sektor tradisional yaitu produktivitas yang rendah dan tenaga kerja yang berlimpah. Ini berarti bahwa tingkat upah di sektor ini berada pada tingkat subsistensi dan pada tingkat upah ini suplai tenaga kerja yang bersedia untuk bekerja berlimpah.
3.1.1.2 Teori Pertumbuhan Modern 1. Harrod – Domar Teori Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan investasi dalam jangka panjang. Dalam teori Keynes, pengeluaran investasi mempengaruhi permintaan agregat tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat. Harrod – Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Dalam perspektif waktu yang lebih panjang ini, investasi menambah stok kapital misalnya, pabrik-pabrik, jalan-jalan, dan sebagainya (Boediono, 1985). Hubungan antara stok kapital dengan penawaran agregat adalah setiap penambahan stok kapital masyarakat meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Output yang dimaksud adalah output yang potensial bisa dihasilkan dengan stok kapital (kapasitas pabrik) yanga da. Menurut Mankiw (2000) salah satu teori ekonomi yang menganalisa hubungan antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan adalah teori yang dikembangkan oleh Sir Roy Harrod dan Evsey Domar atau dikenal dengan teori Harrod Domar.
Secara sederhana, teori Harrod-Domar diformulasikan sebagai berikut : ∆Y = s Y k
(2.1)
Dimana : ∆Y/Y
: adalah tingkat perubahan atau tingkat pertumbuhan GNP
s
: adalah rasio tabungan nasional
k
: adalah rasio modal/output nasional
Persamaan diatas menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan GNP (∆Y/Y) ditentukan oleh rasio tabungan nasional (s) dan rasio modal/output nasional (k). lebih khusus lagi, persamaan tersebut menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara “positif” berkaitan erat dengan rasio tabungan (yakni, lebih banyak bagian GNP yang ditabung dan diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GNP tersebut) dan sebaliknya atau secara “negatif” berkaitan dengan rasio modal/output suatu perekonomian (yakni, lebih besar nilai k, maka lebih kecil lagi pertumbuhan GNP) Secara sederhana, persamaan (2.1) menunjukan agar dapat tumbuh , maka perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebagian dari GNP-nya. Lebih banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka akan lebih cepat lagi perekonomian itu akan tumbuh. Akan tetapi, tingkat pertumbuhan yang dapat dijangkau pada setiap pada setiap tingkat tabungan dan investasi tergantung kepada produkstivitas investasi tersebut. Produktivitas investasi adalah banyaknya tambahan output yang didapat dari suatu unit investasi, yang dapat diukur dengan “inverse” rasio kapital/output (k), yaitu rasio output/kapital atau rasio
output/investasi (1/k). Secara matematis, produkstivitas investasi dapat juga dituliskan sebagai berikut : 1 = ∆Y k I
(2.2)
dengan mensubsitusikan persamaan (2.2) ke dalam persamaan (2.1), maka diperoleh persamaan sebagai berikut : s = I /Y
(2.3)
kemudian dengan mengalikan tingkat inverse baru, s = I /Y dengan produktifitasnya (1/ k), maka akan didapat tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau PDB yang meningkat atau secara matematik dapat dituliskan seperti dalam persamaan (2.1). Disinilah hubungan negatif antara tingkat PDB dan tingkat investasi tersebut terjadi, oleh karena itu PDB dan investasi tersebut dapat saling mempengaruhi. 2. Solow – Swan Model pertumbuhan Solow menunjukan bagaiman tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian yang pada akhirnya berpengaruh pada output suatu negara (Mankiw, 2000). Dalam penelitian ini yang akan dibahas dari pertumbuhan Solow adalah bagaimana tabungan (akumulasi modal) dapat mempengaruhi pertumbuhan. Tahap pertama adalah mengkaji bagaimana penawaran dan permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output (Y) bergantung
pada persediaan modal (K) dan angkatan kerja (L), yang di rumuskan sebagai berikut : Y = F (K,L)
(2.4)
Model pertumbuhan Solow menggunakan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki pengembalian skala konstan sehingga persamaan 2.4 dapat di asumsikan menjadi : zY = F(zK, zL)
(2.5)
Fungsi produksi dengan pengembalian skala konstan memungkinkan analisa seluruh jumlah dalam perekonomian relatif terhadap besarnya angkatan kerja, dengan menggunakan z = 1/L pada persamaan 2.5 sehingga persamaan tersebut menjadi: Y/L = F(K/L, 1)
(2.6)
Dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa jumlah output pekerja Y/L adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L, hal ini menjelaskan bahwa ukuran perekonomian tidak mempengaruhi hubungan diantar output per pekerja dan modal per pekerja. Sehingga cukup beralasan untuk menyatakan seluruh kuantitas dalam istilah per pekerja. Dengan merubah notasi menjadi huruf kecil, dimana y=Y/L adalah output per pekerja dan k = K/L adalah modal per pekerja persamaan di atas dapat kita ubah menjadi : y = f(k)
(2.7)
Produk marjinal modal (MPK) adalah banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapatkan unit modal tambahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Output per pekerja, y Output, f (k)
MPK 1
Modal Per pekerja,k
Gambar 1. Fungsi Produksi Solow (Mankiw,2000) Pada gambar 1 menjelaskan ketika jumlah modal meningkat, fungsi produksi menjadi lebih datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi menunjukkan produk marjinal modal yang kian menurun. Ketika k adalah rendah, pekerja rata-rata hanya memiliki sedikit modal untuk bekerja, sehingga sebuah unit modal tambahan. Ketika k adalah tinggi pekerja rata-rata memiliki banyak modal, sehingga sebuah unit modal tambahan hanya sedikit meningkatkan produksi. Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain output per pekerja (y) dibagi diantara konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja (i), yang dirumuskan sebagai berikut : Y= c + i
(2.8)
Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1 – s), yang dirumuskan sebagai berikut : C = (1-s) y
(2.9)
Untuk mengetahui apakah fungsi konsumsi tersebut berpengaruh terhadap investasi, maka dengan subsitusi persamaan (2.5) ke persamaan (2.6), didapat fungsi sebagai berikut :
Y = (1 – s )y + i
(3.0)
Atau dapat ditulis sebagai berikut : i = sy
(3.1)
persamaan (2.8) menunjukan bahwa investasi sama dengan tabungan, jadi tingkat tabungan juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi. Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal mapan. Apabila tingkat tabungan tinggi, perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi. Apabila tingkat bunga rendah, perekonomian akan memiliki persediaan modal yang kecil dan tingkat output yang rendah. Dalam model Solow, tabungan yang lebih tinggi mengarah ke pertumbuhan yang lebih cepat, tetapi hanya sementara. Kenaikan dalam tingkat tabungan meningkatkan pertumbuhan sampai perekonomian mencapai kondisi mapan baru. Suatu pertumbuhan sampai perekonomian yang memiliki tingkat tabungan yang tinggi dalam persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi, tidak selalu mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi pula. Kerangka umum dari model Solow-Swan mirip dengan model HarrodDomar, tetapi model Solow-Swan lebih luwes karena, a. Menghindari masalah ketidakstabilan yang merupakan ciri warranted rata of growth dalam model Harrood-Domar. b. Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan. Keluwesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan Swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasikan secara aljabar.
Ada empat anggapan yang melandasi model Neo Klasik (Boediono, 1985) : a. Tenaga kerja (penduduk), tumbuh dengan laju tertentu. b. Adanya fungsi produksi yang berlaku bagi setiap periode. c. Adanya kecenderungan untuk menabung propenrsity to save oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi tertentu dari output. d. Semua tabungan masyarakat di investasikan. Untuk keseimbangan jangka panjang Solow mengatakan bahwa posisi long run equilibrium akan tercapai apabila kapital per kapita, mencapai suatu tingkat yang stabil, artinya tidak lagi berubah nilainya. Apabila kapital konstan, maka long run equilibrium tercapai. Hai ini merupakan ciri posisi keseimbangan yang pertama. Ciri yang kedua adalah mengenai laju pertumbuhan output, kapital dan tenaga kerja. Pada posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan dari ciri bahwa output per kapita adalah konstan dan penduduk tumbuh sesuai dengan asumsi. Definisi output per kapita adalah output total tumbuh dengan laju jumlah penduduk per tahun. Ciri yang ketiga adalah mengenai stabilitas dari posisi keseimbangan tersebut. Posisi keseimbangan model Solow-Swan bersifat stabil, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tidak pada posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang cenderung membawa kembali perekonomian tersebut pada posisi keseimbangan jangka panjang . Ciri yang keempat menyangkut tingkat konsumsi dan tingkat tabungan (investasi). Tingkat tabungan (investasi) per kapita pada posisi keseimbangan
adalah konstan. Apa yang tidak ditabung dikonsumsikan, sehingga konsumsi per kapita juga konstan pada posisi equilibrium. Ciri yang kelima berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh masingmasing faktor produksi atau aspek distribusi pendapatan. Karena hanya ada dua macam faktor produksi (kapital dan tenaga kerja), maka output total akan habis terbagi antara para pemilik kapital dan pemilik faktor produksi tenaga kerja . 3. Schumpeter Joseph Schumpeter hidup di zaman modern (1883-1950). Dari segi teori Schumpeter bisa digolongkan dalam kelompok teori pertumbuhan klasik. Namun dari segi kesimpulannya khususnya mengenai prospek perbaikan hidup masyarakat banyak dalam perekonomian kapitalis. Berbeda dengan ekonomekonom Klasik sebelumnya, ia optimis bahwa dalam jangka panjang tingkat hidup orang banyak bisa ditingkatkan terus sesuai dengan kemajuan teknologi yang bisa dicapai masyarakat tersebut. Sejalan juga dengan para ekonom modern, Schumpeter tidak terlalu menekankan pada aspek pertumbuhan penduduk maupun aspek keterbatasan sumber daya alam dalam pertumbuhan ekonomi. Bagi Scumpeter, masalah penduduk tidak dianggap sebai aspek sentral dari proses pertumbuhan ekonomi. Schumpeter berpendapat bahwa motor penggerak perkembangan ekonomi adalah suatu proses yang di beri nama inovasi, dan para pelakunya adalah para wiraswasta atau inovator atau entrepreuner. Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterangkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreuner (Boediono, 1999).
Gambaran umum dari proses kemajuan ekonomi menurut Schumpeter adalah membedakan antara pengertian pertumbuhan ekonomi dan pengertian perkembangan ekonomi. Keduanya adalah sumber dari peningkatan output masyarakat, tetapi masing-masing mempunyai sifat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi di artikan sebagi peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan cara-cara atau teknologi produksi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi adalah satu sumber kenaikan output, sedangkan perkembangan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta. Inovasi berarti perbaikan teknologi dalam arti luas mencakup penemuan produk baru, pembukaan pasar baru dan sebaginya. Tetapi yang penting adalah bahwa inovasi menyangkut perbaikan kwalitatif dari sistem ekonomi itu sendiri, yang bersumber dari kreativitas para wiraswastanya. Perkembangan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik dan teknologi yang menunjang kreativitas para wiraswasta. Dengan adanya lingkungan yang menunjang kreativitas, maka akan timbul beberapa wiraswasta yang menjadi pioner dalam mencoba menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi (cara berproduksi baru, produk baru, bahan mentah dan sebagainya). Mungkin tidak semua pioner usaha akan berhasil tetapi mereka yang berhasil dikatakan telah melakukan inovasi. Inovasi mempunyai tiga pengaruh. Yang pertama adalah diperkenalkannya teknologi baru, yang kedua adalah inovasi menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting bagi akumulasi kapital. Yang ketiga adalah inovasi pada tahap-tahap
selanjutnya akan diikuti oleh timbulnya proses imitasi yaitu adanya pengusaha baru yang meniru teknologi baru tersebut. Proses imitasi ini akan diikuti oleh investasi (akumulasi kapital) oleh para imitator tersebut. Proses imitasi ini mempunyai pengaruh berupa : a. Menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para inovator. b. Penyebaran teknologi baru didalam masyarakat (teknologi tersebut tidak lagi menjadi monopoli para inovatornya). Semua proses ini meningkatkan output masyarakat dan secara total merupakan proses perkembangan ekonomi. Keuntungan yang diperoleh dari adanya inovasi akan turun dan hilang akibat disaingi oleh para penirunya. Jadi inovasi dan keuntungan yang diperoleh darinya merupakan motor penggerak dinamika dalam masyarakat kapitalis atau perekonomian pasar. 3.1.2
Teori Investasi Beberapa teori pertumbuhan yang telah disebutkan di atas menggunakan
investasi sebagai acauan dari pembentukan teorinya, namun belum menjelaskan secara lengkap hal-hal yang berhubungan dengan investasi itu sendiri. Menurut Sukirno (2000) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Menurut Mankiw (2000), berdasarkan penggunaanya investasi dapat dibedakan menjadi tiga bentuk , yaitu : 1. Investasi tetap bisnis, berupa pengeluaran untuk membeli peralatn dan struktur yang digunakan untuk proses produksi.
2. Investasi residensial, berupa pembelian rumah untuk tempat tinggal atau disewakan. 3. Investasi persediaan, berupa barang-barang perusahaan yang disimpan di gudang, termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi. Dalam praktiknya ketiga bentuk investasi tersebut akan disebut sebagai investasi bruto, yaitu ia meliputi investai untuk menambah kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan. Para penanam modal melakukan invetasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan, agar dapat memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan, beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat investasi adalah : a. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh b. Suku bunga c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan d. Kemajuan teknologi e. Tingkat pendapatan nasional dan perubah-perubahannya f. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan 3.1.3 Teori Tenaga Kerja Dewasa ini berkembang paling tidak tiga perspektif secara teoritis yang menjelaskan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yakni teori modal manusia, teori alokasi dan teori reproduksi strata sosial. Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Argumen yang disampaikan
pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi. Pada tahun 70-an, teori ini mendapat kritik tajam. Argumen yang disampaikan adalah tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Juga ditekankan bahwa dalam ekonomi modern sekarang ini, angkatan kerja yang berkeahlian tinggi tidak begitu dibutuhkan lagi karena perkembangan teknologi yang sangat cepat dan proses produksi yang semakin dapat disederhanakan. Teori persaingan status ini memperlakukan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara sosial menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi menggiring orang untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang berpendidikan tinggi memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional, tetapi peningkatan proporsi orang yang bependidikan lebih tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi. Akan halnya teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan sosial. Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan
studi-studi tentang hal-hal klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan untuk rakyat kebanyakan diciptakan sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang dominan. Hasilnya, proses pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini didukung antara lain oleh Samuel Bowles dan Herbert Gintis (1976). Teori yang relevan dalam situasi sekarang, merupakan pandangan baru dalam pertumbuhan produktivitas, yang dimulai pada akhir 1980-an dengan pionir seperti Paul Romer dan Robert Lucas, menekankan aspek pembangunan modal manusia. Menurut Romer misalnya (1991), modal manusia merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi. Karena modal manusia, seperti dikemukakan dalam awal tulisan ini, memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi, maka implikasinya pendidikan juga memiliki hubungan positif dengan produktivitas atau pertumbuhan ekonomi. Secara implisit, pendidikan menyumbang pada penggalian pengetahuan. Ini sebetulnya tidak hanya diperoleh dari pendidikan tetapi juga lewat penelitian dan pengembangan ide-ide, karena pada hakikatnya, pengetahuan yang sama sekali tidak dapat diimplementasikan dalam kehidupan manusia akan mubazir. Karenanya, aspek penelitian dan pengembangan menjadi salah satu agenda utama apabila bangsa Indonesia berkeinginan untuk hidup sejajar dengan bangsa-
bangsa yang sudah jauh lebih maju. Dengan keterbatasan modal kapital dan manusia, tugas pengembangan penelitian ini tidak mungkin hanya diusahakan pemerintah. Seharusnya, pihak swasta menjadi ujung tombak dalam usaha kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 3.1.4 Teori Yang Dipakai Dalam Penelitian Penelitian ini mengadopsi teori yang dikemukakan oleh Solow dimana pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi, modal dan tenaga kerja. Namun pada penelitian kali ini karena keterbatasan data tidak menggunakan teknologi sebagai variabelnya. Dalam perekonomian yang tidak ada pertumbuhan teknologi, pendapatan dapat ditentukan dari besarnya modal dan tenaga kerja. Berdasarkan variabel dalam fungsi produksi ini ada dua model pertumbuhan yaitu model pertumbuhan tanpa perkembangan teknologi dan model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi. Sedangkan untuk melihat pengaruh investasi sektor pertanian terhadap tenaga kerja sektor pertanian digunakan model : L = β0 + β1I + β2Y + ε Dimana : L = Tenaga Kerja βo = Intercept β1 = Koefisien Investasi β2 = Koefisien Pertumbuhan ekonomi I = Investasi Y = Pertumbuhan Ekonomi
Persamaan di atas menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi merupakan variabel endogen tetapi juga muncul sebagai variabel penjelas (variabel yang ditetapkan terlebih dahulu) pada persamaan tenaga kerja. Demikian juga tenaga kerja, merupakan variabel endogen yang muncul sebagai variabel penjelas pada persamaan Pertumbuhan Ekonomi. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya korelasi antara variabel penjelas dengan kesalahan acaknya. Penaksiran parameter struktural dalam model persamaan simultan dengan demikian akan diestimasi menggunakan dua tahap kuadrat terkecil (two stage least square).
3.2. Kerangka Berpikir Operasional Meningkatnya PDB dari tahun 2004 hingga 2006 dengan rata-rata pertumbuhan lima persen sepertinya belum mampu untuk menjadi solusi terhadap masalah penggangguran dan kemiskinan. Padahal berdasarkan hukum Okun jika PDB tumbuh sebesar tiga persen maka jumlah pengangguran dinyatakan tetap dan jika pertumbuhan lebih dari tiga persen maka tingkat pengangguran dapat ditekan. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor riil yang dapat menjadi solusi terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan mempunyai permasalahan yang terlebih dahulu diselesaikan agar dapat memajukan sektor pertanian sehingga menciptakan multiplier effect terhadap kemajuan bangsa. Secara teoritis perkembangan investasi di suatu sektor akan berdampak pada pertumbuhan sektor tersebut. Rendahnya investasi di sektor pertanian menyebabkan rendahnya pertumbuhan di sektor pertanian. Rendahnya
pertumbuhan sektor pertanian juga berhubungan dengan rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dan kontribusinya terhadap PDB merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian negara terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Untuk itu perlu diketahui dampak investasi di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian dan pengaruh pertumbuhan sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja. Dampak tersebut akan dianalisis dengan menggunakan persamaan simultan. Berdasarkan uraian di atas maka skema kerangka berpikir operasional yang disusun dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Pertumbuhan PDB tinggi namun : Kemiskinan tinggi Pengangguran tinggi
Sektor Pertanian bagian dari sektor riil yang dapat menggurangi pengangguran dan kemiskinan
Pertumbuhan sektor pertanian rendah
Investasi sektor pertanian rendah
Tenaga kerja sektor pertanian rendah
Analisis Hubungan Melalui Model Persamaan Simultan
Kesimpulan dan Implikasi
: Keterkaitan antara variabel : Lingkup penelitian Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder bentuk deret berkala tahunan (time series) secara nasional dari tahun 1977 sampai dengan 2007 (30 tahun). Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Stastistik. Data yang digunakan diantaranya : •
Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha sebagai data Pertumbuhan sektor pertanian (milyar rupiah)
•
Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama sebagai data tenaga kerja pertanian (orang)
•
Jumlah Proyek -proyek Penanaman Modal dalam Negeri dan Luar negeri yang telah disetujui pemerintah pada sektor pertanian (juta rupiah)
4.2. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif dan kuantitatif. Metode analisis kuantitatif menggunakan pendekatan model ekonometrika persamaan simultan (simultaneous-equation) dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) dan Granger Casuality Test, melalui program aplikasi Eviews versi 4.1.
Model ekonometrik yang telah ditaksir dievaluasi atas dasar kreteria tertentu, untuk melihat apakah taksiran-taksiran terhadap parameter tersebut sudah bermakna secara teoritis dan nyata secara statistik. Untuk itu digunakan tiga kreteria berikut: 1. Kriteria a priori ekonomi Kriteria ini ditentukan oleh prinsip-prinsip teori ekonomi. Jika nilai maupun tanda taksiran paarameter tidak sesuai dengan kreteria a priori maka taksiran-taksiran ini harus ditolak, kecuali dengan alasan kuat untuk menyatakan bahwa khusus kasus ini prinsip-prinsip ekonomi tidak berlaku. 2. Kriteria Statistik (First Order Test) Kriteria ini ditentukan oleh teori statistik. Termasuk koefisien korelasi dan standar deviasi dari taksiran. 3. Kriteria Ekonometrik Kriteria ini ditentukan oleh teori ekonometrik. Jika asumsi-asumsi teknik ekonometrik yang diterapkan untuk menaksir parameter tidak dipenuhi, maka taksiran-taksiran tersebut dianggap tidak memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan. Model ekonometrika dibedakan atas model persamaan tunggal (single equation model) dan model persamaan simultan (simultaneous-equation). Persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat (dependent variables) dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas (independent variables), sehingga hubungan sebab akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah. Persamaan simultan adalah suatu persamaan yang menggambarkan ketergantungan di antara berbagai peubah dalam persamaan tersebut sehingga membentuk suatu sistem persamaan.
Persamaan simultan merupakan model regresi yang menunjukkan adanya hubungan dua arah antar variabel. Hubungan dua arah antar variabel merupakan hubungan saling mempengaruhi antar variabel. Mengingat adanya perbedaan konsep dalam persamaan regresi dan persamaan simultan, maka istilah yang digunakan untuk variabel juga berbeda. Jika pada persamaan regresi dikenal ada dua variabel, yaitu variabel bebas dan terikat, maka pada persamaan simultan digunakan istilah variabel endogen dan eksogen. Variabel endogen merupakan variabel yang nilainya ditentukan dalam model. Walaupun tidak sama persis, variabel endogen ini mirip dengan variabel terikat dalam regresi, dimana nilainya dapat ditentukan jika variabel bebas telah diketahui terlebih dahulu. Sedangkan variabel eksogen adalah variabel yang ditentukan di luar model. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut : Y = β01 + β11 X 1 + β21X 2 + ε
(3.1)
Kemudian ada persamaan lain, yaitu : X 1 = β02 + β12Y+ ε
(3.2)
Pada persamaan (3.1) diekspektasikan bahwa X1 dan X2 merupakan faktor yang mempengaruhi Y. Sedang pada persamaan (3.2) diekspektasikan bahwa Y merupakan faktor yang mempengaruhi X1. Dari dua persamaan di atas dapat dilihat bahwa diekspektasikan antara Y dan X1 saling mempengaruhi. Variabel endogen dan eksogen dari dua persamaan di atas dapat diketahui dengan cara subsitusi, sebagai berikut :
X 1 = β02 + β12 (β01 + β11 X 1 + β21X 2)
(3.3)
X 1 = (β02 + β12β01) + β12β11 X 1 + β12 β21X 2)
(3.4)
(1-β12β11) X 1 = (β02 + β12β01) + β12 β21X 2 (β02 + β12β01) X1=
(1-β12β11)
(3.4)
(β12 β21) +
(1-β12β11)
X2
(3.5)
Dimana, X1, X2, ... , XM = variabel eksogen (predetermined) sebanyak K buah, u1, u2, ... , uM = variabel disturbansi (galat) sebanyak M buah, t = 1, 2, ... , M = jumlah observasi, β = koefisien variabel endogen, α = koefisien variabel eksogen Penentuan variabel manakah yang dianggap eksogen dan endogen*2, tergantung kepada preferensi peneliti, namun tetap berpijak pada landasan teori yang mendasari pembangunan model tersebut. Model sistem persamaan simultan yang dirancang (atau dibangun) dapat memberikan simulasi dari dunia nyata yang baik apabila model tersebut mempunyai suatu galat baku (standard error) yang kecil. Berdasarkan model persamaan simultan di atas, kehadiran peubah Y sebagai peubah yang menjelaskan, dapat menimbulkan permasalahan bias dalam pendugaan model. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap asumsi klasik model regresi linear bahwa peubah bebas tak berkorelasi dengan unsur galat. Pelanggaran asumsi tersebut, berakibat pendugaan dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square = OLS) akan berbias dan tak konsisten, serta akan tetap berbias secara asimptotik walaupun contoh diperbesar (Gujarati, 2003). Metode yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah korelasi antar peubah endogen sebagai peubah bebas dengan unsur galat dari setiap persamaan dalam model dan korelasi peubah-peubah antar persamaan dalam model adalah * Sitohang, B.R. H. (2008)
metode persamaan tunggal berupa metode kuadrat terkecil dua tahap (Two-Stage Least Square = 2SLS) dan metode sistem berupa metode kuadrat terkecil tiga tahap (Three-Stage Least Square = 3SLS). Metode 2SLS mencakup pemakaian kuadrat terkecil klasik terhadap dua jenis fungsi, yaitu persamaan bentuk reduksi dan persamaan bentuk struktural yang ditransformasi. Transformasi tersebut merupakan penggantian peubah endogen Y ^
oleh nilai dugaannya ( Y ) yang diperoleh dari persamaan bentuk reduksi.
Menurut Koutsoyiannis (1977), penggunaan metode 2SLS didasari oleh asumsiasumsi sebagai berikut: 1. Bentuk galat u dari persamaan struktural harus memenuhi asumsi-asumsi stokastik biasa, yaitu mempunyai rataan nol, ragam konstan dan peragam nol. 2. Bentuk galat v dari persamaan bentuk reduksi harus memenuhi asumsiasumsi stokastik biasa, artinya: a.
v harus mempunyai rataan nol, ragam yang konstan dan peragam nol.
b.
v harus bebas dari peubah eksogen yang terdapat dalam seluruh persamaan struktural (x1, x2, ..., xk) Asumsi (a) biasanya dipenuhi oleh v, sebab v merupakan fungsi
linear dari unsur galat persamaan struktural u. 3. Peubah-peubah penjelas tidak bersifat multikolinear dan peubah-peubah makroekonomi dibuat agregat secara tepat. 4. spesifikasi model diasumsikan benar, artinya peubah penjelas dalam sistem telah diketahui.
5. Jumlah sampel (pengamatan) diasumsikan cukup besar, khususnya jumlah pengamatan harus lebih besar dari jumlah peubah predetermined dari sistem struktural. Model ekonometrik fungsi analisis dampak investasi di sektor pertanian terhadap tenaga kerja dan pertumbuhan sektor pertanian dalam bentuk persamaan diformulasikan sebagai berikut: 1. Untuk menduga pengaruh investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi periode tertentu di sektor pertanian terhadap Pertumbuhan sektor pertanian, digunakan rumus : Y t = α1 + α2 I t + α3 L t + α4 Y (t) + ε 2. Untuk melihat pengaruh investasi dan perumbuhan sektor pertanian terhadap tenaga kerja pertanian, digunakan rumus : L t = α5 + α6 I t + α7 Y t + ε Persamaan investasi tidak digunakan pada kali ini karena menurut penulis investasi dipengaruhi oleh faktor keamanan, sehingga sulit untuk mendapatkan data mengenai keamanan. Seluruh data penelitian menggunakan harga berlaku karena lebih mencerminkan kondisi perekonomian tahun tersebut. Keterangan : Y
= Pertumbuhan sektor pertanian ( milyar rupiah)
Y(t)
= Pertumbuhan sektor pertanian tahun tertentu ( milyar rupiah)
I
= Investasi di sektor pertanian ( juta rupiah)
L
= Tenaga kerja di sektor pertanian (orang)
4.4 Pendugaan Nilai Elastisitas Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari variabel penjelas. Untuk mendapatkan nilai elastisitas dari variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahaan dari variabel penjelas di gunakan rumus : 1. Pendugaan elastisitas untuk model pengaruh investasi, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi periode tertentu di sektor pertanian terhadap Pertumbuhan sektor pertanian: εYI
= δy/ δx * Ī/ Ŷ = α2 * Ī/ Ŷ
εYL
= δy/ δx * Ĺ/ Ŷ = α3 * Ĺ/ Ŷ
εYy(-1) = δy/ δx * Ŷ(-1)/ Ŷ = α4 * Ŷ(-1)/ Ŷ 2. Pendugaan elastisitas untuk model pengaruh investasi dan perumbuhan sektor pertanian terhadap tenaga kerja pertanian : εLI
= δy/ δx * Ī/ Ĺ = α6 * Ī/ Ĺ
εLY
= δy/ δx * Ŷ/ Ĺ = α7 * Ŷ/ Ĺ
Keterangan : Ŷ
= Rata-rata Pertumbuhan sektor pertanian ( milyar rupiah)
Ī
= Rata-rata Investasi di sektor pertanian ( juta rupiah)
Ŷ (t)
= Rata – rata Pertumbuhan sektor pertanian tahun tertentu ( milyar rupiah)
Ĺ
= Rata – rata Tenaga kerja di sektor pertanian (orang)
4.5 Pengujian Model dan Hipotesis Pengujian terhadap suatu model apakah peubah bebas secara simultan berpengaruh nyata terhadap peubah responnya, umumnya menggunaan uji statistik F. Hipotesis yang digunakan di dalam pengujian ini adalah : H0 :ai = 0 ; dimana i = 1, 2, ... , k H1 : paling sedikit ada satu nilai ai yang tidak sama dengan nol Uji statistiknya adalah : Fhit = jumlah kuadrat sisa / k jumlahkuadrat tengah regresi (n-k-1)
Jika Fhit > F (α/2; n-k-1), artinya tolak H0 Jika Fhit < F (α /2; n-k-1), artinya terima H0 Dimana : n = Jumlah tahun pengamatan k = jumlah peubah respon Jika H0 ditolak, maka model dugaan dapat digunakan untuk meramalkan hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelasnya pada tingkat kepercayaan tertentu (α /2 persen). Jika terjadi sebaliknya, maka model dugaan tidak dapat meramalkan hubungan antara peubah respon dengan peubah responnya. Pengujian apakah secara parsial peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah respon pada suatu persamaan, umumnya menggunakan uji statistik t. Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :
H0 : ai = 0 H1 : ai > 0 atau ai < 0 Uji statistiknya : thit =
a1 − 0 Sa1
Dimana Sa1 adalah simpangan baku dari parameter dugaan ai, kemudian hasil dugaan thitung dibandingkan dengan ttabel. Jika thit > t (α; n-k-1), artinya tolak H0 dimana parameter dugaan secara sistematik berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan α persen. Jika thit < t (α; n-k-1), artinya terima H0 dimana parameter dugaan tersebut tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan α persen. Dari uraian di atas, rencana penelitian untuk melihat pengaruh investasi dan
tenaga kerja di sektor pertanian terhadap Pertumbuhan ekonomi maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1.
Diduga bahwa Jumlah tenaga kerja pertanian berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi pertanian.
2.
Diduga
bahwa
Pertumbuhan
ekonomi
pertanian
periode
tertentu
berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan ekonomi Pertanian. 3.
Diduga
bahwa
Investasi
pertanian
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan ekonomi pertanian. 4.
Diduga bahwa semua variabel independen yang terdiri dari tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya ditambah investasi berpengaruh positif terhadap variabel dependen pertumbuhan ekonomi pertanian.
Untuk melihat pengaruh investasi dan perutmbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja pertanian maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1.
Diduga bahwa Investasi pertanian berpengaruh positif terhadap tenaga kerja pertanian pertanian.
2.
Diduga bahwa Pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap tenaga kerja pertanian pertanian.
3.
Diduga bahwa semua variabel independen yang terdiri dari Investasi, dan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap variabel dependen tenaga kerja pertanian.
4.5 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat independent atau dependent. Pengujian terhadap kemungkinan autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson pada taraf nyata lima persen, dengan kriteria sebagai berikut : H0 = du < Dw < (4 - du), dimana ρ = 0 H1 = Dw < du atau Dw > (4 - du), dimana ρ = 0 Jika hasil yang didapat nilai H0 diterima, maka pada persamaan yang diuji tidak terjadi autokorelasi pada taraf nyata lima persen. Sebaliknya jika hasilnya tolak H0, maka persamaan yang diuji terindikasi mengalami autokorelasi pada taraf nyata lima persen.
V. GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai negara agraris sektor pertanian mempunyai posisi yang strategis dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari sejarah sektor pertanian pada masa lampau untuk mendukung perekonomian Indonesia. Kebijakan pembangunan sektor pertanian pada masa orde baru menitikbertakan pada produksi beras sehingga seakan-akan betuk pertanian adalah monokultur. usaha pemerintah ini membuahkan hasil dengan tercapainya swasemabada beras pada tahun 1984.
Namun pada tahun 1997 saat krisis
ekonomi melanda bisnis perberasan porak poranda dan pemerintah tidak dapat berharap banyak dari produksi komoditas pangan lain. Sejarah ini hendaknya menjdi catatan pemerintah untuk menetapkan kebijakan saat menentukan arah kebijakan dan landasan pembangunan ssektor pertanian. Pada orde reformasi sekarang ini kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-growth, pro employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui : 1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor. 2. Pembenahan sektor rill untuk mampu menyerap tambahn angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru. 3. Revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Komitmen Presiden terhadap RPPK diimplimentasikan ke dalam program pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu yaitu : strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-pertumbuhan (pro-growth), pro-kesempatan
kerja (pro-employment) dan pro-masyarakat miskin (pro-poor). Strategi tiga jalur tersebut diimplementasikan ke dalam: (1) Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) Revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual
dalam
arti
menyegarkan
kembali
vitalitas
memberdayakan
kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Revitalisasi bukan dimaksudkan membangun pertanian at all cost dengan cara-cara yang top-dwon sentralistik; bukan pula orientasi proyek untuk menggalang dana; tetapi revitalisasi adalah menggalang komitmen dan kerja sama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat melihat pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang hanya sekedar menghasilkan komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian mempunyai multi-fungsi yang belum mendapat apresiasi yang memadai dari masyarakat. Pertanian merupakan way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Pertanian merupakan
pemasok sandang, pangan, dan pakan untuk kehidupan penduduk desa dan kota; juga sebagai pemelihara atau konservasi alam yang berkelanjutan dan keindahan
lingkungan untuk dinikmati (wisata-agro), sebagai penghasil biofarmaka dan penghasil energi seperti bio-diesel. Implementasi revitalisasi pertanian dalam program departemen pertanian, 2004-2009,
menyatakan
sasaran
pembangunan
pertanian
2005-2009
dikelompokan menjadi tiga yaitu: 1. PDB, Investasi, dan Kesempatan Kerja 2. Ketahanan Pangan 3. Nilai Tambah dan Daya Saing. Dalam Penelitian ini hanya membahas mengenai sasaran pembangunan pertanian yang pertama sesuai dengan judul penelitian yaitu analisis dampak investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian terhadap tenaga kerja sektor pertanian. 5.1. Tantangan Sektor Pertanian Indonesia
menghadapi
beberapa
kelemahan
internal
antara
lain
sumberdaya kualitas manusia rendah, penguasaan ilmu dan pengetahuan yang masih kurang, kesuburan lahan pertanian yang semakin menurun, manajemen penggunaan air yang lemah, sistem kelembagaaan petani yang rapuh, sistem agribisnis belum kompak dan belum terintegrasi, modal pertanian sangat kurang dan kalau tersedia sangat mahal, industri pembenihan untuk berbagai komoditas belum berkembang, sistem pemasaran tidak menjamin insentif yang layak bagi petani, manajemen pembangunan pertanian antara pusat dan daerah belum terkoordinasi dan prioritas kebijakan nasional yang belum berpihak pada pertanian. Penyebab inefisiensi agribisnis adalah lahan usaha sempit, terlalu
banyak orang bekerja dalam jasa pemasaran sehingga biaya pemasaran
tinggi,
biaya modal yang dihadapi petani tinggi, manajemen petani berdasarkan pengalaman sendiri yang tidak berkembang, penggunaan benih yang tidak produktif, sikap nasionalisme bagi penyelenggara negara masih tertutup oleh sikap daerahisme, biaya penelitian yang sangat rendah sehingga penemuan teknologi tidak pernah tuntas, para petani enggan bekerjasama sehingga kelembagaan tidak berkembang, organisasi pemerintahan belum terpadu dan sering tidak efektif bagi pembangunan pertanian. Masalah yang dihadapi dari sisi eksternal adalah ancaman dari luar negeri atau globalisasi dalam berbagai bentuk seperti perdagangan bebas dunia dan perdagangan gelap seperti penyeludupan dan impor barang legal dengan jenis barang yang dipalsukan. Perdagangan bebas yang diyakini dapat menciptakan kemakmuran dunia, ternyata menjadi media untuk menghancurkan yang lemah. Harga dunia yang dapat berfungsi sebagai media efisiensi penggunaan sumberdaya ternyata dapat diubah sesuai keinginan negara yang kaya dan kuat melalui subsidi para petani. Indonesia tidak lagi mungkin menggunakan harga dunia sebagai menara bagi peningkatan daya saing. Penyelundupan hasil-hasil pertanian dari luar negeri terus berlangsung sebagai konsekuensi permintaan dalam negeri yang tinggi, harga dunia yang lebih rendah dan kelemahan aparat dalam menindak penyeludunpan. Untuk menghalangi kelemahan-kelemahan ini, Indonesia memang harus berjuang supaya perdagangan dapat berjalan adil. Perjuangan ini akan berat mengingat
negara-negara maju tidak mundur dari kebijakan pertanian di
daerahnya. Negara-negara maju mempunyai prinsip bahwa hasil pertanian atau
pangan merupakan kebutuhan hayati yang tidak dapat digantikan oleh produk industri. Produksi pangan merupakan kunci kekuatan sebuah negara oleh karena itu subsidi pertanian merupakan suatu hal yang layak dan perlu sangat diprioritaskan berapa besar biayanya.Kebijakan pertanian terutama subsidi pada petani akan dapat menjamin
insentif petani untuk berproduksi dan merubah
sistem pertanian. Jika petani mendapat jaminan subsidi, mereka akan lebih digerakkan kepada kemajuan. Jika pasar bebas dunia masih berlangsung tidak adil seperti yang sekarang maka Indonesia melakukan kerjasama secara intensif dengan berbagai negara lain. Kerjasama ini akan dapat membantu kebuntuan globalisasi pasar bebas. 5.2. Peluang Sektor Pertanian Peluang pembangunan sektor pertanian merupakan perpaduan antara kekuatan internal (strenghts) dan berbagai kemungkinan (possibility) untuk mengatasi kelemahan internal, mengatasi ancaman eksternal dan memanfaatkan perkembangan lingkungan strategis. Peluang yang dihadapi Indonesia adalah keunggulan komparatif dalam bentuk kekayaan sumberdaya alam dan air, aneka ragam komoditas dan iklim yang mendukung, hanya perlu sentuhan manajemen dan teknologi untuk mencapai keunggulan kompetitif. Pengembangan sektor pertanian dapat menjadi fundamen pembangunan nasional untuk meraih peluangpeluang lain yang lebih besar seperti ilmu pengetahuan dan pembangunan industri. Sangatlah beralasan jika pertanian dijadikan sektor andalan dalam pembangunan nasional. Peluang lain yang dimiliki Indonesia adalah permintaan yang besar dalam negeri yakni jumlah penduduk sekitar 200 juta orang. Kebangkitan perekonomian
nasional akan memacu permintaan akan komoditas pertaniaan. Kebangkitan sektor riil di dalam negeri akan meningkatkan permintaan bahan baku hasil pertanian bagi agroindustri di dalam negeri. Meningkatnya pendapatan negara akan memperbesar ketersediaan dana pembangunan prasarana (irigasi, jalan, jembatan, listrik, komunukasi dan lain-lain) dan sarana yang akan memacu pertumbuhan produksi pertanian dan ekonomi nasional. Peluang permintaan adalah permintaan internasional. 5.3. Pertumbuhan Sektor Pertanian Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran dinamis yang digunakan untuk melihat perubahan tingkat ekonomi antar periode. Perubahan ini diukur dengan menjumlahkan berbagai pengeluaran yang diperlukan untuk membeli keluaran final. Pengeluaran total pada keluaran final merupakan jumlah dari empat kategori pengeluaran yang terdiri dari konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan ekspor netto. Dalam penelitian ini pengukuran variabel Pertumbuhan Sektor Pertanian memakai indikator Produk Domestik Bruto dengan Harga Berlaku berdasarkan sektor pertanian tahun 1977 – 2007. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik pertumbuhan
rata-rata sektor pertanian dalam kurun waktu
dasawarsa pertama yakni tahun 1977 – 1986 sebesar 17. 5 persen,
pada
dasawarsa kedua yakni tahun 1987 – 1996 pertumbuhan rata-rata sebesar 13.22 persen, pada dasawarsa ketiga tahun 1997 – 2007 pertumbuhan rata-rata sebesar 20.12 persen .
Pertumbuhan dari tahun ke tahun tertingi terjadi pada tahun 1997 – 1998, hal ini mungkin terjadi karena meningkatnya harga produk sektor perkebunan dan juga inflasi yang berlaku tersebut karena penelitian
ini menggunakan harga
berlaku. Pertumbuhan dari tahu ke tahun yang terendah terjadi pada tahun 20001999 yakni sebesar 0.91 persen. Untuk lebih jelasnya data pertumbuhan dapat di lihat pada lampiran dan pada Gambar 3.
Gambar 3. Perkembangan PDB di Sektor Pertanian 1977-2007 Sumber : Badan Pusat Statisitik, (1977 – 2007) Struktur PDB sektor pertanian 62 persen berasal dari tanaman pangan, 21 persen dari perkebunan dan 17 persen dari peternakan. Diperkirakan padi menyumbang sekitar 50 persen dari PDB sektor pertanian. Dengan demikian penentu utama PDB sektor pertanian adalah produksi padi. Peningkatan produksi padi akan mampu mendongkrak PDB sektor pertanian, tetapi sebaliknya perlambatan peningkatan produksi padi akan memperlambat pertumbuhan PDB sektor pertanian. Dengan struktur yang demikian, maka untuk memacu pertumbuhan PDB sektor pertanian adalah dengan meningkatkan pertumbuhan produksi padi.
5.4. Tenaga Kerja Pertanian Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertambahan angkatan kerja, lebih-lebih bagi negara berkembang, terutama Indonesia, dimana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Ada beberapa faktor mengapa hal tersebut lebih menonjol atau penting bagi negara berkembang. Pertama, pertumbuhan penduduk di negara berkembang cenderung tinggi, sehingga cenderung melebihi pertumbuhan kapital. Kedua, demografi profil lebih muda, sehingga lebih banyak penduduk yang masuk ke lapangan kerja. Ketiga, struktur industri di negara berkembang, yang cenderung mempunyai tingkat diversifikasi kegiatan ekonomi rendah, serta tingkat keterampilan penduduk yang belum memadai, membuat usaha penciptaan lapangan kerja menjadi semakin kompleks. Berbeda dengan peranan sektor pertanian terhadap PDB, kontribusi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja masih sangat besar, namun jika diamati perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang konstan atau dengan kata lain mengalami stagnasi. Untuk lebih jelasnya perkembangan tenaga kerja di sektor pertanian, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Perkembangan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian 1977-2007 Sumber : Badan Pusat Statisitik, (1977 – 2007) Perkembangan tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun, dalam kurun waktu dasawarsa pertama yakni tahun 1977 – 1986 meningkat rata-rata sebesar 2.6 persen, pada dasawarsa kedua yakni tahun 1987 – 1997 menurun rata-rata sebesar -0,3 persen, dasawarsa ketiga tahun 1998 – 2007 kembali meningkat ratarata sebesar 1.82 persen. Peningkatan perkembangan tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 2.6 persen pada dasawarsa pertama sejalan dengan prioritas pembangunan pelita I-IV yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian. Penurunan rata-rata jumlah tenaga kerja pada dasawarsa kedua sebesar 0.33 persen, kemungkinan besar disebabkan oleh transformasi tenaga kerja di sektor pertanian ke sektor ekonomi lainnya dimana pada dasawarsa ini sektor industri merupakan sektor yang sedang di pacu oleh pemerintah. Namun pada dasawara ketiga rata-rata tenaga kerja di sektor pertanian kembali meningkat sebesar 1.77 persen. Walaupun selama kurun waktu tahun 1977-2007 terjadi peningkatan ratarata jumlah tenaga kerja sebesar 2.60 persen, jika dibandingkan dengan laju
pertumbuhan di sektor pertanian, terdapat perbedaan yang mencolok. Stagnansi perkembangan tenaga kerja di sektor pertanian mungkin disebabkan rendahnya minat angkatan kerja baru untuk bekerja di sektor pertanian. Laju pertumbuhan tenaga kerja tertinggi dari tahun ke tahun, pada tahun 1977-2007 terjadi pada tahun 1985 - 1986 sebesar 10.26 persen, hal ini bersesuaian dengan upaya pemerintah dalam memacu sektor pertanian pada pelita I-IV. Sedangkan laju pertumbuhan tenaga kerja terendah dari tahun ke tahun, pada tahun 1977 – 2007 terjadi pada tahun 1994-1995 dimana tenaga kerja di sektor pertanian berkurang sebesar 12.07 persen. Persitiwa ini besar kemungkian terjadi karena pada masa 1990-1995 merupakan era tinggal landas, dimana pemerintah dan swasta sedang giatnya meningkatkan produksi sektor industri dan konstruksi shingga banyak penduduk pedesaan yang semula bekerja di sektor pertanian di pedesaan pindah ke kota, bekerja sebagai buruh di sektor non pertanian dan ada yang membuka usaha di sektor informal.
5.5. Investasi Pertanian Investasi dilakukan untuk membentuk faktor produksi kapital, dimana sebagian dari investasi tersebut digunakan untuk pengadaan berbagai barang dan modal yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan yang kemudian dapat meningkatkan output, dan pada akhirnya juga meningkatkan pendapatan. Investasi sektor pertanian diharapkan dapat membantu memehcahkan masalah pengangguran yang dihadapi oleh Indonesia.
Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan baik bagi target pendapatan pemerintah maupun swata domestik dan asing, sehingga investasi untuk sektor pertanian memiliki proporsi yanmg lebih kecil dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Perkembangan investasi di sektor pertanian di Indonesia tahun 1977-2007 mengalami fluktuasi mengikuti kondisi ekonomi yang terjadi. Untuk lebih jelasnya perkembangan investasi di sektor pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Perkembangan investasi di sektor pertanian 1977-2007 Sumber : Badan Pusat Statisitik, (1977 – 2007) Pada
dasawara
pertama,
dalam
kurun
waktu
tahun
1977-1986
perkembangan investasi di sektor pertanian rata-rata meningkat sebesar 54.18 persen,
pada
dasawarsa
kedua
dalam
kurun
waktu
tahun
1987-1986
perkembangan investasi di sektor pertanian rata-rata meningkat sebesar 27.26 persen,
pada
dasawarsa
ketiga
dalam
kurun
waktu
tahun
1987-2007
perkembangan investasi di sektor pertanian rata-rata meningkat sebesar 25.20 persen. Jika bandingkan dari dasawarsa pertama hingga dasawarsa ketiga laju pertumbuhan rata-rata investasi di sektor pertanian mengalami penurunan, hal ini
perlu diperhatiakn mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai landasan pereknomian bangsa. Laju perkembangan investasi di sektor pertanian tertinggi dari tahun ke tahun, pada tahun 1977-2007 terjadi pada tahun 1982 - 1981 sebesar 188.48 persen, hal ini bersesuaian dengan upaya pemerintah dalam
memacu sektor
pertanian pada pelita I-IV. Sedangkan laju pertumbuhan tenaga kerja terendah dari tahun ke tahun, pada tahun 1977 – 2007 terjadi pada tahun 1994-1995 dimana laju pertumbuhan investasi -12.07 persen, hal ini bersesuaian dengan repelira VI yang mana pemerintah memacu sektor industri dalam pembangunan ekonominya.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Pendugaan Model Pertumbuhan Sektor Pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian dapat menjadi gambaran tentang kondisi sektor pertanian di Indonesia. Dengan tumbuhnya sektor pertanian diharapakan dapat mengurangi masalah-masalah sosial seperti pengagguran dan kemiskinan. Untuk itu diperlukan investasi di sektor pertanian agar dapat memacu pertumbuhan di sektor tersebut. Berdasarkan pendugaan yang telah dilakukan, dapat dikatakan pertumbuhan di sektor pertanian dipengaruhi oleh
pertumbuhan sektor pertanian periode
sebelumnya dan investasi di sektor pertanian. Sedangkan dari hasil pendugaan pengaruh tenaga kerja di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian memiliki hubungan yang negatif. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pendugaan Pengaruh Tenaga Kerja, Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian Periode Sebelumnya Terhadap Pertumbuhan Sektor Pertanian Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Intercept 14807.61 28313.63 I 0.001846 0.000498 L -0.000565 0.000818 Y(-1) 1.109350 0.032038 R-Square = 98.814 % DW-stat = 1.900 Keterangan: * nyata pada taraf (α) = 0,05
Dari tabel di atas,
0.522985 3.706213 -0.690974 34.62639
Prob. 0.6031 0.0005* 0.4925 0.0000*
pertumbuhan sektor pertanian periode sebelumnya
berpangaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 95 persen. Investasi di sektor pertanian berpengaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 95 persen. Secara
statistik variabel tenaga kerja mememilik perbedaan interprestasi hipotesis, yaitu hubungan yang berlawanan anatara variabel tenaga kerja dengan pertumbuhan sektor pertanian. Nilai koefisien Tenaga Kerja adalah sebesar -0.000565. Hal ini menunjukan pertambahan Tenaga Kerja sebesar 10000 orang, maka Pertumbuhan sektor pertanian akan mengalami penurunan sebesar 5,65 milyar rupiah, hal ini tentunya bertentangan dengan logika dan teori-teori ekonomi yang ada. Namun jika
kita melihat pada Gambar 3. grafik perkembangan pertumbuhan sektor
pertanian, dan Gambar 4. grafik perkembangan tenaga kerja pertanian, memiliki perbedaan yang mencolok dimana perkembangan pertumbuhan sektor pertanian terus meningkat dibanding dengan perkembangan tenaga kerja yang relatif konstan. Perbedaan ini juga sejalan kenyataan dimana terdapat perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Selain disebabkan oleh adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor ekonmi lainnya, mekanisasi pertanian
dan produktivitas
tenaga kerja juga berpengaruh terhadap hubungan negatif antara pertumbuhan sektor pertanian dengan tenaga kerja di sektor pertanian. Hubungan negatif antara pertumbuhan di sektor pertanian dengan tenaga kerja di sektor pertanian juga sesuai dari sisi penawaran tenaga kerja dimana pada kenyataannya keengananan tenaga kerja untuk bekerja di sektor pertanian terutama bagi penduduk yang sudah mendapat pendidikan formal tinggi seperti para sarjana yang telah lulus dari universitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Rusastra, I. W. Dan Suryadi, M (2004) permasalahan tenaga kerja pertanian mencakup kelangkaan tenaga kerja,
produktivitas, daya beli, dan tingkat kesejahteraan yang relatif rendah. Solusi mengenai masalah ini adalah mengendalikan kelangkaan tenaga kerja melalui perbaikan kesejahteraan buruh tani dengan mengendalikan tingkat upah. Produktivitas dapat ditingkatkan pengembangan kelembagaan mekanisasi pertanian, agribisnis dan agroindustri, serta perluasan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Hubungan antara Pertumbuhan periode sebelumnya terhadap Pertumbuhan menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Pertumbuhan periode sebelumnya adalah sebesar 1.109350. Hal ini menunjukan kenaikan Pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 1 Milyar, maka Pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sebesar 1.109350 Milyar, hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tidak lepas dari adanya pertumbuhan pada periode sebelumnya. Hubungan antara Investasi terhadap Pertumbuhan menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Investasi adalah sebesar 0.001846. Hal ini menunjukan kenaikan Investasi sebesar 1 juta, maka Pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sebesar 0.001846 milyar, ini menjelaskan bahwa apabila kenaikan investasi sektor pertanian baik dari dalam maupun luar negeri akan mengakibatkan naiknya pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian. Hasil ini sesuai dengan penelitan Handari, D.A.M. (2004) yang mana hasil penelitian tersebut menyebutkan, dengan asumsi bahwa investasi yang ditanamkan pada sub-sub sektor pertanian senilai Rp 18 trilyun akan berdampak pada seluruh sektor perkonomian sebesar Rp 18.068 trilyun. Untuk itu upaya-
upaya peningkatan investasi mutlak diperlukan agar dapat memacu pertumbuhan sektor pertanian. Berdasarkan hasil regresi diatas diketahui bahwa nilai R² = 0,989, artinya bahwa variasi variabel bebas ( independen ) yang terdiri dari Tenaga Kerja, pertumbuhan periode sebelumnya (lag), dan Investasi sektor pertanian yang ada dalam model persamaan regresi mampu mempengaruhi variasi variabel terikat (dependen) Pertumbuhan Pertanian sebesar 98 persen, sedangkan sisanya 2 persen tidak dapat dijelaskan oleh model tersebut.
6.2 Pendugaan Nilai Elastisitas Model Pertumbuhan Sektor Pertanian. Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari variabel penjelas. Hasil pendugaan nilai elastisitas dengan menggunakan rata-rata nilai variabel dan koefisien variabel dari hasil pendugaan diatas, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Elastisitas Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Sebelumnya di Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan di Sektor Pertanian Variabel Investasi ( I ) Tenaga Kerja ( TK ) Pertumbuhan Sebelumnya (y-1)
Nilai 0.09 -0.16 1.14
Berdasarkan nilai elastisitas diatas mengandung arti, jika pertumbuhan sektor pertanian bertambah 1 persen maka investasi di sektor pertanian bertambah sebesar 0.09 persen, sedangkan tenaga kerja akan mengalami penurunan sebesar 0.16 persen, dan pertumbuhan sebelumnya sebesar 1.14 persen.
6.3 Pertumbuhan Model Sektor Tenaga Kerja Pertanian Sektor pertanian sebagai sektor yang padat karya diharapkan dapat mengurangi beban pengagguran. Dengan berkurangnya beban pengangguran dapat menekan tingkat kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Berdasarkan pendugaan dampak pertumbuhan dan investasi
terhadap
tenaga kerja di sektor pertanian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan investasi di sektor pertanian berpengaruh secara positif terhadap peningkatan tenaga kerja pertanian. Untuk selengkapnya hasil analasis dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Pendugaan Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian Terhadap Tenaga Kerja di Sektor pertanian Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
intercept 34039373 983618.5 34.60627 I 17.204989 6.023456 2.856330 Y 0.118604 0.122013 0.972064 R-squared= 0.4077 Durbin-Watson stat =0.300 Keterangan *nyata pada taraf 90%
Prob. 0.0000 0.0061* 0.3354
Dari tabel di atas dapat dilihat investasi di sektor pertanian berpengaruh terhadap tenaga kerja di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 90 persen. Hubungan antara Investasi terhadap Tenaga Kerja menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Investasi adalah sebesar 17.204989. Hal ini menunjukan kenaikan Investasi sebesar Rp 1 juta, maka Tenaga Kerja akan mengalami kenaikan sebesar 17 orang, hal ini menjelaskan bahwa ketika terjadi pertambahan Investasi semakin tinggi maka akan makin besar pula kontribusinya terhadap pertambahan lowongan pekerjaan khususnya di pedesaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyarsono, et.al (2006) yang mana hasil dari penelitian menyebutkan investasi untuk peningkatan
output sektor pertanian memiliki dampak yang lebih besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar untuk sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman pangan (12.23%). Hubungan antara Pertumbuhan terhadap Tenaga Kerja menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Pertumbuhan
adalah sebesar 0.118604. Hal ini
menunjukan kenaikan Pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 10 milyar , maka Tenaga Kerja akan mengalami kenaikan sebesar 1 orang, hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dapat meningkatkan kesempatan kerja di Indonesia terutama di sektor pertanian. Berdasarkan hasil regresi diatas diketahui bahwa nilai R² = 0.4077, artinya bahwa variasi variabel bebas (independen) yang terdiri dari Investasi, dan pertumbuhan yang ada dalam model persamaan regresi mampu mempengaruhi variasi variabel terikat (dependen) Tenaga Kerja Pertanian sebesar 40.7 %, sedangkan sisanya 59.3 % tidak dapat dijelaskan oleh model tersebut.
6.4 Pendugaan Nilai Elastisitas Model Tenaga Kerja Sektor Pertanian. Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari variabel penjelas. Hasil pendugaan nilai elastisitas dengan menggunakan rata-rata nilai variabel dan koefisien variabel dari hasil pendugaan diatas, dapat dilihat pada Tabel 10 Tabel 10. Nilai Elastisitas Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Sebelumnya di Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan di Sektor Pertanian Variabel
Nilai
Investasi ( I ) Pertumbuhan (Y)
2.9 0.004
Berdasarkan nilai elastisitas diatas mengandung arti, jika tenaga kerja sektor pertanian bertambah 1 persen maka investasi di sektor pertanian bertambah sebesar 2.9 persen, dan pertumbuhan di sektor pertanian akan bertambah sebesar 0.004 persen.
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil empiris serta penelitian mengenai analisis dampak investasi di sektor pertanian terhadap tenaga kerja dan pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia periode 1977 s/d 2007, maka dapat disimpulkan investasi dan pertumbuhan sebelumnya di sektor pertanian berpangaruh secara posistif terhadap pertumbuhan pertanian,sedangkan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Hubungan negatif antar pertumbuhan sektor pertanian dan tenaga kerja sektor pertanian, bertentangan secara hipotesis dan teoritis dalam penelitian ini. Namun jika berdasarkan keadaan nyata di lapangan dan data yang digambarkan secara grafis, hal ini dapat dimaklumi mengingat pertambahan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sangat kecil dan relatif konstan, hal ini berbeda dengan pertumbuhan sekrtor pertanian yang terus meningkat berdasarkan harga yang berlaku, sehingga tidak dapat hubungan yang positif antara pertumbuhan dan tenaga kerja di sektor pertanian. Pengaruh pertumbuhan dan investasi terhadap tenga kerja di sektor pertanian memiliki hubungan yang positif, sehingga secara impilikasi dapat dikatakan untuk menaikan jumlah tenaga kerja yang bekerjadi sektor pertanian mutlak diperlukan investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian
7.2. Implikasi Sektor pertanian masih tetap merupakan sumber kesempatan kerja dan berburuh
tani
yang
potensial.
Upaya
meningkatkan
produktivitas
dan
kesejahteraan tenaga kerja perlu terus dilakukan antara lain melalui perbaikan sistem sakap dan pengupahan, mobilitas dan informasi tenaga kerja, serta pengembangan agroindustri dan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Tingkat upah bergantung pada penawaran tenaga kerja, perkembangan mekanisasi pertanian, dan pertumbuhan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Walaupun indeks upah absolut meningkat, harga kebutuhan pokok meningkat lebih cepat sehingga laju pertumbuhan upah riil menjadi sangat lambat. Pengembangan infrastruktur, pendidikan dan pembinaan keterampilan tenaga kerja (khususnya wanita) sangat penting agar mereka dapat bekerja secara mandiri dan posisi tawarnya meningkat. Perbaikan infrastruktur perlu dikomplemenkan dengan pembenahan struktur dan efisiensi pemasaran sehingga daya beli petani dan buruh tani dapat ditingkatkan. Tingkat upah berdampak negatif inelastis terhadap keuntungan dan penawaran pada usaha tani padi. Kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani padi yang bersifat padat tenaga kerja. Kelangkaan tenaga kerja dan peningkatan upah secara tidak terkendali perlu dicegah. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan buruh tani, perlu diupayakan peningkatan bagian harga yang diterima petani dan pengendalian harga barang konsumsi dan sarana produksi. Bagi rumah tangga buruh tani, di
samping perlu mempertahankan tingkat upah yang wajar, juga diperlukan upaya yang bersifat inklusif dan integratif dalam peningkatan kesejahteraannya. Kebijakan yang mendukung investasi di sektor pertanian mutlak diperlukan agar dapat mendongkrak pertumbuhan di sektor pertanian. Subsidi dan perlindungan harga produk pertanian adalah bagian dari kebijakan yang dapat menjadkan sektor pertanian lebih lebih menguntungkan dari sisi investor.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Ekonomi 2007. Badan Pusat Statistik. Jakarta Badan Kordinasi Penanaman Modal. 2007. Perkembangan Persetujuan Dan Izin Usaha Tetap Penanaman Modal. Badan Kordinasi Penanaman Modal. Jakarta. Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Ed ke-1. Yogyakarta. BPFE. ________. 1999. Ekonomi Makro. Ed ke-4. Yogyakarta. BPFE. Gujarati DN. 2003. Basic Econometrics: Fourth Edition. McGraw Hill. Boston Handari DAM. 2000. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irawan I. 2006. Analisis Keterkaitan Ekonomi Makro, Perdagangan Internasional dan Sektor Pertanian di Indonesia : Aplikasi Vector Error Corecction Models [disetrasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics: Second Edition. Harper & Row Publishers, Inc. Barnes & Nobles Import Division. New York. Lipsey RG, Paul NC dan Douglas DP. Peter OS. 1990. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. Mankiw NG. 2000. Teori Makroekonomi. Ed ke-5. Penerbit Erlangga. Jakarta. Nanga M. 2001. Makroekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Priyarsono DS, Daryanto dan Herliana. 2006. Dapatkah Pertanian Menjadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi.Agro-Ekonomika. Romer D. 1991. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies, Inc., New York.
Rusastra IW, Suryadi M. 2004. Ekonomi Tenaga Kerja Pertanian dan Implikasinya Dalam Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Buruh Tani. Jurnal Litbang Pertanian 23 (3):91-99. Sukirno S. 2000. Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Syam A dan Khairina MN. 2000. Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perbandingannya Dengan Sektor-Sektor Lain. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Syam A dan Saktyanu KD. 2000. Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Todaro PMl. 2003, Pembangunan Ekonomi Internasional di Dunia Ketiga. Ed ke-8. Erlangga. Jakarta. Yudhoyono SB dan Kalla MY. 2004. Membangun Indonesia yang Aman, Adil, dan Sejahtera [Visi, Misi, Program]. Rajawali. Jakarta. Yusuf, VO. 2005. Analisis Keterkaitan Antara Investasi Pemerintah, Investasi Swasta dan Pendapatan Nasional di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Penelitian Tabel 1. Tenaga Kerja, Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian
Tahun 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tenaga Kerja di Investasi di PDB di Sektor sektor pertanian Sektor Pertanian Pertanian (orang) (juta rupiah) (Triliun rupiah) 29694493 154505.2 5905.7 29117283 203114.89 6706 30313678 167697.6 8995.7 31098027 146876 11290.3 31545399 149961.4 13642.5 28040462 432603.4 15668.3 28834041 452172.8 17696.2 31593314 357058.4 20333.9 30978232 945319.6 22413.2 34141809 1661569 24750.5 37644472 3748257.2 29116 38722089 4977359.6 34277.9 40456090 4718617.5 39163.9 41097381 7388331.6 42148.7 42378309 5457620 44720.8 41205791 2962446.8 50733.1 42153205 3430311 55745.5 40071850 9006560 66071.5 35233270 13291733.6 77896.2 37720251 19697372.8 88971.8 35848631 16963905 100150.5 39414765 13325655 181020.5 38378133 4503889.6 214878.5 40677000 5060073.5 216831.3 39744000 4288290 263327.8 40634000 5437212.7 297317.2 42001000 2545701.6 325653.7 40608000 3691080.9 331553 41814197 8889400 363928.8 42323190 16517801.93 432296.6 42608760 32584629.6 547235.6
Tabel 2. Hasil Output TSLS Simultan System: SIMULTANEOUS Estimation Method: Two-Stage Least Squares Date: 01/27/09 Time: 01:56 Sample: 1977 2007 Included observations: 31 Total system (unbalanced) observations 61 Coefficient Std. Error t-Statistic C(1) 14807.61 28313.63 0.522985 C(2) 0.001846 0.000498 3.706213 C(3) -0.000565 0.000818 -0.690974 C(4) 1.109350 0.032038 34.62639 C(5) 34039373 983618.5 34.60627 C(6) 17.20498 6.023456 2.856330 C(7) 0.118604 0.122013 0.972064 Determinant residual covariance 3.21E+21 Equation: Y=C(1)+C(2)*I+C(3)*L +C(4)*Y(-1) Instruments: I L Y(-1) C Observations: 30 R-squared 0.989180 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.987932 S.D. dependent var S.E. of regression 16367.42 Sum squared resid Durbin-Watson stat 1.900588 Equation: L=C(5)+C(6)*Y+C(7)*I Instruments: Y I C Observations: 31 R-squared 0.407763 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.365460 S.D. dependent var S.E. of regression 3924224. Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.300105
Prob. 0.6031 0.0005 0.4925 0.0000 0.0000 0.0061 0.3354
131484.5 148989.7 6.97E+09
36970681 4926339. 4.31E+14