ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT
OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
CHANDRA DARMA PERMANA. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output (dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Infrastruktur memegang peranan yang sangat penting sebagai lokomotif pembangunan daerah dan nasional untuk menggerakan roda pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Keberadaan infrastruktur akan mendorong peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi, memperlancar mobilitas penduduk, barang dan jasa, juga memperlancar perdagangan antar daerah. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat penyediaan, kualitas pelayanan jasa serta efektivitas pengelolaan infrastruktur. Keadaan ini menyebabkan penurunan kemampuan penyediaan jasa pelayanan dan prasarana untuk menunjang aktivitas perekonomian. Meskipun perlahan telah bangkit dari krisis ekonomi, pembangunan infrastruktur masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Hal ini tercermin dari alokasi anggaran pemerintah untuk infrastruktur yang cenderung terus menurun jika dilihat dari persentasenya terhadap Produk Domestik Bruto. Pemerintah memerlukan perumusan kebijakan yang tepat terkait dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Melihat segala keterbatasan yang dimiliki oleh kemampuan ekonomi nasional saat ini maka perlu disusun sebuah roadmap infrastruktur berdasarkan prioritas nasional yaitu sektor-sektor yang perlu ditanggapi terlebih dahulu oleh pemerintah untuk dikembangkan. Penetapan sektor prioritas tersebut bukan berarti bahwa sektor-sektor lain tidak dibutuhkan, namun diharapkan dengan dilakukannya hal tersebut maka dapat menstimulasi pertumbuhan dari sektor-sektor lainnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis keterkaitan infrastruktur dengan sektor perekonomian lain di Indonesia, 2) menganalisis indeks koefisien dan kepekaan penyebaran infrastruktur di Indonesia, 3) menganalisis dampak multiplier yang ditimbulkan infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia, 4) menganalisis pengaruh pertumbuhan investasi infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia. Infrastruktur yang akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Karena keterbatasan data maka dalam penelitian ini Tabel InputOutput yang digunakan adalah Tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 yang dijadikan sebagai kerangka acuan untuk melihat peranan infrastruktur terhadap perekonomian Indonesia, dimana perubahan-perubahan yang terjadi tiap tahunnya (misalnya pengaruh teknologi) dianggap konstan. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, analisis multiplier dan analisis dampak investasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke depannya yang berarti bahwa infrastruktur lebih berperan dalam meningkatkan produksi sektor lain yang outputnya digunakan sebagai input oleh infrastruktur dibandingkan dengan kemampuannya meningkatkan produksi sektor lain yang inputnya diperoleh dari infrastruktur. Semua sektor kategori infrastruktur memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu dan nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yang berarti bahwa sektor-sektor tersebut lebih mampu mendorong pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Infrastruktur memiliki dampak multiplier yang positif terhadap sektor perekonomian lainnya. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total, sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap perubahan pendapatan dan tenaga kerja total. Saran yang diberikan dari hasil penelitian adalah guna meningkatkan peranan infrastruktur di Indonesia hendaknya pemerintah lebih berupaya untuk mendorong kapasitas produksinya karena kemampuannya masih kurang dalam menyediakan input bagi sektor lain, diantaranya adalah dengan membangun proyek-proyek infrastruktur yang tepat juga mengatasi berbagai kendala investasinya sehingga dapat menarik kembali minat dari investor untuk berinvestasi pada sektor tersebut. Saran lainnya yaitu apabila kebijakan pemerintah ditujukan untuk meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi infrastruktur sebaiknya dialokasikan pada sektor listrik, gas dan air bersih, karena nilainya merupakan yang paling besar diantara sektor kategori infrastruktur lainnya. Sedangkan apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sektor pengangkutan dan komunikasi.
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT
Oleh CHANDRA DARMA PERMANA H14050184
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi : Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output Nama
: Chandra Darma Permana
NIM
: H14050184
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
(Alla Asmara, S.Pt, M.Si) NIP. 19730113 199702 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
(Rina Oktaviani, Ph.D) NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Agustus 2009
Chandra Darma Permana H14050184
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Chandra Darma Permana lahir pada tanggal 25 Desember 1987 di Bogor. Penulis merupakan anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan alm. Agoes Pribadi dan Nayu Elistina. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tunas Sejahtera Bogor pada tahun 1993, kemudian melanjutkan ke SDN Taman Pagelaran. Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SLTPN 7 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi berjudul “Analisis Peranan dan Dampak Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam melakukan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Alla Asmara, S.Pt., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Widyastutik, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orang tua penulis, yaitu alm. Bapak Agoes Pribadi dan Ibu Nayu Elistina dan kakak penulis, Riska Oktania Lispriani atas segala kasih sayang dan dukungan tanpa henti yang telah mereka berikan selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S. selaku Dekan FEM, IPB. 2. Rina Oktaviani, Ph.D. selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB. 3. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen serta staf Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB. 4. Rekan-rekan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM, khususnya Angkatan 42 atas segala dukungan dan kebersamaannya. 5. Teman-teman satu pembimbing skripsi, Regi, Triyanto dan Murti atas kerja sama dan dukungannya.
6. Audrey Pineau atas segala bentuk motivasi dan dukungannya. 7. Seluruh keluarga di Surabaya, Bandung dan Bogor atas semua bantuannya baik moril maupun materiil. Penulis juga berterima kasih kepada para peserta Seminar Hasil Penelitian skripsi ini atas kritik dan saran yang telah diberikan dan juga kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, baik moril maupun data yang relevan namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor,
Agustus 2009
Chandra Darma Permana H14050184
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ...................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..............
8
2.1. Tinjauan Teori ..................................................................................
8
2.1.1. Definisi Infrastruktur ............................................................
8
2.1.2. Keterkaitan Infrastruktur dengan Perekonomian .................
11
2.1.3. Model Input-Output .............................................................
13
2.1.4. Struktur Tabel Input-Output .................................................
15
2.1.5. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output .............
18
2.1.6. Kerangka Analisis ................................................................
19
2.2. Penelitian Terdahulu ........................................................................
23
2.3. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
27
III. METODE PENELITIAN ......................................................................
30
3.1. Jenis dan Sumber Data .....................................................................
30
3.2. Metode Analisis Data .......................................................................
30
3.2.1. Analisis Keterkaitan ............................................................
32
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran ..............................................
33
3.2.3. Analisis Multiplier ...............................................................
35
3.3. Simulasi Kebijakan ..........................................................................
37
iv
IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................
39
4.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Pada Sektor Infrastruktur ...................
39
4.2. Perkembangan Tenaga Kerja di Sektor Infrastruktur .......................
42
4.3. Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia ................
43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
53
5.1. Analisis Keterkaitan .........................................................................
53
5.1.1. Keterkaitan Total ke Depan .................................................
54
5.1.2. Keterkaitan Total ke Belakang .............................................
56
5.2. Analisis Dampak Penyebaran ..........................................................
58
5.2.1. Koefisien Penyebaran............................................................
59
5.2.2. Kepekaan Penyebaran ..........................................................
60
5.3. Analisis Multiplier ...........................................................................
61
5.3.1. Multiplier Output .................................................................
62
5.3.2. Multiplier Pendapatan .........................................................
64
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja .......................................................
66
5.4. Simulasi Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia ..........................................................................................
68
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
78
6.1. Kesimpulan ......................................................................................
78
6.2. Saran ..................................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
80
LAMPIRAN ....................................................................................................
82
v
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Pengeluaran Pemerintah untuk Pembangunan Infrastruktur dan Realisasi Investasi Tahun 1997-2006 (Miliar Rupiah) .........................
2
1.2. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (persen) ........................................
3
2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output .....................................................
16
2.2. Penelitian Terdahulu tentang Infrastruktur ...........................................
25
3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ....................
36
4.1. Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (persen) ........................................
39
4.2. Jumlah Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri di Indonesia yang Disetujui Pemerintah Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2006 (Miliar Rupiah) ......................................................................................
40
4.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2004 dan 2009 ...........
42
4.4. Nilai Realisasi Konstruksi Berdasarkan Tipe Konstruksi Tahun 2002-2007 (Juta Rupiah) ........................................................................
48
4.5. Jumlah Penumpang dan Barang Datang dari Bandara Indonesia Tahun 1995-2005 ...................................................................................
50
5.1. Keterkaitan Total ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 9 Sektor ......
54
5.2. Keterkaitan Total ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 20 Sektor ....
55
5.3. Nilai Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Klasifikasi 9 sektor ...........................................
60
5.4. Nilai Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Klasifikasi 20 Sektor ........................................
61
5.5. Muliplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005..
63
5.6. Muliplier Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ...........................................................................................
65
5.7. Muliplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ...........................................................................................
67
5.8. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Perubahan Output Klasifikasi 9 Sektor (Miliar Rupiah) .........................................
69
vi
5.9. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Perubahan Pendapatan Klasifikasi 9 Sektor (Miliar Rupiah) .................................
71
5.10. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Perubahan Tenaga Kerja Klasifikasi 9 Sektor (Ribu Orang) ..................................
73
5.11. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Output (Miliar Rupiah), Pendapatan (Miliar Rupiah) dan Tenaga Kerja (Ribu Orang) Klasifikasi 9 Sektor ...............................................................................
74
5.12. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Output (Miliar Rupiah), Pendapatan (Miliar Rupiah) dan Tenaga Kerja (Ribu Orang) Klasifikasi 20 Sektor .............................................................................
76
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................................
29
4.1. Energi Listrik Terjual per Kelompok Pelanggan (MVA) .....................
44
4.2. Perkembangan Produksi dan Penjualan Gas Kota Tahun 1995-2006 ....
45
4.3. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Air Bersih yang Disalurkan Tahun 1995-2006 ..................................................................................
46
4.4. Jumlah Penumpang dan Barang Melalui Transportasi Kereta Api Indonesia Tahun 1995-2008 ..................................................................
49
5.1. Kuadran Keterkaitan Sektor Perekonomian Indonesia .........................
53
5.2. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia ...............................................................................................
59
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 Berdasarkan Hasil Agregasi ...............................................................
83
2. Tabel Input-Output Indonesia Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen 9 Sektor Tahun 2005 (Juta Rupiah) ..........................
84
3. Tabel Input-Output Indonesia Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen 20 Sektor Tahun 2005 (Juta Rupiah) ........................
86
ix
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik dan merata sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu peran pemerintah sebagai mobilisator pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan, juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Peran infrastruktur sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah sangat dibutuhkan untuk menggerakan roda pertumbuhan ekonomi. Secara ekonomi makro, ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro,
ketersediaan
jasa
pelayanan
infrastruktur
berpengaruh
terhadap
pengurangan biaya produksi (Gie, 2004). Sehingga perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi dan ekspor. Pertumbuhan infrastruktur sempat mengalami penurunan signifikan akibat depresiasi rupiah saat terjadi krisis ekonomi 1997/1998. Pada tahun 1998 pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih turun menjadi 3,1 persen dari tahun sebelumnya. Sektor kategori infrastruktur lainnya seperti bangunan serta pengangkutan dan komunikasi merosot drastis menjadi negatif masing-masing
2
36,5 persen dan 15,1 persen (Bappenas, 2003). Pengalaman dunia internasional menunjukkan bahwa ketika suatu negara terkena krisis ekonomi maka alokasi infrastruktur merupakan hal pertama yang dikorbankan. Ini juga terjadi di Indonesia, perhatian utama pemerintah pada waktu itu terfokus pada pembenahan kebijakan moneter sehingga pembangunan infrastruktur menjadi stagnan. Kondisi infrastruktur di Indonesia dalam 10 tahun terakhir sejak terjadinya krisis ekonomi 1997/1998 belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Menurunnya
pembangunan
infrastruktur
dapat
dilihat
dari
pengeluaran
pembangunan infrastruktur yang terus menurun dari 5,3 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) tahun 1993/1994 menjadi sekitar 2,3 persen (2005 hingga 2007). Padahal, dalam kondisi normal, pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi negara berkembang adalah sekitar 5-6 persen dari PDB. Pada Tabel
1.1
dapat
dilihat
perkembangan
pengeluaran
pemerintah
untuk
pembangunan infrastruktur (GEI) dan realisasi investasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Tabel 1.1. Pengeluaran Pemerintah untuk Pembangunan Infrastruktur dan Realisasi Investasi Tahun 1997-2006 (Miliar Rupiah) Tahun GEI 1997 38.359,00 1998 67.869,00 1999 78.311,00 2000 25.800,00 2001 41.600,00 2002 37.300,00 2003 69.200,00 2004 68.400,00 2005 53.384,00 2006 83.077,00 Sumber: BPS, 1997-2006 (diolah)
Investasi 447.408,80 264.596,80 245.191,90 298.946,10 310.785,70 307.584,60 310.776,90 359.604,40 389.757,20 404.606,60
3
Dana investasi infrastruktur Indonesia sangat kecil yaitu hanya sekitar tiga persen dari PDB dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam 9,9 persen, China 7,4 persen, dan Thailand 15,4 persen1. Hal ini menjadi salah satu penyebab daya saing dan daya tarik investasi Indonesia merosot dibandingkan negara tetangga, karena itu komitmen pemerintah sangat diperlukan dalam membangun infrastruktur yang memadai. Dengan anggaran yang terbatas maka pemerintah perlu mendorong pembiayaan infrastruktur yang mudah dan accountable agar bisa mendongkrak investasi di Indonesia. Tabel 1.2. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (persen) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan Jasa-jasa PDB
2003 15,24 10,63 28,01 0,66 5,68
2004 14,92 9,66 28,37 0,66 5,82
Tahun 2005 14,50 9,44 28,08 0,66 5,92
16,26
16,37
16,77
16,92
17,26
5,42
5,85
5,85
6,24
7,28
8,90
9,12
9,12
9,21
9,35
9,20 100,00
9,23 100,00
9,23 100,00
9,18 100,00
9,27 100,00
2006*) 14,20 9,10 27,83 0,66 6,08
2007**) 13,83 8,73 27,40 0,69 6,21
Sumber: BPS, 2007 Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Berdasarkan data BPS, jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, kontribusi infrastruktur mengalami peningkatan dari tahun ke tahun meskipun sempat mengalami stagnasi pada tahun-tahun tertentu di beberapa sektor (Tabel 1.2). Sektor listrik, gas dan air bersih memiliki kontribusi sebesar 0,66 persen di
1
Berdasarkan artikel berjudul “Dana Infrastruktur Indonesia Tergolong Kecil” dapat dilihat pada Harian Kompas, 12 Mei 2008.
4
tahun 2003 dan terjadi stagnasi selama 3 tahun berikutnya, namun pada tahun 2007 kontribusinya meningkat menjadi 0,69 persen. Sektor bangunan mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2003 sektor ini memiliki kontribusi sebesar 5,68 persen dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai 6,21 persen di tahun 2007. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga mengalami peningkatan setiap tahunnya meskipun sempat terjadi stagnasi di tahun 2005. Apabila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, infrastruktur mempunyai kontribusi terhadap PDB yang sangat kecil, jauh persentasenya dibandingkan dengan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Infrastruktur yang terpuruk dalam kerusakan mengakibatkan turunnya tingkat pelayanan sehingga dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja dan pada akhirnya akan banyak perusahaan keluar dari bisnis atau membatalkan ekspansinya. Karena itulah infrastruktur sangat berperan dalam proses produksi dan merupakan prakondisi yang sangat diperlukan untuk menarik akumulasi modal sektor swasta. Keberadaan infrastruktur juga akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi, dan sebaliknya apabila mengabaikannya maka akan menurunkan produktivitasnya. Infrastruktur bisa menjadi jawaban dari kebutuhan negara-negara berkembang untuk mendorong pertumbuhan ekonominya dengan membantu penanggulangan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, mendukung tumbuhnya pusat ekonomi dan meningkatkan mobilitas barang dan jasa serta merendahkan biaya aktifitas investor dalam dan luar negeri.
5
1.2.
Perumusan Masalah Menurut
Bappenas
(2003)
upaya
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan tingkat penyediaan jasa pelayanan sarana dan prasarana menghadapi tiga dimensi permasalahan. Pertama, pembangunan sarana dan prasarana yang tidak mudah karena mencakup penggunaan kapital yang sangat besar, waktu pengembalian modal yang panjang, penggunaan lahan yang cukup luas, pemanfaatan teknologi, perencanaan dan implementasi perlu waktu panjang untuk mencapai skala ekonomi tertentu. Di lain pihak kemampuan ekonomi nasional pada saat ini sangat terbatas, baik dana yang berasal dari pemerintah maupun swasta. Kedua, pembangunan sarana dan prasarana merupakan prakondisi bagi berkembangnya kesempatan dan peluang baru di berbagai bidang. Peningkatan jumlah penduduk mendorong perlunya tambahan pelayanan sarana dan prasarana. Ketiga, menghadapi persaingan global dan sekaligus memenuhi permintaan masyarakat akan jasa pelayanan sarana dan prasarana memerlukan restrukturisasi dalam penyelenggaraan usaha pelayanan jasa sarana dan prasarana. Pemerintah memerlukan perumusan kebijakan yang tepat terkait dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Melihat segala keterbatasan yang dimiliki oleh kemampuan ekonomi nasional saat ini maka perlu disusun sebuah roadmap infrastruktur berdasarkan prioritas nasional yaitu sektor-sektor yang perlu ditanggapi terlebih dahulu oleh pemerintah untuk dikembangkan. Penetapan sektor prioritas tersebut bukan berarti bahwa sektor-sektor lain tidak dibutuhkan, namun diharapkan dengan dilakukannya hal tersebut maka dapat menstimulasi
6
pertumbuhan dari sektor-sektor lainnya sehingga pada akhirnya
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keterkaitan infrastruktur dengan sektor perekonomian lain di Indonesia? 2. Bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran infrastruktur di Indonesia? 3. Bagaimana dampak multiplier yang ditimbulkan infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh pertumbuhan investasi infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis keterkaitan infrastruktur dengan sektor perekonomian lain di Indonesia. 2. Menganalisis indeks koefisien dan kepekaan penyebaran infrastruktur di Indonesia. 3. Menganalisis dampak multiplier yang ditimbulkan infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia. 4. Menganalisis pengaruh pertumbuhan investasi infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia.
7
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah
dalam menentukan skala prioritas pembangunan khususnya pembangunan infrastruktur sehingga dapat menunjang sektor-sektor lain guna meningkatkan perekonomian nasional. Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat dan menjadi bahan informasi bagi penelitian mendatang di bidang yang sama.
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini infrastruktur dibagi menjadi 3 sektor besar yaitu
sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang dibagi kembali menjadi beberapa subsektor pada bagian analisis tertentu. Sektor-sektor kategori infrastruktur yang diteliti tersebut disesuaikan dengan sektor-sektor yang terdapat pada Tabel Input-Output Indonesia. Mengingat keterbatasan data, maka dalam penelitian ini tabel yang digunakan adalah Tabel Input-Output tahun 2005 sehingga data akan bersifat statis atau hanya mencerminkan struktur perekonomian pada periode tahun analisis. Begitupun perubahan-perubahan yang terjadi diluar tahun periode analisis tidak begitu diperhatikan.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Teori
2.1.1. Definisi Infrastruktur World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi 3, yaitu: 1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (listrik, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan, kereta api, pelabuhan, lapangan terbang). 2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Selain itu menurut Jacobs et. al dalam Sibarani (2002) infrastruktur dapat digolongkan menjadi 2, yaitu: 1. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradeable) dan tidak dapat dipisahkan-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan dan sebagainya. 2. Infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure), seperti gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Bappenas (2003) menyatakan bahwa secara umum paling tidak terdapat 3 dimensi relasi antara ekonomi dan infrastruktur, yaitu:
9
1. Kegiatan ekonomi, seperti halnya keberadaan jalan, jembatan, listrik, dan telepon yang mendasari terciptanya transaksi dalam perekonomian. 2. Infrastruktur juga merupakan input produksi, seperti halnya penggunaan listrik untuk proses produksi di semua industri. 3. Akses terhadap infrastruktur menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini misalnya; peran air minum dan sanitasi yang baik, layanan transportasi dan listrik yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat modern. Infrastruktur menurut Kamus Besar Ekonomi (Winarno dan Ismaya, 2007) adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya proses usaha, pembangunan proyek dan sebagainya, seperti jalan raya, rel kereta api, rumah sakit, gedung sekolah dan sebagainya. Berdasarkan kesepakatan internasional, umumnya terdapat sembilan sektor ekonomi utama di suatu negara. Kesembilan sektor tersebut dibuat berdasarkan pendapatan (nilai barang dan jasa yang diproduksi) oleh masingmasing sektor atau dapat juga berdasarkan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor tersebut. Dari kesembilan sektor tersebut terdapat tiga sektor besar yang tergolong kedalam infrastruktur, yaitu: 1. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Subsektor listrik meliputi kegiatan pembangkitan dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh PLN maupun non PLN. Cakupannya termasuk pula tenaga listrik produksi sampingan yang dihasilkan oleh perusahaanperusahaan perkebunan, pertambangan, industri dan sektor lain kecuali dibangkitkan untuk digunakan oleh sektor-sektor itu sendiri. Produksi listrik
10
merupakan jumlah KWH tenaga listrik yang dibangkitkan dan meliputi tenaga listrik yang terjual, digunakan sendiri serta susut dalam transmisi dan distribusi. Subsektor gas mencakup kegiatan penyediaan serta penyaluran gas kota kepada konsumen, baik kepada sektor lain maupun ke rumah tangga dengan menggunakan pipa. Gas kota adalah gas yang diperoleh dari proses penyaluran gas alam. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN). Subsektor air bersih mencakup kegiatan pembersihan, pemurnian, dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya melalui pipa baik ke rumah tangga maupun ke sektor lain sebagai pemakai. 2. Sektor Konstruksi Sektor ini mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain, maupun oleh kontraktor khusus, yaitu unit usaha yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai sendiri seperti kantor pemerintah, kantor swasta, rumah tangga dan unit-unit perusahaan bukan perusahaan bangunan. 3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Subsektor pengangkutan meliputi kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang melalui darat, laut, sungai, danau penyeberangan dan udara. Termasuk disini jasa penumpang angkut yang mencakup pemberian jasa atau penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan, seperti jasa-jasa terminal, pelabuhan, bongkar muat, keagenan, ekspedisi, jalan tol, pergudangan dan jasa penunjang lainnya.
11
Subsektor komunikasi meliputi kegiatan penyampaian berita dengan menggunakan sarana pos dan telekomunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro seperti kegiatan pengiriman surat, paket, wesel, telepon (fixed phone dan cellular), telegram, wartel dan sebagainya.
2.1.2. Keterkaitan Infrastruktur dengan Perekonomian Pada dasarnya peranan infrastruktur dalam perekonomian adalah sangat penting dan sentral. Infrastruktur dipahami sebagai enabler berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Hirschman dalam Yanuar (2006) yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari social overhead capital yang mutlak diperlukan untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Todaro (2000) menjelaskan kaitan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi, bahwa yang tercakup dalam pengertian infrastruktur adalah aspek fisik dan finansial yang terkandung dalam jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan udara dan bentuk-bentuk sarana transportasi lainnya dan komunikasi ditambah air bersih, lembaga-lembaga keuangan, listrik dan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Kajian teori pembangunan menjelaskan bahwa untuk menciptakan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, dalam
mempercepat
pertumbuhan
ekonomi
dan
memperkuat
landasan
12
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur, yang pada prinsipnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama, yaitu penyediaan prasarana berdasarkan kebutuhan (demand approach) termasuk didalamya untuk memelihara prasarana yang telah dibangun. Pendekatan kedua, yaitu penyediaan prasarana untuk mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu (supply approach). Pada saat ketersediaan dana sangat terbatas, maka prioritas lebih diarahkan kepada pendekatan pertama (demand approach), sedangkan pada saat kondisi ekonomi sudah membaik maka pembangunan prasarana baru untuk mendorong tumbuhnya suatu wilayah dapat dilaksanakan (Propenas dalam Bulohlabna, 2008). Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas, 2003). Sebagaimana teori Lewis, kondisi pareto optimal akan tercapai bila terjadi mobilitas faktor-faktor produksi (labour) tanpa hambatan untuk memacu
13
pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 2007). Daerah-daerah yang memiliki tingkat mobilitas faktor-faktor produksi antar daerah rendah akan menyebabkan pertumbuhan ekonominya rendah. Daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi di daerah yang bersangkutan memiliki mobilitas antar daerah yang rendah. Teori Wagner menyebutkan adanya keterkaitan positif antara pertumbuhan ekonomi dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Teori ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan tumbuh lebih cepat dari PDB, dengan kata lain elastisitas pengeluaran pemerintah terhadap PDB lebih besar dari satu. Apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat. Dasar teori Wagner ini adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Mangkoesoebroto, 2001). Pengeluaran pemerintah akan meningkat guna membiayai tuntutan masyarakat akan kemudahan mobilitas untuk mendukung kegiatan ekonomi.
2.1.3. Model Input-Output Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel InputOutput (I-O) telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima. Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Tujuan utama dari Model Input-Output adalah untuk menjelaskan besarnya arus industri
14
atau intersektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor. Dalam aplikasinya, model ini didasarkan atas model keseimbangan umum. Tabel I-O merupakan tabel yang menyajikan gambaran informasi dalam bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Selain itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam perekonomian, mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dalam analisis ekonomi. Kemampuan tabel ini dalam memberikan gambaran menyeluruh antara lain terkait dengan beberapa hal sebagai berikut (Sahara et.al, 2007): 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari luar wilayah tersebut. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
15
Beberapa kegunaan analisis I-O dalam penelitian perekonomian suatu wilayah antara lain: 1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor. 2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. 4. Mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. 5. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro. 6. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan pengembangan lebih lanjut.
2.1.4. Struktur Tabel Input-Output Format Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap, format Tabel I-O disajikan pada Tabel 2.1. Pada tabel diperlihatkan bahwa isian angka-angka sepanjang baris (bagian horizontal) merupakan output yang diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan kepada permintaan antara (intermediate demand). Permintaan antara adalah
16
permintaan atas sejumlah produksi barang dan jasa terhadap permintaan akhir yang merupakan permintaan barang dan jasa untuk konsumsi. Tabel 2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Permintaan Antara Sektor Produksi
Alokasi Input Susunan Input
1
2
…
n
x11 x12 … x1n x21 x22 … x2n Input Sektor … . . . Antara Produksi … . . . xn1 xn2 … xnn Jumlah Input Primer V1 V2 … Vn Total Input X1 X2 … Xn Sumber: Miller dan Blair dalam Sahara et.al, 2007 (dimodifikasi) 1 2 . . n
Permintaan Akhir
Total Output
F1 F2 . . Fn
X1 X2 . . Xn
Jika diperlihatkan secara baris (horizontal) maka alokasi output dapat diperlihatkan secara keseluruhan dalam persamaan yaitu: x11 + x12 +….+ x1n + F 1 = X1 x21 + x22 +….+ x2n + F2 = X2 . . . . . . xn1 + xn2 +….+ xnn + Fn = Xn dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi: i
xij
Fi
Xi untuk i = 1, 2, 3 … dst
j 1
dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah total output sektor i. Sementara isian angka-angka dalam kolom menunjukkan input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk melaksanakan produksi. Suatu sektor pada sektor produksi jika angka-angka yang berada pada
17
kolom (vertikal) dibaca seperti cara baris diatas maka persamaan secara aljabar dapat ditulis menjadi: x11 + x21 + ….+ xn1 + V1 = X1 x12 + x22 + ….+ xn2 + V2 = X2 . . . . . . x1n + x2n + ….+ xnn + Vn = Xn dan secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi: j
xij Vj
Xj untuk j = 1, 2, 3 … dst
i 1
dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j. Dalam analisis Tabel Input-Output, sistem persamaan diatas memegang peranan penting yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya secara umum matriks dalam Tabel I-O dapat dibagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV, dengan masing-masing penjelasan dan arti kuadran tersebut sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate Quadran) Setiap sel pada kuadran satu merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. 2. Kuadran II (Final Demand Quadran) Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektorsektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah
18
output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary Input Quadran) Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran) Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.
2.1.5. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output Dalam penerapan model Input-Output menurut Jensen dan West dalam Sahara et.al (2007) terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu: 1. Keseragaman (Homogenity) Setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input atau output sektor yang berbeda. 2. Penjumlahan (Additivity) Suatu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan secara terpisah.
19
3. Kesebandingan (Proportionality) Suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya suatu sektor akan berubah sebanding dengan berubahnya total output sektor tersebut. Selain asumsi-asumsi tersebut diatas, Tabel I-O sebagai metode analisis kuantitatif memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: 1. Koefisien input atau koefisien teknis dan teknologi yang digunakan dalam proses produksi diasumsikan tetap konstan selama periode analisis atau proyeksi. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas harga output. 2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel Input-Output dengan menggunakan metode survei. 3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak tertangkap dalam analisisnya.
2.1.6. Kerangka Analisis Menurut Jensen et.al (1979) aspek-aspek analisis Input-Output yang berfungsi dan berkedudukan penting dalam analisis perekonomian yaitu: 1. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu
20
sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor atau industri dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor atau industri dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Berdasarkan konsep keterkaitan ini dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor lain. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan oleh matriks kebalikan Leontief (α) karena matriks ini mengandung informasi penting tentang struktur antar sektor perekonomian. 2. Analisis Multiplier Analisis multiplier ini mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabelvariabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan pada variabel-variabel eksogen seperti permintaan akhir dalam perekonomian. Ada tiga variabel yang menjadi perhatian utama dalam analisis multiplier yaitu output sektor-sektor produksi, pendapatan rumah tangga dan tenaga kerja. Oleh karena itu dikenal tiga jenis multiplier, yaitu: a. Multiplier Output Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers)
21
menunjukkan total pembelian input baik langsung atau tidak langung dari suatu sektor sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Jadi matriks kebalikan Leontief mengandung informasi struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor dalam wilayah atau negara. b. Multiplier Pendapatan Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan disini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tapi juga dividen bunga bank (Jensen, 1979). c. Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari Tabel I-O, karena dalam Tabel I-O tidak mengandung elemenelemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Multiplier tenaga kerja diperoleh dengan menambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Cara memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian suatu wilayah atau negara dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut. d. Multiplier Tipe I dan II Multiplier Tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian karena
22
adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah atau negara. Respon atau efek dari multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Dampak awal (Initial Impact) Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal ini diasumsikan sebagai peningkatan dari penjualan ke permintaan akhir sebesar satu satuan unit moneter. Peningkatan output itu memberi efek pada peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga. Efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefsien tenaga kerja. 2. Efek Putaran Pertama (First Round Effect) Efek putaran pertama menunjukkan efek langsung dari pembelian masingmasing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung. Sedangkan dari sisi pendapatan menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. 3. Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect) Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja
23
putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. 4. Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect) Efek induksi konsumsi dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. 5. Efek Lanjutan (Flow-on Effect) Efek lanjutan merupakan efek total (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu wilayah atau negara akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
2.2.
Penelitian Terdahulu Penelitian yang mengkaji tentang infrastruktur dengan menggunakan
analisis Input-Output yang penulis ketahui dapat dilihat pada Tabel 2.2. Penelitian tersebut mengkaji peranan infrastruktur pada skala yang lebih mikro yaitu pada provinsi Jawa Barat. Sedangkan penelitian lainnya mencoba menganalisis keterkaitan antara pengeluaran pembangunan infrastruktur dengan beberapa variabel ekonomi seperti pendapatan nasional, jumlah pengangguran dan jumlah kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan dan dianalisis dengan metode Two-Stage Least Square.
24
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengkaji infrastruktur di Indonesia dengan menggunakan alat analisis Tabel Input-Output, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tersebut. Selain untuk melihat bagaimana peranan infrastruktur dalam skala nasional, pada penelitian ini akan ditambahkan analisis dampak investasi untuk melihat bagaimana pengaruh dari pertumbuhan investasi infrastruktur terhadap perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja pada sektor perekonomian lain di Indonesia. Melalui analisis tersebut dapat diketahui sektor kategori infrastruktur mana yang perlu diprioritaskan oleh pemerintah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pada penelitian sebelumnya diharapkan bahwa pemerintah dapat menyusun strategi pembangunan yang tepat dan terarah untuk menentukan skala prioritas bagi infrastruktur untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi saat ini seperti pengangguran, kemiskinan dan juga cara untuk meningkatkan pendapatan nasional Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan
masalah
tersebut
dimana
hasilnya
dapat
dijadikan
dasar
pertimbangan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan di bidang infrastruktur pada skala nasional.
Tabel 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Infrastruktur Peneliti
Permasalahan
Tujuan
Achmad Ruhiyat Iskandar (2005)
Bagaimana peranan, keterkaitan, indeks penyebaran ke depan dan ke belakang serta multiplier yang ditimbulkan oleh sektor infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Propinsi Jawa Barat?
Menganalisis keterkaitan, indeks penyebaran ke depan dan ke belakang serta multiplier yang ditimbulkan oleh sektor infrastruktur terhadap sektor perekonomian lain di Propinsi Jawa Barat.
Amalia Dwi Syahputri Lubis (2008)
Bagaiman peran dan keterkaitan antara pembangunan infrastruktur dan pendapatan nasional Indonesia dan bagaimana keterkaitan antara pendapatan nasional dan beberapa variabel ekonomi lainnya?
Menganalisis peranan dan keterkaitan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dan pendapatan nasional dan menganalisis keterkaitan antara pendapatan nasional dan beberapa variabel ekonomi lainnya.
Data dan Analisis Data Tabel I-O Jawa Barat tahun 2000 klasifikasi 76 sektor diagregasi menjadi 18, 10 dan 8 sektor. Menggunakan analisis keterkaitan, dampak penyebaran dan multiplier.
Data time series tahun 1976-2008 Indonesia yaitu data PDB, pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur, angkatan kerja, inflasi, penerimaan pemerintah, jumlah pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Menggunakan analisis Two-Stage Least Square.
Hasil dan Kesimpulan
Saran
1. Sektor infrastruktur mempunyai keterkaitan ke depan terbesar dengan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta memiliki keterkaitan ke belakang terbesar dengan sektor industri pengolahan. 2. Sektor infrastruktur mempunyai koefisien dan kepekaan penyebaran lebih besar dari satu. 3. Sektor infrastruktur mempunyai nilai multiplier output lebih besar dibandingkan multiplier pendapatan dan tenaga kerjanya. 1. Keterkaitan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur dan pendapatan nasional adalah positif. 2. Angkatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan nasional sedangkan inflasi dan krisis ekonomi tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan nasional.
1. Ketergantungan impor diatasi dengan mencari sumber bahan baku substitusi yang berbasis sumberdaya lokal. 2. Apabila kebijakan difokuskan untuk meningkatkan output, pendapatan dan tenaga kerja maka subsektor air bersih merupakan subsektor yang perlu diprioritaskan pemerintah Jawa Barat.
1. Perlu dikaji jenis-jenis infrastruktur apa yang efektif mampu menyerap angkatan kerja setiap tahunnya. 2. Perlu dilakukan pembenahan infrastruktur baik kualitas maupun kuantitas. 3. Pemerintah perlu menyusun strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur untuk menentukan skala prioritas.
Tabel 2.2. Lanjutan Ardianti Niken Muslikhah (2008)
Bagaimana bentuk keterkaitan antara jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dengan jumlah penganggur di Indonesia, bagaimana bentuk keterkaitannya dengan berbagai variabel ekonomi, dan upaya apa yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah penganggur?
Fatin Catur Lestari (2008)
Bagaimana bentuk keterkaitan antara jumlah pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur dan berbagai variabel ekonomi lainnya, yakni pendapatan perkapita, investasi dan pengangguran dengan jumlah kemiskinan di Indonesia?
Mengidentifikasi bentuk keterkaitan antara jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dengan jumlah penganggur di Indonesia, mengidentifikasi bentuk keterkaitan antara berbagai variabel ekonomi dengan jumlah penganggur dan mengetahui upaya yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengurangi jumlah penganggur. Menganalisis bentuk keterkaitan antara jumlah pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur dan berbagai variabel ekonomi lainnya, yakni pendapatan perkapita, investasi dan pengangguran dengan jumlah kemiskinan di Indonesia.
Data time series tahun 1976-2008 Indonesia yaitu data pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur, pendapatan nasional, upah minimum, inflasi, pengangguran, investasi, penerimaan pemerintah, angkatan kerja dan tenaga kerja. Menggunakan analisis Two-Stage Least Square.
1. Pengangguran signifikan dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur. 2. Pengangguran juga secara signifikan dipengaruhi oleh upah minimun dan inflasi. Pendapatan nasional tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penganggur.
1. Pemerintah meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, karena adanya peningkatan aktivitas pembangunan infrastruktur akan mampu mengurangi jumlah penganggur di Indonesia. 2. Pemerintah lebih berhatihati dalam menetapkan tingkat upah minimum agar tidak memperparah kondisi jumlah penganggur di Indonesia.
Data time series tahun 1976-2008 Indonesia yaitu data jumlah penduduk miskin, pendapatan perkapita, investasi, dan pengangguran. Menggunakan analisis Two-Stage Least Square.
1. Secara parsial, pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh nyata terhadap kemiskinan. 2. Dari hasil regresi, pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi pengangguran, namun tidak berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan dan peningkatan investasi.
1. Pengeluaran pemerintah perlu ditingkatkan untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja. 2. Pemerintah perlu menyusun strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur yang lebih terarah dan tepat sasaran.
27
2.3.
Kerangka Pemikiran Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital
untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur. Seiring dengan hal tersebut maka kebutuhan infrastruktur di tingkat nasional dan daerah menjadi sangat besar. Keadaan ini juga diikuti dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang berarti semakin meningkatnya kebutuhan akan pelayanan (dalam hal ini infrastruktur). Untuk mengakomodasi pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah tersebut maka pembangunan sektor infrastruktur sangatlah diperlukan. Namun masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan sektor infrastruktur tidak dapat bekerja dengan optimal seperti pembangunan sarana dan prasarana yang tidak mudah karena mencakup penggunaan kapital yang sangat besar, waktu pengembalian modal yang panjang, investasi yang rendah, penggunaan lahan yang cukup luas, pemanfaatan teknologi tinggi, perencanaan dan implementasi perlu waktu yang panjang untuk mencapai skala ekonomi tertentu dan berbagai kendala lainnya yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan sektor tersebut sehingga dapat menghambat pertumbuhan sektor lainnya yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan klasifikasi Tabel Input-Output Indonesia, dalam penelitian ini infrastruktur dibagi menjadi 3 sektor besar, yaitu: sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor–sektor
28
tersebut berperan penting sebagai penyedia input utama bagi sektor lain. Dalam jangka pendek pertumbuhan infrastruktur dapat menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan tenaga kerja. Sedangkan dalam jangka menengah dan panjang akan mendukung efisiensi dan produktivitas sektor terkait. Peningkatan aktivitas dari sektor infrastruktur akan mempengaruhi tingkat output dari sektor lain. Peningkatan output dalam perekonomian pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk memperlihatkan pentingnya peranan infrastruktur tersebut maka pada penelitian ini dilakukan analisis Tabel Input-Output yang diolah dengan menggunakan program GRIMP versi 7.2 dan Microsoft Excell yang dapat menunjukkan keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran, dampak multiplier, dan dampak investasi infrastruktur terhadap perekonomian. Kerangka pemikiran secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.1.
29
Perekonomian Indonesia Kendala: Penggunaan kapital besar Investasi rendah Dana terbatas dll
Kebutuhan Infrastruktur Besar
Pembangunan Infrastruktur
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
Sektor Bangunan
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Analisis Input-Output
Analisis Keterkaitan
Analisis Dampak Penyebaran
Analisis Multiplier
Peranan Infrastruktur dalam Perekonomian
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dampak Investasi
30
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Adapun data yang diperlukan untuk keperluan analisis adalah Tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 yang merupakan Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen klasifikasi 175 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 20 sektor untuk melihat peranan 14 subsektor infrastruktur dan diagregasi kembali menjadi 9 sektor untuk melihat peranan 3 sektor infrastruktur besar (Lampiran 1). Untuk data tenaga kerja 14 subsektor infrastruktur, karena data ini tidak tersedia secara rinci maka dilakukan proporsi dengan cara membagi upah suatu sektor dengan upah sektor kelompok tersebut dikali dengan jumlah tenaga kerja kelompok sektor tersebut (Iskandar, 2005). Data sekunder ini diperoleh dari instansi-instansi terkait yang sesuai dengan penelitian ini seperti BPS, LSI dan lembaga-lembaga lain yang terkait serta dari buku, internet dan literatur. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat keras komputer, perangkat lunak GRIMP 7.2 dan Microsoft Excel. Pemilihan perangkat lunak GRIMP 7.2 ini didasari atas kemampuannya melakukan perhitungan untuk keperluan analisis Input-Output.
3.2.
Metode Analisis Data Alat analisis yang digunakan untuk mempelajari peranan infrastruktur
terhadap sektor-sektor lainnya adalah Tabel Input-Output. Dengan model I-O ini
31
maka dampak infrastruktur terhadap output, pendapatan, kesempatan kerja dan nilai tambah bruto dapat diketahui berdasarkan matriks kebalikan Leontief. Sedangkan untuk mengetahui peranan infrastruktur dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier dan analisis keterkaitan. Dari persamaan yang disajikan sebelumnya yaitu: x11 + x12 +….+ x1n + F 1 = X1 x21 + x22 +….+ x2n + F2 = X2 . . . . . . xn1 + xn2 +….+ xnn + Fn = Xn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1) dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi: i
xij
Fi
Xi untuk i = 1, 2, 3 … dsb
j 1
dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah total output sektor i. Jika diketahui matriks koefisien teknis aij = xij/Xj . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2) maka jika persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (1) maka akan didapat persamaan sebagai berikut: a11X1 + a12X2 +….+ a1nXn + F1 = X1 a21X1 + a22X2 +….+ a2n Xn + F2 = X2 . . . . . . an1X1 + an2X2 +….+ annXn + Fn = Xn . . . . . . . . . . . . . . . (3) dalam bentuk matriks, persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut:
32
a11
a12 … a1n
a21 . . an1
a22 … a2n . . . . an2 … ann A
X1 .
.
X2 . . Xn X
F1 +
+
F2 . . Fn F
X1 =
=
X2 . . Xn X
atau F = X - AX Jika terdapat perubahan permintaan akhir, maka akan ada perubahan pola pendapatan nasional. Jika ditulis dalam bentuk persamaan menjadi: AX + F = X atau (I-A) X = F atau X = (I-A)-1 F . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (4) dimana: I
= matriks identitas berukuran n x n yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol selainnya
F
= permintaan akhir
X
= jumlah output
(I-A) = matriks Leontief terbuka (I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief
3.2.1. Analisis Keterkaitan 1. Keterkaitan langsung dan tidak langsung (total) ke depan Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Menurut Sahara et.al (2007), keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
33
n
KDLTi =
ij j 1
dimana: KDLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i αij
= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka
n
= jumlah sektor
2. Keterkaitan langsung dan tidak langsung (total) ke belakang Menunjukkan akibat suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dapat dirumuskan sebagai berikut: n
KBLTi =
ij i 1
dimana: KBLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i αij
= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka
n
= jumlah sektor
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang belumlah cukup untuk digunakan sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir tiap sektor tidak sama. Oleh karena itu harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor.
34
Analisis ini disebut sebagai dampak penyebaran. Menurut Sahara et.al (2007), dampak penyebaran terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik) Konsep ini berfungsi untuk mengetahui manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Jika Pdj > 1 artinya sektor tersebut mempunyai kemampuan kuat untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Namun jika Pdj < 1 artinya sektor tersebut kurang memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Rumus untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah: n
n
Pdj
=
ij
i 1 n n ij i 1 j 1
dimana : Pdj
= koefisien penyebaran sektor j
αij
= unsur matriks kebalikan Leontief
n
= jumlah sektor
Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebarannya.
35
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Depan/Daya Mendorong) Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan industri hilirnya. Jika Sdi > 1 artinya sektor tersebut mempunyai kemampuan kuat untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Namun jika Sdi < 1 artinya sektor tersebut kurang mempunyai kemampuan untuk mendorong sektor hilirnya. Rumus untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah: n
n Sdi
=
ij
j 1 n n ij i 1 j 1
dimana : Sdi
= kepekaan penyebaran sektor i
αij
= unsur matriks kebalikan Leontief
n
= jumlah sektor
Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor itu, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebarannya.
3.2.3. Analisis Multiplier Multiplier ini menggambarkan bahwa terjadinya peningkatan aktivitas suatu sektor akan meningkatkan aktivitas sektor tersebut atau sektor lainnya
36
sebesar nilai penggandanya. Pada dasarnya, analisis angka pengganda mencoba melihat apa yang terjadi pada variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan-perubahan variabel eksogen seperti permintaan akhir di dalam perekonomian. Ada tiga variabel yang menjadi perhatian utama dalam analisis angka pengganda ini yaitu output sektor produksi, pendapatan rumah tangga dan tenaga kerja. Masing-masing angka pengganda masih dibagi kedalam dua bagian yaitu tipe I dan tipe II. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief baik untuk model terbuka (αij) maupun model tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai dari multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus-rumus yang tercantum pada Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Nilai
Multiplier Output
Pendapatan
Tenaga Kerja
1
hj
ej
Σiaij
Σiaijhi
Σiaijei
Efek Dukungan Industri
Σiαij-1-Σiaij
Σiαijhi-hj-Σiaijhi
Σiαijeij-ej-Σiaijei
Efek Induksi Konsumsi
Σiα*ij-Σiαij
Σiα*ijhi-Σiαijhi
Σiα*ijei-Σiαijei
Σiα*ij
Σiα*ijhi
Σiα*ijei
Σiα*ij-1
Σiα*ijhi-hi
Σiα*ijei-ei
Efek Awal Efek Putaran Pertama
Efek Total Efek Lanjutan
Sumber: Daryanto dalam Sahara et.al, 2007 Keterangan:aij = koefisien output hi = koefisien pendapatan rumah tangga ei = koefisien tenaga kerja αij = matriks kebalikan Leontief terbuka α*ij = matriks kebalikan Leontief tertutup
Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, maka dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut:
37
Tipe I
= efek awal+efek put. pertama+efek duk. industri efek awal
Tipe II = efek awal+efek put. pertama+efek duk. industri+efek ind. konsumsi efek awal
3.3.
Simulasi Kebijakan Analisis dampak investasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
melakukan shock pada bagian investasi sektor-sektor yang termasuk ke dalam infrastruktur yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Selanjutnya sektor-sektor tersebut didisagregasi kembali menjadi beberapa subsektor untuk melihat dampaknya secara lebih rinci. Guna memberikan gambaran mengenai dampak investasi sektor-sektor tersebut terhadap perekonomian, terutama terhadap pembentukan nilai output, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, maka dalam penelitian ini diasumsikan terdapat penanaman investasi sebesar Rp 150 triliun yang dialokasikan secara total pada masing-masing sektor pada bagian awal analisis dan secara merata pada bagian selanjutnya. Nilai tersebut sesuai dengan anggaran infrastruktur Indonesia pada tahun 2009 yang mencapai Rp 150 triliun dimana Rp 100 triliun berasal dari APBN dan Rp 50 triliun dari investasi BUMN2. Rumus yang digunakan untuk menganalisis dampak investasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Miller dan Blair dalam Maryadi, 2007): a. Dampak terhadap pembentukan output, Δ X = (I-Ad)-1 ΔY 2
Berdasarkan artikel berjudul “Anggaran Infrastruktur 2009 Capai Rp 150 Triliun” dapat dilihat pada http://www.detikFinance.com, 5 Maret 2009.
38
b. Dampak terhadap pendapatan rumah tangga, Δ I = αn+1 (I-Ad)-1 ΔY c. Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, Δ L = wn+1 (I-Ad)-1 ΔY dimana: ΔX
= dampak terhadap pembentukan output
ΔI
= dampak terhadap pendapatan rumah tangga
ΔL
= dampak terhadap penyerapan tenaga kerja
ΔY
= investasi sektoral
(I-Ad)-1 = matriks kebalikan Leontief tertutup αn+1
= koefisien pendapatan
wn+1
= koefisien tenaga kerja
39
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Pada Sektor Infrastruktur Secara umum selama lima tahun terakhir, Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE) untuk sektor infrastruktur mengalami peningkatan dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Meskipun pada tahun-tahun tertentu sempat mengalami fluktuasi, dimana terjadi penurunan pertumbuhan pada sektor listrik, gas dan air bersih di tahun 2006, stagnasi pertumbuhan terjadi pada sektor bangunan di tahun 2005 dan pada tahun tersebut juga sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan pertumbuhan. Jika dilihat pada Tabel 4.1, LPE nasional sejalan dengan LPE infrastruktur yang berarti bahwa pertumbuhan dari sektor infrastruktur bisa dikatakan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji korelasi yang terjadi antara keduanya. Tabel 4.1. Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (persen) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan Jasa-jasa PDB
2003 3,8 -1,4 5,3 4,9 6,1 5,4 12,2 6,7 4,4 4,8
2004 2,8 -4,5 6,4 5,3 7,5 5,7 13,4 7,7 5,4 5,0
Tahun 2005 2006*) 2,7 3,4 3,2 1,7 4,6 4,6 6,3 5,8 7,5 8,3 8,3 6,4 12,8 14,4 6,7 5,5 5,2 6,2 5,7 5,5
2007**) 3,5 2,0 4,7 10,4 8,6 8,5 14,4 8,0 6,6 6,3
Sumber: BPS, 2007 Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Peningkatan
LPE
yang
terjadi
pada
sektor
infrastruktur
menunjukkan bahwa jumlah pelanggan dan kapasitas output yang
40
dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk. Semakin besar jumlah penduduk maka permintaan akan pelayanan dari sektor tersebut semakin bertambah karena jasa yang dihasilkan oleh infrastruktur merupakan kebutuhan dasar bagi kalangan masyarakat maupun industri. Namun di sisi lain, penurunan pertumbuhan yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan dari infrastruktur untuk memenuhi permintaan dari masyarakat, karena kenaikan pertumbuhan konsumsi tidak diiringi oleh kenaikan pertumbuhan produksi dari infrastruktur. Perkembangan investasi Indonesia dari tahun 2003-2006 mengalami fluktuasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai investasi dalam dan luar negeri yang sempat mengalami penurunan di tahun 2004 namun meningkat kembali di tahun berikutnya (Tabel 4.2). Berdasarkan sektor ekonomi, investasi terbesar berada pada sektor industri, baik untuk investasi dalam ataupun luar negeri. Tabel 4.2. Jumlah Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri di Indonesia yang Disetujui Pemerintah Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2006 (Miliar Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Restoran dan Hotel Transpor, Pergudangan, Perhubungan Lembaga Keuangan, Perasuransian, Real Estate Jasa Jumlah
Penanaman Modal Dalam Negeri
Penanaman Modal Asing
2003
2004
2005
2006
2003
2004
2005
2006
2.314,7
1.922,7
4.494,0
8.767,8
2.278,9
3.060,7
5.878,2
9.442,3
654,5
682,9
982,3
437,4
156,1
606,1
7.529,9
3.191,9
44.336,0
24.441,3
26.807,5
131.753,3
57.407,6
57.551,9
58.500,2
81.457,6
675,3
8.798,1
6.276,3
7.232,4
3.112,6
2.462,7
218,4
11.565,0
2.703,6
3.392,7
1.537,9
3.028,4
7.750,3
8.618,8
17.247,3
25.108,6
1.623,4
1.674,1
4.652,8
9.413,2
9.754,8
11.093,1
8.779,9
14.100,2
2.502,4
2.129,9
2.375,2
1.930,3
39.387,0
5.248,0
30.155,5
2.900,8
755,0
0,0
0,0
1,0
452,9
3.036,5
1.210,2
720,3
194,9
1.645,5
3.451,3
203,4
2.902,5
1.907,6
2.263,1
4.972,5
55.759,8
44.687,2
50.577,3
162.767,2
123.202,8
93.585,3
131.782,6
153.459,2
Sumber: BPS, 2007 (diolah)
41
Keterangan: Asumsi Kurs (Rp/$); 8.577,13 (2003), 8.938,85 (2004) 9.704,74 (2005), 9.800 (2006)
Investasi di masing-masing sektor kategori infrastruktur sendiri yaitu sektor listrik, gas dan air, sektor konstruksi dan sektor transpor, pergudangan dan perhubungan, ketiganya mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui diadakannya Infrastructure Summit tahun 2005 tidak banyak membawa perbaikan untuk penanaman modal dalam negeri, dimana justru terjadi penurunan nilai investasi dari tahun sebelumnya meskipun pada sektor transpor, pergudangan dan perhubungan terjadi sedikit kenaikan. Namun dari segi penanaman modal asing terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada sektor konstruksi serta sektor pergudangan dan perhubungan meskipun terjadi penurunan yang sangat besar terhadap sektor listrik, gas dan air. Penanaman modal asing cenderung mempunyai nilai yang lebih besar pada beberapa sektor kategori infrastruktur sehingga pemerintah melakukan pembatasan terhadap investasi luar negeri sebesar 55 persen pada tahun 2009 dengan tujuan untuk melindungi investor dalam negeri. Sedangkan rendahnya minat investor untuk berinvestasi di sektor infrastruktur pada Infrastructure Summit I dan II lalu diantaranya disebabkan oleh penjaminan resiko yang tidak jelas,
kerangka
peraturan
perundang-undangan
yang
belum
memenuhi
international best practice, sistem dan penyelenggaraan hukum yang masih buruk, implementasi pengadaan dan pengoperasian proyek yang tidak tertib serta persoalan likuiditas finansial domestik yang sangat terbatas. Kendala-kendala tersebut menyebabkan para investor masih kurang tertarik untuk menanamkan
42
modalnya di sektor infrastruktur sehingga pertumbuhan investasinya pun berfluktuasi dari tahun ke tahun. 4.2.
Perkembangan Tenaga Kerja di Sektor Infrastruktur Jumlah penduduk Indonesia yang bekerja pada tahun 2004 adalah
sebanyak 93,72 juta orang dan mengalami peningkatan hingga tahun 2009 menjadi sebanyak 104,49 juta orang (Tabel 4.3). Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, mayoritas penduduk bekerja pada kelompok sektor pertanian dan sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel di urutan berikutnya. Tabel 4.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2004 dan 2009 Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air
2004
2005 (Nov)
2006 (Agt)
2007 (Agt)
2008 (Agt)
2009 (Feb)
40.608.019
41.814.197
40.136.242
41.206.474
41.331.706
43.029.493
1.034.716
808.842
923.591
994.614
1.070.540
1.139.495
11.070.498
11.652.406
11.890.170
12.368.729
12.549.376
12.615.440
228.297
186.801
228.018
174.884
201.114
209.441
4.540.102
4.417.087
4.697.354
5.252.581
5.438.965
4.610.695
19.119.156
18.896.902
19.215.660
20.554.650
21.221.744
21.836.768
5.480.527
5.552.525
5.663.956
5.958.811
6.179.503
5.947.673
1.125.056
1.042.786
1.346.044
1.399.490
1.459.985
1.484.598
Jasa Kemasyarakatan
10.515.665
10.576.572
11.355.900
12.019.984
13.099.817
13.611.841
Jumlah
93.722.036
94.948.118
95.456.935
99.930.217
102.552.750
104.485.444
Bangunan Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel Angkutan, Pergudangan, Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan
Sumber: BPS, 2009
Sektor kategori infrastruktur menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar terutama pada sektor bangunan serta sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi, sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih kontribusinya cukup kecil terhadap penyerapan tenaga kerja karena sektor ini merupakan sektor yang lebih padat modal sehingga tenaga kerja yang digunakan lebih sedikit. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor kategori infrastruktur secara umum mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada sektor listrik gas dan air bersih yang
43
mengalami fluktuasi dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja menurun pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2004. Rata-rata kontribusi dari sektor listrik, gas dan air terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 0,21 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia per tahunnya, sektor bangunan sebesar 4,90 persen dan sektor angkutan, pergudangan, komunikasi sebesar 5,89 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja dari masing-masing sektor tersebut per tahunnya adalah sebesar -0,06 persen untuk sektor listrik, gas dan air, 0,76 persen untuk sektor bangunan dan 1,70 persen untuk sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi. Proyek-proyek yang dijalankan oleh swasta maupun BUMN pada sektor bangunan serta sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar sehingga rata-rata pertumbuhan tenaga kerja per tahunnya pun menunjukkan nilai yang positif, selain itu sektor-sektor tersebut terutama sektor bangunan dipersiapkan untuk menyerap para pekerja yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak dari krisis finansial global 2009. Sektor listrik, gas dan air mengalami pertumbuhan negatif untuk penyerapan tenaga kerja pada tahun-tahun tertentu karena sektor ini memang sudah merencanakan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja guna memangkas biaya produksi melihat Saldo Bersih Tertimbangnya yang menunjukkan angka negatif pada tahun-tahun tersebut.
4.3.
Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
1. Sektor Listrik, Gas dan Air bersih
44
Jumlah pelanggan listrik di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dari pelanggan rumah tangga, industri, bisnis, sosial maupun publik. Jumlah pelanggan listrik untuk semua kategori di Indonesia pada tahun 1995 berjumlah 19.454.323 pelanggan dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 35.768.930 pelanggan atau naik sebesar 83,86 persen. Mayoritas pelanggan didominasi oleh rumah tangga, sementara dari kategori industri dan bisnis jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan pelanggan kategori rumah tangga, padahal pelanggan dengan kategori inilah yang sangat berhubungan dengan kegiatan perekonomian ataupun output perekonomian suatu wilayah.
120.000 100.000
Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial Publik
80.000 60.000 40.000
Jumlah
20.000
19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06
0
Sumber: BPS, 1995-2006 (diolah) Gambar 4.1. Energi Listrik Terjual per Kelompok Pelanggan (MVA) Jumlah energi yang diproduksi oleh PLN pada tahun 1996 adalah sebesar 67.386,54 GWh dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya hingga menjadi sebesar 133.108,39 GWh di tahun 2006 atau terjadi kenaikan sekitar 97,53 persen. Jika dilihat berdasarkan energi yang terjual per kelompok pelanggan maka konsumsi listrik terbesar berasal dari kelompok industri dimana
45
rata-rata konsumsinya selama tahun 1996 hingga 2006 adalah sebesar 42,74 persen kemudian diikuti oleh rumah tangga sebesar 37,99 persen dan bisnis sebesar 13,74 persen (Gambar 4.1). Fenomena ini menunjukkan bahwa walaupun jumlah pelanggan untuk kategori industri sedikit namun energi listrik yang dikonsumsi cukup besar. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat perkembangan produksi dan penjualan gas kota yang disalurkan oleh PT. PGN dimana terjadi peningkatan setiap tahunnya pada kedua indikator tersebut. Pada tahun 2000 produksi gas kota masih sebesar 1.968 m3 sementara di tahun 2006 jumlahnya mengalami peningkatan sebesar 96,75 persen menjadi 3.872 m3. Peningkatan produksi ini dilakukan untuk memenuhi
permintaan
gas
yang
semakin
meningkat
setiap
tahunnya.
Pertumbuhan produksi gas masih mampu memenuhi permintaan dari masyarakat, hal ini ditunjukkan oleh jumlah produksinya yang lebih besar daripada jumlah penjualannya.
5.000 4.000 3.000 2.000
Produksi (Juta m3) Penjualan (Juta m3)
1.000
20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 * 20 06 **
0
Sumber: BPS, 1995-2006 (diolah) Gambar 4.2. Perkembangan Produksi dan Penjualan Gas Kota Tahun 1995-2006 Keterangan: *) Angka Sebelumnya **) Estimasi
46
Seperti halnya listrik dan gas, air bersih juga merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat yang mengalami peningkatan baik dari segi jumlah pelanggan maupun jumlah air bersih yang disalurkan. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah pelanggan air bersih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 1995 terdapat 3.495.509 pelanggan air bersih dan mengalami kenaikan sebesar 115,61 persen menjadi sebanyak 7.536.654 pelanggan di tahun 2006. Sedangkan jumlah air bersih yang disalurkan juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu tersebut dimana terjadi kenaikan sebesar 102,01 persen dari 1.154.937 di tahun 1995 menjadi 2.333.031 di tahun 2006. Namun jika dilihat secara rinci ternyata perkembangan produksi air yang disalurkan mengalami fluktusi yang bervariasi dimana pada tahun-tahun tertentu jumlah air bersih yang disalurkan sempat mengalami penurunan. 8.000.000 7.000.000 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000
Jumlah Air Bersih yang Disalurkan Kepada Pelanggan Jumlah Pelanggan Perusahaan Air Bersih
2.000.000 1.000.000
19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 * 06 **
0
Sumber: BPS, 1995-2006 (diolah) Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Air Bersih yang Disalurkan Tahun 1995-2006 Keterangan: *) Angka Sebelumnya **) Estimasi
Berdasarkan Tabel I-O Lampiran 3 dapat diketahui transaksi input dan output yang terjadi antara subsektor-subsektor kategori listrik, gas dan air bersih
47
dengan sektor lainnya, sedangkan transaksi yang lebih rinci dapat dilihat dari Tabel I-O klasifikasi 175 sektor. Output dari subsektor listrik dan gas paling banyak digunakan sebagai input oleh subsektor itu sendiri yaitu sebesar 19,31 persen dari jumlah permintaan antara subsektor tersebut. Output subsektor air bersih juga paling banyak digunakan oleh subsektor itu sendiri yaitu sebesar 40,54 persen. Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa input yang digunakan oleh subsektor listrik dan gas paling banyak berasal dari subsektor barang-barang hasil kilang minyak yaitu sebesar 36,02 persen dari jumlah input antara subsektor tersebut. Sedangkan input subsektor air bersih paling banyak berasal dari subsektor itu sendiri yaitu sebesar 43,26 persen. 2. Sektor Konstruksi Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai realisasi konstruksi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2002 nilai konstruksi yang terealisasi adalah sebesar Rp 35,08 triliun dan mengalami kenaikan sekitar 126,31 persen menjadi Rp 79,39 triliun di tahun 2007 dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya adalah sebesar 18,43 persen. Sedangkan tipe konstruksi yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap total realisasi konstruksi adalah bangunan bukan tempat tinggal serta pembangunan jalan dan jembatan di urutan berikutnya. Berdasarkan alur transaksi input dan output pada Tabel I-O dapat diketahui bahwa output subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat
48
tinggal paling banyak digunakan sebagai input oleh subsektor jasa perdagangan yaitu sebesar 33,25 persen dari jumlah permintaan antara subsektor tersebut, output subsektor bangunan dan instalasi listrik, gas dan air bersih dan komunikasi oleh subsektor jasa komunikasi yaitu sebesar 47,43 persen dan output subsektor prasarana pertanian, subsektor jalan, jembatan dan pelabuhan serta subsektor bangunan lainnya oleh subsektor jasa pemerintahan umum yaitu masing-masing sebesar 25,07 persen, 29,35 persen dan 23,67 persen. Sementara itu, input dari subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal serta subsektor bangunan lainnya paling banyak berasal dari subsektor jasa perdagangan yaitu masing-masing sebesar 15,23 persen dan 13,88 persen dari jumlah input antara subsektor tersebut, input subsektor prasarana pertanian dari subsektor barang-barang hasil kilang minyak sebesar 22,14 persen, input subsektor jalan, jembatan dan pelabuhan dari subsektor barang galian segala jenis sebesar 23,25 persen, input subsektor bangunan dan instalasi listrik, gas dan air bersih dan komunikasi dari subsektor jasa perusahaan sebesar 13,65 persen. Tabel 4.4. Nilai Realisasi Konstruksi Berdasarkan Tipe Konstruksi Tahun 20022007 (Juta Rupiah) Type of Construction
2002
2003
2004
2005
2006
2007*
Residential
4.891.746
6.155.685
4.795.995
7.495.904
9.305.172
9.305.172
Non residential
9.653.059
10.547.568
18.581.659
20.701.163
22.069.558
23.528.407
1.387.860
1.099.642
3.825.819
3.174.567
3.363.393
3.563.451
193.528
103.114
114.635
431.511
371.544
319.911
85.996
186.489
69.988
206
194.926
184.447
146.339
294.075
353.875
1.155.892
850.095
625.198
Electrical installation Gas and Water supply installation Sanitary installation Foundation Sound system, AC, lift, etc
85.294
73.855
2.038.887
1.090.505
1.268.817
1.476.285
Water supply network
317.42
269.802
447.877
487.919
512.374
538.055
148.326
314.169
759.422
650.974
648.546
646.127
Oil and Gas pipe network
665.628
1.679.716
1.559.105
439.088
1.027.867
2.406.148
Road and bridge works
9.696.851
10.460.761
15.083.795
18.844.750
19.897.065
21.008.143
Irrigation/drainage
2.412.684
2.106.474
4.975.447
3.845.006
4.553.470
5.392.472
Electricity network
49
Electric power supply and Telecomunication Network Construction or improvement of airport, harbor, bus station, etc Other construction works TOTAL
132.198
110.385
20.973
2.823.137
1.137.230
458.105
728.708
637.34
1.440.669
1.688.968
1.598.572
1.513.014
4.534.600
5.011.568
1.936.391
4.282.534
5.144.678
6.180.386
35.080.237
39.050.643
56.004.537
67.317.918
71.943.309
79.391.287
Sumber: BPS, 2002-2007 Keterangan: *) Angka Sebelumnya
3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Lalu lintas penumpang dan barang yang menggunakan jasa transportasi kereta api mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Pada tahun 1998 saat terjadinya krisis ekonomi, jumlah penumpang dan barang yang menggunakan transportasi ini mengalami penurunan yang kemungkinan diakibatkan oleh daya beli masyarakat
yang
semakin
berkurang.
Pada
tahun
2008
jumlah
penumpang yang menggunakan transportasi kereta api mengalami peningkatan dibandingkan tahun 1995 yaitu dari 145 juta orang menjadi sebanyak 194,08 juta orang dan jumlah barang yang diangkut dari 16,87 juta ton menjadi sebanyak 19,44 juta ton. 250
30.000
200
25.000 20.000
150
Penumpang (Juta)
100
Barang (Ribuan Ton)
15.000 10.000
50
5.000
99 20 01 20 03 20 05 20 07
95
97
19
19
19
99 20 01 20 03 20 05 20 07
19
97
0 19
19
95
0
Sumber: BPS, 1995-2008 (diolah) Gambar 4.4. Jumlah Penumpang dan Barang Melalui Transportasi Kereta Api Indonesia Tahun 1995-2008
50
Panjang jalan di Indonesia pada tahun 2005 adalah 391.009 km. Jika dirinci menurut pengelolaannya maka 8,86 persen diantaranya adalah jalan negara, 10,26 persen jalan provinsi dan 80,88 persen jalan kabupaten/kota. Jika dilihat menurut kondisi permukaannya maka dari panjang jalan tersebut 55,42 persennya sudah beraspal sedangkan sisanya bukan aspal. Panjang jalan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dari sepanjang 327.227 km pada tahun 1995 menjadi 391.009 km di tahun 2005 dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 1,81 persen. Sementara komposisi jalan negara dan provinsi mengalami penurunan di tahun 1999 karena sejak tahun tersebut daerah Timor Timur tidak termasuk ke dalam perhitungan panjang jalan Indonesia. Jumlah
penumpang
dan
barang
dari
bandara
Indonesia
untuk
keberangkatan dalam negeri pada tahun 2005 adalah sebanyak 25,32 juta penumpang dan barang yang diangkut sebanyak 203,36 ribu ton, sedangkan untuk keberangkatan luar negeri sebanyak 5,53 juta orang dan barang yang diangkut sebanyak 139,11 ribu ton (Tabel 4.5). Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari tahun 1995 meskipun pada keberangkatan luar negeri jumlah barang yang diangkut mengalami tren penurunan setiap tahunnya. Penurunan yang besar untuk semua jenis keberangkatan terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1998. Tabel 4.5. Jumlah Penumpang dan Barang Datang dari Bandara Indonesia Tahun 1995-2005 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Keberangkatan Dalam Negeri Penumpang Barang (Ton) (Ribu) 12.948,9 177.880,6 13.546,2 194.350,7 12.499,8 194.819,0 7.863,8 147.718,7 7.045,8 161.032,7 8.654,2 161.201,0
Keberangkatan Luar Negeri Penumpang Barang (Ton) (Ribu) 4.082,0 151.925,6 4.544,5 169.092,9 4.935,8 171.017,0 3.833,0 170.617,4 3.924,3 165.600,2 4.728,4 146.340,0
51
2001 2002 2003 2004 2005
10.394,3 12.193,0 17.459,5 23.029,7 25.329,8
164.135,0 142.455,0 159.723,0 171.141,0 203.356,0
4.516,4 4.744,9 4.275,3 5.290,9 5.528,9
147.008,0 142.854,0 130.207,0 138.449,0 139.108,0
Sumber: BPS, 1995-2005 Transportasi laut berperan penting dalam memperlancar mobilitas barang dan penumpang antar pulau maupun antar negara. Selain harganya yang terjangkau, transportasi ini juga dapat mengangkut muatan dalam jumlah yang besar sehingga perannya cukup penting dalam menunjang perekonomian. Pada tahun 2005, jumlah barang yang dibongkar muat antar pulau dan luar negeri masing-masing sebanyak 312,86 juta ton dan 211,13 juta ton, jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun tersebut jumlah penumpang kapal layar yang berangkat dan datang dari pelabuhan laut Indonesia masing-masing sebanyak 14,74 juta orang dan 13,66 juta orang. Sejak tahun 1998 jumlah penumpang kapal layar terus menurun dari tahun ke tahun meskipun pada tahun 2002 sempat mengalami peningkatan. Jasa komunikasi memegang peranan penting dalam menghubungkan arus informasi lintas daerah maupun lintas negara sehingga perannya sangat dibutuhkan dalam memfasilitasi kemajuan ekonomi suatu negara. Jumlah pelanggan telepon otomatis terus mengalami peningkatan dari tahun 1995, meskipun pada tahun 2005 sempat terjadi penurunan jumlah pelanggan telepon otomatis menjadi sebanyak 8,75 juta pelanggan dari tahun sebelumnya sebanyak 10,05 juta pelanggan. Sedangkan pada tahun 2005, produksi pulsa yang dihasilkan untuk lokal sebesar 22,92 triliun pulsa, SLJJ sebanyak 57,75 miliar menit dan internasional sebanyak 245,60 ribu menit. Jumlah tersebut mengalami penurunan
52
dari tahun sebelumnya kecuali untuk produksi pulsa SLJJ. Banyaknya kantor pos cabang mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi sebanyak 207 unit dari tahun sebelumnya sebanyak 314 unit dan jumlahnya tetap sama hingga tahun 2005, kantor pos tambahan juga tidak mengalami perubahan pada tahun 2005 dari tahun sebelumya yaitu tetap sebanyak 88 unit. Transaksi input dan output yang terjadi antara subsektor-subsektor pengangkutan dan komunikasi dengan sektor lainnya juga dapat diketahui dari Tabel I-O yang sama. Output yang dihasilkan oleh subsektor jasa angkutan kereta api, subsektor jasa angkutan jalan raya, subsektor jasa angkutan sungai dan danau serta subsektor jasa komunikasi paling banyak digunakan sebagai input oleh subsektor jasa perdagangan yaitu masing-masing sebesar 18,39 persen, 22,01 persen, 27,90 persen dan 25,61 persen dari jumlah permintaan antara subsektor tersebut, output subsektor jasa angkutan laut oleh subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal sebesar 8 persen, output subsektor jasa angkutan udara oleh subsektor jasa pemerintahan umum sebesar 23,13 persen dan output subsektor jasa penunjang angkutan oleh subsektor jasa angkutan laut sebesar 19,73 persen. Sementara itu, input yang digunakan oleh subsektor jasa angkutan kereta api, subsektor jasa angkutan laut, subsektor jasa angkutan sungai dan danau serta subsektor jasa angkutan udara paling banyak berasal dari subsektor barang-barang hasil kilang minyak yaitu masing-masing sebesar 24,38 persen, 39,83 persen, 25,70 persen dan 17,21 persen dari jumlah input antara subsektor tersebut. Sedangkan input subsektor jasa angkutan jalan raya paling banyak berasal dari
53
subsektor jasa perbengkelan yaitu sebesar 37,53 persen dan subsektor jasa komunikasi dari subsektor itu sendiri sebesar 34,54 persen.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan meliputi keterkaitan ke depan dimana output sektor
tertentu (sektor i) digunakan sebagai input sektor lain (sektor j) dan keterkaitan ke belakang yang menunjukkan bahwa input sektor tertentu (sektor i) diperoleh dari output sektor lain (sektor j). Pertanian
Keterkaitan total ke belakang
2,50
RKTD II
2,00
Pertambangan & galian
I
Industri pengolahan
1,61 1,50
RKTB
1,00
Listrik,gas & air bersih Bangunan
III
IV
Pengangkutan&komunikasi
0,50
Perdagangan,hotel&restoran
0,00 0,00
1,00
1,61
2,00
3,00
Keterkaitan total ke depan
4,00
Keuangan,persewaan&jasa perusahaan Jasa-jasa
Gambar 5.1. Kuadran Keterkaitan Sektor Perekonomian Indonesia Keterangan:RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang
54
RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan
Tinggi atau rendahnya keterkaitan suatu sektor terhadap sektor perekonomian lainnya dapat dilihat dari nilai koefisien keterkaitan sektor tersebut. Keterkaitan suatu sektor dikatakan tinggi apabila nilainya melebihi nilai rata-rata keterkaitan seluruh sektor yaitu sebesar 1,61 yang ditunjukkan oleh garis vertikal dan horizontal. Pada Gambar 5.1, sektor-sektor ekonomi dibagi ke dalam 4 kuadran, Semua sektor kategori infrastruktur berada pada kuadran II yang berarti bahwa sektor-sektor tersebut memiliki keterkaitan ke belakang yang tinggi, namun rendah untuk keterkaitan ke depannya.
5.1.1. Keterkaitan Total ke Depan Nilai keterkaitan total ke depan selalu memiliki nilai yang lebih besar dari satu karena nilai ini sudah memperhitungkan perubahan output yang bersangkutan sebesar satu satuan. Sektor yang memiliki nilai keterkaitan total ke depan tertinggi berdasarkan klasifikasi 9 sektor adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 3,06. Nilai ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka output sektor tersebut akan meningkatkan output di sektor lainnya sebesar Rp 3,06 juta yang dialokasikan secara langsung dan tidak langsung ke sektor-sektor lainnya termasuk ke sektor itu sendiri. Tabel 5.1. Keterkaitan Total ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 9 Sektor
Sektor Pertanian Pertmbngan & galian
Keterkaitan Total ke Depan Nilai Pringkt 1,52 5 1,53 4
Keterkaitan Total ke Belakang Nilai Pringkt 1,34 8 1,21 9
55
Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan Pengangkutan & komunikasi Perdagangan,hotel & restoran Keuangan,persewaan & jasa perusahaan Jasa-jasa Rata-rata
3,06 1,30 1,16 1,42 1,56 1,62 1,31 1,61
1 8 9 6 3 2 7 -
1,73 2,02 1,85 1,67 1,60 1,43 1,63 1,61
3 1 2 4 6 7 5 -
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Semua sektor kategori infrastruktur mempunyai nilai yang rendah untuk keterkaitan total ke depan karena nilainya berada di bawah nilai rata-rata keterkaitan total ke depan 9 sektor yaitu 1,61. Sektor pengangkutan dan komunikasi menempati peringkat keenam dengan nilai 1,42, kemudian sektor listrik, gas dan air bersih di peringkat kedelapan dengan nilai 1,30 dan di peringkat terakhir adalah sektor bangunan dengan nilai 1,16 (Tabel 5.1). Tabel 5.2. Keterkaitan Total ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 20 Sektor Sektor
Keterkaitan Total ke Depan
Keterkaitan Total ke Belakang
Nilai
Pringkt
Nilai
Pringkt
Pertanian Pertmbngan&gal Indust pengolahan Lstrk & gas Air bersih Bgnan tmpt tinggal&bkn tmpt tinggal Prasarana prtanian Jln,jmbtan&plabuhan
2,04 2,05 6,54 1,63 1,35 1,15 1,02 1,24
5 4 1 7 9 12 18 11
1,34 1,21 1,73 2,03 2,02 1,88 1,89 1,76
16 18 10 2 3 6 5 9
Bgnan&instalasi,lstrk,gas &air brsh&kmnkasi Bgnan lainnya Js angk krta api Js angk jln raya Js angk laut Js angk sungai&danau Js angk udara Js pnunjang angk Js komunikasi Pdgangan,hotel&resto Keu,prswaan&js prsh Jasa-jasa
1,06 1,03 1,01 1,35 1,11 1,04 1,1 1,33 1,36 2,53 2,5 1,75
15 17 19 9 13 16 14 10 8 2 3 6
1,88 1,98 2,12 1,86 1,77 1,56 1,68 1,56 1,28 1,6 1,42 1,63
6 4 1 7 8 14 11 14 17 13 15 12
56
Rata-rata
1,71
-
1,71
-
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
Sektor yang mempunyai nilai keterkaitan total ke depan tertinggi berdasarkan klasifikasi 20 sektor adalah sektor industri pengolahan kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran pada peringkat kedua. Sedangkan semua subsektor kategori infrastruktur memiliki nilai keterkaitan total ke depan yang rendah karena nilainya berada di bawah nilai rata-rata keterkaitan total ke depan 20 sektor yaitu 1,71 (Tabel 5.2). Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa semua sektor kategori infrastruktur memiliki nilai keterkaitan total ke depan yang rendah yang berarti bahwa
sektor-sektor
tersebut
kurang
mempunyai
kemampuan
untuk
meningkatkan output sektor lainnya melalui penyediaan input. Hal ini sesuai dengan kondisi infrastruktur yang terjadi saat ini dimana ada sekitar 101,2 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap listrik, sekitar 23 persen tidak memiliki akses terhadap air bersih, sementara itu komposisi jalan beraspal dari total panjang di Indonesia hanya sekitar 58 persen3. Demikian pula dengan rasio jumlah penduduk yang memiliki akses terhadap jaringan telekomunikasi, menurut Bank Dunia hanya ada sekitar 9,1 persen pelanggan telepon, baik biasa maupun seluler dari sekitar 100 penduduk Indonesia dan hanya ada 1,7 persen dari total penduduk Indonesia yang memiliki akses ke jaringan saluran pembuangan4. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kondisi infrastruktur nasional saat ini bisa dikatakan masih kurang memadai karena kemampuannya 3
4
Berdasarkan artikel berjudul “Kendala Pembiayaan Infrastruktur dan Otonomi Daerah” pada Harian Republika, 28 Mei 2009. Berdasarkan artikel berjudul “Kerapuhan Infrastruktur Indonesia” pada Harian Pikiran Rakyat, 20 Maret 2004.
57
dalam memberikan jasa pelayanan publik masih terbatas baik untuk digunakan sebagai konsumsi masyarakat maupun industri.
5.1.2. Keterkaitan Total ke Belakang Sektor kategori infrastruktur mempunyai nilai yang tinggi untuk keterkaitan total ke belakang karena nilanya berada di atas nilai rata-rata keterkaitan total ke belakang seluruh sektor yaitu 1,61. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai keterkaitan total ke belakang tertinggi diantara sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar 2,02. Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta terhadap sektor tersebut maka sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung membutuhkan input dari sektor-sektor lainnya termasuk dari sektor itu sendiri sebesar Rp 2,02 juta. Sektor kategori infrastruktur lainnya yaitu sektor bangunan berada di peringkat kedua dan sektor pengangkutan dan komunikasi berada di peringkat keempat. Nilai keterkaitan ke belakang infrastruktur yang tinggi menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan output sektor lainnya yang menyediakan input bagi infrastruktur. Sektor-sektor kategori infrastruktur seperti sektor bangunan, sektor pengangkutan dan sektor listrik merupakan konsumen dari industri rekondisi yang menggunakan mesin-mesin bekas impor seperti producer gas, generator gas air, mesin piston pembakaran,
58
turbo jet dan turbo propeller, turbo gas lainnya, hingga derek kapal5. Sehingga dapat dikatakan bahwa keterkaitan infrastruktur cukup besar terutama terhadap sektor industri pengolahan begitu juga terhadap sektor pertambangan dan galian karena proyek-proyek infrastruktur seperti ketenagalistrikan membutuhkan banyak input berupa batu bara dari sektor tersebut. Jika sebelumnya sektor listrik, gas dan air bersih memiliki keterkaitan total ke belakang yang tertinggi untuk klasifikasi 9 sektor, pada klasifikasi 20 sektor, subsektor jasa angkutan kereta api merupakan subsektor infrastruktur yang memiliki nilai tertinggi dan menempati peringkat pertama dengan nilai 2,12, sedangkan sektor listrik dan gas berada di peringkat kedua. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan antara nilai sesudah dan sebelum sektor diagregasi dimana jika dilihat secara lebih rinci maka subsektor jasa angkutan kereta api merupakan subsektor infrastruktur yang menggunakan lebih banyak input dari sektor
lain
dibandingkan
dengan
sektor-sektor
lainnya.
Subsektor
ini
menggunakan banyak input terutama yang berasal dari sektor industri pengolahan dan sektor listrik untuk berproduksi.
5.2.
Analisis Dampak Penyebaran Untuk mengetahui sektor mana saja yang mempunyai kemampuan untuk
mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu atau hilir baik melalui mekanisme transaksi pasar output maupun pasar input dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Nilai koefisien penyebaran merupakan 5
Berdasarkan artikel berjudul “Impor Barang Modal Bekas Disetop 2009” pada Harian Koran Indonesia, 26 Februari 2008.
59
keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Sedangkan nilai kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Gambar 5.2 menunjukkan bahwa posisi suatu sektor di dalam kuadran ditentukan oleh tinggi atau rendahnya nilai koefisien dan kepekaan penyebaran sektor tersebut. Suatu sektor dikatakan mempunyai nilai yang tinggi apabila nilai koefisien atau kepekaan penyebarannya lebih besar dari satu yang ditunjukkan oleh garis horizontal dan vertikal. Terdapat lima sektor yang menempati kuadran kedua dimana tiga diantaranya merupakan sektor kategori infrastruktur. Hal ini mengandung arti bahwa sektor-sektor tersebut memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih tinggi daripada kepekaan penyebarannya. Pertanian
1,40 Koefisien Penyebaran
1,20
II
Pertambangan&galian
I
1,00
Industri pengolahan
0,80
Listrik,gas&air bersih
0,60
III
IV
Bangunan
0,40
Pengangkutan&komunikasi
0,20 Perdagangan,hotel&restoran 0,00 0,00
0,50
1,00
1,50
Kepekaan Penyebaran
2,00
Keuangan,persewaan&jasa perusahaan Jasa-jasa
Gambar 5.2. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian
60
Indonesia 5.2.1. Koefisien Penyebaran Nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkatkan output sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut. Sedangkan nilai kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu dalam menarik sektor hulunya. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran tertinggi berdasarkan klasifikasi 9 sektor adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 1,26. Sedangkan semua sektor kategori infrastruktur lainnya memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu yang menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan produksi dari sektor hulunya. Tabel 5.3. Nilai Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Klasifikasi 9 Sektor Sektor Pertanian Pertmbngan & galian Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan Pengangkutan & komunikasi Perdagangan,hotel & restoran Keuangan,persewaan & jasa perusahaan Jasa-jasa
Koefisien Penyebaran Nilai Pringkt 0,83 8 0,75 9 1,07 3 1,26 1 1,15 2 1,04 4 1,00 6 0,89 7 1,01 5
Kepekaan Penyebaran Nilai Pringkt 0,94 5 0,95 4 1,90 1 0,81 8 0,72 9 0,88 6 0,97 3 1,01 2 0,82 7
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Berdasarkan klasifikasi 20 sektor (Tabel 5.4), subsektor jasa angkutan kereta api memiliki nilai koefisien penyebaran terbesar diantara sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar 1,24. Subsektor kategori infrastruktur lainnya
61
memiliki nilai lebih besar dari satu, kecuali subsektor jasa angkutan sungai dan danau, subsektor jasa angkutan udara, subsektor jasa penunjang angkutan dan subsektor jasa komunikasi.
5.2.2.
Kepekaan Penyebaran Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sektor yang mempunyai nilai kepekaan
penyebaran tertinggi yaitu sektor industri pengolahan sebesar 1,90. Nilai kepekaan penyebaran lebih besar dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya yang memakai input dari sektor tersebut. Sementara itu untuk sektor kategori infrastruktur sendiri yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yang menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut kurang mampu dalam mendorong sektor hilirnya. Sementara itu jika dilihat berdasarkan klasifikasi 20 sektor, semua subsektor kategori infrastruktur mempunyai nilai kurang dari satu. Tabel 5.4. Nilai Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Klasifikasi 20 Sektor Sektor Pertanian Pertmbngan&gal Indust pengolahan Lstrk & gas Air bersih Bgnan tmpt tinggal&bkn tmpt tinggal Prasarana prtanian Jln,jmbtan&plabuhan Bgnan&instalasi,lstrk,gas &air brsh&kmnkasi Bgnan lainnya Js angk krta api
Koefisien Penyebaran Nilai Pringkt 0,78 15 0,71 17 1,01 9 1,19 2 1,18 3 1,10 5 1,10 5 1,03 8
Kepekaan Penyebaran Nilai Pringkt 1,19 5 1,20 4 3,83 1 0,95 7 0,79 9 0,67 12 0,60 17 0,73 11
1,10 1,16 1,24
0,62 0,60 0,59
5 4 1
15 17 18
62
Js angk jln raya Js angk laut Js angk sungai&danau Js angk udara Js pnunjang angk Js komunikasi Pdgangan,hotel&resto Keu,prswaan&js prsh Jasa-jasa
1,09 1,04 0,91 0,98 0,91 0,75 0,94 0,83 0,95
6 7 13 10 13 16 12 14 11
0,79 0,65 0,61 0,64 0,78 0,80 1,48 1,46 1,02
9 13 16 14 10 8 2 3 6
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
5.3.
Analisis Multiplier Analisis multiplier digunakan untuk melihat dampak perubahan atau
peningkatan permintaan akhir infrastruktur (sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi) terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan perubahan jenis multiplier. Ada dua tipe multiplier yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu multiplier tipe I dan tipe II yang digunakan untuk analisis multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Multiplier tipe I akan diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka, sedangkan multiplier tipe II diperoleh dari matriks kebalikan Leontief tertutup yang memasukkan rumah tangga sebagai variabel endogen. Nilai multiplier tipe II akan selalu lebih besar dari multiplier tipe I, hal tersebut dikarenakan pada multiplier tipe II sudah memperhitungkan konsumsi rumah tangga.
5.3.1. Multiplier Output Tabel 5.5 memperlihatkan multiplier output sektor-sektor perekonomian Indonesia. Berdasarkan klasifikasi 9 sektor dapat dilihat bahwa sektor kategori
63
infrastruktur yang memiliki nilai multiplier output tipe I terbesar dan berada di peringkat pertama diantara sektor perekonomian lainnya adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 2,02. Nilai ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor tersebut sebesar Rp 1 juta maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 2,02 juta. Sementara itu, sektor kategori infrastruktur lainnya yaitu sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing mempunyai nilai sebesar 1,85 dan 1,67. Jika dilihat dari multiplier output tipe II, sektor listrik, gas dan air bersih masih tetap memiliki nilai terbesar untuk kategori infrastruktur dan berada di peringkat kedua diantara sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar 2,45. Nilai ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut sebesar Rp 1 juta maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 2,45 juta. Sementara itu sektor kategori infrastruktur lainnya yaitu sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi masingmasing mempunyai nilai sebesar 2,32 dan 2,19. Tabel 5.5. Multiplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Sektor
Efek Awal
Efek Putaran Pertama
Efek Dukungan Industri
Efek Induksi Konsumsi
Efek Total
Tipe I
Tipe II
Pertanian
1,00
0,22
0,13
0,42
1,76
1,34
1,76
Pertmbngan&gal
1,00
0,15
0,07
0,27
1,48
1,21
1,48
Indust pengolahan
1,00
0,47
0,26
0,40
2,13
1,73
2,13
-Lstrk,gas&air bersih
1,00
0,62
0,41
0,42
2,45
2,02
2,45
Lstrk & gas
1,00
0,62
0,40
0,41
2,43
2,03
2,43
Air bersih
1,00
0,55
0,47
0,63
2,65
2,02
2,65
-Bangunan Bgnan tmpt tinggal&bkn tmpt tinggal
1,00
0,52
0,32
0,47
2,32
1,85
2,32
1,00
0,53
0,35
0,42
2,30
1,88
2,30
Prasarana prtanian
1,00
0,55
0,34
0,59
2,47
1,89
2,47
Jln,jmbtan&plabuhan Bgnan&instalasi,lstrk,gas&air brsh&kmnkasi
1,00
0,49
0,27
0,49
2,26
1,76
2,26
1,00
0,54
0,34
0,51
2,39
1,88
2,39
Bgnan lainnya
1,00
0,61
0,37
0,49
2,47
1,98
2,47
-Pngkutan&komunikasi
1,00
0,40
0,27
0,52
2,19
1,67
2,19
64
Js angk krta api
1,00
0,64
0,48
0,72
2,84
2,12
2,84
Js angk jln raya
1,00
0,52
0,34
0,63
2,49
1,86
2,49
Js angk laut
1,00
0,47
0,31
0,40
2,18
1,77
2,18
Js angk sungai&danau
1,00
0,34
0,21
0,53
2,09
1,56
2,09
Js angk udara
1,00
0,42
0,26
0,47
2,14
1,68
2,14
Js pnunjang angk
1,00
0,34
0,21
0,60
2,16
1,56
2,16
Js komunikasi
1,00
0,18
0,10
0,38
1,66
1,28
1,66
Pdgangan,hotel&resto
1,00
0,38
0,23
0,51
2,11
1,60
2,11
Keu,prswaan&js prsh
1,00
0,27
0,15
0,42
1,84
1,42
1,84
Jasa-jasa
1,00
0,38
0,25
0,87
2,50
1,63
2,50
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 dan 20 sektor (diolah)
Berdasarkan klasifikasi 20 sektor, subsektor kategori infrastruktur yang mempunyai nilai multiplier output tipe I terbesar dan berada di peringkat pertama diantara sektor perekonomian lainnya adalah subsektor jasa angkutan kereta api yaitu sebesar 2,12, kemudian diikuti oleh subsektor listrik dan gas serta subsektor air bersih masing-masing dengan nilai sebesar 2,03 dan 2,02. Jika dilihat dari multiplier output tipe II, subsektor jasa angkutan kereta api masih mempunyai nilai terbesar diantara sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar 2,84, kemudian diikuti oleh subsektor air bersih dan subsektor jasa-jasa dengan nilai masingmasing sebesar 2,65 dan 2,50. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa apabila dilihat secara rinci maka subsektor angkutan kereta api lebih berperan dalam meningkatkan output dibandingkan dengan subsektor listrik dan gas serta subsektor air bersih. Sebagai sarana transportasi massal yang harganya cukup terjangkau, subsektor tersebut mempunyai peranan yang penting dalam memperlancar mobilitas faktor produksi juga dalam mendukung distribusi komoditi dan perdagangan antar daerah.
5.3.2. Multiplier Pendapatan
65
Berdasarkan klasifikasi 9 sektor, sektor kategori infrastruktur yang mempunyai nilai multiplier pendapatan tipe I terbesar dan berada di peringkat pertama diantara sektor perekonomian lainnya adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 2,29. Nilai ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor tersebut sebesar Rp 1 juta maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 2,29 juta. Sedangkan sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing mempunyai nilai sebesar 1,87 dan 1,71. Dilihat dari multiplier pendapatan tipe II, untuk sektor kategori infrastruktur, sektor listrik, gas dan air bersih juga memiliki nilai terbesar diantara sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar 2,98. Nilai ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 2,98 juta. Sedangkan sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai nilai masing-masing sebesar 2,43 dan 2,23. Tabel 5.6. Multiplier Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Sektor
Efek Awal
Efek Putaran Pertama
Efek Dukungan Industri
Efek Induksi Konsumsi
Efek Total
Tipe I
Tipe II
Pertanian
0,17
0,03
0,02
0,07
0,29
1,29
1,68
Pertmbngan&gal
0,11
0,02
0,01
0,04
0,19
1,26
1,64
Indust pengolahan
0,11
0,06
0,04
0,06
0,27
1,97
2,56
-Lstrk,gas&air bersih
0,10
0,07
0,06
0,07
0,29
2,29
2,98
Lstrk & gas
0,09
0,07
0,06
0,06
0,28
2,42
3,15
Air bersih
0,19
0,08
0,07
0,10
0,43
1,79
2,34
-Bangunan Bgnan tmpt tinggal&bkn tmpt tinggal
0,13
0,07
0,05
0,07
0,32
1,87
2,43
0,11
0,07
0,05
0,07
0,29
2,11
2,75
Prasarana prtanian
0,19
0,07
0,05
0,09
0,40
1,65
2,15
Jln,jmbtan&plabuhan
0,16
0,06
0,04
0,08
0,34
1,67
2,18
66
Bgnan&instalasi,lstrk,gas&air brsh&kmnkasi
0,15
0,07
0,05
0,08
0,35
1,84
2,39
Bgnan lainnya
0,12
0,08
0,05
0,08
0,34
2,15
2,80
-Pngkutan&komunikasi
0,16
0,07
0,04
0,08
0,36
1,71
2,23
Js angk krta api
0,23
0,09
0,07
0,12
0,50
1,67
2,17
Js angk jln raya
0,17
0,11
0,05
0,10
0,44
1,96
2,56
Js angk laut
0,10
0,07
0,05
0,06
0,28
2,17
2,82
Js angk sungai&danau
0,19
0,05
0,03
0,08
0,37
1,45
1,88
Js angk udara
0,14
0,07
0,04
0,07
0,32
1,73
2,26
Js pnunjang angk
0,23
0,06
0,03
0,10
0,42
1,41
1,83
Js komunikasi
0,16
0,03
0,01
0,06
0,26
1,28
1,67
Pdgangan,hotel&resto
0,18
0,06
0,03
0,08
0,35
1,51
1,97
Keu,prswaan&js prsh
0,15
0,05
0,02
0,07
0,29
1,45
1,89
Jasa-jasa
0,36
0,06
0,04
0,14
0,60
1,26
1,65
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 dan 20 sektor (diolah)
Berdasarkan klasifikasi 20 sektor, subsektor kategori infrastruktur yang mempunyai nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II terbesar dan berada di peringkat pertama diantara sektor perekonomian lainnya adalah subsektor listrik dan gas, masing-masing dengan nilai sebesar 2,42 dan 3,15. Kemudian diikuti oleh subsektor jasa angkutan laut dan subsektor bangunan lainnya. Untuk nilai multiplier pendapatan yang lain, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. Subsektor listrik dan gas mempunyai nilai multiplier pendapatan yang besar baik pada klasifikasi 9 sektor maupun 20 sektor. Peranannya sangat penting karena hampir semua sektor menggunakan input yang berasal dari sektor tersebut untuk
menjalankan
produksi
sehingga
dapat
membantu
meningkatkan
produktivitas dan kapasitas produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dari sektor-sektor tersebut. Selain subsektor listrik dan gas, subsektor jasa angkutan laut juga memiliki nilai multiplier pendapatan yang cukup besar, perannya ditunjukkan melalui pelayanan distribusi komoditi lintas pulau sehingga dapat memperluas jaringan pemasaran dari sektor-sektor lain.
67
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja Berdasarkan klasifikasi 9 sektor, infrastruktur yang mempunyai nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II terbesar dan berada di peringkat pertama diantara sektor perekonomian lainnya adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu masing-masing sebesar 6,20 dan 10,83. Nilai multiplier tenaga kerja tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor tersebut, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 6 orang. Sedangkan nilai multiplier tenaga kerja tipe II menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 11 orang. Sementara itu, sektor bangunan mempunyai nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II sebesar 2,46 dan 3,57 sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai nilai sebesar 1,68 dan 2,43 untuk jenis multiplier yang sama. Berdasarkan klasifikasi 20 sektor, subsektor kategori infrastruktur yang mempunyai nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II terbesar dan berada di peringkat pertama diantara sektor perekonomian lainnya adalah subsektor listrik dan gas masing-masing sebesar 6,84 dan 11,74. Untuk nilai multiplier tenaga kerja yang lain, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 Sektor
Efek Awal
Efek Putaran Pertama
Efek Dukungan Industri
Efek Induksi Konsumsi
Efek Total
Tipe I
Tipe II
Pertanian
0,08
0,01
0,00
0,01
0,10
1,12
1,23
Pertmbngan&gal
0,00
0,00
0,00
0,01
0,01
1,85
4,11
Indust pengolahan
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
3,99
5,47
-Lstrk,gas&air bersih
0,00
0,00
0,01
0,01
0,02
6,20
10,83
68
Lstrk & gas
0,00
0,00
0,01
0,01
0,02
6,84
11,74
Air bersih
0,00
0,00
0,01
0,01
0,03
3,49
7,12
-Bangunan Bgnan tmpt tinggal&bkn tmpt tinggal
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
2,46
3,57
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
2,96
4,22
Prasarana prtanian
0,01
0,01
0,01
0,01
0,04
2,12
3,10
Jln,jmbtan&plabuhan Bgnan&instalasi,lstrk,gas&air brsh&kmnkasi
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
2,01
3,00
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
2,33
3,43
Bgnan lainnya
0,01
0,01
0,01
0,01
0,04
3,08
4,36
-Pngkutan&komunikasi
0,02
0,01
0,01
0,01
0,04
1,68
2,43
Js angk krta api
0,02
0,01
0,01
0,02
0,05
1,67
2,40
Js angk jln raya
0,02
0,01
0,01
0,01
0,04
1,89
2,76
Js angk laut
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
2,29
3,24
Js angk sungai&danau
0,02
0,00
0,00
0,01
0,04
1,47
2,10
Js angk udara
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
1,80
2,56
Js pnunjang angk
0,02
0,00
0,00
0,01
0,04
1,35
1,97
Js komunikasi
0,01
0,00
0,00
0,01
0,03
1,24
1,80
Pdgangan,hotel&resto
0,03
0,01
0,00
0,01
0,05
1,41
1,80
Keu,prswaan&js prsh
0,00
0,00
0,00
0,01
0,02
2,21
4,47
Jasa-jasa
0,02
0,01
0,01
0,02
0,05
1,48
2,31
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 dan 20 sektor (diolah)
Sektor industri pengolahan mempunyai nilai multiplier tenaga kerja yang lebih rendah daripada sektor listrik, gas dan air bersih jika nilai keduanya dibandingkan. Meskipun sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang lebih padat modal dan menggunakan sedikit tenaga kerja namun kemampuannya dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian Indonesia lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
5.4.
Simulasi Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia Analisis dampak investasi ini dilakukan untuk melihat perubahan yang
terjadi pada output, pendapatan dan tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Indonesia akibat adanya pertumbuhan investasi infrastruktur yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi pada bagian awal analisis. Pada bagian selanjutnya sektor-sektor infrasturktur
69
tersebut didisagregasi kembali menjadi 14 subsektor untuk melihat pengaruhnya secara lebih rinci. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab 3.3 di halaman 36 bahwa shock yang dilakukan pada infrastruktur dalam penelitian ini adalah sebesar Rp 150 triliun. Dampak yang akan diteliti adalah dampak total yang merupakan penjumlahan dari dampak industri dan konsumsi.
1. Dampak Investasi Rp 150 Triliun Pada Infrastruktur dengan Alokasi Total Pada bagian awal ini akan dilihat bagaimana dampak yang ditimbulkan terhadap perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja sektor perekonomian Indonesia jika terjadi pertumbuhan investasi pada masing-masing sektor kategori infrastruktur sebesar Rp 150 triliun dengan mengasumsikan pertumbuhan investasi pada sektor lainnya nol. a. Dampak terhadap Output Secara umum dengan pertumbuhan investasi pada infrastruktur sebesar Rp 150 triliun akan menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 347,68 triliun. Sedangkan apabila pertumbuhan investasi tersebut terjadi di sektor listrik, gas dan air bersih maka output total yang akan dihasilkan di seluruh sektor perekonomian adalah sebesar Rp 366,99 triliun. Investasi pada sektor bangunan dengan jumlah yang sama akan menghasilkan output total sebesar Rp 347,44 triliun, sedangkan jika diinvestasikan pada sektor pengangkutan dan komunikasi akan menghasilkan output total sebesar Rp 328,60 triliun (Tabel 5.8). Tabel 5.8. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Perubahan Output Klasifikasi 9 Sektor (Miliar Rupiah) Sektor
Dampak Investasi pd
Dampak Investasi
Dampak Investasi
70
Pertanian Pertmbngan & galian Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan Pengangkutan & komunikasi Perdagangan,hotel & restoran Keuangan,persewaan & jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Lstrk,gas & air bersih Nilai % 14.663,2 4,00 32.373,2 8,82 81.469,0 22,20 179.521,9 48,92 3.318,4 0,90 11.223,6 3,06
pd Bangunan Nilai 18.875,4 14.496,3 88.396,5 3.110,5 151.898,7 14.369,7
% 5,43 4,17 25,44 0,90 43,72 4,14
pd Pengangkutan & komunikasi Nilai % 14.447,0 4,40 4.918,4 1,50 65.279,1 19,87 4.731,8 1,44 4.331,2 1,32 171.586,4 52,22
22.126,9
6,03
30.185,9
8,69
23.118,4
7,04
14.473,4 7.815,8 366.985,3
3,94 2,13 100
16.836,3 9.272,8 347.442,2
4,85 2,67 100
17.197,4 22.988,7 328.598,4
5,23 7,00 100
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Pertumbuhan investasi sektor listrik, gas dan air bersih berdampak paling besar terhadap sektor itu sendiri karena merupakan dampak langsung dari peningkatan investasi sektor tersebut yaitu sebesar Rp 179,52 triliun atau 48,92 persen dari total peningkatan output. Sementara itu dampak tidak langsung terbesar dari pertumbuhan investasi sektor tersebut adalah terhadap sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 81,47 triliun, sedangkan yang terkecil adalah terhadap sektor bangunan yaitu sebesar Rp 3,32 triliun. Dampak dari perubahan investasi sektor bangunan memperlihatkan dampak langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar Rp 151,90 triliun atau 43,72 persen dari total peningkatan output. Dampak tidak langsung terbesar dari pertumbuhan investasi sektor tersebut adalah terhadap sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 88,40, sedangkan yang terkecil adalah terhadap sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar Rp 3,11 triliun. Sedangkan pertumbuhan investasi sektor pengangkutan dan komunikasi berdampak langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar Rp 171,59 triliun atau 52,22 persen dari total peningkatan output. Dampak tidak langsung terbesar
71
pertumbuhan investasi sektor tersebut masih pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 65,28 triliun dan yang terkecil adalah terhadap sektor bangunan yaitu sebesar Rp 4,33 triliun. b. Dampak terhadap Pendapatan Secara umum dengan pertumbuhan investasi pada infrastruktur sebesar Rp 150 triliun akan mempengaruhi pendapatan total di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 48,61 triliun. Pertumbuhan investasi tersebut dapat mempengaruhi pendapatan total di seluruh perekonomian sebesar Rp 43,65 triliun jika terjadi pada sektor listrik, gas dan air bersih, sebesar Rp 48,43 triliun jika terjadi pada sektor bangunan dan sebesar Rp 53,75 triliun jika terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 5.9). Tabel 5.9. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Perubahan Pendapatan Klasifikasi 9 Sektor (Miliar Rupiah) Sektor Pertanian Pertmbngan & galian Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan Pengangkutan & komunikasi Perdagangan,hotel & restoran Keuangan,persewaan & jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Dampak Investasi pd Lstrk,gas & air bersih Nilai % 2.530,9 5,80 3.650,7 8,36 8.704,8 19,94 17.546,8 40,20 441,1 1,01 1.807,2 4,14
Dampak Investasi pd Bangunan Nilai 3.258,0 1.634,8 9.445,0 304,0 20.189,2 2.313,8
% 6,73 3,38 19,50 0,63 41,69 4,78
Dampak Investasi pd Pengangkutan & komunikasi Nilai % 2.493,6 4,64 554,6 1,03 6.975,0 12,98 462,5 0,86 575,7 1,07 27.628,7 51,40
3.931,1
9,01
5.362,9
11,07
4.107,3
7,64
2.199,6 2.834,2 43.646,6
5,04 6,49 100
2.558,8 3.362,5 48.429,0
5,28 6,94 100
2.613,6 8.336,3 53.747,3
4,86 15,51 100
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih secara langsung akan mempengaruhi pendapatan di sektor itu sendiri sebesar Rp 17,55 triliun atau sebesar 40,20 persen dari total perubahan pendapatan. Dampak tidak
72
langsung terbesar akibat adanya pertumbuhan investasi di sektor tersebut adalah terhadap sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 8,70 triliun, sedangkan yang terkecil adalah terhadap sektor bangunan yaitu sebesar Rp 441,1 miliar. Pertumbuhan investasi pada sektor bangunan secara langsung berdampak terhadap pendapatan sektor itu sendiri sebesar Rp 20,19 triliun atau sebesar 41,69 persen dari total perubahan pendapatan. Dampak tidak langsung terbesar akibat adanya pertumbuhan investasi di sektor tersebut adalah terhadap sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 9,45 triliun sedangkan yang terkecil adalah terhadap sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar Rp 304 miliar. Sedangkan pertumbuhan investasi sektor pengangkutan dan komunikasi berdampak langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar Rp 27,63 triliun atau sebesar 51,40 persen dari total perubahan pendapatan. Dampak tidak langsung terbesar akibat adanya pertumbuhan investasi di sektor tersebut adalah terhadap sektor jasa-jasa yaitu sebesar Rp 8,34 triliun dan yang terkecil adalah terhadap sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar Rp 462,5 miliar. c. Dampak terhadap Tenaga Kerja Secara umum dengan pertumbuhan investasi pada infrastruktur sebesar Rp 150 triliun akan mempengaruhi perubahan tenaga kerja total sebesar 4,50 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Jika pertumbuhan investasi tersebut terjadi pada sektor listrik, gas dan air bersih maka akan mempengaruhi perubahan jumlah tenaga kerja total di seluruh sektor perekonomian sebesar 3,19 juta orang. Kemudian investasi pada sektor bangunan dengan jumlah yang sama akan mempengaruhi perubahan jumlah tenaga kerja total sebesar 4,86 juta orang,
73
sedangkan jika diinvestasikan pada sektor pengangkutan dan komunikasi akan mempengaruhi perubahan jumlah tenaga kerja total sebesar 5,46 juta orang. Berdasarkan Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa perubahan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih akan menyebabkan perubahan terhadap penyerapan tenaga kerja secara langsung pada sektor tersebut sebesar 353 ribu orang atau 11,06 persen dari total perubahan tenaga kerja. Dampak tidak langsung terbesar akibat adanya pertumbuhan investasi di sektor tersebut adalah terhadap sektor pertanian yaitu sebesar 1,23 juta orang, sedangkan yang terkecil adalah terhadap sektor bangunan yaitu hanya sebesar 30 ribu orang. Tabel 5.10. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Perubahan Tenaga Kerja Klasifikasi 9 Sektor (Ribu Orang) Sektor Pertanian Pertmbngan & galian Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih Bangunan Pengangkutan & komunikasi Perdagangan,hotel & restoran Keuangan,persewaan & jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Dampak Investasi pd Lstrk,gas & air bersih Nilai % 1.230,9 38,53 83,1 2,60 473,5 14,82 353,2 11,06 30,1 0,94
Dampak Investasi pd Bangunan Nilai 1.584,5 37,2 513,8 6,1 1.379,3
% 32,60 0,77 10,57 0,13 28,38
Dampak Investasi pd Pengangkutan & komunikasi Nilai % 1.212,7 22,23 12,6 0,23 379,4 6,95 9,3 0,17 39,3 0,72
167,9
5,26
214,9
4,42
2.566,2
47,03
622,2
19,48
848,9
17,46
650,1
11,91
57,5 176,2 3.194,7
1,80 5,52 100
66,9 209,1 4.860,7
1,38 4,30 100
68,3 518,3 5.456,4
1,25 9,50 100
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Pertumbuhan investasi pada sektor bangunan akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar 1,38 juta orang atau 28,38 persen dari total perubahan tenaga kerja. Dampak tidak langsung terbesar akibat adanya pertumbuhan investasi di sektor tersebut adalah terhadap sektor pertanian yaitu sebesar 1,58 juta orang, sedangkan yang terkecil
74
adalah terhadap sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 6,10 ribu orang. . Sedangkan pertumbuhan investasi sektor pengangkutan dan komunikasi akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar 2,57 juta orang atau sebesar 47,03 persen dari total perubahan tenaga kerja. Dampak tidak langsung terbesar akibat adanya pertumbuhan investasi di sektor tersebut masih terjadi pada sektor pertanian yaitu sebesar 1,21 juta orang dan yang terkecil adalah terhadap sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 9,30 ribu orang.
2. Dampak Investasi Rp 150 Triliun Pada Infrastruktur dengan Alokasi Merata Pada bagian ini akan dilihat bagaimana dampak yang ditimbulkan terhadap perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja apabila terjadi pertumbuhan pada investasi sektor-sektor kategori infrastruktur sebesar Rp 150 triliun yang dialokasikan secara merata pada masing-masing sektor tersebut. Untuk klasifikasi 9 sektor akan disimulasikan apabila masing-masing sektor kategori infrastruktur mendapatkan tambahan investasi sebesar Rp 50 triliun, dan sebesar Rp 10,71 triliun pada masing-masing 14 subsektor kategori infrastruktur untuk klasifikasi 20 sektor. Tabel 5.11. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Output (Miliar Rupiah), Pendapatan (Miliar Rupiah) dan Tenaga Kerja (Ribu Orang) Klasifikasi 9 Sektor Sektor Pertanian Pertmbngan & galian Industri pengolahan Listrik,gas & air bersih
Output Nilai % 15.995,2 4,6 17.262,6 5,0 78.381,5 22,5 62.454,7 18,0
Pendapatan Nilai % 2.760,9 5,7 1.946,7 4,0 8.374,9 17,2 6.104,4 12,6
Tenaga Kerja Nilai % 1.342,7 29,8 44,3 1,0 455,6 10,1 122,9 2,7
75
Bangunan Pengangkutan & komunikasi Perdagangan,hotel & restoran Keuangan,persewaan & jasa perusahaan Jasa-jasa Total
53.182,8 65.726,6 25.143,7 16.169,0 13.359,1 347.675,3
15,3 18,9 7,2 4,7 3,8 100
7.068,6 10.583,2 4.467,1 2.457,3 4.844,4 48.607,6
14,5 21,8 9,2 5,1 10,0 100
482,9 983,0 707,1 64,3 301,2 4.503,9
10,7 21,8 15,7 1,4 6,7 100
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Berdasarkan Tabel 5.11, pada sisi output, dampak investasi infrastruktur akan memberikan tambahan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 347,68 triliun. Dampak langsung yang terjadi adalah sebesar Rp 181,36 triliun dan dampak tidak langsungnya adalah sebesar Rp 166,32 triliun. Pada dampak langsung infrastruktur, yang paling berpengaruh terhadap dampak investasi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, kemudian sektor listrik, gas dan air bersih dan terakhir adalah sektor bangunan. Sedangkan dampak tidak langsung terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan. Pada sisi pendapatan, dampak investasi infrastruktur akan memberikan tambahan pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 48,61 triliun. Dampak langsung yang terjadi adalah sebesar Rp 23,76 triliun dan dampak tidak langsungnya adalah sebesar Rp 24,85 triliun. Pada dampak langsung infrastruktur, yang paling berpengaruh terhadap dampak investasi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, kemudian sektor bangunan dan terakhir adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan dampak tidak langsung terbesarnya masih terjadi pada sektor industri pengolahan. Pada sisi tenaga kerja, dampak investasi infrastruktur akan memberikan tambahan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 4,50 juta orang. Dampak langsung dari investasi tersebut adalah sebesar 1,59 juta orang dan
76
dampak tidak langsungnya adalah sebesar 2,91 juta orang. Pada dampak langsung infrastruktur, yang paling berpengaruh terhadap dampak investasi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yang dilanjutkan oleh sektor bangunan dan terakhir adalah sektor listrik gas, dan air bersih. Sedangkan dampak tidak langsung terbesarnya terjadi pada sektor pertanian. Berdasarkan Tabel 5.12 akan dilihat bagaimana dampak yang ditimbulkan jika terjadi pertumbuhan investasi pada masing-masing subsektor kategori infrastruktur sebesar Rp 10,71 triliun. Pada sisi output, dampak investasi infrastruktur akan memberikan tambahan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 348,42 triliun. Dampak langsung yang terjadi adalah sebesar Rp 184,93 triliun dan dampak tidak langsungnya adalah sebesar Rp 163,49 triliun. Pada dampak langsung infrastruktur, yang paling berpengaruh terhadap dampak investasi adalah subsektor listrik dan gas, kemudian diikuti oleh subsektor jasa angkutan jalan raya di peringkat kedua. Sedangkan dampak langsung terbesarnya terjadi pada sektor industri pengolahan dan diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tabel 5.12. Dampak Pertumbuhan Investasi Infrastruktur terhadap Output (Miliar Rupiah), Pendapatan (Miliar Rupiah) dan Tenaga Kerja (Ribu Orang) Klasifikasi 20 Sektor Sektor Pertanian Pertmbngan&gal Indust pengolahan Lstrk & gas Air bersih Bgnan tmpt tinggal&bkn tmpt tinggal Prasarana prtanian Jln,jmbtan&plabuhan Bgnan&instalasi,lstrk,gas&air
Output Nilai % 16.794,4 4,8 11.006,4 3,2 77.240,1 22,2 18.253,3 5,2 14.576,0 4,2 12.006,4 3,4 10.849,0 3,1 13.197,8 3,8 11.341,9 3,3
Pendapatan Nilai % 2.898,8 5,4 1.241,2 2,3 8.253,0 15,4 1.612,1 3,0 2.706,5 5,0 1.272,6 2,4 2.035,5 3,8 2.057,5 3,8 1.656,7 3,1
Tenaga Kerja Nilai % 1.409,8 27,2 28,3 0,5 448,9 8,7 32,4 0,6 54,5 1,1 86,9 1,7 139,1 2,7 140,6 2,7 113,2 2,2
77
brsh&kmnkasi Bgnan lainnya Js angk krta api Js angk jln raya Js angk laut Js angk sungai&danau Js angk udara Js pnunjang angk Js komunikasi Pdgangan,hotel&resto Keu,prswaan&js prsh Jasa-jasa Total
11.020,8 10.914,2 16.385,6 12.205,6 11.247,3 12.394,8 14.607,3 15.929,5 26.936,1 18.438,6 13.073,2 348.418,2
3,2 3,1 4,7 3,5 3,2 3,6 4,2 4,6 7,7 5,3 3,8 100
1.330,2 2.493,1 2.788,0 1.198,4 2.181,9 1.766,8 3.307,9 2.502,8 4.785,5 2.802,3 4.740,7 53.631,4
2,5 4,6 5,2 2,2 4,1 3,3 6,2 4,7 8,9 5,2 8,8 100
90,9 231,6 259,0 111,3 202,7 164,1 307,2 232,5 757,5 73,3 294,8 5.178,4
1,8 4,5 5,0 2,1 3,9 3,2 5,9 4,5 14,6 1,4 5,7 100
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
Pada sisi pendapatan, dampak investasi infrastruktur akan memberikan tambahan pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 53,63 triliun. Dampak langsung yang terjadi adalah sebesar Rp 28,91 triliun dan dampak tidak langsungnya adalah sebesar Rp 24,72 triliun. Pada dampak langsung infrastruktur, yang paling berpengaruh terhadap dampak investasi adalah subsektor jasa penunjang angkutan, kemudian diikuti oleh subsektor jasa angkutan jalan raya di peringkat kedua. Sedangkan dampak tidak langsung terbesarnya terjadi pada sektor industri pengolahan yang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada sisi tenaga kerja, dampak investasi infrastruktur akan memberikan tambahan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 5,19 juta orang. Dampak langsung yang terjadi adalah sebesar 2,17 juta orang dan dampak tidak langsungnya adalah sebesar 3,02 juta orang. Pada dampak langsung infrastruktur, yang paling berpengaruh terhadap dampak investasi masih sama seperti sebelumnya yaitu subsektor jasa penunjang angkutan, kemudian diikuti oleh subsektor jasa angkutan jalan raya di peringkat kedua. Sedangkan dampak
78
langsung terbesarnya masih terjadi pada sektor pertanian yang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
1. Infrastruktur memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke depannya yang berarti bahwa infrastruktur lebih berperan dalam meningkatkan output sektor lain untuk digunakan sebagai input dibandingkan dengan kemampuannya dalam meningkatkan output sektor lain yang menggunakan input dari infrastruktur. 2. Semua sektor kategori infrastruktur memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu, namun kurang dari satu untuk kepekaan penyebaran. Nilai tersebut berarti bahwa infrastruktur lebih mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. 3. Semua sektor kategori infrastruktur memberikan dampak multiplier yang positif terhadap sektor perekonomian lain.
79
4. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total, sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap perubahan pendapatan dan tenaga kerja total.
6.2.
Saran
1. Guna meningkatkan peranan infrastruktur di Indonesia hendaknya pemerintah lebih
berupaya
untuk
mendorong
kapasitas
produksinya
karena
kemampuannya masih kurang dalam menyediakan input bagi sektor lain, diantaranya adalah dengan membangun proyek-proyek infrastruktur yang tepat juga mengatasi berbagai kendala investasinya sehingga dapat menarik kembali minat dari investor untuk berinvestasi pada sektor tersebut. 2. Berdasarkan hasil analisis dampak investasi, jika pemerintah ingin meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi infrastruktur sebaiknya dialokasikan pada sektor listrik, gas dan air bersih, karena nilainya merupakan yang paling besar diantara sektor kategori infrastruktur
lainnya.
Sedangkan
apabila
tujuan
pemerintah
ingin
meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sektor pengangkutan dan komunikasi. 3. Penelitian ini masih bersifat makro sehingga perlu penelitian lebih lanjut mengenai peranan infrastruktur secara mikro baik untuk studi kasus di suatu daerah atau pada perusahaan-perusahaan pemerintah di bidang infrastruktur.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur Indonesia. Bappenas, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Tabel Input Output Indonesia 2005. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2007. Pendapatan Nasional Indonesia 2004-2007. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id. [19 Agustus 2009]. Bulohlabna, C. 2008. Tipologi dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gie, K. K. 2004. Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF. Granit, Jakarta. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan oleh Paul Sihotang. Program Perencanaan Regional Nasional. FEUI-Bappenas. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Handari, D. A. M. 2006. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian di Indonesia: Analisis Input-Output [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iskandar, A. R. 2005. Analisis Peranan Sektor Infrastruktur terhadap Perekonomian Propinsi Jawa Barat: Analisis Input-Output [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jensen, R. C., T. D. Mandeville, dan N. D. Karunaratne. 1979. Regional Economic Planning. Croom Helm, London. Jhingan, M. L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lestari, F. C. 2008. Kemiskinan dan Pengeluaran Pemerintah untuk Infrastruktur [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lubis, A. D. S. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pendapatan Nasional Indonesia 1976-2006 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
81
Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. BPFE, Yogyakarta. Maryadi, M. 2007. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis InputOutput [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muslikhah, A. N. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pengangguran di Indonesia 1976-2006 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sahara, D. S. Priyarsono, dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta. Sibarani, M. H. M. 2002. Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [Tesis]. Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Todaro, P. L. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta. Winarno, S. dan S. Ismaya. 2007. Kamus Besar Ekonomi. Pustaka Grafika, Bandung. World Bank. 1994. World Development Report: Infrastructure for Development. Oxford University Press, New York. Yanuar, R. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta Dampaknya terhadap Kesenjangan di Indonesia [Tesis]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
83
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 Berdasarkan Hasil Agregasi Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 Agregasi 9 Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan galian 3. Industri pengolahan 4. Listrik,gas dan air bersih 5. Bangunan
6. Pengangkutan dan komunikasi
7. Perdagangan, hotel, dan restoran 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301 302 303 304 305 309 310
Agregasi 20 Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan galian 3. Industri pengolahan 4. Listrik dan gas 5. Air bersih 6. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal 7. Prasarana pertanian 8. Jalan, jembatan dan pelabuhan 9. Bangunan dan instalasi, listrik, gas dan air bersih dan komunikasi 10. Bangunan lainnya 11. Jasa angkutan kereta api 12. Jasa angkutan jalan raya 13. Jasa angkutan laut 14. Jasa angkutan sungai dan danau 15. Jasa angkutan udara 16. Jasa penunjang angkutan 17. Jasa komunikasi
Kode I-O 175 sektor 1-34 35-48 49-141 142 143 144 145 146 147 148 152 153 154 155 156 157 158
18. Perdagangan, hotel, dan restoran
149-151
19. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 20. Jasa-jasa Jumlah Permintaan Antara Jumlah Input Antara Input Antara Impor Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Subsidi Nilai Tambah Bruto Jumlah Input Pengeluaran Konsumsi RT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Barang dan Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Permintaan
159-163 164-175