ANALISIS DAMPAK GUNCANGAN VARIABEL MAKRO TERHADAP INVESTASI BISNIS PROPERTI DI INDONESIA
OLEH SITI MURTININGSIH H14054095
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
SITI MURTININGSIH. Analisis Dampak Guncangan Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti di Indonesia (dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Saat ini perekonomian dunia sedang dihadapkan pada masalah krisis keuangan global. Krisis tersebut berasal dari Amerika yang bermula dari kebijakan penyaluran kredit terhadap masyarakat yang tidak layak untuk diberikan kredit (subprime) pada tahun 2001. Ketika terjadi kenaikan suku bunga kredit perumahan pada tahun 2006, hal ini memicu terjadinya kegagalan dalam pembayaran serta peningkatan secara tajam angka kredit macet pada sektor perumahan subprime tersebut. Imbas dari kejadian ini tentu saja terhadap sektor perbankan yang melakukan pembiayaan terhadap pembangunan properti. Kemudian berimbas ke sektor-sektor ekonomi lainnya sehingga mengguncang perekonomian negara besar seperti Amerika. Berdasarkan pengalaman tersebut, menunjukkan bahwa sektor properti sangat rentan terhadap guncangan ekonomi serta dampak negatifnya mampu meruntuhkan perekonomian suatu negara. Sektor properti merupakan salah satu indikator bangkitnya kondisi makroekonomi suatu negara. Pembangunan properti yang naik cukup pesat menandakan mulai adanya perbaikan ekonomi yang signifikan ke arah masa depan yang lebih baik. Hal ini karena sektor properti telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia. Tingginya permintaan tentu saja akan berimplikasi pada pertumbuhan industri properti. Terbukanya peluang bisnis properti secara otomatis memberi peluang bagi bisnis-bisnis pendukung seperti konsultan, pialang, agen-agen properti dan industri yang menopang bisnis properti seperti industri semen, cat, besi, kayu, dan sebagainya. Sehingga bergairahnya bisnis properti akan mampu menciptakan kesempatan kerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya kehancuran bisnis properti juga merupakan kehancuran bagi sektor-sektor terkait lainnya seperti perbankan, bursa saham, industri-industri penopang properti serta kehancuran sektor ekonomi. Oleh karena itu penulis merasa diperlukannya suatu penelitian mengenai bisnis properti di Indonesia serta keterkaitannya terhadap guncangan-guncangan variabel makro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak guncangan variabel makro terhadap bisnis properti serta dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian di Indonesia. Sebelumnya dilakukan analisis untuk mengetahui variabel makro apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap investasi bisnis properti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan periode Januari 2001 sampai Desember 2008. Sementara variabelvariabel yang digunakan adalah nilai kapitalisasi proyek properti (NKPP), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), suku bunga SBI (SBI), pertumbuhan ekonomi (PE), nilai tukar nominal (KURS), laju inflasi (INF), Non Perform Loan (NPL) investasi properti, serta total kredit properti (TKP). Metode yang digunakan adalah Vector Auto Regression (VAR) yang dikombinasikan dengan Vector Error
Correction Model (VECM). Kedua metode tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan program Eviews 4.1 dan Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 variabel yang digunakan dalam penelitian ini, 3 diantaranya berpengaruh secara signifikan terhadap investasi bisnis properti. Variabel-variabel tersebut adalah nilai kapitalisasi proyek properti, laju inflasi dan Non Perform Loan (NPL). Sementara variabel indeks harga saham gabungan, suku bunga SBI, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar nominal dan total kredit properti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap investasi bisnis properti. Dampak guncangan yang terjadi pada variabel makro hampir semua direspon negatif oleh bisnis properti kecuali guncangan yang terjadi terhadap pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, total kredit properti serta nilai kapitalisasi proyek properti itu sendiri yang direspon positif. Sementara itu perekonomian nasional merespon fluktuatif guncangan yang terjadi pada bisnis properti. Penelitian ini hanya menganalisis dampak respon bisnis properti ketika terjadi guncangan ekonomi, tidak menganalisis sebelum terjadinya guncangan. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan menganalisis faktorfaktor yang dapat dijadikan sebagai leading indicator (indikator pendahulu) bagi bisnis properti. Dengan analisis tersebut diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai sinyal bagi perubahan-perubahan yang terjadi pada industri properti dimasa yang akan datang sehingga dapat diprediksi jika industri properti akan mengalami guncangan ataupun kejatuhan. Selanjutnya dapat dibentuk sistem peringatan dini (Early Warning System) bagi bisnis properti. Kata kunci: Bisnis Properti, Variabel Makro, VAR/VECM.
ANALISIS DAMPAK GUNCANGAN VARIABEL MAKRO TERHADAP INVESTASI BISNIS PROPERTI DI INDONESIA
Oleh SITI MURTININGSIH H14054095
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Analisis Dampak Guncangan Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti di Indonesia
Nama
: Siti Murtiningsih
NIM
: H14054095
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP 19703113 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP 19641023 198903 2 002
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
September 2009
Siti Murtiningsih H14054095
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Murtiningsih lahir pada tanggal 23 Juni 1987 di Lamongan, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa Timur. Penulis anak terakhir dari 3 bersaudara, dari pasangan Joyo (Alm.) dan Rus Sholikhah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Pagelaran 1 Ciomas, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Ciomas dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi nusa dan bangsa. Penulis masuk IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), dan diterima sebagai mahasiwa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti berbagai organisasi diantaranya FORSIE 42 (Forum Silaturahmi Ilmu Ekonomi 42), SES-C (Syariah Economic Student Club) dan berbagai acara kepanitiaan lainnya seperti Masa Perkenalan Departemen (MPD) dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF). Penulis juga pernah menjadi tenaga pengajar pada Economic Study Club yang merupakan program kerja dari divisi pendidikan dan kehidupan akademik HIPOTESA.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skrpsi ini. Judul skripsi ini adalah ”Analisis Dampak Guncangan Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti di Indonesia”. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih tersebut diantaranya ditujukan kepada: 1. Alla Asmara, S.Pt, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 2. Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan serta saran dalam perbaikan penulisan skripsi ini. 3. Tony Irawan, M.App.Ec. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam perbaikan penulisan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis, Joyo (Alm) dan Rus Sholikhah atas kasih sayang, do‟a, dukungan materi dan non materi yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini. 5. Saudara-saudara penulis Kak Wandi, Kak Sur, Mbak Sri, Mas Ji dan Mas Rom terimakasih atas dukungan, do‟a, dan perhatian yang telah dberikan kepada penulis. 6. Kak Arif Riyadi, terimakasih banyak atas perhatian, kasih sayang, dukungan materi dan non materi yang telah diberikan. Serta kesediaanya telah menjaga aku dan Ibu semenjak kepergian Bapak. Mudah-mudahan Alah SWT membalas kebaikan kakak. Amien.
7. Bapak Toruson di Pusat Studi Properti Indonesia, terimakasih atas bantuan dan data-data yang telah diberikan kepada penulis. 8. Teman-teman IE 42; Lala, Lina, Tias Arum, Ciput, Tia R, Uci, Diana, Fitri, Vivi, Maryam. Terimakasih atas kebersamaan, keceriaan dan persahabatan yang telah terjalin selama 3 tahun ini. 9. Chandra, Regy, dan Triyanto atas saran, dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. 10. Rethna Hessie dan Devita Ristanti, terimakasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. 11. Teman-teman minor Arsitektur Lanskap 42; Agnes, Riana, Rani, Hepi, Icha, Saad, Farida. 12. Teman-teman FORSIE 42; Iqbal V, Nazrul, Indra, Rian Co, Lukman, Tara, Dani, serta teman-teman IE 42 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 13. Semua pihak yang telah membantu demi kelancaran skripsi ini. Terimakasih banyak.
Bogor,
September 2009
Siti Murtiningsih H14054095
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................... .......
iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................
9
1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...............
10
2.1. Definisi Bisnis ............................................................................
10
2.1.1. Definisi dan Istilah Properti .............................................
10
2.1.2. Definisi Bisnis Properti .................................................
13
2.2. Teori Investasi ............................................................................
14
2.3. Teori Kredit ................................................................................
15
2.3.1. Definisi Kredit Properti ...................................................
16
2.4. Penelitian Terdahulu ..................................................................
17
2.5. Kerangka Pemikiran ...................................................................
20
2.6. Hipotesis.....................................................................................
23
III. METODE PENELITIAN .....................................................................
24
3.1. Jenis dan Sumber Data ...............................................................
24
3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ......................................
25
3.2.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ........................................
25
3.2.2. Penetapan Lag Optimal ....................................................
25
3.2.3. Vector Auto Regression (VAR)........................................
26
3.2.4. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ...............................
28
3.2.5. Vector Error Correction Model (VECM) ........................
28
3.2.6. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ............
29
3.2.7. Variance Decomposition (VD) ........................................
30
3.2.8. Impulse Respons Function (IRF) .....................................
30
3.3. Model Persamaan .......................................................................
31
3.4. Alur Metode Analisis dan Pengolahan Data ..............................
32
IV. GAMBARAN UMUM ........................................................................
34
4.1. Gambaran Umum Sektor Properti Pasca Krisis ..........................
34
4.2. Gambaran Umum Variabel Makro .............................................
36
4.2.1. Pertumbuhan Ekonomi ......................................................
37
4.2.2. Laju Inflasi ........................................................................
38
4.2.3. Suku Bunga SBI ................................................................
38
4.2.4. Nilai Tukar ........................................................................
39
4.2.5. Indeks Harga Saham Gabungan ........................................
40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
42
5.1. Pengaruh Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti ...
42
5.1.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) ...............................
42
5.1.2. Lag Optimal .....................................................................
44
5.1.3. Uji Kointegrasi (Cointegation Test) .................................
45
5.1.4. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) .........
46
5.1.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ............
49
5.1.6. Variance Decomposition (VD) ........................................
51
5.1.7. Impulse Respons Function (IRF) .....................................
53
5.2. Implikasi Kebijakan ....................................................................
62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
65
6.1. Kesimpulan .................................................................................
65
6.2. Saran ............................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
69
LAMPIRAN ...............................................................................................
71
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Nilai Konstruksi yang Dilengkapi Dengan Tipe Konstruksi ..........
2
3.1. Data Penelitian .................................................................................
24
4.1.
Proyek Pembangunan Properti .........................................................
36
5.1.
Uji Stasioneritas Data pada Level ....................................................
43
5.2.
Uji Stasioneritas Data pada First Difference ...................................
44
5.3.
Penetapan Lag Optimum ..................................................................
45
5.4.
Uji Kointegrasi .................................................................................
46
5.5.
Estimasi VECM ...............................................................................
47
5.6.
Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Cusality Test).....................
50
5.7.
Hasil Variance Decomposition Nilai Kapitalisasi Proyek Properti.
52
5.8.
Hasil Variance Decomposition Nilai Kapitalisasi Proyek Properti (lanjutan) ..........................................................................................
52
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Perkembangan Realisasi Kredit Perbankan Terhadap Properti Nasional 2006-2007 ............................................................
5
1.2. Tingkat Hunian/Penyerapan Properti Komersial ..............................
6
2.1. Konsep Real Estat, Properti Riil, dan Properti Individu ...................
13
2.2. Grafik Investasi .................................................................................
15
2.3. Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit .........................................
16
2.4. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
22
3.1. Alur Metode Analisis dan Pengolahan Data .....................................
33
4.1. Perkembangan Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Suku Bunga SBI, dan Laju Inflasi .........................................................................
39
4.2. Perkembangan Variabel IHSG dan Kurs ..........................................
41
5.1. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel NKPP........................
53
5.2. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel IHSG ........................
54
5.3. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel SBI............................
56
5.4. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel PE .............................
57
5.5. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel KURS .......................
58
5.6. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel INF ...........................
59
5.7. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel NPL ..........................
60
5.8. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel TKP ..........................
61
5.9. Respon PE terhadap Guncangan Variabel NKPP .............................
62
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Uji Stasioner Data pada Tingkat Level.................................................
71
2. Uji Stasioner Data pada Tingkat First Difference................................
73
3. Penetapan Lag Optimum ......................................................................
75
4. Uji Stabilitas VAR ...............................................................................
76
5. Uji Kointegrasi dengan Asumsi 3 ........................................................
77
6. Uji Kausalitas Granger .........................................................................
78
7. Estimasi VECM ...................................................................................
80
8. Variance Decomposition (VD) Nilai Kapitalisasi Proyek Properti ....
85
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh sekitar 5 % pada tahuntahun terakhir ini sangatlah ditunjang oleh pertumbuhan sektor riil salah satunya yaitu sektor bangunan yang mencakup industri properti. Sektor riil khususnya industri
properti
merupakan
salah
satu
indikator
bangkitnya
kondisi
makroekonomi suatu negara. Di negara-negara maju dan berkembang, pembangunan dan bisnis properti tumbuh dengan pesat. Sementara itu di negara yang
sedang
mengalami
keterpurukan
ekonomi
ataupun
negara-negara
berkembang seperti Indonesia, pembangunan properti yang naik cukup pesat menandakan mulai adanya perbaikan ekonomi yang signifikan ke arah masa depan yang lebih baik (Rafitas, 2005). Perbaikan ini ditandai dengan banyaknya pembangunan proyek yang ada di kota-kota besar khususnya di DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya baik yang bersifat komersial, industrial, hunian ataupun investasi jangka panjang yang akan mendatangkan tambahan devisa yang besar bagi negara dan memberikan peluang kerja yang cukup berarti bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2009 ini jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 230 juta jiwa (BPS, 2008). Dengan jumlah penduduk sebesar itu maka kebutuhan akan sektor properti khususnya perumahan akan semakin besar. Begitu juga dengan permintaan terhadap apartemen, pusat perbelanjaan, perkantoran serta bangunan-bangunan komersial lainnya juga akan mengalami peningkatan. Hal ini
tentu saja akan berimplikasi pada pertumbuhan industri properti yang nantinya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi dan perkembangan ekonomi nasional. Properti tergolong dalam sektor konstruksi yang merupakan salah satu sektor potensial bagi pembangunan nasional karena mampu mendatangkan penerimaan pemerintah baik pusat maupun daerah. Sektor properti mampu memberikan dampak berganda (multiplier effect) pada peningkatan kesejahteraan, baik secara langsung (melalui penciptaan lapangan pekerjaan) maupun tidak langsung (melalui kontribusinya terhadap PDB nasional). Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2007, sektor konstruksi mampu menyerap tenaga kerja sebesar 4.373.950 jiwa atau 4,6 persen dari total angkatan kerja yang ada di Indonesia. Sementara sumbangan sektor konstruksi terhadap PDB nasional pada tahun 2004 hingga tahun 2008 masing-masing sebesar 6,4 %, 6,5 %, 6,6 %, 6,7 %, 6,8 %. Adapun kontribusi sektor properti terhadap sektor konstruksi dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Nilai Konstruksi miliar rupiah) Tipe Konstruksi 1 Perumahan 2 Non Perumahan 3 Instalasi listrik 4 Instalasi gas dan air 5 Jaringan air 6 Jaringan pipa gas 7 Jaringan listrik 8 Pembangunan jalan 9 Irigasi/drainase 10 Jaringan listrik dan telekomunikasi 11 Bandara, dan pelabuhan Total
yang Dilengkapi Dengan Tipe Konstruksi (dalam 2002
2003
2004
2005
2006
2007
4.892 9.653 1.388 194 317 148 666 9.697 2.413
6.156 10.548 1.099 103 270 314 1.680 10.461 2.107
4.796 18.582 3.8256 115 448 759 1.559 15.084 4.976
7.496 20.701 3.175 432 488 651 439 18.845 3.845
9.305 22.070 3.363 372 512 649 1.028 19.897 4.554
9.305 23.528 3.5634 320 538 646 2.406 21.008 5.393
132
110
21
2.823
7289
637
1.441
1.689
1.599
1.513
35.081 Sumber : Data Pusat Statistik , 2008
39.051
56.005
67.318
71.943
79.391
1.137
458
Tabel 1.1 memperlihatkan nilai pembangunan beberapa tipe konstruksi yang mengalami peningkatan secara signifikan khususnya perumahan dan non perumahan (properti). Hal ini menandakan bahwa investasi di sektor ini terus meningkat dan begitu juga dengan permintaan dari masyarakat. Antara tahun 2002-2007 total sumbangan proyek properti terhadap nilai sektor konstruksi masing-masing sebesar 41,46 %, 42,78 %, 41,74 %, 41,89 %, 43,61 %, 41,36 %. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sektor konstruksi lebih didominasi oleh tipe konstruksi properti daripada tipe konstruksi lainnya.
Dengan semakin
meningkatnya nilai pembangunan proyek properti maka sumbangan industri properti terhadap PDB akan semakin besar sehingga peranan sektor properti menjadi sangat penting dalam perekonomian. Dampak multiplier pembangunan suatu kawasan properti baik itu bangunan residensial ataupun komersial lainnya terlihat dari berbagai tahapan pembangunan sebuah proyek. Setiap tahapannya mulai dari proses perizinan, pembebasan tanah, perencanaan, pembangunan, konstruksi bangunan hingga usaha pemasaran memiliki dampak positif. Setiap tahapan dari aktivitas tersebut melibatkan berbagai jasa profesi dan usaha antara lain ahli hukum, pertanahan, biro perencanaan, konsultan teknik, biro arsitek, akuntan, kontraktor, notaris, konsultan, pemasaran, jasa broker perumahan, dan lain-lain. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Dewan Pengkajian Masalah Perumahan dan Permukiman Real Estate Indonesia (DPMPP REI) terdapat 100 lebih jenis industri dan jasa yang terkait dengan bisnis properti. Diantaranya yaitu industri semen, cat, besi, kayu, beton, keramik, dan lain sebagainya.
Adanya dampak keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkage) pembangunan industri properti dengan berbagai sektor ekonomi lainnya terjadi pada setiap tahapan pembangunan proyek properti. Selain itu pembangunan proyek properti ini juga memiliki manfaat langsung dan tidak langsung. Perlu disadari bahwa untuk membangun ratusan atau ribuan proyek properti dengan kapitalisasi dana yang mencapai puluhan bahkan ratusan triliun rupiah pertahun jelas memerlukan jutaan pekerja, ratusan juta ton semen, puluhan juta kubik pasir, serta bahan-bahan bangunan lainnya. Dapat dibayangkan seberapa besar kesempatan kerja yang tercipta, seberapa banyak angkatan kerja yang terserap serta seberapa banyak industri yang dapat dihidupi oleh pembangunan proyek properti ini. Berdasarkan uraian-uraian diatas menunjukkan betapa pentingnya peranan sektor properti terhadap perekonomian nasional. Tidak hanya peranannya dalam menyerap tenaga kerja tetapi
juga kontribusinya dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional. Keterkaitannya yang besar terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya juga membuat bisnis properti memerlukan perlindungan dan pengawasan yang ketat dari berbagai pihak terutama pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resiko sistemik akibat kejatuhan sektor properti terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya.
1.2 Perumusan Masalah Industri properti berkaitan erat dengan sektor perbankan. Hal ini dikarenakan pembiayaan sektor perbankan terhadap proyek properti jumlahnya
cukup besar (dapat dilihat pada Gambar 1.1). Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar dana yang ada di sektor perbankan berasal dari dana pihak ketiga atau masyarakat. Biasanya dana tersebut disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito yang bersifat jangka pendek. Hal ini bisa menimbulkan ketidaksesuaian jatuh tempo, karena kredit sektor properti umumnya berjangka panjang sedangkan sumber dananya sewaktu-waktu dapat ditarik oleh masyarakat. Ketergantungan terhadap pembiayaan dari perbankan inilah yang membuat bisnis properti di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan bank/lembaga keuangan, otoritas moneter negara (Bank Indonesia), serta lebih jauh lagi dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi negara secara keseluruhan. Selain itu, perlu diketahui bahwa pengalaman di negara lain menunjukkan, terpuruknya keuangan suatu negara diawali dengan bangkrutnya bisnis properti. Sedangkan bangkrutnya bisnis properti biasanya ditandai dengan meningkatnya kredit bermasalah dan kredit macet. Oleh karena itu kestabilan ekonomi dan sistem perbankan yang sehat sangat dibutuhkan untuk menyokong pertumbuhan sektor properti. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Kontruksi Real Estate KPR dan KPA Properti (total) I
II
III
IV
I
II
III
IV
Sumber : Bank Indonesia, 2008
Gambar 1.1. Perkembangan Realisasi Kredit Perbankan Terhadap Properti Nasional Tahun 2006-2007
Pada kondisi nyata, seringkali kita melihat di sekeliling kita bangunanbangunan baru terus bermunculan, baik itu perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan, ataupun proyek-proyek properti lainnya. Bisa dikatakan bisnis properti memang tidak pernah sepi. Tingkat pengembalian (Rate of Return) yang besar menjadi salah satu faktor yang menarik investor untuk memasuki bisnis ini. Apalagi harga tanah dan bangunan cenderung terus meningkat sehingga resiko menderita kerugian sangat kecil. Dilihat dari sisi permintaan, bisnis ini memiliki prospek yang menjanjikan di masa yang akan datang, apalagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebesar itu. Pembangunan proyek properti selalu diperlukan dalam berbagai kegiatan ekonomi, sehingga penawaran yang dilakukan oleh pengembang sebagian besar mampu diserap oleh pasar (seperti yang terlihat pada Gambar 1.2). Hampir semua penawaran proyek properti komersial diserap oleh pasar diatas angka 60 persen. Hal ini dapat dilihat dari tingkat hunian/penyerapan properti yang terjadi di masyarakat seperti yang terlihat pada gambar 1.2.
100.0 apartemen
80.0
hotel
60.0
kantor 40.0
mall
20.0
industri
0.0 I
II
III
IV
I
II
Sumber : Survei Properti Komersial, 2007
Gambar 1.2. Tingkat Hunian/Penyerapan Properti Komersial
Gambar 1.2 tidak menunjukkan data penyerapan terhadap properti residensial. Tidak berbeda jauh dengan penyerapan pada properti komersial, properti residensial justru memiliki tingkat penyerapan yang lebih tinggi. Bahkan pasokan yang ada pada saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Negara Perumahan Rakyat menyatakan bahwa kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 1 juta unit pertahun. Rinciannya adalah 750.000 untuk memenuhi kebutuhan rumah baru akibat pertambahan penduduk, 100.000 unuk mencicil ketertinggalan pasok rumah tahun-tahun sebelumnya dan selebihnya untuk mengganti penduduk perkotaan yang pindah atau akibat terkena proyek bangunan atau karena penyebab lain. Sementara pasokan rumah baru yang ada saat ini kurang dari 1 juta unit pertahun. Secara historis bisnis properti selalu diwarnai oleh gerakan mengayun keatas dan kebawah secara berulang-ulang. Siklus naik dan turun yang terjadi secara periodik merupakan salah satu karakteristik nyata dari bisnis properti di seluruh dunia. Secara normal selalu ada saat boom, dan saat lesu yang tiba secara bergiliran. Siklus bisnis properti di Indonesia biasanya terjadi dalam kurun waktu 5 tahunan (DPMPP REI, 1995). Hal tersebut tidak menjadi suatu patokan karena bisa saja terjadi lebih lambat/lebih cepat tergantung dari kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah. Walaupun kondisi naik dan turun merupakan sesuatu yang wajar terjadi namun menjaga kestabilan industri properti ini penting dilakukan mengingat keterkaitan industri ini dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Krisis keuangan global yang sedang melanda perekonomian dunia saat ini, diawali dari kejatuhan industri properti (perumahan) yang terjadi di Amerika
Serikat akibat tingginya angka kredit macet pada sektor perumahan. Diawali oleh kebijakan pemerintah Amerika pada tahun 2001 untuk memberikan fasilitas kredit perumahan terhadap masyarakat yang seharusnya tidak layak untuk mendapatkan kredit perumahan (subprime). Seperti yang kita ketahui bahwa kredit perumahan memiliki jangka waktu/jatuh tempo yang panjang. Permasalahan mulai terjadi ketika pemerintah Amerika mengumumkan kenaikan suku bunga kredit perumahan pada pertengahan tahun 2004. Kredit perumahan yang tidak mampu dibayar oleh masyarakat yang tidak seharusnya mendapatkan kredit tersebut menyebabkan kekurangan likuiditas perbankan. Hal ini kemudian berdampak pada kondisi finansial Amerika Serikat. Berdasarkan pengalaman terjadinya krisis Subprime Mortgage diatas menunjukkan bahwa bisnis properti sangat mudah dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada kondisi makroekonomi. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat disebabkan oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah ataupun karena adanya faktor eksternal yang mempengaruhi atau menyebabkan perubahan terhadap variabel makro tersebut. Perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini selanjutnya akan disebut sebagai guncangan variabel makro. Atas dasar itulah penulis merasa diperlukannya penelitian mengenai bisnis properti serta keterkaitannya terhadap guncangan ekonomi dan perekonomian Indonesia. Adapun perumusan masalah yang ingin diangkat dalam penelitian ini yaitu: 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi investasi bisnis properti di Indonesia?
2. Bagaimana dampak guncangan variabel makro terhadap investasi bisnis properti di Indonesia? 3. Bagaimana dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian Indonesia.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi investasi bisnis properti di Indonesia. 2. Untuk menganalisis dampak guncangan variabel makro terhadap invetasi bisnis properti di Indonesia. 3.
Menganalisis dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya dalam mengambil kebijakan mengenai bisnis properti. Bagi investor, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan ataupun memberikan
gambaran mengenai respon bisnis properti terhadap
guncangan ekonomi sehingga investor lebih bijak dalam menyikapi adanya guncangan ekonomi tersebut. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Definisi Bisnis Menurut Boone dan Kurtz (2000), bisnis (business) terdiri dari semua aktivitas yang bertujuan mencari laba dan perusahaan yang menghasilkan barang serta jasa yang dibutuhkan oleh sebuah sistem ekonomi. Sementara itu pengertian laba (profit) yaitu imbalan bagi para pelaku bisnis yang mengambil resiko dalam memadukan manusia, teknologi, dan informasi untuk menciptakan serta memasarkan barang yang diinginkan dan jasa yang memuaskan. Bisnis dalam pengertian ekonomi adalah istilah umum yang menggambarkan semua aktifitas dan institusi yang memproduksi barang serta jasa dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create value) melalui penciptaan barang dan jasa (create of good and service) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi.
2.1.1. Definisi dan Istilah Properti Properti is something that is owned, yaitu sesuatu yang dapat dimiliki atau apa saja yang dapat dijadikan objek kepemilikan. Sementara itu pengertian dari Real Property is the interest, benefit and rights inherent in the ownership of real estate yang berarti kepentingan, keuntungan dan hak-hak yang menyangkut
kepemilikan tanah dan bangunan beserta perbaikan yang menyatu terhadapnya (Rafitas, 2005) . Properti terdiri dari : a ) Aset berwujud (Tangible Property) yang terdiri dari: 1. Real Property yang terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana, serta pengembangan lainnya. 2. Personal Property yang terdiri dari mesin dan peralatan, kendaraan, peralatan kantor, fixtures dan furnitures serta building equipment b ) Aset tak berwujud (Intangible Property) yang terdiri dari goodwill,personal guarantee, francises, trade mark, patent, dan copy right. c ) Surat-surat berharga (Marketable Securities) yang terdiri dari saham, tabungan dan promissary notes.
Dalam perkembangannya, real properti yang dibangun dan dikembangkan di
muka
bumi
sesuai
dengan
pemilik
dan
pelaksana
pembangunannya/pengembang terbagi atas: 1)
Properti Primer (Primary), yaitu properti yang dibangun dan dimiliki oleh badan institusi yang tergabung dalam Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) sebagai developer anggota REI yang terdiri dari beberapa grup besar properti, konsorsium, dan/atau joint venture.
2)
Properti Sekunder (Secondary), yaitu properti yang dibangun dan dimiliki oleh individual seperti kontraktor, investor, owner, dan user sendiri.
Bangunan dalam bisnis properti berdasarkan penggunaannya dibagi atas: 1.
Bangunan Komersial yang terdiri dari bangunan perkantoran, ruko, pertokoan, serta hotel dan motel.
2.
Bangunan
Perumahan
yang
terdiri
dari
rumah
tinggal
dan
kondominium/apartemen. 3.
Bangunan Industri yang terdiri dari industri berat, industri ringan dan gudang, gudang dan kantor, pergudangan, dan industrial parks.
4.
Bangunan Fasilitas Umum yang terdiri dari rumah sakit, perguruan tinggi, gedung-gedung pemerintah, dan SPBU/pompa bensin
5.
Bangunan Hiburan yang terdiri dari bioskop, lapangan golf, museum, sarana olahraga, convention center, dll. Untuk memudahkan pemahaman mengenai definisi dan pembagian
properti maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang menjelaskan mengenai konsep/hubungan antara real estat, properti riil dan properti individu.
Real Estat (Real Estate) Konsep Fisik
Properti (Property) Konsep Legal
Properti Riil (Real Property) Semua hak, kepentingan, dan manfaat yang berhubungan dengan kepemilikan atas real estate
Properti Individu (Personal Property)
Berwujud (Tangiable) Perabot rumah tangga, kendaraan bermotor, mesin, perhiasan, dll
Tidak Berwujud (Intangible) Tagihan, saham, hak cipta, merek, Goodwill, dll
Sumber : Sidik, 2000
Gambar 2.1 Konsep Real Estat, Properti Riil, dan Properti Individu
2.1.2. Definisi Bisnis Properti Pengertian
mengenai
bisnis
properti
sebagaimana
diungkapkan
Wurtzebach dalam Saputra (1999) „Property refers to things and objects capable of ownership, that is things and objects that can be used, controlled, or disposed of by an owner. Real property (and Real Estate, which is treated as synonymous) consists of physical land plus structures other improvements that are permanently attached‟. Bisnis properti adalah sebuah usaha yang berkaitan dengan semua hal
yang berwujud kebendaan, terdapat hak atas kepemilikan, dan mempunyai masa waktu dari pemakaian.
2.2. Teori Investasi Permintaan terhadap jumlah barang modal bergantung terhadap tingkat bunga yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi.
Agar proyek investasi menguntungkan, hasilnya (penerimaan dari
kenaikan produksi barang dan jasa di masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, maka lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun (Mankiw, 2003). Dalam membahas peran bunga dalam perekonomian, terdapat dua jenis tingkat bunga yaitu tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal merupakan tingkat bunga yang biasanya dilaporkan dan yang investor bayar untuk meminjam uang. Berikutnya adalah tingkat bunga riil, yaitu tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi serta mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya, dan dengan demikian menentukan jumlah investasi. Persamaan berikut mengkorelasikan investasi (I) pada tingkat bunga riil (r): I=I(r) Berdasarkan pada persamaan diatas maka besarnya jumlah investasi sangat tergantung pada tingkat bunga riil, karena tingkat bunga riil adalah biaya pinjaman. Grafik fungsi investasi berbentuk miring ke bawah, karena ketika tingkat bunga naik dari r1 ke r2, maka jumlah investasi yang diminta akan turun
dari q1 menjadi q2, yang berarti semakin sedikit poyek investasi yang menguntungkan (dapat dilihat pada Gambar 2.2).
Tingkat Bunga Riil (r) r2
r1
Fungsi Investasi (I) Kuantitas Investasi q2
q1
Sumber : Mankiw, 2003
Gambar 2.2. Grafik Investasi
2.3. Teori Kredit Kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang artinya mempercayai, karena memang pada dasarnya kredit diberikan atas dasar kepercayaan orang/pihak lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran pihak peminjam. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam ensiklopedi umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan memperoleh keuntungan.
Ada banyak faktor yang dikenal dapat mmpengaruhi jumlah permintaan dan penawaran kredit, diantaranya adalah suku bunga. Teori Keynesian menyatakan bahwa suku bunga kredit berhubungan positif dengan jumlah penawaran kredit, dan sebaliknya berhubungan negatif dengan jumlah permintaan kredit, yang artinya peningkatan suku bunga kredit dapat meningkatkan penawaran kredit, namun sebaliknya peningkatan suku bunga tersebut dapat menurunkan jumlah permintaan kredit (Stiglitz dan Greenwald dalam Wibowo, 2008). r (suku bunga) Kurva Penawaran Kredit r*
Kurva Permintaan Kredit L*
L (Jumlah Kredit)
Sumber : Stiglitz dan Greenwald dalam Wibowo, 2008
Gambar 2.3. Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit
2.3.1. Definisi Kredit Properti Maraknya industri properti saat ini tidak terlepas dari dukungan pembiayaan industri perbankan dalam bentuk kredit properti. Industri properti sendiri, secara teoritis mempunyai hubungan yang erat dengan sektor perbankan melalui kredit dan Non Perform Loan (NPL) properti. Besar kecilnya NPL berpengaruh terhadap pembiayan industri properti pada periode berikutnya karena
NPL memiliki lag waktu (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, 2007). Berdasarkan definisi Bank Indonesia, kredit properti merupakan semua pembiayaan dari perbankan untuk bidang usaha yang kegiatannya berkaitan dengan pengadaan tanah, bangunan dan fasilitasnya untuk dijual atau disewakan. Kredit properti ini diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Kredit investasi dan kredit modal kerja diberikan kepada pengembang untuk proses pembangunan proyek properti, sementara kredit konsumsi diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen dari produk-produk properti. Dilihat dari komposisinya, kredit properti terdiri dari 3 jenis kredit, yaitu kredit konstruksi, kredit real estate serta Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA). Ketiga jenis kredit tersebut berbeda peruntukan dan segmen pasarnya. Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada para usahawan atau kontraktor untuk membangun perkantoran, mall, ruko dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan KPRA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen.
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia sebuah asosiasi yang dipimpin oleh Panangian Simanungkalit pada tahun 2004 bertujuan untuk mengetahui dan meramalkan pertumbuhan bisnis properti pada tahun tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa pertumbuhan bisnis properti secara
nasional mengikuti arah laju pertumbuhan PDB nasional. Apabila pertumbuhan PDB rata-rata positif, maka growth elasticity sektor bangunan adalah 1,05 hingga 1,50 terhadap laju PDB. Laju pertumbuhan PDB sektor bangunan diperkirakan rata-rata positif, yaitu sebesar 5,98 %. Survei Industri Properti hasil kerjasama Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB tahun 2007 yang mencoba membentuk early warning system (sistem peringatan dini) untuk industri properti dan real estate Indonesia, menyimpulkan bahwa dari sekian banyak variabel yang dianalisis, beberapa variabel yang memenuhi syarat untuk dijadikan leading indicator kredit properti Indonesia adalah IHSG, PDB riil, kurs dan NPL. Penelitian Rachmi (2008) yang bertujuan untuk mengetahui dampak pembangunan properti terhadap masalah sosial ekonomi menunjukkan bahwa aktifitas perburuan rente selalu menjadi bagian dalam proses pembagian lahan dan penguasaan lahan untuk pembangunan proyek properti. Adanya pembebasan lahan skala besar telah menggusur warga pemukiman liar di Kawasan Segitiga Emas sehingga menimbulkan dampak sosial seperti gangguan kejiwaan, hilangnya lapangan pekerjaan dan tempat tinggal mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2008) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) serta pengaruhnya terhadap Business Cycle di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 9 variabel makroekonomi. Variabelvariabel tersebut yaitu: inflasi, total kredit, konsumsi rumah tangga, Produk Domestik Bruto (PDB, Indeks Harga Saham Gabungan, NPL, Kurs, Quasy
Money (M2), dan suku bunga SBI. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa volume Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) di Indonesia dipengaruhi oleh variabel inflasi yang berkorelasi sebagai coincident indicator bagi siklikal volume KPRA Indonesia. Sedangkan variabel total kredit, konsumsi rumah tangga, PDB, IHSG, NPL dan kurs berkorelasi sebagai leading indicators bagi siklikal volume KPRA. Adapun yang berkorelasi sebagai lagging indicators adalah quasy money (M2) dan suku bunga SBI. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Rasmi (2009) yang bertujuan unuk mengetahui dampak pembangunan sektor properti terhadap kesejahteraan masyarakat kota Bogor menunjukan bahwa pembangunan properti memberikan dampak terhadap 3 pihak yaitu pihak pemerintah, developer, dan masyarakat. Dilihat dari sisi finansial, adanya pembangunan properti tersebut akan menguntungkan pemerintah dan developer. Pembangunan properti berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto melalui sektor konstruksi dan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak sehingga pemerintah daerah akan menerima tambahan pendapatan. Developer selaku pengusaha melakukan pembangunan properti untuk kalangan atas dengan menerima subnormal profit karena adanya mekanisme perburuan rente.
Jika dilihat dari sisi sosial,
masyarakat justru dirugikan karena menurunnya tingkat pendapatan mereka akibat adanya pembebasan lahan. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih memfokuskan untuk melihat dampak guncangan variabel makro terhadap industri properti di Indonesia serta dampak guncangan yang terjadi pada industri properti
terhadap perekonomian nasional. Selain itu penelitian ini juga melihat variabelvariabel makro apa saja (yang digunakan dalam penelitian ini) yang berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan bisnis properti di Indonesia.
2.5. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan
ekonomi
dan
penduduk
yang
pesat
di
Indonesia
menyebabkan kebutuhan terhadap properti untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini telah mendorong bisnis properti untuk tumbuh dan berkembang semakin pesat. Hal ini berdampak positif terhadap
perekonomian
nasional
karena
mampu
meningkatkan
angka
pertumbuhan ekonomi melalui tingkat investasi. Selain itu perkembangan bisnis properti juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia, sehingga turut dalam mengurangi angka pengangguran dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dibalik perkembangannya yang pesat, bisnis properti ternyata sangat rentan terhadap guncangan ekonomi. Hal ini dapat diketahui dari pengalaman negara lain seperti Amerika. Pada tahun 2007 kemarin, berawal dari rendahnya suku bunga kredit perumahan serta penyaluran kredit pada masyarakat yang tidak layak untuk mendapatkan kredit menyebabkan kegagalan dalam pembayaran sektor perumahan pada saat suku bunga dinaikkan oleh pemerintah Amerika Serikat.
Hal ini kemudian berdampak pada kondisi ekonomi Amerika dan
memicu terjadinya krisis global yang dampaknya tidak hanya dirasakan di Amerika tetapi juga berbagai negara di dunia. Kejadian tersebut dapat menjadi
pelajaran bahwa sektor properti mampu meruntuhkan ekonomi suatu negara sehingga perkembangannya harus selalu diawasi. Untuk mengantisipasi kejadian yang sama terjadi di Indonesia maka pemerintah (sebagai otoritas pengambil kebijakan) perlu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan yang menyangkut bisnis properti. Untuk menetapkan kebijakan tersebut maka terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan investasi bisnis properti di Indonesia. Kemudian variabel-variabel makro yang digunakan pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui dampak serta respon dari adanya guncangan yang terjadi pada variabel makro. Selain itu, dilakukan pula analisis dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian Indonesia. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara industri properti dengan perekonomian Indonesia serta mengetahui dampak guncangan sektor properti terhadap perekonomian nasional. Dari analisis serta pengujian yang telah dilakukan maka diharapkan pemerintah dapat memperoleh implikasi kebijakan yang mampu meminimalisir resiko serta mampu melindungi dan menjaga bisnis properti dari guncanganguncangan ekonomi. Untuk mengetahui alur pemikiran dalam penulisan penelitian ini maka dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Perkembangan Bisnis Properti yang Pesat di Indonesia
Kondisi Bisnis Properti yang Rentan Terhadap Guncangan Ekonomi
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Bisnis Properti
Analisis Dampak Guncangan Variable Makro terhadap bisnis properti
Respon Bisnis Properti terhadap Guncangan Variabel Makro
Analisis Dampak Guncangan Bisnis Properti terhadap Perekonomian Indonesia
1. Hubungan Kausalitas antara Investasi Bisnis Properti dengan Perekonomian Indonesia. 2. Respon Perekonomian Indonesia terhadap Guncangan Bisnis Properti.
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Keterangan: Alur pemikiran
2.6. Hipotesis Berdasarkan teori dan konsep yang relevan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis awal yang disimpulkan dalam penelitian ini adalah: 1.
Nilai kapitalisasi proyek properti berpengaruh positif terhadap bisnis properti.
2.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
3.
Suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
4.
Total kredit properti berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
5.
NPL (Non Perform Loan) berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
6.
IHSG berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
7.
Nilai tukar berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
8.
Inflasi berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari dokumen statistik berbagai instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), dan beberapa bahan pustaka lainnya seperti buku-buku serta artikel-artikel yang diterbitkan di internet ataupun majalah yang sesuai dengan topik penelitian. Jenis data yang digunakan berupa data time series bulanan periode Januari 2001 sampai Desember 2008. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Data penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. Nilai investasi bisnis properti di Indonesia digambarkan oleh variabel NKPP, karena variabel NKPP menunjukkan jumlah dana/nilai kapital yang direalisasikan untuk membangun proyek-proyek properti di Indonesia. Tabel 3.1. Data Penelitian Variabel Nilai Kapitalisasi Proyek Properti Indeks Harga Saham Gabungan Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan Pertumbuhan Ekonomi Kurs Nominal Laju Inflasi Non Perform Loan Total Kredit Properti
Simbol NKPP
Satuan Miliar Rupiah (Rp)
IHSG
-
SBI PE KURS INF NPL TKP
Persen (%) Persen (%) Rupiah/Dollar (Rp/$) Persen (%) Miliar Rupiah (Rp) Miliar Rupiah (Rp)
3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data 3.2.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Pengujian ini sangat penting agar tidak terjadi regresi lancung/semu (spurious regression). Data deret waktu dikatakan stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu, dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas, salah satunya dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Jika nilai dari ADF statistiknya lebih kecil dari MacKinnon Critical Value (nilai kritis MacKinnon) maka data tersebut stasioner. Hasil series yang stasioner berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Apabila hasil series tidak stasioner pada tingkat level, maka harus dilakukan penarikan diferensial dengan melakukan pengujian pada first difference atau second difference sampai data stasioner.
3.2.2. Penetapan Lag Optimal Dalam Enders (2004), dijelaskan bahwa terdapat beberapa tahap pengujian yang dilakukan untuk memperoleh panjang lag optimal. Pada tahap pertama, akan dilihat panjang lag maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh root-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak pada unit circle.
Pada tahap kedua, panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria Akaike Information Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criteria (SIC). Formulasi AIC dan SIC dirumuskan sebagai berikut: AIC = e 2k/n
2k u i2 =e /n n
SSE n
LnAIC =
RSS 2k + Ln n n
SIC = nk/n
u i2 = n k/n n
LnSIC =
(3.2)
SSE n
k Ln(n) + Ln n
(3.1)
RSS n
(3.3)
(3.4)
Dimana: k
= jumlah parameter dalam model termasuk intercept
n
= jumlah observasi (sampel)
SSE
= sum of square error Untuk menetapkan lag yang paling optimal, model VAR harus diestimasi
dengan tingkat lag yang berbeda-beda, kemudian dibandingkan dengan nilai AIC atau SIC-nya. Nilai AIC atau SIC yang paling kecil dipakai sebagai acuan dalam penentuan tingkat lag paling optimal.
3.2.3. Vector Auto Regression (VAR) Vector Auto Regression (VAR) pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980. VAR merupakan salah satu bentuk model ekonometrika yang sering digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan fluktuasi
variabel
makroekonomi.
VAR
adalah
suatu
sistem
persamaan
yang
memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem itu sendiri. Dengan demikian, dari data dasar maupun data tersaring, spesifikasi model dapat dilakukan. VAR dapat juga digunakan untuk menganalisis suatu kebijakan. VAR tidak hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan model yang digunakan dalam merespon adanya suatu guncangan dalam perekonomian, tetapi membiarkan hal ini bekerja melalui model teoritik dan dapat melihat respon jangka panjangnya berdasarkan data historisnya. Dalam metode analisis VAR, hanya ada variabel endogen yang berarti bahwa pembuat kebijakan dapat membuat keputusan secara rasional berdasarkan pengalaman sebelumnya dan keputusan yang akan diambil akan berbeda untuk setiap sistem yang berbeda. Menurut Enders (2004), VAR dengan ordo p dan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut: Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 + ……. + ApYt-p + εt Dimana: Yt
: Vektor peubah tak bebas berukura n x 1
A0
: Vektor intercept berukuran n x 1
Ai
: Matrik parameter berukuran n x 1
εt
: Vektor sisaan berukuran n x 1
(3.5)
3.2.4. Uji Kointegrasi (CointegrationTest) Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang stasioner pada derajat integrasi yang sama. Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika satu variabel atau lebih tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antara variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan lag optimum yang telah didapat dari pengujian sebelumnya. Untuk dapat menentukan asumsi deterministik yang digunakan dalam pembentukan persamaan kointegrasi, maka perlu dilakukan uji kointegrasi dengan menggunakan asumsi summary. Setelah menentukan asumsi deterministik berdasarkan kriteria AIC dan SIC, pengujian kointegrasi dapat dilakukan untuk melihat jumlah kointegrasi sistem persamaan sesuai dengan nilai Trace dan Max yang dihasilkan. Pada dasarnya terdapat beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi, yaitu uji kointegrasi Engle-Granger dan uji kointegrasi Johansen. Namun dalam penelitian ini, uji kointegrasi yang digunakan yaitu uji kointegrasi Johansen.
3.2.5. Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.
Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen kedalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal juga sebagai error, karena deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai: p 1
∆yt = A0 + πyt-1 +
* ∆yt-1 + εt
(3.6)
1 1
Dimana: =
,
= vektor kointegrasi berukuran n x 1, = vektor adjusment berukuran n x 1,
*=
A1 j i 1
Pendugaan
parameter
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
kemungkinan maksimum. Model VECM dapat dituliskan dalam model VAR dengan menguraikan nilai diferensiasi: ∆yt = yt – yt-1
(3.7)
3.2.6. Granger Causality Test (Uji Kausalitas Granger) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas (sebab akibat) diantara dua variabel yang diuji. Hipotesias awal yang digunakan yaitu Hipotesi Null yang menyatakan bahwa variabel satu tidak mempengaruhi variabel
lainnya (does not Granger cause). Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Pairwise Granger Causality Test, sehingga keterkaitan antara variable-variabel dalam suatu penelitian akan terlihat. Untuk menolak hipotesis tersebut gunakan kriteria probability value < alpha (selang kepercayaan yang digunakan).
3.2.7. Variance Decomposition (VD) VD memberi proporsi pergerakan dalam variabel-variabel dependen yang terkait dengan guncangan dari variabel-variabel itu sendiri, disamping terhadap guncangan dari variabel-variabel lain. Suatu guncangan terhadap variabel ke-I tentunya akan berpengaruh langsung terhadap variabel tersebut, namun juga akan ditransmisikan kepada semua variabel lainnya dalam sistem melalui struktur dinamis dari VAR. VD menentukan berapa banyak s langkah ke depan mampu meramalkan error variance dari variabel yang dijelaskan terhadap guncangan dari variabel-variabel lain, pada s = 1,2,…., dan seterusnya. Dalam prakteknya, biasanya goncangan dari variabel itu sendiri menjelaskan sebagian besar (peramalan) error variance dari sistem VAR.
3.2.8. Impulse Respons Function (IRF) Sims menyatakan bahwa cara yang paling baik dalam mencirikan struktur dinamis pada model adalah dengan menganalisa respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukan bagaimana respon dari setiap variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya.
IRF melacak respon dari variabel dependen dalam VAR terhadap guncangan dari variabel-variabel lain. Jadi, untuk setiap variabel dari masingmasing persamaan yang terpisah, suatu guncangan diaplikasikan pada error dan efeknya terhadap sistem VAR untuk beberapa waktu tercatat. Karenanya, apabila terdapat g variabel dalam sistem, total dari impuls respons dapat diketahui.
3.3. Model Persamaan Berikut adalah model persamaan yang penulis gunakan untuk melihat keterkaitan beberapa variabel ekonomi terhadap nilai investasi bisnis properti di Indonesia. nkppt ihsg t sbit pet kurst inf t nplt tkpt
c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8
.......... .......... .......... .......... ..... 18 .......... .......... .......... .......... .......... ... .......... .......... .......... .......... .......... ... .......... .......... .......... .......... .......... .... .......... .......... .......... .......... .......... ... .......... .......... .......... .......... .......... ... .......... .......... .......... .......... .......... ... 81 .......... .......... .......... .......... ...... 88 11
nkppt n ihsg t n sbit n pet n kurst n inf t n nplt n tkpt n
Dimana: nkpp
= Logaritma natural NKPP (Nilai Kapitalisasi Proyek Properti)
ihsg
= Logaritma natural IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)
sbi
= Suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
pe
= Angka pertumbuhan ekonomi
kurs
= Logaritma natural KURS
inf
= laju inflasi
npl
= Logaritma natural NPL (Non Perform Loan investasi properti)
1u 2u 3u 4u 5u 6u 7u 8u
tkp
= Logaritma natural TKP (Total Kredit Properti)
c1
= Intercept, dimana: i, j (1, 2, …., 8)
ij
= Lag operator, dimana: i, j (1, 2, …., 8)
ij
= Guncangan acak, dimana: i, j (1, 2, …., 8) Pengurutan variabel pada model didasarkan pada faktorisasi Cholesky,
dimana variabel yang relatif paling sulit dipengaruhi oleh variabel lain diletakan paling awal. Sementara variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang. Variabel yang memiliki korelasi prediksi terhadap variabel lain diletakkan berdampingan satu sama lain. Pengurutan ini dilakukan karena Variance Decompotition dan Impulse Respons Function sangat sensitif terhadap pengurutan variabel.
3.4. Alur Metode Analisis dan Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini yang pertama kali dilakukan yaitu uji stasioneritas data. Hal ini sangat penting untuk mengetahui apakah data-data yang digunakan dalam penelitian ini stasioner atau tidak serta untuk mengetahui derajat kestasioneran dari data-data tersebut. Dalam metode VAR/VECM derajat kestasioneran dari suatu data sangat mempengaruhi penggunaan dari metode VAR atau metode VECM pada tahapan selanjutnya. Apabila semua data stasioner pada tingkat level maka metode VAR yang digunakan, tetapi jika data yang digunakan tidak semuanya stasioner pada tingkat level maka kemungkinan metode VECM yang digunakan. Untuk memastikannya perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference. Besar kemungkinan terjadi hubungan kointegrasi antara variabel-
variabel yang tidak stasioner pada tingkat level namun stasioner pada tingkat first difference, sehingga perlu dilakukan uji kointegrasi untuk memastikan adanya hubungan kointegrasi di antara variabel-variabel tersebut. Hubungan kointegrasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan jangka panjang dengan menggunakan metode VECM. Selanjutnya dapat memanfaatkan alat analisa yang terdapat dalam metode VAR/VECM seperti Granger Causality Test, Variance Decompotition, dan analisis Impuls Respon Function (IRF). Untuk memudahkan pemahaman mengenai alur metode analisis dan pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Data Time Series
Uji Stasioneritas Data
Stasioner pada tingkat level
Stasioner pada tingkat first difference
Uji Lag Optimum
Uji Kointegrasi
Vector Autoregression
Vector Error Correction Model
Granger Causality Test
Variance Decompotition
Impuls Respon Function
Gambar 3.1. Alur Metode Analisis dan Pengolahan Data
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Gambaran Umum Sektor Properti Pasca Krisis Pada saat terkena badai krisis ekonomi sebelas tahun lalu, industri properti di Indonesia termasuk salah satu industri yang pertama kali terkena dampaknya. Hal tersebut bisa dikatakan terjadi karena akumulasi kesalahan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku dalam industri properti sendiri. Saat itu perbankan demikian gencar menyalurkan kredit ke sektor properti yang umumnya bersifat jangka panjang dengan ditopang dana yang bersifat jangka pendek. Sementara pengawasan dari Bank Indonesia masih sangat lemah sehingga praktik pelanggaran legal lending limit (batas maksimum pemberian kredit atau BMPK) dan mark up nilai proyek sangat lazim dilakukan. Pada saat itu, hal ini tidak menjadi masalah karena kondisi perekonomian Indonesia sedang stabil (Diredja, 2007). Namun ketika krisis mata uang yang awalnya terjadi di Thailand kemudian berimbas ke Indonesia, tidak dipungkiri hal ini menjadi pemicu jatuhnya bankbank yang berperan besar dalam pembiayaan bisnis properti. Para pengembangpun ikut merasakan dampak dari jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sebagian besar dari mereka berurusan dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena tidak dapat memenuhi kewajiban mereka
kepada
pihak
perbankan.
Ketika
itu
banyak
kalangan
memperkirakan industri properti akan lama untuk bisa pulih kembali.
yang
Namun, pada tahun 1999-2000, beberapa pengembang yang kebal krisis mulai menekuni kembali bisnis properti. Restrukturisasi utang pengembang melalui BPPN tahun 2001 menjadi stimulus dan landasan berpijak baru bagi para pengembang untuk kembali menekuni proyek-proyek propertinya. Sejak itu pula bisnis properti bergerak kembali dan bahkan menjadi lokomotif yang menggerakkan gerbong perekonomian nasional pasca krisis. Tahun 2003, pertumbuhan bisnis properti nasional tidak bisa dibendung lagi. Akibatnya, nilai kapitalisasi proyek properti nasional mengalami lonjakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Puncaknya terjadi tahun 2005, dengan nilai kapitalisasi proyek properti Rp 91,01 triliun, atau meningkat hampir sepuluh kali lipat dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang sebesar Rp 9,51 triliun. Jika menyimak proyek pembangunan properti nasional sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.1, terlihat pada tahun 2003 nilai kapitalisasi proyek properti di Indonesia mencapai angka Rp 49,3 triliun kemudian tumbuh secara konsisten menjadi Rp 77,1 triliun pada tahun 2007. Berdasarkan pengamatan terhadap kinerja serta kondisi faktor-faktor pendukung industri properti, maka diperkirakan pertumbuhan bisnis properti masih propektif di tahun-tahun kedepan. Bahkan menurut salah seorang pengamat properti di Indonesia mengatakan bahwa puncak siklus bisnis properti masih akan terjadi pada tahun 2010-2011 (Panangian Simanungkalit, 2008).
Tabel 4.1 Proyek Pembangunan Properti (dalam Miliar Rupiah) Tahun No
Nama Proyek
Proyek Pusat Perbelanjaan Modern Jabotabek 2 Proyek Pusat Perbelanjaan Modern Daerah 3 Proyek Apartemen Jabotabek 4 Proyek Apartemen Daerah 5 Proyek Perkantoran Jabotabek 6 Proyek Hotel (Nasional) 7 Proyek Perumahan (Nasional) 8 Proyek Ruko/ Rukan (Nasional) Kapitalisasi Proyek Properti Nasional
2002
2003
2004
2005
2006
2007
9.804
15.536
20.029
31.984 23.130
14.300
4.152
13.440
16.539
18.358 10.155
7.225
1.484
4.022
7.688
7.945
8.445
9.786
249
362
236
1.412
3.509
3.326
106
577
871
2.659
3.313
4.023
59
885
1.320
3.108
3.043
3.536
7.159
8.883
10.823
17.730 17.561
22.977
3.938
5.583
5.953
7.812
9.132
11.948
26.952
49.289
63.459
91.008 78.288
77.123
1
Sumber: PSPI, 2008
4.2. Gambaran Umum Variabel Makro Gambaran umum variabel makro yang akan dibahas dalam penelitian ini terdiri dari gambaran umum perkembangan makroekonomi Indonesia periode 2001 hingga 2008 yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan suku bunga SBI satu bulan, pekembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta perkembangan nilai Indeks Harga Saham
Gabungan. Seperti yang kita ketahui bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998 meruntuhkan kondisi perekonomian di Indonesia. Beberapa tahun berselang pasca krisis tersebut terjadi kondisi perekonomian Indonesia dapat dikatakan telah membaik. Hal ini dapat dilihat dari kinerja makroekonomi yang terus mengalami peningkatan.
4.2.1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam rangka melanjutkan proses pemulihan ekonomi, pemerintah terus mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan (sustainable). Pada tahun 2001 nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 3,9 persen, meningkat tajam dari nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1999 yang hanya mencapai angka 0,2 persen. Hal ini terus berlanjut hingga akhir tahun 2008, walaupun terdapat sedikit penurunan pada tahun 2008 akibat krisis ekonomi global, namun rata-rata pertumbuhan ekonomi meningkat dan relatif konsisten dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari 3,9 persen pada tahun 2001 hingga mencapai 6,1 persen pada tahun 2008. Terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor eksternal yaitu meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia, dan faktor internal yaitu membaiknya kinerja ekonomi Indonesia terutama didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemerintah dalam melanjutkan pemulihan ekonomi melalui perbaikan fundamental ekonomi dan pemulihan kepercayaan masyarakat.
4.2.2. Laju Inflasi Gambar 4.1 memperlihatkan perkembangan laju inflasi Indonesia pada kurun waktu 2001 sampai 2008, terlihat bahwa laju inflasi pada periode-periode tersebut relatif stabil. Stabilnya laju inflasi terutama disebabkan oleh kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Laju inflasi tahun 2003 tercatat 6,8 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2002 sebesar 11,9 persen. Ditinjau dari faktor yang mempengaruhinya, faktor ekternal yang mempengaruhi rendahnya laju inflasi yakni kecenderunan menurunnya harga-harga dunia yang tercermin dari terjadinya deflasi. Sedangkan dari sisi internal, penurunan inflasi dikarenakan oleh relatif stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan kecenderungan yang semakin menguat serta tidak adanya gangguan yang cukup berarti di sisi penawaran jasa dan barang dalam negeri (Lenggu, 2006). Pada tahun 2005-2006 terjadi kenaikan laju inflasi, hal ini disebabkan terutama oleh kenaikan harga BBM yang diumumkan oleh pemerintah pada pertengahan tahun 2005. Kenaikan harga BBM ini sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia dan besarnya defisit anggaran yang harus ditanggung oleh pemerintah. Kenaikan BBM pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga di semua sektor terutama sektor transportasi.
4.2.3. Suku Bunga SBI Sejalan dengan upaya menekan laju inflasi, suku bunga SBI pada tahun 2001 ditetapkan cukup tinggi yakni 16,6 persen jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga SBI pada tahun 2000 yaitu 1,53 persen. Pada tahun 2002, penguatan
nilai tukar rupiah dan relatif rendahnya laju inflasi telah memberikan peluang penurunan suku bunga secara bertahap menjadi 14,95 persen. Penurunan suku bunga ini berlanjut hingga tahun 2004. Namun pada tahun 2005-2006 suku bunga SBI kembali mengalami peningkatan akibat tekanan inflasi serta melemahnya nilai tukar rupiah.
Pada tahun 2007-2008 suku bunga SBI kembali mengalami
penurunan seiring dengan menurunnya laju inflasi Indonesia. Perkembangan suku bunga SBI periode tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
20.00 15.00
pe
10.00
s bi inflas i
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
0.00
2001
5.00
Sumber : Bank Indonesia, 2009
Gambar 4.1. Perkembangan Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Suku Bunga SBI, dan Laju Inflasi
4.2.4. Nilai Tukar Perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan kecenderungan menguat selama tahun 2002 dan 2003. Faktor utama yang mendorong menguatnya nilai tukar rupiah adalah aliran dana masuk dari luar negeri berupa divestasi aset-aset pemerintah dan pembelian obligasi dalam negeri oleh asing. Faktor lain yang mendukung penguatan rupiah adalah suku bunga riil dalam negeri yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga luar negeri.
Terjadi pelemahan nilai tukar pada tahun 2004-2005, dipicu oleh faktor internal dan eksternal. Di sisi internal, pelemahan rupiah tidak terlepas dari kondisi defisit neraca pembayaran yang semakin besar. Peningkatan defisit tersebut disebabkan antara lain oleh peningkatan permintaan valuta asing (valas) dometik guna memenuhi kebutuhan impor maupun pembayaran utang luar negeri yang belum dapat diimbangi oleh peningkatan pasokan valas dari hasil ekspor dan Foreign Direct Investment (FDI). Di sisi eksternal, meningkatnya laju inflasi Amerika mendorong penguatan mata uang US dollar secara global. Pada tahun 2006 nilai tukar rupiah sedikit menguat namun tahun 2007 dan 2008 kembali mengalami pelemahan. Pergerakan nilai tukar rupiah di Indonesia periode tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Gambar 4.2.
4.2.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Berdasarkan grafik perkembangan IHSG pada Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa nilai IHSG terus mengalami peningkatan antara tahun 2001 sampai 2008. Bahkan peningkatan yang terjadi cukup drastis yakni dari nilai 405 poin pada tahun 2001 menjadi 2087 poin pada tahun 2008, atau meningkat hampir 500 %. Selain dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, peningkatan indeks harga saham dalam negeri juga dipengaruhi oleh indeks harga saham pasar regional. Namun pada bulan Oktober tahun 2008 Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menghentikan transaksi selama 2 hari akibat terus merosotnya nilai IHSG akibat dari adanya dampak krisis keuangan global. Walaupun demikian secara umum penurunan IHSG tersebut tetap membuat rata-rata nilai IHSG tetap tinggi.
12000 10000 8000
kurs
6000
ihsg
4000 2000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : Bank Indonesia, 2008
Gambar 4.2. Perkembangan Variabel IHSG dan Kurs
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti 5.1.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam analisis data time serries. Hal ini karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model dapat menyebabkan regresi lancung (spurious regression). Data dikatakan stasioner apabila: (1) rata-rata dan variansnya konstan sepanjang waktu, dan (2) kovarian antara dua data runtut waktu tergantung pada kelambanan antara dua periode tersebut. Sementara itu regresi lancung sendiri terjadi ketika hasil regresi menunjukkan hubungan antara variabel yang signifikan secara statistik, namun sebenarnya hubungan tersebut tidak memiliki makna kausal yang jelas. Regresi ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang terjadi. Uji stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan test Augmented Dickey Fuller (ADF). Pada tahap ini akan diuji apakah suatu variabel mengandung akar unit (unit root) atau tidak. Yang harus dilakukan pertama kali yaitu menguji kestasioneran data pada tingkat level. Apabila dari pengujian tersebut terdapat variabel yang tidak stasioner, maka perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference.
Tabel 5.1. Uji Stasioneritas Data pada Level Variabel ADF Nilai Kritis MacKinnon Statistik 1% 5% 10%
Keterangan
Ln_NKPP
-3.53604
-3.50388
-2.89359
-2.58393
Stasioner
Ln_IHSG
-1.20605
-3.50388
-2.89359
-2.58393
Tidak stasioner
SBI
-2.76225
-3.50305
-2.89323
-2.58374
Tidak stasioner
PE Ln_KURS
-1.93453 -3.39394
-3.50739 -3.50145
-2.89511 -2.89254
-2.58474 -2.58337
Tidak stasioner Stasioner
INF
-1.93210
-3.50067
-2.89220
-2.58319
Tidak stasioner
Ln_NPL
-1.40829
-3.50067
-2.89220
-2.58319
Tidak stasioner
Ln_TKP
1.21246
-3.50067
-2.89220
-2.58319
Tidak stasioner
Sumber: Hasil Olahan
Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic-nya lebih kecil secara aktual dari nilai kritis MacKinnon, atau nilai Probability-nya kurang dari nilai selang kepercayaan yang dipakai (dalam penelitian ini 5 % atau 0,05). Berdasarkan hasil pengujian pada tingkat level (dapat dilihat pada Tabel 5.1) dapat diketahui bahwa terdapat 2 variabel yang stasioner. Kedua variabel tersebut yaitu: nilai kapitalisasi proyek properti (NKPP) dan nilai tukar nominal (KURS). Karena tidak semua variabel stasioner pada tingkat level maka pelu dilakukan uji kestasioneran data pada tingkat first difference. Berdasarkan pada Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa seluruh variabel telah stasioner pada tingkat first difference karena nilai ADF test tatistic-nya lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada selang kepercayaan 5 %.
Tabel 5.2. Uji Stasioneritas Data pada First Difference Variabel ADF Nilai Kritis MacKinnon Statistik 1% 5% 10% D(Ln_NKPP) D(Ln_IHSG) D(_SBI) D(_PE) D(Ln_KURS) D(_INF) D(Ln_NPL) D(Ln_TKP)
-4.60489 -7.19724 -4.42285 -5.74293 -7.59387 -8.22995 -10.0438 -10.8994
-4.06204 -3.50388 -3.50145 -3.50739 -3.50224 -3.50145 -3.50145 -3.50145
-3.45995 -2.89359 -2.89254 -2.89511 -2.89288 -2.89254 -2.89254 -2.89254
-3.15611 -2.58393 -2.58337 -2.58474 -2.58355 -2.58337 -2.58337 -2.58337
Keterangan
Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber: Hasil Olahan
5.1.2. Lag Optimal Setelah melakukan uji stasioneritas data, maka tahap selanjutnya dalam sistem VAR atau VECM adalah menentukan jumlah lag optimal dari sebuah sistem persamaan. Hal ini penting karena suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel lainnya. Sebelum mencari nilai lag optimum perlu dicari terlebih dahulu panjang selang maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dapat dilihat dari nilai inverse root karakteristik AR polynomial-nya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak didalam unit circle. Kemudian panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Pada penelitian ini digunakan kriteria informasi Schwarz Information Criterion (SC) untuk menentukan panjang lag maksimum. Dari Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa nilai terendah dari SC tercapai pada saat lag dua. Sehingga jumlah lag optimum dari model penelitian ini adalah dua.
Tabel 5.3. Penetapan Lag Optimum Lag 0 1
SC 3.083112 -0.312365
2 3 4
-0.624220* 1.285576 2.958412
5 6
4.099942 5.315026
Sumber : Hasil Olahan Catatan : * merupakan Lag Optimum
5.1.3. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) Winarno (2002) menyatakan bahwa dua variabel yang tidak stasioner sebelum dideferensi namun stasioner pada tingkat diferensi pertama (first difference), besar kemungkinan akan terjadi kointegrasi, yang berarti terdapat hubungan jangka panjang diantara keduanya. Uji kointegrasi pada penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara nilai Trace Statistic dengan critical value yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5 %. Sebelum melakukan uji kointegrasi maka terlebih dahulu ditentukan asumsi deterministik yang digunakan. Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah asumi 3 (Intercept [no trend] in CE and Test VAR). Berdasarkan Tabel .5.4 diketahui bahwa terdapat 6 persamaan kointegrasi yang signifikan dalam model.
Tabel 5.4. Uji Kointegrasi Hypothesized Eigenvalue No. of CE(s) None ** 0.650183 0.366187 At most 1 ** At most 2 ** 0.319673 At most 3 ** 0.265244 0.247348 At most 4** At most 5* 0.192554 At most 6 0.149495 At most 7 0.003348
Trace Statistic 263.4012 166.7694 124.8172 89.38056 61.02461 34.88258 15.20569 0.308559
5 Percent Critical Value 156.00 124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
1 Percent Critical Value 168.36 133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
Catatan : ** signifikan pada taraf nyata 5 % * signifikan pada taraf nyata 1 %
5.1.4. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) Tabel 5.5 memperlihatkan hasil estimasi VECM dari penelitian ini. Berdasarkan hasil estimasi VECM tersebut, dapat diketahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari variabel-variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian terhadap variabel NKPP. Pada analisis jangka pendek untuk nilai kapitalisasi proyek properti, terdapat dua persamaan kointegrasi yang signifikan secara statistik. Sementara untuk analisis jangka panjang, terdapat satu persamaan kointegrasi yang signifikan secara statistik.
Tabel 5.5. Estimasi VECM Variabel D(LN_NKPP(-1)) D(LN_NKPP(-2)) D(LN_NKPP(-3)) D(LN_IHSG(-1)) D(LN_IHSG(-2)) D(LN_IHSG(-3)) D(_SBI(-1)) D(_SBI(-2)) D(_SBI(-3)) D(_PE(-1)) D(_PE(-2)) D(_PE(-3)) D(LN_KURS(-1)) D(LN_KURS(-2)) D(LN_KURS(-3)) D(_INF(-1)) D(_INF(-2)) D(_INF(-3)) D(LN_NPL(-1)) D(LN_NPL(-2)) D(LN_NPL(-3)) D(LN_TKP(-1)) D(LN_TKP(-2)) D(LN_TKP(-3)) CointEq1 CointEq2 CointEq3 CointEq4 CointEq5 CointEq6 C LN_NPL(-1) C
Koefisien Jangka Pendek 1.278967 0.101324 -0.440602 -0.005622 -0.001951 -0.000477 0.000288 0.000970 -0.000345 0.001435 -0.002056 0.001849 -0.011255 0.002579 0.008362 -0.000220 -0.000242 -0.000484 -0.000133 0.001590 -0.001450 -0.003026 -0.025108 -0.002165 -0.001551 -0.001028 -0.000397 -0.000276 -0.003276 0.000118 0.002039 Jangka Panjang -2.713185 -14.19181
T-Statistik 10.8186* 0.51878 -3.97246* -1.35867 -0.45132 -0.10529 0.26512 0.89682 -0.31083 0.71019 -0.67352 0.80798 -0.91547 0.23246 0.89876 -1.02686 -1.19214 -2.44429* -0.06108 0.76528 -0.78353 -0.24343 -1.87274 -0.17363 -0.72415 -0.65210 -0.92430 -0.44691 -0.25677 0.50655 2.37545* 2.23031* -
Sumber : Hasil Olahan Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%
Pada analisis jangka pendek, dugaan parameter lag pertama dan ketiga dari nilai kapitalisasi proyek properti signifikan secara statitik terhadap nilai
kapitalisasi proyek properti itu sendiri. Nilai dugaan parameter untuk lag pertama bernilai 1,279 yang mengindikasikan bahwa peningkatan 1 persen nilai kapitalisasi pada 1 periode sebelumnya memicu peningkatan nilai kapitalisasi pada periode berikutnya sebesar 1,3 persen. Sementara itu nilai dugaan parameter lag ketiga NKPP berpengaruh negatif sebesar 0,441. Ini berarti bahwa peningkatan NKPP pada
3 periode sebelumnya akan menurunkan nilai
kapitalisasi pada 3 periode selanjutnya. Adanya perbedaan pengaruh perubahan nilai kapitalisasi proyek properti pada periode-periode sebelumnya dikarenakan para pelaku bisnis properti baik itu perbankan ataupun pengembang cenderung berhati-hati dalam mengucurkan dananya pada pembangunaan proyek properti. Hal ini dimakudkan untuk mengendalikan jumlah penawaran agar tidak terjadi kelebihan pasokan. Selain variabel NKPP, lag ketiga variabel INF juga memiliki hubungan jangka pendek dengan nilai kapitalisasi proyek properti. Dugaan parameter lag ketiga dari INF sebesar -0,0005 mengindikasikan bahwa peningkatan 1 persen pada laju inflasi 3 periode sebelumnya akan mengurangi nilai kapitalisasi proyek properti sebesar 0.0005 persen pada 3 periode selanjutnya. Adapun pengaruh negatif dari laju inflasi ini dapat disebabkan oleh kenaikan harga-harga bahan baku yang akan digunakan untuk membangun proyek-proyek properti. Karena harga-harga bahan baku tersebut meningkat maka nilai kapitalisasi proyek properti akan sedikit menurun. Hal ini dikarenakan pengembang mengurangi atau menunda pembangunan proyek propertinya.
Investasi bisnis properti merupakan salah satu bentuk investasi jangka panjang, begitu juga dengan pembiayaan dari perbankan (kredit) memiliki jangka waktu jatuh tempo yang panjang/lama pula. Oleh karena itu perubahan pada variabel IHSG, SBI, PE, KURS, NPL dan TKP dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap NKPP. Selanjutnya pada analisis jangka panjang hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kapitalisasi proyek properti di Indonesia. Variabel tersebut yaitu Non Perform Loan (NPL). Nilai dugaan parameter NPL sebesar -2,713 yang mengindikasikan bahwa kenaikan NPL sebesar 1 persen akan membuat nilai kapitalisasi proyek properti turun sebesar 2,713 persen. Hal ini karena perbankan cenderung bersikap backward looking (melihat kondisi sebelumnya) sehingga perbankan lebih bersikap hati-hati atau mengurangi penyaluran kreditnya. Ini tentu saja akan berimbas negatif terhadap pembangunan proyek properti, akibatnya nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun.
5.1.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Uji kausalitas Granger bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat (kausalitas) dari variabel-variabel dalam suatu persamaan. Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Pairwise Granger Causality Test, sehingga keterkaitan antara variabel-variabel dalam suatu penelitian akan terlihat. Selain itu hasil dari pengujian ini dapat memperlihatkan urutan dari variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian sesuai dengan faktorisasi Cholesky (hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 6). Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger dilakukan pada setiap variabel, namun Tabel 5.6 hanya menunjukkan uji kausalitas Granger terhadap nilai kapitalisasi proyek properti (NKPP) dan pertumbuhan ekonomi (PE). Pengujian kedua variabel ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara investasi bisnis properti terhadap perekonomian ataupun sebaliknya. Tabel 5.6. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Pairwise Granger Causality Test Null Hypothesis _PE does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause _PE
Obs 94
F-Statistic 2.98543
Probability 0.05560
8.85306
0.00031
Sumber : Hasil Olahan Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%
Hipotesis awal (H0) yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas antar variabel. Sementara hipotesis alternatif (H1) adalah adanya hubungan kausalitas antar variabel. Untuk menolak ataupun menerima H0, kita perlu melihat nilai probability dari hasil uji Granger tersebut. Apabila nilai probability-nya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen), maka H0 ditolak. Dari Tabel 5.6 diatas dapat dilihat nilai probability dari Ln_NKPP terhadap _PE kurang dari taraf nyata 5 persen, sehingga kesimpulannya tolak H0. Hal ini berarti terdapat hubungan sebab-akibat antara NKPP terhadap PE atau dengan kata lain NKPP Granger cause PE. Sebaliknya nilai probabilitas dari _PE terhadap ln_NKPP lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, atau dengan kata lain tidak ada hubungan kausalitas antara PE terhadap NKPP. Dari pengujian
kausalitas Granger antara NKPP dan PE diketahui bahwa hanya terdapat hubungan satu arah dari NKPP terhadap PE. Fenomena ini bisa dijelaskan sebagai berikut, ketika nilai investasi pada sektor properti meningkat maka secara agregat akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan PDB sektor konstruksi. Laju pertumbuhan PDB merupakan nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehingga ketika terjadi kenaikan PDB maka perekonomian Indonesia dikatakan tumbuh. Hasil pengujian kausalitas Granger ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) yang menyatakan bahwa pertumbuhan bisnis properti nasional mengikuti arah laju pertumbuhan PDB nasional.
5.1.6. Variance Decompotition Pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8 memperlihatkan nilai variance decompotition dari variabel nilai kapitalisasi proyek properti. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa varians nilai kapitalisasi proyek properti dominan dipengaruhi oleh varians variabel itu sendiri sampai periode ke-32. Setelah periode ke-32 varians IHSG yang dominan mempengaruhi perubahan variabel NKPP. Kondisi ini terus berlangsung dari periode ke-33 hingga periode ke-60. Selain variabel IHSG, variabel KURS, INF dan TKP juga memiliki persentase yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan variabel NKPP.
Tabel 5.7. Hasil Variance Decompotition Nilai Kapitalisasi Proyek Properti. Variabel Periode Dijelaskan oleh guncangan Dependen kedepan Ln_NKPP Ln_IHSG _SBI _PE (bulan) Ln_NKPP 1 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 98.65697 0.276316 0.168291 0.079921 3 97.28613 0.632703 0.275119 0.077088 4 96.18149 0.870555 0.618006 0.042623 5 95.26032 1.082333 0.913018 0.019858 10 91.36640 1.876661 2.048174 0.135558 15 82.28714 4.704877 2.495428 0.411750 20 66.65839 11.38200 2.519887 0.673668 25 49.84251 21.25255 2.029676 0.501782 30 37.70788 30.37076 1.435121 0.341221 35 31.08507 36.29529 0.992833 0.410538 40 27.68253 39.55684 0.718436 0.504612 45 25.47048 41.49669 0.555686 0.547714 50 23.69077 42.89529 0.456240 0.572341 55 22.29529 43.97265 0.391988 0.606793 60 21.32560 44.75014 0.348774 0.650289 Sumber : Hasil Olahan
Tabel 5.8. Hasil Variance Decompotition Nilai Kapitalisasi Proyek Properti. Variabel Dependen Ln_NKPP
Periode kedepan (bulan) 1 2 3 4 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Sumber : Hasil Olahan
Dijelaskan oleh guncangan Ln_KURS _INF Ln_NPL Ln_TKP 0.000000 0.733873 1.265461 1.320627 1.336981 3.501182 9.330333 16.04719 20.34459 21.27732 20.56179 19.72632 19.22830 18.96844 18.78513 18.62047
0.000000 0.062091 0.227028 0.555557 0.821928 0.469177 0.522360 2.066154 4.167420 5.937087 7.155290 8.032191 8.726422 9.261670 9.635624 9.877428
0.000000 0.009282 0.011323 0.059570 0.091477 0.083039 0.030703 0.020579 0.014313 0.047543 0.180374 0.345745 0.475935 0.564064 0.628864 0.683174
0.000000 0.013258 0.225151 0.351577 0.474083 0.519812 0.217404 0.632138 1.847162 2.883061 3.318816 3.433321 3.498766 3.591183 3.683662 3.744121
5.1.7. Impulse Respon Function (IRF) Analisis IRF dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perubahan dari satu variabel pada variabel itu sendiri atau variabel lainnya. Estimasi yang dilakukan untuk IRF ini dititikberatkan pada respon suatu variabel pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lainnya yang terdapat dalam model. Dalam penelitian ini analisis IRF bertujuan mengetahui dampak guncangan variabel makro terhadap investasi bisnis properti serta dampak guncangan sektor properti terhadap perekonomian Indonesia. Gambar 5.1 menunjukkan respon NKPP terhadap guncangan variabel NKPP sendiri. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa guncangan NKPP sebesar satu standar deviasi direspon positif oleh variabel NKPP itu sendiri sepanjang 60 periode yang diamati. Antara periode 1 sampai 15, nilai kapitalisasi proyek properti mengalami ekspansi kemudian pada periode berikutnya sedikit menurun namun kemudian kembali naik dan cenderung persisten pada kisaran 0,055 hingga akhir periode. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_NKPP Innovation .06 .05 .04 .03 .02 .01 .00 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.1. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel NKPP
Adapun respon NKPP terhadap guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi adalah negatif sepanjang 60 periode yang diamati, seperti yang terlihat pada Gambar 5.2. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa antara periode ke-1 sampai ke-50, nilai kapitalsai proyek properti di Indonesia turun sangat drastis kemudian pada periode berikutnya cenderung persiten pada kisaran -0.088. Indeks Harga Saham Gabungan merupakan indikator yang menunjukkan pergerakan saham secara keseluruhan dalam suatu periode. Indeks ini berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu waktu apakah keadaan pasar sedang aktif atau sedang lesu. Ketika nilai indeks harga saham gabungan anjlok ke level yang lebih rendah, hal itu menandakan bahwa keadaan pasar sedang lesu. Kondisi ini membuat enggan para pengembang untuk meluncurkan pembangunan proyek properti sehingga nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_IHSG Innovation .00
-.02
-.04
-.06
-.08
-.10 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.2. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel IHSG
Respon bisnis properti terhadap guncangan variabel suku bunga SBI dapat dilihat pada gambar 5.3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa bisnis properti merespon negatif guncangan terhadap suku bunga sepanjang 60 periode yang diamati. Respon negatif ini menunjukkan bahwa pada saat terjadi guncangan pada suku bunga SBI, hal ini akan mempengaruhi perilaku pengembang dalam meminta pembiayaan dari perbankan. Mereka cenderung menahan diri untuk meminta kredit, sehingga pembangunan proyek properti berkurang. Begitupula dengan masyarakat ketika akan mengajukan kredit kepada perbankan (misalnya Kredit Pemilikan Rumah) mereka akan mempertimbangkan besarnya suku bunga KPR pada saat itu. Ketika suku bunga tinggi, maka konsumen juga akan mempertimbangkan kembali untuk meminta pembiayaan dari perbankan. Bahkan tidak menutup kemungkinan masyarakat yang memiliki uang akan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank dari pada berinvestasi pada sektor properti karena tingkat suku bunganya yang tinggi serta resiko menderita kerugian yang sangat kecil. Penurunan permintaan dan penundaan pembangunan proyek properti oleh pengembang akan membuat nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun. Berdasarkan Gambar 5.3 terlihat bahwa pada periode ke-1 sampai periode ke-17, respon NKPP turun sangat drastis, kemudian cenderung naik dan persisten pada kisaran -0,6. Penurunan yang sangat drastis tersebut mengindikasikan bahwa guncangan pada variabel SBI dalam jangka pendek langsung direspon negatif oleh pengembang ataupun konsumen dalam meminta pembiayaan/kredit dari perbankan, akibatnya NKPP menjadi turun.
Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. _SBI Innovation .000
-.002
-.004
-.006
-.008
-.010 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.3. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel SBI
Dampak guncangan variabel pertumbuhan ekonomi terhadap nilai kapitalisasi proyek properti dapat dilihat pada Gambar 5.4. Terlihat pada gambar nilai kapitalisasi proyek properti merespon negatif guncangan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi pada periode ke-1 hingga periode ke-26 pasca guncangan itu terjadi. Namun setelah periode ke-26 respon NKPP menjadi positif. Hal ini berarti guncangan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi akan membuat bisnis properti menjadi negatif hanya untuk sementara waktu. Respon negatif yang terjadi pada awal periode dapat disebabkan oleh keterkaitan sektor properti dengan nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu indikator yang dapat dijadikan patokan dari adanya pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan industri propertinya. Maka dapat dipahami jika keadaan ekonomi suatu negara sedang terguncang maka begitu pula yang terjadi dengan industri propertinya. Namun guncangan yang terjadi pada perekonomian Indonesia dalam jangka panjang akan direspon positif oleh
perkembangan bisnis properti di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk memulihkan kondisi perekonomian Indonesia. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. _PE Innovation .016 .012 .008 .004 .000 -.004 -.008 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.4. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel PE
Respon negatif diperlihatkan oleh NKPP akibat guncangan dari variabel KURS, seperti yang terlihat pada Gambar 5.5. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa guncangan pada nilai tukar membawa dampak negatif terhadap perkembangan bisnis properti di Indonesia. Adapun pengaruh negatif dari nilai tukar nominal ini dapat disebabkan oleh penggunaan bahan baku impor yang digunakan untuk pembangunan proyek properti di Indonesia. Ketika harga bahan baku naik akibat rupiah terdepresiasi maka pengembang akan mengurangi penggunaan bahan baku impor tersebut sehingga nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun.
Berdasarkan
pengalaman
krisis
ekonomi
tahun
1997/1998,
terdepresiasinya rupiah pada saat itu juga menyebabkan kehancuran bisnis properti. Hal ini terjadi karena pada saat itu banyak pengembang yang memiliki utang dalam bentuk valas, ketika rupiah terdepresiasi kewajiban para pengembang menjadi
berlipat
ganda,
sehingga
pengembang
tidak
dapat
memenuhi
kewajibannya untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Akibat dari kejadian tersebut bisnis properti di Indonesia mengalami kejatuhan. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_KURS Innovation .00 -.01 -.02 -.03 -.04 -.05 -.06 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.5. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel KURS
Respon NKPP terhadap guncangan variabel inflasi adalah negatif pada periode ke-1 sampai periode ke-12 kemudian menjadi positif pada periode-periode selanjutnya seperti yang terlihat pada Gambar 5.6. Adapun respon negatif yang terjadi pada awal periode dikarenakan ketika terjadi lonjakan laju inflasi maka masyarakat akan menunda pembelian terhadap produk-produk properti karena lebih mengutamakan terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan. Penurunan permintaan dari masyarakat ini akan direspon negatif oleh
pengembang dengan tidak meluncurkan proyek-proyek baru untuk menghindari terjadinya kelebihan penawaran (oversupply). Akibatnya nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun sesaat. Namun karena sektor properti merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat Indonesia maka tingginya harga akan membuat permintaan masyarakat terhadap sektor ini tetap tinggi. Dalam jangka panjang nilai kapitalisasi proyek properti menjadi positif. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. _INF Innovation .05 .04 .03 .02 .01 .00 -.01 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.6. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel INF
Gambar 5.7 menunjukkan dampak guncangan NPL terhadap bisnis properti di Indonesia. Dalam jangka panjang guncangan terhadap NPL direspon negatif oleh NKPP. Hal ini karena perbankan cenderung bersikap backward looking (melihat kondisi sebelumnya) sehingga perbankan lebih bersikap hati-hati atau mengurangi penyaluran kreditnya. Ini tentu saja akan berimbas negatif terhadap pembangunan proyek properti. Adapun respon positif yang terjadi pada periode ke-15 sampai periode ke25 hal ini disebabkan oleh adanya pembiayaan yang berasal dari pengembang itu
sendiri. Selain pembiayaan yang berasal dari perbankan, pengembang juga memiliki sumber dana yang berasal dari dana milik pengembang itu sendiri serta dana yang berasal dari uang muka pembeli/konsumen. Walaupun perbankan cenderung mengurangi penyaluran kredit properti akibat tingginya angka kredit macet, dalam jangka pendek nilai kapitalisasi proyek properti masih dapat tumbuh positif karena ditopang oleh dana dari pengembang itu sendiri. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama karena setelah periode ke-25 nilai kapitalisasi proyek properti menjadi negatif. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_NPL Innovation .004
.000
-.004
-.008
-.012
-.016 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.7. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel NPL
Dampak guncangan variabel total kredit properti terhadap variabel nilai kapitalisasi proyek properti di tunjukkan oleh Gambar 5.8. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa guncangan variabel total kredit properti direspon negatif pada awal periode namun responnya menjadi positif pada periode ke-14 dan seterusnya. Ketika kredit properti mengalami guncangan maka penyaluran kredit/pembiayaan
terhadap
proyek
properti
menjadi
turun.
Akibatnya
pembangunan proyek properti ikut tersendat. Namun setelah periode ke-14 NKPP merespon positif guncangan yang terjadi pada total kredit properti. Respon positif ini terjadi karena pembiayaan berbagai pembangunan proyek properti di Indonesia tidak hanya mengandalkan pembiayaaan dari sektor perbankan tetapi juga berasal dari dana milik pengembang itu sendiri serta uang muka dari para konsumen. Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_TKP Innovation .030 .025 .020 .015 .010 .005 .000 -.005 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.8. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel TKP
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam bab II bahwa salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian Indonesia. Adapun Gambar 5.9 menjelaskan respon perekonomian nasional apabila terjadi guncangan pada bisnis properti. Terlihat bahwa dari periode ke-1 sampai ke-75 perekonomian nasional bergerak sangat fluktuatif, bahkan pada periode ke-11 sampai ke-18 respon perekonomian Indonesia menjadi negatif namun menjadi positif kembali pada periode-periode berikutnya. Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia memerlukan jeda waktu untuk merespon negatif guncangan yang terjadi
pada bisnis properti, hal ini lebih disebabkan oleh karakteristik bisnis properti yang bersifat jangka panjang. Selain itu perekonomian Indonesia juga memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali stabil ketika terjadi guncangan terhadap bisnis properti. Response of _PE to Cholesky One S.D. LN_NKPP Innovation .20 .16 .12 .08 .04 .00 -.04 -.08 25
50
75
100
Sumber : Hasil Olahan
Gambar 5.9. Respon PE terhadap Guncangan Variabel NKPP
5.2. Implikasi Kebijakan Sejauh ini kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah mengenai sekor properti dapat dikatakan telah cukup baik. Terutama melihat dari hasil kerja keras pemerintah serta pihak-pihak terkait dalam mengupayakan pemulihan industri properti pasca krisis ekonomi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada saat krisis ekonomi tahun 1997/1998, sektor properti merupakan salah satu sektor yang terkena dampak paling besar. Bahkan beberapa kalangan memperkirakan bahwa industri properti akan memerlukan waktu yang lama untuk bisa bangkit kembali. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah salah satunya yaitu melalui
restrukturisasi utang oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) pada tahun 2001. Restrukturisasi utang ini mampu membuat industri properti kembali tumbuh. Selain itu adanya kebijakan pemerintah dalam mensubsidi masyarakat berpenghasilan rendah menjadi pemicu semakin tumbuhnya bisnis properti. Adapun terkait dengan penelitian ini diantaranya melihat hasil uji VAR/VECM yang menunjukkan bahwa 3 dari 8 variabel yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap investasi bisnis properti. Nilai kapitalisasi proyek properti berpengaruh signifikan dalam meningkatkan perkembangan bisnis properti di Indonesia sehingga pemerintah diharapkan memberikan stimulus untuk meningkatkan nilai kapitaliasi proyek properti. Adapun kebijakan yang dapat dijadikan stimulus ataupun insentif dalam meningkatkan perkembangan bisnis properti diantaranya adalah kemudahan dalam pemberian izin bagi pengembang untuk melakukan pembangunan proyek properti, mempermudah pembiayaan/kredit di lingkungan perbankan bagi konsumen dan produsen, merangsang bertambahnya jumlah lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam pembiayaan sektor properti, serta meningkatkan subsidi pemerintah khususnya bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Namun demikian pembiayaan dari perbankan harus dilakukan dengan sangat hati-hati demi menghindari masalah kredit macet (NPL) yang dapat berdampak buruk bagi perekonomian. Berdasarkan analisis IRF guncangan terhadap NPL berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti walaupun sempat direspon positif. Angka kredit macet yang besar tetap menjadi kekhawatiran bagi perbankan karena dapat mempengaruhi stabilitas perbankan.
Begitu pula dengan pemberian izin bagi pengembang harus tetap memperhatikan tingkat penyerapan/permintaan properti di masyarakat. Jangan sampai pembangunan proyek properti melebihi pertumbuhan daya serap pasar. Jika hal ini terjadi maka akan terdapat kelebihan jumlah penawaran yang dapat merugikan banyak pihak, baik itu perbankan, pengembang ataupun pelaku bisnis properti lainnya. Selain itu jumlah penawaran yang berlebih dapat memicu penurunan harga properti. Laju inflasi berpengaruh signifikan dalam menurunkan nilai kapitalisasi proyek properti, maka diharapkan pemerintah dan otoritas moneter (Bank Indonesia) mampu menjaga stabilitas inflasi di Indonesia. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan mengefektifkan pelaksanaan paket kebijakan Inflation Targetting Framework (ITF). Hasil analisis IRF menunjukkan bahwa hampir sebagian besar guncangan yang terjadi pada variabel makro direspon negatif oleh bisnis properti baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis properti sangat rentan terhadap guncangan variabel makro. Oleh karena itu, pemerintah harus menjaga kestabilan ekonomi dan lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan untuk menghindari terjadinya gejolak ekonomi. Selain faktor ekonomi, kestabilan politik serta keamanan juga harus diwujudkan oleh pemerintah, karena keadaan yang aman dan stabil akan membuat pelaku usaha leluasa dalam mengembangkan usahanya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Perkembangan industri properti di Indonesia saat ini nampaknya menunjukkan pertumbuhan yang cukup meyakinkan. Hal ini ditandai dengan maraknya pembangunan proyek-proyek properti seperti perumahan, apartemen, hotel, serta pusat-pusat perbelanjaan. Dapat dilihat saat ini promo mengenai produk-produk properti begitu gencar dan marak di berbagai media baik itu media massa ataupun media elektronik. Selain itu perkembangan tersebut dapat dilihat dari nilai kapitalisasi proyek properti yang meningkat secara signifikan sejalan dengan maraknya pembangunan di sektor properti. Terbukanya peluang bisnis properti secara otomatis memberi peluang bagi bisnis-bisnis pendukung seperti konsultan, pialang, agen-agen properti dan industri yang menopang bisnis properti ini seperti industri semen, cat, besi, kayu, beton, dan sebagainya. Oleh karena itu dari perspektif makroekonomi, industri properti memiliki cakupan usaha yang cukup luas, sehingga bergairahnya bisnis properti pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Oleh sebab itu, bisnis properti menjadi indikator penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perkembangan industri properti Indonesia saat ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pembiayaan industri perbankan dalam bentuk kredit properti. Seperti yang kita ketahui bahwa sumber dari kredit properti berasal dari dana pihak ketiga yang bersifat jangka pendek. Sementara investasi properti lebih
bersifat jangka panjang. Hal ini bisa menimbulkan ketidaksesuaian jatuh tempo karena sumber dananya yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh masyarakat. Ketergantungan terhadap pembiayaan dari perbankan inilah yang membuat industri properti di Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan perbankan ataupun lembaga keuangan termasuk Bank Indonesia. Akibat ketergantungan ini pulalah yang membuat bisnis properti sangat rentan terhadap guncangan ekonomi. Berdasarkan penelitian ini, diketahui faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap investasi bisnis properti yaitu nilai kapitalisasi proyek properti, tingkat inflasi dan Non Perform Loan (NPL). Dari ketiga variabel tersebut, variabel NKPP dan INF berpengaruh signifikan dalam jangka pendek dan variabel NPL berpengaruh signifikan dalam jangka panjang. Adapun variabelvariabel yang tidak berpengaruh terhadap investasi bisnis properti baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), suku bunga SBI, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar nominal dan total kredit properti (TKP). Dari 3 variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap investasi bisnis properti, terdapat 2 variabel yang apabila variabel tersebut meningkat sebesar satu persen akan membuat bisnis properti mengalami penurunan. Kedua variabel tersebut adalah laju inflasi dan Non Perform Loan (NPL). Sementara variabel nilai kapitalisasi proyek properti justru membuat bisnis properti mengalami peningkatan. Dari 9 variabel yang digunakan dalam penelitian ini guncangan yang terjadi pada nilai kapitalisasi proyek properti, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan
total kredit properti direspon positif oleh pertumbuhan bisnis properti, walaupun pada awal periode respon NKPP sempat negatif. Sementara variabel-variabel yang lainnya direspon negatif oleh bisnis properti di Indonesia. Adanya dampak negatif ini menunjukkan bahwa industri properti berhubungan erat dengan stabilitas makro serta sangat mudah dipengaruhi oleh guncangan-guncangan ekonomi. Adapun dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian nasional direspon fluktuatif dari periode ke-1 sampai periode ke-75 pasca guncangan itu terjadi. Bahkan pada periode ke-11 sampai periode ke-18 perekonomian Indonesia merespon negatif guncangan pada industri properti. Pada periode ke-75 dan selanjutnya respon perekonomian Indonesia cenderung persisten pada kisaran 0.3. Berdasarkan hasil analisis IRF ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali stabil ketika terjadi guncangan terhadap bisnis properti.
6.2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pada penelitian ini ditujukan kepada para pelaku industri properti, mereka adalah perbankan, pengembang dan pemerintah. Terkait dengan penelitian ini, pemerintah terutama berperan besar dalam proses pertumbuhan sektor properti, karena peranan dan otoritasnya dalam mengambil kebijakan dan menciptakan stabilitas ekonomi nasional. Berdasarkan penelitian ini saran yang dapat diberikan kepada pemerintah yaitu pemerintah diharapkan berhati-hati dalam menetapkan tingkat suku bunga
SBI, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah serta menjaga kondisi pasar saham. Karena dampak ketiga guncangan tersebut membuat bisnis properti menjadi negatif dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Selain itu pemerintah diharapkan mampu memberikan stimulus serta insentif bagi para pelaku industri properti
baik
perbankan,
pengembang,
konsumen
ataupun
masyarakat;
meningkatkan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah; melakukan pengawasan yang ketat terhadap perbankan ataupun pengembang. Namun yang paling penting dari semua saran diatas adalah pemerintah harus mampu mewujudkan stabilitas ekonomi, serta menjaga kestabilan politik dan keamanan. Bagi perbankan harus lebih meningkatkan perannya dalam menghimpun dana pihak ketiga/masyarakat terutama yang memiliki jangka waktu/jatuh tempo panjang, mempermudah prosedur pengajuan kredit bagi konsumen tidak hanya untuk sektor perumahan tetapi juga untuk properti komersial lainnya, menurunkan tingkat NPL dengan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit properti terhadap konsumen
ataupun
melakukan
pembiayaan
terhadap
pengembang
serta
merealisasikan aturan mengenai Batas Pemberian Maksimum Kredit (BPMK). Adapun saran bagi pengembang yaitu memperluas pangsa pasar tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri; dalam membangun proyek properti harus disesuaikan dengan daya serap pasar sehingga tidak terjadi kelebihan pasokan; lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan terhadap sektor primer yaitu perumahan khususnya bagi masyarakat golongan menengah kebawah. Serta saran yang paling penting bagi pengembang yaitu untuk tidak mudah terpengaruh oleh guncangan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Boone, L. E. dan D. L. Kurtz. 2000. Pengantar Bisnis. Jilid I. Fadrinsyah, dkk [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Dewan Pengkajian Masalah Perumahan dan Permukiman Real Estate Indonesia. 1995. Era Baru Bisnis Realestate. PT Indoasia, Jakarta. Diredja, T. G. 2007. “Industri Properti Bertahan di Krisis Global”. http:www.btn.co.id [29 Januari 2009] Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. 2007. Early Warning Indicators Industri Properti. Bank Indonesia, Jakarta. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. 2008. Survei Indikator Industri Properti. Bank Indonesia, Jakarta. Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Son Ltd, New York. Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno dan Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Lowry, J. R. dan B. W. Weinrich. 1994. Business in Today’s World. SouthWestern Publishing Co, Ohio. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Muhammad, M. 2007. ” Kebijakan Fiskal di Masa Krisis Ekonomi 1997”. http:robert marbun.htm [14 Agusus 2007] Pasaribu, S. H., Djoni H, dan Tony I. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, IPB. Rachmi, A. A. 2008. Dampak Penguasaan Lahan dan Pembangunan Properti Terhadap Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Segitiga Emas Jakarta [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Rafitas, A. B. 2005. Kiat Sukses Bisnis Broker Properti. Bumi Aksara, Jakarta. Rasmi, M. N. 2009. Dampak Pembangunan Properti Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.
Saputra, A. 1999. ”Pengaruh Sistematis dan Likuiditas Terhadap Pengembalian Saham Badan-Badan Usaha yang Go-Publik di Bursa Efek Jakarta Pada Tahun 1999”. http://puslitpetra.ac.id/journals/management. Sidik, M. 2000. Model Penilaian Properti Berbagai Penggunaan Tanah di Indonesia. Yayasan Bina Ummat Sejahtera, Jakarta. Simanungkalit, P. 2008. “Bisnis Properti Sudah Kebal Krisis” [Kompas Online]. http:www.kompas.co.id/kompas-cetak/1008/23/properti.htm [23 Oktober 2008] Supriana, T. 2004. Dampak Guncangan Struktural Terhadap Fluktuasi Ekonomi Makro Indonesia: Suatu Kajian Business Cycle Dari Sisi Permintaan [disertasi]. Wibowo, R. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Perumahan Rakyat dan Apartemen (KPRA) Serta Pengaruhnya Terhadap Business Cycle Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Winarno, W. W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika Dengan Eviews. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
Lampiran 1. Uji Stasioneritas Data Pada Tingkat Level NKPP Null Hypothesis: LN_NKPP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
t-Statistic -3.536041 -3.503879
5% level 10% level
-2.893589 -2.583931
Prob.* 0.0091
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
IHSG Null Hypothesis: LN_IHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -1.206045 -3.503879 -2.893589 -2.583931
Prob.* 0.6691
SBI Null Hypothesis: _SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.762253 -3.503049
Prob.* 0.0678
-2.893230 -2.583740
PE Null Hypothesis: _PE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: -3.507394 -2.895109 -2.584738 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -1.934534 -3.507394 -2.895109 -2.584738
Prob.* 0.3152
KURS Null Hypothesis: LN_KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.393941 Test critical values: 1% level -3.501445 5% level -2.892536 10% level -2.583371 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0136
INF Null Hypothesis: _INF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.932096 Test critical values: 1% level -3.500669 5% level -2.892200 10% level -2.583192 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.3164
NPL Null Hypothesis: LN_NPL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.408291 Test critical values: 1% level -3.500669 5% level -2.892200 10% level -2.583192 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.5752
TKP Null Hypothesis: LN_TKP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.212456 Test critical values: 1% level -3.500669 5% level -2.892200 10% level -2.583192 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.9981
Lampiran 2. Uji Stasioneritas Data Pada First Difference NKPP Null Hypothesis: D(LN_NKPP) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.604892 Test critical values: 1% level -4.062040 5% level -3.459950 10% level -3.156109 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0018
IHSG Null Hypothesis: D(LN_IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.197241 Test critical values: 1% level -3.503879 5% level -2.893589 10% level -2.583931 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
SBI Null Hypothesis: D(_SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.422848 Test critical values: 1% level -3.501445 5% level -2.892536 10% level -2.583371 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0005
PE Null Hypothesis: D(_PE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 7 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic -5.742927
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
1% level
-3.507394
5% level
-2.895109
10% level
-2.584738
Prob.* 0.0000
KURS Null Hypothesis: D(LN_KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.593874 Test critical values: 1% level -3.502238 5% level -2.892879 10% level -2.583553 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
INF Null Hypothesis: D(_INF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -8.229954 -3.501445
Prob.* 0.0000
-2.892536 -2.583371
NPL Null Hypothesis: D(LN_NPL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic -10.04384
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
1% level
-3.501445
5% level
-2.892536
10% level
-2.583371
Prob.* 0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
TKP Null Hypothesis: D(LN_TKP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -10.89936 -3.501445 -2.892536 -2.583371
Prob.* 0.0000
Lampiran 3. Penetapan Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D_IHSG D_INF D_KURS D_NKPP D_NPL D_PE D_SBI D_TKP Exogenous variables: C Date: 08/29/09 Time: 13:46 Sample: 2001:01 2008:12 Included observations: 89 Lag
LogL
LR
0 1 2 3 4 5 6
-119.2439 175.4911 333.0051 391.6555 460.8507 553.6889 643.2541
NA 529.8608 254.8540 84.35116 87.07711 100.1401* 80.50801
FPE
AIC
SC
2.41E-09 2.859414 3.083112 1.36E-11 -2.325644 -0.312365 1.71E-12 -4.427080 -0.624220* 2.11E-12 -4.306865 1.285576 2.23E-12 -4.423611 2.958412 1.58E-12 -5.071661 4.099942 1.46E-12* -5.646159* 5.315026
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
HQ 2.949580 -1.514149 -2.894256* -2.052712 -1.448129 -1.374851 -1.228020
Lampiran 4. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D_IHSG D_INF D_KURS D_NKPP D_NPL D_PE D_SBI D_TKP Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 08/29/09 Time: 13:48 Root 0.701193 - 0.593906i 0.701193 + 0.593906i 0.907132 0.870679 0.579307 - 0.172023i 0.579307 + 0.172023i 0.093307 - 0.595168i 0.093307 + 0.595168i -0.061970 + 0.534236i -0.061970 - 0.534236i -0.529888 -0.421431 - 0.187780i -0.421431 + 0.187780i 0.437003 0.094013 + 0.360013i 0.094013 - 0.360013i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.918910 0.918910 0.907132 0.870679 0.604308 0.604308 0.602438 0.602438 0.537819 0.537819 0.529888 0.461373 0.461373 0.437003 0.372086 0.372086
Lampiran 5. Uji Kointegrasi dengan Asumsi 3
Date: 09/05/09 Time: 07:13 Sample(adjusted): 2001:05 2008:12 Included observations: 92 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LN_NKPP LN_IHSG _SBI _PE LN_KURS _INF LN_NPL LN_TKP Lags interval (in first differences): 1 to 3 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 ** At most 4 ** At most 5 * At most 6 At most 7
0.650183 0.366187 0.319673 0.265244 0.247348 0.192554 0.149495 0.003348
263.4012 166.7694 124.8172 89.38056 61.02461 34.88258 15.20569 0.308559
5 Percent 1 Percent Critical Value Critical Value 156.00 124.24 94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 6 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 1% level
168.36 133.57 103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
Lampiran 6. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 09/05/09 Time: 11:16 Sample: 2001:01 2008:12 Lags: 3 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LN_IHSG does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause LN_IHSG
93
0.01695 2.24968
0.99697 0.08831
_SBI does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause _SBI
93
1.40053 0.42809
0.24819 0.73338
_PE does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause _PE
93
0.34687 4.80049
0.79149 0.00386
LN_KURS does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause LN_KURS
93
0.43311 1.26128
0.72983 0.29281
_INF does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause _INF
93
1.01701 0.24141
0.38925 0.86722
LN_NPL does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause LN_NPL
93
0.17366 3.15496
0.91394 0.02888
LN_TKP does not Granger Cause LN_NKPP LN_NKPP does not Granger Cause LN_TKP
93
1.14669 2.11495
0.33497 0.10422
_SBI does not Granger Cause LN_IHSG LN_IHSG does not Granger Cause _SBI
93
0.38312 1.26911
0.76542 0.29012
_PE does not Granger Cause LN_IHSG LN_IHSG does not Granger Cause _PE
93
1.04972 1.46708
0.37487 0.22920
LN_KURS does not Granger Cause LN_IHSG LN_IHSG does not Granger Cause LN_KURS
93
1.93828 5.11769
0.12943 0.00264
_INF does not Granger Cause LN_IHSG LN_IHSG does not Granger Cause _INF
93
1.19635 1.82614
0.31607 0.14843
LN_NPL does not Granger Cause LN_IHSG LN_IHSG does not Granger Cause LN_NPL
93
1.65887 3.64090
0.18189 0.01587
LN_TKP does not Granger Cause LN_IHSG LN_IHSG does not Granger Cause LN_TKP
93
0.53240 2.99819
0.66128 0.03505
_PE does not Granger Cause _SBI _SBI does not Granger Cause _PE
93
0.24656 2.32538
0.86357 0.08044
LN_KURS does not Granger Cause _SBI _SBI does not Granger Cause LN_KURS
93
2.50339 3.24832
0.06459 0.02574
_INF does not Granger Cause _SBI _SBI does not Granger Cause _INF
93
4.23443 6.71005
0.00768 0.00040
LN_NPL does not Granger Cause _SBI _SBI does not Granger Cause LN_NPL
93
0.18383 0.71797
0.90712 0.54393
LN_TKP does not Granger Cause _SBI _SBI does not Granger Cause LN_TKP
93
2.01439 4.89659
0.11791 0.00344
LN_KURS does not Granger Cause _PE _PE does not Granger Cause LN_KURS
93
2.31999 2.22451
0.08098 0.09108
_INF does not Granger Cause _PE _PE does not Granger Cause _INF
93
0.60112 0.06508
0.61602 0.97821
LN_NPL does not Granger Cause _PE _PE does not Granger Cause LN_NPL
93
1.93346 0.51936
0.13019 0.67008
LN_TKP does not Granger Cause _PE _PE does not Granger Cause LN_TKP
93
0.99511 3.06441
0.39915 0.03230
_INF does not Granger Cause LN_KURS LN_KURS does not Granger Cause _INF
93
0.24950 3.16148
0.86149 0.02865
LN_NPL does not Granger Cause LN_KURS
93
0.31458
0.81479
1.83626
0.14661
2.04021
0.11423
1.97345
0.12397
LN_KURS does not Granger Cause LN_NPL LN_TKP does not Granger Cause LN_KURS
93
LN_KURS does not Granger Cause LN_TKP LN_NPL does not Granger Cause _INF _INF does not Granger Cause LN_NPL
93
0.40561 1.04947
0.74934 0.37498
LN_TKP does not Granger Cause _INF _INF does not Granger Cause LN_TKP
93
0.44805 1.64159
0.71931 0.18574
LN_TKP does not Granger Cause LN_NPL LN_NPL does not Granger Cause LN_TKP
93
0.18200 1.90999
0.90836 0.13398
Lampiran 7. Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 09/05/09 Time: 07:15 Sample(adjusted): 2001:05 2008:12 Included observations: 92 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
CointEq3
CointEq4
CointEq5
CointEq6
LN_NKPP(-1)
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
LN_IHSG(-1)
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
_SBI(-1)
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
_PE(-1)
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
LN_KURS(-1)
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
_INF(-1)
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
LN_NPL(-1)
2.713185 (1.21650) [ 2.23031]
-1.440698 (0.99046) [-1.45457]
-4.531851 (5.06613) [-0.89454]
1.572811 (0.67491) [ 2.33040]
-0.074143 (0.06224) [-1.19120]
8.381772 (2.81912) [ 2.97319]
LN_TKP(-1)
-1.105920 (1.22150) [-0.90538]
-0.206981 (0.99453) [-0.20812]
9.697245 (5.08693) [ 1.90631]
-1.328591 (0.67768) [-1.96050]
0.068699 (0.06250) [ 1.09922]
10.65311 (2.83069) [ 3.76343]
C
-14.19181
3.826801
-92.56434
0.447587
-9.472925
-176.8005
Error Correction:
D(LN_NKPP)
D(LN_IHSG)
D(_SBI)
D(_PE)
D(LN_KURS)
D(_INF)
D(LN_NPL)
D(LN_TKP)
CointEq1
-0.001551 (0.00214) [-0.72415]
0.132761 (0.07996) [ 1.66025]
-0.042703 (0.30239) [-0.14122]
-0.045005 (0.10498) [-0.42868]
-0.048445 (0.03601) [-1.34523]
1.693340 (1.49228) [ 1.13474]
-0.610071 (0.13515) [-4.51400]
-0.015033 (0.01924) [-0.78141]
CointEq2
-0.001028 (0.00158) [-0.65210]
0.057055 (0.05888) [ 0.96902]
0.332512 (0.22265) [ 1.49340]
0.016294 (0.07730) [ 0.21079]
-0.000683 (0.02652) [-0.02575]
-0.856713 (1.09878) [-0.77969]
-0.447366 (0.09951) [-4.49555]
0.026506 (0.01417) [ 1.87113]
CointEq3
-0.000397 (0.00043) [-0.92430]
0.006895 (0.01603) [ 0.43026]
-0.122020 (0.06060) [-2.01346]
-0.023845 (0.02104) [-1.13330]
-0.003004 (0.00722) [-0.41616]
0.714035 (0.29907) [ 2.38755]
-0.047393 (0.02709) [-1.74974]
-0.010509 (0.00386) [-2.72560]
CointEq4
-0.000276 (0.00062) [-0.44691]
0.006646 (0.02305) [ 0.28826]
0.128479 (0.08718) [ 1.47366]
-0.101169 (0.03027) [-3.34240]
-0.004413 (0.01038) [-0.42500]
-0.913220 (0.43024) [-2.12257]
-0.090905 (0.03897) [-2.33296]
0.012028 (0.00555) [ 2.16843]
CointEq5
-0.003276 (0.01276) [-0.25677]
1.264467 (0.47639) [ 2.65429]
4.939523 (1.80149) [ 2.74192]
-0.005956 (0.62544) [-0.00952]
-0.835756 (0.21454) [-3.89552]
-8.013774 (8.89019) [-0.90142]
-1.749240 (0.80516) [-2.17255]
0.202753 (0.11461) [ 1.76903]
CointEq6
0.000118 (0.00023) [ 0.50655]
-0.007204 (0.00867) [-0.83050]
0.038124 (0.03280) [ 1.16215]
0.006180 (0.01139) [ 0.54262]
0.000276 (0.00391) [ 0.07054]
-0.585234 (0.16189) [-3.61505]
0.008300 (0.01466) [ 0.56612]
0.002856 (0.00209) [ 1.36842]
D(LN_NKPP(-1))
1.278967 (0.11822) [ 10.8186]
-5.360129 (4.41437) [-1.21424]
-9.209115 (16.6933) [-0.55167]
6.956823 (5.79562) [ 1.20036]
3.733746 (1.98804) [ 1.87810]
49.62042 (82.3800) [ 0.60234]
0.794987 (7.46089) [ 0.10655]
-1.493042 (1.06205) [-1.40582]
D(LN_NKPP(-2))
0.101324 (0.19531) [ 0.51878]
0.521573 (7.29305) [ 0.07152]
-1.615770 (27.5792) [-0.05859]
-4.237513 (9.57501) [-0.44256]
-2.996220 (3.28447) [-0.91224]
-1.467505 (136.101) [-0.01078]
1.069433 (12.3262) [ 0.08676]
-1.379607 (1.75462) [-0.78627]
D(LN_NKPP(-3))
-0.440602 (0.11091) [-3.97246]
4.416416 (4.14160) [ 1.06635]
8.900667 (15.6618) [ 0.56831]
-1.527307 (5.43750) [-0.28088]
-0.973520 (1.86520) [-0.52194]
-26.53337 (77.2897) [-0.34330]
-0.939140 (6.99988) [-0.13417]
2.545880 (0.99642) [ 2.55502]
D(LN_IHSG(-1))
-0.005622
0.094099
-1.382997
-0.009905
-0.132007
-1.961568
0.295494
-0.094905
(0.00414) [-1.35867]
(0.15451) [ 0.60900]
(0.58431) [-2.36689]
(0.20286) [-0.04883]
(0.06959) [-1.89702]
(2.88352) [-0.68027]
(0.26115) [ 1.13151]
(0.03717) [-2.55297]
D(LN_IHSG(-2))
-0.001951 (0.00432) [-0.45132]
-0.030939 (0.16138) [-0.19172]
-0.333398 (0.61026) [-0.54632]
-0.140299 (0.21187) [-0.66218]
-0.060916 (0.07268) [-0.83816]
-3.953261 (3.01161) [-1.31267]
-0.205789 (0.27275) [-0.75449]
-0.046528 (0.03883) [-1.19837]
D(LN_IHSG(-3))
-0.000477 (0.00453) [-0.10529]
0.041841 (0.16911) [ 0.24741]
-0.833625 (0.63952) [-1.30352]
0.166419 (0.22203) [ 0.74953]
-0.062973 (0.07616) [-0.82684]
-0.107174 (3.15598) [-0.03396]
0.330012 (0.28583) [ 1.15459]
-0.048795 (0.04069) [-1.19928]
D(_SBI(-1))
0.000288 (0.00108) [ 0.26512]
-0.053682 (0.04051) [-1.32513]
0.219273 (0.15319) [ 1.43134]
0.043204 (0.05319) [ 0.81232]
0.054356 (0.01824) [ 2.97936]
0.285193 (0.75600) [ 0.37724]
0.086600 (0.06847) [ 1.26482]
-0.001514 (0.00975) [-0.15536]
D(_SBI(-2))
0.000970 (0.00108) [ 0.89682]
-0.026135 (0.04040) [-0.64694]
-0.296919 (0.15277) [-1.94362]
-0.011678 (0.05304) [-0.22018]
0.015225 (0.01819) [ 0.83682]
1.749281 (0.75389) [ 2.32034]
0.115579 (0.06828) [ 1.69279]
-0.022660 (0.00972) [-2.33148]
D(_SBI(-3))
-0.000345 (0.00111) [-0.31083]
-0.110889 (0.04146) [-2.67431]
0.123308 (0.15680) [ 0.78640]
-0.010483 (0.05444) [-0.19257]
0.052813 (0.01867) [ 2.82822]
0.903487 (0.77380) [ 1.16760]
0.001522 (0.07008) [ 0.02172]
-0.008995 (0.00998) [-0.90170]
D(_PE(-1))
0.001435 (0.00202) [ 0.71019]
0.058969 (0.07546) [ 0.78144]
-0.146548 (0.28536) [-0.51355]
1.738824 (0.09907) [ 17.5509]
-0.012752 (0.03398) [-0.37522]
0.357115 (1.40825) [ 0.25359]
-0.025016 (0.12754) [-0.19614]
0.022994 (0.01816) [ 1.26653]
D(_PE(-2))
-0.002056 (0.00305) [-0.67352]
-0.074066 (0.11396) [-0.64993]
0.029515 (0.43095) [ 0.06849]
-1.379163 (0.14962) [-9.21797]
0.023975 (0.05132) [ 0.46714]
0.683120 (2.12668) [ 0.32121]
0.149418 (0.19261) [ 0.77577]
-0.016411 (0.02742) [-0.59856]
D(_PE(-3))
0.001849 (0.00229) [ 0.80798]
0.025646 (0.08543) [ 0.30019]
-0.216668 (0.32306) [-0.67067]
0.512588 (0.11216) [ 4.57005]
-0.019169 (0.03847) [-0.49822]
1.154672 (1.59430) [ 0.72425]
0.012808 (0.14439) [ 0.08871]
-0.002087 (0.02055) [-0.10154]
D(LN_KURS(-1))
-0.011255 (0.01229) [-0.91547]
-0.644915 (0.45907) [-1.40484]
-4.091058 (1.73599) [-2.35661]
-0.440625 (0.60271) [-0.73108]
0.439611 (0.20674) [ 2.12636]
2.559038 (8.56699) [ 0.29871]
0.621856 (0.77589) [ 0.80148]
-0.238087 (0.11045) [-2.15568]
D(LN_KURS(-2))
0.002579 (0.01109) [ 0.23246]
-0.258737 (0.41419) [-0.62468]
-2.517519 (1.56629) [-1.60732]
-0.060982 (0.54379) [-0.11214]
0.118669 (0.18653) [ 0.63618]
3.186744 (7.72950) [ 0.41228]
1.189744 (0.70004) [ 1.69955]
-0.082211 (0.09965) [-0.82500]
D(LN_KURS(-3))
0.008362 (0.00930) [ 0.89876]
-0.395779 (0.34741) [-1.13923]
-2.283672 (1.31375) [-1.73829]
0.341178 (0.45611) [ 0.74802]
0.143513 (0.15646) [ 0.91727]
5.048609 (6.48325) [ 0.77872]
0.601468 (0.58717) [ 1.02435]
-0.235096 (0.08358) [-2.81275]
D(_INF(-1))
-0.000220 (0.00021) [-1.02686]
0.003071 (0.00799) [ 0.38430]
0.027484 (0.03022) [ 0.90960]
-0.010406 (0.01049) [-0.99193]
-0.004902 (0.00360) [-1.36225]
0.384420 (0.14911) [ 2.57806]
0.004347 (0.01350) [ 0.32187]
-0.001243 (0.00192) [-0.64658]
D(_INF(-2))
-0.000242 (0.00020) [-1.19214]
0.010636 (0.00757) [ 1.40523]
0.003929 (0.02862) [ 0.13728]
-0.008167 (0.00994) [-0.82190]
-0.004025 (0.00341) [-1.18094]
0.018408 (0.14125) [ 0.13033]
-0.022442 (0.01279) [-1.75439]
-0.002312 (0.00182) [-1.26958]
D(_INF(-3))
-0.000484 (0.00020) [-2.44429]
0.010399 (0.00739) [ 1.40754]
0.005878 (0.02794) [ 0.21038]
-0.003051 (0.00970) [-0.31455]
-0.004261 (0.00333) [-1.28061]
0.088647 (0.13788) [ 0.64294]
-0.015291 (0.01249) [-1.22457]
0.004021 (0.00178) [ 2.26203]
D(LN_NPL(-1))
-0.000133 (0.00218) [-0.06108]
-0.010712 (0.08151) [-0.13142]
0.158730 (0.30824) [ 0.51496]
-0.015147 (0.10701) [-0.14154]
0.034368 (0.03671) [ 0.93624]
2.781595 (1.52113) [ 1.82864]
0.262711 (0.13776) [ 1.90696]
0.034351 (0.01961) [ 1.75165]
D(LN_NPL(-2))
0.001590 (0.00208) [ 0.76528]
-0.054400 (0.07758) [-0.70121]
0.267848 (0.29337) [ 0.91300]
0.200963 (0.10185) [ 1.97305]
0.036401 (0.03494) [ 1.04185]
0.615934 (1.44777) [ 0.42544]
0.234266 (0.13112) [ 1.78665]
0.020628 (0.01866) [ 1.10521]
D(LN_NPL(-3))
-0.001450
-0.019219
0.200484
0.084833
-0.003486
1.329243
-0.017661
0.013081
(0.00185) [-0.78353]
(0.06909) [-0.27819]
(0.26126) [ 0.76737]
(0.09071) [ 0.93526]
(0.03111) [-0.11204]
(1.28931) [ 1.03098]
(0.11677) [-0.15125]
(0.01662) [ 0.78696]
D(LN_TKP(-1))
-0.003026 (0.01243) [-0.24343]
-0.061018 (0.46415) [-0.13146]
-0.191620 (1.75520) [-0.10917]
-0.795764 (0.60938) [-1.30587]
-0.318075 (0.20903) [-1.52166]
7.812471 (8.66180) [ 0.90195]
-0.503948 (0.78447) [-0.64240]
-0.419687 (0.11167) [-3.75834]
D(LN_TKP(-2))
-0.025108 (0.01341) [-1.87274]
-0.536324 (0.50063) [-1.07131]
2.327661 (1.89315) [ 1.22952]
0.305706 (0.65727) [ 0.46512]
0.143047 (0.22546) [ 0.63447]
-0.613505 (9.34256) [-0.06567]
0.036269 (0.84613) [ 0.04286]
-0.066230 (0.12044) [-0.54988]
D(LN_TKP(-3))
-0.002165 (0.01247) [-0.17363]
-0.324630 (0.46568) [-0.69711]
-0.014402 (1.76101) [-0.00818]
-0.947255 (0.61139) [-1.54934]
-0.082252 (0.20972) [-0.39219]
5.403264 (8.69044) [ 0.62175]
0.747012 (0.78707) [ 0.94911]
-0.065112 (0.11204) [-0.58117]
C
0.002039 (0.00086) [ 2.37545]
0.028073 (0.03205) [ 0.87602]
-0.003038 (0.12118) [-0.02507]
0.007543 (0.04207) [ 0.17929]
0.021389 (0.01443) [ 1.48204]
-0.505031 (0.59803) [-0.84449]
-0.029683 (0.05416) [-0.54805]
0.040087 (0.00771) [ 5.19946]
0.996559 0.994866 0.000232 0.001951 588.7954 462.3899 -9.378041 -8.528308 0.020929 0.027228
0.420672 0.135756 0.323719 0.072848 1.476479 129.3424 -2.137878 -1.288145 0.014464 0.078361
0.702842 0.556698 4.629271 0.275481 4.809262 6.969559 0.522401 1.372134 -0.055543 0.413754
0.954115 0.931548 0.557994 0.095642 42.28020 104.2967 -1.593406 -0.743673 0.008370 0.365559
0.543262 0.318637 0.065657 0.032808 2.418526 202.7323 -3.733311 -2.883578 -0.000697 0.039745
0.422194 0.138028 112.7389 1.359477 1.485728 -139.8935 3.715076 4.564809 0.005978 1.464284
0.484483 0.230951 0.924723 0.123123 1.910930 81.05993 -1.088259 -0.238526 -0.007357 0.140399
0.607124 0.413907 0.018738 0.017526 3.142179 260.4119 -4.987215 -4.137482 0.020598 0.022893
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
4.10E-20 1160.372 1009.156 -15.50338 -7.389804
Lampiran 8. Variance Decomposition of Ln_NKPP Periode
S.E.
LN_NKPP
LN_IHSG
_SBI
_PE
LN_KURS
_INF
LN_NPL
LN_TKP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0.001951 0.004914 0.009339 0.015132 0.022255 0.030518 0.039767 0.049764 0.060332 0.071275 0.082458 0.093748 0.105068 0.116352 0.127575 0.138734 0.149861 0.161006 0.172245 0.183657 0.195327 0.207331 0.219738 0.232603 0.245967 0.259852 0.274267 0.289203 0.304638 0.320539
100.0000 98.65697 97.28613 96.18149 95.26032 94.54067 93.83626 93.13867 92.33636 91.36640 90.14238 88.63852 86.82633 84.70815 82.28714 79.58591 76.62949 73.45701 70.11406 66.65839 63.15211 59.66030 56.24358 52.95621 49.84251 46.93676 44.26222 41.83183 39.64872 37.70788
0.000000 0.276316 0.632703 0.870555 1.082333 1.192336 1.307086 1.443360 1.630449 1.876661 2.210453 2.645091 3.197025 3.877725 4.704877 5.691674 6.851236 8.189117 9.703759 11.38200 13.20281 15.13678 17.14912 19.20086 21.25255 23.26618 25.20841 27.05209 28.77727 30.37076
0.000000 0.168291 0.275119 0.618006 0.913018 1.226934 1.504604 1.731857 1.905820 2.048174 2.162766 2.261438 2.348592 2.428001 2.495428 2.547214 2.577777 2.584101 2.564432 2.519887 2.452509 2.365747 2.263483 2.150087 2.029676 1.906101 1.782578 1.661710 1.545424 1.435121
0.000000 0.079921 0.077088 0.042623 0.019858 0.020600 0.036550 0.061943 0.095285 0.135558 0.181421 0.231848 0.286702 0.346581 0.411750 0.480564 0.548357 0.607950 0.651624 0.673668 0.672009 0.648469 0.607839 0.556625 0.501782 0.449678 0.405291 0.371796 0.350518 0.341221
0.000000 0.733873 1.265461 1.320627 1.336981 1.423847 1.693193 2.124608 2.734059 3.501182 4.432228 5.500530 6.692437 7.977275 9.330333 10.71759 12.11191 13.48293 14.80427 16.04719 17.18601 18.19712 19.06472 19.78042 20.34459 20.76392 21.05061 21.22000 21.28956 21.27732
0.000000 0.062091 0.227028 0.555557 0.821928 0.942129 0.916681 0.793656 0.627507 0.469177 0.350589 0.290500 0.298184 0.375977 0.522360 0.732810 1.000887 1.318345 1.676537 2.066154 2.477715 2.901816 3.329806 3.753873 4.167420 4.565154 4.943111 5.298551 5.629983 5.937087
0.000000 0.009282 0.011323 0.059570 0.091477 0.110905 0.114678 0.109725 0.097907 0.083039 0.068316 0.055536 0.045084 0.036879 0.030703 0.026315 0.023447 0.021794 0.020984 0.020579 0.020102 0.019162 0.017628 0.015777 0.014313 0.014250 0.016693 0.022632 0.032791 0.047543
0.000000 0.013258 0.225151 0.351577 0.474083 0.542575 0.590951 0.596177 0.572610 0.519812 0.451850 0.376541 0.305646 0.249413 0.217404 0.217921 0.256896 0.338757 0.464331 0.632138 0.836740 1.070611 1.323817 1.586136 1.847162 2.097959 2.331081 2.541392 2.725729 2.883061
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.336864 0.353561 0.370572 0.387835 0.405282 0.422845 0.440456 0.458052 0.475569 0.492953 0.510155 0.527132 0.543850 0.560283 0.576412 0.592225 0.607716 0.622884 0.637731 0.652266 0.666496 0.680433 0.694090 0.707478 0.720611 0.733502 0.746163 0.758606 0.770841 0.782879
35.99754 34.50100 33.19819 32.06712 31.08507 30.22969 29.47985 28.81627 28.22199 27.68253 27.18596 26.72276 26.28567 25.86944 25.47048 25.08662 24.71675 24.36060 24.01841 23.69077 23.37842 23.08212 22.80254 22.54017 22.29529 22.06793 21.85788 21.66465 21.48753 21.32560
31.82565 33.14051 34.31860 35.36693 36.29529 37.11526 37.83921 38.47961 39.04844 39.55684 40.01481 40.43107 40.81298 41.16659 41.49669 41.80702 42.10035 42.37868 42.64337 42.89529 43.13490 43.36243 43.57792 43.78134 43.97265 44.15184 44.31896 44.47418 44.61777 44.75014
1.331709 1.235709 1.147306 1.066434 0.992833 0.926116 0.865821 0.811450 0.762490 0.718436 0.678798 0.643115 0.610958 0.581933 0.555686 0.531902 0.510297 0.490626 0.472669 0.456240 0.441175 0.427332 0.414588 0.402837 0.391988 0.381960 0.372683 0.364095 0.356142 0.348774
0.342538 0.352426 0.368553 0.388610 0.410538 0.432668 0.453771 0.473043 0.490041 0.504612 0.516822 0.526892 0.535144 0.541955 0.547714 0.552794 0.557533 0.562221 0.567096 0.572341 0.578085 0.584402 0.591315 0.598800 0.606793 0.615196 0.623888 0.632730 0.641578 0.650289
21.20119 21.07778 20.92199 20.74649 20.56179 20.37619 20.19605 20.02593 19.86881 19.72632 19.59903 19.48665 19.38830 19.30269 19.22830 19.16349 19.10660 19.05605 19.01041 18.96844 18.92912 18.89164 18.85539 18.81996 18.78513 18.75080 18.71702 18.68390 18.65164 18.62047
6.220577 6.481969 6.723336 6.946999 7.155290 7.350379 7.534177 7.708285 7.873972 8.032191 8.183597 8.328593 8.467379 8.600004 8.726422 8.846526 8.960193 9.067311 9.167809 9.261670 9.348945 9.429756 9.504294 9.572814 9.635624 9.693079 9.745568 9.793505 9.837316 9.877428
0.066896 0.090525 0.117839 0.148072 0.180374 0.213895 0.247836 0.281493 0.314281 0.345745 0.375565 0.403543 0.429588 0.453697 0.475935 0.496416 0.515294 0.532740 0.548937 0.564064 0.578290 0.591766 0.604620 0.616960 0.628864 0.640393 0.651580 0.662442 0.672978 0.683174
3.013899 3.120074 3.204184 3.269348 3.318816 3.355805 3.383286 3.403923 3.419978 3.433321 3.445421 3.457383 3.469978 3.483693 3.498766 3.515237 3.532986 3.551778 3.571298 3.591183 3.611058 3.630556 3.649340 3.667120 3.683662 3.698799 3.712424 3.724499 3.735041 3.744121