87
VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1
Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik
7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai guncangan output. Favorable shock sebesar satu standar deviasi terhadap output menyebabkan PDB langsung meningkat 1,3% pada periode impact. Selanjutnya PDB berfluktuasi menuju keseimbangan jangka panjangnya dengan level baru yang 1% lebih tinggi dibanding level sebelum ada guncangan (Gambar 30).
Respon PDB
Respon permintaan uang riil
Respon kurs riil
Respon suku bunga domestik
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 30 Respon makroekonomi domestik terhadap guncangan output Peningkatan PDB tersebut menyebabkan kenaikan transaksi sehari-hari sehingga permintaan uang riil juga meningkat. Meningkatnya PDB secara
88
permanen mengakibatkan peningkatan permintaan uang riil secara permanen juga. Di jangka panjang, permintaan uang riil lebih tinggi 0,8% dibanding level sebelum ada guncangan. Pada periode impact, kurs riil terapresiasi 4% dibanding kondisi sebelum ada guncangan. Respon kurs signifikan hanya pada triwulan kedua hingga keempat setelah guncangan. Selanjutnya kurs riil kembali ke level sebelum ada guncangan sehingga dampak guncangan output bagi kurs riil hanya sementara. Otoritas moneter mengakomodasi kenaikan permintaan uang riil dengan ekspansi moneter yaitu dengan meningkatkan money supply sehingga suku bunga domestik menjadi lebih rendah dari tingkat sebelum ada guncangan. Pada triwulan ke-2, suku bunga domestik lebih rendah 1,4%. Seiring dengan menghilangnya respon kurs riil, respon suku bunga domestik setelah triwulan ke-4 juga menghilang dimana suku bunga domestik cenderung kembali ke tingkat sebelum ada guncangan. Dampak guncangan output juga hanya sementara bagi suku bunga domestik. 7.1.2 Guncangan Permintaan 7.1.2.1 Guncangan Kurs Riil Gambar 31 menunjukkan respon makroekonomi domestik atas guncangan kurs riil yang menyebabkan kurs riil terdepresiasi. Guncangan ini mengakibatkan kurs riil langsung terdepresiasi 8% pada periode impact. Respon terbesar kurs riil terjadi pada triwulan ke-2 setelah guncangan yaitu terdepresiasi hingga 9%. Selanjutnya kurs riil merespon dengan makin menguat sehingga setelah triwulan ke-14, depresiasinya tinggal 5% dibanding level sebelum guncangan. Respon kurs riil adalah permanen. Terdepresiasinya kurs riil belum direspon oleh otoritas moneter pada periode impact. Setidaknya dibutuhkan lag 1 triwulan bagi otoritas moneter untuk menstabilkan dengan melakukan kebijakan moneter kontraksi yaitu menurunkan money supply sehingga suku bunga domestik meningkat agar kurs riil menguat. Pada triwulan ke-3, suku bunga domestik lebih tinggi 1,9% dalam rangka merespon depresiasi kurs riil yang meningkat pada triwulan ke-2. Setelah kurs riil mulai menguat, suku bunga domestik menurun untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya yang dicapai setelah triwulan ke-4.
89
Guncangan 1 standar deviasi pada kurs riil juga belum direspon oleh PDB pada periode impact. Dibutuhkan lag 1 triwulan dimana PDB mengalami kontraksi 0,7% akibat terdepresiasinya kurs riil. Pada triwulan ke-3 PDB mencapai level terendah yaitu terkontraksi sekitar 2%. Guncangan 1 standar deviasi pada kurs riil menyebabkan PDB terkontraksi 1,3% di jangka panjang.
Respon PDB
Respon permintaan uang riil
Respon kurs riil
Respon suku bunga domestik
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 31 Respon makroekonomi domestik terhadap guncangan kurs riil Seiring dengan tingginya suku bunga domestik, maka terjadi penurunan permintaan uang riil. Ketika suku bunga domestik mencapai respon tertinggi pada triwulan ke-3, hal ini menjadi opportunity cost terbesar untuk memegang aset dalam bentuk uang. Kondisi ini direspon dengan penurunan permintaan uang riil terbesar pada triwulan ke-4 yang mencapai minus 1,9%. Seiring dengan menghilangnya respon suku bunga domestik mulai triwulan ke-6, respon permintaan uang riil juga menghilang. Menurunnya suku bunga domestik kembali ke level sebelum ada guncangan diikuti oleh meningkatnya respon permintaan
90
uang riil menuju keseimbangan jangka panjangnya. Guncangan 1 standar deviasi atas kurs riil menyebabkan respon yang permanen oleh PDB dan kurs riil, dimana di jangka panjang PDB terkontraksi 1,3% dan kurs riil terdepresiasi 5%. 7.1.2.2 Guncangan Permintaan Uang Guncangan 1 standar deviasi pada permintaan uang menyebabkan permintaan uang riil langsung meningkat sekitar 3%. Namun pada triwulan pertama setelah guncangan, respon permintaan uang riil menurun tajam. Selanjutnya respon permintaan uang riil berfluktuasi menuju keseimbangan jangka panjangnya, dengan level permintaan uang riil baru yang lebih tinggi 1,2% dibanding level sebelum adanya guncangan. Respon permintaan uang riil atas guncangan permintaan uang adalah permanen (Gambar 32).
Respon PDB
Respon permintaan uang riil
Respon kurs riil
Respon suku bunga domestik
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 32 Respon makroekonomi domestik terhadap guncangan permintaan uang
91
Variabel makroekonomi lainnya seperti PDB, kurs riil dan suku bunga domestik tidak merespon guncangan ini pada periode impact. Setelah triwulan pertama, PDB merespon guncangan money demand dengan arah positif, namun respon tersebut tidak signifikan. Respon kurs riil dan suku bunga domestik juga ditemukan tidak signifikan. Sehingga guncangan permintaan uang hanya direspon secara permanen oleh permintaan uang riil sendiri. 7.1.2.3 Guncangan Kebijakan Moneter Domestik Guncangan kebijakan moneter domestik yaitu kebijakan moneter kontraksi dengan menurunkan money supply menyebabkan suku bunga domestik langsung meningkat 1,6% di periode impact. Respon suku bunga domestik menurun seiring dengan waktu. Guncangan kebijakan moneter domestik hanya direspon suku bunga domestik secara signifikan hingga triwulan ke-4. Selanjutnya suku bunga domestik cenderung kembali ke level sebelum ada guncangan, sehingga respon suku bunga domestik atas guncangan kebijakan moneter domestik hanya sementara (Gambar 33). PDB membutuhkan lag 1 triwulan dalam merespon guncangan kebijakan moneter domestik. Tingginya suku bunga domestik di awal periode menyebabkan penurunan investasi sehingga PDB terkontraksi. Level PDB menjadi lebih rendah sekitar 0,4% dibanding level sebelum ada guncangan yang signifikan hingga triwulan kedua setelah guncangan. Selanjutnya PDB kembali meningkat menuju level sebelum guncangan. Pada waktu yang sama, tingginya suku bunga domestik berarti membesarnya opportunity cost memegang aset dalam bentuk uang. Permintaan uang riil langsung menurun hingga 1,6% pada triwulan yang sama. Respon terbesar permintaan uang riil terjadi pada triwulan ke-2 setelah guncangan, dimana permintaan uang riil lebih rendah 2,2% dibanding level sebelum guncangan. Pada keseimbangan jangka panjangnya, permintaan uang riil lebih rendah 1% dibanding level sebelum ada guncangan. Artinya dampak guncangan kebijakan moneter domestik bagi permintaan uang riil adalah permanen.
92
Respon PDB
Respon permintaan uang riil
Respon kurs riil
Respon suku bunga domestik
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 33 Respon makroekonomi domestik atas guncangan kebijakan moneter Sama dengan respon PDB, kurs riil juga membutuhkan lag dalam merespon guncangan kebijakan moneter domestik. Tingginya suku bunga domestik menyebabkan capital inflow. Karena Indonesia adalah small open economy maka perubahan ekonomi domestik tidak berdampak bagi perekonomian dunia, termasuk dalam hal ini perubahan suku bunga domestik tidak mampu memengaruhi suku bunga AS sehingga diasumsikan suku bunga AS tetap. Capital inflow memicu terapresiasinya kurs riil. Respon terbesar kurs riil terjadi pada triwulan ke-4 setelah guncangan dengan apresiasi 4,5%. Selanjutnya respon kurs riil permanen dalam jangka panjang yang terapresiasi sekitar 3% dibanding level sebelum guncangan.
93
7.2
Peran Guncangan Domestik terhadap Fluktuasi Makroekonomi Indonesia Tabel 9 menunjukkan peran berbagai guncangan domestik terhadap
variabilitas makroekonomi Indonesia. Berdasarkan analisis FEVD, fluktuasi PDB di jangka pendek dominan disebabkan oleh guncangan output. Pada triwulan pertama 100% fluktuasi PDB dijelaskan oleh guncangannya sendiri. Perlahan kontribusi peran guncangan output makin menurun dan dalam jangka panjang (triwulan ke-30) perannya tinggal 36%. Temuan ini sama dengan temuan Siregar dan Ward (2000) dan Supriana (2004). Tabel 9 Peran guncangan domestik terhadap fluktuasi makroekonomi domestik Guncangan Domestik Variabel
PDB
Kurs Riil
Permintaan Uang Riil
Suku Bunga Domestik
Triwulan kedepan
Output
Kurs Riil
Money Demand
1 2 4 8 16 30 1 2 4 8 16 30 1 2 4 8 16 30 1 2 4 8 16 30
100 82 37 35 36 36 19 16 9 7 5 4 1 8 14 17 15 14 9 31 31 21 17 13
0 16 56 57 56 57 80 79 79 72 72 72 8 8 9 15 13 9 1 2 28 31 26 18
0 0 4 3 3 3 0 1 2 1 1 1 71 51 34 34 36 38 0 0 3 2 2 2
Kebijakan Moneter Domestik 0 2 2 1 1 0 0 2 6 15 16 17 20 33 38 29 30 31 85 59 29 16 14 11
Sumber: Hasil pengolahan Selain guncangan output, ternyata guncangan kurs riil mendominasi fluktuasi PDB mulai triwulan ke-3. Di jangka panjang (triwulan ke-30) peran guncangan kurs riil terhadap fluktuasi PDB sekitar 57%. Hasil ini sesuai dengan
94
temuan Siregar dan Ward (2000) dimana guncangan kurs riil mulai mendominasi pada triwulan ke-4 hingga di jangka panjang. Supriana (2004) juga menemukan pentingnya peran guncangan kurs dalam menjelaskan fluktuasi PDB. Rapach (1998) menemukan bahwa guncangan penawaran berperan di seluruh horizon waktu fluktuasi PDB sedangkan guncangan permintaan hanya pada fluktuasi jangka pendek. Guncangan kebijakan moneter domestik maupun guncangan permintaan uang tidak mampu menjelaskan fluktuasi PDB baik di jangka pendek maupun di jangka panjang. Berdasarkan hasil FEVD ada indikasi terjadi money neutrality baik di jangka pendek maupun jangka panjang dimana kebijakan moneter tidak mampu memengaruhi output di kedua horizon waktu tersebut. Temuan ini sesuai dengan temuan Gali (1992) dan Rapach (1998) untuk kasus Amerika Serikat serta Siregar dan Ward (2000) dan Supriana (2004) di Indonesia. Namun berbeda dengan temuan Cheng (2003) untuk PDB Malaysia dimana guncangan money supply berperan sangat penting. Guncangan kurs riil yang mendepresiasi kurs riil memiliki kontribusi dominan bagi fluktuasi kurs riil itu sendiri sekitar 80% pada triwulan pertama, sedangkan 19% lainnya diterangkan oleh guncangan output. Pada triwulan ke-30, guncangan kurs riil masih penting menerangkan sekitar 72%, mirip dengan hasil FEVD Siregar dan Ward (2000) yang menghasilkan peran 68%. Namun hasil FEVD bahwa guncangan permintaan uang dan guncangan kebijakan moneter domestik tidak mampu menjelaskan variabilitas kurs riil di semua horizon waktu ternyata berbeda dengan Supriana (2004). Supriana justru menemukan guncangan permintaan uang penting bagi fluktuasi kurs riil. Variabilitas permintaan uang riil di jangka pendek banyak dijelaskan oleh guncangannya sendiri yaitu sekitar 71%, sedangkan 20% lainnya dijelaskan oleh guncangan kebijakan moneter domestik. Di jangka panjang, guncangan permintaan uang berperan sekitar 38% dan guncangan kebijakan moneter domestik sekitar 31%. Guncangan kebijakan moneter penting bagi fluktuasi permintaan uang riil baik di jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu kebijakan moneter dapat diimplementasikan untuk stabilisasi permintaan uang riil. Hasil penelitian Rapach (1998) sama dengan temuan penelitian ini dimana
95
yang berperan dalam menjelaskan fluktuasi permintaan uang riil adalah guncangan permintaan uang dan guncangan kebijakan moneter domestik. Sedangkan penelitian Siregar dan Ward (2000) berbeda bahwa guncangan kebijakan moneter domestik tidak mampu berperan di seluruh horizon waktu dalam fluktuasi permintaan uang riil. Baik guncangan output maupun guncangan kurs riil ternyata kurang mampu berperan dalam menjelaskan variabilitas permintaan uang riil disemua horizon waktu. Temuan ini berbeda dengan hasil Siregar dan Ward (2000) yang menemukan bahwa guncangan kurs riil mampu menjelaskan fluktuasi permintaan uang riil di jangka panjang. Sedangkan Gali (1992) menemukan bahwa guncangan penawaran hanya berperan di triwulan pertama, guncangan money demand hanya berperan di jangka pendek, guncangan money supply di jangka panjang dan guncangan IS mendominasi seluruh horizon waktu. Fluktuasi suku bunga domestik di triwulan pertama 85% diterangkan oleh guncangan kebijakan moneter domestik. Mulai triwulan ke-2, guncangan output mampu berperan sekitar 31%. Kedua guncangan tersebut ternyata hanya penting bagi fluktuasi jangka pendek suku bunga domestik, dimana pada jangka panjang, peran guncangan kebijakan moneter domestik tinggal 11% dan guncangan output hanya 13%. Peran guncangan kurs riil mulai penting di triwulan ke-4 dimana sekitar 28% fluktuasi suku bunga domestik mampu dijelaskan oleh guncangan ini. Di jangka panjang, fluktuasi suku bunga domestik lebih banyak dijelaskan oleh guncangan kurs riil. Temuan ini sama dengan hasil FEVD Siregar dan Ward (2000) yang menunjukkan bahwa guncangan kurs riil berperan penting mulai triwulan ke-4 hingga jangka panjang. Gali (1992) menemukan bahwa hanya guncangan money supply yang bisa menjelaskan fluktuasi suku bunga domestik di seluruh horizon waktu, sedangkan guncangan penawaran, permintaan uang dan IS tidak berperan. Rapach (1998) justru menemukan bahwa guncangan money demand dan money supply tidak penting bagi fluktuasi suku bunga domestik, tetapi yang penting peranannya adalah guncangan IS untuk fluktuasi seluruh horizon waktu suku bunga domestik dan guncangan penawaran untuk fluktuasi suku bunga domestik di triwulan pertama.
96
Guncangan domestik memiliki peran sangat penting dalam fluktuasi makroekonomi domestik baik di jangka pendek maupun jangka panjang. Guncangan dari sisi permintaan ditemukan sama pentingnya dengan guncangan dari sisi penawaran. Guncangan permintaan yang utama adalah guncangan kurs riil yang ditemukan dapat menjelaskan seluruh fluktuasi makroekonomi domestik kecuali permintaan uang riil. 7.3
Implikasi Kebijakan Penelitian ini menemukan bahwa guncangan penawaran berupa favorable
shock pada output dapat menjelaskan fluktuasi makroekonomi Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, untuk menstimulasi perekonomian dapat dilakukan dengan mengelola guncangan dari sisi penawaran utamanya guncangan output dengan baik. Guncangan output ini bisa berasal dari guncangan tenaga kerja, guncangan kapital dan guncangan teknologi. Temuan bahwa guncangan kurs riil berperan sebagai sumber utama fluktuasi makroekonomi domestik menjadi bukti empiris bahwa stabilisasi kurs riil menjadi sangat penting untuk dilakukan. Dampak guncangan ini bagi perekonomian adalah terkontraksinya PDB secara permanen sehingga pengelolaan kurs riil yang tepat diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian. Menurut Ickes (2004), kurs riil merepresentasikan relatif harga barang domestik dan harga barang asing sehingga memengaruhi daya saing barang tradable. Apresiasi kurs riil berarti kenaikan harga asing atas satu bundel barang relatif terhadap harga domestik. Atau bisa dikatakan bahwa nilai riil mata uang asing terdepresiasi sehingga menurunkan daya beli mata uang asing secara relatif. Salah satu faktor yang dapat merubah kurs riil ini adalah perubahan demand baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri terhadap barang domestik. Ketika terjadi penurunan permintaan domestik untuk barang domestik, maka pada rasio harga awal terjadi ketidakseimbangan supply dan demand yaitu terjadi excess supply. Hal ini memicu penurunan harga barang domestik sehingga rasio harga asing terhadap harga domestik meningkat. Artinya terjadi depresiasi riil yaitu penurunan daya beli Rupiah terhadap barang asing. Berdasarkan uraian diatas maka faktor-faktor yang memengaruhi perubahan demand domestik terhadap barang domestik dapat memengaruhi kurs riil.
97
Permintaan domestik antara lain berasal dari konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah. Perubahan pengeluaran pemerintah baik untuk konsumsi maupun investasi dapat menjadi sumber fluktuasi daya saing atau fluktuasi kurs riil. Penurunan pengeluaran pemerintah akan menurunkan agregat demand. Dengan asumsi agregat supply tetap maka penurunan agregat demand ini akan menurunkan harga domestik relatif terhadap harga asing. Hal ini menyebabkan rasio harga asing terhadap harga domestik meningkat sehingga terjadi depresiasi riil. Artinya daya beli Rupiah relatif turun terhadap barang asing. Siregar (2001) menyatakan kurs riil sebagai relatif harga barang tradable dan non-tradable. Apresiasi kurs riil bisa diinterpretasikan sebagai kenaikan harga barang non-tradable relatif terhadap harga barang tradable. Monacelli dan Perotti (2010) mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah adalah lebih intensif pada sektor non-tradable. Sehingga ketika terjadi kenaikan belanja pemerintah maka akan meningkatkan harga output di sektor non-tradable relatif terhadap harga output sektor tradable dan memicu apresiasi kurs riil. Dari sisi produksi, output sektor pemerintah termasuk dalam sektor non-tradable yaitu pada sub sektor Jasa Pemerintahan Umum dalam PDB sektoral (meliputi jasa administrasi pemerintah dan pertahanan keamanan). Kenaikan atau penurunan output pemerintah dapat memengaruhi relatif harga barang non-tradable dan tradable sehingga dapat memengaruhi kurs riil. Berdasarkan uraian diatas bahwa ekspansi atau kontraksi output dan belanja pemerintah dapat merubah daya saing barang domestik atau merubah kurs riil, maka kebijakan fiskal dapat diimplementasikan untuk stabilisasi fluktuasi daya saing barang domestik terhadap asing atau yang disebut sebagai kurs riil. Ravn et al. (2007), Caporale et al. (2008), Monacelli dan Perotti (2010) serta Chatterjee dan Mursagulov (2011) juga menemukan pentingnya pengeluaran pemerintah atas fluktuasi kurs riil. Selain kebijakan fiskal, konsumsi rumahtangga juga penting dalam fluktuasi kurs riil. Oleh karena itu, faktor-faktor yang memengaruhi perubahan konsumsi rumahtangga juga dapat memengaruhi kurs riil, termasuk kebijakan fiskal berupa kenaikan atau penurunan pajak. Keputusan rumahtangga untuk lebih banyak membelanjakan pendapatannya atau ditabung serta pilihan barang untuk
98
dikonsumsi apakah barang domestik dan barang asing (impor) ikut berkontribusi pada daya saing barang domestik sehingga memengaruhi fluktuasi kurs riil. Fluktuasi permintaan uang riil di jangka pendek dapat dijelaskan oleh guncangan kebijakan moneter domestik. Oleh karena itu, kebijakan tersebut dapat diimplementasikan untuk meredam fluktuasi yang berlebihan dalam permintaan uang riil. Selain itu, kebijakan moneter juga berperan penting dalam stabilisasi fluktuasi suku bunga domestik.