DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP
DISERTASI
Oleh:
RATNAWATI PRAYOGI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 2 April 2010
Ratnawati Prayogi NRP. EPN/965004
ABSTRACT RATNAWATI PRAYOGI. 2012. The Impact of Fiscal and Monetary Policy on Indonesia’s Economic Performance: A Three-Gap Macroeconomic Model Application (MANGARA TAMBUNAN as Chairman, BONAR M. SINAGA and KUNTJORO, as Members of Advisory Committee). The objective of this study is to analyze the impact of fiscal and monetary policy on Indonesia’s economic performance. Considering that internal gaps (savings gap and fiscal gap) and external gap (foreign exchange gap) exist at any economy, therefore it was necessary to build a macroeconomic model which integrates the three gaps. The Indonesia’s Three-Gap Macroeconomic Model built as an econometric model in the form of a simultaneous equations system and estimated using Two-Stage Least Squares method by using time series data in the year of 1969-2000. Empirical result shows that negative gap in private sector (savings deficit) is not a constraint to economic growth if there is an augmentation in investment financed by foreign capital inflows (foreign direct investment and foreign loans). Therefore it is very important to stimulate an excellent atmosphere to boost up investment. On the other hand, negative gap in public sector (fiscal deficit) is a constraint to Indonesia’s economic growth because the fall of public income will deteriorate fiscal potency. If the deficit is covered by increasing loans, it would increase interest payment. Therefore, besides exercising taxational intensification and extensibility policy, government spending should be spent efficiently and effectively. At the foreign exchange gap, the higher the net export, the higher the economic growth. At the capital account, while increasing the cash inflows (foreign investment and foreign loans) to the private sector would increase the investment, on the contrary, decreasing public foreign loans would make public spending more efficient and could increase economic growth. Since Indonesia’s economy experienced an economic downfall initiated by the currency crisis in 1997, in the future, the role of the fiscal and monetary policy would be very crucial in accelerating economic growth.
Key words:
savings gap, fiscal gap, foreign exchange gap, three-gap, econometric model, economic growth.
ABSTRAK RATNAWATI PRAYOGI. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia: Suatu Aplikasi Model Makroekonomi Three-Gap (MANGARA TAMBUNAN sebagai Ketua, BONAR M. SINAGA dan KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Memperhatikan bahwa dalam perekonomian terdapat kesenjangan internal (kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal) dan kesenjangan eksternal (kesenjangan valuta asing), maka perlu dibuat suatu model makroekonomi yang mengintegrasikan ketiga kesenjangan tersebut. Ketiga kesenjangan ini dikenal dengan nama three-gap dalam perekonomian. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan dan diestimasi menggunakan metode Two-Stage Least Squares (2SLS). Data yang digunakan adalah data time series tahun 1969-2000. Hasil empiris menunjukkan bahwa kesenjangan yang negatif di sektor swasta (defisit tabungan) tidak menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi sepanjang terjadinya peningkatan investasi swasta yang antara lain dibiayai oleh aliran dana asing (foreign direct investment dan foreign loans). Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi yang kondusif. Sebaliknya, kesenjangan yang negatif pada sektor publik (defisit fiskal) menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena penurunan penerimaan pemerintah memperlemah kekuatan fiskal. Defisit fiskal dapat mengakibatkan makin besarnya beban bunga jika defisit ditutup dengan pinjaman. Oleh karena itu, di samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengeluarannya. Pada kesenjangan valuta asing, makin tinggi ekspor bersih, maka makin tinggi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada akun modal (capital account), aliran dana asing ke sektor swasta dalam bentuk investasi asing dan pinjaman asing dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi sebaliknya, justru penurunan pinjaman luar negeri pemerintah dapat mengefisienkan sektor publik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mengingat perekonomian Indonesia mengalami krisis yang diawali dari krisis nilai tukar pada tahun 1997, maka kebijakan fiskal dan moneter ke depan akan berperan penting dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal, kesenjangan valuta asing, three gap, model ekonometrika, pertumbuhan ekonomi.
RINGKASAN Program-program Bank Dunia dan IMF di negara-negara sedang berkembang terutama fokus pada pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi serta memperoleh balance of payment yang surplus dan penciptaan lapangan kerja yang luas. Dalam mencapai empat tujuan tersebut secara simultan, seringkali mengalami keterbatasan karena adanya berbagai perubahan dan ketidakseimbangan internal dan eksternal dalam perekonomian. Program-program bantuan IMF kepada Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi 1997, juga disertai prasyarat berupa rekomendasi strategi dan kebijakan program stabilisasi yang pada dasarnya tetap memperhatikan masalah keseimbangan internal dan eksternal. Keseimbangan internal dapat diukur dengan menggunakan analisis kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, sedangkan pengukuran keseimbangan eksternal diambil dari indikator kesenjangan neraca perdagangan. Analisis tiga kesenjangan tersebut dikenal sebagai three-gap analysis. Dilihat dari kacamata three-gap, krisis ekonomi Indonesia 1997 menyebabkan makin kecilnya (jika surplus) atau makin dalamnya (jika defisit) kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kesenjangan tabungan di Indonesia dari rata-rata positif 9.5% pada tahun 1969-1996 menjadi rata-rata -3.4% pada tahun 1997-2000. Kesenjangan valuta asing dari rata-rata 17.6% pada tahun 1969-1996 menjadi rata-rata 3.1% pada tahun 1997-2000. Pada kesenjangan fiskal, pada tahun 1994-1997 Indonesia mengalami surplus, akan tetapi pada tahun 1998-2000, fiskal Indonesia kembali mengalami defisit. Secara keseluruhan pada periode pengamatan tahun 1969-2000, terlihat bahwa Indonesia mengalami fenomena defisit fiskal rata-rata -1.7%. Memperhatikan bahwa dalam perekonomian terdapat kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing, maka untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dibangun suatu model makroekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan ketiga kesenjangan. Kesenjangan tabungan adalah kesenjangan sumberdaya sektor swasta, yakni selisih antara tabungan dan investasi. Kesenjangan fiskal adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sedangkan kesenjangan valuta asing adalah selisih antara ekspor dan impor. Metode penelitian meliputi pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, pembentukan model ekonometrika, spesifikasi model, identifikasi model, estimasi model, validasi dan simulasi model, dengan unit analisis secara nasional. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai suatu model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan dan diestimasi menggunakan metode Two-Stage Least Squares (2SLS). Data yang digunakan adalah data time series tahun 1969-2000. Seluruh variabel dalam model diuji melalui uji statistik yang meliputi uji signifikansi dengan tingkat signifikansi 20 persen, uji statistik F, uji statistik t dan uji autokorelasi Durbin-h. Program piranti lunak (software) utama yang digunakan adalah Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 6.12. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia diperoleh setelah dilakukan beberapa alternatif spesifikasi model. Model ini terdiri dari 24 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia yang dibangun untuk menganalisis kinerja perekonomian Indonesia berhasil dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil estimasi
vi
yang logis dan mempunyai arti secara ekonomi. Hasil estimasi model juga memuaskan secara statistik, terlihat dari nilai koefisien determinasi R2, besaran nilai statistik uji F, nilai statistik t dan uji autokorelasi Durbin-h yang umumnya dipenuhi. Dengan demikian model yang dibangun dapat dinyatakan cukup representatif dalam menggambarkan fenomena makroekonomi dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan pengujian validasi terhadap model dengan menggunakan metode Newton dan prosedur SIMNLIN, dapat disimpulkan bahwa model ini dapat digunakan untuk aplikasi dalam bentuk simulasi kebijakan dan perubahan faktor-faktor eksternal. Uji validasi meliputi RMSPE dan UTheil. Simulasi kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak berbagai alternatif kebijakan terhadap kinerja perekonomian. Hasil empiris menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri swasta dapat mendorong peningkatan investasi. Kalau pinjaman luar negeri meningkat, maka ada kecenderungan investasi swasta meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Sedangkan pinjaman luar negeri pemerintah dipengaruhi oleh perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik. Itu berarti aliran pinjaman asing akan meningkat ke perekonomian apabila perbedaan tingkat suku bunga menurun. Peningkatan cadangan devisa dan PDB riil secara teoritis seharusnya mengurangi pinjaman luar negeri. Akan tetapi ternyata kondisi ekonomi semacam itu tidak terjadi di Indonesia. Depresiasi nilai tukar riil yang disertai oleh penurunan cadangan devisa dapat meningkatkan penanaman modal asing langsung karena adanya harapan akan menjadikan nilai aset menjadi lebih tinggi, sehingga pihak asing tertarik untuk melakukan investasi. Sedangkan kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap suku bunga domestik ternyata meningkatkan permintaan akan pinjaman luar negeri swasta. Di lain pihak, penurunan cadangan devisa meningkatkan pinjaman luar negeri swasta. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya restriksi valuta asing dari defisit neraca pembayaran yang dapat membahayakan transfer modal dan bunganya, ternyata tidak relevan. Pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis, peningkatan penerimaan pemerintah ternyata dapat mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah dan dapat meningkatkan PDB riil. Untuk itu kebijakan peningkatan penerimaan pemerintah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan masih dapat dilakukan mengingat tax ratio di Indonesia masih rendah (15%), yang secara normatif di negara lain dapat mencapai 30%. Kebijakan perpajakan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengurangi utang luar negeri pemerintah, yang dalam kurun waktu panjang, dapat meningkatkan pendapatan per kapita penduduk. Pada periode sebelum krisis, penurunan pinjaman luar negeri pemerintah ternyata dapat meningkatkan efisiensi di sektor publik sehingga meningkatkan belanja pemerintah dan kesenjangan fiskal yang dalam hal ini mendorong meningkatkan PDB riil. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada periode krisis. Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga pada periode sebelum krisis dapat meningkatkan investasi swasta, konsumsi swasta, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing yang membawa peningkatan PDB riil. Namun hal ini tidak terjadi pada periode krisis. Pada periode sebelum krisis, kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan pinjaman luar negeri pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta, penurunan tingkat suku bunga, peningkatan cadangan devisa dan peningkatan jumlah
vii
uang beredar, memberi dampak meningkatkan kesenjangan fiskal, akan tetapi menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah meningkat, yang kesemuanya berdampak meningkatkan PDB riil. Pada periode krisis, kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan perubahan obligasi pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta dan peningkatan jumlah uang beredar, ternyata berdampak menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Akan tetapi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter tersebut dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta, yang berdampak meningkatkan PDB riil. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa defisit pada kesenjangan tabungan tetap dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sepanjang terjadinya peningkatan investasi swasta yang antara lain dibiayai oleh aliran dana asing dalam bentuk penanaman modal asing langsung dan pinjaman luar negeri. Tetapi mengingat bahwa akumulasi pinjaman luar negeri swasta telah menjadi salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi Asia tahun 1997, maka kebijakan yang lebih penting adalah mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment) berjangka panjang. Ada bukti menunjukkan bahwa walaupun kebijakan suku bunga uang dari bank sentral diturunkan, tidak serta merta dapat memperbaiki suku bunga uang di sektor riil. Untuk itu, peran intermediasi perbankan harus ditingkatkan, mengingat perbankan masih sumber pembiayaan utama dalam masyarakat tetapi sampai saat ini mengalami spread yang tinggi terutama setelah terjadi krisis ekonomi Asia tahun 1997. Pada sektor publik, karena terdapat defisit dalam kesenjangan fiskal, maka di samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengeluarannya. Efisiensi ini diharapkan akan mengurangi pelemahan kekuatan fiskal yang diakibatkan oleh karena terjadinya defisit. Pada sektor luar negeri, makin tinggi kesenjangan valuta asing, maka makin tinggi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada akun modal (capital account), aliran dana asing ke sektor swasta dalam bentuk investasi asing dan pinjaman asing dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi sebaliknya, justru penurunan pinjaman luar negeri pemerintah dapat mengefisienkan sektor publik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mengurangi pinjaman luar negerinya untuk mengurangi beban bunga. Kebijakan tersebut perlu dilakukan sekaligus dengan pengelolaan utang dalam negeri pemerintah yang juga meningkat. Dengan demikian, pemerintah akan menjadi lebih mampu mengelola pengeluarannya secara lebih efisien dan lebih tepat sasaran.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB.
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP
RATNAWATI PRAYOGI
DISERTASI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec.
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS Dr. Ir. Hedi Muhamad Idris
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA: SUATU APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP
JudulDisertasi
Nama Mahasiswa RatnawatiPraYogi Nomor Pokok
965004
ProgramStudi
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
/,2{^2,4
-'r--r--/
.r,1 6
-2,.o-
Prof. Dr. Ir. Maneara Tambunan.M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. BonarM. Sinaga.MA Anggota Mengetahui, 2. Ketua ProgramStudi Ilmu Ekonomi Pertanian f,"
/t/,u -
6ffi0
/--
Prof.Dr. Ir. BonarM. Sinaea.MA
TanggalUjian : 29 Desember2003
t"jfr"ijs TanggalLulus :
g I JAN?012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Dalam kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya yang luar biasa, untuk membimbing dan mengarahkan penulis serta mempercanggih disertasi ini dengan pengetahuannya yang sangat luas. 2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai anggota komisi pembimbing, yang tanpa kenal lelah serta dengan tulus dan ikhlas telah membimbing dan memberikan arahanarahan akademik secara komprehensif baik teoritis maupun dalam aplikasi, sehingga sangat membantu penulis dalam membangun model ekonomi dalam penelitian ini. Arahan-arahan beliau sangat membantu penulis dalam menyusun disertasi ini dengan baik. Penulis sangat menyadari atas pengorbanan waktunya yang sangat berharga di sela-sela kesibukannya yang terus menerus untuk secara konsisten membimbing penulis secara intensif, sejak awal penelitian sampai terselesaikannya disertasi ini. 3. Prof. Dr. Ir. H. Kuntjoro sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk secara konsisten membantu kami dalam menyempurnakan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada: 1. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Doktor di IPB.
xiii
2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. (penguji ujian tertutup), Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS (penguji ujian terbuka) dan Dr. Ir. Hedi Muhamad Idris (penguji ujian terbuka) yang di sela-sela kesibukannya yang padat telah bersedia sebagai penguji ujian doktor dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. 3. Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. yang pada tahun 1996 yang lalu berkenan merekomendasikan kami untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan doktor di IPB dan memberikan perhatian penuh selama masa pendidikan kami sampai kami meraih gelar Doktor. 4. Gereja St. Yoseph di Matraman Raya Jakarta Timur atas dukungannya kepada kami. Selanjutnya ucapan terima kasih yang sangat khusus penulis sampaikan kepada almarhum ayahanda penulis Drs. Tantra Wijana dan kepada ibunda penulis Mardiani Rahardja, terutama kepada Ibunda yang selalu mendoakan keberhasilan kami, selalu mendukung dan membantu kami secara moril dan materil dengan kasih sayang seutuhnya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada almarhum ayahanda mertua dan kepada ibunda mertua yang baik, yang selalu mendukung dan mendoakan kami. Akhirnya, kepada suami yang terkasih Ir. Nurdi Prayogi, MM, yang secara konsisten memberikan dorongan, semangat dan dukungan yang luar biasa dengan sepenuh hati tanpa kenal lelah, penulis sampaikan secara khusus ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga segala upaya dan doa yang tulus membuahkan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi bangsa, negara dan sesama. Bogor, 2 April 2010
Ratnawati Prayogi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1962, merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan suami istri Drs. Tantra Wijana dan Mardiani Rahardja, menikah dengan Ir. Nurdi Prayogi, MM. Penulis lulus SMA Fons Vitae Marsudirini Jakarta pada tahun 1981 dan lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Katholik Atma Jaya Jakarta pada tahun 1986. Pada tahun 1991, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) konsentrasi Akuntansi Manajemen, lulus pada tahun 1993. Lalu pada tahun 1996, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan lagi pendidikan pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah berkarir selama 10 tahun di bidang akuntansi dan keuangan pada berbagai industri, yaitu industri properti (perumahan di Jakarta Selatan), industri jasa (Rumah Sakit Mitra Keluarga milik PT. Kalbe Farma Tbk.) dan industri manufaktur (Cadbury Indonesia). Setelah lulus dari MM-UI tahun 1993, penulis berkarir di bidang pendidikan. Penulis pernah bekerja sebagai pengelola Program Pascasarjana Universitas Tarumanagara Jakarta selama dua kali masa jabatan. Sampai saat ini penulis masih berprofesi sebagai Peneliti dan Pengajar di Bidang Ekonomi, sekaligus sebagai Pemerhati bidang Keorganisasian, Pemerhati Fenomena Natural, Parapsikologi dan Hubungan antar Manusia.
To Commemorate
WILLIAM SOERYADJAYA December 20th, 1922 – April 02nd, 2010
Tarumanagara Foundation Jakarta
This Is a Work of Art
Pietà Pietà (1497-1500, Saint Peter’s Basilica, Vatican City), created by
Michelangelo in his early 20s,
depicts Mary as a young
woman holding the dead Christ in her arms. It is a remarkable technical piece; the flesh under Christ’s shoulder just above Mary’s right hand seems to be soft and pliable. It is also a work of great beauty, capable of eliciting a deeply emotional response in the viewer. Araldo de Luca/Corbis Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Done with Dignity
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xx
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxiv I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................
8
II. TINJAUAN PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KAITAN DENGAN TIGA KESENJANGAN DALAM MAKROEKONOMI
11
2.1. Perkembangan Ekonomi Indonesia ..............................................
11
2.2. Tiga Kesenjangan dalam Perekonomian Indonesia ......................
16
2.2.1. Kesenjangan Tabungan ......................................................
20
2.2.2. Kesenjangan Fiskal ............................................................
22
2.2.3. Kesenjangan Valuta Asing ................................................
29
2.3. Perkembangan Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia .........
35
2.3.1. Jumlah Uang Beredar dan Obligasi Pemerintah ................
37
2.3.2. Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments .........
39
2.3.3. Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta ............................................................
40
2.4. Tiga Kesenjangan dalam Kaitan dengan Binding Constraints Dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia .....................................
42
2.5. Kekuatan Analisis Tiga Kesenjangan untuk Memahami Perekonomian Indonesia ...............................................................
52
2.6. Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia pada Periode Analisis ...
56
III. TINJAUAN TEORI DAN BEBERAPA MODEL THREE-GAP ...
61
3.1. Tinjauan Teori Three-Gap ............................................................
61
3.2. Tinjauan Beberapa Model Three-Gap ..........................................
67
3.2.1. Model Three-Gap Bacha ...................................................
72
xviii
3.2.2. Model Three-Gap Taylor ...................................................
79
3.2.3. Model Three-Gap Solimano ..............................................
89
3.2.4. Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano .....................................................................
99
3.2.5. Tinjauan Kritis atas Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano .......................................................... 102 3.2.6. Model Three-Gap Iqbal ..................................................... 105 IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 111 4.1. Kerangka Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ............... 111 4.2. Spesifikasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ............. 116 4.2.1. Blok Sektor Swasta ............................................................ 117 4.2.2. Blok Sektor Publik ............................................................. 119 4.2.3. Blok Luar Negeri ............................................................... 123 4.2.4. Blok Moneter ..................................................................... 131 4.2.5. Blok Indikator Ekonomi .................................................... 133 4.2.6. Blok Kinerja Ekonomi ....................................................... 136 4.3. Identifikasi Model ......................................................................... 136 4.4. Metode Estimasi Model ................................................................ 138 4.5. Validasi Model .............................................................................. 140 4.6. Simulasi Model ............................................................................. 141 4.6.1. Penentuan Variabel-Variabel yang Disimulasikan ............ 143 4.6.2. Simulasi Kebijakan dan Perubahan Faktor-Faktor Eksternal ............................................................................ 151 4.7. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 154 V. ANALISIS PERILAKU MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP INDONESIA ............................................................... 155 5.1. Gambaran Umum Hasil Estimasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia .................................................................... 155 5.2. Analisis Perilaku Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia .... 156 5.2.1. Respon Blok Sektor Swasta ............................................... 156 5.2.2. Respon Blok Sektor Publik ................................................ 160 5.2.3. Respon Blok Luar Negeri .................................................. 164
xix
5.2.4. Respon Blok Moneter ........................................................ 172 5.2.5. Respon Blok Indikator Ekonomi ....................................... 173 VI. DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA .......... 177 6.1. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ................. 177 6.2. Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Perubahan Faktor-Faktor Eksternal terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia . 180 6.2.1. Dampak Peningkatan Penerimaan Pemerintah sebesar 15 Persen ............................................................................ 181 6.2.2. Dampak Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah Sebesar 15 Persen .............................................................. 183 6.2.3. Dampak Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Sebesar 15 Persen .............................................................. 185 6.2.4. Dampak Peningkatan Tabungan Swasta sebesar 15 Persen.. 188 6.2.5. Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga sebesar 15 Persen 190 6.2.6. Dampak Peningkatan Cadangan Devisa sebesar 15 Persen
192
6.2.7. Dampak Peningkatan Jumlah Uang Beredar sebesar 15 Persen ............................................................................ 194 6.2.8. Dampak Penurunan Capital Flight sebesar 15 Persen ...... 196 6.2.9. Dampak Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia Sebesar 15 Persen .............................................................. 198 6.2.10.Dampak Depresiasi Nilai Tukar Riil sebesar 15 Persen .... 200 6.2.11.Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter Secara Simultan ................................................................. 203 6.2.12.Evaluasi Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia ......... 209 VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 217 7.1. Simpulan ....................................................................................... 217 7.2. Saran Kebijakan ............................................................................ 222 7.3. Saran Penelitian Lanjutan ............................................................. 224 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 225 LAMPIRAN ........................................................................................ 230
xx
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Three-Gap pada Perekonomian Indonesia dalam Persentase Produk Domestik Bruto, Tahun 1969-2000 ............
17
Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000 ........................................
24
Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total Pengeluaran, Tahun 1969-2000 ...........................................................
26
Perbandingan Ekspor Non-Migas dan Ekspor Migas Indonesia dalam Persentase Total Ekspor, Tahun 1969-2000 .............................
32
Komposisi Impor Indonesia dalam Persentase Total Impor, Tahun 1969-2000 .................................................................................
34
Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia dalam Persentase Produk Domestik Bruto Nominal, Tahun 1969-2000 .........................
36
Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala Gap Tabungan, Gap Kapasitas Penuh dan Gap Valuta Asing .............
44
Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala Gap Tabungan, Gap Valuta Asing dan Gap Fiskal .............................
46
Parameter Estimasi Fungsi Investasi dengan Kendala Three-Gap pada Perekonomian Indonesia .............................................................
50
Ringkasan Hasil Penelitian tentang Kendala Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara Sedang Berkembang, Tahun 1962-1998 ................
53
11.
Awal Krisis Ekonomi Indonesia Tahun 1997 .....................................
57
12.
Neraca Identitas dalam Model Bacha ..................................................
73
13.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Bacha ..........
76
14.
Lambang dan Definisi dalam Model Bacha ........................................
78
15.
Neraca Identitas dalam Model Taylor .................................................
80
16.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Taylor ..........
84
17.
Lambang dan Definisi dalam Model Taylor .......................................
88
18.
Neraca Identitas dalam Model Solimano ............................................
90
19.
Lambang dan Definisi dalam Model Solimano ...................................
94
20.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Solimano .....
95
21.
Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano 100
22.
Persamaan-Persamaan Model Naive Three-Gap ................................. 144
23.
Notasi dan Definisi Model Naive Three-Gap ...................................... 145
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
xxi
24.
Ekspektasi Dampak Simulasi terhadap Variabel-Variabel Tujuan ..... 147
25.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tabungan Swasta Tahun 1969-2000 ............................................................................................ 157
26.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Swasta Tahun 1969-2000 ............................................................................................ 158
27.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Swasta Tahun 1969-2000 ............................................................................................ 159
28.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah Tahun 1969-2000 ............................................ 161
29.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Pajak Langsung dan Pajak Tak Langsung Tahun 1969-2000 ........................................ 162
30.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Non-Pajak dan Pajak Perdagangan Internasional Tahun 1969-2000 ........................... 163
31.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor Barang dan Ekspor Jasa Tahun 1969-2000 ......................................................................... 165
32.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor Barang dan Impor Jasa Tahun 1969-2000 ......................................................................... 167
33.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah, Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta Tahun 1969-2000 ................................................ 169
34.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Tahun 1969-2000 ....... 173
35.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Riil dan Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1969-2000 ..... 174
36.
Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996 ............................................................................................ 178
37.
Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1997-2000 ............................................................................................ 179
38.
Hasil Simulasi Peningkatan Penerimaan Pemerintah (TD,TI,TT) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 182
39.
Hasil Simulasi Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah (DGB) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 184
40.
Hasil Simulasi Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (FG) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 186
41.
Hasil Simulasi Peningkatan Tabungan Swasta (SP) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ....................................................... 189
42.
Hasil Simulasi Penurunan Tingkat Suku Bunga SBI (IR) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 .............................................. 191
xxii
43.
Hasil Simulasi Peningkatan Cadangan Devisa (R) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ....................................................... 193
44.
Hasil Simulasi Peningkatan Jumlah Uang Beredar (MS) sebesar 15%, 1990-1996 dan 1997-2000 ......................................................... 195
45.
Hasil Simulasi Penurunan Capital Flight (KF) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ...................................................... 197
46.
Hasil Simulasi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia (GASIA) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 199
47.
Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar Riil (RER) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ....................................................... 201
48.
Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1990-1996 ........... 204
49.
Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1997-2000 ........... 205
50.
Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................................................... 208
51.
Rekapitulasi Evaluasi Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia, Tahun 1990-1996 ........... 210
52.
Rekapitulasi Evaluasi Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia, Tahun 1996-2000 ........... 211
xxiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1969-2000 .........................
15
2.
Three-Gap pada Perekonomian Indonesia ..........................................
19
3.
Keseimbangan Sumberdaya Sektor Swasta Indonesia, Tahun 1969-2000 ............................................................................................
21
4.
Sumberdaya Sektor Publik di Indonesia, Tahun 1969-2000 ...............
23
5.
Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000 ........................................
27
Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total Pengeluaran, Tahun 1969-2000 ...........................................................
27
Perbandingan antara Konsumsi Pemerintah dengan Investasi Pemerintah, Tahun 1969-2000 ............................................................
28
8.
Keseimbangan Neraca Perdagangan Indonesia, Tahun 1969-2000 .....
30
9.
Perbandingan Ekspor Non-Migas dan Migas Indonesia, Tahun 1969-2000..................................................................................
31
10.
Komponen Agregat Impor Indonesia, Tahun 1969-2000 ....................
33
11.
Obligasi Pemerintah dan Jumlah Uang Beredar, Tahun 1969-2000 ....
38
12.
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments, Tahun 19692000 .....................................................................................................
39
Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta, Tahun 1969-2000 ...................................................................
41
Pendapatan dan Pengeluaran Institusi-Institusi dalam suatu Perekonomian Terbuka ........................................................................
69
15.
Pembiayaan Sektor Publik yang Defisit ..............................................
70
16.
Enam Kemungkinan Kombinasi Three-Gap dalam suatu Perekonomian Terbuka ........................................................................
71
6. 7.
13. 14.
17.
Diagram Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ....................... 113
18.
Kurva I p −I g dan Variabel Kebijakan X, NF p , NF g , NSS p , C g ........... 148
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Konsep Model Makroekonomi Two-Gap ............................................ 231
2.
Data yang Digunakan dalam Analisis Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia Tahun 1969-2000 atas dasar Indeks Deflator PDB (P) Tahun Dasar 1990 ................................................... 240
3.
Definisi Operasional Variabel Endogen dan Eksogen ........................ 246
4.
Program Komputer Estimasi Parameter Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS ......................................................... 250
5.
Hasil Estimasi Parameter Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS ........................................................................ 253
6.
Program Komputer Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data ...................................................... 265
7.
Hasil Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data ........................................................................ 266
8.
Program Komputer Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton ................................................................. 290
9.
Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996 dan Tahun 1997-2000 Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton ................ 297
10.
Program Komputer Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton .................................................. 305
11.
Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton .................................................................. 312
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi. Telah disadari pula pentingnya perubahanperubahan yang terjadi dalam perekonomian dunia, sehingga pemerintah mempersiapkan negara untuk sebuah orde baru dalam perekonomian. Pemerintah Indonesia merangkul globalisasi sebagai sebuah paradigma dasar yang menuntun kebijakan ekonomi masa depan. Akan tetapi, pada kenyataannya, lemahnya fundamental ekonomi, baik secara makro maupun mikro, telah membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap contagion effect, sehingga gejolak nilai tukar bath Thailand pada pertengahan tahun 1997 dengan mudah menulari nilai tukar rupiah atas mata uang asing terutama terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Jatuhnya nilai mata uang rupiah yang diikuti dengan peningkatan inflasi, lalu dengan cepat menyeret Indonesia ke dalam krisis ekonomi. Selanjutnya, perekonomian Indonesia berbalik sangat cepat dari pertumbuhan yang tinggi menjadi kontraksi ekonomi hanya dalam waktu beberapa bulan. Kemudian terjadi pula pelarian modal yang sangat besar, serta peningkatan pengangguran yang sangat tinggi. Dampak langsung dari krisis ekonomi adalah peningkatan harga-harga yang sangat dramatis. Biaya hidup meningkat sangat cepat, sehingga menimbulkan peningkatan jumlah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Menurut hasil studi Levinshon (1999), dampak kenaikan harga terhadap biaya hidup penduduk miskin rata-rata mencapai 130%. Namun
2
demikian, dalam studi tersebut Levinshon menemukan bahwa pada periode September 1997 sampai dengan Oktober 1998, terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang mendapat peningkatan pendapatan sebagai akibat dari peningkatan harga mata uang asing, yaitu kelompok masyarakat yang menghasilkan barang dan jasa yang secara langsung dapat diekspor, serta kelompok masyarakat yang dapat secara cepat mengalihkan aset-asetnya ke dalam denominasi mata uang asing (dollar AS). Dalam bidang ekonomi, krisis telah mengakibatkan neraca pembayaran memburuk secara drastis. Seluruh investor asing maupun domestik, secara tibatiba menarik investasinya dari perekonomian Indonesia, sehingga terjadi capital flight yang sangat besar dalam waktu singkat. Radelet & Sachs (1998) mengatakan bahwa ketidakseimbangan dalam neraca transaksi modal mempunyai dampak yang lebih kuat dalam mendorong defisit neraca pembayaran dibandingkan dengan ketidakseimbangan dalam neraca transaksi berjalan, yang pada akhirnya mendorong depresiasi mata uang rupiah menjadi lebih dalam. Menurut McLeod (1998), besarnya dampak kejatuhan nilai rupiah terhadap sektor riil, banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang tidak tepat (counterproductive) terhadap shock yang terjadi. Hal tersebut terjadi dengan mekanisme berikut: Jatuhnya nilai rupiah, ternyata tidak mendorong ekspor seperti yang diperkirakan. Hal ini karena banyak industri pengekspor yang bahan bakunya sangat tergantung dari bahan baku impor. Turunnya nilai rupiah, secara langsung justru memotong nilai asset perusahaan swasta akibat meningkatnya nilai pinjaman luar negeri yang didominasi mata uang asing (dollar AS). Hal ini
3
mengakibatkan perusahaan swasta melakukan penundaan terhadap rencana investasi, dan masyarakat mengurangi konsumsi. Menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 1997 tersebut dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan,
melambatnya
pertumbuhan
ekonomi
terutama
berasal
dari
melemahnya permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi yang melambat bersumber dari melemahnya kegiatan perekonomian, baik di sektor non-migas maupun sektor migas. Krisis nilai tukar rupiah selanjutnya memporakporandakan sendi-sendi perekonomian nasional, sehingga banyak perusahaan yang dilikuidasi. Sedangkan perusahaan yang masih beroperasi cenderung berproduksi jauh di bawah kapasitas terpasang. Hal ini telah menyebabkan kesempatan kerja semakin sempit dan tingkat pengangguran pun semakin tinggi. Depresiasi nilai tukar rupiah yang demikian besar ditambah dengan rawannya keamanan, lalu menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan di kalangan investor asing. Hal ini mengakibatkan investasi portofolio mengalir ke luar dari Indonesia, dan investasi langsung juga mengalami penurunan tajam. Krisis kepercayaan juga menulari para kreditur asing, menyebabkan mereka tidak bersedia melakukan roll-over terhadap hutang luar negeri swasta yang telah jatuh tempo dan enggan memberikan pinjaman baru, sehingga arus keluar modal (capital outflow) meningkat tajam menjadi US$10.9 miliar pada tahun 1997/1998. Dalam tahun yang sama, capital inflow berupa investasi asing
4
langsung adalah US$1.8 miliar, sehingga lalu lintas modal bersih swasta mengalami defisit sebesar US$9.1 miliar. Langkah yang ditempuh pemerintah dalam mengatasi krisis adalah mengundang International Monetary Fund (IMF). Bantuan IMF terdiri dari tiga bentuk mekanisme (Radelet and Sachs, 1998).
Pertama, bantuan dana untuk
cadangan Bank Indonesia agar dapat menjamin pembayaran hutang luar negeri Indonesia. Kedua, bantuan dana untuk tambahan modal Bank Indonesia dalam rangka mendukung kebijakan melaksanakan intervensi di pasar uang sebagai usaha stabilisasi mata uang rupiah. Ketiga, bantuan keahlian yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan donor dan investor. Hal ini penting karena IMF sering dijadikan acuan oleh investor asing dan negara serta institusi donor, sehingga kesepakatan yang telah dicapai (oleh IMF dan pemerintah Indonesia) merupakan sinyal bagi investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah Program-program Bank Dunia dan IMF di negara-negara sedang berkembang terutama fokus pada pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi serta memperoleh balance of payment yang surplus dan penciptaan lapangan kerja yang luas. Dalam mencapai empat tujuan di atas secara simultan, seringkali mengalami
keterbatasan
karena
adanya
berbagai
perubahan
dan
ketidakseimbangan internal dan eksternal dalam perekonomian. Pada tahun 1970an dan 1980an, para ekonom percaya bahwa peningkatan ketidakseimbangan internal dan eksternal terutama disebabkan oleh faktor-faktor domestik
dan
asing
seperti
akumulasi
hutang,
beban
debt-service,
5
ketidakseimbangan fiskal, crowding out investasi swasta, capital flight, goncangan terms of trade, perubahan tingkat suku bunga asing, dan penurunan aktivitas di negara-negara maju (White, 1992 dalam Iqbal, 1996). Oleh karena itu perlu dibangun suatu metodologi yang memasukkan faktor-faktor tersebut untuk menganalisis keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal dalam suatu perekonomian. Program-program bantuan IMF kepada Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi 1997, juga disertai prasyarat berupa rekomendasi strategi dan kebijakan program stabilisasi
yang pada dasarnya tetap memperhatikan
masalah
keseimbangan internal dan eksternal. Karena itu masalah keseimbangan internal dan eksternal pada perekonomian Indonesia serta kebijakan fiskal dan moneter dalam penelitian ini akan dianalisis pada periode sebelum krisis ekonomi Asia tahun 1997 dan pada periode krisis ekonomi. Tahun 1997-2000 merupakan periode krisis ekonomi sebelum menuju periode transisi ekonomi tahun 20012005 (Haryanto, 2007). Secara ringkas, permasalahan dalam penelitian ini adalah menyelidiki mengenai ketidakseimbangan internal: yakni faktor besaran tabungan dan investasi dalam negeri yang berpengaruh terhadap penerimaan dan pengeluaran. Sedangkan keseimbangan eksternal menyangkut perdagangan mencakup impor dan ekspor. Secara khusus, fokus masalah pada tiga ketidakseimbangan tersebut. Dewasa ini pola pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat ditopang oleh kekuatan konsumsi dan fiskal pemerintah, sedangkan kekuatan investasi seharusnya dapat diperkuat dari mobilisasi tabungan sehingga pertumbuhan ekonomi secara
6
seimbang tidak bertumpu pada konsumsi tetapi dapat bersumber dari investasi, fiskal pemerintah dan perdagangan. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang berawal dari krisis nilai tukar rupiah pada semester kedua tahun 1997 tersebut ternyata telah mengakibatkan makin melebarnya ketidakseimbangan internal dan eksternal dalam perekonomian. Tabungan dalam negeri tidak efektif dapat menjadi sumber investasi yang dominan. Maka diperlukan suatu analisis mengenai dampak dari ketidakseimbangan internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, pengukuran keseimbangan internal menggunakan analisis kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, sedangkan pengukuran keseimbangan eksternal diambil dari indikator kesenjangan neraca perdagangan. Salah satu model pilihan adalah menggunakan three-gap analysis. Dilihat dari kacamata three-gap, krisis ekonomi Indonesia 1997 menyebabkan makin kecilnya (jika surplus) atau makin dalamnya (jika defisit) kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing (perdagangan). Data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kesenjangan tabungan di Indonesia dari rata-rata positif 9.5% pada tahun 1969-1996 menjadi −3.4% pada tahun 1997-2000. Kesenjangan valuta asing dari rata-rata 17.6% pada tahun 1969-1996 menjadi rata-rata 3.1% pada tahun 19972000. Sedangkan untuk kesenjangan fiskal, rata-rata −1.7%. Three-gap dalam perekonomian Indonesia selama tahun 1969-2000, secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 1 dalam Bab II. Memperhatikan ketidakseimbangan dalam perekonomian Indonesia, maka diperlukan analisis lebih lanjut untuk mempelajari kesenjangan-kesenjangan
7
tersebut. Dengan memperhatikan bahwa semenjak masa krisis Asia 1997, ternyata kesenjangan fiskal makin defisit, namun kesenjangan valuta asing masih positif tapi menurun. Defisit fiskal semakin besar karena ketidakmampuan sektor perpajakan ketika pendapatan per kapita menurun. Maka analisis three-gap dapat digunakan sebagai dasar untuk mempelajari alternatif kebijakan makroekonomi yang sebaiknya diterapkan dalam perekonomian Indonesia, baik pada masa sebelum krisis, pada masa krisis ekonomi serta untuk perekonomian ke depan setelah masa krisis dan transisi ekonomi. Dalam penelitian ini, periode tahun 1990-1996 merupakan periode normal, sedangkan tahun 1997-2000 merupakan periode krisis ekonomi di Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Memperhatikan bahwa dalam perekonomian terdapat kesenjangan internal (kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal) dan kesenjangan eksternal (kesenjangan valuta asing), maka dibuat suatu model makroekonomi yang memperlakukan tiga kesenjangan tersebut sebagai variabel endogen. Kesenjangan tabungan merupakan kesenjangan sumberdaya sektor swasta, yakni selisih antara tabungan dengan investasi. Kesenjangan fiskal adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran pemerintah, sedangkan kesenjangan valuta asing adalah selisih antara ekspor dengan impor. Simulasi historis dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan faktorfaktor eksternal, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter Indonesia pada periode sebelum krisis ekonomi Asia 1997 dan pada periode krisis ekonomi. Hasil
8
simulasi dapat memberi dampak positif atau negatif pada variabel tujuan, yaitu variabel yang dianggap mewakili kinerja perekonomian. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sbb.: 1. Membangun
Model
Makroekonomi
Three-Gap
Indonesia
dengan
mengintegrasikan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. 2. Melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia
termasuk
kesenjangan
tabungan,
kesenjangan
fiskal
dan
kesenjangan valuta asing. 3. Melakukan analisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia pada periode sebelum krisis ekonomi (tahun 19901996) dan pada periode krisis ekonomi (tahun 1997-2000).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa pemahaman terhadap permasalahan ekonomi Indonesia, termasuk analisis atas kebijakan pada periode sebelum dan pada periode krisis ekonomi. Hasil analisis diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan ekonomi Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Model makroekonomi three-gap Indonesia menitikberatkan dari sisi permintaan agregat (pendekatan sisi pengeluaran) yang meliputi bidang fiskal dan bidang moneter. Kebijakan bidang fiskal meliputi penerimaan pemerintah termasuk surat berharga government bonds (obligasi pemerintah) dan pinjaman luar negeri pemerintah. Di bidang moneter mengambil variabel tabungan, money
9
supply (jumlah uang beredar), tingkat suku bunga dan cadangan devisa. Semua kebijakan makroekonomi fiskal dan moneter akan diaudisi menggunakan model makroekonomi three-gap yang pada mulanya digunakan oleh Bacha (1990), Taylor (1990, 1993), Solimano (1990), Iqbal (1996) dan Wang (1998). Penelitian ini tidak mengupas lebih jauh sisi penawaran agregatnya (tidak dilakukan pendekatan sisi produksi). Pertimbangan yang mendasarinya adalah bahwa secara teoritis kedua pendekatan tersebut menghasilkan pendapatan nasional yang sama. Di samping itu, kompleksnya sektor produksi serta kendala ketersediaan data menyebabkan penelitian ini tidak melibatkan sisi penawaran agregat secara terperinci. Dengan demikian, perhitungan produk domestik bruto dalam penelitian ini dilihat dari sisi pengeluaran nasional yang terdiri dari komponen konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan periode tahun 1969-2000. Tahun 1969 dipilih sebagai awal periode estimasi karena tahun 1969 adalah tahun dimulainya rencana pembangunan jangka panjang Indonesia yang diawali dengan Pembangunan Lima Tahun I (Pelita I) pada rejim Orde Baru. Dengan terjadinya krisis ekonomi yang dimulai dari krisis nilai tukar tahun 1997, struktur perekonomian Indonesia akan berubah menjadi struktur yang baru. Tetapi untuk menyederhanakan alat analisis, maka periode tahun 1997-2000 dimasukkan dalam estimasi model penelitian agar dapat dilakukan simulasi historis pada periode tersebut, dengan tujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter pada periode krisis. Dasar pemikirannya adalah bahwa meskipun struktur perekonomian berubah karena krisis, tetapi terdapat kontribusi dari permasalahan ekonomi yang lalu yang menyebabkan terjadinya
10
krisis tersebut. Periode sebelum krisis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tahun 1990-1996. Periode krisis adalah tahun 1997-2000.
II. TINJAUAN PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KAITAN DENGAN TIGA KESENJANGAN DALAM MAKROEKONOMI
2.1. Perkembangan Ekonomi Indonesia Pada dekade 1970an perekonomian Indonesia didominasi oleh sektor perminyakan. Selama pertengahan dekade tujuh puluhan produksi minyak Indonesia mencapai 1.3 juta barrel per hari. Perubahan dalam pasar minyak berdampak sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Booming minyak yang terjadi di seluruh dunia pada awal tahun 1970an menyebabkan inflasi dunia meningkat dengan tajam. Rata-rata inflasi tahunan negara-negara Overseas Economic Countries for Development (OECD) kurun waktu tahun 1970-1980 adalah 9%. Karena hasil perdagangan sangat berperan dalam produk domestik bruto Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa pada masa itupun Indonesia telah mulai mengimpor inflasi, karena perdagangan Indonesia didominasi oleh sektor perminyakan. Maka kenaikan harga barang-barang impor diteruskan kepada konsumen lokal yang pada akhirnya meningkatkan inflasi domestik (Booth and McCawley, 1981 dalam Tambunan, 2002). Pada tahun 1983, tim ekonomi Indonesia sudah menyadari keterbatasan negara sebagai mesin tunggal pendorong kemakmuran ekonomi, sehingga sebagai gantinya berusaha memanfaatkan gaya-gaya pasar sebagai sumber kekuatan baru. Proses reformasi ekonomi dirancang untuk membuat perekonomian menjadi lebih berorientasi pasar, terutama dalam pengalokasian dan pendistribusian sumber daya finansial. Reformasi ini memberikan peran lebih besar bagi sektor swasta dan kompetisi antar sektor. Keputusan itu berimplikasi pada perubahan aturan main secara signifikan. Oleh karena itu, mulai disusun kerangka peraturan baru
12
agar berbagai sektor ekonomi bisa berkembang. Maka sejak tahun 1983 sampai sebelum terjadinya krisis nilai tukar tahun 1997, dapat disebut sebagai periode deregulasi di Indonesia. Reformasi berdampak sangat besar, termasuk terhadap sistem perbankan dan dampaknya dalam mempercepat pertumbuhan. Namun demikian ada beberapa masalah yang tidak dapat dihindari. Misalnya pada akhir tahun 1984 terjadi peningkatan permintaan dalam pasar antar bank yang memicu terjadinya peningkatan besar dalam suku bunga untuk pinjaman semalam (overnight), sehingga Bank Indonesia membuka sebuah fasilitas kredit khusus dan membatasi jumlah yang dapat dipinjam oleh bank-bank dalam pasar antar bank. Lalu pada tahun 1986 terjadi reformasi keuangan dan shift to outward oriented economy. Walaupun gerakan ini dilancarkan sebagai respon atas penurunan kinerja ekonomi di Indonesia yang disebabkan oleh jatuhnya harga minyak sampai menjadi US$10 per barrel, reformasi ini akhirnya terus dipertahankan karena deregulasi dan debirokratisasi ternyata menggairahkan perekonomian. Reformasi
keuangan
ditandai
dengan
keberhasilan
pemerintah
dalam
mengendalikan inflasi melalui pengendalian ketat terhadap pasokan uang, pengendalian fiskal dan koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dengan bank sentral negara lain. Ciri penting dari pelaksaan reformasi keuangan saat itu adalah terjadinya devaluasi nilai tukar yang dirancang untuk meningkatkan ekspor nonmigas. Ternyata kebijakan devaluasi tersebut adalah kebijakan devaluasi Indonesia yang terakhir. Sejak devaluasi tahun 1986, rupiah diatur sesuai dengan sistem liberal “managed floating” (mengambang terkendali), dan tidak lagi dilakukan kebijakan devaluasi (Tambunan, 2002).
13
Mulai tahun 1988, perekonomian Indonesia tumbuh pesat, yaitu rata-rata di atas 5% per tahun. Akan tetapi, pada semester kedua tahun 1997, setelah mengalami stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi serta penurunan jumlah penduduk miskin yang sangat besar, perekonomian Indonesia tiba-tiba mengalami krisis ekonomi yang sangat parah. Seperti yang telah diketahui secara luas, krisis ekonomi Indonesia dipicu dari jatuhnya nilai mata uang rupiah, sebagai lanjutan dari jatuhnya nilai mata uang baht di Thailand dan ringgit di Malaysia. Walaupun indikator makroekonomi pada saat itu menunjukkan kondisi yang cukup baik, namun jatuhnya nilai mata uang rupiah kemudian ternyata menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia (Tambunan, 2002). Untuk meredam terjadinya gejolak rupiah, pada waktu itu Bank Indonesia mengambil tindakan memperlebar spread kurs intervensi dari 8% menjadi 12%, dan menyetop sementara pembelian Sertifikat Berjangka Pasar Uang (SBPU). Sementara itu, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dinaikkan dengan harapan akan memperkuat nilai tukar rupiah. Namun, karena nilai tukar rupiah ternyata tetap melemah dan sempat menembus batas spread pada tanggal 14 Agustus 1997 (kurs rupiah mencapai Rp.2775 per dollar AS, yaitu lebih tinggi dari batas intervensi Rp.2682), maka sejak itu Bank Indonesia melepas band intervensinya dan kemudian beralih pada sistem free float exchange rate. Penglepasan band intervensi oleh Bank Indonesia kemudian membuat nilai tukar rupiah semakin bergejolak dan akhirnya terpuruk pada tingkat yang relatif sangat rendah (Basri, 2002).
14
Dengan diberlakukannya sistem free float exchange rate tersebut, tidak berarti bahwa nilai tukar rupiah secara mutlak ditentukan oleh mekanisme pasar. Keinginan pemerintah untuk mengendalikan nilai tukar masih nampak dari adanya pengetatan likuiditas perbankan. Peningkatan suku bunga SBI yang disertai pengetatan likuiditas cukup membuat dunia usaha menjadi panik. Suku bunga SBI berjangka waktu satu bulan sempat mencapai 30% per tahun pada tanggal 19 Agustus 1997. Hal ini mengakibatkan suku bunga deposito berjangka satu bulan melambung di atas 30%, dan akibatnya suku bunga kredit berada pada kisaran 40% per tahun (Basri, 2002). Tingginya tingkat suku bunga mengakibatkan sebagian besar dana masyarakat dialihkan ke deposito berjangka waktu satu sampai tiga bulan. Hal ini menjadikan sistem perbankan yang selama ini berperan penting dalam pembiayaan jangka panjang menjadi kesulitan dalam menata kembali manajemen yang selama ini sudah berlangsung. Keadaan tersebut menyebabkan sistem perbankan pada umumnya mengalami kesulitan likuiditas. Pada gilirannya, hal itu akan berpengaruh terhadap turunnya rentabilitas bank-bank tersebut. Bagi bankbank yang sudah fragile dengan berbagai persoalan mendasar, maka kesulitan likuiditas akan memperparah keadaan. Besarnya kesulitan likuiditas perbankan pada akhirnya telah menimbulkan krisis pada perbankan nasional, karena banyak perbankan nasional melakukan mismatch financing, yakni memberikan pinjaman jangka panjang ke perusahaan dengan dana yang berasal dari utang jangka pendek. Ditambah lagi, banyak perbankan yang melanggar batas pinjaman yang telah ditentukan (legal lending limit).
15
Krisis nilai tukar yang diikuti dengan krisis utang dan krisis perbankan, akhirnya menurunkan kinerja perekonomian hingga mengalami depresi dan inflasi yang tinggi. Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi yakni dari pertumbuhan ekonomi 7.8% pada tahun sebelumnya menjadi hanya tumbuh 4.7%. Pada tahun 1998, resesi ekonomi Indonesia sampai pada titik yang paling rendah yakni dengan pertumbuhan ekonomi –13.7% (Gambar 1).
Pertumbuhan Ekonomi (%)
10.0 5.0 0.0 -5.0 -10.0 -15.0
Ta h u n Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1969-2000
Kontraksi ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada tahun 1998 adalah yang terparah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yang terkena krisis, tetapi pemulihannya relatif paling lambat. Sebagai contoh, kontraksi yang dialami Korea Selatan pada tahun 1998 adalah −6.7%, tetapi pada tahun 1999 telah mampu tumbuh sebesar 10.7%. Malaysia yang mengalami kontraksi −7.4% telah tumbuh 5.7% pada tahun 1999, dan Thailand dari −10.2% pada tahun 1998 menjadi 3.3% pada tahun 1999. Sedangkan Indonesia yang kontraksinya paling parah, yaitu −13.2%, ternyata baru mampu tumbuh sebesar 0.79% pada tahun 1999 (Abdelal, 2001).
16
Selanjutnya, sesuai dengan tema penelitian, maka dalam sub-bab di bawah ini dipaparkan secara singkat perkembangan perekonomian Indonesia yang dikaitkan dengan ketiga kesenjangan, yaitu kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Periodesasi analisis dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode sebelum terjadinya krisis nilai tukar (yakni tahun 19691996) dan pada periode krisis ekonomi (yakni tahun 1997-2000). Pembagian dua periode tersebut dimaksudkan untuk melakukan perbandingan melakukan perbandingan perkembangan ketiga kesenjangan dalam perekonomian Indonesia pada periode normal dan pada periode krisis.
2.2. Tiga Kesenjangan dalam Perekonomian Indonesia Agar dapat menggunakan analisis tiga kesenjangan (three-gap), maka institusi perekonomian dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga blok, yaitu blok sektor swasta, blok sektor publik dan blok luar negeri, dimana blok tersebut menampung variabel-variabel dalam neraca pembayaran, yaitu ekspor, impor dan aliran dana asing. Pada model makroekonomi dalam penelitian ini terdapat dua blok tambahan, yaitu blok moneter dan blok indikator ekonomi. Hasil perkembangan three-gap di Indonesia seperti tersaji pada Tabel 1 didapat dengan mengolah data makroekonomi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Pada sektor swasta, tabungan swasta (SP) didefinisikan sebagai total tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah, sedangkan investasi swasta (IP) didefinisikan sebagai jumlah dari pembentukan kapital bruto (gross fixed capital formation) dan perubahan stok dari investasi. Pada sektor publik, penerimaan pemerintah (T) adalah jumlah penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung, penerimaan non-pajak dan penerimaan dari
17
Tabel 1. Perkembangan Three-Gap pada Perekonomian Indonesia dalam Persentase Produk Domestik Bruto, Tahun 1969-2000 Tahun
Keseimbangan Sumberdaya Sektor Swasta (%)
Keseimbangan Sumberdaya Sektor Publik (%)
Keseimbangan Transaksi Berjalan (%)
SP
IP
(SP - IP)
T
G
(T – G)
X
M
(X - M)
1969
8.2
10.3
-2.1
9.0
12.3
-3.3
17.5
11.9
5.6
1970
13.0
3.4
9.6
10.3
14.0
-3.7
17.7
10.4
7.4
1971
15.1
4.1
11.0
11.3
13.1
-1.9
19.0
13.6
5.3
1972
20.6
4.6
16.0
13.0
15.0
-2.0
24.9
11.8
13.0
1973
20.5
3.2
17.2
14.7
16.6
-1.9
33.7
11.6
22.1
1974
22.5
4.2
18.4
16.4
17.8
-1.4
49.9
12.3
37.6
1975
20.1
0.5
19.6
17.7
21.0
-3.2
41.3
14.9
26.5
1976
19.5
3.1
16.4
18.8
22.6
-3.8
39.6
16.7
22.9
1977
22.9
4.5
18.4
18.9
21.8
-2.9
41.0
15.1
25.9
1978
21.1
10.8
10.3
18.8
20.9
-2.2
54.7
20.4
34.3
1979
27.8
12.6
15.2
20.9
23.1
-2.2
50.7
16.1
34.7
1980
30.2
11.0
19.3
22.5
25.2
-2.7
57.8
16.7
41.1
1981
26.7
15.1
11.6
22.6
24.0
-1.4
54.5
17.9
36.7
1982
20.2
13.6
6.7
20.8
22.0
-1.2
47.3
21.4
25.9
1983
22.3
13.8
8.5
19.6
22.0
-2.4
50.3
23.7
26.6
1984
23.5
13.0
10.5
18.5
19.3
-0.8
47.5
19.2
28.3
1985
22.8
10.4
12.4
20.3
22.6
-2.2
37.4
15.1
22.3
1986
26.5
6.0
20.5
16.8
21.1
-4.3
39.9
21.5
18.4
1987
33.9
11.1
22.9
18.2
19.6
-1.5
37.0
26.5
10.5
1988
32.3
10.5
21.8
16.2
18.6
-2.4
32.7
24.6
8.2
1989
22.5
21.6
0.9
17.2
18.3
-1.1
32.6
23.5
9.1
1990
21.5
25.9
-4.3
20.0
20.6
-0.6
34.3
24.2
10.0
1991
21.1
22.5
-1.5
18.3
19.2
-0.9
34.4
27.7
6.7
1992
23.8
21.2
2.6
18.2
18.6
-0.4
35.3
27.6
7.7
1993
18.6
20.9
-2.3
15.9
16.6
-0.7
29.5
24.3
5.2
1994
18.4
22.5
-4.1
17.4
16.4
0.9
28.1
24.2
3.9
1995
18.6
23.4
-4.9
16.1
14.2
1.9
28.5
27.5
1.0
1996
16.6
22.5
-5.9
16.5
14.6
1.9
22.5
25.9
-3.5
RataRata
21.8
12.4
9.5
17.3
19.0
-1.7
37.1
19.5
17.6
1997
18.5
25.0
-6.5
17.9
17.3
0.6
41.7
42.0
-0.3
1998
19.6
17.6
2.0
15.9
18.1
-2.3
40.3
37.0
3.3
1999
-0.5
4.8
-5.3
18.2
20.6
-2.4
32.9
29.1
3.7
2000 RataRata
-0.4
3.4
-3.8
15.9
18.2
-2.3
48.6
42.7
5.9
9.3
12.7
-3.4
17.0
18.6
-1.6
40.9
37.7
3.1
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
perdagangan luar negeri. Pengeluaran pemerintah (G) adalah pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan ditambah pembayaran bunga utang. Pada sektor
18
luar negeri, total ekspor (X) adalah jumlah dari ekspor minyak dan gas bumi, ekspor komoditi pertanian, ekspor barang manufaktur dan ekspor jasa. Sedangkan total impor (M) adalah jumlah impor barang modal, impor bahan baku/penolong (intermediary goods), impor barang konsumsi dan impor jasa. Analisis deskriptif tentang perkembangan three-gap di Indonesia dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai kesenjangan tabungan swasta (savings gap), kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan kesenjangan valuta asing (foreign exchange gap) dalam persentase produk domestik bruto (PDB). Tabel 1 merangkum keseimbangan sumberdaya sektor swasta, sektor publik dan transaksi berjalan pada neraca perdagangan Indonesia selama periode tahun 1969-1996 dan tahun 1997-2000. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sebelum krisis, secara rata-rata, Indonesia mengalami surplus tabungan sektor swasta, defisit sektor publik dan surplus transaksi berjalan pada neraca perdagangan. Pada periode tahun 1969-1996, kesenjangan tabungan rata-rata positif 9.5% sedangkan pada periode tahun 1997-2000, rata-rata menjadi −3.4%. Jika dilihat lebih seksama, sebenarnya sejak tahun 1990 kesenjangan tabungan telah bernilai negatif, yang menunjukkan bahwa investasi swasta di Indonesia dibiayai oleh pinjaman dari luar negeri. Akumulasi pinjaman inilah yang menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi tahun 1997, yaitu karena banyaknya utang luar negeri swasta yang jatuh tempo sehingga permintaan akan mata uang dollar AS meningkat tajam dan berdampak pada apresiasi dollar AS yang lebih besar lagi setelah terjadinya contagion effect dari kejatuhan nilai baht Thailand. Pada sektor publik, meskipun rata-rata defisit fiskal hampir sama antara periode tahun 1969-1996 dan periode tahun 1997-2000, tetapi masalah ini perlu
19
mendapat perhatian. Hal ini karena nilai negatif yang konstan, yaitu rata-rata sebesar −1.7% dari PDB pada periode tahun 1969-1996 dan −1.6% pada tahun 1997-2000, menunjukkan bahwa dalam perekonomian terdapat penyakit yang kronis dalam sumberdaya fiskalnya. Sedangkan dalam neraca perdagangan, Indonesia memiliki surplus dalam jangka panjang. Surplus pada periode tahun 1969-1996 rata-rata sebesar 17.6%. Tetapi dengan terjadinya krisis ekonomi, ekspor Indonesia mengalami penurunan dalam nilai nominalnya. Meskipun penurunan ekspor dibarengi pula dengan penurunan impor, tetapi hal ini tetap menurunkan total surplus menjadi rata-rata 3.1%. Three-Gap pada perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. (M - X)
M>X G IP M>X G
M>X G>T SP > IP (G - T)
M<X G
M<X G>T M<X
SP>IP
G>T SP
Periode Krisis
Periode Sebelum Krisis
(SP = IP)
Gambar 2. Three-Gap pada Perekonomian Indonesia
Gambar 2 menunjukkan bahwa daerah yang dilingkari adalah posisi yang relevan dengan three-gap pada perekonomian Indonesia, yaitu pada sebelum
20
krisis (periode tahun 1969-1996), sektor swasta rata-rata mengalami surplus (SP>IP), sektor publik mengalami defisit (G>T), dan neraca perdagangan mengalami surplus (M<X). Pada periode krisis (tahun 1997-2000), selain sektor publik, sektor swasta juga mengalami defisit (SP
2.2.1. Kesenjangan Tabungan Pada awal tahun 1983, tim ekonomi Indonesia telah memulai proses reformasi ekonomi Indonesia yang lebih berorientasi pasar. Reformasi ini memberi peran lebih besar pada sektor swasta dan kompetisi antar sektor, yang berdampak pada makin bergairahnya investasi swasta. Hal ini terlihat dari kenaikan investasi swasta dimana sejak tahun 1989 investasi meningkat menjadi rata-rata di atas 20% dari PDB, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang ratarata sekitar 10%. Gambar 3 menunjukkan bahwa keseimbangan sumberdaya sektor swasta rata-rata mengalami defisit pada periode tahun 1997-2000, setelah rata-rata mengalami surplus pada masa sebelum terjadinya krisis nilai tukar rupiah. Garis vertikal pada gambar tersebut membagi keseluruhan periode menjadi dua bagian, yaitu periode sebelum krisis tahun 1969-1996, dan periode krisis, yaitu tahun 1997-2000. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada tahun 1990-2000 (kecuali tahun 1992 dan 1998) sebenarnya keseimbangan sumberdaya sektor
21
swasta sudah mulai menunjukkan nilai negatif, padahal pada tahun 1970-1989 nilainya selalu positif. Hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 1990, pembiayaan investasi di Indonesia sangat tergantung dari pinjaman luar negeri swasta. Salah satu penyebab tingginya pinjaman luar negeri swasta adalah pertumbuhan investasi yang sangat tinggi, yaitu dari kisaran 10% dari PDB pada tahun 19691988 menjadi di atas 20% pada tahun 1989-1997. Sebenarnya, peningkatan investasi merupakan hal yang positif, asalkan diimbangi dengan kehati-hatian dalam pengelolaan utang. Pengelolaan yang kurang baik atas utang luar negeri swasta (antara lain tidak dilakukan hedging atas resiko perubahan nilai tukar dan penggunaan utang jangka pendek untuk membiayai investasi jangka panjang) akhirnya menjadi salah satu penyebab mudahnya krisis nilai tukar baht Thailand menulari nilai tukar rupiah pada tahun 1997 yang lalu.
35 30 25
Persentase PDB (%)
20 15 10 5 0 -5 -10
Ta h u n Tabungan
Investasi
Surplus Kapital
Gambar 3. Keseimbangan Sumberdaya Sektor Swasta Indonesia, Tahun 1969-2000
22
Selama tahun 1970an sampai tahun 1988, tabungan sektor swasta berkisar antara 8%-33% dari PDB dan lebih tinggi daripada investasi swasta yang sebesar antara 0.5%-13% dari PDB, sehingga menyebabkan sektor swasta mengalami surplus modal. Tetapi mulai tahun 1989, kecenderungan tersebut berubah, kegiatan investasi di sektor swasta tahun 1989-1996 selalu berada pada tingkat di atas 20% dari PDB. Tetapi peningkatan investasi ini tidak dibarengi dengan kecenderungan peningkatan tabungan, sehingga sektor swasta mulai mengalami defisit, yang sebagian ditutup melalui pinjaman dari luar negeri dan sebagian dari sektor publik melalui perbankan milik negara.
2.2.2. Kesenjangan Fiskal Tabel 1 dapat digambarkan dalam bentuk grafis seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pada gambar tersebut disajikan perkembangan posisi anggaran penerimaan dan pengeluaran gabungan pemerintah pusat dan daerah selama tahun 1969-1996 dan tahun 1997-2000. Total penerimaan pemerintah selama periode analisis berkisar antara 9%-22% dari PDB, sedangkan pengeluaran pemerintah berkisar antara 12%-25% dari PDB. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa penerimaan pemerintah selama tahun 1969-1981 mengalami kecenderungan yang meningkat dari 9% sampai mencapai 22% dari PDB. Setelah itu, dapat dikatakan bahwa penerimaan pemerintah konstan di sekitar 16%-20% dari PDB. Tetapi pada tahun 1991-1996, penerimaan pemerintah menjadi konstan pada kisaran 15%-18%. Pada masa krisispun penerimaan pemerintah masih sekitar 15%-18% dari PDB. Sedangkan kecenderungan pengeluaran pemerintah tahun 1969-1982 mengalami peningkatan, dari 12% menjadi 25% dari PDB pada tahun 1980. Setelah mengalami defisit yang terbesar pada tahun 1986 yaitu -4.3%,
23
selanjutnya defisit fiskal konstan di sekitar −1% sampai dengan −2%, dan pernah mencapai surplus kecil 1.9% di tahun 1996. Pada masa krisis ekonomi tahun 1997-2000, defisit fiskal rata-rata sebesar −1.6% dari PDB.
30 25
Persentase PDB (%)
20 15 10 5 0 -5 -10
Ta h u n Penerimaan
Gambar 4.
Pengeluaran
Anggaran Defisit
Sumberdaya Sektor Publik di Indonesia, Tahun 1969-2000
Tabel 2 menyajikan sumber-sumber pendapatan pemerintah, yaitu penerimaan pajak langsung (direct tax) berupa pajak pendapatan (Pph), penerimaan pajak tak langsung (indirect tax) berupa pajak pertambahan nilai (PPN), dan penerimaan-penerimaan pemerintah bukan pajak (non-tax revenues) serta pajak perdagangan internasional (trade tax). Terlihat bahwa kecenderungan penerimaan pemerintah pada periode tahun 1969-1996, setelah mengalami peningkatan penerimaan pajak langsung (Pph) dari tahun 1969-1983 yaitu dari 59% menjadi 80% dari total penerimaan, lalu di tahun 1996 mengalami penurunan lagi sampai menjadi 56% dari total penerimaan. Pada periode tahun 1983-1996,
24
Tabel 2. Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000 Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 Rata-Rata 1997 1998 1999 2000 Rata-Rata
Direct Tax TD (%)
Indirect Tax TI (%)
Trade Tax TT (%)
Non-Tax TN (%)
59.0 59.0 59.0 59.0 52.2 70.1 71.0 70.4 71.0 70.2 76.6 80.5 82.7 80.6 80.3 79.9 70.8 54.5 62.4 60.4 60.3 63.9 61.3 59.7 56.1 51.1 53.4 56.6 65.4
20.0 20.0 20.0 20.0 18.4 13.9 13.6 14.0 14.5 14.5 10.1 9.1 9.1 11.0 11.6 11.9 18.1 25.7 22.7 26.9 26.4 24.3 27.5 28.4 28.9 30.1 30.9 28.8 19.6
15.0 15.0 15.0 15.0 20.4 13.2 10.5 11.0 10.4 10.8 10.5 7.4 5.4 4.9 4.6 3.9 3.4 6.4 5.4 5.9 6.1 6.4 5.2 5.6 5.6 6.1 4.4 3.0 8.4
6.0 6.0 6.0 6.0 9.1 2.9 4.9 4.6 4.1 4.5 2.8 3.1 2.8 3.5 3.6 4.3 7.7 13.4 9.5 6.8 7.2 5.3 6.0 6.3 9.4 12.7 11.3 11.6 6.5
60.2 59.0 57.0 29.6 51.4
27.4 23.2 21.8 23.5 24.0
2.8 4.3 2.3 3.4 3.2
9.6 13.6 19.0 43.5 21.4
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
justru pajak tak langsung (PPN) yang mengalami peningkatan dari 11% menjadi di atas 25% dari total penerimaan. Pada tahun 1993-1996, terlihat pula
25
peningkatan penerimaan non-pajak menjadi antara 9%-12% dari total penerimaan. Tetapi peningkatan penerimaan non-pajak terbesar terjadi pada periode tahun 1997-2000, yaitu mencapai 43% pada tahun 2000. Hal ini disebabkan karena kebijakan privatisasi yang dijalankan pemerintah dalam rangka mendapatkan dana untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang terjadi. Setelah menganalisis sumber-sumber pendapatan pemerintah, selanjutnya dibahas mengenai pengeluaran pemerintah berdasarkan jenis pengeluarannya. Rincian pengeluaran pemerintah pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa selama periode tahun 1969-1996, peningkatan pengeluaran pemerintah terutama disebabkan karena peningkatan pengeluaran pembangunan yang rata-rata 48.6%, dan kemudian turun pada masa krisis menjadi rata-rata 29.5%. Pengeluaran rutin menunjukkan kecenderungan yang konstan, bahkan menurun pada tahun 1969-1980. Pengeluaran subsidi sebenarnya masih konstan. Akan tetapi, pada tahun 2000 terdapat akun baru berupa subsidi daerah otonom, sehingga pengeluaran subsidi terlihat mencapai 40% dari total pengeluaran. Sementara itu, pengeluaran pembangunan tahun 2000 justru menurun drastis sampai menjadi hanya 10% dari total pengeluaran pemerintah. Komposisi pendapatan pemerintah secara grafis disajikan pada Gambar 5, sedangkan pengeluaran pemerintah disajikan pada Gambar 6.
Pendapatan
pemerintah terdiri dari penerimaan pajak langsung (pajak penghasilan), pajak tak langsung (pajak pertambahan nilai), penerimaan non-pajak dan penerimaan dari perdagangan internasional. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, subsidi dan alokasi dana pembangunan dan pengeluaran lain-lain.
26
Tabel 3. Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total Pengeluaran, Tahun 1969-2000 Pengl. Rutin
Pengl. Pemb.
Pengl. Subsidi
Pengl.Lain-Lain
GRU (%) 49.2 41.7 46.2 43.2 34.7 31.3 33.9 27.9 31.1 29.8 26.9 23.5 24.6 26.3 23.5 25.5 25.2 28.0 26.4 24.6 25.8 21.8 24.0 25.4 25.9 26.9 28.2 29.1
GDE (%) 35.3 36.3 39.3 43.7 41.2 50.5 52.7 58.8 52.9 53.6 54.3 51.7 53.4 56.0 61.1 59.9 50.9 41.1 42.1 46.4 45.1 47.8 49.8 49.7 46.9 48.9 44.7 46.3
GSB (%) 14.0 18.8 13.4 12.3 9.9 10.6 10.7 9.0 11.7 11.0 9.1 8.5 9.3 10.0 9.5 11.3 11.7 13.1 12.5 11.5 11.6 10.4 11.1 10.9 12.6 11.6 12.8 12.1
GOC (%) 1.5 1.1 1.0 0.7 14.2 7.6 2.7 4.3 4.2 5.6 9.7 11.7 12.6 7.6 5.8 3.2 3.5 0.9 2.3 1.0 3.0 8.6 3.4 2.5 3.7 2.4 3.0 4.1
RataRata 1997 1998 1999 2000
29.7
48.6
11.5
4.7
24.1 19.6 19.5 16.0
35.3 37.4 34.3 10.9
10.2 7.8 8.4 40.7
19.5 23.2 27.7 4.7
RataRata
19.8
29.5
16.8
18.8
Tahun
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
27
Persentase Total Penerimaan (%)
100 90
Bukan Pajak Pajak Perdagangan
80
Pajak Tak Langsung
70 60 50 40 30
Pajak Langsung
20 10 0
Ta h u n
Gambar 5.
Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000
Persentase Total Pengeluaran (%)
100 90 80
Pengeluaran Lain-Lain Subsidi dan Alokasi Dana Perimbangan
70 60 50
Pengeluaran Pembangunan
40 30 20 10
Pengeluaran Rutin
0
T a h u n
Gambar 6.
Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total Pengeluaran, Tahun 1969-2000
Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada periode tahun 1997-2000, komponen pengeluaran pembangunan menurun drastis. Akan tetapi, pada periode yang sama, komponen pengeluaran rutin dapat dikatakan konstan. Sebenarnya, pengurangan
28
pengeluaran ini justru dapat memperlemah perekonomian yang sedang lesu. Akan tetapi hal ini terpaksa dilakukan karena defisit fiskal yang makin besar pada masa krisis. Pengeluaran pemerintah dapat juga dibagi menjadi pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi, karena pengeluaran pembangunan tidak serta merta dapat dianggap sebagai pengeluaran investasi dan pengeluaran non-pembangunan sebagai konsumsi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, investasi dan konsumsi pemerintah selama periode tahun 1969-1996 dan tahun 1997-2000 dapat dibandingkan dengan menggunakan grafik pada Gambar 7. Pada gambar tersebut, daerah di sebelah bawah menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi pemerintah, dibandingkan dengan pengeluaran investasi pemerintah di daerah sebelah atasnya.
Persentase dari Total Cg + Ig (%)
100 90 80
Investasi Pemerintah
70 60 50 40 30
Konsumsi Pemerintah
20 10 0
T a h u n
Gambar 7.
Perbandingan antara Konsumsi Pemerintah dan Investasi Pemerintah, Tahun 1969-2000
29
Secara umum dapat dikatakan bahwa luas daerah konsumsi masih lebih besar daripada daerah investasi. Sebenarnya, pengeluaran pembangunan dan pengeluaran investasi dapat membantu akumulasi aset dan memperbaiki neraca fiskal sektor publik, karena proyek pembangunan mungkin saja menghasilkan keuntungan. Tetapi dalam kasus Indonesia, hal ini dapat menyebabkan terjadinya defisit fiskal, sehingga harus dibiayai oleh pinjaman. Model pembiayaan defisit fiskal ini dijelaskan pada sub-bab aliran dana (flow of funds).
2.2.3. Kesenjangan Valuta Asing Kesenjangan valuta asing yang dimaksud di sini adalah kesenjangan sumberdaya eksternal yang berkaitan dengan transaksi berjalan (neraca perdagangan). Gambar 8 menyajikan data ekspor barang dan jasa, impor barang dan jasa, dan keseimbangan transaksi berjalan pada neraca pembayaran perekonomian Indonesia untuk periode tahun 1969-2000. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pada tahun 1970an total ekspor Indonesia rata-rata sangat tinggi (sekitar 50% dari PDB), karena pada masa itu ekspor Indonesia didominasi sektor minyak yang saat itu mengalami booming. Kemudian pada tahun 1980an, berakhirnya boom minyak menyebabkan Indonesia mulai membuat kebijakan reformasi ekonomi yang mendukung sektor-sektor lain di luar sektor minyak. Akan tetapi, total ekspor Indonesia ternyata belum memperlihatkan kecenderungan meningkat dari tahun 1984-1996, bahkan justru menurun, yaitu dari 47% PDB di tahun 1984 menjadi 22% di tahun 1996. Pada saat dimulainya krisis nilai tukar rupiah tahun 1997, nilai total ekspor masih meningkat, yaitu menjadi 41% dari PDB, tetapi pada tahun 1998-1999 nilai ini menurun lagi ke angka 40% dan 32%, dan baru pada tahun 2000 naik lagi menjadi 48% dari PDB.
30
Jika dilihat dari nilai dollar nominal, total ekspor Indonesia pada tahun 1997 adalah US$56 milyar, kemudian menurun menjadi US$50 milyar dan US$51 milyar pada tahun 1998 dan 1999. Baru pada tahun 2000 nilai ekspor Indonesia meningkat lagi menjadi US$65 milyar. Jadi, pada waktu nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat besar dari sekitar Rp.2500/dollar AS pada pertengahan tahun 1997 sampai mencapai kisaran Rp.8000/dollar AS pada tahun 1998-1999, ternyata nilai total ekspor Indonesia tidak meningkat.
60
Persentase PDB (%)
50 40 30 20 10 0 -10
Ta h u n Ekspor
Impor
Current Account Balance
Gambar 8. Keseimbangan Neraca Perdagangan Indonesia, Tahun 1969-2000
Dari sisi impor, Gambar 8 memperlihatkan kecenderungan yang meningkat terhadap PDB. Tetapi karena nilainya masih di bawah nilai ekspor, yakni antara 10%-27% sebelum krisis dan 29%-42% pada periode krisis, maka neraca pembayaran Indonesia selama periode tahun 1969-2000 rata-rata tidak mengalami defisit. Defisit hanya terjadi pada tahun 1996 dan 1997. Tetapi, surplus neraca pembayaran ini memiliki kecenderungan yang menurun.
31
Karena angka-angka yang diuraikan adalah nilai total ekspor dan total impor, maka agar analisis tentang komposisi ekspor dan impor Indonesia menjadi lebih tajam, disajikan klasifikasi ekspor dan impor Indonesia pada Gambar 9 dan Gambar 10 serta pada Tabel 4 dan Tabel 5. Meskipun klasifikasi yang dilakukan tidak terlalu terperinci, tetapi dapat digunakan untuk melihat gambaran tentang perkembangan ekspor dan impor di Indonesia.
Persentase dari Total Ekspor (%)
100 90 80
Ekspor Migas
70 60 50 40 30
Ekspor Non-Migas
20 10 0
T a h u n
Gambar 9. Perbandingan Ekpor Non-Migas dan Migas Indonesia, Tahun 1969-2000
Dari Gambar 9 terlihat bahwa sebenarnya ekspor non-migas telah memainkan peranan yang penting sejak tahun 1970an. Akan tetapi, ekspor nonmigas Indonesia sampai tahun 1980an masih didominasi oleh ekspor komoditi pertanian, perkebunan dan pertambangan. Ekspor barang-barang manfaktur dan semi-manufaktur baru mulai dikembangkan pada akhir tahun 1980an. Setelah tahun 1987, kontribusi ekspor non-migas Indonesia rata-rata di atas 70% dari total ekspor. Bahkan setelah tahun 1997, nilai rata-ratanya meningkat menjadi 80%
32
Tabel 4. Perbandingan Ekspor Non-Migas dan Ekspor Migas Indonesia dalam Persentase Total Ekspor, Tahun 1969-2000 Tahun
Ekspor Non-Migas XNM (%)
Ekspor Migas XMG (%)
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
69.0 71.3 72.1 66.1 66.6 58.8 57.2 58.7 59.5 59.3 60.5 57.4 54.9 54.8 56.7 57.7 59.4 64.1 66.7 71.4 71.9 69.9 72.8 76.1 79.1 80.5 81.3 75.8
31.0 28.7 27.9 33.9 33.4 41.2 42.8 41.3 40.5 40.7 39.5 42.6 45.1 45.2 43.3 42.3 40.6 35.9 33.3 28.6 28.1 30.1 27.2 23.9 20.9 19.5 18.7 24.2
Rata-Rata
66.1
33.9
1997 1998 1999 2000
79.2 85.3 80.0 77.0
20.8 14.7 20.0 23.0
Rata-Rata
80.4
19.6
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
dari total ekspor. Tetapi ekspor barang manufaktur yang mulai meningkat tersebut ternyata berasal dari industri besar yang bahan bakunya belum mampu dibuat di
33
dalam negeri. Hal ini membebani harga pokok produksi pada saat nilai tukar rupiah melemah. Strategi
pengembangan
industri
hilir
berteknologi
tinggi
tanpa
kemampuan swadaya teknologi serta mengabaikan industri dasar merupakan salah satu sebab mengapa ekspor Indonesia tidak terlalu meningkat setelah terjadinya depresiasi nilai rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa proses industrialisasi dalam perekonomian Indonesia masih memiliki masalah (tetapi hal ini tidak termasuk dalam pembahasan penelitian ini). Maka dapat dikatakan bahwa penyebab tidak meningkatnya ekspor pada saat nilai tukar rupiah terdepresiasi adalah karena untuk mengekspor barang-barang industri besar tersebut, Indonesia harus mengimpor bahan baku yang harganya menjadi sangat tinggi karena besarnya depresiasi pada nilai mata uang rupiah.
Persentase dari Aggregat Impor (%)
100 90 80
Impor Barang Konsumsi
Net Factor Service
70 60 50
Impor Bahan Baku/Penolong
40 30 20 10
Impor Barang Modal
0
T a h u n Gambar 10. Komponen Aggregat Impor Indonesia, Tahun 1969-2000
34
Tabel 5. Komposisi Impor Indonesia dalam Persentase Total Impor, Tahun 1969-2000 Impor Barang Modal MGK (%)
Impor Bahan Baku/Penolong MGI (%)
Impor Barang Konsumsi MGC (%)
Net Factor Services MSR (%)
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 RataRata
23.6 26.3 34.5 39.1 28.9 25.0 24.6 52.9 37.3 33.1 31.5 33.6 40.0 38.2 39.0 37.4 26.2 27.0 15.1 17.0 14.1 16.2 21.5 22.0 20.9 20.8 18.9 16.0
30.0 35.3 34.0 34.7 36.0 37.5 47.0 23.9 28.7 29.0 35.0 30.2 31.6 38.2 42.1 40.2 45.8 47.8 44.8 45.1 47.8 47.1 46.7 45.5 47.5 50.6 53.3 53.3
31.8 24.3 21.8 14.6 29.0 32.3 20.7 15.8 26.8 29.3 21.9 26.9 16.9 15.1 12.0 12.8 9.1 11.5 2.4 2.1 2.4 3.6 3.3 3.4 4.2 3.2 3.2 7.0
14.6 14.1 9.7 11.6 6.1 5.2 7.8 7.4 7.2 8.6 11.6 9.3 11.6 8.5 6.9 9.5 18.9 13.8 37.7 35.8 35.7 33.1 28.5 29.0 27.5 25.3 24.7 23.7
27.9
40.3
14.5
17.3
1997 1998 1999 2000 RataRata
15.9 15.7 14.0 11.3
52.9 39.9 43.3 40.7
6.4 13.4 10.0 18.2
26.6 31.0 32.7 29.7
14.2
44.2
12.0
30.0
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
35
Dalam Tabel 5 terlihat bahwa impor bahan baku dan bahan penolong (intermediary goods) meningkat selama tahun 1985-1996, dan agak menurun pada masa krisis. Untuk impor barang modal, pada tahun 1990-1996 terjadi peningkatan, tetapi menurun kembali pada masa krisis. Sedangkan impor barang konsumsi dan net factor services ternyata sedikit mengalami peningkatan pada masa krisis. Untuk net factor services, persentasenya menunjukkan peningkatan yang cukup besar sejak tahun 1987, dan terlihat stabil pada angka cukup tinggi sejak saat itu, yaitu di atas 23% dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dalam pembayaran jasa ke luar negeri termasuk jasa pengiriman, pembayaran bunga modal asing dan jasa lainnya yang disewa dari institusi asing. Peningkatan impor jasa tersebut mungkin terjadi karena industri jasa Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, atau mungkin juga sebagiannya karena besarnya ketergantungan modal dan pembiayaan dari luar negeri, sehingga Indonesia banyak menggunakan jasa dari institusi asing.
2.3. Perkembangan Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia Untuk membantu menggambarkan peredaran aliran dana (flow of funds) antara blok sektor swasta, blok sektor publik dan blok luar negeri, disajikan tabel yang menunjukkan komposisi aliran dana pada perekonomian Indonesia. Dalam Tabel 6 terlihat bahwa komposisi aliran dana pada perekonomian Indonesia terdiri dari variabel-variabel sebagai berikut: 1.
Obligasi Pemerintah (GB = Government Bonds)
2.
Jumlah Uang Beredar (MS = Money Supply)
36
Tabel 6. Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia dalam Persentase Produk Domestik Bruto Nominal, Tahun 1969-2000 Tahun
Obligasi Pem. GB (%)
Jml.Uang Beredar MS (%)
Publ.For. Cap.Infl. FGG (%)
Repaym.of Pub.For.Loans
∆ in Official Forex Resv.
Net Foreign Direct.Invstm.
Priv.For. Cap.Inflw.
Private Cap.Flight
RF (%)
DR (%)
FDI (%)
FL (%)
KF (%)
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.3 1.5 0.8 0.8 2.6 2.0 0.8 4.8 7.9 7.1 3.9 2.6 3.5
6.6 7.2 8.2 10.4 10.1 8.8 9.9 10.4 10.7 10.9 10.6 11.0 12.0 11.9 10.3 10.0 10.7 12.2 11.1 10.1 12.0 12.0 11.6 11.0 11.2 11.9 11.6 12.0
14.2 12.1 11.1 9.2 6.4 4.0 6.7 5.4 3.4 2.8 3.9 4.1 2.4 2.3 2.7 1.3 5.2 9.7 12.0 12.1 11.6 8.1 8.4 8.3 7.1 6.3 5.7 5.3
0.0 0.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.3 0.0 0.0 0.0 0.0 2.8 4.5 4.9 5.4 4.7 3.8 3.6 3.7 3.3 3.0 2.8 2.8
0.5 0.4 0.5 3.6 1.5 2.7 -3.0 2.5 2.3 2.8 3.0 3.7 -0.5 -1.4 2.3 1.5 0.6 2.0 2.6 -0.6 0.6 2.1 1.9 1.3 0.7 0.7 1.2 2.1
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.6 0.7 0.7 1.0 1.3 1.4 1.3 1.2 2.2 2.8
0.9 1.2 2.8 3.9 3.2 2.7 -4.6 1.1 0.0 1.6 -0.1 2.0 2.5 4.5 2.5 1.8 0.1 3.6 1.9 1.6 1.9 2.8 2.7 4.1 3.9 1.0 4.2 2.4
0.7 -0.1 -1.1 0.5 0.5 -1.2 -0.3 -0.5 -0.1 -0.6 -1.1 -2.9 -2.5 -2.6 0.7 -0.9 0.3 -1.4 -0.2 -1.4 -1.5 0.6 -0.2 -1.3 -1.8 -0.1 -1.2 0.6
RataRata
1.4
10.6
6.8
1.7
1.3
0.5
2.0
-0.7
1997 1998 1999 2000
1.1 4.3 5.7 4.7
12.5 10.1 11.3 12.6
9.1 14.0 8.7 8.7
3.5 3.0 2.6 3.2
5.6 11.5 -0.3 7.5
3.5 -0.3 -1.8 -3.4
-2.5 -10.8 -4.6 -4.0
-1.2 1.7 1.3 2.8
RataRata
3.9
11.6
10.1
3.1
6.1
-0.5
-5.5
1.2
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
3.
Net Foreign Capital Inflows to Government (FG = Pinjaman Luar Negeri Pemerintah), yaitu Gross Foreign Capital Inflows to Government (FGG) dikurangi Pengembalian Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (RF)
4.
Repayment of Foreign Public Loans (RF)
5.
Perubahan Cadangan Devisa (DR = Perubahan Official Foreign Exchange Reserves)
37
6.
Penanaman Modal Asing Langsung (FDI = Foreign Direct Investment)
7.
Net Foreign Capital Inflows to the Private Sector (NFP = Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Swasta)
8.
Private Capital Flight (KF = Pelarian Modal)
Yang perlu diperhatikan adalah kecenderungan dari komponen-komponen aliran dana. Dalam penelitian ini, komponen aliran dana yang dimaksud adalah pada komponen-komponen: obligasi pemerintah, jumlah uang beredar (money supply), gross foreign capital inflows ke sektor publik, repayment utang pemerintah, net foreign direct investment dan pinjaman asing lainnya ke sektor swasta. Komponen-komponen tersebut dibahas di bawah ini.
2.3.1. Jumlah Uang Beredar dan Obligasi Pemerintah Sebelum dibahas secara satu persatu, di bawah ini disajikan tabel yang memperlihatkan perkembangan aliran dana pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, yang meliputi obligasi pemerintah, jumlah uang beredar, pinjaman luar negeri pemerintah, pengembalian pinjaman luar negeri pemerintah, perubahan cadangan devisa, penanaman modal asing langsung, pinjaman luar negeri swasta dan capital flight. Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah uang beredar cukup stabil pada kisaran rata-rata 10%-11% baik pada masa sebelum krisis maupun pada masa krisis. Sumberdaya internal lainnya untuk membiayai anggaran fiskal yang defisit adalah obligasi pemerintah. Obligasi pemerintah ini baru mulai diterbitkan pada tahun 1983, yaitu tahun dimulainya reformasi ekonomi Indonesia yang ditandai dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih berorientasi pasar.
38
Pada masa sebelum krisis, obligasi pemerintah pernah mencapai 7% dari PDB di tahun 1992 dan 1993, tetapi kemudian menurun kembali menjadi sekitar 3% dari PDB pada tahun 1994-1996. Pada masa krisis, rata-rata aliran dana dari obligasi pemerintah adalah 3.9% dari PDB. Selanjutnya mengenai jumlah uang beredar terlihat bahwa pada masa krisis, meskipun secara rata-rata cukup stabil, tetapi pada tahun 1998 jumlah uang beredar dikendalikan sampai menjadi 10%
Persentase dari PDB (%)
dari PDB seperti terlihat pada Gambar 11.
13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
T a h u n GB=Obligasi Pemerintah
MS=Jumlah Uang Beredar
Gambar 11. Obligasi Pemerintah dan Jumlah Uang Beredar, Tahun 1969-2000
Dalam penelitian ini, aset-aset moneter yang dipegang oleh sektor swasta didefinisikan sebagai uang kartal yang beredar atau M 1 dengan asumsi semua uang kartal dipegang oleh sektor swasta, obligasi pemerintah yang dipegang oleh sektor swasta, dan pinjaman langsung dan tak langsung lainnya dari sektor swasta ke sektor publik. Uang beredar dianggap merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk membiayai defisit fiskal.
39
2.3.2. Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments Aliran dana pada perekonomian Indonesia berupa pinjaman luar negeri pemerintah merupakan komponen yang penting dalam penelitian ini. Dampak perubahan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap peningkatan PDB dibahas dalam kaitannya dengan analisis three-gap. Gambar 12 memperlihatkan perkembangan pinjaman luar negeri pemerintah (foreign capital transfer to public) dan cicilan pengembaliannya (repayments) dalam persentase PDB pada periode tahun 1969-1996 dan tahun 1997-2000.
15
Persentase dari PDB (%)
13 10 8 5 3 0
T a h u n FGG=Public For.Cap.Inflows
Gambar 12.
RF=Repayment of Public For.Loans
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments, Tahun 1969-2000
Sebelum krisis, pinjaman luar negeri Indonesia rata-rata hanya 6.8% dari PDB. Sampai sebelum masa krisis, pinjaman luar negeri Indonesia yang paling tinggi adalah pada tahun 1969, yaitu sebesar 14.2% dari PDB. Setelah itu, pinjaman luar negeri pemerintah sebenarnya telah cenderung menurun sehingga rata-ratanya hanya sebesar 6.8% dari PDB. Akan tetapi, pada periode tahun 1997-
40
2000, ternyata Indonesia memerlukan pinjaman yang sangat besar untuk mengatasi krisis, sehingga pada tahun 1998 Indonesia kembali meminjam sampai 14% dari PDB.
2.3.3. Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta Penerimaan modal asing ke sektor swasta (foreign capital inflows to the private sector) dibagi menjadi dua kategori, yaitu penanaman modal asing langsung (foreign direct investment = FDI) dan pinjaman luar negeri swasta (foreign loans = FL). Bagi negara-negara yang sedang berkembang, penanaman modal asing langsung merupakan sumber modal yang sangat penting. Gambar 13 memperlihatkan bahwa net foreign capital inflows ke sektor swasta, yaitu pinjaman luar negeri ke sektor swasta dikurangi capital flight mencapai nilai yang tinggi pada tahun 1992-1993 dan 1996 mencapai tingkat yang tinggi, yaitu di atas 5% dari PDB. Meskipun nilai kisaran 3%-4% pernah dicapai pada tahun 1982 dan 1986, tetapi kelihatannya pinjaman luar negeri ke sektor swasta pada tahun 1990an ternyata lebih riskan karena kebanyakan berbentuk pinjaman jangka pendek. Karena keterbatasan data, nilai yang disajikan dalam penelitian ini adalah gabungan pinjaman jangka panjang dan jangka pendek. Tetapi dari pengalaman krisis nilai tukar pada tahun 1997 yang lalu, dapat diketahui bahwa pinjaman jangka pendek memiliki proporsi yang besar terhadap total pinjaman asing swasta. Setelah terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah, ternyata diketahui pula bahwa kebanyakan perusahaan swasta yang meminjam dalam mata uang asing (dollar AS) tidak melakukan hedging sehingga perusahaan tiba-tiba menjadi menanggung utang yang sangat tinggi. Akibatnya, perusahaan tidak mampu membayar cicilan
41
yang jatuh tempo, sehingga pada tahun 1998-2000 capital inflows ke sektor swasta menjadi negatif. Sebagian utang tersebut terpaksa direstrukturisasi oleh pihak kreditor, di samping sebagian lagi ditanggung oleh pemerintah dalam bentuk obligasi rekapitalisasi.
Persentase dari PDB (%)
5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0 -7.5
-10.0 -12.5
T a h u n FDI=Foreign Direct Investment
Gambar 13.
FL=Private Foreign Loans
Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta, Tahun 1969-2000
Mengenai penanaman modal asing langsung, setelah dikondisikan dengan kebijakan-kebijakan investasi yang kondusif, penanaman modal asing langsung mulai meningkat sejak tahun 1987 yang lalu. Bahkan pada tahun 1997 telah mencapai 3.5% dari PDB. Tetapi pada masa krisis, justru banyak penanaman modal asing langsung yang keluar dari Indonesia, sehingga pada tahun 19982000, penanaman modal asing langsung (FDI) di Indonesia menjadi bernilai negatif, bahkan sampai menjadi −3.4% pada tahun 2000.
42
2.4. Tiga Kesenjangan dalam Kaitan dengan Binding Constraints dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurut Iqbal (1996), untuk mengetahui kendala yang mengikat (binding constraints) pertumbuhan ekonomi, dapat digunakan persamaan Weisskopf (1972) yang menguji kendala tabungan dan valuta asing. Untuk mengetahui kendala fiskal, dapat digunakan persamaan Wang (1998). Dalam penelitiannya, Wang (1998) menyusun tabel restriksi untuk menguji kendala yang mana dari ketiga kesenjangan yang merupakan binding constraint (mengikat pertumbuhan) suatu perekonomian. Prosedur untuk mengetahui yang mana dari ketiga kesenjangan (gap) yang merupakan kendala yang mengikat dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Wang, 1998): 1. Persamaan dasar yang memasukkan hipotesis two-gap yakni kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing adalah: Y + M = C + I + X ............................................................................
(2.1)
S = Y – C ..........................................................................................
(2.2)
F = M – X .........................................................................................
(2.3)
S* = a 0 + a 1 Y + a 2 F +a 3 X ................................................................
(2.4)
S ≤ S* ...............................................................................................
(2.5)
M* = b 0 + b 1 Y + b 2 I ........................................................................
(2.6)
M ≥ M* .............................................................................................
(2.7)
dimana: Y M C I X S F
= produk domestik bruto = total impor = konsumsi = investasi = total ekspor = tabungan = defisit perdagangan
43
S* = tabungan potensial M* = kebutuhan impor
Persamaan (2.4) menggambarkan bahwa tabungan potensial S* adalah fungsi dari produk domestik bruto Y, net foreign capital inflows F (didefinisikan sebagai defisit perdagangan) dan total ekspor X. Sedangkan kendala tabungan digambarkan pada persamaan (2.5), dimana tabungan aktual tidak dapat melebihi tabungan potensial maksimum S*. Selanjutnya persamaan (2.6) menunjukkan bahwa impor yang dibutuhkan merupakan fungsi dari produk domestik bruto Y dan investasi I. Persamaan (2.7) menunjukkan kendala valuta asing, dimana impor aktual tidak dapat kurang dari kebutuhan impor M*. Ekspektasi tanda parameter a 0 , a 1 , a 3 , b 0 , b 1 , b 2 adalah positif, sedangkan parameter a 2 negatif karena foreign capital inflows sebagiannya dapat mensubstitusi tabungan domestik. Dengan kendala ketiga adalah kapasitas produktif maksimum dalam perekonomian (Y), maka didapat ketidaksamaan: I – a 1 Y ≤ a 0 + (1 + a 2 ) F + a 3 X ........................................................
(2.8)
I + (b 1 /b 2 ) Y ≤ (b 0 /b 2 ) + (1/ b 2 ) M ...................................................
(2.9)
Y ≤ Y ................................................................................................ (2.10) Dimana M = F + X dan semua variabel dengan bar adalah variabel eksogen. Persamaan (2.8), (2.9) dan (2.10) secara berturut-turut menggambarkan kendala tabungan, kendala valuta asing dan kendala kapasitas penuh. 2. Dengan memecahkan sistem persamaan secara berpasangan dan menurunkan fungsi investasi pada setiap kasus binding constraint, maka karena dua persamaan adalah ekualitas pada suatu waktu, dengan demikian dua kendala akan binding secara simultan. Kasus 1 adalah dimana kendala tabungan dan
44
kendala kapasitas penuh sedang binding, Kasus 2 adalah kendala valuta asing dan kendala kapasitas penuh yang sedang binding. Sedangkan Kasus 3 adalah dimana kendala tabungan dan kendala valuta asing yang sedang binding. Oleh karena itu, tiga fungsi investasi dapat diturunkan berkenaan dengan ketiga kasus tersebut. 3. Dengan menggunakan pengetahuan teoritis dan jangkauan nilai dari parameternya (a 0 , a 1 , a 2 , a 3 , b 0 , b 1 , b 2 ) untuk membentuk restriksi-restriksi atas fungsi investasi bagi setiap kasus, dapat disusun Tabel 7. Tabel 7. Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala Gap Tabungan, Gap Kapasitas Penuh dan Gap Valuta Asing Kendala
Y
F
X
1. Gap Tabungan dan Gap Kapasitas Penuh 2. Gap Valuta Asing dan Gap Kapasitas Penuh 3. Gap Tabungan dan Gap Valuta Asing
≥0 <0 =0
≤1
≥0
M
>1 >0
>0
Sumber: Wang (1998) 4. Parameter fungsi-fungsi investasi diestimasi dengan data time series dari negara yang sedang diteliti. 5. Selanjutnya dibandingkan nilai-nilai parameter yang diestimasi dengan nilainilai restriksi pada Tabel 7 untuk setiap kasus. Jika semua parameter yang diestimasi adalah konsisten dengan nilai-nilai restriksi bagi Kasus 1 tetapi setidaknya ada satu parameter yang diestimasi ternyata tidak konsisten dengan nilai restriksi yang relevan bagi Kasus 2, negara tersebut diklasifikasikan sebagai berkendala tabungan. Demikian pula, jika semua parameter yang diestimasi adalah konsisten dengan nilai-nilai restriksi bagi Kasus 2 tetapi setidaknya satu parameter yang diestimasi ternyata tidak konsisten dengan
45
nilai restriksi yang relevan bagi Kasus 1, negara tersebut dikatakan berkendala valuta asing. Jika negara tersebut tidak konsisten dengan Kasus 1 dan tidak konsisten dengan Kasus 2, tetapi semua parameter yang diestimasi adalah konsisten dengan nilai-nilai restriksi bagi Kasus 3, negara tersebut terlihat sebagai berkendala secara simultan oleh kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Derajat konsistensi atau tak-konsistensinya adalah berdasarkan tingkat kepercayaan untuk menolak hipotesis nol bahwa nilai sesungguhnya dari parameter yang diestimasi adalah sama dengan nilai ambang batas yang membagi jangkauan konsisten dan tidak konsistennya pada setiap kasus. 6. Untuk menguji binding dari kendala fiskal, dapat dilihat dari persamaanpersamaan sebagai berikut: I 1 = a 0 + a 1 Y + (1 + a 2 ) F + a 3 X + u 1 .............................................. (2.11) I 2 = – (b 1 /b 2 ) – (b 0 /b 2 ) Y + (1/ b 2 ) M + u 2 ...................................... (2.12) Untuk memasukkan kendala fiskal ke dalam sistem, maka dinyatakan kembali keseimbangan tabungan-investasi, yakni I = S p + S g + M + X, dimana S p dan S g adalah tabungan swasta dan tabungan pemerintah. Defisit fiskal adalah ekses dari investasi pemerintah atas tabungan pemerintah. Investasi pemerintah adalah proporsi dari total investasi. D g = I g – S g = δ I – S g ...................................................................... (2.13) I g = δ I ............................................................................................... (2.14) dimana: D g = defisit fiskal = investasi pemerintah Ig Nilai parameter yang diharapkan: 0 < δ < 1
46
Untuk menggambarkan perilaku sektor swasta dan perilaku sektor publik secara terpisah, maka diperlukan dua fungsi tabungan. Dari persamaan (2.4), dapat dibuat suatu fungsi tabungan swasta dan fungsi tabungan pemerintah menjadi seperti di bawah ini: S g * = c 0 + c 1 Y + c 2 F ........................................................................ (2.15) Persamaan (2.15) mengatakan bahwa tabungan potensial pemerintah adalah fungsi dari PDB dan net foreign capital inflows. Tanda dari c 1 diharapkan positif karena peningkatan output domestik sangat mungkin menghasilkan penerimaan non-pajak. Tanda dari c 2 diantisipasikan negatif karena dampak crowding-out dari foreign capital inflows. Fungsi investasi yang diturunkan dari kendala fiskal yang binding dapat ditulis sebagai: I 3 = – (c 0 /δ) + (1/δ) Y + (c 2 /δ) F + (1/δ) D g + u 3 ............................. (2.16) Selanjutnya, dilakukan estimasi perilaku pada persamaan-persamaan (2.11), (2.12) dan (2.16). 7. Secara ringkas, berdasarkan persamaan-persamaan tersebut di atas, maka hasil yang diharapkan bagi kendala yang sedang binding dapat dilihat pada Tabel 8. Pada saat kendala kesenjangan tabungan sedang mengikat (binding), maka peningkatan net foreign capital inflows dan peningkatan total ekspor dapat meningkatkan PDB. Tabel 8. Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala Gap Tabungan, Gap Valuta Asing dan Gap Fiskal Kendala 1. Gap Tabungan 2. Gap Valuta Asing 3. Gap Fiskal Sumber: Wang (1998)
Y ≥0 <0 ≥0
F ≤1 ≤0
X ≥0
M
Dg
>1 >1
47
Jika kendala kesenjangan valuta asing sedang mengikat, maka total impor berpengaruh negatif terhadap PDB. Sedangkan apabila kendala kesenjangan fiskal sedang mengikat, maka peningkatan net foreign capital inflows tidak dapat meningkatkan PDB.
Beberapa indikator makroekonomi, yaitu PDB riil, investasi swasta dan konsumsi
swasta
dijadikan
variabel
tujuan
karena
diasumsikan
dapat
meningkatkan kinerja perekonomian melalui pertumbuhannya. Pemilihan variabel tujuan ini adalah sesuai dengan konsep three-gap, dimana pertumbuhan ekonomi diasumsikan dipacu oleh peningkatan investasi swasta dan konsumsi swasta. Karena itu, pengujian kendala pertumbuhan dilakukan dengan mengestimasi fungsi investasi seperti yang diaplikasikan oleh Wang (1998) sebagai berikut: IS = f (Y, F, X) .................................................................................. (2.17) IE = f (Y, M) ..................................................................................... (2.18) IF = f (Y, F, D g ) ................................................................................ (2.19) dimana: IS IE IF Y F X M Dg
= fungsi investasi berkendala tabungan = fungsi investasi berkendala valuta asing = fungsi investasi berkendala fiskal = produk domestik bruto riil = net foreign capital inflows ke sektor swasta ditambah net foreign capital inflows ke sektor publik = total ekspor barang dan jasa = total impor barang dan jasa = defisit fiskal
Berdasarkan konsep teoritis three-gap, kontribusi modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang adalah lebih besar pada saat kendala kesenjangan valuta asing sedang mengikat. Akan tetapi, jika tidak dianalisis lebih mendalam, mungkin yang terlihat adalah bahwa apapun
48
kesenjangan yang sedang menjadi kendala, aliran modal asing akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena aliran modal asing kelihatannya mampu melepaskan binding constraints atas pertumbuhan ekonomi dengan cara menyediakan sumberdaya yang diperlukan. Padahal, perbedaan kendala yang mengikat berarti merefleksikan perbedaan masalah dalam suatu perekonomian. Contohnya, kendala kesenjangan tabungan mengimplikasikan ketidakseimbangan sektor internal, sedangkan kendala kesenjangan valuta asing mengimplikasikan ketidakseimbangan sektor eksternal (Wang, 1998). Interaksi antara modal asing dengan ketiga kesenjangan tersebut juga berbeda. Interaksi antara modal asing dengan kesenjangan tabungan terletak pada proses penyesuaian internal, yaitu penyesuaian investment-savings. Fungsi ini berbeda dengan interaksi antara modal asing dengan kesenjangan valuta asing yang terletak pada penyesuaian keseimbangan eksternal, yaitu penyesuaian balance of payments. Lain lagi dengan interaksi antara modal asing dengan dengan kesenjangan fiskal. Interaksi modal asing dengan kesenjangan fiskal terjadi melalui penyesuaian pos-pos sektor publik. Penyelesaian masalah institusional untuk masing-masing sektor adalah berbeda, dan cara penyelesaian ini akan menentukan bagaimana modal asing disalurkan dalam suatu perekonomian. Pengetahuan akan hal ini menjadi penting karena dampak dari modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung dari bagaimana cara modal asing tersebut terkait dengan penentu-penentu pertumbuhan (Wang, 1998). Menurut Wang (1998), faktor-faktor yang menentukan masing-masing kesenjangan juga berbeda. Faktor-faktor yang menentukan kesenjangan tabungan dan fiskal cenderung berkorelasi negatif atau bebas dari aliran modal asing, yaitu
49
bahwa aliran modal asing netto dapat mengarah pada propensity to save yang lebih rendah sehingga kesenjangan tabungan akan tetap ada. Lagi pula, jika suatu negara terus menerus meminjam untuk menutup kesenjangan yang terjadi, utang luar negeri akan berakumulasi sampai suatu titik dimana akhirnya negara tersebut menjadi insolvent dan mengalami penurunan kredibilitas. Pada titik ini, setiap saat dapat terjadi goncangan yang disebabkan karena krisis utang. Dengan demikian, sangat penting untuk membedakan dampak awal dari aliran modal asing terhadap pertumbuhan, dan dampak yang akan dibawanya karena aliran modal asing akan menggeser penentu-penentu dari binding constraints. Yang disebutkan terakhir adalah dampak ikutan (induced impact). Jadi, terdapat perbedaan antara dampak awal dengan dampak ikutan. Apabila faktor-faktor yang memberi kontribusi atas binding constraints tersebut tidak bergantung dari aliran modal asing, maka dampak awal dari aliran modal asing menjadi tidak penting karena tidak membawa dampak ikutan seperti yang diharapkan (Wang, 1998). Pengetahuan atas kendala yang mengikat menjadi penting karena keterkaitan antara aliran modal asing dengan ketiga kesenjangan adalah berlainan. Kendala tabungan dan fiskal tidak terkait dengan aliran modal asing, sedangkan kendala valuta asing terkait dengan aliran modal asing karena kendala valuta asing berkaitan dengan besarnya kebutuhan akan impor barang modal. Jadi, jika yang menjadi kendala adalah valuta asing, maka pinjaman luar negeri dapat menjadi cara yang efektif guna melepaskan kendala pertumbuhan. Lagipula, apabila dampak positif modal asing terhadap peningkatan ekspor sangat kuat, kemungkinan terjadinya krisis utang menjadi sangat kecil (Wang, 1998).
50
Tabel 9 memperlihatkan bahwa parameter estimasi PDB riil dengan metode Wang (1998) adalah konsisten dengan syarat restriksi Wang. Sedangkan hasil estimasi parameter ekspor tidak cocok dengan syarat restriksi Wang, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kendala yang mengikat pada kesenjangan tabungan dalam perekonomian Indonesia, meskipun secara deskriptif kelihatannya
Tabel 9. Parameter Estimasi Fungsi Investasi dengan Kendala Three-Gap pada Perekonomian Indonesia Saving Constraints IS
Forex Constraints IE
Fiscal Constraints IF
−43367 −4.501
−43474 −4.297
−48084 −5.181
PDB (Y) Statistik-t Nilai Restriksi
0.651691(a) 3.641 ≥0
0.550794(c) 7.346 <0
0.582464(a) 10.255 ≥0
Net For. Cap. Infls. (F) Statistik-t Nilai Restriksi
−0.010359(b) −0.086 ≤1
Ekspor (X) Statistik-t Nilai Restriksi
−0.793189(c) −0.817 ≥0
Variabel Bebas
Intersep Statistik-t
−0.036343(a) −0.320 ≤0
−0.044362(c) −0.750 >1
Impor (M) Statistik-t Nilai Restriksi
1.469931(a) 1.985 >1
Defisit Fiskal (D g ) Statistik-t Nilai Restriksi R2
0.8340
0.8349
0.8516
Keterangan: (a) Nilai hasil nyata pada taraf nyata (α) 0.20 dan cocok dengan syarat nilai restriksi Wang (b) Nilai hasil tidak nyata pada taraf nyata (α) 0.20 tetapi cocok dengan syarat nilai restriksi Wang (c) Nilai hasil tidak cocok dengan syarat nilai restriksi Wang
51
terdapat kesenjangan tabungan yang nilainya makin kecil, bahkan sampai bernilai negatif pada periode krisis. Berarti defisit pada kesenjangan tabungan ternyata tidak menjadi kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan demikian, stimulus untuk meningkatkan tabungan swasta bukan merupakan prioritas yang sebaiknya dilakukan, karena untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak diperlukan peningkatan kesenjangan tabungan swasta. Hasil uji syarat terdapatnya kendala yang mengikat pada kesenjangan valuta asing memperlihatkan bahwa semua tanda dan nilainya tidak cocok dengan syarat nilai restriksi Wang. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan valuta asing juga bukan merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil ini serupa dengan kasus yang terjadi di beberapa negara sedang berkembang lainnya di Asia, misalnya di Cina (Wang, 1998). Jika dilakukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan pendekatan target nilai investasi yang diukur dengan impor barang modal, hasil empiris menunjukkan bahwa di beberapa negara sedang berkembang Asia, nilai investasinya lebih besar daripada defisit valuta asing yang terjadi. Lagi pula, kebanyakan negara-negara tersebut tidak mengalami defisit perdagangan yang nilainya lebih besar daripada defisit tabungan domestik. Dengan demikian, maka tidak terdapat kendala yang mengikat pada kesenjangan valuta asing di negaranegara tersebut (Wang, 1998). Begitu pula pada perekonomian Indonesia, kesenjangan valuta asing bukan merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi.
52
Dalam hal uji syarat kendala yang mengikat pada kesenjangan fiskal, hasilnya terlihat cocok dengan syarat nilai restriksi untuk kasus dimana yang menjadi kendala yang mengikat adalah defisit fiskal. Dengan demikian, dengan menggunakan uji restriksi Wang (1998), terlihat bahwa yang menjadi kendala yang mengikat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah defisit fiskal.
2.5. Kekuatan Analisis Tiga Kesenjangan untuk Memahami Perekonomian Indonesia Selama periode tahun 1960an dan 1970an, model two-gap secara luas digunakan dalam berbagai usaha untuk mengindentifikasi binding constraints pada pertumbuhan ekonomi dan untuk mengestimasi kebutuhan bantuan negaranegara sedang berkembang. Ringkasan hasil penelitian dengan menggunakan model two-gap dan three-gap pada negara-negara sedang berkembang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar negara sedang berkembang menghadapi kendala tabungan (savings constraint) pada pertumbuhannya selama periode penelitian yang bervariasi antara tahun 1950an sampai 1990an. Pada tahun 1960an sampai 1980an, model yang digunakan oleh para peneliti adalah model two-gap. Pada tahun 1990an, barulah digunakan model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990). Dari hasil penelitian terlihat bahwa ada satu atau lebih kendala pertumbuhan di negara-negara sedang berkembang, yaitu kendala valuta asing, kendala tabungan atau kendala fiskal. Berdasarkan hasil penelitian empiris, ditemukan bahwa sejak tahun 1960an sampai 1990an, kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut kebanyakan dari kendala tabungan dan kendala valuta
53
asing. Sampai akhir tahun 1980an, belum dipelajari tentang binding constraint pada kesenjangan ketiga, yaitu kesenjangan fiskal (Iqbal, 1996). Setelah tahun 1990 barulah dilakukan penelitian tentang binding constraint pada pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan analisis tiga kesenjangan (three-gap analysis), bukan dengan dua kesenjangan lagi.
Tabel 10.
Ringkasan Hasil Penelitian tentang Kendala Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara Sedang Berkembang,Tahun 1962-1998
Peneliti Chenery & Bruno (1962) Chenery & Strout (1966)
Periode 1960-1965 (Perencanaan) 1957-1962 1962-1975 (Proyeksi)
Adelman & Chenery (1966) Chenery & MacEwan (1966) Landau (1971)
1950-1957 1958-1961 1963-1975 (Proyeksi) 1977-1981 (Proyeksi) 1950-1966
Weisskopf (1972)
1953-1968
Blomqvist (1976)
1953-1968
Levy (1984) Iqbal (1996)
1960-1979 1970-1993
Wang (1998)
1978-1986 1987-1995
Studi Israel 50 Negara Sedang Berkembang Yunani Pakistan 18 Negara Amerika Latin 37 Negara Sedang Berkembang 33 Negara Sedang Berkembang Mesir Pakistan Cina
Binding Constraint Valuta Asing Tabungan Valuta Asing Tabungan Valuta Asing Tabungan Valuta Asing 8 Tabungan 4 Valuta Asing 6 Tak Terklasifikasi 23 Tabungan 8 Valuta Asing 6 Tak Terklasifikasi 24 Tabungan 2 Valuta Asing 7 Tak Terklasifikasi Tabungan Valuta Asing dan Fiskal Valuta Asing dan Fiskal
Sumber: Iqbal (1996) dan Wang (1998)
Chenery & Bruno (1962) dalam membuat perencanaan ekonomi negara Israel tahun 1960-1965 menemukan bahwa negara tersebut mengalami kendala kesenjangan valuta asing. Selanjutnya, Chenery & Strout (1966) menemukan bahwa kendala pertumbuhan ekonomi pada 50 negara sedang berkembang pada tahun 1957-1962 adalah kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Adelman & Chenery (1966) yang meneliti negara Yunani menemukan kendala
54
kesenjangan tabungan dan kendala kesenjangan valuta asing selama periode penelitian tahun 1950-1957 dan 1958-1961. Levy (1984) yang meneliti negara Mesir pada periode tahun 1960-1979 menemukan kendala kesenjangan tabungan. Sedangkan Landau (1971), Weisskopf (1972) dan Blomqvist (1976), dalam penelitiannya di sejumlah negara sedang berkembang, selain menemukan kendala kesenjangan tabungan dan valuta asing, mereka menemukan kendala yang belum terklasifikasi, yang kemudian dikenal sebagai kesenjangan fiskal. Dalam proyeksi perekonomian Pakistan tahun 1963-1975 dan tahun 19771981, Chenery & Ewan (1966) menemukan kendala kesenjangan tabungan dan kendala kesenjangan valuta asing. Tetapi dalam penelitian Iqbal (1996), ditemukan bahwa pada periode tahun 1970-1993, Pakistan mengalami kendala kesenjangan valuta asing dan kesenjangan fiskal. Sedangkan untuk negara Cina, Wang (1998) menemukan bahwa pada tahun 1978-1986 negara Cina mengalami kendala kesenjangan valuta asing dan kesenjangan fiskal. Akan tetapi kendala kesenjangan valuta asing ternyata dapat diatasi oleh negara tersebut sehingga sejak tahun 1987, kesenjangan valuta asing sudah tidak lagi menjadi kendala pertumbuhan di Cina. Dari uraian tersebut terlihat bahwa fenomena adanya defisit pada salah satu atau lebih dari ketiga kesenjangan merupakan fenomena yang lazim dijumpai di negara-negara sedang berkembang. Untuk kasus perekonomian Indonesia, dari sudut pandang analisis three-gap, terlihat bahwa jika dibandingkan antara sebelum krisis dan pada periode krisis, kesenjangan yang bernilai positif, nilainya menjadi lebih kecil atau nilainya menjadi negatif (pada kesenjangan valuta asing dan kesenjangan tabungan). Sedangkan pada kesenjangan fiskal, baik pada
55
periode sebelum krisis dan pada periode krisis, nilainya tetap negatif (mengalami defisit fiskal). Dengan demikian, terlihat bahwa analisis three-gap cocok dan relevan untuk diaplikasikan pada perekonomian Indonesia karena terdapat fenomena defisit pada salah satu atau lebih dari ketiga kesenjangan. Memperhatikan uraian perkembangan three-gap pada perekonomian Indonesia, maka salah satu masalah yang sangat penting untuk dianalisis adalah masalah defisit fiskal, karena fenomena tersebut telah terjadi selama lebih dari 30 tahun periode penelitian. Oleh karena itu, penelitian dengan menggunakan model three-gap menjadi relevan untuk dilakukan. Model three-gap dapat digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap beberapa indikator makroekonomi yang penting dalam
menunjang
pertumbuhan
ekonomi
yang
sehat.
Kebijakan
yang
disimulasikan dengan menggunakan periode krisis dianggap relevan karena model three-gap mengadopsi kondisi adanya kesenjangan dalam perekonomian, dimana pada masa krisis, ketiga kesenjangan masih tetap merupakan masalah dalam perekonomian. Dengan demikian, model ini cocok digunakan sebagai alat untuk menganalisis kebijakan dalam periode normal, masa krisis dan pemulihan ekonomi, meskipun analisis ini hanya sampai pada tingkat makroekonomi saja. Penelitian ini secara metodologis sesuai dengan situasi perekonomian negaranegara sedang berkembang sehingga diterapkan di beberapa negara sedang berkembang lainnya seperti Thailand, Filipina, Cina, Pakistan, Brazil dan Guyana (Wang, 1998). Maka metodologi three-gap diterapkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembuat kebijakan ekonomi Indonesia dalam mengambil keputusan.
56
2.6. Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia pada Periode Analisis Analisis three-gap pada perekonomian Indonesia dilakukan dengan mengestimasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia pada periode tahun 1969-2000. Simulasi kebijakan fiskal dan moneter dilakukan pada periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Tujuannya adalah untuk menganalisis kebijakan fiskal dan moneter pada periode sebelum krisis Asia 1997 dan pada periode krisis ekonomi. Periode sebelum krisis yang dipilih adalah tahun 1990-1996 karena pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan reformasi ekonomi untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia. Simulasi pada periode krisis adalah tahun 1997-2000. Tabel 11 memperlihatkan peristiwa yang menjadi awal terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Pada 11 Juli 1997, pada saat nilai tukar rupiah mulai terkena contagion effect, pemerintah merespon dengan cara melebarkan spread nilai tukar rupiah dari 8% menjadi 12% dari nilai tukar saat itu. Akan tetapi, ternyata nilai tukar rupiah terus melemah sehingga akhirnya pemerintah melepaskan batasan (band) intervensi sehingga nilai tukar rupiah diambangkan,
yaitu dilepaskan
mengikuti nilai pasar. Pada tanggal 18 Agustus 1997, untuk menahan penurunan lebih jauh dari nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga sampai menjadi 30% per tahun. Akan tetapi peningkatan suku bunga tersebut hanya mampu meningkatkan nilai rupiah secara sementara, yaitu naik 100 poin dari Rp.2970/dollar AS menjadi Rp.2870/dollar AS selama kurang dari satu bulan. Pada tanggal 15 September 1997, nilai tukar rupiah malah turun menjadi Rp.2940/dollar AS, dan lebih merosot lagi menjadi Rp.3660/dollar AS pada
57
tanggal 3 Oktober 1997. Karena nilai tukar rupiah terus tertekan lebih dalam, maka akhirnya pemerintah meminta bantuan IMF.
Tabel 11. Awal Krisis Ekonomi Indonesia Tahun 1997 KRISIS Turunnya Nilai Rupiah
Krisis Sektor Riil
TANGGAL
KEBIJAKAN
DAMPAK KEBIJAKAN
11 Juli 1997
Pelebaran spread dari 8% menjadi 12%
14 Agust. 1997
Bank Indonesia melepas band intervensi atas nilai tukar rupiah
18 Agust. 1997
Bank Indonesia menaikkan suku bunga SBI menjadi 30% untuk jangka waktu satu bulan
15 Sept. 1997
Bank Indonesia menurunkan bunga SBI berjangka 7 dan 14 hari, 1 dan 3 bulan sebesar 1% hingga 2%, dan BI membuka lagi lelang SBI BI memberi fasilitas swap kepada eksportir dan importir agar memperoleh kepastian kurs Keputusan program bantuan paket IMF Pencabutan izin 16 bank
Rupiah melemah 20 poin, dari Rp.2425 menjadi Rp.2445 per dollar AS Rupiah melemah 122.50 poin, dari Rp.2657.50 menjadi Rp.2780 per dollar AS Overnite melonjak sampai 250% dan rupiah menguat 100 poin, dari Rp.2970 menjadi Rp.2870/dollar AS Rupiah melemah 10 poin dari Rp.2930 menjadi Rp.2940 per dollar AS
3 Okt. 1997
30 Okt. 1997 Krisis Perbankan Krisis Kepercayaan
1 Nov. 1997 2 Des. 1997
Isu seputar kesehatan presiden Soeharto
16 Des. 1997
Bank Indonesia mengintervensi pasar untuk memperkuat nilai tukar rupiah
Krisis Sektor Riil
Defisit Neraca Pembayaran
Rupiah melemah 247.50 poin, dari Rp.3412.50 menjadi Rp.3660 per dollar AS Anjloknya rupiah tertahan
Satu dollar AS menembus Rp.4000 dan berlanjut menembus Rp.5000 per dollar AS
Banyak pabrik tidak dapat membayar utang yang berdenominasi dollar AS Pinjaman luar negeri pemerintah melalui IMF
Sumber: Bank Indonesia (1997)
Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan IMF kemudian menghasilkan paket-paket kebijakan pemulihan ekonomi yang dicantumkan dalam bentuk Letter of Intent (LOI) I, II, III, IV. Keempat LOI tersebut berisi kebijakan ekonomi yang
58
berkenaan dengan: (1) fiskal, (2) sektor moneter dan perbankan, (3) kebijakan tentang restrukturisasi sektor perbankan, dan (4) kebijakan tentang perdagangan luar negeri. LOI I tentang kebijakan fiskal, secara umum bertujuan mengefisienkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Caranya antara lain adalah dengan menghilangkan segala macam keistimewaan perpajakan yang tidak perlu pada proyek-proyek seperti industri pesawat terbang dan mobil nasional dan mengefisienkan pengeluaran pemerintah dalam rangka mengurangi defisit anggaran belanja pemerintah. Pada LOI II, diletakkan landasan institusional bidang moneter dengan cara memisahkan bank sentral dengan pemerintah sehingga otoritas moneter dapat berfungsi lebih baik karena tidak dapat diintervensi lagi oleh pemerintah. Kemudian permasalahan perbankan yang mayoritas menjadi tidak sehat pada masa krisis, diatur pada LOI III yang berisi kebijakan restrukturisasi perbankan. LOI IV mengatur tentang kebijakan perdagangan luar negeri. Bila diperhatikan, kebijakan yang dicantumkan dalam LOI I, II, III dan IV merupakan kebijakan yang baik. Mengenai kebijakan fiskal, tujuan secara keseluruhan adalah efisiensi fiskal, demikian pula dalam kebijakan moneternya, dimana sistem dan prosedur otoritas moneter akan diperbaiki, termasuk di dalamnya kebijakan pengurangan kredit kepada badan usaha milik negara. Kebijakan perdagangan luar negerinyapun diarahkan pada persiapan perdagangan bebas, dimana hampir setiap negara tidak dapat menghindarinya lagi, termasuk Indonesia yang telah masuk dalam Asia Free Trade Association (AFTA) dan World Trade Organization (WTO). Dalam penerapannya, pada periode tahun 1997-2000 yang lalu pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan sbb.:
59
1.
Melakukan efisiensi fiskal berupa perbaikan kebijakan perpajakan dan penurunan
pengeluaran
pemerintah.
Perbaikan
kebijakan
perpajakan
ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, antara lain dengan penghilangan keistimewaan dan fasilitas pada proyek-proyek besar tertentu seperti proyek industri pesawat terbang dan mobil nasional. Sedangkan penurunan pengeluaran pemerintah antara lain dalam bentuk pengurangan subsidi-subsidi dan rasionalisasi pengeluaran. 2.
Meminta bantuan dalam bentuk pinjaman melalui IMF untuk mengatasi krisis nilai tukar rupiah yang telah dengan cepat meluas menjadi krisis ekonomi.
3.
Menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tujuan menaikkan suku bunga adalah untuk menurunkan jumlah uang beredar dan menahan lebih terpuruknya nilai tukar rupiah. Kenaikan tingkat suku bunga secara teoritis akan membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih menarik karena memegang tabungan menjadi lebih menguntungkan daripada memegang barang. Selanjutnya, karena di mata pihak asing harga barang domestik menjadi relatif murah, maka pihak asing akan menukarkan mata uangnya dengan mata uang domestik untuk membeli barang-barang tersebut. Jika hal ini terjadi, maka nilai tukar mata uang domestik akan menjadi lebih kuat.
4.
Melakukan kebijakan privatisasi pada badan usaha milik negara termasuk bank-bank negara. Selain untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan-perusahaan tersebut karena dengan sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat, perusahaan menjadi lebih transparan.
60
5.
Membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertujuan membantu perusahaan-perusahaan umum dan perbankan yang tidak sehat karena terbeban utang yang sangat tinggi, antara lain dengan cara diambil alih untuk direkapitalisasi, direstrukturisasi atau dimerger, untuk kemudian dijual kembali melalui pasar modal.
Kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan oleh pemerintah pada masa krisis ekonomi tahun 1997-2000 adalah kebijakan efisiensi fiskal untuk memperkecil defisit fiskal, kebijakan mengenai pinjaman luar negeri pemerintah dan kebijakan tingkat suku bunga (butir 1, butir 2 dan butir 3). Sedangkan kebijakan yang dilakukan pemerintah pada masa pemulihan ekonomi (transisi ekonomi) tahun 2001-2005 adalah kebijakan privatisasi dan ekspansi kredit ke sektor swasta (butir 4 dan butir 5).
III. TINJAUAN TEORI DAN BEBERAPA MODEL THREE-GAP
Pada masa krisis dan pemulihan (transisi) ekonomi di Indonesia, berbagai model telah dibangun untuk memahami perekonomian Indonesia. Berbagai studi juga telah dilakukan untuk memahami terjadinya krisis ekonomi yang dialami Indonesia, termasuk evaluasi atas program kebijakan ekonomi yang disusun bersama International Monetary Fund (IMF). Mengingat perekonomian Indonesia mengalami defisit fiskal yang kronis selama lebih dari 30 tahun, maka sangat penting untuk melakukan penelitian mengenai masalah defisit. Seperti telah diuraikan, salah satu perangkat analisis yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan analisis tiga kesenjangan (three-gap). Studi tentang analisis tiga kesenjangan diperlukan karena penelitian independen tentang masalah tersebut masih belum banyak. Berikut ini diuraikan konsep teoritis tentang tiga kesenjangan dalam suatu perekonomian.
3.1. Tinjauan Teori Three-Gap Sejak 50an tahun yang lalu, para ekonom sudah mulai meneliti tentang keterkaitan antara kendala-kendala makroekonomi dengan tingkat pertumbuhan di negara-negara sedang berkembang, yang secara bertahap analisisnya semakin baik. Pengembangan model makroekonomi two-gap merupakan kontribusi penting bagi literatur tentang pembangunan ekonomi. Model makroekonomi twogap secara luas telah digunakan oleh para perencana di negara-negara sedang berkembang dan negara-negara atau lembaga-lembaga penyumbang. Model makroekonomi two-gap membahas tentang interaksi antara kendala tabungan dan kendala valuta asing dalam penentuan pertumbuhan ekonomi dalam suatu
62
perekonomian. Kendala tabungan mengacu pada situasi ketika pertumbuhan ekonomi mengalami kendala (constraint) yang disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan tabungan dalam negeri untuk investasi. Kendala tabungan terjadi apabila tingkat tabungan dalam negeri berada di bawah tingkat investasi yang harus dipenuhi untuk mencapai target tingkat pertumbuhan tertentu. Pada situasi tersebut, pinjaman dapat menutup defisit kesenjangan tabungan sehingga perekonomian dapat mencapai target tingkat pertumbuhan pada beberapa variabel yang telah ditentukan (Wang, 1998). Kendala pertumbuhan berikutnya adalah kesenjangan valuta asing. Kendala valuta asing mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang terbatas karena kurangnya ketersediaan valuta asing untuk mengimpor barang modal. Pada kasus ini, bantuan diberikan untuk mengatasi kemacetan impor barang modal sehingga perkonomian dapat mencapai target tingkat pertumbuhan. Asumsi kunci dari model two-gap adalah bahwa suatu negara tidak dapat merubah tabungan domestiknya menjadi impor barang modal (Wang, 1998). Menurut Iqbal (1996), ide utama dari analisis two-gap adalah bahwa pinjaman asing dapat mengatasi kemacetan yang terjadi di dalam negeri, sehingga dengan cara demikian, memungkinkan negara tersebut dapat memanfaatkan semua sumberdaya yang terdapat di negaranya dan dapat melanjutkan pembangunan ekonominya. Keistimewaan model two-gap adalah aliran modal asing yang memainkan peranan ganda dalam meningkatkan investasi dan sumberdaya valuta asing. Selain itu, kebutuhan modal eksternal untuk menyediakan tabungan tambahan dan untuk membiayai required intermediate import dan investasi merupakan hal-hal penting dalam model two-gap.
63
Model two-gap yang dikembangkan oleh Chenery & Bruno (1962), McKinnon (1964), Adelman & Chenery (1966), Landau (1971), Weisskoff (1972) dan Bacha (1984) dapat dilihat pada Lampiran 1. Model two-gap amat menonjol selama tahun 1960an, tetapi kemudian sempat menghilang selama tahun 1970an. Belakangan, model two-gap diperluas menjadi model three-gap, yaitu dengan menambahkan kendala fiskal sebagai kesenjangan ketiga disamping kendala tabungan dan valuta asing. Secara umum, kritik atas model-model two-gap dapat dirangkum sebagai berikut (Iqbal, 1996): 1. Bruton (1969) mengkritik model Chenery & Bruno (1962) dan Adelman & Chenery (1966) dengan mengatakan bahwa bantuan luar negeri justru mengakibatkan terjadinya kesenjangan, bukannya menutup kesenjangan. Bruton menyatakan bahwa bantuan dapat merintangi, bukannya memfasilitasi pembangunan di negara-negara penerima bantuan tersebut. Alasannya antara lain adalah karena rasio tabungan adalah fleksibel dan bahwa tabungan dapat dikonversi menjadi valuta asing. Alasan lainnya menurut Bruton adalah bahwa tidak diperlukan perbedaan yang jelas antara foreign exchange gap dan savings gap. 2. Griffin & Enos (1970) berargumen bahwa fondasi empiris model two-gap Chenery & Strout (1966) sangat lemah. Berbeda dengan Chenery & Bruno (1962) dan para pengikutnya, Griffin & Enos (1970) menemukan suatu hubungan negatif antara tingkat pertumbuhan PDB dan bantuan luar negeri pada negara-negara sedang berkembang. Juga ditemukan suatu hubungan terbalik antara foreign saving dan domestic saving pada negara-negara penerima bantuan untuk 32 negara sedang berkembang selama periode tahun
64
1962-1964. Disimpulkan bahwa bantuan luar negeri menjadikan domestic saving menurun dan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang melalui perubahan komposisi investasi. Akan tetapi penemuan Griffin & Enos (1970) tidak diterima secara luas. Para kritisi misalnya Eshag (1971) berargumen bahwa analisis empiris dari Griffin & Enos (1970) memiliki kekeliruan dalam spesifikasi ekonometrikanya, di samping bahwa fondasi teoritis yang digunakannya juga lemah. White (1992) memaparkan tinjauan kritisnya atas masalah ini secara komprehensif. 3. Joshi (1970) berargumen bahwa perbedaan antara kendala tabungan dan kendala valuta asing adalah penggunaan terbatas dari perspektif teori perdagangan yang murni. Joshi berpendapat bahwa perbedaan sebaiknya berdasarkan pada asumsi ekstrim jika ingin memiliki muatan empiris, yang selanjutnya akan mengurangi nilainya sebagai suatu klasifikasi dari realitas. Argumentasinya adalah bahwa mungkin terdapat penggunaan terbatas dalam kalkulasi permintaan bantuan jangka pendek (walaupun asumsi institusional perlu diperiksa secara hati-hati). Tetapi dalam jangka lebih panjang, bantuan dapat merugikan. 4. Weisskopf (1972) menyatakan bahwa dampak negatif foreign capital inflows terhadap domestic saving diaplikasi hanya untuk ex-ante domestic saving tetapi tidak dianggap perlu untuk ex-post saving. Argumentasinya adalah bahwa pada waktu kendala valuta asing mengikat, dampak foreign capital inflow terhadap ex-post saving lebih mungkin menjadi positif, karena sumberdaya eksternal membantu melepaskan limitasi independen atas
65
investasi yang diganggu oleh kurangnya suatu impor barang modal tertentu yang dibutuhkan. 5. Findlay (1973) mengkritik literatur two-gap untuk pengabaiannya terhadap harga relatif. Menggunakan suatu grafik, seperti Joshi (1970), Findlay menguji doktrin kendala valuta asing dari sudut teori perdagangan internasional murni. Findlay berargumen bahwa kapasitas cadangan domestik akan terbentuk pada negara-negara dimana kendala valuta asing sedang mengikat. Hal ini mengimplikasikan bahwa impor untuk tujuan investasi dapat meningkat melalui bantuan luar negeri. Findlay (1973) juga menegaskan bahwa dampak kenaikan pertumbuhan dari bantuan luar negeri akan menjadi lebih tinggi dalam kasus kendala tabungan yang sedang mengikat. 6. Hasil penelitian Voivodas (1973) tidak mengindikasikan hubungan positif yang nyata antara foreign capital inflows dan tingkat pertumbuhan output, seperti yang diprediksikan dalam model two-gap. Voivodas (1973) menggambarkan implikasi dari hasil ini bahwa dampak bermanfaat dari foreign capital inflow terhadap pertumbuhan domestik cenderung dinetralisasi baik oleh substansi terbalik dari foreign capital inflows terhadap konsumsi atau oleh suatu pernyataan tentang peningkatan rasio incremental capital output, atau keduanya. 7. Suatu studi empiris dengan mengambil data cross-section periode tahun 19701977 untuk 83 negara sedang berkembang oleh Mosley (1980) mendukung hipotesis Griffin & Enos (1970) bahwa bantuan eksternal tidak menyumbang pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang. Akan tetapi hasil penelitian ini masih sulit untuk dibuktikan.
66
8. Gunning (1983) membuat suatu analisis yang mendalam tentang asumsi harga tetap yang implisit dalam model two-gap. Analisis formalnya menyimpulkan bahwa model two-gap tidak dapat direproduksi sebagai sistem equilibrium harga tetap dan bahwa model ini memberikan suatu deskripsi yang tidak lengkap tentang bagaimana agen ekonomi berperilaku dalam suatu perekonomian. Oleh karena itu, hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Waelbroek (1984), yang berargumen bahwa sifat dari model twogap dapat diinterpretasikan dalam bentuk teori keseimbangan umum harga tetap (fixed price general equilibrium).
Dengan adanya kritik tersebut, maka dikembangkanlah model three-gap, dimana terdapat tiga kendala yang dianggap sebagai penghambat prospek pertumbuhan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Gap ketiga ini memperhitungkan keterbatasan fiskal pada pilihan kebijakan ekonomi pada beberapa negara sedang berkembang. Pada kasus seperti itu, kendala fiskal ditujukan untuk mencerminkan keterbatasan potensial pada ketersediaan sumberdaya dalam negeri untuk membiayai kebutuhan investasi publik untuk mendukung tingkat output tertentu. Oleh karena itu, beberapa peneliti menganggap kendala anggaran pemerintah merupakan batasan yang paling menekan pertumbuhan pada jangka menengah, terutama pada saat negara-negara sedang berkembang menderita goncangan finansial eksternal (Iqbal, 1996). Tinbergen (1956), Theil (1958) dan Chenery & Bruno (1962) menyatakan bahwa model kebijakan ekonomi sebaiknya terdiri dari variabel-variabel yang mencerminkan tujuan ekonomi suatu masyarakat (misalnya pendapatan yang maksimum, pertumbuhan output, dan full employment) dan instrumen utama
67
kebijakan ekonomi pemerintah. Juga ditekankan bahwa model sebaiknya dilihat sebagai spesifikasi suatu hubungan yang penting antara tujuan dan alat-alat pencapaian tujuan (instrumen kebijakan). Model three-gap dapat memenuhi kriteria karena secara eksplisit menggabungkan pertumbuhan output dan menghubungkan tujuan tersebut dengan instrumen kebijakannya dalam suatu kerangka kerja kuantitatif.
3.2. Tinjauan Beberapa Model Three-Gap Setelah ditinggalkannya model two-gap, ada beberapa model three-gap yang dikembangkan oleh beberapa peneliti untuk diterapkan pada negara-negara sedang berkembang. Tiga model dasar three-gap yaitu model Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) serta model three-gap Iqbal (1996) akan dijabarkan dalam sub-bab selanjutnya. Agar memudahkan perbandingan, keempat model three-gap tersebut menggunakan notasi yang sama. Dengan demikian, notasi yang digunakan dalam sub-bab di bawah ini berbeda dengan notasi yang digunakan pada model Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) yang asli, karena telah disesuaikan dengan notasi yang digunakan oleh Iqbal (1996). Analisis kesenjangan pada awalnya didasari oleh identitas neraca pendapatan nasional (national income accounting identities). Kemudian ditulis persamaan matematik semua neraca yang lainnya (all other accounts) untuk mendapatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing dalam perekonomian terbuka. Persamaan identitas untuk gap tabungan dan gap valuta asing adalah (Iqbal, 1996):
68
I-S = M – X...................................................................... (gap tabungan) (gap valuta asing)
(3.1)
Dari persamaan identitas tersebut kemudian disusun kembali persamaan matematik all other accounts untuk mendapatkan tiga kesenjangan yang terdiri dari kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing untuk perekonomian terbuka. Persamaan untuk perekonomian terbuka dengan tiga kesenjangan adalah sebagai berikut: (I p - S p ) + (G - T) (gap tabungan) (gap fiskal)
= (M - X) ......................................... (gap valuta asing)
(3.2)
Selanjutnya persamaan berikut ini yang diturunkan dari persamaan (3.2) tersebut menunjukkan bagaimana defisit sektor publik dibiayai melalui surplus modal sektor swasta dalam negeri dan transfer modal dari sektor luar negeri, yaitu: (S p - Ip ) + (M - X) = (G - T) ....................................................................
(3.3)
Persamaan (3.3) dapat digambarkan dalam bentuk bagan aliran dana dari dan ke ketiga sektor dalam suatu perekonomian terbuka, yaitu sektor swasta, sektor publik dan sektor luar negeri. Pendapatan dan pengeluaran sektor swasta, sektor publik dan sektor luar negeri tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 14. Gambar tersebut memperlihatkan aliran pendapatan dan pengeluaran Sektor Swasta, Sektor Publik dan Sektor Luar Negeri atau Rest of the World (ROW).
69
Sektor Publik Fg
SSp
∆R
Rp KF M
Sektor Swasta
Ip
ROW
Fp X
Pendapatan
Pengeluaran
Rp + Fp + Sp
=
SS p + KF + I p
(Sektor Swasta)
SS p + F g + T
=
R p + ∆R + G
(Sektor Publik)
KF + ∆R + M
=
Fp + Fg + X
(ROW)
dimana: Rp Fp Sp SS p KF Ip Fg T ∆R G M X
= = = = = = = = = = = =
Gambar 14.
Repayment Pinjaman Sektor Publik ke Sektor Swasta Net Foreign Capital Inflows ke Sektor Swasta Tabungan Swasta Capital Surplus Sektor Swasta Private Capital Flight Investasi Swasta Net Foreign Capital Inflows ke Sektor Publik Penerimaan Pemerintah Perubahan Official Foreign Exchange Reserves Pengeluaran Pemerintah Impor Ekspor
Pendapatan dan Pengeluaran Institusi-Institusi dalam Suatu Perekonomian Terbuka
Pada kasus beberapa negara sedang berkembang, sektor publik mengalami defisit sedangkan sektor swasta dan sektor luar negeri tetap berada dalam keadaan surplus. Gambar 15 memperlihatkan bagaimana defisit di Sektor Publik dibiayai melalui transfer modal dari Sektor Swasta dan Sektor Luar Negeri.
70
Defisit Sektor Publik G-T = SSp+Fg-Rp-∆R
SSp
Fg
Rp+Fp+Sp-Ip-KF = SSp
KF+∆R+M-X-Fp = Fg
Surplus Sektor Swasta
Surplus ROW
Surplus Sektor Swasta : + Surplus ROW : = Defisit Sektor Publik : Gambar 15.
R p + F p + S p – I p – KF = SS p KF + ∆R + M – X – Fp = Fg G –T = SSp + Fg – Rp – ∆R
Pembiayaan Sektor Publik yang Defisit
Selanjutnya Gambar 16 menunjukkan enam kemungkinan kombinasi three-gap pada perekonomian terbuka. Dalam gambar tersebut ditunjukkan bahwa dalam suatu perekonomian, baik dalam perekonomian yang sudah maju maupun yang sedang berkembang, suatu negara dapat ditempatkan pada salah satu posisi dari enam posisi jika dikaitkan dengan tiga kesenjangan yang mungkin terjadi dalam perekonomian. Untuk kasus perekonomian Indonesia, secara deskriptif, sebelum krisis ekonomi Asia 1997, Indonesia rata-rata berada pada Kasus 6 pada Gambar 16, yaitu kasus defisit fiskal saja. Pada masa krisis ekonomi 1997-2000, perekonomian Indonesia secara deskriptif berada pada Kasus 5, yaitu mengalami defisit fiskal dan defisit sektor swasta.
71
(M - X) kasus 2 M>X G Ip
kasus 3
kasus 1 M>X G>T Sp > Ip
M>X G
(G - T) kasus 6 kasus 4 kasus 5
M<X G
M<X G>T Sp < Ip
M<X G>T Sp > Ip
(Sp = Ip)
Kasus 1
M>X G>T Sp > Ip
(defisit neraca perdagangan) (defisit sektor publik) (surplus sektor swasta)
Kasus 2
M>X G Ip
(defisit neraca perdagangan) (surplus sektor publik) (surplus sektor swasta)
Kasus 3
M>X G
(defisit neraca perdagangan) (surplus sektor publik) (defisit sektor swasta)
Kasus 4
M<X G
(surplus neraca perdagangan) (surplus sektor publik) (defisit sektor swasta)
Kasus 5
M<X G>T Sp < Ip
(surplus neraca perdagangan) (defisit sektor publik) (defisit sektor swasta)
Kasus 6
M<X G>T Sp > Ip
(surplus neraca perdagangan) (defisit sektor publik) (surplus sektor swasta)
Gambar 16.
Enam Kemungkinan Kombinasi Three-Gap dalam Suatu Perekonomian Terbuka
72
Berikut ini dibahas beberapa model three-gap, yaitu model-model tiga kesenjangan yang dikembangkan oleh Bacha (1990), Taylor (1990, 1993), Solimano (1990) dan Iqbal (1996).
3.2.1. Model Three-Gap Bacha Bacha (1990) mengembangkan kerangka kerja model three-gap yang lebih sederhana untuk perekonomian terbuka. Model ini memberikan perhatian khusus pada dampak transfer asing terhadap pertumbuhan output potensial dan terhadap tingkat inflasi negara debitor. Pembahasan teoritisnya adalah tentang peranan yang
memungkinkan
dari
kondisi
eksternal
yang
dirancang
untuk
memaksimumkan stabilisasi dan dampak yang diinginkan lainnya dari pengurangan utang luar negeri. Model Bacha dapat diringkas dalam suatu kerangka kerja neraca identitas akuntansi atau Social Accounting Matrix (SAM). Neraca identitas model Bacha (1990) diperlihatkan pada Tabel 12. Persamaan matematik untuk total baris dan kolom dari tabel tersebut dapat ditulis sbb.: Persamaan baris: Sp = Sp .....................................................................................................
(3.4)
Ig = SSp + Fg + Sg ....................................................................................
(3.5)
F = M + J – X ..........................................................................................
(3.6)
I = Ip + Ig ..................................................................................................
(3.7)
Persamaan kolom: Sp = SSp + Ip ............................................................................................
(3.8)
Ig = Ig .......................................................................................................
(3.9)
73
F = Fg ....................................................................................................... (3.10) I = Sp + Sg + M + J – X. ........................................................................... (3.11)
Tabel 12. Neraca Identitas dalam Model Bacha Swasta
Neraca Modal Publik
ROW
All Other Accounts
∑
Neraca Modal
Swasta Publik ROW All Other Account
*
2
SSp 3 0
0 * 4 0
Fg *
Sp Sg M+J-X
Sp Ig F
Ip
Ig
0
*
I
Sp
Ig
F
I
*
∑
0
1
1
Diasumsikan bahwa semua foreign capital inflow dimiliki oleh sektor swasta. Nilainya nol karena catatan butir 1. 3 Asumsi tidak ada private capital flight. 4 Perubahan dalam official foreign exchange reserves dihilangkan dari neraca modal pada neraca pembayaran untuk mendapatkan nilai bersih capital inflows. * tidak ada aliran dana karena berasal dari dan kepada institusi yang sama. 2
Sumber: Iqbal (1996)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka diperoleh persamaanpersamaan: Sp = SSp + Ip ............................................................................................ (3.12) (redundant: implisit pada persamaan 3.13-3.15) Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.13) (kendala fiskal) M + J = F + X .......................................................................................... (3.14) (kendala valuta asing) Ip + Ig = Sp + Sg + F ................................................................................. (3.15) (kendala tabungan)
Persamaan (3.12) menunjukkan bahwa tabungan swasta (Sp) digunakan untuk membiayai investasi (Ip) dan sisa surplus modal swasta (SSp) ditransfer ke sektor publik untuk memenuhi sebagian anggaran wajibnya. Persamaaan (3.13)
74
menunjukkan bahwa investasi publik (Ig) dibiayai oleh tabungan publik (Sg), transfer modal dari sektor swasta (SSp), dan transfer modal dari sektor luar negeri (Fg). Persamaan (3.14) memperlihatkan bahwa impor barang (M) ditambah pembayaran jasa faktor dan non-faktor ke sektor luar negeri (F) dibiayai oleh penerimaan ekspor (X) dan tabungan luar negeri (F). Keseimbangan tabunganinvestasi pada persamaan (3.15), penjumlahan investasi publik dan swasta (Ip + Ig) adalah sama dengan jumlah tabungan swasta, tabungan publik dan tabungan luar negeri. Persamaan-persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) merupakan persamaan tiga kendala yaitu kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan. Persamaan (3.12) diperlakukan redundant karena persamaan tersebut dapat diperoleh dari persamaan-persamaan (3.13-3.15). Secara keseluruhan, terdapat tiga persamaan linier independen (3.13-3.15) dan sembilan variabel (Sp, Ip, SSp, Ig, F, Sg, M, X, J). Bacha mencirikan persamaan perilaku model sebagai berikut: M = Mc + Mk ........................................................................................... (3.16) Mk = θ1I ................................................................................................... (3.17) dimana: 0 < θ1 < 1 I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.18) Ip = γ2Ig .................................................................................................... (3.19) dimana: γ2 > 0 Maka, I = (1 + γ2)Ig dan SSp = f(p, h) ........................................................................................... (3.20)
75
Persamaan (3.16) menunjukkan total impor barang (M) dibagi menjadi dua tipe: impor barang modal (Mk) dan impor barang lainnya (Mc). Koefisien θ1 pada persamaan (3.17) adalah kandungan impor dari total investasi (I). Persamaan (3.18) menunjukkan bahwa total investasi (I) sama dengan investasi swasta (Ip) dan investasi publik (Ig). Pada persamaan (3.19), Bacha (1990) mengasumsikan bahwa investasi swasta (Ip) tergantung pada investasi publik (Ig); koefisien γ2 > 0 mencerminkan hal tersebut, oleh karena itu disebut hipotesis crowding-in. Pada persamaan (3.20), surplus modal sektor swasta (SSp) diasumsikan merupakan fungsi tingkat inflasi (p) dan propensity to hoard (h). Pada awalnya surplus modal swasta diharapkan meningkat bersamaan inflasi dan pada akhirnya menurun. Propensity to hoard diasumsikan bernilai negatif karena ada surplus tabungan swasta. Bacha juga mengasumsikan bahwa tidak ada pasar untuk obligasi dan saham pemerintah, sehingga money expansion adalah satu-satunya alternatif untuk pembiayaan dalam negeri bagi defisit sektor publik. Persamaan
matematik
pada
persamaan-persamaan
(3.16-3.20)
menghasilkan lima persamaan baru dengan enam variabel, yaitu variabel-variabel I, θ1, γ2, f, Mc dan Mk. Secara keseluruhan, terdapat delapan persamaan independen linier. Kedelapannya adalah persamaan-persamaan (3.13-3.20) dengan lima belas variabel, yaitu variabel-variabel Sp, Ip, SSp, Ig, Sf, Sg, M, X, I, θ1, γ2, f, Mc, Mk dan J, yang memberikan derajat bebas (perbedaan antara jumlah variabel dan jumlah persamaan) sebesar tujuh.
76
Tabel 13 merupakan produksi ulang Tabel 12, tetapi dengan M, Mk, I, Ip dan SSp diganti dengan spesifikasi pada persamaan-persamaan (3.16-3.20). Tabel 13 menghasilkan persamaan baris dan kolom yang diuraikan sebagai berikut: Persamaan baris: Sp = Sp...................................................................................................... (3.21) Ig = f(p, h) + Fg + Sg ................................................................................ (3.22) F = Mc + θ1 (1+γ2)Ig+J-X ........................................................................ (3.23) (1+γ2)Ig = (1+γ2)Ig ................................................................................... (3.24) Persamaan kolom: Sp = f (p, h) + γ2Ig .................................................................................... (3.25) Ig = Ig ....................................................................................................... (3.26) F = Fg ....................................................................................................... (3.27) (1+γ2)Ig = Sp + Sg + Mc + θ1 (1+γ2)Ig+J-X .............................................. (3.28)
Tabel 13. Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Bacha Swasta
Neraca Modal Publik
ROW
All Other Accounts
∑
Sp
Sp
Neraca Modal
Swasta
*
0
0 1
Publik
f(p, h)
*
Fg
Sg
Ig
ROW
0
0
*
Mc+θ1 (1+γ2)Ig+J-X
F
γ2Ig
Ig
0
*
(1+γ2)Ig
Sp
Ig
F
(1+γ2)Ig
*
All Other Account
∑
Sumber: Iqbal (1996)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka diperoleh persamaanpersamaan sebagai berikut:
77
Sp = f(p,h) + γ2Ig ..................................................................................... (3.29) (redundant: implisit pada persamaan 3.30-3.32) Ig = f(p,h) + Fg + Sg ................................................................................. (3.30) (kendala fiskal) F + X = Mc +θ1(1+γ2)Ig+J ....................................................................... (3.31) (kendala valuta asing) (1+γ2)Ig = Sp + Sg + F .............................................................................. (3.32) (kendala tabungan)
Persamaan-persamaan
(3.30-3.32)
menunjukkan
tiga
persamaan
independen linier dengan sepuluh variabel (Sp, f, Ig, F, Sg, Mc, J, X, θ1,γ2) sehingga terdapat derajat bebas sebesar tujuh (seperti yang sebelumnya). Persamaan-persamaan (3.30-3.32) menunjukkan tiga kendala lagi seperti yang sebelumnya, yaitu kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan. Persamaan (3.29) diperlakukan sebagai redundant karena dapat diperoleh dari persamaan-persamaan (3.30-3.32). Ketiga persamaan independen (3.30-3.32) dapat ditunjukkan sebagai persamaan-persamaan yang menentukan tingkat investasi publik (Ig) sbb.: Ig = f(p, h) + F + Sg = IgF ......................................................................... (3.33) (kendala fiskal) Ig = [1/θ1(1+γ2)]{X + F + Mc - J} = IgE ................................................... (3.34) (kendala valuta asing) Ig = [1/ θ1 (1+γ2)]{Sp + F + Sg} = IgS ....................................................... (3.35) (kendala tabungan) IgF, IgE dan IgS pada persamaan-persamaan (3.33-3.35) merupakan persamaan-persamaan alternatif untuk Ig yang berhubungan dengan tiga
78
persamaan
kendala
independen
(3.30-3.32).
Karena
total
investasi
(I)
didefinisikan sebagai I = θ1 (1+γ2)Ig pada persamaan (3.19), maka persamaanpersamaan (3.33-3.35) dapat ditulis sbb.: Ig = (1+γ2) [f(p, h) + F + Sg] = IF ............................................................. (3.36) (kendala fiskal) Ig = (1/θ1)[X + F + Mc - J] = IE ................................................................ (3.37) (kendala valuta asing) Ig = [Sp + F + Sg] = IS .............................................................................. (3.38) (kendala tabungan) Tabel 14. Lambang dan Definisi dalam Model Bacha Lambang
F Fg H I Ip Ig J M Mk Mc P Sp SSp X θ1
γ2
Definisi Net aggregate foreign capital inflows Foreign capital inflows ke sektor publik (Fg = F) Propensity of hoard money Total investasi kotor Investasi swasta Investasi publik Pembayaran jasa faktor dan non-faktor asing (Net foreign factor and nonfactor services payments) Impor barang Impor barang modal Impor lain (didefinisikan sebagai M - Mk) Tingkat inflasi Tabungan swasta Surplus tabungan sektor swasta Ekspor barang Kandungan impor dalam investasi Koefisien hipotesis crowding-in
Sumber: Iqbal (1996)
Bacha (1990) mendefinisikan ekspor bersih sebagai E = X - Mc dan diasumsikan bahwa E tidak dapat melebihi tingkat kritis ekspor bersih yang dilambangkan dengan E*, yang merupakan permintaan dunia. Juga didefinisikan tingkat tabungan swasta potensial (S*p) pada tingkat pendapatan swasta potensial
79
(Y*p) dan ditetapkan batasan bahwa γ2 ≤ γ2*. Variabel baru ini digabungkan ke dalam persamaan-persamaan (3.36-3.38) menjadi: Ig ≤ (1+γ2*) [f(p, h) + F + Sg] = IF ........................................................... (3.39) (kendala fiskal) Ig ≤ (1/θ1)[E* + F - J] = IE ....................................................................... (3.40) (kendala valuta asing) Ig ≤ [S*p + F + Sg] = IS ............................................................................ (3.41) (kendala tabungan) Model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990) memberikan kerangka konseptual tentang interaksi antara ketiga kesenjangan dalam perekonomian terbuka yang menekankan maksimalisasi investasi (sebagai proksi untuk tingkat pertumbuhan output) pada model pertumbuhan. Bacha (1990) menemukan
bahwa kendala
fiskal
cenderung
relevan
sebagai
kendala
pertumbuhan pada jangka menengah, ketika perekonomian negara sedang berkembang mengalami goncangan finansial eksternal.
3.2.2. Model Three-Gap Taylor Taylor (1990, 1993) mengembangkan model three-gap untuk menganalisis efektivitas berbagai kebijakan ekonomi terhadap pertumbuhan output di 17 negara sedang berkembang. Dengan menggunakan model yang sama dengan Bacha (1990), Taylor mengembangkan model three-gap yang juga dapat disajikan dalam kerangka social accounting matrix (SAM). Dibandingkan dengan model Bacha, formulasi Taylor jauh lebih rinci, terutama dalam hal bagian aliran dana (flow of funds). Dalam Tabel 15 terlihat bahwa aggregate foreign capital inflows dibagi
80
menjadi dua komponen yakni aliran modal asing ke sektor swasta (Fp) dan aliran modal asing ke sektor publik (Fg). Tabel 15. Neraca Identitas dalam Model Taylor Swasta
1
Neraca Modal Publik
Neraca Modal Swasta Publik ROW All Other Account
* SSp KF Ip
0 * 1 0 Ig
∑
Sp + Fp
Ig
ROW
All Other Accounts
∑
Fp Fg * 0 F
Sp Sg M+J-X * I
Sp Ig F I *
Perubahan dalam cadangan devisa dimasukkan dalam M
Sumber: Iqbal (1996)
Taylor (1993) juga menggabungkan private capital flight (KF) dalam modelnya, sedangkan Bacha (1990) mengasumsikan bahwa tidak ada private capital flight. Persamaan matematik untuk baris dan kolom dalam Tabel 15 dapat ditulis menjadi sebagai berikut: Persamaan baris: Sp + Fp = Sp + Fp ...................................................................................... (3.42) Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.43) F = KF + M + J – X ................................................................................. (3.44) I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.45) Persamaan kolom: Sp + Fp = SSp + KF + Ip ........................................................................... (3.46) Ig = Ig ....................................................................................................... (3.47) F = Fp + Fg ............................................................................................... (3.48) I = Sp + Sg + M + J – X ........................................................................... (3.49)
81
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka didapat persamaanpersamaan sebagai berikut: Sp + Fp = SSp + KF + Ip ........................................................................... (3.50) (redundant: implisit pada persamaan 3.51-3.53) Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.51) (kendala fiskal) M + J + KF = Fg + Fp + X ....................................................................... (3.52) (kendala valuta asing) Ip + Ig = Sp + Sg + Fp + Fg ........................................................................ (3.53) (kendala tabungan) Persamaan (3.50) menunjukkan bahwa total ketersediaan dana sektor swasta adalah tabungan (Sp) ditambah foreign capital inflows (Fp). Dana tersebut digunakan untuk investasi sektor swasta (Ip), sedangkan sisa surplus modalnya ditransfer ke sektor publik (SSp) untuk memenuhi sebagian anggaran belanja negara, dan sebagai capital flight ke sektor luar negeri (KF). Persamaan (3.51) menunjukkan bahwa investasi publik (Ig) dibiayai oleh tabungan sektor publik (Sg), transfer modal dari sektor swasta (SSp) dan transfer modal dari sektor luar negeri (Fg). Persamaan (3.52) menunjukkan bahwa impor barang (M) ditambah private capital flight ditambah net foreign payments untuk jasa faktor dan nonfaktor (J) dibiayai oleh penerimaan ekspor (X) dan penerimaan tabungan asing oleh sektor swasta dan publik. Neraca Investasi-Tabungan yang konvensional dapat dilihat pada persamaan (3.53); investasi swasta ditambah publik (Ip+Ig) sama dengan jumlah tabungan swasta dan tabungan asing yang diterima oleh sektor swasta dan sektor publik. Persamaan-persamaan (3.51-3.53) merupakan persamaan tiga kendala
82
secara berurutan, yaitu kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan. Persamaan (3.50) diperlakukan sebagai redundant karena persamaan ini dapat diperoleh dari persamaan-persamaan (3.51-3.53). Secara total, terdapat tiga persamaan independen linier (3.51-3.53) dengan delapan variabel (Sp, Sg, Fp, Fg, Ip, Ig, SSp, KF, M, J, X). Taylor (1993) mencirikan persamaan perilaku: Sp = σ 0 Y * +σ1Y − σ 2 Fp ............................................................................ (3.54)
dimana: σ 0 > 0, σ1 > 0, σ 2 < 0 Sg = α 0 Y * +α1Y ...................................................................................... (3.55)
dimana: α 0 > 0, α1 > 0
M = M c + M k + M i .................................................................................. (3.56) M i = β 0 Y * +β1Y ..................................................................................... (3.57) dimana: β 0 > 0, β1 > 0
M k = θ1I .................................................................................................. (3.58) dimana: θ1 < 1 Sp = σ 0 Y * +σ1Y − σ 2 Fp ............................................................................ (3.59)
dimana: ε 0 > 0, ε1 > 0 I = I p + I g ............................................................................................... (3.60) I p = γ 0 Y * + γ1Y + γ 2 I g ............................................................................. (3.61)
dimana: γ 0 > 0, γ1 > 0, γ 2 > 0 I = γ 0 Y * + γ 1 Y + (1 + γ 2 )I g
Pada fungsi tabungan swasta di persamaan (3.54), koefisien σ1 merupakan marginal saving rate yang berkenaan dengan output aktual (Y) dengan asumsi nilainya positif. Nilai harapan σ1 yang negatif menunjukkan bahwa penerimaan modal ke sektor swasta sebagian disubsitusikan untuk tabungan domestik, sama
83
dengan Griffin (1970) dan Weisskopf (1972) yang menggambarkan hal tersebut pada model two-gap. Koefisien α1 pada fungsi tabungan publik pada persamaan (3.55) diharapkan bernilai positif jika penerimaan pajak dan keuntungan perusahaan publik meningkat bersamaan dengan tingkat kegiatan ekonomi yang diwakili oleh PDB. Impor barang agregat (M) dibagi menjadi tiga jenis: barang konsumsi (Mc), barang modal (Mk) dan input antara (Mi), terlihat pada persamaan (3.56). Fungsi impor barang antara dan barang modal dicirikan oleh persamaan (3.57) dan (3.58). Koefisien β1 > 0 pada persamaan (3.57) mewakili elastisitas impor barang antara yang berkenaan dengan output. Parameter θ1 pada persamaan (3.58) merupakan pangsa impor barang modal pada investasi total (I). Pada fungsi ekspor dalam persamaan (3.59), diharapkan terdapat complementary antara ekspor dan tingkat output aktual. Pada fungsi investasi swasta pada persamaan (3.61), koefisien γ2 memperlihatkan public investment crowding-in effect dan γ1 merupakan versi pemercepat (accelerator) yang paling sederhana. Persamaan-persamaan (3.54-3.61) menghasilkan delapan persamaan baru dan enam variabel baru (Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I). Secara keseluruhan terdapat tujuh belas variabel (Sp, Sg, Fp, Fg, Ip, Ig, SSp, KF, M, J, X, Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I), sehingga menghasilkan derajat bebas sebesar enam. Tabel 16 memproduksi kembali Tabel 15, tetapi dengan variabel Sp, Sg, Ip, M, I dan X diganti dengan spesifikasi pada persamaan-persamaan (3.54-3.61). Tabel 16 menghasilkan persamaan baris dan kolom sebagai berikut:
84
Tabel 16.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Taylor Neraca Modal Swasta Publik
ROW
All Other Accounts
∑
Neraca Modal
*
0
Fp
σ0Y*+σ1Y-σ2Fp
σ0Y*+σ1Y+ (1-σ2)Fp
SSp
*
Fg
α0Y*+α1Y
Ig
KF
0
*
Mc+(β0Y*+β1Y)+θ1(γ0 Y*+γ1Y)+(1+γ2)Ig+R(ε0Y*+ε0Y)
F
All Other Account
γ0Y*+γ1Y+γ2Ig
Ig
0
*
∑
σ0Y*+σ1Y+(1-σ2)Fp
Ig
F
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
Swasta
Publik
ROW
γ0Y*+γ1Y+ (1+γ2)Ig *
Sumber: Iqbal (1996)
Persamaan baris: σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp = σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp ................................... (3.62) I g = SSp + Fg + α 0 Y * +α1Y ...................................................................... (3.63)
[
]
F = KF + M c + β 0 Y * +β1Y + θ1 γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 0 )I g + J − ε 0 Y * −ε1Y ...... (3.64)
γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g = γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g .................................... (3.65)
Persamaan kolom: σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp = SSp + KF + γ 0 Y * + γ1Y + γ 2 I g ......................... (3.66) I g = I g ...................................................................................................... (3.67) F = Fp + Fg ............................................................................................... (3.68) γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g = σ 0 Y * + σ1Y − σ 2 Fp + α 0 Y * +α1Y + M c +
β 0 Y * +β1Y + θ1 [γ 0 Y * + γ1Y ] + (1 + γ 2 )I g + J − ε 0 Y * −ε1Y ........................ (3.69)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka didapat: σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp = SSp + KF + γ 0 Y * + γ1Y + γ 2 I g ......................... (3.70) (redundant: implisit pada persamaan 3.71-3.73)
85
I g = SSp + Fg + α 0 Y * +α1Y ...................................................................... (3.71)
(kendala fiskal)
[
]
Fp + Fg = KF + M c + β 0 Y * +β1Y + θ1 γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g + J − ε 0 Y * −ε1Y (3.72)
(kendala valuta asing) γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g = σ 0 Y * + σ1Y − σ 2 Fp + α 0 Y * +α1Y + Fg + Fp ........ (3.73)
(kendala tabungan)
Persamaan-persamaan
(3.71-3.73)
menunjukkan
tiga
persamaan
independen linier dengan sembilan variabel (SSp, Fp, Fg, KF, Ig, Mc, J, Y*, Y), yang menghasilkan derajat bebas sebesar enam (seperti yang sebelumnya). Persamaan-persamaan tersebut secara berurutan menunjukkan kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan. Persamaan (3.70) diperlakukan sebagai redundant karena dapat diperoleh dari persamaan-persamaan (3.71-3.73). Seperti pada model Bacha (1990), tiga persamaan independen (3.71-3.73) disebut sebagai persamaan-persamaan yang menentukan tingkat investasi (Ig) sbb.: I g = SSp + Fg + α 0 Y * + α1Y = I gF ............................................................... (3.74) (kendala fiskal) I g = [1 θ1 (1 + γ 2 )]{(ε 0 − β 0 − θ1γ 0 )Y * +(ε1 − β1 − θ1γ1 )Y + Fg + Fp − J − M c − KF} = I gE ....................................................................................................... (3.75)
(kendala valuta asing) I g = [1 (1 + γ 2 )]{(σ 0 − α 0 − γ 0 )Y * +(σ1 − α1 − γ1 )Y + (1 − σ 2 )Fp + Fg } = ISg ........ (3.76)
(kendala tabungan)
IgF, IgE dan IgS seperti yang didefinisikan pada persamaan-persamaan (3.74-3.76) dapat dinyatakan dalam pernyataan alternatif untuk Ig yang berhubungan dengan tiga kendala independen persamaan-persamaan (3.74-3.76).
86
Karena investasi total (I) dicirikan sebagai I = γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig pada persamaan (3.69), maka persamaan-persamaan (3.74-3.76) dapat dinyatakan sebagai: I = (1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2)+ α1]Y + SSp + Fg]} = IF ....... (3.77) (kendala fiskal) I = (1/θ0) {ε0 - β0)Y* + (ε1 - β1){Y + Fg + Fp – J – Mc – KF} = IE .......... (3.78) (kendala valuta asing) I = (σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + (1 - σ2)Fp + Fg = IS ................................. (3.79) (kendala tabungan) Untuk tingkat pertumbuhan output potensial, Taylor (1993) menspesifikasikan: g* = µ0 + µ1 (I/Y*) ................................................................................... (3.80) Persamaan (3.80) menunjukkan bahwa pertumbuhan output potensial (g*) merupakan fungsi investasi total (I) dinormalkan oleh tingkat ouput potensial (Y*). Koefisien µ1 merupakan tambahan (incremental) rasio output potensialmodal, dan µ0 adalah konstanta tertentu yang mencerminkan efek pengangguran, kemajuan teknis, dsb. Persamaan-persamaan (3.77-3.79) yang merupakan persamaan alternatif untuk I, dapat digunakan untuk menurunkan persamaan alternatif untuk g* pada masing-masing kendala. Ketiga kemungkinannya adalah sebagai berikut: g* = µ1[(1+γ2)α1+γ1]cu +µ1(1+γ2)[fg + ssp]+ µ0 + µ1γ0+µ1[(1+γ2) α0 = g*F. ...... (3.81)
(kendala fiskal) g* = (µ1/θ1)[ε1-β1]cu + (µ1/θ1)[fg+fp-j-mc-kf] +µ0 + (µ1/θ1) (ε0-β0) = g*E (3.82) (kendala valuta asing)
g* = µ1(σ1+α1)cu + µ1[(fg+(1-σ2)fp] + µ0 + µ1(σ0+α0) = g*S .................. (3.83) (kendala tabungan)
87
Dalam model Taylor (1993) tersebut, semua variabel penjelas di sisi sebelah kanan persamaan-persamaan (3.81-3.83) dinormalkan dengan tingkat output potensial (Y*). Persamaan-persamaan (3.81-3.83) tersebut juga dapat ditulis dalam bentuk sederhana menjadi persamaan-persamaan: g* = π1 + π2cu + π3[fg + ssp] = g*F .......................................................... (3.84) (kendala fiskal) g* = π4 + π5cu + π6[fg + fp - j - mc - kf] = g*E ......................................... (3.85) (kendala valuta asing) g* = π7 + π8cu + π9[fg + (1-σ2)fp] = g*S .................................................. (3.86) (kendala tabungan) dimana: π1 = µ0 + µ1γ0 + µ1(1+γ2)α0 π2 = µ1[(1+γ2)α1 + γ1] π3 = µ1(1+γ2) π4 = µ0 + (µ1/θ1)(ε0 - β0) π5 = (µ1/θ1)[ε1 - β1] π6 = (µ1/θ1) π7 = µ0 + µ1(σ0 + α0) π8 = µ1(σ1 + α1) π7 = µ1
Secara ringkas, dalam penelitiannya, Taylor (1993) mengestimasi parameter kunci fungsi perilaku setiap negara pada 17 negara sedang berkembang. Berdasarkan hasil estimasi, dilakukan simulasi untuk semua negara. Secara umum, penelitian ini menunjukkan bagaimana kapasitas tingkat utilitas, investasi publik, transfer asing ke pemerintah dan public sector borrowing requirement sebaiknya disesuaikan untuk dapat memenuhi tambahan sebesar satu persen pertumbuhan output di 17 negara sedang berkembang (Iqbal, 1996). Percobaan simulasi menunjukkan bahwa tambahan sebesar satu persen pertumbuhan output membutuhkan transfer asing agregat sebesar US$15 milyar,
88
dimana 1.2%nya merupakan total output potensial di 17 negara tersebut. Percobaan simulasi untuk masing-masing negara menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kebutuhan transfer bersih yang cukup besar untuk mendukung tambahan pertumbuhan output potensial sebesar satu persen.
Tabel 17. Lambang dan Definisi dalam Model Taylor Definisi
Lambang
F Fp Fg I Ip Ig KF M Mc Mi Mk J Sp Sg SSp X Y Y* θ Cu fp fg g* F g* E g* S g* F Ig E I g S I g F I E I S I J Kf mc ssp
Arus Masuk Modal Luar Negeri Bersih Agregat Arus Masuk Modal Luar Negeri Bersih Terhadap Sektor Swasta Arus Masuk Modal Luar Negeri Bersih Terhadap Sektor Publik Investasi Total Investasi Swasta Investasi Publik Capital Flight Swasta Impor Barang Agregat Impor Barang Konsumsi Impor Barang Intermediary Impor Barang Modal Pembayaran Faktor dan Non Faktor Luar Negeri Bersih Tabungan Swasta Tabungan Publik Surplus Modal Sektor Swasta Ekspor Barang Total Produk Domestik Bruto Aktual Produk Domestik Bruto Potensial Bagian Impor Barang Modal Dalam Investasi Total Kapasitas tingkat utilitas (didefinisikan sebagai Y/Y*) Net foreign capital inflows ke sektor swasta dinormalisasikan dengan Y* Net foreign capital inflows ke sektor publik dinormalisasikan dengan Y* Tingkat pertumbuhan output potensial Pertumbuhan output potensial berkendala fiskal Pertumbuhan output potensial berkendala valuta asing Pertumbuhan output potensial berkendala tabungan Investasi publik berkendala fiskal Investasi publik berkendala valuta asing Investasi publik berkendala tabungan Investasi total berkendala fiskal Investasi total berkendala valuta asing Investasi total berkendala tabungan Net foreign factor dan non factor payments dinormalisasikan oleh Y* Private capital flight dinormalisasikan oleh Y* Impor barang konsumsi dinormalisasikan oleh Y* Surplus modal sektor swasta dinormalisasikan oleh Y*
Sumber: Iqbal (1996)
89
Pengalaman simulasi untuk suatu individu negara menunjukkan rentang yang luas bagi transfer yang diperlukan untuk mendukung penambahan satu persen pertumbuhan potensial. Secara relatif, suatu perekonomian yang besar dan terdiversifikasi seperti Argentina, Brazil, India dan Filipina membutuhkan foreign capital inflows ke sektor publik kurang dari satu persen dari output potensialnya untuk mencapai tambahan pertumbuhan output sebesar satu persen. Pada sisi yang lain, pada perekonomian yang kecil dan bergantung pada impor seperti di Nikaragua, Sri Langka, Tanzania, Uganda dan Zimbabwe, dibutuhkan transfer luar negeri sekitar tiga persen dari output potensial untuk mencapai target pertumbuhan yang lebih cepat sebesar satu persen (Iqbal, 1996). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa peningkatan foreign capital inflow ke sektor publik mengurangi public sector domestic borrowing di 14 negara sedang berkembang. Rangkaian simulasi yang kedua menunjukkan bahwa peningkatan usaha fiskal, promosi ekspor dan kebijakan substitusi impor, serta repatriasi private capital flight mengurangi kebutuhan akan pinjaman dari luar negeri (external borrowing requirements). Selain itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa pinjaman dalam negeri pemerintah (public sector domestic borrowing) mengalami peningkatan pada waktu sektor swasta (justru bukan sektor publik) memperoleh keuntungan dari foreign capital inflows yang lebih tinggi. Kondisi ini terjadi di 12 negara dari 17 negara sedang berkembang yang perekonomiannya diteliti (Iqbal, 1996).
3.2.3. Model Three-Gap Solimano Solimano (1990) mengembangkan model three-gap yang disajikan dalam keadaan ketidakseimbangan. Model tersebut dikalibrasikan dengan parameter
90
untuk perekonomian Chili. Solimano meneliti pengaruh berbagai kebijakan makroekonomi (misalnya peningkatan belanja publik, pengurangan pembayaran bunga utang eksternal dan pengurangan peningkatan harga melalui pemotongan pajak tak langsung) terhadap tingkat pertumbuhan PDB, tingkat kapasitas utilitas, nilai tukar riil, upah riil dan tingkat inflasi. Seperti model three-gap yang lain, model ini juga dapat disajikan dalam kerangka kerja social accounting (SAM). Karakteristik model Solimano (1990) dapat dilihat pada Tabel 18, sedangkan lambang dan definisi model Solimano disajikan pada Tabel 19.
Tabel 18. Neraca Identitas dalam Model Solimano Neraca Modal
∑
Swasta
Publik
ROW
*
0
Fp
Sp
Fp + Sp
SSp 1 0
* ∆R
Fg *
Sg M+J–X
Ig F
Ip
Ig
0
*
I
Sp + Fp
Ig
F
I
*
Neraca Modal Swasta Publik ROW All other accounts
∑
All Other Accounts
1
Asumsi tidak ada private capital flight
Sumber: Iqbal (1996)
Persamaan matematik untuk jumlah baris dan kolom pada Tabel 18 dapat ditulis sebagai berikut: Persamaan baris: Fp + Sp = Fp + Sp ...................................................................................... (3.87) Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.88) F = ∆R + M + J - X. ................................................................................. (3.89) I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.90)
91
Persamaan kolom: Sp + Fp = SSp + Ip .................................................................................... (3.91) Ig = Ig + ∆R .............................................................................................. (3.92) F = Fp + Fg ............................................................................................... (3.93) I = Sp + Sg + M + J - X. ........................................................................... (3.94)
Dengan menyamakan jumlah baris persamaan-persamaan (3.87-3.90) dan kolom persamaan-persamaan (3.91-3.94), maka didapat persamaan-persamaan: Sp + Fp = SSp + Ip .................................................................................... (3.95) (redundant: implisit pada persamaan (3.96-3.98) Ig = SS p + Fg + Sg - ∆R ........................................................................... (3.96) (kendala fiskal) ∆R + M + J = Fg + Fp + X. ...................................................................... (3.97) (kendala valuta asing) Ip + Ig = Sp+Sg+M+J-X ............................................................................ (3.98) (kendala tabungan)
Persamaan (3.95) menunjukkan bahwa total ketersediaan dana sektor swasta adalah tabungan (Sp) ditambah dengan foreign capital inflows (Fp). Dana tersebut digunakan untuk investasi sektor tersebut (Ip) dan sisa surplus modalnya ditransfer ke sektor publik dalam bentuk SSp untuk memenuhi sebagian kebutuhan anggaran belanja negara. Persamaan (3.96) menunjukkan bahwa investasi publik (Ig) dibiayai oleh tabungan (Ig), transfer modal dari sektor swasta, transfer modal dari sektor luar negeri (Fg) dan perubahan bersih pada cadangan resmi valuta asing (∆R = official foreign-exchange reserves). Persamaan (3.97) menunjukkan bahwa perubahan pada cadangan resmi valuta asing (∆R) ditambah
92
impor barang (M) ditambah pembayaran bersih jasa faktor dan non faktor (J), dibiayai oleh penerimaan ekspor (X) dan tabungan asing yang diterima oleh sektor swasta dan publik. Keseimbangan tabungan-investasi yang konvensional terlihat pada persamaan (3.98), dimana investasi swasta dan publik (Ip + Ig) sama dengan jumlah tabungan swasta, tabungan publik dan tabungan asing yang diterima oleh sektor publik dan swasta. Persamaan-persamaan (3.96-3.98) secara berurutan mewakili persamaanpersamaan kendala fiskal, kendala valuta-asing dan kendala tabungan. Persamaan (3.95) diperlakukan sebagai redundant karena persamaan tersebut diperoleh dari persamaan-persamaan (3.96-3.98). Secara keseluruhan, terdapat tiga persamaan independen linier yaitu persamaan-persamaan (3.96-3.98) dan terdapat delapan variabel (Sp, Sg, Fg, Ip, Ig, SSp, ∆R, M, J, X) yang menghasilkan derajat bebas sebesar delapan (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996). Solimano (1990) mencirikan fungsi perilaku model three-gap yang dikembangkannya dalam persamaan-persamaan sbb.: Sp= σ0Y* + σ1Y ....................................................................................... (3.99) dimana: σ0 > 0, σ1 > 0 Sg = α0Y* + α1Y...................................................................................... (3.100) dimana: α0 > 0, α1 >0 M = Mc + Mk + Mi ................................................................................... (3.101) Mi= β0Y* + β1Y + β2er............................................................................ (3.102) dimana: β0 > 0, β1 > 0, β2 < 0 Mk= θ0Y* + θ1Y + θ2er ........................................................................... (3.103) dimana: θ0 > 0, θ1 < 0, θ2 < 0
93
Mc= δ0Y* + δ1Y + δ2er ............................................................................ (3.104) dimana: δ0 > 0, δ1 > 0, δ2 < 0 X = ε0Y* + ε1Y + ε2er ............................................................................. (3.105) dimana: ε0 > 0, ε1 > 0, ε2 > 0 I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.106) Ip= γ0Y* + γ1Y + γ2Ig ............................................................................... (3.107) dimana: γ0 > 0, γ1 > 0, γ2 > 0 Maka,
I = γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig
Justifikasi teoritis singkat tentang fungsi perilaku pada persamaanpersamaan (3.99-3.107) adalah bahwa koefisien σ1 pada fungsi tabungan swasta di persamaan (3.99) menunjukkan marginal saving rate yang berkenaan dengan output aktual, dan nilainya diharapkan positif. Koefisien α1 pada fungsi tabungan publik (3.100) nilainya diharapkan positif jika penerimaan pajak dan keuntungan perusahaan publik meningkat bersamaan tingkat output (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996). Impor barang agregat (M) dibagi menjadi tiga jenis yaitu barang konsumsi (Mc), barang modal (Mk) dan barang antara (Mi), yang terlihat pada persamaan (3.101). Fungsi impor barang antara, barang modal dan barang konsumsi dicirikan oleh persamaan-persamaan (3.102), (3.103) dan (3.104) secara berurutan. Koefisien β1 dan δ1 secara berurutan adalah elastisitas impor barang antara dan barang konsumsi yang berkenaan dengan output (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996).
94
Tabel 19. Lambang dan Definisi pada Model Solimano Lambang
Definisi
Er F Fg Fp I Ig Ig J M Mc
Nilai tukar riil Aggregate net foreign capital inflows Net foreign capital inflows ke sektor publik Net foreign capital inflows ke sektor swasta Investasi Total Investasi Publik Investasi Swasta Pembayaran bersih jasa faktor dan non faktor luar negeri Impor barang agregat Impor barang konsumsi
Mi
Impor barang intermediary
Mk
Impor barang modal
Sg
Tabungan publik
Sp
Tabungan swasta Permintaan dunia (didefinisikan sebagai pertumbuhan PDB dunia) Ekspor barang agregat PDB aktual PDB potensial Kapasitas tingkat utilitas (didefinisikan sebagai Y/Y*) Net foreign capital inflows ke sektor swasta dinormalisasikan dengan Y* Net foreign capital inflows ke sektor publik dinormalisasikan dengan Y* Tingkat pertumbuhan output potensial Pertumbuhan output potensial berkendala fiskal Pertumbuhan output potensial berkendala valuta asing Pertumbuhan output potensial berkendala tabungan Investasi publik berkendala fiskal Investasi publik berkendala valuta asing Investasi publik berkendala tabungan Investasi total berkendala fiskal Investasi total berkendala valuta asing Investasi total berkendala tabungan Net foreign factor dan non factor payments dinormalisasikan oleh Y*
d
w X Y Y* Cu fp fg g* F g* E g* S g* F I g E I g S I g F I E I S I J
Sumber: Iqbal (1996)
Selanjutnya θ1 mewakili elastisitas impor barang modal yang berkenaan dengan investasi. Koefisien nilai tukar riil (er) pada ketiga persamaan impor diasumsikan bernilai negatif. Pada persamaan (3.105), ekspor barang agregat (X) diasumsikan merupakan fungsi nilai tukar riil dan permintaan dunia (wd) yang positif. Pada persamaan investasi swasta (3.107), koefisien γ1 merupakan versi akselerator yang sederhana, dan γ2 adalah pengaruh crowding-in dari investasi publik.
95
Pernyataan persamaan-persamaan (3.99-3.107) menghasilkan sembilan persamaan baru dan delapan variabel baru (Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I, wd, er). Secara keseluruhan, terdapat 12 persamaan dan 19 variabel (Sp, Sg, Fp, Fg, Ip, Ig, SSp, ∆R, M, J, X, Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I, wd, er), sehingga terdapat tujuh derajat bebas (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996). Tabel 20 merupakan produksi ulang Tabel 18, tetapi dengan Sp, Sg, Ip, I, M dan X digantikan oleh persamaan-persamaan (3.99-3.107).
Tabel 20. Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Solimano Neraca Modal ∑ Swasta
Publik
ROW
All Other Accounts
Swasta
*
0
Fp
σ0Y* + σ1Y
Fp + σ0Y* + σ1Y
Publik
SSp
*
Fg
α0Y* + α1Y
∆R + Ig
ROW
0
∆R
*
(β0Y*+β1Y+β2er)+ (θ0Y*+θ1I+θ2er)+ (δ0Y*+δ1Y+δ2er)d (ε0Y*+ε1w +ε2er) +J
Fp + Fg
All Other Accounts
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
Ig
0
*
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
∑
Fp + σ0Y* + σ1Y
∆R + Ig
Fp+Fg
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
*
Neraca Modal
Sumber: Iqbal (1996)
Tabel 20 menghasilkan persamaan-persamaan baris dan kolom sebagai berikut: Persamaan baris: Fp + σ0Y* + σ1Y = Fp + σ0Y* + σ1Y ...................................................... (3.108) ∆R + Ig = SSp + Fg + α0Y* + α1Y ........................................................... (3.109) Fp + Fg = β0Y* + β1Y + βer + θ0Y* + θ1[γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig] + θ2er + δ0Y* + δ1Y + δ2er - ε0Y* -ε1Y - ε2er + J ...................................... (3.110)
96
γ0Y* + γ1Y + γ2er = γ0Y* + γ1Y + γ2er .................................................... (3.111) Persamaan kolom: Fp + σ0Y* + σ1Y = SSp + γ0Y* + γ1Y + γ2Ig............................................ (3.112) ∆R + Ig = ∆R + Ig ..................................................................................... (3.113) Fp + Fg = Fp + Fg ...................................................................................... (3.114) γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig = σ0Y* + σ1Y + α0Y* + α1Y + β0Y* + β1Y + β2er + θ0Y* + θ1[γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig] + θ2er + δ0Y* + δ1Y + δ2er - ε0Y* - ε1Y - ε2er + J ....................................................................... (3.115) Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka didapat persamaanpersamaan sbb.: Fp + σ0Y* + σ1Y = Ssp + γ0Y* + γ1Y + γ2Ig ............................................ (3.116) (redundant: implisit pada persamaan 3.117-3.119) ∆R + Ig = SSp + Fg + α0Y* + α1Y ........................................................... (3.117) (kendala fiskal) Fp + Fg = β0Y* + β1Y + β2er + θ0Y* + θ1[γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig] + θ2er + δ0Y* + δ1Y + δ2er - ε0Y* - ε1wd - ε2er + J .................................... (3.118) (kendala valuta asing) γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig = σ0Y* + σ1Y + α0Y* + α1Y + Fp + Fg - ∆R ...... (3.119) (kendala tabungan)
Persamaan-persamaan (3.117-3.119) mengimplikasikan bahwa terdapat tiga persamaan independen linier dengan 10 variabel (Y, Y*, Fp, Fg, SSp, Ig, er, wd, ∆R, J), yang menghasilkan derajat bebas sebesar tujuh (sama seperti yang sebelumnya). Persamaan-persamaan (3.117-3.119) mewakili tiga kendala secara berurutan, yaitu kendala fiskal, valuta asing dan tabungan. Persamaan (3.116) diperlakukan sebagai redundant karena persamaan tersebut dapat diperoleh dari persamaan-persamaan (3.117-3.119). Dan, sekali lagi, seperti yang sebelumnya,
97
persamaan independen tersebut dapat dinyatakan sebagai persamaan-persamaan yang menentukan tingkat investasi publik (Ig) sbb.: Ig = Ssp + Fg + α0Y* + α1Y - ∆R = IgF .................................................... (3.120) (kendala fiskal) Ig = [1/θ1(1+γ2)]{(ε0 - β0 - θ0 - θ1γ0 - δ0)Y* - (β1 + θ1γ1 + δ1)Y + (ε2 - β2 - θ2 - δ2)er + ε1wd + Fp + Fg - J} = IgE ......................................... (3.121) (kendala valuta asing) Ig = [1(1+γ2)]{(σ0 + α0 - γ0)Y* + (σ1 + α1 - γ1)Y + Fp + Fg - ∆R} = IgS ....... (3.122) (kendala tabungan)
Ketiga lambang IgF, IgE, IgS yang didefinisikan pada persamaan-persamaan (3.120-3.122) merupakan penyataan alternatif untuk investasi yang berhubungan dengan tiga kendala independen yang dinyatakan pada persamaan-persamaan (3.120-3.122). Karena investasi total (I) dicirikan sebagai I = γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig pada persamaan (3.108), maka persamaan-persamaan (3.120-3.122) bisa dinyatakan sebagai persamaan-persamaan yang menentukan I, yaitu: I = (1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2) + α1]Y + SSp + Fg - ∆R]} = IF... (3.123) (kendala fiskal)
I = (1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0)Y* - (β1 + δ1)Y + (ε2 - β2 - θ2 - δ2)er + ε1wd + Fp + Fg - J} = IE ............................................................................ (3.124) (kendala valuta asing) I = (σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + Fp + Fg - ∆R = IS ................................... (3.125) (kendala tabungan)
Solimano (1990) mencirikan persamaan tingkat pertumbuhan output potensial dengan cara yang sama dengan Taylor (1990), yaitu: g* = µ0 + µ1(I/Y*) ................................................................................... (3.126)
98
Mengikuti prosedur yang sama dengan model Taylor (1990), maka tiga pernyataan alternatif untuk investasi total (I) yang dinyatakan pada persamaanpersamaan (3.123-3.125) dapat digunakan untuk menurunkan tiga persamaan untuk menyatakan g*. Ketiga kemungkinan tersebut adalah: g* = µ0 + µ1(1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0] + [γ1/(1+γ2) + α1]cu + ssp + fg - ∆r]} = g*F.................................................................................. (3.127) (kendala fiskal) g* = µ0 + (µ1/θ1)(1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0) - (β1 + δ1)cu + (ε2 - β2 – θ2 - δ2)er + ε1wd + fp + fg - j} = g*E ......................................................... (3.128) (kendala valuta asing) g* = µ0 + µ1[(σ0 + α0) + (σ1 + α1)cu + fp + fg - ∆r] = g*S ....................... (3.129) (kendala tabungan)
Semua variabel penjelas pada sisi sebelah kanan ketiga pernyataan matematik pada persamaan (3.127-3.129) di atas dinormalkan oleh tingkat output potensial (Y*). Persamaan pertumbuhan reduced-form dari model tersebut dapat ditulis juga menjadi: g* = π1 + π2cu + π3[ssp + fg - ∆r] = g*F ................................................... (3.130) g* = π4 - π5cu + π6er + π7wd + π8[fp + fg - j] = g*E ................................. (3.131) g* = π9 + π10cu + π11[fp - ∆r] = g*S ......................................................... (3.132) dimana: π1 = µ0 + µ1(1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0] π2 = µ1(1+γ2)[γ1/(1+γ2) + α1] π3 = µ1(1+γ2) π4 = µ0 + (µ1/θ1)(1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0) π5 = (µ1/θ1)[β1 + δ1] π6 = (µ1/θ1)(ε2 - β2 - θ2 - δ2) π7 = (µ1/θ1)ε1 π8 = (µ1/θ1) π9 = µ0 + µ1(σ0 + α0) π10 = µ1 (σ1 + α1) π11 = µ1
99
Solimano (1990) mengestimasi persamaan di atas untuk tingkat pertumbuhan output potensial dalam tiga kendala dan dikalibrasikan dengan model untuk perekonomian negara Chili. Model tersebut digunakan untuk menganalisis dampak berbagai macam kebijakan politik dan ekonomi. Hasil utama dari model Solimano adalah bahwa: (1) peningkatan belanja pemerintah akan memperlambat tingkat pertumbuhan PDB, meningkatkan nilai tukar riil dan menaikkan upah riil dalam pertumbuhan ekonomi yang berkendala kapasitas; (2) pengurangan pembayaran bunga ke luar negeri dalam situasi pertumbuhan
ekonomi
berkendala
kapasitas
akan
mempercepat
tingkat
pertumbuhan PDB, menurunkan nilai tukar riil dan meningkatkan upah riil, dan (3) pada akhirnya pemotongan rasio mark-up dapat meningkatkan daya saing eksternal dan upah riil secara simultan, sehingga memungkinkan peningkatan tingkat kapasitas utilitas dan mempercepat PDB potensial pada negara Chili tersebut (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996).
3.2.4. Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano Dalam Tabel 21 disajikan perbandingan model-model makroekonomi three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990). Perbandingan ketiga hasil penelitian tersebut dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek aliran dana (flow of funds) dan aspek karakteristik fungsifungsi perilaku pada masing-masing ketiga model tersebut. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa Bacha memberikan versi model three-gap yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan model yang dikembangkan oleh Taylor dan Solimano.
100
Tabel 21. Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano Keterangan
Blok Aliran Dana (Flow of Funds)
Bacha
Taylor
Solimano
SSp Fg -
SSp KF Fp Fg -
SSp Fp Fg ∆R
Mc+i + Mk θ,I γ2Ig f(p, h) -
Mc + Mk + Mi θ,I * β0Y + β1Y * ε0Y + ε1Y * γ0Y + γ1Y + γ2Ig * σ0Y + σ1Y - σ2Fp * α0Y + α1Y * µ0 + µ1(I/Y )
Mc + Mk + Mi θ0Y* + θ1Y + θ2er δ0Y* + δ1Y + δ2er β0Y* + β1Y + β2er ε0Y* + ε1Y + ε2er γ0Y* + γ1Y + γ2Ig σ0Y* + σ1Y σ0Y* + σ1Y µ0 + µ1(I/Y*)
Fungsi Perilaku
M = Mk = Mc = Mi = X = Ip = Sp = Sg = SSp = * g = Pers. Reduced Form Investasi Total di bawah ketiga kendala F
=
(1+γ2) [f(p, h) + F + Sg]
1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2)+ α1]Y + SSp + Fg]} F =I
(1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2) + α1]Y + SSp + Fg - ∆R]}
E
=
(1/θ1)[X + F + Mc - J]
(1/θ0) {ε0 - β0)Y* + (ε1 - β1) {Y + Fg + Fp – J – Mc – KF}
S
=
[Sp + F + Sg]
(σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + (1 - σ2)Fp + Fg
(1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0)Y* - (β1 + δ1)Y d + (ε2 - β2 - θ2 - δ2)er + ε1w + Fp + Fg - J}
I
I I
(σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + Fp + Fg ∆R
Sumber: Iqbal (1996)
Berkenaan dengan blok aliran dana, terlihat jelas bahwa entry nol lebih banyak terdapat pada model Bacha dibandingkan dengan model Taylor dan Solimano. Hal ini karena Bacha hanya menentukan beberapa fungsi perilaku yang sederhana pada modelnya, sedangkan Solimano memasukkan variabel perilaku penjelas yang lebih banyak daripada dalam model yang dikembangkan oleh Taylor (Iqbal, 1996).
101
Baik Solimano (1990) maupun Taylor (1990) menentukan fungsi tingkat pertumbuhan output potensial yang sama dan menurunkan tiga persamaan alternatif untuk tingkat pertumbuhan output potensial dalam kendala fiskal, valuta asing dan tabungan, sedangkan Bacha (1990) tidak menentukan fungsi pertumbuhan untuk output potensial apapun.
Akan tetapi Bacha menentukan
fungsi untuk surplus modal swasta, sedangkan Taylor dan Solimano tidak menentukan fungsi apapun untuk hal tersebut. Karena Bacha menentukan fungsi perilaku dalam jumlah yang lebih sedikit dan lebih sederhana, maka hasil persamaan reduced-form akhir untuk total investasi dalam tiga kendala jauh lebih sederhana daripada model Taylor dan Solimano. Model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha memberikan kerangka konseptual interaksi antar ketiga kesenjangan dalam perekonomian terbuka (Iqbal, 1996). Taylor (1990, 1993) menggunakan model three-gap yang dibangunnya untuk menganalisis keefektifan berbagai kebijakan makroekonomi terhadap pertumbuhan output potensial di 17 negara sedang berkembang. Penelitian Taylor menunjukkan bagaimana kapasitas tingkat utilisasi, investasi publik, transfer luar negeri ke sektor publik dan pinjaman domestik sektor publik sebaiknya disesuaikan untuk memenuhi tambahan satu persen tingkat pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, Solimano (1990) meneliti pengaruh berbagai kebijakan ekonomi, seperti peningkatan belanja pemerintah, pengurangan pembayaran bunga utang dan pengurangan mark-up, terhadap tingkat pertumbuhan output, tingkat kapasitas utilisasi, real exchange rate, upah riil dan tingkat inflasi di Chili.
102
3.2.5. Tinjauan Kritis atas Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano Dari pembahasan tentang model-model three-gap Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990), dapat disimpulkan suatu tinjauan kritis atas ketiga model three-gap tersebut. Tinjauan kritis atas ketiga model three-gap yang dibahas adalah menyangkut tentang asumsi model, estimasi output potensial, normalisasi dan elemen yang hilang. Uraiannya adalah sebagai berikut (Iqbal, 1996): 1. Asumsi Model Model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990) terlalu sederhana dan berdasarkan pada beberapa asumsi yang lemah seperti tidak adanya pemasukan modal asing ke sektor swasta, tidak adanya pasar untuk saham pemerintah, tidak ada private capital flight dan tidak ada perubahan dalam cadangan devisa. Asumsi-asumsi tersebut tampaknya kurang realistis, karena dalam hal pemasukan modal asing di negara-negara sedang berkembang, pangsa modal asing di sektor swasta telah meningkat dengan tajam selama tahun 1980an dan 1990an. Aliran modal asing yang meningkat tajam terutama pada penanaman modal asing langsung. Faktor penting lainnya yang juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang adalah masalah private capital flight. Sejak awal tahun 1980an, capital flight telah menjadi masalah penting yang diperdebatkan oleh negara-negara sedang berkembang. Asumsi model Bacha lainnya adalah tidak adanya pasar untuk obligasi pemerintah, yang menyebabkan money expansion merupakan satusatunya alternatif untuk pembiayaan domestik anggaran defisit pemerintah. Asumsi ini tampaknya tidak realistis karena obligasi pemerintah menjadi
103
sumber domestik utama untuk pembiayaan defisit fiskal pemerintah di negaranegara sedang berkembang. Sebaliknya, model Taylor (1990) dan Solimano (1990) didasarkan pada asumsi yang lebih sedikit daripada model Bacha (1990). Akan tetapi, model Taylor secara eksplisit mengabaikan sebuah faktor penting dalam analisisnya tentang pertumbuhan ekonomi, yakni faktor perubahan cadangan devisa. 2. Estimasi Output Potensial Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) menormalkan semua variabel dengan tingkat output potensial riil. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah variabel investasi, impor, ekspor, tabungan luar negeri dan pembayaran bunga atas utang luar negeri. Karena tingkat output potensial dan pertumbuhannya merupakan variabel kunci dalam model ini, maka sangat penting (tetapi sulit) untuk mendapatkan hitungan secara akurat pada kasus negara-negara sedang berkembang. Di samping itu, estimasi output potensial yang digunakan oleh penelitian Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) juga didasari oleh asumsi yang lemah. 3. Normalisasi Pada model yang dikembangkan oleh Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990), keduanya menormalkan semua variabel dengan suatu variabel umum, yaitu tingkat output potensial. Hal ini mengimplikasikan bahwa suatu deflator harga (keduanya memakai deflator produk domestik bruto) digunakan untuk semua variabel dalam fungsi. Pendekatan ini tidak terlalu dihargai karena ada alternatif normalisasi lainnya. Pendekatan yang dapat digunakan antara lain adalah misalnya tabungan swasta dinormalkan oleh tingkat pendapatan
104
swasta, ekspor barang dan jasa dinormalkan oleh tingkat produk domestik bruto, impor barang konsumsi dinormalkan oleh tingkat produk domestik bruto, impor jasa dinormalkan oleh tingkat impor barang modal, penerimaan pajak perdagangan dinormalkan oleh tingkat impor barang, penerimaan modal asing ke sektor swasta dinormalkan oleh tingkat investasi swasta dan penerimaan modal asing ke sektor publik dinormalkan oleh tingkat investasi publik. Apabila misalnya alternatif normalisasi-normalisasi tersebut yang digunakan, maka deflator harga yang paling relevan yang akan diperhitungkan dalam analisis. 4. Elemen yang hilang Pada komponen neraca pembayaran, Taylor (1990, 1993) dan Bacha (1990) mengabaikan pengaruh nilai tukar pada pertumbuhan, sedangkan Solimano melakukan analisis dampak nilai tukar pada modelnya. Lebih lanjut, salah satu tujuan pengembangan model three-gap adalah untuk menggabungkan aspek fiskal dan moneter suatu perekonomian dalam model. Aspek fiskal telah ikut diperhitungkan, akan tetapi aspek moneter seperti peranan jumlah uang beredar (money supply) dan obligasi pemerintah serta tingkat suku bunga domestik, diabaikan dalam ketiga model tersebut. Selain itu, ketiga model tersebut mengabaikan bagian flow of funds (misalnya penerimaan modal luar negeri ke sektor swasta dan publik serta surplus modal swasta). Pada akhirnya, model ini secara eksplisit tidak digunakan untuk menganalisis reformasi penyesuaian berkembang.
struktural
pada perekonomian
di negara-negara sedang
105
3.2.6. Model Three-Gap Iqbal Pada dasarnya, Iqbal (1996) menggunakan konsep model three-gap Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990), dan kemudian disempurnakan lagi untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Penyempurnaan yang dilakukan oleh Iqbal dalam penelitian yang dilakukannya untuk negara Pakistan adalah sebagai berikut: 1.
Model three-gap Iqbal (1996) menggunakan konsep model Solimano (1990) yang kemudian disempurnakan lagi dengan memasukkan variabel pelarian modal (private capital flight).
2.
Estimasi variabel output potensial diganti menjadi PDB riil. Investasi swasta, investasi publik dan konsumsi swasta dianggap indikator pertumbuhan ekonomi.
3.
Normalisasi dilakukan tidak hanya dengan deflator harga saja, tetapi bervariasi untuk setiap variabel, yaitu impor barang dinormalkan dengan tingkat PDB, impor jasa oleh tingkat impor barang, penerimaan non-trade oleh tingkat PDB, penerimaan perdagangan oleh tingkat impor barang, tabungan swasta oleh tingkat pendapatan swasta, ekspor barang dan jasa oleh tingkat PDB, penerimaan modal asing ke sektor swasta oleh tingkat investasi swasta dan penerimaan modal asing ke sektor publik oleh tingkat investasi publik.
Model makroekonomi three-gap Indonesia yang dibangun dalam penelitian ini mengacu pada model three-gap Iqbal (1996), tetapi dengan modifikasi yang dianggap cocok untuk perekonomian Indonesia. Modelnya merupakan model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan.
106
Kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing (neraca pembayaran) diintegrasikan sebagai variabel endogen dalam model. Kesenjangan tabungan yang negatif dapat terjadi sebagai akibat dari ekses investasi atas tabungan, sehingga terjadi defisit di sektor swasta, dimana dalam kasus Indonesia, memerlukan pinjaman atau aliran dana dari luar negeri yang sangat dominan untuk membiayai investasi, baik investasi sektor swasta maupun sektor publik. Kesenjangan fiskal yang negatif terjadi sebagai akibat dari total pengeluaran pemerintah yang melebihi total penerimaannya sehingga terdapat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara. Maka kemudian diperlukan pinjaman sektor publik, yang dapat dipenuhi antara lain dengan pinjaman luar negeri atau melalui sistem perbankan domestik dengan penjualan obligasi pemerintah. Pinjaman ini digunakan untuk menutup defisit. Kesenjangan valuta asing (foreign exchange gap) dapat terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara ekspor dan impor. Pembahasan mengenai kesenjangan valuta asing memasukkan komponen perdagangan internasional yaitu variabel ekspor dan impor. Variabel-variabel aliran dana asing ke sektor swasta dan publik tidak dimasukkan dalam kesenjangan sektor luar negeri karena meskipun variabel-variabel tersebut merupakan variabel-variabel dalam neraca pembayaran (balance of payment), tetapi di dalam aliran dana asing terdapat unsur pinjaman luar negeri. Masalah ketidakseimbangan pada sektor swasta, sektor publik dan neraca pembayaran merupakan kendala atas stabilitas makroekonomi. Maka analisis atas
107
ketiga kesenjangan tersebut menjadi penting dalam rangka memahami masalah dalam suatu perekonomian terbuka. Dalam
penelitian
ini,
dibuat
suatu
model
makroekonomi
yang
memasukkan variabel-variabel yang berkaitan dengan ketiga kesenjangan tersebut. Beberapa kebijakan fiskal dan moneter dianalisis dampaknya terhadap kinerja perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud adalah kebijakankebijakan yang berkenaan defisit fiskal, pinjaman dalam negeri pemerintah, pinjaman luar negeri pemerintah, tingkat suku bunga, cadangan devisa, jumlah uang beredar dan peningkatan tabungan swasta domestik untuk meningkatkan investasi. Dasar pemikiran dalam merumuskan kebijakan fiskal dan moneter adalah berdasarkan pengalaman empiris dari negara-negara sedang berkembang lainnya. Pada umumnya, hasil studi tentang pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang menghasilkan beberapa kesimpulan umum. Kesimpulan umum atas berbagai penelitian yang dilakukan di negaranegara sedang berkembang terkait masalah three-gap adalah sebagai berikut (Iqbal, 1996): 1.
Secara teoritis, ekspansi fiskal mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi di negara-negara sedang berkembang dimana defisit fiskal sangat lazim terjadi, perlu dipelajari apakah dengan kondisi defisit tersebut peningkatan pengeluaran pemerintah yang memperbesar defisit mampu meningkatkan pertumbuhan, ataukah malah berakibat sebaliknya, yaitu defisit fiskal malahan menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi. Apabila defisit fiskal ternyata merupakan kendala bagi pertumbuhan ekonomi, maka
108
kebijakan pengurangan public current expenditure melalui pengurangan konsumsi pemerintah termasuk pengurangan subsidi menjadi penting untuk dilakukan guna mengurangi defisit fiskal. Berkurangnya defisit fiskal diharapkan berdampak lebih baik terhadap pertumbuhan ekonomi. 2.
Kebijakan yang mendorong sektor swasta agar berperan lebih besar merupakan salah satu kebijakan utama pada semua program kebijakan ekonomi negara sedang berkembang. Untuk melihat dampak peningkatan sektor swasta, dapat dilakukan dengan cara menurunkan aliran surplus sektor swasta ke sektor publik. Penurunan aliran dana netto dari sektor swasta ke publik diasumsikan sebagai penurunan peranan pemerintah. Dalam penelitian ini, yang dijadikan instrumen kebijakan adalah perubahan obligasi pemerintah (government bonds).
3.
Terdapatnya kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing yang negatif dalam suatu perekonomian menyebabkan adanya kebutuhan akan pinjaman luar negeri. Defisit pada kesenjangan tabungan dibiayai oleh pinjaman luar negeri ke sektor swasta, sedangkan defisit kesenjangan fiskal ditutup oleh pinjaman luar negeri pemerintah. Pada umumnya, hasil penelitian di negara sedang berkembang memperlihatkan bahwa jika kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal sedang binding, maka meskipun pinjaman asing mampu menutup defisit kedua kesenjangan tersebut, tetapi sebenarnya pinjaman tersebut tidak berdampak positif terhadap PDB. Hanya jika kesenjangan valuta asing yang sedang binding, barulah pinjaman asing dapat melepaskan binding atas kesenjangan tersebut.
109
4.
Komponen yang penting dalam suatu perekonomian terbuka antara lain adalah tingkat suku bunga. Sebagai instrumen, pembuat kebijakan dapat meningkatkan atau sebaliknya menurunkan tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga domestik nominal yang dipertahankan di atas tingkat inflasi agar tingkat suku bunga domestik riil menjadi positif, dimaksudkan untuk meningkatkan tabungan swasta. Sebaliknya penurunan tingkat suku bunga dimaksudkan untuk meningkatkan investasi, dan kemudian melalui multiplier, diharapkan akan terjadi peningkatan permintaan dan output.
5.
Nilai tukar mata uang menjadi penting untuk dipelajari karena berdampak terhadap keseimbangan eksternal dan variabel makroekonomi lainnya dalam suatu perekonomian. Depresiasi atau apresiasi riil yang menuju ke keseimbangan yang tepat atas nilai tukar mata uang domestik sangat penting guna menampung keseimbangan eksternal serta membuat pertumbuhan ekonomi dapat berlanjut. Meskipun krisis ekonomi Indonesia berawal dari depresiasi yang sangat besar atas nilai tukar mata uang rupiah, tetapi bila apresiasi nilai rupiah melebihi nilai ekuilibriumnya, dapat berdampak negatif terhadap output riil karena menurunnya daya saing produk-produk Indonesia di pasar internasional.
Kesimpulan umum dari hasil penelitian di negara-negara sedang berkembang dengan menggunakan model three-gap dijadikan dasar pemikiran untuk melakukan simulasi kebijakan dalam penelitian ini. Tujuannya untuk menganalisis dampak perubahan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan faktorfaktor eksternal (external shock) terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Hasil
110
analisis dapat digunakan sebagai alternatif kebijakan untuk perekonomian Indonesia ke depan.
IV. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan pembentukan model ekonometrika.
Tahapan
yang
dilakukan
adalah
menentukan
spesifikasi,
identifikasi, metode estimasi, validasi dan simulasi model. Karena model yang dibangun diaplikasikan untuk menganalisis kebijakan ekonomi dalam rangka meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan, maka digunakan unit analisis secara nasional.
4.1. Kerangka Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia Dalam penelitian ini, model yang menjadi acuan adalah model three-gap Iqbal (1996) yang diadaptasi pada perekonomian Indonesia, tetapi dengan metode yang berbeda. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai suatu model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Variabelvariabelnya menggunakan nilai riil berupa nilai dengan harga konstan tahun 1990. Karena keterbatasan data dan kerumitan pengukuran output potensial, maka dalam analisisnya digunakan indikator makroekonomi yang dapat mencerminkan situasi perekonomian yang sebenarnya, yaitu produk domestik bruto (PDB) riil yang aktual (bukan PDB potensial). Kinerja variabel PDB riil dianggap sebagai tujuan utama dalam penelitian ini, sedangkan kinerja investasi swasta, konsumsi swasta, pengeluaran pemerintah dan total ekspor dianggap sebagai tujuan sekunder. Karena penelitian ini membahas tentang tiga kesenjangan dalam perekonomian, maka perlu dianalisis juga kinerja kesenjangan tabungan swasta, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing.
112
Model three-gap Iqbal (1996) yang dijadikan dasar Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia memasukkan peranan jumlah uang beredar (money supply) dan obligasi pemerintah serta tingkat suku bunga domestik. Selain itu, model tersebut menambahkan komponen aliran dana, yaitu penerimaan modal asing ke sektor swasta, aliran dana asing ke sektor publik dan surplus modal swasta. Demikian pula dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia. Diagram Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia disajikan pada Gambar 17. Institusi-institusi dalam perekonomian dibagi menjadi tiga blok, yaitu blok sektor swasta, blok sektor publik dan blok luar negeri. Dua blok lainnya adalah blok moneter dan blok indikator ekonomi. Keterkaitan dari seluruh blok diarahkan
untuk mencapai tujuan
kinerja perekonomian.
Dalam Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari akumulasi kapital dan progres teknologi direpresentasikan oleh PDB riil. Kinerja (peningkatan) PDB riil dianggap sebagai tujuan utama kebijakan fiskal dan moneter. Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, blok sektor swasta terdiri dari variabel-variabel tabungan swasta (SP), investasi swasta (IP), konsumsi swasta (CP) dan surplus modal netto sektor swasta (NSSP). Surplus modal sektor swasta merupakan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik. Kesemuanya merupakan variabel endogen. Blok sektor publik terdiri dari penerimaan pemerintah (T) dan pengeluaran pemerintah (G). Total penerimaan pemerintah (T) terdiri dari penerimaan pajak langsung (TD), penerimaan pajak tak langsung (TI), penerimaan non-pajak (TN)
113
dan penerimaan pajak perdagangan internasional (TT). Kesemuanya merupakan variabel endogen.
Blok Indikator Ekonomi:
Blok Sektor Swasta: IP
SP
CP
RER
IN
NSS
PROB
Blok Moneter:
Blok Sektor Publik:
T
MS
Blok Luar Negeri:
X
M
NFG
IG
IR NFP CG
Blok Kinerja Ekonomi:
Y= PDB Riil Variabel Endogen
Gambar 17.
Diagram Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
114
Pengeluaran pemerintah (G) dapat diklasifikasikan menjadi berbagai kategori seperti pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan dan pengeluaranpengeluaran lainnya. Tetapi dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, pengeluaran pemerintah terdiri dari dua kategori, yaitu pengeluaran investasi (IG) dan pengeluaran konsumsi (CG). Kesemuanya merupakan variabel endogen. Blok luar negeri terdiri dari total ekspor (X), total impor (M), aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) dan aliran dana asing netto ke sektor swasta (NFP). Total ekspor (X) terdiri dari ekspor minyak dan gas (XMG), ekspor komoditi pertanian (XAG), ekspor barang manufaktur (XG) dan ekspor jasa (XSR). Kecuali variabel ekspor minyak dan gas (XMG), kesemuanya merupakan variabel endogen. Total impor (M) terdiri dari impor barang modal (MGK), impor bahan baku/penolong (MGI), impor barang konsumsi (MGC) dan impor jasa (MSR). Kesemuanya merupakan variabel endogen. Dalam blok luar negeri terdapat aliran dana asing. Aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) adalah pinjaman luar negeri pemerintah netto (yaitu pinjaman luar negeri dikurangi repayments) dikurangi perubahan cadangan devisa (DR). Kecuali perubahan cadangan devisa (DR), kesemuanya merupakan variabel endogen. Aliran dana asing netto ke sektor swasta (NFP) adalah penanaman modal asing langsung (FDI) ditambah pinjaman luar negeri swasta (FL) dikurangi capital flight (KF). Kecuali capital flight (KF), kesemuanya merupakan variabel endogen. Blok moneter terdiri dari jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga (IR). Keduanya merupakan variabel endogen. Indikator stabilitas ekonomi diperlihatkan melalui nilai tukar riil (RER), tingkat inflasi (INF), cadangan devisa
115
(R) dan indeks probabilitas krisis ekonomi (PROB). Kecuali cadangan devisa (R), kesemuanya merupakan variabel endogen. Karena variabel PDB riil (Y) merupakan variabel tujuan utama dalam penelitian ini, maka yang dimasukkan dalam blok kinerja ekonomi adalah PDB riil. Kebijakan makroekonomi berupa kebijakan fiskal dan moneter diarahkan untuk mencapai tujuan peningkatan PDB riil. Akan tetapi, terdapat pula variabel-variabel yang kinerjanya diharapkan meningkat dengan adanya kebijakan fiskal dan moneter tersebut. Variabel-variabel tersebut adalah investasi swasta (IP), konsumsi swasta (CP), pengeluaran pemerintah (G) dan total ekspor (X). Kesenjangan tabungan (SP-IP), kesenjangan fiskal (T-G) dan kesenjangan valuta asing (X-M) merupakan variabel endogen yang kinerjanya perlu dianalisis karena ketiga kesenjangan merupakan tema yang dibahas dalam penelitian ini. Kinerja surplus modal swasta (NSSP) dan aliran dana asing ke sektor swasta (NFP) perlu dianalisis karena peranan swasta sangat penting dalam suatu perekonomian terbuka. Dengan terjadinya krisis ekonomi Asia 1997, struktur perekonomian Indonesia berubah menuju struktur yang baru. Tetapi untuk menyederhanakan alat analisis, maka periode tahun 1997-2000 dimasukkan dalam estimasi model agar dapat dilakukan simulasi historis pada periode tersebut. Tujuannya adalah untuk membandingkan dampak kebijakan fiskal dan moneter pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis. Dasar pemikirannya adalah bahwa meskipun struktur perekonomian berubah karena krisis, tetapi terdapat kontribusi dari permasalahan ekonomi yang lalu yang menyebabkan terjadinya krisis, sehingga estimasi model dilakukan dari tahun 1969-2000. Karena periode estimasi dalam penelitian ini tidak
116
mencakup periode setelah krisis, maka Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia tidak digunakan untuk melakukan simulasi peramalan (ex-ante).
4.2. Spesifikasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia Model adalah representasi dari suatu fenomena aktual seperti suatu sistem atau
proses
aktual.
Ekonometrika
adalah
cabang
ilmu
ekonomi
yang
berkepentingan dengan estimasi empiris dari hubungan-hubungan ekonomi (Intriligator, 1978). Koutsoyiannis (1977) menyatakan ekonometrika merupakan kombinasi dari teori ekonomi, ekonomi matematik dan statistik. Model ekonometrika adalah suatu jenis khusus dari model aljabar yang merupakan model stokastik yang terdiri dari satu atau lebih variabel acak, yang merepresentasikan suatu sistem berupa suatu kumpulan hubungan-hubungan stokastik di antara variabel-variabel dalam sistem (Intrilligator, 1978). Spesifikasi model adalah menyangkut penentuan: (1) variabel endogen dan variabel penjelas yang dimasukkan dalam model, (2) ekspektasi teoritis a priori tentang tanda (sign) dan besaran (magnitude) estimasi parameter dari persamaan, dan (3) bentuk matematik model, misalnya jumlah persamaan dan bentuk persamaannya apakah linier atau non-linier (Koutsoyiannis, 1977). Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai suatu model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Model ini mengacu pada model Iqbal (1996), yaitu menggunakan variabel-variabel pada model Taylor (1990) dan Solimano (1990) dengan menambahkan variabel aliran modal asing dan capital flight. Model Iqbal (1996) menormalkan setiap fungsinya dengan variabel penjelas yang berhubungan paling dekat dengan fungsinya (misalnya fungsi impor barang dinormalkan dengan tingkat PDB dan fungsi impor jasa dengan tingkat
117
impor barang). Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia menggunakan nilai riil dari variabel-variabel yang digunakan dalam model. Model ekonometrika dalam penelitian ini adalah dalam bentuk sistem persamaan simultan yang terdiri dari 24 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas.
4.2.1. Blok Sektor Swasta Variabel kunci makroekonomi pada sektor swasta adalah tabungan swasta (SP), investasi swasta (IP) dan konsumsi swasta (CP). Ketiga persamaan tersebut adalah sbb.: SP = a 0 + a 1 IRRD + a 2 YP + a 3 SP t-1 + u 1 .............................................
(4.1)
IP = b 0 + b 1 IRRD + b 2 R + b 3 NSSP + b 4 FL + b 5 IP t-1 + u 2 ..............
(4.2)
CP = c 0 + c 1 SP + c 2 Y + c 3 CP t-1 + u 3 ...................................................
(4.3)
dimana: SP IRRD
YP SP t-1 IP R NSSP
FL IP t-1 CP Y
CP t-1
= Tabungan Swasta (Miliar Rupiah) = IR − INF = Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dikurangi Tingkat Inflasi di Indonesia = Suku Bunga Domestik Riil (%/Tahun) =Y − T = Real Private Income (Miliar Rupiah) = Tabungan Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Investasi Swasta (Miliar Rupiah) = Cadangan Devisa (Miliar Rupiah) = DMS + DGB − RP = Perubahan Jumlah Uang Beredar + Perubahan Obligasi Pemerintah − Repayments = Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Publik (Miliar Rupiah) = Pinjaman Luar Negeri Sektor Swasta (Miliar Rupiah) = Investasi Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Konsumsi Swasta (Miliar Rupiah) = YN/P = Produk Domestik Bruto Nominal/Deflator = Produk Domestik Bruto Riil (Miliar Rupiah) = Konsumsi Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter (hipotesis):
118
a 1, a 2, b 2, b 4, c 1, c 2 > 0 ; b 1, b 3 < 0 ; 0 < a 3, b 5, c 3 < 1 Kesenjangan sumberdaya sektor swasta atau kesenjangan tabungan (SIG) adalah selisih antara tabungan swasta (SP) dan investasi swasta (IP). Pembentukan persamaan identitas kesenjangan tabungan (SIG) diperlukan untuk menganalisis kesenjangan dalam perekonomian. SIG = SP − IP ..........................................................................................
(4.4)
dimana: SIG =Kesenjangan Tabungan SP =Tabungan Swasta IP =Investasi Swasta Pengaruh tingkat suku bunga riil terhadap tabungan swasta masih menjadi masalah yang kontroversial di antara para ekonom karena dampak pendapatan dan dampak substitusi dari peningkatan tingkat suku bunga domestik, arahnya berlawanan. Di sisi lain, diargumentasikan bahwa konsumsi swasta mungkin meningkat karena lebih tingginya ekspektasi pendapatan pada masa mendatang, sehingga melalui income effect, akan menyebabkan tabungan menjadi lebih kecil. Hipotesis ini didukung oleh Giovannini (1985). Beberapa peneliti berargumentasi bahwa peningkatan tingkat suku bunga riil cenderung meningkatkan tabungan swasta melalui efek substitusi. Penelitian empiris oleh Gupta (1987), Fry (1988), Balassa (1989), Khan et al. (1992, 1994) dan Iqbal (1993) mendukung hipotesis hubungan positif antara tingkat suku bunga domestik riil dan tingkat tabungan, yang berarti bahwa efek substitusi mendominasi efek pendapatan di negara-negara sedang berkembang. Karena arah hubungan statistik antara tingkat suku bunga domestik riil dan tingkat tabungan swasta tergantung pada kekuatan efek pendapatan dan efek substitusi,
119
maka diharapkan secara a priori bahwa peningkatan tingkat suku bunga domestik riil akan meningkatkan tingkat tabungan swasta di Indonesia. Investasi swasta (IP) bergantung pada tingkat suku bunga riil domestik (IRRD), cadangan devisa (R), aliran dana netto dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP), pinjaman luar negeri sektor swasta (FL) dan investasi swasta tahun sebelumnya (IP t-1 ). Hipotesis untuk persamaan investasi swasta adalah bahwa investasi swasta berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga riil domestik, berkorelasi positif dengan cadangan devisa dan pinjaman luar negeri sektor swasta, dan berkorelasi negatif dengan aliran dana netto dari sektor swasta ke sektor publik. Konsumsi swasta (CP) bergantung pada tabungan swasta (SP), PDB riil (Y) dan konsumsi swasta tahun sebelumnya (CP t-1 ). Hipotesisnya adalah bahwa konsumsi swasta berkorelasi negatif dengan tabungan swasta. Tetapi konsumsi swasta berkorelasi positif dengan PDB riil. Konsumsi swasta juga bergantung pada konsumsi swasta tahun sebelumnya.
4.2.2. Blok Sektor Publik Variabel kunci makroekonomi yang terdapat pada sektor publik adalah penerimaan pemerintah dan pengeluaran pemerintah. Penerimaan total sektor publik dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu penerimaan pajak nonperdagangan (TNT) dan penerimaan pajak perdagangan luar negeri (TT). Penerimaan pajak non-perdagangan pemerintah adalah pajak langsung (TD), pajak tak langsung (TI) dan penerimaan non-pajak (TN). Yang dimaksud dengan pajak langsung adalah pajak penghasilan, sedangkan pajak tak langsung adalah pajak
120
pertambahan nilai. Penerimaan pajak perdagangan internasional (TT) terdiri dari bea cukai dan pajak ekspor. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin, pengeluaran subsidi dan pengeluaran pembangunan. Tetapi pengeluaran pemerintah dapat pula dibagi menjadi pengeluaran konsumsi (CG) dan pengeluaran investasi (IG). Dalam penelitian ini, pengeluaran konsumsi didapat dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran pemerintah, kemudian dikurangi dengan pengeluaran investasi. Pengeluaran pemerintah berfungsi sebagai multiplier dalam suatu perekonomian. Tetapi dalam kasus terdapat defisit fiskal, pengeluaran konsumsi pemerintah tidak tepat untuk ditingkatkan apabila tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan karena dapat memperbesar defisit. Salah satu cara untuk mengurangi defisit fiskal adalah dengan mengurangi subsidi dan mengurangi ketidakefisienan dalam pengeluaran konsumsi. Persamaan-persamaan pengeluaran pemerintah, penerimaan pemerintah dan persamaan untuk kesenjangan fiskal adalah: IG = d 0 + d 1 T + d 2 NSSP + d 3 NFG + d 4 IG t-1 + u 4 ............................
(4.5)
CG = e 0 + e 1 T + e 2 NSSP + e 3 NFG + e 4 CG t-1 + u 5 ............................
(4.6)
TD = f 0 + f 1 Y + f 2 TD t-1 + u 6 ................................................................
(4.7)
TI = g 0 + g 1 CP + g 2 IP + g 3 TI t-1 + u 7 ..................................................
(4.8)
TN = h 0 + h 1 Y + h 2 NSSP + h 3 NFG + h 4 TN t-1 + u 8 ...........................
(4.9)
TT = i 0 + i 1 X + i 2 M + i 3 RER + i 4 TT t-1 + u 9 ...................................... (4.10) G = IG + CG .......................................................................................... (4.11) T = TD + TI + TN + TT ........................................................................ (4.12) FIS = T − G.............................................................................................. (4.13)
121
dimana: IG T NFG
IG t-1 CG CG t-1 TD TD t-1 TI TIt-1 TN TN t-1 TT X
M
RER
TT t-1 G FIS
= Investasi Pemerintah (Miliar Rupiah) = Total Penerimaan Pemerintah (Miliar Rupiah) = FG − DR = Pinjaman Luar Negeri Pemerintah − Perubahan Cadangan Devisa = Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Publik (Miliar Rupiah) = Investasi Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (Miliar Rupiah) = Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Penerimaan Pajak Langsung, yaitu dari Pajak Penghasilan (Miliar Rupiah) = Penerimaan Pajak Langsung Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Penerimaan Pajak Tak Langsung, yaitu dari Pajak Pertambahan Nilai (Miliar Rupiah) = Penerimaan Pajak Tak Langsung Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Penerimaan Non-Pajak (Miliar Rupiah) = Penerimaan Non-Pajak Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional (Miliar Rupiah) = XMG + XAG + XG + XSR = Ekspor Migas + Ekspor Komoditi Pertanian + Ekspor Barang Manufaktur + Ekspor Jasa = Total Ekspor (Miliar Rupiah) = MGK + MGI + MGC + MSR = Impor Barang Modal + Impor Bahan Baku/Penolong + Impor Barang Konsumsi + Impor Jasa = Total Impor (Miliar Rupiah) = Rp/US$ * CPIUSA /CPI Indonesia = Exchange Rate * Consumer Price Index USA/Indonesia = Nilai Tukar Riil Efektif (Rp/$) = Penerimaan Pajak Perdagangan Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Total Pengeluaran Pemerintah (Miliar Rupiah) = Kesenjangan Fiskal (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter: d 1, d 2, d 3, e 1, e 2, e 3, f 1, g 1, g 2, h 1, h 2, i 1, i 2, i 3 > 0 ; h 3 < 0 ; 0 < d 4, e 4, f 2, g 3, h 4, i 4 < 1 Persamaan-persamaan identitas yang mengaitkan antara blok sektor swasta dan blok sektor publik adalah sbb.: I
= IP + IG ........................................................................................
(4.14)
122
DMS = MS − MS1 ..................................................................................
(4.15)
SSP = DMS + DGB ...............................................................................
(4.16)
NSSP = SSP − RP....................................................................................
(4.17)
dimana: I DMS SSP MS MS1 DGB RP
= Total Investasi (Miliar Rupiah) = Perubahan Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah) = Aliran Dana dari Sektor Swasta ke Publik (Miliar Rupiah) = Jumlah Uang Beredar Tahun Berjalan (Miliar Rupiah) = Jumlah Uang Beredar Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Obligasi Pemerintah Tahun Berjalan − Obligasi Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Pengembalian Pinjaman Pemerintah ke Sektor Swasta (Miliar Rupiah)
Investasi pemerintah (IG) bergantung pada total penerimaan pemerintah (T), aliran dana netto dari sektor swasta ke publik (NSSP), aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) dan investasi pemerintah tahun sebelumnya (IG t-1 ). Kesemuanya diharapkan berkorelasi positif dengan investasi pemerintah. Konsumsi pemerintah (CG) bergantung pada total penerimaan pemerintah (T), aliran dana netto dari sektor swasta ke publik (NSSP), aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) dan konsumsi pemerintah tahun sebelumnya (IG t-1 ). Serupa dengan persamaan investasi pemerintah, seluruh variabel penjelasnya diharapkan berkorelasi positif dengan variabel konsumsi pemerintah. Persamaan struktural penerimaan pemerintah dari pajak perdagangan internasional (TT) dan penerimaan dari non-perdagangan (TD = pajak langsung, TI = pajak tak langsung dan TN = penerimaan bukan pajak), kesemuanya sesuai dengan teori standar. Di Indonesia, pajak atas perusahaan swasta lebih tinggi daripada pajak barang-barang konsumen (yaitu pajak penjualan dan bea pemakaian). Maka makin tinggi rasio penerimaan pajak perusahaan terhadap pajak
123
barang konsumen, makin tinggi pula penerimaan pemerintah non-perdagangan. Jadi, di Indonesia, dalam hal penerimaan pajak, peranan perusahaan swasta lebih besar daripada peranan rumah tangga. Dalam persamaan yang menggambarkan penerimaan pajak perdagangan internasional (TT), penerimaan pajak perdagangan internasional diasumsikan bergantung pada ekspor (X), impor (M), nilai tukar riil (RER) dan penerimaan pajak perdagangan internasional tahun sebelumnya (TT t-1 ). Pencantuman nilai tukar riil sebagai variabel penjelas dimaksudkan untuk menguji apakah perubahan nilai tukar riil berpengaruh terhadap penerimaan dari pajak perdagangan internasional. Yang dimaksudkan dengan nilai tukar riil dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil efektif.
4.2.3. Blok Luar negeri Yang dimasukkan ke dalam blok luar negeri adalah pos-pos yang masuk dalam neraca pembayaran (balance of payment). 1. Ekspor Barang dan Ekspor Jasa Ekspor aggregat dibagi menjadi dua komponen utama, yaitu ekspor barang dan ekspor jasa. Ekspor barang terdiri dari ekspor minyak dan gas, ekspor komoditi pertanian dan ekpor barang manufaktur. Karena peran ekspor non-migas sangat penting, maka pembahasan tentang ekspor lebih ditekankan pada ekspor nonmigas, yaitu ekspor barang pertanian (XAG), ekspor barang manufaktur (XG) dan ekspor jasa (XSR). Ekspor jasa adalah ekspor tenaga kerja Indonesia. Persamaan ekspor barang dan ekspor jasa dispesifikasikan berdasarkan pernyataan teoritis standar sbb.:
124
XAG = j 0 + j 1 RER + j 2 XAG t-1 + u 10 ....................................................
(4.18)
XG = k 0 + k 1 RER + k 2 XG t-1 + u 11 ....................................................
(4.19)
XSR = l 0 + l 1 RER + l 2 GASIA + l 3 XSR t-1 + u 12 ................................
(4.20)
X
(4.21)
= XMG + XAG + XG + XSR ........................................................
dimana: XAG XAG t-1 XG XG t-1 XSR GASIA XSR t-1 XMG
= Ekspor Komoditi Pertanian (Miliar Rupiah) = Ekspor Komoditi Pertanian Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Ekspor Barang Manufaktur (Miliar Rupiah) = Ekspor Barang Manufaktur Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Ekspor Jasa (Miliar Rupiah) = Pertumbuhan Ekonomi Asia, yang Diwakili oleh Pertumbuhan Negara-Negara Singapura, Malaysia dan Hongkong (%/Tahun) = Ekspor Jasa Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Ekspor Minyak dan Gas Bumi (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter: j 1, k 1, l 1, l 2 > 0 ; 0 < j 2, k 2, l 3 < 1 Persamaan ekspor komoditi pertanian (XAG) dan ekspor barang manufaktur (XG) sesuai dengan teori standar, yaitu bergantung pada nilai tukar riil (RER) dan ekspor tahun sebelumnya. Berdasarkan teori perdagangan internasional, pada saat nilai tukar terdepresiasi, ekspor barang menjadi lebih kompetitif di pasar dunia. Akibatnya, tingkat ekspor barang meningkat. Oleh karena itu, diharapkan terdapat korelasi positif antara ekspor barang dan depresiasi nilai tukar riil di Indonesia. Variabel ekspor barang bedakala dimaksudkan untuk memperhitungkan kelembaman (inertia) pada pasar internasional. Ekspor jasa (XSR) adalah pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Pengiriman tenaga kerja merupakan hal yang penting pada negara-negara sedang berkembang. Akan tetapi sampai saat ini belum ada teori yang benar-benar
125
komprehensif yang membahas tentang masalah pengiriman tenaga kerja dari negara-negara sedang berkembang. Oleh karena itu, persamaan ekspor jasa dibuat berdasarkan teori standar sederhana, yaitu dengan cara diproksi dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia yang merupakan penerima tenaga kerja dari Indonesia. Negara-negara penerima tenaga kerja Indonesia yang dimasukkan sebagai proksi dalam penelitian ini adalah negara Singapura, Malaysia dan Hongkong. Pertumbuhan ekonomi pada ketiga negara tersebut dianggap dapat meningkatkan permintaan akan tenaga kerja Indonesia. Serupa dengan persamaan ekspor barang, variabel nilai tukar riil dimasukkan sebagai variabel penjelas dalam persamaan ekspor jasa agar dapat dianalisis pengaruh perubahan nilai tukar riil terhadap ekspor jasa Indonesia. Harapan teoritisnya adalah depresiasi nilai tukar riil secara umum dapat meningkatkan ekspor jasa.
2. Impor Barang dan Impor Jasa Impor aggregat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu impor barang dan impor jasa. Impor barang terdiri dari impor barang modal, impor bahan baku/penolong (intermediary goods) dan impor barang konsumsi. Impor jasa terdiri dari asuransi, jasa pengiriman dan pembayaran bunga atas utang luar negeri. Persamaan-persamaan impor barang modal (MGK), impor bahan baku/penolong (MGI), impor barang konsumsi (MGC), impor jasa (MSR) dan persamaan kesenjangan valuta asing (FOR) adalah: MGK = m 0 + m 1 RER + m 2 Y + m 3 MGK t-1 + u 13 ................................
(4.22)
MGI = n 0 + n 1 RER + n 2 X + n 3 MGIt-1 + u 14 .....................................
(4.23)
MGC = o 0 + o 1 RER + o 2 Y + o 3 MGC t-1 + u 15 ....................................
(4.24)
MSR = p 0 + p 1 RER + p 2 Y + p 3 IRD + p 4 MSR t-1 + u 16 ....................
(4.25)
126
M
= MGK + MGI + MGC +MSR ....................................................
(4.26)
FOR
= X − M .......................................................................................
(4.27)
dimana: MGK MGK t-1 MGI MGIt-1 MGC MGC t-1 MSR IRD
MSR t-1 FOR
= Impor Barang Modal (Miliar Rupiah) = Impor Barang Modal Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Impor Bahan Baku/Penolong (Miliar Rupiah) = Impor Bahan Baku/Penolong Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Impor Barang Konsumsi (Miliar Rupiah) = Impor Barang Konsumsi Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Impor Jasa (Miliar Rupiah) = FED − IR = Tingkat Suku Bunga Bank Sentral Amerika Serikat − Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia = Perbedaan Tingkat Suku Bunga Asing dan Domestik (%/Tahun) = Impor Jasa Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Kesenjangan Valuta Asing (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter: m 2, n 2, o 2, p 2 > 0 ; m 1, n 1, o 1, p 1, p 3 < 0 ; 0 < m 3, n 3, o 3, p 4 < 1 Dalam persamaan permintaan impor barang modal (MGK) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), kegiatan-kegiatan domestik dan variabel-variabel penggerak permintaan (demand shift) yang diproksi oleh PDB riil (Y) dan variabel impor barang modal tahun sebelumnya (MGK t-1 ). Dalam persamaan impor bahan baku/penolong (MGI) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), total ekspor (X) dan impor bahan baku/penolong tahun sebelumnya (MGI t-1 ). Dalam persamaan impor barang konsumsi (MGC) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), PDB riil (Y) dan impor barang konsumsi tahun sebelumnya (MGC t-1 ). Dalam persamaan impor jasa (MSR) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), PDB riil (Y), perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) dan impor jasa tahun sebelumnya (MSR t-1 ). Untuk seluruh persamaan impor, nilai tukar riil diharapkan
127
berkorelasi negatif dengan impor karena pada umumnya depresiasi nilai tukar akan menurunkan tingkat impor. Perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai rata-rata tahunan tingkat suku bunga Federal Reserve (FED) di Amerika Serikat dikurangi rata-rata tahunan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Justifikasi teoritis untuk pencatuman variabel-variabel penjelas persamaanpersamaan impor adalah: (1) Melemahnya nilai tukar riil diasumsikan memiliki dampak negatif terhadap tingkat impor barang karena hal ini cenderung meningkatkan harga relatif barang impor, sehingga mengurangi permintaannya di Indonesia, (2) Variabel penjelas PDB riil diasumsikan berkorelasi positif dengan impor barang modal karena seperti negara-negara sedang berkembang lainnya, Indonesia merupakan negara yang perekonomiannya mengalami kekurangan modal (capital-deficient economy) dan teknologinya belum mampu menyediakan barang modal yang diperlukan untuk peningkatan investasi, sehingga bergantung pada impor barang modal, dan (3) Variabel-variabel permintaan dalam perekonomian Indonesia diproksi dengan PDB riil, sehingga diasumsikan PDB riil berkorelasi positif dengan tingkat impor barang dan impor jasa aggregat. Pada umumnya, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan permintaan impor barang dan jasa karena peningkatan output per kapita menjadikan suatu negara menjadi lebih makmur. Karena pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diperlihatkan melalui nilai PDB riilnya, maka peningkatan PDB riil dianggap akan meningkatkan permintaan impor barang dan jasa.
128
Persamaan permintaan impor barang dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan persamaan-persamaan dalam model ekonomi yang dibangun di negaranegara sedang berkembang lainnya. Sebagai contoh, dalam penelitiannya di 17 negara sedang berkembang, Taylor (1990, 1993) memasukkan variabel investasi sebagai variabel penjelas dalam persamaan impor barang modal dan variabel PDB sebagai variabel penjelas dalam persamaan impor bahan baku. Sedangkan Solimano (1990) menggabungkan tingkat investasi dan nilai tukar riil sebagai variabel eksogen dalam persamaan impor barang modal dan menggabungkan PDB dan nilai tukar riil dalam persamaan impor barang konsumsi dan impor bahan baku di negara Chili. Impor jasa (MSR) terdiri dari kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ekspor barang dan impor barang (seperti asuransi dan pengangkutan) dan pembayaran bunga utang luar negeri. Seperti impor barang, depresiasi nilai tukar dan penurunan PDB riil diasumsikan berpengaruh negatif terhadap impor jasa karena cenderung meningkatkan harga relatif impor jasa, sehingga mengurangi permintaannya di Indonesia. Karena impor jasa memasukkan variabel pembayaran bunga utang luar negeri, maka penurunan perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik diasumsikan akan meningkatkan permintaan pinjaman asing sehingga meningkatkan impor jasa.
3. Aliran Dana Asing Perolehan bersih dari transfer asing di sektor publik dan sektor swasta dalam bagian aliran dana merupakan variabel yang penting dipandang dari segi konsekuensi perilakunya. Alasan pentingnya variabel aliran dana adalah, seperti pada kebanyakan kasus di negara-negara sedang berkembang lainnya, investasi
129
publik dan swasta di Indonesia sangat bergantung pada transfer asing. Terdapatnya defisit kesenjangan fiskal dan kesenjangan tabungan menyebabkan perlunya aliran dana asing untuk menutupnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk menganalisis penentu-penentu utama transfer asing. Transfer asing terdiri dari modal asing dan pinjaman asing. Yang penting untuk diperhatikan dalam transfer asing adalah dampak pinjaman asing terhadap pertumbuhan. Persamaan-persamaan aliran dana asing adalah sbb.: FG = q 0 + q 1 RER + q 2 IRD + q 3 R + q 4 Y + q 5 FG t-1 + u 17 ..................
(4.28)
FDI = r 0 + r 1 RER + r 2 IRD + r 3 R + r 4 Y + r 5 PROB + r 6 FDI t-1 + u 18 ...
(4.29)
FL = s 0 + s 1 RER + s 2 IRD + s 3 R + s 4 Y + s 5 PROB + s 6 FL t-1 + u 19 ....
(4.30)
NFG = FG − DR ......................................................................................
(4.31)
NFP = FDI + FL − KF .............................................................................
(4.32)
dimana: FG FG t-1 FDI PROB FDI t-1
FL FL t-1
DR
NFP
= Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Miliar Rupiah) = Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Penanaman Modal Asing Langsung (Miliar Rupiah) = Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi, yaitu Index Probabilitas Krisis di Indonesia yang Telah Diteliti oleh Oh (2000) (angka 0-1) = Penanaman Modal Asing Langsung Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Pinjaman Luar Negeri Swasta (Miliar Rupiah) = Pinjaman Luar Negeri Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = R − R1 = Cadangan Devisa Tahun Berjalan − Cadangan Devisa Tahun Sebelumnya = Perubahan Cadangan Devisa (Miliar Rupiah) = FDI + FL − KF = Penanaman Modal Asing Langsung + Pinjaman Luar Negeri Swasta − Private Capital Flight = Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Swasta (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter: r 1, r 2, r 4, r 5, s 1, s 3, s 4, s 5 > 0 ; q 1, q 2, q 3, q 4, r 3, s 2 < 0 ; 0 < q 5, r 6, s 6 < 1
130
Dalam ketiga persamaan tersebut dimasukkan faktor-faktor permintaan dan penawaran yang mungkin mempengaruhi aliran dana asing ke sektor publik dan sektor swasta. Dalam persamaan aliran dana asing ke sektor publik dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD), cadangan devisa (R), PDB riil (Y) dan pinjaman luar negeri pemerintah tahun sebelumnya (FG t-1 ). Merupakan suatu ekspektasi teoritis bahwa depresiasi nilai tukar riil akan mengurangi permintaan aliran dana asing oleh sektor publik. Ekspektasi ini sejalan dengan ekpektasi persamaan impor dan persamaan ekspor, yang diharapkan menunjukkan bahwa nilai tukar riil berpengaruh positif terhadap ekspor barang dan berpengaruh negatif terhadap impor barang, sehingga neraca transaksi berjalan akan membaik. Konsekuensinya, permintaan aliran dana asing (pinjaman luar negeri pemerintah) akan menurun. Dalam hal tingkat cadangan devisa, cadangan yang lebih tinggi dihipotesiskan sebagai indikator kemungkinan krisis neraca pembayaran yang lebih rendah, sehingga akan mengarah pada permintaan pinjaman luar negeri sektor publik yang lebih kecil. Perbedaan yang lebih besar antara tingkat suku bunga internasional dan tingkat suku bunga domestik diharapkan mengurangi permintaan pinjaman luar negeri oleh pemerintah. Pada gilirannya, peningkatan pendapatan domestik diharapkan akan mengarah pada permintaan pinjaman luar negeri yang lebih rendah. Dalam persamaan transfer asing ke sektor swasta yang terdiri dari penanaman modal asing langsung (FDI) dan pinjaman luar negeri (FL), dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), perbedaan tingkat suku bunga asing dan
131
domestik (IRD), cadangan devisa (R), PDB riil (Y), probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB) dan variabel bedakala (FDI t-1 dan FL t-1 ). Tidak seperti pada persamaan pinjaman luar negeri pemerintah, depresiasi nilai tukar riil secara teoritis akan meningkatkan penanaman modal asing langsung (FDI). Hal ini karena penurunan nilai mata uang domestik riil akan menyebabkan investor asing lebih bersedia untuk berinvestasi di Indonesia, dimana nilai aset-aset mereka meningkat, dengan asumsi ceteris paribus.Sebaliknya, depresiasi nilai tukar riil secara teoritis diharapkan akan menurunkan pinjaman luar negeri swasta (FL). Dalam hal perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD), serupa dengan pinjaman luar negeri sektor publik, perbedaan tingkat suku bunga diharapkan berkorelasi negatif dengan pinjaman luar negeri sektor swasta dan penanaman modal asing langsung. Cadangan devisa (R) diharapkan berkorelasi negatif dengan pinjaman luar negeri sektor swasta karena kemungkinan penurunan nilai tukar riil yang disebabkan karena menurunnya cadangan devisa dianggap akan meningkatkan nilai pinjaman dari sisi pemberi pinjaman (asing). PDB riil diharapkan berkorelasi positif dengan pinjaman luar negeri swasta. Probabilitas terjadinya krisis diharapkan berkorelasi negatif dengan penanaman modal asing langsung dan pinjaman luar negeri swasta.
4.2.4. Blok Moneter Dalam penelitian ini, yang dimasukkan ke dalam blok moneter adalah jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga (IR). Tingkat suku bunga yang digunakan adalah dalam bentuk tingkat suku bunga nominal domestik, yang dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Adapun yang dimaksudkan dengan tingkat suku bunga riil domestik (IRRD) dalam
132
penelitian ini adalah tingkat suku bunga nominal SBI dikurangi tingkat inflasi. Persamaan struktural jumlah uang beredar (MS), tingkat suku bunga (IR) dan persamaan identitasnya adalah sebagai berikut: MS = t 0 + t 1 IR + t 2 G + t 3 MS t-1 + u 20 .................................................
(4.33)
IR
= v 0 + v 1 INF + v 2 IR t-1 + u 21 ........................................................
(4.34)
IRD = FED − IR ....................................................................................
(4.35)
IRRD = IR − INF .....................................................................................
(4.36)
dimana: MS IR MS t-1 INF IR t-1 FED
= Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah) = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (%/Tahun) = Jumlah Uang Beredar Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah) = Tingkat Inflasi (%/Tahun) = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Tahun Sebelumnya (%/Tahun) = Tingkat Suku Bunga Dollar Amerika Serikat (%/Tahun)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter: t 2, v 1 > 0 ; t 1, v 2, v 3 < 0 ; 0 < t 3, v 4 < 1 Persamaan jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga nominal domestik (IR) merupakan persamaan-persamaan standar yang digunakan dalam persamaan-persamaan makroekonomi. Yang dimaksud dengan jumlah uang beredar adalah monetary base (H= high-powered money) dikalikan dengan money multiplier. Jumlah uang beredar diharapkan berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga, karena makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit dari sektor swasta akan meningkat sehingga mengakibatkan jumlah uang beredar akan meningkat. Peningkatan pengeluaran pemerintah (G) akan meningkatkan jumlah uang beredar jika sebagiannya dilakukan dengan pencetakan uang atau penambahan H,
133
dimana pemerintah melakukan sebagian pengeluaran konsumsi atau investasi dengan cara meminjam kepada bank sentral (Iqbal, 1996). Dalam persamaan tingkat suku bunga (IR), variabel tingkat inflasi (INF) diharapkan berkorelasi positif dengan tingkat suku bunga. Dengan kata lain, perubahan tingkat suku bunga diharapkan berjalan searah dengan perubahan tingkat inflasi karena perubahan tingkat suku bunga dapat dianggap sebagai cermin dari perubahan tingkat inflasi dalam suatu perekonomian.
4.2.5. Blok Indikator Ekonomi Dalam penelitian ini, yang dimasukkan dalam blok indikator ekonomi adalah tingkat inflasi (INF), nilai tukar riil (RER), cadangan devisa (R) dan probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB). Persamaan-persamaannya adalah sbb.: = w 0 + w 1 RER + w 2 IR + w 3 T + w 4 G + w 5 INF t-1 + u 22 .........
(4.37)
RER = x 0 + x 1 IRRD + x 2 MS + x 3 R + x 4 BOP + x 5 RER t-1 + u 23 ....
(4.38)
PROB = y 0 + y1 SIG + y 2 FIS + y3 FOR + y 4 NFG + y5 NFP + y 6 PROB t-1 + u 24 ....................................................................
(4.39)
BOP
= FOR + EO .................................................................................
(4.40)
DR
= R − R1 ......................................................................................
(4.41)
INF
dimana: INF t-1 RER t-1 PROB t-1 BOP EO
= Tingkat Inflasi Tahun Sebelumnya (%/Tahun) = Nilai Tukar Riil Tahun Sebelumnya (Rp/$) = Probabilitas Krisis Ekonomi Tahun Sebelumnya (angka 0-1) = Balance of Payment (Miliar Rupiah) = Error and Omissions dalam Penghitungan BOP (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter: w 1, w 2, w 4, x 2, y4 > 0 ; w 3, x 1, x 3, x 4, y1, y 2, y3, y5 < 0 ; 0 < w 5, x 5, y6 < 1
134
Pada saat nilai tukar rupiah jatuh pada tahun 1997-1998, tingkat inflasi (INF) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh nilai tukar riil (RER) karena adanya cost-push inflation sehingga depresiasi nilai tukar menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat. Jika sebelum masa krisis penyebab inflasi lebih dominan dari demand-pull inflation, pada masa krisis, karena terjadi depresiasi nilai tukar rupiah secara drastis, maka tingkat inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar riil. Dengan demikian, jika kenaikan tingkat suku bunga (IR) tidak mampu mengapresiasi nilai tukar riil, maka kenaikan tingkat suku bunga akan meningkatkan inflasi. Sejalan dengan penjelasan pada persamaan jumlah uang beredar, kenaikan pengeluaran pemerintah (G) relatif terhadap penerimaan pemerintah (T) akan meningkatkan inflasi jika sebagiannya dilakukan dengan penambahan H. Tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) akan berkorelasi negatif dengan nilai tukar riil (RER) apabila kenaikan tingkat suku bunga mampu mengapresiasi nilai tukar riil. Jumlah uang beredar (MS) akan berkorelasi positif dengan nilai tukar riil jika peningkatan jumlah uang beredar mendepresiasi nilai tukar riil. Cadangan devisa (R) diharapkan berkorelasi negatif dengan nilai tukar riil karena kenaikan cadangan devisa diharapkan akan mengapresiasi nilai tukar riil. Demikian pula dengan balance of payment, diharapkan berkorelasi negatif dengan nilai tukar riil karena peningkatan balance of payment diharapkan akan mengapresiasi nilai tukar riil. Untuk mengukur apakah variabel ketiga kesenjangan berjalan searah dengan prediksi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi, digunakan variabel indeks probabilitas krisis ekonomi (PROB). Di samping ketiga kesenjangan, dalam
135
persamaan probabilitas terjadinya krisis ekonomi dimasukkan pula variabel aliran dana asing ke sektor publik (NFG) dan ke sektor swasta (NFP). Nilai variabel indeks probabilitas krisis diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Oh (2000) pada negara-negara Asia termasuk Indonesia yang mengalami krisis nilai tukar pada tahun 1997. Model yang dikembangkannya merupakan perluasan model krisis ekonomi generasi pertama yang dikembangkan oleh Blanco & Garber (1986). Modelnya menggunakan pendekatan moneter pada penetapan nilai tukar mata uang. Oh (2000) memperlihatkan bagaimana kebijakan makroekonomi yang tidak konsisten dengan kebijakan nilai tukar tetap, dalam jangka panjang dapat mendorong perekonomian menuju suatu krisis mata uang yang tidak terhindarkan. Maka Oh (2000) membuat suatu model ekonomi untuk memperkirakan
kemungkinan
terjadinya
krisis
ekonomi.
Model
tersebut
diaplikasikan pada beberapa negara Asia. Nilai hasil penelitian Oh (2000) dianggap sebagai indeks probabilitas krisis ekonomi di Indonesia. Variabel indeks Oh (2000) memasukkan unsur-unsur moneter M2, cadangan devisa, perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik, utang dalam negeri, utang luar negeri, rasio pinjaman perbankan, nilai tukar riil, defisit neraca perdagangan, defisit fiskal, indeks harga agregat, perbedaan inflasi asing dan domestik, motif substitusi mata uang dan risiko premium dalam keseimbangan suku bunga yang tidak tertutup. Nilai probabilitas krisis ekonomi Oh (2000)
diinterpretasikan
sebagai
kemungkinan
dimana
pemerintah
akan
mendepresiasi nilai mata uangnya atau merubah bentuk sistem nilai tukar tetapnya. Makin besar nilainya, berarti makin besar kemungkinan terjadinya krisis ekonomi.
136
4.2.6. Blok Kinerja Ekonomi Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, yang dimasukkan dalam blok kinerja ekonomi adalah PDB riil (Y). Peningkatan kinerja PDB riil dianggap sebagai peningkatan kinerja ekonomi. Persamaan PDB riil merupakan persamaan identitas, yaitu: Y = CP + IP + G + (X − M)................................................................. (4.42) PDB dipandang dari sisi permintaan merupakan jumlah dari konsumsi swasta (CP), investasi swasta (IP), pengeluaran pemerintah (G) dan nilai ekspor bersih (X-M) dalam perekonomian.
4.3. Identifikasi Model Identifikasi model dilakukan sebelum dilakukan estimasi model karena hal ini tidak saja sangat terkait dengan pilihan metode estimasi, tetapi juga terkait dengan spesifikasi model ekonometrika yang berbentuk sistem persamaan simultan. Dapat dikatakan bahwa suatu sistem persamaan telah teridentifikasi jika telah terdapat dalam suatu bentuk statistik yang unik, yang memungkinkan untuk selanjutnya dilakukan estimasi yang unik parameter-parameter dari data sampel (Koutsoyiannis, 1977). Suatu model dikatakan underidentified jika ada satu atau lebih persamaan dalam model yang underidentified. Jika suatu persamaan underidentified, tidak mungkin untuk mengestimasi seluruh parameter yang ada dengan metode estimasi ekonometrika apapun. Jika persamaannya teridentifikasi exactly identified atau overidentified, parameter-parameternya dapat diestimasi secara statistik dengan metode yang tepat (Koutsoyiannis, 1977).
137
Identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat keharusan, dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan kondisi order dan rank adalah (Koutsoyiannis, 1977): (K – M) > (G − 1) ....................................................................................
(4.43)
dimana: K = Total Variabel dalam Model (Variabel Endogen dan Predetermined) M = Jumlah Variabel Endogen dan Eksogen dalam Satu Persamaan G = Total Persamaan dalam Model (Jumlah Variabel Endogen) Jika suatu persamaan dalam model menunjukkan (K – M) > (G − 1), maka persamaan tersebut dinyatakan overidentified. Jika (K – M) = (G − 1), maka dinyatakan exactly identified. Jika (K – M) < (G − 1) maka dinyatakan tidak teridentifikasi. Supaya parameternya dapat diestimasi, maka hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural harus exactly identified atau overidentified. Meskipun suatu persamaan memenuhi kondisi order, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi, diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal ini dituangkan dalam kondisi rank untuk identifikasi yang menyatakan bahwa suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G – 1) dari parameter variabel yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut tetapi masuk dalam persamaan lainnya dalam model (Koutsoyiannis, 1977). Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, terdapat 42 persamaan (G) yang terdiri dari 24 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Sementara itu terdapat 32 variabel predetermined yang terdiri dari 8 variabel eksogen dan 24 variabel endogen bedakala (lag endogen). Dengan demikian total
138
variabel dalam model (K) adalah 42+32 = 74 variabel. Jumlah variabel dalam persamaan (M) adalah 2 sampai 6 variabel. Jadi, berdasarkan kriteria kondisi order, maka setiap persamaan struktural yang ada dalam Model Makroekonomi ThreeGap Indonesia adalah overidentified.
4.4. Metode Estimasi Model Menurut Koutsoyiannis (1977), jika suatu persamaan exactly identified, metode yang tepat untuk mengestimasi parameternya adalah metode Indirect Least Squares (ILS). Jika suatu persamaan overidentified, maka berbagai metode estimasi dapat dilakukan, antara lain Two-Stage Least Squares (2SLS), Three-Stage Least Squares (3SLS), Limited Information Maximum Likehood (LIML), atau Full Information Maximum Likehood (FIML). Dari identifikasi model, seluruh persamaan struktural dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dinyatakan overidentified. Oleh karena itu penggunaan metode ILS untuk sistem persamaannya tidak memberikan estimasi parameter yang unik (Goldberger, 1964 dalam Sinaga, 1989). Secara umum, metode 3SLS memberikan estimasi yang lebih efisien secara asimtotik daripada metode 2SLS. Akan tetapi, metode 3SLS sensitif terhadap perubahan spesifikasi karena
perubahan
spesifikasi
di
suatu
persamaan
dalam
sistem
dapat
mempengaruhi seluruh estimasi parameter. Tambahan lagi, metode 3SLS memerlukan jumlah sampel yang lebih besar daripada metode 2SLS karena seluruh parameter struktural diestimasi pada waktu yang bersamaan (Theil dan Zellner, 1962 dalam Sinaga, 1989). Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel dan kemungkinan spesifikasi model untuk analisis simulasi kebijakan alternatif, maka Model
139
Makroekonomi Three-Gap Indonesia diestimasi dengan menggunakan metode 2SLS. Jumlah data sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32 tahun (19692000).
Selain itu, berbagai tipe studi Monte Carlo menunjukkan bahwa dari
berbagai metode yang konsisten dan efisien secara asimtotis, metode 2SLS adalah yang paling robust (Johnston, 1972 dalam Sinaga, 1989). Program piranti lunak (software) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 6.12. Setelah model diestimasi, maka perlu dilakukan evaluasi hasil estimasi parameter. Untuk tujuan tersebut, digunakan berbagai kriteria yang dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok. Pertama, kriteria ekonomi a priori yang ditentukan oleh teori ekonomi. Kedua, kriteria statistik yang ditentukan oleh teori statistik. Ketiga, kriteria ekonometrika yang ditentukan oleh teori ekonometrika (Koutsoyiannis, 1977). Menurut Koutsoyiannis (1977), kriteria ekonomi a priori yang ditentukan oleh teori ekonomi merujuk pada tanda dan besaran estimasi parameter yang theoritically meaningful. Kriteria statistik merupakan first-order tests. Dalam penelitian ini, untuk menguji apakah variabel-variabel penjelas secara bersamasama dapat menjelaskan keragaman variabel endogen pada masing-masing persamaan, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F. Untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas secara individu berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. Kriteria ekonometrika merupakan second-order tests untuk menentukan keandalan kriteria statistik, yaitu untuk menetapkan apakah suatu estimasi memiliki
140
sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, efficiency, sufficiency dan consistency. Untuk menguji validitas asumsi non-autokorelasi dapat dilakukan dengan uji statistik Durbin-Watson atau dengan uji statistik Durbin-h bila modelnya terdiri dari satu atau lebih variabel endogen bedakala (Pindyck and Rubinfield, 1991). Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia terdapat variabel-variabel endogen bedakala (lagged endogenous variables), maka uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-h Statistic (Pindyck and Rubinfield, 1991) dengan formula: h = [ 1-0.5 DW ] [ T/1-T (Varβ) ] 0.5.................................................... dimana: h T Varβ DW
= = = =
(4.44)
Nilai Statistik Durbin-h Jumlah Pengamatan Keragaman dari Koefisien Variabel Endogen Bedakala Nilai Statistik Durbin-Watson
4.5. Validasi Model Model yang sudah diestimasi perlu divalidasi. Dalam penelitian ini, validasi dilakukan untuk mengetahui apakah model cukup baik digunakan untuk mengaplikasikan simulasi kebijakan. Dalam validasi model, digunakan indikator Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE) dan Theil (U) dengan formula (Pindyck and Rubinfield, 1991): T
s
a
a
2
RMSPE = [ 1/T Σ {( Yt - Yt ) / Yt } ] t=1
0.5
..................................... (4.45)
T
[ 1/T Σ ( Yt s - Yt a) 2 ] 0.5 t=1 U-Theil = -------------------------------------------------------- .................... (4.46) T
T
[ 1/T Σ ( Yt s ) 2 ] 0.5 + [ 1/T t=1 Σ (Yt a) 2 ] 0.5 t=1
141
dimana: T Yt s Yt a
= Jumlah Periode (Tahun) dalam Simulasi = Nilai Simulasi dari Yt = Nilai Aktual
Nilai RMSPE menggambarkan seberapa jauh nilai-nilai prediksi variabel endogen menyimpang dari nilai aktualnya dalam ukuran persentase relatif. Nilai U menggambarkan kemampuan model untuk menganalisis simulasi historis (ex-post) dan simulasi peramalan (ex-ante). Di samping itu dapat dilihat pula tiga indikator statistik lainnya, yaitu biased proportion (UM), regression component (UR), dan residual
component
(UD).
UM
mengindikasikan
systematic
error,
UR
mengindikasikan deviasi dari slope regresi antara nilai aktual dengan nilai prediksi, dan UD menangkap unsystematic errors. Makin kecil nilai RMSPE, berarti model yang digunakan makin baik. Nilai U adalah berkisar di antara nilai 0 dan 1. Maka bila nilai U = 0, berarti model yang dibangun adalah model yang sempurna. Sebaliknya, apabila nilai U = 1, maka hal itu menunjukkan bahwa model yang dibangun tidak sempurna (Pindyck and Rubinfield, 1991).
4.6. Simulasi Model Simulasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang reaksi variabel endogen terhadap perubahan kebijakan. Secara umum, simulasi merujuk pada penentuan perilaku suatu sistem melalui kalkulasi nilai-nilai dari sistem tersebut yang modelnya telah diestimasi. Perilaku numerik sistem disimulasikan dengan asumsi-asumsi yang berbeda untuk dianalisis reaksinya terhadap berbagai input alternatif. Setiap simulasi merupakan suatu eksperimen yang dilakukan pada model, untuk menentukan nilai-nilai dari variabel-variabel endogen untuk asumsi alternatif yang berkenaan dengan variabel-
142
variabel kebijakan, variabel-variabel eksogen lainnya, stochastic disturbance terms dan nilai-nilai parameter (Intrilligator, 1978). Percobaan simulasi memberikan beberapa pandangan dari segi kebijakan dan juga memberikan perumus kebijakan beberapa gambaran tentang bagaimana model dapat digunakan dalam keadaan yang sebenarnya (Iqbal, 1996). Dalam penelitian ini, untuk menentukan instrumen-instrumen kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan perubahan faktor-faktor eksternal, dilakukan analisis variabel-variabel yang menentukan perubahan kinerja variabel tujuan utama dan kinerja variabel tujuan sekunder. Dari 42 variabel endogen dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, yang dianggap sebagai variabel tujuan utama adalah PDB riil (Y). Yang dianggap sebagai variabel-variabel tujuan sekunder adalah investasi swasta (IP), konsumsi swasta (CP), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Selain itu, karena penelitian ini fokus pada ketiga kesenjangan, maka perlu dianalisis dampak perubahan kebijakan fiskal dan moneter serta perubahan faktor-faktor eksternal terhadap kinerja kesenjangan tabungan (SIG), kesenjangan fiskal (FIS) dan kesenjangan valuta asing (FOR). Di samping itu, mengingat pentingnya peran sektor swasta dalam suatu perekonomian terbuka, maka perlu dianalisis kinerja variabel-variabel aliran dana netto dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP) dan aliran dana asing ke sektor swasta (NFP). Sebagai perbandingan, berikut ini dibahas konsep yang dijadikan dasar oleh Iqbal (1996) dalam menentukan variabel-variabel yang disimulasikan dalam modelnya. Variabel-variabel tujuan dalam model Iqbal (1996) adalah variabelvariabel PDB riil, investasi swasta dan konsumsi swasta. Kinerja perekonomian dianggap meningkat apabila kinerja ketiga variabel tersebut meningkat.
143
4.6.1. Penentuan Variabel-Variabel yang Disimulasikan Iqbal (1996) menyusun suatu tabel yang berisi persamaan-persamaan matematik three-gap. Persamaan Iqbal (1996) dibuat berdasarkan konsep model three-gap Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990). Pernyataan-pernyataan tersebut dinamakan Model Naive Three-Gap. Model ini disebut Naive karena dibuat berdasarkan rata-rata sederhana pangsa variabel-variabel dependen pada variabel-variabel penjelas yang paling relevan. Model Naive Three-Gap Iqbal (1996) dirangkum dalam Tabel 22 yang menyajikan persamaan matematik yang meliputi persamaan-persamaan matematik ketiga kesenjangan dan persamaanpersamaan PDB. Notasi serta definisi yang digunakan Iqbal (1996) dirangkum pada Tabel 23. Menurut Iqbal (1996), dengan menurunkan persamaan-persamaan yang terdapat dalam Tabel 22 secara matematik, dapat diketahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi variabel tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Secara implisit, Tabel 22 memperlihatkan bahwa pada pernyataan alternatif untuk Y (yaitu PDB), jumlah three-gap harus selalu sama dengan nol. Persamaan-persamaan investasi swasta (Ip ), investasi publik (Ig ), investasi total (I), konsumsi swasta (C p ) dan konsumsi total (C) didapat dari penggabungan beberapa pernyataan alternatif tersebut. Dengan menggunakan Tabel 22, maka penggabungan persamaan Y yang terletak pada pernyataan pertama baris kedua ke dalam persamaan-persamaan Y pada pernyataan keempat baris pertama, persamaan Y pernyataan keempat baris kedua dan persamaan Y pernyataan kedua baris ketiga akan memberikan pernyataan
persamaan-persamaan
(4.47-4.52).
Penggabungan
persamaan dari Tabel 22 tersebut adalah sebagai berikut (Iqbal, 1996):
persamaan-
144
Tabel 22.
Persamaan-Persamaan Model Naive Three-Gap
Pernyataan Alternatif untuk Three-Gap
Pernyataan Alternatif untuk Y
Pernyataan Three-Gap I
Persamaan yang tak digunakan untuk Pernyataan I
(S p -I p ) = NSS p -NF p
Y = (1/θ){I g + C g – NSS p – NF g }
(T-G) = {θ[σ(1-θ)]}{I p +NSS p -NF p }-C g -I g
Y = (1/µ) {X + NF p + NF g }
(M-X) = [µ/σ(1-θ)][I p +NSS p -NF p } – X
Y = 1/[σ(1-θ)+θ+µ]{I p + I g + C g + X}
Penyataan Three- Gap II
Persamaan yang tak digunakan untuk Pernyataan II
(S p -I p ) = {σ(1-θ)/θ]{I g +C g -NSS p -NF g } –I p
Y = (1/σ(1-θ)]{I g + NSS p – NF p }
(T-G) = -NSS p -NF g
Y = (1/µ) {X + NF p + NF g }
(M-X) = (µ/θ){I g +C g -NSS p -NF g } – X
Y = 1/[σ(1-θ)+θ+µ]{I p + I g + C g + X}
Penyataan Three-Gap III
Persamaan yang tak digunakan untuk Pernyataan III
(S p -I p ) = {σ(1-θ)/µ]{X+NF p +NF g } –I p
Y = (1/σ(1-θ)]{I p + NSS p – NF p }
(T-G) = (θ/µ){X+NF p +NF g } – C g - I g
Y = (1/θ) {I g + C g – NSS p - NF g }
(M-X) = NF p +NF g
Y = {1/[σ(1-θ)+θ+µ}{I p + I g + C g + X}
Penyataan Three-Gap IV
Persamaan yang tak digunakan untuk Pernyataan IV
(S p -I p ) = [σ(1-θ)/σ(1-θ)+θ+µ]{I p +I g +C g +X}Y = [1/σ(1-θ)]{I g + NSS p – NF p } Ip (T-G) = {θ/[σ(1-θ)+θ+µ]}{I p +I g +C g +X}-C g Y = (1/θ) {I g + C g – NSS p - NF g } Ip (M-X) = {µ/[σ(1-θ)+θ+µ]}{I p +I g +C g +X}-X
Y = (1/µ){X +NF p + NF g }
145
Sumber: Iqbal (1996)
Tabel 23. Notasi dan Definisi Model Naive Three-Gap DEFINISI
NOTASI
C Cg Cp Fg Fp G I Ip Ig KF M Mg M sr NF NF g NF p ΔR Rp Sp SS p NSS p T T nt Tt X Y
Konsumsi berjalan total Konsumsi berjalan sektor publik Konsumsi berjalan sektor swasta Foreign capital inflows to the public sector Foreign capital inflows to the private sector Pengeluaran pemerintah aggregat, didefinisikan sebagai (C g + I g ) Investasi total Investasi swasta Investasi pemerintah Private capital flight Impor agregat barang dan jasa Impor barang Impor jasa Net aggregate foreign capital inflows, didefinisikan sebagai (NF p + NF g ) Net foreign capital inflows to the public sector, didefinisikan sebagai (F g − ΔR) Net foreign capital inflows to the private sector, didefinisikan sebagai (F p − KF) Perubahan dalam official foreign exchange reserves Repayments of public sector loans to the private sector Tabungan swasta Private capital surplus transferred to the public sector Net private capital surplus transferred to the public sector, didefinisikan sebagai (SS p – R p )
Penerimaan total pemerintah Penerimaan non-perdagangan pemerintah Penerimaan perdagangan pemerintah Ekspor aggregat barang dan jasa Produk domestik bruto
Sumber: Iqbal (1996)
Y = (1/µ) {X + NF p + NF g } + e 1 ............................................................
(4.47)
I p = [σ(1-θ)/µ]{X+NF p +NF g } + (NF p – NSS p ) + e 2 ..............................
(4.48)
I g = (θ/µ){X+NF p +NF g } + (NSS p + NF g - C g ) + e 3 ..............................
(4.49)
I = {[σ(1-θ)+θ]/µ}{X + NF p + NF g } + (NF p + NF g - C g ) + e 4 ..............
(4.50)
146
C p = (1 - σ)(1-θ)Y = [(1 - σ) (1-θ)/µ]{X + NF p + NF g } + e 5 .................
(4.51)
C = [(1 - σ) (1-θ)/µ]{X + NF p + NF g } + C g + e 6 ....................................
(4.52)
Dalam Model Naive Three-Gap Iqbal (1996), variabel-variabel PDB, investasi swasta, investasi publik, total investasi, konsumsi swasta dan total konsumsi dianggap sebagai variabel-variabel tujuan. Variabel-variabel tersebut terletak di sisi sebelah kiri dari persamaan-persamaan (4.47-4.52). Dengan demikian, maka variabel-variabel di sisi kanan dianggap sebagai variabel yang sebaiknya disimulasikan sebagai dasar untuk mensimulasikan kebijakan-kebijakan makroekonomi selanjutnya. Persamaan-persamaan tersebut juga dapat digunakan untuk menurunkan arah pengaruh antara variabel tujuan yang di sisi kiri dengan variabel-variabel yang akan disimulasikan. Dengan demikian, maka dapat disusun suatu tabel untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel yang akan disimulasikan terhadap variabel-variabel tujuannya, seperti yang terlihat pada Tabel 24. Persamaan (4.50) dan (4.52) dapat juga digunakan untuk mengembangkan hubungan langsung antara investasi total (I) dan konsumsi total (C) melalui eliminasi variabel C g . Dengan menulis kembali persamaan tersebut, maka didapat persamaan-persamaan sebagai berikut (Iqbal, 1996): I = Φ {X + NF p + NF g } + NF p + NF g - C g .............................................
(4.53)
dimana: Φ = {[σ(1 - θ) + θ]/µ} C g = C - φ{X + NF p + Nf g } .................................................................... dimana: φ = σ [(1 − σ) (1 − θ)] / µ]
(4.54)
147
Dengan mensubstitusikan C g pada persamaan (4.54) ke dalam persamaan (4.53), maka akan diperoleh hubungan terbalik antara investasi agregat (I) dan konsumsi agregat (C) sebagai berikut: I = (Φ + φ) {X + NF p + NF g } + [NF p + NF g ] - C ...................................
(4.55)
Tabel 24. Ekspektasi Dampak Simulasi terhadap Variabel-Variabel Tujuan Variabel yang Disimulasikan X+NF p +NF g NF p NF g NSS p
Cg
Variabel Tujuan
Y Ip Ig I Cp C
+ + + + + +
0 1 0 1 0 0
0 0 1 1 0 0
0 −1 1 0 0 0
0 0 −1 −1 0 1
Keterangan: + berarti pengaruh positif; − berarti pengaruh negatif; 0 berarti tidak ada pengaruh. Sumber: Iqbal (1996)
Persamaan (4.50) juga dapat digunakan untuk menurunkan hubungan langsung antara investasi swasta (I p ) dan investasi publik (Ig ). Dengan demikian, pernyataan matematik untuk Ig didapat dengan menulis ulang persamaan (4.50) menjadi: I g = Ψ[X + NF p + NF g ] + [NF p + NF g -C g ] - I p .....................................
(4.56)
dimana: Ψ = {[σ(1 - θ) + θ]/µ} Persamaan (4.56) menunjukkan hubungan terbalik antara investasi publik dan investasi swasta, mewakili suatu dampak crowding-out antara I g dan I p . Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 18, dimana panah menurun pada kurva I p -I g menunjukkan bahwa peningkatan public sector domestic borrowing dari swasta
148
(NSS p ) meningkatkan tingkat investasi publik tetapi mengurangi tingkat investasi swasta. Karena itu, kurva I p -I g tetap tidak berubah. Sebaliknya peningkatan konsumsi publik (C g ) mengurangi investasi publik, sehingga menyebabkan kurva I p -I g bergeser menjadi lebih curam karena investasi swasta tidak berubah. Hal ini ditunjukkan oleh panah yang menurun (Iqbal, 1996).
Ip
X, NFp + NFg
NSSp Cg Ig
Gambar 18. Kurva I p -I g dan Varibel Kebijakan X, NF p , NF g , NSS p , C g Dengan demikian, dalam hal public sector domestic borrowing dari swasta (NSS p ), berdasarkan hasil penurunan matematik tersebut, maka kebijakan makroekonomi yang sebaiknya dilakukan adalah kebijakan penurunan NSS p . Hal ini karena peningkatan investasi swasta sangat penting bagi pertumbuhan dalam suatu perekonomian terbuka. Di lain pihak, peningkatan penerimaan ekspor (X) dan foreign capital inflows ke sektor swasta dan ke sektor publik (NF p +NF g ) akan menggeser kurva I p -I g ke atas, menunjukkan bahwa peningkatan ekspor
dan
foreign capital inflows menguntungkan baik sektor swasta maupun sektor publik (Iqbal, 1996). Maka simulasi yang dilakukan Iqbal (1996) berdasarkan persamaanpersamaan matematik three-gap dalam modelnya adalah pada variabel-variabel sebagai berikut: 1.
Variabel total ekspor (X).
149
2.
Variabel aliran dana asing netto ke sektor swasta (NF p ).
3.
Variabel aliran dana asing netto ke sektor publik (NF g ).
4.
Variabel public sector domestic borrowing from private sector (NSS P ).
5.
Variabel konsumsi pemerintah (C g ).
6.
Variabel investasi pemerintah (I g ).
7.
Variabel tingkat suku bunga domestik riil (IRR D ).
8.
Variabel nilai tukar riil (RER).
9.
Variabel investasi swasta (I p ). Karena Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia menggunakan metode
yang berbeda, maka terdapat perbedaan pada variabel-variabel yang disimulasikan. Variabel-variabel yang disimulasikan diklasifikasikan berdasarkan blok-blok yang terdapat dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia. Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini serta alasan dilakukannya simulasi adalah sebagai berikut: 1.
Blok Sektor Swasta: simulasi untuk meningkatkan investasi swasta (IP) dilakukan dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter perubahan tingkat suku bunga (IR), tabungan swasta (SP), cadangan devisa (R), jumlah uang beredar (MS) dan perubahan faktor eksternal berupa perubahan capital flight (KF). Untuk meningkatkan tabungan swasta dapat dilakukan antara lain dengan memberikan insentif bagi tabungan domestik. Untuk meningkatkan cadangan devisa dapat dilakukan antara lain dengan membuat kebijakan yang berkenaan dengan insentif ekspor. Untuk meningkatkan jumlah uang beredar
150
dapat dilakukan antara lain dengan kebijakan yang mendorong peningkatan kredit perbankan. 2.
Blok Sektor Publik: simulasi untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) dilakukan dengan menggunakan instrumen kebijakan fiskal perubahan penerimaan pemerintah (T), penjualan obligasi pemerintah (DGB) dan utang luar negeri pemerintah (FG). Untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dapat dilakukan antara lain dengan kebijakan perpajakan. Untuk menurunkan aliran dana dari sektor swasta ke publik (NSSP) dapat dilakukan antara lain dengan kebijakan penurunan penjualan obligasi pemerintah. Dalam penelitian ini, peranan sektor swasta dianggap meningkat apabila aliran dana dari sektor swasta ke publik menurun. Untuk menurunkan beban bunga atas utang luar negeri pemerintah dapat dilakukan dengan membuat kebijakan penurunan utang luar negeri pemerintah.
3.
Blok Luar Negeri: simulasi untuk meningkatkan ekspor (X) dilakukan dengan
menggunakan instrumen perubahan faktor-faktor eksternal berupa
pertumbuhan ekonomi Asia (GASIA) dan nilai tukar riil (RER).
Simulasi yang dilakukan adalah simulasi historis untuk menganalisis kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan perubahan faktor-faktor eksternal. Sebagai perbandingan, dilakukan simulasi historis pada periode sebelum terjadinya krisis ekonomi dan pada periode krisis. Periode yang dipilih untuk disimulasikan sebelum krisis adalah tahun 19901996. Tahun 1990 dipilih karena pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan reformasi ekonomi yang dikenal dengan nama Paket Kebijakan bulan Mei 1990 untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia. Tahun 1996 dipilih
151
karena merupakan tahun sebelum krisis ekonomi Asia 1997. Periode krisis adalah tahun 1997-2000. Hasil simulasi yang memberikan dampak positif pada kinerja variabel tujuan utama dan variabel tujuan sekunder, dianggap sebagai kebijakan yang sebaiknya diterapkan.
4.6.2. Simulasi Kebijakan dan Perubahan Faktor-Faktor Eksternal Berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas, maka skenario-skenario simulasi kebijakan dan perubahan faktor-faktor eksternal yang dilakukan adalah: A. Skenario Simulasi Kebijakan Fiskal: 1.
SIM-1: Peningkatan penerimaan pemerintah (T) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Peningkatan penerimaan pajak dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, mengingat tax ratio di Indonesia masih rendah, yaitu 15%. Secara normatif, tax ratio di negara lain dapat mencapai 30%.
2.
SIM-2: Penurunan perubahan obligasi pemerintah (DGB) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Perubahan obligasi pemerintah merupakan salah satu komponen dalam aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP). Penurunan perubahan obligasi pemerintah relevan dilakukan karena implikasi penurunan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik adalah meningkatnya peran sektor swasta dalam perekonomian. Peran sektor swasta sangat penting dalam suatu perekonomian terbuka sehingga peningkatan peran swasta dalam perekonomian menjadi sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja perekonomian. Di samping itu, penurunan perubahan obligasi pemerintah dapat menurunkan beban bunga utang pemerintah.
152
3.
SIM-3: Penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (FG) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan untuk mengurangi beban pembayaran bunga utang luar negeri pemerintah dan untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah.
B. Skenario Simulasi Kebijakan Moneter: 4.
SIM-4: Peningkatan tabungan swasta (SP) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan dalam rangka meningkatkan investasi swasta dengan pembiayaan dari dalam negeri. Untuk meningkatkan tabungan swasta, dapat dilakukan dengan cara antara lain pemberian insentif tabungan domestik.
5.
SIM-5: Penurunan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (IR) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan untuk memberikan kondisi yang kondusif bagi investasi swasta.
6.
SIM-6: Peningkatan cadangan devisa (R) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan untuk mendorong terjadinya peningkatan aliran dana asing lebih lanjut karena cadangan devisa yang lebih tinggi merupakan indikator bahwa kemungkinan terjadinya krisis neraca pembayaran menjadi lebih rendah. Tingginya cadangan devisa mengindikasikan pula kinerja perdagangan yang baik. Untuk itu pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang menstimulasi ekspor.
7.
SIM-7: Peningkatan jumlah uang beredar (MS) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar terjadi ekspansi dalam perekonomian. Pemerintah dapat meningkatkan jumlah uang beredar antara lain dengan cara membeli surat berharga melalui bank sentral
153
(Bank Indonesia). Selain itu, pemerintah dapat menurunkan tingkat suku bunga SBI untuk meningkatkan permintaan kredit di sektor swasta. Penurunan tingkat suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong penurunan tingkat suku bunga di sektor riil. Makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit dari sektor swasta akan meningkat sehingga jumlah uang beredar meningkat. Dalam kondisi ini, di sektor swasta akan terjadi ekspansi industri. C. Skenario Simulasi Perubahan Faktor-Faktor Eksternal: 8.
SIM-8: Penurunan capital flight (KF) sebesar 15% untuk periode tahun 19901996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar dapat dianalisis dampak pelarian modal terhadap kinerja perekonomian. Capital flight dapat diturunkan antara lain dengan cara mendorong iklim investasi yang kondusif dan menimbulkan rasa aman bagi para pemilik modal sehingga tidak melarikan dananya ke luar negeri.
9.
SIM-9: Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Asia (GASIA) sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar dapat dianalisis dampak pertumbuhan ekonomi kawasan Asia terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
10. SIM-10: Depresiasi nilai tukar riil (RER) rupiah sebesar 15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar dapat dianalisis dampak perubahan nilai tukar riil terhadap kinerja perekonomian, terutama terhadap kinerja ekspor. D. Skenario Simulasi Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter: 11. SIM-11 = SIM-1 + SIM-3 + SIM-4 + SIM-5 + SIM-6 + SIM-7 untuk periode tahun 1990-1996 dan SIM-1 + SIM-2 + SIM-4 + SIM-7 untuk periode tahun
154
1997-2000. Skenario-skenario tersebut merupakan penggabungan secara simultan skenario-skenario kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang dapat meningkatkan kinerja perekonomian.
4.7. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder makroekonomi time series periode tahun 1969-2000. Sumber data berasal dari berbagai laporan dan publikasi resmi terbitan lokal dan internasional, yakni: 1. Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik, berbagai tahun terbitan. 2. Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik, berbagai tahun terbitan. 3. Laporan Berkala Bank Indonesia, berbagai tahun terbitan. 4. International Financial Statistics, International Monetary Fund, berbagai tahun terbitan. 5. World Bank Quarterly, World Bank, berbagai tahun terbitan. 6. Economic and Financial Data for the United States, Federal Bureau of Statistics (www.fedstat.gov). 7. World Tables, World Bank, berbagai tahun terbitan. 8. Sumber-sumber resmi lainnya dan dari berbagai hasil penelitian yang terdahulu. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel kuantitatif. Semua variabel yang dinyatakan dalam satuan nilai Rupiah diriilkan dengan deflator PDB (P) tahun dasar 1990. Deflator PDB pada tahun-t (P t ) adalah rasio PDB nominal terhadap PDB riil pada tahun-t (Blanchard, 1997). Deflator PDB merupakan angka indeks. Tahun 1990 dipilih sebagai tahun dasar karena pada
155
tahun 1990 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan reformasi ekonomi yang bertujuan untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia.
V. ANALISIS PERILAKU MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP INDONESIA
Dalam bab ini diuraikan analisis perilaku Model Makroekonomi ThreeGap Indonesia berdasarkan hasil estimasi dari masing-masing persamaan dalam model.
5.1. Gambaran Umum Hasil Estimasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia Model Ekonometrika Simultan Dinamis Makroekonomi Three-Gap Indonesia terdiri dari 42 persamaan. Dari jumlah persamaan yang terbangun dalam model, terdapat 24 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan Two-Stage Least Squares (2SLS). Jumlah data sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32 tahun (1969-2000). Data yang digunakan adalah data time series. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum hasil estimasi 24 persamaan struktural, berdasarkan teori ekonomi, memiliki arti dan logis (theoritically meaningful) karena tanda dan besarannya telah sesuai dengan yang diharapkan. Hasil estimasi juga memuaskan secara statistik karena memenuhi kriteria-kriteria statistik. Sebanyak 11 persamaan struktural atau sebesar 46% dari 24 persamaan struktural memiliki koefisien determinasi (R2) dengan nilai di atas 0.90 dan sebanyak 7 persamaan struktural atau 29% mempunyai nilai R2 antara 0.71-0.90. Hanya 3 persamaan atau 12% yang mempunyai nilai R2 di bawah 0.60. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel penjelas dalam persamaan struktural mampu menjelaskan variabel endogennya dengan baik.
156
Besaran nilai F-hitung menunjukkan bahwa seluruh persamaan struktural memiliki nilai F-hitung cukup tinggi, yaitu berkisar antara 5.149 sampai 700.799, yang berarti bahwa variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan dengan baik keragaman variabel endogen pada masing-masing persamaan, dimana (α) variabel endogennya berkisar antara 0.0001 sampai 0.0034. Selain itu, variabel endogen pada masing-masing persamaan dipengaruhi secara nyata oleh sebagian besar variabel-variabel penjelas secara individu pada taraf nyata (α) 0.05, 0.10, 0.15 dan 0.20. Nilai Durbin-h berkisar antara 0.05316 sampai 3.227197. Nilai Durbin-h terendah terdapat pada persamaan ekspor jasa (XSR). Nilai Durbin-h tertinggi pada persamaan tabungan swasta (SP). Uji autokorelasi Durbin-h menunjukkan bahwa pada umumnya tidak terdapat masalah autokorelasi. Lagipula, yang menjadi prioritas adalah kriteria ekonomi di atas kriteria statistik dan ekonometrika. Maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian.
5.2. Analisis Perilaku Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia 5.2.1. Respon Blok Sektor Swasta Blok sektor swasta terdiri dari tabungan swasta (SP), investasi swasta (IP) dan konsumsi swasta (CP). Hasil estimasi untuk ketiga persamaan tersebut adalah: 1.
Tabungan Swasta Persamaan tabungan swasta (SP) memperlakukan tingkat suku bunga
domestik riil (IRRD) sebagai salah satu variabel yang penting. Dampak langsungnya terhadap tabungan swasta dan selanjutnya dampak tak langsungnya
157
terhadap variabel-variabel tujuan (PDB riil, investasi swasta, konsumsi swasta, pengeluaran pemerintah dan total ekspor) merupakan hal yang penting untuk dianalisis. Hasil estimasi parameter variabel tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Apabila nyata, tanda positif menunjukkan bahwa terdapat substitution effect antara tingkat tabungan dengan tingkat suku bunga. Hasil penelitian empiris oleh Gupta (1987), Fry (1988), Balassa (1989), Khan et al. (1992, 1994) dan Iqbal (1993) menyatakan bahwa efek substitusi mendominasi efek pendapatan di negara-negara sedang berkembang. Apabila arah hubungan statistik antara tingkat suku bunga domestik riil dan tingkat tabungan swasta bergantung pada kekuatan efek pendapatan dan efek substitusi, maka peningkatan tingkat suku bunga domestik riil akan meningkatkan tabungan swasta. Tabel 25. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tabungan Swasta Tahun 1969-2000 Variabel Tabungan Swasta Intercept IRRD Suku bunga domestik riil YP Pendapatan riil swasta SP t-1 Lag endogen F-Hit = 12.730 R2 = 0.5858
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
SP
7662.352536 0.1301 23577 0.3648 0.013432 0.7260 0.843857 0.0001 DW = 1.692 Durbin-h = 3.227197
C
A
Keterangan: A = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.05 B = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.10 C = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.15 D = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.20
Hasil estimasi parameter variabel pendapatan swasta (YP) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Apabila nyata dan positif, maka peningkatan pendapatan swasta dapat meningkatkan tabungan swasta. Hasil estimasi parameter variabel bedakala (lag endogen) satu tahun tabungan swasta adalah nyata dan bertanda
158
positif 0.843857, merefleksikan kuatnya relevansi antara tabungan swasta tahun ini dengan tabungan swasta tahun sebelumnya. 2.
Investasi Swasta Hasil estimasi persamaan investasi swasta (IP) disajikan dalam Tabel 26 di
bawah ini. Tabel 26. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Swasta Tahun 1969-2000 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
IP
Investasi Swasta Intercept 376.260151 0.8561 IRRD Suku bunga domestik riil -8.613738 0.9995 R Cadangan devisa 0.074199 0.5260 NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ. -1.112474 0.0003 A FL Pinjaman luar negeri sektor swasta 0.995536 0.0001 A IP t-1 Lag endogen 0.935624 0.0001 A F-Hit = 78.373 R2 = 0.9400 DW = 1.770 Durbin-h = 0.649721
Tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) merupakan variabel yang penting dalam persamaan investasi swasta, akan tetapi hasil estimasi parameternya tidak nyata. Apabila nyata, tanda negatif menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga dapat menurunkan investasi swasta. Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) juga tidak nyata. Jika nyata, cadangan devisa yang berkorelasi positif dengan investasi swasta menunjukkan bahwa makin besar cadangan devisa, makin tinggi investasi swasta. Faktor cadangan devisa merupakan salah satu faktor yang menunjukkan stabilitas atas valuta asing. Hasil estimasi parameter variabel aliran dana netto dari swasta ke pemerintah (NSSP) adalah sesuai dengan harapan teoritis, yaitu makin rendah aliran dana swasta ke pemerintah, maka makin tinggi investasi swasta.
159
Pinjaman luar negeri swasta (FL) berpengaruh positif terhadap investasi swasta, dengan estimasi parameter cukup tinggi, yaitu 0.995536. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan 1% pinjaman luar negeri swasta mampu meningkatkan investasi swasta sebesar 0.995536%. Artinya variabel pinjaman luar negeri swasta sangat penting dalam meningkatkan investasi swasta. Apabila terdapat defisit pada sektor swasta, pinjaman luar negeri akan mendorong peningkatan investasi. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun investasi swasta adalah nyata dan bertanda positif 0.935624, merefleksikan kuatnya relevansi antara investasi swasta pada tahun ini dengan investasi swasta tahun sebelumnya. 3.
Konsumsi Swasta Hasil estimasi persamaan konsumsi swasta (CP) yang memasukkan
variabel tabungan swasta (SP) dan variabel PDB riil (Y) menunjukkan bahwa variabel tabungan swasta berpengaruh negatif terhadap konsumsi swasta, tetapi variabel PDB riil berpengaruh positif terhadap konsumsi swasta. Tabel 27. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Swasta Tahun 1969-2000 Variabel Konsumsi Swasta Intercept SP Tabungan swasta Y PDB riil CP t-1 Lag endogen F-Hit = 700.799 R2 = 0.9873
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
CP
5229.175103 0.1232 C -0.378127 0.0007 A 0.412549 0.0001 A 0.425291 0.0003 A DW = 1.720 Durbin-h = 0.366669
Dengan demikian penurunan tabungan dapat meningkatkan konsumsi, sedangkan peningkatan PDB riil akan meningkatkan konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi mobilisasi dari tabungan swasta ke konsumsi swasta pada waktu tabungan
160
swasta menurun. Sedangkan peningkatan penerimaan akan meningkatkan konsumsi. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun konsumsi swasta adalah nyata dan bertanda positif, merefleksikan adanya relevansi antara konsumsi swasta tahun ini dengan konsumsi swasta tahun sebelumnya.
5.2.2. Respon Blok Sektor Publik Blok sektor publik terdiri dari penerimaan pemerintah dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran investasi (IG) dan pengeluaran konsumsi (CG). Penerimaan pemerintah terdiri dari penerimaan pajak langsung (TD) yakni pajak pendapatan, pajak tak langsung (TI) yakni pajak pertambahan
nilai, penerimaan non-pajak (TN) dan penerimaan
pajak
perdagangan internasional (TT). Pajak perdagangan internasional adalah penerimaan pemerintah yang berkenaan dengan tarif impor dan ekspor. Pada persamaan konsumsi pemerintah (CG), yang berpengaruh positif dan nyata adalah variabel total penerimaan pemerintah (T), aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) dan pengeluaran konsumsi pemerintah tahun sebelumnya. Dari hasil estimasi, yang pengaruhnya paling besar adalah total penerimaan pemerintah dengan estimasi parameter 0.498442. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan konsumsi pemerintah lebih dipengaruhi oleh penerimaan pemerintah daripada oleh aliran dana dari sektor swasta dan sektor luar negeri. Harapan teoritis hasil estimasi parameter persamaan investasi pemerintah (IG) adalah bahwa total penerimaan pemerintah (T) dan aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) berpengaruh positif terhadap investasi pemerintah. Akan tetapi hasil estimasinya menunjukkan hasil yang tidak nyata. Demikian pula hasil
161
estimasi parameter variabel aliran dana netto dari swasta ke pemerintah (NSSP), juga tidak nyata. Hasil estimasi yang menunjukkan pengaruh positif dan nyata adalah pada variabel bedakala satu tahun investasi pemerintah. Tabel 28. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah Tahun 1969-2000 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
IG
Investasi Pemerintah Intercept 2832.859427 0.0367 A T Total penerimaan pemerintah 0.023689 0.4824 NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ. 0.110253 0.2345 NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah 0.005395 0.9522 IG t-1 Lag endogen 0.684031 0.0001 A 2 F-Hit = 12.142 R = 0.6513 DW = 2.365 Durbin-h = -1.9842 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
CG
Konsumsi Pemerintah Intercept 3151.074086 0.0181 T Total penerimaan pemerintah 0.498442 0.0001 NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ. 0.061521 0.6257 NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah 0.241284 0.0570 CG t-1 Lag endogen 0.277084 0.0256 F-Hit = 111.214 R2 = 0.9448 DW = 1.452 Durbin-h = 1.921126
A A A A
Hasil estimasi parameter persamaan penerimaan pemerintah dari pajak langsung (TD), sesuai dengan harapan teoritis, adalah dipengaruhi secara positif oleh PDB riil (Y) dan penerimaan pajak langsung tahun sebelumnya. Dalam hal penerimaan pajak langsung (TD) dan pajak tak langsung (TI), yang menjadi tujuan pemerintah adalah pendapatan pajak yang berasal dari sumber-sumber nonpertanian, terutama dari pajak pendapatan perusahaan swasta, pajak pendapatan perorangan, pajak barang-barang konsumsi dan pajak perdagangan internasional. Pada persamaan penerimaan pajak tak langsung, hasil estimasi parameter variabel investasi swasta (IP) sebesar 0.056261 adalah lebih besar daripada hasil estimasi parameter konsumsi swasta (CP) sebesar 0.026749. Hal ini menunjukkan
162
bahwa peningkatan investasi swasta berpengaruh lebih besar daripada peningkatan konsumsi swasta terhadap penerimaan pajak tak langsung. Jadi, mendorong peningkatan investasi swasta akan lebih banyak menaikkan tingkat penerimaan pemerintah dibandingkan dengan mendorong peningkatan konsumsi swasta. Penerimaan pajak tak langsung juga dipengaruhi secara nyata oleh penerimaan pajak tak langsung tahun sebelumnya. Tabel 29.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Pajak Langsung dan Pajak Tak Langsung Tahun 1969-2000 Variabel
Penerimaan Pajak Langsung Intercept Y PDB riil TD t-1 Lag endogen F-Hit = 45.295 R2 = 0.7639
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
TD
Variabel Pajak Tak Langsung Intercept CP Konsumsi swasta IP Investasi swasta TI t-1 Lag endogen F-Hit = 187.031 R2 = 0.9541
3655.623451 0.0470 A 0.035387 0.0591 A 0.480616 0.0186 A DW = 1.674 1st Order Autocorr = -0.089 Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
TI
-406.078665 0.4330 0.026749 0.0188 A 0.056261 0.0083 A 0.452205 0.0193 A DW = 1.561 1st Order Autocorr = 0.215
Hasil estimasi parameter persamaan penerimaan pemerintah dari nonpajak (TN) menunjukkan bahwa penurunan PDB riil (Y) akan meningkatkan penerimaan pemerintah dari non-pajak. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menerapkan kebijakan yang meningkatkan penerimaan non-pajak pada saat PDB riil menurun. Penerimaan non-pajak antara lain adalah dari privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP) berpengaruh positif terhadap penerimaan non-pajak. Penerimaan non-pajak juga dipengaruhi secara nyata oleh penerimaan non-pajak tahun sebelumnya. Sedangkan hasil
163
estimasi parameter variabel pinjaman luar negeri pemerintah (NFG) terhadap penerimaan non-pajak menunjukkan hasil yang tidak nyata. Tabel 30.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Non-Pajak dan Pajak Perdagangan Internasional Tahun 1969-2000 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
TN
Penerimaan Non-Pajak Intercept 1027.561502 0.1328 C Y PDB riil -0.020287 0.0059 A NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ. 0.119674 0.0544 A NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah -0.058979 0.3232 TN t-1 Lag endogen 2.454869 0.0001 A 2 st F-Hit = 75.341 R = 0.9206 DW = 1.357 1 Order Autocorr = 0.252 Variabel Penerimaan Pajak Perdagangan Intl. Intercept X Total ekspor M Total impor RER Nilai tukar riil TT t-1 Lag endogen F-Hit = 5.149 R2 = 0.4420 DW = 1.911
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
TT
598.577042 0.1063 0.000566 0.9516 0.001934 0.8361 0.031594 0.7353 0.583324 0.0029 Durbin-h = 1.235711
B
A
Hasil estimasi parameter variabel-variabel ekspor (X), impor (M) dan nilai tukar riil (RER) pada persamaan penerimaan pajak perdagangan internasional (TT) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Apabila nyata, tanda positif pada parameter variabel total ekspor dan total impor menunjukkan bahwa peningkatan perdagangan akan meningkatkan penerimaan pajak perdagangan internasional. Demikian pula tanda positif pada parameter variabel nilai tukar riil, apabila nyata, menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara depresiasi nilai tukar riil dengan penerimaan pajak perdagangan internasional, dimana jika nilai tukar riil terdepresiasi, maka penerimaan dari pajak perdagangan internasional akan meningkat. Yang menunjukkan hasil yang nyata dan positif adalah estimasi parameter variabel bedakala satu tahun penerimaan pajak perdagangan internasional.
164
Hasil estimasi variabel bedakala satu tahun penerimaan pemerintah dari semua komponen penerimaan pemerintah menunjukkan hasil yang nyata dan bertanda positif. Hal ini meperlihatkan bahwa penerimaan pemerintah di Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada pendapatan berjalan saja, melainkan terdapat hubungan bedakala, dimana penerimaan pemerintah dari pajak dan nonpajak bergantung juga pada trend pendapatan.
5.2.3. Respon Blok Luar Negeri Blok luar negeri terdiri dari variabel-variabel yang terdapat dalam neraca pembayaran, yaitu ekspor, impor, aliran dana asing ke sektor publik dan aliran dana asing ke sektor swasta. Aliran dana asing ke sektor publik adalah pinjaman luar negeri pemerintah. Aliran dana asing ke sektor swasta terdiri dari penanaman modal asing langsung (foreign direct investment) dan pinjaman luar negeri swasta. Hasil estimasi parameter persamaan-persamaan dalam blok luar negeri adalah: 1.
Ekspor Barang dan Ekspor Jasa Total ekspor dalam penelitian ini terdiri dari ekspor minyak dan gas,
ekspor komoditi pertanian, ekspor barang manufaktur dan ekspor jasa. Mengingat pentingnya ekspor non-migas bagi perekonomian Indonesia ke depan, maka yang dimasukkan sebagai variabel endogen adalah ekspor komoditi pertanian (XAG), ekspor barang manufaktur (XG) dan ekspor jasa (XSR). Secara keseluruhan, hasil estimasi parameter variabel nilai tukar riil (RER) terhadap ekspor barang yakni komoditi pertanian (XAG) dan barang manufaktur (XG) menghasilkan parameter dengan tanda positif yang sesuai dengan harapan teoritis. Tanda positif menunjukkan bahwa terdepresiasinya nilai tukar riil akan
165
meningkatkan daya saing ekspor barang Indonesia di pasar dunia. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun persamaan-persamaan ekspor barang dan ekspor jasa adalah nyata dan positif, merefleksikan adanya relevansi antara ekspor barang dan ekspor jasa pada tahun ini dengan ekspor barang dan ekspor jasa pada tahun sebelumnya. Tabel 31.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor Barang dan Ekspor Jasa Tahun 1969-2000 Variabel
Ekspor Komoditi Pertanian Intercept RER Nilai tukar riil XAG t-1 Lag endogen F-Hit = 49.170 R2 = 0.7784
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
XAG
Variabel Ekspor Barang Manufaktur Intercept RER Nilai tukar riil XG t-1 Lag endogen F-Hit = 92.989 R2 = 0.8691
-341.497938 0.7894 1.045607 0.1705 0.814944 0.0001 DW = 1.944 Durbin-h = -0.13171
C A
Parameter Estimasi
Taraf Nyata
Prob >|T|
XG
Variabel Ekspor Jasa Intercept RER Nilai tukar riil GASIA Pertumbuhan ekonomi Asia XG t-1 Lag endogen F-Hit = 73.698 R2 = 0.8912
-3165.432449 0.4549 2.870310 0.1837 0.992646 0.0001 DW = 2.290 Durbin-h = -1.75869
D A
Parameter Estimasi
Taraf Nyata
Prob >|T|
XSR
912.903776 0.4264 0.144237 0.5571 4754.296753 0.4033 0.951878 0.0001 DW = 1.902 Durbin-h = 0.05316
A
Pada persamaan ekspor jasa (XSR), variabel kegiatan ekonomi diproksi dengan pertumbuhan di negara-negara Asia (GASIA), dalam penelitian ini adalah Singapura, Malaysia dan Hongkong, yaitu negara-negara yang memberikan kontribusi cukup besar dalam transfer dana dari tenaga kerja Indonesia. Tetapi hasil estimasi parameternya menunjukkan hasil yang tidak nyata.
166
2.
Impor Barang dan Impor Jasa Total impor dalam penelitian ini terdiri dari impor barang dan impor jasa.
Impor barang terdiri dari impor barang modal (MGK), impor bahan baku/penolong atau barang intermediary (MGI) dan impor barang konsumsi (MGC). Yang dimasukkan dalam impor jasa (MSR) adalah asuransi, transportasi dan bunga pinjaman luar negeri. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa permintaan impor barang modal (MGK) dan bahan baku/penolong (MGI) sesuai dengan harapan teoritis. Kecuali hasil estimasi parameter variabel nilai tukar riil pada persamaan impor barang modal, semua variabel kegiatan domestik yang diproksi dengan total ekspor (X), PDB riil (Y) dan nilai tukar riil (RER), secara nyata menentukan permintaan impor di Indonesia. Pada persamaan impor barang konsumsi (MGC), hasil estimasi parameter seluruh variabelnya menunjukkan hasil yang nyata. Impor barang konsumsi dipengaruhi secara negatif oleh nilai tukar riil (RER) dan secara positif oleh PDB riil (Y). Berarti apresiasi nilai tukar riil dan kenaikan PDB riil akan menaikkan impor barang konsumsi. Pada persamaan impor jasa (MSR), hasil estimasi parameter variabel nilai tukar riil (RER) pada persamaan permintaan impor jasa menghasilkan tanda positif dan nyata. Ini berarti terdepresiasinya nilai tukar riil ternyata meningkatkan impor jasa. Hasil estimasi parameter variabel PDB riil (Y) menunjukkan hasil yang nyata dan positif. Ini menunjukkan bahwa peningkatan PDB riil akan meningkatkan impor jasa. Hasil estimasi parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) menunjukkan tanda positif tetapi tidak nyata. Jika nyata, tanda
167
positif pada parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap tingkat suku bunga domestik akan meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri. Tabel 32. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor Barang dan Impor Jasa Tahun 1969-2000 Parameter Estimasi
Variabel Impor Barang Modal Intercept RER Nilai tukar riil Y PDB riil MGK t-1 Lag endogen F-Hit = 50.174 R2 = 0.8479
Prob >|T|
Taraf Nyata
MGK
DW = 2.115
Variabel Impor Bahan Baku/Penolong Intercept RER Nilai tukar riil X Total ekspor MGI t-1 Lag endogen F-Hit = 99.917 R2 = 0.9174 DW = 1.151
737.747103 0.4407 -0.327353 0.3829 0.038622 0.0002 0.283621 0.0905 Durbin-h = -0.80559 Parameter Estimasi
Prob >|T|
A B Taraf Nyata
MGI
Variabel Impor Barang Konsumsi Intercept RER Nilai tukar riil Y PDB riil MGC t-1 Lag endogen F-Hit = 22.657 R2 = 0.7157 DW = 1.701
810.543811 0.7267 -2.834517 0.0201 0.382828 0.0001 0.284511 0.0321 Durbin-h = 3.090383 Parameter Estimasi
Prob >|T|
A A A Taraf Nyata
MGC
Variabel Impor Jasa Intercept RER Nilai tukar riil Y PDB riil IRD Perbedaan tk. suku bunga asing & dom. MSR t-1 Lag endogen F-Hit = 112.132 R2 = 0.9452 DW = 1.698
-4146.607785 0.0036 -2.059811 0.0019 0.011396 0.1048 0.500243 0.0614 1st Order Autocorr = -0.067 Parameter Estimasi
Prob >|T|
A A B A
Taraf Nyata
MSR
-11492 0.0002 A 2.651873 0.0009 A 0.090017 0.0001 A 1743.806123 0.8198 0.150864 0.4693 st 1 Order Autocorr = 0.131
Konsekuensinya akan mengarah pada pembayaran bunga utang luar negeri yang lebih besar. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun impor jasa menunjukkan hasil yang tidak nyata.
168
3.
Aliran Dana Asing Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, aliran dana asing
terdiri dari aliran dana asing ke sektor publik dan aliran dana asing ke sektor swasta. Aliran dana asing ke sektor publik adalah dalam bentuk pinjaman luar negeri pemerintah (FG), sedangkan aliran dana asing ke sektor swasta terdiri dari penanaman modal asing langsung (FDI) dan pinjaman luar negeri swasta (FL). Hasil estimasi persamaan pinjaman luar negeri pemerintah (FG) menunjukkan bahwa parameter nilai tukar riil (RER) bertanda positif akan tetapi tidak nyata. Jika nyata, hal ini berarti terdepresiasinya nilai tukar riil justru akan meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri pemerintah. Variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) memiliki parameter estimasi dengan tanda yang negatif dan nyata. Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis, yang berarti pasokan modal asing ke sektor publik meningkat pada tingkat suku bunga yang lebih rendah. Pemerintah mungkin menganggap bahwa penurunan tingkat suku bunga asing merupakan kesempatan untuk meminjam lebih banyak. Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) menunjukkan bahwa pada waktu cadangan devisa meningkat, pemerintah meningkatkan pinjamannya. Hal ini tercermin pada hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa yang bertanda positif. Padahal, secara teoritis, peningkatan cadangan devisa seharusnya menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa permintaan pinjaman luar negeri pemerintah akan lebih tinggi pada saat cadangan devisa menurun. Jadi, meskipun cadangan devisa sedang meningkat, pemerintah tetap tidak mengurangi pinjaman luar negerinya.
169
Tabel 33. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah, Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta Tahun 1969-2000 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Intercept -1705.411360 0.3459 RER Nilai tukar riil 0.873694 0.2466 IRD Perbedaan tk. suku bunga asing dan dom. -27471 0.0001 R Cadangan devisa 0.093463 0.2086 Y PDB riil 0.013761 0.2074 FG t-1 Lag endogen 0.128429 0.2224 2 F-Hit = 70.133 R = 0.9335 DW = 1.346 Durbin-h = 2.104736
Taraf Nyata
FG
Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Penanaman Modal Asing Langsung Intercept -2777.314672 0.0270 RER Nilai tukar riil 1.410836 0.0174 IRD Perbedaan tk. suku bunga asing dan dom. 24249 0.0001 R Cadangan devisa -0.266214 0.0001 Y PDB riil 0.027902 0.0006 PROB Probabilitas terjadinya krisis ekonomi 4694.525197 0.0856 FDI t-1 Lag endogen 1.239733 0.0001 2 F-Hit = 58.983 R = 0.9365 DW = 1.675 Durbin-h = 1.294885
A D D
Taraf Nyata
FDI
Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Pinjaman Luar Negeri Swasta Intercept -5490.723278 0.1493 RER Nilai tukar riil -2.704699 0.0863 IRD Perbedaan tk. suku bunga asing dan dom. 45016 0.0002 R Cadangan devisa -0.751663 0.0001 Y PDB riil 0.090389 0.0002 PROB Probabilitas terjadinya krisis ekonomi 8101.699014 0.2778 FL t-1 Lag endogen 0.112137 0.3804 F-Hit = 26.434 R2 = 0.8686 DW = 1.789 Durbin-h = 0.622858
A A A A A B A Taraf Nyata
FL
C B A A A
Parameter estimasi variabel PDB riil (Y) memiliki tanda positif tetapi tidak nyata. Jika nyata, artinya tingkat pertumbuhan pendapatan domestik yang lebih tinggi cenderung tidak mengurangi kebutuhan untuk meminjam dari luar negeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mosely (1980), Taylor (1990) dan Boyce (1992) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan domestik akan menurunkan permintaan akan pinjaman asing.
170
Hasil estimasi parameter persamaan penanaman modal asing langsung (FDI) memperlihatkan bahwa parameter estimasi variabel nilai tukar riil (RER) bertanda positif dan nyata. Hal ini berarti jika terjadi depresiasi nilai tukar, maka penanaman modal asing langsung di Indonesia akan meningkat. Korelasi positif antara nilai tukar riil dengan penanaman modal asing langsung menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan depresiasi nilai tukar riil akan meningkatkan penanaman modal asing langsung, ternyata memang terjadi pada penelitian yang dilakukan di Indonesia. Hal ini karena penurunan nilai tukar domestik riil menyebabkan aset asing menjadi bernilai lebih tinggi sehingga pihak asing lebih terdorong untuk melakukan investasi. Hasil estimasi parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) yang bertanda positif menunjukkan bahwa apabila perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik meningkat, maka investasi asing meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan harapan teoritis dimana kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap tingkat suku bunga domestik akan menurunkan investasi asing di Indonesia. Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) pada persamaan penanaman modal asing langsung yang bertanda negatif adalah sesuai dengan harapan teoritis. Tidak seperti pada variabel pinjaman luar negeri pemerintah, di sektor swasta, penurunan cadangan devisa justru akan meningkatkan aliran dana asing (penanaman modal asing langsung) karena adanya harapan akan depresiasi nilai tukar domestik yang akan membuat nilai aset asing menjadi lebih tinggi. Berarti hasil penelitian ini tidak mendukung pernyataan Pio dan Vannini (1992) yang menyatakan bahwa faktor-faktor stabilitas ekonomi seperti inflasi dan defisit
171
neraca pembayaran yang rendah dan stabil merupakan hal penting yang menarik aliran modal asing. Harapan akan peningkatan nilai aset asing menjadi faktor yang lebih menarik bagi penanaman modal asing langsung. Hasil estimasi parameter variabel PDB riil (Y) pada persamaan penanaman modal asing langsung yang bertanda positif menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan domestik riil mendorong investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Indeks probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB) berkorelasi positif dengan penanaman modal asing langsung. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi tetap meningkatkan investasi asing. Hasil estimasi parameter variabel bedakala pada persamaan penanaman modal asing langsung menunjukkan tanda positif dan nyata. Hal ini berarti terdapat keterkaitan antara penanaman modal asing langsung tahun ini dengan penanaman modal asing langsung tahun sebelumnya. Hasil estimasi parameter persamaan pinjaman luar negeri swasta (FL) menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif dengan nilai tukar riil (RER). Hal ini berarti terdepresiasinya nilai tukar riil akan menurunkan permintaan akan pinjaman luar negeri swasta. Hasil estimasi parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) adalah nyata dan bertanda positif. Hal ini tidak sesuai dengan harapan teoritis karena peningkatan suku bunga asing relatif terhadap suku bunga domestik justru akan meningkatkan permintaan akan pinjaman asing. Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) menunjukkan tanda negatif. Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis dimana penurunan cadangan devisa dianggap akan meningkatkan nilai pinjaman dari sisi pemberi pinjaman.
172
Secara teoritis, cadangan devisa dianggap sebagai salah satu faktor yang menentukan stabilitas perekonomian. Hal ini karena defisit neraca pembayaran yang kronis dapat mengembangkan restriksi valuta asing, yang pada akhirnya dapat membahayakan transfer modal asing dan bunganya. Tetapi dalam kaitan dengan pinjaman luar negeri swasta, investor asing tetap memberikan pinjaman ke sektor swasta meskipun terjadi penurunan cadangan devisa karena harapan peningkatan nilai pinjaman dianggap lebih menarik. Hasil estimasi parameter variabel PDB riil (Y) yang berkorelasi positif dengan pinjaman luar negeri swasta menunjukkan bahwa peningkatan PDB riil akan meningkatkan pinjaman luar negeri swasta. Hasil estimasi parameter indeks probabilitas krisis (PROB) juga bertanda positif. Hal ini konsisten dengan hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa, dimana hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat peningkatan kemungkinan terjadinya krisis, tetapi investor asing tetap memberikan pinjaman ke sektor swasta di Indonesia. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun pinjaman asing ke sektor swasta menunjukkan hasil yang tidak nyata.
5.2.4. Respon Blok Moneter Blok moneter terdiri dari jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga (IR). Dalam Tabel 34 disajikan hasil estimasi parameter persamaan jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga (IR). Hasil estimasi menunjukkan bahwa jumlah uang beredar (MS) berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga (IR). Hal ini sesuai dengan harapan teoritis, dimana penurunan tingkat suku bunga akan meningkatkan jumlah uang beredar. Hasil estimasi parameter variabel pengeluaran pemerintah (G) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Hasil estimasi
173
parameter variabel bedakala menunjukkan bahwa jumlah uang beredar dipengaruhi oleh jumlah uang beredar tahun sebelumnya. Tabel 34. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Tahun 1969-2000 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
MS
Jumlah Uang Beredar Intercept 3019.749400 0.0091 A IR Tingkat suku bunga Sertf.Bank Indonesia -26210 0.0001 A G Pengeluaran pemerintah 0.080780 0.2807 MS t-1 Lag endogen 1.035534 0.0001 A 2 F-Hit = 409.208 R = 0.9785 DW = 1.014 Durbin-h = 2.63561 Variabel
Parameter Estimasi
Prob >|T|
Taraf Nyata
IR
Tingkat Suku Bunga Sertf.Bank Indonesia Intercept 0.041871 0.1388 C INF Tingkat inflasi 0.580632 0.0001 A IR t-1 Lag endogen 0.307098 0.0114 A 2 F-Hit = 23.812 R = 0.6297 DW = 1.099 Durbin-h = 3.140086
Hasil estimasi parameter persamaan tingkat suku bunga (IR) menunjukkan bahwa tingkat suku bunga berkorelasi positif dengan tingkat inflasi (INF), yang berarti bahwa meningkatnya inflasi akan meningkatkan tingkat suku bunga domestik. Hasil estimasi parameter variabel bedakala menunjukkan bahwa tingkat suku bunga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga tahun sebelumnya.
5.2.5. Respon Blok Indikator Ekonomi Blok indikator ekonomi terdiri dari tingkat inflasi (INF), nilai tukar riil (RER) dan indeks probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB). Hasil estimasi parameter variabel nilai tukar riil (RER) terhadap tingkat inflasi (INF) menunjukkan tanda yang negatif, tetapi tidak nyata. Jika nyata, artinya apresiasi nilai tukar akan meningkatkan inflasi. Hasil estimasi parameter variabel tingkat suku bunga (IR) terhadap tingkat inflasi menunjukkan tanda yang positif dan
174
nyata. Artinya tingkat suku bunga berjalan searah dengan tingkat inflasi. Hasil estimasi parameter variabel penerimaan pemerintah (T) terhadap tingkat inflasi dan variabel pengeluaran pemerintah (G) terhadap tingkat inflasi menunjukkan hasil yang tidak nyata. Tabel 35. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Riil dan Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1969-2000 Parameter Estimasi
Variabel
Prob >|T|
Tingkat Inflasi Intercept -0.005179 0.9195 RER Nilai tukar riil -0.000003415 0.8586 IR Tingkat suku bunga Sertf.Bank Indonesia 1.014395 0.0002 T Total penerimaan pemerintah -0.000004 0.5845 G Pengeluaran pemerintah 0.000003191 0.7302 INF t-1 Lag endogen 0.005633 0.9743 2 F-Hit = 6.734 R = 0.5739 DW = 1.178 Durbin-h = 2.640371
Taraf Nyata
INF
Parameter Estimasi
Variabel Nilai Tukar Riil Intercept IRRD Suku bunga domestik riil MS Jumlah uang beredar R Cadangan devisa BOP Balance of payment RER t-1 Lag endogen F-Hit = 66.298 R2 = 0.9299
Prob >|T|
A
Taraf Nyata
RER
774.322578 0.0088 -1009.597850 0.2093 0.041281 0.0064 -0.059054 0.0001 -0.050483 0.0151 0.618487 0.0001 DW = 2.233 Durbin-h = -0.88261
Variabel Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi Intercept SIG Kesenjangan tabungan FIS Kesenjangan fiskal FOR Kesenjangan valuta asing NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah NFP Aliran dana asing netto ke sektor swasta PROB t-1 Lag endogen F-Hit = 7.817 R2 = 0.6615 DW = 1.902
Parameter Estimasi
Prob >|T|
A D A A A A Taraf Nyata
PROB
0.080879 0.3008 0.000003033 0.1966 D -0.000018240 0.0837 B -0.000000173 0.9739 0.000002641 0.7080 -0.000002747 0.3938 0.592731 0.0035 A 1st Order Autocorr = 0.030
Apabila nyata, variabel penerimaan pemerintah yang berkorelasi negatif dengan tingkat inflasi menunjukkan ada kemungkinan penurunan penerimaan pemerintah sebagiannya ditutup dengan pencetakan uang sehingga meningkatkan inflasi.
175
Apabila nyata, korelasi yang positif antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat inflasi berarti peningkatan pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan permintaan agregat sehingga akan meningkatkan harga-harga. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun tingkat inflasi juga menunjukkan hasil yang tidak nyata. Hasil estimasi parameter persamaan nilai tukar riil (RER) menunjukkan bahwa tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) berkorelasi negatif dengan nilai tukar riil. Hal ini berarti kenaikan tingkat suku bunga riil mengapresiasi nilai tukar riil. Secara teoritis, kenaikan tingkat suku bunga domestik akan menyebabkan harga barang-barang domestik menjadi lebih menarik karena tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan barang-barang akan dilepaskan lebih cepat. Dengan harga barang yang lebih menarik, diharapkan pihak asing akan tertarik untuk membelinya. Dengan demikian, akan terjadi aliran dana asing karena pihak asing akan perlu menukarkan valuta asingnya dengan mata uang domestik untuk membeli barang-barang domestik tersebut. Selanjutnya hal itu akan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik akan meningkat. Hasil estimasi parameter variabel jumlah uang beredar (MS) menunjukkan tanda yang positif. Ini berarti peningkatan jumlah uang beredar akan mendepresiasi nilai tukar riil. Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) menunjukkan tanda yang negatif. Ini berarti adanya peningkatan cadangan devisa dapat mengapresiasi nilai tukar riil. Hasil estimasi parameter variabel Balance of Payment (BOP) menunjukkan tanda yang negatif. Ini berarti terjadinya peningkatan balance of payment akan mengapresiasi nilai tukar riil.
176
Hasil estimasi parameter persamaan probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB) menunjukkan bahwa variabel kesenjangan tabungan (SIG) berkorelasi positif dengan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi kesenjangan tabungan, makin tinggi kemungkinan terjadinya krisis. Berarti penurunan investasi swasta relatif terhadap tabungan swasta akan membuat indeks kemungkinan terjadinya krisis ekonomi menjadi meningkat. Hasil estimasi parameter variabel kesenjangan fiskal (FIS) menunjukkan tanda yang negatif. Korelasi yang negatif menunjukkan bahwa makin besar kesenjangan fiskal, makin kecil kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Dengan kata lain, jika ada surplus fiskal, makin tinggi surplus maka makin kecil kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Sebaliknya, jika terdapat defisit fiskal, makin tinggi defisit fiskal (kesenjangan fiskal menurun), makin tinggi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Hasil estimasi parameter variabel kesenjangan perdagangan (FOR) tidak nyata. Jika nyata, tanda negatif menunjukkan bahwa makin kecil net export, makin besar kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Dengan kata lain, makin tinggi balance of trade, makin kecil kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Hasil estimasi parameter variabel aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) dan aliran dana asing netto ke sektor swasta (NFP) tidak nyata. Apabila nyata, tanda yang positif pada parameter aliran dana asing netto ke sektor publik menunjukkan bahwa pada saat pinjaman asing ke sektor publik meningkat, maka probabilitas terjadinya krisis ekonomi juga meningkat. Apabila nyata, tanda yang negatif pada parameter variabel aliran dana asing netto ke sektor swasta berarti peningkatan capital inflows justru akan menurunkan probabilitas terjadinya krisis ekonomi.
VI. DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA
Model yang telah diestimasi perlu divalidasi agar dapat diketahui apakah model cukup baik digunakan untuk mengaplikasikan simulasi kebijakan dan perubahan faktor-faktor eksternal. Untuk itu perlu dilakukan pengujian daya prediksi dari model, guna melihat apakah nilai prediksi masing-masing variabel endogen sesuai dengan atau mendekati nilai aktualnya (Pindyck and Rubinfield, 1991). Simulasi kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak berbagai alternatif kebijakan dengan cara mengubah nilai variabel eksogen atau variabel endogen yang dijadikan instrumen kebijakan.
6.1. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia Hasil validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia tahun 19901996 dan 1997-2000 disajikan dalam Tabel 36 dan Tabel 37. Kriteria statistik yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Root Mean Square Percentage Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality (U). RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing variabel endogen hasil prediksi mengikuti nilai data aktualnya selama periode pengamatan, yaitu seberapa jauh penyimpangannya dalam ukuran persen. Jika nilai RMSPE makin kecil, maka daya prediksi model makin baik. Selain itu, untuk keperluan validasi digunakan juga statistik proporsi bias (UM), proporsi regresi (UR), proporsi distribusi (UD), proporsi keragaman (US), proporsi kovarians (UC) dan juga statistik Theil’s inequality coefficient (U) untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi historis maupun peramalan.
178
Tabel 36. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996 Variabel Endogen
SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerin TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan intern T=total pajak DMS=perubahan jml.uang be SSP=aliran dana swasta ke p NSSP=alr.dana net.sws.ke p XAG=ekspor kmdt pertani XG=ekspor barang manufa XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk miga MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsum MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerinta NFG=pinj. l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asin FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke s BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga IRD=tk.suku bunga AS-Indo. IRRD=tk.suku bunga riil INF=tingkat inflasi RER=nilai tukar riil PROB=indeks prob krisis SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta a Y=PDB riil
RMS %
Bias
Reg
Dist
Var
Covar
Error
(UM)
(UR)
(UD)
(US)
(UC)
11.11 0.657 0.131 0.212 0.055 0.288 20.69 0.783 0.060 0.156 0.024 0.193 23.19 0.432 0.354 0.214 0.540 0.028 24.16 0.332 0.032 0.636 0.396 0.272 18.98 0.797 0.030 0.173 0.003 0.200 24.96 0.584 0.323 0.093 0.153 0.264 20.54 0.791 0.102 0.107 0.022 0.188 19.72 0.850 0.040 0.110 0.114 0.035 25.49 0.838 0.055 0.106 0.106 0.056 85.78 0.438 0.502 0.060 0.024 0.538 23.69 0.653 0.005 0.342 0.278 0.069 27.80 0.778 0.095 0.127 0.104 0.118 278.04 0.195 0.260 0.544 0.630 0.174 76.26 0.195 0.180 0.624 0.087 0.717 29.71 0.195 0.086 0.719 0.041 0.763 57.21 0.699 0.290 0.011 0.014 0.286 52.79 0.689 0.291 0.020 0.034 0.277 59.58 0.593 0.393 0.014 0.163 0.244 31.79 0.704 0.266 0.030 0.028 0.268 17.41 0.520 0.258 0.222 0.383 0.096 29.52 0.521 0.104 0.375 0.323 0.156 341.74 0.983 0.000 0.017 0.006 0.011 45.97 0.903 0.060 0.037 0.001 0.096 40.00 0.823 0.005 0.172 0.151 0.025 13.21 0.531 0.190 0.278 0.137 0.332 16.50 0.531 0.044 0.425 0.115 0.354 377.84 0.588 0.411 0.001 0.181 0.231 54.95 0.531 0.104 0.365 0.081 0.388 183.45 0.625 0.318 0.058 0.069 0.306 206.89 0.940 0.010 0.050 0.000 0.059 0.00 . . . . . 7.43 0.217 0.489 0.294 0.588 0.194 27.48 0.111 0.287 0.602 0.488 0.401 39.81 0.111 0.203 0.686 0.217 0.673 55.23 0.509 0.070 0.422 0.329 0.162 97.53 0.844 0.086 0.070 0.008 0.148 72.20 0.919 0.077 0.004 0.066 0.015 18.97 0.082 0.140 0.778 0.212 0.706 252.79 0.830 0.052 0.118 0.006 0.164 83.47 0.703 0.000 0.296 0.116 0.181 423.39 0.940 0.003 0.056 0.000 0.059 22.75 0.642 0.080 0.278 0.279 0.079
U1
0.1126 0.1937 0.2937 0.2232 0.1843 0.2907 0.2173 0.2095 0.2715 1.1640 0.2689 0.3052 0.5926 0.2839 0.2462 0.6581 0.6063 0.5578 0.3480 0.1681 0.3682 2.6720 0.4733 0.4366 0.1418 0.1794 4.4004 0.6081 1.7112 1.1850 0.0000 0.0867 0.2350 0.3210 0.6668 0.7199 0.6961 0.1963 1.4441 0.8152 1.5432 0.2585
U
0.0538 0.1054 0.1653 0.1205 0.1002 0.1645 0.1204 0.1162 0.1559 0.7340 0.1519 0.1771 0.3705 0.1432 0.1203 0.4545 0.4084 0.2269 0.2043 0.0901 0.2159 0.9639 0.3050 0.2752 0.0749 0.0966 0.9914 0.3990 0.8643 0.3819 0.0000 0.0445 0.1142 0.1545 0.4683 0.2721 0.4912 0.1016 0.7257 0.6361 0.5224 0.1454
179
Tabel 37. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1997-2000 Variabel Endogen
RMS % Error
Bias (UM)
Reg (UR)
Dist (UD)
Var (US)
Covar (UC)
3583.00 0.487 0.420 0.093 0.243 0.270 91.75 0.476 0.428 0.096 0.455 0.069 CP=konsumsi swasta 17.00 0.572 0.315 0.113 0.056 0.372 IG=investasi pemerintah 53.72 0.451 0.439 0.111 0.049 0.500 I=total investasi 70.54 0.513 0.448 0.039 0.463 0.024 56.65 0.166 0.798 0.037 0.427 0.407 CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerin 54.81 0.220 0.734 0.046 0.343 0.437 TD=pajak langsung 37.29 0.008 0.057 0.936 0.838 0.154 TI=pajak tak langsung 18.70 0.163 0.152 0.685 0.013 0.824 TN=penerimaan non-pajak 224.64 0.534 0.466 0.000 0.465 0.001 TT=pajak perdagangan intern 18.88 0.074 0.010 0.916 0.645 0.281 T=total pajak 81.31 0.447 0.541 0.012 0.397 0.156 DMS=perubahan jml.uang be 155.39 0.710 0.044 0.247 0.007 0.283 SSP=aliran dana swasta ke p 1482.00 0.710 0.166 0.124 0.052 0.238 NSSP=alr.dana net.sws.ke p 590.93 0.710 0.145 0.145 0.059 0.231 XAG=ekspor kmdt pertani 61.16 0.967 0.002 0.031 0.007 0.026 XG=ekspor barang manufa 49.78 0.893 0.052 0.055 0.076 0.030 XSR=ekspor jasa 28.99 0.898 0.029 0.073 0.001 0.101 X=total ekspor termsk miga 40.38 0.919 0.056 0.025 0.073 0.008 MGK=impor barang modal 16.91 0.068 0.045 0.886 0.745 0.187 MGI=impor barang intrmed. 24.74 0.553 0.109 0.338 0.357 0.090 MGC=impor barang konsum 119.07 0.837 0.038 0.125 0.094 0.069 MSR=impor jasa 37.91 0.911 0.000 0.089 0.040 0.049 35.93 0.877 0.115 0.008 0.121 0.002 M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerinta 76.56 0.897 0.008 0.095 0.013 0.090 NFG=pinj. l.n. pem. netto 607.66 0.897 0.014 0.089 0.001 0.103 FDI=penanaman modal asin 510.34 0.573 0.162 0.265 0.169 0.258 FL=pinjaman l.n. swasta 111.29 0.910 0.025 0.065 0.052 0.038 NFP=alr.dana asing net.ke s 76.17 0.828 0.149 0.023 0.160 0.013 BOP=balance of payment 539.74 0.766 0.001 0.233 0.087 0.147 DR=perubahan cad.devisa 0.00 . . . . . MS=jumlah uang beredar 74.36 0.721 0.253 0.026 0.160 0.119 IR=tingkat suku bunga 216.95 0.790 0.027 0.183 0.011 0.199 IRD=tk.suku bunga AS-Indo. 308.82 0.790 0.025 0.185 0.012 0.198 IRRD=tk.suku bunga riil 306.65 0.454 0.221 0.325 0.007 0.539 814.66 0.734 0.056 0.211 0.007 0.259 INF=tingkat inflasi RER=nilai tukar riil 78.61 0.873 0.115 0.013 0.033 0.094 PROB=indeks prob krisis 129.44 0.316 0.647 0.037 0.252 0.432 SIG=kesenjangan tabungan 265.35 0.489 0.436 0.075 0.175 0.336 FIS=kesenjangan fiskal 2698.00 0.729 0.241 0.030 0.166 0.105 FOR=kesenjangan valuta a 67.68 0.766 0.027 0.207 0.141 0.093 Y=PDB riil 7.82 0.645 0.087 0.268 0.002 0.353
SP=tabungan swasta IP=investasi swasta
U1
1.1844 0.2452 0.1836 0.4627 0.2793 0.5081 0.4884 0.2511 0.1543 2.9152 0.1543 0.8046 1.7370 1.9018 1.6659 0.6178 0.5266 0.2946 0.4202 0.1807 0.3065 1.1482 0.3950 0.3831 0.7581 1.2709 1.7226 0.9107 0.7279 1.6706 0.0000 0.7506 1.2465 1.3635 1.4704 1.5789 0.8395 1.0745 2.4500 3.3855 0.7320 0.0793
U
0.4694 0.1187 0.0988 0.1991 0.1323 0.2232 0.2137 0.1291 0.0749 0.5950 0.0760 0.3042 0.6099 0.5432 0.5802 0.4442 0.3535 0.1712 0.2649 0.0933 0.1755 0.9832 0.2443 0.2354 0.5830 0.6739 0.8034 0.7272 0.5367 0.7378 0.0000 0.2795 0.8053 0.8142 0.5458 0.8041 0.6972 0.3901 0.8275 0.6590 0.5609 0.0409
180
Hasil validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia menunjukkan bahwa daya prediksi untuk simulasi pada tahun 1990-1996 (sebelum krisis) jauh lebih baik daripada periode krisis ekonomi (tahun 1997-2000). Pada tahun 19901996, dari 42 persamaan yang terdapat pada model, terdapat 21 persamaan atau 50% RMSPE yang mempunyai nilai di bawah 30%, dibandingkan dengan 19% pada tahun 1997-2000. Yang mempunyai nilai antara 30%−60% adalah 21% pada tahun 1990-1996, dan 19% pada tahun 1997-2000, sedangkan yang di atas 100% adalah 17% pada tahun 1990-1996, dan 38% pada tahun 1997-2000. Jika dilihat dari nilai U, maka terdapat 22 persamaan atau 52% yang mempunyai nilai U di bawah 0.2 pada tahun 1990-1996 dan 12 persamaan atau sebesar 29% pada tahun 1997-2000, yang memiliki nilai U antara 0.2-0.3 sebanyak 6 persamaan atau 14% pada tahun 1990-1996 dan 17% pada tahun 1997-2000, 14 persamaan atau 33% mempunyai nilai U di atas 0.3 pada tahun 1990-1996 dan 55% pada tahun 1997-2000. Secara umum, meskipun terdapat RMSPE dan U-Theil yang cukup tinggi pada beberapa variabel, model tersebut masih dapat digunakan untuk melakukan simulasi historis karena yang memiliki nilai RMSPE dan U-Theil tinggi mayoritas terdapat pada persamaan identitas. Lagipula model ini dirancang untuk memenuhi kriteria ekonomi terlebih dahulu. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji validasi model, dapat dilakukan simulasi historis untuk tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000.
6.2. Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Perubahan FaktorFaktor Eksternal terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia Sebanyak 10 simulasi individual dilakukan untuk menggambarkan dampak perubahan variabel kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan faktor-faktor
181
eksternal (non-kebijakan) terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Dari 10 skenario simulasi, terdapat tujuh skenario simulasi kebijakan makroekonomi dan tiga skenario simulasi perubahan faktor-faktor eksternal. Dari tujuh skenario kebijakan makroekonomi, terdapat tiga skenario kebijakan fiskal yaitu skenario 1, skenario 2 dan skenario 3. Terdapat empat skenario kebijakan moneter yaitu skenario 4, skenario 5, skenario 6 dan skenario 7. Tiga skenario terakhir adalah perubahan faktor-faktor eksternal, yaitu skenario 8, skenario 9 dan skenario 10. Skenario ke-11 merupakan simulasi kebijakan fiskal dan moneter secara simultan. Hasil simulasi 11 skenario diuraikan dalam sub-bab di bawah ini.
6.2.1. Dampak Peningkatan Penerimaan Pemerintah sebesar 15 Persen Penerimaan pemerintah terdiri dari penerimaan pajak langsung (TD), pajak tak langsung (TI), penerimaan non-pajak (TN) dan penerimaan pajak perdagangan internasional (TT). Pada periode tahun 1990-1996, peningkatan penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung dan pajak perdagangan internasional sebesar 15% dapat meningkatkan total penerimaan pemerintah sebesar 22.828% dan mampu meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 17.896%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 1160.522%
yang
menunjukkan
peningkatan
peran
pemerintah
dalam
perekonomian. Peningkatan penerimaan pemerintah juga mampu mendorong peningkatan investasi swasta sebesar 9.005% dan konsumsi swasta sebesar 11.736%. Dampak peningkatan penerimaan pajak terhadap kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing adalah meningkat sebesar 141.654% dan 3.352%. Tetapi kesenjangan tabungan menurun sebesar 49.514%. Pada gilirannya, peningkatan penerimaan pajak mampu meningkatkan PDB riil sebesar 11.707%.
182
Tabel 38. Hasil Simulasi Peningkatan Penerimaan Pemerintah (TD,TI,TT) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internasi T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
TD, TI, TT naik 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 55919 52595 130170 12009 64603 24777 36786 23599 10954 -959 2031 39913 3859 5782 1819 5302 19689 9755 52552 12349 24717 -6412 13728 44382 7539 5257 168 7473 9300 12852 2282 35582 12.44 -7.87 5.30 7.13 1060 0.3564 3324 3127 8171 227721
68824 1.979 53501 9.005 202385 11.736 15247 7.540 68747 8.728 52434 23.669 67680 17.896 34022 15.000 17268 15.000 43973 -240.395 2203 15.000 90669 22.828 13668 106.474 16250 52.519 10860 1160.522 9694 23.907 43085 21.770 9019 1.752 90206 9.845 17827 8.629 44735 2.471 -2856 -18.390 24937 39.187 84643 11.136 6073 -9.648 -7410 -13.279 12618 101.344 158 84.427 -2422 237.676 -10859 2.097 13483 0.000 67755 23.463 -12.43 -29.558 16.81 39.878 16.75 40.212 -29.18 -48.631 1089 74.304 0.9061 -6.260 15323 -49.514 22988 141.654 5563 3.352 329130 11.707
0.296 1.992 1.436 1.148 1.802 0.926 0.974 15.000 15.000 -0.173 15.000 0.114 2.466 2.066 3.124 2.160 1.537 0.345 0.994 1.135 0.096 -8.346 3.362 0.994 -2.143 -1.842 22.505 139.041 54.336 0.513 0.000 2.116 -7.806 5.723 -0.593 -2.819 10.355 -1.414 -5.209 -2.341 0.999 1.424
183
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan penerimaan pajak sebesar 15% meningkatkan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik sebesar 3.124% dan mampu meningkatkan investasi swasta sebesar 1.992%. Konsumsi swasta juga meningkat sebesar 1.436%. Pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.974% dan total ekspor meningkat sebesar 0.994%. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 5.209%, kesenjangan fiskal menurun sebesar 2.341%. Kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 0.999% dan secara keseluruhan mampu meningkatkan PDB riil sebesar 1.424%.
6.2.2. Dampak Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah sebesar 15 Persen Perubahan obligasi pemerintah (DGB) merupakan salah satu komponen aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP), dimana penurunan obligasi pemerintah berarti menurunkan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik, yang mengimplikasikan peningkatan peran swasta dalam perekonomian. Selain itu, penurunan perubahan obligasi pemerintah dapat menurunkan beban pembayaran bunga utang pemerintah. Pada periode tahun 1990-1996, penurunan perubahan obligasi pemerintah sebesar 15% dapat meningkatkan investasi dan konsumsi swasta sebesar 2.659% dan 0.142%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 549.490%, mengimplikasikan adanya peningkatan peranan sektor swasta dalam perekonomian. Total ekspor meningkat sebesar 0.105%. Kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 23.922% dan 128.583%, tetapi kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 1.100%. Secara keseluruhan terjadi kontraksi dalam perekonomian, dimana PDB riil menurun sebesar 0.513%.
184
Tabel 39. Hasil Simulasi Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah (DGB) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
DGB turun 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 54541 49533 116663 10869 60402 17753 28622 20534 9683 -3730 1766 28252 1215 2849 -1114 4281 16216 9589 47892 11358 24220 -5382 9703 39899 8787 6505 -13068 2922 -8487 12675 2282 27935 19.33 -14.76 2.83 16.51 583 0.3401 5009 -370 7993 202811
68663 53472 200274 15020 68493 52132 67152 29651 15103 44277 1917 90949 13413 15607 10217 9503 42467 8989 89367 17694 44669 -2644 24329 84048 6174 -7309 10454 -158 -4902 -11104 13483 66449 -11.77 16.14 16.98 -28.74 1001 0.9206 15191 23796 5319 326218
-0.534 2.659 0.142 -2.669 1.658 -11.390 -8.269 0.063 1.659 -646.029 0.000 -13.057 -34.992 -24.848 -549.490 0.047 0.291 0.021 0.105 -0.088 0.410 0.628 -1.622 -0.090 5.309 7.308 -4.821 -27.887 -25.640 0.691 0.000 -3.071 9.456 -12.758 -25.132 18.948 -4.092 -10.547 -23.922 -128.583 1.100 -0.513
0.061 1.937 0.378 -0.358 1.426 0.345 0.186 0.226 0.579 0.518 0.052 0.423 0.555 -1.972 -2.982 0.148 0.080 0.011 0.055 0.380 -0.051 -0.303 0.841 0.284 -0.516 -0.454 1.495 61.052 7.579 -1.732 0.000 0.148 -2.082 1.509 0.772 -1.268 1.437 0.163 -6.025 1.092 -3.431 0.526
185
Pada periode tahun 1997-2000, penurunan perubahan obligasi pemerintah sebesar 15% akan meningkatkan investasi swasta sebesar 1.937% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar 0.378%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 2.982% dan aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 7.579%, mengindikasikan adanya peningkatan peranan sektor swasta dalam perekonomian. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 6.025%, kesenjangan fiskal meningkat sebesar 1.092% dan kesenjangan valuta asing menurun sebesar 3.431%. Pada akhirnya, PDB riil meningkat sebesar 0.526%. Hasil simulasi penurunan perubahan obligasi pemerintah pada periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000, meskipun berdampak pada peningkatan peran sektor swasta dimana investasi swasta dan konsumsi swasta meningkat, akan tetapi pada periode tahun 1990-1996 akan menurunkan pengeluaran pemerintah sehingga secara keseluruhan menurunkan PDB riil. Sedangkan pada periode tahun 1997-2000, penurunan perubahan obligasi pemerintah mampu meningkatkan pengeluaran pemerintah dan meningkatkan PDB riil.
6.2.3. Dampak Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah sebesar 15 Persen Penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (FG) sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 dapat mendorong peningkatan penerimaan pemerintah. Penerimaan pemerintah meningkat sebesar 15.602% dan pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 9.887%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 517.243% yang berarti ada peningkatan peranan sektor publik dalam perekonomian. Akan tetapi aliran dana asing ke sektor swasta juga meningkat sebesar 58.712%. Investasi swasta meningkat sebesar 2.665 dan
186
Tabel 40. Hasil Simulasi Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (FG) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
FG turun 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 55264 49536 119973 11466 61002 22821 34287 20845 9728 5218 1773 37565 2756 4678 716 4436 16648 9611 48501 11652 24083 -5571 10898 41062 7092 5630 -10267 5819 -2789 12120 2282 30346 15.32 -10.74 4.95 10.36 709 0.4089 5728 3278 7439 211235
67443 49277 198664 14729 64006 52006 66735 29470 14794 36980 1913 83157 11591 14173 8783 9392 42174 8975 88949 17514 44821 -2477 23400 83258 5275 6990 6343 -4360 -13215 -10732 13483 63708 -5.07 9.44 13.76 -18.82 894 0.828 18166 16422 5691 320367
0.784 2.665 2.983 2.678 2.668 13.906 9.887 1.579 2.131 663.855 0.396 15.602 47.459 23.398 517.243 3.669 2.962 0.250 1.377 2.498 -0.158 -2.862 10.494 2.822 -15.000 -7.126 17.647 43.608 58.712 -3.718 0.000 5.295 -13.250 17.953 30.952 -25.360 16.510 7.549 -13.001 153.323 -5.907 3.620
-1.717 -6.060 -0.429 -2.289 -5.218 0.102 -0.436 -0.385 -1.478 -16.048 -0.157 -8.181 -13.104 -10.979 -16.599 -1.022 -0.610 -0.145 -0.413 -0.641 0.289 6.032 -3.009 -0.659 -15.000 196.069 -38.417 -974.698 -149.152 1.677 0.000 -3.983 56.028 -40.629 -18.338 33.686 -9.390 -9.912 12.379 -30.235 3.322 -1.277
187
konsumsi swasta meningkat sebesar 2.983%. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 13.001%, kesenjangan valuta asing menurun sebesar 5.907% tetapi kesenjangan fiskal meningkat sebesar 153.323%. Secara keseluruhan, penurunan pinjaman luar negeri pemerintah sebesar 15% mampu meningkatkan efisiensi sehingga pada gilirannya meningkatkan PDB riil sebesar 3.620%. Pada periode tahun 1997-2000, penurunan utang luar negeri pemerintah sebesar 15% akan menurunkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.436%. Investasi swasta menurun sebesar 6.060% dan konsumsi swasta menurun sebesar 0.429%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 16.599%. Total ekspor menurun sebesar 0.413%, tetapi kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 3.322%. Kesenjangan tabungan meningkat sebesar 12.379% dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 30.235%. Pada akhirnya, penurunan utang luar negeri pemerintah sebesar 15% berdampak menurunkan PDB riil sebesar 1.277%. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada periode tahun 1990-1996 penurunan pinjaman luar negeri pemerintah akan meningkatkan impor jasa, tetapi pada periode tahun 1997-2000 menurunkan impor jasa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan rasio bunga utang luar negeri pada komponen impor jasa periode tahun 1997-2000 dibandingkan dengan pada periode tahun 1990-1996. Pada periode tahun 1990-1996 penurunan pinjaman luar negeri dapat mendorong peningkatan penerimaan pemerintah dan selanjutnya berdampak positif pada PDB riil. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan pinjaman luar negeri pemerintah dapat meningkatkan efisiensi pada sektor publik. Akan tetapi, pada periode krisis tahun 1997-2000, hal ini ternyata tidak terjadi. Jika pinjaman
188
luar negeri diturunkan, maka pengeluaran pemerintah menurun, investasi swasta dan konsumsi swasta menurun dan aliran dana asing ke sektor swasta menurun, sehingga secara keseluruhan akan terjadi kontraksi ekonomi yang menurunkan PDB riil.
6.2.4. Dampak Peningkatan Tabungan Swasta sebesar 15 Persen Simulasi peningkatan tabungan swasta (SP) dimaksudkan untuk meningkatkan investasi swasta dengan pembiayaan dari dalam negeri. Peningkatan tabungan swasta sebesar 15% pada tahun 1990-1996 mampu meningkatkan investasi swasta 1.652%. Tetapi ada penurunan 1.206% pada konsumsi swasta. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik mengalami peningkatan sebesar 590.839%. Pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan sebesar 11.717%. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 48.290%. Pada akhirnya dampaknya terhadap PDB riil adalah meningkat sebesar 1.363%. Pada periode tahun 1997-2000, dampak peningkatan tabungan swasta sebesar 15% terhadap PDB riil adalah meningkat sebesar 7.208%. Peningkatan tersebut melalui peningkatan investasi swasta sebesar 1.680%, konsumsi swasta sebesar 11.988% dan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 1.945%. Meskipun terjadi penurunan kesenjangan tabungan sebesar 207.850% dan penurunan kesenjangan valuta asing sebesar 49.256%, tetapi terjadi peningkatan kesenjangan fiskal sebesar 3.603%. Dalam hal aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik, terjadi peningkatan sebesar 3.058% yang berarti ada penurunan peran swasta dalam perekonomian, tetapi terdapat peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 32.466%.
189
Tabel 41. Hasil Simulasi Peningkatan Tabungan Swasta (SP) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
SP naik 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 63059 49047 115093 11495 60542 23363 34858 20545 9460 6984 1766 38755 2882 4805 842 4282 16081 9584 47753 11426 23916 -5481 10256 40116 7651 5368 -11117 5964 -3493 12318 2282 30247 14.98 -10.41 5.25 9.73 659 0.4453 8711 3896 7636 206635
78914 53337 223438 15168 68505 53163 68331 30435 15723 44632 1927 92718 13661 16243 10853 9617 42738 9004 89766 18511 44426 -2651 26684 86970 6432 -7050 10738 878 -3582 -13627 13483 66676 -12.35 16.73 17.38 -29.74 1135 0.8169 -17434 24387 2795 347902
15.000 1.652 -1.206 2.937 1.893 16.611 11.717 0.117 -0.682 922.377 0.000 19.265 54.200 26.748 590.839 0.070 -0.544 -0.031 -0.186 0.510 -0.850 -1.200 3.985 0.453 -8.305 -11.448 10.829 47.187 48.290 -2.145 0.000 4.951 -15.176 20.474 38.889 -29.899 8.352 17.123 32.306 201.082 -3.415 1.363
15.000 1.680 11.988 0.624 1.444 2.329 1.945 2.877 4.708 1.324 0.574 2.376 2.414 2.022 3.058 1.349 0.719 0.178 0.502 5.015 -0.595 -0.569 10.603 3.770 3.642 3.106 4.252 316.523 32.466 -24.847 0.000 0.490 -7.112 5.220 3.145 -4.792 15.016 -11.120 -207.850 3.603 -49.256 7.208
190
Hasil simulasi peningkatan tabungan swasta menunjukkan bahwa pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000 peningkatan tabungan swasta dapat meningkatkan investasi swasta dan pengeluaran pemerintah. Aliran dana asing ke sektor swasta juga meningkat. Peningkatan terjadi pada penanaman modal asing langsung dan pinjaman luar negeri swasta. Meskipun pada periode tahun 1997-2000 konsumsi swasta menurun, tetapi secara keseluruhan, pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000 terjadi peningkatan PDB riil. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Chenery dan Strout (1966) yang menyatakan bahwa peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta (foreign capital inflows) akan menstimulasi investasi di negara penerimanya.
6.2.5. Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga sebesar 15 Persen Instrumen yang digunakan untuk meningkatkan investasi swasta adalah tingkat suku bunga (IR), dalam hal ini tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hasil simulasi penurunan tingkat suku bunga SBI disajikan dalam Tabel 42. Dalam Tabel 42 terlihat bahwa penurunan tingkat suku bunga sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 dapat meningkatkan investasi swasta sebesar 3.374% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar 3.463%. Aliran dana netto dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 726.169%. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 98.319%. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 19.198%. Kesenjangan fiskal meningkat sebesar 113.369% dan kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 1.682%. Pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 7.477%. Pada akhirnya PDB riil meningkat sebesar 3.987%. Pada periode tahun 1997-2000, penurunan tingkat suku bunga sebesar 15% tidak mampu meningkatkan konsumsi dan investasi swasta. Konsumsi dan
191
Tabel 42. Hasil Simulasi Penurunan Tingkat Suku Bunga SBI (IR) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internasi T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
IR turun 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 55198 49878 120532 11537 61414 21999 33535 20894 9786 3838 1779 36297 3114 5037 1074 4614 17231 9639 49290 11660 24147 -5816 11260 41251 7484 5201 -7909 6136 -114 12720 2282 32084 15.01 -9.33 4.73 9.17 792 0.3782 5320 2761 8039 211984
67172 41383 180562 12775 54158 47062 59837 27857 13586 34763 1844 78050 2392 4974 -417 7564 36601 8701 81274 16360 45121 -8 16213 77686 15891 2408 -18041 -17954 -51194 -12834 13483 43049 -13.26 -21.98 12.91 13.44 -205 1.0534 25789 18213 3588 285371
0.664 -2.112 3.374 -21.109 3.463 -9.501 3.313 -15.251 3.361 -19.802 9.803 -9.414 7.477 -10.727 1.818 -5.838 2.740 -9.523 461.839 -21.081 0.736 -3.758 11.700 -13.820 66.613 -82.068 32.867 -68.758 726.169 -103.955 7.829 -20.287 6.568 -13.744 0.542 -3.193 3.027 -9.006 2.569 -7.188 0.108 0.960 -7.386 99.709 14.164 -32.799 3.295 -7.307 -10.307 156.059 -14.203 133.095 36.561 -275.155 51.431 -4325.487 98.319 -865.196 1.049 -17.581 0.000 0.000 11.325 -35.119 -15.000 -15.000 28.724 -238.239 25.132 -23.383 -33.934 147.357 30.244 -120.762 -0.526 14.612 -19.198 59.536 113.369 -22.626 1.682 -34.858 3.987 -12.061
192
investasi swasta menurun sebesar 9.501% dan 21.109%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 103.955% dan terdapat penurunan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 865.196% sehingga berdampak menurunkan investasi swasta. Di sektor publik, pengeluaran pemerintah menurun sebesar 10.727%. Meskipun terjadi peningkatan kesenjangan tabungan sebesar 59.536% tetapi terdapat penurunan kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing sebesar 22.626% dan 38.858%. Pada akhirnya, PDB riil menurun sebesar 12.061%. Penurunan
tingkat
suku
bunga
pada
periode
tahun
1990-1996
mendepresiasi nilai tukar riil (RER) sebesar 30.244%, akan tetapi pada periode tahun 1997-2000 justru berdampak mengapresiasi nilai tukar riil sebesar 120.762%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kraay (2001) yang menyatakan bahwa suku bunga tinggi tidak melindungi mata uang pada waktu terjadi krisis mata uang di Asia.
6.2.6. Dampak Peningkatan Cadangan Devisa sebesar 15 Persen Simulasi peningkatan cadangan devisa (R) dimaksudkan untuk mendorong peningkatan aliran dana asing. Cadangan devisa yang meningkat mengindikasikan kinerja perdagangan yang baik, sehingga mendorong peningkatan aliran dana lebih lanjut. Peningkatan cadangan devisa sebesar 15% pada periode tahun 19901996 dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 134.315% meskipun terjadi penurunan pada kesenjangan valuta asing sebesar 36.466%. Konsumsi swasta meningkat sebesar 3.767%, akan tetapi investasi swasta menurun sebesar 1.936%. Kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal meningkat sebesar 49.499% dan 940.881%. Terjadi peningkatan aliran dana dari
193
Tabel 43.
Hasil Simulasi Peningkatan Cadangan Devisa (R) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
R naik 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 57159 47316 120887 12650 59966 33666 46316 20963 9401 27656 1764 59785 6547 8470 4507 4081 15003 9537 46428 11899 23055 -5312 11763 41405 5273 -180 -10225 10883 2318 9704 5453 36096 4.82 -0.25 10.43 -5.61 737 0.6519 9843 13469 5023 219542
69311 4.240 1.006 40734 -1.936 -22.346 182694 3.767 -8.433 15256 13.280 1.207 55990 0.924 -17.089 51693 68.036 -0.500 66949 48.439 -0.116 28112 2.154 -4.976 13545 -1.302 -9.796 52347 3948.521 18.838 1862 -0.113 -2.818 95865 83.982 5.851 14349 250.294 7.572 16930 123.424 6.338 11540 2727.693 9.581 8031 -4.627 -15.365 37797 -7.211 -10.925 8762 -0.522 -2.514 82998 -2.956 -7.076 16524 4.671 -6.257 44445 -4.419 -0.553 -889 1.920 66.275 18997 19.264 -21.259 79078 3.681 -5.646 4896 -36.805 -21.109 -18002 -102.967 -147.416 1878 17.983 -81.767 -5267 168.583 -1198.264 -18588 134.315 -250.452 -12503 -22.911 -14.549 22898 138.957 69.829 67676 25.246 1.997 -15.36 -72.707 -33.218 19.73 98.077 24.088 18.86 175.926 11.929 -34.22 -140.418 -20.578 237 21.233 -76.000 1.1212 71.462 21.989 28577 49.499 76.783 28916 940.881 22.843 3920 -36.466 -28.831 294296 7.695 -9.311
194
sektor swasta ke sektor publik sebesar 2727.693% dan terdapat peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 48.439%. Meskipun terjadi penurunan total ekspor sebesar 2.956% yang juga menurunkan kesenjangan valuta asing, tetapi pada akhirnya terjadi peningkatan PDB riil sebesar 7.695%. Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan cadangan devisa sebesar 15% akan meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 9.581%. Peningkatan cadangan devisa menurunkan investasi swasta sebesar 22.346% dan menurunkan konsumsi swasta sebesar 8.433%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 9.581%, tetapi terdapat penurunan pengeluaran pemerintah sebesar 0.116%. Kesenjangan tabungan meningkat 76.783% dan kesenjangan fiskal meningkat 22.483%. Akan tetapi kesenjangan valuta asing menurun sebesar 28.831%. Pada akhirnya, terjadi penurunan PDB riil sebesar 9.311%. Jadi, hasil simulasi peningkatan cadangan devisa sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 dapat meningkatkan PDB riil, tetapi pada periode tahun 1997-2000 justru menurunkan PDB riil.
6.2.7. Dampak Peningkatan Jumlah Uang Beredar sebesar 15 Persen Peningkatan jumlah uang beredar (MS) sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 berdampak meningkatkan konsumsi swasta sebesar 0.726%, tetapi menurunkan investasi swasta sebesar 6.145%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik dan aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 712.176% dan 40.148%. Kesenjangan tabungan mengalami peningkatan sebesar 48.147%, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing mengalami peningkatan sebesar 57.187% dan 26.208%. Pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan sebesar 5.682%. Pada akhirnya, secara keseluruhan, PDB riil meningkat sebesar 0.846%.
195
Tabel 44.
Hasil Simulasi Peningkatan Jumlah Uang Beredar (MS) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
MS naik 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 55039 45285 117344 11464 56749 21510 32975 20606 9326 3295 1783 35009 3090 5013 1050 4836 18187 9682 50512 11352 24572 -6123 10732 40534 8265 5983 -9941 4238 -4043 14659 2282 33143 16.55 -11.97 4.34 12.20 837 0.3999 9754 2034 9978 205581
68508 86794 220384 12683 99477 47348 60030 31436 18253 31740 1914 83344 1733 4315 -1076 8815 40483 8891 86596 19586 45054 -844 26623 90418 6543 -6940 10772 3129 -1298 -20245 13483 76304 -10.74 15.12 15.95 -26.70 519 0.7725 -18286 23313 -3822 363386
0.374 -6.145 0.726 2.660 -4.490 7.362 5.682 0.414 -2.089 382.350 0.963 7.737 65.329 32.234 712.176 13.017 12.481 0.991 5.581 -0.141 1.870 -13.054 8.811 1.500 -0.947 -1.303 20.261 4.590 40.148 16.452 0.000 15.000 -6.285 8.556 14.815 -12.104 37.619 5.181 48.147 57.187 26.208 0.846
-0.165 65.461 10.458 -15.862 47.308 -8.864 -10.439 6.260 21.557 -27.944 -0.104 -7.974 -87.008 -72.897 -110.217 -7.103 -4.595 -1.079 -3.048 11.114 0.810 67.981 10.350 7.885 5.430 4.618 4.583 871.268 75.528 -85.479 0.000 15.000 6.852 -4.906 -5.341 5.920 -47.395 -15.950 -213.121 -0.960 -169.390 11.980
196
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan jumlah uang beredar sebesar 15% akan meningkatkan investasi swasta sebesar 65.461% dan konsumsi swasta sebesar 10.458%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik mengalami penurunan sebesar 110.217%, yang mengimplikasikan terjadi peningkatan peranan sektor swasta dalam perekonomian. Namun hal ini dibarengi dengan menurunnya pengeluaran pemerintah sebesar 10.439%. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 213.121%, kesenjangan fiskal menurun sebesar 0.960% dan kesenjangan valuta asing menurun sebesar 169.390%, tetapi pada akhirnya terjadi peningkatan PDB riil sebesar 11.980%. Hasil simulasi peningkatan jumlah uang beredar pada periode tahun 19901996 dan tahun 1997-2000 memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah uang beredar dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sehingga mendorong terjadinya peningkatan kegiatan perekonomian pada sektor swasta yang pada akhirnya dapat meningkatkan PDB riil.
6.2.8. Dampak Penurunan Capital Flight sebesar 15 Persen Perubahan faktor eksternal dalam bentuk penurunan capital flight (KF) sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 berdampak meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 2.916% serta meningkatkan investasi dan konsumsi swasta sebesar 0.087% dan 0.039%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 1.072% yang mengimplikasikan adanya peningkatan peranan pada sektor publik. Pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.019% dan kesenjangan fiskal meningkat sebesar 0.155%. Sedangkan kesenjangan tabungan menurun sebesar 0.623% dan kesenjangan valuta asing menurun sebesar 1.101%. Pada akhirnya terjadi peningkatan PDB riil sebesar 0.042%.
197
Tabel 45. Hasil Simulasi Penurunan Capital Flight (KF) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
KF turun 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 54835 48292 116544 11167 59459 20040 31208 20525 9530 683 1766 32504 1870 3793 -170 4281 16173 9587 47847 11371 24121 -5417 9873 39949 8345 6062 -12434 4071 -6558 12580 2282 28823 17.66 -13.09 3.78 13.88 609 0.3814 6543 1296 7898 203942
68622 52548 199584 15074 67623 51960 67035 29590 15024 44048 1916 90579 13341 15923 10533 9490 42436 8988 89321 17633 44691 -2636 24143 83830 6208 -7275 10354 -331 -3153 -10931 13483 66353 -11.53 15.91 16.86 -28.39 988 0.9264 16074 23544 5491 324658
0.002 0.087 0.039 0.000 0.071 0.025 0.019 0.019 0.052 0.032 0.000 0.028 0.054 0.053 1.072 0.047 0.025 0.000 0.010 0.026 0.000 -0.018 0.101 0.035 0.012 0.000 0.265 0.469 2.916 -0.064 0.000 0.010 0.000 0.000 0.000 0.000 0.128 0.316 -0.623 0.155 -0.101 0.042
0.001 0.175 0.033 0.000 0.138 0.013 0.012 0.020 0.053 -0.002 0.000 0.014 0.015 0.013 0.019 0.011 0.007 0.000 0.003 0.034 -0.002 0.000 0.070 0.024 0.032 0.014 0.524 18.502 40.554 -0.147 0.000 0.003 0.000 0.063 0.059 -0.035 0.099 0.794 -0.563 0.021 -0.309 0.046
198
Pada periode tahun 1997-2000, penurunan capital flight sebesar 15% dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 40.554%, meningkatkan investasi swasta sebesar 0.175% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar 0.033%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 0.019%, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.012% dan kesenjangan fiskal meningkat sebesar 0.021%. Meskipun kesenjangan tabungan menurun sebesar 0.563% dan kesenjangan valuta asing menurun sebesar 0.309%, pada akhirnya terdapat peningkatan PDB riil sebesar 0.046%. Hasil simulasi penurunan capital flight pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000 memperlihatkan bahwa penurunan capital flight berdampak positif terhadap penanaman modal asing langsung, yakni meningkat sebesar 0.265% dan 0.524%. Pinjaman luar negeri swasta juga meningkat sebesar 0.469% dan 18.502%. Hal ini mampu mendorong peningkatan investasi swasta sebesar 0.087% dan 0.175%.
6.2.9. Dampak Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia sebesar 15 Persen Perubahan faktor eksternal dalam bentuk peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia (GASIA) sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 akan meningkatkan total ekspor sebesar 0.418%. Konsumsi dan investasi swasta meningkat sebesar 0.083% dan 0.139%. Aliran dana asing ke sektor swasta dan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 1.288% dan 18.633%. Pengeluaran pemerintah menurun sebesar 0.359%, kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 1.245% dan 6.182%, tetapi kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 0.696%, yang pada akhirnya berdampak meningkatkan PDB riil sebesar 0.052%.
199
Tabel 46. Hasil Simulasi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia (GASIA) Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
GASIA naik 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 54819 48317 116595 11157 59473 19933 31090 20530 9535 473 1766 32304 1837 3759 -203 4265 16119 9851 48042 11377 24243 -5393 9854 40081 8364 6082 -12527 4026 -6842 12642 2282 28774 17.75 -13.18 3.73 14.01 601 0.3782 6502 1214 7961 203962
68621 52474 199558 15074 67548 51953 67026 29588 15019 44041 1917 90564 13339 15921 10530 9487 42425 9058 89378 17631 44724 -2631 24130 83854 6206 -7276 10299 -397 -5296 -10898 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 986 0.919 16147 23538 5524 324582
-0.027 0.139 0.083 -0.090 0.094 -0.509 -0.359 0.044 0.105 -30.786 0.000 -0.588 -1.712 -0.844 -18.633 -0.327 -0.309 2.754 0.418 0.079 0.506 0.425 -0.091 0.366 0.240 0.330 -0.481 -0.642 -1.288 0.429 0.000 -0.160 0.510 -0.688 -1.323 0.937 -1.105 -0.526 -1.245 -6.182 0.696 0.052
0.000 0.034 0.020 0.000 0.027 0.000 -0.001 0.014 0.020 -0.018 0.052 -0.002 0.000 0.000 -0.009 -0.021 -0.019 0.779 0.067 0.023 0.072 0.190 0.017 0.052 0.000 0.000 -0.010 2.256 0.151 0.156 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.133 -0.011 -0.111 -0.004 0.290 0.022
200
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia sebesar 15% dapat meningkatkan total ekspor sebesar 0.067% dan meningkatkan kesenjangan valuta asing sebesar 0.290%. Investasi swasta dapat meningkat sebesar 0.034% dan konsumsi swasta meningkat sebesar 0.020%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektorpublik menurun sebesar 0.009%. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 0.151%. Meskipun kesenjangan tabungan menurun sebesar 0.111% dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 0.004%, akan tetapi pada akhirnya PDB riil dapat meningkat sebesar 0.022%. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia pada periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000 dapat meningkatkan kesenjangan valuta asing, meningkatkan investasi swasta dan meningkatkan konsumsi swasta. Peningkatan pertumbuhan di Asia pada akhirnya berdampak meningkatkan PDB riil.
6.2.10. Dampak Depresiasi Nilai Tukar Riil sebesar 15 Persen Sebelum terjadinya krisis nilai tukar pada tahun 1997, selama pemerintahan Orde Baru, pemerintah melakukan devaluasi nilai tukar secara berkala. Kebijakan devaluasi yang pertama adalah pada tahun 1978 sebesar 50%, kemudian tahun 1983 sebesar 44%, dan tahun 1986 sebesar 46%. Setelah itu, selama 10 tahun tidak lagi dilakukan kebijakan devaluasi. Yang terjadi hanyalah depresiasi nilai tukar secara terkendali sebesar rata-rata 3.5% per tahun. Karena kebijakan devaluasi merupakan salah satu kebijakan yang penting dalam perekonomian negara berkembang sampai tahun 1990an, maka pada umumnya program-program kebijakan yang terdahulu memasukkan kebijakan devaluasi nilai tukar sebagai salah satu kebijakan yang harus diterapkan. Hal ini karena
201
Tabel 47. Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar Riil (RER) sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internas T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
RER terdepresiasi 15% Predicted (%) 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 53888 33759 115860 10428 44186 12326 22754 20458 8431 -13367 1883 17404 -251 1671 -2292 8435 31693 10312 68247 10576 28414 -10605 13882 42267 11286 9003 -1678 -4303 -4322 30661 2282 26104 23.07 -18.50 0.70 22.36 699 0.2734 20130 -5350 25980 198352
68904 -1.725 0.412 30375 -30.033 -42.094 215462 -0.548 7.991 15084 -6.618 0.066 45459 -25.634 -32.683 51222 -38.478 -1.407 66306 -27.075 -1.076 31021 -0.307 4.857 13966 -11.486 -6.993 39495 -2056.775 -10.338 2192 6.625 14.405 86674 -46.441 -4.297 13678 -113.455 2.541 16260 -55.922 2.129 10870 -1236.293 3.219 18827 97.125 98.409 72086 96.011 69.882 10429 7.562 16.032 129749 42.651 45.266 17064 -6.967 -3.194 46164 17.798 3.294 -16464 -95.809 -524.583 41283 40.748 71.114 88046 5.839 5.054 10815 35.259 74.267 -2667 48.515 63.345 31393 86.540 204.786 -11011 -206.194 -2614.105 5183 36.018 197.719 25280 143.573 331.608 13483 0.000 0.000 67384 -9.424 1.557 -12.95 30.634 -12.316 17.32 -41.329 8.931 17.17 -81.362 1.899 -30.12 61.095 -6.131 1135 15.000 15.000 0.9122 -28.090 -0.751 38529 205.741 138.348 20369 -513.447 -13.467 41702 228.611 657.117 353845 -2.700 9.040
202
kebanyakan negara sedang berkembang saat itu masih menggunakan sistem nilai tukar tetap atau terkendali. Tetapi dengan diberlakukannya kebijakan nilai tukar fleksibel untuk mata uang rupiah, maka tidak dapat lagi dilakukan kebijakan devaluasi atau revaluasi. Yang dapat dilakukan hanyalah pemantauan nilai tukar oleh bank sentral, dimana bank sentral dapat melakukan intervensi di pasar uang internasional apabila dianggap perlu. Pemantauan atas nilai tukar mata uang sangat penting karena variabel nilai tukar merupakan variabel yang sangat penting dalam suatu perekonomian. Pada kondisi globalisasi perekonomian dunia, pemantauan ini menjadi lebih penting lagi. Hal ini karena nilai tukar yang lebih lemah atau lebih kuat daripada nilai ekuilibriumnya dapat berdampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Karena itulah Bank Indonesia masih tetap perlu memantau dan juga melakukan tindakan-tindakan intervensi yang dianggap perlu apabila nilai tukar rupiah dianggap sudah jauh terlalu rendah atau terlalu tinggi dari nilai ekuilibriumnya. Simulasi depresiasi nilai tukar dimaksudkan terutama untuk menganalisis dampaknya terhadap total ekspor dan selanjutnya terhadap PDB riil. Depresiasi nilai tukar riil (RER) sebesar 15% pada periode tahun 19901996 mampu meningkatkan total ekspor sebesar 42.651%, meningkatkan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar 6.625% dan meningkatkan kesenjangan valuta asing sebesar 228.611%. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat
sebesar
36.018%.
Kesenjangan
tabungan
meningkat
sebesar
205.741%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 1236.293%. Investasi swasta menurun sebesar 30.033% dan konsumsi swasta menurun sebesar 0.548%. Pengeluaran pemerintah menurun sebesar 27.075% dan
203
kesenjangan fiskal menurun sebesar 513.447%. Pada akhirnya PDB riil menurun sebesar 2.700%. Pada periode tahun 1997-2000, depresiasi nilai tukar riil sebesar 15% akan meningkatkan total ekspor sebesar 45.266% dan meningkatkan kesenjangan valuta asing sebesar 657.117%. Di samping itu terdapat peningkatan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar 14.405%. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 197.719% dan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 3.219%. Investasi swasta menurun sebesar 42.094%, pengeluaran pemerintah menurun sebesar 1.076% dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 13.467%. Tetapi konsumsi swasta meningkat sebesar 7.991% dan kesenjangan tabungan meningkat sebesar 138.348%. Pada akhirnya PDB riil dapat meningkat sebesar 9.040%.
6.2.11. Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter Secara Simultan Setiap program kebijakan ekonomi biasanya terdiri dari serangkaian variabel kebijakan yang perlu dilaksanakan secara simultan. Oleh karena itu, tahapan simulasi yang berikutnya adalah mengkombinasikan simulasi kebijakankebijakan fiskal dan moneter secara simultan. Secara ringkas, rekapitulasi hasil simulasi tiga variabel kebijakan fiskal, empat variabel kebijakan moneter dan tiga variabel faktor-faktor eksternal yang telah dilakukan, disajikan dalam Tabel 48 dan Tabel 49. Tabel 48 merekapitulasi hasil skenario simulasi 1-10 tahun 1990-1996, sedangkan Tabel 49 merekapitulasi hasil skenario simulasi 1-10 tahun 1997-2000. Berdasarkan rekapitulasi hasil simulasi, lalu dilakukan simulasi kombinasi kebijakan secara simultan berupa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
204
Kemungkinan penggabungan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah kombinasi dari kebijakan fiskal skenario 1, 2 dan 3, dan kebijakan moneter skenario 4, 5, 6 dan 7.
Tabel 48. Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1990-1996 Hasil Skenario Simulasi 1-10
Indikator Tujuan Simulasi Kebijakan Fiskal : Simulasi 1,2,3 Simulasi Kebijakan Moneter : Simulasi 4,5,6,7 Faktor-Faktor Eksternal : Simulasi 8,9,10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
+ +
+ +
+ +
+ –
+ +
– +
– +
+ +
+ +
– –
Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Publik (NSSP)
+ –
– +
+ –
+ –
+ –
+ –
+ –
+ –
+ +
– +
Sektor Luar Negeri: Total Ekspor (X) Aliran Dana Asing ke Sektor Swasta (NFP)
+ +
+ –
+ +
– +
+ +
– +
+ +
+ +
+ –
+ +
Kinerja Perekonomian: Kesenjangan Tabungan (SIG) Kesenjangan Fiskal (FIS) Kesenjangan Valuta Asing (FOR) PDB Riil (Y)
– + + +
– – + –
– + – +
+ + – +
– + + +
+ + – +
+ + + +
– + – +
– – + +
+ – + –
Sektor Swasta: Investasi Swasta (IP) Konsumsi Swasta (CP) Sektor Pemerintah: Pengeluaran Pemerintah (G)
Keterangan: + = Hasil simulasi sesuai dengan harapan – = Hasil simulasi tidak sesuai dengan harapan
Dalam tahapan simulasi kombinasi kebijakan secara simultan, skenario 810 tidak dimasukkan dalam simulasi kombinasi karena ketiga variabel tersebut merupakan faktor-faktor eksternal, bukan instrumen kebijakan makroekonomi. Instrumen kebijakan makroekonomi yang dimasukkan dalam simulasi kombinasi kebijakan secara simultan adalah yang hasil simulasinya memberi dampak positif terhadap kinerja variabel tujuan utama PDB riil. Simulasi kombinasi kebijakan secara simultan dianggap alternatif kebijakan fiskal dan moneter yang sebaiknya dilakukan.
205
Tabel 49. Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1997-2000 Hasil Skenario Simulasi 1-10
Indikator Tujuan Simulasi Kebijakan Fiskal : Simulasi 1,2,3 Simulasi Kebijakan Moneter : Simulasi 4,5,6,7 Faktor-Faktor Eksternal : Simulasi 8,9,10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
+ +
+ +
– –
+ +
– –
– –
+ +
+ +
+ +
– +
Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Publik (NSSP)
+ –
+ +
– +
+ –
– +
– –
– +
+ –
– +
– –
Sektor Luar Negeri: Total Ekspor (X) Aliran Dana Asing ke Sektor Swasta (NFP)
+ +
+ +
– –
+ +
– –
– –
– +
+ +
+ +
+ +
Kinerja Perekonomian: Kesenjangan Tabungan (SIG) Kesenjangan Fiskal (FIS) Kesenjangan Valuta Asing (FOR) PDB Riil (Y)
– – + +
– + – +
+ – + –
– + – +
+ – – –
+ + – –
– – – +
– + – +
– – + +
+ – + +
Sektor Swasta: Investasi Swasta (IP) Konsumsi Swasta (CP) Sektor Pemerintah: Pengeluaran Pemerintah (G)
Keterangan: + = Hasil simulasi sesuai dengan harapan – = Hasil simulasi tidak sesuai dengan harapan
Pemerintah dapat melakukan kebijakan fiskal berupa intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan guna meningkatkan penerimaan. Kebijakan ini masih memungkinkan untuk dilakukan karena tax ratio di Indonesia masih rendah, yakni 15%. Di negara lain, secara normatif, tax ratio dapat mencapai 30%. Kebijakan perpajakan dapat dilanjutkan dengan kebijakan pengurangan utang luar negeri pemerintah untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah. Untuk mengurangi beban bunga utang pemerintah, di samping melakukan kebijakan pengurangan utang luar negeri pemerintah, dapat pula dilakukan pengurangan penjualan obligasi pemerintah. Kebijakan ini sekaligus dapat meningkatkan peran swasta dalam perekonomian karena akan terjadi penurunan
206
aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik, yang diharapkan akan meningkatkan investasi swasta. Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga merupakan kebijakan yang penting untuk meningkatkan investasi swasta. Namun, pada periode krisis ekonomi yang lalu, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga dengan harapan agar nilai tukar rupiah tidak jatuh lebih dalam. Tetapi untuk perekonomian ke depan, kebijakan penurunan tingkat suku bunga lebih penting dilakukan untuk menggairahkan investasi swasta. Di samping itu, kebijakan yang menstimulasi peningkatan tabungan swasta domestik perlu dilakukan untuk meningkatkan investasi dengan pembiayaan dari dalam negeri. Kebijakan yang mendorong peningkatan ekspor dapat dilakukan misalnya dengan cara pengurangan pajak ekspor. Hal ini penting untuk dilakukan karena peningkatan ekspor dapat meningkatkan cadangan devisa. Peningkatan cadangan devisa dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta, yang pada gilirannya dapat meningkatkan investasi swasta. Peningkatan jumlah uang beredar dalam rangka ekspansi ekonomi dapat dilakukan dengan cara pembelian surat-surat berharga oleh Bank Indonesia. Peningkatan jumlah uang beredar diharapkan dapat meningkatkan peran swasta dalam perekonomian. Kebijakan ini dapat mengurangi ekspansi yang berlebih pada sektor publik. Peran industri yang dikelola oleh sektor swasta sebaiknya ditingkatkan karena industri besar dapat menampung tenaga kerja yang cukup banyak. Penjualan BUMN juga tidak dapat dikatakan sebagai langkah yang keliru sepanjang penjualannya dilakukan secara transparan dan pada waktu yang tepat,
207
yaitu pada saat prospek usaha di Indonesia dianggap mulai membaik. Alasannya adalah karena jika pengelolaan oleh pihak swasta lebih efisien daripada oleh pemerintah, maka pada akhirnya perusahaan tersebut menjadi lebih profitabel sehingga mampu melakukan ekspansi usaha yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi pada peningkatan PDB. Namun kebijakan recycling kredit domestik dari sektor publik ke sektor swasta yang diarahkan pada usaha kecil dan menengah juga harus ditingkatkan karena sektor ini diharapkan dapat turut mendorong kegiatan investasi swasta secara keseluruhan. Tabel 50 menyajikan hasil simulasi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter secara simultan pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000. Terlihat bahwa simulasi kombinasi kebijakan periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000 dapat meningkatkan investasi swasta sebesar 7.768% dan 68.425%. Konsumsi swasta meningkat sebesar 10.951% dan 22.247%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 712.176% pada periode tahun 1990-1996 dan menurun sebesar 113.892% pada tahun 1997-2000. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 132.791% dan 79.167%. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 12.500% dan 424.442%. Kesenjangan valuta asing menurun sebesar 42.221% dan 209.804%. Kesenjangan fiskal pada periode tahun 1990-1996 meningkat sebesar 842.195% tetapi menurun sebesar 11.925% pada tahun 1997-2000. Pada periode tahun 1990-1996, hasil simulasi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter secara simultan berdampak meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 51.067%, sedangkan pada periode tahun 1997-2000 berdampak menurunkan pengeluaran pemerintah sebesar 14.078%. Pada akhirnya, kombinasi
208
Tabel 50. Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen SP=tabungan swasta IP=investasi swasta CP=konsumsi swasta IG=investasi pemerintah I=total investasi CG=konsumsi pemerintah G=total pengeluaran pemerinta TD=pajak langsung TI=pajak tak langsung TN=penerimaan non-pajak TT=pajak perdagangan internasi T=total pajak DMS=perubahan jml.uang beredar SSP=aliran dana swasta ke publik NSSP=alr.dana net.sws.ke publik XAG=ekspor kmdt pertanian XG=ekspor barang manufaktur XSR=ekspor jasa X=total ekspor termsk migas MGK=impor barang modal MGI=impor barang intrmed. MGC=impor barang konsumsi MSR=impor jasa M=total impor FG=pinjaman l.n. pemerintah NFG=pinjaman l.n. pem. netto FDI=penanaman modal asing langs FL=pinjaman l.n. swasta NFP=alr.dana asing net.ke sws. BOP=balance of payment DR=perubahan cad.devisa MS=jumlah uang beredar IR=tingkat suku bunga (%) IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%) IRRD=tk.suku bunga riil (%) INF=tingkat inflasi (%) RER=nilai tukar riil (Rp/$) PROB=indeks prob krisis (0-1) SIG=kesenjangan tabungan FIS=kesenjangan fiskal FOR=kesenjangan valuta asing Y=PDB riil
Tahun 19901996 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683 1766 32495 1869 3791 -172 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 17.66 -13.09 3.78 13.88 608 0.3802 6584 1294 7906 203856
Tahun 19972000 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -406 -5304 -10915 13483 66351 -11.53 15.90 16.85 -28.38 987 0.9191 16165 23539 5508 324510
Kebijakan Fiskal dan Moneter (%) Predicted 1990- 1997199019971996 2000 1996 2000 63059 51998 129256 12373 64371 34762 47136 23599 10954 18455 2031 59328 3090 5013 1050 4539 16871 9623 48839 12572 23884 -5487 13303 44271 7092 2460 -7172 7728 2215 9249 5453 33143 15.01 -9.33 9.87 4.04 811 0.6375 5761 12192 4568 232957
78914 15.000 88349 7.768 243905 10.951 12515 10.800 100864 8.338 45076 73.506 57591 51.067 34022 15.000 17268 15.000 31628 2601.600 2203 15.000 78324 82.576 1733 65.329 3927 32.234 -1463 712.176 8985 6.076 40949 4.342 8914 0.376 87256 2.084 20399 10.591 44872 -0.983 -904 -1.311 28937 34.878 93304 10.858 7326 -15.000 -6157 -59.419 11425 42.472 2668 90.721 -1105 132.791 -22470 -26.525 13483 138.957 76304 15.000 -9.37 -15.000 13.75 28.724 14.71 161.111 -24.08 -70.893 666 33.307 0.605 67.675 -52446 -12.500 20732 842.195 -6048 -42.221 383797 14.275
15.000 68.425 22.247 -16.976 49.362 -13.237 -14.078 15.000 15.000 -28.198 15.000 -13.517 -87.008 -75.334 -113.892 -5.311 -3.497 -0.823 -2.309 15.726 0.403 65.701 19.941 11.328 18.047 15.379 10.922 757.636 79.167 -105.863 0.000 15.000 18.734 -13.522 -12.700 15.152 -32.552 -34.175 -424.442 -11.925 -209.804 18.270
209
kebijakan fiskal dan moneter secara simultan pada periode tahun 1990-1996 dapat meningkatkan PDB riil sebesar 14.275% dan pada periode tahun 1997-2000 dapat meningkatkan PDB riil sebesar 18.270%.
6.2.12. Evaluasi Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia Rekapitulasi evaluasi dampak perubahan kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 19972000 dirangkum dalam Tabel 51 dan Tabel 52. Dalam tabel disajikan dampak masing-masing kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan dampak perubahan faktor-faktor eksternal. Variabel-variabel endogen yang kinerjanya dipaparkan dalam Tabel 51 dan Tabel 52 adalah variabel-variabel yang dianggap sebagai variabel tujuan utama dan variabel tujuan sekunder dalam penelitian ini. Yang merupakan variabel tujuan utama adalah variabel PDB riil (Y). Yang merupakan variabel tujuan sekunder adalah variabel-variabel investasi swasta (IP), konsumsi swasta (CP), pengeluaran pemerintah (G), aliran dana netto dari sektor swasta ke publik (NSSP), total ekspor (X), aliran dana asing ke sektor swasta (NFP), kesenjangan tabungan (SIG), kesenjangan fiskal (FIS) dan kesenjangan valuta asing (FOR). Dalam Tabel 51 terlihat bahwa pada periode tahun 1990-1996, kebijakan fiskal peningkatan penerimaan pajak (Sim-1) dan kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga (Sim-5) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan tetapi meningkatkan kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing, dan pada akhirnya meningkatkan PDB riil. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah.
210
14.275 -2.700 0.052 -42.221 228.611 0.696 842.195 -513.447 -6.182 -12.500 205.741 -1.245 132.791 36.018 -1.288 2.084 42.651 0.418 712.176 -1236.293-18.633 51.067 -27.075 -0.359 10.951 -0.548 0.083 7.768 -30.033 0.139
0.042 -0.101 0.155 -0.623 2.916 0.010 1.072 0.019 0.039 0.087
sebesar 15%
Capital Flight (KF)
Dasar Nilai
Rp.milyar
0.846 7.695 3.987 1.363 3.620 -0.513 11.707 203856 26.208 -36.466 1.682 -3.415 -5.907 1.100 3.352 7906 57.187 940.881 113.369 201.082 153.323 -128.583 141.6541294 48.147 49.499 -19.198 32.306 -13.001 -23.922 -49.514 6584 40.148 134.315 98.319 48.290 58.712 -25.640 237.676 -6755 5.581 -2.956 3.027 -0.186 1.377 0.105 9.845 47842 712.176 2727.693 726.169 590.839 517.243 -549.490 1160.522 -172 5.682 48.439 7.477 11.717 9.887 -8.269 17.896 31202 0.726 3.767 3.463 -1.206 2.983 0.142 11.736 116498 -6.145 -1.936 3.374 1.652 2.665 2.659 9.005 48250
Kbjk ↙ KF 15% ↗ MS 15% ↗R 15% ↙ IR 15% ↗ SP 15% ↙ FG 15% 15% ↗T 15% ↗ RER 15% ↙ ↗ GASIA 15% Sim-11 Sim-10 Sim-9 Sim-8 Sim-7 Sim-6 Sim-5 Sim-4 Sim-3 Sim-2 Sim-1 Tahun 1990-1996 Persentase Perubahan
K
F
Y
S
F
totaX
alr.danN
G
alr.dana N
I
C
Varia
T
211
18.270 9.040 -209.804 657.117 -11.925 -13.467 -424.442 138.348 79.167 197.719 -2.309 45.266 -113.8923.219 -14.078 -1.076 22.247 7.991 68.425 -42.094
0.022 0.290 -0.004 -0.111 0.151 0.067 -0.009 -0.001 0.020 0.034
0.046 -0.309 0.021 -0.563 40.554 0.003 0.019 0.012 0.033 0.175
Capital Flight (KF)
Dasar Nilai
Rp.milyar
1.424 324510 0.999 5508 -2.341 23539 -5.209 16165 54.336 -5304 0.994 89318 3.124 10531 0.974 67027 1.436 199519 1.992 52456
sebesar 15%
11.980 -9.311 -12.061 7.208 -1.277 0.526 -169.390 -28.831 -34.858 -49.256 3.322 -3.431 -0.960 22.843 -22.626 3.603 -30.235 1.092 -213.12176.783 59.536 -207.85012.379 -6.025 75.528 -250.452 -865.196 32.466 -149.152 7.579 -3.048 -7.076 -9.006 0.502 -0.413 0.055 -110.217 9.581 -103.9553.058 -16.599 -2.982 -10.439 -0.116 -10.727 1.945 -0.436 0.186 10.458 -8.433 -9.501 11.988 -0.429 0.378 65.461 -22.346 -21.109 1.680 -6.060 1.937
Kbjk 15% ↙ KF 15% ↗ MS 15% ↗ R 15% ↙ IR 15% ↗ SP 15% ↙ FG 15% ↗ T 15% ↗ RER 15% ↙ 15% ↗ GASIA Sim-11 Sim-10 Sim-9 Sim-8 Sim-7 Sim-6 Sim-5 Sim-4 Sim-3 Sim-2 Sim-1 Tahun 1997-2000 Persentase Perubahan
K
Y
F
S
F
alr.danN
totaX
G
alr.dana N
I
C
Varia
T
212
Kebijakan fiskal penurunan perubahan obligasi pemerintah (Sim-2) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan, menurunkan kesenjangan fiskal dan meningkatkan kesenjangan valuta asing. Meskipun mampu meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta, tetapi pengeluaran pemerintah menurun dan pada akhirnya berdampak menurunkan PDB riil. Kebijakan fiskal penurunan utang luar negeri pemerintah (Sim-3) dan perubahan faktor eksternal berupa penurunan capital flight (Sim-8) memberi dampak penurunan kesenjangan tabungan dan penurunan kesenjangan valuta asing, akan tetapi meningkatkan kesenjangan fiskal. Investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah meningkat, dan pada akhirnya meningkatkan PDB riil. Kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4) dan peningkatan cadangan devisa (Sim-6) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal. Meskipun menurunkan kesenjangan valuta asing, tetapi pada akhirnya dapat meningkatkan PDB riil. Pada kebijakan peningkatan tabungan swasta, hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan investasi swasta dan pengeluaran pemerintah. Pada kebijakan peningkatan cadangan devisa, hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan moneter peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Meskipun terdapat penurunan investasi swasta, tetapi terdapat peningkatan konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah yang akhirnya meningkatkan PDB riil.
213
Perubahan faktor eksternal berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia (Sim-9) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi meningkatkan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah meningkat. Pada akhirnya PDB riil akan meningkat. Perubahan faktor eksternal berupa depresiasi nilai tukar riil (Sim-10) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Tetapi kesenjangan fiskal, investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah menurun, yang pada akhirnya menurunkan PDB riil. Kombinasi kebijakan secara simultan berupa kebijakan fiskal peningkatan penerimaan pemerintah (Sim-1), penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (Sim-3) dan kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4), penurunan tingkat suku bunga (Sim-5), peningkatan cadangan devisa (Sim-6) dan peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) pada periode tahun 1990-1996, berdampak menurunkan kesenjangan tabungan sebesar 12.500% dan menurunkan kesenjangan valuta asing sebesar 42.221%, tetapi dapat meningkatkan kesenjangan fiskal sebesar 842.195%. Konsumsi swasta meningkat sebesar 10.951%, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 51.067% dan total ekspor meningkat sebesar 2.084%, sehingga pada akhirnya meningkatkan PDB riil sebesar 14.275%. Meskipun terjadi peningkatan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik sebesar 712.176%, tetapi terdapat peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 132.791% yang mampu meningkatkan investasi swasta sebesar 7.768%.
214
Dalam Tabel 52 terlihat bahwa pada periode tahun 1997-2000, kebijakan fiskal peningkatan penerimaan pemerintah (Sim-1) dan perubahan faktor eksternal berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia (Sim-9) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi dapat meningkatkan kesenjangan valuta asing. Pada akhirnya PDB riil meningkat. Pada kebijakan peningkatan penerimaan pemerintah, hal ini terjadi karena adanya peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah. Pada perubahan faktor eksternal peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia, meskipun terdapat penurunan pengeluaran pemerintah, tetapi PDB riil dapat meningkat karena di samping terdapat peningkatan kesenjangan valuta asing, terdapat juga peningkatan investasi dan konsumsi swasta. Kebijakan fiskal penurunan perubahan obligasi pemerintah (Sim-2), kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4) dan perubahan faktor eksternal berupa penurunan capital flight (Sim-8) memberi dampak penurunan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing, akan tetapi meningkatkan kesenjangan fiskal. Hal ini berdampak meningkatkan PDB riil karena adanya peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (Sim-3) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Tetapi kesenjangan fiskal, investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah menurun yang pada akhirnya menurunkan PDB riil. Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga (Sim-5) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan, tetapi menurunkan kesenjangan fiskal dan menurunkan kesenjangan valuta asing. Pada periode ini, penurunan tingkat suku
215
bunga mengapresiasi nilai tukar riil, tetapi investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah ternyata menurun, sehingga pada akhirnya menurunkan PDB riil. Kebijakan moneter peningkatan cadangan devisa (Sim-6) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi menurunkan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah menurun, sehingga pada akhirnya akan menurunkan PDB riil. Kebijakan moneter peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Akan tetapi investasi swasta dan konsumsi swasta meningkat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan PDB riil. Perubahan faktor eksternal dalam bentuk depresiasi nilai tukar riil (Sim10) berdampak menurunkan investasi swasta, pengeluaran pemerintah dan kesenjangan fiskal. Akan tetapi depresiasi nilai tukar riil dapat meningkatkan kesenjangan valuta asing, kesenjangan tabungan dan konsumsi swasta, yang pada akhirnya dapat meningkatkan PDB riil. Kombinasi kebijakan simultan berupa kebijakan fiskal peningkatan penerimaan pemerintah (Sim-1), penurunan perubahan obligasi pemerintah (Sim2) dan kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4) dan peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) pada periode tahun 1997-2000, meskipun memberi dampak penurunan kesenjangan tabungan sebesar 424.442%, penurunan kesenjangan fiskal sebesar 11.925% dan penurunan kesenjangan valuta asing sebesar 209.804%, akan tetapi dapat meningkatkan investasi swasta sebesar 68.425% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar 22.247% yang pada
216
akhirnya dapat meningkatkan PDB riil sebesar 18.270%. Pada kondisi ini, peranan swasta dalam perekonomian meningkat dengan menurunnya aliran dana dari sektor swasta ke publik sebesar 113.892% dan meningkatnya aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 79.167%.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan sektor publik. Defisit tabungan swasta tidak menjadi kendala karena dapat diatasi melalui aliran dana asing yang menopang pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, defisit fiskal menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi karena penurunan penerimaan pemerintah akan memperlemah kekuatan fiskal. Menjawab tujuan penelitian pertama, dapat disimpulkan bahwa Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia yang dibangun untuk menganalisis kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan hasil yang baik. Secara teori ekonomi, hasil estimasinya logis dan memiliki arti (theoritically meaningful). Secara statistik, hasil estimasinya memuaskan. Hasil validasi model menunjukkan bahwa daya prediksinya cukup baik, sehingga dapat digunakan untuk simulasi kebijakan. Menjawab tujuan penelitian kedua yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Hasil estimasi perilaku empiris Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia tahun 1969-2000 menunjukkan bahwa tabungan swasta dipengaruhi oleh
tabungan swasta tahun sebelumnya. 2.
Pinjaman luar negeri swasta dapat mendorong peningkatan investasi swasta. Kalau pinjaman luar negeri swasta meningkat, maka ada kecenderungan investasi swasta meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat.
3.
Pinjaman luar negeri pemerintah dipengaruhi oleh perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik. Itu berarti aliran pinjaman asing akan meningkat
218
ke dalam perekonomian apabila perbedaan tingkat suku bunga menurun. Tetapi yang menarik adalah peningkatan cadangan devisa dan PDB riil secara teoritis seharusnya mengurangi pinjaman luar negeri, namun hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi ekonomi semacam itu tidak terjadi di Indonesia. 4.
Depresiasi nilai tukar riil yang disertai oleh penurunan cadangan devisa dapat meningkatkan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment) karena adanya harapan (ekspektasi) yang menjadikan nilai aset-aset menjadi lebih tinggi, sehingga pihak asing terdorong untuk melakukan investasi.
5.
Apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap suku bunga domestik, ternyata meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri swasta. Sedangkan penurunan cadangan devisa dapat meningkatkan pinjaman luar negeri swasta. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya restriksi valuta asing dari defisit neraca pembayaran yang dapat membahayakan transfer modal dan bunganya, ternyata tidak relevan.
Menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu tentang dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Pada periode sebelum krisis ekonomi Asia 1997 dan pada periode krisis, peningkatan penerimaan pemerintah ternyata dapat mendorong peningkatan pengeluaran yang pada gilirannya meningkatkan PDB riil. Itu dapat berarti kebijakan peningkatan penerimaan pemerintah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan masih dapat dilakukan mengingat tax ratio di Indonesia relatif masih rendah (15%), masih separuh dari 30%, persentase yang lazim. Pada tahun 2010 Dewan Perwakilan Rakyat RI mengusulkan kenaikan menjadi 16%. Kebijakan perpajakan dapat menjadi instrumen yang
219
efektif untuk mengurangi utang luar negeri pemerintah. Dampak ikutan dari pengurangan utang luar negeri, dalam kurun waktu panjang, dapat meningkatkan pendapatan per kapita penduduk. 2.
Penurunan obligasi pemerintah pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis dapat meningkatkan aliran dana ke sektor swasta serta dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta. Namun pada periode sebelum krisis, meskipun berdampak meningkatkan kesenjangan valuta asing, tetapi berdampak menurunkan pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal, kesenjangan tabungan dan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun berdampak menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing, tetapi berdampak meningkatkan pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal dan PDB riil.
3.
Pada periode sebelum krisis, penurunan pinjaman luar negeri pemerintah ternyata
dapat
meningkatkan
efisiensi
di
sektor
publik
sehingga
meningkatkan belanja pemerintah dan kesenjangan fiskal yang dalam hal ini mendorong meningkatkan PDB riil. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada periode krisis. 4.
Pada
periode
sebelum
krisis,
peningkatan
tabungan
swasta
dapat
meningkatkan kesenjangan tabungan, investasi swasta, kesenjangan fiskal dan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan, tetapi dapat meningkatkan investasi swasta, kesenjangan fiskal dan PDB riil. 5.
Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga pada periode sebelum krisis dapat meningkatkan investasi swasta, konsumsi swasta, kesenjangan
220
fiskal dan kesenjangan valuta asing yang membawa peningkatan PDB riil. Namun hal ini tidak terjadi pada periode krisis. 6.
Pada periode sebelum krisis, peningkatan cadangan devisa dapat mendorong peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta, kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal yang membawa peningkatan PDB riil. Namun pada periode krisis, meskipun dapat meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi menurunkan aliran dana asing ke sektor swasta, pengeluaran pemerintah dan PDB riil.
7.
Hasil simulasi peningkatan jumlah uang beredar pada periode sebelum krisis berdampak
meningkatkan
kesenjangan
tabungan,
konsumsi
swasta,
pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing yang kesemuanya membawa peningkatan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing, tetapi dapat memperkuat sektor swasta dengan adanya peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan aliran dana ke sektor swasta yang membawa peningkatan PDB riil. Peningkatan jumlah uang beredar dapat dilakukan melalui penurunan tingkat suku bunga, misalnya dengan menurunkan tingkat suku bunga SBI. Penurunan tingkat suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong penurunan tingkat suku bunga di sektor riil. Makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit dari sektor swasta akan meningkat. Dalam kondisi ini, di sektor swasta akan terjadi ekspansi industri yang diharapkan dapat mengabsorbsi tenaga kerja. Akan tetapi jumlah uang beredar harus terkendali karena dapat meningkatkan inflasi.
221
8.
Penurunan pelarian modal (capital flight) pada periode sebelum krisis dan periode krisis akan meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta dan menciptakan kondisi ekonomi dimana investasi swasta, konsumsi swasta dan total ekspor meningkat. Kenaikan ini dapat meningkatkan pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya dapat membawa peningkatan PDB riil.
9.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi dapat meningkatkan kesenjangan valuta asing, investasi swasta dan konsumsi swasta yang membawa peningkatan PDB riil.
10. Depresiasi nilai tukar riil pada periode sebelum krisis, meskipun meningkatkan kesenjangan valuta asing, tetapi menurunkan investasi swasta, konsumsi swasta dan kesenjangan fiskal yang akan menurunkan PDB riil. Namun pada periode krisis, meskipun menurunkan investasi swasta dan kesenjangan fiskal, tetapi meningkatkan konsumsi swasta dan meningkatkan kesenjangan valuta asing yang berperan memperbaiki kinerja perdagangan luar negeri yang kesemuanya membawa peningkatan PDB riil. 11. Kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan pinjaman luar negeri pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta, penurunan tingkat suku bunga, peningkatan cadangan devisa dan peningkatan jumlah uang beredar pada periode sebelum krisis, memberi dampak meningkatkan kesenjangan fiskal, akan tetapi menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta
222
dan pengeluaran pemerintah meningkat, yang kesemuanya berdampak meningkatkan PDB riil (pertumbuhan). 12. Kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan perubahan obligasi pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan dan peningkatan jumlah uang beredar pada periode krisis, ternyata berdampak menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Akan tetapi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter tersebut dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta, yang berdampak meningkatkan PDB riil.
7.2. Saran Kebijakan 1.
Oleh karena Indonesia mengalami defisit dalam kesenjangan fiskal, maka di samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengeluarannya. Efisiensi ini diharapkan akan mengurangi dampak negatif dari defisit fiskal.
2.
Untuk mencegah dampak negatif dari defisit fiskal, maka perlu kebijakan fiskal yang berhati-hati karena meskipun pengeluaran pemerintah merupakan stimulus bagi perekonomian, akan tetapi hal itu bisa menyebabkan dapat bersifat inflatoar dan menyebabkan peningkatan suku bunga (crowding-out effect) karena adanya beban utang pemerintah yang besar. Karena itu pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian sebaiknya ditujukan pada rumah tangga dengan pendapatan menengah ke bawah dan lebih fokus lagi pada golongan termiskin serta mampu
223
menciptakan investasi baru dan meminimalisasi kenaikan tingkat suku bunga (Artha dan Wardhana, 2003). 3.
Kondisi defisit di sektor swasta memerlukan penguatan aliran permodalan. Mengingat bahwa akumulasi pinjaman luar negeri swasta telah menjadi salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi Asia tahun 1997, maka diharapkan ada kebijakan yang mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment) berjangka panjang. Ada bukti yang menunjukkan bahwa walaupun kebijakan suku bunga uang dari bank sentral diturunkan, tidak serta merta dapat memperbaiki suku bunga uang di sektor riil. Untuk itu, peran intermediasi perbankan harus ditingkatkan, mengingat perbankan masih merupakan sumber pembiayaan utama dalam masyarakat tetapi sampai saat ini mengalami spread yang tinggi setelah terjadi krisis ekonomi.
4.
Untuk meningkatkan kinerja perekonomian, perlu dilakukan kebijakan yang mendorong peningkatan ekspor, antara lain dengan pengurangan pajak ekspor dan mengurangi hambatan birokrasi. Peningkatan ekspor akan meningkatkan cadangan devisa yang diharapkan dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta guna meningkatkan investasi.
5.
Dalam hal pinjaman luar negeri pemerintah, setelah krisis ekonomi mulai teratasi, pemerintah diharapkan mengurangi pinjaman luar negerinya untuk mengurangi beban bunga utangnya. Oleh karena itu keputusan pemerintah untuk mengurangi posisi utang luar negerinya merupakan keputusan yang tepat. Apalagi jika kebijakan itu dilakukan sekaligus dengan kebijakan pengelolaan utang dalam negeri pemerintah yang juga meningkat. Dengan
224
demikian, pemerintah diharapkan akan menjadi lebih mampu mengelola pengeluarannya secara lebih efisien dan lebih tepat sasaran.
7.3. Saran Penelitian Lanjutan Dalam penelitian ini dianalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 19972000 berdasarkan studi empiris secara makro dari sisi permintaan agregat, dan tidak mengupas lebih jauh sisi penawaran agregat (pendekatan sisi produksi). Sisi yang belum dibahas adalah sektor perbankan yang merupakan salah satu pemicu meluasnya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Penyehatan perbankan nasional oleh pemerintah saat itu ternyata menimbulkan utang dalam negeri pemerintah yang cukup besar (Rp.600 triliun). Tambahan lagi, sampai saat ini fenomena kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan masih belum teratasi. Hal ini tercermin dari perbankan yang lambat mengalirkan kredit secara optimal. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya diperlukan mendalami tentang sektor swasta dan perbankan dari sisi penawaran secara lebih terperinci. Penelitian ini juga tidak menganalisis struktur perekonomian Indonesia yang terbentuk akibat dari krisis ekonomi Asia tahun 1997, dimana industrialisasi menjadi terhambat pengembangannya. Oleh karena itu, diharapkan ke depannya akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam dari sisi penawaran tentang perubahan struktur perekonomian dan arahnya sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Abdelal, K. M. 2001. Multidimensional Aspects of International Financial Crisis in East Asia. Ph.D. Dissertation. Kansas State University, Kansas. Adelman, I.F. and H.B. Chenery. 1966. Foreign Aid and Economic Development: The Case of Greece. Review of Economics and Statistics, 48(1): 1-19. Artha, I.K.D.S. and S.B. Wardhani. 2003. Life after the IMF: Challenges for Indonesia. Paragraph One, 4(3): 14-18. Bacha, E.L. 1984. Growth with Limited Supplies of Foreign Exchange: A Reappraisal of the Two-Gap Model. In Syrquin, Taylor, and Westphal (Eds.), Economic Structure and Performance: Essays in Honor of Hollis Chenery. Academic Press, New York. . 1990. A Three-Gap Model of Foreign Transfers and the GDP Growth Rate in Developing Countries. Journal of Development Economics, 32(3): 279-296. . 1993. External Debt, Net Foreign Transfers, and Growth in Developing Countries. World Development, 20(8): 1183-1192. Badan Pusat Statistik. 1971-2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Ballasa, B. 1989. The Effects of Interest Rate on Savings in Development Countries. World Bank Working Paper No. 56. Bank Indonesia. 1997. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. Blanco, H. and P.M. Garber. 1986. Recurrent Devaluation and Speculative Attacks on the Mexican Peso. Journal of Political Economy, 94(1): 149166. Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta. Blanchard, O. 1997. Macroeconomics. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Blomqvist, F. 1976. Empirical Evidence on the Two-Gap Hypothesis: A Revised Analysis. Journal of Development Economics, 3(2): 181-193. Booth, A. and McCawley, P. 1981. The Indonesian Economy During the Suharto Era. Oxford University Press, Kuala Lumpur.
226
Boyce, J.K. 1992. The Revolving Door? External Debt and Capital Flight: A Philippine Case Study. World Development, 20(3): 335-339. Bruton, H.J. 1969. The Two-Gap Approach to Aid and Development: Comment. American Economic Review, 59(3): 439-446. Chenery, H.B. and M. Bruno. 1962. Development Alternatives in an Open Economy: The Case of Israel. Economic Journal, 72(1): 79-103. Chenery, H.B. and A.M. Strout. 1966. Foreign Assistance and Economic Development. American Economic Review, 66(4): 680-733. Eshag, E. 1971. Comment on Foreign Assistance: Objectives and Consequences. Bulletin of the Oxford University Institute of Economics and Statistics, 33(2): 149-156. Federal Bureau of Statistics. 2001. Economic and Financial Data for the United States. Federal Bureau of Statistics, Washington, D.C. http://www.fedstat.gov Findlay, R. 1973. International Trade and Development Theory. Columbia University Press, New York. Fry, M.J. 1988. Money, Interest and Banking in Economic Development. The John Hopkins University Press, Baltimore. Giovannini, A. 1985. Savings and Real Interest Rate in LDCs. Journal of Development Economics, 18(3): 197-210. Golberger, A.S. 1964. Econometric Theory. Wiley and Sons, New York. Griffin, K.B. and J.L. Enos. 1970. Foreign Assistance: Objectives and Consequences. Economic Development and Cultural Change, 18(2): 313327. Gunning, J.W. 1983. Rationing in an Open Economy: Fix-Price Equilibrium and Two-Gap Models. European Economic Review, 23: 71-98. Gupta, K.L. 1987. Aggregate Savings, Financial Intermediation and Interest Rate. Review of Economics and Statistics, 69(1): 303-311. Haryanto, Fr. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Analisis Jalur Mekanisme Transmisi Moneter. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. International Monetary Fund. 2000. International International Monetary Fund, Washington, D.C.
Financial
Statistics.
227
Intriligator, M.D. 1978. Econometric Models, Techniques, and Applications. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Iqbal, Z. 1993. Institutional Variations in Saving Behaviour in Pakistan. Pakistan Development Review, 32(4): 1293-1311. . 1996. Constraints to Economic Growth of Pakistan: A Three-Gap Approach. Pakistan Society of Development Economists (PSDE), Islamabad. Johnston, J. 1972. Econometric Methods. McGraw-Hill, New York. Joshi, V. 1970. Saving and Foreign Exchange Constraints. In Streeten (Ed.), Unfashionable Economics: Essays in Honor of Lord Balogh. Weidenfeld and Nicolson, London. Khan, A.H., L. Hasan and A. Malik. 1992. Dependency Ratio, Foreign Capital Inflows and the Rate of Savings in Pakistan. Pakistan Development Review, 31(4): 843-856. . 1994. Determinants of National Saving Rate in Pakistan. Economia Internazionale, 47(4): 365-382. Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd., London. Kraay, A. 2001. Do High Interest Rates Defend Currencies during Speculative Attacks? World Bank Working Papers, Washington, D.C. Landau, L. 1971. Saving Functions for LatinAmerica. In Chenery, H.B. (eds.), Studies in Development Planning. Harvard University Press, Massachusetts. Levinshon, K. 1999. The Global Financial Crisis of 1997-98. In Kreinin, Plummer, and Abe (Eds.), Asia Pacific Economic Linkages. Pergamon, New York. Levy, V. 1984. The Saving Gap and the Productivity of Foreign Aid to a Developing Economy: Egypt. The Journal of Developing Areas, 19(3): 2134. Mosley, P. 1980. Aid, Saving and Growth Revisited. Oxford Buletin of Economics and Statistics, 42(1): 79-95.
228
Oh, H.S. 2000. Identifying The Role of Macroeconomic Fundamentals in The 1997 Asian Currency Crisis: An Application of The Currency Crisis Model to Thailand, Indonesia, The Philippines, and Korea. Ph.D. Dissertation. University of Hawaii at Manoa, Honolulu. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfield. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill, New York. Pio, A. and A. Vannini. 1992. European Investment in Developing Countries: Recent Trends and the Potential of Project 1992. In Sideri and Sengupta (Eds.), The 1992 Single European Market and the Third World. EADI Book Series No. 13, Frank Cass, London. Prawiro, R. 1998. Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi. Elex Media Komputindo, Jakarta. Radelet, S. and J. Sach. 1998. The East Asian Financial Crisis: Diagnosis, Remedies, Prospects. In Brainard and Perry (Eds.), Brookings Papers on Economic Activity: 1-90. Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood Products Industry: A Policy Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University of the Philippines, Los Banos. Solimano, A. 1990. Macroeconomic Constrains for Madium-Term Growth and Distribution: A Model for Chile. World Bank Working Papers, Country Economic Department, WPS 400. Washington, D.C. Tambunan, T. 2002. Perekonomian Indonesia: Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta. Taylor, L. 1990. A Three-Gap Model. In McCarthy (Ed.), Problems of Developing Countries in the 1990s, Vol. 1, General Topics: 55-90. . 1993. Gap Models. Journal of Development Economics, 45(2): 17-34. Theil, H. 1958. Economic Forecasts and Policy. North-Holland Publishing Company, Amsterdam. Theil, J. and A. Zellner. 1962. Three-Stage Least Squares: Simultaneous Estimation of Simultaneous Equations. Econometrica, 30: 54-78. Tinbergen, J. 1956. Economic Policy: Principles and Design. North-Holland Publishing Company, Amsterdam. United Nations. 1970-2000. Statistical Year Book. United Nations, New York.
229
Van Wijnbergen, S. 1986. Macroeconomic Aspects of the Effectiveness of Foreign Aid: On the Two-Gap Model, Home Goods Disequilibrium and Real Exchange Rate Misalignment. Journal of International Economics, 21(3): 123-136. Voivodas, C.S. 1973. Exports, Foreign Capital Inflow and Economic Growth. Journal of International Economics, 22(3): 337-349. Vos, R. 1994. Aid Flows and Dutch Desease in a General Equilibrium Framework for Pakistan. Working Papers, Sub-Series on Money, Finance and Development, No. 59. ISS, The Hague, The Netherlands. Waelbroeck, J. 1984. Capital, Foreign Exchange, and Growth: The Two-Gap and Labour-Income-Floor Views. In Syrquin, Taylor, and Westphal (Eds), Economic Structure and Performance: Essays in Honour of Hollis Chenery. Academic Press, New York. Wang, X.Y. 1998. The Debt-Growth Dynamics of Developing Countries: A Case Study of China. Ph.D. Dissertation. New School for Social Research, New York. Weisskopf, T.E. 1972. An Econometric Test of Alternative Constraints on the Growth of Underdevelopment Countries. Review of Economics and Statistics, 54(1): 67-78. White, H. 1992. The Macroeconomic Impact of Development Aid: A Critical Survey. Journal of Development Studies, 28(2): 163-240. World Bank. 1970-2000. World Tables. The World Bank, Washington, D.C.
LAMPIRAN
231
Lampiran 1. Konsep Model Makroekonomi Two-Gap Pembahasan resmi tentang model two-gap dimulai oleh Chenery & Bruno (1962), yang memperluas model Harrod (1939) yang saat itu mengenal dua kendala yang mengikat pertumbuhan, yang dinamakan penawaran tenaga kerja dan penawaran modal. Kemudian Chenery & Strout (1966) menerapkan model yang sama dengan model untuk Israel, untuk kasus empat puluh negara-negara yang sedang berkembang (Less Developed Countries atau LDC), dengan menggunakan data pada periode tahun 1957-1962. Berdasarkan hasil penelitiannya, mereka menemukan bahwa produktivitas bantuan luar negeri yang tertinggi dimiliki oleh negara-negara sedang berkembang yang kendala (binding constraint) pertumbuhannya adalah valuta asing. Model solusi hasil penelitian mereka disajikan dalam dua tahap. Tahap pertama, berkaitan dengan tingkat pembangunan yang lebih rendah, negara-negara tersebut menghadapi kendala tabungan, yang kemudian menjadi kendala valuta asing bersamaan dengan kemajuan pembangunan negara tersebut. Mereka juga menghitung bantuan wajib (aid requirements) untuk 40 negara sedang berkembang tersebut untuk target tingkat pertumbuhan selama periode tahun 1962-1975. Pada penelitian yang sama juga ditemukan bahwa produktivitas bantuan luar negeri jauh lebih tinggi pada saat valuta asing menjadi faktor kendala pertumbuhan ekonomi, dimana hal ini menunjukkan bahwa bantuan luar negeri tersebut dapat melepaskan kendala yang mengikat pertumbuhan. Adelman & Chenery (1966) melakukan penelitian ekonometrika tentang pengaruh bantuan asing pada pertumbuhan ekonomi Yunani dengan menggunakan data time series untuk periode tahun 1950-1961. Berdasarkan hasil penelitiannya, kendala pertumbuhan Yunani periode sampai tahun 1957 adalah gap tabungan, sedangkan selanjutnya adalah gap impor-ekspor. Landau (1971) memakai metode yang berbeda untuk mengindentifikasikan kendala untuk 18 negara Amerika Latin selama periode tahun 1950-1966. Dia tidak memakai kerangka kerja program peneliti sebelumnya dan lebih menggunakan fungsi expost tabungan dan impor. Hasil penelitiannya mengindentifikasikan bahwa delapan negara (Bolivia, Chili, Kolombia, Dominican Republic, Guatemala, Nikaragua, Panama dan Uruguay) menghadapi kendala valuta asing yang mengikat (a binding foreign exchange connstraint) dan empat negara (Brazil, Paraguay, Peru dan Venezuela) menghadapi kendala tabungan yang mengikat selama periode tahun 1950-1966. Sedangkan enam negara yang lain (Costarica, Honduras, Argentina, Ekuador, El Savador dan Meksiko) mungkin menghadapi alternatif antara dua situasi untuk periode yang sama.
232
Lampiran 1. Lanjutan Weisskoff (1972) memeriksa kendala pertumbuhan (binding contstraint) untuk 37 negara-negara yang sedang berkembang dengan menggunakan data time series selama periode tahun 1953-1968. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 23 negara-negara yang sedang berkembang mengalami kendala tabungan pada pertumbuhannya. Delapan negara lainnya didominasi dengan kendala valuta asing, dan enam negara lainnya dikarakteristikkan oleh hybrid kendala tabungan dan valuta asing. Hampir mirip dengan penelitian yang sebelumnya, Levy (1984) memeriksa dominant binding constraint pada kasus perekonomian Mesir, dengan menggunakan tes yang sama dengan Weisskopf (1972). Dia menemukan bahwa tabungan merupakan kendala yang mengikat (binding contraint) untuk pertumbuhan perekonomian Mesir selama periode tahun 1960-1979. Blomqvist (1976) mengkritik uji ekonometrika Weisskopf dan membantah bahwa penelitian tersebut tidak memberikan pemecahan yang jelas tentang penemuan binding constraint di negara-negara yang sedang berkembang. Dia menyarankan sebuah metode alternatif untuk menghitung F-rasio dari fungsi estimasi seperti yang dicirikan oleh Weisskopf (1972). Agar dapat membandingkan hasil Blomqvist dengan hasil Weisskopf, Blomqvist menggunakan sekumpulan data yang sama yang mencakup 33 negara sedang berkembang yang sama. Dia menemukan bahwa 24 negara dapat diklasifikasikan sebagai perekonomian kendala tabungan, sementara itu dua negara mengalami kendala valuta asing dan tujuh negara lainnya tetap tidak terklasifikasi. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh oleh Blomqvist secara umum mendukung kesimpulan utama Weisskopf bahwa kebanyakan negara sedang berkembang menghadapi kendala tabungan yang mengikat selama periode penelitian tersebut. Waelbroeck (1984) mengenali pentingnya kritik-kritik tentang model two-gap yang dikembangkan oleh Chenery & Bruno (1962), yang menekankan pada ruang lingkup harga tetap pada model tersebut. Oleh karena itu, dia merancang suatu model untuk membandingkan sifat teoritis dari model tersebut dengan model Labor-IncomeFloor (LIF) yang dikemukan oleh Lewis beberapa tahun yang lalu. Hipotesis LIF menekankan pada perlawanan serikat buruh tentang pemotongan pendapatan per kapitanya. Waelbroeck menyimpulkan bahwa jika produksi sangat sensitif terhadap harga dan neraca perdagangan, maka sifat model LIF berubah menjadi hampir mirip dengan model two-gap. Dia membantah bahwa ciri model two-gap dapat diinterpretasikan dalam bentuk kerangka kerja keseimbangan umum harga tetap.
233
Lampiran 1. Lanjutan Bacha (1984) mengembangkan model two-gap yang lebih berorientasi pada kebijakan untuk tujuan pedagogis, dimana dia menurunkan persamaan-persamaan untuk tabungan yang membatasi tingkat pertumbuhan dan valuta asing yang membatasi tingkat pertumbuhan. Pada akhirnya, van Wijnbergen (1986) mengembangkan model makro perekonomian terbuka yang sederhana dan membandingkan implikasinya dengan model two-gap. Dia menyarankan bahwa binding-trade gap sebaiknya dilihat sebagai ekses penawaran barang non-traded dan ekses permintaan barang traded. Begitu pula dengan binding-savings gap, sebaiknya diartikan sebagai ekses permintaan barang non-traded dan ekses penawaran barang traded. Model “two-gap” yang dikembangkan oleh Chenery & Bruno (1962), McKinnon (1964), Adelman & Chenery (1966), Landau (1971), Weisskoff (1972) dan Bacha (1984) diuraikan di bawah ini. 1a. Chenery & Bruno (1962) Chenery & Bruno (menggunakan data untuk periode perencanaan tahun 19601965 pada kasus Israel), menghasilkan restriksi reduced form untuk setiap kendala sbb.: Keseimbangan Full Employment V n = 4990 (l – u) / (l – l p )5 ........................................................................... (1) Keseimbangan Tabungan-Investasi V n = (2760 + F n – 4010s) / (0.608 – s) ...................................................... (2) Keseimbangan Neraca Pembayaran V n = 3.73F n – 0.38G n + 5440 ...................................................................... (3) Dimana V n , F n , dan G n merupakan produksi nasional kotor (GNP), aliran modal asing (foregin capital inflows), dan pengeluaran pemerintah (current government expenditure) untuk periode perencanaan akhir tahun 1964-1965. Secara berturutan, u adalah tingkat pengangguran, l p adalah peningkatan tahunan produktivitas tenaga kerja, dan s adalah marginal propensity to save. Berdasarkan
model
reduced-form,
mereka
mendapatkan
bahwa
neraca
pembayaran─valuta asing─terbukti merupakan kendala yang mengikat pertumbuhan ekonomi Israel dalam kerangka kerja formulasi perencanaan yang berusaha untuk memaksimumkan pertumbuhan atas tiga persamaan di atas (persamaan-persamaan 1,2,3). Selain itu, mereka juga mendapatkan bahwa produktivitas bantuan luar negeri di Israel berkisar dari 0.4-1.0 pada saat valuta asing merupakan kendala yang mengikat, sedangkan
234
Lampiran 1. Lanjutan pada saat tabungan dalam negeri menjadi kendala bagi pertumbuhan, produktivitas bantuan luar negerinya berkisar antara 0.2-0.6. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan hasil penelitian tersebut, produktivitas bantuan eksternal tertinggi dimiliki oleh negara-negara yang sedang berkembang, dimana valuta asing menjadi kendala atau pembatas yang mengikat bagi pertumbuhan. 1b. Adelman & Chenery (1966) Adelman & Chenery (1966) melakukan penelitian ekonometrika tentang pengaruh bantuan asing pada pertumbuhan ekonomi Yunani dengan menggunakan data time series untuk periode tahun 1950-1961. Dengan menggunakan metode two-stage least squares Theil, mereka mendapatkan persamaan estimasi akhir modelnya sbb.: Tabungan-pembatas pertumbuhan Vs t = 1.078V t-1 + 0.3622F t + 0.0067K t-1 – 4390 ........................................ (4) Impor-pembatas pertumbuhan Vm t = 2.61 F t + 344.9Pm t + 1782T + 9780 .................................................. (5) Dimana Vs dan Vm merupakan batasan tabungan dan batasan impor produk nasional m
kotor (GNP). F merupakan net foreign capital inflows, K adalah persediaan modal, P adalah indeks harga impor relatif, T adalah trend waktu, dan subscript
t
menunjukkan
periode waktu. Berdasarkan estimasi fungsi di atas, Adelman dan Chenery mengatakan bahwa untuk periode di atas tahun 1957, tabungan merupakan kendala pertumbuhan, sedangkan gap impor-ekspor kemudian mengalami peningkatan secara kuat. Fungsi impor pembatas pertumbuhan pada persamaan (5) di atas menunjukkan bahwa pada saat tabungan dan investasi bukan merupakan kendala pertumbuhan, produktivitas unit tambahan bantuan eksternal adalah sebesar 2.61. Sementara itu, pada saat tabungan merupakan kendala (binding constraint), produktivitas unit tambahan bantuan eksternal hanya sebesar 0.36 (persamaan 4). 1c. Mackinnon (1964) Mackinnon (1964) memberikan sebuah kerangka kerja konseptual umum yang menunjukkan bagaimana pengaruh kemungkinan perdagangan dan transfer modal asing terhadap proses pertumbuhan di negara-negara yang sedang berkembang. Penelitiannya
235
Lampiran 1. Lanjutan menjelaskan prinsip ekonomi dasar tentang kendala valuta asing dan tabungan pada target tingkat pertumbuhan. Secara matematik, model two-gap dijelaskan oleh Mckinnon sbb.: Pembatas valuta asing:
ω = β (ε + f) jika β (ε + f) < σ (s + f) .......................................................... (6) Pembatas tabungan
ω = σ (ε + f) jika β (ε + f) > σ (s + f) .......................................................... (7) Dimana ω adalah tingkat pertumbuhan maksimum yang mungkin dicapai, σ adalah rasio output-modal, s adalah rata-rata propensity to save, f adalah transfer asing sebagai bagian dari pendapatan nasional, β adalah pangsa modal impor untuk memproduksi satu unit output tambahan, dan ε adalah rata-rata propensity to export yang berkenaan dengan output. Mengikuti Chenery & Bruno (1962), Mackinnon membantah bahwa pada saat kendala valuta asing tetap bertahan, transfer bantuan luar negeri akan selalu memiliki proporsi pengaruh yang lebih besar pada tingkat pertumbuhan yang mungkin dicapai daripada pada saat kendala tabungan bertahan. 1d. Landau (1971) Landau (1971) memakai metode yang berbeda untuk mengindentifikasikan kendala untuk 18 negara Amerika Latin selama periode 1950-1966. Dia tidak memakai kerangka kerja program peneliti sebelumnya dan lebih menggunakan fungsi ex-post tabungan dan impor sebagai berikut: S = α 0 + α 1 Y + α 2 F ................................................................................... (8) M = β 0 + β 1 Y + β 2 F ................................................................................... (9) Dimana S adalah tabungan nasional kotor (GNS), Y adalah produk nasional kotor (GNP), F adalah net foreign capital inflows, M adalah impor barang dan jasa, dan X adalah ekspor barang dan jasa. Model two-gap Landau dapat disajikan dalam Social Accounting Matrix (SAM) seperti disajikan pada Tabel A. Persamaan matematik untuk total baris dan kolom dalam Tabel A dapat ditulis sbb.: F + (α 0 + α 1 Y + α 2 F) – I ........................................................................... (10) (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X = F .......................................................................... (11) (α 0 + α 1 Y + α 2 F) – I + (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X = 0.................................. (12)
236
Lampiran 1. Lanjutan Tabel A. Model Two-Gap Landau dalam Social Accounting Matrix (SAM) Neraca Modal
Neraca Modal Ekonomi Domestik
All Other Accounts
∑
F
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)-I
F+(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)-I=0 (β 0 +β 1 Y+β 2 I)X=F (α 0 +α 1 Y+ α 2 F)I +(β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X = 0
Ekonomi Domestik
ROW
*
ROW
0
1
*
(β 0 +β 1 Y+β 2 F)-X
All Other Accounts
0
0
*
0=F+(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)-I
F=(β 0 +β 1 Y+β 2 F)-X
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)-I +(β 0 +β 1 Y+β 2 F)X = 0
∑ 1
*
Asumsi tidak ada capital flight ke ROW Karena salah satu dari tiga persamaan di atas diterapkan oleh dua persamaan
yang lain, satu persamaan dapat dihilangkan dari sistem. Landau memilih untuk menghilangkan persamaan (12) dan memfokuskan analisisnya pada persamaan (10) dan (11). Pada tahap analisis yang selanjutnya, Landau mengasumsikan bahwa setiap perekonomian akan beroperasi pada salah satu dari model berikut:
α 2 = 0 jika I – (α0 + α1 Y + α2 F) > (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X ..................... (13) atau
β 2 = 0 jika I – (α0 + α1 Y + α2 F) < (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X ...................... (14) Oleh karena itu, akan mustahil untuk mengambil kesimpulan dari estimasi empiris α 2 dan β 2 untuk negara-negara individual pada waktu yang berbeda-beda dimana kedua model tersebut digunakan. Berdasarkan hal tersebut, Landau mengindentifikasikan bahwa delapan negara (Bolivia, Chili, Kolombia, Dominican Republic, Guatemala, Nikaragua, Panama dan Uruguay) menghadapi kendala valuta asing yang mengikat (a binding foreign exchange connstraint), sementara itu kendala tabungan terjadi pada kasus di empat negara (Brazil, Paraguay, Peru dan Venezuela) selama periode tahun 1950-1966. Sedangkan keenam negara yang lain (Costarica, Honduras, Argentina, Ekuador, El
237
Savador dan Meksiko) mungkin menghadapi alternatif antara dua situasi untuk periode yang sama.
Lampiran 1. Lanjutan 1e. Weisskoff (1972) Weisskoff (1972) memeriksa kendala (binding contstraint) pertumbuhan untuk 37 negara-negara yang sedang berkembang dengan menggunakan data time series selama periode tahun 1953-1968. Fungsi perilaku dari modelnya adalah: S = α 0 + α 1 Y + α 2 F + α 2 X ...................................................................... (15) M = β 0 + β 1 Y + β 2 I ................................................................................... (16) Dimana S adalah tabungan nasional kotor (GNS), Y adalah produk nasional kotor (GNP), F adalah net foreign capital inflows, M adalah impor barang dan jasa. X adalah ekspor barang dan jasa. dan I adalah investasi domestik kotor (GDI). Sama seperti model Landau, model two-gap Weisskopf dapat pula disederhanakan dalam bentuk kerangka kerja SAM. Penggabungan persamaan perilaku (15) untuk S dan (16) untuk M menghasilkan Tabel B. Tabel B.
Model Two-Gap Weisskopf dalam SAM Neraca Modal
All Other Accounts
∑
F
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F+α 2 X)-I
F+(α 0 +α 1 Y+ α 2 F+α 2 X)-I=0 (β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X=F (α 0 +α 1 Y+ α 2 F+α 2 X)-I +(β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X = 0
Ekonomi Domestik
ROW
*
Neraca Modal Ekonomi Domestik
ROW
0
1
*
(β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X
All Other Accounts
0
0
*
0=F+(α 0 +α 1 Y+ α 2 F+α 2 X)-I
F=(β 0 +β 1 Y+β 2 F )-X
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F+α 2 X)-I +(β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X = 0
∑
*
1
Asumsi tidak ada capital flight ke ROW Persamaan matematik untuk total baris dan kolom Tabel B dapat ditulis menjadi
sebagai berikut:
238
F + (α 0 + α 1 Y + α 2 F + α 2 X) – I = 0 ........................................................ (17) (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X = F .......................................................................... (18) (α 0 + α 1 Y + α 2 F + α 2 X) – I + (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X .......................... (19)
Lampiran 1. Lanjutan Weisskopf (1972) memperlakukan persamaan (19) secara berlebih-lebihan dan kemudian mengembangkan hipotesis berikut ini, yang didasarkan pada persamaan (17) dan persamaan (18) untuk mengetahui binding contraints pada pertumbuhan ekonomi di 37 negara yang sedang berkembang tersebut: Pengaturan ulang persamaan (17) dan (18) menghasilkan persamaan (20) untuk kendala tabungan dan (21) kendala valuta asing sbb.: Kendala Tabungan I = α 0 + α 1 Y + (1 + α 2 )F + α 2 X ............................................................... (20) Dengan α 1 ≥ 0, (1 + α 2 ) ≤ 1, dan α 3 ≥ 0
(Kendala Tabungan)
Kendala Valuta Asing I = – (β 0 /β 2 ) – (β 1 /β 2 )Y + (1/β 2 )X + (1/β 2 )F ........................................... (21) Dengan – (β 0 /β 2 ) < 0 dan (1 /β 2 ) > 1
(Kendala Valuta Asing)
Berdasarkan estimasi ordinary least square, persamaan (20) dan (21), Weisskopf (1972) menemukan bahwa 23 negara-negara yang sedang berkembang merupakan sasaran dari kendala tabungan pada pertumbuhan. Delapan negara lainnya didominasi dengan kendala valuta asing dan enam negara lainnya dikarakteristikkan oleh hybrid kendala tabungan dan valuta asing. Hampir mirip dengan penelitian yang sebelumnya, Levy (1984) memeriksa dominant binding constraint pada kasus perekonomian Mesir, dengan menggunakan tes yang sama dengan Weisskopf (1972). Ditemukan bahwa tabungan merupakan kendala yang mengikat (binding contraint) untuk pertumbuhan perekonomian Mesir pada periode tahun 1960-1979. 1f. Bacha (1984) Bacha (1984) mengembangkan model two-gap yang lebih berorientasi pada kebijakan untuk tujuan pedagogis, dimana dia menurunkan persamaan untuk tabungan yang membatasi tingkat pertumbuhan (savings constrained growth rate (gs)) dan untuk
239
valuta asing yang membatasi tingkat pertumbuhan (foreign exchange constrained growth rate (gf)): Kendala Tabungan gs = [a/(1– m k )](m j + s) – [a/(1 – m k )]e ....................................................... (22)
Lampiran 1. Lanjutan Kendala Valuta Asing gf = [as/(m k s + m j )]e + [a(m j + s)/(m k s + m j )]f ........................................... (23) Pada persamaan tersebut, a merupakan rasio output-modal, m k adalah koefisien impor barang modal, m j adalah koefisien impor barang antara, s adalah marginal propensity to save, e adalah rasio ekspor bersih terhadap output potensial dan f adalah transfer modal asing ke rasio output potensial. Bacha membantah bahwa untuk nilai tertentu variabel di sisi sebelah kanan pada kedua persamaan di atas, pertumbuhan sebaiknya dianggap sebagai kendala tabungan jika gs < gf, dan sebagai kendala valuta asing jika gf < gs. Pada akhirnya, van Wijnbergen (1986) mengembangkan model makroekonomi untuk perekonomian terbuka yang sederhana dan membandingkan implikasinya dengan model two-gap. Dia menyarankan bahwa binding-trade gap sebaiknya dilihat sebagai ekses penawaran barang non-traded dan ekses permintaan barang traded. Begitu pula dengan binding-savings gap, sebaiknya diartikan sebagai ekses permintaan barang nontraded dan ekses penawaran barang traded.
240
Lampiran 2. Data yang Digunakan dalam Analisis Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia Tahun 1969-2000 atas dasar Indeks Deflator PDB (P) Tahun Dasar 1990
OBS TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
SG
SP
IG
529.412 982.456 1253.968 2390.625 2953.488 6201.681 5106.742 5747.748 5355.212 5194.539 8391.720 11012.438 10929.019 10528.155 10544.658 10040.310 10342.776 3498.645 2728.395 2547.807 6063.830 9900.000 1826.484 15752.829 16402.536 19666.183 18637.275 19447.930 27118.644 7206.995 3487.531 1438.997
4372.549 7596.491 9111.111 14640.625 15709.302 20260.504 14269.663 13585.586 16521.236 16378.840 28394.904 34189.055 30148.225 23440.777 28828.371 31350.388 30596.317 34440.379 47969.136 51691.789 40106.383 42600.000 43835.616 54046.997 48494.453 51088.534 56112.224 55395.232 65536.723 62352.941 -1573.566 -1437.001
2313.725 2982.456 3031.746 4656.250 5244.186 8084.034 7853.933 9252.252 8328.185 10331.058 11563.694 13843.284 12501.044 14998.058 15366.025 13358.140 13881.020 11289.973 11700.000 13780.652 10106.383 7200.000 13059.361 16362.054 14104.596 13280.116 14762.859 11229.611 12768.362 9439.428 13793.953 9859.464
IP
FDI
FL
KF
FG
5490.196 5.294 471.000 19.250 7549.020 2000.000 1.333 719.000 -2.286 6684.210 2460.317 2.667 1667.000 -39.900 6666.670 3265.625 3.281 2797.000 24.360 6562.500 2488.372 2.930 2430.000 31.920 4883.720 3739.496 5.336 2471.000 -132.822 3554.620 320.225 4.258 -3292.000 -43.784 4730.340 2135.135 0.950 793.000 -76.622 3792.790 3262.548 1.139 -27.000 -23.155 2438.220 8419.795 1.082 1225.000 -147.722 2163.820 12856.690 0.803 -92.000 -357.146 4019.110 12400.500 1.420 2249.000 -1304.138 3154.230 17008.350 1.342 2795.000 -1330.367 2684.760 15726.210 2.419 5194.000 -1542.468 2687.380 17863.400 4.352 3175.000 491.036 3481.610 17348.840 2.169 2443.000 -762.884 1668.220 13906.520 1.442 108.000 269.178 3203.970 7837.398 1.794 4710.000 -1340.550 6727.640 15644.440 785.210 2725.000 -285.796 9973.190 16787.400 1120.252 2548.000 -1972.789 10720.190 38510.640 1284.191 3402.000 -2547.030 12275.140 51200.000 2012.556 5568.000 1092.899 8359.850 46849.320 2644.592 5636.000 -449.420 10060.870 48128.810 3189.011 9311.000 -3311.572 10444.600 54595.880 3312.410 10152.000 -6100.301 9930.610 62336.720 3307.327 2879.000 -523.204 8938.250 70808.280 6700.446 12673.000 -5338.404 8919.020 75031.370 9259.913 7949.000 3012.112 8510.930 88531.070 12287.030 -8838.000 -7677.150 19950.340 56007.630 -908.394 -34422.000 17029.050 35049.730 16716.020 -6075.280 -15884.000 14760.900 20855.140 12435.860 -12447.800 -14877.000 36681.685 20486.470
MS
3528.882 4229.000 4961.063 7414.688 7779.070 7878.353 7023.000 7220.536 7745.174 8491.468 10780.260 12425.370 13540.710 13827.180 13255.690 13303.880 14311.620 15822.490 15660.490 16188.980 21397.870 23819.000 24055.710 25047.000 29164.030 32927.430 35188.380 40206.400 44261.580 32177.110 38850.690 46233.180
241
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
DGB
RP
R
CG
TT
TD
TI
TN
XMG
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 80.560 305.426 1630.312 -878.049 154.321 3142.857 -387.234 -1772.000 8596.347 8404.700 2245.642 -6082.000 -2138.950 4205.144 -6507.910 11361.210 6322.943 -848.632
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 159.690 352.691 2233.062 462.963 2481.440 4642.553 2772.000 536.073 4650.131 1716.323 10436.140 6814.963 813.676 9332.768 1357.393 1470.075 9400.513
918.725 1071.474 1252.000 3806.906 3961.186 5332.286 1400.888 2852.559 4122.062 5791.904 8450.576 10729.110 8387.190 6130.850 8534.473 9558.884 9594.596 11806.340 14470.090 12294.960 12614.830 15954.850 18483.590 20605.640 20628.560 20899.860 22797.860 28591.520 45782.800 62552.940 60216.650 82522.520
4249.020 5050.877 4879.286 5998.813 7471.605 7917.647 7043.820 6489.640 7414.672 5931.058 11977.389 13349.005 14610.856 10499.806 13019.965 12384.961 13741.360 11519.241 11453.086 11022.497 17793.617 28855.000 22152.511 21017.406 24554.675 27619.013 23384.770 33326.851 41953.107 41367.568 50170.200 38572.691
725.490 912.281 1015.873 1390.625 2290.698 1941.176 1325.843 1436.937 1420.849 1573.379 2248.408 1873.134 1388.309 1172.816 1157.618 962.791 932.011 1407.859 1385.185 1516.310 1870.213 2530.000 1965.297 2315.057 2299.525 2925.254 2147.629 1668.758 1767.232 2162.162 1428.616 1995.439
2822.745 3571.053 4008.254 5448.281 5872.093 10327.731 8943.820 9220.721 9694.981 10225.256 16337.580 20472.637 21085.595 19436.893 20287.215 19702.326 19297.450 11922.764 16030.864 15635.546 18436.170 25278.000 23282.192 24668.407 23229.002 24635.704 26026.052 31124.216 38185.311 29797.774 35814.838 17274.800
956.863 1210.526 1358.730 1846.875 2069.767 2042.017 1707.865 1828.829 1980.695 2105.802 2146.497 2308.458 2319.415 2658.252 2922.942 2928.682 4926.346 5617.886 5825.926 6959.505 8074.468 9623.000 10458.450 11710.180 11986.530 14513.790 15073.480 15812.420 17388.700 11708.110 13700.130 13711.520
287.059 363.158 407.619 554.063 1023.256 428.571 617.978 603.604 555.985 655.290 595.541 786.070 703.549 844.660 908.932 1065.116 2113.314 2922.764 2440.741 1764.904 2193.617 2115.000 2271.233 2604.874 3911.252 6124.093 5526.386 6369.511 6091.525 6858.188 11928.930 25427.590
2890.520 2983.163 3186.000 5992.219 7856.442 18524.560 12560.940 11386.150 11992.970 17278.990 20424.510 27806.420 27737.870 24722.670 28097.650 26721.670 20373.860 18560.670 17450.220 14939.810 16342.000 20404.040 19441.680 19150.040 16116.870 15208.680 16133.490 18189.440 30792.460 18933.390 22694.330 41210.910
242
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
XAG
XG
XSR
MGK
MGI
MGC
MSR
CP
YN
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
5535.553 3948.570 4508.880 4904.740 6902.163 6484.163 2343.598 2760.565 3543.991 4678.985 6512.442 5412.057 2825.173 1208.420 4025.665 4467.569 4743.055 7741.274 7509.462 6330.923 6269.764 6711.360 7434.601 9198.842 8878.877 11143.970 12816.070 12586.410 27038.940 25130.320 19701.500 25870.050
739.200 1341.902 2144.227 2730.794 4107.317 3814.397 2511.478 3066.625 3222.877 4884.462 7419.897 6504.635 4095.548 3418.937 5914.996 6604.088 5882.642 6640.183 9989.501 16271.020 19938.894 20487.070 24782.844 33195.919 34249.821 35720.418 43017.623 42796.044 86275.887 81679.164 67736.983 106740.693
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 130.526 1183.178 2598.153 4512.440 4518.854 3904.224 4496.153 5907.323 5822.407 6224.415 4892.979 4847.813 4930.391 6758.834 7459.997 7271.735 6702.048 5787.978 6200.919 6716.950 12491.949 12464.905 11021.820 13963.077
1494.706 1597.526 2826.667 3287.813 2568.349 2758.387 2589.860 6143.072 4071.151 5240.614 5152.535 6322.224 8052.923 9446.353 11926.960 9587.560 5308.475 7523.431 5675.946 6674.835 5927.617 7749.815 12369.980 13818.450 13229.790 14000.280 15722.470 13862.300 23651.520 18554.760 14036.220 17816.940
1902.353 2145.632 2786.667 2913.750 3204.209 4148.244 4959.758 2775.680 3129.317 4589.157 5731.471 5690.000 6360.384 9469.006 12866.320 10282.310 9285.721 13316.230 16791.250 17682.870 20021.710 22541.730 26833.150 28534.200 30097.780 34022.180 44285.990 46207.660 78838.400 47084.440 43600.370 63981.250
2015.588 1477.211 1786.667 1227.188 2582.512 3565.286 2178.320 1839.694 2926.772 4647.065 3589.408 5074.866 3402.894 3737.765 3672.025 3288.487 1840.710 3196.858 887.185 830.465 997.979 1728.734 1889.759 2153.525 2645.959 2157.749 2630.851 6068.015 9574.637 15866.220 10087.840 28612.680
928.529 855.579 793.333 971.250 546.977 579.403 820.713 864.757 786.734 1367.536 1907.067 1753.751 2330.372 2102.874 2104.634 2443.938 3825.535 3850.454 14160.291 14061.496 14958.383 15835.056 16404.678 18204.463 17412.063 17040.263 20494.485 20554.496 39603.814 36570.525 32886.191 46634.763
46274.510 47228.070 47190.476 51781.250 55023.256 60991.597 49129.213 47135.135 47536.680 51825.939 62146.497 68415.423 74237.996 80912.621 78352.014 79688.372 80535.411 82101.626 85727.160 91164.229 94417.021 106312.000 114188.128 118259.356 125469.889 159335.994 186356.713 208340.025 218740.678 205985.374 253485.973 249122.577
2718.000 3340.000 3794.000 4548.000 6605.000 10708.000 12642.500 15466.700 18705.900 22746.000 32025.400 45445.700 54027.000 59632.600 73697.600 85914.400 94720.800 95823.100 114578.500 142104.800 167494.700 197721.000 227502.300 260786.300 329775.800 382219.700 452380.900 532568.000 627695.400 1002333.000 1107291.100 1290684.300
243
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
EO
-2851.050 -2182.069 -1629.390 -5075.290 -9859.300 -17699.467 -6444.676 -5960.199 -7589.912 -11386.838 -20754.986 -22609.548 -17954.488 -8704.476 -11805.480 -16320.798 -16723.253 -10839.340 -42.774 -1722.120 -2442.450 -3730.402 1186.348 799.748 5084.748 1625.196 13803.022 14000.634 -16365.210 -18350.280 -11931.700 -19042.785
INF
PROB
CPI
P
GASIA ER
RER
(%/Thn) (Indeks 0-1) (Indeks)
(Indeks) (%/Thn) (Rp/$) (Rp/$)
9.90 8.90 2.50 25.80 27.30 33.30 19.70 14.20 11.80 6.70 21.80 16.00 7.10 9.70 11.50 8.80 4.30 8.80 8.90 5.50 6.00 9.50 9.50 4.90 9.80 9.20 8.60 6.50 11.10 77.60 2.00 9.40
0.0510 0.0570 0.0630 0.0640 0.0860 0.1190 0.1780 0.2220 0.2590 0.2930 0.3140 0.4020 0.4790 0.5150 0.5710 0.6450 0.7060 0.7380 0.8100 0.8890 0.9400 1.0000 1.0950 1.1490 1.2620 1.3780 1.4970 1.5940 1.7700 3.1450 3.2080 3.5080
0.0120 0.0110 0.0120 0.0070 0.0090 0.0080 0.1630 0.1620 0.2090 0.0450 0.3430 0.1520 0.1380 0.1580 0.3730 0.5190 0.5020 0.2840 0.4060 0.4340 0.4060 0.2890 0.3400 0.4950 0.4630 0.3510 0.4580 0.4260 0.5330 0.7920 0.4580 0.4860
0.0810 0.0910 0.0950 0.1010 0.1330 0.1870 0.2220 0.2670 0.2960 0.3200 0.3720 0.4390 0.4930 0.5390 0.6030 0.6660 0.6980 0.7380 0.8070 0.8720 0.9280 1.0000 1.0940 1.1770 1.3240 1.4520 1.5820 1.6870 1.6990 1.7210 1.7870 1.8540
14.50 11.30 11.20 13.50 25.40 17.00 1.10 19.10 11.40 12.30 17.40 20.40 19.60 18.80 16.70 14.90 15.40 14.70 13.10 11.60 11.90 10.00 10.80 9.70 11.70 11.40 8.00 7.60 3.60 4.30 4.50 5.00
385 381 420 420 420 423 421 421 421 634 631 634 643 692 994 1076 1131 1655 1652 1729 1770 1843 1954 2062 2087 2162 2308 2383 4650 8025 7100 9595
BOP
IR
IRRD CPIUSA FED
(%/Thn) (%/Thn)
(Indeks) (%/Thn)
3660 -26.950 30.00 20.10 0.7700 3308 15.621 24.00 15.10 0.7900 3537 16.380 24.00 21.50 0.8000 3368 152.460 18.00 -7.80 0.8100 2589 104.580 15.00 -12.30 0.8200 1900 72.333 15.00 -18.30 0.8400 1612 422.684 15.00 -4.70 0.8500 1356 -370.059 15.00 0.80 0.8600 1252 386.478 12.00 0.20 0.8800 1763 794.402 9.00 2.30 0.8900 1527 -180.466 9.00 -12.80 0.9000 1314 2785.162 9.00 -7.00 0.9100 1213 1076.382 9.00 1.90 0.9300 1207 -206.216 9.00 -0.70 0.9400 1582 159.040 17.50 6.00 0.9600 1616 1777.552 18.70 9.90 1.0000 1653 -161.733 17.80 13.50 1.0200 2321 440.230 15.20 6.40 1.0350 2149 2284.716 17.00 8.10 1.0500 2122 1417.780 17.80 12.30 1.0700 2069 3132.900 18.10 12.10 1.0850 2018 2775.558 18.10 8.60 1.0950 1992 2807.898 22.50 13.00 1.1150 1980 6905.638 18.60 13.70 1.1300 1805 7646.768 13.50 3.70 1.1450 1720 2265.776 11.90 2.70 1.1550 1700 8837.332 13.90 5.30 1.1650 1660 7597.004 16.00 9.50 1.1750 3257 -11434.350 20.00 8.90 1.1900 5642 1781.550 70.00 -7.60 1.2100 4907 8612.300 20.00 18.00 1.2350 6495 11696.305 14.00 4.60 1.2550
8.00 7.00 8.00 9.00 9.00 9.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 10.00 8.00 5.00 6.00 4.00 3.50 4.00 4.50 4.50 5.00 5.00 4.00 3.00 4.00 6.00 5.00 5.00 4.00 4.00 4.50
244
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
Y
GY
YP
I
T
G
X
4792.160 6057.020 6790.480 9239.840 11255.810 14739.500 12595.510 13090.090 13652.510 14559.730 21328.030 25440.300 25496.870 24112.620 25276.710 24658.920 27269.120 21871.270 25682.720 25876.270 30574.470 39546.000 37977.170 41298.520 41426.310 48198.840 48773.550 54974.910 63432.770 50526.230 62872.510 58409.350
6562.750 8033.330 7911.030 10655.060 12715.790 16001.680 14897.750 15741.890 15742.860 16262.120 23541.080 27192.290 27111.900 25497.860 28385.990 25743.100 27622.380 22809.210 23153.090 24803.150 27900.000 36055.000 35211.870 37379.460 38659.270 40899.130 38147.630 44556.460 54721.470 50807.000 63964.150 48432.160
9165.270 8273.640 9839.110 13627.750 18865.920 28823.120 17416.010 17213.340 18890.370 28025.610 36955.000 44235.550 39177.440 33254.260 42534.460 43700.650 36821.960 39166.540 39842.160 42389.560 47481.050 54361.300 59119.120 68816.540 65947.610 67861.050 78168.100 80288.840 156599.240 138207.780 121154.630 187784.730
M
NFG
(%/Thn)
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
53294.120 6.00 48501.960 7803.920 58596.490 7.53 52539.470 4982.460 60222.220 7.01 53431.740 5492.060 71062.500 7.04 61822.660 7921.880 76802.330 8.10 65546.520 7732.560 89983.190 7.02 75243.690 11823.530 71025.280 4.98 58429.770 8174.160 69669.820 6.89 56579.730 11387.390 72223.550 7.41 58571.040 11590.730 77631.400 9.19 63071.670 18750.850 101991.720 6.26 80663.690 24420.380 113049.000 9.88 87608.700 26243.780 112791.230 7.59 87294.360 29509.400 115791.460 2.56 91678.840 30724.270 129067.600 3.30 103790.890 33229.420 133200.620 6.13 108541.700 30706.980 134165.440 2.44 106896.320 27787.540 129841.600 3.99 107970.330 19127.370 141454.940 3.59 115772.220 27344.440 159847.920 5.78 133971.650 30568.050 178185.850 7.54 147611.380 48617.020 197721.000 7.37 158175.000 58400.000 207764.660 6.91 169787.490 59908.680 226968.060 6.43 185669.540 64490.860 261312.040 7.00 219885.730 68700.480 277372.790 7.54 229173.950 75616.840 302191.650 8.21 253418.100 85571.140 334107.900 7.82 279132.990 86260.980 354630.170 4.70 291197.400 101299.440 318706.840 -13.01 268180.610 65447.060 345165.550 0.79 282293.040 30509.980 367925.970 4.90 309516.620 22295.330
6341.180 . 6075.950 6531.46 8193.330 6486.14 8400.000 4007.59 8902.050 4729.44 11051.320 2183.52 10548.650 8661.74 11623.200 2341.12 10913.970 1168.72 15844.370 493.98 16380.480 1360.44 18840.840 875.7 20146.570 5026.68 24756.000 4943.72 30569.940 1077.99 25602.300 643.81 20260.440 3168.25 27886.980 4515.9 37514.680 7309.43 39249.660 12895.32 41905.690 11955.27 47855.340 5019.83 57497.570 7532.13 62710.640 8322.54 63385.600 9907.7 67220.470 8666.95 83133.790 7021.02 86692.460 2717.27 151668.370 2759.06 118075.950 18279.59 100610.630 23191.44 157045.640 -1819.4
245
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
NFP
DR
DMS
SIG
FIS
FOR
IRD
SSP
NSSP
(%/Thn)
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
98.84 . . 720.33 152.75 700.12 1669.67 180.53 732.06 2419.66 2554.91 2453.63 2061.77 154.28 364.38 2476.34 1371.1 99.28 -3287.74 -3931.4 -855.35 793.95 1451.67 197.54 -25.86 1269.5 524.64 1226.08 1669.84 746.29 -91.2 2658.67 2288.79 2250.42 2278.53 1645.12 2796.34 -2341.92 1115.34 5196.42 -2256.34 286.47 2319.39 2403.62 -571.49 2445.17 1024.41 48.18 -271.83 35.71 1007.74 4711.79 2211.74 1510.88 3510.21 2663.75 -162 3668.25 -2175.13 528.48 4686.19 319.87 5208.9 6487.66 3340.02 2421.13 8280.59 2528.74 236.71 12500.01 2122.05 991.29 13464.41 22.91 4117.03 6186.33 271.3 3763.41 19373.45 1898 2260.95 15319.26 5793.65 5018.02 3449.03 17191.28 4055.18 -40745 16770.14 -12084.5 -26560.6 -2336.29 6673.58 -37781.4 22305.87 7382.49
-1117.65 5596.49 6650.79 11375 13220.93 16521.01 13949.44 11450.45 13258.69 7959.05 15538.22 21788.56 13139.87 7714.56 10964.97 14001.55 16689.8 26602.98 32324.69 34904.39 1595.75 -8600 -3013.7 5918.19 -6101.43 -11248.2 -14696.1 -19636.1 -22994.4 6345.31 -18289.6 -13872.9
-1770.59 -1976.32 -1120.56 -1415.22 -1459.98 -1262.19 -2302.25 -2651.8 -2090.35 -1702.39 -2213.06 -1751.99 -1615.03 -1385.24 -3109.28 -1084.19 -353.26 -937.94 2529.63 1073.12 2674.47 3491 2765.3 3919.06 2767.04 7299.71 10625.92 10418.45 8711.3 -280.76 -1091.65 9977.2
2824.1 2197.69 1645.77 5227.75 9963.88 17771.8 6867.36 5590.14 7976.39 12181.24 20574.52 25394.71 19030.87 8498.26 11964.52 18098.35 16561.52 11279.57 2327.49 3139.9 5575.35 6505.96 1621.55 6105.89 2562.02 640.58 -4965.69 -6403.63 4930.86 20131.83 20544 30739.09
-0.22 . . -0.17 700.12 -0.16 732.06 -0.09 2453.63 -0.06 364.38 -0.06 99.28 -0.07 -855.35 -0.07 197.54 -0.04 524.64 -0.01 746.29 -0.01 2288.79 -0.01 1645.12 0.01 1115.34 -0.01 286.47 -0.125 -490.93 -0.127 353.61 -0.138 2638.05 -0.117 632.83 -0.13 -7.68 -0.133 3671.34 -0.136 4821.66 -0.131 649.13 -0.175 8833.06 -0.146 9395.99 -0.105 6362.67 -0.079 -2318.6 -0.079 122 -0.11 9223.17 -0.15 -2452.73 -0.66 -723.27 -0.16 12996.52 -0.095 6533.86
700.118 732.063 2453.625 364.382 99.283 -855.353 197.536 524.638 746.294 2288.787 1645.118 1115.337 286.474 -490.932 193.92 2285.36 -1600.23 -470.641 1189.899 179.109 -2122.87 8296.982 4745.858 4646.347 -12754.7 -6692.96 8409.49 -11785.5 -2080.66 11526.45 -2866.65
246
Lampiran 3. Definisi Operasional Variabel Endogen dan Eksogen No
Variabel
Definisi Operasional
Satuan
A.
1. SP = Tabungan Swasta
Variabel Endogen SP = S − SG = Tabungan Nasional − Tabungan Pemerintah
Miliar Rupiah
2. IP = Investasi Swasta
IP = I kf + Ics
Miliar Rupiah
= Gross Fixed Capital Formation + Changes in the Stock of Investment CP = Konsumsi Swasta
Miliar Rupiah
3. CP = Konsumsi Swasta 4. IG = Pengeluaran Investasi Pemerintah 5. CG = Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6. TD = Pajak Langsung 7. TI = Pajak Tak Langsung 8. TN = Penerimaan NonPajak 9. TT = Pajak Perdagangan Internasional 10. XAG = Ekspor Komoditi Pertanian 11. XG = Ekspor Barang Manufaktur 12. XSR = Ekspor Jasa 13. MGK = Impor Barang Modal 14. MGI = Impor Barang
IG = Pengeluaran Investasi Pemerintah
Miliar Rupiah
CG = G − IG = Total Pengeluaran Pemerintah – Investasi Pemerintah TD = Penerimaan Pemerintah dari Pajak Pendapatan TI = Penerimaan Pemerintah dari Pajak Pertambahan Nilai TN = Penerimaan Pemerintah yang Berasal dari Non-Pajak
Miliar Rupiah
TT = Penerimaan Pemerintah dari Pajak Ekspor dan Pajak Impor
Miliar Rupiah
XAG = Ekspor Komoditi Pertanian
Miliar Rupiah
XMG = Ekspor Barang Manufaktur
Miliar Rupiah
XSR = Ekspor Jasa dalam bentuk Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri MGK = Impor Barang Modal
Miliar Rupiah
MGI = Impor Bahan Baku dan Bahan Penolong
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah Miliar Rupiah Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
247
No
Variabel
Intermediary 15. MGC = Impor Barang Konsumsi 16. MSR = Impor Jasa
Definisi Operasional
Satuan
MGC = Impor Barang Konsumsi
Miliar Rupiah
MSR = Foreign Payment for Factor and Non-Factor Services
Miliar Rupiah
Lampiran 3. Lanjutan No
Variabel
17.
FG = Pinjaman Luar Negeri Pemerintah FDI = Penanaman Modal Asing Langsung FL = Pinjaman Luar Negeri Swasta MS = Jumlah Uang Beredar IR = Tingkat Suku Bunga Nominal Domestik INF = Tingkat Inflasi RER = Nilai Tukar Riil Mata Uang PROB = Probalilitas Terjadinya Krisis Ekonomi
18.
19.
20. 21.
22. 23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
Y= Produk Domestik Bruto Riil I= Total Investasi T= Total Penerimaan Pemerintah G= Total Pengeluaran Pemerintah X= Total Ekspor
Definisi Operasional
Satuan
FG = Pinjaman Luar Negeri Pemerintah
Miliar Rupiah
FDI = Penanaman Modal Asing Langsung yang Disetujui oleh Pemerintah FL = Pinjaman Luar Negeri Swasta
Miliar Rupiah
MS = Jumlah Uang Beredar
Miliar Rupiah
IR = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
%/Tahun
INF = Tingkat Inflasi
%/Tahun
RER = Rp/US$ * CPIUSA/CPIIndonesia = Nilai Tukar Riil Efektif PROB = Angka Indeks Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi Di Indonesia dalam Penelitian Oh (2000) Y = YN/P = PDB Nominal/Deflator
Rp/$
I = IP + IG = Investasi Swasta + Investasi Pemerintah T = TD + TI + TN + TT
Miliar Rupiah
G = IG + CG
Miliar Rupiah
X = XMG + XAG + XG + XSR
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
0-1
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
248
No 30. 31.
32.
Variabel M= Total Impor DR = Perubahan Cadangan Devisa NFG = Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Publik
Definisi Operasional
Satuan
M = MGK + MGI + MGC + MSR
Miliar Rupiah
DR = R – R1 Cadangan Devisa Tahun Ini – Cadangan Devisa Tahun Sebelumnya NFG = FG – DR = Pinjaman Luar Negeri Pemerintah – Perubahan Cadangan Devisa
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Lampiran 3. Lanjutan No
Variabel
33.
NFP = Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Swasta
34.
DMS = Perubahan Jumlah Uang Beredar
35.
SIG = Kesenjangan Tabungan FIS = Kesenjangan Fiskal
36.
37.
38.
FOR = Kesenjangan Valuta Asing BOP = Balance of Payment
39.
IRD = Perbedaan Tingkat Suku Bunga Asing dan Domestik
40.
IRRD = Tingkat Suku Bunga Riil Domestik
41.
SSP = Aliran Dana dari Sektor Swasta ke Sektor Publik
Definisi Operasional
Satuan
NFP = FDI + FL – KF = Penanaman Modal Asing Langsung + Pinjaman Luar Negeri Swasta – Pelarian Modal MS = MS – MS1 = Jumlah Uang Beredar Tahun Ini – Jumlah Uang Beredar Tahun Sebelumnya SIG = SP – IP = Tabungan Swasta – Investasi Swasta FIS = T – G = Penerimaan Pemerintah – Pengeluaran Pemerintah FOR = X – M = Total Ekspor – Total Impor
Miliar Rupiah
BOP = FOR + EO = Kesenjangan Valuta Asing + Error and Ommissions dalam Penghitungan Balance of Payment IRD = FED – IR = Tingkat Suku Bunga Federal Reserves Amerika Serikat di London – Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia IRRD = IR – INF = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia – Tingkat Inflasi SSP = DMS + DGB = Perubahan Jumlah Uang Beredar + Perubahan Penjualan Obligasi
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
%/Tahun
%/Tahun
Miliar Rupiah
249
Variabel
No 42.
NSSP = Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Sektor Publik
Definisi Operasional Pemerintah NSSP = SSP – RP = Aliran Dana dari Sektor Swasta ke Sektor Publik – Pengembalian Pinjaman Dalam Negeri
Satuan Miliar Rupiah
Lampiran 3. Lanjutan Variabel
No
B.
Variabel Eksogen
1.
GASIA = Pertumbuhan Ekonomi Asia
2.
R= Cadangan Devisa KF = Private Capital Flight
3.
4.
5.
6.
7. 8.
FED = Tingkat Suku Bunga Amerika Serikat EO = Error and Ommissions dalam Penghitungan Balance of Payment DGB = Perubahan Penjualan Obligasi Pemerintah P= Indeks Deflator PDB RP = Repayments
Definisi Operasional
Satuan
GASIA = Rata-Rata Tahunan Pertumbuhan Ekonomi di Singapura, Malaysia dan Hongkong R = Cadangan Devisa
%/Tahun
KF = Net Short-Term Bank and NonBank Foreign Assets Acquired by Private Sector + Error and Ommissions in BOP FED = Tingkat Suku Bunga Federal Reserves Amerika Serikat di London EO = Error and Ommissions in BOP = Net Capital Inflows
Miliar Rupiah
DGB = Perubahan Penjualan Obligasi Pemerintah
Miliar Rupiah
P = Angka Indeks Deflator PDB
Angka Indeks
RP = Pengembalian Pinjaman Dalam Negeri
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
%/Tahun
Miliar Rupiah
Keterangan: Semua variabel yang dinyatakan dalam satuan nilai Rupiah diriilkan dengan Deflator PDB (P) tahun dasar 1990. Angka Indeks P tahun dasar 1990 = 1.
250
Lampiran 4. Program Komputer Estimasi Parameter Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS options nodate nonumber; DATA RATNA; SET RATNA1; Y Y1 SP1 IP1 IG1 CP1 I TD1 TI1 TT1 TN1 TNT TNT1 T YP YG G CG CG1 XAG1 XG1 XSR1 X MGK1 MGI1 MGC1 MSR1 M IR1 MS1
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
(YN/P); LAG(Y); LAG(SP); LAG(IP); LAG(IG); LAG(CP); IP+IG; LAG(TD); LAG(TI); LAG(TT); LAG(TN); TD+TI+TN; LAG(TNT); TNT+TT; Y-T; (Y-Y1)/Y1; CG+IG; G-IG; LAG(CG); LAG(XAG); LAG(XG); LAG(XSR); XMG+XAG+XG+XSR; LAG(MGK); LAG(MGI); LAG(MGC); LAG(MSR); MGK+MGI+MGC+MSR; LAG(IR); LAG(MS);
251
DMS RER RER1 INF1 R1 DR FG1 NFG NFP FDI1 FL1 PROB1
= = = = = = = = = = = =
MS-MS1; ER*(CPIUSA/CPI); LAG(RER); LAG(INF); LAG(R); R-R1; LAG(FG); FG-DR; FDI+FL-KF; LAG(FDI); LAG(FL); LAG(PROB);
Lampiran 4. Lanjutan SIG FIS FOR BOP IRD IRRD SSP NSSP
= = = = = = = =
SP-IP; T-G; X-M; FOR+EO; FED-IR; IR-INF; DMS+DGB; SSP-RP;
RUN; TITLE 'MODEL THREE-GAP'; PROC SYSLIN 2SLS ENDOGENOUS SP TD XAG MGK FG IR
DATA=RATNA1 SIMPLE ;
IP TI XG MGI FDI INF
CP TN XSR MGC FL RER
IG TT MSR MS PROB
CG
;
INSTRUMENTS GASIA DGB CP1 TN1 MGK1 FG1 INF1 MODEL SP MODEL IP MODEL CP
R P IG1 TT1 MGI1 FDI1 RER1
KF RP CG1 XAG1 MGC1 FL1 PROB1
FED SP1 TD1 XG1 MSR1 MS1
= IRRD YP SP1 /dw ; = IRRD R NSSP FL IP1 = SP Y CP1 /dw ;
EO IP1 TI1 XSR1 IR1
;
/dw ;
252
MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
IG CG TD TI TN TT XAG XG XSR MGK MGI MGC MSR
= = = = = = = = = = = = =
T NSSP NFG IG1 /dw ; T NSSP NFG CG1 /dw ; Y TD1 /dw ; CP IP TI1 /dw ; Y NSSP NFG TN1 /dw ; X M RER TT1 /dw ; RER XAG1 /dw ; RER XG1 /dw ; RER GASIA XSR1 /dw ; RER Y MGK1 /dw ; RER X MGI1 /dw ; RER Y MGC1 /dw ; RER Y IRD MSR1 /dw ;
Lampiran 4. Lanjutan MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
FG FDI FL MS IR INF RER PROB
IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY IDENTITY
= = = = = = = =
RER IRD R Y FG1 /dw ; RER IRD R Y PROB FDI1 /dw ; RER IRD R Y PROB FL1 /dw ; IR G MS1 /dw ; INF IR1 /dw ; RER IR T G INF1 /dw ; IRRD MS R BOP RER1 /dw ; SIG FIS FOR NFG NFP PROB1 /dw ;
Y I T G X M NFG NFP DR DMS SIG FIS FOR BOP IRD IRRD SSP NSSP
PROC PRINT ; RUN;
= = = = = = = = = = = = = = = = = =
CP+IP+G+X-M; IP+IG; TD+TI+TN+TT; CG+IG; XMG+XAG+XG+XSR; MGK+MGI+MGC+MSR; FG-DR; FDI+FL-KF; R-R1; MS-MS1; SP-IP; T-G; X-M; FOR+EO; FED-IR; IR-INF; DMS+DGB; SSP-RP;
253
Lampiran 5. Hasil Estimasi Parameter Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS MODEL THREE-GAP SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation
Model: SP Dependent variable: SP SP
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
DF
Model Error C Total
3 6195731701.2 2065243900.4 27 4380327364.9 162234346.85 30 10576059066 Root MSE Dep Mean C.V.
12737.12475 31796.16887 40.05868
Variable
DF
Parameter Estimate
INTERCEP IRRD YP SP1
1 1 1 1
7662.352536 23577 0.013432 0.843857
R-Square Adj R-SQ
DF
Model Error C Total
5 18281227548 3656245509.7 25 1166295633.0 46651825.322 30 19447523181
Parameter
6830.21415 25697.51155 26.57928
0.0001
Variable Prob > |T| Label 0.1301 0.3648 0.7260 0.0001
Inter IRRD YP SP1
1.692 31 0.153
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
Root MSE Dep Mean C.V.
12.730
1.561 0.922 0.354 4.871
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: IP Dependent variable: IP IP
Prob>F
0.5858 0.5398
Parameter Estimates Standard T for H0: Error Parameter=0 4907.844556 25577 0.037935 0.173228
F Value
R-Square Adj R-SQ
Parameter Estimates Standard T for H0:
F Value
Prob>F
78.373
0.0001
0.9400 0.9280
Variable
254
Variable
DF
Estimate
Error
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP IRRD R NSSP FL IP1
1 1 1 1 1 1
376.260151 -8.613738 0.074199 -1.112474 0.995536 0.935624
2053.476610 14235 0.115364 0.264479 0.208629 0.066938
0.183 -0.001 0.643 -4.206 4.772 13.977
0.8561 0.9995 0.5260 0.0003 0.0001 0.0001
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Label Inter IRRD R NSSP FL IP1
1.770 31 0.108
Lampiran 5. Lanjutan Model: CP Dependent variable: CP CP
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
3 119721734392 39907244797 27 1537524444.0 56945349.777 30 121259258836 Root MSE 7546.21427 Dep Mean 105843.11913 C.V. 7.12962
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
700.799
0.0001
0.9873 0.9859
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP SP Y CP1
1 1 1 1
5229.175103 -0.378127 0.412549 0.425291
3286.411240 0.098586 0.064068 0.102634
1.591 -3.836 6.439 4.144
0.1232 0.0007 0.0001 0.0003
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: IG Dependent variable: IG IG
Variable Label Inter SP Y CP1
1.720 31 0.054
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
4 253836372.54 63459093.136 26 135882498.32 5226249.9353 30 389718870.86 Root MSE Dep Mean C.V.
2286.09928 10903.61861 20.96643
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
12.142
0.0001
0.6513 0.5977
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP T NSSP
1 1 1
2832.859427 0.023689 0.110253
1286.044555 0.033242 0.090590
2.203 0.713 1.217
0.0367 0.4824 0.2345
Variable Label Inter T NSSP
255
NFG IG1
1 1
0.005395 0.684031
0.089078 0.134079
0.061 5.102
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.9522 0.0001
NFG IG1
2.365 31 -0.237
Lampiran 5. Lanjutan Model: CG Dependent variable: CG CG
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
4 4403497558.8 1100874389.7 26 257366025.19 9898693.2765 30 4660863584.0 Root MSE Dep Mean C.V.
3146.21889 17823.96752 17.65162
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
111.214
0.0001
0.9448 0.9363
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP T NSSP NFG CG1
1 1 1 1 1
-3151.074086 0.498442 0.061521 0.241284 0.277084
1249.112936 0.082576 0.124618 0.121122 0.116986
-2.523 6.036 0.494 1.992 2.369
0.0181 0.0001 0.6257 0.0570 0.0256
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: TD Dependent variable: TD TD
Variable Label Inter T NSSP NFG CG1
1.452 31 0.262
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
2 1855524342.7 927762171.33 28 573509798.32 20482492.797 30 2429034141.0 Root MSE Dep Mean C.V.
4525.75881 18234.62987 24.81958
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
45.295
0.0001
0.7639 0.7470
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP Y
1 1
3655.623451 0.035387
1758.871123 0.017988
2.078 1.967
0.0470 0.0591
Variable Label Inter Y
256
TD1
1
0.480616
0.192349
2.499
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.0186
TD1
1.674 31 -0.089
Lampiran 5. Lanjutan Model: TI Dependent variable: TI TI
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
3 816555553.07 272185184.36 27 39292913.489 1455293.0922 30 855848466.56 Root MSE Dep Mean C.V.
1206.35529 6726.63816 17.93400
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
187.031
0.0001
0.9541 0.9490
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP CP IP TI1
1 1 1 1
-406.078665 0.026749 0.056261 0.452205
510.193707 0.010705 0.019734 0.181795
-0.796 2.499 2.851 2.487
0.4330 0.0188 0.0083 0.0193
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: TN Dependent variable: TN TN
Variable Label Inter CP IP TI1
1.561 31 0.215
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
4 662884450.29 165721112.57 26 57189711.459 2199604.2869 30 720074161.74 Root MSE Dep Mean C.V.
1483.10630 3250.88116 45.62167
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
75.341
0.0001
0.9206 0.9084
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP Y NSSP
1 1 1
1027.561502 -0.020287 0.119674
662.106456 0.006769 0.059400
1.552 -2.997 2.015
0.1328 0.0059 0.0544
Variable Label Inter Y NSSP
257
NFG TN1
1 1
-0.058979 2.454869
0.058570 0.243821
-1.007 10.068
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.3232 0.0001
NFG TN1
1.357 31 0.252
Lampiran 5. Lanjutan Model: TT Dependent variable: TT TT
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
4 3470226.8755 867556.71889 26 4380944.6427 168497.87087 30 7851171.5182 Root MSE Dep Mean C.V.
410.48492 1691.20271 24.27178
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
5.149
0.0034
0.4420 0.3562
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP X M RER TT1
1 1 1 1 1
598.577042 0.000566 0.001934 0.031594 0.583324
357.777197 0.009246 0.009253 0.092464 0.177245
1.673 0.061 0.209 0.342 3.291
0.1063 0.9516 0.8361 0.7353 0.0029
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: XAG Dependent variable: XAG XAG
Inter X M RER TT1
1.911 31 0.036
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
2 1106394324.0 553197162.02 28 315020258.26 11250723.509 30 1421414582.3 Root MSE Dep Mean C.V.
Variable Label
3354.20982 8504.27116 39.44147
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
49.170
0.0001
0.7784 0.7625
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER
1 1
-341.497938 1.045601
1266.677747 0.743188
-0.270 1.407
0.7894 0.1705
Variable Label Inter RER
258
XAG1
1
0.814944
0.157655
5.169
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.0001
XAG1
1.944 31 -0.011
Lampiran 5. Lanjutan Model: XG Dependent variable: XG XG
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
2 20707026324 10353513162 28 3117547874.9 111340995.53 30 23824574199 Root MSE Dep Mean C.V.
10551.82428 22489.89955 46.91806
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
92.989
0.0001
0.8691 0.8598
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER XG1
1 1 1
-3165.432449 2.870310 0.992646
4177.054021 2.105892 0.114978
-0.758 1.363 8.633
0.4549 0.1837 0.0001
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: XSR Dependent variable: XSR XSR
Inter RER XG1
2.290 31 -0.243
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
3 422514070.94 140838023.65 27 51597205.319 1911007.6044 30 474111276.26 Root MSE Dep Mean C.V.
Variable Label
1382.39199 4864.80865 28.41616
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
73.698
0.0001
0.8912 0.8791
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER GASIA XSR1
1 1 1 1
912.903776 0.144237 4754.296753 0.951878
1130.388472 0.242614 5598.846942 0.084182
0.808 0.595 0.849 11.307
0.4264 0.5571 0.4033 0.0001
Variable Label Inter RER GASIA XSR1
259
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.902 31 0.008
Lampiran 5. Lanjutan Model: MGK Dependent variable: MGK MGK
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
3 783530732.70 261176910.90 27 140546171.56 5205413.7616 30 924076904.26 Root MSE Dep Mean C.V.
2281.53759 8951.44590 25.48792
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
50.174
0.0001
0.8479 0.8310
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER Y MGK1
1 1 1 1
737.747103 -0.327353 0.038622 0.283621
942.820087 0.369038 0.009050 0.161556
0.782 -0.887 4.268 1.756
0.4407 0.3829 0.0002 0.0905
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: MGI Dependent variable: MGI MGI
Inter RER Y MGK1
2.115 31 -0.063
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
3 10915459220 3638486406.8 27 983212136.65 36415264.320 30 11898671357 Root MSE Dep Mean C.V.
Variable Label
6034.50614 20134.73723 29.97062
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
99.917
0.0001
0.9174 0.9082
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER X MGI1
1 1 1 1
810.543811 -2.834517 0.382828 0.284511
2295.372286 1.146952 0.057709 0.125922
0.353 -2.471 6.634 2.259
0.7267 0.0201 0.0001 0.0321
Variable Label Inter RER X MGI1
260
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.151 31 0.396
Lampiran 5. Lanjutan Model: MGC Dependent variable: MGC MGC
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
3 645195437.25 215065145.75 27 256284458.10 9492016.9665 30 901479895.34 Root MSE Dep Mean C.V.
3080.91171 4392.43013 70.14139
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
22.657
0.0001
0.7157 0.6841
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER Y MGC1
1 1 1 1
-4146.607785 -2.059811 0.011396 0.500243
1298.886333 0.600333 0.006789 0.256280
-3.192 -3.431 1.679 1.952
0.0036 0.0019 0.1048 0.0614
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: MSR Dependent variable: MSR MSR
Inter RER Y MGC1
1.701 31 -0.067
Analysis of Variance Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model Error C Total
4 4840754408.0 1210188602.0 26 280606834.61 10792570.562 30 5121361242.7 Root MSE Dep Mean C.V.
Variable Label
3285.20480 11378.25400 28.87266
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
112.132
0.0001
0.9452 0.9368
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER Y IRD
1 1 1 1
-11492 2.651873 0.090017 1743.806123
2610.607526 0.705174 0.018890 7578.263376
-4.402 3.761 4.765 0.230
0.0002 0.0009 0.0001 0.8198
Variable Label Inter RER Y IRD
261
MSR1
1
0.150864
0.205424
0.734
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.4693
MSR1
1.698 31 0.131
Lampiran 5. Lanjutan Model: FG Dependent variable: FG FG
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
DF
Model Error C Total
5 1440165376.1 288033075.22 25 102673702.02 4106948.0808 30 1542839078.1 Root MSE Dep Mean C.V.
2026.56065 8502.52065 23.83482
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
70.133
0.0001
0.9335 0.9201
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
INTERCEP RER IRD R Y FG1
1 1 1 1 1 1
-1705.411360 0.873694 -27471 0.093463 0.013761 0.128429
1775.069168 0.736375 4127.542195 0.072403 0.010633 0.102641
-0.961 1.186 -6.656 1.291 1.294 1.251
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: FDI Dependent variable: FDI FDI DF
Model Error C Total
6 466624662.99 77770777.166 24 31644812.278 1318533.8449 30 498269475.27 Root MSE Dep Mean C.V.
1148.27429 855.16758 134.27477
0.3459 0.2466 0.0001 0.2086 0.2074 0.2224
Inter RER IRD R Y FG1
1.346 31 0.310
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
Variable Prob > |T| Label
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
58.983
0.0001
0.9365 0.9206
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER IRD R
1 1 1 1
-2777.314672 1.410836 24249 -0.266214
1178.852035 0.552408 5375.466813 0.046619
-2.356 2.554 4.511 -5.710
0.0270 0.0174 0.0001 0.0001
Variable Label Inter RER IRD R
262
Y PROB FDI1
1 1 1
0.027902 4694.525197 1.239733
0.007064 2618.771516 0.137853
3.950 1.793 8.993
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.0006 0.0856 0.0001
Y PROB FDI1
1.675 31 0.149
Lampiran 5. Lanjutan Model: FL Dependent variable: FL FL
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
DF
Model Error C Total
6 2041335558.7 340222593.12 24 308900132.08 12870838.837 30 2350235690.8 Root MSE Dep Mean C.V.
3587.59513 586.67742 611.51069
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
26.434
0.0001
0.8686 0.8357
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
INTERCEP RER IRD R Y PROB FL1
1 1 1 1 1 1 1
-5490.723278 -2.704699 45016 -0.751663 0.090389 8101.699014 0.112137
3685.455275 1.511974 10240 0.161925 0.020605 7295.397967 0.125476
-1.490 -1.789 4.396 -4.642 4.387 1.111 0.894
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: MS Dependent variable: MS MS DF
Model Error C Total
3 4548681858.7 1516227286.2 27 100042260.51 3705268.9078 30 4648724119.2 Root MSE Dep Mean C.V.
1924.90751 19199.59306 10.02577
0.1493 0.0863 0.0002 0.0001 0.0002 0.2778 0.3804
Inter RER IRD R Y PROB FL1
1.789 31 0.080
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
Variable Prob > |T| Label
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
409.208
0.0001
0.9785 0.9761
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP IR G MS1
1 1 1 1
3019.749400 -26210 0.080780 1.035534
1075.011165 3855.267483 0.073375 0.093434
2.809 -6.799 1.101 11.083
0.0091 0.0001 0.2807 0.0001
Variable Label Inter IR G MS1
263
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.014 31 0.404
Lampiran 5. Lanjutan Model: IR Dependent variable: IR IR
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error C Total
2 28 30
0.21278 0.12511 0.33789
Root MSE Dep Mean C.V.
0.06684 0.17535 38.11896
F Value
Prob>F
0.10639 0.00447
23.812
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.6297 0.6033
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP INF IR1
1 1 1
0.041871 0.580632 0.307098
0.027480 0.087952 0.113425
1.524 6.602 2.707
0.1388 0.0001 0.0114
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: INF Dependent variable: INF INF
Variable Label Inter INF IR1
1.099 31 0.437
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error C Total
5 25 30
0.33534 0.24900 0.58434
Root MSE Dep Mean C.V.
0.09980 0.13442 74.24503
F Value
Prob>F
0.06707 0.00996
6.734
0.0004
R-Square Adj R-SQ
0.5739 0.4887
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP RER IR T G INF1
1 1 1 1 1 1
-0.005179 -0.000003415 1.014395 -0.000004104 0.000003191 0.005633
0.050705 0.000018965 0.234831 0.000007408 0.000009150 0.173182
-0.102 -0.180 4.320 -0.554 0.349 0.033
0.9195 0.8586 0.0002 0.5845 0.7302 0.9743
Variable Label Inter RER IR T G INF1
264
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.178 31 0.364
Lampiran 5. Lanjutan Model: RER Dependent variable: RER RER
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
DF
Model Error C Total
5 46670543.334 9334108.6667 25 3519732.2470 140789.28988 30 50190275.581 Root MSE Dep Mean C.V.
375.21899 2342.98226 16.01459
R-Square Adj R-SQ
F Value
Prob>F
66.298
0.0001
0.9299 0.9158
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP IRRD MS R BOP RER1
1 1 1 1 1 1
774.322578 -1009.597850 0.041281 -0.059054 -0.050483 0.618487
272.641442 783.487555 0.013876 0.009647 0.019351 0.095865
2.840 -1.289 2.975 -6.122 -2.609 6.452
0.0088 0.2093 0.0064 0.0001 0.0151 0.0001
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
Model: PROB Dependent variable: PROB PROB DF
Model Error C Total
6 24 30
0.79606 0.40736 1.20342
Root MSE Dep Mean C.V.
0.13028 0.30426 42.81943
Variable
DF
Parameter Estimate
INTERCEP SIG FIS FOR NFG NFP PROB1
1 1 1 1 1 1 1
0.080879 0.000003033 -0.000018240 -0.000000173 0.000002641 -0.000002747 0.592731
F Value
Prob>F
0.13268 0.01697
7.817
0.0001
R-Square Adj R-SQ
0.6615 0.5769
Parameter Estimates Standard T for H0: Error Parameter=0 0.076474 0.000002283 0.000010107 0.000005227 0.000006968 0.000003164 0.183326
Inter IRRD MS R BOP RER1
2.233 31 -0.134
Analysis of Variance Sum of Mean Squares Square
Source
Variable Label
1.058 1.328 -1.805 -0.033 0.379 -0.868 3.233
Prob > |T| 0.3008 0.1966 0.0837 0.9739 0.7080 0.3938 0.0035
Variable Label Inter SIG FIS FOR NFG NFP PROB1
265
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.902 31 0.030
Lampiran 6. Program Komputer Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data PROC AUTOREG DATA=RATNA1; MODEL SP MODEL IP MODEL CP
= IRRD YP SP1 /LAGDEP=SP1 METHOD=YW NLAG=1 ; = IRRD R NSSP FL IP1 /LAGDEP=IP1 METHOD=YW NLAG=1 ; = SP Y CP1 /LAGDEP=CP1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
= = = = = =
IG CG TD TI TN TT
T NSSP NFG IG1 /LAGDEP=IG1 METHOD=YW NLAG=1 ; T NSSP NFG CG1 /LAGDEP=CG1 METHOD=YW NLAG=1 ; Y TD1 /LAGDEP=TD1 METHOD=YW NLAG=1 ; CP IP TI1 /LAGDEP=TI1 METHOD=YW NLAG=1 ; Y NSSP NFG TN1 /LAGDEP=TN1 METHOD=YW NLAG=1 ; X M RER TT1 /LAGDEP=TT1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL XAG MODEL XG MODEL XSR
= RER XAG1 /LAGDEP=XAG1 METHOD=YW NLAG=1 ; = RER XG1 /LAGDEP=XG1 METHOD=YW NLAG=1 ; = RER GASIA XSR1 /LAGDEP=XSR1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL MODEL MODEL MODEL
= = = =
MGK MGI MGC MSR
RER RER RER RER
Y X Y Y
MGK1 /LAGDEP=MGK1 METHOD=YW NLAG=1 ; MGI1 /LAGDEP=MGI1 METHOD=YW NLAG=1 ; MGC1 /LAGDEP=MGC1 METHOD=YW NLAG=1 ; IRD MSR1 /LAGDEP=MSR1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL FG MODEL FDI MODEL FL
= RER IRD R Y FG1 /LAGDEP=FG1 METHOD=YW NLAG=1 ; = RER IRD R Y PROB FDI1 /LAGDEP=FDI1 METHOD=YW NLAG=1; = RER IRD R Y PROB FL1 /LAGDEP=FL1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL MS MODEL IR
= IR G MS1 /LAGDEP=MS1 METHOD=YW NLAG=1 = INF IR1 /LAGDEP=IR1 METHOD=YW NLAG=1 ;
;
MODEL INF = RER IR T G INF1 /LAGDEP=INF1 METHOD=YW NLAG=1 ; MODEL RER = IRRD MS R BOP RER1 /LAGDEP=RER1 METHOD=YW NLAG=1 ; MODEL PROB = SIG FIS FOR NFG NFP PROB1 /LAGDEP=PROB1 METHOD=YW NLAG=1; RUN;
266
Lampiran 7. Hasil Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data Dependent Variable = SP
SP
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
4.3803E9 1.6223E8 683.4686 0.5858 3.227197
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IRRD YP SP1
1 1 1 1
7662.352536 23577 0.013432 0.843857
4907.8 25576.6 0.0379 0.1732
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
27 12737.12 677.7327 0.5858 0.0006
t Ratio Approx Prob 1.561 0.922 0.354 4.871
0.1301 0.3648 0.7260 0.0001
Variable Label IRRD YP SP1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
1.413E8 21630323
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.153080 |
|********************| |*** |
Preliminary MSE = 1.3799E8 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.15307988
Std Error 0.193805
t Ratio -0.790
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
4.1836E9 1.6091E8 685.5017 0.5126
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IRRD YP SP1
1 1 1 1
8829.365454 -33691 0.004943 0.737859
5649.3 26780.1 0.0404 0.1766
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 12684.93 678.3318 0.6044
t Ratio Approx Prob 1.563 -1.258 0.122 4.177
0.1302 0.2196 0.9036 0.0003
Variable Label IRRD YP SP1
267
Lampiran 7. Lanjutan MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure Dependent Variable = IP
IP Ordinary Least Squares Estimates
SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
1.1663E9 46651825 649.3146 0.9400 0.649721
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IRRD R NSSP FL IP1
1 1 1 1 1 1
376.260151 -8.613738 0.074199 -1.112474 0.995536 0.935624
2053.5 14234.8 0.1154 0.2645 0.2086 0.0669
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
25 6830.214 640.7106 0.9400 0.2579
t Ratio Approx Prob 0.183 -0.001 0.643 -4.206 4.772 13.977
0.8561 0.9995 0.5260 0.0003 0.0001 0.0001
Variable Label IRRD R NSSP FL IP1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
37622440 4073986
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.108286 |
|********************| |** |
Preliminary MSE = 37181284 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.10828608 0.202924 -0.534 Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
1.1509E9 47953542 652.348 0.9279
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IRRD R NSSP FL IP1
1 1 1 1 1 1
391.533941 -678.172691 0.089719 -1.115600 1.001262 0.924991
2294.1 14966.2 0.1187 0.2616 0.2185 0.0710
DFE Root MSE AIC Total Rsq
24 6924.85 642.3101 0.9408
t Ratio Approx Prob 0.171 -0.045 0.756 -4.264 4.582 13.024
0.8659 0.9642 0.4570 0.0003 0.0001 0.0001
Variable Label IRRD R NSSP FL IP1
268
Lampiran 7. Lanjutan MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure Dependent Variable = CP
CP Ordinary Least Squares Estimates
SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
1.5375E9 56945350 651.0132 0.9873 0.366669
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept SP Y CP1
1 1 1 1
5229.175103 -0.378127 0.412549 0.425291
3286.4 0.0986 0.0641 0.1026
27 7546.214 645.2772 0.9873 0.3569
t Ratio Approx Prob 1.591 -3.836 6.439 4.144
0.1232 0.0007 0.0001 0.0003
Variable Label SP Y CP1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
49597563 2680454
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.054044 |
|********************| |* |
Preliminary MSE = 49452700 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.05404407
Std Error 0.195830
t Ratio -0.276
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
1.5287E9 58794279 654.2706 0.9861
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept SP Y CP1
1 1 1 1
5623.146811 -0.390883 0.427380 0.399647
3473.3 0.1012 0.0659 0.1057
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 7667.743 647.1007 0.9874
t Ratio Approx Prob 1.619 -3.863 6.489 3.783
0.1175 0.0007 0.0001 0.0008
Variable Label SP Y CP1
269
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = IG
IG
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
1.3588E8 5226250 579.2369 0.6513 -1.9842
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept T NSSP NFG IG1
1 1 1 1 1
2832.859427 0.023689 0.110253 0.005395 0.684031
1286.0 0.0332 0.0906 0.0891 0.1341
26 2286.099 572.0669 0.6513 0.0236
t Ratio Approx Prob 2.203 0.713 1.217 0.061 5.102
0.0367 0.4824 0.2345 0.9522 0.0001
Variable Label T NSSP NFG IG1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
4383306 -1039359
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.237118 |
|********************| *****| |
Preliminary MSE =
4136856
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient 0.23711753
Std Error 0.194296
t Ratio 1.220
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
1.2245E8 4897904 579.5014 0.7707
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept T NSSP NFG IG1
1 1 1 1 1
2271.687772 0.011465 0.141550 -0.012390 0.782437
1067.0 0.0284 0.0877 0.0818 0.1136
DFE Root MSE AIC Total Rsq
25 2213.121 570.8975 0.6858
t Ratio Approx Prob 2.129 0.404 1.615 -0.151 6.890
0.0433 0.6898 0.1189 0.8808 0.0001
Variable Label T NSSP NFG IG1
270
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = CG
CG
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
2.5737E8 9898693 599.0368 0.9448 1.921126
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept T NSSP NFG CG1
1 1 1 1 1
-3151.074086 0.498442 0.061521 0.241284 0.277084
1249.1 0.0826 0.1246 0.1211 0.1170
26 3146.219 591.8669 0.9448 0.0274
t Ratio Approx Prob -2.523 6.036 0.494 1.992 2.369
0.0181 0.0001 0.6257 0.0570 0.0256
Variable Label T NSSP NFG CG1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
8302130 2173601
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.261813 |
|********************| |***** |
Preliminary MSE =
7733054
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.26181251
Std Error 0.193024
t Ratio -1.356
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
2.2845E8 9138184 598.8478 0.9196
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept T NSSP NFG CG1
1 1 1 1 1
-3605.317999 0.583812 0.052254 0.239544 0.154918
1519.2 0.0836 0.1138 0.1186 0.1147
DFE Root MSE AIC Total Rsq
25 3022.943 590.2439 0.9510
t Ratio Approx Prob -2.373 6.982 0.459 2.019 1.351
0.0256 0.0001 0.6502 0.0543 0.1889
Variable Label T NSSP NFG CG1
271
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = TD
TD
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin's t
5.7351E8 20482493 617.0084 0.7639 -0.92512
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
28 4525.759 612.7064 0.7639 0.1817
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
t Ratio Approx Prob
Intercept Y TD1
1 1 1
3655.623451 0.035387 0.480616
1758.9 0.0180 0.1923
2.078 1.967 2.499
0.0470 0.0591 0.0186
Variable Label Y TD1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
18500316 -1639612
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.088626 |
|********************| **| |
Preliminary MSE = 18355004 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient 0.08862615
Std Error 0.191693
t Ratio 0.462
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
5.6407E8 20891633 619.936 0.7979
DFE Root MSE AIC Total Rsq
27 4570.737 614.2001 0.7678
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept Y TD1
1 1 1
3375.359806 0.030780 0.543606
1650.4 0.0172 0.1850
t Ratio Approx Prob 2.045 1.790 2.938
0.0507 0.0847 0.0067
Variable Label Y TD1
272
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = TI
TI
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin's t
39292913 1455293 537.3397 0.9541 1.771322
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>t
27 1206.355 531.6038 0.9541 0.0443
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept CP IP TI1
1 1 1 1
-406.078665 0.026749 0.056261 0.452205
510.2 0.0107 0.0197 0.1818
t Ratio Approx Prob -0.796 2.499 2.851 2.487
0.4330 0.0188 0.0083 0.0193
Variable Label CP IP TI1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
1267513 272411.4
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.214918 |
|********************| |**** |
Preliminary MSE =
1208967
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.21491797 0.191533 -1.122 Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
34607342 1331052 536.8847 0.9375
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 1153.712 529.7147 0.9596
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept CP IP TI1
1 1 1 1
-860.162485 0.041736 0.071436 0.211382
567.0 0.0105 0.0200 0.1752
t Ratio Approx Prob -1.517 3.964 3.570 1.206
0.1413 0.0005 0.0014 0.2385
Variable Label CP IP TI1
273
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = TN
TN
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin's t
57189711 2199604 552.4089 0.9206 1.538332
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>t
26 1483.106 545.239 0.9206 0.0685
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept Y NSSP NFG TN1
1 1 1 1 1
1027.561502 -0.020287 0.119674 -0.058979 2.454869
662.1 0.00677 0.0594 0.0586 0.2438
t Ratio Approx Prob 1.552 -2.997 2.015 -1.007 10.068
0.1328 0.0059 0.0544 0.3232 0.0001
Variable Label Y NSSP NFG TN1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
1844829 465371.7
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.252257 |
|********************| |***** |
Preliminary MSE =
1727436
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.25225730 0.193532 -1.303 Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
52673533 2106941 553.3586 0.9045
DFE Root MSE AIC Total Rsq
25 1451.531 544.7547 0.9268
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept Y NSSP NFG TN1
1 1 1 1 1
940.083512 -0.019145 0.100209 -0.059756 2.428513
810.4 0.00785 0.0553 0.0599 0.2705
t Ratio Approx Prob 1.160 -2.440 1.811 -0.997 8.978
0.2570 0.0221 0.0822 0.3282 0.0001
Variable Label Y NSSP NFG TN1
274
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = TT
TT
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
4380945 168497.9 472.7665 0.4420 1.235711
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept X M RER TT1
1 1 1 1 1
598.577042 0.000566 0.001934 0.031594 0.583324
357.8 0.00925 0.00925 0.0925 0.1772
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
26 410.4849 465.5966 0.4420 0.1083
t Ratio Approx Prob 1.673 0.061 0.209 0.342 3.291
0.1063 0.9516 0.8361 0.7353 0.0029
Variable Label X M RER TT1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
141320.8 5068.111
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.035862 |
|********************| |* |
Preliminary MSE =
141139
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.03586246 0.199871 -0.179 Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
4371204 174848.2 476.1328 0.4198
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept X M RER TT1
1 1 1 1 1
632.066899 0.000035260 0.001584 0.026715 0.559603
370.8 0.00965 0.00966 0.0963 0.1830
DFE Root MSE AIC Total Rsq
25 418.1485 467.5289 0.4432
t Ratio Approx Prob 1.705 0.004 0.164 0.277 3.058
0.1006 0.9971 0.8711 0.7838 0.0052
Variable Label X M RER TT1
275
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = XAG
XAG
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
3.1502E8 11250724 598.4351 0.7784 -0.13171
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER XAG1
1 1 1
-341.497938 1.045601 0.814944
1266.7 0.7432 0.1577
28 3354.21 594.1332 0.7784 0.4476
t Ratio Approx Prob -0.270 1.407 5.169
0.7894 0.1705 0.0001
Variable Label RER XAG1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
10161944 -115158
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.011332 |
|********************| | |
Preliminary MSE = 10160639 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient 0.01133230
Std Error 0.192438
t Ratio 0.059
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
3.1495E8 11664722 601.8621 0.7822
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER XAG1
1 1 1
-329.753066 1.014104 0.822861
1278.4 0.7525 0.1594
DFE Root MSE AIC Total Rsq
27 3415.366 596.1261 0.7784
t Ratio Approx Prob -0.258 1.348 5.161
0.7984 0.1890 0.0001
Variable Label RER XAG1
276
Lampiran 7. Lanjutan MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure Dependent Variable = XG
XG Ordinary Least Squares Estimates
SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
3.1175E9 1.1134E8 669.4922 0.8691 -1.75869
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER XG1
1 1 1
-3165.432449 2.870310 0.992646
4177.1 2.1059 0.1150
28 10551.82 665.1903 0.8691 0.0393
t Ratio Approx Prob -0.758 1.363 8.633
0.4549 0.1837 0.0001
Variable Label RER XG1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
1.0057E8 -2.44E7
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.242662 |
|********************| *****| |
Preliminary MSE = 94644258 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient 0.24266171
Std Error 0.186698
t Ratio 1.300
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
2.8294E9 1.0479E8 669.9809 0.9157
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER XG1
1 1 1
-1395.447251 1.509914 1.059193
3419.3 1.7649 0.0932
DFE Root MSE AIC Total Rsq
27 10236.89 664.2449 0.8812
t Ratio Approx Prob -0.408 0.856 11.363
0.6864 0.3998 0.0001
Variable Label RER XG1
277
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = XSR
XSR
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
51597205 1911008 545.7849 0.8912 0.05316
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER GASIA XSR1
1 1 1 1
912.903776 0.144237 4754.296753 0.951878
1130.4 0.2426 5598.8 0.0842
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
27 1382.392 540.0489 0.8912 0.4788
t Ratio Approx Prob 0.808 0.595 0.849 11.307
0.4264 0.5571 0.4033 0.0001
Variable Label RER GASIA XSR1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
1664426 14037.92
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.008434 |
|********************| | |
Preliminary MSE =
1664308
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.00843409
Std Error 0.196109
t Ratio -0.043
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
51592658 1984333 549.2162 0.8897
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER GASIA XSR1
1 1 1 1
910.126730 0.147670 4750.670436 0.950645
1154.5 0.2485 5714.1 0.0863
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 1408.664 542.0462 0.8912
t Ratio Approx Prob 0.788 0.594 0.831 11.011
0.4376 0.5575 0.4133 0.0001
Variable Label RER GASIA XSR1
278
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = MGK
MGK
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
1.4055E8 5205414 576.849 0.8479 -0.80559
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER Y MGK1
1 1 1 1
737.747103 -0.327353 0.038622 0.283621
942.8 0.3690 0.00905 0.1616
27 2281.538 571.113 0.8479 0.2102
t Ratio Approx Prob 0.782 -0.887 4.268 1.756
0.4407 0.3829 0.0002 0.0905
Variable Label RER Y MGK1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
4533747 -286601
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.063215 |
|********************| *| |
Preliminary MSE =
4515630
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient 0.06321505
Std Error 0.195724
t Ratio 0.323
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
1.3962E8 5369832 580.081 0.8630
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER Y MGK1
1 1 1 1
780.242894 -0.357185 0.036819 0.323249
908.0 0.3597 0.00900 0.1616
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 2317.29 572.9111 0.8489
t Ratio Approx Prob 0.859 -0.993 4.090 2.000
0.3981 0.3298 0.0004 0.0560
Variable Label RER Y MGK1
279
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = MGI
MGI
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
9.8321E8 36415264 637.1529 0.9174 3.090383
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER X MGI1
1 1 1 1
810.543811 -2.834517 0.382828 0.284511
2295.4 1.1470 0.0577 0.1259
27 6034.506 631.417 0.9174 0.0010
t Ratio Approx Prob 0.353 -2.471 6.634 2.259
0.7267 0.0201 0.0001 0.0321
Variable Label RER X MGI1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
31716521 12552854
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.395783 |
|********************| |******** |
Preliminary MSE = 26748316 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.39578283
Std Error 0.180102
t Ratio -2.198
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
6.7194E8 25843822 628.9569 0.8872
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER X MGI1
1 1 1 1
2321.324754 -3.730740 0.470402 0.058208
2785.7 1.3136 0.0469 0.1078
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 5083.682 621.787 0.9435
t Ratio Approx Prob 0.833 -2.840 10.025 0.540
0.4123 0.0086 0.0001 0.5938
Variable Label RER X MGI1
280
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = MGC
MGC
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin's t
2.5628E8 9492017 595.4723 0.7157 -0.49193
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
27 3080.912 589.7363 0.7157 0.3135
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
t Ratio Approx Prob
Intercept RER Y MGC1
1 1 1 1
-4146.607785 -2.059811 0.011396 0.500243
1298.9 0.6003 0.00679 0.2563
-3.192 -3.431 1.679 1.952
0.0036 0.0019 0.1048 0.0614
Variable Label RER Y MGC1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
8267241 -555551
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.067199 |
|********************| *| |
Preliminary MSE = 8229908 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient 0.06719908
Std Error 0.195673
t Ratio 0.343
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
2.528E8 9722993 598.4862 0.7346
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 3118.171 591.3162 0.7196
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER Y MGC1
1 1 1 1
-3857.247339 -1.845429 0.010566 0.595956
1246.1 0.5891 0.00648 0.2511
t Ratio Approx Prob -3.096 -3.133 1.629 2.373
0.0047 0.0043 0.1153 0.0253
Variable Label RER Y MGC1
281
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = MSR
MSR
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin's t
2.8061E8 10792571 601.7169 0.9452 1.90026
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>t
26 3285.205 594.547 0.9452 0.0347
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER Y IRD MSR1
1 1 1 1 1
-11492 2.651873 0.090017 1743.806123 0.150864
2610.6 0.7052 0.0189 7578.3 0.2054
t Ratio Approx Prob -4.402 3.761 4.765 0.230 0.734
0.0002 0.0009 0.0001 0.8198 0.4693
Variable Label RER Y IRD MSR1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
9051833 1183989
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.130801 |
|********************| |*** |
Preliminary MSE =
8896966
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.13080098 0.198282 -0.660 Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
2.7078E8 10831387 604.0636 0.9342
DFE Root MSE AIC Total Rsq
25 3291.107 595.4597 0.9471
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER Y IRD MSR1
1 1 1 1 1
-13095 3.006966 0.101513 782.711859 0.019755
2784.0 0.7505 0.0200 7782.5 0.2159
t Ratio Approx Prob -4.704 4.007 5.076 0.101 0.091
0.0001 0.0005 0.0001 0.9207 0.9278
Variable Label RER Y IRD MSR1
282
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = FG
FG
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
1.0267E8 4106948 573.9836 0.9335 2.104736
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IRD R Y FG1
1 1 1 1 1 1
-1705.411360 0.873694 -27471 0.093463 0.013761 0.128429
1775.1 0.7364 4127.5 0.0724 0.0106 0.1026
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
25 2026.561 565.3796 0.9335 0.0177
t Ratio Approx Prob -0.961 1.186 -6.656 1.291 1.294 1.251
0.3459 0.2466 0.0001 0.2086 0.2074 0.2224
Variable Label RER IRD R Y FG1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
3312055 1027436
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.310211 |
|********************| |****** |
Preliminary MSE =
2993333
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.31021107
Std Error 0.194054
t Ratio -1.599
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Variable Intercept RER IRD R YG FG1
DF 1 1 1 1 1 1
B Value -2300.996832 1.228877 -26003 0.074508 780.817545 0.116677
90457756 3769073 573.5919 0.9057 Std Error 2256.7 0.8649 3836.2 0.0883 4309.3 0.0953
DFE Root MSE AIC Total Rsq
24 1941.41 563.554 0.9414
t Ratio Approx Prob -1.020 1.421 -6.778 0.844 0.181 1.224
0.3181 0.1682 0.0001 0.4069 0.8577 0.2328
Variable Label RER IRD R YG FG1
283
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = FDI
FDI
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
31644812 1318534 540.9311 0.9365 1.294885
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IRD R Y PROB FDI1
1 1 1 1 1 1 1
-2777.314672 1.410836 24249 -0.266214 0.027902 4694.525197 1.239733
1178.9 0.5524 5375.5 0.0466 0.00706 2618.8 0.1379
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
24 1148.274 530.8932 0.9365 0.0977
t Ratio Approx Prob -2.356 2.554 4.511 -5.710 3.950 1.793 8.993
0.0270 0.0174 0.0001 0.0001 0.0006 0.0856 0.0001
Variable Label RER IRD R Y PROB FDI1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
1020800 152179.3
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.149078 |
|********************| |*** |
Preliminary MSE = 998113.7 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.14907843 0.206184 -0.723 Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
30680689 1333943 543.4284 0.9276
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IRD R Y PROB FDI1
1 1 1 1 1 1 1
-2646.676486 1.409931 25286 -0.260108 0.027443 4529.429531 1.254434
1306.1 0.5773 5334.7 0.0516 0.00785 2636.0 0.1461
DFE Root MSE AIC Total Rsq
23 1154.964 531.9565 0.9384
t Ratio Approx Prob -2.026 2.442 4.740 -5.041 3.496 1.718 8.587
0.0545 0.0227 0.0001 0.0001 0.0019 0.0992 0.0001
Variable Label RER IRD R Y PROB FDI1
284
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = FL
FL
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
3.089E8 12870839 611.5629 0.8686 0.622858
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IRD R Y PROB FL1
1 1 1 1 1 1 1
-5490.723278 -2.704699 45016 -0.751663 0.090389 8101.699014 0.112137
3685.5 1.5120 10240.1 0.1619 0.0206 7295.4 0.1255
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
24 3587.595 601.525 0.8686 0.2667
t Ratio Approx Prob -1.490 -1.789 4.396 -4.642 4.387 1.111 0.894
0.1493 0.0863 0.0002 0.0001 0.0002 0.2778 0.3804
Variable Label RER IRD R Y PROB FL1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
9964520 797572.9
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.080041 |
|********************| |** |
Preliminary MSE =
9900682
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.08004127 0.207845 -0.385 SSE MSE SBC Reg Rsq
Yule-Walker Estimates 3.0596E8 DFE 13302395 Root MSE 614.7063 AIC 0.8565 Total Rsq MODEL THREE-GAP
23 3647.245 603.2344 0.8698
Autoreg Procedure Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IRD R Y PROB FL1
1 1 1 1 1 1 1
-4857.529806 2.456814 43075 -0.721920 0.088263 6717.343925 0.113600
3937.9 1.5972 10370.9 0.1684 0.0215 7571.6 0.1248
t Ratio Approx Prob -1.234 1.538 4.153 -4.287 4.109 0.887 0.910
0.2298 0.1376 0.0004 0.0003 0.0004 0.3842 0.3722
Variable Label RER IRD R Y PROB FL1
285
Lampiran 7. Lanjutan MODEL THREE-GAP Dependent Variable = MS
MS
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
1.0004E8 3705269 566.3107 0.9785 2.63561
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IR G MS1
1 1 1 1
3019.749400 -26210 0.080780 1.035534
1075.0 3855.3 0.0734 0.0934
27 1924.908 560.5748 0.9785 0.0042
t Ratio Approx Prob 2.809 -6.799 1.101 11.083
0.0091 0.0001 0.2807 0.0001
Variable Label IR G MS1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
3227170 1304657
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.404273 |
|********************| |******** |
Preliminary MSE =
2699732
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.40427294
Std Error 0.179375
t Ratio -2.254
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
72086016 2772539 559.7635 0.9645
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IR G MS1
1 1 1 1
3359.812098 -29500 0.128854 0.978932
1216.5 3425.6 0.0624 0.0818
DFE Root MSE AIC Total Rsq
26 1665.094 552.5935 0.9845
t Ratio Approx Prob 2.762 -8.612 2.064 11.969
0.0104 0.0001 0.0491 0.0001
Variable Label IR G MS1
286
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = IR
IR
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
0.125105 0.004468 -72.614 0.6297 3.140086
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept INF IR1
1 1 1
0.041871 0.580632 0.307098
0.0275 0.0880 0.1134
28 0.066843 -76.916 0.6297 0.0008
t Ratio Approx Prob 1.524 6.602 2.707
0.1388 0.0001 0.0114
Variable Label INF IR1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
0.004036 0.001765
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.437282 |
|********************| |********* |
Preliminary MSE = 0.003264 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag 1
Coefficient -0.43728196
Std Error 0.173075
t Ratio -2.527
Yule-Walker Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq
0.090303 0.003345 -79.0734 0.7335
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept INF IR1
1 1 1
0.057776 0.638248 0.183822
0.0310 0.0755 0.1069
DFE Root MSE AIC Total Rsq
27 0.057832 -84.8094 0.7327
t Ratio Approx Prob 1.861 8.449 1.720
0.0736 0.0001 0.0969
Variable Label INF IR1
287
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = INF
INF
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
0.248999 0.00996 -40.9749 0.5739 2.640371
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IR T G INF1
1 1 1 1 1 1
-0.005179 -0.000003415 1.014395 -0.000004104 0.000003191 0.005633
0.0507 0.000019 0.2348 7.408E-6 9.15E-6 0.1732
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>h
25 0.0998 -49.5789 0.5739 0.0024
t Ratio Approx Prob -0.102 -0.180 4.320 -0.554 0.349 0.033
0.9195 0.8586 0.0002 0.5845 0.7302 0.9743
Variable Label RER IR T G INF1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
0.008032 0.002921
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.363698 | Preliminary MSE =
|********************| |******* | 0.00697
Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.36369837 0.190145 -1.913 SSE MSE SBC Reg Rsq
Yule-Walker Estimates 0.18709 DFE 0.007795 Root MSE -46.2608 AIC 0.7155 Total Rsq
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept RER IR T G INF1
1 1 1 1 1 1
-0.018340 -0.000000927 1.063198 -0.000007048 0.000007153 -0.208599
0.0622 0.00002 0.2096 7.891E-6 9.67E-6 0.1605
24 0.088292 -56.2987 0.6798
t Ratio Approx Prob -0.295 -0.046 5.072 -0.893 0.740 -1.299
0.7707 0.9639 0.0001 0.3807 0.4667 0.2061
Variable Label RER IR T G INF1
288
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = RER
RER
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin h
3519732 140789.3 469.4153 0.9299 -0.88261
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IRRD MS R BOP RER1
1 1 1 1 1 1
774.322578 -1009.597850 0.041281 -0.059054 -0.050483 0.618487
272.6 783.5 0.0139 0.00965 0.0194 0.0959
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB
25 375.219 460.8113 0.9299 0.1887
t Ratio Approx Prob 2.840 -1.289 2.975 -6.122 -2.609 6.452
0.0088 0.2093 0.0064 0.0001 0.0151 0.0001
Variable Label IRRD MS R BOP RER1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
113539.7 -15220.2
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | -0.134051 |
|********************| ***| |
Preliminary MSE = 111499.5 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 0.13405143 0.202282 0.663 SSE MSE SBC Reg Rsq
Yule-Walker Estimates 3349667 DFE 139569.5 Root MSE 471.3321 AIC 0.9441 Total Rsq
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept IRRD MS R BOP RER1
1 1 1 1 1 1
605.434585 -1173.116582 0.033419 -0.052904 -0.058538 0.677648
252.5 731.7 0.0130 0.00906 0.0191 0.0890
24 373.59 461.2942 0.9333
t Ratio Approx Prob 2.398 -1.603 2.580 -5.839 -3.071 7.613
0.0246 0.1220 0.0164 0.0001 0.0052 0.0001
Variable Label IRRD MS R BOP RER1
289
Lampiran 7. Lanjutan Dependent Variable = PROB
PROB
MODEL THREE-GAP Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates SSE MSE SBC Reg Rsq Durbin's t
0.407359 0.016973 -22.2814 0.6615 0.43487
DFE Root MSE AIC Total Rsq PROB>t
24 0.130282 -32.3193 0.6615 0.3339
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept SIG FIS FOR NFG NFP PROB1
1 1 1 1 1 1 1
0.080879 0.000003033 -0.000018240 -0.000000173 0.000002641 -0.000002747 0.592731
0.0765 2.283E-6 0.00001 5.227E-6 6.968E-6 3.164E-6 0.1833
t Ratio Approx Prob 1.058 1.328 -1.805 -0.033 0.379 -0.868 3.233
0.3008 0.1966 0.0837 0.9739 0.7080 0.3938 0.0035
Variable Label SIG FIS FOR NFG NFP PROB1
Estimates of Autocorrelations Lag
Covariance
0 1
0.013141 0.000397
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1.000000 | 0.030221 |
|********************| |* |
Preliminary MSE = 0.013129 Estimates of the Autoregressive Parameters Lag Coefficient Std Error t Ratio 1 -0.03022150 0.208419 -0.145 SSE MSE SBC Reg Rsq
Yule-Walker Estimates 0.406636 DFE 0.01768 Root MSE -18.9015 AIC 0.6472 Total Rsq
23 0.132966 -30.3734 0.6621
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given. Intercept SIG FIS FOR NFG NFP PROB1
1 1 1 1 1 1 1
0.081519 0.000003159 -0.000019070 -5.659006E-8 0.000003114 -0.000002823 0.570597
0.0792 2.357E-6 0.00001 5.397E-6 7.168E-6 3.257E-6 0.1892
1.029 1.340 -1.840 -0.010 0.434 -0.867 3.015
0.3141 0.1932 0.0786 0.9917 0.6681 0.3951 0.0062
SIG FIS FOR NFG NFP PROB1
290
Lampiran 8. Program Komputer Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton options nodate nonumber; DATA RATNA; SET RATNA1; Y Y1 SP1 IP1 IG1 CP1 I TD1 TI1 TT1 TN1 TNT TNT1 T YP YG G CG CG1 XAG1 XG1 XSR1 X MGK1 MGI1 MGC1 MSR1 M IR1 MS1 DMS RER RER1 INF1 R1 DR FG1 NFG NFP FDI1 FL1 PROB1
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
(YN/P); LAG(Y); LAG(SP); LAG(IP); LAG(IG); LAG(CP); IP+IG; LAG(TD); LAG(TI); LAG(TT); LAG(TN); TD+TI+TN; LAG(TNT); TNT+TT; Y-T; (Y-Y1)/Y1; CG+IG; G-IG; LAG(CG); LAG(XAG); LAG(XG); LAG(XSR); XMG+XAG+XG+XSR; LAG(MGK); LAG(MGI); LAG(MGC); LAG(MSR); MGK+MGI+MGC+MSR; LAG(IR); LAG(MS); MS-MS1; ER*(CPIUSA/CPI); LAG(RER); LAG(INF); LAG(R); R-R1; LAG(FG); FG-DR; FDI+FL-KF; LAG(FDI); LAG(FL); LAG(PROB);
291
Lampiran 8. Lanjutan SIG FIS FOR BOP IRD IRRD SSP NSSP
= = = = = = = =
SP-IP; T-G; X-M; FOR+EO; FED-IR; IR-INF; DMS+DGB; SSP-RP;
RUN; TITLE 'SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996'; PROC SIMNLIN DATA=RATNA1 STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=B ; ENDOGENOUS SP CG TD DMS XAG MGK FG MS SIG
IP G TI SSP XG MGI NFG IR FIS
CP
IG
I
TN NSSP XSR MGC FDI IRD FOR
TT
T
X MSR FL IRRD Y
M NFP INF
EO GASIA
KF P
;
INSTRUMENTS FED DGB PARM A11 A12 A13 A14
7662.352536 23577 0.013432 0.843857
B11 B12 B13 B14 B15 B16
376.260151 -8.613738 0.074199 -1.112474 0.995536 0.935624
C11 C12 C13 C14
5229.175103 -0.378127 0.412549 0.425291
R RP
;
BOP RER
DR PROB
292
Lampiran 8. Lanjutan D11 D12 D13 D14 D15
2832.859427 0.023689 0.110253 0.005395 0.684031
E11 E12 E13 E14 E15
-3151.074086 0.498442 0.061521 0.241284 0.277084
F11 3655.623451 F12 0.035387 F13 0.480616 G11 G12 G13 G14
-406.078665 0.026749 0.056261 0.452205
H11 H12 H13 H14 H15
1027.561502 -0.020287 0.119674 -0.058979 2.454869
I11 I12 I13 I14 I15
598.577042 0.000566 0.001934 0.031594 0.583324
J11 -341.497938 J12 1.045601 J13 0.814944 K11 -3165.432449 K12 2.87031 K13 0.992646 L11 L12 L13 L14
912.903776 0.144237 4754.296753 0.951878
M11 737.747103 M12 -0.327353
293
Lampiran 8. Lanjutan M13 0.038622 M14 0.283621 N11 N12 N13 N14
810.543811 -2.834517 0.382828 0.284511
O11 O12 O13 O14
-4146.607785 -2.059811 0.011396 0.500243
P11 P12 P13 P14 P15
-11492 2.651873 0.090017 1743.806123 0.150864
Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16
-1705.41136 0.873694 -27471 0.093463 0.013761 0.128429
R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17
-2777.314672 1.410836 24249 -0.266214 0.027902 4694.525197 1.239733
S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17
-5490.723278 -2.704699 45016 -0.751663 0.090389 8101.699014 0.112137
T11 T12 T13 T14
3019.7494 -26210 0.08078 1.035534
294
Lampiran 8. Lanjutan U11 0.041871 U12 0.580632 U13 0.307098 V11 V12 V13 V14 V15 V16
-0.005179 -0.000003415 1.014395 -0.000004104 0.000003191 0.005633
W11 W12 W13 W14 W15 W16
774.322578 -1009.59785 0.041281 -0.059054 -0.050483 0.618487
X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
0.080879 0.000003033 0.00001824 -0.000000173 0.000002641 -0.000002747 0.592731
; SP1 IP1 CP1 IG1 CG1 TD1 TI1 TN1 TT1 XAG1 XG1 XSR1 MGK1 MGI1 MGC1 MSR1 FG1 FDI1 FL1 MS1 IR1
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(SP); LAG(IP); LAG(CP); LAG(IG); LAG(CG); LAG(TD); LAG(TI); LAG(TN); LAG(TT); LAG(XAG); LAG(XG); LAG(XSR); LAG(MGK); LAG(MGI); LAG(MGC); LAG(MSR); LAG(FG); LAG(FDI); LAG(FL); LAG(MS); LAG(IR);
295
Lampiran 8. Lanjutan INF1 RER1 PROB1 Y1
= = = =
LAG(INF); LAG(RER); LAG(PROB); LAG(Y);
SP
= A11 + A12*IRRD + A13*YP + A14*SP1 ;
IP
= B11 + B12*IRRD + B13*R + B14*NSSP + B15*FL + B16*IP1
CP
= C11 + C12*SP + C13*Y + C14*CP1
IG
= D11 + D12*T + D13*NSSP + D14*NFG + D15*IG1
CG
= E11 + E12*T + E13*NSSP + E14*NFG + E15*CG1 ;
TD
= F11 + F12*Y + F13*TD1
TI
= G11 + G12*CP + G13*IP + G14*TI1
TN
= H11 + H12*Y + H13*NSSP + H14*NFG + H15*TN1
TT
= I11 + I12*X + I13*M + I14*RER + I15*TT1
XAG
= J11 + J12*RER + J13*XAG1
;
XG
= K11 + K12*RER + K13*XG1
;
XSR
= L11 + L12*RER + L13*GASIA + L14*XSR1
MGK
= M11 + M12*RER + M13*Y + M14*MGK1
;
MGI
= N11 + N12*RER + N13*X + N14*MGI1
;
MGC
= O11 + O12*RER + O13*Y + O14*MGC1
;
MSR
= P11 + P12*RER + P13*Y + P14*IRD + P15*MSR1
FG
= Q11 + Q12*RER + Q13*IRD + Q14*R + Q15*Y + Q16*FG1 ;
FDI
= R11 + R12*RER + R13*IRD + R14*R + R15*Y + R16*PROB + R17*FDI1 ;
FL
= S11 + S12*RER + S13*IRD + S14*R + S15*Y + S16*PROB + S17*FL1 ;
MS
= T11 + T12*IR + T13*G + T14*MS1 ;
IR
= U11 + U12*INF + U13*IR1 ;
; ;
; ; ;
;
;
;
;
296
Lampiran 8. Lanjutan INF
= V11 + V12*RER + V13*IR + V14*T + V15*G + V16*INF1
RER
= W11 + W12*IRRD + W13*MS + W14*R + W15*BOP + W16*RER1
PROB = X11 + X12*SIG + X13*FIS + X14*FOR + X15*NFG + X16*NFP + X17*PROB1 ; Y
= CP+IP+G+X-M;
SIG FIS FOR
= SP - IP ; = T - G ; = X - M ;
I T G X M NFG NFP DR DMS BOP IRD IRRD SSP NSSP
= = = = = = = = = = = = = =
IP+IG; TD+TI+TN+TT; CG+IG; XMG+XAG+XG+XSR; MGK+MGI+MGC+MSR; FG-DR; FDI+FL-KF; R-R1; MS-MS1; FOR+EO; FED-IR; IR-INF; DMS+DGB; SSP-RP;
RANGE TAHUN=1990 TO 1996; RUN;
; ;
297
Lampiran 9. Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996 dan Tahun 1997-2000 Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Parameters RANGE Variable Equations
42 42 114 TAHUN 42
Number of Statements
66
Program Lag Length
1
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Summary Dataset Option DATA= OUT= Variables Solved Simulation Lag Length Solution RANGE First Last
Dataset RATNA1 B 42 1 TAHUN 1990 1996
Solution Method NEWTON CONVERGE= 1E-8 Maximum CC 3.662E-14 Maximum Iterations 1 Total Iterations 7 Average Iterations 1 Observations Processed Read 8 Lagged 1 Solved 7 First 22 Last 28
298
Lampiran 9. Lanjutan SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1990 To 1996 Descriptive Statistics Variable SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
Nobs
N
Mean
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
50225 58421 145466 12857 71278 25844 38701 25463 12740 4132 2265 44599 2687 4610 646.8724 9824 33464 6700 67795 12965 33218 2754 17992 66928 9309 7027 4347 7738 13745 5548 2282 30058 0.1636 -0.1179 0.0807 0.0829 1839 0.4031 -8197 5898 866.6696 258205
Actual
Std
5457 11190 39726 2954 11514 4337 3171 2691 2401 1863 401.8621 6170 1721 4982 8090 2415 8445 575.7741 9344 2511 8928 1501 1884 13762 823.4712 2433 2630 3302 6903 2806 1951 6304 0.0365 0.0353 0.0436 0.0186 153.8642 0.0767 8297 3514 4994 50417
Predicted Mean Std 54834 48250 116498 11167 59417 20035 31202 20521 9525 683.1137 1766 32495 1869 3791 -171.5193 4279 16169 9587 47842 11368 24121 -5416 9863 39935 8344 6062 -12467 4052 -6755 12588 2282 28820 0.1766 -0.1309 0.0378 0.1388 608.1327 0.3802 6584 1294 7906 203856
6892 13104 4755 960.4558 12336 1129 1834 734.1831 1165 2735 50.4960 1383 133.7781 5573 8497 1557 4320 2209 5026 1030 1195 797.2181 1623 1268 294.3563 1948 12692 1744 14289 2964 1951 4103 0.006890 0.0156 0.006292 0.0126 509.7471 0.0367 9681 1498 5066 11706
Label SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
299
Lampiran 9. Lanjutan Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1990 To 1996 Statistics of Fit Variable
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
R-Square
Label
SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
4609 -10171 -28968 -1690 -11862 -5810 -7500 -4942 -3215 -3449 -498.5745 -12104 -818.3918 -818.3918 -818.3918 -5545 -17295 2887 -19953 -1597 -9097 -8170 -8130 -26993 -965.2292 -965.2292 -16813 -3686 -20500 7040 0 -1238 0.0131 -0.0131 -0.0429 0.0560 -1231 -0.0230 14781 -4604 7040 -54349
9.1783 -18.0848 -15.6712 -8.6122 -16.7316 -20.2324 -18.8391 -18.8876 -24.0999 -61.7099 -19.9541 -25.8426 86.6915 -29.9237 0.3056 -50.5755 -45.4994 45.4484 -27.4449 -9.8901 -22.7864 -333.0105 -44.3719 -38.1712 -9.6725 -11.5390 -331.3094 -33.8251 -145.6043 173.2789 0 -2.9631 12.8656 19.8872 -33.9744 79.0588 -68.3446 -2.6582 -152.5193 -77.6489 241.1498 -18.8876
5212 10171 30905 2553 11862 5810 7500 4942 3215 3449 509.1039 12104 1571 1571 1571 5545 17443 3018 19953 2132 9195 8170 8130 26993 1062 1062 16813 4068 20500 7040 0 2070 0.0342 0.0342 0.0473 0.0560 1231 0.0644 14781 4604 7040 54846
10.29261 18.08479 17.45029 20.58996 16.73160 20.23243 18.83913 18.88764 24.09993 61.70992 20.58511 25.84259 146.30807 61.44263 25.71389 50.57545 46.22018 47.38200 27.44485 16.79719 23.22102 333.01050 44.37195 38.17119 10.83065 13.46775 331.30941 47.07123 145.60432 173.27893 0 6.33174 22.83673 32.88026 50.21686 79.05883 68.34456 15.64870 205.07056 77.64886 314.39067 19.13899
5685 11493 44063 2934 13285 7604 8435 5359 3511 5212 617.0148 13723 1851 1851 1851 6631 20836 3749 23781 2214 12603 8242 8555 29745 1324 1324 21924 5060 25938 7259 0 2656 0.0393 0.0393 0.0602 0.0609 1284 0.0804 16223 5491 7259 67819
11.1074 20.6893 23.1884 24.1569 18.9785 24.9641 20.5410 19.7160 25.4937 85.7818 23.6903 27.7972 278.0371 76.2601 29.7121 57.2129 52.7892 59.5849 31.7922 17.4136 29.5170 341.7360 45.9703 39.9953 13.2114 16.5021 377.8350 54.9508 183.4520 206.8918 0 7.4284 27.4829 39.8078 55.2315 97.5321 72.2031 18.9719 252.7866 83.4703 423.3876 22.7457
-0.2660 -0.2307 -0.4353 -0.1510 -0.5532 -2.5865 -7.2529 -3.6260 -1.4955 -8.1276 -1.7503 -4.7720 -0.3500 0.8389 0.9389 -7.7921 -6.1019 -48.4670 -6.5566 0.0930 -1.3247 -34.1587 -23.0656 -4.4501 -2.0167 0.6545 -80.0486 -1.7385 -15.4706 -6.8092 1.0000 0.7929 -0.3483 -0.4426 -1.2241 -11.4747 -80.2539 -0.2810 -3.4600 -1.8492 -1.4653 -1.1110
SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
300
Lampiran 9. Lanjutan Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996 SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1990 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions
Inequality Coef
Variable
N
MSE
Corr (R)
Bias (UM)
Reg (UR)
Dist (UD)
Var (US)
Covar (UC)
U1
U
SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
32318762 132086347 1941581275 8606671 176490240 57815968 71149556 28723014 12327845 27162104 380707 188319673 3426733 3426733 3426733 43969826 434129604 14056376 565548027 4901897 158842412 67925040 73187315 884778271 1753411 1753411 480681812 25600348 672782680 52693951 0 7054303 0.00154 0.00154 0.00362 0.00371 1648818 0.00646 263176576 30151921 52693951 4599477353
0.856 0.899 0.833 0.518 0.855 -.816 -.341 0.700 0.857 -.673 0.244 -.516 -.515 0.948 0.978 -.953 -.926 -.575 -.881 0.894 -.358 0.631 -.343 0.252 -.400 0.924 -.943 -.006 -.217 0.782 . 0.969 -.433 -.100 -.249 -.361 0.813 0.055 0.687 0.394 0.928 0.643
0.657 0.783 0.432 0.332 0.797 0.584 0.791 0.850 0.838 0.438 0.653 0.778 0.195 0.195 0.195 0.699 0.689 0.593 0.704 0.520 0.521 0.983 0.903 0.823 0.531 0.531 0.588 0.531 0.625 0.940 . 0.217 0.111 0.111 0.509 0.844 0.919 0.082 0.830 0.703 0.940 0.642
0.131 0.060 0.354 0.032 0.030 0.323 0.102 0.040 0.055 0.502 0.005 0.095 0.260 0.180 0.086 0.290 0.291 0.393 0.266 0.258 0.104 0.000 0.060 0.005 0.190 0.044 0.411 0.104 0.318 0.010 . 0.489 0.287 0.203 0.070 0.086 0.077 0.140 0.052 0.000 0.003 0.080
0.212 0.156 0.214 0.636 0.173 0.093 0.107 0.110 0.106 0.060 0.342 0.127 0.544 0.624 0.719 0.011 0.020 0.014 0.030 0.222 0.375 0.017 0.037 0.172 0.278 0.425 0.001 0.365 0.058 0.050 . 0.294 0.602 0.686 0.422 0.070 0.004 0.778 0.118 0.296 0.056 0.278
0.055 0.024 0.540 0.396 0.003 0.153 0.022 0.114 0.106 0.024 0.278 0.104 0.630 0.087 0.041 0.014 0.034 0.163 0.028 0.383 0.323 0.006 0.001 0.151 0.137 0.115 0.181 0.081 0.069 0.000 . 0.588 0.488 0.217 0.329 0.008 0.066 0.212 0.006 0.116 0.000 0.279
0.288 0.193 0.028 0.272 0.200 0.264 0.188 0.035 0.056 0.538 0.069 0.118 0.174 0.717 0.763 0.286 0.277 0.244 0.268 0.096 0.156 0.011 0.096 0.025 0.332 0.354 0.231 0.388 0.306 0.059 . 0.194 0.401 0.673 0.162 0.148 0.015 0.706 0.164 0.181 0.059 0.079
0.1126 0.1937 0.2937 0.2232 0.1843 0.2907 0.2173 0.2095 0.2715 1.1640 0.2689 0.3052 0.5926 0.2839 0.2462 0.6581 0.6063 0.5578 0.3480 0.1681 0.3682 2.6720 0.4733 0.4366 0.1418 0.1794 4.4004 0.6081 1.7112 1.1850 0.0000 0.0867 0.2350 0.3210 0.6668 0.7199 0.6961 0.1963 1.4441 0.8152 1.5432 0.2585
0.0538 0.1054 0.1653 0.1205 0.1002 0.1645 0.1204 0.1162 0.1559 0.7340 0.1519 0.1771 0.3705 0.1432 0.1203 0.4545 0.4084 0.2269 0.2043 0.0901 0.2159 0.9639 0.3050 0.2752 0.0749 0.0966 0.9914 0.3990 0.8643 0.3819 0.0000 0.0445 0.1142 0.1545 0.4683 0.2721 0.4912 0.1016 0.7257 0.6361 0.5224 0.1454
Label SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
301
Lampiran 9. Lanjutan SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000 SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Parameters RANGE Variable Equations
42 42 114 TAHUN 42
Number of Statements
66
Program Lag Length
1
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Summary Dataset Option DATA= OUT= Variables Solved Simulation Lag Length Solution RANGE First Last
Dataset RATNA1 B 42 1 TAHUN 1997 2000
Solution Method NEWTON CONVERGE= 1E-8 Maximum CC 1.3222E-14 Maximum Iterations 1 Total Iterations 4 Average Iterations 1 Observations Processed Read 5 Lagged 1 Solved 4 First 29 Last 32
302
Lampiran 9. Lanjutan SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1997 To 2000 Descriptive Statistics Variable SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
Actual
Nobs
N
Mean
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
31220 43423 231834 11465 54888 43016 54481 30268 14127 12577 1838 58810 1507 4089 -1302 24435 85608 12485 150937 18515 58376 16035 38924 131850 24085 10603 -1786 -18505 -35490 2664 13483 40381 0.3100 -0.2663 0.0598 0.2503 5075 0.5673 -12203 4329 19086 346607
Std
37810 35901 23147 2145 36157 4992 6833 9354 2370 8950 317.5274 5963 9173 7101 9618 3252 16144 1201 28512 3955 16289 8857 5828 27038 7319 12017 10502 11058 33027 10271 10842 6297 0.2615 0.2641 0.1064 0.3527 1375 0.1530 12914 5824 10636 20812
Predicted Mean Std 68621 52456 199519 15074 67530 51953 67027 29584 15016 44049 1916 90566 13339 15921 10531 9489 42433 8988 89318 17627 44692 -2636 24126 83810 6206 -7276 10300 -405.6955 -5304 -10915 13483 66351 -0.1153 0.1590 0.1685 -0.2838 986.8162 0.9191 16165 23539 5508 324510
7328 25695 11524 3524 22290 21573 24928 1036 2078 42864 51.5344 40507 7773 10813 13561 1786 1592 1078 8470 565.1681 3586 1616 2237 6440 4824 12664 2921 6054 17719 4994 10842 20436 0.2031 0.2026 0.0909 0.2926 459.2942 0.5160 32495 16414 3904 22130
Label SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
303
Lampiran 9. Lanjutan Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1997-2000 SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1997 To 2000 Statistics of Fit Variable
N
Mean Error
SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
37401 9033 -32315 3609 12642 8937 12546 -683.7309 889.0684 31472 78.0517 31756 11832 11832 11832 -14946 -43175 -3498 -61619 -887.6484 -13684 -18671 -14797 -48041 -17879 -17879 12086 18100 30186 -13578 0 25971 -0.4253 0.4253 0.1088 -0.5340 -4088 0.3519 28368 19210 -13578 -22097
Mean % Mean Abs Mean Abs % Error Error Error -2522 64.3385 -13.0280 36.2563 49.3214 23.0831 25.5995 7.3308 7.8232 200.4637 6.8133 54.8259 52.6940 -683.9654 -392.0196 -60.8241 -48.9790 -27.6458 -39.9684 -1.7164 -19.9525 -118.2854 -37.3084 -35.0641 -74.1693 148.2925 -360.5325 -108.2389 -34.0889 -344.7749 0 64.9591 -177.9150 -240.5854 78.0542 -621.6340 -77.1639 76.8583 -170.3452 -1580 -63.0148 -6.2937
39702 9792 32315 4578 14369 14642 17860 6665 1359 31472 216.6539 33930 11832 11832 11832 14946 43175 3498 61619 2670 13684 18671 14797 48041 17879 17879 13099 18100 30186 13578 0 25971 0.4253 0.4253 0.1262 0.5340 4088 0.4579 29910 19210 13578 22097
2525 65.19499 13.02801 43.84792 51.02678 36.72765 35.31133 27.29527 11.24882 200.46369 13.27355 58.25335 141.02756 838.68933 422.26709 60.82408 48.97898 27.64584 39.96838 13.99261 19.95249 118.28543 37.30841 35.06405 74.16926 427.90519 360.53252 108.23887 75.90342 350.03634 0 64.95907 177.91499 240.58545 213.52003 621.63401 77.16388 92.71839 195.54632 1807 63.01479 6.29366
RMS Error
RMS % Error
53586 13097 42718 5374 17649 21968 26763 7869 2203 43067 286.8168 47498 14045 14045 14045 15196 45677 3691 64266 3402 18407 20410 15503 51297 18882 18882 15967 18977 33178 15513 0 30585 0.4786 0.4786 0.1614 0.6235 4376 0.6259 40554 22502 15513 27517
3583 91.7496 16.9991 53.7189 70.5394 56.6476 54.8098 37.2927 18.6955 224.6411 18.8756 81.3087 155.3877 1482 590.9326 61.1608 49.7828 28.9875 40.3845 16.9057 24.7384 119.0670 37.9138 35.9273 76.5577 607.6636 510.3389 111.2949 76.1654 539.7379 0 74.3571 216.9511 308.8165 306.6534 814.6619 78.6104 129.4384 265.3542 2698 67.6806 7.8150
R-Square Label -1.6781 0.8225 -3.5414 -7.3695 0.6823 -24.8163 -19.4538 0.0564 -0.1525 -29.8716 -0.0879 -83.6112 -2.1256 -4.2158 -1.8430 -28.1097 -9.6740 -11.5977 -5.7740 0.0138 -0.7027 -6.0808 -8.4338 -3.7992 -7.8742 -2.2917 -2.0819 -2.9267 -0.3455 -2.0412 1.0000 -30.4552 -3.4642 -3.3795 -2.0720 -3.1663 -12.5078 -21.3154 -12.1482 -18.9068 -1.8362 -1.3310
SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
304
Lampiran 9. Lanjutan Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1997-2000 SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1997 To 2000 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions
Inequality Coef
Variable
N
MSE
Corr (R)
Bias (UM)
Reg (UR)
Dist (UD)
Var (US)
Covar (UC)
U1
U
SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2871491834 171543659 1824854168 28882111 311478765 482588045 716266337 61925547 4853359 1854796336 82264 2256059032 197252942 197252942 197252942 230908320 2086352091 13624610 4130149428 11571159 338809586 416581497 240353803 2631402924 356524949 356524949 254941288 360110537 1100756574 240640864 0 935419665 0.22901 0.22901 0.02606 0.38875 19153543 0.39176 1644598087 506329847 240640864 757211155
-.867 0.991 -.698 -.273 0.994 -.217 -.226 0.342 0.459 0.997 0.059 0.027 0.478 0.593 0.767 0.322 -.646 0.290 0.912 0.355 0.652 -.334 0.401 0.980 0.392 0.840 -.429 0.863 0.984 0.540 . 0.425 0.428 0.435 0.031 0.349 -.910 -.428 0.123 0.629 0.642 0.613
0.487 0.476 0.572 0.451 0.513 0.166 0.220 0.008 0.163 0.534 0.074 0.447 0.710 0.710 0.710 0.967 0.893 0.898 0.919 0.068 0.553 0.837 0.911 0.877 0.897 0.897 0.573 0.910 0.828 0.766 . 0.721 0.790 0.790 0.454 0.734 0.873 0.316 0.489 0.729 0.766 0.645
0.420 0.428 0.315 0.439 0.448 0.798 0.734 0.057 0.152 0.466 0.010 0.541 0.044 0.166 0.145 0.002 0.052 0.029 0.056 0.045 0.109 0.038 0.000 0.115 0.008 0.014 0.162 0.025 0.149 0.001 . 0.253 0.027 0.025 0.221 0.056 0.115 0.647 0.436 0.241 0.027 0.087
0.093 0.096 0.113 0.111 0.039 0.037 0.046 0.936 0.685 0.000 0.916 0.012 0.247 0.124 0.145 0.031 0.055 0.073 0.025 0.886 0.338 0.125 0.089 0.008 0.095 0.089 0.265 0.065 0.023 0.233 . 0.026 0.183 0.185 0.325 0.211 0.013 0.037 0.075 0.030 0.207 0.268
0.243 0.455 0.056 0.049 0.463 0.427 0.343 0.838 0.013 0.465 0.645 0.397 0.007 0.052 0.059 0.007 0.076 0.001 0.073 0.745 0.357 0.094 0.040 0.121 0.013 0.001 0.169 0.052 0.160 0.087 . 0.160 0.011 0.012 0.007 0.007 0.033 0.252 0.175 0.166 0.141 0.002
0.270 0.069 0.372 0.500 0.024 0.407 0.437 0.154 0.824 0.001 0.281 0.156 0.283 0.238 0.231 0.026 0.030 0.101 0.008 0.187 0.090 0.069 0.049 0.002 0.090 0.103 0.258 0.038 0.013 0.147 . 0.119 0.199 0.198 0.539 0.259 0.094 0.432 0.336 0.105 0.093 0.353
1.1844 0.2452 0.1836 0.4627 0.2793 0.5081 0.4884 0.2511 0.1543 2.9152 0.1543 0.8046 1.7370 1.9018 1.6659 0.6178 0.5266 0.2946 0.4202 0.1807 0.3065 1.1482 0.3950 0.3831 0.7581 1.2709 1.7226 0.9107 0.7279 1.6706 0.0000 0.7506 1.2465 1.3635 1.4704 1.5789 0.8395 1.0745 2.4500 3.3855 0.7320 0.0793
0.4694 0.1187 0.0988 0.1991 0.1323 0.2232 0.2137 0.1291 0.0749 0.5950 0.0760 0.3042 0.6099 0.5432 0.5802 0.4442 0.3535 0.1712 0.2649 0.0933 0.1755 0.9832 0.2443 0.2354 0.5830 0.6739 0.8034 0.7272 0.5367 0.7378 0.0000 0.2795 0.8053 0.8142 0.5458 0.8041 0.6972 0.3901 0.8275 0.6590 0.5609 0.0409
Label SP IP CP IG I CG G TD TI TN TT T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M FG NFG FDI FL NFP BOP DR MS IR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
305
Lampiran 10. Program Komputer Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton options nodate nonumber; DATA RATNA; SET RATNA1; Y Y1 SP1 IP1 IG1 CP1 I TD1 TI1 TT1 TN1 TNT TNT1 T YP YG G CG CG1 XAG1 XG1 XSR1 X MGK1 MGI1 MGC1 MSR1 M IR1 MS1 DMS RER RER1 INF1 R1 DR FG1 NFG NFP FDI1 FL1 PROB1
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
(YN/P); LAG(Y); LAG(SP); LAG(IP); LAG(IG); LAG(CP); IP+IG; LAG(TD); LAG(TI); LAG(TT); LAG(TN); TD+TI+TN; LAG(TNT); TNT+TT; Y-T; (Y-Y1)/Y1; CG+IG; G-IG; LAG(CG); LAG(XAG); LAG(XG); LAG(XSR); XMG+XAG+XG+XSR; LAG(MGK); LAG(MGI); LAG(MGC); LAG(MSR); MGK+MGI+MGC+MSR; LAG(IR); LAG(MS); MS-MS1; ER*(CPIUSA/CPI); LAG(RER); LAG(INF); LAG(R); R-R1; LAG(FG); FG-DR; FDI+FL-KF; LAG(FDI); LAG(FL); LAG(PROB);
306
Lampiran 10. Lanjutan SIG FIS FOR BOP IRD IRRD SSP NSSP TD TI TT FG SP IR R MS
= = = = = = = =
= = = = = = = =
SP-IP; T-G; X-M; FOR+EO; FED-IR; IR-INF; DMS+DGB; SSP-RP;
1.15*TD; 1.15*TI; 1.15*TT; 0.85*FG; 1.15*SP; 0.85*IR; 1.15*R; 1.15*MS;
RUN; TITLE 'SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996'; PROC SIMNLIN DATA=RATNA STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=B ; ENDOGENOUS
CG DMS XAG MGK SIG
IP G SSP XG MGI NFG IRD FIS
CP
IG
TN NSSP XSR MGC FDI IRRD FOR
T X MSR FL INF Y
I
M RER
;
NFP PROB
BOP
DR
INSTRUMENTS CPI DGB TD
CPIUSA GASIA TI
PARM A11 A12 A13 A14
7662.352536 23577 0.013432 0.843857
FED P
EO RP TT
KF FG
R SP
IR
MS
;
307
Lampiran 10. Lanjutan B11 B12 B13 B14 B15 B16
376.260151 -8.613738 0.074199 -1.112474 0.995536 0.935624
C11 C12 C13 C14
5229.175103 -0.378127 0.412549 0.425291
D11 D12 D13 D14 D15
2832.859427 0.023689 0.110253 0.005395 0.684031
E11 E12 E13 E14 E15
-3151.074086 0.498442 0.061521 0.241284 0.277084
F11 3655.623451 F12 0.035387 F13 0.480616 G11 G12 G13 G14
-406.078665 0.026749 0.056261 0.452205
H11 H12 H13 H14 H15
1027.561502 -0.020287 0.119674 -0.058979 2.454869
I11 I12 I13 I14 I15
598.577042 0.000566 0.001934 0.031594 0.583324
J11 -341.497938 J12 1.045601 J13 0.814944
308
Lampiran 10. Lanjutan K11 -3165.432449 K12 2.87031 K13 0.992646 L11 L12 L13 L14
912.903776 0.144237 4754.296753 0.951878
M11 M12 M13 M14
737.747103 -0.327353 0.038622 0.283621
N11 N12 N13 N14
810.543811 -2.834517 0.382828 0.284511
O11 O12 O13 O14
-4146.607785 -2.059811 0.011396 0.500243
P11 P12 P13 P14 P15
-11492 2.651873 0.090017 1743.806123 0.150864
Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16
-1705.41136 0.873694 -27471 0.093463 0.013761 0.128429
R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17
-2777.314672 1.410836 24249 -0.266214 0.027902 4694.525197 1.239733
S11 S12 S13 S14
-5490.723278 -2.704699 45016 -0.751663
309
Lampiran 10. Lanjutan S15 0.090389 S16 8101.699014 S17 0.112137 T11 T12 T13 T14
3019.7494 -26210 0.08078 1.035534
U11 0.041871 U12 0.580632 U13 0.307098 V11 V12 V13 V14 V15 V16
-0.005179 -0.000003415 1.014395 -0.000004104 0.000003191 0.005633
W11 W12 W13 W14 W15 W16
774.322578 -1009.59785 0.041281 -0.059054 -0.050483 0.618487
X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
0.080879 0.000003033 0.00001824 -0.000000173 0.000002641 -0.000002747 0.592731
; SP1 IP1 CP1 IG1 CG1 TD1 TI1 TN1 TT1 XAG1 XG1 XSR1
= = = = = = = = = = = =
LAG(SP); LAG(IP); LAG(CP); LAG(IG); LAG(CG); LAG(TD); LAG(TI); LAG(TN); LAG(TT); LAG(XAG); LAG(XG); LAG(XSR);
310
Lampiran 10. Lanjutan MGK1 MGI1 MGC1 MSR1 FG1 FDI1 FL1 MS1 IR1 INF1 RER1 PROB1 /* SP
= = = = = = = = = = = =
LAG(MGK); LAG(MGI); LAG(MGC); LAG(MSR); LAG(FG); LAG(FDI); LAG(FL); LAG(MS); LAG(IR); LAG(INF); LAG(RER); LAG(PROB); = A11 + A12*IRRD + A13*YP + A14*SP1 ;
*/
IP
= B11 + B12*IRRD + B13*R + B14*NSSP + B15*FL + B16*IP1 ;
CP
= C11 + C12*SP + C13*Y + C14*CP1
IG
= D11 + D12*T + D13*NSSP + D14*NFG + D15*IG1
CG
= E11 + E12*T + E13*NSSP + E14*NFG + E15*CG1 ;
;
/* TD
= F11 + F12*Y + F13*TD1
/* TI
= G11 + G12*CP + G13*IP + G14*TI1
TN
;
*/ ;
= H11 + H12*Y + H13*NSSP + H14*NFG + H15*TN1
/* TT
*/ ;
= I11 + I12*X + I13*M + I14*RER + I15*TT1 ;
XAG
= J11 + J12*RER + J13*XAG1
;
XG
= K11 + K12*RER + K13*XG1
;
XSR
= L11 + L12*RER + L13*GASIA + L14*XSR1 ;
MGK
= M11 + M12*RER + M13*Y + M14*MGK1
;
MGI
= N11 + N12*RER + N13*X + N14*MGI1
;
MGC
= O11 + O12*RER + O13*Y + O14*MGC1
;
MSR
= P11 + P12*RER + P13*Y + P14*IRD + P15*MSR1
/* FG
;
*/
;
= Q11 + Q12*RER + Q13*IRD + Q14*R + Q15*Y + Q16*FG1 ; */
311
Lampiran 10. Lanjutan FDI
= R11 + R12*RER + R13*IRD + R14*R + R15*Y + R16*PROB + R17*FDI1 ;
FL
= S11 + S12*RER + S13*IRD + S14*R + S15*Y + S16*PROB + S17*FL1 ;
/* MS
= T11 + T12*IR + T13*G + T14*MS1 ;
/* IR
= U11 + U12*INF + U13*IR1 ;
*/
*/
INF
= V11 + V12*RER + V13*IR + V14*T + V15*G + V16*INF1 ;
RER
= W11 + W12*IRRD + W13*MS + W14*R + W15*BOP + W16*RER1 ;
PROB = X11 + X12*SIG + X13*FIS + X14*FOR + X15*NFG + X16*NFP + X17*PROB1 ; Y
= CP+IP+G+X-M;
SIG FIS FOR
= SP - IP ; = T - G ; = X - M ;
I T G X M
= = = = =
IP+IG; TD+TI+TN+TT; CG+IG; XMG+XAG+XG+XSR; MGK+MGI+MGC+MSR;
NFG NFP DR DMS BOP IRD IRRD SSP NSSP
= = = = = = = = =
FG-DR; FDI+FL-KF; R-R1; MS-MS1; FOR+EO; FED-IR; IR-INF; DMS+DGB; SSP-RP;
RANGE TAHUN=1990 TO 1996; RUN;
312
Lampiran 11. Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Parameters RANGE Variable Equations
35 35 114 TAHUN 35
Number of Statements
59
Program Lag Length
1
SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Summary Dataset Option DATA= OUT= Variables Solved Simulation Lag Length Solution RANGE First Last
Dataset RATNA1 B 35 1 TAHUN 1990 1996
Solution Method NEWTON CONVERGE= 1E-8 Maximum CC 8.7096E-15 Maximum Iterations 1 Total Iterations 7 Average Iterations 1 Observations Processed Read 8 Lagged 1 Solved 7 First 22 Last 28
313
Lampiran 11. Lanjutan SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996 SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 1990 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable IP CP IG I CG G TN T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M NFG FDI FL NFP BOP DR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y
Predicted
Nobs
N
Mean
Std
Mean
Std
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
58421 145466 12857 71278 25844 38701 4132 44599 2687 4610 646.8724 9824 33464 6700 67795 12965 33218 2754 17992 66928 7027 4347 7738 13745 5548 2282 -0.1179 0.0807 0.0829 1839 0.4031 -8197 5898 866.6696 258205
11190 39726 2954 11514 4337 3171 1863 6170 1721 4982 8090 2415 8445 575.7741 9344 2511 8928 1501 1884 13762 2433 2630 3302 6903 2806 1951 0.0353 0.0436 0.0186 153.8642 0.0767 8297 3514 4994 50417
51998 129256 12373 64371 34762 47136 18455 59328 3090 5013 1050 4539 16871 9623 48839 12572 23884 -5487 13303 44271 2460 -7172 7728 2215 9249 5453 -0.0933 0.0987 0.0404 810.6820 0.6375 5761 12192 4568 232957
18888 26190 1331 19428 15852 16915 23919 28240 1979 4940 8056 1165 3060 2266 3798 2645 1420 567.3903 5109 6974 2667 5687 4776 2863 3946 2282 0.0301 0.0629 0.0784 373.7566 0.2376 15634 11555 9034 51517
Label IP CP IG I CG G TN T DMS SSP NSSP XAG XG XSR X MGK MGI MGC MSR M NFG FDI FL NFP BOP DR IRD IRRD INF RER PROB SIG FIS FOR Y