DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
DISERTASI
SAFRIDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:
DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, September 2008
SAFRIDA NRP. A 161030031
ABSTRACT SAFRIDA. The Impact of Migration Policy on Labor Market and Indonesian Economy (BONAR M. SINAGA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and HARIANTO as Members of the Advisory Committee) The problem of internal and international migration is still faced by Indonesian government until the recent year. The internal migration problem is related to the concentration of migration in Java as a destination region, even though this region has high population and unemployment. The problem of international migration is caused by the high demand of professional migrant of the destination country. Some of internal and international migration policies have been regulated by the government to handle the problem. The main purpose of internal and international migration policies in Indonesia is to solve population distribution and labor market problem and improve economic condition in Indonesia. The objectives of this research are: (1) to describe the pattern of internal and international migration, labor market and Indonesian economy, (2) to analyze the factors that influence internal and international migration in Indonesia, and (3) to forecast the ex-ante (2009-2012) impact of some alternatives internal and international migration policies on labor market and Indonesian economy. To reach these objectives, a simultaneous equations model containing 58 structural equations and 30 identities equations are constructed. The analysis use time series 1985-2006 data. Model was estimated by 2SLS method and the SYSLIN procedure. Forecasting simulation used the Newton method and the SIMNLIN procedure. The results of the research indicate that the pattern of internal migration is still concentrated in Java, and the pattern of international migration in every island in Indonesian is concentrated in Malaysia, excluding Java, is in Arab Saudi. Factors influence the internal migration from other islands to Java is the amount of migrant from the previous period, on the contrary from Java to the other islands is influenced by the wages in Java and the demand for labor in destination regions. The factors influence international migration are the wages and the demand for labor in destination country. Generally, the impacts of internal migration policies on population distribution can decrease the amount of inmigration to Java. The policies, except minimum wage policy, can solve labor market problem through decreasing unemployment in each island, then the policies are also able to increase investment and consumption in each island, so that GRDP in each island is also increasing. The impacts of combination internal and international migration policies on labor market and Indonesian economy in each island are better than the impacts of single internal migration policy. The combination of depretiation, decreasing interest rate, and increasing infrastructure government expenditure can solve population distribution problem, labor market problem and those can increase Indonesian economy (2009-2012). Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy
RINGKASAN SAFRIDA. Dampak Kebijakan Migrasi Terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan HARIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing) Masalah migrasi internal dan internasional hingga saat ini terus dihadapi pemerintah Indonesia. Masalah migrasi internal adalah terkonsentrasinya arus tujuan migrasi ke Pulau Jawa, meskipun jumlah penduduk dan pengangguran di pulau tersebut cukup tinggi. Todaro menyatakan keputusan tersebut merupakan keputusan yang rasional. Para migran tetap migrasi ke daerah tujuan, meskipun pengangguran cukup tinggi di daerah tersebut. Tindakan ini dilakukan karena alasan yang kuat yaitu adanya perbedaan upah dan pendapatan antara daerah asal dan daerah tujuan. Para migran selalu membandingkan dan mempertimbangkan pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di daerah asal dan daerah tujuan. Kemudian akan memilih salah satunya jika dapat memaksimumkan keuntungan (Todaro, 1998). Sedangkan masalah migrasi internasional adalah belum berhasilnya pemerintah memenuhi tingginya permintaan tenaga kerja profesional oleh negara tujuan migran internasional Indonesia. Hingga saat ini tenaga kerja migran internasional Indonesia yang bersedia bekerja di luar negeri adalah tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Berbagai kebijakan ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan utama kebijakan migrasi internal yang ditetapkan pemerintah adalah mengatasi masalah distribusi penduduk dan pasar kerja, serta meningkatkan kondisi makroekonomi di Indonesia. Sedangkan tujuan utama kebijakan migrasi internasional adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja migran internasional untuk mengurangi jumlah pengangguran dan menambah devisa negara. Hingga saat ini masih sulit bagi pemerintah untuk mencapai terlaksananya kebijakan tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi internal dan internasional, dan bagaimana dampak kebijakan migrasi internal dan internasional terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia pada periode 2009-2012. Tujuan penelitian adalah: (1) mendeskripsikan perkembangan migrasi internal dan internasional, pasar kerja dan perekonomian Indonesia, (2) menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi migrasi internal dan internasional di Indonesia, dan (3) meramalkan dampak kebijakan migrasi internal dan internasional terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia tahun 2009-2012. Tujuan tersebut dicapai dengan merumuskan model persamaan simultan yang terdiri dari 58 persamaan struktural dan 30 persamaan identitas. Analisis ini menggunakan data time series tahun 1985-2006. Model diestimasi dengan metode 2SLS dan prosedur SYSLIN. Simulasi historis dan peramalan menggunakan metode Newton dan prosedur SIMNLIN. Hasil penelitian menunjukkan arus migrasi internal di Indonesia masih tertuju ke Pulau Jawa dan arus migrasi internasional setiap pulau di Indonesia tertuju ke Malaysia, kecuali Pulau Jawa yang arus migrasi internasionalnya tertuju ke Arab Saudi. Faktor yang mempengaruhi migrasi dari luar Jawa ke Jawa adalah upah daerah asal dan jumlah migran pada periode sebelumnya, tetapi migrasi dari Jawa
ke luar Jawa dipengaruhi oleh upah di Jawa dan permintaan tenaga kerja di daerah tujuan. Faktor yang mempengaruhi migrasi internasional adalah upah dan permintaan tenaga kerja di negara tujuan. Umumnya kebijakan migrasi internal melalui peningkatan pengeluaran infrastuktur dan kebijakan migrasi internasional melalui depresiasi nilai tukar dapat mengatasi masalah distribusi penduduk melalui penurunan jumlah migran masuk ke Jawa dan peningkatan jumlah migran keluar Jawa, mengatasi masalah pasar kerja melalui penurunan jumlah pengangguran pada setiap pulau, dan meningkatkan kondisi perekonomian Indonesia yang terlihat dari peningkatan investasi, konsumsi rumah tangga dan GRDP masing-masing pulau. Sedangkan kebijakan migrasi internal melalui peningkatan upah minimum hanya dapat mengatasi masalah distribusi penduduk, tetapi tidak dapat mengatasi masalah pasar kerja dan masalah perekonomian Indonesia yang terlihat dari meningkatnya jumlah pengangguran dan menurunnya GRDP masing-masing pulau. Kombinasi kebijakan migrasi internal dan internasional melalui penurunan suku bunga, depresiasi nilai tukar dan peningkatan pengeluaran infrastruktur dapat mengatasi masalah distribusi penduduk yang terlihat dari penurunan jumlah migran masuk ke Jawa, peningkatan jumlah migran keluar Jawa dan peningkatan jumlah migran internasional. Kebijakan tersebut juga dapat mengatasi masalah pasar kerja melalui peningkatan permintaan tenaga kerja, penurunan pengangguran dan dapat memenuhi tuntutan pekerja dalam hal peningkatan upah. Selanjutnya kebijakan tersebut juga dapat meningkatkan kondisi perekonomian Indonesia melalui peningkatan investasi dan konsumsi rumah tangga pada periode 2009-2012.
Kata Kunci: migrasi internal, migrasi internasional, pasar kerja dan perekonomian Indonesia.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
SAFRIDA
DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Disertasi
: DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Nama
: SAFRIDA
NRP
: A161030031
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Bidang Konsentrasi
: Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. Ketua
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Anggota
Dr. Ir. Harianto, MS Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir Bonar M. Sinaga, M.A.
Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 19 Agustus 2008
Tanggal Lulus : 10 September 2008
PRAKATA Puji Syukur Kehadirat ALLAH SWT yang telah memberi rahmat dan karunianya kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini yang berjudul DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. Penelitian dan disertasi ini dapat terlaksana berkat arahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing, atas segala perhatian, bimbingan, saran, kritik dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis sejak masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengolahan data, hingga penyusunan disertasi. 2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec dan Dr. Ir. Harianto, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala perhatian, bimbingan, motivasi, arahan, saran dan kritik kepada penulis sejak masa penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga penyusunan disertasi. 3. Prof. Dr. Bomer Pasaribu, SH, SE, MS., dan Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira, sebagai penguji luar komisi dan Dr. Sri Hartoyo sebagai pimpinan ujian terbuka yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan disertasi ini. 4. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, dan Ketua Program Studi EPN yang berkenan memberi kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
5. Rektor, Dekan Fakultas Pertanian, dan Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan izin pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS Program Doktor di Sekolah Pascasajana IPB pada penulis. 7. Pemda Nangroe Aceh Darussalam, dan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh yang telah memberikan dana penelitian pada saat bantuan beasiswa BPPS berakhir. 8. Yayasan Damandiri yang juga telah memberi bantuan dana penelitian pada saat bantuan dana beasiswa BPPS berakhir. 9. Pimpinan dan Staf Depnakertrans, BPS, dan PSE yang telah membantu dalam penyediaan data yang dibutuhkan penulis. 10. Sekretariat Program Studi EPN (Ruby, Yani, Aam, bu Kokom, dan Pak Husen) yang telah banyak membantu meringankan segala pengurusan akademik sejak masa perkuliahan hingga penulisan draft disertasi. Sahabat setia (Femi Hadidjah Elly, Sitti Wajizah, Nurliana dan Evi Lisna dan keluarga), dan teman-teman ikatan mahasiswa Pascasarjana Aceh atas kebersamaan yang terjalin selama ini. 11. Ayahanda H. Syammaun dan Ibunda Hj. Faridah tercinta, atas segala doa restu, dorongan semangat, perhatian, dan bantuan moril dan materil sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan draft disertasi ini. 12. Suami tercinta Dr. Drh. Razali, M.Si dan ananda terkasih Rajwa Syafiqa atas segala doa, pengorbanan, dorongan semangat, kasih sayang, dan dukungan sepenuhnya bagi penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini.
13. Seluruh saudara-saudaraku tercinta (Keluarga Ir. Nila Fairiza dan Ir. M. Jailani Abubakar, M.Si, Ir. Marliza, M.T., Laiya Haviza, Amd., Laila Zahara, Spd., dan Keluarga Safiran Nizar, SE), atas segala doa, dorongan semangat dan perhatian bagi penulis hingga penulis mampu menyelesaikan penulisan draft disertasi ini. 14. Seluruh keluarga besar Alm. Mahyiddin Amin atas segala doa dan perhatian yang diberikan bagi penulis selama ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Terima kasih.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh tanggal 28 Mei 1968 sebagai anak keempat dari Ayahanda H. Syammaun Asyek dan Ibunda Hj. Faridah Hasyim. Pada tahun 1987 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 3 Banda Aceh. Pendidikan Sarjana diselesaikan tahun 1993 pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Pada semester akhir kuliah, penulis lulus seleksi sebagai mahasiswa penerima tunjangan ikatan dinas dosen dan tahun 1993 diangkat sebagai staf pengajar pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Nanggroe Aceh Darussalam.
Tahun 1996 penulis mendapat kesempatan tugas belajar pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, dan selesai pada tahun 1999.
Pada tahun 2003 penulis menempuh
Program Doktor di program studi yang sama di Institut Pertanian Bogor. Penulis menikah dengan Dr. Drh. Razali, M.Si dan dikaruniai seorang putri yaitu Rajwa Syafiqa.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vi
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
x
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2. Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
1.3. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
1.4. Kegunaan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . .
14
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Migrasi di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
2.1.1. Migrasi Internal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
2.1.2. Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
19
2.2. Kebijakan Migrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
2.2.1. Migrasi Internal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
2.2.1.1. Kebijakan Migrasi Internal . . . . . . . . .. . . . . . . .
24
2.2.1.2. Intrumen Kebijakan Migrasi Internal . . . . . . . .
28
2.2.2. Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
2.2.2.1. Kebijakan Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . .
29
2.2.2.2. Instrumen Kebijakan Migrasi Internasional . . .
32
2.3. Tinjauan Studi Terdahulu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
2.3.1. Migrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
2.3.2. Pasar Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
38
2.3.3. Makroekonomi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .
42
III. KERANGKA TEORI 3.1. Migrasi Penduduk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
46
3.1.1. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Migrasi . . . . . . .
47
3.1.2. Transisi Migrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
50
i
3.1.3. Karakteristik Migran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
52
3.1.4. Migrasi sebagai Investasi Human Capital . . . . . . . . . . .
53
3.1.5. Beberapa Model Migrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
55
3.1.5.1. Model Migrasi Todaro . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
55
3.1.5.2. Model Migrasi Skedul . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
57
3.1.5.3. Model Migrasi Dreher dan Poutvaara . . . . . . . .
58
3.2. Pasar Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .
60
3.2.1. Angkatan Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
60
3.2.2. Kesempatan Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
62
3.2.3. Upah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
65
3.2.4. Pengangguran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
3.3. Variabel Makroekonomi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
72
3.3.1. Pendapatan Nasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
72
3.3.2. Konsumsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
73
3.3.3. Investasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .
74
3.3.4. Pengeluaran Pemerintah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
75
3.3.5. Ekspor Bersih . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
77
3.4. Hubungan Migrasi, Pasar Kerja dan Variabel Makroekonomi . .
78
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Ekonomi Migrasi Indonesia . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .
85
4.1.1. Blok Migrasi Internal dan Internasional . . . . . . . . . . . .
85
4.1.1.1. Migrasi Internal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
85
4.1.1.2. Migrasi Internasional . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
89
4.1.2. Blok Pasar Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
97
4.1.2.1. Permintaan Tenaga Kerja . . . . . . . . . . . . . . . .
97
4.1.2.2. Penawaran Tenaga Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . .
98
4.1.2.3. Pengangguran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
100
4.1.2.4. Upah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
100
4.1.3. Blok Makroekonomi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
102
4.1.3.1. Pendapatan Nasional . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .
102
4.1.3.2. Pendapatan Disposibel . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
103
4.1.3.3. Konsumsi Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . .
105
ii
4.1.3.4. Investasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
106
4.1.3.5. Devisa . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
108
4.2. Identifikasi dan Metode Pendugaan Model . . . . . . . . . . . . . . . .
108
4.3. Validasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
110
4.4. Simulasi Kebijakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
112
4.5. Defenisi dan Pengukuran Variabel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
117
4.6. Jenis dan Sumber Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .
130
V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
131
5.1.1. Arus Migrasi Masuk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
131
5.1.2. Arus Migrasi Keluar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
134
5.2. Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
135
5.3. Perkembangan Migrasi Internal dan Internasional dan Angkatan Kerja Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
143
5.4. Perkembangan Pendapatan Migran Internal, Devisa Migran Internasional dan Perekonomian Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . .
147
VI. HASIL ESTIMASI MODEL EKONOMI MIGRASI INDONESIA 6.1. Blok Migrasi Internal dan Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . . .
153
6.1.1. Migrasi Internal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
155
6.1.1.1. Migran Masuk dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Jawa . . . . . . . . . .
155
6.1.1.2. Total Migran Masuk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
162
6.1.1.3. Migrasi Keluar dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . .
163
6.1.1.4. Total Migran Keluar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
170
6.1.2. Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
171
6.1.2.1. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Malaysia . . . . . . .
174
6.1.2.2. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Arab Saudi . . . . .
185
6.1.2.3. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Singapura . . . . . .
192
iii
6.1.2.4. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Hongkong. . . . . .
199
6.1.2.5. Total Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . .
205
6.2. Blok Pasar Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
206
6.2.1. Permintaan Tenaga Kerja di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . .
207
6.2.2. Penawaran Tenaga Kerja di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . .
214
6.2.3. Pengangguran di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
222
6.2.4. Upah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
223
6.3. Blok Makroekonomi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
232
6.3.1. Produk Domestik Regional Bruto di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . .
232
6.3.2. Pendapatan Disposibel di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
232
6.3.3. Konsumsi Rumah Tangga di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . .
233
6.3.4. Investasi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
241
6.3.5. Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain .
247
VII. DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 7.1. Hasil Validasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
254
7.2. Hasil Simulasi Kebijakan Periode Peramalan 2009- 2012 . . . . .
255
7.2.1. Simulasi Peningkatan Upah Minimum Regional di Jawa 10 Persen dan Upah Minimum Regional di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 15 Persen . . . . . .
261
7.2.2. Simulasi Depresiasi Nilai Tukar Rupiah 5 Persen . . . . . .
266
7.2.3. Simulasi Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
270
7.2.4. Simulasi Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 20 Persen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
274
iv
7.2.5. Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen, Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Luar Jawa 20 Persen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
279
7.3. Rangkuman dan Sintesis Dampak Simulasi Kebijakan Migrasi Internal dan Internasional terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
282
7.3.1. Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Migrasi Internal dan Internasional terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
282
7.3.2. Sintesis Kebijakan Ketenagakerjaan dan Migrasi di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
287
7.3.3. Sintesis Dampak Simulasi Kebijakan Migrasi Internal dan Internasional terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
295
VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
300
8.2. Implikasi Kebijakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
302
8.3. Saran Penelitian Lanjutan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
303
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
305
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
312
v
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jumlah Industri dan Pekerja yang Tersebar pada Pusat-pusat Industri di Indonesia Tahun 2006 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
2. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Menurut Kawasan Tahun 2001-2006. . . . .. . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
3. Penerimaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Indonesia Menurut Kawasan Tahun 2002-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .
7
4. Jumlah Penduduk dan Pengangguran di Indonesia Berdasarkan Pulau Tahun 2001-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
5. Rata-rata Upah/Gaji Bersih Pekerja Selama Sebulan Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2002-2006 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
6. Studi Terdahulu Mengenai Migrasi, Pasar Kerja dan Perekonomian . .
45
7. Perkembangan Jumlah Penduduk, Penduduk Usia Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2000-2005 . . . . . . . . . . . . . .
61
8. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk Seumur Hidup Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . .
132
9. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar Seumur Hidup Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005. . . . . . . . . . . . . . . . . .
135
10. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional Menurut Pulau dan Negara Tujuan Tahun 1985-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
137
11. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional dan Penerimaan Devisa (Remittances) Menurut Pulau Tahun 1985-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . .
140
12. Jumlah Migran Internal dan Internasional, Angkatan Kerja Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13. Pendapatan Migran Internal, Devisa Migran Internasional, Konsumsi Rumah Tangga dan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005 . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .
144
149
14. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Sumatera ke Jawa . . .
156
15. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Kalimantan ke Jawa .
159
16. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Sulawesi ke Jawa . . . .
160
vi
17. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Pulau Lain ke Jawa . . .
162
18. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Sumatera . . . .
164
19. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Kalimantan .
167
20. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Sulawesi . . . .
168
21. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Pulau Lain . .
169
22. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Malaysia . . . . . . . . . .
176
23. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Malaysia . . . . . .
178
24. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Malaysia . . . .
181
25. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Malaysia . . . . . . .
183
26. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Malaysia . . . . .
184
27. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Arab Saudi . . . . . . . .
186
28. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Arab Saudi . . . . .
188
29. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Arab Saudi . . .
188
30. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Arab Saudi . . . .
189
31. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi . . .
190
32. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Singapura . . . . . . . . .
192
33. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Singapura . . . . .
193
34. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Singapura . . . .
195
35. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Singapura . . . . . .
196
36. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Singapura . . . .
198
37. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Hongkong . . . . . . . . .
200
38. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Hongkong . . . . .
202
39. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Hongkong . . .
203
40. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Hongkong . . . . .
204
41. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Hongkong . . . .
205
vii
42. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Jawa . . . . . . .
209
43. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Sumatera . . . .
210
44. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Kalimantan . .
211
45. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi . . . .
212
46. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Pulau Lain. . .
213
47. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Jawa . . . . . . .
216
48. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Sumatera . . . .
217
49. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Kalimantan . .
219
50. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Sulawesi . . . .
221
51. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Pulau Lain . .
222
52. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Jawa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
225
53. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Sumatera . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
227
54. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Kalimantan. . . . . . . . . . . . . . . . . .
228
55. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Sulawesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
230
56. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . . . . . .
231
57. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Jawa . . . . . .
235
58. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Sumatera. . . .
237
59. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Kalimantan .
238
60. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Sulawesi. . . .
239
61. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Pulau Lain . .
240
62. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Jawa . . . . . . . . . . . . . . . .
243
63. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Sumatera . . . . . . . . . . . .
244
64. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Kalimantan . . . . . . . . . .
245
65. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Sulawesi . . . . . . . . . . . .
246
66. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Pulau Lain . . . . . . . . . . .
247
viii
67. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Jawa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
249
68. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Sumatera. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
250
69. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Kalimantan .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
251
70. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Sulawesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
252
71. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Pulau Lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
253
72. Hasil Peramalan Variabel Endogen Tanpa Alternatif Kebijakan (Nilai Dasar) Tahun 2009-2012 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .
258
73. Hasil Simulasi Peningkatan Upah Minimum Regional di Jawa 10 Persen dan Upah Minimum Regional di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 15 Persen (Simulasi 1) . . . . . . . . . . . . . . . . .
263
74. Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen (Simulasi 2) . . . . . .
268
75. Hasil Simulasi Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen (Simulasi 3) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
272
76. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 20 Persen (Simulasi 4) . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
276
77. Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen, Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Luar Jawa 20 Persen (Simulasi 5) . . . . . . . . . . . . . .
280
78. Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Peramalan Tahun 2009-2012 . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
284
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Jumlah Remittances TKI untuk Indonesia Tahun 1983-2005 ……….
7
2. Faktor-faktor yang Terdapat di Daerah Asal dan Daerah Tujuan serta Rintangan Antara……………………………………………………..
47
3. Pilihan Kesempatan Kerja yang Optimal untuk Upah Riil Tertentu….
64
4. Hubungan Migrasi dan Pasar Kerja . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
79
5. Keterkaitan antara Remittances dan Pembangunan Ekonomi ……….
82
6. Hubungan antara Migrasi, Pasar Kerja, dan Variabel Makroekonomi………………………………………………………..
83
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Perkembangan Migrasi Masuk, Migrasi Keluar dan Migrasi Besih Tahun 1980, 1990, 1995 dan 2000 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
313
2. Sumber Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
314
3a. Program Estimasi Parameter Model Ekonomi Migrasi Indonesia Menggunakan Prosedur SYSLIN Metode 2SLS dengan Program SAS/ETS Versi 9*) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
316
3b. Program Estimasi Parameter Model Ekonomi Migrasi Indonesia Menggunakan Prosedur SYSLIN Metode 2SLS dengan Program SAS/ETS Versi 9 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .
319
4. Hasil Estimasi Parameter Model Ekonomi Migrasi Indonesia Menggunakan Prosedur SYSLIN Metode 2SLS dengan Program SAS/ETS Versi 9 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
322
5. Program Validasi Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 20012006 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
328
6. Hasil Validasi Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 20012006 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
333
7. Program Peramalan Variabel Eksogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur Forecast Metode Trend-Linier Stepwise Autoregressive dengan Program SAS/ETS Versi 9. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
340
8. Hasil Peramalan Variabel Eksogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur FORECAST Metode Trend-Linier Stepwise Autoregressive dengan Program SAS/ETS Versi 9 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .
342
9. Program Peramalan Nilai Konstanta Variabel Endogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur FORECAST Metode Trend-Linier Stepwise Autoregressive dengan Program SAS/ETS Versi 9 . . . . . . . . . . . . .
362
10. Program Peramalan Variabel Endogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9 . . . . . . . . . . . .
363
xi
11. Hasil Peramalan Variabel Endogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9 . . . . . . . . . . . .
xii
368
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah tersebut. Tujuan utama migrasi adalah meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga umumnya mereka mencari pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan dan status sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan (Tjiptoherijanto, 2000). Sejalan dengan definisi tersebut, Martin (2003) menyatakan migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, yang terjadi karena adanya perbedaan kondisi kedua daerah tersebut. Perbedaan terbesar yang mendorong terjadinya migrasi adalah kondisi ekonomi dan non ekonomi.
Berdasarkan
pengelompokannya, maka faktor yang mendorong migran untuk migrasi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu faktor demand pull, supply push dan network. Faktor demand pull terjadi jika ada permintaan tenaga kerja dari daerah tujuan, seperti tenaga kerja Meksiko yang direkrut untuk bekerja pada sektor pertanian di Amerika. Faktor supply push terjadi jika tenaga kerja sudah tidak mungkin lagi memperoleh pekerjaan di daerahnya sendiri, sehingga mendorong mereka untuk migrasi ke daerah lain. Network factor merupakan faktor yang dapat memberi informasi bagi migran dalam mengambil keputusan untuk migrasi. Menurut Osaki (2003) migrasi penduduk terjadi karena adanya keperluan tenaga kerja yang bersifat hakiki (intrinsic labor demand) pada masyarakat industri modern. Pernyataan ini merupakan salah satu aliran yang menganalisis keinginan seseorang melakukan migrasi yang disebut dengan dual labor market theory. Menurut aliran ini, migrasi terjadi karena adanya keperluan tenaga kerja
2 tertentu pada daerah atau negara yang telah maju. Oleh karena itu migrasi bukan hanya terjadi karena push factors yang ada pada daerah asal tetapi juga adanya pull factors pada daerah tujuan. Aliran new economics of migration, beranggapan migrasi penduduk tidak hanya berkaitan dengan pasar kerja saja, tetapi berkaitan juga dengan keputusan lingkungan terdekat migran, terutama keluarganya. Berbeda dengan keputusan individu, keputusan keluarga lebih mampu menangani resiko dalam rumah tangga pada saat migrasi dilakukan, yaitu melalui diversifikasi alokasi sumber daya yang mereka miliki, seperti alokasi tenaga kerja keluarga. Beberapa anggota keluarga tetap berada di daerah asal, sementara yang lain bekerja di daerah atau negara lain. Alokasi tersebut merupakan upaya untuk meminimalkan resiko kegagalan yang dapat terjadi akibat migrasi.
Selain itu, jika pasar kerja lokal tidak
memungkinkan anggota keluarga yang berada di daerah asal memperoleh penghasilan yang memadai, maka pengiriman uang (remittances) yang dikirim oleh anggota keluarga yang bekerja di luar daerah atau luar negara dapat membantu ekonomi rumah tangga (Stark, 1991). Menurut Todaro (1998) migrasi internal sebagai proses alamiah yang menyalurkan surplus tenaga kerja di daerah pedesaan ke sektor industri modern di kota yang daya serap tenaga kerjanya lebih tinggi. Proses ini dipandang positif secara
sosial,
karena
memungkinkan
berlangsungnya
suatu
pergeseran
sumberdaya manusia dari lokasi yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi yang produk marjinal sosialnya bukan hanya positif tetapi juga akan terus meningkat sehubungan dengan adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Berdasarkan teori-teori tersebut terlihat bahwa tujuan utama migrasi adalah meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga masalah
3 migrasi masih dipandang sebagai suatu hal yang positif dalam pembangunan ekonomi. Fakta yang terjadi di negara berkembang berbeda dengan pandangan tersebut, dimana arus migrasi tenaga kerja dari pedesaan yang umumnya bekerja pada sektor pertanian jauh melampaui tingkat penciptaan atau penambahan lapangan pekerjaan khususnya sektor industri atau jasa-jasa layanan sosial di perkotaan. Pesatnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga merupakan penyebab meningkatnya jumlah penduduk migran. Sektor industri yang merupakan salah satu faktor penggerak dalam pertumbuhan ekonomi, menjadi faktor penarik bagi migran yang berharap mendapat kesempatan kerja yang lebih baik. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, dimana Jawa yang merupakan daerah paling berkembang sektor industrinya dibanding daerah lain di Indonesia menjadi daerah tujuan utama migran luar Jawa untuk migrasi ke daerah tersebut. Tabel 1 memperlihatkan jumlah industri dan pekerja yang tersebar pada pusat-pusat industri di Indonesia.
Tabel tersebut memperlihatkan sekitar 90
persen jumlah industri pada pusat-pusat industri di Indonesia terdapat di pulau Jawa dan 42.7 persen diantaranya terdapat di Jawa Barat. Perkembangan industri ini mempengaruhi tumbuhnya kawasan bisnis dan jasa pendukung lainnya. Kondisi infrastruktur, transportasi, layanan publik, bisnis dan jasa di daerah tersebut terus membaik, sehingga keinginan migran dari luar Jawa untuk migrasi ke Jawa terus meningkat. Akibatnya jumlah migran yang datang ke pulau tersebut melebihi jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Berdasarkan kondisi tersebut, maka migrasi tenaga kerja tidak dapat lagi mengatasi kelebihan permintaan tenaga kerja pada sektor industri di Jawa.
4 Sebaliknya, migrasi dapat menyebabkan surplus tenaga kerja dan memperburuk masalah pengangguran di daerah tersebut. Tabel 1. Jumlah Industri dan Pekerja yang Tersebar pada Pusat-pusat Industri di Indonesia Tahun 2006 Jumlah Industri
Wilayah
Jumlah Pekerja
Sumatera
Unit 900
Persen 8.49
Orang 225469
Persen 8.83
DKI Jakarta
1890
17.84
363901
14.25
Jawa Barat
4524
42.70
1269600
49.73
Jawa Tengah
567
5.35
171880
6.73
Jawa Timur
2539
23.96
502209
19.67
176
1.66
20080
0.79
Total 10596 100.00 Sumber : Litbang Kompas, 2006 (diolah).
2553139
100.00
Sulawesi
Lampiran 1 menunjukkan perkembangan migrasi internal yang terjadi di Indonesia yang terdiri dari migrasi masuk, migrasi keluar dan total migrasi selama periode 1980-2000.
Lampiran tersebut memperlihatkan selama periode 1980
migrasi masuk terbanyak terdapat di DKI Jakarta dan Lampung, tetapi pada periode selanjutnya terdapat di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sedangkan migrasi keluar terbanyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tetapi jika ditinjau dari migrasi bersih, maka jumlah migrasi terbesar terdapat di DKI Jakarta. Sebagai suatu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran yang tinggi, maka migrasi tenaga kerja ke luar negeri (migrasi internasional) merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk suatu negara ke negara lain.
Umumnya orang melakukan migrasi ke luar negeri untuk
memperoleh kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya. Suatu fakta memperlihatkan bahwa pengangguran, upah yang rendah, prospek
5 karir yang kurang menjanjikan untuk orang-orang yang berpendidikan tinggi dan resiko untuk melakukan investasi di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan migrasi ke luar negeri (Solimano, 2001). Saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah tenaga kerja, yaitu tingginya jumlah pengangguran. Kondisi ini terjadi karena jumlah penduduk usia kerja dan kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang terus meningkat akibat krisis ekonomi. Sekitar Februari 2005 dan 2006 penduduk usia kerja tumbuh dari 155.6 juta orang menjadi 159.3 juta orang atau bertambah 3.7 juta orang.
Angkatan kerja
meningkat dari 105.8 juta orang menjadi 106.3 juta orang atau bertambah 479 ribu orang. Jumlah pekerja meningkat dari 94.9 juta orang menjadi 95.2 juta orang atau meningkat sebanyak 229 ribu orang.
Sementara jumlah penganggur
meningkat dari 10.8 juta orang menjadi 11.1 juta orang atau bertambah 250 ribu orang (BPS, 2006). Melihat kondisi ini, pemerintah melalui menteri tenaga kerja berusaha untuk mengurangi jumlah pengangguran dengan mengirim tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Migrasi internasional merupakan fenomena menarik dalam mengatasi masalah tenaga kerja di Indonesia. Pada situasi tingkat pengangguran yang terus meningkat, Indonesia mendapatkan keuntungan dari mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri. Selain dapat mengatasi masalah pengangguran, pengiriman tenaga kerja migran juga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan menambah devisa negara. Negara-negara tujuan utama migran adalah Malaysia, Timur Tengah, Singapura dan Hongkong, dan sejak tahun 2005 terjadi penambahan permintaan tenaga kerja migran Indonesia ke Taiwan dalam jumlah yang cukup besar. Kondisi ini terjadi karena terbukanya kesempatan kerja di negara-negara tersebut.
6 Tabel 2 memperlihatkan penempatan tenaga kerja migran Indonesia menurut kawasan tahun 2001-2006. Tabel 2. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Menurut Kawasan Tahun 2001-2006 (Orang) Negara 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tujuan Saudi Arabia Malaysia Singapura Brunei Hongkong Jepang Korea Taiwan Belanda Amerika Serikat Negara lain
103235 110490 34295 5773 23929 1543 3391 38119 19 138 16267 339200
Total Sumber: Depnakertrans, 2006.
213603 152680 16071 8502 20431 444 4273 35922 1268 40 26460 481696
169038 89439 6103 1146 3509 100 7495 1930 30 171 12730 293694
203446 127175 9131 6503 14183 85 2924 969 3 17 16254 380690
150235 201887 25087 4978 12143 102 4506 48576 0 0 26796 474310
307427 270099 9075 2780 13613 21 3100 28090 0 0 45795 680000
Tabel 2 memperlihatkan adanya peningkatan pengiriman tenaga kerja migran dari tahun ke tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh selain disebabkan oleh faktor pendorong, juga disebabkan oleh adanya faktor penarik.
Faktor
penarik dapat dilihat dari tingginya permintaan tenaga kerja migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri, khususnya tenaga kerja profesional. Tenaga kerja migran profesional yang dibutuhkan oleh negara tujuan adalah perawat dan pekerja pada restoran, tetapi hingga saat ini tenaga kerja migran internasional yang bersedia bekerja di luar negeri adalah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah. Pengiriman tenaga kerja migran dalam jumlah besar akan memberikan sumbangan devisa yang besar bagi negara. Devisa ini diperoleh dari kiriman uang (remittances) tenaga kerja migran kepada anggota keluarganya yang meningkat cepat dalam beberapa tahun terakhir. Gambar 1 memperlihatkan tahun 2005 jumlah remittances mencapai lebih dari 3 milyar dollar Amerika.
7
Source: IMF, Balance of Payments Statistics Yearbooks, 2006 (Hugo, 2007)
Gambar 1.
Jumlah Remittances Tenaga Kerja Migran untuk Indonesia Tahun 1983-2005
Depnakertrans menargetkan tahun 2006 perolehan devisa dari kiriman uang tenaga kerja migran kepada keluarganya sebesar lima hingga tujuh milyar dolar Amerika. Jumlah ini lebih tinggi dibanding devisa selama tahun 2005 yaitu sekitar 3 milyar dollar Amerika yang berasal dari tenaga kerja migran yang dikirim ke 15 negara tujuan seperti Jepang, Taiwan dan Qatar.
Tabel 3
memperlihatkan jumlah devisa yang diperoleh negara dengan pengiriman tenaga kerja migran selama tahun 2002-2005. Tabel 3. Penerimaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Indonesia Menurut Kawasan Tahun 2002-2005 Kawasan
Asia Pasifik
2002 2003 2004 2005 TKI Devisa TKI Devisa TKI Devisa TKI Devisa (Orang) (000 US $) (Orang) (000 US$) (Orang) (000 US$) (Orang) (000 US$) 238324 1812660.8
109722 834531.0
160970 1224316.5
297291 2628147.7
Amerika
40
221.8
171
948.0
17
119.7
0
0
Eropa
68
443.5
202
1317.5
4
123.8
0
0
241961
384693.7
183770 292175.8
219699
349229.9
177019
281386.5
480393
2198019.8 293865 1128972.3 380690
TimTeng dan Afrika Total
Sumber: Depnakertrans, Ditjen PPTKLN
1573789.9 474310 2909534.2
8 1.2. Perumusan Masalah Ketimpangan pasar kerja merupakan masalah utama dalam proses pembangunan di Indonesia. Ketimpangan ini terjadi karena jumlah angkatan kerja di Indonesia jauh lebih besar dibanding kemampuan penyerapan tenaga kerja, sehingga jumlah penggangguran semakin meningkat. Migrasi dianggap sebagai suatu proses alamiah yang menyalurkan surplus tenaga kerja pada suatu daerah ke daerah yang tingkat daya serap tenaga kerjanya tinggi, khususnya daerah-daerah yang mempunyai sektor industri modern. Jawa yang merupakan salah satu daerah yang paling berkembang sektor industrinya di Indonesia menjadi daerah tujuan migran yang paling diminati oleh migran dari luar Jawa. Ditinjau dari jumlah penduduk dan pengangguran, Jawa merupakan kawasan yang paling besar jumlah penduduk dan penganggurannya yaitu 60 persen dari total penduduk dan pengangguran di Indonesia terdapat di pulau tersebut. Namun kondisi ini tidak menurunkan keinginan penduduk di luar Jawa untuk migrasi ke Jawa.
Tabel 4 memperlihatkan jumlah penduduk dan
pengangguran di Indonesia berdasarkan pulau tahun 2001-2005. Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Pengangguran di Indonesia Berdasarkan Pulau Tahun 2001-2005 Pulau
Penduduk (000 orang) 2001
Sumatera
Pertumbuhan (%)
2005
Pengangguran (000 orang) 2001
Pertumbuhan (%)
2005
39139
46294
3.4
1461
2147
8.0
121621
127793
1.0
5227
6884
5.7
Kalimantan
11117
12583
2.5
299
428
7.4
Sulawesi
14600
15998
1.8
619
856
6.7
Pulau Lain
15154
16536
1.8
398
561
7.1
Jawa
Sumber : Badan Pusat Statistik 2001-2005
9 Kondisi yang diperlihatkan pada Tabel 4 memperkuat asumsi Todaro yang menyatakan migrasi merupakan fenomena ekonomi, dimana keputusan untuk migrasi merupakan keputusan yang rasional. Para migran tetap migrasi ke daerah tujuan, meskipun pengangguran cukup tinggi di daerah tersebut. Tindakan ini dilakukan mereka karena alasan yang kuat yaitu adanya perbedaan upah dan pendapatan antara daerah asal dan daerah tujuan.
Para migran selalu
membandingkan dan mempertimbangkan pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di daerah asal dan daerah tujuan. Kemudian akan memilih salah satunya jika dapat memaksimumkan keuntungan (Todaro, 1998). Ditinjau dari sisi upah yang berlaku pada masing-masing pulau di Indonesia, asumsi tersebut belum sesuai dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan rata-rata upah/gaji bersih pekerja selama sebulan menurut pulau di Indonesia. Tabel 5. Rata-rata Upah/Gaji Bersih Pekerja Selama Sebulan Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2002-2006 Pulau
2002
Upah/Gaji (Rp/Bulan) 2003 2004 2005
2006
Pertumbuhan (persen)
Sumatera
711585
754925.3
798265
784945
870985
4.1
Jawa
753265
751181.6
749100
755550
802885
1.3
Kalimantan
908281
927990.5
947700
975145
1021670
2.4
Sulawesi
623080
742939.2
862800
739025
803015
5.2
Pulau Lain
678670
797556.7
916440
903890
949305
6.9
Sumber : Badan Pusat Statistik 2002-2006 Tabel 5 memperlihatkan rata-rata upah tertinggi terdapat di Kalimantan. Sedangkan rata-rata upah di Jawa lebih rendah dibandingkan dengan upah yang berlaku di luar Jawa, tetapi Jawa tetap menjadi daerah tujuan utama para migran di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk melihat faktor apa
10 yang mempengaruhi penduduk dari pulau-pulau lain di luar Jawa migrasi ke Pulau Jawa. Kenyataan ini memperlihatkan migrasi internal khususnya migrasi masuk ke Jawa dapat menyebabkan surplus tenaga kerja dan meningkatkan masalah pengangguran di pulau tersebut.
Oleh karena itu beberapa kebijakan telah
ditetapkan pemerintah untuk mengatasi masalah terkonsentrasinya penduduk di Pulau Jawa, terutama pasca kemerdekaan. Kebijakan tersebut adalah undangundang yang mengatur penyelenggaraan transmigrasi (Undang-Undang Nomor 29/1960 tentang pokok-pokok penyelenggaraan transmigrasi, yang kemudian disempurnakan dengan undang-undang nomor 3/1972 tentang ketentuanketentuan pokok transmigrasi dan Undang-Undang Nomor 15/1997 tentang ketransmigrasian). Pada Undang-Undang Nomor 29/1960 lebih menitik beratkan pada jenis penempatan transmigrasi spontan secara teratur dalam jumlah yang besar.
Undang-Undang Nomor 3/1972 menitikberatkan pada penempatan
penduduk di wilayah-wilayah strategis, dan adanya berbagai sanksi atas pelanggaran perundang-undangan sebagai pelanggaran hukum. Undang-Undang Nomor 15/1997 berorientasi pada pengaturan pemukiman dan lahan, serta memperbaiki sarana jalan dan transportasi di daerah tujuan (Warsono, 2004). Kebijakan migrasi yang berjalan hingga saat ini merupakan kebijakan bersifat direct policy yang mengatur perpindahan penduduk berdasarkan tingkat kepadatan penduduk. Tetapi hingga saat ini kebijakan tersebut belum mampu mengatasi masalah distribusi penduduk tersebut, yang terlihat dari tingginya jumlah migran masuk ke Jawa dibanding jumlah migran keluar dari pulau tersebut.
11 Satu hal yang memungkinkan dalam mengatasi masalah pengangguran yang semakin tinggi adalah meningkatkan migrasi internasional. Seperti halnya migrasi internal, motif utama migrasi internasional juga ekonomi. Rendahnya tingkat upah dan kesempatan kerja di dalam negeri merupakan pendorong migrasi tenaga kerja ke luar negeri khususnya ke negara kaya dan negara industri yang mempunyai kesempatan kerja dan upah yang lebih tinggi. Syahriani (2007) menyatakan banyak faktor yang memotivasi para pekerja Indonesia memilih bekerja di luar negeri diantaranya peluang kerja yang terbatas, upah yang rendah, dan kemiskinan mendorong seseorang meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara lain. Para migran ini pergi ke negara tujuan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding negara asalnya. Berbeda dengan migrasi internal, dalam migrasi internasional, para migran tidak dapat memutuskan dengan bebas dalam mencari pekerjaan di negara tujuan. Tetapi negara tujuan yang memutuskan menerima migran tersebut sesuai kebutuhannya. Negara tujuan dapat memilih tenaga-tenaga ahli dan terampil yang sedang dibutuhkan. Hal ini merupakan keuntungan ekonomi bagi negara tujuan. Keuntungan ekonomi bagi negara asal adalah berkurangnya tekanan terhadap pasar kerja di dalam negeri, dan sumber penerimaan devisa melalui kiriman uang mereka kepada keluarganya (Solimano, 2001). Dampak positif dari migrasi tenaga kerja ke luar negeri adalah berkurangnya tekanan terhadap pasar kerja di dalam negeri. Dampak tersebut semakin dirasakan karena tenaga kerja tersebut adalah penganggur atau mereka yang bekerja sebelum berangkat ke luar negeri tetapi pekerjaannya dengan mudah
12 dapat digantikan oleh penganggur atau setengah menganggur yang ada pada pasar kerja dalam negeri. Salah satu masalah dalam migrasi internasional yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah belum mampunya pemerintah memenuhi permintaan luar negeri terhadap tenaga kerja profesional, karena hingga saat ini sebagian besar tenaga kerja migran yang bersedia bekerja ke luar negeri didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah. Umumnya mereka bekerja pada sektor informal sebagai pembantu rumah tangga, buruh di perkebunan atau sopir. Sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan tinggi lebih banyak memilih untuk bekerja di dalam negeri. Beberapa kebijakan juga telah ditetapkan pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam migrasi internasional. Mulai dari undang-undang penempatan dan perlindungan tenaga kerja migran (Undang-Undang RI Nomor 39/2004, Keputusan Presiden RI Nomor 29/1999, dan Keputusan Menakertrans RI Nomor: Kep-104 A/Men/2002), pembekalan keterampilan hingga pengenalan budaya dan bahasa negara tujuan migran (Peraturan Menakertrans RI Nomor: Per.04/Men/II/2005, Keputusan Menakertrans RI nomor: kep-80/Men/V/2004). Secara umum tujuan kebijakan tersebut adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja migran internasional.
Secara khusus tujuannya untuk
mengurangi pengangguran di dalam negeri, dan meningkatkan devisa negara melalui remittances mereka kepada keluarganya. Salah satu tahapan sederhana dalam memahami pentingnya fenomena migrasi adalah memaklumi bahwa setiap kebijakan ekonomi yang mempengaruhi pendapatan riil penduduk baik secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi proses migrasi. Selanjutnya migrasi juga akan mengubah pola-
13 pola kegiatan ekonomi, dan mengubah pola distribusi pendapatan penduduk. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Stark (1982); Stark dan Bloom (1985), yaitu migrasi memberi jalan yang lebih baik bagi kehidupan rumah tangga migran, yang terlihat dari pengiriman uang untuk anggota keluarganya. Hal ini tidak dapat diabaikan dalam perkembangan ekonomi, karena pengiriman uang tersebut menjadi sumber pendapatan rumah tangga. Kondisi ini dapat meningkatkan tabungan rumah tangga, memfasilitasi perdagangan barang dan mengubah distribusi pendapatan lokal (Osaki, 2003). Namun demikian diperlukan suatu analisis untuk mengetahui apakah kondisi ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut maka peneliti berkeinginan untuk mengkaji lebih dalam tentang : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi migrasi internal dan internasional di Indonesia ? 2. Bagaimana dampak penerapan kebijakan migrasi internal dan internasional terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia pada tahun 2009-2012 ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan perkembangan migrasi internal dan internasional, pasar kerja dan perekonomian Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya migrasi internal dan internasional di Indonesia. 3. Meramalkan dampak penerapan kebijakan migrasi internal dan internasional terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia pada tahun 2009 – 2012.
14 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna: 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan kebijakan tentang migrasi dalam rangka mengatasi masalah distribusi penduduk dan ketenagakerjaan yang bertujuan memperbaiki perekonomian Indonesia. 2. Sebagai bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mengkaji migrasi secara makro yang didisagregasi berdasarkan pulau-pulau besar di Indonesia, yaitu: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain.
Oleh karena itu ruang lingkup dan keterbatasan
penelitian ini adalah: 1.
Ruang lingkup penelitian difokuskan pada migrasi internal, migrasi internasional, pasar kerja dan variabel-variabel permintaan agregat.
2.
Migrasi internal merupakan migrasi keluar dan masuk dari satu pulau ke pulau lainnya di Indonesia. Migrasi internal dalam penelitian ini dibatasi pada migrasi masuk dari pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Jawa; dan migrasi yang keluar dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain.
3.
Tiga jenis migran internal yaitu migran semasa hidup, migran risen, dan migran total. Jenis migran internal dalam penelitian ini dibatasi pada migran semasa hidup (life time migrant).
4.
Negara tujuan migrasi internasional Indonesia adalah kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, Amerika dan Eropa.
Dalam penelitian ini, migrasi
internasional dibatasi pada migrasi tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi,
15 Malaysia, Singapura, dan Hongkong.
Dasar pemilihan negara tujuan
tersebut karena negara-negara tersebut yang paling banyak menggunakan jasa tenaga kerja Indonesia. 5.
Perkembangan ekonomi dapat ditinjau dari sisi permintaan dan penawaran agregat.
Perkembangan ekonomi dalam penelitian ini dibatasi pada
variabel-variabel makroekonomi yang ditinjau dari sisi permintaan agregat, yaitu produk domestik regional bruto, total konsumsi rumah tangga, total investasi swasta, pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih pada setiap pulau. 6.
Kebijakan migrasi yang berjalan hingga saat ini merupakan kebijakan bersifat direct policy yang mengatur perpindahan penduduk berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, sedangkan dalam penelitian ini kebijakan migrasi yang digunakan mengutamakan indirect policy yang tidak mengatur jumlah perpindahan penduduk, tetapi lebih pada meningkatkan daya tarik daerah
tujuan
dengan
upaya
menciptakan
kesempatan
meningkatkan kondisi perekonomian di daerah tujuan.
kerja
dan
Oleh karena itu
kebijakan migrasi difokuskan pada instrumen kebijakan makroekonomi yang mendorong terlaksananya kebijakan migrasi baik internal maupun internasional yang telah ditetapkan pemerintah.
16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Migrasi di Indonesia 2.1.1. Migrasi Internal Migrasi internal merupakan mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dalam satu negara. Migrasi internal yang terjadi di Indonesia terdiri dari transmigrasi dan urbanisasi. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lainnya di Indonesia. Dalam analisis ini transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari pulau Jawa ke pulau-pulau lainnya di Indonesia. Sebaliknya urbanisasi yang merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota, umumnya terjadi pada penduduk pulau lain yang ingin memperoleh pekerjaan yang lebih baik di pulau Jawa. Migrasi penduduk antar propinsi dan migrasi desa-kota memperlihatkan pola yang sangat sentris ke Pulau Jawa. Pola ini mencerminkan suatu disparitas wilayah, yang merupakan perwujudan kebijakan pembangunan dengan orientasi pada pertumbuhan ekonomi, khususnya industri dan jasa yang umumnya berlokasi di kota-kota besar dan di Pulau Jawa. Dengan kondisi seperti itu aliran penduduk ke kota-kota besar tidak akan dapat dihambat, meskipun dengan tindakan menahan pendatang untuk masuk ke daerah tersebut. Perubahan pola mobilitas pada masa yang akan datang sangat tergantung pada perkembangan wilayah di luar Jawa. Jika wilayah-wilayah tersebut dapat mengembangkan kewenangan (otonomi) yang lebih luas bagi pembangunannya sendiri, maka diharapkan pada masa yang akan datang dapat menjadi penarik bagi mobilitas penduduk. Wilayah yang kaya akan sumberdaya alam, seperti Riau, Kalimantan Timur dan Papua diharapkan dapat menyeimbangkan mobilitas penduduk yang selama ini sangat terpusat pada kota-kota besar di Pulau Jawa.
17 Tapi kondisi ini tidak dapat terjadi secara otomatis, namun tergantung pada keberhasilan pengembangan wilayah dan kota (permukiman). Dengan demikian untuk pencapaian mobilitas penduduk yang lebih seimbang, agendanya akan sangat melekat pada program pengembangan wilayah dan perkotaan, khususnya di luar Jawa. Transmigrasi merupakan salah satu unsur utama rencana pembangunan Indonesia. Tujuan sosial transmigrasi adalah menolong rakyat Indonesia yang termiskin, yaitu petani tanpa lahan, penganggur di kota dan gelandangan. Transmigrasi bertujuan pula untuk membangun daerah luar Jawa, dengan memanfaatkan lahan-lahan luas yang belum diolah, mengubah tanah yang belum digarap menjadi tanah yang lebih produktif (Levang, 2003). Program transmigrasi telah dimulai sejak Indonesia masih dibawah pemerintahan kolonial Belanda yaitu pada Fase Percobaan (1905-1931). Pada masa ini dalam setiap proyek, pemerintah Belanda membangun kelompok inti yang terdiri atas 500 kepala keluarga.
Keluarga-keluarga tersebut mendapat
jaminan selama satu tahun pertama. Setiap keluarga juga diberi subsidi yang mendorong mereka mendatangkan sanak keluarganya, sehingga memicu migrasi spontan (Levang, 2003). Fase Transmigrasi Kedua (1931-1941). Tahun 1931 terjadi krisis pada sektor perkebunan besar yang mengakibatkan ribuan buruh Jawa diberhentikan dari pekerjaannya. Tahun 1905-1941, pemerintah Belanda secara keseluruhan memindahkan sekitar 200 ribu jiwa dari Jawa ke luar Jawa. Fase Pemecahan Masalah Pascaperang. Pada fase ini pemimpin Republik Indonesia tetap menerapkan cara dan pola yang sama seperti yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Tetapi tahun 1947 istilah kolonisasi diganti menjadi
18 transmigrasi dibawah Departemen Tenaga Kerja dan Sosial. Tahun 1948 urusan transmigrasi dipindahkan dibawah Depertemen Dalam Negeri. Kondisi ini terus berlangsung, dan tahun 1983 transmigrasi sepenuhnya dibawah Departemen Transmigrasi. Pelita III dan IV merupakan masa target. Pada Pelita III (1979-1984), pemerintah memutuskan untuk membagi tugas kepada departemen-departemen terkait. Departemen pekerjaan umum bertugas mempersiapkan lokasi, departemen transmigrasi bertugas merekrut, memindahkan, dan membina para transmigran. Departemen pertanian mengurus masalah pertanian, departemen agama mengurus masalah tempat ibadah dan departemen kesehatan mengurus masalah puskesmas. Untuk memecahkan masalah koordinasi antar dinas dari departemen-departemen tersebut, maka pemerintah menciptakan instansi baru yang dinamakan Badan Koordinasi Transmigrasi (Bakortrans). Pada Pelita IV (1984-1989), pemerintah memindahkan 750 ribu kepala keluarga. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena lama kelamaan penduduk asli menjadi minoritas di daerahnya sendiri (Levang, 2003). Pada Pelita V kebijaksanaan penyelenggaraan transmigrasi ditangani oleh satu departemen yaitu departemen transmigrasi.
Pola usaha pertanian tetap
dilanjutkan, tetapi lebih ditingkatkan pada pola-pola perkebunan, perikanan, dan perindustrian.
Pada Pelita VI, kebijaksanaan pembangunan transmigrasi
diarahkan pada kawasan Indonesia Timur, mendukung pembangunan wilayah, penanggulangan kemiskinan dan menggalakkan Transmigrasi Swakarsa Mandiri. Tahun 2001 pada periode Kabinet Gotong Royong, penyelenggara transmigrasi dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans).
Penyelenggaraannya diarahkan pada penanganan pengungsi
19 sesuai kondisi politik saat itu.
Pada era otonomi daerah pemerintah pusat
berperan sebagai regulator, fasilitator dan mediator. Transmigrasi diposisikan pada program masyarakat bersama antara dua pemerintahan setempat, dan bukan pemerintahan pusat. Transmigrasi dilaksanakan melalui mekanisme kerjasama antar daerah otonom (Pusdatintrans, 2004).
2.1.2. Migrasi Internasional Migrasi merupakan fenomena yang telah berlangsung mengikuti perjalanan peradaban manusia. Perpindahan penduduk dari negara asal ke luar batas negaranya makin sering terjadi di hampir seluruh belahan dunia, dengan jumlah yang terus meningkat dan alasan yang beragam. Alasan yang mendasari migrasi tersebut adalah alasan ekonomi, situasi politik di dalam negeri yang tidak menentu sampai terjadinya bencana alam. Migrasi tenaga kerja merupakan bagian dari proses migrasi internasional. Pada awalnya, migrasi tenaga kerja ini terjadi untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja jangka pendek (short-terms labor shortages), seperti yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1950-an, dengan mendatangkan pekerja-pekerja asal Meksiko.
Pertumbuhan penduduk yang
lambat dikombinasikan dengan kondisi perekonomian yang cukup baik di kawasan Eropa Utara dan Eropa Barat pada tahun 1960 sampai pertengahan tahun 1970 juga membuka peluang bagi masuknya pekerja asing (Weeks, 1974). Hingga akhir dekade 80-an, masalah-masalah migrasi tenaga kerja masih dipandang dalam perspektif ekonomi-politik.
Perspektif ini memandang
terjadinya migrasi internasional difokuskan pada ketidaksamaan tingkat upah yang terjadi secara global, hubungan ekonomi dengan negara penerimanya, termasuk juga masalah perpindahan modal, peran yang dimainkan oleh
20 perusahaan multinasional, serta perubahan struktural dalam pasar kerja yang berkaitan dengan perubahan dalam pembagian kerja di tingkat internasional (international division of labour). Perpindahan penduduk dari negara pengirim (sending country) ke negara penerima tenaga kerja migran (receiving country) akan membuat negara pengirim mendapat keuntungan remittance, sedangkan negara penerima akan mendapat keuntungan pasokan tenaga kerja murah (Mulyadi, 2003). Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pengangguran yang cukup tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah angkatan kerja yang terus meningkat, sebaliknya kesempatan kerja semakin menurun, sehingga mendorong masyarakat untuk migrasi ke tempat bahkan ke negara lain untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Pengiriman tenaga kerja migran Indonesia (TKI) ke luar negeri secara resmi telah diprogramkan oleh pemerintah sejak 1975. Program ini merupakan salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan tersebut. Umumnya migrasi internasional sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan transisi demografi dalam suatu negara.
Ketika suatu negara
mengalami kemunduran ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan pertumbuhan populasinya masih tinggi, sangat tidak mungkin aktivitas perekonomian negara tersebut dapat menyerap kelebihan tenaga kerja. Untuk alasan ini, pengiriman tenaga kerja merupakan suatu pemecahan masalah ketenagakerjaan. Dalam teori ekonomi kependudukan dan ketenagakerjaan, hal ini sering dinyatakan sebagai “the first stage of labor migration transition” (Tjiptoherijanto, 1997).
21 Jumlah tenaga kerja migran internasional Indonesia hingga saat ini terus meningkat. Sekitar 70 persen dari jumlah tenaga kerja tersebut adalah perempuan yang rentan terhadap masalah. Migrasi internasional dapat membawa dampak positif bagi negara tujuan, negara asal dan para migran beserta keluarganya. Bagi negara tujuan, kehadiran migran ini dapat mengisi segmen-segmen lapangan kerja yang sudah ditinggalkan oleh penduduk setempat karena tingkat kemakmuran negara tersebut semakin meningkat.
Lapangan kerja tersebut seperti sektor
perkebunan dan bangunan atau konstruksi di Malaysia yang banyak digantikan oleh pekerja-pekerja dari Indonesia, atau menambah kebutuhan tenaga-tenaga terampil yang jumlahnya kurang, seperti kebutuhan tenaga kerja teknisi dan jasa di negara-negara Timur Tengah. Bagi negara asal merupakan sumber penerimaan devisa dari remittancess hasil kerja migran di luar negeri, sementara untuk para migran, kesempatan ini merupakan pengalaman internasional dan kesempatan meningkatkan keahlian dan mengenal disiplin kerja di lingkungan yang berbeda. Bagi keluarga migran hal tersebut merupakan sumber penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Syahriani, 2007). Suatu hal yang diharapkan saat ini adalah menjadikan Indonesia sebagai negara pengirim tenaga kerja yang terampil dan ahli, serta berdaya saing. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya dimana mereka bekerja, terutama bagi tenaga kerja migran internasional yang bekerja pada lembaga-lembaga atau institusi seperti rumah sakit, restoran, pertokoan maupun lembaga lain yang menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi adalah persoalan yang sangat penting.
Kondisi
ini berarti
kualitas pendidikan menjadi pertimbangan penting dalam mengirim tenaga kerja
22 ke luar negeri, dan ini menjadi fokus utama pemerintah untuk membekali pendidikan ketrampilan kepada tenaga kerja tersebut. Menjadi tenaga kerja migran tidak hanya mempertimbangkan skill atau teknis keahlian saja, tetapi pemahaman dan wawasan terutama budaya masyarakat tempat dimana mereka akan bekerja juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Karena kualitas tenaga kerja dan tingkat pendidikan selalu memiliki keterkaitan. Tenaga kerja migran yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, umumnya bekerja pada lembaga jasa seperti rumah sakit, pertokoan, dan restoran yang memang memerlukan keahlian khusus dari pekerjanya. Pola rekrutmennya dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki jaringan kerja sama dengan penempatan tenaga kerja dengan luar negeri. Kondisi tenaga kerja migran ini umumnya lebih baik, dan sangat berbeda dengan tenaga kerja migran yang berangkat hanya berbekal pendidikan dan keahlian yang tidak memadai. Tenaga kerja migran yang mempunyai latar pendidikan rendah lebih banyak ditempatkan pada sektor informal seperti pembantu rumah tangga, sopir, pekerja perkebunan dan sebagainya. Menindaklanjuti kondisi tersebut, maka diperlukan suatu manajemen terpadu antara program pemantauan kebutuhan tenaga kerja asing di luar negeri oleh diplomasi perwakilan Republik Indondesia di luar negeri, program perlindungan buruh migran, dan program-program peningkatan keterampilan di dalam negeri yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional. Informasi mengenai kondisi serta kebutuhan tenaga kerja di mancanegara diharapkan dapat tersedia bagi para calon tenaga kerja migran, sehingga mereka mengetahui dengan jelas kondisi dan resiko kesempatan tersebut. Umumnya informasi yang paling baik bukan dari sumber resmi pemerintah tetapi dari
23 mantan tenaga kerja migran, tetapi pemerintah sebaiknya dapat membantu menyediakan informasi yang benar. Peran jasa pengerah tenaga kerja Indonesia tetap sangat penting, karena pemerintah tidak akan berhasil melaksanakannya sendiri, tetapi ketertiban dan pemantauan merupakan tujuan pemerintah untuk melindungi calon tenaga kerja. Salah satu hal yang perlu diketahui oleh calon tenaga kerja migran Indonesia adalah menyiapkan diri untuk memenuhi kualifikasi yang diharapkan oleh pengguna jasa tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu tanggal 18 Oktober 2004, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Dalam undang-undang ini selain mengatur tentang landasan hukum bagi perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, juga mengatur tentang kompetensi calon tenaga kerja. Dalam hal ini dinyatakan bahwa calon tenaga kerja wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan prasyarat jabatan. Jika belum memiliki, wajib mengikuti pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk (Sembiring, 2006): 1. Membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja calon tenaga kerja Indonesia. 2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya, agama, dan resiko kerja diluar negeri. 3. Membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahasa negara tujuan dan 4. Memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon tenaga kerja.
24 Oleh karena itu dalam sudut pandang normatif, dengan dikeluarkannya undangundang ini, maka perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri semakin kuat.
2.2. Kebijakan Migrasi Kebijakan migrasi yang dibahas dalam sub bab ini adalah kebijakan migrasi internal dan kebijakan migrasi internasional. Kebijakan migrasi internal dan internasional ini ditinjau dari sisi kebijakan migrasi formal yaitu kebijakan migrasi yang ditetapkan oleh pemerintah baik dalam bentuk undang-undang, keputusan presiden, maupun peraturan menteri.
Kemudian dibahas pula
instrumen-instrumen kebijakan yang mendorong terlaksananya kebijakan migrasi yang telah ditetapkan pemerintah.
2.2.1. Migrasi Internal 2.2.1.1. Kebijakan Migrasi Internal Beberapa kebijakan (formal) yang mengatur tentang migrasi internal khususnya periode pasca kemerdekaan tentang ketransmigrasian telah ditetapkan pemerintah untuk mengatasi masalah distribusi penduduk yang tidak merata dan membantu pembangunan daerah yang ditinggalkan dan daerah tujuan migrasi. Beberapa kebijakan tersebut yaitu: Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999, dan Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1983. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1960 yang mengatur tentang pokokpokok penyelenggaraan transmigrasi, menitikberatkan pada jenis penempatan
25 transmigrasi secara teratur dalam jumlah yang sebesar-besarnya. Undang-undang ini kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972 tentang ketentuan-ketentuan pokok transmigrasi menetapkan (Departemen Transmigrasi RI, 1986): 1. Transmigrasi merupakan pemindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau atas alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah. 2. Fungsi transmigrasi adalah sebagai sarana pembangunan yang penting baik ditinjau dari segi pengembangan proyek-proyek pembangunan nasional maupun regional. Dalam hal ini, transmigrasi berarti penyebaran dan penyediaan tenaga kerja serta ketrampilan, baik untuk perluasan produksi maupun pembukaan lapangan kerja baru di daerah tujuan. Tahun 1973 ditetapkan Keputusan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973 tentang penetapan daerah penempatan transmigran yaitu: Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Lembaga penyelenggaraannya adalah departemen transmigrasi dan
koperasi. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan migran, maka para migran memperoleh hak-hak sebagai berikut: hak kepemilikan tanah atas namanya; rumah tempat tinggal yang layak dengan aksessibilitas yang memadai; lahan sebagai modal usaha atau sarana lainnya sebagai sarana penyediaan kesempatan
26 kerja sesuai pola pengembangannya; bimbingan, sarana dan prasarana usaha; sarana dan fasilitas sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan. Selanjutnya kebijakan umum penyelenggaraan transmigrasi juga diatur dalam GBHN 1983 antara lain : 1. Transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta pembukaan dan pengembangan daerah produksi baru, terutama daerah pertanian dalam rangka pembangunan daerah, khususnya di luar Jawa dan Bali, yang dapat menjamin peningkatan taraf hidup para transmigran dan masyarakat di sekitarnya. 2. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan transmigrasi, yang perlu ditingkatkan adalah jumlah migran, koordinasi dan penyelenggaraan migrasi yang meliputi penetapan daerah transmigrasi, penyediaan lahan usaha dan pemukiman, penyelesaian masalah pemilikan tanah, prasarana jalan dan transportasi, sarana produksi, dan usaha pengintegrasian migran dengan penduduk setempat. Namun demikian hingga periode reformasi, program transmigrasi masih dinilai kurang berhasil. Penilaian ini didasarkan pada kondisi tidak terpenuhinya asumsi dasar yang dibuat oleh pengkritisi masalah transmigrasi.
Menurut
Tirtosudarmo (1996) ada empat asumsi dasar yang mempertautkan antara kebijakan pengerahan mobilitas penduduk yang dilakukan secara langsung melalui transmigrasi. Asumsi Demographic Fallacy, mengasumsikan pemindahan penduduk yang diatur pemerintah dapat mengurangi ketidakseimbangan distribusi penduduk antara Jawa dan Luar Jawa. Asumsi ini tidak terbukti karena dengan transmigrasi ternyata tidak secara otomatis menyeimbangkan penduduk Jawa dan luar Jawa.
27 Pembangunan di Jawa yang relatif cepat menjadi magnit bagi migran luar Jawa, sehingga ketimpangan jumla penduduk tetap terjadi antara Jawa dan luar Jawa. Asumsi Geographic Fallacy yang mengasumsikan bahwa masih banyak tanah luas di luar Jawa yang belum berpenghuni, sehingga sangat tepat jika penduduk jika penduduk Jawa dipindahkan ke tempat kosong tersebut. Asumsi Economic Fallacy yang mengasumsikan bahwa melalui pemindahan penduduk Jawa yang miskin ke luar Jawa untuk bekerja sebagai petani pemilik dan buruh perkebunan pola PIR akan meningkatkan kesejahteraan kaum miskin tersebut.
Asumsi Political Fallacy mengasumsikan bahwa
terjadinya keresahan politik di daerah-daerah padat penduduk di Jawa dapat dihilangkan dengan memindahkan penduduk ke luar Jawa. Namun asumsi ini sulit dibuktikan kebenarannya. Penempatan transmigran dari Jawa justru banyak menimbulkan kecemburuan sosial penduduk setempat, sedangkan di Jawa keresahan politik tetap saja terjadi. Belajar dari pengalaman kegagalan hingga periode reformasi yang merupakan kebijakan langsung (direct policy) tersebut, maka dengan berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan berlakunya otonomi daerah, penyelenggaraan transmigrasi mengalami perubahan. Transmigrasi yang semula merupakan program Top Down, bergeser menjadi Bottom Up. Daerah diberi keleluasaan untuk menentukan pilihan apakah menerima atau menolak program transmigrasi di daerahnya. Dalam penerimaan calon transmigran dari daerah asal harus ada kerja sama antara daerah penerima dan daerah pengirim, dengan fasilitator pemerintah pusat.
28 2.2.1.2. Instrumen Kebijakan Migrasi Internal Pada era paradigma baru ketransmigrasian dalam mendukung otonomi daerah, sebaiknya keunggulan program tidak hanya terletak pada kebijakan migrasi langsung (direct policy) yaitu pemerintah memindahkan penduduk secara massal ke daerah tujuan migrasi, tetapi lebih mengutamakan keterbukaan dan sosialisasi kebijakan dan program, yang lebih fokus pada kebijakan tidak langsung ( indirect policy) dengan mengedepankan potensi daerah tujuan migrasi. Berdasarkan kebijakan migrasi internal yang telah ditetapkan pemerintah, maka beberapa bentuk kebijakan tidak langsung yang merupakan instrumen kebijakan makroekonomi yang mendukung kebijakan-kebijakan tersebut adalah: 1. Upah Minimum Regional. Tujuan seseorang untuk migrasi adalah untuk memperoleh kesejahteraan dan pendapatan yang lebih baik. Jika upah minimum regional atau upah minimum propinsi di luar Jawa ditingkatkan lebih besar dibandingkan dengan peningkatan upah minimum regional di Pulau Jawa, diharapkan dapat mengurangi keinginan penduduk di luar Jawa untuk migrasi ke Jawa dan meningkatkan keinginan penduduk Jawa untuk migrasi ke luar Jawa, sehingga distribusi penduduk di Indonesia lebih merata. 2. Pengeluaran Infrastruktur. Pembangunan infrastruktur berfungsi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, mengingat fondasi utama untuk mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi hanya akan terjadi jika ada peningkatan stok dan perbaikan kualitas infrastruktur. Dampak pembangunan dan perbaikan infrastruktur diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi penduduk setempat dan pendatang untuk meningkatkan aktivitas ekonominya, sehingga dapat memperluas dan membuka kesempatan kerja. Jika peningkatan jumlah anggaran pengeluaran infrastruktur di luar Jawa lebih besar
29 dibanding peningkatan jumlah anggaran pengeluaran infrastruktur di Jawa, diharapkan dapat meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke luar Jawa, dan menurunkan jumlah migran dari luar Jawa untuk migrasi ke Jawa. 3. Suku Bunga. Suku bunga merupakan variabel penting yang mempengaruhi investasi. Penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong perusahaanperusahaan daerah untuk meningkatkan dan membuka investasi baru. Pembukaan dan peningkatan investasi tersebut, diharapkan juga dapat membuka kesempatan kerja di daerah bersangkutan, sehingga dapat menurunkan jumlah pengangguran dan keinginan migrasi penduduk ke daerah lain, serta menjadi daya tarik bagi penduduk lain untuk migrasi ke daerah tersebut.
2.2.2. Migrasi Internasional 2.2.2.1. Kebijakan Migrasi Internasional Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan hukum nasional. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah (formal) menetapkan beberapa kebijakan yaitu: Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 1999, Peraturan Presiden R.I. No.81 Tahun 2006, dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER.04/MEN/II/2005.
30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, menetapkan penempatan tenaga kerja migran merupakan kegiatan pelayanan untuk mempertemukan tenaga kerja migran sesuai bakat, minat dan kemampuannya dengan pemberi kerja diluar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan. Perlindungan tenaga kerja migran adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon tenaga kerja migran dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan
hak-haknya
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.
Perlindungan tenaga kerja migran ditingkatkan tidak hanya menyangkut perlindungan hak dan perlindungan hukum, tetapi juga menyangkut perlindungan terhadap ancaman tindak kekerasan, ancaman terhadap upaya penempatan tenaga kerja migran secara illegal dan perlindungan terhadap kegagalan penempatan. Perlindungan tenaga kerja migran diberikan tiga tahap, yaitu tahap pra penempatan (di dalam negeri), tahap penempatan (di luar negeri), dan tahap purna penempatan (di dalam negeri) (Sembiring, 2006). Selanjutnya pasal 35 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa calon tenaga kerja migran yang diizinkan untuk bekerja ke luar negeri harus memenuhi syarat minimal berumur 18 tahun dan berpendidikan sekurangkurangnya lulus SLTP atau sederajat. Untuk calon tenaga kerja migran yang akan bekerja pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 tahun. Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BPTKI).
BPTKI adalah lembaga
pemerintah non struktural yang melaksanakan sebagian kebijaksanaan pemerintah
31 dalam bidang penempatan tenaga kerja Indonesia. BPTKI diketuai oleh menteri bidang ketenagakerjaan, dan bertanggung jawab kepada presiden. Peraturan Presiden R.I. Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia merumuskan tentang kemudahan pelayanan yang dilakukan bersama-sama dengan instansi pemerintah terkait baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Bidang tugas masing-masing
instansi pemerintah meliputi ketenagakerjaan, keimigrasian, verifikasi dokumen kependudukan, kesehatan, kepolisian dan bidang lain yang dianggap perlu. Sementara, pos pelayanan akan melakukan pelayanan untuk memperlancar pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja migran yang dikoordinasikan oleh Balai Pelayanan dan Penempatan dan Perlindungan tenaga kerja migran (BP3TKI).
Pos Pelayanan dibentuk dalam rangka kelancaran pelaksanaan
pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja migran di pintu-pintu embarkasi dan debarkasi (Depnakertrans, 2007) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER.04/MEN/II/2005 tentang penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan tenaga kerja migran ke luar negeri memutuskan bahwa pembekalan akhir pemberangkatan yang selanjutnya disebut PAP adalah kegiatan pemberian informasi kepada calon tenaga kerja migran yang akan berangkat bekerja ke luar negeri agar calon tenaga kerja migran mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja diluar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan tenaga kerja migran, maka Depnakertrans dalam tahun 2005 menetapkan program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja dengan dana sebesar 324.86 milyar rupiah, yang lebih
32 besar dari tahun 2004 yaitu sebesar 133.31 milyar rupiah, artinya mengalami kenaikan sekitar 45 persen.
Program ini bertujuan untuk mendorong,
memasyarakatkan dan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pelatihan kerja, agar tersedia tenaga kerja yang berkualitas, produktif dan berdaya saing sehingga mampu mengisi tersebut, lembaga pelaksananya adalah Balai Latihan Kerja (BLK), Loka Latihan Kerja (LLK) yang berada dibawah kewenangan pusat maupun daerah (Depnakertrans, 2005).
2.2.2.2. Instrumen Kebijakan Migrasi Internasional Seperti halnya migrasi internal, instrumen kebijakan migrasi internasional juga didasarkan pada tujuan kebijakan migrasi internasional yang telah ditetapkan pemerintah. Tujuan umum kebijakan migrasi internasional adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kerja migran internasional, yang tujuannya mengatasi tingginya angka pengangguran, dan menambah devisa negara. Instrumen kebijakan migrasi internasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar.
Instrumen kebijakan ini disesuaikan dengan maksud
pemerintah untuk meningkatkan kuantitas tenaga kerja migran.
Nilai tukar
berpengaruh terhadap upah yang akan diterima tenaga kerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, karena upah yang mereka terima dalam bentuk mata uang asing sesuai dengan tempat kerja mereka. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah dollar Amerika, ringgit Malaysia, dollar Singapura, dan dollar Hongkong. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, akan meningkatkan upah yang akan mereka terima dalam bentuk rupiah. Hal ini dapat meningkatkan keinginan tenaga kerja migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri.
33 2.3. Tinjauan Studi Terdahulu 2.3.1. Migrasi Penelitian mengenai migrasi lebih banyak dilakukan dalam skala mikro dan spasial/wilayah. Migrasi penduduk merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan proses berkembangnya pembangunan di Indonesia. Migrasi penduduk merupakan produk dari berbagai faktor antara lain kepadatan penduduk, langkanya lapangan kerja di daerah asal, keinginan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, daya tarik kota, dan berbagai faktor lainnya yang pada dasarnya dapat diklasifikasikan pada faktor penarik dan pendorong terjadinya migrasi. Ananta et al. (1999) dalam analisis mereka mengenai age- sex pattern of migrants and movers: a multilevel analysis on an Indonesian data set bertujuan untuk membedakan pola kuantitatif dari migran dan mover.
Secara umum,
menjadi migran lebih tinggi pada saat usia anak-anak dan tua. Sementara pada usia muda (antara anak-anak dan tua) lebih banyak menjadi mover. Selama usia muda, mereka masih ingin mencari kerja diluar tempat tinggal mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ketika mereka tua, mereka lebih senang bekerja pada tempat tinggal mereka sendiri. Anak-anak umumnya ikut orang tua mereka, sehingga pada usia ini lebih banyak menjadi migran dibanding mover. Analisis ini membandingkan kemungkinan menjadi migran, mover dan stayer. Kemungkinan wanita menjadi stayer lebih tinggi dibanding migran atau mover. Sementara pria, awalnya menjadi stayer lebih tinggi dibandingkan mover dan migran. Tetapi pada titik tertentu, menjadi stayer lebih rendah dibandingkan mover dan migran. Pada usia tua menjadi stayer tinggi kembali. Hasil analisis statistik disimpulkan bahwa faktor-faktor penarik mendorong orang mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup diluar tempat tinggal mereka.
34 Andriani (2000) dalam analisisnya yang berjudul dampak kebijakan pemerintah terhadap keragaan pasar kerja dan migrasi pada periode krisis ekonomi di Indonesia menyimpulkan bahwa penurunan jumlah angkatan kerja pedesaan dipengaruhi oleh migrasi desa ke kota. Hal ini merupakan petunjuk bahwa peningkatan migrasi desa ke kota secara besar-besaran akan mengarah pada terjadinya kelangkaan angkatan kerja diwilayah pedesaan dan limpahan angkatan kerja di perkotaan. Hasil analisis menunjukkan juga bahwa upah riil tinggi di luar Jawa daripada di Jawa. Oleh karena upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi, maka perbedaannya diperkirakan akan mendorong terjadinya arus perpindahan dari Jawa ke luar Jawa Suprihadi (2002) dalam analisisnya yang berjudul dampak kebijakan pemerintah terhadap keragaan pasar kerja dan migrasi pada periode krisis dan sebelum krisis ekonomi di Indonesia menyimpulkan bahwa migrasi dari desa ke kota lebih responsif terhadap perubahan upah riil sektor industri. Sedangkan migrasi dari kota ke desa lebih responsif terhadap perubahan jumlah penduduk laki-laki usia produktif di perkotaan dibandingkan faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk migrasi ke kota disebabkan oleh faktor penarik daripada faktor pendorong. Sebaliknya keputusan untuk migrasi ke desa disebabkan oleh faktor pendorong yaitu perubahan jumlah penduduk laki-laki usia produktif di perkotaan. Desiar (2003) dalam analisisnya yang berjudul dampak migrasi terhadap pengangguran dan sektor informal di DKI Jakarta, menyatakan dampak dari arus migrasi masuk ke Jakarta adalah meningkatnya pengangguran dan berkembangnya sektor informal dari tahun ke tahun.
Faktor utama yang mempengaruhi
penduduk bermigrasi adalah sulitnya mereka memperoleh pekerjaan di daerah
35 asal.
Hasil analisis menunjukkan jika migran yang tergolong angkatan kerja
meningkat 10 persen, maka jumlah pengangguran akan meningkat sebesar 3.93 persen dan migran yang bekerja di sektor informal meningkat 8.37 persen. Sektor informal walaupun berskala kecil dan sulit memperoleh akses pada lembaga keuangan formal dan tidak pula dilindungi oleh pemerintah, tetapi sektor ini tetap diminati oleh para migran. Hal ini disebabkan mudahnya para migran berusaha disektor ini, yaitu tidak memerlukan izin usaha, tingkat pendidikan yang tinggi dan tidak memerlukan modal yang besar. Osaki (2003) dalam analisisnya migrant remittances in Thailand: economic necessity or social norm? menyimpulkan di Thailand pengiriman uang oleh migran kepada keluarganya merupakan kegiatan yang rutin dilakukan dan merupakan sifat masyarakat Thailand yang selalu mementingkan kepentingan orang lain.
Pengiriman uang ini memungkinkan para out migrant untuk
memelihara hubungan personal dengan anggota keluarga mereka dalam jangka waktu yang lama. Pada waktu yang sama, migrasi internasional merupakan tujuan efektif rumah tangga yang berpendapatan rendah untuk menanggulangi kekurangan pendapatan secara cepat. Segala kebutuhan bagi para rumah tangga miskin sangat sulit diperoleh tanpa adanya pengiriman uang dari anggota keluarga mereka yang melakukan out migrant. Dari perspektif makro, pengiriman uang memberikan kontribusi untuk pemerataan distribusi pendapatan pada rumah tangga yang anggota keluarganya menjadi migran internasional. Carling (2004) dalam analisisnya policy options for increasing the benefits of
remittances
bertujuan
untuk
menganalisis
landasan
kebijakan
yang
berhubungan remittances untuk membentuk model sederhana dari hubungan remittances dengan pembangunan ekonomi. Hasil analisis menunjukkan adanya
36 hubungan antara remittances dengan pembangunan. Jika remittances digunakan untuk konsumsi sekarang, maka untuk konsumsi yang akan datang menggunakan remittances pada masa yang akan datang. Jika sebagian remittances ditabung pada lembaga keuangan formal, maka remittances tersebut dapat digunakan sebagai pinjaman bagi investor untuk investasi. Kondisi ini akan berdampak positif pada pembangunan. Martin (2004) menganalisis tentang sustainable migration policies in a globalizing world. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada tiga dasar kuat untuk membentuk kebijakan-kebijakan migrasi yaitu: (1) migrasi harus diatur secara aktif dan koperatif.
(2) kebijakan-kebijakan migrasi harus memberikan
keuntungan yang saling mendukung (mutual) antara migran itu sendiri dan pemerintah, baik untuk negara asal maupun negara tujuan. (3) para migran yang umumnya tenaga kerja yang mencari pekerjaan harus dilindungi dan ditingkatkan kondisi dan standar hidupnya. Wilson dan Bell (2004) dalam analisisnya yang berjudul comparative emperical evaluation of internal migration models in subnational population projections, membandingkan proyeksi populasi di Australia dan wilayah teritorialnya dengan menggunakan sepuluh model migrasi internal pada periode 2001-2051.
Hasil analisis menunjukkan bahwa model migrasi yang dipilih
menghasilkan perbedaan besar pada komposisi total populasi, distribusi populasi berdasarkan geografi, umur dan jenis kelamin. Dari sepuluh model yang diteliti, model pool migrasi, biregional, dan biregional tanpa kendala memberikan suatu kerangka kerja peramalan yang baik dengan konsep yang tepat dan praktis. Variasi yang besar dalam proyeksi output dibutuhkan untuk pemahaman yang lebih baik untuk struktur spatio temporal dari pola migrasi di Australia.
37 Tarigan (2004) dalam analisisnya yang berjudul proses adaptasi migran sirkuler: kasus migran asal komunitas perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat, bertujuan untuk mempelajari proses adaptasi migran sirkuler asal desa perkebunan di Cianjur yang bekerja di pabrik gesper, kawasan industri Tangerang. Kajian tersebut diawali dengan melihat faktor pendorong melakukan migrasi dan proses adaptasi yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan alasan ekonomi dan alasan sosial merupakan faktor pendorong sekaligus penarik terjadinya migrasi desa-kota yang identik dengan transformasi pekerjaan pertanian-industri. Proses adaptasi migran sirkuler dipercepat oleh aksi peran migran terdahulu. Penerapan bentuk kehidupan desa, dengan komunikasi menggunakan bahasa ibu, membuat perkumpulan yang sarat dengan kegiatan dan warna pemeliharaan kekayaan kolektif pedesaan merupakan cara penyesuaian diri yang paling dominan, karena aman secara psikologis dalam menetralisir kegugupan sosial. Migran cenderung memiliki budaya transisi dengan menjadi manusia modern di desa asal dan menjadi manusia tradisional di kota tujuan. Firdausy (2005) dalam analisisnya yang berjudul issues and challenges to increase competitiveness of Asean’s labor migrants menyatakan bahwa perekonomian di seluruh negara-negara di ASEAN telah berubah selama proses pembangunan. Tetapi ada beberapa negara ASEAN yang mengalami perubahan struktur ekonomi ke arah industri telah merubah kesempatan kerja pada negaranegara tersebut, dimana tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang memiliki spesifikasi dan keahlian tertentu. Impor tenaga kerja merupakan salah satu kebijakan yang dipertimbangkan untuk mengisi kekosongan dalam pasar kerja di negara-negara tersebut.
Tetapi muncul beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan migrasi tenaga kerja internasional, khususnya bagi tenaga
38 kerja migran dengan tingkat keahlian yang rendah. Meskipun beberapa negara pengimpor tenaga kerja dengan tingkat keahlian yang rendah ini benar-benar membutuhkan tenaga mereka, tetapi negara-negara tersebut tidak mau menerima tenaga kerja tersebut secara bebas. Maka beberapa kebijakan yang membahas tentang aliran tenaga kerja dengan keahlian rendah ini menjadi isu yang perlu diperbaiki dan ASEAN Economic community.
2.3.2. Pasar Kerja Sulistyaningsih (1997) melakukan analisis keterkaitan antara struktur ketenagakerjaan dan kinerja perekonomian Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan struktur ekonomi Indonesia terjadi dari ekonomi yang bertumpu pada sektor pertanian kepada ekonomi yang bertumpu pada sektor manufaktur dan jasa. Selanjutnya perubahan struktur ekonomi mempengaruhi struktur penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan analisis terlihat juga bahwa terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja disektor pertanian, dan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor manufaktur dan jasa. Sektor manufaktur berhasil menarik tenaga kerja pindah dari sektor pertanian, tetapi perpindahan ini berlangsung lambat karena tenaga kerja sektor pertanian yang pindah ke sektor manufaktur dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Safrida (1999) menganalisis tentang kebijakan upah minimum.
Hasil
analisis menunjukkan pengaruh peningkatan upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor industri pengaruhnya kecil dan tidak nyata. Maka pemerintah harus berhati-hati dalam penerapan upah minimum
39 pada sektor pertanian dan jasa karena peningkatan upah minimum pada kedua sektor tersebut akan meningkatkan pengangguran. Adriani (2000) dalam analisisnya mengenai pasar kerja menyimpulkan peningkatan angkatan kerja dipengaruhi oleh pertambahan penduduk usia produktif dan jumlah angkatan kerja tahun sebelumnya, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Upah bukan faktor pendorong dalam peningkatan angkatan kerja.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah angkatan kerja pada dua
wilayah ini tidak diikuti dengan kesempatan kerja yang memadai. Peningkatan kesempatan kerja sektoral dipengaruhi oleh pendapatan nasional sektoral, program padat karya diperkotaan dan pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal di pedesaan. Clark (2000) dalam analisisnya tentang measuring the demand for labor in the United States: the job openings and labor turnover survey. Seluruh opini dalam analisis ini merupakan hasil karya penulis (Clark) bukan kebijakan dari biro statistik tenaga kerja Amerika. Analisisnya menyimpulkan bahwa Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) statistik dapat digunakan sebagai indikator kondisi ekonomi secara umum dan sebagai alat yang penting untuk mempertimbangkan implikasi-implikasi kebijakan ekonomi, pasar kerja dan pengangguran.
Data series mikro dan makroekonomi juga digunakan untuk
meningkatkan pemahaman para peneliti terhadap pasar kerja yang dinamis dan hubungannya dengan perekonomian secara keseluruhan. Mahyuddin et al. (2006) menganalisis distorsi pasar kerja yang difokuskan pada analisis kekakuan upah dan kelambanan respon permintaan tenaga kerja di Sulawesi Selatan, menyimpulkan penyebab tingginya kekakuan upah di pedesaan, terkait dengan informasi yang tidak sempurna, serta adanya kecenderungan
40 penggunaan tenaga kerja keluarga menyebabkan mekanisme pasar tidak berjalan. Sedangkan penyebab kekakuan upah pada sektor industri terutama disebabkan faktor efisiensi upah, dimana pengusaha tidak serta merta menurunkan upah riilnya ketika upah riil berada diatas keseimbangan, karena dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya produktivitas tenaga kerja. Selain itu, pelaku bisnis umumnya mematuhi UMR, terutama bisnis formal. Selanjutnya Mahyuddin et el. (2006) juga menganalisis tentang total factor productivity (TFP) dan dampaknya terhadap kesempatan kerja di propinsi Sulawesi Selatan. Hasil analisis menunjukkan total factor productivity memberi kontribusi terbesar (2.31 persen) terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, sementara pertumbuhan tenaga kerja dan modal memberi kontribusi sekitar 1.70 persen dan 1.87 persen. Pertumbuhan TFP sebagai pencerminan pertumbuhan teknologi terutama terjadi di sektor industri pengolahan, sementara teknologi pertanian justru mengalami kemerosotan, terutama sejak terjadinya krisis. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektoral, juga dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaaan, namun hanya investasi dan ekspor yang konsisten berpengaruh secara positif, sedangkan variabel lainnya bahkan dapat mereduksi kesempatan kerja di sektor tertentu, terutama pertanian. Nurmanaf (2006) menganalisis peranan sektor luar pertanian terhadap kesempatan kerja dan pendapatan di pedesaan berbasis lahan kering.
Hasil
analisis menunjukkan sektor pertanian masih merupakan sektor penting dalam perekonomian rumah tangga di pedesaan yang berbasis lahan kering. Tingginya porsi angkatan kerja rumah tangga yang bekerja pada kegiatan disektor pertanian di pedesaan berbasis lahan kering, cenderung semakin tinggi pula porsi curahan
41 tenaga pada sektor tersebut. Selanjutnya semakin tinggi pula pendapatan yang diterima dari sektor yang sama. Di desa-desa dimana sektor pertanian lebih dominan sebagai sumber pendapatan, porsi pendapatan perbulan cenderung lebih fluktuatif.
Sumber
pendapatan dari kegiatan pertanian, khususnya tanaman pangan bersifat musiman dan menghasilkan pendapatan hanya saat-saat panen. Jenis-jenis kegiatan sebagai sumber pendapatan yang berasal dari sektor luar pertanian tidak terkait dengan musim dan dapat dilakukan setiap saat sepanjang tahun. Siregar dan Sukwika (2007) dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pasar tenaga kerja dan implikasi kebijakannya terhadap sektor pertanian di kabupaten Bogor menyimpulkan bahwa pada sektor pertanian dan sektor jasa, penyerapan tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik lebih tinggi pada era otonomi daerah dibandingkan sebelum otonomi daerah. Hal sebaliknya terjadi pada sektor industri. Diseluruh sektor, investasi mempunyai peran penting dalam menentukan penyerapan tenaga kerja. Bersama dengan produktivitas tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja, mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto secara positif, dan pada gilirannya mempengaruhi beberapa variabel pasar tenaga kerja. Priyarsono et al. (2008) menganalisis tentang peranan investasi di sektor pertanian dan agroindustri dalam penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan sistem neraca sosial ekonomi. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi untuk peningkatan output sektor pertanian memiliki dampak lebih besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar untuk sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman pangan (12.23%). Selanjutnya untuk agroindustri, penyerapan tenaga kerja terbesar berada pada sektor industri makanan, minuman dan
42 tembakau (8.67%). Penyerapan tenaga kerja untuk sektor lainnya terdapat pada sektor perdagangan (8.80%).
Penanaman modal pada sektor pertanian,
agroindustri, dan sektor produksi lainnya baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing memberi dampak positif bagi peningkatan produk domestik bruto dan pendapatan rumah tangga.
2.3.3. Makroekonomi Evilisna (2007) menganalisis dampak kebijakan ketenagakerjaan terhadap tingkat pengangguran dan perekonomian Indonesia pada era otonomi daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun upah minimum ditargetkan bagi buruh tanpa pengalaman dan nol masa kerja, dalam pelaksanaannya telah menyebabkan kenaikan upah rata-rata bagi buruh pada semua level, peningkatan pengangguran dan inflasi yang akhirnya menurunkan GDP.
Peningkatan
penyesuaian upah minimum, peningkatan kekuatan serikat pekerja dan peningkatan kasus pemogokan berpengaruh nyata terhadap investasi, penawaran agregat, pengangguran dan inflasi. Tambunan (2006) mengalisis tentang kondisi infrastruktur di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan dalam jangka panjang pembangunan infrastruktur harus berdasarkan pada, pemetaan kebutuhan infrastruktur yang telah disiapkan ditingkat regional yang terpadu dengan perencanaan pusat yang bersifat
top
down. Selanjutnya diperlukan pengembangan infrastruktur yang komprehensif, berkelanjutan, serta terintegrasi menjadi infrastruktur network yang bernilai ekonomis tinggi. Dari sisi pendanaan, perlu dilakukan mobilisasi modal domestik
43 dan luar negeri dengan membedakan investasi infrastruktur menurut kompleksitas masalah dan besaran dana yang dibutuhkan serta teknologi yang diperlukan. Siregar dan Sukwika (2007) menjelaskan bahwa kebijakan otonomi daerah meningkatkan penyerapan tenagakerja disektor pertanian dan jasa.
Disektor
industri, penyerapan tersebut menurun, sedangkan yang meningkat adalah produktivitasnya. Dampak otonomi daerah terhadap penyerapan tenagakerja lebih besar dibandingkan terhadap produktivitas. Akibatnya dampak otonomi daerah terhadap PDRB relatif lebih besar disektor pertanian dan sektor jasa dibandingkan sektor industri. Tabel 6 memperlihatkan secara singkat beberapa studi terdahulu mengenai migrasi yang berhubungan pasar kerja dan perekonomian. Tabel
No 1.
6.
Studi Terdahulu Perekonomian
Studi Empiris Dalam Negeri Sulistyaningsih (1997)
Mengenai
Topik Struktur Penyerapan Tenaga Kerja
Migrasi,
Pasar
Kerja
dan
Kekhususan Studi Menganalisis keterkaitan antara struktur ketenagakerjaan dan kinerja perekonomian Indonesia. Menganalisis tentang pola kuantitatif dari migran dan mover.
2.
Ananta, Evi dan Migrasi Riyana (1999)
3.
Safrida (1999)
Makroekonomi Menganalisis dampak kebijakan upah minimum dan makroekonomi dan Pasar terhadap perilaku pasar kerja dan Kerja indikator makroekonomi.
4.
Adriani (2000)
Pasar Kerja dan Migrasi
5.
Suprihadi (2002)
dampak kebijakan Pasar Kerja Menganalisis pemerintah terhadap keragaan pasar dan Migrasi kerja dan migrasi pada periode krisis dan sebelum krisis ekonomi di Indonesia.
6.
Siregar dan Sukwika (2003)
Membandingkan kinerja pasar tenaga Pasar Kerja kerja di sektor pertanian pada era dan Makroekonomi sebelum dan setelah otonomi daerah
Menganalisis pasar kerja berdasarkan usia produktif dan wilayah desa-kota.
44 Tabel 6. Lanjutan No
Studi Empiris
Topik
Kekhususan Studi dan pengaruhnya terhadap kondisi PDRB di Kabupaten Bogor.
7.
Desiar (2003)
Migrasi Internal
Menganalisis dampak migrasi terhadap pengangguran dan sektor informal di DKI Jakarta.
8.
Tarigan (2004)
Migrasi Internal
Mempelajari proses adaptasi migran sirkuler asal desa perkebunan di Cianjur yang bekerja di pabrik Gesper Tangerang, dan melihat proses adaptasi yang terjadi.
9.
Firdausy (2005)
Migrasi Internasional
Isu dan tantangan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja migran internasional di ASEAN
10.
Mahyuddin, Juanda dan Siregar (2006)
Pasar Kerja Menganalisis dampak Total Factor dan Productivity terhadap pasar kerja dan Makroekonomi pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan.
11.
Mahyuddin, Juanda dan Siregar (2006)
Pasar Kerja
Menganalisis distorsi pasar kerja yang difokuskan pada analisis kekakuan upah dan kelambanan respon permintaan tenaga kerja di Sulawesi Selatan
12.
Evilisna (2007)
Pasar Kerja dan Makro Ekonomi
Menganalisis kebijakan ketenagakerjaan terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia pada era otonomi daerah
13.
Makroekonomi Menganalisis kondisi infrastruktur di Indonesia.
14.
Tambunan (2006) Luar Negeri Clark (2000)
15.
Osaki (2003)
Migrasi dan Menganalisis tentang pengiriman uang oleh migran (remittances) yang Remittances
Kesempatan Kerja
Menganalisis tentang Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) statistik yang digunakan sebagai indikator kondisi ekonomi dan alat untuk mempertimbangkan implikasi kebijakan ekonomi, pasar kerja dan pengangguran.
45 Tabel 6. Lanjutan No
Studi Empiris
Topik
Kekhususan Studi memberi kontribusi pada pemerataan distribusi pendapatan rumah tangga yang anggota keluarganya menjadi migran internasional.
16.
Martin (2004)
Kebijakan Migrasi
Menganalisis mengenai kebijakankebijakan migrasi di dunia pada era globalisasi yang dapat dijadikan standar kebijakan oleh ILO.
17.
Carling (2004)
Remittances dan Pembangunan Ekonomi
Menganalisis landasan kebijakan untuk meningkatkan keuntungan dari remittances. Kemudian menghubungkan remittances dengan pembangunan ekonomi melalui konsumsi dan investasi.
18.
Wilson dan Bell (2004)
Model Migrasi
Membandingkan proyeksi populasi di Australia dan wilayah teritorialnya dengan menggunakan sepuluh model migrasi internal pada periode 20012051.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada cakupan penelitian yaitu mengkaji migrasi secara makro, dimana migrasi tidak hanya mempengaruhi pasar kerja tetapi juga mempengaruhi perekonomian masyarakat daerah asal migran dan daerah tujuan. Penelitian ini didisagregasi berdasarkan pulau-pulau besar di Indonesia agar terlihat secara eksplisit perilaku migrasi masing-masing pulau.
46 III. KERANGKA TEORI 3.1. Migrasi Penduduk Secara sederhana migrasi didefenisikan sebagai aktivitas perpindahan. Sedangkan secara formal, migrasi didefenisikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain yang melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian suatu negara. Bila melampaui batas negara maka disebut dengan migrasi internasional (migrasi internasional).
Sedangkan migrasi dalam negeri merupakan perpindahan
penduduk yang terjadi dalam batas wilayah suatu negara, baik antar daerah ataupun antar propinsi.
Pindahnya penduduk ke suatu daerah tujuan disebut
dengan migrasi masuk.
Sedangkan perpindahan penduduk keluar dari suatu
daerah disebut dengan migrasi keluar (Depnaker, 1995). Menurut BPS (1995) terdapat tiga jenis migran antar propinsi, yaitu : 1. Migran semasa hidup (life time migrant) adalah mereka yang pindah dari tempat lahir ke tempat tinggal sekarang, atau mereka yang tempat tinggalnya sekarang bukan di wilayah propinsi tempat kelahirannya. 2. Migran risen (recent migrant) adalah mereka yang pindah melewati batas propinsi dalan kurun waktu lima tahun terakhir sebelum pencacahan. 3. Migran total adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu pengumpulan data. Berdasarkan tiga jenis migran tersebut, maka jenis migran yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis migran semasa hidup (life time migrant).
47 3.1.1.
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Dalam keputusan
bermigrasi
selalu
terkandung
keinginan
untuk
memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu : 1. Faktor-faktor daerah asal 2. Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan 3. Rintangan antara 4. Faktor-faktor individual Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2 ( Lee, 1987):
- o+ - o+ - o
- o+ - o+ - o
+ - o+ - o+ - o+ - o o+ - o+ - o+ - o+ - o o+ - o+ - o+ - o
Daerah Asal
+ - o+ - o+ - o+ - o Rintangan Antara
+ - o+ - o+ - o+ - o o+ - o+ - o+ - o
Daerah Tujuan
Gambar 2. Faktor-faktor yang Terdapat di Daerah Asal dan Daerah Tujuan serta Rintangan Antara Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu ada pula faktor-faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi (faktor o). Diantara keempat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat
48 menentukan dalam pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu sendiri. Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi besarnya faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik, seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunyai faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas perumahan dan kondisi lingkungan yang kurang baik. Todaro (1998) menyatakan migrasi merupakan suatu proses yang sangat selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan demografi tertentu, maka pengaruhnya terhadap faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi dari masing-masing individu juga bervariasi. Variasi tersebut tidak hanya terdapat pada arus migrasi antar wilayah pada negara yang sama, tetapi juga pada migrasi antar negara. Beberapa faktor non ekonomis yang mempengaruhi keinginan seseorang melakukan migrasi adalah: 1. Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran untuk melepaskan dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi-organisasi sosial yang sebelumnya mengekang mereka. 2. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan bencana meteorologis, seperti banjir dan kekeringan.
49 3. Faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian yang kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk suatu tempat. 4. Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan keluarga besar yang berada pada tempat tujuan migrasi 5. Faktor-faktor komunikasi, termasuk kualitas seluruh sarana transportasi, sistem pendidikan yang cenderung berorientasi pada kehidupan kota dan dampak-dampak modernisasi yang ditimbulkan oleh media massa atau media elektronik. Teori Neoclasic Economic Macro menjelaskan bagaimana proses dan akibat dari perpindahan tenaga kerja yang berasal dari negara yang mengalami surplus tenaga kerja tetapi kekurangan kapital menuju negara yang kekurangan tenaga kerja, tetapi memiliki kapital yang berlimpah.
Teori ini kurang
memperhatikan bagaimana seseorang memutuskan untuk berpindah, sebab-sebab perpindahan, serta dengan cara apa ia berpindah. Teori ekonomi lainnya, yaitu teori Neoclasic Economic Micro, yang sebetulnya juga memperbincangkan soal pengambilan keputusan ditingkat individu migran, tetapi tidak mencoba menjelaskan persoalan, mengapa seseorang berpindah dengan cara tertentu, mengapa bukan dengan cara yang lain.
Teori ini hanya merekomendasikan
kepada para migran potensial itu, agar mempertimbangkan ‘cost and benefit’ dari setiap perpindahan ke daerah tujuan yang memiliki potensi lebih besar dibandingkan dengan daerah asal migran (Massey, 1993 ; dan Kuper and Kuper, 2000). Teori yang berasal dari perspektif demografi-ekonomi adalah teori Segmented Labour Market. Menurut teori ini, arus migrasi tenaga kerja dari suatu negara; ditentukan oleh adanya faktor permintaan (demand) pasar kerja, yang
50 lebih tinggi di negara lain. Dalam teori ini, faktor penarik yakni pasar kerja (pull factor) terhadap arus migrasi tenaga kerja, jauh lebih dominan jika dibandingkan dengan faktor penekan lain untuk berpindah (push factor) yang ada di daerah asal. Namun demikian, teori ini kurang memberikan penjelasan yang rinci di tingkat mikro, bagaimana seseorang akhirnya memutuskan untuk berpindah atau tetap tinggal di daerah asalnya.
3.1.2. Transisi Migrasi Perubahan komposisi penduduk dari suatu wilayah akan berpengaruh timbal balik dengan kemampuan ekonomi masyarakat wilayah tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masyarakat wilayah tersebut dapat saja pindah ke tempat lain, bila mereka mereka merasakan hal-hal yang mendorong mereka melakukan hal-hal itu seperti lowongan pekerjaan yang sangat menyempit dan sumberdaya alam yang semakin langka. Sebaliknya untuk alasan serupa, masyarakat dari wilayah lain dapat masuk ke wilayah tersebut. Skeldon (1990) mengembangkan tahap transisi migrasi menjadi tujuh tahap. Pertama, tahap masyarakat pratransisi (pretransitional society). Pada tahap ini sebagian besar migrasi yang terjadi merupakan migrasi non permanen, yang tidak bertujuan untuk menetap, tetapi migrasi ini tidak harus berlangsung dalam jangka pendek. Pada tahap ini dapat juga menjadi mobilitas permanen dalam bentuk kolonisasi atau pembukaan daerah-daerah pertanian baru. Kedua, tahap masyarakat transisi awal (early transitional society). Pada tahap ini terjadi percepatan migrasi non permanen ke daerah perkotaan, daerah perkebunan, atau daerah pertambangan.
Pada tahap ini terlihat juga adanya
51 migrasi penduduk dari suatu daerah perkotaan ke daerah perkotaan lain, dimana kota besar menjadi tujuan utama migrasi penduduk kota kecil dan menengah. Ketiga, tahap masyarakat transisi menengah (intermediate transitional society). Pada tahap ini terlihat adanya migrasi dari daerah yang berdekatan dengan kota besar. Migrasi daerah sekitar kota besar ini menyebabkan stagnasi pada daerah sekitar kota besar besar tersebut. Migrasi dari daerah pedesaan ke pedesaan menurun dan mobilitas dari perkotaan ke perkotaan terus meningkat, disertai pula dengan mobilitas penduduk perempuan. Keempat, tahap masyarakat transisi akhir (late transitional society). Pada tahap ini ditandai dengan munculnya megacity. Migrasi dari desa ke kota meningkat, dengan kota besar menjadi tujuan utama. Migrasi tidak lagi dari pedesaan ke kota kecil, kota menengah baru ke kota besar, tetapi dari pedesaan langsung ke kota besar, sehingga proporsi penduduk pedesaanpun menurun. Kelima, tahap masyarakat mulai maju (early advanced society). Pada tahap ini urbanisasi telah melampaui 50 persen dan mobilitas dari pedesaan ke perkotaan mulai menurun.
Mulai terjadi suburbanisasi dan dekonsentrasi
penduduk perkotaan. Bersamaan dengan gejala tersebut, mobilitas non permanen lebih meningkat. Keenam, tahap masyarakat maju lanjut (late advanced society).
Pada
tahap ini ditandai dengan terus terjadinya dekonsentrasi penduduk perkotaan. Penduduk perkotaan makin menyebar ke daerah perkotaan yang lebih kecil. Pada saat ini juga terjadi peningkatan arus masuk pekerja asing, terutama migran dari negara yang masih berada pada tahap ke empat. Arus ulang alik terjadi dengan pesat.
Semua arus migrasi ini dilakukan oleh penduduk laki-laki maupun
perempuan.
52 Ketujuh, tahap masyarakat maju super (super advanced society). Tahap ini banyak diwarnai oleh adanya teknologi tinggi, termasuk teknologi informasi. Pada tahap ini mobilitas permanen semakin berkurang dan mobilitan non permanen semakin meningkat.
Sistem transportasi diganti dengan sistem
komunikasi. Orang tidak perlu lagi pindah tempat untuk saling komunikasi. Berdasarkan tahap transisi yang diungkapkan oleh Skeldon tersebut, Indonesia saat ini masih berada pada tahap transisi keempat, yang terlihat dari semakin tingginya arus mobilitas penduduk ke kota-kota besar, khususnya kotakota besar di Pulau Jawa.
3.1.3. Karateristik Migran Karakteristik migran dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu karakteristik demografi, pendidikan dan ekonomi (Todaro, 1998). a. Karakteristik Demografi Para migran di negara berkembang umumnya terdiri dari pemuda yang berumur 15 hingga 24 tahun. Sedangkan migran wanita dapat dikelompokkan dalam dua tipe yaitu (1) migrasi wanita sebagai pengikut. Kelompok migran ini terdiri dari para istri dan anak-anak perempuan yang mengikuti migran utama yaitu laki-laki yang menjadi suami atau ayah mereka. (2) Migran wanita solo atau sendirian, yaitu para wanita yang melakukan migrasi tanpa disertai oleh siapapun. Tipe ini yang sekarang terus bertambah dengan pesat. b. Karakteristik Pendidikan Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara taraf pendidikan yang diselesaikan dengan kemungkinan atau dorongan personal untuk melakukan migrasi (propensity to migrate). Mereka yang bersekolah lebih
53 tinggi, kemungkinan untuk bermigrasi lebih besar. Kondisi ini disebabkan oleh perolehan kesempatan kerja sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan dan semakin kuat keinginan untuk melakukan migrasi. c. Karakteristik Ekonomi Selama beberapa tahun terakhir persentase terbesar para migran adalah mereka yang miskin, tidak memiliki tanah, tidak memiliki keahlian dan yang tidak memiliki kesempatan untuk maju di daerah asalnya. Para migran dari daerah pedesaan, baik laki-laki maupun perumpuan dengan segala status sosioekonomi (mayoritas berasal dari golongan miskin) sengaja pindah secara permanen untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan di daerah-daerah pedesaan.
3.1.4. Migrasi sebagai Investasi Human Capital Human capital (modal tenaga kerja) merupakan dana individu yang diinvestasikan untuk memperoleh keahlian, pengetahuan dan pengalaman. Investasi dalam human capital membutuhkan pengorbanan pada masa sekarang tetapi dapat meningkatkan aliran pendapatan pada masa yang akan datang. Sebagai pendekatan mikroekonomi, teori Economic Human Capital berasumsi bahwa seseorang akan memutuskan migrasi ke tempat lain, untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar di daerah tujuan, dan asumsi ini dianalogikan sebagai tindakan melakukan investasi sumber daya manusia. Menurut teori ini, investasi sumber daya manusia sama artinya dengan investasi di bidang usaha yang lain. Oleh karena itu jika seseorang telah memutuskan untuk berpindah ke tempat lain, berarti ia telah mengorbankan sejumlah pendapatan
54 yang seharusnya ia terima di tempat asalnya, dan akan menjadi opportunity cost untuk meraih sejumlah pendapatan yang lebih besar di tempat tujuan migrasi. Disamping opportunity cost untuk perpindahan semacam itu, individu tersebut juga mengeluarkan biaya langsung dalam bentuk biaya migrasi. Seluruh biaya tersebut (biaya langsung dan opportunity cost) tadi dianggap sebagai investasi dari seorang migran. Imbalannya adalah, adanya arus pendapatan yang lebih besar di tempat tujuan.
Teori keputusan pindah seperti ini kurang memperhatikan
pengaruh dari faktor-faktor struktur sosial, pranata sosial (seperti determinan yang mempengaruhi orang pindah atau tidak pindah) maupun faktor yang lain seperti perbedaan tingkat upah riil dan biaya hidup di tempat yang baru, serta pengaruh agregat dari lingkungan (keluarga atau kerabat) calon migran. Teori human capital juga meramalkan bahwa migrasi akan mengalir dari daerah-daerah yang relatif miskin ke daerah-daerah yang memiliki kesempatan kerja yang lebih baik. Hasil beberapa studi mengenai migrasi menyatakan bahwa faktor penarik kesempatan kerja yang lebih baik di daerah tujuan lebih kuat dibandingkan faktor pendorong dari daerah asal yang kesempatan kerjanya kecil (Ehrenberg dan Smith, 2003). McConnell dan Stanley (1995) menyatakan sebelum migran memutuskan untuk bermigrasi, maka mereka harus memikirkan bahwa banyak biaya yang akan dikeluarkan seperti biaya transportasi, tidak memperoleh pendapatan selama mereka pindah, biaya-biaya psikis dari keluarga dan teman-teman dan kehilangan benefit dari kedudukan yang lebih tinggi dan dana pensiun. Jika present value dari peningkatan pendapatan yang diharapkan melebihi biaya yang diinvestasikan, maka orang-orang memilih untuk pindah. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, maka orang tersebut akan menyimpulkan bahwa tidak ada manfaatnya untuk
55 melakukan migrasi, meskipun pendapatan potensial pada daerah tujuan lebih tinggi daripada pendapatan di daerah mereka tinggal saat ini. Ehrenberg dan Smith (2003) juga menyatakan bahwa migrasi mahal. Para pekerja harus menghabiskan waktu untuk mencari informasi mengenai pekerjaan yang lain, atau paling tidak pekerja tersebut harus mencari pekerjaan yang lebih efisien dari pekerjaan mereka sekarang. Selain itu, yang paling sulit bagi pekerja untuk migrasi adalah meninggalkan keluarga dan teman-teman mereka.
Saat
pekerjaan yang baru ditemukan, para pekerja akan berhadapan dengan masalah keuangan, psikis, dan biaya-biaya untuk pindah pada lingkungan yang baru. Singkatnya, para pekerja yang pindah pada pekerjaan yang baru menanggung biaya-biaya saat ini dan akan memperoleh utilitas yang tinggi pada masa yang akan datang.
Oleh karena itu teori human capital dapat digunakan untuk
menganalisis investasi mobilitas para pekerja. Seperti halnya McConnell dan Stanley (1995), Ehrenberg dan Smith menyatakan bahwa berdasarkan teori human capital, mobilitas pekerja merupakan investasi dimana biaya-biaya yang tanggung pekerja pada periode awal akan diperoleh kembali pada periode waktu yang akan datang.
Jika present value dari keuntungan yang diperoleh jika melakukan
mobilitas melebihi biaya, baik secara keuangan maupun psikis, maka para pekerja memutuskan untuk pindah.
Tetapi jika terjadi sebaliknya, maka pekerja
memutuskan untuk menolak pindah.
3.1.5. Beberapa Model Migrasi 3.1.5.1. Model Migrasi Todaro Todaro (1998) merumuskan suatu model migrasi yang dikenal dengan Expected Income Model of Rural-Urban Migration.
Model ini berawal dari
56 asumsi bahwa keputusan pertama untuk bermigrasi merupakan fenomena ekonomi yang menggambarkan tanggapan migran terhadap perbedaan pendapatan yang diharapkan didaerah tujuan. Oleh karena itu, keputusan seseorang untuk melakukan migrasi juga merupakan keputusan rasional yang didasarkan pada penghasilan yang diharapkan (expected income). Model dasar migrasi adalah: MIGt = f {PINCt, f(ΣWUt / (r+1)t, (ΣWRt / (r+1)t)), Zt, et} ………… (1) dimana : MIGt
: tingkat migrasi desa kota
PINCt
: peluang pendapatan seorang migran disektor pekerjaan modern di kota, dimana : PINCt =
AKT(1 − U t −1 ) ,0 < PINC t < 1 …………………………... U t −1
AKT
: tingkat pertumbuhan angkatan kerja di sektor modern di kota
Ut
: tingkat pengangguran dikota waktu t
(2)
(ΣWUt / (r+1)t : upah nyata di daerah tujuan pada tingkat discount tertentu pada waktu t (ΣWRt / (r+1)t : upah nyata di daerah asal pada tingkat discount tertentu pada waktu t Zt
: faktor lain
et
: error term. Asumsi dasar dari model ini adalah para migran selalu mempertimbangkan
dan membandingkan pasar kerja di daerah asal dan daerah tujuan. Apabila pasar kerja di daerah tujuan lebih besar dari daerah asal dan kemungkinan mendapatkan keuntungan yang lebih besar di daerah tujuan maka keputusannya adalah melakukan migrasi.
57 Model migrasi Todaro menyatakan juga bahwa keputusan migrasi tidak hanya ditentukan oleh berapa upah yang diterima seandainya migrasi dilakukan, tetapi memperhitungkan juga berapa besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian upah yang besar belum tentu menarik pekerja untuk bermigrasi, sebaliknya upah yang relatif rendah akan cukup menarik calon migran jika peluang untuk mendapatkan pekerjaan relatif besar (Todaro, 1998).
3.1.5.2. Model Migrasi Skedul Model migrasi skedul dikembangkan oleh Rogers.
Rogers (1984)
menemukan adanya keteraturan yang menonjol dalam skedul empiris tentang angka migrasi menurut umur yaitu pengelompokan tingkat migrasi berkenaan dengan umur. Penduduk muda yang berusia sekitar dua puluh tahun, biasanya menunjukkan angka migrasi yang paling tinggi dan umur remaja belia yang paling rendah. Angka migrasi anak-anak biasanya mencerminkan angka migrasi orang tua mereka, maka angka migrasi bayi melebihi angka migrasi anak-anak remaja. Model migrasi skedul yang dirumuskan oleh Rogers (1984) adalah: MIG(x) = a1 exp (-α1x) + a2 exp {-α2 (x - µ2) – [-λ2 (x - µ2)]} + a3 exp {-α3 (x - µ3) – [-λ3 (x - µ3)]}+ c …………………... (3) dimana : MIG
= jumlah migrasi pada usia x
α1
= tingkat penurunan dari komponen umur pra angkatan kerja
α2
= tingkat penurunan dari komponen umur angkatan kerja
α3
= tingkat penurunan dari komponen umur pasca angkatan kerja
λ2
= tingkat peningkatan dari komponen umur angkatan kerja
λ3
= tingkat peningkatan dari komponen umur pasca angkatan kerja
µ2
= usia rata-rata angkatan kerja
58 µ3
= usia rata-rata pasca angkatan kerja
c
= konstanta
x
= usia migran, x = 0,1, 2, …………….z Model ini menunjukkan bahwa pada usia anak-anak, mereka melakukan
migrasi keluar karena ikut orang tua mereka. Sehingga pada awalnya rata-rata migran usia anak-anak ini tinggi, tetapi kemudian terus menurun ketika usia bertambah. Ketika mereka beranjak dewasa, mereka tidak lagi tergantung pada orang tuanya. Orang tuanya boleh pergi atau tinggal. Pada saat usia dewasa, ratarata migran pada usia ini meningkat lagi. Umumnya mereka migrasi karena sekolah atau cari kerja, puncaknya pada saat usia migran sekitar 20-24 tahun. Ketika mereka tua, mereka lebih senang melakukan migrasi keluar dan menemukan tempat yang tepat untuk menghabiskan masa tua mereka. Maka, diharapkan adanya puncak kedua, walaupun lebih rendah dari puncak pertama, pada usia tua. Kemudian para migran akan menetap selamanya.
3.1.5.3. Model Migrasi Dreher dan Poutvaara Ketika memilih dimana harus menetap dan bekerja, maka migran akan membandingkan konsumsi utama dan aspek-aspek lain yang membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Berdasarkan model migrasi Pedersen (2004),
expected utility seorang individu k untuk negara j pada tahun t adalah Uijkt = U (S ijkt , D ijkt , X ikt , X jkt ) …………………………………… (4) Dimana S ijkt adalah vektor dari karakteristik yang mempengaruhi utilitas individu k untuk tinggal di negara j pada tahun t. Tetapi individu tersebut masih tinggal di negara i pada tahun t-1. Vektor D merupakan biaya migrasi. Contoh, biaya migrasi cenderung lebih tinggi jika negara asal merupakan negara land locked,
59 misalnya negara-negara yang hubungan daratnya kurang baik, sehingga mengharuskan mereka untuk menggunakan transportasi laut atau udara. Analisis Dreher dan Poutvaara (2005) mengenai aliran migran ke Amerika Serikat, jarak dari negara asal merupakan biaya migrasi. Vektor X merupakan faktor penarik dan pendorong dari migrasi yaitu pendapatan (GDP) perkapita penduduk antara negara asal dan negara tujuan. Dalam beberapa spesifikasi, yang termasuk dalam vektor X adalah pertumbuhan ekonomi dan pengangguran di negara tujuan. Dreher dan Poutvaara mengasumsikan utilitas individu berbentuk linier dan memasukkan error term ε, sehingga fungsi utilitas menjadi : Uijkt = α1 Sijkt + α2 Dijkt + α3 Xikt + α4 Xjkt + εijkt ……………………
(5)
dimana α1, α2, α3, α4 adalah parameter estimasi. Ketika memilih untuk migrasi, individu akan memilih negara j yang menghasilkan ekspektasi utilitas terbaik. Berdasarkan fungsi utilitas tersebut, maka diturunkan model migrasi dari negara asal ke sembilan negara OECD, yaitu : MIGijkt = β1Sijkt + β2 Dijkt + β3Xikt + β4 Xjkt + μijkt ……………………... (6) dimana MIG adalah jumlah migran, β adalah parameter estimasi dan μ adalah error term. Secara spesifik migrasi ke Amerika Serikat adalah: MIGiUSAkt = γ1SiUSAkt + γ2 DiUSAkt + γ3Xikt + γ4 XUSAkt + υiUSAkt ……..... (7) Dengan menambahkan variabel lag migrasi dalam persamaan tersebut, maka persamaan (7) menjadi : MIGiUSAkt = γ1SiUSAkt + γ2 DiUSAkt + γ3Xikt + γ4 XUSAkt + γ5 MIGiUSAkt-1 + υiUSAkt ……..................................................................... (8)
60 Berdasarkan model-model migrasi tersebut, maka model migrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model migrasi yang dimodifikasi antara model migrasi Todaro (1998) dan model migrasi Dreher dan Poutvaara (2005).
3.2. Pasar Kerja 3.2.1. Angkatan Kerja Tenaga kerja (man power) merupakan bagian dari penduduk pada kelompok umur tertentu yang diikutsertakan dalam proses ekonomi (Bellante dan Jackson, 1983).
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah dan mengurus rumahtangga. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Tujuan pemilihan batas umur adalah agar defenisi yang diberikan dapat menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga berbeda.
Batasan umur yang
digunakan di Indonesia saat ini adalah 10 tahun ke atas (Arfida, 2003). Tenaga kerja adalah modal bagi bergeraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Secara umum pengukuran ketenagakerjaan dapat didekati dengan dua cara, yaitu : (1) gainful worker approach dan (2) labour force apppoach. Dalam gainful worker approach, seseorang yang dikategorikan tenaga kerja akan ditanyakan kegiatan yang biasa dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Seseorang yang biasanya sekolah, tetapi saat survey sedang mencari pekerjaan, maka gainful worker approach akan dimasukkan dalam kategori sekolah Maka informasi mengenai pengangguran banyak yang hilang (Mantra, 1995).
61 Konsep angkatan kerja yang digunakan di Indonesia dalam pengumpulan data ketenagakerjaan adalah labor force apppoach yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja (tenaga kerja) dan penduduk bukan usia kerja (bukan tenaga kerja). Selanjutnya penduduk penduduk usia kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukan, yaitu kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (BPS, 1998). Berkaitan dengan konsep tersebut, penduduk yang digolongkan pada kelompok angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yaitu 15 tahun ke atas yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Penduduk yang digolongkan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lain. Tabel 7 menunjukkan perkembangan jumlah penduduk, penduduk usia kerja, angkatan kerja dan bukan angkatan kerja tahun 2000-2005. Tabel 7. Perkembangan Jumlah Penduduk, Penduduk Usia Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2000-2005 (Juta Orang) No
Uraian
Tahun 2000
2001
2002
2003
2004
2005
1.
Penduduk
205.3
208.9
212.0
215.2
217.7
219.21
2.
Penduduk Usia Kerja
141.2
144.0
148.4
152.6
153.9
155.55
3.
Angkatan Kerja
95.7
98.8
100.8
102.9
104.0
105.8
4.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
67.8
68.6
67.9
67.9
67.5
68.01
5.
Bekerja
89.8
90.8
91.6
92.8
93.7
94.95
6.
Bukan Angkatan Kerja
45.5
45.2
48.3
52.3
50.0
49.75
7.
Penganggur Terbuka
5.8
8.0
8.9
9.5
10.3
11.11
Sumber : Badan Pusat Statistik
62 Tabel 7 memperlihatkan tahun 2005 di Indonesia terdapat 155.6 juta penduduk usia kerja, sekitar 60.8 persen berada di pulau Jawa. Pada tahun yang sama Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 68.01 persen, artinya terjadi peningkatan dari tahun 2004.
Peningkatan TPAK disebabkan oleh
semakin tingginya jumlah penduduk yang tergolong pada usia kerja yang masuk kedalam golongan angkatan kerja (BPS, 2006).
3.2.2. Kesempatan Kerja Secara agregat jumlah orang yang bekerja yang dimuat dalam publikasi Badan Pusat Statistik, sering digunakan sebagai petunjuk tentang luasnya kesempatan kerja. Dalam pengkajian ketenagakerjaan, kesempatan kerja sering dijadikan acuan sebagai permintaan tenaga kerja (Arfida, 2003). Kesempatan kerja atau permintaan tenaga kerja merupakan banyaknya orang yang bekerja pada berbagai sektor perekonomian, baik sektor pertanian, industri maupun jasa. Permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand), artinya permintaan tenaga kerja oleh suatu perusahaan tergantung pada permintaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut (Bellante dan Jackson, 1983). Fungsi permintaan tenaga kerja berdasarkan teori neoklasik, dimana pada ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker).
Pada kondisi ini untuk memaksimumkan keuntungan,
pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah pekerja yang dapat digunakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada (Simanjuntak, 1998):
63 1. Perkiraan tambahan hasil (output) yang diperoleh sehubungan dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau Marginal Physical Product dari pekerja (MPPL). 2. Perhitungan jumlah penerimaan yang diperoleh dengan tambahan hasil tersebut.
Jumlah penerimaan ini dinamakan penerimaan marjinal atau
Marginal Revenue (MR). Maka, MR sama dengan nilai dari MPPL, yaitu MPPL dikali dengan harga produk (P) per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL . P, dimana VMPPL adalah Value Marginal Physical Product of Labor. 3. Pengusaha akan membandingkan MR dengan biaya mempekerjakan tambahan seorang pekerja.
Jumlah biaya yang diperlukan untuk mempekerjakan
tambahan seorang karyawan adalah upah (W).
Jika MR > W, maka
mempekerjakan seorang pekerja akan menambah keuntungan, karena pengusaha akan terus menambah jumlah pekerja selama MR>W. Menurut Dornbusch dan Fisher (1997), perusahaan akan menggunakan tenaga kerja tambahan selama produk marjinal tenaga kerja (Marginal Product of Labor atau MPL) melebihi biaya tenaga kerja tambahan. Biaya tenaga kerja tambahan ditentukan oleh tingkat upah riil. Upah riil mengukur jumlah output riil yang harus dibayar perusahaan kepada setiap pekerja. Jika dengan mengupah seorang tenaga kerja lagi akan menghasilkan output sebesar MPL dan biaya perusahaan atas upah riil, maka perusahaan akan mengupah tenaga kerja tambahan selama MPL melebihi upah riil Skedul dengan kemiringan yang menurun pada Gambar 3 merupakan skedul permintaan tenaga kerja, yang merupakan skedul MPL, perusahaan akan mengupah tenaga kerja hingga titik dimana MPL sama dengan upah riil. Skedul MPL memperlihatkan kontribusi kesempatan kerja tambahan terhadap output.
64
Produk Marginal TK (MPL)
W/P
(W/P)0 MPL2
(W/P)0
L2
L0
MPL
L1
L
Kesempatan Kerja
Gambar 3. Pilihan Kesempatan Kerja yang Optimal untuk Upah Riil Tertentu Gambar 3 memperlihatkan jika perusahaan menggunakan tenaga kerja L1, dan upah riil adalah (w/P)0, dimana w adalah upah nominal dan P adalah harga output.
Pada tingkat kesempatan kerja L1, perusahaan menggunakan banyak
tenaga kerja karena upah riil melebihi MPL pada tingkat kesempatan kerja tersebut.
Jika perusahaan harus mengurangi jumlah tenaga kerja yang
digunakannya, maka penurunan kesempatan kerja ini akan mengurangi output sebesar MPL, sehingga akan mengurangi penerimaan perusahaan tersebut. Pada sisi lain pengurangan tenaga kerja akan menurunkan biaya upah tenaga kerja. Pada tingkat upah riil (w/P)0, penurunan kesempatan kerja perunit akan menurunkan biaya upah nominal.
Maka keuntungan bersih dari penurunan
kesempatan kerja sama dengan kelebihan vertikal dari upah riil terhadap MPL. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa pada tingkat kesempatan kerja L1, kelebihan upah riil tersebut cukup besar, sehingga perusahaan harus mengurangi
65 jumlah kesempatan kerja hingga mencapai L0. Pada titik tersebut biaya tenaga kerja tambahan mengimbangi keuntungan dalam bentuk kenaikan output (Dornbusch dan Fischer ,1997). Pada tingkat kesempatan kerja L2, kontribusi kesempatan kerja terhadap output MPL2 melebihi biaya upah riil tambahan, maka sangat bermanfaat jika kesempatan kerja ditambah. Pada upah riil (w/P)0, keuntungan perusahaan akan maksimum jika kesempatan kerjanya adalah L0. Posisi kesempatan kerja yang optimal dari perusahaan tersebut diwujudkan jika MPL (L) sama dengan upah riil: MPL(L) =
W ………………………………………………..…… (12) P
3.2.3. Upah
Teori neoklasik menganggap bahwa upah tenaga kerja ditentukan oleh permintaan tenaga kerja, yang diwakili oleh nilai produk fisik marjinal. Analisis neoklasik, terutama yang dikemukakan oleh Alfred Marshall, memandang upah ditentukan oleh interaksi permintaan (utilitas) dan penawaran (biaya produksi) tenaga kerja. Suatu kesimpulan penting dari teori neoklasik adalah ekonomi berada pada keseimbangan jika berada pada penggunaan tenaga kerja penuh. Penganut paham neoklasik tidak percaya akan adanya pengangguran, mereka menganggap bahwa pengangguran sebagai gejala ketidakseimbangan (Bellante dan Jackson, 1990). Teori Keynes tentang keseimbangan pengangguran adalah konsep upah ketat dan tidak fleksibel. Menurut Keynes, upah tidak dapat bereaksi terhadap kelebihan penawaran tenaga kerja, yang berpengaruh adalah tingkat upah yang ada menjadi suatu variabel eksogen (tertentu).
Perlakuan tingkat upah
66 sebagaimana ditentukan diluar sistem ekonomi makro membuka jalan bagi perkembangan dan penerimaan dari teori nonekonomi tentang penentuan upah. Teori-teori ini berkisar antara paham institusionalis hingga pendekatan yang bercorak adu untung. Kedua pendekatan ini memandang penentuan upah sebagai persoalan yang menyangkut kekuatan relatif serikat pekerja dan manajemen. Sangat ditekankan pada struktur penawaran (bargaining) kolektif.
Teori
penawaran ini memperlakukan proses penentuan upah sebagai suatu keterkucilan dari kekuatan pada pasar kerja (Bellante dan Jackson, 1990). Pengertian upah di Indonesia berdasarkan pasal 1 angka 30 UndangUndang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Khakim, 2006). Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan dan bahkan jika tidak profesional dalam menangani masalah pengupahan, maka sering berpotensi timbulnya perselisihan dan mendorong timbulnya unjuk rasa. Penanganan pengupahan tidak hanya menyangkut aspek teknis dan aspek ekonomis saja, tetapi juga aspek hukum (Khakim, 2006). Aspek teknis pengupahan meliputi perhitungan dan pembayaran upah, serta proses upah ditetapkan.
Mulai dari penetapan upah minimum propinsi
(UMP), upah minimum sektoral propinsi (UMSP), upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral kabupaten.kota (UMSK), dan upah sundulan. Aspek ekonomis pengupahan lebih melihat pada kondisi ekonomi secara makro
67 dan mikro, yang secara operasional mempertimbangkan kemampuan perusahaan pada saat nilai upah akan ditetapkan. Bagi perusahaan, upah merupakan biaya produksi sehingga kenaikan upah minimum mendorong produktivitas kerja pekerja dan tidak terlalu membebani perusahaan.
Aspek hukum pengupahan
meliputi proses dan kewenangan penetapan upah, pelaksanaan upah, perhitungan dan pembayaran upah, serta pengawasan pelaksanaan ketentuan upah. Jika ditinjau dari perspektif pekerja/buruh, upah merupakan hak yang sangat mendasar bagi mereka, sehingga upah harus mendapat perlindungan secara memadai dari pemerintah. Upah merupakan motivasi pekerja dalam mencapai peningkatan kesejahteraan. Oleh karena pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam proses produksi, maka selayaknya mereka memperoleh imbalan upah yang memadai. Harapan pekerja upah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, yang meliputi pangan, sandang, papan, air, udara, bahan bakar pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, sarana komunikasi dan transportasi. Berdasarkan perspektif pengusaha, upah adalah pengeluaran perusahaan untuk kesejahteraan pekerja yang merupakan bagian biaya produk yang dihasilkan, yang akhirnya akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.
Anggaran untuk biaya tenaga kerja berasal dari penerimaan
perusahaan sehingga anggaran untuk biaya tenaga kerja sangat bergantung pada kelancaran penerimaan perusahaan.
Oleh karena itu berdasarkan pandangan
pengusaha pembayaran upah yang tinggi dapat dilakukan tetapi harus seimbang dengan produktivitas pekerja. Pada era 1970-1980-an, pemerintah Indonesia tidak campur tangan dalam penetapan upah, tetapi kenyataan yang dihadapi adalah posisi tawar-menawar (bargaining position) pekerja di Indonesia masih sangat rendah, sehingga
68 pengusaha selalu menekan pekerja dengan upah yang sangat rendah. Oleh karena itu pemerintah mengubah kebijakan ketenagakerjaan, terutama menyangkut upah (Khakim, 2006). Berbagai kebijakan mengenai upah telah ditempuh oleh pemerintah dalam memberi perlindungan kepada pekerja/buruh.
Kebijakan upah minimum
merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah karena adanya tekanan dari dalam dan luar negeri. Tekanan-tekanan tersebut timbul akibat dari kondisi perburuhan di negara Indonesia. Secara teknis dasar hukum pengaturan upah minimum adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VII/2005 (Khakim, 2006). Pengertian upah minimum menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Tunjangan-tunjangan yang bersifat tidak tetap tidak termasuk dalam upah minimum. Berdasarkan kebijakan tersebut, beberapa hal yang dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum adalah: 1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) 2. Indeks Harga Konsumen (IHK) 3. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan 4. Upah yang umumnya berlaku didaerah tertentu dan antar daerah 5. Kondisi pasar kerja 6. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.
69 Kebijakan upah minimum secara normatif merupakan jaring pengaman (safety net) bagi pekerja/buruh yang masih menerima upah dibawah ketentuan upah minimum.
Tetapi sebagian pihak berpendapat bahwa kebijakan upah
minimum sampai saat ini belum berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan pekerja/buruh.
Apalagi dalam situasi krisis ekonomi
yang membuat pemenuhan kebutuhan hidup semakin berat. Dalam situasi ini, pengusaha juga menjustifikasi sebagai beban dunia usaha yang semakin berat. Akibatnya pengusaha terpaksa melakukan restrukturisasi manajeman perusahaan, yang salah satunya berimplikasi terhadap pengurangan tenaga kerja.
3.2.4. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan yang paling berat. Lucas dalam Romer (1996) menyatakan bahwa pengangguran disebabkan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha. Pekerja membuat kesalahan mengenai upah riil dan melepas pekerjaannya atau menolak pekerjaan yang ditawarkan karena upah yang terlalu rendah.
Pengusaha juga membuat kesalahan tentang permintaan dan
kadang-kadang memproduksi dalam jumlah yang terlalu kecil dan sedikit mempekerjakan pekerja.
Oleh karena
manusia merupakan makhluk yang
rasional, yang melihat ke depan dalam membuat pengharapan, kesalahan akan diperbaiki dengan segera dan pengangguran akan hilang. Pengangguran terjadi akibat dari kurangnya permintaan tenaga kerja dalam perekonomian dibandingkan jumlah pekerja yang menawarkan tenaga kerjanya, pada tingkat upah dan harga yang sedang berlaku. Meskipun demikian, terbuka kemungkinan bagi tingkat permintaan keseluruhannya mencapai taraf cukup
70 tinggi untuk memberikan kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja, tetapi bagi sejumlah besar pekerja berada dalam keadaan menganggur. Para pekerja ini dapat digolongkan sebagai penganggur yang bersifat friksional maupun struktural (Bellante dan Jackson, 1990). Pengangguran friksional merupakan pengangguran yang disebabkan oleh adanya ketidaklancaran dalam proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja. Penyebab dari ketidaklancaran ini adalah karena tempat dan waktu. Pengangguran struktural terjadi akibat perubahan dominasi peranan ekonomi setiap sektor dalam kegiatan produksi maupun dalam pemberian kesempatan kerja. Banyak aspek pekerjaan yang mempunyai tuntutan atau persyaratan yang belum tentu dapat dipenuhi oleh penawaran tenaga kerja dari sektor atau subsektor lain (Arfida, 2003). Pengangguran dapat juga disebabkan oleh kurangnya permintaan agregat. Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk diadakannya kegiatan investasi.
Pengeluaran investasi memberikan peluang untuk tumbuhnya
kesempatan kerja. Bila permintaan terhadap barang dan jasa lesu, maka akan menimbulkan kelesuan pada permintaan tenaga kerja, yang dapat mengakibatkan terjadinya pengangguran.
Kurangnya permintaan agregat disini merupakan
kondisi dalam jangka panjang.
Profil yang perlu diketahui adalah tempat
terjadinya pengangguran menurut sektor ekonomi, baik disektor pertanian maupun manufaktur, distribusi menurut pendidikan, jenis jabatan dan pekerjaan yang diminati, umur, dan jenis kelamin (Arfida, 2003) Pengangguran merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia yang tidak pernah surut.
Para penganggur akan menjadi kelompok yang
terpinggirkan, yang secara alamiah akan terbentuk McGee sebagai proto
71 proletariat, atau massa apung/proletriat perkotaan yang sangat berpotensi
sebagai pengganggu stabilitas negara.
Beberapa faktor penyebab masalah
pengangguran di Indonesia adalah (Depnakertrans, 2004): 1. Orientasi kebijakan pembangunan ekonomi. Sistem ekonomi konglomerasi yang dijadikan sebagai engine of growth oleh Indonesia selama rezim orde baru sangat bertumpu dan mengandalkan aspek pertumbuhan. Pada saat itu perusahaan perusahaan besar tumbuh dengan pesat dan memperoleh privilege (hak istimewa) dari pemerintah. Akibatnya faktor kesempatan kerja penuh terabaikan, sehingga pengangguran semakin meningkat. 2. Kebijakan pengembangan sumberdaya manusia.
Rendahnya perhatian
pemerintah pada bidang pendidikan terlihat dari persentase pengeluaran pemerintah pada bidang tersebut. Pada sisi lain, pendidikan non formal atau pelatihan sebagai cara untuk mempersiapkan tenaga kerja siap pakai juga belum berjalan sesuai keinginan. Lembaga-lembaga pelatihan yang dikelola Depnakertrans belum mampu mengimbangi syarat-syarat edukasi yang diminta pihak pengusaha. 3. Daya saing industri. Asumsinya, bila industri memiliki daya saing yang kuat, maka industri akan maju, dan kesempatan kerja akan tercipta, dan pengangguran akan tertekan serendah mungkin. Demikian pula sebaliknya. Namun demikian, daya saing industri di Indonesia masih tergolong rendah, hanya beberapa golongan industri yang memiliki daya saing tinggi, seperti industri makanan, pengolahan tembakau, industri kayu, industri perabot dan kelengkapan rumah tangga, pulp dan kertas dan industri elektronik. Sementara industri tekstil dan pakaian jadi memiliki daya saing sedang, sedangkan industri kulit dan alas kaki memiliki daya saing rendah.
72 4. Globalisasi.
Pada aspek ketenagakerjaan, aspek turunan dari globalisasi
adalah persaingan bebas yang terjadi di dalam dan luar negeri. Pergerakan tenaga kerja dari satu negara ke negara lain semakin bebas, sehingga menjadi suatu tekanan bagi tenaga kerja yang tidak dapat bersaing. Pada sisi lain, bagi Indonesia dengan kondisi berlebihan tenaga kerja dan negara pengirim tenaga kerja ke luar negeri, globalisasi merupakan kesempatan untuk mengurangi penekanan dari tingginya jumlah pengangguran dan pekerja migran yang datang dari luar negeri.
3.3. Variabel Makroekonomi 3.3.1. Pendapatan Nasional
Gross Domestic Product (GDP) mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Ada dua cara untuk melihat statistik ini yaitu melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang di dalam perekonomian dan GDP sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa dalam perekonomian (Mankiw, 2003). Berdasarkan GDP sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa dalam perekonomian, maka GDP dibagi menjadi empat kelompok pengeluaran, yaitu: konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih, maka: GDP = CON + INV + GEX + NX …………………………......
(13)
GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih. Konsumsi (CON) adalah seluruh barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Investasi (INV) adalah barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa yang akan datang. Pengeluaran pemerintah (GEX) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat dan daerah. Ekspor netto (NX) adalah nilai barang
73 dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.
3.3.2. Konsumsi
Keputusan konsumsi sangat penting dalam menentukan permintaan agregat. Konsumsi merupakan duapertiga dari GDP, sehingga fluktuasi konsumsi merupakan elemen penting dari booming dan resesi ekonomi. Teori konsumsi yang diajukan oleh Keynes merupakan salah satu teori yang menjadi dasar teori ekonomi makro. Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan yang penting. Estimasi ini berlawanan dengan teori klasik yang menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi akan mendorong seseorang untuk menabung dan menghambat konsumsi. Fungsi konsumsi Keynes adalah sebagai berikut (Mankiw, 2003): CON = a + b DIC ;
a > 0 dan 0< b < 1 ……………..…… (14)
dimana : CON = konsumsi DIC
= pendapatan disposibel
a
= konstanta
b
= kecenderungan mengkonsumsi marjinal. Fungsi konsumsi ini menunjukkan kecenderungan mengkonsumsi marjinal
(perubahan jumlah yang dikonsumsi pada setiap perubahan pendapatan = ΔCON/ΔDIC) adalah antara nol dan satu, sehingga pendapatan yang tinggi akan
menyebabkan konsumsi meningkat dan tabungan juga meningkat. Artinya, ketika seseorang menerima pendapatan ekstra, maka sebagian dari pendapatan tersebut akan dikonsumsi dan sebagian akan ditabung.
74 3.3.3. Investasi
Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah.
Ketika
pengeluaran barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan turunnya pengeluaran investasi.
Perilaku investasi
didasarkan dengan asumsi bahwa investor akan berperilaku memaksimumkan nilai kini (present value) dari manfaat finansial dari kegiatan investasi yang tersedia.
Pengeluaran investasi sangat tergantung pada tingkat suku bunga,
dimana I = I(r). Tingkat investasi yang diinginkan atau direncanakan akan meningkat jika tingkat suku bunga turun. Kondisi ini disebabkan oleh tingkat bunga yang rendah menurunkan biaya modal, maka untuk memiliki barangbarang modal menjadi menguntungkan (Mankiw, 2003). Sumber biaya investasi di Indonesia terdiri atas investasi pemerintah, investasi swasta domestik (PMDN), investasi swasta asing (PMA) dan investasi masyarakat (non-fasilitas).
Pengeluaran investasi pemerintah secara langsung
dipengaruhi oleh penerimaan pemerintah. Penerimaan pemerintah diutamakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah yang mencakup konsumsi pemerintah dan pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri. Oleh karena itu pembiayaan defisit anggaran pemerintah merupakam pembiayaan investasi pemerintah. Penerimaan pemerintah bersumber dari ekspor migas, pajak dan pinjaman luar negeri Investasi swasta asing merupakan sumber pembiayaan investasi dibanyak negara berkembang. Kondisi ini terutama disebabkan karena pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemampuan menabung masih rendah. Sehingga sumber investasi asing menjadi alternatif yang tersedia untuk memenuhi target investasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengalirnya investasi asing
75 dari negara asal ke negara tujuan, antara lain ketersediaan bahan baku, besarnya pasar (market size), harga bahan baku termasuk upah, suku bunga, dan nilai tukar. Dalam meningkatkan investasi dalam negeri, bank memiliki peran penting dalam mengalokasikan sumber dana, dimana bank bertindak sebagai perantara antara orang-orang yang ingin menabung dan orang-orang yang memiliki proyek investasi yang menguntungkan tetapi memerlukan dana (Mankiw, 2003). Berdasarkan
pemikiran
tersebut,
perilaku
investasi
di
Indonesia
dirumuskan sebagai berikut : INV = f ( SB, NTK, GDP, UMR) ………………………………..
(15)
dimana: INV
= total investasi
SB
= suku bunga
NTK = nilai tukar GDP = pendapatan nasional UMR = upah minimum
3.3.4. Pengeluaran Pemerintah
Pada dasarnya setiap pengeluaran negara dilakukan atas landasan prinsip optimalisasi pemanfaatan dana untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan. Pengeluaran pemerintah harus mampu mencapai beberapa sasaran, seperti peningkatan produktivitas kerja aparatur pemerintah, perluasan jangkauan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan serta terpeliharanya berbagai aset negara dan hasilhasil pembangunan. Pengeluaran pemerintah (Government Expenditure) adalah pengeluaran oleh pemerintah untuk membeli barang dan jasa. Sebagian dari pengeluaran
76 pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintahan atau pengeluaran rutin dan sebagian lainnya untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan atau pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, angsuran pinjaman/hutang dan bunga, ganjaran subsidi dan sumbangan pada daerah, pensiun dan bantuan, pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tak terduga. Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai proses perubahan, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah yang ingin dicapai. Umumnya biaya pembangunan tersebut diprogramkan dalam Daftar Isian Proyek (DIP).
Pengeluaran pembangunan semuanya
diprogramkan dalam berbagai proyek di setiap sektor dan sub sektor. Pengeluaran pembangunan tersebut dialokasikan ke berbagai sektor sesuai dengan urutan prioritas dan kebijakan pembangunan (Pakasi, 2005). Berdasarkan sektoral, pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai proyek disetiap sektor yang terdiri dari: sektor industri, pertanian dan kehutanan, sumberdaya air dan irigasi, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan dan energi, pariwisata, kependudukan, pendidikan, agama, hukum dan lainnya. Berdasarkan Realisasi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2003, pengeluaran pemerintah bersumber dari penerimaan pemerintah yang terdiri dari: 1. Penerimaan Pajak diperoleh dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri terdiri dari: pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah
77 dan bangunan, cukai dan pajak lainnya.
Sedangkan pajak perdagangan
internasional terdiri dari: bea masuk dan pajak ekspor. 2. Penerimaan bukan pajak terdiri dari: penerimaan sumberdaya alam, bagian laba BUMN, hibah dan penerimaan bukan pajak lainnya.
3.3.5. Ekspor Bersih
Pada perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara dalam satu tahun tidak perlu sama dengan yang mereka hasilkan dari memproduksi barang dan jasa. Suatu negara dapat melakukan pengeluaran yang lebih banyak daripada memproduksinya dengan meminjam dari luar negeri, atau dapat melakukan pengeluaran yang lebih sedikit dari produksinya dan memberi pinjaman kepada negara lain. Ekspor bersih memperhitungkan perdagangan dengan negara lain. Ekspor bersih adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain (Mankiw, 2003). Pengeluaran output dalam perekonomian terbuka terdiri atas empat komponen yaitu: konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor atas barang dan jasa domestik. Tiga komponen pertama adalah pengeluaran domestik untuk barang dan jasa domestik. Komponen keempat (EX) adalah pengeluaran luar negeri untuk barang dan jasa dometik. Jumlah pengeluaran domestik untuk barang dan jasa luar negeri adalah pengeluaran untuk impor (IM).
Dengan
demikian ekspor bersih adalah: NX = GDP – ( CON + INV + GEX ) ………………………………. (16) Persamaan ini menunjukkan bahwa ekspor bersih adalah pengurangan antara output dan pengeluaran domestik. Jika output melebihi pengeluaran domestik, maka ekspor bersih adalah positif. Artinya kita mengekspor perbedaan tersebut.
78 Jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, kita mengimpor perbedaan tersebut, dan ekspor bersih adalah negatif (Mankiw, 2003).
3.4. Hubungan antara Migrasi, Pasar Kerja dan Variabel Makroekonomi
Migrasi merupakan perubahan tempat tinggal seseorang baik secara permanen maupun semi permanen, dan tidak ada batasan jarak bagi perubahan tempat tinggal tersebut (Lee, 1991). Proses migrasi internal dan internasional terjadi sebagai suatu reaksi dari berbagai perbedaan antara daerah asal dan daerah tujuan. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial dan lingkungan baik pada level individu maupun komunitas. Beberapa studi migrasi mengindikasikan bahwa migrasi terjadi terutama disebabkan oleh alasan ekonomi, yaitu untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih tinggi. Maka dapat ditegaskan bahwa migrasi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Kondisi tersebut sesuai dengan model migrasi Todaro (1998) yang menyatakan bahwa arus migrasi berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara daerah asal dan daerah tujuan. Namun pendapatan yang dipersoalkan disini bukan pendapatan aktual, tetapi pendapatan yang diharapkan (expected income).
Berdasarkan model ini, para migran
mempertimbangkan dan membandingkan pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di daerah asal dan daerah tujuan, kemudian memilih salah satunya yang dianggap dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan (expected gains). Gambar 4 menunjukkan model migrasi Todaro yang menghubungkan antara migrasi dan pasar kerja. Model ini mengasumsikan perekonomian suatu negara hanya ada dua sektor, yaitu sektor pertanian di daerah asal dan sektor
79 industri di daerah tujuan. Permintaan tenaga kerja yang digambarkan oleh kurva
M
Tingkat upah di sektor pertanian
A
q’
WM
Z E
WA
q
WM*
WA* WA**
M OA
A’
’
LA
LA*LM*
Tingkat upah di sektor industri atau manufaktur
produk marjinal tenaga kerja pada sektor pertanian digambarkan oleh garis AA’.
OM LM
LUS Gambar 4. Hubungan Migrasi dan Pasar Kerja (Todaro, 1998)
Sedangkan permintaan tenaga kerja sektor industri digambarkan oleh garis MM’. Total angkatan kerja yang tersedia disimbol dengan OAOM. Dalam perekonomian neoklasik (upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan seluruh tenaga kerja akan terserap), upah ekuilibriumnya W*A=W*M, dengan pembagian tenaga kerja sebanyak OAL*A untuk sektor pertanian, dan OML*M untuk sektor industri. Sesuai dengan asumsi full employment, seluruh tenaga kerja yang tersedia terserap habis oleh kedua sektor ekonomi tersebut. Jika upah ditetapkan oleh pemerintah sebesar WM , yang terletak diatas WA, dan diasumsikan tidak ada pengangguran maka tenaga kerja sebesar OMLM akan bekerja pada sektor industri di kota, sedangkan sisanya sebanyak OALM akan
80 berada pada sektor pertanian di desa dengan tingkat upah sebanyak OAW**A, yang lebih kecil dibandingkan dengan upah pasar yaitu OAW*A. Sehingga terjadi kesenjangan upah antara desa dan kota sebanyak WM - W**A. Jika masyarakat pedesaan bebas melakukan migrasi, maka meskipun di desa tersedia lapangan kerja sebanyak OALM, mereka akan migrasi ke kota untuk memperoleh upah yang lebih tinggi. Adanya selisih tingkat upah desa-kota tersebut mendorong terjadinya arus migrasi dari desa ke kota. Titik-titik peluang tersebut digambarkan oleh garis qq’, dan titik ekuilibrium yang baru adalah Z. Selisih antara pendapatan aktual antara desa-kota adalah WM - WA. Jumlah tenaga kerja yang masih ada pada sektor pertanian adalah OALA, dan tenaga kerja disektor industri sebanyak OMLM dengan tingkat upah WM . Sisanya yakni LUS = OMLA- OMLM, akan menganggur atau memasuki sektor informal yang berpendapatan rendah. Oleh karena migrasi internal menyebabkan pengangguran yang semakin tinggi di daerah perkotaan, maka migrasi internasional merupakan salah satu cara untuk menghadapi masalah tersebut. Migrasi internasional selain untuk mengatasi masalah pengangguran juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, karena umumnya upah pekerja di negara lain lebih tinggi daripada upah pekerja di Indonesia. Upah yang diterima oleh migran internasional akan dikirimkan kepada keluarganya yang berada di daerah asal. Migrasi internasional dapat juga meningkatkan devisa negara melalui kiriman uang (remittances) dari pekerja di luar negeri kepada keluarganya di Indonesia. Kiriman uang tersebut digunakan untuk konsumsi dan menabung. Jika perhitungan pendapatan nasional ditinjau dari sisi pengeluaran, maka
81 peningkatan konsumsi masyarakat dapat meningkatkan pendapatan nasional. Demikian juga halnya jika kiriman uang tersebut digunakan untuk menabung, dan diasumsikan masyarakat menabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka tabungan
masyarakat
tersebut
dapat
digunakan
pihak
investor
untuk
meningkatkan investasi dalam negeri. Selanjutnya peningkatan investasi secara langsung dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja dan akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan nasional. Carling (2004) dalam penelitiannya mengenai berbagai kebijakan untuk meningkatkan
keuntungan
dari
perolehan
devisa
tenaga
kerja
migran
(remittancess) di luar negeri menghubungkan antara remittancess dan pembangunan ekonomi. Ia menyatakan bahwa jika remittancess pada saat ini hanya digunakan untuk konsumsi, maka konsumsi yang akan datang akan dibiayai oleh remittancess pada saat yang akan datang pula dan sumber-sumber pendapatan lainnya. Tetapi jika remittancess tersebut digunakan untuk investasi atau di tabung, maka remittancess tersebut dapat digunakan untuk keperluan konsumsi pada masa yang akan datang. Ketika remittancess tersebut ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka akan meningkatkan ketersediaan kredit dan memungkinkan pengusaha untuk melakukan investasi melalui peminjaman kredit tersebut yang akhirnya mempunyai dampak yang positif terhadap pembangunan ekonomi. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 5.
82
Gambar 5. Keterkaitan antara Remittances dan Pembangunan Ekonomi (Carling, 2004)
Gambar 6 menunjukkan hubungan antara migrasi, pasar kerja dan perekonomian di Indonesia. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat keterkaitan antara migrasi, pasar kerja dan variabel-variabel makroekonomi. Pengeluaran pemerintah khususnya pengeluaran pembangunan merupakan salah satu kebijakan fiskal dan komponen penting pelaksanaan operasional Repelita di sektor pemerintah. Sesuai dengan prinsip anggaran berimbang, pengeluaran pemerintah selalu disesuaikan dengan penerimaan yang diperoleh, baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Dalam kerangka alokasi anggaran pembangunan, pemilihan proyek-proyek pembangunan, didasarkan pada pendekatan sektoral dan alokasi regional. Kondisi
83 ini berarti penentuan proyek juga harus mempertimbangkan kriteria lokasi dimana proyek itu berada. a. Blok Pasar Kerja
Penawaran Tenaga Kerja
Kebijakan : - UMR - GEXI - Suku Bunga
b.
UPAH
Permintaan Tenaga Kerja
Blok Migrasi
MIGRASI INTERNAL
MIGRASI INTERNASIONAL
c. Blok Makroekonomi
PENDAPATAN MIGRAN DAN DEVISA (melalui remittances)
KONSUMSI
PENDAPATAN NASIONAL
NET EKSPOR
MENABUNG
INVESTASI
PENGELUARAN PEMERINTAH
Gambar 6. Hubungan Migrasi, Pasar Kerja dan Variabel Makroekonomi
Kebijakan : Nilai Tukar $ AS, $ Singapura, $ Hongkong, dan Ringgit Malaysia
84 Pendekatan sektoral dan regional diperlukan agar proyek-proyek yang dibiayai dengan dana APBN dapat menghasilkan manfaat yang optimal, baik dalam
pencapaian
pertumbuhan
ekonomi
maupun
upaya
pemerataan
pembangunan dalam arti luas. Ditinjau dari sisi tenaga kerja, dalam jangka pendek pengeluaran pembangunan dapat mengurangi jumlah pengangguran, karena jika pengeluaran pembangunan meningkat, maka semakin banyak proyek-proyek pembangunan yang dilaksana-kan sehingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan juga meningkat.
Kondisi ini juga menarik minat angkatan kerja baik dari daerah
bersangkutan maupun daerah lain untuk terlibat dalam proyek pembangunan tersebut, sehingga migrasi penduduk tidak dapat dihindari. Pengeluaran
pembangunan
bidang
infrastruktur
berfungsi
untuk
meningkatkan kondisi infrastruktur suatu daerah. Baiknya kondisi infrastruktur suatu daerah merupakan daya tarik bagi investor untuk memperluas aktivitas produksinya, sehingga dapat memperluas kesempatan kerja di daerah tersebut. Kondisi ini juga merupakan daya tarik bagi penduduk setempat untuk tetap tinggal di daerahnya, dan daya tarik pula bagi penduduk daerah lain untuk migrasi ke daerah tersebut.
85 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Ekonomi Migrasi Indonesia
Model merupakan suatu penjelasan dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model Ekonomi Migrasi Indonesia (Lampiran 3b) merupakan model yang telah mengalami beberapa kali respesifikasi model.
Program model Ekonomi Migrasi Indonesia yang ideal
sesuai dengan proposal dilampirkan pada Lampiran 3a. Model ini terdiri dari tiga blok, yaitu blok migrasi, blok pasar kerja dan blok makroekonomi.
Secara
keseluruhan model disusun dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri dari 88 persamaan yaitu 30 persamaan identitas dan 58 persamaan struktural. Model ini merupakan model ekonometrika yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi, pasar kerja dan perekonomian Indonesia.
4.1.1. Blok Migrasi Internal dan Internasional
Blok migrasi ini dipisahkan dalam dua kategori yaitu blok migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal ditinjau dari sisi migran masuk dan keluar. Migran masuk ke Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau lain, dan migran keluar dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau lain. Migrasi internasional ditinjau dari sisi migran yang keluar dari Indonesia
menuju ke Arab Saudi, Malaysia, Singapura dan Hongkong.
4.1.1.1. Migrasi Internal 4.1.1.1a. Migrasi Masuk ke Jawa
Persamaan migrasi masuk terdiri dari persamaan migran masuk dari Sumatera ke Jawa (MIGSJt), dari Kalimantan ke Jawa (MIGKJt), dari Sulawesi ke
86 Jawa (MIGSLJt), dari pulau lain ke Jawa (MIGPJt), dan Total migran masuk (MIGINt).
1. Migran Masuk dari Sumatera ke Jawa (MIGSJt)
Migran masuk dari Sumatera ke Jawa dipengaruhi oleh upah di Sumatera (WSt), permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJt), jumlah penduduk Sumatera dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah (DIKTSt), dan lag migran masuk dari Sumatera ke Jawa (LMIGSJt). MIGSJt = a0 + a1 WSt + a2 DTKJt + a3 DIKTSt + a4 LMIGSJt + U1t ….(1) Parameter estimasi yang diharapkan: a2, a3 > 0; a1, a3 < 0; dan 0 < a4 < 1
2. Migran Masuk dari Kalimantan ke Jawa (MIGKJt)
Migran masuk dari Kalimantan ke Jawa dipengaruhi oleh perubahan upah di Kalimantan (PWKt = WK - LWK), permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJt), jumlah penduduk Kalimantan dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah (DIKTKt), dan lag migran masuk dari Kalimantan ke Jawa (LMIGKJt) MIGKJt = b0 + b1 PWKt + b2 DTKJt + b3 DIKTKt + b4 LMIGKJt + U2t .(2) Parameter estimasi yang diharapkan: b2, b3 > 0; b1, b3 < 0; dan 0 < b4 < 1
3. Migran Masuk dari Sulawesi ke Jawa (MIGSLJt)
Migran masuk dari Sulawesi ke Jawa dipengaruhi oleh upah di Sulawesi (WSLt), permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJt), jumlah penduduk Sulawesi dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah (DIKTSLt), dan lag migran masuk dari Sulawesi ke Jawa (LMIGSLJt). MIGSLJt = c0 + c1 WSLt + c2 DTKJt + c3 DIKTSLt + c4 LMIGSLJt + U3t ………………………………………. (3) Parameter estimasi yang diharapkan: c2, c3 > 0; c1, c3 < 0; dan 0 < c4 < 1
87 4. Migran Masuk dari Pulau Lain ke Jawa (MIGPJt)
Migran masuk dari Pulau Lain ke Jawa dipengaruhi oleh upah di Pulau Lain (WPt), permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJt), jumlah penduduk Pulau Lain dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah (DIKTPt), jumlah penduduk Pulau Lain dengan tingkat pendidikan rendah (DIKRPt), dan lag migran masuk dari Pulau lain ke Jawa (LMIGPJt). MIGPJt = d0 + d1 WPt + d2 DTKJt + d3 DIKTPt + d4 DIKRP +d5 LMIGPJt + U4t .............................................................. (4) Parameter estimasi yang diharapkan: d2, d3, d4 > 0; d1, d3 < 0; dan 0 < d5 < 1 5. Total migran masuk (MIGINt)
Total migran masuk ke Jawa merupakan penjumlahan dari total migran masuk dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Jawa (MIGINJt). Total migran masuk ke Sumatera (MIGINSt), Kalimantan (MIGINKt), Sulawesi (MIGINSLt) dan Pulau Lain (MIGINPt) merupakan penjumlahan dari total migran masuk dari Jawa dan pulau-pulau lain selain Jawa ke pulau tujuan. MIGINJt
= MIGSJt + MIGKJt + MIGSLJt + MIGPJt …………..
(5)
MIGINSt
= MIGJSt + MIGLJSt …………………………………
(6)
MIGINKt
= MIGJKt + MIGLJKt ………………………………..
(7)
MIGINSLt = MIGJSLt + MIGLJSLt ……………………………… (8) MIGINPt
= MIGJPt + MIGLJPt ……………………………….. . (9)
4.1.1.1b. Migrasi Keluar dari Jawa
Persamaan migrasi keluar terdiri dari migran keluar dari Jawa menuju ke Sumatera (MIGJSt), Kalimantan (MIGJKt), Sulawesi (MIGJSLt), pulau lain (MIGJPt) dan total migran keluar (MIGOUTt).
88 1. Migran dari Jawa ke Sumatera (MIGJSt)
Migran dari Jawa ke Sumatera dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto Jawa (GRDPJt), permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJt), permintaan tenaga kerja di Sumatera (DTKSt), jumlah penduduk di Jawa (POPJt), dan pengeluaran pembangunan sektor infrastruktur di Sumatera (GEXISt). MIGJSt = e0 + e1 GRDPJt + e2 DTKJt + e3 DTKSt + e4 POPJt + e5 GEXISt + U5t..………................................................... (10) Parameter estimasi yang diharapkan: e3, e4, e5 > 0; dan e1, e2 < 0
2. Migran dari Jawa ke Kalimantan (MIGJKt)
Migran dari Jawa ke Kalimantan dipengaruhi oleh kesempatan kerja di Kalimantan (DTKKt), upah di Jawa (WJt), jumlah penduduk di Jawa (POPJt), perubahan pengeluaran pembangunan sektor infrastruktur di Kalimantan (PGEXIKt = GEXIKt-LGEXIKt), dan lag migran dari Jawa ke Kalimantan (LMIGJKt). MIGJKt = f0 + f1 DTKKt + f2 WJt + f3 POPJt + f4 PGEXIKt + f5 LMIGJKt + U6t..……….................................................. (11) Parameter estimasi yang diharapkan: f1, f3, f4> 0; f2 < 0 ; dan 0 < f5 <1
3. Migran dari Jawa ke Sulawesi (MIGJSLt)
Migran dari Jawa ke Sulawesi dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja di Sulawesi (DTKSLt), penawaran tenaga kerja di Jawa (STKJt), pengeluaran pemerintah sektor infrastruktur di Sulawesi (GEXISLt) MIGJSLt = g0 + g1 DTKSLt + g2 STKJt + g3 GEXISLt +U7t. ............. (12) Parameter estimasi yang diharapkan: g1, g2, g3 > 0
89 4. Migran dari Jawa ke Pulau Lain (MIGJPt)
Migran dari Jawa ke pulau lain dipengaruhi oleh lag upah di Jawa (LWJt), perubahan upah di Pulau Lain (PWPt = WPt-LWPt), pengangguran di Jawa (UJt), pengeluaran pemerintah sektor infrastruktur di Pulau Lain (GEXIPt). MIGJPt = h0 + h1 LWJt + h2 PWPt + h3 UJt + h4 GEXIPt + U8t..…........ (13) Parameter estimasi yang diharapkan: h2, h3, h4> 0; dan h1 < 0 . 5. Total Migran keluar (MIGOUTt)
Migran
keluar
merupakan
persamaan
identitas
yang
merupakan
penjumlahan dari migran keluar dari Jawa (MIGOUTJt) ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain. Migran keluar dari Sumatera (MIGOUTSt), Kalimantan (MIGOUTKt), Sulawesi (MIGOUTSLt), dan Pulau Lain (MIGOUTPt) merupakan penjumlahan dari migran keluar dari pulau-pulau tersebut ke Jawa dan ke pulaupulau lain selain Jawa. MIGOUTJt
= MIGJSt + MIGJKt + MIGJSLt + MIGJPt ............. (14)
MIGOUTSt
= MIGSJt + MIGSPLJt .............................................. (15)
MIGOUTKt
= MIGKJt + MIGKLJt................................................. (16)
MIGOUTSLt = MIGSLJt + MIGSLLJt.............................................. (17) MIGOUTPt
= MIGPJt + MIGPLJt.............. .................................... (18)
4.1.1.2. Migrasi Internasional
Model migrasi internasional ditinjau dari sisi migran yang keluar dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau lain dengan tujuan mencari kerja, menuju ke Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Hongkong, dan total migrasi internasional (MIGEKSt).
90 1. Migrasi ke Malaysia Migran dari Jawa ke Malaysia (MIGJMt) dipengaruhi oleh upah di
Malaysia (WM1), produk domestik regional bruto di Jawa (GRDPJt), permintaan tenaga kerja di Malaysia (DTKMt), penawaran tenaga kerja di Malaysia (STKMt), permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah di Jawa (DIKRJt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Jawa (DIKTJt). MIGJMt = i0 + i1 WM1t + i2 GRDPJt + i3 DTKMt + i4 STKMt + i5 DTKJt + i6 DIKRJt + i7 DIKTJt + U9t ……………… (19) Parameter estimasi yang diharapkan: i1, i3, i6 > 0; dan i2, i4, i5, i7 < 0. Migran dari Sumatera ke Malaysia (MIGSMt) dipengaruhi oleh upah di
Malaysia, produk domestik regional bruto perkapita (GRDPCSt), permintaan tenaga kerja di Malaysia, pengangguran (USt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah (DIKRSt), dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Sumatera (DIKTSt) MIGSMt = j0 + j1 WM1t + j2 GRDPCSt + j3 DTKMt + j4 USt + j5 DIKRSt + j6 DIKTSt + U10t ........................................ (20) Parameter estimasi yang diharapkan: j1, j3, j4, j5 , j6 > 0; dan j2 , j6 < 0
Migran dari Kalimantan ke Malaysia (MIGKMt) dipengaruhi oleh
upah di Malaysia (WM1t), upah di Kalimantan (WKt), permintaan tenaga kerja di Malaysia (DTKMt), permintaan tenaga kerja di Kalimantan (DTKKt), dan jumlah penduduk Kalimantan yang berpendidikan tinggi dan menengah (DIKTK). MIGKMt = k0 + k1 WM1t + k2 WKt + k3 DTKMt + k4 DTKKt +k5 DIKTKt + U11t .......................................................... (21) Parameter estimasi yang diharapkan: k1, k3, k5 > 0; dan k2, k5 < 0
91 Migran dari Sulawesi ke Malaysia (MIGSLMt) dipengaruhi oleh upah
di Malaysia (WM1t), upah di Sulawesi (WSLt), permintaan tenaga kerja di Malaysia (DTKMt) dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi dan menengah di Sulawesi (DIKTSLt ) MIGSLMt = l0 + l1 WMt + l2 WSLt + l3 DTKMt + l4 DIKTSLt + U12t ………………………………………………….
(22)
Parameter estimasi yang diharapkan: l1, l3, l47 > 0; dan l2, l4 < 0. Migran dari Pulau Lain ke Malaysia (MIGPMt) dipengaruhi oleh upah
di Malaysia (WM1t), produk domestik regional bruto di Pulau Lain (GRDPPt), permintaan tenaga kerja di Malaysia (DTKMt), permintaan tenaga kerja di Pulau Lain (DTKPt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah di Pulau Lain (DIKRPt) dan jumlah jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah (DIKTPt). MIGPMt = m0 + m1 WM1t + m2 GRDPPt + m3 DTKMt + m4 DTKPt + m5 DIKRPt + m6 DIKTPt + U13t ……………….…..... (23) Parameter estimasi yang diharapkan: m1, m3, m5, m6 >0; dan m2, m4, m6 < 0.
2. Migrasi ke Arab Saudi Migran dari Jawa ke Arab Saudi (MIGJASt) dipengaruhi oleh lag GDP
perkapita penduduk Arab Saudi (LGDPCAS1t), produk domestik regional bruto di Jawa (GRDPJt), penawaran tenaga kerja di Jawa (STKJt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah (DIKRJt), dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Jawa (DIKTJt). MIGJASt = o0 + o1 LGDPCAS1t + o2 GRDPJt + o3 STKJt + o4 DIKRJt + o5 DIKTJt + U14t . ............................ ....... (24) Parameter estimasi yang diharapkan: o1, o3, o4 , o5 > 0; dan o2, o5< 0.
92 Migran Sumatera ke Arab Saudi (MIGSASt) dipengaruhi oleh lag GDP
perkapita penduduk Arab Saudi (LGDPCAS1t), produk domestik regional bruto di Sumatera (GRDPSt), pengangguran (USt), dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Sumatera (DIKTSt). MIGSASt = p0 + p1 LGDPCAS1t + p2 GRDPSt + p3 USt + p4 DIKTSt +U15t ................................................... (25) Parameter estimasi yang diharapkan: p1, p3, p4 > 0; dan p2, p4 <0. Migran dari Kalimantan ke Arab Saudi (MIGKASt) dipengaruhi oleh
lag GDP perkapita penduduk Arab Saudi (LGDPCAS1t), produk domestik regional bruto di Kalimantan (GRDPKt), penawaran tenaga kerja di Kalimantan (STKKt) dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Kalimantan (DIKTKt). MIGKASt = q0 + q1 LGDPCAS1t + q2 GRDPKt + q3 STKKt + q4 DIKTKt + U16t ………………... ………………….. (26) Parameter estimasi yang diharapkan: q1, q3, q4 > 0; dan q2, q4 < 0
Migran dari Sulawesi ke Arab Saudi (MIGSLASt) dipengaruhi oleh lag
GDP perkapita penduduk Arab Saudi (LGDPCAS1t), produk domestik regional bruto di Sulawesi (GRDPSLt), penawaran tenaga kerja (STKSLt) dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Sulawesi (DIKTSLt) MIGSLASt = r0 + r1 LGDPCAS1t + r2 GRDPSLt + r3 STKSLt + r4 DIKTSLt + U17t ………………..………………….. (27) Parameter estimasi yang diharapkan: r1, r3, r4 > 0; dan r2, r4 < 0 Migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi (MIGPASt) dipengaruhi oleh
lag GDP perkapita penduduk Arab Saudi (LGDPCAS1t), perubahan produk domestik regional bruto di Pulau Lain (PGRDPPt = GRDPP-LGRDPP),
93 pengangguran di Pulau Lain (UPt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah di Pulau Lain (DIKRPt), dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Pulau Lain (DIKTPt) . MIGPASt = s0 + s1 LGDPCAS1t + s2 PGRDPPt + s3 UPt + s4 DIKRPt + s5 DIKTPt + U18t …………........................................ (28) Parameter estimasi yang diharapkan: s1, s3, s4, s5>0; dan s2, s5 < 0
3. Migrasi ke Singapura Migran dari Jawa ke Singapura (MIGJSPt) dipengaruhi oleh GDP
perkapita penduduk Singapura (GDPCSP1t), lag permintaan tenaga kerja di Singapura (LDTKSPt), perubahan perubahan penawaran tenaga kerja (PSTKJt = STKJt -LSTKJt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Jawa (DIKTJt), serta lag migran dari Jawa ke Singapura (LMIGJSPt). MIGJSPt = t0 + t1 GDPCSP1t + t2 LDTKSPt + t3 PSTKJt + t4 DIKTJt + t5 LMIGJSPt + U19t .............................. .. (29) Parameter estimasi yang diharapkan: t1, t2, t3, t4> 0; t4 < 0; dan 0 < t5<1 Migran dari Sumatera ke Singapura (MIGSSPt) dipengaruhi oleh GDP
perkapita penduduk Singapura (GDPCSP1t), lag permintaan tenaga kerja di Singapura (LDTKSPt), upah di Sumatera (WSt), permintaan tenaga kerja di Sumatera (DTKSt) dan lag migran dari Sumatera ke Singapura (LMIGSSPt). MIGSSPt = u0 + u1 GDPCSP1t + u2 LDTKSPt + u3 WSt + u4 DTKSt + u5 LMIGSSPt + U20t .................................................... (30) Parameter estimasi yang diharapkan: u1, u2, > 0; u3, u4, < 0; dan 0< u5<1
Migran dari Kalimantan ke Singapura (MIGKSPt) di pengaruhi oleh
upah di Singapura (WSP1t), lag permintaan tenaga kerja di Singapura (LDTKSPt),
94 produk domestik regional bruto di Kalimantan (GRDPKt), penawaran tenaga kerja di Kalimantan (STKKt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Kalimantan (DIKTKt), dan lag migran dari Kalimantan ke Singapura (LMIGKSPt) MIGKSPt = v0 + v1 WSP1t + v2 LDTKSPt + v3 GRDPKt + v4 STKKt + v5 DIKTKt + v6 LMIGKSPt + U21t ..…... (31) Parameter estimasi yang diharapkan: v1, v2, v4, v5 > 0; v3, v5 < 0; dan 0< v6<1 Migran dari Sulawesi ke Singapura (MIGSLSPt) dipengaruhi oleh upah
di Singapura (WSP1t), permintaan tenaga kerja di Singapura (DTKSPt), upah di Sulawesi (WSLt), lag jumlah penduduk denga tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Sulawesi (LDIKTSLt), dan lag migran dari Sulawesi ke Singapura (LMIGSLSPt). MIGSLSPt = w0 + w1 WSP1t + w2 DTKSPt + w3 WSLt + w4 LDIKTSLt + w5 LMIGSLSPt + U22t ……..………………………. (32) Parameter estimasi yang diharapkan: w1, w2, w4 > 0; w3, w4 < 0; dan 0< w5<1 Migran dari Pulau Lain ke Singapura (MIGPSPt) dipengaruhi oleh
upah di Singapura (WSP1t), upah di Pulau Lain (WPt), permintaan tenaga kerja di Singapura (DTKSPt), penawaran tenaga kerja di Pulau Lain (STKPt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah (DIKRPt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Pulau Lain (DIKTPt) dan lag migran dari Pulau Lain ke Singapura (LMIGPSPt). MIGPSPt = x0 + x1 WSPt + x2 WPt + x3 DTKSPt + x4 STKPt + x5 DIKRPt + x6 DIKTPt + x7 LMIGPSPt + U23t …… (33) Parameter estimasi yang diharapkan: x1, x3, x4, x5, x6 >0; x2, x6 < 0; dan 0< x7<1
4. Migrasi ke Hongkong
95 Migran dari Jawa ke Hongkong (MIGJHt) dipengaruhi oleh upah di
Hongkong (WH1t), penawaran tenaga kerja di Jawa (STKJt), perubahan permintaan tenaga kerja di Hongkong (PDTKHt = DTKHt-LDTKHt), dan penduduk berpendidikan tinggi di Jawa (DIKTJt). MIGJHt = y0 + y1 WH1t + y2 STKJt + y3 PDTKHt + y4 DIKTJt + U24t .................................................................................. (34) Parameter estimasi yang diharapkan: y1, y2, y3, y4 > 0; dan y4 < 0. Migran dari Sumatera ke Hongkong (MIGSHt) dipengaruhi oleh upah
di Hongkong (WH1t), produk domestik regional bruto di Sumatera (GRDPSt), permintaan tenaga kerja di Hongkong (DTKHt), permintaan tenaga kerja (DTKSt), dan penduduk berpendidikan tinggi di Sumatera (DIKTSt). MIGSHt = z0 + z1 WH1t + z2 GRDPSt + z3 DTKHt + z4 DTKSt + z5 DIKTSt + U25t .............................................................. (35) Parameter estimasi yang diharapkan: z1, z3, z5 > 0; dan z2, z4, z5 < 0
Migran dari Kalimantan ke Hongkong (MIGKHt) dipengaruhi oleh
upah di Hongkong (WH1t), upah di Kalimantan (WKt), pengangguran di Kalimantan (UKt), perubahan permintaan tenaga kerja di Hongkong (PDTKHt = DTKHt –LDTKHt ), penduduk berpendidikan tinggi dan menengah di Kalimantan (DIKTKt), dan lag migran dari Kalimantan ke Hongkong (LMIGKHt). MIGKHt = aa0 + aa1 WH1t + aa2 WKt + aa3 UKt + a4 PDTKHt + aa5 DIKTKt + aa6 LMIGKHt + U26t ………........ …… (36) Parameter estimasi yang diharapkan:aa1, aa3, aa4, aa5 > 0; aa2, aa5 < 0; dan 0< aa6<1 Migran dari Sulawesi ke Hongkong (MIGSLHt) dipengaruhi oleh upah
di Hongkong (WH1t), permintaan tenaga kerja di Hongkong (DTKHt), perubahan
96 penawaran tenaga kerja di Sulawesi (PSTKSLt = STKSLt-LSTKSLt), dan penduduk berpendidikan tinggi dan menengah di Sulawesi (DIKTSLt). MIGSLHt = ab0 + ab1 WH1t + ab2 DTKHt + ab3 PSTKSLt + ab4 DIKTSLt + U27t …………………………...……... (37) Parameter estimasi yang diharapkan: ab1, ab2, ab3, ab4 > 0; dan ab4 < 0. Migran dari Pulau Lain ke Hongkong (MIGPHt) dipengaruhi oleh upah
di Hongkong (WH1t), upah di Pulau Lain (WPt ), pengangguran (UPt), perubahan kesempatan kerja di Hongkong (PDTKHt = DTKHt- LDTKHt), jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah (DIKRPt), dan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan menengah di Pulau Lain (DIKTPt). MIGPHt = ac0 + ac1 WH1t + ac2 WPt + ac3 UPt + ac4 PDTKHt + ac5 DIKRPt + ac6 DIKTPt + U28t ………................. …... (38) Parameter estimasi yang diharapkan: ac1, ac3, ac4, ac5, ac6 >0; dan ac2, ac6 <0.
5. Total Migrasi Internasional
Total migrasi internasional terdiri dari migrasi internasional dari Jawa (MIGEKJt),
Sumatera
(MIGEKSt),
Kalimantan
(MIGEKKt),
Sulawesi
(MIGEKSLt) dan Pulau Lain (MIGEKPt). MIGEXJt = MIGJMt + MIGJASt + MIGJSPt + MIGJHt .................... (39) MIGEXSt = MIGSMt + MIGSASt + MIGSSPt + MIGSHt ......... ....... (40) MIGEXKt = MIGKMt + MIGKASt + MIGKSPt + MIGKHt .............. (41) MIGEXSLt = MIGSLMt + MIGSLASt + MIGSLSPt + MIGSLHt ......(42) MIGEXPt = MIGPMt + MIGPASt + MIGPSPt + MIGPHt ................. (43)
4.1.2. Blok Pasar Kerja 4.1.2.1. Permintaan Tenaga Kerja
97 1. Permintaan Tenaga Kerja di Jawa (DTKJt)
Permintaan tenaga kerja di Jawa dipengaruhi oleh jumlah industri (INDJt), lag investasi (LINVJt), pengeluaran pembangunan (GEXPJt) dan lag permintaan tenaga kerja di Jawa (LDTKJt) : DTKJt = ad0 + ad1 INDJt + ad2 LINVJt + ad3GEXPJt + ad4 LDTKJt + U29t ………………..……………………. (44) Parameter estimasi yang diharapkan : ad1, ad2, ad3 > 0; dan 0
2. Permintaan Tenaga Kerja di Sumatera (DTKSt)
Permintaan tenaga kerja di Sumatera dipengaruhi oleh investasi (INVSt), pengeluaran pembangunan (GEXPSt), luas lahan yang sementara tidak digunakan (LLHSt), dan lag permintaan tenaga kerja di Sumatera (LDTKSt) DTKSt = ae0 + ae1 INVSt + ae2 GEXPSt + ae3 LLHSt + + ae4 LDTKSt + U30t……......………………………..…… (45) Parameter estimasi yang diharapkan : ae1, ae2, ae3 > 0; dan 0 < ae4 < 1
3. Permintaan Tenaga Kerja di Kalimantan (DTKKt)
Permintaan tenaga kerja di Kalimantan dipengaruhi oleh investasi (INVKt), pengeluaran pembangunan (GEXPKt) perubahan luas lahan yang sementara tidak digunakan (PLLHKt = LLHKt-LLHKt), dan lag permintaan tenaga kerja di Kalimantan (LDKKt) DTKKt = af0 + af1 INVKt + af2 GEXPKt + af3 PLLHKt + af4 LDTKKt + U31t…………………………………… Parameter estimasi yang diharapkan : af1, af2, af3 > 0; dan 0 < af4 < 1.
4. Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi (DTKSLt)
(46)
98 Permintaan tenaga kerja di Sulawesi dipengaruhi oleh lag investasi (LINVSLt), pengeluaran pembangunan (GEXPSLt), luas lahan yang sementara tidak digunakan (LLHSLt), dan lag permintaan tenaga kerja di Sulawesi (LDTKSLt). DTKSLt = ag0 + ag1 LINVSLt + ag2 GEXPSLt + ag3 LLHSLt + ag4 LDTKSLt + U32t………………..…………………
(47)
Parameter estimasi yang diharapkan : ag1, ag2, ag3 > 0; dan 0 < ag4 < 1.
5. Permintaan Tenaga Kerja di Pulau Lain (DTKPt)
Permintaan tenaga kerja di Pulau Lain dipengaruhi oleh investasi (INVPt), pengeluaran pembangunan (GEXPPt), perubahan luas lahan yang sementara tidak digunakan (PLLHPt = LLHPt- LLLHPt). DTKPt = ah0 + ah1 INVPt + ah2 GEXPPt + ah3 PLLHPt + U33t.……… (48) Parameter estimasi yang diharapkan : ah1, ah2, ah3 > 0;
4.1.2.2. Penawaran Tenaga Kerja
1. Penawaran Tenaga Kerja di Jawa (STKJt)
Penawaran tenaga kerja di Jawa dipengaruhi oleh upah (WJt), jumlah migrasi masuk (MIGINJt), migrasi keluar (MIGOUTJt), migrasi internasional (MIGEXJt), jumlah penduduk (POPJt), dan lag penawaran tenaga kerja di Jawa (LSTKJt). STKJt = ai0 + ai1 WJt + ai2 MIGINJt + ai3 MIGOUTJt + ai4 MIGEXJt + ai5 POPJt + ai6 LSTKJt + U34t ........................................... (49) Parameter estimasi yang diharapkan : ai1, ai2, ai5 > 0; ai3, ai4 < 0; dan 0 < ai6< 1.
2. Penawaran Tenaga Kerja di Sumatera (STKSt)
99 Penawaran tenaga kerja di Sumatera dipengaruhi oleh upah (WSt), lag migrasi netto (LNMIGSt = L(MIGINS-MIGOUTS)), migrasi internasional (MIGEXSt), jumlah populasi (POPSt), lag penawaran tenaga kerja di Sumatera (LSTKSt). STKSt = aj0 + aj1 WSt + aj 2 LNMIGSt + aj3 MIGEXSt + aj4 POPSt + aj5 LSTKSt + U35t ……….. ........................
(50)
Parameter estimasi yang diharapkan : aj1, aj2, aj4 > 0; aj3 < 0; dan 0 < aj5 < 1
3. Penawaran Tenaga Kerja di Kalimantan (STKKt)
Penawaran tenaga kerja di Kalimantan dipengaruhi oleh upah (WKt), jumlah migrasi masuk (MIGINKt), jumlah migrasi keluar (MIGOUTKt), migrasi internasional (MIGEXKt), jumlah populasi (POPKt), lag penawaran tenaga kerja di Kalimantan (LSTKKt) STKKt = ak0 + ak1 WKt + ak2 MIGINKt + ak3 MIGOUTKt + ak 4 MIGEXKt + ak5 POPKt + ak 6 LSTKKt + U36t ……. (51) Parameter estimasi yang diharapkan : ak1, ak2, ak5 > 0; ak3 , ak4 < 0; dan 0
4. Penawaran Tenaga Kerja di Sulawesi (STKSLt)
Penawaran tenaga kerja di Sulawesi dipengaruhi oleh upah (WSLt), jumlah migrasi masuk (MIGINSLt), jumlah migrasi keluar (MIGOUTSLt), migrasi internasional (MIGEXSLt), jumlah populasi (POPSLt), dan lag penawaran tenaga kerja di Sulawesi (LSTKSLt). STKSLt = al0 + al1 WSLt + al2 MIGINSLt + al3 MIGOUTSLt + al4 MIGEXSLt + al5 POPSLt + al6 LSTKSLt + U37t ..……(52) Parameter estimasi yang diharapkan : al1, al2, al5 > 0; al3 , al4< 0; dan 0< al 6< 1.
4. Penawaran Tenaga Kerja di Pulau Lain (STKPt)
100 Penawaran tenaga kerja di Pulau Lain dipengaruhi oleh upah (WPt), jumlah migran masuk (MIGINPt), jumlah migrasi keluar (MIGOUTPt), migrasi internasional (MIGEXPt), jumlah populasi (POPPt), dan lag penawaran tenaga kerja di Pulau Lain (LSTKPt). STKPt = am0 + am1 WPt + am2 MIGINPt + am3 MIGOUTPt + am4 MIGEXPt + am5 POPPt + am6 LSTKPt + U37t …….. (53) Parameter estimasi yang diharapkan : am1, am2, am5 > 0; am3, am4< 0; dan 0< am6 <1. 4.1.2.3. Pengangguran
Pengangguran di Jawa (UJt), Sumatera (USt), Kalimantan (UKt), Sulawesi (USLt), dan Pulau Lain (UPt) adalah persamaan identitas yang merupakan selisih dari penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja di masing-masing pulau. UJt = STKJt – DTKJt ……………………………………..………… (54) USt = STKSt – DTKSt …………..………………………..………… (55) UKt = STKKt – DTKKt ………………...………………..………… (56) USLt = STKSLt – DTKSLt ……………………………..…………... (57) UPt = STKPt – DTKPt …………………………………..………….. (58)
4.1.2.4. Upah 1. Upah di Jawa (WJt)
Upah di Jawa dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMRJt), permintaan tenaga kerja (DTKJt), penawaran tenaga kerja (STKJt), kebutuhan hidup minimum (KHMJt), inflasi (INFJt), dan lag upah di Jawa (LWJt). WJt = an0 + an1 UMRJ + an2 DTKJt + an3 STKJt + an4 KHMJt + an5 INFJt + an6 LWJt + U38t …..………………….......
(59)
Parameter estimasi yang diharapkan: an1, an2 , an4 , an5 >0; an3 < 0; dan 0< an6< 1 2. Upah di Sumatera (WSt)
101 Upah di Sumatera dipengaruhi oleh perubahan upah minimum regional (PUMRSt = UMRSt-LUMRSt), permintaan tenaga kerja (DTKSt), penawaran tenaga kerja (STKSt), kebutuhan hidup minimum (KHMSt), inflasi (INFSt) dan lag upah di Sumatera (LWSt). WSt = ao0 + ao 1 PUMRSt + o2 DTKSt + ao3 STKSt + ao4 KHMSt + ao5 INFSt + ao6 LWSt + U39t …..………………………..
(60)
Parameter estimasi yang diharapkan: ao1, ao2, ao4, ao5 > 0; ao3< 0; dan 0< ao6< 1.
3. Upah di Kalimantan (WKt)
Upah di Kalimantan dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMRKt), lag permintaan tenaga kerja (LDTKKt), lag penawaran tenaga kerja (LSTKKt), kebutuhan hidup minimum (KHMKt), inflasi (INFKt) dan lag upah di Kalimantan (LWKt). WKt = ap0 + ap1 UMRKt + ap2 LDTKKt + ap3 LSTKKt + ap4 KHMKt + ap5 INFKt + ap6 LWKt + U40t ……...…………………..... (61) Parameter estimasi yang diharapkan: ap1, ap2, ap4, ap5 > 0; ap3 < 0; dan 0< ap6< 1.
4. Upah di Sulawesi (WSLt)
Upah di Sulawesi dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMRSLt), permintaan tenaga kerja (DTKSLt), penawaran tenaga kerja (STKSLt), kebutuhan hidup minimum (KHMSLt), inflasi (INFSt) dan lag upah di Sulawesi (LWSLt). WSLt = aq0 + aq1 UMRSLt + aq2 DTKSLt + aq3 STKSLt + aq4 KHMSLt + aq5 INFSLt + U41t ……..…...……………......................... (62) Parameter estimasi yang diharapkan: aq1, aq2, aq4, aq5 > 0; dan aq3 < 0;
5. Upah di Pulau Lain (WPt)
102 Upah di Pulau Lain dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMRPt), lag permintaan tenaga kerja (LDTKPt), penawaran tenaga kerja (STKPt), kebutuhan hidup minimum (KHMPt), lag inflasi (LINFPt) dan lag upah di Pulau Lain (LWPt). WPt = ar0 + ar1 UMRPt + ar2 LDTKPt + ar3 STKPt + ar4 LINFPt + ar5 LWPt + U42t …………….......……........
(63)
Parameter estimasi yang diharapkan: ar1, ar2, ar4 > 0; ar3 < 0; dan 0 < ar5 < 1.
4.1.3. Blok Makroekonomi 4.1.3.1. Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional merupakan persamaan identitas yang terdiri dari produk domestik regional bruto di Jawa (GRDPJt), Sumatera (GRDPSt), Kalimantan (GRDPKt), Sulawesi (GRDPSLt) dan Pulau Lain (GRDPPt).
1. Produk Domestik Regional Bruto Pulau Jawa (GRDPJt)
Produk domestik regional bruto di Jawa (GRDPJt)
merupakan
penjumlahan dari konsumsi rumahtangga (CONJt), investasi (INVJt), pengeluaran pemerintah (GEXJt), dan ekspor bersih di Jawa (EKSJt – IMPt). GRDPJt = CONJt + INVJt + GEXJt + (EKSJt - IMPJt)……………... (64)
2. Produk Domestik Regional Bruto Pulau Sumatera (GRDPSt)
Produk domestik regional bruto di Sumatera (GRDPSt) merupakan penjumlahan
dari
konsumsi
rumahtangga
(CONSt),
investasi
(INVSt),
pengeluaran pemerintah (GEXSt), dan ekspor bersih di Sumatera (EKSSt – IMPSt) GRDPSt = CONSt + INVSt + GEXSt + (EKSSt - IMPSt)…………… (65) 3. Produk Domestik Regional Bruto Pulau Kalimantan (GRDPKt)
103 Produk domestik regional bruto di Kalimantan (GRDPKt) merupakan penjumlahan
dari
konsumsi
rumahtangga
(CONKt),
investasi
(INVKt),
pengeluaran pemerintah (GEXSt), dan ekspor bersihh di Kalimantan (EKSKt – IMPKt) GRDPKt = CONKt + INVKt + GEXKt + (EKSKt - IMPKt)……… .. (66)
4. Produk Domestik Regional Bruto Pulau Sulawesi (GRDPSLt)
Produk domestik regional bruto di Sulawesi (GRDPSLt) merupakan penjumlahan dari konsumsi rumahtangga (CONSLt), investasi (INVSLt), pengeluaran pemerintah (GEXSLt), dan ekspor bersih di Sulawesi (EKSSLt – IMPSLt). GRDPSLt = CONSLt + INVSLt + GEXSLt + (EKSSLt - IMPSLt)… (67)
5. Produk Domestik Regional Bruto Pulau Lain (GRDPPt)
Produk domestik regional bruto di Pulau Lain (GRDPPt) merupakan penjumlahan
dari
konsumsi
rumahtangga
(CONPt),
investasi
(INVPt),
pengeluaran pemerintah (GEXPt), dan ekspor bersih di pulau lain (EKSPt – IMPPt). GRDPPt = CONPt + INVPt + GEXSt + (EKSSt - IMPSt)………….. (68)
4.1.3.2. Pendapatan Disposibel
Pendapatan disposibel di Jawa (DICJt), Sumatera (DICSt), Kalimantan (DICKt), Sulawesi (DICSLt) dan Pulau Lain (DICPt) merupakan selisih dari produk domestik regional bruto dan total pajak pada masing-masing pulau. 1. Pendapatan Disposibel di Jawa (DICJt)
104 Pendapatan disposibel di Jawa adalah selisih produk domestik regional bruto (GRDPJt) dan total pajak di Jawa (TAXJt). DICJt = GRDPJt - TAXJt …………………………………………
(69)
2. Pendapatan Disposibel di Sumatera (DICSt)
Pendapatan disposibel di Sumatera adalah selisih produk domestik regional bruto (GRDPSt) dan total pajak di Sumatera (TAXSt). DICSt = GRDPSt - TAXSt ………………………………………..
(70)
3. Pendapatan Disposibel di Kalimantan (DICKt)
Pendapatan disposibel di Kalimantan adalah selisih produk domestik regional bruto (GRDPKt) dan total pajak di Kalimantan (TAXKt). DICKt = GRDPKt - TAXKt ………………………………………
(71)
4. Pendapatan Disposibel di Sulawesi (DICSLt)
Pendapatan disposibel di Sulawesi adalah selisih produk domestik regional bruto (GRDPSLt) dan total pajak di Sulawesi (TAXSLt). DICSLt = GRDPSLt - TAXSLt …………………………………… (72)
5. Pendapatan Disposibel di Pulai Lain (DICPt)
Pendapatan disposibel di Pulau Lain adalah selisih produk domestik regional bruto (GRDPPt) dengan total pajak di Pulau Lain (TAXPt). DICPt = GRDPPt - TAXPt ………………………………………..
4.1.3.3. Konsumsi Rumah Tangga
(73)
105 Konsumsi rumah tangga terdiri konsumsi rumahtangga penduduk Jawa (CONJt), Sumatera (CONSt), Kalimantan (CONKt), Sulawesi (CONSLt), dan Pulau Lain (CONPt).
1. Konsumsi Rumah Tangga di Jawa (CONJt)
Konsumsi rumah tangga di Jawa dipengaruhi oleh pendapatan disposibel (DICJt), lag pendapatan migran (LINCMJt), devisa (DEVJ2t), lag suku bunga (SBt) dan lag konsumsi rumah tangga penduduk Jawa (LCONJt). CONJt = as0 +as1 DICJt + as2 LINCMJt + as3 DEVJ2t + as4 LSBt + U43t ………..……………………………… ........ ........
(74)
Parameter estimasi yang diharapkan : as1, as2, as3> 0; dan as4 < 0. 2. K onsumsi Rumah Tangga di Sumatera (CONSt)
Konsumsi rumah tangga di Sumatera dipengaruhi oleh lag pendapatan disposibel (LDICSt), pendapatan migran (INCMSt), devisa (DEVS2t), suku bunga (SBt) dan lag konsumsi rumah tangga penduduk Sumatera (LCONSt). CONSt = at0 + at 1LDICSt + at2 INCMSt + at3 DEVS2t + at4 SBt + at 5 LCONSt + U44t ………….………………………..… (75) Parameter estimasi yang diharapkan : at 1, at 2, at 3 > 0; at 4 < 0; dan 0 < at5 < 1. 3. Konsumsi Rumah Tangga di Kalimantan (CONKt)
Konsumsi rumah tangga di Kalimantan dipengaruhi pendapatan disposibel (DICKt), lag pendapatan migran (LINCMKt), lag devisa (LDEVK2t), suku bunga (SBt) dan lag konsumsi rumah tangga penduduk Kalimantan (LCONKt). CONKt = au0 + au 1 DICKt + au2 LINCMKt + au 3 LDEVK2t + au 4 SBt + au 5 LCONKt + U45t …………………………………. . (76) Parameter estimasi yang diharapkan : au1, au2, au3 > 0; au4 < 0; dan 0 < au5< 1. 4. Konsumsi Rumah Tangga di Sulawesi (CONSLt)
106 Konsumsi rumah tangga di Sulawesi dipengaruhi oleh lag pendapatan disposibel (LDICSLt), lag pendapatan migran (INCMSLt), devisa (DEVSLt), suku bunga (SBt) dan lag konsumsi rumah tangga penduduk Sulawesi (LCONSLt). CONSLt = av0 + av1LDICSLt + av2 INCMSLt + av3 DEVSL2t + av4 SBt + av5 LCONSLt + U46t …….…………….....
(77)
Parameter estimasi yang diharapkan : av1, av2, av3> 0; av4 < 0; dan 0 < av5< 1.
5. Konsumsi Rumah Tangga di Pulau Lain (CONPt)
Konsumsi rumah tangga di Pulau Lain dipengaruhi oleh lag pendapatan disposibel (LDICPt), pendapatan migran (INCMPt), devisa (DEVP2t) di Pulau Lain, dan suku bunga (SBt). CONPt = aw0 + aw 1 LDICPt + aw2 INCMPt + aw3 DEVP2t + aw 4 SBt + U47t....…..……………………………………. (78) Parameter estimasi yang diharapkan : aw 1, aw 2, aw 3> 0; aw 4< 0.
4.1.3.4. Investasi
Persamaan investasi terdiri dari investasi di Jawa (INVJt), investasi di Sumatera (INVSt), investasi di Kalimantan (INVKt), investasi di Sulawesi (INVSLt), investasi di Pulau Lain (INVPt). 1. Investasi di Jawa
Investasi di Jawa dipengaruhi oleh suku bunga (SBt), upah di Jawa (WJt), nilai tukar (NTKt) dan lag investasi di Jawa (LINVJt). INVJt = ax0 + ax1SBt + ax2 WJt + ax3 NTKt + ax4 LINVJt + U48t ...... (79) Parameter estimasi yang diharapkan : ax3 > 0 ; ax1, ax2 < 0; dan 0< ax4<1.
2. Investasi di Sumatera
107 Investasi di Sumatera dipengaruhi oleh suku bunga (SBt), upah di Sumatera (WSt), nilai tukar (NTKt) dan lag investasi di Sumatera (LINVSt). INVSt = ay0 + ay1SBt + ay2 WSt + ay3 NTKt + ay4 LINVSt + U49t …...(80) Parameter estimasi yang diharapkan : ay3 > 0 ; ay1, ay2 < 0; dan 0< ay4<1.
3. Investasi di Kalimantan
Investasi di Kalimantan dipengaruhi oleh suku bunga (SBt), upah di Kalimantan (WKt), produk domestik regional bruto di Kalimantan (GRDPKt), dan lag investasi di Kalimantan (LINVKt). INVKt = az0 + az1SBt + az2 WKt + az3 GRDPKt + az4 LINVKt + U50t ………………………………………………. ….
(81)
Parameter estimasi yang diharapkan : az3 > 0 ; az1, az2 < 0; dan 0
4. Investasi di Sulawesi
Investasi di Sulawesi dipengaruhi oleh perubahan suku bunga (PSBt = SBtLSBt), upah di Sulawesi (WSLt), perubahan produk domestik regional bruto di Sulawesi (PGRDPSLt), nilai tukar (NTKt). INVSLt = ba0 + ba1PSBt + ba2 WSLt + ba3 PGRDPSLt + ba4 NTKt + U51t ……………………………………...……………….. (82) Parameter estimasi yang diharapkan : ba3, ba4 > 0 ; ba1, ba2 < 0
5. Investasi di Pulau Lain
Investasi di Pulau Lain dipengaruhi oleh lag suku bunga (LSBt), lag upah (LWPt), produk domestik regional bruto (GRDPPt), nilai tukar (NTKt). INVPt = bb0 + bb 1LSBt + bb 2 LWPt + bb 3 GRDPPt + bb 4 NTKt + U52t ………………….…………………………………….. (83) Parameter estimasi yang diharapkan : bb3, bb4 > 0 ; dan bb1, bb2 < 0. 4.1.3.5. Devisa
108 Devisa
masing-masing
pulau
dipengaruhi
oleh
jumlah
migran
internasional (MIGEX) dan migran ke negara lain (MIGNL) penduduk masingmasing pulau. DEVJ2t = bc0 + bc 1MIGEXJt + bc2 MIGJNLt + bc3 LDEVJ2 + U53t ……… ………..................................................... (84) DEVS2t = bd0 + bd1 MIGEXSt + bd2 MIGSNLt + bd3 LDEVS2t + U54t ………… …………………………………..……. (85) DEVK2t = be0 + be1 MIGEXKt + be2 MIGKNLt + U55t ......………. (86) DEVSL2t = bf0 + bf 1 MIGEXSLt + bf 2 MIGSLNLt + U56t ….…… (87) DEVP2t
= bg0 + bg1MIGEXPt + bg2 MIGPNLt + bg3 LDEVP2t +U57t…………………………………………………….. (88)
Parameter estimasi yang diharapkan : bc1, bc2 > 0; dan 0 < bc3 < 1 bd1, bd2 > 0; dan 0 < bd3 < 1 be1, be2 > 0 bf1, bf2 > 0 bg1, bg2 > 0; dan 0 < bg3 < 1
4.2. Identifikasi dan Metode Pendugaan Model
Sebelum
menentukan
metode
pendugaan
model,
suatu
model
ekonometrika persamaan struktural simultan memerlukan identifikasi model. Model persamaan struktural dapat diidentifikasi dengan menggunakan order condition sebagai syarat keharusan, dan rank condition sebagai syarat kecukupan
(Koutsoyiannis, 1977). Metode order condition tersebut adalah : (K – M) > (G – 1 ) dimana : K = Total variabel dalam model yaitu variabel endogen dan variabel predetermined
109 M = Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam suatu persamaan tertentu dalam model G = Jumlah variabel endogen dalam model Kondisi suatu persamaan dalam model mengikuti metode order condition adalah: (K – M) > (G – 1)
; persamaan yang bersangkutan teridentifikasi
berlebih (over identified) (K – M) < (G – 1) ; persamaan yang bersangkutan tidak dapat diidentifikasi (unidentified). (K – M) = (G – 1) ; persamaan yang bersangkutan dapat diidentifikasi dengan tepat (exactly identified). Agar dapat diduga parameter-parameternya setiap persamaan struktural harus exactly identified atau over identified.
Suatu persamaan yang teridentifikasi akan memenuhi rank condition jika dan hanya jika memungkinkan minimal satu determinan bukan nol pada order (G – 1) dari parameter struktural yang tidak termasuk dalam persamaan. Model yang dirumuskan terdiri dari 58 persamaan struktural dan 30 persamaan identitas, sehingga model terdiri dari 88 variabel current endogenous (G), 58 variabel lag endogenous dan 86 variabel exogenous, sehingga terdapat 144 variabel predetermined. Total variabel dalam model (K) adalah 232 variabel. Jumlah variabel dalam persamaan adalah 7 (M) variabel. Maka berdasarkan kriteria order condition dalam penelitian ini menunjukkan setiap persamaan struktural adalah over identified. Suatu persamaan yang over identified, dapat diduga dengan berbagai metode seperti Two Stage Least Square (2SLS),
Three Stage Least Square
(3SLS), Limited Information Maximum Likelihood (LIML) atau Full Information
110 Maximum Likelihood (FIML). Berdasarkan kriteria statistik dan ekonomi, maka
metode estimasi model yang terbaik dalam penelitian ini adalah 2SLS, karena dapat menghasilkan nilai estimasi parameter yang lebih efisien. Sedangkan 3SLS dan FIML menggunakan informasi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model. Estimasi model dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer
Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS).
Karena dalam model ada persamaan yang mengandung variabel beda kala, maka digunakan Durbin Watson statistik untuk melihat auto korelasi (Pyindick and Rubenfeld, 1998).
4.3.
Validasi Model
Sebelum model digunakan untuk simulasi alternatif kebijakan, perlu diuji terlebih dahulu apakah model cukup valid. Kriteria uji validitas model yang digunakan adalah ketepatannya menjelaskan dan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Uji validitas model yang sering digunakan adalah kesalahan rataan kuadrat terkecil (Root Mean Square Percent Error, RMSPE) dan koefisien ketidaksamaan Theil (Theil Inequality Coeficient, U) (Pindyick and Rubenfeld, 1998) : RMSE adalah rata-rata kuadrat dari perbedaan nilai estimasi dengan nilai observasi suatu variabel. Jika nilai RMSE semakin kecil maka estimasi model atau variabel tersebut semakin valid. Nilai statistik RMSE adalah : RMSE =
1 T ∑ (Yts − Yta ) 2 T t =1
111 RMSPE adalah rata-rata kuadrat dari proporsi perbedaan nilai estimasi dengan nilai observasi suatu variabel. Jika nilai RMSPE semakin kecil maka estimasi model atau variabel tersebut semakin valid. Nilai statistik RMSPE :
RMSPE =
1 T ⎛ Yts − Yta ∑⎜ T t =1 ⎜⎝ Yta
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2
U adalah perbandingan RMSE dengan penjumlahan rata-rata kuadrat nilai estimasi dan rata-rata kuadrat nilai observasi suatu model atau variabel. Nilai U maksimum adalah satu dan nilai minimumnya adalah nol.
Jika U=1 maka
pendugaan model naïf, jika U=0 maka pendugaan model sempurna. Semakin kecil nilai RMSPE dan U Theil’s dan semakin besar nilai R2, maka pendugaan model semakin baik. Nilai statistik U :
U =
1 T ∑ (Yts − Yta ) 2 T t =1 1 T 1 T s 2 ( Y ) + ∑ t ∑ (Yta ) 2 T t =1 T t =1
Dimana T, Yts danYta masing-masing adalah jumlah observasi, nilai estimasi model dan nilai observasi model. Nilai U dapat didekomposisi menjadi tiga komponen menurut sumber kesalahannya (Pindyck and Rubinfeld, 1998) yaitu proporsi bias (UM), proporsi varians (US) dan proporsi covarians (UC). UM mengukur sejauh mana nilai ratarata estimasi menyimpang dari nilai aktualnya. Maka proporsi bias ini mengindikasikan kesalahan sistematis. Suatu estimasi model atau variabel dikatakan valid jika UM < 0.20. US mengindikasikan penyimpangan kemiringan (slope) regresi antara nilai aktual dengan nilai estimasi. Semakin kecil nilai US, maka estimasi model atau variabel semakin valid. UC adalah ukuran unsistematic error
112 dari estimasi suatu model atau variabel. Semakin besar nilai UC, maka semakin valid estimasi suatu model atau variabel. Nilai UM, US dan UC adalah: UM =
(Y s − Y a ) 2 (1/ T)∑ (Yts − Yta ) 2
US =
(σ s − σ a ) 2 (1/ T)∑ (Yts −Yta ) 2
UC =
2(1 − ρ)σ s σ a (1/ T)∑ (Yts −Yta ) 2
Dimana nilai Y s , Y a , σ s , σ a , danρ adalah nilai rata-rata estimasi model, nilai ratarata observasi model, standar deviasi nilai estimasi model, standar deviasi nilai observasi model dam koefisien korelasi antara nilai estimasi dengan nilai observasi model.
4.4. Simulasi Kebijakan
Migrasi merupakan suatu bentuk tanggapan dari adanya variasi keadaan lingkungan dimana mereka tinggal. Keadaan alam yang terus berubah, adanya perubahan kehidupan sosial politik masyarakat, fluktuasi kondisi ekonomi, dan perkembangan penduduk melalui proses siklus kehidupan, telah mengakibatkan penduduk bermigrasi dari satu daerah ke daerah lain. Dalam perspektif sejarah, tiga puluh tahun yang lalu migrasi penduduk Indonesia umumnya sangat rendah.
Indonesia sebagai negara agraris, tidak
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan penduduknya sangat tidak mobile. Tetapi kondisi ini sudah berubah, pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi selama tiga dekade sebelum krisis ekonomi terjadi di Indonesia, telah membawa pengaruh yang besar terhadap berbagai aspek demografi.
Salah
satunya adalah aspek mobilitas penduduk yang semakin meningkat intensitasnya.
113 Bahkan penduduk pulau Jawa yang dikenal mempunyai mobilitas yang rendah, dapat dijumpai diseluruh pelosok Indonesia.
Pembangunan jalan dan
pertumbuhan jumlah kendaraan merupakan salah satu penyebab dari sekian banyak faktor yang menyebabkan penduduk semakin mudah untuk bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain (Depnakertrans, 1999). Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan sektor industri suatu daerah juga turut memberi andil bertambahnya penduduk migran. Sebagian besar industri yang ada di Indonesia terdapat di pulau Jawa. Oleh karena itu, daerah-daerah industri di pulau Jawa juga menjadi incaran bagi para migran dari pulau-pulau lain. Tetapi banyak kendala yang dihadapi para migran untuk mencapai keinginannya dalam memperoleh kesejahteraan yang lebih baik. Kendala yang cukup banyak dihadapi para migran internal adalah kesempatan kerja di daerah tujuan migran, khususnya di pulau Jawa, lebih sedikit dibandingkan jumlah migran yang datang untuk mencari pekerjaan. Akibat dari kondisi ini adalah jumlah pengangguran semakin meningkat di daerah tujuan migran. Selanjutnya untuk mengatasi masalah pengangguran yang semakin meningkat, maka migrasi penduduk keluar Jawa dan migrasi internasional merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Migrasi
internasional selain dapat mengatasi masalah pasar kerja di Indonesia, juga dapat meningkatkan devisa negara. Berbagai kebijakan migrasi internal yang ditetapkan pemerintah telah diuraikan pada sub bab perkembangan kebijakan migrasi internal pada bab tinjauan pustaka disertasi ini. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan kebijakan langsung (direct policy).
Secara umum kebijakan tersebut bertujuan untuk
mengatasi ketimpangan distribusi penduduk yang terkonsentrasi di Pulau Jawa,
114 mengatasi masalah pengangguran dan meningkatkan kondisi perekonomian baik di daerah asal maupun di daerah tujuan. Demikian juga halnya dengan kebijakan migrasi internasional, dimana secara umum tujuan pemerintah adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kerja migran internasional, dan secara khusus mengatasai masalah pengangguran di dalam negeri dan meningkatkan devisa negara. Berdasarkan tujuan dari kebijakan migrasi internal dan internasional tersebut, maka kebijakan migrasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kebijakan tidak langsung (indirect policy), dengan cara meningkatkan daya tarik daerah tujuan migran melalui peningkatan upah, kesempatan kerja dan kondisi perekonomian daerah tujuan. Sehingga tujuan kebijakan migrasi internal dan internasional yang ditetapkan pemerintah dapat tercapai. Oleh karena itu, untuk melihat bagaimana dampak kebijakan migrasi internal dan internasional terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia, dilakukan analisis simulasi kebijakan pada periode peramalan (ex-ante simulation) tahun 2009-2012. Alternatif simulasi kebijakan peramalan terdiri dari: Simulasi 1: Peningkatan upah minimum propinsi rata-rata di Jawa 10 persen dan upah minimum propinsi rata-rata di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 15 Persen (kebijakan migrasi internal). Simulasi 2 : Depresiasi nilai tukar sebesar 5 persen (kebijakan migrasi internasional). Simulasi 3: Kombinasi penurunan suku bunga 2 persen dan depresiasi nilai tukar sebesar 5 persen. Simulasi 4: Peningkatan pengeluaran infrastruktur di Jawa 10 Persen, dan di Pulau-pulau Lainnya 20 persen (kebijakan migrasi internal).
115 Simulasi 5 : Kombinasi penurunan suku bunga 2 persen, depresiasi nilai tukar 5 persen, peningkatan pengeluaran infrastruktur di Jawa 10 Persen, dan di Pulau-pulau Lainnya 20 persen (kombinasi simulasi 3 dan 4). Analisis simulasi kebijakan ini berdasarkan pada perkembangan ekonomi pada saat penelitian. Simulasi kebijakan migrasi internal melalui peningkatan upah minimum di Jawa sebesar 10 persen berdasarkan kebijakan dewan pengupahan yang menuntut kenaikan upah minimum propinsi DKI Jakarta sebesar 8 persen, dan dalam simulasi ini dibulatkan menjadi 10 persen. Upah minimum propinsi DKI Jakarta diasumsikan dapat mewakili pulau Jawa. Sedangkan di pulau-pulau lainnya peningkatan upah minimum meningkat 15 persen berdasarkan perkembangan peningkatan upah minimum selama lima tahun terakhir.
Tujuan peningkatan upah minimum lebih besar di pulau-pulau lain
daripada di Jawa juga untuk mengurangi terjadinya migrasi internal dari pulau lain ke Jawa. Kebijakan migrasi internal melalui penurunan suku bunga sebesar 2 persen, disesuaikan dengan rapat dewan gubernur Bank Indonesia yang terus menurunkan suku bunga beberapa kali secara berturut-turut sehingga suku bunga terus menurun dari dua digit (11 persen) hingga menjadi 8.75 persen (kondisi Juni hingga Juli 2007).
Tujuan dari turunnya suku bunga untuk meningkatkan
investasi di Indonesia. Investasi merupakan salah satu upaya bagi daerah di seluruh Indonesia untuk melakukan percepatan pembangunan, dimana investasi merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Tanpa investasi, pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang tidak akan tercapai walaupun pengeluaran konsumsi dan pengeluaran pemerintah berkembang cukup baik. Jika investasi dihubungkan dengan pasar kerja, maka investasi merupakan
116 faktor
yang
diharapkan
dapat
meningkatkan
permintaan
tenaga
kerja.
Peningkatan permintaan tenaga kerja, dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga dapat menghambat terjadinya migrasi,
khususnya
migrasi
ke
daerah-daerah
yang
tingkat
kepadatan
penduduknya sangat tinggi. Kebijakan migrasi internasional melalui depresiasi nilai tukar 5 persen, dilakukan berdasarkan kondisi nilai tukar pada periode lima tahun terakhir, dimana nilai tukar rupiah rata-rata terdepresiasi terhadap dollar Amerika, dollar Hongkong, dollar Singapura dan ringgit Malaysia sebesar 5 persen. Simulasi ini bertujuan untuk mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri, karena upah yang diterima tenaga kerja migran di luar negeri dalam bentuk mata uang asing. Kebijakan ini sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan kuantitas tenaga kerja migran yang ditempatkan di luar negeri.
Peningkatan jumlah tenaga kerja migran internasional ini
diharapkan dapat mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, meningkatkan devisa dan pendapatan negara. Sedangkan
simulasi
kebijakan
internal
lain
melalui
pengeluaran
infrastruktur dilakukan berdasarkan perkembangan selama lima tahun terakhir, dimana rata-rata peningkatan pengeluaran pembangunan di Jawa sebesar 8.1 persen dan di luar Jawa rata-rata 7.6 persen hingga 13.9 persen. Berdasarkan nilai tersebut, maka dalam simulasi kebijakan pengeluaran pembangunan untuk pulau Jawa di tingkatkan 10 persen dan untuk pulau-pulau lain ditingkatkan 20 persen. Tujuan peningkatan pengeluaran infrastruktur lebih besar di pulau-pulau lain daripada di Jawa adalah untuk menarik migran dari Jawa untuk migrasi ke luar Jawa, dan menurunkan jumlah migran dari luar Jawa masuk ke Jawa.
117 Selanjutnya kondisi infrastruktur yang baik, juga akan menarik investor untuk melakukan investasi didaerah tersebut. Berdasarkan laporan Asian Development Bank (2005), tiga hal yang mempengaruhi investasi di Indonesia, yaitu: (1) Kondisi ekonomi makro, termasuk stabilitas ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan politik, (2) Kepemerintahan dan kelembagaan, termasuk kejelasan dan efektifitas peraturan, perpajakan, sistim hukum, sektor keuangan, fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan trampil, dan (3) Infrastruktur, mencakup sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, dan air.
Disisi lain total pengeluaran pembangunan dan pengeluaran
infrastruktur dapat membuka lapangan kerja melalui pembangunan proyek-proyek pembangunan dan infrastruktur. Oleh
karena
dalam
mengatur
kebijakan
biasanya
pemerintah
melakukannya secara bersamaan, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis simulasi kombinasi kebijakan migrasi internal dan internasional yaitu pada simulasi 3 dan 5.
4.5. Definisi dan Pengukuran Variabel
Model ekonomi migrasi, pasar kerja dan perekonomian Indonesia menggunakan model persamaan simultan. Untuk tidak menimbulkan defenisi ganda dalam penelitian ini maka perlu pendefenisian dan cara pengukuran terhadap variabel-variabel yang digunakan. pengukuran variabel ini disusun sebagai berikut: 4.5.1. Variabel Endogen
Oleh karena itu defenisi dan
118 1.
MIGSJt adalah jumlah migran masuk dari Sumatera ke Jawa pertahun
(orang). 2.
MIGKJt adalah jumlah migran masuk dari Kalimantan ke Jawa pertahun
(orang). 3.
MIGSLJt adalah jumlah migran masuk dari Sulawesi ke Jawa pertahun
(orang). 4.
MIGPJt adalah jumlah migran masuk dari pulau lain ke Jawa pertahun
(orang). 5.
MIGINJt adalah total migran masuk ke Jawa pertahun (orang).
6.
MIGINSt adalah total migran masuk ke Sumatera pertahun (orang).
7.
MIGINKt adalah total migran masuk ke Kalimantan pertahun (orang).
8.
MIGINSLt adalah total migran masuk ke Sulawesipertahun (orang).
9.
MIGINPt adalah total migran masuk ke Pulau Lain pertahun (orang).
10. MIGJSt adalah jumlah migran keluar dari Jawa ke Sumatera pertahun (orang). 11. MIGJKt adalah jumlah migran keluar dari Jawa ke Kalimantan pertahun (orang). 12. MIGJSLt adalah jumlah migran keluar dari Jawa ke Sulawesi (orang). 13. MIGJPt adalah jumlah migran keluar dari Jawa ke Pulau Lain (orang). 14. MIGOUTJt adalah total migran keluar dari Jawa (orang). 15. MIGOUTSt adalah total migran keluar dari Sumatera (orang). 16. MIGOUTKt adalah total migran keluar dari Kalimantan (orang). 17. MIGOUTSLt adalah total migran keluar dari Sulawesi (orang). 18. MIGOUTPt adalah total migran keluar dari Pulau Lain(orang). 19. MIGJMt adalah jumlah migran dari Jawa ke Malaysia (orang). 20. MIGJASt adalah jumlah migran dari Jawa ke Arab Saudi (orang).
119 21. MIGJSPt adalah jumlah migran dari Jawa ke Singapura (orang). 22. MIGJHt adalah migran dari Jawa ke Hongkong (orang). 23. MIGEXJt adalah migran internasional dari Jawa (orang). 24. MIGSMt adalah jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia (orang). 25. MIGSASt adalah jumlah migran dari Sumatera ke Arab Saudi (orang). 26. MIGSSPt adalah jumlah migran dari Sumatera ke Singapura (orang). 27. MIGSHt adalah migran dari Sumatera ke Hongkong (orang). 28. MIGEXSt adalah migran internasional dari Sumatera (orang). 29. MIGKMt adalah jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia (orang). 30. MIGKASt adalah jumlah migran dari Kalimantan ke Arab Saudi (orang). 31. MIGKSPt adalah jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura (orang). 32. MIGKHt adalah migran penduduk Kalimantan ke Hongkong (orang). 33. MIGEXKt adalah migran internasional dari Kalimantan (orang). 34. MIGSLMt adalah jumlah migran dari Sulawesi ke Malaysia (orang). 35. MIGSLASt adalah jumlah migran dari Sulawesi ke Arab Saudi (orang). 36. MIGSLSPt adalah jumlah migran dari Sulawesi ke Singapura (orang). 37. MIGSLHt adalah migran dari Sulawesi ke Hongkong (orang). 38. MIGEXSLt adalah migran internasional dari Sulawesi (orang). 39. MIGPMt adalah jumlah migran dari Pulau Lain ke Malaysia (orang). 40. MIGPASt adalah jumlah migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi (orang). 41. MIGPSPt adalah jumlah migran dari Pulau Lain ke Singapura (orang). 42. MIGPHt adalah migran dari Pulau Lain ke Hongkong (orang). 43. MIGEXPt adalah migran internasional dari Pulau Lain (orang) . 44. DTKJt adalah permintaan tenaga kerja di Jawa yang merupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja di Jawa (orang).
120 45. DTKSt adalah permintaan tenaga kerja di Sumatera yang merupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja di Sumatera (orang). 46. DTKKt adalah permintaan tenaga kerja di Kalimantan yang merupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja di Kalimantan (orang). 47. DTKSLt adalah permintaan tenaga kerja di Sulawesi yang merupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja di Sulawesi (orang). 48. DTKPt adalah permintaan tenaga kerja Pulau Lain yang merupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja di Pulau Lain(orang). 49. STKJt adalah penawaran tenaga kerja di Jawa yang merupakan jumlah angkatan kerja di Jawa (orang). 50. STKSt adalah penawaran tenaga kerja Sumatera yang merupakan jumlah angkatan kerja di Sumatera (orang) 51. STKKt adalah penawaran tenaga kerja Kalimantan yang merupakan jumlah angkatan kerja di Sumatera (orang). 52. STKSLt adalah penawaran tenaga kerja Sulawesi yang merupakan jumlah angkatan kerja di Sulawesi (orang). 53. STKPt adalah penawaran tenaga kerja pulau lain yang merupakan jumlah angkatan kerja di Pulau Lain (orang). 54. UJt adalah jumlah pengangguran di Jawa yang merupakan jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan di Jawa (orang). 55. USt adalah jumlah pengangguran di Sumatera yang merupakan jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan di Sumatera (orang).
121 56. UKt adalah jumlah pengangguran di Kalimantan yang merupakan jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan di Kalimantan (orang). 57. USLt adalah jumlah pengangguran di Sulawesi yang merupakan jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan di Sulawesi (orang). 58. UPt adalah jumlah pengangguran di Pulau Lain yang merupakan jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan di Pulau Lain (orang). 59. WJt adalah upah bersih pekerja selama sebulan Jawa (rupiah/bulan). 60. WSt adalah upah bersih pekerja selama sebulan Sumatera (rupiah/bulan). 61. WKt adalah upah bersih pekerja selama sebulan Kalimantan (rupiah/bulan). 62. WSLt adalah upah bersih pekerja selama sebulan Sulawesi (rupiah/bulan). 63. WPt adalah upah bersih pekerja selama sebulan Pulau Lain (rupiah/bulan). 64. GRDPJt adalah produk domestik regional bruto Pulau Jawa (milyar rupiah/ tahun). 65. GRDPSt adalah produk domestik regional bruto Pulau Sumatera (milyar rupiah/tahun). 66. GRDPKt adalah produk domestik regional bruto Pulau Kalimantan (milyar rupiah/tahun). 67. GRDPSLt adalah produk domestik regional bruto Pulau Sulawesi (milyar rupiah/tahun) 68. GRDPPt adalah produk domestik regional bruto Pulau Lain (milyar rupiah/ tahun). 69. DICJt adalah pendapatan disposibel di Jawa (milyar rupiah/ tahun).
122 70. DICSt adalah pendapatan disposibel di Sumatera (milyar rupiah/ tahun). 71. DICKt adalah pendapatan disposibel di Kalimantan (milyar rupiah/ tahun). 72. DICSLt adalah pendapatan disposibel di Sulawesi (milyar rupiah/ tahun). 73. DICPt adalah pendapatan disposibel di pulau lain (milyar rupiah/ tahun). 74. CONJt adalah konsumsi rumah tangga penduduk Jawa (milyar rupiah/tahun). 75. CONSt adalah konsumsi rumah tangga penduduk Sumatera (milyar rupiah/tahun). 76. CONKt adalah konsumsi rumah tangga penduduk Kalimantan (milyar rupiah/tahun). 77. CONSLt adalah konsumsi rumah tangga penduduk Sulawesi (milyar rupiah/tahun). 78. CONPt adalah konsumsi rumah tangga penduduk pulau lain (milyar rupiah/tahun). 79. INVJt adalah jumlah investasi asing dan dalam negeri di Jawa (milyar rupiah/tahun). 80. INVSt adalah jumlah investasi asing dan dalam negeri di Sumatera (milyar rupiah/tahun). 81. INVKt adalah jumlah investasi asing dan dalam negeri di Kalimantan (milyar rupiah/tahun). 82. INVSLt adalah jumlah investasi asing dan dalam negeri di Sulawesi (milyar rupiah/tahun). 83. INVPt adalah jumlah investasi asing dan dalam negeri di pulau lain (milyar rupiah/tahun). 84. DEVJt adalah devisa yang diperoleh dari tenaga kerja migran berasal dari Jawa yang bekerja di luar negeri (juta rupiah/tahun).
123 85. DEVSt adalah devisa yang diperoleh dari tenaga kerja migran berasal dari Sumatera yang bekerja di luar negeri (juta rupiah/tahun). 86. DEVKt adalah devisa yang diperoleh dari tenaga kerja migran berasal dari Kalimantan yang bekerja di luar negeri (juta rupiah/tahun). 87. DEVSLt adalah devisa yang diperoleh dari tenaga kerja migran berasal dari Sulawesi yang bekerja di luar negeri (juta rupiah/tahun). 88. DEVPt adalah devisa yang diperoleh dari tenaga kerja migran berasal dari Pulau Lain yang bekerja di luar negeri (juta rupiah/tahun).
4.5.2. Variabel Eksogen.
1.
MIGLJSt adalah jumlah migran masuk dari pulau-pulau lain selain Jawa ke
Sumatera (orang). 2.
MIGLJKt adalah jumlah migran masuk dari pulau-pulau lain selain Jawa
ke Kalimantan (orang). 3.
MIGLJSLt adalah jumlah migran masuk dari pulau-pulau lain selain Jawa
ke Sulawesi (orang). 4.
MIGLJPt adalah jumlah migran masuk dari pulau-pulau lain selain Jawa ke
pulau lain (orang). 5.
MIGSPLJt adalah jumlah migran dari Sumatera ke pulau-pulau lain selain
Jawa (orang). 6.
MIGKLJt adalah jumlah migran dari Kalimantan ke pulau-pulau lain
selain Jawa (orang). 7.
MIGSLLJt adalah jumlah migran dari Sulawesi ke pulau-pulau lain selain
Jawa (orang).
124 8.
MIGPLJt adalah jumlah migran dari pulau lain ke pulau-pulau lain selain
Jawa (orang). 9.
MIGJNLt adalah tenaga kerja migran Jawa ke negara-negara lain selain
Malaysia, Singapura, Saudi Arabia dan Hongkong (orang). 10.
MIGSNLt adalah tenaga kerja migran Sumatera ke negara-negara lain
selain Malaysia, Singapura, Saudi Arabia dan Hongkong (orang). 11.
MIGKNLt adalah tenaga kerja migran Kalimantan ke negara-negara lain
selain Malaysia, Singapura, Saudi Arabia dan Hongkong (orang). 12.
MIGSLNLt adalah tenaga kerja migran Sulawesi ke negara-negara lain
selain Malaysia, Singapura, Saudi Arabia dan Hongkong (orang). 13.
MIGPNLt adalah tenaga kerja migran Pulau Lain ke negara-negara lain
selain Malaysia, Singapura, Saudi Arabia dan Hongkong (orang). 14.
DIKTSt adalah jumlah penduduk Sumatera dengan tingkat pendidikan
tinggi dan menengah (orang). 15.
DIKRSt
adalah jumlah penduduk Sumatera dengan tingkat pendidikan
rendah (orang). 16.
DIKTKt adalah jumlah penduduk Kalimantan dengan tingkat pendidikan
tinggi dan menengah (orang). 17.
DIKTSLt adalah jumlah penduduk Sulawesi dengan tingkat pendidikan
tinggi dan menengah (orang). 18.
DIKTPt adalah jumlah penduduk Pulau Lain dengan tingkat pendidikan
tinggi dan menengah (orang). 19.
DIKRPt adalah jumlah penduduk Pulau Lain dengan tingkat pendidikan
rendah (orang). 20.
INDJt adalah jumlah industri di Jawa (unit).
125 21.
LLHSt adalah luas lahan sementara tidak digunakan di Sumatera (hektar).
22.
LLHKt adalah luas lahan sementara tidak digunakan di Kalimantan
(hektar). 23.
LLHSLt adalah luas lahan sementara tidak digunakan di Sulawesi (hektar).
24.
LLHPt adalah luas lahan sementara tidak digunakan di Pulau Lain (hektar).
25.
POPJt adalah jumlah penduduk di Jawa (juta orang).
26.
POPSt adalah jumlah penduduk di Sumatera (juta orang).
27.
POPKt adalah jumlah penduduk di Kalimantan (juta orang).
28.
POPSLt adalah jumlah penduduk di Sulawesi (juta orang).
29.
POPPt adalah jumlah penduduk di Pulau lain (juta orang).
30.
UMRJt adalah upah minimum regional di Jawa (rupiah/bulan).
31.
UMRSt adalah upah minimum regional di Sumatera (rupiah/bulan).
32.
UMRKt adalah upah minimum regional di Kalimantan (rupiah/bulan).
33.
UMRSLt adalah upah minimum regional di Sulawesi (rupiah/bulan).
34.
UMRPt adalah upah minimum regional di Pulau Lain (rupiah/bulan).
35.
INCMJt adalah pendapatan migran di Jawa (juta rupiah/ tahun).
36.
INCMSt adalah pendapatan migran di Sumatera (juta rupiah/ tahun).
37.
INCMKt adalah pendapatan migran di Kalimantan (juta rupiah/ tahun).
38.
INCMSLt adalah pendapatan migran di Sulawesi (juta rupiah/ tahun).
39.
INCMPt adalah pendapatan migran di Pulau Lain (juta rupiah/ tahun).
40.
GRDPCS adalah pendapatan perkapita penduduk Sumatera (rupiah/tahun).
41.
WSPt adalah upah di Singapura (rupiah /bulan).
42.
GDPCSPt adalah pendapatan perkapita penduduk Singapura (rupiah/tahun).
43.
WMt adalah upah di Malaysia (rupiah /bulan).
126 44.
GDPCASt
adalah
pendapatan
perkapita
penduduk
Arab
Saudi
(rupiah/tahun). 45.
WHt adalah upah di Hongkong (rupiah/bulan) .
46.
DTKSPt adalah kesempatan kerja di Singapura (orang).
47.
DTKMt adalah kesempatan kerja di Malaysia (ribu orang).
48.
STKMt adalah jumlah angkatan kerja di Malaysia (ribu orang).
49.
DTKHt adalah kesempatan kerja di Hongkong (ribu orang).
50.
GEXJt adalah pengeluaran pemerintah di Jawa (milyar rupiah).
51.
GEXSt adalah pengeluaran pemerintah di Sumatera (milyar rupiah) .
52.
GEXKt adalah pengeluaran pemerintah di Kalimantan (milyar rupiah).
53.
GEXSLt adalah pengeluaran pemerintah di Sulawesi (milyar rupiah).
54.
GEXPt adalah pengeluaran pemerintah di Pulau Lain (milyar rupiah).
55. GEXIJt adalah pengeluaran infrastruktur di Jawa (milyar rupiah). 56.
GEXISt adalah pengeluaran infrastruktur di Sumatera (milyar rupiah).
57.
GEXIKt adalah pengeluaran infrastruktur di Kalimantan (milyar rupiah).
58.
GEXISLt adalah pengeluaran infrastruktur di Sulawesi (milyar rupiah).
59.
GEXIPt adalah pengeluaran infrastruktur di Pulau Lain (milyar rupiah).
60.
KHMJt adalah Kebutuhan Hidup Minimum di Jawa (rupiah/bulan).
61.
KHMSt adalah Kebutuhan Hidup Minimum di Sumatera (rupiah/bulan).
62.
KHMKt adalah Kebutuhan Hidup Minimum di Kalimantan (rupiah/bulan).
63.
KHMSLt adalah Kebutuhan Hidup Minimum di Sulawesi (rupiah/bulan).
64.
KHMPt adalah Kebutuhan Hidup Minimum di pulau lain (rupiah/bulan).
65.
INFJt adalah laju inflasi di Jawa (persen).
66.
INFSt adalah laju inflasi di Sumatera (persen).
67.
INFKt adalah laju inflasi di Kalimantan (persen).
127 68.
INFSLt adalah laju inflasi di Sulawesi (persen).
69.
INFPt adalah laju inflasi di Pulau Lain (persen).
70.
EKSJt adalah nilai ekspor di Jawa (milyar rupiah).
71.
EKSSt adalah nilai ekspor di Sumatera (milyar rupiah).
72.
EKSKt adalah nilai ekspor di Kalimantan (milyar rupiah).
73.
EKSSLt adalah nilai ekspor di Sulawesi (milyar rupiah).
74.
EKSPt adalah nilai ekspor di Pulau Lain (milyar rupiah).
75.
IMPJt adalah nilai impor Jawa (milyar rupiah).
76.
IMPSt adalah nilai impor Sumatera (milyar rupiah).
77.
IMPKt adalah nilai impor Kalimantan (milyar rupiah).
78.
IMPSLt adalah nilai impor Sulawesi (milyar rupiah).
79.
IMPPt adalah nilai impor Pulau Lain (milyar rupiah).
80.
TAXJt adalah total pajak di Jawa (milyar rupiah).
81.
TAXSt adalah total pajak di Sulawesi (milyar rupiah).
82.
TAXKt adalah total pajak di Kalimantan (milyar rupiah).
83.
TAXSLt adalah total pajak di Sulawesi (milyar rupiah).
84.
TAXPt adalah total pajak di Pulau Lain (milyar rupiah).
85.
SBt adalah suku bunga deposito yang berlaku di Indonesia (persen/tahun).
86.
NTKt adalah nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah (rupiah/dollar).
4.5.3. Pengukuran Variabel
Data dari variabel-variabel dalam penelitian ini diperoleh dengan dua bentuk yaitu: 1. Data sudah tersedia dalam agregasi per pulau. 2. Menjumlahkan data dari setiap propinsi yang terdapat dalam satu pulau.
128 Variabel-variabel dengan data yang tersedia dalam agregasi per pulau adalah: variabel-variabel migrasi internal yaitu: migrasi masuk dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Lain ke Jawa. Migrasi keluar dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Lain. Migrasi selain dari Jawa yang masuk ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Lain. Migrasi keluar dari: Sumatera ke pulau-pulau lain selain Jawa, Kalimantan ke pulau-pulau lain selain Jawa, Sulawesi ke pulau-pulau lain selain Jawa, dan Pulau Lain ke ke pulau-pulau lain selain Jawa. Oleh karena ketersediaan data migrasi internal hanya dalam periode lima tahun sekali (data SUPAS = Survey Penduduk Antar Sensus) yaitu tahun 1985,1990, 1995, 2000 dan 2005, maka data antara tahun-tahun tersebut diperoleh berdasarkan persentase laju pertumbuhan migrasi antar pulau tersebut dari periode yang satu ke periode lainnya, berdasarkan rumus geometri (Ananta, 1990) : Pn = P0 (1 + r )t Dimana : P0 = banyaknya migran masuk pada tahun 0 Pn = banyaknya migran masuk pada tahun berikutnya (n) r = angka pertumbuhan migran per tahun (dalam persen) t = lamanya waktu dari tahun 0 ke tahun t. Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh angka pertumbuhan migrasi pertahun dalam persentase. Menurut Ananta (1990), rumus ini dianggap lebih baik karena dapat menunjukkan kecepatan dan laju pertumbuhan migrasi. Rumus ini didasarkan pada perhitungan majemuk, dimana pertumbuhan migrasi tahun lalu sudah diperhitungkan untuk menghitung pertambahan jumlah migrasi di tahun yang akan datang. Dengan cara lain, untuk menghitung jumlah migran
129 yang tergolong angkatan kerja di DKI Jakarta, juga pernah dilakukan oleh Desiar (2005) dalam penelitiannya tentang dampak migrasi terhadap pengangguran dan sektor informal di DKI Jakarta. Berdasarkan data jumlah migrasi internal antar pulau tersebut, maka data pendapatan migran diperoleh dengan cara: jumlah migran masuk ke pulau tertentu dikali dengan pendapatan perkapita penduduk pulau bersangkutan. Selanjutnya untuk migrasi internasional, data yang tersedia pada setiap tahun hingga tahun 2004, baik di BPS maupun Depnakertrans adalah data tenaga kerja migran dari Indonesia ke negara tujuan. Tetapi tahun 2005 sudah tersedia data penempatan tenaga kerja migran Indonesia berdasarkan daerah asal dengan tujuan ke Asia Pasifik dan Timur Tengah. Berdasarkan data tersebut maka di peroleh persentase jumlah tenaga kerja migran asal pulau tertentu ke negara tujuan tertentu. Perhitungan persentase jumlah tenaga kerja migran asal pulau ke negara tujuan dilakukan dengan cara : 1. Menghitung jumlah tenaga kerja migran asal pulau tertentu ke Asia Pasifik, diperoleh angka: Sumatera (58679 orang atau 19.74 persen), Jawa (110748 orang atau 37.25 persen), Kalimantan (86235 atau 29.01 persen), Sulawesi (1324 orang atau 0.45 persen) dan Pulau Lain (40305 atau 13.56 persen). 2. Menghitung jumlah tenaga kerja migran asal pulau tertentu ke Timur Tengah, diperoleh angka: Sumatera (171 orang atau 0.1 persen), Jawa (166710 orang atau 94.18 persen), Kalimantan (596 atau 0.37 persen), Sulawesi (130 orang atau 0.07 persen) dan Pulau Lain (9412 atau 5.32 persen). 3. Selanjutnya persentase tersebut dikali dengan jumlah tenaga kerja migran Indonesia ke masing-masing negara.
130 Data devisa dari tenaga kerja migran internasional yang tersedia di BPS dan Depnakertrans adalah total devisa yang dikirim oleh tenaga kerja tersebut. Oleh karena data total tenaga kerja migran Indonesia juga tersedia, maka untuk memperoleh data devisa perpulau dilakukan dengan cara : 1. Menghitung devisa pertenaga kerja migran internasional pertahun yaitu: DEVt/TKIt 2. Hasil perhitungan tersebut dikali dengan jumlah tenaga kerja migran per pulau. 3. Hasil perhitungan pada poin 2, merupakan data devisa tenaga kerja migran internasional perpulau yang digunakan untuk penelitian ini. Variabel-variabel lain, semua data tersedia perdaerah Tingkat I (propinsi) dan daerah Tingkat II (Kota/Kabupaten), maka untuk mengukur data perpulau dilakukan dengan menjumlahkan data dari setiap propinsi yang terdapat dalam satu pulau. Variabel-variabel tersebut adalah variabel-variabel makroekonomi, upah rata-rata, populasi, permintaan dan penawaran tenaga kerja tenaga kerja, dan luas lahan yang sementara tidak digunakan.
4.6. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Jenis data yang digunakan adalah data rangkaian waktu (time series) dari tahun 1985-2006. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Depnakertrans, Nota Keuangan, Laporan Tahunan Bank Indonesia, Bank Dunia (World Bank), Asian Development Bank (ADB), ILO dan sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini
(Lampiran 2).
131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
5.1. Migrasi Internal
Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk.
Peninjauan migrasi secara regional
penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata.
Berdasarkan Sensus Penduduk dan Survei
Penduduk Antar Sensus yang diperlihatkan pada Tabel 8 dan Tabel 9, tidak ada satu pulaupun yang tidak mengalami migrasi penduduk, baik migrasi masuk maupun migrasi keluar.
Bab ini memaparkan arus migrasi seumur hidup di
Indonesia dan melihat perkembangannya selama periode 1985-2005.
5.1.1. Arus Migrasi Masuk
Tabel 8 memperlihatkan jumlah dan rata-rata pertumbuhan migrasi masuk seumur hidup menurut pulau tahun 1985-2005. Tabel tersebut memperlihatkan adanya peningkatan jumlah migrasi masuk pada setiap pulau dari tahun ke tahun. Arus migrasi masuk terbanyak menuju ke Pulau Jawa yaitu sekitar 50-60 persen dari total migran masuk seumur hidup pada setiap pulau di Indonesia, selanjutnya menuju ke Sumatera yaitu 33 persen. Tingginya jumlah migrasi masuk ke Jawa disebabkan oleh pola migrasi di Indonesia yang bersifat Jawa sentris, artinya sebagian besar migran dari seluruh wilayah Indonesia menuju ke Jawa dan sebagian besar migran dari Jawa juga menuju ke wilayah Pulau Jawa juga, terutama terpusat ke kota-kota besar (kota metropolitan).
Selain itu tingginya arus migrasi ke Jawa juga disebabkan
tingginya perkembangan pembangunan ekonomi, teknologi dan infrastruktur di
132 pulau tersebut.
Kondisi ini ditambah lagi dengan berkembangnya fasilitas
pendidikan, kesehatan, pariwisata dan aspek sosial lainnya di pulau tersebut, sehingga menjadi dayatarik yang cukup kuat bagi penduduk luar Jawa untuk migrasi ke pulau tersebut (Firman, 2000). Tabel 8. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk Seumur Hidup Menurut Pulau Tahun 1985-2005
Pulau
Migrasi Masuk (000 Orang) 1985
1990
1995
2000
Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk (%) 2005
19851990
19901995
19952000
20002005
Sumatera
3013.9 3699.4 3975.5 3589.3
3789.8
3.48
1.21
-1.69
0.91
Jawa
4554.2 6871.8 8757.9 8494.0 10673.4
7.10
4.13
-0.51
3.88
1736.3
9.03
3.50
2.89
0.91
Kalimantan
671.3 1127.9 1386.3 1644.7
Sulawesi
359.0
528.6
578.0
653.5
668.5
6.66
1.50
2.07
0.38
Pulau Lain
369.7
601.1
701.3
703.6
802.9
8.44
2.60
0.05
2.23
Sumber : Depnakertrans dan BPS (diolah) Perubahan pola mobilitas pada masa yang akan datang sangat tergantung pada perkembangan wilayah di luar Jawa. Bila dimasa yang akan datang wilayahwilayah tersebut dapat mengembangkan kewenangan (otonomi) yang lebih luas bagi pembangunannya, maka diharapkan dapat menjadi penarik bagi mobilitas penduduk. Wilayah yang kaya akan sumberdaya alam, seperti Riau dan Kalimantan Timur atau Irian Jaya diharapkan dapat menyeimbangkan mobilitas penduduk yang selama ini sangat terpusat pada kota-kota besar di Pulau Jawa. Hal ini tidak terjadi secara otomatis, sangat bergantung pada keberhasilan pengembangan wilayah dan kota (permukiman). Oleh karena itu untuk mencapai mobilitas penduduk yang lebih seimbang, sangat tergantung pada program pengembangan wilayah dan perkotaan di luar Jawa (Firman, 2000). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Tabel 8 memperlihatkan meskipun jumlah migrasi masuk terus meningkat, tetapi rata-rata angka pertumbuhan
133 migrasi masuk pada setiap pulau selama periode 1985-2005 mengalami penurunan. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan pembangunan, yang memberi dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja pada masing-masing pulau, sehingga menurunkan keinginan migran untuk migrasi ke daerah lain. Ditinjau berdasarkan pertumbuhan setiap periode lima tahunan, pada periode 1995 hingga 2000 pertumbuhan migrasi masuk ke Sumatera dan Jawa mengalami pertumbuhan yang negatif, yaitu sebesar 1.69 persen dan 0.51 persen. Pertumbuhan yang negatif ini disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada periode tersebut. Sumatera dan Jawa merupakan pulau yang cukup besar terkena dampak krisis tersebut. Banyak industri-industri kecil dan menengah mengalami penurunan produksi dan bahkan ada yang harus berhenti beroperasi, akibatnya terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja yang menganggur pada kedua pulau tersebut. Kondisi ini menurunkan keinginan migrasi masuk ke pulau tersebut. Pada periode 2000-2005, pertumbuhan migrasi masuk ke Jawa dan Sumatera kembali mengalami peningkatan, hal ini berkaitan pula dengan proses pemulihan kondisi ekonomi yang semakin membaik setelah krisis ekonomi. Menurut Warsono (2005), pasca tahun 1998 pada awal terjadinya krisis ekonomi, sejenak terjadi trend arus balik migrasi, yaitu dari kota ke desa dan sebagian lagi ke luar Jawa. Mereka kembali pada kegiatan bertani atau back to nature, banyak orang kota yang berbisnis pertanian. Pola demikian tidak berlangsung lama, karena setelah pertumbuhan ekonomi global dan regional mulai membaik atau stabil, pola kaum migran kembali pada kecenderungan lama, yaitu dari daerah pedesaan ke perkotaan, dari daerah agraris ke daerah industri dan jasa.
134 Pada periode 2000-2005 tersebut pertumbuhan migrasi masuk terbesar juga terjadi di Pulau Jawa yaitu 3.88 persen, kemudian diikuti Pulau Lain sebesar 2.28 persen. Sedangkan pertumbuhan migrasi masuk terkecil terjadi di Sulawesi yaitu sebesar 0.38 persen.
5.1.2. Arus Migrasi Keluar
Tabel 9 memperlihatkan perkembangan jumlah dan rata-rata pertumbuhan migrasi keluar seumur hidup dari setiap pulau selama periode 1985-2005. Tabel tersebut memperlihatkan jumlah migrasi keluar terbanyak juga berasal dari Jawa dan Sumatera.
Tingginya jumlah migrasi keluar dari Pulau Jawa umumnya
disebabkan oleh kebijakan transmigrasi yang ditetapkan pemerintah untuk mengatasi masalah ketimpangan distribusi penduduk di Indonesia. Sebaliknya tingginya jumlah migran keluar dari luar Jawa disebabkan oleh beberapa faktor penarik di daerah tujuan, khususnya Pulau Jawa.
Tabel 9
memperlihatkan rata-rata pertumbuhan migrasi keluar terbanyak dari Sumatera dan Sulawesi terjadi pada periode 1990-1995 yaitu sebesar 4.75 persen dan 3.32 persen.
Sedangkan dari Jawa dan Kalimantan pertumbuhan migrasi keluar
terbanyak terjadi pada periode 1985-1990. Pada periode 1995-2000 jumlah migrasi keluar dari Jawa dan Sulawesi mengalami pertumbuhan yang negatif, masing-masing -0.51 persen dan -0.28 persen. Sama halnya dengan migrasi masuk, pertumbuhan negatif migrasi keluar pada periode ini disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998.
Sedangkan pertumbuhan migrasi keluar negatif pada Pulau Lain
justru terjadi pada periode 2000-2005.
135 Tabel 9. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar Seumur Hidup Menurut Pulau Tahun 1985-2005
Pulau
Migrasi Keluar (000 Orang) 1985
Sumatera Jawa
1990
1995
2000
Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar (%) 2005
19851990
19901995
19952000
20002005
986.1 1175.8 1553.7 1710.8
1738.9
2.98
4.75
1.62
0.27
3648.6 5053.2 5548.3 5381.1
5643.2
5.58
1.57
-0.51
0.80
Kalimantan
180.6
247.4
271.9
289.7
338.2
5.39
1.59
1.06
2.61
Sulawesi
595.4
649.7
790.4
777.4
882.8
1.47
3.32
-0.28
2.14
Pulau Lain
335.1
439.1
525.5
700.1
663.0
4.61
3.04
4.90
-0.90
Sumber : Depnakertrans dan BPS (diolah) Jika dibandingkan antara pertumbuhan migrasi masuk yang diperlihatkan pada Tabel 8 dengan pertumbuhan migrasi keluar yang diperlihatkan pada Tabel 9, maka dapat dilihat bahwa pertumbuhan migrasi masuk ke Jawa lebih besar dari pertumbuhan migrasi yang keluar dari Jawa, kecuali pada periode 1995-2000, dimana pada periode tersebut pertumbuhan migrasi masuk sama dengan pertumbuhan migrasi keluarnya.
5.2. Migrasi Internasional
Rendahnya penyerapan tenaga kerja di dalam negeri telah mendorong tenaga kerja untuk mencari dan memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri, karena tingkat upah yang ditawarkan biasanya lebih baik dibandingkan dengan upah pekerjaan sejenis di dalam negeri. Selain itu, tekanan untuk mencari kerja di luar negeri makin diperkuat dengan kenyataan bahwa surplus tenaga kerja unskilled kian meningkat. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung dan
menjadi pilihan para pencari kerja sepanjang kondisi perekonomian Indonesia masih belum mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang ada.
136 Kenyataannya sulit untuk menemukan angka pasti jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja diluar negeri, terlebih besarnya jumlah pekerja ilegal. Namun dapat dipastikan bahwa jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 10 menunjukkan jumlah dan pertumbuhan tenaga kerja migran dari setiap pulau di Indonesia yang bekerja di Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi dan negara-negara tujuan lainnya. Tabel 10 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja migran setiap pulau yang bekerja di luar negeri selama periode 1985-2005. Dilihat dari negara tujuan, maka negara tujuan yang paling diinginkan oleh migran internasional Indonesia adalah Malaysia, kemudian Arab Saudi. Menurut Darwis (2004), banyak faktor yang menentukan negara Malaysia menjadi pilihan pekerja migran Indonesia. Secara geografis, Malaysia merupakan negara tetangga terdekat Indonesia. Hubungan transportasi lebih mudah, murah dan cepat. Beberapa pelabuhan di Indonesia merupakan pintu gerbang keluar masuk pekerja Indonesia untuk mencapai daerah tujuan di Malaysia, seperti Batam dan Tanjung Pinang di Sumatera, Entikong di Kalimantan Barat serta Nunukan di Kalimantan Timur. Disamping itu masyarakat kedua negara samasama berasal dari rumpun suku Melayu dengan bahasa yang mirip dan sejak dulu sudah memiliki hubungan sosial budaya yang erat, sehingga memudahkan dalam berinteraksi. Tenaga kerja migran yang bekerja ke Timur Tengah, meskipun memiliki agama yang sama, tetapi menghadapi masalah adaptasi karena perbedaan bahasa dan latar belakang sosial budaya yang mencolok. Jika ditinjau dari jumlah tenaga kerja migran berdasarkan daerah asal, Tabel 10 memperlihatkan bahwa tenaga kerja migran internasional terbesar berasal dari Pulau Jawa, kemudian disusul oleh Kalimantan dan Sumatera. Tetapi
137 jika dilihat dari pertumbuhannya selama periode 1985 hingga 2005, peningkatan pengiriman jumlah migran internasional terbesar berasal dari Sumatera, dengan persentase pertumbuhannya sebesar 23.18 persen. Tabel 10. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional Menurut Pulau dan Negara Tujuan Tahun 1985-2005 Pulau
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Pulau Lain
Indonesia
Tahun
1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%)
Malaysia (Orang)
Singapura (Orang)
306 5772 4719 37838 39848 26.10 576 10893 8907 71413 75208 26.11 449 8481 6936 55606 58561 26.10 7 130 107 854 899 26.01 210 3964 3241 25990 27371 26.10 1547 29240 23909 191700 201887 26.11
286 1528 4536 5074 4952 14.54 541 2884 8561 9576 9346 14.53 421 2246 6666 7457 7277 14.53 7 34 102 114 112 14.11 197 1050 3116 3485 3401 14.53 1451 7743 22982 25707 25087 14.54
Negara Tujuan Hongkong Arab (Orang) Saudi (Orang) 60 46 135 40 766 42 4285 110 2397 145 19.20 5.62 113 45080 254 39051 1445 40986 8087 107424 4524 141486 19.21 5.60 88 161 198 140 1125 147 6297 384 3522 506 19.21 5.60 1 35 3 31 17 32 97 84 54 110 20.92 5.60 41 2545 92 2205 526 2314 2943 6065 1646 7988 19.22 5.60 304 47867 681 41466 3878 43521 21709 114067 12143 150235 19.20 5.60
Keterangan : r adalah rata-rata pertumbuhan migran pertahun Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Negara Lain (Orang) 41 800 2838 10989 11508 30.79 2743 5685 5685 45646 46895 14.47 66 1185 4195 16202 16965 30.25 3 21 73 267 279 24.09 177 787 2594 8939 9311 20.77 3031 8475 26596 82043 84958 17.20
Total (Orang) 739 8275 12901 58296 58850 23.18 49053 58767 65584 242147 277458 8.60 1185 12250 19069 85946 86831 22.69 53 219 331 1416 1454 17.08 3170 8098 11791 47422 49717 14.01 54200 87605 120886 435226 474310 10.88
138 Berbeda dengan pulau di luar Jawa, negara tujuan migran internasional paling diminati oleh tenaga kerja migran internasional asal Jawa adalah Arab Saudi. Rata-rata lebih dari 63 persen dari total migran internasional asal Jawa setiap periode bekerja di Arab Saudi, bahkan pada periode 1985, sekitar 99 persen dari migran ini bekerja di negara tersebut. Karakteristik tenaga kerja migran asal Jawa yang bekerja di Arab Saudi umumnya didominasi oleh pekerja perempuan sebagai penata laksana rumah tangga. Kalimantan merupakan negara pengirim tenaga kerja migran terbanyak setelah Jawa. Negara tujuan yang paling diminati oleh migran asal Kalimantan adalah Malaysia dengan pertumbuhan rata-rata pertahunnya sebesar 26.10 persen, kemudian Hongkong, Singapura dan arab Saudi dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya masing-masing 19.21 persen, 14.53 persen dan 5.60 persen. Tingginya minat masyarakat Kalimantan untuk menjadi tenaga kerja migran di Hongkong disebabkan oleh tingginya upah pekerja di Hongkong dibandingkan upah di negara lain. Sulawesi merupakan daerah yang paling sedikit mengirim tenaga kerja migran. Umumnya tenaga kerja migran asal Sulawesi ini berasal dari Makasar. Tetapi jika dilihat dari persentase pertumbuhan jumlah migran internasional asal Sulawesi (Tabel 10), jumlah migran internasional asal daerah tersebut meningkat cukup cepat, dimana rata-rata pertumbuhannya ke Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi masing-masing 26.01 persen, 14.11 persen, 20.92 persen, dan 5.60 persen. Persentase pertumbuhan tersebut memperlihatkan bahwa Malaysia merupakan negara tujuan utama migran internasional asal Sulawesi. Demikian juga halnya dengan migran internasional asal Pulau Lain, negara tujuan migran asal pulau tersebut juga Malaysia, dengan persentase pertumbuhan
139 rata-rata pertahun sebesar 26.01 persen. Sedangkan Hongkong merupakan negara yang kurang diminati oleh tenaga kerja migran asal Pulau Lain, dimana pertumbuhan pertahun sebesar 5.60 persen. Pengiriman tenaga kerja migran internasional akan memberikan sumbangan devisa yang besar bagi negara melalui remittances yang dikirimkan tenaga kerja tersebut kepada keluarganya. Berdasarkan Tabel 11 diperlihatkan bahwa selama periode 1985-2005, peningkatan jumlah migran internasional setiap pulau diikuti pula dengan meningkatnya jumlah penerimaan devisa pada masingmasing pulau tersebut. Jumlah sumbangan devisa tertinggi diperoleh dari kiriman remittances migran internasional asal Jawa, dimana pada tahun 2005, jumlah remittancess yang dikirim oleh migran asal Jawa sebesar 1.7 milyar US dollar
yang diperoleh dari 277458 orang migran. Pada tahun yang sama, migran internasional asal Kalimantan mampu mengirim remittances sebesar 532.6 juta US dollar dari 86831 orang migran. Sedangkan Sumatera dan Pulau Lain mengirim remitancess sebesar 361 juta US dollar dan 304.9 juta US dollar. Diantara lima pulau besar di Indonesia, Sulawesi merupakan pengirim migran internasional paling sedikit, dimana pada tahun 2005, Sulawesi hanya mengirim 1454 orang migran dengan perolehan devisa dari migran tersebut sebesar 8.9 juta US dollar. Oleh karena itu Indonesia memperoleh manfaat dari migran internasional sebesar 2.9 milyar US dollar. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah sebaiknya memberi perhatian khusus kepada migran internasional atas jasa yang mereka berikan pada perekonomian Indonesia. Menurut Irawan (2002), pertumbuhan ekonomi positif Indonesia saat ini terjadi karena kontribusi terbesar dari konsumsi domestik, dimana dana remittances yang langsung atau tidak langsung digunakan untuk
140 konsumsi domestik, telah membantu pertumbuhan ekonomi positif Indonesia pada era reformasi. Artinya, tenaga kerja migran secara tidak langsung telah membantu pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif melalui komponen konsumsi, pada saat komponen pertumbuhan lain seperti investasi dan ekspor sedang menurun. Tabel 11. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional dan Penerimaan Devisa (Remittances) Menurut Pulau Tahun 1985-2005 Pulau
Tahun
Sumatera
1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%) 1985 1990 1995 2000 2005 r (%)
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Pulau Lain
Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Jumlah TKI (Orang) 739 8275 12901 58296 58850 23.18 49053 58767 65584 242147 277458 8.60 1185 12250 19069 85946 86831 22.69 53 219 331 1416 1454 17.08 3170 8098 11791 47422 49717 14.01 54200 87605 120886 435226 474310 10.88
Jumlah Devisa (000 US $) 792.9 19261.7 59117.4 175672.7 361000.4 33.84 52603.2 136798.3 351898.9 729702.1 1701995.6 18.01 1270.9 28516.2 87379.9 258994.2 532643.8 33.31 56.6 510.8 1516.1 4265.6 8919.2 27.25 3399.5 18850.4 54030.8 142905.5 304976.3 23.88 58123.2 203927.4 553940.9 1311540.3 2909534.2 20.48
141 Setiap tahun pemerintah menargetkan untuk meningkatkan jumlah pengiriman dan penempatan tenaga kerja migran di luar negeri yang bertujuan untuk menambah devisa negara. Dalam program Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah 2004-2009, pemerintah menargetkan peningkatan ekspor tenaga kerja migran menjadi 1 juta orang per tahun hingga 2009. Demikian pula target negara tujuan bakal diperluas dari 11 negara menjadi 25 negara. Adapun perolehan devisa ditargetkan meningkat dari sekitar Rp 186 triliun tahun 2009.Namun upaya dan target peningkatan ekspor tenaga kerja migran ini tidak diimbangi dengan perbaikan sistem layanan pengiriman, penempatan dan perlindungan TKI oleh negara (Subkhan, 2007) Subkhan (2007) juga menyatakan lemahnya perlindungan tenaga kerja tersebut di luar negeri disebabkan oleh beberapa hal antara lain, pertama pemerintah belum membuat nota kesepahaman G to G (Goverment to Goverment) dengan negara-negara tujuan. Dari 16 negara penerima TKI pada tahun 2006, Indonesia baru menandatangani MoU dengan lima negara, yakni Malaysia, Korea, Kuwait, Taiwan, dan Jordania. Sementara dengan negara lain, termasuk Arab Saudi yang menjadi negara tujuan terbesar tenaga kerja migran, belum ada. Sebagai perbandingan, Filipina pada tahun 2004, sudah memiliki perjanjian dengan 12 negara tujuan pekerja migrannya, termasuk dengan negara-negara Timur Tengah dan negara maju, seperti Swiss, Inggris, dan Norwegia. Adanya MoU antara dua negara bisa menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan yang diperlukan jika ada tenaga kerja yang mendapatkan perlakuan tidak adil di negara tujuan. Kedua, minimnya perhatian pemerintah, khususnya kedutaan besar dalam
memberikan perlindungan pada tenaga kerja migran.
Kurangnya perhatian
142 tersebut ditunjukkan oleh tidak adanya atase ketenagakerjaan di negara tujuan. Keberadaan atase ketenagakerjaan memang sangat membantu, tetapi juga tidak otomatis menyelesaikan masalah. Pengiriman tenaga kerja migran umumnya dilakukan agen perorangan dan PJTKI yang lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan kesejahteraan tenaga kerja tersebut. Akibatnya, tenaga kerja yang dikirim hanya dilengkapi paspor dan visa kunjungan, tanpa adanya visa kerja seperti disyaratkan bagi setiap pekerja asing. Selanjutnya minimnya penyadaran, pengawasan, dan penegakan hukum dari berbagai instansi terkait terhadap mereka yang melakukan pelanggaran selama perekrutan hingga pengiriman tenaga kerja migran tersebut. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja migran juga merupakan salah satu faktor yang mengharuskan pemerintah memperhatikan tenaga kerja migran tersebut, karena mereka tidak memahami hak dan kewajibannya sebagai pekerja asing di luar negeri. Jika pemerintah ingin melindungi tenaga kerja migran, yang dapat dilakukan adalah: pertama, melakukan pembenahan sejak proses perekrutan. Pada tahap ini sebaiknya dilakukan penertiban terhadap agen tenaga kerja yang beroperasi dari desa ke desa. Perekrutan tenaga kerja migran hanya boleh dilakukan petugas resmi PJTKI. Kedua, PJTKI diwajibkan memberikan pelatihan terhadap setiap tenaga
kerja migran yang akan dikirim ke luar negeri, termasuk melakukan perjanjian kerja sama dengan perusahaan di luar negeri yang membutuhkan mereka. Ketiga, pemerintah sebaiknya juga melakukan penyederhanaan dan perampingan birokrasi penempatan tenaga kerja tersebut di luar negeri.
143 5.3. Perkembangan Migrasi Internal dan Internasional dan Angkatan Kerja Indonesia
Berbagai masalah ketenagakerjaan di Indonesia dimulai dari masalah supply-demand dalam pasar tenaga kerja.
Kondisi surplus tenaga kerja di
Indonesia sebenarnya telah terjadi sejak sebelum krisis ekonomi.
Sebagai
konsekuensi terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan, penawaran tenaga kerja (tenaga kerja baru dan pengangguran) meningkat cepat dibandingkan dengan permintaan yang semakin menurun. Penawaran tenaga kerja baru dapat berasal dari jumlah angkatan kerja penduduk setempat yang terus meningkat, dapat juga disebabkan oleh jumlah migran yang masuk ke daerah tersebut. Migrasi merupakan penyebab pasar kerja berjalan tidak normal. Kondisi yang dihadapi adalah berlebihnya tenaga kerja yang tersedia sedangkan kesempatan kerja sangat terbatas, akibatnya tenaga kerja yang ada akan keluar dari wilayah tersebut.
Sebaliknya apabila tenaga kerja yang tersedia sangat
terbatas sedangkan kesempatan kerja sangat besar akan menyebabkan masuknya tenaga kerja dari wilayah lain. Migrasi keluar terdapat pada darah-daerah industri yang mengalami stagnasi atau daerah-daerah kurang berkembang. Tabel 12 memperlihatkan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja di Sumatera pada periode 1985-2005 dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 2.77 persen. Ditinjau dari persentase jumlah migrasi masuk terhadap jumlah angkatan kerja di pulau tersebut, dapat dilihat adanya penurunan persentase migrasi masuk terhadap angkatan kerja. Tahun 1985, sekitar 25.2 persen dari angkatan kerja merupakan migran masuk, kemudian persentasenya terus menurun hingga tahun 2005, dimana 17.8 persen dari jumlah tenaga kerja di Sumatera adalah migran masuk.
144
Tabel 12. Jumlah Migran Internal dan Internasional, Angkatan Kerja Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005 Pulau
Tahun
Migran Internal (000 Orang) Migrasi Migrasi Masuk Keluar
Sumatera
1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005
3013.9 3699.4 3975.5 3589.3 3789.8 4554.2 6871.8 8757.9 8494.0 10673.4 671.3 1127.9 1386.3 1644.7 1736.3 359.0 528.6 578.0 653.5 668.5
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
986.1 1175.8 1553.7 1710.8 1738.9 3648.6 5053.2 5548.3 5381.1 5643.2 180.6 247.4 271.9 289.7 338.2 595.4 649.7 790.4 777.4 882.8
Migran Internasional (Orang)
Angkatan Kerja (Orang)
Persentase Migran Masuk terhadap Angkatan Kerja (%)
739 8275 12901 58296 58850 49053 58767 65584 242147 277458 1185 12250 19069 85946 86831 53 219 331 1416 1454
11980091 15215524 16956835 19407000 21276447 39869203 47360260 51404114 58133000 63347583 3081392 3903354 4615529 5336000 5766320 3891245 4988570 5732148 6184000 7100833
25.158 24.313 23.445 18.495 17.812 11.423 14.510 17.037 14.611 16.849 21.786 28.896 30.036 30.823 30.111 9.226 10.596 10.083 10.568 9.414
Persentase Migran Keluar Terhadap Angkatan Kerja (%)
8.231 7.728 9.163 8.815 8.173 9.151 10.670 10.793 9.257 8.908 5.861 6.338 5.891 5.429 5.865 15.301 13.024 13.789 12.571 12.432
Persentase Migran Internasional terhadap Angkatan Kerja (%)
0.006 0.054 0.076 0.300 0.277 0.123 0.124 0.128 0.417 0.438 0.038 0.314 0.413 1.611 1.506 0.001 0.004 0.006 0.023 0.020
145
Tabel 12. Lanjutan Pulau
Tahun
Pulau Lain
1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005
Indonesia
Migran Internal (000 Orang) Migrasi Migrasi Masuk Keluar
369.7 601.1 701.3 703.6 802.9 -
335.1 439.1 525.5 700.1 663.0 -
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Migran Internasional (Orang)
Angkatan Kerja (Orang)
Persentase Migran Masuk terhadap Angkatan Kerja (%)
3170 8098 11791 47422 49717 54200 87605 120886 435226 474310
5002985 6334556 7094007 6592000 8311189 63824916 77802264 85802633 95652000 105802372
7.390 9.489 9.886 10.674 9.660 -
Persentase Migran Keluar Terhadap Angkatan Kerja (%)
6.698 6.932 7.408 10.620 7.977 -
Persentase Migran Internasional terhadap Angkatan Kerja (%)
0.063 0.128 0.166 0.719 0.598 0.085 0.113 0.141 0.455 0.448
146
Kondisi berbeda terjadi di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Pulau Lain, dimana persentase migran masuk terhadap angkatan kerja masing-masing pulau mengalami peningkatan.
Tabel 12 menunjukkan pada tahun 1985 persentase
jumlah migran masuk ke Jawa, Kalimantan, dan Pulau Lain terhadap jumlah angkatan kerja masing-masing pulau tersebut sebesar 11.4 persen, 21.8 persen, dan 7.4 persen. Tetapi pada tahun 2005, persentase jumlah migran masuk ke masing-masing pulau tersebut terhadap angkatan kerjanya berturut-turut sebesar 16.8 persen, 30.11 persen, dan 9.7 persen. Tabel 12 juga memperlihatkan persentase jumlah migrasi keluar terhadap angkatan kerja pada masing-masing pulau. Migrasi keluar akan mempengaruhi jumlah angkatan kerja masing-masing pulau, dimana semakin tinggi jumlah migran yang keluar dari masing-masing pulau, maka akan mengurangi jumlah angkatan kerja pada masing-masing pulau tersebut. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa persentase migran keluar terhadap angkatan kerja pada periode 1985-2005 mengalami penurunan pada Pulau Jawa dan Sulawesi, dimana tahun 1985 persentase migran keluar dari Jawa dan Sulawesi terhadap angkatan kerjanya masing-masing 9.1 persen dan 15.3 persen. Sedangkan tahun 2005 persentase tersebut mengalami penurunan menjadi 8.9 persen untuk Jawa dan 12.4 persen untuk Sulawesi. Alisadono et al. (2006) menyatakan bahwa penurunan persentase migran keluar dari Jawa terhadap angkatan kerja disebabkan pada tahun tersebut adanya program pemerintah untuk memberangkatkan 750 ribu kepala keluarga transmigran. Sementara untuk pulau Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Lain, persentase migrasi keluar terhadap jumlah angkatan kerja pada masing-masing pulau tersebut pada periode 1985-2005, hanya sedikit mengalami perubahan.
Kondisi ini
147
menunjukkan peningkatan jumlah migran yang keluar seiring dengan peningkatan angkatan kerja pada masing-masing pulau tersebut. Migrasi internasional merupakan salah satu cara bagi pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah pengangguran dalam negeri.
Tabel 12
memperlihatkan pada periode 1985-2005, persentase migran internasional terhadap jumlah angkatan kerja pada masing-masing pulau mengalami peningkatan.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat peningkatan persentase
migran internasional asal Kalimantan terhadap angkatan kerjanya yang lebih besar dibandingkan pulau-pulau lainnya.
Kondisi ini menunjukkan migrasi
internasional di Kalimantan dapat mengatasi masalah pengangguran di Kalimantan.
5.4. Perkembangan Pendapatan Migran Internal, Internasional dan Perekonomian Indonesia
Pendapatan
migran
baik
internal
maupun
Devisa
Migran
internasional
akan
mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Menurut Carling (2004), pendapatan migran akan digunakan oleh keluarganya untuk konsumsi pada masa sekarang atau pada masa yang akan datang. Carling juga menyatakan jika pendapatan migran tersebut tidak seluruhnya dikonsumsi, maka bagian pendapatan tersebut akan digunakan untuk investasi atau ditabung. Pendapatan yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan formal, akan dimanfaatkan investor untuk melakukan investasi. Akhirnya peningkatan konsumsi dan investasi ini akan berpengaruh terhadap peningkatan produk domestik regional bruto. Tabel 13 memperlihatkan perkembangan pendapatan migran internal, devisa dari migran internasional, dan persentasenya terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto masing-masing pulau di Indonesia.
148
Tabel tersebut memperlihatkan pada periode 1985-2005, persentase pendapatan migran internal di Sumatera terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto di pulau tersebut mengalami penurunan. Tahun 1985 persentase pendapatan migran internal terhadap konsumsi rumah tangga sebesar 20.4 persen, dan terhadap produk domestik regional bruto sebesar 9.24 persen. Sedangkan pada tahun 2005 turun menjadi 11.4 persen untuk konsumsi rumah tangga dan 8.2 persen untuk produk domestik regional bruto. Sebaliknya persentase devisa dari migran internasional terus meningkat terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto di Sumatera, dimana pada tahun 1985 sebesar 0.08 persen terhadap konsumsi rumah tangga, dan 0.04 persen terhadap produk domestik regional bruto. Pada tahun 2005 persentase tersebut meningkat masing-masing menjadi 0.94 dan 0.67 persen. Dari kelima pulau yang diteliti, pendapatan migran internal di Kalimantan cukup berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto di pulau tersebut. Kondisi ini dapat dilihat dari tingginya nilai persentase pendapatan migran internal terhadap kedua variabel makroekonomi tersebut dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Demikian juga halnya dengan devisa dari migran internasional di pulau tersebut. Tabel 13 juga memperlihatkan persentase pendapatan migran internal dan internasional di Jawa terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto pulau tersebut mengalami peningkatan pada periode 1985-2005. Persentase pendapatan migran internal terhadap konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada tahun 1995, yaitu sebesar 12.24 persen. Sedangkan persentase devisa dari migran internasional terhadap konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 1.15 persen.
149
Tabel 13. Pendapatan Migran Internal, Devisa Migran Internasional, Konsumsi Rumah Tangga dan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005 Pulau
Tahun
Pendapatan Migran Internal (Milyar Rupiah)
Devisa Migran Internasional (Milyar rupiah)
Konsumsi Rumah Tangga (Milyar Rp)
Sumatera
1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005
5131.02 6995.87 9287.53 16265.34 23038.00 5287.65 10527.91 20176.70 39880.75 71922.93 1755.58 3167.64 5225.68 13784.81 18649.57 272.56 494.13 778.58 1684.53 2257.91
1.99 53.89 136.44 1588.39 1904.44 137.03 399.41 812.18 5633.89 9862.82 3.28 80.74 201.67 2574.40 2964.54 0.14 1.46 3.50 40.65 46.19
25112 31838 58677 135118 201969 79784 97948 164879 412985 612419 6120 8035 15046 37787 57917 7698 8565 7139 23469 34836
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Produk Domestik Regional Bruto (Milyar Rp)
55505 68972 95389 192476 281415 115933 164736 264326 569491 861132 20195 25545 39466 94777 135153 8771 11693 18497 38364 54034
Persentase Pendapatan Migran Internal Terhadap Konsumsi Rumah tangga dan Produk Domestik Regional Bruto (%) Konsumsi PDRB Rumah Tangga
20.433 21.973 15.828 12.038 11.407 6.627 10.748 12.237 9.657 11.744 28.686 39.423 34.731 36.480 32.201 3.541 5.769 10.906 7.178 6.482
9.244 10.143 9.736 8.451 8.186 4.561 0.639 0.763 7.003 8.352 8.693 12.400 13.241 14.544 13.799 3.108 4.226 4.209 4.391 4.179
Persentase Devisa Migran Internasional terhadap Konsumsi Rumah tangga dan Produk Domestik Regional Bruto (%) Konsumsi PDRB Rumah Tangga
0.008 0.169 0.233 1.176 0.943 0.172 0.408 0.493 1.364 1.610 0.054 1.005 1.340 6.813 5.119 0.002 0.017 0.049 0.173 0.133
0.004 0.078 0.143 0.825 0.677 0.118 0.242 0.307 0.989 1.145 0.016 0.316 0.511 2.716 2.193 0.002 0.012 0.019 0.106 0.085
150
Tabel 13. Lanjutan Pulau
Tahun
Pendapatan Migran Internal (Milyar Rupiah)
Devisa Migran Internasional (Milyar Rupiah)
Konsumsi Rumah Tangga (Milyar Rupiah)
Produk Domestik Regional Bruto (Milyar Rupiah)
Pulau Lain
1985 1990 1995 2000 2005 1985 1990 1995 2000 2005
295.23 606.04 1167.96 2075.08 4120.91 12742.04 12316.47 18477.42 73690.51 119989.32
8.41 51.90 124.70 1425.45 2229.61 150.86 587.40 1278.50 17315.53 17007.60
7742 5238 8104 19037 45534 126456 151624 253845 628396 952675
9835 13757 24644 44760 84867 210239 284703 442322 939868 1416601
Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Persentase Pendapatan Migran Internal Terhadap Konsumsi Rumah tangga dan Produk Domestik Regional Bruto (%) Konsumsi PDRB Rumah Tangga
3.813 11.570 14.412 10.900 9.050 10.076 8.123 7.279 11.727 12.595
3.002 4.405 4.739 4.636 4.856 6.061 4.326 4.177 7.841 8.470
Persentase Devisa Migran Internasional terhadap Konsumsi Rumah tangga dan Produk Domestik Regional Bruto (%) Konsumsi PDRB Rumah Tangga
0.109 0.991 1.539 7.488 4.897 0.119 0.387 0.504 2.756 1.785
0.086 0.377 0.506 3.185 2.627 0.072 0.206 0.289 1.842 1.201
151 Secara keseluruhan, persentase pendapatan migran internal di Indonesia terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik bruto mengalami fluktuasi, dimana persentase tersebut mengalami penurunan pada periode 1990 dan 1995, tapi kemudian meningkat kembali pada periode 2000 dan 2005. Persentase devisa dari migran internasional Indonesia terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik bruto mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2000, dimana persentase devisa dari migran internasional terhadap konsumsi rumah tangga di Indonesia sebesar 2.76 persen, sedangkan terhadap produk domestik bruto sebesar 1.84 persen. Namun pada tahun 2005, persentase devisa dari migran internasional terhadap konsumsi dan produk domestik bruto mengalami penurunan, tetapi persentase penurunannya masih berada diatas persentase devisa pada periode 1985-1995.
152 VI. HASIL ESTIMASI MODEL EKONOMI MIGRASI INDONESIA
Hasil estimasi model ekonomi migrasi Indonesia yang terdiri dari 3 blok, yaitu blok migrasi, blok pasar kerja dan blok makroekonomi, dibahas secara rinci dari setiap persamaan. Estimasi model dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS (Two State Least Square) pada program SAS melalui prosedur SYSLIN. Program estimasi model ideal yang diinginkan sesuai dengan model yang tertera pada proposal penelitian menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrik (Lampiran 3a). Oleh karena itu dilakukan beberapa kali respesifikasi model, sehingga model yang tertera dalam bab ini, dianggap sudah memenuhi ketiga kriteria tersebut. Program estimasi model yang telah direspesikasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3b. Berdasarkan kriteria ekonomi, hasil estimasi menunjukkan setiap persamaan dari 58 persamaan struktural dalam model ini, sudah sesuai dengan prinsip-prinsip teori ekonomi yang terlihat dari tanda dan besaran dari hubungan variabel penjelas terhadap variabel endogennya yang sesuai dengan harapan. Lampiran 4 memperlihatkan beberapa contoh output hasil estimasi model Ekonomi Migrasi Indonesia. Berdasarkan kriteria statistik, hasil estimasi model Ekonomi Migrasi Indonesia menunjukkan indikator statistik yang relatif baik.
Nilai koefisien
determinasi (R2) umumnya lebih besar dari 0.70, kecuali untuk persamaan struktural total investasi setiap pulau yaitu Jawa (INVJ), Sumatera (INVS), Kalimantan (INVK), Sulawesi (INVSL) dan Pulau Lain (INVP), dan migrasi internasional dari Sumatera (MIGSM) dan Kalimantan (MIGKM) ke Malaysia. Berdasarkan statistik uji F, sebagian besar nilai Prop>F bernilai <.0001, hal ini
153 menunjukkan secara bersama-sama semua variabel penjelas dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata. Jika ditinjau dari nilai DW, persamaan migran dari Jawa ke Sulawesi (MIGJSL), dan migran dari Jawa ke Pulau Lain (MIGJP) menghasilkan nilai DW berturut-turut = 0.4875 dan 0.6285 yang mengindikasikan adanya masalah autokorelasi. Masalah ini sering ditemui pada penelitian bidang ekonomi yang disebabkan oleh keterkaitan antar variabel. Oleh karena model yang dibentuk dalam penelitian ini merupakan model ekonomi, maka untuk kepentingan tersebut penelitian ini lebih difokuskan pada kriteria ekonomi dibandingkan kriteria statistik dan ekonometrika.
6.1. Blok Migrasi Internal dan Internasional
Analisis mengenai migrasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik dari dalam maupun luar negeri. Para ekonom mulai dari Lewis (1954), dilanjutkan oleh Fei dan Rannis (1961) yang kemudian dikenal dengan teori LFR (Lewis-FeiRannis) menyatakan bahwa perpindahan penduduk pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan antara sektor kota yang modern dan sektor desa yang tradisional.
Demikian pula yang dikemukakan oleh Todaro (1970), dimana
seseorang akan pindah dari desa ke kota karena mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi.
Hugo (1978) berdasarkan penelitiannya di daerah Jawa Barat
mengemukakan perpindahan penduduk, baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen merupakan suatu respon terhadap tekanan dari lingkungan, baik dalam bentuk ekonomi, sosial maupun demografi. Menurutnya, tekanan-tekanan tersebut akan mempengaruhi seseorang secara khusus tergantung tanggapan orang tersebut terhadap tekanan-tekanan yang dihadapi (Mulyadi, 2003).
154 Penelitian Suharso (1978) memperkuat pendapat adanya kaitan antara migrasi dengan aspek ekonomi.
Menurutnya sebagian besar migran yang
meninggalkan desa tidak memiliki tanah dan pekerjaan tetap, oleh karena itu tujuannya ke kota adalah untuk mendapatkan pekerjaan.
Mueller (1982)
menyatakan bahwa perbedaan keuntungan ekonomi bersih, terutama perbedaan upah merupakan faktor utama yang menyebabkan migrasi. Perubahan distribusi regional terhadap permintaan tenaga kerja terjadi melalui perbedaan tingkat upah antar daerah. Kedua hal ini menyebabkan terjadi persaingan dalam pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, migrasi dapat merupakan suatu kekuatan penyeimbang yang menentukan penawaran tenaga kerja antar daerah, sehingga perbedaan upah akan menjadi seimbang.
Studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
migrasi penduduk di Indonesia dewasa ini lebih banyak memberikan tekanan pada usaha-usaha untuk mencari faktor penarik dan pendorong (push and pull factors) terjadinya migrasi. Migrasi antar propinsi di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh tingkat pengangguran, tingkat upah, jarak, proporsi penduduk daerah perkotaan dan lain-lain (Mulyadi, 2003). Depnakertrans (1999) melakukan penelitian tentang mobilitas tenaga kerja dan pembangunan. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model place to place migration. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa migrasi tenaga kerja baik secara nasional, maupun antar wilayah secara umum dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi di daerah tujuan, kualitas migran, faktor-faktor demografis, kebijakan pemerintah serta jarak yang merupakan faktor penghambat. Indikator perkembangan ekonomi yang berpengaruh secara nyata adalah variabel investasi, peranan sektor industri, sektor jasa, kesempatan kerja dan tingkat upah. Indikator kualitas manusia adalah variabel tingkat pendidikan,
155 kebijakan pemerintah, dan jarak berpengaruh secara nyata terhadap migrasi tenaga kerja di Indonesia.
Indikator demografis adalah variabel tingkat kepadatan
penduduk.
6.1.1. Migrasi Internal 6.1.1.1.
Migran Masuk dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Jawa
Hasil estimasi dalam blok migrasi, khususnya migran masuk ke Jawa menunjukkan migran masuk dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Jawa dipengaruhi oleh upah daerah asal, permintaan tenaga kerja daerah tujuan (Jawa), penduduk berpendidikan tinggi daerah asal, dan lag masing-masing daerah asal migran ke Jawa. Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0.9710 hingga 0.9949, artinya variasi variabel-variabel penjelas dalam persamaanpersamaan tersebut mampu menjelaskan 97.10 hingga 99.49 persen fluktuasi variabel endogennya. Berdasarkan uji statistik F, terlihat seluruh variabel penjelas dalam persamaan-persamaan tersebut secara bersama-sama dapat menjelaskan masing-masing variabel endogennya secara nyata. Kondisi ini terlihat dari nilai Prob>F pada setiap persamaan migrasi masuk ke Jawa yang bernilai < 0.01. Berdasarkan Tabel 14, nilai statistik uji secara parsial memperlihatkan bahwa upah di Sumatera dan lag migran masuk dari Sumatera ke Jawa berpengaruh nyata terhadap variabel migrasi masuk dari Sumatera ke Jawa. Kondisi ini sesuai dengan teori Todaro yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk migrasi adalah perbedaan pendapatan atau upah antara daerah asal dan daerah tujuan. Jika upah daerah asal lebih tinggi dari upah daerah tujuan maka keputusannya adalah tidak migrasi, demikian juga
156 sebaliknya. Seperti yang dikemukakan oleh Lee (1987), hasil estimasi tersebut menunjukkan migran masuk dari Sumatera ke Jawa dipengaruhi oleh faktor yang menahan seseorang untuk melakukan migrasi. Artinya tinggi rendahnya upah di daerah asal sangat menentukan migran untuk tetap tinggal di daerah asal atau melakukan migrasi ke daerah tujuan. Tabel 14. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Sumatera ke Jawa Nama Variabel
Variabel
Migran Sumatera-Jawa Intersep Upah di Sumatera Permintaan TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sumatera Lag Migran Sumatera-Jawa R2 = 0.9949
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
MIGSJ WS DTKJ DIKTS LMIGSJ
Fhit = 790.7400a
-50824.3000 -0.2864a 0.0034 0.0020
-0.0569 0.1242 0.0007
-9.6458 21.0697 0.1229
0.9941a DW= 1.7451
Keterangan: a = berpengaruh nyata pada taraf (α) = 0.01. b = berpengaruh nyata pada taraf (α) = 0.10. c = berpengaruh nyata pada taraf (α) = 0.20.
Lag migran Sumatera ke Jawa, yang menunjukkan keinginan migrasi seorang migran sangat dipengaruhi oleh migran sebelumnya.
Jika migran
sebelumnya berhasil di daerah tujuan, maka akan mempengaruhi penduduk daerah asal migran tersebut untuk migrasi ke daerah tujuan migran. Kondisi ini terjadi karena jaringan-jaringan yang dilintas dan diciptakan oleh para migran terdahulu merupakan jalan atau saluran migran-migran yang menyusul kemudian. Generasi migran yang terdahulu tidak hanya merupakan sumber informasi dan motivasi, namun seringkali berperan dalam membantu menyediakan biaya dan bimbingan bagi migran yang baru dalam menyesuaikan diri di daerah tujuan. Tabel 14 juga memperlihatkan semua tanda dari variabel penjelas pada persamaan ini sesuai dengan harapan.
Upah di Sumatera (WS) berpengaruh
157 negatif terhadap migran yang akan melakukan migrasi ke Jawa. Nilai parameter dugaannya adalah -0.2864.
Kondisi ini menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan upah di Sumatera 10 ribu rupiah, maka akan menurunkan jumlah migran yang ingin migrasi ke Jawa sebesar 2864 orang.
Dilihat dari nilai
elastisitasnya, respon migran dari Sumatera ke Jawa terhadap upah di Jawa bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Espindola (2006) yang meneliti tentang migrasi desa-kota berdasarkan model migrasi Haris-Todaro. Menurut Espindola, sebelum migran memutuskan untuk migrasi, maka migran tersebut akan membandingkan terlebih dahulu perbedaan upah yang diharapkan akan diterima antara daerah asal dan daerah tujuan. Jika upah yang diharapkan di daerah asal lebih tinggi dibandingkan dengan upah di daerah tujuan, maka migran tersebut memutuskan untuk tidak migrasi, sebaliknya jika upah yang diharapkan di daerah tujuan lebih tinggi, maka migran memutuskan untuk migrasi. Nilai estimasi variabel permintaan tenaga kerja di Jawa (DTKJ) adalah 0.0034. Artinya jika peningkatan permintaan tenaga di Jawa sebanyak 1000 orang, maka akan meningkatkan jumlah migran dari Sumatera ke Jawa sebanyak 3 orang. Sedangkan nilai parameter estimasi penduduk berpendidikan tinggi di Sumatera (DIKTS) adalah 0.0020.
Artinya jika peningkatan penduduk
berpendidikan tinggi di Sumatera sebesar 1000 orang, maka akan meningkatkan jumlah migran dari Sumatera ke Jawa hanya 2 orang. Variabel lag migran dari Sumatera ke Jawa bernilai positif dan berpengaruh terhadap jumlah migran dari Sumatera ke Jawa. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah migran dari Sumatera ke Jawa dari tahun ke tahun.
158 Hasil estimasi persamaan migran dari Kalimantan ke Jawa yang diperlihatkan pada Tabel 15 menunjukkan nilai parameter estimasi untuk variabel perubahan upah di Kalimantan -0.0254, artinya jika peningkatan upah di Kalimantan sebesar 10 ribu rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Kalimantan ke Jawa sebesar 254 orang. Nilai parameter estimasi permintaan tenaga kerja di Jawa adalah 0.0019, artinya jika terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja di Jawa sebanyak 1000 orang maka akan meningkatkan jumlah migran dari Kalimantan ke Jawa sebanyak 2 orang. Analisis uji t memperlihatkan variabel DTKJ berpengaruh terhadap MIGKJ. Kondisi ini menunjukkan mobilitas penduduk terjadi karena kondisi sosial ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) seseorang, sehingga orang tersebut ingin pergi ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhannya. Jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai guna wilayah (place utility). Daerah tujuan mempunyai nilai kegunaan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan daerah asal.
Hasil
estimasi ini menunjukkan peningkatan kesempatan kerja di daerah tujuan mengindikasikan nilai guna wilayah di daerah tersebut lebih tinggi dari daerah asalnya, sehingga merupakan faktor pendorong bagi migran dari Kalimantan untuk migrasi ke Jawa.
Respon migran dari Kalimantan ke Jawa terhadap
permintaan tenaga kerja di Kalimantan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 15 juga memperlihatkan penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan berpengaruh negatif terhadap migran dari Kalimantan ke Jawa dengan nilai -0.0824, artinya jika jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan meningkat sebesar 1000 orang akan menurunkan jumlah migran dari Kalimantan
159 ke Jawa sebesar 82 orang. Respon migran dari Kalimantan ke Jawa terhadap penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 15. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Kalimantan ke Jawa Nama Variabel
Migran Kalimantan-Jawa Intersep Perubahan Upah di Kalimantan Permintaan TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Kalimantan Lag Migran Kalimantan-Jawa R2 = 0.9937
Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
MIGKJ PWK DTKJ DIKTK LMIGKJ Fhit = 629.3400a
-28483.6000 -0.0254b 0.0019a -0.0824c
0.4406 -0.1850
1.7614 -0.7397
0.7499a DW = 1.3307
Sama halnya dengan variabel lag migran dari Sumatera-Jawa, variabel lag migran dari Kalimantan ke Jawa juga berpengaruh nyata dan bernilai positif. Kondisi ini menunjukkan peningkatan jumlah migran dari Kalimantan ke Jawa saat ini sangat ditentukan oleh jumlah migran dari Kalimantan ke Jawa tahun sebelumnya. Menurut Hugo (1993) salah satu ciri dari jaringan yang diciptakan oleh generasi migran terdahulu adalah keterkaitan secara ekonomis antara daerah asal dan daerah tujuan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa para migran ini ternyata mampu beroperasi diluar otoritas kebijaksanaan pemerintah. Arus mobilitas yang berlangsung didalam jaringan-jaringan yang telah terbentuk ini sangat sukar dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, apalagi menghentikannya. Hasil estimasi persamaan migran masuk dari Sulawesi ke Jawa (Tabel 16) menunjukkan jika upah di Sulawesi meningkat sebesar 10 ribu rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Sulawesi ke Jawa sebesar 388 orang. Sama halnya migran dari Sumatera, variabel upah di Sulawesi merupakan faktor yang
160 menahan migran dari Sulawesi untuk migrasi ke Jawa.
Hasil analisis uji-t
memperlihatkan upah di Sulawesi juga berpengaruh nyata terhadap jumlah migran masuk dari Sulawesi ke Jawa. Respon migran dari Sulawesi ke Jawa terhadap upah di Sulawesi bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Permintaan tenaga kerja di Jawa berhubungan positif terhadap jumlah migran dari Sulawesi ke Jawa, tetapi pengaruhnya tidak nyata. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa nilai parameter estimasi untuk permintaan tenaga kerja adalah 0.0005 artinya setiap peningkatan jumlah permintaan tenaga kerja di Jawa sebesar 10 ribu orang, hanya meningkatkan jumlah migran dari Sulawesi ke Jawa sebanyak 5 orang. Tabel 16. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Sulawesi ke Jawa Nama Variabel
Variabel
Migran Sulawesi -Jawa Intersep Upah di Sulawesi Permintaan TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sulawesi Lag Migran Sulawesi-Jawa R2 = 0.9710
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
MIGSLJ WSL DTKJ DIKTSL LMIGSLJ
Fhit = 133.9100a
12269.4800 -0.0388b 0.0005 0.0568c
-0.0532 0.1118 0.0240
-0.3309 0.6950 0.1489
0.8391a DW = 1.2198
Peningkatan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Sulawesi juga akan meningkatkan jumlah migran dari Sulawesi ke Jawa, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kuat keinginan mereka untuk migrasi ke Jawa. Kondisi ini terjadi karena ketersediaan kesempatan kerja dan usaha ekonomi pada berbagai bidang di Jawa lebih baik dibanding daerah-daerah lainnya. Sementara di daerah asal, mereka menghadapi keterbatasan kesempatan kerja. Disamping itu, ketersediaan sarana dan prasarana sosial, seperti pendidikan, menjadikan penduduk usia sekolah untuk datang dan tinggal di Jawa. Oleh karenanya, tidak
161 mengherankan jika hampir separuh penduduk pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta dan Jawa Barat adalah mereka yang berstatus migran. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi banyak yang migrasi ke daerah lain, maka kondisi ini memberi dampak negatif bagi pembangunan di daerah asalnya.
Hasil estimasi
memperlihatkan nilai parameter estimasi untuk jumlah penduduk berpendidikan tinggi adalah 0.0568, artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Sulawesi sebanyak 1000 orang, maka akan meningkatkan jumlah migran dari Sulawesi ke Jawa sebanya 57 orang. Respon migran dari Sulawesi ke Jawa terhadap penduduk berpendidikan tinggi di pulau tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Nilai parameter
estimasi untuk variabel lag migran dari Sulawesi ke Jawa menunjukkan terjadi peningkatan jumlah migran dari Sulawesi ke Jawa dari tahun ke tahun. Tabel 17 memperlihatkan upah di Pulau Lain berpengaruh negatif terhadap jumlah migran masuk dari Pulau Lain ke Jawa. Nilai parameter estimasi menunjukkan peningkatan upah sebesar 10 ribu rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Pulau Lain ke Jawa sebesar 576 orang. Variabel ini merupakan faktor yang menahan migran Pulau Lain untuk melakukan migrasi ke Jawa.
Nilai
elastisitas menunjukkan respon migran dari Pulau Lain ke Jawa bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Variabel permintaan tenaga kerja di Jawa dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Pulau Lain yang merupakan faktor penarik dan penahan migran Pulau Lain ke Jawa berhubungan positif, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah migran yang masuk dari Pulau Lain ke Jawa.
162 Berbeda dengan variabel penduduk berpendidikan tinggi, jumlah penduduk berpendidikan rendah berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah migran dari Pulau Lain ke Jawa. Jika dilihat nilai elastisitasnya, respon migran dari Pulau Lain ke Jawa terhadap jumlah penduduk berpendidikan rendah bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Kondisi ini terjadi karena semakin meningkatnya kegiatan-kegiatan ekonomi, serta sarana dan prasarana yang semakin baik di Jawa, sehingga penduduk berpendidikan rendah yang umumnya sulit untuk memperoleh pekerjaan di daerahnya terdorong untuk migrasi ke Jawa. Lag migran dari Pulau Lain ke Jawa menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah migran dari Pulau Lain ke Jawa dari tahun ke tahun. Tabel 17. Hasil Estimasi Persamaan Migran Masuk dari Pulau Lain ke Jawa Nama Variabel
Migran P.lain -Jawa Intersep Upah di Pulau Lain Permintaan TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Pulau Lain Penduduk Berpendidikan rendah di Pulau Lain Lag Migran P.lain-Jawa R2 =
0.9852
Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
MIGPJ WP DTKJ DIKTP
-77888.7000 -0.0576a 0.0014 0.0558
-0.0940 0.3242 0.0312
-1.0481 3.6135 0.3473
DIKRP
0.0144b
0.2211
2.4642
LMIGPJ
0.9103a
Fhit
= 199.5300a
DW = 2.0483
6.1.1.2. Total Migran Masuk
Total migran masuk merupakan persamaan identitas. Total migran masuk merupakan penjumlahan dari total migran masuk dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lain ke Jawa (MIGINJt). Total migran masuk ke Sumatera (MIGINSt), Kalimantan (MIGINKt), Sulawesi (MIGINSLt) dan Pulau Lain
163 (MIGINPt) merupakan penjumlahan dari total migran dari Jawa dan pulau-pulau lain selain Jawa yang masuk ke pulau-pulau tujuan. MIGINJt
= MIGSJt + MIGKJt + MIGSLJt + MIGPJt
MIGINSt
= MIGJSt + MIGLJSt
MIGINKt
= MIGJKt + MIGLJKt
MIGINSLt = MIGJSLt + MIGLJSLt MIGINPt
= MIGJPt + MIGLJPt
6.1.1.3. Migrasi Keluar dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Hasil estimasi persamaan migran keluar dari Jawa ke Sumatera menunjukkan nilai R2 = 0.6723. Artinya 67.23 persen variasi variabel migran keluar dari Jawa ke Sumatera mampu dijelaskan oleh variasi variabel-variabel penjelasnya. Hasil estimasi ini juga memperlihatkan produk domestik regional bruto di Jawa (GRDPJ) berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Jawa ke Sumatera. Nilai parameter estimasi untuk variabel GRDPJ menunjukkan peningkatannya sebesar 10 milyar rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Sumatera sebesar 14 orang. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Dreher dan Poutvaara (2005) yang menyatakan faktor penarik dan pendorong dari migrasi adalah pendapatan (GDP) penduduk antara daerah asal dan daerah tujuan. Jika pendapatan migran di daerah asal lebih besar dibandingkan dengan daerah tujuan, maka penduduk daerah asal memutuskan untuk tidak melakukan migrasi. Hasil estimasi setiap parameter untuk persamaan migran keluar dari Jawa ke Sumatera dapat dilihat pada Tabel 18.
164 Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Sumatera Nama Variabel
Variabel
MIGJS
Migran Jawa-Sumatera Intersep Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Penduduk di Jawa Pengeluaran Infrastruktur di Sumatera R2 = 0.6723
Fhit =
GRDPJ DTKJ DTKS POPJ GEXIS
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
1428856.0000 -1.3531a -0.0556c 0.2539b 9.1636 113.3739b
6.1500a
-0.1578 -0.7974 1.2014 0.3049 0.0387
DW = 1.5322
Permintaan tenaga kerja di Jawa berpengaruh negatif terhadap jumlah migran dari Jawa ke Sumatera. Permintaan jumlah tenaga kerja di daerah asal merupakan faktor yang menahan seseorang untuk melakukan migrasi.
Nilai
parameter estimasi menunjukkan peningkatan jumlah permintaan tenaga kerja di daerah asal sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Sumatera sebanyak 56 orang. Respon migran dari Jawa ke Sumatera terhadap permintaan tenaga kerja bersifat elastis dalam jangka pendek. Sebaliknya permintaan jumlah tenaga kerja di Sumatera berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke Sumatera. Variabel ini merupakan faktor penarik bagi migran dari Jawa untuk migrasi ke Sumatera. Hasil estimasi parameter menunjukkan jika jumlah permintaan tenaga kerja di pulau tersebut meningkat sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa sebanyak 254 orang. Respon migran dari Jawa ke Sumatera terhadap permintaan tenaga kerja di Jawa bersifat inelastis dalam jangka pendek. Kondisi ini sejalan dengan
model
migrasi
Todaro
yang
menyatakan
para
migran
selalu
mempertimbangkan dan membandingkan pasar kerja di daerah asal dan daerah tujuan. Apabila pasar kerja di daerah tujuan lebih besar dari daerah asal, dan
165 kemungkinan mendapat keuntungan yang lebih besar di daerah tujuan maka keputusannya adalah melakukan migrasi (Todaro, 1998). Tabel 18 juga memperlihatkan jumlah penduduk di Jawa berhubungan positif tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Jawa ke Sumatera. Hasil estimasi memperlihatkan nilai parameter estimasi untuk jumlah penduduk di Jawa adalah 9.1636, artinya peningkatan jumlah penduduk di Jawa sebanyak 1000 orang, hanya meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Sumatera sebesar 9 orang. Kondisi ini menunjukkan sulitnya mendorong penduduk Jawa untuk migrasi keluar Jawa. Tingginya tingkat kepadatan penduduk, tidak menjadi hambatan bagi penduduk di pulau tersebut untuk terus bertahan. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha keras untuk meningkatkan distribusi penduduk baik melalui program transmigrasi maupun program lain yang mampu merangsang dan mengarahkan migrasi swakarsa agar persebaran penduduk lebih merata antara Jawa dan luar Jawa. Banyak hal positif yang diperoleh dengan adanya distribusi penduduk, khusus dalam bidang ekonomi. Distribusi penduduk merupakan salah satu faktor yang mendorong pembangunan, dimana distribusi penduduk berarti menyediakan tenaga kerja serta keterampilan baik untuk perluasan produksi di daerah-daerah maupun pembukaan lapangan kerja baru. Di samping itu, akan timbul integrasi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, baik nasional maupun daerah. Pengeluaran infrastruktur di Sumatera berhubungan positif terhadap jumlah migran keluar dari Jawa ke Sumatera. Sejalan dengan permintaan tenaga kerja, maka peningkatan pengeluaran infrastruktur akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat maupun daerah lain, sehingga dapat mendorong terjadinya migrasi.
Hasil estimasi (Tabel 18) menunjukkan
166 peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Sumatera sebanyak 113 orang. Respon migran dari Jawa ke Sumatera terhadap pengeluaran infrastruktur bersifat inelastis. Kalimantan merupakan pulau yang mempunyai daya tarik bagi migran dari pulau yang penduduknya lebih padat. Umumnya para migran yang migrasi ke Kalimantan tidak mengikutsertakan anggota keluarganya. Jika migran tersebut sudah merasa cocok dan kesempatan untuk keberhasilannya di masa depan baik, maka seluruh keluarganya akan mengikuti migran tersebut. Dalam kondisi lain umumnya migrasi ke Kalimantan karena terkait dengan adanya kontrak kerja di perkebunan. Pada keadaan ini mereka akan mengikutsertakan keluarganya. Hasil estimasi persamaan migran keluar dari Jawa ke Kalimantan (Tabel 19) menunjukkan secara parsial lag migran dari Jawa ke Kalimantan, upah di Jawa dan perubahan pengeluaran infrastruktur di Kalimantan berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Jawa ke Kalimantan. Kondisi ini menunjukkan migran dari Jawa bersedia migrasi ke Kalimantan jika ada kesempatan kerja di pulau tersebut. Lag migran menunjukkan generasi migran terdahulu berperan sebagai sumber informasi dan motivasi, serta membantu memberikan bimbingan bagi migran yang baru dalam menyesuaikan diri di daerah tujuan. Sehingga mendorong terjadinya peningkatan migran dari Jawa ke Kalimantan setiap tahun. Ditinjau dari nilai estimasi parameter, terlihat bahwa permintaan tenaga kerja di Kalimantan berhubungan positif terhadap migran keluar dari Jawa ke Kalimantan. Nilai parameter estimasi untuk variabel ini adalah 0.0141, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja di Kalimantan sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Kalimantan sebanyak 14 orang. Variabel ini merupakan faktor yang menarik migran dari Jawa untuk migrasi ke
167 Kalimantan. Respon migran dari Jawa ke Kalimantan terhadap permintaan tenaga kerja di Kalimantan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 19 memperlihatkan nilai estimasi parameter untuk upah di Jawa menunjukkan peningkatan upah di Jawa sebesar 10 ribu rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Kalimantan sebanyak 752 orang.
Variabel ini
merupakan faktor penahan migran dari Jawa untuk migrasi ke Kalimantan. Respon migran dari Jawa ke Kalimantan terhadap variabel ini bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 19. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Kalimantan Nama Variabel
Variabel
Migran Jawa-Kalimantan Intersep Permintaan TK di Kalimantan Upah di Jawa Penduduk di Jawa Perubahan Pengeluaran Infrastuktur di Kalimantan Lag Migran Jawa-Kalimantan
MIGJK
R2 = 0.9975
Estimasi Parameter
DTKK WJ POPJ PGEXIK
-4441.7400 0.0141 -0.0752b 1.3431 38.0197b
LMIGJK
0.8346a
Fhit =
1207.2200a
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.0636 -0.0202 0.1577
0.3846 -0.1222 0.9535
DW= 1.5073
Jika penduduk di Jawa bertambah 1000 orang, hanya akan meningkatkan satu orang migran dari Jawa ke Kalimantan. Variabel ini seharusnya menjadi faktor pendorong bagi penduduk Jawa (supply push factor) untuk melakukan migrasi. Demikian juga dengan variabel perubahan pengeluaran infrastruktur, dimana variabel ini juga merupakan faktor pendorong migran dari Jawa untuk migrasi ke Kalimantan. Pengeluaran infrastruktur di Kalimantan tujuannya adalah untuk memperbaiki kondisi infrastruktur di pulau tersebut. Semakin baik kondisi infrastruktur maka semakin tinggi minat migran untuk migrasi ke pulau tersebut.
168 Selain itu dalam memperbaiki infrastruktur dibutuhkan tenaga kerja, maka peningkatan pengeluaran infrastruktur dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja. Kondisi ini dapat menarik migran dari luar wilayah tersebut. Tabel 19 memperlihatkan nilai parameter estimasi perubahan pengeluaran infrastruktur adalah 38.0197, artinya setiap peningkatan pengeluaran pembangunan bidang infrastruktur sebesar 1 milyar rupiah, akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Kalimantan sebanyak 38 orang. Persamaan migran keluar dari Jawa ke Sulawesi (Tabel 20) juga memiliki daya penjelas yang tinggi, ditinjau dari nilai R2= 7906. Artinya 79.06 variasi variabel migran keluar dari Jawa ke Sulawesi mampu dijelaskan oleh variabelvariabel penjelasnya. Hasil estimasi parameter dugaan untuk variabel permintaan tenaga kerja di Sulawesi berhubungan positif dengan migran keluar dari Jawa ke Sulawesi.
Nilai parameter estimasi memperlihatkan peningkatan jumlah
permintaan tenaga kerja di Sulawesi sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Sulawesi sebanyak 39 orang. Respon migran dari Jawa ke Sulawesi terhadap permintaan tenaga kerja di Sulawesi bersifat inelastis dalam jangka pendek. Tabel 20. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Sulawesi Nama Variabel
Migran Jawa-Sulawesi Intersep Permintaan TK di Sulawesi Penawaran TK di Jawa Pengeluaran Infrastuktur di Sulawesi R2 =
0.7906
Variabel
MIGJSL DTKSL STKJ GEXISL Fhit = 21.3900a
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
87702.2300 0.0390 b 0.0003 30.4832 DW = 0.4875
0.6531 0.0453 0.0318
169 Penawaran tenaga kerja di Jawa dan pengeluaran infrastruktur di Sulawesi juga berhubungan positif tetapi tidak mempengaruhi jumlah migran dari Jawa ke Sulawesi. Tabel 20 memperlihatkan juga bahwa migran keluar dari Jawa ke Sulawesi akan terjadi jika adanya kesempatan kerja di Sulawesi. Tetapi jika tidak ada kesempatan kerja di Sulawesi, meskipun jumlah penawaran tenaga kerja di Jawa semakin meningkat, hanya sedikit migran yang berkeinginan untuk migrasi ke Sulawesi. Hasil estimasi parameter untuk migran keluar dari Jawa ke Pulau Lain (Tabel 21) juga menunjukkan daya penjelas yang tinggi, ditandai dengan nilai koefisien determinasi (R2) = 0.7327. Artinya 73.27 persen variasi variabel migran keluar dari Jawa ke Pulau lain mampu dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas dalam persamaan tersebut. Hasil analisis uji t memperlihatkan semua variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap migran keluar dari Jawa ke Pulau Lain. Tabel 21. Hasil Estimasi Persamaan Migran Keluar dari Jawa ke Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
MIGJP
Migran Jawa - P.lain Intersep Lag Upah di Jawa Perubahan Upah di P.Lain Pengangguran di Jawa Pengeluaran Infrastuktur di P.Lain R2 = 0.7327
Fhit =
LWJ PWP UJ GEXIP 10.9600a
Estimasi Parameter 330586.5000 -0.5431b 0.7616b 0.0381b 172.2293b
Elastisitas Jangka Pendek
0.2907 0.2021 DW= 0.6285
Nilai estimasi parameter untuk variabel lag upah di Jawa dan upah di Pulau Lain memperlihatkan jika terjadi peningkatan upah di Jawa pada periode lalu sebesar 10 ribu rupiah per bulan, akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Pulau Lain sebanyak 5431 orang.
Sebaliknya jika upah di Pulau Lain
170 meningkat 10 ribu rupiah perbulan, maka akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Pulau Lain sebanyak 7616 orang. Sementara itu peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar satu milyar rupiah, akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Pulau Lain sebanyak 172 orang. Jika ditinjau dari nilai estimasi parameter variabel pengangguran di Jawa, terlihat bahwa variabel ini berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke Pulau Lain. Nilai estimasi parameternya adalah 0.0381, artinya peningkatan jumlah pengangguran di Jawa sebanyak 1000 orang, akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Pulau Lain sebanyak 38 orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa migrasi dari Jawa ke Pulau Lain akan terjadi jika ada perbedaan upah yang diharapkan antara daerah asal dan daerah tujuan migran, serta adanya peluang untuk memperoleh pekerjaan di daerah tujuan. Jika peluang kerja daerah tujuan lebih besar dibandingkan dengan daerah asal maka keputusannya adalah migrasi. Hasil estimasi ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmawan (2007) yang menyatakan indikator ekonomi, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan pengangguran menunjukkan hasil cukup signifikan, artinya tingkat migrasi yang terjadi akibat pengaruh daya tarik ekonomi yang dimasukkan ke dalam model. Respon migran dari Jawa ke Pulau Lain terhadap kedua variabel penjelas ini bersifat inelastis dalam jangka pendek.
6.1.1.4. Total Migran Keluar
Migran keluar merupakan persamaan identitas yang berupa penjumlahan dari migran keluar dari Jawa (MIGOUTJt) ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain.
Sedangkan migran keluar dari Sumatera (MIGOUTSt),
171 Kalimantan
(MIGOUTKt),
Sulawesi
(MIGOUTSLt),
dan
Pulau
Lain
(MIGOUTPt) merupakan penjumlahan dari migran masing-masing pulau tersebut ke Jawa dan ke pulau-pulau lain selain Jawa. MIGOUTJt
= MIGJSt + MIGJKt + MIGJSLt + MIGJPt
MIGOUTSt = MIGSJt + MIGSPLJt MIGOUTKt
= MIGKJt + MIGKLJt
MIGOUTSLt = MIGSLJt + MIGSLLJt MIGOUTPt
6.1.2.
= MIGPJt + MIGPLJt
Migrasi Internasional
Menurut Ananta dan Chotib (2002), berdasarkan pengalaman negaranegara maju, pembangunan ekonomi memperlihatkan tahapan yang berbeda, dan memiliki karakteristik demografis yang berbeda pula.
Pada tahap awal
pembangunan, angka kelahiran dan kematian terlihat lebih tinggi.
Mereka
umumnya menghadapi surplus tenaga kerja muda dan tak terdidik.
Modal
perekonomian dan tenaga kerja terdidik masih sangat langka. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini, dilakukan pengiriman tenaga kerja yang ada (tak terdidik) ke luar negeri. Pada saat bersamaan, mereka juga menerima modal dan tenaga kerja terdidik dari luar negeri. Migrasi internasional di Indonesia sudah berjalan hingga saat ini, tetapi studi mengenai migrasi internasional ini baru dimulai, sehingga ketersediaan informasinya masih sangat terbatas. Motif dasar perpindahan tenaga kerja antar negara ini dibedakan dalam dua bentuk. Pertama, mereka yang bekerja ke luar negeri dengan tujuan untuk menjual tenaga, keterampilan atau kepandaian mereka. Kedua, mereka bekerja keluar negeri sehubungan dengan penjualan
172 teknologi atau penanaman modal. Arus utama aliran tenaga kerja dari bentuk pertama umumnya berasal dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju, dari negara-negara miskin ke negara-negara kaya, dan dari negara-negara surplus tenaga kerja ke negara-negara yang kekurangan tenaga kerja. Sedangkan arus utama dari bentuk kedua umumnya adalah dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang (Mulyadi, 2003). Perpindahan tenaga kerja dari negara-negara berkembang ke luar negeri disebabkan oleh perbedaan ekonomi antar negara. Rendahnya tingkat upah dan sulitnya memperoleh pekerjaan yang memadai di negara-negara berkembang dan adanya kesempatan kerja serta tingginya tingkat upah di negara-negara maju mendorong perpindahan tenaga kerja dari negara-negara berkembang ke negaranegara maju. Berdasarkan laporan World Bank (2002), ketika upah minimum yang ditetapkan di Indonesia sebesar US$ 241 per tahun selama periode 19901994, upah minimum di Thailand dan Singapura, masing-masing sudah mencapai US$ 1159 dan US$ 12712 per tahun. Demikian pula halnya dengan biaya per tenaga kerja pada industri manufaktur dalam periode yang sama. Biaya yang dikeluarkan pengusaha Indonesia sebesar US$ 3054 per tahun masih jauh lebih rendah dibanding biaya yang sama di Malaysia (US$ 3429), Republik Korea (US$ 10743), dan Jepang (US$ 31687). Dengan demikian semakin banyak jumlah tenaga kerja migran Indonesia yang ingin bekerja ke luar negeri. Beberapa
studi
mengenai
migrasi
internasional
di
Indonesia
mengindikasikan bahwa migran-migran yang berasal dari Indonesia dicirikan dengan tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan dan keahlian yang terbatas, dan berumur antara 15 hingga 40 tahun. Dengan ciri yang demikian banyak migran dari Indonesia bekerja pada sektor-sektor informal, seperti pembantu
173 rumah tangga atau sebagai buruh pabrik.
Kondisi ini sangat berbeda
dibandingkan migran-migran yang berasal dari negara lain, seperti Thailand, Philipina dan Korea Selatan (Skeldon, 1992). Sementara menurut Tirtosudarmo (2002), pekerja migran yang berada di Arab Saudi sebagian besar terdiri dari tenaga kerja wanita yang umumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sedangkan tenaga kerja pria umumnya bekerja sebagai supir atau bekerja sebagai pekerja teknis.
Para pekerja wanita yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga umumnya terisolasi, sehingga sangat sukar bagi mereka untuk mengakses berbagai informasi. Sejalan dengan studi yang diutarakan oleh Tirtosudarmo, Hugo (2007) juga menyatakan bahwa sebagian besar pekerja migran dari Indonesia memiliki tingkat keahlian yang rendah, dan umumnya pekerja migran Indonesia adalah wanita. Dengan tingkat keahlian yang rendah, maka pekerja migran wanita ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Hongkong, dan Brunei.
Sedangkan pekerja migran pria lebih banyak yang
bekerja di Korea Selatan, Taiwan dan Jepang. Kualitas pekerja migran dari Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa mereka sadar akan hak-hak mereka yang rendah pula. Berdasarkan data statistik yang tersedia menyebutkan 82 persen pekerja migran Indonesia adalah perempuan yang berasal dari pedesaan dengan pendidikan tingkat dasar, dan 98 persen dari mereka bekerja di sektor domestik atau penatalaksana rumah tangga. Kondisi telah menempatkan posisi pekerja perempuan Indonesia bertumpu pada pekerjaan yang berkarakter 3D yaitu Dirty, Dangerous dan Difficult (pekerjaan kotor, berbahaya, dengan tingkat kesulitan tinggi), yang secara luas diakui sangat rentan
174 dengan pelanggaran HAM bahkan banyak diantaranya yang berakibat kematian (Kassim, 1997). Negara tujuan utama tenaga kerja migran dari Indonesia adalah Malaysia (38 persen), Singapura (10 persen) dan Arab Saudi (38 persen). Jumlah ini belum termasuk tenaga kerja migran yang berangkat secara tidak terdokumentasi (undocumented movement), yang menurut perkiraan Hugo (2000) jumlahnya jauh lebih banyak dari yang termonitor oleh Depnakertrans. Relatif besarnya jumlah tenaga kerja migran di luar negeri telah mendatangkan manfaat yang cukup besar, terutama dalam mengurangi pengangguran dan mengalirnya devisa ke Indonesia.
6.1.2.1 Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Malaysia
Malaysia merupakan salah satu negara tujuan utama tenaga kerja migran Indonesia. Penyebab banyaknya orang Indonesia bekerja di Malaysia dibanding dengan di negara-negara lain adalah terbukanya peluang kerja secara luas di negara ini. Terutama sejak dilaksanakan Dasar Ekonomi Baru (DEB) yang dipandang cukup berhasil mengangkat Malaysia sebagai salah satu negara industri baru (NICs) di wilayah Asia Tenggara.
Kondisi ini memicu ekspansi industri di
Malaysia, terutama sektor manufaktur, dan kemudian diikuti pula oleh penambahan kesempatan kerja di sektor perdagangan, jasa dan birokrasi pemerintahan yang hampir seluruhnya berada di daerah perkotaan. Selain itu, faktor kesamaan budaya serta jarak yang relatif dekat, juga menjadikan Malaysia lebih menarik bagi orang Indonesia untuk mencari nafkah. Bahkan, banyak di antara mereka masuk ke Malaysia tanpa proses keimigrasian yang sah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain masuk secara ilegal ke Malaysia dari
175 Indonesia relatif mudah dan murah, sebab pada umumnya tenaga kerja migran Indonesia sama-sama suku Melayu, dan banyaknya warga Indonesia yang sudah lama bekerja, bahkan menetap di negeri jiran ini, yang dapat menjadi tempatan bagi tenaga kerja ilegal tersebut (Syahriani, 2007). Hasil estimasi persamaan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia (Tabel 22) memperlihatkan upah di Malaysia, produk domestik regional bruto di Jawa, permintaan tenaga kerja di Jawa, penduduk berpendidikan rendah dan tinggi di Jawa berpengaruh terhadap jumlah migran dari Jawa ke Malaysia. Kondisi ini menunjukkan keinginan terbesar dari migran dari Jawa untuk menjadi tenaga kerja migran di Malaysia adalah untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Tetapi jika pendapatan di daerah asal meningkat, maka lebih baik mereka tetap berada di daerah asal (Jawa) daripada harus bekerja di luar negeri dengan berbagai resiko yang harus mereka hadapi. Berdasarkan hasil estimasi parameter terlihat bahwa upah di Malaysia berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia dengan nilai 0.0279. Artinya jika upah di Malaysia meningkat sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia sebanyak 279 orang. Kondisi ini terjadi karena rendahnya upah di Indonesia, sehingga mendorong tenaga kerja Indonesia untuk migrasi ke Malaysia. Respon jumlah tenaga kerja migran dari Jawa ke Malaysia terhadap upah di Malysia bersifat elastis dalam jangka pendek. Tabel 22 memperlihatkan juga peningkatan produk domestik regional bruto di Jawa sebesar satu trilyun rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia sebanyak 236 orang. Permintaan tenaga kerja di Malaysia berhubungan positif dan tidak berpengaruh terhadap jumlah migran dari Jawa ke
176 Malaysia. Nilai estimasi parameter menunjukkan peningkatan jumlah permintaan tenaga kerja di Malaysia 1000 orang akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia sebanyak 54 orang. Permintaan tenaga kerja di Malaysia merupakan demand pull factor yang mendorong tingginya keinginan migran dari Jawa untuk
bekerja di negara tersebut. Tabel 22. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Malaysia Nama Variabel
Variabel
Migran Jawa-Malaysia Intersep Upah di Malaysia Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Permintaan TK di Malaysia Penawaran TK di Malaysia Permintaan TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Rendah di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Jawa R2 = 0.6986
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGJM WM1 GRDPJ DTKM STKM DTKJ DIKRJ DIKTJ
-615151.0000 0.0279b -0.2362b 53.5051 -1.9968 -0.0082c 0.0362c -0.0280c
Fhit = 4.3000a
1.8266 -2.8542 12.8132 -0.4978 -12.1813 21.7715 -1.4285
DW = 2.3230
Hasil parameter estimasi untuk variabel penawaran tenaga kerja di Malaysia adalah -1.9968. Artinya peningkatan jumlah penawaran tenaga kerja di Malaysia sebanyak 1000 orang hanya menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia sebanyak 2 orang. Respon jumlah tenaga kerja migran dari Jawa ke Malaysia terhadap penawaran tenaga kerja di Malaysia bersifat inelastis dalam jangka pendek. Kondisi ini menunjukkan meskipun penawaran tenaga kerja di Malaysia meningkat, tetapi kesempatan kerja pada sektor pertanian dan pembantu rumah tangga di negara tersebut masih tinggi, sehingga tidak menyurutkan minat tenaga kerja migran dari Jawa untuk migrasi ke negara tersebut. Permintaan tenaga kerja di Jawa juga berhubungan negatif terhadap jumlah migran dari Jawa ke Malaysia dengan nilai estimasi parameternya -0.0082. Artinya peningkatan permintaan tenaga kerja di Jawa sebesar 1000 orang, hanya
177 menurunkan jumlah migran Jawa ke Malaysia sebanyak 8 orang. Berdasarkan nilai elastisitas, respon migran internasional dari Jawa ke Malaysia terhadap permintaan tenaga kerja di Jawa bersifat elastis dalam jangka pendek. Tabel 22 memperlihatkan juga bahwa penduduk berpendidikan rendah berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia. Kondisi ini menunjukkan penduduk berpendidikan rendah memiliki tingkat keahlian yang rendah pula, sehingga kesempatan kerja untuk mereka di dalam negeri juga rendah. Akibatnya mereka memutuskan untuk menjadi tenaga kerja migran di Malaysia dengan upah yang lebih tinggi, meskipun hanya bekerja sebagai buruh atau pembantu rumah tangga dengan berbagai resiko yang akan mereka hadapi. Sebaliknya penduduk berpendidikan tinggi di Jawa berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia dengan nilai parameter estimasinya -0.0280. Artinya peningkatan jumlah penduduk berpendidikan tinggi sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Malaysia sebanyak 28 orang. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat pendidikan, tingkat keahlian dan kemampuan berfikir yang lebih baik, menyebabkan sebagian besar penduduk berpendidikan tinggi tidak bersedia melakukan migrasi ke luar negeri.
Oleh
karena itu mereka memilih bekerja di dalam negeri meskipun dengan upah yang lebih rendah daripada menjadi pekerja migran di luar negeri dengan upah yang lebih tinggi tetapi harus menghadapi berbagai resiko. Respon jumlah tenaga kerja migran dari Jawa ke Malaysia terhadap jumlah penduduk berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah di Jawa bersifat elastis dalam jangka pendek. Hasil estimasi persamaan migran internasional dari Sumatera ke Malaysia (Tabel 23) memperlihatkan variabel-variabel penjelas yang berpengaruh nyata terhadap migran dari Sumatera ke Malaysia adalah upah di Malaysia, produk
178 domestik regional bruto perkapita Sumatera, dan permintaan tenaga kerja di Malaysia. Kondisi ini menunjukkan migran dari Sumatera lebih mengutamakan kesempatan kerja di negara tujuan. Hasil estimasi parameter upah di Malaysia berhubungan positif dengan migran dari Sumatera dengan nilai 0.0084, artinya peningkatan upah di Malaysia 1000 rupiah perbulan akan meningkatkan jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia hanya 8 orang.
Upah di negara tujuan merupakan faktor yang
mendorong terjadinya migrasi dari Sumatera ke negara tujuan. Respon tenaga kerja migran dari Sumatera ke Malaysia terhadap upah di Malaysia bersifat elastis dalam jangka pendek. Tabel 23. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera Malaysia Nama Variabel
Variabel
Migran Sumatera-Malaysia Intersep Upah di Malaysia Produk Domestik Regional Bruto Perkapita di Sumatera Permintaan TK di Malaysia Pengangguran di Sumatera Penduduk Berpendidikan rendah di Sumatera Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sumatera R2 = 0.6075
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGSM WM1 GRDPCS DTKM US DIKRS DIKTS
Fhit = 3.6100 a
-66160.9000 0.0084c 16060.4000b 12.5483b 0.0122 0.0021 -0.0238
1.0319 -3.0574 5.6715 0.6682 1.0489 -0.6386
DW = 2.6524
Produk domestik regional bruto perkapita di Sumatera berpengaruh negatif terhadap migran dari Sumatera ke Malaysia. Kondisi ini ditunjukkan oleh peningkatannya sebesar 1000 rupiah akan menurunkan jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia sebanyak 16 orang. Kondisi ini menunjukkan migran dari Sumatera tidak akan migrasi ke Malaysia jika pendapatan mereka di dalam negeri
179 meningkat. Respon tenaga kerja migran dari Sumatera ke Malaysia terhadap pendapatan perkapita penduduk Sumatera bersifat elastis dalam jangka pendek. Tabel 23 memperlihatkan juga bahwa nilai estimasi permintaan tenaga kerja di Malaysia adalah 12.5483, artinya peningkatannya sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia sebanyak 13 orang. Respon tenaga kerja migran dari Sumatera ke Malaysia terhadap permintaan tenaga kerja di Malaysia bersifat elastis dalam jangka pendek. Menurut Sustikarini (2004), sejak diterapkan kebijakan ekonomi baru (New Economic Policy=NEP), memicu ekspansi industri di Malaysia, khususnya sektor manufaktur, sehingga kondisi ini juga mengakibatkan permintaan tenaga kerja di Malaysia terus meningkat.
Perkembangan bidang manufaktur ini
mempengaruhi angkatan kerja yang umumnya berpendidikan tinggi di Malaysia pindah ke kota untuk mengisi lapangan pekerjaan di sektor manufaktur yang tingkat upahnya lebih tinggi, akibatnya terjadi kekurangan tenaga kerja di sektor pertanian.
Kondisi ini mengakibatkan Malaysia pernah mengalami kerugian
dalam bidang pertanian dan turunnya penerimaan devisa pada periode 1980-1985. Masalah ini tidak dapat diatasi dengan sektor manufaktur saja, meskipun sektor ini mampu menghasilkan devisa yang cukup besar.
Sektor pertanian tetap
menjadi sektor andalan bagi pemerintah Malaysia. Masalah lainnya yang dihadapi oleh pemerintah Malaysia adalah NEP juga meningkatkan kesempatan kerja bagi tenaga kerja wanita yang berpendidikan tinggi untuk bekerja di sektor formal. Tingginya kesempatan untuk berkarir ini menyebabkan kebutuhan terhadap pembantu rumah tangga semakin meningkat. Sementara tenaga kerja wanita di Malaysia yang berpendidikan rendah lebih memilih untuk bekerja di sektor manufaktur yang tingkat upahnya lebih tinggi.
180 Akibatnya terjadi kekurangan tenaga kerja untuk menjadi pembantu rumah tangga di Malaysia. Oleh karena itu, masalah kekurangan tenaga kerja ini diatasi oleh pemerintah Malaysia untuk membuka kesempatan bagi masuknya tenaga kerja asing. Dari beberapa negara yang menjadi pemasok tenaga kerja ke Malaysia, Indonesia menempati posisi yang sangat signifikan dalam segi kuantitas. Tabel 23 memperlihatkan juga tingginya permintaan tenaga kerja di Malaysia mendorong jumlah tenaga kerja Sumatera yang menganggur untuk menjadi tenaga kerja migran di Malaysia. Hasil estimasi parameter menunjukkan peningkatan pengangguran di Sumatera sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah tenaga kerja migran dari Sumatera ke Malaysia sebanyak 12 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk, sama halnya dengan persamaan migran dari Jawa ke Malaysia, maka terlihat bahwa penduduk Sumatera dengan tingkat pendidikan rendah juga berhubungan positif dengan jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia. Sebaliknya penduduk berpendidikan tinggi berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia. Artinya peningkatan jumlah penduduk berpendidikan tinggi akan menurunkan jumlah migran dari Sumatera ke Malaysia. Tabel 24 menunjukkan hasil estimasi persamaan migran dari Kalimantan ke Malaysia.
Hasil tersebut memperlihatkan upah di Malaysia, upah di
Kalimantan, permintaan tenaga kerja dan penduduk berpendidikan tinggi merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia. Kondisi ini menunjukkan bahwa migran yang berasal dari Kalimantan sangat memperhatikan perbedaan upah antara daerah asal dan daerah tujuan, serta kesempatan kerja kerja di daerah tujuan. Artinya jika terjadi perubahan pada variabel-variabel tersebut, maka migran dengan cepat dapat memutuskan untuk
181 migrasi atau tidak. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa letak geografis antara Kalimantan dan Malaysia yang berdekatan, menyebabkan penduduk di Kalimantan dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang upah atau kesempatan kerja di Malaysia. Berdasarkan nilai estimasi parameter terlihat bahwa upah di Malaysia berhubungan positif dengan jumlah migran Kalimantan ke Malaysia, dimana peningkatan upah di Malaysia sebesar 1000 rupiah perbulan akan meningkatkan jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia sebanyak 16 orang. Demikian juga dengan permintaan tenaga kerja di Malaysia yang berhubungan positif dengan jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia, dimana peningkatan permintaan tenaga kerja di Malaysia sebanyak 1000 orang, akan meningkatkan jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia sebanyak 46 orang. Variabel ini merupakan pendorong bagi migran dari Kalimantan untuk migrasi ke Malaysia. Tabel 24. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Malaysia Nama Variabel Migran Kalimantan-Malaysia Intersep Upah di Malaysia Upah di Kalimantan Permintaan TK di Malaysia Permintaan TK di Kalimantan Penduduk Berpendidikan Tinggi di Kalimantan R2 = 0.6769
Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGKM WM1 WK DTKM DTKK DIKTK Fhit = 6.2900a
-116582.0000 0.0163b -0.2656b 46.1446b -0.0253 -0.7545b
1.3699 -3.3409 14.1917 -4.3167 -2.4171 DW = 2.6198
Sebaliknya upah di Kalimantan berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia dengan nilai -0.2656. Artinya peningkatan upah di Kalimantan sebesar 10 ribu rupiah, akan menurunkan jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia sebanyak 2656 orang.
Kondisi ini menunjukkan
masyarakat Kalimantan sebenarnya lebih memilih untuk tinggal ditempat asalnya
182 daripada harus menjadi tenaga kerja migran di Malaysia, jika pendapatan yang mereka peroleh mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian juga dengan permintaan tenaga kerja di Kalimantan yang berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Kalimantan ke Malaysia.
Nilai parameter estimasinya adalah -
0.0253, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja di Kalimantan sebanyak 1000 orang hanya menurunkan migran Kalimantan untuk migrasi ke Malaysia sebanyak 25 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan, terlihat penduduk Kalimantan yang berpendidikan tinggi berhubungan negatif dengan jumlah migran Kalimantan ke Malaysia dengan nilai -0.7545, artinya jika jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi di Kalimantan meningkat sebanyak 1000 orang, maka akan menurunkan jumlah migran dari pulau tersebut ke Malaysia sebanyak 755 orang. Seperti halnya dengan penduduk berpendidikan tinggi di Jawa, penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan umumnya juga memiliki pengetahuan dan keahlian yang dapat dijadikan modal untuk bekerja di daerahnya sendiri. Tabel 25 memperlihatkan hasil estimasi parameter persamaan migran dari Sulawesi ke Malaysia. Hasil tersebut menunjukkan upah dan permintaan tenaga kerja di Malaysia berpengaruh nyata terhadap migran dari Sulawesi ke Malaysia. Artinya faktor utama yang mendorong peningkatan jumlah migran dari Sulawesi ke Malaysia adalah upah dan kesempatan kerja di negara tujuan. Upah dan permintaan tenaga kerja di Malaysia berhubungan positif dengan jumlah migran dari Sulawesi ke Malaysia.
Nilai estimasi parameter
menunjukkan peningkatan upah di Malaysia sebesar 1000 rupiah hanya akan meningkatkan jumlah migran Sulawesi ke Malaysia sebanyak 2 orang, dan
183 peningkatan permintaan tenaga kerja di Malaysia sebanyak 10 ribu orang akan meningkatkan jumlah migran dari Sulawesi ke Malaysia sebanyak 2 orang. Tabel 25. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Malaysia Nama Variabel
Variabel
Migran Sulawesi-Malaysia Upah di Malaysia Upah di Sulawesi Permintaan TK di Malaysia Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sulawesi
MIGSLM WM1 WSL DTKM DIKTSL
R2 = 0.7405
Fhit = 12.1200
Estimasi Parameter 0.0002c -0.0024 0.1716c -0.0043
a
Elastisitas Jangka Pendek 1.0996 -1.6361 3.4390 -1.8437 DW = 2.1930
Upah dan penduduk berpendidikan tinggi di Sulawesi merupakan faktorfaktor yang menahan migran dari Sulawesi untuk migrasi ke Malaysia. Nilai estimasi parameter kedua variabel tersebut masing-masing adalah -0.0024 dan -0.0043.
Artinya peningkatan upah di Sulawesi sebesar 1000 rupiah hanya
menurunkan jumlah migran dari Sulawesi ke Malaysia sebanyak 2 orang, dan peningkatan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Sulawesi sebanyak 1000 orang, juga akan menurunkan jumlah migran dari Sulawesi ke negara tersebut sebanyak 4 orang. Respon jumlah tenaga kerja migran dari Sulawesi ke Malaysia bersifat elastis terhadap upah di Malaysia, upah di Sulawesi, permintaan tenaga kerja di Malaysia, dan penduduk berpendidikan tinggi di Sulawesi. Hasil estimasi persamaan migran internasional dari Pulau Lain (Tabel 26) menunjukkan variabel permintaan tenaga kerja di Malaysia, permintaan tenaga kerja di Pulau Lain, jumlah penduduk berpendidikan rendah dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Pulau Lain berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Pulau Lain ke Malaysia.
Hal ini menunjukkan penduduk Pulau Lain
mengutamakan peluang kerja yang tersedia baik di tempat asal maupun di tempat
184 tujuan. Jika kedua informasi tersebut diketahui, maka migran Pulau Lain dapat memutuskan untuk migrasi atau tidak. Berdasarkan hasil estimasi terlihat variabel upah di Malaysia berhubungan positif dengan jumlah migran dari Pulau Lain ke Malaysia dengan nilai estimasinya 0.0013, artinya peningkatan upah di Malaysia sebesar 1000 rupiah hanya akan meningkatkan 1 orang migran dari Pulau Lain ke Malaysia. Tabel 26 memperlihatkan produk domestik regional bruto di Pulau Lain menunjukkan hubungan yang negatif dengan jumlah migran dari Pulau Lain ke Malaysia, dimana peningkatannya sebesar 1 trilyun rupiah pertahun hanya mengurangi jumlah migran dari Pulau Lain ke Malaysia sebanyak 67 orang. Nilai estimasi permintaan tenaga kerja di Malaysia adalah 6.9859, artinya peningkatan jumlah permintaan tenaga kerja di Malaysia sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah 7 orang migran dari Pulau Lain ke negara tersebut. Sebaliknya nilai estimasi permintaan tenaga kerja di Pulau Lain adalah -0.0268, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja sebanyak 1000 orang akan menurunkan 27 orang migran Pulau Lain ke Malaysia. Tabel 26. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Malaysia Nama Variabel
Variabel
Migran P.Lain-Malaysia Upah di Malaysia Produk Domestik Regional Bruto di P.Lain Permintaan TK di Malaysia Permintaan TK di P.Lain Penduduk Berpendidikan rendah di P.Lain Penduduk Berpendidikan Tinggi di P.Lain R2 = 0.9241
MIGPM WM1 GRDPP DTKM DTKP DIKRP DIKTP
Fhit = 30.4400
a
Estimasi Parameter 0.0013 -0.0678 6.9859a -0.0268a 0.0336a 0.2544a
Elastisitas Jangka Pendek 0.2228 -0.1968 4.5968 -14.7359 8.7597 2.4160
DW = 1.9201
Satu hal yang menarik dari hasil estimasi migran Pulau Lain jika ditinjau dari tingkat pendidikan adalah baik penduduk berpendidikan rendah maupun
185 berpendidikan tinggi berhubungan positif dengan jumlah migran Pulau Lain yang migrasi ke Malaysia. Kondisi ini menunjukkan rendahnya kesempatan kerja di pulau tersebut, sehingga meskipun penduduk berpendidikan tinggi meningkat, tetapi bukan hambatan bagi mereka untuk tetap menjadi tenaga kerja migran di Malaysia. Selain itu tingginya minat penduduk berpendidikan tinggi migrasi ke Malaysia untuk memenuhi tingginya permintaan tenaga kerja migran yang berpendidikan tinggi oleh negara-negara penerima jasa tenaga kerja Indonesia. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat bahwa respon jumlah tenaga kerja migran dari Pulau Lain ke Malaysia bersifat inelastis dalam jangka pendek terhadap permintaan tenaga kerja di Malaysia, permintaan tenaga kerja di Pulau Lain, penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi dan penduduk berpendidikan rendah.
Sebaliknya bersifat inelastis dalam jangka pendek terhadap upah di
Malaysia dan produk domestik regional bruto di Pulau Lain. 6.1.2.2. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Arab Saudi
Arab Saudi merupakan negara tujuan migran internasional Indonesia yang paling diminati. Menurut laporan World Bank (2006), sejak akhir tahun 1970 negara tujuan tenaga kerja migran Indonesia adalah Arab Saudi, hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan tenaga kerja oleh masyarakat Arab Saudi untuk dipekerjakan sebagai pekerja domestik atau pembantu rumah tangga. Hasil estimasi parameter persamaan migran dari Jawa ke Arab Saudi yang tertera pada Tabel 27, menunjukkan variabel lag GDP Arab Saudi, GRDP di Jawa, penawaran tenaga kerja dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Jawa berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Jawa ke Arab Saudi. Kondisi ini menunjukkan pendapatan merupakan faktor penentu bagi migran asal Jawa dalam
186 memutuskan apakah mereka harus menjadi tenaga kerja migran ke Arab Saudi atau bekerja di negeri sendiri. Jika pendapatan di dalam negeri meningkat, maka keputusannya tidak migrasi.
Sebaliknya jika pendapatan di Arab Saudi
meningkat, maka mereka memilih menjadi tenaga kerja migran di negara tersebut. Nilai estimasi parameter variabel lag GDP Arab Saudi adalah 0.0017. Artinya peningkatan GDP perkapita Arab Saudi pada periode yang lalu 10 ribu rupiah akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Arab Saudi sebanyak 17 orang.
Disisi lain, peningkatan GRDP di pulau Jawa 1 trilyun rupiah akan
mengurangi jumlah migran dari Jawa ke Arab Saudi sebanyak 285 orang. Jika dibandingkan dengan nilai estimasi GDP perkapita Arab Saudi menunjukkan tenaga kerja migran dari Jawa lebih mengutamakan kerja di Arab Saudi karena tingkat kesejahteraan hidup masyarakat Arab Saudi yang tercermin dari pendapatan perkapita jauh lebih baik daripada tingkat kesejahteraan mereka. Tabel 27. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Arab Saudi Nama Variabel
Variabel
Migran Jawa-Arab Saudi Intersep Lag GDP perkapita Arab Saudi Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Penawaran TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Rendah di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Jawa R2 =
0.8065
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGJAS LGDPCAS1 GRDPJ STKJ DIKRJ DIKTJ
Fhit = 12.5000
a
-533905.000 0.0017b -0.2853b 0.0062c 0.0154 0.0340c
-1.0838 3.0600 2.9101 0.5444
DW = 2.3675
Penawaran tenaga kerja berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke Arab Saudi dengan nilai 0.0062, artinya peningkatan penawaran tenaga kerja di Jawa sebanyak 1000 orang akan meningkatkan 6 orang migran dari Jawa ke Arab Saudi. Hubungan positif antara penduduk berpendidikan rendah dan
187 tinggi di Jawa dengan jumlah migran ke Arab Saudi juga diperlihatkan dalam hasil estimasi ini, dimana peningkatan jumlah penduduk berpendidikan rendah dan tinggi masing-masing 1000 orang, maka akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Arab Saudi masing-masing 15 orang dan 34 orang. Kondisi ini terjadi karena dalam beberapa tahun terakhir pengguna tenaga kerja di Arab Saudi lebih mengutamakan tenaga kerja migran dengan tingkat pendidikan tinggi. Respon jumlah tenaga kerja migran dari Jawa ke Arab Saudi bersifat elastis terhadap produk domestik regional bruto, dan penawaran tenaga kerja di Jawa, sebaliknya bersifat inelastis terhadap penduduk berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil uji secara parsial (Tabel 28), pengangguran di Sumatera berpengaruh terhadap migran dari Sumatera ke Arab Saudi.
Kondisi ini
menunjukkan penduduk Sumatera bersedia menjadi tenaga kerja migran di Arab Saudi jika mereka dalam kondisi menganggur, dan sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan kesempatan kerja di daerah asalnya. Berdasarkan nilai uji F terlihat bahwa secara bersama-sama semua variabel penjelas dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa variasi variabel-variabel penjelas dalam persamaan tersebut mampu menjelaskan 76.56 persen fluktuasi jumlah migran dari Sumatera ke Arab Saudi. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat bahwa semua variabel bersifat inelastis, artinya respon jumlah migran dari Sumatera ke Arab Saudi terhadap lag GDP perkapita Arab Saudi, GRDP, pengangguran, dan penduduk berpendidikan tinggi di Sumatera relatif lemah. Kondisi ini menunjukkan jika terjadi perubahan pada variabel-variabel tersebut maka respon migran dari Sumatera ke Arab Saudi sangat kecil, karena umumnya tenaga kerja migran dari Sumatera cenderung memilih Malaysia dan Singapura sebagai negara tujuan dibanding Arab Saudi.
188 Tabel 28. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Arab Saudi Nama Variabel
Variabel
Fhit =
13.0700
Elastisitas Jangka Pendek
MIGSAS
Migran Sumatera-Arab Saudi Intersep Lag GDP Arab Saudi Produk Domestik Regional Bruto di Sumatera Pengangguran di Sumatera Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sumatera R2 = 0.7656
Estimasi Parameter
LGDPCAS1 GRDPS US DIKTS
50.0132 3.121E-7 -0.0003 0.0001b 5.86E-6
a
-0.4159 0.8392 0.0256
DW = 2.1309
Hasil estimasi persamaan migran internasional dari Kalimantan ke Arab Saudi (Tabel 29) menunjukkan hanya variabel penawaran tenaga kerja di Kalimantan yang berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Kalimantan ke Arab Saudi.
Kondisi ini menunjukkan jumlah tenaga kerja migran asal
Kalimantan akan meningkat jika jumlah penawaran tenaga kerja dipulau tersebut terus bertambah. Tabel 29. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Arab Saudi Nama Variabel
Variabel
Migran Kalimantan-Arab Saudi Intersep Lag GDP Arab Saudi Produk Domestik Regional Bruto di Kalimantan Penawaran TK Kalimantan Penduduk Berpendidikan Tinggi di Kalimantan R2 = 0.7639
Fhit
= 12.9400
Estimasi Elastisitas Parameter Jangka Pendek
MIGKAS LGDPCAS1 GRDPK STKK DIKTK a
-431.1010 3.671E-6 -0.0014 b 0.0002 -0.0003
-0.2269 2.0545 -0.0658
DW = 2.1875
Hasil estimasi parameter untuk variabel lag GDP perkapita Arab Saudi dan penawaran tenaga kerja di Kalimantan berhubungan positif dengan migran asal Kalimantan ke Arab Saudi, artinya peningkatan masing-masing variabel ini akan meningkat jumlah migran dari Kalimantan ke Arab Saudi.
Kondisi ini
menunjukkan kedua variabel tersebut merupakan faktor-faktor yang mendorong
189 terjadinya migrasi dari Kalimantan ke Arab Saudi. Sebaliknya GRDP dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan berhubungan negatif dengan variabel endogennya. Hal ini menunjukkan kedua variabel ini merupakan faktor penghambat terjadinya migrasi dari Kalimantan ke Arab Saudi. Sama kondisinya dengan hasil estimasi persamaan migran dari Sumatera dan Kalimantan, pada persamaan migran internasional dari Sulawesi ke Arab Saudi (Tabel 30) juga memperlihatkan hasil uji F menunjukkan secara bersamasama semua variabel penjelas dapat menjelaskan variabel migran internasional dari Sulawesi ke Arab Saudi secara nyata pada taraf (α)=0.01.
Hasil uji t
menunjukkan hanya variabel penawaran tenaga kerja di Sulawesi berpengaruh terhadap jumlah migran dari Sulawesi ke Arab Saudi. Artinya tingginya angkatan kerja tanpa diimbangi dengan kesempatan kerja di daerah asal akan mendorong penduduk Sulawesi untuk menjadi tenaga kerja migran di Arab Saudi. Tabel 30. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Arab Saudi Nama Variabel
Variabel
Migrasi Sulawesi-Arab Saudi Intersep Lag GDP Arab Saudi Produk Domestik Regional Bruto di Sulawesi Penawaran TK di Sulawesi Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sulawesi R2
= 0.7309
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGSLAS LGDPCAS1 GRDPSL STKSL DIKTSL
Fhit = 10.8700
a
-89.7794 5.333E-7 -0.0002 0.00003c -0.00008
-0.0479 2.0550 -0.1650
DW = 2.3054
Berdasarkan nilai elastisitas terlihat respon jumlah tenaga kerja migran dari Sulawesi ke Arab Saudi terhadap penawaran tenaga kerja bersifat elastis. Hal ini menunjukkan jika jumlah angkatan kerja terus meningkat, sementara kesempatan kerja terbatas, maka dapat dipastikan pengangguran semakin meningkat pula.
190 Kondisi ini mendorong masyarakat di Sulawesi menjadi tenaga kerja migran di Arab Saudi. Tabel 31 memperlihatkan hasil estimasi persamaan migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi. Hasil tersebut menunjukkan secara parsial variabel lag GDP perkapita Arab Saudi, penduduk berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi di Pulau Lain berpengaruh terhadap jumlah migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat bahwa respon jumlah migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi terhadap jumlah penduduk berpendidikan rendah di Pulau tersebut bersifat elastis dalam jangka pendek, artinya respon migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi relatif kuat terhadap jumlah penduduk berpendidikan rendah di pulau tersebut.
Kondisi ini mencerminkan sebagian besar migran
internasional Pulau Lain ke Arab Saudi terdiri dari angkatan kerja berpendidikan rendah yang tidak mempunyai kesempatan kerja di daerah asalnya. Tabel 31. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi Nama Variabel
Variabel
Migran Pulau Lain-Arab Saudi Intersep Lag GDP Arab Saudi Perubahan Produk Domestik Regional Bruto di P. Lain Pengangguran di P.Lain Penduduk Berpendidikan Rendah di P.Lain Penduduk Berpendidikan Tinggi di P.Lain R2
= 0.75786
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGPAS LGDPCAS1 PGRDPP UP DIKRP DIKTP
Fhit = 9.3900 a
-8069.2300 0.00004c -0.0270 0.0038 c 0.0029 c 0.0221
0.1503 1.5469 0.4256
DW = 2.099963
Apabila ditinjau dari sisi nilai estimasi parameter masing-masing variabel terlihat bahwa GDP perkapita Arab Saudi periode yang lalu berhubungan positif dengan jumlah migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi.
Kondisi ini
191 menggambarkan GDP perkapita Arab Saudi merupakan faktor yang mendorong migran dari Pulau Lain untuk migrasi ke negara tersebut. Perubahan produk domestik regional bruto Pulau Lain berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi dengan nilai -0.0270. Artinya menunjukkan penduduk Pulau Lain tidak migrasi ke negara lain, jika pendapatan mereka di daerah asal dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Pengangguran, penduduk berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi berhubungan positif terhadap migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi dengan nilai estimasi parameternya masing-masing 0.0038 untuk pengangguran, 0.0029 untuk penduduk berpendidikan rendah, 0.0221 untuk penduduk berpendidikan tinggi. Artinya peningkatan masing-masing variabel tersebut sebanyak 1000 orang akan meningkatkan masing-masing 4 orang, 3 orang, dan 22 migran dari Pulau Lain ke Arab Saudi.
6.1.2.3. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain Ke Singapura
Hasil estimasi persamaan migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain ke Singapura menunjukkan semua persamaan mempunyai daya penjelas yang tinggi dilihat dari nilai koefisien determinasinya. Berdasarkan nilai uji F terlihat secara bersama-sama semua variabel penjelas yang terdapat pada masing-masing persamaaan migran internasional ke Singapura, dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata pada taraf (α) = 0.01. Hasil estimasi persamaan migran dari Jawa ke Singapura (Tabel 32) memperlihatkan secara parsial hanya variabel lag migran dari Jawa ke Singapura yang berpengaruh pada taraf (α) = 0.01, tetapi jika dilihat dari nilai elastisitas, respon migran dari Jawa ke Singapura terhadap jumlah penduduk berpendidikan
192 tinggi bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan dalam jangka panjang, penduduk berpendidikan tinggi dengan tingkat pengetahuan yang lebih baik memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan di daerah asal baik di sektor formal maupun informal. Tabel 32 memperlihatkan GDP perkapita dan permintaan tenaga kerja di Singapura berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke negara tersebut. Menurut Martin (2003), kedua faktor ini merupakan faktor penarik bagi migran dari Jawa untuk migrasi ke Singapura. Kondisi ini sesuai dengan model migrasi Todaro yang mengasumsikan migrasi terjadi karena perbedaan pendapatan di daerah asal dan daerah tujuan, yang anggapan dasarnya adalah para migran tersebut memperhatikan kesempatan kerja yang diharapkan tersedia bagi mereka di daerah tujuan. Tabel 32. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Singapura Nama Variabel
Variabel
Migran Jawa- Singapura GDP Perkapita Singapura Lag Permintaan TK di Singapura Perubahan Penawaran TK di Jawa Penduduk Berpendidikan Tinggi di Jawa Lag Migran Jawa -Singapura R2 = 0.8749
Fhit
Estimasi Parameter
MIGJSP GDPCSP1 LDTKSP PSTKJ DIKTJ
5.329E-6 1.9173 0.0007 -0.0016
LMIGJSP
0.7213a
= 22.3800
a
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.0929
0.3331
-0.4576
-1.6416
DW = 1.8091
Penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi berhubungan negatif dengan migran dari Jawa ke Singapura dengan nilai estimasi -0.0016, artinya peningkatan jumlah penduduk berpendidikan tinggi sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Singapura hanya 2 orang. Nilai lag migran dari Jawa ke Singapura menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah migran
193 dari Jawa Ke Singapura dari tahun ke tahun. Kondisi ini terjadi karena jumlah pengangguran di Jawa terus meningkat dari tahun ke tahun. Hasil
estimasi
persamaan
migran
dari
Sumatera
ke
Singapura
menunjukkan secara parsial GDP perkapita masyarakat Singapura, upah di Sumatera, dan lag migrasi dari Sumatera ke Singapura, lag permintaan tenaga kerja di Singapura berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Sumatera ke Singapura.
Respon migran dari Sumatera ke Singapura terhadap upah di
Sumatera relatif kuat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 33 memperlihatkan nilai estimasi parameter variabel GDP perkapita Singapura adalah 0.00003, artinya peningkatan GDP perkapita Singapura 100 ribu rupiah pertahun akan meningkatkan jumlah migran dari Sumatera ke Singapura sebanyak 3 orang. Sedangkan upah di Sumatera berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Sumatera ke Singapura dengan nilai -0.0340, artinya peningkatan upah di Sumatera sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan menurunkan jumlah migran dari Sumatera ke Singapura sebanyak 340 orang. Kondisi ini menunjukkan migran dari Sumatera lebih memilih untuk tetap tinggal di daerah asalnya jika terjadi peningkatan upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dibandingkan harus menjadi tenaga kerja migran di Singapura. Tabel 33. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Singapura Nama Variabel
Migran Sumatera-Singapura GDP Perkapita Singapura Lag Permintaan TK Singapura Upah Rata-rata di Sumatera Permintaan TK Sumatera Lag migran Sumatera-Singapura R2 = 0.9256
Variabel
Estimasi Parameter
MIGSSP GDPCSP1 LDTKSP WS DTKS LMIGSSP Fhit = 39.7900
0.00003 c 4.4428 a -0.0340 -5.43E-6 a 0.5734 a
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.9209
2.1617
-2.7901 -0.0275
-6.5493 -0.0646
DW = 2.0450
194 Lag permintaan tenaga kerja di Singapura berhubungan positif dan tidak berpengaruh nyata dengan migran dari Sumatera ke Singapura dengan nilai 4.4428. Variabel permintaan tenaga kerja berhubungan negatif dan juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari pulau tersebut ke Singapura. Nilai elastisitas menunjukkan respon migran dari Sumatera ke Singapura lemah dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap variabel permintaan tenaga kerja di Sumatera.
Nilai estimasi parameter lag migran dari Sumatera ke
Singapura menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah migran ke Singapura dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan migran dari Kalimantan ke Singapura yang diperlihatkan pada Tabel 34 juga menunjukkan upah atau pendapatan baik di daerah asal maupun negara tujuan, lag permintaan tenaga kerja di Singapura berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura. Tetapi penawaran tenaga kerja dan penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan tidak berpengaruh terhadap jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura. Kondisi ini kembali menunjukkan upah atau pendapatan merupakan faktor penentu bagi migran dalam memutuskan keinginan mereka untuk menjadi tenaga kerja migran di negara lain. Nilai estimasi upah di Singapura adalah 0.0005, artinya jika upah di Singapura meningkat 10 ribu rupiah per bulan akan meningkatkan jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura sebanyak 5 orang. Nilai elasitisitas memperlihatkan respon migran dari Kalimantan ke Singapura terhadap upah di negara tersebut bersifat lemah dalam jangka pendek dan kuat dalam jangka panjang. Artinya dalam jangka pendek, jika terjadi peningkatan upah di Singapura, tidak secara langsung mendorong migran dari Kalimantan untuk menjadi tenaga kerja migran
195 di negara tersebut, mereka akan melihat peluang-peluang lain yang dapat menguntungkan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam jangka panjang, jika terjadi perubahan upah di Singapura akan direspon dengan cepat oleh migran Kalimantan ke Singapura. Kondisi ini terjadi karena jumlah penawaran tenaga kerja yang semakin meningkat, sedangkan kesempatan kerja yang tersedia semakin sempit, sehingga pengangguran di pulau tersebut juga semakin meningkat. Maka dalam jangka panjang peningkatan upah di Singapura dengan cepat direspon oleh migran yang menganggur di pulau tersebut. Tabel 34. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Singapura Nama Variabel
Variabel
MIGKSP WSP1 LDTKSP GRDPK
Migran Kalimantan-Singapura Upah Singapura Lag Permintan TK Singapura Produk Domestik Regional Bruto di Kalimantan Penawaran TK Kalimantan Penduduk Berpendidikan Tinggi di Kalimantan Lag Migran Kalimantan-Singapura R2 =
0.8870
Fhit =
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
0.0005b 0.9226 -0.1167b
0.9094
2.3191
-1.5123
-3.8567
STKK DIKTK
0.0006 0.0087
0.5348 0.1519
1.3638 0.3873
LMIGKSP
0.6079a
19.6200
a
DW = 2.1025
Tabel 34 juga memperlihatkan lag permintaan tenaga kerja di Singapura berhubungan positif dengan jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura dengan nilai 0.9226, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja di Singapura pada tahun lalu sebanyak 10 ribu orang akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura sebanyak 9 orang. Produk domestik regional bruto Kalimantan berhubungan negatif terhadap jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura. Respon migran dari Kalimantan ke Singapura terhadap produk domestik regional bruto di Kalimantan kuat dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Kondisi ini menunjukkan jika terjadi
196 perubahan peroduk domestik regional bruto di Kalimantan, sangat cepat direspon oleh migran dari Kalimantan untuk tidak migrasi ke Singapura. Tabel 34 juga memperlihatkan penawaran tenaga kerja berhubungan positif terhadap jumlah migran Kalimantan ke Singapura, dan lag migran dari Kalimantan-Singapura menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah migran dari Kalimantan ke Singapura dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan migran dari Sulawesi ke Singapura (Tabel 35) menunjukkan secara parsial hanya upah di Singapura, upah di Sulawesi, dan lag migran dari Sulawesi ke Singapura yang berpengaruh nyata terhadap jumlah migran Sulawesi ke Singapura. Upah di Singapura berhubungan positif dengan jumlah migran dari Sulawesi ke negara tersebut, artinya peningkatan upah di Singapura akan mendorong migran dari Sulawesi untuk menjadi tenaga kerja migran di Singapura. Respon migran dari Sulawesi ke Singapura terhadap upah di negara tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 35. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Singapura Nama Variabel
Variabel
Migran Sulawesi-Singapura Intersep Upah Singapura Permintan TK Singapura Upah di Sulawesi Lag Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sulawesi Lag migran Sulawesi-Singapura
MIGSLSP
R2 =
0.71190
Fhit =
Estimasi Parameter
WSP1 DTKSP WSL LDIKTSL
-16.8280 7.24E-6 b 0.0887 -0.0007 b 0.0001
LMIGSLSP
0.42940b
7.4100
a
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.8526 2.1183 -2.4519
1.4941 3.7122 -4.2969
DW = 2.2710
Nilai estimasi permintaan tenaga kerja Singapura adalah 0.0887, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja di Singapura sebanyak 100 ribu orang, akan
197 meningkatkan jumlah migran dari Sulawesi ke negara tersebut sebanyak 9 orang. Tabel 35 memperlihatkan juga upah di Sulawesi berpengaruh negatif dengan nilai -0.0007, artinya jika peningkatan upah di Sulawesi sebesar 10 ribu rupiah per bulan akan menurunkan jumlah migran dari Sulawesi ke Singapura sebanyak 7 orang. Respon migran dari Sulawesi ke Singapura terhadap upah di Sulawesi kuat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kondisi ini juga menunjukkan jika terjadi perubahan upah di daerah asal akan direspon dengan cepat oleh migran dari Sulawesi untuk memutuskan tidak menjadi tenaga kerja migran di Singapura. Nilai estimasi lag penduduk berpendidikan tinggi berhubungan positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Sulawesi ke Singapura. Nilai estimasi lag migrasi Sulawesi ke Singapura menunjukkan kecenderungan jumlah migran dari Sulawesi ke Singapura meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 36 memperlihatkan hampir semua varibel penjelas yang mempengaruhi jumlah migran dari Pulau Lain ke Singapura secara parsial berpengaruh nyata pada taraf (α) = 0.10.
Adapun variabel-variabel tersebut
adalah upah di Singapura, upah, penawaran tenaga kerja, dan penduduk berpendidikan rendah di Pulau Lain.
Kondisi ini menunjukkan selain faktor
ekonomi, seperti upah dan ketidakseimbangan pasar kerja yang terlihat dari tingginya jumlah angkatan kerja dibanding kesempatan kerja yang tersedia di pulau tersebut, faktor non ekonomi seperti penduduk berpendidikan rendah juga merupakan faktor yang mendorong peningkatan jumlah migran dari Pulau Lain ke Singapura.
Sedangkan permintaan tenaga kerja di Singapura, penduduk
berpendidikan tinggi dan lag migrasi ke Singapura tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Pulau Lain ke negara tersebut.
198 Nilai estimasi upah di Singapura adalah 0.0002, artinya peningkatan upah di Singapura sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan jumlah migran dari Pulau Lain ke Singapura sebanyak 2 orang. Dilihat dari nilai elastisitas, respon migran Pulau Lain ke Singapura terhadap upah di Singapura lemah baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Sebaliknya respon migran dari Pulau Lain
terhadap upahnya kuat dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Hal ini
mencerminkan bahwa merupakan suatu keterpaksaan bagi migran dari Pulau Lain menjadi tenaga kerja di negara lain.
Jika upah dan kesempatan kerja di
wilayahnya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, mereka tidak ingin menjadi tenaga kerja migran. Tabel 36. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Singapura Nama Variabel
Variabel
Migran PulauLain-Singapura Intersep Upah Singapura Upah Rata-rata di Pulau Lain Permintan TK Singapura Penawaran TK di Pulau Lain Penduduk Berpendidikan Rendah di Pulau Lain Penduduk Berpendidikan Tinggi di Pulau Lain Lag migran Pulau Lain-Singapura R2 =
0.8447
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
MIGPSP WSP1 WP DTKSP STKP DIKRP
-15901.100 0.0002b -0.0154a 1.7504 0.0017b 0.0021b
0.8084 -2.3437 1.3737 5.4090 3.0049
0.9562 -2.7721 1.6248 6.3978 3.5542
DIKTP
-0.0055
-0.2849
-0.3369
LMIGPSP
Fhit = 10.1000
0.1546
a
DW = 2.4870
Kondisi ini tercermin juga dari hasil estimasi parameter untuk variabel penawaran tenaga kerja dan jumlah penduduk berpendidikan rendah di Pulau Lain. Kedua variabel ini merupakan faktor yang mendorong migran dari Pulau Lain ke Singapura. Ditinjau dari nilai elastisitasnya, respon migran Pulau Lain ke Singapura juga kuat dalam jangka pendek dan jangka panjang.
199 Penduduk berpendidikan tinggi berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Pulau Lain ke Singapura dengan nilai -0.0055. Kondisi ini terjadi karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pemikiran bahwa semakin banyak peluang pekerjaan yang akan diperoleh di wilayahnya sendiri juga semakin tinggi, sehingga menyurutkan keinginan mereka untuk menjadi tenaga kerja migran di Singapura. Variabel lag migran dari Pulau Lain ke Singapura menunjukkan adanya peningkatan jumlah migran dari Pulau Lain ke Singapura dari waktu ke waktu.
6.1.2.4. Migran dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain Ke Hongkong
Berdasarkan laporan Worl Bank (2006), saat ini negara tujuan tenaga kerja migran dari Indonesia adalah selain Arab Saudi, Kuwait, Malaysia, Singapore, dan Taiwan, Hongkong juga merupakan salah satu negara yang paling diminati oleh tenaga kerja migran asal Indonesia.
Hongkong merupakan satu-satunya
negara tujuan migran yang menerapkan upah minimum bagi para tenaga kerja migran, Hongkong juga merupakan salah satu negara yang menerapkan standar upah yang tinggi untuk tenaga kerja migran. Faktor ini merupakan pendorong bagi tenaga kerja migran asal Indonesia untuk migrasi ke negara tersebut. Hasil estimasi parameter persamaan migrasi dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain memperlihatkan daya penjelas yang tinggi yang terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R2) yang berkisar antara 0.8519 hingga 0.9265, dan berdasarkan nilai uji F, terlihat semua variabel penjelas yang terdapat pada masing-masing persamaaan migran internasional ke Hongkong, dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata pada taraf (α = 0.01).
200 Hasil estimasi persamaan migran dari Jawa ke Hongkong yang terlihat pada Tabel 37 menunjukkan upah di Hongkong, penawaran tenaga kerja dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Jawa secara parsial berpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari Jawa ke Hongkong. Upah di Hongkong berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke negara tersebut dengan nilai 0.0002, artinya peningkatan upah di Hongkong sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan jumlah migran dari Jawa ke Hongkong sebanyak 2 orang. Berdasarkan nilai elastisitas, respon migran dari Jawa ke Hongkong terhadap upah di negara tersebut bersifat inelastis.
Disisi lain,
penawaran tenaga kerja juga berhubungan positif dengan jumlah migran dari Jawa ke Hongkong dengan nilai 0.0004. Nilai elastisitas menunjukkan respon jumlah migran dari Jawa ke Hongkong terhadap penawaran tenaga kerja bersifat elastis. Tabel 37. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Jawa ke Hongkong Nama Variabel
Variabel
Migran Jawa- Hongkong Intersep Upah di Hongkong Penawaran TK di Jawa Perubahan Permintaan TK di Hongkong Penduduk Berpendidikan Tinggi di Jawa R2 = 0.8723
Fhit
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGJH WH1 STKJ PDTKH DIKTJ
= 27.3300a
-15594.900 0.0002b 0.0004b 2.8713 -0.0033b
0.9425 7.7688 -2.0463
DW = 2.7463
Hasil estimasi kedua variabel penjelas ini memperlihatkan jumlah migran dari Jawa ke Hongkong sangat respon terhadap peningkatan penawaran tenaga kerja daripada peningkatan upah di Hongkong. Kondisi ini mencerminkan bahwa meskipun terjadi peningkatan upah di Hongkong, tetapi jika tersedia kesempatan kerja di wilayahnya, migran dari Jawa tidak bersedia menjadi tenaga
201 kerja migran. Sebaliknya migran dari Jawa bersedia menjadi tenaga kerja migran di Hongkong jika di wilayahnya sudah tidak ada lagi kesempatan kerja yang diakibatkan jumlah penawaran tenaga kerja yang terus meningkat. Perubahan permintaan tenaga kerja di Hongkong berpengaruh positif terhadap jumlah migran dari Jawa ke Hongkong. Variabel ini merupakan faktor pendorong (demand pull factor) bagi migran asal Jawa menjadi pekerja di Hongkong. Tabel 37 memperlihatkan juga nilai estimasi penduduk berpendidikan tinggi adalah -0.0033, artinya peningkatannya sebanyak 10 ribu orang akan menurunkan jumlah migran dari Jawa ke Hongkong sebanyak 33 orang. Nilai elastisitas memperlihatkan respon migran dari Jawa ke Hongkong terhadap jumlah penduduk berpendidikan tinggi bersifat elastis. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin banyak peluang kerja bagi mereka baik pada sektor formal maupun informal di wilayahnya sendiri, sehingga mengurangi keinginan mereka untuk menjadi tenaga kerja migran di negara lain. Tabel 38 memperlihatkan hasil estimasi persamaan migrasi dari Sumatera ke Hongkong. Nilai estimasi parameter memperlihatkan peningkatan upah di negara tersebut sebesar 10 ribu rupiah, meningkatkan 2 orang tenaga kerja migran asal Sumatera ke negara tersebut. Respon migran dari Sumatera ke Hongkong terhadap upah di negara tersebut cukup kuat. Nilai estimasi produk domestik regional bruto Sumatera berhubungan negatif dengan jumlah migran dari Sumatera ke Hongkong. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat respon jumlah tenaga kerja migran dari Sumatera ke Hongkong terhadap GRDP di Sumatera bersifat elastis. Permintaan tenaga kerja di Hongkong berhubungan positif dengan jumlah tenaga kerja migran dari Sumatera ke negara tersebut. Tanda estimasi parameter
202 menunjukkan peningkatan permintaan tenaga kerja di Sumatera akan menurunkan jumlah migran dari pulau tersebut ke Hongkong. Tabel 38. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sumatera ke Hongkong Nama Variabel
Variabel
Fhit = 39.7900
Elastisitas Jangka Pendek
MIGSH
Migran Sumatera-Hongkong Intersep Upah di Hongkong Produk Domestik Regional Bruto di Sumatera Permintan TK Hongkong Permintaan TK Sumatera Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sumatera R2 = 0.9256
Estimasi Parameter
WH1 GRDPS DTKH DTKS DIKTS
1327.5210 b 0.0002 -0.0126 0.1253 -0.0001 0.0004
a
1.8798 -1.2335 0.2585 -0.9087 0.1220
DW = 2.0450
Nilai estimasi penduduk berpendidikan tinggi adalah 0.0004 artinya peningkatannya sebanyak 10 ribu orang akan meningkatkan jumlah tenaga kerja migran dari Sumatera ke Hongkong sebanyak 4 orang. Kondisi ini terjadi karena semakin tingginya permintaan tenaga kerja migran dari Indonesia oleh negara penerima tenaga kerja tersebut. Hasil estimasi persamaan migran dari Kalimantan ke Hongkong (Tabel 39) memperlihatkan upah daerah asal dan negara tujuan, pengangguran dan jumlah penduduk berpendidikan tinggi merupakan faktor yang mempengaruhi migran dari Kalimantan dalam memutuskan keinginan mereka untuk migrasi ke Hongkong. Nilai estimasi parameter untuk variabel upah di Hongkong menunjukkan peningkatannya sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan jumlah migran dari Kalimantan ke negara tersebut sebanyak 3 orang.
Nilai elastisitas
memperlihatkan respon migran dari Kalimantan ke Hongkong terhadap upah di negara tersebut bersifat elastis dalam jangka panjang dan jangka pendek.
203 Tabel 39 memperlihatkan nilai estimasi parameter upah di Kalimantan adalah -0.0105, artinya peningkatan upah di Kalimantan sebesar 10 ribu rupiah, akan menurunkan jumlah migran dari wilayah tersebut ke Hongkong sebanyak 105 orang.
Berdasarkan nilai elastisitas, respon migran dari Kalimantan ke
Hongkong terhadap upah di Kalimantan bersifat elastis dalam jangka pendek (-1.6150) dan jangka panjang (-1.7633), artinya jika terjadi peningkatan upah di Kalimantan sebesar 1 persen, akan menurunkan jumlah migran dari Kalimantan ke Hongkong sebanyak 1.6150 persen dalam jangka pendek dan 1.7633 persen dalam jangka panjang. Tabel 39. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Kalimantan ke Hongkong Nama Variabel
Variabel
Migran Kalimantan-Hongkong Intersep Upah di Hongkong Upah di Kalimantan Pengangguran di Kalimantan Perubahan Permintan TK Hongkong Penduduk Berpendidikan Tinggi di Kalimantan Lag migran Kalimantan-Hongkong R2 =
0.8519
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
MIGKH WH1 WK UK PDTKH DIKTK LMIGKH
Fhit = 13.4200
a
1917.9120 0.0003a -0.0105b 0.0064c 0.7533 -0.0168c
1.6347 -1.6150 0.6386
1.7848 -1.7633 0.6972
-0.6587
-0.7192
0.0841 DW = 2.0179
Peningkatan pengangguran di Kalimantan dan perubahan permintaan tenaga kerja di Hongkong merupakan faktor pendorong peningkatan jumlah migran dari Kalimantan ke negara tersebut. Berdasarkan nilai elastisitas, respon migran dari Kalimantan ke Hongkong terhadap pengangguran bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penduduk berpendidikan tinggi berhubungan negatif dengan jumlah migran dari wilayah tersebut ke Hongkong. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat respon migran Kalimantan ke Hongkong terhadap penduduk berpendidikan tinggi
204 bersifat inelastis. Kondisi ini menunjukkan Hongkong bukan negara tujuan utama penduduk yang berpendidikan tinggi dari Kalimantan untuk menjadi tenaga kerja migran, tetapi ada negara lain seperti Singapura yang dijadikan sebagai negara tujuan. Nilai estimasi parameter lag migran menunjukkan adanya peningkatan jumlah migran dari Kalimantan ke Hongkong dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan migrasi dari Sulawesi ke Hongkong (Tabel 40) menunjukkan secara parsial variabel upah di negara tersebut dan perubahan penawaran tenaga kerja di Sulawesi berpengaruh nyata terhadap jumlah migran asal Sulawesi ke Hongkong.
Respon migrasi dari Sulawesi ke Hongkong
terhadap upah di Hongkong bersifat elastis dalam jangka pendek. Tabel 40. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Sulawesi ke Hongkong Nama Variabel
Variabel
Migran Sulawesi-Hongkong Upah di Hongkong Permintan TK Hongkong Perubahan Penawaran TK di Sulawesi Penduduk Berpendidikan Tinggi di Sulawesi 2
R =
0.9099
Fhit = 42.9300
a
MIGSLH WH1 DTKH PSTKSL DIKTSL
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
2.848E-6a 0.0016 0.00002c -0.0001
1.1569 0.1423 -0.3673
DW = 1.9025
Permintaan tenaga kerja di Hongkong juga merupakan faktor penarik peningkatan migran dari Sulawesi untuk menjadi tenaga kerja di Hongkong. Sedangkan perubahan penawaran tenaga kerja di Sulawesi juga merupakan faktor yang mendorong terjadinya migrasi (supply push factor) dari Sulawesi ke Hongkong. Artinya jika terjadi peningkatan penawaran tenaga kerja di Sulawesi maka akan meningkatkan jumlah migran dari Sulawesi ke Hongkong. Penduduk berpendidikan tinggi berhubungan negatif dengan migran dari Sulawesi ke Hongkong.
205 Tabel 41 memperlihatkan hasil estimasi persamaan migran dari Pulau Lain ke Hongkong, dimana secara parsial hanya upah di Hongkong dan upah di Pulau Lain yang perpengaruh nyata terhadap jumlah migran dari wilayah tersebut ke Hongkong. Nilai parameter estimasi untuk upah di Hongkong adalah 0.0001, artinya peningkatan upah di Hongkong 10 rupiah perbulan meningkatkan jumlah migran dari Pulau Lain ke Hongkong sebanyak 1 orang. Respon migran dari pulau tersebut ke Hongkong terhadap upah di negara tersebut bersifat elastis. Upah di Pulau Lain berhubungan negatif dengan jumlah tenaga kerja migrannya ke Hongkong dengan nilai parameter estimasi adalah -0.0044, artinya peningkatan upah di Pulau Lain sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan menurunkan jumlah migran dari wilayah tersebut ke Hongkong sebanyak 44 orang. Nilai elastisitas juga menunjukkan respon migran dari Pulau Lain ke Hongkong terhadap upah di Pulau Lain cukup kuat, dimana peningkatan upah di pulau tersebut sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah migran ke Hongkong sebesar 1.4819 persen. Tabel 41. Hasil Estimasi Persamaan Migran dari Pulau Lain ke Hongkong Nama Variabel
Variabel
Migran Pulau Lain-Hongkong Intersep Upah Hongkong Upah di Pulau Lain Pengangguran di Pulau Lain Perubahan Permintan TK Hongkong Penduduk Berpendidikan Rendah di Pulau Lain Penduduk Berpendidikan Tinggi di Pulau Lain R2 = 0.8894
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
MIGPH WH1 WP UP PDTKH DIKRP DIKTP
Fhit = 18.7600
a
2.5079 0.0001a -0.0044b 0.0023 0.6590 6.859E-6 0.0032
1.5085 -1.4819 0.5421 0.0220 0.3704
DW = 2.6217
Pengangguran di Pulau Lain dan perubahan permintaan tenaga kerja di Hongkong masing-masing merupakan faktor pendorong dan penarik peningkatan
206 jumlah migran dari Pulau Lain ke Hongkong.
Sedangkan penduduk
berpendidikan rendah dan tinggi merupakan faktor pendorong peningkatan migran dari Pulau Lain ke Hongkong. 6.1.2.5. Total Migrasi Internasional
Total migrasi internasional terdiri dari migrasi internasional dari Jawa (MIGEXJt),
Sumatera
(MIGEXSt),
Kalimantan
(MIGEXKt),
Sulawesi
(MIGEXSLt) dan Pulau Lain (MIGEXPt). MIGEXJt = MIGJMt + MIGJASt + MIGJSPt + MIGJHt MIGEXSt = MIGSMt + MIGSASt + MIGSSPt + MIGSHt MIGEXKt = MIGKMt + MIGKASt + MIGKSPt + MIGKHt MIGEXSLt = MIGSLMt + MIGSLASt + MIGSLSPt + MIGSLHt MIGEXPt = MIGPMt + MIGPASt + MIGPSPt + MIGPHt
6.2. Blok Pasar Kerja
Situasi pasar tenaga kerja Indonesia dicirikan oleh relatif terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia di sektor formal dibandingkan jumlah angkatan kerja yang ada.
Akibatnya pasar kerja Indonesia menjadi dualistik, dimana
sebagian kecil pekerja bekerja di sektor formal sementara mayoritas pekerja hanya tertampung di sektor informal yang memiliki kondisi kerja, termasuk upah, yang rata-rata lebih rendah dibandingkan sektor formal. Hal ini ditambah lagi dengan masuknya angkatan kerja baru ke pasar kerja setiap tahun (SMERU, 2003). Beberapa penelitian tentang pasar kerja telah dilakukan baik di dalam maupun luar negeri. Evilisna (2007) yang meneliti tentang dampak kebijakan ketenagakerjaan menyimpulkan peningkatan upah sektor pertanian berpengaruh negatif terhadap penurunan pada: (1) permintaan tenaga kerja berpendidikan
207 rendah, menengah dan tinggi di sektor pertanian, (2) permintaan tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi di sektor industri, dan (3) permintaan tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi di sektor jasa. Islam dan Nazara (2000) mengestimasi pada tahun 1998, sekitar 30 persen buruh memperoleh upah di bawah upah minimum. Kondisi ini menunjukkan kebijakan upah minimum pada kondisi dimana proporsi buruh/karyawan terhadap total pekerja relatif kecil, tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja secara keseluruhan.
6.2.1. Permintaan Tenaga Kerja di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Hasil estimasi permintaan tenaga kerja di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Lain menunjukkan daya penjelas yang tinggi. Kondisi ini terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R2) yang berkisar antara 0.9519 hingga 0.9988, kecuali pada persamaan permintaan tenaga kerja di Pulau Lain. Nilai koefisien determinasi untuk persamaan ini adalah 0.7645. Ditinjau dari nilai uji F, terlihat bahwa seluruh persamaan permintaan tenaga kerja menunjukkan semua variabel penjelas yang terdapat pada masing-masing persamaaan permintaan tenaga kerja, dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata pada taraf (α = 0.01). Nilai estimasi persamaan permintaan tenaga kerja di Jawa yang terlihat pada Tabel 42 menunjukkan secara parsial jumlah industri, pengeluaran pembangunan dan lag permintaan tenaga kerja di Jawa berpengaruh nyata terhadap permintaan tenaga kerja di Jawa. Jumlah industri di Jawa berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja di Jawa dengan nilai parameter
208 estimasinya 429.4634, artinya peningkatan jumlah industri di Jawa sebanyak satu unit akan meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerja di Jawa sebanyak 430 orang. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, respon permintaan tenaga kerja di Jawa terhadap jumlah industri bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan kesempatan kerja di Jawa tidak hanya di sektor industri saja, tetapi ada sektor-sektor lain yang menjadi peluang kerja bagi tenaga kerja di Jawa seperti sektor informal. Sektor ini juga merupakan faktor penarik bagi migran luar Jawa untuk migrasi ke Jawa. Setiap negara yang membangun memerlukan modal. digunakan berasal dari dalam negeri dan luar negeri.
Modal yang
Teori pembangunan
ekonomi banyak menegaskan secara implisit tentang peranan modal dalam proses pembangunan. Menurut Adam Smith, modal mempunyai peran sentral dalam proses pertumbuhan output.
Akumulasi modal sangat diperlukan untuk
meningkatkan daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja. Semakin tinggi modal yang tersedia dalam perekonomian, semakin tinggi pula kemampuan perekonomian tersebut menyerap tenaga kerja. Hasil estimasi memperkuat pernyataan tersebut, dimana peningkatan total investasi di Jawa pada periode yang lalu menjadi faktor yang melatarbelakangi investor untuk membuka peluang kerja bagi tenaga kerja di Jawa.
Tetapi
berdasarkan nilai uji t, lag investasi di Jawa tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut. Kondisi ini terjadi karena total investasi adalah total investasi di sektor formal, sementara kesempatan kerja di Jawa bukan hanya di sektor formal, tetapi juga di sektor informal. Peningkatan pengeluaran pembangunan di Jawa sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di Jawa sebanyak 310 orang.
209 Kondisi ini terjadi karena semakin tinggi pengeluaran pembangunan semakin banyak proyek-proyek pembangunan yang laksanakan oleh pemerintah, baik proyek pembangunan yang baru maupun rehabilitasi proyek pembangunan yang sudah ada. Dalam pelaksanaan proyek tersebut dibutuhkan tenaga kerja, sehingga permintaan tenaga kerja di Jawa semakin meningkat.
Berdasarkan nilai
elastisitas, respon permintaan tenaga kerja terhadap pengeluaran pembangunan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Lag permintaan
tenaga kerja di Jawa menunjukkan adanya peningkatan permintaan tenaga kerja setiap tahun. Tabel 42. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Jawa Nama Variabel
Variabel
Permintaan TK di Jawa Intersep Jumlah Industri di Jawa Lag Total Investasi di Jawa Pengeluaran Pembangunan di Jawa Lag Permintaan TK di Jawa R2 =
0.9519
Fhit
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DTKJ INDJ LINVJ GEXPJ LDTKJ = 79.1200a
20694651 429.4634b 0.2828 309.7854a 0.4225b
0.1334
0.2309
0.0362
0.0627
DW = 1.8285
Hasil estimasi persamaan permintaan tenaga kerja di Sumatera (Tabel 43) menunjukkan secara parsial total investasi, pengeluaran pembangunan, luas lahan di Sumatera dan lag permintaan tenaga kerja berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja di Sumatera. Nilai estimasi total investasi di Sumatera adalah 10.7335, artinya peningkatan 1 milyar rupiah total investasi akan meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerja di Sumatera sebanyak 11 orang. Berdasarkan nilai elastisitas, respon permintaan tenaga kerja terhadap total investasi bersifat inelastis dalam jangka
210 pendek dan jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan adanya peluang kerja lain di wilayah Sumatera, seperti peluang kerja di sektor informal. Tabel 43 memperlihatkan pengeluaran pembangunan berhubungan positif dengan permintaan tenaga kerja di Sumatera, artinya peningkatan pengeluaran pembangunan akan meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut. Nilai elastisitas menunjukkan respon permintaan tenaga kerja terhadap total investasi bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 43. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Sumatera Nama Variabel
Permintaan TK di Sumatera Intersep Total Investasi di Sumatera Pengeluaran Pembangunan di Sumatera Luas Lahan di Sumatera Lag Permintaan TK di Sumatera R2 = 0.9910
Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DTKS INVS GEXPS
1630637 10.7335a 0.2263b
LLHS LDTKS
41.1045c 0.8627a
Fhit = 442.4900
a
0.0112 0.0382
0.0813 0.2785
0.0090
0.0655
DW = 1.6642
Luas lahan dalam analisis ini merupakan luas lahan yang sementara tidak digunakan di Sumatera. Peningkatan luas lahan di Sumatera membuka peluang bagi tenaga kerja untuk mengolah lahan tersebut agar dapat menghasilkan sesuatu produk.
Respon permintaan tenaga kerja di Sumatera terhadap pengeluaran
pembangunan di wilayah tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Lag permintaan tenaga kerja di Jawa menunjukkan bahwa terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja di Sumatera dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan permintaan tenaga kerja di Kalimantan (Tabel 44) menunjukkan secara parsial total investasi di Kalimantan dan lag permintaan
211 tenaga kerja di Kalimantan berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja di pulau tersebut. Nilai parameter estimasi total investasi di Kalimantan adalah 7.2165, artinya peningkatan total investasi di Kalimantan sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut sebanyak 7 orang. Dilihat dari nilai elastisitasnya, respon permintaan tenaga kerja di Kalimantan terhadap total investasi di wilayah tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Kondisi ini menunjukkan ada faktor lain yang dapat
membuka lapangan pekerjaan di Kalimantan, seperti ketersediaan luas lahan yang sementara belum digunakan di wilayah tersebut. Tabel 44. Hasil Estimasi Kalimantan
Persamaan
Nama Variabel
Variabel
Permintaan TK di Kalimantan Intersep Total Investasi di Kalimantan Pengeluaran Pembangunan di Kalimantan Perubahan Luas Lahan di Kalimantan Lag Permintaan TK di Kalimantan R2 = 0.9698
Permintaan
Tenaga
Estimasi Parameter
Kerja
di
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DTKK INVK GEXPK
656436.9000 7.2165b 0.0003
PLLHK LDTKK
13.7925 0.8564a
Fhit = 128.5300
a
0.0121 0.0063
0.0843 0.0439
DW = 2.5816
Hasil estimasi juga memperlihatkan perubahan luas lahan di Kalimantan berhubungan positif terhadap permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut dengan nilai parameter estimasinya 13.7925, artinya peningkatan perubahan luas lahan satu satuan akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di Kalimantan sebanyak 14 orang.
Pengeluaran pembangunan di Kalimantan menunjukkan hubungan
yang positif dengan permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut.
212 Berbeda dengan hasil estimasi parameter permintaan tenaga kerja di Kalimantan, hasil estimasi persamaan permintaan tenaga kerja di Sulawesi (Tabel 45) menunjukkan secara parsial semua variabel penjelas berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja di Sulawesi.
Nilai parameter estimasinya adalah
12.0614, artinya peningkatan total investasi pada periode yang lalu sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerja di Sulawesi sebesar 12 orang. Pengeluaran pembangunan di Sulawesi berpengaruh nyata terhadap permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut. Nilai parameter estimasinya adalah 0.9077. Nilai elastisitas menunjukkan respon permintaan tenaga kerja di Sulawesi terhadap pengeluaran pembangunan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Artinya peningkatan pengeluaran pembangunan di Sulawesi satu persen hanya akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut sebesar 0.05 persen dalam jangka pendek dan 0.20 persen dalam jangka panjang. Tabel 45. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Nama Variabel
Variabel
Permintaan TK di Sulawesi Lag Total Investasi di Sulawesi Pengeluaran Pembangunan di Sulawesi Luas Lahan di Sulawesi Lag Permintaan TK di Sulawesi R2 = 0.9988
DTKSL LINVSL GEXPSL LLHSL LDTKSL
Fhit = 3519.1700
a
Estimasi Parameter 12.06140b 0.9077a 242.8601b 0.7596a
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.1979 0.0483
0.8235 0.2009
DW = 2.50299
Nilai parameter estimasi untuk luas lahan di Sulawesi adalah 242.8601, artinya peningkatan luas lahan yang sementara tidak digunakan di Sulawesi sebesar 1 hektar maka akan meningkat jumlah permintaan tenaga kerja di wilayah tersebut sebanyak 243 orang. Berdasarkan nilai elastisitas, respon permintaan
213 tenaga kerja terhadap luas lahan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Lag permintaan tenaga kerja di Sulawesi menunjukkan adanya
peningkatan permintaan tenaga kerja dari tahun ke tahun. Tabel 46 memperlihatkan hasil estimasi persamaan permintaan tenaga kerja di Pulau Lain.
Hasil estimasi menunjukkan secara parsial hanya
pengeluaran pembangunan dan perubahan luas lahan di Pulau Lain yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja di pulau tersebut. Nilai estimasi total investasi di Pulau Lain adalah 1.1676, artinya setiap peningkatan total investasi di Pulau Lain sebesar 100 milyar rupiah akan meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 117 orang.
Pengeluaran pembangunan di Pulau Lain berpengaruh positif dengan
permintaan tenaga kerja di pulau tersebut. Nilai parameter estimasinya adalah 0.4410, yang berarti peningkatan pengeluaran pembangunan di Pulau Lain sebesar 100 milyar rupiah per tahun akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 441 orang. Nilai elastisitas menunjukkan respon permintaan tenaga kerja di Pulau Lain terhadap pengeluaran pembangunan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Perubahan luas lahan Pulau Lain juga berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai estimasi parameter 281.8893, artinya peningkatan perubahan luas lahan yang sementara tidak digunakan seluas 1 hektar akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di Pulau Lain sebanyak 282 orang.
Kondisi ini menunjukkan bahwa hal yang paling
mempengaruhi permintaan tenaga kerja di Pulau Lain adalah luas lahan yang sementara belum digunakan di Pulau tersebut.
214 Tabel 46. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja di Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
Permintaan TK di Pulau Lain Intersep Total Investasi di Pulau Lain Pengeluaran Pembangunan di Pulau Lain Perubahan Luas Lahan di Pulau Lain
DTKP
R2 = 0.7645
a
INVP GEXPP PLLHP
Fhit = 18.3900
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
6297321 1.1676 0.4410b 281.8893a
0.0015 0.0744
DW = 1.1603
6.2.2. Penawaran Tenaga Kerja di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Hasil estimasi persamaan penawaran tenaga kerja di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain menunjukkan semua persamaan memiliki daya penjelas tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang bernilai antara 0.9529 hingga 0.9999, artinya variasi variabel-variabel penjelas dalam persamaan-persamaan tersebut mampu menjelaskan 95.29 hingga 99.99 persen fluktuasi variabel-variabel endogennya. Dilihat dari nilai uji F terlihat sebagian besar nilai Prop>F bernilai <.0001, yang menunjukkan secara bersama-sama semua variabel penjelas dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata. Hasil estimasi persamaan penawaran tenaga kerja di Jawa (Tabel 47) menunjukkan secara parsial variabel jumlah migran keluar dan jumlah populasi berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran tenaga kerja. Hal ini menunjukkan dalam mengantisipasi tingginya jumlah angkatan kerja di Jawa hal yang paling penting dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa adalah menekan pertumbuhan populasi dan meningkatkan jumlah migrasi keluar dari Pulau Jawa dengan menggalakkan kembali program transmigrasi.
215 Upah di Jawa berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerjanya dengan nilai parameter estimasi adalah 0.6339, artinya peningkatan upah di Jawa sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja di Jawa sebanyak 6339 orang. Nilai elastisitas memperlihatkan respon penawaran tenaga kerja di Jawa terhadap upah bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan upah bukan faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya jumlah penawaran tenaga kerja di Jawa. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan pasar tenaga kerja di Jawa, dimana jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut jauh lebih besar dari jumlah kesempatan kerja yang ada (labor surplus), sehingga pada tingkat upah berapapun tenaga kerja di Jawa bersedia bekerja. Tabel 47 memperlihatkan jumlah migran masuk ke Jawa juga berhubungan positif dengan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut, dengan nilai parameter estimasi adalah 0.1938, artinya peningkatan jumlah migrasi masuk ke Jawa sebanyak 1000 orang, akan meningkatkan jumlah angkatan kerja di pulau tersebut sebanyak 194 orang. Kondisi ini mencerminkan migran yang masuk ke Jawa adalah migran yang termasuk dalam golongan angkatan kerja beserta keluarganya yang bukan termasuk dalam golongan angkatan kerja. Jumlah migran keluar dari Jawa berpengaruh negatif terhadap jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi -1.9716, artinya peningkatan jumlah migran keluar sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah penawaran tenaga kerja sebanyak 1972 orang. Kondisi ini menunjukkan umumnya jika migran keluar dari Jawa berhasil di daerah tujuan, mereka akan mengajak kerabat mereka untuk migrasi juga ke daerah tersebut, sehingga dapat
216 menurunkan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut.
Nilai elastisitas
menunjukkan respon penawaran tenaga kerja terhadap migran keluar bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 47. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Jawa Nama Variabel
Variabel
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
STKJ
Penawaran TK di Jawa Intersep Upah di Jawa Migran yang Masuk Ke Jawa Migran yang Keluar dari Jawa Migran internasional dari Jawa Populasi di Jawa Lag Penawaran TK di Jawa R2 =0.9907
Estimasi Parameter -3130294 0.6339 0.1938 -1.9716b -0.6301 228.9655b 0.7401a
WJ MIGIN MIGOUT MIGEXJ POPJ LSTKJ Fhit
=
249.5000
a
0.0032 0.0298 -0.1937 -0.0020 0.5002
0.0122 0.1148 -0.7452 -0.0079 1.9247
DW = 2.4335
Migran internasional berhubungan negatif dengan penawaran tenaga kerja dengan nilai estimasi parameter -0.6301, artinya peningkatan jumlah migran internasional dari Jawa sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 630 orang. Tabel 47 juga menunjukkan populasi di Jawa berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja dengan nilai parameter estimasi 228.9655.
Kondisi ini menunjukkan peningkatan jumlah
populasi sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja sebesar 229 orang. Dilihat dari nilai elastisitasnya respon penawaran tenaga kerja terhadap jumlah populasi bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan dalam jangka panjang semakin banyak jumlah populasi yang tergolong dalam angkatan kerja.
Nilai lag penawaran
tenaga kerja di Jawa menunjukkan adanya peningkatan jumlah penawaran tenaga kerja dari tahun ke tahun di pulau tersebut.
217 Hasil estimasi persamaan penawaran tenaga kerja di Sumatera (Tabel 48) menunjukkan upah, dan jumlah populasi di Sumatera berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja di pulau tersebut. Upah di Sumatera berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasinya 3.8295, artinya peningkatan upah sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja di Sumatera sebanyak 38295 orang. Kondisi ini menunjukkan penawaran tenaga kerja di Sumatera sangat dipengaruhi oleh peningkatan upah. Selisih migran masuk dan migran keluar di Sumatera pada periode yang lalu berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja pada periode sekarang di pulau tersebut. Dalam hal ini jumlah migran masuk ke Sumatera lebih besar dari jumlah migran yang keluar dari pulau tersebut, sehingga peningkatan net migran akan menambah jumlah penawaran tenaga kerja di Sumatera. Jumlah migran internasional dari Sumatera berhubungan negatif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi -0.3114, artinya peningkatan jumlah migran internasional dari Sumatera sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 311 orang. Tabel 48. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Sumatera Nama Variabel
Variabel
Penawaran TK di Sumatera Upah di Sumatera Lag Net Migran di Sumatera Migran Internasional dari Sumatera Populasi di Sumatera Lag Penawaran TK di Sumatera R2 = 0.9999
Estimasi Parameter
STKS WS LNMIGS MIGEXS POPS LSTKS
Fhit = 32093.9000
3.8295b 0.2006 -0.3114 105.0001a 0.6927a a
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang 0.0586
0.1908
-0.0005 0.2439
-0.0015 0.7937
DW = 2.0040
218 Tabel 48 juga memperlihatkan jika terjadi peningkatan 1000 orang populasi di Sumatera akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerjanya sebesar 105 orang. Nilai elastisitas memperlihatkan respon penawaran tenaga kerja di Sumatera lemah dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap jumlah populasinya, dimana peningkatan populasi sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 0.24 persen pada jangka pendek dan 0.79 persen pada jangka panjang. Lag penawaran tenaga kerja di Sumatera menunjukkan adanya peningkatan jumlah penawaran tenaga kerja di Sumatera dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan penawaran tenaga kerja di Kalimantan (Tabel 49) menunjukkan secara parsial upah, jumlah populasi, migrasi masuk, dan migrasi keluar berpengaruh nyata terhadap penawaran tenaga kerja di pulau tersebut. Nilai parameter estimasi upah di Kalimantan adalah 1.0337, artinya peningkatan upah sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan meningkatkan penawaran tenaga kerja sebanyak 10337 orang. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat respon penawaran tenaga terhadap upah bersifat inelastis dalam jangka panjang dan jangka pendek. Kondisi ini menunjukkan tinggi rendahnya jumlah penawaran tenaga kerja di Kalimantan tidak hanya disebabkan oleh upah di pulau tersebut, ada faktor-faktor lain yang mendorong peningkatan atau penurunan jumlah tenaga kerja di Kalimantan. Jumlah migrasi masuk ke Kalimantan berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi 1.2424, artinya peningkatan jumlah migran masuk ke Kalimantan sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 1242 orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa jika migran masuk ke Kalimantan
219 berhasil, maka mereka menjadi stimulan bagi migran lain untuk migrasi ke Kalimantan.
Berdasarkan nilai elastisitas respon penawaran tenaga kerja di
Kalimantan terhadap migran masuk ke Kalimantan bersifat inelastis. Berdasarkan Tabel 49, nilai estimasi migran keluar dari Kalimantan menunjukkan peningkatannya sebanyak 1000 orang akan menurunkan penawaran tenaga kerja di Kalimantan sebanyak 4530 orang. Sama halnya dengan migran masuk, maka jika migran keluar dari Kalimantan berhasil di daerah tujuan, maka mereka akan menjadi stimulan bagi penduduk Kalimantan yang lain untuk migrasi juga ke daerah tujuan migran, sehingga mengurangi jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut. Nilai elastisitas juga menunjukkan respon penawaran tenaga kerja di Kalimantan terhadap migran yang keluar dari Kalimantan bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 49. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Kalimantan Nama Variabel
Variabel
Penawaran TK di Kalimantan Intersep Upah di Kalimantan Migran yang Masuk Ke Kalimantan Migran yang Keluar dari Kalimantan Migran internasional dari Kalimantan Populasi di Kalimantan Lag Penawaran TK di Kalimantan R2 = 0.9914
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
STKK 536182.7000 1.0337a WK MIGINK 1.2424b MIGOUTK -4.5303b MIGEXK -0.6894 POPK 321.4265a LSTKK 0.0001
Fhit = 269.8900
a
0.0728 0.3643 -0.2653 -0.0057 0.7200
0.0728 0.3643 -0.2653 -0.0057 0.7201
DW =2.3084
Migran internasional berpengaruh negatif terhadap jumlah penawaran tenaga kerja di Kalimantan dengan nilai parameter estimasi -0.6894, artinya peningkatan jumlah tenaga kerja migran dari Kalimantan ke luar negeri sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 689 orang. Jika dilihat dari nilai elastisitas, respon penawaran tenaga
220 kerja terhadap migran internasional bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kondisi ini juga menunjukkan penurunan penawaran tenaga kerja akibat migrasi internasional masih lebih rendah dibanding peningkatan penawaran tenaga kerja akibat migrasi masuk dan pertumbuhan penduduk. Tabel 49 memperlihatkan juga populasi di Kalimantan berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai estimasi 321.4265, artinya peningkatan 1000 orang populasi, akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja sebanyak 321 orang. Nilai elastisitas memperlihatkan respon penawaran tenaga kerja di Kalimantan terhadap jumlah populasi bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Lag penawaran tenaga kerja menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah penawaran jumlah tenaga kerja dari waktu ke waktu. Berdasar hasil estimasi persamaan penawaran tenaga kerja di Sulawesi yang terlihat pada Tabel 50, secara parsial populasi, migrasi masuk dan migrasi internasional berpengaruh nyata terhadap penawaran tenaga kerja. Dilihat dari nilai elastisitas, respon penawaran tenaga kerja di Sulawesi terhadap populasi bersifat elastis dalam jangka pendek. Perubahan populasi selain disebabkan oleh fertilitas dan mortalitas, disebabkan pula oleh mobilitas penduduk.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan populasi di Sulawesi lebih banyak disebabkan oleh mobilitas penduduk yang umumnya terdiri dari penduduk yang tergolong pada usia angkatan kerja. Upah di Sulawesi berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi 0.4823, artinya peningkatan upah sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja sebanyak 4823 orang. Peningkatan jumlah migran masuk ke Sulawesi sebanyak
221 1000 orang akan meningkatkan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 2057 orang. Nilai elastisitas memperlihatkan respon penawaran tenaga kerja di Sulawesi terhadap migran masuk ke pulau tersebut bersifat inelastis. Tabel 50. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Sulawesi Nama Variabel
Variabel
Penawaran TK di Sulawesi Intersep Upah Rata-rata di Sulawesi Migran Masuk ke Sulawesi Migran Keluar dari Sulawesi Migran internasional dari Sulawesi Populasi di Sulawesi R2 = 0.9809
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
STKSL -2884435 0.4823 2.0573c -0.2907 -123.7800c 545.5987a
WSL MIGINSL MIGOUTSL MIGEXSL POPSL
Fhit = 154.4400a
0.0230 0.2080 -0.0384 -0.0149 1.3321
DW = 2.3041
Migran keluar dari Sulawesi berhubungan negatif dengan penawaran tenaga kerja dengan nilai parameter estimasinya -0.2907, artinya peningkatan jumlah migran keluar sebanyak 1000 orang akan menurunkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 291 orang. Tabel 50 juga memperlihatkan peningkatan migran internasional dari Sulawesi sebanyak satu orang akan menurunkan
jumlah
penawaran
tenaga
kerjanya
sebanyak
124
orang.
Berdasarkan nilai elastisitas, respon penawaran tenaga kerja dari Sulawesi terhadap migran internasional bersifat inelastis. Hasil estimasi persamaan penawaran tenaga kerja di Pulau Lain (Tabel 51) menunjukkan secara parsial variabel upah, migran internasional dan populasi di Pulau Lain, dan migrasi masuk ke Pulau Lain berpengaruh nyata terhadap penawaran tenaga kerja di pulau tersebut.
Kondisi ini menunjukkan selain
peningkatan upah yang mendorong penduduk usia kerja untuk masuk ke dalam pasar kerja, migran internasional, dan migran masuk di Pulau Lain juga
222 merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut. Nilai parameter estimasi upah di Pulau Lain adalah 1.3200, artinya peningkatan upah sebanyak 10 ribu rupiah perbulan, akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut sebanyak 13200 orang. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa respon penawaran tenaga kerja di Pulau Lain bersifat inelastis terhadap upah di pulau tersebut. Jumlah migran masuk ke Pulau Lain berhubungan positif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi 1.5384, artinya peningkatan 1000 orang migran masuk ke Pulau Lain akan meningkatkan jumlah penawaran tenaga kerjanya sebanyak 1538 orang.
Kondisi ini juga
menunjukkan keberhasilan migran masuk di Pulau Lain merupakan stimulan bagi migran lain untuk migrasi ke pulau tersebut. Nilai parameter estimasi migran keluar dari Pulau Lain adalah -0.3736, artinya peningkatan jumlah migran keluar dari Pulau Lain sebanyak 1000 orang, akan menurunkan jumlah penawaran tenaga kerja sebanyak 374 orang. Tabel 51. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Tenaga Kerja di Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
Penawaran TK di Pulau Lain Intersep Upah Rata-rata di P.Lain Migran yang Masuk Ke P. Lain Migran yang Keluar dari P.Lain Migran internasional dari P.Lain Populasi di Pulau Lain Lag Penawaran TK di P.Lain R2 =
0.9529
Fhit =
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
STKP WP MIGINP MIGOUTP MIGEXP POPP LSTKP 47.1500a
270611.500 1.3200a 1.5384c -0.3736 -6.4675b 373.9337b 0.0145
0.0642 0.1458 -0.0295 -0.0230 0.7933
DW = 2.4179
0.0651 0.1479 -0.0299 -0.0234 0.8049
223 Populasi di Pulau Lain menunjukkan hubungan yang positif dengan penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi 373.9337. Nilai elastisitas menunjukkan respon penawaran tenaga kerja di Pulau Lain terhadap jumlah populasi di pulau tersebut bersifat inelastis. Lag penawaran tenaga kerja menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah penawaran tenaga kerja di pulau tersebut dari tahun ke tahun. 6.2.3. Pengangguran di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain.
Pengangguran di Jawa (UJt), Sumatera (USt), Kalimantan (UKt), Sulawesi (USLt), dan Pulau Lain (UPt) adalah persamaan identitas yang merupakan selisih dari penawaran dan permintaan tenaga kerja pada masing-masing pulau. UJt = STKJt – DTKJt USt = STKSt – DTKSt UKt = STKKt – DTKKt USLt = STKSLt – DTKSLt UPt = STKPt – DTKPt
6.2.4. Upah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Hasil estimasi persamaan upah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain menunjukkan daya penjelas yang tinggi, terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang berkisar antara 0.9447 hingga 0.9961. Ditinjau dari nilai uji F, terlihat persamaan upah di setiap pulau menunjukkan semua variabel penjelas yang terdapat pada masing-masing persamaan tersebut, dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata pada taraf (α = 0.01).
224 Berdasarkan Tabel 52, hasil estimasi persamaan upah di Jawa menunjukkan secara parsial hanya upah minimum di pulau tersebut yang berpengaruh terhadap upah.
Hal ini terjadi karena dasar penetapan upah di
Indonesia adalah upah minimum regional.
Upah minimum seharusnya upah
terendah yang diterima pekerja formal, sedangkan upah yang diterima pekerja, sebaiknya merupakan hasil perundingan antara pekerja dan pemberi kerja, meskipun posisi tawar pekerja masih sangat rendah. Nilai parameter estimasi untuk upah minimum di Jawa adalah 1.4190, artinya peningkatan upah minimum rata-rata sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah sebesar 14190 rupiah. Berdasarkan nilai elastisitas, terlihat bahwa respon upah di Jawa terhadap upah minimum rata-rata di pulau tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan dalam jangka panjang peningkatan upah minimum akan direspon oleh buruh untuk menuntut peningkatan upah. Peningkatan permintaan tenaga kerja di Jawa sebanyak 10 ribu orang, akan meningkatkan upah di pulau tersebut sebesar 44 rupiah.
Kondisi ini
menunjukkan dalam merekrut tenaga kerja, perusahaan akan meningkatkan upah diatas upah yang berlaku sebelumnya, tujuannya untuk memudahkan mereka merekrut tenaga kerja yang sesuai dengan kriteria mereka. Tetapi berdasarkan nilai estimasi parameter tersebut, dalam merekrut tenaga kerja, pihak perusahaan hanya meningkatkan upah dalam jumlah kecil. Hal ini terjadi karena pasar kerja di Jawa dalam kondisi labor surplus, sehingga pada tingkat upah berapapun, tenaga kerja masih bersedia bekerja. Penawaran tenaga kerja di Jawa berhubungan negatif dengan tingkat upah di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasinya adalah -0.0088, artinya
225 peningkatan jumlah penawaran tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang akan menurunkan upah sebanyak 88 rupiah. Berdasarkan hasil analisis ini terlihat peningkatan penawaran tenaga kerja hanya menurunkan upah dalam jumlah kecil, kondisi ini terjadi karena pihak perusahaan tidak dapat dengan mudah menurunkan tingkat upah dibawah tingkat upah yang berlaku, karena penentuan upah didasarkan pada upah minimum. Tabel 52. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Jawa Nama Variabel
Variabel
Upah di Jawa Intersep Upah Minimum di Jawa Permintaan TK di Jawa Penawaran TK di Jawa Kebutuhan Hidup Minimum di Jawa Inflasi di Jawa Lag Upah di Jawa R2 = 0.9447
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
WJ UMRJ DTKJ STKJ KHMJ INFJ LWJ
Fhit = 39.8700
182705.9000 1.4190b 0.0044 -0.0088 0.3089 368.5751 0.2690b
a
0.7754 0.8274 -1.7661 0.2013 0.0153
1.0608 1.1318 -2.4160 0.2753 0.0209
DW = 1.2016
Kebutuhan Hidup Minimum di Jawa berhubungan positif dengan tingkat upah dengan nilai parameter estimasinya 0.3089, artinya peningkatan kebutuhan hidup minimum sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan meningkatkan upah sebesar 3089 rupiah (Tabel 52). Kondisi ini terjadi karena jika kebutuhan hidup minimum meningkat, maka dengan tingkat upah yang sama pekerja tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidupnya serta keluarga, maka pekerja melalui serikat pekerja akan menuntut perusahaan untuk meningkatkan upah. Inflasi juga merupakan faktor penentu dalam peningkatan upah. Berdasar hasil estimasi parameter terlihat pada Tabel 52, peningkatan inflasi sebesar satu persen akan meningkatkan upah di Jawa sebesar 369 rupiah. Peningkatan inflasi yang ditandai dengan meningkatnya harga-harga kebutuhan hidup pekerja tanpa
226 diikuti dengan peningkatan upah mengakibatkan kehidupan pekerja semakin terpuruk, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga, maka pekerja menuntut adanya peningkatan upah. Lag upah menunjukkan adanya peningkatan upah setiap tahun. Hasil estimasi persamaan upah di Sumatera yang diperlihatkan Tabel 53 menunjukkan secara parsial permintaan tenaga kerja di Sumatera, penawaran tenaga kerja dan kebutuhan hidup minimum berpengaruh nyata terhadap upah di pulau tersebut. Kondisi ini berbeda dengan kondisi yang terjadi di Jawa. Jika di Jawa permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak mempengaruhi perubahan upah, maka di Sumatera kedua variabel ini berpengaruh terhadap perubahan upah di pulau tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa masih tersedia peluang-peluang kerja di pulau tersebut baik pada sektor formal maupun informal. Sehingga di pulau tersebut masih berlaku hukum ekonomi permintaan dan penawaran tenaga kerja yaitu tingkat upah ditentukan oleh keduanya. Tetapi bukan berarti upah minimum tidak menjadi dasar penetapan upah di Sumatera, tetapi pengaruh tersebut berbeda-beda antar propinsi dan bahkan antar pekerja di pulau tersebut, ada propinsi-propinsi di Sumatera yang upahnya terpengaruh dengan upah minimum dan ada juga yang tidak. Hasil estimasi ini didukung oleh hasil penelitian tim peneliti SMERU (2001) yang menemukan bahwa upah minimum di wilayah perkotaan di Indonesia telah mendongkrak upah pekerja kasar. Adanya hubungan positif antara upah minimum dan upah juga ditemukan di berbagai kelompok pekerja lainnya, misalnya pekerja perempuan, muda usia, berpendidikan rendah, dan pekerja kerah putih (white collar). Namun hubungan tersebut secara statistik tidak nyata. Hal ini tidak berarti upah minimum tidak berpengaruh terhadap upah pekerja secara
227 individu, tetapi pengaruh tersebut berbeda-beda antar pekerja. Upah beberapa pekerja terangkat oleh adanya upah minimum, sementara upah pekerja lainnya malah tertekan, sehingga pengaruhnya menjadi tidak nyata pada upah keseluruhan pekerja. Tabel 53. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Sumatera Nama Variabel
Variabel
Upah di Sumatera Intersep Perubahan Upah Minimum di Sumatera Permintaan TK di Sumatera Penawaran TK di Sumatera Kebutuhan Hidup Minimum di Sumatera Inflasi di Sumatera Lag Upah di Sumatera R2 = 0.9888
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
WS PUMRS DTKS STKS KHMS INFS LWS
Fhit = 205.0300
-263515 0.0875 0.0614a -0.0423b 0.2959b 62.0823 0.7965a
a
3.7866 -2.7602 0.1922 0.0026
18.6101 -13.565 0.9447 0.0128
DW = 1.4718
Permintaan tenaga kerja di Sumatera berhubungan positif dengan upah dengan nilai parameter estimasi adalah 0.0614, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang akan meningkatkan upah sebesar 614 rupiah. Nilai elastisitas menunjukkan respon upah relatif kuat terhadap permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang. Nilai parameter estimasi penawaran tenaga kerja di Sumatera adalah -0.0423, artinya peningkatan penawaran tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang akan menurunkan upah sebanyak 423 rupiah. Respon upah terhadap penawaran tenaga kerja relatif kuat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Peningkatan kebutuhan hidup minimum di Sumatera sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah di pulau tersebut sebesar 2959 rupiah. Respon upah terhadap kebutuhan hidup minimum bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Demikian juga dengan laju inflasi, dimana peningkatannya
228 sebesar satu persen meningkatkan upah di pulau tersebut sebesar 62 rupiah. Lag upah di Sumatera menunjukkan adanya peningkatan upah dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan upah di Kalimantan (Tabel 54) menunjukkan secara parsial upah minimum rata-rata, dan kebutuhan hidup minimum rata-rata setiap propinsi di pulau tersebut, permintaan dan penawaran tenaga kerja pada periode sebelumnya berpengaruh nyata terhadap upah di Kalimantan.
Sama
halnya dengan kondisi di Jawa, penetapan upah di Kalimantan juga berdasarkan upah minimum regional di pulau tersebut dan kebutuhan hidup minimumnya. Nilai parameter estimasi untuk upah minimum rata-rata di Kalimantan adalah 0.5977, artinya peningkatan upah minimum rata-rata sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah di pulau tersebut sebesar 5977 rupiah. Berdasarkan nilai elastisitas, respon upah terhadap upah minimum bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 54. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Kalimantan Nama Variabel
Variabel
Upah di Kalimantan Intersep Upah Minimum di Kalimantan Lag Permintaan TK di Kalimantan Lag Penawaran TK di Kalimantan Kebutuhan Hidup Minimum di Kalimantan Inflasi di Kalimantan Lag Upah di Kalimantan R2 = 0.9864
Fhit =
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
WK UMRK LDTKK LSTKK KHMK
-125778 0.5977b 0.1254c -0.0888c 0.7926a
INFK LWK
69.7667 0.2167b
169.6900
a
0.2748
0.3508
0.4643
0.5928
0.0024
0.0030
DW = 1.6611
Permintaan tenaga kerja Kalimantan pada periode yang lalu berhubungan positif dengan upah di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi 0.1254, artinya peningkatan permintaan tenaga kerja pada periode sebelumnya sebesar 10
229 ribu orang akan meningkatkan upah dipulau tersebut sebesar 1254. Kondisi ini menunjukkan permintaan tenaga kerja periode sebelumnya merupakan dasar bagi perusahaan-perusahan untuk menentukan tingkat upah yang akan diberikan kepada pekerja. Penawaran tenaga kerja periode yang lalu berhubungan negatif dengan upah di Kalimantan dengan parameter estimasinya -0.0888, artinya peningkatan penawaran tenaga kerja pada periode yang lalu sebanyak 10 ribu orang akan menurunkan upah di Kalimantan sebesar 888 rupiah. Hal ini menunjukkan jika terjadi penawaran melebihi permintaan tenaga kerja maka pihak penerima tenaga kerja mempunyai kekuatan untuk menekan upah, dalam kondisi ini kekuatan tawar-menawar pekerja (bargaining-power) tidak ada lagi. Kebutuhan hidup minimum di Kalimantan berhubungan positif dengan upah di pulau tersebut, hasil estimasi menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan hidup minimum sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah sebesar 7926 rupiah. Nilai elastisitas memperlihatkan respon upah terhadap kebutuhan hidup minimum di Kalimantan relatif lemah dalam jangka pendek dan jangka panjang. Peningkatan laju inflasi di Kalimantan sebesar 1 persen akan meningkatkan upah di pulau tersebut sebesar 70 rupiah.
Lag upah di Kalimantan menunjukkan
adanya peningkatan upah di pulau tersebut dari tahun ke tahun. Tabel 55 memperlihatkan hasil estimasi persamaan upah di Sulawesi. Berdasarkan hasil estimasi tersebut terlihat secara parsial upah minimum, kebutuhan hidup minimum, dan laju inflasi berpengaruh nyata terhadap upah rata di pulau tersebut. Kondisi ini sama juga seperti hasil estimasi upah di Jawa dan Kalimantan.
230 Upah minimum rata-rata di Sulawesi berhubungan positif dengan upah dengan nilai parameter estimasinya 0.8502, artinya peningkatan upah minimum sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah di pulau tersebut sebesar 8502 rupiah.
Berdasarkan nilai elastisitas, respon upah terhadap kebutuhan hidup
minimum masyarakat di pulau tersebut relatif lemah dalam jangka pendek. Tabel 55. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Sulawesi Nama Variabel
Variabel
Upah di Sulawesi Upah Minimum di Sulawesi Permintaan TK di Sulawesi Penawaran TK di Sulawesi Kebutuhan Hidup Minimum di Sulawesi Inflasi di Sulawesi R2 = 0.9961
WSL UMRSL DTKSL STKSL KHMSL INFSL
Fhit = 824.6500a
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
0.8502a 0.0122 -0.0046 0.7181a 353.1327c
0.4033 0.2382 -0.0971 0.4385 0.0154
DW =
1.1887
Peningkatan permintaan tenaga kerja di Sulawesi sebesar 10 ribu orang, akan meningkatkan upah propinsi di Sulawesi sebesar 122 rupiah. Sedangkan Penawaran tenaga kerja di Sulawesi berhubungan negatif dengan upah di pulau tersebut dengan parameter estimasi adalah -0.0046, artinya peningkatan penawaran tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang akan menurunkan upah sebesar 46 rupiah. Peningkatan kebutuhan hidup minimum di Sulawesi sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah sebesar 7181 rupiah. Sedangkan respon upah terhadap kebutuhan hidup minimum di pulau tersebut bersifat inelastis. Laju inflasi juga berhubungan positif dengan upah di pulau tersebut, dimana peningkatan laju inflasi sebesar 1 persen akan meningkatkan upah di pulau tersebut hanya 353 rupiah. Respon upah terhadap laju inflasi juga bersifat inelastis dalam jangka pendek.
231 Hasil estimasi persamaan upah di Pulau Lain yang diperlihatkan pada Tabel 56 menunjukkan upah minimum, permintaan tenaga kerja periode sebelumnya dan lag upah yang berpengaruh nyata terhadap upah di Pulau lain. Nilai parameter estimasi upah minimum rata-rata adalah 1.0084, artinya peningkatan upah minimum rata-rata sebesar 10 ribu rupiah akan meningkatkan upah di Pulau Lain sebesar 10084 rupiah. Respon upah terhadap upah minimum bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Nilai
elastisitas memperlihatkan jika upah minimum meningkat satu persen, maka upah meningkat 0.46 persen dalam jangka pendek dan 0.93 persen dalam jangka panjang. Tabel 56. Hasil Estimasi Persamaan Upah di Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
Upah di P.Lain Intersep Upah Minimum di P.Lain Lag Permintaan TK di Pulau Lain Penawaran TK di Pulau Lain Lag Inflasi di Pulau Lain Lag Upah Pulau Lain R2 = 0.9836
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
WP UMRP LDTKP STKP LINFP LWP
Fhit = 180.3800a
-74077.500 1.0084b 0.0235c -0.0086 375.1849 0.5008b
0.4649
0.9311
-0.1763
-0.3531
DW = 2.0599
Peningkatan permintaan tenaga kerja di Pulau Lain pada periode sebelumnya sebanyak 10 ribu orang akan meningkatkan upah sebesar 235 rupiah. Kondisi ini menunjukkan jika periode yang lalu terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja, maka para pekerja akan menuntut peningkatan upah pada pihak perusahaan. Sementara peningkatan penawaran tenaga kerja dalam jumlah yang sama akan menurunkan upah sebesar 86 rupiah. Tabel 56 juga memperlihatkan nilai parameter estimasi laju inflasi ratarata di Pulau Lain pada periode sebelumnya adalah 375.1849, artinya peningkatan
232 laju inflasi pada periode yang lalu akan meningkatkan upah pada periode sekarang sebesar 375 rupiah. Lag upah menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan upah dari tahun ke tahun di pulau tersebut.
6.3. Blok Makroekonomi 6.3.1. Produk Domestik Regional Bruto di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Pendapatan daerah setiap propinsi pada masing-masing pulau di Indonesia dicerminkan oleh Gross Domestic Regional Bruto (GRDP) atau produk domestik regional bruto.
GRDP masing-masing pulau merupakan persamaan identitas
yang merupakan penjumlahan dari total konsumsi (CONt), total investasi (INVt), total pengeluaran pemerintah (GEXt) dan selisih antara total nilai ekspor (EKSPt) dan total nilai impor (IMPt) pada masing-masing pulau. Adapun bentuk persamaannya adalah sebagai berikut : GRDPJt
= CONJt + INVJt + GEXJt + (EKSJt - IMPJt)
GRDPSt = CONSt + INVSt + GEXSt + (EKSSt - IMPSt) GRDPKt = CONKt + INVKt + GEXKt + (EKSKt - IMPKt) GRDPSLt = CONSLt + INVSLt + GEXSLt + (EKSSLt - IMPSLt) GRDPPt = CONPt + INVPt + GEXSt + (EKSSt - IMPSt) Notasi J merupakan singkatan dari Jawa, S adalah Sumatera, K adalah Kalimantan, SL adalah Sulawesi dan P adalah Pulau Lain.
6.3.2. Pendapatan Disposibel di Jawa Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Pendapatan disposibel di Jawa (DICJt), Sumatera (DICSt), Kalimantan (DICKt), Sulawesi (DICSLt) dan pulau lain (DICPt) merupakan selisih dari
233 produk domestik regional bruto (GRDP) dan total pajak (TAX) pada masingmasing pulau. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut : DICJt = GRDPJt - TAXJt DICSt = GRDPSt - TAXSt DICKt
= GRDPKt - TAXKt
DICSLt = GRDPSLt - TAXSLt DICPt = GRDPPt - TAXPt
6.3.3. Konsumsi Rumah Tangga di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Pengeluaran konsumsi merupakan salah satu variabel dalam makroekonomi. Dalam analisis makroekonomi, konsumsi dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah.
Secara mikro besarnya
konsumsi suatu rumah tangga berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makro, agregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan mengkonsumsi marjinal (Marginal propensity to Consume = MPC). Dalam masyarakat yang tingkat ekonominya
belum mapan, biasanya angka MPC mereka relatif besar, artinya sebagian besar tambahan pendapatan mereka dialokasikan untuk aktivitas konsumsi. Kondisi sebaliknya berlaku bagi masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif mapan. Bagi negara-negara yang tingkat perekonomiannya telah maju, share pendapatan nasionalnya untuk belanja konsumsi relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara yang tingkat perekonomiannya belum berkembang.
234 Hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain menunjukkan seluruh persamaan memiliki daya penjelas yang tinggi. Kondisi ini terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang berkisar antara 0.9792 hingga 0.9963, artinya variasi variabel-variabel penjelas dalam persamaan konsumsi rumah tangga pada setiap pulau mampu menjelaskan 97.92 hingga 99.63 persen fluktuasi variabel-variabel endogennya. Ditinjau dari nilai uji F, setiap persamaan memiliki nilai Prop>F yang bernilai <.0001, hal ini menunjukkan secara bersama-sama semua variabel penjelas dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata. Berdasarkan hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga masyarakat di Jawa yang terlihat pada Tabel 57, pendapatan disposibel, dan pendapatan migran masuk pada periode sebelumnya berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga masyarakat di pulau tersebut. Ditinjau dari nilai elastisitasnya, peningkatan pendapatan disposibel sebesar satu persen akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 0.89 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar pendapatan rumah tangga masyarakat di Jawa digunakan untuk konsumsi. Nilai parameter estimasi untuk pendapatan disposibel adalah 0.6241, artinya peningkatan pendapatan disposibel sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan jumlah konsumsi masyarakat sebesar 0.6214 milyar rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah pendapatan masyarakat Jawa digunakan untuk konsumsi. Nilai parameter estimasi ini juga mencerminkan nilai MPC masyarakat di Jawa. Pendapatan migran masuk ke Pulau Jawa pada periode yang lalu juga dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat di Jawa pada periode
235 sekarang dengan nilai parameter estimasi 0.0010, artinya peningkatan pendapatan migran masuk ke Jawa pada periode yang lalu sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan konsumsi masyarakat di Jawa pada periode sekarang sebesar 0.0010 milyar rupiah. Kondisi ini didasarkan pada teori konsumsi Duesenberry yang dikenal dengan hipotesis pendapatan relatif (relative income hypotesis), yang menyatakan
pengeluaran
konsumsi
rumahtangga
tidak
tergantung
pada
pendapatan sekarang, tetapi tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya. Berdasarkan laporan kajian organisasi dunia seperti Bank Dunia dan Organisasi Buruh Internasional/ILO menunjukkan terdapat keterkaitan erat antara migrasi internasional dengan pembangunan, dan remittances menjadi salah satu andalan untuk menggerakkan perekonomian tingkat lokal di negara asal.
Di
Indonesia, dari 2,7 juta pekerja migran yang terdata setiap tahunnya menghasilkan hampir 2,9 miliar dolar AS remiten yang menyebar ke desa-desa asal pekerja migran dan menjadi sumber kekuatan ekonomi yang dapat digunakan untuk konsumsi. Tabel 57. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Jawa Nama Variabel
Variabel
Konsumsi di Jawa Intersep Pendapatan Disposibel di Jawa Lag Pendapatan Migran Masuk di Jawa Devisa Mingran Internasional asal Jawa Lag Suku Bunga R2 =
0.9906
Fhit
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
CONJ DICJ LINCMJ DEVJ2 LSB
= 421.3100a
13157.1100 0.6214a 0.0010c 0.0022 -1169.7000
0.8974 0.0283
DW = 1.1104
Hasil estimasi parameter devisa migran internasional asal Jawa menunjukkan peningkatannya sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan konsumsi
236 rumah tangga masyarakat di Jawa 0.0022 milyar rupiah.
Berdasarkan nilai
elastisitas, respon konsumsi rumah tangga di Jawa terhadap devisa migran internasional tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek. Tabel 57 juga memperlihatkan nilai estimasi lag suku bunga adalah -1169.7, artinya peningkatan suku bunga pada periode yang lalu sebesar 1 persen akan menurunkan konsumsi pada periode sekarang sebesar 1169.7 milyar rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan suku bunga akan mendorong masyarakat di Jawa menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk ditabung dengan menurunkan konsumsi mereka. Hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga di Sumatera (Tabel 58) menunjukkan lag pendapatan disposibel, dan devisa migran internasional berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga masyarakat di Sumatera. Nilai parameter estimasi pendapatan disposibel pada periode yang lalu adalah 0.3566, artinya peningkatan pendapatan disposibel pada periode yang lalu sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan konsumsi rumah tangga di Sumatera sebesar 0.3566 milyar rupiah. Kondisi ini sesuai dengan teori konsumsi Duesenberry yang menyatakan ketika pendapatan meningkat, maka konsumsi tidak langsung meningkat sebesar peningkatan pendapatan tersebut, karena terjadi pengaruh konsumsi periode yang lalu yang lebih kecil, sebaliknya jika pendapatan turun, maka konsumsi tidak akan turun dengan tajam. Peningkatan pendapatan migran masuk ke Sumatera sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan konsumsi masyarakat Sumatera sebesar 0.0005 milyar rupiah. Tabel 58 memperlihatkan juga devisa tenaga kerja migran internasional di Sumatera berhubungan positif dengan konsumsi rumah tangga dengan nilai parameter estimasi 0.0201, artinya peningkatan kiriman devisa sebesar 1 juta
237 rupiah akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat Sumatera sebesar 0.0201 milyar rupiah. Respon konsumsi rumah tangga terhadap kiriman devisa tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tabel 58. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Sumatera Nama Variabel
Variabel
Konsumsi di Sumatera Intersep Lag Pendapatan Disposibel di Sumatera Pendapatan Migran Masuk di Sumatera Devisa Migran Internasional asal Sumatera Suku Bunga Lag Konsumsi Sumatera R2 = 0.9792
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
CONS 9321.7240 0.3566b 0.0005 0.0201b -638.2370 0.3433c
LDICS INCMS DEVS2 SB LCONS
Fhit = 141.3200a
0.0734 0.1175 -0.1154
0.1118 0.1789 -0.1757
DW = 1.5258
Peningkatan suku bunga sebesar 1 persen akan menurunkan konsumsi rumah tangga masyarakat di Sumatera sebesar -638.2370 milyar rupiah. Lag konsumsi rumah tangga menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan konsumsi masyarakat Sumatera dari tahun ke tahun. Hasil
estimasi
persamaan
konsumsi
di
Kalimantan
(Tabel
59)
menunjukkan hanya pendapatan disposibel dan lag konsumsi rumah tangga yang berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga di pulau tersebut. Berdasarkan nilai elastisitas terlihat respon konsumsi rumah tangga bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Nilai parameter estimasi untuk pendapatan disposibel adalah 0.3316, artinya peningkatan pendapatan disposibel sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat Kalimantan sebesar 0.3316 milyar. Nilai estimasi memperlihatkan hanya 0.33 persen dari pendapatan disposibel yang dibelanjakan untuk konsumsi.
238 Tabel 59.
Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Kalimantan Nama Variabel
Variabel
Konsumsi di Kalimantan Intersep Pendapatan Disposibel di Kalimantan Lag Pendapatan Migran Masuk di Kalimantan Lag Devisa Migran Internasional Kalimantan Suku Bunga Lag Konsumsi Rumah Tangga Kalimantan R2 =
0.9937
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
CONK DICK LINCMK
-1551.8800 0.3316a 0.0002
LDEVK2
0.0001
SB LCONK
-28.0094 0.2279b
Fhit = 474.7000a
0.8181
1.0596
-0.0183
-0.0237
DW = 1.7050
Lag pendapatan migran masuk ke Kalimantan berhubungan positif dengan konsumsi rumah tangga masyarakat di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasi adalah 0.0002, artinya peningkatan pendapatan migran masuk ke Kalimantan pada periode yang lalu sebesar 1 juta rupiah, akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat di pulau tersebut sebesar 0.0002 milyar rupiah. Sedangkan peningkatan devisa pada periode yang lalu sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan konsumsi masyarakat tersebut sebesar 0.0001 milyar rupiah. Nilai lag konsumsi rumah tangga menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga di pulau tersebut dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga di Sulawesi (Tabel 60) menunjukkan lag pendapatan disposibel, pendapatan migran masuk, suku bunga dan devisa dari tenaga kerja migran internasional dari Sulawesi berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga di pulau tersebut.
Artinya peningkatan
pendapatan migran masuk dan devisa yang dikirim oleh tenaga kerja migran dari luar negeri akan meningkatkan konsumsi masyarakat di pulau tersebut. Dampak dari peningkatan konsumsi adalah meningkatnya pendapatan nasional. Kondisi
239 ini sesuai dengan pernyataan Stark (1982); Stark dan Bloom (1985), yaitu migrasi merupakan jalan yang lebih baik bagi kehidupan rumah tangga migran, yang terlihat dari pengiriman uang untuk anggota keluarganya. Hal ini tidak dapat diabaikan dalam perkembangan ekonomi, karena pengiriman uang tersebut menjadi sumber pendapatan rumah tangga.
Kondisi ini dapat meningkatkan
tabungan rumah tangga, memfasilitasi perdagangan barang dan mengubah distribusi pendapatan lokal (Osaki, 2003). Tabel 60. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Sulawesi Nama Variabel
Variabel
Konsumsi di Sulawesi Intersep Lag Pendapatan Disposibel di Sulawesi Pendapatan Migran Masuk di Sulawesi Devisa Migran Internasional asal Sulawesi Suku Bunga Lag Konsumsi Rumah tangga Sulawesi R2 = 0.9928
Fhit =
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
CONSL LDICSL INCMSL DEVSL2
4298.5170 0.5739b 0.0109a 0.1784b
SB LCONSL
-302.8780b 0.1014
412.8700a
0.3981 0.0838
0.4431 0.0932
-0.1613
-0.1795
DW = 1.4797
Pendapatan disposibel pada periode yang lalu berhubungan positif dengan konsumsi rumah tangga masyarakat Sulawesi dengan nilai parameter estimasi 0.5739 artinya peningkatan 1 milyar rupiah pendapatan disposibel pada periode yang lalu akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat Sulawesi sebesar 0.5459 milyar rupiah. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap konsumsi rumah tangga. Kondisi ini mencerminkan sebagian pendapatan yang diperoleh masyarakat digunakan untuk menabung, dimana semakin tinggi suku bunga, maka semakin tinggi keinginan seseorang untuk menabung dengan cara mengurangi konsumsi. Nilai estimasi suku bunga adalah -302.8780, artinya peningkatan tingkat suku
240 bunga 1 persen akan menurunkan konsumsi sebesar 302.88 milyar rupiah. Nilai elastisitas memperlihatkan respon konsumsi rumah tangga di Sulawesi terhadap suku bunga relatif lemah dalam jangka pendek dan jangka panjang. Nilai estimasi lag konsumsi rumah tangga di Sulawesi menunjukkan adanya peningkatan jumlah konsumsi masyarakat Sulawesi dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga di Pulau Lain (Tabel 61) menunjukkan pendapatan migran masuk, suku bunga, dan lag pendapatan disposibel berpengaruh nyata terhadap konsumsi rumah tangga masyarakat di Pulau Lain. Tabel tersebut memperlihatkan peningkatan pendapatan disposibel pada periode yang lalu 1 milyar rupiah dan pendapatan migran masuk sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat Pulau Lain masing-masing sebesar 0.1546 milyar rupiah dan 0.0205 milyar rupiah. Nilai elastisitas menunjukkan respon konsumsi rumah tangga terhadap pendapatan migran masuk di pulau tersebut relatif kuat dalam jangka pendek. Tabel 61. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Rumah Tangga di Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
Konsumsi di Pulau Lain Lag Pendapatan Disposibel di P.Lain Pendapatan Migran Masuk di P.Lain Devisa Migran Internasional asal P.Lain Suku Bunga
CONP LDICP INCMP DEVP2 SB
R2 = 0.9963
1132.8400a
Fhit =
Estimasi Parameter 0.1546c 0.0205a 0.0020 -162.2010b
Elastisitas Jangka Pendek 1.1396 0.0298 -.0710
DW = 1.1940
Devisa dari migran internasional berhubungan positif dengan konsumsi rumah tangga dengan nilai parameter estimasi 0.0020, artinya peningkatan pengiriman devisa (remittances) sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan konsumsi rumah tangga masyarakat di Pulau Lain sebesar 0.0020 milyar rupiah.
241 Respon konsumsi rumah tangga terhadap devisa dari migran internasional bersifat inelastis dalam jangka pendek. Peningkatan suku bunga satu persen akan menurunkan konsumsi rumah tangga masyarakat di Pulau Lain sebesar 162.20 milyar rupiah. Berdasarkan nilai elastisitas, respon konsumsi rumah tangga di pulau tersebut terhadap suku bunga juga bersifat inelastis dalam jangka pendek.
6.3.4. Investasi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain.
Iklim investasi yang kondusif dalam perekonomian merupakan sebuah harapan bagi lapisan masyarakat, utamanya investor, pemerintah dan perbankan. Terkait dengan hal tersebut maka kajian faktor-faktor ekonomi seperti tingkat suku bunga, kebijakan perpajakan dan regulasi perbankan, infrastruktur dasar berpengaruh terhadap kegiatan investasi. Kajian yang terkait dengan hal tersebut telah banyak mendapatkan perhatian baik dari pemerintah, pengusaha, perbankan dan kalangan akademisi. Namun demikian iklim investasi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi tersebut diperkirakan dipengaruhi pula oleh faktor lainnya. Hasil estimasi persamaan investasi di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain memperlihatkan nilai koefisien determinasi (R2) setiap persamaan dibawah angka 0.50 kecuali persamaan investasi di Sulawesi dengan nilai R2 = 0.65. Kondisi ini menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruhi investor untuk menanamkan modal pada masing-masing pulau.
Seperti
kepercayaan investor terhadap stabilitas sosial dan politik, kondisi infrastruktur, kejelasan dan efektifitas peraturan, serta fleksibelitas pasar kerja. Berdasarkan uji F, terlihat seluruh persamaan investasi menunjukkan semua variabel penjelas yang
242 terdapat pada masing-masing persamaan tersebut, dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata pada taraf (α = 0.01 hingga 0.20). Berdasarkan Tabel 62, hasil estimasi persamaan investasi di Jawa menunjukkan hampir semua variabel penjelas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen kecuali variabel suku bunga. Suku bunga merupakan harga atau biaya yang harus dibayar dalam meminjamkan uang untuk suatu periode tertentu dan ekspekstasi keuntungan.
Dengan demikian investor melakukan investasi
untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang dilakukan. Semakin tinggi suku bunga maka semakin kurang minat investor untuk berinvestasi.
Hasil
estimasi parameter suku bunga menunjukkan peningkatan suku bunga satu persen, akan menurunkan minat investor untuk berinvestasi di Jawa sebesar 3192.71 milyar rupiah. Nilai elastisitas memperlihatkan respon investasi terhadap suku bunga bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 62 memperlihatkan juga upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi investasi, dimana peningkatannya akan meningkatkan biaya produksi. Peningkatan biaya produksi ini akan menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya. Hasil estimasi menunjukkan peningkatan 10 ribu rupiah per bulan upah di Jawa akan menurunkan investasi di pulau tersebut sebesar 272 milyar rupiah. Nilai parameter estimasi nilai tukar adalah 2.4317, artinya depresiasi nilai tukar rupiah 1 rupiah, maka akan meningkatkan investasi di Jawa sebesar 2.43 milyar rupiah.
Kondisi ini menunjukkan semakin lemah nilai tukar rupiah,
semakin tinggi minat investor, khususnya investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini terjadi karena pada satu sisi depresiasi rupiah meningkatkan daya beli mata uang asing pada barang-barang di dalam negeri, dan disisi lain
243 memberi insentif untuk ekspor. Respon total investasi di Jawa terhadap nilai tukar relatif lemah dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil estimasi ini sesuai dengan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi investasi yang dilakukan oleh Sipayung (2000) dan Safrida (1999). Nilai parameter lag investasi menunjukkan adanya peningkatan investasi di Jawa dari tahun ke tahun. Tabel 62. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Jawa Nama Variabel
Variabel
Investasi di Jawa Intersep Suku Bunga Upah di Jawa Nilai Tukar Lag Investasi Jawa
INVJ
R2 = 0.3633
Fhit
SB WJ NTK LINVJ = 2.2800b
Estimasi Parameter 86100.7600 -3192.7100c -0.0272 2.4317 0.3519b
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang -0.9249 -0.1275 0.2127 DW =
-1.4272 -0.1967 0.3283 2.1654
Tabel 63 memperlihatkan suku bunga berpengaruh nyata terhadap total investasi di Sumatera, dan peningkatannya satu persen menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya di Sumatera sebesar 1707.75 milyar rupiah. Nilai elastisitas menunjukkan respon investasi di Sumatera terhadap suku bunga relatif kuat pada jangka pendek dan jangka panjang. Peningkatan upah di Sumatera sebesar 10 ribu rupiah per bulan akan menurunkan investasi di Sumatera sebesar 1285 milyar rupiah. Berdasarkan nilai elastisitas respon investasi di Sumatera terhadap upah di pulau tersebut bersifat elastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Asian Development Bank (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan skor yang diurutkan dalam penelitian mereka, hambatan utama bagi investor adalah: (1) Ketidakpastian kebijakan ekonomi dan peraturan serta ketidakstabilan ekonomi makro; (2) Korupsi, baik oleh aparat pusat maupun daerah; (3) Peraturan
244 ketenagakerjaan, yang lebih menjadi masalah dibandingkan masalah kualitas tenaga kerja, (4) Biaya keuangan (financing), lebih menjadi masalah dibandingkan masalah akses, (5) Pajak tinggi, lebih menjadi masalah dibandingkan administrasi pajak dan pabean; dan (6) Ketersedian listrik. Berdasarkan urutan tersebut, masalah ketenagakerjaan menempati urutan ketiga dari beberapa masalah yang menghambat investor untuk melakukan investasi. Menurut Asian Development Bank (2005), peraturan ketenagakerjaan yang menjadi sumber masalah diantaranya mencakup tatacara pemberhentian dan pemberian uang pesangon, keterbatasan dalam mempekerjakan pekerja sementara, dan peraturan pengupahan yang kaku. Salah satu kasus menonjol lainnya adalah tentang upah minimum. Pada tahun 1980-an Indonesia berhasil menjaga daya saingnya dibandingkan negara tetangga karena tingkat upah yang rendah, tetapi daya saing ini kemudian menurun seiring dengan kebijakan penetapan upah minimum sejak tahun 1990-an. Tabel 63. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Sumatera Nama Variabel
Investasi di Sumatera Intersep Suku Bunga Upah di Sumatera Nilai Tukar Lag Investasi Sumatera R2 = 0.2153
Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
INVS SB WS NTK LINVS Fhit =
1.1000a
56720.1800 -1707.7500c -0.1285 3.8840 0.2179
-1.6335 -2.0042 1.1220
-2.0885 -2.5624 1.4345
DW = 2.0804
Nilai parameter estimasi untuk nilai tukar adalah 3.8840, artinya depresiasi nilai tukar satu rupiah akan meningkatkan total investasi sebesar 3.884 milyar rupiah.
Nilai elastisitas menunjukkan respon investasi terhadap nilai tukar
245 bersifat elastis dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Nilai estimasi lag
investasi menunjukkan adanya peningkatan investasi di Sumatera setiap tahun. Tabel 64 memperlihatkan peningkatan suku bunga sebesar 1 persen akan menurunkan investasi di Kalimantan sebesar 246.774 milyar rupiah. Sama halnya dengan respon investasi terhadap suku bunga di Jawa, respon investasi di Kalimantan terhadap suku bunga juga bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Tabel 64. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Kalimantan Nama Variabel
Variabel
Investasi di Kalimantan Intersep Suku Bunga Upah di Kalimantan Produk Domestik Regional Bruto di Kalimantan Lag Investasi Kalimantan R2 = 0.4051
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
INVK SB WK GRDPK
7431.2850 -246.7740 -0.0019 0.0127
LINVK
0.5839a
Fhit = 2.7200b
-0.5392 -0.0839 0.1050
-1.2957 -0.2016 0.2522
DW = 1.8226
Upah di Kalimantan berpengaruh negatif terhadap investasi di pulau tersebut dengan nilai estimasi parameter -0.0019, artinya peningkatan upah 10 ribu rupiah per bulan akan menurunkan investasi sebesar 19 milyar rupiah. Peningkatan produk domestik regional bruto berhubungan positif dengan total investasi di Kalimantan, dengan nilai parameter estimasi 0.0127. Nilai parameter lag investasi menunjukkan adanya peningkatan investasi di Kalimantan dari tahun ke tahun. Hasil estimasi total investasi di Sulawesi (Tabel 65), menunjukkan perubahan suku bunga berhubungan negatif dengan total investasi di pulau tersebut dengan nilai parameter estimasinya -4259.0800.
Pada sisi lain,
peningkatan upah 10 ribu rupiah perbulan akan menurunkan minat investor untuk
246 menanamkan modalnya di pulau tersebut sebesar 0.0136 milyar rupiah. Nilai elastisitas memperlihatkan respon investasi terhadap upah bersifat inelastis dalam jangka pendek. Tabel 65. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Sulawesi Nama Variabel
Variabel
Investasi di Sulawesi Perubahan Suku Bunga Upah di Sulawesi Perubahan Produk Domestik Regional Bruto di Sulawesi Nilai Tukar R2 = 0.6592
INVSL PSB WSL PGRDPSL NTK
Fhit = 8.2200a
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
-4259.0800 -0.0136c 0.3922c
-0.6674
1.5809b
1.4050
DW = 1.9190
Perubahan produk domestik regional bruto di Sulawesi menunjukkan hubungan yang positif dengan total investasi, artinya peningkatan perubahan produk domestik regional bruto di pulau tersebut sebesar satu satuan akan meningkatkan investasi sebesar 0.3922 milyar rupiah. Nilai tukar berhubungan positif terhadap nilai tukar dengan nilai parameter estimasi sebesar 1.5809 milyar rupiah. Respon investasi terhadap nilai tukar relatif kuat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil estimasi persamaan total investasi di Pulau Lain (Tabel 66) memperlihatkan secara parsial produk domestik regional bruto, upah, dan nilai tukar pada periode sebelumnya berpengaruh nyata terhadap total investasi di Sulawesi. Hasil estimasi juga menunjukkan peningkatan suku bunga pada periode yang lalu akan menurunkan total investasi di pulau tersebut sebesar 9.44 milyar rupiah. Sementara peningkatan upah pada periode sebelumnya sebesar 10 ribu rupiah perbulan akan menurunkan investasi sebesar 905 milyar rupiah.
247 Peningkatan produk domestik regional bruto Pulau lain sebesar satu milyar rupiah akan meningkatkan investasi di pulau tersebut sebesar 0.5606 milyar rupiah. Respon total investasi terhadap produk domestik regional bruto bersifat elastis dalam jangka pendek.
Nilai tukar berhubungan positif dengan total
investasi di Pulau Lain dengan nilai parameter estimasi 1.7789, artinya peningkatan nilai tukar rupiah sebesar satu rupiah akan meningkatkan total investasi di Pulau Lain sebesar 1.78 milyar rupiah.
Respon total investasi
terhadap nilai tukar bersifat elastis dalam jangka pendek. Tabel 66. Hasil Estimasi Persamaan Total Investasi di Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
Investasi di Pulau Lain Intersep Lag Suku Bunga Lag Upah di Pulau Lain Produk Domestik Regional Bruto di P.Lain Nilai Tukar R2 = 0.3270
Fhit =
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
INVP LSB LWP GRDPP NTK
1.9400c
8314.0030 -9.4400 -0.0905b 0.5606c 1.7789c
2.2721 1.0038
DW = 2.6160
6.3.5. Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional Asal Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain
Pengiriman remittances dari tenaga kerja migran yang bekerja di luar negeri merupakan sumber devisa bagi negara. Devisa yang masuk dari sekitar 2,7 juta tenaga kerja migran internasional dari Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri pada akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai 3,4 miliar dollar AS atau setara Rp 30,6 triliun. Rata-rata TKI itu berasal dari pulau Jawa, Nusa Tenggara (Timur dan Barat) dan sebagian Sulawesi yang bekerja di kawasan Asia Pasifik, terutama Malaysia, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan; dan kawasan Timur Tengah seperti Saudi
248 Arabia, dan Kuwait. Setiap tahun pemerintah menargetkan untuk terus meningkatkan jumlah pengiriman dan penempatan TKI di luar negeri untuk menambah devisa negara. Dalam program Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah 20042009, pemerintah menargetkan peningkatan ekspor TKI dari 700 ribu orang sekarang ini menjadi 1 juta orang per tahun hingga 2009. Demikian pula target negara tujuan akan diperluas dari 11 negara menjadi 25 negara.
Adapun
perolehan devisa ditargetkan meningkat dari sekitar Rp 35 triliun menjadi Rp 186 triliun tahun 2009. Hasil estimasi persamaan devisa dari tenaga kerja migran internasional asal Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain memiliki daya penjelas yang cukup tinggi yang terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R2) yang berkisar antara 0.7773 hingga 0.8864, artinya variasi variabel-variabel penjelas dalam persamaan-persamaan tersebut mampu menjelaskan 77.73 hingga 88.64 persen fluktuasi variabel-variabel endogennya.
Dilihat dari nilai uji F
terlihat bahwa sebagian besar nilai Prop>F bernilai <.0001, hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama semua variabel penjelas dapat menjelaskan variabel endogennya secara nyata. Hasil estimasi persamaan devisa dari tenaga kerja internasional asal Jawa (Tabel 67) memperlihatkan tenaga kerja migran internasional dari Jawa ke negara lain selain Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi berpengaruh nyata terhadap pengiriman devisa dari tenaga kerja migran asal pulau tersebut. Kondisi ini terjadi karena selain keempat negara yang difokuskan dalam penelitian ini, masih ada negara-negara lain yang menjadi negara tujuan tenaga kerja migran dari Jawa, yang dijumlahkan dalam variabel migran internasional ke negara lain.
249 Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa tenaga kerja migran internasional dari Jawa berhubungan positif dengan jumlah devisa yang dikirim oleh tenaga kerja asal pulau tersebut dengan nilai parameter estimasinya 3.7838, artinya peningkatan jumlah migran internasional 1000 orang maka akan meningkatkan pengiriman devisa dari migran tersebut sebesar 3.784 juta rupiah. Tabel 67. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Jawa Nama Variabel
Devisa TK Migran Internasional asal Jawa Intersep Migran Internasional asal Jawa Migran Internasional asal Jawa ke Negara Lain Lag Devisa TK Internasional asal Jawa R2 = 0.8285
Variabel
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DEVJ2 MIGEXJ MIGJNL
-1114170 3.7838 125.0724a
LDEVJ2
0.4053b
Fhit
= 27.3700a
0.1801 0.7765
DW =
0.3028 1.3055
2.0144
Migran internasional asal Jawa ke negara lain berhubungan positif terhadap jumlah devisa dari migran tersebut dengan nilai parameter estimasi 125.0724, artinya peningkatan migran internasional ke negara lain sebanyak 1000 orang akan meningkatkan devisa dari migran tersebut sebesar 125.07 milyar rupiah.
Respon devisa terhadap jumlah migran internasional ke negara lain
bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Nilai parameter estimasi variabel lag devisa menunjukkan adanya peningkatan jumlah devisa yang dikirim oleh tenaga kerja migran internasional dari tahun ke tahun. Hasil estimasi persamaan devisa dari tenaga kerja migran internasional asal Sumatera (Tabel 68) menunjukkan migran internasional ke Malaysia, Arab Saudi, Singapura dan Hongkong, migran internasional asal pulau tersebut ke
250 negara lain dan lag devisa berpengaruh nyata terhadap penerimaan devisa. Sama halnya dengan jumlah migran asal Jawa ke negara lain, total migran asal Sumatera ke negara-negara lain lebih besar dibandingkan dengan total migran internasional dari pulau tersebut ke negara tujuan yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Tabel 68. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional Asal Sumatera Nama Variabel
Variabel
Devisa TK Migran Internasional asal Sumatera Intersep Migran Internasional asal Sumatera Migran Internasional asal Sumatera ke Negara Lain Lag Devisa TK Migran Internasional asal Sumatera R2 = 0.8864
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DEVS2 MIGEXS MIGSNL
-64615.800 3.8223c 93.0434a
LDEVS2
0.3726a
Fhit = 44.2200a
0.1882 0.6123
0.3000 0.9759
DW = 1.6422
Peningkatan jumlah migran internasional dari Sumatera sebanyak 1000 orang akan meningkatkan penerimaan devisa dari tenaga kerja migran tersebut sebesar 3.82 milyar rupiah. Respon devisa terhadap migran internasional asal Sumatera bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai estimasi migran asal Sumatera ke negara lain adalah 93.0434, artinya peningkatan jumlah migran internasional asal Sumatera ke negara lain sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah devisa dari tenaga kerja migran tersebut sebanyak 93.04 milyar rupiah. Berdasarkan nilai elastisitasnya, respon devisa terhadap jumlah tenaga kerja migran internasional ke negara lain bersifat inelastis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
251 Nilai parameter estimasi untuk jumlah devisa dari tenaga kerja migran internasional asal Sumatera pada periode yang lalu, menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah devisa tersebut dari tahun ke tahun. Sama halnya dengan hasil estimasi persamaan devisa dari migran internasional asal Jawa dan Sumatera, hasil estimasi untuk devisa dari migran internasional asal Kalimantan (Tabel 69) juga menunjukkan hanya migran ke negara lain yang berpengaruh nyata dengan penerimaan devisa di pulau tersebut. Tabel 69. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional Asal Kalimantan Nama Variabel
Variabel
Devisa TK Migran Internasional asal Kalimantan Intersep Migran internasional asal Kalimantan Migran asal Kalimantan ke Negara Lain R2 =0.7773
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
DEVK2 MIGEXK MIGKNL
Fhit = 31.4100a
-44152.5000 1.0530 153.8439a
0.0494 1.0022
DW = 1.1369
Nilai parameter estimasinya adalah 153.8439, artinya peningkatan jumlah migran internasional ke negara-negara lain sebanyak 1000 orang akan meningkatkan penerimaan devisa dari migran tersebut sebanyak 153.84 milyar rupiah. Berdasarkan nilai elastisitas, respon devisa terhadap jumlah tenaga kerja migran tersebut bersifat elastis dalam jangka pendek. Nilai parameter estimasi untuk jumlah migran internasional asal Kalimantan adalah 1.0530, artinya peningkatan jumlah migran internasional ke Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi sebanyak 1000 orang akan meningkatkan penerimaan devisa dari tenaga kerja migran tersebut sebesar 1.05 milyar rupiah.
252 Hasil estimasi persamaan devisa dari tenaga kerja migran internasional asal Sulawesi (Tabel 70) menunjukkan peningkatan migran internasional sebanyak 1000 orang akan meningkatkan jumlah devisa dari tenaga kerja migran tersebut sebanyak 2.46 milyar. Respon devisa dari tenaga kerja migran terhadap migran internasional asal pulau tersebut bersifat inelastis. Tabel 70. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Sulawesi Nama Variabel
Variabel
Devisa TK Migran Internasional asal Sulawesi Intersep Migran Internasional asal Sulawesi Migran asal Sulawesi ke Negara Lain R2 =
0.7827
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Pendek
DEVSL2 MIGEXSL MIGSLNL
Fhit = 32.4100a
-1420.2300 2.4558 139.4550a
0.1166 0.9104 DW = 1.2072
Nilai estimasi migran internasional asal Sulawesi ke negara-negara lain adalah 139.4550, artinya peningkatan jumlah migran internasional asal Sulawesi ke negara-negara lain sebanyak 1000 orang akan meningkatkan kiriman devisa dari tenaga kerja migran asal pulau tersebut sebesar 139.46 milyar rupiah. Respon devisa dari tenaga kerja migran terhadap jumlah migran internasional ke negara lain bersifat inelastis dalam jangka pendek. Hasil estimasi persamaaan devisa dari tenaga kerja migran internasional asal Pulau lain (Tabel 71) menunjukkan peningkatan jumlah migran internasional ke negara Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi sebesar 1000 orang akan meningkatkan penerimaan devisa dari tenaga kerja migran tersebut sebesar 0.24 milyar rupiah. Nilai elastisitas menunjukkan respon devisa dari tenaga kerja migran terhadap jumlah migran internasional ke negara-negara tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang.
253 Tabel 71. Hasil Estimasi Persamaan Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional asal Pulau Lain Nama Variabel
Variabel
Devisa TK Migran Internasional asal Pulau Lain Intersep Migran internasional asal Pulau Lain Migran asal Pulau Lain ke Negara Lain Lag Devisa TK Migran Internasional asal Pulau Lain R2 = 0.8435
Estimasi Parameter
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
DEVP2 MIGEXP MIGPNL LDEVP2
Fhit = 30.5300a
-61903.2000 0.2392 88.8196b 0.6854a
0.0106 0.5319
0.0336 1.6906
DW = 1.5079
Migran internasional asal Pulau Lain ke negara-negara lain berpengaruh terhadap devisa dari tenaga kerja migran tersebut. Nilai elastisitas memperlihatkan respon devisa tenaga kerja migran internasional terhadap jumlah migran internasional ke negara-negara lain bersifat inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. Nilai parameter estimasinya adalah 88.8196, artinya peningkatan jumlah tenaga kerja migran asal Pulau Lain ke negara-negara lain sebanyak 1000 orang, akan meningkatkan penerimaan devisa sebesar 88.82 milyar rupiah. Nilai lag devisa menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah devisa dari tenaga kerja migran internasional asal Pulau Lain dari tahun ke tahun.
254 VII. DAMPAK KEBIJAKAN MIGRASI TERHADAP PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
7.1. Hasil Validasi Model
Kemampuan prediksi model ekonometrika migrasi, pasar kerja dan makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini divalidasi dengan suatu simulasi dasar untuk periode 2001-2006 (Lampiran 5). Validasi statistik yang digunakan adalah Root Mean Square Percent Error (RMSPE) untuk mengukur penyimpangan hasil estimasi dan nilai aktualnya.
Selain itu digunakan
dekomposisi RMSPE yaitu proporsi bias (UM), proporsi regresi (UR) dan proporsi varian (US), serta statistik Theil’s Inequality Coeficient (U).
Hasil
validasi terlihat pada Lampiran 6. Hasil validasi tersebut memperlihatkan dari 88 persamaan, terdapat 66 persamaan yang memiliki nilai RMSPE dibawah 50 persen dan 22 persamaan memiliki nilai RMSPE diatas 50 persen. Nilai RMSPE yang lebih dari 50 persen umumnya terjadi pada persamaan-persamaan identitas, hal ini terjadi karena error pada persamaan-persamaan struktural terakumulasi pada persamaan identitas tersebut, seperti pada persamaan produk domestik reginal bruto dan pendapatan disposibel di Jawa, Sulawesi, dan Pulau Lain.
Dilihat dari koefisien
ketidaksamaan Theil’s, terlihat bahwa bias (UM), Reg (UR), dan Var (US) secara keseluruhan mendekati nol. Demikian juga dengan nilai U-Theil, sebagian besar nilainya mendekati nol (13 dari 88 persamaan memiliki nilai U-Theil > 30 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa model yang telah dirumuskan dan telah diestimasi cukup valid digunakan untuk analisis simulasi historis dan simulasi peramalan.
255 7.2. Hasil Simulasi Kebijakan Periode Peramalan Tahun 2009-2012
Simulasi kebijakan migrasi yang dilakukan pada periode peramalan terdiri dari kebijakan migrasi internal dan internasional. Kebijakan migrasi internal yang ditetapkan pemerintah bertujuan untuk: (1) penyebaran dan penyediaan tenaga kerja, (2) membuka lapangan kerja baru, melalui pembukaan dan pengembangan daerah produksi baru, terutama daerah di luar Jawa, serta (3) meningkatkan perekonomian daerah tujuan secara umum serta meningkatkan kesejahteraan migran khususnya. Oleh karena itu simulasi kebijakan migrasi internal yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mencapai tujuan kebijakan migrasi yang ditetapkan pemerintah tersebut. Penetapan kebijakan migrasi internasional oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja migran ke luar negeri. Peningkatan jumlah tenaga kerja migran tersebut bertujuan selain untuk kesejahteraan migran itu sendiri, dapat mengatasi masalah pengangguran di dalam negeri, dan untuk meningkatkan devisa negara melalui pengiriman remittances. Oleh karena itu simulasi kebijakan yang dilakukan adalah kebijakan yang mendukung terlaksananya kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut. Proses simulasi kebijakan periode peramalan dilakukan melalui beberapa tahapan. Sebelum simulasi kebijakan tanpa alternatif kebijakan dilakukan, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah meramalkan variabel eksogen, nilai konstanta endogen dan nilai endogen tahun 2009-2012 dengan menggunakan program peramalan variabel eksogen (Lampiran 7), program peramalan nilai konstanta endogen (Lampiran 9), dan program peramalan nilai endogen tahun 2009-2012 (Lampiran 10). Peramalan ini menggunakan prosedur forecast metode trend-linier stepwise autoregressive.
256 Hasil simulasi dasar ex-ante tanpa alternatif kebijakan pada periode 20092012 (Tabel 72) memperlihatkan bahwa diperkirakan akan terjadi penurunan migrasi masuk ke Jawa sekitar 0.01 persen pertahun. Penurunan ini sebagai akibat peningkatan permintaan tenaga kerja pada setiap pulau. Pada periode yang sama diperkirakan jumlah migran keluar dari Jawa juga masih menurun yaitu 0.34 persen. Kondisi ini menunjukkan adanya hambatan mendorong penduduk dari Jawa untuk migrasi ke luar Jawa, terutama ke Pulau Lain dan Kalimantan. Hal ini erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang bersifat bias kota (urban bias), dimana pembangunan di Jawa terutama di kota-kota besarnya, memiliki
peran dan fungsi sebagai pusat kegiatan pembangunan, mulai dari pusat perdagangan, industri, hingga administrasi dan pembangunan politik. Kemudian ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan juga menjadi faktor penghambat bagi penduduk usia sekolah di pulau ini untuk migrasi. Ditinjau dari sisi migrasi ke luar negeri, terlihat adanya peningkatan jumlah migran internasional pada setiap pulau, peningkatan terbesar terjadi di Sumatera yaitu 10.52 persen.
Peningkatan jumlah migran internasional ini
mengakibatkan peningkatan devisa yang diperoleh dari remittances mereka. Hasil simulasi menunjukkan juga pada periode ini terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja pada setiap pulau. Sebaliknya dari sisi penawaran tenaga kerja terlihat adanya penurunan penawaran tenaga kerja di Jawa dan Pulau Lain, masing-masing sebesar 0.37 dan 0.41 persen. Kondisi ini disebabkan adanya peningkatan migrasi internasional dan penurunan migrasi masuk, sehingga diperkirakan terjadi penurunan pengangguran di kedua pulau tersebut. Ditinjau dari sisi perkembangan indikator makroekonomi Indonesia, terlihat adanya peningkatan konsumsi rumah tangga pada setiap pulau, kecuali
257 Jawa dan Pulau Lain. Hal ini berkaitan dengan jumlah migran masuk ke setiap pulau tersebut. Oleh karena jumlah migran masuk menurun, maka pendapatan migran internal yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga juga menurun. Perkembangan investasi pada setiap pulau menunjukkan pada periode tersebut akan terjadi peningkatan investasi di Jawa, Sumatera dan Kalimantan masingmasing 0.46, 10.48 dan 0.92 persen pertahun. investasi di Sulawesi dan Pulau Lain.
Sebaliknya terjadi penurunan
Kondisi ini merupakan dampak dari
peningkatan upah pada kedua pulau tersebut. Perkembangan konsumsi dan investasi secara langsung akan memberi dampak pada perkembangan produk domestik regional bruto pada masing-masing pulau. Tabel 72 memperlihatkan adanya peningkatan produk domestik regional bruto pada setiap pulau, kecuali di Pulau Jawa.
Kondisi ini terjadi karena
persentase penurunan konsumsi rumah tangga di Jawa (-6.34 persen) jauh lebih besar dari persentase peningkatan investasi di pulau tersebut yaitu 0.46 persen. Beberapa simulasi kebijakan pada periode peramalan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mencapai tujuan kebijakan migrasi internal dilakukan simulasi peningkatan upah minimum regional, peningkatan infrastruktur, dan penurunan suku bunga. 2. Untuk mencapai tujuan kebijakan migrasi internasional dilakukan simulasi depresiasi nilai tukar rupiah. 3. Untuk mencapai tujuan kebijakan migrasi internal dan internasional dilakukan kombinasi simulasi penurunan suku bunga dan nilai tukar, serta kombinasi simulasi peningkatan infrastruktur, penurunan suku bunga dan depresiasi nilai tukar.
258
Tabel 72. Hasil Peramalan Variabel Endogen Tanpa Alternatif Kebijakan (Nilai Dasar) Tahun 2009-2012 No.
Variabel Endogen
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGINJ MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUTJ MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS
Nama Variabel Migran Sumatera-Jawa Migran Kalimantan-Jawa Migran Sulawesi-Jawa Migran P.Lain -Jawa Migran Masuk ke Jawa Migran Masuk ke Sumatera Migran Masuk ke Kalimantan Migran Masuk ke Sulawesi Migran Masuk ke P.Lain Migran Jawa-Sumatera Migran Jawa-Kalimantan Migran Jawa-Sulawesi Migran Jawa-P.Lain Migran keluar Jawa Migran keluar Sumatera Migran keluar Kalimantan Migran keluar Sulawesi Migran keluar P.Lain Migran Jawa-Malaysia Migran Jawa-Arab Saudi Migran Jawa-Singapura Migran Jawa-Hongkong Migran Internasional Jawa Migran Sumatera-Malaysia Migran Sumatera-Arab Saudi Migran Sumatera-Singapura Migran Sumatera-Hongkong Migran Internasional Sumatera Migran Kalimantan-Malaysia Migran Kalimantan-Arab Saudi
Satuan Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang
2009 1700342.96 274809.43 208626.71 239193.72 2422972.82 4368659.09 1927858.21 737970.17 770659.00 4106102.67 1347739.74 387527.43 482297.16 6323666.99 1872134.79 360734.75 918982.10 745173.93 198027.92 313552.04 4702.45 6293.04 522575.45 63444.67 220.58 6217.26 3697.07 73579.58 98625.97 710.39
2010 1699339.13 277235.58 206096.97 233157.72 2415829.40 4571301.75 1937289.49 765277.88 646502.97 4305473.40 1340184.87 403806.10 364687.80 6414152.18 1875606.95 362776.37 919725.98 762774.20 253773.24 369075.58 3457.16 6513.56 632819.55 73297.39 246.58 8558.30 4041.18 86143.45 104367.12 748.61
2011 1702948.13 280365.90 204404.60 227949.85 2415668.48 4516996.70 1947220.00 779896.96 579744.27 4247708.66 1333670.26 408251.56 306019.55 6295650.02 1883432.56 365355.25 921017.77 781295.62 263766.74 373936.9 3401.50 7448.13 648553.32 82046.10 263.92 11550.35 4866.33 98726.70 113041.60 783.69
2012 1711367.92 283987.75 203335.31 223390.66 2422081.63 4499228.50 1958081.87 792798.38 541193.98 4226349.19 1328467.54 411607.52 271665.49 6238089.70 1895881.62 369997.2 931263.27 792212.60 278924.91 395758.91 3872.27 8347.28 686903.36 89275.86 270.748 14695.56 5518.18 109760.35 123127.96 835.18
Rata-rata per Tahun 1703499.54 279099.67 205615.90 230922.99 2419138.08 4489046.51 1942612.39 768985.85 634525.06 4221408.48 1337515.60 402798.15 356167.50 6317889.73 1881763.98 364715.89 922747.28 770364.00 248623.20 363080.87 3858.35 7150.50 622712.92 77016.01 250.46 10255.37 4530.69 92052.52 109790.66 769.47
259
Tabel 72. Lanjutan No. Variabel Endogen 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS
Nama Variabel Migran Kalimantan-Singapura Migran Kalimantan-Hongkong Migran Internasional Kalimantan Migran Sulawesi-Malaysia Migran Sulawesi-Arab Saudi Migran Sulawesi-Singapura Migran Sulawesi-Hongkong Migran Internasional Sulawesi Migran P.Lain-Malaysia Migran P.Lain -Arab Saudi Migran P.Lain -Singapura Migran P.Lain -Hongkong Migran Internasional P.Lain Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Permintaan TK di Kalimantan Permintaan TK di Sulawesi Permintaan TK di P.Lain Penawaran TK di Jawa Penawaran TK di Sumatera Penawaran TK di Kalimantan Penawaran TK di Sulawesi Penawaran TK di P.Lain Pengangguran di Jawa Pengangguran di Sumatera Pengangguran di Kalimantan Pengangguran di Sulawesi Pengangguran di P.Lain Upah di Jawa Upah di Sumatera
Satuan Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Rp/bulan Rp/bulan
2009 3283.39 6826.73 109446.48 1142.94 158.29 107.76 103.27 1512.26 35488.23 11139.84 2952.65 3727.03 53307.74 59633681.24 20555767.68 5755089.05 6683802.27 7519626.91 64769227.58 23259494.9 6234537.02 7630792.91 8540299.3 5135546.33 2703727.22 479447.96 946990.65 1020672.4 560976.08 500806.87
2010 2299.44 8029.72 115444.89 1210.96 163.34 131.95 115.76 1622.01 37087.69 13449.36 3214.05 3635.36 57386.46 60402905.38 20623177.69 5782431.04 7104730.65 7615850.13 63720071.95 23717979.63 6338488.02 7799711.86 8406529.24 3317166.57 3094801.94 556056.97 694981.22 790679.11 609248.86 504473.42
2011 2257.67 9928.13 126011.09 1298.00 168.15 158.27 133.16 1757.58 37766.95 13836.85 3479.14 3999.03 59081.96 61288614.08 20730128.07 5809063.80 7211747.92 7721124.59 63522145.90 24116902.37 6429155.82 7938369.62 8377733.65 2233531.82 3386774.30 620092.02 726621.69 656609.06 645742.46 498819.71
2012 2788.20 11578.55 138329.89 1394.15 176.34 184.89 148.24 1903.62 38437.92 14058.28 3800.03 4358.11 60654.30 62210749.68 20879281.88 5835902.83 7284243.82 7826620.43 63814229.84 24421391.78 6510480.00 8070166.91 8401964.34 1603480.17 3542109.89 674577.17 785923.09 575343.91 675627.08 492844.26
Rata-rata per Tahun 2657.18 9090.78 122308.09 1261.51 166.53 145.72 125.11 1698.87 37195.20 13121.08 3361.47 3929.88 57607.63 60883987.60 20697088.83 5795621.68 7071131.17 7670805.52 63956418.82 23878942.17 6378165.22 7859760.33 8431631.63 3072431.22 3181853.34 582543.53 788629.16 760826.12 622898.62 499236.07
260
Tabel 72. Lanjutan No. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88.
Variabel Endogen WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
Nama Variabel Upah di Kalimantan Upah di Sulawesi Upah di P.Lain GRDP di Jawa GRDP di Sumatera GRDP di Kalimantan GRDP di Sulawesi GRDP di P.Lain Pendapatan Disposibel Jawa Pendapatan Disposibel Sumatera Pendapatan Disposibel Kalimantan Pendapatan Disposibel Sulawesi Pendapatan Disposibel P.Lain Konsumsi RT di Jawa Konsumsi RT di Sumatera Konsumsi RT di Kalimantan Konsumsi RT osibel di Sulawesi Konsumsi RT di P.Lain Total Investasi di Jawa Total Investasi di Sumatera Total Investasi di Kalimantan Total Investasi di Sulawesi Total Investasi di P.Lain Devisa TK Migran Internasional asal Jawa Devisa TK Migran Internasional asal Sumatera Devisa TK Migran Internasional asal Kalimantan Devisa TK Migran Internasional asal Sulawesi Devisa TK Migran Internasional asal P.Lain
Satuan Rp/bulan Rp/bulan Rp/bulan Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah Milyar Rupiah
2009 619225.52 550554.12 838824.65 623660.61 386087.57 184302.77 134099.32 194644.91 616409.20 384723.27 183905.30 133777.54 193815.80 484827.87 229077.71 78180.31 77107.83 96846.03 97634.81 21952.61 13604.53 41110.40 64778.91 11152963.66 1336960.42 2213680.01 35461.11 1601626.31
2010 645784.64 562736.76 853957.08 469657.85 428767.55 192162.43 162059.57 206955.57 462091.81 427357.51 191747.93 161723.26 206088.72 330221.05 267925.09 83782.4 122527.82 102275.46 95277.28 22527.29 13697.44 23284.49 69298.09 12396592.29 1720784.46 2317575.36 37219.76 1820406.82
2011 664910.70 573256.85 871617.30 509930.20 468896.25 198932.47 183857.61 200399.70 502052.16 467437.77 198501.02 183507.09 199495.05 357664.02 298650.95 87358.1 144844.18 98778.81 96862.28 27743.67 13879.29 22280.66 66007.9 13222895.29 1813988.75 2426280.75 39041.82 2003376.33
2012 684483.91 584963.02 892284.31 531059.15 506519.65 205770.30 199436.09 195581.91 522870.55 505010.78 205321.96 199071.59 194639.43 373083.74 326224.31 90517.35 161269.64 95271.63 99461.15 33129.13 14113.08 20878.6 63058.8 13965653.34 1927812.28 2536831.68 40889.57 2161772.47
Rata-rata per Tahun 653601.19 567877.69 864170.84 533576.95 447567.76 195291.99 169863.15 199395.52 525855.93 446132.33 194869.05 169519.87 198509.75 386449.17 280469.52 84959.54 126437.37 98292.98 97308.88 26338.18 13823.59 26888.54 65785.93 12684526.15 1699886.478 2373591.95 38153.07 1896795.48
261 7.2.1. Simulasi Peningkatan Upah Minimum Regional di Jawa 10 Persen dan Upah Minimum Regional di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 15 Persen
Komponen pokok hubungan buruh dengan majikan adalah pengupahan, tetapi pemerintah juga berperan dalam membatasi upah tersebut melalui beberapa peraturan pemerintah. Penetapan upah minimum regional yang berkisar pada kebutuhan hidup minimum buruh telah ditetapkan pemerintah sejak tahun 1989. Sebagai jaring pengaman, upah minimum regional setiap tahun ditinjau besarannya. Sejak tahun 1989 upah minimum regional selalu didasarkan pada pemenuhan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan mulai tahun 1995 diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dengan alasan sudah mengacu pada indeks harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, kelangsungan perusahaan serta tingkat perkembangan ekonomi. Namun kenyataannya upah masih berada jauh dibawah biaya hidup seorang buruh lajang (Khakim, 2006). Jika dilihat dari sisi pengusaha, kenaikan ini ditanggapi negatif karena akan meningkatkan biaya produksi akibat kenaikan upah buruh. Kenaikan biaya produksi ini akan menjadi beban konsumen yang harus ditanggung dalam bentuk kenaikan harga. Dorongan kenaikan harga-harga ini akan meningkatkan inflasi dari sisi penawaran. Analisis statistik yang dilakukan oleh SMERU (2001) menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum telah meningkatkan upah pekerja kasar. Adanya hubungan positif antara tingkat upah minimum dan tingkat upah juga ditemukan pada berbagai kelompok pekerja lainnya, misalnya pekerja perempuan, muda usia, dan berpendidikan rendah. Berbeda dengan dampak terhadap upah, hasil analisis statistik menunjukkan kenaikan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor formal, dan berdampak positif terhadap
262 peningkatan penawaran tenaga kerja.
Penawaran tenaga kerja ini semakin
meningkat akibat tingginya arus migrasi ke wilayah dengan tingkat upah yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam simulasi ini dibedakan proporsi peningkatan upah minimum antara wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi (Jawa) dengan wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah (luar Jawa). Secara umum simulasi peramalan kebijakan migrasi internal melalui peningkatan upah minimum regional (Tabel 73) menunjukkan kebijakan tersebut hanya mampu mengatasi masalah distribusi penduduk melalui penurunan jumlah migran masuk ke Jawa sebesar 0.60 persen. Kebijakan ini tidak berhasil meningkatkan jumlah migran keluar Jawa, hal ini disebabkan oleh tingginya persentase peningkatan upah di pulau tersebut yaitu 9.19 persen. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa tingginya upah di luar Jawa bukan merupakan faktor utama yang mendorong migran asal Jawa untuk migrasi, tetapi ada faktor lain seperti adanya kesempatan kerja di luar Jawa.
Oleh karena kebijakan ini
menyebabkan penurunan kesempatan kerja yang cukup tinggi di wilayah luar Jawa, maka kondisi ini menghambat keinginan penduduk dari Jawa untuk migrasi ke luar Jawa. Selanjutnya kebijakan peningkatan upah minimum juga berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja migran internasional asal Jawa, Sumatera dan Pulau Lain untuk bekerja ke luar negeri. Kondisi ini terjadi karena kebijakan tersebut menyebabkan peningkatan pengangguran akibat turunnya kesempatan kerja di dalam negeri dan penurunan produk domestik regional bruto pada pulaupulau tersebut.
263 Ditinjau dari sisi pasar kerja, kebijakan ini berdampak pada peningkatan upah setiap pulau kecuali upah di Sumatera. Peningkatan upah tertinggi terjadi di Pulau Lain yaitu 10.46 persen.
Peningkatan upah ini berdampak pada
peningkatan penawaran dan penurunan permintaan tenaga kerja, sehingga diperkirakan terjadi peningkatan pengangguran pada setiap pulau. Oleh karena itu kebijakan peningkatan upah minimum regional ini tidak berhasil mengatasi masalah pasar kerja. Tabel 73. Hasil Simulasi Peningkatan Upah Minimum Regional di Jawa 10 Persen dan Upah Minimum Regional di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 15 Persen (Simulasi 1) Variabel Endogen
Nama Variabel
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGINJ MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUTJ MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM
Migran Sumatera-Jawa Migran Kalimantan-Jawa Migran Sulawesi-Jawa Migran P.Lain -Jawa Migran Masuk ke Jawa Migran Masuk ke Sumatera Migran Masuk ke Kalimantan Migran Masuk ke Sulawesi Migran Masuk ke P.Lain Migran Jawa-Sumatera Migran Jawa-Kalimantan Migran Jawa-Sulawesi Migran Jawa-P.Lain Migran keluar Jawa Migran keluar Sumatera Migran keluar Kalimantan Migran keluar Sulawesi Migran keluar P.Lain Migran Jawa-Malaysia Migran Jawa-Arab Saudi Migran Jawa-Singapura Migran Jawa-Hongkong Migran Internasional Jawa Migran Sumatera-Malaysia Migran Sumatera-Arab Saudi Migran Sumatera-Singapura Migran Sumatera-Hongkong Migran Internasional Sumatera Migran Kalimantan-Malaysia Migran Kalimantan-Arab Saudi Migran Kalimantan-Singapura Migran Kalimantan-Hongkong Migran Internasional Kalimantan Migran Sulawesi-Malaysia Migran Sulawesi-Arab Saudi Migran Sulawesi-Singapura Migran Sulawesi-Hongkong Migran Internasional Sulawesi Migran P.Lain-Malaysia
1703499.54 279099.67 205615.90 230922.99 2419138.08 4489046.51 1942612.39 768985.85 634525.06 4221408.48 1337515.60 402798.15 356167.50 6317889.73 1881763.98 364715.89 922747.28 770364.09 248623.20 363080.87 3858.35 7150.50 622712.92 77016.01 250.46 10255.37 4530.69 92052.52 109790.66 769.47 2657.18 9090.78 122308.09 1261.51 166.53 145.72 125.11 1698.87 37195.20
1703508.03 278493.49 202341.32 220092.04 2404434.87 4496508.91 1933861.85 768531.41 634937.40 4228870.87 1328765.06 402343.71 356579.85 6316559.49 1881772.48 364109.71 919472.70 759533.14 249922.63 364859.90 3887.87 7164.44 625834.84 77032.27 250.57 10256.34 4530.06 92069.23 100758.49 775.37 2724.71 8949.08 113207.65 1165.26 167.81 108.05 125.29 1566.41 38647.19
Perubahan Unit Persen 8.49 -606.18 -3274.58 -10830.95 -14703.21 7462.40 -8750.54 -454.44 412.35 7462.39 -8750.54 -454.45 412.34 -1330.24 8.50 -606.18 -3274.58 -10830.95 1299.43 1779.03 29.52 13.94 3121.92 16.26 0.11 0.97 -0.63 16.71 -9032.18 5.90 67.53 -141.70 -9100.44 -96.25 1.28 -37.66 0.18 -132.46 1451.99
0.0005 -0.2172 -1.5926 -4.6903 -0.6078 0.1662 -0.4505 -0.0591 0.0650 0.1768 -0.6542 -0.1128 0.1158 -0.0211 0.0005 -0.1662 -0.3549 -1.4060 0.5227 0.4900 0.7652 0.1949 0.5013 0.0211 0.0438 0.0095 -0.0140 0.0181 -8.2267 0.7670 2.5415 -1.5587 -7.4406 -7.6297 0.7661 -25.8476 0.1421 -7.7971 3.9037
264 Tabel 73. Lanjutan Variabel Endogen MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
Nama Variabel Migran P.Lain -Arab Saudi Migran P.Lain -Singapura Migran P.Lain -Hongkong Migran Internasional P.Lain Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Permintaan TK di Kalimantan Permintaan TK di Sulawesi Permintaan TK di P.Lain Penawaran TK di Jawa Penawaran TK di Sumatera Penawaran TK di Kalimantan Penawaran TK di Sulawesi Penawaran TK di P.Lain Pengangguran di Jawa Pengangguran di Sumatera Pengangguran di Kalimantan Pengangguran di Sulawesi Pengangguran di P.Lain Upah di Jawa Upah di Sumatera Upah di Kalimantan Upah di Sulawesi Upah di P.Lain GRDP di Jawa GRDP di Sumatera GRDP di Kalimantan GRDP di Sulawesi GRDP di P.Lain Pendapatan Disposibel Jawa Pendapatan Disposibel Sumatera Pendapatan Disposibel Kalimantan
Pendapatan Disposibel Sulawesi Pendapatan Disposibel P.Lain Konsumsi RT di Jawa Konsumsi RT di Sumatera Konsumsi RT di Kalimantan Konsumsi RT osibel di Sulawesi Konsumsi RT di P.Lain Total Investasi di Jawa Total Investasi di Sumatera Total Investasi di Kalimantan Total Investasi di Sulawesi Total Investasi di P.Lain Devisa Migran Internasional asal Jawa Devisa Migran Internasional asal Sumatera Devisa Migran Internasional asal Kalimantan Devisa Migran Internasional asal Sulawesi Devisa Migran Internasional asal P. Lain
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
13121.08 3361.47 3929.88 57607.63 60883987.60 20697088.83 5795621.68 7071131.17 7670805.52 63956418.82 23878942.17 6378165.22 7859760.33 8431631.63 3072431.22 3181853.34 582543.53 788629.16 760826.12 622898.62 499236.07 653601.19 567877.69 864170.84 533576.95 447567.76 195291.99 169863.15 199395.52 525855.93 446132.33 194869.05 169519.87 198509.75 386449.17 280469.52 84959.54 126437.37 98292.98 97308.88 26338.18 13823.59 26888.54 65785.93 12684526.15 1699886.48 2373591.95 38153.07 1896795.48
13884.34 2039.84 3847.30 58418.66 60883480.37 20697144.02 5794096.62 7059241.28 7654429.11 63991168.92 23880333.76 6411617.05 7895437.54 8551714.00 3107688.55 3183189.74 617520.44 836196.26 897284.90 680145.29 499215.93 687751.82 607816.41 954553.03 528093.16 447617.81 195090.99 168492.12 184424.85 520372.14 446182.39 194668.05 168148.84 183539.08 383012.46 280516.66 84868.81 125775.47 97347.54 95261.81 26341.09 13713.32 26179.41 51760.71 12700035.68 1699962.73 2364008.87 37827.76 1896994.07
Perubahan Unit Persen 763.25 -1321.63 -82.58 811.04 -507.23 55.19 -1525.06 -11889.88 -16376.41 34750.10 1391.59 33451.84 35677.21 120082.37 35257.33 1336.40 34976.91 47567.10 136458.78 57246.67 -20.14 34150.62 39938.72 90382.19 -5483.79 50.05 -201.00 -1371.03 -14970.67 -5483.79 50.05 -201.00 -1371.03 -14970.67 -3436.71 47.14 -90.73 -661.90 -945.45 -2047.08 2.91 -110.26 -709.13 -14025.22 15509.54 76.25 -9583.08 -325.30 198.58
5.8170 -39.3169 -2.1015 1.4079 -0.0008 0.0003 -0.0263 -0.1681 -0.2135 0.0543 0.0058 0.5245 0.4539 1.4242 1.1475 0.0420 6.0042 6.0316 17.9356 9.1904 -0.0040 5.2250 7.0330 10.4588 -1.0277 0.0112 -0.1029 -0.8071 -7.5080 -1.0428 0.0112 -0.1031 -0.8088 -7.5415 -0.8893 0.0168 -0.1068 -0.5235 -0.9619 -2.1037 0.0111 -0.7976 -2.6373 -21.3195 0.1223 0.0045 -0.4037 -0.8526 0.0105
Hasil simulasi peramalan kebijakan ini juga memberi dampak negatif terhadap perkembangan perekonomian masing-masing pulau. Kondisi ini terlihat dari menurunnya konsumsi dan investasi pada setiap pulau, dimana penurunan
265 investasi terbesar terjadi di Pulau Lain sebesar 21.32 persen. Hal ini merupakan akibat dari tingginya peningkatan upah di pulau tersebut. Penyediaan kesempatan kerja untuk menyerap besarnya jumlah pencari kerja sangat ditentukan oleh besarnya investasi yang terjadi di dalam negeri baik oleh swasta domestik (PMDN) atau swasta asing (PMA).
Oleh karena itu
penurunan investasi tersebut juga berdampak pada penurunan permintaan tenaga kerja, dimana penurunan terbesar juga terjadi di Pulau Lain. Penurunan investasi secara langsung berdampak pada penurunan produk domestik regional bruto setiap pulau, sehingga konsumsi rumah tangga masyarakat setiap pulau tersebut juga menurun. Hasil simulasi peramalan peningkatan upah minimum regional juga memperkirakan bahwa peningkatan upah minimum regional berdampak pada penurunan upah dan peningkatan permintaan tenaga kerja di pulau Sumatera. Kondisi ini terjadi karena respon penawaran tenaga kerja terhadap upah di Sumatera lebih tinggi dibanding pulau-pulau lain. Ketika upah minimum regional di Sumatera meningkat maka upah di pulau tersebut juga meningkat, tetapi peningkatan tersebut direspon oleh peningkatan penawaran tenaga kerja sebesar 0.06 persen, akibatnya peningkatan pengangguran tidak dapat dihindari. Peningkatan pengangguran ini memberi dampak pada penurunan upah, dan akhirnya juga berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja. Dampak kebijakan ini terhadap kondisi perekonomian di Sumatera adalah (1) peningkatan devisa akibat peningkatan migran internasional, (2) peningkatan konsumsi akibat peningkatan devisa, (3) peningkatan investasi akibat penurunan upah, dan (4) peningkatan produk domestik regional bruto.
266 7.2.2. Simulasi Depresiasi Nilai Tukar Rupiah 5 Persen
Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi akibat semakin besarnya volume dan keanekaragaman barang dan jasa yang akan diperdagangkan di negara lain. Oleh karena itu upaya untuk meraih manfaat dari globalisasi ekonomi harus didahului untuk menentukan nilai tukar atau kurs valuta asing pada tingkat yang menguntungkan. Penentuan nilai tukar rupiah menjadi pertimbangan penting bagi negara yang terlibat dalam perdagangan internasional karena nilai tukar berpengaruh besar terhadap biaya dan manfaat dalam perdagangan internasional. Ada beberapa determinan yang berpotensi mempengaruhi gelombang fluktuasi nilai tukar rupiah. Beberapa determinan itu adalah faktor sentimen pasar, likuiditas (aliran dana), fundamental ekonomi, serta faktor penentu mikro lainnya.
Namun, dari semua faktor determinan tersebut, pada dasarnya bisa
disinergikan dalam satu faktor penentu, yakni kecukupan pasokan (supply and demand) dari mata uang asing. Manakala mata uang asing menjadi langka, maka
nilainya akan cenderung terapresiasi terhadap rupiah.
Sebaliknya, jika
keberadaannya melimpah maka nilainya terdepresiasi terhadap rupiah (Isnowati, 2002). Depresiasi nilai tukar menguntungkan bagi eksportir karena harga barang dan jasa ekspor menjadi meningkat.
Oleh karena tenaga kerja migran
internasional Indonesia menjual jasanya ke luar negeri, maka depresiasi nilai tukar akan menguntungkan bagi mereka. Hal ini dikarenakan upah yang mereka terima dalam bentuk mata uang asing. Oleh karena itu kebijakan nilai tukar sangat berperan bagi penduduk yang ingin menjadi tenaga kerja migran di luar negeri.
267 Simulasi peramalan kebijakan migrasi internasional melalui depresiasi nilai tukar rupiah terhadap nilai tukar Amerika, Hongkong, Singapura dan Malaysia dilakukan berdasarkan kondisi nilai tukar pada periode historis, dimana pada periode tersebut nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5 persen (Tabel 74). Hasil simulasi peramalan kebijakan ini berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja migran internasional setiap pulau untuk bekerja ke luar negeri, dan negara tujuan utama yang diinginkan oleh tenaga kerja migran setiap pulau adalah Malaysia. Kondisi ini disebabkan oleh terbukanya peluang kerja secara luas di negara ini. Terutama sejak dilaksanakan Dasar Ekonomi Baru (DEB) yang dipandang cukup berhasil mengangkat Malaysia sebagai salah satu negara industri baru (NICs) di wilayah Asia Tenggara. Kemudian faktor kesamaan budaya serta jarak yang relatif dekat, juga menjadikan Malaysia lebih menarik bagi penduduk Indonesia untuk mencari nafkah. Faktor-faktor tersebut membuka peluang bagi tenaga kerja migran Indonesia untuk migrasi ke Malaysia tanpa proses keimigrasian yang sah. Selain itu, untuk masuk secara ilegal ke Malaysia juga lebih mudah dan murah, karena umumnya tenaga kerja migran Indonesia sama-sama suku Melayu, dan banyaknya warga Indonesia yang sudah lama bekerja, bahkan menetap di negara tersebut yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal sementara bagi tenaga kerja migran ilegal. Diperkirakan juga bahwa pada periode tersebut persentase peningkatan jumlah tenaga kerja migran internasional terbanyak berasal dari Kalimantan yaitu 7.19 persen. Tetapi jika dilihat dari perubahan jumlahnya maka Jawa merupakan daerah pengirim tenaga kerja migran internasional terbesar.
268 Dampak simulasi peramalan kebijakan ini terhadap perekonomian pada setiap pulau terlihat dari peningkatan devisa yang diperoleh dari peningkatan jumlah tenaga kerja migran internasional. Peningkatan devisa akan memberi dampak pada peningkatan konsumsi. Hasil simulasi kebijakan yang diperlihatkan pada Tabel 74 menunjukkan adanya peningkatan konsumsi pada setiap pulau kecuali Kalimantan. Hal yang sama juga terjadi pada investasi swasta yaitu adanya peningkatan investasi pada setiap pulau, kecuali Kalimantan. Kondisi ini diperkirakan akibat penurunan produk domestik regional bruto di pulau tersebut. Tabel 74. Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen (Simulasi 2) Variabel Endogen
Nama Variabel
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
Perubahan Unit Persen
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGINJ MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUTJ MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM
Migran Sumatera-Jawa Migran Kalimantan-Jawa Migran Sulawesi-Jawa Migran P.Lain -Jawa Migran Masuk ke Jawa Migran Masuk ke Sumatera Migran Masuk ke Kalimantan Migran Masuk ke Sulawesi Migran Masuk ke P.Lain Migran Jawa-Sumatera Migran Jawa-Kalimantan Migran Jawa-Sulawesi Migran Jawa-P.Lain Migran keluar Jawa Migran keluar Sumatera Migran keluar Kalimantan Migran keluar Sulawesi Migran keluar P.Lain Migran Jawa-Malaysia Migran Jawa-Arab Saudi Migran Jawa-Singapura Migran Jawa-Hongkong Migran Internasional Jawa Migran Sumatera-Malaysia Migran Sumatera-Arab Saudi Migran Sumatera-Singapura Migran Sumatera-Hongkong Migran Internasional Sumatera Migran Kalimantan-Malaysia Migran Kalimantan-Arab Saudi Migran Kalimantan-Singapura Migran Kalimantan-Hongkong Migran Internasional Kalimantan Migran Sulawesi-Malaysia Migran Sulawesi-Arab Saudi Migran Sulawesi-Singapura Migran Sulawesi-Hongkong Migran Internasional Sulawesi Migran P.Lain-Malaysia
1703499.54 279099.67 205615.90 230922.99 2419138.08 4489046.51 1942612.39 768985.85 634525.06 4221408.48 1337515.60 402798.15 356167.50 6317889.73 1881763.98 364715.89 922747.28 770364.09 248623.20 363080.87 3858.35 7150.50 622712.92 77016.01 250.46 10255.37 4530.69 92052.52 109790.66 769.47 2657.18 9090.78 122308.09 1261.51 166.53 145.72 125.11 1698.87 37195.20
1701275.74 279092.70 205596.17 230904.88 2416869.48 4494321.12 1942564.88 769764.32 633056.27 4226683.08 1337468.09 403576.62 354698.71 6322426.51 1879540.19 364708.92 922727.55 770345.98 259140.30 371409.57 4046.76 7592.27 642188.89 80221.65 248.38 11017.88 4958.56 96446.46 116620.88 791.09 3998.17 9702.72 131112.86 1346.30 169.11 161.95 131.75 1809.11 37447.28
-2223.79 -6.97 -19.73 -18.11 -2268.60 5274.61 -47.51 778.47 -1468.79 5274.60 -47.51 778.46 -1468.79 4536.77 -2223.79 -6.98 -19.73 -18.11 10517.09 8328.70 188.41 441.77 19475.97 3205.64 -2.08 762.51 427.87 4393.94 6830.22 21.62 1340.99 611.93 8804.77 84.79 2.58 16.23 6.64 110.24 252.08
-0.1305 -0.0025 -0.0096 -0.0078 -0.0938 0.1175 -0.0024 0.1012 -0.2315 0.1249 -0.0036 0.1933 -0.4124 0.0718 -0.1182 -0.0019 -0.0021 -0.0024 4.2301 2.2939 4.8832 6.1782 3.1276 4.1623 -0.8304 7.4352 9.4438 4.7733 6.2211 2.8103 50.4668 6.7314 7.1988 6.7213 1.5482 11.1378 5.3092 6.4890 0.6777
269 Tabel 74. Lanjutan Variabel Endogen MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
Nama Variabel Migran P.Lain -Arab Saudi Migran P.Lain -Singapura Migran P.Lain -Hongkong Migran Internasional P.Lain Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Permintaan TK di Kalimantan Permintaan TK di Sulawesi Permintaan TK di P.Lain Penawaran TK di Jawa Penawaran TK di Sumatera Penawaran TK di Kalimantan Penawaran TK di Sulawesi Penawaran TK di P.Lain Pengangguran di Jawa Pengangguran di Sumatera Pengangguran di Kalimantan Pengangguran di Sulawesi Pengangguran di P.Lain Upah di Jawa Upah di Sumatera Upah di Kalimantan Upah di Sulawesi Upah di P.Lain GRDP di Jawa GRDP di Sumatera GRDP di Kalimantan GRDP di Sulawesi GRDP di P.Lain Pendapatan Disposibel Jawa Pendapatan Disposibel Sumatera Pendapatan Disposibel Kalimantan
Pendapatan Disposibel Sulawesi Pendapatan Disposibel P.Lain Konsumsi RT di Jawa Konsumsi RT di Sumatera Konsumsi RT di Kalimantan Konsumsi RT osibel di Sulawesi Konsumsi RT di P.Lain Total Investasi di Jawa Total Investasi di Sumatera Total Investasi di Kalimantan Total Investasi di Sulawesi Total Investasi di P.Lain Devisa Migran Internasional asal Jawa Devisa Migran Internasional asal Sumatera Devisa Migran Internasional asal Kalimantan Devisa Migran Internasional asal Sulawesi Devisa Migran Internasional asal P. Lain
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
13121.08 3361.47 3929.88 57607.63 60883987.60 20697088.83 5795621.68 7071131.17 7670805.52 63956418.82 23878942.17 6378165.22 7859760.33 8431631.63 3072431.22 3181853.34 582543.53 788629.16 760826.12 622898.62 499236.07 653601.19 567877.69 864170.84 533576.95 447567.76 195291.99 169863.15 199395.52 525855.93 446132.33 194869.05 169519.87 198509.75 386449.17 280469.52 84959.54 126437.37 98292.98 97308.88 26338.18 13823.59 26888.54 65785.93 12684526.15 1699886.48 2373591.95 38153.07 1896795.48
13288.61 3720.13 4168.10 58624.12 60884489.60 20748742.45 5795608.06 7091338.39 7673929.11 63919871.94 23901672.66 6372498.55 7847867.79 8422961.34 3035382.34 3152930.21 576890.49 756529.40 749032.23 623279.28 503321.18 654018.31 568179.12 864353.11 539351.48 451569.03 195290.59 172157.67 202229.04 531630.45 450133.61 194867.65 171814.40 201343.27 390253.35 282237.42 84959.32 127473.20 98451.37 99279.23 28571.55 13822.40 28147.23 68461.06 12786782.71 1722438.60 2382863.67 38423.79 1897225.41
Perubahan Unit Persen 167.53 358.66 238.22 1016.50 502.00 51653.62 -13.62 20207.22 3123.59 -36546.88 22730.49 -5666.67 -11892.54 -8670.30 -37048.89 -28923.13 -5653.04 -32099.77 -11793.89 380.66 4085.12 417.12 301.43 182.27 5774.52 4001.28 -1.40 2294.52 2833.51 5774.52 4001.28 -1.40 2294.53 2833.52 3804.18 1767.90 -0.22 1035.83 158.39 1970.35 2233.38 -1.18 1258.69 2675.13 102256.57 22552.12 9271.72 270.72 429.92
1.2768 10.6698 6.0617 1.7645 0.0008 0.2496 -0.0002 0.2858 0.0407 -0.0571 0.0952 -0.0888 -0.1513 -0.1028 -1.2058 -0.9090 -0.9704 -4.0703 -1.5501 0.0611 0.8183 0.0638 0.0531 0.0211 1.0822 0.8940 -0.0007 1.3508 1.4211 1.0981 0.8969 -0.0007 1.3535 1.4274 0.9844 0.6303 -0.0003 0.8192 0.1611 2.0248 8.4796 -0.0086 4.6811 4.0664 0.8062 1.3267 0.3906 0.7096 0.0227
Ditinjau dari sisi pasar kerja, simulasi kebijakan ini berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja kecuali Kalimantan dan penurunan penawaran tenaga kerja pada setiap pulau kecuali Sumatera, tetapi secara
270 keseluruhan kebijakan ini mampu mengatasi masalah pasar kerja yang terlihat dari menurunnya jumlah pengangguran pada setiap pulau. Simulasi kebijakan ini juga mampu mengatasi masalah distribusi penduduk di Indonesia. Kondisi ini terlihat dari menurunnya jumlah migran masuk ke Jawa.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh menurunnya
jumlah migran asal Sumatera.
Sebaliknya kebijakan ini juga mampu
meningkatkan jumlah migran keluar dari Jawa. Daerah tujuan migran keluar dari Jawa adalah Pulau Sumatera dan Sulawesi.
7.2.3. Simulasi Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen
Hasil simulasi peramalan kombinasi kebijakan migrasi internal dan internasional melalui penurunan suku bunga 2 persen dan depresiasi nilai tukar 5 persen diperlihatkan pada Tabel 75. Berdasarkan hasil simulasi tersebut terlihat kombinasi kebijakan ini memberi dampak pada peningkatan investasi pada setiap pulau. Jumlah investasi terbesar diperkirakan akan terjadi di Pulau Jawa yaitu 10535.55 milyar rupiah.
Peningkatan investasi diperkirakan akan membuka
peluang kerja pada masing-masing pulau, sehingga permintaan tenaga kerja pada setiap pulau juga meningkat. Ditinjau dari persentase perubahannya, Sumatera merupakan daerah yang paling tinggi membuka peluang kerja yaitu 0.62 persen. Kondisi ini menjadi faktor yang menghalangi migran asal Sumatera untuk migrasi ke pulau-pulau lain, khususnya ke Jawa. Hasil simulasi peramalan yang diperlihatkan pada Tabel 75 menunjukkan pula bahwa turunnya jumlah migran keluar asal Sumatera, menurunkan pula jumlah migran yang akan masuk ke Pulau Jawa. Kondisi ini berarti sebagian
271 besar migran yang bermukim di pulau ini berasal dari Sumatera. Ditinjau dari jumlah migran keluar dari Jawa, ternyata kebijakan ini belum mampu mendorong migran asal pulau ini untuk migrasi ke pulau-pulau lain di Indonesia. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah migran keluar dari Jawa sebesar 0.17 persen. Oleh karena itu kebijakan ini mampu mengatasi masalah distribusi penduduk hanya dengan menurunkan jumlah migran masuk ke Jawa. Kebijakan ini diperkirakan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja migran internasional setiap pulau untuk bekerja di luar negeri. Persentase peningkatan jumlah migran internasional terbanyak berasal dari Kalimantan yaitu 6.48 persen. Diperkirakan juga bahwa negara tujuan utama migrasi internasional Indonesia adalah Malaysia. Khusus untuk tenaga kerja migran internasional asal Jawa, negara tujuan utama migrasi internasionalnya adalah Arab Saudi. Ditinjau dari sisi pasar kerja, akibat meningkatnya jumlah migran internasional, maka diperkirakan akan terjadi penurunan penawaran tenaga kerja di Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain.
Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, hasil simulasi ini juga memperkirakan akan terjadi peningkatan investasi di setiap pulau. Hal ini memberi dampak pada peningkatan kesempatan kerja di setiap pulau. Oleh karena persentase penambahan penawaran tenaga kerja lebih besar dari permintaan tenaga kerja di Jawa, maka peningkatan pengangguran di pulau ini tidak dapat dihindari. Kondisi sebaliknya terjadi di luar Jawa, dimana kebijakan ini diperkirakan mampu menurunkan jumlah pengangguran pada setiap pulau. Hasil simulasi peramalan depresiasi nilai tukar dan penurunan suku bunga juga menunjukkan adanya peningkatan devisa (remittances) dari tenaga kerja migran internasional, peningkatan konsumsi rumah tangga dan peningkatan
272 investasi pada setiap pulau, sehingga produk domestik regional bruto masingmasing pulau juga meningkat. Tabel 75. Simulasi Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen (Simulasi 3) Variabel Endogen
Nama Variabel
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGINJ MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUTJ MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP
Migran Sumatera-Jawa Migran Kalimantan-Jawa Migran Sulawesi-Jawa Migran P.Lain -Jawa Migran Masuk ke Jawa Migran Masuk ke Sumatera Migran Masuk ke Kalimantan Migran Masuk ke Sulawesi Migran Masuk ke P.Lain Migran Jawa-Sumatera Migran Jawa-Kalimantan Migran Jawa-Sulawesi Migran Jawa-P.Lain Migran keluar Jawa Migran keluar Sumatera Migran keluar Kalimantan Migran keluar Sulawesi Migran keluar P.Lain Migran Jawa-Malaysia Migran Jawa-Arab Saudi Migran Jawa-Singapura Migran Jawa-Hongkong Migran Internasional Jawa Migran Sumatera-Malaysia Migran Sumatera-Arab Saudi Migran Sumatera-Singapura Migran Sumatera-Hongkong Migran Internasional Sumatera Migran Kalimantan-Malaysia Migran Kalimantan-Arab Saudi Migran Kalimantan-Singapura Migran Kalimantan-Hongkong Migran Internasional Kalimantan Migran Sulawesi-Malaysia Migran Sulawesi-Arab Saudi Migran Sulawesi-Singapura Migran Sulawesi-Hongkong Migran Internasional Sulawesi Migran P.Lain-Malaysia Migran P.Lain -Arab Saudi Migran P.Lain -Singapura Migran P.Lain -Hongkong Migran Internasional P.Lain Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Permintaan TK di Kalimantan Permintaan TK di Sulawesi Permintaan TK di P.Lain Penawaran TK di Jawa Penawaran TK di Sumatera Penawaran TK di Kalimantan Penawaran TK di Sulawesi Penawaran TK di P.Lain
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
1697924.20 1703499.54 279080.59 279099.67 205594.69 205615.90 230915.94 230922.99 2413515.42 2419138.08 4475053.10 4489046.51 1942969.74 1942612.39 769937.12 768985.85 636270.22 634525.06 4207415.07 4221408.48 1337872.95 1337515.60 403749.42 402798.15 357912.66 356167.50 6306950.10 6317889.73 1876188.65 1881763.98 364696.82 364715.89 922726.07 922747.28 770357.04 770364.09 252427.44 248623.20 363809.53 363080.87 4088.00 3858.35 7623.91 7150.50 627948.88 622712.92 79693.98 77016.01 242.16 250.46 10717.87 10255.37 4868.41 4530.69 95522.41 92052.52 116093.11 109790.66 789.34 769.47 3724.60 2657.18 9626.97 9090.78 130234.03 122308.09 1346.19 1261.51 168.90 166.53 161.91 145.72 131.75 125.11 1808.76 1698.87 37354.46 37195.20 13295.71 13121.08 3731.32 3361.47 4178.80 3929.88 58560.30 57607.63 60883987.60 60886753.16 20697088.83 20824384.00 5807556.41 5795621.68 7071131.17 7095217.41 7670805.52 7674662.31 63956418.82 63998774.23 23878942.17 23933945.30 6378165.22 6374540.29 7859760.33 7848289.12 8431631.63 8428298.28
Perubahan Unit Persen -5575.34 -19.07 -21.21 -7.05 -5622.66 -13993.41 357.34 951.27 1745.16 -13993.41 357.34 951.27 1745.16 -10939.63 -5575.33 -19.08 -21.22 -7.05 3804.24 728.66 229.65 473.41 5235.96 2677.97 -8.30 462.50 337.72 3469.89 6302.45 19.87 1067.43 536.18 7925.94 84.68 2.37 16.19 6.65 109.89 159.26 174.63 369.85 248.92 952.67 2765.56 127295.17 11934.73 24086.25 3856.80 42355.41 55003.13 -3624.93 -11471.21 -3333.35
-0.3273 -0.0068 -0.0103 -0.0031 -0.2324 -0.3117 0.0184 0.1237 0.2750 -0.3315 0.0267 0.2362 0.4900 -0.1732 -0.2963 -0.0052 -0.0023 -0.0009 1.5301 0.2007 5.9521 6.6206 0.8408 3.4772 -3.3129 4.5099 7.4541 3.7695 5.7404 2.5828 40.1715 5.8981 6.4803 6.7126 1.4253 11.1105 5.3114 6.4684 0.4282 1.3309 11.0027 6.3340 1.6537 0.0045 0.6150 0.2059 0.3406 0.0503 0.0662 0.2303 -0.0568 -0.1459 -0.0395
273 Tabel 75. Lanjutan Variabel Endogen UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
Nama Variabel Pengangguran di Jawa Pengangguran di Sumatera Pengangguran di Kalimantan Pengangguran di Sulawesi Pengangguran di P.Lain Upah di Jawa Upah di Sumatera Upah di Kalimantan Upah di Sulawesi Upah di P.Lain GRDP di Jawa GRDP di Sumatera GRDP di Kalimantan GRDP di Sulawesi GRDP di P.Lain Pendapatan Disposibel Jawa Pendapatan Disposibel Sumatera Pendapatan Disposibel Kalimantan
Pendapatan Disposibel Sulawesi Pendapatan Disposibel P.Lain Konsumsi RT di Jawa Konsumsi RT di Sumatera Konsumsi RT di Kalimantan Konsumsi RT osibel di Sulawesi Konsumsi RT di P.Lain Total Investasi di Jawa Total Investasi di Sumatera Total Investasi di Kalimantan Total Investasi di Sulawesi Total Investasi di P.Lain Devisa Migran Internasional asal Jawa Devisa Migran Internasional asal Sumatera Devisa Migran Internasional asal Kalimantan Devisa Migran Internasional asal Sulawesi Devisa Migran Internasional asal P. Lain
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
3072431.22 3112021.07 3181853.34 3109561.31 566983.87 582543.53 753071.70 788629.16 753635.98 760826.12 622440.80 622898.62 509452.72 499236.07 654867.66 653601.19 568224.43 567877.69 864301.12 864170.84 567693.09 533576.95 458259.82 447567.76 196785.74 195291.99 173609.06 169863.15 203309.82 199395.52 559972.07 525855.93 456824.39 446132.33 196362.80 194869.05 173265.78 169519.87 202424.04 198509.75 410029.76 386449.17 285763.13 280469.52 85608.90 84959.54 128752.63 126437.37 98904.21 98292.98 107844.43 97308.88 31736.63 26338.18 14667.98 13823.59 28319.18 26888.54 69088.99 65785.93 12684526.15 12712323.06 1699886.48 1717832.07 2373591.95 2381938.23 38422.92 38153.07 1896795.48 1897200.19
Perubahan Unit Persen 39589.85 -72292.03 -15559.66 -35557.46 -7190.15 -457.83 10216.65 1266.46 346.74 130.28 34116.14 10692.07 1493.75 3745.91 3914.29 34116.14 10692.06 1493.75 3745.91 3914.29 23580.59 5293.61 649.36 2315.27 611.23 10535.55 5398.46 844.39 1430.64 3303.07 27796.91 17945.59 8346.28 269.86 404.71
1.2886 -2.2720 -2.6710 -4.5088 -0.9450 -0.0735 2.0465 0.1938 0.0611 0.0151 6.3939 2.3889 0.7649 2.2053 1.9631 6.4877 2.3966 0.7665 2.2097 1.9718 6.1019 1.8874 0.7643 1.8312 0.6218 10.8269 20.4967 6.1083 5.3206 5.0209 0.2191 1.0557 0.3516 0.7073 0.0213
Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini terjadi karena kontribusi besar dari konsumsi domestik. Tapi hanya sedikit yang dapat menduga dana remittances inilah yang langsung atau tidak langsung digunakan untuk konsumsi domestik, yang kemudian membantu terjadinya pertumbuhan ekonomi positif Indonesia. Artinya, tenaga kerja migran Indonesia baik legal maupun ilegal secara tidak langsung telah membantu pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif melalui komponen konsumsi, pada saat komponen pertumbuhan lain seperti investasi dan ekspor menurun. Oleh karena
274 itu kebijakan ini diperkirakan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia melalui peningkatan variabel-variabel makroekonomi.
7.2.4. Simulasi Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 20 Persen
Infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi, yang sama pentingnya dengan faktor-faktor produksi umum lainnya seperti modal dan tenaga kerja. Tetapi sejak krisis ekonomi 1997/1998, faktor ini kurang mendapat perhatian pemerintah dalam penyediaan infrastruktur, khususnya di wilayah di luar Jawa, atau Indonesia Kawasan Timur. Hal ini dikarenakan setelah krisis ekonomi, pemerintah lebih fokus pada menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ekonomi secara keseluruhan, mencegah pelarian modal, menanggulangi hutang luar negeri serta menstabilkan kembali kondisi politik dan sosial. Akibatnya, kondisi infrastruktur menjadi semakin terpuruk. Mutu infrastruktur Indonesia mempengaruhi investasi asing, pengentasan kemiskinan dan mutu lingkungan hidup (Tambunan, 2006). Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah sudah mulai menunjukkan perhatian yang serius terhadap pembangunan infrastruktur. Dua hal yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan pihak swasta dalam memperbaiki kondisi infrastruktur di dalam negeri, yaitu pembangunan infrastruktur dan memperbaiki kondisi infrastruktur yang sudah ada. Menurut Tambunan (2006), pengembangan infrastruktur selama ini cenderung ditekankan pada pembangunan infrastruktur di perkotaan dan pengembangan kawasan barat Indonesia. Hal ini bukan hanya mengakibatkan kesenjangan antar desa dan kota, tetapi juga kesenjangan antar propinsi atau antar kawasan Timur dan Barat Indonesia. World Bank (2004) juga menyatakan selain
275 kesenjangan penyebaran pembangunan infrastruktur antar wilayah, masalah lain yang sangat krusial adalah aksessibilitas masyarakat yang tidak merata. Akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap infrastruktur sangat rendah dibandingkan dengan masyarakat berpendapatan tinggi. Kondisi ini lebih buruk terjadi di daerah pedesaan, di mana persentase dari jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan jauh lebih besar daripada di perkotaan. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah kesenjangan pembangunan infrastruktur tersebut, maka dalam analisis simulasi kebijakan migrasi internal melalui peningkatan pengeluaran infrastruktur dilakukan pembagian proporsi peningkatannya yaitu untuk pulau-pulau selain Jawa sebesar 20 persen, sedangkan untuk di Pulau Jawa sebesar 10 persen. Tujuan lainnya adalah menarik minat migran dari Pulau Jawa agar bersedia migrasi keluar pulau tersebut. Artinya semakin baik kondisi infrastruktur di luar Jawa, semakin tinggi akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut. Peningkatan pertumbuhan ekonomi merupakan daya tarik bagi seseorang untuk melakukan migrasi ke daerah tersebut. Hasil simulasi peramalan kebijakan migrasi internal melalui peningkatan pengeluaran infrastruktur (Tabel 76) memberi dampak pada penurunan total migran masuk ke Jawa sebesar 0.01 persen, penurunan ini akibat menurunnya migran yang berasal dari Sumatera.
Kebijakan ini diperkirakan juga akan
meningkatkan jumlah migran keluar dari Jawa sebanyak 112436 orang atau 1.78 persen.
Daerah tujuan yang paling diminati oleh migran asal Jawa adalah
Sumatera. Kondisi ini terlihat dari peningkatan jumlah migran asal Jawa ke Sumatera sebanyak 85748 orang. Oleh karena itu kebijakan ini mampu mengatasi
276 masalah distribusi penduduk dengan menurunkan jumlah migran masuk ke Jawa dan meningkatkan jumlah migran yang keluar dari pulau tersebut. Tabel 76. Hasil Simulasi Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain 20 Persen (Simulasi 4) Variabel Endogen
Nama Variabel
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGINJ MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUTJ MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL
Migran Sumatera-Jawa Migran Kalimantan-Jawa Migran Sulawesi-Jawa Migran P.Lain -Jawa Migran Masuk ke Jawa Migran Masuk ke Sumatera Migran Masuk ke Kalimantan Migran Masuk ke Sulawesi Migran Masuk ke P.Lain Migran Jawa-Sumatera Migran Jawa-Kalimantan Migran Jawa-Sulawesi Migran Jawa-P.Lain Migran keluar Jawa Migran keluar Sumatera Migran keluar Kalimantan Migran keluar Sulawesi Migran keluar P.Lain Migran Jawa-Malaysia Migran Jawa-Arab Saudi Migran Jawa-Singapura Migran Jawa-Hongkong Migran Internasional Jawa Migran Sumatera-Malaysia Migran Sumatera-Arab Saudi Migran Sumatera-Singapura Migran Sumatera-Hongkong Migran Internasional Sumatera Migran Kalimantan-Malaysia Migran Kalimantan-Arab Saudi Migran Kalimantan-Singapura Migran Kalimantan-Hongkong Migran Internasional Kalimantan Migran Sulawesi-Malaysia Migran Sulawesi-Arab Saudi Migran Sulawesi-Singapura Migran Sulawesi-Hongkong Migran Internasional Sulawesi Migran P.Lain-Malaysia Migran P.Lain -Arab Saudi Migran P.Lain -Singapura Migran P.Lain -Hongkong Migran Internasional P.Lain Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Permintaan TK di Kalimantan Permintaan TK di Sulawesi Permintaan TK di P.Lain Penawaran TK di Jawa Penawaran TK di Sumatera Penawaran TK di Kalimantan Penawaran TK di Sulawesi
1703499.54 279099.67 205615.90 230922.99 2419138.08 4489046.51 1942612.39 768985.85 634525.06 4221408.48 1337515.60 402798.15 356167.50 6317889.73 1881763.98 364715.89 922747.28 770364.09 248623.20 363080.87 3858.35 7150.50 622712.92 77016.01 250.46 10255.37 4530.69 92052.52 109790.66 769.47 2657.18 9090.78 122308.09 1261.51 166.53 145.72 125.11 1698.87 37195.20 13121.08 3361.47 3929.88 57607.63 60883987.60 20697088.83 5795621.68 7071131.17 7670805.52 63956418.82 23878942.17 6378165.22 7859760.33
1702521.18 279469.07 205659.64 231153.54 2418803.43 4574794.21 1943013.76 775979.54 653818.23 4307156.18 1337916.97 409791.84 375460.68 6430325.66 1880785.63 365085.30 922791.02 770594.64 247660.93 360474.39 3632.96 6983.11 618751.38 76858.56 248.96 10096.69 4515.58 91719.79 109235.86 768.62 2530.50 9004.92 121539.90 1259.62 166.84 145.02 125.19 1696.67 34804.66 12990.61 3437.13 3871.16 55103.56 60998146.19 20749979.29 5807133.56 7141480.08 7742290.84 63538963.41 23918892.00 6378546.14 7874788.36
Perubahan Unit Persen -978.36 369.40 43.74 230.55 -334.65 85747.70 401.36 6993.69 19293.18 85747.70 401.36 6993.69 19293.18 112435.93 -978.35 369.40 43.74 230.56 -962.27 -2606.48 -225.39 -167.40 -3961.55 -157.45 -1.49 -158.68 -15.11 -332.73 -554.80 -0.85 -126.67 -85.86 -768.19 -1.89 0.31 -0.70 0.09 -2.20 -2390.54 -130.47 75.66 -58.73 -2504.07 114158.59 52890.45 11511.88 70348.92 71485.32 -417455.41 39949.83 380.92 15028.03
-0.0574 0.1324 0.0213 0.0998 -0.0138 1.9102 0.0207 0.9095 3.0406 2.0313 0.0300 1.7363 5.4169 1.7796 -0.0520 0.1013 0.0047 0.0299 -0.3870 -0.7179 -5.8416 -2.3411 -0.6362 -0.2044 -0.5961 -1.5473 -0.3334 -0.3615 -0.5053 -0.1109 -4.7672 -0.9445 -0.6281 -0.1502 0.1859 -0.4799 0.0681 -0.1295 -6.4270 -0.9944 2.2510 -1.4944 -4.3468 0.1875 0.2555 0.1986 0.9949 0.9319 -0.6527 0.1673 0.0060 0.1912
277 Tabel 76. Lanjutan Variabel Endogen STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
Nama Variabel Penawaran TK di P.Lain Pengangguran di Jawa Pengangguran di Sumatera Pengangguran di Kalimantan Pengangguran di Sulawesi Pengangguran di P.Lain Upah di Jawa Upah di Sumatera Upah di Kalimantan Upah di Sulawesi Upah di P.Lain GRDP di Jawa GRDP di Sumatera GRDP di Kalimantan GRDP di Sulawesi GRDP di P.Lain Pendapatan Disposibel Jawa Pendapatan Disposibel Sumatera Pendapatan Disposibel Kalimantan
Pendapatan Disposibel Sulawesi Pendapatan Disposibel P.Lain Konsumsi RT di Jawa Konsumsi RT di Sumatera Konsumsi RT di Kalimantan Konsumsi RT osibel di Sulawesi Konsumsi RT di P.Lain Total Investasi di Jawa Total Investasi di Sumatera Total Investasi di Kalimantan Total Investasi di Sulawesi Total Investasi di P.Lain Devisa Migran Internasional asal Jawa Devisa Migran Internasional asal Sumatera Devisa Migran Internasional asal Kalimantan Devisa Migran Internasional asal Sulawesi Devisa Migran Internasional asal P. Lain
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
8431631.63 8479437.08 3072431.22 2540817.23 3181853.34 3168912.72 571412.58 582543.53 733308.27 788629.16 737146.24 760826.12 627952.99 622898.62 502362.65 499236.07 654593.88 653601.19 568665.23 567877.69 865281.17 864170.84 533687.76 533576.95 448432.92 447567.76 195947.29 195291.99 170804.77 169863.15 206486.02 199395.52 525966.74 525855.93 446997.49 446132.33 195524.35 194869.05 170461.49 169519.87 205600.25 198509.75 386473.33 386449.17 281102.84 280469.52 85219.18 84959.54 127124.68 126437.37 101220.45 98292.98 97134.74 97308.88 25874.82 26338.18 13834.53 13823.59 26999.73 26888.54 69711.63 65785.93 12684526.15 12664314.80 1699886.48 1698158.04 2373591.95 2372783.02 38147.66 38153.07 1896795.48 1895702.75
Perubahan Unit Persen 0.5670 47805.44 -531614.00 -17.3027 -12940.62 -0.4067 -11130.95 -1.9108 -55320.89 -7.0148 -23679.88 -3.1124 0.8114 5054.37 0.6263 3126.59 0.1519 992.68 0.1387 787.55 0.1285 1110.34 0.0208 110.80 0.1933 865.16 0.3355 655.30 0.5543 941.62 3.5560 7090.50 0.0211 110.80 0.1939 865.16 0.3363 655.30 0.5555 941.62 3.5719 7090.50 0.0063 24.16 0.2258 633.32 0.3056 259.64 0.5436 687.31 2.9783 2927.47 -174.14 -0.1790 -463.36 -1.7593 0.0792 10.94 0.4135 111.19 5.9674 3925.70 -20211.34 -0.1593 -1728.44 -0.1017 -808.93 -0.0341 -5.41 -0.0142 -1092.73 -0.0576
Kebijakan ini juga berdampak terhadap penurunan jumlah migran internasional setiap pulau, dimana penurunan jumlah migran internasional terbesar berasal dari Pulau Jawa yaitu 3962 orang.
Penurunan ini disebabkan oleh
meningkatnya pendapatan yang tercermin dari peningkatan produk domestik regional bruto setiap pulau. Penurunan jumlah tenaga kerja migran internasional untuk bekerja di luar negeri menurunkan penerimaan devisa yang diperoleh dari kiriman uang (remittances) mereka kepada keluarganya, padahal devisa yang masuk ke daerah asal migran internasional dapat menjadi sarana penggerak
278 ekonomi yang akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat termasuk mengentaskan kemiskinan. Ditinjau dari sisi pasar kerja, penerapan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja setiap pulau.
Akibat peningkatan
permintaan tenaga kerja, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan upah. Hasil simulasi peramalan menunjukkan persentase peningkatan upah terbesar terjadi di Jawa yaitu 0.81 persen. Peningkatan upah merangsang penduduk usia kerja untuk masuk kedalam pasar kerja, kondisi ini terlihat dari meningkatnya jumlah penawaran tenaga kerja pada setiap pulau, kecuali penawaran tenaga kerja asal Jawa. Turunnya penawaran tenaga kerja asal Jawa disebabkan oleh menurunnya jumlah migran masuk dan meningkatnya jumlah migran keluar dari pulau ini. Oleh karena peningkatan permintaan tenaga kerja lebih besar dibandingkan permintaan penawaran tenaga kerja masing-masing pulau, maka kebijakan ini diperkirakan mampu menurunkan pengangguran pada setiap pulau. Penurunan pengangguran terbesar terjadi di Pulau Jawa yaitu 17.30 persen. Simulasi peramalan kebijakan ini juga berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian Indonesia yang terlihat dari peningkatan produk domestik regional bruto pada masing-masing pulau.
Peningkatan ini disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi rumah tangga pada setiap pulau dan meningkatnya investasi swasta di Kalimantan, Sulawei dan Pulau Lain. Tetapi simulasi ini justru menurunkan investasi di Jawa dan Sumatera. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya peningkatan upah pada kedua pulau tersebut.
279 7.2.5. Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen, Penurunan Suku Bunga Turun 2 Persen dan Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Luar Jawa 20 Persen
Pemerintah dapat juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja secara langsung dengan mengalokasikan lebih banyak pengeluaran pada pembangunan infrastruktur yang telah rusak, dan pembangunan infrastruktur yang baru.
Kebijakan ini sekaligus meningkatkan iklim investasi, yang akan
mendorong investor swasta menciptakan lapangan pekerjaan.
Lebih lanjut,
pemerintah masih dapat mengontrol pengeluarannya dengan memberikan kesempatan pada pihak swasta untuk berinvestasi di bidang infrastruktur. Ini mememerlukan upaya dari pemerintah untuk memformulasikan kebijakan dibidang infrastruktur, yang dapat menggerakkan investasi namun meminimalisir resiko terhadap anggaran. Hasil simulasi peramalan kombinasi kebijakan migrasi internal dan eksternal melalui depresiasi nilai tukar, penurunan suku bunga, dan peningkatan pengeluaran infrastruktur (Tabel 77) diperkirakan berdampak pada penurunan migrasi masuk ke Jawa sebesar 0.25 persen atau 5957 orang.
Penurunan
terbanyak disebabkan menurunnya jumlah migran asal Sumatera. Ditinjau dari sisi migrasi keluar Jawa, diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah migran ke luar Jawa sebesar 99758 orang atau 1.58 persen. Daerah tujuan migran yang paling diminati oleh migran asal Jawa adalah Sumatera, hal ini terjadi karena tingginya peningkatan investasi di Sumatera yaitu 15.38 persen. Peningkatan investasi ini diperkirakan akan membuka peluang kerja yang besar, sehingga penduduk Sumatera tidak tertarik untuk migrasi ke Jawa, sebaliknya menarik minat migran asal Jawa untuk migrasi ke Sumatera. Dengan demikian kebijakan ini mampu mengatasi masalah distribusi penduduk di Indonesia.
280 Diperkirakan juga kebijakan ini berdampak pada peningkatan tenaga kerja migran internasional asal Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sebaliknya menurunkan jumlah tenaga kerja migran Pulau Lain untuk bekerja di luar negeri. Kondisi ini mempengaruhi penerimaan devisa setiap pulau, dimana terjadi peningkatan penerimaan devisa untuk pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dan penurunan penerimaan devisa untuk Pulau Jawa dan Pulau Lain. Tabel 77. Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen, Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Luar Jawa 20 Persen (Simulasi 5) Variabel Endogen
Nama Variabel
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGINJ MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUTJ MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH
Migran Sumatera-Jawa Migran Kalimantan-Jawa Migran Sulawesi-Jawa Migran P.Lain -Jawa Migran Masuk ke Jawa Migran Masuk ke Sumatera Migran Masuk ke Kalimantan Migran Masuk ke Sulawesi Migran Masuk ke P.Lain Migran Jawa-Sumatera Migran Jawa-Kalimantan Migran Jawa-Sulawesi Migran Jawa-P.Lain Migran keluar Jawa Migran keluar Sumatera Migran keluar Kalimantan Migran keluar Sulawesi Migran keluar P.Lain Migran Jawa-Malaysia Migran Jawa-Arab Saudi Migran Jawa-Singapura Migran Jawa-Hongkong Migran Internasional Jawa Migran Sumatera-Malaysia Migran Sumatera-Arab Saudi Migran Sumatera-Singapura Migran Sumatera-Hongkong Migran Internasional Sumatera Migran Kalimantan-Malaysia Migran Kalimantan-Arab Saudi Migran Kalimantan-Singapura Migran Kalimantan-Hongkong Migran Internasional Kalimantan Migran Sulawesi-Malaysia Migran Sulawesi-Arab Saudi Migran Sulawesi-Singapura Migran Sulawesi-Hongkong Migran Internasional Sulawesi Migran P.Lain-Malaysia Migran P.Lain -Arab Saudi Migran P.Lain -Singapura Migran P.Lain -Hongkong
1703499.54 279099.67 205615.90 230922.99 2419138.08 4489046.51 1942612.39 768985.85 634525.06 4221408.48 1337515.60 402798.15 356167.50 6317889.73 1881763.98 364715.89 922747.28 770364.09 248623.20 363080.87 3858.35 7150.50 622712.92 77016.01 250.46 10255.37 4530.69 92052.52 109790.66 769.47 2657.18 9090.78 122308.09 1261.51 166.53 145.72 125.11 1698.87 37195.20 13121.08 3361.47 3929.88
1696945.84 279449.99 205638.43 231146.50 2413180.76 4560800.80 1943371.10 776930.81 655563.39 4293162.77 1338274.31 410743.11 377205.84 6419386.03 1875210.29 365066.22 922769.81 770587.60 251465.17 361203.05 3862.61 7456.51 623987.34 79536.53 240.67 10559.19 4853.30 95189.68 115538.31 788.49 3597.93 9541.10 129465.83 1344.30 169.21 161.21 131.84 1806.56 34963.92 13165.24 3806.99 4120.08
Perubahan Unit Persen -6553.69 350.33 22.53 223.51 -5957.32 71754.29 758.71 7944.96 21038.34 71754.29 758.71 7944.96 21038.34 101496.30 -6553.69 350.32 22.52 223.51 2841.97 -1877.82 4.26 306.01 1274.42 2520.52 -9.79 303.82 322.61 3137.16 5747.65 19.02 940.76 450.32 7157.74 82.78 2.68 15.49 6.73 107.69 -2231.28 44.16 445.52 190.20
-0.3847 0.1255 0.0110 0.0968 -0.2463 1.5984 0.0391 1.0332 3.3156 1.6998 0.0567 1.9724 5.9069 1.6065 -0.3483 0.0961 0.0024 0.0290 1.1431 -0.5172 0.1105 4.2795 0.2047 3.2727 -3.9092 2.9625 7.1206 3.4080 5.2351 2.4719 35.4044 4.9536 5.8522 6.5622 1.6111 10.6305 5.3793 6.3388 -5.9988 0.3365 13.2537 4.8397
281 Tabel 77. Lanjutan Variabel Endogen MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
Nama Variabel Migran Internasional P.Lain Permintaan TK di Jawa Permintaan TK di Sumatera Permintaan TK di Kalimantan Permintaan TK di Sulawesi Permintaan TK di P.Lain Penawaran TK di Jawa Penawaran TK di Sumatera Penawaran TK di Kalimantan Penawaran TK di Sulawesi Penawaran TK di P.Lain Pengangguran di Jawa Pengangguran di Sumatera Pengangguran di Kalimantan Pengangguran di Sulawesi Pengangguran di P.Lain Upah di Jawa Upah di Sumatera Upah di Kalimantan Upah di Sulawesi Upah di P.Lain GRDP di Jawa GRDP di Sumatera GRDP di Kalimantan GRDP di Sulawesi GRDP di P.Lain Pendapatan Disposibel Jawa Pendapatan Disposibel Sumatera
Nilai Dasar
57607.63 60883987.60 20697088.83 5795621.68 7071131.17 7670805.52 63956418.82 23878942.17 6378165.22 7859760.33 8431631.63 3072431.22 3181853.34 582543.53 788629.16 760826.12 622898.62 499236.07 653601.19 567877.69 864170.84 533576.95 447567.76 195291.99 169863.15 199395.52 525855.93 446132.33 Pendapatan Disposibel Kalimantan 194869.05 Pendapatan Disposibel Sulawesi 169519.87 Pendapatan Disposibel P.Lain 198509.75 Konsumsi RT di Jawa 386449.17 Konsumsi RT di Sumatera 280469.52 Konsumsi RT di Kalimantan 84959.54 Konsumsi RT di Sulawesi 126437.37 Konsumsi RT di P.Lain 98292.98 Total Investasi di Jawa 97308.88 Total Investasi di Sumatera 26338.18 Total Investasi di Kalimantan 13823.59 Total Investasi di Sulawesi 26888.54 Total Investasi di P.Lain 65785.93 12684526.15 Devisa Migran Internasional asal Jawa Devisa Migran Internasional asal Sumatera 1699886.48 Devisa Migran Internasional asal Kalimantan 2373591.95 Devisa Migran Internasional asal Sulawesi 38153.07 Devisa Migran Internasional asal P. Lain 1896795.48
Nilai Simulasi 56056.23 61000911.75 20877274.45 5819068.29 7165566.33 7746147.63 63581318.82 23973895.13 6374921.21 7863317.15 8476103.72 2580407.07 3096620.69 555852.92 697750.82 729956.10 627495.17 512579.31 655860.34 569011.97 865411.46 567803.89 459124.98 197441.04 174550.68 210400.32 560082.87 457689.56 197018.10 174207.40 209514.54 410053.92 286396.44 85868.54 129439.95 101831.68 107670.29 31273.28 14678.92 28430.37 73014.69 12692111.72 1716103.63 2381129.29 38417.51 1896107.46
Perubahan Unit Persen -1551.40 116924.15 180185.61 23446.61 94435.17 75342.11 -375100.00 94952.96 -3244.00 3556.82 44472.08 -492024.15 -85232.65 -26690.61 -90878.35 -30870.02 4596.55 13343.24 2259.15 1134.28 1240.62 34226.94 11557.23 2149.05 4687.53 11004.80 34226.94 11557.22 2149.05 4687.53 11004.79 23604.75 5926.93 909.00 3002.58 3538.70 10361.41 4935.10 855.33 1541.84 7228.76 7585.57 16217.15 7537.34 264.45 -688.03
-2.6930 0.1920 0.8706 0.4046 1.3355 0.9822 -0.5865 0.3976 -0.0509 0.0453 0.5274 -16.0142 -2.6787 -4.5817 -11.5236 -4.0574 0.7379 2.6727 0.3456 0.1997 0.1436 6.4146 2.5822 1.1004 2.7596 5.5191 6.5088 2.5905 1.1028 2.7652 5.5437 6.1081 2.1132 1.0699 2.3748 3.6002 10.6480 18.7375 6.1875 5.7342 10.9883 0.0598 0.9540 0.3176 0.6931 -0.0363
Ditinjau dari pasar kerja, kebijakan ini diperkirakan akan meningkatkan permintaan tenaga kerja setiap pulau dan penawaran tenaga kerja di Sumatera, Sulawesi dan Pulau Lain. Kebijakan ini juga memberi dampak pada penurunan jumlah penawaran tenaga kerja di Jawa dan Kalimantan. Turunnya penawaran tenaga kerja di Jawa disebabkan oleh tingginya jumlah migran keluar dari Jawa.
282 Sedangkan penurunan jumlah migran dari Kalimantan disebabkan oleh meningkatnya jumlah migran keluar dan jumlah migran internasional dari pulau tersebut.
Oleh karena peningkatan permintaan tenaga kerja lebih tinggi dari
penawaran tenaga kerjanya, maka kebijakan ini mampu menurunkan jumlah pengangguran dan meningkatkan upah di setiap pulau. Persentase penurunan jumlah pengangguran terbesar terjadi di Jawa yaitu 16.01 persen, dan persentase peningkatan upah terbesar terjadi di Sumatera yaitu 2.67 persen. Kebijakan ini memberi dampak positif terhadap perekonomian, yang terlihat dari meningkatnya produk domestik regional bruto pada masing-masing pulau. Peningkatan produk domestik regional bruto terbesar terjadi di Jawa yaitu 6.41 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan investasi dan konsumsi rumah tangga pada setiap pulau tersebut, dimana persentase peningkatan investasi terbesar terjadi di Sumatera yaitu 18.74 persen, sedangkan peningkatan konsumsi terbesar terjadi di Jawa sebesar 6.10 persen. Sehingga memberi dampak positif terhadap penerimaan devisa pada setiap pulau. Secara keseluruhan kebijakan ini cukup baik jika diterapkan pada periode peramalan.
7.3. Rangkuman dan Sintesis Dampak Simulasi Kebijakan Migrasi Internal dan Internasional terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia 7.3.1. Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Migrasi Internal dan Internasional terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia
Pola arus migrasi internal di Indonesia masih berada di sekitar pulau Jawa dan Sumatera.
Migran keluar dari pulau Jawa terbanyak masuk ke pulau
Sumatera. Sebaliknya migran keluar pulau Sumatera terbanyak masuk ke pulau Jawa.
Demikian juga arus migran keluar dari Kalimantan, Irian, Maluku,
umumnya menuju pulau Jawa.
Kurangnya kesempatan kerja di luar Jawa
283 merupakan alasan utama mengapa para tenaga kerja dari Pulau Jawa belum bersedia pindah ke luar pulau tersebut. Selain itu terpusatnya kegiatan ekonomi, pendidikan, dan politik di Pulau Jawa juga memberikan pengaruh pada pola perpindahan penduduk tersebut (Tjiptoherijanto, 2000). Beberapa kebijakan migrasi, khususnya migrasi internal telah ditetapkan pemerintah sejak era prakemerdekaan. Kebijakan migrasi penduduk di Indonesia merupakan kebijakan perpindahan penduduk yang mempertimbangkan kebijakan persebaran, struktur dan kepadatan penduduk antar pulau yang tidak dapat merata, dan bukan hanya desakan ekonomi. Secara substansial, kebijakan yang terbentuk umumnya merupakan kebijakan langsung (direct policy) untuk mengatur perpindahan dari wilayah satu ke wilayah lain. Demikian juga dengan kebijakan migrasi internasional, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas migran internasional melalui kebijakan perlindungan dan penempatan tenaga kerja migran internasional, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja tersebut untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja profesional di negara tujuan migran. Beberapa simulasi kebijakan yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan kebijakan tidak langsung (indirect policy) dalam mencapai tujuan dari kebijakan migrasi internal dan internasional yang telah ditetapkan pemerintah. Tabel 78 memperlihatkan jika pemerintah hanya mempertimbangkan masalah distribusi penduduk, maka seluruh kebijakan mampu mengatasi masalah tersebut melalui penurunan jumlah migran masuk ke Jawa. Tetapi masalah distribusi penduduk akan lebih baik jika penurunan jumlah migran masuk ke Jawa diikuti dengan peningkatan jumlah migran keluar dari pulau tersebut. Oleh karena itu alternatif simulasi kebijakan terbaik adalah simulasi 2, 4 dan 5.
284 Tabel 78. Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Peramalan Tahun 20092012 Variabel Endogen
Nama Variabel I.
Nilai Dasar
Dampak Perubahan (%) S1 S2 S3 S4 S5
BLOK MIGRASI
MIGINJ MIGOUTJ
Migrasi Masuk ke Jawa Migrasi Keluar dari Jawa
2419138.08 6317889.73
-0.61 -0.02
-0.09 -0.23 -0.02 -0.25 0.07 -0.17 1.78 1.61
MIGINS MIGOUTS
Migrasi Masuk ke Sumatera Migrasi Keluar dari Sumatera
4489046.51 1881763.98
0.17 0.001
0.11 -0.31 1.91 1.60 -0.11 -0.30 -0.05 -0.34
MIGINK MIGOUTK
Migrasi Masuk ke Kalimantan Migrasi Keluar dari Kalimantan
1942612.39 364715.89
-0.45 -0.002 -0.17 -0.002
0.02 0.03
0.02 0.10
MIGINSL MIGOUTSL
Migrasi Masuk ke Sulawesi Migrasi Keluar dari Sulawesi
768985.85 922747.28
-0.06 0.100 -0.36 -0.002
0.12 0.49
0.91 1.03 0.01 0.002
MIGINP MIGOUTP
Migrasi Masuk ke Pulau Lain Migrasi Keluar dari Pulau Lain
634525.06 770364.09
0.07 -0.23 0.28 -1.41 -0.002 -0.17
MIGEXJ MIGEXLJ MIGEXI
Migrasi Internasional dari Jawa Migrasi Internasional dari Luar Jawa Migrasi Internasional Indonesia
622712.92 273667.11 896380.03
0.50 -3.07 -0.59
3.13 5.24 3.77
0.04 0.06
3.04 0.03
3.32 0.03
0.84 -0.64 4.55 -1.32 1.97 -0.84
0.21 3.23 1.13
0.01 0.41 0.17
0.19 0.91 0.48
II. BLOK PASAR KERJA DTKJ DTKLJ DTKI
Permintaan Tenaga Kerja di Jawa Permintaan Tenaga Kerja di Luar Jawa Permintaan Tenaga Kerja di Indonesia
60883987.60 41234647.19 102118634.79
STKJ STKLJ STKI
Penawaran Tenaga Kerja di Jawa Penawaran Tenaga Kerja di Luar Jawa Penawaran Tenaga Kerja di Indonesia
63956418.82 46548499.34 110504918.16
0.05 0.41 0.21
-0.06 -0.01 -0.04
UJ ULJ UI
Pengangguran di Jawa Pengangguran di Luar Jawa Pengangguran di Indonesia
3072431.22 5313852.15 8386283.38
1.15 4.15 3.05
-1.21 1.29 -17.3 -16.0 -1.48 -2.46 -1.93 -4.39 -1.38 -1.09 -7.57 -8.65
WJ WLJ WI
Upah di Jawa Upah di Luar Jawa Upah di Indonesia
622898.62 646221.45 641556.88
9.19 6.36 6.91
-0.001 0.001 -0.07 0.18 -0.03 0.07
0.19 0.50 0.31
0.07 -0.65 -0.59 0.08 0.22 0.30 0.07 -0.28 -0.21
0.06 -0.07 0.19 0.46 0.17 0.36
0.81 0.23 0.35
0.74 0.70 0.70
6.10 1.50 3.32
0.01 0.76 0.46
6.11 2.27 3.79
2.03 10.83 -0.18 4.64 8.26 2.70 3.54 9.35 1.48
10.7 11.0 10.8
III. BLOK MAKROEKONOMI CONJ CONLJ CONI
Konsumsi Rumah Tangga di Luar Jawa
Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia
386449.17 590159.41 976608.58
-0.89 -0.28 -0.52
INVJ INVLJ INVI
Total Investasi di Jawa Total Investasi di Luar Jawa Total Investasi di Indonesia
97308.88 132836.22 230145.10
-2.11 -11.17 -7.34
GRDPJ GRDPLJ GDPI
Produk Domestik Regional Bruto Jawa
Produk Domestik Regional Bruto Luar Jawa
Produk Domestik Bruto Indonesia
533576.95 1012118.42 1545695.37
-1.03 -1.63 -1.42
1.08 0.90 0.96
6.39 1.96 3.49
0.02 0.94 0.63
6.42 2.91 4.12
DICJ DICLJ DICI
Pendapatan Disposibel di Jawa Pendapatan Disposibel di Luar Jawa Pendapatan Disposibel Indonesia
525855.93 1009031.01 1534886.94
-1.04 -1.64 -1.43
1.10 0.91 0.97
6.49 1.97 3.52
0.02 0.95 0.63
6.51 2.91 4.15
DEVJ2 DEVLJ2 DEVI
Devisa Migran Internasional asal Jawa
12684526.15 6008426.98 18692953.12
0.12 -0.16 0.03
0.81 0.54 0.72
0.22 -0.16 0.45 -0.06 0.29 -0.13
0.06 0.39 0.17
Konsumsi Rumah Tangga di Jawa
Devisa Migran Internasional asal Luar Jawa
Devisa Migran Internasional Indonesia
Keterangan: S1 = Peningkatan UMR di Jawa 10 % dan Luar Jawa 15 % S2 = Depresiasi Nilai Tukar 5 % S3 = Kombinasi Nilai Tukar dan Suku Bunga S4 = Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 % dan Luar Jawa 20% S5 = Kombinasi S3 dan S4.
0.98 0.50 0.69
285 Secara umum, tujuan kebijakan migrasi internasional yang ditetapkan pemerintah adalah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kerja migran internasional. Meningkatnya kuantitas tenaga kerja tersebut memberi keuntungan dalam mengatasi masalah pengangguran dan meningkatkan devisa negara. Oleh karena itu, depresiasi nilai tukar dan kombinasinya dengan suku bunga dan pengeluaran infrastruktur merupakan alternatif terbaik untuk meningkatkan jumlah migran internasional.
Tetapi khusus untuk Pulau Jawa, kebijakan
peningkatan upah minimum regional juga dapat mendorong tenaga kerja asal Jawa untuk bekerja di luar negeri. Kondisi ini disebabkan kebijakan tersebut berdampak pada tingginya penurunan kesempatan kerja dan peningkatan pengangguran di pulau tersebut. Meningkatnya jumlah tenaga kerja migran internasional ini berdampak pada penurunan jumlah pengangguran dan peningkatan devisa di luar Jawa. Secara keseluruhan, simulasi 2, 3 dan 5 merupakan alternatif kebijakan terbaik untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja migran internasional Indonesia. Jika pemerintah berupaya mengatasi masalah pasar kerja yang terus terjadi di Pulau Jawa, maka simulasi 2, 3 dan 5 juga merupakan alternatif kebijakan yang baik untuk mengurangi jumlah pengangguran tanpa harus menurunkan upah. Menurunnya jumlah pengangguran disebabkan peningkatan permintaan tenaga kerja di pulau tersebut. Dengan demikian alternatif kebijakan ini selain mampu mengatasi masalah pengangguran, juga mampu memenuhi tuntutan pekerja untuk peningkatan upah di Pulau Jawa. Tabel 78 juga memperlihatkan bahwa untuk mengatasi masalah pasar kerja di Luar Jawa, maka simulasi 2, 3,4, dan 5 merupakan alternatif kebijakan yang baik untuk diterapkan.
Karena kebijakan tersebut mampu meningkatkan
286 permintaan tenaga kerja dan upah, juga mampu menurunkan jumlah pengangguran di Luar Jawa. Secara keseluruhan simulasi 2, 3, 4 dan 5 merupakan alternatif kebijakan yang mampu mengatasi masalah pasar kerja di Indonesia. Kebijakan peningkatan upah minimum regional merupakan kebijakan yang selalu dituntut pekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Namun
demikian kebijakan ini jika dilaksanakan secara tunggal, maka akan berdampak buruk bagi pasar kerja dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kebijakan ini diperkirakan akan meningkatkan pengangguran, penurunan konsumsi, investasi dan pendapatan nasional. Jika pemerintah berupaya dalam memperbaiki perekonomian dari sisi investasi di Jawa, maka simulasi 2, 3, dan 5 merupakan alternatif kebijakan yang mampu meningkatkan investasi di pulau tersebut. Penurunan investasi di Jawa akibat peningkatan pengeluaran infrastruktur disebabkan oleh tingginya peningkatan upah di pulau tersebut. Sementara di Luar Jawa, simulasi 2, 3, 4, dan 5 juga mampu meningkatkan investasi pada setiap pulau.
Oleh karena
peningkatan investasi di Luar Jawa lebih besar dari penurunan investasi di Jawa pada simulasi 2, maka secara keseluruhan simulasi 2, 3, 4, dan 5 mampu meningkatkan perekonomian Indonesia dari sisi peningkatan investasi. Ditinjau dari sisi peningkatan konsumsi rumah tangga, maka simulasi 2, 3, 4, dan 5 merupakan alternatif kebijakan yang mampu memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia baik di Jawa maupun Luar Jawa. Dengan demikian secara langsung simulasi ini mampu meningkatkan pendapatan daerah di Jawa dan Luar Jawa, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional Indonesia. Apabila pemerintah berupaya mengatasi masalah distribusi penduduk, masalah
287 pasar kerja dan peningkatan perekonomian secara serempak, baik di Jawa maupun luar Jawa, maka simulasi 2, 3 dan 5 merupakan alternatif kebijakan yang terbaik.
7.3.2. Sintesis Kebijakan Ketenagakerjaan dan Migrasi di Indonesia
Beberapa kebijakan ketenagakerjaan yang dirumuskan pemerintah bertujuan untuk memenuhi tuntutan buruh pada satu pihak dan memenuhi tuntutan pengusaha pada pihak lain. berkepanjangan.
Kondisi ini menimbulkan kontroversi yang
Sebagai contoh, kontroversi terhadap Rancangan Undang-
Undang (RUU) ketenagakerjaan yang ditutup dengan batalnya RUU tersebut pada September 2002.
Pembatalan ini dilakukan karena penolakan terhadap RUU
Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK) dan RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), baik dari kalangan pekerja maupun pengusaha. Meski kedua pihak menolak, argumen yang disampaikan oleh buruh dan pengusaha sangat berbeda. Pihak pengusaha merasa diberatkan dengan berbagai kewajiban seperti pesangon untuk pekerja yang mengundurkan diri, juga upah buruh mogok yang harus tetap dibayar. Pihak buruh memandang RUU tersebut tidak berpihak pada mereka dan masih bersifat represif. Kalangan pengamat menilai adanya tumpang tindih sistematika pasal-pasal dalam RUU tersebut dengan kitab undang-undang hukum pidana dan tugas aparat kejaksaan dan kepolisian (Kuncoro, 2006). Demikian juga dengan Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003, yang kemudian direvisi, juga menimbulkan kontroversi antara buruh dan pengusaha. Menurut Kuncoro (2006), berbagai sumber menyebutkan ada tiga hal utama yang mengundang kontroversi.
Pertama, berkaitan dengan rekrutmen, khususnya
288 tentang outsourcing dan penggunaan pekerja kontrak. Perlu adanya penegasan bagaimana rambu-rambu outsourcing bagi produk barang maupun jasa. Selain itu, bagi pekerja kontrak perlu diatur mengenai pembatasan waktu dan perlindungan bagi pekerja. Kedua, berkaitan dengan upah minimum, dimana terjadi kontroversi dalam menentukan pihak yang berwewenang menentukan upah minimum, yaitu dewan pengupahan dengan unsur tripartit (pemerintah, pengusaha, serikat pekerja) atau cukup bipartit (pengusaha dan serikat pekerja), dan kontroversi dalam menentukan pemberlakuan upah minimum apakah hanya untuk pekerja sektor formal atau berlaku juga untuk sektor informal dan frekuensi waktu kenaikan upah minimum. Ketiga, berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja dan pesangon. Dibutuhkan perhitungan pesangon yang dapat diterima tenaga kerja agar lebih kompetitif di Asia. Perhitungan ini dibutuhkan karena pesangon yang berlaku bagi tenaga kerja di Indonesia saat ini dianggap cukup tinggi. Sebagai pembanding, di Jepang besarnya pesangon hanya 1.5 bulan gaji, Malaysia 2.4 bulan, Cina 3 bulan gaji, India dan Korea 2 bulan gaji. Besarnya pesangon selama ini menimbulkan disinsentif bagi perusahaan untuk menarik pekerja baru. Berdasarkan beberapa kebijakan ketenagakerjaan, terlihat bahwa fokus utama dari kebijakan tersebut menitikberatkan hanya pada pencapaian tingkat kesejahteraan buruh dan pengusaha, tanpa memperhatikan bagaimana caranya mengatasi masalah tenaga kerja yang sangat penting yaitu pengangguran yang terus meningkat, dan kualitas tenaga kerja yang rendah. Rendahnya tingkat pertumbuhan pasca krisis ekonomi telah berakibat pada tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Apabila dilihat dari pertumbuhan
289 ekonomi tahun 2006 yang tumbuh sebesar 6.1 persen, maka jumlah pengangguran terbuka sebesar 10.9 juta orang. Pada tahun 2007 perekonomian tumbuh dengan 6.3 persen, jumlah pengangguran terbuka diharapkan turun menjadi 10.0 juta orang. Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi diharapkan akan tumbuh sebesar 6.8 persen, dan jumlah pengangguran terbuka akan turun dibawah 10 juta orang. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata belum mampu menyerap seluruh jumlah angkatan kerja baru yang masuk pada lapangan kerja yang tersedia. Penciptaan tenaga kerja hanya bersumber dari sektor informal, yang kebanyakan mengandalkan tenaga kerja low skill, low paid, dan tanpa proteksi sosial (Habibie, 2008).
Apabila dilihat dari perkembangan pengangguran berdasarkan latar belakang pendidikan, pada tahun 2006 terdapat 31 persen pengangguran berpendidikan SD ke bawah, 25 persen berpendidikan SLTP, 36 persen berpendidikan SLTA, dan 7 persen berpendidikan Perguruan Tinggi. Ditinjau dari lokasinya, jumlah pengangguran terbesar terdapat di Jawa yaitu sekitar 63.24 persen, 22.79 persen di Sumatera, 4.34 persen di Kalimantan, 7.69 persen di Sulawesi, dan 2.7 persen di Nusa Tenggara (BPS, 2006). Tingginya jumlah pengangguran di Jawa dan Sumatera menggambarkan bahwa kedua pulau tersebut memiliki daya tarik bagi angkatan kerja sehingga terjadi migrasi secara besar-besaran dari pulau-pulau lainnya, padahal peluang kerja di Jawa dan Sumatera juga terbatas. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tinggi antara angkatan kerja daerah setempat dan angkatan kerja pendatang di kedua pulau tersebut, yang akhirnya meningkatkan jumlah pengangguran terbuka.
290 Data BPS (2006) menunjukkan peta sebaran angkatan kerja di Indonesia, yaitu sekitar 60.4 persen jumlah angkatan kerja di Indonesia masih berada di Pulau Jawa, kemudian Sumatera 19.94 persen dan paling sedikit di Papua sebesar 2.07 persen. Kondisi sebaran angkatan kerja ini menunjukkan bahwa Jawa masih merupakan tujuan utama migrasi karena tingginya kegiatan ekonomi dan pembangunan di pulau tersebut, padahal pada era otonomi daerah diharapkan terjadi pergeseran kegiatan dan pembangunan ekonomi ke luar Jawa. Kondisi ini menunjukkan bahwa setelah 7 tahun otonomi daerah diberlakukan, kegiatan dan pembangunan ekonomi di daerah belum sepenuhnya mempengaruhi sebaran angkatan kerja di Indonesia. Dampak dari masalah penggangguran adalah kemiskinan yang akan mendorong peningkatan kriminalitas.
Ada
empat penyebab utama masalah
pengangguran atau ketenagakerjaan dan kemiskinan di Indonesia saat ini (Habibie, 2008): 1. Ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja (tamatan pendidikan formal) dengan tuntutan kompetensi yang diminta oleh pengguna (dunia usaha dan dunia industri baik di dalam maupun di luar negeri). Salah satu upaya untuk mengatasi kesenjangan ini adalah dengan menyediakan program pendidikan dan pelatihan bagi mereka dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja (market oriented) untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja (demand driven) yang dapat dilakukan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. 2. Ketidakberdayaan angkatan kerja lulusan pendidikan formal karena selain kompetensi yang tidak memadai, juga karena kurang percaya diri, tidak mandiri, kurang inisiatif, tidak memiliki daya saing, dan belum mengetahui
291 secara pasti apa yang harus dilakukan setelah menyelesaikan studi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan program pelatihan yang mampu membentuk tenaga kerja yang memiliki kompetensi sesuai permintaan pasar. 3. Jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dari angkatan kerja Indonesia yang rendah. Lulusan pendidikan formal cenderung lebih menitikberatkan pada upaya menjadi pencari kerja (job seekers) dan bukan pencipta lapangan kerja (job creators). Penyediaan tenaga kerja dengan kompetensi yang sesuai dengan dunia kerja belum sepenuhnya menjawab tantangan masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, kurikulum yang perlu terus dikembangkan adalah materi tentang kewirausahawan. 4. Kemampuan berbahasa asing yang rendah menyebabkan tenaga kerja Indonesia tidak mampu bersaing dalam meraih peluang kerja di luar negeri. Kemampuan berbahasa asing merupakan kelemahan umum dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Terbatasnya peluang kerja di dalam negeri menyebabkan tidak berimbangnya pertambahan angkatan kerja dengan daya serap dunia kerja dalam negeri. Salah satu solusi yang dipandang tepat dan cepat bisa menanggulangi masalah kesempatan kerja adalah dengan meraih peluang kerja di luar negeri. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja sehingga memiliki keunggulan agar dapat berkompetisi dan mendapatkan peluang kerja yang tersedia. Artinya, perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja di luar negeri. Berdasarkan data BPS (2006) menunjukkan bahwa dari 2.7 juta orang tenaga kerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, telah berhasil
292 mengirimkan remitansi ke Indonesia mencapai 5.0 miliar dollar Amerika dari 15 negara penempatan.
Angka ini merupakan angka yang tercatat melalui
mekanisme perbankan, yang diperkirakan jumlahnya sekitar 50-60 persen, sedangkan sisanya dikirim melalui jasa non-Bank. Meskipun demikian jumlah tersebut sangat signifikan karena devisa tersebut langsung masuk ke daerahdaerah asal tenaga kerja migran terutama untuk membangun ekonomi keluarga. Permasalahan yang harus segera diatasi adalah dari 2.7 juta orang tenaga kerja migran, sekitar 70 persen adalah bekerja di sektor informal. Berbagai instrumen kebijakan telah dirumuskan sebagai upaya untuk melakukan perlindungan hukum bagi tenaga kerja migran, tetapi masih terdapat kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh pihak penerima tenaga kerja di luar negeri maupun oleh oknum petugas di dalam negeri. Advokasi dan pembelaan tenaga kerja migran di luar negeri ditempuh dengan melakukan kerjasama antar perwakilan Republik Indonesia dengan lembaga hukum di negara penempatan, serta pengangkatan atase tenaga kerja untuk negara-negara penerima tenaga kerja migran. Demikian juga upaya yang terus dilakukan oleh Polri dan aparat terkait untuk mengurangi pengrekrutan tenaga kerja migran ilegal di daerah asal maupun di daerah embarkasi/debarkasi. Semua instrumen kebijakan tersebut dituangkan melalui INPRES Nomor. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan tenaga kerja migran. Pemerintah Indonesia diharapkan dapat belajar dari beberapa negara lain, seperti Filipina, tentang pengelolaan tenaga kerja migran, termasuk upaya-upaya perlindungannya. Pemerintah Filipina mengakui bahwa negaranya banyak mengirimkan pekerja informal khususnya pembantu rumah tangga ke negara-
293 negara
lain,
terutama
Singapura.
Tetapi
pemerintah
Filipina
sangat
memperhatikan kualitas para pekerja informal ini serta pengertian terhadap hak dan kewajibannya. Di Singapura, para pembantu rumah tangga asal Philipina dikenal fasih berbahasa Inggris, dan membentuk suatu komunitas pekerja informal yang sangat solid. Pemerintah Filipina juga sangat tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi warga negaranya yang bekerja sebagai tenaga kerja migran. Di dalam negeri, pemerintah Filipina berusaha untuk mengurangi warga negaranya yang bekerja sebagai undocumented migrant worker lewat program pendidikan para pekerja migran, kampanye-kampanye yang bersifat edukatif dan informatif, pendirian migrant resource centers dan penyebarluasan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tenaga kerja migran di tingkat nasional maupun internasional. Pada tahun 2006 Filipina telah berhasil mengirimkan sekitar 6 juta tenaga kerja ke luar negeri (Philipino Overseas Worker), dan memperoleh remitansi terbesar ke-4 dunia (12.6 miliar dolar Amerika), dengan 55 negara tujuan, diantaranya Timur Tengah.
Sedangkan India memperoleh remitansi tertinggi
yaitu 27.5 miliar dollar Amerika yang sebagian besar bekerja di sektor formal (Habibie, 2008). Upaya untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja migran Indonesia yang bekerja di sektor formal terkendala oleh ketersediaan calon tenaga kerja terampil dan profesional serta lemahnya penguasaan bahasa asing. Tingginya permintaan dunia terhadap tenaga kerja terampil sudah seharusnya diisi oleh Indonesia. Lembaga pendidikan dan pelatihan mempunyai ruang yang sangat besar untuk ikut berpartisipasi secara aktif mendidik/melatih guna mencetak tenaga kerja muda profesional mengisi pasar tenaga kerja dunia.
294 Dilihat dari aspek percepatan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang mengalami perubahan yang lebih lambat dalam kehidupan masyarakat global. Perlambatan perubahan terutama disebabkan karena sistem pendidikan yang kurang mampu mengikuti percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat cepat dan kompleks, di samping faktor kultur dan ekonomi. Apabila Indonesia tidak bisa mengikuti perubahan yang terjadi melalui penyiapan SDM yang berkualitas, dipastikan bangsa Indonesia akan semakin tertinggal dan tersisih dari persaingan masyarakat global. Oleh karena itu tenaga kerja Indonesia diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan pengetahuan, kreatifitas dan daya saing, sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja asing yang berdatangan ke Indonesia atau berkompetisi untuk merebut peluang usaha dan bekerja di luar negeri. Pendidikan dan peluang lapangan kerja pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi SDM yang tidak kalah pentingnya dengan investasi modal fisik. Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa pendidikan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pendidikan pekerja di Indonesia pada umumnya sangat rendah. Pada tahun 2004, sebanyak 57.1 persen dari pekerja hanya berpendidikan di bawah SLTA. Pada jenjang pendidikan tersebut, pekerja belum memiliki cukup keterampilan yang memadai untuk bekerja. Berdasarkan data Sakernas (2004), pekerja dengan keterampilan yang memadai dengan pendidikan tinggi (di atas SMU) hanya sekitar 12.3 persen dari 33.6 juta pekerja di sektor formal. Hal ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja di Indonesia masih didominasi dengan
295 pekerja tingkat kualitas dengan latar belakang pendidikan yang rendah (BPS, 2004). Keberhasilan negara-negara maju dalam pembangunan berbagai bidang ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas dan bukan oleh melimpahnya sumberdaya alam. Apabila ditinjau lebih jauh, keberhasilan yang diraih oleh negara-negara
maju
tidak
terlepas
dari
kebijakan
pembangunan
yang
dikembangkan pada bidang pendidikan. Dalam hal ini, negara-negara maju umumnya menempatkan pembangunan pendidikan pada bagian terdepan. Kebijakan ketenagakerjaan, khususnya mengenai upah minimum akan berpengaruh pada investasi.
Umumnya
investor akan melihat apakah upah
minimum tenaga kerja di Indonesia cukup kompetitif dibandingkan negara lain. Apabila tuntutan upah tinggi sementara kualitas tenaga kerjanya rendah, akan berdampak pada penurunan perkembangan investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu dalam menciptakan kondisi pasar kerja yang seimbang, maka kebijakan dibidang pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan balai latihan perlu diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Keberadaan lembaga-lembaga pelatihan ini harus mempunyai sertifikat yang diakui baik secara nasional atau internasional.
7.3.3. Sintesis Dampak Simulasi Kebijakan Migrasi Internal dan Internasional Terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian Indonesia
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperbaiki iklim ketenagakerjaan tidak akan membuahkan hasil tanpa diikuti oleh berbagai upaya lain. Jumlah penganggur terbuka dan setengah penganggur terpaksa yang demikian besar membutuhkan strategi menyeluruh dalam penciptaan kesempatan
296 kerja. Penciptaan kesempatan kerja, terutama, ditempuh dengan mendorong percepatan perkembangan sektor riil melalui investasi dan ekspor. Oleh karena itu penciptaan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor menjadi salah satu prioritas dalam rencana kerja pemerintah mendatang. Oleh karena itu berbagai kebijakan reformasi ekonomi dalam rangka mempercepat terwujudnya iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan investasi. Agar prioritas rencana kerja pemerintah dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, dan investasi dapat terselenggara dengan baik, dilakukan berbagai kebijakan, seperti (1) menciptakan kebijakan pasar kerja yang lebih fleksibel, (2) memperbaiki iklim investasi, (3) memperbaiki harmonisasi peraturan perundangan antara pusat dan daerah, (4) meningkatkan daya saing industri dan pengembangan
ekspor,
(5)
meningkatkan
kualitas
tenaga
kerja
dan
kewirausahaan, dan (6) meningkatkan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur merupakan katalis bagi pembangunan.
Ketersediaan
infrastruktur dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sudah menjadi kebutuhan dasar dalam semua aktivitas masyarakat dan pemerintah. Namun sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan. Pengeluaran untuk infrastruktur masih belum kembali pada tingkat sebelum krisis dan masih berkisar 3 persen dari PDB sejak tahun 2001. Infrastruktur juga memiliki proporsi yang lebih kecil dibandingkan sektor lain, sementara infrastruktur sangat bertanggung jawab terhadap memburuknya kondisi investasi di Indonesia. Buruknya kondisi
297 infrastruktur tidak hanya dalam kuantitas yang terbatas dibandingkan volume mobilisasi manusia dan barang, tetapi juga dalam kualitas dari infrastruktur yang sudah ada, khususnya jalan raya. Belanja infrastruktur di daerah juga dapat dikatakan sangat kecil, walaupun sejak dilakukannya desentralisasi/otonomi daerah, pengeluaran pemerintah daerah untuk infrastruktur meningkat, tetapi pengeluaran pemerintah pusat untuk infrastruktur mengalami penurunan yang drastis.
Sehingga
pemerintah daerah hanya menggunakan sebagian kecil dari belanja daerah untuk pengeluaran infrastruktur (Tambunan, 2006). Kondisi ini merupakan suatu persoalan serius, karena walaupun pemerintah pusat meningkatkan porsi pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur,
sementara
pemerintah-pemerintah
daerah
tidak
menambah
pengeluaran mereka untuk pembangunan infrastruktur di daerah masing-masing, maka akan terjadi kepincangan pembangunan infrastruktur antara tingkat nasional dan daerah, sehingga akan menghambat investasi dan pembangunan ekonomi antar wilayah di dalam negeri. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan pengeluaran infrastruktur dan kombinasinya dengan penurunan suku bunga, dan depresiasi nilai tukar diperkirakan menjadi kebijakan cukup baik diterapkan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah distribusi penduduk, pasar kerja dan perekonomian Indonesia pada periode 2009-2012. Jika pengeluaran infrastruktur meningkat, dan kondisi infrastruktur suatu daerah menjadi lebih baik maka akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di daerah tersebut.
Selanjutnya peningkatan investasi ini akan
membuka kesempatan kerja, dan dapat mengatasi masalah pengangguran.
298 Tingginya investasi juga berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian suatu daerah. Oleh karena itu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan lebih memperhatikan kondisi infrastruktur dengan meningkatkan porsi anggaran belanja daerahnya untuk pengeluaran infrastruktur. Hasil simulasi kebijakan migrasi internal melalui peningkatan upah minimum regional memberi dampak buruk bagi pasar kerja dan perekonomian Indonesia. Namun kondisi ini tidak menurunkan tuntutan pekerja untuk terus meningkatkan upah minimum. Hal ini dapat dimaklumi karena tingkat upah di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya dan upah tersebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja. Kebijakan peningkatan upah minimum merupakan kebijakan yang dilematis, di satu sisi peningkatan upah minimum bertujuan untuk memenuhi tuntutan pekerja yang masih menerima upah di bawah kebutuhan hidupnya, apalagi pada saat ini terjadi kenaikan harga bahan pokok akibat peningkatan harga bahan bakar minyak.
Oleh karena itu peningkatan upah minimum ini harus
dilaksanakan. Tetapi pada sisi lain peningkatan upah minimum ini juga akan menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga mengakibatkan penurunan kondisi perekonomian Indonesia. Tanpa kebijakan pendukung, peningkatan upah minimum memang berdampak buruk pada penurunan kesempatan kerja. Dalam industri padat karya dengan teknologi rendah, elastisitas substitusi antara tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain lebih tinggi. Dalam industri kelas ini buruh mudah digantikan dengan mesin.
Sedikit saja ada kejutan yang membuat biaya buruh naik,
perusahaan akan mudah berpikir untuk mengeluarkan pegawainya.
Untuk
mengurangi akibat yang tidak diinginkan, kebijakan peningkatan upah minimum
299 perlu dibarengi dengan kebijakan lain yang dapat membuka kesempatan kerja bagi tenaga kerja, seperti kebijakan penurunan suku bunga, dan disisi lain diperlukan juga kebijakan peningkatan kualitas tenaga kerja agar tenaga kerja dapat lebih mandiri atau menciptakan kesempatan kerja sendiri melalui usahausaha kecil. Oleh karena itu perlu ditingkatkan latihan kewirausahaan dengan dukungan penyediaan modal usaha mandiri dan usaha kecil. Hasil simulasi kebijakan migrasi internasional melalui depresiasi nilai tukar rupiah, diperkirakan memberikan dampak yang cukup baik bagi peningkatan kuantitas tenaga kerja migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri. Sebuah dilema akan muncul, yaitu kebijakan nilai tukar tidak hanya mencakup masalah stabilitas makro, tetapi juga sangat besar pengaruhnya terhadap insentif ekspor dan impor. Bagi eksportir dalam hal ini ekspor jasa tenaga kerja migran, harga komoditas ekspor selain dipengaruhi oleh harga di pasar dunia juga dipengaruhi nilai tukar. Semakin murah harga mata uang rupiah dibandingkan dengan mata uang asing, semakin tinggi tingkat keuntungan eksportir.
Oleh karena itu,
semakin terdepresiasi akan semakin tinggi keuntungan eksportir. Namun, upaya mendorong ekspor dengan rupiah yang terdepresiasi kurang menguntungkan bagi perekonomian secara keseluruhan, terutama dari segi distribusi pendapatan. Efektivitas peningkatan daya saing yang didorong oleh nilai tukar juga hanya bersifat sementara. Hal ini disebabkan depresiasi akan mendorong laju inflasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kuantitas migran internasional Indonesia, tanpa harus mengharapkan depresiasi nilai tukar, maka kebijakan migrasi internasional ini harus dikompensasi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja migran internasional melalui pendidikan dan pelatihan, penurunan biaya modal kerja atau investasi berupa penurunan suku bunga kredit perbankan.
300 VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN
8.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan peramalan tentang dampak kebijakan migrasi terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia, dirumuskan simpulan berikut: 1. Daerah tujuan utama migrasi internal di Indonesia adalah Pulau Jawa. Negara tujuan utama migrasi internasional dari Pulau Jawa adalah Arab Saudi, dan negara tujuan utama migrasi dari pulau-pulau luar Jawa adalah Malaysia. 2a. Secara umum upah daerah asal dan jumlah migran tahun sebelumnya merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah migran dari luar Jawa ke Jawa. Secara khusus jumlah migran dari Pulau Lain dipengaruhi juga oleh jumlah penduduk berpendidikan rendah, jumlah migran dari Kalimantan dipengaruhi juga oleh permintaan tenaga di Jawa, dan jumlah migran dari Sulawesi dipengaruhi juga oleh jumlah penduduk berpendidikan tinggi. Faktor jumlah migran tahun sebelumnya menunjukkan keterkaitan secara ekonomis antara daerah asal dan daerah tujuan migran yang diciptakan oleh migran terdahulu, dimana arus mobilitas yang berlangsung merupakan jaringan-jaringan yang telah dibentuk oleh migran sebelumnya. 2b. Upah dan produk domestik regional bruto di Jawa merupakan faktor penahan, sedangkan permintaan tenaga kerja dan pengeluaran infrastruktur di daerah tujuan merupakan faktor penarik migrasi penduduk dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Khusus ke daerah tujuan Pulau Lain, migran asal Jawa juga memperhitungkan upah di Pulau Lain dan kondisi pengangguran di Jawa.
301 2c. Secara umum upah dan produk domestik bruto di daerah asal dan negara tujuan, serta permintaan tenaga kerja pada masing-masing negara tujuan merupakan faktor yang dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja migran internasional setiap pulau. Selain kedua faktor tersebut, penduduk berpendidikan tinggi di Kalimantan, penduduk berpendidikan rendah dan tinggi di Pulau Lain juga berpengaruh terhadap jumlah migran internasional asal pulau tersebut. 3a. Kebijakan migrasi internal melalui peningkatan pengeluaran infrastuktur, dan kombinasinya dengan penurunan suku bunga dan depresiasi nilai tukar berdampak pada: (1) penurunan jumlah migrasi masuk ke Jawa dan meningkatkan jumlah migrasi keluar dari Jawa, (2) penurunan pengangguran, dan (3) meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi, dan produk domestik regional bruto masing-masing pulau di Indonesia pada periode 2009-2012. 3b. Kebijakan
migrasi
internasional
melalui
depresiasi
nilai
tukar
dan
kombinasinya dengan penurunan suku bunga berdampak pada: (1) peningkatan jumlah migran internasional setiap pulau, (2) penurunan pengangguran, (3) peningkatan devisa, dan (4) peningkatan konsumsi, investasi dan produk domestik regional bruto. 3c. Pada periode 2009-2012, kebijakan migrasi internal melalui peningkatan upah minimum regional berdampak negatif terhadap pasar kerja (meningkatkan pengangguran), dan perekonomian Indonesia (menurunkan investasi dan konsumsi rumah tangga). Kebijakan ini hanya berdampak positif pada penurunan jumlah migran dari luar Jawa ke Jawa.
302 8.2. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan simpulan, maka disusun implikasi kebijakan berikut: 1. Untuk mencapai tingkat distribusi penduduk yang lebih merata antara Pulau Jawa dan luar Jawa, maka pemerintah harus menciptakan lapangan kerja di luar Jawa, karena bukan hanya upah atau pendapatan yang mendorong penduduk Jawa migrasi ke luar Jawa, tetapi adanya peluang kerja di daerah tujuan.
Kebijakan migrasi internal seperti peningkatan pengeluaran
infrastruktur, dan kombinasi kebijakan migrasi internal dan eksternal melalui penurunan suku bunga dan depresiasi nilai tukar dan peningkatan pengeluaran infrastrutur dapat mengatasi masalah distribusi penduduk tersebut. 2. Pemerintah harus cermat dalam menetapkan kebijakan peningkatan upah minimum regional, karena dampak peningkatan upah minimum dapat meningkatkan
pengangguran
dan
menurunkan
kondisi
perekonomian
Indonesia yang terlihat dari penurunan konsumsi rumah tangga dan investasi. Oleh karena itu, jika pada masa yang akan datang, buruh dan serikat pekerja terus menuntut peningkatan upah minimum, maka pemerintah harus mengantisipasi dengan menjalankan kebijakan lain yang dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan seperti meningkatkan pengeluaran infrastruktur dan investasi. 3. Untuk mencapai tujuan kebijakan migrasi internal dan internasional yang ditetapkan pemerintah, maka kebijakan yang disarankan adalah kombinasi kebijakan penurunan suku bunga 2 persen, depresiasi nilai tukar, dan pengeluaran
infrastruktur,
karena
kebijakan
tersebut
selain
dapat
meningkatkan migran keluar dan menurunkan migran masuk ke Jawa, juga dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja migran internasional. Kebijakan ini
303 dapat juga mengurangi pengangguran dan meningkatkan produk domestik regional bruto masing-masing pulau melalui peningkatan devisa, konsumsi dan investasi. 4. Oleh karena peningkatan pengeluaran infrastruktur mampu mengatasi masalah distribusi penduduk, pasar kerja, dan perekonomian Indonesia, maka diharapkan bagi pemerintah pusat dan daerah agar meningkatkan porsi anggaran belanjanya untuk pengeluaran infrastruktur.
8.3. Saran Penelitian Lanjutan
Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya: 1. Oleh karena penelitian ini tidak dapat melihat jumlah migran dari satu pulau ke pulau lainnya selain Pulau Jawa, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel jumlah migran keluar dan migran masuk dari pulau satu ke pulau lainnya selain Pulau Jawa sebagai variabel endogen, seperti migran dari Sumatera ke Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Lain atau sebaliknya. 2. Jenis migran yang digunakan dalam penelitian ini adalah migran semasa hidup. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan jenis migran risen, karena frekuensi mobilitas migran risen lebih sering terjadi dibandingkan jenis migran seumur hidup. 3. Memilih negara tujuan migrasi internasional lain, seperti: Brunei Darussalam, Korea, Taiwan, Jepang, dan Qatar karena dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak permintaan tenaga kerja migran internasional Indonesia ke negara-negara tersebut.
304 4. Permintaan tenaga kerja migran internasional oleh negara penerima tenaga kerja tersebut adalah tenaga kerja migran dengan tingkat pendidikan tinggi. Oleh karena pada saat penelitian ini berlangsung, tidak diperoleh data jumlah tenaga kerja mingran internasional berdasarkan tingkat pendidikan, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya memasukkan variabel jumlah tenaga kerja migran internasional berdasarkan tingkat pendidikan. 5. Penelitian ini merupakan penelitian migrasi secara makro yang didisagregasi berdasarkan pulau. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti migrasi yang didisagregasi berdasarkan sektor ekonomi agar terlihat migrasi penduduk akibat perubahan struktur ekonomi.
305 DAFTAR PUSTAKA
Alisadono, S., S. Hardjosunaso, dan A. Mardjuki. 2006. Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Ananta. 1990. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Ananta, A., E. Nurvidya, dan R. Miranti. 1999. Age-Sex Pattern of Migrants and Movers: A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set. Asian Meta Centre Research Paper Series, 1 : 33-34. Ananta, A. dan Chotib. 2002. “Dampak Mobilitas Tenaga Kerja Internasional terhadap Sendi Sosial, Ekonomi, dan Politik di Asia Tenggara: Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjut”. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Andriani, D. 2000. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Keragaan Pasar Kerja dan Migrasi pada Periode Krisis Ekonomi di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arfida, B. R. 2003. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Asian Development Bank. 2005. Jalan Menuju Pemulihan: Iklim Investasi di Indonesia. http://www.adb.org..stat. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
1998.
Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. BPS,
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Kesejahteraan Rakyat. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006. BPS, Jakarta. Bellante, D. dan M. Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Terjemahan. Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Pemulihan Ekonomi, Otonomi Daerah dan Brojonegoro, P.S.B. 2000. Kesempatan Kerja di Indonesia. Warta Demografi, 30 (3):21-27.
Carling, J. 2004. Policy Options for Increasing the Benefits of Remittances. http://www.gdrc.org.
306 Clark, K. A. and R. Hyson. 2000. Measuring the Demand for Labor in the United States: The Job Openings and Labor Turnover Survey. http://www.bls.gov. Darmawan, B. 2007. Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Darwis, S. J. 2004. Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri. Buletin Puslitbang Tenaga Kerja, 17 (2). http://www.nakertrans.go.id. Depnakertrans. 1995. Perencanaan Tenaga Kerja Nasional. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Jakarta. Depnakertrans. 1995. Rencana Tenaga http://www.tempointeraktif.com.
Kerja
Nasional
2004-2009.
Depnakertrans. 2005. Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. dengan Komisi IX DPR-RI. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Jakarta. Desiar, R. 2003. Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan Sektor Informal di DKI Jakarta. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dornbusch, R. dan S. Fischer. 1992. Makroekonomi. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Dreher, A. and P. Poutvaara, 2005. Student Flows and Migration: An Emperical Analysis. Discussion Paper, 12: 4-6. Centre for Economic and Bussiness Research, Copenhagen Bussiness School, Denmark. Ehrenberg, R. G. and R. S. Smith. 2003. Modern Labor Economics. Pearson Education Inc, New York. Espindola, A. L. and J. S. Jaylison. 2006. A Harris-Todaro Agent-Based Model to Rural-Urban Migration. Brazilian Journal of Physics, 36 (3A): 603609. Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap Tingkat Evilisna. 2007. Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Firdausy, C. M. 2005. Issues and Challenges to Increase Competitiveness of Asean’s Labor Migrants. Jurnal Ekonomi Indonesia, 2: 31-45. Agenda Firman, T. 2000. [email protected].
Pokok
untuk
Mobilitas
Penduduk.
307 Gilbert, A. dan J. Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Terjemahan. PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta. Habibie, A. 2008. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan Mengurangi Pengangguran. Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA, 19 Januari 2008. Hugo, G. J. 1993. Indonesian Labour Migration to Malaysia: Trends and Policy Implications? Southeast Asian Journal of Social Science. 21 (1): 36-70. Hugo, G. J. 2007. Indonesia's Labor Looks Abroad. Migration Information Sources. http://migrationinformation.org. Irawan, A. 2002. Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya. http://www.andiirawan.htm. Isnowati, S. 2002. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika: Pendekatan Moneter 1987 – 1999. http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal. Islam, I dan Nazara, S. 2000. Minimum Wage and the Welfare of Indonesian Workers. http://www.ilo.org.inst. Kassim, A. 1997. International Migration and Its Impact on Malaysian. Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction.11th ASPAC Rountable, Malaysia, 5-8 Juni 1997. http://www.buruhmigran.net. Khakim, A. 2006. Aspek Hukum Pengupahan: Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The MacMillan Press Ltd, London. Revisi Kuncoro, M. 2006. http://www.mudrajad.com
Undang-Undang
Ketenagakerjaan.
Kunz, E. F. 1973. The Refugee in Flight: Kenetic Models and Form of Displacement. International Migration Review, 7 (2): 125-146. Lee, E. S. 1987. Suatu Teori Migrasi. Terjemahan. PPK-Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Levang, P. 2003. Ayo ke Tanah Sabrang – Transmigrasi di Indonesia. Terjemahan. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.
308 Mahyuddin, B. Juanda, dan H. Siregar. 2006. Distorsi Pasar Tenaga Kerja: Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 22 : 1-11. Mahyuddin, B. Juanda, dan H. Siregar. 2006. Total Factor Productivity dan Dampaknya terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 23 : 11-20. Mankiw, N. G. 2003. Macroeconomics. Fifth Edition. Worth Publishers Inc, New York. Mantra, I. B. 1995. Pengantar Studi Demografi. Nurcahaya, Yogyakarta. Martin, P. L. 2003. Sustainable Migration Policies in A Globalizing World. International Institute for Labor Studies, Geneva. http://www.ilo.org.inst. McConnell, C. R. dan L. B. Stanley. 1995. Contemporary Labor Economics. McGraw-Hill Inc. Singapore. Ekonomi Sumberdaya Manusia: dalam Perspektif Mulyadi. 2003. Pembangunan. P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nurmanaf, A. R. 2006. Peranan Sektor Luar Pertanian terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Pedesaan Berbasis Lahan Kering. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA, 6 (3): 268-273. Osaki, K. 2003. Migrant Remittances in Thailand: Economic Necessity or Social Norm? Journal of Population Research, 20 (2): 203-204. Pakasi, C. B. D. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pedersen, P. J., M. Pytlikova and N. Smith. 2004. Selection or Network Effects? Migration Flows into 27 OECD Countries, 1990-2000, IZA DP 1104. Pindyick, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic Forecast. Forth Edition. McGraw-Hill Inc, New York. Piore, M.J. 1979. Bird of Passage: Migrant Labor in Industrial Societies. Cambridge University Press, London. Priyarsono, D. S., A. Daryanto dan L. S. Kalangi. 2008. Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA, 8 (10): 48-57. Pusdatintrans. 2004. Transmigrasi dari Masa ke Masa. Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.
309 Rogers, A. 1984. Migration, Urbanization, and Spatial Dynamics. Westview Press, Boulder. Safrida. 1999. Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makroekonomi terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja serta Keragaan Permintaan dan Penawaran Agregat. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sembiring, S. 2006. Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. C.V. Nuansa Aulia, Bandung. Sipayung, T. 2000. Pengaruh Kebijakan Makroekonomi terhadap Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siregar, H. dan T. Sukwika. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA, 7(3): 213-221. Skeldon, R. 1990. Population Mobility in Developing Countries. Belhaven Press, London. Skeldon, R. 1997. Rural to Urban Migration and Its Implications for Poverty Alleviation. Asia Pacific Population Journal, 12(1):3-16. Smeru. 2001. Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian SMERU. http://www.smeru.or.id. Smeru. 2003. Wage Policy at the Crossroads. http://www.smeru.or.id. Solimano, A. 2001. International Migration and the Global Economic Order. Policy Research Working Paper. World Bank Development Research Group, Washington D.C. Stark, O. 1982. Research on Rural to Urban Migration in LCDs: The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs. World Development, 10 (1): 63-70. Stark, O. and D. E. Bloom, 1985. The New Economics of Labor Migration. American Economic Review, 75 (2):173-178. Benang Kusut Subkhan. 2007. http://www. subkhan. wordpress.com
Persoalan
TKI.
310 Sulistyaningsih, E. 1997. Dampak Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia 1990-2019: Suatu Pendekatan Input Output. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprihadi. 2002. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Keragaan Pasar Kerja dan Migrasi pada Periode Krisis dan Sebelum Krisis Ekonomi di Indonesia. Tesis Magister Sain. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sustikarini, A. 2004. Dual Tract Diplomacy Government-NGO: Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia. http://www.buruhmigran.net. Syahriani, C. 2007. Country Report on Migrant Woment Workers in Indonesian. http://www.migrationinformation.org. Tambunan, T. 1996. Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan Kontraktif di Indonesia. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Tambunan, T. 2006. Kondisi Infrastruktur di Indonesia. indonesia.go.id.
http://www.kadin-
Tambunan, T. 2007. Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing. http://www.kadin-indonesia.go.id. Tarigan, H. 2004. Proses Adaptasi Migran Sirkuler: Kasus Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur, Jawa Barat. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA, 4 (2): 190-196. Tirtosudarmo, R. 2002. Migrasi Lintas Batas Negara: Posisi Indonesia. Konteks
Politik dan Perebutan Ruang Publik”. Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas. Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation, Yogyakarta.
Tjiptoherijanto, P. 1998. International Migration: Process, Sistem and Policy Issues. Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University, Yogyakarta. Tjiptoherijanto, P. 2000. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. http://www.bapennas.go.id. Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.
Terjemahan.
Warsono, S.H. 2004. Transmigrasi, Perpindahan Penduduk, dan Disparitas Ekonomi. Tesis Magister Sain. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Jakarta.
311 Weeks, J. 1974. Population : An Introduction to Concept and Issues. Wardsworth Publishing, California. WEF . 2005. The Global Competitiveness Report 2005-2006, World Economic Forum, Geneva. Wilson,T. dan M. Bell. 2004. Comparative Emperical Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections. Journal of Population Research, 21(2): 156-157. World Bank. 2004. Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action. East Asia and Pacific Region Infrastructure Development. Washington, D.C. http://www.kadin-indonesia.go.id. World Bank. 2006. Migration, Remittancess, and Female Migrant Worker. http://www.migrationinformation.org.
312
LAMPIRAN
313
Lampiran 1. Perkembangan Migrasi Masuk, Migrasi Keluar dan Migrasi Bersih Tahun 1980, 1990, 1995 dan 2000 Propinsi NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jateng DI Yogyakrt Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultenggara Maluku Papua
1980 143365 547715 131438 343024 293245 608497 121274 1782703 2565158 963870 336611 175789 433451 63365 51493 38735 104856 140042 142619 292028 88266 184526 108038 104793 124894 93030
Migrasi Masuk 1990 1995 228641 193285 552450 452918 260845 216014 884769 681627 482795 470484 1038898 932032 332080 251232 1923928 1726969 3371384 3141214 3615099 2319890 672978 509401 347245 264842 808995 564401 157902 122899 75227 67023 57915 46310 250617 196876 325028 240374 321955 272797 741109 600201 76084 87715 351609 286142 304296 219666 260141 236848 160477 184892 319276 261308
2000 100166 447897 245000 1534849 566153 987157 355048 1485218 3541972 3271882 708308 385117 781590 221722 107605 106053 269722 423014 360324 856251 147091 389634 273875 366817 75540 332015
1980 116010 417659 558804 86540 47151 333024 39019 57664 400767 1487935 3227892 253447 1597851 117828 44487 47534 72358 25086 169561 34059 121231 33912 511725 89957 64725 15559
Sumber : Sensus Penduduk, Badan Pusat Statistik (2001)
Migrasi Keluar 1990 1995 181574 125563 1025451 770093 837493 642908 169941 127672 112204 77299 580077 443384 66762 46720 273061 167565 1589285 1052234 1751879 1891615 5014822 4524988 861679 508215 2879389 2479487 230149 221599 107261 96774 99442 118625 126834 116735 57448 47770 245595 201936 88646 63533 218240 153466 47793 48360 792342 641961 125403 107673 135727 95361 92356 30786
2000 244314 1336772 937799 164358 149376 525954 73390 385748 1836664 2046279 5354459 784154 3063297 250724 145546 156602 154620 53291 255595 90635 151326 74463 874338 95189 157066 46824
1980 27355 130056 -427366 256484 246094 275473 82255 1725039 2164391 -524065 -2891281 -77658 -1164400 -54463 7006 -8799 32498 114956 -26942 257969 -32965 150614 -403687 14836 60169 77741
Net Migrasi 1990 1995 47067 67722 -473001 -317175 -576648 -426894 714828 553955 370591 393549 458821 488648 265318 204512 1650867 1559404 1782099 2099980 1723484 640011 -4015587 -4341844 -243373 -514434 -1915086 -2070394 -72247 -98700 -32034 -29751 -60710 -53132 123783 80141 267580 192674 76360 70861 652463 536668 -142156 -65751 303816 237782 -488046 -422295 134738 129175 24750 89531 226920 230522
2000 -144148 -888875 -692799 1370491 416777 416203 281658 1099470 1705303 1225603 -4646151 -399037 -2281707 -29022 -37941 -50549 115102 369723 104729 765616 -4235 315171 -600463 271628 -81526 285191
314 Lampiran 2. Sumber Data No
Data
Sumber Data
1. Migrasi Internal
BPS/ Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
2. Migrasi Internasional
BPS/ Indikator Tingkat Hidup Pekerja
3. Upah setiap Propinsi
BPS/ Indikator Tingkat Hidup Pekerja
4 Upah Minimum Regional setiap Propinsi
BPS/ Indikator Tingkat Hidup Pekerja
5. Upah di Malaysia, Singapura dan Hongkong
ILO/ http://www.ilo.org.inst/
6. Penawaran Propinsi
Tenaga
Kerja
setiap BPS/ Statistik Indonesia, Depnakertrans
7. Permintaan Tenaga Kerja setiap Propinsi
BPS/Statistik Indonesia, Depnakertrans
8. Pengangguran setiap Propinsi
BPS/Statistik Indonesia, Depnakertrans
9. Penawaran Tenaga Kerja di Malaysia, Singapura dan Hongkong
ADB/ http://www.adb.org..stat/
10. Permintaan Tenaga Kerja di Malaysia, Singapura dan Hongkong
ADB/ http://www.adb.org..stat/
11. Pengangguran di Singapura dan Hongkong
Malaysia, ADB/ http://www.adb.org..stat/
12. Populasi setiap Pulau
BPS/Statistik Indonesia, Depnakertrans
13. Kebutuhan Hidup Minimum
BPS/ Indikator Tingkat Hidup Pekerja
14. Inflasi
BPS/ Indikator Ekonomi
15. Suku Bunga
BPS/ Indikator Ekonomi, Bank Indonesia
16. Nilai Tukar Dollar AS, Singapura, Bank Indonesia/ Kurs Menteri Keuangan Hongkong dan Ringgit Malaysia 17. GRDP setiap Propinsi
BPS/ Statistik Indonesia
18. GRDP Perkapita setiap Propinsi
BPS/ Statistik Indonesia
19. GDP Arab Saudi dan Singapura
ADB/ http://www.adb.org..stat/
315 Lampiran 2. Lanjutan No
Data
Sumber Data
20. Konsumsi Rumah Tangga setiap Propinsi
BPS/ Statistik Inonesia, Indikator Ekonomi
21. Total Investasi setiap Propinsi
BPS/ Statistik Indonesia, Indikator Ekonomi
22. Nilai Ekspor dan Impor
BPS/ Statistik Indonesia, Indikator Ekonomi
23. Pengeluaran Pembangunan
BPS/ Statistik Keuangan Daerah TK.I dan Daerah TK.II
24. Pengeluaran Infrastruktur
BPS/ Statistik Keuangan Daerah TK.I dan Daerah TK.II
25. Pajak
BPS/ Statistik Keuangan Daerah TK.I dan Daerah TK.II
26. Devisa dari Tenaga Kerja Migran Internasional
BPS, Bank Indonesia
27. Pendapatan Migran Internal
BPS/ Statistik Indonesia
28. Penduduk Berpendidikan Tinggi
BPS/ Statistik Indonesia
29. Penduduk Berpendidikan Rendah
BPS/ Statistik Indonesia
30. Luas Lahan yang Sementara tidak Digunakan
BPS/ Statistik Indonesia
31. Jumlah Industri di Jawa
BPS/ Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur dalam Angka
316 Lampiran 3a. Program Estimasi Parameter Model Ekonomi Migrasi Indonesia Menggunakan Prosedur SYSLIN Metode 2SLS dengan Program SAS/ETS Versi 9*) option nodate nonumber; data D1; set safrida; LMIGSJ = LAG(MIGSJ); LMIGSLJ = LAG(MIGSLJ); LMIGJS = LAG(MIGJS); LMIGJSL = LAG(MIGJSL); LMIGJM = LAG(MIGJM); LMIGJSP = LAG(MIGJSP); LMIGSM = LAG(MIGSM); LMIGSSP = LAG(MIGSSP); LMIGKM = LAG(MIGKM); LMIGKSP = LAG(MIGKSP); LMIGSLM = LAG(MIGSLM); LMIGSLSP = LAG(MIGSLSP); LMIGPM = LAG(MIGPM); LMIGPSP = LAG(MIGPSP); LDTKJ = LAG(DTKJ); LDTKK = LAG(DTKK); LDTKP = LAG(DTKP); LSTKS = LAG(STKS); LSTKSL = LAG(STKSL); LWJ = LAG(WJ); LWK = LAG(WK); LWP = LAG(WP); LCONS = LAG(CONS); LCONSL = LAG(CONSL); LINVJ = LAG(INVJ); LINVK = LAG(INVK); LINVP = LAG(INVP); LDEVS = LAG(DEVS); LDEVSL = LAG(DEVSL); RUN;
LMIGKJ LMIGPJ LMIGJK LMIGJP LMIGJAS LMIGJH LMIGSAS LMIGSH LMIGKAS LMIGKH LMIGSLAS LMIGSLH LMIGPAS LMIGPH LDTKS LDTKSL LSTKJ LSTKK LSTKP LWS LWSL LCONJ LCONK LCONP LINVS LINVSL LDEVJ LDEVK LDEVP
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(MIGKJ); LAG(MIGPJ); LAG(MIGJK); LAG(MIGJP); LAG(MIGJAS); LAG(MIGJH); LAG(MIGSAS); LAG(MIGSH); LAG(MIGKAS); LAG(MIGKH); LAG(MIGSLAS) LAG(MIGSLH); LAG(MIGPAS); LAG(MIGPH); LAG(DTKS); LAG(DTKSL); LAG(STKJ); LAG(STKK); LAG(STKP); LAG(WS); LAG(WSL); LAG(CONJ); LAG(CONK); LAG(CONP); LAG(INVS); LAG(INVSL); LAG(DEVJ); LAG(DEVK); LAG(DEVP);
PROC SYSLIN DATA=D1 2SLS; ENDOGENOUS MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ DEVS DEVK DEVSL DEVP; INSTRUMENTS MIGLJS MIGLJK MIGLJSL MIGLJP MIGSPLJ MIGKLJ MIGSLLJ MIGPLJ MIGJNL MIGSNL MIGKNL MIGSLNL MIGPNL DIKTS DIKRS DIKTK DIKRK DIKTSL DIKRSL DIKTP DIKRP INDJ POPJ POPS POPK POPSL POPP UMRJ UMRS UMRK UMRSL UMRP INCMJ INCMS INCMK INCMSL INCMP NTKSP NTKM NTKH WSP GDPCSP WM GDPCM GDPCAS WH GDPCH DTKSP STKSP DTKM STKM DTKH STKH GEXJ GEXS GEXK GEXSL GEXP GEXIJ GEXIS GEXIK GEXISL GEXIP KHMJ KHMS KHMK KHMSL KHMP GEXPJ GEXPS GRDPCJ GRDPCS GRDPCK GRDPCSL GRDPCP GEXPK GEXPSL GEXPP INFJ INFS INFK INFSL INFP EXPJ EXPS EXPK EXPSL EXPP IMPJ IMPS IMPK IMPSL IMPP TAXJ TAXS TAXK TAXSL TAXP SB NTK; MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGJS MIGJK MIGJSL
= = = = = = =
WS WJ GRDPS DIKTS DIKRS INDJ DTKJ LMIGSJ/DW; WK WJ DIKTK GRDPK DIKTK DIKRK INDJ DTKJ LMIGKJ/DW; WSL WJ GRDPSL DIKTSL DIKRSL INDJ DTKJ LMIGSLJ/DW; WP WJ GRDPP DIKTP DIKRP INDJ DTKJ LMIGPJ/DW; WJ WS MIGLJS DTKS GEXIS POPJ GRDPJ UJ LMIGJS/DW; WJ WK MIGLJK DTKK GEXIK POPJ GRDPJ LMIGJK/DW; WJ WSL MIGLJSL DTKSL GEXISL POPJ GRDPJ UJ LMIGJSL/DW;
317 MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
MIGJP MIGJM MIGSM MIGKM MIGSLM MIGPM MIGJAS MIGSAS MIGKAS MIGSLAS MIGPAS MIGJSP MIGSSP MIGKSP MIGSLSP MIGPSP
= = = = =
= = = =
WJ WM WM WM
GRDPP MIGLJP WJ DTKM STKM WS DTKM STKM WK DTKM STKM
DTKP GEXIP POPJ GRDPJ UJ LMIGJP/DW; GDPCM UJ DIKRJ DIKTJ GRDPJ LMIGJM/DW; GDPCM US DIKRS DIKTS GRDPS LMIGSM/DW; GDPCM UK DIKRK DIKTK GRDPK LMIGKM/DW;
= WM1 WSL DTKM STKM GDPCM USL DIKRSL DIKTSL GRDPSL LMIGSLM/DW;
= = = = = =
WM WP DTKM STKM GDPCM UP DIKRP DIKTP GRDPP LMIGPM/DW; WJ GDPCAS UJ DIKRJ DIKTJ GRDPJ LMIGJAS/DW; WS GDPCAS US DIKRS DIKTS GRDPS LMIGSAS/DW; WK GDPCAS UK DIKRK DIKTK GRDPK LMIGKAS/DW; WSL GDPCAS USL DIKRSL DIKTSL GRDPSL LMIGSLAS/DW; WP GDPCAS UP DIKRP DIKTP GRDPP LMIGPAS/DW;
WJ WSP DTKSP STKSP GDPCSP UJ DIKRJ DIKTJ GRDPJ LMIGJSP/DW; WS WSP DTKSP STKSP GDPCSP US DIKRS DIKTS GRDPS LMIGSSP/DW; WK WSP DTKSP STKSP GDPCSP UK DIKRK DIKTK GRDPK LMIGKSP/DW; WSL WSP DTKSP STKSP GDPCSP USL DIKRSL DIKTSL GRDPSL LMIGSLSP/DW; WP WSP DTKSP STKSP GDPCSP UP DIKRP DIKTP GRDPP LMIGPSP/DW;
MODEL MIGJH = WH WJ DTKH STKH GDPCH UJ DIKRJ DIKTJ GRDPJ LMIGJH/DW; MODEL MIGSH = WH WS DTKH STKH GDPCH US DIKRS DIKTS GRDPS LMIGSH/DW; MODEL MIGKH = WH WK DTKH STKH GDPCH UK DIKRK DIKTK GRDPK LMIGKH/DW; MODEL MIGSLH = WH WSL DTKH STKH GDPCH USL DIKRSL DIKTSL GRDPSL LMIGSLH/DW; MODEL MIGPH = WH WP DTKH STKH GDPCH UP DIKRP DIKTP GRDPP LMIGPH/DW; MODEL DTKJ = WJ INDJ INVJ GEXPJ LDTKJ/DW; MODEL DTKS = WS LLHS INVS GEXPS LDTKS/DW; MODEL DTKK = WK LLHK INVK GEXPK LDTKK/DW; MODEL DTKSL = WSL LLHSL INVSL GEXPSL LDTKSL/DW; MODEL DTKP = WP LLHP INVP GEXPP LDTKP/DW; MODEL STKJ = WJ MIGIN MIGOUT MIGEXJ POPJ LSTKJ/DW; MODEL STKS = WS MIGJS MIGSJ MIGSPLJ MIGEXS POPS LSTKS/DW; MODEL STKK = WK MIGJK MIGKJ MIGKLJ MIGEXK POPK LSTKK/DW; MODEL STKSL = WSL MIGJSL MIGSLJ MIGSLLJ MIGEXSL POPSL LSTKSL/DW; MODEL STKP = WP MIGJP MIGPJ MIGPLJ MIGEXP POPP LSTKP/DW; MODEL WJ = UMRJ DTKJ STKJ KHMJ INFJ LWJ/DW; MODEL WS = UMRS DTKS STKS KHMS INFS LWS/DW; MODEL WK = UMRK UK KHMK INFK LWK/DW; MODEL WSL = UMRSL USL KHMSL INFSL LWSL/DW; MODEL WP = UMRP DTKP STKP KHMP INFP LWP/DW; MODEL CONJ = DICJ INCMJ DEVJ SB LCONJ/DW; MODEL CONS = DICS INCMS DEVS SB LCONS/DW; MODEL CONK = DICK INCMK DEVK SB LCONK/DW; MODEL CONSL = DICSL INCMSL DEVSL SB LCONSL/DW; MODEL CONP = DICP INCMP DEVP SB LCONP/DW; MODEL INVJ = SB WJ GRDPJ NTK LINVJ/DW; MODEL INVS = SB WS GRDPS NTK LINVS/DW; MODEL INVK = SB WK GRDPK NTK LINVK/DW; MODEL INVSL = SB WSL GRDPSL NTK LINVSL/DW; MODEL INVP = SB WP GRDPP NTK LINVP/DW; MODEL DEVJ = MIGJM MIGJSP MIGJAS MIGJH MIGJNL LDEVJ/DW; MODEL DEVS = MIGSM MIGSSP MIGSAS MIGSH MIGSNL LDEVS/DW; MODEL DEVK = MIGKM MIGKSP MIGKAS MIGKH MIGKNL LDEVK/DW; MODEL DEVSL = MIGSLM MIGSLSP MIGSLAS MIGSLH MIGSLNL LDEVSL/DW; MODEL DEVP = MIGPM MIGPSP MIGPAS MIGPH MIGPNL LDEVP/DW; Identity MIGIN = MIGSJ+MIGKJ+MIGSLJ+MIGPJ; Identity MIGOUT = MIGJS+MIGJK+MIGJSL+MIGJP; Identity MIGEXJ = MIGJM+MIGJAS+MIGJSP+MIGJH; Identity MIGEXS = MIGSM+MIGSAS+MIGSSP+MIGSH; Identity MIGEXK = MIGKM+MIGKAS+MIGKSP+MIGKH; Identity MIGEXSL= MIGSLM+MIGSLAS+MIGSLSP+MIGSLH; Identity MIGEXP = MIGPM+MIGPAS+MIGPSP+MIGPH; Identity UJ = STKJ-DTKJ; Identity US = STKS-DTKS; Identity UK = STKK-DTKK; Identity USL = STKSL-DTKSL; Identity UP = STKP-DTKP; Identity GRDPJ = CONJ+INVJ+GEXJ+EXPJ-IMPJ; Identity GRDPS = CONS+INVS+GEXS+ EXPS-IMPS; Identity GRDPK = CONK+INVK+GEXK+ EXPK-IMPK; Identity GRDPSL = CONSL+INVSL+GEXSL+ EXPSL-IMPSL;
318 Identity Identity Identity Identity Identity Identity
GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP
= = = = = =
CONP+INVP+GEXP+ EXPP-IMPP; GRDPJ-TAXJ; GRDPS-TAXS; GRDPK-TAXK; GRDPSL-TAXSL; GRDPP-TAXP;
RUN; QUIT;
*) Program estimasi parameter model Ekonomi Migrasi Indonesia yang sesuai dengan proposal penelitian.
319 Lampiran 3b. Program Estimasi Parameter Model Ekonomi Migrasi Indonesia Menggunakan Prosedur SYSLIN Metode 2SLS dengan Program SAS/ETS Versi 9 option nodate nonumber; data D1; set safrida; WSP1 = WSP*NTKSP; WH1 = WH*NTKH; NEXS = EXPS-IMPS; NEXSL = EXPSL-IMPSL; DEVJ1 = DEVJ*NTK; DEVK1 = DEVK*NTK; DEVP1 = DEVP*NTK; DEVS2 = (DEVS1/IHKS)*100; DEVSL2 = (DEVSL1/IHKSL)*100; GDPCAS1 = GDPCAS*NTK; GRDPCJ = GRDPJ/POPJ; GRDPCK = GRDPK/POPK; GRDPCP = GRDPP/POPP; LMIGKJ = LAG(MIGKJ); LMIGPJ = LAG(MIGPJ); LMIGJK = LAG(MIGJK); LMIGJP = LAG(MIGJP); LMIGJAS = LAG(MIGJAS); LMIGJH = LAG(MIGJH); LMIGSAS = LAG(MIGSAS); LMIGSH = LAG(MIGSH); LMIGKAS = LAG(MIGKAS); LMIGKH = LAG(MIGKH); LMIGSLAS = LAG(MIGSLAS); LMIGSLH = LAG(MIGSLH); LMIGPAS = LAG(MIGPAS); LMIGPH = LAG(MIGPH); LDTKS = LAG(DTKS); LDTKSL = LAG(DTKSL); LSTKJ = LAG(STKJ); LSTKK = LAG(STKK); LSTKP = LAG(STKP); LWS = LAG(WS); LWSL = LAG(WSL); LCONJ = LAG(CONJ); LCONK = LAG(CONK); LCONP = LAG(CONP); LINVS = LAG(INVS); LINVSL = LAG(INVSL); LDEVP = LAG(DEVP); LDEVS2 = LAG(DEVS2); LDEVK2 = LAG(DEVK2); LDEVP2 = LAG(DEVP2); LDICSL = LAG(DICSL); LSBRP = LAG(SBRP); LGEXPJ = LAG(GEXPJ); LINFS = LAG(INFS); PGEXIK = GEXIK-LGEXIK; PGEXIP = GEXIP-LGEXIP; LSB = LAG(SB); LPOPJ = LAG(POPJ); MIGINS = MIGJS+MIGLJS; MIGINK = MIGJK+MIGLJK; MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; MIGINP = MIGJP+MIGLJP; NMIGS = MIGINS-MIGOUTS; INCMJ = MIGIN*GRDPCJ; INCMK = MIGINK*GRDPCK; INCMP = MIGINP*GRDPCP;
WM1 = WM*NTKM; NEXJ = EXPJ-IMPJ; NEXK = EXPK-IMPK; NEXP = EXPP-IMPP; DEVS1 = DEVS*NTK; DEVSL1 = DEVSL*NTK; DEVJ2 = (DEVJ1/IHKJ)*100; DEVK2 = (DEVK1/IHKK)*100; DEVP2 = (DEVP1/IHKP)*100; LGDPCAS1 = LAG(GDPCAS1); GRDPCS = GRDPS/POPS; GRDPCSL = GRDPSL/POPSL; LMIGSJ = LAG(MIGSJ); LMIGSLJ = LAG(MIGSLJ); LMIGJS = LAG(MIGJS); LMIGJSL = LAG(MIGJSL); LMIGJM = LAG(MIGJM); LMIGJSP = LAG(MIGJSP); LMIGSM = LAG(MIGSM); LMIGSSP = LAG(MIGSSP); LMIGKM = LAG(MIGKM); LMIGKSP = LAG(MIGKSP); LMIGSLM = LAG(MIGSLM); LMIGSLSP = LAG(MIGSLSP); LMIGPM = LAG(MIGPM); LMIGPSP = LAG(MIGPSP); LDTKJ = LAG(DTKJ); LDTKK = LAG(DTKK); LDTKP = LAG(DTKP); LSTKS = LAG(STKS); LSTKSL = LAG(STKSL); LWJ = LAG(WJ); LWK = LAG(WK); LWP = LAG(WP); LCONS = LAG(CONS); LCONSL = LAG(CONSL); LINVJ = LAG(INVJ); LINVK = LAG(INVK); LINVP = LAG(INVP); LDEVJ2 = LAG(DEVJ2); LDEVK1 = LAG(DEVK1); LDEVSL2 = LAG(DEVSL2); LDICS = LAG(DICS); LPOPJ = LAG(POPJ); LGEXIS = LAG(GEXIS); LINFP = LAG(INFP); LGEXIK = LAG(GEXIK); LGEXIP = LAG(GEXIP); SBP = SBRP-LSBRP; PSB = (SB-LSB)/LSB; LPOPS = LAG(POPS); MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; LNMIGS = LAG(NMIGS); INCMS = MIGINS*GRDPCS; INCMSL = MIGINSL*GRDPCSL; LINCMJ = LAG(INCMJ);
320 LINCMK = LAG(INCMK); LUMRS = LAG(UMRS); LLLHK = LAG(LLHK); PDTKH = DTKH-LDTKH; PLLHP = LLHP-LLLHP; PWP = WP-LWP; LMIGOUTS = LAG(MIGOUTS); GDPCSP1 = GDPCSP*NTK; PWM1 = WM1-LAG(WM1); LDIKTSL = LAG(DIKTSL);
LINCMP LDTKH PLLHK LLLHP PUMRS LMIGINS LMIGEXS GDPSP1 PSTKJ PSTKSL
= = = = = = = = = =
LAG(INCMP); LAG(DTKH); LLHK-LLLHK; LAG(LLHP); UMRS-LUMRS; LAG(MIGINS); LAG(MIGEXS); GDPSP*NTK; STKJ-LSTKJ; STKSL-LSTKSL;
RUN; PROC SYSLIN DATA=D1 2SLS; ENDOGENOUS MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ DEVS DEVK DEVSL DEVP GRDPCJ GRDPCS GRDPCK GRDPCSL GRDPCP INCMJ INCMS INCMK INCMSL INCMP; INSTRUMENTS MIGLJS MIGLJK MIGLJSL MIGLJP MIGSPLJ MIGKLJ MIGSLLJ MIGPLJ MIGJNL MIGSNL MIGKNL MIGSLNL MIGPNL DIKTS DIKRS DIKTK DIKRK DIKTSL DIKRSL DIKTP DIKRP INDJ LLHS LLHK LLHSL LLHP POPJ POPS POPK POPSL POPP UMRJ UMRS UMRK UMRSL UMRP GDPCAS GDPAS NTKAS NTKSP NTKM NTKH WSP GDPCSP WM GDPCM WH GDPCH DTKSP STKSP DTKM STKM DTKH STKH GEXJ GEXS GEXK GEXSL GEXP GEXIJ GEXIS GEXIK GEXISL GEXIP KHMJ KHMS KHMK KHMSL KHMP GEXPJ GEXPS GEXPK GEXPSL GEXPP INFJ INFS INFK INFSL INFP EXPJ IMPJ EXPS IMPS EXPK IMPK EXPSL IMPSL EXPP IMPP TAXJ TAXS TAXK TAXSL TAXP SB NTK IHKJ IHKS IHKK IHKSL IHKP GRDPCJ GRDPCS GRDPCK GRDPCSL GRDPCP INCMJ INCMS INCMK INCMSL INCMP; MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGJM MIGSM MIGKM MIGSLM MIGPM MIGJAS MIGSAS MIGKAS MIGSLAS MIGPAS MIGJSP MIGSSP MIGKSP MIGSLSP MIGPSP MIGJH MIGSH MIGKH MIGSLH MIGPH DTKJ DTKS DTKK
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
WS DTKJ DIKTS LMIGSJ/DW; PWK DTKJ DIKTK LMIGKJ/DW; WSL DTKJ DIKTSL LMIGSLJ/DW; WP DTKJ DIKTP DIKRP LMIGPJ/DW; GRDPJ DTKJ DTKS POPJ GEXIS/DW; DTKK WJ POPJ PGEXIK LMIGJK/DW; DTKSL STKJ GEXISL/DW; LWJ PWP UJ GEXIP/DW; WM1 GRDPJ DTKM STKM DTKJ DIKRJ DIKTJ/DW; WM1 GRDPCS DTKM US DIKRS DIKTS/DW; WM1 WK DTKM DTKK DIKTK/DW; WM1 WSL DTKM DIKTSL/DW NOINT; WM1 GRDPP DTKM DTKP DIKRP DIKTP/DW NOINT; LGDPCAS1 GRDPJ STKJ DIKRJ DIKTJ/DW ; LGDPCAS1 GRDPS US DIKTS/DW; LGDPCAS1 GRDPK STKK DIKTK/DW; LGDPCAS1 GRDPSL STKSL DIKTSL/DW; LGDPCAS1 PGRDPP UP DIKRP DIKTP/DW; GDPCSP1 LDTKSP PSTKJ DIKTJ LMIGJSP/DW NOINT; GDPCSP1 LDTKSP WS DTKS LMIGSSP/DW NOINT; WSP1 LDTKSP GRDPK STKK DIKTK LMIGKSP/DW NOINT; WSP1 DTKSP WSL LDIKTSL LMIGSLSP/DW; WSP1 WP DTKSP STKP DIKRP DIKTP LMIGPSP/DW; WH1 STKJ PDTKH DIKTJ/DW; WH1 GRDPS DTKH DTKS DIKTS/DW; WH1 WK UK PDTKH DIKTK LMIGKH/DW; WH1 DTKH PSTKSL DIKTSL/DW NOINT; WH1 WP UP PDTKH DIKRP DIKTP/DW; INDJ LINVJ GEXPJ LDTKJ/DW; INVS LLHS GEXPS LDTKS/DW; INVK PLLHK GEXPK LDTKK/DW;
321 MODEL DTKSL = LINVSL LLHSL GEXPSL LDTKSL/DW NOINT; MODEL DTKP = INVP PLLHP GEXPP/DW; MODEL STKJ = WJ MIGIN MIGOUT MIGEXJ POPJ LSTKJ/DW; MODEL STKS = WS LNMIGS MIGEXS POPS LSTKS/DW NOINT; MODEL STKK = WK MIGINK MIGOUTK MIGEXK POPK LSTKK/DW; MODEL STKSL = WSL MIGINSL MIGOUTSL MIGEXSL POPSL/DW; MODEL STKP = WP MIGINP MIGOUTP MIGEXP POPP LSTKP/DW; MODEL WJ = UMRJ DTKJ STKJ KHMJ INFJ LWJ/DW; MODEL WS = PUMRS DTKS STKS KHMS INFS LWS/DW; MODEL WK = UMRK LDTKK LSTKK KHMK INFK LWK/DW; MODEL WSL = UMRSL DTKSL STKSL KHMSL INFSL/DW NOINT; MODEL WP = UMRP LDTKP STKP LINFP LWP/DW; MODEL CONJ = DICJ LINCMJ DEVJ2 LSB/DW; MODEL CONS = LDICS INCMS DEVS2 SB LCONS/DW; MODEL CONK = DICK LINCMK LDEVK2 SB LCONK/DW; MODEL CONSL = LDICSL INCMSL DEVSL2 SB LCONSL/DW; MODEL CONP = LDICP INCMP DEVP2 SB/DW NOINT; MODEL INVJ = SB WJ NTK LINVJ/DW; MODEL INVS = SB WS NTK LINVS/DW; MODEL INVK = SB WK GRDPK LINVK/DW; MODEL INVSL = PSB WSL PGRDPSL NTK/DW NOINT; MODEL INVP = LSB LWP GRDPP NTK/DW; MODEL DEVJ2 = MIGEXJ MIGJNL LDEVJ2/DW; MODEL DEVS2 = MIGEXS MIGSNL LDEVS2/DW; MODEL DEVK2 = MIGEXK MIGKNL/DW; MODEL DEVSL2 = MIGEXSL MIGSLNL/DW; MODEL DEVP2 = MIGEXP MIGPNL LDEVP2/DW; Identity MIGINJ = MIGSJ+MIGKJ+MIGSLJ+MIGPJ; Identity MIGOUTJ = MIGJS+MIGJK+MIGJSL+MIGJP; Identity MIGINS = MIGJS+MIGLJS; Identity MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; Identity MIGINK = MIGJK+MIGLJK; Identity MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; Identity MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; Identity MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; Identity MIGINP = MIGJP+MIGLJP; Identity MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; Identity MIGEXJ = MIGJM+MIGJAS+MIGJSP+MIGJH; Identity MIGEXS = MIGSM+MIGSAS+MIGSSP+MIGSH; Identity MIGEXK = MIGKM+MIGKAS+MIGKSP+MIGKH; Identity MIGEXSL = MIGSLM+MIGSLAS+MIGSLSP+MIGSLH; Identity MIGEXP = MIGPM+MIGPAS+MIGPSP+MIGPH; Identity UJ = STKJ-DTKJ; Identity US = STKS-DTKS; Identity UK = STKK-DTKK; Identity USL = STKSL-DTKSL; Identity UP = STKP-DTKP; Identity GRDPJ = CONJ+INVJ+GEXJ+NEXJ; Identity GRDPS = CONS+INVS+GEXS+NEXS; Identity GRDPK = CONK+INVK+GEXK+NEXK; Identity GRDPSL = CONSL+INVSL+GEXSL+NEXSL; Identity GRDPP = CONP+INVP+GEXP+NEXP; Identity DICJ = GRDPJ-TAXJ; Identity DICS = GRDPS-TAXS; Identity DICK = GRDPK-TAXK; Identity DICSL = GRDPSL-TAXSL; Identity DICP = GRDPP-TAXP; RUN; QUIT;
322 Lampiran 4. Hasil Estimasi Parameter Model Ekonomi Migrasi Indonesia Menggunakan Prosedur SYSLIN Metode 2SLS dengan Program SAS/ETS Versi 9 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
MIGSJ MIGSJ MIGSJ
Analysis of Variance Source
DF
Model Error Corrected Total
4 16 20
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares
Mean Square
1.08E12 5.4608E9 1.085E12
2.699E11 3.413E8
18474.3496 1357492.13 1.36092
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
790.74
<.0001
0.99497 0.99371
Parameter Estimates Variable Intercept WS DTKJ DIKTS LMIGSJ
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
-50824.3 -0.28635 0.003347 0.002039 0.994103
164014.2 0.109753 0.005068 0.037771 0.060165
-0.31 -2.61 0.66 0.05 16.52
0.7607 0.0190 0.5184 0.9576 <.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.745123 21 0.115578
Variable Label Intercept WS DTKJ DIKTS
323 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
MIGJS MIGJS MIGJS
Analysis of Variance Source
DF
Model Error Corrected Total
5 15 20
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F 0.0027
4.345E11 2.118E11 6.463E11
8.689E10 1.412E10
6.15
118827.279 3491272.97 3.40355
R-Square Adj R-Sq
0.67227 0.56303
Parameter Estimates Variable Intercept GRDPJ DTKJ DTKS POPJ GEXIS
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1 1
1428856 -1.35311 -0.05562 0.253924 9.163567 113.3739
1730595 0.402314 0.052532 0.180569 26.13908 66.97203
0.83 -3.36 -1.06 1.41 0.35 1.69
0.4219 0.0043 0.3064 0.1800 0.7308 0.1111
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.532206 21 0.216163
Variable Label Intercept GRDPJ DTKJ DTKS POPJ GEXIS
324 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
MIGJM MIGJM MIGJM
Analysis of Variance Source
DF
Model Error Corrected Total
7 13 20
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F 0.0113
1.644E10 7.0959E9 2.354E10
2.3492E9 5.4584E8
4.30
23363.2048 34964.8571 66.81911
R-Square Adj R-Sq
0.69857 0.53626
Parameter Estimates Variable Intercept WM1 GRDPJ DTKM STKM DTKJ DIKRJ DIKTJ
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1 1 1 1
-615151 0.027936 -0.23620 53.50510 -1.99678 -0.00820 0.036219 -0.02802
867748.1 0.016615 0.121275 70.95580 80.84512 0.007636 0.040678 0.025495
-0.71 1.68 -1.95 0.75 -0.02 -1.07 0.89 -1.10
0.4909 0.1165 0.0734 0.4643 0.9807 0.3025 0.3894 0.2918
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.322956 21 -0.18019
Variable Label Intercept GRDPJ DTKM STKM DTKJ DIKRJ DIKTJ
325 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
DTKJ DTKJ DTKJ
Analysis of Variance Source
DF
Model Error Corrected Total
4 16 20
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares
Mean Square
3.951E14 1.997E13 4.151E14
9.877E13 1.248E12
1117302.26 50126724.6 2.22896
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
79.12
<.0001
0.95188 0.93985
Parameter Estimates Variable Intercept INDJ LINVJ GEXPJ LDTKJ
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
20694651 429.4634 0.282787 309.7854 0.422479
6080420 192.5536 8.434247 122.2730 0.177443
3.40 2.23 0.03 2.53 2.38
0.0036 0.0404 0.9737 0.0221 0.0300
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.828539 21 0.023255
Variable Label Intercept INDJ GEXPJ
326 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CONJ CONJ CONJ
Analysis of Variance Source
DF
Model Error Corrected Total
4 16 20
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares
Mean Square
8.235E11 7.8187E9 8.313E11
2.059E11 4.8867E8
22105.8137 286745.596 7.70921
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
421.31
<.0001
0.99060 0.98824
Parameter Estimates Variable Intercept DICJ LINCMJ DEVJ2 LSB
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
13157.11 0.621406 0.000974 0.002188 -1169.70
39461.76 0.100357 0.000847 0.004006 2008.303
0.33 6.19 1.15 0.55 -0.58
0.7432 <.0001 0.2671 0.5924 0.5684
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.11043 21 0.440174
Variable Label Intercept DICJ
327 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
DEVJ2 DEVJ2
Analysis of Variance Source
DF
Model Error Corrected Total
3 17 20
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares
Mean Square
2.754E14 5.701E13 3.324E14
9.179E13 3.353E12
1831196.34 3752547.93 48.79875
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
27.37
<.0001
0.82849 0.79822
Parameter Estimates Variable Intercept MIGEXJ MIGJNL LDEVJ2
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1
-1114170 3.783781 125.0724 0.405247
899244.0 7.853476 44.97650 0.200304
-1.24 0.48 2.78 2.02
0.2322 0.6361 0.0128 0.0591
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.014388 21 -0.04175
Variable Label Intercept MIGEXJ MIGJNL
328 Lampiran 5. Program Validasi Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2001-2006 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9. option nodate nonumber; data D1; set safrida; WSP1 = WSP*NTKSP; WH1 = WH*NTKH; NEXS = EXPS-IMPS; NEXSL = EXPSL-IMPSL; DEVJ1 = DEVJ*NTK; DEVK1 = DEVK*NTK; DEVP1 = DEVP*NTK; DEVS2 = (DEVS1/IHKS)*100; DEVSL2 = (DEVSL1/IHKSL)*100; GDPCAS1 = GDPCAS*NTKAS; GRDPCJ = GRDPJ/POPJ; GRDPCK = GRDPK/POPK; GRDPCP = GRDPP/POPP; LMIGKJ = LAG(MIGKJ); LMIGPJ = LAG(MIGPJ); LMIGJK = LAG(MIGJK); LMIGJP = LAG(MIGJP); LMIGJAS = LAG(MIGJAS); LMIGJH = LAG(MIGJH); LMIGSAS = LAG(MIGSAS); LMIGSH = LAG(MIGSH); LMIGKAS = LAG(MIGKAS); LMIGKH = LAG(MIGKH); LMIGSLAS = LAG(MIGSLAS); LMIGSLH = LAG(MIGSLH); LMIGPAS = LAG(MIGPAS); LMIGPH = LAG(MIGPH); LDTKS = LAG(DTKS); LDTKSL = LAG(DTKSL); LSTKJ = LAG(STKJ); LSTKK = LAG(STKK); LSTKP = LAG(STKP); LWS = LAG(WS); LWSL = LAG(WSL); LCONJ = LAG(CONJ); LCONK = LAG(CONK); LCONP = LAG(CONP); LINVS = LAG(INVS); LINVSL = LAG(INVSL); LDEVP = LAG(DEVP); LDEVS2 = LAG(DEVS2); LDEVK2 = LAG(DEVK2); LDEVP2 = LAG(DEVP2); LDICSL = LAG(DICSL); LSBRP = LAG(SBRP); LGEXPJ = LAG(GEXPJ); LINFS = LAG(INFS); PGEXIK = GEXIK-LGEXIK; PGEXIP = GEXIP-LGEXIP; LSB = LAG(SB); LPOPJ = LAG(POPJ); MIGINS = MIGJS+MIGLJS; MIGINK = MIGJK+MIGLJK; MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; MIGINP = MIGJP+MIGLJP; NMIGS = MIGINS-MIGOUTS; INCMJ = MIGIN*GRDPCJ; INCMK = MIGINK*GRDPCK; INCMP = MIGINP*GRDPCP;
WM1 = WM*NTKM; NEXJ = EXPJ-IMPJ; NEXK = EXPK-IMPK; NEXP = EXPP-IMPP; DEVS1 = DEVS*NTK; DEVSL1 = DEVSL*NTK; DEVJ2 = (DEVJ1/IHKJ)*100; DEVK2 = (DEVK1/IHKK)*100; DEVP2 = (DEVP1/IHKP)*100; LGDPCAS = LAG(GDPCAS); GRDPCS = GRDPS/POPS; GRDPCSL = GRDPSL/POPSL; LMIGSJ = LAG(MIGSJ); LMIGSLJ = LAG(MIGSLJ); LMIGJS = LAG(MIGJS); LMIGJSL = LAG(MIGJSL); LMIGJM = LAG(MIGJM); LMIGJSP = LAG(MIGJSP); LMIGSM = LAG(MIGSM); LMIGSSP = LAG(MIGSSP); LMIGKM = LAG(MIGKM); LMIGKSP = LAG(MIGKSP); LMIGSLM = LAG(MIGSLM); LMIGSLSP = LAG(MIGSLSP); LMIGPM = LAG(MIGPM); LMIGPSP = LAG(MIGPSP); LDTKJ = LAG(DTKJ); LDTKK = LAG(DTKK); LDTKP = LAG(DTKP); LSTKS = LAG(STKS); LSTKSL = LAG(STKSL); LWJ = LAG(WJ); LWK = LAG(WK); LWP = LAG(WP); LCONS = LAG(CONS); LCONSL = LAG(CONSL); LINVJ = LAG(INVJ); LINVK = LAG(INVK); LINVP = LAG(INVP); LDEVJ2 = LAG(DEVJ2); LDEVK1 = LAG(DEVK1); LDEVSL2 = LAG(DEVSL2); LDICS = LAG(DICS); LPOPJ = LAG(POPJ); LGEXIS = LAG(GEXIS); LINFP = LAG(INFP); LGEXIK = LAG(GEXIK); LGEXIP = LAG(GEXIP); SBP = SBRP-LSBRP; PSB = (SB-LSB)/LSB; LPOPS = LAG(POPS); MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; LNMIGS = LAG(NMIGS); INCMS = MIGINS*GRDPCS; INCMSL = MIGINSL*GRDPCSL; LINCMJ = LAG(INCMJ);
329 LINCMK = LAG(INCMK); LUMRS = LAG(UMRS); LLLHK = LAG(LLHK); PDTKH = DTKH-LDTKH; PLLHP = LLHP-LLLHP; PWP = WP-LWP; LMIGOUTS = LAG(MIGOUTS); GDPCSP1 = GDPCSP*NTK;
LINCMP LDTKH PLLHK LLLHP PUMRS LMIGINS LMIGEXS GDPSP1
= = = = = = = =
LAG(INCMP); LAG(DTKH); LLHK-LLLHK; LAG(LLHP); UMRS-LUMRS; LAG(MIGINS); LAG(MIGEXS); GDPSP*NTK;
RUN; PROC SIMNLIN DATA=D1 SIMULATE STAT OUTPREDICT THEIL; ENDOGENOUS MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2; INSTRUMENTS MIGLJS MIGLJK MIGLJSL MIGLJP MIGSPLJ MIGKLJ MIGSLLJ MIGPLJ MIGJNL MIGSNL MIGKNL MIGSLNL MIGPNL DIKTS DIKRS DIKTK DIKRK DIKTSL DIKRSL DIKTP DIKRP INDJ LLHS LLHK LLHSL LLHP POPJ POPS POPK POPSL POPP UMRJ UMRS UMRK UMRSL UMRP GDPCAS GDPAS NTKAS NTKSP NTKM NTKH WSP GDPCSP WM GDPCM WH GDPCH DTKSP STKSP DTKM STKM DTKH STKH GEXJ GEXS GEXK GEXSL GEXP GEXIJ GEXIS GEXIK GEXISL GEXIP KHMJ KHMS KHMK KHMSL KHMP GEXPJ GEXPS GEXPK GEXPSL GEXPP INFJ INFS INFK INFSL INFP EXPJ IMPJ EXPS IMPS EXPK IMPK EXPSL IMPSL EXPP IMPP TAXJ TAXS TAXK TAXSL TAXP SB NTK IHKJ IHKS IHKK IHKSL IHKP INCMJ INCMS INCMK INCMSL INCMP;
PARAMETERS A0 B0 C0 D0 D5 E0 E5 F0 F5 G0 H0 I0 I5 J0 J5 K0 K5 L1 M1 M6 N0 N5 O0 P0 Q0 R0 R5 S1 T1 U1 U6 V0
-50824.3 -28483.6 12269.48 -77888.7 0.910275 1428856 113.3739 -4441.74 0.834580 87702.23 330586.5 -615151 -0.00820 -66160.9 0.002063 -116582 -0.75449 0.000201 0.001240 0.254378 -533905 0.033970 50.01316 -431.101 -89.7794 -8069.23 0.022117 5.329E-6 0.000028 0.000503 0.607877 -16.8280
A1 B1 C1 D1
-0.28635 -0.02539 -0.03879 -0.05759
A2 B2 C2 D2
0.003347 0.001880 0.000445 0.001350
A3 B3 C3 D3
0.002039 -0.08243 0.056787 0.055758
A4 B4 C4 D4
0.994103 0.749858 0.839105 0.014407
E1 -1.35311 E2 -0.05562 E3 0.253924 E4 9.163567 F1 0.014055 F2 -0.07515 F3 1.343089 F4 38.01973 G1 H1 I1 I6 J1 J6 K1
0.039016 -0.54310 0.027936 0.036219 0.008362 -0.02378 0.016314
G2 H2 I2 I7 J2
0.000272 0.761621 -0.23620 -0.02802 -16060.4
G3 30.48324 H3 0.038132 H4 172.2293 I3 53.50510 I4 -1.99678 J3 12.54829 J4 0.012167
K2 -0.26561 K3 46.14460 K4 -0.02529
L2 -0.00241 L3 0.171641 L4 -0.00431 M2 -0.06776 M3 6.985859 M4 -0.02672 M5 0.033584 N1 0.001659 N2 -0.28533 N3 0.006168 N4 0.015402 O1 P1 Q1 R1
3.121E-7 3.671E-6 5.333E-7 0.000038
O2 P2 Q2 R2
-0.00032 -0.00140 -0.00015 -0.02704
O3 P3 Q3 R3
0.000094 0.000168 0.000030 0.003824
O4 P4 Q4 R4
5.86E-6 -0.00030 -0.00008 0.002927
S2 1.917251 S3 0.000742 S4 -0.00164 S5 0.721251 T2 4.442751 T3 -0.03398 T4 -5.43E-6 T5 0.573981 U2 0.922617 U3 -0.11671 U4 0.000547 U5 0.008661 V1 7.24E-6
V2 0.088653 V3 -0.00066 V4 0.000117
330 V5 0.429379 W0 -15901.1 W1 0.000209 W2 -0.01543 W3 W5 0.002105 W6 -0.00548 W7 0.154551 X0 -15594.9 X1 0.000194 X2 0.000401 X3 Y0 1327.521 Y1 0.000205 Y2 -0.01257 Y3 Y5 0.000370 Z0 1917.912 Z1 0.000262 Z2 -0.01046 Z3 Z5 -0.01675 Z6 0.084084 AA1 2.848E-6 AA2 0.001556 AA3 0.000019 AB0 2.507878
AB1 0.000113
AB2 -0.00435
1.750368 W4 0.001731 2.871335 X4 -0.00327 0.125246 Y4 -0.00008 0.006387 Z4 0.753341 AA4 -0.00007 AB3 0.002276
AB4 .659025
AB5 6.859E-6 AB6 0.003177 AC0 20694651 AC1 429.4634 AC2 0.282787 AC3 309.7854 AC4 .422479 AD0 1630637 AD1 10.73352 AD2 0.226328 AD3 41.10451 AD4 .862737 AE0 656436.9 AE1 7.216544 AE2 0.000246 AE3 13.79245 AE4 .856420
AF1 12.06135 AF2 0.907708 AF3 242.8601 AF4 0.759644 AG0 6297321 AG1 1.167640 AG2 0.440997 AG3 281.8893 AH0 -3130294 AH1 0.633899 AH2 0.193764 AH3 -1.97155 AH4 -.63014
AH5 228.9655 AH6 0.740132 AI1 3.829520 AI2 0.200628 AI3 -0.31142 AI4 105.0001 AI5 .692715 AJ0 536182.7 AJ1 1.033700 AJ2 1.242416 AJ3 -4.53027 AJ4 -.68941
AJ5 321.4265 AJ6 0.000079 AK0 -2884435 AK1 0.482336 AK2 2.057315 AK3 -0.29073 K4 -123.780
AK5 AL0 AL4 AM0 AM4
545.5987 270611.5 -6.46752 182705.9 0.308878
AN0 -263515
AL1 AL5 AM1 AM5
1.320032 373.9337 1.418945 368.5751
AL2 AL6 AM2 AM6
1.538432 AL3 -0.37358 0.014446 0.004400 AM3 -0.00884 0.268983
AN1 0.087516 AN2 0.061394 AN3 -0.04226 AN4 .295898
AN5 62.08226 AN6 0.796530 AO0 -125778
AO5 AP1 AP5 AQ0 AQ4 AR0 AR4 AS0 AS4 AT0 AT4 AU0 AU4 AV1
AO1 0.597685 AO2 0.125442 AO3 -0.08880 AO4 .792605
69.76673 0.850215 353.1327 -74077.5 375.1849 13157.11 -1169.70 9321.724 -638.237 -1551.88 -28.0094 4298.517 -302.878 0.154612
AO6 0.216742 AP2 0.012186 AP3 -0.00464 AP4 0.718127 AQ1 1.008391 AQ2 0.023521 AQ3 -0.00857 AQ5 0.500747 AR1 0.621406 AR2 0.000974 AR3 0.002188 AS1 AS5 AT1 AT5 AU1 AU5 AV2
0.356637 0.343318 0.331624 0.227917 0.573925 0.101428 0.020518
AS2 0.000520 AS3 0.020068 AT2 0.000193 AT3 0.000046 AU2 0.010863 AU3 0.178412 AV3 0.001982 AV4 -162.201
AW0 86100.76 AW1 -3192.71 AW2 -0.02715 AW3 2.431678 AW4 0.351940 AX0 56720.18 AX1 -1707.75 AX2 -0.12845 AX3 3.883950 AX4 0.217850 AY0 7431.285 AY1 -246.774 AY2 -0.00191 AY3 0.012698 AY4 0.583846
AZ1 -4259.08 AZ2 -0.01362 AZ3 0.39223
AZ4 1.580860
BA0 8314.003 BA1 -9.44004 BA2 -0.09048 BA3 0.560636 BA4 1.778928
BB0 BC0 BD0 BE0 BF0 MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGJM MIGSM
MIGKM MIGSLM MIGPM MIGJAS
= = = = = = = =
-1114170 -64615.8 -44152.5 -1420.23 -61903.2
BB1 BC1 BD1 BE1 BF1
3.783781 3.822291 1.053034 2.455797 0.239194
BB2 BC2 BD2 BE2 BF2
125.0724 BB3 0.405247 93.04336 BC3 0.372626 153.8439 139.4550 88.81955 BF3 0.685374;
A0+A1*WS+A2*DTKJ+A3*DIKTS+A4*LAG(MIGSJ); B0+B1*(WP-LAG(WP))+B2*DTKJ+B3*DIKTK+B4*LAG(MIGKJ); C0+C1*WSL+C2*DTKJ+C3*DIKTSL+C4*LAG(MIGSLJ); D0+D1*WP+D2*DTKJ+D3*DIKTP+D4*DIKRP+D5*LAG(MIGPJ); E0+E1*GRDPJ+E2*DTKJ+E3*DTKS+E4*POPJ+E5*GEXIS; F0+F1*DTKK+F2*WJ+F3*POPJ+F4*(GEXIK-LAG(GEXIK))+F5*LAG(MIGJK); G0+G1*DTKSL+G2*STKJ+G3*GEXISL; H0+H1*LAG(WJ)+H2*(WP-LAG(WP))+H3*UJ+H4*GEXIP;
= I0+I1*(WM*NTKM)+I2*GRDPJ+I3*DTKM+I4*STKM+I5*DTKJ+I6*DIKRJ+I7*DIKTJ; = J0+J1*(WM*NTKM)+J2*GRDPCS+J3*DTKM+J4*US+J5*DIKRS+J6*DIKTS;
= = = =
K0+K1*(WM*NTKM)+K2*WK+K3*DTKM+K4*DTKK+K5*DIKTK; L1*(WM*NTKM)+L2*WSL+L3*DTKM+L4*DIKTSL; M1*(WM*NTKM)+M2*GRDPP+M3*DTKM+M4*DTKP+M5*DIKRP+M6*DIKTP; N0+N1*LAG(GDPCAS*NTK)+N2*GRDPJ+N3*STKJ+N4*DIKRJ+N5*DIKTJ;
331 MIGSAS = O0+O1*LAG(GDPCAS*NTK)+O2*GRDPS+O3*US+O4*DIKTS; MIGKAS = P0+P1*LAG(GDPCAS*NTK)+P2*GRDPK+P3*STKK+P4*DIKTK; MIGSLAS = Q0+Q1*LAG(GDPCAS*NTK)+Q2*(GRDPSL)+Q3*STKSL+Q4*DIKTSL; MIGPAS MIGJSP= MIGSSP MIGKSP MIGSLSP MIGPSP=
= R0+R1*LAG(GDPCAS*NTK)+R2*(GRDPP-LAG(GRDPP))+R3*UP+R4*DIKRP+R5*DIKTP; S1*(GDPCSP*NTK)+S2*LAG(DTKSP)+S3*(STKJ-LAG(STKJ))+S4*DIKTJ+S5*LAG(MIGJSP); = T1*(GDPCSP*NTK)+T2*LAG(DTKSP)+T3*WS+T4*DTKS+T5*LAG(MIGSSP); = U1*(WSP*NTKSP)+U2*LAG(DTKSP)+U3*GRDPK+U4*STKK+U5*DIKTK+U6*LAG(MIGKSP); = V0+V1*(WSP*NTKSP)+V2*DTKSP+V3*WSL+V4*LAG(DIKTSL)+V5*LAG(MIGSLSP); W0+W1*(WSP*NTKSP)+W2*WP+W3*DTKSP+W4*STKP+W5*DIKRP+W6*DIKTP+W7*LAG(MIGPSP);
MIGJH = X0+X1*(WH*NTKH)+X2*STKJ+X3*(DTKH-LAG(DTKH))+X4*DIKTJ; MIGSH = Y0+Y1*(WH*NTKH)+Y2*GRDPS+Y3*DTKH+Y4*DTKS+Y5*DIKTS; MIGKH = Z0+Z1*(WH*NTKH)+Z2*WK+Z3*UK+Z4*(DTKH-LAG(DTKH))+Z5*DIKTK+Z6*LAG(MIGKH); MIGSLH = AA1*(WH*NTKH)+AA2*DTKH+AA3*(STKSL-LAG(STKSL))+AA4*(DIKTSL); MIGPH = AB0+AB1*(WH*NTKH)+AB2*WP+AB3*UP+AB4*(DTKH-LAG(DTKH))+AB5*DIKRP+AB6*DIKTP; DTKJ = AC0+AC1*INDJ+AC2*LAG(INVJ)+AC3*GEXPJ+AC4*LAG(DTKJ); DTKS = AD0+AD1*INVS+AD2*LLHS+AD3*GEXPS+AD4*LAG(DTKS); DTKK = AE0+AE1*INVK+AE2*(LLHK-LAG(LLHK))+AE3*GEXPK+AE4*LAG(DTKK); DTKSL = AF1*LAG(INVSL)+AF2*LLHSL+AF3*GEXPSL+AF4*LAG(DTKSL); DTKP = AG0+AG1*INVP+AG2*(LLHP-LAG(LLHP))+AG3*GEXPP; STKJ = AH0+AH1*WJ+AH2*MIGIN+AH3*MIGOUT+AH4*MIGEXJ+AH5*POPJ+AH6*LAG(STKJ); STKS = AI1*WS+AI2*LAG(MIGINS-MIGOUTS)+AI3*MIGEXS+AI4*POPS+AI5*LAG(STKS); STKK = J0+AJ1*WK+AJ2*MIGINK+AJ3*MIGOUTK+AJ4*MIGEXK+AJ5*POPK+AJ6*LAG(STKK); STKSL = AK0+AK1*WSL+AK2*MIGINSL+AK3*MIGOUTSL+AK4*MIGEXSL+AK5*POPSL; STKP = AL0+AL1*WP+AL2*MIGINP+AL3*MIGOUTP+AL4*MIGEXP+AL5*POPP+AL6*LAG(STKP); WJ = AM0+AM1*UMRJ+AM2*DTKJ+AM3*STKJ+AM4*KHMJ+AM5*INFJ+AM6*LAG(WJ); WS = AN0+AN1*(UMRS-LAG(UMRS))+AN2*DTKS+AN3*STKS+AN4*KHMS+AN5*INFS+AN6*LAG(WS); WK = AO0+AO1*UMRK+AO2*LAG(DTKK)+AO3*LAG(STKK)+AO4*KHMK+AO5*INFK+AO6*LAG(WK); WSL = AP1*UMRSL+AP2*DTKSL+AP3*STKSL+AP4*KHMSL+AP5*INFSL; WP = AQ0+AQ1*UMRP+AQ2*LAG(DTKP)+AQ3*STKP+AQ4*LAG(INFP)+AQ5*LAG(WP); CONJ = AR0+AR1*DICJ+AR2*LAG(MIGIN*GRDPCJ)+AR3*DEVJ2+AR4*LAG(SB); CONS = AS0+AS1*LAG(DICS)+AS2*(MIGINS*GRDPCS)+AS3*DEVS2+AS4*SB+AS5*LAG(CONS); CONK = AT0+AT1*DICK+AT2*LAG(MIGINK*GRDPCK)+AT3*LAG(DEVK2)+AT4*(SB)+AT5*LAG(CONK); CONSL = AU0+AU1*LAG(DICSL)+AU2*(MIGINSL*GRDPCSL)+AU3*DEVSL2+AU4*SB+AU5*LAG(CONSL); CONP = AV1*LAG(DICP)+AV2*(MIGINP*GRDPCP)+AV3*DEVP2+A4*SB; INVJ = AW0+AW1*SB+AW2*WJ+AW3*NTK+AW4*LAG(INVJ); INVS = AX0+AX1*SB+AX2*WS+AX3*NTK+AX4*LAG(INVS); INVK = AY0+AY1*SB+AY2*WK+AY3*GRDPK+AY4*LAG(INVK); INVSL = AZ1*(SB-LAG(SB))+AZ2*WSL+AZ3*(GRDPSL-LAG(GRDPSL))+AZ4*NTK; INVP = BA0+BA1*LAG(SB)+BA2*LAG(WP)+BA3*GRDPP+BA4*NTK; DEVJ2 = BB0+BB1*MIGEXJ+BB2*MIGJNL+BB3*LAG(DEVJ2); DEVS2 = BC0+BC1*MIGEXS+BC2*MIGSNL+BC3*LAG(DEVS2); DEVK2 = BD0+BD1*MIGEXK+BD2*MIGKNL; DEVSL2 = BE0+BE1*MIGEXSL+BE2*MIGSLNL; DEVP2 = BF0+BF1*MIGEXP+BF2*MIGPNL+BF3*LAG(DEVP2); MIGIN = MIGSJ+MIGKJ+MIGSLJ+MIGPJ; MIGOUT = MIGJS+MIGJK+MIGJSL+MIGJP; MIGINS = MIGJS+MIGLJS; MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; MIGINK = MIGJK+MIGLJK; MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; MIGINP = MIGJP+MIGLJP; MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; MIGEXJ = MIGJM+MIGJAS+MIGJSP+MIGJH; MIGEXS = MIGSM+MIGSAS+MIGSSP+MIGSH; MIGEXK = MIGKM+MIGKAS+MIGKSP+MIGKH; MIGEXSL = MIGSLM+MIGSLAS+MIGSLSP+MIGSLH; MIGEXP = MIGPM+MIGPAS+MIGPSP+MIGPH; UJ = STKJ-DTKJ; US = STKS-DTKS; UK = STKK-DTKK; USL = STKSL-DTKSL; UP = STKP-DTKP; GRDPJ = CONJ+INVJ+GEXJ+NEXJ; GRDPS = CONS+INVS+GEXS+NEXS; GRDPK = CONK+INVK+GEXK+NEXK;
332 GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP
= = = = = = =
CONSL+INVSL+GEXSL+NEXSL; CONP+INVP+GEXP+NEXP; GRDPJ-TAXJ; GRDPS-TAXS; GRDPK-TAXK; GRDPSL-TAXSL; GRDPP-TAXP;
RANGE TAHUN=2001 TO 2006; RUN; QUIT;
333 Lampiran 6. Hasil Validasi Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 20012006 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9. The SAS System The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements Program Lag Length
98 98 315 Tahun 98 98 1
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA=
D1
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
98 1 Tahun 2001 2006 NEWTON 1E-8 2.03E-13 1 6 1
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
7 1 6 17 22
334 The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2001 To 2006 Descriptive Statistics Variable
N Obs
N
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Actual Mean Std Dev 1578091 249529 204347 235926 10102389 3739086 1713024 664666 776960 3495882 1213262 353446 514413 5577027 1731847 325555 855263 671972 55905.7 174347 5929.2 5241.8 277996 29621.0 178.5 3141.5 2777.3 41878.7 43531.5 623.3 4616.5 4081.5 61886.2 668.2 136.0 71.0000 62.6667 1094.8 20346.0 9843.0 2157.7 1907.7 39851.0 55530890 18813574 5172858 6037787
7433.8 8320.1 3423.8 11450.4 719089 63454.4 29128.5 4809.1 32714.4 54844.4 11868.8 6827.9 9189.3 82694.0 8812.2 15898.2 34629.6 11098.3 25594.1 56036.2 4299.8 2555.3 78561.8 13560.9 57.1200 2278.2 1353.9 15608.0 19928.8 200.3 3348.0 1989.7 23110.7 306.1 43.7721 51.4237 30.5330 378.6 9314.6 3163.6 1564.7 930.0 12767.9 1316711 444390 171234 250921
Predicted Mean Std Dev 1585741 250571 206130 250901 2293343 4330336 1711956 682454 590893 4087132 1212193 371233 328347 5998905 1739497 326597 857045 686947 159274 262635 4530.2 3206.3 429645 32103.5 167.7 2842.1 2042.7 37156.0 45559.7 587.5 476.7 3868.4 50492.3 723.2 125.4 59.5949 71.3050 979.4 11327.5 8232.0 1928.0 1180.3 22667.8 55534083 18939400 5232402 6444985
12019.2 9803.7 4834.4 13366.0 7967.1 296568 23909.6 20344.8 58503.2 287992 6689.4 22069.0 74425.6 264653 13343.7 17369.7 33515.5 13020.7 39804.5 55234.0 2519.7 2489.8 89394.7 11920.4 37.0371 924.5 1072.2 10582.7 10609.3 30.5725 4396.1 981.9 7616.9 168.1 12.8810 19.0152 8.6863 170.7 11600.7 3016.9 1097.0 615.5 13560.3 991766 627515 120775 461735
Descriptive Statistics Variable DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK
N Obs
N
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Actual Mean Std Dev 7479317 61653026 20819081 5588626 6824794 7976817 6121954 2005410 415710 787094 497347 475908 429424 559394 447447 643032 801720 260164 118882
243142 1912528 785985 239910 312097 311199 660358 351516 80602.9 99476.0 69245.2 56603.3 16622.6 26917.5 70007.4 140591 58242.9 22539.1 19727.2
Predicted Mean Std Dev 7571327 56526198 20954560 5606818 6866735 7719890 992114 2015160 374417 421750 148563 521179 424125 559989 458258 632631 378961 322251 142667
283169 501544 1056675 173510 348423 386443 1476736 492891 73332.2 280569 194129 51341.7 26318.9 22606.7 51140.1 155999 80289.3 47840.9 35920.3
335 GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
48813.6 70538.9 795451 259020 118535 48532.4 69868.4 558482 175812 50579.0 59846.5 79926.9 73401.2 15042.0 8700.7 8003.0 15372.0 8883558 1235373 1950072 31402.0 1414979
5145.8 16223.8 57921.6 22479.3 19730.7 5150.4 16151.8 50431.6 32028.4 9018.4 9402.1 22939.2 23914.0 4862.9 5107.0 6593.5 19650.1 3088127 610827 969969 14656.1 661811
132002 184536 372692 321106 142320 131721 183866 263657 199128 60328.9 98141.0 79969.9 78922.2 20697.2 9495.5 21168.6 77520.5 8044661 1039811 1398792 22879.5 1242695
43802.5 34742.5 80040.7 47780.1 35921.6 43816.3 34679.8 58804.2 36237.8 13959.7 35332.0 17839.6 13034.9 6508.7 2713.0 32462.7 15636.3 1878296 331656 831447 12438.1 220978
336 The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2001 To 2006 Statistics of fit Variable
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
7649.5 1042.3 1782.7 14975.0 -7809046 591250 -1068.5 17787.6 -186067 591250 -1068.5 17787.6 -186067 421878 7649.5 1042.3 1782.7 14975.0 103368 88288.2 -1399.0 -2035.6 151649 2482.5 -10.7697 -299.4 -734.7 -4722.7 2028.2 -35.8299 -4139.8 -213.1 -11393.9 55.0295 -10.6472 -11.4051 8.6384 -115.4 -9018.5 -1611.0 -229.7 -727.3 -17183.2 3193.5 125827 59543.7 407199
0.4837 0.4017 0.8649 6.3305 -77.2052 15.7286 -0.0581 2.6652 -23.6897 16.8293 -0.0846 4.9781 -35.9922 7.5273 0.4407 0.3023 0.2131 2.2257 209.9 58.7219 1.3621 -18.0375 58.0551 12.6482 -2.5074 25.1807 1.5956 -4.6812 15.0078 2.8534 -127.6 26.0454 -11.4162 18.9617 0.4606 15.0588 55.4312 -5.5684 -50.7342 -14.3747 15.1551 -26.3681 -46.9108 0.0208 0.6525 1.1899 6.7223
7685.7 1623.7 2464.5 14975.0 7809046 591250 4241.3 17787.6 186067 591250 4241.3 17787.6 186067 421878 7685.7 1623.7 2464.5 14975.0 103368 88288.2 2631.8 2757.8 151649 7493.5 29.6992 1181.5 1225.1 10795.2 7898.7 135.7 4555.0 1110.6 14408.0 128.8 33.9521 29.8658 19.1682 182.1 9464.3 2340.8 890.5 827.9 17183.2 426273 221161 83507.1 407199
0.4860 0.6454 1.2061 6.3305 77.2052 15.7286 0.2470 2.6652 23.6897 16.8293 0.3491 4.9781 35.9922 7.5273 0.4428 0.4931 0.2886 2.2257 209.9 58.7219 46.3625 73.2965 58.0551 29.9898 15.1227 52.0667 69.1807 27.8109 23.0831 24.0335 151.1 52.3845 20.2448 25.7404 27.1660 49.2876 66.4057 15.0581 55.1537 23.5104 45.3344 47.4892 46.9108 0.7733 1.1654 1.6490 6.7223
9080.2 1779.7 2565.9 15265.2 7836327 628463 4966.6 23320.4 200416 628463 4966.6 23320.4 200416 454616 9080.2 1779.7 2565.9 15265.2 104804 95651.5 3642.0 2906.9 157445 8035.7 35.8043 1422.6 1293.5 12045.4 9711.0 165.0 5867.7 1310.3 19260.5 146.2 36.7183 35.5250 23.5099 225.7 10947.7 2691.5 1171.0 906.0 18124.6 544879 246150 103542 515507
0.5740 0.7022 1.2559 6.4316 77.2187 16.6528 0.2888 3.4895 25.2689 17.8235 0.4084 6.5035 38.6028 8.0879 0.5229 0.5348 0.3006 2.2660 220.7 68.4278 63.0715 88.3057 61.3654 33.5892 17.5647 71.7623 96.2988 31.0275 31.3155 31.0483 255.8 93.0753 23.9636 34.4101 30.9937 53.5731 124.5 16.9670 73.8843 27.0568 64.6375 49.6221 52.9065 0.9965 1.2898 2.0789 8.4726
Statistics of fit Variable
N
DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Mean Error 92009.9 -5126828 135479 18192.6 41941.0 -256927 -5129839 9749.4 -41293.2 -365344 -348784 45271.4 -5299.0 595.4 10811.8 -10401.2 -422759 62086.5 23784.4
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
1.2517 -8.2224 0.6127 0.3791 0.6258 -3.2388 -81.4759 -0.6830 -9.8265 -45.3030 -73.1994 11.3392 -1.2193 0.2739 3.0569 -1.7699 -52.6455 23.3930 18.7391
147964 5126828 273280 80529.8 148368 272901 5129839 126562 43649.4 365344 348784 84244.7 17275.8 26570.1 20095.7 35810.2 422759 62086.5 23784.4
1.9866 8.2224 1.3041 1.4686 2.2176 3.4423 81.4759 7.3084 10.3845 45.3030 73.1994 18.5118 3.9484 4.7246 4.8554 5.9539 52.6455 23.3930 18.7391
RMS Error 224147 5574792 317559 96905.3 174970 305759 5485056 168222 53385.3 461701 372599 98072.3 20743.1 29967.8 24697.3 42917.5 430594 66946.2 28239.7
RMS % Error 3.0256 8.8599 1.5093 1.7786 2.6593 3.8864 84.8912 10.6743 12.4871 55.6489 79.7557 22.2705 4.7025 5.2989 6.1913 7.2638 53.3490 24.7150 20.9859
337 GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
83188.1 113997 -422759 62086.5 23784.4 83188.1 113997 -294825 23315.6 9749.8 38294.5 42.9206 5521.0 5655.2 794.8 13165.6 62148.5 -838897 -195562 -551279 -8522.5 -172284
168.5 164.9 -53.0590 23.4960 18.7921 169.4 166.5 -52.4702 13.2560 18.6828 60.5714 2.0351 17.4495 45.7285 61.2641 381.1 1445.7 -2.6316 -3.1636 -30.6573 -28.9216 1.4756
83188.1 113997 422759 62086.5 23784.4 83188.1 113997 294825 23315.6 9749.8 38294.5 7463.3 21019.6 6158.9 3813.8 25419.1 62148.5 1617466 318954 551279 8522.5 437777
168.5 164.9 53.0590 23.4960 18.7921 169.4 166.5 52.4702 13.2560 18.6828 60.5714 9.1601 31.4714 49.0135 81.3530 693.0 1445.7 19.7643 29.2643 30.6573 28.9216 31.8338
91245.8 115695 430594 66946.2 28239.7 91245.8 115695 303604 23895.7 11162.4 45811.1 8651.1 26421.7 8288.3 4935.7 33367.1 65586.5 2154318 367059 672511 10252.6 517699
183.5 166.5 53.7662 24.8231 21.0424 184.5 168.2 53.4725 13.4515 20.6120 70.3977 10.0582 39.5716 72.0318 144.0 105.4 195.3 26.5119 35.6507 34.4276 32.3284 36.8839
338 The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2001 To 2006 Theil Forecast Error Statistics
Variable
N
MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
MSE
Corr (R)
82450012 0.96 3167448 1.00 6583711 0.94 2.3303E8 0.98 6.141E13 0.43 3.95E11 1.00 24666902 1.00 5.4384E8 0.84 4.017E10 -0.56 3.95E11 1.00 24666902 0.99 5.4384E8 0.87 4.017E10 -0.75 2.067E11 0.97 82450012 0.97 3167448 1.00 6583711 1.00 2.3303E8 0.98 1.098E10 0.92 9.1492E9 0.74 13263886 0.52 8450269 0.59 2.479E10 0.86 64572193 0.79 1281.9 0.76 2023829 0.88 1673033 0.56 1.4509E8 0.63 94303421 0.95 27231.9 0.81 34430383 0.33 1716982 0.75 3.7097E8 0.86 21385.9 0.97 1348.2 0.53 1262.0 0.84 552.7 0.82 50957.6 0.99 1.1985E8 0.81 7243966 0.71 1371326 0.60 820903 0.78
Bias (UM) 0.71 0.34 0.48 0.96 0.99 0.89 0.05 0.58 0.86 0.89 0.05 0.58 0.86 0.86 0.71 0.34 0.48 0.96 0.97 0.85 0.15 0.49 0.93 0.10 0.09 0.04 0.32 0.15 0.04 0.05 0.50 0.03 0.35 0.14 0.08 0.10 0.14 0.26 0.68 0.36 0.04 0.64
MSE Decomposition Proportions Reg Dist Var Covar Inequality Coef (UR) (UD) (US) (UC) U1 U 0.24 0.59 0.34 0.02 0.00 0.11 0.91 0.41 0.12 0.11 0.87 0.40 0.14 0.14 0.24 0.58 0.15 0.02 0.02 0.02 0.01 0.09 0.02 0.02 0.03 0.49 0.05 0.00 0.61 0.53 0.26 0.12 0.34 0.65 0.07 0.39 0.40 0.67 0.11 0.07 0.01 0.01
0.05 0.07 0.18 0.02 0.01 0.00 0.04 0.01 0.02 0.00 0.08 0.02 0.00 0.00 0.05 0.08 0.37 0.02 0.01 0.13 0.85 0.42 0.06 0.89 0.88 0.47 0.63 0.84 0.35 0.42 0.24 0.85 0.31 0.21 0.85 0.51 0.46 0.07 0.21 0.57 0.95 0.34
0.21 0.58 0.25 0.01 0.01 0.11 0.92 0.37 0.01 0.11 0.91 0.36 0.09 0.13 0.21 0.57 0.16 0.01 0.02 0.00 0.20 0.00 0.00 0.03 0.26 0.75 0.04 0.15 0.77 0.88 0.03 0.49 0.54 0.74 0.59 0.69 0.72 0.71 0.04 0.00 0.13 0.10
0.08 0.08 0.27 0.02 0.00 0.00 0.03 0.05 0.12 0.00 0.05 0.06 0.05 0.01 0.08 0.09 0.36 0.02 0.01 0.15 0.65 0.51 0.07 0.87 0.65 0.20 0.64 0.70 0.19 0.07 0.48 0.48 0.11 0.12 0.33 0.20 0.15 0.03 0.29 0.64 0.83 0.26
0.0058 0.0071 0.0126 0.0646 0.7741 0.1681 0.0029 0.0351 0.2578 0.1798 0.0041 0.0660 0.3895 0.0815 0.0052 0.0055 0.0030 0.0227 1.7297 0.5264 0.5122 0.5067 0.5484 0.2503 0.1925 0.3776 0.4255 0.2723 0.2058 0.2540 1.0598 0.2933 0.2946 0.2019 0.2590 0.4174 0.3428 0.1966 0.4965 0.2624 0.4526 0.4339
0.0029 0.0036 0.0062 0.0313 0.6311 0.0778 0.0014 0.0173 0.1462 0.0828 0.0020 0.0322 0.2358 0.0393 0.0026 0.0027 0.0015 0.0112 0.4680 0.2130 0.2987 0.3007 0.2173 0.1218 0.1003 0.2113 0.2438 0.1458 0.1036 0.1333 0.6126 0.1553 0.1655 0.0999 0.1372 0.2414 0.1675 0.1055 0.2915 0.1421 0.2460 0.2669
Theil Forecast Error Statistics
Variable N MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
MSE 3.285E8 2.969E11 6.059E10 1.072E10 2.657E11 5.024E10 3.108E13 1.008E11 9.3906E9 3.061E10 9.349E10 3.009E13 2.83E10 2.85E9 2.132E11 1.388E11 9.6182E9 4.3027E8
Corr (R)
Bias (UM)
MSE Decomposition Proportions Reg Dist Var Covar Inequality Coef (UR) (UD) (US) (UC) U1 U
0.89 0.90 0.96 0.85 0.67 0.65 -0.96 0.98 0.92 0.85 0.89 -0.98 0.96 0.89 -0.13 0.81 -0.56 0.56
0.90 0.00 0.26 0.33 0.62 0.17 0.85 0.18 0.04 0.06 0.71 0.87 0.00 0.60 0.63 0.88 0.21 0.07
0.01 0.11 0.55 0.05 0.27 0.26 0.15 0.66 0.20 0.19 0.11 0.12 0.71 0.00 0.34 0.11 0.60 0.56
0.09 0.89 0.19 0.62 0.11 0.57 0.01 0.16 0.76 0.75 0.18 0.00 0.29 0.40 0.04 0.01 0.19 0.37
0.00 0.30 0.46 0.20 0.14 0.03 0.05 0.61 0.39 0.04 0.05 0.02 0.59 0.02 0.13 0.09 0.00 0.18
0.10 0.70 0.28 0.47 0.24 0.80 0.10 0.21 0.57 0.91 0.24 0.11 0.41 0.39 0.25 0.03 0.78 0.75
0.4365 0.0098 0.0131 0.0200 0.0853 0.0300 0.0904 0.0152 0.0173 0.0256 0.0383 0.8917 0.0828 0.1265 0.5827 0.7432 0.2049 0.0483
0.2691 0.0049 0.0065 0.0099 0.0412 0.0149 0.0472 0.0076 0.0087 0.0128 0.0195 0.7009 0.0411 0.0665 0.3591 0.5086 0.0979 0.0243
339 WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
8.9807E8 6.0996E8 1.8419E9 1.854E11 4.4818E9 7.9748E8 8.3258E9 1.339E10 1.854E11 4.4818E9 7.9748E8 8.3258E9 1.339E10 9.218E10 5.71E8 1.246E8 2.0987E9 74841660 6.9811E8 68696078 24361264 1.1134E9 4.3016E9 4.641E12 1.347E11 4.523E11 1.0512E8 2.68E11
Lampiran 7.
0.13 0.97 0.96 0.19 0.95 0.99 0.57 0.89 0.19 0.95 0.99 0.58 0.89 -0.05 0.99 0.96 0.87 0.92 -0.10 0.35 0.18 -0.07 0.17 0.72 0.91 0.90 0.91 0.69
0.00 0.19 0.06 0.96 0.86 0.71 0.83 0.97 0.96 0.86 0.71 0.83 0.97 0.94 0.95 0.76 0.70 0.00 0.04 0.47 0.03 0.16 0.90 0.15 0.28 0.67 0.69 0.11
0.34 0.37 0.21 0.02 0.13 0.28 0.17 0.03 0.02 0.13 0.28 0.17 0.03 0.03 0.03 0.19 0.29 0.12 0.28 0.28 0.11 0.81 0.03 0.02 0.31 0.00 0.01 0.17
0.66 0.43 0.74 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.02 0.02 0.05 0.01 0.88 0.68 0.25 0.86 0.03 0.07 0.83 0.41 0.32 0.30 0.72
0.02 0.49 0.11 0.00 0.12 0.27 0.15 0.02 0.00 0.12 0.27 0.15 0.02 0.00 0.03 0.16 0.27 0.29 0.14 0.03 0.20 0.50 0.00 0.26 0.48 0.04 0.04 0.60
0.98 0.32 0.83 0.03 0.02 0.02 0.02 0.01 0.03 0.02 0.02 0.02 0.01 0.06 0.02 0.07 0.03 0.71 0.82 0.50 0.78 0.34 0.10 0.59 0.23 0.29 0.27 0.29
0.0535 0.0546 0.0655 0.5359 0.2565 0.2349 1.8607 1.6052 0.5401 0.2577 0.2355 1.8713 1.6202 0.5418 0.1341 0.2178 0.7577 0.1047 0.3450 0.5285 0.5000 3.3321 2.7763 0.2311 0.2708 0.3140 0.3004 0.3365
0.0267 0.0271 0.0329 0.3620 0.1142 0.1059 0.4880 0.4462 0.3658 0.1147 0.1062 0.4895 0.4485 0.3660 0.0629 0.0989 0.2797 0.0527 0.1689 0.2227 0.2507 0.7186 0.6402 0.1228 0.1505 0.1801 0.1718 0.1851
Program Peramalan Variabel Eksogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur Forecast Metode Trend-Linier Stepwise Autoregressive dengan Program SAS/ETS Versi 9
option nodate nonumber; data D1; set SAFRIDA; WSP1 = WSP*NTKSP; PWSP1 = WSP1-LAG(WSP1); WH1 = WH*NTKH; NEXS = EXPS-IMPS; NEXSL = EXPSL-IMPSL; DEVJ1 = DEVJ*NTK; DEVK1 = DEVK*NTK; DEVP1 = DEVP*NTK; DEVS2 = (DEVS1/IHKS)*100; DEVSL2 = (DEVSL1/IHKSL)*100; GEXRJ = GEXJ-GEXPJ; GEXRK = GEXK-GEXPK; GEXRP = GEXP-GEXPP; GEXPLS = GEXPS-GEXIS; GEXPLSL = GEXPSL-GEXISL; GDPCAS1 = GDPCAS*NTK; GRDPCJ = GRDPJ/POPJ; GRDPCK = GRDPK/POPK; GRDPCP = GRDPP/POPP; LMIGKJ = LAG(MIGKJ); LMIGPJ = LAG(MIGPJ); LMIGJK = LAG(MIGJK); LMIGJP = LAG(MIGJP); LMIGJAS = LAG(MIGJAS); LMIGJH = LAG(MIGJH); LMIGSAS = LAG(MIGSAS);
LWSP1 WM1 NEXJ NEXK NEXP DEVS1 DEVSL1 DEVJ2 DEVK2 DEVP2 GEXRS GEXRSL GEXPLJ GEXPLK GEXPLP LGDPCAS1 GRDPCS GRDPCSL LMIGSJ LMIGSLJ LMIGJS LMIGJSL LMIGJM LMIGJSP LMIGSM LMIGSSP
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(WSP1); WM*NTKM; EXPJ-IMPJ; EXPK-IMPK; EXPP-IMPP; DEVS*NTK; DEVSL*NTK; (DEVJ1/IHKJ)*100; (DEVK1/IHKK)*100; (DEVP1/IHKP)*100; GEXS-GEXPS; GEXSL-GEXPSL; GEXPJ-GEXIJ; GEXPK-GEXIK; GEXPP-GEXIP; LAG(GDPCAS1); GRDPS/POPS; GRDPSL/POPSL; LAG(MIGSJ); LAG(MIGSLJ); LAG(MIGJS); LAG(MIGJSL); LAG(MIGJM); LAG(MIGJSP); LAG(MIGSM); LAG(MIGSSP);
340 LMIGSH = LAG(MIGSH); LMIGKAS = LAG(MIGKAS); LMIGKH = LAG(MIGKH); LMIGSLAS = LAG(MIGSLAS); LMIGSLH = LAG(MIGSLH); LMIGPAS = LAG(MIGPAS); LMIGPH = LAG(MIGPH); LDTKS = LAG(DTKS); LDTKSL = LAG(DTKSL); LSTKJ = LAG(STKJ); LSTKK = LAG(STKK); LSTKP = LAG(STKP); LWS = LAG(WS); LWSL = LAG(WSL); LCONJ = LAG(CONJ); LCONK = LAG(CONK); LCONP = LAG(CONP); LINVS = LAG(INVS); LINVSL = LAG(INVSL); LDEVP = LAG(DEVP); LDEVS2 = LAG(DEVS2); LDEVK2 = LAG(DEVK2); LDEVP2 = LAG(DEVP2); LDICSL = LAG(DICSL); LGEXIS = LAG(GEXIS); LINFP = LAG(INFP); LGEXIK = LAG(GEXIK); LGEXIP = LAG(GEXIP); LSB = LAG(SB); LPOPJ = LAG(POPJ); MIGINS = MIGJS+MIGLJS; MIGINK = MIGJK+MIGLJK; MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; MIGINP = MIGJP+MIGLJP; NMIGS = MIGINS-MIGOUTS; INCMJ = MIGIN*GRDPCJ; INCMK = MIGINK*GRDPCK; INCMP = MIGINP*GRDPCP; LINCMK = LAG(INCMK); LUMRS = LAG(UMRS); LLLHK = LAG(LLHK); PDTKH = DTKH-LDTKH; PLLHP = LLHP-LLLHP; PWP = WP-LWP; LMIGOUTS = LAG(MIGOUTS); GDPCSP1 = GDPCSP*NTK;
LMIGKM = LAG(MIGKM); LMIGKSP = LAG(MIGKSP); LMIGSLM = LAG(MIGSLM); LMIGSLSP = LAG(MIGSLSP); LMIGPM = LAG(MIGPM); LMIGPSP = LAG(MIGPSP); LDTKJ = LAG(DTKJ); LDTKK = LAG(DTKK); LDTKP = LAG(DTKP); LSTKS = LAG(STKS); LSTKSL = LAG(STKSL); LWJ = LAG(WJ); LWK = LAG(WK); LWP = LAG(WP); LCONS = LAG(CONS); LCONSL = LAG(CONSL); LINVJ = LAG(INVJ); LINVK = LAG(INVK); LINVP = LAG(INVP); LDEVJ2 = LAG(DEVJ2); LDEVK1 = LAG(DEVK1); LDEVSL2 = LAG(DEVSL2); LDICS = LAG(DICS); LPOPJ = LAG(POPJ); LGEXPJ = LAG(GEXPJ); LINFS = LAG(INFS); PGEXIK = GEXIK-LGEXIK; PGEXIP = GEXIP-LGEXIP; PSB = (SB-LSB)/LSB; LPOPS = LAG(POPS); MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; LNMIGS = LAG(NMIGS); INCMS = MIGINS*GRDPCS; INCMSL = MIGINSL*GRDPCSL; LINCMJ = LAG(INCMJ); LINCMP = LAG(INCMP); LDTKH = LAG(DTKH); PLLHK = LLHK-LLLHK; LLLHP = LAG(LLHP); PUMRS = UMRS-LUMRS; LMIGINS = LAG(MIGINS); LMIGEXS = LAG(MIGEXS); GDPSP1 = GDPSP*NTK;
RUN; PROC FORECAST DATA=D1 METHOD=STEPAR TREND=2 OUT=EKSOGEN OUTDATA LEAD=6; ID TAHUN; VAR MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2 MIGLJS MIGLJK MIGLJSL MIGLJP MIGSPLJ MIGKLJ MIGSLLJ MIGPLJ MIGJNL MIGSNL MIGKNL MIGSLNL MIGPNL DIKRJ DIKTJ DIKTS DIKRS DIKTK DIKRK DIKTSL DIKRSL DIKTP DIKRP INDJ LLHS LLHK LLHSL LLHP POPJ POPS POPK POPSL POPP UMRJ UMRS UMRK UMRSL UMRP GDPCAS GDPAS NTKAS NTKSP NTKM NTKH WSP GDPCSP WM GDPCM WH GDPCH DTKSP STKSP DTKM STKM DTKH STKH GEXJ GEXS GEXK GEXSL GEXP GEXIJ GEXIS GEXIK GEXISL GEXIP KHMJ KHMS KHMK KHMSL KHMP GEXPJ GEXPS GEXPK GEXPSL GEXPP INFJ INFS INFK INFSL INFP EXPJ IMPJ EXPS IMPS EXPK IMPK EXPSL IMPSL EXPP IMPP TAXJ TAXS TAXK
341 TAXSL TAXP SB NTK IHKJ IHKS IHKK IHKSL IHKP INCMJ INCMS INCMK INCMSL INCMP GRDPCJ GRDPCS GRDPCK GRDPCSL GRDPCP GEXPLJ GEXPLS GEXPLK NEXP GEXPLSL GEXPLP GEXRJ GEXRS GEXRK GEXRSL GEXRP NEXJ NEXS NEXK NEXSL; RUN; TITLE'NILAI VARIBEL EKSOGEN TAHUN 2009-2012'; PROC PRINT DATA=EKSOGEN; RUN; QUIT;
342
Lampiran 8. Hasil Peramalan Variabel Eksogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur FORECAST Metode Trend-Linier Stepwise Autoregressive dengan Program SAS/ETS Versi 9 Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
TAHUN
_TYPE_
_LEAD_
MIGSJ
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL ACTUAL FORECAST FORECAST FORECAST FORECAST FORECAST FORECAST
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 4 5 6
898778.03 952345.79 980315.29 1009106.23 1038742.73 1069249.63 1172633.57 1228015.73 1286013.52 1346750.49 1410356.00 1458662.74 1483433.08 1508624.06 1534242.82 1560296.62 1568173.91 1572127.46 1576090.97 1580064.48 1584048.00 1588041.57 1647423.88 1702895.20 1755126.66 1804674.23 1851998.49 1897480.95
MIGKJ 138808.00 156243.97 165766.84 175870.12 186589.17 197961.54 201463.38 203237.47 205027.17 206832.64 208654.00 215598.67 219157.20 222774.47 226451.45 230189.11 238543.21 242833.29 247200.51 251646.28 256172.00 260779.11 266696.39 272241.10 277553.04 282719.57 287795.25 292814.18
MIGSLJ 155105.00 162248.67 165942.96 169721.36 173585.79 177538.21 191461.37 198827.20 206476.42 214419.91 222669.00 219304.24 217640.98 215990.33 214352.19 212726.49 208950.01 207086.99 205240.58 203410.63 201597.00 199799.54 205738.43 212107.78 218833.61 225853.94 233116.91 240579.11
MIGPJ 139124.88 146782.87 150768.51 154862.38 159067.41 163386.62 178803.06 187048.48 195674.14 204697.56 214137.09 229869.73 238164.34 246758.25 255662.26 264887.57 251491.30 245049.42 238772.54 232656.44 226697.00 220890.21 234844.71 247090.71 257970.25 267756.90 276669.44 284882.88
MIGINJ 4554200.72 5223542.07 5594246.01 5991258.04 6416445.20 6871807.00 7450410.30 7757732.66 8077731.77 8410930.53 8757873.44 8669016.37 8624926.48 8581060.84 8537418.29 8493997.70 9165927.27 9521569.48 9891010.76 10274786.54 10673453.00 11087587.90 11385830.74 11642848.05 11863722.12 12052206.92 12211024.87 12381954.03
MIGINS 3013883.00 3225554.84 3337472.24 3453644.55 3574230.03 3699392.83 3789158.70 3834880.60 3881169.19 3928034.10 3975483.00 3841194.61 3776172.64 3712531.60 3650249.67 3589303.52 3654847.01 3688101.84 3721685.41 3755598.78 3789848.00 3824435.15 3856034.22 3885123.22 3912243.19 3937818.53 3962182.17 3985595.29
MIGINK 671271.00 795352.77 866871.84 945615.08 1032352.01 1127937.51 1208048.02 1250276.47 1294025.19 1339351.80 1386313.83 1467489.92 1509878.72 1553516.03 1598440.46 1644690.15 1674439.00 1689604.96 1704969.83 1720536.78 1736308.00 1752287.65 1840002.89 1917739.29 1988166.88 2053241.26 2114394.79 2172676.55
MIGINSL 359043.00 408130.04 435267.11 464302.73 495373.21 528629.20 544348.89 552479.36 560796.32 569304.84 578009.97 601508.05 613852.70 626614.49 639809.49 653454.74 658309.24 660796.89 663326.64 665895.88 668508.00 671161.39 699061.86 722420.13 742677.70 760818.60 777514.58 793224.19
343
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
MIGINP 369689.00 430253.19 465975.37 505967.67 550796.26 601102.76 635492.65 653429.94 671882.70 690865.31 710392.30 705172.67 703700.43 702959.82 702932.65 703602.83 734327.87 750542.36 767365.09 784822.48 802943.00 821757.09 843716.67 864730.86 885003.52 904694.57 923929.42 942806.45
MIGJS 2828160.00 3043227.84 3156819.24 3274650.55 3396880.03 3523671.83 3605851.70 3647657.60 3689948.19 3732729.10 3776006.00 3634094.61 3565151.64 3497516.60 3431164.67 3366071.52 3423003.01 3451828.84 3480897.41 3510210.78 3539771.00 3569580.15 3598716.49 3625006.29 3649068.92 3671389.01 3692345.72 3712235.70
MIGJK 448275.00 553121.77 614410.84 682491.08 758115.01 842118.51 895774.02 923870.47 952848.19 982734.80 1013558.83 1067755.92 1095931.72 1124851.03 1154533.46 1184999.15 1197457.00 1203734.96 1210045.83 1216389.78 1222767.00 1229177.65 1296649.64 1355595.75 1408272.50 1456339.17 1501015.90 1543199.88
MIGJSL
MIGJP
199088.00 232069.04 250555.11 270513.73 292062.21 315327.20 318954.89 320784.36 322624.32 324474.84 326335.97 329965.05 331794.70 333634.49 335484.49 337344.74 344384.24 347958.89 351570.64 355219.88 358907.00 362632.39 372847.40 381704.32 389618.95 396879.77 403686.96 410179.40
173115.00 223410.19 253797.37 288317.67 327533.26 372082.76 391189.65 401107.94 411277.70 421705.31 432397.30 451633.67 461570.43 471725.82 482104.65 492711.83 502211.87 507030.36 511895.09 516806.48 521765.00 526771.09 554284.97 578446.11 600154.49 620068.49 638669.79 656310.75
MIGOUTJ 3648638.00 4067017.32 4293867.56 4533371.06 4786233.59 5053200.30 5213118.59 5294965.68 5378097.80 5462535.10 5548298.09 5492005.26 5464073.39 5436283.57 5408635.10 5381127.24 5467107.05 5510610.77 5554460.66 5598659.48 5643210.00 5688115.03 5818572.74 5934709.69 6040009.88 6137109.70 6228004.16 6314202.93
MIGOUTS 986046.03 1045610.79 1076732.29 1108781.23 1141785.73 1175774.63 1284502.57 1342656.73 1403494.52 1467142.49 1533731.00 1590478.74 1619684.08 1649459.06 1679815.82 1710767.62 1720093.91 1724777.46 1729473.97 1734184.48 1738908.00 1743645.57 1808891.80 1869688.55 1926824.17 1980947.36 2032591.84 2082196.81
MIGOUTK
MIGOUTSL
MIGOUTP
180557.00 200414.97 211201.84 222605.12 234661.17 247408.54 255127.38 259143.47 263268.17 267506.64 271862.00 277564.67 280511.20 283522.47 286599.45 289744.11 304802.21 312722.29 320919.51 329404.28 338190.00 347291.11 352524.62 358227.96 364252.52 370496.70 376891.04 383388.03
595428.00 612930.67 621895.96 631006.36 640265.79 649676.21 693529.37 716564.20 740371.42 764977.91 790409.00 786029.24 783858.98 781701.33 779557.19 777425.49 810079.01 827302.99 845149.58 863637.63 882788.00 902619.54 919072.97 933354.87 945840.20 956791.39 966390.57 976242.64
335034.88 366338.87 383196.51 400917.38 419548.41 439139.62 465957.06 480078.48 494700.14 509842.56 525526.09 578018.73 606289.34 636006.25 667245.26 700086.57 687066.30 680812.42 674723.54 668796.44 663025.00 657406.21 695311.67 728245.38 757451.97 783864.47 808182.36 830930.01
344
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
MIGJM
MIGJAS
MIGJSP
576.00 35.00 80.00 18.00 2839.00 10893.00 15050.00 18677.00 9464.00 15539.00 8907.00 119862.00 13503.00 49527.00 63022.00 71412.00 27712.00 56877.00 33318.00 47376.00 75208.00 94943.00 77063.18 80859.83 84656.48 88453.13 92249.77 96046.42
45080.40 42646.00 47584.00 44880.00 56639.00 39051.00 81463.00 90007.00 95250.00 90911.00 40986.00 119733.00 114862.00 151683.00 123519.00 107424.00 93446.00 201163.00 161077.00 191598.00 141486.00 257309.00 196549.94 204400.93 212251.92 220102.92 227953.91 235804.90
541.00 561.00 790.00 1486.00 1817.00 2885.00 4034.00 4619.00 4861.00 5840.00 8561.00 11635.00 13220.00 15290.00 12975.00 9576.00 12638.00 5987.00 2274.00 3402.00 9346.00 1928.00 5078.11 7205.47 8682.11 9744.74 10543.97 11175.60
MIGJH
MIGEXJ
113.00 95.00 139.00 159.00 245.00 254.00 365.00 536.00 576.00 1232.00 1445.00 1171.00 1968.00 7276.00 4754.00 8087.00 8427.00 7611.00 1307.00 5284.00 4524.00 4298.00 5150.68 9045.48 7432.43 8357.14 8995.77 9056.51
49053.00 45633.00 57065.00 53751.00 70583.00 58767.00 108968.00 122819.00 124866.00 129594.00 76795.00 268280.00 169720.00 259760.00 251060.00 242147.00 182380.00 323977.00 215191.00 266380.00 277458.00 402589.00 336644.38 351068.65 365492.92 379917.19 394341.46 408765.73
MIGSM
MIGSAS
MIGSSP
MIGSH
305.00 19.00 42.00 10.00 1504.00 5771.00 7974.00 9896.00 5014.00 8233.00 4719.00 63508.00 7155.00 26242.00 33392.00 37838.00 14683.00 30136.00 17653.00 25101.00 39848.00 50305.00 40831.34 42842.96 44854.59 46866.22 48877.84 50889.47
46.00 44.00 49.00 46.00 58.00 40.00 83.00 92.00 98.00 93.00 42.00 122.00 118.00 156.00 127.00 110.00 96.00 206.00 165.00 196.00 145.00 263.00 201.29 209.32 217.36 225.40 233.43 241.47
286.00 297.00 419.00 787.00 963.00 1528.00 2137.00 2447.00 2576.00 3095.00 4536.00 6165.00 7004.00 8101.00 6875.00 5074.00 6696.00 3172.00 1205.00 1802.00 4952.00 1022.00 2690.81 3817.87 4600.23 5163.25 5586.73 5921.42
60.00 50.00 74.00 84.00 130.00 134.00 193.00 284.00 305.00 653.00 765.00 620.00 1043.00 3855.00 2519.00 4285.00 4465.00 4033.00 693.00 2799.00 2397.00 2277.00 2728.76 4792.43 3938.35 4427.96 4766.48 4798.68
MIGEXS 739.00 432.00 685.00 1071.00 3045.00 8275.00 11218.00 13723.00 9061.00 13783.00 12901.00 71040.00 18112.00 44521.00 52741.00 58296.00 33264.00 44781.00 21721.00 32160.00 58850.00 60496.00 58238.77 61046.43 63854.09 66661.74 69469.40 72277.06
MIGKM 449.00 27.00 62.00 14.00 2211.00 8482.00 11719.00 14543.00 7369.00 12099.00 6935.30 93332.00 10514.00 38565.00 49073.00 55606.00 21578.00 44288.00 25944.00 36890.00 58561.00 73928.00 60006.02 62962.32 65918.62 68874.92 71831.21 74787.51
345
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
MIGKAS
MIGKSP
MIGKH
MIGEXK
MIGSLM
161.00 152.00 170.00 160.00 202.00 140.00 291.00 322.00 341.00 325.00 147.00 428.00 411.00 542.00 442.00 384.00 334.00 719.00 576.00 685.00 506.00 920.00 702.87 730.95 759.04 787.12 815.20 843.29
421.00 437.00 615.00 1157.00 1415.00 2246.00 3141.00 3596.00 3785.00 4548.00 6666.00 9060.00 10294.00 11906.00 10103.00 7456.00 9840.00 4662.00 1770.00 2649.00 7277.00 1501.00 3953.70 5610.14 6759.94 7587.39 8209.74 8701.59
88.00 74.00 108.00 124.00 191.00 198.00 284.00 417.00 449.00 959.00 1125.00 912.00 1532.00 5665.00 3702.00 6297.00 6562.00 5926.00 1018.00 4114.00 3522.00 3347.00 4010.66 7042.91 5787.32 6507.44 7004.17 7051.62
1185.00 727.00 1122.00 1680.00 4609.00 12250.00 16667.00 20368.00 13539.00 20470.00 19069.00 110257.00 26898.00 65792.00 77823.00 85945.00 49133.00 66306.00 31856.00 47688.00 86831.00 89503.00 86286.62 90431.24 94575.85 98720.47 102865.09 107009.70
7.00 1.00 1.00 1.00 34.00 130.00 180.00 223.00 113.00 185.00 106.00 1433.00 161.00 592.00 753.00 854.00 331.00 680.00 398.00 566.00 899.00 1135.00 920.95 966.32 1011.68 1057.05 1102.42 1147.78
MIGSLAS 35.00 33.00 37.00 35.00 44.00 30.00 64.00 70.00 74.00 71.00 32.00 93.00 90.00 118.00 96.00 84.00 73.00 157.00 126.00 149.00 110.00 201.00 153.34 159.47 165.60 171.73 177.87 184.00
MIGSLSP 6.00 7.00 9.00 18.00 22.00 34.00 48.00 55.00 58.00 70.00 102.00 139.00 158.00 183.00 155.00 115.00 151.00 72.00 27.00 41.00 112.00 23.00 60.77 86.28 103.98 116.72 126.30 133.87
MIGSLH 1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 4.00 6.00 7.00 15.00 17.00 14.00 24.00 87.00 57.00 97.00 101.00 91.00 16.00 63.00 54.00 51.00 61.66 108.06 89.06 100.08 107.88 108.37
MIGEXSL 53.00 44.00 58.00 63.00 118.00 219.00 320.00 383.00 286.00 390.00 331.00 1785.00 511.00 1138.00 1305.00 1416.00 841.00 1192.00 616.00 882.00 1454.00 1584.00 1489.39 1559.66 1629.92 1700.19 1770.46 1840.73
MIGPM 210.00 13.00 29.00 7.00 1033.00 3964.00 5477.00 6797.00 3444.00 5655.00 3241.00 43622.00 4914.00 18025.00 22936.00 25990.00 10085.00 20699.00 12126.00 17242.00 27371.00 34553.00 28046.00 29427.74 30809.47 32191.21 33572.94 34954.68
MIGPAS
MIGPSP
2545.00 2408.00 2686.00 2534.00 3198.00 2205.00 4599.00 5082.00 5377.00 5133.00 2314.00 6760.00 6485.00 8564.00 6974.00 6065.00 5276.00 11357.00 9093.00 10817.00 7988.00 14527.00 11096.66 11539.90 11983.14 12426.38 12869.62 13312.86
197.00 204.00 288.00 541.00 661.00 1050.00 1468.00 1681.00 1769.00 2126.00 3116.00 4235.00 4811.00 5565.00 4722.00 3485.00 4599.00 2179.00 827.00 1238.00 3401.00 702.00 1848.01 2622.05 3159.40 3546.13 3837.01 4066.91
346
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
MIGEXP 3170.00 2800.00 3586.00 3625.00 5713.00 8098.00 12610.00 14840.00 12243.00 15253.00 11791.00 58505.00 20011.00 40396.00 44691.00 47422.00 29529.00 44135.00 24481.00 33580.00 49717.00 57664.00 52758.44 55196.49 57634.53 60072.58 62510.63 64948.67
DTKJ 38956016.00 43797965.00 42830870.00 44519145.00 45267953.00 46016761.00 46704014.00 47391266.00 47558175.00 48310338.00 49062500.00 47834051.00 50787548.00 51940947.00 53094346.00 54360000.00 54591000.00 54713000.00 53972000.00 56011000.00 56484071.00 57414267.00 58375841.99 59137309.54 59898777.09 60660244.64 61421712.20 62183179.75
DTKS 11736451.00 13070486.00 13640947.00 14038056.00 14463460.00 14888864.00 15264256.00 15639648.00 15717387.00 15954837.00 16192287.00 16074488.00 17202964.00 17491720.00 17780476.00 18237000.00 18283000.00 18511000.00 18699000.00 18741000.00 19129481.00 19517962.00 20138073.65 20465199.54 20792325.43 21119451.32 21446577.21 21773703.10
DTKK 3017949.00 3404576.00 3436192.00 3513910.00 3672774.00 3831637.00 4007988.00 4184338.00 4292458.00 4366264.00 4440070.00 4498056.00 4861811.00 4965521.00 5069230.00 5066000.00 4887000.00 5193000.00 5076000.00 5207000.00 5338607.00 5335540.00 5558759.53 5725534.33 5863472.90 5986679.76 6102360.55 6214196.46
DTKSL 3807798.00 4214600.00 4522064.00 4568786.00 4717915.00 4867044.00 4859341.00 4851638.00 5019232.00 5217293.00 5415354.00 5062239.00 5683032.00 5797346.00 5911660.00 5800000.00 5891000.00 5948000.00 5652000.00 6185000.00 6245240.00 6305480.00 6489749.45 6593434.93 6697120.41 6800805.89 6904491.37 7008176.85
DTKP 4938924.00 5705285.00 5972370.00 6176897.00 6211585.50 6246274.00 6348878.00 6451482.00 6613190.00 6784044.00 6954898.00 6641226.00 7166458.00 7063802.50 6961147.00 6375000.00 7155000.00 7283000.00 7386000.00 7577000.00 7750719.00 7724183.00 7831131.44 7929145.38 8027159.33 8125173.28 8223187.22 8321201.17
STKJ 39869203.00 42486720.00 44200567.00 46039739.00 46699999.50 47360260.00 48088958.50 48817657.00 49007147.00 50205630.50 51404114.00 51652153.00 53489832.00 55312259.50 57134687.00 58133000.00 59819000.00 60325000.00 59861000.00 62343000.00 63347583.00 64222571.00 65277642.23 66348110.88 67426908.34 68510211.04 69595950.72 70683008.63
STKS
STKK
11980091.00 12775412.00 13902036.00 14377884.00 14796704.00 15215524.00 15625090.50 16034657.00 16144145.00 16550490.00 16956835.00 17263516.00 18126033.00 18524990.00 18923947.00 19407000.00 19745000.00 20315000.00 20730000.00 20819000.00 21276447.00 22029037.00 22427132.39 22848422.27 23279882.22 23715801.41 24153675.86 24592407.61
3081392.00 3330562.00 3492898.00 3573586.00 3738470.00 3903354.00 4090257.00 4277160.00 4381521.00 4498525.00 4615529.00 4800144.00 5074156.00 5187043.00 5299930.00 5336000.00 5187000.00 5710000.00 5424000.00 5629000.00 5766320.00 5815435.00 6151366.32 6282266.63 6413166.93 6544067.24 6674967.54 6805867.85
347
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
STKSL 3891245.00 4119888.00 4606273.00 4678065.00 4833317.50 4988570.00 5005828.50 5023087.00 5204885.00 5468516.50 5732148.00 5625404.00 6031140.00 6165069.50 6298999.00 6184000.00 6510000.00 6684000.00 6452000.00 7087000.00 7100833.00 7114931.00 7360160.55 7506873.32 7653586.09 7800298.87 7947011.64 8093724.42
STKP 5002985.00 5625605.00 6143539.00 6253322.00 6293939.00 6334556.00 6442984.50 6551413.00 6708380.00 6901193.50 7094007.00 7020044.00 7388421.00 7289018.00 7189615.00 6592000.00 7552000.00 7747000.00 7849000.00 8095000.00 8311189.00 8306712.00 8368434.88 8492599.48 8616764.08 8740928.68 8865093.28 8989257.89
UJ 913886.00 1311245.00 1369697.00 1520594.00 1432046.50 1343499.00 1384945.00 1426391.00 1448972.00 1895293.00 2341614.00 2702284.00 2719266.00 3335860.00 4040341.00 3773479.00 5227293.00 5611538.00 5888982.00 6332092.00 6863512.00 6808304.00 7003876.68 7220202.62 7453088.94 7699189.88 7955835.64 8220895.80
US 243640.00 295074.00 261089.00 339828.00 333244.00 326660.00 360834.50 395009.00 426658.00 595603.00 764548.00 923069.00 841518.00 928748.00 1143471.00 1169618.00 1461733.00 1803875.00 2031169.00 2077643.00 2146966.00 2511075.00 2501053.27 2521775.30 2565048.95 2624864.97 2696815.40 2777666.83
UK 63443.00 74014.00 56706.00 59676.00 65697.00 71717.00 82269.50 92822.00 89063.00 132261.00 175459.00 212545.00 213150.00 276695.00 230700.00 270054.00 299761.00 516496.00 348074.00 422322.00 427713.00 479895.00 460213.85 481811.37 503408.89 525006.41 546603.93 568201.44
USL 83447.00 94712.00 84209.00 109279.00 115402.50 121526.00 146487.50 171449.00 185653.00 251223.50 316794.00 348108.00 289890.00 302160.00 387339.00 383515.00 618712.00 736120.00 800950.00 901735.00 855593.00 809451.00 846569.79 884524.74 923114.55 962186.39 1001624.20 1041339.89
UP 64061.00 79680.00 171169.00 76425.00 82353.50 88282.00 94106.50 99931.00 95190.00 117149.50 139109.00 221963.00 211331.00 219020.00 228468.00 216565.00 397532.00 464075.00 461915.00 517559.00 560470.00 582529.00 580456.48 585990.87 596938.46 611738.16 629279.09 648770.71
WJ 133912.14 135231.90 136365.43 132139.80 129220.87 116695.44 136450.26 155503.86 175355.03 178323.83 169180.80 200464.71 233958.83 265140.35 297563.04 317447.30 528732.83 560863.89 469286.01 427809.26 444497.54 424257.62 460572.64 491313.37 518383.00 543034.91 566094.58 588105.62
WS 172940.94 169884.06 167143.62 161823.54 157238.50 154053.11 163387.55 172871.77 190448.81 196290.62 194275.00 205947.28 225318.18 265062.32 308883.99 359213.84 408290.62 445244.44 433904.50 418001.41 420400.82 450700.09 464250.97 478257.79 492641.65 507337.33 522290.87 537457.67
WK 201848.92 196609.00 192008.59 189243.34 173286.42 182843.06 187169.78 195274.18 206340.67 225046.77 230751.30 247204.27 267678.01 322007.27 380148.27 443406.43 553622.70 606820.68 556955.42 524122.94 551002.28 563837.72 585719.78 607686.51 629721.66 651812.10 673947.22 696118.43
348
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
WSL 178394.67 169618.71 162048.61 158464.04 164071.25 148386.56 161420.67 173497.66 196201.23 194356.96 191081.30 205786.65 216921.61 282140.07 317131.47 358384.14 387446.17 382662.49 408859.51 439787.79 516609.85 549314.07 543388.71 543690.69 548589.26 556880.70 567676.54 580320.96
WSL
WP
GRDPJ
178394.67 169618.71 162048.61 158464.04 164071.25 148386.56 161420.67 173497.66 196201.23 194356.96 191081.30 205786.65 216921.61 282140.07 317131.47 358384.14 387446.17 382662.49 408859.51 439787.79 516609.85 549314.07 543388.71 543690.69 548589.26 556880.70 567676.54 580320.96
165571.09 171982.63 177782.66 166058.01 162132.53 164191.83 170412.19 176198.48 202504.69 207953.54 228019.20 245676.47 277493.56 298422.61 350539.14 398953.05 420908.60 541053.08 661197.55 675260.04 768424.09 791349.96 793850.70 801341.58 812897.34 827764.26 845328.37 865089.57
115933.25 119207.10 129351.00 141321.52 146823.26 164736.14 174616.87 186086.67 216775.71 243763.31 264326.01 287637.43 329671.81 474080.08 505500.36 569491.13 845337.23 773393.45 727447.44 750465.34 861131.59 852544.42 885498.03 921039.05 958292.15 996678.11 1035813.67 1075445.23
GRDPS 55505.37 57595.78 64599.76 63800.53 70072.42 68971.70 73855.37 75945.21 82829.29 88668.93 95389.43 101670.83 113332.26 170493.22 176244.05 192475.88 236123.42 236578.32 260057.92 256033.05 281415.30 290776.60 298392.20 307040.06 316489.92 326562.91 337120.01 348053.25
GRDPK 20195.47 18780.36 22378.16 23022.32 23887.18 25544.69 26845.69 28431.58 33333.83 37648.92 39465.59 43787.46 47097.69 76959.33 79208.49 94776.89 109009.01 102050.69 102834.47 113521.77 135153.16 150725.80 148715.68 149373.38 151824.22 155480.30 159946.46 164957.11
GRDPSL 8770.88 9042.80 9465.21 10249.94 10823.66 11693.49 12635.72 13500.45 15460.63 17204.22 18496.90 20323.56 22346.52 36252.36 34244.00 38364.11 45638.34 45027.08 44709.39 46899.70 54033.72 56573.65 57418.75 58835.60 60619.72 62639.76 64811.35 67080.29
GRDPP 9835.41 10697.50 11703.27 12139.38 12513.88 13757.10 15207.93 16354.39 19099.39 22402.99 24643.60 27141.95 29261.36 44441.29 39577.26 44760.29 52475.65 48563.77 75280.88 75580.34 84866.93 86465.90 85503.25 86271.20 88125.21 90660.79 93624.08 96855.79
DICJ 115244.61 118421.10 128457.61 140344.76 145686.50 163308.89 173202.12 184641.58 215070.78 241514.59 261413.79 284756.72 326669.82 471877.74 502583.30 565663.17 838504.17 767127.09 721666.39 744530.19 854590.47 846285.64 878913.73 914131.50 951063.99 989131.84 1027951.44 1067268.80
DICS 55320.47 57398.73 64378.43 63573.85 69835.36 68709.93 73589.78 75670.40 82523.41 88275.75 94911.30 101154.04 112772.77 170025.04 175650.91 191724.44 235023.35 235463.91 258956.68 254944.68 280208.80 289520.77 297089.18 305690.79 315094.52 325120.97 335630.85 346516.06
349
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
DICK 20146.06 18725.64 22312.12 22955.45 23817.66 25470.94 26767.39 28352.58 33241.63 37531.43 39337.39 43652.61 46951.70 76831.25 79025.92 94533.47 108630.07 101691.37 102498.45 113199.95 134811.90 150380.34 148333.70 148967.57 151401.06 155042.78 159495.68 164493.18
DICSL 8720.82 8993.70 9413.24 10197.40 10766.22 11629.38 12575.30 13433.30 15387.54 17110.68 18384.35 20199.00 22210.08 36131.75 34091.52 38168.45 45341.01 44721.20 44440.24 46638.64 53754.31 56299.21 57118.21 58516.69 60286.24 62293.42 64452.78 66709.57
DICP 9792.94 10646.92 11648.31 12065.90 12433.25 13657.38 15111.28 16249.50 18984.57 22223.52 24433.18 26904.44 28994.38 44051.75 39127.37 44263.03 51835.24 48036.95 74616.97 74857.35 84114.90 85749.25 84740.67 85468.92 87285.92 89785.42 92712.76 95908.29
CONJ 79783.86 78568.39 85299.09 88919.09 86834.01 97948.14 104149.01 105817.37 135629.29 147720.37 164879.02 181822.98 211521.04 351395.43 417276.48 412984.90 555318.26 537912.85 507408.53 511697.72 612418.71 626136.82 644320.38 665816.88 689658.38 715159.74 741836.02 769343.93
CONS 25111.67 25300.51 29239.32 29450.63 29562.48 31838.21 34996.33 36239.71 47075.64 51671.37 58676.89 64623.67 73158.51 117826.56 136028.99 135118.41 133171.30 163113.17 164174.78 168864.47 201968.60 223579.56 221884.40 223866.51 228316.13 234421.50 241637.91 249599.84
CONK 6119.95 6097.65 6950.19 7123.35 7227.66 8035.07 8726.20 9078.86 11961.80 13335.81 15046.09 18160.60 20238.00 31336.57 36865.02 37787.37 41506.11 45889.54 44812.83 48279.75 57916.53 65069.34 64666.97 65198.24 66389.95 68048.84 70038.21 72261.34
CONSL 8809.53 8694.55 9659.46 10163.66 10298.07 11177.80 12180.61 12489.85 16146.50 17732.92 19733.81 21803.40 24375.15 39341.17 44850.23 45838.12 50267.55 55016.29 53953.15 57023.48 68510.38 74308.24 74528.84 75612.28 77308.00 79438.19 81876.69 84533.95
CONP 9350.59 9465.18 11255.50 10888.10 10540.15 11720.36 12908.78 13310.40 16853.92 19005.83 21540.20 24141.89 27409.95 44472.52 48189.70 47959.65 52126.79 52613.02 84172.19 84915.55 99975.03 105759.09 103425.49 103138.40 104276.89 106408.43 109231.72 112536.87
INVJ 6039.65 7202.35 16256.53 22019.42 36972.25 9689.77 16769.28 8246.61 14655.14 74604.10 105176.16 80853.37 168284.03 98860.81 35852.78 94291.50 74066.83 41425.61 110531.59 55005.79 75194.29 84182.96 103293.97 107389.97 111485.96 115581.96 119677.95 123773.95
INVS 1193.24 2191.85 5091.86 11473.25 7963.14 874.22 206.73 1862.49 1675.38 22440.12 25669.52 32080.46 87056.39 19045.29 15827.75 49472.87 23298.70 15331.89 9741.15 10799.74 14238.72 16841.66 28700.77 29716.74 30732.71 31748.68 32764.65 33780.62
350
Lampiran 8. Lanjutan Obs
INVK
INVSL
INVP
DEVJ2
DEVS2
DEVK2
DEVSL2
DEVP2
MIGLJS
MIGLJK
MIGLJSL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
1202.10 1015.85 2222.67 3096.80 3421.84 2690.41 3318.01 4105.92 640.98 9493.42 12179.95 23948.20 18254.86 15791.34 5767.09 4532.47 4790.51 15128.26 7057.24 2393.01 8540.33 14294.68 13750.55 13663.33 13822.42 14114.27 14477.69 14879.70
-26.85 416.97 1044.30 695.22 1026.54 239.90 557.99 314.39 409.02 5356.63 8206.84 11541.96 5604.17 12467.25 2168.18 23643.30 14493.45 4434.92 18221.07 3055.06 3729.89 4083.48 11586.56 12113.12 12639.68 13166.25 13692.81 14219.38
-10.17 269.66 2045.15 4733.34 2847.80 6715.40 6941.06 7652.99 4002.65 3574.30 10646.28 12937.26 7825.14 8381.62 9000.75 11867.81 51781.00 1557.52 24378.81 4500.97 4987.50 5026.35 15864.55 16486.52 17108.48 17730.44 18352.41 18974.37
137033.16 126748.93 219204.15 117728.42 419741.66 399409.34 480005.95 518111.34 675037.13 648334.78 812182.75 976380.61 3937360.84 5872234.96 4665787.71 5633890.41 11686637.55 9785398.27 4372001.40 5823688.38 9862822.53 11770799.48 9842244.06 9017282.20 10901916.25 12377565.29 12050144.42 11828328.45
1990.96 1182.27 2648.40 2253.87 17945.33 53894.35 48383.46 57214.65 48603.38 68315.42 136442.89 258125.80 404184.14 934360.53 881161.05 1267243.00 1588389.88 1136641.68 405999.73 644667.93 1904443.97 1732095.48 1378935.44 1314210.89 1517804.74 1746567.88 1859112.53 1886981.24
3283.76 2025.58 4371.51 3630.01 27803.10 80740.36 71403.93 84285.10 72702.34 102568.45 201672.73 406216.89 613078.61 1419760.89 1358848.85 1962525.30 2574401.02 1797019.94 621774.19 1009640.33 2964535.37 2733058.28 2172312.05 2046814.50 2363881.29 2739373.90 2926751.33 2965507.79
140.79 116.14 212.57 134.27 702.82 1462.77 1406.91 1620.41 1555.43 1964.50 3499.13 6484.04 11373.11 23726.25 21389.94 29792.86 40645.94 29695.35 11024.94 17201.94 46186.78 43657.27 35419.66 33297.19 37932.25 43711.90 46773.21 47539.53
8414.61 7596.58 13786.31 7795.92 32877.95 51897.63 53860.37 61234.34 63595.08 75497.49 124703.09 215225.18 455850.44 871992.04 764142.64 1024008.31 1425451.49 1040048.91 660033.40 947172.36 2229608.28 2187558.36 1690825.01 1448614.64 1581749.28 1851076.10 2042149.01 2119445.77
185723.00 182327.00 180653.00 178994.00 177350.00 175721.00 183307.00 187223.00 191221.00 195305.00 199477.00 207100.00 211021.00 215015.00 219085.00 223232.00 231844.00 236273.00 240788.00 245388.00 250077.00 254855.00 256930.90 259552.47 262556.42 265828.34 269288.04 272879.32
222996.00 242231.00 252461.00 263124.00 274237.00 285819.00 312274.00 326406.00 341177.00 356617.00 372755.00 399734.00 413947.00 428665.00 443907.00 459691.00 476982.00 485870.00 494924.00 504147.00 513541.00 523110.00 543514.04 562363.10 580118.47 597104.62 613549.74 629614.33
159955.00 176061.00 184712.00 193789.00 203311.00 213302.00 225394.00 231695.00 238172.00 244830.00 251674.00 271543.00 282058.00 292980.00 304325.00 316110.00 313925.00 312838.00 311756.00 310676.00 309601.00 308529.00 324468.89 338248.89 350442.74 361471.78 371645.41 381190.86
351
Lampiran 8. Lanjutan Obs
MIGLJP
MIGSPLJ
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
196574.00 206843.00 212178.00 217650.00 223263.00 229020.00 244303.00 252322.00 260605.00 269160.00 277995.00 253539.00 242130.00 231234.00 220828.00 210891.00 232116.00 243512.00 255470.00 268016.00 281178.00 294986.00 295485.90 293065.34 288361.84 281815.17 273724.72 269528.49
87268.00 93265.00 96417.00 99675.00 103043.00 106525.00 111869.00 114641.00 117481.00 120392.00 123375.00 131816.00 136251.00 140835.00 145573.00 150471.00 151920.00 152650.00 153383.00 154120.00 154860.00 155604.00 161624.53 166956.76 171791.83 176267.82 180484.43 184513.71
MIGKLJ 41749.00 44171.00 45435.00 46735.00 48072.00 49447.00 53664.00 55906.00 58241.00 60674.00 63208.00 61966.00 61354.00 60748.00 60148.00 59555.00 66259.00 69889.00 73719.00 77758.00 82018.00 86512.00 86350.46 86178.74 85925.31 85540.79 84989.35 86009.45
MIGSLLJ
MIGPLJ
440323.00 450682.00 455953.00 461285.00 466680.00 472138.00 502068.00 517737.00 533895.00 550558.00 567740.00 566725.00 566218.00 565711.00 565205.00 564699.00 601129.00 620216.00 639909.00 660227.00 681191.00 702820.00 704245.04 707062.47 710355.38 713629.01 716613.17 727927.96
195910.00 219556.00 232428.00 246055.00 260481.00 275753.00 287154.00 293030.00 299026.00 305145.00 311389.00 348149.00 368125.00 389248.00 411583.00 435199.00 435575.00 435763.00 435951.00 436140.00 436328.00 436516.00 459285.46 482500.83 505980.20 529616.48 553345.77 568821.94
MIGJNL
MIGSNL
MIGKNL
2743.00 2297.00 8472.00 7209.00 9043.00 5685.00 8055.00 8980.00 14714.00 16072.00 16895.00 15878.00 26167.00 35985.00 46790.00 45646.00 40158.00 52339.00 17215.00 18721.00 46895.00 44112.00 46438.92 48540.05 50641.18 52742.30 54843.43 56944.56
41.00 22.00 102.00 144.00 390.00 800.00 829.00 1003.00 1068.00 1709.00 2838.00 624.00 2792.00 6168.00 9829.00 10989.00 7324.00 7234.00 2005.00 2260.00 11508.00 6629.00 10459.05 10965.47 7550.79 10295.72 9243.36 9640.16
66.00 37.00 167.00 225.00 591.00 1185.00 1232.00 1489.00 1595.00 2539.00 4195.00 6526.00 4147.00 9114.00 14504.00 16201.00 10818.00 10712.00 2548.00 3352.00 16965.00 9807.00 12658.44 13292.71 13926.98 14561.26 15195.53 15829.80
MIGSLNL 3.00 2.00 9.00 9.00 15.00 21.00 24.00 28.00 34.00 48.00 73.00 106.00 79.00 158.00 243.00 267.00 185.00 193.00 49.00 62.00 279.00 174.00 216.48 227.16 237.84 248.52 259.19 269.87
MIGPNL 177.00 141.00 532.00 486.00 732.00 787.00 932.00 1085.00 1443.00 1892.00 2594.00 3463.00 3085.00 5596.00 8329.00 8939.00 6502.00 7130.00 1958.00 2360.00 9311.00 6318.00 7577.36 7944.60 8311.83 8679.06 9046.30 9413.53
352
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
DIKRJ 19536156.00 19592369.00 19648582.00 19996585.00 19588938.00 19580669.00 19620921.00 19558614.00 19638612.00 19759202.00 19963626.00 20290641.00 20228502.00 20174692.00 20298800.00 20323681.00 20418114.00 20496840.00 20627748.00 20588417.00 20790782.00 20993147.00 20947285.01 20955459.34 20991416.18 21041657.26 21099242.52 21160603.76
DIKTJ 601039.00 693727.00 786414.00 879102.00 971789.00 1063807.00 1155824.00 1274460.00 1393095.00 1473633.00 1559117.00 1644600.00 1706620.00 1768640.00 1771930.00 1775220.00 2056158.00 2363279.00 2670400.00 2977521.00 3284642.00 3591763.00 3563259.93 3572544.99 3610159.25 3669011.48 3743785.48 3830495.79
DIKRS 8029882.00 8389178.00 8748474.00 8895330.00 8895416.00 8647553.00 6842430.00 8579917.00 8700821.00 8953866.00 9063464.00 9250921.00 9296540.00 9366665.00 9379949.00 9370545.00 9420726.00 9046494.00 9568498.00 9650094.00 9835453.00 10020812.00 9894492.77 9972460.41 10050428.05 10128395.69 10206363.33 10284330.96
DIKTS 188421.00 217556.00 246691.00 275826.00 304961.00 335309.00 365657.00 356665.00 347672.00 414577.00 416657.00 418737.00 413625.00 408512.00 447066.00 485620.00 501927.00 621935.50 741944.00 861952.50 981961.00 1101969.50 1066472.74 1048157.74 1042738.84 1046999.37 1058524.98 1075503.55
DIKRK 1859451.00 1912223.00 1964995.00 1992298.00 2024056.00 2000852.00 1969633.00 1993463.00 2032110.00 2084489.00 2080461.00 1682680.00 2134966.00 2177732.00 2225823.00 2261894.00 2279445.00 2279874.00 2301800.00 2346454.00 2418681.00 2490908.00 2407398.92 2432887.02 2458375.11 2483863.21 2509351.31 2534839.40
DIKTK 21605.00 29221.00 36836.00 44452.00 52067.00 54209.00 56350.00 67301.00 78252.00 100414.00 85103.00 69792.00 80188.00 90583.00 100355.50 110128.00 106343.00 114221.00 122099.00 129977.00 137855.00 145733.00 147217.38 148840.64 153675.60 160524.02 167109.08 172540.40
DIKRSL
DIKTSL
3026137.00 3087051.00 3147965.00 3067998.00 2914251.00 2797774.00 2749853.00 2671050.00 2667412.00 2703303.00 2757562.00 2859537.00 2879260.00 2936318.00 2992948.00 3020466.00 3046093.00 3103636.00 3136630.00 3179322.00 3246516.00 3313710.00 3304569.84 3276147.28 3227330.45 3182189.03 3147312.11 3130036.46
68457.00 88722.00 108986.00 129251.00 149515.00 160647.00 171778.00 173392.00 175006.00 185892.00 185087.00 184281.00 176080.00 167878.00 182153.00 196428.00 205852.00 219948.00 224044.00 215671.00 201266.00 186861.00 206508.38 221075.67 232369.02 241552.44 249376.10 256323.42
DIKRP 2901469.00 3000405.00 3099340.00 3118039.00 2984776.00 2918218.00 2903685.00 2890091.00 2988932.00 3069812.00 3133639.00 3694089.00 3262746.00 3285689.00 3137984.00 3182129.00 3204569.00 3232939.00 3264475.00 3352897.00 3493894.00 3634891.00 3523556.73 3497159.06 3469239.23 3522840.09 3514517.33 3506851.31
353
Lampiran 8. Lanjutan Obs
DIKTP
INDJ
LLHS
LLHK
LLHSL
LLHP
POPJ
POPS
POPK
POPSL
POPP
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
45504.00 56804.00 68104.00 79404.00 90704.00 102033.00 113362.00 109054.00 104745.00 141478.00 134298.00 127118.00 118914.00 110709.00 117167.00 123625.00 130873.00 136993.00 137677.00 156625.00 163826.00 171027.00 172835.74 175623.75 179042.18 182866.42 186951.92 191205.59
9088.00 10930.50 11042.00 11328.00 11617.00 12462.00 12715.00 13448.00 14537.00 15938.00 17601.00 18268.00 19705.00 18792.00 19520.00 19488.00 17485.00 17118.00 16824.00 16911.00 16995.00 17191.00 18246.63 19365.24 20512.46 21578.31 22582.43 23508.68
2993007.00 4025474.00 3629195.00 3232916.00 3095588.00 2958260.00 2747670.00 2537080.00 2702037.00 2216212.00 2238081.00 2259949.00 2507488.00 2523920.00 2540352.00 2272286.00 1936849.00 1782123.00 2786176.00 3038744.00 3291312.00 3543880.00 3105147.86 2821151.71 2633429.35 2505606.72 2415052.57 2347686.15
2037942.00 1807391.00 2551135.00 3294879.00 3052572.00 2810264.00 2943568.00 3076872.00 2397360.00 2716758.00 2834052.00 2951346.00 2984166.00 4191540.00 5398913.00 5478745.00 5510496.00 5015749.00 4937761.00 7424375.00 9910989.00 12397603.00 10827293.74 10043358.59 9720265.64 9667242.02 9772488.30 9970486.16
1277330.00 1204914.00 1338317.00 1471720.00 1297545.00 1123370.00 1117556.00 1111741.00 1179183.00 1178707.00 1216799.00 1254890.00 1264851.00 1253629.00 1242407.00 1032783.00 1038054.00 1062277.00 1086500.00 986656.00 886812.00 786968.00 856248.67 884168.44 890404.39 885272.40 874180.66 859964.48
2922708.00 2373254.00 2092672.00 1812090.00 2013811.50 2215533.00 1544928.00 874322.00 788207.00 721076.00 762010.00 802944.00 698607.00 852783.00 861985.50 871188.00 786041.00 745886.00 842176.00 913785.00 985394.00 1057003.00 784691.10 572805.09 402550.72 260979.32 139169.63 30975.16
99852.00 100473.00 102105.00 103985.00 105754.00 107527.00 109269.00 110720.00 112159.00 113583.00 114733.00 116534.00 118064.00 119631.00 121193.00 121293.00 121621.00 124332.00 127433.00 126479.00 127793.00 129086.00 131131.32 132823.30 134364.33 135840.87 137289.85 138727.06
32603.00 32807.00 34786.00 35836.00 36332.00 36472.00 37499.00 38366.00 39233.00 40101.00 40831.00 41486.00 42451.00 43209.00 43947.00 42474.00 39139.00 44864.00 44816.00 45522.00 46294.00 47070.00 47609.86 48247.32 48884.79 49522.25 50159.72 50797.19
7722.00 7770.00 8206.00 8445.00 8678.00 9096.00 9414.00 9684.00 9959.00 10238.00 10470.00 11498.00 11498.00 11176.00 11396.00 11308.00 11117.00 11821.00 11715.00 12323.00 12583.00 12845.00 13104.69 13356.21 13602.62 13845.81 14086.98 14326.88
11554.00 11625.00 12065.00 12288.00 12508.00 12510.00 12791.00 13034.00 13279.00 13525.00 13732.00 14001.00 14193.00 14520.00 14768.00 14882.00 14600.00 15417.00 15382.00 15792.00 15998.00 16248.00 16393.87 16615.03 16836.19 17057.35 17278.50 17499.66
12316.00 12392.00 13463.00 12968.00 13266.00 13645.00 13967.00 14238.00 14506.00 14771.00 14989.00 15308.00 15581.00 15857.00 15212.00 15177.00 15154.00 15587.00 15930.00 16268.00 16536.00 16804.00 16965.73 17140.21 17321.98 17507.91 17696.22 17885.88
354
Lampiran 8. Lanjutan Obs 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
UMRJ 67439.74 67973.36 68908.30 69496.68 67619.35 69356.46 68686.71 72093.44 77518.76 101879.80 112500.00 117881.24 131882.36 145751.45 161447.37 192061.12 253132.93 261134.99 250819.28 246813.74 283869.89 284320.18 292660.22 301857.47 311706.69 322051.75 332773.94 343782.96
UMRS 89130.51 88815.13 88765.33 82632.59 80110.48 76786.15 75080.51 94717.16 98011.30 113058.90 118833.33 121737.96 131502.07 140495.80 146683.16 173819.52 188803.99 220053.69 235366.19 239552.87 281297.31 332871.35 316635.72 309337.78 307964.80 310519.60 315678.18 322562.86
UMRK
UMRSL
UMRP
GDPSAS
GDPAS
NTKAS
NTKSP
NTKM
NTKH
WSP
94841.22 90624.79 86963.12 79948.26 74954.05 68862.83 64082.68 69524.71 81898.36 98749.82 111750.00 116137.60 127443.92 138004.71 149929.96 186771.83 237590.58 270496.16 268577.70 270594.73 281799.56 339303.19 335175.64 335116.75 338096.51 343345.68 350289.74 358499.63
65079.34 64369.14 64015.08 63795.06 63001.23 61887.47 61120.68 68131.96 68159.24 83657.69 93750.00 96993.42 105100.36 112522.46 118194.99 145402.44 207023.55 228831.04 233338.65 239568.15 276687.04 307497.23 304247.49 304382.23 307107.72 311816.39 318043.14 325431.96
70164.22 72813.03 75751.79 75072.98 72104.92 72183.45 73629.31 71789.39 80858.93 101610.09 110500.00 114190.40 125860.10 136779.77 136649.38 154376.06 225536.25 210058.26 328792.86 336179.01 372650.79 404004.60 392920.53 388842.23 389863.01 394595.07 402028.36 411427.69
7222.70 5856.20 5253.70 5076.00 5389.40 6391.90 6997.90 7091.70 6623.20 6519.80 6732.60 8067.30 8192.30 7017.70 7506.80 8518.90 8027.00 8027.30 8864.50 9971.50 11085.00 10869.90 10047.34 10267.65 10487.95 10708.26 10928.57 11148.88
86.70 73.20 73.60 76.10 83.00 105.00 118.00 123.20 118.50 120.20 127.80 157.70 165.00 146.00 161.20 188.70 183.30 188.80 214.70 248.80 284.90 287.70 281.26 281.65 285.94 292.44 300.21 308.71
374.10 399.48 424.86 450.24 475.62 501.00 523.00 543.00 563.00 583.00 607.00 624.00 1492.00 1960.00 1816.00 2476.00 2685.00 2371.00 2262.00 2471.00 2625.00 2425.00 2566.34 2787.82 2951.74 3096.63 3352.14 3562.18
536.00 761.00 833.00 896.00 955.00 1091.00 1228.00 1268.00 1325.00 1508.00 1627.00 1700.00 3380.00 6259.00 4347.00 5540.00 5620.88 5154.23 4976.50 5685.45 5906.57 5878.73 6392.81 6801.78 7159.74 7492.95 7814.15 8129.53
449.00 498.00 636.00 647.00 655.00 684.00 730.00 791.00 786.00 860.00 910.00 944.00 1198.00 2112.00 1816.00 2525.00 2736.00 3253.00 2258.00 2445.00 2650.00 2554.00 2800.61 2992.36 3154.71 3301.29 3439.43 3573.04
148.00 217.00 217.00 226.00 234.00 248.00 259.00 270.00 276.00 287.00 302.00 311.00 730.00 1036.00 914.00 1230.00 1333.00 1146.00 1090.00 1195.00 1303.00 1161.00 1252.32 1376.88 1464.01 1526.68 1664.42 1764.72
1103.80 1139.80 1175.80 1272.70 1397.90 1527.80 1668.80 1803.90 1917.70 2085.60 2218.60 2347.10 2480.30 2740.00 2813.00 3063.00 3134.00 3158.00 3213.00 3329.00 3444.00 3559.00 3718.29 3865.95 4006.30 4142.05 4274.91 4405.95
355
Lampiran 8. Lanjutan Obs
GDPCSP
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
6532.30 6599.70 7429.00 8945.00 10284.40 12281.10 13994.80 15603.60 17859.10 20976.60 24205.20 25511.50 25526.20 21227.20 21198.10 23041.80 20774.40 21162.50 21765.20 24740.50 26480.80 28033.50 29884.68 31690.62 33402.83 34392.79 35163.04 35814.95
WM 638.00 636.00 627.00 620.00 640.00 660.00 719.00 794.00 848.00 928.00 1002.00 1115.00 1210.00 1305.00 1346.50 1388.00 1531.00 1674.00 1817.00 1960.00 2257.50 2555.00 2469.00 2442.30 2454.15 2491.06 2544.27 2608.06
GDPCM 1989.80 1721.60 1911.80 2048.20 2182.80 2432.00 2680.90 3152.70 3419.30 3703.40 4293.70 4764.10 4623.40 3254.10 3484.90 3844.20 3664.70 3880.00 4150.70 4624.60 4930.10 5239.00 5305.88 5396.81 5504.44 5623.66 5750.91 5883.75
WH 4692.00 5070.00 6078.00 7590.00 9315.00 10743.00 11679.00 12708.00 13977.00 15171.00 16869.00 18423.00 20976.00 24129.00 24303.00 24429.00 24189.00 23841.00 23928.00 22353.00 21159.00 19965.00 22607.81 24851.05 26791.22 28501.53 30037.50 31441.22
GDPCH 6368.10 7229.90 8850.80 10328.00 11800.40 13114.60 14986.20 17363.60 19673.50 21774.60 22601.60 24211.60 26649.60 25099.70 24201.00 24638.20 24089.50 23466.50 22760.20 23667.20 24626.00 25710.70 27320.55 29301.22 31204.28 33022.10 34728.33 36194.58
DTKSP
STKSP
1234.50 1214.40 1266.80 1333.00 1394.00 1537.00 1524.00 1576.00 1592.00 1649.00 1702.00 1748.10 1830.50 1869.70 1885.90 2095.00 2046.70 2017.40 2033.70 2066.90 2266.70 2466.50 2346.91 2399.41 2451.91 2504.41 2556.91 2609.41
1204.00 1228.60 1251.70 1378.00 1425.00 1563.00 1554.00 1620.00 1636.00 1693.00 1749.00 1802.00 1876.00 1932.00 1976.00 2192.00 2120.00 2128.50 2150.10 2183.30 2367.30 2551.30 2467.54 2525.66 2583.79 2641.91 2700.03 2758.16
DTKM
STKM
DTKH
STKH
GEXJ
5653.30 5760.10 5983.90 6176.00 6390.00 6686.00 6891.00 7096.00 7396.00 7603.00 7645.00 8399.00 8569.00 8600.00 8838.00 9269.00 9357.00 9542.00 9870.00 9987.00 10044.00 10220.40 10689.75 10923.73 11157.72 11391.71 11625.69 11859.68
6275.80 5983.90 6175.80 6658.00 6850.00 7042.00 7204.00 7370.00 7627.00 7834.00 7893.00 8616.00 8784.00 8884.00 9152.00 9556.00 9699.00 9886.00 10240.00 10353.00 10411.00 10695.50 11014.26 11247.95 11481.64 11715.33 11949.02 12182.71
2543.30 2623.70 2680.00 2725.00 2723.10 2711.50 2753.70 2737.60 2800.10 2872.80 2905.10 3073.30 3163.60 3122.00 3112.10 3207.30 3235.30 3231.60 3219.10 3276.50 3340.80 3405.10 3441.85 3479.91 3518.75 3558.08 3597.71 3637.52
2626.90 2701.50 2736.00 2778.60 2778.50 2777.90 2798.80 2793.00 2873.00 2972.60 3000.70 3093.80 3216.00 3358.60 3370.65 3382.70 3427.10 3487.90 3500.90 3551.00 3601.10 3651.20 3693.09 3750.54 3807.27 3863.48 3919.28 3977.52
4872.01 5458.54 5220.32 5385.54 5649.59 6858.94 7336.70 8209.11 8746.68 9484.17 9467.00 11347.02 12416.11 11318.34 15532.95 14161.35 38051.74 38315.36 40883.31 39566.60 44651.67 43601.99 44122.57 45110.23 46419.54 47950.33 49633.62 51421.93
356
Lampiran 8. Lanjutan Obs
GEXS
GEXK
GEXSL
GEXP
GEXIJ
GEXIS
GEXIK
GEXISL
GEXIP
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
2158.20 2479.80 2555.02 2259.85 2499.42 3058.63 3480.87 3816.65 4217.12 4169.71 5370.84 4864.68 5429.59 5564.55 6586.86 6813.84 16454.04 19393.44 21774.22 22559.41 26076.65 28095.59 27791.31 27799.41 28053.20 28500.22 29099.21 29817.73
723.06 858.57 759.65 805.24 928.50 1156.22 1316.19 1551.15 1734.41 1849.20 2227.92 2371.16 2306.37 2401.97 3208.69 3151.33 8258.69 9761.05 11338.19 11147.34 12350.10 13000.86 13039.40 13192.17 13435.29 13749.90 14121.06 14536.96
805.87 1009.60 917.72 923.25 1003.12 1210.21 1370.88 1538.86 1649.12 1707.30 1784.87 1878.92 2183.35 2149.08 2651.42 2679.30 5346.00 5853.57 6923.60 6813.44 7413.87 7392.49 7516.87 7684.09 7885.17 8113.02 8362.03 8627.76
900.72 1106.07 1084.66 1004.46 1136.25 1464.04 1630.42 1991.81 2171.11 2352.93 2470.51 2754.58 2797.61 2862.01 3835.53 3904.58 8124.33 9227.16 15308.07 13493.35 13986.30 13284.41 13535.27 13883.11 14304.24 14780.74 15299.09 15849.05
256.61 291.27 401.91 454.99 635.15 982.84 981.60 934.97 893.88 1075.98 889.37 813.02 795.81 717.88 714.85 1048.86 1975.23 2248.08 2157.98 2221.14 2543.99 2514.85 2451.37 2426.18 2460.08 2543.05 2654.12 2774.26
280.79 374.58 367.36 345.00 374.06 618.76 706.34 815.50 894.29 803.59 714.34 682.01 640.41 641.41 793.60 1347.98 1907.15 2014.78 2367.03 2626.84 3167.83 3525.47 3447.91 3413.91 3414.31 3441.88 3490.89 3556.82
54.42 53.92 79.79 105.55 136.59 253.54 296.44 317.68 335.71 436.85 336.92 306.86 299.27 298.24 413.69 764.78 1286.83 1412.77 1425.43 1457.53 1636.29 1741.88 1765.93 1800.44 1843.44 1893.32 1948.80 2008.81
113.81 169.51 141.12 131.79 136.27 228.02 288.08 295.22 320.26 395.89 281.12 274.37 278.12 267.65 321.03 335.73 339.00 428.22 497.90 566.92 693.79 760.88 724.51 707.30 703.10 707.73 718.35 733.05
103.26 113.30 113.27 131.05 162.28 319.31 334.63 383.67 404.37 536.83 415.94 387.95 391.46 384.13 393.77 504.60 607.53 759.08 1125.45 1037.75 1083.07 1035.36 1060.84 1092.06 1127.37 1165.61 1205.93 1247.74
KHMJ 96009.58 98007.30 102070.23 102507.85 102721.83 102935.80 101908.11 100880.41 101231.12 101581.83 102315.00 122980.07 130665.96 173305.64 231137.30 274929.19 326783.98 273791.73 259794.28 245651.67 284123.06 347414.47 345393.50 347336.27 352121.66 358945.65 367231.64 376566.10
KHMS 105456.76 112449.27 122937.23 116159.63 113556.93 108888.78 108875.76 108862.74 106576.85 100083.72 117144.00 113645.96 128017.25 177140.86 202543.81 232634.73 247723.98 257921.40 271353.05 276364.36 285406.28 380696.14 361406.61 352141.15 349590.28 351537.15 356496.81 363474.58
KHMK 128596.33 130282.31 135788.66 134738.71 138728.04 134038.59 125947.56 124476.78 122012.52 114477.37 107137.00 130149.88 132903.02 186556.71 234666.26 284623.68 311117.28 311027.66 327111.58 304450.70 301915.05 295163.39 296781.15 302737.84 315200.76 331547.13 350473.91 369666.98
357
Lampiran 8. Lanjutan Obs
KHMSL
KHMP
GEXPJ
GEXPS
GEXPK
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
100593.49 104512.29 113727.25 114470.60 111499.36 107951.46 110137.40 106854.02 100380.16 107356.41 114332.65 114073.60 113814.54 159395.06 192812.47 228233.42 256390.22 260754.79 264438.62 257177.74 278141.77 324022.34 324339.22 326630.08 330504.36 335648.80 341812.10 348792.68
120432.27 137114.31 146924.68 143198.77 133283.29 130339.88 124317.92 123193.35 116207.76 112702.12 110443.00 134693.61 137809.96 191848.29 215822.12 238782.42 260915.67 251019.33 409424.07 385908.82 423469.48 574729.86 514416.03 483490.31 470620.76 468844.97 473885.22 483113.28
1235.46 1361.81 1360.79 1587.45 1765.50 2695.21 2845.76 3101.71 3101.36 3503.74 3969.50 4435.19 3654.27 3173.63 4282.04 4099.35 10209.75 12506.68 12687.04 13602.97 16078.55 16296.90 16196.34 16282.71 16511.56 16848.99 17269.17 17752.41
739.57 851.85 711.74 763.93 881.67 1337.23 1601.10 1780.37 1869.21 1754.68 1886.60 2014.30 2221.95 2163.72 2512.10 2824.69 6462.10 7998.88 8687.68 9135.74 10592.76 10026.11 10177.56 10386.12 10641.13 10933.92 11257.44 11605.96
238.24 363.10 250.57 298.68 361.45 584.36 694.41 803.05 853.81 881.91 915.40 957.48 1076.59 951.25 1290.28 1350.98 3591.92 4820.62 5185.54 5566.27 6491.99 7126.94 7021.30 6997.72 7039.49 7133.30 7268.53 7436.76
GEXPSL
GEXPP
INFJ
INFS
INFK
INFSL
INFP
EXPJ
187.97 319.15 245.60 282.94 306.62 501.79 624.13 672.84 682.79 713.76 741.22 775.98 927.15 763.53 1000.71 1050.52 1411.45 1738.50 2020.83 2300.53 2815.04 3086.98 3002.07 2966.45 2968.01 2997.63 3048.42 3115.17
248.29 372.03 282.02 321.18 384.21 676.43 780.63 955.96 966.68 1047.82 1058.31 1186.15 1283.88 1054.49 1637.78 1773.23 2770.05 3557.06 5103.88 4560.75 4618.71 4289.38 4191.21 4164.67 4334.15 4611.90 4968.08 5333.24
4.84 9.16 9.37 5.03 5.48 10.17 9.53 4.87 9.92 8.64 8.34 5.91 10.56 75.59 1.66 8.37 13.38 10.24 4.04 5.97 16.51 3.09 13.71 13.95 14.19 14.43 14.67 14.91
3.03 9.10 6.97 6.49 5.09 7.54 8.94 3.48 9.42 9.12 8.88 6.58 12.25 80.02 2.11 8.18 12.44 10.62 4.45 7.08 21.05 2.07 15.34 15.71 16.07 16.44 16.80 17.17
4.83 8.80 10.57 5.43 7.28 8.96 9.10 4.90 8.11 8.14 10.12 5.04 13.05 74.55 1.25 9.82 11.34 9.37 5.82 6.79 14.23 7.47 14.23 14.50 14.77 15.04 15.30 15.57
6.09 9.67 8.76 3.22 5.57 7.42 8.94 4.89 10.27 8.96 9.40 5.01 10.00 87.02 3.48 10.13 14.09 11.80 2.99 6.91 18.05 7.82 16.37 16.77 17.16 17.56 17.95 18.35
4.61 9.00 10.37 10.03 11.55 8.40 6.41 5.90 8.45 8.09 7.86 5.96 10.15 73.03 4.80 9.81 11.49 8.57 4.83 6.43 15.74 6.27 13.62 13.83 14.03 14.24 14.44 14.65
8777.66 11169.68 13355.49 16617.43 19886.17 24498.93 30381.84 13009.20 41643.18 43008.64 44826.26 47654.37 126219.91 190181.75 147458.88 237220.29 279423.91 190462.00 158266.25 185537.95 222670.31 228329.81 245012.82 259884.30 273769.17 287116.73 300171.65 313067.20
358
Lampiran 8. Lanjutan Obs
IMPJ
EXPS
IMPS
EXPK
IMPK
EXPSL
IMPSL
EXPP
IMPP
TAXJ
TAXS
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
20808.75 30420.14 31067.68 31861.34 36328.22 50933.60 58020.01 58349.33 57215.12 63029.82 79403.79 79822.02 181190.34 163280.27 111472.67 202425.99 239223.97 168532.48 142144.93 209280.76 259595.15 272692.63 236428.98 247514.72 278990.79 290907.55 294401.38 305974.86
25209.21 27045.17 28957.67 28107.75 28595.32 3173.16 31253.34 30664.18 29988.32 32407.46 36835.97 38726.53 92939.71 101526.64 87168.40 123974.28 100537.71 90228.63 84491.18 97675.81 128363.61 151518.20 142641.26 141653.28 144307.87 148644.33 153757.37 159228.98
5793.73 5051.91 7585.70 7198.10 8497.81 9046.75 9563.39 10348.49 10103.47 9674.40 8541.18 10144.11 22665.54 20681.51 20550.88 29531.97 22980.09 17659.22 13499.61 17602.29 40331.97 60540.28 34252.70 35778.26 37303.82 38829.38 40354.94 41880.50
10911.49 10535.18 10684.48 10518.49 11053.57 12885.49 13331.68 14637.85 14970.80 14784.77 15146.39 16617.03 40542.44 42511.53 40436.25 73911.87 81907.33 55177.40 55270.51 68071.44 94989.80 117625.10 104862.39 100748.26 100920.97 103218.56 106569.39 110442.28
1269.72 881.05 1249.26 1739.12 1740.23 2417.41 2408.06 2350.18 1751.75 2097.59 2661.35 3797.76 9301.44 8469.77 7856.16 11460.62 15911.31 11929.10 12113.80 14994.40 20944.28 25949.77 22957.52 21901.01 21838.32 22285.87 22995.37 23839.37
840.72 981.79 1222.92 2064.02 1989.58 1539.43 1612.69 1463.77 1569.89 2088.90 2146.42 2118.32 4746.79 6136.46 4793.38 6811.05 5919.57 4469.23 4684.13 7545.15 10484.62 12497.61 10979.83 10395.98 10297.20 10450.36 10734.37 11086.34
546.64 883.67 513.48 625.05 599.06 565.95 632.17 606.42 707.58 635.58 732.53 807.51 3069.89 2729.62 1287.40 1545.30 1140.50 432.67 544.58 1537.37 2430.72 3104.50 2565.66 2357.09 2301.28 2316.12 2363.63 2426.25
1527.74 1848.08 2174.66 2412.74 2706.27 3014.12 3427.91 4061.17 3790.86 4154.31 5733.46 6238.77 14323.48 15230.57 10700.47 15221.01 14982.47 11910.85 16892.24 15328.94 27857.65 37204.05 24165.77 25394.64 26623.51 27852.39 29081.26 30310.14
325.25 301.27 162.01 365.64 332.52 422.39 1111.22 1636.49 1202.43 1719.75 2310.30 1257.63 3813.17 7465.12 5654.42 5269.92 5321.51 3630.36 4748.09 3918.45 7498.65 10207.80 8033.97 8952.06 7907.78 7251.11 8767.36 8907.71
688.64 786.00 893.39 976.76 1136.76 1427.25 1414.74 1445.10 1704.93 2248.71 2912.22 2880.70 3002.00 2202.34 2917.06 3827.95 6833.06 6266.35 5781.04 5935.15 6541.12 6258.78 6603.54 6931.93 7251.41 7566.04 7878.04 8188.60
184.90 197.05 221.34 226.69 237.06 261.78 265.59 274.81 305.88 393.18 478.13 516.79 559.50 468.18 593.14 751.44 1100.08 1114.41 1101.24 1088.37 1206.50 1255.83 1285.47 1322.29 1364.30 1410.05 1458.48 1508.86
TAXK 49.40 54.72 66.04 66.86 69.52 73.75 78.30 79.00 92.19 117.49 128.20 134.85 145.99 128.08 182.57 243.43 378.94 359.32 336.02 321.82 341.26 345.47 363.01 380.32 397.47 414.50 431.45 448.34
359
Lampiran 8. Lanjutan Obs
TAXSL
TAXP
SB
NTK
IHKJ
IHKS
IHKK
IHKSL
IHKP
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
50.07 49.10 51.98 52.53 57.44 64.10 60.42 67.15 73.09 93.54 112.55 124.56 136.44 120.62 152.48 195.67 297.33 305.89 269.15 261.06 279.42 274.44 291.10 306.78 321.78 336.31 350.52 364.50
42.47 50.58 54.96 73.48 80.63 99.72 96.65 104.88 114.82 179.47 210.42 237.51 266.99 389.54 449.89 497.26 640.40 526.82 663.91 722.98 752.03 716.65 753.95 791.47 829.11 866.85 904.65 942.48
16.50 16.00 18.50 21.00 17.50 21.50 22.00 16.00 18.27 15.03 14.48 15.63 15.74 16.06 17.62 14.29 17.39 18.02 16.13 8.12 12.83 9.50 12.63 12.32 12.00 11.68 11.37 11.05
1130.00 1649.00 1655.00 1731.00 1797.00 1901.00 1992.00 2062.00 2110.00 2200.00 2308.00 2383.00 4650.00 8025.00 7025.00 9595.00 10400.00 8940.00 8465.00 9260.00 9850.00 9020.00 9655.36 10564.89 11221.16 11786.59 12771.15 13528.25
43.38 46.94 50.50 54.62 61.23 65.11 71.71 76.98 84.37 91.28 100.00 106.89 107.40 107.91 114.36 124.28 108.54 134.30 160.07 175.10 169.98 189.25 186.06 187.66 191.67 196.90 202.73 208.88
45.00 47.60 50.20 56.83 61.79 67.94 73.24 77.89 85.02 92.14 100.00 107.06 111.65 116.23 127.21 133.01 145.65 159.82 173.98 190.97 186.71 193.25 199.18 205.47 212.04 218.82 225.75 232.80
43.73 46.77 49.81 55.37 60.36 67.14 73.73 78.48 84.94 91.14 100.00 105.59 109.31 113.04 121.72 126.63 132.74 149.68 166.62 180.82 176.98 181.20 186.92 192.95 199.20 205.61 212.15 218.76
45.46 49.08 52.70 56.47 61.06 66.38 71.77 76.78 83.90 90.55 100.00 107.10 112.04 116.98 129.66 137.38 143.95 162.83 181.71 196.19 190.22 200.71 206.14 212.12 218.52 225.24 232.20 239.34
45.65 48.06 50.47 55.63 63.27 69.05 73.95 78.70 87.81 92.26 100.00 105.74 109.38 113.01 124.30 133.90 144.08 172.14 120.62 135.72 134.73 145.85 161.61 166.95 172.29 177.63 182.97 188.31
INCMJ 5287658.58 6197518.98 7087031.22 8142459.66 8908253.10 10527913.47 11906096.88 13038391.09 15612265.16 18050907.64 20176703.66 21397476.88 24083506.96 34005483.81 35609878.82 39880754.29 63708566.30 59227869.32 56462536.52 60965623.94 71922934.05 73227624.92 74150811.66 75978389.00 78384218.90 81159774.01 84171725.37 87334824.62
INCMS 5131021.37 5662765.19 6197893.45 6148687.44 6893508.35 6995871.40 7462858.33 7591117.42 8193981.57 8685433.85 9287528.04 9413716.91 10081321.89 14648833.85 14638878.24 16265346.90 22049489.88 19448220.28 21596165.59 21122916.72 23038000.74 23625584.11 24179364.35 24882719.00 25680399.52 26537564.62 27432242.39 28350576.71
INCMK 1755585.58 1922394.93 2364001.27 2577886.37 2841665.89 3167636.03 3444963.50 3670728.00 4331239.15 4925292.38 5225567.64 5588594.24 6184710.53 10697705.83 11110043.38 13784809.25 16418901.72 14586359.57 14966254.09 15849905.64 18649567.22 20561694.27 20624867.48 20958178.19 21475209.04 22117187.69 22844143.18 23628891.29
360
Lampiran 8. Lanjutan Obs
INCMSL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
272557.10 317474.24 341475.02 387294.35 428665.83 494126.17 537740.52 572250.98 652930.56 724173.32 778575.05 873136.75 966495.72 1564480.49 1483588.59 1684532.51 2057817.96 1929931.65 1928028.26 1977603.51 2257905.79 2336906.09 2407843.10 2492800.39 2586364.93 2685213.61 2787306.30 2891390.55
INCMP 295229.14 371419.78 405068.45 473637.86 519568.61 606041.14 691954.64 750558.02 884637.42 1047826.90 1167964.75 1250310.93 1321560.36 1970135.60 1828828.94 2075078.38 2542848.76 2338433.90 3626360.31 3646247.09 4120906.28 4228395.94 4183090.19 4220234.78 4310302.77 4434341.30 4580184.92 4740024.82
GRDPCJ 1.16 1.19 1.27 1.36 1.39 1.53 1.60 1.68 1.93 2.15 2.30 2.47 2.79 3.96 4.17 4.70 6.95 6.22 5.71 5.93 6.74 6.60 6.90 7.21 7.51 7.81 8.12 8.43
GRDPCS
GRDPCK
GRDPCSL
GRDPCP
1.70 1.76 1.86 1.78 1.93 1.89 1.97 1.98 2.11 2.21 2.34 2.45 2.67 3.95 4.01 4.53 6.03 5.27 5.80 5.62 6.08 6.18 6.36 6.56 6.77 7.00 7.23 7.47
2.62 2.42 2.73 2.73 2.75 2.81 2.85 2.94 3.35 3.68 3.77 3.81 4.10 6.89 6.95 8.38 9.81 8.63 8.78 9.21 10.74 11.73 11.69 11.82 12.06 12.37 12.72 13.11
0.76 0.78 0.78 0.83 0.87 0.93 0.99 1.04 1.16 1.27 1.35 1.45 1.57 2.50 2.32 2.58 3.13 2.92 2.91 2.97 3.38 3.48 3.57 3.68 3.80 3.93 4.07 4.21
0.80 0.86 0.87 0.94 0.94 1.01 1.09 1.15 1.32 1.52 1.64 1.77 1.88 2.80 2.60 2.95 3.46 3.12 4.73 4.65 5.13 5.15 5.13 5.21 5.35 5.51 5.70 5.90
GEXPLJ
GEXPLS
GEXPLK
GEXLSL
GEXPLP
978.85 1070.53 958.87 1132.45 1130.35 1712.37 1864.16 2166.74 2207.48 2427.76 3080.14 3622.18 2858.46 2455.74 3567.18 3050.49 8234.52 10258.59 10529.06 11381.83 13534.55 13782.06 13628.52 13657.74 13824.55 14094.94 14443.33 14850.43
458.77 477.27 344.38 418.94 507.62 718.47 894.76 964.87 974.92 951.09 1172.26 1332.29 1581.54 1522.31 1718.50 1476.71 4554.94 5984.10 6320.65 6508.90 7424.93 6500.64 6679.97 6892.99 7132.07 7391.30 7666.11 7952.98
183.82 309.18 170.78 193.13 224.86 330.82 397.97 485.37 518.11 445.06 578.48 650.62 777.32 653.00 876.58 586.20 2305.08 3407.84 3760.11 4108.74 4855.70 5385.06 5230.34 5158.03 5149.87 5191.67 5272.38 5383.38
74.17 149.64 104.47 151.16 170.35 273.76 336.05 377.62 362.53 317.87 460.10 501.61 649.03 495.89 679.68 714.79 1072.45 1310.28 1522.93 1733.62 2121.25 2326.10 2265.43 2241.91 2246.54 2272.47 2314.56 2368.88
145.02 258.74 168.75 190.13 221.93 357.12 446.00 572.29 562.31 510.99 642.37 798.21 892.42 670.36 1244.01 1268.64 2162.52 2797.98 3978.43 3523.00 3535.64 3254.02 3396.52 3546.14 3701.29 3860.73 4023.51 4188.86
361
Lampiran 8. Lanjutan Obs
GEXRJ
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 28. 28.
3636.54 4096.73 3859.53 3798.09 3884.09 4163.73 4490.94 5107.40 5645.32 5980.44 5497.50 6911.83 8761.84 8144.71 11250.91 10062.00 27841.98 25808.68 28196.27 25963.62 28573.12 27305.09 28081.66 29064.50 30177.43 31372.44 32619.23 33898.67
GEXRS 1418.64 1627.95 1843.28 1495.92 1617.74 1721.39 1879.77 2036.28 2347.92 2415.02 3484.24 2850.39 3207.65 3400.83 4074.76 3989.15 9991.95 11394.55 13086.54 13423.67 15483.88 18069.49 17456.20 17174.47 17140.67 17292.26 17582.50 17976.42
GEXRK 484.82 495.48 509.09 506.56 567.05 571.86 621.78 748.10 880.60 967.29 1312.52 1413.68 1229.78 1450.72 1918.42 1800.35 4666.77 4940.43 6152.65 5581.08 5858.11 5873.93 5995.04 6159.72 6356.60 6577.30 6815.59 7066.90
GEXRSL 617.89 690.45 672.13 640.31 696.50 708.42 746.76 866.03 966.33 993.54 1043.65 1102.95 1256.20 1385.55 1650.72 1628.78 3934.55 4115.07 4902.77 4512.91 4598.84 4305.51 4478.34 4661.37 4852.01 5048.33 5248.89 5452.60
GEXRP 652.44 734.03 802.64 683.28 752.04 787.62 849.79 1035.85 1204.44 1305.10 1412.21 1568.43 1513.74 1807.51 2197.74 2131.35 5354.29 5670.09 10204.18 8932.60 9367.59 8995.04 9050.69 9204.46 9430.51 9709.77 10028.22 10375.53
362 Lampiran 9. Program Peramalan Nilai Konstanta Variabel Endogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur FORECAST Metode Trend-Linier Stepwise Autoregressive dengan Program SAS/ETS Versi 9 option nodate nonumber; data D1BARU ; set EKSOGEN; IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN IF _TYPE_='FORECAST' THEN
MIGSJ=1; MIGSLJ=1; MIGJS=1; MIGJSL=1; MIGJM=1; MIGKM=1; MIGPM=1; MIGSAS=1; MIGSLAS=1; MIGJSP=1; MIGKSP=1; MIGPSP=1; MIGSH=1; MIGSLH=1; DTKJ=1; DTKK=1; DTKP=1; STKS=1; STKSL=1; WJ=1; WK=1; WP=1; CONS=1; CONSL=1; INVJ=1; INVK=1; INVP=1; DEVS2=1; DEVSL2=1; MIGIN=1; MIGINS=1; MIGINK=1; MIGINSL=1; MIGINP=1; MIGEXJ=1; MIGEXK=1; MIGEXP=1; US=1; USL=1; GRDPJ=1; GRDPK=1; GRDPP=1; DICS=1; DICSL=1;
IF TAHUN<2001 THEN DELETE; RUN; PROC PRINT DATA=D1BARU; RUN;
IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF
_TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST'
THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN
MIGKJ=1; MIGPJ=1; MIGJK=1; MIGJP=1; MIGSM=1; MIGSLM=1; MIGJAS=1; MIGKAS=1; MIGPAS=1; MIGSSP=1;
IF IF IF IF IF IF IF IF IF IF
_TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST' _TYPE_='FORECAST'
THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN THEN
MIGEXS=1;
MIGSLSP=1;
MIGJH=1; MIGKH=1; MIGPH=1; DTKS=1; DTKSL=1; STKJ=1; STKK=1; STKP=1; WS=1; WSL=1; CONJ=1; CONK=1; CONP=1; INVS=1; INVSL=1; DEVJ2=1; DEVK2=1; DEVP2=1; MIGOUT=1;
MIGOUTS=1; MIGOUTK=1; IF _TYPE_ ='FORECAST' THEN MIGOUTSL=1; IF _TYPE_='FORECAST' THEN MIGOUTP=1; MIGEXSL=1;
UJ=1; UK=1; UP=1; GRDPS=1; GRDPSL=1; DICJ=1; DICK=1; DICP=1;
363 Lampiran 10. Program Peramalan Variabel Endogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9 option nodate nonumber; data D1; set safrida; WSP1 = WSP*NTKSP; WH1 = WH*NTKH; NEXS = EXPS-IMPS; NEXSL = EXPSL-IMPSL; DEVJ1 = DEVJ*NTK; DEVK1 = DEVK*NTK; DEVP1 = DEVP*NTK; DEVS2 = (DEVS1/IHKS)*100; DEVSL2 = (DEVSL1/IHKSL)*100; GDPCAS1 = GDPCAS*NTKAS; GRDPCJ = GRDPJ/POPJ; GRDPCK = GRDPK/POPK; GRDPCP = GRDPP/POPP; LMIGKJ = LAG(MIGKJ); LMIGPJ = LAG(MIGPJ); LMIGJK = LAG(MIGJK); LMIGJP = LAG(MIGJP); LMIGJAS = LAG(MIGJAS); LMIGJH = LAG(MIGJH); LMIGSAS = LAG(MIGSAS); LMIGSH = LAG(MIGSH); LMIGKAS = LAG(MIGKAS); LMIGKH = LAG(MIGKH); LMIGSLAS = LAG(MIGSLAS); LMIGSLH = LAG(MIGSLH); LMIGPAS = LAG(MIGPAS); LMIGPH = LAG(MIGPH); LDTKS = LAG(DTKS); LDTKSL = LAG(DTKSL); LSTKJ = LAG(STKJ); LSTKK = LAG(STKK); LSTKP = LAG(STKP); LWS = LAG(WS); LWSL = LAG(WSL); LCONJ = LAG(CONJ); LCONK = LAG(CONK); LCONP = LAG(CONP); LINVS = LAG(INVS); LINVSL = LAG(INVSL); LDEVP = LAG(DEVP); LDEVS2 = LAG(DEVS2); LDEVK2 = LAG(DEVK2); LDEVP2 = LAG(DEVP2); LDICSL = LAG(DICSL); LSBRP = LAG(SBRP); LGEXPJ = LAG(GEXPJ); LINFS = LAG(INFS); PGEXIK = GEXIK-LGEXIK; PGEXIP = GEXIP-LGEXIP; LPOPJ = LAG(POPJ); MIGINS = MIGJS+MIGLJS; MIGINK = MIGJK+MIGLJK; MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; MIGINP = MIGJP+MIGLJP; NMIGS = MIGINS-MIGOUTS; INCMJ = MIGIN*GRDPCJ; INCMK = MIGINK*GRDPCK; INCMP = MIGINP*GRDPCP;
WM1 = WM*NTKM; NEXJ = EXPJ-IMPJ; NEXK = EXPK-IMPK; NEXP = EXPP-IMPP; DEVS1 = DEVS*NTK; DEVSL1 = DEVSL*NTK; DEVJ2 = (DEVJ1/IHKJ)*100; DEVK2 = (DEVK1/IHKK)*100; DEVP2 = (DEVP1/IHKP)*100; LGDPCAS = LAG(GDPCAS); GRDPCS = GRDPS/POPS; GRDPCSL = GRDPSL/POPSL; LMIGSJ = LAG(MIGSJ); LMIGSLJ = LAG(MIGSLJ); LMIGJS = LAG(MIGJS); LMIGJSL = LAG(MIGJSL); LMIGJM = LAG(MIGJM); LMIGJSP = LAG(MIGJSP); LMIGSM = LAG(MIGSM); LMIGSSP = LAG(MIGSSP); LMIGKM = LAG(MIGKM); LMIGKSP = LAG(MIGKSP); LMIGSLM = LAG(MIGSLM); LMIGSLSP = LAG(MIGSLSP); LMIGPM = LAG(MIGPM); LMIGPSP = LAG(MIGPSP); LDTKJ = LAG(DTKJ); LDTKK = LAG(DTKK); LDTKP = LAG(DTKP); LSTKS = LAG(STKS); LSTKSL = LAG(STKSL); LWJ = LAG(WJ); LWK = LAG(WK); LWP = LAG(WP); LCONS = LAG(CONS); LCONSL = LAG(CONSL); LINVJ = LAG(INVJ); LINVK = LAG(INVK); LINVP = LAG(INVP); LDEVJ2 = LAG(DEVJ2); LDEVK1 = LAG(DEVK1); LDEVSL2 = LAG(DEVSL2); LDICS = LAG(DICS); LPOPJ = LAG(POPJ); LGEXIS = LAG(GEXIS); LINFP = LAG(INFP); LGEXIK = LAG(GEXIK); LGEXIP = LAG(GEXIP); LSB = LAG(SB); LPOPS = LAG(POPS); MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; LNMIGS = LAG(NMIGS); INCMS = MIGINS*GRDPCS; INCMSL = MIGINSL*GRDPCSL; LINCMJ = LAG(INCMJ);
364 LINCMK = LAG(INCMK); LUMRS = LAG(UMRS); LLLHK = LAG(LLHK); PDTKH = DTKH-LDTKH; PLLHP = LLHP-LLLHP; PWP = WP-LWP; LMIGOUTS = LAG(MIGOUTS); GDPCSP1 = GDPCSP*NTK;
LINCMP LDTKH PLLHK LLLHP PUMRS LMIGINS LMIGEXS GDPSP1
= = = = = = = =
LAG(INCMP); LAG(DTKH); LLHK-LLLHK; LAG(LLHP); UMRS-LUMRS; LAG(MIGINS); LAG(MIGEXS); GDPSP*NTK;
Alternatif Simulasi Peramalan yang digunakan: /* Simulasi UMRJ = UMRS = UMRK = UMRSL = UMRP =
Peramalan 1; 1.10*UMRJ; 1.15*UMRS; 1.15*UMRK; 1.15*UMRSL; 1.15*UMRP;;
Simulasi Peramalan 2; NTK = 1.05*NTK; NTKH = 1.05*NTKH; NTKSP = 1.05*NTKSP; NTKM = 1.05*NTKM; Simulasi Peramalan 3; SB = SB-2; NTK = 1.05*NTK; NTKH = 1.05*NTKH; NTKSP = 1.05*NTKSP; NTKM = 1.05*NTKM; Simulasi GEXIJ = GEXIS = GEXIK = GEXISL = GEXIP =
Peramalan 4; 1.10*GEXIJ; 1.20*GEXIS; 1.20*GEXIK; 1.20*GEXISL; 1.20*GEXIP;
Simulasi Peramalan 5; SB = SB-2; NTK = 1.05*NTK; NTKH = 1.05*NTKH; NTKSP = 1.05*NTKSP; NTKM = 1.05*NTKM; GEXIJ = 1.10*GEXIJ; GEXIS = 1.20*GEXIS; GEXIK = 1.20*GEXIK; GEXISL= 1.20*GEXISL; GEXIP = 1.20*GEXIP;*/ RUN; PROC SIMNLIN DATA=D1BARU SIMULATE OUT=ENDO; ENDOGENOUS MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2; INSTRUMENTS MIGLJS MIGLJK MIGLJSL MIGLJP MIGSPLJ MIGKLJ MIGSLLJ MIGPLJ MIGJNL MIGSNL MIGKNL MIGSLNL MIGPNL DIKTS DIKRS DIKTK DIKRK DIKTSL DIKRSL DIKTP DIKRP INDJ LLHS LLHK LLHSL LLHP POPJ POPS POPK POPSL POPP UMRJ UMRS UMRK UMRSL UMRP GDPCAS GDPAS NTKAS
365 NTKSP NTKM NTKH WSP GDPCSP WM GDPCM WH GDPCH DTKSP STKSP DTKM STKM DTKH STKH GEXJ GEXS GEXK GEXSL GEXP GEXIJ GEXIS GEXIK GEXISL GEXIP KHMJ KHMS KHMK KHMSL KHMP GEXPJ GEXPS GEXPK GEXPSL GEXPP INFJ INFS INFK INFSL INFP EXPJ IMPJ EXPS IMPS EXPK IMPK EXPSL IMPSL EXPP IMPP TAXJ TAXS TAXK TAXSL TAXP SB NTK IHKJ IHKS IHKK IHKSL IHKP INCMJ INCMS INCMK INCMSL INCMP; PARAMETERS
A0 -50824.3 A1 -0.28635 A2 0.003347 A3 B0 -28483.6 B1 -0.02539 B2 0.001880 B3 C0 12269.48 C1 -0.03879 C2 0.000445 C3 D0 -77888.7 D1 -0.05759 D2 0.001350 D3 D5 0.910275 E0 1428856 E1 -1.35311 E2 -0.05562 E3 E5 113.3739 F0 -4441.74 F1 0.014055 F2 -0.07515 F3 F5 0.834580 G0 87702.23 G1 0.039016 G2 0.000272 G3 H0 330586.5 H1 -0.54310 H2 0.761621 H3 I0 -615151 I1 0.027936 I2 -0.23620 I3 I5 -0.00820 I6 0.036219 I7 -0.02802 J0 -66160.9 J1 0.008362 J2 -16060.4 J3 J5 0.002063 J6 -0.02378 K0 -116582 K1 0.016314 K2 -0.26561 K3 K5 -0.75449 L1 0.000201 L2 -0.00241 L3 0.171641 L4 M1 0.001240 M2 -0.06776 M3 6.985859 M4 M6 0.254378 N0 -533905 N1 0.001659 N2 -0.28533 N3 N5 0.033970 O0 50.01316 O1 3.121E-7 O2 -0.00032 O3 P0 -431.101 P1 3.671E-6 P2 -0.00140 P3 Q0 -89.7794 Q1 5.333E-7 Q2 -0.00015 Q3 R0 -8069.23 R1 0.000038 R2 -0.02704 R3 R5 0.022117 S1 5.329E-6 S2 1.917251 S3 0.000742 S4 T1 0.000028 T2 4.442751 T3 -0.03398 T4 U1 0.000503 U2 0.922617 U3 -0.11671 U4 U6 0.607877 V0 -16.8280 V1 7.24E-6 V2 0.088653 V3 V5 0.429379 W0 -15901.1 W1 0.000209 W2 -0.01543 W3 W5 0.002105 W6 -0.00548 W7 0.154551 X0 -15594.9 X1 0.000194 X2 0.000401 X3 Y0 1327.521 Y1 0.000205 Y2 -0.01257 Y3 Y5 0.000370 Z0 1917.912 Z1 0.000262 Z2 -0.01046 Z3 Z5 -0.01675 Z6 0.084084 AA1 2.848E-6 AA2 0.001556 AA3 0.000019
0.002039 -0.08243 0.056787 0.055758
A4 B4 C4 D4
0.994103 0.749858 0.839105 0.014407
0.253924 E4 9.163567 1.343089 F4 38.01973 30.48324 0.038132 H4 172.2293 53.50510 I4 -1.99678 12.54829 J4 0.012167 46.14460 K4 -0.02529 -0.00431 -0.02672 M5 0.033584 0.006168 N4 0.015402 0.000094 0.000168 0.000030 0.003824
O4 P4 Q4 R4
5.86E-6 -0.00030 -0.00008 0.002927
-0.00164 S5 0.721251 -5.43E-6 T5 0.573981 0.000547 U5 0.008661 -0.00066 V4 0.000117 1.750368 W4 0.001731 2.871335 X4 -0.00327 0.125246 Y4 -0.00008 0.006387 Z4 0.753341 AA4 -0.00007
AB0 2.507878 AB1 0.000113 AB2 -0.00435 AB3 0.002276 AB4 .659025
AB5 6.859E-6 AB6 0.003177 AC0 20694651 AC1 429.4634 AC2 0.282787 AC3 309.7854 AC4 .422479 AD0 1630637 AD1 10.73352 AD2 0.226328 AD3 41.10451 AD4 .862737 AE0 656436.9 AE1 7.216544 AE2 0.000246 AE3 13.79245 AE4 .856420
AF1 12.06135 AF2 0.907708 AF3 242.8601 AF4 0.759644 AG0 6297321 AG1 1.167640 AG2 0.440997 AG3 281.8893 AH0 -3130294 AH1 0.633899 AH2 0.193764 AH3 -1.97155 AH4 -.63014
AH5 228.9655 AH6 0.740132 AI1 3.829520 AI2 0.200628 AI3 -0.31142 AI4 105.0001 AI5 .692715 AJ0 536182.7 AJ1 1.033700 AJ2 1.242416 AJ3 -4.53027 AJ4 -.68941
AJ5 321.4265 AJ6 0.000079 AK0 -2884435 AK1 0.482336 AK2 2.057315 AK3 -0.29073 K4 -123.780
AK5 AL0 AL4 AM0 AM4
545.5987 270611.5 -6.46752 182705.9 0.308878
AN0 -263515
AL1 AL5 AM1 AM5
1.320032 373.9337 1.418945 368.5751
AL2 AL6 AM2 AM6
1.538432 AL3 -0.37358 0.014446 0.004400 AM3 -0.00884 0.268983
AN1 0.087516 AN2 0.061394 AN3 -0.04226 AN4 .295898
366 AN5 62.08226 AN6 0.796530 AO0 -125778
AO5 AP1 AP5 AQ0 AQ4 AR0 AR4 AS0 AS4 AT0 AT4 AU0 AU4 AV1 AW0 AW4 AX0 AX4 AY0 AY4 AZ1 BA0 BA4 BB0 BC0 BD0 BE0 BF0 MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGJM MIGSM MIGKM MIGSLM MIGPM MIGJAS MIGSAS MIGKAS MIGSLAS MIGPAS
= = = = = = = = = = = = = = = = = =
AO1 0.597685 AO2 0.125442 AO3 -0.08880 AO40.792605
69.76673 0.850215 353.1327 -74077.5 375.1849 13157.11 -1169.70 9321.724 -638.237 -1551.88 -28.0094 4298.517 -302.878 0.154612 86100.76 0.351940 56720.18 0.217850 7431.285 0.583846 -4259.08 8314.003 1.778928 -1114170 -64615.8 -44152.5 -1420.23 -61903.2
AO6 0.216742 AP2 0.012186 AP3 -0.00464 AP4 0.718127 AQ1 1.008391 AQ2 0.023521 AQ3 -0.00857 AQ5 0.500747 AR1 0.621406 AR2 0.000974 AR3 0.002188 AS1 AS5 AT1 AT5 AU1 AU5 AV2 AW1
0.356637 0.343318 0.331624 0.227917 0.573925 0.101428 0.020518 -3192.71
AS2 0.000520 AS3 0.020068 AT2 0.000193 AT3 0.000046 AU2 0.010863 AU3 0.178412 AV3 0.001982 AV4 -162.201 AW2 -0.02715 AW3 2.431678
AX1 -1707.75 AX2 -0.12845 AX3 3.883950 AY1 -246.774 AY2 -0.00191 AY3 0.012698 AZ2 -0.01362 AZ3 0.39223 AZ4 1.580860 BA1 -9.44004 BA2 -0.09048 BA3 0.560636 BB1 BC1 BD1 BE1 BF1
3.783781 3.822291 1.053034 2.455797 0.239194
BB2 BC2 BD2 BE2 BF2
125.0724 BB3 0.405247 93.04336 BC3 0.372626 153.8439 139.4550 88.81955 BF3 0.685374;
A0+A1*WS+A2*DTKJ+A3*DIKTS+A4*LAG(MIGSJ); B0+B1*(WK-LAG(WK))+B2*DTKJ+B3*DIKTK+B4*LAG(MIGKJ); C0+C1*WSL+C2*DTKJ+C3*DIKTSL+C4*LAG(MIGSLJ); D0+D1*WP+D2*DTKJ+D3*DIKTP+D4*DIKRP+D5*LAG(MIGPJ); E0+E1*GRDPJ+E2*DTKJ+E3*DTKS+E4*POPJ+E5*GEXIS; F0+F1*DTKK+F2*WJ+F3*POPJ+F4*(GEXIK-LAG(GEXIK))+F5*LAG(MIGJK); G0+G1*DTKSL+G2*STKJ+G3*GEXISL; H0+H1*LAG(WJ)+H2*(WP-LAG(WP))+H3*UJ+H4*GEXIP; I0+I1*(WM*NTKM)+I2*GRDPJ+I3*DTKM+I4*STKM+I5*DTKJ+I6*DIKRJ+I7*DIKTJ;
J0+J1*(WM*NTKM)+J2*GRDPCS+J3*DTKM+J4*US+J5*DIKRS +J6*DIKTS; K0+K1*(WM*NTKM)+K2*WK+K3*DTKM+K4*DTKK+K5*DIKTK; L1*(WM*NTKM)+L2*WSL+L3*DTKM+L4*DIKTSL; M1*(WM*NTKM)+M2*GRDPP+M3*DTKM+M4*DTKP+M5*DIKRP+M6*DIKTP; N0+N1*LAG(GDPCAS*NTK)+N2*GRDPJ+N3*STKJ+N4*DIKRJ +N5*DIKTJ; O0+O1*LAG(GDPCAS*NTK)+O2*GRDPS+O3*US+O4*DIKTS; P0+P1*LAG(GDPCAS*NTK)+P2*GRDPK+P3*STKK+P4*DIKTK; Q0+Q1*LAG(GDPCAS*NTK)+Q2*(GRDPSL)+Q3*STKSL+Q4*DIKTSL;
R0+R1*LAG(GDPCAS*NTK)+R2*(GRDPP-LAG(GRDPP))+R3*UP+R4*DIKRP+R5*DIKTP; MIGJSP= S1*(GDPCSP*NTK)+S2*LAG(DTKSP)+S3*(STKJ-LAG(STKJ))+S4*DIKTJ+S5*LAG(MIGJSP);
MIGSSP = T1*(GDPCSP*NTK)+T2*LAG(DTKSP)+T3*WS+T4*DTKS+T5*LAG(MIGSSP); MIGKSP = U1*(WSP*NTKSP)+U2*LAG(DTKSP)+U3*GRDPK+U4*STKK+U5*DIKTK+U6*LAG(MIGKSP); MIGSLSP = V0+V1*(WSP*NTKSP)+V2*DTKSP+V3*WSL+V4*LAG(DIKTSL)+V5*LAG(MIGSLSP); MIGPSP= W0+W1*(WSP*NTKSP)+W2*WP+W3*DTKSP+W4*STKP+W5*DIKRP+W6*DIKTP+W7*LAG(MIGPSP);
MIGJH MIGSH MIGKH MIGSLH MIGPH DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK
= = = =
X0+X1*(WH*NTKH)+X2*STKJ+X3*(DTKH-LAG(DTKH))+X4*DIKTJ; Y0+Y1*(WH*NTKH)+Y2*GRDPS+Y3*DTKH+Y4*DTKS+Y5*DIKTS; Z0+Z1*(WH*NTKH)+Z2*WK+Z3*UK+Z4*(DTKH-LAG(DTKH))+Z5*DIKTK+Z6*LAG(MIGKH);
AA1*(WH*NTKH)+AA2*DTKH+AA3*(STKSL-LAG(STKSL))+AA4*(DIKTSL);
= AB0+AB1*(WH*NTKH)+AB2*WP+AB3*UP+AB4*(DTKH-LAG(DTKH))+AB5*DIKRP+AB6*DIKTP;
= = = = = = = =
AC0+AC1*INDJ+AC2*LAG(INVJ)+AC3*GEXPJ+AC4*LAG(DTKJ); AD0+AD1*INVS+AD2*LLHS+AD3*GEXPS+AD4*LAG(DTKS); AE0+AE1*INVK+AE2*(LLHK-LAG(LLHK))+AE3*GEXPK+AE4*LAG(DTKK); AF1*LAG(INVSL)+AF2*LLHSL+AF3*GEXPSL+AF4*LAG(DTKSL); AG0+AG1*INVP+AG2*(LLHP-LAG(LLHP))+AG3*GEXPP; AH0+AH1*WJ+AH2*MIGIN+AH3*MIGOUT+AH4*MIGEXJ+AH5*POPJ+AH6*LAG(STKJ); AI1*WS+AI2*LAG(MIGINS-MIGOUTS)+AI3*MIGEXS+AI4*POPS+AI5*LAG(STKS); J0+AJ1*WK+AJ2*MIGINK+AJ3*MIGOUTK+AJ4*MIGEXK+AJ5*POPK+AJ6*LAG(STKK);
367 STKSL STKP WJ WS WK WSL WP CONJ CONS CONK
= AK0+AK1*WSL+AK2*MIGINSL+AK3*MIGOUTSL+AK4*MIGEXSL+AK5*POPSL; = AL0+AL1*WP+AL2*MIGINP+AL3*MIGOUTP+AL4*MIGEXP+AL5*POPP+AL6*LAG(STKP); = AM0+AM1*UMRJ+AM2*DTKJ+AM3*STKJ+AM4*KHMJ+AM5*INFJ+AM6*LAG(WJ); =AN0+AN1*(UMRS-LAG(UMRS))+AN2*DTKS+AN3*STKS+AN4*KHMS+AN5*INFS+AN6*LAG(WS); = AO0+AO1*UMRK+AO2*LAG(DTKK)+AO3*LAG(STKK)+AO4*KHMK+AO5*INFK+AO6*LAG(WK); = AP1*UMRSL+AP2*DTKSL+AP3*STKSL+AP4*KHMSL+AP5*INFSL; = AQ0+AQ1*UMRP+AQ2*LAG(DTKP)+AQ3*STKP+AQ4*LAG(INFP)+AQ5*LAG(WP); = AR0+AR1*DICJ+AR2*LAG(MIGIN*GRDPCJ)+AR3*DEVJ2+AR4*LAG(SB);
= AS0+AS1*LAG(DICS)+AS2*(MIGINS*GRDPCS)+AS3*DEVS2+AS4*SB+AS5*LAG(CONS); = T0+AT1*DICK+AT2*LAG(MIGINK*GRDPCK)+AT3*LAG(DEVK2)+AT4*(SB)+AT5*LAG(CONK); CONSL = AU0+AU1*LAG(DICSL)+AU2*(MIGINSL*GRDPCSL)+AU3*DEVSL2+AU4*SB+AU5*LAG(CONSL);
CONP = AV1*LAG(DICP)+AV2*(MIGINP*GRDPCP)+AV3*DEVP2+A4*SB; INVJ = AW0+AW1*SB+AW2*WJ+AW3*NTK+AW4*LAG(INVJ); INVS = AX0+AX1*SB+AX2*WS+AX3*NTK+AX4*LAG(INVS); INVK = AY0+AY1*SB+AY2*WK+AY3*GRDPK+AY4*LAG(INVK); INVSL = AZ1*(SB-LAG(SB))+AZ2*WSL+AZ3*(GRDPSL-LAG(GRDPSL))+AZ4*NTK; INVP = BA0+BA1*LAG(SB)+BA2*LAG(WP)+BA3*GRDPP+BA4*NTK; DEVJ2 = BB0+BB1*MIGEXJ+BB2*MIGJNL+BB3*LAG(DEVJ2); DEVS2 = BC0+BC1*MIGEXS+BC2*MIGSNL+BC3*LAG(DEVS2); DEVK2 = BD0+BD1*MIGEXK+BD2*MIGKNL; DEVSL2 = BE0+BE1*MIGEXSL+BE2*MIGSLNL; DEVP2 = BF0+BF1*MIGEXP+BF2*MIGPNL+BF3*LAG(DEVP2); MIGIN = MIGSJ+MIGKJ+MIGSLJ+MIGPJ; MIGOUT = MIGJS+MIGJK+MIGJSL+MIGJP; MIGINS = MIGJS+MIGLJS; MIGOUTS = MIGSJ+MIGSPLJ; MIGINK = MIGJK+MIGLJK; MIGOUTK = MIGKJ+MIGKLJ; MIGINSL = MIGJSL+MIGLJSL; MIGOUTSL = MIGSLJ+MIGSLLJ; MIGINP = MIGJP+MIGLJP; MIGOUTP = MIGPJ+MIGPLJ; MIGEXJ = MIGJM+MIGJAS+MIGJSP+MIGJH; MIGEXS = MIGSM+MIGSAS+MIGSSP+MIGSH; MIGEXK = MIGKM+MIGKAS+MIGKSP+MIGKH; MIGEXSL = MIGSLM+MIGSLAS+MIGSLSP+MIGSLH; MIGEXP = MIGPM+MIGPAS+MIGPSP+MIGPH; UJ = STKJ-DTKJ; US = STKS-DTKS; UK = STKK-DTKK; USL = STKSL-DTKSL; UP = STKP-DTKP; GRDPJ = CONJ+INVJ+GEXJ+NEXJ; GRDPS = CONS+INVS+GEXS+NEXS; GRDPK = CONK+INVK+GEXK+NEXK; GRDPSL = CONSL+INVSL+GEXSL+NEXSL; GRDPP = CONP+INVP+GEXP+NEXP; DICJ = GRDPJ-TAXJ; DICS = GRDPS-TAXS; DICK = GRDPK-TAXK; DICSL = GRDPSL-TAXSL; DICP = GRDPP-TAXP; RANGE TAHUN=2009 TO 2012; RUN; PROC PRINT DATA=ENDO; VAR TAHUN MIGSJ MIGKJ MIGSLJ MIGPJ MIGIN MIGINS MIGINK MIGINSL MIGINP MIGJS MIGJK MIGJSL MIGJP MIGOUT MIGOUTS MIGOUTK MIGOUTSL MIGOUTP MIGJM MIGJAS MIGJSP MIGJH MIGEXJ MIGSM MIGSAS MIGSSP MIGSH MIGEXS MIGKM MIGKAS MIGKSP MIGKH MIGEXK MIGSLM MIGSLAS MIGSLSP MIGSLH MIGEXSL MIGPM MIGPAS MIGPSP MIGPH MIGEXP DTKJ DTKS DTKK DTKSL DTKP STKJ STKS STKK STKSL STKP UJ US UK USL UP WJ WS WK WSL WP GRDPJ GRDPS GRDPK GRDPSL GRDPP DICJ DICS DICK DICSL DICP CONJ CONS CONK CONSL CONP INVJ INVS INVK INVSL INVP DEVJ2 DEVS2 DEVK2 DEVSL2 DEVP2; RUN; QUIT;
368 Lampiran 11. Hasil Peramalan Variabel Endogen Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Menggunakan Prosedur SIMNLIN Metode Newton dengan Program SAS/ETS Versi 9 The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements Program Lag Length
204 98 106 315 Tahun 98 98 1
The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA= OUT=
D1BARU ENDO
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
98 1 Tahun 2009 2012 NEWTON 1E-8 1.67E-15 1 4 1
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
5 1 4 25 28
369
Hasil Peramalan Variabel Endogen (Nilai Dasar) Model Ekonomi Migrasi Indonesia Tahun 2009-2012 Obs 1 2 3 4
Tahun 2009 2010 2011 2012
MIGSJ 1700342.96 1699339.13 1702948.13 1711367.92
Obs
MIGJSL
1 2 3 4
387527.43 403806.10 408251.56 411607.52
Obs
MIGSM
1 2 3 4 Obs 1 2 3 4
63444.67 73297.39 82046.10 89275.86 MIGEXSL 1512.26 1622.01 1757.58 1903.62
MIGKJ 274809.43 277235.58 280365.90 283987.75
MIGJP 482297.16 364687.80 306019.55 271665.49 MIGSAS
35488.23 37087.69 37766.95 38437.92
1872134.79 1875606.95 1883432.56 1895881.62
360734.75 362776.37 365355.25 369997.20
918982.10 919725.98 921017.77 931263.27
MIGSSP
MIGSH
MIGEXS
MIGKM
3697.07 73579.58 4041.18 86143.45 4866.33 98726.70 5518.18 109760.35
710.392 748.609 783.690 835.182 MIGEXLJ
MIGPSP
MIGPH
MIGEXP
11139.84 13449.36 13836.85 14058.28
2952.65 3214.05 3479.14 3800.03
3727.03 3635.36 3999.03 4358.11
53307.74 57386.46 59081.96 60654.34
40514285.91 41126189.50 41472064.38 41826048.97
100147967.15 101529094.88 102760678.46 104036798.65
479447.96 556056.97 620092.02
STKJ
STKS
64769227.58 63720071.95 63522145.90 63814229.84
USL 946990.65 694981.22 726621.69
1020672.40 790679.11 656609.06
237846.07 260596.82 285577.33 310648.21
STKK
23259494.90 23717979.63 24116902.37 24421391.78
UP
MIGKAS
98625.97 104367.12 113041.60 123127.96
MIGPAS
UK
4368659.09 4571301.75 4516996.70 4499228.50
6323666.99 6414152.18 6295650.02 6238089.74
1 2 3 4
2703727.22 3094801.94 3386774.30
2422972.82 2415829.40 2415668.48 2422081.63 MIGOUTSL
DTKI
1 2 3
239193.72 233157.72 227949.85 223390.66
MIGINS
MIGOUTK
DTKLJ
US
208626.71 206096.97 204404.60 203335.31
MIGIN
MIGOUTS
Obs
Obs
MIGPJ
MIGOUT
220.581 6217.26 246.584 8558.30 263.917 11550.35 270.748 14695.56 MIGPM
MIGSLJ
6234537.02 6338488.02 6429155.82 6510480.00
ULJ 5150838.23 5136519.25 5390097.07
MIGINK
MIGINSL
1927858.21 1937289.49 1947220.00 1958081.87
737970.17 765277.88 779896.96 792798.38
MIGOUTP
MIGJM
745173.93 762774.20 781295.62 792212.60
198027.92 253773.24 263766.74 278924.91
MIGKSP
MIGKH
MIGEXI 760421.52 893416.36 934130.65 997551.57
UI 10286384.56 8453685.82 7623628.89
109446.48 115444.89 126011.09 138329.89
DTKJ
MIGJSP 4702.45 3457.16 3401.50 3872.27
MIGJK
4106102.67 347739.74 4305473.40 1340184.87 4247708.66 1333670.26 4226349.19 1328467.54 MIGJH
MIGEXJ
6293.04 6513.56 7448.13 8347.28
522575.45 632819.55 648553.32 686903.36
MIGSLM
MIGSLAS
MIGSLSP
MIGSLH
1142.94 1210.96 1298.00 1394.15
158.29 163.34 168.15 176.34
107.76 131.95 158.27 184.89
103.27 115.76 133.16 148.24
DTKS
59633681.24 60402905.38 61288614.08 62210749.68
STKSL 7630792.91 7799711.86 7938369.62 8070166.91
313552.04 369075.58 373936.94 395758.91
MIGJS
770659.00 646502.97 579744.27 541193.98
MIGJAS
MIGEXK
3283.39 6826.73 2299.44 8029.72 2257.67 9928.13 2788.20 11578.55
MIGINP
20555767.68 20623177.69 20730128.07 20879281.88
DTKK 5755089.05 5782431.04 5809063.80 5835902.83
DTKSL 6683802.27 7104730.65 7211747.92 7284243.82
STKP
STKLJ
STKI
UJ
8540299.30 8406529.24 8377733.65 8401964.34
45665124.14 46262708.75 46862161.45 47404003.03
110434351.71 109982780.70 110384307.35 111218232.88
5135546.33 3317166.57 2233531.82 1603480.17
WJ 560976.08 609248.86 645742.46
WS 500806.87 504473.42 498819.71
WK 619225.52 645784.64 664910.70
WSL 550554.12 562736.76 573256.85
DTKP 519626.91 615850.13 721124.59 826620.43
WP
WLJ
838824.65 853957.08 871617.30
627352.79 641737.97 652151.14
370
4
3542109.89
674577.17
785923.09
Obs
WI
GRDPJ
GRDPS
GRDPK
623660.61 469657.85 509930.20 531059.15
386087.57 428767.55 468896.25 506519.65
184302.77 192162.43 198932.47 205770.30
1 2 3 4 Obs 1 2 3 4
614077.45 635240.15 650869.40 666040.52 DICP
DICLJ
193815.80 206088.72 199495.05 194639.43
Obs
INVK
1 2 3 4
13604.53 13697.44 13879.29 14113.08
DICI
896221.91 986917.41 1048940.93 1104043.77 INVSL
64778.91 69298.09 66007.90 63058.81
5577954.06 GRDPSL
484827.87 330221.05 357664.02 373083.74
INVLJ
194644.91 206955.57 200399.70 195581.91
CONS 229077.71 267925.09 298650.95 326224.31
INVI
141446.45 128807.31 129911.52 131179.61
7181434.23 GRDPP
134099.32 162059.57 183857.61 199436.09
CONJ
1512631.11 1449009.22 1550993.09 1626914.32
INVP
41110.40 23284.49 22280.66 20878.60
575343.91
684483.91
GDPI
DICJ
899134.57 989945.12 1052086.03 1107307.95
1522795.18 1459602.96 1562016.23 1638367.10
616409.20 462091.81 502052.16 522870.55
CONSL
78180.31 83782.40 87358.10 90517.35
CONP
77107.83 122527.82 144844.18 161269.64
DEVS2
11152963.66 12396592.29 13222895.29 13965653.34
492844.26
GRDPLJ
CONK
DEVJ2
239081.25 224084.60 226773.80 230640.76
675627.08
96846.03 102275.46 98778.81 95271.63
DEVK2
1336960.42 1720784.46 1813988.75 1927812.28
DICS
CONI
DEVP2
663643.88 DICSL
183905.30 191747.93 198501.02 205321.96
133777.54 161723.26 183507.09 199071.59
INVJ
481211.88 966039.75 576510.77 906731.83 629632.04 987296.07 673282.94 1046366.67
35461.11 37219.76 39041.82 40889.57
892284.31 DICK
384723.27 427357.51 467437.77 505010.78
CONLJ
DEVSL2
2213680.01 2317575.36 2426280.75 2536831.68
584963.02
INVS
97634.81 95277.28 96862.28 99461.15
DEVLJ
21952.61 22527.29 27743.67 33129.13 DEVI
1601626.31 1820406.82 2003376.33 2161772.47
5187727.85 5895986.41 6282687.64 6667306.00
MIGINP
MIGJS
16340691.51 18292578.70 19505582.94 20632959.34
Hasil Peramalan Simulasi Depresiasi Nilai Tukar 5 Persen, Penurunan Suku Bunga 2 Persen dan Peningkatan Pengeluaran Infrastruktur di Jawa 10 Persen dan di Luar Jawa 20 Persen (Simulasi 5)
Obs 1 2 3 4 Obs
Tahun 2009 2010 2011 2012
MIGSJ 1699493.94 1696227.34 1696124.17 1699647.47
MIGJSL
1 2 3 4
393098.05 411100.31 416656.90 420885.26
Obs
MIGSM
1 2 3 4
64667.00 74341.92 83209.96 90770.32
MIGKJ 274067.65 276815.26 280050.68 283519.08
MIGSLJ
MIGPJ
208657.03 206148.94 204471.07 203410.12
MIGJP
MIGOUT
510884.16 388644.49 324934.17 286732.40
6415245.94 6509858.90 6397964.59 6347527.79
239338.96 233409.39 228278.84 223778.33
MIGOUTS 1871285.77 1872495.16 1876608.61 1884161.18
MIGSAS
MIGSSP
MIGSH
213.956 236.710 253.480 261.619
6400.69 8689.35 11506.35 14432.63
3850.73 4175.46 5014.96 5686.82
MIGIN
MIGEXS 75132.38 87443.44 99984.76 111151.39
2421557.57 2412600.93 2408924.76 2410355.00
MIGOUTK 359992.96 362356.05 365040.03 369528.52 MIGKM 102206.85 107665.92 115964.64 125717.83
MIGINS
MIGINK
MIGINSL
4425753.80 4635103.33 4590999.89 4582982.87
1928184.83 1937943.73 1948211.41 1959420.91
743540.79 772572.09 788302.30 802076.11
MIGOUTSL 919012.41 919777.95 921084.23 931338.09
MIGOUTP
MIGJM
745319.16 763025.87 781624.61 792600.28
197828.10 252135.03 261857.05 277193.62
MIGKAS
MIGKSP
720.52 758.86 794.60 847.68
3553.24 2693.03 2716.24 3295.15
MIGKH 7085.09 8270.75 10150.98 11786.05
799246.00 670459.66 598658.89 556260.89
MIGJAS 310529.59 363808.33 367730.25 389375.87
MIGEXK 113565.70 119388.56 129626.46 141646.71
4163197.38 4369274.99 4321711.85 4310103.55
MIGJSP 4630.44 3368.68 3325.59 3822.37
MIGJK 1348066.35 1340839.11 1334661.67 1329806.58
MIGJH
MIGEXJ
6450.02 6640.73 7567.69 8459.56
519438.14 625952.78 640480.59 678851.42
MIGSLM
MIGSLAS
1189.40 1259.08 1348.52 1447.52
159.78 164.92 169.81 178.18
MIGSLSP 113.928 140.934 168.766 196.401
MIGSLH 106.70 119.53 137.46 153.01
371
Obs
MIGEXSL
MIGPM
MIGPAS
1 2 3 4
1569.82 1684.47 1824.57 1975.11
Obs
DTKLJ
DTKI
1 2 3 4
40700637.67 41437335.99 41875178.70 42300572.49
100410528.74 101953243.04 103296489.30 104656319.26
33316.62 34677.25 35355.22 36076.88
MIGPSP
10972.98 13435.58 13872.70 14098.32
3240.00 3533.05 3793.29 4111.07
MIGPH
MIGEXP
3830.35 3729.33 4091.09 4449.93
51359.95 55375.21 57112.30 58736.20
STKJ 64591421.00 63405671.50 63094692.88 63288927.23
US
1 2 3 4
2644562.45 3011094.38 3302006.60 3472805.16
471545.28 538417.51 594220.52 642089.48
917211.94 623980.92 629890.61 669797.25
Obs
WI
GRDPJ
GRDPS
GRDPK
649331.28 501849.73 544458.02 566419.58
392585.93 438480.88 480305.74 518770.67
185703.39 194213.02 201384.84 208471.73
Obs 1 2 3 4 Obs 1 2 3 4
615038.91 638208.18 655731.90 672468.83 DICP 202520.07 217093.55 210056.59 204127.32 INVK 14115.96 14513.79 14876.01 15215.59
USL
DICLJ
42622.50 24245.93 23164.19 21697.06
INVP 70276.57 76182.24 72577.54 68994.41
153195.34 141992.19 142377.65 142470.71
WJ
GRDPSL 136600.90 165608.48 188147.30 204217.43
9921095.39 7831514.10 6824722.88 6254485.47
230665.51 272427.12 305346.01 334329.45
INVI 257989.47 246940.62 249824.36 252856.65
8595850.77 8457859.73 8422006.24 8440509.11
45740203.13 46379085.63 47026519.29 47621877.50
110331624.12 109784757.13 110121212.17 110910804.73
4881529.93 2889764.45 1673382.29 933180.47
918239.39 1016262.78 1080799.11 1136529.64
CONK
CONSL
78700.81 84637.98 88424.00 91714.51
77956.69 124973.73 148106.67 165085.92
1342895.65 1727965.04 1821473.09 1935918.11
7589604.98 7689602.89 7796783.38 7903896.00
UJ
203349.18 217960.40 210961.23 205069.80
11141092.79 12365799.31 13179871.08 13917751.13
6717953.21 7183286.98 7317910.96 7411152.28
STKI
WS
562621.73 612702.09 650763.51 681984.53
DEVS2
5763864.92 5801060.81 5837587.32 5873828.53
DTKP
STKLJ
GRDPLJ
DEVJ2
DTKSL
STKP
GRDPP
CONS
503093.21 352487.48 381342.01 397241.95
INVLJ
UI
5039565.46 4941749.65 5151340.59 5321305.00
CONJ
1557406.61 1507518.76 1614234.00 1691496.43
7635165.15 7807267.90 7947801.58 8080949.53
DTKK
20629214.55 20763385.30 20922897.03 21111695.69
STKSL
6235410.20 6339478.33 6431807.84 6515918.01
ULJ
1006245.79 768256.84 625222.86 536613.11
DICI
915326.73 1013235.07 1077654.01 1133265.45 INVSL
UP
DTKS
59709891.07 60515907.05 61421310.59 62355746.76
STKK
23273777.00 23774479.68 24224903.64 24584500.85
Obs
1 2 3 4
UK
STKS
DTKJ
504662.62 513713.83 513398.54 511779.27 GDPI
1567570.67 1518112.51 1625257.13 1702949.22 CONP 99827.16 106163.02 102529.52 98574.36 DEVK2 2218017.70 2321728.18 2430087.85 2540324.40
WK
WSL
619174.01 646744.35 667314.34 688293.10 DICJ
CONLJ 487150.17 588201.85 644406.20 689704.23 DEVSL2 35602.45 37373.14 39206.31 41065.13
550646.97 563349.00 574189.84 586135.58 DICS
642079.87 494283.69 536579.98 558230.98
WP
391221.63 437070.84 478847.25 517261.81 CONI 990243.37 940689.33 1025748.21 1086946.19 DEVP2
1601160.41 1819606.42 2002356.63 2160614.79
838089.20 854531.64 872993.27 894151.64 DICK 185305.92 193798.52 200953.39 208023.39 INVJ 104794.14 104948.44 107446.71 110385.94 DEVLJ
5197676.21 5906672.79 6293123.89 6677922.43
WLJ 628143.20 644584.70 656974.00 670089.90 DICSL 136279.12 165272.17 187796.78 203852.93 INVS 26180.31 27050.22 31759.91 36563.66 DEVI 16338769.00 18272472.10 19472994.96 20595673.56