http://karyailmiah.polnes.ac.id
DAMPAK DAN STRATEGI PEREKONOMIAN KALIMANTAN TIMUR TERHADAP PENERAPAN KEBIJAKAN ACFTA Andi Syarifuddin (Staf Pengajar Jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak
ANDI SYARIFUDDIN : Dalam Dampak dan Strategi Kebijakan Perekonomian Kalimantan Timur terhadap Penerapan ACFTA. Kebijakan ACFTA adalah salah satu kebijakan perdagangan yang telah diberlakukan efektif sejak tanggal 1 Januari 2010. Dengan penerapan ACFTA, negara-negara yang tergabung dalam perjanjian tersebut telah bersepakat meniadakan bea tariff masuk barang import dan tentunya akan bersedia dengan segala konsekuensinya. Konsekuensi tersebut seperti pengaruh statis, dimana setiap negara tersebut sudah tentu akan melakukan trade creation seperti halnya meningkatkan diversifikasi produk yakni membuat produk yang berbeda dan lebih unggul dari negara lain. Salah satu tujuan tulisan ini adalah untuk melihat sejauh mana pengaruh CAFTA terhadap prekonomian nasional secara umum dan Kalimantan Timur secara regiona dan bagaimana strategi dalam pelaksanaannya. Sejak diberlakukannya ACFTA secara efektif, diperkirakan produk manufaktur Indonesia memang menempati ranking pertama dalam hal peningkatan ekspor ke China, yakni sebesar US$ 1,3 milyar atau akan meningkat sebesar 0,27 persen dari GDP. Meski diprediksi beberapa komoditi ekspor meningkat seperti produk makanan sebesar 20,14 persent, industri produk sebesar 0,4 persent, industri ringant produk sebesar 0,03 persent, teknologi intensif manufaktur produk sebesar 3,7 persent, tetapi ada beberapa produk yang diperkirakan akan mengalami penurunan seperti agriculture produk sebesar -7,7 persent, manufacture berat -0,35 persen, dan produk jasa sebesar -6,57 persent. Untuk mengantisipasi dampak ACFTA terhadap regional ekonomi Kalimantan Timur, maka perlu dilihat dari sisi ekspor dan impor yang dilakukan oleh Kalimantan Timur, jadi tidak perlu harus menunggu blue print dari pemerintah pusat, karena selama ini pemerintah tidak pernah siap apalagi proaktif terhadap setiap kebijakan yang diterapkannya, namun harus selalu memperhatikan payung hukum yang ada. Mau tidak mau antisipasi harus segera dilakukan. Realisasi ekspor Kalimantan Timur hingga periode Agustus 2009 mencapai US$ 5,8 miliar yang didominasi oleh produk batu bara. Dilihat dari sisi impor, sampai dengan Agustus tahun 2009 total impor Kalimantan Timur US$243 juta yang didominasi impor kapal laut dan bangunan terapung. Kata Kunci : Kebijakan ACFTA
PENDAHULUAN ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) adalah salah satu kebijakan perdagangan yang telah diberlakukan efektif sejak tanggal 1 Januari 2010. Beberapa pengamat ekonomi berpendapat bahwa ini merupakan mimpi buruk Indonesia dan kebijakan gol bunuh diri yang pernah dilakukan Indonesia. Hal ini akan sangat berdampak negatif langsung terhadap ekonomi industri,, perdagangan domestik.
Riset / 2275
Dengan penerapan ACFTA, negara-negara yang tergabung dalam perjanjian tersebut telah bersepakat meniadakan bea tariff masuk barang import dan tentunya akan bersedia dengan segala konsekuensinya. Konsekuensi tersebut seperti pengaruh statis, dimana setiap negara tersebut sudah tentu akan melakukan trade creation seperti halnya meningkatkan diversifikasi produk yakni membuat produk yang berbeda dan lebih unggul dari negara lain, baik itu sisi qualitas produk maupun price competitiveness. Disisi lain, pengaruh dinamis, dimana dalam jangka panjang
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
akan diusahakan terjadi perubahan peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan memaksimalkan kemampuan dan daya saing produk ekspor. Teori Pendukung Untuk penganalisisan diperlukan berbagai dasar teori sebagai pendukung pendapat dan gagasan sebagai berikut: 1. Teori Keuntungan Absolut.(Adam Smith) 2. Teori Keuntungan Comparative. (David Ricardo) 3. Teori Relative Price (John Stuart Mill) 4. Teori Kreasi dan Inovasi Perdagangan (Kreinin) PENGARUH ACFTA TERHADAP INDONESIA Kesalahan kebijakan pemerintah Republik Indonesia dimulai dengan ditandatangani ACFTA sejak tahun 2002 lalu dan diberlakukan bertahap. Lebih dari 6600 komoditi dari China akan masuk ke Indonesia tanpa dikenai tarif masuk sama sekali (0 persen) pada 1 Januari 2010. Sejak diberlakukannya ACFTA secara efektif, diperkirakan produk manufaktur Indonesia memang menempati ranking pertama dalam hal peningkatan ekspor ke China, yakni sebesar US$ 1,3 milyar atau akan meningkat sebesar 0,27 persen dari GDP. Meski diprediksi beberapa komoditi ekspor meningkat seperti produk makanan sebesar 20,14 persent, industri produk sebesar 0,4 persent, industri ringant produk sebesar 0,03 persent, teknologi intensif manufaktur produk sebesar 3,7 persent, tetapi ada beberapa produk yang diperkirakan akan mengalami penurunan seperti agriculture produk sebesar -7,7 persent, manufacture berat -0,35 persen, dan produk jasa sebesar -6,57 persent. Pengaruh negatif terhadap ekspor juga akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan nilai impor. Impor produksi pertanian akan meningkat sebesar 6,64 persen, impor makanan meningkat sebesar 16,25 persent, industri produk meningkat sebesar 5,5 persen, sedangkan technologi intensif produk manufaktur baik yang ringan maupun berat meningkat 12,2 persent (ADB, 2008). Memang sebelum diterapkannya kebijakan ACFTA, China melakukan ekspor dengan cara legal maupun illegal untuk menghindari pengenaan tariff yang cukup tinggi dari Indonesia. Tercatat hampir mencapai 50 persen dari total impor sepatu adalah illegal dari China setiap tahunnya (Suara Karya, 2009). Produk China melakukan serangan ke segala arah, baik legal maupun illegal, sehingga mengakibatkan kurang lebih 426 perusahaan tekstil dan produk tekstil bankrut selama periode 2008 sampai dengan 2009 dan kurang lebih 78.158
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
buruh menjadi pengangguran. Bisa dibayangkan dampak negatif ACFTA terhadap buruh dan perusahaan industri kecil dan menengah ditahun 2010 dan seterusnya. Diperkirakan setelah ACFTA diterapkan selama 3 tahun, permintaan terhadap produk tekstil dihasilkan industri lokal hanya tersisa kurang lebih 39 persent, sedangkan sisanya sebesar 61 persen akan dirampas oleh produksi China (Miranti, 2007). Artinya hampir 30 persen dari 1,84 juta buruh di bidang tekstil dan produk tekstil akan menjadi pengangguran. Yang terparah dan sulit dipercaya adalah lebih dari 80 persent mesin industri untuk tekstil dan produk tekstil merupakan mesin tua; yakni 66 persent berusia lebih dari 20 tahun, dan 26 persent lebih dari 10 tahun (Miranti, 2007). Kelemahan lain adalah tingginya biaya produksi dikarenakan pungutan-pungutan yang tidak resmi, diperparah dengan kurangnya fasilitas industri yang disediakan pemerintah. STRATEGY ACFTA
DALAM
ANTISIPASI
DAMPAK
Dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja, Indonesia tidak hanya membutuhkan peningkatan kualitas tenaga kerja, seperti halnya peningkatan skill tenaga kerja, tetapi juga peningkatan budaya kerja, peningkatan mutu atmosphere tenaga kerja dan manajemen ketenagakerjaan, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia. Perlu dihitung berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk mencapai setidaknya setingkat produktivitas tenaga kerja China. Sebagai bahan perbandingan 1 persen peningkatan APBN akan mampu meningkatkan 0,01 unit HDI (Viddy, 2009). Kegiatan ini haruslah diikuti oleh pembangunan fasilitas dan infrastruktur industri agar biaya produksi bisa ditekan seperti halnya biaya listrik. Mengenai biaya tenaga kerja perlu diabaikan mengingat biaya tenaga Indonesia termasuk termurah diantara negara-negara ASEAN. Reinvestasi mesin-mesin industri seiring dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Sebagai bahan perbandingan; tekstil dan produk tekstil membutuhkan dana kurang lebih Rp 44 trilyun. untuk memperbarui seluruh mesinnya dan pemerintah setidaknya harus mengalokasikan anggaran Rp 11 trilyun per tahun sebelum menghadapi era baru yang lebih berbahaya yakni Asian Economic Communities yang diimplementasikan secara efektif tahun 2015. Industri bidang lain di Indonesia memerlukan perlakuan yang sama seperti tekstil dan produk tekstil apabila Indonesia benar-benar ingin bersaing dengan China.
Riset / 2276
http://karyailmiah.polnes.ac.id Evaluasi pasar dan produk perlu dilakukan oleh Indonesia, sehingga Indonesia harus fokus pada produk dan pasar yang lebih memberikan keuntungan dan prospektif. Produk yang bisa ditingkatkan antara lain hasil-hasil pertanian, CPO dan sepatu dengan target pasar baru selain Amerika dan Jepang. Khususnya pasar dalam negeri, Indonesia perlu meningkatkan kualitas produksinya setidaknya sama dengan China dengan melakukan berbagai kreasi terhadap produk unggulan. Selain itu perlu dihimbau penggunaan produk dalam negeri secara menyeluruh. . DAMPAK DAN STRATEGI KALTIM ATAS ACFTA
PEREKONOMIAN
Dampak ACFTA terhadap perekonomian Kalimantan Timur dapat dilihat sebelum adanya kesepakatan ACFTA tahun 2001 dan setelah terjadinya kesepekatan ACFTA tersebut. Secara kuantitatif diperoleh data beberapa indikator ekonomi Kalimantan Timur sejak tahun 1984 sebagai berikut:
Real gross domestic Product (RGDP) Kalimantan Timur dapat ditulis sebagai fungsi dari real ekspor-impor, dan real investasi sebelum dimulainya kesepakatan ACFTA (REINA, RINA) dan setelah dimulainya kesepakatan ACFTA (REIA, RIA) sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut: RGDP = f (REINA, RINA, REIA, RIA) (1) Bentuk log-log functional digunakan dalam pengestimasian mengingat hal ini dapat menghasilkan tingkat elastisitas secara langsung (persentasi perubahan dependen variable akibat dari satu persen perubahan independen variable). Bentuk log log dapat dijabarkan sebagai berikut: LPGDP = α0 + α1 LPEXNA + α2 LPEXA + ε (2) LPGDP adalah log form GDP LPEXNA adalah log form untuk Ekspor sebelum adanya kebijakan ACFTA LPEXA adalah log form untuk Ekspor setelah adanya kebijakan ACFTA dimana, α0 adalah konstanta, α1, dan α2, adalah koefesien yang akan diestimasi. Hypothesis yang akan diuji adalah: α1>0, dan α2>0, dengan ketentuan α2>α1. sebagai hipotesis bahwa kebijakan ACFTA berpengaruh positip terhadap real GDP Kalimantan Timur dilihat dari sisi ekspor. LPGDP = α0 + α1 LPIMNA + α2 LPIMA + ε (3) LPGDP adalah log form GDP LPIMNA adalah log form untuk Impor sebelum adanya kebijakan ACFTA LPIMNA adalah log form untuk Impor setelah adanya kebijakan ACFTA dimana, α0 adalah konstanta, α1, dan α2, adalah koefesien yang akan diestimasi. Hypothesis yang akan diuji adalah: α1>0, dan α2>0, dengan ketentuan α2>α1. sebagai
Riset / 2277
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
hipotesis bahwa kebijakan ACFTA berpengaruh positip terhadap real GDP Kalimantan Timur dilihat dari sisi impor. LPGDP = α0 + α1 LPINNA + α2 LPINA + ε (4) LPGDP adalah log form GDP LPINNA adalah log form untuk Investasi sebelum adanya kebijakan ACFTA LPINNA adalah log form untuk Investasi setelah adanya kebijakan ACFTA dimana, α0 adalah konstanta, α1, dan α2, adalah koefesien yang akan diestimasi. Hypothesis yang akan diuji adalah: α1>0, dan α2>0, dengan ketentuan α2>α1. sebagai hipotesis bahwa kebijakan ACFTA berpengaruh positip terhadap real GDP Kalimantan Timur dilihat dari sisi investasi.
Seperti yang diperlihatkan oleh Table 4, trend koefesien dari variable waktu (T) adalah positip tapi tidak signifikan untuk period 1984-2007. Demikian pula halnya dengan trend koefesien dummy variable sebelum dan sesudah adanya kebijakan ACFTA Kaltim (DYA) adalah tidak signifikan, yang berarti bahwa tidak ada pengaruh yang berarti kebijakan ACFTA terhadap real investasi Kaltim.
Dari table diatas dapat diketahui trend koefesien variabel waktu (T) adalah positip dan signifikan. Demikian pula halnya dengan trend koefesien dummy variable sebelum dan sesudah adanya kebijakan ACFTA Kaltim secara signifikan meningkat selam periode tahun 1984-2007. Kondisi tersebut tetap berlaku dengan tingkat signifikansi 1 persen ataupun 5 persen.
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
Riset / 2278
http://karyailmiah.polnes.ac.id Pada Tabel 6, trend koefesien dari variable waktu (T) adalah positip artinya trend real ekspor (LEXP) menunjukkan kenaikan secara signifikan untuk period 1984-2007. Namun trend koefesien dummy variable sebelum dan sesudah adanya kebijakan ACFTA Kaltim (DYA) tidak signifikan. Artinya kebijakan ACFTA tidak berpengaruh secara berarti terhadap peningkatan nilai Ekspor Kaltim.
US$62 juta serta ekspor lainnya US$270 juta. Dari nilai ekspor tersebut daerah tujuan China menempati urutan keempat senilai US$ 576 dibawah Jepang, India dan Taiwan. Dilihat dari sisi impor, sampai dengan Agustus tahun 2009 total impor Kalimantan Timur US$243 juta yang didominasi impor kapal laut dan bangunan terapung sebesar US$143 juta, mesin US$41 juta serta impor pupuk sebesar US$16 juta. Impor tersebut berasal dari negara-negara Asia senilai US$161 juta, Australia US$37 juta dan sejumlah Negara Eropa US$26 juta, negara-negara Amerika US$17 juta serta Afrika hanya US$37 ribu (Disperindagkop dan UMKM Kaltim, 2009) Dilihat dari sisi ekspor, ACFTA diprediksi akan mampu mendongkrak nilai ekspor Kalimantan Timur sampai dengan 10 persen mengingat China merupakan salah satu tujuan utama komoditi ekspor Kaltim. Selain itu komoditas yang diekspor seperti, industri chemical, industri perkayuan, ikan dan udang beku, serta CPO tidak bersaing langsung dengan China sehingga gesekan dengan strategi China bisa diabaikan.
Tabel 7 menampilkan trend koefesien dari variable waktu (T) adalah positip artinya trend real imports (LIMP) meningkat secara signifikan selama periode 1984-2007. Sedangkan trend koefesien dummy variable sebelum dan sesudah adanya kebijakan ACFTA Kaltim (DYA) tidak signifikan. Artinya kebijakan ACFTA tidak berpengaruh secara berarti terhadap peningkatan nilai Impor Kaltim. Untuk mengantisipasi dampak ACFTA terhadap regional ekonomi Kalimantan Timur, maka perlu dilihat dari sisi ekspor dan impor yang dilakukan oleh Kalimantan Timur, jadi tidak perlu harus menunggu blue print dari pemerintah pusat, karena selama ini pemerintah tidak pernah siap apalagi proaktif terhadap setiap kebijakan yang diterapkannya, namun harus selalu memperhatikan payung hukum yang ada. Mau tidak mau antisipasi harus segera dilakukan. Realisasi ekspor Kalimantan Timur hingga periode Agustus 2009 mencapai US$ 5,8 miliar yang didominasi oleh produk batu bara dengan nilai US$4,4 miliar US sehingga mampu menyumbang 75,42 persen dari total ekspor Kaltim. Industri kimia mencapai US$190 juta atau menyumbang 3,26 persen, sedangkan industri perkayuan mencapai US$103 juta (2,1 persen). Sisanya berasal dari ekspor ikan dan udang beku mencapai US$82 juta, kemudian Crude Palm Oil (CPO) dan kakao
Riset / 2279
Disisi lain, impor Kalimantan Timur hanya terbatas pada kapal laut dan bangunan terapung, mesin dan pupuk dan didominasi dari negaranegara Asia. Dengan adanya ACFTA maka harga komoditas impor tersebut relatif lebih murah dari sebelumnya, sehingga cenderung akan mengurangi nilai impor Kalimantan Timur, namun sebaliknya akan mengurangi pendapatan dari PPn. Komoditas impor ini tidak berhadapan langsung dengan industri kecil dan menengah Kalimantan Timur, sehingga dampak negatifnya bisa diabaikan. Selama ini kebutuhan masyarakat Kalimantan Timur berupa hasil industri kecil dan menengah seperti tekstil, pakaian jadi, sepatu, barang kelontongan, bahan bangunan dan konstruksi dan lain-lain sebagian besar didatangkan dari Jakarta, Bandung dan Surabaya. Dengan adanya serbuan produk China, maka saluran distribusi yang sudah ada akan terganggu mengingat sebagian besar pasokan kebutuhan hasil industri tersebut diambil alih oleh produk China. Dari sisi harga yang diterima oleh konsumen relatif lebih murah, namun, dampak terhadap iklim usaha sektor ril di Jakarta (termasuk Tangerang dan Bekasi), Bandung, Surabaya dan daerah lainnya akan mengalami lack of demand dan akhirnya sebagian besar akan menutup usahanya. Pengaruh diatas akan terus menerus menekan perekonomian Indonesia, dan pada selanjutnya juga akan berpengaruh langsung terhadap perekonomian Kalimantan Timur. Untuk antisipasi dampak tersebut pihak pengusaha Kalimantan Timur sebaiknya mempertahankan saluran distribusi yang telah ada yaitu tetap mengutamakan produksi dalam negeri,
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
namun dukungan pemerintah Kalimantan Timur tetap diperlukan, terutama berupa kebijakan pemberian insentif pajak bagi pengusaha yang menggunakan produk dalam negeri dan dengan berpegang pada Standard Nasional Indonesia (SNI). Hal ini perlu terus dipertahankan sampai produk lokal mampu bersaing dengan produk China, baik dari sisi harga maupun kualitas. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Kebijakan ACFTA berpengaruh positip terhadap Real GDP Kalimantan Timur. 2. Sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 2007 trend investasi, ekspor, maupun impor Kalimantan Timur cenderung meningkat. 3. Meningkatnya Real GDP, Investasi, Ekspor, maupun Impor Kalimantan Timur dipengaruhi oleh kebijakan ACFTA namun pengaruh tersebut tidak signifikan.
Area: A Qualitative and Quantitative Analysis”, ADB Economics Working Paper Series, No. 130, October 2008. Kreinin, Mordechai, E., “On the Dynamic Effects of a Custom Unions”, The Journal of Political Economy, Vol. 72 No. 2, April 1964 Miranti, Ermina, “Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia : Antara Potensi Dan Peluang”, Central Library Institute Technology Bandung, Economic Review, No 209, September 2007. Viddy, Arkas, “A Study of Economic Interchange Between Central and Provincial Governments in Indonesia”, Doctor of Philosophy Dissertation, Victoria University School of Business for Applied Economics, Australia, 2009.
SARAN-SARAN Mengingat dampak ACFTA yang telah diuraikan diatas, maka perlu disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Untuk menstabilkan Ekonomi Makro Nasional, renegosiasi haruslah terus menerus dilakukan. 2. Kalau memang ingin menerapkan ACFTA secara efektif, persiapan internal, khususnya penguatan daya saing industri dalam negeri haruslah benar-benar disiapkan, sehingga permintaan dalam negeri tidak berpindah kepada China. 3. Penguatan dan bantuan modal industry dalam negeri mutlak diperlukan bagi peningkatan kualitas produksi dalam negeri. 4. Diperlukan kebijakan yang cenderung menekan biaya produksi dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA Adrian,
“Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Serap Tenaga Kerja”, Suara Karya, dikutip dari Antara, Jakarta, Sabtu 21 Maret 2009.
Chia Siow Yue, “ASEAN-China Free Trade Area”, Paper for presentation at the AEP Conference, Singapore Institute of International Affairs, Hong Kong, 12-13 April 2004. Donghyun Park, Innwon Park, Gemma Esther B. Estrada, “Prospects of an ASEAN– People’s Republic of China Free Trade
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
Riset / 2280