i
PENERAPAN KEBIJAKAN PEMBATASAN JUMLAH TKI INFORMAL TERHADAP REMITTANCE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : PENDEKATAN FSAM
OLEH MEDITIARI WIKAN DIANNINGTYAS H14070069
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
RINGKASAN MEDITIARI WIKAN DIANNINGTYAS. Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal Terhadap Remittance dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia : Pendekatan FSAM (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI). Remittance adalah dana transfer dari luar negeri ke Indonesia yang pada umumnya merupakan uang transfer yang diperoleh dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Remittance merupakan salah satu sumber cadangan devisa Indonesia yang cukup penting, dimana memiliki proporsi paling besar kedua setelah penghasilan dari sektor minyak bumi dan gas alam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia, kontribusi remittance terhadap cadangan devisa negara memiliki tren yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Di beberapa negara berkembang, seperti Indonesia telah mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menghasilkan remittance dalam jumlah yang cukup besar setiap tahunnya namun belum mendapatkan perlindungan yang optimal dari pemerintah. Hal ini yang menyebabkan kesejahteraan tenaga kerja yang terbengkalai yaitu terlihat seringkali adanya aksi kekerasan, pelecehan seksual, upah yang tidak dibayarkan kepada pekerja, tingkat upah yang dibawah standar, serta aksi-aksi lain yang merugikan para pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Banyaknya aksi kekerasan yang menimpa para tenaga kerja Indonesia (TKI) tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan suatu kebijakan dalam melindungi para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yaitu dengan kebijakan pembatasan tenaga kerja informal ke luar negeri (moratorium TKI). Kebijakan pembatasan tersebut dilakukan oleh pemerintah dan ditujukan kepada negara-negara tujuan para TKI yang memiliki tingkat kekerasan terhadap TKI Indonesia tertinggi serta negara yang tidak menyetujui tingkat upah tenaga kerja yang diajukan pemerintah Indonesia kepada negara yang bersangkutan. Kebijakan pembatasan ini dilakukan kepada tenaga kerja informal karena tenaga kerja informal yang memiliki potensi kerugian terbesar baik dari segi jam kerja yang kurang jelas, upah tenaga kerja yang terkadang tidak dilunasi serta prosedur kerja yang tidak disepakati diawal. Dengan banyaknya potensi-potensi kerugian yang akan diterima oleh calon tenaga kerja Indonesia yang dikirimkan ke luar negeri tersebut, pemerintah berupaya untuk mengalihkan pengiriman tenaga kerja Indonesia yang sifatnya informal menjadi formal. Kebijakan pembatasan tenaga kerja informal tersebut telah berlaku sejak tahun 2009 dan diberlakukan pada salah satu negara tujuan TKI yaitu Malaysia. Dengan adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Indonesia informal ini akan berpengaruh terhadap remittance dari para tenaga kerja Indonesia. Berdasarkan survei Bank Indonesia, tenaga kerja Indonesia informal yang memiliki kecenderungan mengirimkan remittance sebesar 70 persen dari jumlah remittance dimana presentase tersebut memiliki proporsi terbesar dibandingkan dengan remittance tenaga kerja sektor formal dan profesional. Dengan adanya pembatasan tenaga kerja Indonesia informal ke luar negeri akan berdampak juga terhadap devisa Indonesia yang sebagian besar berasal dari remittance.
iii
Penelitian ini menganalisis dampak dari penerapan kebijakan pembatasan tenaga kerja informal Indonesia terhadap remittance dan implikasinya terhadap perekonomian Indonesia dengan melakukan beberapa simulasi yang terkait dengan adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia terkait dengan remittance dengan tabel SNSEF 2005. Kemudian data sekunder pendukung lainnya yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS), Departemen tenaga kerja dan Transmigrasi (DEPNAKERTRANS), dan Badan Nasional Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Financial Social Accounting Matriks yang dilengkapi dengan tabel FSNSE 2005 kemudian menggunakan analisis efek pengganda neraca yang dipergunakan untuk melihat keterkaitan antara variabel eksogen terhadap variabel endogennya. Analisis efek pengganda ini juga digunakan dalam simulasi yang terdapat dalam penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan lima simulasi. Simulasi pertama adalah pengiriman TKI dalam keadaan normal atau Business as Usual (BAU). Pada Simulasi ke-dua, diberlakukannya kebijakan pembatasan TKI sebesar 89.698 ribu TKI ke salah satu negara tujuan TKI yaitu Malaysia. Simulasi ketiga yaitu kebijakan pembatasan TKI informal diiringi dengan kompensasi kepada faktor produksi dan rumah tangga. Simulasi ke-empat yaitu kebijakan pembatasan TKI Informal yang diiringi kompensasi pemerintah melalui sektor bangunan. Dan simulasi ke-lima adalah kebijakan pembatasan TKI informal diiringi dengan kompensasi kepada aktifitas produksi dan injeksi kepada rumah tangga desa miskin. Hasil penelitian yang dilakukan menemukan bahwa adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Indonesia telah menurunkan remittance Rp. 92.281.000 dari pengiriman remittance dalam keadaan normal. Dalam keadaan normal jumlah tenaga kerja Indonesia yang dikirimkan keluar negeri sebesar 21 persen dari nilai pengiriman TKI pada tahun sebelumnya. Namun dengan adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal yang dilakukan oleh pemerintah membatasi tenaga kerja Indonesia sebesar 89.698 ribu TKI. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, pada simulasi pertama yaitu dalam keadaan normal keseluruhan akun faktor produksi, institusi dan aktifitas produksi menunjukkan angka yang positif sedangkan pada simulasi kedua setelah diberlakukannya kebijakan pembatsan TKI informal oleh pemerintah terlihat bahwa terdapat angka negatif di seluruh akun baik faktor produksi, institusi maupun aktifitas produksi. Untuk itu perlu adanya kompensasi dari pemerintah untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Pada simulasi ketiga yaitu apabila kompensasi diberikan ke pada rumah tangga dan faktor produksi, terlihat bahwa masih terdapat nilai negatif pada hampir keseluruhan akun, untuk itu perlu adanya simulasi lanjutan dengan simulasi ke-empat. Simulasi ke-empat apabila kompensasi dilakukan melalui sektor bangunan. Berdasarkan simulasi keempat tersebut masih terlihat nilai negatif pada akun-akun tersebut. Pada simulasi ke-lima yaitu dengan kompensasi kepada aktifitas produksi dan rumah tangga dengan proporsi rumah tangga desa miskin sebesar Rp.700.000.000.000, terlihat bahwa dengan simulasi tersebut berhasil menghilangkan nilai negatif pada seluruh akun faktor produksi, institusi dan aktivitas produksi.
iv
PENERAPAN KEBIJAKAN PEMBATASAN JUMLAH TKI INFORMAL TERHADAP REMITTANCE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : PENDEKATAN FSAM
OLEH MEDITIARI WIKAN DIANNINGTYAS H14070069
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
v
Judul Skripsi
: Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal Terhadap Remittance dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia : Pendekatan FSAM
Nama Mahasiswa
: Meditiari Wikan Dianningtyas
Nomor Registrasi Pokok
: H14070069
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, M. Si NIP. 1972 1117 1998022005 Mengetahui, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
vi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Juli
2011
Meditiari Wikan Dianningtyas H14070069 .
vii
RIWAYAT PENULIS
Penulis bernama Meditiari Wikan Dianningtyas yang lahir di salah satu kota di Jawa Tengah yaitu kota Solo, pada tanggal 27 Juli Tahun 1989. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bp. Ir. Sartono Hardjosoemarto dan Ibu. Dra. Aprilian Sulianti. Alhamdulilah jenjang pendidikan penulis dapat dilalui tanpa hambatan yang berarti, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 03 pagi Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada tahun 2001 Kemudian dilanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta pada tahun 2001 hingga tahun 2004, setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMAN 47 Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan SMAnya pada tahun 2007 dan melanjutkannya pada Institut Pertanian Bogor. Penulis masuk IPB melalui jalur PMDK IPB atau lebih dikenal dengan sebutan USMI dan pada tahun pertama melewati TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Setelah melewati Tahap Persiapan Bersama, penulis diterima dalam program mayor Ilmu Ekonomi, FEM, IPB. Selain mayor Ilmu Ekonomi, penulis juga berhasil menyelesaikan minor Ilmu Komunikasi Pemberdayaan Manusia, FEMA, IPB. Penulis memilih mayor Ilmu E konomi atas inisiatif pribadi, karena dengan ilmu ekonomi yang dipelajari dapat langsung diimplemetasikan dalam kehidupan dimana tidak terlepas dari kegiatan ekonomi. Penulis juga memilih minor Komunikasi agar dapat mensosialisasikan ilmu ekonomi yang didapatkan semasa
perkuliahan
kepada
masyarakat.
Karena
dengan
adanya
cara
berkomunikasi yang baik dengan komunikan akan memudahkan dalam mentransfer ilmu ekonomi yang didapatkan semasa kuliah kepada orang lain. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kegiatan mahasiswa seperti OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB), IAC (IPB Art Contest), 2nd Esspreso, dan Masa perkenalan Fakultas dan Departemen. Selain aktif pada kegiatan kepanitiaan, penulis juga aktif dalam kegiatan ukm mahasiswa yaitu kegiatan seni tari FEM (COAST) serta kegiatan seni tari saman IPB yaitu Bungong
Puteh. Penulis juga telah mengisi beberapa acara kampus sebagai
penari. Kemudian penulis juga berhasil menjadi Finalis FEM Ambasador pada tahun 2009.
viii
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal Terhadap Remittance dan Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia : Pendekatan FSAM”. Remittance merupakan salah satu penyumbang dalam devisa di Indonesia, Remittance umumnya disumbangkan oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri atau lebih dikenal dengan TKI. Namun kesejahteraan para penyumbang devisa ini kurang mendapat perhatian khusus sehingga sering terjadi aksi kekerasan serta pelecehan seksual yang dialami oleh para TKI. Sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah melakukan suatu kebijakan guna membatasi tenaga kerja Informal atau TKI ke luar negeri. Sehingga saya rasa penelitian mengenai hal tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dijabarkan lebih lanjut. Selain itu penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik memberikan bantuan, perhatian, doa dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, ucapan Terima Kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada: 1. Allah SWT, Atas segala rahmatnya serta petunjukknya serta segala kebesaran dan keajaiban yang diberikan kepada saya sampai dengan hari ini. 2. Bapak Tony Irawan, M.app. Ec selaku dosen pembimbing pertama saya yang harus menyelesaikan studi Doctoral di German dan Ibu Tanti Novianti, M.Si selaku dosen pembimbing kedua saya yang telah memberikan ilmu-ilmu serta nasehat yang sangat berguna demi berkembangnya pemikiran saya.
ix
3. Bapak Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran-saran dan masukan agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Kedua orang tua saya, Bp. Ir. Sartono dan Ibu Dra. Aprilian Sulianti yang selalu memberikan doa dan dukungannya selama ini. Juga ucapan terimakasih kepada Mba Tara Setyanningtyas, SE dan Mas Arif Purnama L.K, S.Komp yang telah memberikan cara-cara serta saran yang mendukung penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih pula disampaikan untuk Fela Rizki Wardana, ST yang selalu setia memberikan masukan, dukungan, serta saran-saran demi terwujudnya skripsi ini. 5. Teman-teman seperjuangan “Tony Rangers 44” Rini, Jessica (Bang jes), dan Fanny yang selama ini saling mendukung satu sama lainnya pada saat bimbingan serta bersama-sama dalam mencari data demi terwujudnya penulisan skripsi ini. 6. Teman-teman terdekat yang selalu bersama, Tity, Dinda, Noby, dan Dadi makasih ya telah melewatkan hari-hari yang indah selama tiga tahun berada di IE. Serta teman-teman IE44 yang selalu memberikan semangat, tukar pemikiran, lawakan-lawakan yang menghibur serta sharing mengenai suatu hal yang baru selama ini (Amboi, Ajeng, Michele, Ica, Lica, Acuy, Sari (Ncek), Ayie, Ranin, Nancy, Ranty, Fifi). 7. Seluruh Teman-teman IE 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu dimana telah saling mensupport satu sama lainnya serta telah bersamasama selama tiga tahun di Departemen Ilmu Ekonomi dan meninggalkan kesan-kesan yang berarti selama perjalanan usia. 8. Teman-teman kosan “Pink Corner” (Yunko, Anti, RW, Iren, Karin, Memel) yang telah mendengar keluhan, serta berbagi saran dan nasehat selama tiga tahun berada di IPB, serta adik-adik kosan “Pink House” yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 9. Teman-teman IE 45, IE 46 dan IE 47 yang tidak dapat saya sebutkan satupersatu trimakasih atas bantuannya selama ini. Serta terimakasih untuk teman-teman satu perguruan tari saman (Bungong puteh) Atas kerja samanya selama ini. Adik-adik kelasku yang selalu bersama dalam kelas
x
minor (Niear, Arni, Ajeng,dll) serta adik-adik kelas lintas departemen yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu terimakasih atas persahabatan kalian. 10. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat dijabarkan satu-persatu. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semua saran dan kritik dari berbagai pihak adalah hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Meskipun demikian, apabila terdapat kesalahan dalam peneltian serta penulisan skripsi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berdedikasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pihak lain yang membutuhkannya.
Bogor, Juli 2011
Meditiari Wikan Dianningtyas H14070069
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah .................................................................................. 6
1.3
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.4
Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1.5
Ruang Lingkup ......................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 10 2.1
Tinjauan Teori ........................................................................................ 10
2.1.1
Definisi Tenaga Kerja Indonesia..................................................... 10
2.1.2
Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja (Supply-Demand Labour Model) ................................................................................ 12
2.1.3
Model Wage Narrowing and Efficiency Gains .............................. 16
2.1.4
Definisi Remittance ......................................................................... 18
2.1.5
Definisi kompensasi (Compensation) ............................................. 20
2.1.6
Financial Social Accounting Matrix (FSAM) ................................. 21
2.2
Penelitian Terdahulu............................................................................... 28
2.3
Kerangka Pemikiran ............................................................................... 35
ii
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 38 3.1
Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 38
3.2
Metode Analisis Data ............................................................................. 38
3.2.1
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI FINANSIAL (SNSEF) 39
3.2.2
Analisis Efek Pengganda Neraca .................................................... 42
3.3
Simulasi Kebijakan Beserta Interpretasinya ........................................... 44
3.3.1
Simulasi Peningkatan Jumlah Pengiriman TKI dalam Keadaan Normal (Business as usual)............................................................. 45
3.3.2
Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal ke Salah Satu Negara Tujuan TKI yaitu sebesar 89.698 TKI ................................ 47
3.3.3
Kebijakan Pembatasan TKI Informal yang Diiringi Kompensasi Terhadap Rumah Tangga dan Faktor Produksi ............................... 48
3.3.4
Kebijakan Pembatasan TKI Informal yang Diiringi Kompensasi yang Dilakukan oleh Pemerintah Melalui Sektor Bangunan .......... 49
3.3.5
Kebijakan Pembatasan TKI Informal Diiringi dengan Kompensasi Kepada Aktivitas Produksi dan Injeksi Kepada Rumah Tangga Desa Miskin ............................................................................................. 49
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 52 4.1
Gambaran Umum Tenaga Kerja Indonesia ............................................ 53
4.1.1.
Jumlah TKI Berdasarkan Negara Tujuan TKI ............................... 53
4.1.2.
TKI Informal dan Tujuan Pengiriman............................................. 55
4.1.3.
Tenaga Kerja Indonesia dan Lapangan pekerjaan .......................... 56
4.1.4.
Tenaga Kerja Indonesia Informal dan Remittance .......................... 58
4.1.5.
Tenaga Kerja Indonesia dan Kontribusi Terhadap Remittance....... 60
4.1.6.
Tenaga Kerja Indonesia Informal dan Jumlah Devisa yang Dihasilkan dari Remittance ............................................................. 60
4.2
Kebijakan Pembatasan Tenaga Kerja Indonesia Informal ..................... 61
4.2.1
Landasan kebijakan pembatasan Tenaga Kerja Informal ............... 61
iii
4.2.2
Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Faktor Produksi .......... 61
4.2.3
Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Institusi (Rumah Tangga) ........................................................................................... 69
4.2.4
Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Aktivitas Produksi (Sektor)............................................................................................ 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 80 5.1.
Kesimpulan ............................................................................................. 80
5.2.
Saran ....................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3. 1 Nilai Injeksi Remittance Terhadap Peningkatan TKI Sebesar 21 persen dalam FSAM 2005 ........................................................................................................... 46 3. 2 Presentase Alokasi Injeksi Remittance dan Besaran Shock pada Faktor Produksi dan Rumah Tangga dalam Tabel FSAM 2005 ....................................... 47 3. 3 Selisih Remittance Akibat Adanya Pembatasan Pengiriman TKI Sebesar 89.698 Jiwa............................................................................................................ 48 3. 4 Total Kompensasi pada Rumah Tangga dan Faktor Produksi .............................. 48 3. 5 Total Kompensasi ke Sektor Bangunan (Infrastruktur)......................................... 49 3. 6 Total Kompensasi ke Aktivitas Produksi .............................................................. 50 4. 1 Proporsi Pengiriman TKI Berdasarkan Negara Tujuan TKI ................................. 54 4. 2 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Faktor Produksi Akibat Aliran Dana Remittance Berdasarkan Pengganda FSAM .......................................................... 67 4. 3 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Institusi (Rumah Tangga) ................. 73 4. 4 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Aktivitas Produksi (Sektor) .............. 78
v
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. 1 Jumlah TKI di Wilayah Asia Pada Tahun 2011 ............................................. 4 2. 1 Kurva Permintaan Tenaga Kerja ................................................................... 13 2. 2 Kurva Penawaran Tenaga Kerja.................................................................... 14 2. 3 Model Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ................................................... 15 2. 4 Wage Narrowing and Efficiency Gains ........................................................ 17 2. 5 Kerangka Dasar SNSE .................................................................................. 24 2. 6 Kerangka Dasar SNSEF 2005 ....................................................................... 26 2. 7 Alur Kerangka Pemikiran ............................................................................. 37 4. 1 Presentase Base Stock TKI Tahun 2010........................................................ 57 4. 2 Rekapitulasi Remittance Nasional................................................................. 58
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Klasifikasi Faktor Produksi Tabel FSAM 2005 ............................................... 85 2. Klasifikasi Institusi Tabel FSAM 2005 ........................................................... 85 3. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel FSAM 2005 .......................................... 85 4. Matriks Multiplier FSAM 2005 ....................................................................... 86
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang
sangat besar, hal ini terlihat dari jumlah penduduk yang menduduki peringkat ke empat di dunia dengan total jumlah penduduk sampai dengan tahun 2010 sebanyak 237,641 juta jiwa (BPS, 2010). Total populasi penduduk di Indonesia memiliki tren yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh melalui World Bank total populasi penduduk Indonesia pada tahun 1990 sebanyak 177.385 juta jiwa sedangkan total penduduk Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 229.965 juta jiwa, berdasarkan data tersebut terlihat adanya peningkatan jumlah
total
populasi
penduduk
Indonesia.
Sedangkan
untuk
rata-rata
pertumbuhan populasi penduduk yang dihitung setiap lima tahun sekali sebesar 1,1 persen pada tahun 2009 (Word Bank, 2011)1. Total populasi penduduk di Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahunnya sehingga perlu diiringi dengan adanya ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2009, terdapat kenaikan jumlah lapangan pekerjaan hampir di seluruh sektor kecuali sektor kontruksi yang menurun sebanyak 120.000 orang dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi sebanyak 60.000 orang. Sedangkan lapangan pekerjaan untuk sektor perdagangan mengalami kenaikan terbesar yaitu 1.160.000 orang, kemudian sektor jasa kemasyarakatan naik sebanyak 830.000 orang dan 1
http://web.worldbank.org, External Countries East Asia Pacific INDONESIA[2011]
2
sektor pertanian naik sebanyak 340.000 orang. Kenaikan jumlah lapangan pekerjaan pada tahun 2009 pada hampir seluruh sektor tersebut akan dibandingkan dengan tingkat pengangguran yang terdapat di Indonesia pada tahun tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bahwa jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2009 menurun sebesar 170.000 orang jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka pada tahun 20082. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa adanya kenaikan lapangan pekerjaan di Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran pada tahun tersebut. Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2009 melaporkan bahwa jumlah pekerja dengan tingkat pendidikan tamatan sekolah dasar memiliki jumlah yang terbesar sejak tahun 2007 hingga tahun 2009 yaitu sebanyak 56, 37 juta orang pekerja tahun 2007 dan 55,43 juta orang pekerja pada tahun 2009. Jumlah pekerja tamatan SD tersebut merupakan pekerja terbanyak jika dibandingkan dengan pekerja tamatan SMP, SMK, SMA, Diploma dan Universitas sejak tahun 2007 hingga tahun 2009. Lapangan kerja yang tersedia bagi pekerja tamatan sekolah dasar pada umumnya adalah sektor pertanian dan jasa kemasyarakatan (TNP2K, 2009). Sektor pertanian memiliki kecenderungan penghasilan yang relatif kecil karena pada umumnya sektor pertanian di Indonesia didominasi oleh kepemilikan lahan-lahan keluarga yang sifatnya lahan terbatas dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga sedangkan untuk jasa kemasyarakatan juga tidak memberikan hasil upah yang besar bagi pekerja. Tingkat upah tenaga kerja yang cenderung kecil serta 2
http://tnp2k.wapresri.go.id/data/ketenagakerjaan-indnesia [2009]
3
keinginan untuk meningkatkan taraf hidup mereka menyebabkan para tenaga kerja Indonesia tersebut untuk mencari lapangan pekerjaan lainnya di luar negeri. Para tenaga kerja yang mencari pekerjaan di luar negeri tersebut dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada tahun 2010, jumlah gaji yang diperoleh TKI yang bekerja di luar negeri baik sektor formal maupun informal lebih besar dibandingkan dengan gaji pekerja di dalam negeri. Data Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2010 menyatakan jumlah gaji yang diperoleh tenaga kerja informal di luar negeri berkisar Rp.1.600.000 per bulan. Sedangkan untuk tenaga kerja formal yang bekerja di luar negeri mencapai lebih dari Rp.4.000.000 - Rp.5.000.000 per bulan. Sedangkan untuk pekerja dalam negeri yang bekerja di sektor informal hanya sebesar Rp.350.000 - Rp.750.000 per bulan dan untuk pekerja dalam negeri sektor formal berpenghasilan berkisar Rp.650.000 - Rp.1.300.000 per bulan.3 Adanya perbedaan tingkat upah pekerja baik sektor informal maupun formal di dalam negeri dan di luar negeri inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bahwa pengiriman TKI ke luar negeri berkisar 60.000 orang pekerja per bulan. Tenaga kerja Indonesia tersebut dikirimkan ke 29 negara yang tersebar di seluruh dunia. Namun proporsi pengiriman TKI tersebut lebih banyak di wilayah Asia. Wilayah pengiriman TKI 3
http://allows.wordpress.com/informasi-upah-minimum-regional-umr [o1 Desember 2009]
4
di Asia yaitu meliputi Malaysia, Singapura, Taiwan, Korea, Brunei Darussalam, dan Asia Barat. Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melaporkan bahwa sampai dengan bulan Juni 2010 penyaluran TKI terbesar adalah ke kawasan Asia yaitu sebesar 58,1 persen. Proporsi pengiriman TKI terbesar adalah pengiriman TKI ke Malaysia sebesar 1,9 juta orang TKI.
Sumber : BNP2TKI, 2010 Gambar 1. 1 Jumlah TKI di Wilayah Asia Pada Tahun 2011 Jumlah pengiriman TKI tersebut sangatlah besar jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Taiwan, Hongkong dan Singapura yang masingmasing sebesar 182 ribu orang, 167 ribu orang dan 132 ribu orang TKI. Sedangkan untuk penyebaran negara tujuan TKI lainnya yaitu meliputi daerah Eropa dan Timur Tengah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2010, bahwa proporsi jumlah TKI berdasarkan katagori jenis pekerjaan yang paling mendominasi adalah pekerjaan informal yaitu sebesar 65,9 persen yang kemudian diikuti dengan tenaga kerja formal sebesar 30,3 persen dan terakhir tenaga kerja profesional
5
sebesar 3,8 persen. Rendahnya proporsi pengiriman tenaga kerja professional tersebut dikarenakan sangat minimnya tenaga ahli atau tenaga kerja profesional yang dimiliki oleh Indonesia mengingat angka pendidikan di Indonesia khususnya pedesaan yang belum terlalu pesat jika dibandingkan negara asing lainnya. Berdasarkan data Susenas (Survei Sensus Nasional) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 bahwa angka melek huruf di Indonesia telah mencapai lebih dari 90 persen namun tingkat pendidikan tertinggi (TPT) di Indonesia didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 43.440.860 penduduk dan penduduk yang tidak beijazah yaitu sebanyak 20.207.215 penduduk. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa angka melek huruf di Indonesia yang terbilang tinggi namun tidak diimbangi dengan adanya tenaga kerja yang terdidik sehingga jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor profesional di luar negeri sangatlah minim. Tingginya pengiriman TKI ke luar negeri memberikan dampak positif terhadap cadangan devisa Indonesia. Jumlah cadangan devisa Indonesia meningkat salah satunya disebabkan oleh remittance yang dikirimkan oleh para TKI untuk keluarga mereka di dalam negeri. Remittance atau remitansi nasional tersebut sebagian besar mengalir pada sektor rumah tangga kemudian sebagian kecil lainnya mengalir pada perusahaan, bank sentral dan pemerintah (Bank Indonesia, 2005). Dengan mengalirmya remittance tersebut ke daerah pedesaan dapat mendorong kehidupan perekonomian di daerah pedesaan sehingga terciptalah pertumbuhan ekonomi pedesaan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia bahwa total remittance nasional pada tahun 2005 mencapai Rp.57.220.000.000 dan jumlah remittance yang mengalir ke sektor rumah tangga
6
adalah Rp.53.000.0000.000. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa remittance yang mengalir ke Indonesia langsung ditujukan atau dikirimkan kepada keluarga dari para tenaga kerja Indonesia yang berada di Indonesia yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Kebijakan moratorium yang dilakukan pemerintah sejak bulan Agustus 2009 ke beberapa negara tujuan TKI di wilayah Asia seperti Malaysia telah memberikan dampak terhadap remittance. Menurut Kepala Biro Humas Bank Indonesia4, remittance selama tahun 2009 relatif tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya dan hanya di topang oleh kenaikan gaji TKI di beberapa negara Timur Tengah dan negara Asia. Kenaikan gaji tersebut terjadi akibat penyesuaian gaji yang terus diupayakan oleh BNP2TKI terhadap negara-negara yang menjadi negara tujuan TKI. Penyesuaian gaji yang diupayakan oleh BNP2TKI tersebut dilakukan oleh BNP2TKI dalam meningkatkan kesejahteraan para TKI yang bekerja di luar negeri.
1.2 Perumusan Masalah Penerapan kebijakan moratorium yang ditetapkan pemerintah sejak bulan Agustus tahun 2009 ditujukan untuk melindungi para TKI yang bekerja di luar negeri. Mengingat aksi kekerasan serta pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) yang sering kali diterima para TKI di luar negeri, maka Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dibantu oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memberlakukan kebijakan untuk membatasi jumlah pengiriman tenaga kerja informal ke negara-negara yang 4
www.inilah.com/read/detail/533651, BI: Pengiriman TKI turun jumlah remittance stagnan[14 Mei 2010]
7
menjadi tujuan TKI. Kebijakan pembatasan jumlah tenaga kerja informal ini dilakukan sampai dengan batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal ini dikarenakan pemeritah menunggu adanya nota kesepakatan (Memorandum Of Understanding) yang diajukan oleh pemerintah Indonesia dengan negara-negara yang menjadi tujuan dari para TKI agar tenaga kerja informal asal Indonesia diberikan waktu kerja yang jelas serta jaminan hukum yang lebih baik di negara tujuan agar aksi kekerasan yang merugikan TKI tidak terulang kembali. Jumlah tenaga kerja Indonesia yang dikirimkan ke luar negeri meningkat setiap tahunnya namun peningkatan tenaga kerja tersebut mulai terhambat dengan adanya pembatasan tenaga kerja informal ke luar negeri. Adanya pembatasan jumlah tenaga kerja keluar negeri tentu akan memberikan dampak terhadap aliran dana remittance ke Indonesia. Peningkatan jumlah aliran dana remittance dari tahun ke tahun cenderung melambat dan hanya ditopang dari adanya penyesuaian upah TKI semenjak diterapkannya kebijakan moratorium tenaga kerja informal ke luar negeri. Remittance TKI ini mendapat perhatian yang besar dari pemerintah dikarenakan remittance mampu memberikan devisa yang besar namun paling efisien dibandingkan penghasil devisa negara lainnya. Berdasarkan pemaparan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kontribusi TKI terhadap devisa Indonesia dan sebaran TKI berdasarkan lokasi negara tujuan? 2. Bagaimanakah dampak pembatasan TKI informal terhadap perekonomian indonesia, dilihat dari total pendapatan negara, distribusi aliran dana remittance dan keterkaitan terhadap sektor rumah tangga?
8
3. Bagaimanakah dampak penerapan opsi kebijakan kompensasi dan moratorium yang dilakukan oleh pemerintah ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan telah diuraikan diatas, tujuan dari dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kontribusi Tenaga Kerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri terhadap devisa dan sebaran TKI berdasarkan lokasi negara tujuan. 2. Menganalisis dampak penerapan pembatasan tenaga kerja informal terhadap total output negara serta keterkaitan antar sektor lainnya. 3. Menganalisis dampak dari penerapan opsi kebijakan kompensasi serta penerapan kebijakan pembatasan TKI yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor rumah tangga.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif serta manfaat bagi pihak yang terkait diantaranya: 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat selama masa perkuliahan. 2. Bagi Akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kebijakan pembatasan tenaga kerja informal Indonesia terhadap aliran dana remittance ke Indonesia.
9
3. Bagi Pemerintah, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk penerapan kebijakan yang akan diterapkan. Serta sebagai bahan pertimbangan
dalam pembuatan kebijakan terkait dengan pembatasan
pengiriman tenaga kerja informal ke luar negeri. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai pengaruh kebijakan pembatasan tenaga kerja informal terhadap aliran dana remittance ke Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup Fokus penelitian ini adalah menganalisis penerapan kebijakan pembatasan tenaga kerja informal terhadap aliran dana remittance serta implikasinya terhadap perekonomian Indonesia. Dalam penelitian ini juga akan disimulasikan beberapa kebijakan kompensasi untuk mencegah terjadinya permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Kemudian juga melihat hubungan aliran dana remittance terhadap aktivitas produksi, institusi dan faktor produksi. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistika (BPS), Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Depnakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) serta sumber data lainnya. Dalam pengolahan data penelitian ini menggunakan metode FSAM (Financial Social Accounting Matrix). FSAM ini memilki nama lain SNSEF (Sistem Neraca Sosial Accounting Matrix Financial). Proses pembentukan SNSEF 2005 ini menggunakan data dari SNSE pada tahun 2000.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Definisi Tenaga Kerja Indonesia Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990). Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih (BPS, 2011). Berdasarkan deifinisi tersebut, maka tenaga kerja dapat di persempit maknanya menjadi tenaga kerja di suatu wilayah tertentu atau suatu negara. Maka Tenaga Kerja Indonesia adalah seluruh penduduk yang berada dalam usia kerja serta berpotensi dalam memproduksi barang dan jasa, baik yang sedang bekerja di dalam negeri maupun penduduk yang bekerja di luar negeri serta bekerja di sektor formal maupun informal. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
PER.23/MEN/XII/2008 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia pada Pasal 1 dapat mendefinisikan pengertian dari TKI. Pada ayat ke-1 yang berbunyi calon Tenaga Kerja Indonesia, yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Kemudian pada ayat ke-2 tenaga kerja Indonesia, yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga negara
11
Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Berdasarkan peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi tersebut, sangat jelas terlihat bahwa TKI merupakan perkerjaan yang baik dan dapat mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Namun, istilah TKI seringkali dikonotasikan sebagai pekerja kasar. Sedangkan nama lain dari TKI perempuan yang bekerja pada sektor informal di luar negeri sering kali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW). Sebagian besar tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri bergerak di sektor informal, hal ini mengingat bahwa tingginya jumlah populasi penduduk di Indonesia namun tidak diimbangi oleh pemerataan pendidikan khususnya bagi masyarakat pedesaan. Padahal masyarakat pedesaan inilah yang banyak menjadi tenaga kerja migrant ke luar negeri atau lebih dikenal dengan TKI. Terbatasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para TKI informal tersebut memicu terjadinya berbagai aksi kekerasan yang terjadi di luar negeri. Selain itu keadaan TKI diperburuk dengan minimnya kebijakan perlindungan hukum yang lebih baik di negara tujuan. Klasifikasi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu tenaga kerja formal, tenaga kerja informal dan tenaga kerja profesional. Pengklasifikasian TKI tersebut sangat diperlukan pada saat pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang biasa dilakukan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Berdasarkan klasifikasi TKI tersebut, tenaga kerja kerja formal dan tenaga kerja profesionalah yang memiliki jaminan HAM serta kepastian upah yang jauh lebih baik bila dibandingakan dengan tenaga kerja informal. Namun terlepas dari
12
pengklasifikasian tenaga kerja tersebut, seluruh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri sangatlah berjasa besar bagi peningkatan jumlah devisa negara kita dari tahun ke tahun.
2.1.2
Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja (Supply-Demand Labour Model) Permintaan tenaga kerja memiliki kemiringan yang negatif dari kiri atas ke
kanan bawah. Kurva permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand) dari kurva permintaan di pasar produk (Priyarsono, 2007). Bentuk kurva permintaan tersebut bergantung pada MRP (Marginal Revenue Product) dari output terhadap input tenaga kerja dalam proses produksi. Marginal Revenue Product adalah tambahan penerimaan yang diperoleh perusahaan ketika perusahaan meningkatkan outputnya sebesar satu unit. Tambahan output yang diproduksi oleh perusahaan menyebabkan tambahan penerimaan maka perusahaan akan memutuskan menambah jumlah outputnya. Untuk tingkat modal dan harga output tertentu, marginal produk tenaga kerja (MPL) akan turun ketika jumlah pekerja meningkat yang digunakan oleh perusahaan semakin meningkat. Fenomena ini dalam teori mikro ekonomi dikenal dengan The Law Diminishing Marginal Productivity. Sebagai akibatnya kurva permintaan tenaga kerja berbentuk miring ke kanan bawah seperti pada (Gambar 2.1) Marginal produk tenaga kerja (MPL) adalah tambahan output yang diperoleh oleh perusahaan ketika perusahaan menambah satu unit tenaga kerja. Posisi dari kurva permintaan tenaga kerja dapat berubah (ke kiri atas ataupun ke kanan bawah). Arah pergeseran tersebut bergantung pada tingkat kapital yang digunakan dan harga
13
output (P) yang terjadi di pasar. Kaitan antara harga output dengan pergeseran kurva permintaan tenaga kerja adalah apabila harga output di pasar meningkat maka kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika harga output di pasar turun maka kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke kiri. W (upah)
VMPP L = D L = MPPL X L
D (L) = MPL L
Sumber : Mc Cann, (2001:176) Gambar 2. 1 Kurva Permintaan Tenaga Kerja Pada (Gambar 2.1) fungsi permintaan tenaga kerja dilambangkan dengan (DL) dimana memiliki nilai yang sama dengan Value Marginal Physical Product Labour (VMPPL) yang merupakan nilai marginal tenaga kerja. VMPPL diperoleh dari hasi perkalian antara MPPL (Marginal Physical Product) dengan L (labour). Penawaran tenaga kerja memiliki kemiringan yang positif, dimana kurva penawaran tenaga kerja sekaligus menggambarkan tingkat upah riil. Hal ini didasarkan pada dual decision hypothesis (Clower, 1965). Berdasarkan hipotesis tersebut para tenaga kerja akan menggunakan kriteria tingkat upah riil dalam menentukan jumlah jam kerja yang ditawarkan, tingkat upah yang mereka inginkan dan jumlah barang dan jasa yang akan dikonsumsi. Untuk memahami dual decision hypothesis dapat dijelaskan menggunakan bantuan (Gambar 2.2)
14
Berdasarkan (Gambar 2.2) diasumsikan bahwa individu mengkonsumsi dua jenis barang berdasarkan kegunaannya, yakni waktu luang dan barang/jasa dalam satu minggu yang digunakan untuk waktu luang (bersantai, berekreasi, atau kegiatan lainnya yang bertujuan untuk bersenang-senang), sedangkan sumbu horizontal menggambarkan jumlah barang/jasa yang ingin dikonsumsi oleh pekerja I. Jumlah minimum jam yang digunakan untuk waktu luang adalah sebesar minimum untuk waktu luang yang dapat dikonsumsi H, sedangkan jumlah jam kerja yang dimiliki oleh rumah tangga terletak di titik F. Dengan demikian, jumlah total jam yang digunakan oleh pekerja untuk bekerja per minggu adalah sebesar F – H. Berdasarkan kerangka kerja diatas dapat digunakan teori garis anggaran dan kurva indiveren untuk memahami hubungan penawaran tenaga kerja dengan harga tenaga kerja.
F
C
U1 U2
WAKTU KERJA
U3
L 1 L
S(L) L
H C
L1
L2
L3
Jumlah barang yang dikonsumsi oleh individual ( I )
Sumber : McCann, (2001: 177) Gambar 2. 2 Kurva Penawaran Tenaga Kerja
15
Dengan penggabungan kedua prinsip permintaan dan penawaran tenaga kerja, sehingga dapat dibangun model dasar pasar tenaga kerja seperti pada (Gambar 2.3) Pada gambar tersebut terlihat bahwa di pasar tenaga kerja upah riil terdapat pada sumbu vertikal sedangkan jumlah pekerja digambarkan pada sumbu horizontal. Kurva permintaan
yang memiliki kemiringan
yang negatif
dilambangkan dengan D sedangkan kurva penawaran yang memiliki kemiringan negatif dilambangkan dengan S (L). Pada (Gambar 2.2) keseimbangan tercapai pada saat tingkat upah riil sebesar w* pada posisi tersebut jumlah tenaga kerja yang diminta sama dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (L*). Dalam kerangka neoklasik tingkat pekerja sebesar
(L*) menunjukkan kondisi full
employment pada tingkat upah yang berlaku di pasar. Pada kondisi tersebut tidak ada pengangguran yang terpaksa (involuntary unemployment) karena angkatan keja yang tidak bekerja merupakan perbedaan antara populasi total T dengan tingkat pekerja (L*) merupakan orang-orang yang menganggur secara sukarela.
W S (L)
W* D (L) L L*
Sumber : Mc Cann, (2001:179) Gambar 2. 3 Model Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
16
2.1.3
Model Wage Narrowing and Efficiency Gains Model Wage Narrowing and Efficiency Gains merupakan suatu model
dalam ekonomi ketenagakerjaan yang menggambarkan kombinasi pasar tenaga kerja antar dua negara yang berbeda, namun adanya perbedaan tingkat upah antara kedua negara tersebut menyebabkan terjadinya migrasi dari negara dengan tingkat upah yang rendah ke negara yang memiliki tingkat upah yang lebih tinggi. Sebagai contoh masalahnya adalah kasus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sebagai TKI. Tenaga kerja Indonesia melakukan migrasi sebagai tenaga kerja di luar negeri dikarenakan tingkat upah di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lainnya yang menjadi negara tujuan TKI. Bila kita ambil tingkat upah tenaga kerja informal di Indonesia pada tahun 2009 yaitu berkisar antara Rp 300.000 sampai dengan Rp.700.000 dan apabila dibandingkan dengan upah tenaga kerja informal di negara tujuan TKI seperti Arab Saudi dimana tenaga kerja informal di negara tersebut mendapatkan tingkat upah lebih kurang Rp. 1.342.200 pada tahun 2003 padahal pemerintah Arab saudi telah meningkatkan upah para buruh migran sejak tahun 2007 sebanyak 33 persen dari upah sebelumnya. Hal ini tentu saja sangatlah signifikan perbedaannya jika dibandingkan dengan tenaga kerja dari Indonesia. Tingginya tingkat upah di luar negeri inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya migrasi tenaga kerja dari dalam negeri ke luar negeri.
17
Wage Wage
b W
c W m
i
We
j g Wm
m
e
f
Quantity of labour
Negara A (Malaysia)
k
l
Quantity of Labour
Negara B (Indonesia)
Sumber : Borjas, 1996 Gambar 2. 4 Wage Narrowing and Efficiency Gains Dengan adanya perbedaan tingkat upah di negara A dan di negara B yaitu sesuai dengan (Gambar 2.4) , negara A merupakan negara dengan pendapatan tinggi seperti Malaysia sedangkan negara B merupakan negara dengan pendapatan yang rendah seperti Indonesia. Berdasarkan grafik tersebut dapat dijelaskan bahwa migrasi tenaga kerja terjadi karena rendahnya upah. Tenaga kerja yang berada pada Indonesia dimana negara tersebut memiliki tingkat upah yang rendah akan melakukan migrasi ke negara di Malaysia dimana tingkat upah di negara tersebut lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Dengan adanya perpindahan tenaga kerja dari negara yang berupah rendah ke negara yang berupah tinggi akan menyebabkan meningkatnya output domestik negara yang berupah rendah. Namun dengan adanya perpindahan tenaga kerja tersebut akan menurunkan upah rata-rata di negara yang memiliki tingkat upah tinggi dan hal ini akan menimbulkan efek yang berkebalikan di negara yang berupah rendah.
18
Berdasarkan (Gambar 2.3), huruf ebcf merupakan keuntungan output pada negara yang berupah tinggi (Malaysia) akan melebihi kekurangan pada huruf kijl pada negara yang berupah rendah (Indonesia). Sehingga nilai kombinasi output dari dua negara tersebut akan meningkat.
2.1.4
Definisi Remittance Remittance adalah jasa pengiriman uang atau penerimaan oleh pekerja di
luar negeri dengan negara asalnya5. Beberapa negara berkembang
termasuk
Indonesia mendapatkan ekses positif terhadap perekonomiannya dari aktivitas remittance ini. Negara-negara di Afrika dan Asia mendapatkan proporsi yang cukup besar dalam GNP nya dari aktivitas remittance. Remittance dapat disebut sebagai pendapatan non operasional bagi bank. Remittance merupakan tranfer atau kiriman uang dari luar negeri6. Remittance dapat dibedakan menjadi dua yaitu transfer atau kiriman uang dari luar negeri (inward remittance) dan tranfer atau kiriman uang dari dalam negeri keluar negeri (outward remittance). Berdasarkan data yang diperoleh dari World Bank, remittance menjadi aliran masuk keuangan di posisi kedua setelah dana bantuan dari luar negeri. Bank Dunia memperkirakan pada tahun 2006 tercapai angka US$250 miliar remittance ke negara-negara berkembang. Remittance adalah dana yang dibawa masuk oleh pekerja migrant ke negaranya asalnya. Remittance merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang paling besar bagi negara, terutama negara berkembang atau negara dunia ketiga. Menurut World Bank, remittance merupakan penghasilan
5
www.id.shvoong.com/business-management/1919934-remittance [13 Maret 2011] www.bnp2TKI.go.id/content/view/3854/231, Remittance TKI Sumber Pendapatan Non operasional Perbankan [21 Januari 2011]
6
19
terbesar kedua negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tingkat kemiskinan di sebuah negara dapat menurun dengan adanya remittance. Banyaknya fakta-fakta yang menyatakan bahwa dengan menghabiskan aliran dana remittance mengeluarkan kemiskinan dan kurangnya kesempatan investor dari pendatang migrant. Pada umumnya remittance dikonsumsi setiap harinnya oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya ataupun untuk konsumsi lainnya. Johnshon dan Whitelaw (1970) mengatakan bahwa 96 persen remittance dihabiskan untuk membantu keluarga dan teman-teman terdekat, 12 persen untuk keperluan sekolah, dan hanya 3,6 persen untuk investasi pertanian (Connell, 1976). Berdasarkan studi tersebut dinyatakan bahwa sebagian besar remittance hanya digunakan untuk keperluan konsumsi sedangkan untuk keperluan investasi tidak mencapai 10 persen dari keseluruhan alokasi dana. Menurut ekonom Bank Dunia (2009), Dominique van der Mensbrugghe berdasarkan survey menunjukkan bahwa remittance menurunkan jumlah kemiskinan rumah tangga di dunia7. Selain itu menurut Word Bank pada akhir tahun 2006, diketahui jumlah remittance mencapai hampir US$250 miliar sehingga terjadi peningkatan sekitar 40 persen dari tahun sebelumnya sekitar US$167 miliar. Diperkirakan bahwa jumlah remittance akan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa remittance akan membawa pengaruh luas baik bagi penerima dana tersebut maupun keluarga pekerja migran.
7
http://www.hemisferio.org/al-eeuu/boletines/01/al03_interest, [01 Maret 2009]
20
2.1.5
Definisi kompensasi (Compensation) Menurut seorang ahli ekonomi Andrew F. Sikula (1990) mengatakan
pengertian dari kompensasi adalah A compensation is anything that constitutes or is regarded as an equivalent or recompense (Hasibuan, 2000). Dengan kata lain kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau sejenisnya kepada suatu lembaga atau suatu negara. Menurut ahli lainnya yaitu menurut Edwin B. Flippo kompensasi adalah Wages is defined as the adequate and equitable enumeration of personnel for their constribution to organizational objectives (Hasibuan, 2000). Dengan kata lain upah atau imbalan yang didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasanya dalam mencapai tujuan organisasi. Kompensasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu (1) imbalan ekstrinsik dan (2) imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik dapat dibedakan menjadi dua. Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang diberikan kepada sebuah organisasi, lembaga, pekerja yaitu baik berupa sejumlah uang maupun imbalan ekstrinsik berupa benefit atau tunjangan pelengkap. Imbalan ekstrinsik yang berupa sejumlah uang meliputi gaji, upah, honor, bonus, insentif, komisi dll. Sedangkan untuk imbalan ekstrinsik berupa benefit meliputi uang cuti, uang makan, uang transportasi, uang pensiun, rekreasi, beasiswa, jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK). Imbalan intrinsik adalah imbalan yang dapat diterima oleh pekerja namun tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja yang baik bagi pekerja, serta pekerjaan yang menarik bagi pekerja.
21
2.1.6
Financial Social Accounting Matrix (FSAM) Social Accounting Matrix (SAM) dalam terminologi Indonesia disebut
sebagai Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). SNSE merupakan salah satu perangkat data ekonomi makro yang dapat mengukur masalah pemerataan pendapatan, sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat (BPS, 2008). SNSE tidak saja mampu menggambarkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat tetapi juga mampu menggambarkan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi dan sosial tersebut (BPS, 2005). Social Accounting Matrix ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Stone dari Cambridge University of England. Pemikirannya tersebut bermula dari dua distribusi pendapatan lain yaitu distribusi pendapatan rumah tangga dan pendapatan faktorial yang tidak dapat dijelaskan dengan baik menggunakan metode I-O. Untuk melengkapai kekurangan model I-O tersebut akhirnya dikembangkan sebuah model keseimbangan umum lainnya yaitu Social Accounting Matrix (SAM). SNSE adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam suatu perekonomian (Thorbecke, 1988). Sedangkan menurut Pyatt dan Round (1988) SAM merupakan suatu kerangka data yang bersifat keseimbangan umum (general equilibrium) yang dapat menggambarkan perekonomian secara menyeluruh dan dapat menghubungkan berbagai aspek sosial dan ekonomi dalam negara yang bersangkutan. Dalam pembuatan SAM, sumber-sumber datanya berasal dari tabel I-O, statistik pendapatan nasional, serta ststistik pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Oleh sebab itulah SAM terlihat lebih lengkap jika dibandingkan dengan tabel input-output dan statistik pendapatan nasional dengan menunjukkan berbagai transaksi dalam suatu perekonomian. Jika dibandingkan
22
dengan tabel input-output yang hanya merekam transaksi ekonomi tanpa menunjukkan latar belakang sosial dari pelaku transaksi tersebut (Daryanto, 2010). Sementara SAM berupaya melakukan klasifikasi berbagai institusi berdasarkan latar belakang sosial ekonomi pada suatu perekonomian atau aktivitas fungsional (Chowdhury, 1990). Model SAM merupakan perluasan model dari model I-O (Sadoulet dan Janvry, 1995). Dengan demikian ruang lingkup dari pemotretannya jauh lebih luas dan terperinci dibandingkan dengan model I-O. Yang dijelaskan dalam model I-O hanyalah arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor-sektor faktor produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri. Sedangkan model SAM mendisagregasi data-data tersebut secara lebih terperinci. Model SAM ini juga dapat dimasukkan ke dalam beberapa variabel makroekonomi seperti pajak, subsidi, modal, dan sebagainya sehingga model SAM ini dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral, dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca. Keunggulan lainnya dari model SAM ini adalah model SAM mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan dalam perekonomian. Salah satu tujuan menyusun data SAM adalah untuk memperluas gambaran sistem pendapatan nasional atau System of National Account (SNA, melalui cara penggabungan SNA dengan data distribusi pendapatan (Daryanto, 2010). Kerangka SNSE dapat dipahami sebagai suatu sistem data analisis dengan cara mempelajari hubungan timbal balik antara struktur produksi, distribusi, pendapatan (value added) yang diakibatkan karena adanya produksi, distribusi pendapatan, konsumsi, tabungan dan investasi. Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai arus (circular flow) melalui transaksi yang telah terjadi.
23
SAM pada dasarnya adalah sebuah matrix berbentuk bujur sangkar yang menggambarkan arus moneter dari berbagai transaksi ekonomi dimana kolomnya menjelaskan pengeluaran (expenditure) sedangkan untuk baris menggambarkan penerimaan (receipt). Terdapat enam tipe neraca dalam sebuah matrix SAM yang lengkap yaitu (1) aktivitas (2) komoditas (3) faktor-faktor produksi (tenaga kerja) (4) institusi domestik yang terdiri dari rumah tangga (household) (5) modal, dan (6) rest of the world (Sadoulet dan Janvry, 1995; Thiele dan Piazolo, 2002). Tabel SNSE (Gambar 2.5) merupakan tabel contoh yang ringkas dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana sistem data tersebut bekerja. Susunan angka-angka yang terlihat pada tabel merupakan suatu sistem neraca, dimana pada setiap angka yang ada pada matriks mencerminkan hubungan antara transaksi suatu neraca dengan neraca-neraca lainnya. Pada tabel SNSE terdapat kolom dan baris. Masing-masing neraca tersebut menempati satu lajur kolom dan satu lajur baris. Pada setiap isi yang terdapat di lajur baris menggambarkan struktur penerimaan sedangkan isi dari lajur kolom menggambarkan tentang struktur pengeluaran. Sedangkan perpotongan antara lajur kolom dan lajur baris akan memberikan arti tersendiri. SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model ekonomi selain itu, juga dapat digunakan sebagasi dasar analisis serta baik digunakan sebagai metode analisis parsial maupun model analisis keseimbangan umum dalam melakukan analisis terhadap suatu kebijakan.
Neraca Eksogen
Penerimaan
Neraca Endogen
24
Faktor Produksi
1
Institusi
2
Kegiatan Produksi
3
Jumlah Neraca Lainnya
4
Total
5
Pengeluaran Neraca Endogen Neraca Total Faktor Kegiatan Eksogen Institusi Produksi Produksi 1 2 3 4 5 T11 T12 T13 T14 T1 0 0 Alokasi Pendapatan Distribusi Nilai Pendapatan Faktor Tambah Faktorial Produksi Luar Negeri T21 T22 T23 T24 T2 Alokasi Transfer 0 Transfer Distribusi Pendapatan antar dari Luar Pendapatan Faktor Institusi Negeri Institusi Produksi ke Institusi T32 T33 T34 T3 T31 Total 0 Permintaan Permintaan Ekspor dan Antara Investasi Output Akhir T41 T42 T43 T44 T4 Alokasi Tabungan Impor, Transfer Total Pendapatan Pajak dan Neraca Penerimaan Lainnya Faktor Tidak Lainnya Produksi ke Langsung Luar Negeri T'1 T'2 T'3 T'4 Total Distribusi Distribusi Total Input Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Faktor Institusi Lainnya Produksi
Sumber: BPS, 2005 Gambar 2. 5 Kerangka Dasar SNSE Pengembangan lanjutan dari SAM adalah dengan mengidentifikasi keterkaitan antara sektor riil dengan sektor finansial yaitu melalui pendekatan FSAM (Financial Social Accounting Matrix) atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama SNSEF (Sistem Neraca Sosial Ekonomi Financial). Secara garis besar penyusunan SNSEF adalah dengan mengintegrasikan NAD (Neraca Arus Dana) dan dengan sistem data SNSE sehingga akan terbentuk SNSEF yang lengkap, seimbang serta konsisten dengan adanya mekanisme saving-investment gap yaitu adalah rekonsiliasi antara data tabungan bruto dengan investasi riil domestik. Mekanisme tersebutlah yang menjadi kunci bagaimana informasi dalam sektor riil ditransmisikan ke sektor finansial begitu pula sebaliknya.
25
Kerangka dasar SNSE secara konseptual telah menjelaskan semua kegiatan atau aktivitas ekonomi yang bekerja di suatu negara baik aktivitas sektor riil maupun aktivitas sektor finansial. Namun kerangka dasar SNSE tidak dapat menjelaskan aktivitas sektor finansial. Dalam SNSE keterkaitan antara kinerja sektor riil dengan sektor finansial dijelaskan dalam neraca capital yaitu suatu neraca yang merekam informasi mengenai tabungan bruto yang dihasilkan oleh institusi rumah tangga, pemerintah dan perusahaan yang beroperasi dalam suatu perekonomian. Tabungan bruto merupakan selisih dari pendapatan dengan pengeluaran yang selanjutnya digunakan untuk membiayai investasi fisik. Namun pada kenyataannya, tabungan bruto yang didapatkan oleh para pelaku ekonom tidak hanya digunakan utuk membiayai investasi fisik saja seperti membangun rumah, tempat usaha, jalan raya dan sebagainya tetapi juga digunakan unutk membiayai investasi bukan fisik (investasi portofolio) seperti pembelian surat berharga, deposito, valuta asing (valas) dan sebagainya. Sumber dana untuk investasi riil dan finansial tidak hanya berasal dari tabungan bruto melainkan dari sumber-sumber dana lainnya seperti pinjaman, penerbitan obligasi dan penarikan suatu sumber dana menjadi dana lain. Interaksi semacam ini menimbulkan transaksi yang menciptakan perkembangan aset dan kewajiban dalam neraca keuangan para pelaku ekonomi. Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai transaksi dalam neraca keuangan para pelaku ekonomi dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Finansial Indonesia (SNSEF). Secara umum kerangka dasar SNSEF 2005 dapat dikelompokkan menjadi Faktor produksi, Institusi, Sektor produksi, Kapital dan Finansial dengan rincian selengkapnya pada (Gambar 2.6) Kerangka SNSEF ini berbentuk matrix simetris
26
yang diklasifikasikan menjadi 9 komponen yaitu Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Margin Perdagangan dan Pengangkutan, Komoditas, Kapital, Pajak Tak Langsung dan Subsidi, Instrumen Finansial dan Luar Negerti. Kemudian data-data tersebut diagregasi sesuai keperluan analisis dan ketersediaan data pendukung. Secara dimensi format SNSEF Indonesia 2005 ini memiliki 79 komponen. Faktor Produksi
Institusi
Sektor Produksi
Kapital
Finansial
Faktor Produksi Institusi
SNSE
Sektor Produksi Kapital
INVESTASI
TABUNGAN
Finansial
KEWAJIBAN
ASET
Sumber : Bank Indonesia, 2009 Gambar 2. 6 Kerangka Dasar SNSEF 2005 Sumber data dalam pengolahan SNSEF Indonesia ini menggunakan tabel Input-Output (IO), SNSE dan NAD, kemudian didukung oleh survei-survei khusus, seperti Survei Khusus Input-Output (SKIO), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga dan Survei Khusus Perusahaan Swasta (SKPS). Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh SNSEF dapat dilakukan analisis makroekonomi sehingga dapat menggambarkan keterkaitan antara sektor ekonomi, antar institusi, antar variable ekonomi bahkan antar instrumen finansial. Secara garis besar analisis SNSEF dapat dibedakan menjadi 3 tahap, yaitu 1) analisis deskriptif untuk menggambarkan fenomena statis perekonomian (struktur
27
ekonomi) khususnya pada tahun 2005, 2) analisis behavior untuk menjelaskan dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap berbagai variable ekonomi (atau seringkali disebut policy analysis), 3) economic modeling and forecasting yaitu memanfaatkan SNSEF untuk membangun model-model ekonomi misalnya model keseimbangan makroekonomi (general equilibrium) (BPS, 2005). Di dalam SNSEF memuat informasi yang akurat mengenai jalur transaksi beserta mekanisme transmisinya untuk menghasilkan analisis makro yang lebih komprehensif. SNSEF ini pada dasarya telah banyak dikembangkan oleh banyak negara seperti di Eropa sistem SNSEF ini lebih banyak digunakan untuk melakukan untuk menyusun forecasting dampak dari kebijakan moneter terhadap perekonomian dengan mencermati mekanisme jalur transaksi yang terjadi. Di China penyusunan SNSEF difokuskan kepada disagregasi instrument financial karena ingin mencermati aktifitas sektor financial di negara tersebut secara lebih mendalam. Di Indonesia, Kamerun, Turki dan Pakistan penggunaan SNSEF masih terbatas dalam kajian dan analisis deskriptif. Data SNSEF disusun untuk menjelaskan interaksi antara sektor finansial dengan sektor riil, yaitu dengan cara mendisagregasikan neraca kapital dalam SNSE. Dengan demikian, kerangka data SNSEF diharapkan akan menjadi suatu kerangka data yang mampu menjelaskan keterkaitan antara sektor finansial dan sektor riil dalam upaya menjelaskan berbagai jalur transmisi finansial yang dilalui oleh para pelaku ekonomi (BPS, 2005). Pada sisi yang lain, kerangka data SNSEF diharapkan juga mampu untuk memantau dampak dari berbagai kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil atau sebaliknya serta kemungkinankemungkinan distorsi yang terjadi secara lebih terstruktur.
28
2.2
Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini membahas mengenai kebijakan pemerintah dalam
membatasi TKI informal terhadap remittance yang disumbangkan oleh TKI dan implikasi penerapan kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan FSAM. Beberapa penelitiaan terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah mengenai remittance yang dilakukan oleh Jadotte, Evasns (2008) melakukan penelitian di Republik Haiti dimana negara tersebut merupakan penerima remittance di wilayah Karibia dan Amerika (LAC) terutama terhadap produk domestik bruto (PDB) di negara tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut apabila ditinjau berdasarkan populasi penduduk negara tersebut memiliki populasi yang terbesar serta memiliki pekerja yang terampil di dunia sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa nilai remittance yang mengalir ke negara tersebut cukup besar kontribusinya dalam PDB. Penelitan tersebut menggunakan ECVH 2001 (Enquete sur les conditions de vie en Haiti) yang berisi 7.186 data rumah tangga mencakup informasi internal dan gerakan migrasi internasional, namun lebih terfokus pada migrasi internasional. Penelitian ini menggunakan nol diubah binomial negatif (variable inflasi logit) untuk model migrasi internasional dalam proses keputusan rumah tangga, dan regresor endogen umum dengan metode kuadrat (variable Tobit instrumental, IV-Tobit) untuk selektivitas dan isu endogenity untuk menilai dampak remittance pada pasar tenaga kerja. Namun, dampak dari remittance internasional tidak menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku partisipasi tenaga kerja terutama bagi wanita. Selain penelitian Jadote, Evans (2008) terdapat penelitian lainnya yang membahas mengenai remitansi yaitu Ariola, Jim (2008) yang melakukan analisis
29
terhadap aliran dana remittance internasional yang banyak mengalir di negara berkembang sebagai suatu mekanisme pembangunan. Peneliti mencoba meneliti apakah pola perilaku tenaga kerja dipengaruhi oleh penerimaan kiriman uang. Peneliti menggunakan pendapatan nasional rumah tangga yang representatif serta data pengeluaran untuk Meksiko. Dengan menganalisis pengaruh pendapatan remittance terhadap keputusan penawaran tenaga kerja, peneliti menemukan bahwa penawaran tenaga kerja rumah tangga sebagai respon terhadap pengiriman uang yang konsisten dengan temuan yang mengukur perilaku pasokan tenaga kerja dan bentuk-bentuk lain dari pendapatan yang ditangguhkan dalam pengaturan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa penerimaan remittance terkait dengan jam kerja yang lebih sedikit dan elastisistas pendapatan yang diperkirakan pada kisaran 006 ke 03. Pada temuan tersebut melemahkan beberapa dampak derajat ukuran remitansi dalam output agregat oleh negara penerima. Pengiriman uang internasional sebagian besar diukur karena arus pertumbuhan yang cepat telat menjadi fokus yang terpenting dalam strategi pembangunan. Penelitian terbaru adalah menyoroti mengenai pentingnya remittance di tingkat rumah tangga dan banyak studi lainnya mengantisipasi pengiriman uang akan bertahan sebagai faktor terpenting dalam pembangunan negera yang berpenghasilan rendah. Selain itu, studi ini juga meneliti efek dari transfer remittance migran terhadap keputusan penawaran tenaga kerja dalam pengiriman uang serta penerimaan uang oleh rumah tangga di Meksiko. Penelitian lainnya yang berkaitan dengan tenaga kerja migran diteliti oleh Mamun, K.A dan Nath, H.K (2007) telah melakukan penelitian terhadap migrasi para buruh dan pengiriman uang di Bangladesh. Makalah ini membahas trend dan
30
berbagai aspek lainnya yang terkait dengan pengiriman uang dan migrasi buruh di Bangladesh. Penelitian ini juga secara lebih lanjut membahas mengenai dampak makro dan dampak mikro ekonomi dari pengiriman uang di Bangladesh. Sementara transfer pengiriman uang sebagian besar telah digunakan oleh migrant rumah tangga untuk konsumsi terdapat bukti yang menunjukkan bahwa transfer tersebut telah membantu mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Analisis yang disajikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengiriman uang tersebut memiliki efek yang signifikan pada variabel makro ekonomi. Selain mengenai tenaga kerja, penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian Resosudarmo, Nurdianto, dan Hartono (2008) yang melakukan analisis mengenai analisis desentralisasi fiskal antar daerah dengan pendekatan Sosial Accounting Matrix. Dalam makalah tersebut digambarkan IRSAM (Inter-Regional Social Accounting Matrix) pada lima wilayah Indonesia untuk tahun 2005 dan teknik multiplier. Kemudian dilakukan dua sederhana lebih lanjut skenario desentralisasi kebijakan fiskal untuk memahami apakah atau tidak rumus desentralisasi fiskal saat ini sudah relatif tepat. Skenario dilakukan menawarkan beberapa poin yang dapat menunjukkan manfaat penggunaan dua strategi yang berbeda dalam desentralisasi fiskal pemerintah lebih lanjut. Pertama-tama, sistem fiskal pemerintah telah dilakukan sejak tahun 2005, dan selanjutnya-sebagai realisasi desentralisasi yang akan mengurangi perekonomian nasional untuk sebagian besar. Kedua, peningkatan anggaran daerah secara proporsional, dengan konsekuensi dari anggaran pemerintah pusat menurun, tidak membantu ekonomi suatu wilayah, kecuali untuk itu Timur Indonesia dan tidak meningkat banyak. Ketiga, jika pemerintah
31
pusat peduli untuk meningkatkan perekonomian Indonesia Timur dan Sulawesi, secara signifikan memberikan dana tambahan untuk daerah ini akan bekerja lebih baik daripada meningkatkan semua anggaran daerah secara proporsional. Keempat, sebagai konsekuensi dari kesimpulan pertama dan ketiga, tidak tampak bahwa mengurangi kesenjangan antara ekonomi regional dan meningkatkan perekonomian nasional melalui strategi transfer fiskal mempromosikan akhir yang sama. Sehingga secara keseluruhan
rata-rata, sistem fiskal yang lebih
terdesentralisasi dibandingkan tahun 2005 akan menguntungkan rumah tangga di Sulawesi dan Indonesia Timur, sebagai pendapatan mereka akan cenderung meningkat. Hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk rumah tangga di Jawa-Bali, Sumatera dan Kalimantan. Kemudian penelitian lainnya terkait dengan SAM adalah penelitian dari Nokkala (2002) yang melakukan penelitian menggunakan analisis SAM dimana peneliti mencoba untuk menganalisis dampak dari kebijakan investasi pada sektor pertanian di Zambia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil efek pendapatan yang negatif sebagai konsekuensi dari buruknya implementasi program yang diterapkan pada tahun 1996-1997. Dalam penelitian tersebut digambarkan empat skenario yang dapat terjadi dari implikasi kebijakan yang berbeda-beda. Dalam kasus implementasi ASIP, permasalahan terkait dengan manajemen pada pendekatan sector-wide yang ternyata mempunyai dampak serius atau berpengaruh besar terhadap pendapatan rumah tangga desa. Selain itu penelitian lainnya terkait dengan SAM adalah penelitian oleh Susilowati (2008) yang melakukan analisis menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Sektor agroindustri didisagregasi ke dalam agroindustri
32
makanan dan non makanan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sektor agroindustri memiliki peran yang lebih besar dalam meningkatkan output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja
dibandingkan sektor pertanian primer.
Namun pengembangan sektor agroindustri belum mampu meningkatkan pendapatan golongan rumah tangga buruh tani dan petani sebaik pendapatan yang diterima oleh rumah tangga non pertanian. Pengaruh langsung terbesar dari pengembangan agroindustri makanan akan diterima tenaga kerja pertanian. Sedangkan pengaruh langsung terbesar dari pengembangan agroindustri non makanan diterima oleh tenaga kerja non pertanian. Dengan adanya perhitungan terhadap pengaruh tidak langsung terbesar dari masing-masing agroindustri baik makanan maupun non makanan maka dampak pengembangan sektor agroindustri akan lebih besar diterima oleh tenaga kerja dan rumah tangga non pertanian dari pada tenaga kerja dan rumah tangga pertanian. Kemudian penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah mengenai FSAM yang dilakukan oleh Emini, C. A. dan Fofack, H. (2003) melakukan penelitian terhadap tingkat kemiskinan di Kamerun dengan penggunaan metode analisis FSAM dimana peneliti mencoba untuk meningkatkan fokus dalam pengurangan angka kemiskinan dan strategi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut (PRSP). Didalam penelitiannya tersebut juga menggunakan model makroekonomi dalam analisis kemiskinan (IMMPA) dimana menyajikan format FSAM bagi perekonomian Kamerun. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode FSAM, menunjukkan bahwa penurunan secara daramatis dalam investasi selama masa krisis pasca-devaluasi pada akhir tahun 1990-an. Tingkat investasi yang rendah memiliki implikasi untuk berkelanjutan tingkat pengangguran tinggi
33
dan
indikator
kesejahteraan
yang buruk.
Kemudian,
makalah
tersebut
mengilustrasikan simulasi harga tetap dengan analisis multiplier, yang menyoroti potensi pertumbuhan dan manfaat kesejahteraan dalam meningkatkan investasi publik, bantuan utang hipotetis serta pengurangan hutang luar pelayanan dalam rangka Indebted Poor Countries Iniciative. Penelitian lainnya yang berkaitan dengan penggunaan FSAM adalah penelitian yang dilakukan oleh Seng, K.W, Azali, M. dan Chin, L. (2004). Pada dasarnya SAM merupakan alat tertentu untuk menyatakan bahwa seluruh kegiatan yang menghasilkan pendapatan ekonomi dan arus pengeluaran rekening melalui sistem sosio-ekonomi yang menagkap transaksi dan transfer antara semua agen ekonomi serta sistem lembaga. Makalah ini secara garis besar membahas mengenai garis-garis besar dan kerangka konstruksi untuk FSAM secara agregat. Pemahaman tentang struktur FSAM dapat menjadi database untuk model keuangan CGE (Computed General Equilibrium) serta dapat digunakan untuk menganalisis perilaku utang publik nasional. Penelitian ini bertujuan untuk membahas konsep dan konstruksi kerangka bagi FSAM yang dapat meningkatkan informasi dalam matrix sebelumnya. Dengan menggunakan analisis FSAM tersebut, dapat menggambarkan aliran pendapatan nasional serta aliran distribusi kekayaan. Penelitian lainnya yang berkaitan dengan FSAM adalah penelitian Aslan (2005) melakukan kajian dalam mengintegrasi lembaga keuangan dan instrumen keuangan ke dalam FSAM dalam rangka membangun koherensi matrix akuntansi bagi Turki dengan menggunakan 1996 data. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun sebuah FSAM yang dapat digunakan oleh pemodel dalam
34
membangun model ekonomi Turki. Data yang digunakan dalam penelitian ini relatif umum, namun konsistensi tetap berjalan dengan baik. Namun dalam penelitian ini terdapat hambatan penelitian yang telah dilakukan tidak menemuakan harga komprehensif pajak tidak langsung selama komoditas termasuk kedalam sistem. Sangat disayangkan bahwa tidak adanya data resmi yang diterbitkan menggambarkan dipisahkannya tarif pajak tidak langsung menurut kode ISIC. Kemudian dalam penelitian ini juga tidak dapat menemukan data yang dipisahkan untuk rumah tangga (agregasi data rumah tangga). Dalam hal ini SIS Survei Anggaran Rumah Tangga (2003) tidak kompatibel dengan tabel SIS input-output dalam mengklasifikasi komoditas. Karena tabel input-output terdapat rekening tunggal dan pengeluaran konsumsi rumah tangga dihitung sebagai sisa maka harus menggunakan SIS rumah tangga konstruksi dari FSAM Turki dengan 1996 data dalam klasifikasi jumlah dalam triliun. Dalam
penelitian
ini
membahas
mengenai
penerapan
kebijakan
pembatasan TKI Informal yang berdampak terhadap aliran dana remittance yang dihasilkan oleh TKI dengan menggunakan metode Financial Social Accounting Matrix (FSAM) sedangkan pada penelitian terdahulu menganalisis remittance menggunakan metode ECVH 2001 (Enquete sur les conditions de vie en Haiti) yang dilakukan oleh Jadotte (2008) dimana mirip dengan metode FSAM atau FSNSE yang terdapat di Indonesia namun terdapat perbedaan dalam analisis dalam penelitian Jadotte (2008) menganalisis remittance yang dihasilkan oleh Haiti sedangkan dalam penelitian ini membahas penerapan kebijakan pembatasan TKI Informal yang akan berdampak terhadap remittance yang dihasilkan TKI, kemudian penelitian lainnya mengenai tenaga kerja migran oleh Mamun dan
35
Nath (2007) menggunakan analisis variable makro ekonomi dan mikro ekonomi. Kemudian pada penelitian Resosudarmo, Nurdianto dan Hartono (2008) mengenai tenaga kerja menggunakan analisis IRSAM (Inter-Regional Social Accounting Matrix) pada lima wilayah di Indonesia. Penelitian lainnya yang terkait dengan penelitian ini yaitu menggunakan analisis SAM (Social Accounting Matrix) yang dilakukan oleh Nokkala (2002) yang menganalisis dampak kebijakan investasi pada sektor pertanian di Zambia. Kemudian penelitian lainnya mengenai SAM yaitu penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2008) yang melakukan analisis sektor agroindustri yang memiliki peran besar terhadap peningkatan output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Kemudian penelitian lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian Emini dan Fofack (2003) yang melakukan analisis tingkat kemiskinan di Kamerun dengan metode FSAM, penelitian Emini dan Fofack (2003) sama-sama menggunakan metode yang sama namun perbedaan analisis. Penelitian lainnya adalah penelitian oleh Seng, Azali dan Chin (2004) yang menggunakan metode FSAM sebagai database untuk model keuangan CGE (Computed General Equiliblium) untuk menganalisis perilaku utang publik nasional di Cina, dalam penelitian Seng, Awali dan Chin (2004) ini berbeda dengan penelitian dimana terlihat perbedaan analisis dan metode analisis data.
2.3
Kerangka Pemikiran Tenaga Kerja yang dikirimkan keluar negeri oleh suatu negara memiliki
peran yang cukup besar dalam menyumbang devisa negara. Hal ini banyak terjadi pada beberapa negara berkembang, tidak terlepas bagi Indonesia. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri terbagi atas dua bagian yaitu tenaga kerja
36
formal dan tenaga kerja informal. Proporsi pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Informal memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi Tenaga Kerja Indonesia Formal, yaitu dengan proporsi 65 persen untuk tenaga kerja informal dan 35 persen untuk tenaga kerja formal. Analisis pada penelitian ini terfokus pada tenaga kerja Indonesia informal, karena proporsinya yang relatif besar.
lebih
Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
informal yang memiliki proporsi
besar
formal
dibandingkan
tenaga
kerja
menimbulkan
beragam
permasalahan, baik aksi kekerasan maupun aksi pelecehan seksual. Hal ini disebabkan ketidakjelasan surat kerja atau prosedur kerja kepada para TKI informal. Berbagai aksi kekerasan serta pelecehan seksual yang terjadi menyebabkan pemerintah mengambil sikap yaitu memberlakukan kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal ke luar negeri. Pembatasan tenaga kerja informal beserta kompensasi ke negara-negara tertentu telah diupayakan pemerintah seiring dengan perlakuan baik yang diterima oleh tenaga kerja Indonesia di negera-negara tertentu. Seiring dengan penetapan kebijakan tersebut, akan dianalisis terkait dengan kontribusi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terhadap devisa dan sebaran TKI berdasarkan lokasi sektor usaha. Pada dasarnya tenaga kerja formal dan informal memberikan remittance terhadap Indonesia, kemudian akan dianalisis menggunakan metode FSAM untuk melihat keterkaitan aliran dana remittance tersebut mengalir ke sektor-sektor lain di Indonesia. Dalam analisis FSAM aliran dana tersebut mengalir pada sektor institusi, sektor faktor produksi dan aktivitas produksi. Kemudian akan dianalisis mengenai dampak pembatasan TKI informal terhadap perekonomian Indonesia
37
apabila dilihat dari distribusi aliran dana remittance serta keterkaitannya terhadap sektor rumah tangga. Analisis akan lebih jauh jika dilihat dari kompensasi pemberlakuan pembatasan tenaga kerja tersebut ke negara-negara tujuan TKI. Aliran dana remittance yang mengalir ke sektor rumah tangga tersebut sekiranya dapat mempengaruhi konsumsi dalam negeri serta mempengaruhi output sektoral yang kemudian akan berdampak pada aktivitas produksi. Secara keseluruhan, aliran dana remittance akan mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) cukup besar kontribusinya terhadap peningkatan jumlah devisa Indonesia
>
Proporsi TKI Informal sebesar 65 persen
Proporsi TKI Formal Sebesar 35 persen
Timbul Permasalahan 1. Aksi kekerasan 2. Pelecehan Seksual, dsb. Kompensasi dari Pembatasan tenaga kerja Indonesia
Pemerintah melakukan Kebijakan Pembatasan TKI Informal (Moratorium TKI) Dampak terhadap Remittance FSAM
Ekonomi Indonesia
Faktor Produksi
Tenaga Kerja
Institusi
Bukan Tenaga Kerja Bank Sentral
Pertanian
Pertambangan
Aktivitas Produksi
Industri Pengolahan
Perusahaan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Pemerintah
Perdagangan, Hotel dan Restoran Bangunan
Gambar 2. 7 Alur Kerangka Pemikiran
Rumah Tangga
Keuangan
Sektor lainnya
Transportasi dan Komunikasi
38
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS pusat Jakarta dan Bank Indonesia, Jakarta. Selain itu penelitian ini juga ditunjang oleh data sekunder lainnya yang diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti departemen tenaga kerja dan transmigrasi, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), jurnal-jurnal terkait migrant labour, data-data dari internet dan perpustakaan serta data lainnya yang relevan dengan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah tabel FSNSE 2005 dengan mengkonversinya dalam bentuk FSAM kemudian mengagregasi margin perdagangan dan pengangkutan agar data dapat diolah menjadi matriks multiplier.
3.2
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif dalam
pengerjaannya. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi sektor tenaga kerja Indonesia, Landasan kebijakan yang diambil Kementerian Ketenagakerjaan
dan
Transmigrasi
(Kemenakertrans)
serta
respon
dari
stakeholder menanggapi kebijakan tersebut. Sedangkan metode kuantitatif adalah untuk menghitung hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai bagaimanakah dampak dari penerapan pembatasan TKI informal terhadap remittance di Indonesia. Analisa
39
dilakukan dengan melihat dampak pada hubungan antar sektor produksi, distribusi pendapatan institusi dan alokasi sumber daya. Pengkajian data dilakukan dengan menggunakan pendekatan tabel FSNSE 2005 serta menggunakan Software Microsoft Exel 2007.
3.2.1
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI FINANSIAL (SNSEF) Sistem Neraca Sosial Ekonomi Finansial ini merupakan terjemahan dari
istilah aslinya Financial Social Accounting Matrix (FSAM). Dasar pemikiran pembuatan SNSEF ini adalah untuk melihat keterkitan antara sektor riil dengan sektor finansial. Kondisi perekonomian di Indonesia tidak hanya terkait dengan sektor finansial saja ataupun sektor riil saja, sehingga dengan mengintegrasikan kinerja sektor finansial kedalam kerangka data kinerja sektor riil maka berbagai jalur transmisi finansial yang
dilalui oleh sektor finansial dalam hubungan
dengan terbentuknya kinerja sektor riil dapat ditelaah lebih terstruktur. Sumber data utama yang digunakan dalam penyusunan SNSEF Indonesia 2005 adalah Tabel Input Output (IO) 2005, SNSE 2005, NAD kemudian didukung dengan hasil-hasil survei khusus, seperti Survei Khusus Input dan Output (SKIO), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) dan Survei Khusus Perusahaan Swasta (SKPS). Dalam pembuatan tabel SNSEF ini menggabungkan dua kerangka data yang berasal dari BPS, yaitu Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dan data yang diperoleh dari BI, Depkeu, dan lembaga instansi lainnya yaitu Neraca Arus Dana atau Flow of Funds (FoF). Tabel SNSEF disusun dalam bentuk matriks simetris yang diklasifikasikan menurut 9 komponen, yaitu Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Margin
40
Perdagangan dan Pengangkutan, Komoditas, Kapital, Pajak Tak Langsung dan Subsidi, Instrumen Finansial, serta Luar Negeri.
Data dari masing-masing
komponen akan disesuaikan berdasarkan keperluan analisis dan ketersediaan data pendukung, sehingga secara rinci kerangka SNSEF Indonesia 2005 memiliki dimensi 79 komponen. Secara umum, kerangka dasar SNSEF 2005 dapat dikelompokkan menjadi lima komponen yaitu Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Kapital dan Finansial. Sedangkan kerangka data SNSEF dapat dikelompokkan menjadi 9 komponen (matriks 9x9) yaitu meliputi Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Margin Perdagangan dan Biaya Pengangkutan, Komoditi, Kapital, Pajak Tak Langsung dan Subsidi, Instrumen Finansial dan Luar Negeri. Kesembilan komponen tersebut merupakan hasil disagregasi dari kerangka SNSEF yang berdimensi (matriks 5x5), hal ini dilakukan untuk menjelaskan struktur perekonomian
secara
lebih
eksplisit
tentang
marjin
perdagangan
dan
pengangkutan, pajak dan subsidi, serta pemisahan antara sektor produksi dan komoditi. Sehingga, keterkaitan transaksi antara sektor produksi dan komoditi dapat terealisasi. Kerangka dasar dalam pembuatan SNSEF ini mengacu pada kerangka SNSE 2005, namun terdapat sedikit perbedaan dengan klasifikasi SNSE yang sudah sering dipublikasikan oleh BPS secara berkala yaitu: •
Neraca kapital dalam SNSEF disusun dengan melakukan penyesuaian, yaitu disagregasi neraca kapital SNSE serta agregasi instrumen finansial dalam kerangka NAD.
41
•
Neraca institusi dilakukan disagregasi menjadi bank sentral, perusahaan lembaga keuangan bank dan bukan bank, perusahaan bukan lembaga keuangan, pemerintah dan rumah tangga. Rumah tangga tersebut akan diklasifikasikan menjadi rumah tangga miskin dan tidak miskin, di desa dan di kota. Secara rinci, pengklasifikasian SNSEF 2005 dimana terdiri atas matriks
(baris x kolom) dengan dimensi 79x79 yang terdiri atas 9 komponen utama terbagi atas 2 bagian yaitu blok neraca endogen dan blok neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas : 1. Blok faktor produksi, terdiri atas tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. 2. Blok institusi, dapat diklasifikasikan menjadi Bank Sentral, Perusahaan, Pemerintah dan Rumah Tangga. Pada blok perusahaan dapat dibedakan menjadi Lembaga Keuangan dan Perusahaan Bukan Keuangan. Kemudian Lembaga Keuangan dibedakan menjadi dua yaitu lembaga bank dan bukan bank. Pada blok Rumah Tangga dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu desa dan kota. Kemudian kelompok desa dan kota masing-masing dibedakan menjadi dua bagian yaitu miskin dan tidak miskin. 3. Blok sektor produksi, dapat dibedakan menjadi sembilan sektor. Yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor lainnya. Kemudian untuk Industri Pengolahan dapat dibedakan menjadi sektor migas dan non migas. Dari seluruh blok sektor produksi tersebut kemudian dibedakan menjadi dua yaitu sektor formal dan informal.
42
Sedangkan untuk neraca eksogen terdiri atas blok komoditi impor, blok neraca kapital, pajak tidak langsung dan subsidi, instrumen finansial dan Luar negeri. Pada blok komoditi impor dapat dibedakan menjadi 9 sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran,pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor lainnya. Pada blok instrumen finansial dapat dibedakan menjadi 17 bagian yaitu cadangan valas pemerintah, kartal, giro, tabungan, deposito, sertifikat bank indonesia, obligasi pemerintah, surat berharga jangka panjang lainnya, surat berharga jangka pendek, kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi, kredit non bank, kredit dagang, modal saham dan penyertaan, cadangan asuransi dan pensiun, dan lainnya.
3.2.2
Analisis Efek Pengganda Neraca Analisis Efek Pengganda Neraca ini digunakan untuk melihat dampak
yang ditimbulkan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Seperti pada tabel SNSE, dimana aliran penerimaan dan pengeluaran dinyatakan dalam satuan miliar rupiah (moneter) yaitu dapat ditunjukkan oleh matriks transaksi T (matriks transaksi antar peubah endogen) dan dalam SNSEF juga berlaku hal yang sama. Pada setiap bagian dalam matriks T dibagi dengan jumlah kolom maka akan didapatkan matriks baru yang menunjukkan besar kecenderungan rata-rata (average expenditure propensity) yang dinyatakan dalam bentuk proporsi. Average expenditure propensity digunakan sebagai penyusun matriks analisis efek berganda. Matriks baru hasil perhitungan kecenderungan pengeluaran rata-rata tersebut dapat disebut dengan matriks A, dengan unsur-unsurnya Aij yaitu hasil
43
dari pembagian nilai T pada baris i dan kolom j (Tij), sehingga dapat dirumuskan menjadi:
.............................................................................................(3.1) Dimana :
= Kecenderungan pengeluaran rata-rata pada baris ke-i kolom ke-j
= Nilai neraca pada baris ke-i kolom ke-j
= Jumlah total pengeluaran pada kolom ke j
Dalam persamaan diatas,
penjumlahan kolom, sedangkan
merupakan matriks diagonal dari
merupakan suatu matriks dengan unsur-
unsur konstan sehingga matriks dapat dirumuskan sebagai berikut:
...............................................................................(3.2)
..................................................(3.3)
Sehingga persamaan matriks diatas dapat ditulis sebagai berikut: Y = AY + X, atau...............................................................................................(3.4) Y – AY = X........................................................................................................(3.5) .................................................................................................(3.6)
44
Jika
, maka:
.........................................................................................................(3.7) Dimana:
= Perubahan pendapatan (Neraca Endogen)
= Pengganda neraca Total
= Neraca Eksogen Model tersebut menjelaskan bahwa setiap perubahan neraca eksogen (X) akan menyebabkan perubahan terhadap neraca endogen (Y) sebesar Ma. Dalam persamaan (3.3) berisi koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi di suatu sektor terhadap sektor lainnya. Sedangkan untuk accounting multiplier atau (Ma) adalah suatu pengganda yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan pada sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui sistem FSNSE secara keseluruhan. Dalam persamaan tersebut, nilai X dalam penelitian ini adalah impor, kapital, pajak tidak langsung dan subsidi instrumen finansial, dan luar negeri. Sedangkan nilai Y dalam penelitian ini meliputi faktor produksi, institusi dan aktivitas produksi.
3.3
Simulasi Kebijakan Beserta Interpretasinya Berdasarkan metode FSNSE dapat dikaji serta dianalisis pengaruh dari
penerapan kebijakan pembatasan TKI informal terhadap remittance serta implikasinya terhadap perekonomian Indonesia, dilihat berdasarkan dampak
45
pembatasan tersebut terhadap alokasi remittance yang merupakan bagian dari devisa negara, pengaruh terhadap distribusi aliran remittance tersebut kepada faktor produksi, insitusi dan sektor atau aktivitas produksi. Dalam penelitian ini akan lebih jauh membahas pembatasan TKI informal yang akan disimulasikan melalui skenario pembatasan TKI informal dan beberapa kemungkinan yang akan terjadi dengan dilakukanya simulasi tersebut.
3.3.1
Simulasi Peningkatan Jumlah Pengiriman TKI dalam Keadaan Normal (Business as usual) Berdasarkan data yang diperoleh dari BNP2TKI bahwa kenaikan jumlah
rata-rata pengiriman TKI setiap tahunnya adalah sebesar 21 persen dari proporsi angka pengiriman TKI pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah TKI setiap tahunnya ini akan senilai dengan jumlah rupiah yang dikirimkan oleh TKI yang bekerja di luar negeri (remittance). Dalam simulasi pertama ini akan dihitung berapa besar remittance yang dikirimkan oleh TKI setiap tahunnya jika diasumsikan rata-rata kenaikan pengiriman jumlah TKI ke luar negeri konstan sebesar 21 persen setiap tahunnya. Berdasarkan simulasi tersebut akan didapatkan angka baseline baru jumlah remittance setelah adanya kenaikan TKI sebesar 21 persen pada setiap tahunnya. Dengan adanya kenaikan jumlah pengiriman TKI setiap tahunnya sebesar 21 persen per tahun akan menginjeksikan remittance Indonesia sebesar 11,943 miliar rupiah per tahun. Injeksi sebesar 11,943 miliar rupiah ke Indonesia dengan asumsi bahwa penghasilan satu orang TKI sebesar 2468 US$ atau setara dengan Rp.21.224.800 setiap tahunnya dengan kurs dollar sebesar Rp.8600 per dollar. Kemudian penghasilan perorangan TKI tersebut akan
46
dikalikan dengan kenaikan rata-rata pengiriman TKI setiap tahunnya yaitu sebesar 562.703 orang TKI. Tabel 3. 1 Nilai Injeksi Remittance Terhadap Peningkatan TKI Sebesar 21 persen dalam FSAM 2005 Keterangan
Peningkatan TKI setiap tahunnya
Injeksi Remittance (milyar)
TKI
21persen dari jumlah pemberangkatan TKI tahun sebelumnya
Rp 11.943.000.000
Dalam simulasi pertama ini akan dialokasikan sebesar 20 persen kepada sektor faktor produksi tenaga kerja dari jumlah injeksi remitansi yang mengalir ke Indonesia. Sedangkan 80 persen jumlah injeksi remitansi yang mengalir ke Indonesia lainnya mengalir kepada sektor rumah tangga. Persentase sebesar 80 persen mengalir kepada sektor rumah tangga dikarenakan jumlah para TKI yang bekerja di luar negeri mayoritas adalah tenaga kerja informal, tenaga kerja informal tersebut pada umumnya memiliki keluarga yang berada di Indonesia sehingga mereka pada umumnya mengirimkan uang dari luar negeri untuk keperluan konsumsi keluarga mereka yang terdapat di Indonesia dimana dapat digolongkan pada tabel FSAM 2005 sebagai sektor rumah tangga. Persentase tersebut akan dijadikan sebagai besaran shock pada simulasi pertama ini. Besaran shock pada simulasi pertama kepada faktor produksi tenaga kerja adalah sebesar Rp. 2.389.000.000 sedangkan untuk besaran shock pada rumah tangga desa miskin sebesar Rp. 917.741.258, untuk besaran shock rumah tangga desa tidak miskin sebesar Rp. 2.655.000.000, besaran shock rumah tangga kota miskin sebesar
Rp. 156.160.161 dan untuk besaran shock rumah tangga kota tidak
miskin sebesar Rp. 5.826.000.000. Dengan besaran shock tersebut dapat diketahui
47
berapa banyak pendapatan yang diperoleh setiap sektor tersebut dengan adanya aliran dana remittance yang mengalir ke Indonesia. Tabel 3. 2 Presentase Alokasi Injeksi Remittance dan Besaran Shock pada Faktor Produksi dan Rumah Tangga dalam Tabel FSAM 2005 Keterangan Faktor Produksi Tenaga Kerja Rumah Tangga Desa Miskin Rumah tangga Desa Tidak miskin Rumah tangga Kota Miskin Rumah Tangga Kota tidak miskin
3.3.2
No.
Presentase
Besaran shock sesuai proporsi pada tabel FSAM 2005
1
20 persen
Rp. 2.389.000.000
8
Rp. 917.741.258
9
Rp. 2,655.000.000 80 persen
10
Rp. 156.160.161
11
Rp. 5.826.000.000
Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal ke Salah Satu Negara Tujuan TKI yaitu sebesar 89.698 TKI Pembatasan tenaga kerja Informal ke salah satu negara tujuan para TKI
yaitu Malaysia dimana memiliki proporsi yang cukup besar dalam menyumbang remittance Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari BNP2TKI setelah diberlakukannya kebijakan moratorium, jumlah TKI informal yang dikirimkan ke Malaysia dibatasi menjadi 89.698 TKI setiap tahunnya. Sehingga dapat diprediksikan adanya pengaruh terhadap pengiriman jumlah remittance yang dikirimkan oleh para TKI dari luar negeri setelah kebijakan moratorium tersebut diberlakukan. Setelah dilakukan moratorium, ternyata terdapat adanya selisih sebesar Rp.-92.281.000 jika dibandingkan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business As Usual) remittance yang dihasilkan sebesar Rp.
48
18.583.338.000 dan setelah dilakukan moratorium, remittance yang dihasilkan menjadi Rp. 18.491.057.000. Tabel 3. 3 Selisih Remittance Akibat Adanya Pembatasan Pengiriman TKI Sebesar 89.698 Jiwa
3.3.3
Pembatasan TKI
Selisih Remittance
89.698 jiwa
Rp. - 92.281.000
Kebijakan Pembatasan TKI Informal yang Diiringi Kompensasi Terhadap Rumah Tangga dan Faktor Produksi Kebijakan pemerintah dalam melakukan moratorium TKI ke beberapa
negara tujuan telah menimbulkan dampak terhadap remittance dan berdampak langsung terhadap aliran uang dari luar negeri ke rumah tangga dan faktor produksi. Sehingga dalam simulasi ke tiga ini akan disimulasikan kompensasi yang dapat dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan yang timbul dengan adanya kebijakan pembatasan TKI informal. Tabel 3. 4 Total Kompensasi pada Rumah Tangga dan Faktor Produksi Total kompensasi ke rumah tangga
Total kompensasi ke faktor Produksi
Rp. 1.523.050.000
Rp. 380.760.000
Total kompensasi kepada rumah tangga sebesar Rp. 1.523.050.000 ini dalam simulasi ketiga ini dijadikan sebagai shock untuk melihat pengaruh pendapatan masyarakat setelah diberikannya kompensasi. Total kompensasi kepada faktor produksi sebesar Rp. 380.760.000
ini juga dijadikan sebagai
besaran shock untuk melihat pengaruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat
49
setelah diberlakukannya kebijakan. Dengan adanya simulasi ketiga ini juga dapat melihat sejauh manakah kompensasi tersebut dapat berpengaruh terhadap faktor produksi, institusi maupun aktivitas produksi.
3.3.4
Kebijakan Pembatasan TKI Informal yang Diiringi Kompensasi yang Dilakukan oleh Pemerintah Melalui Sektor Bangunan Kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi
masalah ketenagakerjaan di Indonesia apabila dana tersebut dialokasikan kepada sektor infrastruktur dan bangunan. Hasil kompensasi dialokasikan kepada sektor infrastruktur dan bangunan dalam simulasi ini dilakukan mengingat sektor infrastruktur dan bangunan salah satu sektor yang cukup banyak menyerap tenaga kerja informal. Dalam simulasi ke empat ini, akan dilakukan kompensasi sebesar Rp.200 miliar kepada sektor bangunan (infrastruktur). Dengan adanya kompensasi tersebut dijadikan sebagai besaran shock untuk melihat tingkat pendapatan di setiap sektor setelah adanya kompensasi tersebut. Adanya kompensasi ini diharapkan dapat meringankan masyarakat setelah diberlakukannya kebijakan moratorium TKI. Tabel 3. 5 Total Kompensasi ke Sektor Bangunan (Infrastruktur)
3.3.5
Keterangan
Total alokasi ke Infrastruktur (Miliar)
Remittance
Rp. 200.000.000.000
Kebijakan Pembatasan TKI Informal Diiringi dengan Kompensasi Kepada Aktivitas Produksi dan Injeksi Kepada Rumah Tangga Desa Miskin Dalam simulasi kelima ini akan disimulasikan apabila kebijakan
pembatasan TKI informal yang dilakukan oleh pemerintah akan diiringi dengan
50
kompensasi terhadap sektor aktivitas produksi dengan injeksi terbesar kepada rumah tangga desa miskin sebesar Rp. 700.000.000.000 untuk meringankan beban masyarakat desa miskin akibat diberlakukannya kebijakan moratorium TKI oleh pemerintah. Kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui aktivitas produksi yaitu sesuai denan besar proporsi setiap sektor yang terdapat pada tabel FSAM 2005. Total kompensasi kepada sektor pertanian sebesar sedangkan
untuk
kompensasi
pada
sektor
Rp.2.012.497.223
pertambangan
Rp.1.314.856.250. Kompensasi pada industri pengolahan
sebanyak
Rp.7.769.508.306 ,
untuk sektor listrik, gas dan air bersih Rp. 314.901.942, kompensasi pada sektor bangunan Rp. 1.955.055.214, kompensasi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran Rp. 2.457.946.824, kompensasi pada sektor pengangkutan dan komunikasi Rp. 1.351.040.429, kompensasi pada sektor keuangan Rp. 1.189.585.838 dan kompensasi kepada sektor lainnya sebesar Rp. 1.634.607.969. Besar kompensasi tersebut nantinya akan dijadikan sebagai shock untuk melihat tingkat pendapatan yang diterima oleh setiap sektor seperti pada (Tabel 3.6).
51
Tabel 3.6 Total Kompensasi ke Aktifitas Produksi Keterangan
Total kompensasi ke Aktifitas Produksi
Pertanian
Rp. 2.012.497.223
Pertambangan
Rp. 1.314.856.250
Industri pengolahan
Rp. 7.769.508.306
Listrik, Gas & Air Bersih
Rp. 314.901.942
Bangunan
Rp. 1.955.055.214
Perdagangan, Hotel & Restoran
Rp. 2.457.946.824
Pengangkutan & Komunikasi
Rp. 1.351.040.429
Keuangan
Rp. 1.189.585.838
Sektor Lainnya
Rp. 1.634.607.969
52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, pembahasan akan terdiri dari dua sub bab. Pada sub bab yang pertama akan dijelaskan mengenai gambaran umum mengenai Tenaga Kerja Indonesia secara keseluruhan. Bagian pertama dari sub bab pertama akan dianalisis mengenai jumlah tenaga kerja Indonesia Informal berdasarkan negara tujuan TKI tersebut. Kemudian bagian kedua akan dijelaskan mengenai TKI Informal dan tujuan pengiriman. Bagian ketiga dijelaskan mengenai Tenaga kerja Indonesia dan lapangan pekerjaannya. Kemudian bagian ke-empat mengenai tenaga kerja Indonesia Informal dan remittance. Bagian kelima akan dianalisis mengenai Tenaga Kerja Indonesia dan kontribusinya terhadap remittance. Kemudian bagian ke-enam dijelaskan Tenaga kerja Indonesia Informal dan jumlah devisa yang dihasilkan dari remittance. Setelah membanhas mengenai sub bab pertama yaitu gambaran umum Tenega kerja Indonesia, msuklah pada sub bab kedua yaitu Kebijakan pembatasan Tenaga Kerja Informal. Pada sub bab kedua ini akan dibahas mengenai alasan kebijakan tersebut dikeluarkan, landasan hukumnya, kemudian juga membahas bagaimana dampak kebijakan tersebut terhadap proporsi remittance di Indonesia. Sedangkan sub bab ketiga akan menganalisa tentang Implikasi kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Melalui beberapa simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini, diharapkan mampu memberikan gambaran tentang dampak dari pemberlakuan kebijakan pembatasan tenaga kerja Indonesia terhadap remittance di Indonesia.
53
4.1
Gambaran Umum Tenaga Kerja Indonesia Secara umum tenaga kerja Indonesia akan dideskrikpsikan melalui analisis
terhadap jumlah tenaga kerja yang akan difokuskan kepada tenaga kerja Informal kemudian negara tujuan dari para tenaga kerja Indonesia tersebut, kemudian lapangan pekerjaan dimana TKI tersebut bekerja dan kontribusi remittance TKI terhadap devisa Indonesia.
4.1.1. Jumlah TKI Berdasarkan Negara Tujuan TKI Jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terbilang cukup besar. Hal ini dapat terlihat dari jumlah tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri atas pelaporan BNP2TKI, jumlah tenaga kerja Indonesia adalah mencapai angka tiga juta jiwa yang tersebar di beberapa negara tujuan TKI. Negara-negara yang menjadi tujuan para TKI tersebut dapat dibedakan menjadi empat wilayah. Pembagian wilayah negara tujuan TKI tersebut didasarkan pada benua negara tujuan serta beberapa negara terdekat dengan benua tersebut. Wilayah pertama yang menjadi tujuan TKI adalah benua Asia. Kemudian wilayah kedua adalah Timur Tengah dan Afrika, kemudian wilayah ketiga adalah Eropa dan Australia. dan wilayah keempat adalah wilayah Amerika. Berdasarkan hasil pelaporan BNP2TKI bahwa proporsi penyaluran Tenaga Kerja Indonesia yang terbesar adalah ke wilayah Asia dengan proporsi sebesar 58,1 persen dari jumlah pengiriman TKI ke berbagai negara tujuan. Beberapa negara di wilayah Asia yang menjadi tujuan para TKI adalah Malaysia, Thailand, Hongkong dan Singapura. Namun proporsi negara tujuan TKI terbesar adalah Malaysia dimana memiliki proporsi sebesar 78 persen dari jumlah keseluruhan
54
TKI yang dikirimkan ke wilayah Asia. Apabila dinyatakan dalam bentuk tenaga kerja yang dikirimkan ke malaysia yaitu sebanyak 1,9 juta jiwa. Jumlah tenaga kerja di Malaysia tersebut memiliki proporsi terbesar dibandingkan negara tujuan TKI lainnya seperti Thailand, Hongkong, dan Singapura. Proporsi Thailand, Hongkong dan Singapura masing-masing hanya sebesar 182 ribu, 167 ribu dan 132 ribu TKI. Tabel 4. 1 Proporsi Pengiriman TKI Berdasarkan Negara Tujuan TKI
Wilayah
Proporsi 58,10 persen
ASIA TIMUR TENGAH dan AFRIKA
41 persen
EROPA dan AUSTRALIA
0,30 persen
AMERIKA
0, 60 persen
TOTAL PENGIRIMAN Sumber: BNP2TKI, 2010, diolah
100 persen
Kawasan pengiriman TKI terbesar kedua setelah wilayah Asia ditempati oleh wilayah Timur Tengah dan Afrika yaitu dengan proporsi 41 persen dari seluruh TKI yang dikirimkan ke seluruh negara tujuan. Untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika ini posisi yang mendominasi pengiriman TKI adalah ke wilayah Timur Tengah yaitu dengan proporsi sebanyak 81,5 persen dari jumlah keseluruhan TKI yang dikirimkan ke wilayah tersebut. Jumlah TKI yang berada di Timur tengah dapat diperkirakan hampir 1,5 juta jiwa TKI. Untuk jumlah TKI yang berada pada wilayah Afrika hanya 18,5 persen dari keseluruhan proprosi TKI yang dikirimkan ke wilayah bagian tersebut. Untuk wilayah yang memiliki posisi pengiriman dibawah wilayah Timur Tengah dan Afrika diduduki oleh wilayah Australia dan Eropa yaitu dengan
55
proporsi 0,6 persen TKI dari jumlah keseluruhan TKI yang dikirimkan ke berbagai negara tujuan. Pengiriman TKI ke wilayah Australia dan Eropa ini di dominasi oleh pengiriman TKI dengan tujuan negara Jerman dan Spanyol. Sedangkan untuk wilayah pengiriman TKI yang terendah adalah wilayah Amerika yaitu dengan proporsi sebesar 0,3 persen TKI dari keseluruhan jumlah TKI yang dikirimkan ke berbagai negara tujuan TKI.
4.1.2. TKI Informal dan Tujuan Pengiriman Semakin bertambahnya angkatan kerja di pedesaan yang disebabkan tidak berjalannya sejumlah kebijakan pemerintah dalam memberdayakan keuangan masyarakat pedesaan seperti adanya KUR (Kredit Usaha Rakyat), KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan), TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) yang tidak berhasil menyerap angkatan kerja di pedesaan, memicu masyarakat pedesaan untuk beralih lapangan pekerjaan menuju daerah perkotaan. Namun di daerah perkotaan, lapangan pekerjaan bagi para pendatang terbilang tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan mereka umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta keterampilan yang terbatas sehingga pemerintah memberikan solusi untuk memberdayakan para masyarakat pendatang dengan lapangan pekerjaan lainnya di luar negeri. Selain bertujuan untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi para angkatan kerja pedesaan, pemerintah memiliki tujuan untuk mengurangi angka pengangguran yang semakin bertambah setiap tahunnya. Namun setelah pengiriman TKI berlangsung secara terus menerus setiap tahunnya, pemerintah
56
mendapat manfaat lainnya yaitu dengan adanya remittance yang dihasilkan oleh para TKI yang bekerja di luar negeri. Pada dasarnya pengiriman para TKI tersebut semula hanyalah untuk mengurangi angkatan kerja yang kurang terampil dengan tingkat pendidikan rendah di daerah pedesaan, namun mengingat jumlah gaji yang diberikan kepada para tenaga kerja tersebut lebih besar jika dibandingkan bekerja dengan pekerjaan yang sama di dalam negeri maka memicu para angkatan kerja di daerah perkotaan juga mencari lapangan pekerjaan lainnya di luar negeri.
4.1.3. Tenaga Kerja Indonesia dan Lapangan pekerjaan Lapangan pekerjaan bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikirimkan ke luar negeri dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu informal, formal dan profesional. Lapangan pekerjaan disini terkait dengan para pekerja yang bekerja pada sektor tersebut. Pengelompokkan definisi formal dan informal menurut Hendri Saparini dan M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia pada tahun 2008 menyebutkan bahwa tenaga kerja informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak sedangkan tenaga kerja formal berkebalikannya8. Tenaga kerja professional merupakan tenaga kerja ahli yang didatangkan dari negara lain dengan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya serta mendapatkan jaminan perlindungan oleh negara dan upah yang jauh lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja formal dan informal.
8
www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php/com, Pekerja Sektor Formal[2008]
57
Sumber: BNP2TKI, 2010 Gambar 4. 1 Presentase Base Stock TKI Tahun 2010 Berdasarkan (Gambar 4.1), terlihat bahwa persentase pengiriman TKI terbesar adalah ke wilayah Asia kemudian diikuti oleh negara-negara di Timur tengah dan Afrika, kemudian Eropa dan Australia dan terakhir Amerika. Pada wilayah Asia proporsi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor formal menduduki peringkat yang tertinggi dibandingkan sektor informal dan profesional. Hal ini dikarenakan banyaknya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor industri dimana digolongkan sebagai sektor formal. Pada wilayah Timur Tengah dan Afrika angka tertinggi dicapai dengan pengiriman TKI di sektor informal kemudian profesional dan trakhir sektor formal. Hal ini dikarenakan di daerah Timur Tengah sangat minim daerah perindustrian yang memakai tenaga kerja dari Indonesia sehingga TKI sektor formal sangatlah sedikit persentasenya. Pada (Gambar 4.1) terlihat bahwa wilayah Amerika tidak terdapat sektor informal dan proporsi tertinggi berada pada jumlah pengiriman tenaga kerja profesional. Hal ini dikarenakan biaya hidup di wilayah Amerika sangatlah tinggi dan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja Indonesia informal tidak tersedia.
58
Sedangkan proporsi tertinggi adalah lapangan pekerjaan profesional hal ini dikarenakan hanya kalangan tenaga kerja profesional Indonesia dan sedikit angkatan kerja formal Indonesia yang mampu bersaing dengan angkatan kerja di wilayah tersebut. Sedangkan untuk wilayah Eropa dan Austalia, lapangan pekerjaan formal yang memiliki posisi pengiriman tertinggi kemudian disusul dengan pekerjaan profesional. Di wilayah Eropa dan Australia juga tidak terdapat pengiriman tenaga kerja informal hal ini dikarenakan adanya perjanjian negara tujuan dengan Indonesia.
4.1.4. Tenaga Kerja Indonesia Informal dan Remittance Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekrja di luar negeri memberikan kontribusi remittance yang cukup besar terhadap Indonesia. Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari Bank Indonesia bahwa terjadi peningkatan total remittance sebesar 5,6 triliun rupiah pada tahun 2008 yang semula hanya mencapai 6 triliun rupiah pada tahun 2007.
Sumber : Bank Indonesia, 2010 Gambar 4. 2 Rekapitulasi Remittance Nasional
59
Namun Bank Indonesia melaporkan bahwa jumlah transaksi remittance atau jasa transfer uang antar negara pada tahun 2009 cenderung stagnan jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Transaksi tersebut meningkat tipis dari US$6.617,62 juta menjadi US$6.617,93 juta. Hal ini terjadi dikarenakan adanya kebijakan moratorium yang diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi permasalahan perlindungan TKI di negara-negara tujuan TKI. Namun secara kumulatif penempatan tenaga kerja Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 636.8 ribu tenaga kerja atau menurun sebesar 15 persen jika dibandingkan periode tahun sebelumnya. Namun Kepala Biro Humas Bank Indonesia9, melaporkan bahwa sampai dengan September 2010 jumlah uang yang dikirim oleh tenaga kerja Indonesia di luar negeri mencapai US$5.030 miliar atau meningkat sebesar 2,44 persen jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar US$4.910 miliar. World Bank memperkirakan bahwa akan ada kenaikan jumlah total remittance Indonesia pada tahun 2010 menjadi US$7.139 miliar10. Remittance tersebut merupakan yang tertinggi jika melihat total remittance Indonesia pada tahun 2003 masih sebesar US$1.489 miliar kemudian meningkat menjadi US$1.866 miliar pada tahun 2004 dan meningkat menjadi US$5.722 miliar pada tahun 2005. Pada tahun 2007 mencapai US$6 miliar dan tahun 2010 mencapai US$7.139 miliar.
9
www.antaranews.com, Remittance TKI capai 5,03 Milyar Dollar AS [ 9 Desember 2010]
10
www.bisniskeuangan.kompas.com/11175932,Remittance Akan Capai 7.139 Miliar Dollar [11 November 2011]
60
4.1.5. Tenaga Kerja Indonesia dan Kontribusi Terhadap Remittance Tenaga kerja Indonesia memberikan pengaruh yang besar terhadap remitansi yang mengalir ke Indonesia. Remitansi yamg dikirimkan oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri memiliki kecenderungan yang meningkat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari BNP2TKI bahwa jumlah remitansi TKI tahun 2004 jumlah remitansi yang dikirimkan oleh TKI sebesar Rp.
1.866.000.000 pada tahun berikutnya
Rp.5.722.000.000,
kemudian
meningkat
pada
tahun
2005 2006
sebesar sebesar
Rp.6.000.000.000, pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp.6.174.000.000, pada tahun 2008 sebesar Rp.6.600.000.000, tahun 2009 Rp.6.275 .000.000 dan pada tahun 2010 sebesar Rp.6.615.000.000. Berdasarkan data tersebut remitansi memiliki kecenderungan yang meningkat walaupun pada tahun 2009 terdapat penurunan remitansi akibat adanya kebijakan moratorium yang dilakukan oleh pemerintah.
4.1.6. Tenaga Kerja Indonesia Informal dan Jumlah Devisa yang Dihasilkan dari Remittance Jumlah devisa yanng dihasilkan oleh remitansi memiliki proprosi yang cukup berperan dalam menyumbang cadangan devisa di negara kita. Berdasarkan informasi Bank Indonesia, bahwa remitansi yang disumbangkan oleh TKI ini merupakan penyumbang cadangan devisa ke dua setelah minyak bumi dan gas. Penghasilan remittance TKI ini menghasilkan lebih dari US$1.000.000.000 setiap tahunnya. Sehingga pemerintah memberikan adanya perlindungan kepada para TKI yang bekerja di luar negeri tersebut.
61
4.2
Kebijakan Pembatasan Tenaga Kerja Indonesia Informal
4.2.1 Landasan kebijakan pembatasan Tenaga Kerja Informal Kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal ini dilakukan seiring dengan ketidakjelasan kontrak kerja sama atau memorandum of understanding (MOU) antara Indonesia dengan negara tujuan TKI. Dimana kejelasan hukum atas tenaga kerja yang bekerja di negara tujuan TKI tidak dijamin oleh negara tujuan dalam penelitian ini menitik beratkan ke salah satu negara tujuan TKI dimana memiliki proporsi yang cukup besar di Asia yaitu Malaysia. Malaysia memiliki proporsi negara tujuan TKI terbesar di Asia meningat adanya kedekatan lokasi negara dengan Indonesia, kemudian kemiripan bahasa, budaya yang membuat para tenaga kerja Indonesia menjadikan negara tersebut sebagai negara terfaforit di wilayah Asia. Hal ini juga dipengaruhi dengan adanya tingkat upah di negara tersebut lebih besar dibandingkan dengan negara asal yaitu Indonesia. Tingkat upah di Malaysia mencapai 600-900 ringgit Malaysia atau setara dengan Rp. 1.699.800 - Rp. 2.549.700 sedangkan di Indonesia hanya Rp.700.000 untuk pekerjaan sebagai TKI informal sehingga para calon TKI tersebut lebih memilih untuk bekerja di negara tersebut.
4.2.2 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Faktor Produksi Simulasi pertama yaitu peningkatan jumlah pengiriman TKI secara normal setiap tahunnya yaitu sebesar 21 persen akan menghasilkan remittance senilai nominal rupiah hal ini dapat pula berarti Business as Usual atau kegiatan yang rutin berlangsung dalam pengiriman jumlah TKI setiap tahunnya. Dalam simulasi ini terdapat nilai nominal dari kondisi awal (baseline) yang diperoleh dari FSAM
62
dimana dapat dijadikan sebuah dasar dari simulasi-simulasi lainnya. Berdasarkan hasil simulasi pertama menunjukkan bahwa pada kedua akun faktor produksi mengalami kenaikan pendapatan dengan adanya remittance. Hal ini terlihat dari angka yang positif dari kedua proporsi faktor produksi. Faktor produksi tenaga kerja memiliki angka kenaikan pendapatan yang cukup besar dibandingkan dengan faktor produksi bukan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan angka remittance lebih banyak mengalir kepada faktor produksi tenaga kerja yaitu sebesar 0,75 persen atau senilai dengan nominal remittance sebesar Rp.11.142.634.757, angka yang diterima oleh faktor produksi bukan tenaga kerja lebih kecil dengan proporsi sebesar
0,48
persen
atau
senilai
dengan
nominal
remittance
sebesar
Rp.6.438.174.871. Angka yang mengalir kepada faktor produksi bukan tenaga kerja lebih kecil jika dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja karena faktor produksi bukan tenaga kerja tidak terlalu berperan besar dalam menyumbang dana remittance ke Indonesia. Simulasi kedua yaitu adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal sebesar 89.698 ribu TKI. Jumlah tersebut didapatkan dari nilai tenaga kerja yang dimoratorium oleh pemerintah kepada salah satu negara tujuan para TKI yaitu Malaysia. Berdasarkan hasil simulasi yang telah peneliti lakukan, akun faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja mengalami penurunan nominal serta presentase remittance yang mengalir dalam akun tersebut. Setelah adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal telah menurunkan remittance faktor produksi tenaga kerja, dimana presentase yang dihasilkan hanya 0,12 persen dari kondisi awal (baseline) FSAM apabila dibandingkan dengan kondisi normal sebelum adanya pembatasan adalah sebesar 0,75 persen sehingga terdapat
63
penurunan sebesar 0,63 persen dari keadaan normal atau Business as Usual, sedangkan remittance yang diterima oleh faktor produksi bukan tenaga kerja hanya sebesar 0,08 persen dari kondisi awal (baseline) FSAM apabila dibandingkan dengan kondisi normal sebelum adanya pembatasan adalah sebesar 0,48 persen sehingga terdapat penurunan remittance dengan adanya kebijakan pembatasan TKI informal sebesar 0,40 persen dari keadaan normal atau Business as Usual. Sehingga dalam nominal setelah adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal tersebut telah menyebabkan proporsi remittance yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja hanya sebesar Rp. 1.776.103.575. Satuan nominal yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja setelah adanya kebijakan pembatasan terlihat adanya penurunan dari nominal remittance normal yaitu Rp.11.142.634.757
dengan
kata
lain
remittance
menurun
sebanyak
Rp.9.366.531.182. Berdasarkan simulasi tersebut terlihat jelas adanya penurunan jumlah remittance yang mengalir ke faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja akibat pemberlakuan kebijakan pembatasan pengiriman tenaga kerja informal yang diberlakukan oleh pemerintah. Simulasi ketiga yaitu adanya kompensasi yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan baru yang akan muncul di Indonesia akibat pembatasan pengiriman tenaga kerja informal tersebut. Dalam simulasi ini akan disimulasikan apabila pemerintah tetap memberlakukan pembatasan tenaga kerja informal namun diiringi dengan kompensasi kepada rumah tangga dan faktor produksi. Dengan dilakukan simulasi ketiga ini cukup memberikan dampak yang cukup baik. Karena nilai nominal remittance yang mengalir kepada akun faktor produksi tenaga kerja menjadi Rp.9.268.537.240.
64
Hal ini cukup baik karena terjadi peningkatan sebesar Rp.7.492.433.670 dibandingkan sebelum adanya kompensasi yaitu simulasi kedua. Namun simulasi ketiga ini belum mampu untuk menutupi kerugian yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja karena terlihat bahwa terdapat angka negatif sebesar 0,63 persen dari kondisi normal. Namun kondisi tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan sebelum dilakukannya kompensasi. Sedangkan untuk faktor produksi bukan tenaga kerja juga mengalami kenaikan aliran dana remittance dibandingkan sebelum adanya kompensasi. Nominal yang diterima oleh akun faktor produksi bukan tenaga kerja senilai Rp.7.788.123.590. Nilai nominal tersebut meningkat cukup tajam dibandingkan dengan sebelum adanya kompensasi. Namun simulasi ketiga ini berhasil untuk menghilangkan angka negatif atau minus yang sebelumnya diterima oleh akun faktor produksi bukan tenaga kerja pada simulasi kedua. Dalam simulasi ketiga ini berhasil meningkat sebesar yaitu sebesar 0,10 persen jika dibandingkan dengan keadaan normal. Walaupun dalam simulasi ketiga ini belum dapat mencapai persentase yang mendekati keadaan normal namun, hal ini berarti bahwa dengan adanya kompensasi tersebut potensial untuk melebihi pertumbuhan dibandingkan sebelum dilakukannya kompensasi. Simulasi ke-empat yaitu apabila pemerintah tetap memberlakukan pembatasan tenaga kerja informal namun diiringi dengan kompensasi yang dialirkan kepada sektor bangunan (infrastruktur). Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai nominal sebesar Rp.16.760.970.910 atau meningkat sebesar 1,13 persen dibandingkan dengan baseline FSAM. Dengan kata lain adanya kompensasi yang
65
diiringi kepada sektor infrastruktur ini telah meningkat sebesar 0,38 persen. Hasil simulasi keempat ini telah memberikan dampak yang positif walaupun belum mendekati nilai presentase aliran dana remittance dalam keadaan normal. Sedangkan untuk faktor produksi bukan tenaga kerja memiliki nilai nominal Rp.14.549.995.020 atau dengan kata lain meningkat sebesar 1,08 persen jika dibandingkan dengan baseline FSAM dan meningkat sebesar 0,60 persen jika dibandingkan pada saat keadaan normal (Business as Usual) . Hal ini dikarenakan besaran shock kepada faktor produksi tenaga kerja memang lebih besar dibandingkan dengan faktor produksi bukan tenaga kerja. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai yang positif bila dilakukan kompensasi jika diiringi kompensasi kepada sektor bangunan (infrastruktur) walaupin nilai positif tersebut belum mendekati nilai kenaikan dalam keadaan normal. Simulasi kelima yaitu apabila adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal diiringi dengan kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap ke sembilan sektor diantaranya pertanian, pertambangan, Industri pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan komunikasi, Keuangan dan Sektor lainnya. Berdasarkan hasil simulasi, faktor produksi tenaga kerja mendapatkan presentasi sebesar 1,32 persen jika dibandingkan dengan baseline awal yang terdapat dalam FSAM sedangkan jika dibandingkan dengan keadaan normal (Business as Usual) meningkat sebesar 0,57 persen. Untuk faktor produksi bukan tenaga kerja meningkat sebesar 1,15 persen jika dibandingkan dengan baseline FSAM dan jika dibandingkan dengan keadaan normal (Business as Usual) meningkat sebesar 0,67 persen.
Nilai
66
kenaikan pada simulasi kelima ini merupakan kenaikan yang terbaik jika dibandingkan dengan kenaikan pada simulasi ketiga dan keempat. Hal ini dikarenakan dengan adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal dan kompensasi kepada sembilan sektor dengan proporsi yang merata dan sesuai pada tabel FSAM menyebabkan alokasi dana remittance akan merata kepada faktor produksi, institusi dan aktivitas produksi, sehingga akan sangat baik apabila simulasi ke-lima tersebut diterapkan oleh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan yang ditimbulkan oleh kebijakan pembatasan tenaga kerja informal.
67
Tabel 4. 2 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Faktor Produksi Akibat Aliran Dana Remittance Berdasarkan Pengganda FSAM pada simulasi 1 dan 2
SIMULASI 1 (BAU) FAKTOR PRODUKSI
SIMULASI 2
BASELINE FSAM NOMINAL
%To Baseline
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
TENAGA KERJA
1
1487377.61386043
11142.6347571836
0,75
1776.10357489036
0,12
-0,63
BUKAN TENAGA KERJA
2
1346454.26763171
6438.17487118492
0,48
1026.25216068785
0.08
-0,40
Ket : Simulasi 1: Pertumbuhan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business as usual) Simulasi 2: Kebijakan pembatasan TKI nformal sebesar 89.698 ribu TKI Simulasi 3: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga Simulasi 4: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada sektor bangunan (infrastruktur) sebesar Rp.200miliar Simulasi 5: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700 miliar
68
Lanjutan Tabel 4. 3 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Faktor Produksi Akibat Aliran Dana Remittance Berdasarkan Pengganda FSAM pada simulasi 3, 4 dan 5 SIMULASI 3 FAKTOR PRODUKSI
BASELINE FSAM
SIMULASI 4
SIMULASI 5
NOMINAL % to Baseline
% to BAU
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
TENAGA 1 KERJA
1.487.377,6
9.268,5
0,62
-0,13
16.760,9
1,13
0,38
19.680,2
1,32
0,57
BUKAN 2 TENAGA KERJA
1.346.454,3
7.788,1
0,58
0,10
14.549,9
1,08
0,60
15.512,9
1,15
0,67
Ket : Simulasi 1: Pertumbuhan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business as usual) Simulasi 2: Kebijakan pembatasan TKI nformal sebesar 89.698 ribu TKI Simulasi 3: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga Simulasi 4: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada sektor bangunan (infrastruktur) sebesar Rp.200 miliar Simulasi 5: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700 miliar
69
4.2.3 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Institusi (Rumah Tangga) Simulasi pertama yaitu peningkatan jumlah pengiriman TKI secara normal setiap tahunnya yaitu sebesar 21 persen akan menghasilkan remittance senilai nominal rupiah hal ini dapat pula berarti Business as Usual atau kegiatan yang rutin berlangsung dalam pengiriman jumlah TKI setiap tahunnya. Dalam simulasi ini terdapat nilai nominal dari kondisi awal (baseline) yang diperoleh dari FSAM dimana dapat dijadikan sebuah dasar dari simulasi-simulasi lainnya. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan bahwa adanya remittance yang mengalir ke Institusi khususnya rumah tangga memberikan dampak yang positif. Proporsi terbesar didapatkan oleh rumah tangga dengan sebaran yang berbeda namun relatif lebih besar jika dibandingkan akun lain selain rumah tangga. Namun presentase rumah tangga desa miskin mendapatkan presentase tertinggi yaitu sebesar 2,53 persen terhadap baseline FSAM. Hal ini dikarenakan aliran dana remittance lebih banyak mengalir kepada rumah tangga desa miskin, dimana kampung halaman dari para TKI tersebut terletak di pedesaan sehingga aliran remittance ini ditujukan kepada keluarga para TKI yang berada di pedesaan untuk keperluan konsumsi atau keperluan lain keluarga para TKI di desa, sedangkan presentase terendah dalam simulasi pertama ini didapatkan oleh bank sentral dengan presentase 0,33 persen terhadap baseline FSAM. Hal ini dikarenakan bank sentral memang tidak terlalu berperan dalam menyumbang remittance. Simulasi kedua yaitu adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal sebesar 89.698 ribu orang TKI. Jumlah tersebut didapatkan dari jumlah tenaga kerja yang dimoratorium oleh pemerintah kepada salah satu negara tujuan para TKI yaitu Malaysia. Hasil simulasi yang dilakukan oleh peneliti menyatakan
70
bahwa nilai remittance yang didapatkan oleh rumah tangga sangat menurun jika dibandingkan dengan sebelum adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal. Semula sebelum adanya pembatasan tenaga kerja informal presentase yang didapatkan oleh rumah tangga desa miskin mendapatkan remittance sebesar 2,53 persen sedangkan setelah adanya kebijakan pembatasan menurun menjadi 0,40 persen. Sebelum adanya kebijakan pembatasan, total remittance yang mengalir ke institusi sebanyak 8,2 persen dengan proporsi terbesar ke rumah tangga. Sedangkan setelah adanya kebijakan tersebut hanya sebesar 1,3 persen saja yang mengalir ke institusi. Sedangkan untuk presentase remittance yang diterima oleh institusi jika dibandingkan dengan keadaan normal sebelum diberlakukannya kebijakan pembatasan menurun sebesar 0,77 persen namun penurunan tertinggi didapatkan oleh rumah tangga desa miskin dengan penurunan sebesar 2,13 persen. Dalam simulasi ketiga ini akan disimulasikan apabila pemerintah tetap memberlakukan pembatasan tenaga kerja informal namun diiringi dengan kompensasi kepada rumah tangga dan faktor produksi. Hasil simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai remittance yang mengalir ke akun-akun tersebut positif dengan nilai terbesar pada rumah tangga desa miskin. Hal ini dikarenakan aliran dana remitansi terbesar mengalir pada rumah tangga desa miskin dimana merupakan daerah asal dari para TKI yang bekerja di luar negeri. Presentase terendah jika dibandingkan dengan nilai baseline FSAM dalam kompensasi ini adalah bank sentral hal ini dikarenakan alokasi pemerintah terhadap bank sentral memiliki nilai yang rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga selain itu bank sentral juga memberikan presentase yang kecil terhadap
71
aliran dana remittance jika dibandingkan dengan institusi lainnya. Sedangkan untuk presentase hasil simulasi ketiga jika dibandingkan dengan keadaan normal terdapat akun-akun yang masih mengalami penurunan yaitu lembaga keuangan bank, pemerintah dan seluruh akun rumah tangga. Hal ini dikarenakan dengan adanya kompensasi terhadap sektor faktor produksi dan rumah tangga saja belum cukup untuk mengatasi kerugian
yang diterima oleh institusi akibat adanya
pembatasan tenaga kerja informal. Namun bank sentral, lembaga keuangan bukan bank dan lembaga bukan keuangan mendapatkan nilai yang positif. Hal ini berarti bahwa dengan adanya simulasi ketiga dapat mengatasi permasalahan yang timbul akibat adanya pembatasan tenaga kerja informal walaupun nilainya belum dapat mendekati keadaan normal. Simulasi keempat yaitu apabila pemerintah tetap memberlakukan pembatasan tenaga kerja informal namun diiringi dengan kompensasi yang dialirkan kepada sektor bangunan (infrastruktur). Dalam simulasi keempat ini terlihat bahwa alokasi dana remittance yang memiliki nilai tertinggi diperoleh rumah tangga desa miskin. Hal ini dikarenakan mayoritas para TKI yang bekerja di luar negeri berasal dari daerah pedesaan serta keluarga besar mereka pada umumnya masih berada di pedesaan sehingga para TKI tersebut cenderung mengirimkan uang kepada keluarga mereka di daerah pedesaan hal inilah yang menyebabkan proporsi remitansi kepada penduduk desa miskin memiliki presentase yang cukup besar. Dengan dilakukannya simulasi keempat ini berhasil memberikan nilai yang positif pada hamper sebagian besar akun institusi seperti bank sentral, lembaga keuangan bank dan bukan bank, lembaga bukan keuangan, pemerintah, rumah tangga desa tidak miskin dan rumah tangga kota tidak miskin.
72
Namun simulai keempat ini belum dapat mengatasi kerugian yang diterima oleh rumah tangga desa miskin dan rumah tangga kota miskin. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk desa yang miskin serta penduduk kota yang miskin terlalu banyak sehingga kompensasi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat pembatasan tenaga kerja informal ini belum cukup untuk mengatasi kerugian tersebut. Simulasi kelima, yaitu apabila adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal diiringi dengan kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap ke sembilan sektor diantaranya pertanian, pertambangan, Industri pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan komunikasi, Keuangan dan Sektor lainnya. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan terlihat bahwa rumah tangga desa miskin memperoleh angka kompensasi paling besar dibandingkan lainnya hal ini mengingat aliran dara remittance memang banyak mengalir kepada rumah tangga desa miskin dengan presentase sebesar 2,57 persen. Berdasarkan simulasi kelima, seluruh akun institusi bernilai positif hal ini berarti bahwa dengan adanya simulasi kelima berhasil untuk menghapus kerugian yang biasanya diterima oleh hampir seluruh akun institusi, sehingga simulasi kelima ini merupakan simulasi yang terbaik untuk memberikan solusi kepada rumah tangga akibat adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal.
73
Tabel 4. 4 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Institusi (Rumah Tangga) pada simulasi 1 dan 2 SIMULASI 1 NOMINAL BANK SENTRAL
PERUSAHAAN
SIMULASI 2
Baseline FSAM
INSTITUSI
% to Baseline
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
3
30.793,0
100,4
0,33
16,0
0,05
-0,27
BANK
4
159.938,2
1.049,5
0,66
167,3
0,10
-0,55
BUKAN BANK
5
47.813,2
257,9
0,54
41,1
0,09
-0,45
LEMBAGA BUKAN KEUANGAN
6
796.319,1
3.807,4
0,48
606,9
0,08
-0,40
PEMERINTAH
7
46.730,96
2.642,7
0,40
421,2
0,06
-0,34
MISKIN
8
46.730,98
1.181,9
2,53
188,4
0,40
-2,13
TIDAK MISKIN
9
755.579,4
7.635,8
1,01
1.217,2
0,16
-0,85
MISKIN
10
25.720,2
304,1
1,18
48,5
0,19
-0,99
TIDAK MISKIN
11
1.363.278,1
14.693,6
1,08
2.342,2
0,17
-0,91
LEMBAGA KEUANGAN
DESA RUMAH TANGGA KOTA
Ket : Simulasi 1: Pertumbuhan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business as usual) Simulasi 2: Kebijakan pembatasan TKI nformal sebesar 89.698 ribu TKI Simulasi 3: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga Simulasi 4: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada sektor bangunan (infrastruktur) sebesar Rp.200 miliar Simulasi 5: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700 miliar
74
Lanjutan Tabel 4. 5 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Institusi (Rumah Tangga) pada simulasi 3, 4 dan 5 SIMULASI 3 Baseline FSAM
INSTITUSI
BANK SENTRAL
LEMBAGA KEUANGAN PERUSAHAAN
KOTA
% to BAU
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
30.793,0
116,9
0,38
0,05
217,8
0,71
0,38
232,8
0,76
0,43
BANK
4
159.938,2
876,4
0,55
-0,11
15,5.6
0,99
0,34
1.742,2
1,09
0,43
BUKAN BANK
5
47.813,2
262,4
0,55
0,01
483,6
1,01
0,47
521,9
1,09
0,55
6
796.319,1
4.526,3
0,57
0,09
4.526,3
1,06
0,58
9.015,1
1,13
0,65
7
46.730,9
2.609,3
0,40
-0,01
4.797,4
0,73
-1,27
5.197,8
0,79
0,39
MISKIN
8
46.730.9
387,4
0,83
-1,70
586,4
1,25
-1,27
1200,2
2,57
0,04
TIDAK MISKIN
9
755.579,4
4.898.6
0,65
-0,36
8.579,9
1,14
0,12
9.768,2
1,29
0,28
MISKIN
10
25.720,2
165,1
0,64
-0,54
281,7
1,10
-0,09
313,4
1,22
0,04
TIDAK MISKIN
11
1.363.278,1
8.818,1
0,65
-0,43
15.294,1
1,12
0,04
17.398,5
1,28
0,20
PEMERINTAH
RUMAH TANGGA
% to Baseline
SIMULASI 5
3
LEMBAGA BUKAN KEUANGAN
DESA
NOMINAL
SIMULASI 4
Ket : Simulasi 1: Pertumbuhan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business as usual) Simulasi 2: Kebijakan pembatasan TKI nformal sebesar 89.698 ribu TKI Simulasi 3: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga Simulasi 4: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada sektor bangunan (infrastruktur) sebesar Rp.200 miliar Simulasi 5: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700 miliar.
75
4.2.4 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Aktivitas Produksi (Sektor) Simulasi pertama yaitu peningkatan jumlah pengiriman TKI secara normal setiap tahunnya yaitu sebesar 21 persen akan menghasilkan remittance senilai nominal rupiah hal ini dapat pula berarti Business as Usual atau kegiatan yang rutin berlangsung dalam pengiriman jumlah TKI setiap tahunnya. Dalam simulasi ini terdapat nilai nominal dari kondisi awal (baseline) yang diperoleh dari FSAM dimana dapat dijadikan sebuah dasar dari simulasi-simulasi lainnya. Simulasi pertama yang telah dilakukan menyatakan bahwa nilai alokasi dana remittance sebelum dilakukan kebijakan pembatasan TKI informal seluruh aktivitas produksi mendapatkan nilai yang positif dan merata, hal ini dinyatakan bahwa nilai tersebut tidak ada yang paling dominan diantaranya namun diantara akun aktivitas produksi tersebut juga terdapat nilai yang terendah namun tidak terlalu signifikan dibandingkan nilai yang lainnya. Hal ini dikarenakan proporsi kompensasi dari keseluruhan akun aktivitas produksi tersebar secara merata sehingga tidak terlalu banyak yang perbedaan antara satu akun dengan akun lainnya. Presentase terbesar diperoleh sektor lainnya sebesar 0,78 persen dan tidak jauh berbeda dengan presentase yang didapatkan oleh pertanian. Sektor lainnya memiliki nilai yang palin besar karena merupakan sektor gabungan antara formai dan informal. Simulasi kedua yaitu adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja Informal sebesar 89.698 ribu TKI. Jumlah tersebut didapatkan dari nilai tenaga kerja yang dimoratorium oleh pemerintah kepada salah satu negara tujuan para TKI yaitu Malaysia. Berdasarkan hasil simulasi yang telah peneliti lakukan, akun-akun yang terdapat pada aktivitas produksi mengalami penurunan nominal serta presentase
76
remittance. Simulasi kedua yang telah peneliti lakukan menyatakan bahwa terdapat nilai yang paling besar yaitu sektor lainnyadan sektor pertanian dimana keduanya mendapatkan presentase yang sama yaitu 0,12 persen dari baseline FSAM. Sedangkan aliran remittance terendah setelah adanya kebijakan pembatasan adalah sektor bangunan. Karena sektor bangunan kurang memiliki kontribusi terhadap aliran dana remittance. Pada simulasi kedua ini terdapat penurunan pada seluruh akun aktivitas produksi, hal ini dikarenakan adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal. Dalam simulasi ketiga ini akan disimulasikan apabila pemerintah tetap memberlakukan pembatasan tenaga kerja informal namun diiringi dengan kompensasi kepada rumah tangga dan faktor produksi. Berdasarkan simulasi yang remittance kepada aktivitas produksi. Dimana sektor bangunan memperoleh angka yang paling besar jika dibandingkan dengan akun-akun lainnya. Hal ini dikarenakan alokasi pemerintah dalam infrastruktur memanglah besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Dalam simulasi ketiga ini terdapat akunakun yang bernilai negatif terhadap keadaan normal atau business as usual hal ini berarti bahwa kompensasi yang dilakukan pemerintah kepada faktor produksi dan rumah tangga belum cukup untuk menghilangkan kerugian yang diterima oleh beberapa akun pada aktivitas produksi. Sedangkan nilai positif terhadap keadaan normal didapatkan oleh pertambangan dan bangunan. Hal ini berarti kompensasi tersebut berhasil untuk mengatasi kerugian tersebut. Simulasi keempat yaitu apabila pemerintah tetap memberlakukan pembatasan tenaga kerja informal namun diiringi dengan kompensasi yang dialirkan kepada sektor bangunan (infrastruktur). Berdasarkan simulasi tersebut,
77
telah terjadi alokasi dana remittance yang mengalir kepada seluruh aktivitas produksi. Namun berdasarkan simulasi, nilai tertinggi didapatkan oleh sektor bangunan dimana pemerintah memang menitikberatkan
pada kompensasi
dibidang bangunan atau infrastruktur . Pada simulasi keempat ini telah berhasil memberikan nilai positif pada seluruh akun aktivitas produksi hal ini berarti bahwa kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah telah berhasil menghilangkan kerugian yang diterima oleh seluruh akun dalam aktivitas produksi. Simulasi kelima yaitu apabila adanya kebijakan pembatasan tenaga kerja informal diiringi dengan kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap ke sembilan sektor diantaranya pertanian, pertambangan, Industri pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan komunikasi, Keuangan dan Sektor lainnya. Simulasi kelima tidak didapatkan angka terbesarkarena presentasenya cenderung merata pada seluruh akun aktivitas produksi. Pada simulasi kelima ini seluruh akun aktivitas produksi juga memiliki nilai yang positif. Hal ini berarti bahwa adanya kompensasi ini telah mengatsi kerugian yang biasanya diterima oleh akun aktivitas produksi akibat pembatasan tenaga kerja informal. Sehingga kompensasi ini baik dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pembatasan tenaga kerja informal.
78
Tabel 4. 6 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Aktivitas Produksi (Sektor) pada simulasi 1 dan 2 Baseline FSAM
SIMULASI 1 (BAU)
SIMULASI 2
AKTIVITAS PRODUKSI (miliar rupiah)
NOMINAL
% to Baseline
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
PERTANIAN
12
1.183.169,9
9.037,8
0,76
1.440,6
0,12
-0,64
PERTAMBANGAN
13
773.018,9
1.443,04
0,19
230,02
0,03
-0,16
INDUSTRI PENGOLAHAN
14
4.567.781,97
22.290,3
0,49
3.553,1
0,08
-0,41
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
15
185.134,4
1.235,3
0,67
196,9
0,11
-0,56
BANGUNAN
16
1.149.399,1
562,22
0,05
89,6
0,01
-0,04
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
17
1.445.054,8
8.505,9
0,59
1.355,8
0,09
-0,49
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
18
794.291,97
5.095,7
0,64
812,3
0,10
-0,54
KEUANGAN
19
699.370,99
4.894,9
0,70
780,3
0,11
-0,59
SEKTOR LAINNYA
20
961.004,5
7.519,9
0,78
1.198,7
0,12
-0,66
Ket : Simulasi 1: Pertumbuhan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business as usual) Simulasi 2: Kebijakan pembatasan TKI nformal sebesar 89.698 ribu TKI Simulasi 3: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga Simulasi 4: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada sektor bangunan (infrastruktur) sebesar Rp.200 miliar Simulasi 5: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700 miliar.
79
Lanjutan Tabel 4. 7 Perubahan Pendapatan yang Diterima oleh Aktivitas Produksi (Sektor) pada simulasi 3, 4 dan 5 SIMULASI 3 AKTIVITAS PRODUKSI
Baseline FSAM
SIMULASI 4
SIMULASI 5
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
NOMINAL
% to Baseline
% to BAU
PERTANIAN
12
1.183.169,9
6.740,8
0,57
-0,19
12.041,1
1,02
0,25
18.122,8
1,53
0,77
PERTAMBANGAN
13
773.018,9
2.754,7
0,36
0,17
5.279,4
0,68
0,50
6.276,5
0,81
0,63
INDUSTRI PENGOLAHAN
14
4.567.781,97
22.242,3
0,49
0,00
40.931,5
0,90
0,41
50.719,8
1,11
0,62
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
15
185.134,4
917,7
0,50
-0,17
1.638,4
0,88
0,22
2.783,2
1,50
0,84
BANGUNAN
16
1.149.399,1
20.373,7
1,77
1,72
40.657,7
3,54
3,49
5.139,1
0,45
0,40
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
17
1.445.054,8
6.863,7
0,47
-0,11
12.371,7
0,86
0,27
20.157,4
1,39
0,81
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
18
794.291,97
3.906,1
0,49
-0,15
6.999,9
0,88
0,24
11.270,8
1,42
0,78
KEUANGAN
19
699.370,99
4.297,4
0,61
-0,09
7.814,5
1,12
0,42
10.893,2
1,56
0,86
SEKTOR LAINNYA
20
961.004,5
5.173,3
0,54
-0,24
9.148,1
0,95
0,17
14.154,0
1,47
0,69
Ket : Simulasi 1: Pertumbuhan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business as usual) Simulasi 2: Kebijakan pembatasan TKI nformal sebesar 89.698 ribu TKI Simulasi 3: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga Simulasi 4: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada sektor bangunan (infrastruktur) sebesar Rp.200 miliar Simulasi 5: Kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700 miliar
80
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah : TKI memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap devisa remittance
Indonesia dimana memiliki proporsi yang cukup besar menjadi penyumbang cadangan devisa kedua terbesar setelah minyak bumi dan gas alam. Aliran dana remittance TKI, lebih banyak mengalir kepada sektor rumah tangga. Tipe rumah tangga yang mendapatkan aliran dana terbesar dari adanya remittance adalah rumah tangga desa miskin. Hal ini dikarenakan TKI banyak berasal dari rumah tangga desa yang tergolong miskin sehingga aliran dana remittance juga banyak mereka kirimkan untuk sektor tersebut. TKI tersebar di seluruh dunia dan tersebar pada wilayah Asia, kemudian Timur tengah dan Afrika, Eropa dan Australia, dan terakhir pada Amerika. Pola penyebaran pengiriman TKI yang lebih banyak di Asia khususnya Malaysia dikarenakan adanya permintaan tenaga kerja dari negara tujuan serta permintaan dari TKI dalam negeri ke negara tersebut. Berdasarkan pengiriman TKI tersebut, diperoleh kontribusi remittance TKI terhadap devisa negara rata-rata sebesar 12,34 persen per tahun terhadap devisa negara. Dengan adanya pembatasan TKI sebesar 89.981 ribu orang akan berpotensi menurunkan Rp.92.281.000 dari keadaan normal atau Business as Usual. Penurunan remittance tersebut berpengaruh pada sektor faktor produksi, institusi dan aktifitas produksi namun pengaruh terbesar kepada sektor aktifitas
81
produksi yaitu sektor rumah tangga. Sektor rumah tangga yang paling terpengaruh dengan adanya kebijakan tersebut adalah rumah tangga desa miskin. Berdasarkan hasil simulasi penelitian, simulasi ke-lima yaitu kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada aktivitas produksi dengan injeksi kepada rumah tangga miskin sebesar Rp.700.000.000.000 merupakan simulasi yang menghasilkan perubahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan simulasi lainnya yaitu simulasi ke-tiga yaitu kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance bila dialokasikan pada faktor produksi tenaga kerja dan rumah tangga dan ke-empat yaitu kebijakan pembatasan TKI informal diiringi kompensasi remittance sektor bangunan sebesar Rp.200.000.000.000. Pada simulasi ke-lima disimulasikan jika kebijakan pembatasan TKI tetap diberlakukan, dan kompensasi diberikan kepada aktifitas produksi dengan proporsi terbesar kepada rumah tangga desa miskin sebesar Rp.700.000.000 untuk mengurangi dampak negatif akibat pemberlakuan kebijakan pembatasan TKI informal. Dengan simulasi tersebut seluruh akun faktor produksi, institusi dan aktifitas produksi menunjukkan angka yang positif sehingga dengan adanya simulasi tersebut seluruh akun baik faktor produksi, institusi dan aktivitas produksi berpeluang untuk menjadi lebih baik setelah dilakukannya simulasi walaupun kebijakan pembatasan TKI informal tetap diberlakukan oleh pemerintah .
82
5.2.
Saran Adapun saran dalam penelitian ini adalah :
(1)
Berdasarkan
hasil
penelitian,
moratorium
TKI
informal
telah
menyebabkan penurunan remittance sebesar Rp.-92.281.000 dari keadaan normal atau Business as Usual (BAU). Dengan adanya penurunan remittance tersebut akan berdampak kepada pendapatan negara. Untuk itu sebaiknya kebijakan moratorium TKI Informal dihentikan. Apabila pemerintah terus melakukan kebijakan tersebut perlu adanya pemberian insentif kepada masyarakat untuk mengurangi dampak penerapan kebijakan tersebut. Pemberian insentif tersebut dapat dilakukan seperti simulasi ke-lima dalam penelitian, yaitu pemberian kompensasi kepada sektor aktifitas produksi dan insentif kepada rumah tangga keluarga desa miskin. (2)
Jika dilihat dari hasil simulasi dalam penelitian, bentuk kompensasi yang paling tepat untuk dilakukan pemerintah sehingga dapat mengurangi dampak penerapan kebijakan pembatasan TKI informal yaitu dengan memberikan kompensasi kepada aktifitas produksi dengan kompensasi terbesar kepada keluarga desa miskin dengan proporsi sebesar Rp.700.000.000. Dengan adanya kompensasi tersebut, dampak negatif kepada rumah tangga desa miskin akibat penerapan kebijakan moratorium TKI informal dapat lebih kecil.
(3)
Perlu adanya penelitian lanjutan yang berkaitan dengan usulan aliran dana untuk melakukan kompensasi pada beberapa simulasi yang telah dilakukan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, A dan Y. Hafizrianda. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Press, Bogor. Mankiw, N.G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Priyarsono, dkk. 2007. Teori Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta. Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. 2005. Financial Social Accounting Matrix 2005. Bank Indonesia, Jakarta. Dumairy, M.A . 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Bellante, D. dan M. Jackson.1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Universitas Indonesia, Jakarta. Kartika, P. 2010. Penerapan Kebijakan Domestic Market Obligation Batubara dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Setiaji, R. 2010. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat : Perbandingan Era Pra Otonomi Daerah dengan Era Otonomi Daerah [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. McCann, P. (2001). Urban and Regional Economics. Oxford University Press, New York. Hoover, Giarratani. 2002. An Introduction to Regional Economics. West Virginia University, US. Jadotte, E. 2009. Labour supply response to International Migration and Remittances in the republic of Haiti. Barcelona : Universitat Autonoma de Barcelona. Airola, J. 2008. Labour Supply in Responces to Remittances Income : The case of Mexico. The journal of developing area, vol. 41: 69-78. Nath, K.H. dan Khawaja, A.M. 2007. Trade, Growth, and Wage Inequality in Bangladesh. The Journal of International Trade and Economic Development, Vol. 16: 505-528. Resosudarmo, B., A.Nurdianto dan Hartono. 2008. The Indonesia Inter-regional Social Accounting Matrix for Fiscal Decentralization Analysis. Journal of Indonesian Economy and Business, Vol. 24: 145-162.
84
Susila, et al. 2007. Peran Industri Berbasis Perkebunan dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan: Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Agro Ekonomi, 02: 1-25. Emini, C. dan Fofack, H. 2002. A Financial Social Accounting Matrix for The Integrated Macroeconomis Model for Poverty Analysis. Public Disclosure Authorized : 1- 29. Nokkala, M. 2002. Zambian sector investments in agriculture : A Solution to Optimal Resource Allocation. Nordisk Jordburgsforkings 49 (3): 432-440. Aslan, M. 2007. The Construction of a Financial Social Accounting Matrix for the Turkish Economy with 1996 Data. Sosyal Bilimler Dergisi 2007 : 287299. Borjas, G. 1999. Economic Research on The Determinants of Immigration. World Bank technical paper, 438: 2-23. Pryor, R. 1979. Migration and Developmet in South - East Asia A demographic Perspective. Oxford University Press, Selangor. Connel, J. 1976. Migration From Rural Area The Evidence from Village Studies. Oxford University Press, New Delhi. Amin, M. dan Mattoo, A. 2007. Migration From Zambia Ensuring Temporariness Through Cooperation. World Bank Working Paper, 4145 : 2-26. Chellaraj, G., K. E. Maskus, dan A. Mattoo. 2005. The Contribution of Skilled Immigrtion and International Graduate Students to U.S. Innovation. World Bank Working Paper, 3588: 2-26. Clark, X., T. J. Hatton, dan J.G. Wiliamson. 2004. Explaining U.S. Immigration, 1971-98. World Bank Working Paper, 3252: 2-21. Amin, M dan A. Mattoo. 2005. Does Temporary Migration Hace to be Permanent?. World Bank Working Paper, 3582: 1-37.
85
Lampiran 1. Klasifikasi Faktor Produksi Tabel FSAM 2005
FAKTOR PRODUKSI TENAGA KERJA BUKAN TENAGA KERJA
1 2
Lampiran 2. Klasifikasi Institusi Tabel FSAM 2005
Institusi
Perusahaan
Bank Sentral Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank Perusahaan Bukan Keuangan
Pemerintah
3 4 5 6 7
Desa Rumah Tangga Kota
Miskin Tidak Miskin Miskin Tidak Miskin
8 9 10 11
Lampiran 3. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel FSAM 2005
Aktivitas Produksi Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan Sektor Lainnya
12 13 14 15 16 17 18 19 20
86
Lampiran 4. Matriks Multiplier FSAM 2005 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1
2
3
1.720131 0.531461 0.008297 0.088191 0.021435 0.314576 0.218498 0.034415 0.69452 0.01805 1.229328 0.733297 0.119283 1.840957 0.102723 0.046403 0.701357 0.422081 0.405372 0.623378
0.3509067 1.2536963 0.0183658 0.1016938 0.0373073 0.7207004 0.3629816 0.0196648 0.3106977 0.0134661 0.5395676 0.3375895 0.0563895 0.8587038 0.0489887 0.0287645 0.3287759 0.2003433 0.1910499 0.3536812
0.076695719 0.055588102 1.001902996 0.286008931 0.014398601 0.112931767 0.085159283 0.002473951 0.053709891 0.001972695 0.136118077 0.072352054 0.012393668 0.188485981 0.010796602 0.006437125 0.071856259 0.04391747 0.04180674 0.078492968
4 0.314775569 0.229895316 0.007796705 1.378124432 0.034231012 0.331659362 0.265976602 0.009407002 0.227873606 0.006051354 0.580259374 0.303269109 0.051446005 0.786321534 0.044669511 0.02441632 0.299174855 0.18200104 0.17371004 0.305886322
5 0.217128643 0.155965577 0.004689048 0.339051847 1.05236742 0.588320654 0.309022321 0.007395741 0.146943024 0.006797094 0.367614752 0.199611484 0.034621749 0.523349118 0.030281571 0.019853427 0.199974034 0.122921176 0.116645268 0.235475976
Lanjutan Lampiran 4. Matriks Multiplier FSAM 2005 6 0.183436928 0.126835169 0.004858852 0.047305325 0.0136541 1.085571734 0.506170399 0.007940116 0.105799709 0.006368574 0.251007894 0.149246383 0.027634748 0.406146683 0.024607735 0.022657099 0.156607364 0.098848273 0.092469175 0.246860634
7 0.438545577 0.301270928 0.012111044 0.115655548 0.02683181 0.202046956 1.309370885 0.019681616 0.244852949 0.014669375 0.577763814 0.348800169 0.065430494 0.956686797 0.058449853 0.056551072 0.369445303 0.234321677 0.218633899 0.609598543
8 0.91888787 0.648977291 0.009898067 0.078323192 0.022421378 0.378308814 0.241150376 1.024260729 0.425950273 0.013776333 0.753704796 1.097327117 0.142820011 2.229369436 0.113310188 0.056316906 0.86739716 0.492354622 0.476090224 0.7243459
9 0.765167167 0.559444329 0.008577595 0.085818963 0.020976578 0.329338493 0.208211533 0.020038141 1.359219614 0.011034697 0.638380733 0.798244143 0.124247672 1.916835013 0.107007076 0.048555504 0.738931541 0.444534103 0.428729307 0.662985622
10 0.8874021 0.6189176 0.0096997 0.0915429 0.0258992 0.3652979 0.2659649 0.0221645 0.4142307 1.0165881 0.7358074 1.0471185 0.1314547 2.018662 0.1141063 0.0559245 0.8350045 0.4968627 0.4735783 0.7390329
87
Lanjutan Lampiran 4. Matriks Multiplier FSAM 2005 11
12
0.690023199 0.513407748 0.008109646 0.09007521 0.021695779 0.305076683 0.22401379 0.017676962 0.328294177 0.010351301 1.588648938 0.68593686 0.116141784 1.792387479 0.100248529 0.044978192 0.676668983 0.40813636 0.390918371 0.599117035
13
1.242446818 0.662065293 0.01004285 0.084031969 0.023482277 0.386689901 0.235162726 0.027929095 0.542704606 0.015414306 0.958087867 2.607726177 0.11419397 1.749252657 0.094770069 0.063572019 0.961271026 0.464346061 0.399892305 0.539401881
14
0.590402345 0.991713336 0.014629746 0.08941769 0.030630001 0.571900308 0.299995008 0.020747132 0.357813958 0.013109106 0.62601039 0.404017011 2.154156243 1.09751032 0.060362263 0.054212313 0.447486027 0.266875117 0.248355421 0.400893646
0.756253201 0.67180094 0.010026358 0.070794982 0.022023466 0.389467757 0.21787432 0.019967683 0.370004342 0.011678804 0.650951711 0.651096474 0.199430459 3.348318253 0.092645236 0.04441571 0.765924141 0.373837146 0.322926453 0.408975548
15 0.628830777 0.814672108 0.012064843 0.07758109 0.025676287 0.470633554 0.252354743 0.01943031 0.34545059 0.011898513 0.605838894 0.449704979 0.417726386 1.649638495 2.262839483 0.058319209 0.485475817 0.275356733 0.310732207 0.376675254
Lanjutan Lampiran 4. Matriks Multiplier FSAM 2005 16 0.749243367 0.676187143 0.010087932 0.070914441 0.02212453 0.391941719 0.218805479 0.019899773 0.368140971 0.011661217 0.647594086 0.530021285 0.252466322 1.868919004 0.07207498 2.028404332 0.550789833 0.309382569 0.351709974
17 1.159590843 0.654551274 0.009906495 0.081105732 0.022969879 0.381904821 0.229666176 0.026471056 0.511919696 0.014699347 0.903433414 0.746750991 0.117999661 1.741797201 0.11890454 0.074217566 2.61032314 0.441460306 0.519891055
18 0.823442724 0.709824619 0.010601782 0.075501563 0.023357197 0.411652077 0.231208812 0.021502556 0.39968059 0.012531352 0.703323402 0.490083206 0.105551316 1.57460199 0.094905184 0.072704339 0.51396843 2.415167961 0.369009866
19 0.682035405 0.920091074 0.013616873 0.086812049 0.028898079 0.531371375 0.283851205 0.021477151 0.380063884 0.013216961 0.66629938 0.430907453 0.083816813 1.189672565 0.078980406 0.099772494 0.438072889 0.312054782 2.537349779
20 1.10485006 0.630447467 0.009537771 0.077773631 0.02208096 0.367771793 0.220713624 0.025296463 0.488756377 0.014063488 0.862498572 0.641472346 0.121236566 1.808944014 0.101370113 0.055429365 0.603347441 0.357958362 0.384619193