DAMPAK INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU ANALISIS JALUR MEKANISME TRANSMISI MONETER
FR. HARYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :
DAMPAK INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU ANALISIS JALUR MEKANISME TRANSMISI MONETER Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2007
FR. Haryanto . Nrp. P01600014/EPN
ABSTRAK FR. HARYANTO, 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia : Suatu Analisis Jalur Mekanisme Transmisi Moneter. (BONAR M. SINAGA, sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan KOOSWARDONO MUDIKDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam sistem moneter Indonesia. Tujuan penelitian ini (1) membangun model mekanisme moneter yang dapat mengintegrasikan berbagai alternatif jalur-jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter, (2) menganalisa pengaruh perubahan instrumen kebijakan moneter dalam setiap jalur mekanisme transmisi moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dan (3) mengkaji efektivitas jalurjalur mekanisme transmisi moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Model makroekonometrika mekanisme transmisi moneter yang dibangun terdiri dari 18 persamaan simultan dan 4 persamaan identitas dan simulasi dilakukan untuk mengevaluasi 7 skenario jalur mekanisme transmisi transmisi moneter yang berbeda yaitu jalur tingkat sukubunga, jalur neraca, jalur kredit, jalur ekspektasi, jalur nilai tukar dan jalur langsung dalam 4 periode waktu yaitu periode sebelum krisis, krisis, transisi dan peramalan. Instrumen kebijakan moneter sukubunga, cadangan minimum, money supply, investasi, tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia, indeks harga konsumen dan uang primer menjadi instrumen moneter yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap nilai tukar, tingkat inflasi dan pertumbuhan domestik bruto yang merupakan indikator kinerja perekonomian Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan jalur mekanisme transmisi moneter terintegrasi pada model mekanisme transmisi moneter yang dibangun dan dapat menganalisis pengaruh instrumen kebijakan moneter pada jalur mekanisme transmisi moneter serta mengkaji efektivitasnya terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) memiliki peran penting dan paling efektif dalam mempengaruhi kinerja perekonomian (nilai tukar, inflasi dan produk domestik bruto Indonesia). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi otoritas moneter, penelitian lanjutan dan ilmu pengetahuan yaitu : (1) membangun model mekanisme transmisi moneter dalam bidang ekonomi moneter khususnya dalam hal jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter. (2) memberikan alternatif bagi pemerintah khususnya Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam memilih jalur mekanisme transmisi yang efektif dalam mentransmisikan kebijakan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. (3) memberikan kontribusi bagi pemerintah khususnya Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam kaitan merumuskan kebijakan moneter. (4) untuk penelitian lebih lanjut dan perbaikan pemodelan dalam studi ekonomi moneter. Kata kunci : jalur-jalur mekanisme transmsisi moneter, instrumen moneter dan indikator makroekonomi.
ABSTRACT FR. HARYANTO, 2007. Impact of The Monetary Policy Instrument on Indonesian Economy : A Monetary Transmission Mechanism Channel Analysis. (BONAR M. SINAGA as the Chairman, HERMANTO SIREGAR and KOOSWARDHONO MUDIKDJO as Members of the Advisory Committee). The purpose of this research is to explore the channel of transmission monetary policy mechanism in Indonesian monetary system. The objectives of this research are (1) to describe monetary transmission mechanism channel roles and intermediation function of banking sector to Indonesian economic performance, (2) to analyze monetary policy instrument changes in each monetary transmission mechanism channel that affect Indonesian economic performance effectiveness, and (3) to evaluate monetary transmission mechanism channel effectiffness to Indonesian performances economy. Macroeconometric monetary transmission mechanism model that consists of 18 simultaneous equations and 4 identity equations and simulation conducted to evaluate 7 different scenarios of monetary transmission mechanism channels are interest rate channel, balance sheet channel, bank lending channel, expectation channel, exchange rate channel and direct monetary channel in 4 periods, the pre crisis, the crisis, the transition and the forcast. Monetary policy instruments: interest rate, minimum reserve requirement, money supply, investment, SBI rate, consumer price index and base money become prime monetary variables which have strong influence to exchange rate, inflation rate and product domestic bruto as the performances of the Indonesian economy indicators. Simulation output shows monetary transmission mechanism, integrated in monetary transmission mechanism models which have been developed in this research and can analyse the influence of monetary policy instruments in monetary transmission channels and evaluate monetary transmission mechanism channels effectivity to Indonesian economy performance. This research conclude that balance sheet and expectation channels in the monetary transmission mechanism have very important and the most effective roles in the influence of economic performance (exchange rate, inflation rate and Indonesian product domestic bruto) This research is expected to give contribution to monetary authority, further research and knowledge, they are (1) to develop monetary transmission mechanism model in monetary economy area especially in monetary transmission mechanism policy channels, (2) to give alternatives for government especially Bank Indonesia as monetary authority in choosing the most effective transmission mechanism to transmitted monetary policy to Indonesian economic performance (3) to give contribution to government especially Bank Indonesia in monetary policy creation and (4) to give further, development research and the modelling improvement in monetary economic studies. Key words: monetary transmission mechanism channels, monetary instruments and macroeconomic Indicators.
DAMPAK INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU ANALISIS JALUR MEKANISME TRANSMISI MONETER
FR. HARYANTO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Disertasi : DAMPAK INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU ANALISIS JALUR MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER
Mahasiswa
: Fr. Haryanto
Nomor Pokok
: P01600014
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Ketua
Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc. Anggota
Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSc Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.
Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 25 - 01 - 2007
Tanggal Lulus :
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya
KATA PENGANTAR Puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, karena dengan kurnia dan rahmatNYA disertasi ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini penulis dengan segenap hati mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan perhatian dalam membimbing penulis mulai dari perumusan masalah, membangun model moneter, pengolahan data hingga penyajian hasil penelitian ini ditulis serta dukungan moril pada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc. yang telah banyak memberikan kritikan yang konstruktif terhadap penulisan disertasi ini, khususnya berkaitan dengan topik dan pengolahan data guna penyempurnaan penulisan disertasi ini dan memperluas wawasan berpikir penulis terhadap bidang yang dikaji. Penulis juga tak lupa mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam serta ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo yang telah memberikan dorongan moril dan semangat diantara kesibukan beliau yang ketat. Disertasi ini menyajikan hasil penelitian tentang fenomena moneter di Indonesia yang ditunjukkan melalui beberapa jalur mekanisme transmisi moneter. Sebelum ini sudah ada penelitian tentang jalur-jalur mekanisme transmisi moneter tersebut, namun disertasi ini mencoba melihat jalur yang paling efektif dalam mencapai target makro ekonomi. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Direktur Sekolah Pascasarjana, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor beserta staf yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 2. DR. Pande Radja Silalahi selaku penguji luar komisi, dosen dan pengamat ekonomi CSIS yang ditengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu untuk hadir dalam ujian terbuka penulis dan memberikan masukan yang berharga terhadap disertasi yang ditulis. 3. DR. Sugiharso Sapuan, Universitas Indonesia selaku dosen dan penguji luar komisi yang banyak memberikan masukan kepada penulis dalam rangka menyempurnakan disertasi yang ditulis. 4. Kedua orang tua penulis, Ibu Magdalena dan Bapa Theotimus Huzen (Alm.) yang senantiasa mendampingi penulis dalam doa. 5. Rekan-rekan penulis angkatan 2000 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namum begitu berjasa memberikan dorongan moril dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini. 6. Kelompok belajar angkatan 2000, Bapak Suparmin, Bapak Yundi dan Ibu Theodora K, yang banyak memberikan masukan dan dorongan semangat dalam forum diskusi terhadap penyelesaian studi di Institut Pertanian Bogor ini. 7. Bapak Haryanto Chandra sebagai orang tua angkat penulis yang telah banyak membantu baik secara materiil dan moril terhadap penulis dalam menyelesaikan studi ini. 8. Bapak Yayang Santosa Tanuwijaya sebagai rekan dan sahabat penulis yang banyak memberikan kontribusi dalam memberikan semangat dan bantuan materiil pada penulis. 9. Bapak Bambang Rudi Hartono dan Ibu Nadzira Zhaina yang telah banyak memberikan dukungan moril yang tak henti-hentinya pada penulis hingga terselesaikannya disertasi ini.
10. Dan akhirnya ucapan terima kasih dan puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis khususkan untuk istriku Chatarina Endang Suryandari berserta putraputri kami yaitu Vincentius Andrew Nugroho dan Regina Naomi Jasmine yang telah menjadi teman dalam suka dan duka serta setia setiap saat mendoakan dan memberikan dorongan moril dan semangat pada kami.
Penulis berharap agar disertasi ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat, pemerintah atau peneliti-peneliti lainnya dan penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis berharap agar disertasi ini dapat diperbaiki dan disempurnakan lebih baik lagi oleh peneliti lain.
Bogor, Maret 2007 Fr. Haryanto
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung tanggal 31 Juli 1966, sebagai putra pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Theotimus Huzen (Alm.) dan Ibu Magdalena. Pada tahun 1985 penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Santa Maria Bandung dan tahun 1985 melanjutkan ke Universitas Katolik Parahyangan Bandung fakultas ekonomi. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan kembali pendidikan di Program Pascasarjana , Sekolah Tinggi Manajemen Bandung (TELKOM) dan lulus pada tahun 1997. Dan pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di Program Doktor Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Disamping melanjutkan studi di Program Doktor IPB, penulis pun bekerja disalah satu bank swasta nasional di Bandung sejak tahun 1991 sampai sekarang dan mengajar sebagai dosen luarbiasa di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Fakultas Ekonomi sejak tahun 2003 sampai sekarang. Penulis pun menjadi narasumber pada acara talk show ”Entrepreneurship & Banking” di salah satu radio bisnis Bandung sejak tahun 1999 sampai sekarang. Disamping itu penulis pun aktif bergerak dalam bidang konsultan manajemen pada beberapa perusahaan. Penulis menikah dengan Chatarina Endang Suryandari pada tahun 1995 dan dikaruniai seorang putra pada tahun 1996 yaitu Vincentius Andrew Nugroho dan seorang putri pada tahun 2001 yaitu Regina Naomi Jasmine.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1 1.1. Latar Belakang....................................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah...........................................................................................5 1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................13 1.4. Ruang Lingkup..................................................................................................13 1.5. Keterbatasan Penelitian....................................................................................14 1.6. Manfaat Penelitian..…....……….……....…………………….…………………...14
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................16 2.1. Kebijakan Moneter dan Mekanisme Transmisi...............................................16 2.2. Keterkaitan Mekanisme Transmisi Antara Jumlah Uang Beredar dan Perekonomian Nasional ................................................................................19 2.3. Target Operasional Mekanisme Transmisi Moneter.......................................28 2.4. Instrumen Moneter dan Transmisi Moneter....................................................35 III. TINJAUAN TEORITIS DAN KERANGKA MODEL..................................................46 3.1. Uang dan Fungsinya.......................................................................................46 3.2. Jumlah Uang Beredar.....................................................................................49 3.3. Peranan Uang dalam Perekonomian.............................................................52 3.4. Teori Dasar Moneter.......................................................................................55 3.5. Permintaan Uang...........................................................................................58 3.6. Jalur Mekanisme Transmisi Moneter............................................................63 3.6.1. Jalur Tingkat Sukubunga (Interest Rate Channel) ……………............64 3.6.2. Jalur Kredit (Bank Lending Channel) …………………………….......…69 3.6.3. Jalur Neraca (Balance Sheet Channel) …..…….……………………....72 3.6.4. Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel) ……………..……………. 73 3.6.5. Jalur Harapan (Expectation Channel)……………………….....…….....75
3.6.6. Jalur Harga Asset (Asset Price Channel) …………………...…….....76 3.6.7. Jalur Langsung (Direct Monetary Channel) ..................................... 79 3.7. Kerangka Model Makroekonomi ………………………...……………….….…. 80 3.7.1. Nilai Tukar …………….................……………………..……….…….… 81 3.7.2. Sukubunga ...…………..................…………………..………...........…. 83 3.7.3. Inflasi ..…………………………….……………………………….....….. 85 3.7.4. Neraca Transaksi Berjalan dan Neraca Pembayaran ...….…….…… 88 3.7.5. Ekspor dan Impor .……………………………………………..….……. 89 3.7.6. Investasi ………………………………………………………..….…….. 90 3.7.7. Sektor Moneter ………………………………………………..….....…… 92 3.7.8. Jalur-jalur Mekanisme Transmisi Moneter ....................….…….…..... 96 3.7.9. Keseimbangan Perekonomian Nasional ………………….…………....99 IV. KONTRUKSI MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS.............................................101 4.1. Model Makroekonometrika Mekanisme Transmisi Moneter Perekonomian Indonesia……………………………………………………….………..………..101 4.2. Identifikasi dan estimasi Model……….…………………………………………116 4.3. Validasi Model……………………………..……………………….……………..117 4.4. Skenario Simulasi Jalur Mekanisme Transmisi Moneter..…...………………120 4.5. Data dan Klasifikasi data...............................................................................133 4.6. Variabel yang digunakan...............................................................................134
V. KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI MONETER PEREKONOMIAN INDONESIA ..............................................................139 5.1. Hasil Estimasi Model …………………........................................................... 139 5.2. Perilaku Variabel dalam Model Mekanisme Transmisi Moneter ....................139 5.2.1. Exchange Rate (ER) ............................................................................140 5.2.2. Interest Rate (INT) ...............................................................................142 5.2.3. Money Demand (MD) ......................................................................... 143 5.2.4. Indeks Harga Konsumen (INDEX) .................................................. .. 145 5.2.5. Ekspor (EXPO) .................................................................................. 147 5.2.6. Impor (IMPO) ......................................................................................148 5.2.7. Investasi Swasta (ISWA).................................................................... 149 5.2.8. Investasi Pemerintah (IPEM).............................................................. 150 5.2.9. Uang Khartal (UKHA) ........................................................................ 151
5.2.10. Uang giral (GIRA) ............................................................................. 153 5.2.11. Tabungan dan Deposito (TADE) ...................................................... 154 5.2.12. Money Supply (MS) …..................................................................... 156 5.2.13. Uang Primer (BASE) ....................................................................... 157 5.2.14. Konsumsi (CONS) .......................................................................... 159 5.2.15. Pengeluaran Pemerintah (GEXP) ................................... ............... 160 5.2.16. Penerimaan Pemerintah (GREV) .................................................... 161 5.2.17. Pajak (TAX) ..................................................................................... 162 5.2.18. Kredit (KREDIT) .............................................................................. 163 VI . DAMPAK MEKANISME TRANSMISI MONETER TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA. ................................................................................ 165 6.1. Validasi Model Mekanisme Transmisi Moneter ............................................165 6.2. Evaluasi Dampak Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter......................................................................................................... 169 6.2.1. Skenario Simulasi Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode sebelum krisis tahun 1988 - 1996. 169 6.2.2. Skenario Simulasi Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode krisis tahun 1997 - 2000................ 174 6.2.3. Skenario Simulasi Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode transisi tahun 2001 – 2005 ........... 180 6.2.4. Skenario Simulasi Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode peramalan tahun 2007 – 2010 ..... 186 6.2.5. Perbandingan Simulasi Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter............................................................................. 192 6.3. Evaluasi Dampak Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter........................................................................................................ 194 6.3.1. Skenario Simulasi Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode sebelum krisis tahun 1988 - 1996. 194 6.3.2. Skenario Simulasi Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode krisis tahun 1997 – 2000 ............. 199 6.3.3. Skenario Simulasi Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode transisi tahun 2001 – 2005 .......... 205 6.3.4. Skenario Simulasi Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter pada periode peramalan tahun 1997 – 2000 .... 211 6.3.5. Perbandingan Simulasi Penurunan 50% Variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter............................................................................. 217
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 222 7.1. Ringkasan Hasil ........................................................................................... 222 7.2. Kesimpulan ................................................................................................. 228 7.3. Implikasi Kebijakan ...................................................................................... 230 7.4. Saran Untuk Penelitian lanjutan .................................................................. 232 DAFTAR PUSTAKA .......…………………..………………………………………. 234 LAMPIRAN ...........……...…………………… ...…………………………………… 240
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Target Operasional & Instrumen Moneter …………………………………………...….... 34 2. Penelitian-penelitian Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ................................. 43 3. Agregat Moneter ………………….….......……..……………………………..…………... 55 4. Identifikasi Persamaan Model Jumlah Uang Beredar Berdasarkan Order condition …..…….........……………………….…………….…………………….. 118 5. Variabel-variabel Goncangan berdasarkan Jalur Mekanisme Transmisi Moneter ..................................................................................................................... 124 6. Kerangka Kerja Validasi dan Simulasi Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Berdasarkan Periode Waktu ..................................................................................... 132 7. Hasil Pendugaan Parameter Exchange Rate (ER) ……………………………..…...... 142 8. Hasil Pendugaan Parameter Interest Rate (INT) ………………………………..….…. 143 9. Hasil Pendugaan Parameter Money Demand (MD) …………………………..………. 145 10. Hasil Pendugaan Parameter Indeks Harga Konsumen (INDEX) ............................. 146 11.
Hasil Pendugaan Parameter Ekspor (EXPO) …….….….......................................... 148
12.
Hasil Pendugaan Parameter Impor (IMPO) …………………………………..…….… 149
13.
Hasil Pendugaan Parameter Investasi Swasta (ISWA) …………………………...… 150
14.
Hasil Pendugaan Parameter Investasi Pemerintah (IPEM) ………………………….151
15.
Hasil Pendugaan Parameter Uang Khartal (UKHA) …………………………………. 152
16.
Hasil Pendugaan Parameter Uang Giral (GIRA) …………………………………….. 154
17.
Hasil Pendugaan Parameter Tabungan dan Deposito (TADE) ………………….…. 155
18.
Hasil Pendugaan Parameter Money Supply (MS) ………………………….………... 157
19.
Hasil Pendugaan Parameter Uang Primer (BASE) …………………………………. 158
20.
Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi (CONS) ……………………………………. 160
21.
Hasil Pendugaan Parameter Pengeluaran Pemerintah (GEXP) …………………….161
22.
Hasil Pendugaan Parameter Penerimaan Pemerintah (GREV) ………….………… 162
23.
Hasil Pendugaan Parameter Pajak (TAX) ……………………………….……………. 163
24.
Hasil Pendugaan Parameter Kredit (KREDIT) ……………………………………….. 164
25.
Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode 1988 – 1996 ………………………………………………………………..….. 166
26.
Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode 1997 – 2000 ………………………………………………………………..….. 166
27.
Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode 2001 – 2005 …………………………………………………………….……... 167
28.
Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode 2007 – 2010 ………………………………………………………………..….. 167
29.
Simulasi Historis Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 1988 – 1996 ................................................................................. 171
30.
Simulasi Historis Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 1997 – 2000 ................................................................................. 175
31.
Simulasi Historis Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 2001 – 2005 ................................................................................. 181
32.
Simulasi Historis Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 2007 – 2010 ................................................................................. 187
33.
Perbandingan Hasil Simulasi Peningkatan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter ........... ...... ................................................................................. 194
34.
Simulasi Historis Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 1988 – 1996 .................................................................................. 196
35.
Simulasi Historis Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 1997 – 2000 .................................................................................. 201
36.
Simulasi Historis Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 2001 – 2005 .................................................................................. 207
37.
Simulasi Historis Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter periode 2007 – 2010 .................................................................................. 213
38.
Perbandingan Hasil Simulasi Penurunan 50% variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter ........... ...... ................................................................................ 219
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Hubungan antara Uang dan GDP : Mekanisme Transmisi Moneter ................................40 2. Jalur Mekanisme Transmisi Moneter ………………………………….…................…..….. 65 3.
Diagram Alir Dampak Laju Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter terhadap perekonomian Indonesia ......…..………….......…………..….….……….. ............................................. 102
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data Yang Digunakan Dalam Analisis Model Mekanisme Transmisi Tahun 1988 – 2005 Atas Dasar Indeks Harga Konsumen Tahun 1995 ..................................240 2. Hasil Ramalan Variabel Eksogen Periode 2007 – 2010 ....................................241 3. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Model Mekanisme Transmisi Moneter ......................................................................................................................... 242 4. Keterangan Simulasi Mekanisme Transmisi Moneter ................................................... 249 5. Variabel-variabel Pada Jalur-jalur Mekanisme Transmisi Moneter ............................... 250 6. Kerangka Kerja Validasi dan Simulasi........................................................................... 251 7. Daftar Variabel Disertasi – Model Mekanisme Transmisi Moneter................................ 252 8. Daftar Variabel Disertasi - Signifikansi …………………………………………….......…. 253 9. Hasil Validasi Model Mekanisme Transmisi ................................................................. 254 10. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 1988 - 1996 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)........................................... 256 11. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 1997 -2000 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)........................................... 257 12. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 2001 - 2005 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)............................................ 258 13. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Peramalan Terhadap Simulasi Dasar Periode 2007 - 2010 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%) ............................. 259 14. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 1988 - 1996 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)............................................ 260 15. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 1997 - 2000 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)............................................ 261
16. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 2001 - 2005 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)............................................ 262 17. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Periode 2007 - 2010 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50%)............................................ 263 18. Perbandingan Hasil Simulasi Dengan Menaikkan Variabel 50% Pada Setiap Jalur Mekanisme Transmisi Moneter ........................................................................... 264 19. Perbandingan Hasil Simulasi Dengan Menurunkan Variabel 50% Pada Setiap Jalur Mekanisme Transmisi Moneter ........................................................................... 265 20. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter .......................................................................... 266 21. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Suku Bunga.......................................... 267 22. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Kredit.................................................... 268 23. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Neraca.................................................. 269 24. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Ekspektasi............................................ 270 25. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Nilai Tukar (1)....................................... 271 26. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Nilai Tukar (2)....................................... 272 27. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Langsung ............................................ 273 28. Program dan Hasil Estimasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Syslin Metode 2SLS ................................ 274 29. Program dan Hasil Validasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton ................................................... 278 30. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Suku Bunga Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton.............. 293 31. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Kredit Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton .......................... 304 32. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Neraca Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton............................ 315 33. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Ekspektasi Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton .......326 34. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Nilai Tukar (1) Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton.......... 337
35. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Nilai Tukar (2) Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton ........ 348 36. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Langsung Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur Symnlin Metode Newton ...….. 359
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam negeri, telah memaksa pemerintah untuk melakukan devaluasi Maret 1983 dan keadaan ini secara keseluruhan memaksa pemerintah untuk mengevaluasi ulang terhadap strategi pembangunan yang telah dijalankan. Salah satu aspek yang mulai diperhatikan adalah pengembangan potensi sumber dana dalam negeri yang selama ini terabaikan. Untuk menunjang hal tersebut maka dikeluarkan paket deregulasi moneter perbankan Juni 1983, yang merupakan momentum awal dari paket deregulasi berikutnya. Setiap paket deregulasi moneter yang dikeluarkan membawa konsekuensi kepada perubahan jumlah uang beredar (JUB), baik dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2). Melalui paket Juni 1983, perubahan uang kuasi mengalami kenaikan tajam dari 22.38 persen menjadi 79.41 persen. Tingginya pertumbuhan uang kuasi tersebut mampu mendorong laju M2 sebesar 32 persen. Perubahan dalam kondisi yang sama juga, berlaku ketika dikeluarkannya paket deregulasi Oktober 1988, yang sanggup mendorong pertumbuhan M1 sebesar 39.76 persen dan M2 sebesar 39.78 persen (Bank Indonesia, 1989). Jumlah uang beredar sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter diharapkan memberi kontribusi positif bagi adanya perubahan aktivitas ekonomi ke arah yang lebih positif dan bagi pencapaian kinerja yang lebih baik. Aliran Moneteris menjelaskan bahwa perubahan aktivitas terjadi secara langsung sebagai akibat perubahan JUB. Pemahaman tentang proses perubahan aktivitas ekonomi bagi aliran
2
Monetaris ini berbeda dengan aliran Keynes. Aliran Keynes berkeyakinan bahwa pengaruh perubahan JUB terhadap aktivitas ekonomi tidak terjadi secara langsung, tetapi bertahap melalui apa yang dinamakan dengan mekanisme transmisi moneter (Nopirin, 1995). Namun demikian, kedua aliran sama-sama meyakini bahwa perubahan JUB akan mempengaruhi aktivitas ekonomi, yang tercermin dari perubahan tingkat pertumbuhan PDB dan konsumsi total. Untuk itu yang diperlukan adalah penelahan lebih lanjut tentang seberapa besar pengaruh perubahan JUB terhadap pertumbuhan PDB dan konsumsi total tersebut. Penelaahan
pengaruh
JUB
terhadap
aktivitas
ekonomi
haruslah
juga
memperhatikan aspek efektivitasnya. Efektivitas yang dimaksud adalah jangka waktu yang diperlukan pada saat terjadinya realisasi perubahan kebijakan moneter dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi, atau disebut beda kala (time-lag). Analisa terhadap time-lag dari suatu kebijakan moneter ini terasa menjadi penting karena akan memiliki hubungan dengan kebijakan stabilitas. Mengetahui secara tepat time-lag efektivitas dari suatu kebijakan moneter maka tingkat stabilitas ekonomi, tingkat inflasi dan aspek pemerataan lebih dapat terkendali,. Untuk mendapatkan gambaran secara utuh tentang pengaruh perubahan jumlah uang beredar terhadap aktivitas ekonomi dalam perekonomian Indonesia maka pengaruh JUB M1 dan M2 terhadap pertumbuhan PDB Indonesia baik dari sisi pertumbuhan ekonomi, stabilitas, pemerataan dan tingkat inflasi merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi, dengan tetap memperhatikan aspek time-lagnya. Sehingga pada akhirnya akan dapat disimpulkan alternatif kebijakan moneter yang lebih efektif dalam mempengaruhi pertumbuhan PDB atau kinerja perekonomian Indonesia. Pada
tahun
2001,
Bank
Indonesia
memperkirakan
bahwa
momentum
menguatnya proses pemulihan ekonomi yang terjadi di tahun sebelumnya akan semakin mantap di tahun 2001. Optimisme ini didasarkan pada asumsi bahwa proses
3
restrukturisasi ekonomi di berbagai bidang akan mencapai kemajuan yang berarti, khususnya restrukturisasi utang perusahaan dan semakin pulihnya intermediasi perbankan. Menguatnya proses pemulihan ekonomi ini juga didukung oleh harapan bahwa kondisi sosial, politik, dan keamanan di dalam negeri akan semakin membaik. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan juga masih tetap tinggi meskipun lebih lambat dari tahun sebelumnya. Dengan
nuansa
optimisme
di
awal
2001
tersebut,
Bank
Indonesia
memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2001 akan dapat mencapai 4.5 persen - 5.5 persen. Selain konsumsi, pertumbuhan ini akan dapat dicapai dengan motor penggerak utama bersumber dari investasi dan ekspor. Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi di luar dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan sebesar 4.0 persen - 6.0 persen. Sementara itu, tambahan inflasi yang merupakan dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan diperkirakan sekitar 2.0 persen - 2.5 persen. Dengan demikian, inflasi indeks harga konsumen (IHK) diperkirakan akan mencapai sekitar 6.0 persen - 8.5 persen. Sejalan dengan sasaran inflasi tersebut, sasaran pertumbuhan uang primer untuk akhir 2001 ditetapkan sebesar 11.0 persen - 12.0 persen. Dalam perkembangannya, selama tahun 2001 berbagai asumsi dan perkiraan tersebut di atas ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai permasalahan
mendasar
yang
dihadapi
perekonomian
nasional
masih
terus
berlangsung dan beberapa diantaranya menunjukkan kecenderungan yang memburuk. Perekonomian dunia menunjukkan pertumbuhan yang terus melambat dan bahkan telah mengalami resesi sejak akhir triwulan pertama 2001. Sementara di dalam negeri, kondisi sosial, politik, dan keamanan masih belum stabil, yang selama paro pertama 2001 sangat diwarnai oleh tingginya gejolak politik yang berujung pada pergantian pemerintahan di pertengahan 2001. Meskipun terdapat kemajuan, penanganan
4
program-program restrukturisasi ekonomi masih menghadapi sejumlah kendala sehingga berbagai permasalahan struktural resiko dan ketidakpastian usaha masih tetap tinggi. Berbagai
permasalahan
tersebut
telah
berdampak
negatif
terhadap
perkembangan ekonomi dan moneter selama 2001. Di sektor riil, kegiatan investasi dan produksi menjadi sangat terbatas terutama karena masih tingginya resiko dan ketidakpastian usaha, lambatnya proses restrukturisasi utang perusahaan, serta masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan dan perusahaan. Eskpor juga melambat terutama karena resesi yang terjadi pada perekonomian dunia. Di sektor perbankan, meskipun secara umum kondisi perbankan telah banyak mengalami kemajuan, fungsi intermediasi perbankan belum sepenuhnya pulih. Penyaluran kredit perbankan dan penyerapannya oleh sektor riil belum dapat berlangsung cepat baik karena berbagai permasalahan yang dihadapi di sektor riil maupun karena masih berlangsungnya konsolidasi internal di perbankan. Dengan kondisi di sektor riil dan perbankan seperti di atas, dana lebih banyak berputar di sektor keuangan tapi belum dapat dimanfaatkan di sektor keuangan dan belum dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber pembiayaan investasi dan produksi untuk mendukung proses pemulihan kegiatan ekonomi. Fungsi intermediasi pada sektor perbankan menjadi salah satu faktor yang menimbulkan tekanan pada nilai tukar dan inflasi serta mempengaruhi efektivitas transmisi kebijakan moneter pada kinerja perekonominian. Kebijakan moneter bekerja melalui suatu proses mekanisme yang lebih dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter yang merupakan proses tentang pengaruh instrumen moneter terhadap kebijakan moneter melalui jalur mekanisme transmisi yang berbeda. Pengetahuan tentang jalur mekanisme transmisi moneter memberikan sumbangan terhadap efektivitas implementasi kebijakan moneter. Hasilhasil studi terdahulu menunjukkan adanya pandangan yang berbeda terhadap jalur-jalur
5
mekanisme transmisi moneter dan cenderung lebih menekankan pada salah satu jalur mekanisme transmisi moneter.
1.2. Perumusan Masalah Dengan sejumlah permasalahan tersebut, selama 2001 kondisi ekonomi dan moneter secara umum menunjukkan kecenderungan yang memburuk. Memburuknya kondisi ekonomi dan moneter antara lain ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi, melemahnya nilai tukar, dan tingginya tekanan inflasi. Selama 2001, ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 3.3 persen, nilai tukar mengalami tekanan depresiasi sebesar 17.7 persen sehingga mencapai rata-rata Rp 10.255 per dolar, dan inflasi IHK mencapai 12.55 persen. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah terhadap inflasi tercatat sebesar 3.83 persen, lebih besar dibandingkan dengan yang diperkirakan di awal tahun sebesar 2.0 persen - 2.5 persen. Berbagai upaya dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mencapai sasaransasaran yang telah ditetapkan, baik dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter yang tersedia maupun dengan penyempurnaan peraturan dan ketentuan perbankan. Namun demikian, adanya berbagai permasalahan yang dihadapi di atas menyebabkan upaya pengendalian uang primer dan pencapaian sasaran inflasi oleh Bank Indonesia menjadi lebih sulit dilakukan. Selain karena dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan, tingginya inflasi juga didorong oleh depresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatnya ekspektasi inflasi di masyarakat. Sementara itu, tingginya uang primer yang beredar di masyarakat terutama diakibatkan oleh permintaan uang kartal yang meningkat, baik untuk kebutuhan transaksi maupun untuk motif berjaga-jaga. Dalam kondisi demikian, pengetatan moneter yang berlebihan akan mendorong tingginya kenaikan suku bunga dan dikhawatirkan dapat memperburuk resiko bagi langkah-langkah restrukturisasi perbankan dan upaya pemulihan ekonomi.
6
Dengan memperhatikan prospek ekonomi makro dan masih tingginya tingkat resiko dan ketidakpastian, tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari dampak kebijakan pemerintah di bidang harga serta masih tingginya ekspektasi inflasi, Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi IHK yang dipandang cukup realistis yang sesuai dengan kondisi perekonomian pada 2002 yaitu sebesar 9.0 persen - 10.0 persen. Namun demikian, dalam jangka waktu 5 tahun ke depan Bank Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap menurunkan inflasi sehingga dapat mencapai kisaran 6.0 persen - 7.0 persen. Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan pada upaya pengendalian uang primer dengan fokus pada penyerapan kelebihan likuiditas agar tetap sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Langkah ini perlu dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kestabilan harga tetap dapat terpelihara sehingga mampu mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, dan berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang. Secara operasional, pengendalian moneter akan dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter yang tersedia khususnya melalui operasi pasar terbuka dan sterilisasi valuta asing untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi. Di bidang perbankan, kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan sistem perbankan serta langkah mempercepat pemulihan fungsi intermediasi perbankan. Sementara itu, kebijakan di bidang sistem pembayaran akan diarahkan pada pengurangan resiko pembayaran antar bank yang dapat mengganggu kestabilan keuangan, menunjang pelaksanaan kebijakan moneter, meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran, penyempurnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan terhadap pengawasan sistem pembayaran. Menghadapi tekanan inflasi dan nilai tukar yang dirasakan semakin kuat, Bank Indonesia telah berupaya secara maksimal untuk meredam tekanan inflasi dan nilai
7
tukar dengan menempuh kebijakan di bidang moneter dan nilai tukar. Di bidang moneter, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat dengan mengendalikan uang primer sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kelebihan likuiditas perbankan yang berpotensi mendorong melemahnya nilai tukar dan menimbulkan tekanan inflasi. Dan dalam rangka mencapai sasaran uang primer secara konsisten, kebijakan pengendalian uang primer tersebut terutama dilakukan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), khususnya melalui mekanisme lelang SBI baik yang berjangka waktu 1 bulan maupun 3 bulan. Upaya ini juga didukung oleh penyerapan kelebihan likuiditas melalui intervensi rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga agar uang primer tetap berada dalam sasaran yang telah ditetapkan dan kestabilan suku bunga pasar uang tetap terpelihara. Dengan relatif besarnya kelebihan likuiditas sejalan dengan belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan, upaya pengendalian moneter melalui instrumen moneter ini membawa implikasi pada terjadinya kenaikan suku bunga SBI dan suku bunga perbankan. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar penyerapan likuiditas tersebut tidak memberikan dampak pada kenaikan suku bunga yang berlebihan, pengendalian uang primer juga dilengkapi dengan upaya penambahan pasokan valuta asing di pasar melalui kebijakan sterilisasi valuta asing. Hal ini terutama dilakukan untuk menyerap ekspansi uang primer yang berasal dari pengeluaran pemerintah dalam rupiah yang dibiayai dari penerimaan dalam valuta asing. Penambahan pasokan valuta asing melalui sterilisasi valuta asing, selain digunakan untuk menyerap uang primer, juga dimaksudkan untuk mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai tukar. Namun demikian, dalam pasar valuta asing yang masih diwarnai oleh kesenjangan antara jumlah pasokan dan permintaan valuta asing, dan upaya penambahan pasokan valuta asing melalui kebijakan sterilisasi ini kurang memadai, jika tidak didukung oleh kebijakan lain yang dapat membatasi kemampuan
8
para pelaku pasar untuk melakukan kegiatan spekulatif. Oleh sebab itu, pada tahun laporan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah juga didukung dengan kebijakan pembatasan transaksi rupiah oleh bukan penduduk dan pengawasan langsung (on-site supervision) terhadap sejumlah bank yang menguasai pangsa terbesar di pasar valuta asing. Kebijakan pembatasan transaksi rupiah tersebut dilatar-belakangi oleh perilaku bukan penduduk yang cenderung menggunakan rupiah sebagai alat spekulasi sehingga sering menimbulkan gejolak nilai tukar rupiah. Upaya ini telah cukup efektif meredam tekanan depresiasi yang berasal dari aksi spekulatif pelaku pasar valuta asing bukan penduduk yang terlihat dari perkembangan mutasi rekening rupiah bukan penduduk di perbankan dalam negeri (vostro account) yang menurun drastis. Dalam perkembangannya, upaya pengendalian uang primer tersebut tidak dapat dilakukan secara efektif karena adanya berbagai faktor di luar kendali Bank Indonesia, khususnya yang terkait dengan perilaku masyarakat dalam memegang uang kartal dan kurang efektifnya transmisi kebijakan moneter yang terkait dengan kondisi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Pertumbuhan uang primer selama 2001 mencapai rata-rata sekitar 18.2 persen atau 15.4 persen pada akhir 2001 sehingga lebih tinggi dari sasaran sebesar 11.0 persen - 12.0 persen yang ditetapkan pada awal tahun. Dilihat dari komponennya, tingginya kenaikan posisi uang primer tersebut terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan permintaan uang kartal di masyarakat yang mencapai rata-rata 20.1 persen pada 2001. Peningkatan permintaan akan uang kartal di masyarakat tersebut antara lain disebabkan oleh terjadinya pergeseran yang cukup signifikan dari struktur perekonomian Indonesia, seperti tercermin pada meningkatnya peranan usaha kecil menengah (UKM) dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut karena sektor ini lebih banyak menggunakan pembiayaan sendiri dibandingkan dengan pembiayaan dari sektor perbankan. Di samping itu, masih tingginya ketidakpastian kondisi sosial politik
9
pada 2001 telah mendorong peningkatan permintaan uang kartal oleh masyarakat untuk berjaga-jaga (precautionary motive). Kenaikan uang kartal juga dapat disebabkan oleh meningkatnya harga dan kebutuhan berjaga-jaga, disamping itu motif utama yang mendorong masyarakat meningkatkan permintaan terhadap uang kartal adalah akibat meningkatnya kebutuhan transaksi sehubungan dengan naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok. Adapun motif kedua tertinggi adalah akibat meningkatnya jenis barang dan jasa yang ingin dibeli sebagai cerminan masing meningkatnya pendapatan riil masyarakat, dan motif berjagajaga seiring dengan kurang kondusifnya situasi politik dan keamanan di dalam negeri. Sementara faktor lain seperti melemahnya nilai tukar, faktor suku bunga simpanan, dan tujuan untuk spekulasi masih relatif rendah mempengaruhi masyarakat dalam memegang uang kartal. Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, peningkatan uang primer tersebut terutama disebabkan oleh lebih besarnya ekspansi rupiah rekening pemerintah dibandingkan dengan pengaruh kontraksi OPT (Operasi Pasar Terbuka) dan sterilisasi valuta asing. Net ekspansi rupiah rekening pemerintah yang mencapai Rp 41.1 triliun terutama ditujukan untuk pembayaran gaji, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 81.3 triliun, kupon obligasi Rp 58.2 triliun, subsidi Rp 32.6 triliun, dan pembiayaan proyek Rp 27.4 triliun. Pengeluaran rupiah pemerintah ini lebih besar dibandingkan dengan penerimaannya yang terutama bersumber dari penerimaan pajak Rp 127.5 triliun dan penjualan aset dan privatisasi Rp 31.4 triliun. Sebagai ekspansi rekening rupiah tersebut juga dibiayai oleh penerimaan valuta asing pemerintah dan pengambilan simpanan pemerintah di Bank Indonesia. Penerimaan valuta asing pemerintah tersebut terutama bersumber dari penerimaan migas yang mencapai Rp 62.4 triliun, lebih besar dibandingkan dengan net pembayaran utang luar negeri pemerintah Rp 37.4 triliun.
10
Selama 2001, suku bunga SBI tenor 1 bulan meningkat secara bertahap sebesar 309 bp (basis point) menjadi 17.62 persen dan SBI tenor 3 bulan meningkat 332 bp menjadi 17.63 persen pada akhir Desember 2001. Peningkatan suku bunga SBI selama 2001 masih belum secara langsung berpengaruh pada peningkatan suku bunga deposito secara signifikan, terutama akibat masih tingginya likuiditas perbankan sebagai akibat masih tingginya ketergantungan perbankan pada SBI sebagai alternatif penempatan utama, dengan memanfaatkan selisih antara suku bunga SBI dan deposito di tengah kondisi fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Dalam pada itu, pergerakan suku bunga deposito 1 bulan yang meningkat sebesar 411 bp (Basis Poin) menjadi 16.07 persen lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan marjin suku bunga maksimum penjaminan yang selama tahun laporan telah diubah selama dua kali. Hal ini terlihat dari arah pergerakan suku bunga deposito sepanjang tahun laporan yang lebih dekat dengan suku bunga penjaminan. Sejalan dengan meningkatnya suku bunga deposito nominal itu, suku bunga riil deposito mengalami peningkatan sebesar 91 bp (Basis Poin) menjadi sebesar 3.52 persen. Tingkat suku bunga riil ini masih jauh di bawah tingkatnya pada masa sebelum krisis, terlebih jika mempertimbangkan relatif lebih tingginya premi resiko pada saat ini. Walaupun tingkat suku bunga riil deposito tersebut masih relatif rendah, kenaikan suku bunga riil ini cukup mudah menggeser portofolio dana masyarakat dari aset-aset untuk tujuan menabung (saving purposes). Hal ini tercermin dari peningkatan deposito yang lebih tinggi dari peningkatan aset-aset yang lebih likuid seperti tabungan dan simpanan giro. Kondisi ini sangat berbeda dengan perkembangannya di tahun 2000, dimana yang terjadi adalah sebaliknya, yakni terjadinya pergeseran ke arah asetaset yang lebih likuid. Sejalan dengan terjadinya peningkatan deposito tersebut di atas, pada akhir tahun pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami kenaikan sebesar 13.0 persen (y-o-y) yang melebihi pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit
11
(M1) sebesar 9.6 persen (y-o-y), walaupun secara rata-rata pertumbuhan M2 lebih rendah dari pertumbuhan M1. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan perbankan, yang merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembangunan tersebut. Kebijakan moneter dan perbankan sering dipandang mempunyai kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat dicapai dengan kebijakan tersebut. Disatu sisi hal ini dapat dipahami mengingat sektor moneter dan perbankan memang mempunyai fungsi yang mampu memberikan pelayanan pada bekerjanya sektor riil, baik kegiatan investasi, produksi, distribusi maupun konsumsi. Sektor moneter-perbankan dan karenanya juga kebijakan moneter perbankan, hanyalah salah satu bagian dari keseluruhan kebijakan pembangunan nasional yang secara bersama-sama dalam suatu sinergi diarahkan untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan ekonomi secara efektif. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya merupakan akibat dari semakin cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global, dimana pada saat yang sama perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien belum tertata dengan baik. Dengan kondisi fundamental ekonomi mikro yang disertai gejolak nilai tukar, yang sebenarnya hanya merupakan efek penularan (contagion effect) dari yang terjadi di Thailand, telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat parah sehingga kondisi stagflasi dan instabilitas mewarnai ekonomi Indonesia, khususnya pada perioda selama tahun 1998. Penurunan nilai tukar rupiah yang tajam disertai dengan terputusnya akses ke sumber dana luar negeri menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen domestik pada barang dan jasa impor. Upaya pemulihan ekonomi nasional telah ditempuh oleh pemerintah melalui langkah-langkah kebijakan
12
yang
bersifat
menyeluruh
yang
tidak
hanya
menyangkut
program
stabilisasi
makroekonomi (kebijakan moneter dan fiskal) tetapi juga program reformasi di bidang keuangan dan sektor riil. Sektor perbankan memiliki peranan yang penting dalam proses kebangkitan (recovery)
perekonomian
secara
keseluruhan.
Disamping
peranannya
dalam
penyelenggaraan transaksi pembayaran nasional dan menjalankan fungsi intermediasi (penyaluran dana dari penabung ke investor), sektor perbankan juga berfungsi sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Dengan industri perbankan yang umumnya sedang mengalami kesulitan, transmisi kebijakan moneter melalui sektor perbankan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Di Indonesia telah dilakukan penelitian tentang jalur-jalur mekanisme transmisi moneter. Meskipun demikian, penelitian tersebut umumnya lebih menekankan pada jalur mekanisme transmisi moneter tertentu atau dua sampai empat jalur mekanisme transmisi moneter dan belum pernah dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dalam memetakan peran dari jalur-jalur mekanisme transmisi moneter terhadap pencapaian kinerja makroekonomi. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan penelitian yang perlu mendapat perhatian adalah: 1. Bagaimana peran jalur-jalur mekanisme transmisi moneter dan fungsi intermediasi sektor perbankan terhadap kinerja perekonomian Indonesia dalam kaitannya dengan pelaksanaan kebijakan moneter ? 2. Bagaimana gambaran perilaku dan efektivitas dari jalur-jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi kinerja perekonomian ? 3. Bagaimana perilaku instrumen kebijakan moneter dalam kaitannya dengan operasi pasar terbuka ?
13
1.3. Tujuan Penelitian Dari fenomena yang diuraikan di atas dan terkait dengan permasalahan mengenai dampak jalur-jalur dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia maka tujuan penelitian adalah: 1. Membangun model makroekonometrika mekanisme transmisi moneter yang mengintegrasikan berbagai alternatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter. 2. Menganalisis dampak perubahan instrumen kebijakan moneter dalam jalur-jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. 3. Mengkaji efektivitas jalur-jalur mekanisme transmisi moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup kajian ini dibatasi pada peranan tujuh jalur mekanisme transmisi moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan variabel makro ekonomi nilai tukar, Inflasi (Indeks Harga Konsumen) dan Produk Domestik Bruto Indonesia (PDBI) dan oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor yang terkait dengan instrumen kebijakan moneter tersebut seperti tingkat suku bunga, nilai tukar, kredit, neraca perusahaan, investasi, cadangan wajib minimum dan variabel makroekonomi lainnya. Dalam menganalisa dampak jalur mekanisme transmisi moneter terhadap kinerja ekonomi Indonesia sebagai indikator makroekonomi dibatasi pada aspek-aspek yang terkait dengan bidang moneter pada khususnya dan kinerja ekonomi tersebut direpresentasikan oleh indikator makroekonomi sebagai berikut : 1. Pertumbuhan ekonomi yang diperlihatkan melalui perubahan produk domestik bruto. 2. Stabilitas ekonomi ditunjukkan melalui nilai tukar dan tingkat inflasi (indeks harga konsumen).
14
1.5. Keterbatasan Penelitian Dalam kajian ini dilakukan aggregasi dan tidak dilakukan analisis terhadap jenis uang yang beredar (M1,M2, dan M3). Penelitian ini hanya bisa menangkap sebagian pencapaian target makroekonomi dan tidak dilakukan pengujian unit root dan stationarity. Hal ini dikarenakan relatif pendeknya time series data yang dimiliki yaitu data periode tahun 1988 – 2005 (tahunan) atau 18 observasi (n). Hal tersebut menyebabkan relatif kecilnya degree of freedom. Kinerja perekonomian Indonesia yang diamati lebih dititikberatkan pada pendapatan nasional, inflasi dan stabilitas nilai tukar dari sisi aggregate demand dengan menggunakan pendekatan moneter. Model mekanisme transmisi moneter yang dibangun lebih ditekankan pada sisi moneter dan tidak mengupas lebih jauh dari sisi penawaran agregat.
1.6. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi otoritas moneter, pemerintah, penelitian lanjutan dan ilmu pengetahuan yaitu : 1. Membangun model mekanisme transmisi moneter dalam bidang ekonomi moneter khususnya dalam hal jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter. 2. Memberikan alternatif bagi pemerintah dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam memilih jalur mekanisme transmisi yang efektif dalam mentransmisikan kebijakan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. 3. Memberikan kontribusi bagi pemerintah dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam kaitan merumuskan kebijakan moneter yang diperlukan untuk mengantisipasi
gejolak
moneter
dalam
era
globalisasi,
khususnya
yang
15
berhubungan
dengan
pencapaian
sasaran
pertumbuhan
ekonomi,
neraca
pembayaran yang berimbang dan tingkat inflasi yang terkendali. 4. Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat melalui alternatif jalur mekanisme transmisi moneter yang paling efektif. 5. Untuk penelitian lebih lanjut dan pengembangan serta perbaikan pemodelan dalam kajian ekonomi moneter khususnya dan dalam kaitannya dengan memperkaya khasanah analisis model makroekonometrika pada umumnya.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter dan Mekanisme Transmisi Kebijakan moneter berlangsung melalui mekanisme transmisi untuk menggeser permintaan agregat, sehingga akan mengubah keseimbangan tingkat pendapatan nasional. Kenaikan JUB (Jumlah Uang Beredar) bersifat ekspansif, sedangkan penurunan JUB bersifat kontraktif dan besarnya pergeseran permintaan agregat sebagai reaksi atas kenaikan JUB tergantung pada besarnya kenaikan investasi dan perubahan JUB akan menyebabkan perubahan yang besar pula pada pengeluaran untuk investasi.. Dalam hal ini terdapat perbedaan pandangan antara moneteris dan Keynesian. Monetaris berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang sangat efektif. Keynesian berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang relatif kurang efektif, perubahan JUB akan menyebabkan perubahan yang kecil saja pada sukubunga, yang kemudian mengakibatkan perubahan kecil pada pengeluaran untuk investasi. Penawaran uang di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan berkembangnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang memungkinkan berkembangnya jenis tabungan dan deposito berjangka. Keinginan masyarakat untuk menabung dan mendepositokan uangnya sangat dipengaruhi oleh kemudahan dalam memperolehnya dan berbagai fasilitas yang ditawarkan dikalangan perbankan. Hal ini dimungkinkan bila pemerintah juga turut campur tangan dalam berbagai kebijakan deregulasi maupun regulasi bidang moneter khususnya dan ekonomi pada umumnya. Dari uraian di atas ditunjukkan bahwa perubahan JUB mempengaruhi aktivitas ekonomi dan pengaruh tersebut terjadi melalui proses mekanisme transmisi. Perubahan aktivitas ekonomi tercermin melalui perubahan PDB maupun konsumsi (C), maka
17
hubungan pengaruh JUB terhadap perubahan PDB maupun konsumsi dan perlu diperhatikan pengaruh dari aspek time-lag. Jumlah uang yang beredar terkait erat dengan jumlah permintaan uang dari masyarakat dan salah satu bentuk kajian kuantitatif terhadap perilaku permintaan uang dapat dilakukan dengan pendekatan neural network, yaitu suatu pendekatan untuk menganalisa hubungan antar variabel, terutama yang bersifat non linier, dengan mendasarkan pada adanya proses pembelajaran (learning process) perilaku variabel di dalam sistem. Berbeda dengan pendekatan linier, pendekatan neural network mengetengahkan pengaruh non linier melalui penggunaan hidden layer of neurons yang bereaksi terhadap perubahan input variabel yang diamati (x), yang selanjutnya pengaruh tersebut pada output variabel yang diamati (y). Pendekatan neural network dapat menunjukkan
perilaku
agen-agen
ekonomi
dalam
sistem
melakukan
proses
pembelajaran dalam rangka menghasilkan keputusan yang rasional. Esensi dari proses pembelajaran adalah bahwa masyarakat pada saat awal akan bereaksi secara lambat terhadap informasi baru dan pengaruh-pengaruh yang tidak terduga, tetapi begitu pengaruh tersebut diyakini bersifat permanen, atau dapat dipahami dengan lebih baik, penyesuaian perilaku akan dilakukan dengan lebih cepat. Pada titik kritis tertentu, pengaruh tersebut akan berkurang secara berangsur-angsur dan karakteristik hasil pengujian memperlihatkan adanya beberapa keunggulan secara statistik pada pendekatan neural network dibandingkan pendekatan linier. Pengkajian terhadap permintaan uang dengan pendekatan neural network membuahkan beberapa implikasi. Pertama, pergerakan fluktuatif nilai tukar telah mempengaruhi perilaku permintaan uang di Indonesia. Dengan adanya pengaruh tersebut, meskipun hanya bersifat jangka pendek, kebijakan stabilisasi nilai tukar menjadi prioritas utama. Stabilitas nilai tukar akan mampu mengendalikan ekpektasi yang pada gilirannya akan dapat mempengaruhi perilaku permintaan uang dan
18
mengembalikan permintaan uang pada keseimbangan jangka panjang. Kedua, sejalan dengan upaya kebijakan stabilisasi nilai tukar tersebut, upaya mengembalikan bahkan meningkatkan merupakan
kepercayaan
agenda
penting
masyarakat dalam
terhadap
mempengaruhi
sistem
perbankan
perilaku
nasional
permintaan
uang.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya restrukturisasi perbankan menuju perbankan yang sehat, kuat, dan terpercaya serta penciptaan sistem penjaminan dana nasabah dengan kredibilitas yang tinggi merupakan tindak lanjut dari agenda ini. Ketiga, upaya pengendalian suku bunga oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus tetap dilakukan dengan hati-hati, sehingga akan memperoleh dampak yang optimal dalam mempengaruhi perilaku permintaan uang di Indonesia. Pengkajian pengaruh gejolak nilai tukar terhadap perilaku permintaan uang dilakukan pada dua jenis uang yaitu uang kartal dan uang kuasi pada periode sampel Januari 1985 – Desember 1996. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa variabel suku bunga sebagai salah satu variabel yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, merupakan variabel yang memberikan kontribusi terhadap perilaku permintaan uang. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam kondisi normal suku bunga merupakan variabel yang dapat mempengaruhi ekspektasi pemegang uang yang pada gilirannya akan berdampak terhadap portofolio aset masyarakat. Interpretasi lebih lanjut dengan kondisi ini adalah bahwa pengendalian suku bunga yang tepat dalam kerangka pengendalian moneter akan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap besaran-besaran moneter yang tercermin pada perilaku memegang uang. Hasil yang lebih baik diperlihatkan oleh variabel nilai tukar yang digunakan sebagai variabel penjelas perilaku permintaan uang, walaupun kondisi ideal tersebut tidak terpenuhi pada bulan November 1997. Hasil kajian yang menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah yang fluktuatif sangat mempengaruhi pola permintaan uang dan ekspektasi terhadap perkembangan nilai tukar pada periode berikutnya telah
19
mempengaruhi ekspektasi nilai riil aset yang dimiliki. Guna mempertahankan bahkan meningkatkan nilai riil aset yang dimiliki tersebut, sebagian masyarakat lebih cenderung memegang uang tunai, yang pada satu saat akan dikonversi menjadi aset berdenominasi mata uang asing ataupun dibelanjakan pada aktiva tetap. Interpretasi lebih lanjut terhadap hasil yang kurang baik pada bulan November 1997 mengindikasikan terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional. Kebijakan penutupan izin usaha bank pada awal November 1997, yang belum diimbangi dengan sistem penjaminan terhadap dana masyarakat di sistem perbankan, telah menimbulkan kepanikan masyarakat pemilik dana di sistem perbankan nasional. Kepanikan tersebut kemudian diikuti dengan perilaku untuk cenderung lebih menyukai memegang uang tunai dibandingkan menanamkannya di perbankan nasional.
2.2.
Keterkaitan Nasional
Mekanisme
Transmisi
Moneter
dan
Perekonomian
Dengan konsistensi kebijakan moneter yang ditempuh khususnya dalam mengendalikan likuiditas perekonomian sedemikian rupa sehingga tidak melebihi kebutuhan riilnya yang berakibat tekanan laju inflasi dari sisi permintaan (inflasi inti) mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi inti tersebut juga diiringi oleh berkurangnya tekanan harga dari sisi penawaran sehingga tingkat laju inflasi mengalami penurunan yang tajam. Kestabilan moneter juga berdampak positif pada perkembangan nilai tukar rupiah yang selama tahun laporan semakin stabil dan cenderung menguat. Sejalan dengan pencapaian kestabilan nilai rupiah tersebut, suku bunga SBI yang dijadikan rujukan (benchmark) bagi pasar uang juga mengalami penurunan dan diikuti oleh penurunan suku bunga dana dan kredit perbankan. Analisis penawaran uang pun dibutuhkan untuk mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah sebagai otoritas dibidang moneter. Pemerintah, dalam hal ini adalah Bank Indonesia, dapat menempuh suatu kebijakan moneter yang bertujuan
20
untuk mencapai stabilitas moneter. Tujuan tersebut tercantum dalam pasal 7 Undangundang No.13 tahun 1968 tentang tujuan bank sentral yaitu: (1). Mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah. (2). Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja, guna meningkatkan taraf hidup rakyat dan seperti yang diundangkan pada tahun 1999 UU no. 23, Undang-undang bank sentral yang baru memberikan mandat yang jelas bagi Bank Indonesia untuk melakukan kebijakan moneter : Pertama, tujuan Bank Indonesia difokuskan untuk pencapaian dan memelihara stabilitas nilai rupiah (mata uang), dalam arti inflasi dan nilai tukar. Kedua, bank
sentral
diberikan
independensi
dalam
menetapkan
target
inflasi
(goal
independence) dan dalam mengimplementasikan kebijakan moneter (instrument independence). Ketiga, keputusan pada kebijakan moneter diserahkan pada gubernur Bank Indonesia tanpa intervensi dari pemerintah ataupun departemen lainnya. Keempat, mekanisme yang jelas bagi akuntabilitas dan transparansi dari kebijakan moneter dan bank Indonesia perlu mengumumkan target inflasi dan rencana kebijakan moneter pada awal tahun dan memberikan laporan kuartalan terhadap parlemen bagi implementasi kebijakan moneter. Kerangka kerja yang sekarang dilakukan dalam kaitannya dengan pelaksanaan kebijakan
moneter
adalah
didasarkan
pada
perencanaan
moneter
dengan
menggunakan base money sebagai target operasional. Secara operasional, target moneter berdasarkan money base digunakan sebagai dasar bagi operasi pasar terbuka (open market operation) yang dikelola oleh bank Indonesia melalui lelang mingguan sertifikat
bank
Indonesia
(SBI).
Instrumen
kebijakan
moneter
ini
merupakan
komplementasi dari operasionalisasi secara langsung dalam pasar uang , untuk membantu menangani likuiditas yang disebut “Intervensi Rupiah”. Bank Indonesia selalu melakukan intervensi pada pasar mata uang luarnegeri, yang sering disebut “Sterilisasi
21
mata uang asing” untuk membantu operasi pasar dalam menyerap likuiditas dan untuk menstabilkan nilai tukar. Undang-undang yang baru menetapkan bahwa Bank Indonesia menetapkan target tingkat inflasi setiap tahun dan mengarahkan kebijakan moneter untuk mencapai target yang ditetapkannya. Secara definitif, target inflasi adalah suatu kerangka kerja dari kebijakan moneter dengan diumumkan pada masyarakat tentang target inflasi resmi dan beberapa persiapan masih dibutuhkan sebelum bank sentral setuju dengan penetapan target inflasi diharapkan. Pada prakteknya kebijakan moneter adalah merupakan tujuan pemrograman base money yang bertujuan untuk mencapai target inflasi dan Bank Indonesia melakukan sejumlah penelitian yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan pembentukan kebijakan moneter. Kerangka kerja yang baru dari kebijakan moneter dengan tingkat sukubunga sebagai target operasional didesain sebagai salah satu faktor yang bekerja dengan pertimbangan kompatibilitas tingkat sukubunga sebagai target operasional bagi kerangka kerja target inflasi. Upaya-upaya yang terkait dengan pembentukan kebijakan moneter mencakup beberapa bidang kajian yaitu : 1. Inflation Forcasting Bank Indonesia telah mengembangkan model makroekonomi skala kecil dengan beberapa persamaan untuk memprediksi inflasi. Model tersebut digunakan sebagai masukan bagi penetapan target inflasi tahunan dan pengawasan periodik dari prediksi inflasi yang terjadi. Sebagai perbaikan dari model yang sudah ada maka dikembangkan horison waktu optimal dari target inflasi jangka menengah dan mendesain kebijakan moneter untuk mencapai target inflasi tersebut. Pengembangan model tersebut menekankan indikator utama dari tingkat inflasi dan untuk mengembangkan variabel informasi bagi pembuatan kebijakan moneter.
22
Kerangka kerja target inflasi suatu kebijakan moneter secara aktif bereaksi terhadap perkembangan tingkat inflasi dimasa mendatang dan kerangka kerja operasional dibutuhkan karena dapat menetapkan target inflasi yang optimal dan untuk memprediksi kecenderungan inflasi serta dapat memberikan umpan balik.
2. Exchange Rate Forcasting Dalam skala perekonomian kecil, perilaku nilai tukar secara signifikan mempengaruhi perekonomian dan tingkat inflasi. Hal ini merupakan masalah yang krusial bagi negara Indonesia yang telah memiliki pengalaman dengan melemahnya dan tidak pastinya nilai tukar dan akibat langsung dari nilai tukar pada tingkat inflasi. Untuk memprediksi nilai tukar jangka pendek, Bank Indonesia menggunakan model perilaku nilai tukar efektif (BEER – behavior effective exchange rate) yang mencakup variabelvariabel
bagi
faktor
fundamental
(perbedaan
tingkat
sukubunga,
nilai
tukar
perdagangan, dan produktivitas) dan faktor-faktor teknis (tingkat resiko). Model-model yang dikembangkan perlu mempertimbangkan masalah resiko (risk premium) agar prediksi nilai tukar yang dihasilkan dapat lebih baik dan hal ini dapat dicapai melalui beberapa cara termasuk melalui analisa pada struktur mikro dari perilaku mata uang asing.
3. Macroeconomic Modeling Analisa dan prediksi variabel makroekonomi juga merupakan faktor kunci bagi pembuatan kebijakan moneter. Hal ini khususnya penting untuk melihat interaksi antara perilaku inflasi dan berbagai macam variabel makroekonomi dan pengertian yang lebih baik tentang bagaimana kebijakan moneter ditransmisikan kedalam berbagai macam variabel makroekonomi dan akhirnya ditransmisikan pada inflasi. Bank sentral mengembangkan model makroekonomi kuartalan (Quarterly Macroeconomic Model) sebagai suatu teknik analisis dan prediksi (SOFIE – Short term Forcasting model for
23
Indonesia Economy) dan model makroekonomi stokastik dinamis untuk skenario kebijakan ( GEMBI – General Equilibrium Model for Indonesia).
4. Monetary Policy Transmission Kebijakan moneter akan mempengaruhi inflasi dan perekonomian melalui jalur yang berbeda seperti uang, tingkat sukubunga, kredit, harga aset dan ekspektasi. Hal ini merupakan bidang yang krusial dan sulit untuk secara tepat dapat diakses kebijakan moneter dan hal tersebut dikenal dengan istilah “black box” area (warjiyo dan Agung, 2002). Sebagai bagian yang integral dalam meningkatkan keefektifan dari kebijakan moneter dan sebagai dasar bagi pembentukan kerangka kerja target inflasi, Bank Indonesia melakukan penelitian yang komprehensif tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur-jalur mekanisme transmisi yang berbeda
(tingkat
sukubunga, neraca, kredit, nilai tukar, ekspektasi dan harga aset).
5. Policy Information Variables Pengertian tentang perilaku inflasi dan variabel makroekonomi lainnya merupakan kunci bagi pembuatan kebijakan moneter. Pengembangan kebijakan variabel informasi menjadi penting bagi otoritas untuk dapat memformulasikan kebijakan moneter yang lebih baik. Variabel-variabel tersebut secara mendasar merupakan indikator yang merefleksikan kecenderungan ekonomi dan jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter yang merupakan faktor krusial bagi tercapainya target inflasi (prediksi inflasi dan ekspektasi, prediksi nilai tukar, aktivitas riil ekonomi, agregat moneter, kredit, tingkat sukubunga) dan hal ini dapat dikembangkan melalui model formal dari prediksi inflasi, prediksi nilai tukar, dan model struktural makroekonomi.
24
6. Monetary Operating Procedures Pengembangan
operasi
moneter
merupakan
bidang
yang
sebaiknya
diperhatikan secara seksama, khususnya dalam implementasi kerangka kerja target inflasi, Bank Indonesia perlu memberikan tanggapan secara aktif dalam merancang kebijakan moneter bagi jalur inflasi di masa yang akan datang. Bank Indonesia sebagai bank sentral merancang prosedur operasi moneter baru melalui target sukubunga sebagai target operasi. Hal ini merupakan bidang krusial lain yang perlu dikaji secara serius, bukan hanya karena hal tersebut merupakan kerangka kerja baru bagi Bank Indonesia tetapi hal itu adalah fungsi dari operasi moneter
yang merupakan faktor
utama bagi keberhasilan penerapan kebijakan moneter. Setelah kebijakan moneter menetapkan target tingkat sukubunga selanjutnya ditetapkan target operasi yang akan digunakan dan kombinasi instrumen moneter operasi pasar terbuka perlu dirancang. Monitoring kebijakan moneter perlu dilakukan agar target operasi sukubunga dapat dimengerti oleh pasar dan ditransmisikan dengan baik pada jalur tingkat sukubunga dalam mempengaruhi inflasi dan perekonomian. Disamping itu pengertian tentang struktur mikro pasar uang juga memiliki pengaruh pada implementasi operasi moneter pada umumnya. Sejak undang-undang BI tahun 1999, Bank Indonesia sebagai bank sentral memberi
arah
pada
kebijakan
moneter
yang
ditetapkan.
Untuk
mendukung
pembentukan kebijakan moneter, analisa dan prediksi inflasi dan persiapan bagi rekomendasi keputusan kebijakan moneter. Strategi komunikasi dan transparansi terhadap
masyarakat
perlu
terus
diintensifkan
agar
kebijakan
moneter
yang
diimplementasikan oleh otoritas moneter dapat dimengerti oleh agen ekonomi dan dapat secara lebih baik ditransmisikan pada indikator perekonomian. Secara umum kebijakan sistem pembayaran terdiri dari kebijakan pengedaran uang dan peningkatan pelayanan jasa Bank Indonesia di bidang lalu lintas pembayaran.
25
Dilihat dari jenis uang, perbandingan antara uang kertas dan uang logam sepanjang 2001 tidak banyak mengalami perubahan, dengan pangsa masing-masing jenis uang sebesar 98 persen untuk uang kertas dan 2 persen untuk uang logam. Selain menyediakan uang dalam jumlah yang cukup, Bank Indonesia juga senantiasa menjaga agar kualitas uang yang dipegang masyarakat terjaga kualitasnya dengan cara melakukan clean money policy yaitu menarik dan memusnahkan uang yang tidak layak edar atau Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) serta mengganti uang yang dimusnahkan tersebut. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh konsumsi rumah tangga. Pengeluaran konsumsi dalam tahun 2001 tumbuh sebesar 6.2 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3.9 persen. Meningkatnya konsumsi terutama didorong oleh meningkatnya kepercayaan konsumen (consumer confidence) yang ditunjang oleh meningkatnya gaji dan pendapatan serta meningkatnya pembiayaan untuk konsumsi, baik yang bersumber dari perbankan maupun dari perusahaan pembiayaan seperti kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Sementara itu, investasi dan ekspor yang semula diharapkan tetap menjadi motor pertumbuhan pada 2001 mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu menggembirakan, yaitu hanya tumbuh masing-masing sebesar 4.0 persen dan 1.9 persen atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhannya di tahun 2000 yang masing-masing tumbuh sebesar 21.9 persen dan 26.5 persen. Investasi yang melemah tercermin dari sangat rendahnya realisasi investasi baru baik yang dilakukan asing (PMA) maupun domestik (PMDN) dan menurunnya impor bahan baku dan barang modal yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 8.5 persen dan 10.2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rendahnya investasi ini tidak terlepas dari tingginya resiko investasi akibat masih adanya gangguan keamanan, ketidakpastian penegakan hukum, dan perselisihan
26
perburuhan. Di samping itu, faktor keterbatasan pembiayaan investasi akibat belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan dan adanya peraturan-peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi daerah juga turut membatasi kegiatan investasi. Depresiasi nilai tukar rupiah telah berdampak pada naiknya biaya faktor produksi sehingga mengurangi daya saing produk ekspor Indonesia, yang sebagian besar memiliki kandungan impor yang tinggi dan sumbangan konsumsi, investasi, dan ekspor terhadap laju pertumbuhan PDBI dalam tahun laporan masing-masing mencapi 4.8 persen, 0.9 persen, dan 0.6 persen. Di sisi penawaran, hampir seluruh sektor mencatat pertumbuhan yang positif walaupun dengan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2000, kecuali sektor pertambangan kontraksi. Beberapa sektor yang mencatat pertumbuhan cukup berarti adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik, air dan gas. Namun demikian, kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yang pada awal tahun diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi ternyata tidak mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi. Permasalahan utama yang membatasi pertumbuhan sektor tersebut adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan usaha dan meningkatnya biaya produksi sehubungan dengan timbulnya berbagai kebijakan pemerintah di bidang harga. Di samping itu dari sisi sektor industri, dalam merespon perkembangan nilai tukar rupiah yang melemah, produsen tidak hanya menaikkan harga jual
namun
juga
mengurangi volume
produksi sehingga
secara
keseluruhan
menurunkan produksi industri pengolahan dan kapasitas produksi industri pun menunjukkan penurunan akibat terus melemahnya investasi, walaupun kapasitas produksi tersebut secara agregat masih lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan agregat.
27
Dari sisi eksternal, kinerja neraca pembayaran pada 2001 diperkirakan masih menunjukkan
perkembangan
yang
kurang
menggembirakan.
Sejalan
dengan
melemahnya kinerja ekspor, perkembangan transaksi berjalan sepanjang tahun laporan menunjukkan kinerja yang memburuk, tercermin dari menurunnya surplus dari $8.0 miliar (5.3 persen dari PDB) pada tahun 2000 menjadi sebesar $5.0 miliar (3.4 persen dari PDB) pada tahun laporan. Di sisi lalu lintas modal, defisit lalu lintas modal pemerintah dan belum pulihnya arus modal swasta asing menyebabkan defisit neraca modal mengalami peningkatan, yaitu dari defisit sebesar $6.8 miliar pada tahun sebelumnya menjadi sebesar $8.9 miliar yang terdiri dari defisit lalu lintas modal pemerintah sebesar $0.3 miliar. Dengan perkembangan tersebut di atas, secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar $1.4 miliar dan cadangan devisa pada akhir 2001 tercatat sebesar $28.0 miliar, atau setara dengan 6.1 bulan nilai impor dan pembayaran cicilan pinjaman pemerintah. Kerangka kebijakan moneter yang paling sesuai untuk suatu perekonomian khususnya pada negara small open economy tidak terlepas dari pemahaman tentang berlakunya mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam kaitan dengan pencapaian target makroekonomi. Suatu negara dikatakan open country apabila negara tersebut memiliki hubungan dengan negara luar dan hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya sektor ekspor, impor, nilai tukar valuta asing dan investasi asing baik berupa barang maupun jasa, sedangkan suatu negara dikatakan ”small” apabila negara tersebut merupakan negara yang tidak dapat mempengaruhi harga dunia dan berperan sebagai ”price taker”. Secara teoritis, terdapat dua jalur mekanisme transmisi yaitu melalui jalur jumlah uang beredar (quantity targeting) dan jalur harga melalui suku bunga (price targeting). Dalam kerangka kerja yang berlaku di Indonesia, mekanisme transmisi kebijakan moneter mengikuti pendekatan kuantitas yang diawali dari monetary base sebagai target operasional. Melalui agregat moneter M1, M2 sebagai intermediate
28
target, kebijakan moneter diharapkan mampu mempengaruhi output dan inflasi. Meskipun pendekatan kuantitas dianggap efektif selama kurun waktu yang lalu, khususnya sejak awal tahun 1990-an, pendekatan tersebut mendapat tantangan yang cukup berat. Perkembangan yang sangat cepat di pasar uang akibat serangkaian deregulasi dan semakin terintegrasinya perekonomian domestik dengan luar negeri menyebabkan hubungan antara agregat moneter dengan output dan inflasi menjadi tidak stabil akibatnya kebijakan moneter berdasarkan pendekatan kuantitas menjadi kurang dapat diandalkan. Kebijakan moneter sejak periode krisis hingga sekarang sudah difokuskan kepada pencapaian kestabilan nilai rupiah dan masih mengandalkan kepada jalur-jalur mekanisme transmisi moneter. Dalam hal ini, pengendalian uang primer melalui operasi pasar terbuka dilakukan melalui dua instrumen utama yaitu penjualan SBI dan intervensi langsung di pasar uang antar bank (intervensi rupiah). Sementara itu, guna mengendalikan ekspansi moneter yang berasal dari pengeluaran pemerintah dan sekaligus menambah pasokan valas untuk stabilisasi rupiah, BI melakukan sterilisasi di pasar valas. Namun, penggunaan quantity-based structure sebagai kerangka kebijakan moneter pada masa krisis lebih dilakukan karena pertimbangan besarnya kebocoran moneter yang harus diserap, bukan oleh pertimbangan yang lebih mendasar seperti adanya hubungan yang stabil antara inflasi dan agregat moneter.
2.3. Target Operasional Mekanisme Transmisi Moneter Target operasi dapat secara ketat dikendalikan oleh bank sentral dan merepresentasikan langkah awal dalam mekanisme transmisi moneter. Bank sentral sebagai institusi monopolistik dari uang yang dapat mengendalikan harga (tingkat sukubunga jangka pendek) atau kuantitas (monetary base atau komponen didalamnya seperti cadangan bank, cadangan internasional bersih, aset domestik bersih). Jika bank
29
sentral memiliki informasi yang sempurna tentang kondisi pasar setiap saat, ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam permintaan dan penawaran uang yang diakibatkan dari fluktuasi dari tingkat sukubunga pasar uang dapat diminimalisir. Target operasional terkait dengan target antara (nilai tukar atau agregat moneter) atau variabel indikator dari kebijakan moneter. Target operasi yang dipilih oleh bank sentral untuk mengendalikan variabel moneter tergantung pada strategi kebijakan moneter bank sentral (penggunaan dari variabel antara atau variabel indikator), dan pilihan dari target operasi tersebut akan mempengaruhi instrumen kebijakan (operasi pasar terbuka, fasilitas tersedia, SWAP mata uang luar negeri) yang digunakan oleh bank sentral. Secara bagan hal tersebut di atas dapat dilihat pada skema di bawah ini : Instrumen Æ Target Operasi Æ Target antara Æ Tujuan Utama Strategi moneter bank sentral juga mempengaruhi pilihan terhadap target operasi. Untuk mencapai tujuan utama, bank sentral menggunakan target antara atau variabel indikator. Hal ini akan menjadi sistem yang kompleks dalam proses mentransmisi kebijakan moneter dan 4 tipe strategi kebijakan moneter dapat dibedakan berdasarkan target antara atau variabel indikator yang digunakan : 1. Exchange rate targeting 2. Monetary targeting 3. Kombinasi dari Exchange rate dan target moneter 4. Direct targeting dari tujuan utama dengan mengikuti variabel indikator khususnya target inflasi.
Pada saat yang sama, pilihan strategi kebijakan moneter juga merefleksikan pandangan jalur transmisi moneter pada tujuan utama kebijakan moneter melalui nilai tukar, tingkat sukubunga dan agregat moneter. Variabel harga digunakan sebagai target operasional dalam strategi kebijakan moneter sementara mentargetkan variabel
30
kuantitas hanya sesuai untuk target moneter dan target nilai tukar. Target nilai tukar, neraca modal terbuka dan tingkat sukubunga disesuaikan untuk menjaga nilai tukar yang ditetapkan dan perubahan nilai tukar dapat disebabkan oleh kekuatan dari pasar pada saat bank melakukan intervensi non sterilisasi dan hal ini terbatas oleh jumlah aliran modal yang relatif berpengaruh terhadap cadangan bank sentral dan akses terhadap cadangan luarnegeri. Dasar agregat moneter menjadi lebih baik pada saat pasar uang tidak terlalu baik perkembangannya dan bank sentral tidak memiliki instrumen bagi target tingkat sukubunga. Pada kondisi inflasi tinggi atau hiperinflasi terdapat hubungan antara pertumbuhan agregat moneter dan inflasi dan pertumbuhan yang cepat dari sumber kreasi uang, kredit bank sentral terhadap pemerintah dan sektor perbankan akan membawa faktor inflasi mempengaruhi pertumbuhan base money, tingkat sukubunga jangka pendek yang sesuai dengan target operasional dalam regim target moneter pada saat multiplier uang berfluktuasi secara kuat. Kebijakan moneter difokuskan pada target nilai tukar, tingkat sukubunga jangka pendek merupakan target operasional yang harus dicapai. Strategi kebijakan moneter yang menggunakan variabel indikator (target antara), khususnya target inflasi, tingkat sukubunga
jangka
pendek
merupakan
target
operational
yang
paling
baik.
Mengendalikan target operasional instrumen kebijakan moneter yang spesifik dapat digunakan untuk mengelola likuiditas harian, mengendalikan tingkat sukubunga jangka pendek atau agregat moneter dan terdapat beberapa instrumen moneter yang perlu mendapat perhatian dalam mengendalikan target operasional yaitu :
1. Fasilitas tersedia (standing facilities) Bank sentral menyediakan kredit melalui pembiayaan kembali fasilitas dengan menginjeksi likuiditas ke dalam sistem perbankan, sementara penerimaan simpanan
31
oleh pihak perbankan akan mengurangi likuiditas, aset domestik bersih, cadangan bank dan ekspansi moneter. Operasional fasilitas yang tersedia dilakukan melalui fasilitas deposit dari bank sentral yang mengubah komposisi hutang bank sentral terhadap bank lainnya.
2. Operasi pasar terbuka (open market operation) Pengaruh menyeluruh dari operasi pasar terbuka adalah identik dengan fasilitas pembiayaan tersedia seperti yang telah dijelaskan di atas. Pembelian pasar terbuka akan meningkatkan cadangan perbankan, aset domestik bersih dan agregat moneter sedangkan penjualan pasar terbuka akan mengakibatkan penurunan cadangan perbankan dan agregat moneter.
3. Tipe operasi pasar terbuka (open market – tipe operation) Perbedaan antara tipe operasi pasar terbuka dan operasi pasar terbuka adalah perbedaan lokasi operasionalisasi dari keduanya yaitu tipe operasi pasar terbuka beroperasi di pasar primer
sedangkan operasi pasar terbuka bergerak di pasar
sekunder. Tipe operasi pasar terbuka dapat diarahkan oleh perusahaan saham pemerintah atau bank sentral dan dalam kasus penjualan surat berharga bank sentral akan meningkatkan hutang dari bank sentral, sedangkan dalam kasus pembelian surat berharga pemerintah akan meningkatkan deposit dari bank sentral.
4. Lelang kredit dan deposit (credit & deposit auctions) Pengaruh dari lelang kredit dan deposit pada keseimbangan neraca bank sentral adalah serupa dengan transaksi yang dilakukan oleh perbankan melalui fasilitas pembiayaan kembali dan fasilitas deposit.
32
5. Operasi nilai tukar luarnegeri (foreign exchange operation) Operasi bank sentral pada pasar nilai tukar luarnegeri dan sistem perbankan mempengaruhi sisi aset serta hutang dari neraca bank sentral mengubah tingkat cadangan bank dan agregat moneter. Pembelian atau penjualan mata uang asing memiliki pengaruh ekpansioner maupun kontraksioner dengan meningkatnya atau menurunnya klaim bank sentral terhadap cadangan perbankan.
6. Simpanan sektor publik (public sector deposit) Pergeseran simpanan sektor publik antara rekening pemerintah di bank sentral dan rekening pemerintah di sektor perbankan akan mengubah struktur hutang dari bank sentral. Untuk meningkatkan likuiditas, simpanan pemerintah harus ditransfer dari bank sentral ke bank umum dan operasi ini akan meningkatkan cadangan perbankan dan juga agregat moneter.
7. Cadangan wajib (Reserve requirement) Menyesuaikan rasio cadangan dalam mengelola likuiditas bukanlah cara yang efisien, sementara rata-rata cadangan dapat berfungsi sebagai cadangan untuk membantu menstabilkan tingkat sukubunga jangka pendek. Peningkatan rasio cadangan akan mengetatkan kondisi likuiditas, terkecuali bagi negara-negara yang memiliki perbankan dengan jumlah kelebihan cadangan. Untuk memenuhi kebutuhan cadangan yang lebih tinggi, bank sentral harus menyediakan likuiditas bagi sektor perbankan dan hal tersebut akan meningkatkan agregat moneter dalam jangka pendek dan pada jangka menengah, pengaruh pada agregat moneter tergantung pada pengurangan besar cadangan. Alternatif target operasional menentukan tipe instrumen yang sesuai untuk mengimplementasikan kebijakan moneter dan pengaruh penerapan instrumen moneter berpengaruh pada monetary base, aset domestik bersih, cadangan bank dan cadangan
33
internasional bersih dapat dilihat pada Tabel 1. Operasi pasar terbuka, tipe operasi pasar terbuka, lelang kredit dan deposit,
dan transfer deposit sektor publik dapat
digunakan sebagai target kuantitas dan harga. Operasi nilai tukar luarnegeri, swap dapat diartikan sebagai pengendalian terhadap ‘monetary base’ yaitu saat pasar uang tidak berkembang dengan baik. Kebutuhan cadangan merupakan cara bagi pengelolaan likuiditas untuk menstabilisasi tingkat sukubunga pasar uang terutama pada saat perbankan harus memenuhi kebutuhan cadangannya. Pilihan terhadap target operasional akan menentukan besar pengaruh pada keseimbangan bank sentral. Pada saat target bank sentral adalah tingkat sukubunga jangka pendek maka akan mempengaruhi neraca bank sentral sebagai hasil residual sedangkan pada saat target bank sentral adalah kuantitas, maka hal tersebut akan terkait dengan fluktuasi dalam tingkat sukubunga jangka pendek. Pilihan bank sentral untuk mengendalikan tingkat sukubunga jangka pendek atau variabel kuantitas tergantung pada perkembangan pasar uang dan strategi kebijakan moneter yang beroperasi. Target tingkat sukubunga hanya merupakan pilihan pada saat pasar uang dan pasar sekuritas pemerintah adalah benar-benar telah berkembang dan efisien dan tingkat sukubunga merupakan indikator bagi kondisi pasar itu sendiri. Pada negara yang kebutuhan mendasar ini belum dapat diupayakan atau tidak terdapatnya kondisi yang mendukung karena ukuran dari pasar itu sendiri, variabel kuantitas dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat digunakan sebagai target operasional. Hal ini menjelaskan bahwa negara yang sedang berkembang lebih banyak menggunakan variabel kuantitas sebagai target operasionalnya karena hal-hal tersebut dibandingkan dengan negara maju yang lebih menyukai target sukubunga jangka pendek. Pada saat tingkat sukubunga jangka pendek sesuai dengan strategi kebijakan moneter, maka target kuantitas dapat merupakan suatu pilihan bagi berbagai regim moneter maupun
34
Tabel 1. Target Operasional dan Instrumen Moneter MONETARY INSTRUMENT
Fasillitas tersedia (Standing facility)
Operasi pasar terbuka (Open market operation)
OPERATION
Pinjaman lebih tinggi melalui pembiayaan kembali
Naik
Naik
Naik
Konstan
Simpanan yg lebih tinggi melalui fasilitas simpanan
Turun
Turun
Turun
Konstan
Pembelian sekuritas
Naik
Naik
Naik
Konstan
Penjualan sekuritas
Turun
Turun
Turun
Konstan
Turun
Turun
Turun
Konstan
Penerbitan negatif dari surat berharga bank sentral atau pemerintah
Naik
Naik
Naik
Konstan
Lelang kredit
Naik
Naik
Naik
Konstan
Lelang deposit
Turun
Turun
Turun
Konstan
Naik
Konstan
Naik
Naik
Swap nilai tukar asing Naik (pembelian spot nilai tukar asing dan penjualan forward)
Konstan
Naik
Naik
Tipe operasi pasar terbuka Penerbitan positif dari (Open market tipe operation) surat berharga bank sentral atau pemerintah
Lelang kredit dan deposit (credit & deposit auctions)
MONETARY BASE NET DOMESTIC BANK NET INTERNATIONAL ASSET RESERVES RESERVES
Operasi nilai tukar luarnegeri Pembelian mata uang (foreign exchange operation) asing
Pergerakan simpanan sektor Ke dalam sektor perbankan publik
Naik
Naik
Naik
Konstan
(Shift of the public sector deposit)
Dari sistem perbankan ke bank sentral
Turun
Turun
Turun
Konstan
Kebutuhan cadangan (reserve requirement)
Peningkatan dalam rasio Naik cadangan - jk. Pendek
Naik
Naik
Konstan
Pengurangan dalam rasio Turun cadangan - jk pendek
Turun
Turun
Konstan
Sumber : Schaechter, 2001.
35
regim nilai tukar. Dengan tingginya tingkat inflasi dan mekanisme transmisi didominasi oleh efek kuantitas, dasar moneter lebih disukai sebagai target operasional bagi target moneter bank sentral sedangkan pada saat tingkat inflasi rendah, dasar moneter hanyalah sebagai sesuatu yang disarankan pada saat multiplier uang relatif stabil dan permintaan terhadap dasar moneter lebih elastis. Dengan menetapkan nilai tukar, maka target dasar moneter merupakan suatu alternatif pada saat pergerakan modal internasional dibatasi.
2.4. Instrumen Moneter dan Transmisi Moneter Dari sisi operasional kebijakan moneter, pertimbangan pragmatis digunakannya suku bunga sebagai instrumen utama kebijakan moneter karena pasar uang lebih mudah menangkap sinyal kebijakan moneter melalui suku bunga, dibandingkan melalui agregat moneter. Perubahan suku bunga SBI secara cepat (initial shocks) direspon oleh pasar uang antar bank dan secara implisit menunjukkan efektifnya instrumen suku bunga sebagai alat bagi Bank Indonesia untuk mengkomunikasikan kebijakan moneter. Bagi negara yang menerapkan inflation targeting, efektivitas sinyal kebijakan moneter ini dipengaruhi oleh ekspektasi, karena variabel ekspektasi didalam kerangka kebijakan moneter terdapat dipengaruhi juga melalui kebijakan moneter. Selain sinyal
kebijakan
yang lebih mudah ditangkap, penggunaan suku bunga jangka pendek sebagai instrumen moneter juga lebih sesuai dengan kriteria efektivitas instrumen yang sering disinggung dalam literatur moneter. Miskhin (1992) menginventarisasi tiga kriteria tentang efektivitas instrumen moneter yaitu : 1. Measurability, suatu instrumen harus dapat diukur secara cepat dan akurat. Dalam hal ini data suku bunga dapat diperoleh relatif lebih cepat dibandingkan agregat moneter.
36
2. Controllability, otoritas moneter harus dapat mengontrol instrumennya secara efektif. Kenyataan tingginya angka pertumbuhan agregat moneter, baik sebelum krisis, masa krisis maupun sesudah krisis, menunjukkan lemahnya kontrol bank sentral atas instrumen ini sedangkan suku bunga bergerak lebih stabil. 3. Ability to predictably affect goals, instrumen moneter harus mempunyai pengaruh yang predictable terhadap sasaran moneter. Pengujian empiris membuktikan bahwa pengaruh instrumen suku bunga terhadap inflasi mempunyai hubungan yang lebih stabil dibandingkan dengan agregat moneter. Dalam kerangka inflation targeting, fungsi intermediate target tidak disebutkan secara eksplisit. Namun demikian, beragam variabel informasi digunakan dalam fungsi sebagai leading indikator tekanan inflasi. Dalam hal ini, agregat moneter diletakan diluar sistem sebagai variabel informasi. Uang primer dapat digunakan sebagai indikator target operasional suku bunga jangka pendek, sedangkan jumlah uang beredar baik dalam arti sempit maupun luas (M1 dan M2) dan kredit dapat dianggap sebagai indikator agregat moneter. Disamping itu, beberapa hasil survei ekspektasi menunjukkan leading indikator inflasi berfungsi sebagai information variables bagi tekanan inflasi. Berdasarkan pada hasil pengujian empiris untuk kasus Indonesia, operasi kebijakan moneter diarahkan untuk mempengaruhi suku bunga jangka pendek sebagai target operasional dan perubahan suku bunga akan mempengaruhi berbagai variabel seperti sukubunga jangka panjang, harga aset, variabel ekspektasi, dan nilai tukar. Keseluruhan variabel tersebut kemudian berpengaruh terhadap preferensi masyarakat yang tercermin pada perubahan permintaan domestik berupa konsumsi dan investasi. Disamping itu, nilai tukar berpengaruh secara langsung terhadap net ekspor (ekspor dikurangi impor). Pengeluaran pemerintah tidak dapat secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter, melainkan oleh kebijakan dari sisi fiskal dan permintaan agregat yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi
37
domestik jika terjadi output gap yang positif, artinya permintaan lebih besar dari penawaran (potential output). Disamping melalui output gap, nilai tukar mempunyai pengaruh terhadap inflasi yang bersifat lebih langsung (Passthrough effect) yaitu melalui kenaikan harga barang impor (Warjiyo,2002). Sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa UU no. 23/1999 mengamanatkan Bank Indonesia untuk mengumumkan kepada masyarakat target inflasi dan sasaran-sasaran moneter untuk mencapai target inflasi tersebut. Pengumuman target dan sasaran-sasaran moneter tersebut mengandung makna yang penting dalam rangka
transparansi
dan
menunjukkan
komitmen
Bank
Indonesia
terhadap
pengendalian laju inflasi. Bagi masyarakat, target dan sasaran-sasaran moneter tersebut dapat menjadi panduan terhadap kondisi perekonomian dimasa yang akan datang, sehingga masyarakat bisa melakukan perencanaan kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Target inflasi yang optimum bagi perekonomian akan diumumkan untuk jangka waktu antara dua tiga tahun kemuka. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu agar target inflasi yang ditetapkan bank sentral dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan usahanya, maka jangka waktu pengumuman target tersebut juga menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat yang melakukan kontrak dalam waktu 2-3 tahun kedepan. Disamping itu, target tersebut tidak akan menunjuk pada suatu angka tertentu yang dimaksudkan untuk mengakomodasi kemungkinan terjadinya random shocks (tekanan dari sisi penawaran yang tidak dapat diperkirakan). Dalam kaitannya dengan proses formulasi kebijakan moneter, penetapan target inflasi dan sasaran moneter merupakan langkah awal dari proses tersebut. Sepanjang tidak ada perubahan terhadap fundamental ekonomi, target inflasi yang diharapkan akan dapat tercapai dengan sasaran moneter yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan harian, sasaran moneter tersebut perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi perekonomian
38
pada saat itu. Dalam hal terjadi perubahan fundamental ekonomi, maka sasaran moneter perlu diubah agar tetap konsisten dengan target inflasi yang telah ditetapkan. Dalam memutuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia perlu mengamati dan memperkirakan perkembangan ekonomi kedepan (forward looking monetary policy), karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia memerlukan waktu yang panjang (1-2 tahun) untuk dapat mempengaruhi sektor riil. Disamping itu, prinsip kehati-hatian juga sangat diperlukan mengingat adanya unsur ketidakpastian didalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Terdapat 2 sumber ketidakpastian didalam mekanisme transmisi kebijakan moneter yaitu : Ketidakpastian parameter, seberapa besar pengaruh kenaikan suku bunga SBI terhadap suku
bunga jangka panjang, nilai tukar, permintaan agregat, output gap
maupun inflasi sebenarnya sangat sulit diukur secara tepat. Hal itu berarti bahwa semakin
besar
koefisiennya,
maka
makin besar
pula
ketidakpastian
tentang
pengaruhnya pada perekonomian. Ketidakpastian time lag, pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya sebenarnya memerlukan waktu yang bervariasi dan sangat sulit diukur. Ketidakpastian tersebut tergantung pada proses penyesuaian didalam perekonomian atau bisa juga disebabkan oleh exogenous shocks seperti perubahan iklim dan tekanan dari serikat pekerja. Adanya
gangguan
yang
mengubah
fundamental
ekonomi
sehingga
mengakibatkan sasaran moneter menjadi tidak konsisten dalam jangka menengahpanjang. Tugas paling berat adalah bagaimana Bank Indonesia dapat mengidentifikasi adanya goncangan pada fundamental ekonomi tersebut, dan memperkirakan seberapa besar dan berapa lama dampaknya terhadap perekonomian.
39
Goncangan yang memerlukan perubahan sasaran moneter tanpa ada perubahan fundamental ekonomi dapat mengakibatkan sentimen negatif pasar sehingga menimbulkan tekanan terhadap rupiah. Namun jika gangguan tersebut diperkirakan dapat menggagalkan pencapaian target inflasi, maka Bank Indonesia perlu bereaksi dengan melakukan intervensi dipasar valas dan dalam hal intervensi tidak berhasil menekan goncangan tersebut maka likuiditas perekonomian perlu disesuaikan dengan misalnya dengan meningkatkan suku bunga. Pandangan moneter mengenai mekanisme transmisi dari sektor moneter ke sektor riil telah mengalami kemajuan yang berarti akhir-akhir ini dan perkembangan dari jalur dari mekanisme transmisi moneter tersebut mengarah pada tercapainya produk domestik bruto yang diharapkan dapat dilihat pada (Mishkin,2003), Gambar 1. Pandangan tradisional mekanisme transmisi moneter dapat di gambarkan sebagai berikut : M naik Æ i turun Æ I naik Æ Y naik Bagaimanapun juga, efek dari tingkat sukubunga (i) pada pengeluaran investasi (I) umumnya kecil. Dalam merespon kejadian moneter beberapa ekonom seperti Mishkin (2003) meneliti beberapa jalur mekanisme moneter baru dalam kaitannya dengan mempengaruhi aktivitas ekonomi. Selain pendekatan tradisional dikembangkan pula jalur mekanisme transmisi ini dalam dua bagian besar yaitu mekanisme transmisi yang berorientasi pada harga aset dan mekanisme transmisi pada kredit. Mekanisme transmisi moneter yang berorientasi pada harga aset melihat mekanisme transmisi dari sudut pengaruh nilai tukar terhadap ekspor bersih, teori Tobin q, dan efek kesejahteraan, sedangkan mekanisme transmisi moneter yang beroritentasi kredit melihat mekanisme transmisi dari sudut jalur pinjaman bank, jalur neraca, jalur arus kas, jalur tingkat harga yang tidak diantisipasi, dan efek likuiditas rumah tangga. Carl Walsh (Walsh, 1996) mengemukakan bahwa literatur dalam beberapa tahun terakhir
40
Sumber : Mishkin (2003)
Gambar 1. Hubungan Antara Uang dan GDP : Mekanisme Transmisi Moneter
41
memfokuskan perhatiannya pada pasar kredit yang memainkan peran kritis dalam mekanisme transmisi moneter dan uang telah memainkan peran penting dalam teori makroekonomi dan moneter karena keterkaitan antara stok uang dan sektor riil, khususnya faktor inflasi. Mekanisme transmisi melalui pendekatan jalur kredit relevan dengan kasus yang terjadi di Indonesia, karena pengaruh kebijakan moneter pra dan saat krisis memiliki kaitan yang sangat kuat pada aspek-aspek seperti yang terdapat dalam jalur kredit, yaitu pinjaman bank, neraca dan jalur arus kas. Pendekatan jalur kredit ini mengingatkan
bahwa
model
makroekonomi
perlu
melihat
sumber
pendanaan
perusahaan dan konsumen yaitu komposisi pembiayaan internal dan eksternal serta terdapatnya heterogenitas diantara debitur yaitu debitur yang peka terhadap perubahan kondisi alokasi kredit perbankan dan yang tidak peka terhadap perubahan. Jika suatu perusahaan memiliki ketergantungan tinggi pada sumber pinjaman, maka penurunan pertumbuhan pertumbuhan kredit perbankan sebagai akibat dari kebijakan moneter yang kontraktif dan oleh karena itu investasi akan sangat sensitif terhadap variabel modal dan arus kas. Persoalan informasi asimetrik baik dalam bentuk moral hazard, maupun adverse selection, dengan dampak pada agency cost dan monitoring cost pada pasar kredit ini berkembang dalam beragam pendekatan seperti perjanjian finansial, eksistensi lembaga keuangan, hingga penjatahan kredit (Agung,2001). Kebijakan
moneter
Indonesia
sampai
saat
ini
pada
dasarnya
masih
menggunakan paradigma lama yang mengandalkan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui pengengalian jumlah uang beredar dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dan beberapa tulisan mencoba menunjukkan beberapa sistem pengendalian moneter melalui berbagai jalur mekanisme transmisi moneter dengan menggunakan variabel sukubunga dan nilai tukar sebagai intermediate target dalam mencapai sasaran akhir yaitu inflasi.
42
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ditransmisikan terhadap perekonomian riil merupakan sesuatu masalah penting dan sentral dalam perekonomian. Pengertian mekanisme transmisi merupakan titik penekanan dari suatu kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas mata uang rupiah yang dibutuhkan untuk perbaikan ekonomi. Namun demikian keefektifan suatu kebijakan moneter tergantung pada memfungsikan jalur-jalur mekanisme transmisi sehingga kebijakan moneter dapat mempengaruhi ekonomi riil dan harga. Tujuan dari penelitian-penelitian yang sudah ada adalah memberikan bukti bahwa bekerjanya berbagai jalur mekanisme transmisi moneter, khususnya tingkat sukubunga, kredit (bank lending & balance sheet), nilai tukar, harga aset dan ekspektasi dalam
mentransmisikan
kebijakan
moneter
terhadap
perekonomian.
Berbagai
perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia sejak terjadinya krisis menjadi salah satu upaya dari mekanisme transmisi kebijakan moneter. Pendekatan tradisional tentang mekanisme transmisi dikenal sebagai aliran yang memiliki pandangan yang mengasumsikan bahwa pasar uang merupakan homogen dan sempurna. Beberapa penelitian tentang mekanisme transmisi moneter yang dilakukan oleh penelliti di beberapa negara yang memberikan pengaruh pada pertumbuhan kegiatan ekonomi melalui jalur-jalur mekanisme transmisi moneter dapat dilihat pada Tabel 2. Gangguan yang bersifat moneter memiliki akibat yang nyata terhadap perekonomian jika terdapat kekakuan yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar keuangan dan hal tersebut mengakibatkan mekanisme transmisi semakin kompleks. Ketidaksempurnaan dalam pasar keuangan akan mengarah pada suatu pendekatan yang dikenal dengan pandangan kredit dan pendekatan tersebut memiliki faktor umum seperti suku bunga sebagai salah satu variabel mekanisme transmisi. Pandangan kredit juga memiliki peranan penting bagi struktur keuangan bank dan perusahaan dalam mentransmisikan kebijakan moneter terhadap perekonomian. Ketidaksempurnaan pasar dan
informasi
yang
asimetrik
pada
pasar
keuangan termasuk faktor yang
43
Tabel 2. Penelitian-penelitian Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter NO
TOPIK
PENJELASAN
PENELITI
1 Financial Intermediation & Monetary Transmission Mechanism
Artikel yang membahas peran dari intermediasi finansial khususnya transmisi moneter jalur kredit dan neraca yang secara empiris menunjukkan bahwa pasar uang memiliki peran yang maksimal dalam mempengaruhi bisnis.
Iris Claus & Christie Smith Economic Department Reserve Bank of New Zealand, 1999
2 Can Monetary Policy Shocks Stabilize Indonesian Macro economic Fluctuation?
Kebijakan moneter mempengaruhi output melalui pengaruh sukubunga domestik jangka pendek terhadap nilai tukar output. Studi tentang mekanisme transmisi pada perekonomian Indonesia dengan menggunakan variabel pasar finansial
Hermanto Siregar & Bert D. Ward Annual Conference of the Federation of ASEAN Economic Association in Singapore , 2000
3 The Monetary Transmission Mechanism : Some Answer and further questions.
Perubahan struktur fundamental khususnya perbankan dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan efektivitas kebijakan moneter dapat dipengaruhi melalui mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar dan inovasi dalam sektor finansial
Kenneth N. Kuttner & Patricia C. Mosser, Federal Reserve Bank of New York Research Department, New York, 2002
4 The Transmission Mechanism of Monetary Policy
Penetapan sukubunga jangka pendek dan pengaruh tingkat suku bunga resmi terhadap kegiatan ekonomi dan inflasi melalui beberapa jenis jalur mekanisme transmisi moneter. Faktor suku bunga, upah dan perubahan nilai tukar akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Eddie George, Mervyn King & David Clementi The Monetary Policy Committee Bank of England, 1999
5 Money and the Transmission Mechanism
Kerangka kerja kebijakan moneter IS - LM digunakan untuk menganalisis perilaku pelaku ekonomi dan indikator makroekonomi dalam kaitannya dengan mekanisme transmisi moneter khususnya pengaruh jumlah uang beredar
Edward Nelson Federal Reserve Bank of St. Louis, 2003
6 Identifying the Macroeconomic Effect of Loan Supply Shocks
Mekanisme transmisi jalur kredit memiliki peran terhadap pertumbuhan ekonomi dan merupakan pendekatan yang inovatif dalam mengidentifikasikan pengaruh goncangan pinjaman perbankan terhadap Gross Domestik Bruto melalui mekanisme transmisi moneter yang memiliki pengaruh berbeda bagi negara Jepang, Equador dan Indonesia
Joe Peek, Eric S. Rosengren & Geoffrey M.B. Tootell Research Department, Federal Reserve Bank of Boston
7 The Monetary Transmission Mechanism and the evaluation of Monetary Policy Rules
Membedakan jenis mekanisme transmisi moneter yang digunakan untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan mencakup faktor harga pasar uang, kredit dan nilai tukar. Jalur nilai tukar dianggap sangat mempengaruhi perekonomian melalui penyesuaian tingkat suku bunga
John B. Taylor Stanford University, 1999
44
NO
TOPIK
PENJELASAN
PENELITI
8 Some Econometrics Issues in Measuring The Monetary Transmission Mechanism with an Application to Developing Countries
Mengembangkan model sederhana yang terdiri dari persamaan standar yang umumnya timbul pada mekanisme transmisi moneter yang umumnya teridentifikasi di 57 negara berkembang
Derick Boyd & Ron Smith Bank of England Center of Central Banking Studies, 2000
9 The Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia
Pengalaman Indonesia dalam melakukan reformasi keuangan dalam kebijakan moneter melalui mekanisme transmisi moneter yang mengarah pada sasaran makroekonomi dan implementasi fleksibilitas nilai tukar akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Achjar Iljas Bank Indonesia, 2000
10 New Evidence on The Monetary Transmission Mechanism
Kebijakan moneter ketat akan memiliki dampak terhadap pinjaman perbankan dan ketidaksempurnaan pasar akan menyebabkan banyak kreditur sulit memiliki akses terhadap sumber dana dan jalur mekanisme transmisi moneter tidak pernah konstan dalam setiap periode pada proses pertumbuhan ekonomi
Christina D. Romer & David H. Romer University of California, Berkeley, 1990
11 The Bank Lending Channel of Monetary Policy Transmission : Evidence from a Model of Bank Behavior that Incorporates Long Term Customer Relationship
Jalur kredit menunjukkan model sederhana tentang perilaku perbankan terhadap hubungan dengan konsumen dalam jangka panjang dan kekuatan aset perbankan dalam kaitannya dengan kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan
Michael S. Gibson Board of Governors of The Federal Reserve System Federal Reserve Bank, US, 1997
12 Exchange Rate & Inflation Expectation Channels of Monetary Policy Transmission : Experience of Indonesia
Studi tentang mekanisme transmisi moneter khususnya jalur nilai tukar dan jalur ekspektasi pada perekonomian Indonesia pada periode post krisis, khususnya setelah perekonomian yang mengadopsi rezim atau sistem nilai tukar fleksibel
Perry Warjiyo & Akhis R. Hutabarat Monetary Policy & Economic Research Bank Indonesia, 2002
13 Monetary Transmission Channels, Monetary Regimes and Consumption Behaviour
Sensitivitas terhadap kebijakan moneter pada rezim yang berbeda dan merupakan model alternatif dari pengeluaran konsumen. Variabel yang dianggap memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian yaitu variabel nilai tukar
S. Sghern University of Warwick, United Kingdom England, 1999
14 Trade Credit and The Monetary Transmission Mechanism
Penelitian tentang akses perusahaan terhadap pasar modal yang dapat membantu perusahaan dalam memperoleh kredit dari pihak perbankan dalam bentuk kredit perdagangan dan pengaruhnya pada mekanisme transmisi moneter jalur kredit
Marlon Kohler, Erik Britton & Tony Yates Bank of England, 2000
15 A Peek Inside The Black Box : The Monetary Transmission Mechanism in Japan
Menguji pelaksanaan mekanisme transmisi moneter di Jepang. Secara empiris menunjukkan bahwa kebijakan moneter dan neraca perbankan merupakan variabel penting yang memainkan peran penting dalam mentransmisikan gejala moneter terhadap kegiatan perekonomian dan peran perbankan dalam mendukung keefektifan mekanisme transmisi moneter
James Morsink & Tamim Bayoumi International Monetary Fund, Asia Pacific, 2001
45
dalam jalur mekanisme transmisi yang kebijakan moneter bekerja melalui jalur nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Kekuatan relatif dari jalur-jalur mekanisme transmisi tersebut amat bervariasi bagi suatu perekonomian dengan perekonomian negara lain dan dari suatu rezim dengan rezim yang lain. Transmisi moneter merupakan suatu hal yang kompleks karena banyak jalur yang mempengaruhi keefektifan kebijakan moneter tersebut terhadap perekonomian suatu negara. Proses mekanisme transmisi diawali oleh operasi pasar terbuka akan mempengaruhi
tingkat
suku
bunga
pasar
melalui
pasar
cadangan
atau
melaluipermintaan dan penawaran uang secara luas dan dari sana proses mekanisme transmisi akan dilanjutkan melalui beberapa jalur mekanisme transmisi yang ada.
46
BAB III TINJAUAN TEORITIS DAN KERANGKA MODEL
3.1. Uang dan Fungsinya Secara tradisional uang didefinisikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum (generally accepted medium of exchange). Selain berfungsi sebagai alat tukar, uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (store of value) dan satuan unit hitung (unit of account). Dalam penyelesaian proses tukar-menukar, uang diberikan status legal lender. Status yang demikian biasanya berbentuk token money atau uang kertas. Dalam kondisi tertentu, fungsi uang sebagai store of value dan unit of account dapat hilang bila terjadi hyper-inflation. Kondisi ini pernah dialami Jerman tahun 1923, USA pada masa revolusi, dan Cina tahun 1946. Terdapat penekanan baru pada peran uang dan sistem moneter di negaranegara sedang berkembang. Jika uang dianggap valid dan berguna sebagai faktor representatif untuk mempelajari perekonomian negara maju, maka hal tersebut juga valid dan berguna untuk mempelajari negara-negara berkembang, terutama sejak perubahan dari jumlah penawaran uang yang mempengaruhi aktivitas ekonomi. Negaranegara yang sedang berkembang memiliki struktur keuangan yang relatif sederhana dibandingkan dengan negara-negara maju. Dengan kehadiran dan perkembangan dari pasar uang dan instrumen keuangan dan adanya keterbatasan untuk mengolah dana baik dalam aset moneter maupun aset fisik dapatlah dikatakan bahwa aset moneter memainkan peran penting sejak aset moneter tidak hanya digunakan untuk keperluan transaksi tetapi juga untuk kepentingan menabung. Dari
perspektif
kebijakan,
dua
pemikiran
yang
membantu
dalam
mengembangkan bahwa uang merupakan variabel kebijakan penting yang memberikan kontribusi pada inflasi. Pertama adalah terdapat permintaan uang jangka panjang yang
47
stabil dan merupakan hubungan antara uang dan harga, yang termasuk kedalam variabel yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang. Ide Kedua adalah bahwa uang membantu untuk memprediksi inflasi satu atau dua tahun kedepan. Pandangan bahwa uang dapat memprediksi inflasi adalah konsisten dengan teori kuantitas, yang menghubungkan inflasi dengan pertumbuhan uang pada periode yang lalu dan juga model buffer stock yang menganggap bahwa kelebihan uang pada permintaan
jangka
panjang
akan
cenderung
meningkatkan
pengeluaran
dan
memberikan tekanan pada harga. Bahwa uang memprediksi inflasi juga konsisten dengan ide bahwa pertumbuhan uang dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, yang menjelaskan mengapa pertumbuhan uang mengarah pada inflasi. Jika prediksi yang lebih baik tentang inflasi dapat dicapai dengan memasukan aspek uang, maka sebuah strategi kebijakan yang menyertakan uang memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai target inflasi yang diharapkan dan menjaga inflasi kedalam target kendali. Kegunaan uang sebagai alat kebijakan moneter dipandang berbeda oleh negara yang berbeda. Dalam wilayah Eropa, bank sentral Eropa telah memilih ukuran yang lebih luas dari penawaran uang dan tingkat sukubunga yang akan digunakan pula untuk memandu kebijakan moneter. Hubungan antara uang dalam artian luas dan inflasi dapat ditunjukkan sebagai berikut : 1. Uang dalam artian luas membantu untuk memprediksi inflasi walaupun variabel lain seperti output dan tingkat sukubunga dimasukan kedalam perhitungan. 2. Terdapat fungsi permintaan uang jangka panjang yang stabil bagi uang dalam artian luas (broad money).
Peran uang dalam aktivitas ekonomi telah banyak dipertimbangkan dalam beberapa tahun ini. Pada saat banyak literatur yang mengulas seputar masalah
48
kebijakan khususnya pada masa inflasi, banyak penelitian yang dilakukan dengan mengkonsentrasikan pada peran variabel moneter dalam menentukan output, harga dan variabel makroekonomi yang terkait lainnya. Banyak metode yang berbeda untuk mengestimasi varibel moneter sebenarnya dilakukan untuk menganalisa tentang mekanisme transmisi dari kebijakan moneter pada negara yang sedang berkembang dan untuk memberikan dasar empiris bagi formulasi kebijakan yang lebih baik. Dalam negara yang pernah mengalami hiperinflasi seperti Argentina, Brazil, Korea, Chilli dan Indonesia menunjukkan bahwa permintaan uang yang ada sensitif terhadap tingkat inflasi yang diharapkan dimana tingkat suku bunga dipertimbangkan sebagai variabel eksplanatori yang signifikan dalam fungsi permintaan uang. Gujarati (1968) melakukan studi awal bagi negara yang sedang berkembang (India) dan dalam studi tersebut ditemukan bahwa pendapatan terbukti sebagai determinan yang signifikan dari keseimbangan permintaan uang dan tingkat suku bunga secara statistik tidak signifikan. Gujarati juga menemukan bukti bahwa elastisitas jangka panjang dari pendapatan lebih besar dari satu yang mengindikasikan bahwa uang dapat dipandang sebagai aset mewah. Studi empiris untuk negara Indonesia pertama kali dilakukan oleh Gurley (1969), dan Aghevli (1977) dan Aghevli, Khan, Narvekar & Short (1979) menggunakan data tahunan perioda 1954 – 1969, Gurley (1969) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara permintaan uang (termasuk time deposit) dan tingkat inflasi yang diharapkan. Pada saat harga yang diharapkan meningkat, masyarakat akan mengurangi permintaan uangnya dan sebaliknya. Secara umum bukti empiris menyarankan bahwa perubahan harga yang diharapkan, dibandingkan dengan tingkat suku bunga cenderung lebih penting dalam studinya, walaupun pendapatan masih merupakan determinan utama bagi faktor uang riil.
49
3.2. Jumlah Uang Beredar Terdapat hubungan yang erat antara jumlah uang yang beredar dan harga pada saat tingkat inflasi yang diharapkan adalah tinggi, masyarakat akan memegang uang yang relatif lebih sedikit. Hubungan ini dianalogikan terhadap fungsi permintaan yaitu pada saat biaya tinggi, maka permintaan barang akan turun. Fungsi permintaan uang ini dapat diilustrasikan dengan kurva permintaan normal yang memiliki kelandaian menurun. Interaksi di antara pertumbuhan dalam jumlah uang yang beredar secara nominal dan pertumbuhan dalam permintaan uang akan meningkatkan harga yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan dalam pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Interaksi diantara permintaan uang dan penawaran uang memberikan suatu kerangka analitis terhadap satu aspek dari kebijakan moneter. Fungsi permintaan uang juga memberikan kerangka analitis bagi transfer sumber daya dari satu sektor ke sektor lainnya. Jumlah uang beredar (JUB) adalah stok uang beredar dalam suatu perekonomian pada saat tertentu. Apabila JUB terdiri dari uang kartal dan giral, disebut dengan uang beredar dalam arti sempit (M1) sedangkan jika mencakup uang kartal, uang giral, dan uang kuasi, disebut uang beredar dalam arti luas (M2) atau economic liquidity. Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang giral terdiri dari rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka, dan tabungan dalam mata uang rupiah yang jatuh tempo. Sedangkan uang kuasi (quasi money) terdiri atas simpanan berjangka dan tabungan penduduk pada bank umum, baik dalam rupiah maupun valuta asing (valas). Terdapat suatu peningkatan yang substansial dalam peningkatan jumlah uang yang diminta (M2) sebagai akibat dari pengenalan time deposit dan tanpa hal tersebut peningkatan dalam keseimbangan uang tidak akan ada, kecuali terdapat harapan akan harga yang lebih rendah atau turun. Peningkatan yang relatif cepat dalam permintaan uang untuk keperluan likuiditas yang didahului dengan tingkat suku bunga time deposit
50
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan di antara permintaan dan pernawaran jumlah uang beredar, terutama penurunan permintaan uang sehingga hal tersebut akan menekan tingkat inflasi dan merupakan salah satu cara untuk menurunkan harga yang diharapkan. Dengan demikian diharapkan bahwa para pembuat kebijakan memiliki perhatian terhadap pencapaian stabilitas ekonomi yang akan memberikan perhatian lebih terhadap perilaku masyarakat dalam memegang uang dan didasarkan dengan estimasi terhadap model permintaan uang, para pembuat kebijakan dapat mencapai kebijakan yang lebih baik dimana dihasilkan output yang optimal dan terdapat kestabilan harga. Pentingnya peran uang dalam aktivitas ekonomi khususnya
dalam sistem
keuangan sederhana seperti negara Indonesia yang memiliki pengalaman hiperinflasi dalam beberapa tahun, karena dalam kondisi demikian variabel keuangan seperti uang primer, kredit atau tingkat suku bunga tentunya dianggap sebagai tujuan antara (intermediate target). Keefektifan suatu kebijakan moneter harus dinilai berdasarkan kemampuannya untuk mempengaruhi tujuan utama (ultimate objective) dari otoritas, terutama pada harga, output dan variabel makroekonomi lainnya. Dalam kondisi demikian, karena kebijakan moneter memiliki efek yang dapat diprediksi maka akan terdapat permintaan uang yang terdefinisi dengan baik dan stabil. Peran penting tingkat suku bunga dalam permintaan uang telah terbukti paling tidak secara teoritis. Bagaimanapun juga, tidak terdapat kesepakatan karena tingkat suku bunga merupakan ukuran yang relevan dari biaya oportunitas dari memegang uang. Penelitian yang dilakukan oleh Laidler (1977) tentang komponen permintaan uang mengatakan bahwa: “ tingkat suku bunga jangka pendek dan jangka panjang belumlah terbentuk secara sempurna”. Feige dan Pearce (1977) lebih jauh melakukan observasi bahwa “banyak kontroversi dalam literatur empiris seputar pemilihan tingkat suku bunga yang perlu dimasukkan menjadi variabel eksplanatori dalam permintaan uang, mereka
51
pun menyatakan bahwa secara teoritis seseorangpun perlu memasukkan seluruh variabel yang dimungkinkan seperti tingkat sukubunga deposito dan sukubunga SBI. Tingkat sukubunga sebagai variabel ekplanatori dalam permintaan uang masih merupakan suatu hal yang kontroversial. Ando & Shell (1972) menyarankan bahwa ekspektasi inflasi sudah terrefleksi dalam tingkat sukubunga nominal dan secara tidak langsung akan mempengaruhi permintaan uang. Tingkat inflasi yang diharapkan merupakan peran yang predominant bagi monetaris. Dalam studi kasus tentang hiperinflasi dalam banyak negara, Cagan (1956) berargumen bahwa kecenderungan dari kuantitas permintaan uang akan menurun dalam kondisi tingkat inflasi yang tinggi dibandingkan dengan kondisi tingkat inflasi yang biasa saja. Perubahan dalam permintaan uang (real cash balance) dalam kondisi hiperinflasi dihasilkan dari perubahan variasi dalam tingkat perubahan harga yang diharapkan. Dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi, monetization dari suatu perekonomian adalah merupakan proses yang berkelanjutan dan secara alamiah proses ini hendaknya memiliki pengaruh pada permintaan uang. McKinnon (1973) menekankan bahwa, dalam negara yang berkembang, permintaan uang dibutuhkan sebagai intermediasi antar pendapatan dan pengeluaran serta permintaan uang merupakan fungsi dari tingkat pengembalian riil dari memegang uang misalnya tingkat sukubunga simpanan dikurangi dengan tingkat inflasi yang diharapkan. Lebih jauh lagi McKinnon berargumentasi bahwa kondisi yang membuat stok uang riil lebih menarik dibandingkan dengan mengakumulasi modal secara phisik. Seiring dengan perkembangan sistem perbankan, definisi uang beredar menjadi semakin meluas, sehingga ditemui uang beredar dalam arti lebih luas (M3), yang mencakup pula deposito yang berada pada lembaga keuangan bukan bank, NOW (Negotible Order of Witerhadaprawal), ATS (Automatic Transfer Service), ataupun
52
traveller’s cheque yang merupakan joint product antara deposito bank dengan uang kertas bank umum.
3.3. Peranan Uang Dalam Perekonomian Teori kuantitas dari golongan moneteris yang merumuskan tingkat kegiatan ekonomi dan pendapatan nasional ke dalam persamaan pertukaran M . v = P.t. Golongan monetaris berpendapat bahwa persamaan M . v = P.T menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang akan dicapai. Ruas kanan dari persamaan tersebut, P.T menunjukkan nilai pendapatan nasional (Y), sehingga:
M . vy = y Persamaan di atas mengandung arti bahwa pada hakekatnya kemajuan tingkat perekonomian yang tergambar dari pendapatan nasional (y) tergantung pada JUB (M) dan kecepatan peredaran uang (vy). Persamaan M . vy pada hakekatnya menunjukkan nilai transaksi yang berlaku dalam perekonomian. Dalam perekonomian modern kegiatan produksi adalah untuk memenuhi kegiatan pasar, maka uang perlu digunakan untuk memenuhi aktivitas pasar dan transaksi yang berlaku. Dengan demikian nilai M .v menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa yang tercipta dalam perekonomian dalam satu tahun. Oleh sebab itu menurut golongan moneteris M . v dapat digunakan sebagai pendekatan lain dari pengeluaran agregat, sehingga:
M.V=C+I+G Komponen
uang
dalam
artian
luas
memainkan
banyak
peran
dalam
perekonomian. Beberapa dianggap sebagai alat pertukaran karena uang merupakan alat untuk bertransaksi untuk membeli barang dan jasa yang diasosiasikan dengan agregat transaksi yang lebih sempit. Uang dalam artian yang lebih luas juga dianggap
53
sebagai alat untuk berjaga-jaga karena dapat berupa pendapatan cadangan dan goncangan pengeluaran. Uang pun dianggap sebagai alat untuk menyimpan nilai, yang merupakan komponen penting tentang bagaimana kesejahteraan dialokasikan. Motif transaksi dan permintaan uang untuk berjaga-jaga memberikan penjelasan struktural mengapa uang membantu memprediksi inflasi. Ukuran tradisional dari uang dalam artian luas termasuk term deposit. Beberapa jenis deposit adalah preencashable (dapat ditunaikan sebelum jatuh tempo) dan oleh karena itu sangatlah likuid, sementara simpanan lain yang tidak dapat ditunaikan dianggap kurang likuid. Salah satu cara untuk memilih diantara banyak ukuran uang dalam artian luas adalah untuk mengorganisir berbagai macam definisi yang sesuai dengan likuiditas. Likuiditas telah didefinisikan dalam berbagai cara, The Concise Oxford Dictionary (1976) : “ An Asset is liquid if it is easily convertible to cash”. Kemudahan uang ditunaikan merupakan bentuk sederhana yang termasuk didalamnya biaya transaksi, minimum cost requirement, dan risk of capital loss. Pada spektrum agregat moneter Tabel 3. jenis uang yang paling likuid, M2 dan M2P merupakan agregat uang dalam artian luas secara konvensional. Kemudian, mutual fund pada bank dan institusi lain yang ditambahkan pada M2P, akan menghasilkan M2PFIQ & M2PALLQ. Kemudian CSB’s yang ditambahkan pada M2PFIQ & M2PALLQ akan menghasilkan M2P_Adj dan M2PP_Adj . CSB’s relatif mudah uang dikonversikan kedalam bentuk tunai. Treasury bills dan provincial saving bond ditambahkan menghasilkan M2PP, dan jika dikombinasikan dengan mutual fund di perbankan dan total mutual fund, M2PPFIQ & M2PPALLQ diciptakan. M3β menambah government bond jangka pendek, mortgage-backed, sekuritas, dan deposit mata uang asing terhadap M2PPALLQ. LLβ menambah bankers acceptances dan commercial paper dan M5 menambah obligasi lain yang berada pada rumah tangga, walaupun
54
obligasi demikian menjadi subjek bagi variasi modal yang dapat di konversikan kedalam bentuk tunai pada nilai yang belum tentu. Sebagian besar definisi dari uang dalam artian luas ini berisi penguasaan dari sektor personal dan non personal, walaupun dalam beberapa kasus hanya penguasaan oleh personal yang diikutsertakan. Narrow money atau M1 terdiri dari curenccy ditambah dengan demand deposit. Dalam artian yang lebih luas, disisi lain, kita membedakan antara spesifikasi 1 dan spesifikasi 2. Uang primer spesifikasi 1 atau M2 terdiri dari M1 + time deposit; dalam perkembangan pasar modal yang berkembang, masyarakat memegang tabungan disamping bentuk barang atau aset moneter pada setiap periodenya dan hal tersebut merupakan representasi dari bentuk time deposit. Broad money (uang primer) spesifikasi 2 atau M3 terdiri dari M2 + saving deposit dan simpanan lainnya dalam bentuk mata uang asing. Dalam definisi ini, masyarakat secara umum, hanya memegang porsi kecil dalam time & saving deposit tetapi dalam porsi yang lebih besar dalam simpanan uang yang dihasilkan dari luar negeri ataupun yang disimpan oleh perusahaan negara. Broad money (uang primer) merupakan dari bagi penawaran uang (currency + demand deposit) + quasy money yang terdiri dari time & saving deposit serta simpanan dalam mata uang asing (saving & demand deposit) yang dipegang oleh sektor privat domestik. Variabel skala umumnya digunakan dalam fungsi permintaan uang dalam pendapatan. Sedangkan variabel lain seperti kesejahteraan atau permanen income juga telah diajukan, tetapi data ini relatif tidak tersedia di Indonesia. Pandangan W. Regard terhadap pendapatan, GDP, digunakan sebagai dasar dibandingkan dengan GNP karena lebih baik tentang aktivitas perekonomian domestik dan data kuartalan dapat dihasilkan dengan melakukan metoda interpolasi.
55
Tabel 3. Spektrum Agregat Moneter Aggregat Deskripsi M1+ Non Personal Notice Deposit + Personal Saving Deposit M2 M2+TML+CUCP+ Life Insurance+ Personal Deposit at M2P Owned Saving Institutions + Money Market Mutual M2PFI M2P+ Mutual Fund at Financial M2PALL M2P+ All Mutual M2P_Ad M2PFIQ M2PP_Ad M2PPAALLQ+CS M2P+ Provincial & Canada Saving Bond + M2PP M2PPFI M2P_Adj + Provincial Saving Bond + M2PPALL M2PP_Adj + Provincial Saving Bond + M2PP + Mutual Fund + 1to 3 year Government Bonds + M3β Back Securities + Canadian Resident Foreign Currency Book in LLβ M3β + Βanker's Acceptance + Comercial Paper issued Financial LLβ + Other Federal, Provincial, Municipal, and Corporate M5 held by Non Human NHW Total TW Sumber : McPhail (1999)
3.4. Teori Dasar Moneter 1. Teori Kuantitas Uang Dalam pandangan klasik, uang hanya digunakan sebagai alat pertukaran dan pengukur nilai, sehingga uang bersifat netral dan tidak mempengaruhi sektor riel. Satusatunya variabel yang terpengaruhi hanyalah tingkat harga umum. Dalam teori klasik, jumlah uang yang beredar akan menentukan posisi dari fungsi permintaan agregat .
2. Persamaan Irving Fisher dan Reformasi Friedman Dalam teori kuantitas uang klasik, persamaan Irving Fisher yang merupakan titik tolak pengembangan teori kuantitas merupakan suatu identitas yang menghubungkan volume transaksi (T) pada tingkat harga berlaku (P) dengan jumlah uang beredar (JUB), yang dikalikan dengan besaran koefisien kecepatan perputaran uang (v = velocity of money). Bentuk identitas yang dimaksud adalah:
56
M . V ≡ P.T Karena T adalah volume transaksi yang besarnya sama dengan volume output (y), maka persamaan diatas dapat diubah menjadi :
M . V ≡ P.y Dalam teori kuantitas uang, nilai variabel M, v, dan y ditentukan oleh faktor lain. Karena itu persamaan Fisher ini hanya berfungsi untuk menentukan tingkat harga umum (P). Hubungan tingkat harga umum dengan JUB adalah:
P = (v/y) . M dimana v/y adalah rasio v dan y yang masing-masing tetap besarnya. Melengkapi persamaan Fisher dan mempertimbangkan pendapat Keynes, Friedman melakukan reformulasi. Ia menyatakan bahwa elastisitas dari permintaan uang secara pasti tidak terbatas, sedangkan JUB adalah faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi. Dalam teori kuantitas uangnya, Friedman memfokuskan pada permintaan uang (Md), dengan formulasi:
Md = k . P . y Kemudian Friedman memperlakukan penawaran uang (M) sebagai variabel eksogen yang dikontrol otoritas moneter:
M = Md = k . P . y M . (1 / k) = P . y Karena v adalah velocity of money sama dengan 1 / k.
57
Pendekatan Marshall dan A.C. Pigou Pendekatan ketiga ini disebut juga dengan pendekatan Cambridge yang menunjukkan hubungan proporsional antara kuantitas uang dengan tingkat harga umum. Diasumsikan bahwa permintaan uang merupakan proporsi dari pendapatan:
Md = k . P . y Persamaan ini dalam kondisi keseimbangan yang menunjukkan JUB (Jumlah Uang Beredar) sama dengan yang diminta akan menjadi:
M = Md = k . P . y Ini berarti, persamaan Marshall dan Pigou sama dengan persamaan Friedman
Teori Keynes Dalam teori Keynes, uang merupakan alat tukar (transaksi) sekaligus nilai kekayaan. Ada tiga motif yang melatarbelakangi seseorang memegang uang dalam aktivitas ekonominya. Pertama, motif transaksi (transaction motive), yang mempunyai kaitan dengan pendapatan nasional. Kenaikan pengeluaran agregat menyebabkan kenaikan pendapatan nasional, sehingga hal ini juga berarti meningkatkan nilai transaksi. Adapun bentuk persamaannya:
Lr = Lr (y) Kedua, motif berjaga-jaga (precautionary motive). Motif ini dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan (sifat hubungannya positif) dan tingkat bunga (sifat hubungannya negatif):
Lp = Lp (y, i) Ketiga, motif spekulasi (speculative motive). Motif ini menurut Keynes
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, yang dalam persamaan adalah:
58
Ls = Ls (i) maka dapat disimpulkan persamaan teori Keynes sebagai berikut:
L = L (y, i) Teori Preferensi Likuiditas Teori ini menggambarkan hubungan antara permintaan uang dan tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga akan naik bila terjadi kelebihan permintaan uang dan merosot ketika terjadi kelebihan JUB (Jumlah Uang Beredar). Perubahan tingkat suku bunga sebagai dampak perilaku permintaan dan penawaran uang yang terjadi, mempunyai keterkaitan dengan perilaku investasi, dan sebagai kondisi akhir akan berpengaruh pada pendapatan nasional.
3.5. Permintaan Uang Dalam kondisi umum, permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan dan biaya oportuniti dari memegang uang. Semenjak individu dapat mensubtitusi antara uang dan barang, dan antara uang dan aset finansial, biaya oportunitas yang terkait umumnya adalah tingkat inflasi dan tingkat sukubunga dari aset finansial. Oleh karena itu, permintaan dari real balance dapat terlihat seperti berikut :
[1].Log ( M / P) td = a 0 + a1 log Yt + a 2 log Rt + a3 INFLTt e masyarakat mengukur biaya oportunitas dari memegang uang terhadap barang adalah dengan tingkat inflasi yang diharapkan, INFLTe. Tingkat inflasi yang diharapkan diasumsikan dibentuk oleh mekanisme ekspektasi adaptif sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Cagan (1956) dan juga digunakan oleh Aghevli (1977) dan Aghevli dan Khan (1978) seperti hubungan dibawah ini :
59
[2] ΔINFLTt e = ∂ ( INFLTt − INFLTt e );.....0 ≤ ∂ ≤ 1 Pada saat INFLT merupakan tingkat inflasi aktual yang sebenarnya. Semenjak sebuah analisa dari data Indonesia mengindikasikan bahwa koefisien penyesuai dari inflasi adalah sangat dekat dengan satu. Tingkat inflasi aktual dapat digunakan sebagai proksi terhadap tingkat inflasi yang diharapkan. Formasi inflasi yang diharapkan didasarkan pada ide bahwa ekspektasi yang sekarang diperoleh dari memodifikasi ekspektasi terdahulu. Goldfeld (1976), diasumsikan bahwa masyarakat menyesuaikan jumlah yang dipegang sesuai dengan mekanisme penyesuaian parsial seperti berikut :
[3]ΔLog ( M / P) t = δ [ Log ( M / P ) td − Log ( M / P) t −1 ] dimana δ adalah koefisien penyesuaian dan 0 ≤ δ ≤ 1. Persamaan [3] mengatakan bahwa masyarakat menambahkan terhadap persediaan keseimbangan terdahulu sejumlah δ dari perbedaan antara permintaan yang diinginkan dan penawaran aktual dari keseimbangan uang riil pada periode yang lalu. Asumsi lebih jauh adalah bahwa arus permintaan uang selalu identik terhadap arus penawaran uangnya, dan dengan melakukan substitusi persamaan [1] dan [2] kedalam persamaan [3], akan dihasilkan :
[4] Log ( M / P) td = a 0δ + a1δLogYt + a 2δLogRt + a 3δINFLTYt e ............................ + (1 − δ ) Log ( M / P) t −1 + δU t Elastisitas pendapatan a1, diharapkan positif dimana koefisien inflasi a3 diharapkan negatif sebagai refleksi biaya opotunitas dari keseimbangan memegang
60
uang relatif terhadap barang riil. Sedangkan koefisien a2 hendaknya bernilai negatif bagi uang dalam artian sempit dan positif bagi uang dalam artian luas. Dengan melakukan proses penyesuaian yang sama terhadap fungsi permintaan uang, dua persamaan perilaku dapat ditulis dalam bentuk penyesuaian parsial sebagai berikut :
[5] Log (C / D) t = bo w + b1 wLogYt + (1 − w) Log (C / D) t −1 + wU t [6] Log (T / D) t = co v + c1vLogYt + c 2 vLogRt + (1 − v) Log (T / D) t −1 + rU t
Persamaan [5] dimaksudkan bahwa sejak sebagian besar dari Indonesia tidak termonetisasi secara sempurna, karena pendapatan meningkat, masyarakat akan menggunakan demand deposit lebih banyak untuk kegunaaan transaksi, jadi penurunan dari ratio antara curency (C) dan demand deposit (D). Persamaan [6] menyatakan bahwa
sejak
tabungan
sebagian
besar
berbentuk
time
deposit,
kita
dapat
mengharapkan rasio dari time deposit terhadap time demand deposit (T/D) meningkat sejalan dengan pendapatan yang meningkat dan faktor lain yang mempengaruhi ratio time deposit dan time demand deposit (T/D) adalah tingkat suku bunga (R).
Spesifikasi permintaan uang jangka panjang yang mengakomodir berbagai motif dari memegang uang adalah :
M d = a 0 + p + a 2 y + a3 w + a 4 i 0 − a5 i c Permintaan yang jangka panjang tergantung pada pendapatan Y, yang didekati oleh GDP riil dan kesejahteraan. Sedangkan definisi kesejahteraan yang digunakan dalam hal ini adalah rtw terdiri dari real total wealth dalam suatu perekonomian dan rnhw merupakan turunan kesejahteraan seseorang untuk memperoleh ukuran dari real non human capital.
61
Walaupun GDP deflator akan sangat konsisten dalam penggunaan real GDP dalam persamaan permintaan uang. Variabel harga p adalah diperoleh dari total CPI karena harga merupakan biaya bunga bagi suatu kebijakan. Tingkat pengembalian sendiri dari uang dalam artian luas io merupakan suatu proksi dari tingkat pengembalian 5 tahunan simpanan di bank. Hal ini merupakan suatu pendekatan yang sempit bagi tingkat pengembalian dari uang dalam artian luas tetapi seringkali sangat sedikit tingkat pengembalian dari komponen lain uang dalam artian luas ic, adalah rata-rata tertimbang dari aset non moneter dalam kesejahteraan non human, dikonstruksikan untuk menjadi representasi definisi dari uang dalam artian luas. Model berikut diadaptasi dari McCallum (1989) dengan menambahkan ketidakpastian
terhadap
pengendalian
bank
sentral.
Permintaan
uang
riil
direpresentasikan sebagai berikut :
m t = Pt + a 0 + a1 Yt − a 2 i ct + ε t dimana mt adalah merupakan log dari agregat uang dalam artian luas, Pt adalah log dari tingkat harga, Yt adalah log dari GDP riil, i ct adalah tingkat sukubunga nominal yang terdapat pada fungsi permintaan uang yang merupakan tingkat sukubunga 3 bulan dan εt adalah variabel white noise random yang merangkum ketidakpastian tentang permintaan uang riil. Terlihat bahwa dalam keseimbangan, tingkat inflasi timbul dari tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar yang berlebihan dibandingkan dengan permintaan uang riil. Penawaran agregat uang dalam artian luas terlihat sebagai berikut :
m t = b 0 + b1h t + b 2i ct + ζ t
62
dimana ht adalah log dari monetary base dan ζt adalah variabel random white noise yang merangkum ketidakpastian tentang multiplier uang, dengan varian σζ2. Permintaan uang merupakan pilihan antara aset riil alternatif dan aset finansial yang tersedia bagi para pelaku ekonomi dalam keseimbangan uang riil. Dalam hal ini, kesejahteraan diasumsikan terdiri dari uang, aset domestik riil, aset keuangan domestik dan aset keuangan luarnegeri. Modifikasi model keseimbangan portofolio standar dari sektor moneter, seperti yang dikembangkan oleh Kouri & Porter (1974) dan Branson (1977) menghasilkan persamaan berikut :
M = A + β 0Y + β1 ∏ e + β 2 i + β 3i * + β 4W P
i * = [(1 + i f )(1 + e e )] − 1 Dimana : M
= M1 & M2
P
= Indeks harga konsumen
Y
= Nilai riil transaksi ekonomi
πe
= Tingkat inflasi yang diharapkan
i
= Tingkat sukubunga domestik
if
= Tingkat sukubunga luarnegeri
W
= Tingkat kesejahteraan
ee
= Tingkat depresiasi yang diharapkan
Persamaan yang telah dikembangkan oleh Kouri & Porter (1974) dan Branson (1977) di atas, alokasi kesejahteraan pada keseimbangan uang tergantung pada tingkat permintaan untuk transaksi dan biaya oportunitas dari biaya memegang uang domestik. Sedangkan
tingkat
inflasi
yang
diharapkan
dan
tingkat
sukubunga
domestik
63
dimaksudkan untuk merepresentasikan biaya oportunitas berkaitan dengan pemilikan aset fisik dan aset keuangan domestik dan hasil yang diharapkan dari investasi domestik.
3.6. Jalur Transmisi Kebijakan Moneter Penelitian tentang mekanisme transmisi moneter merupakan sesuatu hal yang strategis, khususnya dalam kaitan dengan upaya mengembangkan kapasitas dalam kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Pengertian yang jelas tentang mekanisme transmisi merupakan sesuatu hal yang krusial bagi target inflasi seperti yang dijelaskan oleh Agung (2002) dan Warjiyo (2004). Kerangka kerja target inflasi, kebijakan moneter bertujuan mencapai target inflasi yang ditetapkan dimasa yang akan datang. Jadi dalam kebijakan moneter hendaklah dipertimbangkan variabel-variabel lag, dan target inflasi membutuhkan pengaturan kerangka kerja kebijakan sebagai langkah awal. Kebijakan moneter memiliki pengawasan yang kurang sempurna terhadap inflasi dan seperti yang dikatakan Friedman, bekerjanya kebijakan moneter hanya melalui variabel lag dan jangka panjang. Jalur-jalur transmisi melalui instrumen kebijakan moneter akan mempengaruhi tingkat inflasi yang dikenal dengan mekanisme transmisi moneter dan ekonom banyak yang menyebutnya sebagai “Black Box”. Mekanisme transmisi bekerja melalui beberapa cara yaitu jalur langsung moneter (melalui penawaran jumlah uang yang beredar dan uang primer), jalur sukubunga (melalui tingkat sukubunga riil), jalur harga aset (melalui nilai tukar dan harga aset), jalur kredit (melalui pinjaman perbankan dan neraca perusahaan) dan terakhir melalui jalur ekspektasi. Untuk merancang sebuah kerangka kerja dari kebijakan moneter, maka pengertian terhadap setiap jalur transmisi mutlak diperlukan bagi otoritas moneter. Transmisi moneter penting bagi otoritas moneter untuk mengerti jalur-jalur yang mempengaruhi inflasi. Studi yang telah dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa jalur
64
tingkat sukubunga merupakan jalur yang dianggap penting bagi perekonomian negara Indonesia dan oleh karena itu direkomendasikan penggunaan tingkat sukubunga sebagai target operasional bagi kebijakan moneter. Namun demikian, pandangan yang komprehensif terhadap seluruh jalur transmisi moneter belum menjadi hal umum bagi negara Indonesia. Oleh karena itu Bank Indonesia secara ekstensifikasi perlu mengkaji seluruh jalur dari mekanisme transmisi kebijakan moneter tersebut, dengan menitik beratkan pada jalur tingkat sukubunga, pinjaman bank (Jalur kredit) dan jalur neraca perusahaan, jalur nilai tukar, dan jalur ekspektasi. Berbagai jalur mekanisme transmisi moneter seperti yang telah diuraikan diatas dapat dilihat dalam bentuk bagan pada Gambar 2.
3.6.1. Jalur Tingkat Sukubunga (Interest Rate Channel) Mekanisme transmisi moneter melalui jalur tingkat sukubunga (interest rate channel) dimulai dari perubahan tingkat sukubunga jangka pendek yang akan
ditransmisikan pada seluruh
tingkatan sukubunga jangka menengah dan jangka
panjang melalui mekanisme penyesuaian permintaan dan penawaran di pasar keuangan. Perubahan dalam tingkat sukubunga nominal jangka pendek yang ditetapkan oleh bank sentral dapat mendorong perubahan dalam tingkat sukubunga riil jangka pendek dan jangka panjang dengan keberadaan harga yang kaku, artinya dengan kekakuan harga, sebuah ekspansi kebijakan moneter akan mendorong kebawah tingkat sukubunga jangka pendek. Kemudian, dengan hipotesis yang dinyatakan bahwa tingkat sukubunga riil jangka panjang merupakan rata-rata harapan dari tingkat sukubunga jangka pendek di masa yang akan datang, dan tingkat sukubunga riil yang lebih rendah akan menyebabkan turunnya tingkat sukubunga riil jangka panjang. Seluruh perubahan ini diharapkan dapat mempengaruhi variabel harga dalam pasar uang, variabel sektor riil dan akhirnya pada inflasi.
65
OPEN MARKET OPERATION
RESERVE
MONETARY BASE
FUND RATE
MONEY SUPPLY
LOAN SUPPLY
MARKET INTEREST RATES
ASSET PRICE LEVELS
REAL RATES
Asset Price Channel
EXPECTATION INFLATION
EXCHANGE RATES
Expectation Channel Exchange Rate Channel
COLLATERAL Broad Credit Ch. Narrow Credit Channel
Interest Rate Channel
Balance INVESTASI Sheet Channel
Wealth Channel AGGREGATE DEMAND
Sumber : Kuttner, N. K. dan M. C. Patricia (2002)
Gambar 2. Jalur Mekanisme Transmisi Moneter
RELATIVE ASSETS PRICES
Monetarist Channel
66
Bagi tingkat sukubunga antar bank, tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan likuiditas bank merupakan faktor yang dominan pada perioda sebelum dan sesudah krisis, dengan akibat yang kuat dari tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia pada perioda sebelum krisis. Kondisi likuiditas bank menjadi variabel yang relevan dalam menentukan tingkat sukubunga antar bank bagi bank swasta devisa nasional, bank swasta non devisa, bank asing, dan bank negara. Bagaimanapun faktor likuiditas bukanlah merupakan faktor signifikan bagi bank yang dimiliki oleh negara, bank asing, dan bank campuran karena bank-bank tersebut memiliki akses terhadap dana secara lebih baik dibandingkan dengan bank lainnya. Tingkat sukubunga simpanan berjangka dan kondisi likuiditas merupakan dua determinan dari perilaku bank dalam menentukan tingkat sukubungan modal kerja. Sepanjang sebelum masa krisis, industri perbankan lebih memiliki akses terhadap dana dari luarnegeri, bank sentral dan antarbank, dengan demikian faktor likuiditas menjadi faktor yang tidak relevan bagi tingkat sukubunga pinjaman. Pada tingkatan perusahaan, pertumbuhan investasi tidak memiliki hubungan yang kuat terhadap pergerakan tingkat sukubunga kredit. Dalam kondisi meningkatnya kebijakan tingkat sukubunga, sebagian besar perusahaan memilih menempatkan dana yang dimilikinya pada simpanan berjangka di industri perbankan dan berupaya untuk mengurangi permintaan kreditnya. Jalur sukubunga adalah merupakan mekanisme utama yang bekerja dalam model makroekonomi konvensional. Pemikiran dasarnya adalah peningkatan dalam tingkat sukubunga nominal akan ditranslasikan kelam peningkatan tingkat sukubunga riil dan penggunaan biaya modal. Perubahan ini pada gilirannya akan mengarah
pada
pengurangan pengeluran untuk konsumsi dan investasi. Mekanisme demikian sudah menyatu dalam spesifikasi konvensional dari kurva IS (Old keynesian variety or New Keynesian macro model yang dikembangkan oleh Rotemberg dan Woodford (1997) dan
Clarida et.al. (1999). Respon makroekonomi terhadap kebijakan mengakibatkan
67
perubahan tingkat sukubunga lebih besar dari pada jika mengimplikasikan estimasi konvensional tentang elastisitas sukubunga dari konsumsi dan investasi. Pada sudut pandang klasik terhadap jalur transmisi, tingkat sukubunga mempengaruhi aktivitas ekonomi dengan mempengaruhi berbagai harga relatif dalam perekonomian. Hal ini adalah harga relatif modal dan konsumsi yang akan datang dalam hubungan konsumsi saat ini dan harga relatif dari barang domestik dengan barang luar negeri. Beberapa hal utama yang perlu mendapat perhatian dalam hubungan dengan mekanisme transmisi moneter jalur sukubunga : 1. Pergerakan dalam kebijakan bunga akan mempengaruhi investasi tetap melalui penggunaan biaya modal. Semakin tinggi tingkat sukubunga meningkatkan kebutuhan tingkat pengembalian dari projek investasi dan mengurangi tingkat investasi bisnis. Inventori dipengaruhi dengan cara yang sama dengan faktor investasi, dengan semakin tinggi tingkat sukubunga akan meningkatkan pengguna biaya
memegang
inventori
dan
mengarahkan
perusahaan
terhadap
mengefisiensikannya. 2. Tingkat sukubunga juga mewakili harga akan datang relatif terhadap konsumsi sekarang,
semakin
tinggi
tingkat
sukubunga
menyebabkan
rumah
tangga
mensubstitusikan masa yang akan datang dengan konsumsi saat ini. Pergerakan tingkat sukubunga juga memiliki efek pendapatan pada rumah tangga dan rumah tangga merupakan debitur murni, maka semakin tinggi tingkat sukubunga akan mengurangi nilai pendapatan dan selanjutnya akan menekan konsumsi. Akhirnya dengan mempengaruhi nilai dari aset keuangan seperti saham dan obligasi sebagai kesejahteraan rumah tangga, maka pergerakan tingkat sukubunga memiliki pengaruh pada pengeluaran sektor swasta. 3. Pergerakan tingkat sukubunga akan mempengaruhi nilai tukar dan dengan demikian mengubah harga kompetitif dan mempengaruhi net ekspor. Dengan adanya harga
68
domestik yang kaku dan penentuan harga produser, apresiasi nilai tukar riil meningkatkan harga relatif domestik dalam ukuran barang luar negeri dan menekan pada perubahan pengeluaran dari barang domestik ke barang luar negeri. Dengan mata uang domestik, fluktuasi nilai tukar diserap oleh keuntungan perusahaan dan hal ini akan mempengaruhi nilai modal perusahaan.
Bank sentral akan mempengaruhi tingkat sukubunga riil, efek dari kebijakan moneter akan tergantung pada tingkat sensitivitas tingkat sukubunga permintaan dan penawaran dalam suatu perekonomian. Pengeluaran konsumsi dan investasi akan merespon kuat terhadap tingkat sukubunga pada saat elastisitas temporal dari substitusi dalam konsumsi adalah tinggi. Christiano, Eichenbaum dan Evan (2001) menunjukkan bahwa suatu model yang terkalibrasi dengan jalur tingkat sukubunga dapat menghasilkan respon dinamik dari suatu perekonomian terhadap gangguan kebijakan moneter. Model tersebut dapat menyesuaikan dengan respon dinamik dari investasi terhadap gangguan moneter dengan mengasumsikan elastisitas investasi yang besar. Bernanke dan Gertler (1995) mengidentifikasikan 3 hal penting bagi jalur sukubunga konvensional untuk memandang permintaan agregat merespon perubahan tingkat sukubunga : Komposisi : pergerakan dalam tingkat sukubunga jangka pendek akan mempengaruhi pengeluaran pada barang tahan lama. Propaganda : Variabel riil terus menerus menyesuaikan setelah terjadi peningkatan dalam tingkat sukubunga jangka pendek. Amplifikasi : tingkat sukubunga mengarahkan pada pergerakan dalam output sementara biaya modal mengukur pengeluaran modal secara signifikan.
69
3.6.2. Jalur Kredit (Bank Lending Channel) Dalam dekade terakhir, terdapat sangat besar studi terhadap akibat dari ketidaksempurnaan pada pasar uang terhadap ekonomi riil dan siklus bisnis (Gertler 1988, Bernanke & Gertler 1989). Pengertian terhadap peran dari ketidaksempurnaan pasar uang telah melahirkan teori-teori pada mekanisme transmisi moneter yang menekankan pentingnya ketidaksempurnaan ini, khususnya masalah informasi yang asimetrik pada pasar kredit, dalam menjelaskan akibat dari kebijakan moneter. teoriteori ini dapat dikategorikan sebagai informasi yang bersifat asimetrik sebagai dasar mekanisme transmisi atau jalur kredit. Jalur pinjaman bank (bank lending channel) melengkapi kebijakan moneter dalam menggerakan penawaran kredit perbankan. Generasi pertama dari model pinjaman perbankan di motivasi dari aksioma Modigliani – Miller dengan dasar informasi asimetrik antara peminjam dan pemberi pinjaman tentang karakteristik yang disepakati. Stiglitz dan Weiss (1988) mengasumsikan para pengusaha memiliki informasi pribadi tentang bisnisnya, yang memiliki tingkat pengembalian yang sama tetapi dengan tingkat keberhasilan yang berbeda. Van den Heuvel (2001) menguji perilaku bank dengan adanya “Capital Adequacy Ratio” dan ketentuan permodalan yang baru. Faktor penting dari jalur pinjaman bank ini adalah bank sentral dapat mempengaruhi penawaran kredit yang diberikan oleh lembaga intermediasi keuangan dengan membatasi kuantitas uang, dan peningkatan biaya modal bagi bank tergantung pada peminjam. Banyak penelitian teoritis tentang peran kredit dalam fluktuasi ekonomi memfokuskan perhatian pada “moral hazard” dalam hubungan antara prinsipal dan agen yang merupakan karakteristik kontrak hutang dan model ini memiliki peran dalam mekanisme transmisi moneter. Model jalur kredit ini didasarkan pada adanya moral hazard dalam pasar hutang dan rancangan yang memadai dari kontrak keuangan disertai moral hazard mengarahkan pada aksioma Modigliani – Miller dan melahirkan peran kredit dalam fluktuasi ekonomi.
70
Jalur kredit akan mempengaruhi kondisi ekonomi dengan mengarahkan pada variasi dalam biaya modal perusahaan dan kesehatan keuangan perusahaan. Terdapat 2 literatur yang menggambarkan jalur kredit yaitu : Pertama, jalur pinjaman bank yang menekankan akibat dari kebijakan moneter pada neraca bank, khususnya pada sisi aset bank. Kedua, jalur neraca dengan penekanan pada akibat dari kebijakan moneter pada neraca perusahaan dan akses terhadap kredit perbankan. Menurut jalur kredit atau pinjaman bank, industri perbankan berpartisipasi dalam transmisi kebijakan moneter tidak hanya ditransmisikan melalui sisi hutang tetapi juga melalui sisi asetnya. Dalam kasus kontraksi moneter cadangan perbankan menurun dan deposit perbankan pun menurun. Dua kondisi yang perlu ada pada jalur ini adalah pinjaman bank dan saham harus merupakan substitusi yang tidak sempurna bagi peminjam atau peminjamnya adalah bank yang dependen dan bank sentral harus dapat membatasi penawaran dari pinjaman bank. Kebijakan moneter dapat mempengaruhi penawaran perbankan terhadap kredit, khususnya bank dengan skala usaha kecil dan hal ini tidak berlaku bagi bank dengan skala besar yang dapat melindungi kebutuhan untuk menawarkan pinjaman lebih besar dengan mencari sumber dana yang lebih murah dari luarnegeri. Jalur bank peminjam dari phenomena transmisi moneter di Indonesia menggunakan data sampel termasuk perioda sesudah krisis dan menggunakan berbagai macam alat untuk menganalisanya dan hal ini akan menstimulasi pada dua hal yaitu : Pertama, bukti dari kemampuan bank besar untuk melindungi penawaran jumlah yang dapat dipinjam dengan mengakses dana non deposit dari luar negeri yang pada waktu sekarang setelah masa krisis menjadi lebih terbatas sejak krisis ekonomi. Kedua, timbulnya masalah kegentingan dalam hal mendukung jalur bank peminjam seperti pasar kredit lebih menentukan kredit, dari pada penentuan permintaan seperti yang dianjurkan oleh jalur uang atau jalur sukubunga. Bagaimanapun juga, adanya kegentingan kredit dimana adanya rasioning
71
non harga yang secara simultan menunjukkan bahwa keefektifan dari sisi moneter dalam mempengaruhi penawaran kredit juga menjadi berkurang. Nilai aset juga memainkan peran penting dalam jalur kredit dalam arti luas seperti yang dikembangkan oleh Bernanke dan Gertler (1989), dalam jalur kredit dalam arti luas, harga aset adalah sesuatu yang penting terutama dalam menentukan nilai dari jaminan yang mana perusahaan dan konsumen mengajukan kredit. Dalam pasar kredit, turunnya nilai jaminan akan meningkatkan beban bagi peminjam dengan harus membayar lebih bagi keuangan eksternal, yang pada gilirannya akan mengurangi konsumsi dan investasi. Jadi, pengaruh kebijakan akan mendorong perubahan pada tingkat sukubunga yang memiliki pengaruh akselerator keuangan. Seperti jalur kredit dalam arti luas, kredit dalam arti sempit atau jalur bank peminjam mendasarkan pada friksi pasar kredit, tetapi dalam versi ini, bank memainkan peran yang sentral. Esensi dari semua ini adalah karena bank mendasarkan permintaan simpanan cadangan sebagai sumber dana dan kontraksi kebijakan moneter, dengan mengurangi volume cadangan bank, hal tersebut akan mengurangi penawaran pinjaman yang akan mengurangi pengeluaran. Dengan adanya kontraksi moneter, bank-bank yang memiliki skala kecil dengan akses terbatas terhadap sumber dana akan menurunkan penawaran pinjaman lebih besar dari pada bank yang memiliki skala besar. Dari sisi peminjam, peminjam-peminjam kecil yang dicirikan dengan kuatnya informasi yang asimetrik dan rendahnya daya jangkau terhadap sumber alternatif dari dana umumnya memiliki tingkat sensitifitas yang lebih tinggi terhadap kontraksi moneter. Secara agregat ditunjukkan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi bank peminjam dengan jangka waktu hingga kemampuan bank untuk mengisolasi turunnya simpanan dengan melikuidasi saham-saham yang dimiliki. Disagregasi dari total pinjaman bank kedalam perusahaan dan individual ditunjukkan. Secara kontras, pinjaman kepada sektor individu turun secara signifikan setelah terjadinya goncangan
72
moneter. Hal ini dapat dijelaskan dengan apa yang sering disebut “The flight to quality phenomenon” yaitu dalam kontraksi moneter, untuk mengkompensasi turunnya arus
kas, peminjam mengakses pinjaman jangka pendek, dan pinjaman-pinjaman pada peminjam yang kurang yakin seperti pada individu akan diberikan. Dengan melakukan disagregasi perbankan berdasarkan kekuatan modalnya maka efek dari kebijakan moneter pada bank peminjam lebih kuat bagi bank-bank yang memiliki modal yang rendah. Ketidakefektifan suatu kebijakan moneter dlam mempengaruhi bank peminjam terutama pada masa krisis tergantung pada kemampuan suatu perbankan dalam mengakses dana dari sumber international. Suatu kemunduran dari modal perbankan dan tingginya resiko kredit, peningkatan dalam tingkat suku bunga sebagai akibat pengetatan moneter pada meningkatnya kemungkinan gagalnya kredit, sehingga perbankan menjadi sulit untuk mengekspansi kreditnya dan hal ini menunjukkan adanya informasi yang asimetris akibat pengaruh dari
kebijakan moneter dan hal tersebut
memberikan pengaruh yang lebih kuat pada masa resesi dan dalam perioda puncak (boom)
3.6.3. Jalur Neraca (Balance Sheet Channel) Dalam studi empiris terhadap jalur neraca (balance sheet channel) dari transmisi moneter terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu Pertama, posisi neraca perusahaan memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan investasi perusahaan. Kedua, kebijakan moneter mempengaruhi neraca perusahaan dan keputusan dari investasi perusahaan tersebut. Bukti empiris menyarankan bahwa variabel neraca (arus kas dan hutang) merupakan determinan penting dalam investasi perusahaan dan investasi-investasi yang dilakukan oleh perusahaan kecil relatif lebih sensitif terhadap perubahan neraca perusahaan dibandingkan denganperusahaan besar. Penemuan yang paling penting adalah sensitivitas dari investasi berkenaan
73
dengan perubahan yang terjadi pada variabel neraca meningkat sepanjang perioda kontraksi moneter. Pada saat kebijakan moneter yang terkontraksi melahirkan akibat yang berkebalikan pada investasi riil sepanjang neraca perusahaan didukung, suatu kondisi moneter yang kondusif akan memperbaiki neraca perusahaan, jadi investasi bukanlah merupakan jawaban bukanlah merupakan jawaban pada studi ini. Dibawah kondisi neraca yang lemah, sebuah akibat simetrik dari kebijakan moneter contohnya kuatnya efek negatif yang lebih kuat dalam kaitannya dengan kontraksi tetap tidak terlalu memiliki kekuatan dalam hal ekpansi menjadi lebih dimungkinkan.
3.6.4. Jalur Nilai tukar (Exchange Rate Channel) Pada perekonomian terbuka suatu negara kecil, nilai tukar (exchange rate channel) menjadi suatu jalur yang penting dalam mentransmisikan kebijakan moneter,
dalam pergerakan nilai tukar tersebut secara signifikan akan mempengaruhi pengembangan permintaan agregat dan penawaran agregat dan output dan harga. Kekuatan relatif yang timbul tergantung pada pengaturan nilai tukar dari suatu negara, dalam sistem nilai tukar yang mengambang maka kebijakan moneter dengan mendepresiasikan mata uang domestik akan meningkatkan harga domestik walaupun tidak terdapat ekspansi pada permintaan agregat. Pada beberapa negara yang mengadopsi regim mengambang terkendali, pengaruh dari kebijakan moneter akan bekerja relatif lebih kuat melalui jalur selain jalur nilai tukar dalam mempengaruhi output riil dan harga. Namun demikian, nilai tukar memiliki ruang untuk berfluktuasi, khususnya pada saat terdapat rentang yang relatif lebar dari sistem nilai tukar terkendali atau jika terdapat substitusi yang tidak sempurna antara aset domestik dan luar negeri, dan jalur nilai tukar dari kebijakan moneter mempengaruhi output dan harga bahkan dengan memberikan pengaruh yang kecil sekalipun dan dalam waktu yang lebih panjang.
74
Mempertimbangkan perubahan yang mungkin dalam keefektifan kebijakan moneter dalam regim yang berbeda, dan hal tersebut penting untuk menguji kekuatan relatif dari jalur nilai tukar dalam dua regim nilai tukar. Pada jalur nilai tukar dari transmisi moneter di Indonesia dapat diilustrasikan dalam dua blok. Pertama, diupayakan untuk mengukur gangguan kebijakan moneter yang
memiliki
pengaruh
dominan
pada
pergerakan
nilai
tukar
dengan
membandingkannya dengan faktor resiko. Gangguan variabel kebijakan yang dominan menentukan kebijakan moneter dapat ditransmisikan terhadap inflasi melalui jalur nilai tukar. Kedua,
bertujuan untuk mendeteksi transmisi perubahan nilai tukar terhadap
tingkat inflasi baik secara langsung melalui harga (direct pass through effect) dan secara tidak langsung melalui output (indirect pass through effect). Sementara itu, jalur nilai tukar tidak terlalu terkait pada sistem nilai tukar yang berdasarkan sistem mengambang terkendali. Pergerakan nilai tukar relatif stabil dalam rentang tingkat depresiasi yang dapat diprediksi, dan hal tersebut tidak mendorong timbulnya efek “pass-through” terhadap ekonomi riil dan harga. Jalur nilai tukar adalah elemen penting dalam model makroekonomi terbuka konvensional, dan mata rantai dari transmisi berawal dari tingkat sukubunga pada nilai tukar melalui kondisi uncovered interest rate parity yang terkait dengan perbedaan tingkat sukubunga. Jadi, suatu
peningkatan dalam tingkat sukubunga domestik relatif terhadap tingkat sukubunga luarnegeri, akan mengarahkan pada mata uang yang lebih kuat dan mengakibatkan penurunan dalam hal net eksport khususnya dan permintaan agregat pada umumnya. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar bekerja dengan sangat lemah. Tindakan otoritas moneter untuk mempertahankan variabilitas nilai tukar dalam rentang tertentu akan membuat nilai tukar relatif stabil dan dapat diprediksi. Dalam kondisi demikian, tingkat sukubunga pada instrumen sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada nilai tukar dan nilai tukar itu sendiri bukan
75
merupakan determinan penting bagi inflasi. Sepanjang implementasi dari sistem mengambang setelah perioda krisis, mekanisme transmisi kebijakan moneter terlihat bekerja dengan baik tetapi sistem perbankan di Indonesia tidak dapat mendukungnya dan faktor resiko masih cukup tinggi, menyebabkan mekanisme pasar dalam sistem bebas mengambang tidak dapat bekerja dengan efisien.
3.6.5. Jalur Harapan (Expectation Channel) Sebagai salah satu jalur dalam mekanisme transmisi, inflasi yang diharapkan (expectation channel) memainkan peran yang krusial dalam peningkatan apresiasi pasar dari inflasi yang ada dan yang akan datang. Inflasi yang diharapkan dapat dikembangkan dalam batas dengan dinamika dari perekonomian dan ketersediaan informasi. kebijakan moneter dan pembangunan ekonomi dapat mempengaruhi formasi dari inflasi yang diharapkan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perilaku agen ekonomi. Secara teoritis, perubahan dalam perilaku dapat direfleksikan dalam investasi dan keputusan konsumsi dan hal tersebut akan mempengaruhi perubahan dalam permintaan agregat dan inflasi seperti juga dalam hal penetapan harga dan upah sedangkan kekakuan dalam penetapan harga perusahaan akan timbul jika dalam penetapan harga tersebut tidak mempertimbangkan apresiasi atau depresiasi pada nilai tukar. Penelitian membuktikan bahwa inflasi yang diharapkan dan formasi inflasi ditentukan oleh nilai tukar, inflasi perioda lalu (inertia) dan tingkat sukubunga, meskipun demikian, respon pasar terhadap faktor-faktor tersebut tidaklah selalu asimetrik dan sebaliknya, sektor rumah tangga bereaksi secara asimetrik terhadap pergerakan nilai tukar.
76
3.6.6. Jalur Harga Aset (Asset Price Channel) Seperti yang telah diketahui secara terbuka, pergerakan harga aset (asset price channel) berisi informasi tentang kondisi ekonomi dimasa yang akan datang serta jalur
inflasi dimasa yang akan datang. Sementara properti ini sesuai bagi beberapa negara dan tidak perlu untuk mempertahankan informasi ini bagi negara lain. Untuk negara seperti Jepang, Inggris, beberapa negara lainnya, ayunan yang besar dari harga aset telah menciptakan fluktuasi dalam ekonomi riil, yang disebabkan oleh kombinasi dari setiap kebijakan moneter, siklus bisnis riil, dan liberalisasi keuangan. Lebih jauh lagi kondisi moneter merupakan latarbelakang dibalik inflasi harga aset (Hoffmaister dan Shcinasi, 1994) dan beberapa harga aset menunjukkan kekuatan untuk memprediksi inflasi dimasa yang akan datang (Filardo, 2000). Di negara lain, bagaimanapun juga, peran dari harga aset dalam mekanisme transmisi tidaklah terlalu jelas dan kuat. Namun demikian, keraguan yang timbul tentang peran dari harga aset dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter masih tetap ada. Oleh karena itu, untuk mengungkap jalur harga aset transmisi moneter, menghasilkan data serial yang reliabel pada harga rumah dan tanah yang lebih mewakili dalam merefleksikan kesejahteraan, dan memiliki hubungan yang dekat dengan kebijakan moneter. Salah satu jalur alternatif adalah jalur kesejahteraan, yang dikembangkan dari model konsumsi siklus hidup oleh Ando dan Modigliani (1963) dimana kesejahteraan rumah tangga merupakan kunci utama dari pengeluaran konsumsi. Hubungan hal tersebut dengan kebijakan moneter terjadi dari kaitan antara tingkat sukubunga dan harga aset sebuah kebijakan mengakibatkan tingkat sukubunga meningkat dan hal tersebut menurunkan aset jangka panjang (saham, obligasi dan perumahan), dan mengurangi sumberdaya rumah tangga dan mengarah pada turunnya konsumsi. Secara umum, transmisi kebijakan moneter diubah dengan perubahan dalam struktur dan kebijakan yang ada yang mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi.
77
Periode sebelum krisis, perekonomian Indonesia berada dalam perioda “boom” dengan banyaknya modal yang masuk dari luarnegeri. Dalam kondisi demikian, jalur tingkat sukubunga bekerja dengan sangat baik dalam mentransmisikan kebijakan moneter kedalam tingkat sukubunga pinjaman dan simpanan. Namun demikian, keefektifan dalam mempengaruhi ekonomi riil dihambat oleh kenyataan bahwa konsumsi dan investasi tidak responsif terhadap perubahan dalam tingkat sukubunga karena perekonomian yang “booming” dan banyaknya dana dari luarnegeri. Jalur Monetaris menitik beratkan pada pengaruh langsung dari perubahan relatif dari kuantitas aset, dibandingkan dengan tingkat sukubunga. Hal tersebut terjadi karena berbagai aset merupakan substitusi yang tidak sempurna bagi portofolio investor, dan perubahan dalam komposisi aset akan memberikan pengaruh pada kebijakan moneter yang akhirnya mengarahkan pada perubahan harga relatif, yang pada gilirannya akan diperoleh akibat yang riil sedangkan tingkat sukubunga tidaklah memainkan peran yang khusus dan walaupun mekanisme ini bukan merupakan bagian dari generasi dari model makroekonomi new keynesian Setelah masa krisis, bagaimanapun juga, sistem keuangan dan ekonomi memiliki perubahan struktural yang alami dan negara pindah ke sistem nilai tukar mengambang. Hal ini memiliki implikasi mendasar bagi bekerjanya mekanisme transmisi moneter. Pergerakan nilai tukar menjadi lebih nyata tegas dalam mempengaruhi ekonomi riil dan harga sementara keefektifan kebijakan moneter untuk mempengaruhi nilai tukar telah merusak kenyataan bahwa pergerakan nilai tukar dikendalikan oleh lebih banyak faktor non ekonomis. Demikian juga, pengharapan menjadi faktor yang penting dalam mempengaruhi inflasi, tetapi perilaku dari ekspektasi inflasi lebih dikendalikan sebagian besar oleh harga dan nilai tukar. Jalur tingkat sukubunga masih bekerja dengan baik dalam mentransmisikan kebijakan moneter, bahkan magnitudenya telah dipengaruhi oleh kondisi sistem perbankan dan ketidak pastian yang lebih tinggi serta faktor resiko.
78
Hal ini merupakan faktor utama dari suatu studi terhadap mekanisme transmisi moneter di negara Indonesia, akhirnya studi ini akan memberikan bukti kuat bagi perancangan yang lengkap dari mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Menyadari semakin lemahnya jalur transmisi kebijakan moneter melalui pendekatan kuantitas, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari mekanisme transmisi yang paling efektif. Debat pada level teoritis maupun implementasi kebijakan tentang mekanisme transmisi memang masih tetap menjadi kontroversi. Sementara itu, kebutuhan bagi bank sentral untuk mengetahui jalur mekanisme mana yang palng efektif mempengaruhi sasaran akhir tidak dapat ditunda hingga debat tersebut menjadi konklusif. Penerapan kerangka kebijakan moneter yang mengacu secara langsung pada sasaran inflasi (inflation targeting) sendiri tidak secara eksplisit mengatakan tentang bagaimana bank sentral dapat mencapai sasaran inflasi. Namun pada umumnya negara-negara yang menerapkan inflation targeting sekarang ini menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Demikian halnya, negaranegara yang tidak secara eksplisit menerapkan inflation targeting juga semakin banyak menggunakan instrumen suku bunga, terutama dengan pertimbangan tidak stabilnya hubungan antar agregat moneter ataupun antara agregat moneter dan sasaran akhir. Jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia merupakan channel yang penting untuk perekonomian Indonesia. Meskipun jalur suku bunga lebih efektif mempengaruhi inflasi dibanding dengan jalur agregat moneter, jalur agregat moneter (quantity targeting) masih diakui eksistensinya. Kedua jalur utama transmisi tersebut tidak harus dilihat secara substitusi. Artinya, penyusunan kerangka kebijakan moneter berdasarkan suatu jalur transmisi tertentu tidak berarti mengabaikan sama sekali jalur transmisi yang lain.
79
3.6.7. Jalur Langsung (Direct Monetary Channel) Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah suatu mekanisme yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kinerja perekonomian. Pada awalnya otoritas moneter menggunakan pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur kuantitas atau sering disebut dengan jalur langsung (direct monetary channel). Uang primer (base money) digunakan otoritas moneter sebagai sasaran
operasional yang merupakan pendekatan mekanisme transmisi moneter yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Sasaran operasional ini secara efektif akan berdampak pada sasaran antara dengan asumsi adanya pengganda uang dan velositas pendapatan yang relatif stabil. Sasaran antara mencakup beberapa besaran moneter seperti M2 dan M3, kredit perbankan dan nilai tukar. Pendekatan mekanisme transmisi moneter jalur langsung yang juga dikenal dengan pendekatan jalur kuantitas (quantity channel) mengikuti paham monetaris. Aliran monetaris percaya bahwa velocity of circulation dan uang beredar bersifat eksogen serta hal ini mengakibatkan uang tidak
bersifat netral karena uang dapat mempengaruhi produksi dan harga dalam jangka pendek. Aliran verticalist pun memiliki pandangan yang hampir serupa dengan aliran moneteris yaitu dengan asumsi money multiplier yang stabil maka perubahan uang primer akan mempengaruhi neraca bank dan mempengaruhi kredit yang pada akhirnya akan juga mempengaruhi kegiatan ekonomi. Pendekatan mekanisme transmisi ini otoritas moneter dapat mengendalikan M0 (Uang Primer) sekaligus M1 dan M2 dalam kaitannya dengan mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum dengan asumsi multiplier uang dan velositas pendapatan adalah stabil karena jika multiplier uang dan velositas pendapatan tidak stabil terutama pada kondisi perekonomian pada masa krisis maka kebijakan pemerintah seperti operasi pasar terbuka (open market operation) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar sulit untuk diprediksi dan pencapaian target ekonomi makro sulit tercapai.
80
Penerapan mekanisme transmisi moneter jalur langsung ini perlu dipertimbangkan karena menurut Bernanke dan Gertler (1995) adalah dalam studi empiris komponen suku bunga sebagai variabel harga modal sulit untuk diidentifikasi dan berbeda dengan pendekatan bukan suku bunga yang relatif lebih mudah dalam melakukan identifikasi dampak terhadap output ekonomi. Pada tahun 1983 Bank Indonesia sebagai otoritas moneter berupaya mencapai sasaran berganda ekonomi makro melalui pengendalian besaran agregat moneter (M1,M2) yang dianggap dapat memberikan kontribusi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Agregat moneter dalam hal ini uang primer (M0) dikendalikan oleh otoritas moneter melalui operasi pasar terbuka memiliki peran sebagai target operasional (operational target) yang akan mempengaruhi target antara (intermediate target) dan pada akhirnya mempengaruhi target akhir (ultimate target) berupa
pencapaian target ekonomi makro. Efektivitas kebijakan moneter ditentukan pula oleh kemampuan otoritas moneter dalam mengendalikan instrumen moneter yang tersedia atau mengendalikan uang primer dan adanya perubahan paradigma hubungan sebab akibat antara instrumen kebijakan dan sasaran akhir sebagai dampak dari deregulasi sektor keuangan. Deregulasi keuangan tersebut telah menyebabkan beberapa perubahan struktural seperti perubahan portofolio keuangan masyarakat dan batas antara M1 dan M2 yang tipis karena semakin dekat substitusi antara uang kuasi khususnya tabungan (M2).
3.7. Kerangka Model Makroekonomi Pemerintah terutama Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki peran yang amat penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Kebijakan moneter terkait dengan instrumen moneter, sasaran antara dan sasaran akhir yang terkait dengan kinerja perekonomian Indonesia.
81
Kebijakan moneter yang diupayakan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif bilamana otoritas moneter memahami proses yang terjadi mulai dari instrumen moneter sampai dengan sasaran akhir khususnya pada jalur mekanisme transmisi moneter sehingga dapat
dipilih alternatif yang paling baik dalam mencapai sasaran akhir
perekonomian yaitu nilai tukar yang stabil, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Bruto Indonesia). Model yang dibangun difokuskan pada perekonomian domestik dan pengaruh ekonomi dunia terhadap dalam negeri diwakili oleh variabel nilai tukar, ekspor, impor dan investasi langsung (FDI) yang menunjukkan pula bahwa model yang dibangun diasumsikan sebagai negara terbuka (open country) dan variabel nilai tukar, ekspor, impor dan investasi langsung (FDI) berperan sebagai variabel endogen (variabel yang dipengaruhi) yang menunjukkan bahwa asumsi yang digunakan adalah negara kecil (small country). Berdasarkan penjelasan tentang instrumen kebijakan dan jalur-jalur mekanisme transmisi moneter tersebut diatas dapat dibangun model makroekonomi seperti yang disajikan di bawah ini : 3.7.1. Nilai Tukar Nilai tukar Rp terhadap mata uang asing (dollar AS) merupakan salah satu indikator daya saing perekonomian Indonesia relatif terhadap negara lain dan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi lingkungan perekonomian domestik. Depresiasi rupiah mencerminkan penurunan biaya produksi yang dihasilkan oleh suatu negara sehingga dapat meningkatkan daya saing di luarnegeri. Oleh karena itu penanganan nilai tukar merupakan sesuatu yang penting terkait dengan makroekonomi dan intervensi bank Indonesia sebagai bank sentral dalam penetapan nilai tukar terhadap ekspor dan impor Indonesia berdampak pada nilai tukar efektif nominal. Nilai tukar ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan valas serta adanya intervensi pemerintah.
82
Penguatan nilai tukar disebabkan oleh kecenderungan melemahnya dolar US terhadap berbagai mata uang regional dan dunia disamping sentimen positif didalam negeri yang mampu mengangkat kepercayaan pelaku pasar. Menguatnya nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap trend laju inflasi dan tinggi rendahnya laju inflasi di Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing ekspor Indonesia di bandingkan dengan negara lain. Laju inflasi yang tinggi akan mempengaruhi sukubunga dan pada daya saing produk ekspor terutama dari harga produk ekspor. Stabilnya laju inflasi dalam negeri akan memberikan pengaruh positif terhadap sukubunga (SBI) yang lebih rendah sehingga diharapkan akan menurunkan tingkat sukubunga pinjaman yang akan berpengaruh pada tingkat investasi yang dapat dibentuk dalam negeri dan mengaktifkan kegiatan investasi dalam negeri. Nilai tukar dibedakan atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan suatu konsep moneter yang mengukur harga relatif 2 mata uang, sedangkan nilai tukar riil mengukur harga relatif barang yang diperdagangkan secara internasional (tradable goods) dengan barang yang tidak diperdagangkan. Nilai tukar digunakan sebagai penyetara neraca pembayaran dan juga berfungsi sebagai sumber pendapatan pemerintah. Nilai tukar sangat memiliki pengaruh pada perdagangan internasional karena nilai tukar secara langsung mempengaruhi harga relatif komoditas perdagangan dan merupakan variabel eksogen yang dikendalikan oleh pemerintah, seperti yang disajikan sebagai berikut :
RER = E.P*/P RER = Nilai tukar riil dimana : E
= Nilai tukar nominal yaitu harga mata uang domestik terhadap mata Uang asing
83
P*
= Harga Internasional yang biasanya digunakan indeks harga perdagangan besar negara mitra dagang
P
= Harga domestik digunakan indeks harga konsumen di dalam negeri
Nilai Tukar ER
= f(INT,BOP, FDI, INDEX, IMPO, EXPO, MS)………………….. (1)
dimana : ER
= Nilai Tukar
INT
= Interest Rate
BOP
= Balance of Payment
FDI
= Foreign Direct Investment
INDEX = Indeks Harga Konsumen IMPO
= Impor
EXPO = Ekspor MS
= Money Supply
3.7.2. Sukubunga Tingkat sukubunga merupakan harga dari aset finansial atau harga dari dana yang dapat dipinjamkan. Menurut pandangan klasik, tingkat sukubunga ditentukan oleh penawaran tabungan dan permintaan investasi. Penawaran tabungan dipengaruhi oleh perilaku konsumen dalam menggunakan pendapatannya untuk konsumsi, artinya semakin tinggi tingkat sukubunga maka konsumen akan cenderung untuk meningkatkan tabungannya. Dalam perekonomian terbuka sukubunga domestik ditentukan oleh tingkat sukubunga dunia sebagai ekspektasi depresiasi mata uang domestik dengan luarnegeri merupakan kompensasi resiko kemungkinan depresiasi mata uang domestik. Dengan
84
demikian perubahan sukubunga domestik disebabkan oleh perubahan tingkat sukubunga dunia dan ekspektasi depresiasi mata uang domestik. Tingkat sukubunga secara teoritis ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran uang. Pemerintah melalui otoritas moneter dapat mempengaruhi tingkat sukubunga pasar melalui instrumen tingkat sukubunga diskonto dan naik turunnya tingkat sukubunga pasar dipengaruhi oleh naik turunnya tingkat sukubunga diskonto dari Bank Indonesia. Variabel penting yang dipertimbangkan otoritas moneter dalam menentukan sukubunga deposito adalah depresiasi rupiah. Semakin terdepresiasi rupiah makin meningkat sukubunga diskonto. Dari sisi moneter diidentifikasikan bahwa tingkat sukubunga di tentukan oleh permintaan dan penawaran uang dimana permintaan uang merupakan penjumlahan dari total uang khartal, giral yang terdiri dari demand deposit dan private demand deposit , dan uang kuasi yang jumlah dari time & saving deposit, foreign exchange account, dan foreign exchange account & other account dan permintaan uang dipengaruhi oleh
sukubunga, inflasi serta pendapatan domestik bruto. Sedangkan penawaran uang dipengaruhi oleh otoritas moneter (Bank Indonesia) dalam menetapkan jumlah uang beredar (uang primer/base money) dan koefisien pengganda uang sehingga dalam hal ini otoritas moneter memiliki peranan penting dalam proses penciptaan uang beredar dan dipengaruhi oleh sukubunga, inflasi, PDBI, cadangan wajib bank komersial, dan juga sukubunga sertifikat Bank Indonesia. Sektor moneter terkait erat dengan keseimbangan internal dan eksternal yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perekonomian
seperti
sukubunga,
pendapatan
domestik
bruto,
tingkat
harga,
kesempatan kerja, dan nilai tukar yang juga dipengaruhi oleh neraca perdagangan, net capital inflow, foreign direct investment dan kebijakan intervensi pemerintah. Disamping itu sukubunga di Indonesia juga diperkirakan dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan. Dalam hal terjadinya defisit transaksi berjalan, sukubunga domestik
85
akan naik untuk menarik modal asing (capital inflow) untuk menutupi defisit transaksi yang timbul. Oleh karena itu perilaku sukubunga di Indonesia diperkirakan dipengaruhi oleh tingkat sukubunga diskonto, sukubunga internasional, depresiasi mata uang rupiah dan jumlah uang beredar dan merupakan variabel eksogenus yang dikendalikan oleh pemerintah. Oleh karena itu model ekonomi untuk faktor sukubunga dapat disajikan sebagai berikut :
Sukubunga INT = f(MD, MS, BASE, INV, SBI, INDEX)……………………………….. (2) dimana : INT
= Interest Rates
MD
= Money Demand
MS
= Money Supply
BASE = Base Money INV
= Investasi
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
INDEX = Index Harga Konsumen
3.7.3. Inflasi Kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi dalam perekonomian. Dari sisi permintaan, inflasi merupakan fenomena kelebihan permintaan agregat dalam perekonomian. Pandangan Keynesian mengemukakan bahwa inflasi merupakan sesuatu yang diakibatkan oleh permintaan atau pengeluaran agregat yang melampaui peningkatan produksi agregat atas barang dan jasa dalam perekonomian sedangkan pandangan monetaris mengemukakan bahwa inflasi merupakan fenomena moneter yang disebabkan oleh kelebihan jumlah uang beredar. Kinerja inflasi diturunkan dari
86
perubahan harga umum, dimana harga umum yang digunakan adalah indeks harga konsumen, dan perubahan harga yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan agregat. Inflasi yang disebabkan oleh permintaan agregat disebut deman pull inflation (inflasi karena tarikan permintaan) yang umumnya terjadi karena adanya ekspansi moneter dan pengeluaran pemerintah serta spekulasi dan konsumsi masyarakat. Inflasi yang disebabkan oleh aspek penawaran agregat sering disebut dengan cost push inflation, yang sering diakibatkan oleh adanya penurunan produksi agregat karena adanya bisnis monopoli, monopoli tenaga kerja atau penurunan produksi karena musim. Disamping itu terdapat pula inflasi yang disebabkan karena inflasi yang diimpor. Kenaikan harga barang-barang impor yang disebabkan oleh depresiasi nilai tukar dapat juga mendorong inflasi dalam negeri. Oleh karena itu variabel nilai tukar mata uang perlu dipertimbangkan dalam model perilaku inflasi. Disamping itu kenaikan permintaan pada barang-barang yang tidak diperdagangkan secara internasional (non tradable
goods)
akan
meningkatkan
pengeluaran
investasi
pemerintah
juga
meningkatkan harga non tradable sehingga akan mendorong inflasi. Kebijakan moneter dalam jangka panjang mempengaruhi tingkat inflasi dan pencapaian tingkat inflasi yang diharapkan oleh suatu perekonomian merupakan salah satu prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, terciptanya lapangan pekerjaan dan tingkat inflasi yang tercapai akan menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pengembangkan kegiatan ekonomi selanjutnya. Odusola dan Akinlo (2001) mengemukakan 3 penjelasan umum tentang sebab inflasi yaitu aspek fiskal, moneter dan neraca pembayaran (balance of payment). Dari sudut moneter di tunjukkan bahwa inflasi disebabkan karena peningkatan jumlah uang beredar, dari sudut fiskal dikatakan bahwa defisit pada anggaran sebagai sumber penyebab terjadinya inflasi. Sedangkan dari aspek neraca pembayaran menekankan
87
pada aspek fluktuasi nilai tukar (exchange rate) yaitu ketika terjadi depresiasi pada nilai tukar yang mengakibatkan meningkatnya harga barang impor atau dikarenakan meningkatnya ekspektasi inflasi dari perilaku ekonomi. Depresiasi juga berpengaruh terhadap output agregat, yaitu berdampak pada ekspansi dan kontraksi. Depresiasi yang bersifat ekspansi disebabkan karena depresiasi menyebabkan harga relatif komoditas domestik menjadi lebih murah dibandingkan dengan negara lain yang berakibat pada meningkatnya ekspor yang berarti juga terjadi peningkatan permintaan agregat dan berdampak terhadap peningkatan output sedangkan depresiasi yang bersifat kontraktif timbul akibat meningkatnya harga barang impor yang akhirnya akan mempengaruhi harga secara keseluruhan dan ongkos produksi karena sebagian bahan baku produksi merupakan barang impor, maka perubahan nilai tukar akan mempengaruhi ongkos produksi, sehingga terjadinya depresiasi berarti pula meningkatnya biaya produksi. Model ekonomi yang menggambarkan aspek inflasi tersebut di atas disajikan sebagai berikut :
Indeks Harga Konsumen INDEX = f(MS, MD, ER, PDBI, GEXP, BASE)…………………………… (3) dimana : INDEX
= Indeks Harga Konsumen
MS
= Penawaran Uang
MD
= Money Demand
ER
=
Exchange Rate
PDBI
=
Produk Domestik Bruto Indonesia
GEXP
=
Pengeluaran Pemerintah
BASE
=
Base Money (Uang Primer)
88
3.7.4. Neraca Transaksi Berjalan dan Neraca Pembayaran Neraca transaksi berjalan merupakan penjumlahan dari neraca perdagangan (ekspor-impor barang) dengan neraca jasa serta transfer pendapatan. Ekspor suatu negara dapat diartikan dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan. Dari sisi penawaran, ekspor merupakan penawaran barang dari suatu negara ke pasar internasional yang perilakukan mengikuti hukum penawaran yaitu berhubungan positif dengan harga. Umumnya dengan meningkatnya harga barang-barang ekspor akan mendorong jumlah yang diekspor ke negara yang bersangkutan. Dari sisi permintaan ekspor suatu negara merupakan permintaan negara-negara lain terhadap barang ekspor negara yang bersangkutan yang perilakunya mengikuti permintaan yaitu berhubungan negatif dengan harga dan berhubungan positif dengan pendapatan dinegara pengimpor. Disamping itu dipengaruhi juga oleh harga barang ekspor dan pendapatan negara pengimpor, perilaku ekspor juga dipengaruhi oleh nilai mata uang. Identitas yang menggambarkan penjelasan diatas disajikan sebagai berikut :
Neraca Perdagangan BOT = EXPO – IMPO …………………………………………………….. (4) Neraca Pembayaran BOP = BOT + Net. Capital Inflow …………………….………………… (5) dimana : BOT
= Balance of Trade
EXPO = Ekspor IMPO = Impor BOP
= Balance of Payment
89
3.7.5. Ekspor dan Impor Pertumbuhan ekspor dan impor akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maupun transaksi berjalan (current account). Ekspor migas dan non migas merupakan penghasil devisa, dan ekspor tersebut dipengaruhi karena adalah restrukturisasi perekonomian nasional. Disamping itu deregulasi dinilai telah berperan besar dalam peningkatan nilai dan daya saing produk ekspor Indonesia. Perilaku impor Indonesia dapat diartikan sebagai permintaan barang-barang luar negeri dari Indonesia yang perilakunya mengikuti perilaku konsumsi dan permintaan. Komponen terbesar dalam impor Indonesia adalah bahan baku dan barang-barang modal yang diperlukan oleh Investasi di Indonesia. Oleh karena itu Investasi di Indonesia berpengaruh terhadap impor Indonesia. Model ekonomi yang menggambarkan perilaku ekspor dan impor di atas yang merupakan pengaruh eksternal terhadap lingkungan domestik dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Ekspor dan Impor EXPO = f(ER,PDBI,KREDIT, INDEX ) ................................................. (6) IMPO = f(ER,PDBI,KREDIT, INDEX ) ................................................. (7) dimana : EXPO
= Ekspor
IMPO
= Impor
ER
= Nilai Tukar
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT = Jumlah Kredit INDEX
= Indeks Harga Konsumen
90
3.7.6. Investasi Dari sisi investasi, total investasi terdiri dari investasi swasta dan investasi pemerintah, dan total investasi swasta dipengaruhi oleh total kredit investasi, inflasi dan pendapatan nasional. Kredit investasi dipengaruhi oleh tingkat sukubunga dan nilai tukar. Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi belum bisa diharapkan dan aktivitas investasi dalam negeri berpengaruh terhadap faktor impor. Investasi merupakan pengeluaran untuk pembelian kapital yang digunakan untuk menambah kapasitas produksi nasional dan investasi berperanan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang dapat dilihat dari dua sisi : a.
Investasi dari sisi permintaan merupakan salah satu komponen pengeluaran yang menentukan besar kecilnya output atau pendapatan nasional dan fluktuasi komponen investasi mengakibatkan fluktuasi output nasional jangka pendek
b.
Dari sisi penawaran, investasi memiliki peran besar dalam menentukan produksi jangka menengah dan panjang.
Pengeluaran
investasi
akan
mempengaruhi
kapasitas
produksi
suatu
perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa dan investasi yang menjamin keseimbangan permintaan dan penawaran barang dan jasa dalam jangka waktu menengah dan panjang. Pertumbuhan negatif pada investasi ini perlu terus diwaspadai karena akan mempengaruhi produksi nasional jangka pendek maupun jangka menengah. Pertumbuhan volume perdagangan dunia berdampak positif terhadap permintaan ekspor barang dan jasa dan perbaikan ekspor tersebut akan berpengaruh pada produksi dalam negeri, dan kenaikan produksi atau pendapatan dalam negeri tersebut akan meningkatkan pengeluaran untuk barang dan jasa. Investasi
dipengaruhi
oleh
harga
output,
biaya
penggunaan
investasi,
sukubunga, harga input variabel, biaya internal dan ketersediaan sumberdaya eksternal
91
serta laju depresiasi kapital. Sumber pembiayaan investasi di Indonesia terdiri dari investasi pemerintah, investasi swasta domestik (PMDN), investasi swasta asing dan investasi masyarakat. Investasi swasta asing merupakan sumber pembiayaan investasi pembangunan dibanyak negara berkembang. Hal tersebut terjadi karena kemampuan negara tersebut dalam menabung rendah sehingga kemampuan investasi pun akan rendah, sehingga investasi asing merupakan sumber alternatif yang ada. Tingkat sukubunga domestik yang tinggi akan mempengaruhi investasi. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik juga mempengaruhi sektor investasi. Depresiasi nilai tukar disatu sisi meningkatkan daya saing produk asal Indonesia di pasar internasional dan meningkatkan daya beli mata uang asing dalam negeri. Oleh karena itu perilaku investasi seperti yang telah dijelaskan diatas dapat dibentuk model ekonomi sebagai berikut :
Investasi Swasta
ISWA = f(PDBI,INT,FDI, KREDIT) ........................................................ (8) Investasi Pemerintah IPEM = f(PDBI,INT,GEXP, KREDIT) .................................................... (9) dimana : ISWA
= Investasi Swasta
IPEM
= Investasi Pemerintah
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
INT
= Tingkat sukubunga
FDI
= Foreign Domestid Investment
GEXP
= Government Expenditure
92
KREDIT = Jumlah Kredit yang disalurkan
3.7.7. Sektor Moneter Sektor moneter didekati dari sisi perilaku permintaan uang dan penawaran uang. Model ini menganggap bahwa permintaan uang berasal dari jumlah uang khartal, uang giral, dan tabungan-deposito. Ketiga jenis uang tersebut dipengaruhi oleh sukubunga, inflasi serta pendapatan nasional. Sedangkan penawaran uang dipengaruhi oleh tingkat sukubunga pasar, inflasi, neraca pembayaran (balance of payment/ BOP) serta intervensi pemerintah berupa cadangan wajib bank komersial (reserve requirement/Rr) dan besarnya sukubunga sertifikat bank Indonesia (SBI). Penawaran uang merupakan determinan dari perilaku pasar uang dan pasar kredit bank. Pada sistem ekonomi tertutup, perilaku bank komersial dan non publik adalah salah satu kendala dari proses penawaran uang, sedangkan dalam sistem ekonomi terbuka proses penawaran uang juga tergantung pada neraca pembayaran dan terdapat hubungan langsung antara penyediaan dana, penawaran uang dan neraca pembayaran. Kondisi nyata negaranegara sedang berkembang terkait dengan masalah stabilitas harga, pendapatan dan neraca pembayaran. Bank Indonesia memiliki wewenang menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkan dan melakukan pengendalian moneter. Salah satu cara pengendalian moneter yang dilaksanakan Bank Indonesia adalah melalui kegiatan operasi pasar terbuka. Tujuan operasi pasar terbuka adalah mencapai target operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia dan operasi pasar terbuka merupakan kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter baik secara berkala atau pada saat-saat yang diperlukan.
93
Target operasional kebijakan moneter dapat berupa pengendalian jumlah uang beredar (target kuantitas) atau sukubunga (target harga). Dalam hal kebijakan moneter difokuskan pada pengendalian jumlah uang beredar maka uang primer atau komponennya (M0) dijadikan sebagai target operasional, dan jumlah uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2) sebagai target antara. Dalam hal kebijakan moneter difokuskan pada pengendalian sukubunga, Bank Indonesia menggunakan sukubunga pasar jangka pendek sebagai target operasional. Dari perubahan sukubunga jangka pendek diharapkan terjadi transmisi ke perubahan sukubunga jangka menengah dan panjang. Target operasional operasi pasar terbuka yang digunakan oleh otoritas moneter saat ini adalah uang primer (base money) dengan memperhatikan perkembangan sukubunga yang terjadi dipasar. Pencapaian target operasional uang primer dilakukan dengan mempengaruhi likuiditas perbankan melalui kontraksi atau ekspansi moneter. Basis moneter yang terkait dengan penawaran uang dapat dihubungkan dengan pendekatan multiplier (Luckett, 1984) seperti yang disajikan berikut ini :
1+K M2 = ------------------------------ BASE RD + K + X + T – RT dimana : M2 = Broad Money K
= Currency – demand deposit ratio
T
= Time – demand deposit ratio
X
= Excess Reserves – demand deposit ratio
RD = Required reserve ratio for demand deposit RT = Required reserve ratio for time deposit
94
M3 = CC + DD + ST + FD dimana : CC = Currency in circulation DD = Demand deposit ST = Saving & time deposit FD = Foreign currency deposit Cara pengendalian penawaran uang dilakukan dengan pengendalian langsung berupa pembatasan pemberian kredit, sedangkan cara lain yang umumnya dilakukan adalah dengan cara mengendalikan cadangan wajib (reserve requirement) dan fasilitas diskonto. Pengendalian langsung pemberian kredit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : Pertama, pembatasan plafon kredit secara menyeluruh. Kedua, Pengendalian kredit secara selektif. Pengendalian kredit menyeluruh merupakan upaya untuk membatasi pemberian kredit yang maksimal dapat dialokasikan oleh lembaga keuangan. Sedangkan pengendalian kredit secara selektif merupakan mekanisme subsidi dari sektor-sektor tertentu disamping untuk melakukan tujuan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Cadangan wajib (reserve requirement) merupakan salah satu instrumen kebijakan dan cadangan wajib tersebut tidak digunakan untuk mengendalikan penawaran uang dalam jangka pendek. Model ekonomi sektor moneter sesuai dengan gambaran diatas disajikan sebagai berikut :
Jumlah Uang Khartal UKHA = f(INT,PDBI,KREDIT, ER) ........................................................(10) Jumlah Uang Giral GIRA = f(INT,PDBI, KREDIT) ……………………………………………. (11)
95
Jumlah Tabungan & Deposito TADE = f(INT,PDBI, KREDIT) ............................................................. (12) Total Permintaan Uang MD = f(INT, PDBI, ER) ........................................................................ (13) Total Penawaran Uang MS = f(INT, INDEX, RR, SBI, BOP, BASE, KREDIT, PDBI) .............. (14) Uang Primer BASE = f(BOP,INT, INDEX, RR, CONS, TAX, TADE, PDBI, KREDIT) …………………………..................................…… (15) Kredit KREDIT = f(INT, RR, SBI) .................................................................. (16) dimana : UKHA
= Uang khartal
INT
= Tingkat sukubunga
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
ER
= Nilai Tukar Mata uang
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
RR
=
Reserve Requirement
CONS
=
Konsumsi
TAX
= Pajak
TADE
= Jumlah Tabungan dan Deposito
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
96
BOP
= Balance of Payment
BASE
= Base Money (uang primer)
3.7.8. Jalur-jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Transmisi moneter merupakan suatu hal yang komplek karena banyak jalur yang mempengaruhi keefektifan kebijakan moneter tersebut berjalan. Dari skema yang disajikan proses transmisi diawali oleh operasi pasar terbuka yang akan mempengaruhi tingkat sukubunga pasar melalui cadangan wajib dan dari sana proses transmisi akan dilanjutkan melalui beberapa jalur yang ada. Jalur sukubunga yang merupakan mekanisme utama dan bekerja dalam model makroekonomi konvensional. Peningkatan dalam tingkat sukubunga nominal akan ditranslasikan kedalam peningkatan tingkat sukubunga riil dan penggunaan biaya modal dan peningkatan sukubunga ini pada gilirannya akan mengarah pada pengurangan pengeluran untuk konsumsi dan investasi. Sedangkan jalur alternatif lain adalah jalur kesejahteraan, dimana kesejahteraan rumah tangga merupakan kunci utama dari pengeluaran konsumsi. Hubungan hal tersebut dengan kebijakan moneter terjadi dari kaitan antara tingkat sukubunga dan harga aset, sebuah kebijakan mengakibatkan tingkat sukubunga meningkat dan hal tersebut menurunkan aset jangka panjang (saham, obligasi dan perumahan), dan mengurangi sumberdaya rumah tangga dan mengarah pada turunnya konsumsi. Nilai aset juga memainkan peran penting dalam jalur kredit dalam arti luas dan dalam jalur kredit dalam arti luas, harga aset adalah sesuatu yang penting terutama dalam menentukan nilai dari jaminan yang mana perusahaan dan konsumen mengajukan kredit. Dalam pasar kredit, turunnya nilai jaminan akan meningkatkan beban bagi peminjam dengan harus membayar lebih bagi keuangan eksternal, yang pada gilirannya akan mengurangi konsumsi dan investasi. Jalur nilai tukar adalah
97
elemen penting dalam model makroekonomi terbuka konvensional, dan mata rantai dari transmisi berawal dari tingkat sukubunga pada nilai tukar melalui kondisi uncovered interest rate parity yang terkait dengan perbedaan tingkat sukubunga dan peningkatan
dalam tingkat sukubunga domestik relatif terhadap tingkat sukubunga luar negeri, akan mengarahkan pada mata uang yang lebih kuat dan mengakibatkan penurunan dalam hal net eksport khususnya dan permintaan agregat pada umumnya. Jalur Monetaris menitik beratkan pada pengaruh langsung dari perubahan relatif dari kuantitas aset dibandingkan dengan tingkat sukubunga terhadap kinerja perekonomian dan dengan demikian mekanisme transmisi moneter dapat dianggap sebagai refleksi dari berbagai macam jalur mekanisme transmisi dimana terdapat gangguan instrumen kebijakan moneter yang mempengaruhi kinerja perekonomian. Dari penjelasan tersebut diatas tentang berbagai jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter maka dalam penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap beberapa jalur transmisi seperti yang disajikan berikut:
Jalur Sukubunga PDBIS = f(INT, RR, SBI ) ................................................................................. (17)
Jalur Kredit PDBIK = f(RR, KREDIT, SBI) .......................................................................... (18)
Jalur Neraca (Balance Sheet) PDBIB = f(INT, RR,MS,INV,SBI, BASE) ......................................................... (19)
Jalur Ekspektasi PDBIE = f(INT, RR, INDEX,SBI) ..................................................................... (20)
98
Jalur Nilai Tukar PDBINT 1 = f(ER, INT, RR, MS, SBI, BASE) .................................................. (21) PDBINT 2 = f(ER, RR, MS, SBI, BASE) .......................................................... (22)
Jalur Langsung PDBIL = f(RR, SBI, BASE) .............................................................................. (23)
dimana : INT
= Interest Rate
ER
= Exchange Rate
Rr
= Reserve Requirement
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
SBI
= Sertifikat Bank Indonesi
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
BASE
= Uang Primer
MS
= Penawaran Uang
INV
= Investasi Swasta dan Investasi Pemerintah
PDBIK
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Kredit
PDBIS
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Sukubunga
PDBIE
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Ekspektasi
PDBIB
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Balance Sheet
PDBINT1
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Nilai Tukar 1
PDBINT2
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Nilai Tukar 2
PDBIL
= Produk Domestik Bruto Indonesia - Langsung
99
3.7.9. Keseimbangan Perekonomian Nasional Keseimbangan perekonomian nasional dicerminkan oleh keseimbangan internal dan eksternal. Keseimbangan internal terwujud karena terjadi keseimbangan pada pasar barang dan pasar uang, sedangkan keseimbangan eksternal terjadi jika neraca perdagangan sama dengan neraca modal asing (net capital flow). Indikator penting bagi perekonomian nasional adalah posisi neraca transaksi berjalan yang merupakan selisih antara ekspor barang jasa dan impor barang jasa secara agregat dari suatu kegiatan ekonomi luar negeri suatu negara. Sejak tahun 1970 perekonomian Indonesia selalu diwarnai dengan defisit neraca transaksi berjalan. Neraca pembayaran luar negeri merupakan gabungan dari neraca perdagangan (ekspor dan impor), neraca jasa (faktor produksi dan jasa-jasa non faktor) dan neraca modal (lalu lintas modal) sedangkan neraca transaksi berjalan merupakan gabungan dari neraca perdagangan dan jasa. Pendapatan nasional dari sisi pengeluaran diartikan sebagai suatu identitas yang terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor, sedangkan pendapatan yang siap dibelanjakan (dispossable income) adalah pendapatan dikurangi pajak.
Kinerja
suatu
perekonomian
dapat
direpresentasikan
melalui
indikator
makroekonomi seperti : 1. Pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan perubahan produk domestik bruto , investasi dan neraca perdagangan serta neraca pembayaran. 2. Stabilisasi ekonomi yang digambarkan melalui fluktuasi nilai tukar dan tingkat inflasi. Perhitungan pendapatan domestik bruto nasional terbentuk dari penjumlahan konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor sedangkan pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan dari pengeluaran pemerintah untuk investasi dan pengeluaran untuk konsumsi. Model
ekonomi
yang
tergambar sebagai berikut :
menggambarkan
keseimbangan
ekonomi
nasional
100
Pendapatan Nasional (PDBI) PDBI = Y = C + ISWA + IPEM + GEXP + EXPO – IMPO ……………. (24) YD = PDBI – TAX ................................................................................ (25) Konsumsi CONS = f(YD, INT, TADE) …………………………………..………….. (26) Pengeluaran Pemerintah GEXP = f(GREV, IMPO, PDBI, MS) .................................................... (27) Penerimaan Pemerintah GREV = f(TAX, PDBI) ......................................................................... (28) Pajak TAX = f(PDBI, INDEX) ........................................................................ (29) dimana : PDBI
=
Produk Domestik Bruto Indonesia
CONS
=
Konsumsi
ISWA
= Investasi Swasta
IPEM
= Investasi Pemerintah
EXPO
= Ekspor
IMPO
= Impor
ER
= Nilai Tukar Mata Uang
YD
= Disposable Income
TAX
= Pajak
INT
= Tingkat Sukubunga
GEXP
= Pengeluaran Pemerintah
GREV
= Penerimaan Pemerintah
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
101
BAB IV KONSTRUKSI MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Model Makroekonometrika Mekanisme Transmisi Moneter Perekonomian Indonesia
Penelitian ini membahas pencapaian target makroekonomi melalui jalur-jalur mekanisme transmisi moneter. Model yang dibangun dalam penelitian ini menggunakan sistem persamaan simultan karena dapat mengintegrasikan jalur-jalur mekanisme transmisi moneter secara eksplisit dan menunjukkan hubungan antara variabel ekonomi yang saling terkait dan digunakan untuk peramalan berbagai alternatif kebijakan. Variabel-variabel
ekonomi
yang
digunakan
dalam
model
makroekonometrika
mekanisme transmisi moneter mencakup instrumen moneter, variabel-variabel antara dan target makroekonomi dan komprehensif dalam menggambarkan fenomena moneter yang terjadi. Model makroekonometrika mekanisme transmisi moneter dibangun dengan memperhatikan dan memasukkan variabel-variabel ekonomi yang relevan dengan tujuan
penelitian
makroekonometrika
dan
dirancang
mekanisme
dalam
transmisi
bentuk
matematis.
moneter
Pada
perekonomian
model
Indonesia
menekankan pada aspek moneter khususnya jalur-jalur mekanisme transmisi moneter terlihat pada lampiran 19 - 26. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
di
atas
maka
model
Makroekonometrika Mekanisme Transmisi Moneter Perekonomian Indonesia dapat digambarkan dengan diagram alir seperti yang terlihat pada Gambar 3.
102
PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO
INTEREST RATE
BOT
RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX DISPOSABLE INCOME
GOVERMENT REVENUE GOVERMENT EXPENDITURE
Keterangan :
Variable endogen
CONSUMPTION
Variable eksogen
Gambar 3. Diagram Alir Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia : Suatu Analisis Jalur Mekanisme Transmisi Moneter
103
EXCHANGE RATE (ER) ER = a10 + a11INT + a12BOT + a13 FDI + a14INDEX + a15IMPO + a16EXPO + a17MS + a18DUM + a19LER + e01 ………………………………………… (01) dimana : ER
= Nilai Tukar
INT
= Interest Rate
BOT
= Balance of Trade
FDI
= Foreign Direct Investment
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
IMPO
= Impor
EXPO
= Ekspor
MS
= Money Supply (Penawaran Uang)
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) LER
= Lag Nilai Tukar
e01
= Error Term
Hipotesis : a11, a14 ,a15, a16,a18,e01 > 0 ; a12, a13 ,a17 < 0 ; 0< a19 < 1
INTEREST RATE (INT) INT = b10 + b11MD + b12MS + b13BASE + b14ISWA + b15IPEM + b16SBI + b17INDEX + b18DUM + b19TREND + b20LINT+ e02 .……………….….. (02) dimana : INT
= Interest Rates
MD
= Money Demand
MS
= Money Supply
104
BASE
= Base Money
ISWA
= Investasi Swasta
IPEM
= Investasi Pemerintah
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Tingkat Sukubunga
LINT
= Lag Tingkat sukubunga
e02
= Error Term
Hipotesis : b13, b14 b15 b16 b18 b19 > 0 ; b11 , b12 ,b17 < 0 ; 0< b20 < 1
MONEY DEMAND (MD) MD = c10 + c11INT+ c12PDBI + c13ER + c14DUM + c15TREND + c16MDL + e03 ..(03) dimana MD
= Money Demand
INT
= Interest Rate
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
ER
= Exchange Rate
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan menunjukkan kondisi setelah masa krisis)
TREND
= Trend Permintaan Uang
MDL
= Lag Permintaan Uang
e03
= Error Term
1=
105
Hipotesis : c11 , c12 ,c13 , c15 > 0 ; c14 < 0 ; 0< c16 < 1
INDEKS HARGA KONSUMEN (INDEX) INDEX = d10 + d11MS + d12d MD + d13ER + c14PDBI + c15GEXP+ d16BASE + d17DUM + d18TREND + d19LINDEX + e04 …...….……………..…. (04) dimana : INDEX
= Indeks Harga Umum
MD
= Permintaan Uang
MS
=
ER
= Nilai tukar mata uang
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
GEXP
= Pengeluaran Pemerintah
BASE
= Base Money (M0)
DUM
= Dummy
Penawaran Uang
(0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Indeks Harga Konsumen
LINDEX
= Lag Indeks Harga Konsumen
e04
= Error Term
Hipotesis : d13 ,d15 ,d16 ,d18 > 0 ; d11 ,d12 ,d14 ,d17 < 0 ; 0< d19 < 1
EKSPOR (EXPO) EXPO = e10 + e11ER + e12PDBI + e13KREDIT + e14INDEX + e15DUM + e16TREND + e17EXPOL + e05 ……..…………………….......…….. (05) dimana : EXPO
= Ekspor
106
ER
= Exchange Rate
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Ekspor
EXPOL
= Lag Ekspor
e05
= Error Term
Hipotesis : e11 ,e13 ,e16 > 0 ; e12 ,e14 e15< 0 ; 0< e17 < 1
IMPOR (IMPO) IMPO = f10 + f11ER + f12PDBI + f13KREDIT + f14INDEX + f15DUM + f16TREND + e06 ……………….…………………………………….………………… (06) dimana : IMPO
= Impor
ER
= Exchange Rate
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
INDEX
= Indeks Harga Konsumen
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan menunjukkan kondisi setelah masa krisis)
TREND
= Trend Impor
e06
= Error Term
1=
107
Hipotesis : f11 ,f16 > 0 ; 0< f12 ,f13 ,f14 ,f15 < 1
INVESTASI SWASTA (ISWA) ISWA = g10 + g11PDBI + g12INT + g13FDI + g14KREDIT + g15DUM + g16TREND + g17LISWA + e07 ……..................................................……….….…. (07) dimana : ISWA
= Investasi Swasta
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
INT
= Tingkat sukubunga
FDI
= Foreign Domestic Investment
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Investasi Swasta
LISWA
= Lag Investasi Swasta
e07
= Error Term
Hipotesis : g11 ,g12 ,g16 > 0 ; g13 ,g14 ,g15 < 0 ; 0< g17 < 1
INVESTASI PEMERINTAH (IPEM) IPEM = h10 + h11PDBI + h12INT + h13GEXP + h14KREDIT + h15DUM + h16TREND + h17LIPEM + e08 ………..…………………………….… (08) dimana : IPEM
= Investasi Swasta
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
INT
= Tingkat sukubunga
108
GEXP
= Pengeluaran Pemerintah
KREDIT = Jumlah Kredit yang disalurkan DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Investasi Pemerintah
LIPEM
= Lag Investasi Pemerintah
e08
= Error Term
Hipotesis : h12, h13 > 0 ; h11 ,h14 ,h15 ,h16< 0 ; 0< h17 <1
JUMLAH UANG KHARTAL (UKHA) UKHA = i10 + i11INT + i12PDBI + i13KREDIT + i14ER + i15DUM + i16LUKHA + e09 ……..………...........................................................................…….… (09) dimana : UKHA
= Uang khartal
INT
= Tingkat sukubunga
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
ER
= Nilai Tukar Mata uang
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan menunjukkan kondisi setelah masa krisis)
LUKHA
= Lag Uang Khartal
e09
= Error Term
Hipotesis : i11 ,i12 ,i13 ,i15 > 0 ; i14 < 0 ; 0< i16 <1
1=
109
JUMLAH UANG GIRAL (GIRA) GIRA = j10 + j11INT + j12PDBI + j13KREDIT +
j14DUM + j15TREND +
j16LGIRA + e10 ……...........................................…………………….… (10) dimana : GIRA
= Uang Giral
INT
= Tingkat sukubunga
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Uang Giral
LGIRA
= Lag Uang Giral
e10
= Error Term
Hipotesis : j11 , j12 , j13 j14 , j15 > 0 ; 0< j16 <1
JUMLAH TABUNGAN & DEPOSITO (TADE) TADE = k10 + k11INT + k12PDBI + k13KREDIT + k14DUM + k15TREND + k16LTADE + e11 …..............................................………………….… (11) dimana : TADE
= Uang khartal
INT
= Tingkat sukubunga
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT = Jumlah Kredit yang disalurkan DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
110
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Tabungan dan Deposito
LTADE
= Lag Tabungan dan Deposito
e11
= Error Term
Hipotesis : k11 ,k12 k15 > 0; k13 ,k14 <0 ; 0< k16 < 1
TOTAL PENAWARAN UANG (MS) MS = l10 + l11 INT+ l12INDEX + l13RR + l14SBI + l15BOP + l16BASE + l17KREDIT + l18PDBI + l19DUM + l20TREND + l21MSL + e12 …………....................... (12) dimana : MS
= Penawaran Uang
INT
= Tingkat sukubunga
INDEX
= Tingkat Inflasi
RR
= Reserve Requirement Ratio
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
BOP
= Balance of Payment
BASE
= Uang Primer (Base Money)
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan menunjukkan kondisi setelah masa krisis)
TREND
= Trend Jumlah Penawaran Uang
MSL
= Lag Penawaran Uang
e12
= Error Term
Hipotesis : l11 , l14 , l16 , l20 > 0 ; l12 ,l13 ,l15 ,l17 ,l18 ,l19<0 ; 0< l21 <1
1=
111
UANG PRIMER (BASE) BASE = m10 + m11BOP + m12INT + m13INDEX + m14RR + m15CONS + m16TAX + m17TADE + m18PDBI + m19KREDIT + m20DUM + m21TREND + m22LBASE + e13 ………………………..…………….. (13) dimana : BASE
= Uang Primer (Base Money)
BOP
= Balance of Payment
INT
= Tingkat sukubunga
INDEX
= Tingkat Inflasi
RR
= Reserve Requirement Ratio
CONS
= Konsumsi
TAX
= Pajak
TADE
= Tabungan dan Deposito
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Uang Primer
LBASE
= Lag Base Money
e13
= Error Term
Hipotesis : m14 ,m16 ,m17 ,m18 ,m19 ,m20 ,m21> 0 ; m11 ,m12 ,m13 ,m15 ,m16 < 0 ; 0< m22 <1
112
KONSUMSI (CONS) CONS = n10 + n11Yd + n12INT + n13TADE + n14DUM + n15TREND + n16CONSL + e14 ……............…………………………………………. (14) dimana : CONS
= Konsumsi
Yd
= Disposable Income
INT
= Tingkat Sukubunga
TADE
= Tabungan dan Deposito
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Konsumsi
CONSL
=
Lag Konsumsi
e14
=
Error Term
Hipotesis : n11 , n15 > 0 ; n12 ,n13 ,n14< 0 ; 0< n16 <1
PENGELUARAN PEMERINTAH (GEXP) GEXP = o10 + o11GREV + o12IMPO + o13PDBI + o14MS + o15DUM +o16TREND + o17GEXPL + + e15 ………...………………….…………. (15) dimana : GEXP
= Pengeluaran Pemerintah
GREV
= Penerimaan Pemerintah
IMPO
= Impor
PDBI
= Tingkat Inflasi
MS
= Money Supply
DUM
= Dummy
113
(0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Pengeluaran Pemerintah
GEXPL
= Lag Pengeluaran Pemerintah
e15
= Error Term
Hipotesis : o11 ,o15 >0 ; o12 ,o13 ,o14 ,o16<0 ;0 < o17 <1
PENERIMAAN PEMERINTAH (GREV) GREV = p10 + p11TAX + p12PDBI + p13DUM + p14GREVL + e16 .…..………… (16) dimana : GREV
= Penerimaan Pemerintah
TAX
= Pajak
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) GREVL
= Lag Pendapatan Pemerintah
e16
= Error Term
Hipotesis : p11 ,p12 ,p13 > 0 ; 0< p14 <1
PAJAK (TAX) TAX = q10 + q11PDBI + q12INDEX + q13DUM + q14TREND + q15TAXL + e17 ………………………………………………………………………………………………………………………..(17) dimana : T
= Pajak
PDBI
= Produk Domestik Bruto Indonesia
114
INDEX
= Tingkat Inflasi
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Pajak
TAXL
= Lag Pajak
e17
= Error Term
Hipotesis : q11 q14 > 0 ; q12 ,q13 < 0 ; 0< q15 <1
KREDIT (KREDIT) KREDIT = r10 + r11INT + r12RR+ r13SBI + r14DUM + r15TREND + r16KREDITL ....……. (18) dimana : KREDIT
= Jumlah Kredit yang disalurkan
INT
= Interest Rate
RR
= Reserve Requirement
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
DUM
= Dummy (0 = menunjukkan kondisi sebelum masa krisis, dan
1=
menunjukkan kondisi setelah masa krisis) TREND
= Trend Penyaluran Kredit
KREDITL = Jumlah Kredit yang disalurkan e12
= Error Term
Hipotesis : r13 ,r14 > 0 ; r11 ,r12 ,r15 < 0 ; 0< r16 <1
Mekanisme Transmisi Moneter Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Kredit (Variabel Eksogen – INT , RR, SBI)
115
Mekanisme Transmisi Jalur Sukubunga (Variabel Eksogen – RR, KREDIT, SBI) Mekanisme Transmisi Jalur Ekspektasi (Variabel Eksogen – INT, RR, MS, INV, SBI, BASE) Mekanisme Transmisi Jalur Neraca (Variabel Eksogen – INT, RR, INF, SBI) Mekanisme Transmisi Jalur Nilaitukar-1 (Variabel Eksogen – ER, INT, RR, MS, SBI, BASE) Mekanisme Transmisi Jalur Nilaitukar-2 (Variabel Eksogen – ER, RR, MS, SBI, BASE) Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Langsung (Variabel Eksogen – RR, SBI, BASE)
Neraca Perdagangan BOT = EXPO – IMPO ……….…………………………….………………………. (19)
Neraca Pembayaran BOP = BOT + NCI …..……..……………….………………………………….… (20) dimana : BOT
= Balance of Trade
BOP
= Balance of Payment
EXPO
= Ekspor
IMPO
= Impor
NCI
= Net Capital Inflow
Pendapatan Nasional (PDBI) PDBI = Y = CONS + ISWA + IPEM + GEXP + EXPO – IMPO ……….…....… (21) dimana : PDBI
= Produk Domestik Bruto
116
CONS
= Konsumsi
ISWA
= Investasi Swasta
IPEM
= Investasi Pemerintah
GEXP
= Pengeluaran Pemerintah
EXPO
=
Ekspor
IMPO
=
Impor
PENDAPATAN DISPOSIBEL (YD) YD = PDBI – TAX ……..………………………………………………………...…. (22) dimana : YD
= Disposable Income
PDBI
= Pendapatan Domestik Bruto Indonesia
TAX
= Pajak
4.2. Identifikasi dan Estimasi Model Untuk memilih metode yang digunakan dalam menduga parameter-parameter suatu model, maka model perlu diidentifikasikan terlebih dahulu. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan order condition sebagai syarat keharusan, dan metode rank condition sebagai syarat kecukupan. Berdasarkan kriteria rank condition, maka suatu persamaan akan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk paling sedikit satu determinan bukan nol pada order (G - 1) dari parameter struktural, pada variabel yang tidak termasuk dalam persamaan yang bersangkutan. Sementara itu berdasarkan kriteria order condition, agar setiap persamaan dapat teridentfikasikan, maka harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut (Koutsoyianis, 1977) :
(K – M) Dimana :
>
(G – 1)
117
K = Jumlah total variabel didalam model (endogen dan eksogen) M = Jumlah variabel dalam suatu persamaan (endogen dan eksogen) yang sedang diuji dan diidentifikasi G = Jumlah persamaan atau jumlah total variabel endogen Identifikasi terhadap model seperti diatas menggunakan rumus yang memenuhi syarat keharusan (necessary condition) atau order condition yaitu (Koutsoyiannis, 1977):
(K - M) < (G – 1)
unidentified
(K - M) = (G – 1)
exacly identified
(K - M) > (G – 1)
over identified
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan model yang tersusun dari 22 persamaan, yang terdiri dari 18 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas serta memiliki 22 variabel endogen (G), dengan variabel predetermined sebanyak 24 variabel yang terdiri atas variabel-variabel eksogen dan lag endogen, dengan demikian total variabel didalam model (K) adalah sebanyak 46 variabel. Pada Tabel 4 kelihatan bahwa mulai dari persamaan [1] sampai dengan persamaan [22] semuanya ternyata teridentifikasi dengan kriteria over identified dan dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang terbatas (n =18) dan adanya respesifikasi model yang dibangun ketika dilakukan analisis simulasi maka digunakan metode 2SLS (two stage least squares method) untuk mengestimasi parameter struktural (Sinaga, 1989).
4.3. Validasi Model Model
”makroekonometrika
mekanisme
transmisi
moneter
perekonomian
Indonesia” perlu diuji tentang validitasnya bila digunakan untuk simulasi kebijakan/
118
nonkebijakan dan guna peruntukan peramalan. Untuk tujuan tersebut, maka digunakan beberapa kriteria statistik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4:
Tabel 4 : Identifikasi Persamaan Model Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia berdasarkan Order Condition No. 1.
Persamaan Nilai Tukar
K-M 37
G–1 21
Identifikasi Over identified
2.
Tingkat Sukubunga
36
21
Over identified
3.
Permintaan Uang
40
21
Over identified
4.
Indeks Harga Umum
37
21
Over identified
5.
Ekspor
39
21
Over identified
6.
Impor
40
21
Over identified
7
Investasi Swasta
39
21
Over identified
8
Investasi Pemerintah
39
21
Over identified
9
Uang Khartal
40
21
Over identified
10
Uang Giral
40
21
Over identified
11
Tabungan dan Deposito
40
21
Over identified
12
Total Penawaran Uang
35
21
Over identified
13
Uang Primer
34
21
Over identified
14
Konsumsi
40
21
Over identified
15
Pengeluaran Pemerintah
39
21
Over identified
16
Penerimaan Pemerintah
42
21
Over identified
17
Pajak
41
21
Over identified
18
Kredit
40
21
Over identified
Root Mean Squares Error (RMSE) dan Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE) Statistik RMSE dan RMSPE menggambarkan seberapa jauh nilai-nilai dugaan variabel endogen tersebut menyimpang dari nilai-nilai aktual, baik itu dalam angka nominal (RMSE) maupun persentase (RMSPE).
119
⎡1 T 2⎤ RMSE = ⎢ ∑ (Pt − A t ) ⎥ ⎣ T t =1 ⎦
0.5
⎡1 T 2⎤ RMSPE = 100%⎢ ∑ ((Pt − A t ) / A t ) ⎥ ⎣ T t =1 ⎦
0.5
DImana RMSE
= Root Mean Square Error
RMSPE
= Root Mean Square Percentage Error
T
= Jumlah pengamatan dalam simulasi
P
= Nilai dugaan model (predict value)
A
= Nilai pengamatan (actual value)
Theil Inequality (U) Suatu statistik yang menggambarkan besarnya penyimpangan dari nilai-nilai dugaan tersebut (prediksi error), dimana ukuran statistik ini digunakan dalam rangka menilai kemampuan model untuk menganalisis peramalan (ex-ante). Sebenarnya U-Theil ini memiliki kelemahan, karena merupakan fungsi dari prediktor itu sendiri yang merupakan salah satu unsur didalam penyebutnya, sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk membandingkan serta me-ranking model alternatif. Untuk mengatasi hal ini sering kali digunakan juga U1 yang merupakan modifikasi dari U-Theil. Nilai koefisien U berkisar antara 0 dan 1, sedangkan U1 diantara 0 dan ∼ (tak terhingga). Makin kecil nilai U ataupun U1, termasuk juga RMSPE, menunjukkan kualitas model yang makin baik. Adapun untuk mengukur U-Theil dan UI adalah sebagai berikut :
120
U − Theil=
U − Theil=
1 T ∑ (P − A t )2 T t=1 t 1 T 2 1 T 2 ∑ Pt + ∑ At T t=1 T t=1
1 T ∑ (P − A t )2 T t=1 t 1 T 2 1 T 2 ∑ Pt + ∑ At T t=1 T t=1
Sementara itu Mean Squares Error dapat juga didekomposisi atas 3 komponen yaitu : 1. UM atau Biased proportion, mengindikasikan systematic error merupakan deviasi antara rata-rata nilai prediksi dengan nilai aktual. 2. UR atau Regression Component, mengindikasikan deviasi slope regresi dari nilainilai aktual dengan nilai prediksi. 3. UD atau Residual Componen, yang menangkap unsystematic error. Jumlah koefisien dari ketiga komponen tersebut adalah sama dengan satu. Nilai UM dan UR yang makin kecil menunjukkan bahwa model makin baik, sedangkan untuk UD bila nilainya makin besar (mendekati 1) berarti model makin baik.
4.4. Skenario Simulasi Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Untuk mengevaluasi serta meramalkan dampak alternatif kebijakan dan non kebijakan terhadap kinerja ekonomi Indonesia dimasa lalu dan akan datang maka dilakukan beberapa skenario pada simulasi historis dan peramalan khususnya yang berkaitan dengan fenomena moneter. Analisis simulasi historis dilakukan untuk mengevaluasi kinerja perekonomian Indonesia jika diterapkan kebijakan moneter pada periode 1988 - 2005. Hasil simulasi kebijakan dibandingkan dengan hasil simulasi dasar,
121
terhadap variabel-variabel perilaku untuk mengetahui deviasi yang terjadi selama perioda simulasi. Simulasi historis yang dilakukan diharapkan diperoleh informasi tentang keefektifan dari kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pada masa lalu sekaligus sebagai inputan untuk perencanaan kebijakan di masa yang akan datang sedangkan simulasi dasar untuk peramalan menggunakan skenario kondisi setelah terjadinya krisis ekonomi dan moneter. Berdasarkan analisis simulasi historis tersebut akan digunakan sebagai dasar analisis simulasi peramalan pada periode 2007 - 2010. Dalam analisis simulasi peramalan akan dilakukan simulasi terhadap beberapa alternatif kebijakan, kemudian hasil simulasi dibandingkan dengan hasil simulasi dasar peramalan. Simulasi dasar peramalan dilakukan dengan menggunakan skenario kondisi sebelum terjadinya krisis ekonomi Indonesia dan asumsi negara Indonesia adalah small open economy. Skenario yang dilakukan adalah dengan melakukan goncangan beberapa variabel utama pada jalur-jalur mekanisme transmisi moneter yaitu jumlah uang beredar (MS), uang primer (BASE), cadangan minimum wajib (RR), tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia (SBI), jumlah kredit (KREDIT), tingkat sukubunga (INT), tingkat inflasi (INDEX), investasi (ISWA & IPEM), dan nilai tukar (ER). Fluktuasi tingkat sukubunga pada periode 1989 – 2005 berkisar antara 50 persen sampai dengan 70 persen dan berdasarkan pengalaman historis tersebut maka besar perubahan dilakukan pada simulasi model yang dibangun adalah sebesar peningkatan 50 persen dan penurunan 50 persen terhadap variabel utama (eksogen) pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter. Simulasi model dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa instrumen kebijakan dan sebelum simulasi ex ante (simulasi peramalan) dilakukan, maka dilakukan peramalan seluruh peubah eksogen. Simulasi model yang dilakukan dengan beberapa skenario (periode) sebagai berikut :
122
1. Periode sebelum krisis tahun 1988 – 1996 2. Periode masa krisis tahun 1997 – 2000 3. Periode masa transisi tahun 2001 – 2005 4. Periode peramalan tahun 2007 – 2010 Mekanisme Transmisi Moneter adalah suatu mekanisme dimana kebijakan moneter ditransmisikan terhadap perekonomian riil merupakan sesuatu masalah penting dan sentral dalam ekonomi moneter. Bagi otoritas moneter, pengertian mekanisme transmisi merupakan titik penekanan dari suatu kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar yang dibutuhkan untuk perbaikan ekonomi, pengendalian inflasi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Periodisasi analisa dibagi menjadi empat periode untuk setiap jalur mekanisme transmisi dan masing-masing jalur mekanisme pada setiap periode memiliki karakteristik tersendiri sehingga dari simulasi model mekanisme transmisi yang dibangun dapat dipelajari fenomena yang terjadi pada setiap periode dan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah dalam memilih alternatif kebijakan moneter yang paling memiliki dampak positif terhadap pencapaian kinerja perekonomian. Tujuan membangun model mekanisme transmisi itu semua adalah memberikan bukti tentang bekerjanya mekanisme dari berbagai jalur mekanisme tadi, khususnya tingkat suku bunga, kredit (bank lending & balance sheet), nilai tukar, harga aset dan ekspektasi dalam mentransmisikan kebijakan moneter pada ekonomi riil dan harga. Berbagai perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia sejak terjadinya krisis menjadi salah satu upaya dari mekanisme transmisi kebijakan moneter. Oleh karena itu pengertian terhadap mekanisme itu sendiri dapat membantu bank sentral untuk mendesain kembali prosedur operasi moneter yang memadai agar dapat memberikan kebijakan moneter yang efektif.
123
Kebijakan moneter akan mempengaruhi inflasi dan perekonomian melalui jalur yang berbeda seperti uang, tingkat sukubunga, kredit, harga aset dan ekspektasi. Hal ini merupakan bidang yang krusial dan palling sulit untuk secara tepat mengakses proses pembentukan kebijakan moneter (“Black Box” area). Sebagai bagian yang integral dalam meningkatkan keefektifan dari kebijakan moneter dan sebagai dasar bagi pembentukan kerangka kerja target inflasi, Bank Indonesia melakukan penelitian yang komprehensif tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur yang berbeda (tingkat sukubunga, kredit, nilai tukar, ekspektasi dan harga aset) Dengan melakukan simulasi historis, diharapkan dapat mengetahui dampak yang timbul bila diterapkan kebijakan moneter tertentu. Dampak yang ditimbulkan ini diukur dari prosentase deviasi dari variabel endogen akibat suatu skenario simulasi. Evaluasi dampak kebijakan dapat dilakukan dengan membandingkan perubahan yang ditimbulkan dari suatu kebijakan dengan dampak yang ditimbulkan kebijakan lainnya dan untuk mengetahui dampak perubahan ditimbulkan oleh suatu kebijakan setiap periode simulasi hasilnya dapat dilihat pada lampiran . Dampak perubahan rata-rata pada beberapa variabel endogen utama untuk 9 variabel simulasi dan 7 jalur (channel) skenario simulasi historis dan skenario simulasi akan dilakukan untuk melihat jalur mana yang paling efektif dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia seperti yang terlihat pada Tabel 5. 1. Interest Rate Channel Pada jalur ini dilakukan simulasi dengan menganggap variabel interest rate, reserve requirement, dan tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia dianggap sebagai variabel eksogen. Pada periode sebelum krisis, sejalan dengan liberalisasi sektor keuangan di Indonesia mengalami peningkatan aliran masuk modal luarnegeri yang sangat tinggi dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan kinerja ekonomi. Dalam
124
Tabel 5. Variabel-variabel Goncangan berdasarkan Jalur Mekanisme Transmisi Moneter No
Er
INT
Rr
INF
MS
KREDIT
INV
SBI
BASE
1 Interest Rate Channel
Jenis Transmisi
3
3
3 Balance Sheet Channel
3 3 3
3
3
3
3 3
3 3 3 3 3 3 3
2 Bank lending Channel
3 3 3 3 3 3 3
4 Expectation Channel
5 Exchange Rate Channel (1) 6 Exchange Rate Channel (2)
3 3
7 Direct Monetary Channel
3
3 3 3
Keterangan :
3 = Variabel utama (goncangan) pada jalur mekanisme transmisi moneter = Variabel non aktif pada jalur mekanisme transmisi moneter
kondisi ini, jalur sukubunga bekerja cukup baik dalam mentransmisikan pengaruh kebijakan moneter pada perubahan sukubunga simpanan dan pinjaman (kredit). Akan tetapi perubahan sukubunga tersebut bukan merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi besarnya pengeluaran investasi dan konsumsi tetapi juga faktor pertumbuhan ekonomi dan dana yang berasal dari luar negeri.
2. Bank Lending Channel Jalur kredit (Bank Lending) menganggap bahwa variabel cadangan wajib minimum, jumlah kredit yang disalurkan dan tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia yang paling berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia dan variabel-variabel tersebut merupakan variabel eksogen yang juga merupakan variabel kebijakan bagi otoritas moneter. Jalur pinjaman bank adalah jalur alternatif bagi otoritas moneter dalam arti bahwa kredit perbankan pun memiliki pengaruh terhadap kinerja perekonomian dibandingkan dengan simpananan masyarakat seperti yang dicerminkan oleh jumlah uang beredar. Jalur kredit lebih menekankan pasar kredit dalam mekanisme transmisi moneter yang tidak selalu berada pada kondisi keseimbangan karena adanya
125
assymetric information. Pertumbuhan kredit akan memiliki pengaruh pada inflasi dan pertumbuhan ekononomi melalui pertumbuhan investasi
yang disebabkan oleh
pengaruh kredit dan sukubunga kredit sebagai bagian dari biaya investasi dan konsumsi yang disebabkan karena pertumbuhan kredit konsumsi perbankan.
3. Balance Sheet Channel Merupakan
mekanisme
transmisi
moneter
jalur
neraca
yang
menjadi
pertimbangan bagi otoritas moneter dalam melaksanakan kebijakan moneter dan pada jalur ini variabel tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, jumlah uang beredar, investasi (swasta dan pemerintah) tingkat sukubunga SBI dan jumlah uang primer. Nilai aset juga memainkan peran penting dalam jalur kredit dalam arti luas seperti yang dikembangkan oleh Bernanke & Gertler (1989), dalam jalur kredit dalam arti luas, harga aset adalah sesuatu yang penting terutama dalam menentukan nilai dari jaminan yang mana perusahaan dan konsumen mengajukan kredit. Dalam pasar kredit, turunnya nilai jaminan akan meningkatkan beban bagi peminjam dengan harus membayar lebih bagi keuangan eksternal, yang pada gilirannya akan mengurangi konsumsi dan investasi. Jadi, pengaruh kebijakan akan mendorong perubahan pada tingkat sukubunga yang memiliki pengaruh akselerator keuangan. Studi empiris terhadap jalur neraca dari transmisi moneter terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu Pertama, posisi neraca perusahaan memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan investasi perusahaan. Kedua, kebijakan moneter mempengaruhi neraca perusahaan dan keputusan dari investasi perusahaan tersebut. Bukti empiris menyarankan bahwa variabel neraca (arus kas dan hutang) merupakan determinan penting dalam investasi perusahaan dan investasi-investasi yang dilakukan oleh perusahaan kecil relatif lebih sensitif terhadap perubahan neraca perusahaan dibandingkan denganperusahaan besar. Penemuan yang paling penting
126
adalah sensitivitas dari investasi berkenaan dengan perubahan yang terjadi pada variabel neraca meningkat sepanjang periode kontraksi moneter.
4. Expectation Channel Sebagai salah satu jalur dalam mekanisme transmisi, inflasi yang diharapkan memainkan peran yang krusial dalam peningkatan apresiasi pasar dari inflasi yang ada dan yang akan datang. Inflasi yang diharapkan dapat dikembangkan dalam batas dengan dinamika dari perekonomian dan ketersediaan informasi. kebijakan moneter dan pembangunan ekonomi dapat mempengaruhi formasi dari inflasi yang diharapkan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perilaku agen ekonomi. Secara teoritis, perubahan dalam perilaku dapat direfleksikan dalam investasi dan keputusan konsumsi dan hal tersebut akan mempengaruhi perubahan dalam permintaan agregat dan inflasi seperti juga dalam hal penetapan harga dan upah. Expectation Channel atau Jalur ekspektasi adalah jalur keempat yang menjadi pertimbangan bagi otoritas moneter untuk mengupayakan kinerja perekonomian yang lebih baik yaitu dengan melakukan simulasi pada variabel eksogen tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, tingkat inflasi, dan tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia. Jalur ekspektasi pun memiliki peranan yang cukup penting dalam mempengaruhi perkembangan inflasi tetapi perilaku ekspektasi inflasi lebih banyak dipengaruhi secara kuat oleh pergerakan nilai tukar dan perkembangan harga di masa lalu (inertia). Jalur sukubunga masih bekerja dengan baik, tetapi perilakunya sangat tergantung
pada
kondisi
perbankan.
Secara
umum
dan
disamping
tingginya
ketidakpastian perekonomian, pengaruh permasalahan disintermediasi perbankan terhadap efektivitas kebijakan moneter melalui mekanisme jalur kredit, baik dari sisi perilaku pinjaman bank maupun dari sisi kondisi neraca keuangan perusahaan cukup memberikan pengaruh yang cukup signifikan
127
5. Exchange Rate (1) Channel Jalur nilai tukar (1) ini menganggap nilai tukar, tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, jumlah uang beredar dan uang primer merupakan variabel penting dalam mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap perekonomian Indonesia. Pemilihan sistem nilai tukar dan sistem devisa sangat mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter. Suatu negara menetapkan sistem nilai tukar tetap jika terjadi aliran dana luarnegeri masuk atau keluar berpengaruh langsung terhadap jumlah uang beredar dalam negeri dan berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter dalam mempengaruhi ekonomi dan inflasi. Oleh karena itu sistem nilai tukar tetap umumnya disertai dengan penerapan sistem devisa terkontrol karena mobilitas aliran dana dari dan keluar negeri cenderung berkurang sehingga mendukung pelaksanaan kebijakan moneter yang lebih efektif. Pada perekonomian terbuka suatu negara kecil, nilai tukar menjadi suatu jalur yang penting dalam mentransmisikan kebijakan moneter, dalam pergerakan nilai tukar tersebut secara signifikan akan mempengaruhi pengembangan permintaan agregat dan penawaran agregat dan output dan harga. Kekuatan relatif yang timbul tergantung pada pengaturan nilai tukar dari suatu negara, dalam sistem nilai tukar yang mengambang maka kebijakan moneter dengan mendepresiasikan mata uang domestik akan meningkatkan harga domestik walaupun tidak terdapat ekspansi pada permintaan agregat. Pada beberapa negara yang mengadopsi regim mengambang terkendali, pengaruh dari kebijakan moneter akan bekerja relatif lebih kuat melalui jalur selain jalur nilai tukar dalam mempengaruhi output riil dan harga. Namun demikian, nilai tukar memiliki ruang untuk berfluktuasi, khususnya pada saat terdapat rentang yang relatif lebar dari sistem nilai tukar terkendali atau jika terdapat substitusi yang tidak sempurna antara aset domestik dan luar negeri, dan jalur nilai tukar dari kebijakan moneter
128
mempengaruhi output dan harga bahkan dengan memberikan pengaruh yang kecil sekalipun dan dalam waktu yang lebih panjang. Mempertimbangkan perubahan yang mungkin dalam keefektifan kebijakan moneter dalam regim yang berbeda, dan hal tersebut penting untuk menguji kekuatan relatif dari jalur nilai tukar dalam dua regim nilai tukar.
6. Exchange Rate (2) Channel Jalur nilai tukar (2) ini tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan variabel yang dianggap variabel eksogen kecuali variabel interest rate (tingkat suku bunga) yang tidak dimasukkan ke dalam variabel yang dipertimbangkan dalam jalur mekanisme transmisi moneter. Sesuai dengan Undang Undang no. 23 tahun 1999 Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. Undang Undang Bank Indonesia tersebut dimaksudkan memberikan kewenangan bagi Bank Indonesia untuk mengelola cadangan devisa serta menerima pinjaman luarnegeri dalam rangka pengelolaan cadangan devisa. Sistem nilai tukar akan memiliki dampak pada bidang moneter dan sektor keuangan tetapi juga pada kegiatan ekonomi riil baik konsumsi, investasi maupun ekspor dan impor. Setelah masa krisis, bagaimanapun juga, sistem keuangan dan ekonomi memiliki perubahan struktural yang alami dan negara pindah ke sistem nilai tukar mengambang. Hal ini memiliki implikasi mendasar bagi bekerjanya mekanisme transmisi moneter. Pergerakan nilai tukar menjadi lebih nyata tegas dalam mempengaruhi ekonomi riil dan harga sementara keefektifan kebijakan moneter untuk mempengaruhi nilai tukar telah merusak kenyataan bahwa pergerakan nilai tukar dikendalikan oleh lebih banyak faktor non ekonomis. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar bekerja dengan sangat lemah. Tindakan otoritas moneter untuk mempertahankan variabilitas nilai tukar
129
dalam rentang tertentu akan membuat nilai tukar relatif stabil dan dapat diprediksi. Dalam kondisi demikian, tingkat sukubunga pada instrumen sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada nilai tukar dan nilai tukar itu sendiri bukan merupakan determinan penting bagi inflasi. Sepanjang implementasi dari sistem mengambang setelah perioda krisis, mekanisme transmisi kebijakan moneter terlihat bekerja dengan baik tetapi sistem perbankan di Indonesia tidak dapat mendukungnya dan faktor resiko masih cukup tinggi, menyebabkan mekanisme pasar dalam sistem bebas mengambang tidak dapat bekerja dengan efisien
7. Direct Monetary Channel Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral sebagai otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kinerja perekonomian yang diharapkan. Kelompok monetaris beranggapan bahwa mekanisme pasar dalam suatu perekonomian dapat berjalan secara sempurna sehingga hargaharga dapat segera menyesuaikan pada kondisi di pasar dan perkembangan harga di pasar sepenuhnya dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang beredar (JUB) dalam suatu perekonomian yang diakibatkan oleh kebijakan moneter yang ditempuh oleh otoritas moneter dan kelompok monetaris berpendapat bahwa kebijakan moneter hanya berpengaruh terhadap nilai nominal permintaan agregat dan pada tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi riil. Kerangka kebijakan moneter otoritas moneter yang dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tentang kebijakan moneter mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Kajian tentang mekanisme transmisi jalur langsung (direct monetary channel) mengacu pada peranan uang dalam perekonomian yang dijelaskan oleh teori kuantitas uang dan memiliki pengaruh langsung pada perputaran uang dalam perekonomian.
130
Teori ini menggambarkan analisis hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar dan inflasi. Berdasarkan mekanisme transmisi ini pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil dan dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar mendorong kenaikan tingkat inflasi (harga) sedangkan dalam jangka panjang pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan output riil tetapi mendorong kenaikan tingkat inflasi. Kerangka kerja operasional kebijakan moneter ditentukan oleh pendekatan yang dianut. Pendekatan berdasarkan kuantitas dilakukan dengan menetapkan sasaran operasional uang primer dan sasaran antara jumlah uang beredar atau kredit. Umumnya kerangka kerja operasional kebijakan moneter mencakup instrumen kebijakan moneter, sasaran operasional, dan sasaran antara yang dipergunakan untuk mencapai sasaran akhir yang diharapkan. Instrumen moneter adalah instrumen yang dimiliki oleh otoritas moneter yang digunakan untuk mempengaruhi sasaran operasional yang diharapkan. Sasaran operasional adalah sasaran yang perlu dicapai oleh otoritas moneter agar proses mekanisme transmisi dapat tercapai dan sasaran operasional yang dipilih hendaknya memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran antara dan dapat dikendalikan oleh otoritas moneter dan umumnya digunakan uang primer (M0/ BASE MONEY). Sasaran antara diperlukan untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan adanya indikator yang cepat dapat diteliti untuk mengetahui indikasi arah pergerakan ekonomi dan inflasi serta respon kebijakan moneter. Sasaran antara hendaknya memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran akhir yang umumnya digunakan besaran agregat moneter seperti M1, M2 atau kredit. Bank sentral sebagai otoritas moneter melakukan operasi moneter untuk mengendalikan uang beredar (M1,M2) melalui pencapaian sasaran uang primer (M0/ BASE MONEY) sesuai dengan sasaran akhir target ekonomi makro. Kemudian uang primer ini ditransmisikan menjadi
131
jumlah uang beredar (M1,M2) melalui proses money multiplier sesuai permintaan masyarakat. Simulasi tersebut diatas diaplikasikan pada model umum yang dikembangkan dan ketujuh model mekanisme transmisi moneter yang terdiri dari model mekanisme transmisi jalur kredit, model mekanisme transmisi jalur sukubunga, model mekanisme transmisi jalur ekspektasi, model mekanisme transmisi jalur neraca dan model mekanisme transmisi jalur nilai tukar. Simulasi mekanisme transmisi moneter ini dilakukan dengan menggoncang variabel-variabel utama yang ada pada setiap jalur mekanisme yang dianalisa untuk melihat besar perubahan yang terjadi pada kinerja perekonomian terutama pada Produk Domestik Bruto Indonesia. Variabel-variabel utama pada setiap jalur mekanisme tersebut dinaikan dan diturunkan sebesar 50% dengan asumsi bahwa besar perubahan tersebut merupakan perubahan yang rata-rata terbesar yang pernah terjadi dalam perekonomian Indonesia dan dari besar perubahan tersebut akan dianalisa besar perubahan variabel ekonomi lainnya terutama pada tujuan makroekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi yang stabil, dan neraca pembayaran yang berimbang. Jenis mekanisme transmisi moneter yang dianalisa dikombinasikan dengan empat periode analisa dan kombinasi jenis mekanisme transmisi moneter dan periode analisa tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Salah satu skenario terpenting adalah peranan sukubunga dalam mekanisme trasnsmisi moneter. Kajian Mekanisme transmisi kebijakan moneter penting untuk terus meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur moneter langsung mempengaruhi kinerja perekonomian melalui uang primer (M0) dan uang beredar (M1 dan M2) masih dianggap relevan untuk kasus di Indonesia.
132
Tabel 6. Kerangka Kerja Validasi dan Simulasi Jalur Mekanisme Transmisi Moneter berdasarkan Periode Waktu NO.
Validasi
Perioda
SIM-1 SIM-2 SIM-3 SIM-4 SIM-5 SIM-6 SIM-7
1
1988 - 1996
Masa Sebelum Krisis
A
2
1997 - 2000
Masa Krisis
B
3
2001 - 2005
Masa Transisi
C
4
2007 - 2010
Peramalan
D
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel SIM-5 Exchange Rate (1) Channel SIM-6 Exchange Rate (2) Channel SIM-7 Direct Monetary Channel
Bekerjanya mekanisme transmisi kebijakan moneter Indonesia dalam mencapai target makroekonomi dipengaruhi pula oleh perubahan struktural ekonomi dan kebijakan non ekonomi. Pada periode sebelum krisis, sejalan dengan liberalisasi sektor keuangan di Indonesia mengalami peningkatan aliran masuk modal luarnegeri yang sangat tinggi dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan kinerja ekonomi. Dalam kondisi ini, jalur sukubunga bekerja cukup baik dalam mentransmisikan pengaruh kebijakan moneter pada perubahan sukubunga simpanan dan pinjaman (kredit) dan perubahan sukubunga tersebut bukan merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi besarnya pengeluaran investasi dan konsumsi tetapi juga faktor pertumbuhan ekonomi dan dana yang berasal dari luar negeri. Instrumen kebijakan moneter utama yang dipergunakan oleh Bank Indonesia untuk mempengaruhi sasaran operasional tersebut adalah Operasi Pasar Terbuka, Giro Wajib Minimum, Fasilitas Diskonto, dan Moral Suasion. Instrumen kebijakan moneter
133
Operasi Pasar Terbuka dilakukan melalui lelang surat-surat berharga yang ditujukan untuk menambah atau mengurangi likuiditas di pasar uang dan untuk mencapai sasaran operasional uang primer yang telah ditetapkan. Fasilitas diskonto adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada bank dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian. Giro wajib minimum adalah jumlah alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh bank dalam rekening gironya di Bank Indonesia, dengan demikian otoritas moneter dapat mengendalikan jumlah uang beredar yang dikelola oleh perbankan. Moral Suasion digunakan oleh Bank Indonesia dengan tujuan agar semua bank dapat mengikuti langkah kebijakan moneter yang diinginkan oleh Bank Indonesia.
4.5. Data dan Klasifikasi Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan dan diolah untuk dianalisis adalah data sekunder, dimana data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dan dokumentasi yang telah dipublikasikan sebelumnya dengan periode waktu tahun 1988 sampai dengan 2005 selama 18 tahun (n) . Adapun data-data sekunder yang dibutuhkan mencakup data tahunan berupa data Nilai tukar mata uang, Jumlah penawaran uang, Permintaan Uang, Tingkat Inflasi, Uang Primer, Indeks harga konsumen, Tkt. Suku Bunga SBI, Investasi Swasta, Investasi Pemerintah, Uang Khartal, Uang Giral, Tabungan dan Deposito, Konsumsi, BOT, BOP, Expor, Impor, GNP, Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Pemerintah, Pajak, Produk Domestik Bruto Indonesia dan Pertumbuhan Ekonomi. Disamping itu ada beberapa data lainnya yang juga dikumpulkan, yang dianggap relevan dan bisa menunjang penelitian ini. Untuk memperoleh data-data yang dimaksud, peneliti
menghimpunnya dari hasil publikasi yang dikeluarkan oleh Biro
134
Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, situs-situs ekonomi moneter, jurnal-jurnal dan liputan-liputan luar negeri yang dikeluarkan oleh badan-badan tertentu seperti IMF dan Bank Dunia.
4.6. Variabel yang Digunakan Nilai Tukar Mata Uang (ER) Data Nilai Tukar Mata Uang (ER) diperoleh dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai dengan tahun 2005.
Tingkat Suku Bunga Kredit (INT) Data Tingkat Suku Bunga (INT) ditentukan dari data time series Tingkat Suku Bunga Kredit Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Permintaan Uang (MD) Data Permintaan uang (MD) ditentukan dari data time series Tingkat Suku Bunga Kredit Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Indeks Harga Umum (INDEX) Data indeks harga umum (INDEX) diperoleh dari data time series Bank Indonesia perioda tahun 1988 sampai dengan tahun 2005. Impor (IMPO) Data impor ditentukan dari data time series impor Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia dan BPS dari tahun 1988 sampai tahun 2005.
135
Ekspor (EXPO) Data ekspor ditentukan dari data time series ekspor Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia dan BPS dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Investasi Swasta (ISWA) Data Investasi Swasta (ISWA) ditentukan dari data time series Investasi Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, dari tahun 1988 sampai tahun 2005 . Investasi Pemerintah (IPEM) Data Investasi Pemerintah (IPEM) ditentukan dari data time series Investasi Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Permintaan Uang (MD) Data Permintaan Uang (MD) ditentukan dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Uang Khartal (UKHA) Data Uang Khartal (UKHA) ditentukan dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Uang Giral (GIRA) Data Uang Giral (GIRA) ditentukan dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Tabungan dan Deposito (TADE) Data Uang Khartal (TADE) ditentukan dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005.
136
Reserve Requirement (Rr) Data Reserve requirement (Rr) ditentukan dari data time series cadangan wajib yang tersedia di Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Kredit (KREDIT) Data Jumlah kredit yang disalurkan (KREDIT) ditentukan dari data time series kredit Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Data tingkat sukubunga SBI (SBI) diperoleh dari data time series SBI Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Jumlah uang yang beredar (MS) Jumlah uang yang beredar (MS) adalah merupakan jumlah uang yang terdiri dari tipe M2 dan data yang dibutuhkan untuk mengukur jumlah uang yang beredar adalah data time series dari tahun 1988 sampai tahun 2005 dan data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia dan dalam penelitian ini money supply diperlakukan sebagai variabel eksogen. Uang Primer (BASE) Data Uang Primer (BASE) ditentukan dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1988 sampai tahun 2005 . Konsumsi (CONS) Data tingkat konsumsi (CONS) ditentukan dari data time series konsumsi Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, dari tahun 1988 sampai tahun 2005.
137
Pengeluaran Pemerintah (GEXP) Data Pengeluaran Pemerintah (GEXP) diambil juga dari data time series Pengeluaran Pemerintah Indonesia yang diakumulasi oleh Biro Pusat Statistik, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Penerimaan Pemerintah (GREV) Data Pengeluaran Pemerintah (GREV) diambil juga dari data time series Pengeluaran Pemerintah Indonesia yang diakumulasi oleh Biro Pusat Statistik, dari tahun 1988 sampai tahun 2005. Pajak (TAX) Data Pajak ditentukan dari data time series Pajak yang diterima di Indonesia yang diperoleh dari BPS dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005. Produk Domestik Bruto (PDBI) Data Pendapatan Domestik Bruto Indonesia diperoleh dari data time series Pendapatan Domestik Bruto di Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik dan Bank Indonesia dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005. Pendapatan Disposibel (Yd) Data Pendapatan Disposable (Yd) diperoleh dari data time series Pendapatan Disposable di Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik dan Bank Indonesia dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005. Neraca Transaksi Berjalan (BOT) Data Neraca Transaksi Berjalan (BOT) diperoleh dari data time series Neraca Transaksi Berjalan di
Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik dan Bank
Indonesia dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005.
138
Neraca Pembayaran (BOP) Data Neraca Pembayaran (BOP) diperoleh dari data time series Neraca Pembayaran di Indonesia yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik dan Bank Indonesia dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005. Foreign Direct Investment (FDI) Data FDI dari data time series FDI di Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia, IMF dan Bank dunia dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005. Net Capital Inflow (NCI) Data NCI dari data time series NCI di Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia, IMF dan Bank Dunia dari kurun waktu tahun 1988 sampai tahun 2005.
139
BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA
5.1. Hasil Estimasi Model Model makroekonometrika yang telah dibangun dalam bab sebelumnya diestimasi dengan menggunakan metoda 2 SLS (two stage least squares method). Model mekanisme transmisi ini diestimasi berdasarkan data tahunan periode tahun 1988 – tahun 2005. Dari hasil estimasi parameter pada model mekanisme transmisi yang dibangun, terlihat bahwa sebagian besar persamaan perilaku memiliki koefisien determinasi (R2) di atas 50 persen atau secara umum variabel penjelas dikatakan dapat menjelaskan variabel endogennya atau tepatnya sekitar 78 persen memiliki koefisien determinasi diatas 90 persen. Disamping itu setiap parameter dari variabel yang dipertimbangkan memiliki tanda dan besaran yang sesuai dengan logika ekonomi dan sesuai dengan harapan. Berdasarkan statistik F, umumnya diperlihatkan bahwa nilai F yang ada cukup tinggi
sehingga
dapat
dianggap
bahwa
secara
bersamaan
variabel
penjelas
berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya disetiap persamaan. Uji-t menunjukkan hasil yang cukup bervariasi, dimana sebagian variabel ternyata tidak nyata pengaruhnya terhadap variabel endogen pada taraf uji 0.1 – 0.3 dan besar taraf uji variabel-variabel yang memiliki hubungan nyata dengan variabel endogen dapat dilihat pada kolom ’Prob > T’.
5.2. Perilaku Variabel dalam Model Mekanisme Transmisi Moneter Model mekanisme transmisi moneter adalah suatu model ekonomi moneter yang menunjukkan
perilaku instrumen
moneter
dalam
mempengaruhi
kinerja suatu
perekonomian. Suatu mekanisme dimana kebijakan moneter ditransmisikan terhadap perekonomian riil merupakan sesuatu masalah penting dan sentral dalam ekonomi
140
moneter. Bagi negara Indonesia, pengertian mekanisme transmisi merupakan titik penekanan dari suatu kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas mata uang rupiah yang dibutuhkan untuk perbaikan ekonomi. Namun demikian keefektifan suatu kebijakan moneter tergantung pada memfungsikan jalur-jalur transmisi sehingga kebijakan dapat mempengaruhi ekonomi riil dan harga. Variabel dalam mekanisme transmisi moneter
yang diteliti adalah Exchange
Rate (Nilai Tukar), Balance of Trade (BOT), Foreign Direct Investment (FDI), Interest Rate (Sukubunga), Reserve Requirement (RR), Money Demand (MD), Inflation Rate (INDEX), Money Supply (MS), Gross Domestic Product (PDBI), Government Expenditure (GEXP), Export (EXPO), Import (IMPO), Credit (KREDIT), Private Investment (ISWA), Government Investment (IPEM), Uang Khartal (UKHA), Uang Giral (GIRA) , Tabungan Deposito (TADE), Sukubunga sertifikat Bank Indonesia (SBI), Balance of Payment (BOP), Base Money (BASE), Consumption (CONS), Tax (TAX), Net Capital Inflow (NCI), Disposable Income (YD).
5.2.1. Exchange Rate Nilai koefisien R2 untuk persamaan Exchange Rate (ER) menunjukkan nilai 0.9815 dimana variabel penjelas (explanatory variables) dianggap dapat menjelaskan variabel perilaku endogennya. Dari hasil pendugaan diperoleh informasi bahwa makin tinggi tingkat sukubunga maka hal tersebut akan meningkatkan Nilai tukar domestik, hal ini pun ditunjukkan dari variabel INDEX, IMPO, EXPO yang menggambarkan bahwa dengan meningkatnya variabel-variabel tersebut akan berpengaruh pada meningkatnya nilai tukar domestik. Sebenarnya diharapkan dengan meningkatnya impor maka akan dibutuhkan lebih banyak dollar untuk membayar kebutuhan impor tersebut berarti tedapat peningkatan permintaan mata uang asing dollar dan oleh karena itu maka nilai tukar rupiah akan
141
melemah (depresiasi) namun dari perkembangan data aktual terlihat hasil yang bertentangan bahwa peningkatan impor akan mempengaruhi naiknya nilai tukar domestik.
Sistem nilai tukar di Indonesia telah mengalami perubahan dari Fixed
Exchange Rate (Sebelum tahun 1986), yang kemudian dengan sistem Manage Floating Exchange Rate (1986-1996) lalu sementara Agustus 1997 rentang kendali nilai tukar ditiadakan artinya Bank Indonesia tidak ikut campur tangan lagi dalam menentukan nilai tukar Rp tetapi menyerahkan sepenuhnya pada kekuatan permintaan dan penawaran. Sebelum diserahkan kepada kekuatan pasar, bagaimanapun juga variabel nilai tukar ini bukanlah sesuatu yang mudah dikontrol karena dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran VALAS khususnya US Dollar, yang dalam hal ini diwakili secara dominan aktivitas perdagangan Internasional yaitu ekspor dan impor. Dalam regim sistem nilai tukar yang bebas maka setiap faktor yang dapat mempengaruhi kurva supply dan demand US Dollar tentunya akan berperan menentukan nilai tukar yang akan terbentuk. Sedangkan BOP, FDI, dan MS menunjukkan hasil yang berlawanan yaitu jika BOP, FDI, atau MS turun hal tersebut akan meningkatkan nilai tukar domestik. Variabel Foreign Direct Investment (FDI) memiliki pengaruh nyata pada α = 0.30, sedangkan variabel tingkat sukubunga (INT) dan ekspor (EXPO) berpengaruh nyata pada α = 0.75, dan variabel neraca pembayaran (BOP), indeks harga konsumen (INDEX) dan penawaran uang (MS) berpengaruh nyata pada α = 0.37. Tanda parameter estimasi lainnya yang diperoleh umumnya masih sesuai dengan logika ekonomi, seperti yang terlihat pada Tabel 7 berikut ini :
142
Tabel 7. Hasil Pendugaan Persamaan Exchange Rate EXCHANGE RATE (ER) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO MS DUM LER
0.012 -0.144 -0.083 0.383 0.363 1.014 -0.273 -
0.015 -0.173 -0.099 0.460 0.437 1.219 -0.328 -
-3069.838 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973 -0.004281 3052.4522 0.168089
2669.386 34.23014 0.017227 0.146674 9.560757 0.133553 0.116867 0.004047 538.2537 0.192343
Durbin-Watson R-Square F Value
-1.15 0.409 -1.03 -1.612 0.99 0.366 0.89 -1.058 5.671 0.874
0.3022 0.6996 0.35 0.1678 0.3678 0.7292 0.4144 0.3385 0.0024 0.4222
Intersep Interest Rate Balance of Payment Foreign Direct Investment Index Import Export Money Supply Dummy Lag Exchange Rate
2.699 0.9815 29.431
5.2.2. Interest Rate Hasil estimasi Interest Rate menunjukkan bahwa variabel uang primer, investasi swasta, investasi pemerintah, sertifikat bank Indonesia memiliki pengaruh positif terhadap tingkat sukubunga, atau dengan kata lain jika variabel-variabel tersebut meningkat maka hal tersebut akan meningkatkan secara positif terhadap variabel Interest Rate (INT) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. penggunaan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam pengendalian moneter, perlu kiranya dicari jenis suku bunga yang dapat berperan sebagai sasaran antara, yaitu suku bunga yang mampu mentransmisikan sinyal-sinyal yang diberikan oleh kebijakan moneter ke sasaran akhir, dalam hal ini laju inflasi. Variabel permintaan uang, penawaran uang dan indeks harga konsumen berpengaruh secara negatif terhadap variabel endogennya. Secara keseluruhan variabel-variabel penjelas dengan sangat baik dapat menjelaskan variabel endogen tingkat sukubunga, hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.9935 dan variabel penjelas secara bersamaan memiliki pengaruh nyata pada 60.963. untuk mencapai sasaran akhir
143
berupa pengendalian laju inflasi, Bank Indonesia menggunakan suku bunga jangka pendek, yaitu suku bunga PUAB, sebagai sasaran operasional. Untuk mengendalikan suku bunga PUAB, instrumen utama yang dapat digunakan adalah operasi pasar terbuka (OPT) melalui kegiatan jual/beli SBI/SBPU. Perubahan suku bunga SBI/SBPU akan ditransmisikan ke suku bunga PUAB untuk selanjutnya diteruskan ke suku bunga deposito. Variabel SBI memiliki pengaruh nyata pada α = 0.0002, variabel permintaan uang memiliki pengaruh nyata pada α = 0.08 artinya tingkat sukubunga dipengaruhi cukup kuat oleh variabel SBI dan MD dibandingkan dengan variabel yang lain sedangkan variabel lainnya memiliki pengaruh nyata pada α = 0.2.
Tabel 8. Hasil Pendugaan Persamaan Interest Rate INTEREST RATE (INT) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| INTERCEP 8.311929 7.627063 MD -0.000756 0.000328 MS -5.17E-05 5.71E-05 BASE 0.000558 0.000387 ISWA 0.000142 0.000103 IPEM 0.000162 0.000157 SBI 0.842631 0.06843 INDEX -0.089871 0.059462 DUM 0.131976 2.758041 TREND 2.62069 1.415842 LINT 0.211409 0.103653 Durbin-Watson R-Square F Value
1.09 -2.301 -0.905 1.441 1.378 1.028 12.314 -1.511 0.048 1.851 2.04
0.3371 0.0829 0.4165 0.2229 0.2402 0.362 0.0002 0.2052 0.9641 0.1378 0.111
ES -12.478 -3.739 5.753 4.130 1.032 0.456 -4.121 -
EL -15.823 -4.742 7.295 5.238 1.308 0.579 -5.226 -
Intersep Money Demand Money Supply Base Money Investasi Swasta Investasi Pemerintah Sertifikat Bank Indonesia Index Dummy Trend Lag Interest Rate
3.477 0.9935 60.963
5.2.3. Money Demand Peran penting tingkat suku bunga dalam permintaan uang telah terbukti paling tidak secara teoritis. Suku bunga merupakan ukuran yang relevan dari biaya oportunitas dari memegang uang dan tingkat suku bunga perlu dimasukkan menjadi variabel
144
eksplanatori dalam permintaan uang,
dan variabel lain yang dimungkinkan seperti
tingkat sukubunga time deposit dan tingkat sukubunga SBI. Perilaku permintaan uang dipengaruhi oleh tingkat sukubunga (INT), Produk Domestik Bruto Indonesia (PDBI), dan Nilai Tukar (ER). Persamaan ini menunjukkan koefisien determinasi (R2) yang besar = 0.9731 artinya sebagian besar variabel penjelas dapat menerangkan variabel endogennya dengan baik dan variabel penjelas memiliki pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 48.298 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 9. Terdapat suatu peningkatan yang substansial dalam peningkatan jumlah uang yang diminta (M2) sebagai akibat dari pengenalan time deposit dan tanpa hal tersebut peningkatan dalam keseimbangan uang tidak akan ada, kecuali terdapat harapan akan harga yang lebih rendah atau turun. Peningkatan yang relatif cepat dalam permintaan uang untuk keperluan likuiditas yang didahului dengan tingkat suku bunga time deposit menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan diantara permintaan dan pernawaran jumlah uang beredar, terutama penurunan permintaan uang sehingga hal tersebut akan menekan tingkat inflasi dan merupakan cara untuk menurunkan harga yang diharapkan. Terdapat hubungan yang erat antara permintaan uang (termasuk time deposit) dan tingkat sukubunga yang diharapkan yang diharapkan. Pada saat harga yang diharapkan meningkat, masyarakat akan mengurangi permintaan uangnya. Dari variabel penjelas pada persamaan permintaan uang, tingkat suku bunga (INT) memiliki pengaruh nyata pada α = 0.002 ,Produk Domestik Bruto Indonesia (PDBI) memiliki pengaruh nyata pada α = 0.01 , dan Nilai Tukar (ER) memiliki pengaruh nyata pada α = 0.1126 terhadap variabel
endogen.
Dari
keseluruhan
variabel
yang mempengaruhi
persamaan
permintaan uang terlihat bahwa variabel tingkat sukubunga dan produk domestik bruto Indonesia yang memiliki tingkat signifikansi yang tinggi dalam mempengaruhi
145
permintaan uang dan seluruh variabel eksplanatori atau penjelas yang mempengaruhi permintaan uang memiliki tingkat pengaruh nyata dibawah α = 0.3
Tabel 9. Hasil Pendugaan Persamaan Money Demand MONEY DEMAND (MD) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| INTERCEP -8113.789 10619 INT 425.08914 94.88151 PDBI 0.033638 0.010696 ER 5.914555 3.318684 DUM -14877 11686 TREND 3320.5312 834.9343 MDL 0.060641 0.153866 Durbin-Watson R-Square F Value
-0.764 4.48 3.145 1.782 -1.273 3.977 0.394
0.4667 0.0021 0.0137 0.1126 0.2387 0.0041 0.7038
ES 0.026 0.236 0.406 -
EL 0.027 0.251 0.432 -
Intersep Interest Rate Produk Domestik Bruto Exchange Rate Dummy Trend Lag Money Demand
1.637 0.9731 48.298
5.2.4. Indeks Harga Konsumen Inflasi diukur melalui CPI dan hal tersebut juga digunakan untuk mengukur GDP deflator, Hal tersebut juga mencakup perubahan dalam tingkat harga dari domestik output. Variabel MS, MD, PDBI memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap variabel endogennya artinya jika terjadi penurunan jumlah pada variabel-variabel tersebut maka akan terjadi peningkatan pada variabel endogennya yaitu indeks harga konsumen, sedangkan variabel ER, GEXP, BASE memiliki pengaruh yang searah terhadap variabel endogennya. Dari seluruh variabel yang ada (selain trend waktu) hanya penawaran uang (MS) yang memiliki pengaruh nyata di bawah α = 0.3 sedangkan variabel lain memiliki tingkat pengaruh nyata pada
0.3 < α < 0.6 seperti yang terlihat pada Tabel
10. Pengendalian inflasi dimaksudkan untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja pada tingkat kapasitas penuh. Disamping itu, mengingat adanya trade off jangka pendek antara inflasi dan pertumbuhan, mentargetkan inflasi
146
secara otomatis identik dengan mentargetkan pertumbuhan. Dengan kata lain, dalam menetapkan target inflasi, Bank Indonesia sudah mempertimbangkan seberapa tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai dengan tingkat inflasi tersebut. Dengan tingginya tingkat inflasi dan mekanisme transmisi didominasi oleh efek kuantitas, dasar moneter lebih disukai sebagai target operasional bagi target moneter bank sentral sedangkan pada saat tingkat inflasi rendah. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price) , dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Tabel 10. Hasil Pendugaan Persamaan Indeks Harga Konsumen INDEKS HARGA KONSUMEN (INDEX) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
-0.807 -0.545 0.490 -0.278 0.184 0.361 -
-0.859 -0.580 0.522 -0.296 0.196 0.385 -
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.00011 0.000326 0.001607 -54.36207 26.5081 0.060393
75.07181 0.000383 0.001411 0.022521 0.00013 0.000573 0.002836 61.87852 7.572361 0.594537
Durbin-Watson R-Square F Value
0.254 -1.338 -1.074 0.881 -0.849 0.57 0.567 -0.879 3.501 0.102 2.002 0.9931 80.001
0.8096 0.2384 0.3321 0.4186 0.4348 0.5936 0.5954 0.4199 0.0173 0.923
Intersep Money Supply Money Demand Exchange Rate Produk Domestik Bruto Government Expenditure Base Money Dummy Trend Lag Index
147
Dari nilai R2 (Koefisien Determinasi) persamaan Indeks Harga Konsumen memiliki nilai 0.9931 artinya variabel penjelas dari persamaan Indeks Harga Konsumen dapat menjelaskan dengan baik terhadap variabel endogennya dan variabel penjelas secara bersamaan memiliki pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 80.001.
5.2.5. Ekspor Variabel penjelas pada persamaan EXPO memiliki nilai R2 yang cukup tinggi (0.9657) yang artinya variabel penjelas pada persamaan ekspor yaitu ER, PDBI KREDIT INDEX, dapat menjelaskan dengan baik variabel endogen EXPO dan memiliki tingkat nyata pada 28.144. Variabel ER memiliki pengaruh positif terhadap ekspor artinya jika nilai tukar terdepresiasi maka jumlah yang diekspor akan meningkat sedangkan variabel PDBI, KREDIT dan INDEX memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap variabel endogen EXPO. Nilai tukar berpengaruh secara langsung terhadap net external demand (ekspor dikurangi impor) tetapi hal ini ditunjukkan dengan tingkat pengaruh nyata pada α = 0.58, sedangkan produk domestik bruto memiliki tingkat pengaruh nyata pada α = 0.85, dan indeks harga konsumen (INDEKS) memiliki tingkat pengaruh nyata pada α = 0.16, dari variabel-variabel tersebut terlihat variabel yang memiliki pengaruh paling signifikan adalah variabel indeks harga konsumen seperti yang disajikan pada Tabel 11. FDI dalam jangka pendek akan meningkatkan ekspor tetapi tidak dalam jangka panjang. Dengan demikian peluang untuk meningkatkan global capital tidak berarti akan meningkatkan kinerja ekonomi Indonesia.
148
Tabel 11. Hasil Pendugaan Persamaan Ekspor EXPOR (EXPO) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP 35650 13644 ER 2.615128 4.507461 PDBI -0.004388 0.042524 KREDIT 0.009349 0.047813 INDEX -249.5412 158.8524 DUM -11672 15357 TREND 3654.7212 3540.98 EXPOL 0.111971 0.375387
0.268 -0.046 0.046 -1.036 -
0.302 -0.052 0.052 -1.166 -
Durbin-Watson R-Square F Value
2.613 0.58 -0.103 0.196 -1.571 -0.76 1.032 0.298
0.0348 0.58 0.9207 0.8505 0.1602 0.472 0.3364 0.7741
Intersep Exchange Rate Produk Domestik Bruto Kredit Index Dummy Trend Lag Export
1.847 0.9657 28.144
5.2.6. Impor Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan impor memiliki nilai yang cukup tinggi 0.9667 dan nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai R2 persamaan ekspor yaitu 0.9657 yang artinya variabel penjelas pada persamaan impor ini pun dapat dengan baik menjelaskan variabel endogennya dan variabel penjelasnya memiliki tingkat nyata pada 38.705. Variabel Penjelas ER dan KREDIT memiliki pengaruh yang searah terhadap variabel endogen impor dan memiliki pengaruh nyata pada α = 0.6895 dan α = 0.1964, sedangkan variabel penjelas lainnya PDBI dan INDEX memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap variabel endogennya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Pada persamaan Impor ini variabel kredit memberikan pengaruh nyata yang cukup signifikan dan hal ini diperkirakan bahwa peningkatan impor dapat disebabkan karena adanya peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan dana kredit tersebut digunakan untuk melakukan pembelian barang dan jasa secara impor. Indeks harga konsumen pun dalam hal ini memiliki tingkat signifikansi yang lebih baik jika dibandingkan dengan variabel kredit dan variabel INDEX dibandingkan dengan variabel kredit diprediksi lebih besar pengaruhnya terhadap variabel kredit. Hal tersebut dapat dipahami oleh karena
149
dengan indeks harga konsumen meningkat menunjukkan bahwa harga barang yang meningkat pula dan hal tersebut akan mengakibatkan pada proses penyerapan barang dan jasa di pasar konsumen dan akhirnya akan mempengaruhi pada variabel Impor yang menurun. Pada tabel 12 berikut ini dapat terlihat nilai-nilai dari estimasi variabel impor dan variabel eksplanatori yang mempengaruhi variabel impor tersebut.
Tabel 12. Hasil Pendugaan Persamaan Impor IMPOR (IMPO) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
0.153 -0.196 -0.191 -1.213 -
32475 1.1369 -0.014258 -0.029756 -222.4864 -11090 3307.7178
11090 2.74343 0.023042 0.021115 75.98908 10394 1654.779
Durbin-Watson R-Square F Value
2.928 0.414 -0.619 -1.409 -2.928 -1.067 1.999
0.019 0.6895 0.5533 0.1964 0.0191 0.3171 0.0807
EL -
Intersep Exchange Rate Produk Domestik Bruto Kredit Index Dummy Trend
1.625 0.9667 38.705
5.2.7. Investasi Swasta Koefisien determinasi R2 persamaan ISWA memiliki nilai 0.8822 artinya variabel penjelas PDBI,INT,FDI, KREDIT dapat dijelaskan dengan cukup baik terhadap variabel endogennya dan secara bersamaan variabel penjelas tersebut memiliki pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 7.492 seperti yang digambarkan pada Tabel 13. PDBI memiliki pengaruh nyata pada tingkat
α yang lebih kecil dari pada 0.3, berarti
variabel PDBI lebih mempengaruhi investasi swasta dibandingkan dengan variabel yang lainnya. Variabel lainnya memiliki tingkat pengaruh nyata yang lebih besar daripada α = 0.3. Artinya dengan semakin tingginya PDBI maka semakin besar pula investasi swasta yang ada hal ini diprediksi bahwa investasi yang dilakukan swasta di Indonesia
150
sangatlah dipengaruhi oleh Produk Domestik Bruto Indonesia dan ikutsertanya peran swasta untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tabel 13 berikut ini dapat ditunjukkan uji t, R2 dan F Value dari variabel eksplanatori persamaan investasi swasta :
Tabel 13. Hasil Pendugaan Persamaan Investasi Swasta INVESTASI SWASTA (ISWA) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
0.234 0.009 -0.004 -0.068 -
0.527 0.021 -0.008 -0.153 -
-1757.135 0.058735 273.72681 -0.274293 -0.036645 -12716 2274.221 0.5555
22310 0.044295 319.2826 3.747808 0.104859 16445 1227.672 0.216649
Durbin-Watson R-Square F Value
-0.079 1.326 0.857 -0.073 -0.349 -0.773 1.852 2.564
0.9394 0.2265 0.4196 0.9437 0.737 0.4647 0.1064 0.0373
Intersep Produk Domestik Bruto Interest Rate Foreign Direct Investment Kredit Dummy Trend Lag Investasi Swasta
1.89 0.8822 7.492
5.2.8. Investasi Pemerintah Pada Tabel 14 ditunjukkan koefisien determinasi R2 persamaan IPEM memiliki nilai 0.5131 artinya variabel penjelas PDBI,INT,FDI, KREDIT dapat menjelaskan dengan cukup baik terhadap variabel endogennya dan secara bersamaan variabel penjelas tersebut memiliki pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 1.054. KREDIT memiliki pengaruh nyata pada tingkat memiliki pengaruh nyata pada tingkat
α=
0.3 sedangkan variabel INT, FDI dan PDBI
α yang lebih besar dari pada 0.3. sebagian besar
variabel yang dianggap mempengaruhi investasi pemerintah memiliki pengaruh nyata yang lebih besar dari
α=
0.3, oleh karena itu variabel kredit dianggap variabel yang
paling memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan investasi pemerintah (IPEM). Variabel
151
lainnya yang dianggap paling mempengaruhi adalah variabel pengeluaran pemerintah, karena dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah terutama pada pengeluaran pembangunan maka investasi pemerintah pun cenderung akan meningkat. Selain itu parameter dugaan memiliki tanda yang umumnya masih sesuai dengan logika ekonomi.
Tabel 14. Hasil Pendugaan Persamaan Investasi Pemerintah INVESTASI PEMERINTAH) IPEM Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
-0.114 0.024 0.634 -0.509 -
-0.127 0.027 0.705 -0.566 -
2645.7886 -0.006265 154.71762 0.155683 -0.059878 -925.4061 -613.1184 0.100855
13564 0.033081 254.7411 0.203682 0.04044 7843.079 1225.034 0.373785
Durbin-Watson R-Square F Value
0.195 -0.189 0.607 0.764 -1.481 -0.118 -0.5 0.27
0.8509 0.8552 0.5628 0.4696 0.1822 0.9094 0.6321 0.7951
Intersep Produk Domestik Bruto Interest Rate Government Expenditure Kredit Dummy Trend Lag Investasi Pemerintah
1.817 0.5131 1.054
5.2.9. Uang Khartal Tabel 15 menunjukkan variabel INT dan PDBI memiliki pengaruh positif terhadap variabel endogennya sedangkan dua variabel lainnya KREDIT dan ER memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap variabel UKHA (Uang Khartal). Koefisien determinasi persamaan UKHA 0.9456 yang menunjukkan bahwa variabel penjelas dapat menjelaskan dengan baik terhadap variabel endogen tersebut dan secara bersamaan variabel penjelas memiliki pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 23.158. Tingkat sukubunga sebagai variabel ekplanatori dalam permintaan uang masih merupakan suatu hal yang kontroversial. Ekspektasi inflasi sudah terrefleksi dalam tingkat sukubunga nominal dan secara tidak langsung akan mempengaruhi permintaan uang.
Koefisien determinasi (R2) persamaan uang khartal 0.9456 yang
memiliki arti bahwa variabel eksplanatori dapat menjelaskan variabel endogen dengan
152
Tabel 15. Hasil Pendugaan Persamaan Uang Khartal UKHA Variable
Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
INTERCEP 11243 5035.526 INT 80.890275 65.67605 PDBI 0.032931 0.01115 KREDIT 0.034451 0.013564 ER -2.271423 1.136031 DUM 12432 3143.39 LUKHA 0.312947 0.158291 Durbin-Watson R-Square F Value
2.233 1.232 2.954 2.54 -1.999 3.955 1.977
0.0561 0.2531 0.0183 0.0347 0.0806 0.0042 0.0834
ES
EL
0.012 0.572 0.279 -0.386 -
0.018 0.833 0.407 -0.561 -
Intersep Interest Rate Produk Domestik Bruto Kredit Exchange Rate Dummy Lag Uang Khartal
2.492 0.9456 23.158
baik sebesar hampir +/- 95%. Variabel nilai tukar (ER), kredit (KREDIT), dan produk domestik bruto Indonesia (PDBI) memiliki pengaruh nyata dibawah α= 0.1 dimana PDBI memiliki kecenderungan yang paling besar dalam mempengaruhi jumlah uang khartal yang beredar di masyarakat, disamping itu jumlah kredit yang disalurkan pun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap melimpahnya jumlah uang khartal yang ada. Sedangkan tingkat sukubunga memiliki tingkat pengaruh nyata pada α= 0.2531 namun memiliki tanda yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dimana diharapkan jika tingkat sukubunga meningkat maka uang khartal yang beredar akan berkurang karena terdapat kecenderungan masyarakat lebih memilih untuk melakukan tabungan karena terdapat kemungkinan untuk memperoleh tingkat penghasilan bunga yang besar karena meningkatnya sukubunga. Dengan pengendalian uang primer (M0) sebagai sasaran operasional, maka jumlah uang beredar di masyarakat (M1 dan M2) dapat dipengaruhi agar sejalan dengan sasaran akhir kebijakan moneter berupa kestabilan harga (inflasi). Penggunaan sasaran operasional uang primer ekonomi dan keuangan yang sedang mengalami berbagai perubahan struktural seperti di Indonesia, Bank Indonesia perlu memegang salah satu
153
indikator yang paling dapat dikendalikan yaitu uang primer (M0) dan uang primer masih memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan uang beredar, pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
5.2.10. Uang Giral Variabel INT dan PDBI memiliki pengaruh positif terhadap variabel endogennya GIRA karena jika tingkat sukubunga ditingkatkan maka masyarakat akan lebih menyukai menyimpan uangnya ke dalam rekening giral meskipun memiliki tingkat oportunity cost yang cukup besar seperti yang ditunjukkan pada Tabel 16. Disamping itu jika produk domestik bruto Indonesia meningkat pun diharapkan perputaran uang yang ada akan meningkat dan dalam era globalisasi uang giral menjadi salah satu media transaksi yang umum dan hal ini masih sesuai dengan logika ekonomi. Penentuan suku bunga oleh Bank sentral kepada pasar menyebabkan terjadinya perubahan portofolio keuangan masyarakat yang tercermin dari perubahan komposisi uang kartal dan uang giral maupun komposisi simpanan berjangka dan uang giral. Batas atau jarak antara M1 dan M2 menjadi semakin dekat karena semakin dekatnya substitusi antara uang kuasi khususnya tabungan (komponen M2) dengan M1. Perubahan portofolio aset-aset keuangan mengakibatkan perubahan tingkat sensitivitas permintaan akan uang terhadap perubahan pendapatan dan suku bunga. Dan semakin berkembangnya pasar keuangan yang menawarkan beragam aset mempunyai pengaruh yang besar terhadap permintaan uang. Koefisien determinasi (R2) persamaan GIRA 0.9554 yang menunjukkan bahwa variabel penjelas cukup dapat menjelaskan dengan baik terhadap variabel endogen tersebut dan secara bersamaan variabel penjelas memiliki pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 28.562.
154
Jumlah uang yang beredar (JUB) adalah stok uang beredar dalam suatu perekonomian pada saat tertentu dan terdiri dari uang khartal dan giral serta uang kuasi. Uang giral terdiri dari rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan dalam mata uang rupiah. Sedangkan uang kuasi (quasy money) terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan penduduk pada bank umum baik dalam rupiah maupun valuta asing. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sementara bahwa uang giral dalam sektor
moneter
menjadi
variabel
yang
hendaknya
dipertimbangkan
dalam
mempengaruhi kinerja perekonomian.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Persamaan Uang Giral GIRA Variable
Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
-1086.087 327.73054 0.031147 0.007823 1539.7187 909.70591 0.413221
4736.965 69.1638 0.012552 0.017182 2655.275 315.1407 0.187764
Durbin-Watson R-Square F Value
-0.229 4.738 2.482 0.455 0.58 2.887 2.201
0.8244 0.0015 0.038 0.661 0.578 0.0203 0.0589
ES 0.033 0.367 0.043 -
EL 0.057 0.626 0.073 -
Intersep Interest Rate Produk Domestik Bruto Kredit Dummy Trend Lag Gira
2.381 0.9554 28.562
5.2.11. Tabungan dan Deposito Pengaruh nyata dari persamaan tabungan dan deposito (TADE) 53.464 artinya secara bersamaan variabel penjelas memiliki pengaruh nyata pada variabel endogen dan koefisien determinasi R2 0.9757 yang berarti bahwa variabel penjelas dapat menggambarkan variabel TADE dengan baik. Variabel KREDIT memiliki tingkat nyata pada
α= 0.4 sedangkan variabel INT dan PDBI memiliki tingkat nyata lebih besar α=
0.4, artinya variabel kredit dianggap sebagai variabel yang paling mempengaruhi faktor
155
tabungan dan deposito seperti yang ditunjukkan pada Tabel 17. Variabel tingkat sukubunga (INT) dan produk domestik bruto Indonesia (PDBI) memiliki pengaruh yang positif terhadap tabungan dan deposito, dalam arti bahwa dengan adanya peningkatan tingkat sukubunga maka kemungkinan meningkatnya jumlah tabungan dan deposito akan lebih besar, demikian pula dengan produk domestik bruto Indonesia yang semakin tumbuh maka kemungkinan peningkatan jumlah tabungan dan deposito akan lebih besar pula.
Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter Tabungan dan Deposito TABUNGAN DAN DEPOSITO (TADE) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
0.005 0.104 -0.093 -
0.019 0.425 -0.381 -
-14635 261.52292 0.049866 -0.095866 -3554.228 3523.7622 0.754849
27480 511.0847 0.081788 0.089286 27302 4064.813 0.44433
Durbin-Watson R-Square F Value
-0.533 0.512 0.61 -1.074 -0.13 0.867 1.699
0.6088 0.6227 0.559 0.3143 0.8996 0.4112 0.1278
Intersep Interest Rate Produk Domestik Bruto Kredit Dummy Trend Lag Tabungan Deposito
2.301 0.9757 53.464
Narrow money atau M1 terdiri dari curenccy ditambah dengan demand deposit. Dalam artian yang lebih luas, Broad money spesifikasi 1 atau M2 terdiri dari M1 + time deposit dalam perkembangan pasar modal yang berkembang, masyarakat memegang tabungan disamping bentuk barang atau aset moneter pada setiap periodenya dan hal tersebut merupakan representasi dari bentuk time deposit. Broad money lanjut atau M3 terdiri dari M2 + saving deposit dan simpanan lainnya dalam bentuk mata uang asing. Dalam definisi ini, masyarakat secara umum, mungkin hanya memegang porsi kecil dalam time dan saving deposit ; tetapi dalam porsi yang lebih besar dalam simpanan uang yang dihasilkan dari luarnegeri ataupun yang disimpan oleh perusahaan negara.
156
Broad money merupakan dari bagi penawaran uang (currency + demand deposit) + quasy money yang terdiri dari time dan saving deposit serta simpanan dalam mata uang asing (saving dan demand deposit) yang dipegang oleh sektor privat domestik.
5.2.12. Money Supply Tabel 18 menggambarkan R2 (koefisien determinasi) variabel penawaran uang (MS) 0.9963 menunjukkan bahwa variabel penjelas yang dianggap mempengaruhi cukup dapat menjelaskan variabel endogennya dan variabel penjelasnya memiliki taraf nyata 73.306 terhadap variabel endogen. Variabel INT, SBI, BASE, KREDIT memiliki tanda positif yang berarti jika terdapat kenaikan dalam tingkat sukubunga (INT), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Uang Primer (BASE) dan Kredit (KREDIT) akan memiliki pengaruh positif pada penawaran uang. Sedangkan variabel indeks harga konsumen (INDEX), cadangan wajib minimum (RR) , neraca pembayaran (BOP) dan produk domestik bruto Indonesia (PDBI) menunjukkan tanda yang negatif dimana jika terjadi penurunan dalam variabel tersebut maka hal tersebut akan meningkatkan penawaran uang pada umumnya. Variabel yang berpengaruh nyata pada α lebih kecil dari 0.35 adalah INDEX dan BASE sedangkan variabel lainnya seperti INT, RR, SBI, BOP, KREDIT dan PDBI berpengaruh nyata lebih besar daripada α= 0.35. Perilaku jumlah uang beredar (Money Supply – MS) dipengaruhi oleh variabel sukubunga, uang primer (BASE), dan trend waktu dan variabel lagnya. Variabel kredit dan tingkat sukubunga merupakan variabel yang memiliki pengaruh nyata pada α lebih dari 0.90, namun variabel tersebut variabel yang perlu dipertimbangkan oleh otoritas moneter dalam pengambilan keputusan. Jumlah uang beredar dapat dikatakan sebagai sasaran antara guna mencapai sasaran akhir pemerintah yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, laju inflasi yang
stabil,
keseimbangan
neraca
pembayaran
dan
pengurangan
tingkat
157
pengangguran. Secara teori, jumlah uang beredar ini dipengaruhi oleh uang primer (Base Money) yang mencerminkan perilaku otoritas moneter dan money multiplier atau koefisien pengganda uang yang mencerminkan perilaku perbankan dan masyarakat.
Tabel 18. Hasil Pendugaan Persamaan Money Supply
MONEY SUPPLY (MS) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
0.009 -0.488 -0.030 0.002 -0.048 0.278 -0.002 -0.082 -
0.019 -1.006 -0.061 0.004 -0.098 0.573 -0.005 -0.169 -
39649 665.95032 -769.8149 -666.2927 244.8882 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896 19298 0.514829
45581 2912.079 683.4486 1387.394 1985.402 0.492663 1.559519 0.142026 0.154747 24613 10804 0.364895
Durbin-Watson R-Square F Value
0.87 0.229 -1.126 -0.48 0.123 -0.762 1.25 -0.022 -0.331 -0.727 1.786 1.411
0.4484 0.8338 0.342 0.6639 0.9096 0.5014 0.3 0.9837 0.7622 0.5198 0.172 0.2531
Intersep Interest Rate Index Reserve Requirement Sertifikat Bank Indonesia Balance of Payment Base Money Kredit Produk Domestik Bruto Dummy Trend Lag Money Supply
2.896 0.9963 73.306
5.2.13. Uang Primer Pengaruh nyata variabel RR yang ditunjukkan pada Tabel 19 berada pada taraf α= 0.32 sedangkan variabel lainnya seperti BOP, INT, INDEX, CONS, TAX, TADE, PDBI dan KREDIT memiliki taraf nyata lebih besar dari α= 0.32. Sedangkan koefisien determinasi (R2) dari persamaan uang primer (BASE) adalah 0.9851 yang artinya variabel penjelas yang ada dapat menjelaskan fenomena variabel uang primer (BASE) dengan baik dan variabel penjelas secara bersamaan memiliki pengaruh nyata pada taraf 11.002.
Dari hasil uji t yang diperoleh maka cadangan wajib minimum (RR)
dianggap paling signifikan dalam mempengaruhi jumlah uang beredar karena dengan
158
semakin besarnya cadangan wajib minimum yang ditetapkan oleh otoritas moneter maka uang primer yang terhimpun semakin besar dan hal ini masih sesuai dengan logika ekonomi. Jumlah Tabungan dan deposito meningkat juga akan memberikan pengaruh kepada uang primer yang semakin besar pula, demikian pula dengan variabel produk domestik bruto Indonesia yang semakin besar akan meningkatkan jumlah uang primer yang dihimpun.
Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Uang Primer UANG PRIMER (BASE) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
-0.137 -0.027 -1.388 0.255 -1.200 -0.231 0.174 2.137 0.313 -
-0.171 -0.034 -1.742 0.321 -1.506 -0.291 0.219 2.682 0.393 -
-2733.01 -0.15352 -281.1962 -312.0554 821.20767 -0.238346 -0.12123 0.032358 0.190046 0.05965 12713 5564.9125 0.203263
31544 0.303393 594.7803 595.7068 623.809 0.276258 0.637709 0.250518 0.288502 0.118344 8622.241 10592 0.970846
Durbin-Watson R-Square F Value
-0.087 -0.506 -0.473 -0.524 1.316 -0.863 -0.19 0.129 0.659 0.504 1.474 0.525 0.209
0.9389 0.6631 0.6829 0.6527 0.3186 0.4792 0.8668 0.909 0.5778 0.6643 0.2783 0.6517 0.8536
Intersep Balance of Payment Interest Rate Index Reserve Requirement Konsumsi Tax Tabungan Deposito Produk Domestik Bruto Kredit Dummy Trend Lag Base Money
1.872 0.9851 11.002
Sumber penawaran uang primer (Base Money) sebenarnya berasal dari pemberian kredit Bank Indonesia kepada pemerintah, lembaga keuangan dan sektor swasta. Dalam persamaan model, perilaku komponen-komponen tersebut diwakili oleh variabel neraca pembayaran serta sukubunga riil. berdasarkan kriteria statistik persamaan variabel uang primer (Base Money) tidak memadai, karena memiliki koefisien determinasi yang kecil.
159
Seperti diketahui bahwa uang primer yang berupa uang khartal dan cadangan perbankan di bank sentral mencerminkan kebijakan dari otoritas moneter, oleh karena itu perilaku uang primer juga dapat digambarkan oleh variabel seperti bunga deposito, cadangan wajib minimum (Rr) ataupun perilaku masyarakat dalam memegang uang.
5.2.14. Konsumsi Konsumsi dipengaruhi oleh YD, INT, TADE dan variabel ini memiliki tingkat pengaruh nyata pada α lebih kecil dari pada 0.3 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 20. YD memiliki tanda positif sedangkan INT dan TADE memiliki tanda yang negatif dimana jika variabel YD naik maka hal tersebut akan meningkatkan konsumsi. INT dan TADE memiliki tanda negatif yang memiliki arti bahwa jika INT maupun TADE turun maka hal tersebut akan meningkatkan Konsumsi pada umumnya. Variabel pendapatan disposabel yang memiliki tingkat pengaruh nyata terbesar oleh karena itu variabel tersebut dianggap sebagai variabel yang paling mempengaruhi besarnya konsumsi yang dilakukan. Disamping itu tingkat sukubunga yang menurun akan cenderung menurunkan jumlah dana pihak ketiga yang tersimpan di sektor perbankan dan pemilik dana akan cenderung lebih menggunakan dananya untuk konsumsi oleh karena tingkat pengembalian yang semakin kecil. Besarnya tabungan dan deposito yang semakin kecil diprediksi oleh karena dana tersebut digunakan untuk melakukan konsumsi karena tingkat pengembalian yang kurang memadai. Persamaan konsumsi ini memiliki nilai koefisien determinasi 0.9862 yang artinya variabel penjelas dapat dengan baik menjelaskan variabel endogennya sedangkan secara bersamaan variabel penjelas memiliki pengaruh nyata pada taraf 95.207 .
160
Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi KONSUMSI (CONS) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP -74467 14809 YD 0.973618 0.069847 INT -650.7166 392.5336 TADE -0.33604 0.248323 DUM -17744 15702 TREND 860.27281 2857.908 CONSL 0.005935 0.067727
1.806 -0.013 -0.359 -
1.816 -0.013 -0.361 -
Durbin-Watson R-Square F Value
-5.029 13.939 -1.658 -1.353 -1.13 0.301 0.088
0.001 0.0001 0.136 0.213 0.2912 0.7711 0.9323
Intersep Disposable Income Interest Rate Tabungan Deposito Dummy Trend Lag Konsumsi
1.84 0.9862 95.207
5.2.15. Pengeluaran Pemerintah Tabel 21 menggambarkan variabel penerimaan pemerintah (GREV), impor (IMPO), produk domestik bruto Indonesia (PDBI) dan penawaran uang (MS) merupakan variabel yang dianggap mempengaruhi pengeluaran pemerintah (GEXP) dan memiliki koefisien determinasi 0.9859 yang berarti bahwa variabel penjelas yang ada mampu menjelaskan variabel endogen pengeluaran pemerintah dengan baik. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 70.143 yang artinya adalah variabel penjelas secara bersamaan berpengaruh nyata pada variabel endogennya sebesar 70.143. Variabel penerimaan pemerintah memiliki tanda positif yang menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan dalam hal penerimaan pemerintah maka hal tersebut akan memiliki potensi bagi pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah (GEXP) sedangkan variabel impor, produk domestik bruto Indonesia dan penawaran uang memiliki tanda negatif yang memiliki arti jika variabel tersebut turun maka hal tersebut akan meningkatkan potensi pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah (GEXP). Variabel penerimaan pemerintah (GREV) memiliki pengaruh nyata kurang dari α= 0.3 pada dianggap sebagai variabel yang memiliki pengaruh terbesar
161
dalam mempengaruhi pengeluaran pemerintah (GEXP). Dengan semakin besarnya pendapatan pemerintah (GREV) secara langsung hal tersebut akan mempengaruhi terhadap kemampuan pemerintah untuk meningkatkan potensi pengeluaran pemerintah (GEXP) baik untuk anggaran rutin maupun untuk anggaran pembangunan. Sedangkan produk domestik bruto Indonesia yang menurun pun akan memberikan potensi pemerintah untuk memperoleh porsi pengeluaran yang semakin besar karena dalam hal ini produk domestik bruto yang semakin menurun atau tetap pun, porsi biaya untuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan jumlahnya tetap atau semakin besar sehingga secara proporsional pengeluaran pemerintah semakin besar atau meningkat.
Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Pengeluaran Pemerintah
PENGELUARAN PEMERINTAH (GEXP) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
1.242 -0.112 -0.087 -0.124 -
1.388 -0.126 -0.097 -0.138 -
5604.4106 1.26878 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116 -1351.139 0.105048
13495 0.162114 0.312828 0.028118 0.080684 7009.377 1396.1 0.088096
Durbin-Watson R-Square F Value
0.415 7.826 -1.107 -0.694 -0.549 1.443 -0.968 1.192
0.6904 0.0001 0.3047 0.5101 0.6 0.1922 0.3654 0.2719
Intersep Government Revenue Impor Produk Domestik Bruto Money Supply Dummy Trend Lag Government Expenditure
2.155 0.9859 70.143
5.2.16. Penerimaan Pemerintah Persamaan penerimaan pemerintah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 22 dipengaruhi terutama oleh variabel TAX dan PDBI dimana variabel penjelas tersebut memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.7828 yang artinya adalah variabel penjelas tersebut dapat menjelaskan dengan baik variabel endogennya sebesar 78%. Secara bersamaan variabel penjelas tersebut memiliki pengaruh nyata sebesar 9.012
162
terhadap variabel endogennya dan variabel TAX pengaruh nyata pada taraf
α= 0.2 dan
PDBI memiliki pengaruh nyata pada α= 0.47. Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Pendapatan Pemerintah PENDAPATAN PEMERINTAH (GREV) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
23134 23121 0.517133 0.368472 0.033229 0.044443 23334 9159.416 0.040163 0.27014 Durbin-Watson R-Square F Value
1.001 1.403 0.748 2.548 0.149
0.3406 0.1908 0.4719 0.029 0.8848
ES 0.401 0.152 -
EL 0.418 0.158 -
Intersep Tax Produk Domestik Bruto Dummy Lag Government Revenue
1.616 0.7828 9.012
Pendapatan pemerintah (GREV) sangat dipengaruhi oleh pendapatan dari sektor pajak (TAX) dan hal inipun ditunjukkan dengan uji t yaitu dengan dinyatakan bahwa variabel pajak memiliki pengaruh nyata pada
α=
0.1908, sedangkan produk
domestik bruto Indonesia memiliki tanda positif yang artinya bahwa dengan meningkatnya produk domestik bruto Indonesia maka pendapatan pemerintah pun memiliki kecenderungan akan meningkat karena dengan adanya peningkatan PDBI diprediksi bahwa sektor dunia usaha semakin berkembang dan dengan berkembangnya dunia usaha pada umumnya maka kemungkinan sektor pajak yang menjadi sumber pendapatan pemerintah akan meningkat.
5.2.17. Pajak Sebagai salah satu sumber pendapatan pemerintah, variabel pajak perlu dikaji lebih seksama dan dalam hal ini variabel PDBI dan INDEX dianggap variabel yang mempengaruhi tingkat penerimaan pajak (TAX). Kedua variabel tersebut memiliki pengaruh nyata pada taraf lebih besar daripada
α= 0.5 dan secara bersamaan memiliki
163
pengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada 2.51 seperti yang terlihat pada nilai F seperti yang disajikan pada Tabel 23. Tanda positif pada variabel produk domestik bruto Indonesia maka diperoleh kesimpulan bahwa dengan semakin besarnya produk domestik bruto Indonesia maka semakin besar pula potensi perolehan pajak bagi pemerintah yang dalam hal ini merupakan sumber pendapatan bagi pemerintah. Namun dengan variabel indeks harga konsumen yang memiliki tanda negatif dapat disimpulkan bahwa indeks harga yang semakin kecil berarti bahwa tingkat inflasi yang terjadi semakin mengarah pada perbaikan sehingga hal tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi dunia usaha dan dengan semakin tumbuhnya dunia usaha maka potensi untuk peroleh pajak pun semakin besar. Sedangkan Koefisien determinasi (R2) dari persamaan pajak ini adalah 0.5823 yang artinya adalah variabel penjelas dapat menjelaskan dengan baik 58% pada variabel endogennya.
Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Pajak PAJAK (TAX) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP 18152 24360 PDBI 0.037772 0.076959 INDEX -60.21452 220.9928 DUM -978.3687 11035 TREND 2310.6841 4615.134 TAXL 0.326675 0.293357
0.745 0.491 -0.272 -0.089 0.501 1.114
0.222 -0.140 -
0.330 -0.208 -
Durbin-Wat in-Watson R-Square F Value
1.721 0.5823 2.51
0.4752 0.6353 0.7914 0.9313 0.6286 0.2943
Intersep Produk Domestik Bruto Index Dummy Trend Lag Tax
5.2.18. Kredit Kredit dipengaruhi oleh tingkat sukubunga (INT), cadangan wajib minimum (RR) dan tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dan variabel penjelas persamaan kredit tersebut ;tingkat sukubunga , reserve requirement dan sertifikat bank Indonesia memiliki koefisien determinasi 0.877 yang memiliki arti bahwa variabel penjelas dapat
164
menjelaskan dengan baik sebesar 87.7% terhadap variabel endogennya dan seluruh variabel penjelas tersebut memiliki pengaruh nyata pada taraf yang lebih kecil dari
α=
0.35. Variabel penjelas tersebut secara bersamaan memiliki pengaruh nyata pada taraf 9.506 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 24. Ketiga variabel tersebut yaitu tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum dan tingkat sukubunga SBI secara empiris adalah variabel yang paling mempengaruhi dunia perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan turunnya tingkat sukubunga maka potensi dunia usaha untuk mengekspansi usahanya semakin besar karena terdapat dana kredit dari pihak perbankan dengan bunga yang tidak mengganggu operasional perusahaan. Sedangkan cadangan wajib minimum
yang
semakin
kecil
memiliki
kemungkinan
dunia
perbankan
untuk
menyalurkan kreditnya lebih besar lagi karena dunia perbankan hanya sebagian kecil saja dananya yang wajib disimpan dalam bentuk simpanan wajib di bank sentral sehingga dengan demikian dana pihak perbankan yang tidak disimpan dalam simpanan wajib di bank sentral dapat dimanfaatkan dalam bentuk pinjaman kredit pada dunia usaha. Hal tersebut akan berakibat pada meningkatnya produk domestik bruto yang merupakan salah satu target pencapaian tujuan makroekonomi.
Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Kredit KREDIT (KREDIT) Parameter Standard T for H0: Variable Estimate Error Parameter=0 Prob > |T|
ES
EL
INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
-0.132 -0.204 0.035 -
0.856 1.325 -0.228 -
119057 -7141.299 -3448.59 3509.5247 1981.0751 -4777.948 1.154184
60951 4592.892 2483.23 3565.177 42767 4354.477 0.270134
Durbin-Watson R-Square F Value
1.953 -1.555 -1.389 0.984 0.046 -1.097 4.273 2.347 0.877 9.506
0.0865 0.1586 0.2023 0.3538 0.9642 0.3045 0.0027
Intersep Interest Rate Reserve Requirement Sertifikat Bank Indonesia Dummy Trend Lag Kredit
165
BAB VI. DAMPAK INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini akan dianalisis simulasi terhadap model jalur mekanisme transmisi moneter yang telah dibangun. Dalam analisis simulasi akan dilakukan simulasi Historis (ex-post) untuk mengevaluasi beberapa alternatif jalur mekanisme transmisi moneter pada periode sebelum krisis [A] tahun 1988 – 1996, periode krisis [B] tahun 1997 – 2000 dan periode transisi [C] tahun 2001 - 2005, sedangkan simulasi ex-ante untuk meramalkan dampak dari berbagai macam alternatif dari jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter pada periode peramalan [D] tahun 2007 – 2010. Hasil simulasi dibandingkan dengan nilai dasarnya (base line) yang untuk selanjutnya dilihat deviasi yang terjadi pada perubahan nilai tukar, indeks harga konsumen dan produk domestik bruto Indonesia sebagai indikator utama perekonomian.
6.1. Validasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Validasi model Mekanisme Transmisi Moneter dilakukan melalui simulasi dasar pada periode sebelum krisis [A] tahun 1988 – 1996, periode krisis [B] tahun 1997 – 2000, periode masa transisi [C] tahun 2001 – 2005 dan periode peramalan [D] tahun 2007 – 2020 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 25 – Tabel 28. Kriteria yang digunakan adalah kriteria statistik RMSPE (Root Mean Squares Percentage) dan U (Theil Inequality). Nilai U (Theil Inequality) menggambarkan kemampuan suatu model untuk menganalisa simulasi historis (ex-post) dan simulasi peramalan (ex-ante), sedangkan nilai RMSPE (Root Mean Squares Percentage)
adalah nilai yang
menunjukkan seberapa jauh nilai dugaan variabel endogen menyimpang terhadap nilai aktualnya.
Disamping itu digunakan pula 3 kriteria statistik lainnya seperti UR
(Regression Component), UD (Residual Component) dan UM (Biased Proportion).
166
Tabel 25. Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode Sebelum Krisis Tahun 1988 – 1996 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Actual Predicted Mean Abs % Mean Mean Error 2701 2476 12.01913 8.1863 9.9397 36.25823 80.3909 50.8734 58.25693 44606 55773 33.95291 36031 28395 21.37597 90279 74174 16.77047 21900 4746 122.89289 17128 41732 146.46378 27787 38260 49.81159 132098 49685 59.27868 175529 264996 48.49383 22226 44213 98.79731 191232 309122 169.70679 65808 72368 16.33662 69389 76680 19.7874 59814 67016 21.23185 187000 233535 23.67956 44950 47862 23.29593 8576 27378 259.56845 35047 53850 54.16879 377794 478296 75.67287 317979 411280 89.2563
RMS % Error 18.7683 50.1985 70.15 35.8539 24.8987 20.4889 130.9692 156.0836 51.6171 60.4606 51.3499 102.8023 232.3865 18.6947 23.6471 23.1719 28.3482 30.993 305.9038 59.1542 100.3039 120.1042
Bias (UM) 0.086 0.194 0.089 0.587 0.779 0.693 0.735 0.841 0.587 0.94 0.88 0.904 0.175 0.441 0.29 0.35 0.559 0.077 0.733 0.822 0.148 0.137
Reg (UR) 0.751 0.017 0.889 0.383 0.12 0.087 0.202 0.156 0.374 0.038 0.118 0.092 0.741 0.382 0.654 0.638 0.425 0.813 0.261 0.128 0.783 0.787
Dist (UD) 0.163 0.79 0.022 0.03 0.102 0.219 0.062 0.002 0.039 0.022 0.001 0.004 0.083 0.178 0.055 0.011 0.016 0.11 0.006 0.05 0.069 0.076
U Theil 0.3146 0.3314 0.7395 0.6837 0.5941 0.5796 0.8574 0.8887 0.7333 0.9557 0.6951 0.8254 0.7616 0.4358 0.524 0.5185 0.5846 0.6272 0.9288 0.4485 0.7587 0.7663
Tabel 26. Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode Krisis Tahun 1997- 2000 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Actual Predicted Mean Abs % Mean Mean Error 5143 4772 18.98438 10.4367 12.6868 84.42415 217.0235 251.9995 22.94212 25563 18101 47.29665 15752 11565 39.37028 99077 81124 18.1883 16423 18825 13.21607 26245 20504 37.50179 32958 25480 27.39534 233539 213758 8.49714 301896 246288 18.15359 46159 36510 20.26458 137030 32741 253.18029 95149 104455 9.72767 88679 89949 10.8209 58547 61323 30.8871 152364 154692 13.64687 59203 51142 26.8487 9811 6536 61.08864 -556.872 -3832 88.43148 357490 243681 103.35737 298943 182358 122.5957
RMS % Error 19.0652 95.8562 26.6172 51.2117 41.3417 21.5132 17.6614 52.7255 37.0827 8.7583 18.6883 20.9182 289.4038 11.7152 11.7585 31.0404 14.8486 30.8075 77.748 133.0383 119.9094 141.4814
Bias (UM) 0.172 0.985 0.383 0.238 0.246 0.774 0.641 0.248 0.487 0.95 0.922 0.872 0.002 0.637 0.041 0.093 0.084 0.18 0.217 0.496 0.017 0.019
Reg (UR) 0.338 0.011 0.607 0.495 0.243 0.204 0.002 0.75 0.417 0.049 0.002 0.128 0.996 0.228 0.858 0.901 0.292 0.725 0.783 0.498 0.98 0.978
Dist (UD) 0.49 0.004 0.01 0.267 0.511 0.022 0.357 0.002 0.096 0.001 0.075 0 0.003 0.135 0.101 0.006 0.624 0.096 0 0.007 0.003 0.003
U Theil 0.7663 0.1042 0.3307 0.4428 0.4451 0.4798 0.2618 0.5037 0.3953 0.7535 0.7707 0.7339 0.8108 0.2748 0.1959 0.5295 0.214 0.3904 0.9072 0.0327 0.7179 0.7327
167
Tabel 27. Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode Transisi Tahun 2001 – 2005 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Actual Predicted Mean Abs % RMS % Mean Mean Error Error 3480 4968 49.62889 59.5257 1.725 0.1041 288.12878 447.1666 321.2293 269.277 16.0623 16.4389 21468 30630 43.1251 44.5103 14756 20869 41.99494 42.6822 94988 133817 41.602 45.768 18449 19996 16.66214 22.6563 31657 36177 17.21155 22.205 42163 53195 26.26159 26.6291 242062 304315 26.17867 30.1555 316875 399447 25.93236 27.5629 57348 64827 13.54498 14.3821 130388 313477 144.72366 156.1503 127655 118357 10.62323 11.3682 119009 117658 7.20252 8.6531 84448 90335 7.39723 9.511 157181 201816 29.80816 36.3799 72789 87860 20.81629 21.7009 6711 9760 45.27395 51.5945 44873 47922 7.29681 8.608 378192 595408 57.98165 60.6928 293744 505073 72.3254 75.1465
Bias (UM) 0.791 0.228 0.929 0.953 0.985 0.855 0.157 0.497 0.977 0.783 0.879 0.937 0.9 0.379 0.018 0.657 0.469 0.925 0.684 0.684 0.931 0.937
Reg (UR) 0.069 0.1 0.008 0.035 0.004 0.141 0.829 0.435 0.007 0.199 0.12 0.041 0.095 0.511 0.108 0.055 0.526 0.037 0.303 0.001 0.061 0.058
Dist (UD) 0.14 0.672 0.063 0.012 0.012 0.005 0.015 0.068 0.016 0.018 0.001 0.022 0.006 0.11 0.874 0.288 0.005 0.038 0.013 0.315 0.008 0.005
U Theil 0.1962 0.6082 0.0908 0.18 0.172 0.183 0.1011 0.0943 0.1169 0.1284 0.1227 0.063 0.4293 0.0613 0.0423 0.0415 0.1753 0.0974 0.2178 0.0397 0.2305 0.2722
Tabel 28. Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Mekanisme Transmisi Moneter Periode Peramalan Tahun 2007 – 2010 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Actual Predicted Mean Abs % Mean Mean Error 3706 4018 8.3958 9.7848 14.6477 50.38788 417.5151 401.2561 3.85411 21103 16833 20.21331 14663 7221 50.5842 96423 138648 43.72962 17680 7568 57.13492 32822 41298 25.84105 42911 54743 27.58229 249846 307799 23.13863 332239 398887 20.03912 59898 61722 7.53092 134100 318008 137.16429 129250 120872 6.4824 120255 122147 2.10613 82280 98741 20.03139 156524 98950 36.70775 74683 96198 28.81412 6440 9611 49.00944 36853 40024 8.58094 383892 594708 54.90762 301612 495968 64.43332
RMS % Error 8.65290 51.06880 4.26190 22.07790 50.90100 45.16750 59.01450 26.70380 28.56350 24.32850 22.04480 9.08240 140.61050 6.58900 3.22300 20.70110 39.94750 29.41590 50.23160 8.85040 56.16740 66.01630
Bias (UM) 0.943 0.97 0.817 0.838 0.985 0.939 0.939 0.936 0.933 0.906 0.827 0.117 0.952 0.968 0.241 0.934 0.847 0.96 0.95 0.939 0.956 0.953
Reg (UR) 0.037 0.03 0.179 0.162 0.012 0.061 0.061 0.064 0.067 0.094 0.173 0.883 0.048 0.03 0.75 0.066 0.153 0.04 0.042 0.058 0.044 0.047
Dist (UD) 0.02 0 0.004 0 0.003 0 0 0 0 0 0 0 0 0.002 0.009 0 0 0 0.008 0.003 0 0
U Theil 0.5539 0.7078 0.7808 0.9812 0.8656 0.9603 0.9956 0.9987 0.9988 0.9152 0.9705 0.8993 0.9899 0.8565 0.7659 0.9837 0.9908 0.9965 0.7522 0.618 0.9842 0.974
168
Dari 22 persamaan yang dibangun dalam model mekanisme transmisi moneter diperoleh gambaran bahwa pada periode sebelum krisis tahun 1988 – 1996 persamaan yang memiliki nilai RMSPE lebih kecil dari 30% sebanyak 7 persamaan, nilai RMSPE antara 30 persen – 50 persen sebanyak 2 persamaan, dan yang memiliki nilai RMSPE lebih besar dari 50 persen sebanyak 13 persamaan. Pada periode krisis tahun 1997 – 2000, 10 persamaan memiliki nilai RMSPE lebih kecil dari 30 persen , 4 persamaan memiliki nilai RMSPE antara 30 persen sampai dengan 50 persen dan 8 persamaan memiliki nilai RMSPE lebih besar dari pada 50 persen, sedangkan pada periode transisi tahun 2001 – 2005, 11 persamaan memiliki nilai RMSPE lebih kecil dari 30 persen, 5 persamaan memiliki nilai RMSPE antara 30 persen sampai dengan 50 persen, dan 6 persamaan memiliki RMSPE lebih besar dari pada 50 persen. Pada periode peramalan tahun 2007 – 2010 13 persamaan memiliki RMSPE lebih kecil dari 30 persen, 2 persamaan memiliki RMSPE antara 30 persen sampai dengan 50 persen dan 7 persamaan memiliki RMSPE lebih besar dari pada 50 persen. Jika dilihat dari kriteria U-Theil value maka pada periode sebelum krisis tahun 1988 – 1996 terdapat 22 persamaan yang memiliki nilai U-Theil lebih besar dari 0.3. Pada periode krisis tahun 1997 – 2000, 3 persamaan memiliki nilai U-Theil di bawah 0.2, 3 persamaan memiliki nilai antara 0.2 – 0.3 dan 16 persamaan yang memiliki nilai UTheil lebih besar dari 0.3. Sedangkan pada periode transisi tahun 2001 – 2005, 17 persamaan memiliki nilai U-Theil lebih kecil dari 0.2, 3 persamaan memiliki nilai U-Theil antara 0.2 – 0.3 dan 2 persamaan memiliki nilai U-Theil lebih besar dari 0.3. Dan pada periode peramalan tahun 2007 – 2010, 22 persamaan memiliki nilai U-Theil lebih besar dari 0.3. Kriteria UM, UD, UR
menunjukkan hasil yang cukup moderat dan dengan
demikian berdasarkan hasil validasi ini dapat diartikan bahwa model mekanisme transmisi moneter yang dikembangkan tersebut cukup memadai untuk menganalisa
169
simulasi historis, masa transisi dan masa peramalan dari fenomena moneter yang dibangun dalam model mekanisme transmisi moneter.
6.2. Evaluasi Dampak Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Dengan melakukan simulasi Historis, diharapkan dapat diketahui dampak yang timbul terhadap kinerja perekonomian jika diterapkan jalur-jalur mekanisme transmisi moneter tertentu. Dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing jalur mekanisme transmisi ditunjukkan dari besarnya deviasi variabel endogen (indikator makroekonomi) akibat suatu skenario simulasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan membandingkan dampak rata-rata yang ditimbulkan oleh suatu jalur mekanisme transmisi dan untuk mengetahui dampak perubahan tahun demi tahun selama periode simulasi pada empat periode simulasi pada setiap skenario terlihat pada lampiran. Sedangkan dampak perubahan rata-rata pada beberapa variabel endogen utama untuk empat periode waktu dan 7 jalur mekanisme transmisi moneter dianalisis masing-masing dengan peningkatan dan penurunan 50 persen terhadap variabel dominan (variabel yang digoncang) disetiap jalur mekanisme transmisi moneter.
6.2.1. Skenario Simulasi Peningkatan 50 persen Variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Sebelum Krisis pada tahun 1988 – 1996 Hasil simulasi peningkatan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode sebelum krisis tahun 1988 – 1996 ditunjukkan pada Tabel 29.
1. Jalur Interest Rate Channel (Jalur Suku Bunga) - Var Shock (INT,RR dan SBI) Pada interest rate channel (jalur suku bunga) tahun 1988 – 1996 dilakukan simulasi terhadap variabel tingkat sukubunga (INT), cadangan wajib minimum (RR), dan tingkat sukubunga Sertipikat Bank Indonesia (SBI) dengan meningkatkan variabel
170
tersebut sebesar 50 persen lebih tinggi dari nilai sebelumnya. Hasil simulasi diperoleh ramalan bahwa jika ketiga variabel eksogen tersebut dalam jalur tingkat sukubunga ditingkatkan maka secara umum produk domestik bruto Indonesia turun -0.45 persen sedangkan kredit turun sebesar hampir -50 persen (-49.50 persen) jika dilakukan shock pada variabel-variabel utama dalam jalur tingkat sukubunga. Disamping itu nilai tukar dan indeks harga konsumen mengalami depresiasi dan perubahan negatif sebesar 9.81 persen
dan
-1.52
persen.
Varibel
ekspor dan
Impor
mempengaruhi
kinerja
perekonomian sebesar -51 persen dan 13.80 persen sedangkan investasi baik swasta maupun pemerintah pun mengalami peningkatan sebesar 9.88 persen dan 157.40 persen yang mana kedua variabel tersebut memberi pengaruh kepada kinerja ekonomi Produk Domestrik Bruto Indonesia.
2. Jalur Bank Lending Channel (Jalur Kredit) - Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Pada jalur kredit (Bank Lending Channel) dengan ditingkatkannya cadangan wajib minimum, jumlah kredit yang disalurkan dan tingkat sukubunga sertipikat Bank Indonesia sebesar 50 persen maka akan berakibat pada peningkatan sukubunga sebesar 45.55 persen dari nilai dasarnya dan variabel produk domestik bruto Indonesia meningkat sebesar 11.17 persen lebih besar dari pada perioda sebelumnya. Dengan adanya peningkatan secara bersamaan pada variabel RR, KREDIT dan SBI maka neraca perdagangan akan mengalami ekspansi sebesar 14.60 persen demikian dengan neraca pembayaran pun meningkat sebanyak 7.42 persen lebih besar dibandingkan jika sebelum dilakukan shock pada variabel-variabel utama tersebut. Disamping itu terjadi pula penurunan dalam investasi pemerintah sebesar -53.48 persen dan peningkatan pada jumlah penawaran uang, uang primer dan konsumsi sebesar 22.02 persen, 28.56 persen dan 14.93 persen yang keseluruh faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan dari produk domestik bruto Indonesia.
171
Tabel 29. Simulasi Historis Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Sebelum Krisis Tahun 1988 – 1996 Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 2476 9.9397 50.8734 55773 28395 74174 4746 41732 38260 49685 264996 44213 309122 72368 76680 67016 233535 47862 27378 53850 478296 411280
SIM-1 % 9.81 50.00 -1.52 -0.51 13.80 9.88 -42.60 -13.15 -0.58 42.56 3.55 4.71 -3.47 -2.82 -0.15 -0.11 -49.50 5.11 -15.35 -7.81 -0.45 -0.51
SIM-2 % 15.63 45.55 -35.29 11.25 8.02 6.61 -253.48 9.65 14.43 -6.03 22.02 28.56 14.93 1.27 5.38 6.38 50.00 13.24 14.60 7.42 11.17 11.95
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % 335.58 50.00 -482.12 143.90 131.23 50.00 50.00 155.30 266.97 634.93 50.00 50.00 593.69 194.02 186.95 196.41 -49.50 267.38 157.02 79.83 442.71 482.85
SIM-4 % -82.93 50.00 50.00 -45.79 -44.29 -7.28 -20.67 -9.56 -15.48 13.80 -50.99 -44.23 -38.00 -1.32 -14.14 -18.03 -49.50 -33.97 -47.35 -24.07 -26.82 -28.25
SIM-5 % 50.00 50.00 3.27 3.80 27.89 12.29 70.54 -36.50 -7.23 70.88 50.00 50.00 -13.26 -7.29 -2.78 -2.96 -87.33 20.52 -21.18 -10.77 -6.30 -6.84
SIM-6 % 50.00 -292.72 66.93 7.61 -106.54 -95.61 -1,435.00 62.64 -20.75 -378.70 50.00 50.00 6.56 6.62 -7.59 -9.53 366.45 -11.66 126.00 64.06 -14.63 -15.46
SIM-7 % -0.93 10.06 32.07 -10.20 4.21 5.02 -7.77 -19.94 -9.00 47.85 -19.43 50.00 -17.63 -3.06 -5.01 -5.86 -59.41 -3.12 -25.14 -12.78 -10.61 -11.39
172
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, penawaran uang, investasi (swasta dan pemerintah), tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia dan Uang primer merupakan faktor yang dianggap paling mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam jalur Balance Sheet (Neraca). Dengan ditingkatkannya variabel-variabel tersebut diatas sebesar 50 persen lebih besar dari sebelum dilakukannya kebijakan diperoleh hasil estimasi historis yang cukup memuaskan pada variabel-variabel ekonomi. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya variabel yang mengalami peningkatan cukup besar yaitu variabel tabungan dan deposito (TADE) 634.93 persen , konsumsi (CONS) 593.69 persen dan variabel lain sebagian ada yang mengalami penurunan dan produk domestik bruto Indonesia yang dianggap sebagai indikator kinerja perekonomian meningkat lebih dari 4 (442.71 persen) kali lipat setelah dilakukannya shock pada variabel utama pada jalur neraca ini.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Simulasi pada jalur ekspektasi ini dilakukan dengan cara meningkatkan sebesar 50 persen pada variabel tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, indeks harga konsumen dan tingkat sukubunga sertipikat bank Indonesia. Hal ini akan mengakibatkan perubahan negatif pada variabel ekonomi balance of trade -47.35 persen dan pada variabel balance of payment sebesar -24.07 persen dan Produk Domestik Bruto Indonesia turun sebesar -26.82 persen, sedangkan pada variabel konsumsi terjadi penurunan yang cukup besar yaitu -38.00 persen lebih kecil dibandingkan dengan simulasi jalur neraca sebelum dilakukannya goncangan pada variabel utama pada jalur ekspektasi dan hal ini dapat diperkirakan bahwa penurunan PDBI tersebut karena terjadinya penurunan pada net capital inflow yang cukup besar sehingga menyebabkan turunnya kinerja perekonomian PDBI tersebut.
173
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Jalur nilai tukar (1) ini menganggap terdapat lima faktor utama yang memiliki pengaruh dalam mempengaruhi kinerja perekonomian, dimana jika variabel-variabel tersebut ditingkatkan sebesar 50 persen lebih besar dari nilai sebelumnya maka akan diperoleh penurunan yang cukup besar pada variabel neraca perdagangan sebesar 21.18 persen, sedangkan perubahan pada uang khartal dan uang giral terjadi pula penurunan sebesar -36.50 persen dan -7.23 persen. Demikian pula dengan variabel ekspor dan impor terjadi peningkatan yaitu 3.80 persen dan 27.89 persen yang diperkirakan tidak terlalu mempengaruhi cukup besar terhadap penurunan neraca perdagangan tersebut. Konsumsi turun -13.26 persen dan diperkirakan variabel ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi turunnya produk domestik bruto Indonesia -6.30 persen.
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Berbeda dengan jalur nilai tukar (1), Jalur nilai tukar (2) ini tidak memasukkan variabel tingkat sukubunga pada simulasi yang dilakukan sehingga variabel yang dianggap berpengaruh terdiri dari empat variabel yaitu ER, RR, MS dan BASE. Dengan peningkatan sebesar 50 persen lebih besar maka diperoleh penurunan yang cukup besar pada variabel produk domestik bruto Indonesia -14.63 persen dan hal tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan disposable income sebesar -15.46 persen. Faktor investasi baik swasta maupun pemerintah menunjukkan pertumbuhan negatif -95.61 persen dan -1235 persen yang disinyalir lebih mempengaruhi pada pertumbuhan negatif produk domestik bruto Indonesia, sedangkan faktor konsumsi (6.56 persen), ekspor (7.61 persen), pengeluaran pemerintah (6.62 persen) masih menunjukkan pertumbuhan positif dan impor (-106.54 persen) bertumbuh secara negatif tidak terlalu banyak memberi pengaruh positif pada pertumbuhan negatif produk domestik bruto Indonesia.
174
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Jalur langsung atau dikenal dengan direct monetary channel yang merupakan jalur dengan pendekatan kuantitas menunjukkan pertumbuhan kinerja perekonomian yang tidak terlalu baik dan hal ini ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan negatif dari indikator produk domestik bruto Indonesia -10.61 persen yang diperkirakan penurunan ini dikarenakan pengaruh penurunan dari faktor konsumsi -17.63 persen yang disebabkan oleh adanya penurunan pada pendapatan disposable -11.39 persen dan pengeluaran pemerintah -3.06 persen, disamping itu faktor ekspor (-10.20 persen) dan impor (4.21 persen) menggambarkan perkembangan yang mendukung bagi penurunan pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia dan hal ini seiring dengan adanya penurunan pada neraca perdagangan -25.14 persen sedangkan pertumbuhan investasi baik swasta (5.02 persen) maupun pemerintah (192.23 persen) menunjukkan tidak memiliki pengaruh terhadap penurunan kinerja perekonomian tersebut.
6.2.2. Skenario Simulasi peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Krisis pada tahun 1997 – 2000 Hasil simulasi peningkatan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode krisis tahun 1997 – 2000 ditunjukkan pada Tabel 30. 1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Pada tahun 1997 – 2000 dianggap sebagai periode krisis dan dalam kondisi ini dilakukan simulasi peningkatan 50 persen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sebelumnya terhadap variabel kebijakan yang digoncang maka diperoleh peningkatan yang cukup besar dalam variabel kredit sebesar 393.69 persen dan terjadi peningkatan yang cukup besar pada neraca perdagangan sebesar 573.71 persen sehingga kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia mengalami pertumbuhan positif sebesar
175
Tabel 30. Simulasi Historis Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Krisis Tahun 1997 – 2000 Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 4772 12.6868 251.9995 18101 11565 81124 18825 20504 25480 213758 246288 36510 32741 104455 89949 61323 154692 51142 6536 -3832 243681 182358
SIM-1 % -33.78 50.00 -11.62 63.28 -225.19 -34.59 -303.20 260.11 71.37 -58.66 35.34 107.84 804.69 21.38 17.56 23.20 393.69 -5.53 573.71 978.55 97.73 122.80
SIM-2 % -16.95 -221.16 -3.87 20.80 -98.37 -19.17 -129.75 111.50 25.60 -29.23 12.47 40.90 311.46 8.42 6.26 8.21 50.00 -6.35 231.67 395.15 35.27 44.37
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % 422.36 50.00 -304.43 1,345.96 667.40 50.00 50.00 1,171.45 1,060.97 183.49 50.00 50.00 17,191.19 363.35 448.44 583.12 393.69 668.68 2,546.63 4,343.63 2,563.95 3,230.05
SIM-4 % -105.85 50.00 50.00 -138.45 -438.90 -51.72 -296.21 273.95 45.43 -65.00 -32.96 24.03 429.86 23.42 3.05 -1.41 393.69 -56.87 393.19 670.64 38.24 51.57
SIM-5 % 50.00 50.00 -24.69 188.38 -143.36 -33.97 -337.53 225.01 83.27 -62.33 50.00 50.00 900.26 17.14 21.92 31.36 449.28 51.69 775.38 1,322.52 111.72 138.74
SIM-6 % 50.00 -388.63 -15.89 169.76 -242.71 -61.80 -433.65 250.40 50.94 -81.90 50.00 50.00 861.70 17.07 17.76 24.73 605.75 30.59 899.59 1,534.37 93.15 116.16
SIM-7 % -27.01 -211.96 -13.05 70.27 -204.25 -31.31 -287.33 246.46 71.64 -54.98 31.10 50.00 808.96 20.86 17.67 23.19 364.82 -0.22 556.01 948.36 99.93 125.73
176
97.73 persen. Hal ini pun didukung dengan peningkatan pendapatan disposabel 122.80 persen sehingga konsumsi yang merupakan variabel yang dipengaruhi oleh pendapatan disposabel menunjukkan pengaruh penting pada kinerja perekonomian (PDBI) menjadi sebesar 804.69 persen, disamping itu apresiasi nilai tukar -33.78 persen tidak terlalu memiliki pengaruh terhadap laju pertumbuhan ekspor dan impor yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia.
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Penurunan yang relatif cukup besar terjadi pada tingkat sukubunga secara ratarata sebesar -21.16 persen lebih kecil dibandingkan dengan sebelum terjadinya peningkatan pada variabel kebijakan tersebut di atas yang dianggap memiliki pengaruh dari adanya peningkatan kredit. Produk Domestik Bruto Indonesia meningkat 35.27 persen lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum terjadinya peningkatan 50 persen, hal ini diperkirakan karena terjadi adanya peningkatan ekspor 20.80 persen dan penurunan impor -98.37 persen. Peningkatan pendapatan disposabel 44.37 persen mempengaruhi peningkatan konsumsi 311.46 persen dan pertumbuhan positif pengeluaran pemerintah 8.42 persen cukup memiliki pengaruh terhadap besar terhadap pertumbuhan kinerja perekonomian, hal tersebut didukung dengan adanya pertumbuhan cukup besar pada neraca perdagangan 231.67 persen lebih tinggi dibandingkan dengan neraca perdagangan sebelum dilakukannya goncangan pada variabel shock. Apresiasi nilai tukar sebesar -16.95 persen mengakibatkan pertumbuhan ekspor 20.80 persen lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor pada jalur suku bunga 63.28 persen, nilai impor menunjukkan adanya penurunan -98.37 persen sedangkan indeks harga konsumen memiliki pertumbuhan negatif -3.87 persen yang diprediksi memiliki pengaruh terhadap turunnya tingkat sukubunga dengan perubahan
177
sebesar -21.16 persen dan hal tersebut mempengaruhi pertumbuhan dari uang khartal 260.11 persen, uang giral 71.37 persen dan jumlah tabungan dan deposito -58.66 persen yang dapat dihimpun oleh Bank Sentral dalam rangka meningkatkan pertumbuhan kinerja perekonomian melalui jumlah kredit yang dapat disalurkan.
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Variabel kredit meningkat cukup besar yaitu rata-rata sebesar 393.69% atau hampir 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum terjadi peningkatan variabel tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, penawaran uang, investasi, sertipikat bank Indonesia, dan uang primer sebesar 50 persen lebih tinggi. Produk Domestik Bruto Indonesia menunjukkan peningkatan sebesar 25 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya. Disinyalir peningkatan PDBI tersebut dikarenakan adanya peningkatan beberapa variabel konsumsi 17.191 persen, ekspor 1.345 persen dan impor 667.40 persen dan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 363.35 persen yang memberikan kontribusi pada kinerja perekonomian dan dapatlah dikatakan bahwa dengan adanya peningkatan dari aspek investasi baik swasta maupun pemerintah sebagai salah satu komponen dari produk domestik bruto Indonesia 50 persen lebih besar dibandingkan sebelum dilakukannya kebijakan moneter tersebut membawa perubahan yang positif terhadap kinerja perekonomian, disamping adanya peningkatan daya beli masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari pendapatan disposabel.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Peningkatan terkecil sebesar 3.05 persen terjadi pada variabel pendapatan pemerintah dan peningkatan terbesar terjadi pada variabel neraca pembayaran (BOP) 670 persen jika dilakukan peningkatan pada tingkat sukubunga, cadangan wajib
178
minimum, indeks harga konsumen dan tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia sebesar 50 persen lebih tinggi. Pada periode krisis kondisi dunia usaha menunjukkan kondisi yang sulit diantisipasi dan belum banyak menjanjikan harapan untuk berkembang sehingga meskipun terjadi peningkatan tingkat sukubunga sertipikat bank Indonesia yang berpengaruh akhirnya pada sukubunga kredit, jumlah kredit yang disalurkan masih cukup tinggi sebesar 393.69 persen karena disinyalir terdapat kebutuhan dana yang mendesak untuk mempertahankan hidup usahanya. Dari hasil simulasi variabel produk domestik bruto Indonesia naik sebesar 38.24 persen karena terdapat pertumbuhan yang positif
pada
neraca
perdagangan
670.64
persen
meskipun
komponen
yang
membentuknya menunjukkan terjadi penurunan baik pada variabel impor -438.90 persen maupun ekspor -138.45 persen serta terdapat pula penurunan investasi baik swasta -51.72 persen dan pemerintah -296.21 persen. Produk domestik bruto Indonesia yang tumbuh secara positif disinyalir banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan dari variabel konsumsi yang tumbuh sebesar 429.86 persen yang dipicu oleh pertumbuhan pendapatan disposabel 51.57 persen dibandingkan komponen lainnya.
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS,dan BASE) Pada periode krisis peningkatan variabel utama yang digoncang (ER,INT,RR,MS dan BASE) cukup memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap variabel ekspor dan impor. Variabel ekspor akan meningkat 188.38 persen dan variabel impor menurun -143.36 persen dalam hal ini diperkirakan terdapat pengaruh dari depresiasi nilai tukar 50 persen (kebijakan pemerintah) dan secara menyeluruh neraca perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik 775.38 persen serta hal tersebut cukup memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia 111.72 persen disamping konsumsi pun memberikan kontribusi yang paling besar 900.26
179
persen yang diperkirakan oleh karena terjadi peningkatan dalam pendapatan disposabel sebesar 138.74 persen dan kredit 449.28 persen. Naiknya sukubunga sebesar 50 persen lebih tinggi pun memberikan dampak negatif pada pertumbuhan tabungan dan deposito sebanyak -62.33 persen dan peningkatan suku bunga tersebut cenderung memberikan pengaruh pada pertumbuhan negatif investasi baik pada sektor swasta 33.97 persen dan sektor pemerintah -337.53 persen, namun hal tersebut tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia dibandingkan dengan pengaruh dari sektor konsumsi .
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Pada jalur nilai tukar (2) ini terjadi perubahan negatif yang cukup besar pada variabel tingkat sukubunga -188.63 persen, investasi pemerintah -433.65 persen, impor -242.71 persen dan indeks harga konsumen -15.89 persen. Perubahan positif yang cukup besar terjadi pada variabel kredit 605.75 persen, konsumsi 861.70 persen, uang khartal 250.40 persen dan ekspor 169.76 persen. Perubahan-perubahan variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto 93.15 persen disamping tingkap pertumbuhan pendapatan disposabel meningkat 116.16 persen yang secara umum menunjukkan peningkatan daya beli masyarakat sehingga hal tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap peningkatan konsumsi masyarakat yang akhirnya berakibat pada pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia yang merupakan salah satu indikator kinerja perekonomian.
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Penerapan jalur langsung (Direct Monetary Channel) menunjukkan perubahan yang cukup signifikan pada neraca pembayaran (BOP) yaitu 948.36 persen dan hal ini memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia yaitu 99.93 persen lebih besar dibandingkan dengan nilai dasar (base line) dan lebih baik jika
180
dibandingkan dengan pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia pada jalur nilai tukar (1) dan (2), jalur kredit, jalur neraca dan jalur ekspektasi. Peningkatan variabel konsumsi 808.96 persen disinyalir memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan indikator kinerja perekonomian (PDBI) tersebut, disamping itu peningkatan ekspor 70.27 persen dan penurunan impor sebesar -204.25 persen pun cenderung memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan kinerja perekonomian dan hal ini ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan neraca perdagangan 556.01 persen dan peningkatan tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan indikator produk domestik bruto Indonesia.
6.2.3. Skenario Simulasi Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Transisi pada tahun 2001 – 2005 Hasil simulasi peningkatan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode transisi tahun 2001 – 2005 ditunjukkan pada Tabel 31. 1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Selama periode tahun 2001 – 2005 yang dianggap sebagai masa transisi (masa peralihan dari masa krisis menuju masa sesudah krisis – peramalan) dengan adanya peningkatan pada variabel kebijakan tingkat suku bunga, cadangan wajib minimum dan tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia sebesar 50 persen lebih besar mengakibatkan perubahan pada neraca pembayaran (BOP) sebesar 21.53 persen dan hal tersebut diindikasikan karena adanya perubahan dari konsumsi 17.30 persen, Investasi (swasta -7.98 persen dan pemerintah -88.28 persen), pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 4.32 persen, ekspor tumbuh 3.16 persen dan impor menurun -44.79 persen. Disamping itu peningkatan yang terjadi pada variabel konsumsi sebesar 17.30 persen disinyalir terjadi karena kemungkinan adanya peningkatan pendapatan
181
Tabel 31. Simulasi Historis Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Transisi Tahun 2001 – 2005 Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 4968 10.41 269.277 30630 20869 133817 19996 36177 53195 304315 399447 64827 313477 118357 117658 90335 201816 87860 9760 47922 595408 505073
SIM-1 % -16.81 50.00 -0.72 3.16 -44.79 -7.98 -88.28 45.27 8.71 -14.32 9.94 29.90 17.30 4.32 2.60 3.23 -62.74 -5.33 105.70 21.53 6.94 7.60
SIM-2 % -6.86 -43.98 -10.66 33.90 -44.89 -4.63 -131.85 76.11 27.35 -18.61 22.17 46.51 52.97 9.44 9.48 11.48 50.00 7.11 202.38 41.22 27.62 30.50
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % 93.74 50.00 -61.82 184.29 66.53 50.00 50.00 173.47 135.59 39.15 50.00 50.00 402.02 82.73 83.33 100.97 -62.74 89.85 436.13 88.82 238.00 262.51
SIM-4 % -159.80 50.00 50.00 -246.99 -287.56 -33.39 -73.23 59.89 -20.96 -25.89 -89.55 -69.41 -80.65 7.25 -23.45 -34.87 -62.74 -69.75 -160.26 -32.64 -53.61 -56.96
SIM-5 % 50.00 50.00 -2.47 18.63 -32.77 -7.10 -88.60 35.71 9.06 -13.55 50.00 50.00 14.48 2.53 2.81 4.10 -64.65 2.16 128.53 26.18 5.66 5.94
SIM-6 % 50.00 -94.68 -5.59 26.44 -34.08 -7.57 -102.54 47.60 14.07 -16.86 50.00 50.00 28.49 4.88 5.13 6.65 -39.94 5.39 155.86 31.74 13.38 14.59
SIM-7 % -1.85 -46.33 -5.83 17.34 -13.58 0.18 -49.83 34.50 15.76 -7.67 15.76 50.00 25.72 3.80 4.99 6.18 -116.26 5.49 83.44 16.99 14.03 15.44
182
disposabel 7.6 persen yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan tingkat konsumsinya dan dari pertumbuhan pada variabel yang komponen pembentuk indikator perekonomian PDBI menunjukkan pertumbuhan positif sebesar
6.94 persen.
Pertumbuhan positif pada kinerja perekonomian tersebut cenderung disebabkan oleh adanya peningkatan pada variabel konsumsi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan penurunan impor.
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Jalur kredit yang menganggap terdapat 3 variabel (RR, KREDIT, SBI) kebijakan yang dapat di manuver oleh otoritas moneter pada periode masa transisi ini menunjukkan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan jalur suku bunga dan diprediksi variabel utama tersebut memiliki pengaruh pada pertumbuhan neraca perdagangan 202.38 persen, neraca pembayaran perekonomian PDBI naik
41.32 persen, dan kinerja
27.62 persen yang menggambarkan suatu peningkatan
kinerja perekonomian yang lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian pada jalur sukubunga. Peningkatan terhadap variabel shock pada jalur kredit ini memberikan dampak pada peningktaan variabel produk domestik bruto yang cukup besar dan komponen indikator perekonomian yang dianggap memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan kinerja perekonomian tersebut adalah variabel konsumsi tumbuh 52.97 persen cenderung diakibatkan oleh adanya peningkatan dari pendapatan disposabel 30.50 persen yang memungkinkan masyarakat memiliki daya beli yang lebih tinggi, pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 9.44 persen, peningkatan ekspor 33.90 persen dan penurunan impor -44.89 persen yang cenderung dipengaruhi oleh adanya depresiasi nilai mata uang rupiah -6.86 persen sedangkan investasi menunjukkan pertumbuhan yang negatif baik sektor swasta -4.63 persen maupun pemerintah -131.85 persen .
183
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Jalur Neraca atau yang juga dikenal dengan balance sheet channel yang menganggap variabel utama yang digoncang adalah tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, penawaran uang, investasi, tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia dan Uang primer ini pada masa transisi lebih menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan jalur sukubunga dan jalur kredit. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari konsumsi 402.02 persen yang diakibatkan oleh adanya peningkatan dalam hal pendapatan disposabel 262.51 persen, pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 83.33 persen, ekspor meningkat sebesar 184.29 persen, impor tumbuh 66.53 persen, uang khartal 173.47 persen dan uang giral sebesar 135.59 persen, tabungan dan deposito 39.15 persen serta investasi baik swasta maupun pemerintah sebesar 50 persen. Peningkatan-peningkatan tersebut yang cukup besar ada pada variabel konsumsi dan PDBI naik sebesar 238.00 persen atau lebih dari dua kali lipat. Hal ini didukung oleh peningkatan pendapatan disposabel yang naik cukup besar sehingga hal tersebut memungkinkan meningkatkan konsumsi masyarakat yang pada akhirnya akan memberi dampak positif terhadap peningkatan PDBI.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Jalur ekspektasi menunjukkan hasil berbeda dengan jalur mekanisme lainnya, hal ini ditunjukkan dari variabel PDBI yang masih rata-rata turun sebesar -53.61 persen. Selain pengaruh dari turunnya pertumbuhan neraca perdagangan -160.26 persen dan neraca pembayaran -32.64 persen yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian, hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan produk domestik bruto adalah turunnya pendapatan disposabel -56.96 persen yang diasumsikan variabel tersebut mempengaruhi turunnya konsumsi sebesar –80.65 persen. Pertumbuhan ekspor turun 246.99 persen diprediksi karena mata uang terapresiasi -159.80 persen dan hal tersebut
184
cenderung langsung mengakibatkan turunnya neraca perdagangan -160.26 persen. Peningkatan tingkat sukubunga pun secara tidak langsung akan meningkatkan sukubunga kredit, disamping hal tersebut dipengaruhi pula oleh naiknya tingkat sukubunga sertifikat Bank Indonesia sebesar 50 persen lebih tinggi yang menjadi dasar bagi sektor perbankan dalam menentukan sukubunga kredit dengan tingginya tingkat sukubunga kredit maka hal tersebut akan mengurangi sektor riil untuk menggunakan dana pihak perbankan dalam bentuk kredit untuk ekspansi usahanya sebesar -62.74 persen
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Jalur ini menunjukkan hasil yang lebih baik dengan adanya peningkatan rata-rata yang positif pada variabel PDBI sebesar 5.66 persen disinyalir karena adanya pertumbuhan pada faktor balance of trade (neraca perdagangan) sebesar 128.53 persen dengan adanya depresiasi mata uang rupiah 50 persen maka hal tersebut berpengaruh terhadap peningkatan
ekspor sehingga net ekspor meningkat dan
akhirnya akan berdampak positif pada neraca perdagangan. Disamping itu komponen neraca perdagangan ekspor dan impor pun mengalami peningkatan sebesar 18.63 persen dan -32.77 persen, sedangkan variabel lain yang mengalami peningkatan adalah variabel konsumsi 14.48 persen karena adanya peningkatan pada variabel pendapatan disposabel 5.94 persen, pendapatan pemerintah 2.81 persen dan pajak 4.1 persen dan peningkatan pengeluaran pemerintah 2.81 persen. Permintaan uang dalam hal ini pun mengalami peningkatan yang tidak terlalu besar sebesar 2.16 persen lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan kinerja perekonomian tersebut pada mekanisme jalur ekspektasi pada periode yang sama.
185
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Pada jalur nilai tukar-2 ini, variabel tingkat sukubunga tidak termasuk pada variabel yang digoncang dan hasil yang diperoleh adalah peningkatan produk domestik bruto Indonesia 13.38 persen yang lebih besar daripada simulasi yang dilakukan pada jalur nilai tukar-1, begitu pula dengan peningkatan neraca pembayaran 31.74 persen dan neraca perdagangan 155.86 persen yang diperoleh lebih besar dari pada jalur nilai tukar-1. Variabel tingkat sukubunga, ekspor, impor dan konsumsi mengalami perubahan sebesar -432.47 persen, 26.44 persen, -34.08 persen dan 28.49 persen, disamping itu baik variabel pendapatan pemerintah, pajak dan permintaan uang juga mengalami peningkatan yang cukup baik yaitu sebesar 5.13 persen, 6.65 persen, 5.39 persen dan pengeluaran pemerintah naik 4.48 persen, sehingga dengan variabel-variabel komponen dari produk domestik bruto Indonesia bertumbuh secara positif maka hal tersebut memberikan kontribusi positif pada peningkatan dan pertumbuhan dari kinerja perekonomian PDBI 13.38 persen dan pertumbuhan ini lebih baik jika dibandingkan dengan komponen yang sama pada mekanisme transmisi jalur nilai tukar-1. Pendapatan disposabel meningkat 14.59 persen sehingga cenderung mempengaruhi peningkatan konsumsi masyarakat yang akhirnya mengakibatkan perubahan pada komponen produk domestik bruto Indonesia.
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Jalur direct monetary channel yang sering dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi jalur langsung menunjukkan indikator ekonomi produk domestik bruto Indonesia meningkat 14.03 persen dengan peningkatan pada neraca perdagangan 83.44 persen dan neraca pembayaran 16.99 persen. Nilai tukar yang terapresiasi -1.85 persen tidak banyak memberikan pengaruh pada pertumbuhan ekspor 17.34 persen maupun impor -13.58 persen sedangkan tingkat suku bunga tumbuh 5267.15 persen
186
cenderung mengakibatkan turunnya variabel -116.26 persen. Konsumsi tumbuh 25.72 persen yang diprediksi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan pada pendapatan disposibel 15.44 persen yang juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan indikator kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia, disamping itu sektor investasi baik swasta maupun pemerintah tidak memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan kinerja ekonomi.
6.2.4. Skenario Simulasi Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Peramalan pada tahun 2007 – 2010 Hasil simulasi peningkatan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode transisi tahun 2007 – 2010 ditunjukkan pada Tabel 32. 1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Pada peramalan tahun 2007 – 2010 diperkirakan neraca perdagangan meningkat 141.30 persen suatu peningkatan yang cukup besar dan konsumsi pun meningkat ratarata sebesar 34.97 persen lebih baik dibandingkan dengan perioda sebelumnya karena diprediksi terdapat peningkatan pada pendapatan disposabel 19.93 persen ,sedangkan variabel kredit meningkat sebesar 134.10 persen meskipun terdapat peningkatan sukubunga 50 persen lebih tinggi dari sebelumnya dan hal ini diperkirakan dunia usaha sangat membutuhkan modal usaha yang lebih besar dan mendesak sehingga peningkatan suku bunga menjadi terabaikan. Variabel produk domestik bruto Indonesia rata-rata meningkat 17.61 persen lebih baik dan diperkirakan merupakan kontribusi dari pertumbuhan neraca perdagangan dan neraca pembayaran terutama pada variabel konsumsi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Meskipun nilai tukar terapresiasi -16.03 persen, ekspor meningkat cukup besar yaitu 24.27 persen ,impor turun sebesar 131.46 persen dan hal tersebut memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan kinerja ekonomi.
187
Tabel 32. Simulasi Peramalan Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Peramalan Tahun 2007 – 2010
Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 4018 14.6477 401.2561 16833 7221 138648 7568 41298 54743 307799 398887 61722 318008 120872 122147 98741 98950 96198 9611 40024 594708 495968
SIM-1 % -16.03 50.00 -2.88 24.27 -131.46 -5.83 -270.03 48.91 14.50 -14.05 10.79 32.22 34.97 7.01 5.50 5.98 134.10 -0.30 141.30 33.93 17.61 19.93
SIM-2 % -12.87 -187.82 -3.70 31.80 -121.77 -5.13 -270.31 50.34 16.80 -14.29 12.62 33.62 36.23 7.15 5.98 6.69 50.00 1.56 147.20 35.35 18.57 20.93
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % 158.98 50.00 -63.03 475.61 326.74 50.00 50.00 203.45 170.29 43.00 50.00 50.00 597.86 106.50 112.05 123.12 134.10 118.16 587.50 141.08 355.02 401.19
SIM-4 % -208.84 50.00 50.00 -470.31 -901.52 -31.17 -228.40 60.85 -16.18 -25.27 -88.92 -78.89 -75.77 9.16 -21.87 -31.31 134.10 -64.60 -146.37 -35.15 -51.19 -55.15
SIM-5 % 50.00 50.00 -1.24 53.33 -129.10 -6.27 -300.78 37.14 15.40 -14.93 50.00 50.00 34.75 4.60 5.40 5.82 163.86 13.64 190.40 45.72 17.31 19.59
SIM-6 % 50.00 -228.02 0.08 48.36 -161.78 -9.63 -347.45 39.24 12.25 -17.68 50.00 50.00 31.93 4.41 4.52 4.78 211.82 11.23 206.25 49.53 14.63 16.60
SIM-7 % -4.23 -170.23 -6.10 47.02 -57.46 0.81 -199.64 42.75 19.63 -8.52 21.77 50.00 40.70 5.97 7.50 8.64 54.20 5.86 125.54 30.14 22.65 25.44
188
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Pada periode peramalan tahun 2007 – 2010 dengan meningkatkan variabel cadangan minimum, jumlah kredit yang disalurkan dan tingkat sukubungan sertipikat Bank Indonesia maka akan terlihat beberapa perubahan seperti konsumsi naik 36.23 persen dan neraca perdagangan meningkat 147.20 persen dan variabel kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia meningkat 18.57 persen, dalam hal ini konsumsi memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia karena pendapatan disposabel pun cukup besar mempengaruhi konsumsi yaitu 20.93 persen. Ekspor meningkat 31.80 persen dan impor menurun 121.77 persen. pengeluaran pemerintah meningkat 7.15 persen yang tidak jauh berbeda dengan peningkatan pada jalur tingkat suku bunga. Nilai tukar terapreasiasi -12.87 persen tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan komponen ekspor 31.80 persen dan impor -121.77 persen.
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Dengan dilakukannya simulasi pada jalur neraca terhadap beberapa variabel yang dianggap utama terjadi perubahan pada variabel-variabel dalam mekanisme transmisi seperti neraca perdagangan sebesar 587.50 persen atau hampir 6 kali lipat dan hal ini merupakan peningkatan yang cukup terbesar pada jalur ini. Sedangkan peningkatan terbesar lainnya adalah ekspor 475.61 persen dan impor sebesar 326.74 persen dan hal ini dimungkinkan karena terdapat depresiasi mata uang yang cukup besar yaitu 158.98 persen. Perubahan hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia cukup signifikan yaitu 355.02 persen. Komponen kinerja ekonomi lain yang memberikan pengaruh cukup besar adalah konsumsi 597.86 persen karena diperkirakan pendapatan disposabel meningkat cukup tajam 401.19 persen disamping investasi baik swasta 50 persen maupun pemerintah 50 persen dan juga
189
pengeluaran pemerintah 106.50 persen yang pada akhirnya komponen tersebut mengakibatkan pertumbuhan positif terhadap produk domestik bruto Indonesia.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Jalur ekspektasi pada masa peramalan akibat pada perubahan yang sebagian besar menunjukkan perubahan negatif. Jika peningkatan 50 persen variabel-variabel utama pada jalur ekspektasi tersebut dilakukan maka variabel ekspor turun -470.31 persen dan impor -901.52 persen yang mengakibatkan pada perkembangan neraca perdagangan turun -146.37 persen , disamping itu meskipun terdapat peningkatan tingkat suku bunga naik cukup besar tetapi variabel kredit tetap naik 134.10 persen yang disinyalir karena dunia usaha masih membutuhkan modal cukup mendesak. Pertumbuhan negatif pada produk domestik bruto Indonesia -51.19 persen, diprediksi disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi sebesar -75.77 persen karena penurunan pendapatan disposabel sebesar -55.15 persen yang secara langsung mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan konsumsi secara umum dan hal ini memberikan kontribusi bagi pertumbuhan output nasional – produk domestik bruto Indonesia. Dengan nilai tukar yang terapresiasi cukup besar -208.84 persen maka hal tersebut berakibat pada penurunan ekspor yang cukup besar pula yaitu sebesar -470.31 persen dan Impor menurun -901.52 persen yang secara langsung akan mempengaruhi kinerja ekonomi. Sukubunga sertifikat Bank Indonesia yang meningkat 50 persen lebih besar mengakibatkan ‘cost of fund’ dari pihak perbankan semakin mahal tetapi dunia usaha
tidak mengurangi penggunaan dana kredit untuk perputaran atau ekspansi
usahanya yaitu sebesar 134.10 persen dan investasi baik swasta maupun pemerintah pun yang dipengaruhi oleh naiknya sukubunga berakibat negatif yaitu investasi swasta tumbuh -31.17 persen dan investasi pemerintah tumbuh -228.40 persen dan hal ini
190
secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan indikator produk domestik bruto Indonesia -51.10 persen.
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Jalur sukubunga yang dianggap sebagai jalur yang pada saat ini dianggap sebagai jalur yang paling memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap kondisi moneter menghasilkan hasil perkiraan yang lebih realistik dibandingkan dengan jalur neraca yang secara umum masih banyak perubahan yang positif terutama pada perubahan konsumsi 34.75 persen diperkirakan memperoleh pengaruh dari pendapatan disposabel 19.59 persen yang pada akhirnya akan mempengaruhi produk domestik bruto Indonesia sebesar 17.31 persen dan variabel lain yang berpengaruh terhadap kinerja ekonomi adalah neraca perdagangan neraca pembayaran 45.72 persen.
rata-rata sebesar 190.40 persen dan
Penurunan cukup besar terjadi pada variabel
investasi pemerintah sebesar -300.78 persen dan investasi swasta hanya turun -6.27 persen , Ekspor naik secara rata-rata 53.33 persen dan impor turun secara rata-rata 129.10 persen dan hal ini diprediksi karena adanya penurunan nilai tukar (depresiasi) 50 persen sedangkan pengeluaran pemerintah hanya tumbuh sebesar 4.60 persen.
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Pada jalur nilai tukar-2 ini menunjukkan peningkatan pada neraca perdagangan sebesar 206.25 persen dengan adanya perubahan pada komponen ekspor 48.36 persen dan impor -161.78 persen. Variabel konsumsi berubah secara positif sebesar 31.93 persen yang diprediksi karena adanya pengaruh dari peningkatan pada pendapatan disposabel masyarakat sebesar 16.60 persen dan pengeluaran pemerintah tumbuh 4.41 persen yang meskipun terjadi penurunan pada sektor investasi baik swasta -9.63 persen maupun pemerintah -347.45 persen , perubahan neraca pembayaran masih berubah rata-rata secara positif sebesar 49.53 persen. Tingkat sukubunga
191
menunjukkan perubahan yang cukup besar yaitu -28.02 persen dan hal ini diprediksi akan menyebabkan
tabungan dan deposito menurun sebesar -17.68 persen
yang
menyebabkan memperkecil potensi pihak perbankan untuk menyalurkan kredit kepada dunia usaha tetapi diperkirakan dengan turunnya tingkat sukubunga maka kredit yang disalurkan kepada masyarakat naik mengikuti kecenderungan penurunan tingkat suku bunga dan kebutuhan akan modal kerja bagi dunia usaha dan hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kredit sebesar 211.82 persen.
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Pada mekanisme transmisi jalur langsung atau yang umumnya dikenal dengan nama
direct monetary channel menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan
variabel utama (RR, SBI, BASE) pada jalur ini sebesar 50 persen akan mempengaruhi kinerja ekonomi produk domestik bruto Indonesia 22.65 persen. Hal ini diprediksi karena terjadi peningkatan pada beberapa variabel yang menjadi komponen indikator kinerja ekonomi yaitu ekspor meningkat 47.02 persen dan penurunan impor -57.46 persen meskipun terjadi apresiasi mata uang -4.23 persen, variabel konsumsi meningkat 40.70 persen karena adanya peningkatan pada pendapatan disposabel masyarakat 25.44 persen sehingga daya beli masyarakat untuk melakukan konsumsi meningkat dan dengan demikian neraca perdagangan tumbuh 30.14 persen dan neraca pembayaran meningkat 22.65 persen lebih besar dari nilai dasar. Pengeluaran pemerintah meningkat hanya 5.97 persen dan meskipun investasi secara umum masih tumbuh secara negatif tetapi hal itu tidak terlalu memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan kinerja ekonomi produk domestik bruto Indonesia. Tingkat sukubunga yang meningkat 29.77 persen lebih tinggi tidak menyurutkan dunia usaha untuk menggunakan dana perbankan dalam bentuk kredit untuk memenuhi kebutuhan modal usahanya.
192
6.2.5. Perbandingan Simulasi Peningkatan Mekanisme Transmisi Moneter
50 persen
variabel
Jalur
Perbandingan hasil simulasi peningkatan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada 4 periode evaluasi ditunjukkan pada Tabel 33. Dari empat periode dapat disimpulkan bahwa pada periode sebelum kriris tahun 1988 – 1996 menunjukkan bahwa simulasi ke 3 atau mekanisme jalur neraca (balance sheet channel) menunjukkan pertumbuhan domestik bruto Indonesia terbesar yaitu terjadinya peningkatan sebesar 442.71 persen dan jalur kredit (bank lending channel) menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia 11.17 persen, sedangkan jalur mekanisme transmisi yang menghasilkan pertumbuhan domestik terkecil adalah jalur ekspektasi (expectation channel) yaitu menunjukkan pertumbuhan PDBI - 26.82 persen. Nilai tukar tumbuh secara negatif pada jalur ekspektasi sebesar -82.93 persen sedangkan pada jalur tingkat sukubunga nilai tukar tumbuh secara positif 9.81 persen dan nilai tukar terdepresiasi 335.58 persen pada mekanisme jalur neraca. Indeks harga konsumen tumbuh secara positif sebesar 66.93 persen pada jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2 channel) sedangkan pertumbuhan negatif terbesar sebesar -482.12 persen terdapat pada jalur neraca (balance sheet channel). Pada periode krisis tahun 1997 – 2000 menunjukkan bahwa jalur neraca (balance sheet channel) menghasilkan pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia terbesar yaitu sebesar 2563.95 persen dan jalur yang menghasilkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto terkecil adalah jalur kredit yaitu sebesar 35.27 persen. Nilai tukar terdepresiasi dengan cukup besar pada jalur neraca yaitu sebesar 422.36 persen dan mata uang terapresiasi pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi (expectation channel) sedangkan indeks harga konsumen tumbuh secara positif terbesar 50 persen pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi dan pertumbuhan negatif terbesar terdapat pada jalur neraca (balance sheet channel) sebesar -304.43 persen
193
Pada periode transisi tahun 2001 – 2005 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDBI terbesar diperoleh dengan menggunakan jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar 238.00 persen dan pada jalur ekspektasi (expectation channel) diperoleh hasil pertumbuhan terkecil yaitu terjadi penurunan PDBI sebesar 53.61 persen. Indeks harga konsumen pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi tumbuh 50 persen atau pertumbuhan terbesar pada periode ini sedangkan pertumbuhan terkecil pada variabel ini ada pada mekanisme transmisi jalur neraca (balance sheet channel) -61.82 persen. Variabel nilai tukar pada perioda ini , pada jalur neraca (balance sheet channel) nilai tukar terdepresiasi sebesar 93.74 persen dan sangat terapresiasi pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi (expectation channel) -159.80 persen, sedangkan pada periode masa peramalan tahun 2007 - 2010 diprediksi jalur yang menghasilkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto terbesar adalah pada jalur neraca 355.02 persen dan pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia terkecil yaitu -51.19 persen. Indeks harga konsumen umumnya tumbuh secara negatif dan pertumbuhan negatif terbesar jika diimplementasikan mekanisme transmisi jalur neraca yaitu sebesar -63.03 persen dan akan tumbuh secara positif pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi 50 persen. Nilai tukar akan terdepresiasi terbesar pada jalur neraca yaitu sebesar 158.98 persen dan akan terapreasiasi terbesar pada jalur ekspektasi (expectation channel) yaitu sebesar -208.84 persen. Pada Tabel 33 berikut ini dapat diringkaskan perbandingan dari 7 jalur mekanisme transmisi moneter yang dianalisis dikombinasikan dengan periode dan indikator makroekonomi utama, adalah sebagai berikut :
194
Tabel 33. Perbandingan Hasil Simulasi Peningkatan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Sim - 1
Sim - 2
Sim - 3
Sim - 4
Sim - 5
1 Nilai Tukar
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
5 6 6 6
2 Indeks Harga Konsumen
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
5 3 2 4
-1.52 -11.62 -0.72 -2.88
6 2 6 5
-35.29 -3.87 -10.66 -3.7
7 7 7 7
-482.1 -304.4 -61.82 -63.03
2 1 1 1
50 50 50 50
4 6 3 3
3.27 -24.69 -2.47 -1.24
1 5 4 2
66.93 -15.89 -5.59 0.08
3 4 5 6
32.07 -13.05 -5.83 -6.1
3 Produk Domestik Bruto Indonesia
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
3 4 5 4
-0.45 97.73 6.94 17.61
2 7 2 3
11.17 35.27 27.62 18.57
1 1 1 1
442.71 2564 238 355.02
7 6 7 7
-26.82 38.24 -53.61 -51.19
4 2 6 5
-6.3 111.72 5.66 17.31
6 5 4 6
-14.63 93.15 13.38 14.63
5 3 3 2
-10.61 99.93 14.03 22.65
Indikator
Simulasi Jalur Mekanisme Transmisi SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel SIM-5 Exchange Rate (1) Channel SIM-6 Exchange Rate (2) Channel SIM-7 Direct Monetary Channel
Tahun
Rank
Ranking 1 2 3 4 5 6 7
4 5 5 5
% % % Rank Rank Rank 15.63 1 335.58 7 -82.93 2 -16.95 1 422.36 7 -105.9 2 -6.86 1 93.74 7 -159.8 2 -12.87 1 158.98 7 -208.8 2
Perubahan Terbesar 1 Perubahan Terbesar 2 Perubahan Terbesar 3 Perubahan Terbesar 4 Perubahan Terbesar 5 Perubahan Terbesar 6 Perubahan Terbesar 7
% 50 50 50 50
Rank
Sim - 7
% 9.81 -33.78 -16.81 -16.03
NO.
Rank
Sim - 6
Rank
3 3 3 3
% 50 50 50 50
6 4 4 4
% -0.93 -27.01 -1.85 -4.23
195
6.3. Evaluasi Dampak Transmisi Moneter
Penurunan
50
persen variabel
Jalur Mekanisme
6.3.1. Skenario Simulasi Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Sebelum Krisis pada tahun 1988 – 1996 Hasil simulasi penurunan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode sebelum krisis tahun 1988 – 1996 ditunjukkan pada Tabel 34.
1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Penurunan variabel shock INT, RR, dan SBI pada jalur suku bunga sebesar 50 persen lebih kecil dibandingkan dengan perioda sebelumnya menunjukkan perubahan yang cukup mencolok pada beberapa variabel yaitu KREDIT naik 189.28 persen, UKHA naik 57.41 persen, neraca perdagangan naik 57.96 persen dan peningkatan neraca perdagangan tersebut diprediksi karena terdapat peningkatan nilai ekspor sebesar 2.12 persen dan sekaligus penurunan impor sebesar -51.71 persen. Disamping itu peningkatan indikator produk domestik bruto Indonesia sebesar 5.66 persen karena diprediksi terdapat peningkatan baik pada neraca pembayaran sebesar 57.96 persen maupun pada neraca perdagangan 29.47 persen sehingga dianggap pengaruh dari faktor net ekspor lebih besar pengaruhnya terhadap produk domestik bruto Indonesia dibandingkan dengan faktor net capital inflow meskipun pada sisi lain sektor investasi menunjukkan adanya penurunan baik pada investasi swasta -38.07 persen dan investasi pemerintah -604.61 persen.
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Pada Jalur kredit sebagian besar variabel ekonomi menunjukkan perubahan negatif,
hanya
variabel
neraca
perdagangan
dan
neraca
pembayaran
yang
menunjukkan perubahan negatif sebesar -29.76 persen dan -15.13 persen sehingga
196
Tabel 34. Simulasi Historis Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Sebelum Krisis tahun 1988 – 1996
Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 2476 9.9397 50.8734 55773 28395 74174 4746 41732 38260 49685 264996 44213 309122 72368 76680 67016 233535 47862 27378 53850 478296 411280
SIM-1 % -47.13 -50.00 -1.61 2.12 -51.71 -38.07 -804.61 57.41 8.14 -193.07 3.55 20.10 19.85 9.35 2.12 1.97 189.28 -18.69 57.96 29.47 5.66 6.26
SIM-2 % -13.00 -51.08 46.76 -15.18 -1.13 -3.55 -25.50 -23.01 -21.12 33.38 -28.09 -39.39 -24.75 -4.18 -7.98 -9.21 -50.00 -15.01 -29.76 -15.13 -17.15 -18.45
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % 185.06 -50.00 -326.03 97.13 12.99 -50.00 -804.61 195.75 211.64 180.51 -50.00 -50.00 520.16 175.91 149.47 150.97 189.28 184.17 184.41 93.75 370.56 406.35
SIM-4 % -33.36 -50.00 -50.00 9.03 -43.34 -34.65 -808.45 56.52 10.72 -185.88 15.15 28.56 23.40 8.73 4.20 4.94 189.28 -12.99 63.35 32.21 8.66 9.26
SIM-5 % -50.00 -50.00 119.21 -24.43 -99.57 -70.79 -902.97 47.45 -11.34 -272.84 -50.00 -50.00 -30.52 7.63 -16.16 -19.29 227.11 -31.98 53.49 27.20 -33.46 -35.77
SIM-6 % -50.00 -177.37 139.31 -27.66 -116.73 -81.96 -1058.18 50.89 -24.00 -289.89 -50.00 -50.00 -30.32 8.30 -17.58 -21.27 266.84 -43.66 64.72 32.90 -35.86 -38.23
SIM-7 % -100.40 -133.51 101.26 -25.33 -108.39 -77.80 -1040.52 65.56 -15.61 -296.69 -69.22 -50.00 -21.54 12.01 -13.87 -16.45 265.77 -54.75 60.80 30.91 -29.03 -31.08
197
secara umum perubahan pada variabel ekonomi tersebut berakibat pada penurunan produk domestik bruto Indonesia sebesar -17.15 persen. Variabel indeks harga konsumen pun menunjukkan perubahan positif sebesar 46.76 persen dan hal tersebut cenderung akan meningkatkan harga pada umumnya dan adanya kecenderungan menurunnya daya beli masyarakat untuk melakukan konsumsi yang ditunjukkan pada turunnya pendapatan disposabel -18.45 persen sehingga peningkatan pada variabel tersebut pun disinyalir mempengaruhi turunnya konsumsi -24.75 persen. Nilai tukar menunjukkan penurunan sebesar -13.00 persen sehingga dapat dikatakan terjadi apresiasi mata uang yang diprediksi berakibat pada turunnya ekspor sebesar -15.18 persen dan juga memiliki pengaruh negatif terhadap impor yang menunjukkan perubahan negatif sebesar -1.13 persen . Turunnya tingkat suku bunga -51.08 persen secara tidak langsung mempengaruhi investasi baik pada sektor swasta -3.55 persen dan 174.50 persen dan faktor-faktor ini yang diprediksi mempengaruhi turunnya indikator perekonomian indonesia PDBI yang dianggap sebagai kinerja perekonomian.
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Perubahan positif yang cukup besar terlihat pada variabel neraca perdagangan sebesar 184.41 persen dan neraca pembayaran 93.75 persen memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan indikator perekonomian PDBI sebesar 370.56 persen. Variabel konsumsi pun dalam hal ini menunjukkan perubahan yang positif sebesar 520.16 persen dan hal ini dipengaruhi terhadap besar pendapatan yang dapat dikonsumsikan (pendapatan disposabel) sebesar 406.35 persen sehingga tingkat konsumsi masyarakat
menunjukkan peningkatan. Peningkatan kredit 189.28 persen
cenderung dipicu oleh penurunan tingkat suku bunga -50 persen lebih rendah dari nilai dasar dan variabel komponen indikator kinerja ekonomi pengeluaran pemerintah meningkat 175.91 persen disamping itu nilai tukar terdepresiasi cukup besar yaitu
198
sebesar 185.06 persen sehingga memberikan kontribusi pada peningkatan ekspor 97.13 persen dan impor 12.99 persen yang juga memberikan dukungan terhadap peningkatan neraca perdagangan dan pada akhirnya terhadap pertumbuhan kinerja ekonomi meskipun investasi secara keseluruhan turun -50 persen lebih rendah.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Neraca perdagangan pada jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan peningkatan yang cukup besar 63.35 persen disamping neraca pembayaran pun menunjukkan perubahan positif 32.21 persen. Nilai tukar pada jalur ekspektasi ini mengalami apresiasi -33.36 persen tetapi hal tersebut pun tidak memberikan pengaruh yang diharapkan terhadap peningkatan ekspor 9.03 persen, impor -43.34 persen sehingga neraca perdagangan masih memperoleh pengaruh positif. Turunnya sukubunga -50 persen lebih rendah tidak memberikan pengaruh pada peningkatan kredit tetapi penurunan jumlah kredit yang disalurkan sehingga hal tersebut diprediksi berpengaruh terhadap pertumbuhan investasi total baik dari sisi investasi swasta -34.65 persen maupun investasi pemerintah -608.45 persen. Perubahan-perubahan variabel tersebut diatas mempengaruhi pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 8.66 persen dan pertumbuhan kinerja ekonomi ini pun dipengaruhi pula oleh adanya peningkatan pendapatan konsumsi 23.40 persen karena pendapatan disposabel secara rata-rata meningkat 9.26 persen dan didukung oleh adanya peningkatan pada pengeluaran pemerintah 8.73 persen yang secara langsung mempengaruhi kinerja perekonomian nasional produk domestik bruto Indonesia.
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Pada jalur nilai tukar-1 variabel kredit naik cukup besar yaitu sebesar 227.11 persen yang diprediksi karena adanya penurunan tingkat sukubunga -50 persen lebih rendah dari semula sehingga hal tersebut membuat dunia usaha mengganggap biaya
199
modal
lebih
murah,
disamping
itu
neraca
perdagangan
masih
menunjukkan
pertumbuhan secara positif sebesar 53.49 persen meskipun faktor komponen pembentuk neraca perdagangan ekspor -24.43 persen dan impor -99.57 persen menunjukkan penurunan. Produk domestik bruto mengalami perubahan negatif sebesar -33.46 persen yang diperkirakan diakibatkan oleh adanya penurunan dalam investasi pemerintah -702.97 persen dan investasi swasta -70.79 persen serta adanya penurunan dalam hal konsumsi sebesar -30.52 persen dan penurunan konsumsi ini karena terdapat penurunan dari pendapatan disposabel -35.77 persen. Sedangkan penurunan investasi baik swasta maupun pemerintah diprediksi disebabkan oleh karena naiknya tingkat sukubunga pada umumnya. Oleh karena itu dengan adanya beberapa perubahan terhadap variabel-variabel yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia tersebut maka output produk domestik bruto mengalami penurunan sebesar -33.46 persen.
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Tingkat sukubunga pada jalur sukubunga (2) ini menunjukkan perubahan negatif yaitu menurun sebesar -177.37 persen yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan kredit 266.84 persen. Variabel ekspor turun sebesar -27.66 persen dan impor menurun 116.73 persen disinyalir tidak banyak dipengaruhi oleh adanya apresiasi nilai tukar yang cukup besar -50 persen, sedangkan variabel investasi swasta dan pemerintah pun mengalami penurunan -81.96 persen dan -858.18 persen, konsumsi turun -30.32 persen diprediksi dikarenakan penurunan daya beli masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pendapatan disposabel -38.23 persen, disamping itu pengeluaran pemerintah mengalami penurunan sebesar 8.30 persen dan
dengan perubahan
variabel tersebut diatas maka pertumbuhan produk domestik bruto mengalami pertumbuhan negatif dalam jumlah yang cukup besar yaitu -35.86 persen.
200
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Jalur langsung pada masa sebelum krisis periode tahun 1988 – 1996 dengan penurunan 50 persen pada variabel eksogen jalur mekanisme menunjukkan pengaruh yang tidak terlalu memuaskan terutama pada indikator perekonomian produk domestik bruto Indonesia -29.03 persen meskipun neraca perdagangan dan neraca pembayaran meningkat sebesar 60.80 persen dan 30.91 persen. Apresiasi nilai tukar -100.40 persen memberi pengaruh pada penurunan ekspor -25.33 persen maupun impor -108.39 persen yang akhirnya mempengaruhi kinerja neraca perdagangan sedangkan indeks harga konsumen yang merupakan representasi dari tingkat inflasi yang berlaku tumbuh 101.26 persen yang menunjukkan tingkat harga meningkat sehingga cenderung masyarakat mengurangi konsumsinya -21.54 persen. Tingkat suku bunga menunjukkan penurunan sebesar -133.51 persen dan perubahan tersebut secara langsung mempengaruhi pertumbuhan kredit secara signifikan sebesar 265.75 persen tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi jumlah investasi yang dilakukan baik pihak swasta -77.80 persen maupun yang dilakukan oleh pihak pemerintah -840.52 persen dan komponen kinerja perekonomian lain pengeluaran pemerintah hanya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia sebesar 12.01 persen yang tidak terlalu banyak memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia.
6.3.2. Skenario Simulasi Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Krisis pada tahun 1997 – 2000 Hasil simulasi penurunan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode krisis tahun 1997 – 2000 ditunjukkan pada Tabel 35.
201
Tabel 35. Simulasi Historis Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Krisis tahun 1997 – 2000
Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 4772 12.6868 251.9995 18101 11565 81124 18825 20504 25480 213758 246288 36510 32741 104455 89949 61323 154692 51142 6536 -3832 243681 182358
SIM-1 % -7.08 -50.00 -22.31 114.47 -136.38 -13.37 -255.31 234.24 97.36 -44.02 58.46 119.65 913.35 19.75 22.54 30.91 313.92 23.04 558.32 952.30 121.99 152.61
SIM-2 % 7.69 -148.29 -11.88 60.22 -12.31 1.71 -72.32 73.48 44.02 -12.12 30.82 46.83 330.92 5.71 9.19 13.28 -50.00 18.12 188.56 321.61 46.95 58.27
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % 72.93 -50.00 -64.94 295.55 -46.29 -50.00 -50.00 416.76 282.32 -2.23 -50.00 -50.00 4363.91 97.91 105.94 132.40 313.92 152.88 900.40 1535.75 635.14 804.20
SIM-4 % 52.64 -50.00 -50.00 284.39 39.32 3.50 -261.70 226.15 122.96 -37.66 120.26 188.73 1346.40 19.12 36.99 53.86 313.92 68.47 718.04 1224.71 189.31 234.86
SIM-5 % -50.00 -50.00 -2.23 13.03 -200.56 -32.20 -219.68 196.72 56.55 -46.79 -50.00 -50.00 252.96 17.65 5.05 7.28 258.33 -15.69 390.97 666.86 24.35 30.09
SIM-6 % -50.00 -266.55 3.60 4.99 -290.21 -57.32 -313.98 232.93 34.92 -67.10 -50.00 -50.00 283.96 19.30 3.12 3.80 417.96 -30.67 527.34 899.45 17.23 21.75
SIM-7 % -29.07 -268.35 -3.51 47.57 -272.70 -56.49 -338.74 242.92 45.37 -69.79 -24.99 -50.00 444.21 20.51 7.24 9.64 463.54 -17.03 614.26 1047.70 39.98 50.18
202
1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Jalur tingkat sukubunga pada masa krisis meningkatkan indikator produk domestik bruto Indonesia sebesar 121.99 persen dan hal ini diperkirakan karena terjadi peningkatan ekspor 114.47 persen dan penurunan variabel impor sebesar -136.38 persen yang diprediksi akibat terjadinya apresiasi nilai tukar -7.08 persen dan berakibat pada pertumbuhan neraca perdagangan meningkat 558.32 persen, konsumsi meningkat 913.35 persen karena pendapatan disposabel meningkat 152.61 persen sehingga daya beli masyarakat dalam berkonsumsi meningkat, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 19.75 persen secara rata-rata sehingga neraca pembayaran meningkat 952.30 persen. Dari hal tersebut di atas diprediksi bahwa peningkatan produk domestik bruto Indonesia tersebut lebih dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi, ekspor-impor , pengeluaran pemerintah meskipun komponen investasi baik sektor investasi swasta 13.37 persen maupun pemerintah -255.31 persen menunjukkan penurunan tetapi masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan output nasional.
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Jalur kredit menunjukkan terdapat perubahan positif pada produk domestik bruto Indonesia sebesar 46.95 persen karena diprediksi terdapat peningkatan pada neraca perdagangan 188.56 persen karena terdapatnya perubahan pada variabel ekspor dan impor yang cukup besar sebesar 60.22 persen dan -12.31 persen yang mendukung terhadap pertumbuhan neraca perdagangan tersebut. Neraca pembayaran meningkat 321.61 persen lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi semula karena terdapat kemungkinan memperoleh kontribusi dari pertumbuhan konsumsi 330.92 persen yang dipengaruhi oleh pertumbuhan pendapatan disposabel 58.27 persen sedangkan
dari
sektor
investasi
hanya
investasi
swasta
yang
menunjukkan
pertumbuhan positif meskipun kecil 1.71 persen dan investasi pemerintah menunjukkan
203
pertumbuhan negatif -72.32 persen. Pengeluaran pemerintah sebagai komponen pembentuk indikator kinerja perekonomiah hanya meningkat 5.71 persen yang artinya variabel pengeluaran pemerintah tidaklah terlalu banyak memberikan kontribusinya terhadap pertumbuhan positif pada produk domestik bruto Indonesia.
Dapat
disimpulkan sementara bahwa pada jalur kredit (bank lending channel) ini kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan variabel konsumsi dan pertumbuhan variabel neraca perdagangan (ekspor dan impor).
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Produk domestik bruto Indonesia bertumbuh secara positif yaitu sebesar 635.14 persen karena diprediksi dan perubahan ini lebih besar dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada jalur kredit dan jalur suku bunga. Diperkirakan pemicu terjadinya pertumbuhan positif pada produk domestik bruto adalah konsumsi yang mengalami peningkatan cukup besar yaitu 4363.91 persen yang diprediksi pertumbuhan tersebut karena adanya peningkatan daya beli masyarakat sebesar 804.20 persen, pengeluaran pemerintah tumbuh 97.91 persen, peningkatan ekspor 295.55 persen dan impor -46.29 persen yang disinyalir mengakibatkan pertumbuhan pada neraca perdagangan 900.40 persen, disamping itu dengan adanya goncangan terhadap variabel utama investasi baik dari sisi investasi swasta maupun investasi pemerintah sebesar -50 persen dan hal tersebut memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia 635.14 persen. Hal lain yang menunjukkan perubahan adalah indeks harga konsumen berubah menjadi -64.94 persen secara positif yang menunjukkan adanya indikasi tingkat inflasi yang semakin turun yang mana hal ini diprediksi mempengaruhi naiknya konsumsi yang cukup besar karena harga cenderung menjadi lebih murah.
204
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Pada jalur ekspektasi, produk domestik bruto Indonesia menunjukkan perubahan positif yang cukup baik yaitu sebesar 189.31 persen meskipun tingkat pertumbuhannya lebih kecil dari pertumbuhan pada jalur neraca (bank lending channel), disamping itu neraca perdagangan sebesar 718.04 persen karena terdapat peningkatan pada sektor ekspor tumbuh 284.39 persen maupun impor tumbuh 39.32 persen Nilai tukar yang terdepresiasi 52.64 persen pun cukup mempengaruhi terhadap peningkatan ekspor yang hal tersebut memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan produk domestik bruto terutama pada aspek
ekspor dan variabel neraca pembayaranpun
meningkat secara positif sebesar 1224.71 persen. Pertumbuhan pada neraca pembayaran lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan pada sektor konsumsi 1346.40 persen dan pengeluaran pemerintah 19.12 persen meskipun sektor investasi baik investasi swasta 3.50 persen dan investasi pemerintah -261.70 persen tidak memberikan pengaruh yang terlalu baik bagi pertumbuhan neraca pembayaran. Oleh karena itu peningkatan kinerja perekonomian disamping kontribusi dari pertumbuhan neraca perdagangan dan neraca pembayaran hal tersebut dipicu pula oleh pengeluaran pemerintah serta terutama oleh pertumbuhan konsumsi.
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Produk domestik bruto Indonesia sebagai salah satu indikator kinerja perekonomian pada jalur ini menunjukkan perubahan positif sebesar 24.35 persen dan hal ini diprediksi oleh karena terjadi perubahan pada variabel ekspor 13.03 persen dan impor sebesar -200.56 persen meskipun hal ini terjadi apresiasi nilai tukar -50 persen tetapi perubahan tersebut mengakibatkan neraca perdagangan tumbuh secara positif 390.97 persen atau hampir 4 kali lipat. Sektor investasi terutama pada investasi pemerintah bertumbuh secara negatif sebesar -219.68 persen dan investasi swasta -
205
32.20 persen, konsumsi secara rata-rata naik sebesar 252.96 persen yang dipengaruhi oleh
adanya
peningkatan
pada
pendapatan
disposabel
masyarakat
untuk
mengkonsumsi 30.09 persen sedangkan pengeluaran pemerintah meningkat secara positif hanya sebesar 17.65 persen tapi masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan indikator kinerja perekonomian dan perubahan-perubahan variabel tersebut membuat neraca pembayaran tumbuh secara positif 666.86 persen.
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Jalur interest rate (2) ini menunjukkan pertumbuhan domestik bruto Indonesia tidak lebih baik dibandingkan pertumbuhan PDBI pada jalur interest rate (1) meskipun tingkat pertumbuhannya masih dalam perubahan positif yaitu sebesar 17.23 persen. Perubahan positif ini diprediksi disebabkan karena adanya perubahan pada variabelvariabel yang membentuk PDBI tersebut yaitu pada konsumsi naik sebesar 283.96 persen karena adanya peningkatan pada pendapatan disposabel masyarakat sehingga terdapat potensi meningkatnya daya beli untuk digunakan mengkonsumsi, ekspor tumbuh 4.99 persen dan Impor menurun -290.21 persen yang disinyalir terpengaruh atas apresiasi nilai tukar -50 persen tetapi dalam hal ini neraca perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan positif 527.34 persen dan sektor investasi baik dari sisi swasta -57.32 persen maupun pemerintah -313.98 persen menunjukkan pertumbuhan negatif sedangkan pengeluaran pemerintah hanya tumbuh sebesar 19.30 persen secara rata-rata. Diprediksi bahwa selain neraca perdagangan dan neraca pembayaran yang memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dari produk domestik bruto Indonesia, pertumbuhan yang relatif kecil pada pengeluaran pemerintah dan peningkatan konsumsi pun turut memberikan andil yang cukup besar terhadap peningkatan output nasional 17.23 persen.
206
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Indikator kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia pada jalur langsung (direct monetary channel) menunjukkan pertumbuhan positif 39.98 persen yang diperkirakan karena terpicu peningkatan pada neraca perdagangan 614.26 persen karena komponen ekspor meningkat 47.57 persen dan impor menurun -272.70 persen meskipun nilai tukar yang mempengaruhi langsung terhadap ekspor impor suatu negara menunjukkan terapresiasi 29.07 persen.
Neraca pembayaran pun pada mekanisme
jalur langsung (direct monetary channel) menunjukkan pertumbuhan positif 1047.70 persen yang disinyalir karena adanya pertumbuhan pada sektor konsumsi 444.21 persen dan hal ini dimungkinkan karena meningkatnya daya beli masyarakat yang ditunjukkan dengan peningkatan pada pendapatan disposabel 50.18 persen meskipun dari sisi investasi baik sektor swasta -56.49 persen maupun pemerintah -338.74 persen tidak menunjukkan pertumbuhan yang baik, sedangkan pengeluaran pemerintah tumbuh 20.51 persen yang memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan kinerja perekonomian.
6.3.3. Skenario Simulasi Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Masa Transisi pada periode 2001 – 2005 Hasil simulasi penurunan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada periode transisi tahun 2001 – 2005 ditunjukkan pada Tabel 36.
1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Pada masa transisi mekanisme transmisi jalur sukubunga menunjukkan kinerja yang cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan terlihat pertumbuhan indikator kinerja perekonomian produk domestik bruto Indonesia yang tumbuh 17.77 persen meskipun indikator makroekonomi seperti nilai tukar, indeks harga konsumen tumbuh secara
207
Tabel 36. Simulasi Historis Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Transisi Tahun 2001 – 2005
Variabel Endogen Nilai Tukar Tingkat sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan Deposito Penawaran uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE 4968 10.41 269.277 30630 20869 133817 19996 36177 53195 304315 399447 64827 313477 118357 117658 90335 201816 87860 9760 47922 595408 505073
SIM-5 SIM-6 SIM-7
SIM-1 % -6.52 -50.00 -8.55 29.85 -45.15 -9.89 -133.14 65.60 16.89 -20.32 13.19 21.27 37.64 7.70 6.37 7.99 10.99 1.55 190.25 38.75 17.77 19.52
SIM-2 % -3.88 -112.90 -5.72 19.90 -29.34 -7.18 -88.32 42.43 9.92 -13.70 7.13 9.76 25.00 5.11 4.08 5.06 -50.00 0.69 125.18 25.50 11.65 12.83
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % -125.32 -50.00 71.71 -198.28 -215.77 -50.00 -50.00 -52.91 -103.05 -69.88 -50.00 -50.00 -338.96 -54.75 -73.12 -89.47 10.99 -94.73 -160.90 -32.77 -208.29 -229.54
SIM-4 % 50.85 -50.00 -50.00 129.97 51.76 0.25 -139.18 59.64 28.74 -15.73 52.97 60.97 77.07 6.53 16.81 23.23 10.99 27.41 297.23 60.54 42.13 45.51
SIM-5 % -50.00 -50.00 22.58 -66.86 -134.00 -27.42 -125.17 60.56 -3.34 -28.42 -50.00 -50.00 -31.15 8.60 -9.20 -12.51 12.90 -28.83 76.71 15.62 -23.80 -25.82
SIM-6 % -50.00 -139.29 23.62 -67.42 -145.17 -30.87 -145.81 65.93 -5.21 -31.91 -50.00 -50.00 -29.82 9.04 -9.43 -12.92 41.84 -30.54 98.83 20.13 -24.12 -26.12
SIM-7 % -39.25 -255.41 11.35 -18.47 -145.75 -40.30 -240.60 90.17 -5.07 -45.42 -39.99 -50.00 -1.56 11.06 -4.49 -6.11 172.76 -24.58 253.69 51.67 -11.60 -12.58
208
negatif yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan indikator perekonomian produk domestik bruto Indonesia. Faktor lain yang mendukung pertumbuhan positif pada indikator kinerja perekonomian tersebut adalah ekspor tumbuh secara positif sebesar 29.85 persen dan impor turun -45.15 persen karena adanya apresiasi nilai tukar -6.52 persen, konsumsi tumbuh secara positif sebesar 37.64 persen karena adanya pertumbuhan potensi masyarakat dalam mengkonsumsi dengan pertumbuhan positif pada pendapatan disposabel 19.52 persen, sedangkan pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 7.70 persen meskipun investasi khususnya investasi pemerintah 133.14 persen dan investasi swasta sebesar -9.89 persen menunjukkan pertumbuhan negatif. Peningkatan domestik produk domestik bruto ini disinyalir disebabkan oleh beberapa variabel makroekonomi seperti naiknya konsumsi masyarakat cukup besar, naiknya ekspor dan turunnya impor serta adanya peningkatan pengeluaran pemerintah.
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Jalur kredit pun pada masa transisi masih menunjukkan kinerja yang cukup baik, hasil produk domestik bruto Indonesia tumbuh secara positif 11.65 persen yang lebih besar dipengaruhi oleh pertumbuhan positif pada neraca perdagangan 125.18 persen dibandingkan
dengan
pertumbuhan
neraca
pembayaran
25.50
persen,
dan
pertumbuhan kinerja positif tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan pada jalur tingkat sukubunga. Pertumbuhan positif ini pada produk domestik bruto Indonesia diperkirakan merupakan kontribusi dari pertumbuhan konsumsi 25.00 persen karena pendapatan disposabel masyarakat meningkat 12.83 persen, pengeluaran pemerintah tumbuh secara positif sebesar 5.11 persen dan ekspor tumbuh 19.19 persen, impor menurun -29.34 persen yang dipengaruhi dengan adanya apresiasi nilai tukar -3.88 persen meskipun terdapat penurunan investasi baik swasta -7.18 persen maupun
209
investasi pemerintah sebesar -88.32 persen yang diindikasikan terjadi karena adanya penurunan pada variabel kredit -50 persen.
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Produk domestik bruto Indonesia secara rata-rata tumbuh secara negatif cukup besar yaitu -208.29 persen hal ini diprediksi karena adanya penurunan dalam hal neraca perdagangan sebesar -160.90 persen yang cenderung dipengaruhi oleh turunnya variabel ekspor -198.28 persen maupun impor -215.77 persen karena diperkirakan akibat terjadi apresiasi dalam jumlah yang relatif besar -125.32 persen, demikian pula dengan faktor konsumsi dalam hal ini diperkirakan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia yaitu bertumbuh secara negatif sebesar -338.96 persen dan hal ini terjadi diprediksi karena adanya penurunan pada pendapatan disposabel sebesar -229.54 persen, disamping itu pengeluaran pemerintah pun turun sebesar -54.75 persen, sehingga kinerja perekonomian tidak menunjukkan hasil yang baik. Turunnya tingkat suku bunga pun tidak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap animo dunia usaha untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk penggunaan kredit -10.99 persen dan hal tersebut tidak memberikan pengaruhnya terhadap kinerja perekonomian.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Pada mekanisme transmisi jalur ekspektasi (expectation channel) ini produk domestik bruto Indonesia tumbuh secara positif sebesar 42.13 persen dan hal ini diperkirakan karena seluruh komponen yang membentuk produk domestik bruto Indonesia memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan PDBI pada umumnya, yaitu tingkat konsumsi masyarakat meningkat sebesar 77.07 persen karena didukung oleh peningkatan kemampuan masyarakat untuk melakukan konsumsi berupa pendapatan disposabel yang lebih besar 45.51 persen, sektor Investasi baik swasta 0.25 persen
210
maupun pemerintah -139.18 persen menunjukkan peningkatan yang cukup baik dan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan kinerja perekonomian, begitu pula dengan variabel pengeluaran pemerintah meningkat 6.53 persen dan variabel ekspor impor sebesar 129.97 persen dan 51.76 persen yang cenderung dipengaruhi oleh adanya depresiasi nilai tukar 50.85 persen sehingga peningkatan ekspor dapat dipengaruhi lebih besar dan akhirnya akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia.
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Pada masa transisi 2001 – 2005 mekanisme transmisi jalur nilai tukar-1 menghasilkan kinerja yang tidak terlalu baik hal ini ditunjukkan dengan produk domestik bruto Indonesia secara rata-rata bertumbuh secara negatif sebesar -23.80 persen dan hal ini pun ditunjukkan dengan adanya kecenderungan penurunan yang cukup besar pada faktor konsumsi sebesar -31.15 persen karena pendapatan disposabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap daya beli masyarakat yang memungkinkan untuk berkonsumsi lebih besar turun -25.82 persen dan hal ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kinerja perekonomian pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia. Demikian pula dengan adanya penurunan ekspor -66.86 persen dan impor 134 persen tidak mengakibatkan pada turunnya neraca perdagangan meskipun terjadi apresiasi pada aspek nilai tukar dan turunnya neraca pembayaran diprediksi oleh karena terdapat peningkatan pula dalam net capital inflow yang cukup besar disertai dengan peningkatan pengeluaran pemerintah 8.60 persen tetapi secara umum peningkatan pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran tidak membawa pengaruh pada peningkatan kinerja perekonomian khususnya produk domestik bruto Indonesia.
211
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2 channel) pun masih menunjukkan kinerja yang tidak terlalu baik dan pertumbuhan kinerja perekonomian masih menunjukkan perkembangan yang negatif pada jalur ini
dan lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan domestik bruto pada jalur nilai tukar-1. Pertumbuhan produk domestik bruto pada jalur ini pun memiliki pertumbuhan yang negatif sebesar -24.12 persen dan hal ini disebabkan oleh karena baik investasi swasta -30.87 persen dan investasi pemerintah -145.81 persen menunjukkan penurunan yang cukup besar sehingga berpengaruh pada produk domestik bruto Indonesia. Disamping itu dengan turunnya pendapatan disposabel -26.12 persen maka hal tersebut akan secara langsung mempengaruhi pertumbuhan konsumsi -29.82 persen dan penurunan konsumsi ini pun meskipun tidak terlalu besar, hal tersebut masih mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja perekonomian. Demikian pula dengan terapresiasinya nilai tukar sebesar -50 persen akan secara otomatis mempengaruhi turunnya ekspor sebesar 67.42 persen sekaligus mempengaruhi penurunan impor -145.17 persen sehingga hal tersebut lebih memperburuk pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia dan kontribusi dari pengeluaran pemerintah pun sangat kecil 9.04 persen terhadap pertumbuhan output nasional sehingga pertumbuhan dari variabel-variabel utama makroekonomi yang merupakan komponen pembentuk produk domestik bruto Indonesia tidak dapat memberikan kontribusi positif untuk perkembangan yang lebih baik.
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Produk domestik bruto Indonesia tumbuh secara negatif -11.60 persen pada masa transisi ini diprediksi karena adanya kontribusi negatif dari sektor konsumsi -1.56 persen yang disebabkan oleh penurunan potensi daya beli masyarakat yang ditunjukkan dengan penurunan indikator pendapatan disposabel -12.58 persen, sektor investasi baik
212
dari sisi investasi swasta -40.30 persen maupun investasi pemerintah -240.60 persen menunjukkan perkembangan yang tidak terlalu baik atau dengan kata lain memiliki pertumbuhan yang mengurangi kemungkinan pencapaian kinerja perekonomian yang diharapkan serta pertumbuhan dari sektor ekspor negatif -18.47 persen dan impor145.75 persen yang diprediksi karena adanya gejolak nilai tukar berupa apresiasi nilai tukar -39.25 persen. Pengeluaran pemerintah tumbuh 11.06 persen yang meskipun kontribusi terhadap kinerja perekonomian masih tidak terlalu besar tapi masih memiliki nilai positif terutama bagi perkembangan produk domestik bruto Indonesia. Base money atau uang primer yang merupakan komponen kebijakan pemerintah pada mekanisme transmisi jalur langsung ini meningkat dan langsung berpengaruh terhadap peningkatan uang khartal sebesar 90.17 persen yang juga menunjukkan adanya potensi pada pihak otoritas moneter untuk menggalang potensi dana masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk kredit yang dapat digunakan untuk tujuan investasi sehingga kinerja perekonomian secara keseluruhan dapat meningkat.
6.3.4. Skenario Simulasi Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Peramalan pada tahun 2007 – 2010 Hasil simulasi
penurunan
50 persen variabel utama untuk setiap jalur
mekanisme transmisi moneter pada periode peramalan tahun 2007 – 2010 ditunjukkan pada Tabel 37. 1. Jalur Interest Rate Channel Var Shock (INT,RR dan SBI) Pada periode peramalan tahun 2007 - 2010 dengan menurunkan variabelvariabel shock pada mekanisme jalur sukubunga maka perubahan tersebut membuat pertumbuhan kinerja perekonomian yang cukup terlalu baik terutama pada variabel produk domestik bruto Indonesia sebesar 29.80 persen. Hal lain yang dianggap memberikan kontribusi pada penurunan PDBI itu adalah peningkatan neraca perdagangan 185.38 persen yang dipengaruhi oleh naiknya ekspor 92.08 persen dan
213
Tabel 37. Simulasi Peramalan Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Periode Peramalan tahun 2007 – 2010
Variable Endogen Nilai Tukar Tingkat Sukubunga Indeks Harga Konsumen Ekspor Impor Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Giral Tabungan dan Deposito Penawaran Uang Uang Primer Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pajak Kredit Permintaan Uang Neraca Perdagangan Neraca Pembayaran Produk Domestik Bruto Indonesia Pendapatan Disposabel KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel
Simbol ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
SIM-5 SIM-6 SIM-7
BASE 4018 14.6477 401.2561 16833 7221 138648 7568 41298 54743 307799 398887 61722 318008 120872 122147 98741 98950 96198 9611 40024 594708 495968
SIM-1 % 15.73 -50.00 -10.50 92.08 -32.07 1.38 -253.34 50.07 27.67 -10.80 20.13 26.08 52.42 8.23 9.96 11.70 135.74 14.95 185.38 44.52 29.80 33.40
SIM-2 % 3.01 -190.16 -4.11 37.19 -32.68 -2.32 -143.87 24.86 9.75 -7.53 7.79 8.67 20.13 3.55 3.68 4.46 -50.00 3.73 89.71 21.54 10.56 11.78
Exchange Rate (1) Channel Exchange Rate (2) Channel Direct Monetary Channel
SIM-3 % -197.21 -50.00 69.12 -503.18 -727.93 50.00 50.00 -108.03 -138.65 -71.98 -50.00 -50.00 -50.00 -86.15 -105.63 -117.69 135.74 -118.12 -334.37 -80.29 -330.61 -373.00
SIM-4 % 140.57 -50.00 -50.00 410.35 462.18 17.34 -280.17 40.82 46.78 -3.65 85.40 98.42 117.65 6.19 26.88 35.26 135.74 55.94 371.46 89.20 70.65 77.69
SIM-5 % -50.00 -50.00 16.88 -120.98 -338.42 -17.40 -204.08 34.60 3.09 -18.21 -50.00 -50.00 -37.81 6.82 -9.08 -11.69 105.98 -14.67 42.38 10.18 -24.80 -27.41
SIM-6 % -50.00 -258.70 21.64 -135.36 -495.19 -33.47 -449.47 50.90 -9.43 -32.80 -50.00 -50.00 -39.53 7.54 -11.49 -14.93 363.76 -24.40 134.99 32.42 -30.95 -34.14
SIM-7 % -29.94 -292.15 2.88 4.51 -331.62 -29.78 -573.67 70.44 0.43 -35.21 -28.46 -50.00 6.68 10.21 -1.43 -1.70 492.23 -14.69 257.06 61.73 -4.44 -4.99
214
turunnya impor -32.07 persen dan neraca pembayaran sebesar 44.52 persen dan, konsumsi meningkat 52.42 persen diprediksi karena ada pertumbuhan pada daya beli masyarakat dengan ditunjukkan pada peningkatan indikator pendapatan disposabel 33.40 persen,
sedangkan dari sektor investasi investasi pemerintah turun -253.34
persen, meskipun investasi swasta meningkat sebesar 1.38 persen, dan pengeluaran pemerintah meningkat hanya 8.23 persen tetapi dianggap masih memberikan kontribusi positif bagi kinerja perekonomian. Peningkatan ekspor dan penurunan impor tersebut diprediksi karena terjadi depresiasi nilai tukar sebesar 15.73 persen sehingga produk ekspor dipandang lebih murah jika dipandang dari importir, sedangkan dari sisi impor terutama harga impor menjadi lebih mahal jika dibandingkan sebelum terjadi depresiasi sehingga daya tarik bagi dunia perdagangan menurun.
2. Jalur Bank Lending Channel Var Shock (RR, KREDIT dan SBI) Pada jalur kredit pun indikator produk domestik bruto Indonesia bertumbuh secara positif 10.56 persen yang perubahan tersebut lebih kecil daripada pertumbuhan pada jalur sukubunga. Pertumbuhan tersebut diprediksi oleh karena pertumbuhan pada beberapa variabel ekonomi seperti pertumbuhan positif ekspor dan pertumbuhan negatif impor yaitu sebesar 37.19 persen dan -32.68 persen dipengaruhi oleh depresiasi mata uang 3.01 persen yang berakibat terhadap pertumbuhan neraca perdagangan 89.71 persen. Sektor investasi khususnya investasi pemerintah turun sebesar -143.87 persen sedangkan investasi swasta turun -2.32 persen dan hal ini cukup memberi pengaruh terhadap pertumbuhan neraca pembayaran. Sektor konsumsi masyarakat tumbuh secara positif yaitu 20.13 persen yang dianggap karena pengaruh dari pertumbuhan daya beli masyarakat yang meningkat yaitu pendapatan disposabel yang meningkat 11.78 persen dan pengeluaran pemerintah naik 3.55 persen. Pertumbuhan negatif pada produk domestik bruto pun diprediksi karena kontribusi yang cukup besar dari konsumsi,
215
impor dan investasi pemerintah. Konsumsi yang menurun cukup besar tersebut diperkirakan karena peningkatan pada variabel pendapatan disposabel yang merupakan indikator kemampuan membeli masyarakat naik 11.78 persen.
3. Jalur Balance Sheet Channel Var Shock (INT, RR, MS, INV, SBI dan BASE) Periode peramalan tahun 2007 – 2010 mekanisme transmisi jalur neraca menunjukkan produk domestik bruto Indonesia turun cukup signifikan yaitu sebesar 330.61 persen. Hal ini diprediksi timbul terdapat pengaruh beberapa variabel yang dianggap sebagai variabel kebijakan pada jalur neraca seperti tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, penawaran uang, investasi, tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia, dan uang primer. Pengaruh dari kebijakan tersebut diperkirakan memberi kontribusi terhadap perubahan negatif pada PDBI adalah ekspor -503.18 persen, impor 727.93 persen karena terdapat pengaruh dari apresiasi nilai tukar yang relatif besar 197.21 persen, Konsumsi turun -547.39 persen, variabel pengeluaran pemerintah pun menunjukkan penurunan sebesar -86.15 persen, dan secara umum pertumbuhan neraca perdagangan dan neraca pembayaran secara rata-rata masing-masing turun 334.37 persen dan -80.29 persen sehingga hal tersebut memberikan kontribusi yang cukup langsung dan signifikan terhadap pertumbuhan output nasional produk domestik bruto Indonesia ,disamping kontribusi dari pertumbuhan negatif dari investasi baik dari sisi investasi swasta maupun investasi pemerintah -50 persen.
4. Jalur Expectation Channel Var Shock (INT, RR, INDEX, dan SBI) Produk domestik bruto pada jalur ekspektasi menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan jalur-jalur mekanisme transmisi sebelumnya yaitu 70.65 persen dan ditunjukkan dengan pertumbuhan pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran juga menunjukkan rata-rata yang positif yaitu 371.46 persen dan 89.20
216
persen. Variabel impor 462.18 persen dan ekspor 410.35 persen tumbuh secara positif dan terlihat memberikan kontribusi bagi perubahan produk domestik bruto Indonesia yang lebih baik dan hal ini disinyalir karena terdapat pengaruh dari depresiasi mata uang 140.57 persen, disamping itu pengeluaran pemerintah yang menunjukkan perubahan positif sebesar 6.19 persen dan faktor investasi tidak terlalu memberikan pengaruh positif pada kinerja perekonomian baik dari sektor swasta 17.34 persen maupun dari sektor pemerintah -280.17 persen. Variabel konsumsi tumbuh sebesar 117.65 persen yang cenderung diprediksi karena adanya pertumbuhan pendapatan disposabel sebesar 77.69 persen.
5. Jalur Exchange Rate Channel (1) Var Shock (ER, INT, RR, MS, dan BASE) Jalur nilai tukar (exchange rate channel) menjadi salah satu media bagi otoritas moneter dalam melakukan kebijakan moneternya untuk mempengaruhi perekonomian Indonesia. Pada jalur ini terlihat pertumbuhan negatif pada beberapa variabel terutama pada produk domestik bruto Indonesia -24.80 persen. Komponen yang membentuk produk domestik bruto Indonesia terdiri dari beberapa komponen variabel utama seperti konsumsi yang menunjukkan nilai negatif sebesar -37.81 persen karena didukung oleh penurunan dalam hal pendapatan disposabel -27.41 persen sehingga daya beli masyarakat yang menurun tersebut langsung berpengaruh pada jumlah yang dikonsumsi dan komponen lainnya hanya pengeluaran pemerintah 6.82 persen yang bernilai positif sehingga pertumbuhan perekonomian seperti ditunjukkan pada pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia cenderung menunjukkan pertumbuhan negatif. Investasi baik dari sisi investasi swasta -17.40 persen maupun investasi pemerintah -204.08 persen dan kedua sektor tersebut menunjukkan pertumbuhan negatif yang memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap pertumbuhan kinerja perekonomian Indonesia
217
6. Jalur Exchange Rate Channel (2) Var Shock (ER, RR, MS, dan BASE) Jalur nilai tukar (2) menunjukkan pertumbuhan perekonomian produk domestik bruto Indonesia -30.95 persen yang lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan perekonomian pada jalur nilai tukar (1) dan diprediksi hal ini disebabkan karena penurunan impor yang lebih besar -495.19 persen jika dibandingkan dengan penurunan ekspor -135.36 persen. Disamping itu faktor konsumsi pun diperkirakan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan kinerja perekonomian dengan tumbuh secara negatif sebesar -39.53 persen dan hal ini diakibatkan adanya penurunan potensi daya beli masyarakat seperti yang ditunjukkan oleh variabel pendapatan disposabel -34.14 persen, disamping itu komponen indikator produk domestik bruto Indonesia pengeluaran pemerintah menurun -11.49 persen yang memiliki pengaruh pula pada kinerja perekonomian. Apresiasi nilai tukar 50 persen menyebabkan ekspor turun -135.36 persen dan impor menurun -495.19 persen dan meskipun terjadi penurunan pada aspek neraca
perdagangan
ini
masih
memberikan
pengaruh
negatif
pada
neraca
perdpersagangan 134.99 persen sedangkan neraca pembayaran tumbuh 32.42 persen.
7. Jalur Direct Monetary Channel Var Shock (RR, SBI dan BASE) Pada periode peramalan tahun 2007 – 2010 diprediksi mekanisme transmisi jalur langsung (direct monetary channel) menunjukkan perkembangan yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan kinerja perekonomian pada jalur nilai tukar 1 dan 2. Kinerja perekonomian pada jalur langsung ini masih menunjukkan pertumbuhan negatif 4.44 persen (lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada jalur nilai tukar-1 sebesar -24.80 persen dan jalur nilai tukar-2 sebesar -30.95 persen. Hal tersebut diakibatkan karena konsumsi hanya bertumbuh sebesar 6.68 persen meskipun daya beli masyarakat menunjukkan penurunan -4.99 persen tetapi kebutuhan konsumsi masyarakat masih besar. Sektor investasi baik investasi sektor swasta -29.78 persen
218
maupun investasi sektor pemerintah -573.67 persen yang keduanya menunjukkan pertumbuhan yang negatif sehingga sulit bagi sektor investasi untuk diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan kinerja perekonomian yang lebih baik. Pengeluaran pemerintah menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dari konsumsi yaitu tumbuh sebesar 10.21 persen sehingga sektor ini dianggap memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan komponen pembentuk kinerja perekonomian lainnya dan meskipun kinerja perekonomian menunjukkan pertumbuhan yang tidak terlalu baik tetapi komponen neraca perdagangan 257.06 persen dan neraca pembayaran 61.73 persen masih menunjukkan adanya harapan perbaikan bagi indikator perekonomian.
6.3.5. Perbandingan Simulasi Penurunan Mekanisme Transmisi Moneter
50 persen
variabel
Jalur
Perbandingan hasil simulasi penurunan 50 persen variabel utama untuk setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada 4 periode evaluasi ditunjukkan pada Tabel 38. Gambaran dan penjelasan keterangan diatas dapat dilihat pada tabel perbandingan hasil simulasi jalur-jalur mekanisme transmisi moneter yang mengkombinasikan beberapa indikator makroekonomi utama, periode analisa dan jenis jalur mekanisme transmisi sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kinerja perekonomian . Dari empat periode yang dianalisa diperoleh kesimpulan sementara bahwa pada periode sebelum krisis tahun 1988 – 1996 indikator pertumbuhan ekonomi terbesar yaitu produk domestik bruto diperoleh pada simulasi ke 3 adalah jalur neraca (balance sheet channel)
sebesar
370.56
persen
dan
pertumbuhan
terkecil
pada
indikator
makroekonomi PDBI jika diimplementasikan jalur nilai tukar-2 yaitu sebesar -35.86 persen. Variabel indeks harga konsumen yang merupakan representasi tingkat inflasi meningkat cukup tajam pada simulasi 6 atau jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2) yaitu sebesar 139.31 persen dan memiliki pertumbuhan terkecil pada simulasi ke 3 -
219
Tabel 38. Perbandingan Hasil Simulasi Penurunan 50 persen variabel Jalur Mekanisme Transmisi Moneter Sim - 1
Sim - 2
Sim - 3
Sim - 4
Sim - 5
1 Nilai Tukar
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
4 4 3 2
2 Indeks Harga Konsumen
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
5 5 6 6
-1.61 -22.31 -8.55 -10.5
4 4 5 5
46.76 -11.88 -5.72 -4.11
7 7 1 1
-326 -64.94 71.71 69.12
6 6 7 7
-50 -50 -50 -50
2 2 3 3
119.21 -2.23 22.58 16.88
1 1 2 2
139.31 3.6 23.62 21.64
3 3 4 4
101.26 -3.51 11.35 2.88
3 Produk Domestik Bruto Indonesia
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
3 3 2 2
5.66 121.99 17.77 29.8
4 4 3 3
-17.15 46.95 11.65 10.56
1 1 7 7
370.56 635.14 -208.3 -330.6
2 2 1 1
8.66 189.31 42.13 70.65
6 6 5 5
-33.46 24.35 -23.8 -24.8
7 7 6 6
-35.86 17.23 -24.12 -30.95
5 5 4 4
-29.03 39.98 -11.6 -4.44
Indikator
Simulasi Jalur Mekanisme Transmisi SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel SIM-5 Exchange Rate (1) Channel SIM-6 Exchange Rate (2) Channel SIM-7 Direct Monetary Channel
Tahun
Rank
Ranking 1 2 3 4 5 6 7
Rank
2 3 2 3
1 1 7 7
% % Rank Rank 185.06 3 -33.36 5 72.93 2 52.64 6 -125.3 1 50.85 5 -197.2 1 140.57 5
Rank
Perubahan Terbesar 1 Perubahan Terbesar 2 Perubahan Terbesar 3 Perubahan Terbesar 4 Perubahan Terbesar 5 Perubahan Terbesar 6 Perubahan Terbesar 7
% -50 -50 -50 -50
Rank
Sim - 7
% -47.13 -7.08 -6.52 15.73
NO.
% -13 7.69 -3.88 3.01
Sim - 6
Rank
6 7 6 6
% -50 -50 -50 -50
7 5 4 4
% -100.4 -29.07 -39.25 -29.94
220
jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar -326.03 persen. Sedangkan Nilai Tukar mengalami pertumbuhan terbesar pada jalur neraca (balance sheet channel) 185.06 persen (terdepresiasi) dan pertumbuhan negatif sebesar -100.40 persen (apresiasi) diperoleh pada jalur langsung (direct monetary channel). Pada periode krisis tahun 1997 – 2000, jalur neraca (balance sheet channel) mengakibatkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto terbesar yaitu sebesar 635.14 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi PDBI yang paling kecil dihasilkan jika jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2 channel) diimplementasi yaitu sebesar 17.23 persen. Indeks harga konsumen meningkat cukup besar pada jalur nilai tukar-2 (exchange rate channel-2) sebesar 3.60 persen dan tumbuh secara negatif pada jalur neraca (balance sheet channel) sebesar
-69.94 persen sedangkan nilai tukar
terapresiasi paling tinggi pada jalur nilai tukar 1 dan 2 (exchange rate 1 & 2 channel) sebesar -50.00 persen dan nilai tukar terdepresiasi terbesar pada jalur neraca (balance sheet channel) sebesar 72.93 persen. Pada periode transisi tahun 2001 – 2005 menggambarkan pertumbuhan pertumbuhan domestik bruto terbesar dihasilkan jika diimplementasikan kebijakan pada jalur ekspektasi (expectation channel) 42.13 persen sedangkan pada jalur neraca (balance sheet channel) dihasilkan indikator pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia terkecil yaitu sebesar -208.29 persen. Indeks harga konsumen menunjukkan pertumbuhan yang positif pada jalur neraca yang mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan harga yang cukup tinggi jika jalur neraca (balance sheet channel) diimplementasikan dan pada jalur ekspektasi (excpectation channel) indeks harga konsumen turun -50 persen. Sedangkan nilai tukar terdepresiasi pada jalur ekspektasi (expectation channel) sebesar 50.85 persen namun terapresiasi pada jalur neraca (balance sheet channel) sebesar -125.32 persen.
221
Pada periode peramalan tahun 2007 – 2010 diprediksi bahwa nilai tukar pada jalur ekspektasi (expectation channel) akan terdepresiasi cukup besar 140.57 persen dan akan sangat
terapresiasi pada jalur tingkat sukubunga (interest rate channel)
sebesar -197.21 persen sedangkan indeks harga konsumen yang merupakan indikasi terhadap perubahan harga barang pada umumnya menunjukkan terdapat peningkatan yang cukup tinggi pada jalur neraca (balance sheet channel) sebesar 69.12 persen dan perubahan yang negatif pada jalur nilai tukar 1 dan 2 (exchange rate 1 & 2) sebesar 50.00 persen. Indikator pertumbuhan domestik bruto Indonesia tumbuh paling tinggi pada jalur ekspektasi (expectation channel) sebesar 70.65 persen dan jalur transmisi yang menunjukkan pertumbuhan negatif terdapat pada jalur neraca (balance sheet channel) -330.61 persen Dari
perbandingan
beberapa
periode
tersebut
diatas
maka
dapat
diperbandingkan hasil (indikator makro ekonomi) kinerja perekonomian yang diperoleh dari setiap jalur pada periode tertentu, sehingga dapatlah dikaji jalur-jalur mekanisme transmisi moneter yang paling efektif dalam mempengaruhi indikator makro ekonomi tersebut.
222
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Ringkasan Hasil 1. Dengan peningkatan sebesar 50% terhadap variabel-variabel utama pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter dan dari hasil simulasi historis serta peramalan pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter juga dievaluasi dampak beberapa kombinasi variabel utama di setiap jalur mekanisme transmisi moneter pada setiap periode analisis dan hasil simulasi yang dapat disimpulkan bahwa: a. Pada periode A tahun 1988 – 1996 (masa sebelum krisis) bahwa simulasi ke 3 atau mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) menunjukkan
gejolak
depresiasi
yang
tertinggi
yaitu sebesar 335.58%
sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi menunjukkan nilai tukar yang terapresiasi cukup besar -82.93%, dan pada simulasi ke 6 atau mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar (2) menunjukkan turunnya tingkat perkembangan inflasi yang ditunjukkan dengan perubahan indeks harga konsumen yaitu mengalami perubahan sebesar 66.93% namun pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) menunjukkan tingkat pertumbuhan inflasi yang menurun yaitu sebesar -482.12%. Sedangkan pada simulasi ke 3 atau mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) ini pun menunjukkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto yang positif yaitu sebesar 442.71% dan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto yang negatif yaitu sebesar -26.82%. b. Pada periode B tahun 1997 – 2000, pada masa krisis ini indikator makroekonomi menggambarkan nilai tukar yang terapresiasi sebesar -105.85% ditunjukkan
223
pada simulasi ke 4 atau mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) dan nilai tukar yang terdepresiasi 422.36% ditunjukkan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel), Penurunan tingkat inflasi seperti ditunjukkan oleh menurunnya tingkat indeks harga konsumen digambarkan pada simulasi ke 3 atau mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) sebesar -304.43% sedangkan peningkatan tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen ditunjukkan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel). Sedangkan tingkat
pertumbuhan
produk
domestik
bruto
indonesia
menunjukkan
pertumbuhan yang cukup signifikan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) yaitu sebesar 50.00% dan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto paling besar ditunjukkan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) sebesar 2563.95% sedangkan pertumbuhan indikator produk domesti bruto terkecil terjadi pada jalur kredit (bank lending channel) 35.27%. c. Pada periode C tahun 2001 – 2005, pada masa transisi ini nilai tukar terapresiasi sebesar -159.80% pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) dan terdepresiasi terbesar pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) sebesar 93.74%, sementara perkembangan indeks harga konsumen mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada jalur ekspektasi (expectation channel) yaitu sebesar 50.00% yang artinya mengalami pertumbuhan kearah inflasi yang cukup besar sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) menunjukkan tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen yang semakin menurun yaitu -61.82% atau terjadi penurunan inflasi lebih kecil jika diterapkan mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) tersebut.
224
Tingkat pertumbuhan positif produk domestik bruto positif pada masa krisis ini ditunjukkan pada simulasi ke 3 atau mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar 238.00% sedangkan pertumbuhan negatif indikator produk domestik bruto Indonesia sebesar -53.61% ditunjukkan pada simulasi ke 4 atau mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel). d. Pada periode D tahun 2007 – 2010, periode peramalan ini menunjukkan mekanisme
transmisi
moneter
jalur
ekspektasi
(expectation
channel)
menggambarkan tingkat pertumbuhan nilai tukar -208.84% atau nilai tukar terapresiasi sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) menunjukkan nilai tukar terdepresiasi 158.98% sedangkan indeks harga konsumen tumbuh negatif pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar -63.03% yang artinya
tingkat
inflasi
menurun
lebih
kecil
dari
pada
sebelum
mengimplementasikan jalur mekanisme transmisi moneter tersebut, sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen yang cukup besar yaitu 50% artinya adalah terjadi peningkatan tingkat inflasi sebesar 50% atau tingkat harga meningkat 50% lebih tinggi. Pertumbuhan produk domestik bruto positif ditunjukkan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar 355.02% sedangkan pada mekanisme transmisi moneter
jalur
ekspektasi
(expectation
channel)
menunjukkan
tingkat
pertumbuhan produk domestik bruto negatif sebesar -51.19%. 2. Dengan penurunan 50% terhadap variabel-variabel utama pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter dan hasil simulasi historis dan peramalan jalur
225
mekanisme transmisi juga mengevaluasi dampak beberapa kombinasi mekanisme transmisi moneter pada setiap periode analisis dan dapat disimpulkan bahwa: a. Pada periode A tahun 1988 – 1996 (masa sebelum krisis) , mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) menunjukkan nilai tukar yang terdepresiasi sebesar 185.06% sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur langsung (direct monetary channel) menunjukkan tingkat apresiasi nilai tukar yang besar pada periode ini yaitu sebesar 100.40%. Sedangkan indeks harga konsumen menunjukkan peningkatan pada mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar-2 (exchange rata-2 channel) sebesar 139.31% sedangkan tingkat inflasi yang diwakili oleh indeks harga konsumen menunjukkan penurunan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu -326.03%. Produk domestik bruto mengalami pertumbuhan positif pada mekanisme transmisi jalur neraca (balance sheet channel) sebesar 370.56% sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2 channel) menunjukkan tingkat pertumbuhan negatif sebesar -35.86%. b. Pada periode B tahun 1997 – 2000 (masa krisis) , nilai tukar terapresiasi cukup besar pada mekanisme moneter jalur nilai tukar 1 dan 2 (exchange rate 1 & 2) yaitu sebesar -50.00% dan terdepresiasi pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar 72.93%. Tingkat inflasi seperti ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen menggambarkan bahwa mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) menghasilkan pertumbuhan indeks harga konsumen negatif -64.94% atau tingkat inflasi mengalami deflasi sebesar 64.94% sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2 channel) , indeks harga konsumen
menunjukkan
226
pertumbuhan positif sebesar 3.60% atau dengan kata lain adalah terjadi peningkatan inflasi 3.60%. Pertumbuhan positif pada produk domestik bruto terjadi pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar 635.14% dan pertumbuhan terkecil pada produk domestik bruto mengalami pertumbuhan positif pada mekanisme transmisi moneter jalur nilai tukar-2 (exchange rate-2 channel) yaitu sebesar 17.23%. c. Pada periode C tahun 2001 – 2005, di masa transisi ini nilai tukar akan terdepresiasi cukup besar pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) yaitu sebesar 50.85% dan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) nilai tukar terapresiasi cukup besar pula yaitu sebesar -125.32%. Inflasi yang direpresentasikan oleh tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen menunjukkan
bahwa
mekanisme
transmisi
moneter
jalur
ekspektasi
(expectation channel) menghasilkan tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen yang negatif yaitu sebesar -50% atau tingkat inflasi mengalami penurunan sebesar -50%. Sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) indeks harga konsumen mengalami peningkatan
sebesar
71.71%.
Produk
domestik
bruto
mengalami
pertumbuhan positif pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel)
sebesar 42.13% dan pada mekanisme transmisi
moneter jalur neraca (balance sheet channel) produk domestik bruto mengalami pertumbuhan negatif yang cukup besar yaitu sebesar -208.29%. d. Pada periode D tahun 2007 – 2010, periode peramalan ini diperoleh hasil bahwa pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) nilai tukar mengalami apresiasi sebesar -197.21%, sedangkan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) nilai
227
tukar terdepresiasi sebesar 140.57%. Indeks harga konsumen mengalami peningkatan pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) yaitu sebesar 69.12% dan pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation channel) mengalami pertumbuhan negatif sebesar 50% yang artinya adalah tingkat inflasi mengalami penurunan sebesar 50% lebih kecil dibandingkan dengan sebelum diimplementasikannya mekanisme transmisi moneter tersebut sedangkan produk domestik bruto mengalami pertumbuhan positif pada mekanisme transmisi moneter jalur ekspektasi (expectation
channel)
sebesar
70.65%
dan
produk
domestik
bruto
menunjukkan pertumbuhan negatif pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) sebesar -330.61%. 3. Dari beberapa simulasi jalur-jalur model mekanisme transmisi moneter yang dilakukan terhadap kinerja indikator makroekonomi (ultimate target) terutama stabilitas nilai tukar disimpulkan bahwa mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) adalah jalur yang relatif lebih memiliki pengaruh terhadap fluktuasi mata uang (apresiasi dan depresiasi) yang terkait dengan sektor ekspor dan impor, dalam hal ini variabel tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, penawaran uang, indeks harga konsumen dan tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia, investasi dan uang primer menjadi variabel yang perlu mendapat pertimbangan utama dalam mengimplementasikan kebijakan moneter dalam kaitan pencapaian ultimate target stabilitas nilai tukar. 4. Kinerja variabel makroekonomi (Ultimate Target) indeks harga konsumen lebih dimungkinkan untuk dicapai jika mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance
sheet
channel)
dan
jalur
ekspektasi
(expectation
channel)
diimpementasi. Dari hasil simulasi model disimpulkan kedua jalur dari
228
mekanisme transmisi moneter tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen baik dalam arti bahwa tingkat inflasi dapat ditekan maupun tingkat inflasi menjadi lebih tinggi. Variabel tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, penawaran uang, indeks harga konsumen dan tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia, investasi dan uang primer menjadi faktor yang perlu mendapat perhatian utama dalam pencapaian ultimate target makroekonomi terutama terhadap pencapaian tingkat inflasi yang terkendali. 5. Kinerja variabel makroekonomi (Ultimate Target) khususnya Produk Domestik Bruto Indonesia yang positif dicapai pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel). Faktor tingkat sukubunga, cadangan wajib minimum, jumlah uang beredar, investasi (swasta dan pemerintah), tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia dan uang primer pada mekanisme transmisi moneter jalur neraca menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam pencapaian ultimate target makroekonomi terutama pertumbuhan kinerja perekonomian yang positif.
7.2. Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang jalur-jalur yang terdapat pada mekanisme transmisi moneter dalam mencapai target makro ekonomi dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Model mekanisme transmisi moneter yang dikembangkan baik dalam : a. Menggambarkan fenomena moneter yang terjadi pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter. b. Menunjukkan instrumen moneter yang berpengaruh pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter.
229
c. Menganalisis dan menjelaskan pencapaian kinerja perekonomian pada setiap jalur mekanisme transmisi moneter melalui pencapaian indikator kinerja makro ekonomi utama seperti stabilisasi nilai tukar, indeks harga konsumen dan indikator output nasional produk domestik bruto Indonesia. 2. Pengaruh perubahan instrumen kebijakan moneter dalam jalur-jalur mekanisme moneter menunjukkan dampak yang bervariasi pada kinerja perekonomian. a. Instrumen kebijakan moneter sukubunga, cadangan minimum, money supply, investasi, tingkat sukubunga sertifikat bank Indonesia, indeks harga konsumen dan uang primer menjadi variabel moneter utama yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap nilai tukar, tingkat inflasi dan pertumbuhan domestik bruto yang merupakan indikator kinerja perekonomian Indonesia. b. Mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) memiliki peran besar dan paling efektif dalam mempengaruhi kinerja perekonomian (nilai tukar, inflasi dan produk domestik bruto Indonesia). 3. Efektivitas jalur-jalur mekanisme transmisi moneter diukur dari besarnya pengaruh terhadap pencapaian kinerja perekonomian Indonesia dan tidak seluruh jalur mekanisme transmisi moneter menunjukkan efektivitas yang sama terhadap pencapaian target makroekonomi tersebut. Indikator kinerja makroekonomi (ultimate target) terutama stabilitas nilai tukar, tingkat inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto sangat dipengaruhi kuat oleh mekanisme transmisi moneter jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel). Perubahan variabel utama pada setiap jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan akibat yang bervariatif terhadap kinerja perekonomian.
230
Peningkatan variabel utama pada setiap jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan hasil sebagai berikut : a. Nilai tukar akan terdepresiasi pada jalur neraca (balance sheet channel) dan terapresiasi pada jalur ekspektasi (expectation channel). b. Tingkat inflasi meningkat pada jalur ekspektasi (expectation channel) dan menurun pada jalur neraca (balance sheet channel). c. PDBI akan meningkat pada jalur neraca (balance sheet channel) dan menurun pada jalur ekspektasi (expectation channel).
Penurunan variabel utama pada setiap jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) menunjukkan hasil sebagai berikut : a. Nilai tukar akan terapresiasi pada jalur neraca (balance sheet channel) dan terdepresiasi pada jalur ekspektasi (expectation channel) b. Tingkat inflasi menurun pada jalur ekspektasi (expectation channel) dan meningkat pada jalur neraca (balance sheet channel) c. PDBI akan meningkat pada jalur ekspektasi (expectation channel) dan menurun pada jalur neraca (balance sheet channel)
7.3. Implikasi Kebijakan 1. Untuk mencapai target makroekonomi secara efektif dan efisien maka jalur-jalur mekanisme transmisi moneter perlu dikaji dan dipersiapkan oleh otoritas moneter (Bank
Indonesia)
secara
lebih
seksama
diwaktu
mendatang
agar
dapat
meminimalisir efek ’trade off’ diantara jalur-jalur mekanisme transmisi moneter yang digunakan. Masing-masing jalur mekanisme transmisi moneter menunjukkan hasil yang berbeda terhadap pencapaian kinerja ekonomi dan meskipun terdapat ’trade off’ pada kinerja makroekonomi beberapa jalur mekanisme transmisi moneter menunjukkan pengaruh positif terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi,
231
stabilitas nilai tukar dan tingkat inflasi yang terkendali dan hal tersebut mengindikasikan
bahwa
Implementasi
kebijakan
moneter
melalui
jalur-jalur
mekanisme transmisi moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter (Bank Indonesia) dapat merupakan kombinasi dari beberapa jalur mekanisme transmisi agar tujuan makroekonomi dapat tercapai secara menyeluruh dan tepat sasaran. 2. Agar jalur-jalur mekanisme transmisi moneter memiliki peran maksimal dalam mempengaruhi kinerja ekonomi maka otoritas moneter (Bank Indonesia) perlu memberikan perhatian terhadap proses yang terjadi jalur-jalur mekanisme transmisi moneter dan variabel ekonomi makro yang berkaitan dengan variabel moneter seperti nilai tukar (ER), sukubunga (INT), reserve requirement (Rr), inflasi (INDEX), penawaran uang (MS), kredit (KREDIT), investasi (INV), sertifikat bank Indonesia (SBI) dan uang primer (BASE) yang memiliki pengaruh kuat terhadap pencapaian kinerja perekonomian Indonesia. 3. Untuk mencapai kinerja makroekonomi : nilai tukar, inflasi dan produk domestrik bruto secara efisien dan efektif maka otoritas moneter (Bank Indonesia) perlu memprioritaskan mekanisme transmisi jalur neraca (balance sheet channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel) sebagai alternatif terbaik bagi otoritas moneter (Bank Indonesia) dalam melaksanakan kebijakan moneter. 4. Dalam mencapai kepentingan nasional yang direpresentasikan oleh indikator makroekonomi melalui jalur-jalur mekanisme transmisi moneter perlu diupayakan adanya koordinasi yang intensif antara institusi pemerintah dan institusi moneter (Bank Indonesia) agar pelaksanaan jalur-jalur mekanisme transmisi moneter di waktu mendatang dapat memperoleh hasil yang lebih efektif.
232
7.4. Saran Untuk Penelitian Lanjutan Model mekanisme transmisi moneter dikembangkan dengan data tahun 1988 – 2005 (tahunan) dan model tersebut dapat diperkaya dan dikembangkan lebih lanjut dengan : 1. Menggunakan data bulanan atau kuartalan sehingga dengan penggunaan data tersebut dengan n yang lebih panjang diharapkan model mekanisme transmisi moneter yang dibangun lebih dapat menangkap dinamika fenomena moneter dan dapat melakukan peramalan dengan lebih baik. 2. Memasukkan variabel-variabel baru seperti obligasi pemerintah, nilai reksadana, indeks harga saham maupun indikator moneter penting lainnya yang terkait ke dalam model mekanisme transmisi moneter yang dibangun sehingga memperkaya alternatif simulasi kebijakan serta menjadi masukan bagi otoritas moneter (Bank Indonesia) dalam rangka mencapai tujuan makroekonomi di waktu mendatang. 3. Tengat waktu pencapaian pilar-pilar perbankan periode tahun 2004 – 2013 dari arsitektur perbankan Indonesia dapat menjadi dasar acuan terhadap pemilihan alternatif jalur mekanisme transmisi moneter yang paling efektif dan efisien dalam mencapai target makroekonomi. Studi lanjut mekanisme transmisi moneter dengan mempertimbangkan kerangka kerja Arsitektur Perbankan Indonesia diharapkan mampu melihat fenomena moneter lebih komprehensif. 4. Melakukan disagregasi wilayah: wilayah Indonesia bagian barat, wilayah Indonesia bagian tengah dan wilayah Indonesia bagian timur sebagai bagian pada simulasi jalur-jalur mekanisme transmisi moneter terhadap target makroekonomi : produk domestik bruto Indonesia, nilai tukar dan tingkat inflasi yang dapat dijadikan alternatif bagi pengembangan model mekanisme transmisi moneter di setiap bagian wilayah di Indonesia.
233
5. Mempertimbangkan komunitas asosiasi perdagangan APEC, AFTA dan WTO sebagai faktor yang juga memiliki kontribusi terhadap kinerja perekonomian pada pengembangan model lebih lanjut agar model mekanisme transmisi yang dikembangkan lebih lengkap dan lebih mampu menangkap fenomena moneter yang berlaku.
234
DAFTAR PUSTAKA Agung, J. K. dan Bambang Pramono.2001. Fenomena Credit Crunch di Indonesia: Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan, Paper Goal Strategies. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moeter Bank Indonesia, Jakarta. Albanesi, S., V.V. Chari and L. J. Christiano. 2002. Expectation Traps and Monetary Policy. Federal Reserve of Bank Chicago. Chicago. Angeloni, I. and T. Daniele. 2002. Monetary Transmission in the Euro Area : Where do We Stand?. European Central Bank, http://www.ecb.int. Arsana, I G. P. 2004. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Aliran Kredit dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit. Universitas Indonesia, Jakarta. Asnawi, 2005. Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap kinerja Sektor Pertanian Di Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor Basri, F. 1997. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Penerbit Erlangga, Jakarta. Bean, C., J. Larsen and K. Nikolov. 2002. Financial Frictions and the Monetary Transmmission Mechanism : Theory, Evidence and Policy Implications. European Central Bank. http://www.ecb.int. Benhabib, J. and R. Farmer.1995. The Monetary Transmission Mechanism. The Federal Reserve Bank of Atlanta, Atlanta. Blejer, M.I., A. M. Leone, P. Rabanal, and S. Gerd. 2001. Inflation Targeting in the Context of IMF Supported Adjustment Programs. Asia Pasific, Monetary and Exchange Affairs and Western Hemisphere Department, Washington. Branson, H. W. and L. M. JAMES. Macro economics. New York: Harper and Row Publishers. second edition. 1981. New York. Brauman, B. 2000. Real Effect of High Inflation. IMF Western Hemisphere Department. http://www.imf.org/, Washington. Catao, L. and T. Marce . 2003. Fiscal Deficits and Inflation. IMF, Washington. Cerra ,V. and S. C. Saxena. 2003. Did Output Recover from the Asian Crisis?. IMF, European Department. Washington. Chacoliades, M. 1975. International Trade Theory and Policy. Mc Graw-Hill, Kogakusha LTD, Japan. Christiano, L.J., G. Christopher and J. Roldos. Monetary Policy in a Financial Crisis. Federal Reserve of Bank Chicago, Chicago.
235
Ciccarelli, M. and R. Allesandro .2002. The Transmission Mechanism of European Monetary Policy: Is there Heterogeneity? Is it Changing Over Time ?. Policy Development & Review Department, IMF, http://www.imf.org/, Washington. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta. Eggertsson, G.B. 2003. How to Fight Deflation in a Liquidity Trap : Commiting to Being Irresponsible. IMF Research Department ,Washington. Egoume, P. and Bossogo. 2000. Money Demand in Guyana. IMF Western Hemisphere Department. http://www.imf.org/, Washington. Enoch, C., B. Baldwin, O. Frecaut and A. Kovanen. 2001. Indonesia : Anatomy of Banking Crisis Two Years of Living Dangerourly 1997-99. IMF, Monetary and Exchange Affairs Department Washington, Washington. Fuhrer, J. C. 1998. An Optimizing Model for Monetary Policy Analysis : Can Habit Formation Help?. Federal Reserve Bank of Boston, Boston. Fuhrer, J. C. 2001. Optimal Monetary Policy in a Model with Habit Formation and Explicit tax Distortions. The Federal Reserve Bank of Boston, Boston. Gaiduch, V. and B. Hunt. 2000. Inflation Targeting. Under Potential Output Uncertainty. IMF, IMF Research Department, Washington. Gavin, W.T. 2003. FOMC Forcast: Is all the Information in the Central Tendency?. The Federal Reserve Bank of St. Louis, St Louis. George, Eddie, Mervyn King and David Clementi. 1999. The Monetary Policy Committee Bank of England, England. Glahe, F.R. 1973. Macroeconomics. theory and policy. Harcourt Brace Jovanovich. Ind., New York. Green, E.J. and R. Zhou. 2002. Money As a Mechacnism in a Bewley Economy. The Federal Reserve Bank of Chicago, Chicago. Herrick, B. and C. P. Kindleberger. 1990. Ekonomi Pembangunan, terjemahan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Hortlund, P. 1995. On the Spontaneous Freezing of the Monetary Base. Stockholm School of Economics, Stockholm. Hossain, A. 2002. Exchange Rate Responses to Inflation in Bangladesh. IMF, Washington. Hudgson, G.M. 1996. Economics and Institutions, Cambridge. Illias, Achjar. 2000. The Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta
236
Insukindro. 1997. Ekonomi Uang dan Bank. BPFE UGM, Yogjakarta. Intriligator, M.D., R. Bodkin, and C. Hsiao. 1996. Econometric Models, Techniques and Applications. second edition. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Jahja, S. 2000. Inflation, Debt and Default in Monetary Union. IMF Institute, Washington. Jhingan, M.L. 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Khan, M.S. and A. S. Senhadji. 2000. Threshold Effects in the Relationship Between Inflation and Growth. IMF Institute. http://www.imf.org/ ,Washington. Khan, M.S., A.S. Senhadji and B. D. Smith. 2001. Inflation and Financial Depth. IMF, IMF Institute ,Washington. Kireyev, A. 2001. Econometric Analysis of Dicrete Reforms. IMF, Washington. Klein, M. W. , J. Peek . and E. Resengren. 2000. Troubled Bank, Impaired Foreign Direct Investment : The Role of Relative Access to Credit. The Federal Reserve Bank of Boston, Boston Konuki, T. 2000. The Effect of Monetary and Fiscal Policy on Aggregate Demand in a Small Open Economy : An Application of the Structural Error Correction Model. IMF,Washington. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics : An Introductory Econometrics Methods. London: Mc Millan Ltd,. London
Exposition of
Krishnan, U. R., and Athanasios, V. 2002. Forcasting Inflation in Indonesia. IMF, Washington. Kuijs, L. 2002. Monetary Policy Transmission Mechanism and Inflation in the Slovak Republic. IMF Europen Department. http://www.imf.org/ ,Washington. Kunt, D., E. Detragiache, and P. Gupta. 2000. Inside the Crisis : An Empirical Analysis of Banking System in Distress. IMF Research Department ,Washington. Kuttner, K. N., and P. C. Mosser. 2002. The Monetary Transmission Mechanism: Some Answer and Further Questions. Economic Policy Review. Federal Reserve Bank of New York, New York. Laidler, D. 1999. The Quantity of Money and Monetary Policy. Bank of Canada , Ottawa. Laksono, B. Y. G. 2005. Identifikasi Jalur Mekanisme Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Mencapai Tingkat Inflasi Yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Universitas Indonesia, Jakarta.
237
Lim, E. G., and S. S. Sriram. 2003. Factor Underlying the Definitions of Broad Money : An Examinaton of Recent US Monetary Statistics and Practices of Other Countries., Washington. Liu, O., and O. S. Adedeji. 2000. Determinants of Inflation in the Islamic Republik of Iran – A Macroeconomic Analysis. IMF Middle Eastern Department, Washington. Loungani, P. and P. Swagel. 2001. Sources of Inflation in Developing Countries. IMF, Washington. Mankiw, G. 2000. Macro Economics. New York : Worth Publishers, fourth edition, New York. Mishkin, F. S. 1999. Issues in Inflation Targeting. IMF, Washington. Mishkin, F. S. 2004. The Economic of Money, Banking and Financial Market. The Harper Collins, New York. Morsink, James and Tamim Boyoumi. 2001. A Peek Inside the Black Box : The Monetary Transmission Mechanism in Japan. International Monetary Fund Asia Pasific, New York. Muelgini, Yoke. 2004. Pemetaan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta. Nadal ,F. S. 2000. Forcasting Inflation in Chile using State Space and Regime – Switching Models.IMF Western Hemisphere Department ,Washington. Nopirin, 1995, Ekonomi Moneter, Buku I, Edisi 4, BPFE, Yogjakarta Peek, J. and S. Eric, Rosengren. 1998. Japanese Banking problem : Implication for Southeast Asia. Departement of Economics Boston College. Federal Reserve Bank of Boston, Boston. Phail, K. Mc. 1999. Broad Money : A Guide for Monetary Policy. Bank of Canada. http://www.bank-banque-canada.ca/. Canada. Pindyck, R.S., D.L. Rubinfeld. 1981. Econometric Models and Economic Forecasts. Mc Graw-Hill. International Book Company, New York. Polak, J. J. 2001. The Two Monetary Approaches to the balance of payments : Keynesian and Johnsonian, Washington. Pollard, P. S., and C. Cletus. 2003. Pass Through Estimate and the Choice of an Exchange rate Index. The Federal Reserve Bank of St Louis, St. Louis. Purfield, C. 2003. Fiscal Adjustment in Transition Countries: Evidence From the 1990’s, Washington.
238
Romer, D. 1995. Advanced Macro Economics. The McGraw-Hill Companies Inc. New York Ruge, F. J. M. 2001. Inflation Targeting Under Asymmetric Preferences. IMF Research Department ,Washington. Rustam, E. 1998. Pemberdayaan Usaha Kecil Menghadapi Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar Usaha Kecil di Indonesia: Tantangan Krisis dan Globalisasi. ISEI- Perhepi, Jakarta. Samuelson, P. A. and W. D. Nordhaus. 1995. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sanchez, O. 2001. The Transmission of Monetary Policy and the Behaviour of Manufacturing Firms in Mexico. Center for Research on Economic Development and Policy Reform at Stanford University. Sarwono, Hartadi A. dan Perry Warjiyo. 1998. Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta Sekine, T. 2001. Modeling and Forcasting Inflation in Japan. IMF Working Paper. IMF Policy Development and Review Department. http://www.imf.org/ ,Washington. Sinaga,B.M. 1997. Pendekatan Kuantitatif dalam Agribisnis. Mimbar Pertanian Bogor, Bogor.
Sosek. Institut
Siregar, H. and Bert D. Ward. 2000. Can Monetary Policy Shocks Stabilize Indonesian Macroeconomic Fluctuation. Annual Conference of the Federation of ASEAN Economic Association in Singapore, Singapore. Sonny, K. A. 1997. Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis Sebagai Penerbit Kanisius, Yogjakarta.
Profesi Luhur.
Sriram, S. S. 1999. Demand for M2 in an Emerging – Market Economy : An Error Correction Model for Malaysia. IMF Working Paper ,Washington. Sritua, A. 1998. Teori Kebijaksanaan Pembangunan. Penerbit CIDES, Jakarta. Sarwono, H. A. dan Perry Warjiyo. 1998. Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta Swasono, S. E. dan S. Arief. 1999. Pembangunan Tanpa Utang : Utang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Republika 15 Desember 1999, Jakarta. Syahrir. 1995. Meramal Ekonomi Di Tengah Ketidakpastian. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tambunan, T. T.H. 2000. Perekonomian Indonesia (beberapa isu penting). Penerbit Ghalia, Jakarta.
239
Thornton, D. L. 2002. Monetary Policy Transparancy : Transparent about What?. The Federal Reserve Bank of St. Louis, St. Louis. Todaro, M. P. 1994. Economic Development in the Third world. Longmen Inc., New York. Turnsnovsky, S. J. 1981. Macroeconomics Analysis and Stabilization Policy. Cambrige : Cambrige University Press. Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indonesia. Directorate of Economic Research and Monetary Policy Bank Indonesia, Jakarta Warjiyo, Perry. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, Jakarta. Widjaja, A. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia : Suatu Pendekatan Makroekonometrika. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widjanarko, W. 1983. Demand for money in Indonesia : The Evidence From the time series. University of the Philipines thesis, Philipine Zettelmeyer, J. 2000. The Impact of Monetary Policy on the Exchange Rate : Evidence from three Small Open Economies. IMF Working Paper, Washington.
240
Lampiran 1. Data yang digunakan dalam analisis Model Mekanisme Transmisi Moneter Tahun 1988 – 2005 atas dasar Indeks Harga Konsumen tahun 1995 THN 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Er 5870.27 3773.48 2890.99 2754.64 2714.71 2521.30 2397.66 2308.00 2247.37 5364.13 5438.25 4592.20 5398.81 5015.11 4238.56 4171.12 2895.38 2616.01
THN 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
KREDIT 149218.90 133564.84 148573.34 157103.20 162841.67 177205.72 205849.69 234611.00 276249.18 323296.11 234599.90 106319.96 116173.16 118027.46 127432.43 145230.34 172522.07 183538.36
FDI 1953.37 1432.12 1662.20 2049.39 2339.49 2393.44 2297.39 4346.00 5841.46 3998.73 -176.16 -1296.34 -1965.44 -2255.07 50.57 -197.98 318.83 600.91
ISWA 105908.08 85188.27 79086.83 74211.51 76990.28 76553.19 92573.94 115319.60 122305.95 119943.02 97526.99 98421.79 101282.39 99723.41 96768.16 97851.19 97445.23 87887.40
Int 12.93 10.03 8.67 12.99 10.77 3.63 3.20 7.27 8.93 11.95 -25.90 -7.76 2.35 1.95 0.96 0.25 1.00 -9.11
IPEM 32336.70 21014.74 14628.00 23714.14 26285.93 27008.17 22274.44 13897.90 26373.82 31974.62 19450.68 15071.32 14747.99 19575.94 18904.47 19034.69 18883.87 16973.76
Rr 13.80 13.95 13.65 14.24 10.93 17.23 12.36 10.27 11.87 2.19 -11.13 -5.40 10.21 6.20 10.99 19.40 19.40 19.50
MD 48807.04 42236.95 36223.27 36427.12 37888.74 44255.43 49450.57 52677.00 60441.33 66981.51 48706.48 58858.43 70043.35 68197.49 66936.46 74216.23 77392.58 72609.36
UKHA 21181.82 15593.69 13829.90 12924.15 15111.26 17244.03 20308.15 20807.00 21207.14 24301.88 19923.08 27557.44 31254.90 29293.33 28138.29 31352.02 34054.18 33083.63
MS 142426.20 123271.24 128702.93 136984.07 156738.19 173506.22 190190.81 222638.00 272204.29 304066.81 277895.56 305172.89 322619.34 323873.14 308252.50 316926.61 322115.50 320205.94
GIRA 27625.22 26643.25 22393.37 23501.59 22777.48 26735.36 29142.42 31870.00 39234.19 42679.63 28783.40 31300.99 38788.45 38904.16 38798.17 42864.21 45052.25 41938.42
TADE 92038.84 82369.81 97177.33 101093.49 119921.11 130993.00 143106.29 170656.00 211464.95 234593.04 229151.54 236151.55 235313.70 257005.98 242436.18 243474.43 255748.41 226587.59
INF 5.47 5.97 9.53 9.71 7.53 9.77 9.20 9.43 7.97 11.05 77.60 19.96 9.35 12.55 11.84 6.75 6.40 17.11
INDEX 29.49 47.62 65.76 72.31 75.96 83.69 91.76 100.00 106.04 116.96 207.77 211.75 231.55 260.61 286.75 301.55 320.86 375.76
SBI 11.03 10.71 9.30 9.78 5.97 -0.94 3.24 4.56 5.78 9.45 -39.20 -7.21 5.18 5.07 1.09 1.56 1.03 -4.36
BASE 24135.61 21177.27 16661.58 17083.77 19399.24 21039.13 24146.58 25852.00 32446.81 39402.50 36155.53 48070.73 54249.41 49036.84 48213.06 55206.11 62160.53 63811.79
CONS 217546.03 141617.87 111580.56 108826.41 104405.67 266128.83 259933.18 265096.00 272266.53 264031.63 138062.42 141244.09 131783.12 121646.63 115753.89 115178.27 143712.60 146908.88
GREV 81688.71 61091.75 60170.86 58653.72 66676.23 67296.07 75637.34 80427.00 85158.62 97366.56 75762.97 101596.00 88678.12 115343.78 104107.77 112968.69 127108.60 131850.18
TAX 72691.69 56020.54 56924.01 51655.10 56345.33 56572.76 63188.05 64741.00 73067.34 86775.10 66100.31 59481.33 50059.40 71377.70 73672.69 84278.58 87538.87 92301.30
GEXP 97298.68 68340.53 58884.29 57138.12 68723.45 65700.83 67424.27 66723.00 73526.62 96520.99 83793.52 106669.90 94983.87 131061.39 114338.36 124279.25 136431.15 135569.28
NCI 15138.59 15488.70 17116.29 12549.39 34571.06 26256.20 29180.57 36506.00 40102.77 45662.65 -45510.14 -8191.72 22598.05 25704.09 32719.32 37499.92 41555.36 40872.85
EXPO 66160.12 48242.60 40767.33 40980.86 44493.83 43742.80 43836.79 47454.00 47331.51 48133.53 24243.74 24199.24 28246.92 22011.25 20632.05 20248.06 22055.67 22934.41
Intercep 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
DUM 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
IMPO 46904.54 34249.01 32628.16 34341.78 35249.08 33907.33 35225.93 40921.00 41722.05 39519.63 15373.80 14450.03 17432.88 13302.91 12433.21 13822.59 15774.97 16993.70
TREND 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 18.00 19.00
241
Lampiran 2. Hasil ramalan variabel eksogen periode 2007 - 2010 THN 2006 2007 2008 2009 2010
Er 3113.88 3423.59 3610.56 3721.62 3787.10
THN 2006 2007 2008 2009 2010
KREDIT 149039.34 153174.96 155497.22 156733.30 157340.22
FDI 174.03 -2.48 -313.71 -633.52 -644.87
ISWA 91868.18 94283.53 95708.72 96538.74 97020.87
Int -6.71 -7.74 -8.76 -9.78 -10.81
IPEM 16886.82 17335.59 17580.24 17703.35 17756.66
Rr 16.08 13.89 12.49 11.58 10.99
MD 74051.59 74620.06 74751.40 74699.78 74596.98
UKHA 33179.71 33086.43 32941.42 32809.48 32714.03
MS 326278.82 329500.48 331254.91 332330.95 333132.02
GIRA 42683.68 42948.59 42979.56 42917.93 42835.58
TADE 236774.62 243251.19 247390.73 250123.27 252024.02
INF 18.59 19.10 19.61 20.12 20.63
INDEX 378.22 387.57 401.06 417.02 434.46
SBI -5.55 -6.33 -7.10 -7.87 -8.64
BASE 62285.86 61116.39 60315.24 59821.17 59557.71
CONS 128687.08 131878.04 133528.82 134271.12 134498.77
GREV 126002.32 122659.69 120897.51 120075.96 119792.51
TAX 87283.96 84429.61 82899.00 82136.44 81804.34
GEXP 132799.60 130904.54 129743.68 129125.41 128879.41
EXPO 20752.37 21077.91 21167.80 21125.80 21015.03
NCI Intercep 28136.65 1.00 29229.86 1.00 29959.72 1.00 30460.35 1.00 30818.69 1.00
DUM 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
IMPO 14164.20 15317.21 15402.34 14776.54 13809.74
TREND 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00
242
Lampiran 3. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Model Mekanisme Transmisi Moneter Model: ER Root MSE Dep Mean C.V.
Variable DF INTERCEP 1 INT 1 BOP 1 FDI 1 INDEX 1 IMPO 1 EXPO 1 MS 1 DUM 1 LER 1
Parameter Estimate -3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973 -0.004281 3052.452177 0.168089
281.36230 3721.75554 7.55994
Standard Error 2669.386406 34.230136 0.017227 0.146674 9.560757 0.133553 0.116867 0.004047 538.253700 0.192343
R-Square Adj R-SQ F-Value
T for H0: Parameter=0 -1.150 0.409 -1.030 -1.612 0.990 0.366 0.890 -1.058 5.671 0.874
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
0.9815 0.9481 29.431
Prob > |T| 0.3022 0.6996 0.3500 0.1678 0.3678 0.7292 0.4144 0.3385 0.0024 0.4222
2.699 15 -0.358
Model: INT Root MSE Dep Mean C.V.
Variable DF INTERCEP 1 MD 1 MS 1 BASE 1 ISWA 1 IPEM 1 SBI 1 INDEX 1 DUM 1 TREND 1 LINT 1
Parameter Estimate 8.311929 -0.000756 -0.000051728 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
1.47702 3.28600 44.94897
Standard Error 7.627063 0.000328 0.000057135 0.000387 0.000103 0.000157 0.068430 0.059462 2.758041 1.415842 0.103653
R-Square Adj R-SQ F-Value
T for H0: Parameter=0 1.090 -2.301 -0.905 1.441 1.378 1.028 12.314 -1.511 0.048 1.851 2.040
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
3.477 15 -0.740
0.9935 0.9772 60.963
Prob > |T| 0.3371 0.0829 0.4165 0.2229 0.2402 0.3620 0.0002 0.2052 0.9641 0.1378 0.1110
243
Lampiran 3. Lanjutan Model: MD
Variable INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
DF 1 1 1 1 1 1 1
Root MSE 2860.10968 R-Square Dep Mean 54236.02381 Adj R-SQ C.V. 5.27345 F-Value Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 -8113.789207 10619 -0.764 425.089138 94.881506 4.480 0.033638 0.010696 3.145 5.914555 3.318684 1.782 -14877 11686 -1.273 3320.531230 834.934313 3.977 0.060641 0.153866 0.394 Durbin-Watson 1.637 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation 0.039
0.9731 0.9530 48.298
Root MSE 12.32353 R-Square Dep Mean 150.67132 Adj R-SQ C.V. 8.17908 F-Value Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 19.071104 75.071811 0.254 -0.000512 0.000383 -1.338 -0.001514 0.001411 -1.074 0.019842 0.022521 0.881 -0.000110 0.000130 -0.849 0.000326 0.000573 0.570 0.001607 0.002836 0.567 -54.362074 61.878515 -0.879 26.508100 7.572361 3.501 0.060393 0.594537 0.102 Durbin-Watson 2.002 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation -0.027
0.9931 0.9807 80.001
Root MSE 2981.84846 R-Square Dep Mean 36304.30015 Adj R-SQ C.V. 8.21349 F-Value Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 35650 13644 2.613 2.615128 4.507461 0.580 -0.004388 0.042524 -0.103 0.009349 0.047813 0.196 -249.541234 158.852406 -1.571 -11672 15357 -0.760 3654.721233 3540.979729 1.032 0.111971 0.375387 0.298 Durbin-Watson 1.847 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation -0.039
0.9657 0.9314 28.144
Prob > |T| 0.4667 0.0021 0.0137 0.1126 0.2387 0.0041 0.7038
Model: INDEX
Variable INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Prob > |T| 0.8096 0.2384 0.3321 0.4186 0.4348 0.5936 0.5954 0.4199 0.0173 0.9230
Model: EXPO
Variable INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND EXPOL
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
Prob > |T| 0.0348 0.5800 0.9207 0.8505 0.1602 0.4720 0.3364 0.7741
244
Lampiran 3. Lanjutan Model: IMPO
Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
DF 1 1 1 1 1 1 1
2767.81691 27638.62570 10.01431
R-Square Adj R-SQ F-Value
Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 32475 11090 2.928 1.136900 2.743430 0.414 -0.014258 0.023042 -0.619 -0.029756 0.021115 -1.409 -222.486359 75.989084 -2.928 -11090 10394 -1.067 3307.717832 1654.778946 1.999 Durbin-Watson 1.625 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation 0.088
0.9667 0.9417 38.705
Prob > |T| 0.0190 0.6895 0.5533 0.1964 0.0191 0.3171 0.0807
Model: ISWA
Variable INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
Model: IPEM
Variable INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
Root MSE 7472.14252 R-Square Dep Mean 95583.10205 Adj R-SQ C.V. 7.81743 F-Value Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 -1757.134669 22310 -0.079 0.058735 0.044295 1.326 273.726807 319.282611 0.857 -0.274293 3.747808 -0.073 -0.036645 0.104859 -0.349 -12716 16445 -0.773 2274.221049 1227.671776 1.852 0.555500 0.216649 2.564 Durbin-Watson 1.890 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation 0.016
0.8822 0.7645 7.492
Root MSE 5276.16856 R-Square Dep Mean 20930.45769 Adj R-SQ C.V. 25.20809 F-Value Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 2645.788585 13564 0.195 -0.006265 0.033081 -0.189 154.717616 254.741070 0.607 0.155683 0.203682 0.764 -0.059878 0.040440 -1.481 -925.406101 7843.079037 -0.118 -613.118391 1225.034230 -0.500 0.100855 0.373785 0.270 Durbin-Watson 1.817 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation 0.083
0.5131 0.0263 1.054
Prob > |T| 0.9394 0.2265 0.4196 0.9437 0.7370 0.4647 0.1064 0.0373
Prob > |T| 0.8509 0.8552 0.5628 0.4696 0.1822 0.9094 0.6321 0.7951
245
Lampiran 3. Lanjutan Model: UKHA
Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
DF 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 11243 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432 0.312947
1968.71752 21923.08430 8.98011 Standard Error 5035.526193 65.676054 0.011150 0.013564 1.136031 3143.389571 0.158291
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.9456 0.9047 23.158
T for H0: Parameter=0 2.233 1.232 2.954 2.540 -1.999 3.955 1.977
Prob > |T| 0.0561 0.2531 0.0183 0.0347 0.0806 0.0042 0.0834
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
2.492 15 -0.287
Model: GIRA Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
DF 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -1086.087076 327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
2042.20655 32294.44541 6.32371 Standard Error 4736.965265 69.163795 0.012552 0.017182 2655.274784 315.140663 0.187764
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.9554 0.9219 28.562
T for H0: Parameter=0 -0.229 4.738 2.482 0.455 0.580 2.887 2.201
Prob > |T| 0.8244 0.0015 0.0380 0.6610 0.5780 0.0203 0.0589
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
2.381 15 -0.286
Model: TADE Root MSE 13103.38715 Dep Mean 182327.22746 C.V. 7.18674
Variable INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
DF 1 1 1 1 1 1 1
R-Square Adj R-SQ F-Value
Parameter Standard T for H0: Estimate Error Parameter=0 -14635 27480 -0.533 261.522923 511.084719 0.512 0.049866 0.081788 0.610 -0.095866 0.089286 -1.074 -3554.227621 27302 -0.130 3523.762218 4064.813249 0.867 0.754849 0.444330 1.699 Durbin-Watson 2.301 (For Number of Obs.) 15 1st Order Autocorrelation -0.233
0.9757 0.9574 53.464
Prob > |T| 0.6088 0.6227 0.5590 0.3143 0.8996 0.4112 0.1278
246
Lampiran 3. Lanjutan Model: MS
Root MSE 10304.00927 Dep Mean 237536.17333 C.V. 4.33787
Variable INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 39649 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896 19298 0.514829
Standard Error 45581 2912.079083 683.448624 1387.393605 1985.401599 0.492663 1.559519 0.142026 0.154747 24613 10804 0.364895
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.9963 0.9827 73.306
T for H0: Parameter=0 0.870 0.229 -1.126 -0.480 0.123 -0.762 1.250 -0.022 -0.331 -0.727 1.786 1.411
Prob > |T| 0.4484 0.8338 0.3420 0.6639 0.9096 0.5014 0.3000 0.9837 0.7622 0.5198 0.1720 0.2531
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
2.896 15 -0.494
Model: BASE Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713 5564.912468 0.203263
4585.16527 33876.03720 13.53513 Standard Error 31544 0.303393 594.780279 595.706790 623.809028 0.276258 0.637709 0.250518 0.288502 0.118344 8622.240587 10592 0.970846
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.9851 0.8955 11.002
T for H0: Parameter=0 -0.087 -0.506 -0.473 -0.524 1.316 -0.863 -0.190 0.129 0.659 0.504 1.474 0.525 0.209
Prob > |T| 0.9389 0.6631 0.6829 0.6527 0.3186 0.4792 0.8668 0.9090 0.5778 0.6643 0.2783 0.6517 0.8536
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.872 15 0.019
247
Lampiran 3. Lanjutan Model: CONS
Root MSE 10955.72586 Dep Mean 170503.67301 C.V. 6.42551
Variable INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
DF 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -74467 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744 860.272811 0.005935
Standard Error 14809 0.069847 392.533619 0.248323 15702 2857.907921 0.067727
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.9862 0.9758 95.207
T for H0: Parameter=0 -5.029 13.939 -1.658 -1.353 -1.130 0.301 0.088
Prob > |T| 0.0010 0.0001 0.1360 0.2130 0.2912 0.7711 0.9323
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.840 15 -0.128
Model: GEXP Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116 -1351.138818 0.105048
4101.11210 85207.22539 4.81310 Standard Error 13495 0.162114 0.312828 0.028118 0.080684 7009.376558 1396.100364 0.088096
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.9859 0.9719 70.143
T for H0: Parameter=0 0.415 7.826 -1.107 -0.694 -0.549 1.443 -0.968 1.192
Prob > |T| 0.6904 0.0001 0.3047 0.5101 0.6000 0.1922 0.3654 0.2719
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
2.155 15 -0.089
Model: GREV Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
DF 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 23134 0.517133 0.033229 23334 0.040163
10623.21249 83395.69908 12.73832 Standard Error 23121 0.368472 0.044443 9159.415667 0.270140
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.7828 0.6960 9.012
T for H0: Parameter=0 1.001 1.403 0.748 2.548 0.149
Prob > |T| 0.3406 0.1908 0.4719 0.0290 0.8848
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.616 15 0.160
248
Lampiran 3. Lanjutan Model: TAX
Root MSE Dep Mean C.V.
Variable INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
DF 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 18152 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
9020.63756 64683.95093 13.94571 Standard Error 24360 0.076959 220.992777 11035 4615.134014 0.293357
R-Square Adj R-SQ F-Value
0.5823 0.3503 2.51
T for H0: Parameter=0 0.745 0.491 -0.272 -0.089 0.501 1.114
Prob > |T| 0.4752 0.6353 0.7914 0.9313 0.6286 0.2943
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
1.721 15 0.064
Model: KREDIT
Variable INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
DF 1 1 1 1 1 1 1
Root MSE 29771.41619 Dep Mean 177805.19979 C.V. 16.74384 Parameter Standard Estimate Error 119057 60951 -7141.299417 4592.891898 -3448.590439 2483.230334 3509.524722 3565.176546 1981.075093 42767 -4777.948006 4354.477318 1.154184 0.270134
R-Square Adj R-SQ F-Value T for H0: Parameter=0 1.953 -1.555 -1.389 0.984 0.046 -1.097 4.273
Durbin-Watson (For Number of Obs.) 1st Order Autocorrelation
2.347 15 -0.212
0.8770 0.7847 9.506 Prob > |T| 0.0865 0.1586 0.2023 0.3538 0.9642 0.3045 0.0027
249
Lampiran 4. Keterangan Simulasi Mekanisme Transmisi Moneter SIMULASI
KODE
Jalur
Variabel Utama
SIMULASI 1 SIM - 1
Interest Rate Channel
INT - RR - SBI
Perubahan peningkatan Sukubunga, Reserve Requirement dan Sukubunga Sertipikat Bank Indonesia sebesar 50%. Pertimbangan skenario ini adalah melihat pengaruh dari perubahan variabel-variabel tersebut diatas dalam mekanisme Transmisi Moneter jalur Sukubunga (Interest Rate Channel) terhadap Kinerja Perekonomian.
SIMULASI 2 SIM - 2
Bank Lending Channel
RR - KREDIT - SBI
Perubahan peningkatan Reserve Requirement, Kredit dan Sukubunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 50%. Pertimbangan skenario ini adalah melihat pengaruh Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Bank Lending terhadap kinerja Perekonomian Indonesia.
SIMULASI 3 SIM - 3
Balance Sheet Channel
INT - RR - MS - INV - SBI - BASE Perubahan peningkatan Sukubunga, Reserve Requirement, Penawaran Uang, Investasi (Investasi Swasta dan Investasi Pemerintah), Tingkat Sukubunga Sertifikat Bank Indonesia dan Uang Primer (M0, BASE). Pertimbangan Skenario ini adalah melihat besarnya pengaruh dari variabel-variabel dalam Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Balance Sheet (Neraca Perusahaan) ini terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia.
SIMULASI 4 SIM - 4
Expectation Channel
INT - RR - INF - SBI
SIMULASI 5 SIM - 5
Exchange Rate Channel (1) ER - INT - RR - MS - BASE
Perubahan peningkatan Nilai Tukar, Sukubunga, Reserve Requirement, Jumlah Uang Beredar dan Sukubunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 50%. Skenario ini bertujuan untuk melihat besar pengaruh dari variabel-variabel tersebut dalam Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Nilai Tukar (1) terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia.
SIMULASI 6 SIM - 6
Exchange Rate Channel (2) ER - RR - MS - BASE
Perubahan peningkatan Nilai Tukar, Reserve Requirement, Jumlah Uang Beredar dan Sukubunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 50%. Skenario ini bertujuan untuk melihat besar pengaruh dari variabel-variabel tersebut dalam Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Nilai Tukar (1) terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia.
SIMULASI 7 SIM - 7
Direct Monetary Channel
Perubahan peningkatan Sukubunga Bank Indonesia, Reserve Requirement dan Base Money (Uang Primer) sebesar 50%. Pertimbangan skenario ini adalah melihat pengaruh dari perubahan variabel-variabel tersebut diatas dalam mekanisme Transmisi Moneter jalur Sukubunga (Interest Rate Channel) terhadap Kinerja Perekonomian.
SBI - RR - BASE
Keterangan
Perubahan peningkatan Sukubunga, Reserve Requirement, Tingkat Inflasi dan Sukubunga Sertipikat Bank Indonesia sebesar 50%. Skenario ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh variabel-variabel dalam Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Expectation terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia.
250
Lampiran 5. Variabel-variabel Pada Jalur-jalur Mekanisme Transmisi Moneter
No
Jenis Transmisi
Er
INT
Rr
INF
MS
KREDIT
INV
SBI
BASE
1 Interest Rate Channel
3
3
3 Balance Sheet Channel
3
3
4 Expectation Channel
3
5 Exchange Rate Channel (1)
3 3
6 Exchange Rate Channel (2)
3 3
3 3 3
7 Direct Monetary Channel
3 3 3 3 3 3 3
2 Bank lending Channel
3 3 3 3 3 3 3
Keterangan :
3 = Variabel yang digunakan dalam jalur mekanisme transmisi = Variabel yang tidak digunakan dalam jalur mekanisme transmisi
3
3 3 3
251
Lampiran 6. Kerangka Kerja Validasi dan Simulasi
NO.
Validasi
Perioda
SIM-1 SIM-2 SIM-3 SIM-4 SIM-5 SIM-6 SIM-7
1
1988 - 1996
Masa Sebelum Krisis
A
2
1997 - 2000
Masa Krisis
B
3
2001 - 2005
Masa Transisi
C
4
2007 - 2010
Peramalan
D
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel SIM-5 Exchange Rate (1) Channel SIM-6 Exchange Rate (2) Channel SIM-7 Direct Monetary Channel
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
252
Lampiran 7. Daftar Variabel Disertasi – Model Mekanisme Transmisi Moneter
No Variabel Simbol Batasan Variabel Nilai Tukar Rata-rata Rp./US$ 1 Exchange Rate Er 2 Balance of Trade BOT Neraca perdagangan 3 Foreign Direct Investment FDI Total Penanaman Modal Asing Langsung 4 SukuBunga INT Sukubunga (deposito 1 bulan) 5 Reserve Requirement Rr Cadangan Minimum yang dimiliki perbankan 6 Money Demand MD Permintaan uang masyarakat 7 Inflation Rate INF Tingkat Inflasi 8 Consumer Price Index INDEX Indeks Harga Konsumen 9 Money Supply MS Penawaran Uang 10 Gross Domestic Product PDBI Pendapatan Domestik Bruto Indonesia 11 Government Expenditure GEXP Pengeluaran Pemerintah 12 Export EXPO Total ekspor 13 Credit KREDIT Total Kredit 14 Import IMPO Total Impor 15 Private Investment ISWA Total Investasi Swasta 16 Government Investment IPEM Total Investasi Pemerintah 17 Uang Khartal UKHA Uang Khartal 18 Uang Giral GIRA Uang Giral 19 Tabungan Deposito TADE Jumlah Tabungan Deposito 20 SukuBunga SBI SBI Tingkat Sukubunga SBI (1 bulan) 21 Balance of Payment BOP Neraca Pembayaran 22 Base Money BASE Jumlah uang (M0) 23 Consumption CONS Jumlah Total Konsumsi 24 Gross National Product GNP Pendapatan Nasional Bruto Indonesia 25 Government Revenue GREV Pendapatan Pemerintah 26 Tax TAX Total Penerimaan Pajak 27 Net Capital Inflow NCI Aliran Modal Bersih 28 Dispossable Income Yd Pendapatan Disposable
Sumber Data International Financial Statistics, BI BI,IMF,ADB Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Biro Pusat Statistik Bank Indonesia Bank Indonesia International Financial Statistics, BI International Financial Statistics, IMF Bank Indonesia International Financial Statistics, IMF Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia International Financial Statistics, IMF Bank Indonesia Bank Indonesia International Financial Statistics, BI International Financial Statistics, BI Bank Indonesia International Financial Statistics, BI Creating
Satuan Rp./US$ Juta US $ Juta US $ % Miliar Rupiah Miliar Rupiah % Index Miliar Rupiah Miliar Rupiah Billion Rp. Juta US $ Miliar Rupiah Juta US $ Miliar Rupiah Miliar Rupiah Miliar Rupiah Miliar Rupiah Miliar Rupiah % Juta US $ Miliar Rupiah Miliar Rupiah Billion Rp. Billion Rp. Miliar Rupiah Billion Rp. Miliar Rupiah
253
Lampiran 8. Daftar Variabel Disertasi – signifikansi NO VARIABEL [ENDO] 1 ER 2 INT 3 MD 4 INDEX 5 EXPO 6 IMPO 7 ISWA 8 IPEM 9 UKHA 10 GIRA 11 TADE 12 MS 13 BASE 14 CONS 15 GEXP 16 GREV 17 TAX 18 KREDIT
Exchange Rate Interest Rate Money Demand Indeks Harga Konsumen Export Import Investasi Swasta Investasi Pemerintah Uang Khartal Uang Giral Tabungan dan Deposito Money Supply Uang Primer Konsumsi Government Expenditure Government Revenue Pajak Jumlah Kredit
< 30% 3 7 5 2 1 3 3 1 6 4 1 3 1 4 4 2 1 4
SIGNIFIKANSI 31% - 50% > 50% 5 1 2 1 1 4 3 2 4 1 2 2 2 1 5
2 2 2 1 1 1
2 3 6 9 2 2 1 4 1
[PREDT] 9 10 6 9 7 6 7 7 6 6 6 11 12 6 7 4 5 6
254
Lampiran 9. Hasil Validasi Model Mekanisme Transmisi
255
Lampiran 9. Hasil Validasi Model Mekanisme Transmisi (Lanjutan)
256
Lampiran 10. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Tahun 1988-1996 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen)
PERIODE - A - PERIODE TAHUN 1988 - 1996 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 2476 2719 9.9397 14.90955 50.8734 50.0988 55773 55490 28395 32314 74174 81500 4746 2724 41732 36246 38260 38038 49685 70830 264996 274392 44213 46296 309122 298409 72368 70327 76680 76562 67016 66942 233535 117945 47862 50306 27378 23176 53850 49647 478296 476137 411280 409196
% SIM-2 9.81 2863 50.00 14.4674 -1.52 32.9188 -0.51 62046 13.80 30671 9.88 79075 -42.60 -7284 -13.15 45761 -0.58 43782 42.56 46688 3.55 323344 4.71 56842 -3.47 355286 -2.82 73285 -0.15 80806 -0.11 71291 -49.50 350302.5 5.11 54199 -15.35 31376 -7.81 57847 -0.45 531738 -0.51 460448
% SIM-3 15.63 10785 45.55 14.90955 -35.29 -194.395 11.25 136028 8.02 65659 6.61 111261 -253.48 7119 9.65 106542 14.43 140404 -6.03 365152 22.02 397494 28.56 66319.5 14.93 2144353 1.27 212779 5.38 220035 6.38 198639 50.00 117945 13.24 175837 14.60 70368 7.42 96840 11.17 2595768 11.95 2397129
% SIM-4 335.58 422.7224 50.00 14.90955 -482.12 76.3101 143.90 30233 131.23 15819 50.00 68776 50.00 3765 155.30 37744 266.97 32338 634.93 56541 50.00 129883 50.00 24657 593.69 191669 194.02 71413 186.95 65839 196.41 54935 -49.50 117945 267.38 31604 157.02 14415 79.83 40886 442.71 350038 482.85 295102
% SIM-5 -82.93 3714 50.00 14.90955 50.00 52.5376 -45.79 57893 -44.29 36314 -7.28 83293 -20.67 8094 -9.56 26499 -15.48 35492 13.80 84904 -50.99 397494 -44.23 66319.5 -38.00 268119 -1.32 67090 -14.14 74551 -18.03 65029 -49.50 29586 -33.97 57683 -47.35 21579 -24.07 48050 -26.82 448175 -28.25 383146
% SIM-6 % 50.00 3714 50.00 50.00 -19.1561 -292.72 3.27 84.9242 66.93 3.80 60017 7.61 27.89 -1857 -106.54 12.29 3257 -95.61 70.54 -63359 -1435.00 -36.50 67873 62.64 -7.23 30322 -20.75 70.88 -138471 -378.70 50.00 397494 50.00 50.00 66319.5 50.00 -13.26 329402 6.56 -7.29 77158 6.62 -2.78 70858 -7.59 -2.96 60629 -9.53 -87.33 1089328 366.45 20.52 42283 -11.66 -21.18 61874 126.00 -10.77 88345 64.06 -6.30 408331 -14.63 -6.84 347703 -15.46
SIM-7 2453 10.9396 67.1899 50085 29590 77894 4377 33412 34817 73461 213496 66319.5 254620 70153 72835 63088 94796 46370 20495 46966 427539 364451
% -0.93 10.06 32.07 -10.20 4.21 5.02 -7.77 -19.94 -9.00 47.85 -19.43 50.00 -17.63 -3.06 -5.01 -5.86 -59.41 -3.12 -25.14 -12.78 -10.61 -11.39
257
Lampiran 11. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Tahun 1997-2000 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen) PERIODE - B - PERIODE TAHUN 1997 - 2000 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 4772 3160 12.6868 19.0302 251.9995 222.7242 18101 29556 11565 -14478 81124 53061 18825 -38253 20504 73836 25480 43664 213758 88366 246288 333336 36510 75881 32741 296206 104455 126787 89949 105741 61323 75547 154692 763694 51142 48314 6536 44034 -3832 33666 243681 481835 182358 406288
% SIM-2 -33.78 3963 50.00 -15.3715 -11.62 242.238 63.28 21866 -225.19 188.1221 -34.59 65576 -303.20 -5600 260.11 43366 71.37 32004 -58.66 151272 35.34 276994 107.84 51441 804.69 134716 21.38 113255 17.56 95578 23.20 66358 393.69 232038 -5.53 47894 573.71 21678 978.55 11310 97.73 329626 122.80 263268
% SIM-3 % SIM-4 -16.95 24927 422.36 -279.141 -221.16 19.0302 50.00 19.0302 -3.87 -515.152 -304.43 377.9993 20.80 261734 1345.96 -6960 -98.37 88750 667.40 -39194 -19.17 121686 50.00 39165 -129.75 28237.5 50.00 -36937 111.50 260698 1171.45 76674 25.60 295815 1060.97 37055 -29.23 605987 183.49 74809 12.47 369432 50.00 165120 40.90 54765 50.00 45283 311.46 5661310 17191.19 173483 8.42 483989 363.35 128923 6.26 493314 448.44 92695 8.21 418912 583.12 60460 50.00 763694 393.69 763694 -6.35 393117 668.68 22057 231.67 172984 2546.63 32235 395.15 162616 4343.63 21867 35.27 6491533 2563.95 336868 44.37 6072621 3230.05 276408
% SIM-5 -105.85 7158 50.00 19.0302 50.00 189.7825 -138.45 52200 -438.90 -5015 -51.72 53566 -296.21 -44715 273.95 66640 45.43 46696 -65.00 80529 -32.96 369432 24.03 54765 429.86 327494 23.42 122355 3.05 109664 -1.41 80553 393.69 849687 -56.87 77576 393.19 57215 670.64 46847 38.24 515915 51.57 435362
% SIM-6 50.00 7158 50.00 -36.6184 -24.69 211.9477 188.38 48829 -143.36 -16504 -33.97 30987 -337.53 -62810 225.01 71845 83.27 38459 -62.33 38697 50.00 369432 50.00 54765 900.26 314870 17.14 122290 21.92 105920 31.36 76488 449.28 1091736 51.69 66786 775.38 65333 1322.52 54965 111.72 470670 138.74 394182
% SIM-7 50.00 3483 -388.63 -14.204 -15.89 219.1251 169.76 30820 -242.71 -12057 -61.80 55725 -433.65 -35265 250.40 71038 50.94 43735 -81.90 96236 50.00 322881 50.00 54765 861.70 297603 17.07 126248 17.76 105842 24.73 75546 605.75 719038 30.59 51027 899.59 42877 1534.37 32509 93.15 487189 116.16 411642
% -27.01 -211.96 -13.05 70.27 -204.25 -31.31 -287.33 246.46 71.64 -54.98 31.10 50.00 808.96 20.86 17.67 23.19 364.82 -0.22 556.01 948.36 99.93 125.73
258
Lampiran 12. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Tahun 2001-2005 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen)
PERIODE - C - PERIODE TAHUN 2001 - 2005 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 4968 4133 10.41 15.615 269.277 267.3312 30630 31598 20869 11522 133817 123139 19996 2344 36177 52553 53195 57828 304315 260726 399447 439139 64827 84210 313477 367704 118357 123465 117658 120720 90335 93257 201816 75190 87860 83176 9760 20076 47922 58238 595408 636729 505073 543472
% SIM-2 -16.81 4627 50.00 5.8317 -0.72 240.5827 3.16 41013 -44.79 11501 -7.98 127621 -88.28 -6368 45.27 63713 8.71 67744 -14.32 247668 9.94 488023 29.90 94977 17.30 479531 4.32 129534 2.60 128817 3.23 100701 -62.74 302724 -5.33 94104 105.70 29512 21.53 67674 6.94 759830 7.60 659129
% SIM-3 -6.86 9625 -43.98 15.615 -10.66 102.8117 33.90 87079 -44.89 34753 -4.63 200725.5 -131.85 29994 76.11 98932 27.35 125322 -18.61 423454 22.17 599170.5 46.51 97240.5 52.97 1573722 9.44 216275 9.48 215703 11.48 181545 50.00 75190 7.11 166804 202.38 52326 41.22 90487 27.62 2012479 30.50 1830933
% SIM-4 93.74 -2971 50.00 15.615 -61.82 403.9155 184.29 -45022 66.53 -39141 50.00 89137 50.00 5352 173.47 57843 135.59 42047 39.15 225543 50.00 41747 50.00 19833 402.02 60672 82.73 126940 83.33 90062 100.97 58838 -62.74 75190 89.85 26576 436.13 -5881 88.82 32281 238.00 276220 262.51 217383
% SIM-5 -159.80 7452 50.00 15.615 50.00 262.6154 -246.99 36335 -287.56 14030 -33.39 124311 -73.23 2280 59.89 49096 -20.96 58015 -25.89 263091 -89.55 599170.5 -69.41 97240.5 -80.65 358884 7.25 121347 -23.45 120961 -34.87 94040 -62.74 71341 -69.75 89761 -160.26 22305 -32.64 60467 -53.61 629126 -56.96 535086
% SIM-6 50.00 7452 50.00 0.5543 -2.47 254.2279 18.63 38729 -32.77 13757 -7.10 123691 -88.60 -507.319 35.71 53399 9.06 60682 -13.55 253022 50.00 599170.5 50.00 97240.5 14.48 402801 2.53 124128 2.81 123693 4.10 96343 -64.65 121201 2.16 92593 128.53 24972 26.18 63134 5.66 675085 5.94 578742
% SIM-7 50.00 4876 -94.68 5.5872 -5.59 253.5842 26.44 35941 -34.08 18036 -7.57 134063 -102.54 10031 47.60 48658 14.07 61580 -16.86 280974 50.00 462398 50.00 97240.5 28.49 394103 4.88 122855 5.13 123525 6.65 95920 -39.94 -32816 5.39 92680 155.86 17904 31.74 56066 13.38 678957 14.59 583037
% -1.85 -46.33 -5.83 17.34 -13.58 0.18 -49.83 34.50 15.76 -7.67 15.76 50.00 25.72 3.80 4.99 6.18 -116.26 5.49 83.44 16.99 14.03 15.44
259
Lampiran 13. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Peramalan Terhadap Simulasi Dasar Tahun 2007 - 2010 (Dengan Meningkatkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen) PERIODE - D - PERIODE TAHUN 2007 - 2010 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 4018 3374 14.6477 21.97155 401.2561 389.7122 16833 20918 7221 -2272 138648 130564 7568 -12868 41298 61495 54743 62679 307799 264566 398887 441939 61722 81608 318008 429216 120872 129346 122147 128860 98741 104645 98950 231644 96198 95911 9611 23191 40024 53604 594708 699449 495968 594803
% SIM-2 -16.03 3501 50.00 -12.8631 -2.88 386.4273 24.27 22186 -131.46 -1572 -5.83 131534 -270.03 -12889 48.91 62089 14.50 63940 -14.05 263820 10.79 449239 32.22 82474 34.97 433208 7.01 129509 5.50 129453 5.98 105350 134.10 148425 -0.30 97698 141.30 23758 33.93 54171 17.61 705122 19.93 599772
% SIM-3 -12.87 10406 -187.82 21.97155 -3.70 148.3324 31.80 96892 -121.77 30815 -5.13 207972 -270.31 11352 50.34 125320 16.80 147966 -14.29 440142 12.62 598330.5 33.62 92583 36.23 2219241 7.15 249595 5.98 259008 6.69 220309 50.00 231644 1.56 209867 147.20 66076 35.35 96489 18.57 2706067 20.93 2485758
% SIM-4 158.98 -4373 50.00 21.97155 -63.03 601.8842 475.61 -62335 326.74 -57878 50.00 95437 50.00 -9717 203.45 66426 170.29 45888 43.00 230017 50.00 44206 50.00 13028 597.86 77061 106.50 131947 112.05 95431 123.12 67826 134.10 231644 118.16 34053 587.50 -4457 141.08 25956 355.02 290271 401.19 222445
% SIM-5 -208.84 6027 50.00 21.97155 50.00 396.2844 -470.31 25810 -901.52 -2101 -31.17 129952 -228.40 -15195 60.85 56638 -16.18 63171 -25.27 261833 -88.92 598330.5 -78.89 92583 -75.77 428525 9.16 126437 -21.87 128742 -31.31 104483 134.10 261094 -64.60 109319 -146.37 27910 -35.15 58323 -51.19 697629 -55.15 593146
% SIM-6 50.00 6027 50.00 -18.7523 -1.24 401.5648 53.33 24973 -129.10 -4461 -6.27 125293 -300.78 -18727 37.14 57505 15.40 61449 -14.93 253370 50.00 598330.5 50.00 92583 34.75 419541 4.60 126199 5.40 127670 5.82 103457 163.86 308544 13.64 107003 190.40 29434 45.72 59847 17.31 681740 19.59 578284
% SIM-7 50.00 3848 -228.02 -10.2876 0.08 376.766 48.36 24748 -161.78 3072 -9.63 139776 -347.45 -7541 39.24 58951 12.25 65490 -17.68 281584 50.00 485735 50.00 92583 31.93 447424 4.41 128089 4.52 131312 4.78 107276 211.82 152584 11.23 101839 206.25 21677 49.53 52089 14.63 729425 16.60 622150
% -4.23 -170.23 -6.10 47.02 -57.46 0.81 -199.64 42.75 19.63 -8.52 21.77 50.00 40.70 5.97 7.50 8.64 54.20 5.86 125.54 30.14 22.65 25.44
260
Lampiran 14. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Tahun 1988-1996 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen) PERIODE - A - PERIODE TAHUN 1988 - 1996 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE 2476 9.9397 50.8734 55773 28395 74174 4746 41732 38260 49685 264996 44213 309122 72368 76680 67016 233535 47862 27378 53850 478296 411280
SIM-1 1309 4.96985 50.0542 56958 13711 45935 -33441 65692 41376 -46243 274392 53101 370488 79136 78302 68335 675565 38917 43247 69718 505365 437029
% SIM-2 -47.13 2154 -50.00 4.8624 -1.61 74.6636 2.12 47304 -51.71 28073 -38.07 71539 -804.61 3536 57.41 32131 8.14 30178 -193.07 66272 3.55 190551 20.10 26796 19.85 232611 9.35 69340 2.12 70561 1.97 60845 189.28 116767.5 -18.69 40677 57.96 19231 29.47 45703 5.66 396258 6.26 335412
% SIM-3 -13.00 7058 -51.08 4.96985 46.76 -114.989 -15.18 109947 -1.13 32083 -3.55 37087 -25.50 -33441 -23.01 123423 -21.12 119234 33.38 139373 -28.09 132498 -39.39 22106.5 -24.75 1917062 -4.18 199673 -7.98 191296 -9.21 168188 -50.00 675565 -15.01 136011 -29.76 77865 -15.13 104336 -17.15 2250689 -18.45 2082501
% 185.06 -50.00 -326.03 97.13 12.99 -50.00 -804.61 195.75 211.64 180.51 -50.00 -50.00 520.16 175.91 149.47 150.97 189.28 184.17 184.41 93.75 370.56 406.35
SIM-4 1650 4.96985 25.4367 60811 16088 48472 -33623 65317 42363 -42668 305139 56842 381451 78685 79904 70329 675565 41646 44723 71195 519708 449379
% SIM-5 -33.36 1238 -50.00 4.96985 -50.00 111.5172 9.03 42146 -43.34 122.7811 -34.65 21663 -808.45 -38109 56.52 61534 10.72 33922 -185.88 -85878 15.15 132498 28.56 22106.5 23.40 214783 8.73 77893 4.20 64290 4.94 54089 189.28 763924 -12.99 32556 63.35 42023 32.21 68495 8.66 318254 9.26 264165
% SIM-6 % SIM-7 % -50.00 1238 -50.00 -9.8574 -100.40 -50.00 -7.6902 -177.37 -3.3309 -133.51 119.21 121.7441 139.31 102.3867 101.26 -24.43 40347 -27.66 41644 -25.33 -99.57 -4750 -116.73 -2381 -108.39 -70.79 13381 -81.96 16466 -77.80 -902.97 -45475 -1058.18 -44637 -1040.52 47.45 62970 50.89 69092 65.56 -11.34 29076 -24.00 32286 -15.61 -272.84 -94345 -289.89 -97723 -296.69 -50.00 132498 -50.00 81579 -69.22 -50.00 22106.5 -50.00 22106.5 -50.00 -30.52 215411 -30.32 242531 -21.54 7.63 78377 8.30 81058 12.01 -16.16 63196 -17.58 66047 -13.87 -19.29 52762 -21.27 55991 -16.45 227.11 856709 266.84 854207 265.77 -31.98 26966 -43.66 21656 -54.75 53.49 45097 64.72 44025 60.80 27.20 71568 32.90 70496 30.91 -33.46 306790 -35.86 339442 -29.03 -35.77 254028 -38.23 283451 -31.08
261
Lampiran 15. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Tahun 1997-2000 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen)
PERIODE - B - PERIODE TAHUN 1997 - 2000 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 4772 4434 12.6868 6.3434 251.9995 195.7902 18101 38821 11565 -4207 81124 70276 18825 -29237 20504 68533 25480 50287 213758 119652 246288 390280 36510 80196 32741 331781 104455 125089 89949 110226 61323 80279 154692 640297 51142 62927 6536 43028 -3832 32660 243681 540936 182358 460657
% SIM-2 -7.08 5139 -50.00 -6.1263 -22.31 222.0658 114.47 29001 -136.38 10141 -13.37 82513 -255.31 5210 234.24 35571 97.36 36697 -44.02 187852 58.46 322199 119.65 53606 913.35 141087 19.75 110417 22.54 98214 30.91 69469 313.92 77346 23.04 60410 558.32 18860 952.30 8492 121.99 358086 152.61 288617
% 7.69 -148.29 -11.88 60.22 -12.31 1.71 -72.32 73.48 44.02 -12.12 30.82 46.83 330.92 5.71 9.19 13.28 -50.00 18.12 188.56 321.61 46.95 58.27
SIM-3 8252 6.3434 88.3387 71598 6211 40562 9412.5 105957 97414 208982 123144 18255 1461528 206728 185242 142513 640297 129330 65386 55018 1791393 1648880
% SIM-4 72.93 7284 -50.00 6.3434 -64.94 125.9998 295.55 69579 -46.29 16112 -50.00 83966 -50.00 -30440 416.76 66874 282.32 56811 -2.23 133266 -50.00 542477 -50.00 105417 4363.91 473566 97.91 124429 105.94 123222 132.40 94350 313.92 640297 152.88 86160 900.40 53467 1535.75 43099 635.14 704987 804.20 610638
% SIM-5 52.64 2386 -50.00 6.3434 -50.00 246.3855 284.39 20460 39.32 -11630 3.50 55000 -261.70 -22530 226.15 60839 122.96 39889 -37.66 113735 120.26 123144 188.73 18255 1346.40 115562 19.12 122887 36.99 94495 53.86 65786 313.92 554305 68.47 43119 718.04 32090 1224.71 21722 189.31 303009 234.86 237223
% SIM-6 -50.00 2386 -50.00 -21.1297 -2.23 261.0673 13.03 19005 -200.56 -21998 -32.20 34621 -219.68 -40281 196.72 68264 56.55 34377 -46.79 70316 -50.00 123144 -50.00 18255 252.96 125712 17.65 124619 5.05 92754 7.28 63651 258.33 801241 -15.69 35456 390.97 41003 666.86 30635 24.35 285674 30.09 222023
% SIM-7 -50.00 3385 -266.55 -21.3586 3.60 243.1425 4.99 26712 -290.21 -19973 -57.32 35301 -313.98 -44943 232.93 70312 34.92 37041 -67.10 64573 -50.00 184737 -50.00 18255 283.96 178181 19.30 125875 3.12 96464 3.80 67237 417.96 871748 -30.67 42430 527.34 46684 899.45 36316 17.23 341099 21.75 273862
% -29.07 -268.35 -3.51 47.57 -272.70 -56.49 -338.74 242.92 45.37 -69.79 -24.99 -50.00 444.21 20.51 7.24 9.64 463.54 -17.03 614.26 1047.70 39.98 50.18
262
Lampiran 16. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Historis Terhadap Simulasi Dasar Tahun 2001-2005 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen)
PERIODE - C - PERIODE TAHUN 2001 - 2005 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 4968 4644 10.41 5.205 269.277 246.2469 30630 39774 20869 11446 133817 120588 19996 -6626 36177 59909 53195 62180 304315 242482 399447 452146 64827 78618 313477 431473 118357 127467 117658 125152 90335 97549 201816 223994 87860 89223 9760 28328 47922 66490 595408 701229 505073 603680
% SIM-2 -6.52 4775 -50.00 -1.3429 -8.55 253.8684 29.85 36724 -45.15 14745 -9.89 124215 -133.14 2336 65.60 51528 16.89 58474 -20.32 262638 13.19 427909 21.27 71153 37.64 391854 7.70 124406 6.37 122462 7.99 94905 10.99 100908 1.55 88462 190.25 21978 38.75 60140 17.77 664790 19.52 569885
% SIM-3 -3.88 -1258 -112.90 5.205 -5.72 462.3782 19.90 -30103 -29.34 -24159 -7.18 66908.5 -88.32 9998 42.43 17034 9.92 -1625 -13.70 91659 7.13 199723.5 9.76 32413.5 25.00 -749069 5.11 53554 4.08 31626 5.06 9509 -50.00 223994 0.69 4627 125.18 -5944 25.50 32218 11.65 -644740 12.83 -654249
% SIM-4 -125.32 7494 -50.00 5.205 71.71 134.6385 -198.28 70440 -215.77 31670 -50.00 134148 -50.00 -7834 -52.91 57753 -103.05 68484 -69.88 256453 -50.00 611041 -50.00 104353 -338.96 555074 -54.75 126082 -73.12 137436 -89.47 111319 10.99 223994 -94.73 111944 -160.90 38770 -32.77 76932 -208.29 846240 -229.54 734921
% SIM-5 50.85 2484 -50.00 5.205 -50.00 330.0907 129.97 10152 51.76 -7095 0.25 97122 -139.18 -5032 59.64 58085 28.74 51417 -15.73 217814 52.97 199723.5 60.97 32413.5 77.07 215844 6.53 128534 16.81 106832 23.23 79032 10.99 227843 27.41 62534 297.23 17247 60.54 55409 42.13 453716 45.51 374684
% SIM-6 -50.00 2484 -50.00 -4.0902 22.58 332.8834 -66.86 9978 -134.00 -9427 -27.42 92505 -125.17 -9161 60.56 60029 -3.34 50421 -28.42 207198 -50.00 199723.5 -50.00 32413.5 -31.15 220006 8.60 129055 -9.20 106566 -12.51 78668 12.90 286263 -28.83 61031 76.71 19406 15.62 57568 -23.80 451810 -25.82 373141
% SIM-7 -50.00 3018 -139.29 -16.1784 23.62 299.8424 -67.42 24972 -145.17 -9548 -30.87 79884 -145.81 -28115 65.93 68798 -5.21 50496 -31.91 166094 -50.00 239728 -50.00 32413.5 -29.82 308588 9.04 131447 -9.43 112375 -12.92 84815 41.84 550479 -30.54 66261 98.83 34520 20.13 72682 -24.12 526325 -26.12 441510
% -39.25 -255.41 11.35 -18.47 -145.75 -40.30 -240.60 90.17 -5.07 -45.42 -39.99 -50.00 -1.56 11.06 -4.49 -6.11 172.76 -24.58 253.69 51.67 -11.60 -12.58
263
Lampiran 17. Persentase Perubahan Nilai Variabel Endogen Pada Simulasi Peramalan Terhadap Simulasi Dasar Tahun 2007-2010 (Dengan Menurunkan Variabel Utama – Eksogen Setiap Setiap Jalur Mekanisme Transmisi 50 persen)
PERIODE - D - PERIODE TAHUN 2007 - 2010 Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
BASE SIM-1 4018 4650 14.6477 7.32385 401.2561 359.1086 16833 32333 7221 4905 138648 140561 7568 -11605 41298 61974 54743 69888 307799 274561 398887 479169 61722 77822 318008 484715 120872 130814 122147 134311 98741 110292 98950 233269 96198 110576 9611 27428 40024 57841 594708 771913 495968 661621
% SIM-2 15.73 4139 -50.00 -13.206 -10.50 384.7574 92.08 23094 -32.07 4861 1.38 135427 -253.34 -3320 50.07 51565 27.67 60081 -10.80 284634 20.13 429968 26.08 67074 52.42 382024 8.23 125166 9.96 126647 11.70 103142 135.74 49475 14.95 99789 185.38 18233 44.52 48646 29.80 657530 33.40 554388
% 3.01 -190.16 -4.11 37.19 -32.68 -2.32 -143.87 24.86 9.75 -7.53 7.79 8.67 20.13 3.55 3.68 4.46 -50.00 3.73 89.71 21.54 10.56 11.78
SIM-3 -3906 7.32385 678.5906 -67868 -45343 207972 11352 -3317 -21157 86231 199443.5 30861 -1422737 16744 -6876 -17465 233269 -17434 -22525 7888 -1371467 -1354002
% SIM-4 -197.21 9666 -50.00 7.32385 69.12 200.6281 -503.18 85907 -727.93 40595 50.00 162684 50.00 -13635 -108.03 58157 -138.65 80354 -71.98 296556 -50.00 739549 -50.00 122471 -50.00 692145 -86.15 128357 -105.63 154986 -117.69 133553 135.74 233269 -118.12 150010 -334.37 45312 -80.29 75725 -330.61 1014862 -373.00 881309
% SIM-5 140.57 2009 -50.00 7.32385 -50.00 468.9903 410.35 -3531 462.18 -17216 17.34 114518 -280.17 -7877 40.82 55588 46.78 56437 -3.65 251736 85.40 199443.5 98.42 30861 117.65 197777 6.19 129113 26.88 111057 35.26 87201 135.74 203819 55.94 82081 371.46 13684 89.20 44097 70.65 447215 77.69 360014
% SIM-6 -50.00 2009 -50.00 -23.2465 16.88 488.1033 -120.98 -5952 -338.42 -28537 -17.40 92241 -204.08 -26448 34.60 62319 3.09 49582 -18.21 206840 -50.00 199443.5 -50.00 30861 -37.81 192300 6.82 129990 -9.08 108114 -11.69 84003 105.98 458895 -14.67 72730 42.38 22585 10.18 52998 -24.80 410668 -27.41 326665
% SIM-7 -50.00 2815 -258.70 -28.1454 21.64 412.8211 -135.36 17593 -495.19 -16725 -33.47 97362 -449.47 -35847 50.90 70387 -9.43 54981 -32.80 199416 -50.00 285345 -50.00 30861 -39.53 339245 7.54 133219 -11.49 120401 -14.93 97065 363.76 586012 -24.40 82064 134.99 34317 32.42 64730 -30.95 568297 -34.14 471232
% -29.94 -292.15 2.88 4.51 -331.62 -29.78 -573.67 70.44 0.43 -35.21 -28.46 -50.00 6.68 10.21 -1.43 -1.70 492.23 -14.69 257.06 61.73 -4.44 -4.99
264
Lampiran 18. Perbandingan Hasil Simulasi Dengan Menaikkan Variabel 50 persen Pada Setiap Jalur Mekanisme Transmisi Moneter
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
5 6 6 6
4 5 5 5
% 15.63 -16.95 -6.86 -12.87
SIM-3
Nilai Tukar
% 9.81 -33.78 -16.81 -16.03
SIM-2
1
1 1 1 1
% SIM-4 % 335.58 7 -82.93 422.36 7 -105.9 93.74 7 -159.8 158.98 7 -208.8
2
Indeks Harga Konsumen
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
5 3 2 4
-1.52 -11.62 -0.72 -2.88
6 2 6 5
-35.29 -3.87 -10.66 -3.7
7 7 7 7
-482.1 -304.4 -61.82 -63.03
2 1 1 1
3
Produk Domestik Bruto Indonesia
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
3 4 5 4
-0.45 97.73 6.94 17.61
2 7 2 3
11.17 35.27 27.62 18.57
1 1 1 1
442.71 2564 238 355.02
7 6 7 7
NO.
Indikator
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel SIM-5 Exchange Rate (1) Channel SIM-6 Exchange Rate (2) Channel SIM-7 Direct Monetary Channel
Perioda
SIM-1
KODE : 1 2 3 4 5 6 7
Perubahan Terbesar 1 Perubahan Terbesar 2 Perubahan Terbesar 3 Perubahan Terbesar 4 Perubahan Terbesar 5 Perubahan Terbesar 6 Perubahan Terbesar 7
% 50 50 50 50
SIM-6
3 3 3 3
% 50 50 50 50
SIM-7
2 2 2 2
6 4 4 4
% -0.93 -27.01 -1.85 -4.23
50 50 50 50
4 6 3 3
3.27 -24.69 -2.47 -1.24
1 5 4 2
66.93 -15.89 -5.59 0.08
3 4 5 6
32.07 -13.05 -5.83 -6.1
-26.82 38.24 -53.61 -51.19
4 2 6 5
-6.3 111.72 5.66 17.31
6 5 4 6
-14.63 93.15 13.38 14.63
5 3 3 2
-10.61 99.93 14.03 22.65
SIM-5
265
Lampiran 19. Perbandingan Hasil Simulasi Dengan Menurunkan Variabel 50 persen Pada Setiap Jalur Mekanisme Transmisi Moneter
4 4 3 2
2 3 2 3
1 1 7 7
% 185.06 72.93 -125.3 -197.2
SIM-4
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
% -13 7.69 -3.88 3.01
SIM-3
Nilai Tukar
% -47.13 -7.08 -6.52 15.73
SIM-2
1
2
Indeks Harga Konsumen
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
5 5 6 6
-1.61 -22.31 -8.55 -10.5
4 4 5 5
46.76 -11.88 -5.72 -4.11
7 7 1 1
-326 -64.94 71.71 69.12
6 6 7 7
-50 -50 -50 -50
3
Produk Domestik Bruto Indonesia
1988 - 1996 1997 - 2000 2001 - 2005 2007 - 2010
3 3 2 2
5.66 121.99 17.77 29.8
4 4 3 3
-17.15 46.95 11.65 10.56
1 1 7 7
370.56 635.14 -208.3 -330.6
2 2 1 1
8.66 189.31 42.13 70.65
NO.
Indikator
KETERANGAN SIM-1 Interest Rate Channel SIM-2 Bank Lending Channel SIM-3 Balance Sheet Channel SIM-4 Expectation Channel SIM-5 Exchange Rate (1) Channel SIM-6 Exchange Rate (2) Channel SIM-7 Direct Monetary Channel
Perioda
SIM-1
KODE : 1 2 3 4 5 6 7
Perubahan Terbesar 1 Perubahan Terbesar 2 Perubahan Terbesar 3 Perubahan Terbesar 4 Perubahan Terbesar 5 Perubahan Terbesar 6 Perubahan Terbesar 7
3 2 1 1
% SIM-5 -33.36 5 52.64 6 50.85 5 140.57 5
% -50 -50 -50 -50
SIM-6
% -50 -50 -50 -50
SIM-7
6 7 6 6
7 5 4 4
% -100.4 -29.07 -39.25 -29.94
2 2 3 3
119.21 -2.23 22.58 16.88
1 1 2 2
139.31 3.6 23.62 21.64
3 3 4 4
101.26 -3.51 11.35 2.88
6 6 5 5
-33.46 24.35 -23.8 -24.8
7 7 6 6
-35.86 17.23 -24.12 -30.95
5 5 4 4
-29.03 39.98 -11.6 -4.44
266
Lampiran 20. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter
PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX DISPOSABLE INCOME
GOVERMENT REVENUE GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
267
Lampiran 21. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Suku Bunga PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX
GOVERMENT REVENUE
DISPOSABLE INCOME GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
268
Lampiran 22. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Kredit PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX
GOVERMENT REVENUE
DISPOSABLE INCOME GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
269
Lampiran 23. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Neraca PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI
IMPOR
MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX
GOVERMENT REVENUE
DISPOSABLE INCOME GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
270
Lampiran 24. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Ekspektasi PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX
GOVERMENT REVENUE
DISPOSABLE INCOME GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
271
Lampiran 25. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Nilai Tukar (1) PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE
TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX DISPOSABLE INCOME
GOVERMENT REVENUE GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
272
Lampiran 26. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Nilai Tukar (2) PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR
BOP
MONEY SUPPLY UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX DISPOSABLE INCOME
GOVERMENT REVENUE GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
273
Lampiran 27. Bagan Mekanisme Transmisi Moneter – Jalur Langsung PRIVATE INVESTMENT
GOVERNMENT INVESTMENT
FDI
UANG PRIMER
MONEY DEMAND
SBI
UANG KHARTAL
NET CAPITAL INFLOW
PDBI IMPOR MONEY SUPPLY
BOP
UANG GIRAL KREDIT
EXCHANGE RATE TABUNGAN DEPOSITO BOT
INTEREST RATE RESERVE REQUIREMENT
TAX EKSPOR INDEX DISPOSABLE INCOME
GOVERMENT REVENUE GOVERMENT EXPENDITURE
CONSUMPTION
274
Lampiran 28. Program dan Hasil Estimasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS /****************************************************************/ /* ESTIMASI AWAL */ /* */ /* NAME: MODEL DATA (NOMINAL) */ /* TITLE: MODEL ESTIMASI AWAL */ /* DATA: MONETRIIL-3.WK1 - DUMMY - TREND */ /* */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA
= = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA);
275
Lampiran 28. Lanjutan LIPEM = YdL = LUKHA = LGIRA = LTADE = CONSL = BOTL = BOPL = MDL = MSL = GREVL = GEXPL = EXPOL = IMPOL = INFL = LINDEX = If THN >= RUN;
LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF); LAG(INDEX); 1988;
proc syslin 2sls data=MONY outest=Z; ENDOGENOUS
Er INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL MODEL
Er int MD INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS
MODEL BASE
= = = = = = = = = = = =
INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO MS DUM LEr/DW; MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND Lint/DW; INT PDBI Er DUM TREND MDL/DW; MS MD Er PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX/DW; Er PDBI KREDIT INDEX DUM TREND EXPOL/DW; Er PDBI KREDIT INDEX DUM TREND/DW; PDBI int FDI KREDIT DUM TREND LISWA/DW; PDBI int GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM/DW; int PDBI KREDIT Er DUM LUKHA/DW; int PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA/DW; int PDBI KREDIT DUM TREND LTADE/DW; int INDEX Rr SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL/DW; = BOP int INDEX Rr CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE/DW;
276
Lampiran 28. Lanjutan MODEL CONS = MODEL GEXP = MODEL GREV = MODEL TAX = MODEL KREDIT= IDENTITY PDBI IDENTITY BOT IDENTITY BOP IDENTITY Yd
Yd int TADE DUM TREND CONSL/DW; GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL/DW; TAX PDBI DUM GREVL/DW; PDBI INDEX DUM TREND TAXL/DW; int Rr SBI DUM TREND KREDITL/DW; = PDBI; = BOT; = BOP; = Yd;
RUN; proc simlin data=MONY EST=Z estprint total interim=2 TYPE=2SLS; ENDOGENOUS Er int INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT PDBI MD BOT BOP Yd; EXOGENOUS
FDI NCI RR SBI DUM TREND;
LAGGED
LEr Lint MDL LINDEX EXPOL IMPOL LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE MSL LBASE CONSL GEXPL GREVL TAXL KREDITL
RUN; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
Er INT MD INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1;
277
Lampiran 28. Lanjutan
SIMLIN Procedure Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT PDBI MD BOT BOP YD
Mean Error
N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 16 15 16 16 16
Mean % Error
1991 52.0732 2.3008 51.4461 -83.8153 -64.8358 25747 84.9109 19734 107.0257 56986 58.0845 9755 48.8745 5273 36.6373 18908 59.7885 95438 45.8389 152679 58.3554 23179 69.8677 275850 170.1944 15872 20.2125 27913 33.081 27547 41.637 -142959 102.9431 386606 100 27059 48.8913 9328 100 30415 100 321422 100
Mean Abs Mean Abs RMS Error % Error Error 1991 2.8537 83.8153 25747 19734 56986 11822 11090 18908 95438 152679 23179 275850 18051 27913 27547 156934 386606 27059 9328 34995 321422
52.07318 76.82975 64.83584 84.91088 107.0257 58.08445 62.0603 56.25738 59.78847 45.83888 58.35538 69.86775 170.1944 22.71304 33.08103 41.637 112.0911 100 48.89131 100 100 100
RMS % Error
Label
2276 56.4091 ER 3.3434 116.3576 INT 88.6486 68.7894 INDEX 27415 99.2933 EXPO 22916 146.522 IMPO 61246 61.1103 ISWA 15500 82.9491 IPEM 12313 63.5931 UKHA 19513 61.302 GIRA 114414 50.4845 TADE 175444 62.3684 MS 25229 71.8852 BASE 285085 171.5563 CONS 19858 25.478 GEXP 29926 34.5077 GREV 28956 42.3455 TAX 225913 172.2517 KREDIT 394357 100 28423 49.5775 MD 9864 100 36951 100 329459 100
278
Lampiran 29. Program dan Hasil Validasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Menggunakan SAS/ ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* VALIDASI */ /* NAME: VALIDASI */ /* TITLE: VALIDASI-I */ /* DATA: MONETRIIL-3.WK1 */ /* */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT = EXPO-IMPO; BOP = BOT+NCI; PDBI = CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; Yd = PDBI-TAX; LINDEX = LAG(INDEX); TAXL = LAG(TAX); Lint = LAG(int); LBASE = LAG(BASE); KREDITL = LAG(KREDIT); PDBIL = LAG(PDBI); SBIL = LAG(SBI); LRr = LAG(Rr); LEr = LAG(Er); LISWA = LAG(ISWA);
279
Lampiran 29. Lanjutan. LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = =
LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS Er int INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ; INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO MS DUM LER
* * * * * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973 -0.004281 3052.452177 0.168089
+ + + + + + + + + ;
INT INTERCEP MD MS
= * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052
+ + +
280
Lampiran 29. Lanjutan. BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
* * * * * * * *
0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + ;
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND EXPOL
= * * * * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234 -11672.000000 3654.721233 0.111971
+ + + + + + + ;
IMPO INTERCEP ER PDBI
= * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258
+ + +
281
Lampiran 29. Lanjutan. KREDIT INDEX DUM TREND
* * * *
-0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
= * * * * * * *
-1086.087076 327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + + + ;
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
282
Lampiran 29. Lanjutan. TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 -0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
= * * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;
BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
= * * * * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;
CONS INTERCEP YD INT TADE DUM
= * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000
+ + + + +
283
Lampiran 29. Lanjutan. TREND CONSL
* *
860.272811 0.005935
+ ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
= * * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;
BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int);
= = = = = = =
284
Lampiran 29. Lanjutan. LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 1996; RUN;
285
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 8.1863 3.3891 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 22226 5199 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
2476 9.9397 50.8734 55773 28395 74174 -4746 41732 38260 49685 264996 44213 309122 72368 76680 67016 233535 47862 27378 53850 478296 411280
Std 364.953 5.4548 34.6572 12096 5236 13330 9324 14317 12215 5451 94704 12626 301577 9649 18987 17355 94047 15925 7317 17069 322809 307525
Label ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
RMS % Error
-225.262 -5.8395 381.3767 12.01913 676.1608 18.7683 1.7535 26.2004 2.7441 36.25823 4.3071 50.1985 -29.5174 -29.7806 43.0784 58.25693 49.1807 70.15 11167 25.5121 15239 33.95291 16173 35.8539 -7636 -21.0532 7741 21.37597 8937 24.8987 -16105 -16.7705 16105 16.77047 20102 20.4889 -26645 -122.893 26645 122.8929 28594 130.9692 24603 142.6403 25200 146.4638 27182 156.0836 10473 38.2302 13559 49.81159 13908 51.6171 -82412 -59.2787 82412 59.27868 91087 60.4606 89466 48.4938 89466 48.49383 99064 51.3499 21988 98.7973 21988 98.79731 23400 102.8023 117890 82.4272 246261 169.7068 297918 232.3865 6561 10.5273 10531 16.33662 11789 18.6947 7291 10.156 13175 19.7874 15152 23.6471 7202 11.1417 12854 21.23185 14036 23.1719 46536 21.0154 50094 23.67956 63923 28.3482 2912 6.9327 9838 23.29593 12667 30.993 18803 259.5685 18803 259.5685 20815 305.9038 18803 54.1688 18803 54.16879 20815 59.1542 100503 30.8893 251662 75.67287 309434 100.3039 93301 36.6768 241581 89.2563 297699 120.1042
R-Square Label -1.185 -0.8459 -6.5732 -35.0838 -7.0184 -0.3291 -34.0774 -77.5282 -5.8929 -4.2222 -3.2331 -22.1525 -14.6097 -4.5301 -1.6604 -3.8773 -0.982 -1.4384 -70.7573 -4.4032 -10.5562 -11.0037
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
286
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
457193 18.55106 2419 2.62E+08 79861202 4.04E+08 8.18E+08 7.39E+08 1.93E+08 8.3E+09 9.81E+09 5.48E+08 8.88E+10 1.39E+08 2.3E+08 1.97E+08 4.09E+09 1.6E+08 4.33E+08 4.33E+08 9.57E+10 8.86E+10
Corr (R) -0.258 0.637 -0.153 -0.026 0.401 0.724 -0.098 0.672 0.618 0.27 0.98 0.862 0.245 0.118 0.683 0.77 0.986 0.562 -0.797 0.893 0.251 0.207
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.111 0.166 0.36 0.477 0.73 0.642 0.868 0.819 0.567 0.819 0.816 0.883 0.157 0.31 0.232 0.263 0.53 0.053 0.816 0.816 0.105 0.098
Dist (UD) 0.462 0.512 0.511 0.496 0.165 0 0.103 0.174 0.343 0.004 0.175 0.106 0.783 0.512 0.568 0.653 0.456 0.666 0.179 0.147 0.813 0.822
Var (US) 0.427 0.322 0.129 0.028 0.105 0.358 0.028 0.007 0.09 0.178 0.01 0.011 0.06 0.178 0.201 0.084 0.014 0.281 0.005 0.037 0.081 0.08
Covar (UC) 0.029 0.201 0.087 0.284 0.038 0.061 0.019 0.144 0.194 0.146 0.167 0.088 0.481 0.116 0.313 0.495 0.443 0.287 0.044 0.113 0.465 0.459
U1
0.86 0.633 0.552 0.239 0.232 0.297 0.113 0.036 0.239 0.036 0.018 0.029 0.362 0.574 0.456 0.241 0.027 0.66 0.14 0.071 0.43 0.443
U
0.2468 0.4906 0.5972 0.3619 0.2471 0.2186 1.2751 1.5621 0.4917 0.6601 0.5443 1.0285 1.4493 0.1786 0.2164 0.2334 0.3322 0.2773 2.3333 0.5754 0.7963 0.9038
Label
0.1291 0.2159 0.3447 0.1592 0.1375 0.1203 0.8838 0.4439 0.2039 0.4847 0.2147 0.3415 0.4774 0.0849 0.1019 0.1087 0.1446 0.1322 0.5604 0.2254 0.3243 0.3581
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
0.01703 0.13375 0.93698 0.119 0.05233 0.04202 2.39305 2.6596 0.27509 0.47318 0.33555 1.22518 3.63306 0.02805 0.05025 0.05041 0.10305 0.07965 7.01396 0.41387 0.73379 0.99731
0.89 0.806 0.658 0.851 0.778 0.714 -0.486 0.834 0.454 -0.123 0.975 0.862 0.116 0.865 0.887 0.977 0.877 0.54 0.409 0.951 0.256 0.176
Bias (UM) 0.086 0.194 0.089 0.587 0.779 0.693 0.735 0.841 0.587 0.94 0.88 0.904 0.175 0.441 0.29 0.35 0.559 0.077 0.733 0.822 0.148 0.137
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.751 0.017 0.889 0.383 0.12 0.087 0.202 0.156 0.374 0.038 0.118 0.092 0.741 0.382 0.654 0.638 0.425 0.813 0.261 0.128 0.783 0.787
Var (US) 0.163 0.79 0.022 0.03 0.102 0.219 0.062 0.002 0.039 0.022 0.001 0.004 0.083 0.178 0.055 0.011 0.016 0.11 0.006 0.05 0.069 0.076
Covar (UC) 0.592 0.027 0.768 0.325 0.054 0.011 0.001 0.145 0.24 0.001 0.116 0.082 0.365 0.254 0.564 0.62 0.384 0.519 0.211 0.104 0.466 0.432
0.322 0.78 0.144 0.088 0.167 0.296 0.264 0.014 0.173 0.06 0.004 0.015 0.46 0.305 0.145 0.029 0.057 0.404 0.056 0.074 0.386 0.431
U1
0.8375 0.6583 3.6358 2.9176 1.9691 1.4657 3.4686 11.2609 4.1056 4.4521 4.3127 7.4095 3.3628 1.1738 1.9469 2.0031 2.6988 2.4286 10.2363 1.3554 3.6405 3.5442
U
Label
0.3146 0.3314 0.7395 0.6837 0.5941 0.5796 0.8574 0.8887 0.7333 0.9557 0.6951 0.8254 0.7616 0.4358 0.524 0.5185 0.5846 0.6272 0.9288 0.4485 0.7587 0.7663
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
287
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1998 To 2000 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Std
Mean
Std
Label
3 5143 477.4911 4772 635.5659 ER 3 -10.4367 14.3139 -12.6868 10.902 INT 3 217.0235 12.7376 251.9995 54.4898 INDEX 3 25563 2324 18101 12408 EXPO 3 15752 1527 11565 5307 IMPO 3 99077 1962 81124 14452 ISWA 3 16423 2627 18825 5427 IPEM 3 26245 5779 20504 16074 UKHA 3 32958 5204 25480 12640 GIRA 3 233539 3823 213758 9433 TADE 3 301896 22541 246288 4429 MS 3 46159 9197 36510 5732 BASE 3 137030 4814 32741 476663 CONS 3 95149 11439 104455 19062 GEXP 3 88679 12917 89949 24989 GREV 3 58547 8061 61323 16786 TAX 3 152364 71388 154692 89501 KREDIT 3 59203 10673 51142 22942 MD 3 9811 973.521 6536 8150 3 -556.872 35074 -3832 40465 3 357490 12198 243681 512064 3 298943 15557 182358 495576 The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1998 To 2000 Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
-370.788 -2.2501 34.9761 -7462 -4187 -17953 2402 -5742 -7478 -19781 -55608 -9648 -104289 9306 1270 2776 2328 -8061 -3275 -3275 -113809 -116586
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
RMS % Error
-5.8354 974.6167 18.98438 980.3184 19.0652 -2.9225 5.8045 84.42415 6.4591 95.8562 16.2421 49.1635 22.94212 56.2761 26.6172 -28.5853 11990 47.29665 12847 51.2117 -24.4357 6345 39.37028 6795 41.3417 -18.1883 17953 18.1883 21133 21.5132 13.2161 2402 13.21607 3353 17.6614 -28.7116 8164 37.50179 10685 52.7255 -24.3296 8438 27.39534 10926 37.0827 -8.4971 19781 8.49714 20326 8.7583 -18.1536 55608 18.15359 58055 18.6883 -20.2646 9648 20.26458 10233 20.9182 -78.7208 350703 253.1803 401668 289.4038 9.2556 9701 9.72767 11667 11.7152 0.0926 9398 10.8209 10060 11.7585 7.5541 18200 30.8871 18539 31.0404 -0.9682 19306 13.64687 20418 14.8486 -15.4953 14743 26.8487 15986 30.8075 -36.7794 5645 61.08864 6980 77.748 84.4407 5645 88.43148 6980 133.0383 -34.8757 367983 103.3574 424120 119.9094 -44.5542 359821 122.5957 409312 141.4814
R-Square Label -5.3226 0.6946 -28.2793 -44.8319 -28.701 -173.099 -1.4442 -4.1284 -5.6117 -41.4118 -8.9498 -0.8569 -10440.6 -0.5604 0.0901 -6.9339 0.8773 -2.3653 -76.1088 0.9406 -1812.37 -1037.42
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
288
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1998 To 2000 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
961024 41.72018 3167 1.65E+08 46170572 4.47E+08 11243145 1.14E+08 1.19E+08 4.13E+08 3.37E+09 1.05E+08 1.61E+11 1.36E+08 1.01E+08 3.44E+08 4.17E+08 2.56E+08 48719526 48719526 1.80E+11 1.68E+11
Corr (R) -0.994 0.861 0.156 -0.081 -0.769 0.463 0.987 0.915 0.697 0.981 0.554 0.949 0.335 0.963 0.994 -0.581 0.977 0.724 0.654 0.99 0.958 0.968
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.143 0.121 0.386 0.337 0.38 0.722 0.513 0.289 0.468 0.947 0.917 0.889 0.067 0.636 0.016 0.022 0.013 0.254 0.22 0.22 0.072 0.081
Dist (UD) 0.855 0.032 0.58 0.641 0.607 0.274 0.476 0.679 0.454 0.052 0.013 0.057 0.933 0.317 0.972 0.894 0.622 0.604 0.772 0.45 0.928 0.919
Var (US) 0.002 0.846 0.033 0.022 0.014 0.005 0.011 0.032 0.078 0.001 0.07 0.054 0 0.047 0.012 0.083 0.365 0.142 0.007 0.33 0 0
Covar (UC) 0.017 0.186 0.367 0.411 0.206 0.233 0.465 0.619 0.309 0.051 0.065 0.076 0.92 0.285 0.96 0.148 0.525 0.393 0.705 0.398 0.926 0.917
U1
0.84 0.693 0.247 0.252 0.414 0.045 0.022 0.092 0.223 0.002 0.018 0.035 0.013 0.079 0.024 0.83 0.462 0.353 0.075 0.382 0.002 0.002
U
0.1901 0.4122 0.259 0.5012 0.43 0.2133 0.2024 0.4007 0.3288 0.087 0.1919 0.2188 2.93 0.122 0.1127 0.3147 0.1252 0.2671 0.7091 0.2437 1.1859 1.368
Label
0.0984 0.2072 0.1189 0.277 0.2414 0.1167 0.0934 0.2095 0.1799 0.0454 0.1058 0.1224 0.7612 0.058 0.0554 0.1523 0.0611 0.1399 0.3641 0.1128 0.504 0.5509
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1998 To 2000 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0.03652 0.14836 0.19711 0.14387 0.15849 0.03427 0.01358 0.19586 0.0716 0.00754 0.0384 0.06426 4.17422 0.01521 0.01374 0.06559 0.02134 0.06614 0.64943 0.56751 0.89753 1.23584
-0.148 1 0.992 0.718 0.549 0.959 0.888 0.996 0.938 0.992 0.733 1 0.866 0.97 0.989 0.936 0.898 0.934 0.901 1 0.954 0.947
Bias (UM) 0.172 0.985 0.383 0.238 0.246 0.774 0.641 0.248 0.487 0.95 0.922 0.872 0.002 0.637 0.041 0.093 0.084 0.18 0.217 0.496 0.017 0.019
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.338 0.011 0.607 0.495 0.243 0.204 0.002 0.75 0.417 0.049 0.002 0.128 0.996 0.228 0.858 0.901 0.292 0.725 0.783 0.498 0.98 0.978
Var (US) 0.49 0.004 0.01 0.267 0.511 0.022 0.357 0.002 0.096 0.001 0.075 0 0.003 0.135 0.101 0.006 0.624 0.096 0 0.007 0.003 0.003
Covar (UC) 0.053 0.011 0.597 0.244 0.012 0.185 0.01 0.746 0.349 0.048 0.025 0.128 0.967 0.187 0.814 0.874 0.523 0.63 0.775 0.498 0.964 0.96
0.775 0.004 0.02 0.517 0.743 0.041 0.349 0.006 0.164 0.002 0.053 0 0.031 0.176 0.145 0.033 0.392 0.19 0.008 0.007 0.019 0.021
U1
U
1.4082 0.1908 0.9831 1.2544 1.0646 1.6932 0.4462 1.7257 1.1212 3.904 2.3815 1.2088 7.3368 0.6627 0.4764 1.4634 0.4089 1.1351 9.2767 0.0635 4.7872 5.2268
Label
0.7663 0.1042 0.3307 0.4428 0.4451 0.4798 0.2618 0.5037 0.3953 0.7535 0.7707 0.7339 0.8108 0.2748 0.1959 0.5295 0.214 0.3904 0.9072 0.0327 0.7179 0.7327
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
289
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2002 To 2005 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted Mean
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Std
Mean
4 3480 844.8515 4 -1.725 4.9354 4 321.2293 38.9456 4 21468 1249 4 14756 2026 4 94988 4755 4 18449 985.8877 4 31657 2598 4 42163 2596 4 242062 11957 4 316875 6135 4 57348 7141 4 130388 17282 4 127655 10462 4 119009 12768 4 84448 7903 4 157181 25546 4 72789 4379 4 6711 1012 4 44873 3114 4 378192 23493 4 293744 17578
4968 0.1041 269.277 30630 20869 133817 19996 36177 53195 304315 399447 64827 313477 118357 117658 90335 201816 87860 9760 47922 595408 505073
Std 68.3207 1.9473 30.1573 1683 2311 14775 3292 3148 3090 31086 40484 5202 64588 3740 2957 4528 79628 6041 3234 2099 61862 62356
Label ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2002 To 2005 Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Mean % Error
1487 49.6289 1.8291 146.826 -51.9523 -16.0623 9162 43.1251 6113 41.9949 38829 41.602 1547 9.2605 4520 15.3269 11031 26.2616 62253 26.1787 82572 25.9324 7479 13.545 183089 144.7237 -9298 -6.6398 -1351 -0.3605 5887 7.3972 44635 24.7844 15071 20.8163 3049 43.1906 3049 7.0324 217216 57.9817 211329 72.3254
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 1487 2.8135 51.9523 9162 6113 38829 2947 5144 11031 62253 82572 7479 183089 13852 8495 5887 51037 15071 3173 3173 217216 211329
49.62889 288.1288 16.0623 43.1251 41.99494 41.602 16.66214 17.21155 26.26159 26.17867 25.93236 13.54498 144.7237 10.62323 7.20252 7.39723 29.80816 20.81629 45.27395 7.29681 57.98165 72.3254
RMS % Error
1672 59.5257 3.8308 447.1666 53.889 16.4389 9386 44.5103 6161 42.6822 42004 45.768 3910 22.6563 6414 22.205 11163 26.6291 70354 30.1555 88059 27.5629 7728 14.3821 193030 156.1503 15097 11.3682 10033 8.6531 7263 9.511 65197 36.3799 15672 21.7009 3685 51.5945 3685 8.608 225106 60.6928 218324 75.1465
R-Square Label -4.2225 0.1967 -1.5528 -74.2567 -11.332 -103.057 -19.9771 -7.1248 -23.6613 -45.1599 -273.717 -0.5616 -165.346 -1.7764 0.1766 -0.126 -7.6844 -16.0817 -16.6757 -0.868 -121.412 -204.678
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
290
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2002 To 2005 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Corr (R)
2795757 14.67501 2904 88102719 37958325 1.76E+09 15291912 41144244 1.25E+08 4.95E+09 7.75E+09 59723191 3.73E+10 2.28E+08 1.01E+08 52744699 4.25E+09 2.46E+08 13582393 13582393 5.07E+10 4.77E+10
-0.52 0.679 0.917 -0.274 0.925 -0.722 -0.83 -0.669 0.772 -0.434 0.862 0.983 -0.231 -0.833 0.529 0.822 0.979 0.587 0.881 0.642 -0.094 0.087
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.791 0.228 0.929 0.953 0.985 0.855 0.157 0.497 0.977 0.783 0.879 0.937 0.9 0.379 0.018 0.657 0.469 0.925 0.684 0.684 0.931 0.937
Dist (UD) 0.069 0.1 0.008 0.035 0.004 0.141 0.829 0.435 0.007 0.199 0.12 0.041 0.095 0.511 0.108 0.055 0.526 0.037 0.303 0.001 0.061 0.058
Var (US) 0.14 0.672 0.063 0.012 0.012 0.005 0.015 0.068 0.016 0.018 0.001 0.022 0.006 0.11 0.874 0.288 0.005 0.038 0.013 0.315 0.008 0.005
Covar (UC) 0.162 0.456 0.02 0.002 0.002 0.043 0.261 0.006 0.001 0.055 0.114 0.047 0.045 0.149 0.717 0.162 0.516 0.008 0.273 0.057 0.022 0.032
U1
0.047 0.316 0.051 0.046 0.014 0.103 0.583 0.498 0.022 0.162 0.007 0.016 0.055 0.472 0.265 0.181 0.015 0.067 0.043 0.259 0.047 0.032
U
0.4702 0.8311 0.1668 0.4367 0.4146 0.4418 0.2117 0.2021 0.2644 0.2904 0.2779 0.134 1.4708 0.118 0.0839 0.0857 0.4107 0.215 0.5445 0.082 0.5944 0.7423
Label
0.1962 0.6082 0.0908 0.18 0.172 0.183 0.1011 0.0943 0.1169 0.1284 0.1227 0.063 0.4293 0.0613 0.0423 0.0415 0.1753 0.0974 0.2178 0.0397 0.2305 0.2722
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2002 To 2005 Theil Relative Change Forecast Error Statistics Relative Change Variable
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
MSE Decomposition Proportions
MSE
4 0.2443 4 14.20981 4 0.03354 4 0.19543 4 0.19754 4 0.18513 4 0.04251 4 0.0483 4 0.07119 4 0.07784 4 0.0763 4 0.02325 4 2.55797 4 0.01353 4 0.00705 4 0.0097 4 0.15763 4 0.04583 4 0.21123 4 0.00966 4 0.36065 4 0.53971
Corr (R) 0.168 0.848 0.3 0.099 0.843 -0.566 -0.609 0.299 0.988 -0.043 0.594 0.796 0.177 0.371 0.358 0.183 0.13 0.773 0.059 0.991 0.157 0.368
Bias (UM) 0.69 0.276 0.94 0.955 0.989 0.852 0.162 0.505 0.989 0.793 0.883 0.894 0.885 0.396 0.012 0.616 0.482 0.944 0.703 0.656 0.933 0.944
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.265 0.256 0.002 0.028 0.001 0.141 0.813 0.408 0.01 0.157 0.11 0.035 0.11 0.082 0.117 0.182 0.502 0.02 0.27 0.334 0.055 0.044
Var (US) 0.045 0.467 0.059 0.017 0.009 0.006 0.025 0.087 0.001 0.049 0.007 0.072 0.005 0.523 0.87 0.202 0.015 0.036 0.027 0.01 0.012 0.011
Covar (UC) 0.113 0.493 0.019 0.003 0.004 0.05 0.334 0.178 0.011 0.027 0.083 0.009 0.074 0.042 0.089 0.003 0.361 0.044 0.134 0.327 0.02 0.019
0.197 0.23 0.041 0.042 0.006 0.098 0.504 0.317 0.001 0.18 0.034 0.097 0.041 0.563 0.898 0.381 0.157 0.013 0.164 0.018 0.047 0.037
U1
2.773 0.7123 1.7058 7.5182 4.3027 8.3421 3.8421 2.9085 3.9368 4.0724 9.4451 1.5666 12.6203 1.2723 0.9135 1.2168 3.1087 3.2072 3.9687 0.8834 8.8889 8.7359
U
Label
0.8829 0.502 0.9596 0.867 0.7237 0.9697 0.9306 0.6786 0.7485 0.891 0.8954 0.4665 0.8986 0.6407 0.5343 0.4208 0.6453 0.7296 0.9189 0.3076 0.887 0.8976
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
291
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2008 To 2010 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted Mean
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Std
Mean
Std
Label
3 3706 89.249 4018 145.7625 ER 3 -9.7848 1.0233 -14.6477 0.6149 INT 3 417.5151 16.7061 401.2561 11.8882 INDEX 3 21103 78.9205 16833 2240 EXPO 3 14663 802.362 7221 794.3915 IMPO 3 96423 663.7162 138648 14285 ISWA 3 17680 90.4813 7568 3160 IPEM 3 32822 114.1804 41298 2578 UKHA 3 42911 72.237 54743 3808 GIRA 3 249846 2329 307799 25837 TADE 3 332239 941.9072 398887 38504 MS 3 59898 384.5697 61722 5885 BASE 3 134100 507.2213 318008 50617 CONS 3 129250 445.2929 120872 2042 GEXP 3 120255 573.9223 122147 3796 GREV 3 82280 561.2587 98741 4676 TAX 3 156524 939.2249 98950 29622 KREDIT 3 74683 78.6085 96198 5312 MD 3 6440 724.1941 9611 1579 3 36853 1150 40024 1913 3 383892 1519 594708 56228 3 301612 2075 495968 53531
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2008 To 2010 Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
RMS % Error
3 311.3898 8.3958 311.3898 8.3958 321.3587 8.6529 3 -4.863 50.3879 4.863 50.38788 4.8783 51.0688 3 -16.259 -3.8541 16.259 3.85411 18.1802 4.2619 3 -4270 -20.2133 4270 20.21331 4666 22.0779 3 -7442 -50.5842 7442 50.5842 7516 50.901 3 42226 43.7296 42226 43.72962 43668 45.1675 3 -10112 -57.1349 10112 57.13492 10454 59.0145 3 8476 25.8411 8476 25.84105 8753 26.7038 3 11832 27.5823 11832 27.58229 12248 28.5635 3 57953 23.1386 57953 23.13863 61052 24.3285 3 66647 20.0391 66647 20.03912 73370 22.0448 3 1824 3.0886 4504 7.53092 5422 9.0824 3 183909 137.1643 183909 137.1643 188513 140.6105 3 -8377 -6.4824 8377 6.4824 8514 6.589 3 1892 1.5799 2524 2.10613 3861 3.223 3 16461 20.0314 16461 20.03139 16991 20.7011 3 -57574 -36.7077 57574 36.70775 62740 39.9475 3 21515 28.8141 21515 28.81412 21961 29.4159 3 3171 49.0094 3171 49.00944 3283 50.2316 3 3171 8.5809 3171 8.58094 3283 8.8504 3 210816 54.9076 210816 54.90762 215695 56.1674 3 194356 64.4333 194356 64.43332 199166 66.0163
R-Square Label -18.4476 -33.0913 -0.7764 -5242.41 -130.609 -6492.1 -20022.5 -8814.51 -43122.1 -1029.7 -9100.48 -297.167 -207195 -547.307 -66.8902 -1373.69 -6692.25 -117070 -29.8245 -11.2235 -30231.5 -13821.4
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
292
Lampiran 29. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2008 To 2010 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Corr (R)
103271 23.79763 330.518 21772205 56485414 1.91E+09 1.09E+08 76619519 1.5E+08 3.73E+09 5.38E+09 29398012 3.55E+10 72481030 14908093 2.89E+08 3.94E+09 4.82E+08 10777421 10777421 4.65E+10 3.97E+10
0.759 0.955 0.809 -0.796 -0.305 0.984 -0.972 -0.865 -0.989 0.995 0.986 -0.956 -0.193 0.5 -0.518 -0.844 -0.97 -0.984 0.847 0.887 0.249 0.137
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.939 0.994 0.8 0.838 0.98 0.935 0.936 0.938 0.933 0.901 0.825 0.113 0.952 0.968 0.24 0.939 0.842 0.96 0.933 0.933 0.955 0.952
Dist (UD) 0.039 0.004 0.005 0.162 0.013 0.065 0.064 0.062 0.067 0.099 0.175 0.887 0.048 0.03 0.749 0.061 0.158 0.04 0.058 0.049 0.045 0.048
Var (US) 0.022 0.003 0.195 0 0.007 0 0 0 0 0 0 0 0 0.001 0.011 0 0 0 0.009 0.017 0 0
Covar (UC) 0.021 0.005 0.047 0.143 0 0.065 0.057 0.053 0.062 0.099 0.175 0.686 0.047 0.023 0.464 0.039 0.139 0.038 0.045 0.036 0.043 0.044
U1
0.04 0.002 0.153 0.019 0.02 0 0.007 0.01 0.005 0 0 0.201 0.001 0.008 0.296 0.022 0.019 0.002 0.022 0.031 0.002 0.003
U
0.0867 0.4968 0.0435 0.2211 0.5121 0.4529 0.5913 0.2667 0.2854 0.2444 0.2208 0.0905 1.4058 0.0659 0.0321 0.2065 0.4008 0.2941 0.5076 0.0891 0.5619 0.6603
Label
0.0416 0.1993 0.0222 0.1227 0.3427 0.1854 0.4072 0.118 0.1253 0.1093 0.1002 0.0445 0.4145 0.034 0.0159 0.0938 0.2428 0.1284 0.2031 0.0427 0.22 0.2491
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 2008 To 2010 Theil Relative Change Forecast Error Statistics Relative Change Variable
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
MSE Decomposition Proportions
MSE
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0.00799 0.32809 0.00197 0.04874 0.24343 0.20713 0.35238 0.07082 0.08136 0.06034 0.04887 0.00815 2.0038 0.0043 0.00103 0.04219 0.16141 0.08644 0.29322 0.00829 0.31831 0.44343
Corr (R) 0.555 0.988 -0.328 -0.456 -0.145 -0.981 0.987 0.991 -0.833 -0.987 -0.945 0.984 0.123 0.045 0.783 0.927 0.981 -0.768 0.503 0.343 -0.095 0.027
Bias (UM) 0.943 0.97 0.817 0.838 0.985 0.939 0.939 0.936 0.933 0.906 0.827 0.117 0.952 0.968 0.241 0.934 0.847 0.96 0.95 0.939 0.956 0.953
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.037 0.03 0.179 0.162 0.012 0.061 0.061 0.064 0.067 0.094 0.173 0.883 0.048 0.03 0.75 0.066 0.153 0.04 0.042 0.058 0.044 0.047
Var (US) 0.02 0 0.004 0 0.003 0 0 0 0 0 0 0 0 0.002 0.009 0 0 0 0.008 0.003 0 0
Covar (UC) 0.013 0.03 0.112 0.141 0.002 0.052 0.061 0.064 0.063 0.075 0.164 0.881 0.047 0.018 0.693 0.065 0.153 0.037 0.023 0.041 0.044 0.045
U1
0.044 2.3785 0 4.8374 0.071 1.1392 0.02 54.2884 0.014 11.0672 0.009 43.4832 0 64.1032 0 69.7156 0.004 197.5013 0.018 19.6386 0.009 57.2615 0.001 9.7287 0.001 177.6556 0.015 11.083 0.066 3.466 0.001 17.1645 0 39.6486 0.003 217.762 0.027 5.5623 0.019 3.1852 0.001 122.0763 0.002 72.4346
U
Label
0.5539 0.7078 0.7808 0.9812 0.8656 0.9603 0.9956 0.9987 0.9988 0.9152 0.9705 0.8993 0.9899 0.8565 0.7659 0.9837 0.9908 0.9965 0.7522 0.618 0.9842 0.974
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
293
Lampiran 30. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: INTEREST RATE CHANNEL */ /* TITLE: INTEREST RATE CHANNEL */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr
= = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er);
294
Lampiran 30. Lanjutan LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
INT = INT * 1.5; RR = RR * 1.5; SBI = SBI * 1.5; If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
Er INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND Int LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO
* * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973
+ + + + + + +
295
Lampiran 30. Lanjutan MS DUM LER
* * *
-0.004281 3052.452177 0.168089
+ + ;
/*INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
* * * * * * * * * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;*/
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX
= * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234
+ + + + +
=
296
Lampiran 30. Lanjutan DUM TREND EXPOL
* * *
-11672.000000 3654.721233 0.111971
+ + ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP
= *
-1086.087076
+
297
Lampiran 30. Lanjutan INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
* * * * * *
327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
= * * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;
BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
= * * * * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;
298
Lampiran 30. Lanjutan CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
= * * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;
BOT
= EXPO-IMPO;
299
Lampiran 30. Lanjutan BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 1996; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
300
Lampiran 30. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 22226 5199 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Std
Label
2719 724.9576 ER 50.0988 46.3616 INDEX 55490 14596 EXPO 32314 9948 IMPO 81500 21837 ISWA 2724 2123 IPEM 36246 10501 UKHA 38038 13031 GIRA 70830 28197 TADE 274392 95473 MS 46296 8906 BASE 298409 352063 CONS 70327 10867 GEXP 76562 21511 GREV 66942 18759 TAX 117945 36727 KREDIT 50306 21545 MD 23176 4986 49647 13708 476137 383333 409196 366667
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
17.7889 5.6553 793.7885 27.98694 -30.2921 -29.2235 50.8728 69.9527 10883 25.0276 16318 36.29237 -3717 -10.9735 5830 16.57178 -8778 -9.5101 11460 12.97647 -19175 -87.8111 19175 87.81105 19118 116.3086 19576 119.2448 10251 38.6039 14209 53.46022 -61268 -47.2634 61268 47.26337 98862 54.2481 99207 54.52739 24070 111.9987 24070 111.9987 107177 84.8945 294235 203.8384 4520 7.6055 9947 15.61354 7173 10.0078 14630 22.10854 7127 10.9758 13570 22.47578 -69055 -29.8201 81446 38.63237 5356 12.2142 15688 36.50772 14600 199.4149 14665 199.8809 14600 43.8977 14665 44.11888 98344 32.3559 311842 93.76336 91216 38.9294 299545 110.4629
1064 58.4401 17887 8590 16459 19708 21333 14961 63109 108985 24693 346899 12414 17860 15408 103219 18515 16057 16057 370923 357661
RMS % Error 34.0211 85.9716 39.6259 24.91 18.8374 88.2689 134.863 58.2632 47.6016 58.5986 116.3867 273.7465 20.048 28.0698 25.7382 44.2797 44.5176 227.5167 50.0788 120.4154 144.28
R-Square Label -4.4061 -9.6933 -43.1383 -6.4085 0.1091 -15.6636 -47.3662 -6.9763 -1.5068 -4.1234 -24.7822 -20.1645 -5.1321 -2.6964 -4.8774 -4.1679 -4.2092 -41.7026 -2.2154 -15.6053 -16.3262
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
301
Lampiran 30. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
1131168 3415 3.2E+08 73786337 2.71E+08 3.88E+08 4.55E+08 2.24E+08 3.98E+09 1.19E+10 6.1E+08 1.20E+11 1.54E+08 3.19E+08 2.37E+08 1.07E+10 3.43E+08 2.58E+08 2.58E+08 1.38E+11 1.28E+11
Corr (R) -0.744 -0.192 -0.107 0.623 0.74 0.341 0.271 0.448 0.978 0.952 0.773 0.106 -0.051 0.598 0.725 -0.847 0.483 -0.736 0.871 0.137 0.092
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0 0.269 0.37 0.187 0.284 0.947 0.803 0.469 0.942 0.823 0.95 0.095 0.133 0.161 0.214 0.448 0.084 0.827 0.827 0.07 0.065
Dist (UD) 0.917 0.641 0.607 0.73 0.209 0 0.178 0.43 0.04 0.159 0.034 0.858 0.705 0.665 0.705 0.498 0.769 0.162 0.098 0.871 0.878
Var (US) 0.083 0.09 0.022 0.083 0.507 0.053 0.019 0.1 0.018 0.018 0.016 0.047 0.163 0.174 0.081 0.055 0.147 0.011 0.075 0.059 0.057
Covar (UC) 0.043 0.19 0.375 0.513 0.033 0.021 0.1 0.212 0.046 0.143 0.02 0.536 0.172 0.368 0.528 0.011 0.423 0.019 0.058 0.52 0.517
U1
0.957 0.541 0.254 0.3 0.683 0.033 0.097 0.318 0.012 0.035 0.03 0.369 0.695 0.471 0.258 0.541 0.493 0.154 0.115 0.409 0.418
U
0.3882 0.7096 0.4003 0.2375 0.179 0.8788 1.226 0.5289 0.4574 0.5988 1.0854 1.6876 0.1881 0.2551 0.2562 0.5364 0.4053 1.8 0.4439 0.9545 1.0858
Label
0.1919 0.3932 0.1757 0.1231 0.0935 0.764 0.3882 0.2193 0.2955 0.2316 0.3538 0.5337 0.0906 0.1197 0.1191 0.3274 0.1854 0.4931 0.1836 0.3767 0.4143
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
0.07897 1.43901 0.1422 0.03978 0.02745 1.01961 1.86781 0.32891 0.27487 0.43376 1.48006 5.39065 0.03039 0.07176 0.06184 0.25396 0.17549 3.8867 0.29125 1.11289 1.52574
0.864 0.646 0.822 0.853 0.807 0.631 0.586 0.234 0.918 0.934 0.677 -0.144 0.78 0.843 0.969 -0.559 0.455 0.519 0.953 0.046 -0.044
Bias (UM) 0.083 0.049 0.488 0.205 0.281 0.847 0.772 0.48 0.993 0.855 0.927 0.091 0.218 0.209 0.291 0.463 0.105 0.772 0.77 0.091 0.082
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.874 0.937 0.482 0.703 0.48 0.037 0.22 0.48 0.001 0.142 0.066 0.853 0.528 0.739 0.696 0.518 0.839 0.218 0.162 0.86 0.867
Var (US) 0.043 0.015 0.029 0.092 0.239 0.116 0.007 0.039 0.006 0.003 0.007 0.056 0.255 0.053 0.012 0.019 0.056 0.01 0.068 0.049 0.051
Covar (UC) 0.773 0.832 0.411 0.567 0.284 0.126 0.181 0.288 0 0.134 0.048 0.423 0.302 0.628 0.674 0.209 0.595 0.169 0.131 0.513 0.484
0.144 0.12 0.101 0.229 0.435 0.027 0.047 0.231 0.007 0.01 0.025 0.486 0.481 0.163 0.035 0.328 0.3 0.06 0.099 0.396 0.434
U1
U
1.8033 4.5057 3.1894 1.7167 1.1846 2.2641 9.437 4.4893 3.3932 4.9034 8.1439 4.0963 1.2218 2.3265 2.2187 4.2366 3.6049 7.6199 1.137 4.4834 4.3838
Label
0.5413 0.7728 0.6968 0.4992 0.4439 0.7631 0.8773 0.7689 0.9096 0.7223 0.8478 0.8329 0.4516 0.5716 0.5426 0.956 0.7193 0.9039 0.3997 0.8214 0.8311
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
302
Lampiran 30. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 22226 5199 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Std
Label
1309 714.1969 ER 50.0542 50.9296 INDEX 56958 17619 EXPO 13711 7118 IMPO 45935 12347 ISWA -33441 25012 IPEM 65692 28840 UKHA 41376 18498 GIRA -46243 64082 TADE 274392 128917 MS 53101 22571 BASE 370488 413647 CONS 79136 14654 GEXP 78302 24537 GREV 68335 21354 TAX 675565 345518 KREDIT 38917 20523 MD 43247 17471 69718 27104 505365 435891 437029 416823
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
-1392 -30.3366 12352 -22319 -44344 -55340 48563 13589 -178340 98862 30875 179256 13328 8913 8521 488565 -6033 34671 34671 127571 119050
Mean % Error -51.1414 -27.0649 28.1241 -60.9175 -46.8107 -260.717 274.8493 47.8231 -124.904 49.488 132.9353 120.9323 20.7417 12.1455 13.0064 241.5664 -13.0466 479.8481 96.8235 39.2662 46.9215
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 1392 55.3454 18537 22319 44344 55340 48887 18825 178340 104324 30875 361672 18058 16974 16012 488565 13804 34671 34671 357960 343588
51.14139 76.30542 40.94412 60.91747 46.81068 260.7171 276.9242 67.47782 124.9035 53.91864 132.9353 248.1702 27.66223 25.35322 26.39744 241.5664 33.69676 479.8481 96.82349 108.5179 127.9273
1594 63.6689 20773 23930 50172 60515 54473 20017 204001 123241 35235 419519 19200 20757 18081 562441 18807 39176 39176 421960 406202
RMS % Error 56.1982 94.0821 45.6055 64.476 50.2974 290.7077 298.3173 71.2098 130.518 58.3756 143.2431 324.7677 29.8272 32.2348 30.0273 259.1375 45.7472 581.8627 104.8685 137.1861 164.2721
R-Square Label -11.1438 -11.6924 -58.5306 -56.4942 -7.2793 -156.108 -314.369 -13.2775 -25.1941 -5.5514 -51.4942 -29.9531 -13.6678 -3.9925 -7.0932 -152.444 -4.3748 -253.194 -18.1404 -20.4893 -21.3482
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
303
Lampiran 30. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
2540951 4054 4.32E+08 5.73E+08 2.52E+09 3.66E+09 2.97E+09 4.01E+08 4.16E+10 1.52E+10 1.24E+09 1.76E+11 3.69E+08 4.31E+08 3.27E+08 3.16E+11 3.54E+08 1.53E+09 1.53E+09 1.78E+11 1.65E+11
Corr (R) 0.086 -0.32 -0.001 -0.481 -0.282 -0.128 0.775 0.608 -0.969 0.986 0.882 0.198 0.16 0.614 0.729 0.984 0.376 -0.742 0.86 0.172 0.128
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.763 0.227 0.354 0.87 0.781 0.836 0.795 0.461 0.764 0.643 0.768 0.183 0.482 0.184 0.222 0.755 0.103 0.783 0.783 0.091 0.086
Dist (UD) 0.155 0.702 0.63 0.117 0.108 0.157 0.204 0.495 0.233 0.352 0.228 0.786 0.452 0.691 0.72 0.245 0.737 0.215 0.203 0.863 0.87
Var (US) 0.082 0.071 0.017 0.013 0.111 0.006 0.001 0.044 0.002 0.004 0.004 0.031 0.066 0.125 0.058 0 0.16 0.002 0.014 0.045 0.044
Covar (UC) 0.017 0.219 0.441 0.021 0.014 0.094 0.193 0.36 0.01 0.346 0.213 0.551 0.205 0.433 0.567 0.244 0.347 0.126 0.175 0.563 0.56
U1
0.22 0.554 0.206 0.109 0.205 0.07 0.013 0.179 0.226 0.011 0.019 0.266 0.313 0.382 0.211 0.001 0.55 0.091 0.042 0.345 0.354
U
0.5819 0.7731 0.4649 0.6616 0.5457 2.6985 3.1305 0.7076 1.4785 0.6771 1.5487 2.0408 0.2909 0.2965 0.3006 2.9228 0.4117 4.3915 1.083 1.0858 1.2332
Label
0.3787 0.4204 0.1998 0.4655 0.3601 0.9569 0.6161 0.2737 0.9547 0.2558 0.441 0.566 0.1312 0.1369 0.1377 0.5975 0.2111 0.7103 0.355 0.4065 0.4439
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 0.24851 8 1.76114 8 0.18984 8 0.41886 8 0.28604 8 11.01406 8 9.99233 8 0.54287 8 2.24013 8 0.44753 8 2.53871 8 7.43572 8 0.08091 8 0.09538 8 0.08532 8 8.49907 8 0.17305 8 25.52743 8 1.35572 8 1.43587 8 1.96257
0.29 0.654 0.791 0.094 0.032 -0.62 0.872 0.464 -0.506 0.97 0.901 -0.004 0.869 0.864 0.982 0.845 0.39 0.327 0.9 0.129 0.043
Bias (UM) 0.837 0.029 0.464 0.877 0.833 0.697 0.84 0.482 0.891 0.722 0.826 0.176 0.587 0.232 0.298 0.845 0.092 0.697 0.817 0.116 0.106
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.114 0.959 0.511 0.091 0.101 0.292 0.159 0.498 0.106 0.277 0.172 0.783 0.353 0.733 0.696 0.155 0.847 0.301 0.153 0.847 0.854
Var (US) 0.049 0.012 0.025 0.032 0.066 0.011 0 0.02 0.004 0.001 0.001 0.041 0.06 0.035 0.005 0 0.061 0.002 0.03 0.037 0.04
Covar (UC) 0.03 0.865 0.436 0.02 0.005 0.105 0.154 0.385 0.049 0.272 0.165 0.463 0.28 0.649 0.685 0.151 0.574 0.268 0.123 0.563 0.538
0.133 0.106 0.1 0.104 0.162 0.198 0.005 0.132 0.06 0.006 0.009 0.361 0.133 0.119 0.016 0.004 0.334 0.035 0.06 0.32 0.355
U1
3.1989 4.9846 3.6851 5.5707 3.8242 7.4413 21.8272 5.7676 9.6869 4.9806 10.6659 4.811 1.9937 2.6821 2.606 24.5089 3.5797 19.5283 2.4531 5.0925 4.9719
U
Label
0.6632 0.785 0.7288 0.8482 0.8454 0.933 0.9387 0.7905 0.9827 0.7187 0.8656 0.8295 0.5773 0.6025 0.5805 0.9287 0.7528 0.9619 0.6056 0.8262 0.8338
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
304
Lampiran 31. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Kredit Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: BANK LENDING CHANNEL */ /* TITLE: BANK LENDING CHANNEL */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr
= = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr);
305
Lampiran 31. Lanjutan LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RR = RR * 1.5; KREDIT = KREDIT * 1.5; SBI = SBI * 1.5; If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
Er int INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND KREDIT LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO
* * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973
+ + + + + + +
306
Lampiran 31. Lanjutan MS DUM LER
* * *
-0.004281 3052.452177 0.168089
+ + ;
INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
= * * * * * * * * * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX
= * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234
+ + + + +
307
Lampiran 31. Lanjutan DUM TREND EXPOL
* * *
-11672.000000 3654.721233 0.111971
+ + ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP
= *
-1086.087076
+
308
Lampiran 31. Lanjutan INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
* * * * * *
327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 -0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
= * * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;
BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
= * * * * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;
309
Lampiran 31. Lanjutan CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
/*KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
* * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;*/
=
310
Lampiran 31. Lanjutan BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 1996; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
311
Lampiran 31. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 8.1863 3.3891 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 22226 5199 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Std
Label
2863 392.8239 ER 14.4674 6.3013 INT 32.9188 33.6101 INDEX 62046 13482 EXPO 30671 6672 IMPO 79075 13899 ISWA -7284 8300 IPEM 45761 12789 UKHA 43782 11919 GIRA 46688 6490 TADE 323344 113728 MS 56842 13878 BASE 355286 280241 CONS 73285 8179 GEXP 80806 18340 GREV 71291 17391 TAX 54199 16157 MD 31376 6998 57847 16657 531738 300599 460448 285403
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
RMS % Error
8 162.2034 9.7531 589.3962 21.07407 769.7344 25.6993 8 6.2812 88.4365 6.2812 88.43646 7.5912 103.9429 8 -47.472 -52.0427 57.9216 73.98543 62.4535 80.011 8 17440 39.5435 20580 46.05187 21654 48.1661 8 -5360 -15.0643 5360 15.06432 7421 21.3063 8 -11203 -11.3068 12161 12.5353 15990 16.2765 8 -29184 -135.043 29184 135.0433 30722 140.9651 8 28632 168.6328 28632 168.6328 30441 179.2674 8 15995 59.0304 17715 65.48714 18373 68.9152 8 -85410 -61.9734 85410 61.97335 93252 62.9337 8 147814 81.4461 147814 81.44611 160019 84.8616 8 34616 157.726 34616 157.726 35870 162.0176 8 164055 110.6765 255942 175.0803 301628 232.163 8 7477 12.0241 10237 16.0625 11685 18.9527 8 11417 16.2225 15843 23.46607 16911 25.6893 8 11476 18.3259 15967 26.34124 16563 26.8913 8 9249 21.2697 14285 33.19371 15317 36.7396 8 22800 309.8095 22800 309.8095 24398 355.0857 8 22800 67.0113 22800 67.01127 24398 71.744 8 153945 45.8443 262264 78.22837 311732 100.2424 8 142468 53.2541 249245 91.30491 297834 119.7277
R-Square Label -1.8316 -4.734 -11.2124 -63.6866 -4.5289 0.1591 -39.4921 -97.4857 -11.0279 -4.4734 -10.0449 -53.4018 -15.0009 -4.433 -2.3141 -5.7911 -2.5654 -97.5881 -6.4235 -10.7285 -11.0146
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD
312
Lampiran 31. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
592491 57.6268 3900 4.69E+08 55066180 2.56E+08 9.44E+08 9.27E+08 3.38E+08 8.7E+09 2.56E+10 1.29E+09 9.10E+10 1.37E+08 2.86E+08 2.74E+08 2.35E+08 5.95E+08 5.95E+08 9.72E+10 8.87E+10
Corr (R) -0.66 0.712 -0.302 0.023 0.573 0.756 -0.114 0.622 0.598 0.464 0.964 0.822 0.262 0.039 0.706 0.785 0.592 -0.824 0.887 0.271 0.223
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.044 0.685 0.578 0.649 0.522 0.491 0.902 0.885 0.758 0.839 0.853 0.931 0.296 0.409 0.456 0.48 0.365 0.873 0.873 0.244 0.229
Dist (UD) 0.756 0.229 0.348 0.336 0.357 0 0.073 0.109 0.189 0.018 0.14 0.063 0.646 0.407 0.393 0.463 0.453 0.123 0.098 0.677 0.692
Var (US) 0.199 0.086 0.074 0.015 0.121 0.509 0.024 0.006 0.053 0.143 0.006 0.006 0.058 0.184 0.151 0.056 0.182 0.003 0.029 0.079 0.079
Covar (UC) 0.014 0.129 0.047 0.21 0.173 0.077 0.009 0.085 0.101 0.131 0.132 0.051 0.383 0.051 0.216 0.358 0.209 0.028 0.074 0.372 0.37
U1
0.942 0.187 0.375 0.142 0.305 0.432 0.089 0.03 0.141 0.03 0.014 0.017 0.321 0.54 0.328 0.162 0.426 0.099 0.053 0.384 0.402
U
0.281 0.8647 0.7584 0.4846 0.2052 0.1739 1.37 1.7494 0.6495 0.6758 0.8792 1.5766 1.4673 0.1771 0.2416 0.2754 0.3353 2.7349 0.6745 0.8022 0.9042
Label
0.1368 0.3111 0.4884 0.2005 0.11 0.0929 0.929 0.4705 0.2501 0.5039 0.3063 0.4425 0.4661 0.0837 0.1108 0.1243 0.1503 0.5955 0.2539 0.3148 0.3457
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
0.04751 0.73463 1.04409 0.22726 0.03153 0.02572 2.7358 3.44381 0.49592 0.5104 0.90758 2.97645 3.77355 0.02963 0.0653 0.07501 0.12499 9.47213 0.58294 0.77192 1.03277
0.91 0.852 0.66 0.876 0.877 0.733 -0.582 0.785 0.419 -0.123 0.947 0.799 0.146 0.836 0.886 0.976 0.554 0.412 0.95 0.266 0.189
Bias (UM) 0.251 0.821 0.292 0.716 0.601 0.512 0.766 0.883 0.766 0.95 0.907 0.932 0.306 0.506 0.498 0.557 0.406 0.77 0.866 0.291 0.272
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.701 0.067 0.689 0.271 0.3 0.149 0.187 0.114 0.211 0.029 0.092 0.065 0.614 0.293 0.459 0.435 0.525 0.225 0.099 0.644 0.655
Var (US) 0.049 0.112 0.019 0.013 0.099 0.339 0.047 0.002 0.023 0.021 0.001 0.002 0.08 0.202 0.043 0.008 0.069 0.005 0.036 0.065 0.073
Covar (UC) 0.623 0.027 0.588 0.241 0.219 0.025 0 0.103 0.132 0 0.089 0.057 0.292 0.165 0.392 0.422 0.341 0.185 0.081 0.369 0.344
0.127 0.152 0.12 0.043 0.181 0.463 0.234 0.013 0.102 0.05 0.004 0.011 0.402 0.329 0.11 0.021 0.253 0.045 0.054 0.34 0.383
U1
1.3987 1.5427 3.8379 4.032 1.5283 1.1467 3.7086 12.814 5.5125 4.6238 7.0927 11.5489 3.4272 1.2065 2.2193 2.4436 3.0423 11.8956 1.6086 3.7339 3.6067
U
Label
0.4915 0.5164 0.7825 0.7621 0.4903 0.4944 0.8657 0.9052 0.789 0.9572 0.7924 0.8846 0.7573 0.4586 0.5671 0.5815 0.6721 0.9395 0.4973 0.7616 0.7659
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD
313
Lampiran 31. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 8.1863 3.3891 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 22226 5199 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Std
Label
2154 400.3703 ER 4.8624 5.1654 INT 74.6636 36.8321 INDEX 47304 9251 EXPO 28073 5154 IMPO 71539 15335 ISWA 3536 4676 IPEM 32131 11056 UKHA 30178 10331 GIRA 66272 17065 TADE 190551 57825 MS 26796 6799 BASE 232611 301817 CONS 69340 9847 GEXP 70561 18139 GREV 60845 15747 TAX 40677 15052 MD 19231 4153 45703 13551 396258 324569 335412 310569
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
-546.994 -18.6521 573.9204 19.58347 -3.3239 -46.2234 4.9303 62.23963 -5.7273 -1.5319 27.9995 43.26942 2698 6.6853 7652 16.97753 -7958 -21.9001 8220 22.70329 -18740 -20.1679 18740 20.16795 -18364 -82.8138 18364 82.8138 15002 88.1225 16783 99.54157 2391 9.0634 6650 25.04914 -65826 -48.7522 65826 48.75218 15022 8.3212 17594 10.40767 4571 21.0823 5184 23.97739 41379 38.7612 221937 161.4425 3533 5.9186 8469 13.14188 1172 1.4644 8642 13.67786 1031 0.9849 8189 13.84091 -4273 -9.1885 8608 20.96316 10656 149.6758 11447 155.3288 10656 31.3814 11447 34.0646 18464 8.7898 227522 71.13766 17433 12.0841 219899 84.50589
795.99 5.304 36.8921 9980 9248 21813 19595 17503 8222 70365 18169 5456 281107 10656 13356 10971 12761 12250 12250 299263 289818
RMS % Error 23.9997 64.731 63.4795 22.0774 25.7059 23.1549 85.6027 104.2847 31.8173 49.0828 10.8372 25.4222 223.0459 16.7412 21.7487 19.0772 30.8751 178.1577 36.917 97.735 117.1133
R-Square Label -2.0281 -1.7993 -3.2614 -12.7408 -7.5872 -0.5649 -15.472 -31.5607 -1.4086 -2.1164 0.8576 -0.2588 -12.8977 -3.5179 -1.0672 -1.9796 -1.4745 -23.8539 -0.8715 -9.809 -10.3765
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD
314
Lampiran 31. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
633600 28.13274 1361 99604840 85526421 4.76E+08 3.84E+08 3.06E+08 67594993 4.95E+09 3.3E+08 29772199 7.90E+10 1.14E+08 1.78E+08 1.2E+08 1.63E+08 1.5E+08 1.5E+08 8.96E+10 8.40E+10
Corr (R) 0.044 0.532 0.145 -0.219 0.362 0.77 -0.101 0.553 0.582 0.963 0.987 0.893 0.19 0.097 0.625 0.737 0.523 -0.806 0.9 0.203 0.162
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.472 0.393 0.024 0.073 0.74 0.738 0.878 0.735 0.085 0.875 0.684 0.702 0.022 0.11 0.008 0.009 0.112 0.757 0.757 0.004 0.004
Dist (UD) 0.198 0.351 0.746 0.858 0.158 0.002 0.062 0.244 0.641 0.102 0.131 0.137 0.909 0.671 0.698 0.838 0.594 0.229 0.142 0.908 0.911
Var (US) 0.33 0.256 0.23 0.069 0.101 0.26 0.06 0.021 0.275 0.023 0.185 0.161 0.069 0.219 0.294 0.153 0.294 0.014 0.101 0.089 0.086
Covar (UC) 0.011 0.098 0.202 0.357 0.032 0.02 0.001 0.173 0.282 0.115 0.107 0.075 0.542 0.155 0.33 0.583 0.219 0.014 0.092 0.505 0.498
U1
0.517 0.509 0.774 0.57 0.227 0.242 0.121 0.093 0.633 0.01 0.21 0.223 0.437 0.735 0.662 0.409 0.669 0.23 0.151 0.492 0.498
U
0.2906 0.6042 0.448 0.2233 0.2557 0.2372 0.8738 1.0059 0.2906 0.51 0.0998 0.2398 1.3675 0.1615 0.1908 0.1824 0.2794 1.3732 0.3386 0.7701 0.8799
Label
0.1616 0.3393 0.2242 0.1076 0.143 0.1323 0.6986 0.3422 0.1371 0.3413 0.0478 0.1085 0.492 0.0784 0.0937 0.0894 0.1438 0.4292 0.1465 0.3371 0.3749
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
0.03536 0.64192 0.90487 0.03495 0.05742 0.05155 1.10742 1.14986 0.09391 0.30414 0.01387 0.06835 3.19742 0.01976 0.03586 0.0262 0.07558 2.33035 0.15241 0.65116 0.89963
0.819 0.296 0.633 0.786 0.738 0.785 -0.247 0.78 0.398 0.564 0.944 0.827 0.078 0.862 0.858 0.97 0.513 0.479 0.96 0.234 0.153
Bias (UM) 0.713 0.498 0.002 0.164 0.777 0.8 0.752 0.757 0.094 0.975 0.652 0.728 0.039 0.225 0.029 0.032 0.104 0.723 0.748 0.018 0.017
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.163 0.074 0.975 0.696 0.116 0.06 0.082 0.236 0.784 0.001 0.269 0.179 0.866 0.518 0.875 0.94 0.775 0.259 0.142 0.904 0.899
Var (US) 0.125 0.428 0.024 0.141 0.107 0.14 0.166 0.007 0.122 0.024 0.079 0.093 0.096 0.257 0.096 0.028 0.121 0.018 0.11 0.079 0.084
Covar (UC) 0.085 0.045 0.835 0.496 0.046 0.013 0.057 0.208 0.43 0.002 0.222 0.109 0.415 0.339 0.722 0.901 0.467 0.185 0.109 0.532 0.489
0.202 0.457 0.163 0.34 0.177 0.187 0.191 0.035 0.476 0.023 0.127 0.163 0.546 0.436 0.249 0.067 0.429 0.092 0.143 0.451 0.494
U1
U
1.2067 1.4421 3.5729 1.5812 2.0625 1.6234 2.3596 7.4044 2.3988 3.5693 0.8769 1.7501 3.1548 0.9853 1.6447 1.4442 2.3658 5.9003 0.8225 3.4294 3.3662
Label
0.4005 0.6862 0.7052 0.5097 0.6127 0.5978 0.795 0.8366 0.642 0.9326 0.3135 0.5194 0.7651 0.3807 0.4805 0.4259 0.6539 0.8786 0.3218 0.7552 0.7662
ER INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX MD
315
Lampiran 32. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Neraca Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: BALANCE SHEET CHANNEL */ /* TITLE: BALANCE SHEET CHANNEL */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA
= = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA);
316
Lampiran 32. Lanjutan. LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL INT RR MS ISWA IPEM SBI BASE
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
INT RR MS ISWA IPEM SBI BASE
* * * * * * *
1.5; 1.5; 1.5; 1.5; 1.5; 1.5; 1.5;
If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
Er INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND int MS ISWA IPEM LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL BASE MDL MSL IMPOL TAXL; ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX
* * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409
+ + + + +
317
Lampiran 32. Lanjutan. IMPO EXPO MS DUM LER
* * * * *
0.048911 0.103973 -0.004281 3052.452177 0.168089
+ + + + ;
/*INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
* * * * * * * * * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;*/
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI
= * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388
+ + +
=
318
Lampiran 32. Lanjutan. KREDIT INDEX DUM TREND EXPOL
* * * * *
0.009349 -249.541234 -11672.000000 3654.721233 0.111971
+ + + + ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;*/
/*ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
/*IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;*/
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
319
Lampiran 32. Lanjutan. GIRA INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
= * * * * * * *
-1086.087076 327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 -0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
/*MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
* * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;*/
/*BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM
* * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000
+ + + + + + + + + + +
=
=
320
Lampiran 32. Lanjutan. TREND LBASE
* *
5564.912468 0.203263
+ ;*/
CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND
= * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006
+ + + + + +
321
Lampiran 32. Lanjutan. KREDITL BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
* = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
1.154184
;
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 1996; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
322
Lampiran 32. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Predicted
Mean 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
2701 489.0098 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 17128 3279 27787 5663 132098 42611 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Mean
Std
Label
10785 3012 ER -194.395 140.2279 INDEX 136028 34811 EXPO 65659 16122 IMPO 106542 27588 UKHA 140404 29987 GIRA 365152 61824 TADE 2144353 980072 CONS 212779 50459 GEXP 220035 57071 GREV 198639 45155 TAX 117945 36727 KREDIT 175837 50242 MD 70368 19569 96840 17837 2595768 1046719 2397129 1005939
Statistics of Fit Mean Variable ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean % Mean Abs Mean Abs % RMS RMS % Error Error Error Error Error Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8084 -274.786 91422 29629 89414 112616 233054 1953121 146972 150646 138825 -69055 130886 61793 61793 2217974 2079150
302.0272 8084 302.0272 8501 317.418 -386.498 274.7858 386.4981 301.0189 473.714 205.3254 91422 205.3254 96894 218.1087 82.5783 29629 82.57835 32949 92.6233 549.8112 89414 549.8112 93296 594.1282 421.8861 112616 421.8861 116046 446.6397 190.1658 233054 190.1658 235382 198.2157 1264 1953121 1264 2165757 1527 227.2845 146972 227.2845 154913 243.4556 224.3838 150646 224.3838 160423 245.393 234.525 138825 234.525 144895 246.5336 -29.8201 81446 38.63237 103219 44.2797 302.6833 130886 302.6834 139015 330.2971 787.9389 61793 787.9389 64457 857.6791 199 61793 199 64457 224.0328 639.4457 2217974 639.4457 2431392 734.6067 727.659 2079150 727.659 2289347 847.142
R-Square Label -344.34 -282.711 -1294.16 -108.001 -924.08 -478.856 -33.8729 -823.935 -953.882 -297.224 -518.732 -4.1679 -292.673 -687.117 -50.8142 -712.493 -708.877
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
323
Lampiran 32. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
72258594 90612 9.39E+09 1.09E+09 8.7E+09 1.35E+10 5.54E+10 4.69E+12 2.40E+10 2.57E+10 2.10E+10 1.07E+10 1.93E+10 4.15E+09 4.15E+09 5.91E+12 5.24E+12
Corr (R) 0.481 0.516 0.212 0.311 -0.214 0.103 0.834 -0.215 -0.305 -0.106 0.191 -0.847 0.106 0.054 0.075 -0.142 -0.157
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.904 0.833 0.89 0.809 0.919 0.942 0.98 0.813 0.9 0.882 0.918 0.448 0.886 0.919 0.919 0.832 0.825
Dist (UD) 0.093 0.164 0.109 0.183 0.08 0.056 0.011 0.186 0.099 0.115 0.08 0.498 0.11 0.079 0.062 0.166 0.174
Var (US) 0.002 0.003 0.001 0.008 0.001 0.002 0.009 0.001 0.001 0.003 0.002 0.055 0.003 0.001 0.019 0.001 0.001
Covar (UC) 0.077 0.142 0.095 0.131 0.059 0.038 0.006 0.151 0.074 0.076 0.061 0.011 0.078 0.06 0.014 0.133 0.139
0.019 0.025 0.015 0.06 0.022 0.02 0.014 0.036 0.026 0.043 0.021 0.541 0.035 0.02 0.067 0.034 0.036
U1
U
3.103 3.6552 2.1683 0.911 5.3616 4.1023 1.7059 10.5358 2.3472 2.2915 2.4088 0.5364 3.0435 7.2255 1.7819 6.2567 6.9504
Label
0.6121 0.95 0.525 0.3182 0.7345 0.6768 0.4636 0.8534 0.5456 0.5412 0.5504 0.3274 0.6106 0.7896 0.4794 0.7687 0.7882
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8.14636 48.16491 4.05033 0.73934 30.59155 19.62587 4.75879 155.0452 5.1321 5.41522 5.77823 0.25396 9.93191 48.5549 4.32683 40.42376 51.38459
0.407 -0.977 -0.131 0.013 -0.571 -0.558 0.138 -0.398 0.03 -0.394 -0.041 -0.559 -0.818 0.003 0.578 -0.706 -0.658
Bias (UM) 0.893 0.538 0.92 0.845 0.915 0.941 0.925 0.816 0.904 0.883 0.926 0.463 0.901 0.878 0.885 0.863 0.855
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.106 0.462 0.077 0.137 0.085 0.059 0.072 0.183 0.092 0.115 0.072 0.518 0.098 0.121 0.082 0.137 0.144
Var (US) 0.001 0 0.003 0.018 0 0 0.002 0.002 0.004 0.002 0.002 0.019 0 0.001 0.033 0.001 0.001
Covar (UC) 0.091 0.392 0.046 0.056 0.063 0.041 0.052 0.133 0.059 0.073 0.048 0.209 0.062 0.099 0.037 0.094 0.099
0.016 0.071 0.034 0.099 0.023 0.019 0.023 0.051 0.037 0.044 0.026 0.328 0.037 0.023 0.078 0.043 0.046
U1
18.3152 26.0673 17.0217 7.4011 38.1914 34.6783 14.1188 21.9685 15.8784 20.2099 21.4463 4.2366 27.1196 26.9326 4.3824 27.0207 25.4403
U
Label
0.9756 0.9995 0.9624 0.8936 0.9769 0.9648 0.8911 0.9561 0.9508 0.955 0.9542 0.956 0.9633 0.9794 0.7679 0.969 0.9664
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
324
Lampiran 32. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
2701 489.0098 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 17128 3279 27787 5663 132098 42611 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Mean
Std
Label
7058 3632 ER -114.989 121.4406 INDEX 109947 50237 EXPO 32083 9210 IMPO 123423 68565 UKHA 119234 73707 GIRA 139373 90157 TADE 1917062 1242354 CONS 199673 94683 GEXP 191296 95408 GREV 168188 89260 TAX 675565 345518 KREDIT 136011 79869 MD 77865 41079 104336 50434 2250689 1385878 2082501 1296745
Statistics of Fit
Variable ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
4357 -195.38 65341 -3948 106295 91447 7275 1725830 133866 121907 108374 488565 91061 69289 69289 1872896 1764522
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
RMS % Error
184.0509 4515 188.2552 5764 247.1193 -217.239 195.3803 217.2393 235.1899 247.5311 144.3484 65341 144.3485 79815 173.6801 -11.9842 5507 15.93961 7341 21.5865 584.1459 106295 584.1459 122744 639.4848 305.9167 91447 305.9167 111839 353.8761 -3.052 39989 29.57823 46801 32.7169 860.4584 1725830 860.4584 2046048 953.6088 198.5148 133866 198.5148 158813 231.0948 164.2435 121907 164.2435 145952 188.5694 171.9168 108374 171.9168 133490 204.6444 241.5664 488565 241.5664 562441 259.1375 186.2926 91634 187.651 113318 220.4163 955.9176 69289 955.9176 79998 1201 188.5017 69289 188.5017 79998 204.8346 457.559 1872896 457.559 2233326 512.3579 512.8404 1764522 512.8404 2100080 570.8889
R-Square Label -157.772 -172.191 -877.822 -4.4103 -1600.24 -444.692 -0.3786 -735.261 -1002.56 -245.849 -440.139 -152.444 -194.137 -1058.95 -78.8124 -600.983 -596.353
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
325
Lampiran 32. Lanjutan. The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
33221323 55314 6.37E+09 53885341 1.51E+10 1.25E+10 2.19E+09 4.19E+12 2.52E+10 2.13E+10 1.78E+10 3.16E+11 1.28E+10 6.4E+09 6.4E+09 4.99E+12 4.41E+12
Corr (R)
Bias (UM)
-0.8 -0.965 0.453 0.844 0.903 0.871 0.976 0.847 0.64 0.971 0.883 0.984 0.906 -0.615 0.837 0.885 0.873
Inequality Coef
Reg (UR)
0.571 0.69 0.67 0.289 0.75 0.669 0.024 0.711 0.711 0.698 0.659 0.755 0.646 0.75 0.75 0.703 0.706
Dist (UD) 0.426 0.309 0.329 0.657 0.25 0.331 0.942 0.288 0.289 0.302 0.34 0.245 0.353 0.249 0.246 0.296 0.294
Var (US) 0.002 0 0.001 0.053 0 0.001 0.034 0 0.001 0 0 0 0.001 0.001 0.004 0 0
Covar (UC) 0.26 0.166 0.308 0.553 0.248 0.324 0.903 0.282 0.277 0.3 0.334 0.244 0.345 0.202 0.228 0.291 0.288
U1
0.168 0.144 0.022 0.158 0.003 0.008 0.073 0.006 0.013 0.002 0.007 0.001 0.009 0.048 0.022 0.005 0.006
U
2.104 2.8559 1.7861 0.203 7.054 3.9536 0.3392 9.9535 2.4063 2.0848 2.2193 2.9228 2.4809 8.9676 2.2115 5.747 6.3758
Label
0.5452 0.9639 0.4859 0.1058 0.7843 0.6736 0.1555 0.836 0.5583 0.5192 0.5384 0.5975 0.5642 0.8355 0.5309 0.7479 0.7666
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
5.66309 7.21637 3.1519 0.03703 46.75518 15.84512 0.14157 121.8109 5.76439 4.04684 4.82312 8.49907 5.96147 107.7278 5.06981 31.81819 40.15418
Bias (UM) 0.695 0.835 0.755 0.817 0.812 0.844 0.536 0.77 0.698 0.765 0.775 0.845 0.932 0.246 0.767 0.753 0.75
0.556 0.797 0.685 0.303 0.813 0.719 0.003 0.776 0.717 0.744 0.686 0.845 0.701 0.661 0.817 0.778 0.785
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.443 0.202 0.314 0.577 0.187 0.281 0.943 0.223 0.281 0.255 0.313 0.155 0.299 0.338 0.165 0.221 0.214
Var (US) 0.001 0.002 0.002 0.12 0 0 0.054 0.001 0.002 0.001 0.001 0 0 0 0.017 0.001 0.001
Covar (UC) 0.423 0.192 0.296 0.422 0.184 0.276 0.711 0.212 0.263 0.242 0.3 0.151 0.296 0.319 0.129 0.212 0.204
0.021 0.012 0.019 0.275 0.004 0.005 0.285 0.012 0.02 0.015 0.014 0.004 0.004 0.02 0.054 0.01 0.011
U1
15.2706 10.09 15.0156 1.6564 47.215 31.1595 2.4352 19.4721 16.8281 17.4709 19.5938 24.5089 21.0108 40.1167 4.7438 23.9726 22.4891
U
Label
0.9469 0.9377 0.9274 0.5034 0.9708 0.9468 0.6427 0.9268 0.9322 0.9221 0.9295 0.9287 0.9238 0.9815 0.76 0.9423 0.9386
ER INDEX EXPO IMPO UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
326
Lampiran 33. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Ekspektasi Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton. /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: EXPECTATION CHANNEL */ /* TITLE: EXPECTATION CHANNEL */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA
= = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA);
327
Lampiran 33. Lanjutan LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL INT RR INDEX SBI
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
INT * RR * INDEX SBI *
1.5; 1.5; * 1.5; 1.5;
If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
Er EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND int INDEX LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO MS
* * * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973 -0.004281
+ + + + + + + +
328
Lampiran 33. Lanjutan DUM LER
* *
/*INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
* * * * * * * * * * *
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
=
3052.452177 0.168089
+ ;
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;*/
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
/*INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;*/
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM
= * * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234 -11672.000000
+ + + + + +
329
Lampiran 33. Lanjutan TREND EXPOL
* *
3654.721233 0.111971
+ ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP INT
= * *
-1086.087076 327.730538
+ +
330
Lampiran 33. Lanjutan PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
* * * * *
0.031147 -0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 -0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
= * * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;
BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
= * * * * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;
331
Lampiran 33. Lanjutan CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
= * * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;
332
Lampiran 33. Lanjutan BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 1996; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
333
Lampiran 33. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
Std
Label
2701 489.0098 422.7224 922.1439 ER 44606 2878 30233 4749 EXPO 36031 3374 15819 4480 IMPO 90279 18641 68776 12317 ISWA 21900 5161 3765 1647 IPEM 17128 3279 37744 9715 UKHA 27787 5663 32338 8383 GIRA 132098 42611 56541 18816 TADE 175529 51474 129883 30962 MS 22226 5199 24657 8358 BASE 191232 80611 191669 195968 CONS 65808 5359 71413 8227 GEXP 69389 9931 65839 11051 GREV 59814 6795 54935 9466 TAX 187000 48540 117945 36727 KREDIT 44950 8672 31604 7739 MD 8576 2627 14415 2540 35047 9573 40886 8944 377794 97310 350038 209685 317979 91858 295102 202244
Statistics of Fit
Variable ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Mean Error 8 -2278 8 -14373 8 -20212 8 -21503 8 -18135 8 20615 8 4551 8 -75557 8 -45646 8 2431 8 437.4605 8 5606 8 -3550 8 -4879 8 -69055 8 -13346 8 5839 8 5839 8 -27756 8 -22877
Mean % Error -87.9198 -32.3753 -56.0404 -23.1207 -82.7709 125.671 18.1389 -56.8839 -22.5419 13.894 15.558 9.3815 -4.7009 -8.3473 -29.8201 -29.5529 76.6444 19.0246 -2.9329 -0.4912
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 2278 14373 20212 21503 18135 20894 7637 75557 57905 6298 129683 9558 7253 4879 81446 13346 5839 5839 138518 135691
87.91978 32.37526 56.04038 23.1207 82.77093 127.4553 29.7238 56.88385 32.4867 28.23215 97.16473 15.16531 10.90547 8.34732 38.63237 29.55294 76.64441 19.02456 43.24281 52.06136
RMS % Error
2331 91.309 14747 33.1954 20725 57.3232 23447 24.3831 18638 83.0142 22407 141.8784 8336 33.6166 79102 57.0783 61843 32.989 8836 40.5625 184187 142.5729 11421 18.6005 9022 14.1673 7286 12.8072 103219 44.2797 14304 31.4771 6279 85.7485 6279 22.4811 201740 64.1343 197087 77.2225
R-Square Label -24.9758 -29.0005 -42.128 -0.8082 -13.9029 -52.3596 -1.4761 -2.9384 -0.6497 -2.3009 -4.9665 -4.1899 0.0567 -0.3141 -4.1679 -2.1093 -5.5297 0.5083 -3.9121 -4.2611
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
334
Lampiran 33. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
5435148 2.17E+08 4.3E+08 5.5E+08 3.47E+08 5.02E+08 69490134 6.26E+09 3.82E+09 78068992 3.39E+10 1.3E+08 81402960 53082596 1.07E+10 2.05E+08 39424096 39424096 4.07E+10 3.88E+10
Corr (R) 0.898 0.673 0.245 0.87 0.483 0.268 0.491 0.962 0.508 0.166 0.194 -0.19 0.647 0.795 -0.847 0.781 0.544 0.967 0.191 0.149
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.955 0.95 0.951 0.841 0.947 0.846 0.298 0.912 0.545 0.076 0 0.241 0.155 0.448 0.448 0.871 0.865 0.865 0.019 0.013
Dist (UD) 0.038 0.032 0.027 0.024 0.002 0.136 0.395 0.069 0.005 0.63 0.839 0.573 0.23 0.272 0.498 0.004 0.027 0.002 0.785 0.801
Var (US) 0.007 0.018 0.022 0.135 0.051 0.017 0.307 0.019 0.45 0.295 0.161 0.186 0.616 0.28 0.055 0.125 0.108 0.133 0.196 0.186
Covar (UC) 0.03 0.014 0.002 0.064 0.031 0.072 0.093 0.079 0.096 0.112 0.343 0.055 0.013 0.118 0.011 0.004 0 0.009 0.271 0.274
U1
0.015 0.036 0.046 0.095 0.022 0.081 0.609 0.008 0.359 0.812 0.657 0.704 0.832 0.434 0.541 0.126 0.135 0.126 0.71 0.712
U
0.851 0.33 0.573 0.255 0.8311 1.2877 0.2947 0.5733 0.3398 0.3884 0.896 0.173 0.1289 0.1211 0.5364 0.3132 0.7038 0.1736 0.5191 0.5984
Label
0.6301 0.196 0.3945 0.145 0.7035 0.3985 0.1354 0.4011 0.1963 0.1817 0.3912 0.0829 0.066 0.0629 0.3274 0.1832 0.2668 0.0806 0.2554 0.2899
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
0.72651 0.1101 0.34177 0.06224 0.90097 2.0808 0.10953 0.41313 0.13051 0.14635 1.25433 0.02736 0.01464 0.0111 0.25396 0.10012 0.45699 0.04285 0.26326 0.37112
-0.651 0.635 -0.079 0.821 0.861 0.621 0.362 0.506 -0.879 -0.153 0.189 0.808 0.824 0.942 -0.559 0.742 0.584 0.983 0.324 0.259
Bias (UM) 0.9 0.926 0.934 0.899 0.851 0.809 0.319 0.981 0.55 0.095 0.013 0.35 0.11 0.526 0.463 0.91 0.858 0.819 0.002 0
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.09 0.005 0.027 0.003 0.093 0.185 0.573 0 0.432 0.772 0.751 0.399 0.602 0.348 0.518 0.035 0.065 0.008 0.814 0.805
Var (US) 0.011 0.07 0.039 0.098 0.056 0.006 0.108 0.019 0.018 0.134 0.236 0.251 0.288 0.126 0.019 0.056 0.077 0.173 0.185 0.195
Covar (UC) 0.006 0.038 0.003 0.002 0.136 0.154 0.282 0.007 0.018 0.204 0.216 0.22 0.371 0.28 0.209 0.009 0.012 0.003 0.353 0.311
0.095 0.037 0.063 0.1 0.013 0.037 0.399 0.012 0.432 0.701 0.771 0.431 0.519 0.194 0.328 0.081 0.129 0.179 0.645 0.689
U1
U
5.4695 2.8064 5.032 1.7838 2.1283 9.9605 2.5906 4.16 2.6896 2.5609 1.976 1.1594 1.0507 0.9398 4.2366 2.7229 2.6128 0.4361 2.1806 2.162
Label
0.7845 0.6992 0.8415 0.6494 0.7471 0.883 0.6549 0.9472 0.9839 0.7579 0.6708 0.4433 0.3962 0.3592 0.956 0.7539 0.7913 0.2008 0.6632 0.6758
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
335
Lampiran 33. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
2701 489.0098 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 22226 5199 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858
Mean 1650 60811 16088 48472 -33623 65317 42363 -42668 305139 56842 381451 78685 79904 70329 675565 41646 44723 71195 519708 449379
Std 1091 7440 8416 6866 24746 28286 15661 65458 102743 18519 249633 11410 15590 14944 345518 8949 14716 24317 252882 240353
Label ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Statistics of Fit
Variable ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
-1051 16205 -19943 -41807 -55523 48189 14576 -174765 129610 34616 190219 12877 10515 10514 488565 -3304 36148 36148 141914 131400
Mean % Error -42.5458 36.2109 -53.7142 -43.5441 -261.53 272.7455 51.3841 -121.421 71.9679 151.5231 120.1137 20.1793 15.1353 17.0327 241.5664 -6.3705 490.9291 102.8948 41.9119 48.4561
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 1051 16205 19943 41807 55523 48189 17860 174765 129610 34616 274671 16862 14274 13906 488565 5178 36148 36148 241867 227961
42.54581 36.21088 53.71423 43.54411 261.5303 272.7455 63.71169 121.4213 71.96793 151.5231 179.7471 26.01086 21.2885 23.08642 241.5664 11.42791 490.9291 102.8948 72.18628 83.68005
1229 17164 22512 47669 60589 53888 18636 201694 138823 36907 286451 17126 14478 14469 562441 7988 39343 39343 263805 252142
RMS % Error 51.6323 38.1297 58.8133 46.1176 291.1363 294.6848 65.124 127.7418 73.2197 155.3597 208.0168 26.7572 22.1073 23.7785 259.1375 17.8905 577.501 108.1483 83.9986 100.0407
R-Square Label -6.2157 -39.6431 -49.8836 -6.4736 -156.489 -307.629 -11.3755 -24.6051 -7.3128 -56.5929 -13.4311 -10.6704 -1.429 -4.1829 -152.444 0.0303 -255.371 -18.3044 -7.3994 -7.6109
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
336
Lampiran 33. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
1509814 2.95E+08 5.07E+08 2.27E+09 3.67E+09 2.9E+09 3.47E+08 4.07E+10 1.93E+10 1.36E+09 8.21E+10 2.93E+08 2.1E+08 2.09E+08 3.16E+11 63809868 1.55E+09 1.55E+09 6.96E+10 6.36E+10
Corr (R) 0.907 0.632 -0.748 -0.8 -0.13 0.787 0.695 -0.983 0.981 0.949 0.407 0.108 0.738 0.771 0.984 0.611 -0.676 0.875 0.343 0.301
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.732 0.891 0.785 0.769 0.84 0.8 0.612 0.751 0.872 0.88 0.441 0.565 0.527 0.528 0.755 0.171 0.844 0.844 0.289 0.272
Dist (UD) 0.243 0.094 0.207 0.183 0.154 0.199 0.346 0.248 0.124 0.119 0.501 0.35 0.285 0.394 0.245 0.183 0.154 0.144 0.606 0.623
Var (US) 0.025 0.015 0.009 0.048 0.006 0.001 0.042 0.001 0.004 0.002 0.058 0.085 0.188 0.078 0 0.646 0.002 0.012 0.105 0.106
Covar (UC) 0.21 0.062 0.044 0.053 0.091 0.188 0.252 0.011 0.119 0.114 0.305 0.109 0.134 0.278 0.244 0.001 0.083 0.123 0.304 0.303
U1
0.058 0.047 0.171 0.177 0.069 0.012 0.136 0.238 0.009 0.006 0.254 0.325 0.339 0.194 0.001 0.828 0.073 0.033 0.406 0.425
U
0.4485 0.3841 0.6224 0.5184 2.7018 3.0969 0.6588 1.4618 0.7627 1.6222 1.3935 0.2595 0.2068 0.2405 2.9228 0.1749 4.4103 1.0876 0.6789 0.7655
Label
0.2626 0.1621 0.4163 0.3385 0.958 0.6132 0.2549 0.9487 0.2766 0.4491 0.4388 0.1178 0.0957 0.1097 0.5975 0.0906 0.7062 0.3547 0.2749 0.3031
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 0.24468 8 0.14732 8 0.38033 8 0.25396 8 11.01162 8 9.72973 8 0.48606 8 2.16899 8 0.64913 8 2.87991 8 3.37597 8 0.06559 8 0.04797 8 0.05823 8 8.49907 8 0.02671 8 24.99648 8 1.34814 8 0.55021 8 0.73888
-0.258 0.927 -0.582 -0.214 -0.623 0.873 0.664 -0.617 0.815 0.932 0.468 0.885 0.911 0.938 0.845 0.685 0.321 0.917 0.52 0.464
Bias (UM) 0.656 0.874 0.811 0.834 0.701 0.848 0.638 0.878 0.953 0.915 0.494 0.668 0.576 0.594 0.845 0.14 0.739 0.884 0.383 0.368
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.293 0.114 0.166 0.095 0.288 0.152 0.346 0.119 0.042 0.084 0.435 0.266 0.378 0.38 0.155 0.614 0.259 0.091 0.544 0.549
Var (US) 0.051 0.012 0.023 0.071 0.011 0.001 0.016 0.003 0.005 0.001 0.071 0.066 0.046 0.026 0 0.246 0.002 0.025 0.072 0.083
Covar (UC) 0.061 0.1 0.012 0 0.103 0.147 0.283 0.054 0.033 0.08 0.249 0.205 0.323 0.346 0.151 0.324 0.228 0.072 0.344 0.322
0.283 0.026 0.177 0.165 0.196 0.005 0.079 0.069 0.014 0.004 0.257 0.127 0.101 0.06 0.004 0.536 0.033 0.044 0.272 0.31
U1
3.1741 3.2463 5.3083 3.6033 7.4404 21.5385 5.4574 9.5319 5.9984 11.3601 3.2417 1.7951 1.9022 2.153 24.5089 1.4064 19.3242 2.4462 3.1524 3.0507
U
Label
0.6925 0.7394 0.8714 0.853 0.933 0.9382 0.7681 0.9848 0.7716 0.8779 0.7055 0.5575 0.5297 0.5597 0.9287 0.5069 0.9627 0.6114 0.6968 0.6975
ER EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS BASE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
337
Lampiran 34. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Nilai Tukar (1) Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: EXCHANGE RATE CHANNEL (1) */ /* TITLE: EXCHANGE RATE CHANNEL (1) */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA
= = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA);
338
Lampiran 34. Lanjutan LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL ER INT RR MS BASE
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
ER INT RR MS BASE
* * * * *
1.5; 1.5; 1.5; 1.5; 1.5;
If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND Er int MS BASE LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; /*ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO
* * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973
+ + + + + + +
339
Lampiran 34. Lanjutan MS DUM LER
* * *
-0.004281 3052.452177 0.168089
+ + ;*/
/*INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
* * * * * * * * * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;*/
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX
= * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234
+ + + + +
=
340
Lampiran 34. Lanjutan DUM TREND EXPOL
* * *
-11672.000000 3654.721233 0.111971
+ + ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP
= *
-1086.087076
+
341
Lampiran 34. Lanjutan INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
* * * * * *
327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 -0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
/*MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
* * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;*/
/*BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
* * * * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;*/
=
=
342
Lampiran 34. Lanjutan CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
= * * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;
343
Lampiran 34. Lanjutan BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 2010; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
344
Lampiran 34. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
80.3909 44606 36031 90279 21900 17128 27787 132098 191232 65808 69389 59814 187000 44950 8576 35047 377794 317979
Std 19.1052 2878 3374 18641 5161 3279 5663 42611 80611 5359 9931 6795 48540 8672 2627 9573 97310 91858
Mean 52.5376 57893 36314 83293 8094 26499 35492 84904 268119 67090 74551 65029 29586 57683 21579 48050 448175 383146
Std 60.6747 14424 12068 26996 3048 12845 13663 41841 405462 13664 24632 21138 84899 15882 4265 11155 443472 424355
Label INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Statistics of Fit
Variable INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Mean Error
Mean % Error
8 -27.8533 -23.0268 8 13287 30.5049 8 283.7627 -0.0736 8 -6986 -8.2472 8 -13806 -62.2596 8 9370 56.9214 8 7705 29.1207 8 -47194 -38.5163 8 76887 64.9339 8 1282 2.5433 8 5162 6.7342 8 5214 7.414 8 -157414 -73.9817 8 12733 30.0333 8 13003 172.1576 8 13003 40.5952 8 70381 23.6664 8 65167 29.2513
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 60.9054 17492 7647 12711 13806 13177 12348 47194 335519 9884 16233 14089 158957 15679 13003 13003 360140 346051
85.4854 39.22275 21.43074 14.76087 62.25956 81.33261 46.54633 38.51635 236.4262 15.26515 24.67773 23.38218 75.13708 37.00874 172.1576 40.59521 109.376 128.8728
70.063 19391 9617 17823 14468 14884 13823 47684 386231 13630 19696 16503 199771 18288 14008 14008 416871 402254
RMS % Error 107.3877 43.733 27.1282 20.9747 64.1562 95.9298 54.189 40.1137 303.6608 21.4617 31.0881 27.7028 88.1539 45.5923 191.4312 46.8771 134.9321 161.5168
R-Square Label -14.3697 -50.8705 -8.2861 -0.0448 -7.9799 -22.5437 -5.8085 -0.4311 -25.2358 -6.392 -3.4952 -5.742 -18.358 -4.0822 -31.5003 -1.4472 -19.9741 -20.916
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
345
Lampiran 34. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
4909 3.76E+08 92486853 3.18E+08 2.09E+08 2.22E+08 1.91E+08 2.27E+09 1.49E+11 1.86E+08 3.88E+08 2.72E+08 3.99E+10 3.34E+08 1.96E+08 1.96E+08 1.74E+11 1.62E+11
Corr (R) -0.292 -0.14 0.631 0.764 0.462 0.272 0.441 0.985 0.11 0.034 0.598 0.741 -0.937 0.474 -0.265 0.866 0.153 0.108
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.158 0.47 0.001 0.154 0.911 0.396 0.311 0.98 0.04 0.009 0.069 0.1 0.621 0.485 0.862 0.862 0.029 0.026
Dist (UD) 0.782 0.512 0.934 0.448 0.002 0.564 0.571 0 0.923 0.856 0.788 0.833 0.373 0.363 0.11 0.037 0.925 0.929
Var (US) 0.06 0.019 0.065 0.398 0.088 0.039 0.118 0.02 0.038 0.135 0.143 0.067 0.006 0.153 0.029 0.102 0.047 0.045
Covar (UC) 0.308 0.31 0.715 0.192 0.019 0.361 0.293 0 0.619 0.325 0.488 0.661 0.029 0.136 0.012 0.011 0.603 0.598
U1
0.534 0.22 0.284 0.654 0.071 0.242 0.396 0.02 0.341 0.666 0.444 0.239 0.35 0.379 0.126 0.127 0.368 0.376
U
0.8508 0.4339 0.2659 0.1938 0.6451 0.8554 0.4887 0.3456 1.8789 0.2065 0.2813 0.2744 1.0381 0.4004 1.5703 0.3873 1.0727 1.2212
Label
0.4387 0.1862 0.1296 0.0996 0.4666 0.3201 0.2094 0.206 0.5764 0.1015 0.133 0.1288 0.7207 0.1738 0.4538 0.1641 0.4172 0.4565
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
2.38319 0.17204 0.0528 0.03263 0.50456 0.86533 0.27384 0.18421 6.85153 0.03184 0.08465 0.06785 0.99843 0.19362 2.64516 0.23702 1.41752 1.95816
0.62 0.732 0.811 0.828 0.835 0.562 0.175 0.919 -0.19 0.779 0.819 0.969 -0.674 0.302 0.566 0.95 0.003 -0.088
Bias (UM) 0.012 0.561 0.008 0.152 0.85 0.438 0.319 0.956 0.032 0.04 0.101 0.154 0.693 0.484 0.821 0.775 0.036 0.031
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.979 0.404 0.905 0.668 0.032 0.546 0.632 0.035 0.925 0.715 0.848 0.834 0.303 0.458 0.165 0.137 0.925 0.93
Var (US) 0.009 0.035 0.087 0.181 0.117 0.016 0.048 0.009 0.043 0.244 0.051 0.011 0.004 0.058 0.014 0.088 0.038 0.039
Covar (UC) 0.888 0.316 0.732 0.472 0.08 0.45 0.373 0.028 0.504 0.451 0.722 0.81 0.167 0.25 0.119 0.104 0.588 0.559
0.099 0.123 0.26 0.377 0.07 0.112 0.308 0.016 0.465 0.508 0.177 0.036 0.14 0.266 0.06 0.121 0.376 0.41
U1
U
5.7984 3.5081 1.9779 1.2916 1.5927 6.4233 4.0963 2.7778 4.6181 1.2507 2.5268 2.3239 8.4004 3.7865 6.2862 1.0257 5.0599 4.9663
Label
0.8078 0.7382 0.5356 0.4465 0.6506 0.8186 0.7633 0.8475 0.8586 0.4422 0.5917 0.548 0.9844 0.745 0.8884 0.3768 0.8444 0.8547
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
346
Lampiran 34. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
80.3909 44606 36031 90279 21900 17128 27787 132098 191232 65808 69389 59814 187000 44950 8576 35047 377794 317979
Std
Mean
19.1052 111.5172 2878 42146 3374 122.7811 18641 21663 5161 -38109 3279 61534 5663 33922 42611 -85878 80611 214783 5359 77893 9931 64290 6795 54089 48540 763924 8672 32556 2627 42023 9573 68495 97310 318254 91858 264165
Std 69.5215 12746 14160 23791 27759 27604 15560 92211 435162 16440 23196 17296 395151 17153 16531 26210 460503 443965
Label INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Statistics of Fit
Variable INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
31.1264 43.6791 -2460 -4.5784 -35908 -97.1709 -68615 -72.2433 -60008 -282.974 44406 252.6433 6135 22.6654 -217975 -151.701 23551 43.0023 12085 18.9394 -5099 -7.0189 -5726 -9.887 576924 285.728 -12394 -27.1086 33448 462.1093 33448 93.4776 -59539 -6.909 -53814 -3.6495
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 62.4676 10630 35908 68615 60008 46206 12508 217975 353303 17739 18050 12217 576924 16234 33448 33448 374076 361859
89.83386 23.83468 97.17091 72.24326 282.9735 264.1873 46.70117 151.7014 257.7103 27.21312 27.73537 21.29208 285.728 37.52851 462.1093 93.47755 116.586 138.1183
69.3477 13393 39280 77859 65820 50363 14451 251475 414582 19845 21458 15542 662220 19629 37679 37679 449593 435190
RMS % Error 111.6374 29.5977 103.926 77.3466 317.015 280.2137 55.6447 159.6744 334.7195 31.03 34.1089 27.5538 305.8665 46.2363 558.8087 100.9654 146.5893 175.4567
R-Square Label -14.0575 -23.7449 -153.912 -18.9379 -184.858 -268.578 -6.4409 -38.8043 -29.2288 -14.6698 -4.3359 -4.9799 -211.716 -4.8549 -234.146 -16.7062 -23.396 -24.6518
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
347
Lampiran 34. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
4809 1.79E+08 1.54E+09 6.06E+09 4.33E+09 2.54E+09 2.09E+08 6.32E+10 1.72E+11 3.94E+08 4.6E+08 2.42E+08 4.39E+11 3.85E+08 1.42E+09 1.42E+09 2.02E+11 1.89E+11
Corr (R) 0.305 -0.372 -0.815 -0.715 -0.134 0.704 0.446 -0.974 0.001 0.09 0.304 0.454 0.983 0.352 -0.735 0.866 -0.061 -0.093
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.201 0.034 0.836 0.777 0.831 0.777 0.18 0.751 0.003 0.371 0.056 0.136 0.759 0.399 0.788 0.788 0.018 0.015
Dist (UD) 0.738 0.931 0.162 0.199 0.164 0.221 0.712 0.247 0.964 0.566 0.773 0.732 0.241 0.452 0.21 0.198 0.942 0.946
Var (US) 0.06 0.035 0.002 0.025 0.005 0.002 0.108 0.001 0.033 0.063 0.17 0.133 0 0.15 0.002 0.014 0.041 0.039
Covar (UC) 0.462 0.475 0.066 0.004 0.103 0.204 0.41 0.034 0.64 0.273 0.334 0.399 0.24 0.163 0.119 0.171 0.571 0.573
U1
0.336 0.491 0.098 0.22 0.066 0.018 0.409 0.215 0.357 0.356 0.609 0.465 0.001 0.438 0.093 0.041 0.411 0.412
U
0.8421 0.2997 1.086 0.8468 2.935 2.8943 0.5108 1.8225 2.0168 0.3007 0.3065 0.2584 3.4413 0.4297 4.2238 1.0416 1.1569 1.3212
Label
0.328 0.1514 0.7949 0.633 0.9603 0.5986 0.2216 0.9683 0.6227 0.1365 0.1557 0.1333 0.6361 0.2395 0.7017 0.3459 0.4865 0.5297
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 2.66719 8 0.06066 8 1.1417 8 0.70115 8 13.06405 8 8.7914 8 0.29484 8 3.36424 8 8.23789 8 0.08475 8 0.09597 8 0.05572 8 11.82355 8 0.19278 8 23.61978 8 1.26473 8 1.68081 8 2.34887
0.523 0.592 -0.358 -0.445 -0.627 0.861 0.259 -0.534 -0.167 0.834 0.71 0.869 0.844 0.329 0.339 0.908 -0.039 -0.119
Bias (UM) 0.127 0.019 0.842 0.827 0.693 0.815 0.187 0.877 0.008 0.48 0.025 0.107 0.849 0.393 0.699 0.819 0.005 0.004
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.864 0.844 0.148 0.151 0.298 0.184 0.77 0.12 0.956 0.449 0.908 0.838 0.151 0.549 0.299 0.152 0.963 0.963
Var (US) 0.01 0.138 0.01 0.022 0.009 0.001 0.043 0.002 0.036 0.071 0.068 0.055 0 0.057 0.002 0.03 0.032 0.033
Covar (UC) 0.764 0.534 0.056 0.023 0.12 0.179 0.515 0.068 0.566 0.348 0.715 0.729 0.148 0.326 0.265 0.124 0.631 0.605
0.11 0.447 0.102 0.15 0.187 0.006 0.298 0.055 0.426 0.172 0.26 0.165 0.003 0.28 0.035 0.058 0.364 0.391
U1
6.1342 2.0832 9.1971 5.9872 8.1042 20.4736 4.2505 11.8711 5.0638 2.0405 2.6905 2.1059 28.9076 3.7783 18.7845 2.3693 5.5098 5.4392
U
Label
0.7942 0.5875 0.9129 0.9098 0.9386 0.9341 0.765 0.9862 0.8683 0.5796 0.6279 0.545 0.939 0.7958 0.9602 0.596 0.8645 0.8738
INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
348
Lampiran 35. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter - Jalur Nilai Tukar (2) Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: EXCHANGE RATE CHANNEL (2) */ /* TITLE: EXCHANGE RATE CHANNEL (2) */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA
= = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA);
349
Lampiran 35. Lanjutan LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL ER RR MS BASE
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
ER RR MS BASE
* * * *
1.5; 1.5; 1.5; 1.5;
If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
int INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND Er MS BASE LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL; /*ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO MS
* * * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973 -0.004281
+ + + + + + + +
350
Lampiran 35. Lanjutan DUM LER
* *
3052.452177 0.168089
+ ;*/
INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
= * * * * * * * * * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM
= * * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234 -11672.000000
+ + + + + +
351
Lampiran 35. Lanjutan TREND EXPOL
* *
3654.721233 0.111971
+ ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP INT
= * *
-1086.087076 327.730538
+ +
352
Lampiran 35. Lanjutan PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
* * * * *
0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 -0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;*/
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;*/
/*MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL /*BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
= * * * * * * * * * * * * = * * * * * * * * * * * * *
353
Lampiran 35. Lanjutan CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
= * * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;
354
Lampiran 35. Lanjutan BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 2010; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
355
Lampiran 35. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8.1863 80.3909 44606 36031 90279 21900 17128 27787 132098 191232 65808 69389 59814 187000 44950 8576 35047 377794 317979
Std 3.3891 19.1052 2878 3374 18641 5161 3279 5663 42611 80611 5359 9931 6795 48540 8672 2627 9573 97310 91858
Mean -19.1561 84.9242 60017 -1857 3257 -63359 67873 30322 -138471 329402 77158 70858 60629 1089328 42283 61874 88345 408331 347703
Std 17.403 59.6824 17028 22905 45947 57614 45553 13865 167793 434745 18846 23440 19170 831317 11437 34640 43996 438095 420515
Label INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Statistics of Fit
Variable INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Mean Error
Mean % Error
8 -27.3423 -439.783 8 4.5333 15.0789 8 15410 35.0685 8 -37887 -100.757 8 -87022 -89.1376 8 -85259 -404.666 8 50745 273.0246 8 2535 9.0531 8 -270569 -180.289 8 138170 93.4286 8 11350 17.3621 8 1469 1.8088 8 814.3124 0.5097 8 902328 420.9685 8 -2667 -2.7912 8 53298 750.9206 8 53298 144.0312 8 30538 14.1127 8 29724 19.2012
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 27.3423 45.6761 20493 37887 87022 85259 54810 9356 270569 365455 18342 14461 11052 902328 11936 53298 53298 335682 325705
439.7828 72.13164 45.60324 100.7572 89.13755 404.6656 299.0931 35.06584 180.2885 253.9797 27.5929 22.62916 19.00976 420.9685 27.9464 750.9206 144.0312 105.1286 125.0677
31.2229 58.8919 22376 45024 105156 101267 64670 11426 334396 421042 20303 19119 14771 1162132 13629 63285 63285 412547 399113
RMS % Error 542.7908 105.7002 49.6251 115.7532 99.5419 494.7094 331.0924 43.7054 199.2673 325.8901 30.5495 30.9662 25.9978 496.255 33.2325 977.929 159.3984 136.3893 163.5921
R-Square Label -96.0016 -9.8592 -68.0703 -202.539 -35.3687 -438.952 -443.489 -3.6522 -69.3821 -30.1781 -15.402 -3.2358 -4.401 -654.098 -1.8229 -662.322 -48.9472 -19.5412 -20.575
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
356
Lampiran 35. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
974.8664 3468 5.01E+08 2.03E+09 1.11E+10 1.03E+10 4.18E+09 1.31E+08 1.12E+11 1.77E+11 4.12E+08 3.66E+08 2.18E+08 1.35E+12 1.86E+08 4E+09 4E+09 1.70E+11 1.59E+11
Corr (R) 0.463 -0.006 -0.026 -0.907 -0.89 -0.112 0.834 0.525 -0.99 0.21 0.297 0.5 0.634 0.997 0.009 -0.68 0.827 0.093 0.055
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.767 0.006 0.474 0.708 0.685 0.709 0.616 0.049 0.655 0.108 0.313 0.006 0.003 0.603 0.038 0.709 0.709 0.005 0.006
Dist (UD) 0.225 0.902 0.511 0.291 0.309 0.289 0.384 0.795 0.345 0.862 0.632 0.817 0.886 0.397 0.607 0.29 0.284 0.946 0.948
Var (US) 0.008 0.092 0.014 0.001 0.006 0.002 0.001 0.156 0 0.031 0.056 0.177 0.111 0 0.354 0.001 0.006 0.048 0.046
Covar (UC) 0.176 0.415 0.35 0.165 0.059 0.235 0.374 0.451 0.123 0.619 0.386 0.437 0.614 0.397 0.036 0.224 0.259 0.597 0.593
U1
0.057 0.579 0.176 0.127 0.256 0.056 0.01 0.5 0.223 0.273 0.301 0.557 0.383 0 0.926 0.067 0.032 0.397 0.401
U
3.5567 0.7151 0.5007 1.2449 1.1437 4.5157 3.7165 0.4039 2.4235 2.0483 0.3076 0.2731 0.2456 6.0391 0.2984 7.0941 1.7495 1.0616 1.2117
Label
0.9206 0.3201 0.2095 0.7807 0.7786 0.9589 0.663 0.1865 0.9629 0.5776 0.1399 0.1326 0.1197 0.7591 0.1526 0.8035 0.4736 0.4266 0.4671
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
41.58033 2.58716 0.22827 1.45721 1.21133 34.27741 12.22821 0.17926 5.39492 7.2872 0.08255 0.07764 0.05039 32.15966 0.09747 70.41314 3.09068 1.36001 1.88586
-0.626 0.618 0.77 -0.394 -0.636 -0.597 0.744 0.305 -0.582 -0.005 0.871 0.809 0.955 0.792 0.006 0.186 0.773 0.09 0.007
Bias (UM) 0.545 0.029 0.571 0.724 0.753 0.561 0.703 0.049 0.787 0.105 0.442 0.024 0.019 0.697 0.017 0.612 0.789 0.016 0.015
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.45 0.962 0.406 0.268 0.238 0.436 0.296 0.882 0.212 0.852 0.5 0.918 0.959 0.303 0.856 0.387 0.183 0.944 0.943
Var (US) 0.004 0.009 0.023 0.008 0.009 0.004 0.001 0.069 0.001 0.042 0.058 0.058 0.022 0 0.127 0.001 0.028 0.04 0.041
Covar (UC) 0.284 0.876 0.34 0.147 0.081 0.291 0.285 0.558 0.152 0.514 0.415 0.774 0.916 0.3 0.326 0.36 0.135 0.624 0.592
0.171 0.095 0.089 0.129 0.167 0.148 0.012 0.393 0.061 0.381 0.143 0.203 0.065 0.003 0.657 0.028 0.076 0.36 0.392
U1
11.606 6.0415 4.041 10.3905 7.8696 13.1273 24.1461 3.3142 15.0329 4.7627 2.0139 2.42 2.0028 47.6754 2.6865 32.4331 3.7039 4.9562 4.8737
U
Label
0.9627 0.7951 0.7599 0.9274 0.9401 0.9637 0.9428 0.7242 0.99 0.8311 0.5646 0.5818 0.509 0.9618 0.7693 0.9776 0.7101 0.831 0.8404
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
357
Lampiran 35. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8.1863 80.3909 44606 36031 90279 21900 17128 27787 132098 191232 65808 69389 59814 187000 44950 8576 35047 377794 317979
Std
Mean
3.3891 -7.6902 19.1052 121.7441 2878 40347 3374 -4750 18641 13381 5161 -45475 3279 62970 5663 29076 42611 -94345 80611 215411 5359 78377 9931 63196 6795 52762 48540 856709 8672 26966 2627 45097 9573 71568 97310 306790 91858 254028
Std 17.5366 65.2151 9700 23824 41084 46928 34349 9999 134750 360023 15154 18442 13657 667360 10691 26166 35529 367897 354823
Label INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Statistics of Fit
Variable INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
-15.8765 -265.932 41.3532 52.5914 -4259 -8.7659 -40781 -108.634 -76897 -78.2828 -67375 -318.669 45842 253.1459 1289 6.6872 -226443 -150.802 24179 31.7789 12569 19.4152 -6193 -8.4603 -7052 -11.9026 669709 308.6062 -17984 -37.8365 36521 522.5443 36521 97.3806 -71003 -11.85 -63951 -9.739
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 17.3949 62.0071 8209 40781 76897 67375 47342 6322 226443 279276 17418 15019 10466 669709 19419 36546 36546 297485 287600
281.0714 83.71752 18.36044 108.6337 78.28276 318.6689 262.7651 25.56695 150.8023 203.2678 26.51094 22.75026 17.92214 308.6062 41.79658 522.7212 97.46448 92.1214 109.0952
21.9637 67.6453 11214 47942 94298 80837 54615 9245 280525 336816 18647 17738 13281 885279 22192 44950 44950 364257 352493
RMS % Error 362.26 98.0521 24.6048 123.293 88.4307 391.9755 287.1969 37.5596 166.6213 267.5607 28.6093 27.8505 23.227 372.8057 47.328 704.4263 111.3391 117.7307 140.7626
R-Square Label -47.0005 -13.3273 -16.3469 -229.775 -28.246 -279.344 -316.015 -2.0458 -48.5318 -18.952 -12.8349 -2.646 -3.3663 -379.15 -6.4841 -333.65 -24.1986 -15.0138 -15.8291
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
358
Lampiran 35. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
482.4045 4576 1.26E+08 2.3E+09 8.89E+09 6.53E+09 2.98E+09 85477618 7.87E+10 1.13E+11 3.48E+08 3.15E+08 1.76E+08 7.84E+11 4.92E+08 2.02E+09 2.02E+09 1.33E+11 1.24E+11
Corr (R) 0.469 0.539 -0.369 -0.916 -0.894 -0.106 0.814 0.32 -0.989 0.123 0.256 0.336 0.474 0.998 -0.02 -0.679 0.837 -0.015 -0.046
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.523 0.374 0.144 0.724 0.665 0.695 0.705 0.019 0.652 0.005 0.454 0.122 0.282 0.572 0.657 0.66 0.66 0.038 0.033
Dist (UD) 0.461 0.577 0.806 0.276 0.328 0.302 0.294 0.686 0.348 0.945 0.478 0.635 0.54 0.428 0.21 0.338 0.328 0.9 0.908
Var (US) 0.016 0.05 0.05 0.001 0.007 0.004 0.001 0.295 0 0.049 0.068 0.243 0.178 0 0.134 0.002 0.012 0.062 0.059
Covar (UC) 0.363 0.407 0.324 0.159 0.05 0.234 0.283 0.192 0.094 0.602 0.241 0.201 0.234 0.428 0.007 0.24 0.292 0.483 0.487
U1
0.114 0.22 0.532 0.117 0.285 0.072 0.012 0.788 0.254 0.393 0.304 0.677 0.484 0 0.336 0.1 0.048 0.479 0.48
U
2.5019 0.8214 0.2509 1.3255 1.0256 3.6047 3.1387 0.3268 2.0331 1.6385 0.2825 0.2534 0.2208 4.6004 0.4859 5.0388 1.2426 0.9373 1.0702
Label
0.8166 0.3096 0.1303 0.8132 0.7109 0.944 0.62 0.1572 0.9496 0.5564 0.128 0.1309 0.1161 0.7068 0.2981 0.7463 0.3906 0.4287 0.4717
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
21.43719 1.92468 0.04167 1.65829 0.96063 22.22055 9.16783 0.12309 3.77769 4.97789 0.07441 0.06209 0.03881 18.25669 0.23239 36.16512 1.49861 1.03611 1.44322
-0.593 0.478 0.607 -0.442 -0.608 -0.583 0.769 0.081 -0.571 -0.07 0.871 0.725 0.873 0.784 0.049 0.161 0.79 0.034 -0.045
Bias (UM) 0.44 0.224 0.146 0.742 0.735 0.544 0.783 0.027 0.786 0.009 0.566 0.076 0.274 0.663 0.679 0.572 0.748 0.016 0.013
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.551 0.761 0.659 0.251 0.253 0.45 0.216 0.863 0.212 0.929 0.37 0.824 0.649 0.337 0.268 0.426 0.198 0.932 0.933
Var (US) 0.009 0.014 0.195 0.007 0.012 0.006 0.001 0.11 0.002 0.061 0.064 0.1 0.076 0 0.053 0.001 0.054 0.052 0.054
Covar (UC) 0.306 0.642 0.352 0.138 0.077 0.273 0.206 0.388 0.142 0.487 0.293 0.61 0.539 0.332 0.089 0.385 0.133 0.553 0.524
0.254 0.134 0.502 0.12 0.188 0.183 0.011 0.585 0.072 0.503 0.141 0.314 0.187 0.005 0.232 0.043 0.118 0.431 0.464
U1
8.3334 5.2109 1.7265 11.0843 7.0081 10.5694 20.9073 2.7464 12.5795 3.9363 1.912 2.164 1.7576 35.9211 4.1484 23.2438 2.5791 4.3259 4.2636
U
Label
0.9513 0.7635 0.54 0.9325 0.9334 0.9554 0.9362 0.7304 0.988 0.8248 0.5642 0.5804 0.5106 0.9499 0.8601 0.9691 0.6274 0.8273 0.8379
INT INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
359
Lampiran 36. Program dan Hasil Simulasi Model Mekanisme Transmisi Moneter Jalur Langsung Menggunakan SAS/ETS V.6.12 Prosedur SYMNLIN Metode Newton /****************************************************************/ /* MONETARY TRANSMISION MECHANISM */ /* NAME: DIRECT MONETARY CHANNEL */ /* TITLE: DIRECT MONETARY CHANNEL */ /* DATA: MONETRIIL-3F.WK1 */ /* */ /* */ /****************************************************************/ PROC ACCESS DBMS=WK1; CREATE WORK._IMEX_.ACCESS; PATH='F:\Histori\MONETRIIL-3F.WK1'; GETNAMES YES; SCANTYPE=YES; CREATE WORK._IMEX_.VIEW; SELECT ALL; RUN; DATA WORK.A; SET WORK._IMEX_; RUN; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=ACCESS NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; PROC DATASETS LIBRARY=WORK MEMTYPE=VIEW NOLIST; DELETE _IMEX_; QUIT; DATA MONY; SET A; BOT BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr
= = = = = = = = = = = = =
EXPO-IMPO; BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er);
360
Lampiran 36. Lanjutan LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = =
LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
INT = INT * RR = RR * SBI = SBI * BASE = BASE
1.5; 1.5; 1.5; * 1.5;
If THN >= 1988; RUN; PROC SIMNLIN DATA=MONY STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=Z MAXITER=5000; ENDOGENOUS
Er INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI Yd ;
INSTRUMENTS FDI Rr SBI NCI Y Lint KREDITL GREVL EXPOL DUM TREND Int LBASE LINDEX GEXPL LEr LISWA LIPEM LUKHA LGIRA LTADE CONSL MDL MSL IMPOL TAXL BASE; ER= INTERCEP INT BOP FDI INDEX IMPO EXPO
* * * * * * *
-3069.838163 13.993438 -0.017752 -0.236463 9.462409 0.048911 0.103973
+ + + + + + +
361
Lampiran 36. Lanjutan MS DUM LER
* * *
-0.004281 3052.452177 0.168089
+ + ;
/*INT INTERCEP MD MS BASE ISWA IPEM SBI INDEX DUM TREND LINT
* * * * * * * * * * *
8.311929 -0.000756 -0.000052 0.000558 0.000142 0.000162 0.842631 -0.089871 0.131976 2.620690 0.211409
+ + + + + + + + + + ;*/
MD INTERCEP INT PDBI ER DUM TREND MDL
= * * * * * * *
-8113.789207 425.089138 0.033638 5.914555 -14877.000000 3320.531230 0.060641
+ + + + + + ;
INDEX INTERCEP MS MD ER PDBI GEXP BASE DUM TREND LINDEX
= * * * * * * * * * *
19.071104 -0.000512 -0.001514 0.019842 -0.000110 0.000326 0.001607 -54.362074 26.508100 0.060393
+ + + + + + + + + ;
EXPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX
= * * * * *
35650.000000 2.615128 -0.004388 0.009349 -249.541234
+ + + + +
=
362
Lampiran 36. Lanjutan DUM TREND EXPOL
* * *
-11672.000000 3654.721233 0.111971
+ + ;
IMPO INTERCEP ER PDBI KREDIT INDEX DUM TREND
= * * * * * * *
32475.000000 1.136900 -0.014258 -0.029756 -222.486359 -11090.000000 3307.717832
+ + + + + + ;
ISWA INTERCEP PDBI INT FDI KREDIT DUM TREND LISWA
= * * * * * * * *
-1757.134669 0.058735 273.726807 -0.274293 -0.036645 -12716.000000 2274.221049 0.555500
+ + + + + + + ;
IPEM INTERCEP PDBI INT GEXP KREDIT DUM TREND LIPEM
= * * * * * * * *
2645.788585 -0.006265 154.717616 0.155683 -0.059878 -925.406101 -613.118391 0.100855
+ + + + + + + ;
UKHA INTERCEP INT PDBI KREDIT ER DUM LUKHA
= * * * * * * *
11243.000000 80.890275 0.032931 0.034451 -2.271423 12432.000000 0.312947
+ + + + + + ;
GIRA INTERCEP
= *
-1086.087076
+
363
Lampiran 36. Lanjutan INT PDBI KREDIT DUM TREND LGIRA
* * * * * *
327.730538 0.031147 0.007823 1539.718683 909.705914 0.413221
+ + + + + ;
TADE INTERCEP INT PDBI KREDIT DUM TREND LTADE
= * * * * * * *
-14635.000000 261.522923 0.049866 0.095866 -3554.227621 3523.762218 0.754849
+ + + + + + ;
MS INTERCEP INT INDEX RR SBI BOP BASE KREDIT PDBI DUM TREND MSL
= * * * * * * * * * * * *
39649.000000 665.950316 -769.814926 -666.292748 244.888195 -0.375494 1.949173 -0.003145 -0.051274 -17896.000000 19298.000000 0.514829
+ + + + + + + + + + + ;
/*BASE INTERCEP BOP INT INDEX RR CONS TAX TADE PDBI KREDIT DUM TREND LBASE
* * * * * * * * * * * * *
-2733.010342 -0.153520 -281.196162 -312.055353 821.207670 -0.238346 -0.121230 0.032358 0.190046 0.059650 12713.000000 5564.912468 0.203263
+ + + + + + + + + + + + ;*/
=
364
Lampiran 36. Lanjutan CONS INTERCEP YD INT TADE DUM TREND CONSL
= * * * * * * *
-74467.000000 0.973618 -650.716615 -0.336040 -17744.000000 860.272811 0.005935
+ + + + + + ;
GEXP INTERCEP GREV IMPO PDBI MS DUM TREND GEXPL
= * * * * * * * *
5604.410621 1.268780 -0.346418 -0.019511 -0.044307 10116.000000 -1351.138818 0.105048
+ + + + + + + ;
GREV INTERCEP TAX PDBI DUM GREVL
= * * * * *
23134.000000 0.517133 0.033229 23334.000000 0.040163
+ + + + ;
TAX INTERCEP PDBI INDEX DUM TREND TAXL
= * * * * * *
18152.000000 0.037772 -60.214522 -978.368655 2310.684077 0.326675
+ + + + + ;
KREDIT INTERCEP INT RR SBI DUM TREND KREDITL
= * * * * * * *
119057.000000 -7141.299417 -3448.590439 3509.524722 1981.075093 -4777.948006 1.154184
+ + + + + + ;
BOT
= EXPO-IMPO;
365
Lampiran 36. Lanjutan BOP PDBI Yd LINDEX TAXL Lint LBASE KREDITL PDBIL SBIL LRr LEr LISWA LIPEM YdL LUKHA LGIRA LTADE CONSL BOTL BOPL MDL MSL GREVL GEXPL EXPOL IMPOL INFL
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
BOT+NCI; CONS+ISWA+IPEM+GEXP+EXPO-IMPO; PDBI-TAX; LAG(INDEX); LAG(TAX); LAG(int); LAG(BASE); LAG(KREDIT); LAG(PDBI); LAG(SBI); LAG(Rr); LAG(Er); LAG(ISWA); LAG(IPEM); LAG(Yd); LAG(UKHA); LAG(GIRA); LAG(TADE); LAG(CONS); LAG(BOT); LAG(BOP); LAG(MD); LAG(MS); LAG(GREV); LAG(GEXP); LAG(EXPO); LAG(IMPO); LAG(INF);
RANGE THN 1989 TO 1996; PROC PRINT DATA=Z; RUN;
366
Lampiran 36. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 80.3909 19.1052 44606 2878 36031 3374 90279 18641 21900 5161 17128 3279 27787 5663 132098 42611 175529 51474 191232 80611 65808 5359 69389 9931 59814 6795 187000 48540 44950 8672 8576 2627 35047 9573 377794 97310 317979 91858 8.1863 3.3891
Std
Label
2453 477.1944 ER 67.1899 35.9924 INDEX 50085 9102 EXPO 29590 5471 IMPO 77894 15437 ISWA 4377 4261 IPEM 33412 9895 UKHA 34817 9621 GIRA 73461 19251 TADE 213496 60010 MS 254620 268063 CONS 70153 8485 GEXP 72835 16616 GREV 63088 14876 TAX 94796 12755 KREDIT 46370 13828 MD 20495 3671 46966 12962 427539 288844 364451 275627 10.9396 6.9241 INT
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error
RMS % Error
-248.468 -7.5891 388.1502 12.54064 643.1934 18.8642 -13.201 -12.2326 30.0363 43.446 37.2749 58.5846 5479 12.9417 9487 21.3048 10936 24.7228 -6440 -17.768 7110 19.82001 7966 22.3712 -12385 -13.0945 12385 13.09454 15676 16.4231 -17522 -78.8066 17522 78.80655 18703 81.346 16284 96.0246 16906 100.0099 18069 107.6049 7030 26.3425 9470 35.50013 9967 38.6205 -58637 -43.1592 58637 43.1592 62995 43.6238 37967 22.1897 37967 22.18967 39747 23.178 63388 51.3879 212749 148.3096 253964 198.9873 4346 7.1043 8081 12.56979 9669 15.3366 3447 4.8169 9041 13.92866 11960 19.1584 3274 4.7607 8456 14.01086 10253 17.3038 -92204 -47.6605 92204 47.66054 99594 48.3412 1420 3.9599 8456 20.4446 10853 27.0373 11919 164.2337 12036 165.0651 13155 189.6542 11919 35.7393 12036 36.13393 13155 40.7677 49745 17.2137 219960 66.62078 268297 86.8447 46472 21.347 212128 78.80059 259620 104.1774 2.7533 35.4088 3.3857 41.28015 5.9525 63.2345
R-Square Label -0.9772 -3.3503 -15.4976 -5.3712 0.1918 -14.0071 -33.6986 -2.54 -1.4978 0.3185 -10.3434 -2.72 -0.6575 -1.6022 -3.8113 -0.7898 -27.6631 -1.1583 -7.6878 -8.1293 -2.5255
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT
367
Lampiran 36. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
413698 1389 1.2E+08 63455816 2.46E+08 3.5E+08 3.26E+08 99347769 3.97E+09 1.58E+09 6.45E+10 93491258 1.43E+08 1.05E+08 9.92E+09 1.18E+08 1.73E+08 1.73E+08 7.20E+10 6.74E+10 35.43172
Corr (R) 0.138 0.198 -0.214 0.439 0.834 -0.093 0.595 0.62 0.963 0.986 0.214 0.17 0.681 0.789 0.726 0.559 -0.78 0.904 0.239 0.194 0.588
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.149 0.125 0.251 0.654 0.624 0.878 0.812 0.497 0.866 0.912 0.062 0.202 0.083 0.102 0.857 0.017 0.821 0.821 0.034 0.032 0.214
Dist (UD) 0.355 0.654 0.691 0.22 0 0.056 0.169 0.329 0.105 0.047 0.854 0.537 0.594 0.753 0.045 0.599 0.165 0.094 0.857 0.863 0.6
Var (US) 0.496 0.221 0.058 0.127 0.376 0.066 0.019 0.174 0.029 0.04 0.084 0.261 0.323 0.145 0.098 0.384 0.014 0.085 0.109 0.105 0.186
Covar (UC) 0 0.18 0.283 0.061 0.037 0.002 0.117 0.138 0.12 0.04 0.477 0.091 0.273 0.544 0.113 0.197 0.006 0.058 0.446 0.438 0.309
U1
0.85 0.695 0.466 0.286 0.339 0.12 0.07 0.365 0.013 0.047 0.461 0.707 0.644 0.354 0.03 0.785 0.174 0.121 0.52 0.53 0.477
U
0.2348 0.4526 0.2447 0.2202 0.1705 0.834 1.0384 0.3524 0.4565 0.2184 1.2355 0.1465 0.1708 0.1704 0.5176 0.2376 1.4747 0.3637 0.6904 0.7882 0.6781
Label
0.1229 0.2367 0.1145 0.1203 0.0916 0.6598 0.347 0.1551 0.2949 0.0987 0.4512 0.0708 0.0828 0.0822 0.3458 0.1157 0.4429 0.1554 0.3 0.3346 0.277
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
0.01942 0.70763 0.04964 0.04228 0.02608 0.97301 1.24264 0.1436 0.24237 0.06429 2.75289 0.01792 0.03106 0.0251 0.28521 0.06076 2.68487 0.18915 0.55625 0.76876 0.24968
0.796 0.58 0.768 0.748 0.808 -0.019 0.784 0.356 0.499 0.87 0.009 0.877 0.87 0.978 -0.145 0.436 0.518 0.964 0.183 0.098 0.758
Bias (UM) 0.18 0.015 0.367 0.685 0.669 0.77 0.812 0.51 0.964 0.913 0.07 0.327 0.129 0.168 0.951 0.029 0.757 0.778 0.057 0.052 0.34
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.569 0.951 0.527 0.175 0.081 0.029 0.181 0.407 0.003 0.049 0.819 0.418 0.768 0.811 0.024 0.806 0.228 0.141 0.849 0.848 0.147
Var (US) 0.252 0.034 0.106 0.14 0.25 0.201 0.006 0.083 0.033 0.038 0.112 0.255 0.103 0.022 0.025 0.165 0.015 0.081 0.094 0.1 0.513
Covar (UC) 0.342 0.775 0.37 0.076 0.015 0.082 0.158 0.193 0.003 0.029 0.329 0.268 0.627 0.783 0.001 0.414 0.168 0.114 0.443 0.402 0.014
0.478 0.21 0.263 0.239 0.317 0.148 0.029 0.297 0.033 0.058 0.601 0.405 0.244 0.049 0.048 0.558 0.075 0.108 0.5 0.546 0.646
U1
U
0.8942 3.1596 1.8845 1.7698 1.1548 2.2117 7.6973 2.9663 3.1863 1.8878 2.9273 0.9382 1.5306 1.4134 4.4897 2.1212 6.3332 0.9163 3.1697 3.1117 0.8993
Label
0.3382 0.7007 0.5759 0.5655 0.4918 0.7761 0.8455 0.6806 0.9267 0.5116 0.7638 0.3726 0.4635 0.4233 0.9504 0.622 0.8859 0.3465 0.75 0.7622 0.3932
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT
368
Lampiran 36. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Descriptive Statistics Actual Variable
Nobs
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
N
Predicted
Mean
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Std
Mean
2701 489.0098 -9.8574 80.3909 19.1052 102.3867 44606 2878 41644 36031 3374 -2381 90279 18641 16466 21900 5161 -44637 17128 3279 69092 27787 5663 32286 132098 42611 -97723 175529 51474 81579 191232 80611 242531 65808 5359 81058 69389 9931 66047 59814 6795 55991 187000 48540 854207 44950 8672 21656 8576 2627 44025 35047 9573 70496 377794 97310 339442 317979 91858 283451 8.1863 3.3891 -3.3309
Std 1907 47.2261 7633 19688 30318 38407 36782 12336 120358 11425 304341 15044 15835 12519 559590 10199 19889 29449 305887 294504 7.4465
Label ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Statistics of Fit
Variable ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
Mean Error
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean % Error
-2711 -108.5 21.9958 28.899 -2963 -5.7849 -38411 -102.97 -73813 -76.6387 -66537 -314.278 51964 286.8546 4499 15.7041 -229821 -155.67 -93950 -49.6158 51299 45.779 15250 23.4057 -3342 -4.4421 -3823 -6.5749 667207 318.1083 -23294 -48.3829 35449 495.5014 35449 97.8271 -38351 -4.1284 -34528 -1.7977 -11.5171 -174.69
Mean Abs Mean Abs RMS Error Error Error 2711 39.7369 7320 38411 73813 66537 52810 8895 229821 93950 225858 19780 10780 6519 667207 24451 35449 35449 220977 214804 12.2347
108.5 55.45754 16.33913 102.9695 76.63867 314.2778 292.2801 32.20283 155.6695 49.61583 164.7458 30.0332 16.43517 11.33769 318.1083 51.5772 495.5014 97.82713 69.85704 83.31238 181.8435
3087 43.4128 9336 43890 86026 76058 60953 10111 275601 107179 285770 20273 13870 10199 821085 27811 40925 40925 298327 289340 13.0598
RMS % Error 129.1905 67.1638 20.7635 114.205 83.0213 369.108 320.5051 37.1209 168.7308 52.4169 228.3311 30.7164 22.1289 18.1025 362.6622 56.6554 618.7726 107.0976 97.0742 116.2741 207.3401
R-Square Label -44.5507 -4.901 -11.0236 -192.41 -23.3401 -247.173 -393.858 -2.6428 -46.8081 -3.955 -13.3626 -15.3534 -1.2292 -1.5753 -326.017 -10.7532 -276.395 -19.8875 -9.7415 -10.3391 -15.9711
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT
369
Lampiran 36. Lanjutan The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Variable
N
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9531002 1885 87157126 1.93E+09 7.4E+09 5.78E+09 3.72E+09 1.02E+08 7.60E+10 1.15E+10 8.17E+10 4.11E+08 1.92E+08 1.04E+08 6.74E+11 7.73E+08 1.67E+09 1.67E+09 8.90E+10 8.37E+10 170.5594
Corr (R) 0.741 0.551 -0.524 -0.875 -0.853 -0.126 0.844 0.648 -0.989 -0.222 0.179 0.317 0.452 0.592 0.99 -0.478 -0.722 0.853 0.05 0.016 0.468
Bias (UM)
Inequality Coef
Reg (UR)
0.771 0.257 0.101 0.766 0.736 0.765 0.727 0.198 0.695 0.768 0.032 0.566 0.058 0.14 0.66 0.702 0.75 0.75 0.017 0.014 0.778
Dist (UD) 0.219 0.625 0.839 0.233 0.253 0.231 0.272 0.643 0.304 0.04 0.9 0.379 0.585 0.607 0.34 0.233 0.248 0.237 0.891 0.898 0.176
Var (US) 0.01 0.118 0.06 0.001 0.011 0.004 0.001 0.159 0 0.192 0.067 0.055 0.357 0.252 0 0.066 0.002 0.013 0.093 0.088 0.046
Covar (UC) 0.185 0.367 0.227 0.121 0.016 0.167 0.264 0.381 0.07 0.122 0.536 0.2 0.159 0.276 0.339 0.003 0.156 0.206 0.428 0.429 0.084
U1
0.044 0.376 0.672 0.113 0.248 0.068 0.009 0.421 0.235 0.109 0.431 0.234 0.783 0.584 0.001 0.296 0.094 0.043 0.556 0.557 0.138
U
1.1269 0.5272 0.2089 1.2135 0.9356 3.3916 3.5029 0.3574 1.9974 0.5889 1.3902 0.3072 0.1981 0.1696 4.2669 0.6089 4.5876 1.1314 0.7677 0.8784 1.4877
Label
0.6825 0.2239 0.1074 0.8018 0.6896 0.954 0.6444 0.1616 0.9601 0.4055 0.4931 0.1367 0.1007 0.0869 0.6875 0.4011 0.7216 0.3659 0.3583 0.3993 0.7915
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT
The SAS System SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1989 To 1996 Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD BOT BOP PDBI YD INT
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
N
Corr (R)
MSE
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
1.52783 0.94641 0.03016 1.42381 0.84015 18.24421 11.62651 0.13887 3.82917 0.35451 3.37787 0.09067 0.03724 0.02138 16.95821 0.35384 28.47531 1.38536 0.653 0.90777 5.98752
-0.495 0.521 0.597 -0.502 -0.673 -0.604 0.832 0.505 -0.6 -0.614 0.091 0.912 0.793 0.923 0.82 -0.229 0.266 0.869 0.178 0.102 -0.519
Bias (UM) 0.677 0.145 0.091 0.779 0.797 0.625 0.797 0.208 0.824 0.866 0.055 0.668 0.024 0.123 0.749 0.743 0.663 0.809 0.002 0.001 0.606
Reg (UR)
Inequality Coef Dist (UD)
0.317 0.827 0.634 0.214 0.19 0.368 0.202 0.718 0.175 0.116 0.855 0.295 0.845 0.79 0.251 0.223 0.335 0.153 0.918 0.914 0.357
Var (US) 0.007 0.028 0.274 0.007 0.012 0.007 0.001 0.073 0.002 0.018 0.09 0.037 0.131 0.087 0 0.033 0.002 0.038 0.081 0.085 0.037
Covar (UC) 0.179 0.666 0.284 0.1 0.035 0.194 0.196 0.479 0.111 0.005 0.423 0.252 0.634 0.689 0.247 0.059 0.3 0.115 0.52 0.481 0.066
0.144 0.189 0.624 0.121 0.168 0.181 0.007 0.313 0.065 0.129 0.522 0.08 0.342 0.188 0.004 0.198 0.038 0.075 0.479 0.518 0.328
U1
7.9317 3.654 1.4688 10.2708 6.5539 9.5771 23.5445 2.9171 12.6649 4.4329 3.2426 2.1105 1.676 1.3047 34.6201 5.1188 20.6251 2.4798 3.4343 3.3814 4.4042
U
Label
0.8547 0.6965 0.5085 0.9281 0.927 0.9493 0.9421 0.6617 0.9886 0.9601 0.7655 0.5907 0.5028 0.4186 0.948 0.9018 0.9645 0.6123 0.7689 0.78 0.8988
ER INDEX EXPO IMPO ISWA IPEM UKHA GIRA TADE MS CONS GEXP GREV TAX KREDIT MD
INT