ANALISIS PERBANDINGAN RELATIF JALUR MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
VINA QUROTULAINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Vina Qurotulaina NIM H14100067
ABSTRAK VINA QUROTULAINA. Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Dibimbing oleh NOER AZZAM ACHSANI. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kekuatan relatif dari masingmasing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonometrika dengan model Vector Error Correction Model (VECM). Penelitian ini menggunakan data time series bulanan tahun 2004:1 sampai 2013:10. Hasil menunjukkan bahwa pada jangka panjang, suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter tidak mempengaruhi outputmaupun inflasi. Berdasarkan hasil analisis IRF menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian teori pada respon masing-masing variabel jika terdapat guncangan pada suku bunga pasar uang antarbank (PUAB), kecuali variabel nilai tukar dan variabel kredit. Hasil analisis FEVD menujukkan bahwa nilai tukar merupakan jalur yang paling memengaruhi output di Indonesia. Jalur kredit merupakan jalur yang paling memengaruhi inflasi di Indonesia. Kata kunci: mekanisme transmisi kebijakan moneter, VECM.
ABSTRACT VINA QUROTULAINA. Comparative Analysis of Monetary Transmission Channel in Indonesia. Supervised by NOER AZZAM ACHSANI. This study aims to compare the relative strength of each channel of monetary transmission mechanism in Indonesia. Methods of analysis used in this study is the Vector model Error Correction Model (VECM). This study use monthly time series data (2004): 1: 10 until 2013. The results show that in the long run, the interbank money market interest rates (PUAB) as the operational target of monetary policy does not affect the output and inflation. Based on the results of the IRF analysis show that the response of each variable if there are shocks on the interbank money market interest rates (PUAB) is not suitable with the theory, unless the exchange rates variable and credit variable. FEVD analysis results shows that the exchange rate channel and credit channel have highest relative importance to explain the output and inflation in Indonesia. Keywords: monetary policy transmission mechanism, VECM.
ANALISIS PERBANDINGAN RELATIF JALUR MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
VINA QUROTULAINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Nama : Vina Qurotulaina NIM : H14100067
Disetujui oleh
Prof Noer Azam Achsani, Ph.D Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang penulis sajikan adalah mengenai kebijakan moneter dengan judul analisis perbandingan relative jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa yang tek henti-hentinya. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada 1. Prof Noer Azam Achsani, Ph.D selaku pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan ilmu serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi. 2. Dr. Lukitawaty Anggraeni S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang benar. 4. Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan kerjasama dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB. 5. Sahabat penulis, Tisa, Astika, Triana, Masyitoh, Lia, Annisa dan Trisa. 6. Rekan-rekan sebimbingan, Tiko Permatasari, Bramastyo Agung Wibowo, Putri Monicha Sari, Wulandari Sangidi, Asty, Fahmi, Efita dan Ardian. 7. Keluarga besar IE 47 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu di IPB Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Vina Qurotulaina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Penelitian Terdahulu
3
Kerangka Pemikiran
6
METODE PENELITIAN
8
Jenis dan Sumber Data
8
Metode Analisis dan Pengolahan Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Gambaran Umum
12
Hasil Penelitian
15
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Variabel dan sumber data Uji kointegrasi Johansen Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model IPI Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model CPI Hasil estimasi Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter berdasarkan hasil analisis variance decomposition 7 Credit to GDP Ratio di beberapa negara ASEAN
8 15 16 17 18 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran 2 Pergerakan Indeks Harga Konsumen Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 3 Pergerakan Indeks Produksi Industri Indonesia Januari 2003-Oktober 2013 4 Pergerakan Money Market Rate (MMR) dan Suku Bunga Kredit Riil Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 5 Pergerakan Jumlah Kredit Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 6 Pergerakan Jumlah Nilai Tukar Rupiah Januari 2004-Oktober 2013 7 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari 2004Oktober 2013 8 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR
7 12 12 13 14 14 15 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hasil uji akar unit pada level Hasil Uji Akar unit pada First Difference Hasil Uji Lag Optimum Hasil Uji Stabilitas VAR Hasil Uji Kointegrasi Hasil Estimasi Jangka Panjang VECM model IPI Hasil Estimasi VECM model CPI Impulse Response Function Variabel CPI dan IPI Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR Variance Decomposition of IPI Variance Decomposition of CPI
25 30 32 33 34 36 38 40 42 43 44
PENDAHULUAN Latar Belakang Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral memengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan (Warjiyo dan Solikin 2003). Tujuan akhir dari mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah mencapai apa yang disebut dengan tujuan ekonomi makro yang didalamnya mencakup tiga target yang dikenal dengan trilogi pembangunan. Ketiga target tersebut adalah peningkatan pendapatan nasional yang tinggi, stabilitas perekonomian yang ditunjukkan dengan inflasi yang rendah, serta pemerataan pembangunan (Syofriza 2001). Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini dimulai dengan perubahan suku bunga kebijakan yang memengaruhi suku bunga pasar, dan pada akhirnya mampu memengaruhi sektor perekonomian riil melalui beberapa jalur diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi inflasi. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menggunakan suku bunga kebijakan (BI Rate) sebagai instrumen dalam pengendalian moneter untuk mencapai sasaran akhir. Melalui BI Rate, Bank Indonesia dapat memengaruhi suku bunga riil jangka pendek dan menengah. Suku bunga riil tersebut akan memengaruhi investasi dan konsumsi yang pada akhirnya dapat memengaruhi output dan inflasi. Indonesia merupakan negara small open economy yang menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. Pergerakan nilai tukar dapat memengaruhi perkembangan penawaran dan permintaan agregat, dan selanjutnya dapat memengaruhi output dan inflasi. Oleh karena itu, jalur nilai tukar merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Jalur kredit juga merupakan salah satu mekanisme transmisi kebijakan yang penting di Indonesia, mengingat masih besarnya peran perbankan dalam perekonomian di Indonesia yang salah satunya dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan pihak perbankan yang pada akhirnya mampu memengaruhi output. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset (asset price channel) merupakan salah satu transmisi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk dapat mencapai kestabilan harga. Perubahan aset dapat memengaruhi aktivitas perekonomian melalui efek kesejahteraan dan yields yang diperoleh (Antono 2010). Penelitian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Tahir (2012) yang meneliti perbandingan relatif mekanisme transmisi kebijakan moneter di tiga negara yang menerapkan ITF yaitu Brazil, Chile, dan Korea. Khundrakpam dan Jain (2012) meneliti hal yang sama untuk kasus negara India. Tang (2012) meneliti perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di negara Malaysia. Penelitian mengenai perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia juga telah banyak dilakukan, seperti yang telah dilakukan oleh Wulandari (2012) yang membandingkan peranan jalur kredit dan suku bunga dalam menjelaskan outputdan inflasi di Indonesia. Affandi (2005) membangun model untuk
2 membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, dan jalur harga aset serta membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur yang paling berperan dalam memengaruhi dua dari tujuan akhir kebijakan moneter yaitu outputdan inflasi. Perumusan Masalah Proses mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu hal yang kompleks sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut seiring dengan dinamisnya perkembangan ekonomi. Pengetahuan mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter tetap penting untuk terus dilakukan, agar mampu menciptakan dan suatu kebijakan moneter yang efektif dalam mencapai sasaran akhir. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan moneter tergantung pada kemampuan pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi perubahan parameter yang berhubungan dengan proses transmisi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang variabel transmisi dalam memengaruhi output dan inflasi? 2. Bagaimana kekuatan relatif dari peranan masing-masing jalur transmisi, yaitu jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, dan jalur harga aset di Indonesia? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjag variabel transmisi dalam mempengaruhi output dan inflasi. 2. Menganalisis kekuatan relatif dari masing-masing transmisi, yaitu jalur suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset di Indonesia.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan khususnya Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai perkembangan mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meneliti tentang kekuatan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Jalur mekanisme yang dimaksud adalah jalur suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset. Masingmasing jalur diproksikan oleh suku bunga kredit, jumlah kredit, real effective exchange rate dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Periode yang digunakan yaitu dari Januari 2004 sampai Oktober 2013.
3
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefinisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama pendapatan nasional (Syofriza 2001). Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money atau Teori Kuantitas Uang. MV =PT Dimana jumlah uang beredar dikalikan dengan tingkat perputaran uang/income velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi ekonomi/outputriil dikalikan tingkat harga (P). Hal ini berarti jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah outputyang dihitung dengan harga yang berlaku yang ditransaksikan (PT) (Warjiyo dan Solikin 2003). Jalur moneter seperti diatas disebut sebagai jalur moneter langsung. Jalur ini dianggap tidak dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor yang selain uang terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga asset, kredit dan ekspektasi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain melalui jalur langsung, mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi pada lima jalur lainnya yaitu, interest rate channel (jalur suku bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets price channel (jalur harga aset), credit channel (jalur kredit) dan expectation channel (jalur ekspektasi inflasi) (Warjiyo dan Solikin 2003). Mishkin (2006) mengelompokkan jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok credit view dan other asset channel yang menggambarkan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi output. Jalur tersebut diantaranya suku bunga tradisional, pengaruh kurs terhadap ekspor bersih (exchange rate channel), teori tobin’s q, pengaruh kekayaan (wealth channel), jalur kredit bank, jalur neraca, jalur arus kas, unanticipated price level channel dan pengaruh likuiditas rumah tangga. Penelitian ini hanya fokus pada empat jalur yaitu jalur suku bunga, jalur kredit bank, jalur nilai tukar dan harga aset. Oleh karena itu penjelasan lebih lanjut akan dilakukan pada keempat jalur tersebut. Jalur Suku Bunga Skema dibawah ini menunjukkan pengaruh kebijakan moneter ekspansioner yang menggambarkan mekanisme transmisi jalur suku bunga. Kebijakan moneter ekspansif (m ↓) i ↓ I ↑ Y ↑
4 Kebijakan moneter ekspansioner menyebabkan penurunan suku bunga riil (i ↓) dimana selanjutnya menurunkan biaya modal yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran investasi (I ↑) sehingga pada akhirnya mendorong peningkatan permintaan agregat dan kenaikan output (Y ↑). Jalur Kredit Bank memiliki peranan khusus dalam sitem keuangan karena mampu mengatasi masalah informasi asimetris di pasar kredit. Sepanjang tidak ada substitusi yang sempurna dari simpanan bank ritel dengan sumber pendanaan lainnya, jalur kredit bank dalam mekanisme transmisi moneter bekerja sebagai berikut : Kebijakan moneter ekspansif (m ↓) simpanan bank ↑ kredit bank ↑ I ↑Y ↑ Kebijakan moneter ekspansioner meningkatkan cadangan bank dan simpanan bank yang berakibat pada meningkatnya ketersediaan kredit bank. Kenaikan kredit ini akan menyebabkan pengeluaran investasi meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan output. (Mishkin 2006) Jalur Nilai Tukar Pertumbuhan ekonomi yang semakin global dan diterapkannya sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) meningkatkan perhatian terhadap bagaimana kebijakan moneter memengaruhi kurs yang selanjutnya memengaruhi ekspor bersih dan agregat output. Jalur ini melibatkan pengaruh suku bunga, ketika suku bunga riil dalam negeri turun, maka aset dalam negeri kurang menarik relatif terhadap aset dengan denominasi mata uang asing. Akibatnya nilai tukar domestik terdepresiasi. Hal ini menyebabkan naiknya net ekspor akibat harga-harga dalam negeri menjadi lebih murah dibandingkan dengan luar negeri yang meningkatkan ekspor. Kenaikan net ekspor pada akhirnya mampu meningkatkan output. (Mishkin 2006) Kebijakan moneter ekspansif (m ↓) i ↓ E ↓ NX ↑ Y ↑ Jalur Harga Aset (Teori Tobin’s q) James Tobin mengembangkan sebuah teori yang disebut teori tobin’s q yang menjelaskan bagaimana kebijakan moneter mampu mempengaruhi perekonomian melalui pengaruhnya terhadap valuasi saham. q didefinisikan sebagai nilai pasar perusahaan yang dibagi dengan replacement cost of capital. Jika q tinggi, nilai perusahaan lebih tinggi dibandigkan dengan biaya penggantian modal. Artinya, perusahaan dapat membeli barang modal baru dengan menerbitkan saham dalam jumlah yang sedikit. Kebijakan moneter ekspansif meningkatkan permintaan atas saham dan akibatnya meningkatkan harga saham. Kenaikan harga saham akan mendorong kenaikan q dan akibatnya mendorong peningkatan investasi. Kebijakan moneter ekspansif (m ↓) Ps ↑ I ↑ Y ↑
5 Penelitian Terdahulu Wulandari (2012) meneliti tentang peranan jalur suku bunga dan jalur kredit di Indonesia serta membandingkan kekuatan relatif dari kedua jalur tersebut. Berdasarkan estimasi dari variance decomposition model SVAR menunjukkan hasil bahwa jalur suku bunga lebih berperan dalam memengaruhi tingkat inflasi, sedangkan jalur kredit lebih dominan dalam memengaruhi tingkat outputdi Indonesia. Peranan masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Brazil, Chile dan Korea telah diteliti oleh Tahir (2012). Hasil Estimasi variance decomposition dari model SVAR menunjukkan bahwa peranan jalur nilai tukar dan harga aset lebih dominan di ketiga negara tersebut. Raghavan dan Silvapulle (2007) meneliti kekuatan relatif dari jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Malaysia. Penelitian ini menggunakan metode SVAR untuk meneliti keefektifan kebijakan moneter Malaysia dan peranan masing-masing jalur transmisi dalam memengaruhi tingkat harga dan aktivitas ekonomi di Malaysia sebelum dan setelah terjadinya krisis tahun 1997. Periode dalam penelitian ini dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum krisis 1997 dan sesudah krisis. Hasil menunjukkan bahwa sebelum terjadinya krisis tahun 1997, guncangan kebijakan moneter dan nilai tukar secara signifikan memengaruhi outputdan tingkat harga, jumlah uang beredar, suku bunga dan nilai tukar itu sendiri. Namun setelah krisis tahun 1997 hanya jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh kuat terhadap output. Khundrakpam dan Jain (2012) meneliti hal yang sama untuk kasus negara India menggunakan model SVAR. Penelitian ini selain menggunakan variabel yang menujukkan kebijakan moneter domestik juga memasukkan variabel seperti harga komoditas dunia dan harga minyak dunia untuk mengetahui pengaruh guncangan kedua variabel tersebut terhadap perekonomian di India. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jalur suku bunga, kredit dan harga aset menunjukkan peranan yang lebih dominan dalam mentransmisikan kebijakan moneter di India dan jalur nilai tukar memiliki peranan paling lemah. Affandi (2005) membangun sebuah model yang cocok bagi Indonesia untuk menganalisis jalur masing-masing mekanisme transmisi kebijakan moneter serta kaitannya dengan krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Syofriza (2001) membandingkan peranan relatif dari jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan estimasi impulse respon function model VECM yang menjelaskan peranan jalur suku bunga, jalur kredit dan jalur nilai tukar. Hasil analisis variance decomposition menunjukan bahwa selama periode 1990:1 sampai 2000:12, jalur nilai tukar lebih dominan terhadap pendapatan pendapatan nasional dibandingkan dengan jalur suku bunga dan jalur nilai kredit. Sultoni (2013) membandingkan jalur suku bunga kredit dan nilai tukar menggunakan analisis IRF dalam model SVAR dan menemukan bahwa jalur nilai tukar merupakan jalur yang efektif dalam mempengaruhi perekonomian riil dalam hal ini outputbaik secara agregat maupun sektoral. Rahutami (2004) meneliti peranan jalur nilai tukar dan jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia sebelum diterapkannya Full Fledge Inflation Targeting (FFIT) di Indonesia. Hasil estimasi
6 model VAR menunjukkan bahwa sebelum diterapkannya FFIT, nilai tukar merupakan jalur mekanisme transmisi yang lebih kuat dan cepat dalam mempengaruhi outputdan inflasi. Adanya goncangan di dalam nilai tukar berupa depresiasi akan memengaruhi kestabilan outputdan inflasi. Di sisi lain, jalur suku bunga masih mengalami hambatan, sehingga pengelolaan suku bunga tidak akan memberikan pengaruh yang kuat dan langsung pada outputdan inflasi. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Tahir (2012) yang meneliti perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di negara-negara yang menerapkan ITF yaitu negara Brazil, Chile dan Korea. Dalam penelitian yang akan dilakukan, masing-masing jalur mekanisme diproksikan melalui satu variabel. Jalur suku bunga diproksikan dengan suku bunga kredit dan jalur kredit diproksikan melalui variabel kredit. Jalur nilai tukar diproksikan melalui variabel real effective exchange rate (REER). Jalur harga aset diproksikan melalui variabel indeks harga saham gabungan (IHSG). Penelitian ini juga terdapat dua variabel yang menggambarkan aktivitas perekonomian di Indonesia yaitu variabel indeks produksi industri (IPI) sebagai proksi dari outputIndonesia. Variabel CPI atau indeks harga konsumen digunakan sebagai proksi dari Inflasi. Suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter dalam penelitian ini digunakan untuk melihat bagaimana respon masing-masing variabel jalur mekanisme transmisi terhadap shock atau guncangan sasaran operasional. Terakhir, variabel Oil atau harga minyak dunia digunakan sebagai proksi dari shock harga dunia yang dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan kebijakan moneter di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya adalah periode yang digunakan dalam penelitian serta negara yang menjadi objek penelitian. Selain itu, penelitian ini juga melihat perbandingan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Kerangka Pemikiran Mekanisme transmisi kebijakan moneter berjalan melalui beberapa jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan jalur ekspektasi inflasi. Penelitian ini hanya fokus pada analisis perbandingan relatif antara jalur suku bunga, nilai tukar, jalur kredit dan jalur harga aset yang masing-masing diproksikan oleh satu variabel. Penelitian ini menggunakan metode VECM dengan analisis impulse response function dan variance decomposition untuk melihat kepentingan relatif dari masing-masing jalur transmisi. Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Mekanisme transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
Suku Bunga
Kredit
Nilai Tukar
Harga Asset
Outputdan Inflasi
Perbandingan Relatif jalur transmisi
VAR/VECM
FEVD & IRF
Fokus Penelitian
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Ekspektasi Inflasi
8
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan periode Januari 2004 hingga Oktober 2013. Sumber data berasal dari International Financial Statistics (IFS), Fred Database, Bank of International Settlements (BIS), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Semua variabel dalam penelitian ini dikonversikan ke dalam bentuk logaritma natural, kecuali variabel suku bunga kredit riil dan money market rate (MMR). Penjelasan lebih lanjut mengenai sumber data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel dan sumber data Variabel IPI CPI Kredit SBK REER
IHSG MMR
Oil
Deskripsi Indeks Produksi Industri (2010=100) Indeks Harga Konsumen (2005=100) Kredit yang diberikan oleh perbankan, Suku bunga kredit riil Nilai tukar rupiah riil efektif terhadap US Dollar Indeks Harga Saham Gabungan Money market rate atau Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Harga minyak, WTI Spot Price (Dollar per Barrel)
Sumber CEIC IFS IFS BI-SEKI BIS
Bursa Indonesia IFS
Efek
FRED Database
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode Vector error correction model (VECM). Model VECM mempunyai tiga alat analisis, diantaranya yaitu uji Kausalitas, impulse response function (IRF) dan forecast error variance decomposition (FEVD). Analisis IRF dapat digunakan untuk mengetahui respon dinamis dari guncangan suatu variabel terhadap variabel lainnya. Selain itu, kontribusi dari masing-masing variabel dalam jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter memengaruhi variabel outputdan inflasi dapat dianalisis melalui Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). FEVD berperan sebagai alat untuk mengetahui lebih baik mengenai hubungan dinamis antar variabel dalam analisis VAR. Analisis FEVD memungkinkan kita untuk membandingkan peranan masing-masing variabel dalam menjelaskan variasi
9 perubahan variabel lainnya. Melalui peran FEVD ini, penulis ingin melihat peranan masing-masing jalur pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6 dan Microsoft Excel untuk mengelompokan data. Metode Vector Error Correction Model (VECM) Data yang tidak stasioner pada level memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Vector error correction model (VECM) merupakan model VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel nonstasioner namun memiliki potensi untuk terkointegrasi. Restriksi tambahan pada VECM harus diberikan karena keberadaan bentuk dan data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Jika terbukti terdapat hubungan kointegrasi dalam model, maka analisis akan dilakukan menggunakan model VECM. Spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut: +
+∑
+
dimana : = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian = vektor intercept = vector koefisien regresi = time trend = , dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang = variabel in-level = matriks koefisien regresi = ordo VECM dari VAR = error term Pengujian Pra Estimasi Pengujian pra estimasi dilakukan sebelum mengestimasi model. langkahlangkah yang dilakukan sebelum mengestimasi model adalah: uji stasioneritas data, uji lag optimum, dan uji stabilitas. Uji Stasioneritas Data Uji stasioneritas data dilakukan untuk mengetahui apakah data stasioner pada level atau first difference bahkan second different. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk menghindari terjadinya spurious regression atau regresi palsu. Stasioneritas data dapat diuji menggunakan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF statistik lebih besar dari nilai kritisnya pada tingkat 1%, 5% dan 10% maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut mengandung akar unit atau tidak stasioner (Firdaus 2011).
10 Uji Kointegrasi Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. Jika nilai trace statictic > critical value maka persamaan tersebut terkointegrasi (Firdaus 2011). Uji Stabilitas Pengujian berikutnya adalah uji stabilitas VAR. Menurut Firdaus (2011) uji stabilitas dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polynomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada dalam unit circle atau jika nilai absolutnya<1 maka model model VAR tersebut dianggap stabil sehingga Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid. Uji Lag Optimum Pemilihan panjang lag dalam model VAR terutama untuk menghindari terjadinya serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model yang dapat menyebabkan estimator menjadi tidak konsisten. Semakin panjang lag yang digunakan akan mengurangi degree of freedom dan jumlah observasi. Sedangkan lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi yang salah (Basith 2007). Penentuan lag optimum dilakukan melalui pemilihan kriteria yang terdiri dari Likelihood Ratio (LR), Hannan Quin (HQ), Schwarz Information Criterion (SIC), Akaike Information Criterion (AIC). Kriteria yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criterion (AIC) minimum.
Model VECM Model yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
=
[
] [
+
][
]
[
]
11
=
[
+
] [ dimana : LnIPI LnCPI LnOIL Kredit Sbkriil LnREER LnIHSG MMR
][
]
[
: Indeks produksi industri : Indeks harga konsumen : Harga minyak dunia : Jumlah kredit yang diberikan oleh perbankan : Suku bunga kredit riil : Real effective exchange rate : Indeks Harga Saham Gabungan : Money market rate atau suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) : Koefisien regresi model VAR : Error term
Impulse Respon Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) adalah salah satu innovation accounting dari model VAR yang dapat melihat respon suatu variabel jika terjadi shock pada variabel lainnya dalam suatu model. Hal ini dikarenakan shock variabel ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang (Firdaus 2011) Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi variabelvariabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Firdaus 2011). Melalui analisis FEVD dapat diketahui variabel apa saja yang memengaruhi variabel tertentu. FEVD melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain melalui persentase kontribusi terhadap fluktuasi suatu variabel yang dihasilkan dalam analisis.
]
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Analisis diawali dengan pembahasan mengenai pergerakan masing-masing variabel selama periode penelitian. Analisis ini menggambarkan bagaimana perilaku masing-masing variabel apakah terdapat tren yang positif atau negatif dan melihat apakah pergerakannya dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi selama periode penelitian. CPI
Indeks
200 150 100 50
Jan-04 Jun-04 Nov-04 Apr-05 Sep-05 Feb-06 Jul-06 Dec-06 May-07 Oct-07 Mar-08 Aug-08 Jan-09 Jun-09 Nov-09 Apr-10 Sep-10 Feb-11 Jul-11 Dec-11 May-12 Oct-12 Mar-13 Aug-13
0
Bulan
Sumber : International Financial Statistic 2014 (Diolah)
Gambar 2 Pergerakan Indeks Harga Konsumen Indonesia Januari 2004Oktober 2013 Pergerakan indeks harga konsumen Indonesia memiliki tren yang positif seperti yang terlihat terlihat pada Gambar 2. Sejak tahun 2004 hingga 2013 indeks harga konsumen Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada tahun 2005 dan tahun 2008 yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia tersebut membuat pemerintah menetapkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Kenaikan indeks harga konsumen yang terjadi terus-menerus sepanjang tahun tidak sesuai dengan kerangka kerja kebijakan moneter Indonesia yang memiliki tujuan akhir yaitu menjaga kestabilan harga.
140 120 100 80 60 40 20 0 Jan-04 Jun-04 Nop-04 Apr-05 Sep-05 Feb-06 Jul-06 Des-06 Mei-07 Okt-07 Mar-08 Agust-08 Jan-09 Jun-09 Nop-09 Apr-10 Sep-10 Feb-11 Jul-11 Des-11 Mei-12 Okt-12 Mar-13 Agust-13
Indeks
IPI
Bulan
Sumber : CEIC 2014 (Diolah)
Gambar 3 Pergerakan Indeks Produksi Industri Indonesia Januari 2003Oktober 2013
13
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
MMR sbkriil Jan-04 Jul-04 Jan-05 Jul-05 Jan-06 Jul-06 Jan-07 Jul-07 Jan-08 Jul-08 Jan-09 Jul-09 Jan-10 Jul-10 Jan-11 Jul-11 Jan-12 Jul-12 Jan-13 Jul-13
Persen
Variabel IPI atau indeks produksi industri yang merupakan proksi dari output juga menunjukkan tren yang positif namun memiliki nilai yang fluktuatif. Penurunan IPI yang signifikan terjadi pada tahun 2004, 2005, 2006, 2010 dan 2012. Pada tahun 2005, kenaikan harga minyak mentah dunia merupakan sebab terjadinya kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan turunnya aktivitas produksi sehingga menurunkan output.
Bulan
Sumber : International Financial Statistic dan Bank Indonesia 2014 (Diolah)
Gambar 4 Pergerakan money market rate (MMR) dan Suku Bunga Kredit Riil Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 Suku bunga kredit memiliki pergerakan yang relatif sama dengan suku bunga PUAB atau money market rate (MMR), namun suku bunga kredit memiliki nilai dengan kisaran yang lebih tinggi dari suku bunga PUAB. Hal ini terlihat dari nilai suku bunga kredit riil yang memiliki kisaran sebesar 6 sampai 17 persen. Suku bunga PUAB atau money market rate (MMR) memiliki kisaran yang lebih kecil yaitu 3 sampai 11 persen. Suku bunga kredit riil mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2005, 2008 dan tahun 2013. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut terjadi gejolak ekonomi yaitu kenaikan harga minyak mentah dunia yang mempengaruhi aktivitas perekonomian Indonesia dan krisis finansial global yang melanda dunia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian adalah dengan menurunkan suku bunga kredit. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa nilai suku bunga kredit Indonesia tergolong tinggi. Suku bunga kredit yang terlalu tinggi dapat mengurangi investasi karena suku bunga dianggap sebagai biaya dalam investasi. Jika terjadi kenaikan pada suku bunga maka investasi akan turun yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat output. Jumlah kredit yang diberikan oleh pihak perbankan dalam penelitian ini merupakan proksi dari mekanisme transmisi melalui jalur kredit. Seperti yang terlihat pada Gambar 5 pergerakan jumlah kredit di Indonesia memiliki tren yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kredit di Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah kredit ini dapat meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
14
Jul-13
Jan-13
Jul-12
Jan-12
Jul-11
Jan-11
Jul-10
Jan-10
Jul-09
Jan-09
Jul-08
Jan-08
Jul-07
Jul-06
Jan-07
Jan-06
Jul-05
Jan-05
Jul-04
3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 Jan-04
Juta Rupiah
Kredit
Bulan
Sumber : International Financial Statistics (IFS) 2014 (Diolah)
Gambar 5 Pergerakan Jumlah Kredit Indonesia Januari 2004-Oktober 2013 Gambar 6 merupakan grafik perkembangan Real effective exchange rate (REER) yang digunakan sebagai proksi jalur mekanisme transmisi jalur nilai tukar. Nilai tukar di Indonesia mengalami pergerakan yang fluktuatif namun fluktuasinya tidak terlalu besar. Nilai tukar Indonesia sempat mengalami penurunan yang signifikan tahun 2005. Nilai tukar Indonesia juga mengalami gejolak yaitu terjadi depresiasi tahun 2008 yang salah satunya juga diakibatkan oleh krisis finansial global.
Jul-13
Jan-13
Jul-12
Jan-12
Jul-11
Jan-11
Jul-10
Jan-10
Jul-09
Jan-09
Jul-08
Jan-08
Jul-07
Jan-07
Jul-06
Jan-06
Jul-05
Jan-05
Jul-04
120 100 80 60 40 20 0 Jan-04
Indeks
REER
Bulan
Sumber : Bank of International Settlements 2014 (Diolah)
Gambar 6 Pergerakan Jumlah Nilai Tukar Rupiah Januari 2004-Oktober 2013 Gambar 7 menjelaskan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merupakan proksi dari mekanisme transmisi jalur harga aset. IHSG mengalami pergerakan yang positif, walaupun sempat mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2008 akibat krisis finansial global yang melanda dunia. Hal ini terjadi karena pasar saham di Indonesia sensitif terhadap gejolak perekonomian. Pergerakan IHSG yang positif di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat kenaikan nilai perusahaan yang dapat meningkatkan investasi dan pada akhirnya mampu meningkatkan output.
indeks
15 6000 5000 IHSG 4000 3000 2000 1000 0 Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09 Jan-10 Jan-11 Jan-12 Jan-13 Bulan
Sumber : Bursa Efek Indonesia 2014 (Diolah)
Gambar 7 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari 2004Oktober 2013
Hasil Penelitian Estimasi VECM Pengujian pra estimasi telah dilakukan sebelum estimasi menggunakan model. Berdasarkan hasil uji akar unit pada level menggunakan uji ADF menujukkan hasil bahwa hampir semua variabel tidak stasioner pada level, kecuali variabel IPI, SBKriil dan Oil yang stasioner pada level. Selanjutnya dilakukan uji akar unit pada tingkat first difference dan hasil menujukkan bahwa variabel stasioner di tingkat first difference pada taraf nyata 1%, 5% dan 10%. Kemudian berdasarkan pengujian lag optimum, kriteria pengujian yag didasarkan pada nilai AIC minimum menunjukkan model optimum di lag 1. Pengujian stabilitas VAR juga menunjukkan semua akar unit dari fungsi polinomial memiliki nilai kurang dari 1. Hal ini berarti bahwa model VAR sudah stabil, sehingga Impulse Respon Function dan Forecast Error Variance Decomposition dianggap valid. Berdasarkan Johansen cointegration test dapat dilihat bahwa terdapat 4 persamaan yang memiliki nilai trace statistic > critical value, hal ini menujukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antar variabel dan metode VECM dapat digunakan. Tabel 2 uji kointegrasi Johansen Hipotesa
IPI Trace Statistic
Critical Value
None * At most 1* At most 2* At most 3* At most 4 At most 5 At most 6 At most 7
250.9743 186.7649 135.3836 97.34792 63.65034 31.99309 15.45347 6.967615
187.4701 150.5585 117.7082 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
Hipotesa None * At most 1* At most 2* At most 3* At most 4* At most 5 At most 6 At most 7
CPI Trace Statistic
Critical Value
249.3688 185.8434 134.8534 98.19524 64.05126 32.12326 15.28609 6.877423
187.4701 150.5585 117.7082 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
16 Cointegration test yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi pada model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode VECM untuk mengetahui perbandingan relatif masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi VECM model pertama hampir semua variabel signifikan pada jangka panjang, kecuali variabel harga minyak dunia (Oil) dan MMR atau suku bunga pasar uang antar bank (PUAB). Variabel harga minyak dunia (Oil) memiliki hubungan yang negatif terhadap IPI. Hal ini berarti bahwa kenaikan harga minyak dunia sebesar 1% akan menurunkan output sebesar 0.11%. Hubungan antara variabel Oil dan variabel IPI tidak signifikan yang artinya dalam jangka panjang, harga minyak dunia tidak signifikan mempengaruhi output di Indonesia. CPI atau indeks harga konsumen berpengaruh signifikan terhadap indeks produksi industri (IPI). Hubungan antara CPI dengan IPI adalah negatif. Hubungan yang negatif ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada CPI, maka IPI akan menurun sebesar 1.68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, kenaikan harga dapat menurunkan output. Kenaikan harga yang terjadi dalam waktu yang relatif panjang yang tidak diikuti oleh kenaikan upah dapat menurunkan daya beli masyarakat sehingga mengurangi tingkat konsumsi yang merupakan komponen dari output. Penurunan tingkat konsumsi ini mengakibatkan terjadinya penurunan output. Jumlah kredit berpengaruh signifikan terhadap IPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan jumlah kredit sebesar 1 persen, maka output akan turun sebesar 0.74 persen. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana kenaikan kredit seharusnya diikuti dengan kenaikan output. Tabel 3 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model IPI Variabel Koefisien t-statistic LNIPI(-1) 1 LNCPI(-1) -1.684413* 4.16702* LNOIL(-1) -0.117768 1.85747 KREDIT(-1) -0.748824* 2.93680* SBKRIIL(-1) 0.066764* -3.51252* LNREER(-1) -1.077578* 4.60006* LNIHSG(-1) 0.228105* -3.13586* MMR(-1) 0.009310 -1.21421 Keterangan : tanda (*) menunjukkan variabel signifikan pada taraf nyata 5%
Suku bunga kredit riil secara signifikan berpengaruh terhadap IPI dengan hubungan yang positif. Hubungan yang positif ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan suku bunga kredit sebesar 1 persen, maka output akan meningkat sebesar 0.06 persen. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana kenaikan suku bunga kredit seharusnya diikuti oleh penurunan output. Suku bunga memiliki hubungan yang negatif dengan investasi. Jika suku bunga naik, maka investasi akan turun yang pada akhirnya dapat menurunkan output. Nilai tukar atau REER berpengaruh signifikan terhadap IPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika nilai tukar rupiah naik (terapresiasi) sebesar 1 persen maka, output akan menurun
17 sebesar 1.07 persen. Hal ini sesuai dengan teori dimana apresiasi nilai tukar domestik terhadap nilai tukar asing mengakibatkan harga barang domestik menjadi lebih murah dibandingkan dengan luar negeri sehingga mampu meningkatkan ekspor. Kenaikan ekspor ini akan meningkatkan net ekspor yang pada akhirnya mampu meningkatkan output. Indeks harga saham gabungan (IHSG) memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan IPI. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan IHSG sebesar 1 persen, maka output akan naik sebesar 0.22 persen. Hal ini sesuai dengan teori dimana kenaikan harga saham mampu meningkatkan investasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan output. Pada hubungan jangka pendek, hanya ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel IPI yaitu variabel IPI itu sendiri pada lag pertama, variabel kredit dan MMR pada lag pertama. Variabel IPI lag pertama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel IPI sebesar -0.289903. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek kenaikan IPI sebesar 1 persen mengakibatkan terjadinya penurunan IPI sebesar 0.29 persen. Kredit pada lag pertama berpengaruh signifikan terhadap variabel dengan hubungan yang searah. Artinya ketika ada kenaikan pada kredit, maka IPI juga akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori dimana jika terjadi kenaikan jumlah kredit, maka aktivitas perekonomian akan meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan output. Variabel MMR pada lag pertama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel IPI sebesar -0.012277. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek, kenaikan MMR sebesar 1 persen mengakibatkan terjadinya penurunan IPI sebesar 0.01 persen. Variabel yang signifikan dalam jangka panjang pada model kedua adalah variabel IPI, kredit, nilai tukar, suku bunga kredit riil dan IHSG. Sedangkan variabel Oil dan MMR tidak berpengaruh secara signifikan jangka panjang terhadap CPI. Tabel 4 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model CPI Variabel Koefisien t-statistic LNCPI(-1) 1 LNIPI(-1) -0.593679* 4.72551* LNOIL(-1) 0.069916 1.90116 KREDIT(-1) -0.444560* 3.46803* SBKRIIL(-1) 0.039636* -3.86487* LNREER(-1) -0.639735* 5.46713* LNIHSG(-1) 0.135421* -3.22979* MMR(-1) 0.005527 -1.32249 Keterangan : tanda (*) menunjukkan variabel signifikan pada taraf nyata 5%
Variabel IPI berpengaruh signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada IPI, maka CPI akan turun sebesar 0.59 persen. Variabel harga minyak dunia atau Oil memiliki hubungan positif namun tidak signifikan terhadap CPI. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1 persen pada harga minyak mentah dunia akan menyebabkan naiknya tingkat harga sebesar 0.06
18 persen. Fenomena ini dapat dijelaskan yaitu ketika harga minyak mentah dunia naik, maka dapat meningkatkan biaya produksi karena naiknya harga input produksi. Meningkatnya biaya produksi akan meningkatkan harga barang. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang relatif panjang, maka akan memicu terjadinya inflasi (Nurhayati, 2013). Kredit berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan kredit sebesar 1 persen, maka CPI akan turun sebesar 0.44 persen. Variabel suku bunga kredit riil berpengaruh signifikan dan memiliki nilai yang positif terhadap CPI. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan suku bunga kredit riil sebesar 1 persen, maka CPI akan naik sebesar 0.44 persen. Nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada nilai tukar, maka CPI akan turun sebesar 0.59 persen. IHSG memiliki pengaruh yang signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang positif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada IHSG, maka CPI akan naik sebesar 0.59 persen. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap CPI pada jangka pendek adalah variabel MMR dengan nilai yang negatif sebesar -0.001660. Hal ini berarti jika terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional kebijakan moneter sebesar 1 persen, maka CPI atau inflasi akan mengalami penurunan sebesar 0.16 persen. Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) adalah salah satu innovation accounting dalam model VECM yang dapat digunakan untuk melihat respon suatu variabel jika terjadi shock pada variabel lainnya dalam suatu model. Dalam penelitian ini akan dilihat respon masing-masing variabel jalur transmisi terhadap guncangan variabel MMR yang bertujuan untuk melihat bagaimana respon variabel jalur mekanisme transmisi jika terdapat guncangan pada suku bunga PUAB atau money market rate sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Respon variabel kredit terhadap shock MMR baru terlihat pada bulan kedua dan memiliki respon yang negatif. Respon variabel kredit terhadap shock MMR fluktuatif hingga bulan ke-21. Pada bulan ke-22, respon variabel kredit terhadap shock MMR stabil pada angka -0.002178 hingga bulan ke-36. Respon variabel suku bunga kredit riil terhadap shock MMR belum terlihat pada bulan pertama. Pada bulan kedua respon variabel SBKriil terhadap shock MMR adalah positif hingga bulan ketiga. Pada bulan keempat variabel SBKriil merespon negatif terhadap guncangan MMR dan mulai stabil pada bulan ke-25. Variabel REER atau nilai tukar merespon positif terhadap guncangan MMR pada bulan kedua dan seterusnya hingga bulan ke-36. Respon variabel REER mulai stabil pada bulan ke-23 pada angka 0.006698 Respon positif dari nilai tukar terhadap guncangan MMR berarti bahwa jika diasumsikan terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB atau MMR, maka nilai tukar akan terapresiasi. Hal ini sesuai dengan teori, dimana kenaikan suku bunga akan meningkatkan selisih suku bunga domestik terhadap suku bunga internasional. Hal ini akan meningkatkan capital inflow sehingga rupiah akan terapresiasi. Respon variabel IHSG terhadap shock MMR adalah positif pada bulan kedua dan nilainya terus positif hingga bulan ke-36. Hal ini menunjukkan bahwa
19 jika diasumsikan terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB atau MMR, maka harga saham akan naik. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimaa kenaikan MMR seharusnya diikuti oleh penurunan harga saham. Berdasarkan analisis IRF didapatkan hasil bahwa jalur kredit dan nilai tukar merupakan jalur yang memiliki kesesuaian dengan teori jika terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi pada suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional. Respon variabel kredit adalah negatif jika terjadi kenaikan pada suku bunga PUAB. Variabel suku bunga kredit hanya berjalan seusai teori pada bulan pertama dan variabel IHSG memiliki respon yang tidak sesuai dengan teori sejak awal periode. Ketidaksesuaian respon variabel IHSG kemungkinan terjadi karena IHSG lebih dipengaruhi oleh variabel makroekonomi lainnya dibandingkan dengan variabel MMR. Response to Nonfactorized One S.D. Innovations Response of LOANS to MMR
Response of SBKRIIL to MMR
.0000 .2 -.0005
-.0010
.1
-.0015 .0 -.0020
-.0025
-.1 5
10
15
20
25
30
35
5
Response of LNREER to MMR
10
15
20
25
30
35
Response of LNIHSG to MMR
.007
.030
.006
.025
.005
.020
.004 .015 .003 .010
.002
.005
.001 .000
.000 5
10
15
20
25
30
35
5
10
15
20
25
30
35
Gambar 8 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Forecast Error Variance Decomposition dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi variabel-variabel lainnya.
20 Hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa pada periode pertama variabel IPI paling besar dapat dijelaskan oleh variabel IPI itu sendiri, dengan kontribusi sebesar 97.28 persen. Kontribusinya terus berkurang hingga akhir periode. Kontribusi variabel CPI pada awal periode kecil hanya sebesar 2.71 persen namun terus mengalami peningkatan hingga akhir periode mencapai angka 45.61 persen. Variabel harga minyak dunia atau Oil hanya memiliki nilai kontribusi yang kecil dalam memengaruhi output, yaitu hanya 0.69 persen pada bulan kedua dan sekitar 3.81 persen pada akhir periode yaitu bulan ke-36. Variabel MMR atau suku bunga PUAB pada awalnya memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan output, namun nilai kontribusinya terus menurun hingga mencapai angka 0.89 persen pada akhir periode. Variabel kredit juga memiliki kontribusi yang besar pada awal periode. Nilai kontribusi variabel kredit dalam memengaruhi output pada bulan kedua adalah sebesar 2.41 persen. Namun nilai tersebut terus berkurang hingga akhir periode yang hanya mencapai 1.53 persen. Kontribusi variabel suku bunga kredit dan nilai tukar terus meningkat hingga akhir periode. Variabel IHSG memiliki kontribusi yang kecil dan terus menurun dalam menjelaskan output di Indonesia. Variabel CPI juga menunjukkan hasil yang sama yaitu fluktuasi variabel CPI yang paling besar dapat dijelaskan oleh variabel CPI itu sendiri dan menunjukkan nilai kontribusi yang semakin menurun pada periode selanjutnya. Variabel kredit merupakan variabel kedua terbesar dalam pengaruhnya terhadap CPI. MMR memiliki kontribusi terbesar ketiga dalam menjelaskan fluktuasi CPI Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil estimasi Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Variance Decomposition of IPI Periode
LNCPI
LNIPI
LNOIL
KREDIT
SBKRIIL
LNREER
LNIHSG
MMR
1
2.7132
97.286
0
0
0
0
0
0
6
32.121
55.409
0.690
2.410
1.209
5.171
0.396
2.590
12
39.719
41.525
2.238
1.823
1.852
10.902
0.322
1.615
18
42.591
35.667
3.009
1.683
2.082
13.380
0.315
1.267
24
44.082
32.643
3.408
1.608
2.201
14.656
0.312
1.085
30
44.994
30.795
3.652
1.562
2.273
15.436
0.311
0.974
36
45.610
29.547
3.816
1.531
2.322
15.962
0.309
0.899
Variance Decomposition of CPI Periode
LNCPI
LNIPI
LNOIL
KREDIT
SBKRIIL
LNREER
LNIHSG
MMR
1
100
0
0
0
0
0
0
0
6
90.175
1.050
1.311
3.860
0.125
0.535
0.292
2.648
12
87.701
1.334
1.941
4.687
0.128
0.858
0.389
2.958
18
87.016
1.398
2.129
4.919
0.127
0.943
0.425
3.038
24
86.691
1.429
2.219
5.029
0.127
0.983
0.442
3.077
30
86.498
1.446
2.273
5.095
0.127
1.007
0.452
3.099
36
86.370
1.458
2.308
5.138
0.126
1.022
0.459
3.114
Berdasarkan hasil analisis FEVD didapatkan hasil bahwa jalur yang paling berpengaruh terhadap output di Indonesia adalah jalur nilai tukar, dengan
21 kontribusi sebesar 15.96 persen. Jalur kedua yang memengaruhi output di Indonesia adalah jalur suku bunga dengan nilai kontribusi sebesar 2.32 persen. Hasil analisis variance decomposition ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tahir (2012) yaitu peranan jalur nilai tukar merupakan peranan yang dominan dalam memengaruhi output di negara Brazil dan Chile. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sultoni (2013), Rahutami (2004) dan Syofriza (2001) yang menunjukkan bahwa jalur nilai tukar merupakan jalur yang dominan dalam mempengaruhi output di Indonesia. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahutami (2004) dan Syofriza (2001) menunjukkan fenomena tersebut sebelum diterapkannya full fledged inflation targeting (FFIT) di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada periode setelah diberlakukannya FFIT dan menunjukkan bahwa jalur nilai tukar masih merupakan jalur yang dominan. Tabel 6 Perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter berdasarkan hasil analisis variance decomposition Ranking Jalur
1 2 3 4
Nilai Tukar Suku Bunga Kredit Harga Aset
IPI % Kontribusi pada bulan ke36 15.96 2.32 1.53 0.30
CPI Jalur % Kontribusi pada bulan ke36 Kredit 5.13 Nilai Tukar 1.02 Harga Aset 0.45 Suku Bunga 0.12
Jalur kredit dan jalur harga aset menempati peringkat ketiga dan keempat dimana jalur harga aset memang tidak terlalu berpengaruh terhadap output. Hal ini dikarenakan rasio nilai emisi saham terhadap PDB di Indonesia yang masih rendah, yaitu hanya 7.5 persen pada tahun 2011. Selain itu, rasio jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan terhadap produk domestik bruto (PDB) (credit to GDP ratio) di Indonesia juga tergolong rendah. Tahun 2012 rasio kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor swasta hanya sekitar 34.95 persen terhadap PDB. Nilai ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Vietnam yang mencapai angka 94.83 persen pada tahun 2012 dan Malaysia yang mencapai angka 117.76 persen. Tabel 7 Credit to GDP Ratio di beberapa negara ASEAN *) Negara 2004 2005 2006 Indonesia 26.39 26.42 24.6 Malaysia 111.9 106.5 103.6 Vietnam 53.97 60.46 65.35 Thailand 101.9 100.7 95.2 Filipina 32.24 29.07 28.69 Brunei 46.43 40.29 34.94 Singapore 96.43 89.49 84.76 Keterangan : *) dalam persen Sumber : Worldbank, 2014
2007 25.45 101.58 85.63 113.2 28.86 37.50 85.80
2008 26.55 96.74 82.87 113.0 29.04 35.15 98.57
2009 27.65 111.60 103.32 116.4 29.16 44.51 97.74
2010 29.01 110.36 114.72 123.7 29.57 40.89 96.21
2011 31.75 111.77 101.79 140.34 31.87 31.21 106.72
2012 34.95 117.76 94.83 148.28 33.40 31.45 116.20
22 Berdasarkan hasil analisis FEVD didapatkan hasil bahwa jalur kredit merupakan jalur yang paling berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia, dengan kontribusi sebesar 5.13 persen. Jalur kedua yang memengaruhi inflasi di Indonesia adalah jalur nilai tukar dengan nilai kontribusi sebesar 1.02 persen. Jalur harga aset dan suku bunga menempati urutan ketiga dan keempat. Menurut Putri (2009) secara umum kebijakan moneter melalui jalur suku bunga belum efektif dalam mempengaruhi perekonomian. Karena terjadi fenomena noncomplete pass-through pada pembentukan kedua suku bunga perbankan di Indonesia. Selain itu, terhadap perekonomian, derajat pass-through relatif kecil yaitu lebih kecil dari satu persen yang sekaligus mengindikasikan bahwa perubahan suku bunga kebijakan tidak ditransmisikan sampai pada perekonomian.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis VECM dapat dilihat bahwa masing-masing variabel transmisi berpengaruh siginifikan terhadap output dan inflasi pada jangka panjang. Variabel suku bunga PUAB dan Oil tidak berpengaruh signifikan jangka panjang terhadap output dan inflasi. Variabel IPI, kredit dan suku bunga PUAB memiliki pengaruh jangka pendek terhadap IPI, sedangkan variabel yang berpengaruh terhadap CPI jangka pendek adalah suku bunga PUAB. Berdasarkan hasil analsis IRF dapat dilihat bahwa jalur transmisi suku bunga dan harga aset tidak memiliki kesesuaian dengan teori jika terdapat shock pada variabel suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Hanya nilai tukar dan kredit yang memiliki kesesuaian dengan teori. Nilai tukar akan merespon positif jika ada guncangan pada suku bunga PUAB. Sedangkan kredit merespon negatif jika terdapat guncangan pada suku bunga PUAB. Hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa jalur nilai tukar adalah jalur yang paling berperan dalam menjelaskan fluktuasi ouput di Indonesia, sedangkan jalur kredit merupakan jalur yang paling berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia. Saran Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan otoritas moneter juga memberikan fokus pada besaran nilai tukar mengingat peranan jalur nilai tukar memiliki kontribusi yang besar terhadap fluktuasi output di Indonesia. Adanya hubungan yang tidak sesuai dengan teori dalam penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat meneliti tentang perbandingan jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter dengan memisahkan masing-masing jalur transmisi ke dalam model yang berbeda serta penambahan variabel suku bunga
23 deposito dan deposito, variabel investasi dan net ekspor untuk menjelaskan jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar dan harga aset.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi A. 2005. Monetary Transmission Mechanism and Structural Breaks in Indonesia. University of Wollongong Thesis Collection. [Internet]. [Diunduh Februari 2014].Tersedia pada http://ro.uow.edu.au/theses/640/ Antono PD. 2010. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Harga Aset (Asset price channel) di Indonesia. [Tesis]. Depok : Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia [BI] Bank Indonesia. 2014. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. [Iternet]. [Diunduh Februari 2014]. Tersedia pada http://www.bi.go.id/id/statistik/seki/terkini/moneter/Contents/Default.aspx Basith A. 2007. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID) : IPB Press Khundrakpam JK, Jain R. 2011. Monetary Policy Transmission in India: A Peep Inside the Black Box. MPRA Paper No. 50903. [Internet]. [Diunduh Februari 2014].Tersedia pada http://mpra.ub.uni-muenchen.de/50903/ Mishkin FS. 2006. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan. Jakarta (ID): Salemba Empat Nuryati N. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Core Inflation di Indonesia. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Putri K. 2009. Interest Rate Pass-Through terhadap Suku Bunga Perbankan dan Perekonomian : Studi Komparatif di ASEAN+3. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Raghavan M, Silvapulle P. 2007. Structural VAR Approach to Malaysian Monetary Policy Framework: Evidence from the Pre- and Post-Asian Crisis Periods. Department of Econometrics and Business Statistics Monash University, Australia. [Internet]. [Diunduh Februari 2014].Tersedia pada http://nzae.org.nz/wpcontent/uploads/2011/08/nr1215397050.pdf Rahutami AI. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dan Penerapan Inflation Targeting. Jurnal Akutansi dan Manajemen STIE Desember 2004. Syofriza S. 2001. Perbandingan Peranan Jalur Kredit, Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. [Tesis]. Depok : Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Sultoni A. 2013. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Ekonomi Sektoral. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
24 Tahir MN. 2012. Relative Importance of Monetary Transmission Channels: A Sructural Investigation; Case of Brazil, Chile and Korea. [Internet]. [Diunduh Februari 2014]France: Universite de Lyon.. Ecomod Working Paper. Tersedia pada http://ecomod.net/conferences/ecomod2012?tab=downloads Tang HC. 2012. The Realtive Importance of Monetary Transmission Channels in Malaysia. [Internet]. [Diunduh Februari 2014]CAMA Working Paper 23/2006. Australian National University. Tersedia pada. https://cama.crawford.anu.edu.au/publication/2314/relative-importancemonetary-policy-transmission-channels-malaysia Warjiyo P, Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta (ID) : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia. Wulandari R. 2012. Do Credit Channel and Interest Rate Chennel Play an Important Role in Monetary Transmission Mechanism in Indonesia? : A Structural Vector Autoregression Model. [Internet]. International Congress on Interdisciplinary Business and Social Science 2012 [Diunduh Februari 2014]. Working Paper. Tersedia pada http:// www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042812051506
25 Lampiran 1 Hasil uji akar unit pada level LNIPI 4.8
4.7
4.6
4.5
4.4
4.3 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Null Hypothesis: LNIPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.532058 -4.038365 -3.448681 -3.149521
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LNCPI 5.2 5.1 5.0 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
26 Null Hypothesis: LNCPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.618727 -4.038365 -3.448681 -3.149521
0.7798
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LOANS 9.8 9.6 9.4 9.2 9.0 8.8 8.6 8.4 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Null Hypothesis: KREDIT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-1.929565 -4.038365 -3.448681 -3.149521
0.6327
27
SBKRIIL 18
16
14
12
10
8
6 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Null Hypothesis: SBKRIIL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.830323 -4.038365 -3.448681 -3.149521
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LNREER 4.64 4.60 4.56 4.52 4.48 4.44 4.40 4.36 4.32 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
28
Null Hypothesis: LNREER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.140229 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.2296
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
MMR 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Null Hypothesis: MMR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-2.207490 -3.488063 -2.886732 -2.580281
0.2048
29 LNIHSG 8.8
8.4
8.0
7.6
7.2
6.8
6.4 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Null Hypothesis: LNIHSG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.506035 -4.039075 -3.449020 -3.149720
0.3248
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
LNOIL 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
30 Null Hypothesis: LNOIL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.011677 -4.039797 -3.449365 -3.149922
0.0109
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 2 Hasil Uji Akar unit pada First Difference Null Hypothesis: D(LNIPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-16.95892 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-8.881053 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-10.37073 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNCPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(KREDIT) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
31 Null Hypothesis: D(SBKRIIL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-12.07515 -3.488063 -2.886732 -2.580281
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-9.029744 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-8.466111 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-7.743937 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNREER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNIHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNOIL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
32 Null Hypothesis: D(MMR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.577099 -3.488063 -2.886732 -2.580281
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3 Hasil Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LNIPI) D(LNCPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNIHSG) D(MMR) Exogenous variables: C Date: 04/30/14 Time: 20:31 Sample: 2004M01 2013M10 Included observations: 109 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
1075.259 1348.190 1406.458 1462.626 1514.365 1561.657 1639.040 1705.670 1771.189
NA 500.7903 98.36063 86.57072 72.14925 59.00757 85.19207* 63.57371 52.89562
4.32e-19 9.37e-21* 1.06e-20 1.28e-20 1.76e-20 2.78e-20 2.77e-20 3.81e-20 6.35e-20
-19.58274 -23.41633* -23.31116 -23.16745 -22.94247 -22.63592 -22.88147 -22.92973 -22.95759
-19.38521 -21.63856* -19.95314 -18.22920 -16.42398 -14.53718 -13.20250 -11.67051 -10.11813
-19.50264 -22.69538* -21.94936 -21.16481 -20.29898 -19.35158 -18.95629 -18.36371 -17.75072
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
33 VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LNCPI) D(LNIPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNIHSG) D(MMR) Exogenous variables: C Date: 06/04/14 Time: 07:26 Sample: 2004M01 2013M10 Included observations: 109 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
1075.631 1347.195 1404.939 1459.501 1509.270 1560.155 1642.956 1711.541 1777.866
NA 498.2835 97.47506 84.09560 69.40250 63.48966 91.15674* 65.43945 53.54683
4.29e-19 9.55e-21* 1.09e-20 1.36e-20 1.93e-20 2.86e-20 2.58e-20 3.42e-20 5.62e-20
-19.58956 -23.39808* -23.28328 -23.11011 -22.84899 -22.60835 -22.95331 -23.03745 -23.08011
-19.39203 -21.62031* -19.92527 -18.17185 -16.33049 -14.50961 -13.27434 -11.77823 -10.24065
-19.50945 -22.67713* -21.92148 -21.10746 -20.20550 -19.32401 -19.02813 -18.47143 -17.87324
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 4 Hasil Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LNIPI) D(LNCPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNSP) D(MMR) Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 04/30/14 Time: 20:31 Root -0.436271 - 0.289640i -0.436271 + 0.289640i 0.446697 0.258425 - 0.349287i 0.258425 + 0.349287i -0.092136 - 0.315910i -0.092136 + 0.315910i 0.043625 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.523664 0.523664 0.446697 0.434494 0.434494 0.329072 0.329072 0.043625
34 Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LNCPI) D(LNIPI) D(LNOIL) D(KREDIT) D(SBKRIIL) D(LNREER) D(LNIHSG) D(MMR) Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 06/04/14 Time: 07:27 Root
Modulus
-0.437321 - 0.288593i -0.437321 + 0.288593i 0.226075 - 0.330259i 0.226075 + 0.330259i 0.385460 -0.035720 - 0.272591i -0.035720 + 0.272591i 0.055317
0.523962 0.523962 0.400226 0.400226 0.385460 0.274921 0.274921 0.055317
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 5 Hasil Uji Kointegrasi Date: 04/30/14 Time: 20:29 Sample (adjusted): 2004M03 2013M10 Included observations: 116 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LNIPI LNCPI LNOIL KREDIT SBKRIIL LNREER LNIHSG MMR Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized
Trace
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 At most 5 At most 6 At most 7
0.425083 0.357855 0.279561 0.252108 0.238837 0.132884 0.070542 0.058297
250.9743 186.7649 135.3836 97.34792 63.65034 31.99309 15.45347 6.967615
0.05 Critical Value 187.4701 150.5585 117.7082 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
Prob.** 0.0000 0.0001 0.0024 0.0105 0.0522 0.3888 0.5370 0.3479
Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized
Max-Eigen
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
None * At most 1 * At most 2
0.425083 0.357855 0.279561
64.20944 51.38123 38.03571
0.05 Critical Value 56.70519 50.59985 44.49720
Prob.** 0.0076 0.0414 0.2125
35 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7
0.252108 0.238837 0.132884 0.070542 0.058297
33.69758 31.65725 16.53963 8.485851 6.967615
38.33101 32.11832 25.82321 19.38704 12.51798
0.1549 0.0568 0.4971 0.7760 0.3479
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 06/04/14 Time: 06:15 Sample (adjusted): 2004M03 2013M10 Included observations: 116 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LNCPI LNIPI LNOIL KREDIT SBKRIIL LNREER LNIHSG MMR Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 * At most 5 At most 6 At most 7
0.421683 0.355686 0.270954 0.254980 0.240611 0.135106 0.069924 0.057565
249.3688 185.8434 134.8534 98.19524 64.05126 32.12326 15.28609 6.877423
187.4701 150.5585 117.7082 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
0.0000 0.0001 0.0027 0.0089 0.0483 0.3818 0.5508 0.3575
Trace test indicates 5 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7
0.421683 0.355686 0.270954 0.254980 0.240611 0.135106 0.069924 0.057565
63.52535 50.99006 36.65812 34.14398 31.92800 16.83717 8.408664 6.877423
56.70519 50.59985 44.49720 38.33101 32.11832 25.82321 19.38704 12.51798
0.0091 0.0455 0.2750 0.1401 0.0527 0.4715 0.7835 0.3575
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
36 Lampiran 6 Hasil Estimasi Jangka Panjang VECM model IPI Vector Error Correction Estimates Date: 06/04/14 Time: 06:46 Sample (adjusted): 2004M03 2013M10 Included observations: 116 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LNIPI(-1)
1.000000
LNCPI(-1)
1.684413 (0.40422) [ 4.16702]
LNOIL(-1)
0.117768 (0.06340) [ 1.85747]
KREDIT(-1)
0.748824 (0.25498) [ 2.93680]
SBKRIIL(-1)
-0.066764 (0.01901) [-3.51252]
LNREER(-1)
1.077578 (0.23425) [ 4.60006]
LNIHSG(-1)
-0.228105 (0.07274) [-3.13586]
MMR(-1)
-0.009310 (0.00767) [-1.21421]
@TREND(04M01)
-0.021235 (0.00463) [-4.59086]
C
-20.97367
Error Correction: CointEq1
D(LNIPI) D(LNCPI) D(LNOIL)
D(KREDIT D(LNREE ) D(SBKRIIL) R) D(LNIHSG) D(MMR)
-0.171148 0.020813 -0.498689 0.070179 -1.143862 -0.072250 -0.411371 2.926687 (0.06154) (0.01641) (0.14138) (0.03240) (1.65044) (0.04138) (0.11885) (1.99650) [-2.78109] [ 1.26800] [-3.52723] [ 2.16622] [-0.69306] [-1.74597] [-3.46130] [ 1.46591]
D(LNIPI(-1)) -0.289903 0.018831 0.347080 -0.103654 -2.533440 0.135026 0.170389 4.716793 (0.08454) (0.02255) (0.19422) (0.04451) (2.26728) (0.05685) (0.16327) (2.74267) [-3.42918] [ 0.83512] [ 1.78702] [-2.32904] [-1.11739] [ 2.37526] [ 1.04362] [ 1.71978] D(LNCPI(-1)) 1.131949 0.120720 5.400570 -1.372051 81.86544 1.305974 4.540577
7.666298
37 (0.90026) (0.24012) (2.06827) (0.47393) (24.1442) (0.60536) (1.73863) (29.2066) [ 1.25736] [ 0.50275] [ 2.61115] [-2.89503] [ 3.39069] [ 2.15735] [ 2.61159] [ 0.26249] D(LNOIL(-1)) 0.067550 0.008499 0.186986 0.052399 -1.324784 -0.034184 0.033681 0.899840 (0.04033) (0.01076) (0.09265) (0.02123) (1.08161) (0.02712) (0.07789) (1.30839) [ 1.67493] [ 0.79008] [ 2.01810] [ 2.46801] [-1.22483] [-1.26051] [ 0.43244] [ 0.68774] D(KREDIT(-1)) 0.628557 0.068273 1.195481 -0.173540 -6.860196 0.173907 0.512065 -6.503761 (0.25423) (0.06781) (0.58407) (0.13384) (6.81821) (0.17095) (0.49098) (8.24781) [ 2.47240] [ 1.00684] [ 2.04680] [-1.29666] [-1.00616] [ 1.01729] [ 1.04294] [-0.78854] D(SBKRIIL(-1)) 0.006525 1.04E-05 0.011191 -0.000614 -0.027418 0.002260 0.007604 0.313036 (0.00353) (0.00094) (0.00811) (0.00186) (0.09470) (0.00237) (0.00682) (0.11455) [ 1.84803] [ 0.01108] [ 1.37955] [-0.33049] [-0.28953] [ 0.95182] [ 1.11511] [ 2.73270] D(LNREER(1)) -0.071690 -0.016539 0.877315 0.058233 2.847105 0.081885 -0.319244 -1.673494 (0.16473) (0.04394) (0.37845) (0.08672) (4.41785) (0.11077) (0.31813) (5.34415) [-0.43520] [-0.37642] [ 2.31819] [ 0.67151] [ 0.64445] [ 0.73925] [-1.00350] [-0.31314] D(LNIHSG(-1)) -0.066155 0.011866 0.206635 -0.073747 -1.153901 0.157445 0.153852 -0.124099 (0.05587) (0.01490) (0.12836) (0.02941) (1.49841) (0.03757) (0.10790) (1.81259) [-1.18407] [ 0.79624] [ 1.60982] [-2.50732] [-0.77008] [ 4.19081] [ 1.42586] [-0.06847] D(MMR(-1)) -0.012277 -0.001660 -0.003089 -0.000921 0.202133 0.000995 0.009007 -0.527254 (0.00304) (0.00081) (0.00699) (0.00160) (0.08160) (0.00205) (0.00588) (0.09871) [-4.03483] [-2.04523] [-0.44191] [-0.57489] [ 2.47701] [ 0.48636] [ 1.53279] [-5.34125] C
-0.008726 0.004137 -0.041337 0.021632 -0.415379 -0.011826 -0.019706 0.014508 (0.00784) (0.00209) (0.01801) (0.00413) (0.21028) (0.00527) (0.01514) (0.25437) [-1.11286] [ 1.97838] [-2.29477] [ 5.24064] [-1.97533] [-2.24301] [-1.30139] [ 0.05704]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.500048 0.122776 0.299970 0.185464 0.502450 0.457599 0.048295 0.240534 0.116305 0.460205 0.117383 0.008351 0.619560 0.032531 84.42898 0.033277 0.008876 0.076452 0.017519 0.892468 11.78005 1.648414 5.046903 2.681708 11.89376 235.3657 388.6653 138.8786 309.7935 -146.1715 -3.885615 -6.528712 -2.222046 -5.168853 2.692611 -3.648237 -6.291333 -1.984667 -4.931475 2.929990
0.252417 0.188942 0.053075 0.022377 3.976687 281.4017 -4.679340 -4.441961
0.199461 0.253633 0.131491 0.190262 0.437805 123.5457 0.064267 1.079595 2.934529 4.002367 159.0183 -168.2521 -2.569281 3.073312 -2.331903 3.310690
0.003574 0.005926 0.009160 0.010798 -0.043975 9.24E-05 0.015340 0.045184 0.009098 0.087727 0.018636 1.214726 0.024847 0.068960
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
2.90E-21 1.41E-21 1467.899 -23.77412 -21.66145
0.003448 1.199744
38 Lampiran 7 Hasil Estimasi VECM model CPI Vector Error Correction Estimates Date: 06/04/14 Time: 06:38 Sample (adjusted): 2004M03 2013M10 Included observations: 116 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LNCPI(-1)
1.000000
LNIPI(-1)
0.593679 (0.12563) [ 4.72551]
LNOIL(-1)
0.069916 (0.03678) [ 1.90116]
KREDIT(-1)
0.444560 (0.12819) [ 3.46803]
SBKRIIL(-1)
-0.039636 (0.01026) [-3.86487]
LNREER(-1)
0.639735 (0.11701) [ 5.46713]
LNIHSG(-1)
-0.135421 (0.04193) [-3.22979]
MMR(-1)
-0.005527 (0.00418) [-1.32249]
@TREND(04M01)
-0.012607 (0.00148) [-8.51528]
C
-12.45162
Error Correction:
D(LNCPI) D(LNIPI) D(LNOIL) D(KREDIT)
D(SBKRII D(LNREE D(LNIHS L) R) G) D(MMR)
CointEq1
0.035058 -0.288284 -0.839999 0.118211 -1.926736 -0.121699 -0.692919 4.929750 (0.02765) (0.10366) (0.23815) (0.05457) (2.78003) (0.06970) (0.20019) (3.36292) [ 1.26800] [-2.78109] [-3.52723] [ 2.16622] [-0.69306] [-1.74597] [-3.46130] [ 1.46591]
D(LNCPI(-1))
0.120720 1.131949 5.400570 -1.372051 81.86544 1.305974 4.540577 7.666298 (0.24012) (0.90026) (2.06827) (0.47393) (24.1442) (0.60536) (1.73863) (29.2066) [ 0.50275] [ 1.25736] [ 2.61115] [-2.89503] [ 3.39069] [ 2.15735] [ 2.61159] [ 0.26249]
D(LNIPI(-1))
0.018831 -0.289903 0.347080 -0.103654 -2.533440 0.135026 0.170389 4.716793 (0.02255) (0.08454) (0.19422) (0.04451) (2.26728) (0.05685) (0.16327) (2.74267)
39 [ 0.83512] [-3.42918] [ 1.78702] [-2.32904] [-1.11739] [ 2.37526] [ 1.04362] [ 1.71978] D(LNOIL(-1))
0.008499 0.067550 0.186986 0.052399 -1.324784 -0.034184 0.033681 0.899840 (0.01076) (0.04033) (0.09265) (0.02123) (1.08161) (0.02712) (0.07789) (1.30839) [ 0.79008] [ 1.67493] [ 2.01810] [ 2.46801] [-1.22483] [-1.26051] [ 0.43244] [ 0.68774]
D(KREDIT(-1)) 0.068273 0.628557 1.195481 -0.173540 -6.860196 0.173907 0.512065 -6.503761 (0.06781) (0.25423) (0.58407) (0.13384) (6.81821) (0.17095) (0.49098) (8.24781) [ 1.00684] [ 2.47240] [ 2.04680] [-1.29666] [-1.00616] [ 1.01729] [ 1.04294] [-0.78854] D(SBKRIIL(-1)) 1.04E-05 0.006525 0.011191 -0.000614 -0.027418 0.002260 0.007604 0.313036 (0.00094) (0.00353) (0.00811) (0.00186) (0.09470) (0.00237) (0.00682) (0.11455) [ 0.01108] [ 1.84803] [ 1.37955] [-0.33049] [-0.28953] [ 0.95182] [ 1.11511] [ 2.73270] D(LNREER(1))
-0.016539 -0.071690 0.877315 0.058233 2.847105 0.081885 -0.319244 -1.673494 (0.04394) (0.16473) (0.37845) (0.08672) (4.41785) (0.11077) (0.31813) (5.34415) [-0.37642] [-0.43520] [ 2.31819] [ 0.67151] [ 0.64445] [ 0.73925] [-1.00350] [-0.31314]
D(LNIHSG(-1)) 0.011866 -0.066155 0.206635 -0.073747 -1.153901 0.157445 0.153852 -0.124099 (0.01490) (0.05587) (0.12836) (0.02941) (1.49841) (0.03757) (0.10790) (1.81259) [ 0.79624] [-1.18407] [ 1.60982] [-2.50732] [-0.77008] [ 4.19081] [ 1.42586] [-0.06847] D(MMR(-1))
-0.001660 -0.012277 -0.003089 -0.000921 0.202133 0.000995 0.009007 -0.527254 (0.00081) (0.00304) (0.00699) (0.00160) (0.08160) (0.00205) (0.00588) (0.09871) [-2.04523] [-4.03483] [-0.44191] [-0.57489] [ 2.47701] [ 0.48636] [ 1.53279] [-5.34125]
C
0.004137 -0.008726 -0.041337 0.021632 -0.415379 -0.011826 -0.019706 0.014508 (0.00209) (0.00784) (0.01801) (0.00413) (0.21028) (0.00527) (0.01514) (0.25437) [ 1.97838] [-1.11286] [-2.29477] [ 5.24064] [-1.97533] [-2.24301] [-1.30139] [ 0.05704]
R-squared 0.122776 0.500048 0.299970 0.185464 0.502450 0.252417 0.199461 Adj. R-squared 0.048295 0.457599 0.240534 0.116305 0.460205 0.188942 0.131491 Sum sq. resids 0.008351 0.117383 0.619560 0.032531 84.42898 0.053075 0.437805 S.E. equation 0.008876 0.033277 0.076452 0.017519 0.892468 0.022377 0.064267 F-statistic 1.648414 11.78005 5.046903 2.681708 11.89376 3.976687 2.934529 Log likelihood 388.6653 235.3657 138.8786 309.7935 -146.1715 281.4017 159.0183 Akaike AIC -6.528712 -3.885615 -2.222046 -5.168853 2.692611 -4.679340 -2.569281 Schwarz SC -6.291333 -3.648237 -1.984667 -4.931475 2.929990 -4.441961 -2.331903 Mean dependent 0.005926 0.003574 0.009160 0.010798 -0.043975 9.24E-05 0.015340 S.D. dependent 0.009098 0.045184 0.087727 0.018636 1.214726 0.024847 0.068960 Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
2.90E-21 1.41E-21 1467.899 -23.77412 -21.66145
0.253633 0.190262 123.5457 1.079595 4.002367 -168.2521 3.073312 3.310690 0.003448 1.199744
40 Lampiran 8 Impulse Response Function Variabel CPI dan IPI
Respo nse of LNCPI: Period
LNCPI
LNIPI
LNOIL
KREDIT
SBKRIIL
LNREER
LNIHSG
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.008876 0.010470 0.010243 0.010151 0.010109 0.010191 0.010241 0.010256 0.010261 0.010260 0.010259 0.010258 0.010257 0.010256 0.010255 0.010254 0.010254 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253 0.010253
0.000000 0.000801 0.000884 0.001289 0.001397 0.001409 0.001425 0.001413 0.001403 0.001393 0.001384 0.001377 0.001372 0.001369 0.001366 0.001365 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364 0.001364
0.000000 0.000238 0.001041 0.001473 0.001599 0.001701 0.001741 0.001759 0.001767 0.001765 0.001761 0.001757 0.001753 0.001750 0.001748 0.001746 0.001746 0.001745 0.001745 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744 0.001744
0.000000 0.001373 0.002319 0.002365 0.002517 0.002569 0.002585 0.002599 0.002594 0.002587 0.002580 0.002574 0.002570 0.002567 0.002565 0.002563 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562 0.002562
0.000000 -0.000335 -0.000422 -0.000441 -0.000426 -0.000417 -0.000412 -0.000406 -0.000402 -0.000399 -0.000397 -0.000395 -0.000394 -0.000394 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393 -0.000393
0.000000 0.000158 0.000426 0.000875 0.001109 0.001172 0.001197 0.001200 0.001196 0.001190 0.001182 0.001176 0.001171 0.001167 0.001165 0.001163 0.001162 0.001162 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161 0.001161
0.000000 0.000716 0.000557 0.000468 0.000647 0.000704 0.000740 0.000761 0.000769 0.000775 0.000778 0.000778 0.000779 0.000778 0.000778 0.000778 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777 0.000777
41 Respon se of LNIPI: Period
LNCPI
LNIPI
LNOIL
KREDIT
SBKRIIL
LNREER
LNIHSG
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.005481 -0.018728 -0.012264 -0.016312 -0.015788 -0.015737 -0.016223 -0.016325 -0.016474 -0.016564 -0.016602 -0.016636 -0.016651 -0.016659 -0.016663 -0.016664 -0.016664 -0.016663 -0.016663 -0.016662 -0.016662 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661 -0.016661
0.032823 0.016052 0.016722 0.016532 0.013117 0.013129 0.012226 0.011852 0.011685 0.011531 0.011480 0.011453 0.011443 0.011445 0.011448 0.011453 0.011458 0.011461 0.011464 0.011465 0.011467 0.011467 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468 0.011468
0.000000 -0.001466 0.001458 -0.002298 -0.002580 -0.003405 -0.004191 -0.004477 -0.004792 -0.004958 -0.005054 -0.005114 -0.005142 -0.005155 -0.005160 -0.005161 -0.005159 -0.005158 -0.005156 -0.005154 -0.005153 -0.005153 -0.005152 -0.005152 -0.005152 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151 -0.005151
0.000000 0.009558 0.001669 0.000322 0.000314 -0.001673 -0.001741 -0.002288 -0.002533 -0.002654 -0.002749 -0.002784 -0.002802 -0.002809 -0.002808 -0.002806 -0.002803 -0.002800 -0.002798 -0.002796 -0.002795 -0.002794 -0.002794 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793 -0.002793
0.000000 0.002304 0.002754 0.003134 0.003576 0.003638 0.003767 0.003804 0.003828 0.003839 0.003840 0.003839 0.003836 0.003834 0.003831 0.003830 0.003829 0.003828 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827 0.003827
0.000000 -0.005283 -0.004394 -0.005511 -0.007608 -0.008537 -0.009224 -0.009734 -0.009980 -0.010158 -0.010250 -0.010296 -0.010318 -0.010325 -0.010325 -0.010322 -0.010319 -0.010316 -0.010313 -0.010312 -0.010310 -0.010309 -0.010309 -0.010309 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308 -0.010308
0.000000 0.000159 -0.003794 -0.000242 -0.000597 -0.001065 -0.000820 -0.001097 -0.001137 -0.001194 -0.001248 -0.001272 -0.001292 -0.001303 -0.001309 -0.001313 -0.001314 -0.001315 -0.001315 -0.001315 -0.001315 -0.001315 -0.001315 -0.001315 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314 -0.001314
42 Lampiran 9 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 .
LNCPI
LNIPI
0.000000 0.000000 -0.002001 -0.011534 -0.002201 0.002727 -0.002304 -0.002987 -0.002408 0.001099 -0.002395 0.000952 -0.002416 0.001380 -0.002417 0.001780 -0.002409 0.001884 -0.002403 0.001990 -0.002396 0.002045 -0.002392 0.002059 -0.002388 0.002072 -0.002386 0.002071 -0.002384 0.002069 -0.002383 0.002066 -0.002383 0.002063 -0.002383 0.002061 -0.002382 0.002059 -0.002382 0.002058 -0.002382 0.002057 -0.002382 0.002057 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056 -0.002382 0.002056
LNOIL 0.000000 0.001677 0.012471 0.021293 0.027277 0.032837 0.036254 0.038764 0.040334 0.041275 0.041829 0.042122 0.042267 0.042327 0.042343 0.042338 0.042325 0.042312 0.042300 0.042291 0.042284 0.042280 0.042277 0.042275 0.042274 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273 0.042273
KREDIT SBKRIIL LNREER 0.000000 0.000000 -0.001699 0.229718 -0.000480 0.008725 -0.002028 -0.007615 -0.001522 -0.019448 -0.002055 -0.039473 -0.002070 -0.040576 -0.002131 -0.046143 -0.002169 -0.049051 -0.002177 -0.049959 -0.002184 -0.050739 -0.002186 -0.050849 -0.002184 -0.050850 -0.002183 -0.050794 -0.002182 -0.050697 -0.002180 -0.050618 -0.002179 -0.050551 -0.002179 -0.050502 -0.002178 -0.050467 -0.002178 -0.050445 -0.002178 -0.050430 -0.002177 -0.050422 -0.002177 -0.050417 -0.002177 -0.050414 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413 -0.002177 -0.050413
0.000000 0.001800 0.002204 0.004242 0.004509 0.005437 0.005913 0.006229 0.006451 0.006571 0.006642 0.006681 0.006699 0.006706 0.006708 0.006707 0.006705 0.006703 0.006701 0.006700 0.006699 0.006699 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698 0.006698
LNIHSG
MMR
0.000000 0.013859 0.015132 0.021289 0.022723 0.025852 0.027150 0.028198 0.028826 0.029171 0.029371 0.029471 0.029512 0.029526 0.029525 0.029518 0.029510 0.029503 0.029498 0.029493 0.029491 0.029489 0.029488 0.029487 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486 0.029486
1.079595 0.480959 0.698255 0.557682 0.581035 0.569392 0.565077 0.564219 0.563257 0.562747 0.563040 0.563066 0.563276 0.563415 0.563526 0.563611 0.563667 0.563704 0.563727 0.563741 0.563748 0.563752 0.563754 0.563754 0.563754 0.563754 0.563754 0.563754 0.563753 0.563753 0.563753 0.563753 0.563753 0.563753 0.563753 0.563753
43 Lampiran 10 Variance Decomposition of IPI Periode
LNCPI
LNIPI
LNOIL
KREDIT
SBKRIIL
LNREER
LNIHSG
MMR
1
2.713212
97.28679
0
0
0
0
0
0
2
19.68632
69.02286
0.111174
4.722971
0.27451
1.443139
0.001305
4.737721
3
21.98996
66.84485
0.177061
3.897123
0.533697
1.954686
0.596942
4.00569
4
26.51572
62.79193
0.317936
3.134303
0.75553
2.58062
0.481511
3.422444
5
29.84366
58.74632
0.46247
2.690263
1.012557
3.863449
0.423025
2.95825
6
32.12151
55.40935
0.690359
2.410959
1.209848
5.171355
0.396362
2.590252
7
34.12626
52.1948
0.994433
2.195008
1.379032
6.430195
0.364666
2.315605
8
35.70324
49.37744
1.280764
2.063338
1.515195
7.599348
0.34933
2.111349
9
36.9944
46.94689
1.560669
1.974363
1.625373
8.612872
0.337908
1.947524
10
38.06772
44.85152
1.81488
1.909598
1.715661
9.494434
0.33037
1.815817
11
38.96084
43.06182
2.040076
1.862036
1.790135
10.25205
0.325827
1.70721
12
39.71929
41.52529
2.238358
1.823877
1.852446
10.90274
0.322687
1.615313
13
40.3695
40.19985
2.411451
1.792146
1.905316
11.46436
0.320604
1.53678
14
40.93279
39.04937
2.562843
1.76498
1.950721
11.95154
0.319122
1.468634
15
41.42565
38.04314
2.695715
1.741126
1.990189
12.37725
0.317991
1.408942
16
41.86029
37.15671
2.812902
1.71995
2.024844
12.752
0.317092
1.356211
17
42.24648
36.37024
2.916889
1.700971
2.055545
13.08426
0.316333
1.309282
18
42.59189
35.66779
3.009719
1.68386
2.082952
13.38086
0.315672
1.267259
19
42.90264
35.03654
3.093084
1.668366
2.107584
13.64729
0.315084
1.229415
20
43.1837
34.46609
3.168369
1.654283
2.129849
13.88799
0.31455
1.195164
21
43.43914
33.94799
3.236706
1.641438
2.150078
14.10656
0.314063
1.164021
22
43.6723
33.47528
3.299029
1.629686
2.168542
14.30596
0.313616
1.135586
23
43.88598
33.0422
3.356108
1.618898
2.185462
14.48863
0.313204
1.109522
24
44.08251
32.64393
3.408588
1.608967
2.201026
14.65661
0.312823
1.085547
25
44.26389
32.27641
3.457008
1.599796
2.21539
14.81161
0.31247
1.063419
26
44.4318
31.93621
3.501826
1.591304
2.228688
14.9551
0.312142
1.042935
27
44.58768
31.62037
3.543431
1.583419
2.241034
15.08831
0.311838
1.023917
28
44.73279
31.32638
3.582159
1.576078
2.252527
15.2123
0.311554
1.006213
29
44.8682
31.05203
3.618298
1.569228
2.263253
15.32802
0.311289
0.989693
30
44.99485
30.79541
3.6521
1.562821
2.273285
15.43625
0.311041
0.974241
31
45.11358
30.55487
3.683785
1.556816
2.282688
15.5377
0.310808
0.959757
32
45.22509
30.32894
3.713546
1.551175
2.291521
15.63299
0.31059
0.946153
33
45.33003
30.11632
3.741553
1.545867
2.299833
15.72266
0.310384
0.93335
34
45.42896
29.91588
3.767956
1.540863
2.307669
15.8072
0.310191
0.921281
35
45.52238
29.7266
3.792889
1.536138
2.315069
15.88704
0.310008
0.909884
36
45.61074
29.54756
3.816473
1.531668
2.322069
15.96255
0.309835
0.899103
44 Lampiran 11 Variance Decomposition of CPI Periode
LNCPI
LNIPI
LNOIL
KREDIT
SBKRIIL
LNREER
LNIHSG
MMR
1
100
0
0
0
0
0
0
0
2
96.9179
0.329792
0.029227
0.969894
0.057793
0.01291
0.263459
1.419028
3
94.4488
0.457875
0.367409
2.338111
0.093583
0.066412
0.264759
1.963052
4
92.63822
0.720393
0.773868
3.004356
0.113302
0.227178
0.243409
2.27927
5
91.19042
0.920636
1.073033
3.510137
0.121821
0.402891
0.266959
2.514098
6
90.17544
1.050599
1.311386
3.860255
0.1257
0.535252
0.292562
2.648808
7
89.43582
1.144297
1.491019
4.105579
0.127609
0.633383
0.316289
2.746004
8
88.88506
1.208383
1.628477
4.29101
0.128464
0.705573
0.337079
2.815954
9
88.47117
1.254532
1.735776
4.42946
0.128792
0.759676
0.354005
2.866585
10
88.15227
1.288615
1.819878
4.536025
0.128836
0.801061
0.3682
2.905115
11
87.90205
1.31423
1.887014
4.619944
0.128739
0.833182
0.380022
2.93482
12
87.70138
1.33416
1.941501
4.687351
0.128586
0.858665
0.389896
2.958464
13
87.5369
1.35008
1.986487
4.742783
0.128418
0.879334
0.398224
2.977775
14
87.3995
1.363144
2.024266
4.789207
0.128255
0.896455
0.405299
2.993872
15
87.28273
1.374119
2.056465
4.828737
0.128104
0.910916
0.411374
3.007553
16
87.18204
1.383513
2.084273
4.862879
0.127968
0.92333
0.416642
3.019357
17
87.09413
1.391682
2.108566
4.892716
0.127847
0.934135
0.421252
3.029669
18
87.01659
1.398873
2.129997
4.919053
0.12774
0.943649
0.425321
3.038774
19
86.9476
1.405266
2.149064
4.942496
0.127645
0.952103
0.428941
3.04688
20
86.88577
1.410995
2.166148
4.963512
0.12756
0.959677
0.432183
3.05415
21
86.83001
1.416164
2.181552
4.982469
0.127483
0.966505
0.435105
3.060709
22
86.77945
1.420852
2.195517
4.999658
0.127415
0.972695
0.437753
3.066658
23
86.73339
1.425125
2.208237
5.015318
0.127352
0.978335
0.440163
3.072079
24
86.69125
1.429035
2.219874
5.029646
0.127295
0.983496
0.442368
3.077039
25
86.65254
1.432627
2.23056
5.042805
0.127243
0.988235
0.444393
3.081595
26
86.61687
1.435938
2.240408
5.054932
0.127195
0.992603
0.446258
3.085794
27
86.58389
1.439
2.249512
5.066144
0.12715
0.996642
0.447983
3.089677
28
86.55331
1.441839
2.257954
5.076541
0.127109
1.000388
0.449581
3.093277
29
86.52488
1.44448
2.265804
5.086208
0.127071
1.00387
0.451068
3.096624
30
86.49837
1.446941
2.273121
5.095219
0.127035
1.007117
0.452454
3.099744
31
86.4736
1.44924
2.279959
5.103639
0.127002
1.01015
0.453749
3.10266
32
86.45041
1.451394
2.286361
5.111524
0.126971
1.012991
0.454961
3.10539
33
86.42864
1.453415
2.29237
5.118923
0.126941
1.015657
0.456099
3.107953
34
86.40818
1.455315
2.29802
5.125881
0.126914
1.018163
0.457169
3.110362
35
86.3889
1.457105
2.303342
5.132435
0.126888
1.020524
0.458177
3.112631
36
86.37071
1.458795
2.308364
5.138619
0.126863
1.022752
0.459128
3.114773
45
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 1992 dari ayah Suparno dan ibu Lily Farida (alm). Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat SMA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima dan melanjutkan studi di Departemen Ilmu Ekonomi, Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya aktif sebagai anggota Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Al-Ikhsan Sharia Economics Student Club (SES-C). Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan acara yang diselenggarakan oleh BEM FEM maupun Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (Hipotesa). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKM-M) dan mendapatkan dana dari pihak DIKTI untuk melaksanakan program pada tahun 2013.