ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA
OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H14104095
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
NOVIE ILLYA SASANTI. Analisis Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Pertumbuhan Obligasi Pemerintah di Indonesia (dibimbing oleh BUNASOR SANIM). Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan perubahan paradigma dalam sistem kebijakan moneter dan sistem perbankan di Indonesia. Namun pascakrisis neraca bank perlahan-lahan mengalami perubahan secara fundamental karena adanya rekapitalisasi perbankan melalui penerbitan obligasi pemerintah. Penerbitan obligasi pemerintah merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengatasi masalah dari tekanan fiskal. Terutama untuk menutup anggaran defisit berimbang. Selain itu, obligasi pemerintah diharapkan dapat menarik dana masyarakat yang disimpan di luar negeri, menarik investor finansial dalam negeri agar berminat memegang obligasi pemerintah, menarik dana para investor finansial luar negeri dan meningkatkan kinerja sektor finansial terutama pelaksanaan kebijakan moneter khususnya melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT). Penerbitan obligasi ditujukan untuk menutup pendanaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penerimaan dari pajak. Melihat pentingnya obligasi pemerintah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan, maka harus memperhatikan variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya infrastruktur hukum yang memadai dan telah dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 yang memberikan kepastian hukum kepada para investor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi yaitu jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan suku bunga deposito terhadap obligasi pemerintah di Indonesia dan melihat respon dari obligasi pemerintah terhadap guncangan variabel-variabel ekonomi tersebut, serta menganalis variabel ekonomi manakah yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah. Untuk melakukan analisis tersebut, jenis data yang digunakan dalam adalah data sekunder berupa time series, maka digunakan analisis kuantitatif Vector Auto Regression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM) karena variabel-variabel yang digunakan stasioner dan terkointegrasi. Hasil estimasi VECM, pengaruh dari enam variabel makroekonomi yaitu suku bunga deposito (RDPSTO), jumlah uang beredar (MS), nilai tukar riil (RER), pendapatan nasional (GDPRIIL), suku bunga SBI (R), dan laju inflasi (INF) terhadap variabel obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) adalah pada jangka pendek, variabel ekonomi yang berpengaruh positif terhadap obligasi pemerintah riil adalah obligasi pemerintah rill itu sendiri, suku bunga deposito, nilai tukar riil, laju inflasi, sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap obligasi pemerintah riil adalah jumlah uang beredar, pendapatan nasional, suku bunga SBI. Pada jangka panjang hanya tiga variabel yang berpengaruh terhadap obligasi pemerintah, karena ada empat persamaan yang terkointegrasi, variabel yang berpengaruh positif terhadap obligasi
pemerintah riil adalah suku bunga SBI dan pendapatan nasional, sedangkan yang berpengaruh negatif adalah suku bunga deposito. Hasil estimasi the impuls response function (IRF), respon negatif obligasi pemerintah dihasilkan dari guncangan variabel nilai tukar riil, laju inflasi, suku bunga deposito, suku bunga SBI, sedangkan respon positif obligasi pemerintah dihasilkan dari guncangan variabel jumlah uang beredar, pendapatan nasional. Melihat berfluktuasinya variabel-variabel makroekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan pasar obligasi pemerintah di Indonesia yang tidak menentu, maka untuk menciptakan kedalaman pasar (market deepening), diharapkan pemerintah mempunyai sistem informasi yang baik mengenai perkiraan perubahan variabel-variabel makroekonomi tersebut, misalnya melalui early warning system. Hasil Estimasi VECM, dari Variance Decompisition (VD), variabel yang paling mempengaruhi obligasi pemerintah riil sesuai dengan urutan pengaruh terbesar adalah obligasi pemerintah riil itu sendiri, suku bunga deposito, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah, pendapatan nasional, suku bunga SBI, dan laju inflasi. Hal ini menyebabakan pemerintah harus lebih memperhatikan kebijakan yang akan diambil, kebijakan yang seharusnya diambil adalah kebijakan suku bunga dalam proses pengendalian jumlah uang beredar.
ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA
Oleh Novie Illya Sasanti H14104095
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama mahasiswa
: Novie Illya Sasanti
Nomor Registrasi Pokok
: H14104095
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi
terhadap
Pertumbuhan
Obligasi Pemerintah di Indonesia
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc NIP. 130 345 012
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
DIGUNAKAN
KARYA
SEBAGAI
SAYA SKRIPSI
SENDIRI ATAU
YANG KARYA
BELUM
PERNAH
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Novie Illya Sasanti H14104095
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama Novie Illya Sasanti lahir pada tanggal 18 November 1986 di Bojonegoro, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Timur. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ir. RM. Ichwal Subagjo, S.H, M.Si, dan Endyk Setyaningsih. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Kadipaten IV Bojonegoro pada tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bojonegoro pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program studi Ilmu Ekonomi pada fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Syariah Economy Student Club (SES-C), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Judul
skripsi
ini
adalah
“Analisis
Pengaruh
Variabel-Variabel
Makroekonomi terhadap Pertumbuhan Obligasi Pemerintah di Indonesia”. Penerbitan Obligasi Pemerintah merupakan salah satu cara untuk mengatasi beban fiskal, terutama untuk menutup anggaran defisit berimbang dan mengurangi hutang luar negeri. Melihat pentingnya obligasi pemerintah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan, maka harus memperhatikan variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya infrastruktur hukum yang memadai dan telah dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 yang memberikan kepastian hukum kepada para investor. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Ir. RM. Ichwal Subagjo, S.H, M.Si, dan Endyk Setyaningsih, serta saudara penulis yaitu Meryta Nurlia Sasanti atas doa, inspirasi, dan dorongan materi serta moral yang sangat besar artinya bagi perjalanan hidup penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi, Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec, selaku dosen penguji utama sidang, dan Bapak Jaenal Effendi, MA, selaku dosen penguji komdik, yang telah membantu memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini, serta seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan. Penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta IE’41 yang tidak bisa disebut namanya satu-persatu, khususnya Imeh, Puspa,
Meda, Prima, Novi, Icha, Duvi, Putroz, Iyo, dan teman-teman kosan perwira 48 Risa, Mika, Ngkong, Umi, penghuni rumah warna Sabri atas segala doa, motivasi, cinta, kasih sayang, kekesalan dan semangat dalam hidup yang membuat hidup penulis penuh warna. Terimakasih juga kepada manusia pintar Yuliana, Yogi, Luki atas doa, dan ajaran-ajaran berharga dalam belajar, serta teman-teman satu bimbingan skripsi Dwi, Septy, Fabya, terimakasih atas doa dan kerjasamanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Novie Illya Sasanti H14104095
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ..............................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .....................
8
2.1. Obligasi ...............................................................................................
8
2.3.1 Definisi Obligasi Pemerintah ......................................................
9
2.3.2 Jenis-jenis Obligasi Pemerintah ..................................................
10
2.2. Teori Portofolio ...................................................................................
10
2.2.1. Teori Portofolio dari Permintaan Uang ......................................
10
2.2.2. Teori Portofolio Markowitz ........................................................
12
2.3. Teori Mekanisme Transmisi (Transmission Mechanism Theory) ......
15
2.4. Pendapatan Nasional ...........................................................................
16
2.5. Monetary Theory of Exchange Rate ....................................................
17
2.6. Nilai Tukar ..........................................................................................
18
2.7. Teori Paritas Suku Bunga....................................................................
20
2.8. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi ........................................................
21
2.9. Posisi dan Arti IS-LM dalam Penentuan Kebijakan ...........................
22
2.10. Penelitian Terdahulu .........................................................................
25
2.11. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
28
III. METODE PENELITIAN ...........................................................................
30
3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................
30
3.2. Metode Analisis Data ..........................................................................
30
3.2.1. Vector Auto Regression (VAR) .................................................
31
3.2.2. Model Umum Vector AutoRegression (VAR) ..........................
32
3.2.3. Uji Stasioneritas .........................................................................
33
3.2.4. Penetapan Lag Optimal ..............................................................
35
3.2.5. Uji Kointegrasi ...........................................................................
35
3.2.6. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM) ..........
36
3.2.7. Impulse Responses Function (IRF) ............................................
36
3.2.8. Variance Decomposition ............................................................
37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................................
39
4.1. Unit Root Test (Pengujian Akar-Akar Unit) .......................................
39
4.2. Penetapan Lag Optimal .....................................................................
40
4.3. Uji Kointegrasi
.....................................................................
42
4.4. Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah
43
4.4.1. Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah pada jangka pendek ....................................................................
44
4.4.2. Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah pada jangka panjang ...................................................................
47
4.5. Impulse Responses Function (IRF) ....................................................
48
4.5.1. Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Nilai Tukar Riil dan Variabel Laju Inflasi .................................
50
4.5.2. Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga Deposito ......................
51
4.5.3. Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Suku Bunga SBI dan Pendapatan Nasional ...............................
53
4.6. Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah (Analisis Variance Decomposition) ..................................................
54
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
57
5.1. Kesimpulan .........................................................................................
57
5.2. Saran....................................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
59
LAMPIRAN .....................................................................................................
61
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu .................................................................................
25
3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data ................................................................
30
4.1. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas pada Tingkat Level ............................
39
4.2. Hasil Pengujian Non-Stasioneritas pada Tingkat First Difference ...........
40
4.3. Hasil Penetapan Lag Optimal....................................................................
41
4.4. Hasil Uji Kointegrasi ................................................................................
42
4.5. Hasil Estimasi VECM Persamaan Obligasi Pemerintah ...........................
44
4.6. Hasil Variance Decomposition (%) Persamaan Obligasi Pemerintah ......
56
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Rata-rata Perdagangan Obligasi Pemerintah di Pasar Sekunder 2005-2006 ...................................................................
3
2.1. Kurva LM Vertikal....................................................................................
23
2.2. Kurva LM Horisontal ................................................................................
24
2.3. Kurva IS Horisontal ..................................................................................
24
2.4. Kurva IS Vertikal ......................................................................................
25
2.5. Kerangka Pemikiran ..................................................................................
29
4.1. Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Nilai Tukar Riil dan Variabel Laju Inflasi ................................................
50
4.2. Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga Deposito .....................................
51
4.3. Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Suku Bunga SBI dan Pendapatan Nasional ..............................................
53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Uji Stasioneritas pada Tingkat Level............................................................
61
2. Uji Stasioneritas pada Tingkat First Difference...........................................
63
3. Correlation Matrix .......................................................................................
65
4. Uji kestabilan VAR ......................................................................................
65
5. Uji Lag Optimum ........................................................................................
67
6. Uji Kointegrasi Johansen .............................................................................
68
7. Uji Kointegrasi .............................................................................................
69
8. Estimasi VECM ...........................................................................................
70
9. Grafik Impulse Response Function (IRF) ....................................................
72
10. Tabel IRF ...................................................................................................
76
11. Variance Decomposition ............................................................................
77
12. Grafik Data Jumlah Uang Beredar .............................................................
79
13. Grafik Data Obligasi Pemerintah Riil ........................................................
79
14. Grafik Data Nilai Tukar Riil ......................................................................
80
15. Grafik Data Suku Bunga SBI .....................................................................
80
16. Grafik Data Suku Bunga Deposito.............................................................
81
17. Grafik Data Laju Inflasi .............................................................................
81
18. Grafik Data Pendapatan Nasional ..............................................................
82
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan perubahan paradigma dalam sistem kebijakan moneter dan sistem perbankan di Indonesia. Pertumbuhan perekonomian yang negatif ditunjukkan oleh Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4.70 persen menjadi -13.13 persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari 11.10 persen menjadi 86.36 persen, suku bunga SBI meningkat tajam sebesar 70.81 persen, serta nilai tukar rupiah mencapai Rp 14.900 per dollar AS (Bank Indonesia, 2000). Neraca bank perlu adanya restrukturisasi dan rekapitalisasi setelah krisis, karena modal bank terkikis oleh kredit bermasalah (NPL) dan melemahnya nilai tukar rupiah, sehingga komposisi utama penggunaan dana bank berpindah dari kredit ke obligasi pemerintah. Dengan risiko kredit yang masih tinggi, ditambah sektor usaha masih dalam proses restrukturisasi, penanaman modal pada surat berharga atau obligasi pemerintah merupakan pilihan menarik dalam portofolio aset perbankan. Obligasi Pemerintah yang telah diterbitkan bertujuan untuk merekapitalisasi beberapa bank sebagai bagian dari program restrukturisasi dan rekapitalisasi sektor perbankan akibat krisis ekonomi (Bank Indonesia, 2001). Kredibilitas pemerintah merupakan unsur yang sangat penting untuk menjadikan obligasi pemerintah sebagai benchmark bagi kegiatan investasi jangka panjang di Indonesia. Meningkatkan permintaan obligasi pemerintah, akan menciptakan kedalaman pasar (market deepness) yang merupakan salah satu pilar
2
kekuatan sistem keuangan suatu negara, sehingga instrumen ini bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional yang dapat diandalkan. Obligasi pemerintah merupakan salah satu alternatif pembiayaan negara. Penerbitan obligasi ditujukan untuk menutup pendanaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penerimaan dari pajak. Dalam menerbitkan obligasi, pemerintah dihadapkan pada persoalan pembentukan pasar obligasi yang likuid, efisien dan sustainable. Ada beberapa tujuan dibentuknya pasar obligasi pemerintah. Pertama, sebagai sumber pembiayaan defisit negara. Kedua, menciptakan stabilisasi neraca pembayaran melalui adanya capital inflow. Ketiga, memindahkan risiko anggaran negara ke arah maturitas yang lebih panjang. Keempat, meminimalkan risiko pembiayaan negara melalui distribusi obligasi pemerintah ke beberapa pemegang (Bank Indonesia, 2007). Meningkatnya perdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder saat ini disebabkan beberapa faktor antara lain: Pertama, penurunan suku bunga deposito sejalan dengan penurunan suku bunga SBI, menyebabkan investasi di pasar uang dan deposito perbankan menjadi tidak menarik. Kedua, meningkatnya peran industri reksadana yang menawarkan pendapatan tetap berbasis obligasi pemerintah. Ketiga, kepercayaan pasar terhadap pemerintah makin menguat. Berikut adalah gambar 1.1. diagram posisi outstanding obligasi pemerintah tahun 1999-2007 yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Namun sejak tahun 2002 komposisi aktiva produktif perbankan mulai mengalami pergeseran. Bila pada tahun-tahun sebelumnya aktiva produktif didominasi oleh obligasi pemerintah, maka sejak tahun 2002 mulai beralih ke kredit. Hingga tahun 2005 porsi kredit terus meningkat sementara porsi SBI dan
3
obligasi pemerintah terus menurun seiring dengan semakin membaiknya fungsi intermediasi perbankan. (Laporan Tahunan Bank Indonesia, 2000-2005).
Sumber: Bapepam, 2007. Gambar 1.1 Rata-rata Perdagangan Obligasi Pemerintah Kondisi fundamental ekonomi Indonesia tahun 2007 yang mendukung ditunjukkan variabel-variabel makro positif yaitu pertumbuhan ekonomi pada kuartal I, pendapatan nasional sebesar 9,2 Miliar Rupiah meningkat sampai kuartal III sebesar 10,2 Miliar Rupiah, stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga, dengan kecenderungan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar, laju inflasi mengalami penurunan dari 2007 kuartal II sebasar 7% menjadi 6,6% pada kuartal III, tingkat suku bunga SBI yang relatif stabil sepanjang tahun 2007 rata-rata sebesar 8,5% (Bank Indonesia, 2007). Dilihat dari variabel- variabel ekonomi di atas yang menunjukkan peningkatan signifikan, prospek ekonomi semakin menjanjikan diperkuat dengan kemampuan Bank Indonesia menjalankan kebijakan moneter yang mampu memainkan peranan sebagai penggerak roda perekonomian. Indikator- indikator makro yang positif tersebut didukung pula oleh perkembangan positif pasar modal dan posisi outstanding obligasi pemerintah.
4
Selain itu, sejak tahun 2001 pemerintah Indonesia melalui kementriannya telah melakukan beberapa penelitian dan studi banding di beberapa Negara Maju dan Negara Berkembang lainnya, di antaranya adalah Negara Jepang, Hongkong, Filipina dan Negara-negara lainnya yang dianggap telah berhasil menjual Obligasi Ritel Pemerintah (Retail Government Bond), sebagai acuan Pemerintah dalam menjual Obligasi Negara Retail di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan Retail Government Bond (RGB) di Indonesia sudah sangat mendesak, hal ini dapat dilihat dari; (i) peran Surat Utang Negara (SUN) sebagai instrumen pembiayaan dalam kebijakan keuangan negara yang semakin meningkat, (ii) kebutuhan untuk meningkatkan kredibilitas SUN sebagai benchmark investasi di Indonesia melalui perluasan kepemilikan SUN di kalangan penduduk. Kredibilitas pemerintah merupakan unsur yang sangat penting untuk menjadikan Obligasi Pemerintah sebagai benchmark bagi kegiatan investasi jangka panjang di Indonesia. Untuk mewujudkan benchmarking sebagaimana dimaksud tersebut antara lain diperlukan manajemen portofolio utang yang tepat, sehingga risk-free value yang melekat pada Obligasi Pemerintah dapat diakui sepenuhnya oleh para investor. Selain itu juga pemerintah harus memperhatikan variabel-variabel ekonomi apa saja yang mempengaruhi perkembangan obligasi pemerintah agar obligasi pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia secara nyata.
1.2. Perumusan Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah memberikan dampak negatif terhadap pasar modal. Berbagai perkembangan yang kurang menguntungkan telah
5
menghalangi perkembangan bursa saham pascakrisis. Masalah stabilitas politik, masalah ketidakpastian hukum, masalah otonomi daerah, masalah belum tuntasnya restrukturisasi utang perusahaan-perusahaan di Indonesia, dan masalah dunia perbankan telah memperburuk iklim investasi di Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia, yang menyebabkan kenaikan harga minyak dalam negeri juga meningkat menyebabkan semakin tingginya laju inflasi juga turut mengurangi daya tarik berinvestasi di pasar obligasi pemerintah. Namun pascakrisis memberikan perkembangan yang cukup positif, di mana kapitalisasi pasar mengalami kenaikan yang konsisten. Kesalahan kebijakan moneter pascakrisis adalah kurang efektifnya kebijakan moneter dalam mempengaruhi aktivitas perekonomian. Permasalahan ini terutama berakar dari kondisi neraca perbankan yang masih belum sepenuhnya normal dan belum pulihnya intermediasi perbankan. Hal ini menimbulkan permasalahan dalam sistem moneter yaitu perbankan tergantung pada sumber pendapatan dari surat-surat berharga seperti SBI dan obligasi pemerintah. Dalam kondisi demikian, kenaikan suku bunga kebijakan moneter untuk mengurangi tekanan inflasi dan nilai tukar seringkali tidak direspon oleh kenaikan suku bunga deposito perbankan dengan seimbang karena perbankan cenderung memanfaatkan momentum kenaikan suku bunga SBI tersebut untuk mendapatkan margin keuntungan dari selisih antara suku bunga SBI. Keadaan makroekonomi yang stabil memperlihatkan laju inflasi yang lebih terkendali, nilai rupiah yang relatif stabil, dan suku bunga yang relatif rendah telah menimbulkan harapan membaiknya pasar obligasi untuk mengurangi defisit APBN.
6
Pasar obligasi juga memperlihatkan perkembangan yang positif. Obligasi yang didominasi oleh obligasi pemerintah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mendukung terciptanya pemulihan ekonomi. Sehubungan dengan defisit anggarannya dari tahun ke tahun, Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan Obligasi Pemerintah yang sampai saat ini masih mendapatkan perhatian yang cukup besar dari para investor. Hal ini terbukti dengan selalu terjadinya over-subscribe pada saat obligasi pemerintah dijual dipasar perdana. Respon yang cukup baik dari para investor ini merupakan perwujudan dari kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam membayar dan melunasi kewajiban-kewajibannya, namun demikian daya serap obligasi pemerintah yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan penyebarannya yang merata. Dilihat dari sisi kepemilikannya, sebagian obligasi pemerintah pada saat ini ternyata lebih banyak dimiliki oleh lembaga-lembaga finansial dan hanya sedikit saja yang dimiliki oleh investor-investor individual. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana pengaruh variabel-variabel makroekonomi yaitu jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar riil, dan suku bunga deposito terhadap obligasi pemerintah di Indonesia dan bagaimanakah respon dari obligasi pemerintah terhadap guncangan variabelvariabel ekonomi tersebut? 2. Dari variabel-variabel makroekonomi di atas, variabel manakah yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah?
7
1.3. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah: 1. Menganalisis pengaruh variabel-variabel makroekonomi yaitu jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar riil, dan suku bunga deposito terhadap obligasi pemerintah di Indonesia dan melihat respon dari obligasi pemerintah terhadap guncangan variabel-variabel ekonomi tersebut. 2. Menganalis variabel ekonomi manakah yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah. Hasil dari penelitian ini tidak hanya dipergunakan untuk peneliti, tetapi juga dapat dipergunakan oleh pihak lain yang terkait, seperti bagi pemerintah Indonesia. Bagi pemerintah Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dalam penyusunan rencana pengeluaran pembangunan serta dalam penetapan target pertumbuhan ekonomi.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai analisis pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap pertumbuhan obligasi pemerintah, berguna untuk mengetahui perkembangan obligasi pemerintah di era globalisasi investasi pasar modal yang semakin pesat pertumbuhannya. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran guna memberikan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian sejenis.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Obligasi Obligasi (surat berharga) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut Surat Utang dan utang dibawah 1 tahun disebut Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN) (Bank Indonesia, 2007). Obligasi secara ringkasnya merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti. Penerbit obligasi adalah merupakan pihak peminjam atau debitur, sedangkan pemegang obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur dan kupon obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan. Pada beberapa negara, istilah obligasi dan surat utang dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan
9
istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah surat utang digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejumlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah surat perbendaharaan yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang. Obligasi memiliki risiko yang tertinggi dibandingkan dengan surat utang yang memiliki risiko menengah dan surat perbendaharaan yang memiliki risiko terendah dimana dilihat dari sisi durasi surat utang, makin pendek durasinya memiliki risiko makin rendah. Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham merupakan bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangka waktu yang ditetapkan dimana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo.
2.1.1. Definisi Obligasi Pemerintah Obligasi pemerintah atau biasa juga disebut government bond adalah suatu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintahan suatu negara dalam denominasi mata uang negara tersebut. Obligasi pemerintah dalam denominasi valuta asing biasa
10
disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond), (Laporan Tahunan Bank Indonesia, 2006). Obligasi pemerintah biasa disebut juga dengan "obligasi bebas risiko" karena pemerintahan suatu negara dapat menaikkan pajak ataupun mencetak uang guna melunasi pembayaran obligasinya pada saat jatuh tempo. Memang terdapat catatan dimana obligasi pemerintah ini mengalami gagal bayar seperti yang terjadi pada pemerintah Rusia di tahun 1998 yang disebut krisis keuangan Rusia, walaupun ini sangat langka terjadi. Obligasi Pemerintah yang telah diterbitkan bertujuan untuk merekapitalisasi beberapa bank sebagai bagian dari program restrukturisasi dan rekapitalisasi sektor perbankan akibat krisis ekonomi sejak tahun 1997. Pemerintah pada dasarnya menempatkan penyertaan modal dalam bentuk saham pada bank tersebut dengan menggunakan pembayaran Obligasi Pemerintah, sehingga neraca bank-bank tersebut menjadi lebih baik dari sebelumnya karena peningkatan dari sisi aset dalam bentuk obligasi.
2.1.2. Jenis-jenis Obligasi Pemerintah Obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang berupa Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka program penjaminan dan pembiayaan kredit program, juga dalam bentuk obligasi negara dalam rangka rekapitalisasi perbankan. Surat utang untuk program penjaminan dan kredit program bersifat tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable) sedangkan obligasi dalam rangka rekapitalisasi perbankan (obligasi rekap) umumnya dapat diperdagangkan (tradeable) kecuali hedge bonds. Dengan
11
demikian obligasi rekap yang diperdagangkan terbatas hanya pada jenis fixed rate bonds yang berseri FR dan jenis variable rate bonds berseri VR. Berikut ini adalah jenis-jenis obligasi pemerintah di Indonesia: 1. Obligasi seri FR (Fixed Rate) adalah obligasi yang memiliki kupon dengan besaran tingkat bunga tetap, memiliki jangka waktu 3 sampai 10 tahun, yang dibayarkan setiap 6 bulan, obligasi FR ini bertujuan untuk merekapitalisasi bank- bank dan meningkatkan CAR menjadi 4 %. 2. Obligasi seri VR (Variabel Rate) adalah obligasi yang besaran tingkat bunga kuponnya sama dengan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), memiliki jangka waktu 3 sampai 10 tahun, yang dibayarkan setiap tiga bulan sekali, yang bertujuan merekapitalisasi bank dan mengembalikan CAR bank yang negatif menjadi 0%. 3. Obligasi pemerintah yang disebut HB (Hedge Bonds), yaitu obligasi yang dikaitkan dengan nilai USD, yang bertujuan untuk menutup risiko kewajiban bank dalam valuta asing. Setiap triwulan dan pada saat jatuh tempo pembayaran bunga, dilakukan indeksasi terhadap nilai nominal HB atas dasar perkembangan rupiah. Jenis HB ini tidak dapat diperdagangkan. 4. ORI (Obligasi Ritel Indonesia) adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. Adapun agen penjual yang dimaksud di sini adalah bank dan atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan ORI. Ketentuan mengenai penjualan ORI ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan
12
Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana. Penerbitan ORI ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah untuk mengembangkan pasar surat utang domestik, dan untuk mengurangi defisit APBN (Bank Indonesia, 2007). Menurut portofolio obligasi dibedakan menjadi portofolio investasi dan portofolio perdagangan. Portofolio investasi adalah portofolio obligasi yang dicatat dalam pembukuan bank yang tidak dapat diperdagangkan, sedangkan portofolio perdagangan adalah portofolio obligasi yang dicatat dalam pembukuan bank yang dapat diperdagangkan. Secara keseluruhan volume perdagangan obligasi pemerintah mengalami peningkatan. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga. Suku Bunga Indonesia (SBI) selalu berlawanan dengan suku bunga obligasi. Selain itu, obligasi pemerintah dianggap sebagai obligasi yang mempunyai resiko kecil. Resiko yang tidak mungkin terjadi pada obligasi pemerintah adalah risiko tidak terbayarnya obligasi tersebut ketika jatuh tempo yang dikenal dengan default risk. Tidak adanya risiko ini dikarenakan sebelum jatuh tempo pemerintah dapat melakukan profiling dan menukarkan dengan obligasi yang baru. Obligasi negara masih tetap menjadi pilihan investor dalam berinvestasi. Alokasi investasi dalam obligasi negara lebih besar karena secara risiko dan keuntungan jauh lebih menarik dibandingan obligasi korporasi (Bank Indonesia, 2007).
13
2.2. Teori Portofolio 2.2.1. Teori Portofolio dari Permintaan Uang Mankiw (2003), menjelaskan bahwa teori permintaan uang yang menekankan peran uang sebagai penyimpan nilai disebut teori portofolio (portofolio theoris). Menurut teori ini, masyarakat memegang uang sebagai portofolio aset mereka. Uang memberikan kombinasi risiko dan hasil yang berbeda dibanding aset lain, uang juga memberikan hasil (nominal) yang aman sedangkan harga saham dan obligasi bisa naik atau turun. Beberapa ekonom menyarankan rumah tangga untuk memegang uang sebagai bagian dari portofolio optimal mereka. Teori portofolio memprediksi bahwa permintaan uang seharusnya bergantung pada risiko dan hasil yang diberikan oleh uang berbagai aset selain uang. Selain itu, permintaan uang seharusnya bergantung pada kekayaan total, karena kekayaan mengukur besarnya portofolio yang dialokasikan diantara uang dan aset alternatif. Sebagai contoh, fungsi permintaan uang dapat ditulis sebagai berikut: (M/P) = L (rs, rb, πe , W)
(1)
dimana rs adalah pengembalian saham riil, rb adalah pengembalian obligasi riil yang diharapkan, πe adalah tingkat inflasi yang diharapkan, dan W adalah kekayaan riil. Kenaikan dalam rs dan rb menurunkan permintaan uang, karena aset akan menjadi lebih menarik. Kenaikan dalam πe juga menurunkan permintaan uang, karena uang menjadi kurang menarik. Kenaikan dalam W meningkatkan permintaan uang, karena kekayaan yang lebih tinggi berarti portofolio yang lebih besar (Tandelin, 2001). Teori portofolio merupakan teori permintaan uang yang lebih masuk akal jika mengadopsi ukuran uang yang lebih luas. Ukuran uang yang lebih luas mencakup
14
banyak asset yang mendominasi mata uang dan rekening cek. M2, misalnya meliputi rekening tabungan dan reksadana pasar uang. Ketika mengkaji mengapa orang memegang aset dalam bentuk M2, bukan obligasi atau saham, pertimbangan risiko dan hasil portofolio mungkin berada di puncak. Maka meskipun mungkin tidak masuk akal ketika diterapkan pada M1, pendekatan portofolio terhadap permintaan uang merupakan teori yang baik untuk menjelaskan permintaan terhadap M2 atau M3 (Mankiw, 2003). Negara-negara maju yang pasar obligasinya relatif likuid dan sekitar sepertiga penduduknya berinvestasi di pasar modal serta sebagian besar masyarakatnya sudah memiliki proteksi untuk kerugian besar dan kesehatan. Kondisi ini sangat kontras dengan Indonesia yang investor pasar modalnya hanya sekitar 0,15 % dari jumlah penduduk dan asuransi yang belum begitu membudidaya. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menyimpan uang lebihnya dalam deposito (deposito-minded).
2.2.2. Teori Portofolio Markowitz Teori portofolio Markowitz diperkenalkan oleh Harry Markowitz dalam kajiannya yang berjudul portofolio selection (1952). Teori portofolio mengemukakan bagaimana risiko mempengaruhi portofolio untuk mengoptimalisasi pengembalian yang diharapkan. Teori ini menjelaskan tentang keuntungan dari diversifikasi. Diversifikasi portofolio membuat risiko dapat tersebar dalam masing- masing portofolio sehingga risiko dapat dikurangi dan dapat diperoleh tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Investor harus memegang satu portofolio yang optimal untuk menanggulangi risiko yang muncul dari portofolio yang lainnya.
15
Teori portofolio Markowitz dalam Sembel 2002, menjelaskan bahwa dalam pengelolaan aset sebaiknya dana diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi. Teori portofolio menganjurkan alokasi pada aset bebas risiko dan portofolio aset beresiko optimal yang memberikan return tertinggi untuk risiko yang ditanggung dalam konteks investasi finansial. Setiap instrumen investasi sebaiknya tidak memiliki pergerakan searah, begitu aturan dari portofolio Markowitz. Artinya, bila memiliki instrumen investasi yang mengalami kenaikan pada suatu waktu dan peristiwa maka di pihak lain harus ada instrumen investasi yang mengalami penurunan harga (Sembel, 2002).
2.3. Teori Mekanisme Transmisi (Transmission Mechanism Theory) Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir. Menurut Taylor (1995), menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah ”the process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and inflation”. Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Di bidang keuangan kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar, dan harga saham disamping volume dana
16
masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana pada obligasi saham maupun sekuritas lainnya. Sementara itu, di sektor ekonomi riil kebijakan moneter selanjutnya mempengaruhi perkembangan konsumsi, investasi, ekspor, dan impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan moneter. Meurut Blinder (1998), menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi yang relatif sulit diprediksi sangat mempengaruhi mekanisme transmisi kebijakan moneter. Setiap perubahan kebijakan bank sentral akan diikuti atau telah diantisipasi dengan perubahan perilaku perbankan, sektor keuangan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Mekanisme transmisi moneter mekanisme bagaimana uang mempengaruhi output. Jika jumlah uang beredar meningkat menyebabkan suku bunga menurun, menyebabkan suku bunga obligasi juga menurun, investasi meningkat dan output meningkat. Secara empiris pengaruh suku bunga terhadap investment tidak terlalu signifikan dan respon investasi termasuk obligasi terhadap perubahan interest rate sangat lamban, sehingga secara empirik hubungan antara interst rete dengan investasi tidak nyata.
2.4. Pendapatan Nasional Variabel makroekonomi yang paling penting adalah produk domestik bruto (GDP). GDP mengukur output barang dan jasa total suatu negara dan pendapatan totalnya. Berikut adalah komponen GDP, yaitu GDP = C + I + G + (X – M)
(2)
17
dimana, C = Konsumsi I = Investasi G = Pembelian pemerintah (X – M) = Ekspor neto Komponen GDP yang meliputi konsumsi, investasi, pemebelian pemerintah dan ekspor neto. Fungsi konsumsi merupakan dari pendapatan dikurangi pajak (Y – T), atau disebut dengan pendapatan yang dibelanjakan (disposable income). Sedangkan fungsi investasi mengaitkan jumlah investasi atau pada tingkat bunga riil I (r), investasi tergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga merupakan biaya pinjaman, jika semakin tinggi tingkat bunga riil maka investasi semakin menurun. Komponen yang ketiga adalah pembelian pemerintah atau belanja pemerintah, dalam perekonomian suatu negara diharapkan ada dalam situasi anggaran berimbang dimana belanja pemerintah sama dengan penerimaan pajak (G = T), namun kenyataannya suatu negara seringkali mengalami defisit anggaran dimana belanja pemerintah lebih besar dari penerimaan pajak (G > T), dan surplus anggaran dimana belanja pemerintah kurang dari penerimaan pajak (G < T). Komponen yang terakhir adalah ekspor neto yang menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa dalam negeri, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik (Mankiw, 2003).
2.5. Monetary Theory Of Exchange Rate Manurut Salvatore (1997), pendekatan moneter dimulai dengan dalil permintaan uang berhubungan positif terhadap tingkat pendapatan nasional nominal
18
dan stabil dalam jangka panjang. Berdasarkan pendekatan moneter, penentuan nilai tukar antara rupiah dan dollar dimulai dengan fungsi permintaan uang nominal dari Indonesia (MdINA) dan Amerika Serikat (Md USA). (MdINA) = kPINAY dan Md USA = kPUSAY
(3)
dimana: PINA = tingkat harga di Indonesia PUSA = tingkat harga di Amerika Serikat Dalam keseimbangan, jumlah uang yang diminta sama dengan jumlah uang yang ditawarkan. Jadi MdINA = MdUSA dan MdUSA = MdINA. Kemudian mendistribusikan MsINA untuk MsINA dan MsUSA untuk MsUSA, maka didapatkan fungsi sebagai berikut: MsUSA /MsINA = kUSAPUSAYUSA / kINAPINAYINA
(4)
Dengan membagi kedua sisi dengan PUSA/ PINA dan MsUSA/ MsINA kita dapatkan: PINA / PUSA = MsINAkUSAYUSA / MsUSAkINAYINA
(5)
Dengan ERp/$ = eX (PUSA/ PINA) pada teori PPP, maka diperoleh ERp/$ = MsINAkUSAYUSA /MsUSAkINAYINA
(6)
ERp/$ diartikan sebagai nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dalam pengertian lain, ERp/$
adalah banyaknya jumlah rupiah yang harus
dikorbankan untuk membeli dollar Amerika Serikat. Persamaan ini mengasumsikan kUSA dan YUSA di Amerika Serikat dan kINA dan YINA di Indonesia diasumsikan tetap (konstan), maka ERp/$ adalah tetap selama MsINA dan MsUSA tidak berubah. Jadi ERp/$ berubah secara proporsional terhadap perubahan dan kebalikan proporsional MsUSA
19
2.6. Nilai Tukar Definisi nilai tukar secara umum dibedakan menjadi dua jenis, yakni nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Berikut pengertian masing-masing menurut beberapa literatur: a.
Nilai Tukar Nominal •
Nilai suatu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya (Rivera Batiz dalam Imam Sugema, 1994)
•
Harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Ketika orang mengacu pada kurs diantara kedua negara, maka biasanya mengartikan kurs nominal.
•
Harga mata uang asing terhadap mata uang domestik (Edward Elgar dalam Rina Oktaviani, 2001).
•
Harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing (Lipsey, 1995).
•
Satuan mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun dalam bentuk surat berharga (Mishkin, 2001).
b.
Nilai Tukar Riil •
Kurs nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi harga barang luar negeri (Mankiw, 2003).
•
Rasio harga domestik dengan harga internasional (Mishkin, 2001) Nilai tukar memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas
perekonomian dan kestabilan moneter. Kebijakan moneter dalam ekonomi terbuka
20
ditransmisikan malalui nilai tukar. Ekonomi domestik dengan ekonomi dunia dihubungkan oleh nilai tukar melalui pasar barang dan pasar asset. Nilai tukar merupakan salah satu variabel yang penting dalam suatu perekonomian terbuka, karena variabel ini berpengaruh pada variabel-variabel lain, seperti harga, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan transaksi berjalan (Batiz, 1994). Nilai tukar suatu negara tersebut terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar suatu negara mengalami apresiasi ketika nilai mata uangnya meningkat relatif terhadap nilai mata uang negara lain
2.7. Teori Paritas Suku Bunga Teori paritas suku bunga juga menjelaskan bahwa bila perbadaan suku bunga tabungan domestik dan suku bunga luar negeri sama dengan tingkat swap, yaitu perbedaan antara kurs di masa mendatang (forward exchange rate) dan nilai tukar spot, maka kondisi demikian menunjukkan dimana masyarakat tidak akan memperoleh keuntungan apapun bila menginvestasikan dananya di luar negeri. Secara sistematis teori tersebut adalah: i-i* = (f-e) / e dimana: i = suku bunga tabungan (dalam mata uang domestik) i* = suku bunga tabungan luar negeri (dalam mata uang asing) f = nilai tukar di masa mendatang e = nilai tukar spot
(7)
21
Persamaan tersebut menunjukkan pada bagian kiri merupakan keuntungan atau kerugian yang diperoleh bila menyimpan aset dalam mata uang domestik. Jika i>i*, berarti ada keuntungan yang akan diperoleh bila menyimpan aset domestik, demikian pula sebaliknya. Bagian kanan menunjukkan adanya risiko yang akan ditanggung ataupun keuntungan yang akan diperoleh bila terjadi perubahan nilai tukar. Jika (i>i*)>(f>e), maka akan lebih menguntungkan bila menyimpan aset domestik, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan persamaan di atas maka rate of return rupiah atas simpanan dollar kurang lebih sama dengan suku bunga dollar Amerika Serikat. Jika tingkat bunga domestik di atas tingkat bunga luar negeri, maka terdapat positive appreciation dalam mata uang luar negeri, yang harus diimbangi dengan penurunan tingkat bunga luar negeri.
2.8. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi. Jumlah uang yang tersedia disebut jumlah uang beredar (money supply). Kontrol atas jumlah uang beredar disebut kebijakan moneter. Kebijakan moneter dibuat oleh Bank Indonesia sebagai Bank sentral, cara utama Bank sentral mengendalikan jumlah uang beredar adalah melalui oprasi pasar terbuka (open market operation) dengan pembelian dan penjualan obligasi pemerintah. Ketika ingin meningkatkan jumlah uang beredar, Bank sentral menggunakan rupiahnya untuk membeli obligasi pemerintah dari masyarakat, sedangkan jika ingin menurunkan jumlah uang beredar, maka Bank sentral menjual obligasi pemerintah ke masyarakat dengan tujuan menarik rupiah dalam bentuk obligasi pemerintah tersebut.
22
Teori kuantitas uang menyatakan bahwa Bank sentral yang mengawasi jumlah uang beredar, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw 2003).
2.9. Posisi dan Arti Kurva IS-LM dalam Penentuan Kebijakan Pada posisi normal, kurva LM mempunyai slope positif dan kurva IS berslope negatif. Dalam kasus-kasus ekstrim akan dijumpai dimana kurva LM dan IS salah satu atau kedua-duanya dapat vertikal dan horisontal. Uraian berikut memperlihatkan empat keadaan, dimana kurva LM horisontal, LM vertikal, IS horisontal dan IS vertikal, serta implikasi kebijakan yang harus diambil. Gambar 2.1 Kurva LM vertikal, kasus ini mendekati teori klasik, sehingga sering disebut kasus klasik. Keadaan ini terjadi jika tidak ada permintaan uang untuk spekulasi, sehingga total permintaan untuk uang menjadi inelastis sempurna dalam kaitannya dengan tingkat bunga, artinya permintaan uang sepenuhnya ditentukan oleh tingkat pendapatan. Pada kasus ini kebijakan fiskal tidak efektif. Pergeseran kurva IS akan meningkatkan atau menurunkan tingkat bunga dan tidak merubah income sehingga jika kebijakan fiskal dilakukan maka mengakibatkan complete crowding out. Oleh karenanya kebijakan yang efektif adalah kebijakan moneter yang menghasilkan peningkatan income, karena investasi meningkat sebagai akibat dari menurunnya tingkat bunga, seperti yang ditunjukkan pada:
23
r IS
LM
LM’
r* r’
y*
y’
y
Sumber: Mankiw, 2003. Gambar 2.1. Kurva LM Vertikal (Complete Crowding Out) Gambar 2.2. kurva LM horisontal. dikarenakan permintaan uang yang bersifat elastis sempurna terhadap tingkat bunga. Pada kasus seperti kebijakan moneter tidak efektif, sebaliknya kebijakan fiskal akan sangat efektif, karena pergeseran ke kanan atas kurva IS sepanjang kurva LM yang horisontal akan meningkatkan income atau output tanpa mempengaruhi tingkat suku bunga. Kasus seperti ini sering disebut liquidity trap atau kasus Keynesian. Gambar 2.3. kurva IS horisontal. Kurva IS yang horisontal ini terjadi jika investasi bersifat elastis sempurna terhadap tingkat bunga. Pada kasus ini suatu peningkatan dalam pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap income, karena kenaikan yang kecil terhadap tingkat bunga itu akan menyebabkan investasi swasta menurun dengan jumlah yang sama (crowding out).
Oleh karenanya
kebijakan yang efektif adalah kebijakan moneter yang dapat meningkatkan income pada full employment tanpa mempengaruhi tingkat suku bunga. diperlihatkan pada:
Hal itu
24
r
r*
IS
y*
IS’
y’
y
Sumber: Mankiw, 2003. Gambar 2.2. Kurva LM Horisontal (Liquidity Trap)
r LM IS
y*
y’
y
Sumber: Mankiw, 2003. Gambar 2.3. Kurva IS Horisontal Gambar 2.4. kurva IS vertikal. Kasus ini terjadi jika konsumsi dan investasi sama sekali tidak respon terhadap tingkat suku bunga. Kebijakan yang efektif adalah kebijakan fiskal dan tidak akan terjadi crowding out.
Peningkatan
pengeluaran pemerintah dapat dengan cepat menghasilkan keadaan full
25
employment seperti yang ditunjukkan pada dibawah.
Sebaliknya kebijakan
moneter tidak akan efektif pada kasus seperti ini. r IS
LM
r*
y*
y
Sumber: Mankiw, 2003. Gambar 2.4. Kurva IS Vertikal
2.10. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap obligasi pemerintah, pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Secara umum akan dijelaskan beserta metode penelitian yang digunakannya pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No
1
Nama pengarang dan Judul Penelitian Ria Fahriani (2005), Analisis Pengaruh Reksa Dana Terhadap Investasi di
Tujuan Penelitian Untuk menganalisis perkembangan reksa dana di Indonesia, menganalisis pengaruh
Metode Penelitian
Kesimpulan
Metode regresi linier berganda dengan kurun waktu 20002005
Perkembangan reksa dana yang pesat didorong oleh penurunan tingkat suku bunga, peningkatan pasar obligasi dan peran perbankan sebagai agen
26
Indonesia
2
Setyawan (1993), Perkembangan Investasi di Indonesia
3
Sugiarto (2003), Pertumbuhan Reksa Dana berbasis Obligasi Rekap
reksadana terhadap investasi di Indonesia. Menganalisis pengaruh investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
Menganalisis Perkembangan Reksadana
of sales reksa dana.
Ordinary Least Square (OLS)
Tingkat investasi pemerintah terbukti memberikan pengaruh positif bagi tingkat investasi swasta. Hal ini mencerminkan crowding-in effect dari tingkat investasi pemerintah di Indonesia. Peningkatan dalam investasi pemerintah akan membawa pengaruh positif selama berbentuk investasi infrastrukrur dan tidak menimbulkan dampak inflasi.
Ordinary Least Square (OLS)
Perkembangan Reksa dan berbasis obligasi rekap disebabkan oleh penurunan suku bunga SBI, adanya pemebebasa pajak dan keterlibatan perbankan sebagai agent of sales. Semakin banyaknya peranan perbankan dalam reksadana membuat obligasi-obligasi rekap yang dimiliki perbankan dijual kepada reksadana. Hal ini akan meningkatkan likuiditas obligasi di pasar sekunder. Komposisi reksadana yang berbasis obligasi rekap begitu besar dapat menyebabkan multiplier
27
effects dari obligasi pemerintah untuk menggerakkan sektor riil tidak dapat terjadi. Oleh karena itu , diperlukan diversivikasi dalam portofolio reksadana yaitu saham dan obligasi perusahaan. Maraknya industri reksa dana ini dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap industri reksadana. 4
Hadi (2003), Peranan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menganalisis pengaruh Investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi.
Investasi pemerintah di Vector Autoregression sektor fiskal, khususnya (VAR) pengeluaran pembangunan rupiah ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan taraf 1 persen.
5
Hernatasa (2004), Peranan Investasi Terhadap Utang Luar Negeri
Menganalisis pengaruh Investasi terhadap hutang luar negeri.
Ordinary Least Square (OLS)
Investasi dan keterbukaan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, untuk hutang luar negeri berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan kajian terhadap penelitian terdahulu, maka dapat diketahui perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan beberapa penelitian sebelumnya, yaitu dalam penelitian ini semua variabel yang digunakan berdasarkan
28
harga konstan tahun 2000, dengan periode penelitian yang digunakan dari tahun 1999:5-2007:12. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Vector Autoregression (VAR).
2. 11. Kerangka Pemikiran Perubahan fundamental perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan rekapitalisasi perbankan, yaitu salah satunya dengan penerbitan obligasi pemerintah. Dalam penelitian ini, ingin melihat bagaimana respon obligasi pemerintah terhadap guncangan variabel-variabel makroekonomi di Indonesia, yaitu suku bunga SBI, suku bunga deposito, laju inflasi, nilai tukar riil, pendapatan nasional dan jumlah uang beredar. Meurut Blinder (1998), menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi yang relatif sulit diprediksi sangat mempengaruhi mekanisme transmisi kebijakan moneter. Setiap perubahan kebijakan bank sentral akan diikuti atau telah diantisipasi dengan perubahan perilaku perbankan, sektor keuangan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Jika jumlah uang beredar meningkat menyebabkan suku bunga menurun, menyebabkan suku bunga obligasi juga menurun, investasi meningkat dan output meningkat. Secara empiris pengaruh suku bunga terhadap investment tidak terlalu signifikan dan respon investasi termasuk obligasi terhadap perubahan interest rate sangat lamban, sehingga secara empirik hubungan antara interst rete dengan investasi tidak nyata.
29
Di bawah ini adalah kerangka pemikiran, yang diperlihatkan pada gambar 2.5, sebagai berikut: Perekonomian Indonesia (Crisis-Pasca crisis)
Perubahan fundamental perekonomian
Sistem kebijakan moneter
Sistem perbankan
Rekapitalisasi perbankan
Penerbitan obligasi pemerintah
Jumlah uang beredar
Pendapat an Nasional
Nilai tukar Rupiah
Suku Bunga SBI
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran
Suku Bunga Deposito
Laju Inflasi
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa time series. Melihat tahun fiskal berbeda dengan tahun kalender, agar hasil perhitungan yang diperoleh lebih akurat, analisis ini menggunakan data realisasi bulanan untuk mendapatkan periode perhitungan yang sama. Periode yang digunakan adalah tahun anggaran, yang berlangsung selama 12 bulan, maka data realisasi yang digunakan adalah data runtut waktu dari tahun 1999: 05 hingga tahun 2007: 09. Dengan bantuan program Eviews, dilakukan Augmented Dickey-Fuller Test untuk melakukan uji non stasioneritas. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Data, Simbol, Sumber Data Variabel Outstanding Government bond Suku Bunga SBI 1bulan Pendapatan Nasional Jumlah Uang Beredar Suku Bunga Deposito Nilai Tukar Riil Laju Inflasi
Satuan Miliar Rupiah Persen (%) Miliar Rupiah Miliar Rupiah Persen (%) $/Rp Persen (%)
Simbol OBGRIIL R GDPRIIL MS RDPSTO RER INF
Sumber Data Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia Bank Indonesia
3.2. Metode Analisa Data Untuk memenuhi tujuan penelitian, penulis menggunakan data-data yang telah tersedia lalu data tersebut diolah untuk mendapatkan jawaban dari tujuan penelitian. Sedangkan alat analisis yang digunakan untuk mengolah data tersebut
31
adalah metode Vector Auto Regression (VAR) jika data-data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi, atau dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) jika data-data yang digunakan stasioner dan terdapat kointegrasi. Data-data tersebut diolah dengan bantuan perangkat lunak (software) Eviews 4.1 dan Microsoft Excel.
3.2.1. Vector Auto Regression (VAR) VAR adalah suatu metode yang diciptakan oleh Christopher Sims (1980) untuk mendeskripsikan hubungan antara variabel yang ingin diuji. Sims berpendapat, jika memang terdapat hubungan yang simultan antar variabel yang diamati, variabelvariabel tersebut perlu diperlakukan sama sehingga tidak ada lagi variabel eksogen dan endogen. Berdasarkan pemikiran inilah Sims memperkenalkan konsep yang disebut Vector Auto Regression (VAR). Pada dasarnya analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan, oleh karena dalam analisis VAR kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya dengan model persamaan simultan biasa adalah bahwa dalam analisis VAR masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau, juga dipengaruhi oleh nilai masa lalu dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Menurut Djalal (2006), ada beberapa keunggulan dari analisis VAR dibanding metode ekonometri lainnya antara lain adalah:
32
1)
Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana variabel endogen dan mana variabel eksogen. Karena semua variabel pada model VAR dianggap sebagai variabel endogen.
2)
Cara estimasi model VAR sangat mudah, yaitu dengan menggunakan OLS pada setiap persamaan secara terpisah.
3)
Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dibandingkan menggunakan model dengan persamaan simultan yang lebih kompleks. Walaupun mempunyai banyak kelebihan, VAR tetap mempunyai kelemahan.
Ada beberapa kelemahan model VAR, antara lain: 1)
Model VAR lebih bersifat ateoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu. Oleh karena itu, VAR sering disebut sebagai model yang tidak struktural.
2)
Tidak mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen dan variabel endogen, sehingga menyebabkan implikasi kebijakan yang kurang tepat.
3)
Semua variabel VAR harus stasioner, jika tidak stasioner maka harus ditransformasi terlebih dahulu.
3.2.2. Model Umum Vector AutoRegression (VAR) VAR dengan ordo p dan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut:
33
Yt = A0 + A1Yt −1 + A2Yt −2 + ....... + A p Yt − p + ε t ............................................... (3.1) dimana:
Yt
: Vektor peubah tak bebas (Y1t, Y2t, Ynt) berukuran n x 1,
A0
: Vektor intercept berukuran n x 1,
A1
: Matrik parameter berukuran n x 1,
εt
: Vektor sisaan (ε1t, ε2t,........... εnt) berukuran n x 1
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua peubah tak bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi.
3.2.3. Uji Stasioneritas Uji stasioneritas dalam analisis ini yaitu dengan menggunakan uji akar unit (Unit Root Test). Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationer atau tidak. Data deret wakut (time series) biasanya mempunyai permasalahan dalam stasioneritas, sehingga dapat menjatuhkan validitas dari parameter yang diestimasi. Time series dikatakan stasioner jika secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat peningkatan atau penurunan data atau data tersebut harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi palsu atau lancung (spuriuos regression). Spuriuos regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak.
34
Secara umum uji akar unit dapat dilakukan dengan melihat secara grafis (visual) apakah terdapat trend dalam data atau tidak, dan melihat variance data pada periode penelitian. Jika data pada level tidak stasioner, maka data dapat dimodifikasi menjadi selisih antar data sebelumnya first difference sehingga data menjadi stasioner, data ini kemudian disebut terintegrasi pada orde pertama atau I(1). Variabel-variabel yang tidak stasioner pada level tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang dalam VAR. Meskipun penggunaan first difference dalam VAR dapat digunakan, namun identifikasi restriksi jangka panjang tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, kestasioneran data harus diketahui sebelum menggunakan VAR. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur stasioneritas data. Dua unit root test yang paling sering digunakan adalah Dickey-Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Penelitian ini menggunakan Augmented DickeyFuller (ADF) untuk menguji stasioneritas data. Dalam tes Augmented Dickey-Fuller
(ADF), jika niali ADF lebih kecil dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Jika data berdasarkan uji ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan melakukan difference non stationary processes. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan
metode standar. Sementara series yang tidak stasioner akan berimplikasi kepada penggunaan VAR dalam bentuk difference atau VECM. Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel.
35
3.2.4. Penetepan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam model VAR, hal ini dikarenakan suatu variabel juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, selain dipengaruhi oleh variabel lain. Sebelum menentukan lag optimal, perlu dilakukan pengujian lag maksimal. Lag maksimal didapat jika roots memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle, sehingga didapat persamaan VAR yang stabil. Pengujian lag optimal dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara lain Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), HannanQuinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Pengujian lag yang
digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji SIC.
3.2.5. Uji Kointegrasi Menurut Thomas (1997) dalam Ardiansyah (2006), kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Kointegrasi merupakan salah satu cara untuk menghindari masalah spurious regression. Salah satu cara untuk menguji kointegrasi yaitu dengan
menggunakan tes kointegrasi Johansen. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan menggunakan lag optimal sesuai dengan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan penentuan asumsi deterministik yang melandasi pembentukan persamaan kointegrasi didasarkan pada kriteria informasi AIC atau SIC. Pembentukan persamaan kointegrasi pada
36
penelitian ini didasarkan pada kriteria informasi SIC. Berdasarkan asumsi deterministik tersebut akan diperoleh informasi mengenai banyaknya hubungan kointegrasi antar variabel yang diteliti sesuai dengan metode Trace dan Max. Penelitian ini menggunakan taraf nyata sebesar 5 persen. Jika nilai Trace Statistic lebih besar dari pada 5 Percent Critical Value, maka persamaan tersebut terkointegrasi.
3.2.6. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM) Model VECM digunakan apabila terdapat persamaan yang terkointegrasi, dimana nilai trace statistic lebih besar dari pada critical value. Pada persamaan VECM telah terkandung parameter jangka pendek dan jangka panjang yang memungkinkan kita untuk mengetahui respon pada jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Siregar dan Ward (2000), secara umum VECM dapat ditulis dalam persamaan berikut: p −1
ΔYt = ∑ Γi ΔYt −i + μ 0 + μ1t + αβ ′Yt −1 + ε t ................................................... (3.2) i =1
dimana: ΔYt
= Yt − Yt −1 ,
( p − 1) = ordo VECM dari VAR, Γi
= matriks koefisien regresi,
Yt −i
= vektor lag variabel yang terdiri dari berbagai macam variabel yang digunakan,
37
μ0
= vektor intercept,
μ1
= vektor oefisien regresi,
α
= matriks loading,
β′
= vektor kointegrasi,
Yt −1
= vektor lag pertama variabel dalam level,
εt
= vektor sisaan.
3.2.7. Impuls Response Function (IRF) VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara jelas. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF dapat juga mengidentifikasikan suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel mempengaruhi variabel lainnya sepanjang waktu. Dengan demikian, IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF tersebut sangat sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky dilakukan dengan catatan variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap varaibel lain diletakkan di depan berdampingan
38
satu sama lain sedangkan variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, kemudian variabel lainnya diletakkan diantara kedua variabel tersebut berdasarkan nilai matriks korelasi yang menyatakan tingkat korelasi paling besar.
3.2.8. Variance Decomposition The Cholesky Decomposition atau biasa disebut juga dengan The Variance Decomposition memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih
penting dalam VAR. Pada dasarnya test ini merupakan metode lain untuk menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. Test ini digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain. The Variance Decomposition merupakan susunan forecasting mengenai error variance dari suatu variabel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Unit Root Test (Pengujian Akar-Akar Unit) Pengujian akar-akar unit dalam analisa runtut waktu (time series), dimana pengujian ini bertujuan untuk menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak stasioner. Jika stasioner maka tidak ada akar-akar unit, sebaliknya jika tidak stasioner maka ada akar-akar unit. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini harus bersifat stasioner, memiliki ragam yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Pengujian non-stasioneritas pada penelitian ini didasarkan pada Augmented Dickey Fuller (ADF) test dengan menggunakan taraf nyata 5% atau dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil pengujian non-stasioneritas dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Non-stasioneritas Pada Tingkat Level Variabel
Nilai ADF
Nilai Kritis Mac Kinnon 1% 5% 10% -4.058619 -3.458326 -3.155161 -4.052411 -3.455376 -3.153438 -4.053392 -3.455842 -3.153710 -4.052411 -3.455376 -3.153438 -4.052411 -3.455376 -3.153438 -4.056461 -3.457301 -3.154562 -4.053392 -3.455842 -3.153710
LNOBGRIIL -2.807290 INF -2.778915 LNGDPRIIL -3.116819 LNMS -1.428636 LNRER -2.789735 R -2.157630 Rd -3.404597 Sumber : Lampiran 1 Keterangan : dalam taraf nyata 5%
Keterangan Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner
Hasil pengujian akar unit pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa semua variabel
yang digunakan dalam penelitian ini tidak stasioner di tingkat level pada taraf nyata
40
5%. Hal ini dikarenakan nilai ADF variabel-variabel tersebut lebih besar dibanding dengan nilai kritis Mac Kinnon pada taraf 5%. Oleh karena itu, untuk menunjukkan semua variabel di atas agar stasioner, pengujian non-stasioneritas perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Non-stasioneritas Pada Tingkat First Difference. Variabel
Nilai ADF
Nilai Kritis Mac Kinnon 1% 5% 10% -4.053392 -3.455842 -3.153710 -4.053392 -3.455842 -3.153710 -4.055416 -3.456805 -3.154273 -4.053392 -3.455842 -3.153710 -4.053392 -3.455842 -3.153710 -4.053392 -3.455842 -3.153710 -4.053392 -3.455842 -3.153710
LNOBGRIIL -10.21983 INF -8.026994 LNGDPRIIL -7.967444 LNMS -10.62119 LNRER -11.12054 R -10.44138 Rd -6.110681 Sumber : Lampiran 2 Keterangan : dalam taraf nyata 5%
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Hasil pengujian akar unit pada tabel 4.2. menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini telah stasioner pada tingkat first difference. Hal ini dikarenakan nilai ADF semua variabel tersebut lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon pada taraf nyata 5%.
4.2. Penetepan Lag Optimal Penetapan lag optimal penting dilakukan, karena dalam metode VAR lag optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Nilai lag optimal diperoleh dengan melakukan estimasi VAR terlebih dahulu. Sebelum melakukan penentuan lag optimal maka dilihat dahulu apakah model VAR tersebut stabil atau tidak.
41
Berdasarkan hasil uji kestabilan yang telah dilakukan ditunjukkan bahwa model VAR dalam penelitian ini telah stabil (Lampiran 4), yang diperlihatkan dengan semua nilai modulusnya tidak lebih dari satu. Setelah dipastikan bahwa hasil estimasi VAR berada dalam kondisi stabil, maka langkah selanjutnya dilakukan penetapan lag optimal. Lag optimal dihitung dengan menggunakan Schwarz Information Criterion (SIC) dengan mengambil nilai SIC yang paling kecil. Hasil penetapan lag optimal dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil Penetapan Lag Optimal Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sumber: Lampiran 5
SIC -24.91461 -25.02443* -23.41595 -22.55928 -21.42671 -19.99869 -19.50223 -18.87975 -18.21834 -18.60179 -18.09864
Tabel 4.3, menunjukkan bahwa dari 10 lag (bulanan), lag yang bertanda * diperlihatkan pada lag pertama. Hal ini bararti lag optimal yang dipilih berdasarkan kriteria SIC terdapat pada lag pertama.
42
4.3. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi Johansen dilakukan untuk mengetahui konsistensi jangka panjang dari model analisis. Hubungan yang saling mempengaruhi dapat dilihat dari kointegrasi yang terjadi antar variabel itu sendiri. Jika terdapat kointegrasi antarvariabel, maka hubungan saling mempengaruhi berjalan secara menyeluruh dan informasi terbesar secara paralel (Julaihah dan Insukindro, 2004). Semua data yang diuji telah stasioner pada tingkat first difference (Lampiran 2), sehingga uji kointegrasi dapat dilakukan melalui uji Johansen Cointegration Test, dengan menggunakan lag optimum 1. Tabel 4.4. menunjukkan jumlah persamaan kointegrasi yang terdapat di dalam sistem. Jika Trace Statistic > Critical Value maka persamaan tersebut terkointegrasi. Dengan demikian H0 = non kointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi. Jika Trace Statistic > Critical Value maka kita tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. Tabel 4.4. Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent 1 Percent Critical Critical Value Value None ** 0.694537 342.1966 146.76 158.49 At most 1 ** 0.674413 224.7897 114.90 124.75 At most 2 ** 0.391052 113.6994 87.31 96.58 At most 3 * 0.296224 64.59326 62.99 70.05 At most 4 0.166471 29.81509 42.44 48.45 At most 5 0.103322 11.78844 25.32 30.45 At most 6 0.009967 0.991662 12.25 16.26 *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 1% level Sumber: Lampiran 7
43
Dengan menggunakan taraf nyata sebesar 5 persen, Hasil Uji Johansen Cointegration menunjukkan terdapat empat persamaan kointegrasi, yaitu saat nilai Trace Statistic > Critical Value. Karena terdapat persamaan yang terkointegrasi, maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM).
4.4. Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Pertumbuhan Obligasi Pemerintah Riil Dari hasil estimasi VECM menunjukkan adanya hubungan jangka pendek dan jangka panjang pengaruh obligasi pemerintah terhadap jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar riil, dan suku bunga deposito. Pada estimasi ini yang menjadi variabel dependen adalah obligasi pemerintah (OBGRIIL), sedangkan yang menjadi variabel independennya adalah jumlah uang beredar (MS), laju inflasi (INF), pendapatan nasional (GDPRIIL), tingkat suku bunga SBI (R), nilai tukar riil (RER), dan suku bunga deposito (RDPSTO). Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan jangka pendek pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap pertumbuhan obligasi pemerintah di Indonesia, dapat dilihat pada tabel 4.5.
44
Tabel 4.5. Hasil Estimasi VECM Persamaan Obligasi Pemerintah Variabel
Koefisien Jangka Pendek D(LNOBGRIIL(-1)) -0.259197 D(LNRER(-1)) 0.573023 D(INF(-1)) 0.000870 D(LNMS(-1)) -1.100799 D(RDPSTO(-1)) 0.068770 D(R(-1)) -0.017724 D(LNGDPRIIL(-1)) -0.407255 C 0.037295 CointEq1 -0.312858 CointEq2 -0.212389 CointEq3 -0.002268 CointEq4 0.789346 Jangka Panjang D(RDPSTO(-1)) 0.046724 D(R(-1)) -0.022975 GDPRIIL(-1)) -2.267823 @TREND(99:05) 0.017947 C 7.204904 Sumber: Lampiran 8 (* signifikan pada taraf 5%)
T-statistik -3.34917* 3.83654* 1.51369 -2.22599* 5.91617* -1.62603* -1.20750 4.77819 -9.23793 -2.37297 -2.58805 4.27305 2.33610* -1.12664 -6.75147* 9.84512 -
4.4.1. Pengaruh Variabel-variabel Eonomi terhadap Obligasi Pemerintah pada Jangka Pendek Obligasi pemerintah riil pada lag pertama secara negatif mempengaruhi obligasi pemerintah riil secara signifikan pada taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0.259197, yang artinya apabila terjadi kenaikan obligasi pemerintah riil lag pertama sebesar 1 persen maka obligasi pemerintah riil menurun sebesar 0.259197 persen. Variabel nilai tukar riil (RER) pada lag pertama memiliki hubungan positif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu 0.573023, yang artinya saat terjadi peningkatan (apresiasi) nilai tukar riil pada lag pertama sebesar 1 persen maka obligasi pemerintah riil akan
45
mengalami peningkatan sebesar 0.573023 persen. Jika nilai tukar riil terapresiasi, maka akan menyebabkan harga di luar negeri lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri, sehingga masyarakat lebih memilih impor, hal ini meneyebabkan impor naik, maka trade balance akan menurun, maka agregat expenditure menurun. Dimana agregat expenditure berpengaruh positif terhadap agregat demand, sehingga agregat demand menurun menyebabkan harga menurun. Maka laju inflasi akan menurun, yang menyebabkan Bank sentral akan menurunkan suku bunga, sehingga pasar obligasi pemerintah akan mengalami peningkatan. Laju inflasi (INF) pada lag pertama memiliki hubungan positif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang tidak signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu 0.000870, yang artinya jika terjadi peningkatan laju inflasi maka obligasi pemerintah riil akan mengalami peningkatan sebesar 0.000870 persen. Pergerakan pasar obligasi pemerintah juga sangat ditentukan oleh kenaikan harga minyak dunia, yang mengakibatkan meningkatnya laju inflasi, akan tetapi kenaikan laju inflasi ini masih terkendali dengan harga rata-rata minyak dunia 110 USD/ barrel (asumsi pemerintah), oleh karena itu Bank Indonesia menaikkan suku bunga SBI, sehingga permintaan obligasi pemerintah meningkat. Jumlah uang beredar (MS) pada lag pertama memiliki hubungan negatif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu sebesar -1.100799, yang artinya saat terjadi kenaikan jumlah uang beredar pada lag pertama sebesar 1 persen maka obligasi pemerintah riil akan mengalami penurunan sebesar 1.100799 persen. Jika jumlah uang beredar meningkat maka agregat demand akan meningkat sehingga menyebabkan harga akan
46
naik, karena adanya kenaikan harga tersebut akan menyebabkan kenaikan inflasi. Dimana inflasi menyebabkan pasar obligasi pemerintah menurun. Suku bunga deposito (RDPSTO) pada lag pertama memiliki hubungan positif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu 0.068770, yang artinya saat terjadi peningkatan suku bunga deposito perbankan pada lag pertama sebesar 1 persen maka obligasi pemerintah riil mengalami peningkatan sebesar 0.068770 persen. Peningkatan suku bunga deposito dapat mengakibatkan pendapatan bank berkurang atau macet, sehingga salah satu alternatif pembiayaan dana bank tersebut yaitu dengan obligasi pemerintah, sehingga obligasi pemerintah meningkat. Variabel suku bunga SBI (R) pada lag pertama memiliki hubungan negatif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu -0.017724, yang artinya jika terjadi peningkatan suku bunga SBI maka obligasi pemerintah riil akan mengalami penurunan sebesar 0.017724 persen. Hal ini terjadi karena obligasi jangka panjang memiliki price risk lebih tinggi karena presentase perubahan harga obligasi sebagai akibat perubahan suku bunga akan lebih besar pada pada obligasi jangka panjang dibandingkan obligasi pemerintah dalam jangka pendek, sehingga investasi pada obligasi pemerintah jangka pendek memiliki reinvestment risk lebih tinggi, ketika obligasi tersebut jatuh tempo. Dan apabila suku bunga SBI meningkat maka pasar obligasi pemerintah akan menurun, karena penerbit obligasi pemerintah harus membayar imbal hasil (yield) yang lebih tinggi.
47
Pendapatan Nasional (GDPRIIL) pada lag pertama memiliki hubungan negatif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang tidak signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu sebesar -0.407255, yang artinya saat terjadi kenaikan pendapatan nasional pada lag pertama sebesar 1 persen maka obligasi pemerintah riil akan mengalami penurunan sebesar 0.407255 persen. Berdasarkan penelitian McQueen dan Roley (1993) mengembangkan temuan bahwa ketika perekonomian menguat dilihat dari pendapatan nasional meningkat yang merupakan salah satu indikator utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia, hal ini justru direspon negatif oleh pasar modal yang termasuk di dalamnya adalah obligasi pemerintah, hal ini terjadi karena penigkatan discount rate yang relatif lebih tinggi dari pada peningkatan cash flows. Namun kejadian ini hanya untuk jangka pendek, untuk jangka panjang peningkatan pendapatan nasional sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan meningkatkan permintaan obligasi pemerintah di pasar obligasi sebagai salah satu benchmark investasi di Indonesia.
4.4.2. Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah pada Jangka Panjang Suku bunga deposito (RDPSTO) dalam jangka panjang pada lag pertama memiliki hubungan negatif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu -0.046724 , yang artinya saat terjadi peningkatan suku bunga deposito pada lag pertama sebesar 1 persen maka obligasi pemerintah riil mengalami penurunan sebesar 0.046724 persen. Peningkatan suku bunga deposito dalam jangka panjang akan mengakibatkan penurunan
48
permintaan obligasi pemerintah karena suku bunga yang ditawarkan lebih tinggi dari pada suku bunga obligasi. Variabel suku bunga SBI (R) pada lag pertama memiliki hubungan positif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang tidak signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu 0.022975, yang artinya jika terjadi peningkatan suku bunga SBI maka obligasi pemerintah riil akan mengalami peningkatan sebesar 0.022975 persen. Salah satu kebijakan moneter di Indonesia adalah kebijakan suku bunga karena secara jangka pendek interest rate berpengaruh secara cepat dan efektif untuk menguatkan ataupun melemahkan mata uang karena pengaruhnya tidak hanya terkonsentrasi pada money market (pasar uang) tetapi juga memiliki pengaruh yang sangat cepat terhadap capital market (pasar modal) terutama pasar obligasi pemerintah maupun obligasi perusahaan. Dalam jangka panjang masyarakat akan lebih tertarik menyimpan uangnya dalam bentuk obligasi pemerintah dengan bunga yang lebih tinggi dan bebas resiko. Pendapatan Nasional (GDPRIIL) dalam jangka panjang pada lag pertama memiliki hubungan positif terhadap obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu 2.267823, yang artinya jika terjadi peningkatan laju inflasi maka obligasi pemerintah riil akan mengalami peningkatan sebesar 0.016351 persen. Hal ini terbukti bahwa pendapatan nasional merupakan salah satu indikator perekonomian Indonesia, sehingga jika pertumbuhan ekonomi domestik meningkat, otomatis maka suku bunga akan meningkat yang dapat meningkatkan harga obligasi pemerintah sehingga permintaan terhadap obligasi pemerintah akan meningkat.
49
4.5. Impulse Response Function (IRF) Penggunaan IRF memungkinkan peneliti dapat menelusuri time path dari suatu guncangan (inovasi) terhadap suatu variabel dalam sistem VAR atau VECM. IRF melihat dampak guncangan satu standar deviasi terhadap variabel lain dan variabel itu sendiri pada periode pertama, kedua, dan seterusnya. IRF dapat menunjukan pula tanda dari multiplier dinamis, tetapi tidak menunjukan ukuran dan besarnya. Analisis IRF merupakan cara yang paling baik untuk menunjukan respon dari model terhadap shock. Hal ini karena koefisien hasil estimasi VAR sulit untuk diartikan dan kurang bisa diandalkan. Akan tetapi analisis IRF mempunyai keterbatasan dalam menginterpretasikan ukuran dan besarnya pengaruh perubahan dalam sistem. Adapun hasil IRF, yang menjelaskan respon obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) terhadap guncangan tiap-tiap variabel ekonomi yaitu jumlah uang beredar (MS), laju inflasi (INF), pendapatan nasional (GDPRIIL), tingkat suku bunga SBI (R), nilai tukar riil (RER), dan suku bunga deposito (RDPSTO), yang dijelaskan sebagai berikut:
50
4.5.1. Respon variabel obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) terhadap guncangan variabel Nilai Tukat Riil (RER) dan variabel Laju Inflasi (INF). Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. INF Innovation
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNRER Innovation .012
.004
.008
.000
.004
-.004 .000
-.008 -.004
-.012
-.008 -.012
-.016 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 9 Gambar 4.1. Respon Obligasi Pemerintah Riil (OBGRIIL) terhadap Guncangan Nilai Tukat Riil (RER) dan Laju Inflasi (INF) Gambar 4.1. memperlihatkan bagaimana respon variabel obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) terhadap guncangan variabel Nilai Tukar Riil (RER) dan variabel Laju Inflasi (INF). Pada periode awal penelitian, guncangan yang terjadi pada variabel Nilai Tukar Riil tidak direspon oleh obligasi pemerintah, sedangkan pada periode ke 2 hingga 10 guncangan yang terjadi direspon positif oleh obligasi pemerintah, dan untuk periode ke 11 hingga periode akhir penelitian yaitu periode ke 50 guncangan yang terjadi pada variabel nilai tukar riil direspon negatif oleh obligasi pemerintah. Hal ini menunjukkan jika nilai tukar terapresiasi, maka ekspor akan menurun akibat daya saing menurun, sehingga trade balance menurun, otomatis agregat expenditure akan menurun dan suku bunga akan menurun, karena suku bunga menurun masyarakat enggan menimpan uangnya dalam bentuk obligasi pemerintah, sehingga obligasi pemerintah menurun.
51
Guncangan yang terjadi pada variabel Laju Inflasi (INF), pada periode awal tidak direspon oleh obligasi pemerintah, untuk selanjutnya periode ke 2 hingga periode ke 7 dan periode 16 hingga periode akhir penelitian guncangan variabel inflasi direspon negatif oleh obligasi pemerintah. Sedangkan periode ke 8 hingga periode 15 guncangan yang terjadi pada laju inflasi direspon positif oleh obligasi pemerintah. Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan laju inflasi terus-menerus yang saat ini diakibatkan adanya kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan harga minyak domestik meningkat, angka laju inflasi yang terus meningkat menyebabkan harga obligasi menurun, sehingga tidak menarik dan masyarakat enggan untuk membeli.
4.5.2. Respon obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) terhadap guncangan variabel Jumlah Uang Beredar (MS) dan suku bunga deposito (RDPSTO)
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNMS Innovation
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. RDPSTO Innovation
.020
.012 .008
.016
.004
.012
.000 -.004
.008
-.008
.004
-.012 -.016
.000
-.020
-.004
-.024
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Sumber: Lampiran 9 Gambar 4.2. Respon Obligasi Pemerintah Rill (OBGRIIL) terhadap Guncangan Variabel Jumlah Uang Beredar (MS) dan Suku Bunga Deposito (RDPSTO)
50
52
Gambar 4.2. Memperlihatkan bagaimana respon obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) terhadap guncangan variabel Jumlah Uang Beredar (MS)
dan suku
bunga deposito (RDPSTO). Pada periode awal penelitian guncangan yang terjadi pada variabel Jumlah Uang Beredar tidak direspon oleh obligasi pemeritah, untuk periode ke 2 guncangan variabel jumlah uang beredar direspon negatif oleh obligasi pemerintah, untuk periode selanjutnya yaitu periode ke 3 hingga periode akhir penelitian, guncangan yang terjadi pada variabel jumlah uang beredar direspon positif oleh obligasi pemerintah. Jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar maka akan diikuti denga kenaikan suku bunga, untuk jangka panjang masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya dalam bentuk obligasi pemerintah karena suku bunga yanng tinggi. Pada variabel suku bunga deposito (RDPSTO), guncangan yang terjadi pada periode awal penelitian juga tidak direspon oleh oligasi pemerintah riil (OBGRIIL). Pada periode ke 2 dan 3 guncangan yang terjadi direspon positif oleh obligasi pemerintah, untuk periode selanjutnya yaitu periode ke 4 hingga periode akhir penelitian guncangan yang terjadi pada variabel suku bunga deposito direspon negatif oleh obligasi pemerintah. Jika terjadi peningkatan suku bunga deposito dimana bunga yang ditawarkan lebih tinggi dari bunga obligasi pemerintah, maka masyarakat akan memilih menyimpan uangnya dalam bentuk deposito.
53
4.5.3. Respon Obligasi Pemerintah terhadap Guncangan Suku Bunga SBI (R) dan Pendapatan Nasional (GDPRIIL) Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNGDPRIIL Innovation
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. R Innovation .016
.016
.012
.012 .008
.008
.004 .004
.000 .000
-.004 -.004 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-.008 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 9 Gambar 4.3. Respon Obligasi Pemerintah terhadap Guncangan Suku Bunga SBI (R) dan Pendapatan Nasional (GDPRIIL) Gambar 4.3. memperlihatkan bagaimana respon obligasi pemerintah (OBGRIIL) terhadap guncangan suku bunga SBI (R) dan Pendapatan Nasional (GDPRIIL). Pada variabel suku bunga SBI, guncangan yang terjadi pada awal periode penelitian tidak direspon oleh obligasi pemerintah, kemudian pada periode ke 2 hingga ke 7 guncangan yang terjadi pada suku bunga SBI direspon positif oleh obligasi pemerintah, selanjutnya periode ke 8 hingga periode akhir penelitian guncangan suku bunga SBI direspon secara negatif oleh obligasi pemerintah. Pada jangka pendek kenaikan suku bunga akan menyebabkan pasar obligasi pemeritah mengalami kerugian karena pasar tersebut akan membayarkan obligasi jatuh tempo dengan yield yang lebih tinggi. Pada variabel Pendapatan Nasional (GDPRIIL), guncangan yang terjadi pada periode awal tidak direspon oleh obligasi pemerintah, untuk periode ke 2 dan ke 3
54
guncangan yang terjadi direspon negatif oleh obligasi pemerintah, sedangkan pada periode ke 4 hingga periode akhir penelitian guncangan yang terjadi pada variabel laju inflasi direspon secara positif oleh obligasi pemerintah. Pendapatan nasional merupakan indikator perekonomian suatu negara, jadi jika penadapatan nasional suatu negara meningkat, maka keadaan perekonomian tersebut meningkat sehingga kepercayaan investor terhadap pasar modal pada suatu negara teresebut juga meningkat.
4.6. Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah (Analisis Variance Decomposition) Pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap obligasi pemerintah dapat dilihat juga melalui analisis Variance Decomposition (VD). Analisis ini dapat menjelaskan guncangan variabel ekonomi lainnya. Analisis Variance Decomposition (VD) dapat pula dipakai untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Hasil VD menunjukkan hampir semua varians mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap OBGRIIL, dan varians yang mempunyai pengaruh terbesar pertama terhadap OBGRIIL pada periode pertama hingga periode 17 adalah OBGRIIL itu sendiri, kemudian suku bunga deposito (RDPSTO) yang hampir sama besarnya pengaruh dari varians jumlah uang beredar (MS) terhadap obligasi pemerintah. Pada periode awal sampai periode akhir penelitian yaitu periode 50 varians OBGRIIL menurun hingga sebesar 17.09 persen. Pada periode 3 inflasi mempunyai pengaruh terbesar kedua yaitu sebesar 6.8 persen. Kemudian varians
55
suku bunga SBI mempunyai pengaruh terbesar kedua dari obligasi pemerintah riil pada periode 4 sebesar 12.10 persen hingga periode 7 sebesar 11.97 persen, Selanjutnya periode 8 varians suku bunga deposito (RDPSTO) memiliki pengaruh terbesar kedua dalam mempengaruhi obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) yaitu sebesar 28.73 persen pada periode ke 17. Periode selanjutnya periode 18 hingga periode akhir penelitian yaitu periode 50 varians yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap obligasi pemerintah adalah suku bunga deposito yaitu sebesar 29.52 persen yang menagalami penurunan hingga periode akhir sebesar 37.14 persen, sedangkan varians yang mempunyai pengaruh terbesar ke dua setelah varians suku bunga deposito pada periode 18 hingga periode 21 yaitu varians obligasi pemerintah riil sebesar 29.23 persen menurun hingga 25.63 persen. Setelah itu pada periode 22 hingga periode 50 varians yang mempunyai pengaruh terbesar ke dua setelah varians suku bunga deposito adalah varians jumlah jumlah uang beredar (MS) yaitu sebesar 26.34 persen meningkat hingga 33.34 persen. Dari hasil Variance Decomposition dihasilkan bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah di Indonesia adalah suku bunga deposito dan jumlah uang beredar. Oleh karena itu kebijakan pemerintah yang seharusnya diambil untuk menciptakan kedalaman pasar obligasi pemerintah di Indonesia adalah kebijakan suku bunga dalam proses pengendalian jumlah uang beredar. Hasil VD dari persamaan obligasi pemerintah riil dapat dilihat pada tabel 4.6.
56
Tabel 4.6. Hasil Variance Decomposition (%) Persamaan Obligasi Pemerintah Peri S.E. LNOBG ode RIIL 1 0.048391 100.0000 3 0.058738 77.35147 4 0.062126 71.14512 7 0.072815 55.64076 17 0.115867 30.38057 18 0.119727 29.23343 21 0.130905 26.40525 22 0.134489 25.63424 50 0.213064 17.09249 Sumber: Lampiran 11
LNRER
INF
LNMS
RDPSTO
R
0.000000 2.904148 3.060371 3.755814 3.697822 3.980636 4.745839 4.972760 7.896774
0.000000 6.833156 7.537616 6.158440 2.707776 2.537793 2.129875 2.020642 0.856155
0.000000 0.419778 0.536451 4.377011 22.27877 23.27937 25.69179 26.34094 33.34447
0.000000 4.014384 3.838183 10.69557 28.73548 29.52580 31.42337 31.92506 37.14396
0.000000 6.732780 12.10118 11.97372 5.174405 4.850343 4.067756 3.857225 1.563882
LNGDP RIIL 0.000000 1.744288 1.781076 7.398678 7.025168 6.592629 5.536120 5.249128 2.102264
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil estimasi VECM, pada jangka pendek variabel ekonomi yang berpengaruh positif terhadap obligasi pemerintah riil adalah obligasi pemerintah rill itu sendiri, suku bunga deposito, nilai tukar riil, laju inflasi, sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap obligasi pemerintah riil adalah jumlah uang beredar, pendapatan nasional, suku bunga SBI. Pada jangka panjang hanya tiga variabel yang berpengaruh terhadap obligasi pemerintah, karena ada empat persamaan yang terkointegrasi, variabel yang berpengaruh positif terhadap obligasi pemerintah riil adalah suku bunga SBI dan pendapatan nasional, sedangkan yang berpengaruh negatif adalah suku bunga deposito. Hasil estimasi the impuls response function (IRF), respon negatif obligasi pemerintah dihasilkan dari guncangan variabel nilai tukar riil, laju inflasi, suku bunga deposito, suku bunga SBI, sedangkan respon positif obligasi pemerintah dihasilkan dari guncangan variabel jumlah uang beredar, pendapatan nasional. 2. Hasil Estimasi VECM, dari Variance Decompisition (VD), variabel yang paling mempengaruhi obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) sesuai dengan urutan pengaruh terbesar adalah OBGRIIL itu sendiri, suku bunga deposito
58
(RDPSTO), jumlah uang beredar (MS), nilai tukar rupiah (RER), pendapatan nasional (GDPRIIL), suku bunga SBI (R), dan laju inflasi (INF).
5.2. Saran 1. Melihat berfluktuasinya variabel-variabel makroekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan pasar obligasi pemerintah di Indonesia yang tidak menentu, maka untuk menciptakan kedalaman pasar (market deepening), diharapkan pemerintah mempunyai sistem informasi yang baik mengenai perkiraan perubahan variabel-variabel makroekonomi tersebut, misalnya melalui sistem peringatan dini terhadap fluktuasi variabel-variabel ekonomi atau yang disebut dengan early warning system. 2. Ketidakcermatan mengelola obligasi pemerintah dapat berdampak pada semakin sulitnya pemerintah melakukan upaya pemulihan ekonomi sehingga bisa menyebabkan kegagalan mengelola utang dalam negeri (obligasi pemerintah) ini akan menjadi entry point terjadinya krisis ekonomi berikutnya. Oleh karena itu pemerintah diharapkan bisa mengambil kebijakan yang tepat, dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil variance decomposition, maka kebijakan yang seharusnya diambil adalah kebijakan suku bunga dalam proses pengendalian jumlah uang beredar.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, R. 2006. Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan pengawas Pasar Modal. 2007. “Annual Report Bapepam 2007”. Bapepam. Jakarta. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Bank Indonesia, Jakarta. http://www.bi.go.id/web/id/data+statistik/statcat.htm Batiz, F. L. Rivera dan Luiz A. Rivera-Batiz. 1994. International Finance and Open Economy Mactoeconomics 2nd edition. Macmillan Publishing Company, New York. Blinder, A. (1998), Central Banking in Theory and Pactice. Cambridge, Mass: MIT Press. Djalal, N. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Universitas Indonesia, Depok. Elgar, E. 2001. Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar Publishing Company, UK. Gujarati, D. 1978. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Inc. New York. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [ penerjemah]. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hossain, A and A. Chowdhury. 1998. Open Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar Publishing Limited. UK. Julaihah, U dan Insukindro. 2004. “Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol 1 September 2004. Bank Indonesia, Jakarta. Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Edisi ke-10. Jilid 1. Wasana, Kirbrandoko, dan Budijanto. Binarupa Aksara, Jakarta.
60
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. edisi ke-5. Worth Publisher. New York and Basingtoke. Markowitz, H. 1952. “Portofolio Selection”. Cowles Commission Paper, New Series, No. 60. Masitoh, I. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mishkin, F. S. 2001. The Economic of Money, Banking and Financial Markets Sixth Edition. Columbia University, United States of America. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi ke-5. Erlangga, Jakarta. Sembel, Roy. 2002. “Strategi Manajemen Risiko Proaktif” [Yahoo Online]. Artikel Pohon Uang Group Yahoo. http://www.irpaweb.com/article.php. Sugiarto, A. 2003. Reksadana, Perbankan, dan Sektor Riil. [website BI]. http://www.bi.go.id. Tandelin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta. Taylor, J. B. 1995. The Monetary Transmission Mechanism : An Empirical Framework”. Journal of Economic Perspectives, 9.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 UJI STASIONERITAS PADA TINGKAT LEVEL Null Hypothesis: LNOBGRIIL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.807290 0.1985 Test critical values: 1% level -4.058619 5% level -3.458326 10% level -3.155161
Null Hypothesis: LNINF has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.778915 0.2086 Test critical values: 1% level -4.052411 5% level -3.455376 10% level -3.153438
Null Hypothesis: LNGDPRIIL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.116819 0.1082 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
Null Hypothesis: LNMS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.428636 0.8467 Test critical values: 1% level -4.052411 5% level -3.455376 10% level -3.153438
62
LANJUTAN…. Null Hypothesis: LNRER has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.789735 0.2046 Test critical values: 1% level -4.052411 5% level -3.455376 10% level -3.153438
Null Hypothesis: R has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.157630 0.5072 Test critical values: 1% level -4.056461 5% level -3.457301 10% level -3.154562
Null Hypothesis: RDPSTO has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.404597 0.0566 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
63
LAMPIRAN 2 UJI STASIONERITAS PADA TINGKAT FIRST DIFFERENCE Null Hypothesis: D(LNOBGRIIL) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.21983 0.0000 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
Null Hypothesis: D(LNINF) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.026994 0.0000 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
Null Hypothesis: D(LNGDPRIIL) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.967444 0.0000 Test critical values: 1% level -4.055416 5% level -3.456805 10% level -3.154273
Null Hypothesis: D(LNMS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.62119 0.0000 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
64
LANJUTAN….. Null Hypothesis: D(LNRER) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.12054 0.0000 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
Null Hypothesis: D(R) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.44138 0.0000 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
Null Hypothesis: D(RDPSTO) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.110681 0.0000 Test critical values: 1% level -4.053392 5% level -3.455842 10% level -3.153710
65
LAMPIRAN 3 Correlation Matrix LNOBG RIIL 1.000000
LNOBG RIIL LNGDP 0.017964 RIIL LNINF -0.217957
LNGDP LNINF LNMS RIIL 0.017964 -0.217957 -0.187756
LNRER
R
RDPSTO
0.525774 0.096199 -0.111695
1.000000
0.931962
0.955161 -0.583659 -0.479596 -0.540743
0.931962
1.000000
0.990754 -0.779890 -0.527098 -0.518219
0.955161
0.990754
1.000000 -0.738005 -0.515906 -0.525197
LNMS
-0.187756
LNRER
0.525774 -0.583659 -0.779890 -0.738005
1.000000 0.582416 0.438336
R
0.096199 -0.479596 -0.527098 -0.515906
0.582416 1.000000 0.952626
RDPSTO -0.111695 -0.540743 -0.518219 -0.525197
0.438336 0.952626 1.000000
LAMPIRAN 4 UJI KESTABILAN VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LNOBGRIIL) D(LNRER) D(LNINF) D(LNMS) D(RDPSTO) D(R) D(LNGDPRIIL) Exogenous variables: C Lag specification: 1 10 Date: 08/11/07 Time: 20:50 Root Modulus 0.986064 0.986064 -0.464413 - 0.859861i 0.977262 -0.464413 + 0.859861i 0.977262 0.483485 - 0.844907i 0.973460 0.483485 + 0.844907i 0.973460 -0.285570 + 0.929114i 0.972010 -0.285570 - 0.929114i 0.972010 -0.832161 + 0.501208i 0.971443 -0.832161 - 0.501208i 0.971443 0.719958 - 0.642672i 0.965073 0.719958 + 0.642672i 0.965073 0.841928 + 0.469094i 0.963790 0.841928 - 0.469094i 0.963790
66
-0.961194 0.899166 - 0.339489i 0.899166 + 0.339489i 0.025914 + 0.960232i 0.025914 - 0.960232i 0.524279 + 0.804478i 0.524279 - 0.804478i -0.027564 - 0.956091i -0.027564 + 0.956091i -0.939080 + 0.179191i -0.939080 - 0.179191i 0.306748 + 0.892935i 0.306748 - 0.892935i 0.757697 + 0.556497i 0.757697 - 0.556497i 0.170587 - 0.923384i 0.170587 + 0.923384i -0.872152 - 0.343163i -0.872152 + 0.343163i 0.925268 - 0.121643i 0.925268 + 0.121643i -0.257076 + 0.877813i -0.257076 - 0.877813i 0.744950 + 0.528563i 0.744950 - 0.528563i -0.462877 - 0.783711i -0.462877 + 0.783711i -0.763036 + 0.483737i -0.763036 - 0.483737i 0.440322 + 0.778878i 0.440322 - 0.778878i -0.359250 - 0.812325i -0.359250 + 0.812325i -0.600780 - 0.650920i -0.600780 + 0.650920i 0.040830 + 0.872665i 0.040830 - 0.872665i -0.848179 + 0.188162i -0.848179 - 0.188162i 0.793701 - 0.330111i 0.793701 + 0.330111i -0.635898 - 0.523816i -0.635898 + 0.523816i
0.961194 0.961120 0.961120 0.960581 0.960581 0.960236 0.960236 0.956488 0.956488 0.956024 0.956024 0.944155 0.944155 0.940103 0.940103 0.939009 0.939009 0.937235 0.937235 0.933230 0.933230 0.914682 0.914682 0.913416 0.913416 0.910196 0.910196 0.903452 0.903452 0.894726 0.894726 0.888218 0.888218 0.885796 0.885796 0.873620 0.873620 0.868800 0.868800 0.859613 0.859613 0.823863 0.823863
67
0.811736 - 0.073453i 0.815053 0.811736 + 0.073453i 0.815053 -0.812158 0.812158 0.522489 + 0.620678i 0.811318 0.522489 - 0.620678i 0.811318 0.746100 0.746100 -0.485781 + 0.550930i 0.734511 -0.485781 - 0.550930i 0.734511 -0.670256 0.670256 0.286105 - 0.578095i 0.645019 0.286105 + 0.578095i 0.645019 -0.486735 + 0.170997i 0.515898 -0.486735 - 0.170997i 0.515898 0.168447 0.168447 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
LAMPIRAN 5 UJI LAG OPTIMUM VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LNOBGRIIL) D(LNRER) D(LNINF) D(LNMS) D(RDPSTO) D(R) D(LNGDPRIIL) Exogenous variables: C Date: 08/11/07 Time: 20:53 Sample: 1999:05 2007:09 Included observations: 90 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1136.907 NA 2.94E-20 -25.10903 -24.91461 -25.03063 1 1252.094 209.8968 6.77E-21 -26.57986 -25.02443* -25.95262 2 1289.958 63.10618 8.84E-21 -26.33239 -23.41595 -25.15631 3 1361.653 108.3396 5.60E-21 -26.83673 -22.55928 -25.11181 4 1420.933 80.35690 4.91E-21 -27.06517 -21.42671 -24.79141 5 1466.917 55.18165 6.18E-21 -26.99816 -19.99869 -24.17557 6 1554.822 91.81148 3.38E-21 -27.86271 -19.50223 -24.49127 7 1637.055 73.09652 2.41E-21 -28.60123 -18.87975 -24.68096 8 1717.537 59.01991 2.18E-21 -29.30083 -18.21834 -24.83171 9 1845.038 73.66721* 9.42E-22* -31.04529 -18.60179 -26.02734 10 1932.641 36.98807 1.65E-21 -31.90314* -18.09864 -26.33636* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
68
FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
LAMPIRAN 6 UJI KOINTEGRASI JOHANSEN Date: 05/20/07 Time: 01:11 Sample: 1999:05 2007:09 Included observations: 99 Series: LNOBGRIIL LNRER INF LNMS RDPSTO R LNGDPRIIL Lags interval: 1 to 1 Data Trend: None None Linear Linear Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns) Trace 4 5 4 4 Max-Eig 4 5 4 4 Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 470.0916 470.0916 493.4079 493.4079 1 528.6114 528.6127 551.8784 552.1114 2 573.0774 579.4234 597.0983 607.6565 3 598.2956 608.6298 621.0190 632.2096 4 613.4993 626.8939 637.2131 649.5987 5 620.7534 640.6474 644.4704 658.6120 6 623.0135 647.8771 649.5682 664.0104 7 623.0139 650.0445 650.0445 664.5062 Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 -8.506901 -8.506901 -8.836524 -8.836524 1 -9.406290 -9.386116 -9.734916 -9.719421 2 -10.02177 -10.10956 -10.36562 -10.53852 3 -10.24840 -10.39656 -10.56604 -10.73151 4 -10.27271 -10.46250 -10.61037 -10.77977*
Quadratic Intercept Trend
4 4
497.5082 556.1759 609.6675 633.9683 651.2388 660.1490 664.4249 664.5062
-8.777944 -9.680321 -10.47813 -10.68623 -10.75230
69
5 6 7 Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6 7
-10.13643 -9.899262 -9.616442
-10.43732 -10.47415 -10.65883 -10.28035 -10.29431 -10.46486 -10.02110 -10.02110 -10.17184
-10.64948 -10.45303 -10.17184
-7.222448 -7.754850 -8.003339 -7.862982 -7.520313 -7.017047 -6.412889 -5.763083
-7.222448 -7.708463 -8.038710 -7.932509 -7.605250 -7.186869 -6.636692 -5.984248
-7.126504 -7.661895 -8.092717 -7.933829 -7.632913 -7.163102 -6.599669 -5.951497
-7.368578 -7.899983 -8.163703 -7.997134 -7.674473 -7.171270 -6.624441 -5.984248
-7.368578 -7.858275 -8.284169* -8.083961 -7.739025 -7.224882 -6.637710 -5.951497
LAMPIRAN 7 UJI KOINTEGRASI (ASUMSI KE-4) Date: 05/20/07 Time: 01:13 Sample(adjusted): 1999:07 2007:09 Included observations: 99 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LNOBGRIIL LNRER INF LNMS RDPSTO R LNGDPRIIL Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized Trace No. of CE(s) Eigenvalue Statistic
5 Percent 1 Percent Critical Critical Value Value None ** 0.694537 342.1966 146.76 158.49 At most 1 ** 0.674413 224.7897 114.90 124.75 At most 2 ** 0.391052 113.6994 87.31 96.58 At most 3 * 0.296224 64.59326 62.99 70.05 At most 4 0.166471 29.81509 42.44 48.45 At most 5 0.103322 11.78844 25.32 30.45 At most 6 0.009967 0.991662 12.25 16.26 *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 1% level
70
LAMPIRAN 8 ESTIMASI VECM Vector Error Correction Estimates Date: 05/27/07 Time: 16:29 Sample(adjusted): 1999:07 2007:09 Included observations: 99 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) and t-statistics in [ ] Cointegrating CointEq1 CointEq2 CointEq3 Eq: LNOBGRIIL 1.000000 0.000000 0.000000 (-1)
CointEq4 0.000000
LNRER(-1)
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
INF(-1)
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
LNMS(-1)
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
RDPSTO(-1)
0.046724 0.032085 -0.093921 -0.002878 (0.02000) (0.01351) (0.84212) (0.00735) [ 2.33610] [ 2.37503] [-0.11153] [-0.39167]
R(-1)
-0.022975 -0.043048 -0.307326 -0.000586 (0.02039) (0.01377) (0.85861) (0.00749) [-1.12664] [-3.12529] [-0.35793] [-0.07821]
LNGDPRIIL (-1)
-2.267823
0.248342
31.76582
-0.873485
(0.33590) (0.22688) (14.1429) (0.12341) [-6.75147] [ 1.09457] [ 2.24607] [-7.07781] @TREND (99:05)
0.017947
0.003189
-0.173862 -0.004721
(0.00182) (0.00123) (0.07675) (0.00067) [ 9.84512] [ 2.58992] [-2.26519] [-7.04924] C Error Correction: CointEq1
CointEq2
7.204904 D(LNOBG RIIL) -0.312858 (0.03387) [-9.23793]
-10.68823 -218.6113 -7.178547 D(LNRER) D(INF) D(LNMS)
D(RDPS D(R) D(LNGDP TO) RIIL) 0.027828 -8.095062 -0.005684 -0.494052 -0.879510 0.026720 (0.03029) (3.92890) (0.00878) (0.17170) (0.23575) (0.01173) [ 0.91864] [-2.06039] [-0.64707] [-2.87746] [-3.73062] [ 2.27750]
-0.212389 -0.211726 4.784598 -0.033510 0.282275 2.161128 0.003038 (0.08950) (0.08006) (10.3833) (0.02321) (0.45376) (0.62305) (0.03101) [-2.37297] [-2.64471] [ 0.46080] [-1.44349] [ 0.62207] [ 3.46860] [ 0.09800]
71
CointEq3
-0.002268 0.000277 -0.958017 0.000422 0.013302 0.006655 0.000681 (0.00088) (0.00078) (0.10168) (0.00023) (0.00444) (0.00610) (0.00030) [-2.58805] [ 0.35283] [-9.42143] [ 1.85621] [ 2.99345] [ 1.09077] [ 2.24204]
CointEq4
0.789346 -0.559828 21.68184 -0.265248 -1.062493 -0.950154 0.159941 (0.18473) (0.16523) (21.4303) (0.04791) (0.93653) (1.28593) (0.06399) [ 4.27305] [-3.38818] [ 1.01174] [-5.53601] [-1.13450] [-0.73889] [ 2.49932]
D(LNOBG RIIL(-1))
-0.259197
0.147746
32.45283
0.036413
-0.508512 -0.020098 -0.006595
(0.07739) (0.06922) (8.97823) (0.02007) (0.39236) (0.53874) (0.02681) [-3.34917] [ 2.13434] [ 3.61461] [ 1.81398] [-1.29604] [-0.03730] [-0.24597] D(LNRER(-1))
0.573023 0.060358 5.944798 0.057724 -0.004922 -0.043846 -0.140970 (0.14936) (0.13360) (17.3273) (0.03874) (0.75722) (1.03973) (0.05174) [ 3.83654] [ 0.45179] [ 0.34309] [ 1.49003] [-0.00650] [-0.04217] [-2.72449]
D(INF(-1))
0.000870 0.000288 0.067423 -0.000174 -0.003618 0.010454 -0.000266 (0.00057) (0.00051) (0.06666) (0.00015) (0.00291) (0.00400) (0.00020) [ 1.51369] [ 0.55985] [ 1.01149] [-1.17086] [-1.24200] [ 2.61354] [-1.33708]
D(LNMS(-1)) -1.100799 0.194581 -35.95078 -0.048912 0.201920 -2.320852 0.268586 (0.49452) (0.44233) (57.3698) (0.12827) (2.50712) (3.44249) (0.17131) [-2.22599] [ 0.43990] [-0.62665] [-0.38133] [ 0.08054] [-0.67418] [ 1.56779] D(RDPSTO (-1))
0.068770
-0.016287
4.022602
-0.000904
0.324050
0.035001
-0.004373
(0.01162) (0.01040) (1.34853) (0.00302) (0.05893) (0.08092) (0.00403) [ 5.91617] [-1.56646] [ 2.98296] [-0.29971] [ 5.49870] [ 0.43254] [-1.08589] D(R(-1))
-0.017724 -0.001559 -7.410210 -0.003547 0.548891 0.467614 0.003423 (0.01090) (0.00975) (1.26452) (0.00283) (0.05526) (0.07588) (0.00378) [-1.62603] [-0.15986] [-5.86011] [-1.25451] [ 9.93274] [ 6.16273] [ 0.90651]
D(LNGDPRIIL -0.407255 0.243329 -105.2538 -0.236741 -2.624119 -0.998398 0.506689 (-1)) (0.33727) (0.30168) (39.1272) (0.08748) (1.70990) (2.34784) (0.11684) [-1.20750] [ 0.80659] [-2.69004] [-2.70624] [-1.53466] [-0.42524] [ 4.33662] C
0.037295 -0.009693 0.811056 0.010079 0.022751 0.015293 0.000296 (0.00781) (0.00698) (0.90548) (0.00202) (0.03957) (0.05433) (0.00270) [ 4.77819] [-1.38842] [ 0.89571] [ 4.97878] [ 0.57493] [ 0.28147] [ 0.10946] R-squared 0.671197 0.296150 0.806148 0.280231 0.930037 0.777853 0.374730 Adj. R-squared 0.629624 0.207157 0.781638 0.189226 0.921191 0.749766 0.295672 Sum sq. resids 0.203728 0.162993 2741.872 0.013706 5.236398 9.872484 0.024450 S.E. equation 0.048391 0.043284 5.613890 0.012551 0.245333 0.336863 0.016764
72
F-statistic 16.14511 Log likelihood 165.7365 Akaike AIC -3.105788 Schwarz SC -2.791228 Mean 0.008429 dependent S.D. dependent 0.079514 Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f.adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
3.327804 32.89057 3.079283 105.1382 27.69393 4.739983 176.7790 -304.8781 299.3354 5.029648 -26.35918 270.6852 -3.328868 6.401577 -5.804755 0.140815 0.774933 -5.225963 -3.014308 6.716137 -5.490195 0.455375 1.089493 -4.911403 -0.001400 0.439102 0.009085 -0.169394 -0.106970 0.006858 0.048611 1.16E-14
12.01366
0.013939
649.5987 604.8268 -9.875289 -6.834543
LAMPIRAN 9 GRAFIK IMPULSE RESPONSE FUNCTION (IRF) Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNOBGRIIL Innovation .05
.04
.03
.02
.01
.00 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0.873917
0.673411
0.019975
73
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNRER Innovation .012 .008 .004 .000 -.004 -.008 -.012 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. INF Innovation .004
.000
-.004
-.008
-.012
-.016 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
74
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNMS Innovation .020 .016 .012 .008 .004 .000 -.004 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. RDPSTO Innovation .012 .008 .004 .000 -.004 -.008 -.012 -.016 -.020 -.024 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
75
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. R Innovation .016
.012
.008
.004
.000
-.004 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNOBGRIIL to Cholesky One S.D. LNGDPRIIL Innovation .016 .012 .008 .004 .000 -.004 -.008 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
76
LAMPIRAN 10 TABEL IRF Periode LNOBGRIIL LNRER 1 0.048391 0.000000 2 0.010878 0.009253 3 0.014446 0.003819 4 0.008787 0.004233 5 0.009446 0.004220 6 0.007050 0.005721 7 0.008076 0.005520 8 0.009094 0.004399 9 0.010076 0.002548 10 0.010602 0.000446 11 0.010998 -0.001720 12 0.011126 -0.003660 13 0.011079 -0.005248 14 0.010951 -0.006454 15 0.010819 -0.007323 16 0.010705 -0.007921 17 0.010623 -0.008327 18 0.010576 -0.008612 19 0.010557 -0.008826 20 0.010555 -0.009001 21 0.010560 -0.009151 22 0.010568 -0.009283 23 0.010573 -0.009399 24 0.010575 -0.009498 25 0.010574 -0.009579 26 0.010572 -0.009644 27 0.010568 -0.009695 28 0.010565 -0.009734 29 0.010563 -0.009763 30 0.010561 -0.009785 31 0.010559 -0.009803 32 0.010559 -0.009816 33 0.010558 -0.009827 34 0.010558 -0.009836 35 0.010558 -0.009843 36 0.010558 -0.009849 37 0.010558 -0.009853 38 0.010558 -0.009857 39 0.010557 -0.009860 40 0.010557 -0.009863 41 0.010557 -0.009865 42 0.010557 -0.009866
INF 0.000000 -0.007893 -0.013170 -0.007428 -0.005069 -0.003100 -0.000540 0.001831 0.002895 0.003105 0.002814 0.002198 0.001445 0.000761 0.000234 -0.000135 -0.000371 -0.000509 -0.000587 -0.000635 -0.000672 -0.000707 -0.000742 -0.000777 -0.000810 -0.000840 -0.000864 -0.000883 -0.000897 -0.000908 -0.000915 -0.000921 -0.000925 -0.000928 -0.000931 -0.000933 -0.000935 -0.000937 -0.000938 -0.000939 -0.000940 -0.000940
LNMS 0.000000 -0.002777 0.002603 0.002494 0.005770 0.008176 0.010547 0.012376 0.014076 0.015368 0.016307 0.016959 0.017429 0.017769 0.018033 0.018252 0.018440 0.018602 0.018739 0.018854 0.018946 0.019020 0.019077 0.019121 0.019155 0.019181 0.019201 0.019218 0.019230 0.019241 0.019249 0.019256 0.019262 0.019266 0.019270 0.019272 0.019275 0.019276 0.019278 0.019279 0.019280 0.019280
RDPSTO 0.000000 0.011669 0.001528 -0.003105 -0.008113 -0.011527 -0.014841 -0.016568 -0.017414 -0.017774 -0.017966 -0.018076 -0.018226 -0.018439 -0.018689 -0.018939 -0.019166 -0.019355 -0.019502 -0.019609 -0.019685 -0.019738 -0.019775 -0.019803 -0.019824 -0.019842 -0.019858 -0.019872 -0.019883 -0.019893 -0.019900 -0.019907 -0.019911 -0.019915 -0.019918 -0.019920 -0.019921 -0.019923 -0.019924 -0.019925 -0.019925 -0.019926
R LNGDPRIIL 0.000000 0.000000 0.000457 -0.007644 0.015234 -0.001321 0.015322 0.002926 0.011011 0.007263 0.006251 0.010352 0.002734 0.012791 .00065 0.013159 -0.002853 0.011984 -0.003724 0.009994 -0.003683 0.007829 -0.003205 0.005831 -0.002531 0.004235 -0.001871 0.003093 -0.001359 0.002340 -0.001030 0.001865 -0.000851 0.001569 -0.000777 0.001373 -0.000762 0.001225 -0.000771 0.001097 -0.000780 0.000976 -0.000780 0.000862 -0.000769 0.000758 -0.000750 0.000667 -0.000729 0.000592 -0.000707 0.000533 -0.000689 0.000487 -0.000675 0.000453 -0.000665 0.000429 -0.000658 0.000410 -0.000654 0.000396 -0.000651 0.000385 -0.000650 0.000376 -0.000648 0.000368 -0.000647 0.000362 -0.000646 0.000357 -0.000645 0.000353 -0.000644 0.000350 -0.000643 0.000347 -0.000642 0.000345 -0.000642 0.000343 -0.000641 0.000342
77
43 44 45 46 47 48 49 50
0.010557 0.010557 0.010557 0.010557 0.010557 0.010557 0.010557 0.010557
-0.009867 -0.009868 -0.009869 -0.009869 -0.009870 -0.009870 -0.009871 -0.009871
-0.000941 -0.000941 -0.000942 -0.000942 -0.000942 -0.000942 -0.000942 -0.000942
0.019281 0.019281 0.019282 0.019282 0.019282 0.019282 0.019282 0.019282
-0.019926 -0.019927 -0.019927 -0.019927 -0.019927 -0.019928 -0.019928 -0.019928
-0.000641 -0.000641 -0.000641 -0.000640 -0.000640 -0.000640 -0.000640 -0.000640
0.000341 0.000340 0.000340 0.000339 0.000339 0.000338 0.000338 0.000338
LAMPIRAN 11 VARIANCE DECOMPOSITION Periode
S.E.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
0.048391 0.053014 0.058738 0.062126 0.065311 0.068582 0.072815 0.077516 0.082330 0.086985 0.091442 0.095720 0.099875 0.103952 0.107975 0.111947 0.115867 0.119727 0.123522 0.127249 0.130905 0.134489 0.138000 0.141441 0.144812 0.148116 0.151356 0.154533 0.157652 0.160713 0.163720
LNOBG LNRER INF LNMS RDPSTO R LNGDP RIIL RIIL 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 87.53138 3.046275 2.216478 0.274318 4.844969 0.007416 2.079167 77.35147 2.904148 6.833156 0.419778 4.014384 6.732780 1.744288 71.14512 3.060371 7.537616 0.536451 3.838183 12.10118 1.781076 66.46775 3.186771 7.422930 1.265939 5.016153 13.79210 2.848363 61.33489 3.585943 6.935983 2.569179 7.373818 13.33856 4.861626 55.64076 3.755814 6.158440 4.377011 10.69557 11.97372 7.398678 50.47346 3.636102 5.489982 6.411515 14.00600 10.57264 9.410301 46.24087 3.319098 4.990328 8.606778 16.88977 9.492406 10.46075 42.90996 2.976018 4.597932 10.83184 19.30600 8.686996 10.69124 40.27489 2.728306 4.255249 12.98156 21.32983 8.022930 10.40723 38.10656 2.636100 3.936140 14.98628 23.03210 7.433971 9.868853 36.23259 2.697406 3.636403 16.81057 24.48583 6.892579 9.244616 34.55612 2.875463 3.362130 18.43974 25.74934 6.394944 8.622271 33.03322 3.125171 3.116740 19.88056 26.86243 5.943150 8.038730 31.64465 3.407947 2.899597 21.15272 27.85177 5.537276 7.506048 30.38057 3.697822 2.707776 22.27877 28.73548 5.174405 7.025168 29.23343 3.980636 2.537793 23.27937 29.52580 4.850343 6.592629 28.19491 4.250337 2.386483 24.17227 30.23180 4.560652 6.203541 27.25553 4.505305 2.251226 24.97232 30.86163 4.301086 5.852906 26.40525 4.745839 2.129875 25.69179 31.42337 4.067756 5.536120 25.63424 4.972760 2.020642 26.34094 31.92506 3.857225 5.249128 24.93326 5.186790 1.922006 26.92851 32.37450 3.666526 4.988407 24.29402 5.388425 1.832657 27.46200 32.77887 3.493134 4.750900 23.70924 5.578010 1.751451 27.94793 33.14452 3.334916 4.533941 23.17264 5.755868 1.677392 28.39194 33.47689 3.190064 4.335202 22.67883 5.922389 1.609612 28.79896 33.78052 3.057039 4.152642 22.22317 6.078071 1.547361 29.17327 34.05913 2.934518 3.984480 21.80164 6.223518 1.489993 29.51856 34.31577 2.821362 3.829158 21.41075 6.359405 1.436959 29.83801 34.55298 2.716577 3.685317 21.04746 6.486440 1.387783 30.13439 34.77286 2.619300 3.551769
78
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
0.166675 0.169580 0.172438 0.175250 0.178019 0.180746 0.183433 0.186082 0.188693 0.191270 0.193812 0.196321 0.198799 0.201247 0.203665 0.206055 0.208417 0.210753 0.213064
20.70906 20.39319 20.09773 19.82083 19.56082 19.31623 19.08574 18.86820 18.66254 18.46784 18.28324 18.10798 17.94139 17.78283 17.63174 17.48761 17.34997 17.21840 17.09249
6.605327 6.716739 6.821298 6.919576 7.012085 7.099288 7.181604 7.259408 7.333044 7.402822 7.469026 7.531914 7.591722 7.648667 7.702946 7.754738 7.804208 7.851507 7.896774
1.342061 1.299444 1.259627 1.222345 1.187366 1.154484 1.123517 1.094302 1.066695 1.040567 1.015802 0.992296 0.969955 0.948695 0.928439 0.909117 0.890667 0.873031 0.856155
30.41008 30.66714 30.90738 31.13239 31.34355 31.54209 31.72910 31.90556 32.07232 32.23016 32.37978 32.52181 32.65680 32.78526 32.90766 33.02442 33.13591 33.24249 33.34447
34.97722 35.16763 35.34543 35.51182 35.66788 35.81452 35.95259 36.08282 36.20587 36.32231 36.43267 36.53741 36.63696 36.73168 36.82193 36.90801 36.99021 37.06878 37.14396
2.528774 2.444335 2.365400 2.291455 2.222047 2.156776 2.095284 2.037256 1.982409 1.930490 1.881272 1.834550 1.790140 1.747875 1.707604 1.669189 1.632505 1.597438 1.563882
3.427477 3.311532 3.203135 3.101584 3.006260 2.916613 2.832156 2.752455 2.677123 2.605812 2.538210 2.474037 2.413039 2.354986 2.299672 2.246908 2.196520 2.148354 2.102264
79
LAMPIRAN 12 GRAFIK DATA JUMLAH UANG BEREDAR 14.4 14.2 14.0 13.8 13.6 13.4 13.2 99
00
01
02
03
04
05
06
07
06
07
LNMS
LAMPIRAN 13 GRAFIK DATA OBLIGASI PEMERINTAH RIIL
8.4 8.2 8.0 7.8 7.6 7.4 7.2 7.0 6.8 99
00
01
02
03
04
LNOBGRIIL
05
80
LAMPIRAN 14 GRAFIK DATA NILAI TUKAR RIIL 9.4 9.3 9.2 9.1 9.0 8.9 8.8 8.7 8.6 99
00
01
02
03
04
05
06
07
05
06
07
LNRER
LAMPIRAN 15 GRAFIK DATA SUKU BUNGA SBI 28 24 20 16 12 8 4 99
00
01
02
03
04 R
81
LAMPIRAN 16 GRAFIK DATA SUKU BUNGA DEPOSITO 30
25
20
15
10
5 99
00
01
02
03
04
05
06
07
05
06
07
RDPSTO
LAMPIRAN 17 GRAFIK DATA LAJU INFLASI 5.3 5.2 5.1 5.0 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 99
00
01
02
03
04
LNINF
82
LAMPIRAN 18 GRAFIK DATA PENDAPATAN NASIONAL 7.6 7.5 7.4 7.3 7.2 7.1 7.0 6.9 6.8 99
00
01
02
03
04
LNGDPRIIL
05
06
07