ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN RUTIN DAN PENGELUARAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE 1975-2004
OLEH DIYAH UTAMI H14103015
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
DIYAH UTAMI. Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1975-2004 (dibimbing oleh SRI HARTOYO). Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13,13 persen pada tahun 1998. Salah satu kebijakan pemerintah yang turut serta berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada saat krisis, pemerintah harus menjalankan kebijakan defisit anggaran dalam mengelola keuangan negara. Defisit anggaran mengalami peningkatan karena meningkatnya jumlah pengeluaran pada pos pembayaran cicilan dan bunga utang. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut memberikan efek yang berarti bagi perekonomian. Adanya krisis ekonomi mendorong kondisi sosial politik dan keamanan menjadi tidak stabil, sehingga para investor swasta khususnya investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat krisis, inflasi meningkat tajam yaitu mencapai 77,63 persen, hal tersebut dikarenakan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya. Inflasi yang tinggi juga memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan, sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu analisis jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan analisis jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series yang merupakan data tahunan dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi. Berdasarkan hasil penelitian, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek variabel pengeluaran rutin pemerintah mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada periode penelitian pengeluaran rutin pemerintah bersifat tidak produktif dan sebagian
besar didominasi oleh pengeluaran untuk pembayaran cicilan dan bunga utang. Dengan demikian pemerintah harus lebih fokus untuk mengurangi atau bahkan menghentikan ketergantungan terhadap utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, pemerintah perlu menciptakan surplus anggaran agar dapat digunakan untuk mengurangi jumlah cicilan dan bunga utang demi tercapainya kesinambungan fiskal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena pengeluaran pembangunan pemerintah lebih mengarah kepada investasi. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan karena adanya ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. Kemudian investasi swasta mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh positif investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan investasi swasta merupakan pembentuk akumulasi modal yang dapat digunakan untuk menciptakan output dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Pekerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pekerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga dapat mendorong peningkatan pada output yang selanjutnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan inflasi dapat menghambat investasi, mengurangi kapasitas produksi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Dari hasil estimasi diperoleh bahwa model ECM terbebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan ketidaknormalan. Berdasarkan hasil penelitian maka pemerintah sebagai pemegang otoritas fiskal harus dapat meramalkan seberapa besar dampak yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal (dalam hal ini pengeluaran pemerintah) terhadap perekonomian. Adanya peramalan tentang dampak tersebut sangat diperlukan agar pemerintah dapat menyusun anggarannya secara efektif dan efisien sesuai dengan target yang ingin dicapai.
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN RUTIN DAN PENGELUARAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE 1975-2004
Oleh: DIYAH UTAMI H14103015
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Diyah Utami
Nomor Registrasi Pokok
: H14103015
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran
Pembangunan
Pemerintah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1975-2004 dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS. NIP. 131 124 021
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, MS., Ph.D. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2007
Diyah Utami H14103015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 19752004”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Ir. Bambang Juanda, MS., Ph.D sebagai dosen penguji utama yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai dosen penguji komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis menjalani pendidikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yaitu Bapak Bedjo Wiryo Sumarto, Ibu Mugiarti Rahayu, dan Bapak Purwadi, serta saudara-saudara penulis terutama Redifa Fajar Prasetya dan Rastiti. Kesabaran, doa, dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Mada Pradana yang telah mengisi relung hati, atas segala dukungan, doa, dan semangat yang tak pernah berhenti mengalir. Semoga kita akan terus berjalan beriringan, di dekatkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Efa, Arum, Ana, Wilma, Eca, Linda, Winsih, Bety, Heni, Dika, Amel, Besty, dan
Riska atas segala dukungan, doa, semangat, serta menjadi sahabat yang senantiasa menemani dalam suka maupun duka. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 40 yang selalu ceria dan kompak, semoga kekompakan akan selalu terjaga dan semoga sukses dalam mencapai cita-cita. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 39 atas kesediaannya untuk berbagi pengalaman tentang keluh kesah dalam penyusunan skripsi. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 41 dan 42, teruslah berjuang dan jangan pernah menyerah, yakinlah bahwa kalian mampu mencapai segala cita-cita yang kalian inginkan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan, bantuan, dukungan, dan semangat yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2007
Diyah Utami H14103015
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah ........................................................................
3
1.3.
Tujuan Penelitian ............................................................................
5
1.4.
Manfaat Penelitian ..........................................................................
5
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
7
2.1.
Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................
7
2.2.
Pengeluaran Pemerintah .................................................................
7
2.3.
Investasi Swasta ............................................................................
8
2.4.
Pekerja ............................................................................................
9
2.5.
Inflasi ..............................................................................................
10
2.6.
Model Pertumbuhan .......................................................................
11
2.7.
Penelitian Terdahulu .......................................................................
12
III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................
18
3.1.
Kerangka Teori ...............................................................................
18
3.2.
Kerangka Konseptual .....................................................................
23
IV. METODE PENELITIAN ...........................................................................
25
4.1.
Jenis dan Sumber Data ...................................................................
25
4.2.
Metode Analisis Data .....................................................................
25
4.3.
Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) ..............................................
25
4.4.
Uji Kointegrasi ...............................................................................
26
4.5.
Pendekatan Koreksi Kesalahan ......................................................
28
4.5.1.
Uji Kebaikan Model ECM ..............................................
28
4.5.2.
Model Koreksi Kesalahan (ECM) ...................................
30
4.6.
Definisi Operasional Variabel ........................................................
32
V. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INLASI ...... 5.1. Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................
34 34
5.2.
Pengeluaran Rutin Pemerintah ........................................................
36
5.3.
Pengeluaran Pembangunan Pemerintah ..........................................
38
5.4.
Investasi Swasta ..............................................................................
39
5.5.
Pekerja .............................................................................................
41
5.6.
Inflasi ...............................................................................................
42
VI. PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA ......................................................................................... 44 6.1.
Hasil Pengujian Akar-Akar Unit .....................................................
44
6.2.
Uji Kointegrasi ................................................................................
46
6.3.
Pendekatan Koreksi Kesalahan .......................................................
52
6.3.1.
Uji Kebaikan Model ECM ..............................................
52
6.3.2.
Model Koreksi Kesalahan (ECM) ...................................
53
VII.KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 7.1. Kesimpulan ......................................................................................
57 57
7.2.
Saran ................................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
60
LAMPIRAN .....................................................................................................
62
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1998-2004 ...........................
1.2.
Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan
1
Pemerintah 1994-2004 .........................................................................
3
6.1.
Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) pada Level .................................
45
6.2.
Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference ................
46
6.3.
Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi .................
47
6.4.
Model Jangka Panjang .........................................................................
47
6.5.
Model Jangka Pendek ...........................................................................
53
DAFTAR GAMBAR
Nomor 3.1.
Halaman Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi dan Pendapatan Nasional ......................................................................
18
Dampak Pergeseran dalam Permintaan Agregat terhadap Inflasi dan Output .................................................................................
21
3.3.
Kerangka Konseptual ...........................................................................
24
5.1.
Pertumbuhan Ekonomi .........................................................................
34
5.2.
Perkembangan Pengeluaran Rutin Pemerintah Riil (2002=100) ..........
36
5.3.
Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Riil
3.2.
(2002=100) ...........................................................................................
38
5.4.
Perkembangan Investasi Swasta Riil (2002=100) ................................
40
5.5.
Perkembangan Pekerja Riil (2002=100) ..............................................
41
5.6.
Perkembangan Inflasi ...........................................................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Penelitian .....................................................................................
62
2.
Pengujian Stasioneritas ........................................................................
63
a. Uji Akar-Akar Unit pada Level ......................................................
63
b. Uji Akar-Akar Unit pada First Difference .....................................
66
Kointegrasi ...........................................................................................
70
a. Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi ...........
70
b. Model Jangka Panjang ...................................................................
70
Uji Kebaikan Model ECM ...................................................................
71
a. Uji Autokorelasi ............................................................................
71
b. Uji Heteroskedastisitas ..................................................................
71
c. Uji Normalitas ...............................................................................
71
Model Jangka Pendek (ECM) ..............................................................
72
3.
4.
5.
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam
perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13,13 persen pada tahun 1998. Kemudian sejak tahun 1999 perekonomian mulai memasuki proses pemulihan yaitu ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,79 persen. Seiring dengan meningkatnya perekonomian global, perekonomian Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Kinerja ekonomi selama tahun 2002 tumbuh sebesar 4,38 persen dan sampai dengan tahun 2004 kembali meningkat sebesar 5,13 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 2004 didukung oleh situasi keamanan yang terkendali serta diimbangi pula dengan rendahnya laju inflasi (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1998-2004 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Pertumbuhan -13,13 0,79 4,92 3,83 4,38 4,88 Ekonomi (%)
2004 5,13
Sumber: BPS (1998-2004)
Salah satu kebijakan pemerintah yang turut serta berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun (Suparmoko, 2000). Menurut Keynes, menetapkan
2
anggaran yang akan digunakan bagi kinerja perekonomian merupakan hal yang penting bagi suatu negara (Gie, 2004). Sebagai pemegang otoritas fiskal, pemerintah melakukan banyak sekali pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Hal tersebut dilakukan karena pemerintah harus menggerakkan perekonomian. Kecenderungan di dalam sisi pengeluaran mencerminkan sesuatu yang penting dari sisi penerimaan. Sebagai contoh, pengeluaran riil pemerintah pada tahun 1970-an meningkat sangat tajam akibat dampak langsung dari peningkatan penerimaan devisa dari ekspor minyak dan pemasukan bantuan (Dumairy, 1996). Adanya peningkatan penerimaan devisa tersebut disebabkan oleh harga minyak bumi di pasar dunia melambung tinggi dan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor minyak pada saat itu memperoleh dampak positifnya. Kemudian pada pertengahan dasawarsa 1980-an terjadi perubahan komposisi pengeluaran pemerintah Indonesia. Pada tahun 1982 dunia mengalami resesi ekonomi yaitu harga minyak di pasar dunia menurun tajam, sehingga penerimaan devisa dari minyak bumi ikut turun. Semenjak itu pengeluaran pembangunan tidak pernah lagi lebih besar daripada pengeluaran rutin (Dumairy, 1996). Selanjutnya pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan posisi keuangan pemerintah semakin tertekan, terutama disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Pada saat krisis ekonomi, pemerintah harus menjalankan kebijakan defisit anggaran dalam mengelola keuangan negara. Defisit anggaran mengalami peningkatan karena meningkatnya jumlah pengeluaran pada pos pembayaran
3
cicilan dan bunga utang. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut memberikan efek yang berarti bagi perekonomian.
1.2.
Perumusan Masalah Pengeluaran pemerintah baik dalam bentuk konsumsi maupun investasi
merupakan salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Perkembangan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel
1.2.
Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 1994-2004 Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan (Milyar Rupiah) (Milyar Rupiah) 44069,00 30691,70 50435,00 28780,70 61568,00 33454,30 62158,80 38927,90 104452,60 41567,00 156755,60 45187,40 162577,10 25814,80 218923,30 41585,00 200382,10 47414,30 188584,30 65129,80 237844,00 68879,00
Sumber: BPS (1994-2004)
Keadaan perekonomian Indonesia sebelum krisis menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan pada saat krisis pengeluaran pemerintah pun semakin meningkat terutama pada pos pembayaran cicilan dan bunga utang. Pembayaran cicilan dan bunga utang tersebut termasuk ke dalam pengeluaran rutin, sehingga dapat terlihat bahwa perubahan pengeluaran rutin dari tahun 1997 ke tahun 1998 mengalami peningkatan yang cukup besar. Besarnya pengeluaran pemerintah di satu sisi tidak
4
diimbangi dengan peningkatan penerimaan pemerintah, sehingga hal tersebut membuat pemerintah mengalami kesulitan dalam mengelola anggaran negara. Oleh karena keterbatasan anggaran yang dimiliki, pemerintah melakukan pinjaman baru untuk menutup pembayaran cicilan pinjaman yang lama atau jatuh tempo (Kusumastuti, 2005). Hal ini mengakibatkan akumulasi beban utang semakin bertambah. Selain itu, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan sebagian dialokasikan untuk menutup beban utang sehingga pembangunan mengalami pelambatan. Adanya krisis ekonomi mendorong kondisi sosial politik dan keamanan menjadi tidak stabil, sehingga para investor swasta khususnya investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat krisis, inflasi meningkat tajam yaitu mencapai 77,63 persen. Hal tersebut dikarenakan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya. Inflasi yang tinggi juga memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan, sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan. Pada akhir tahun 2004 dimana kondisi makroekonomi secara umum cukup mantap dan stabil, Indonesia diguncang oleh bencana alam yang sangat dahsyat. Terjadinya gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami yang sangat besar pada tanggal 26 Desember 2004 melumpuhkan propinsi Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara. Beratnya kerusakan akibat peristiwa tersebut membutuhkan dana, tenaga dan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki dan membangun daerah
5
itu kembali. Hal ini tentunya berdampak terhadap perkembangan perekonomian Indonesia. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengaruh pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan untuk dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang, 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam melaksanakan kebijakan fiskal, terutama dalam menentukan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien agar perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
6
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini lebih difokuskan pada analisis pengeluaran pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi yang merujuk pada jurnal Kweka dan Morissey (2000). Pengeluaran pemerintah yang digunakan terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, karena pada periode penelitian yaitu tahun 1975-2004 format belanja negara masih membedakan antara belanja rutin dan belanja pembangunan, yaitu dengan sistem anggaran dual atau Dual Budgeting System (Abimanyu, 2005). Penelitian ini menggunakan variabel pendukung yaitu investasi swasta, pekerja, dan inflasi karena ketiga variabel tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi
merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan ekonomi (Putong, 2003). Menurut Boediono dalam Marissa (2004), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses pertumbuhan output per kapita jangka panjang apabila ada kecenderungan output per kapita naik yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi bersifat self generating, artinya proses pertumbuhan itu sendiri
menghasilkan
suatu kekuatan
atau
momentum bagi kelanjutan
pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya.
2.2.
Pengeluaran Pemerintah Menurut Suparmoko (2000), pengeluaran pemerintah merupakan investasi
yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa-masa yang akan datang. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. Selain itu pengeluaran juga merupakan penyedia kesempatan kerja yang lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas. Sejak Orde Baru sampai dengan tahun 2004, pos belanja pemerintah dalam APBN dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, yaitu dengan sistem anggaran dual atau Dual Budgeting System (Abimanyu, 2005).
8
Pada hakekatnya yang dimaksud dengan anggaran belanja rutin adalah anggaran yang dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya terus-menerus, sedangkan anggaran belanja pembangunan dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya tidak terusmenerus dan ada akhirnya (Suparmoko, 2000). Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran cicilan dan bunga utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya, sedangkan pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran untuk program pembangunan dan pengeluaran bantuan proyek. Pada tahun 2005 pemerintah melakukan kebijakan perubahan format belanja negara. Perubahan format belanja negara tersebut dilandasi oleh Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan yang dimaksud adalah dengan menjalankan sistem penganggaran yang terpadu (unified budgeting system), yaitu dengan menyatukan anggaran belanja rutin dan anggara belanja pembangunan yang sebelumnya dipisahkan (Purwanto, 2006).
2.3.
Investasi Swasta Menurut Sukirno (1991), investasi merupakan pengeluaran-pengeluaran
untuk membeli barang-barang modal dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dalam konteks makroekonomi, investasi merupakan pergerakan arus pengeluaran yang dapat menambah stok modal secara fisik, seperti pembangunan pabrik dan kantor. Investasi dalam identitas pendapatan nasional merupakan investasi rumah tangga dan swasta, serta investasi pemerintah yang merupakan bagian dari
9
pengeluaran pemerintah (Mankiw, 2000). Investasi swasta di Indonesia terdiri dari investasi domestik dan investasi asing. Investasi swasta domestik merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh pihak-pihak swasta di dalam negeri, sedangkan investasi asing merupakan penanaman modal yang berasal dari luar negeri yang meliputi semua pinjaman dan bantuan pemerintah dalam bentuk uang dan barang. Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Lailatussholiha (2005), investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat (efek jangka pendek) yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kemudian investasi mendorong terjadinya akumulasi modal yang dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi (efek jangka panjang).
2.4.
Pekerja Menurut konsep labour force approach atau pendekatan angkatan kerja,
pekerja tergolong ke dalam angkatan kerja yang bekerja dengan maksud memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu sebelum pencacahan (Dumairy, 1996). Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvai memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak
10
bekerja misalnya wanita karir yang sedang cuti melahirkan atau petani yang sedang menanti panen.
2.5.
Inflasi Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga secara umum yang
diakibatkan oleh adanya interaksi antara permintaan dan penawaran di pasar. Interaksi tersebut akan menghasilkan keseimbangan antara tingkat harga dan jumlah output yang diminta dan yang ditawarkan di pasar. Inflasi dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan (demand pull inflation) dan sisi penawaran (cost push inflation). Inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi, karena menyebabkan naiknya harga output. Sebaliknya apabila secara agregat terjadi penurunan penawaran terhadap barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi, maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi disertai kelesuan usaha dalam perekonomian, yang ditunjukkan dengan menurunnya sejumlah output. Kondisi ini dinamakan cost push inflation (Mankiw, 2000).
11
2.6.
Model Pertumbuhan Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah modifikasi dari model
pertumbuhan yang digunakan oleh Kweka dan Morissey (2000). Mereka meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania dengan menggunakan data runtun waktu periode 1965-1996. Model tersebut diterapkan untuk melihat pengaruh pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1975 sampai dengan 2004. Peneliti menggunakan model penelitian Kweka dan Morissey karena model tersebut telah memenuhi syarat sebagai model pertumbuhan dimana dalam variabel penjelasnya terdapat variabel kapital dan tenaga kerja. Persamaan atau model pertumbuhan yang digunakan Kweka dan Morissey adalah sebagai berikut : g = ao + a1 ( Ip / Y ) + a2 ( Ig / Y ) + a3 ( Hg / Y ) + a4 ( Cg / Y ) + e dimana : Y
= Gross Domestic Product (milyar),
Ip
= Investasi swasta (milyar),
Ig
= Pengeluaran investasi pemerintah (milyar),
Hg
= Pengeluaran investasi modal manusia pemerintah (milyar),
Cg
= Pengeluaran konsumsi pemerintah (milyar),
g
= Pertumbuhan ekonomi (ln Yt – ln Yt-1),
e
= Error.
(2.1)
12
Dalam penelitiannya, Kweka dan Morissey tidak mempunyai data jumlah pekerja, oleh karena itu mereka menggunakan data pengeluaran investasi modal manusia pemerintah sebagai proksinya. Namun dalam penelitian ini peneliti mengganti variabel pengeluaran investasi modal manusia pemerintah dengan pekerja. Hal tersebut dikarenakan menurut konsep labor force approach pekerja mencerminkan angkatan kerja yang sebenarnya yang berpengaruh terhadap perekonomian. Selain itu peneliti mengganti variabel pengeluaran investasi pemerintah (Ig) dan pengeluaran konsumsi pemerintah (Cg) dengan pengeluaran rutin pemerintah dan pengeluaran pembangunan pemerintah. Hal tersebut dilakukan karena pengeluaran rutin digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif dan cenderung mengarah kepada konsumsi, sedangkan pengeluaran pembangunan mengarah kepada investasi. Kemudian peneliti juga memasukkan variabel inflasi dalam model karena pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya pengaruh inflasi. Inflasi disebabkan oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran di pasar yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tingkat harga dan output.
2.7.
Penelitian Terdahulu Kweka dan Morissey (2000), meneliti tentang pengaruh pengeluaran
sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania periode 1965-1996 dengan menggunakan data runtun waktu (time series) selama 32 tahun. Dasar teori yang digunakan yaitu studi yang dilakukan oleh Barro (1990) yang dibangun dari model yang dilakukan oleh Rati Ram (1986).
13
Dalam model penelitiannya digunakan empat variabel bebas, yaitu: investasi swasta yang menggunakan data pembentukan swasta, pengeluaran pemerintah yang produktif atau investasi fisik yang diproksikan dengan data pengeluaran pembangunan atau modal total pemerintah, pengeluaran konsumsi pemerintah yang merupakan jumlah pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi dikurangi pengeluaran di sektor pendidikan dan kesehatan, dan pengeluaran modal manusia yang merupakan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Semua variabel yang digunakan menggunakan nilai riil dengan menggunakan indeks harga konsumen tahun 1985. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Error Correction Model (ECM) dan pendekatan kointegrasi Johansen serta Engel-Granger. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Kweka dan Morissey adalah disatu sisi peningkatan pengeluaran produktif (investasi fisik) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang negatif ini diperkirakan karena adanya ketidakefisienan investasi publik yang terjadi di Tanzania pada periode penelitian. Namun di sisi lain, pengeluaran konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pada waktu tertentu berpengaruh pula terhadap konsumsi swasta. Kemudian ditemukan juga bahwa tidak ada pengaruh pengeluaran publik dibidang modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta juga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sihotang (2003), meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap pendapatan nasional di Indonesia periode 1969-2000. Peneliti menggunakan model persamaan
14
simultan dengan metode pendugaan parameter yang digunakan yaitu metode Two Stage Least Square (TSLS). Persamaan simultan yang digunakan terdiri dari 14 persamaan termasuk persamaan identitas. Persamaan-persamaan tersebut yaitu pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, ekspor, impor, pendapatan nasional, pendapatan disposibel, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, tingkat pengangguran, laju inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat upah. Selain mengestimasi persamaan-persamaan tersebut, peneliti juga melakukan analisis simulasi kebijakan fiskal yaitu dengan mengkombinasikan berbagai variabel fiskal dengan menggunakan data tahun 1969-2000 dimana persentase perubahan variabel fiskal tersebut disesuaikan dengan rata-rata persentase perubahannya dari tahun 1969-2000. Variabelvariabel fiskal yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu: 1. Pengeluaran total yang terdiri dari subsidi, pengeluaran pembangunan, pembayaran utang luar negeri beserta bunganya, belanja luar negeri pemerintah, dan pengeluaran lain-lain. 2. Pengeluaran pembangunan yang merupakan bagian dari pengeluaran total. 3. Pengeluaran subsidi yang merupakan bagian dari pengeluaran total. 4. Penerimaan dari pajak total yang terdiri dari pajak ekspor, pajak impor (pajak pertambahan nilai, bea masuk dan cukai), pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, serta penerimaan pajak lainnya. 5. Penerimaan dari bea masuk, cukai, dan pajak pertambahan nilai yang merupakan bagian dari penerimaan pajak total.
15
6. Penerimaan dari pajak ekspor yang merupakan bagian dari penerimaan pajak total. 7. Penerimaan dari migas. Berdasarkan hasil estimasi dan validasi model ekonomi Indonesia dalam penelitiannya secara umum variabel-variabel kebijakan fiskal kurang berpengaruh terhadap pendapatan nasional, konsumsi, investasi, ekspor, impor, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, upah, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan pendapatan disposibel. Sedangkan berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, kebijakan fiskal memiliki dampak terhadap pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan inflasi di Indonesia. Simulasi kebijakan fiskal selama tahun 1969 sampai dengan tahun 2000 menunjukkan bahwa kebijakan pengeluaran total pemerintah lebih dominan dalam meningkatkan pendapatan nasional dibandingkan variabel-variabel kebijakan lain terutama kebijakan penerimaan pajak total. Sutriono (2006), meneliti tentang hubungan timbal balik antara pengeluaran pemerintah dan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia periode 1970-2003. Metode yang digunakan adalah Granger Causality dan Vector Autoregression (VAR) dengan memperlakukan kedua variabel sebagai variabel endogen. Variabel-variabel yang digunakan yaitu: PDB, total pengeluaran pemerintah
riil,
realisasi
pengeluaran
rutin
riil,
realisasi
pengeluaran
pembangunan riil, realisasi pengeluaran pembangunan (sektor pertanian dan kehutanan), realisasi pengeluaran pembangunan (sektor transportasi,meteorologi
16
dan geofisika), dan realisasi pengeluaran pembangunan (sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan YME, pemuda dan olahraga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara perubahan (peningkatan atau penurunan) total pengeluaran pemerintah dengan perubahan (peningkatan atau penurunan) PDB. Pengeluaran rutin tidak signifikan mempengaruhi perubahan PDB karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara perubahan pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausal positif dan signifikan terhadap perubahan PDB. Hal ini dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian, infrastruktur, dan transportasi serta pendidikan terhadap PDB dan pengaruh positif perubahan PDB terhadap pengeluaran pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya mencakup perbedaan dalam periode penelitian dan variabel-variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan dari tahun 1975 sampai dengan 2004, yaitu selama kurun waktu 30 tahun. Kemudian variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi. Selain itu penelitian ini juga memasukkan variabel dummy krisis untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Dengan menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen, maka penelitian ini menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari
17
variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, inflasi, dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM).
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Teori Pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan merupakan perangkat dalam kebijakan fiskal. Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pendapatan nasional. Gambar 3.1 menjelaskan bagaimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempengaruhi harga dan pendapatan nasional. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan permintaan agregat (AD) dari AD0 ke AD1. Jika penawaran agregat (AS) relatif konstan maka kenaikan AD akan berdampak pada peningkatan harga umum dan pendapatan nasional dari Y0 ke Y1. Peningkatan terhadap pendapatan nasional pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. P AS P1 AD1
P0 AD0 Y0
Y1
Y
Sumber: Mankiw (2000)
Gambar 3.1. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi dan Pendapatan Nasional Relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian menurut pandangan kaum Keynesian dinotasikan pada identitas keseimbangan pendapatan
19
nasional Y = C + I + G + ( X-M ). Dari notasi yang sangat sederhana tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan (penurunan) pengeluaran pemerintah akan menaikkan (menurunkan) pendapatan nasional (Dumairy, 1996). Secara teori dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengeluaran pemerintah dengan pendapatan nasional. Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya. Jika pengeluaran rutin tersebut sebagian besar digunakan untuk konsumsi maka akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena adanya peningkatan konsumsi akan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan atas dan meningkatkan pendapatan nasional, sehingga pada selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun jika sebagian besar digunakan untuk pembayaran bunga dan cicilan utang maka akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena baik utang dalam negeri maupun luar negeri memiliki resiko. Jika pemerintah melakukan pencetakan uang untuk pembayaran utang dalam negeri maka hal ini akan memicu inflasi, selain itu juga akan menggeser investasi domestik karena dana yang seharusnya untuk investasi digunakan untuk membayar utang dalam negeri, sedangkan utang luar negeri akan memperlemah posisi tawar negara terhadap negara-negara lain di dunia internasional. Utang luar negeri sangat rentan terhadap perubahan kurs dan akan berbahaya jika terjadi depresiasi mata uang sehingga utang akan melonjak tinggi (Muhammad, 2005). Menurut Fischer dan Easterly dalam Pradhan 1996, jika pemerintah melakukan
20
pinjaman yang berlebihan akan mendorong terjadinya krisis utang, penerimaan berlebih dalam bentuk valuta asing (foreign reserves) dapat mendorong krisis dalam neraca pembayaran (balance of payment), pencetakan uang untuk menutupi utang akan mendorong inflasi, dan terlalu banyak pinjaman dalam negeri mendorong suku bunga riil meningkat sehingga dapat menghambat investasi swasta. Secara teori dapat disimpulkan bahwa pengeluaran rutin pemerintah dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pembangunan pemerintah adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran ini mencerminkan peranan pemerintah dalam perekonomian yang lebih mengarah kepada investasi seperti pengeluaran untuk membangun jalan raya dan gedung sekolah. Pengeluaran pembangunan jalan raya dan gedung sekolah akan meningkatkan permintaan agregat akan barang dan jasa yang berhubungan dengan pembangunan itu sendiri. Kenaikan dalam permintaan agregat akan meningkatkan output dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi secara teori pengeluaran pembangunan pemerintah akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Lailatussholiha (2005), investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat (efek jangka pendek) yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kemudian investasi mendorong terjadinya akumulasi modal yang dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan
21
ekonomi (efek jangka panjang). Dengan demikian secara teori investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu determinan penting dari produksi barang dan jasa suatu negara adalah tenaga kerja, semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka semakin banyak output yang diproduksi. Adanya tambahan jumlah pekerja harus diimbangi pula dengan adanya tambahan modal. Jika modal untuk produksi tetap, maka dengan bertambahnya jumlah pekerja dapat menurunkan output yang diproduksi itu sendiri. Namun sebaliknya jika modal untuk produksi fleksibel mengikuti pertambahan jumlah pekerja, maka peningkatan jumlah pekerja dapat meningkatkan output. Dengan demikian secara teori dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
LRAS Tingkat harga, P
P3
AS2 C
AS1
P2
B
P1
AD2 A AD1
Y1 = Y3 = Y
Y2
Output, Y
Sumber: Mankiw (2000)
Gambar 3.2. Dampak Pergeseran dalam Permintaan Agregat terhadap Inflasi dan Output
22
Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus (dalam jangka panjang). Hubungan inflasi dan output dapat dilihat pada Gambar 3.2. Ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskal untuk meningkatkan permintaan agregat, kebijakan tersebut akan menggerakkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek ke titik output yang lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih tinggi, yaitu dari titik A ke titik B. Output yang lebih tinggi berarti pengangguran yang lebih rendah, karena perusahaan membutuhkan lebih banyak pekerja ketika mereka memproduksi lebih banyak dan berarti juga pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tingkat harga yang tinggi dibandingkan tingkat harga tahun sebelumnya berarti inflasi yang lebih tinggi. Jadi ketika pemerintah menggerakkan perekonomian ke atas sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek maka akan menurunkan tingkat pengangguran atau meningkatkan output (pertumbuhan ekonomi), dan meningkatkan inflasi. Adanya inflasi menyebabkan harga-harga barang input produksi menjadi tinggi yang berakibat pada pengurangan kapasitas produksi oleh produsen, dengan kata lain terjadi penurunan penawaran dari AS1 ke AS2. Ketika perekonomian kembali ke keseimbangan jangka panjang yang baru, yaitu titik C, output akan turun (kembali pada tingkat alamiah) dan tingkat harga yang terbentuk semakin tinggi, dengan kata lain inflasi yang lebih tinggi. Secara teori dapat disimpulkan bahwa inflasi dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
23
3.2.
Kerangka Konseptual Pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang dapat digunakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta sebagai pembentuk akumulasi modal dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Pekerja sebagai salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa dapat memberikan efek dalam pertumbuhan ekonomi. Inflasi sebagai cerminan dari peningkatan harga-harga juga memberikan efek pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dilakukan estimasi pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi. Estimasi tersebut menggunakan pendekatan koreksi kesalahan, yaitu estimasi model jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan estimasi model jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM). Pada estimasi model jangka pendek diikutsertakan variabel dummy krisis untuk mengetahui pengaruh dari krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di jangka pendek. Kemudian untuk menunjukkan bahwa model jangka pendek yang diestimasi terbebas dari pelanggaran asumsi Ordinary Least Square (OLS) maka dilakukan uji kebaikan model.
24
o o
Pengeluaran Pemerintah: Rutin dan Pembangunan. Investasi Swasta, Pekerja, dan Inflasi.
Estimasi Pertumbuhan Ekonomi
Krisis
Uji Kointegrasi Engel-Granger
Estimasi Model Jangka Panjang
Estimasi Model Jangka Pendek
Error Correction Model (ECM) Uji Kebaikan Model
Kesimpulan dan Saran Gambar 3.3. Kerangka Konseptual
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time
series yang merupakan data tahunan dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.
4.2.
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari
variabel-variabel dalam penelitian ini adalah estimasi jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan estimasi jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM) atau model koreksi kesalahan. Adapun syarat untuk menggunakan ECM adalah jika terdapat minimal satu variabel tidak stasioner. Namun jika seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan ECM.
4.3.
Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) Sebelum melakukan serangkaian proses terhadap model sangat penting
untuk melakukan uji akar-akar unit atau uji stasioneritas. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kecenderungan data yang dianalisis, apakah data tersebut stasioner atau non stasioner.
26
Metode yang digunakan untuk menguji kestasioneran data time series dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Hipotesis yang diuji dalam uji ADF adalah: Ho : Data tidak stasioner (mengandung unit root) H1 : Data stasioner (tidak mengandung unit root) Penolakan atas hipotesis nol menunjukkan bahwa data yang dianalisis adalah stasioner. Jika terdapat hubungan antara variabel tersebut dengan waktu atau trend maka dikatakan bahwa variabel tersebut tidak stasioner. Pengujian unit root dilakukan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression). Ciri dari regresi lancung biasanya memiliki R-Squared yang tinggi dan t-statistik yang nampak signifikan namun tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit. Uji ini merupakan konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada derajat nol atau I(0). Pada uji ini data yang diamati di-difference pada derajat tertentu, sehingga semua data stasioner pada derajat yang sama. Suatu data dikatakan stasioner pada tingkat ke-d atau I(d) jika setelah di-difference sebanyak d kali nilai ADF test-nya secara relatif lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon.
4.4.
Uji Kointegrasi Setelah diperoleh hasil pengujian akar-akar unit, langkah selanjutnya
adalah melakukan uji kointegrasi untuk melihat konsistensi jangka panjang dari model yang dianalisis. Kointegrasi merupakan hubungan jangka panjang antara
27
variabel-variabel yang tidak stasioner. Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Engel-Granger, hal tersebut dikarenakan persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan tunggal. Metode kointegrasi Engel-Granger sebenarnya menggunakan metode ADF yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu meregresi persamaan Ordinary Least Square (OLS) kemudian mendapatkan residual (u) dari persamaan tersebut. Tahap kedua adalah dengan menggunakan metode ADF tes diuji akar unit terhadap u dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis uji akar unit ADF variabel-variabel sebelumnya (Pasaribu, 2003). Jika hipotesis nol ditolak maka variabel u adalah stasioner atau dalam hal ini kombinasi linear antar variabel adalah stasioner. Artinya meskipun variabelvariabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam jangka panjang variabelvariabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linear dari variabel-variabel tersebut disebut regresi kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau co-integrated parameters. Adapun persamaan jangka panjang yang diestimasi dalam penelitian ini adalah (dalam logaritma): Yt = α0 + α1LNRUTINt + α2LNPEMB t + α3LNINVESTt + α4LNLABORt + α5INFt + εt dengan α1 > 0 atau <0, α2 >0, α3 >0, α4 >0 atau <0, dan α5 >0 atau <0
(4.1)
28
dimana: α1
= intersep,
αn
= parameter yang diduga, dimana (n = 1,2,..5) dan menggambarkan hubungan jangka panjang antar variabel independent dengan variabel dependent,
Yt
= pertumbuhan ekonomi pada periode t,
LNRUTINt
= pengeluaran rutin pemerintah riil pada periode t,
LNPEMB t
= pengeluaran pembangunan pemerintah riil pada periode t,
LNINVESTt
= investasi swasta riil pada periode t,
LNLABORt
= jumlah pekerja riil pada periode t,
INFt
= laju inflasi pada periode t,
εt
= error term.
4.5.
Pendekatan Koreksi Kesalahan
4.5.1. Uji Kebaikan Model ECM Uji kebaikan model sangat penting peranannya untuk mengetahui ada tidaknya masalah-masalah pelanggaran asumsi OLS yang muncul pada estimasi model jangka pendek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Uji kebaikan model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1.
Uji Autokorelasi Kondisi yang menunjukkan adanya autokorelasi yaitu jika nilai error tidak
bersifat bebas antara yang satu dengan yang lainnya, dengan kata lain terjadi
29
korelasi antar error sehingga model yang baik menghasilkan error yang acak dan tidak berpola. Kondisi ini menyebabkan varians yang diperoleh underestimate. Untuk mendeteksi autokorelasi digunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis yang digunakan adalah (1) H0: tidak terdapat autokorelasi, (2) H1: terdapat autokorelasi. Kriteria uji: Probability Obs*R-Squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0. Probability Obs*R-Squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0. Artinya, jika menolak H0
maka menunjukkan terdapat masalah autokorelasi
dalam model. Namun sebaliknya, jika menerima H0 maka menunjukkan tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model. 2.
Uji Heteroskedastisitas Kondisi dimana nilai varian dari variabel independen tidak memiliki nilai
yang sama disebut heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan Autoregressif Conditional Heteroskedasticity (ARCH) Test dan White Heteroskedasticity Test. Hipotesis: H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas (homoskedastisitas), H1 : terdapat heteroskedastisitas. Kriteria uji: Probability Obs*R-Squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0. Probability Obs*R-Squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0.
30
Artinya, jika menolak H0 maka menunjukkan terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model, dan sebaliknya jika menerima H0 maka menunjukkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model. 3.
Uji Normalitas Normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term
terdistribusi normal. Untuk mengetahuinya digunakan Jarque-Bera, dimana hipotesisnya adalah H0 : terdistribusi normal dan H1 : tidak terdistribusi normal. Bila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan maka persamaan tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal. 4.5.2. Model Koreksi Kesalahan (ECM) Model ECM bertujuan untuk mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series) yang tidak stasioner dan regresi palsu. ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas dalam Muttaqin, 2006). Oleh karena pada jangka pendek akan dimasukkan variabel dummy, maka persamaan jangka pendek pertumbuhan ekonomi yang diestimasi dalam penelitian ini yaitu: ΔYt = b0 + b1ΔLNRUTINt + b2ΔLNPEMBt + b3ΔLNINVESTt + b4ΔLNLABORt + b5ΔINFt + Dummy – λECM
(4.2)
31
dimana : ECM = εt-1 = Yt-1 – β0 – β1LNRUTINt-1 – β2LNPEMBt-1 - β3LNINVESTt-1 β4LNLABORt-1 - β5INFt-1
(4.3)
dengan b 1 > 0 atau <0, b2 >0, b3 >0, b4 >0 atau <0, dan b5 >0 atau <0 dimana : b0 , β0
: intersep,
bn , βn
: parameter yang diduga, dimana (n = 1,2,..5 dan menggambarkan hubungan jangka pendek antar variabel independent dengan variabel dependent,
λ
: Error Correction Term,
Yt
: pertumbuhan ekonomi pada periode t,
LNRUTINt
: pengeluaran rutin pemerintah riil pada periode t,
LNPEMB t
: pengeluaran pembangunan pemerintah riil pada periode t,
LNINVESTt
: investasi swasta riil pada periode t,
LNLABORt
: jumlah pekerja riil pada periode t,
INFt
: laju inflasi pada periode t,
Yt-1
: lag pertumbuhan ekonomi pada periode sebelumnya,
LNRUTINt-1
: lag pengeluaran rutin pemerintah riil pada periode sebelumnya,
LNPEMB t-1
: lag pengeluaran pembangunan pemerintah riil pada periode sebelumnya,
LNINVESTt-1 : lag investasi swasta riil pada periode sebelumnya, LNLABORt-1 : lag jumlah pekerja riil pada periode sebelumnya, INFt-1
: lag laju inflasi pada periode sebelumnya,
32
Dummy
: dummy krisis ekonomi, 0 = untuk sebelum dan sesudah krisis, 1 = untuk semasa krisis.
4.6.
Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan Ekonomi Data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data pertumbuhan ekonomi tujuh negara industri utama dan beberapa negara Asia. Pertumbuhan ekonomi tersebut dinyatakan dalam satuan persen. 2. Pengeluaran rutin pemerintah Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya. Data pengeluaran rutin pemerintah diperoleh dari laporan realisasi APBN yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah. 3. Pengeluaran pembangunan pemerintah Pengeluaran
pembangunan
pemerintah
merupakan
jumlah
realisasi
pengeluaran untuk program pembangunan dan pengeluaran bantuan proyek. Seperti halnya pengeluaran rutin, data pengeluaran pembangunan pemerintah diperoleh dari laporan realisasi APBN yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah.
33
4. Investasi Swasta Investasi merupakan pergerakan arus pengeluaran yang dapat menambah stok modal secara fisik. Investasi swasta yang digunakan dalam penelitian ini mencakup jumlah investasi yang dilakukan pihak swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Data investasi swasta dari dalam negeri diperoleh dari proyek-proyek penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi. Sedangkan investasi swasta dari luar negeri diperoleh dari proyek-proyek penanaman modal luar negeri (PMLN) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi. Investasi swasta tersebut dinyatakan dalam satuan milyar rupiah . 5. Pekerja Pekerja merupakan jumlah angkatan kerja yang berusia 15-65 tahun ke atas yang bekerja, dinyatakan dalam satuan orang. Data jumlah pekerja diperoleh dari data penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut golongan umur dan kegiatan selama seminggu yang lalu, dinyatakan dalam satuan milyar pekerja. 6. Inflasi Data inflasi yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data laju inflasi tujuh negara industri utama dan beberapa negara Asia. Inflasi tersebut dinyatakan dalam satuan persen. 7. Dummy Variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dummy krisis ekonomi, dimana angka nol menyatakan waktu sebelum dan setelah krisis, serta angka satu menyatakan waktu pada saat terjadi krisis ekonomi.
V. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INLASI
5.1.
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan ukuran yang mencerminkan
keberhasilan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut dicirikan dengan meningkatnya output disertai dengan tingkat pertumbuhan yang cepat. Selama periode 1975-2004 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1980 yaitu sebesar 9,88 persen. Kemudian pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu mencapai –13,13 persen, hal ini dikarenakan adanya krisis moneter pada bulan Juli 1997 yang mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.1. Pertumbuhan Ekonomi 15 Persentase
10 5 0 -5 -10 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 198 6 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 199 8 20 00 20 02 20 04
19 74
-15
Tahun Sumber: BPS, BI (1975-2004)
Gambar 5.1. Pertumbuhan Ekonomi
35
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 1980 tidak lain karena pada periode 1973-1982 merupakan era boom minyak, yaitu harga minyak di pasar internasional melambung tinggi. Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor minyak saat itu mendapat rejeki nomplok dari hasil ekspornya, sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun situasi berubah pada tahun 1983 ketika dunia mengalami resesi ekonomi, terjadi krisis minyak yaitu harga minyak di pasar internasional merosot. Seiring dengan hal tersebut penerimaan pemerintah dari minyak pun ikut menurun, sehingga memberikan dampak yang buruk bagi pertumbuhan ekonomi, dimana pada periode 1983-1986 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,88 persen per tahun. Setelah masa resesi yaitu pada periode 1987-1996 pertumbuhan ekonomi kembali mengalami peningkatan yaitu dari 3,59 persen pada tahun 1987 menjadi 7,82 persen pada tahun 1996. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan yang cukup besar dalam konsumsi dan investasi. Memasuki pertengahan tahun 1997 Indonesia dihadapkan pada kondisi krisis moneter. Hal ini disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam dunia perbankan nasional. Krisis tersebut
melemahkan
perekonomian
yang
ditandai
dengan
merosotnya
kembali
mengalami
pertumbuhan ekonomi hingga mencapai –13,13 persen. Pertumbuhan
ekonomi
setelah
masa
krisis
peningkatan. Seiring dengan meningkatnya perekonomian global, perekonomian Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Kinerja ekonomi selama tahun 2002 tumbuh sebesar 4,38 persen dan pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 4,88 persen. Kondisi ekonomi yang cukup stabil selama tahun 2002 dan
36
2003 mendorong kemajuan pada perekonomian tahun 2004, dimana pada tahun 2004
pertumbuhan
ekonomi
meningkat
hingga
mencapai
5,13
persen.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut juga didukung oleh situasi keamanan yang terkendali serta diimbangi pula oleh rendahnya laju inflasi.
5.2.
Pengeluaran Rutin Pemerintah Pengeluaran rutin pemerintah riil dari periode awal penelitian yaitu tahun
1975 hingga akhir periode tahun 2004 cenderung selalu mengalami peningkatan. Peningkatan yang sangat tajam terjadi pada tahun 2001 dimana pengeluaran rutin pemerintah riil mencapai hingga Rp 27.474,87 milyar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh kembali stabilnya laju inflasi hingga mencapai 12,55 persen pada tahun 2001 setelah melewati angka 77,63 persen pada tahun 1998. Perkembangan pengeluaran rutin pemerintah riil dapat dilihat pada Gambar 5.2. Pengeluaran Rutin Pemerintah Riil 35200
Milyar Rp
30200 25200 20200 15200 10200 5200 19 74 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04
200
Tahun
Sumber: BPS (1975-2004), diolah
Gambar 5.2. Perkembangan Pengeluaran Rutin Pemerintah Riil (2002=100)
37
Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar selama tahun 1998/1999 telah memberikan dampak negatif pada operasional keuangan pemerintah secara keseluruhan. Memburuknya kinerja perekonomian yang didorong oleh keadaan politik yang belum stabil menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah melebihi peningkatan penerimaannya, sehingga keuangan pemerintah mengalami defisit. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut dilihat dalam bentuk nominal. Akan tetapi secara riil, dengan memperhitungkan tingkat inflasi, pengeluaran pemerintah mengalami penurunan. Pada tahun 1998 pengeluaran rutin pemerintah riil turun hingga mencapai Rp 1.345,50 milyar akibat inflasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 77,63 persen. Memasuki tahun 1999 pengeluaran rutin pemerintah riil mulai meningkat kembali seiring dengan stabilnya laju inflasi dan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat karena pemerintah merasa prihatin atas dampak krisis moneter yang memperburuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pada akhir periode penelitian tahun 2004 pengeluaran rutin pemerintah riil mencapai sebesar Rp 15.222,02 milyar yang sebelumnya sempat turun sebesar Rp 9.542,37 milyar pada tahun 2003. Peningkatan pengeluaran rutin pemerintah sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya pos pembayaran cicilan dan bunga utang.
38
5.3.
Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran negara yang digunakan
untuk membiayai proyek pembangunan baik fisik maupun non fisik. Selama periode penelitian tahun 1975-2004 pengeluaran pembangunan pemerintah riil cenderung
lebih
berfluktuasi.
Perkembangan
pengeluaran
pembangunan
pemerintah riil dapat dilihat pada Gambar 5.3. Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Riil 6150
Milyar Rp
5150 4150 3150 2150 1150
19 74 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04
150
Tahun
Sumber: BPS (1975-2004), diolah
Gambar 5.3. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Riil (2002=100) Inflasi yang tinggi pada tahun 1998 hingga mencapai 77,63 persen menyebabkan secara riil pengeluaran pembangunan pemerintah mengalami penurunan yang tajam. Seiring dengan turunnya laju inflasi maka pengeluaran pembangunan pemerintah riil ikut membaik, ditandai dengan peningkatannya sebesar Rp 908,27 milyar pada tahun 1999, padahal sebelumnya hanya mencapai Rp 535,45 milyar.
39
Kondisi perekonomian yang buruk pasca krisis dan setelah krisis mendorong pemerintah untuk melaksanakan kebijakan yaitu mengalokasikan pengeluaran pembangunan pada program proyek prasarana sosial dan program pemulihan kegiatan perekonomian nasional (Statistik Indonesia, 2000). Dengan demikian sejak tahun 1999 sampai dengan akhir periode penelitian tahun 2004 pengeluaran pembangunan pemerintah riil cenderung mengalami peningkatan. Meskipun pada tahun 2003 pengeluaran tersebut mengalami penurunan, namun penurunannya tidak setajam pada tahun 1998.
5.4.
Investasi Swasta Investasi swasta dialokasikan untuk penyediaan barang-barang modal yang
dapat meningkatkan kapasitas produksi, yang kemudian pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta dalam penelitian ini mencakup Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Luar Negeri (PMLN). Perkembangan investasi swasta riil dapat dilihat pada Gambar 5.4. Pada periode awal penelitian tahun 1975 investasi swasta riil mencapai sebesar Rp 4.345,25 milyar. Pada periode selanjutnya perkembangan investasi swasta riil cenderung berfluktuasi. Pada tahun 1997 investasi swasta meningkat tajam sebesar Rp 24.128,04 milyar. Namun pada tahun 1998 investasi tersebut menurun drastis hingga mencapai angka Rp 1.129,33 milyar. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat inflasi pada tahun 1998, serta kondisi perekonomian yang tidak stabil. Ketidakstabilan perekonomian tersebut diikuti oleh ketidakstabilan
40
politik, sosial, dan keamanan. Situasi ini menyebabkan para investor tidak mau mengambil resiko menanamkan modalnya, sehingga akumulasi modal yang tersedia hanya sedikit. Investasi Swasta Riil
25100.00
Milyar Rp
20100.00 15100.00 10100.00 5100.00
19 74 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04
100.00
Tahun
Sumber: BPS (1975-2004), diolah
Gambar 5.4. Perkembangan Investasi Swasta Riil (2002=100) Setelah melewati masa krisis, investasi swasta riil mulai meningkat kembali. Hal ini dikarenakan pemerintah melakukan kebijakan yang dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya kembali, terutama untuk investor asing. Karena semenjak iklim investasi di Indonesia tidak kondusif, banyak investor asing yang berhati-hati dan sangat selektif untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada tahun 2002 hingga tahun 2004 investasi swasta riil mulai menurun kembali namun penurunannya tidak setajam pada tahun 1998. Pada akhir 2004 investasi swasta riil mencapai sebesar Rp 8.535,66 milyar.
41
5.5.
Pekerja Seperti yang terlihat pada Gambar 5.5, perkembangan jumlah pekerja riil
selama periode 1975-2004 sangat berfluktuasi. Perkembangan jumlah pekerja riil tersebut tidak terlepas dari pengaruh inflasi. Ketika inflasi rendah jumlah pengangguran meningkat sehingga jumlah pekerja menurun, demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain terjadi trade off antara inflasi dan pengangguran (Mankiw, 2000). Pekerja Riil
11500 Milyar
9500 7500 5500 3500
19 74 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04
1500
Tahun
Sumber: BPS (1975-2004), diolah
Gambar 5.5. Perkembangan Pekerja Riil (2002=100) Namun keadaan yang sangat jauh berbeda adalah pada tahun 1998 yaitu ketika terjadi peningkatan inflasi hingga 77,63 persen maka jumlah pekerja riil menurun hingga mencapai 69,70 persen, yaitu dari sebanyak 9.649,23 milyar pekerja pada tahun 1997 menjadi 2.923,17 milyar pekerja pada tahun 1998. Hal ini dikarenakan inflasi yang tinggi memicu biaya operasional perusahaan mengalami
42
peningkatan sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan. Seiring dengan menurunnya tingkat inflasi, biaya operasional perusahaan kembali stabil. Perusahaan memerlukan pekerja untuk meningkatkan output yang akan memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar, hal ini berarti terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja sehingga jumlah pekerja kembali meningkat. Pada tahun 2003 jumlah pekerja mengalami penurunan, namun pada tahun 2004 meningkat kembali hingga mencapai 5.998,08 milyar pekerja.
5.6.
Inflasi Laju inflasi yang dihitung berdasarkan pergerakan Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada awal periode penelitian tahun 1975 tercatat sebesar 19,10 persen. Sampai dengan tahun 1996 laju inflasi Indonesia berada di bawah kisaran 12 persen. Namun pada bulan Juli tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang dipicu oleh jatuhnya mata uang bath Thailand. Jatuhnya mata uang bath Thailand tersebut menyebabkan pasar modal Indonesia jatuh lebih dari 80 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar jatuh hingga 75 persen (Gie, 2004). Perkembangan inflasi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.5. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM) yang kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya, sehingga inflasi pada tahun 1998 meningkat tajam sebesar 77,63 persen.
43
82 72 62 52 42 32 22 12 2 19 74 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04
Persentase
Laju Inflasi
Tahun Sumber: BPS, BI (1975-2004)
Gambar 5.6. Perkembangan Inflasi Inflasi yang sangat tinggi pada tahun 1998 mendorong pemerintah untuk melakukan serangkaian kebijakan yang dapat menekan atau menurunkan tingkat inflasi itu sendiri. Memasuki awal 1999 inflasi mulai stabil kembali hingga mencapai satu digit yaitu sebesar 2,01 persen. Kemudian pada akhir periode penelitian tahun 2004 inflasi tercatat sebesar 6,40 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari laju inflasi pada tahun 2003 sebesar 5,06 persen, namun masih berada dalam kisaran yang ditargetkan oleh otoritas moneter. Meningkatnya laju inflasi pada tahun 2004 selain karena meningkatnya permintaan dalam negeri, juga karena adanya tekanan dari harga minyak internasional yang terus meningkat sehingga berpengaruh langsung terhadap penggunaan bahan baku impor dan biaya transportasi (Laporan Perekonomian Indonesia, 2004).
VI. PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
Bab ini akan menjelaskan tentang hasil dan pembahasan yang telah diperoleh dalam penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Langkah awal sebelum melakukan estimasi ECM terlebih dahulu harus dilakukan uji akar unit untuk mengetahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Setelah dilakukan pengujian akar unit maka dilakukan pengujian kointegrasi Engel-Granger untuk melihat hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel yang tidak stasioner. Setelah diperoleh persamaan jangka panjang, maka langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi ECM yang digunakan untuk melihat hubungan jangka pendek diantara variabel-variabel yang stasioner, namun untuk mengetahui ada tidaknya masalahmasalah pelanggaran asumsi klasik yang muncul pada estimasi model jangka pendek pertumbuhan ekonomi di Indonesia maka dilakukan uji kebaikan model, yaitu uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas.
6.1.
Hasil Pengujian Akar-akar Unit Sebelum melakukan serangkaian proses terhadap model, sangat penting
untuk diketahui apakah data time series yang digunakan bersifat stasioner atau non-stasioner. Untuk persamaan tunggal, uji akar-akar unit dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuler (ADF) test. Hasil pengujian akar-akar unit dapat dilihat pada Tabel 6.1.
45
Tabel 6.1. Uji Akar-akar Unit (Unit Root Test) pada Level Variabel Nilai ADF Nilai Kritis Mackinnon t-statistik 1% 5% 10 % Pertumbuhan Ekonomi -1,92 -2,65 -1,95 -1,61 Pengeluaran Rutin Pemerintah 0,93 -2,65 -1,95 -1,61 Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 0,55 -2,65 -1,95 -1,61 Investasi Swasta 0,64 -2,65 -1,95 -1,61 Pekerja -0,14 -2,65 -1,95 -1,61 Inflasi -3,46 -2,65 -1,95 -1,61
Ket
Stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Stasioner
Sumber: Lampiran 2a
Dari Tabel 6.1 dapat dilihat bahwa hanya variabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang stasioner pada taraf 10 persen (taraf nyata yang digunakan). Sedangkan variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, dan pekerja tidak stasioner baik pada taraf 1 persen, 5 persen maupun 10 persen. Hal ini terlihat dari nilai t-statistik ADF keempat variabel tersebut yang lebih besar dari nilai kritis Mackinnon. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0) maka langkah selanjutnya perlu dilakukan pengujian derajat integrasi. Pengujian derajat integrasi sangat penting untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner dan berapa kali harus di-difference untuk menghasilkan variabel yang stasioner. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa variabel-variabel yang digunakan stasioner pada first difference. Adapun hasil pengujian derajat integrasi dapat dilihat pada Tabel 6.2.
46
Tabel 6.2. Uji Akar-akar Unit (Unit Root Test) Pada First Difference Variabel Nilai ADF Nilai Kritis Mackinnon Ket t-statistik 1% 5% 10 % Pertumbuhan Ekonomi -6,60 -3,69 -2,97 -2,62 Stasioner Pengeluaran Rutin Stasioner Pemerintah -6,22 -3,70 -2,98 -2,63 Stasioner Pengeluaran Pembangunan Pemerintah -5,95 -3,69 -2,97 -2,62 Investasi Swasta -6,91 -3,70 -2,98 -2,63 Stasioner Pekerja -7,44 -3,70 -2,98 -2,63 Stasioner Inflasi -6,49 -3,70 -2,98 -2,63 Stasioner Sumber: Lampiran 2b
Pada Tabel 6.2 dapat dilihat bahwa semua variabel, baik variabel independen maupun dependen, stasioner pada derajat satu I(1) atau first difference. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol ditolak yang artinya semua variabel stasioner pada taraf 10 persen, ditunjukkan oleh nilai t-statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.
6.2.
Uji Kointegrasi Tujuan dilakukannya uji kointegrasi yaitu untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati. Variabelvariabel tersebut dikatakan saling terkontegrasi jika ada kombinasi linear diantara variabel-variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi tersebut harus stasioner. Uji kointegrasi Engel-Granger digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi. Hasil uji kointegrasi dapat dilihat pada Tabel 6.3.
47
Tabel 6.3. Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi Variabel Nilai ADF Nilai Kritis Mackinnon Ket t-statistik 1% 5% 10 % U -5,20 -2,65 -1,95 -1,61 Stasioner Sumber: Lampiran 3a
Berdasarkan Tabel 6.3 dapat dilihat bahwa residual dari persamaan yang digunakan berhasil menolak hipotesis nol atau dengan kata lain uji akar unit pada residual U bersifat stasioner pada level atau I(0), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel-variabel yang digunakan cenderung menuju pada keseimbangan jangka panjang walaupun pada tingkat level terdapat variabel yang tidak stasioner. Hal ini terlihat dari nilai t-statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon 10 persen. Selain itu, koefisien residual U sebesar – 0,91 semakin menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi (Lampiran 3a). Oleh karena terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel dalam penelitian, maka model jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Model Jangka Panjang Variabel Koefisien C -22,12 Pengeluaran Rutin - 2,05 Pengeluaran Pembangunan 1,32 Investasi Swasta 0,29 Pekerja 3,93 Inflasi - 0,23 R-squared = 0,86 Prob(F-statistic) = 0,00
Probabilitas 0,00 0,02 0,24 0,49 0,00 0,00
Sumber: Lampiran 3b Ket : dalam logaritma
Hasil estimasi jangka panjang menunjukkan nilai R-squared sebesar 0,86. Hal ini berarti model pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dapat
48
dijelaskan oleh variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi sebesar 86 persen. Sedangkan sisanya sebesar 14 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Pada persamaan jangka panjang mempunyai probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf yang digunakan yaitu 10 persen, sehingga seluruh variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen secara bersamaan atau serentak. Berdasarkan model jangka panjang tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel penelitian memiliki arah yang benar sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Pada pengujian signifikasi secara statistik (t-hitung) diperoleh bahwa variabel pengeluaran rutin pemerintah, pekerja, dan inflasi memberikan pengaruh yang signifikan secara individu terhadap pertumbuhan ekonomi pada taraf 10 persen. Di sisi lain, variabel pengeluaran pembangunan dan investasi swasta tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik pada taraf 1 persen, 5 persen maupun 10 persen, tetapi memberikan arah yang sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan. Koefisien
pengeluaran
rutin
pemerintah
yang
bernilai
negatif
menunjukkan bahwa apabila pengeluaran rutin pemerintah meningkat sebesar 1 persen maka akan menurunkan atau menghambat pertumbuhan ekonomi sebesar 2,05 persen. Hal ini dikarenakan pengeluaran rutin pemerintah lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti pengeluaran untuk pembayaran cicilan dan bunga utang. Dengan meningkatnya pembayaran cicilan dan bunga utang menyebabkan dana yang semula dianggarkan untuk keperluan investasi domestik digunakan untuk menutupinya, sehingga
49
investasi domestik menurun. Penurunan investasi tersebut pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kweka dan Morissey (2000), investasi publik (pengeluaran pembangunan pemerintah) dapat tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
karena
adanya
ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. Dalam penelitian ini diindikasikan bahwa penyebab tidak signifikannya pengeluaran pembangunan adalah karena terjadi kebocoran dalam APBN, khususnya dalam pembiayaan pembangunan, sehingga mengakibatkan pengeluaran pembangunan yang dilakukan tidak sebesar nilai dana yang dianggarkan untuk realisasi pembangunan. Selain itu juga karena pada periode penelitian terjadi guncangan bencana alam yaitu gempa bumi dan gelombang tsunami yang melumpuhkan propinsi Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara, sehingga diperlukan peran pemerintah yang besar yaitu dengan mengalokasikan anggaran pembangunan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi dan untuk membangun daerah tersebut kembali. Pengeluaran pembangunan pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa bila pengeluaran pembangunan pemerintah meningkat sebesar 1 persen maka akan mendorong
pertumbuhan
ekonomi
sebesar
1,32
persen.
Pengeluaran
pembangunan pemerintah merupakan pengeluaran yang digunakan untuk investasi, salah satunya adalah investasi fisik seperti pembangunan prasarana jalan dan gedung sekolah. Adanya pembangunan tersebut akan meningkatkan
50
permintaan agregat akan bahan bangunan dan jasa yang berhubungan dengan konstruksi. Permintaan agregat akan direspon dunia usaha dengan meningkatkan produksi barang dan jasa. Kemudian peningkatan produksi barang dan jasa tersebut akan meningkatkan output nasional yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang positif antara investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,29 mengindikasikan bahwa jika investasi swasta meningkat sebesar 1 persen
maka akan mengakibatkan peningkatan pada pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,29 persen. Namun dalam estimasi jangka panjang investasi swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kondisi perekonomian Indonesia pada periode penelitian mengalami keterpurukan yaitu karena adanya krisis ekonomi yang kemudian mendorong ketidakstabilan politik dan keamanan. Semenjak itu iklim investasi menjadi tidak kondusif sehingga para investor terutama investor asing lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini mengakibatkan investasi yang seharusnya bisa lebih besar terakumulasi menjadi berkurang. Hubungan yang positif antara investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa adanya peningkatan investasi swasta berarti tersedia akumulasi modal dalam jumlah yang lebih besar sehingga tersedia dana untuk meningkatkan mempengaruhi
pembangunan. kapasitas
Selain
produksi
itu yang
investasi akan
tersebut
mendorong
juga
dapat
peningkatan
produktivitas untuk menghasilkan output sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
51
Pekerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 3,93. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan jumlah pekerja sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,93 persen. Semakin meningkatnya jumlah pekerja maka dapat meningkatkan jumlah output barang dan jasa, dengan asumsi dalam jangka panjang modal adalah fleksibel. Dengan adanya peningkatan output barang dan jasa yang dihasilkan maka output nasional akan meningkat, dan selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Rata-rata inflasi dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004 adalah 12,20 persen per tahun. Jika inflasi meningkat dari 12,20 persen menjadi 12,32 persen maka pertumbuhan ekonomi akan menurun sebesar 0,23 persen. Kenaikan inflasi dalam jangka panjang akan menghambat investasi karena mempersulit harapanharapan rasional yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang tinggi bagi produsen dirasakan sebagai kenaikan harga barang-barang input produksi. Keterbatasan biaya produksi memaksa produsen mengurangi produksi, dengan kata lain penawaran mengalami penurunan. Penurunan penawaran mengakibatkan penurunan pada output riil. Selain itu inflasi yang tinggi pada jangka panjang akan menurunkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Hal tersebut mencerminkan penurunan kegiatan perekonomian atau dengan kata lain menghambat pertumbuhan ekonomi.
52
6.3.
Pendekatan Koreksi Kesalahan
6.3.1. Uji Kebaikan Model ECM Untuk menunjukkan bahwa model jangka pendek yang diperoleh pada penelitian ini terbebas dari masalah pelanggaran asumsi OLS, maka dilakukan uji kebaikan. Adapun hasil uji kebaikan model ECM pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Uji Autokorelasi Berdasarkan hasil uji autokorelasi dengan menggunakan Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test diketahui bahwa model jangka pendek yang diestimasi terbebas dari masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 1,00 yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen (Lampiran 4a). 2.
Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas baik dengan menggunakan
ARCH-Test maupun White Heteroskedasticity-Test, diperoleh bahwa model jangka pendek yang diestimasi terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,32 pada ARCH-Test dan 0,33 pada White Heteroskedasticity-Test yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen (Lampiran 4b). 3.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati
distribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa error term
53
terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,98 yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen (Lampiran 4c). 6.3.2. Model Koreksi Kesalahan (ECM) Model koreksi kesalahan atau ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika error correction term (U). Setelah diketahui bahwa model ECM terbebas dari masalah pelanggaran asumsi OLS, maka model ECM dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel 6.5. Model Jangka Pendek Variabel Pertumbuhan Ekonomi (-1) Pertumbuhan Ekonomi (-2) Pengeluaran Rutin Pengeluaran Rutin (-2) Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran Pembangunan (-1) Investasi Swasta Pekerja Pekerja (-2) Inflasi Inflasi (-2) U(-1) R-squared = 0,97 Durbin-Watson stat = 1,72
Koefisien 0,30 -0,27 3,55 -6,75 2,97 1,23 1,43 -6,97 8,17 -0,15 -0,10 -0,58
Probabilitas 0,01 0,08 0,08 0,00 0,09 0,03 0,00 0,01 0,00 0,00 0,01 0,01
Sumber : Lampiran 5 Ket : dalam first difference
Hasil estimasi ECM menunjukkan nilai R-squared sebesar 0,97. Hal ini berarti model pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi sebesar 97 persen, sedangkan sisanya sebesar 3 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
54
Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek diketahui bahwa variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja dan inflasi signifikan atau berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi pada taraf 10 persen serta memiliki arah yang benar sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan. Namun variabel yang diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu variabel dummy krisis ekonomi tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Adapun interpretasi dari hasil estimasi tersebut yaitu secara keseluruhan pengeluaran rutin pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada jangka pendek. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengeluaran rutin bersifat tidak produktif dan tidak mengarah kepada investasi. Salah satu komponen dalam pengeluaran rutin adalah pengeluaran subsidi. Dalam jangka pendek pengeluaran subsidi akan mendorong terjadinya distorsi pasar yang dapat menimbulkan inefisiensi dalam perekonomian (Sutriono, 2006). Adanya subsidi dari pemerintah akan menurunkan minat investor menanamkan modal karena takut kalah bersaing dengan sektor usaha yang disubsidi oleh pemerintah. Dengan menurunnya investasi tersebut berarti terjadi penurunan akumulasi modal untuk pembangunan yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Koefisien pengeluaran pembangunan pemerintah secara keseluruhan bernilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk investasi. Investasi pemerintah dalam jangka pendek akan mendorong peningkatan
55
permintaan agregat dan akan berpengaruh terhadap output. Misalnya pengeluaran pembangunan sarana pendidikan yaitu pembangunan gedung sekolah dasar. Adanya pembangunan gedung sekolah akan meningkatkan permintaan barang yang berhubungan dengan konstruksi, peralatan atau perlengkapan pendidikan, serta jasa yang terkait dengan pendidikan yang diselenggarakan. Hal ini akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi barang dan jasa, sehingga output meningkat dan selanjutnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Samuelson dan Nordhaus, efek jangka pendek yang ditimbulkan bila terjadi perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat, yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan
kerja
(Lailatussholiha,
2005).
Kemudian
selanjutnya
akan
berpengaruh terhadap peningkatan output nasional atau pertumbuhan ekonomi. Secara keseluruhan pekerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada jangka pendek. Dalam jangka pendek perusahaan tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja (Bellante dan Jackson, 1983). Dalam perekonomian agregat berlaku asumsi constant return to scale atau tingkat pengembalian skala yang konstan, maka dengan adanya tambahan jumlah pekerja dalam jangka pendek akan mendorong peningkatan output barang dan jasa, yang selanjutnya akan mendorong peningkatan output nasional, kemudian pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek secara keseluruhan inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Fenomena ekonomi yang terjadi di
56
masyarakat adalah ketika pemerintah mengumumkan akan ada kenaikan harga, maka dampak psikologis masyarakat langsung timbul. Sebelum pemerintah mengumumkan secara resmi kenaikan harga (misal harga BBM), ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga barang-barang lain (harga umum) biasanya sudah melambung tinggi, terutama ekspektasi harga yang dilakukan oleh para pedagang. Efek yang timbul pada jangka pendek adalah harga-harga atau inflasi melambung tinggi pada awal-awal diterapkannya kebijakan kenaikan harga. Efek tersebut
mengakibatkan
masyarakat
mengurangi
konsumsinya
sehingga
mendorong penurunan konsumsi secara agregat. Penurunan konsumsi secara agregat pada selanjutnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi Berdasarkan hasil estimasi jangka pendek diperoleh bahwa lag pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan
berpengaruh positif
terhadap
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Koefisien lag pertumbuhan ekonomi sebesar 0,03 berarti apabila pertumbuhan ekonomi pada periode sebelumnya meningkat sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,03 persen. Nilai koefisien error correction term (U) sebesar –0,58 menunjukkan bahwa disekuilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 0,58 persen. Error correction term menunjukkan seberapa cepat ekuilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Pengeluaran rutin pemerintah mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pada periode penelitian pengeluaran rutin pemerintah bersifat tidak produktif dan sebagian besar didominasi oleh pengeluaran untuk pembayaran cicilan dan bunga utang. 2. Pengeluaran
pembangunan
pemerintah
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pengeluaran pembangunan pemerintah lebih mengarah kepada investasi. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan, hal ini disebabkan oleh adanya ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. 3. Investasi swasta mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh positif investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan investasi swasta merupakan pembentuk akumulasi modal yang dapat digunakan untuk menciptakan output dan merangsang pertumbuhan ekonomi. 4. Pekerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pekerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi
58
barang dan jasa, sehingga dapat mendorong peningkatan pada output yang selanjutnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi. 5. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan inflasi dapat menghambat investasi, mengurangi kapasitas produksi, dan menurunkan daya beli masyarakat.
7.2.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa hal yang
dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah, khususnya mengenai kebijakan dalam mengelola pengeluaran pemerintah, yaitu sebagai berikut: 1. Pemerintah harus lebih fokus untuk mengurangi atau bahkan menghentikan ketergantungan terhadap utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri, karena kedua jenis utang tersebut dapat memberikan dampak yang buruk bagi perekonomian. 2. Pemerintah perlu menciptakan surplus anggaran agar dapat digunakan untuk mengurangi jumlah cicilan dan bunga utang demi tercapainya kesinambungan fiskal. Penciptaan surplus anggaran tersebut dapat diperoleh dari peningkatan penerimaan pajak dan non pajak, serta melakukan penghematan terhadap pengeluaran pemerintah atau belanja negara. 3. Pemerintah sebagai pemegang otoritas fiskal harus dapat meramalkan seberapa besar dampak yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal (dalam hal ini
59
pengeluaran pemerintah) terhadap perekonomian. Adanya peramalan tentang dampak tersebut sangat diperlukan agar pemerintah dapat menyusun anggarannya secara efektif dan efisien sesuai dengan target yang ingin dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, A. 2005. ”Perencanaan dan Penganggaran APBN” [Depkeu Online]. http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/artikelaa/detailaa.asp?NewsID=N 1168781067 [12 Desember 2005]. Badan Pusat Statistik. 1975-2004. Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 1975-2004. Laporan Perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 1975-2004. Pendapatan Nasional. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 1975-2004. Proyeksi Angkatan Kerja. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 1975-2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bank Indonesia. 1975-2004. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. Bellante, D. dan M. Jackson. 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan. Wimandjaja K. Liotohe dan M. Yasin [penerjemah]. FEUI, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Gie, K. K. 2004. Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF. Granit, Jakarta. Kusumastuti, D. 2005. Analisis Pinjaman Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Pendekatan Model Koreksi Kesalahan [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kweka, J. P. dan O. Morissey. 2000. ”Government Spending and Economic Growth in Tanzania, 1965-1996”. Credit Research Paper, 00/6: 1-37. Lailatussholiha. 2005. Kontribusi Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. I. Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
61
Marissa, S. 2004. Analisis Kredit Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1983-2002 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muhammad, A. 2005. Utang Dalam Negeri dan Kesinambungan Fiskal di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muttaqin, Z. 2006. Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Permintaan Uang di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pasaribu, S. H. 2003. ”Eviews untuk Analisis Runtut Waktu (Time Series Analysis)”. Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pradhan, S. 1996. “Evaluating Public Spending: A Framework for Analyzing Broad Allocations”. World Bank Discussion Papers, 323: 29- 49. Purwanto, D. A. 2006. “Disorientasi Anggaran dalam Pembangunan Nasional” [Ekofeum Online]. http://www.ekofeum.or.id/artikel.php?cid=54 [29 September 2006]. Putong, I. 2003. Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sihotang, D. A. H. 2003. Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Pendapatan Nasional di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukirno, S. 1991. Pengantar Ekonomi Makro. FEUI, Jakarta. Suparmoko. 2000. Keuangan Negara. BPFE, Yogyakarta. Sutriono, E. 2006. Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan Menggunakan Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregressive (VAR) [tesis]. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok.
60
Lampiran 1 Data Penelitian Tahun Y Rutin 1975 4.98 236.71 1976 6.89 317.81 1977 8.90 228.78 1978 7.71 216.49 1979 6.26 823.84 1980 9.88 1026.66 1981 7.59 847.05 1982 5.30 661.89 1983 8.80 1205.39 1984 6.03 987.62 1985 2.53 564.33 1986 3.99 809.3 1987 3.59 1577.94 1988 5.78 1214.23 1989 7.46 1460.11 1990 7.24 2912.11 1991 6.95 2760.04 1992 6.46 1680.27 1993 6.50 4230.44 1994 7.54 4054.35 1995 8.21 4337.41 1996 7.82 4001.92 1997 4.70 6899.63 1998 -13.13 1345.50 1999 0.79 3150.79 2000 4.92 15200.96 2001 3.83 27474.87 2002 4.38 20098.32 2003 4.88 9542.37 2004 5.13 15222.02 Sumber: BPS, BI, diolah
Pemb 274.35 311.10 169.47 157.61 716.82 1008.36 832.78 706.84 1009.73 879.35 551.78 536.37 889.07 714.39 923.63 1825.08 2192.08 1345.32 2984.95 2823.64 2475.14 2174.53 4321.00 535.45 908.27 2413.68 5218.92 4755.65 3295.57 4408.26
Labor 9339.90 10197.00 5830.00 4416.12 11577.20 10637.50 7210.20 5491.00 6997.40 6394.50 2932.80 4029.70 6406.40 4205.00 4404.00 7580.00 7334.00 3930.00 8316.00 7544.00 7172.40 5570.50 9649.23 2923.17 1785.28 8400.04 11396.66 9192.50 4593.47 5998.08
Invest 4345.25 983.95 361.53 548.64 1557.92 1465.99 379.48 553.02 1374.18 345.99 103.03 909.91 1224.36 1272.40 1673.97 7169.15 5553.29 2525.76 5948.56 9688.20 13877.60 11157.46 24128.04 1129.33 2912.06 21220.87 25662.96 11387.66 8306.11 8535.66
Inf dummy 19.10 0 19.80 0 11.00 0 8.10 0 20.60 0 18.50 0 12.20 0 9.50 0 11.80 0 10.50 0 4.70 0 5.90 0 9.10 0 5.80 0 6.00 0 10.00 0 9.50 0 5.00 0 10.50 0 9.20 0 8.60 0 6.50 0 11.10 1 77.63 1 2.01 1 9.35 1 12.55 1 10.03 1 5.06 0 6.40 0
Keterangan: Y : Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (dalam persen) Rutin : Pengeluaran Rutin Riil Pemerintah (dalam milyar rupiah) Pemb : Pengeluaran Pembangunan Riil Pemerintah (dalam milyar rupiah) Labor : Jumlah Pekerja (dalam milyar pekerja) Invest : Investasi swasta (dalam milyar rupiah) Inf : Laju Inflasi (dalam persen) Dummy: Krisis Ekonomi, 0 = untuk sebelum dan sesudah krisis, 1 = untuk semasa krisis.
61
Lampiran 2 Pengujian Stasioneritas a. Uji Akar-Akar Unit pada Level o Y (Pertumbuhan Ekonomi) Null Hypothesis: Y has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -1.924528 -2.647120 -1.952910 -1.610011
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:33 Sample(adjusted): 1976 2004 Included observations: 29 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Y(-1) -0.234224 0.121705 -1.924528 R-squared 0.116824 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.116824 S.D. dependent var S.E. of regression 4.419396 Akaike info criterion Sum squared resid 546.8696 Schwarz criterion Log likelihood -83.73448 Durbin-Watson stat
Prob.* 0.0531
Prob. 0.0645 0.005172 4.702614 5.843757 5.890905 2.221632
o LN_RUTIN (Pengeluaran Rutin Pemerintah) Null Hypothesis: LN_RUTIN has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_RUTIN) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:32 Sample(adjusted): 1976 2004 Included observations: 29 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error
t-Statistic 0.934522 -2.647120 -1.952910 -1.610011
t-Statistic
Prob.* 0.9024
Prob.
62
LN_RUTIN(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.015019 -0.018448 -0.018448 0.658042 12.12454 -28.50428
0.016072 0.934522 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.3580 0.143575 0.652055 2.034778 2.081926 2.224775
o LN_PEMB (Pengeluaran Pembangunan Pemerintah) Null Hypothesis: LN_PEMB has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic 0.547387 -2.647120 -1.952910 -1.610011
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_PEMB) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:31 Sample(adjusted): 1976 2004 Included observations: 29 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic LN_PEMB(-1) 0.009330 0.017045 0.547387 R-squared -0.012035 Mean dependent var Adjusted R-squared -0.012035 S.D. dependent var S.E. of regression 0.648315 Akaike info criterion Sum squared resid 11.76874 Schwarz criterion Log likelihood -28.07241 Durbin-Watson stat
Prob.* 0.8285
Prob. 0.5885 0.095753 0.644449 2.004994 2.052142 2.300885
o LN_INVEST (Investasi Swasta) Null Hypothesis: LN_INVEST has a unit root Exogenous: None Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_INVEST) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:29 Sample(adjusted): 1978 2004
t-Statistic 0.644372 -2.653401 -1.953858 -1.609571
Prob.* 0.8493
63
Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic LN_INVEST(-1) 0.015316 0.023769 0.644372 D(LN_INVEST(-1)) -0.207274 0.171159 -1.211000 D(LN_INVEST(-2)) -0.504711 0.164992 -3.058997 R-squared 0.289464 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.230252 S.D. dependent var S.E. of regression 0.966177 Akaike info criterion Sum squared resid 22.40393 Schwarz criterion Log likelihood -35.79223 Durbin-Watson stat
Prob. 0.5254 0.2377 0.0054 0.117099 1.101241 2.873499 3.017481 2.231097
o LN_LABOR (Pekerja) Null Hypothesis: LN_LABOR has a unit root Exogenous: None Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -0.143497 -2.653401 -1.953858 -1.609571
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_LABOR) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:30 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic LN_LABOR(-1) -0.001524 0.010618 -0.143497 D(LN_LABOR(-1)) -0.253809 0.161670 -1.569921 D(LN_LABOR(-2)) -0.599796 0.166090 -3.611278 R-squared 0.370735 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.318296 S.D. dependent var S.E. of regression 0.480138 Akaike info criterion Sum squared resid 5.532791 Schwarz criterion Log likelihood -16.91189 Durbin-Watson stat
Prob.* 0.6249
Prob. 0.8871 0.1295 0.0014 0.001053 0.581525 1.474955 1.618937 2.325422
o INF (Inflasi) Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -3.464036 -2.647120 -1.952910 -1.610011
Prob.* 0.0012
64
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:34 Sample(adjusted): 1976 2004 Included observations: 29 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic INF(-1) -0.582347 0.168112 -3.464036 R-squared 0.299628 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.299628 S.D. dependent var S.E. of regression 16.35030 Akaike info criterion Sum squared resid 7485.302 Schwarz criterion Log likelihood -121.6735 Durbin-Watson stat
Prob. 0.0017 -0.437931 19.53715 8.460243 8.507392 2.271989
b. Uji Akar-Akar Unit pada First Difference o Y (Pertumbuhan Ekonomi) Null Hypothesis: D(Y) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) t-Statistic -6.598313 -3.689194 -2.971853 -2.625121
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(Y,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:33 Sample(adjusted): 1977 2004 Included observations: 28 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error D(Y(-1)) -1.249213 0.189323 C -0.063747 0.890269 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.626102 0.611722 4.710858 576.9969 -82.08913 2.173686
t-Statistic -6.598313 -0.071604
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob.* 0.0000
Prob. 0.0000 0.9435 -0.059286 7.560116 6.006367 6.101524 43.53773 0.000001
65
o LN_RUTIN (Pengeluaran Rutin Pemerintah) Null Hypothesis: D(LN_RUTIN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -6.219194 -3.699871 -2.976263 -2.627420
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_RUTIN,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:32 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(LN_RUTIN(-1)) -1.664138 0.267581 -6.219194 D(LN_RUTIN(-1),2) 0.499099 0.183353 2.722068 C 0.258370 0.122883 2.102569 R-squared 0.664250 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.636271 S.D. dependent var S.E. of regression 0.604981 Akaike info criterion Sum squared resid 8.784041 Schwarz criterion Log likelihood -23.15219 F-statistic Durbin-Watson stat 2.285413 Prob(F-statistic)
Prob.* 0.0000
Prob. 0.0000 0.0119 0.0462 0.029470 1.003120 1.937199 2.081181 23.74092 0.000002
o LN_PEMB (Pengeluaran Pembangunan Pemerintah) Null Hypothesis: D(LN_PEMB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -5.955748 -3.689194 -2.971853 -2.625121
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_PEMB,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:31 Sample(adjusted): 1977 2004 Included observations: 28 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(LN_PEMB(-1)) -1.155731 0.194053 -5.955748 C 0.108509 0.126028 0.860992 R-squared 0.577036 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.560768 S.D. dependent var S.E. of regression 0.660617 Akaike info criterion
Prob.* 0.0000
Prob. 0.0000 0.3971 0.005900 0.996788 2.077465
66
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
11.34679 -27.08451 2.063421
Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2.172622 35.47094 0.000003
o LN_INVEST (Investasi Swasta) Null Hypothesis: D(LN_INVEST) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -6.907204 -3.699871 -2.976263 -2.627420
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_INVEST,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:29 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(LN_INVEST(-1)) -1.699143 0.245996 -6.907204 D(LN_INVEST(-1),2) 0.498281 0.163327 3.050815 C 0.150748 0.185630 0.812091 R-squared 0.700860 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.675932 S.D. dependent var S.E. of regression 0.961379 Akaike info criterion Sum squared resid 22.18200 Schwarz criterion Log likelihood -35.65784 F-statistic Durbin-Watson stat 2.232908 Prob(F-statistic)
Prob.* 0.0000
Prob. 0.0000 0.0055 0.4247 0.038092 1.688794 2.863543 3.007525 28.11505 0.000001
o LN_LABOR (Jumlah Pekerja) Null Hypothesis: D(LN_LABOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_LABOR,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:30 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error
t-Statistic -7.443874 -3.699871 -2.976263 -2.627420
t-Statistic
Prob.* 0.0000
Prob.
67
D(LN_LABOR(-1)) D(LN_LABOR(-1),2) C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
-1.854410 0.600345 -0.006805 0.733380 0.711162 0.480290 5.536291 -16.92043 2.326842
0.249119 -7.443874 0.166121 3.613912 0.092556 -0.073522 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0000 0.0014 0.9420 0.030588 0.893669 1.475587 1.619569 33.00789 0.000000
o INF (Inflasi) Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -6.489563 -3.699871 -2.976263 -2.627420
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:34 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(INF(-1)) -2.095270 0.322868 -6.489563 D(INF(-1),2) 0.398454 0.186563 2.135764 C -0.684631 3.216557 -0.212846 R-squared 0.790528 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.773072 S.D. dependent var S.E. of regression 16.69704 Akaike info criterion Sum squared resid 6690.984 Schwarz criterion Log likelihood -112.7325 F-statistic Durbin-Watson stat 2.234907 Prob(F-statistic)
Prob.* 0.0000
Prob. 0.0000 0.0431 0.8332 0.375556 35.05061 8.572779 8.716760 45.28696 0.000000
68
Lampiran 3 Kointegrasi a. Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi Null Hypothesis: U has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.200239 Test critical values: 1% level -2.647120 5% level -1.952910 10% level -1.610011 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(U) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 18:13 Sample(adjusted): 1976 2004 Included observations: 29 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic U(-1) -0.910560 0.175100 -5.200239 R-squared 0.489217 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.489217 S.D. dependent var S.E. of regression 1.410340 Akaike info criterion Sum squared resid 55.69363 Schwarz criterion Log likelihood -50.61148 Durbin-Watson stat
Prob.* 0.0000
Prob. 0.0000 0.124142 1.973356 3.559412 3.606561 1.973045
b. Model Jangka Panjang Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/22/07 Time: 18:26 Sample: 1975 2004 Included observations: 30 Variable Coefficient C -22.11676 LN_RUTIN -2.046662 LN_PEMB 1.318086 LN_INVEST 0.285652 LN_LABOR 3.932046 INF -0.233060 R-squared 0.861528 Adjusted R-squared 0.832680 S.E. of regression 1.648628 Sum squared resid 65.23138 Log likelihood -54.21930 Durbin-Watson stat 1.678375
Std. Error t-Statistic 6.515853 -3.394300 0.845356 -2.421064 1.092483 1.206505 0.405861 0.703816 0.839725 4.682538 0.024255 -9.608633 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0024 0.0234 0.2394 0.4883 0.0001 0.0000 5.397000 4.030403 4.014620 4.294860 29.86407 0.000000
69
Lampiran 4 Uji Kebaikan Model ECM a. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.388709 Probability Obs*R-squared 0.000000 Probability
0.685552 1.000000
b. Uji Heteroskedastisitas ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
1.103146 2.278635
Probability Probability
0.349493 0.320037
White Heteroskedasticity Test: F-statistic 3.778905 Obs*R-squared 26.41744
Probability Probability
0.230298 0.332330
c. Uji Normalitas 9 Series: Residuals Sample 1978 2004 Observations 27
8 7
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6 5 4 3 2
Jarque-Bera Probability
1 0 -1
0
1
-0.187573 -0.114607 1.730642 -1.684547 0.776438 0.074211 3.060335 0.028878 0.985665
70
Lampiran 5 Model Jangka Pendek (ECM) o ECM dengan variabel yang tidak signifikan Dependent Variable: DY Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:21 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error DY(-1) 0.203940 0.283376 DY(-2) -0.293466 0.253305 DLN_RUTIN 5.328582 2.712119 DLN_RUTIN(-1) -2.491955 2.782916 DLN_RUTIN(-2) -8.210159 5.299852 DLN_PEMB 3.113902 2.588098 DLN_PEMB(-1) 1.698368 2.216705 DLN_PEMB(-2) 0.880691 2.809858 DLN_INVEST 1.531807 0.609574 DLN_INVEST(-1) 0.039709 0.718553 DLN_INVEST(-2) -0.421191 0.513979 DLN_LABOR -8.993258 4.397445 DLN_LABOR(-1) 3.501117 3.120921 DLN_LABOR(-2) 9.739008 4.227314 DINF -0.144754 0.048661 DINF(-1) -0.056838 0.092480 DINF(-2) -0.105613 0.068761 DUMMY 0.313825 1.002049 U(-1) -0.413446 0.390837 R-squared 0.979740 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.934156 S.D. dependent var S.E. of regression 1.243911 Akaike info criterion Sum squared resid 12.37852 Schwarz criterion Log likelihood -27.78304 Durbin-Watson stat
t-Statistic 0.719677 -1.158546 1.964730 -0.895448 -1.549130 1.203162 0.766168 0.313429 2.512915 0.055262 -0.819471 -2.045110 1.121822 2.303829 -2.974748 -0.614599 -1.535958 0.313183 -1.057849
Prob. 0.4922 0.2801 0.0850 0.3967 0.1599 0.2633 0.4656 0.7620 0.0362 0.9573 0.4362 0.0751 0.2945 0.0502 0.0177 0.5559 0.1631 0.7622 0.3210 -0.139630 4.847657 3.465410 4.377295 1.686447
t-Statistic 2.912571 -1.861071 1.864608 -3.866918 1.833851 2.370125 3.494699 -2.814800
Prob. 0.0107 0.0824 0.0819 0.0015 0.0866 0.0316 0.0033 0.0131
o ECM dengan variabel yang signifikan Dependent Variable: DY Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 18:54 Sample(adjusted): 1978 2004 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error DY(-1) 0.301123 0.103387 DY(-2) -0.270326 0.145253 DLN_RUTIN 3.550547 1.904179 DLN_RUTIN(-2) -6.746293 1.744617 DLN_PEMB 2.969550 1.619297 DLN_PEMB(-1) 1.233025 0.520236 DLN_INVEST 1.435497 0.410764 DLN_LABOR -6.970814 2.476486
71
DLN_LABOR(-2) DINF DINF(-2) U(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
8.174700 -0.149709 -0.104629 -0.580676 0.972792 0.952839 1.052749 16.62421 -31.76416
1.967238 0.026211 0.034603 0.201151 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
4.155420 -5.711648 -3.023672 -2.886769
0.0008 0.0000 0.0086 0.0113 -0.139630 4.847657 3.241789 3.817717 1.724079