ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK DUNIA DAN VOLATILITASNYA TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA
OLEH DHANY SAPUTRA BANGUN H14080039
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
Dhany Saputra Bangun. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia. (dibimbing oleh Deniey Adi Purwanto). Pembangunan ekonomi dewasa ini sering kali dikaitkan dengan keberadaan energi. Energi merupakan salah satu input penting dalam proses produksi. Ketersediaan energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi isu yang sangat penting untuk dibahas dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebutuhan energi dunia saat ini sangat banyak disokong oleh minyak mentah atau minyak bumi (oil). Produksi minyak Indonesia semakin lama mengalami penurunan yang diikuti dengan peningkatan konsumsi dalam negeri. Produksi minyak domestik sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dalam negeri dan puncaknya tahun 2003 menjadi negara net-importir minyak. Hal ini membuat Indonesia harus membeli minyak dari pasar internasional yang harganya tidak bisa diintervensi. Harga minyak mentah dunia, beberapa periode terakhir, mengalami perubahan yang cukup fluktuatif. Minyak mentah jenis West Texas Intermediete (WTI) maupun brent menunjukkan fluktuatif yang sangat besar. Data dari U.S. Energy Information Administration menunjukkan harga West Texas Intermediete sebesar 46,84 US Dollar per barel pada Januari 2000 dan 44,51 US Dollar untuk jenis brent pada waktu yang sama. Dalam kurun waktu sepuluh tahun harganya melambung mencapai 74,47 US Dollar untuk jenis WTI dan 74,46 US Dollar untuk jenis brent pada akhir Desember 2009. Penelitian ini menggunakan data bulanan dari Februari 1993 hingga Desember 2011 dengan menggunakan metode VAR/VECM. Penelitian bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap GDP, inflasi, RER dan SBMK Indonesia. Selain itu penelitian ini juga akan melihat bagaimana pengaruh harga guncangan minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel penyusun GDP yaitu private consumption (PCON), government consumption (GCON), investasi, ekspor, dan impor. Penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap GDP dan inflasi Indonesia tidak berbeda ketika Indonesia masih sebagai negara net-eksportir minyak ataupun negara net-importir minyak. Penelitian menunjukkan bahwa harga minyak dunia memiliki hubungan yang negatif terhadap GDP dan positif dengan inflasi. Sementara itu, volatilitas
harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif dengan GDP dan negatif dengan inflasi Indonesia. Hasil IRF menunjukkan bahwa guncangan sebesar satu deviasi yang terjadi pada harga minyak dunia akan mengakibatkan penurunan GDP pada jangka panjang. Respon yang diberikan akan stabil mulai bulan ke-26. Sementara itu RER dan SBMK akan turun pada jangka panjang dan mulai memberikan respon yang positif sejak bulan ke-24 dan 37. Nilai inflasi akan meningkat akibat dari guncangan harga minyak dan responnya mulai stabil mulai bulan ke-33. Guncangan sebesar satu deviasi yang terjadi pada volatilitas harga inyak dunia akan mengakibatkan peningkatan GDP, RER dan SBMK pada jangka panjang. Respon yang diberikan akan mulai stabil pada bulan ke-26,ke-24, dan ke-34. Sementara itu inflasi akan turun akibat dari guncangan volatilitas harga minyak dunia dan mulai memberikan respon yang stabil mulai bulan ke-39 dari awal guncangan. Hasil IRF terhadap variabel penyusun GDP menunjukkan bahwa guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia, pada jangka panjang, akan mengakibatkan peningkatan semua variabel penyusun GDP. Sementara itu guncangan yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia mengakibatkan peningkatan GCON dan investasi. Sementara itu PCON, ekspor, dan impor merespon guncangan yang terjadi pada volatilitas harga minyak dengan penurunan. Hasil FEVD terhadap variabel makro menunjukkan bahwa harga minyak dunia dan volatilitasnya memiliki kontribusi yang kecil terhadap perubahan variabel makro Indonesia. Namun, harga minyak dunia tetap memiliki pengaruh terhadap perubahan ekonomi yang terjadi. Melihat pengaruh yang diberikan harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia memiliki ketergantungan terhadap minyak. Untuk itu pemerintah perlu melakukan kebijjakan yang berorientasi untuk divesrifikasi sumber energi. Sumber energi yang lain harus dimanfaatkan sehingga tidak hanya bergantung pada minyak. Selain itu wacana penghematan minyak harus dicanangkan dari sekarang melihat semakin sedikitnya cadangan minyak di Indonesia.
ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK DUNIA DAN VOLATILITASNYA TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA
OLEH DHANY SAPUTRA BANGUN H14080039
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi
Nama
: Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia : Dhany Saputra Bangun
NRP
: H14080039
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP.19771208 200912 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan
:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
DIGUNAKAN
KARYA
SEBAGAI
SAYA SKRIPSI
SENDIRI ATAU
YANG
BELUM
KARYA
PERNAH
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2012
Dhany Saputra Bangun H14080039
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dhany Saputra Bangun lahir pada tanggal 24 Oktober 1990 di Kabanjahe, Sumatra Utara. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Paris Bangun (ayah) dan Asma Ginting (ibu). Penulis mengawali pendidikan di SD Letjen Jamin Ginting Berastagi pada tahun 1996 sampai tahun 2002. Penulis melanjutkan jengjang pendidikan selanjutnya ke SLTP N 1 Berastagi pada tahun 2002 sampai 2005. Kemudian, dilanjutkan ke SMA N 1 Berastagi dari tahun 2005 sampai 2008. Tahun 2008 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu Ekonomi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). IPB menjadi pilihan dengan harapan dapat menjadi tempat menggali ilmu dan pengetahuan untuk pengembangan sumber daya menjadi individu yang lebih baik. Selama menjalani masa studi, penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan acara Fakuktas Ekonomi dan Manajemen. Organisasi yang pernah diikuti antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) kabinet Orange Beraksi tahun 2010 (ORASI) sebagai staff Departemen Olahraga. Kemudian, pada tahun 2011, penulis dipercaya sebagai Kepala Bidang Budaya Olahraga dan Seni (BOS) BEM FEM IPB kabinet Sinergi. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan antara lain Sportakuler, Politik Ceria, Economy Contest, Bogor Art Festival, dan Pujangga.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur yang sebesar-besarnya kita ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Analisis Pengaruh Harga Minyak dan volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia’. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang berkat perjuangannya kita dapat merasakan kehidupan yang lebih baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dilakukan karena maraknya masalah yang timbul akibat perkembangan harga minyak dunia. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1. Ibunda tercinta Asma Ginting yang tak pernah lelahnya memberikan semangat dan doanya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, serta ayahnda tercinta Paris Bangun atas dukungan doa dan moril dari sejak kecil hingga sekarang. 2. Bapak Deniey Adi Purwanto MSE, selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga telah mendengarkan keluhan dan pertanyaan penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Dr. Yeti Lis Purnamadewi dan Ranti Wiliasih, M.Si, selaku penguji utama dan komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan arahan demi kebaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang sangat berguna selama penulis menyelesaikan perkuliahan. Terima kasih juga telah menjadi sumber inspirasi bagi penulis untuk menjalankan kehidupan perkuliahan. 5. Teman-teman SMA penulis Tommy, Yudi dan Cristian yang tak pernah lelah memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih juga telah menjadi sahabat suka dan duka selama kuliah di Bogor.
6. Kak Lisda, Bang Kristian, Bang Sandro, Bang Sulaiman, Bang Ardian, Bang Ferry, dan Bang Joel yang telah menjadi sahabat dan penolong di awal-awal kehidupan di Bogor. Terima kasih atas pelajaran hidup yang diberikan. 7. Sahabat-sahabat terbaik BEM FEM IPB Kabinet Sinergi Fadli, Martin, Yuti, Dina, Wirda, Bude, Firman, Akbar, Imam, Udin, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan di sini yang telah memberikan semangat dan dukungan moril selama penulisan skripsi ini. Juga teman-teman BOS yang terus memberikan semangat dan dukungan moril 8. Teman-teman satu bimbingan Okty, Ayu, Ubur, dan Ili yang telah memberikan dukungan dan masukan terhadap skripsi ini. 9. Kak Eno, kak Mut atas bimbingan dan bantuan datanya. 10. Teman-teman seperjuangan Departemen Olahraga Kabinet ORASI Ardi, Guruh, Ken, Ira, Ajeng, dan kak RianahTerima kasih atas dukungannya. Kak Ario, kak Noby, kak Faris, kak Ilham dan semuanya yang telah memberikan semangat dan pelajaran hidup yang berarti. 11. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 yang terus memberikan semangat dalam penulisan. 12. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu urusan adminstratif.
Penulis sangat mengharapkan saran, kritik atau pertanyaan untuk kebaikan skripsi ini kedepannya. Semoge skripsi ini dapat berguna bagi keilmuan makro Indonesia terutama menanggapi kebijakan energi yang akan dilakukan.
Bogor, Juli 2012
Dhany Saputra Bangun H14080039
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.......................................................................................................... i DAFTAR TABEL.................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR............................................................................................ v I.
PENDAHULUAN......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah................................................................................. 7 1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 9 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian..................................................................... 10
II.
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 11 2.1 Harga Minyak Mentah Dunia............................................................... 11 2.2 Perdagangan Internasional Menurut Model Mundell-Fleming............. 14 2.3 Pengaruh Kebijakan Terhadap Model IS-LM....................................... 17 2.4 IS-LM Sebagai Teori Permintaan Agregat............................................ 20 2.5 Teori Fluktuasi Ekonomi....................................................................... 21 2.6 Makroekonomi Indonesia...................................................................... 24 2.6.1 Pendapatan Nasional......................................................... 24 2.6.2 Inflasi................................................................................. 26 2.6.3 Tingkat Suku Bunga.......................................................... 28 2.6.4 Konsep Nilai Tukar........................................................... 28 2.7 Volatilitas............................................................................................... 29 2.8 Penelitian Terdahulu.............................................................................. 29 2.9 Kerangka Pemikiran.............................................................................. 32
III.
METODE PENELITIAN............................................................................ 34 3.1 Jenis dan Sumber Data........................................................................... 32
ii
3.2 Model Penelitian.................................................................................... 34 3.3 Metode Analisis..................................................................................... 35 3.3.1 Vector Autoregresive (VAR)....................................................... 36 3.3.2 Vector Error Correction Model (VECM)................................... 39 3.3.3 Pengujian Praestimasi.................................................................. 40 3.4 Analisis Model VAR/VECM................................................................. 42 3.4.1 Impulse Response Function (IRF)............................................... 43 3.4.2 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)...................... 43 3.5 Metode Volatilitas Harga Minyak Dunia.............................................. 43 IV.
GAMBARAN UMUM................................................................................ 45 4.1 Sejarah Perminyakan Indonesia............................................................. 45 4.2 Perkembangan Harga Minyak dan Perekonomian Indonesia Tahun 1993-2011................................................................ 48 4.3 Kebijakan yang Telah Dilakukan Dalam Mengatasi Dampak Harga Minyak dan Volatilitasnya.......................................... 52
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 56 5.1 Hasil Uji Praestimasi Data..................................................................... 56 5.1.1 Uji Kestasioneritasan Data.......................................................... 56 5.1.2 Hasil Uji Lag Optimum............................................................... 57 5.1.3 Hasil Uji Stabilitas VAR............................................................. 59 5.1.4 Model VAR................................................................................. 59 5.1.5 Hasil Uji Kointegrasi................................................................... 60 5.2 Hubungan Harga Minyak dan Volatilitasnya Dengan Variabel Makroekonomi Berdasarkan Hasil Estimasi VECM............................ 62 5.2.1 Hubungan Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap GDP..... 62 5.2.2 Hubungan Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap GDP..... 64
iii
5.3 Hasil Impulse Response Function (IRF)................................................ 66 5.3.1 Hasil Guncangan Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Variabel Makro Indonesia Berdasarkan Hasil IRF..... 67 5.3.2 Hasil Guncangan Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Variabel Penyusun GDP Indonesia Berdasarkan Hasil IRF............................................................................................... 70 5.4 Kontribusi Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia Berdasarkan Hasil FEVD........................... 74 5.5 Pembahasan Secara Keseluruhan.......................................................... 78 5.6 Implementasi Kebijakan........................................................................ 82 VI.
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 94 6.1 Kesimpulan............................................................................................ 94 6.2 Saran...................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 99 LAMPIRAN........................................................................................................ 101
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1 Hasil Uji Satsioneritas Data.................................................................. 57 Tabel 5.2 Hasil Uji Panjang Lag Optimum Makro Indonesia.............................. 58 Tabel 5.3 Hasil Uji Panjang Lag Optimum Penyusun GDP................................. 58 Tabel 5.4 Jumlah Kointegrasi Makro Indonesia................................................... 61 Tabel 5.5 Jumlah Kointegrasi Penyusun GDP...................................................... 61 Tabel 5.6 Pengaruh Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap GDP.................................................................................................... 63 Tabel 5.7 Pengaruh Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap inflasi.................................................................................................. 65 Tabel 5.8 Hasil FEVD Terhadap GDP.................................................................. 75 Tabel 5.9 Hasil FEVD Terhadap inflasi................................................................ 76 Tabel 5.10 Hasil FEVD Terhadap SBMK............................................................ 77 Tabel 5.11 Hasil FEVD Terhadap RER................................................................ 78 Tabel 5.12 Harga Minyak Dunia dan Asumsi....................................................... 92
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Harga Minyak Dunia Jenis WTI dan Brent......................................... 5 Gambar 2.1 Pembentukan Harga Internasional.................................................... 12 Gambar 2.2 Derivasi Kurva IS.............................................................................. 15 Gambar 2.3 Derivasi Kurva LM........................................................................... 16 Gambar 2.4 Kurva IS-LM..................................................................................... 17 Gambar 2.5 Pergeseran Kurva IS Akibat Kebijakan Fiskal.................................. 18 Gambar 2.6 Pergeseran Kurva LM Akibat Kebijakan Moneter........................... 19 Gambar 2.7 Derivasi Kurva AD dari Kurva IS-LM............................................. 20 Gambar 2.8 Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan Jangka Panjang........................................................ 22 Gambar 2.9 Guncangan Pada Permintaan Agregat............................................... 23 Gambar 2.10 Guncangan Pada Penawaran Agregat............................................. 24 Gambar 2.11 Kerangka Pemikiran........................................................................ 33 Gambar 3.1Proses Analisis VAR dan VECM....................................................... 36 Gambar 4.1 Total Produksi minyak Indonesia...................................................... 46 Gambar 4.2 Pergerakan Harga Minyak Dunia...................................................... 47 Gambar 4.3 Total Pendapatan Pemerintah ........................................................... 48 Gambar 4.4 Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia......................... 49 Gambar 4.5 Perkembangan Harga Minyak Dunia................................................ 50 Gambar 4.6 Besaran Subsidi BBM yang Diberikan Pemerintah.......................... 54
vi
Gambar 5.1 Hasil IRF Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makro Indonesia.............................................................................. 67 Gambar 5.2 Hasil IRF Volatilitas Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makro Indonesia............................................................. 69 Gambar 5.3 Hasil IRF Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Penyusun GDP .............................................................................. 70 Gambar 5.4 Hasil IRF Volatilitas Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Penyusun GDP Indonesia.................................................. 72 Gambar 5.5 Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia......................... 80 Gambar 5.6 Kebijakan Stabilisasi ........................................................................ 86
1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pembangunan ekonomi dewasa ini sering kali dikaitkan dengan
keberadaan energi. Energi merupakan salah satu input penting dalam proses produksi. Ketersediaan energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi isu yang sangat penting untuk dibahas dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebutuhan akan energi sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro. Aktivitas ekonomi dengan dukungan input yang baik tentunya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan aktivitas ekonomi yang tidak didukung dengan input yang baik. Jadi keberadaan energi sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi para pelaku ekonomi. Konsumsi terhadap energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Konsumsi dunia terhadap energi total mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2000, konsumsi energi dunia tercatat sejumlah 9.382,4 ribu TOE (Tones of Oil Equivalent) dan terus meningkat dalam sebelas tahun terakhir sampai menembus jumlah 12.002,4 ribu TOE akhir tahun 2010. Nilai ini diperkirakan akan terus meningkat dengan munculnya negara-negara industri baru seperti China dan India. Peningkatan konsumsi terhadap energi juga terjadi di Indonesia. Pada periode yang sama, konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari 98,4 ribu TOE ke 140 ribu TOE. Hal ini dapat menjadi salah satu indikator bahwa Indonesia saat ini sangat tergantung dengan ketersediaan energi. Aktivitas sehari-hari tidak dapat lepas dari penggunaan energi. Penggunaan energi juga diprediksi akan terus meningkat seiring dengan rencana pemerintah untuk
2
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar mampu menjaga ketersediaan energi yang cukup untuk menopang rencana mereka. (British Petroleum (BP) Statistical Review of World Energy Market 2010). Kebutuhan energi dunia saat ini sangat banyak disokong oleh minyak mentah atau minyak bumi (oil). Menurut data dari BP Statistical Review of World Energy 2010, dari total konsumsi energi dunia hampir 34 persen pemenuhannya berasal dari oil. Sementara sisanya, dipenuhi dari gas alam, batu bara dan nuklir. Sementara di Indonesia, kebutuhan akan energi disokong oleh minyak mentah sampai 42,5 persen. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kebutuhan energi kita terhadap minyak mentah. Produksi minyak mentah Indonesia menunjukkan nilai yang semakin menurun setiap tahunnya. Data dari BP Statistical Review of World Energy Market 2010 , produksi minyak mentah Indonesia pada tahun 1996 sebesar 1.580 ribu barel per hari terus mengalami penurunan menjadi 1.456 ribu pada tahun 2000, 1.090 ribu tahun 2005, dan terus menurun hingga 990 ribu pada tahun 2009. Penurunan produksi Indonesia ini menyebabkan Indonesia harus keluar dari anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) pada tahun 2009. Keanggotaan Indonesia dicabut karena sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Penurunan produksi dari tahun ke tahun yang dialami oleh Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi minyak mentah. Konsumsi Indonesia sebesar 939 ribu barel per hari pada tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009 dengan konsumsi sebesar 1.289 ribu barel per hari. Peningkatan ini
3
diprediksi akan terus terjadi karena beberapa faktor antara lain karena terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (BP Statistical Review of World Energy Market 2010). Berdasarkan data dari U.S. EIA (United States Energy Information and Administration) produksi Indonesia mengalami penurunan sejak 1997. Dan pada tahun 2003 Indonesia telah menjadi negara net-importir minyak dan pada tahun 2009 Indonesia harus melepaskan statusnya sebagai anggota OPEC karena tidak akan memiliki visi yang sama dengan OPEC dengan statusnya sebagai netimportir minyak. Puncaknya, pada tahun 2003, produksi Indonesia bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan energi masrakat Indonesia. Hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk dilihat bagaimana produksi dan konsumsi minyak energi ini akan mempengaruhi kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan oleh Indonesia. Minyak mentah merupakan salah satu komoditas yang diekspor dan sekaligus diimpor oleh Indonesia. Ini menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia akan mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran perdagangan Indonesia. Booming harga minyak yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 mendorong peningkatan inflasi Indonesia. Tercatat inflasi Indonesia mencapai 11 persen dan 9,8 persen (SEKI-BI). Angka ini menunjukkan angka tertinggi semenjak krisis tahun 1998. Peningkatan tingkat harga ini tentu tidak diinginkan pemerintah. Pemerintah tentunya menginginkan nilai inflasi yang stabil agar perekonomian dapat dijaga. Keadaan makroekonomi yang stabil sangat penting dilakukan untuk membantu para pelaku ekonomi dalam maupun luar negeri dapat berkerja dengan
4
baik. Oleh karena itu, keadaan makroekonomi perlu dijaga pada keadaan yang baik. Pemerintah memiliki tanggung jawab atas berjalannya perekonomian. Makroekonomi bisa menjadi indikator kesejahteraan suatu negara. Makroekonomi yang baik akan menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di negara tersebut juga baik dan sebaliknya. Keadaan makroekonomi yang terjaga dalam keadaan baik menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian yang terjadi di negara tersebut berjalan dengan baik sehingga kesejahteraan dapat tercapai. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu mengeluarkan kebijakan yang bisa menjaga stabilnya ekonomi. Harga minyak mentah dunia, beberapa periode terakhir, mengalami pergerakan yang cukup fluktuatif. Minyak mentah jenis West Texas Intermediete (WTI) maupun brent kecenderungan peningkatan setiap bulannya. Data dari U.S. Energy Information Administration menunjukkan harga West Texas Intermediete sebesar 46,84 US Dollar per barel pada Januari 2000 dan 44,51 US Dollar untuk jenis brent pada waktu yang sama. Dalam kurun waktu sepuluh tahun harganya melambung mencapai 74,47 US Dollar untuk jenis WTI dan 74,46 US Dollar untuk jenis brent pada akhir Desember 2009. Dalam selang waktu sepuluh tahun tersebut harga minyak, baik jenis WTI maupun brent, mengalami perubahan harga yang sangat fluktuatif seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.1. Harga minyak mentah dunia, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.1, mencapai harga tertingginya pada tahun 2008 dengan kisaran harga mencapai 130 US Dollar per barel. Ini merupakan kenaikan harga minyak dunia tertinggi dalam sejarah. Keadaan ini mebuat perekonomian berada pada ambang ketidakpastian. Indonesia
5
bahkan meningkatkan harga minyak domestiknya untuk mengurangi beban negara akibat dari kenaikan harga minyak ini. 160
brent
US Dollar per Barel
140
WTI
120 100 80 60 40 20
May-2009
Sep-2008
Jan-2008
May-2007
Sep-2006
Jan-2006
May-2005
Sep-2004
Jan-2004
May-2003
Sep-2002
Jan-2002
May-2001
Sep-2000
Jan-2000
0
Sumber : U.S. Energy Information Administration 2010 (diolah)
Gambar 1.1. Harga Minyak Mentah Dunia Jenis WTI dan Brent Kenaikan harga minyak dunia dapat terjadi karena beberapa hal. Ketegangan yang terjadi di Timur Tengah membuat pasokan minyak dunia yang berasal dari sana menjadi terhambat. Kekurangan suplai ini menyebabkan kenaikan harga minyak mentah dunia. Dari sisi permintaan, permintaan akan minyak mintah dunia meningkat seiring dengan munculnya negara industri baru seperti India dan China. OPEC juga berusaha untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia dengan menjamin suplai tetap ada. Kedua hal ini membuat harga minyak duniia menjadi fluktuatif. Pergerakan harga minyak dunia ini menjadi perhatian yang penting bagi publik. Hal ini menjadi kekhawatiran sendiri bagi negara yang selama ini menjadi konsumen utama minyak mentah dunia. Peningkatan harga minyak mentah dunia yang berkelanjutan dikhawatirkan dapat merugikan perekonomian dunia dan memiliki konsekuensi politik dan ekonomi (Abu, 2010).
6
Selain pada tahun 2008, sebenarnya harga minyak pernah mengalami peningkatan besar (booming) pada periode tahun 1970-an sampai awal 1980-an. Saat itu Indonesia masih merupakan salah satu pemasok minyak dunia. Beberapa keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia saat itu adalah meningkatnya nilai ekspor Indonesia dari US$ 1 Miliar pada 1973 menjadi US$ 23,36 Miliar pada tahun 1981. Ekonomi juga mengalami pertumbuhan yang cukup besar mencapai 9,9 persen selama periode tersebut (Mubyarto , 1988). Pertumbuhan ekonomi pada masa itu merupakan pertumbuhan ekonomi terbesar yang pernah dicapai oleh Indonesia. Keuntungan ekonomi yang diperoleh Indonesia ternyata membawa beberapa dampak buruk seperti tingginya tingkat inflasi. Laju inflasi Indonesia lebih tinggi dari inflasi dunia. Indonesia juga mengalami gejala the Dutch Disease yang ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi tadi. Selain itu, masyarakat Indonesia menjadi malas dan boros dalam kehidupannya sehari-hari. Meskipun terjadi peningkatan ekspor, nilai impor Indonesia juga meningkat relatif lebih tinggi dari nilai ekspornya. Secara historis Indonesia pernah sangat bergantung pada perdagangan minyak mentah dalam membangun perekonomiannya. Pertumbuhan ekonomi yang besar akibat dari adanya pengaruh harga minyak mentah dunia tentunya cukup menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia memiliki pengaruh yang signifikan pada perekonomian Indonesia pada masa lalu. Hal yang menarik untuk melihat apakah hal yang sama akan terjadi pada keadaan Indonesia saat ini. Selain harga minyak, ternyata volatilitas harga juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian Gozali (2011) menunjukkan adanya pengaruh volatilitas terhadap kinerja makroekonomi
7
Indonesia. Hal ini dapat menjadi variabel tambahan dalam menentukan pengaruh harga minyak dunia terhadap kinerja makro ekonomi Indonesia. Minyak mentah dunia merupakan komoditas yang juga diperdagangkan di pasar berjangka. Keadaan ini menyebabkan harga minyak dunia tidak jauh berbeda dengan saham. Peningkatan volatilitas atau ketidakpastian akan meningkatkan tingkat spekulasi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi. Ketidakpastian harga minyak akan mengakibatkan para pelaku ekonomi semakin ragu untuk melakukan kegiatan ekonomi sehingga kegiatan perekonomian dapat terhambat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis mencoba untuk meneliti pengaruh harga minyak dunia terhadap kinerja makroekonomi Indonesia dengan judul “Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah Booming harga minyak yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 membawa dampak buruk terhadap tingkat harga secara umum di Indonesia. Inflasi Indonesia tercatat mencapai 11 persen dan 9,8 persen. Pada tahun tersebut nilai minyak mengalami lonjakan masing-masing 10 US Dollar per barel dan 30 US Dollar per barel. Nilai inflasi yang tercatat tersebut merupakan peningkatan inflasi terbesar yang terjadi di Indonesia sejak krisis tahun 1998. Minyak mentah dunia memiliki peran yang sangat vital dalam proses produksi barang-barang Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan produksi Indonesia secara kesuluruhan menurun. Hal ini dapat
8
mendorong Indonesia pada keadaan stagflasi yang tidak diinginkan dalam perekonomian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh harga minyak dunia terhadap negara yang merupakan net-eksportir minyak dan netimportir minyak. Negara yang mengekspor minyak tentunya mendapat razeki yang besar dengan peningkatan harga minyak dunia karena pendapatan dari penjualan minyaknya akan meningkat. Sementara, negara pengimpor minyak tentunya harus merana karena uang yang mereka keluarkan untuk membeli minyak akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang mengalami perubahan status tersebut. Sehingga menjadi menarik melihat apakah ada perbedaan pengaruh akan perubahan status tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: 1. Variabel makroekonomi apa saja yang dipengaruhi oleh adanya pergerakan harga dan volatilitas harga minyak dunia? 2. Bagaimanakah pengaruh shock yang berasal dari harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi? 3. Bagaimana kontribusi dari variabel harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi? 4. Apa saja implikasi kebijakan atas dinamika harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap makroekonomi Indonesia?
9
1.3 Tujuan Penelitian Melihat masalah yang dirumuskan di atas maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah: 1. Menganalisis variabel makro ekonomi apa saja yang dipengaruhi oleh adanya pergerakan harga dan volatilitas harga minyak dunia. 2. Menganalisis pengaruh shock yang berasal dari harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi. 3. Menganalisis kontribusi variabel harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel makro ekonomi. 4. Menganalisis apa saja implikasi kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah atas dinamika harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap makroekonomi Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perekonomian Indonesia terutama perekonomian makro. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi keilmuan makro, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu melihat bagaimana pengaruh harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi bahan tujukan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang perminyakan di Indonesia.
10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya memfokuskan pada minyak mentah tanpa memasukkan produk olahannya. Harga minyak mentah dunia yang akan digunakan di sini adalah harga minyak mentah jenis West Texas Intermediete yang merupakan acuan harga minyak mentah dunia. Penelitian ini tidak membedakan ketika terjadi kenaikan harga atau penurunan harga minyak dunia. Variabel makroekonomi yang akan dilihat pergerakannya akibat adanya perubahan harga minyak dunia dan volatilitasnya pada penelitian ini adalah Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto, GDP), inflasi, Real Exchange Rate, Suku Bunga Modal Kerja, private consumption, government consumption, investasi, ekspor, dan impor.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Harga Minyak Mentah Dunia Minyak mentah dunia saat ini telah menjadi salah satu input penting dalam
kegiatan produksi ekonomi. Sebagian besar industri menggunakan minyak dalam mejalankan kegiatannya, sebagai contoh adalah industri pesawat terbang yang menggunakan avtur (produk turunan dari minyak mentah) sebagai bahan bakar utamanya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari minyak mentah tidak lepas dari kegiatan kita, sebagai contoh adalah bensin yang digunakan untuk kebutuhan transportasi masyarakat sekarang. Konsumsi terhadap minyak ini tentunya akan mempengaruhi harga minyak yang berlaku. Dalam skala besar permintaan dari banyak negara untuk memenuhi kebutuhan minyak domestiknya akan menciptakan agregat permintaan yang akan mempengaruhi harga minyak dunia. Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak, harga minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh negara-negara penghasil minyak. Minyak mentah dunia banyak dipasok dari negara-negara Timur Tengah, Amerika dan Rusia. Jadi, pasokan yang disediakan oleh negara-negara tersebut menjadi sangat vital dalam pemenuhan kebutuhan minyak dunia. Selain permintaan dan penawaran, harga minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi pemasok utama minyak dunia. Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara importir (konsumen). Harga internasional yang terbentuk merupakan interaksi dari permintaan dan
12
penawaran masing-masing negara. Pembentukan harga internasionel dapat dilihat pada Gambar 2.1. P x /P y
Se
P3
P x /P y
P x /P y
A
SD
Si
A
Ekspor
P2
M
N
P1
E*
B
C
C
B M* DD
N*
Impor
De
Di X
Keseimbangan di negara X
(a)
X
X Keseimbangan di negara Y
Keseimbangan internasonal
(b)
(c)
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 2.1 Pembentukan Harga Internasional Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana keseimbangan internasional terjadi. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa harga internasional terbentuk dari harga domestik negara pengekspor dan pengimpor komoditi (minyak). Kurva D e dan S e melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 1 (eksportir). Sedangkan kurva D i dan S i melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 2 (importir). Panel (a) menunjukkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik C berdasarkan harga di P 1 . Pada panel (c) memperlihatkan bahwa negara 2 akan melakukan produksi dan konsumsinya di titik A berdasarkan harga relatif P 3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif minyak akan berkisar antara P 1 dan P 3 seandainya kedua
13
negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar. Andaikata harga yang berlaku di atas P 1 maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak, apabila harga yang berlaku lebih kecil dari P 3 , maka negara 2 akan mengalami kelebihan permintaan. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangannya akan minyak dari negara 1. Secara spesifik, panel (a) memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P 1 , kuantitas barang yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas barang yang diterima di negara 1. Hal tersebut memunculkan titik c pada kurva S D pada panel (b) (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Panel (a) juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relati P 2 , maka akan terjadi kelebihan penawaran minyak bila dibandingkan dengan permintaannya sebesar MN. Kelebihan sebesar MN tersebutlah yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga P 2 . Kuantitas MN sama dengan BE* pada panel (b). Disitulah terletak E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor minyak dari negara 1 atau S D. Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan P 3 , maka penawaran dan permintaan pada negara 2 akan sama dan berada di titik A sehingga negara A tidak akan mengimpor minyak sama sekali. Titik A terletak pada kurva permintaan impor minyak yang berada di panel (b). Panel (c) juga menunjukkan bahwa pada saat harga berada pada P 2, maka akan terjadi kelebihan permintaan sebesar M*N*. Kelebihan itu sama dengan kuantitas yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan pada harga P 2 . Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan BE* pada panel (b), yang menjadi kedudukan titik E*.
14
Berdasarkan harga P 2 maka kuantitas impor yang diminta oleh negara 2 akan sama dengan kuantitas ekspor yang akan ditawarkan oleh negara 1. Hal itu ditunjukkan oleh perpotongan kurva S D dan D D setelah minyak diperdagangkan diantara kedua negara. Dengan demikian, P 2 menjadi harga internasional atau harga yang terjadi setelah perdagangan internasional. Harga minyak mentah dunia diklasifikasikan berdasarkan kualitas minyak mentah yang dihasilkan di kilang minyak. Beberapa harga minyak mentah dunia tersebut adalah West Texas Intermediete (WTI) atau yang dikenal juga dengan light sweet, Brent Blend, Russian Export Blend, dan OPEC Basket Price. Dari keempat harga minyak tersebut minyak jenis light sweet menjadi acuan harga minyak dunia (Abu, 2011).
2.2
Perdagangan Internasional Menurut Model Mundell-Fleming Model Mundell-Fleming dapat menjelaskan bagaimana perdagangan
internasional dapat mempengaruhi indikator makroekonomi Indonesia. Model ini menjelaskan pasar untuk barang dan jasa sebagaimana model IS-LM. Tetapi model
ini
menambahkan
simbol
baru
untuk
ekspor neto
yang bisa
menggambarkan kegiatan perdagangan. Asumsi yang digunakan adalah negara merupakan negara perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Asumsi ini berarti bahwa tingkat bunga dalam perekonomian domestik sama dengan tingkat bunga dunia. Tingkat bunga ini diasumsikan tetap secara eksogen karena perekonomian tersebut relatif lebih kecil dibandingkan perekonomian dunia sehingga bisa meminjam atau
15
memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar uang dunia tanpa mempengaruhi tingkat bunga dunia. Pasar Barang dan Kurva IS Mundell dan Fleming menjelaskan pasar untuk barang dan jasa sebagaimana model IS-LM, tetapi model ini menambahkan variabel baru yaitu ekpor neto yang merupakan cerminan kegiatan perdagangan. Kegiatan perdangangan (ekspor dan impor) dipengaruhi oleh tingkat kurs mata uang. Ketika terjadi apresiasi mata uang maka akan menyebabkan kenaikan impor dan penurunan ekspor karena harga barang-barang di luar negeri lebih murah bila dibandingkan dengan harga domestik (Mankiw, 2007). Hal ini menyebabkan kurva ekspor neto (NX) miring ke bawah seperti ditunjukkan oleh panel (a) pada Gambar 2.2. Kurva IS dapat diperoleh dengan menderivasi dari kurva ekspor neto dan perpotongan Keynessian. Kurva derivasi IS dapat dilihat pada Gambar 2.2 E
Pengeluaran Aktual Pengeluaran Rencana
Y Kurs, e (riil)
r
(b) Perpotongan Keynes
e2
e1 IS NX 2 NX 1 NX (a) Kurva Ekspor Neto
Y2 Y1 (c) Kurva IS
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.2 Derivasi Kurva IS
Y
16
Kurva IS diderivasi dari kurva ekspor neto dan perpotongan Keynesian. Bagian (a) menunjukkan kurva ekspor neto: kenaikan kurs dari e 1 ke e 2 mengurangi ekspor dari NX 1 ke NX 2. Bagian (b) menunjukkan perpotongan Keynesian: penurunan ekspor neto menggeser pengeluaran rencana ke bawah dan menunjukkan penurunan pendapatan dari Y 1 ke Y 2 . Bagian (c) menunjukkan kurva IS yang meringkas hubungan antara kurs dan pendapatan. Semakin tinggi kurs maka semakin tinggi pendapatan. Pasar Uang dan Kurva LM Kurva LM bergantung pada pergerakan tingkat bunga dan pendapatan. Namun Mundell-Fleming memasukkan variabel tambahan berupa kurs yang merupakan cerminan dari aktivitas perdagangan. Kembali ke asumsi bahwa suku bunga domestik (r) sama dengan suku bunga dunia (r*), maka kurva LM yang dihasilkan akan vertikal. Derivasi kurva LM dapat dilihat pada Gambar 2.3 Suku bunga, r
LM*
r=r*
Y (a) Kurva LM saat Ekonomi tertutup
LM
Y (b) Kurva LM saat Ekonomi terbuka
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.3 Derivasi Kurva LM
17
Bagian (a) menunjukkan kurva LM* standar saat perekonomian tertutup dan garis horisontal menunjukkan tingkat bunga dimana tingkat bunga domestik sama dengan tingka suku bunga dunia. Perpotongan kedua kurva ini menentukan tingkat pendapatan, tanpa memperhitungkan kurs. Karena itu, sebagaimana ditunjukkan gambar (b) kurva LM adalah vertikal untuk perekonomian terbuka kecil. Merakit Model IS-LM Gambar 2.4 menunjukkan hubungan antara kurva IS dan LM yang telah memperhitungkan aktivitas perdagangan. Ekuilibrium untuk perekonomian ditemukan dimana kurva IS dan kurva LM berpotongan. Perpotongan ini menunjukkan kurs serta tingkat pendapatan dimana pasar barang dan pasar uang berada dalam ekuilibrium. Dengan diagram ini, kita bisa menggunakan model Mundell-Fleming untuk menunjukkan bagaimana pendapatan agregat Y dan kurs e menanggapi perubahan kebijakan. Kurs, e
LM
IS Y, Pendapatan
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.4 Kurva IS-LM 2.3
Pengaruh Kebijakan Terhadap Model IS-LM Kebijakan yang diambil oleh sebuah pembuat keputusan tentunya
memiliki pengaruh terhadap aktivitas ekonominya. Kebijakan suatu negara terbagi
18
menjadi tiga kebijakan yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan perdagangan. Pada penelitian ini Indonesia diasumsikan sebagai negara yang menganut sistem tukar bebas (floating exchange rate). Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah untuk
mengintervensi
perekonomian
negaranya.
Instrumen
yang
bisa
dipergunakan oleh pemerintah adalah G (pengeluaran pemerintah) dan T (pajak). Anggaplah pemerintah mendorong pengeluaran domestik dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah atau memotong pajak. Karena meningkatkan pengeluaran yang direncanakan, kebijakan fiskal akan menggeser kurva IS ke kanan, seperti terlihat pada Gambar 2.5, sebagaimana terlihat kurs berapresiasi sedangkan tingkat output tetap. e e2 IS 2 e1
IS 1 Y
Gambar 2.5 Pergeseran Kurva IS Akibat Kebijakan Fiskal
Tindakan ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah akan mengakibatkan kurva IS bergeser dari IS 1 ke IS 2 . Pergeseran ini akan mengakibatkan peningkatan e namun Y tetap. Nilai Y tetap karena ketika e riil naik maka nilai ekspor akan turun. Peningkatan IS akibat peningkatan subsidi itu akan diimbangi dengan penurunan ekspor dengan porsi yang dianggap sama. Sehingga, Y tidak akan mengalami peningkatan. Jadi, kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
19
dalam rezim kurs mengambang tidak akan efektif karena tidak meningkatkan Y atau GDP.
Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter yang biasanya dipegang oleh bank sentral. Di Indonesia kebijakan ini dipegang oleh bank Indonesia. Kebijakan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan atau menurunkan jumlah uang beredar di masyarakat. Anggaplah bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat maka hal ini akan menggeser kurva LM ke kanan seperti pada Gambar 2.6 Kurs, e
LM 1
LM 2
e1 e2 IS Y1
Y2
Y
Gambar 2.6 Pergeseran Kurva LM Akibat Kebijakan Moneter
Tindakan peningkatan jumlah uang beredar yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan menyebabkan peningkatan Y atau GDP Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan moneter memiliki kemampuan untuk mengubah tingkat pendapatan Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan moneter dianggap lebih ampuh bila dibandingkan dengan kebijakan fiskal Kebijakan Perdagangan Kebijakan perdagangan berkaitan dengan kebijakan mengatur jumlah ekspor dan impor suatu negara. Mari kita asumsikan bahwa pemerintah
20
meningkatkan hambatan perdagangan yang masuk ke negaranya. Sehingga nilai impor akan menurun dan ekspor neto akan meningkat. Peningkatan ekspor neto akan mengakibatkan kurva IS bergeser ke kanan dan kasusnya sama seperti kebijakan fiskal yang telah dibahas di atas. Kebijakan ekspansi perdagangan akan mengakibatkan peningkatan nilai kurs namun nilai Y tetap.
2.4
IS-LM Sebagai Teori Permintaan Agregat Kurva permintaan agregat adalah kurva yang menggambarkan hubungan
antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional. Kurva ini akan menjelaskan
tingkat harga akan mempengaruhi pendapatan suatu negara.
Permintaan agregat memiliki bentuk miring ke bawah. Kurva permintaan agregat dapat diderivasi dari kurva IS-LM seperti pada Gambar 2.7. r
LM 2
LM 1
(a) IS Y P (b) P2
AD
P1 Y2
Y1
Y
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.7 Derivasi Kurva AD dari Kurva IS-LM
21
Untuk menjelaskan mengapa kurva permintaan agregat miring ke bawah, kita telaah apa yang terjadi dalam model IS-LM ketika tingkat harga berubah. Hal ini dilakukan pada Gambar 2.6. Untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan mengakibatkan penurunan M/P. Penurunan M/P atau penawaran uang ini akan menggeser kurva LM ke atas, yang mendongkrak tingkat bunga ekuilibrium dan mengurangi tingkat pendapatan ekuilibrium, sebagaimana ditunjukkan oleh bagian (a). Di sini tingkat harga naik dari P 1 ke P 2 dan pendapatan turun dari Y 1 ke Y 2 . Kurva permintaan agregat dalam bagian (b) menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain, kurva permintaan agregat menunjukkan sekumpulan titik ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga dan melihat apa yang terjadi pada pendapatan.
2.5
Teori Fluktuasi Ekonomi Menurut Mankiw (2007), keseimbangan perekonomian terbentuk pada
saat perpotongan kurva permintaan agregat (aggregate demand, AD) dan kurva penawaran agregat (aggregate supply, AS). Dalam jangka panjang, perekonomian berada pada perpotongan kurva penawaran agregat jangka panjang dan kurva permintaan agregat. Karena harga-harga telah disesuaikan pada tingkat yang berlaku maka kurva penawaran agregat jangka pendek juga memotong titik keseimbangan tersebut. Keseimbangan yang dicapai pada jangka panjang akan tercapai pada tingkat output alamiah (full-employment). Kondisi full employment (Y*) dalam keseimbangan jangka panjang ditunjukan pada Gambar 2.8
22
Sementara itu, dalam jangka pendek keseimbangan pada kondisi full employment terkadang tidak dapat terpenuhi. Ketidakseimbangan dari kondisi full employment pada jangka pendek atau yang lebih dikenal dengan siklus bisnis terjadi karena adanya guncangan (shock) dalam perekonomian. Guncangan yang terjadi dapat disebabkan oleh guncangan pada sisi AD ataupun AS. Guncangan tersebut membuat kondisi full employement dapat tidak tercapai
P
LRAS AD
P1
SRAS
Y*
Y(OUTPUT)
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.8 Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan Jangka Panjang Guncangan pada sisi AD misalnya adalah: lonjakan investasi, lonjakan konsumsi, peningkatan dalam nilai tukar secara mendadak, dan pemotongan suku bunga yang tidak diprediksi (Mankiw, 2007). Suatu lonjakan pada sisi AD, misalnya: lonjakan investasi, akan menggeser kurva AD ke kanan. Pergesearan AD ke kanan menyebabkan tingkat output dan harga relatif meningkat (unexpected inflation). Lebih lanjut, dengan pergeseran AS ke kiri maka keseimbangan kembali pada tingkat alamiah dengan tingkat harga yang lebih tinggi (Gambar 2.9).
23
SRAS 1 (P e =P 3 ) P
SRAS 2 (P e =P 1 )
P3 P2 P1
AD 1 Y*
AD 2 Y
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.9 Guncangan Pada Permintaan Agregat Sementara itu, guncangan pada sisi AS misalnya adalah peningkatan harga minyak secara mendadak dan penemuan teknologi baru. Guncangan akibat dari peningkat harga minyak akan menggeser AS ke kiri. Keseimbangan baru terbentuk pada tingkat output yang lebih rendah (stagnasi) dan harga yang lebih tinggi (inflasi). Dengan demikian guncangan kenaikan harga minyak tersebut menyebabkan terjadinya stagflasi. Guncangan pada AD dan AS akan mengakibatkan pergesran kurva AS maupu AD yang akan mengakibatkan perubahan pada tingkat produksi dan harga. Pada sub bab sselanjutnya akan kita lihat bagaimana harga minyak dunia mempengaruhi AD dan AS sebagai salah satu transmisi dalam menuju perubahan pertumbuhan ekonomi.
24
P
LRAS
SRAS 2
SRAS 1 P2
P1
AD
Y*
(output)
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.10 Guncangan Pada Penawaran Agregat
2.6
Makroekonomi Indonesia
2.6.1
Pendapatan Nasional
Makroekonomi Indonesia dapat dihitung dengan penghitungan pendapatan nasional pada waktu tertentu misalnya setahun. Penghitungan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan metode langsung maupun tidak langsung. Penghitungan langsung dapat dilakukan dengan menjumlahkan semua produksi di setiap perusahaan yang ada di negara tersebut. Sedangkan metode tidak langsung yaitu dengan cara penaksiran. Kita tidak perlu menanyakan pendapatan tiap orang, yang jumlahnya jutaan bahkan ratusan juta. Hal yang diperlukan hanyalah penaksiran pendapatan secara keseluruhan untuk setiap kelas-kelas masyarakat (Deliarnov, 1995).
25
Deliarnov (1995) mengatakan bahwa terdapat tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu dengan Pendekatan Produksi (Production Approach), Pendekatan Pendapatan (Income Approach) dan Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) .Pendekatan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah Pendekatan Pengeluaran. Pendekatan ini digunakan karena dianggap cocok dengan keadaan Indonesia yang penduduknya belum terbiasa dengan pembukuan. Pendekatan ini juga dilakukan untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat, sesuatu yang sangat penting bagi pemerintah dan perusahaan dalam mengambil keputusan. Selain itu, data- data yang diperlukan untuk menghitung pengeluaran lebih mudah untuk didapatkan dibandingkan dengan data tentang penerimaan. Pengukuran pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dapat menggunakan persamaan: 𝑃𝑁𝐵 = 𝐶 + 𝐼 + 𝐺 + (𝑋 − 𝑀)....................................................................(2.1) Dimana:
PNB = Produk Nasional Bruto C
= Konsumsi
I
= Investasi
G
= Pengeluaran Pemerintah
X
= Ekspor
M
= Impor Deliarnov (1995) membagi pengeluaran nasional menjadi empat bagian
yaitu:
26
a.
Konsumsi (C) Konsumsi (consumption) adalah sejumlah barang atau jasa yang dibeli
rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok :barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. b. Investasi (I) Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk mendirikan perusahaan baru atau memeperluas perusahaan yang ada. Termasuk disalamnya pengeluaran perusahaan untuk : (a) membeli bahan baku atau material, mesin-mesin, peralatan pabrik, serta semua barang modal lain yang digunakan dalam proses produksi; (b) membeli banguna kantor, pabrik, rumah pegawai, tanah, dan (c) perubahan nilai stok (inventory) c.
Pengeluaran Pemerintah (G)
Pengeluaran
konsumsi
pemerintah
(
Government
Consumption
Expenditure, G) adalah seluruh pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi, misalnya untuk membangun jalan dan jembatan, irigasi, listrik, air minum, dan taman-taman rekreasi d.
Ekspor Bersih (X-M)
Ekspor bersih adalah selisih antara nilai penjualan barang-barang dan jasa ke luar negeri (ekspor, X) dengan nilai barang-barang yang didatangkan dari luar negeri (impor, M). 2.6.2
Inflasi Inflasi digunakkan pada penelitian ini untuk melihat bagaimana keadaan
harga barang-barang yang memiliki bahan input produksi minyak mentah. Hal ini
27
penting untuk mengukur nilai uang yang ada di masyrakat. Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, dan harga adalah tingkat dimana uang dipertukarkan untuk mendapatkan barang atau jasa (Mankiw, 2007). Berdasarkan sebabnya, Friedmann membagi inflasi ke dalam 2 jenis, yaitu Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation adalah inflasi yang timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, dan di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), sehingga akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, harga akan naik. Bila hal ini berlangsung terus menerus maka akan terjadi inflasi berkepanjangan. Sedangkan, Cost Push Inflation adalah inflasi yang disebabkan turunya produksi karena naiknya biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini akan menyebabkan perusahaan akan menaikkan harga barangnya (Mishkin, 2004). Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari beberapa macam barang yang diperjual belikan di pasar. Terutama barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Berdasarkan data harga tersebut maka
disusunlah
suatu
angka
yang
di
indeks.
Angka
indeks
yang
memperhitungkan masing-masing harganya disebut sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK atau Consumer Price Index =CPI). Berdasarkan indeks harga konsumen dapat dihitung laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode tertentu. Adapun rumus untuk menghitung inflasi adalah : 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 =
𝐼𝐻𝐾𝑛 −𝐼𝐻𝐾𝑛−1 𝐼𝐻𝐾𝑛−1
Dimana : IHK n
× 100% .............................................................(2.2)
= Indeks Harga Konsumen pada periode n
IHK n-1 = Indeks Harga Konsumen pada periode sebelum n
28
2.6.3
Tingkat Suku Bunga Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam perekonomian yang
senantiasa diamati setiap hari karena memiliki dampak yang cukup luas pada kehidupan masyarakat. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu dalam menentukan mau diapakan uang yang mereka pegang. Keputusan untuk menghabiskan uang untuk konsumsi atau untuk ditabung atau ditanamkan pada investasi sangat dipengaruhi oleh suku bunga yang berlaku. Suku bunga juga mempengaruhi para pelaku ekonomi dalam bisnis apakah mereka akan membeli peralatan baru atau menyimpan uangnya di bank (Mishkin, 2004). Tingkat suku bunga dibedakan menjadi tingkat suku bunga riil dan nominal. Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga yang berlaku ketika tidak ada anggapan perubahan harga. Sedangkan, tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga riil ditambah dengan penyesuaian tingkat harga. Irving Fisher merumuskan suatu persamaan yang menghubungkan tingkat suku bunga riil dan nominal, yaitu: Tingkat suku bunga nominal = tingkat suku bunga rill + inflasi........... (2.3) i = r + П ................................................(2.4)
2.6.4
Konsep Nilai Tukar Nilai tukar merupakan salah satu variabel terpenting perekonomian
terbuka disamping variabel ekonomi lainnya seperti suku bunga, harga, neraca transaksi berjalan (selisih nilai ekspor dengan impor), neraca pembayaran (balance of payment), serta variabel lainnya. Nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga suatu negara terhadap mata uang negara lainnya.
29
2.7
Volatilitas Dalam studi finansial, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return
investasi yang dilakukan. Investasi dapat berupa reksadana, saham, emas, obligasi dan instrumen lainnya. Semakin tinggi volatilitasnya maka kepastian return suatu investasi akan semakin rendah namun nilainya semakin besar, sedangkan bila nilai volatilitasnya rendah maka resikonya cenderung stabil namun returnnya rendah (Pratama, 2011). Penelitian ini akan meneiliti tingkat volatilitas dari harga minyak dunia akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varians. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai.
2.8
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh
harga minyak terhadap perekonomian. Lescaraoux dan Mignon (2008) meneliti hubungan harga minyak dengan beberapa variabel makroekonomi. Sebanyak 36 negara menjadi objek penelitian mereka selama rentang waktu 1960-2005 dengan menggunakan data tahunan. Negara-negara tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu negara anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries),
30
negara penghasil minyak dan negara pengimpor minyak. Metode VECM (Vector Error Correction Model) digunakan untuk melihat bagaimana hubungan antara
harga minyak dengan GDP, CPI, household consumption, unemployment, dan share price. Mereka menemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang erat antara harga minyak dengan share price di negara-negara pengekspor minyak. Mereka juga menemukan bahwa GDP bergerak secara bersamaan dengan harga minyak dalam jangka waktu 12 tahun. Sementara di negara pengimpor minyak terdapat hubungan yang negatif antara harga minyak dengan share price dan memiliki hubungan positif dengan tingkat unemployment. Mehrara dan Sarem (2009) menggunakan model VECM untuk melihat bagaimana hubungan antara harga minyak dengan GDP di negara pengekspor minyak (Arab Saudi,Iran dan Indonesia). Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1970 sampai 2005. Kesimpulan yang mereka peroleh adalah bahwa di Iran dan Arab Saudi harga minyak memiliki peran penting dalam menjelaskan fluktuasi output dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sementara, di Indonesia peran harga minyak sangat terbatas dalam mmenjelaskan perekonomian Indonesia. Mereka juga menyimpulkan bahwa terdapat peranan penting dari kebijakan politik dalam menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan efektivitas ekonomi. Hsies (2008) menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak 1 persen akan menurunkan GDP riil sebesar 0,042 persen di Korea Selatan. Sementara, Jimenez dan Shancez (2004) menggunakan metode VAR (Vector Auto Regression) untuk meneliti negara G-7. Mereka menemukan bahwa GDP riil negara pengimpor minyak menurun saat harga minyak meningkat.
31
Surjadi (2006) mengatakan bahwa harga minyak yang tinggi dapat menyebabkan kemunduran ekonomi di negara-negara pengimpor minyak dan ekonomi global secara keseluruhan. Pengalihan pendapatan dari pengimpor minyak ke pengekspor minyak tidak simetris karena daya serapnya yang berbeda. Kenaikan harga yang berlanjut juga akan menghambat pemulihan ekonomi global. Negara-negara pengimpor minyak yang tinggi intensitas minyaknya akan mengalami kesulitan yang lebih besar daripada negara2 yang lebih efisien menggunakan minyaknya. Penelitian tentang pengaruh harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian pernah diteliti oleh Ito (2010). Dia menggunakan data triwulanan untuk melihat hubungan harga minyak dan volatilitasnya dengan perekonomian Russia. Menggunakan metode VAR, dia menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak satu persen akan meningkatkan 0,46 persen GDP dan menurunkan 0,17 persen exchange rate. Dalam jangka pendek, (delapan kuarter) kenaikan harga minyak tidak hanya diakibatkan oleh GDP growth dan exchange rate, tapi juga karena peningkatan inflasi. Ito juga menyimpulkan ada keterkaitan yang erat antara volatilitas harga dengan perekonomian Rusia. Guo dan Kliesen (2005) juga melakukan penelitian dampak dari volatilitas harga minyak dunia terhadap perekonomian Amerika Serikat. Pada periode 1984 -2004, volatilitas harga minyak dunia memiliki efek yang signifikan terhadap investasi, konsumsi, tingkat tenaga kerja dan tingkat pengangguran yang terjadi di Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak yang rendah memiliki dampak yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan ketidakpastian harga minyak (volatilitas) harga minyak dunia. Mereka juga menemukan bahwa volatilitas harga
32
minyak dunia lebih dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian, seperti ancaman teroris, dibandingkan dengan keadaan perekonomian Amerika Serikat. Penelitian Gozali (2010), menggunakan data kuartalan dari 1990 sampai 2008, menunjukkan bahwa harga minyak secara signifikan mempengaruhi konsumsi pemerintah dan investasi yang terjadi di Indonesia. Penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari volatilitas harga minyak terhadap perekonomian Indonesia. Dia juga menyimpulkan bahwa harga minyak dan volatilitasnya memiliki hubungan yang saling memperkuat dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia. 2.9
Kerangka Pemikiran Harga minyak dunia dan voaltilitasnya memiliki pengaruh terhadap
beberapa variabel makroekonomi. Pengaruh keduanya memiliki transmisi yang berbeda dalam perekonomian. Pengaruh ini akan coba dilihat dengan metode VAR/VECM. Variabel yang memiliki dampak dari perubahan harga minyak dan volatilitasnya sebaiknya secara cermat dapat diperhatikan agar mempermudah mengambil implikasi kebijakan. Dengan mengetahui variabel mana yang sangat dipengaruhi oleh harga minyak, maka kebijakan antisipatif dapat dilakukan. Pengaruh harga minyak akan coba dilihat terhadap variabel makroekonomi seperti GDP, inflasi, suku bunga modal kerja dan nilai tukar. Untuk memperkaya penelitian maka peneliti akan melihat bagaimana pengaruh guncangan harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel penyusun GDP dari sisi pengeluaran. Variabel tersebut adalahh private concumption (PCON), government consumption (GCON), investasi, ekspor dan impor.
33
Minyak Dunia
Harga
Volatilitas
SBMK RER Inflasi GDP
PCON
GCON
Inves tasi
Ekspor
Impor
Implemen tasi Kebijakan Kestabilan Ekonomi
Gambar 2.11 Kerangka Pemikiran
34
III. METODE PENELITIAN 3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat kuantitatif. Data yang dikumpulkan ada yang berupa data bulanan dan data kuartalan. Karena penelitian ini ingin melihat pengaruh bulanan, maka data kuartalan yang dikumpulin diiterpolasi untuk mendapatkan data bulanannya. Data yang digunakan diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Organization for Economic Co-orperation and Development (OECD), United States Energy Information Administration (U.S EIA) dan sumber lainnya. Periode waktu penelitian adalah 208 pengamatan mulai dari Februari 1993 sampai Desember 2011 yang merupakan data time series.
3.2
Model Penelitian Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
𝑍𝑡 = ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑉𝑎𝑟𝑀𝑎𝑘𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑆𝐵𝑀𝐾𝑡−𝑘 +
∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑅𝐸𝑅𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑂𝐼𝐿𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐻𝑉𝑡−𝑘 +∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐷𝑢𝑚𝑚𝑦𝑡−𝑘
(3.1)
Dimana:
VarMak = Variabel Makro (GDP, PCON, GCON, Investasi, Ekspor dan Impor) SBMK = Suku Bunga Modal Kerja RER
= Real Exchange Rate
OILP
= Oil Price
35
HV 3.3.
= Volatilitas
Metode Analisis Penelitian ini akan menggunakan metode Vector Autoregresive (VAR)
untuk melihat bagaimana pengaruh guncangan harga minyak dan volatilitasnya terhadap keadaan makroekonomi Indonesia. Sedangkan metode Vector Error Correction Model (VECM) akan digunakan jika variabel-variabel yang digunakan semuanya stasioner pada first difference dan terkointegrasi. Untuk melihat tahapan proses pengolahan data dengan menggunakan VAR dapat dilihat dari gambar 3.1 Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan data yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Data kuartalan yang terkumpul akan diinterpolasi dengan menggunakan E Views 6.0. Dengan menggunakan bantuan tersebut diharapkan akan didapat data bulanan yang mendekati nilai yang riil. Beberapa variabel yang perlu dilakukan interpolasi adalah Gross Domestic Product (GDP), Private Consumption (PCON), Government Consumption (GCON), Investasi (INV), ekspor, dan impor. Setelah mendapat data bulanan maka ada beberapa data yang perlu untuk disamakan tahun dasarnya. Hal ini diperlukan agar hasil yang diperoleh nantinya menjadi relevan. Beberapa variabel yang harus disamakan tahun dasarnya adalah GDP, PCON, GCON, INV, ekspor, impor, dan inflasi. Langkah selanjutnya adalah pengujian akar unit terhadap data yang telah dikumpulkan. pengujian akar unit ini biasannya dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Adapun tujuan dari pengujian akar unit ini adalah untuk menguji stasioneritas dan derajat integritas dari variabel tersebut. Jika seluruh data
36
bersifat stasioner pada level, maka kita bisa langsung melakukan estimasi VAR terhadap data tersebut. Apabila data yang ada tidak stasioner pada level maka akan dilakukan uji kointegrasi pada level dan apabila hasilnya terkointegrasi, maka dapat dilakukan estimasi terhadap data menggunakan estimasi VECM.
Data Time Series pada Level
Pengujian Akar Unit Stasioner
Tidak Stasioner Uji Kointegrasi pada level
VAR
Uji Akar Unit pada First Diference
Uji Korelasi antar eror Korelasi Tinggi
Korelasi Rendah
SVAR
VAR
Terkointe -grasi
VECM
Tidak Terkointegrasi
Stasioner
Tidak Stasioner
VAR FD
Impulse Response Function dan Forecast Error Variance Decomposition
Gambar 3.1 Proses Analisis VAR dan VECM
3.3.1. Vector Autoregresive (VAR) Penggunaan pendekatan struktural atas pemodelan persamaan simultan biasanya menerapkan teori ekonomi di dalam usahanya untuk mendeskripsikan hubungan antar variabel yang ingin diuji. Akan tetapi, sering ditemukan bahwa teori ekonomi saja ternyata tidak cukup baik di dalam menyediakan spesifikasi
37
yang tepat atas hubungan dinamis antar variabel. Terkadang, proses estimasi dan inferensi bahkan menjadi lebih rumit karena keberadaan variabel endogen di kedua sisi persamaan yaitu endogenitas variabel di sisi dependen dan independennya. Metode VAR yang merupakan ciptaan Sims pada tahun 1980 kemudian muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan ini melalui pendekatan nonstrukturalnya. Secara garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari pembentukan sebuah sistem persamaan, yaitu deskripsi data, peramalan inferensi struktural, dan analisis kebijakan. VAR menyediakan alat analisa bagi keempat hal tersebut melalui empat macam penggunaannya, seperti Forecasting untuk ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel denga memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel, Impulse Response Functions (IRF) untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu, Forecast Error Decomposition of Variance (FEDVs) untuk memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. VAR adalah model apriori terhadap teori ekonomi. Namun demikian model ini sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Model ini juga menjadi dasar munculnya metode co-integrasi Johansen (1988, 1989) yang sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam perekonomian. Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh:
38
𝒁𝒕 = �
𝒌
𝑨𝒊 𝒁𝒕−𝟏 + 𝑩𝑿𝒕 + 𝜺𝒕
𝒊=𝟏
(3.1)
dimana Zt adalah vektor dari variabel-variabel endogen sebanyak m, Xt adalah vektor dari variabel-variabel eksogen sebanyak d termasuk di dalamnya konstanta (intercept). A1,...,Ap, dan B adalah matriks-matriks koefisien yang aka diestimasi, dan ɛ t adalah vektor dari residual-residual yang secara kontemporer berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilai-nilai lag mereka sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas. Model VAR tidak banyak tergantung pada teori dalam penyusunan model. Semua variabel dianggap dapat mempengaruhi variabel lain maupun sebaliknya. Sehingga penting untuk menganggap semua variabel adalah variabel bebas. Model VAR memiliki kelebihan daripada analisis dengan model lainnya. Kelebihan dari model ini menurut Gujarati (2003) adalah: 1.
Metode VAR mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu.
2.
Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3.
Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.
4.
Metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable) karena bekerja berdasarkan data di dalam model ekonometrika konvensional
39
terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari kesalahan penafsiran. Selain memiliki kelebihan, model VAR juga mendapat kritik dari beberapa ahli. Beberapa kritik tersebut menurut Gujarati (2003) adalah: 1. Model VAR lebih bersifat ateori karena tidak memanfaatkan informasi dari teori-teori terdahulu. 2.
Model VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan karena lebih menitikberatkan pada peramalan (forecasting).
3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tidak tepat. 4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner. 5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan.
3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM) Konsep dasar error correction model atau ECM pertama kali dicetuskan oleh Sargan pada tahun 1964, dalam penelitian hubungan upah dengan harga di Inggris Raya (United Kingdom). Salah satu keunggulan utama ECM adalah kemampuannya mengatasi masalah data yang tidak stationer dan korelasi spurius (Thomas, 1997). Unit root dan stationer merupakan syarat untuk menggunakan ECM, dimana ECM hanya digunakan jika minimal salah satu variabel tidak stationer. Jika seluruh data yang digunakan ternyata stationer, persamaan tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan OLS. Selanjutnya, digambarkan bagaimana variabel-variabel yang tidak stasioner dapat digunakan untuk mengestimasi model dengan mekanisme
40
koreksi kesalahan atau ECM ini. Meskipun tidak stasioner, kenyataannya variabel-variabel tersebut terkointegrasi. Hal ini mengimplikasikan bahwa ada proses penyesuaian mencegah kesalahan dalam jangka panjang menjadi lebih besar lagi. Engel dan Granger (1987) telah membuktikan bahwa variabel yang terkointegrasi seperti ini mempunyai koreksi kesalahan. Hubungan kointegrasi tidak boleh diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang mampu merestriksi kesalahan – kesalahan tersebut. Model VAR yang sebelumnya, kemudian direstriksi untuk memperoleh model yang lebih baik untuk mengestimasi hasil amatan yang dinamakan VECM. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel – variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. 3.3.3. Pengujian Praestimasi Data Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM terlebih dahulu harus dilakukan beberapa pengujian. Berikut ini adalah beberapa pengujian yang harus dilakukan: 1. Uji Stasioneritas Data Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan metode ADF sesuai dengan bentuk tren deterministik yang dikandung oleh setiap variabel. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series non stasioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk first difference atau VECM.
41
Keberadaan
variabel
non
stasioner
meningkatkan
kemungkinan
keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan pengujian unit root terkait dengan the power of test. 2. Penentuan Lag Optimum Dalam VAR penentuan lag optimal sangat penting karena penentuan lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Untuk menetapkan besarnya lag yang optimal (lag length criteria) dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria antara lain: Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Hanna Quinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Namun kriteria panjang lag optimum yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kriteria SC, karena lebih stabil dan konsisten dalam memberikan nilai panjang lag optimum. 3. Uji Stabilitas VAR Dalam prakteknya, stabilitas sistem VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai modulus di Tabel AR roots-nya, jika seluruh nilai AR roots-nya di bawah satu, maka sistem tersebut stabil. 4.
Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-
variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier
42
antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi di sekitar nol. Dengan kata lain, error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Ada beberapa metode yang dapat digunakan
untuk
melakukan
uji
kointegrasi,
seperti
Eagle-Granger
Cointegration Test, Johansen Cointegration Test, dan Cointegration Regression Durbin-Watson Test. Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Keberadaan persamaan kointegrasi ini akan menentukan metode apa yang akan digunakan pada model tersebut. Bila terdapat hubungan minimal satu persamaan
kointegrasi
maka
metode
VECM
akan
digunakan
untuk
mengestimasi model. Sedangkan bila tidak terdapat persamaan kointegrasi maka metode VAR first difference yang akan digunakan.
3.4. Analisis Model VAR/VECM VAR mampu memberikan empat macam analisis yang akan berguna dalam mengeksplorasi data. Forecasting dapat digunakan untuk ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan menggunakan data dari masa lalu. Impulse Response Functions (IRF) untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat
perubahan
atau
shock
suatu
variabel
tertentu,
Forecast
Error
Decomposition of Variance (FEDVs) untuk memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu, dan Granger Causality Test yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar
43
variabel. Namun pada penelitian ini hanya IRF dan FEVD yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan pada permasalahan yang telah diajukan.
3.4.1. Impulse Response Functions (IRF) Impulse response function (IRF) menunjukkan arah hubungan dan besarnya pengaruh suatu variabel endogen terhadap berbagai variabel endogen lainnya yang ada dalam suatu sistem dinamis VAR. IRF dapat digunakan untuk meneliti pengaruh satu standar deviasi kejutan dari satu inovasi terhadap nilai variabel endogen saat ini atau untuk waktu yang akan datang (Arianto, et. al, 2010). 3.4.2. Forecast Error Decomposition of Variance (FEDV) Variance Decomposition atau Cholesky Decomposition memisahkan varian yang ada dalam variabel endogen menjadi komponen- komponen kejutan pada berbagai variabel endogen lainnya dalam struktur dinamis VAR. VDC digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah diberi kejutan, baik kejutan yang berasal dari variabel itu sendiri maupun kejutan dari variabel lainnya. Oleh karena itu, VDC digunakan untuk mengkaji pengaruh relatif suatu variabel terhadap variabel lainnya (Arianto, et. al, 2010).
3.5. Metode Volatilitas Harga Minyak Dunia Volatilitas memiliki pengertian sebagai ketidakpastian terhadap data time series. Ketidakpastian ini menggambarkan seberapa jauh harga minyak
44
melenceng dari harga rata-ratanya pada satu periode. Atau juga dapat dikatakan menggambarkan seberapa besar penyebaran harga minyak dari harga rata-ratanya. Model yang digunakan untuk menggambarkan volatilitas harga minyak dunia pada penelitian ini mengacu kepada model volatilitas yang digunakan Mork (1989) dalam Gozali (2010). Untuk menghitung volatilitas harga minyak dunia maka akan digunakan rumus atau model di bawah ini : 𝐷𝑡
𝐻𝑉𝑡 = �(𝑃𝑑 − [𝑃])2 𝑑=1
(3.2)
Dimana HV t adalah historical volatility menunjukkan volatilitas pada saat t, P d+1 menunjukkan harga minyak pada hari d, sedangkan [P] menunjukkan harga ratarata pada bulan tersebut.
45
IV. GAMBARAN UMUM 4.1
Sejarah Perminyakan Indonesia Minyak bumi merupakan salah satu jenis sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Minyak bumi atau minyak mentah memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama ini. Sebagai salah satu negara yang diberi karunia oleh Tuhan untuk menghasilkan minyak, Indonesia berusaha memanfaatkan karunia tersebut untuk membangun perekonomiannya. Dalam tulisan Dira (2010) yang menguti buku Abdul Kadir (2004), penambangan minyak di Indonesia telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Pengeboran minyak pertama di Indonesia dilakukan oleh J. Reerink pada tahun 1871 atau berselang 12 tahun dari pengeboran pertama yang dilakukan di dunia. Mengetahui adanya potensi ekonomi atas penemuan minyak di Indonesia membuat mereka mendirikan perusahaan minyak yang diberi nama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij atau Royal Dutch Petroleum Company. Sejak saat itu eksploitasi minyak Indonesia dilakukan untuk kepentingan ekonomi. Sejak saat itu minyak bumi menjadi salah satu sumber pendapatan yang digunakan untuk pembanguna perekonomian Belanda. Sejak merdeka pada tahun 1945, kilang-kilang peninggalan Belanda tersebut diteruskan pengelolaannya oleh Indonesia namun masih mendapat bantuan dari perusahaan asing seperti Shell. Produksi minyak Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Seperti terlihat pada Gambar 4.1, produksi minyak Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan pada periode 1970-an. Sejak saat itu produksi minyak Indonesia tetap
46
stabil pada angka 1500 bpd (barel per day) yang merupakan 0.24 persen dari produksi dunia. (BP Statistical Energy Review). 1800 1600
Barel per Hari
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1965 1967 1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989
Sumber: BP Statistical Energy Review
Gambar 4.1 Total Produksi Minyak Indonesia
Periode ini merupakan masa keemasan dari perminyakan Indonesia. Indonesia merupakan penghasil minyak terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ke dua setelah China pada lingkup Asia Pasifik. Eksploitasi minyak besar-besaran dilakukan di beberapa kilang seperti di Langkat, Balikpapan, Dumai dan lainnya. Sejak saat itu minyak menjadi salah satu sumber pendapatan yang dihandalkan pemerintah. Hasil penjualan minyak ke pasar dunia dipergunakan sebagai modal pembangunan di Indonesia. Peningkatan produksi minyak di Indonesia juga dikuti dengan peningkatan harga minyak dunia. Pada tahun 1974 terjadi ledakan (peningkatan yang signifikan) harga minyak dunia untuk pertama kalinya. Harga minyak yang selama ini stabil pada harga US $ 1.8 per barel tiba-tiba melonjak menjadi US $ 11.8 per barel. Data dari BP Statistical Energy Review, menunjukkan bahwa kembali terjadi ledakan harga minyak dunia pada tahun 1979 menjadi US $ 31.9 per barel. Peningkatan produksi dan ledakan harga minyak dunia ini membuat Indonesia seperti mendapat “durian runtuh”. Keuntungan yang diperoleh
47
Indonesia menjadi berlipat ganda. Indonesia memasuki masa keemasan perekonomiannya karena keberhasilan dalam perdagangan minyak mentahnya.
40.00 35.00
US $ per Barel
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 1965 1967 1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989
Sumber: BP Statistical Energy Review
Gambar 4.2 Pergerakan Harga Minyak Dunia
Masa keemasan perekonomian Indonesia ini ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data dari World Bank mencatatkan bahwa pada masa itu ekoonomi Indonesia bertumbuh sebesar 8 sampai 9 persen per tahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi terbesar yang diperoleh oleh Indonesia. Selain meningkatkan GDP Indonesia, perdagangan minyak yang dilakuukan oleh Indonesia juga membawa dampak buruk yang lain. Laju inflasi Indonesia mengalami peningkatan. Masyarakat Indonesia cenderung menjadi masyarakat yang konsumtif. Ditandai dengan meningkatnya nilai impor yang melebihi peningkatan ekspor. Peningkatan ekspor hanya terjadi sebesar 6.8 persen per tahun diiukuti oleh peningkatan impor sebesar 16.6 persen per tahun (Mubyarto, 1988).
48
Melihat gejala diatas menunjukkan bahwa harga minyak dunia menunjukkan pengaruh yangh positif namun membawa serta pengaruh negatifnya terhadap Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa minyak memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Untuk melihat perkembangan pada periode penelitian akan kita lihat pada sub-bab selanjutnya.
4.2
Perkembangan Harga Minyak dan Perekonomian Indonesia Tahun 1993-2011 Perekonomian Indonesia pada periode 1993 sampai 2011 belum bisa
terlepas dari masalah energi. Minyak merupakan salah satu sumber pendapatan non-pajak terbesar yang bisa dimanfaatkan Indonesia. Pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah melalui penjualan minyak pada tahun 1993 mencapai 12 persen dari total pendapatan (termasuk pajak). Pendapatan pemerintah dari minyak ini merupakan pendapatan terbesar kedua setelah pajak (SEKI-BI). 1,400,000 1,200,000
Miliar rupiah
1,000,000 800,000 Total Pendapatan
600,000
Pendapatan dari Minyak
400,000 200,000
2010
2008
2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
-
Sumber : SEKI-BI
Gambar 4.3 Total Pendapatan Pemerintah Indonesia
49
Pendapatan pemerintah
dari tahun 1990 sampai 2011 memang
menunjukkan trend meningkat. Namun kontribusinya terhadap total pendapatan pemerintah semakin lama semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi minyak terhadap pendapatan pemerintah semakin lama semakin kecil. Pemerintah mulai mencari sumber pendapatan yang lain sehingga kontribusi minyak menjadi semakin kecil. Pendapatan pemerintah yang sharenya menurun terhadap total pendapatan ini juga disebabkan oleh penurunan produksi minyak Indonesia sejak tahun 1997. Penurunan produksi ini juga ternyata diikuti oleh peningkatan konsumsi energi nasional. Hingga akhirnya pada pertengahan 2003 Indonesia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan domestiknya sendiri. Sejak saat itu juga Indonesia berubah menjadi negara net-importir minyak (lihat Gambar 4.4). 1800
konsumsi
1600
produksi
1400 ribu barel
1200 1000 800
Indonesia Menjadi Net-importir Minyak
600 400 200
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
0
Sumber : BP Statistical Review of World Energy Market 2010 (diolah)
Gambar 4.4 Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia
50
Harga minyak pada periode 1993 sampai 2011 mengalami beberapa kali kenaikan dan penurunan. Beberapa hal menyebabkan harga minyak di pasar Internasional menjadi sangat fluktuatif. Ketegangan politik yang terjadi di Timur Tengah, peningkatan permintaan akibat kebutuhan negara-negara industi baru seperti China, Korea dan India menyebabkan harga minyak terus meningkat. Pada masa periode penelitian harga minyak memiliki nilai yang cenderung meningkat. Harga minyak dunia tertinggi tercatat pada tahun 2008 sebesar US $130 per barel yang merupakan nilai tertinggi dari harga minyak sepanjang sejarah. Melihat harga minyak yang tinggi pada tahun 2008 ini OPEC mencoba untuk mengatur pasar agar nilainya tidak terlalu melonjak sehingga pada tahun 2009 harganya sempat turun. Namun setelah itu harga minyak tetap memiliki keccendrungan meningkat sampai 2011. 140 120
US $ pe barel
100 80 60 40 20 Jan-1993 Dec-1993 Nov-1994 Oct-1995 Sep-1996 Aug-1997 Jul-1998 Jun-1999 May-2000 Apr-2001 Mar-2002 Feb-2003 Jan-2004 Dec-2004 Nov-2005 Oct-2006 Sep-2007 Aug-2008 Jul-2009 Jun-2010 May-2011
0
Sumber : U.S Energy Information and Administration
Gambar 4.5 Harga Minyak Dunia
Fluktuasi yang terjadi pada harga minyak dunia meningkatkan ketidakpastian pada harga minyak dunia meningkat. Harga harian minyak dunia
51
sangat fluktuatif bila dibandingkan dengan nilai rata-ratanya. Ketidakpastian harga minyak dunia belakangan ini cenderung terjadi karena ketegangan yang terjadi pada negara suplier minyak dunia di Timur Tengah. Selain itu krisis global yang terjadi pada tahun 2008 juga memiliki dampak yang membuat harga minyak dunia menjadi semakin tiidak pasti. Ketidakpastian harga minyak dunia merupakkan salah satu penyebab keraguan pengambil keputusan untuk melakukan kegiatan ekonominya. GDP Indonesia dari tahun 1993 sampai 2011 mengalami kecenderungan meningkat. Peningkatan ini banyak didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia karena peningkatan jumlah penduduk. Hampir 60 persen GDP, dari sisi pengeluaran, disumbang oleh private consumption. Sedangkan government consumption , investasi dan trade balance masing-masing 8%, 22%, dan 10% (SEKI-BI). Sesuai dengan teori dan transmisi yang telah ditampilkan pada bab sebelumnya maka harga minyak akan mempengaruhi variabel-variabel penyusun GDP tersebut. Guncangan yang terjadi pada harga minyak akan mempengaruhi pergerakan nilai dari variabel-variabel tersebut. Meski bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pergerakan tersebut, harga minyak tentunya memiliki pengaruh yang signifikan. Mengingat minyak merupakan salah satu input yang vital dalam perekonomian, tentunya harga minyak akan mempengaruhi keputusan ekonomi para pelaku ekonomi. Tingkat inflasi Indonesia pada periode penelitian cenderung stabil pada angka nol sampai dua persen. Namun ada beberapa lonjakan yang terjadi, seperti pada tahun 1998 mencapai delapan persen. Hal itu terjadi saat Indonesia terkena
52
dampak dari krisis moneter yang melanda dunia saat itu. Tingkat inflasi yang cenderung stabil ini memang menunjukkan indikator perekonomian yang baik. Tingkat inflasi yang cenderung stabil ini akibat dari kebijakan pemerintah yang tetap mempertahankan harga minyak domestiknya dibawah harga internasional. Mekanismenya adalah dengan memberikan subsidi kepada Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebagai salah satu negara yang menganut sistem perekonomian yang terbuka, Indonesia tentunya tak lepas dari kegiatan perdagangan internasional. Nilai ekspor dan impor Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya pada masa periode penelitian. Kontribusi trade balance terhadap GDP pun selalu meningkat setiap tahunnya. Pada perkembangannya mata uang Rupiah bila dibandingkan dengan mata uang Dollar selalu meningkat. Artinya mata uang kita mengalami depresiasi. Harga minyak yang meningkat akan mengakibatkan neraca pembayaran negara pengimpor minyak sehingga menekan mata uang domestik terhadap asing sehingga nilai barang-barang luar negeri akan lebih mahal dan mendorong ekspor.
4.3
Kebijakan yang Telah Dilakukan Dalam Mengatasi Dampak Harga Minyak dan Volatilitasnya Kebijakan utama yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menggatasi
gejolak harga minyak dunia selama ini adalah dengan memberikan subsidi kepada harga minyak domestik. Harga BBM di Indonesia tetap dipertahankan berada di bawah harga minyak dunia. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi masyrakatnya yang merupakan konsumen minyak dunia dari kenaikan harga-
53
harga secara umum. Kebijakan ini dilakukan untuk meredam gejolak sosial yang akan terjadi apabila harga minyak domestik dinaikkan oleh pemerintah. Pertamina, sebagai perusahaan pemerintah, membeli minyak dari luar negeri dengan harga internasional. Namun, menjualnya dengan nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah kepada masyarakat. Selisih harga beli dan harga jual Pertamina ini akan diganti oleh pemerintah yang diambil dari APBN (Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara). Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1960. Pada masa itu uang hasil penjualan minyak ke luar negeri yang diperoleh oleh pemerintah menjadi sumber utama untuk membiayai subsidi ini. Namun sekarang pendapatan pemerintah dari penjualan minyak telah mengalami penurunan. Akibatnya harus ada sumber pendapatan lain yang akan diambil oleh pemerintah untuk membiayai subsidi ini. Subsidi yang diberikan pemerintah terhadap BBM mengalami nilai yang selalu meningkat setiap tahunnya. Terlihat pada tahun 2008, subsidi pemerintah terhadap BBM mencapai Rp. 126,816 miliar. Nilai ini merupakan nilai tertinggi dalam periode penelitian. Kenaikan tahun 2008 ini tentunya dipengaruhi oleh meningkatnya harga minyak pada tahun 2008 menjadi 128 US $ per barel. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak dunia mengakibatkan semakin banyak jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk subsidi.
54
140,000 120,000
Miliar rupiah
100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 -
Sumber : SEKI-BI
Gambar 4.6 Besaran Subsidi BBM yang Diberikan Pemerintah
Kenaikan subsidi yang diikuti dengan penurunan pendapatan pemerintah dari sektor minyak menyebabkan beban yang harus ditanggung oleh pemerintah menjadi berat. Subsidi menjadi memberatkan APBN pemerintah. Akhirnya pemerintah harus mencari sumber pendanaan lain atau mengalihkan subsidi lain ke subsidi minyak. Karena dianggap memberatkan APBN maka banyak yang mengusulkan untuk penghapusan subsidi ini harus dilakukan. Oleh karena itu pemerintah mulai meningkatkan harga minyak domestiknya, salah satu cara mengurangi subsidi. Pengaruh harga minyak dunia terhadap APBN Indonesia membuat pemerintah harus berhati-hati dalam menyusun asumsi harga minyak dunia yang akan digunakan dalam penyusunan APBN agar tidak terjadi defisit yang tidak diinginkan. Hal ini perlu dilakukan agar pemerintah lebih mudah dalam menyusun kebijakan berkaitan dengan harga minyak tersebut.
55
Saat ini juga pemerintah sedang berusaha untuk mengalihkan penggunaan minyak bumi ke sumber energi lain. Sumber energi lain itu antara lain adalah batu bara dan gas. Hal ini dianggap perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi kita terhadap minyak bumi. Batu bara dan gas alam jumlahnya lebih melimpah bila dibandingkan dengan keberadaan minyak bumi. Namun, batu bara dan gas alam juga bukan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan cepat. Pemakaiannya yang berlebihan akan kembali membawa kita pada masalah yang sama dengan masalah yang ditimbulkan oleh minyak bumi. Kita hanya akan mengulangi kesalahan yang sama. Untuk itu perlu dipikirkan solusi jangka panjang yang lebih solutif. Seperti pencarian sumber energi yang sifatnya dapat diperbaharui.
56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil Uji Praestimasi Data
5.1.1
Uji Kestasioneritas Data Sebelum mengestimasi variabel menggunakan Vector Auto Regresive
(VAR) dengan data time series, maka diperlukan uji stasioneritas terlebih dahulu. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah variabel mengandung akar unit atau unit root. Apabila variabel yang mengandung akar unit diestimasi, maka akan menghasilkan hasil regresi yang palsu (spurious regression). Regresi palsu adalah hasil estimasi menunjukkan bahwa antar variabel memiliki hubungan namun kenyataannya tidak valid. Uji stasioneritas dilakukan terhadap masing-masing variabel. Untuk melihat ada atau tidaknya akar unit, kita dapat menggunakan indikator Augmented Dicky Fuller (ADF) test. Kestasioneritasan data dapat dilihat dengan membandingkan nilai statistik ADF variabel dengan nilai kritis Mc Kinnon. Dalam metode ADF, hipotesis yang digunakan adalah H 0 : µ=0, data mengandung akar unit sehingga tidak stasioner. Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah H 1 = µ<0, data tidak mengandung akar unit sehingga stasioner. Kita akan menolak H 0 , apabila nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai kritie Mc Kinnon. Uji akar unit terlebih dahulu dilakukan pada tingkat level. Hal ini penting untuk melihat apakah data yang digunakan stasioner pada level karena berkaitan dengan metode yang akan kita gunakan. Apabila data telah stasioner pada tingkat level maka metode yang digunakan adalah VAR. Pada hasil uji stasioneritas data pada tingkat level dapat dilihat bahwa hanya data hanya variabel inflasi, GCON (Government Consumption), PCON (Private Consumption), harga minyak
57
(OILP), Suku Bunga Modal Kerja (SBMK), dan HV (Historical Volatility). Sedangkan variabel lainnya tidak stasioner pada tingkat level. Karena ada variabel yang tidak stasioner pada tingkat level maka perlu dilakukan uji stasioneritas data pada tingkat first difference-nya. Pada tingkat first difference, hasil uji menunjukkan bahwa semua data telah stasioner pada tingkat first difference. Hasil uji stasioneritas dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil uji stasioneritas data Nilai ADF Variabel Level First Difference Inflasi -6.164848 -11.97914 Ln_ekspor 1.302227 -3.36557 Ln_gcon 2.651883 -5.040943 Ln_gdp 1.53499 -2.292308 Ln_impor 0.958988 -4.188813 Ln_inv 0.693597 -3.06689 Ln_pcon 2.975617 -2.61409 Ln_rer 0.915335 -11.4721 Oilp -4.362777 -9.957465 SBMK -4.398551 -17.38613 HV -3.110099 -21.5403 Catatan : bercetak tebal menunjukkan stasioner pada taraf nyata 5%
5.1.2
Hasil Uji Lag Optimum Penelitian kali ini akan mencoba untuk melihat bagaimana pengaruh harga
minyak dunia dan volatilitasnya terhadap perekonomian Indonesia dari periode 1993 sampai 2011. Untuk melihat perbedaan pengaruh ketika menjadi neteksportir minyak dengan net-importir minyak maka model akan menggunakan empat jenis periodesisasi. Pertama tahun 1993-2011 tanpa dummy, 1993-2011 dengan dummy, periode tahun 1993-2002, dan yang terakhir adalah periode 20032011. Sehingga terdapat empat model yang akan diuji lag optimumnya.
58
Uji lag optimum perlu dilakukan untuk menghindari adanya autokorelasi pada model. Panjang selang akan dicari dengan menggunakan kriteria Schwarz Information Criterion (SC). Hasil uji lag optimum dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Panjang Lag Optimum Makro Indonesia SC Lag 1993-2011 1993-2011 1993-2002 2003-2011 (dummy) (no-dummy) 0 30.51238 30.46296 22.34019 24.83953 1 14.42051* 16.6901 12.61198* 13.51293* 2 14.54371 16.50145* 12.81525 13.87448 3 15.22957 16.90357 13.84223 14.6483 4 15.52284 16.9324 14.17881 15.18342 5 16.24509 17.3467 14.97303 16.09734 6 16.96334 17.77272 15.60472 16.9973 7 17.73462 18.25732 16.69148 17.8829 8 18.60506 18.83829 17.55243 18.58278 Catatan: Tanda asterik (*) menunjukkan lag yang akan dipilih
Penelitian ini juga akan melihat bagaimana pengaruh harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel makro Indonesia terhadap komponen penyusun GDP, yaitu PCON, GCON, Investasi, Ekspor dan Impor. Hasil uji lag optimum untuk model-model tersebut tersaji pada Tabel 5.3. Periodesasi yang digunakan adalah tahun 1993-2011 dengan dummy. Tabel 5.3 Hasil Uji Panjang Lag Optimum Penyusun GDP SC Lag PCON INV Ekspor GCON 0 30.47638 31.96875 31.60049 31.30225 1 2 3 4 5 6
15.08411* 15.19861 15.91324 16.80574 17.61495 18.37599
18.31303* 18.52231 19.18029 19.64951 20.11039 20.7924
15.42701* 15.5366 16.22701 16.87015 17.67143 18.47011
16.67421* 16.82895 17.45517 18.06546 18.70876 19.51023
Catatan: Tanda asterik (*) menunjukkan lag yang akan dipilih
Impor 31.75452 16.28138* 16.29995 16.9274 17.7072 18.41214 19.23423
59
5.1.3
Hasil Uji Stabilitas VAR Panjang lag yang telah diperoleh pada uji lag optimum di atas selanjutnya
akan diuji stabilitasnya.Uji stabilitas VAR perlu dilakukan untuk memastikan bahwa model yang digunakan akan menghasilkan IRF dan FEVD yang valid dan konsisten. Suatu system VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle. Dari hasil pengujian stabilitas VAR maka semua sistem atau model yang digunakan pada penelitian ini telah stabil. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada lampiran. 5.1.4 Model VAR Setelah mendapat panjang lag optimum dan memastikan bahwa model telah stabil, maka dapat disusun model VAR yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun model VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model VAR GDP 1993-2011 dengan Dummy 𝑍𝑡 = ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑆𝐵𝑀𝐾𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑅𝐸𝑅𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑂𝐼𝐿𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐻𝑉𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐷𝑢𝑚𝑚𝑦𝑡−𝑘 (5.1)
Model VAR GDP 1993-2011 tanpa Dummy 𝑍𝑡 = ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑆𝐵𝑀𝐾𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑅𝐸𝑅𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑂𝐼𝐿𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐻𝑉𝑡−𝑘 (5.2)
Model VAR GDP 1993-2002 𝑍𝑡 =
∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑆𝐵𝑀𝐾𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑅𝐸𝑅𝑡−𝑘 +
60
∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑂𝐼𝐿𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐻𝑉𝑡−𝑘
(5.3)
Model VAR GDP 2002-2011 𝑍𝑡 =
∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑆𝐵𝑀𝐾𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑅𝐸𝑅𝑡−𝑘 +
∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑂𝐼𝐿𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐻𝑉𝑡−𝑘 (5.4)
Model VAR GDP 2002-2011 𝑍𝑡 = ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐴𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑆𝐵𝑀𝐾𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑅𝐸𝑅𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝑂𝐼𝐿𝑃𝑡−𝑘 + ∑𝑛𝑘=1 �𝑘 𝐻𝑉𝑡−𝑘
(5.5)
Dimana: n = jumlah lag optimum k = lag ke-k A = Variabel penyusun GDP yaitu, PCON, GCON, INV, Ekspor, dan Impor
5.1.5
Uji Kointegrasi Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan
jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi
61
dengan menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi terlebih dahulu. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Model-model yang digunakan pada penelitian ini memiliki dua sampai tiga persamaan kointegrasi. Adanya persamaan kointegrasi ini menunjukkan bahwa model estimasi VECM dapat dilakukan. Hasil uji kointegrasi masing-masing periode dapat dilihat pada Tabel 5.4. Sedangkan uji kointegrasi untuk variabel penyusun GDP dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.4. Jumlah Kointegrasi Makro Indonesia
Periodesasi
Komponen None At most 1 At most 2 Trace Statistic 193.823* 95.59003* 41.15599* 1993-2011 5 % critical (dummy) values 83.93712 60.06141 40.17493 Trace Statistic 272.4938* 141.7575* 46.82867 1993-2011 (no5 % critical dummy) values 111.7805 83.93712 60.06141 Trace Statistic 155.8657* 80.99147* 30.83504 5 % critical 1993-2002 values 83.93712 60.06141 40.17493 Trace Statistic 202.1464* 95.65397* 41.31454 5 % critical 2003-2011 values 103.8473 76.97277 54.07904 Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan rank jumlah kointegrasi
At most 3 21.90529
Jumlah Kointegrasi
24.27596 27.83741
3
40.17493 11.5536
2
24.27596 24.45028
2
35.19275
2
Tabel 5.5 Jumlah Kointegrasi Penyusun GDP
Variabel PCON GCON INV
Komponen Trace Statistic 5 % critical values Trace Statistic 5 % critical values Trace Statistic
None 260.5677* 111.7805 256.3558* 111.7805 282.4287*
At most 1 135.9606* 83.93712 136.2069* 83.93712 146.9093*
At most 2 43.24436 60.06141 41.87116 60.06141 48.31633
At most 3 24.72665 40.17493 22.96133 40.17493 28.64036
Jumlah Kointegrasi 2 2 2
62
5 % critical values 111.7805 83.93712 60.06141 Trace Statistic 262.4415* 134.1959* 42.49514 EKSPOR 5 % critical values 111.7805 83.93712 60.06141 Trace Statistic 270.8349* 143.7932* 49.11506 IMPOR 5 % critical values 111.7805 83.93712 60.06141 Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan rank jumlah kointegrasi
40.17493 23.25254 40.17493 25.7054 40.17493
2 2
Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa sistem atau model yang digunakan dalam penelitian ini semuanya memiliki kointegrasi. Sehingga VECM akan dipilih sebagai alat estimasi untuk menjawab tujuan penelitian. 5.2
Hubungan Harga Minyak dan Volatilitasnya Dengan Variabel Makroekonomi Berdasarkan Hasil Estimasi VECM
5.2.1
Hubungan Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap GDP Hasil estimasi VECM GDP dapat dilihat pada Tabel 5.6. Hasil estimasi
yang ditampilkan ini akan menunjukkan bagaimana pengaruh harga minyak dan volatilitasnya dari berbagai periode penelitian yang dilakukan. Pembagian periode ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan pengaruh harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap GDP ketika Indonesia masih berstatus net-eksportir minyak (1993-2002) dengan status Indonesia sebagai net-importir minyak (20032011). Selain itu juga ditambahkan variabel dummy yang membedakan status Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pada semua pembagian periode terlihat bahwa harga minyak dunia berhubungan negatif dengan GDP Indonesia. Artinya, kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan penurunan GDP Indonesia pada jangka panjang. Sedangkan variabel volatilitas memiliki hubungan yang positif dengan GDP Indonesia. Hal ini berlaku pada setiap pembagian periode yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan ketidakpastian
63
harga minyak dunia akan meningkatkan GDP Indonesia pada jangka panjang dari tahun 1993 sampai 2011. Pada jangka pendek harga minyak hanya berpengaruh signifikan terhadap GDP Indonesia pada periode 1993-2002. Harga minyak dunia dan volatilitasnya memiliki dampak yang signifikan terhadap GDP Indonesia dalam jangka panjang di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa harga minyak dan volatilitasnya memiliki dampak terhadap kondisi makroekonomi Indonesia. Tabel 5.6. Pengaruh Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap GDP Variabel
1993-2011
1993-2002
2003-2011
-0.117176
-0.692519
-0.01432
[-0.29242]
[-2.99999]**
[-0.21340]
dummy SBMK(-1) Jangka Panjang
no-dummy
-0.411599
-0.522369
1.978219
-3.752038
[-0.47329]
[-2.27993]*
[ 2.46470]*
[-3.54321]**
-0.338558
-0.288938
-0.906301
-0.018911
[-5.68995]**
[-5.49435]**
[-5.85631]**
[-3.84411]**
0.062004
0.05898
0.269461
0.003475
[ 10.9762]**
[ 7.03363]**
[ 7.34646]**
[ 7.86705]**
-0.000197
-0.000197
-0.000544
0.00456
[-1.38995]
[-0.55619]
[-1.96732]*
[ 1.11250]
-0.001371
-0.002333
-0.002158
0.001411
[-2.41194]*
[-2.68745]**
[-2.50993]*
[ 0.75742]
0.489851
0.531759
0.506368
0.519116
[ 8.16884]**
[ 7.63992]**
[ 6.21643]**
[ 5.77665]**
0.001139
0.00223
0.001634
-0.008022
[ 0.81710]
[ 1.45313]
[ 0.97581]
[-1.44528]
-0.000186
0.000362
0.0000176
-0.007352
[-0.16205]
[ 0.30025]
[ 0.01373]
[-1.47305]
-0.013078
-0.017682
-0.016676
0.022617
[-1.12528]
[-1.46882]
[-1.21433]
[ 0.72368]
0.000115
0.00013
-0.001592
0.000292
D(OILP(-1))
[ 0.53513]
[ 0.58416]
[-1.96580]*
[ 1.49541]
D(HV(-1))
-2.83E-06
-2.61E-06
-0.000063
-0.00000334
RER(-1) OILP(-1) HV(-1)
3.345635 Dummy(-1) CointEq1 CointEq2 D(LN_GDP(-1)) Jangka Pendek
D(INFLASI(-1)) D(SBMK(-1)) D(LN_RER(-1))
[ 1.18319]
64
[-0.70368]
[-0.44832]
[-1.20702]
[-0.89952]
-0.003166 D(DUMMY(-1)) [-0.26368] Catatan: - Angka yang tidak dalam kurung merupakan koefisien - Angka dalam [ ] menunjukkan t-statistik - Tanda (**) menunjukkan signifikan pada taraf nyata satu persen, tanda (*) menunjukkan signifikan pada taraf nyata lima persen - Nilai t-ADF untuk nilai kritis satu persen sama dengan 2.598 dan untuk lima persen sama dengan 1.946
Hasil estimasi VECM untuk GDP menunjukkan bahwa harga minyak dunia dan volatilitasnya memiliki hubungan yang sama terhadap GDP Indonesia pada masing-masing periodesasi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh harga minyak dunia terhadap GDP ketika Indonesia berstatus sebagai net-eksportir (1993-2002) minyak ataupun net-importir minyak (2003-2011) . Hal ini diperkuat dengan tidak signifikannya pengaruh dummy terhadap GDP Indonesia.
5.2.2
Hubungan Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap Inflasi Hasil estimasi VECM inflasi dapat dilihat pada Tabel 5.7. Hasil estimasi
yang ditampilkan ini akan menunjukkan pengaruh harga minyak dan volatilitasnya dari berbagai periode penelitian yang dilakukan. Pembagian periode ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan pengaruh harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap inflasi saat Indonesia masih berstatus net-eksportir minyak (1993-2002) dan status Indonesia sebagai net-importir minyak (20032011). Selain itu juga ditambahkan variabel dummy yang membedakan status Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pada semua pembagian periode terlihat bahwa harga minyak dunia berhubungan positif dengan inflasi Indonesia.
65
Artinya, kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan peningkatan inflasi Indonesia pada jangka panjang. Sedangkan variabel volatilitas memiliki hubungan yang negatif dengan inflasi Indonesia. Hal ini berlaku pada setiap pembagian periode yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan ketidakpastian harga minyak dunia akan menurunkan inflasi Indonesia pada jangka panjang dari tahun 1993 sampai 2011.
Tabel 5.7. Pengaruh Harga Minyak dan Volatilitasnya Terhadap Inflasi Variabel
1993-2011
1993-2002
2003-2011
-0.154353
0.079917
0.115464
[-1.50930]
[ 1.30388]
[ 0.77771]
dummy SBMK (-1) Jangka Panjang
no-dummy
0.062193
-0.35952
-0.996493
7.65587
[ 0.28021]
[-5.80421]**
[-4.67605]**
[ 3.26753]**
0.055435
0.083162
0.261327
0.029657
[ 3.65050]**
[ 5.84946]**
[ 6.35990]**
[ 2.72461]**
-0.01091
-0.014672
-0.052262
-0.006176
[-7.56768]**
[-6.47231]**
[-5.36639]**
[-6.31939]**
-0.093624
-0.123802
-0.080471
-3.333091
[-8.13217]**
[-4.47106]**
[-3.67229]**
[-11.0546]**
-4.43E-01
-0.479022
-0.504904
-1.597853
[-9.59137]**
[-7.06695]**
[-7.41266]**
[-11.6613]**
-18.16268
-11.07844
-21.73317
-8.881604
[-3.72747]**
[-2.03881]*
[-3.36786]**
[-1.34349]
-3.77E-05
-0.115081
0.048201
3.080748
[-0.00033]
[-0.96061]
[ 0.36333]
[ 7.54529]**
0.062445
0.077271
0.017251
2.765192
[ 0.66795]
[ 0.82099]
[ 0.16998]
[ 7.53100]**
9.46266
9.624225
8.206193
0.153444
D(LN_RER(-1))
[ 10.0205]**
[ 10.2408]**
[ 7.54317]**
[ 0.06674]
D(OILP(-1))
0.002059
-0.007451
0.023323
-0.014708
RER (-1) OILP (-1) HV (-1)
-0.763593 Dummy (-1) CointEq1 CointEq2
Jangka Pendek
D(LN_GDP(-1)) D(INFLASI(-1)) D(SBMK(-1))
[-1.05810]
66
D(HV(-1))
[ 0.11741]
[-0.42936]
[ 0.36347]
[-1.02237]
0.00044
4.51E-04
0.000174
0.000604
[ 1.34589]
[ 0.99212]
[ 0.04219]
[ 2.21099]*
-0.416354 Catatan:
D(DUMMY(-1)) [-0.42676] - Angka yang tidak dalam kurung merupakan koefisien - Angka dalam [ ] menunjukkan t-statistik - Tanda (**) menunjukkan signifikan pada taraf nyata satu persen, tanda (*) menunjukkan signifikan pada taraf nyata lima persen - Nilai t-ADF untuk nilai kritis satu persen sama dengan 2.598 dan untuk lima persen sama dengan 1.946
Pada jangka pendek, hanya ketidakpastian harga minyak dunia yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi Indonesia, itupun terjadi pada periode 2002-2011. Hasil estimasi VECM untuk inflasi menunjukkan bahwa harga minyak dunia dan volatilitasnya memiliki hubungan yang sama terhadap inflasi Indonesia pada masing-masing periodesasi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh harga minyak dunia terhadap inflasi ketika Indonesia berstatus sebagai net-eksportir (1993-2002) minyak ataupun net-importir minyak (2003-2011) . Hal ini diperkuat dengan tidak signifikannya pengaruh dummy terhadap inflasi Indonesia.
5.3
Hasil Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) adalah suatu metode yang digunakan
untuk menentukan respons suatu variabel endogen terhadap suatu guncangan (shock) tertentu. Guncangan yang terjadi pada suatu variabel biasanya tidak hanya ditransmisikan pada variabel itu sendiri tapi juga terhadap variabel lain. IRF dapat digunakan untuk mengukur pengaruh suatu guncangan pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang.
67
Berdasarkan hasil estimasi VECM yang telah dilakukan di atas, tadi kita telah menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hubungan antara harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel makro Indonesia. Berdasarkan kesimpulan itu, maka kita akan memilih salah satu periodesasi yang kita lihat bagaimana pengaruh guncangan harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel makro Indonesia. Periodesasi yang akan dipilih adalah periode 19932011 dengan menggunakan dummy. Periodesasi ini dipilih karena dianggap lebih lengkap untuk menggambarkan hasil estimasi. Dengan pemilihan ini, diharapkan kita akan dapat melihat bagaimana pengaruh guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel makro Indonesia. Berikut ini akan ditampilkan hasil IRF pengaruh guncangan harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel makro Indonesia seperti GDP, inflasi, nilai tukar dan suku bunga modal kerja. Pada sub-bab selanjutnya akan ditampilkan hasil IRF pengaruh guncangan pada harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel penyusun GDP seperti PCON, GCON, investasi, ekspor dan impor.
5.3.1 Hasil Guncangan Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Variabel Makro Indonesia Berdasarkan Hasil IRF 1. Pengaruh guncangan harga minyak dunia terhadap variabel makro Indonesia.
68
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LN_GDP to OILP
Response of INFLASI to OILP
.0008
.08
.0006 .06 .0004 .0002
.04
.0000 .02 -.0002 -.0004
.00 25
50
75
100
25
Response of SBMK to OILP
50
75
100
Response of LN_RER to OILP .000
.00 -.02
-.002
-.04 -.004 -.06 -.006 -.08 -.008
-.10 -.12
-.010 25
50
75
100
25
50
75
100
Gambar 5.1 Hasil IRF Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makro Indonesia
Hasil IRF harga minyak dunia dapat dilihat pada Gambar 5.1. Dari gambar dapat dilihat bahwa guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia sebesar satu deviasi akan menyebabkan : a) GDP akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai pada bulan ke-26 dengan respon sebesar -0,0003 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. b) Inflasi akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-33 dengan respon sebesar 0,0213 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. c) Suku Bunga Modal Kerja (SBMK) akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-37 dengan respon sebesar 0,0577 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan.
69
d) Real Exchange Rate (nilai tukar, RER) akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-24 dengan respon sebesar 0,0079 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. 2. Pengaruh guncangan volatilitas harga minyak dunia terhadap variabel makro Indonesia. Hasil IRF volatilitas harga minyak dunia dapat dilihat pada Gambar 5.2. Dari gambar dapat dilihat bahwa guncangan yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia sebesar satu deviasi akan menyebabkan : a) GDP meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-26 dengan respon sebesar 0,0023 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. b) Inflasi akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-39 dengan respon sebesar -0,0073 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. c) Suku Bunga Modal Kerja (SBMK) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-34 dengan respon sebesar 0,0087 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. d) Real Exchange Rate (nilai tukar, RER) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-24 dengan respon sebesar 0,0052 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan.
70
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LN_GDP to HV
Response of INFLASI to HV
.0025
.00
.0020
-.02
.0015 -.04 .0010 -.06 .0005 -.08
.0000 -.0005
-.10 25
50
75
25
100
Response of SBMK to HV
50
75
100
Response of LN_RER to HV
.16
.007 .006
.12
.005 .004
.08 .003 .002
.04
.001 .00
.000 25
50
75
100
25
50
75
100
Gambar 5.2 Hasil IRF Volatilitas Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makro Indonesia Waktu yang dibutuhkan oleh variabel makro Indonesia untuk memberikan respon yang stabil terhadap guncangan harga minyak dunia dan volatilitasnya secara keseluruhan melebihi 12 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh guncangan harga minyak dunia adalah pengaruh yang permanen 5.3.2 Hasil
Guncangan
Harga
Minyak
Dunia
dan
Volatilitasnya
Terhadap Variabel Penyusun GDP Indonesia Berdasarkan Hasil IRF 1. Pengaruh guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP Indonesia Response of LN_PCON to Cholesky One S.D. OILP Innovation
Response of LN_GCON to Cholesky One S.D. OILP Innovation
.0035
.024
.0030
.020
.0025 .016
.0020 .012
.0015 .008
.0010 .004
.0005 .0000
.000
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
71
Response of LN_INV to Cholesky One S.D. OILP Innovation
Response of LN_EKSPOR to Cholesky One S.D. OILP Innovation
.007
.010
.006 .008
.005 .006
.004 .003
.004
.002 .002
.001 .000
.000
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Response of LN_IMPOR to Cholesky One S.D. OILP Innovation .024
.020
.016
.012
.008
.004
.000 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Gambar 5.3 Hasil IRF Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Penyusun GDP Indonesia Hasil IRF harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP dapat dilihat pada Gambar 5.3. Dari gambar dapat dilihat bahwa guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia sebesar satu deviasi akan menyebabkan : a) Private Consumption (PCON) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-23 dengan respon sebesar 0,0032 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. b) Government Consumption (GCON) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-20 dengan respon sebesar 0,0231 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan.
72
c) Investasi (INV) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-29 dengan respon sebesar 0,0064 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. d) Ekspor akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-18 dengan respon sebesar 0,0098 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. e) Impor akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-28 dengan respon sebesar 0,0219 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. Dari hasil IRF guncangan harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP, terlihat bahwa guncangan sebesar satu deviasi akan menyebabkan peningkatan pengeluaran Indonesia secara umum. Kenaikan yang terbesar terjadi terhadap GCON sebesar 0,0231 persen dan respon terkecil diberikan oleh PCON dengan respon sebesar 0,0032 perssen. Dari hasil IRF juga dapat dilihat bahwa dampak guncangan harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP adalah pengaruh yang permanen (waktu yang dibutuhkan untuk stabil lebih dari 12 bulan). 2. Pengaruh guncangan yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP Indonesia.
73
Response of LN_GCON to Cholesky One S.D. HV Innovation
Response of LN_PCON to Cholesky One S.D. HV Innovation .0006
.0035
.0005
.0030
.0004
.0025
.0003
.0020
.0002
.0015
.0001
.0010
.0000
.0005 .0000
-.0001 10
20
30
40
50
60
70
80
90
20
10
100
30
40
50
60
70
80
90
100
90
100
Response of LN_EKSPOR to Cholesky One S.D. HV Innovation
Response of LN_INV to Cholesky One S.D. HV Innovation .000 .0001
-.001 .0000
-.002 -.0001
-.003 -.004
-.0002
-.005 -.0003
-.006 -.0004
-.007 -.008
-.0005 10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
100
20
30
40
50
60
70
80
Response of LN_IMPOR to Cholesky One S.D. HV Innovation .001
.000
-.001
-.002
-.003
-.004
-.005 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Gambar 5.4 Hasil IRF Volatilitas Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Penyusun GDP Indonesia
Hasil IRF volatitas harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP dapat dilihat pada Gambar 5.4. Dari gambar dapat dilihat bahwa guncangan yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia sebesar satu deviasi akan menyebabkan :
74
a) Private Consumption (PCON) akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-27 dengan respon sebesar 0,0002 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. b) Government Consumption (GCON) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-29 dengan respon sebesar 0,00001 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. c) Investasi (INV) akan meningkat pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-33 dengan respon sebesar 0,0001 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. d) Ekspor akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-21 dengan respon sebesar 0,0070 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. e) Impor akan menurun pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-27 dengan respon sebesar 0,0047 persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. Dari hasil IRF guncangan volatilitas harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP, terlihat bahwa guncangan sebesar satu deviasi akan menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah dan investasi di Indonesia secara umum. Sedangkan pada PCON, ekspor dan impor mengalami penurunan. Dari hasil IRF juga dapat dilihat bahwa dampak guncangan volatilitas harga minyak dunia terhadap variabel penyusun GDP adalah pengaruh yang permanen (waktu yang dibutuhkan untuk stabil lebih dari 12 bulan).
75
Hasil penelitian terhadap guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia dan volatilitasnya menunjukkan bahwa guncangan harga minyak dunia memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap variabel penyusun GDP Indonesia bila dibandingkan dengan guncangan yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia. Dari hasil di atas kita bisa melihat bahwa guncangan harga minyak dunia dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran Indonesia. Terutama pada pengeluaran pemerintah. Peningkatan ini disebabkan oleh mekanisme subsidi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi mayarakatnya.
5.4
Kontribusi Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia Berdasarkan Hasil FEVD
1. Hasil FEVD terhadap GDP Hasil FEVD terhadap GDP Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.7. Dari tabel terlihat bahwa pada periode pertama, GDP itu seratus persen dipengaruhi oleh GDP itu sendiri. Sampai pengamatan ke-100 terlihat bahwa keragaman pada GDP hampr 90 persen diprngaruhi oleh GDP itu sendiri. Setelah itu, secara berurutan, RER, inflasi, HV, SBMK dan OILP mempengaruhi keragaman GDP sebesar 5% , 4%, 0.6%, 0,1% dan 0,01%.
Tabel 5.8 Hasil FEVD Terhadap GDP Period LN_GDP INFLASI SBMK LN_RER OILP HV DUMMY 1 100 0 0 0 0 0 0 12 91.17159 3.853386 0.094245 4.454684 0.018521 0.396731 0.010842 24 89.57733 4.361785 0.126316 5.345495 0.016121 0.561778 0.01118
76
36 48 60 72 84 100
89.12771 88.91779 88.79624 88.71696 88.66117 88.60826
4.503761 0.135582 5.595535 0.015915 0.610218 4.570043 0.13991 5.712271 0.015822 0.632845 4.608421 0.142415 5.779863 0.015768 0.645947 4.633451 0.14405 5.823947 0.015733 0.654492 4.651066 0.1452 5.85497 0.015708 0.660506 4.667773 0.146291 5.884395 0.015685 0.666209
0.011277 0.011323 0.011349 0.011366 0.011378 0.01139
Variabel OILP dan HV memiliki kontribusi yang relatif kecil terhadap keragaman GDP. Hal ini menunjukkan bahwa dari semua variabel yang ada menujukkan bahwa harga minyak dunia dan volatilitasnya bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan perubahan GDP Indonesia.
2. Hasil FEVD terhadap Inflasi Hasil FEVD terhadap inflasi dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada periode pertama keragaman yang terjadi pada inflasi 99 persen dipengaruhi oleh nilai inflasi itu sendiri. Namun setelah itu kontribusi inflasi terhadap nilai inflasi itu sendiri terus menurun hingga hanya mencapai 50 persen. Selama periode pengamatan terlihat bahwa variabel yang paling berpengaruh atas keragaman inflasi itu, dari yang paling besar, adalah inflasi itu sendiri, RER, SBMK, GDP, OILP, dan HV dengan kontribusi masing-masing sebesar 51%, 25%, 13%, 8%, 1,8%, dan 1,2 %.
Tabel 5.9 Hasil FEVD Terhadap Inflasi Period LN_GDP INFLASI SBMK 1 12
0.324192 99.67581
LN_RER OILP 0
0
HV 0
DUMMY 0
0
8.610619 57.97804 1.679886 29.24851 0.979979 1.417509
0.085461
77
24
8.357458 56.79262 3.896011 28.32033 1.142927 1.364857
0.125799
36
8.121358 55.74934 5.886598 27.48935 1.277594 1.314106
0.16166
48
7.909515 54.81354
60
7.718415 53.96937 9.283202 26.07147
72
7.545155 53.20401
84
7.387347 52.50691 12.07394
100
7.67233 26.74391 1.398323 1.268558
0.193829
1.50723 1.227469
0.222848
10.7437 25.46179 1.605971 1.190217
0.249158
24.9065 1.695905 1.156287
7.197602 51.66872 13.67339 24.23882
1.80404 1.115489
0.273122 0.301935
Kontribusi variabel OILP dan HV terhadap keragaman inflasi relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan kontribusi variabel lain. Namun dapat kita lihat bahwa kontribusi OILP terhadap keragaman inflasi mengalami peningkatan setiap periodenya. Sedangkan variabel HV mengalami penurunan kontribusi setiap periodenya.
3. Hasil FEVD terhadap SBMK Hasil FEVD terhadap SBMK dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel ini menunjukkan bahwa pada periode awal keragaman SBMK dipengaruhi oleh nilai inflasi dan SBMK itu sendiri dengan kontribusi 58% dan 48%. Setelah itu kontribusi kedua variabel tersebut mengalami penurunan. Selama rentang periode dapat dilihat bahwa keragaman SBMK dipengaruhi oleh, dari yang paling besar, SBMK, inflasi, RER, GDP, OILP, dan HV dengan kontribusi masing-masing adalah 45%, 35%, 13%, 5%, 0,9%, dan 0,2%.
Tabel 5.10 Hasil FEVD Terhadap SBMK Period LN_GDP INFLASI SBMK
LN_RER OILP
HV
DUMMY
78
1
0.802089 58.60508 40.59283
0
0
0
0
12
3.780502 32.53801 46.81627 14.01041
1.55103 1.249676
0.054094
24
4.509653 34.39835 45.60503 13.55755 1.203776 0.679262
0.046373
36
4.799829 35.09077 45.11177 13.41656 1.068516 0.469089
0.043473
48
4.95016 35.44931 44.85617 13.34367 0.998446 0.360272
0.041972
60
5.042074 35.66852 44.69989 13.29911 0.955604 0.293741
0.041054
72
5.104082 35.81641 44.59447 13.26904 0.926701 0.248857
0.040435
84
5.148737 35.92292 44.51854 13.24739 0.905887 0.216533
0.039989
100
5.191895 36.02585 44.44516 13.22647 0.885771 0.185294
0.039558
Kontribusi variabel OILP dan HV terhadap keragaman SBMK relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan kontribusi variabel lain. Namun dapat kita lihat bahwa kontribusi OILP dan HV terhadap keragaman SBMK mengalami penurunan setiap periodenya.
4. Hasil FEVD terhadap RER Hasil FEVD terhadap RER dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pada periode awal, keragaman RER sebagian besar dipengaruhi oleh nilai RER itu sendiri dengan kontribusi sebesar 96 persen. Sedangkan inflasi berkontribusi sebesar tiga persen. Sepanjang periode [enelitian terlihat bahwa nilai RER itu sendiri dominan mempengaruhi keragaman RER dengan kontribusi sebesar 93 persen. Setelah itu diikuti oleh GDP, OILP, SBMK, HV dan inflasi dengan kontribusi masing-masing sebesar 4,6%, 0,8%, 0,4%, 0,3%, dan 0,07%. Tabel 5.11 Hasil FEVD Terhadap RER Period LN_GDP INFLASI SBMK 1
0.01116 3.841517
LN_RER OILP
0.01186 96.13546
HV 0
DUMMY 0
0
79
12
4.369676 0.609992
0.47849 93.50354 0.664328 0.283159
0.090819
24
4.530223 0.310775
0.4634 93.45482 0.795945 0.344758
0.100078
36
4.583295 0.208549 0.458054 93.43842 0.841924 0.366508
0.103246
48
4.610079 0.156944 0.455355 93.43015 0.865139 0.377491
0.104845
60
4.626232 0.125822 0.453727 93.42516
0.87914 0.384114
0.105809
72
4.637035 0.105007 0.452638 93.42182 0.888504 0.388544
0.106454
84
4.644769 0.090106 0.451858 93.41943 0.895208 0.391716
0.106916
100
4.652206 0.075776 0.451108 93.41713 0.901655 0.394766
0.10736
Kontribusi variabel OILP dan HV terhadap keragaman RER relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan kontribusi variabel lain. Namun dapat kita lihat bahwa kontribusi OILP dan HV terhadap keragaman SBMK mengalami peningkatan setiap periodenya.
5.5
Pembahasan Secara Keseluruhan Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pengaruh dari kenaikan harga
minyak dunia tidaklah baik untuk perekonomian Indonesia. Ini terlihat dari kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan menurunnya GDP Indonesia dan meningkatnya tingkat harga rata-rata (inflasi) di Indonesia. Hal ini dapat mendorong Indonesia pada keadaan stagflasi, dimana pertumbuhan ekonomi stagnan (tetap) bahkan mungkin cenderung turun sedangkan harga-harga tetap naik (inflasi). Keadaan ini merupakan hal yang harus sangat dihindari dalam perekonomian. Indonesia merupakan negara yang mengalami perubahan status dalam perdagangan minyaknya. Sebelum tahun 2003, Indonesia adalah net-eksportir
80
minyak dunia. Setelah itu statusnya berubah menjadi net-importir minyak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa status ini tidak mempengaruhi pengaruh harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia, setidaknya dari tahun 1993 sampai tahun 2011. Hal ini mungkin disebabkan oleh produksi Indonesia sebenarnya sudah mengalami penurunan sejak 1997, sedangkan konsumsinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan konsumsi minyak inilah yang mungkin menyebabkan perekonomian Indonesia mendapat efek yang negatif dari kenaikan harga minyak dunia. . Berdasarkan data yang dirilis oleh BP Statistical Review of World Energy Market, konsumsi Indonesia sebesar 939 ribu barel per hari pada tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009 dengan konsumsi sebesar 1.289 ribu barel per hari. Peningkatan ini diprediksi akan terus meningkat karena beberapa faktor antara lain karena terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan konsumsi ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Produksi Indonesia menurun sejak 1993 dan belum ada perkembangan peningkatan hingga saat ini. Penuruna ini selain disebabkan oleh menurunnya cadangan minyak Indonesia namun lebih disebabkan oleh kegagalan Indonesia dalam mengeksploitasi ladang minyaknya.
81
1800
konsumsi
1600
produksi
1400 ribu barel
1200 1000 800 600 400 200 2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
0
Sumber : BP Statistical Review of World Energy Market 2010 (diolah)
Gambar 5.5 Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia Peningkatan konsumsi Indonesia ini mungkin adalah penyebab utama dari tidak ada perbedaan dampak dari status Indonesia sebagai net-eksportir minyak maupun net-importir minyak. Dampak buruk kenaikan harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai dirasakan oleh Indonesia sejak 1993. Untuk melihat perbedaan ini mungkin diperlukan pemanjangan periode penelitian hingga tahun 1980 atau sebelumnya. Guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia ternyata menyebabkankan sektor pengeluaran Indonesia. Tercatat konsumsi pemerintah dan masyarakat mengalami peningkatan akibat dari guncangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa guncangan harga minyak dunia sangat mempengaruhi konsumsi Indonesia. Peningkatan ini bila tidak diiukuti dengan peningkatan pendapatan mungkin akan membahayakan perekonomian baik masyarakat maupun pemerintah. Sebenarnya guncangan yang terjadi pada harga minyak mampu meningkatkan nilai ekspor Indonesia, namun di sisi lain guncangan ini juga meningkatkan impor dengan nilai
82
yang lebih besar. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah bahwa guncangan harga minyak dunia dapat memperburuk kegiatan perdagangan Indonesia. Guncangan yang terjadi pada ketidakpastian harga minyak dunia ternyata membuat konsumsi mayarakat menurun. Hal ini disebabkan karena keraguan pada masyarakat akan guncangan ketidakpastian harga minyak menjadi lebih berhatihati dalam menggunakan konsumsi mereka. Mereka akan cenderung memilih untuk menunda konsumsinya sehingga akan menurunkan konsumsi. Guncangan yang terjadi pada ketidakpastian pada harga minyak akan menyebabkan penurunan investasi pada 12 periode awal atau setahun setelah terjadinya guncangan. Ini merupakan sinyal yang tidak baik bagi iklim perekonomian Indonesia. Namun pada jangka panjang akan meningkat karena ada kemungkinan perusahaan akan mencari alternatif pengganti dari minyak tersebut. Hasil FEVD memperlihatkan bahwa harga minyak dunia dan volatilitasnya bukan merupakan faktor utama penggerak perekonomian Indonesia. Namun, mereka memiliki kontribusi dalam menjalankan roda perekonomian. Harga minyak dunia dan volatilitasnya merupakan salah satu faktor penentu pelaku ekonomi Iindonesia dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya. Sebenarnya, besar atau tidaknya pengaruh minyak terhadap perekonomian, menurut Sujardi (2006), sebenarnya dipengaruhi oleh (1) pangsa biaya minyak dalam dalam pendapatan nasional, (2) tingkat ketergantungan pada minyak impor, dan (3) kemampuan pemakai akhir untuk mengurangi konsumsinya dan beralih dari minyak ke sumber energi lainnya.
83
5.6 Implementasi Kebijakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam merespon guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia, variabel makroekonomi membutuhkan waktu yang berbeda untuk mncapai respon yang stabil. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang dapat mengatur perekonomian berdasarkan perbedaan waktu tersebut. Misalnya, pada guncangan harga minyak dunia akan direspon stabil oleh GDP mulai bulan ke-26. Sedangkan inflasi, pada bulan ke-33. Hasil ini menunjukkan bahwa efek harga minyak terhadap GDP lebih cepat bila dibandingkan dengan inflasi. Untuk itu, pemerintah harus menetapkan kebijakan terkait GDP terlebih dahulu untuk menjaga GDP tetap meningkat. Setelah kebijakan dapat menjaga GDP stabil hingga bulan ke-26, maka setelah itu perlu diimplimentasikan kebijakan yang dapat menjaga agar inflasi tidak melonjak. Perbedaan waktu respon yang stabil ini bisa menjadi acuan pemerintah untuk mengambil waktu pengambilan keputusan. Sebagai negara perekonomian terbuka kecil, Indonesia tentunya tidak memiliki kemampuan dalam mengontrol harga minyak dunia. Hal yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah mengeluarkan kebijakan yang dapat mengurangi dampak guncangan harga minyak dunia tersebut. Selama ini kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan subsidi agar minyak mentah yang diperdagangkan di Indonesia dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga tidak terjadi gejolak sosial dan politik dalam negeri. Namun pemberian subsidi ini sangat memberatkan pemerintah. Ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa guncangan harga minyak akan menyebabkan peningkatan
84
pada konsumsi pemerintah. Pemberian subsidi terus menerus akan mengakibatkan pembengkakan pada APBN (Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara). Hal ini tentu tidak baik untuk kesehatan APBN pemerintah. Subsidi minyak merupakan subsidi yang bersifat konsumtif, sehingga subsidi ini tidak akan menghasilkan peningkatan output secara langsung. Pemberian subsidi minyak juga mengakibatkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak itu sendiri. Harga minyak domestik yang selalu dijaga rendah oleh pemerintah akan membuat masyarakat tidak termotivasi untuk melakukan inovasi mencari alternatif energi lain. Harga domestik yang rendah membuat penggunaan minyak menjadi tidak efisien karena masyarakat sangat mudah untuk mendapatkan dan menggunakan minyak. Penggunaan minyak yang berlebihan juga berdampak pada kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekonomi yang terus menerus. Kegiatan ekonomi ini biasanya menghasilkan residu CO 2 yang tidak baik untuk lingkungan. Selain masalah pembengkakan yang terjadi pada APBN pemerintah, subsidi juga mengakibatkan meningkatkan penyelundupan minyak dalam negeri untuk dijual di luar negeri. Disparitas harga dalam dan luar negeri menyebabkan permasalahan penyelundupan BBM dalam skala yang besar marak terjadi. Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat dan pemerintah. Minyak yang seharusnya dapat dipergunakan untuk kepentingan domesti malah dijual untuk digunakan oleh masyarakat luar negeri. Asas keadilan juga menjadi pertimbangan perlunya penghapusan subsidi ini. Selama ini subsidi minyak dianggap tidak tepat sasaran karena sebagian besar dinikmati
oleh
masyarakat
berpenghasilan
tinggi.
Masyarakat
yang
85
berpenghasilan rendah memiliki kebutuhan akan minyak yang relatif rendah bila dibandingkan dengan masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Pemberian subsidi terus menerus kepada masyarakat sebenarnya memiliki dampak yang tidak baik bagi berjalannya perekonomian Indonesia. Untuk itu banyak kalangan yang berpendapat bahwa subsidi yang diberikan pemerintah kepada BBM sebaiknya segera dihapuskan. Namun, penghapusan ini perlu dilakukan secara bertahap dan dengan perhitungan yang baik dan benar. Penghitungan yang dilakukan oleh tim P2E-LIPI (Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menunjukkan bahwa biaya bagi perekonomian Indonesia dari kenaikan harga BBM, langkah pengurangan subsidi, ternyata jauh lebih tinggi dari keuntungan berupa penghematan dalam APBN. Biaya ini belum memasukkan biaya sosial yang tidak mudah penghitungannya. Selain akan mengahsilkan masalah ekonomi, pengurangan ini juga akan mengakibatkan permasalahan sosial yang tidak kecil sebagai efek lanjutan dari kenaikan harga BBM tersebut. Biaya sosial yang akan timbul sebagai efek langsung dari kenaikan harga BBM adalah menurunnya kualitas pendidikan dan kesehatan rakyat kategori miskin dan rentan miskin. Akses mereka terhadap pendidikan dan kesehatan akan semakin sulit. Kenaikan harga BBM juga akan mengakibatkan menyempitnya lapangan kerja yang memicu meningkatnya tingkat kriminalitas. Kejadian ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh pemerintah dengan memberikan bantuan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan kepada masyarakat miskin. Namun keberadaan BLT ini menimbulkan masalah baru. Ketidakkuratan data yang dimiliki oleh pemerintah tentang siapa yang
86
berhak dan tidak berhak atas BLT ini merupakan permasalahan utama. Kesalahan sasaran BLT ini dapat mengakibatkan masyarakat yang seharusnya berhak malah tidak mendapat bantuan dan sebaliknya. Hal ini dapat memicu kerusuhan sosial. Belum lagi isu yang menyatakan bahwa pemberian BLT ini hanyalah slat politik pemerintah untuk menarik simpati masyarakat. Besarnya biaya yang harus ditanggung apabila pemerintah mencabut subsidi haus menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam akibat dari kenaikan harga BBM dalam negeri. Penghapusan subsidi BBM perlu dilakukan secara bertahap dan menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Dalam merespon guncangan harga minyak dunia, negara-negara industri maju yang tergabung dalam G-7 menggunakan kebijakan moneternya dalam upaya mengurangi dampak dari guncangan harga minyak dunia. Hal ini terjadi karena mereka tidak mampu atau tidak bisa menggunakan kebijakan fiskal, subsidi, karena pemerintah mereka tidak diperbolehkan untuk mengintervensi perekonomian. Secara teoritis menurut seharusnya diberlakukan kebijakan penurunan suku bunga dalam mengurangi dampak dari guncangan. Namun kenyataannya negarnegara maju malah meningkatkan suku bunganya. Kejadian ini juga terjadi di Indonesia. Tahun 2004 hingga tahun 2006 terjadi guncangan harga minyak dunia yang cukup besar. Namun Bank Indonesia, pemegang kebijakan moneter, malah meningkatkan suku bunga dari 7.39 persen pada kuartal tiga tahun 2004 menjadi 12.75 persen pada kuartal keempat tahun 2005. Mankiw (2003) menyatakan bahwa apabila terjadi guncangan harga minyak dunia yang akan menyebakan
87
penurunan penawaran maka pemerintah (otoritas fiskal) dan bank sentral (otoritas moneter) dapat mengatasinya sehingga perekonomian kembali stabil. AD 2 AD 1
LRAS
AD
LRAS
P2
SRAS 2 P 2
SRAS 2
P1
SRAS 1 P 1
SRAS 1
B
Y*
B
Y*
Sumber: Mankiw (2007)
Gambar 5.6 Kebijakan Stabilisasi Ketika terjadi penurunan penurunan dari SRAS 1 ke SRAS 2 , pemerintah harus melakukan kebijakan yang dapat meningkatkan kembali Agregate Demand (AD) agar perekonomian kembali ke posisi full-employment. Upaya peningkatan ini dapat dilakukan dengan kebijakan fiskal seperti pemberian subsidi sehingga akan kembali meningkatkan AD masyarakat. Selain kebijakan fiskal, otoritas moneter juga dapat melakukan kuasanya untuk mengintervensi perekonomian. Intervensi yang dapat dilakukan oleh otoritas moneter dapat berupa ekspansi atau kontraksi. Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh bank sentral adalah suku bunga. Ekspansi moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga acuan sehingga jumlah uang beredar dimasyarakat akan meningkat dan dapat digunakan untuk membeli minyak yang harganya naik sehingga GDP dapat meningkat kembali. Namun kebijakan ini bisa mengakibatkan kenaikan hargaharga secara umum (inflasi). Kontraksi moneter dapat dilakukan dengan meningkatkan suku bunga acuan sehingga jumlah uang beredar di masyarakat
88
akan berkurang dan inflasi dapat dicegah. Namun kebijakan ini berdampak negatif terhadap GDP karena masyarakat akan kekurangan uang dalam berproduksi. Pilihan kebijakan yang dilakukan otoritas moneter sangat bergantung kepada keadaan negara dan variabel mana yang sangat ingin dilindungi oleh bank sentral. Pada tahun 2004 sampai 2005 pemerintah meningkatkan suku bunga (kontraksi moneter) adalah untuk melindungi masyarakat dari kenaikan hargaharga secara umum dengan harapan GDP dapat meningkat dengan bantuan sektor lain. Kebijakan subsidi dan kebijakan moneter merupakan kebijakan yang bersifat jangka pendek. Indonesia perlu memformulasikan kebijakan yang sifatnya jangka panjang. Indonesia harus mengurangi ketergantungannya terhadap minyak dunia. Pengurangan ini dapat dilakukan dengan mencari atau mengembangkan alternatif energi yang ada. Sumber enrgi bukan hanya berada pada minyak. Masih banyak alternatif sumber energi yang dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia seperti batu bara dan gas yang keberadaannya melimpah di Indonesia. Namun hal ini masih menyisakkan masalah lingkungan karena hasil buangan dari barang tersebut tidak baik untuk kesehatan dan sifatnya juga tidak dapat diperbaharui. Banyak sumber alternatif energi yang banyak dikembangkan di dunia saat ini. Diantaranya adalah nuklir, air, tenaga matahari, tenaga angin dan lain sebagainya. Batu bara dan gas menjadi salah satu alternatif yang saat ini sangat dipertimbangkan oleh pemerintah sebagai pengganti minyak bumi. Menurut blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2006-2025, Indonesia memiliki cadangan batu bara sebesar 29.3 miliar ton dan untuk gas sebesar 185.8 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet). Kondisi cadangan ini membuat Indonesia
89
memiliki alternatif yang jumlahnya lebih banyak dari minyak bumi yang hanya 9.1 miliar barel. Pemerintah sebenarnya sudah merencanakan diversifikasi energi tersebut. Hal ini tertuang dalam blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2006-2025 yang dikeluarkan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam blueprint itu tertulis sasaran-sasaran pemerintah dalam pengelolaan energi sampai tahun 2025. Sasaran tersebut antara lain adalah 1. Peranan minyak bumi menurun menjadi maksimum 20% pada 2025 2. Peranan gas bumi meningkat menjadi minimum 30% pada tahun 2025 3. Peranan batubara meningkat menjadi 33% pada tahun 2025, melalui pemanfaatan brown coal, coal liquefaction dan briket batubara 4. Peranan panas bumi dan biofuel meningkat masing-masing menjadi 5% pada tahun 2025 5. Peranan energi baru dan terbarukan lainnya meningkat menjadi 5% pada tahun 2025 Terlihat jelas bahwa pemerintah berusaha untuk meningkatkan peran serta batu bara dan gas sebagai salah satu energi yang harus dimanfaatkan sebagai pengganti minyak bumi. Kebijakkan yang telah dilakukan antara lain adalah konversi minyak tanah ke gas. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap minyak dan beralih ke gas yang potensinya sangat besar di Indonesia. Keberadaan batu bara dan gas sebenarnya memberikan gambaran yang solutif terhadap diversifikasi energi. Namun, kebijakan ini memiliki kelemahan besar bahwa batu bara dan gas ini merupakan bahan bakar fosil yang bisa habis
90
atau tidak dapat diperbaharui dalam jangka pendek. Penggunaan batu bara dan gas yang terus menerus akan membawa kita kembali pada permasalahan minyak tadi. Pada suatu saat cadangan itu akan habis dan produksi kita akan menurun. Untuk itu pemerintah perlu memikirkan solusi yang mencakup jangka yang lebih panjang. Penggunaan batu bara dan gas bisa menjadi salah satu alternatif jangka pendek yang dapat dilakukan oleh Indonesia. Selain itu juga harus dipersiapkan solusi jangka panjang yang akan diambil. Beberapa solusi jangka panjang yang dapat dilakukan adalah dengan mencari sumbber laternatif energi yang dapat diperbaharui. Salah satu yang dapat menjadi pertimbangan adalah mengembangkan industri Bahan Bakar Nabati (BBN, biofuel). BBN dapat didefinisikan sebagai bahan bakar transportasi yang berbasis tumbuhan seperti dari komoditas pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan makanan (OECD, 2006). BBN dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan bahan bakunya. Pertama adalah bioetanol yang bahan bakunya berasal dari alkohol yang strukturnya sama dengan bir atau minuman anggur. Bahan bakunya biasanya berasal dari tanaman yang mengandung gula seperti tebu dan singkong. Yang kedua adalah biodiesel yang terbuat dari bahan seperti kacang kedelai, biji bunga matahari, kelapa sawit dan jarak pagar. Sebagai negara agraris, Indonesia sangat potensial mengembangkan industri biofuel-nya sendiri. Bahan baku berupa tanaman energi juga tersebar dari Sabang sampai Merauke. Selain itu penggunaan bahan bakar ini juga mmenghasilkan pembakaran yang lebih bersih, tidak ada asap dan tidak ada jelaga dan juga lebih
91
irit bila dibandingkan dengan minyak bumi. Penggunaan BBN juga berpeluang menyerap tenaga kerja, memperbaiki lingkungan, mengurangi tingkat kemiskinan dan memperkuat sistem ekonomi. Pengembangan industri BBN masih memunculkan permasalahan dalam pengembangannya. Menurut Sanusi (2008), permasalahan yang timbul akibat dari pengembangan BBN ini antara lain adalah pengembangan BBN ini menghasilkan efek radikal terhadap pertanian. Kekurangan bahan makanan akan terjadi. Pengembangan BBN dapat menekan naik harga pangan dunia. Lahan-lahan yang tadinya
digunakan
untuk
menanam
tanaman
pangan
dialihkan
untuk
menghasilkan tanaman yang mampu menghasilkan BBN. Hal ini yentu akan mengurangi pasokan pangan dunia sehingga harga-harga akan menjadi tinggi. Solusi jangka panjang yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah adalah dengan mengembangkan sumber energi yang berasal dari alam seperti sinar matahari, angin, diesel dan nuklir. Penggunaan minyak bumi di indonesia saat ini banyak digunakan untuk menghasilkan listrik. Untuk itu perlu dilakukan juga penghematan dalam penggunaan listrik yang akan menghemat energi. Hal yang dilakukan adalah dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) yang menggunakan bantuan alam seperti angin, sinar matahari, arus air laut, dan lain sebagainya. Namun pengembangan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu biaya subsidi yang tadi dihapuskan oleh pemerintah sebaiknya dialokasikan untuk penbembangan elternatif energi terbaru dan pengembangan PLTH. Perlu dibuat satu slot pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk mencari alternatif energi terbarukan dalam APBN.
92
Selain itu peran pemerintah daerah juga perlu dipertimbangkan. Meskipun harga minyak yang berlaku di Indonesia merupakan isu nasional namun pemerintah daerah dapat membantu dalam mengurangi konsumsi energi. Pemerintah daerah dapat mengembangkan Desa Mandiri Energi (DME). Desa Mandiri Energi adalah desa yang mampu menyediakan energi minimal untuk desa itu sendiri. Sumber energi bisa diperoleh dari bahan bakar nabati ataupun menggunakan tenaga alam. Desa-desa ini bisa menjadi pilot project untuk menjadi penghasil energi yang terbarukan. Dengan program DME, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan membuat warga desa lebih produktif serta menghilangkan ketergantungan energi. Dan setelahnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk. Volatilitas atau ketidakpastian harga minyak ternyata juga memiliki dampak terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah juga perlu melihat pergerakan dari ketidakpastian harga minyak dunia ini dan tidak hanya fokus pada pergerakan harga. Volatilitas harga minyak dunia menggambarkan pergerakan harian harga minyak dunia. Sebagai komoditi yang pembeliannya melibatkan spekulasi, ketidakpastian atau fluktuasi harga harian tentunya menjadi hal yang selalu diamati oleh para pengamat. Harga minyak dunia akhir-akhir ini sangat sulit diprediksi. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya konflik yang menganggu suplai minyak dunia. Kapan dan seberapa besar kenaikan harga minyak dunia menjadi sangat sulit untuk diprediksi. Harga minyak yang pada Juni 2008 berada pada tingkat 133.8 US $ per barel tiba-tiba turun menjadi 41.42 US $ pada bulan Desember. Padahal pada bulan lainnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai perubahan
93
sebesar itu. Hal ini tentu membuat para pelaku ekonomi menjadi sulit untuk membuat keputusan ekonomi. Hal ini jugalah yang membuat pemerintah kewalahan dalam menyusun APBN tahunan. Asumsi harga minyak dunia yang mereka buat selalu tidak tepat. Tabel 5.12 menunjukkan bagaimana prediksi harga yang dibuat oleh pemerintah selalu lebih rendah atau tidak tepat dengan harga minyak dunia. Hal ini akan membuat defisit yang terjadi pada APBN akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa harga minyak dunia memang sangat sulit untuk diprediksi. Pemerintah harus memiliki suatu metode yang akurat dalam menentukan harga minyak dunia. Pemerintah perlu mengembangkan model prediksi yang bisa menangkap pergerakan harga minyak dunia akibat dari guncangan supply maupun dari sisi demand. Tabel 5.12 Harga Minyak Dunia dan Asumsi APBN Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Asumsi Harga APBN 23.5 28.75 23 24 57 65 83 61 65
Harga Minyak Dunia 26.16 31.07 41.49 56.59 66.02 72.20 100.06 61.92 79.45
Selisih 2.66 2.32 18.49 32.59 9.02 7.20 17.06 0.92 14.45
Sumber : Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Indonesia Ket : Harga dalam US $ per barel
Menentukan asumsi harga minyak memang bukan pekerjaan mudah. Palagi melihat perkembangan saat ini dimana ketegangan Timur Tengah dimana gejolak sedang berlangsung. Namun pemerintah dapat melakukan kebijakan hedging
94
dalam kebijakannya dalam membeli minyak dunia. Kebijakan ini berupa mebeli minyak dengan kesepakatan yang telah dilakukan dengan suatu badan yang melindungi nilai komoditi tertentu. Pemerintah akan tetap membeli minyak dengan nilai yang telah disepakati. Kelebihan dan kekurangan dana akan ditanggung oleh pihak yang melindungi nilai komoditi tersebut. Namun memang tidak mudah untuk menemukan pihak yang bisa menanggung perbedaan harga tersebut.
94
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Penelitian ini akan mengaji bagaimana pengaruh harga minyak dunia dan
volatilitasnya terhadap perekonomian makro Indonesia. Pada penelitian ini akan dibagi periodesasi dengan pertimbangan Indonesia pernah menjadi negara neteksportir minyak (sebelum 2003) dan sebagai negara net-importir minyak (2003 dan seterusnya). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh atau hubungan harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap perekonomian makro Indonesia. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan meskipun Indonesia mengalami perubahan status. Hal ini juga diperkuat dengan tidak signifikannya pengaruh dummy terhadap makro Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Dalam jangka panjang harga minyak dunia memiliki hubungan yang negatif dengan GDP Indonesia dan memiliki hubungan yang positf dengan tingkat inflasi. Artinya, kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan penurunan GDP Indonesia dan akan meningkatkan tingkat inflasi bulanan. 2. Dalam jangka panjang volatilitas atau ketidakpastian harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif dengan GDP Indonesia dan memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat inflasi Indonesia.Artinya semakin tidak pasti harga minyak dunia akan mengakibatkan peningkatan GDP Indonesia dan menurunkan tingkat inflasi Indonesia. Guncangan yang terjadi pada harga minyak dunia dan volatilitasnya memiliki pengaruh terhadap kondisi makroekonomi Indonesia. Fenomena
95
guncangan ini dapat dilihat dengan menggunakan metode Impulse Response Function (IRF). Hasilnya menunjukkan bahwa : 1. Guncangan yang terjadi sebesar satu deviasi pada harga minyak akan direspon dengan penurunan GDP sebesar 0,0003 persen dan mulai stabil pada bulan ke-26. Inflasi akan meningkat sebesar 0,0213 persen dan mulai stabil pada bulan ke-33. RER akan menurun 0,0079 persen dari nilai awalnya dan mulai memberikan respon yang stabil mulai bulan ke-24. SBMK akan menurun sebesar 0,0577 persen dan mulai stabil pada bulan ke-24. 2. Guncangan sebesar satu deviasi yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia akan direspon dengan peningkatan GDP sebesar 0.0023 persen dan mulai stabil pada bulan ke-26 dari awal guncangan. Inflasi akan menurun sebesar 0,0073 persen dan mulai stabil pada bulan ke39. RER akan meningkat sebesar 0,0052 persen dan mulai stabil pada bulan ke-24. Sedangkan SBMK akan meningkat 0,0087 persen dan mulai stabil pada bulan ke-34 dari awal guncangan. Untuk memperkaya penelitian maka penelitian ini akan coba melihat bagaimana pengaruh guncangan harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap variabel penyusun GDP dari sisi pengeluaran yaitu private consumption (PCON), government consumption (GCON), investasi, ekspor dan impor. Hasilnya menunjukkan bahwa : 1. Guncangan sebesar satu deviasi yang terjadi pada harga minyak akan direspon (ketika telah stabil) dengan peningkatan PCON, GCON, investasi, ekspor dan Impor.
96
2. Guncangan sebesar satu deviasi yang terjadi pada volatilitas harga minyak dunia akan direspon (ketika telah stabil) dengan peningkatan GCON dan Investasi. Sementara nilai PCON, ekspor dan impor mengalami penurunan dari nilai awalnya. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) mampu melihat bagaimana kontribusi variabel harga minyak dunia dan volatilitasnya terhadap keragaman variabel makro seperti GDP, inflasi, RER dan SBMK. Hasil FEVD menunjukkan bahwa kontribusi harga minyak dan volatilitasnya tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan kontribusi variabel lain. Namun walau bagaimanapun harga minyak dan volatilitasnya memiliki tanggung jawab atas perubahan yang terjadi pada variabel makro Indonesia. Pembahasan secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh harga minyak dunia dan volatilitasnya. Untuk itu perlu diberlakukan bebrapa kebijakan untuk mengurangi dampak buruk terhadap perekonomian. Adanya pengaruh harga volatilitas harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah juga harus memperhatikan pergerakan harian harga minyak dunia dan tidak hanya terfokus pada harga bulanannya.
6.2
Saran Melihat adanya pengaruh yang signifikan dari harga minyak dunia dan
volatilitasnya terhadap perekonomian Indonesia maka perlu diberlakukan bebrapa kebijakan untuk mengurangi atau menghilangkan dampak negatif terhadap
97
perekonomian Indonesia. Beberapa saran yang akan disampaikan antara lain adalah : 1. Melihat
pengaruh
harga
minyak
dunia
cukup
mempengaruhi
perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa minyak memiliki peran yang vital dalam perekonomian Indonesia. Indonesia perlu melakukan diversifikasi energinya agar tidak bergantung hanya pada satu sumber energi. Beberapa alternatif sumber energi yang dapat digunakan dan tersedia di Indonesia adalah batu bara, gas dan bahan bakar nabati. 2. Pemerintah perlu menghimbau untuk mulai gerakan penghematan energi. Gerakan yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber energi yang terdapat pada alam. Pemerintah dapat menggunakan pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan kekuatan sinar matahari, angin, arus air dan nuklir. Pemerintah juga perlu melakukan penggalakan Desa Mandiri Energi (DME) unruk memulai gerakan penghematan energi. 3. Melihat bahwa harga minyak dunia sangat memberatkan APBN pemerintah maka sebaiknya subsidi terhadap minyak domestik agar dihapuskan saja. Penghapusan subsidi minyak domesti ini harus dilakukan dengan bertahap dan dengan perhitungan yang baik dan benar secara ekonomi, sosial dan politik. 4. Ketidakpastian harga minyak dunia juga ternyata mempengaruhi harga perekonomian
Indonesia.
Untuk
itu
pemerintah
harus
mampu
mengembangkan sistem yang mampu memprediksi harga minyak dunia dengan akurat. Hal ini tentunya akan sangat berat. Untuk mengatasi
98
ketidakpastian harga minyak dunia pemerintah dapat menggunakan sistem hedging atau lindung nilai dalam pembelian minyak dunia. Penelitian ini tentunya memiliki kekurangan dalam pelaksanaannya. Maka dari itu penulis mengusulkan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu : 1. Periodesasi penelitian sebaiknya ditambah agar dapat melihat perbedaan fenomena perubahan status dari net-eksportir minyak menjadi net-importir minyak. 2. Perlu dilakukan pembagian harga minyak dunia ketika harga minyak dunia naik dan harga minyak dunia turun untuk melihat perbedaan pengaruhnya.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Fathurrahman Ramadhani Amiruddin. 2010. Oil Price and Macroeconomics Variables Effects on Stock Price Index (Comparative Study : South East Asia, East Asia, Europe, and America) [tesis]. Institut Pertanian Bogor : Bogor BP Statistical Review of World Energy Market. Production and Consumption Data. http://www.bp.com/statisticalreview/. [23 Februari 2011] Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. UI-Press. Jakarta Gozali, M. 2011. Macroeconomic Impacts Of Oil Price Levels And Volatility On Indonesia. Undergraduate Economic Review Gujarati, D. 2003. Basics Econometrics. Mc-Graw Hill Guo, H dan Kliesen, Kevin L. 2005.
Oil Price Volatility and U.S.
Macroeconomic
Activity.
http://research.stlouisfed.org/publications/review/05/11/KliesenGuo.pdf [23 januari 2012] Hsieh, Wen-jen. 2008. Conditions
Effects of Oil Price Shocks and Macroeconomic on
Output
Fluctuations
for
Korea.
http://www2.selu.edu/orgs/econjournal/index_files/JIGES%20DEC%200 8%20HSIEH%20KOREA%20OIL%20PRICES%202-28-2009.pdf.
[23
Januari 2012] Ito, Katsuya. 2010. The Impact of Oil Price Volatility on Macroeconomic Activity in Russia. Economic Analysis Working Papers.- 9th Volume – Number 05. http://www.unagaliciamoderna.com/eawp/coldata/upload/impact_oilprice_volatility_russia.pdf [ 23 Januari 2011] Lescaroux, F dan Mignon, V. 2008. On the Influence of Oil Prices on Economic Activity and Other Macroeconomic and Financial Variables. Centre D’Etudes
Prospectives
et
D’information
Internasionale.
http://www.cepii.fr/anglaisgraph/workpap/pdf/2008/wp2008-05.pdf. [24 Desember 2011].
100
Mankiw, N.G. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Fitria Liza, Imam Nurmawam [Penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Mehrara, M dan Sarem, M. 2009. Effects of oil price shocks on industrial production:
evidence
from
some
oil-exporting
countries.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/opec.2009.33.issue-34/issuetoc. [5 Januari 2012] Mishkin, Frederic S. 2004. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Edisi Ketujuh. Pears Addison Wesley, New York. Mubyarto. 1988. Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES Organization of Economic Co-operation and Development. Exchange Rate Data. http://www.oecd.org/home/0,2987.[ 1 Maret 2012] Pratama, Muhammad Anditia Putra .2011. Analisis Pengaruh Suku Bunga dan Nilai Tukar Terhadap Volatilitas dan Return Pada Indeks Saham Sektoral di Bursa Efek Indonesia [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Drs. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga. Jakarta. SEKI-BI. 1990-2011. Laporan Bulanan. Sujardi, A.J. 2006. Masalah Dampak Tingginya Harga Minyak Dunia Terhadap Perkonomian. Makalah pada Seminar Setengah Hari “Antisipasi Dampak Negatif Tingginya Harga Minyak Dunia Terhadap Stabilitas Perekonomian Nasional”. Departemen Keuangan, Jakarta U.S
Energy
Information
Administrattion.
WTI
http://www.eia.gov/dnav/pet/hist/. [22 Februari 2012].
Price
Data.
LAMPIRAN Uji Stasioneritas Data Tahun 1993-2011 Pada Level
First Difference
Null Hypothesis: LN_GDP has a unit root Exogenous: None Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Null Hypothesis: D(LN_GDP) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 9 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
t-Statistic
Prob.*
1.534990 -2.575712 -1.942303 -1.615721
0.9693
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.292308 -2.575712 -1.942303 -1.615721
0.0215
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-6.164848 -2.575234 -1.942236 -1.615764
0.0000
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-11.97914 -2.575420 -1.942262 -1.615747
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
101
Null Hypothesis: SBMK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Null Hypothesis: D(SBMK) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
t-Statistic
Prob.*
-4.398551 -3.999180 -3.429834 -3.138449
0.0027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
-17.38613 -3.999365 -3.429923 -3.138502
0.0000
Null Hypothesis: D(LN_RER) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Test critical values:
Prob.*
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LN_RER has a unit root
Augmented Dickey-Fuller test statistic
t-Statistic
t-Statistic
Prob.*
0.915335
0.9037
1% level
-2.575280
5% level
-1.942243
10% level
-1.615759
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-11.47210 -2.575280 -1.942243 -1.615759
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
102
Null Hypothesis: LN_PCON has a unit root Exogenous: None Lag Length: 13 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Null Hypothesis: D(LN_PCON) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 12 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
t-Statistic
Prob.*
2.975617 -2.575864 -1.942324 -1.615707
0.9993
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.614090 -2.575864 -1.942324 -1.615707
0.0090
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LN_GCON has a unit root Exogenous: None Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Null Hypothesis: D(LN_GCON) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 9 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
2.651883 -2.575712 -1.942303 -1.615721
0.9982
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.040943 -2.575712 -1.942303 -1.615721
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
103
Null Hypothesis: LN_INV has a unit root Exogenous: None Lag Length: 13 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Null Hypothesis: D(LN_INV) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 14 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
t-Statistic
Prob.*
0.693597 -2.575864 -1.942324 -1.615707
0.8646
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.066890 -2.575968 -1.942338 -1.615698
0.0023
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LN_EKSPOR has a unit root Exogenous: None Lag Length: 13 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Null Hypothesis: D(LN_EKSPOR) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 12 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
1.302227 -2.575864 -1.942324 -1.615707
0.9512
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.365570 -2.575864 -1.942324 -1.615707
0.0008
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LN_IMPOR has a unit root Exogenous: None Lag Length: 7 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
Null Hypothesis: D(LN_IMPOR) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=14)
t-Statistic
Prob.*
t-Statistic
Prob.*
104
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
0.958988 -2.575564 -1.942282 -1.615734
0.9103
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
-4.188813 -2.575564 -1.942282 -1.615734
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
105
106
Hasil Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_GDP INFLASI SBMK LN_RER OILP HV DUMMY2 Exogenous variables: C Date: 07/12/12 Time: 20:09 Sample: 1993M02 2011M12 Included observations: 219 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-3322.244 -1428.152 -1309.610 -1252.679 -1152.760 -1099.814 -1046.430 -998.8535 -962.1339
NA 3649.804 220.8441 102.4240 173.3764 88.48475 85.80408 73.42884* 54.32490
37756.72 0.001816 0.000964 0.000899 0.000568 0.000554 0.000540* 0.000559 0.000643
30.40406 13.55390 12.91882 12.84639 12.38137 12.34533 12.30530* 12.31830 12.43045
30.51238 14.42051* 14.54371 15.22957 15.52284 16.24509 16.96334 17.73462 18.60506
30.44781 13.90390 13.57506* 13.80888 13.65011 13.92033 14.18654 14.50579 14.92419
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Uji Stabilitas Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LN_GDP INFLASI SBMK LN_RER OILP HV DUMMY2 Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 07/12/12 Time: 20:10 Root 0.996481 0.976633 - 0.018422i 0.976633 + 0.018422i 0.914776 0.862504 0.601165 0.313256 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.996481 0.976806 0.976806 0.914776 0.862504 0.601165 0.313256
107
Uji Kointegrasi Date: 07/12/12 Time: 20:11 Sample (adjusted): 1993M04 2011M12 Included observations: 225 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend Series: LN_GDP INFLASI SBMK LN_RER OILP HV DUMMY2 Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6
0.440689 0.344204 0.080942 0.058860 0.042094 0.015689 0.004230
272.4938 141.7575 46.82867 27.83741 14.18822 4.511882 0.953876
111.7805 83.93712 60.06141 40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
0.0000 0.0000 0.3893 0.4753 0.5215 0.6369 0.3809
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Hasil IRF Variabel Makro Indonesia
Respo nse of LN_GD P: Period
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
0.000000 0.000440 0.000622 0.000564 0.000447 0.000296 0.000145 1.39E-05 -9.13E-05 -0.000170 -0.000228 -0.000268 -0.000296 -0.000315 -0.000329 -0.000338 -0.000344
0.000000 -1.96E-05 0.000358 0.000727 0.001073 0.001410 0.001688 0.001900 0.002053 0.002160 0.002232 0.002281 0.002315 0.002337 0.002353 0.002364 0.002371
0.000000 -0.000187 -0.000255 -0.000241 -0.000247 -0.000259 -0.000274 -0.000286 -0.000294 -0.000299 -0.000302 -0.000303 -0.000304 -0.000305 -0.000305 -0.000306 -0.000306
108
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
-0.000348 -0.000351 -0.000353 -0.000354 -0.000355 -0.000356 -0.000356 -0.000356 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357
0.002375 0.002379 0.002381 0.002382 0.002383 0.002384 0.002384 0.002384 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385
-0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306
109
77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
-0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357 -0.000357
0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385 0.002385
-0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306 -0.000306
Respo nse of INFLAS I: Period
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
0.000000 0.070989 0.048894 0.062415 0.059479 0.052770 0.044809 0.037716 0.032445 0.028792 0.026366 0.024757 0.023674 0.022934 0.022422 0.022070 0.021830 0.021667 0.021558 0.021485 0.021437 0.021405 0.021384 0.021370 0.021361 0.021355 0.021350 0.021348 0.021346
0.000000 -0.096595 -0.069137 -0.098793 -0.072153 -0.054291 -0.037750 -0.026731 -0.019908 -0.015689 -0.013041 -0.011269 -0.010040 -0.009176 -0.008574 -0.008162 -0.007885 -0.007702 -0.007582 -0.007502 -0.007450 -0.007415 -0.007392 -0.007377 -0.007367 -0.007360 -0.007356 -0.007353 -0.007351
0.000000 -0.026274 0.012400 0.013880 0.015225 0.013574 0.011809 0.010773 0.010258 0.010083 0.010036 0.010024 0.010012 0.009996 0.009980 0.009967 0.009958 0.009953 0.009950 0.009948 0.009947 0.009946 0.009946 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945
110
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
0.021345 0.021344 0.021344 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343
-0.007350 -0.007349 -0.007348 -0.007348 -0.007348 -0.007348 -0.007348 -0.007348 -0.007348 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347
0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945
111
89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343 0.021343
-0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347 -0.007347
0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945 0.009945
Respo nse of SBMK: Period
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
0.000000 -0.107504 -0.099031 -0.115823 -0.113191 -0.103096 -0.091653 -0.081517 -0.073981 -0.068736 -0.065214 -0.062851 -0.061244 -0.060137 -0.059371 -0.058843 -0.058482 -0.058238 -0.058074 -0.057965 -0.057892 -0.057844 -0.057812 -0.057791 -0.057777 -0.057767 -0.057761 -0.057757 -0.057754 -0.057753 -0.057751 -0.057751 -0.057750 -0.057750 -0.057750 -0.057750 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749
0.000000 0.136422 0.116169 0.138595 0.104213 0.076035 0.052921 0.037164 0.027402 0.021261 0.017325 0.014661 0.012803 0.011498 0.010591 0.009973 0.009558 0.009283 0.009101 0.008981 0.008902 0.008849 0.008814 0.008791 0.008776 0.008766 0.008759 0.008755 0.008752 0.008750 0.008749 0.008748 0.008748 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747
0.000000 0.026572 -0.016593 -0.020188 -0.020196 -0.017743 -0.015208 -0.013789 -0.013103 -0.012865 -0.012795 -0.012768 -0.012743 -0.012715 -0.012689 -0.012670 -0.012657 -0.012649 -0.012644 -0.012642 -0.012640 -0.012639 -0.012638 -0.012637 -0.012637 -0.012637 -0.012637 -0.012637 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636
112
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
-0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749 -0.057749
0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747 0.008747
-0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636 -0.012636
113
Respo nse of LN_RE R: Period
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
0.000000 -0.005211 -0.006247 -0.006671 -0.006867 -0.007087 -0.007327 -0.007535 -0.007691 -0.007795 -0.007861 -0.007901 -0.007926 -0.007942 -0.007952 -0.007960 -0.007965 -0.007968 -0.007970 -0.007971 -0.007972 -0.007973 -0.007973 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974
0.000000 0.006434 0.003212 0.003396 0.003514 0.004024 0.004478 0.004801 0.004998 0.005109 0.005171 0.005208 0.005232 0.005248 0.005260 0.005268 0.005274 0.005277 0.005280 0.005281 0.005282 0.005283 0.005283 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284
0.000000 0.001757 0.002280 0.002704 0.002836 0.002831 0.002792 0.002757 0.002738 0.002731 0.002730 0.002731 0.002731 0.002731 0.002731 0.002731 0.002731 0.002731 0.002731 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730
114
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
-0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974 -0.007974
0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284 0.005284
0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730 0.002730
115
Hasil IRF Terhadap Variabel Penyusun GDP
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
PCON 0 0.000297 0.000501 0.000509 0.000456 0.000366 0.00027 0.000184 0.000116 6.59E-05 3.16E-05 9.12E-06 -5.07E-06 -1.38E-05 -1.91E-05 -2.24E-05 -2.44E-05 -2.57E-05 -2.65E-05 -2.70E-05 -2.73E-05 -2.75E-05 -2.77E-05 -2.78E-05 -2.78E-05 -2.78E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05
GCON 0 0.002507 0.003288 0.00238 0.001594 0.00106 0.000684 0.000443 0.00028 0.000174 0.000106 6.26E-05 3.63E-05 2.09E-05 1.22E-05 7.32E-06 4.69E-06 3.25E-06 2.46E-06 2.00E-06 1.72E-06 1.55E-06 1.45E-06 1.38E-06 1.34E-06 1.32E-06 1.31E-06 1.30E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06
INV 0 6.67E-05 -0.00019 -0.00042 -0.00046 -0.00035 -0.00022 -0.00012 -6.67E-05 -3.75E-05 -2.27E-05 -1.35E-05 -6.32E-06 -2.43E-07 4.62E-06 8.24E-06 1.08E-05 1.25E-05 1.37E-05 1.46E-05 1.52E-05 1.56E-05 1.60E-05 1.62E-05 1.64E-05 1.65E-05 1.66E-05 1.66E-05 1.67E-05 1.67E-05 1.67E-05 1.67E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05
Ekspor 0 -0.001681 -0.004482 -0.006263 -0.007143 -0.007385 -0.00736 -0.007269 -0.007188 -0.007137 -0.00711 -0.007096 -0.007089 -0.007085 -0.007082 -0.00708 -0.007079 -0.007078 -0.007078 -0.007078 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077
Impor 0 7.57E-05 -0.000776 -0.002116 -0.003071 -0.003661 -0.004013 -0.004225 -0.004365 -0.004467 -0.004544 -0.004603 -0.004647 -0.00468 -0.004703 -0.004719 -0.004729 -0.004737 -0.004741 -0.004745 -0.004747 -0.004748 -0.004749 -0.00475 -0.00475 -0.00475 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751
116
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
-2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05
1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06
1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05
-0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077
-0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751
117
82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
-2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05 -2.79E-05
1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06 1.29E-06
1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05 1.68E-05
-0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077 -0.007077
-0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751 -0.004751
Hasil Estimasi VECM 1 Hasil Estimasi VECM 1993-2011 dengan Dummy Vector Error Correction Estimates Date: 07/12/12 Time: 20:12 Sample (adjusted): 1993M04 2011M12 Included observations: 225 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
LN_GDP(-1)
1.000000
0.000000
INFLASI(-1)
0.000000
1.000000
SBMK(-1)
-0.117176 (0.40071) [-0.29242]
-0.154353 (0.10227) [-1.50930]
LN_RER(-1)
-0.411599 (0.86966) [-0.47329]
0.062193 (0.22195) [ 0.28021]
OILP(-1)
-0.338558 (0.05950) [-5.68995]
0.055435 (0.01519) [ 3.65050]
HV(-1)
0.062004 (0.00565) [ 10.9762]
-0.010910 (0.00144) [-7.56768]
DUMMY2(-1)
3.345635 (2.82764) [ 1.18319]
-0.763593 (0.72166) [-1.05810]
118
Error Correction:
D(LN_GDP)
D(INFLASI)
D(SBMK)
D(LN_RER)
D(OILP)
D(HV)
D(DUMMY2)
CointEq1
-0.000197 (0.00014) [-1.38995]
-0.093624 (0.01151) [-8.13217]
0.128797 (0.01226) [ 10.5096]
-0.000867 (0.00082) [-1.05979]
-0.086499 (0.04994) [-1.73219]
-12.54493 (2.30453) [-5.44358]
0.000528 (0.00081) [ 0.65218]
CointEq2
-0.001371 (0.00057) [-2.41194]
-0.442943 (0.04618) [-9.59137]
0.613623 (0.04916) [ 12.4822]
-0.005420 (0.00328) [-1.65092]
0.063339 (0.20031) [ 0.31621]
1.626492 (9.24423) [ 0.17595]
0.001622 (0.00324) [ 0.49997]
D(LN_GDP(-1))
0.489851 (0.05997) [ 8.16884]
-18.16268 (4.87265) [-3.72747]
20.37321 (5.18690) [ 3.92782]
-0.756674 (0.34639) [-2.18446]
11.36908 (21.1350) [ 0.53793]
139.2894 (975.370) [ 0.14281]
0.104673 (0.34237) [ 0.30573]
D(INFLASI(-1))
0.001139 (0.00139) [ 0.81710]
-3.77E-05 (0.11325) [-0.00033]
-0.286168 (0.12056) [-2.37374]
-0.006925 (0.00805) [-0.86021]
-0.833719 (0.49123) [-1.69721]
11.84517 (22.6699) [ 0.52251]
-0.004206 (0.00796) [-0.52857]
D(SBMK(-1))
-0.000186 (0.00115) [-0.16205]
0.062445 (0.09349) [ 0.66795]
-0.256775 (0.09952) [-2.58022]
-0.014211 (0.00665) [-2.13826]
-0.445774 (0.40550) [-1.09932]
10.96256 (18.7136) [ 0.58581]
-0.001782 (0.00657) [-0.27130]
D(LN_RER(-1))
-0.013078 (0.01162) [-1.12528]
9.462660 (0.94433) [ 10.0205]
-9.194503 (1.00524) [-9.14660]
0.251727 (0.06713) [ 3.74977]
-0.239739 (4.09603) [-0.05853]
-10.19679 (189.030) [-0.05394]
-0.004556 (0.06635) [-0.06867]
D(OILP(-1))
0.000115 (0.00022) [ 0.53513]
0.002059 (0.01754) [ 0.11741]
-0.005089 (0.01867) [-0.27262]
-0.000723 (0.00125) [-0.57995]
0.240555 (0.07606) [ 3.16271]
-8.865928 (3.51012) [-2.52582]
0.000985 (0.00123) [ 0.79911]
D(HV(-1))
-2.83E-06 (4.0E-06) [-0.70368]
0.000440 (0.00033) [ 1.34589]
-0.000537 (0.00035) [-1.54511]
3.01E-05 (2.3E-05) [ 1.29737]
0.002970 (0.00142) [ 2.09648]
-0.092480 (0.06539) [-1.41435]
-4.76E-07 (2.3E-05) [-0.02075]
D(DUMMY2(-1))
-0.003166 (0.01201) [-0.26368]
-0.416354 (0.97562) [-0.42676]
0.433448 (1.03854) [ 0.41736]
0.024930 (0.06936) [ 0.35946]
1.851783 (4.23173) [ 0.43759]
30.35251 (195.292) [ 0.15542]
-0.006119 (0.06855) [-0.08926]
119
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.264967 0.237744 0.030499 0.011883 9.733064 682.6813 -5.988278 -5.851634 0.003623 0.013610
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
0.473848 0.454360 201.3781 0.965560 24.31593 -306.7831 2.806961 2.943605 -0.004107 1.307153
0.522637 0.504957 228.1902 1.027831 29.56079 -320.8451 2.931956 3.068600 -0.032089 1.460832
0.130142 0.097925 1.017681 0.068640 4.039539 288.0784 -2.480697 -2.344053 0.006571 0.072270
0.199708 0.170067 3788.665 4.188092 6.737676 -636.9239 5.741546 5.878190 0.347733 4.597214
0.437706 0.416880 8069007. 193.2783 21.01759 -1499.098 13.40532 13.54196 0.547022 253.1071
0.001353 -0.035634 0.994209 0.067844 0.036571 290.7035 -2.504031 -2.367387 0.004444 0.066667
0.000636 0.000478 -1374.628 12.90336 14.07243
2 Hasil Estimasi VECM 1993-2011 tanpa dummy Vector Error Correction Estimates Date: 06/30/12 Time: 22:49 Sample (adjusted): 1993M05 2011M12 Included observations: 224 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
CointEq3
LN_GDP(-1)
1.000000
0.000000
0.000000
INFLASI(-1)
0.000000
1.000000
0.000000
SBMK(-1)
0.000000
0.000000
1.000000
120
LN_RER(-1)
-0.522369 (0.22912) [-2.27993]
-0.359520 (0.06194) [-5.80421]
-2.659281 (0.14543) [-18.2852]
OILP(-1)
-0.288938 (0.05259) [-5.49435]
0.083162 (0.01422) [ 5.84946]
0.284671 (0.03338) [ 8.52800]
HV(-1)
0.058980 (0.00839) [ 7.03363]
-0.014672 (0.00227) [-6.47231]
-0.036765 (0.00532) [-6.90729]
Error Correction:
D(LN_GDP)
D(INFLASI)
D(SBMK)
D(LN_RER)
D(OILP)
D(HV)
CointEq1
-0.000197 (0.00035) [-0.55619]
-0.123802 (0.02769) [-4.47106]
0.145886 (0.02946) [ 4.95260]
0.001349 (0.00204) [ 0.66039]
-0.372282 (0.12425) [-2.99612]
8.401335 (5.35300) [ 1.56946]
CointEq2
-0.002333 (0.00087) [-2.68745]
-0.479022 (0.06778) [-7.06695]
0.684308 (0.07211) [ 9.48998]
-0.002446 (0.00500) [-0.48941]
-0.408659 (0.30417) [-1.34352]
34.14039 (13.1040) [ 2.60535]
CointEq3
0.000522 (0.00037) [ 1.41600]
0.017547 (0.02878) [ 0.60960]
-0.074267 (0.03062) [-2.42531]
0.003170 (0.00212) [ 1.49352]
-0.303716 (0.12917) [-2.35131]
16.29223 (5.56470) [ 2.92778]
D(LN_GDP(-1))
0.531759 (0.06960) [ 7.63992]
-11.07844 (5.43379) [-2.03881]
11.25573 (5.78051) [ 1.94719]
-0.673940 (0.40073) [-1.68178]
15.13832 (24.3836) [ 0.62084]
-773.8568 (1050.47) [-0.73668]
D(LN_GDP(-2))
-0.141405 (0.07140) [-1.98033]
-8.481441 (5.57446) [-1.52148]
14.97743 (5.93015) [ 2.52564]
-0.048722 (0.41110) [-0.11852]
9.436668 (25.0149) [ 0.37724]
1492.939 (1077.66) [ 1.38535]
D(INFLASI(-1))
0.002230 (0.00153)
-0.115081 (0.11980)
-0.219169 (0.12744)
-0.006280 (0.00883)
-0.763275 (0.53759)
-9.498116 (23.1598)
121
[ 1.45313]
[-0.96061]
[-1.71973]
[-0.71076]
[-1.41981]
[-0.41011]
D(INFLASI(-2))
0.001641 (0.00146) [ 1.12586]
-0.252261 (0.11377) [-2.21727]
0.196124 (0.12103) [ 1.62044]
0.010431 (0.00839) [ 1.24325]
-0.084233 (0.51054) [-0.16499]
-15.61046 (21.9944) [-0.70975]
D(SBMK(-1))
0.000362 (0.00121) [ 0.30025]
0.077271 (0.09412) [ 0.82099]
-0.301527 (0.10013) [-3.01150]
-0.013666 (0.00694) [-1.96878]
-0.244951 (0.42235) [-0.57997]
-5.636424 (18.1953) [-0.30977]
D(SBMK(-2))
0.000606 (0.00121) [ 0.50178]
-0.032753 (0.09424) [-0.34754]
0.014749 (0.10026) [ 0.14711]
0.014294 (0.00695) [ 2.05671]
0.043153 (0.42290) [ 0.10204]
-11.26793 (18.2190) [-0.61847]
D(LN_RER(-1))
-0.017682 (0.01204) [-1.46882]
9.624225 (0.93980) [ 10.2408]
-9.075386 (0.99976) [-9.07755]
0.291526 (0.06931) [ 4.20624]
-0.436837 (4.21724) [-0.10358]
121.3409 (181.682) [ 0.66787]
D(LN_RER(-2))
0.012142 (0.01431) [ 0.84823]
2.489021 (1.11750) [ 2.22732]
-3.646264 (1.18880) [-3.06718]
-0.053335 (0.08241) [-0.64717]
7.739236 (5.01466) [ 1.54332]
-210.0553 (216.035) [-0.97232]
D(OILP(-1))
0.000130 (0.00022) [ 0.58416]
-0.007451 (0.01735) [-0.42936]
0.007507 (0.01846) [ 0.40663]
-0.000606 (0.00128) [-0.47372]
0.250452 (0.07787) [ 3.21609]
-4.538940 (3.35491) [-1.35292]
D(OILP(-2))
0.000121 (0.00023) [ 0.53677]
0.027653 (0.01758) [ 1.57264]
-0.036545 (0.01871) [-1.95367]
-0.000561 (0.00130) [-0.43257]
0.098825 (0.07890) [ 1.25245]
-4.835069 (3.39929) [-1.42238]
D(HV(-1))
-2.61E-06 (5.8E-06) [-0.44832]
0.000451 (0.00045) [ 0.99212]
-0.000602 (0.00048) [-1.24659]
3.58E-05 (3.3E-05) [ 1.06966]
0.002186 (0.00204) [ 1.07262]
-0.335132 (0.08781) [-3.81662]
D(HV(-2))
5.95E-07 (4.1E-06) [ 0.14395]
3.31E-05 (0.00032) [ 0.10249]
-0.000112 (0.00034) [-0.32695]
1.26E-06 (2.4E-05) [ 0.05291]
-0.000193 (0.00145) [-0.13364]
-0.346265 (0.06236) [-5.55297]
122
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.291115 0.243629 0.029414 0.011863 6.130644 683.2050 -5.966116 -5.737658 0.003623 0.013641
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
0.529358 0.497832 179.2719 0.926153 16.79105 -292.8951 2.749063 2.977522 0.001915 1.306949
0.573325 0.544744 202.8796 0.985249 20.05962 -306.7505 2.872772 3.101231 -0.025000 1.460220
0.166587 0.110761 0.975014 0.068302 2.984007 291.0962 -2.465144 -2.236686 0.006597 0.072431
0.237427 0.186346 3609.962 4.156025 4.648021 -629.1806 5.751612 5.980071 0.349598 4.607425
0.533111 0.501836 6699935. 179.0450 17.04596 -1472.110 13.27777 13.50623 0.554063 253.6739
0.097614 0.064402 -1599.881 15.24894 16.89384
3 Hasil Estimasi VECM 1993-2002 Vector Error Correction Estimates Date: 07/01/12 Time: 00:20 Sample (adjusted): 1993M04 2002M12 Included observations: 117 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
LN_GDP(-1)
1.000000
0.000000
INFLASI(-1)
0.000000
1.000000
SBMK(-1)
-0.692519
0.079917
123
(0.23084) [-2.99999]
(0.06129) [ 1.30388]
LN_RER(-1)
1.978219 (0.80262) [ 2.46470]
-0.996493 (0.21311) [-4.67605]
OILP(-1)
-0.906301 (0.15476) [-5.85631]
0.261327 (0.04109) [ 6.35990]
HV(-1)
0.269461 (0.03668) [ 7.34646]
-0.052262 (0.00974) [-5.36639]
Error Correction:
D(LN_GDP)
D(INFLASI)
D(SBMK)
D(LN_RER)
D(OILP)
D(HV)
CointEq1
-0.000544 (0.00028) [-1.96732]
-0.080471 (0.02191) [-3.67229]
0.147201 (0.02473) [ 5.95314]
-0.003839 (0.00194) [-1.98285]
-0.009316 (0.03456) [-0.26956]
-2.846033 (0.53558) [-5.31389]
CointEq2
-0.002158 (0.00086) [-2.50993]
-0.504904 (0.06811) [-7.41266]
0.669165 (0.07686) [ 8.70637]
-0.006605 (0.00602) [-1.09756]
-0.000394 (0.10743) [-0.00366]
4.894521 (1.66479) [ 2.94003]
D(LN_GDP(-1))
0.506368 (0.08146) [ 6.21643]
-21.73317 (6.45312) [-3.36786]
26.51538 (7.28167) [ 3.64139]
-1.284196 (0.57018) [-2.25228]
22.52254 (10.1777) [ 2.21293]
-84.47543 (157.722) [-0.53560]
D(INFLASI(-1))
0.001634 (0.00167) [ 0.97581]
0.048201 (0.13266) [ 0.36333]
-0.335692 (0.14970) [-2.24249]
-0.001129 (0.01172) [-0.09628]
-0.262292 (0.20923) [-1.25359]
-0.586948 (3.24245) [-0.18102]
D(SBMK(-1))
1.76E-05 (0.00128) [ 0.01373]
0.017251 (0.10149) [ 0.16998]
-0.220206 (0.11452) [-1.92281]
-0.015803 (0.00897) [-1.76222]
-0.109215 (0.16007) [-0.68229]
1.359038 (2.48059) [ 0.54787]
124
D(LN_RER(-1))
-0.016676 (0.01373) [-1.21433]
8.206193 (1.08790) [ 7.54317]
-8.775186 (1.22758) [-7.14837]
0.238838 (0.09612) [ 2.48471]
-0.012065 (1.71580) [-0.00703]
-25.20120 (26.5896) [-0.94779]
D(OILP(-1))
-0.001592 (0.00081) [-1.96580]
0.023323 (0.06417) [ 0.36347]
-0.054079 (0.07240) [-0.74690]
0.000282 (0.00567) [ 0.04982]
4.43E-05 (0.10120) [ 0.00044]
-1.725593 (1.56830) [-1.10029]
D(HV(-1))
-6.30E-05 (5.2E-05) [-1.20702]
0.000174 (0.00414) [ 0.04219]
-0.003130 (0.00467) [-0.67071]
0.000407 (0.00037) [ 1.11355]
-0.001835 (0.00652) [-0.28141]
-0.073495 (0.10108) [-0.72712]
0.382573 0.342921 0.017760 0.012765 9.648429 348.3742 -5.818363 -5.629496 0.002690 0.015747
0.517622 0.486643 111.4618 1.011230 16.70911 -163.1790 2.926138 3.115004 -0.002786 1.411368
0.554029 0.525388 141.9216 1.141067 19.34434 -177.3122 3.167730 3.356597 -0.018376 1.656311
0.167966 0.114532 0.870174 0.089349 3.143458 120.7065 -1.926606 -1.737740 0.011332 0.094952
0.074434 0.014994 277.2589 1.594885 1.252250 -216.4883 3.837407 4.026274 0.078120 1.606978
0.555257 0.526695 66584.48 24.71572 19.44074 -537.1429 9.318682 9.507549 0.721026 35.92550
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
0.001148 0.000751 -575.2139 10.85836 12.27486
125
4 Hasil Estimasi VECM 2003-2011 Vector Error Correction Estimates Date: 07/01/12 Time: 00:25 Sample (adjusted): 2003M03 2011M12 Included observations: 106 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
LN_GDP(-1)
1.000000
0.000000
INFLASI(-1)
0.000000
1.000000
SBMK(-1)
-0.014320 (0.06710) [-0.21340]
0.115464 (0.14847) [ 0.77771]
LN_RER(-1)
-3.752038 (1.05894) [-3.54321]
7.655870 (2.34302) [ 3.26753]
OILP(-1)
-0.018911 (0.00492) [-3.84411]
0.029657 (0.01088) [ 2.72461]
HV(-1)
0.003475 (0.00044) [ 7.86705]
-0.006176 (0.00098) [-6.31939]
C
17.70620 (8.43430) [ 2.09931]
-62.09956 (18.6618) [-3.32763]
Error Correction:
D(LN_GDP)
D(INFLASI)
D(SBMK)
D(LN_RER)
D(OILP)
D(HV)
126
CointEq1
0.004560 (0.00410) [ 1.11250]
-3.333091 (0.30151) [-11.0546]
3.345254 (0.31163) [ 10.7346]
-0.026134 (0.01248) [-2.09351]
-0.531451 (2.29101) [-0.23197]
-384.0153 (115.625) [-3.32121]
CointEq2
0.001411 (0.00186) [ 0.75742]
-1.597853 (0.13702) [-11.6613]
1.615638 (0.14162) [ 11.4082]
-0.018428 (0.00567) [-3.24833]
0.579005 (1.04115) [ 0.55612]
-59.26330 (52.5458) [-1.12784]
D(LN_GDP(-1))
0.519116 (0.08986) [ 5.77665]
-8.881604 (6.61086) [-1.34349]
8.924221 (6.83276) [ 1.30609]
-0.033920 (0.27371) [-0.12393]
-31.81116 (50.2320) [-0.63329]
607.5759 (2535.16) [ 0.23966]
D(INFLASI(-1))
-0.008022 (0.00555) [-1.44528]
3.080748 (0.40830) [ 7.54529]
-2.397693 (0.42201) [-5.68166]
0.028755 (0.01690) [ 1.70100]
-9.653203 (3.10243) [-3.11150]
176.2789 (156.577) [ 1.12583]
D(SBMK(-1))
-0.007352 (0.00499) [-1.47305]
2.765192 (0.36717) [ 7.53100]
-2.102017 (0.37950) [-5.53892]
0.021158 (0.01520) [ 1.39181]
-8.766200 (2.78994) [-3.14208]
151.4194 (140.806) [ 1.07538]
D(LN_RER(-1))
0.022617 (0.03125) [ 0.72368]
0.153444 (2.29906) [ 0.06674]
0.336739 (2.37623) [ 0.14171]
0.008320 (0.09519) [ 0.08741]
-37.14936 (17.4692) [-2.12656]
1039.032 (881.654) [ 1.17850]
D(OILP(-1))
0.000292 (0.00020) [ 1.49541]
-0.014708 (0.01439) [-1.02237]
0.013838 (0.01487) [ 0.93066]
0.000276 (0.00060) [ 0.46291]
0.174362 (0.10931) [ 1.59506]
-9.726663 (5.51696) [-1.76305]
D(HV(-1))
-3.34E-06 (3.7E-06) [-0.89952]
0.000604 (0.00027) [ 2.21099]
-0.000533 (0.00028) [-1.88809]
1.80E-05 (1.1E-05) [ 1.59096]
0.002223 (0.00208) [ 1.07037]
0.034811 (0.10484) [ 0.33205]
0.212748 0.156516 0.009472 0.009831 3.783378
0.660626 0.636385 51.25893 0.723222 27.25243
0.655519 0.630913 54.75774 0.747497 26.64082
0.238342 0.183938 0.087867 0.029943 4.380964
0.327919 0.279914 2959.467 5.495329 6.830835
0.469019 0.431092 7538142. 277.3442 12.36630
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic
127
Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
343.7053 -6.334062 -6.133048 0.004380 0.010704
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
-111.9004 2.262271 2.463285 0.003538 1.199364
-115.3999 2.328300 2.529314 -0.057264 1.230397
225.6471 -4.106549 -3.905535 0.002061 0.033147
-326.8617 6.318146 6.519160 0.591792 6.475919
-742.5260 14.16087 14.36188 0.844528 367.7038
0.002425 0.001514 -558.3204 11.70416 13.26202
Hasil FEVD
Variance Decompo sition of LN_GDP: Period
S.E.
LN_GDP
INFLASI
SBMK
LN_RER
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.011883 0.021373 0.029859 0.037723 0.045128 0.052116 0.058684 0.064839 0.070607 0.076025 0.081132 0.085968
100.0000 99.72240 98.93086 97.60834 96.16330 94.86888 93.82220 93.00908 92.38013 91.88700 91.49276 91.17159
0.000000 0.044187 0.535989 1.267948 1.972104 2.532158 2.941798 3.237107 3.454227 3.619284 3.748908 3.853386
0.000000 2.23E-06 0.005263 0.011290 0.022952 0.036353 0.049733 0.061788 0.072133 0.080835 0.088122 0.094245
0.000000 0.183293 0.437170 0.991976 1.688180 2.368636 2.947798 3.408831 3.768225 4.049572 4.273354 4.454684
0.000000 0.042423 0.065070 0.063157 0.053957 0.043683 0.035065 0.028729 0.024394 0.021543 0.019704 0.018521
0.000000 8.42E-05 0.014428 0.046181 0.088750 0.139750 0.192925 0.243932 0.290281 0.331071 0.366379 0.396731
0.000000 0.007615 0.011223 0.011112 0.010759 0.010539 0.010484 0.010528 0.010610 0.010697 0.010775 0.010842
128
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
0.090565 0.094952 0.099153 0.103188 0.107074 0.110825 0.114455 0.117974 0.121392 0.124716 0.127954 0.131113 0.134197 0.137212 0.140162 0.143051 0.145883 0.148661 0.151388 0.154067 0.156700 0.159290 0.161838 0.164347 0.166818 0.169252 0.171653 0.174020 0.176355 0.178660 0.180936 0.183183 0.185403 0.187597 0.189765 0.191909 0.194030
90.90574 90.68278 90.49367 90.33168 90.19166 90.06960 89.96236 89.86749 89.78298 89.70728 89.63907 89.57733 89.52116 89.46987 89.42284 89.37957 89.33962 89.30262 89.26827 89.23628 89.20642 89.17849 89.15231 89.12771 89.10456 89.08273 89.06211 89.04261 89.02413 89.00660 88.98995 88.97411 88.95902 88.94464 88.93091 88.91779 88.90523
3.939241 4.010847 4.071306 4.122912 4.167400 4.206107 4.240065 4.270084 4.296802 4.320730 4.342279 4.361785 4.379523 4.395722 4.410574 4.424239 4.436853 4.448535 4.459382 4.469482 4.478908 4.487727 4.495995 4.503761 4.511071 4.517964 4.524474 4.530631 4.536465 4.542000 4.547258 4.552259 4.557023 4.561565 4.565900 4.570043 4.574006
0.099422 0.103831 0.107613 0.110880 0.113722 0.116210 0.118404 0.120349 0.122085 0.123641 0.125045 0.126316 0.127473 0.128530 0.129499 0.130391 0.131214 0.131977 0.132685 0.133344 0.133960 0.134535 0.135075 0.135582 0.136059 0.136509 0.136935 0.137337 0.137717 0.138079 0.138422 0.138749 0.139060 0.139356 0.139639 0.139910 0.140169
4.604141 4.729112 4.834881 4.925347 5.003461 5.071495 5.131226 5.184050 5.231080 5.273205 5.311148 5.345495 5.376731 5.405259 5.431414 5.455480 5.477697 5.498270 5.517374 5.535161 5.551764 5.567295 5.581856 5.595535 5.608410 5.620549 5.632014 5.642859 5.653133 5.662881 5.672142 5.680950 5.689340 5.697339 5.704975 5.712271 5.719251
0.017758 0.017259 0.016927 0.016702 0.016544 0.016431 0.016347 0.016282 0.016230 0.016188 0.016152 0.016121 0.016094 0.016070 0.016048 0.016028 0.016010 0.015993 0.015978 0.015964 0.015950 0.015938 0.015926 0.015915 0.015905 0.015895 0.015886 0.015878 0.015869 0.015862 0.015854 0.015847 0.015840 0.015834 0.015828 0.015822 0.015817
0.422797 0.445231 0.464620 0.481461 0.496169 0.509086 0.520496 0.530631 0.539682 0.547807 0.555136 0.561778 0.567823 0.573346 0.578412 0.583074 0.587379 0.591366 0.595068 0.598516 0.601734 0.604744 0.607566 0.610218 0.612713 0.615066 0.617289 0.619391 0.621382 0.623272 0.625067 0.626774 0.628400 0.629951 0.631431 0.632845 0.634198
0.010897 0.010944 0.010984 0.011018 0.011048 0.011074 0.011097 0.011118 0.011136 0.011152 0.011167 0.011180 0.011192 0.011204 0.011214 0.011223 0.011232 0.011240 0.011247 0.011254 0.011260 0.011266 0.011272 0.011277 0.011282 0.011287 0.011292 0.011296 0.011300 0.011304 0.011307 0.011311 0.011314 0.011317 0.011320 0.011323 0.011325
129
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
0.196127 0.198202 0.200256 0.202288 0.204301 0.206294 0.208268 0.210223 0.212160 0.214080 0.215983 0.217869 0.219739 0.221593 0.223432 0.225255 0.227064 0.228859 0.230640 0.232407 0.234161 0.235902 0.237630 0.239345 0.241049 0.242740 0.244420 0.246088 0.247745 0.249391 0.251026 0.252651 0.254265 0.255869 0.257463 0.259047 0.260622
88.89322 88.88170 88.87066 88.86005 88.84986 88.84007 88.83064 88.82156 88.81281 88.80438 88.79624 88.78838 88.78079 88.77345 88.76635 88.75948 88.75282 88.74638 88.74013 88.73408 88.72820 88.72250 88.71696 88.71158 88.70635 88.70127 88.69633 88.69152 88.68684 88.68228 88.67784 88.67351 88.66929 88.66518 88.66117 88.65726 88.65344
4.577800 4.581436 4.584924 4.588272 4.591489 4.594582 4.597559 4.600425 4.603187 4.605851 4.608421 4.610902 4.613300 4.615617 4.617858 4.620027 4.622128 4.624162 4.626134 4.628047 4.629902 4.631703 4.633451 4.635150 4.636800 4.638405 4.639966 4.641485 4.642963 4.644402 4.645804 4.647170 4.648502 4.649800 4.651066 4.652301 4.653507
0.140416 0.140654 0.140881 0.141100 0.141310 0.141512 0.141706 0.141893 0.142074 0.142248 0.142415 0.142577 0.142734 0.142885 0.143032 0.143173 0.143310 0.143443 0.143572 0.143697 0.143818 0.143936 0.144050 0.144161 0.144268 0.144373 0.144475 0.144574 0.144671 0.144765 0.144856 0.144945 0.145032 0.145117 0.145200 0.145280 0.145359
5.725933 5.732337 5.738480 5.744377 5.750042 5.755490 5.760733 5.765781 5.770645 5.775336 5.779863 5.784233 5.788455 5.792537 5.796484 5.800304 5.804004 5.807587 5.811060 5.814428 5.817696 5.820867 5.823947 5.826938 5.829845 5.832672 5.835421 5.838096 5.840699 5.843234 5.845703 5.848109 5.850454 5.852740 5.854970 5.857145 5.859268
0.015811 0.015806 0.015801 0.015796 0.015792 0.015788 0.015783 0.015779 0.015775 0.015772 0.015768 0.015765 0.015761 0.015758 0.015755 0.015752 0.015749 0.015746 0.015743 0.015740 0.015738 0.015735 0.015733 0.015730 0.015728 0.015726 0.015724 0.015722 0.015719 0.015717 0.015715 0.015714 0.015712 0.015710 0.015708 0.015706 0.015705
0.635494 0.636735 0.637926 0.639069 0.640167 0.641223 0.642239 0.643217 0.644160 0.645070 0.645947 0.646794 0.647613 0.648404 0.649169 0.649909 0.650626 0.651321 0.651994 0.652647 0.653280 0.653895 0.654492 0.655072 0.655636 0.656183 0.656716 0.657235 0.657739 0.658231 0.658709 0.659176 0.659630 0.660073 0.660506 0.660927 0.661339
0.011328 0.011331 0.011333 0.011335 0.011337 0.011340 0.011342 0.011343 0.011345 0.011347 0.011349 0.011351 0.011352 0.011354 0.011355 0.011357 0.011358 0.011360 0.011361 0.011362 0.011364 0.011365 0.011366 0.011367 0.011368 0.011369 0.011371 0.011372 0.011373 0.011374 0.011375 0.011375 0.011376 0.011377 0.011378 0.011379 0.011380
130
87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
0.262187 0.263743 0.265290 0.266828 0.268357 0.269877 0.271389 0.272892 0.274387 0.275874 0.277354 0.278825 0.280288 0.281744
88.64972 88.64608 88.64252 88.63905 88.63566 88.63234 88.62909 88.62592 88.62282 88.61978 88.61681 88.61390 88.61105 88.60826
4.654683 4.655832 4.656955 4.658051 4.659123 4.660170 4.661195 4.662196 4.663176 4.664135 4.665074 4.665993 4.666892 4.667773
0.145436 0.145511 0.145584 0.145656 0.145726 0.145794 0.145861 0.145927 0.145990 0.146053 0.146114 0.146174 0.146233 0.146291
5.861341 5.863365 5.865341 5.867272 5.869160 5.871005 5.872809 5.874573 5.876299 5.877988 5.879641 5.881259 5.882843 5.884395
0.015703 0.015701 0.015700 0.015698 0.015697 0.015695 0.015694 0.015692 0.015691 0.015690 0.015688 0.015687 0.015686 0.015685
0.661741 0.662133 0.662516 0.662890 0.663256 0.663614 0.663963 0.664305 0.664640 0.664967 0.665288 0.665601 0.665908 0.666209
0.011381 0.011381 0.011382 0.011383 0.011384 0.011384 0.011385 0.011386 0.011386 0.011387 0.011388 0.011388 0.011389 0.011390
Variance Decompo sition of INFLASI: Period
S.E.
LN_GDP
INFLASI
SBMK
LN_RER
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
0.965560 1.302579 1.440459 1.504219 1.529703 1.541767 1.549111 1.554871 1.560011 1.564796 1.569326 1.573663 1.577864 1.581974 1.586024 1.590034
0.324192 2.323673 4.987462 6.985180 8.026596 8.453088 8.603074 8.646769 8.651900 8.642835 8.628096 8.610619 8.591469 8.571181 8.550146 8.528672
99.67581 72.95000 65.11739 61.16864 59.61485 58.96854 58.65871 58.47306 58.33164 58.20713 58.09020 57.97804 57.86955 57.76402 57.66085 57.55957
0.000000 0.495339 0.425457 0.441762 0.491212 0.609134 0.761620 0.933834 1.115463 1.301444 1.489948 1.679886 1.870490 2.061061 2.251027 2.439965
0.000000 23.34337 28.39087 29.80307 29.93534 29.81844 29.69729 29.59069 29.49698 29.41119 29.32919 29.24851 29.16816 29.08801 29.00821 28.92894
0.000000 0.297012 0.358091 0.500546 0.635196 0.742444 0.819091 0.871873 0.909394 0.937695 0.960516 0.979979 0.997279 1.013120 1.027939 1.042027
0.000000 0.549921 0.680053 1.054977 1.242599 1.347229 1.393869 1.413116 1.420105 1.421486 1.420198 1.417509 1.414020 1.410047 1.405777 1.401330
0.000000 0.040685 0.040679 0.045818 0.054210 0.061116 0.066349 0.070659 0.074518 0.078215 0.081854 0.085461 0.089033 0.092563 0.096051 0.099496
131
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
1.594016 1.597976 1.601920 1.605849 1.609766 1.613670 1.617564 1.621448 1.625322 1.629186 1.633041 1.636886 1.640723 1.644550 1.648369 1.652178 1.655979 1.659771 1.663555 1.667330 1.671096 1.674854 1.678603 1.682345 1.686077 1.689802 1.693518 1.697227 1.700927 1.704619 1.708303 1.711979 1.715648 1.719308 1.722961 1.726606 1.730243
8.506993 8.485268 8.463599 8.442043 8.420636 8.399396 8.378334 8.357458 8.336768 8.316268 8.295956 8.275832 8.255894 8.236140 8.216568 8.197175 8.177961 8.158921 8.140054 8.121358 8.102830 8.084469 8.066271 8.048234 8.030358 8.012638 7.995074 7.977664 7.960404 7.943294 7.926332 7.909515 7.892842 7.876310 7.859919 7.843666 7.827549
57.45981 57.36136 57.26406 57.16783 57.07260 56.97835 56.88503 56.79262 56.70111 56.61047 56.52070 56.43177 56.34367 56.25640 56.16993 56.08426 55.99938 55.91527 55.83193 55.74934 55.66749 55.58638 55.50599 55.42632 55.34735 55.26907 55.19149 55.11458 55.03834 54.96275 54.88782 54.81354 54.73988 54.66686 54.59445 54.52265 54.45146
2.627591 2.813727 2.998274 3.181174 3.362403 3.541949 3.719816 3.896011 4.070549 4.243447 4.414723 4.584397 4.752489 4.919021 5.084014 5.247487 5.409462 5.569959 5.728998 5.886598 6.042779 6.197560 6.350960 6.502997 6.653689 6.803054 6.951109 7.097872 7.243359 7.387587 7.530572 7.672330 7.812877 7.952229 8.090400 8.227405 8.363260
28.85034 28.77244 28.69528 28.61885 28.54315 28.46816 28.39389 28.32033 28.24746 28.17528 28.10377 28.03294 27.96277 27.89325 27.82438 27.75614 27.68852 27.62152 27.55513 27.48935 27.42415 27.35954 27.29550 27.23204 27.16913 27.10678 27.04498 26.98371 26.92298 26.86277 26.80308 26.74391 26.68524 26.62707 26.56939 26.51220 26.45549
1.055582 1.068740 1.081595 1.094209 1.106626 1.118872 1.130968 1.142927 1.154758 1.166467 1.178060 1.189540 1.200910 1.212172 1.223329 1.234383 1.245335 1.256186 1.266939 1.277594 1.288153 1.298618 1.308989 1.319268 1.329456 1.339554 1.349563 1.359486 1.369322 1.379073 1.388739 1.398323 1.407825 1.417247 1.426588 1.435851 1.445035
1.396785 1.392193 1.387587 1.382987 1.378408 1.373857 1.369339 1.364857 1.360413 1.356008 1.351643 1.347317 1.343031 1.338784 1.334577 1.330407 1.326276 1.322182 1.318126 1.314106 1.310122 1.306175 1.302262 1.298384 1.294540 1.290730 1.286954 1.283210 1.279500 1.275821 1.272174 1.268558 1.264973 1.261418 1.257894 1.254400 1.250934
0.102903 0.106273 0.109608 0.112910 0.116180 0.119417 0.122623 0.125799 0.128944 0.132059 0.135145 0.138202 0.141230 0.144230 0.147202 0.150147 0.153065 0.155956 0.158821 0.161660 0.164474 0.167262 0.170026 0.172764 0.175479 0.178170 0.180837 0.183481 0.186102 0.188700 0.191276 0.193829 0.196361 0.198872 0.201361 0.203829 0.206276
132
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
1.733873 1.737495 1.741110 1.744717 1.748316 1.751909 1.755494 1.759071 1.762642 1.766205 1.769761 1.773309 1.776851 1.780386 1.783914 1.787434 1.790948 1.794455 1.797955 1.801448 1.804935 1.808415 1.811888 1.815354 1.818814 1.822267 1.825714 1.829154 1.832588 1.836016 1.839437 1.842851 1.846260 1.849662 1.853058 1.856447 1.859831
7.811567 7.795719 7.780002 7.764414 7.748955 7.733623 7.718415 7.703332 7.688370 7.673529 7.658807 7.644203 7.629715 7.615342 7.601083 7.586936 7.572900 7.558973 7.545155 7.531444 7.517839 7.504338 7.490941 7.477646 7.464452 7.451358 7.438362 7.425465 7.412664 7.399958 7.387347 7.374830 7.362404 7.350070 7.337827 7.325672 7.313606
54.38086 54.31085 54.24142 54.17257 54.10428 54.03655 53.96937 53.90274 53.83665 53.77109 53.70606 53.64154 53.57754 53.51405 53.45106 53.38857 53.32657 53.26505 53.20401 53.14344 53.08334 53.02370 52.96452 52.90579 52.84751 52.78967 52.73226 52.67529 52.61874 52.56261 52.50691 52.45161 52.39672 52.34224 52.28815 52.23446 52.18116
8.497978 8.631574 8.764062 8.895455 9.025768 9.155012 9.283202 9.410350 9.536469 9.661571 9.785669 9.908775 10.03090 10.15206 10.27225 10.39151 10.50982 10.62722 10.74370 10.85928 10.97396 11.08776 11.20070 11.31277 11.42398 11.53436 11.64390 11.75262 11.86053 11.96763 12.07394 12.17945 12.28419 12.38816 12.49137 12.59382 12.69553
26.39925 26.34348 26.28818 26.23333 26.17893 26.12498 26.07147 26.01839 25.96574 25.91352 25.86171 25.81033 25.75935 25.70877 25.65859 25.60881 25.55942 25.51042 25.46179 25.41355 25.36567 25.31817 25.27102 25.22424 25.17782 25.13174 25.08601 25.04063 24.99558 24.95088 24.90650 24.86245 24.81873 24.77533 24.73225 24.68948 24.64702
1.454143 1.463175 1.472133 1.481016 1.489826 1.498564 1.507230 1.515826 1.524353 1.532811 1.541201 1.549524 1.557780 1.565971 1.574098 1.582160 1.590159 1.598096 1.605971 1.613785 1.621538 1.629232 1.636867 1.644444 1.651963 1.659425 1.666831 1.674182 1.681477 1.688718 1.695905 1.703038 1.710120 1.717149 1.724126 1.731053 1.737929
1.247498 1.244090 1.240711 1.237360 1.234036 1.230739 1.227469 1.224226 1.221009 1.217818 1.214653 1.211513 1.208398 1.205308 1.202242 1.199200 1.196182 1.193188 1.190217 1.187269 1.184343 1.181441 1.178560 1.175702 1.172865 1.170049 1.167255 1.164482 1.161730 1.158998 1.156287 1.153595 1.150924 1.148272 1.145639 1.143026 1.140431
0.208703 0.211110 0.213496 0.215863 0.218211 0.220539 0.222848 0.225139 0.227411 0.229664 0.231900 0.234118 0.236318 0.238500 0.240665 0.242814 0.244945 0.247060 0.249158 0.251240 0.253306 0.255356 0.257391 0.259410 0.261413 0.263402 0.265375 0.267333 0.269277 0.271207 0.273122 0.275023 0.276909 0.278782 0.280642 0.282487 0.284319
133
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
1.863208 1.866579 1.869944 1.873303 1.876656 1.880003 1.883344 1.886679 1.890009 1.893332
7.301628 7.289736 7.277929 7.266207 7.254569 7.243013 7.231540 7.220147 7.208835 7.197602
52.12825 52.07571 52.02356 51.97178 51.92037 51.86932 51.81864 51.76831 51.71834 51.66872
12.79651 12.89675 12.99627 13.09508 13.19319 13.29060 13.38731 13.48335 13.57870 13.67339
24.60487 24.56302 24.52148 24.48023 24.43928 24.39862 24.35824 24.31815 24.27835 24.23882
1.744756 1.751533 1.758262 1.764942 1.771575 1.778160 1.784699 1.791191 1.797638 1.804040
1.137856 1.135299 1.132760 1.130240 1.127738 1.125253 1.122786 1.120337 1.117905 1.115489
0.286138 0.287944 0.289737 0.291517 0.293284 0.295039 0.296781 0.298511 0.300229 0.301935
Variance Decompo sition of SBMK: Period
S.E.
LN_GDP
INFLASI
SBMK
LN_RER
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1.027831 1.328008 1.508346 1.628010 1.741128 1.850877 1.957123 2.059028 2.156856 2.251218 2.342537 2.431055 2.516909 2.600217 2.681109 2.759730 2.836231 2.910757 2.983444 3.054417
0.802089 2.436082 4.213460 4.700989 4.269354 3.787260 3.538418 3.480346 3.519692 3.597913 3.688386 3.780502 3.869976 3.954807 4.033978 4.107084 4.174150 4.235485 4.291544 4.342834
58.60508 40.55307 31.50342 29.25119 29.47238 30.15079 30.74145 31.19967 31.58554 31.93194 32.24924 32.53801 32.79787 33.03008 33.23724 33.42249 33.58882 33.73886 33.87482 33.99853
40.59283 34.31752 40.31191 43.77444 45.83856 46.71564 47.03869 47.13464 47.12530 47.05544 46.94678 46.81627 46.67743 46.53962 46.40827 46.28587 46.17309 46.06967 45.97494 45.88812
0.000000 20.94270 21.57784 18.97266 16.73960 15.60148 15.03370 14.69594 14.45194 14.26405 14.11984 14.01041 13.92700 13.86193 13.80943 13.76564 13.72811 13.69529 13.66620 13.64013
0.000000 0.655309 0.939042 1.312216 1.569884 1.699492 1.739289 1.728123 1.692565 1.646872 1.598477 1.551030 1.506230 1.464750 1.426734 1.392062 1.360496 1.331751 1.305540 1.281587
0.000000 1.055285 1.411196 1.936104 2.050950 1.983698 1.847285 1.701535 1.566824 1.447146 1.341987 1.249676 1.168463 1.096745 1.033124 0.976403 0.925577 0.879804 0.838387 0.800742
0.000000 0.040035 0.043136 0.052404 0.059271 0.061640 0.061168 0.059748 0.058141 0.056635 0.055289 0.054094 0.053030 0.052077 0.051222 0.050453 0.049760 0.049133 0.048564 0.048046
134
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
3.123786 3.191655 3.258114 3.323246 3.387128 3.449828 3.511409 3.571930 3.631442 3.689994 3.747632 3.804397 3.860327 3.915458 3.969824 4.023456 4.076381 4.128629 4.180223 4.231189 4.281547 4.331321 4.380528 4.429189 4.477322 4.524942 4.572066 4.618710 4.664887 4.710612 4.755897 4.800754 4.845197 4.889236 4.932881 4.976144 5.019033
4.389853 4.433062 4.472874 4.509653 4.543721 4.575358 4.604810 4.632291 4.657992 4.682078 4.704696 4.725975 4.746032 4.764967 4.782872 4.799829 4.815912 4.831185 4.845710 4.859538 4.872720 4.885300 4.897317 4.908810 4.919810 4.930350 4.940458 4.950160 4.959479 4.968438 4.977058 4.985357 4.993353 5.001062 5.008499 5.015679 5.022615
34.11154 34.21513 34.31042 34.39835 34.47973 34.55527 34.62556 34.69114 34.75246 34.80991 34.86386 34.91462 34.96246 35.00762 35.05033 35.09077 35.12913 35.16555 35.20019 35.23318 35.26462 35.29462 35.32328 35.35069 35.37693 35.40206 35.42617 35.44931 35.47154 35.49290 35.51346 35.53325 35.55232 35.57071 35.58845 35.60557 35.62211
45.80842 45.73511 45.66751 45.60503 45.54715 45.49338 45.44332 45.39660 45.35291 45.31196 45.27351 45.23733 45.20323 45.17104 45.14060 45.11177 45.08442 45.05845 45.03376 45.01025 44.98783 44.96645 44.94601 44.92647 44.90777 44.88985 44.87266 44.85617 44.84032 44.82509 44.81044 44.79633 44.78273 44.76962 44.75698 44.74477 44.73298
13.61658 13.59516 13.57557 13.55755 13.54092 13.52551 13.51119 13.49783 13.48535 13.47367 13.46269 13.45237 13.44264 13.43346 13.42478 13.41656 13.40876 13.40135 13.39431 13.38761 13.38122 13.37512 13.36929 13.36372 13.35839 13.35328 13.34837 13.34367 13.33915 13.33481 13.33063 13.32661 13.32273 13.31899 13.31539 13.31191 13.30854
1.259645 1.239490 1.220924 1.203776 1.187893 1.173146 1.159417 1.146607 1.134628 1.123401 1.112859 1.102940 1.093592 1.084766 1.076420 1.068516 1.061020 1.053901 1.047131 1.040685 1.034541 1.028678 1.023076 1.017719 1.012592 1.007679 1.002968 0.998446 0.994102 0.989926 0.985908 0.982040 0.978313 0.974720 0.971253 0.967907 0.964674
0.766385 0.734907 0.705964 0.679262 0.654553 0.631622 0.610285 0.590380 0.571769 0.554330 0.537955 0.522550 0.508031 0.494325 0.481363 0.469089 0.457447 0.446392 0.435878 0.425868 0.416327 0.407221 0.398522 0.390204 0.382241 0.374611 0.367295 0.360272 0.353527 0.347042 0.340802 0.334795 0.329007 0.323427 0.318044 0.312847 0.307826
0.047573 0.047140 0.046741 0.046373 0.046032 0.045716 0.045421 0.045147 0.044890 0.044649 0.044424 0.044211 0.044011 0.043822 0.043643 0.043473 0.043313 0.043160 0.043015 0.042877 0.042745 0.042620 0.042500 0.042385 0.042275 0.042170 0.042069 0.041972 0.041879 0.041790 0.041704 0.041621 0.041541 0.041464 0.041390 0.041318 0.041249
135
58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94
5.061560 5.103732 5.145558 5.187047 5.228207 5.269045 5.309570 5.349787 5.389704 5.429328 5.468664 5.507720 5.546501 5.585012 5.623260 5.661249 5.698985 5.736473 5.773718 5.810723 5.847495 5.884037 5.920353 5.956448 5.992325 6.027989 6.063443 6.098691 6.133736 6.168583 6.203233 6.237691 6.271960 6.306043 6.339942 6.373661 6.407203
5.029318 5.035801 5.042074 5.048147 5.054030 5.059730 5.065258 5.070620 5.075823 5.080876 5.085783 5.090552 5.095188 5.099696 5.104082 5.108351 5.112507 5.116555 5.120499 5.124342 5.128089 5.131744 5.135309 5.138788 5.142183 5.145499 5.148737 5.151901 5.154993 5.158015 5.160969 5.163859 5.166685 5.169451 5.172158 5.174807 5.177401
35.63810 35.65356 35.66852 35.68301 35.69704 35.71063 35.72382 35.73661 35.74902 35.76107 35.77277 35.78414 35.79520 35.80595 35.81641 35.82659 35.83651 35.84616 35.85557 35.86473 35.87367 35.88239 35.89089 35.89919 35.90728 35.91519 35.92292 35.93046 35.93784 35.94504 35.95209 35.95898 35.96572 35.97232 35.97877 35.98509 35.99128
44.72158 44.71056 44.69989 44.68957 44.67957 44.66988 44.66048 44.65136 44.64251 44.63392 44.62558 44.61747 44.60959 44.60192 44.59447 44.58721 44.58014 44.57326 44.56656 44.56002 44.55365 44.54744 44.54137 44.53546 44.52969 44.52405 44.51854 44.51316 44.50791 44.50277 44.49775 44.49283 44.48803 44.48333 44.47872 44.47422 44.46981
13.30529 13.30215 13.29911 13.29616 13.29331 13.29055 13.28787 13.28527 13.28275 13.28030 13.27792 13.27560 13.27336 13.27117 13.26904 13.26698 13.26496 13.26300 13.26109 13.25922 13.25741 13.25563 13.25391 13.25222 13.25057 13.24896 13.24739 13.24586 13.24436 13.24290 13.24146 13.24006 13.23869 13.23735 13.23604 13.23476 13.23350
0.961549 0.958528 0.955604 0.952773 0.950031 0.947374 0.944798 0.942298 0.939873 0.937518 0.935231 0.933008 0.930847 0.928746 0.926701 0.924712 0.922774 0.920888 0.919049 0.917258 0.915511 0.913808 0.912146 0.910525 0.908942 0.907396 0.905887 0.904412 0.902971 0.901563 0.900186 0.898839 0.897521 0.896232 0.894971 0.893736 0.892527
0.302974 0.298282 0.293741 0.289345 0.285087 0.280961 0.276959 0.273078 0.269312 0.265655 0.262102 0.258651 0.255295 0.252032 0.248857 0.245767 0.242758 0.239828 0.236974 0.234192 0.231479 0.228834 0.226254 0.223735 0.221277 0.218877 0.216533 0.214243 0.212005 0.209818 0.207679 0.205588 0.203542 0.201540 0.199581 0.197663 0.195785
0.041182 0.041117 0.041054 0.040994 0.040935 0.040878 0.040823 0.040769 0.040717 0.040667 0.040618 0.040570 0.040524 0.040479 0.040435 0.040392 0.040351 0.040310 0.040271 0.040233 0.040195 0.040159 0.040123 0.040088 0.040054 0.040021 0.039989 0.039957 0.039927 0.039896 0.039867 0.039838 0.039810 0.039782 0.039755 0.039729 0.039703
136
95 96 97 98 99 100
6.440569 6.473764 6.506790 6.539649 6.572343 6.604876
5.179942 5.182430 5.184868 5.187258 5.189600 5.191895
35.99734 36.00327 36.00909 36.01479 36.02037 36.02585
44.46549 44.46126 44.45711 44.45305 44.44907 44.44516
13.23227 13.23106 13.22988 13.22872 13.22758 13.22647
0.891342 0.890183 0.889046 0.887932 0.886841 0.885771
0.193946 0.192145 0.190380 0.188651 0.186956 0.185294
0.039677 0.039653 0.039628 0.039604 0.039581 0.039558
Variance Decompo sition of LN_RER: Period
S.E.
LN_GDP
INFLASI
SBMK
LN_RER
OILP
HV
DUMMY2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0.068640 0.111228 0.144893 0.170757 0.191527 0.209228 0.225074 0.239730 0.253520 0.266606 0.279084 0.291026 0.302492 0.313534 0.324196 0.334516 0.344525 0.354252 0.363718 0.372943 0.381946 0.390741 0.399342 0.407762
0.011160 0.888497 2.065001 2.981964 3.562937 3.895377 4.080070 4.186521 4.253989 4.301956 4.339233 4.369676 4.395128 4.416688 4.435156 4.451155 4.465172 4.477579 4.488658 4.498622 4.507640 4.515844 4.523342 4.530223
3.841517 3.337310 2.383114 1.767907 1.408221 1.180038 1.019821 0.898963 0.803830 0.726857 0.663312 0.609992 0.564629 0.525566 0.491571 0.461715 0.435282 0.411714 0.390569 0.371491 0.354190 0.338430 0.324013 0.310775
0.011860 0.421144 0.437676 0.480008 0.492109 0.495106 0.493467 0.490270 0.486873 0.483723 0.480937 0.478490 0.476335 0.474427 0.472732 0.471220 0.469867 0.468653 0.467558 0.466566 0.465666 0.464844 0.464091 0.463400
96.13546 94.77405 94.51322 94.12013 93.83595 93.67221 93.59129 93.55342 93.53407 93.52173 93.51199 93.50354 93.49611 93.48963 93.48402 93.47913 93.47484 93.47103 93.46763 93.46457 93.46179 93.45926 93.45694 93.45482
0.000000 0.219486 0.315213 0.379606 0.430271 0.475286 0.516703 0.554249 0.587628 0.616849 0.642253 0.664328 0.683573 0.700435 0.715294 0.728459 0.740187 0.750689 0.760140 0.768685 0.776444 0.783519 0.789995 0.795945
0.000000 0.334566 0.246307 0.216899 0.206063 0.209663 0.220771 0.234702 0.248738 0.261640 0.273094 0.283159 0.292011 0.299825 0.306753 0.312921 0.318433 0.323381 0.327839 0.331873 0.335539 0.338883 0.341945 0.344758
0.000000 0.024944 0.039468 0.053485 0.064446 0.072315 0.077879 0.081872 0.084874 0.087243 0.089185 0.090819 0.092217 0.093424 0.094477 0.095402 0.096221 0.096951 0.097606 0.098197 0.098733 0.099222 0.099668 0.100078
137
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
0.416012 0.424101 0.432039 0.439833 0.447492 0.455022 0.462429 0.469719 0.476898 0.483971 0.490942 0.497815 0.504594 0.511284 0.517887 0.524407 0.530847 0.537209 0.543498 0.549714 0.555861 0.561940 0.567955 0.573906 0.579797 0.585628 0.591401 0.597119 0.602783 0.608394 0.613953 0.619463 0.624924 0.630338 0.635706 0.641028 0.646307
4.536560 4.542416 4.547845 4.552892 4.557596 4.561990 4.566106 4.569967 4.573598 4.577018 4.580245 4.583295 4.586182 4.588920 4.591518 4.593988 4.596339 4.598579 4.600716 4.602757 4.604708 4.606576 4.608364 4.610079 4.611724 4.613304 4.614823 4.616284 4.617690 4.619045 4.620351 4.621610 4.622826 4.624000 4.625135 4.626232 4.627293
0.298577 0.287300 0.276845 0.267124 0.258062 0.249596 0.241668 0.234228 0.227233 0.220644 0.214426 0.208549 0.202986 0.197713 0.192706 0.187947 0.183418 0.179101 0.174984 0.171051 0.167292 0.163694 0.160248 0.156944 0.153774 0.150729 0.147803 0.144988 0.142279 0.139669 0.137153 0.134726 0.132384 0.130122 0.127936 0.125822 0.123777
0.462763 0.462173 0.461626 0.461118 0.460644 0.460201 0.459787 0.459397 0.459032 0.458687 0.458362 0.458054 0.457763 0.457487 0.457225 0.456976 0.456739 0.456514 0.456298 0.456093 0.455896 0.455708 0.455527 0.455355 0.455189 0.455029 0.454876 0.454729 0.454587 0.454451 0.454319 0.454192 0.454070 0.453951 0.453837 0.453727 0.453620
93.45286 93.45105 93.44938 93.44782 93.44637 93.44501 93.44374 93.44254 93.44142 93.44036 93.43937 93.43842 93.43753 93.43669 93.43588 93.43512 93.43439 93.43370 93.43304 93.43241 93.43181 93.43123 93.43068 93.43015 93.42964 93.42915 93.42868 93.42823 93.42780 93.42738 93.42697 93.42658 93.42621 93.42585 93.42550 93.42516 93.42483
0.801429 0.806500 0.811202 0.815574 0.819650 0.823458 0.827025 0.830372 0.833519 0.836483 0.839280 0.841924 0.844426 0.846799 0.849051 0.851192 0.853230 0.855171 0.857024 0.858793 0.860484 0.862103 0.863653 0.865139 0.866565 0.867935 0.869252 0.870518 0.871737 0.872911 0.874043 0.875134 0.876188 0.877206 0.878189 0.879140 0.880060
0.347352 0.349750 0.351974 0.354043 0.355971 0.357772 0.359460 0.361043 0.362532 0.363934 0.365257 0.366508 0.367692 0.368814 0.369880 0.370893 0.371857 0.372775 0.373651 0.374488 0.375289 0.376054 0.376788 0.377491 0.378165 0.378813 0.379436 0.380035 0.380612 0.381167 0.381703 0.382219 0.382718 0.383199 0.383665 0.384114 0.384550
0.100456 0.100806 0.101130 0.101431 0.101712 0.101974 0.102220 0.102450 0.102667 0.102871 0.103064 0.103246 0.103418 0.103581 0.103737 0.103884 0.104024 0.104158 0.104286 0.104408 0.104524 0.104635 0.104742 0.104845 0.104943 0.105037 0.105128 0.105215 0.105299 0.105380 0.105458 0.105533 0.105606 0.105676 0.105743 0.105809 0.105872
138
62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
0.651543 0.656738 0.661892 0.667005 0.672080 0.677117 0.682117 0.687080 0.692008 0.696901 0.701760 0.706585 0.711377 0.716138 0.720867 0.725565 0.730233 0.734872 0.739481 0.744062 0.748615 0.753140 0.757638 0.762110 0.766555 0.770975 0.775370 0.779740 0.784085 0.788407 0.792705 0.796980 0.801232 0.805462 0.809669 0.813855 0.818020
4.628320 4.629316 4.630280 4.631214 4.632121 4.633001 4.633855 4.634684 4.635490 4.636273 4.637035 4.637776 4.638497 4.639199 4.639883 4.640549 4.641198 4.641830 4.642447 4.643049 4.643636 4.644209 4.644769 4.645315 4.645849 4.646371 4.646880 4.647379 4.647866 4.648343 4.648809 4.649266 4.649713 4.650150 4.650578 4.650998 4.651409
0.121797 0.119880 0.118023 0.116222 0.114475 0.112780 0.111135 0.109537 0.107984 0.106475 0.105007 0.103579 0.102190 0.100837 0.099520 0.098237 0.096987 0.095768 0.094579 0.093420 0.092288 0.091184 0.090106 0.089053 0.088025 0.087020 0.086038 0.085077 0.084138 0.083220 0.082321 0.081442 0.080581 0.079738 0.078913 0.078104 0.077312
0.453516 0.453416 0.453319 0.453224 0.453133 0.453044 0.452958 0.452875 0.452793 0.452714 0.452638 0.452563 0.452490 0.452420 0.452351 0.452283 0.452218 0.452154 0.452092 0.452031 0.451972 0.451915 0.451858 0.451803 0.451749 0.451697 0.451645 0.451595 0.451546 0.451498 0.451451 0.451405 0.451360 0.451316 0.451273 0.451230 0.451189
93.42451 93.42420 93.42391 93.42362 93.42334 93.42306 93.42280 93.42254 93.42230 93.42205 93.42182 93.42159 93.42137 93.42115 93.42094 93.42073 93.42053 93.42034 93.42015 93.41996 93.41978 93.41960 93.41943 93.41926 93.41909 93.41893 93.41878 93.41862 93.41847 93.41832 93.41818 93.41804 93.41790 93.41777 93.41763 93.41750 93.41738
0.880951 0.881813 0.882649 0.883459 0.884245 0.885008 0.885748 0.886467 0.887165 0.887844 0.888504 0.889147 0.889772 0.890380 0.890973 0.891550 0.892112 0.892661 0.893195 0.893717 0.894226 0.894723 0.895208 0.895681 0.896144 0.896596 0.897038 0.897470 0.897893 0.898306 0.898710 0.899106 0.899493 0.899872 0.900244 0.900607 0.900963
0.384971 0.385379 0.385774 0.386158 0.386529 0.386890 0.387240 0.387580 0.387911 0.388232 0.388544 0.388848 0.389144 0.389432 0.389712 0.389985 0.390251 0.390511 0.390764 0.391010 0.391251 0.391486 0.391716 0.391940 0.392159 0.392373 0.392582 0.392786 0.392986 0.393181 0.393373 0.393560 0.393743 0.393922 0.394098 0.394270 0.394439
0.105934 0.105993 0.106051 0.106106 0.106160 0.106213 0.106264 0.106313 0.106362 0.106408 0.106454 0.106498 0.106541 0.106583 0.106624 0.106664 0.106702 0.106740 0.106777 0.106813 0.106848 0.106882 0.106916 0.106948 0.106980 0.107011 0.107042 0.107071 0.107100 0.107129 0.107157 0.107184 0.107211 0.107237 0.107262 0.107287 0.107312
139
99 100
0.822163 0.826285
4.651812 4.652206
0.076536 0.075776
0.451148 0.451108
93.41725 93.41713
0.901313 0.901655
0.394604 0.394766
0.107336 0.107360
Cholesk y Ordering: LN_GDP INFLASI SBMK LN_RER OILP HV DUMMY2
140