4 Sekitar Harga Minyak Dunia
213
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Perilaku Harga Minyak Dunia Pengaruh Faktor Fundamental dan Non-Fundamental Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 42, No. 3, Desember 2008
S
tabilitas pasokan dan harga minyak sangat diperlukan dunia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena itu harga yang mampu prediksi sangat didambakan banyak pihak, baik pemerintah, badan usaha maupun investor agar semua kegiatan dapat direalisasikan sesuai rencana. Namun dalam kenyataannya harga minyak tidak mampu diprediksi dan sering bergerak ke arah yang tidak diduga. Dalam tulisan ini akan ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak baik fundamental (permintaan, pasokan, stok minyak, kapasitas produksi cadangan dunia, kemampuan kilang dunia) maupun non-fundamental (geopolitik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam, pemogokan, kerusakan instalasi rantai produksi, pelemahan nilai dollar, spekulasi) serta kebijakan pasokan OPEC. Juga ditinjau perkiraan ke depan situasi pasar dan harga minyak dunia sesudah krisis keuangan dan ekonomi dunia tahun 2008.
Pendahuluan Energi adalah mesin pertumbuhan ekonomi yang utama dan minyak bumi adalah primadonanya karena kemudahan dan fleksibilitas penggunaannya paling tinggi dibanding energi lainnya. Minyak bumi telah berperan besar dalam memajukan negara-negara industri yang mengkonsumsinya dalam jumlah besar dan harga murah sedangkan dewasa ini negara-negara ekonomi baru yang sedang tumbuh juga sangat memerlukannya namun pada situasi pasokan yang sudah ketat dan pada harga yang jauh lebih tinggi. Kecukupan pasokan dan harga minyak yang stabil sangat diperlukan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi maupun kegiatan usaha. Karena itu harga yang mampu prediksi sangat didambakan banyak pihak, baik pemerintah, badan usaha maupun investor agar semua kegiatan dapat direalisasikan sesuai rencana. Namun dalam kenyataannya harga minyak tidak mampu diprediksi dan sering bergerak ke arah yang tidak diduga.
214
Sekitar Harga Minyak Dunia
Dalam tulisan ini akan ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak baik fundamental (permintaan, pasokan, stok minyak, kapasitas produksi cadangan dunia, kemampuan kilang dunia) maupun nonfundamental (geopolitik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam, pemogokan, kerusakan instalasi di mata rantai produksi, pelemahan nilai dollar, spekulasi) serta kebijakan pasokan OPEC.
Perkembangan Harga Minyak Dunia Sebelum tahun 1970 harga minyak dunia boleh dikatakan stabil di sekitar $2/barel. Harga yang rendah tersebut serta kecilnya royalti telah mendorong negara-negara penghasil minyak melakukan nasionalisasi perusahaanperusahaan minyak asing di negara masing-masing. Embargo oleh negaranegara Arab waktu perang Arab-Israel di tahun 1973 telah mendorong harga naik menjadi $12/barel (Gambar 1).
Gambar 1. Harga Minyak Dunia 1970-2008
Pada tahun 1979 sampai 1985 revolusi Iran yang kemudian diikuti perang Irak-Iran melejitkan harga sehingga pernah mencapai $38/barel atau $100 / barel pada nilai riilnya sekarang. Harga yang tinggi tersebut telah mendorong negara-negara industri untuk melakukan penghematan dan diversifikasi energi serta mencari sumber-sumber minyak di berbagai kawasan lain.
215
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Sebagai hasilnya konsumsi minyak mereka dapat dikurangi dan di lain pihak produksi minyak mereka (non-OPEC) mulai membanjir yang mendorong harga anjlok sehingga tahun 1986 menyentuh $10/barel. Dari tahun 1986 sampai tahun 2000, karena cukup melimpahnya minyak, walau berfluktuasi, harga rata-rata hanya $18/barel. Mulai tahun 2003 harga mulai menanjak, tahun 2004 mencapai $ 41.5/barel, tahun 2005 ($56.6/barel), 2006 ($66/barel) dan 2007 ($72.2/barel). Kenaikan tersebut terutama oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang diikuti peningkatan permintaan, pasokan yang ketat, keterbatasan kilang dunia dan berbagai faktor non-fundamental seperti ketegangan politik, bencana alam, gangguan kerusakan fasilitas di mata rantai pasokan, pelemahan nilai dollar, yang semuanya itu mendorong aktivitas spekulasi di pasar berjangka. Antara pertengahan 2007-pertengahan 2008 krisis kredit perumahan di Amerika telah memperlemah nilai dollar yang mendorong naiknya harga mencapai $147/barel. Krisis tersebut merambat menjadi krisis keuangan global yang terus menular ke stagnasinya kegiatan perekonomian dunia. Konsumsi minyak menjadi turun sehingga harga terjun kembali mendekati $50 per barel pada bulan November 2008.
Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Permintaan Minyak Ketersediaan minyak bumi mendorong perekonomian dan pada gilirannya berbalik meningkatkan permintaan minyak. Sebelum 1970 suplai minyak yang melimpah ke negara Barat dan Jepang dengan harga hanya sekitar $2/barel telah mendorong pertumbuhan spektakuler perekonomian negara-negara industri ini, dan membawa pertumbuhan GDP dunia sekitar 6.8% pada tahun 1973. Keseluruhan konsumsi minyak mereka antara 1945-1970 lebih banyak dari konsumsi kumulatif dunia berabad-abad sebelum itu. Kenaikan harga menjadi 12 dollar pada tahun 1974, telah membuat pertumbuhan ekonomi dunia turun di bawah 2%. Demikian juga harga yang mencapai $34/barel pada awal tahun 80-an juga membuat perekonomian dunia mencapai titik terendah sebesar 1,1%. Gambar 2 menunjukkan bahwa permintaan minyak dunia seirama dengan pertumbuhan ekonomi dunia. Permintaan sangat rendah terjadi tahun 1998
216
Sekitar Harga Minyak Dunia
karena melemahnya ekonomi dunia akibat krisis ekonomi Asia. Permintaan melambung pada tahun 2004 seiring membaiknya perekonomian dunia yang mencapai pertumbuhan 5%, terutama didorong China, India dan Amerika. Krisis tahun 2008 membuat peningkatan permintaan turun drastis menjadi hanya 120 ribu barel/hari.
Gambar 2. Pertumbuhan Permintaan Minyak Dunia –vs- GDP
Pada negara maju, konsumsi minyak dunia sudah tinggi karena GDP (Gross Domestic Product) yang juga sudah tinggi, sedangkan peningkatannya tidak besar karena industri mereka lebih berbasis industri teknologi dan jasa. Pada negara berkembang, konsumsi masih rendah karena GDPnya masih rendah namun peningkatannya tinggi karena masih berbasis industri manufaktur yang padat energi. Karena itu, harga minyak yang tinggi berdampak lebih parah kepada negara-negara berkembang.
217
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Cadangan dan Pasokan Minyak Dunia Cadangan terbukti minyak dunia sekitar 1240 miliar barel. 76% dari cadangan tersebut berada di kawasan negara-negara OPEC terutama di kawasan Timur Tengah yang menyimpan sebanyak 61% cadangan minyak dunia. Selama tahun 1968 s/d 1988 cadangan minyak dunia meningkat sekitar 110%, namun selanjutnya sampai 2008 hanya 30%, lebih lambat dari pertumbuhan permintaan energi dunia. Ini menunjukkan bahwa lapangan minyak yang potensial makin langka dan sulit ditemukan sehingga dunia dianggap sudah melewati ‘peak oil’. Persepsi ini mempengaruhi sentimen pasar minyak belakangan ini sehingga para pedagang menahan harga tinggi karena khawatir tidak cukupnya pasokan minyak pada jangka menengah. Produsen dan eksportir non-OPEC yang utama adalah Rusia, Norwegia, Mexico dan negara-negara di sekitar Laut Kaspia. Produsen besar lainnya tapi bukan eksportir adalah Amerika Serikat, China, Inggris. Produsen non-OPEC umumnya berproduksi pada kapasitas penuh dan memasok sekitar 57% permintaan dunia dan sisanya oleh OPEC. Selama lima belas tahun terakhir peningkatan produksi tahunan non-OPEC hanya rata-rata sekitar 520 ribu bph (barel/hari), sedangkan peningkatan permintaan dunia sekitar 1.2 juta bph sehingga kekurangannya diisi oleh OPEC. Pada pertengahan 2010-an produksi non-OPEC akan menurun sehingga ketergantungan terhadap minyak OPEC akan membesar (Gambar 3). Dengan sendirinya OPEC diharapkan akan melakukan investasi lebih besar untuk peningkatan produksi yang memerlukan 350-450 miliar dollar sampai 2020. Namun ketidakpastian ke depan dapat menghambat investasi tersebut, sehingga kapasitas produksi dunia dapat tidak memadai dan pada gilirannya akan mendorong harga naik.
218
Sekitar Harga Minyak Dunia
Gambar 3 Ketergantungan Akan Produksi OPEC akan membesar
Produksi minyak non-konvensional sudah masuk ke kancah pasokan minyak dunia seperti minyak nabati, BBM (bahan bakar minyak) sintetis dari tar sand, pencairan batubara dan konversi gas ke cair. Saat ini kapasitasnya sekitar 2 juta bph dan dapat mencapai 6 juta bph pada tahun 2030. Biaya produksi berbagai minyak jenis ini cukup tinggi di sekitar $ 60-80 per barel. Karena itu harga minyak yang terlalu rendah akan mematikan minyak non-konvensional ini dan mengurangi pasokan dunia dan pada gilirannya akan mendorong harga naik lagi.
Stok Minyak Stok timbun minyak dunia diperkirakan sekitar 6200 juta barel. Sekitar 67% atau 4100 juta barel berada di di negara-negara OECD (Organization of Economic Cooperation and Development, umumnya beranggotakan negaranegara industri), yang terdiri dari 2,6 miliar barel stok komersial (sekitar 53 hari konsumsi) dan 1,5 miliar barel cadangan strategis. Cadangan strategis dapat mengisi sekitar 90 hari keperluan impor. Cina dan India juga sudah mulai membangun cadangan strategis mereka.
219
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Jumlah stok komersial berpengaruh kepada harga minyak, terutama untuk jangka pendek. Antara stok dan harga minyak lazimnya terdapat hubungan terbalik. Stok pada 2800 juta barel pernah membuat harga jatuh menjadi $9 per barel. Sebaliknya, pada level 2300 juta barel harga naik lebih dari $30. Karena itu, pasar maupun OPEC sangat berkepentingan untuk mencegah suplai minyak yang berlebihan agar stok tidak melimpah. Namun antara tahun 2004 dan 2007 terjadi anomali karena stok sama sekali tidak mempengaruhi harga karena harga tetap naik walau stok meningkat (Gambar 4). Hal ini disebabkan pasar menganggap kapasitas produksi dunia kurang dan ketegangan politik cukup meningkat. Stok kembali mempengaruhi harga setelah memburuknya perekonomian dunia mulai pertengahan 2008.
Gambar 4. Korelasi Harga Minyak dan Stok; biru (normal), kuning (anomali)
Kapasitas Cadangan Produksi Kapasitas cadangan produksi adalah kemampuan produksi yang hanya didayagunakan sewaktu diperlukan atau keadaan darurat. Produsen nonOPEC tidak memiliki kapasitas ini karena mereka selalu berproduksi pada kapasitas penuh. Kapasitas cadangan OPEC meningkat bilamana mereka harus mengurangi tingkat produksi. Saudi Arabia memiliki kapasitas cadangan terbesar. Dengan meningkatnya permintaan minyak, pada tahun 2004 kapasitas produksi cadangan tersisa hanya sekitar 1-2 juta bph. Tidak cukupnya
220
Sekitar Harga Minyak Dunia
kapasitas cadangan ini telah ikut mempengaruhi harga karena pasar khawatir bilamana kapasitas cadangan tidak mampu mengatasi kekurangan darurat pasokan dunia. Berkat peningkatan investasi baik di negara-negara OPEC maupun non-OPEC, pada tahun 2009 diperkirakan kapasitas produksi cadangan akan mencapai 5 juta bph. Jumlah ini dianggap cukup sehingga tekanan terhadap harga dapat dikurangi.
Kapasitas dan Konfigurasi Kilang Dunia Sejak tahun 2004 kapasitas dan konfigurasi kilang dunia ikut menaikkan harga minyak. Kapasitas sebesar 84.9 juta bph dan konfigurasi kilang yang ada ternyata tidak mampu mengolah secara optimal semua minyak mentah yang disuplai. Alasannya adalah tidak cukupnya pembangunan kilang-kilang baru sebelum ini. Pada tahun 1981, kapasitas kilang dunia sekitar 80 juta bph sedangkan permintaan hanya 65 juta bph. Akibatnya banyak kilang yang ditutup demi efisiensi, terutama di Amerika Serikat. Situasi tersebut juga membuat rendahnya keuntungan kilang sehingga investasi kilang baru menjadi tidak menarik. Sejak tahun 2000, situasi berbalik, peningkatan permintaan minyak melampaui pertumbuhan kapasitas kilang dunia. Tingkat utilisasi di Amerika, Eropa dan Asia di atas 90% sehingga kapasitas cadangan kilang menjadi sangat kecil. Di samping itu, konfigurasi kilang yang ada tidak sepenuhnya selaras dengan jenis minyak mentah maupun produk. Kapasitas konversi kilang yang tersedia tidak mampu menghasilkan cukup produk ringan seperti bensin dan solar. Selain itu spesifikasi bahan bakar minyak di berbagai belahan dunia juga telah makin ketat sehingga memerlukan konfigurasi, teknologi dan proses kilang yang lebih kompleks. Kilang-kilang dunia lalu mencari minyak mentah yang ringan dan berbelerang rendah. Akibatnya harga minyak mentah jenis ini menjadi naik harganya dan ikut mendongkrak harga minyak jenis lainnya. Karena margin kilang mulai bagus, sejak 2004 kegiatan ekspansi kilang meningkat (Gambar 5) sehingga pada 2009 diperkirakan akan mencapai 89.2 juta bph. Dengan demikian tekanan kilang kepada harga akan berangsur hilang.
221
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Gambar 5. Ekspansi Kilang Dunia –vs- Kapasitas yang Diperlukan
Geopolitik Kejadian-kejadian politik di negara produsen maupun konsumen minyak dapat berpengaruh kepada keberlangsungan produksi dan konsumsi minyak dari kawasan tersebut sehingga mempengaruhi harga. Pada Gambar 1 dapat dilihat beberapa kejadian geopolitik yang menimbulkan fluktuasi harga. Embargo minyak pada waktu perang Arab-Israel di tahun 1974 menimbulkan krisis minyak pertama dan merupakan satu-satunya pemakaian minyak sebagai senjata politik. Revolusi Iran tahun 1979 yang diikuti perang IrakIran menciptakan krisis minyak ke dua. Walau kekurangan ekspor Iran diatasi oleh negara-negara OPEC lainnya kepanikan tetap melanda dan harga tetap melejit. Pengaruh geopolitik mulai berkurang dengan banjirnya minyak non-OPEC, harga minyak tergerogoti dan kemudian jatuh drastis ke bawah 10 dollar pada tahun 1986. Invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990 sempat membuat harga minyak meroket kembali namun tidak berlangsung lama karena OPEC menyetujui menambah pasokan bila diperlukan. Terbebaskannya Kuwait beberapa bulan kemudian memulihkan produksi di kawasan tersebut, melegakan pasar dan harga kembali turun.
222
Sekitar Harga Minyak Dunia
Serangan teroris 11 September 2001 telah memperburuk resesi ekonomi Amerika Serikat sehingga permintaan minyak makin menurun dan membuat harga jatuh ke bawah 20 dollar. Di awal 2003, invasi ke Irak, krisis politik di Venezuela dan Nigeria terjadi hampir bersamaan yang menyebabkan dunia dapat kekurangan suplai minyak lebih dari 4 juta barel per hari. Kesiapan OPEC untuk mengatasi kekurangan pasokan ternyata berhasil meredam keresahan pasar. Sejak tahun 2004 ketegangan geopolitik mulai dirasakan lagi berpengaruh kepada harga.
Cuaca dan Bencana Alam Musim dingin yang terlalu dingin memerlukan pemanasan lebih atau musim panas yang terlalu panas memerlukan pendinginan ruangan lebih banyak yang semuanya memerlukan lebih banyak energi dan demikian juga sebaliknya. Topan Ivan yang melumpuhkan produksi minyak di Teluk Meksiko dan musim dingin yang lebih keras di tahun 2004 telah membuat harga melonjak. Tahun 2005 topan Katrina melanda Teluk Meksiko kembali dan melumpuhkan kegiatan produksi minyak maupun kilang-kilang minyak. Harga minyak yang sempat melonjak di atas 70 dollar turun kembali setelah Amerika melepas cadangan strategisnya dan melonggarkan spesifikasi bahan bakar minyak yang boleh diimpor.
Pasar Berjangka, Pelemahan Dollar dan Spekulasi Perdagangan minyak mentah, BBM dan gas di NYMEX (New York Mercantile Exchange) dan IPE ( International Petroleum Exchange - London) yang mulai marak sejak 1982, sebetulnya ditujukan untuk mengurangi risiko kerugian bagi pembeli atau penjual bilamana terjadi perubahan harga. Karena disuburkan oleh ketidakstabilan harga dan banyaknya pemain hedging dan spekulan, nilai transaksi ‘minyak kertas’ ini makin meningkat.
223
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Psikologi dari pasar ini sangat sensitif dan ini terpantul dari sangat dinamisnya aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan harga. Sentimen pasar tertentu dapat ‘menular’ sehingga suatu gerakan penjualan bisa diikuti dengan cepat oleh yang lain sehingga mengakibatkan melonjak atau terjunnya harga, yang efeknya sangat buruk terhadap perdagangan fisik minyak. Sejak 2001, lebih banyaknya alokasi aset seperti dana investasi dan dana pensiun ke aset minyak, karena lebih menariknya relative returnnya, telah meningkatkan volume perdagangan minyak kertas ini. Perpindahan dana ini karena didorong oleh rendahnya bunga bank, pelemahan kurs dollar dan tidak jelasnya/buruknya kondisi moneter di Eropa dan Amerika Serikat. Migrasi dana ini makin menonjol setelah krisis kredit perumahan Amerika dan pelemahan dollar mencuat sejak pertengahan 2007. Gambar 6 menunjukkan Open interest atau jumlah kontrak berjangka yang tahun 2000 hanya 700 juta barel, pada pertengahan 2006 telah mencapai 3.2 miliar barel yang berarti 40 kali perdagangan fisik minyak.
Gambar 6. Aktivitas Pasar Berjangka Nymex –vs- Harga Minyak
Harga minyak meningkat seirama dengan kenaikan volume perdagangan ini. Demikian juga, seperti ditunjukkan oleh Gambar 7, pada setiap persen pelemahan kurs dollar/euro, harga minyak naik 3-3.5%.
224
Sekitar Harga Minyak Dunia
Gambar 7. Perubahan Harga Minyak –vs- Perubahan Nilai Dollar
Tetap meningkatnya harga meskipun suplai fisik dan stok minyak cukup, memperkuat argumen bahwa peningkatan harga didorong oleh kegiatan spekulasi yang besar di pasar berjangka ini. Jadi spekulasi telah menjauhkan harga dari nilai fundamentalnya. Puncak harga akibat spekulasi terjadi di awal Juli 2008 di mana harga mencapai $147/ barel. Pertengahan Oktober 2008 harga terjun dengan cepat setelah para pemain pasar ini melihat situasi perekonomian dan keuangan memburuk dan buru-buru melepas ‘minyak kertas’ mereka sehingga pada pertengahan November 2008 harga turun drastis mendekati $50/barel.
Kebijakan Pasokan OPEC Tujuan OPEC adalah mendapatkan harga yang stabil dan pantas dilihat dari sisi produsen, konsumen dan investor. Harga terlalu rendah tidak mencukupi untuk anggaran negara-negara anggota organisasi tersebut, juga tidak mendorong dilakukannya investasi baru. Harga terlalu tinggi juga buruk untuk pertumbuhan perekonomian dunia, selain itu permintaan akan melemah sehingga mengurangi pangsa pasar OPEC.
225
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Kesetimbangan pasokan-permintaan amat berperan kepada pergerakan harga. Karena itu, untuk menstabilkan harga, OPEC memproduksikan minyak hanya sesuai permintaan dunia setelah dikurangi pasokan non-OPEC, yang kemudian diwujudkan dalam kuota produksi OPEC. Sistem ini cukup baik pada tahun 2001-2003 dimana diterapkan price band (rentang harga) sebagai basis penambahan dan pengurangan kuota. Pada situasi pasokan dunia melimpah (seperti teramati antara tahun 19862000) sistem kuota tidak terlalu efektif. Hal yang sama terjadi bila spekulasi meningkat karena pasar sudah menjauh dari fundamentalnya seperti teramati sejak 2004.
Prediksi ke Depan Di sisi permintaan sesungguhnya konsumsi negara berkembang masih sangat jauh dari negara maju (Gambar 8) sehingga potensi peningkatan konsumsi minyak dunia, terutama berasal dari negara-negara berkembang tersebut, akan besar. Sampai tahun 2025 peningkatan permintaan minyak diperkirakan sekitar 27 juta barel/hari, hampir 70% nya berasal dari negara berkembang. Karena itu bilamana perekonomian dunia membaik pada tahun 2010 ke atas maka permintaan kembali meningkat. Namun bilamana kapasitas produksi minyak kurang memadai kesetimbangan pasokan-permintaan menjadi ketat dan mendorong kenaikan harga.
226
Sekitar Harga Minyak Dunia
Gambar 8. Tingkat Konsumsi Negara Berkembang Masih Rendah
Gambar 9 menunjukkan bahwa selama tahun 2005,2006 dan paruh pertama 2007, sebelum krisis kredit perumahan mencuat, harga minyak relatif stabil pada kisaran $50-70/barel atau pada rata-rata $60/barel. Situasi pasar dan harga di tahun 2009 diperkirakan akan mirip dengan kondisi tersebut atau lebih rendah bilamana resesi masih berlanjut. Permintaan minyak dunia tidak akan banyak bertambah, stok dunia melimpah dan kapasitas produksi jauh di atas permintaan. Karena itu harga minyak diperkirakan berada sekitar $5070 per barel. Harga ini dapat menyebabkan proyek-proyek baru produksi minyak di kawasan yang sulit akan tidak ekonomis sehingga terhenti dan pada gilirannya mengakibatkan kurangnya pasokan minyak dunia di masa depan. Pada 2010-2011, apabila ekonomi dunia membaik harga akan dapat terdorong naik pada kisaran $70-90 per barel.
227
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Gambar 9. Penyimpangan Harga Minyak 2008
Pada jangka menengah, bilamana produksi OPEC dan non-OPEC tidak cukup melimpah, harga tetap bertahan tinggi dan dapat mencapai $100/barel, namun harga di atas itu perekonomian dunia akan tertekan lagi yang dapat menurunkan permintaan sehingga harga juga akan tertekan. Di samping itu OPEC akan berusaha menstabilkan harga di atas $70/barel dengan sistem kuota mereka. Pada jangka panjang permintaan akan terus meningkat, sisi pasokan akan tergantung peningkatan produksi minyak dan gas serta pengembangan energi non-konvensional. Namun dapat dikatakan harga minyak cenderung akan bertahan di atas $70 per barel, yaitu tingkat biaya minimum produksi minyak di kawasan yang sulit maupun biaya produksi minyak non konvensional.
228
Sekitar Harga Minyak Dunia
Daftar Pustaka 1. OPEC, Obere Donaustrasse 93, 1020 Vienna, Austria. www.opec.org 2. Rossi, V., Rising risks in oil demand forecasting, IEA-OPEC Workshop, 19 May 2006, Oslo, Norway. 3. http://www.stopoilspeculationnow.com/uploads/NYMEX_Contracts.pdf, November 2008. 4. Energy Information Administration (EIA), Department of Energy, USA, http://www.eia.doe.gov/ 5. International Energy Agency (IEA), http://www.iea.org/ 6. OPEC Annual Statistic Bulletin 2007, OPEC, www.opec.org 7. BP Statistical Review of World Energy, June 2008, www.bp.com 8. World Oil Outlook 2007, OPEC, www.opec.org 9. Odell, Peter R, Why Carbon Fuels Will Dominate The 21st Century’s Global Energy Economy, Multi-Science Publishing Co.Ltd., 2004 10. Blanchard, Roger D.,The Future of Global Oil Production, Mc Farland & Co. Inc.,2005 11. Klare, Michael T., Resource Wars, The New Landscape of Global Conflict, A Metropolitan/Owl Book, Henry Holt and co., 2001 12. Kalicki, Jan H. et als, Energy & Security, Toward A New Foreign Policy Strategy,The John Hopkins University Press, 2005 13. Clarke, Duncan, The Battle for Barrels, Peak Oil Myths & World Oil Futures, Profile Books, 2007.
229
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
OPEC dan Makin Rumitnya Harga Minyak Suara Pembaruan, 27 Mei 2004
H
arga minyak bumi terus melonjak selama empat bulan belakangan ini, dan minggu lalu OPEC basket mencapai $37,8 per barel, tertinggi dalam dua puluh tahun terakhir. Tidak seorang pun dapat menjelaskan dengan persis penyebab kenaikan tersebut. Polemik menjadi ramai antara negara-negara anggota OPEC dan negara-negara konsumen. Kritikan keras bahwa tingkat produksi OPEC dibuat sangat ketat dijawab dengan fakta bertambahnya stok minyak dunia, artinya dunia cukup mendapat pasokan. Bahkan, aliran minyak dari ladang-ladang OPEC sudah 10 persen di atas pagu. Negara-negara maju mengeluhkan akan terhambatnya pemulihan ekonomi mereka oleh tingginya harga minyak. Sementara itu, harga bensin di Amerika juga bergerak naik dan OPEC kembali dijadikan “kambing hitam” dalam suasana pemilihan presiden sekarang ini. Perdagangan minyak berjangka juga makin marak. Nilai perdagangan yang kental dengan spekulasi ini telah mencapai US$26 miliar per hari, dua kali lebih banyak dari tahun lalu. Apakah memang OPEC yang bertanggung jawab atas kenaikan harga tersebut? Ada lima faktor utama yang berpengaruh kepada harga minyak. Pertama, permintaan dan penawaran minyak mentah. Dewasa ini dunia mengonsumsi minyak mentah sekitar 80 juta barel per hari. Sekitar 62 persen dari jumlah tersebut dikonsumsi oleh negara-negara maju yang tergabung dalam OECD atau Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan. OPEC memproduksi sepertiga produksi dunia atau sekitar 28 juta barel per hari, namun yang diekspor sekitar 22 juta barel per hari yang merupakan separuh ekspor minyak dunia. Dari sisi ini OPEC dapat mempengaruhi harga pasar. Ekonomi dunia tahun 2004 diperkirakan tumbuh sebesar 4,7 persen PDB. Ini merupakan perkembangan luar biasa terutama di Amerika dan Asia (khususnya Cina dan India). Dampaknya adalah peningkatan permintaan minyak sebanyak 1,8 juta barel per hari dibanding tahun lalu. Pasar menilai
230
Sekitar Harga Minyak Dunia
kenaikan permintaan tersebut cukup mengkhawatirkan dari segi kemampuan suplai dunia yang terbatas sehingga dengan sendirinya situasi ini berpotensi menaikkan harga. Kedua, permintaan dan penawaran bahan bakar minyak (BBM). BBM dunia dihasilkan kilang-kilang yang dewasa ini berkapasitas olah sebesar 82 juta barel per hari. Kapasitas ini dikatakan berlebih sehingga belakangan ini tidak ada pembangunan kilang baru karena tipisnya keuntungan atau bahkan merugi. Namun dengan peningkatan konsumsi BBM terutama untuk transportasi, maka suplai BBM dunia akan dirasakan ketat beberapa tahun ke depan. Tuntutan kualitas BBM yang makin ketat mengharuskan diperbaharuinya teknologi dan instalasi kilang-kilang di Amerika, Eropa dan negara-negara maju lainnya agar mampu menghasilkan BBM yang ramah lingkungan. Namun, pemberlakuan kualitas baru bensin di Amerika pada awal tahun ini tidak dapat segera diikuti oleh kilang-kilang di sana, dan pada saat yang sama banyak kilang-kilang di Amerika dan Eropa yang berhenti operasi untuk keperluan pemeliharaan, yang berakibat terjadinya kekurangan suplai bensin. Suplai yang ketat ini tidak dapat dibantu oleh perdagangan BBM antarnegara bagian karena masing-masing mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri (terdapat 18 kualitas bensin yang berbeda). Di lain pihak, pada musim semi ini permintaan bensin melonjak dibanding tahun lalu karena musim libur dan banyak pelancong yang berpindah dari tranportasi udara ke jalan darat. Pasar merespon kondisi tersebut dengan naiknya harga bensin. Naiknya harga bensin memperbesar keuntungan kilang dan pada saatnya akan mendongkrak harga minyak mentah. Di samping itu, untuk menghasilkan bensin yang diminta diperlukan lebih banyak minyak mentah ringan dan berkadar belerang rendah. Permintaan ini kembali menaikkan harga dan mendorong naiknya harga minyak mentah yang lain. Di sini OPEC tidak berperan karena hal ini sudah berada dalam lingkup konsumen.
231
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Stok Minyak Ketiga, stok minyak. Negara-negara OECD memiliki 3,9 miliar barel stok primer, yang terdiri dari 2,5 miliar barel stok komersial dan 1,4 miliar barel cadangan strategis. Stok ini cukup untuk 90 hari kebutuhan. Amerika Serikat menetapkan bahwa cadangan strategisnya hanya boleh dipakai untuk saat krisis. Saat terjadi perang Teluk cadangan ini pernah dikeluarkan, dan pada tahun 2000, Clinton memanfaatkan cadangan ini untuk tambahan pasokan dalam negeri. Minggu lalu beberapa senator Demokrat mengusulkan dikeluarkannya cadangan ini untuk menurunkan harga, tapi ditolak oleh pemerintahan Bush. Jumlah stok komersial ini sangat berpengaruh kepada harga minyak. Stok pada 2800 juta barel pernah membuat harga jatuh menjadi $ 9 per barel. Sebaliknya , pada level 2300 juta barel harga pernah menjadi lebih dari $30. Karena itu, pasar maupun OPEC sangat berkepentingan untuk mencegah suplai minyak yang berlebihan, yang dapat menyebabkan stok komersial agar tidak menaikkan stok ke tingkat yang memicu jatuhnya harga. Keempat, situasi geopolitik. Minyak dan politik memang selalu terkait sejak krisis energi tahun 1974. Namun satu-satunya pemakaian minyak sebagai senjata politik adalah embargo minyak oleh negara-negara Timur Tengah pada waktu itu. Sejak itu situasi geopolitiklah yang mempengaruhi pasar minyak, terutama ketidakstabilan di kawasan negara-negara penghasil minyak. Revolusi Iran, krisis Teluk, serangan 11 September di Amerika dan invasi ke Irak sangat berpengaruh kepada harga minyak waktu itu. Sejak krisis Teluk tahun 1990, OPEC mengambil peran aktif untuk mengatasi gangguan pasokan minyak demi meredam fluktuasi harga. Inisiatif tersebut sangat menonjol di awal 2003 yang lalu, di mana invasi ke Irak, krisis politik di Venezuela dan Nigeria terjadi hampir bersamaan yang menyebabkan dunia kekurangan suplai minyak lebih dari 4 juta barel per hari. Kesiapan OPEC untuk mengatasi kekurangan pasokan ternyata berhasil meredam keresahan pasar. Sementara itu produsen non-OPEC sudah berproduksi pada kapasitas maksimal sehingga tidak dapat lagi diandalkan dalam hal krisis seperti ini.
232
Sekitar Harga Minyak Dunia
Saat ini, serangan-serangan ke instalasi minyak di Irak ditanggapi pasar dengan kenaikan harga karena menduga akan terganggunya pasokan. Beberapa negara OPEC menyatakan akan mengatasi kekurangan pasokan bahkan kalau perlu mendayagunakan kemampuan cadangan produksi mereka. Kemampuan cadangan ini dimiliki oleh Saudi Arabia sekitar 2,5 juta barel per hari, serta Uni Arab Emirat dan Nigeria pada skala yang lebih kecil. Saudi Arabia, dalam pernyataannya tanggal 23 Mei di Amsterdam menyatakan mampu menaikkan kapasitas sampai 11,3 juta barel per hari. Walaupun demikian pasar masih tetap was-was dan ini ditunjukkan dengan penurunan harga yang tidak signifikan. Kelima, perdagangan berjangka dan spekulasi. Perdagangan minyak mentah, BBM dan gas di NYMEX (New York Mercantile Exchange) dan IPE ( International Petroleum Exchange - London) yang mulai marak sejak 1982, sebetulnya ditujukan untuk mengurangi risiko kerugian bagi pembeli atau penjual bilamana terjadi perubahan harga. Karena disuburkan oleh ketidakstabilan harga dan banyaknya pemain, nilai perdagangan ‘kertas’ ini makin meningkat. Sejak Oktober tahun lalu, posisi long ( pembelian dengan antisipasi harga naik) untuk minyak mentah dan bensin bertahan di atas 100 juta barel per hari yang tentu memberi pengaruh besar kepada naiknya harga. Pembelian ini juga disebabkan adanya migrasi besar-besaran dana ke perdagangan ini sehingga kegiatan ini menjadi lebih spekulatif. ‘Psikologi pasar’ ini sangat sensitif dan ini terpantul dari aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan harga. Sentimen pasar tertentu dapat ‘menular’ dan suatu gerakan penjualan biasanya diikuti dengan cepat oleh yang lain sehingga mengakibatkan terjunnya harga, yang efeknya sangat buruk terhadap kepada perdagangan fisik minyak.
Kebijakan Harga OPEC Sasaran utama OPEC adalah stabilisasi harga minyak pada tingkat harga yang wajar. Upaya yang dapat dilakukan OPEC adalah menjaga tingkat produksi yang sesuai dengan permintaan dunia. Upaya ini tidak mudah karena banyaknya faktor lain yang berpengaruh diluar kendali OPEC.
233
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Di awal tahun 2000, OPEC memperkenalkan price band, yaitu rentang harga U$ 22-28 per barel sebagai acuan untuk memperbesar dan memperkecil produksi. Bilamana harga di atas U$ 28 per barel berturut-turut selama 20 hari, ini dianggap sebagai sinyal berkurangnya pasokan minyak dunia, maka produksi dinaikkan sebesar 500 ribu barel per hari dan bilamana harga di bawah $22 berturut- turut selama 10 hari maka produksi dipotong sebesar 500 ribu barel per hari. Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC selama tiga tahun terakhir adalah $25.2, yang menunjukkan keberhasilan mekanisme rentang harga tersebut. Cara ini juga membuat anggota OPEC lebih disiplin dalam mematuhi pagu produksi yang disepakati. Dalam situasi kenaikan harga yang terjadi saat ini OPEC membiarkan anggota-anggotanya berproduksi di atas pagu dalam usaha menenangkan pasar walaupun belum diyakini bahwa kekurangan suplailah yang menjadi penyebab utama kenaikan harga. Harga yang stabil dan wajar, suplai minyak yang lancar dan ekonomis bagi konsumen, keuntungan yang pantas bagi investor di industri minyak adalah tujuan yang ingin dicapai, demikian deklarasi yang tercantum dalam anggaran dasar OPEC. Untuk ke-131 kalinya menteri-menteri OPEC akan bertemu dan pasar menunggu berapa pagu produksi yang akan disepakati. Berbagai faktor yang telah dibahas di atas, yang kaitan satu sama lainnya makin rumit, dan yang membuat stabilitas harga sangat rentan, tetap merupakan dasar pertimbangan. Satu hal yang mulai dipahami secara luas adalah bahwa stabilitas harga diperlukan semua pihak, dan dengan terbatasnya lingkup kendali yang dimiliki OPEC, pihak-pihak yang berkepentingan, baik negara-negara konsumen maupun investor, harus ikut berkontribusi dalam menciptakan stabilitas tersebut.
234
Sekitar Harga Minyak Dunia
Salah satu Konferensi OPEC di tahun 2004 dipimpin Presiden OPEC Purnomo Yusgiantoro, didampingi Acting for Secretary General Maizar Rahman dan Chairman of The Board of Governor Ivan Orellana
235
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Pouring Oil on Troubled Waters World Petroleum, To mark the 2004 Council Meeting of the World Petroleum Congress, Madrid, Spain. By Maizar Rahman, Acting for Secretary General of OPEC
T
he volatility and high prices, that have dominated affairs in the international oil market this year, have been a major cause for concern among OPEC’s Member Countries and our Organization has been doing everything it can to restore order and stability to this leading energy sector. Prices for OPEC’s Reference Basket of seven crudes which was introduced as a pricing yardstick in January 1987 rose above US $45 a barrel for the first time in October. To put this in context, it compares with an average level of just over $25/barrel that prevailed for several years at the beginning of the 21st century from the inception of OPEC’s innovative price band in 2000 through 2003. That average was close to the centre of the $22-28/barrel price band, showing how effective this market-stabilization device was, as a result of the realistic nature of its upper and lower limits, which were, in turn, considered fair and reasonable by producers and consumers alike. Thus it won wide acceptance in the oil community. We see a combination factors contributing to the destabilization of the market this year even through, throughout, the market remained well-supplied with crude and fundamentals have been sound: higher-than-expected oil demand growth, especially in China and the USA; refining and distribution industry bottlenecks in some major consuming regions, coupled with more stringent product specification and compounded by the recent hurricanes in the Americas; and the present geopolitical tensions and concern about adequacy of spare capacity to meet possible supply disruption. Combined, these factors have led to fears about possible future supply shortage of crude oil, which, in turn, have resulted in increased speculation in the future markets, with substantial upward pressure on prices. To help restore order and stability, OPEC has raised its production ceiling three times, by a total of 3.5 million barrels a day for OPEC-10 (OPEC, excluding Iraq), to 27.0 mb/d. We did this, even through our assessments had indicated that
236
Sekitar Harga Minyak Dunia
there was sufficient crude in the market and that Member Countries were already producing well above previous ceilings. Our latest studies show that, for the third quarter, the market was over-supplied by nearly 2 mb/d and that this trend was being continued into the fourth quarter, although to a lesser extent, due to demand seasonality and other factors. However, in reaching our production agreements, it was believed that, as well as the actual physical fact of agreeing to these big increases in supply , such actions, in themselves, would also send a power order to help stabilize prices. The easing price trend of recent weeks, of almost $10/barrel, can be attributed in great part to OPEC’s continued efforts to restore market order and stability. A further Extraordinary Meeting of the Conference is scheduled for 10 December in Cairo, to review market developments and, if necessary, adjust the production ceiling accordingly. The decisions we take will, understandably, be influenced by the outlook for the coming year. Initial forecasts from recognized sources for 2005 assume a moderate slowdown in global economic growth. We project an annual growth rate of 4.1 per cent for 2005, compared with the 4.9 per cent currently forecasts for this year. Growth will be much faster in developing countries than in the OECD 5.0 per cent compared with 2.8 per cent while, separately, China is prospected to experience 7.6 per cent growth in 2005, and Russia 6.0 per cent. Let us look at the impact this will have on oil demand in 2005 especially at a time when there may be attempts to fill strategic petroleum reserves in forecast for next year fall within a wide range of 1.4-2.4 mb/d, with an average of around 1.8 mb/d. OPEC itself projects 1.6 mb/d. Asia is expected to account for a significant proportion of this growth. Looking at supply, forecast for increases in 2005 non-OPEC supply also cover a wide range, between 0.7 mb/d and 1.6 mb/d, with a mean of about 1.0 mb/d. OPEC‘s production see an increase of 1.2 mb/d. According to various sources, the difference between world oil demand and non-OPEC supply is expected to increase for the third consecutive year. The preliminary market balance forecasts-demand minus non OPEC supply-are also spread across a wide range, from 27.4 mb/d to 29.4 mb/d, with an average of around 28.1
237
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
mb/d. OPEC expects this number, which is effectively, the call on OPEC oil, to be at the low end of the range. With regard to the ability to meet rising demand in the short-to-medium term, OPEC has spare production capacity of around 1.5-2.0 mb/, which would allow for an immediate additional increase in production. Moreover, in response to the expected demand growth in the near future, Member Countries have plans in place to increase spare capacity further in 2005, to over 2.5 mb/d. We believe there is widespread recognition within the oil community of OPEC’s concern about the present high level of volatility and of the fact that the Organization is doing all it can to take the appropriate remedial measures. Moreover, it is acknowledge that, in normal circumstances, these measures would be likely to have their desired effect within a reasonable period of time. We saw this, for example, with the successful application of the price band in the opening years of this century. But these are abnormal times and, as I pointed out earlier, factors over which OPEC has no control have been driving up prices this year by substantial amounts. Solution a need to be found in these other areas, before order and stability can be restored to the market. Let us hope this happen soon. Referring specifically to the short-to-medium-term oil price outlook and presupposing that these exceptional market factors sort themselves out, how do we envisage the situation for prices? Well, two aspects must be considered. The first is the success of our price band in demonstrating under more or less normal conditions widespread market acceptance, over a period of several years, of prices in the range of $22-28/b. And the second aspect is: Have these conditions changed now? Is there a revised set of fundamentals, influenced, at least in part, by the extremities of the past year? This is a matter that we are examining at the present time in OPEC. Our studies, understandably, are clouded by the fact that some of the present deep-rooted uncertainties in the market are impeding our efforts to establish what are now the true fundamentals. We have no answers to provide on this matter at the present time.
238
Sekitar Harga Minyak Dunia
What is important, however, is to ensure that the market can meet world oil demand to the full, at all times, and that it does this in a climate of order and stability, with reasonable prices, steady revenues and fair returns for investors. At the same time, there should be a clear vision of the future oil requirement, with a satisfactory balance being found between meeting today’s needs and catering for those of future generations. There should also be security of demand, as well as security of supply. Responsibility for the welfare of the oil industry lies with all the principal players: OPEC and non-OPEC producers, consumers and the intermediary bodies, such as the large oil companies and the international financial institutions. There must be reasonable burden-sharing within the industry. This underlines the importance of cooperation. All parties stand to benefit from cooperation, on all time-horizons. Big advances have been made in this area over the past two decades and the concept of cooperation is now very well-established although such is the complexity of this industry and the underlying forces and pressures that propel it, that there remains plenty of scope for improvement. Nevertheless, a clear realization has emerged that the industry is far better off if there is an underlying consensus on the means of handling, at least, the major issues that concern all parties. If the right conditions are in place, then the market will be better able to accommodate destabilizing factors, as and when they arise, and one of the main beneficiaries of this will be future price levels, which will then be more stable and at levels that are acceptable to producers and consumers alike. This is especially important as we settle into the framework of an increasingly globalised industry, where technology is enabling us to make remarkable advances in every field of activity and where the orderly, equitable provision of cleaner, safer energy services is seen as an integral part of sustainable development, the eradication of poverty and the general enhancement of mankind.
239
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Fear Factor Harga Minyak Dunia Suara Karya, 15 Agustus 2005
F
ear factor - kekhawatiran yang berlebihan atas kondisi geopolitik, ancaman terorisme, dan ketatnya pasokan minyak - sangat memengaruhi anatomi pergerakan harga minyak dunia. Spekulan memanfaatkan unsur ini - bermain di pasar berjangka - dengan cara memborong komoditas “emas hitam” itu. Peran mereka ini sangat dominan hingga membuat harga minyak dunia melejit. Di saat harga minyak dunia melonjak naik, mereka yang sudah memiliki stok lantas melepasnya ke pasar. Tak bisa disangkal, faktor-faktor lain berpengaruh besar terhadap pergerakan harga minyak dunia ini dibanding faktor fundamental supply and demand. Memang, menurut penilaian banyak kalangan, selama ini faktor permintaan (demand) dan ketersediaan (supply) minyak dunia menjadi sisi yang membumbungkan harga minyak hingga mencapai 67 dolar AS per barel. Namun kalau mau berkaca dari segi historis, masalah natural itu tidak akan sampai membuat harga minyak setinggi itu. Itu berarti, fear factor dan permainan spekulan merupakan dua aspek yang menjadi katalisator dan causa prima (sebab utama) tak terbendungnya harga minyak dunia. Di luar persoalan spekulan dan kondisi geopolitik Iran serta masalah Irak, faktor lain yang menyebabkan membubungnya harga minyak dunia ini adalah rusaknya 12 buah kilang di AS. Itu menghambat produksi sebesar 2,7 juta barel per hari (bph). Membumbungnya harga minyak dunia juga tak terlepas dari akibat adanya kekhawatiran sabotase terhadap instalasi minyak dunia, di samping akibat kerawanan politik di sejumlah negara non-OPEC penghasil minyak, seperti di Afrika. Kemudian, badai di Teluk Meksiko juga menjadi semacam hambatan, dan itu memunculkan kalkulasi pasar minyak terhadap harga berbentuk fear premium. Pergerakan harga minyak dunia diperkirakan terus meningkat seiring situasi dunia yang semakin rawan. Memang agak repot mengharapkan harga minyak segera turun. Sebab, kekhawatiran berlebihan AS pada nuklir Iran - setelah terpilihnya Presiden
240
Sekitar Harga Minyak Dunia
Mahmoud Ahmadinejad -, dan ketakutan Barat akan ancaman terorisme menjadi sentimen jangka panjang yang sukar diprediksi kapan berakhir. Walaupun faktor kerusakan kilang, spekulan dan badai di Teluk Meksiko yang bersifat temporer dipastikan bisa diatasi, hal yang terkait dengan sisi politis sungguh bukan soal mudah. Sebenarnya, kalau mau melihat pergerakan harga minyak dunia yang lebih stabil, keberadaan pengayaan uranium Iran di Isfahan tidak perlu menjadi pressure yang seolah membahayakan dunia. Kekhawatiran tersebut tidak beralasan karena kemudian berujung pada fear factor tadi. Bagaimanapun, tingginya harga minyak dunia hingga tahun 2006 membuat negara-negara berkembang semakin menderita.
241
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Dampak Badai Katrina dan Rita Kepada Harga Minyak dan Perekonomian Dunia Suara Karya, Oktober 2005
2
9 Agustus yang lalu topan Katrina menyapu Teluk Meksiko dengan kecepatan angin 155 mil per jam sebelum sampai ke Pantai Louisiana dan Missisipi. Topan Rita menyerang perbatasan Texas-Louisiana pada tanggal 24 September dengan kecepatan angin 120 mil per jam. Akibat dari kedua topan ini 108 dari 3050 anjungan lepas pantai yang memproduksi minyak dan gas porak poranda dan tidak dapat dipakai lagi. Anjungan yang hancur ini sebelumnya memproduksi 1,7 persen minyak dan 0,9 persen gas Teluk Meksiko. 53 anjungan lainnya rusak berat dan tidak dapat berproduksi sampai tahun depan. 90 persen dari 1,5 juta barel per hari (bph) kapasitas produksi minyak mentah dari Teluk Meksiko dan 72% dari 10 miliar kaki kubik per hari kapasitas produksi gas alam lepas pantai masih belum mengalir. Kehilangan produksi sampai sekarang telah mencapai 46.5 juta barel minyak dan 227 miliar kaki kubik gas. Anjungan yang tidak terkena memerlukan 10 hari lagi untuk memobilisasi tenaga operasi. 342 anjungan lepas pantai masih terevakuasi. Anjungan yang rusak ringan memerlukan beberapa minggu untuk mulai beroperasi. Kerusakan pada pipa bawah air tidak terlalu parah. Sebanyak 12 kilang dengan kapasitas 3.1 juta bph atau 18 persen kapasitas USA dan 21 instalasi pengolah gas di daratan masih berhenti sesudah topan. Belum dapat diketahui kapan persisnya semua fasilitas produksi tersebut pulih kembali. Kilang-kilang di USA saat ini hanya mengolah sekitar 11.7 juta bph minyak mentah, yang terendah sejak 1987 dan 4,5 juta bph lebih rendah dibanding seminggu sebelum topan Katrina. Meskipun impor cukup besar, dengan masih besarnya kapasitas kilang yang belum beroperasi, stok produk terpaksa dipakai untuk memenuhi permintaan pasar. Adanya pelonggaran spesifikasi bensin oleh Badan Perlindungan Lingkungan
242
Sekitar Harga Minyak Dunia
USA demi meningkatkan impor dan meluasnya perdagangan arbirtrase diperkirakan dapat mengatasi kelangkaan. Stok minyak mentah USA cukup melimpah, dan dengan ditambah talangan dari cadangan strategis USA dan pelepasan stok darurat IEA (International Energy Agency) kebutuhan mendesak kelihatannya dapat diatasi. Namun berkurangnya kapasitas kilang dan rendahnya tingkat inventori menekan pasar bensin sehingga harga tetap tinggi. Pemogokan buruh industri kilang di Perancis makin menambah ketegangan dalam suplai bahan bakar minyak. Katrina dan Rita akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi USA dan hargaharga produk minyak. Pertumbuhan negara ini tahun 2005 diperkirakan terpotong 0,2% menjadi 3.4%. Untuk tahun 2006, sebelumnya sudah diperkirakan pertumbuhan yang lebih rendah karena menurunnya konsumsi akibat inflasi yang tinggi, naiknya suku bunga dan melemahnya pembelian perumahan. Kegiatan rekonstruksi akan mendorong sedikit pertumbuhan 2006 namun akan memperbesar defisit federal. Prediksi tahun depan tetap menunjukkan penurunan pertumbuhan USA menjadi 3%. Di Eropa, kepercayaan konsumen masih lemah dan berkepanjangannya harga bensin yang tinggi akan memperlambat pemulihan. Kepercayaan bisnis di Jepang tidak meningkat banyak. Pertumbuhan di Cina tidak meningkat walau masih kuat, pengaruh ekspor masih dominan sehingga perlambatan di USA akan berdampak. Pada tahun 2006 pertumbuhan Cina masih mencapai 8%. Pertumbuhan India diperkirakan hanya menurun sedikit menjadi 6.3%. Pertumbuhan di beberapa Negara Asia lainnya juga terpengaruh karena pengurangan subsidi bahan bakar minyak. Apabila harga bertahan di $55 dipenghujung 2005 dan tahun 2006 maka pertumbuhan dunia akan berkurang sebesar 0,2% menjadi 3,9%. Angka pertumbuhan ini masih relatif tinggi sehingga peningkatan permintaan minyak mentah masih cukup besar sekitar 1.5 juta barel per hari. Peningkatan kapasitas produksi minyak mentah dunia tahun 2006, baik OPEC ( sekitar 0.7 juta bph) dan non-OPEC (1,1 juta bph) akan mampu memenuhi kenaikan permintaan. Kapasitas produksi cadangan OPEC juga akan lebih tinggi mencapai 10%, tertinggi sejak 2002. Namun, meskipun minyak mentah yang ditawarkan di pasar cukup melimpah, hambatan di hilir atau ketatnya
243
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
kapasitas kilang-kilang minyak dunia terus mendorong tingginya harga. Ketegangan isu nuklir Iran dan isu geopolitik lainnya juga menimbulkan tekanan pasar. Diperkirakan harga minyak mentah akan bertahan tinggi di atas US$ 50 pada tahun 2006. Harga minyak diperkirakan akan berangsur turun tahun 2008-2009 setelah meningkatnya kapasitas kilang-kilang dunia, baik ekspansi kilang yang sudah ada dan pembangunan kilang baru, untuk mengejar peningkatan permintaan minyak mentah.
244
Sekitar Harga Minyak Dunia
Dampak Isu Iran dan Irak Terhadap Harga Minyak Investor Daily, 10 Oktober 2005
D
unia sudah mulai cemas dengan masih berkepanjangannya fluktuasi dan tingginya harga minyak yang dapat memperlambat dan mendestabilisasi pertumbuhan ekonomi dunia.
Kestabilan harga minyak banyak dipengaruhi faktor geopolitik, terutama di wilayah negara-negara penghasil minyak. Irak dan Iran misalnya, merupakan dua negara pengekspor minyak utama. Iran memproduksi sebesar 4,2 juta barel per hari (bph) dan Irak sebesar 2,2 juta bph. Terhentinya ekspor dari satu negara saja dapat menimbulkan kembali shock minyak yang dapat membawa harga lebih membubung lagi. Sejarah menunjukkan bahwa perang Arab-Israel tahun 1973 telah menimbulkan shock minyak pertama dimana harga naik 4 kali lipat. Revolusi Iran tahun 1979 menimbulkan shock minyak kedua dimana harga naik lagi 3 kali lipat. Perang Iran-Irak yang pecah tahun 1981 membuat harga bertahan tinggi selama 5 tahun, periode yang sangat lama, sehingga sangat berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi dunia. Harga akan dapat distabilkan bilamana kapasitas suplai dunia dapat mengatasi kelangkaan minyak yang diakibatkan faktor geopolitik atau nonfundamental lainnya, seperti ditunjukkan antara tahun 1986-2000 dimana produsen OPEC dan Non-OPEC ‘bersaing’ berebut pangsa pasar dunia. Ini ditunjukkan sewaktu invasi Irak ke Kuwait yang dilanjutkan Perang Teluk, gejolak harga hanya berlangsung sebentar karena gangguan suplai dapat diatasi dengan peningkatan produksi negara-negara OPEC lainnya. Kondisi dewasa ini berbeda dari kondisi-kondisi sebelumnya. Saat ini produsen OPEC maupun Non-OPEC tidak memiliki kendali suplai yang memadai. Non-OPEC sudah berproduksi pada kapasitas maksimumnya dan OPEC hanya memiliki kapasitas cadangan 2 juta bph tahun ini, dan dapat menjadi 3 juta bph tahun depan apabila pertambahan kapasitas produksi Non-OPEC sebesar 1.4 juta bph dapat terealisasi, suatu hal yang juga belum terlalu pasti.
245
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Amerika menuduh Iran sedang berusaha membuat bom atom, yang disanggah oleh Iran dengan mengatakan bahwa tujuan kegiatan nuklirnya adalah untuk pembangkitan listrik. Pembicaraan antara Iran dan Uni Eropa terhenti Agustus yang lalu karena Iran menolak persyaratan yang diberikan. Uni Eropa menjanjikan bantuan ekonomi dan jaminan bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir Iran bilamana Iran memusnahkan instalasi pengayaan uraniumnya, yang ditolak oleh Iran. Iran meminta agar perundingan diarahkan untuk mencari penyelesaian secara praktis, teknis, legal dan logis daripada berdasarkan ancaman. Badan nuklir PBB sendiri telah membuat resolusi untuk membawa kasus Iran tersebut ke Dewan Keamanan PBB yang bisa mengarah diberikannya sanksi ke Iran. Rusia, di lain pihak, berpendapat bahwa berdasarkan Traktat Non Profilerasi, Iran memiliki hak untuk melakukan pengayaan uranium, asalkan untuk tujuan damai dan di bawah pengawasan ketat. Bilamana ketegangan Iran-Amerika dan sekutunya memuncak, dunia akan kehilangan ekspor sedikitnya 3 juta bph. Jumlah tersebut dapat menjadi 4 juta bph apabila Irak, yang sekarang masih tidak jelas situasinya, ikut terimbas oleh ketegangan baru tersebut. Kehilangan tersebut pasti tidak bisa diisi oleh suplai negara-negara OPEC ataupun non-OPEC lainnya. Jelas ini akan dapat menyebabkan shock minyak baru, lebih hebat dari efek topan Katrina dan Rita, harga akan meroket hebat dan berlangsung tahunan, situasi mana akan lebih memperparah perekonomian dunia dan akan sangat memperhebat penderitaan negara-negara berkembang. Seandainya kondisi ekstrim di atas tidak terjadi, berkelanjutannya ketegangan akibat pertikaian politik seperti sekarang ini tetap membuat situasi tidak menentu, membuat pasar selalu cemas sehingga para pelaku di pasar berjangka selalu bermain pada tingkat harga tinggi, kondisi yang berkepanjangan tersebut jelas tidak akan tertanggungkan oleh negaranegara berkembang. Harga minyak pada tingkat US$ 50 diperkirakan dapat mengurangi angka pertumbuhan negara berkembang sebesar 0.3 sampai 0.6%. Negara-negara industri maju tidak akan mengalami separah itu (sekitar 0.1-0.3 %) karena keaneka ragaman pemakaian energi mereka yang sudah sangat baik dan jenis industri mereka yang lebih berorientasi kepada jasa serta sudah berbasis teknologi hemat energi. Di samping itu dalam struktur harga
246
Sekitar Harga Minyak Dunia
bahan bakar minyak mereka sudah tersimpan tameng yang tangguh berupa pajak yang besar ( untuk kawasan Uni Eropa, lebih dari 60% harga bensin adalah pajak ). Karena itu perekonomian mereka sudah terbiasa dengan harga bahan bakar minyak tinggi. Kuatnya mata uang Euro terhadap dollar juga merupakan pelindung mereka karena minyak dijualbelikan dalam harga dollar. Dihitung dalam mata uang Euro, peningkatan absolut harga minyak lebih kecil dibanding dollar. Bagi negara berkembang, hantaman terhadap pertumbuhan tersebut berisiko sosial politik yang besar, seperti yang dirasakan Indonesia saat ini, yang makin menurunkan stabilitas di segala bidang dan pada gilirannya makin mempersukar lagi perbaikan kondisi perekonomian.
247
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Faktor Fluktuasi Harga Minyak Dunia Suara Karya, Jumat, 16 Desember 2005
M
enurut hukum pasar, (fluktuasi) naik-turunnya harga minyak mengikuti situasi permintaan dan suplai dunia. Permintaan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia dan pada gilirannya harga minyak itu sendiri kembali berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun juga ada dinamika politik, yang membuat fluktuasi harga minyak. Peristiwa politik menimbulkan kecemasan pasar akan terganggunya suplai minyak sehingga spekulan akan terdorong untuk memasang harga tinggi di pasar berjangka. Harga tinggi akan melemahkan pertumbuhan ekonomi, menciutkan konsumsi minyak dan membuat berlebihnya suplai sehingga harga berbalik jatuh. Mengkaji sejarah jatuh bangunnya harga minyak serta faktor-faktor yang memengaruhinya merupakan acuan menarik sebagai antisipasi ke depan. Peristiwa embargo minyak dan gejolak politik Timur Tengah sejak 1970-an menyadarkan negara-negara industri akan kerentanan mereka terhadap impor minyak. Sebagai reaksinya, mereka mulai membuat cadangan strategis minyak, meningkatkan eksplorasi di kawasan non-OPEC, meningkatkan efisiensi pemakaian minyak, dan menyubstitusi bahan bakar pembangkit tenaga listrik dengan nuklir, gas, batu bara dan energi terbarukan. Akibat konservasi dan diversifikasi energi tersebut, konsumsi minyak dunia mulai turun dan produksi non-OPEC pun terus meningkat karena terstimulasi harga tinggi. Dunia mulai kebanjiran minyak, dominasi produksi OPEC mulai tergerogoti dan harga mulai berangsur turun. Demi mempertahankan harga, OPEC -- dipelopori Arab Saudi --memotong produksi dari 29,9 juta barel per hari (bph) menjadi 16.6 juta bph. Arab Saudi sendiri memotong lebih dari 75% produksinya sehingga menjadi hanya 2.3 juta bph pada 1985. Namun, karena harga turun terus, Arab Saudi menukar strategi dengan membanjiri dunia dengan minyak demi mempertahankan pangsa pasarnya. Akibatnya, harga terjun ke bawah 9 dolar AS per barel. Jatuhnya harga mendorong kembali naiknya konsumsi minyak sekaligus
248
Sekitar Harga Minyak Dunia
mendorong pertumbuhan ekonomi dunia. Selama tahun 1984 sampai 1989, perekonomian dunia tumbuh rata-rata 4%. Fenomena menarik terjadi dalam kurun waktu 2000-2003 manakala OPEC menerapkan price band, yaitu rentang harga 22-28 dolar AS per barel untuk menstabilkan harga. Produksi dinaikkan atau diturunkan bilamana harga pasar di atas atau di bawah rentang tersebut. Besarnya rentang harga dipilih berdasarkan kepentingan jangka panjang OPEC. Ternyata harga rata-rata basket OPEC cukup stabil di sekitar 25 dolar AS. Keberhasilan manajemen suplai tersebut berkat adanya ketersediaan produksi minyak yang cukup dari OPEC dan non-OPEC. Sejak 2003, perekonomian dunia membaik, dipelopori AS dan China, sehingga meningkatkan kembali permintaan minyak dan menaikkan harga dengan sangat tajam, dari rata-rata 23 dolar AS tahun 2002 menjadi 31 dollar AS tahun 2003, 41.5 dolar tahun 2004 dan 53.5 dolar sampai akhir tahun 2005. Price band OPEC tidak berpengaruh lagi. Kenaikan tersebut mengindikasikan makin terbatasnya kemampuan suplai minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM). Keterbatasan suplai minyak mentah diakibatkan oleh kurangnya investasi, produksi tidak tumbuh secepat kenaikan konsumsi sehingga kapasitas cadangan produksi menipis dan tidak mencukupi untuk mengatasi gangguan suplai. Hal yang sama terjadi pada kilang dunia. Kurangnya investasi menyebabkan kapasitas saat ini sebesar 83 juta bph tidak mampu memenuhi permintaan bensin dan solar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kilang-kilang dunia mencari minyak mentah yang dapat menghasilkan lebih banyak BBM, yaitu minyak mentah ringan dan berbelerang rendah (light and sweet crude). Sedangkan yang banyak tersedia adalah minyak berat dan kecut (sour). Akibatnya, harga minyak ringan naik harganya dan ikut mendongkrak harga minyak jenis lainnya. Situasi keterbatasan tersebut diperparah oleh faktor kecemasan (fear factor) yang dipicu oleh banyaknya peristiwa geopolitik, cuaca (seperti badai Katrina dan Rita), gangguan instalasi dan faktor non-fundamental lainnya yang dianggap berpotensi mengganggu suplai. Faktor kecemasan ini dimanfaatkan para spekulator dengan memasang harga tinggi di pasar
249
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
berjangka. Diperkirakan faktor kecemasan ini berpotensi menaikkan harga sebesar 10-15 dolar AS. Saat ini perusahaan-perusahaan minyak global sudah mempunyai cukup dana windfall profit untuk menggalakkan eksplorasi minyak di daerah-daerah yang sulit. Dengan harga minyak mentah tinggi, produksi minyak nonkonvensional dari pasir minyak dan minyak berat serta konversi gas menjadi BBM akan menjadi layak secara komersial. Di lain pihak, tingginya harga akan memperlemah konsumsi dunia dan konsumen mulai meningkatkan pemakaian energi alternatif sehingga suplai dunia terancam berlebih. Untuk 1-2 tahun ke depan, harga diperkirakan masih berkisar di atas 50 dolar per barel. Bertahannya harga tinggi karena masih baiknya pertumbuhan ekonomi dunia dan masih belum memadainya peningkatan kapasitas produksi dunia di hulu maupun di hilir. Setelah itu, pada tahun ke-3 sampai ke-5 ke depan, ada tiga skenario yang mungkin terjadi. Skenario pertama, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, produksi minyak mentah OPEC dan non-OPEC cukup meningkat, kilang-kilang baru mulai beroperasi, faktor geopolitik walau gencar pengaruhnya hanya berjangka pendek. Dalam kondisi ini hukum pasar lebih mendominasi harga dan secara berangsur harga minyak akan kembali ke fundamentalnya, sekitar 35-40 dolar per barel. Skenario kedua, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, produksi OPEC dan non-OPEC tidak meningkat banyak sehingga suplai ketat. Harga minyak di tangan produsen dan berada pada kisaran 40-50 dolar AS per barel. Skenario ketiga, pertumbuhan ekonomi rendah, konsumsi minyak menurun, harga akan turun pada kisaran 30-35 dolar AS per barel. Walaupun demikian, sampai saat ini belum pernah ada prediksi yang akurat apabila situasi masa depan itu sendiri penuh dengan ketidakpastian. Sejak Januari sampai September 2005 prediksi harga yang dilakukan gabungan para pakar dari 29 lembaga kajian, industri dan pemerintah di dunia dari waktu ke waktu telah berubah sebesar 15 dolar AS per barel. Kajian historis menunjukkan bahwa yang paling memengaruhi harga adalah ketersediaan dan kestabilan suplai. Bagaimana pun, era “banjir minyak” kelihatannya tidak akan berulang lagi mengingat suplai minyak dunia
250
Sekitar Harga Minyak Dunia
cenderung ketat, pertambahan cadangan dunia hanya terkonsentrasi di kawasan OPEC Timur Tengah, dan produksi non-OPEC diperkirakan tidak lagi meningkat setelah 2010. Pembangunan cadangan strategis dan kompetisi penguasaan sumber-sumber produksi maupun impor makin gencar, terutama di Asia, yang merupakan kawasan pengimpor minyak. Demi mengamankan suplai BBM, yang masih merupakan 63% dari energi nasional, Indonesia harus memiliki cadangan strategis nasional dan lebih aktif mengembangkan sumber-sumbernya sendiri, baik di dalam negeri maupun di kawasan luar negeri yang kaya akan sumber minyak.
Komisaris Pertamina dan Gubernur OPEC, Maizar Rahman menyampaikan makalah pada World Refining Fuels, 8 Nopember 2007 di Beijing.
251
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Akankah Harga Minyak Dunia Turun Terus? Bisnis Indonesia, 17 Januari 2006
T
urunnya harga minyak dari US$70 (jenis WTI atau West Texas Intermediate) akhir Agustus 2005 menjadi sekitar US$57 per barel pada Desember tahun lalu menimbulkan kelegaan dan harapan akan terus turun sampai tingkat yang dapat diterima perekonomian dunia. Walau sudah turun cukup banyak, harga sekarang masih dirasa sangat tinggi dibanding 2003 yang hanya sekitar US$30 per barel. Pertumbuhan ekonomi dunia yang cukup mencolok pada 2004, yang diikuti oleh pelonjakan permintaan minyak mentah telah membuat kapasitas produksi dunia hampir seluruhnya terpakai. Di sisi hilir pun, kapasitas kilang dunia untuk memproduksi bahan bakar minyak (BBM) ternyata juga terbatas. Akibatnya harga minyak jenis ringan WTI, pada tahun 2004 rata-rata naik menjadi US$40 per barel dan terus meningkat menjadi rata-rata US$56,5 per barel pada tahun lalu. Di samping harga yang bertahan tinggi, perilaku pasar juga berubah dalam dua tahun terakhir ini. Hubungan terbalik antara stok minyak mentah di Amerika Serikat (AS) dengan harga mengalami suatu ‘anomali’ karena ternyata harga tetap naik walau stok meningkat. Anomali ini harus diwaspadai karena dikhawatirkan tidak akan bertahan lama. OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak) harus bersiap untuk menjaga agar sejarah tidak berulang seperti 1998 dimana kelebihan stok dan menurunnya konsumsi membuat harga terjun di bawah US$10 per barel, walaupun saat ini kemungkinannya kecil untuk sampai ke level tersebut. Pengaruh fundamental di sisi hilir atau BBM juga menonjol terhadap harga minyak mentah. Bilamana biasanya harga BBM mengikuti perubahan harga minyak mentah, akhir-akhir ini adalah kebalikannya dimana harga minyak mentah terdongkrak karena melejitnya harga BBM di AS. Salah satu penyebab adalah karena kilang-kilang berlomba mencari minyak mentah ringan dan berbelerang rendah karena lebih mudah diolah. Harga minyak mentah jenis tersebut naik dengan tajam namun tetap mendorong naiknya harga
252
Sekitar Harga Minyak Dunia
minyak mentah jenis lainnya. Era sekarang ini boleh dikatakan era hilir akibat kurangnya kapasitas kilang-kilang dunia. AS meredam kenaikan harga akibat badai Katrina dengan melonggarkan kembali spesifikasi mutu BBM, membuka cadangan strategis untuk mengisi kekurangan pasokan minyak mentah dan menunda jadwal pemeliharaan kilang di negara tersebut. Pulihnya kilang yang rusak akibat badai dan redanya pemogokan di kilang terbesar di Eropa ikut mendorong turunnya harga BBM. Demikian juga melemahnya permintaan minyak di Asia akibat tingginya harga turut berperan dalam menurunkan harga minyak mentah. Namun kurangnya kapasitas cadangan kilang tetap dikhawatirkan menjadi faktor utama penyebab tingginya minyak dunia dalam jangka menengah ke depan.
Stok banyak OPEC cukup banyak berperan dalam meredam harga. Berbeda dari kebiasaan, OPEC terus berproduksi dalam jumlah di atas keperluan konsumsi dunia, karena harga bertahan tinggi. Kebijakan OPEC melepas kendali produksi pada 2005 tersebut telah menggelembungkan stok dunia, baik di Eropa, AS, dan Cina. Selama tahun lalu tersebut, OPEC memproduksi rata-rata 1,1 juta barel per hari (bph) di atas permintaan akan minyak OPEC yang sebesar 28,8 juta bph. Kelebihan tersebut mengalir kepada stok dan membuat tingkat stok dunia saat ini tertinggi dibanding tingkat selama kurun waktu lima tahun yang lalu. Penggelembungan stok dunia juga dipicu oleh kesadaran baru untuk membangun cadangan strategis di beberapa negara. China telah mulai membangun cadangan strategisnya, diikuti berbagai negara di Asia, seperti India, dan Thailand, yang tentu dapat membantu kestabilan harga minyak. Selama dua tahun terakhir ini stok minyak China bertambah hampir 100 juta barel. Juga timbul kecenderungan untuk juga menyimpan BBM dalam cadangan strategis, yang selama ini boleh dikatakan hanya terdiri dari minyak mentah. Bilamana kebijakan rentang harga (price band), diberlakukan OPEC lagi maka harga tengah keranjang (basket) OPEC yang dulu sebesar US$25, dengan perhitungan nilai dolar AS sekarang, akan menjadi US$33 per barel atau
253
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
US$40 per barel untuk minyak WTI. Namun berbagai opini menyatakan bahwa tingkat harga ini kurang menarik untuk mendorong investasi di hulu. Karena itu minimal tingkat harga sekitar US$50 per barel untuk WTI nampaknya akan perlu dipertahankan. Satu gerakan OPEC yang menarik disimak adalah investasi di kilang minyak. OPEC yang selama ini berperan di sisi hulu (produksi minyak mentah) mulai bergerak ke sisi hilir, yang selama ini didominasi oleh negara-negara konsumen minyak. Sekitar US$60 miliar akan dituangkan sampai 2010 untuk membangun sejumlah kilang berkapasitas total 3,8 juta barel per hari baik di negara-negara OPEC sendiri (terutama Timur Tengah) maupun di negaranegara konsumen seperti China dan AS. Kegiatan ini tentu didorong oleh ketersediaan dana windfall (rezeki nomplok) sebagai hasil tingginya harga minyak belakangan ini di samping OPEC ingin memainkan peran lebih menentukan dalam menstabilkan harga pada tingkat yang dapat menopang ‘keberlanjutan’ minyak bumi sebagai energi dunia. Perusahaan-perusahaan minyak global sudah mempunyai cukup dana windfall profit untuk menggalakkan eksplorasi minyak di daerah-daerah yang sulit. Pada harga minyak mentah tinggi, produksi minyak nonkonvensional dari pasir minyak dan minyak berat, serta konversi gas menjadi BBM akan menjadi layak secara komersial. Di lain pihak tingginya harga akan memperlemah konsumsi minyak dunia dan konsumen mulai meningkatkan pemakaian energi alternatif. Semua kondisi tersebut dapat membuat berlebihnya suplai minyak mentah dunia yang pada gilirannya akan menekan harga.
Pengaruh politik Walaupun menurut hukum pasar naik turunnya harga minyak mengikuti situasi permintaan dan suplai dunia, pengaruh dinamika politik cukup kental dalam membuat berfluktuasinya harga minyak. Kronologis harga minyak selama tiga puluh tahun ke belakang memastikan pengaruh tersebut. Peristiwa politik menimbulkan kecemasan pasar akan terganggunya suplai minyak sehingga spekulan akan terdorong untuk memasang harga tinggi di pasar berjangka. Pengaruh tersebut dapat berlangsung lama pada situasi
254
Sekitar Harga Minyak Dunia
suplai ketat atau kapasitas produksi terbatas. Konflik Irak dewasa ini dan ketegangan AS-Iran dalam masalah penelitian nuklir di Iran merupakan faktor-faktor yang berada dalam kalkulasi pasar berjangka. Pertumbuhan konsumsi minyak dunia tahun ini diperkirakan sekitar 1,5 juta-1,7 juta bph karena perekonomian dunia menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan mulai kuartal III 2005. Terutama di zona Eropa, Amerika, dan Jepang berkat kebijakan moneter yang akomodatif, tingkat inflasi yang rendah, dan perdagangan yang membaik. Ekonomi dunia juga kelihatannya mampu bertahan terhadap tingginya harga minyak, terutama di negaranegara industri, berkat penerapan efisiensi energi yang sangat maju dan sudah terbiasanya mereka dengan pajak energi yang tinggi. Jadi negara berkembanglah yang paling menderita dengan harga minyak tinggi. Kenaikan permintaan konsumsi dunia tersebut akan dapat dipenuhi seluruhnya oleh peningkatan produksi non-OPEC, sehingga tingkat produksi OPEC 2006 tidak akan berbeda dari tahun lalu. Dengan demikian peningkatan kapasitas produksi OPEC hanya akan memperbesar kapasitas cadangannya menjadi 4,5 juta bph. Karena itu kapasitas produksi minyak mentah OPEC dan non-OPEC pada 2006 sudah pada tingkat agak melegakan. Namun produksi BBM dunia di tahun ini masih ketat yang membuat harga akan masih tertahan cukup tinggi. Karena itu, tahun ini harga diperkirakan masih berkisar pada US$50-US$60 per barel untuk WTI. Beberapa kalangan OPEC mengharapkan kisaran harga antara US$45-US$55 per barel, karena didorong oleh kebutuhan anggaran dalam negeri masing-masing. Indonesia sendiri memosisikan pada penurunan harga demi mengurangi beban subsidi BBM dan menggairahkan kembali industri dalam negeri. Harga US$50 per barel untuk WTI akan memberikan harga ICP (Indonesian Crude Price) pada US$47 per barel yang dapat membebaskan pemerintah dari beban subsidi. Sidang OPEC ke 138 di Kuwait pada 12 Desember 2005 diwarnai persiapan stabilisasi harga untuk 2006. Sidang tersebut memutuskan tidak mengubah tingkat produksi untuk kuartal I 2006 karena secara musiman, pada kuartal yang diliputi musim dingin ini, permintaan minyak masih tinggi seperti pada kuartal IV tahun 2005. Kewaspadaan ditujukan kepada kuartal II 2006, karena 255
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
juga secara musiman, pada periode ini permintaan dunia akan turun sekitar 1,5 juta-2 juta bph. Jadi, bilamana tidak hati-hati, tingkat produksi yang tinggi dan sudah sangat besarnya stok dunia akan dapat membawa terjunnya harga yang diikuti kembali oleh ketidakstabilan harga. Karena itu, sidang luar biasa OPEC ke 139 di Wina, 31 Januari 2006 akan melihat perlu tidaknya OPEC menurunkan tingkat produksi. Jadi, bilamana tidak hati-hati, tingkat produksi yang tinggi dan sudah sangat besarnya stok dunia akan dapat membawa terjunnya harga yang diikuti kembali oleh ketidakstabilan harga. Karena itu, sidang luar biasa OPEC ke 139 di Wina, 31 Januari 2006 akan melihat perlu tidaknya OPEC menurunkan tingkat produksi.
256
Sekitar Harga Minyak Dunia
Antisipasi Minyak Dunia Suara Karya, 7 Agustus 2007
B
erita ‘hantu’ kenaikan harga minyak ternyata tidak membuat ekonomi dunia surut karena selama lima tahun berturut-turut tetap tumbuh rata-rata 4.5%, tertinggi dalam dua puluh tahun terakhir ini, sehingga permintaan minyak menjadi lebih tinggi lagi. Setiap tahun diperlukan ratarata 1.5 juta barel/hari tambahan pasokan. Dan lebih dari 50% peningkatan tersebut terjadi di negara berkembang Asia. Harga minyak jelas tidak akan kembali ke $25 seperti pada tahun 2002 karena nilai dollar sekarang telah merosot sepertiganya dan biaya produksi minyak di kawasan sulit telah mencapai $35 per barel. Apabila OPEC berencana menstabilkan harga pada tingkat $60-65 per barel maka sejatinya nilai nyata harga itu tidak lebih dari satu setengah kali dari tahun 2002. Faktor utama yang dapat menurunkan harga dunia adalah melimpahnya produksi negara-negara non-OPEC namun itu sulit diharapkan. Walau kegiatan investasi baru mereka sangat gencar, tambahan produksi non-OPEC lima tahun ke depan diperkirakan hanya mampu mengisi 80% tambahan permintaan dunia sedangkan selama 15 tahun berikutnya hanya akan mampu memenuhi 30% tambahan. Jadi harapan akan bertumpu kepada kapasitas OPEC. OPEC sendiri cukup gencar berinvestasi namun dibayangi ketakutan apakah investasi mereka yang dapat mencapai 500 miliar dollar dalam 15 tahun ke depan menjadi ‘idle’ bilamana ternyata konsumsi minyak melorot disebabkan tidak cerahnya ekonomi dunia mendatang, berkembangnya teknologi yang lebih hemat energi dan adanya substitusi bahan bakar nabati. Mereka seolah menghadapi buah simalakama, kalau mengerem investasi dicap melakukan praktik ‘kartel’, kalau meningkatkan investasi ada risiko menjadi percuma, sedangkan dana juga perlu untuk pembangunan lain. Karena itulah mereka minta negara konsumen transparansi dalam rencana ke depan dengan mengatakan ‘keamanan pasokan harus dibarengi oleh keamanan permintaan’.
257
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Kenaikan harga minyak sangat menyulitkan industri dan rakyat di Indonesia, apalagi kegiatan ekonomi kita lebih padat energi dibanding negara-negara maju yang lebih mengandalkan kerja otak dan pelayanan. Bayangkan hasil penjualan Microsoft setahun mencapai 250 miliar dollar, lebih dari sepuluh kali penjualan minyak kita, padahal modalnya hanya otak dan bahan baku lempeng plastik untuk membuat piringan penyimpan perangkat lunak dan data. Kenaikan harga minyak harus kita anggap biasa karena tidak bisa dicegah, seperti halnya di Thailand maupun Filipina, yang tentu lebih menderita karena mereka tidak punya sumber minyak dan gas sebanyak Indonesia. Yang perlu kita galakkan adalah industri tidak padat energi seperti jasa teknologi, jasa pariwisata, memakai cara dan peralatan hemat energi, mengganti minyak tanah dengan LPG, mengembangkan bahan bakar nabati, memberdayakan panas bumi, menggali gas CBM (Coal Bed Methane) dan berbagai potensi energi lainnya. Dengan demikian ketergantungan kita terhadap minyak sekarang ini sebesar 50% dapat diturunkan menjadi 20% pada tahun 2025.
258
Sekitar Harga Minyak Dunia
Harga Minyak Dunia, Sudah Sampai Puncak ? Investor Daily, 24 Oktober 2007
S
ejak awal kebangkitan negara-negara berkembang penghasil minyak untuk mengembalikan kedaulatan atas sumberdaya minyak mereka telah terjadi tiga kali oil shock yaitu tahun 1974 pada waktu perang Arab-Israel, tahun 1979 setelah revolusi Iran dan perang Irak-Iran, dan terakhir pada tahun 2004 dengan adanya lonjakan kenaikan konsumsi dunia. Pada ‘kejutan minyak’ pertama dan kedua harga melonjak lebih dari tiga kali dan membuat perekonomian dunia terjun sangat rendah sekitar masing-masing 2 dan 1 persen. Sejak awal tahun 2004, harga minyak dunia telah melonjak sebesar tiga kali lipat sehingga saat ini pernah mencapai lebih dari $90/barel. Apakah kejutan minyak ketiga ini akan berakibat sama kepada perekonomian dunia seperti sebelumnya ? Apabila pada tahun 1974 dan 1979 geopolitik sangat dominan dalam gejolak harga minyak dunia maka sejak tahun 2004 faktor-faktor fundamental maupun non-fundamental silih berganti atau bersama-sama telah memengaruhi pergerakan harga minyak, yang lebih sering ke arah lebih tinggi. Pasar sekarang jauh lebih peka dan reaktif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, kenaikan permintaan minyak, lambatnya peningkatan kapasitas produksi dunia, keterbatasan kapasitas kilang dunia, stok minyak, ketegangan geopolitik, cuaca, bencana alam, pelemahan nilai dolar dan spekulasi. Semuanya itu menyebabkan sangat berfluktuasinya harga minyak dari hari ke hari. Setelah terguncang-guncang oleh krisis ekonomi Asia dan serangan 11 September 2001, perekonomian dunia mulai merambat lagi mencapai 5.3 persen di tahun 2004 dan bertahan pada rata-rata 5 persen sampai sekarang. Di dorong Cina, India, Timur Tengah maupun USA pertumbuhan permintaan minyak mentah dunia tahun 2004 melonjak menjadi 3 juta barel/hari, hampir 2.5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Walau pada tahun 2005 sampai sekarang turun kembali ke 1,2 juta barel/hari, tetap dinilai cukup tinggi.
259
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Lonjakan permintaan minyak telah menyebabkan terbatasnya kapasitas produksi cadangan OPEC, di lain pihak pertambahan kapasitas produksi nonOPEC tidak selancar yang diperkirakan sehingga pasokan minyak dinilai pasar sangat ketat. Sekarang baru disadari bahwa kurangnya investasi dunia di bidang minyak dan gas selama tahun 90-an menyebabkan ketatnya pasokan dan stok minyak dewasa ini. Diharapkan hasil aktivitas investasi yang cukup besar sejak 2004 dapat melegakan pasar dua hingga tiga tahun ke depan. Tahun 2004 sampai 2006 OPEC melepaskan batasan kuota dan membanjiri dunia sehingga stok komersial dunia mencapai tingkat tertinggi menjadi lebih dari 3100 juta barel. Namun demikian, berbeda dengan kenyataan empiris sebelumnya, tingginya stok dunia tersebut tidak menurunkan harga, yang menunjukkan dominannya faktor non-fundamental. Walau saat ini antara permintaan, pasokan dan stok cukup berimbang namun tetap dinilai pasar sebagai amat ketat. Terbatasnya kapasitas kilang dunia merupakan faktor baru yang ternyata juga dominan karena produksi bensin maupun distilat jadi terbatas dan meresahkan pasar terutama di USA. Pembangunan kilang-kilang baru diharapkan dapat melegakan pasar mulai tahun 2010. Berbagai peristiwa geopolitik yang tidak pernah berhenti telah mendorong kenaikan harga secara sangat signifikan. Peristiwa geopolitik tahun 1974 dan 1979 telah menghambat pasokan minyak secara fisik. Namun dalam kurun waktu 1986-2000 berbagai situasi geopolitik yang cukup serius seperti serangan Irak ke Kuwait diikuti operasi gurun USA hanya berpengaruh sebentar kepada harga karena ternyata dunia boleh dikatakan ‘banjir minyak’ baik dari OPEC maupun non-OPEC. Dewasa ini, isu nuklir Iran, krisis Irak, konflik pemberontak di Nigeria, dan ditambah ketegangan Turki dan Kurdi di Irak Utara berakumulasi menimbulkan apa yang disebut ‘fear premium’ dalam harga minyak. Bencana alam seperti badai Katrina dan Rita di teluk Meksiko tahun 2005 yang merusak fasilitas produksi minyak dan kilang dan mengganggu pasokan dunia telah menimbulkan trauma sehingga bilamana ada kejadian serupa harga makin fluktuatif.
260
Sekitar Harga Minyak Dunia
Melemahnya nilai dollar secara terus menerus telah mendorong berlombanya investor keuangan keluar-masuk ke futures market sehingga perdagangan di sini meningkat 3 kali sejak 2004 dan volumenya mencapai lebih dari 10 kali produksi minyak dunia. Kegiatan yang sering bermotifkan spekulasi ini telah membuat naik turunnya secara tajam harga minyak dunia. Pada dua minggu terakhir harga telah naik cepat lebih dari 10 dollar per barel yang ditenggarai sebagai dampak melemahnya nilai dollar. Berbeda dengan oil shock tahun 1974 dan 1979, ekonomi dunia dewasa ini ternyata bertahan terhadap harga minyak yang tinggi. Hal ini disebabkan struktur industri negara maju sudah sangat hemat energi, telah meluasnya diversifikasi sehingga minyak lebih terfokus untuk transportasi yang tingkat konsumsinya lebih tahan terhadap perubahan harga BBM. Harga minyak tinggi di akhir 2007 ini tertahan tinggi oleh akumulasi berbagai ketegangan geopolitik yang belum diketahui kapan meredanya, bisa cepat atau lambat. Cuaca belum menunjukkan kecenderungan musim dingin yang keras. Namun beberapa analisis telah memperlihatkan melemahnya kegiatan ekonomi akibat harga tinggi yang berdampak berkurangnya konsumsi minyak dan pada gilirannya mendorong turunnya harga minyak. Apakah tanda-tanda tersebut menunjukkan harga minyak sudah sampai pada puncaknya ? Walaupun penerimaan pemerintah dari minyak dan gas dikurangi subsidi tidak berubah banyak, maka industri domestik kita yang menderita hebat dengan kenaikan harga minyak, baik di sektor transportasi maupun manufaktur karena industri kita masih padat energi dan berbahan baku minyak dan gas. Berbagai negara berkembang mengalami ‘penderitaan’ yang sama. Pasar memperkirakan sementara harga rata-rata tahunan minyak dunia 2008 akan berada di kisaran $70. Keputusan pemerintah untuk sementara masih memakai harga $60 masih dapat diterima, dengan pertimbangan kehati-hatian dan dapat dikoreksi pada APBN-P. Dapat dicatat, perusahaanperusahaan minyak maupun negara-negara OPEC lainnya juga konservatif dan hati-hati sehingga mematok anggaran mereka pada harga minyak $19$50/barel, tidak mengikuti gejolak harga jangka pendek, demi mencegah terjadinya kekacauan realisasi anggaran bilamana asumsi terlalu optimis.
261
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Harga Minyak dan Sikap Kita Suara Karya, 29 Oktober 2007
M
elambungnya harga minyak mencapai $89 hampir menyamai harga tertinggi tahun 1979 dengan penyesuaian inflasi. Ekonomi dunia waktu itu sangat terpukul sehingga hanya tumbuh 1.1% sedangkan sejak 2004 sampai sekarang masih tetap tinggi pada 5.1%. Rupanya dunia sekarang sudah kurang peka terhadap harga minyak karena minyak sudah terfokus untuk transportasi sedang di bidang lain sudah digantikan oleh batu bara, gas, nuklir dan energi lainnya. Industri negara maju juga sudah bergeser ke minim energi dan teknologi efisien energi. Kalau kita terpukul dengan kenaikan subsidi, mereka malah menerapkan pajak BBM yang tinggi sehingga menjadi bantalan efektif pengurangan dampak harga sekaligus sebagai sumber penerimaan negara yang tinggi. Porsi biaya BBM kendaraan pribadi dalam anggaran keluarga mereka juga telah jauh lebih kecil. Pasar menunjuk situasi geopolitik Turki-Kurdi/Irak sebagai pemicu lonjakan harga. Namun pipa minyak Irak Utara menuju Turki sebetulnya tidak banyak berperan karena sering disabotase. Yang dikhawatirkan adalah melebarnya ketegangan ini ke kawasan Irak lainnya. Berbagai ketegangan lain juga belum selesai seperti masalah nuklir Iran, pemberontak di Nigeria serta situasi di Irak sendiri. Melemahnya nilai dollar juga pemicu karena dana investasi berpindah ke pembelian besar-besaran ‘minyak kertas’ di pasar berjangka yang tentu mendorong naiknya harga minyak. Spekulasi bahwa harga masih akan naik nampaknya tidak terlalu salah karena belum diketahui tingkat harga berapa yang membuat ekonomi dunia melemah dan membawa harga turun kembali. OPEC melihat situasi ini dari sisi fundamental pasokan, permintaan dan stok minyak. Meningkatnya stok minyak di USA minggu ini menandakan bahwa pasar masih dalam keseimbangan. Stok dunia masih berada pada posisi nyaman, yaitu masih pada rata-rata 5 tahun sebelum ini. Karena itu kenaikan produksi hanya akan mengalir ke stok sehingga OPEC belum merasa perlu menaikkan produksi.
262
Sekitar Harga Minyak Dunia
Dibanding tahun 1979, pasar minyak dewasa ini seharusnya dapat memprediksi lebih akurat. Namun tidak terantisipasinya lonjakan harga tahun 2004 menunjukkan data belum sepenuhnya transparan karena disadari kemudian bahwa geopolitik bukan satu-satunya kambing hitam tapi adalah kenaikan konsumsi di Cina dan USA yang banyak menyedot minyak dunia. Berbagai kajian waktu itu juga memprediksi melambatnya ekonomi dunia sebesar 1% bila harga mencapai $50, hal mana ternyata tidak terbukti. Timbul pertanyaan, masih adakah hal yang tidak terantisipasi di belakang kenaikan harga minyak dewasa ini ? Industri Indonesia yang masih padat energi akan paling menderita. Biaya produksi industri berbasis migas seperti plastik, pupuk, kertas dan lainnya mau tidak mau akan naik dan ini tentu akan menampar industri hilir domestik yang lebih padat karya karena tidak mampu menyerap kenaikan harga produk. Kenaikan harga terus-menerus harus dicermati sebagai makin langkanya sumber-sumber minyak. Menghadapi kemungkinan krisis energi Indonesia harus menyiapkan berbagai upaya. Di dalam negeri: peningkatan eksplorasi, peningkatan cadangan minyak komersial, membangun cadangan strategis, melakukan diversifikasi dan penghematan. Ke luar negeri: peningkatan diplomasi energi agar Indonesia dapat teramankan pasokan minyak impornya dalam keadaan darurat maupun jangka panjang.
263
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Harga Minyak dan Spekulasi Warta Ekonomi, No 02/XX/21 Januari 2008
S
ekretariat Jenderal OPEC di Wina, yang ditugasi Konferensi OPEC untuk melakukan kajian pasar dan harga minyak dunia mencatat bahwa dari hari ke hari hampir 30 macam situasi dan tindakan yang menggoncang harga minyak dengan bobot yang berbeda. Gejolak geopolitik di kawasan negara-negara produsen minyak, menurunnya stok bensin dan minyak mentah di Amerika Serikat, pelemahan nilai dollar, gangguan kilang minyak dan musim dingin yang berat sangat signifikan perannya dalam mendongkrak harga, karena pada situasi tersebut terjadi pembelian minyak besar-besaran di pasar berjangka. Di lain pihak, tindakan ambil untung investor di pasar berjangka tersebut (penjualan minyak kembali) karena adanya informasi bertambahnya produksi OPEC, meningkatnya stok, diperkirakannya pelemahan ekonomi dunia, biasanya membawa harga bergerak turun. Namun secara keseluruhan, gabungan faktor-faktor tersebut di atas sejak tahun lalu telah menaikkan harga dua kali menjadi $100 per barel. Harga $100 tersebut boleh dikatakan hampir setara dengan nilai nyata harga minyak tertinggi yang terjadi pada tahun 1979 ($38) di kala meletusnya revolusi Iran dan diikuti perang Irak-Iran, yang merupakan shock minyak kedua. Pada masa itu harga menjadi 3 kali lipat dan menyebabkan resesi dunia sehingga pertumbuhan ekonomi dunia terjun menjadi hanya sekitar 1%. Pada shock minyak pertama di tahun 1973 harga minyak naik enam kali dari $2 menjadi $12 dan juga menimbulkan resesi dunia dengan pertumbuhan yang anjlok dari 6.8% menjadi di bawah 2%. Oleh karena itu angka psikologis $100 seolah membangkitkan trauma masa lalu akan resesi ekonomi. Sampai pada tingkat berapa harga minyak akan berhenti naik masih belum jelas. Pasar masih keliru dengan dugaan bahwa siklus harga minyak sejak awal 2004 sudah mencapai puncaknya.
264
Sekitar Harga Minyak Dunia
Kalau pada era shock pertama dan shock kedua harga minyak sangat dikendalikan oleh pasokan dari produsen OPEC maka sekarang ini kekuatan pasarlah yang berpengaruh. OPEC tidak lagi memiliki kontrol terhadap harga minyak kecuali menaikkan dan menurunkan produksi secara terbatas. Upaya stabilisasi harga oleh OPEC menjadi sulit karena pada mekanisme pasar ini banyak sekali faktor lain yang berpengaruh. Perdagangan minyak mentah, BBM dan gas di NYMEX (New York Mercantile Exchange) dan IPE (International Petroleum Exchange - London) yang mulai marak sejak 1982, sebetulnya ditujukan untuk mengurangi risiko kerugian bagi pembeli atau penjual bilamana terjadi perubahan harga. Karena disuburkan oleh ketidakstabilan harga dan banyaknya pemain hedging dan spekulan, nilai transaksi ‘kertas’ ini makin meningkat. Sejak 2001, lebih banyaknya aset seperti dana investasi dan dana pensiun dialokasikan ke minyak, karena lebih menariknya relative return-nya, telah meningkatkan volume perdagangan minyak kertas ini. Perpindahan dana ini didorong oleh rendahnya bunga bank dan tidak jelasnya kondisi moneter di Eropa dan Amerika Serikat. Krisis kredit perumahan belakangan ini dan jatuhnya harga dollar membuat makin membanjirnya arus dana ke pasar berjangka ini. Volume kontrak berjangka yang ditawarkan tahun ini masih terus meningkat dan telah mencapai 1.3 miliar barel, 15 kali lebih besar dari volume produksi fisik minyak dunia. Psikologi dari pasar ini sangat sensitif dan ini terpantul dari sangat dinamisnya aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan harga. Sentimen pasar tertentu dapat ‘menular’ sehingga suatu gerakan pembelian/penjualan dapat menjalar cepat yang mengakibatkan melonjak atau terjunnya harga, yang efeknya sangat buruk terhadap perdagangan fisik minyak. Observasi menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak terpengaruh perubahan posisi long (pembelian dengan antisipasi harga naik) dari noncommercial. Bertahannya harga tinggi meskipun suplai minyak cukup, memperkuat argumen bahwa peningkatan harga sangat didorong oleh spekulasi .
265
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Geopolitik sering disebut sebagai penyebab naiknya harga. Perang Arab-Israel dan Irak-Iran memang membuat harga meroket. Namun dapat dicatat bahwa dalam kurun waktu 1985-2000, berbagai peristiwa geopolitik di negaranegara produsen hanya berpengaruh sebentar kepada harga minyak karena pasokan minyak cukup melimpah. Dewasa ini, kesetimbangan fundamental pasar minyak menjadi ketat kembali. Penurunan produksi di dunia menurun (tidak hanya di Indonesia), produksi non-OPEC tidak meningkat seperti yang diharapkan karena hanya terjadi di sedikit kawasan seperti bekas Uni Soviet, sedangkan kapasitas OPEC juga terbatas. Di lain pihak, permintaan minyak masih terus tinggi. Konsumen, terutama di negara maju dan negara yang sedang maju pesat seperti Cina dan India seperti tidak terpengaruh dengan kenaikan harga. Pada situasi ini, peristiwa geopolitik kembali menciptakan kecemasan pasar karena gangguan pasokan pasti akan membuat harga melonjak tinggi. Kecemasan inilah yang merupakan lahan subur bagi spekulan. Spekulasi akan mereda bilamana harga sudah stabil dan kembali ke kesetimbangan fundamentalnya yaitu pada saat kapasitas produksi dunia mampu memenuhi peningkatan permintaan dan mampu mengatasi adanya hambatan pasokan tak terduga. Cukup gencarnya kegiatan eksplorasi minyak diperkirakan dapat memenuhi permintaan minyak untuk lima tahun ke depan. Pembangunan kilang-kilang baru juga akan melepaskan kendala pasokan bahan bakar minyak. Namun situasi pasokan tidaklah akan melimpah seperti sebelumnya karena makin sulitnya diperoleh sumber-sumber minyak yang besar. Karena itu pasar masih memperkirakan harga tetap tinggi, sekitar $80 untuk rata-rata tahun 2008, lebih tinggi dari tahun 2007 yang sebesar $72. Walaupun geopolitik masih gencar dan produksi masih ketat harga minyak juga akan berhenti naik bilamana terjadi pelemahan ekonomi dunia ataupun perekonomian dunia mulai terhambat oleh tingginya harga, yang semuanya itu membuat melemahnya konsumsi minyak. Pasar memperkirakan harga akan berhenti naik pada $110-120 per barel.
266
Sekitar Harga Minyak Dunia
Meredam Siklus Harga Minyak Dunia Investor Daily, Juni 2008
M
enurut hukum alam, siklus itu dimulai dari bawah, menuju puncak dan turun lagi, bak batu yang dilempar ke atas pasti akan jatuh lagi karena tarikan gravitasi. Perilaku siklus harga minyak dunia mestinya juga demikian walau tidak sesederhana batu tersebut. Berbagai kekuatan yang melemparkan harga tinggi dan berbagai kekuatan juga yang menarik ke bawah. Siklus harga minyak yang sangat menonjol dan berlangsung hampir 13 tahun dimulai di waktu perang Arab-Israel tahun 1973 yang diikuti embargo minyak kepada negara-negara pendukung Israel. Kenaikan drastis harga lebih dari 6 kali dari $2 menjadi $12 membuat negara-negara pemilik minyak mulai merasakan betapa nilai karunia Tuhan yang diberikan kepada mereka. Namun harga tersebut belum puncak siklus karena malah terus merangkak naik akibat revolusi Iran di tahun 1979 dan diikuti perang Irak-Iran pada tahun 1980. Harga mencapai $38/barel dan terus bertahan tinggi. Harga tinggi tersebut membuat pertumbuhan ekonomi global sangat rendah, sekitar 1.1%. Akhirnya penurunan siklus terjadi tahun 1986 dengan terjunnya harga menjadi sekitar $10/barel. Kekuatan yang membawa harga jatuh adalah mulai membanjirnya produksi negara-negara produsen non-OPEC dan berkurangnya permintaan minyak negara-negara konsumen berkat upaya efisiensi pemakaian energi serta diversifikasi ke batu bara, gas, nuklir dan biofuel seperti etanol dari tebu. Banjir minyak berlanjut sampai tahun 2000. Pada suasana tersebut geopolitik tidak berpengaruh lama. Tidak terjadi siklus harga yang sangat lama namun selalu terjadi lonjakan-lonjakan walau harga berada pada rata-rata $18/ barel dalam periode tersebut. Harga yang rendah dan berfluktuasi itu jugalah sebagai penyebab sangat kurangnya investasi baru di bidang migas karena lapangan-lapangan minyak jadi tidak ekonomis. Kurangnya investasi menyebabkan kurangnya kemampuan produksi minyak dunia sekarang ini. Perlu dicatat bahwa pada saat itu spekulasi belum berperan besar terhadap
267
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
harga minyak karena pasar berjangka NYMEX baru mulai memperdagangkan minyak pada tahun 1982. Di samping itu kesetimbangan pasokan dan permintaan minyak yang longgar tidak menyuburkan spekulasi. Apakah siklus seperti tahun 1973-1986 akan berulang dewasa ini ? Naiknya harga pada tahun 2004 merupakan awal siklus harga minyak dewasa ini, didorong oleh melonjaknya konsumsi di Cina, dan di Amerika sendiri. Kemudian diperparah pada tahun 2005 dengan ketatnya pasokan BBM dunia karena kurangnya kemampuan kilang-kilang dunia. Pada tahun yang sama pusat-pusat produksi minyak Amerika di Teluk Meksiko dilumpuhkan badai Katrina. Tahun 2006 harga makin terdongkrak karena ketegangan Iran– Amerika serta lumpuhnya sebagian pasokan Nigeria karena pemberontak. Tahun 2007 harga melonjak terus karena pelemahan dollar dan spekulasi. Siklus kenaikan harga sedang terjadi namun perilaku kenaikan harga minyak dan faktor-faktor yang berpengaruh jauh berbeda dengan siklus tahun 80-an. Dewasa ini fenomena baru datang bergantian dan belum tahu apa lagi yang akan muncul dan kapan puncak siklus akan dicapai. Harga sekarang mendekati $140/barel sudah sangat menampar perekonomian negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Pakistan sudah minta kelonggaran waktu bayar ke Saudi Arabia. Venezuela masih terus membantu negara-negara Karibia dengan pinjaman minyak harga diskon. Indonesia kelabakan mengatur APBN agar dana tidak habis hanya ‘terbakar’ untuk subsidi BBM dan agar sektor-sektor pembangunan lain tidak terabaikan. Faktor-faktor apakah sekarang yang dapat menurunkan harga ? Pertama, peningkatan produksi. Namun membanjirnya kembali minyak negara-negara non-OPEC nampaknya tidak akan terjadi. Memang kegiatan eksplorasi baru meningkat dan lapangan-lapangan minyak yang dulu tidak ekonomis mulai dibuka lagi. Tapi sampai saat ini hasilnya jauh dari harapan. Selama lima tahun terakhir non-OPEC hanya mampu menaikkan produksi tahunan 500 ribu barel/hari sedangkan kenaikan permintaan dunia rata-rata 1.3 juta barel/hari. Lapangan-lapangan minyak di Laut Utara, Amerika Serikat, Meksiko sudah mulai kering. Kumpulan para ahli di ASPO (Asscociation for the Studi of Peak Oil) mengatakan bahwa era minyak murah sudah berakhir,
268
Sekitar Harga Minyak Dunia
bahwa produksi minyak sudah mendekati puncaknya. Kita ingat keributan Shell beberapa tahun yang lalu yang harus merevisi data cadangan lapanganlapangan minyaknya menjadi 23% lebih rendah. Harapan non-OPEC pada Rusia, negara-negara sekitar laut Kaspia, Brazil dan sedikit di Afrika tentulah tidak mencukupi. Karenanya harapan sekarang tertuju kepada negara-negara OPEC. Negaranegara OPEC dianggap memiliki dua pertiga cadangan dunia, walau keabsahan datannya banyak yang meragukan. Lapangan-lapangan raksasa mereka dianggap juga sudah mulai tua. Di lain pihak meningkatkan produksi pun tidak seperti menggerakkan jari tangan. Pembukaan lapangan-lapangan baru memerlukan dana ratusan miliar dollar dan harus memperhitungkan apakah minyak yang dihasilkan akan ada pasarnya nanti. Artinya OPEC harus dapat diyakinkan bahwa keamanan pasokan mereka dijamin oleh keamanan permintaan. Agar investasi dapat lebih besar maka diharapkan dibukanya sebagian lapangan minyak negara-negara OPEC kepada investor luar. Kedua, konsumen harus mengurangi pemakaian minyak. Harga yang tinggi dapat mengurangi konsumsi BBM. Tindakan Indonesia mengurangi subsidi dan menaikkan harga jual BBM, yang juga dilakukan India, Malaysia, Taiwan dan Sri Langka ikut berperan untuk menurunkan konsumsi minyak dunia. Cina pun harus mengurangi subsidi BBM-nya agar kegemaran membeli mobil baru di negara yang sedang beranjak kaya tersebut dapat ditahan. Pada jangka panjangnya di berbagai negara termasuk Amerika perlu diterapkan secara bertahap pajak BBM yang lebih tinggi seperti yang dilakukan negara-negara Uni Eropa. Pajak BBM kemudian disalurkan untuk menunjang pengembangan energi alternatif. Pengurangan konsumsi BBM akan lebih cepat lagi bilamana Jepang dan Eropa makin menggalakkan kendaraan hibrida. Penduduk Amerika sebaiknya mengganti mobil-mobil rakus mereka dengan mobil-mobil mini (mungkinkah?). Pengisian cadangan simpanan strategis di Amerika dan di berbagai negara lainnya harus distop dulu. Di samping itu diversifikasi harus lebih diperbesar dengan mencampur bensin dengan bioetanol dan solar dengan biodiesel. Di Indonesia, minyak tanah diganti elpiji. Semua pembangkit listrik yang memakai BBM harus diganti batu bara atau gas.
269
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Panas bumi didayagunakan. Kincir-kincir angin diperbanyak. Sel-sel matahari dimanfaatkan. Pembangkit tenaga nuklir yang aman mau tak mau jadi pilihan. Ketiga, pasar berjangka harus mulai ditata kembali. Penegak hukum di Amerika mulai melakukan investigasi kalau ada lubang-lubang hukum yang dimanfaatkan untuk keuntungan para spekulator dalam sistem pasar berjangka tersebut. Di masa depan harus dibuat suatu sistem sehingga spekulasi yang melambungkan harga dapat ditekan. Keempat, mata uang dollar yang umumnya dipakai untuk perdagangan minyak harus dijaga stabil agar tidak memicu spekulasi. Kelima, ketegangan geopolitik di kawasan produsen minyak harus dihilangkan. Tidak mungkin memproduksi minyak kalau masih ada penembak jitu bersembunyi dibalik pohon kurma atau semak-semak. Peran negaranegara adidaya sangat penting dalam meredam semua konflik tersebut. Keenam, akhirnya, harga minyak tidak dapat dilepas begitu saja kepada kekuatan pasar. Perlu dialog terus-menerus dan transparan antara negaranegara produsen dan konsumen serta pelaku industri untuk kestabilan pasar minyak dunia ke depan. Prakarsa Saudi Arabia untuk mengadakan pertemuan negara-negara produsen dan konsumen tanggal 22 Juni nanti yang akan dihadiri figur-figur energi dunia menunjukkan makin pentingnya dialog tersebut. Jelas akan dibahas penyebab utama kenaikan harga, apakah kurangnya pasokan, spekulasi atau pelemahan dollar? Semuanya itu memerlukan waktu, tapi, namun harus disegerakan sebelum situasi tidak semakin parah.
270
Sekitar Harga Minyak Dunia
Penanganan Global Harga Minyak Suara Karya, 15 Juli 2008
K
etika menjadi lead speaker dalam pertemuan G8 yang diperluas di Hokkaido, Jepang, 9 Juli yang lalu, Presiden SBY menyampaikan pandangan bahwa penyebab utama dari krisis harga minyak dunia adalah adanya kepincangan antara permintaan dan pasokan. Memang saat ini terdapat dua kubu pendapat tentang kenaikan harga minyak. Yang satu menyatakan kurangnya pasokan sebagai penyebab utama sedangkan yang lain mengatakan faktor-faktor non-fundamental seperti pelemahan dollar, geopolitik dan spekulasi di pasar berjangka. Namun semuanya itu memang dimulai suatu ‘kejutan’ peningkatan permintaan. Lonjakan permintaan, dimulai di Cina dan Amerika Serikat tahun 2004 merupakan kejadian tidak diduga sebelumnya. Pada tahun-tahun berikutnya peningkatan tersebut diikuti India dan negara-negara produsen minyak di Timur Tengah karena pertumbuhan ekonomi mereka. Di lain pihak, pada sisi produksi tidak ada ‘kesiapan’ respon peningkatan permintaan karena selama lima belas tahun sebelumnya kurang sekali kegiatan investasi baru pencarian minyak sebab tidak didukung harga minyak yang memadai waktu itu. Akibatnya sekarang terjadi suatu ‘jarak’ antara permintaan dan produksi. Walaupun pada kenyataannya sampai saat ini seluruh permintaan minyak dunia masih dapat dilayani oleh produsen tapi para pemain di pasar minyak mengetahui bahwa situasi kesetimbangan permintaan/pasokan sangat ketat sehingga satu gangguan pasokan akibat suatu konflik geopolitik atau sebab-sebab lainnya dapat membawa lonjakan harga tak terkendali. Psikologi ‘ketakutan’ ini kemudian terwujud dalam ‘fear premium’ terhadap harga minyak. Instabilitas harga ini kemudian menjadi lahan subur spekulasi dan terus bertahan dengan panasnya geopolitik. Kejadian tak terduga lainnya muncul dalam krisis ‘subprime’ perumahan di Amerika Serikat pada tahun 2007 yang diikuti resesi dan pelemahan dollar yang berlangsung sampai sekarang. Pasar komoditi termasuk minyak
271
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
menjadi tempat pelarian dana-dana investasi dan pasar minyak sudah berubah menjadi pasar finansial dimana ‘kertas-kertas berlabelkan minyak’ diperdagangkan dan otomatis berpengaruh kepada perdagangan fisik minyak. Ini adalah kegiatan spekulasi tahap kedua yang jauh lebih parah lagi sehingga selama setahun ini harga minyak terdongkrak seratus persen lebih, jauh lebih besar dibanding selama tiga tahun sebelumnya. Dalam pertemuan G8 tersebut Presiden SBY menyerukan agar seluruh negara di dunia memelihara stabilitas harga minyak jangka panjang dan agar negara-negara produsen dan konsumen serta industri duduk bersama untuk merundingkan jalan keluar masalah ini. Himbauan ini merupakan ungkapan keprihatinan mewakili negara-negara berkembang dan miskin yang perekonomian mereka menjadi porak-poranda. Investasi baru eksplorasi dan eksploitasi minyak dan peningkatan sumber energi alternatif untuk melonggarkan kesetimbangan pasokan/permintaan, serta stabilisasi dollar dan perbaikan sistem pasar berjangka untuk meminimalkan spekulasi adalah langkah-langkah utama pemecahan masalah dan ini memang menuntut agar produsen, konsumen dan investor duduk bersama menyepakati dan menindaklanjuti jalan keluar.
272
Sekitar Harga Minyak Dunia
Kemana Arah Harga Minyak Dunia ? Investor Daily, 15 September 2008
R
abu subuh, 10 September, markas OPEC di Wina mulai sepi lagi setelah para menterinya berdebat lebih dari 5 jam untuk menyepakati pemotongan produksi. Suasana bulan Ramadhan yang menyebabkan sidang baru dimulai jam 9 malam setelah berbuka puasa, ikut mendinginkan perdebatan yang sebetulnya dapat berlangsung berhari-hari bilamana kubu harga tinggi dan kubu moderat mulai bersilang pendapat seperti pernah terjadi dalam sejarah sidang-sidang OPEC terdahulu. Sedangkan delegasi Indonesia lebih cenderung berdiam diri dalam pergulatan pendapat tersebut. ‘Kita sekarang berada di tengah-tengah, ya produsen ya konsumen’ demikian kata Pak Purnomo, panggilan akrab Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kepada saya, di sela-sela sidang. Apalagi pada hari itu surat resmi pengunduran Indonesia dari keanggotaan OPEC baru saja diedarkan. Setiap delegasi memang membawakan kepentingan negara masing-masing dalam rapat yang paling diawasi seluruh dunia ini. Saudi Arabia, yang didukung negara-negara anggota dari jazirah Arab seperti Kuwait, Uni Emirat Arab dan Qatar, lebih melihat kepentingan strategis jangka panjang, yaitu tidak hanya harga minyak tapi juga pangsa pasar dari minyak itu sendiri dalam energi dunia. Ini dapat dimaklumi karena perekonomian Saudi Arabia sangat tergantung dari ekspor minyak. Mereka melihat bahwa harga tinggi yang mendadak akan melemahkan perekonomian dunia secara drastis dan pada gilirannya akan menurunkan permintaan minyak dan akhirnya akan menekan harga kembali. Di samping itu mereka juga khawatir harga yang terlalu tinggi akan makin meningkatkan kompetisi produksi OPEC-non OPEC. Harga tinggi juga sangat mendorong pengembangan energi alternatif yang pada gilirannya akan mengurangi pangsa minyak mentah sehingga kelebihan produksi minyak akan kembali menekan harga. Selain itu, negara-negara tersebut sudah memiliki likuiditas yang sangat besar sehingga mereka lebih mementingkan situasi keamanan permintaan jangka panjang daripada menikmati tambahan aliran dollar ke kocek mereka saat ini.
273
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Harga minyak yang tahun ini pernah mencapai $147 per barel dan rata-rata tahunannya sudah mencapai115 dollar per barel ternyata sudah menggigit perekonomian dunia dan menurunkan permintaan minyak di Amerika, Eropa maupun Asia. Karena itu grup Saudi Arabia melihat perlunya harga turun agar pertumbuhan ekonomi dunia kembali pulih, menaikkan permintaan dan menstabilkan harga pada harga yang masih memadai. Iran dan Venezuela, yang memerlukan dana besar untuk mendukung program sosial dan pembangunan infrastruktur dan ekonomi mereka, memerlukan pemasukan yang besar dari ekspor minyak mereka, sehingga mereka sangat berkepentingan dengan harga yang tinggi. Terjunnya harga lebih dari 30 persen dalam dua bulan ini sangat dikhawatirkan akan terus berlanjut sehingga mereka mengusulkan pemotongan produksi segera untuk menahan harga sekurangnya pada $100 per barel. Perbedaan tersebut membuat irama OPEC saat ini tidak seharmonis orkes simfoni. Keinginan Venezuela, Iran serta Libya akhirnya diakomodasikan sidang dengan memotong produksi sebesar 520 ribu bph, sehingga tingkat produksi kembali kepada kesepakatan bulan September 2007. Dunia sangat memerlukan kejelasan stabilitas harga minyak ke depan, di negara konsumen maupun produsen sendiri, agar ada kepastian dalam perencanaan kegiatan perekonomian. Penurunan harga yang berkelanjutan dapat membuat investor di bidang migas ketar-ketir jikalau kegiatan eksplorasi dan produksi di wilayah yang sulit dan mahal malah harus dihentikan sebelum menghasilkan kalau akan ternyata merugi. Demikian juga produksi biofuel dapat kembali tidak menguntungkan karena keekonomian dan daya saingnya tergantung tingkat harga minyak yang memadai. Sebaliknya harga di atas seratus dollar per barel telah nyata-nyata melemahkan perekonomian dunia. Semuanya itu dapat diperparah oleh spekulasi yang biasanya subur di situasi yang tidak menentu. Karena itu dunia memerlukan harga minyak yang dapat mengakomodasikan berbagai sudut pandang tersebut. Namun dari pengalaman siklus harga minyak selama setahun belakangan ini terlihat peran dominan fluktuasi nilai dollar yang kemudian ditunggangi oleh para spekulan, kejadian mana baru pertama kali dalam sejarah harga minyak 40 tahun belakangan ini. Karena itu, dalam menstabilkan pasar minyak
274
Sekitar Harga Minyak Dunia
dunia, peran Amerika dalam membenahi perekonomian dan dollar mereka akan jadi sangat penting. Demikian juga peran penting negara ini dalam melonggarkan ketegangan politik di Timur Tengah yang merupakan wilayah pengekspor minyak terbesar di dunia, yang situasinya sangat mempengaruhi harga minyak. Sisi produksi sendiri, untuk jangka pendek 2-3 tahun ke depan, akan mampu memenuhi peningkatan permintaan dunia yang diperkirakan berkisar 900 ribu - 1,2 juta bph. Demikian juga, berkat investasi yang cukup agresif di negara-negara OPEC, kapasitas produksi cadangan dunia sudah memadai, yaitu sekitar 4 juta bph, yang dapat menenangkan pasar kalau terjadi hambatan ekspor dari satu wilayah produksi tertentu. Di samping itu cadangan strategis negara-negara maju juga nampaknya siap dipakai dalam keadaan kelangkaan akibat bencana alam. Stok minyak dunia sampai saat ini hanya berfluktuasi relatif kecil, yaitu sekitar satu hari konsumsi terhadap simpanan untuk 53-54 hari konsumsi. Karena itu, sisi fundamental pasar minyak dunia kelihatan aman walau kesetimbangannya tidak terlalu longgar. Berdasarkan hal tersebut pada tahun 2009-2011 ini harga minyak dunia dapat berfluktuasi di sekitar $90110. Kemungkinan harga akan jauh lebih rendah dapat terjadi kalau produksi negara-negara non-OPEC meningkat tajam sebagai hasil gencarnya kegiatan pencarian minyak belakangan ini. Kemungkinan harga jauh lebih tinggi dapat terjadi disebabkan terutama oleh faktor non-fundamental, yaitu tidak pastinya nilai mata uang utama dunia dan meningkatnya ketegangan politik. Indonesia sendiri juga tidak mengharapkan harga terlalu rendah. Walaupun sebagai importir minyak, secara keseluruhan kita adalah penghasil energi fosil berupa minyak, gas dan batubara. Produksi energi fosil Indonesia mencapai 5 juta setara barel per hari dimana sebagian gas dan batubara diekspor dengan harga yang selalu mengikuti harga minyak. Agar industri biofuel dan pembangkit geotermal kita menjadi kompetitif juga diperlukan harga minyak yang baik. Karena itu kita masih mengharapkan harga minyak yang bagus, sekitar $80-90 per barel, tingkat harga yang diperkirakan masih bisa ditanggung industri kita yang membeli BBM non subsidi.
275
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
The Ghost of New York’, Akan Nyatakah ? Investor Daily, 27 Oktober 2008
Awal 1998, OPEC dan non-OPEC termangu memandangi berita terjunnya harga minyak dunia. Keputusan konperensi OPEC 1 Desember 1997 di Jakarta untuk menaikkan produksi ternyata kekeliruan besar karena ternyata konsumsi minyak dunia mulai turun, tanki-tanki timbun penuh sehingga harga terjun ke tingkat $10 per barel. Semuanya akibat krisis ekonomi Asia yang ternyata terjadi bersamaan. Kejadian tersebut menjadi trauma sehingga dijuluki ‘the ghost of Jakarta’ (hantu Jakarta). Trauma lama tersebut muncul lagi pada saat krisis keuangan dunia saat ini. Indeks saham di New York bergerak bagai menurunnya gelombang laut termasuk harga minyak. Akankah muncul semacam ‘the ghost of New York’ yang akan membawa harga minyak turun sangat drastis lagi ? Para analis kewalahan mengamati pergerakan harga minyak. Sampai beberapa bulan lalu semua masih sepakat bahwa pasar minyak dunia masih ketat dan harga minyak akan selalu tinggi, dan bahwa era ‘cheap oil ‘ sudah berakhir. Namun sekarang mereka bersuara lain lagi, bahwa harga minyak bisa terjun lagi seperti dulu-dulu. Memang harga minyak sudah terjun dari $147 Juli yang lalu menjadi di bawah $70/barel minggu lalu. Melejitnya harga waktu itu terkait penurunan harga dollar. Sekarang kebalikannya, terjunnya harga mengikuti kenaikan harga dollar. Faktor non-fundamental ini sangat dominan dan didorong oleh animo spekulasi yang sangat besar. Apakah spekulasi di pasar berjangka sudah berhenti dan adakah faktor-faktor lain yang ikut berperan dan sampai dimana harga minyak akan stabil lagi ? Kegiatan di pasar berjangka belum berhenti dan malah dapat membawa harga minyak terjun lebih dalam bila suasana kepanikan masih berlangsung. Open interest ‘minyak kertas’ di pasar New York sejak Juli yang lalu sudah dilepas sekitar 200 juta barel, yang diikuti turunnya harga. Namun para pedagang masih memegang kontrak-kontrak setara dua miliar barel lebih.
276
Sekitar Harga Minyak Dunia
Bilamana mereka kesulitan likuiditas dan situasi pasar minyak dunia makin lesu maka akan ada lagi pelepasan ‘minyak kertas’ yang besar sehingga harga akan tertekan lagi. Sedangkan faktor-faktor lainnya, yang pertama adalah situasi permintaan minyak itu sendiri. Konsumsi di negara-negara maju turun 900 ribu bph (barel per hari) dibanding 2007. China dan India yang dikenal sebagai peminum-peminum minyak baru mulai menunjukkan pelemahan ekonomi dan berdampak pada penurunan konsumsi minyak mereka. Faktor kedua adalah stok minyak. Minyak komersial yang ditimbun negaranegara maju cukup untuk 53 hari konsumsi. Ditambah cadangan strategis keseluruhannya menjadi untuk 85 hari konsumsi. Secara empiris, kenaikan stok akan menurunkan harga minyak karena konsumen tidak memesan minyak lagi. Namun beberapa tahun belakangan ini terjadi anomali, harga minyak tetap naik walau stok naik. Konsumen waktu itu dibayangi ketakutan persepsi kelangkaan minyak sehingga mereka tetap membeli minyak walau stok sudah cukup. Sedangkan saat ini, yang ditakuti para produsen minyak adalah timbulnya anomali sebaliknya, yaitu bahwa konsumen tidak membeli minyak walau stok sudah turun, karena demi menghemat likuiditas, mereka akan ‘memakan’ sebagian simpanannya dulu. Ini tentu akan menekan harga minyak lagi. Faktor ketiga adalah sisi produksi minyak. Pada saat ini OPEC dan non-OPEC bersama-sama memproduksi sekitar 86.5 juta bph. Produsen non-OPEC mengambil pangsa 60% nya dan selalu berproduksi pada kapasitas penuh. Sisanya pangsa pasar untuk OPEC. Tahun 2009 kenaikan produksi nonOPEC, kondensat dan minyak non-konvensional diperkirakan 1.6 juta bph, jauh di atas kenaikan permintaan dunia yang hanya 0,7 juta bph. Akibatnya, agar pasar tidak banjir minyak, OPEC malah akan terpaksa menurunkan produksinya sebesar 1 juta bph dan dijadikan kapasitas produksi cadangan. Dengan demikian kapasitas produksi cadangan OPEC akan dapat mencapai 5 juta bph. Adanya penyangga yang cukup besar ini juga akan mengurangi tekanan kepada harga.
277
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Keempat, kenaikan harga minyak yang dipicu ketatnya pasokan bahan bakar minyak tidak akan terjadi lagi karena kapasitas kilang dunia sudah mulai mencukupi berkat investasi beberapa tahun belakangan ini. Keempat faktor diatas membawa longgarnya pasar sehingga tidak akan memberikan tekanan berarti kepada harga. Bahkan pasar dapat bergeser kepada ‘buyer market’ karena surplus kapasitas produksi. Perebutan pangsa pasar, meskipun pada skala kecil, yang dilakukan produsen-produsen bebas, dapat membawa harga jatuh lebih dalam. Faktor geopolitik, kalaupun memanas, dalam situasi pasar yang longgar, tidak banyak berpengaruh menaikkan harga, seperti dalam beberapa kejadian sebelum ini. Buktinya harga hanya terpengaruh sebentar di waktu serangan Irak ke Kuwait tahun 1990. Juga waktu invasi Amerika Serikat ke Irak tahun 2003, yang bersamaan dengan krisis politik di Venezuela dan Nigeria. Ini karena kekurangan pasokan ditopang dengan mendayagunakan kapasitas produksi cadaangan OPEC. Sidang OPEC 24 Oktober yang lalu memutuskan pemotongan produksi sebesar 1.5 juta bph. Jumlah tersebut dapat mengatasi kelebihan pasokan akibat penurunan konsumsi. Namun respon harga malah negatif, masih terus turun mencapai $63/barel. Ini menunjukkan bahwa pasar lebih khawatir kepada berlanjutnya resesi daripada pengurangan pasokan minyak. Selain dari itu dipertanyakan apakah pemotongan tersebut dipatuhi karena adanya perbedaan kepentingan yang cukup besar antar anggota OPEC. Pengalaman menunjukkan bahwa jarang diperoleh kepatuhan penuh dalam memotong produksi. Anggaran negara-negara OPEC sangat tergantung dari penerimaan minyak. Iran, Venezuela, Aljazair, Nigeria dan Libya misalnya akan memerlukan harga minyak yang tinggi. Di samping itu tingkat produksi Iran, Venezuela dan Nigeria sudah turun banyak karena kurangnya pengembangan kapasitas dan masalah internal sehingga mereka perlu berproduksi semaksimal mungkin. Karena itu pemotongan produksi akan diharapkan ditumpukan kepada kepatuhan Saudi Arabia, disertai anggota OPEC lainnya di jazirah Arab (Kuwait, Qatar, Emirat) sebagai kelompok produsen terbesar. Namun kelompok
278
Sekitar Harga Minyak Dunia
negara-negara ini, biasanya lebih mementingkan pangsa pasar dari pada harga yang terlalu tinggi. Anggaran belanja mereka pada $40/barel belum akan negatif, tambahan lagi mereka memiliki surplus pertro dollar yang sangat besar. Situasi fundamental pasar tahun 2009 mendatang akan mirip tahun 2006 di mana harga hanya sekitar $60. Yang paling ditakutkan adalah kemungkinan pelepasan besar-besaran ‘minyak kertas’ di pasar berjangka, maka ‘the ghost of New York’ menjadi nyata, sehingga harga minyak akan terjun bahkan lebih rendah dari $50/barel. Pada harga rendah, kegiatan investasi minyak di lapangan yang sulit dan mahal serta produksi minyak non-konvensional seperti laut dalam, tar sand, pencairan batu bara, biofuels akan terhambat, yang sekurangnya memerlukan harga minyak $60-80/barel. Akibatnya, nanti, di waktu perekonomian dunia sudah pulih kemampuan pasokan dunia tidak akan mencukupi sehingga harga minyak akan terdongkrak kembali. Dengan demikian, siklus harga minyak dunia yang penuh gejolak terus berlangsung.
279
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Harga Minyak dan Stimulus Ekonomi Suara Karya, 17 Maret 2009
S
idang OPEC 15 Maret yang lalu akhirnya tidak memotong produksi dengan alasan agar dunia dapat mengatasi dulu krisis global tanpa terganggu harga minyak yang tinggi. Harga minyak sejak 3 bulan terakhir ini tidak beranjak dari rata-rata $41/ barel, harga yang cukup dapat menenangkan dunia pada situasi krisis dewasa ini. Di lain pihak dunia juga khawatir karena tingkat harga tersebut tidak cukup untuk memacu investasi baru yang diperlukan agar produksi minyak di masa datang dapat memenuhi permintaan dan dapat stabil pada harga yang pantas. Konsumsi minyak mentah dunia tahun 2008 yang ternyata lebih rendah dibanding tahun 2007 menunjukkan bahwa membubungnya harga pada tahun 2008 lebih disebabkan oleh spekulasi, yang lebih dominan dari faktor permintaan-pasokan. Pada tahun 2009 diperkirakan permintaan minyak dunia juga masih lebih rendah dibanding 2008 dan permintaan akan minyak OPEC akan turun lebih drastis lagi. Keputusan OPEC memotong produksi sebesar 4.2 juta bph (barel per hari) dari September 2008 dan kepatuhan dalam merealisasikannya dianggap berhasil menahan berlanjutnya penurunan harga yang pernah jatuh ke $ 33/barel pada bulan Desember tahun lalu. Namun harga yang tidak banyak menanjak menunjukkan bahwa permintaan dunia masih makin melemah, ini diperkuat dengan masih meningkatnya jumlah stok dunia. Bilamana kepatuhan pemotongan diperbesar mencapai 100%, sekurang-kurangnya 800 ribu bph minyak mentah akan berkurang dari pasar dan harga akan lebih terdongkrak. Pasar menduga harga minyak tahun 2009 ini akan sekitar $45-$50 per barel walau mungkin lebih rendah lagi karena belum ada tanda-tanda dimulainya pemulihan ekonomi dunia. Beberapa anggota OPEC sendiri mengharapkan harga sekitar $70 per barel agar anggaran negara mereka tidak defisit. Industri minyak dunia ternyata juga mengharapkan tingkat harga yang hampir
280
Sekitar Harga Minyak Dunia
sama agar dapat memacu investasi di lapangan-lapangan minyak yang sulit maupun untuk pengembangan minyak non-konvensional seperti BBM dari minyak berpasir (tar sand), pencairan batu bara dan bahan bakar nabati. Usaha eksplorasi migas di Indonesia pada harga sekarang pun sedikit banyak akan tertunda, terutama di laut dalam. Di dalam negeri sendiri, usulan penurunan harga BBM untuk stimulasi ekonomi domestik harus dilihat dari beberapa sudut pandang. BBM, terutama premium, lebih banyak dikonsumsi oleh pemilik kendaraan pribadi sehingga penurunan harga tidak semuanya mengenai masyarakat miskin. Penurunan harga juga hanya akan meningkatkan pemborosan pemakaian BBM (dari sisi produktivitas pemakaian energi, Indonesia termasuk di antara yang paling boros di dunia). Harga BBM yang makin rendah juga akan makin mematikan usaha bahan bakar nabati yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Karena itu stimulus melalui penurunan sampai harga sekarang ini mestinya sudah cukup. Bilamana ada surplus penerimaan negara dari BBM lebih baik disalurkan berupa stimulus lain misalnya subsidi yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat tidak mampu untuk memulihkan daya beli mereka dan pada gilirannya akan menstimulasi pemulihan ekonomi.
281
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Arah Harga Minyak Suara Karya, Selasa, 16 Juni 2009
H
arga minyak dunia yang melonjak lebih dari dua kali sejak Februari lalu memberi kesan seolah-olah konsumen kembali rakus minyak. Kenyataannya stok minyak dunia masih melimpah dan konsumsi masih rendah. Kalau pun terakhir ini stok komersial Amerika turun, impor belum meningkat karena ternyata kilang-kilang lebih cenderung memakai dulu simpanan minyak mereka. Pendek kata, kenaikan harga dewasa ini bukanlah cerminan situasi fundamental. Sentimen spekulan dan penurunan nilai dolar adalah dua penyebab utama kenaikan harga minyak saat ini. Keuntungan besar di pasar minyak sebelum krisis membuat para spekulan memandang bisnis ini lahan yang sangat menjanjikan. Mereka sangat reaktif terhadap sinyal-sinyal pemulihan perekonomian dunia yang dianggap akan meningkatkan kembali permintaan minyak walaupun sinyal-sinyal tersebut ternyata masih sangat awal dan belum mencakup semua faktor yang menentukan. Mereka memprediksi bahwa suplai yang ketat akan mendorong naiknya harga, suatu rekaan yang sebetulnya tidak salah, tetapi kelihatannya bukan untuk jangka pendek. Belakangan, penurunan tajam dolar sekitar 15 persen membuat para investor memindahkan uangnya ke minyak. Minyak adalah tempat migrasi yang sangat menarik. Perdagangan minyak yang dicerminkan open interest meningkat dari 700 juta barel pada tahun 2000 menjadi 3,2 miliar barel pada puncak krisis, dan terjun menjadi 2,5 miliar barel setelah krisis, sekarang mulai naik lagi mencapai 2,7 miliar barel. Karena itu, tampaknya anomali harga dapat terjadi lagi. Sebab, perilaku harga saat ini mirip tahun lalu, yaitu terlepasnya harga dari faktor fundamental. Anomali tersebut ditunjukkan oleh naiknya harga pada stok melimpah yang seharusnya adalah kebalikannya. Spekulan menumpuk minyak untuk dijual nanti pada harga tinggi. Tahun lalu, anomali ini diakhiri terjunnya harga, yang tentu dapat berulang lagi tahun ini. Ini mungkin sekali terjadi bila pemulihan ekonomi tidak secepat perkiraan dan nilai dolar tidak stabil kembali.
282
Sekitar Harga Minyak Dunia
Karena itu, masih diragukan kalau kenaikan harga minyak akan stabil. Mungkin dapat mencapai 85 dolar AS, tapi juga dapat terjun ke 40 dolar AS bila sinyal perbaikan ekonomi lambat. Harga minyak rata-rata sampai akhir Mei sekitar 49 dolar AS per barel. Bila rata-rata harga pada semester kedua ini mencapai 67 dolar AS, maka pada 2009 ini rata-rata akan 60 dolar AS. Pada tahun 2010, pemulihan ekonomi akan mendorong kenaikan harga. Secara fundamental akan tertahan paling rendah pada 70 dolar AS per barel. Ini karena pasokan dunia mulai tergantung pada produksi minyak di kawasan mahal dan BBM non-konvensional (BBM sintetik dari batu bara dan pasir minyak serta minyak nabati) yang memerlukan harga pada tingkat tersebut. Bila masih terjadi ketidakstabilan nilai dolar, spekulasi yang sampai saat ini masih belum diregulasi akan membuat harga berfluktuasi lagi pada kisaran yang lebar.
283
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Kapan Stabilnya Harga Minyak Suara Karya, September 2009
S
idang OPEC 9 September minggu lalu memutuskan tidak menurunkan produksi. Negara-negara penghasil minyak tersebut cukup puas dengan tingkat harga rata-rata yang dapat mencapai $ 60 pada tahun ini. Namun anomali masih tetap menghantui karena harga tersebut tidaklah didukung oleh faktor fundamental. Walau permintaan dan pasokan minyak dunia tidak ketat, harga minyak masih terus berfluktuasi. Ini disebabkan sangat pekanya harga minyak dewasa ini terhadap sinyal-sinyal ekonomi dunia, yang sering konflik satu sama lainnya. Bila nilai saham naik, atau ada peningkatan belanja konsumen di Eropa, harga minyak ikut naik. Bila pengangguran di Amerika Serikat dikhabarkan meningkat, harga jatuh lagi. Sejak Juli yang lalu harga berfluktuasi cukup besar, bergerak pada kisaran $60 sampai $75 per barel. Naik turunnya nilai dollar juga membuat harga minyak jatuh bangun. Stok minyak di tanki-tanki di AS yang dari hari ke hari berubahubah, juga memicu perubahan harga minyak. Resesi global yang dalam dan berkepanjangan, yang telah menimbulkan ketidakpastian ekonomi dunia, ikut berdampak kepada ketidakjelasan harga minyak. Perekonomian Amerika Serikat sebenarnya telah menunjukkan tanda-tanda yang menjanjikan. Sejak bulan Maret indeks S&P sudah naik sekitar 50%. Sektor perumahan mulai menunjukkan kestabilan, dan kontraksi GDP mulai mengecil. Negara-negara kekuatan ekonomi baru seperti Cina misalnya menunjukkan indikator yang lebih baik, berkat stimulus fiskal yang cukup massif dan kebijakan moneter yang cukup longgar. Walaupun demikian, belum jelas dalam berapa lama pemulihan sesungguhya akan tercapai. Resesi ekonomi menciutkan banyak permintaan minyak. Di AS, sebagai negara konsumen minyak terbesar di dunia, konsumsi bensin di liburan musim panas ini ternyata lebih rendah dari tahun 2008, dan jauh lebih rendah dibanding tahun 2007. Karena itu kilang-kilang di sana mengurangi produksi BBM
284
Sekitar Harga Minyak Dunia
sehingga simpanan minyak mentah di tanki-tanki mereka menjadi melimpah, tidak hanya yang di darat tapi juga yang di laut, yang semuanya itu akan melemahkan fundamental pasar minyak. Dunia juga sepakat bahwa kegiatan spekulasi membuat harga menjadi sangat fluktuatif. Volume perdagangan pasar berjangka sudah melonjak empat kali sejak tahun 2000 atau menjadi lebih dari 40 kali perdagangan fisik minyak. Baik Amerika maupun Eropa akan menerapkan rambu-rambu yang dapat menahan gejolak liar kegiatan spekulatif pasar berjangka. Rem regulasi tersebut diharapkan akan membuat harga lebih berorientasi kepada fundamental pasar, yang biasanya tidak terlalu fluktuatif, informasinya lebih akurat dan mampu prediksi, sehingga di tahun 2010 harga diperkirakan akan lebih stabil. Bilamana perbaikan ekonomi dunia lebih baik, konsumsi minyak tahun 2010 akan meningkat namun belum pulih seperti 2 tahun lalu sehingga harga minyak pada tahun tersebut diperkirakan hanya akan naik menjadi sekitar $65-75 per barel.
285
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Lenturnya Harga Minyak Dunia Suara Karya, 10 Juni 2010
D
unia kembali terkejut di bulan Mei yang lalu namun dengan kekagetan yang berbeda dari sebelumnya. Kalau pada tahun 2008 dunia risau karena harga minyak merangkak naik tanpa henti dari $33/barel menjadi $147, maka baru-baru ini tiba-tiba terjun dari $ 86 ke $66/ barel. Ibarat lenturnya tali, yang meliak liuk karena hembusan angin, maka demikian jugalah harga minyak dunia. Memang sejak tahun 2003 harga minyak dunia menjadi sangat peka terhadap lebih dari 30 faktor berpengaruh yang datang silih berganti dan bobot yang berbeda. Di era 2003-2006 faktor fundamental (permintaan-pasokan, stok minyak) yang lebih berpengaruh, dan di era 2007-sampai sekarang, adalah faktor non-fundamental (spekulasi, geopolitik, cuaca dll) yang lebih berperan. Misalnya, meroketnya harga di tahun 2008 di luar hukum permintaan dan pasokan, karena saat itu permintaan dunia terus bergerak turun, kejadian mana merupakan suatu suatu anomali. Namun setelah itu pengaruh spekulasi masih berlanjut karena dana investasi di pasar minyak dengan mudah berpindah, dari minyak ke dollar dan sebaliknya tergantung dari perkembangan situasi. Bilamana prediksi ekonomi dunia tumbuh membaik dimana permintaan minyak diperkirakan ikut membaik, para spekulan lalu memborong minyak di pasar berjangka sehingga harga terdorong naik. Namun apabila situasi ekonomi dunia dikabarkan akan memburuk, seperti krisis Yunani baru-baru ini, sehingga nilai dollar menjadi kuat terhadap euro, ‘minyak kertas’ mereka dilepas dan berpindah ke dollar sehingga harga meskipun jatuh . Dua minggu lalu OECD (kelompok negara-negara maju) menyatakan ekonomi dunia membaik. Pada saat yang hampir bersamaan negara-negara Eropa menyatakan bahwa krisis Yunani dapat diatasi. Kemudian China juga menyatakan akan meningkatkan investasi di Eropa. Semua berita tersebut telah mendongkrak harga minyak sebesar $6/barel hanya dalam satu hari.
286
Sekitar Harga Minyak Dunia
Lagi-lagi ini akibat reaksi pasar minyak yang masih bersifat spekulatif. Namun kemudian sentimen tersebut berubah lagi karena kabar tentang kerugian bank-bank di Eropa, menurunnya ekspor Cina dan naiknya pengangguran di Eropa. Dari sisi fundamental tidak terlihat situasi yang dapat mengatrol harga karena permintaan dunia tahun 2010 masih tidak lebih tinggi dari level 2007 alias stagnasi, stok minyak masih melimpah dan kapasitas produksi cadangan OPEC makin tinggi (mencapai 6 juta barel perhari). Ke depan, apakah harga akan terus didominasi oleh kegiatan spekulasi di pasar berjangka minyak atau oleh faktor fundamental ?. Pasar berjangka New York (NYMEX) dan lain-lain yang memperdagangkan kertas berlabel minyak, dengan volume yang sangat besar, akan terus dominan mempengaruhi dan harga minyak akan selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu.
287
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Harga Minyak dan Kemelut Afrika Utara Investor Daily, 7 Februari 2011
M
endakinya harga minyak sejak tahun 2003 rupanya tidak berhenti. Harga yang pada tahun itu $31 per barel menjadi rata-rata $80 di tahun 2010 dan pada awal 2011 ini, mulai menapak di atas $100 per barel (khususnya minyak Brent untuk kawasan Eropa). Apakah lonjakan terakhir ini karena kemelut di Tunisia dan Mesir ataukah ada faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh ? Kejadian-kejadian politik di negara produsen maupun konsumen minyak memang dapat berpengaruh kepada keberlangsungan produksi dan transportasi minyak dari kawasan tersebut sehingga mempengaruhi harga. Peran geopolitik bukan barang baru dalam sejarah minyak dunia. Perang Arab-Israel tahun 1973, revolusi Iran 1979 dan diikuti perang Irak-Iran tahun 1980-1988 merupakan contoh-contoh besar pengaruh geopolitik yang membuat harga naik 3-4 kali lipat. Namun hanya embargo minyak dalam perang Arab-Israel yang merupakan satu-satunya pemakaian minyak sebagai senjata politik. Harga minyak juga dapat tidak peka kepada geopolitik seperti dalam era 1986-2000 dimana harga rata-rata dalam kurun tersebut hanya $18/barel. Ini disebabkan tingginya kemampuan produksi minyak dunia sehingga mampu mencegah krisis energi baru. Misalnya serangan Irak ke Kuwait dan diikuti perang Teluk pada tahun 1990 hanya berdampak beberapa minggu kepada harga. Ini juga karena adanya komitmen OPEC untuk menambah pasokan bila diperlukan. Di awal 2003, invasi ke Irak, krisis politik di Venezuela dan Nigeria terjadi hampir bersamaan yang dapat menyebabkan dunia kekurangan lebih dari 4 juta barel minyak per hari. Namun komitmen OPEC untuk mengatasi kekurangan pasokan ternyata berhasil meredam keresahan pasar. Namun sejak 2004, dengan mulai terbatasnya kemampuan produksi dunia sedangkan permintaan melonjak, ketakutan pasar karena konflik geopolitik
288
Sekitar Harga Minyak Dunia
memainkan peran kembali untuk menahan tingginya harga. Pada tahun 20042005 tercatat sekurangnya 15 peristiwa politik yang berpengaruh kepada pergerakan harga minyak. Pada tahun 2006, walau kemampuan produksi minyak dunia sudah meningkat, ketakutan geopolitik masih berpengaruh. Pada semester pertama 2006 harga melonjak dari $57 mendekati $79. Kenaikan ini karena memanasnya isu nuklir antara Iran dan Barat. Demikian juga perselisihan Rusia-Ukraina dan perselisihan Rusia-Belarusia yang menghentikan pengaliran minyak dan gas Rusia ke Eropa Barat. Pada waktu itu konsumen terus membeli walau pasokan sudah melebihi permintaan sehingga tanki-tanki simpan makin penuh. Di sini terjadi anomali hubungan stok dengan harga karena walau stok tinggi harga malah tetap tinggi, sedangkan lazimnya adalah kebalikannya. Setelah isu nuklir Iran mendingin harga melorot tajam lebih dari 30 persen dan menyentuh $52 pada minggu kedua Januari 2007. Penurunan ini juga didorong oleh melemahnya perekonomian Amerika, meningkatnya kapasitas produksi OPEC dan non-OPEC, naiknya stok minyak dunia dan melunaknya musim dingin di Amerika dan Eropa. Pada kondisi ini pasar berjangka bertukar arah, penjualan ‘minyak kertas’ menjadi deras karena ketakutan akan berlanjutnya turunnya harga, reaksi mana dengan sendirinya mempercepat terjunnya harga. Dari berbagai kejadian tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa selama pasokan minyak terjamin maka pengaruh kemelut geopolitik hanya sebentar. Kenaikan harga lebih disebabkan fear factor atau kecemasan pasar saja, yang sering dimanfaatkan spekulan. Aktivitas pasar berjangka yang kental spekulasi dan sangat dipengaruhi perkembangan geopolitik ini berperan besar dalam fluktuasi harga. Pengalaman menunjukkan bahwa faktor kecemasan pasar dapat menaikkan harga minyak $15-$20 di atas posisi fundamentalnya, dan harga juga dapat terjun bilamana faktor kecemasan tersebut hilang. Dalam kasus Tunisia dan Mesir saat ini, kedua negara bukan kawasan produsen minyak utama sehingga hambatan produksi boleh dikatakan tidak ada. Namun gangguan kepada transportasi minyak misalnya di Terusan Suez tentu dapat berpengaruh. Tapi perlu pula diingat bahwa minyak negaranegara OPEC di Teluk lebih banyak mengalir ke Asia, hanya sekitar 20%
289
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
mengalir ke Eropa Utara dan Amerika Utara dan itupun melewati selatan benua Afrika sedangkan ke Eropa menuju Laut Tengah melalui terusan Suez hanya sekitar 5% atau 800 ribu barel per hari. Hambatan di terusan Suez dapat menyebabkan minyak dikirim melalui selatan Afrika. Walaupun demikian, sesuai hukum pasar, kekurangan pasokan yang hanya sedikitpun tetap dapat memicu naiknya harga minyak. Sebelum krisis Afrika Utara, harga minyak sudah melonjak dari $80 ke $90 per barel karena dipicu musim dingin yang berat namun juga didorong oleh antisipasi membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan. Kenaikan harga Brent mencapai $100 lebih disebabkan faktor lokal seperti berkurangnya produksi di Norwegia karena kerusakan instalasi dan kemudian oleh kecemasan terganggunya terusan Suez. Harga minyak WTI di Amerika malah masih tetap pada $90 karena stok minyak tinggi di kawasan tersebut. Perlu juga dicatat bahwa kenaikan harga minyak di tahun 2010 (10%) masih lebih rendah dibanding komoditi lainnya seperti jagung (50%) dan gandum (40%) maupun emas dan perak (30%). Para investor banyak memborong di pasar komoditi yang bernuansa spekulatif. Dari sisi fundamental, kapasitas produksi minyak dunia masih mampu memenuhi permintaan, apalagi permintaan minyak dunia sejak tahun 2007 belum naik signifikan karena menurunnya permintaan di tahun 2008 dan 2009 dan baru tahun 2011 ini kenaikan permintaan tahunan mulai pulih seperti melebihi tahun 2007. Di samping itu kapasitas produksi cadangan OPEC saat ini sudah mencapai 6 juta barel per hari yang dengan cepat dapat berproduksi bila terjadi kelangkaan minyak. Stok timbun minyak duniapun masih di atas rata-rata 5 tahun terakhir. Pelonjakan harga minyak karena geopolitik diperkirakan akan mereda begitu gejolak di Mesir dan Tunisia mereda. Walau demikian masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi. Angket Reuter memperkirakan harga minyak sebesar $90 per barel rata-rata di tahun 2011.
290
Sekitar Harga Minyak Dunia
Chakib Khelil, Presiden OPEC 2008, Menteri Energi dan Pertambangan Aljazair, di Bali, dalam kunjungan ke Indonesia, Bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, Agustus 2008.
291
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Secretary General OPEC, Abdalla S. El-Badri, Didampingi Gubernur OPEC Untuk Indonesia, Maizar Rahman dan Head of Secretary General Office, A Al Shameri, dalam Pertemuan OPEC-Non OPEC, Bali, Mei 2007
292
Sekitar Harga Minyak Dunia
Misteri Harga Minyak Dunia Suara Karya, Selasa, 26 April 2011
M
inggu ini tiga petinggi energi dunia tapi dari kubu yang berbeda bersuara sama. Nobuo Tanaka, direktur eksekutif IEA ( International Energy Agency, lembaga energi negara-negara maju dunia), yang menyuarakan pihak konsumen, mengatakan harga minyak ‘ sangat tinggi’. Ali Naimi, menteri perminyakan Saudi Arabia, produsen minyak terbesar dunia, mengatakan harga minyak ‘tidak wajar ‘, dan El Badri, sekretaris jenderal OPEC mengatakan ‘ mengkhawatirkan’. Pernyataan saling mendukung ini merefleksikan kecemasan kedua belah pihak terhadap pengaruh tingginya harga minyak terhadap perekonomian dunia. IEA merisaukan pertumbuhan ekonomi dunia dapat melambat dan akibatnya pemulihan ekonomi yang ditunggu-tunggu negara-negara yang dilanda resesi akan tidak menentu. Di lain pihak, negara-negara produsen minyak, OPEC maupun Non-OPEC, khawatir bilamana konsumen menahan diri sehingga konsumsi minyak dunia turun atau tidak meningkat, yang dapat menurunkan kepada penerimaan mereka. Di tahun 2010, harga minyak berada pada rata-rata $80 per barel untuk jenis WTI, yang boleh dikatakan wajar karena di bawah itu, produksi minyak non konvensional dan biofuel akan tidak ekonomis dan berhenti. Karena itu, harga pada tahun 2011 ini, yang sudah mencapai $124 untuk minyak Brent dan $111 untuk WTI menjadi suatu ‘misteri’. Dilihat dari sisi fundamental permintaanpasokan, tidak terlihat alasan naiknya harga. Pasokan minyak dunia cukup bahkan berlebih sehingga Saudi Arabia memotong ekspor mereka sebesar 800 ribu barel per hari karena ketiadaan pembeli. Jumlah stok komersial negara-negara maju juga pada posisi sangat aman atau hampir melimpah. Terganggunya pasokan minyak dunia karena geopolitik seperti kemelut Libya sehingga berkurangnya ekspor minyak negara ini sekitar satu juta barel per hari juga bukan alasan karena nyatanya pasokan dan permintaan minyak dunia tetap berimbang. Jadi amat tidak logis bila harga masih tinggi. Musibah tsunami Jepang akan mengganggu pemulihan negara ini sehingga
293
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
permintaan energi diperkirakan tidak naik. Karena itu ‘kambing hitam’ yang kembali dituding adalah para spekulan. Memang demikian adanya, para pemain di pasar berjangka dan indeks komoditi melihat kemungkinan pelonjakan harga bila kemelut Timur Tengah meluas sehingga mereka berlomba memborong minyak berjangka sehingga harga terdongkrak jauh di atas harga fundamentalnya. Perdagangan minyak tersebut tidak mencerminkan transaksi fisiknya. Di lain pihak nilai dollar pun terus melemah sehingga pemilik uang memilih menyimpan dalam minyak. Perilaku spekulan ini sama tabiatnya dengan kenaikan harga di tahun 2008, yang beramai-ramai memborong ‘minyak kertas’ karena melemahnya nilai dollar. Amerika dan Eropa berniat kuat untuk menata pasar berjangka agar pergerakannya tidak merugikan konsumen minyak. Sudah dilakukan investigasi kalau dalam sistem pasar berjangka tersebut ada lubang-lubang hukum yang dimanfaatkan para spekulan. Sistem baru harus mampu meredam spekulasi. Bagi Indonesia, kenaikan minyak tahun ini makin memberatkan subsidi bahan bakar minyak yang seharusnya dapat dipakai untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan masyarakat miskin. Karena itu subsidi terarah hanya ke masyarakat miskin sudah suatu kemestian dan masyarakat mampu harus membiasakan diri dengan irama perubahan harga minyak dengan harga pasar. Sebagai cerminan, Iran yang merupakan eksportir kedua terbesar dunia sudah melepas harga bahan bakar minyaknya dengan harga pasar dan subsidi hanya diberikan kepada masyarakat ekonomi lemah. Namun saya juga melihat bahwa pada limitnya (harga terendah dan tertinggi) akan ditentukan oleh fundamental. Harga akan merangkak naik dan bertahan tinggi kalau pasokan minyak mulai terbatas dan bertahan rendah kalau terjadi banjir minyak diatas permintaan. Harga tidak akan bertahan lama di bawah $60/barel karena permintaan akan naik lagi dan mendorong harga kembali naik, dan juga tidak akan lama di atas $100/barel karena permintaan akan turun dan mendorong harga turun.
294
Sekitar Harga Minyak Dunia
Konflik Suriah dan Kemelut Minyak Dunia September 2013
K
onflik Suriah yang berkepanjangan dan tuduhan pemakaian senjata kimia yang kemudian direspon ancaman beberapa negara Barat untuk menginvasi negeri ini menimbulkan kecemasan akan terganggunya pasokan dan transportasi minyak dari kawasan utama produsen utama minyak dunia, Timur Tengah, yang kemudian pada gilirannya akan mendongkrak harga minyak dunia. Apakah harga minyak akan melonjak lagi seperti di tahun 2008 atau terjun seperti tahun 1998 ? Kalau kita amati pergerakan harga minyak sebelum dan sesudah krisis keuangan dunia pada tahun 2008, harga meroket ke $146 kemudian terjun ke $40 per barel, dan kemudian mulai menanjak lagi mendekati $75 pada tahun 2009. Situasi tersebut terus berlanjut cukup stabil sampai kuartal ke-3 tahun 2010. Seandainya situasi geopolitik tidak bergejolak seterusnya maka dapat diperkirakan harga akan berada pada harga fundamentalnya yaitu di kisaran $80. Bila dilihat dari sisi permintaan-pasokan harga minyak dalam beberapa tahun ke depan ini seharusnya juga tidak akan naik karena pertumbuhan ekonomi dunia yang masih lambat sehingga permintaan minyak tidak akan meningkat banyak sedangkan di sisi produksi tidak ada kekurangan dan di samping itu stok minyak dunia masih sangat aman. Namun adanya krisis politik di dunia Arab yang disebut Arab Spring, yang dimulai di Tunisia di akhir 2010 yang kemudian berlanjut dengan krisis di Libya, Mesir, Yaman, Suriah dan berbagai kemelut internal di berbagai negara Arab lainnya di tahun 2011, telah mendongkrak harga minyak pada tahun tersebut menjadi sekitar $110 dan terus berlanjut ke tahun 2012. Pada awal 2013 ada kecenderungan menurunnya harga namun dengan makin memanasnya situasi di Suriah, pada bulan Juli harga naik lagi dan berlanjut pada bulan Agustus sehingga mencapai $116 untuk minyak jenis Brent. Berkurangnya produksi minyak Libya yang biasanya disuplai ke kawasan Eropa juga menjadi penyebab, tapi faktor kecemasan atau fear factor di
295
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
pasar minyak sekarang ini ternyata cukup dominan menaikkan harga, yang berkisar $20 per barel. Situasi geopolitik saat ini, mungkin agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Suriah bukan produsen minyak yang besar, namun konflik di negara ini berpengaruh kepada negara-negara tetangganya. Konflik di Suriah maupun di Irak, menurut analisis media Barat, seolah menyatu dan sudah berkembang menjadi konflik sektarian di kedua negara. Pemerintahan di Suriah maupun di Irak adalah dari kelompok Shiah, yang sedangkan oposisi adalah dari pihak Sunni. Dikhawatirkan konflik sektarian ini dapat menjalar ke negara-negara Teluk yang juga berpenduduk dari kedua sekte. Sementara itu situasi di Mesir juga masih sangat merisaukan. Kalau kemelut tersebut makin parah produksi dan pasokan minyak dunia akan makin terganggu karena hampir dua pertiga produksi OPEC berasal dari kawasan teluk ini. Sementara ini beberapa gangguan konflik ini juga telah mengurangi produksi di Irak dan Libya, yang bila digabung dengan embargo ekspor minyak Iran, produksi minyak dunia berkurang sebesar 3 juta barel per hari, yang untungnya masih bisa diatasi dengan peningkatan produksi negara-negara OPEC lainnya seperti Saudi Arabia. Beberapa pengamat pasar ada yang memperkirakan harga dapat naik menjadi $120-$150 per barel. Namun harga yang sangat tinggi tentu tidak akan bertahan lama bila sisi konsumen tidak mampu menyerap kenaikan harga ini dan bereaksi dengan menurunkan konsumsi. Di samping itu negara-negara industri yang memiliki simpanan atau cadangan strategis minyak yang cukup besar dapat mengeluarkan sebagian minyaknya untuk meredam gejolak kenaikan harga. Untuk jangka panjang harga akan terus naik bila perekonomian dunia sudah pulih dan meningkat karena minyak masih menduduki porsi tinggi dalam bauran energi dunia sedangkan kemampuan pasokan masih diragukan dengan kecenderungan menurunnya jumlah penemuan dan kapasitas produksi dunia, terutama di negara-negara produsen non-OPEC termasuk Indonesia.
296