1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak. Sebagai negara importir minyak, Indonesia menjadi lebih rentan ketahanan energinya karena pasokan BBM sangat tergantung dari luar negeri. Kerentanan ini menjadi semakin terlihat ketika harga minyak bumi dunia tidak stabil dan mengalami peningkatan. Pada awal tahun 2009 harga minyak dunia masih berkisar di angka US$ 40 per barel tetapi pada awal tahun 2010 harga minyak bumi dunia naik menjadi sekitar US$ 70 per barel. Harga ini ternyata masih terus naik, pada awal tahun 2010 harga minyak dunia ini bahkan menembus angka US$ 100 per barel. Kenaikan harga minyak ini akan berdampak pada devisa negara. Pengeluaran devisa untuk impor dan subsidi BBM meningkat, akibatnya harga BBM dalam negeri juga ikut meningkat. Perkembangan harga minyak mentah dunia dalam tiga tahun terakhir yang diakses dari basis data CEIC dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.
Harga Minyak Mentah Dunia US$ / barel
150,00 100,00 50,00 0,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2009
2010 Tahun
2011
Gambar 1.1 Perkembangan harga minyak mentah dunia (basis data CEIC)
Untuk mengantisipasi ketergantungan terhadap bahan bakar impor, pemerintah Indonesia kemudian mengembangkan energi alternatif sebagai
2
pengganti bahan bakar minyak fosil. Pengembangan energi alternatif di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2006. Pada tahun 2006 ini Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pada peraturan ini Pemerintah menargetkan bauran energi nasional pada tahun 2025 porsi minyak bumi turun dari sekitar 50% pada tahun 2006 menjadi sekitar 20% pada tahun 2025 dan porsi energi baru terbarukan (EBT) diharapkan mencapai 17%. Gambar 1.2 menunjukkan bauran energi (energy mix) pada tahun 2006 dan bauran energi pada Perpres No 5/2006 yang menunjukkan proyeksi bauran energi pada tahun 2025 seperti yang dijelaskan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.
Gambar 1.2 Bauran energi tahun 2006 dan proyeksi tahun 2025 (Kementerian ESDM)
Pemerintah fokus terhadap pengurangan pemakaian bahan bakar minyak karena konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia mencapai 50% dari konsumsi energi nasional. Pengurangan konsumsi BBM ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap BBM yang harganya terus meningkat, apalagi cadangan minyak Indonesia juga semakin sedikit.
3
Dengan memgurangi ketergantungan terhadap BBM maka diharapkan keamanan pasokan energi nasional akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan keamanan energi nasional. Persentase konsumsi energi nasional pada tahun 2010 seperti yang terdapat pada Neraca Energi Indonesia 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut.
Gambar 1.3 Persentase konsumsi energi akhir menurut sumber energi tahun 2010 (Neraca Energi Indonesia 2006-2010, diolah)
Indonesia sebagai negara agraris dan memiliki lahan yang cukup luas berpotensi untuk mengembangkan bioenergi. Bioenergi, khususnya biofuel dapat dibuat dengan bahan baku yang terdapat di Indonesia seperti kelapa sawit, sagu, kelapa, ubi kayu, jarak pagar, tebu, maupun jagung. Salah satu biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel. Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik baru maupun bekas penggorengan dan melalui proses transesterifikasi,
esterifikasi,
atau
proses
esterifikasi-transesterifikasi
(Hambali 2007). Menurut Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Indonesia sebetulnya memproduksi dua jenis biofuel yaitu bioetanol dan biodiesel. Pada tahun 2008 bioetanol dan biodiesel dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif, namun bioetanol hanya bertahan sampai dengan
4
tahun 2010 karena terkendala persediaan bahan baku. Dilain pihak biodiesel tetap bertahan sampai sekarang. Menurut Aun 2006, tanaman penghasil minyak di Indonesia diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, dan jarak pagar. Diantara ketiga tanaman tersebut kelapa sawit memiliki produktivitas yang paling tinggi, yaitu sekitar 5.950 Liter Minyak/Ha/Thn sedangkan kelapa dan jarak pagar produktivitasnya masing-masing sekitar 2.689 Liter Minyak/Ha/Thn dan 1.892 Liter Minyak/Ha/Thn. Bila dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnyapun kelapa sawit masih tetap yang paling tinggi produktivitasnya. Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor kelapa sawit kedua terbesar setelah Malaysia sampai dengan tahun 2005. Di tahun 2006 Indonesia berhasil menjadi negara produsen minyak sawit nomor satu di dunia. Produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia pada tahun 2006 sebesar 16.050 ribu ton, sedangkan total produksi CPO Malaysia sebesar 15.881 ribu ton. Walaupun menempati peringkat sebagai negara produsen CPO terbesar dunia namun untuk kegiatan ekspor CPO, Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Data volume ekspor tahun 2006 hingga 2011 memperlihatkan bahwa Malaysia masih menempati peringkat pertama didunia untuk ekspor CPO (Tabel 1.1 dan Tabel 1.2). Produktivitas kelapa sawit yang cukup tinggi dengan biaya produksi yang relative lebih rendah dari tanaman penghasil minyak lainnya membuat kelapa sawit menjadi primadona di Indonesia. Prospek cerah industri sawit membuatnya menjadi salah satu industri unggulan Indonesia. Prospek cerah ini pulalah yang mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Beberapa tahun terakhir harga minyak mentah melambung tinggi dan mempengaruhi harga bahan bakar fosil. Hal ini membuat banyak negara mencari sumber energi alternatif terbarukan yaitu bioenergi, termasuk pula pemerintah Indonesia. Bahan baku bioenergi, dimana salah satunya biodiesel, bisa menggunakan minyak sawit yang banyak diproduksi di Indonesia.
5
Tabel 1.1 Negara produsen utama minyak sawit dunia 2005-2010 (000 Ton) Negara
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Indonesia
14.070 16.050 16.800 19.200 21.000 21.800
Malaysia
14.962 15.881 15.823 17.735 17.566 17.320
Thailand
680
860
1.020
1.300
1.310
1.500
Nigeria
800
815
835
830
870
885
Kolombia
661
713
780
778
802
770
Ekuador
319
345
385
418
448
435
Lainnya
2.559
2.478
2.905
3.045
3.107
3.204
TOTAL
33.732 37.142 38.163 43.306 45.102 45.914
Sumber : BPS, Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011.
Tabel 1.2 Volume ekspor CPO Indonesia dan Malaysia 2006-2011 (000 Ton) Negara
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Indonesia
10.471,92
11.875,42
14.290,69
16.829,21
16.291,86
16.436,20
Malaysia
14.416,02
13.734,75
15.412,51
15.880,74
16.664,07
17.993,27
Sumber : MPOB, BPS, Statistik Perkebunan Indonesia 2010-2012, diolah.
Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel ini oleh banyak pihak dianggap akan meningkatkan permintaan akan CPO. Dengan demikian permintaan CPO akan meningkat tidak hanya dari permintaan dari sektor pangan tetapi juga dari sektor non pangan. Perubahan permintaan ini kemudian akan mengakibatkan perubahan terhadap harga CPO. Perubahan harga CPO terutama kenaikan harga CPO ini pada akhirnya dikhawatirkan akan meningkatkan pula harga minyak goreng sawit. Pada akhirnya penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh produksi biodiesel terhadap harga minyak sawit dan juga harga minyak goreng.
6
1.2. Perumusan Masalah Biodiesel minyak sawit sangat prospektif untuk dikembangkan karena ketersediaan bahan baku yang melimpah. Tetapi penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel juga memicu perubahan harga minyak sawit dan pada akhirnya akan memicu perubahan harga minyak goreng sawit. Perubahan harga minyak sawit akibat produksi biodiesel bisa terjadi melalui berbagai faktor yang mempengaruhi. Teknik analisis vektor autoregresi ini akan digunakan untuk menguji hubungan produksi biodiesel terhadap harga minyak sawit dan juga terhadap harga minyak goreng sawit. 1.3. Tujuan Penelitian Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: 1. Pengaruh produksi biodiesel terhadap harga minyak sawit. 2. Pengaruh harga minyak sawit terhadap produksi biodiesel. 3. Hubungan produksi biodiesel, harga minyak sawit, dan harga minyak goreng sawit. 4. Model persamaan hubungan produksi biodiesel, harga minyak sawit, dan harga minyak goreng sawit. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat dan kontribusi: 1. Bagi penulis, dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari perkuliahan dan dapat menerapkannya dilapangan. 2. Bagi masyarakat secara umum, dapat menjadi referensi jika ingin melakukan penelitian yang serupa. 3. Bagi pemerintah, dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu analisis hubungan antara produksi biodiesel, harga minyak sawit dan harga minyak goreng di Indonesia. Analisis menggunakan metode vektor autoregresi (VAR). Data yang dibutuhkan berupa data sekunder mengenai produksi biodiesel, harga minyak sawit maupun harga minyak goreng sawit.