ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS HARGA MINYAK BUMI DUNIA TERHADAP HARGA CPO INDONESIA
INDRI MUTIA MAULANI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Dampak Volatilitas Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Indri Mutia Maulani NIM H14090120
ABSTRAK INDRI MUTIA MAULANI. Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM. Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang digunakan banyak negara sebagai input dari berbagai kegiatan perekonomiannya. Perubahan harga minyak dunia yang fluktuatif seringkali memengaruhi perekonomian dunia. Lonjakan harga yang tinggi ini mengakibatkan konsumen mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Indonesia sendiri tengah melakukan substitusi untuk pengganti sumber energi minyak bumi menjadi biodiesel berupa CPO. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak volatilitas harga minyak dunia terhadap harga CPO di Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ARCH-GARCH dan VAR/VECM. Data yang digunakan adalah data time series bulanan 2006:1 – 2013:1. Variabel yang digunakan adalah variabel harga minyak bumi dunia, harga CPO Indonesia, harga CPO Malaysia, dan harga CPO Rotterdam (merepresentasikan harga CPO dunia). Volatilitas harga minyak dunia yang diestimasi oleh model ARCH-GARCH terlihat bervariasi antarwaktu (time varying) menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Berdasarkan hasil estimasi VECM semua variabel signifikan pada jangka panjang. Harga CPO Indonesia tersebut memberikan respon yang cenderung negatif terhadap volatilitas dan harga CPO Malaysia. Sedangkan harga CPO Indonesia menunjukkan respon yang positif terhadap harga CPO dunia. Kata Kunci: volatilitas harga minyak bumi dunia, harga CPO, model ARCHGARCH, model VECM
ABSTRACT INDRI MUTIA MAULANI. Analysis Impact Of The Volatility Oil World Prices On CPO Indonesia Price. Supervised of DEDI BUDIMAN HAKIM. Petroleum is one of the main energy source used many countries as input from a variety of economic activities. Changes in world oil prices to high price hikes lead to consumers looking for alternative fuels are relatively cheaper. Indonesia's own central do substitution for substitute energy sources such as biodiesel oil CPO. This research was conducted to analyze the impact of the volatility of world oil prices on the prices of CPO in Indonesia. Methods of analysis used in this study was the ARCH-GARCH model and VAR/VECM. The Data used is the time series of monthly data 2006: 1-2013: 1. The variables used are variable in world petroleum prices, the price of CPO Indonesia and Malaysia, and the price of CPO in Rotterdam (represents the world's CPO price). The volatility of world oil prices which is being estimated by the ARCH-GARCH model looks vary time varying suggests a tendency that continues to increase. VECM estimation results based on all significant variables in the long run. The Indonesia CPO price are likely to respond negatively to volatility and CPO Malaysia price. While the Indonesia CPO price showed a positive response to the CPO price in world. Keywords: volatility of world oil price, the price of CPO, ARCH-GARCH model, VECM model.
ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS HARGA MINYAK BUMI DUNIA TERHADAP HARGA CPO INDONESIA
INDRI MUTIA MAULANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia Nama : Indri Mutia Maulani NIM : H14090120
Disetujui oleh
Dedi Budiman Hakim, PhD Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, PhD Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatilitas harga minyak bumi dunia dan melihat hubungannya terhadap harga minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia, serta menganalisis hubungan antar harga CPO Malaysia dan harga CPO di pasar Rotterdam terhadap perubahan harga CPO Indonesia. Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada: 1. Orang tua saya yang tercinta H. Muchsin Basri (alm) dan Hj. E. Widaningsih, kakakku Wida Hapsari S.Pt dan suami, serta adik-adikku tercinta Linda Annisa Lisdiani dan Nahya Nazwa Naffisya yang telah memberikan dukungan moral maupun materi serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dedi Budiman Hakim, PhD. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Dewi Ulfah, M.Si selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya. 6. Yeni Astuti A, Ika Syahfitri, Rismayani N, Hapsari Adiningsih, dan Rizki Bagastari H sahabat-sahabat di Ilmu Ekonomi 46. 7. Ika Syahfitri, Rismayani Nursyah, Evanti A, dan M. Fauzi sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini. 8. Desi Puspita N, Gigih Kridaning, dan Cutra Samil sahabat-sahabat di kosan Wisma Seroja. 9. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 46. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya penelitian lanjutan dari pembaca yang membangun ke arah penyempurnaan dengan tema ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2013 Indri Mutia Maulani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
viii viii viii 1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
6
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
8
TINJAUAN PUSTAKA
9
Landasan Teori Penelitan Terdahulu Kerangka Penelitian Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN
9 18 20 21 22
Jenis dan Sumber Data
22
Model Penelitian
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Harga Minyak Bumi Spesifikasi Model ARCH-GARCH Analisis Volatilitas Hasil Uji Praestimasi Data Hasil Harga CPO dan Volatilitas dengan Estimasi VECM Hasil IRF Hasil FEVD KESIMPULAN DAN SARAN
33 33 33 35 36 39 40 42 44
Kesimpulan
44
Saran
44
DAFTAR PUSTAKA
46
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
48 62
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Nomor Volume ekspor dan impor minyak nabati dunia (2007-2011) Hasil uji stasioner tiap variabel Hasil uji kointegrasi Hasil estimasi VECM
Halaman 5 36 37 38
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nomor Halaman Produksi minyak bumi dan konsumsi minyak Indonesia (2000-2010) 2 Perkembangan harga minyak bumi dunia (2000-2012) 3 Kurva Permintaan 11 Kurva Penawaran 12 Pembentukan harga internasional 16 Kerangka pemikiran operasional 21 Perkembangan harga minyak bumi dunia selama periode 2006:1-2013:1 32 Volatilitas harga minyak bumi dunia 35 Hasil impulse respone function (IRF) volatilitas 40 Hasil forecast error variance of decomposition (FEVD) 41
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nomor Estimasi model peramalan ARIMA (3,1,2) Hasil pengujian efek ARCH Estimasi pemilihan model ARCH-GARCH (1,3) Hasil uji stasioneritas tiap variabel Hasil uji optimum lag Hasil uji stabilitas VAR Hasil uji kointegrasi Estimasi model VECM Hasil Impulse Response Function Variance Decomposition of CPO_INA
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 47 47 48 49 53 53 54 55 57 58
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber energi dewasa ini merupakan input yang saling terkait dengan pembangunan ekonomi, terutama dalam proses produksi. Pada aktivitas ekonomi baik dalam skala mikro maupun skala makro sangat dipengaruhi oleh permasalahan akan kebutuhan energi. Dukungan input yang baik dalam kegiatan ekonomi akan mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, dibandingkan dengan aktifitas ekonomi yang tidak didukung oleh input yang baik. Sehingga dapat dikatakan dengan keberadaan input yang baik berupa sumber energi yang memadai dapat menunjang kegiatan ekonomi yang ada. Setiap tahunnya, kebutuhan akan sumber energi mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan konsumsi dunia terhadap energi pun mengalami peningkatan. Energi total yang dikonsumsi dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, konsumsi energi dunia tercatat sejumlah 9.382,4 ribu TOE (Tones of Oil Equivalent) dan terus meningkat dalam sebelas tahun terakhir hingga menembus jumlah 12.002,4 ribu TOE pada akhir tahun 2011. Munculnya negara-negara industri baru seperti China dan India diperkirakan akan menambah nilai tingkat konsumsi energi dunia. Peningkatan konsumsi terhadap energi juga terjadi di Indonesia. Pada periode yang sama, konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari 98,4 ribu TOE ke 140 ribu TOE. Hal ini dapat menjadi salah satu indikator bahwa Indonesia saat ini masih sangat tergantung dengan ketersediaan energi. Aktivitas sehari-hari tidak dapat lepas dari penggunaan energi. Penggunaan energi diprediksi akan terus meningkat seiring dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu diperlukan perhatian pemerintah agar mampu menjaga ketersediaan energi yang cukup untuk menopang rencana mereka. (British Petroleum,2010). Kebutuhan energi dunia saat ini banyak disokong oleh minyak bumi atau minyak mentah (oil). Total konsumsi energi dunia hampir 34 persen pemenuhannya berasal dari minyak bumi (BP 2010). Sementara sisanya, dipenuhi dari gas alam, batu bara dan nuklir. Tidak dapat dipungkiri, salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak bumi. Kinerja dari harga minyak bumi dunia menjadi tolok ukur bagi perekonomian dunia karena perannya yang dianggap penting dalam fungsi produksi. Bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan produk olahan dari minyak bumi masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi bagi sebagian besar negara-negara industri di dunia. Untuk kasus di Indonesia, total kebutuhan akan energi yang disokong oleh minyak bumi hingga 42,5 persen. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan energi kita terhadap minyak bumi. Cadangan minyak bumi Indonesia menunjukkan nilai yang semakin menurun setiap tahunnya. Data dari Ditjen MIGAS Indonesia tahun 2011 menyatakan produksi minyak bumi Indonesia pada tahun 2000 sebesar 1.456 ribu barel per hari terus mengalami penurunan menjadi 1.003 ribu barel tahun 2008, dan terus menurun hingga 986 ribu barel pada tahun 2010. Produksi minyak domestik sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dalam negeri dan puncaknya tahun 2003 menjadi negara net-importir minyak.
2
1500
1456
(ribuan barel per hari)
1387
1400 1289
1300 1176 1306 1295 1289 1304 1270 1264 1130 1240 1232 1207 1090
1200 1100
1143 1160
996
1000
1003 990 972
produksi konsumsi
986
900 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (tahun) Sumber: Ditjen MIGAS Indonesia (diolah).
Gambar 1 Produksi minyak bumi dan konsumsi minyak Indonesia (2000-2010) Penurunan produksi dari tahun ke tahun yang dialami oleh Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi minyak bumi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Konsumsi Indonesia sebesar 1.143 ribu barel per hari pada tahun 2000 terus mengalami peningkatan sampai tahun 2010 dengan konsumsi sebesar 1.304 ribu barel per hari. Peningkatan ini diprediksi akan terus terjadi karena beberapa faktor antara lain karena terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (BP2010). Penurunan produksi Indonesia ini menyebabkan Indonesia harus keluar dari anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) pada tahun 2009. Keanggotaan Indonesia dicabut karena sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan minyak bumi dalam negerinya sendiri. Sebagai negara netimportir membuat Indonesia harus membeli minyak dari pasar internasional yang harganya tidak bisa diintervensi. Beberapa periode terakhir harga minyak bumi dunia mengalami perubahan yang cukup fluktuatif. Minyak bumi jenis West Texas Intermediete (WTI) maupun Brent menunjukkan fluktuatif yang sangat besar. WTI dikenal juga sebagai Texas light sweet, yang merupakan kelas minyak mentah yang digunakan sebagai patokan dalam penentuan harga minyak dunia. Komoditas ini mendasari kontrak berjangka minyak di Chicago Mercantile Exchange. Sedangkan jenis Brentbersumber dari Laut Utara. Brent Crude juga dikenal sebagai Brent Blend, London Brent dan minyak Brent. Brent adalah patokan harga terkemuka global untuk minyak mentah untuk daerah Atlantic. Perbedaan lainnya dari kedua jenis minyak bumi ini adalah kandungan sulfur dari WTI lebih rendah yaitu sebesar 0,24% dibanding jenis Brent yang mengandung sulfur sebesar 0,37% (Wikipedia 2013) Berdasarkan data dari U.S Energy Information Administrattion menunjukkan harga WTI sebesar 31,52 US Dollar pada tahun 2000 dan 28,56 US Dollar untuk jenis brent pada waktu yang sama. Dalam kurun waktu dua belas tahun harganya melambung mencapai 94,11 US Dollar untuk jenis WTI dan 91,15 US Dollar untuk jenis Brent pada akhir Desember 2012. Kenaikan harga minyak
3 bumi yang sangat signifikan inipun dirasakan pula oleh Indonesia sebagai salah satu konsumen minyak bumi terbesar di Asia Tenggara.
120
(Dollars per Barrel)
100 80 60
WTI
40
Brent
20 0 2000
2004
2008
2012
(tahun) Sumber: U.S Energy Information Administrattion (diolah).
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Bumi Dunia (2000-2012) Minyak bumi yang merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian dunia merupakan input yang penting untuk berbagai kegiatan industri. Bagi perekonomian dunia, kinerja dari harga minyak bumi dapat dijadikan sebagai tolak ukur dikarenakan perannya yang dianggap penting dalam fungsi produksi. Produk olahan dari minyak bumi yang berupa BBM merupakan sumber energi utama dalam proses produksi pada sebagian besar industri di negara-negara dunia, termasuk di Indonesia. Penggunaan energi dari minyak bumi di Indonesia sendiri pada tahun 2003 masih sekitar 54.4 persen, pada gas bumi sebesar 26.5 persen, batubara sebesar 14.1 persen, tenaga air sebesar 3.4 persen, panas bumi sebesar 1.4 persen sedangkan penggunaan energi lainnya termasuk bahan bakar nabati hanya sekitar 0.2persen (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2006). Minyak bumi merupakan bahan bakar yang paling banyak digunakan oleh hampir seluruh negara dunia. Permintaan terhadap minyak yang tinggi ini menyebabkan peningkatan harga minyak bumi dunia. Lonjakan harga yang tinggi ini mengakibatkan konsumen mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Selain itu, adanya pembatasan produksi minyak bumi oleh OPEC dan beberapa negara produsen lainnya menyebabkan supply minyak bumi di pasar dunia menjadi menurun. Peningkatan harga dan pembatasan produksi minyak bumi ini membuat negara-negara konsumen minyak bumi mencari alternatif bahan bakar yang lebih murah selain minyak bumi. Saat ini sebagian besar negara di dunia sedang menghadapi masalah energi yang semakin nyata dan parah, termasuk Indonesia. Masalah yang berkenaan dengan energi nasional diantaranya adalah adanya kecenderungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, energi mix yang belum seimbang, harga minyak dunia yang tidak menentu serta persediaan energi fosil yang semakin terbatas.
4 Salah satu permasalahan yang sedang dialami oleh Indonesia adalah perubahan harga minyak bumi yang tidak menentu. Hal ini tidak lepas dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi berupa minyak bumi. Bioenergi merupakan salah satu alternatif bagi Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlimpah. Hal ini selanjutnya digunakan untuk menyusun langkah – langkah strategis untuk mengatasi masalah energi nasional termasuk di dalamnya adalah pengembangan energi terbarukan. Selain sumber energi alternatif seperti angin, surya, gelombang dan lainnya, pengembangan energi terbarukan juga akan mengarah pada sumber alternatif lain seperti bahan bakar nabati khususnya yang berasal dari komoditas – komoditas pertanian dan perkebunan. Komoditas pertanian yang dibudidayakan masyarakat Indonesia dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, tebu, sagu dan ubi kayu. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuhtumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati yang banyak diproduksi oleh Indonesia adalah minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). CPO yang dihasilkan dari komoditi perkebunan kelapa sawit kini telah menjadi primadona dan komoditi ekspor andalan Indonesia. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan di daerah luar pulau Jawa seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Selain itu komoditi ini juga memiliki keunggulan komparatif dilihat dari segi budidaya, karena tanaman ini merupakan jenis tanaman tropik dan dari segi luas area total sampai tahun 2006, Indonesia mempunyai areal kelapa sawit terluas di dunia, yaitu 6,594 juta hektar. Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit berperan sebagai penerimaan negara dari sektor non-migas yang cukup besar. Industri kelapa sawit di Indonesia juga menarik banyak perhatian mengingat kontribusinya yang sangat besar bagi perekonomian. Konsumsi CPO dunia yang semakin meningkat merefleksikan terjadinya peningkatan permintaan dunia terhadap CPO. Konsumsi dari CPO umumnya digunakan untuk pembuatan margarin, minyak masak, dan lemak kompleks. Selain itu, beberapa turunan CPO dapat juga digunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan pembuat sabun dan untuk bahan bakar biodiesel.Bila ditinjau terhadap kesiapan ketersediaan bahan baku, maka kelapasawit merupakan bahan yang paling potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel di Indonesia. Hanya saja pemanfaatan CPO di Indonesia sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagian besar masih digunakan untuk bahan baku minyak goreng yang termasuk bahan makanan. Perkembangan CPO sebagai bahan alternatif sumber energi akan lebih besar terasa kontribusinya bila saja dapat dikembangkan lahan kelapa sawit yang dikhususkan untuk produksi biodiesel, terpisah dari lahan kelapa sawit saat ini yang diperuntukkan sebagai bahan baku minyak goreng, kosmetik dan ekspor. Adanya isu tentang kelestarian lingkungan, membuat biodieselmenjadi bahan bakar alternatif utama yang banyak digunakan dunia. Peningkatan konsumsi biodieseldunia ini memiliki konsekuensi semakin tingginya permintaan terhadap CPO. Produksi biodieselyang berasal dari CPO saat ini terkonsentrasi di Malaysia dan Indonesia sebagai negara-negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan pangsa pasar 82,9 persen dari produksi dunia. Produksi CPO dari
5 negara Indonesia adalah sebesar 43,3 persen sedangkan Malaysia menyumbang 39,6 persen dari produksi CPO dunia. (Sumber: Malaysia Palm Oil Board, 2012). Produksi minyak nabati dunia sampai tahun 2009 masih didominasi oleh minyak kelapa sawit dan minyak kedelai. Dalam perdagangan internasional, sebelum tahun 1990-an, perdagangan minyak nabati dunia didominasi oleh minyak kedelai yang banyak diproduksi di kawasan Amerika Utara dan Selatan. Setelah tahun 1990-an, adanya perubahan iklim global mengakibatkan terjadinya kekeringan di negara pemasok minyak kedelai terbesar dunia sehingga pasokan minyak kedelai di pasar dunia menjadi turun. Hal ini mengakibatkan perdagangan minyak nabati dunia beralih didominasi oleh CPO sebagai barang substitusi dari minyak kedelai yang banyak diproduksi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan Tabel 1 dapat kita lihat bahwa minyak kelapa sawit (CPO) memegang peranan utama dalam perdagangan minyak nabati dunia. Hal ini terlihat dari volume ekspor dan impor minyak kelapa sawit yang memiliki nilaitertinggi yaitu pada sisi impor sebesar 26,45 juta ton pada tahun 2007 dan 34,54 juta ton pada tahun 2011. Berdasarkan Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa dari sisi ekspor, minyak kelapa sawit memiliki nilai ekspor ke dunia sebesar 27,21 juta ton pada tahun 2007 dan 35,52 juta ton pada tahun 2011. Minyak yang memiliki volume ekspor dan impor tertinggi kedua ialah minyak kedelai dengan jumlah impor pada tahun 2007 dan 2011 masing-masing sebesar 9,09 dan 9,14 juta tondan ekspornya masing-masing pada tahun 2007 dan 2011 yaitu sebesar 9,84 dan 9,48 juta ton. Adapun minyak yang lain tidak memiliki peran dominan dalam perdagangan minyak nabati dunia.
Tabel 1 Volume ekspor dan impor minyak nabati dunia tahun 2007-2011 (dalam juta metrik ton) Jenis Minyak Impor Ekspor 2007
2011
2007
2011
Minyak kelapa sawit
26.45
34.54
27.21
35.52
Minyak kanola
1.47
2.34
1.65
2.36
Minyak kedelai
9.09
9.14
9.84
9.48
Minyak bunga matahari
3.23
3.55
3.98
4.06
Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA (2012).
Hal ini menjadi penting untuk diteliti sebab fluktuasi harga minyak dunia yang merupakan sektor vital sebagai sumber energi dunia sangat berpengaruh terhadap perkembangan harga dari substitusinya, termasuk komoditas CPO. Penurunan persediaan minyak bumi dunia juga menyebabkan terjadinya peningkatan harga yang cukup signifikan terhadap komoditas ini. Harga minyak dunia yang terus berfluktuasi dan cenderung meningkat setiap tahunnya ini menyebabkan banyak negara mencari alternatif solusi untuk sumber energi dunia.
6 Minyak nabati terutama minyak dari kelapa sawit (CPO) digunakan oleh banyak negara sebagai alternatif pengganti sumber energi mereka disamping penggunaan minyak bumi. Akibat dari perubahan konsumsi minyak bumi menjadi minyak nabati ini menyebabkan terjadinya perubahan harga yang dirasakan juga oleh komoditas minyak nabati. Dalam penelitian ini minyak nabati yang menjadi topik utama yaitu CPO yang banyak diproduksi oleh Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai integrasi antara volatilitas harga minyak bumi terhadap harga CPO Indonesia. Volatilitas sendiri adalah pengukuran statistik untuk fluktuasi harga selama periode tertentu. Volatilitas harga dapat diukur dengan standar deviasi dan koefisien variasi harga dari komoditas yang bersangkutan. Manfaat dari volatilitas harga yaitu dapat menganalisis tingkat tingkat resiko harga. Dalam analisis volatilitas ukuran tersebut menunjukkan penurunan dan peningkatan harga dalam periode yang pendek dan tidak mengukur tingkat harga, namun dengan mengukur derajat variasi dari suatu periode ke periode berikutnya. Volatilitas yang tinggi mencerminkan karakteristik penawaran dan permintaan yang tidak biasa. Untuk itu berdasarkan dari keterangan volatilitas harga maka dalam penelitian ini mencoba menganalisis hubungan fluktuasi harga minyak bumi dengan harga CPO Indonesia dilihat dari volatilitasnya, tidak dengan tingkat harganya. Perumusan Masalah Minyak bumi dunia memiliki peran yang sangat vital dalam proses produksi barang-barang Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan produksi Indonesia secara kesuluruhan menurun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh harga minyak dunia terhadap negara yang merupakan net-eksportir minyak dan net-importir minyak. Negara yang mengekspor minyak tentunya mendapat rezeki yang besar dengan peningkatan harga minyak dunia karena pendapatan dari penjualan minyaknya akan meningkat. Sementara, negara pengimpor minyak tentunya harus merana karena uang yang mereka keluarkan untuk membeli minyak akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang mengalami perubahan status dari negara net-eksportir menjadi negara net-importir. Untuk itu menarik untuk dibahas mengenai fluktuasi harga minyak bumi dengan melihatnya dari segi volatilitas harga minyak bumi dunia. Untuk mengatasi permasalahan pemenuhan energi negara yang sebelumnya banyak menggunakan minyak bumi, Indonesia mencari alternatif sumber energi lain berupa energi berupa biodiesel yang berasal dari CPO. Pemahaman dan ketersediaan informasi yang lebih lengkap mengenai volatilitas harga sangat berguna untuk merumuskan tindakan antisipasi yang lebih efektif karena konsep volatilitas berkaitan erat dengan risiko dan ketidakpastian yang dihadapi dalam pengambilan keputusan. Hal ini menjadi penting untuk diteliti sebab penurunan persediaan minyak bumi dunia juga menyebabkan terjadinya fluktuasi harga minyak bumi dan juga peningkatan harga yang cukup signifikan terhadap komoditas CPO. Akibat dari perubahan konsumsi minyak bumi menjadi minyak nabati ini menyebabkan terjadinya perubahan harga yang dirasakan juga oleh komoditas minyak nabati. Perubahan harga ini sangat dirasakan terutama untuk komoditas CPO yang merupakan komoditas ekspor utama dari perdagangan minyak nabati Indonesia saat ini.
7 Selain dari pengaruh volatilitas harga minyak bumi, perkembangan hargaCPO Indonesia juga terjadi karena adanya pengaruh dari harga CPO Malaysia sebagai negara pesaing dan CPO Rotterdam yang merepresentasikan harga CPO dunia. Secara empiris harga yang terbentuk di pasar forward Rotterdam dan yang terbentuk di Malaysia digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi penjual dan pembeli CPO untuk memberikan penawaran harga di pasar spot Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut barulah kemudian harga di pasar Indonesia terbentuk. Karena adanya keterkaitan antara penetapan harga pada CPO Indonesia dengan harga CPO Malaysia dan harga CPO di pasar Rotterdam maka pada penelitian ini pula akan menjelaskan bagaimana hubungan antara harga CPO-CPO tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia”. Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana analisis volatilitas harga minyak bumi dunia selama periode 2006:1-2013:1? 2. Bagaimana hubungan antara volatilitas harga minyak bumi terhadap perkembanganharga CPO Indonesia? 3. Bagaimana hubungan antara harga CPO lainnya terhadap perkembangan harga CPO Indonesia? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis volatilitas harga minyak bumi dunia selama periode 2006:12013:1. 2. Menganalisis hubungan antara volatilitas harga minyak bumi terhadap harga CPO Indonesia. 3. Menganalisis hubungan antara harga CPO lainnya terhadap perkembangan harga CPO Indonesia. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, seperti : 1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan antara volatilitas harga minyak bumi dan minyak kelapa sawit (CPO). 2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan harga minyak bumi dunia dan harga CPO Indonesia. 3. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak volatilitas harga minyak bumi dengan perkembangan harga minyak kelapa sawit (CPO).
8 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya memfokuskan pada minyak bumi dan CPO tanpa memasukkan produk olahannya. Harga minyak bumi dunia yang akan digunakan di sini adalah harga minyak bumi jenis West Texas Intermediete yang merupakan acuan harga minyak bumi dunia. Penelitian ini tidak membedakan ketika terjadi kenaikan harga atau penurunan harga minyak dunia. Yang menjadi perhatian dalam penelian ini yaitu bagaimana volatilitas dari harga minyak bumi dunia. Sedangkan untuk variabel CPO, harga yang digunakan yaitu harga CPO Indonesia dan Malaysia sebagai produsen utama di dunia serta harga CPO Rotterdam yang menjadi acuan harga CPO dunia. Selain menganalisis hubungan dan pengaruh dari volatilitas harga minyak bumi terhadap perkembangan harga CPO Indonesia, penelitian ini juga mencoba menganalisis hubungan harga CPO lainnya terhadap harga CPO Indonesia. Variabel yang diteliti adalah harga rata-rata bulanan komoditas tersebut di pasar domestik (untuk CPO Indonesia dan CPO Malaysia) dan pasar dunia (untuk minyak bumi dan CPO Rottedam) dari 2006:1 hingga 2013:1.
9
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Teori Harga Dalam perekonomian pasar, harga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi dalam melakukan alokasi terhadap sumber daya yang langka. Jadi, jika terjadi fluktuasi harga di suatu pasar dan dapat segera ditangkap oleh pasar lain maka perubahan tersebut dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan harga bagi produsen. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: 1)
2)
Pemberi informasi tentang jumlah komoditas yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh keuntungan maksimum dan Penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson, 2002).
Untuk setiap barang dalam perekonomian, harga barang memberikan jaminan bahwa penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan. Harga suatu komoditas di pasar ditentukan oleh kurva permintaan dan kurva penawaran komoditi tersebut yang saling berpotongan. Pada kondisi tersebut kuantitas barang yang diminta oleh pembeli sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual sehingga tercapai kondisi keseimbangan harga pasar (equilibrium price). Sementara itu, jika terjadi kondisi dimana kuantitas barang yang diminta oleh pembeli tidak sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual maka harga yang terjadi pada kondisi tersebut disebut dengan harga disekuilibrium. Adanya kelebihan permintaan atau penawaran yang terjadi di pasar akan menyebabkan keadaan disekuilibrium dan harga akan terus berubah sampai kembali ke titik ekuilibrium. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya kelebihan permintaan yang mendorong harga untuk naik atau kelebihan penawaran yang menyebabkan harga menjadi turun. Berkaitan dengan peningkatan harga minyak dunia selain karena faktor spesifik dari setiap komoditas, yaitu resiko geopolitik, kondisi iklim dan cuaca serta gagal panen, peningkatan harga suatu komoditas juga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada peningkatan harga komoditas adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi telah mendorong permintaan akan berbagai komoditas, 2) Biofuel telah mendorong permintaan akan berbagai tanaman pangan yang dapat dikonversi menjadi biofuel, misalnya untuk CPO, 3) Respon penawaran yang lambat, 4) Keterkaitan di antara berbagai komoditas, dan 5) Tingkat suku bunga yang rendah dan depresiasi nilai US Dollar. Teori Barang Substitusi Apabila kedua barang memiliki fungsi yang sama dan dapat saling menggantikan, maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang substitusi. Hubungan antara kedua barang tersebut bersifat negatif, yaitu: apabila konsumsi
10 barang yang satu meningkat, maka konsumsi barang lain akan menurun karena sifatnya yang saling menggantikan. Konsumen mengganti konsumsi barang yang satu dengan barang yang lain karena berbagai alasan, seperti karena harga yang naik atau kelangkaan barang tersebut. Contoh barang substitusi adalah minyak tanah dan gas elpiji. Karena harga gas elpiji semakin meningkat, maka konsumen beralih mengonsumsi minyak tanah. Barang substitusi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan derajat penggantiannya, yaitu: a. Substitusi sempurna Dua barang dikatakan memiliki substitusi sempurna apabila penggunaan barang tersebut dapat digantikan satu sama lainnya tanpa mengurangi kepuasan konsumen dalam menggunakannya contohnya, gula pasir. Konsumen tidak mempermasalahkan mengenai asal gula pasir tersebut, gula lokal atau gula impor, gula yang diproduksi di Jawa atau luar Jawa. Konsumen tidak dapat merasakan perbedaan dalam hal kepuasan dari mengonsumsi gula pasir tersebut. b. Substitusi dekat Apabila kedua barang dapat saling menggantikan, tetapi memberikan perbedaan kepuasan bagi konsumen, maka barang tersebut dikategorikan sebagai substitusi dekat. Contohnya, konsumsi terhadap daging sapi dan daging ayam. Konsumen memperoleh manfaat terpenuhinya kebutuhan protein hewani, tetapi konsumen tidak merasakan kepuasan yang sama antara mengonsumsi daging sapi dengan mengonsumsi daging ayam. c. Substitusi jauh Apabila dua barang dapat saling menggantikan hanya dalam kondisi terpaksa saja, maka kedua barang tersebut dikategorikan sebagai substitusi jauh. Konsumen tidak akan menggantikan konsumsi barang tersebut dengan barang lain dalam kondisi normal. Contohnya, konsumsi nasi dengan sagu. Walaupun sagu dapat menggantikan fungsi nasi, tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia tidak akan mengonsumsi sagu apabila masih terdapat nasi. Pengaruh adanya barang substitusi pada mekanisme pasar Jika dimisalkan y adalah barang pengganti (substitusi) dari x, maka ketika Px↑ akan menyebabkan Qx↓ dan Qy↑. Analisis Permintaan dan Penawaran Sugiarto et al. (2007) berpendapat bahwa analisis permintaan dan penawaran merupakan alat yang penting untuk: 1) Memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi seperti teknologi, selera konsumen, harga komoditas lain, dan harga faktor produksi, 2) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas, 3) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen, 4) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar, seperti pengendalian harga, kuota, pajak subsidi, dan lain-lain.
11 Teori Permintaan Permintaan pasar untuk suatu komoditi adalah kuantitas total permintaan barang tersebut oleh seluruh pembeli potensial. Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode waktu, pada berbagai harga alternatif, oleh semua individu di dalam pasar. Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi tersebut di pasar. Kurva permintaan melihat hubungan jumlah barang yang diminta hanya sebagai fungsi harganya dan menganggap variabel lainnya adalah tetap (ceteris paribus). Kurva permintaan mempunyai slop yang negatif dari kiri atas ke kanan bawah, dimana jika terjadi penurunan harga akan menambah jumlah komoditi yang diminta. Perubahan harga barang yang diminta terhadap jumlahnya digambarkan sebagai pergerakan sepanjang kurva permintaan. Sedangkan perubahan variabel lain seperti harga barang lain, pendapatan, dan selera digambarkan sebagai pergeseran kurva permintaan. Penawaran pasar komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu dan, seterusnya, pada jumlah produsen dalam pasar. (Widyasari 2010) P
P
P1 P2 P3
Q1
Q2
Q3
Q Pergerakan kurva permintaan akibat pengaruh harga
D2 D D1 Pergeseran kurva permintaan pengaruh bukan harga
Sumber: Nicholson (2002).
Gambar 4 Kurva permintaan
Teori Penawaran Penawaran adalah jumlah produk yang mampu dan bersedia untuk dijual oleh produsen dengan harga tertentu. Semakin tinggi harga maka semakin banyak produk yang bersedia ditawarkan oleh produsen. Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran
12 komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar. Menurut Djojodipuro (1991) kurva penawaran menunjukkan berbagai jumlah barang yang seorang penjual bersedia menawarkan dengan berbagai harga, ceteris paribus. Dalam keadaan ini, maka kurva tersebut naik dari kiri bawah ke kanan atas. Berdasarkan segi jumlah, kurva penawaran menunjukkan harga minimum yang mendorong penjual untuk menjual dalam berbagai jumlah. Penjual mau menerima harga yang lebih tinggi untuk jumlah tertentu tapi tidak lebih rendah.
P
P P1 P2
S2
S1 S3
P
P3
Q1
Q2
Q3
Q Pergerakan kurva penawaran akibat pengaruh harga
Q1 Q2 Q3 Q Pergeseran kurva penawaran
Sumber: Nicholson (2002).
Gambar 5 Kurva penawaran
Teori Integrasi Pasar Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pasar yaitu adalah dengan melakukan analisis integrasi pasar. Melalui analisis integrasi pasar kita dapat mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat. Pasar yang terintegrasi akan membentuk harga kesetimbangan yang berkaitan secara langsung (Aji, 2010). Definisi dari integrasi pasar adalah kondisi yang dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan meliputi infrastruktur pemasaran dan kebijakan pemerintah, sehingga menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Adanya informasi pasar yang mendukung menyebabkan perubahan yang terjadi di suatu pasar seperti adanya perubahan harga akan ditransmisikan ke pasar lain dengan perubahan harga. Hal ini dapat digunakan oleh produsen sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
13 Berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis, integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu integrasi pasar horizontal (spasial) dan integrasi vertikal. Integrasi horizontal (spasial) merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara suatu pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial memiliki konsep bahwa pasar-pasar yang terpisah secara geografis memiliki keterkaitan harga dimana harga yang terjadi merupakan pengaruh dari harga di pasar lain yang saling berinteraksi. Dua pasar dapat dikatakan terintegrasi secara spasial jika diantara lokasi pasar terjadi perdagangan dan harga pada daerah importir sama dengan harga pada daerah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya. Pasar dikatakan terintegrasi jika dihubungkan oleh sebuah proses arbitrase. Jika perbedaan harga antara dua pasar lebih rendah dari biaya transaksi, maka seorang produsen akan berfikir untuk menghentikan perdagangan. Integrasi pasar vertikal adalah tingkat keeratan hubungan antara pasar produsen dengan pasar pedagang atau ritel. Pasar produsen adalah pasar dimana penawaran produsen berinteraksi dengan permintaan dari pedagang. Sedangkan pasar ritel adalah pasar yang merupakan bertemunya permintaan konsumen akhir dengan penawaran dari pedagang. Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal jika harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan ke lembaga pemasaran lain dalam satu rantai pemasaran. Integrasi pasar vertikal menunjukkan perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama (Suparmin, 2005). Pada pasar yang terintegrasi secara vertikal, intervensi pada suatu pasar akan berdampak nyata terhadap pasar lainnya, atau sebaliknya pada pasar yang tidak terintegrasi vertikal intervensi pada suatu pasar tidak akan berpengaruh nyata terhadap pasar lainnya. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain yang mencakup barang maupun jasa. Adapun subyek yang dimaksud adalah penduduk, perusahaan ekspor dan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Teori perdagangan internasional merupakan teori yang mencoba mempertanyakan mengapa sebuah negara menginginkan untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Berikut ini disampaikan beberapa teori perdagangan internasional. a. Teori Pra-Klasik Merkantilisme Merkantilisme merupakan aliran ekonomi yang tumbuh dan berkembang pesat pada abad XVI sampai dengan XVIII di Eropa Barat. Merkantilisme merupakan ajaran yang berkeyakinan bahwa perekonomian suatu negara makin makmur bila mampu memaksimalkan surplus perdagangan. Konsekuensinya adalah memaksimalkan ekspor sekaligus meminimalkan impor, sehingga surplus perdagangan akan meningkat (Rahardja & Manurung 2008). Kebijakan ini diadaptasi kembali oleh banyak negara dalam bentuk Neo Merkantilisme. Ciri utamanya yaitu pemeliharaan surplus perdagangan, bila perlu melakukan proteksi. Kebijakan proteksi dilakukan untuk melindungi dan mendorong ekonomi industri nasional dengan menggunakan kebijakan tarif
14 dan non tarif. Kebijakan ini dilakukan negara-negara Barat agar negara eksportir memperhatikan kelestarian alam dimana setiap produknya mempunyai green label ataupun pemerhatian terhadap hak asasi manusia. Hal ini merupakan salah satu cara yang dilakukan negara kapitalis untuk menghambat ekspor dari negara berkembang. Contoh konkret adalah isu perusakan lingkungan yang dilakukan oleh Indonesia yaitu memperluas perkebunan kelapa sawit dengan cara membuka hutan. Isu ini dilontarkan Amerika untuk melindungi perdagangan minyak jagungnya di pasaran dunia sehubungan dengan adanya peningkatan ekspor CPO ke beberapa negara. Kebijakan ini juga pernah diterapkan oleh Indonesia dalam bentuk larangan ekspor CPO dan penetapan harga patokan ekspor CPO untuk melindungi industri minyak goreng dalam negeri. b. Teori Klasik 1). Teori Absolute Advantage Teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya perdagangan akan meningkatkan kemakmuran jika dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas Melalui mekanisme perdagangan bebas, para pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan spesialisasi dalam upaya peningkatan efisiensi. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hady 2001). 2). Teori Comparative Advantage Teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh David Ricardo yang dikenal dengan model Ricardian. Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja, yaitu harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hady 2001). Konsep penting dalam model Ricardian adalah perbedaan sumber daya dan teknologi yang dimiliki oleh tiap negara menciptakan keunggulan bagi negara tersebut (comparative advantage). Ricardo membuktikan bahwa bila dua wilayah yang saling berdagang masingmasing mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif, maka kedua wilayah tersebut akan mendapatkan keuntungan. Atas dasar keunggulan komparatif maka berkembang suatu fenomena yang kemudian disebut spesialisasi yaitu setiap negara memproduksi sesuatu yang paling dikuasainya. Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditi kalau biaya pengorbanannya (opportunity cost) dalam memproduksi barang tersebut (dalam satuan barang lain) lebih rendah daripada negara-negara lainnya (Krugman & Obstfeld 2000). c. Teori Modern Teori Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa dalam kenyataannya perdagangan tidak hanya menunjukkan perbedaan produktivitas tenaga kerja namun juga mencerminkan perbedaan sumber daya di tiap negara yaitu karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masingmasing negara. Dapat dikatakan bahwa suatu negara sebaiknya mengekspor barang yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dan mengimpor barang
15 yang menggunakan faktor produksi yang langka di negaranya. Namun ekspor dan impor untuk komoditi tersebut hanya dapat dilakukan bila penggunaan faktor produksi telah dilakukan secara intensif (Krugman & Obstfeld 2000). d. International Competitive of Nation Porter’s Diamond Pada era global yang makin kompetitif diperlukan keunggulan dalam biaya produksi dan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu bangsa bersumber pada beberapa keunggulan berikut: 1). Keunggulan karena faktor produksi (factor conditions) Faktor produksi yang dimiliki oleh suatu negara yang memberikan kontribusi terhadap keunggulan kompetitif adalah SDM, SDA, iptek, permodalan dan prasarana. 2). Keunggulan karena faktor permintaan (demand conditions) Skala dan tingkat pertumbuhan pasar domestik maupun internasional merupakan salah satu faktor penunjang peningkatan daya saing. Skala pasar yang makin membesar dapat menurunkan biaya produksi per unit. 3). Keunggulan karena jaringan kerja industri (related and supporting industry) Untuk menjaga dan dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing maka perlu dijaga kontak dan koordinasi dengan supplier. 4). Keunggulan karena strategi perusahaan dan struktur persaingan pasar (firm strategy, structure and rivalry) Strategi perusahaan, struktur organisasi dan kondisi persaingan antara perusahaan domestik yang sangat ketat dan tidak adanya proteksi pemerintah akan memaksa perusahaan memperbaiki kondisi internalnya. Hal ini mampu mendorong perusahaan bekerja efisien dan produktif sehingga dapat bersaing di pasar global. Teori perdagangan internasional menunjukkan bahwa tiap negara memiliki perbedaan sumber daya dalam memproduksi suatu barang sehingga menciptakan keunggulan komparatif dan spesialisasi pada tiap negara yang berimplikasi pada perbedaan harga untuk komoditi yang sama. Perbedaan harga menjadi dasar terjadinya arus perdagangan antar negara. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor diantaranya adalah berikut ini: 1) Harga Internasional Makin besar selisih antar harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak. Naik turunnya harga tersebut disebabkan oleh: Keadaan perekonomian negara pengekspor, dimana dengan tingginya inflasi di pasar domestik akan menyebabkan harga dipasar domestik menjadi naik. Jika ditinjau dari pasar internasional secara riil harga komoditi tersebut akan terlihat semakin menurun. Harga di pasar internasional semakin meningkat, dimana harga internasional merupakan keseimbangan antara penawaran ekspor dan permintaan impor suatu komoditas di pasar dunia meningkat. Jika harga komoditas di pasar domestik tersebut stabil, maka selisih harga internasional dan harga domestik semakin besar, akibatnya akan mendorong ekspor komoditi tersebut. 2) Nilai tukar uang
16 3) Kuota ekspor impor 4) Kebijakan tarif dan non tarif Kebijakan tarif dan non tarif dimaksudkan untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu sehingga dengan harga tersebut dapat atau mampu mendorong pengembangan komoditi tersebut. Teori Harga Internasional Minyak bumi dunia saat ini telah menjadi salah satu input penting dalam kegiatan produksi ekonomi. Sebagian besar industri menggunakan minyak dalam mejalankan kegiatannya, sebagai contoh adalah industri pesawat terbang yang menggunakan avtur (produk turunan dari minyak bumi) sebagai bahan bakar utamanya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari minyak bumi tidak lepas dari kegiatan kita, sebagai contoh adalah bensin yang digunakan untuk kebutuhan transportasi masyarakat sekarang. Konsumsi terhadap minyak ini tentunya akan mempengaruhi harga minyak yang berlaku. Dalam skala besar permintaan dari banyak negara untuk memenuhi kebutuhan minyak domestiknya akan menciptakan agregat permintaan yang akan mempengaruhi harga minyak dunia. Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak, harga minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh negara-negara penghasil minyak. Minyak bumi dunia banyak dipasok dari negaranegara Timur Tengah, Amerika dan Rusia. Jadi, pasokan yang disediakan oleh negara-negara tersebut menjadi sangat vital dalam pemenuhan kebutuhan minyak dunia. Selain permintaan dan penawaran, harga minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi pemasok utama minyak dunia. Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara importir (konsumen). Harga internasional yang terbentuk merupakan interaksi dari permintaan dan penawaran masing-masing negara. Px/Py
Px/Py
Px/Py 𝑆𝐷
So
𝑆𝑖
P3 P2
M
E’
N
M’ 𝐷𝐷
P1
𝐷𝑖
Do
X
X Keseimbangan internasional (b)
Keseimbangan di negara X (a)
N’
X Keseimbangan di negara Y (c)
Sumber: Salvatore (2007).
Gambar 6 Pembentukan harga internasional
17 Pembentukan harga internasionel dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6 menunjukkan bagaimana keseimbangan internasional terjadi. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa harga internasional terbentuk dari harga domestik negara pengekspor dan pengimpor komoditi (minyak). Kurva De dan Se melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 1 (eksportir). Sedangkan kurva Di dan Si melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 2 (importir). Panel (a) menunjukkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik C berdasarkan harga di P1. Pada panel (c) memperlihatkan bahwa negara 2 akan melakukan produksi dan konsumsinya di titik A berdasarkan harga relatif P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif minyak akan berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar. Andaikata harga yang berlaku di atas P maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak, apabila harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami kelebihan permintaan. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangannya akan minyak dari negara 1. Secara spesifik, panel (a) memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas barang yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas barang yang diterima di negara 1. Hal tersebut memunculkan titik c pada kurva SD pada panel (b) (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Panel (a) juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relati P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran minyak bila dibandingkan dengan permintaannya sebesar MN. Kelebihan sebesar MN tersebutlah yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga P2. Kuantitas MN sama *
*
dengan BE pada panel (b). Disitulah terletak E yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor minyak dari negara 1 atau SD. Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan P3, maka penawaran dan permintaan pada negara 2 akan sama dan berada di titik A sehingga negara A tidak akan mengimpor minyak sama sekali. Titik A terletak pada kurva permintaan impor minyak yang berada di panel (b). Panel (c) juga menunjukkan bahwa pada saat harga berada pada P2, maka akan terjadi kelebihan *
*
permintaan sebesar M N . Kelebihan itu sama dengan kuantitas yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan pada harga P2. Lebih lanjut, jumlah itu sama *
*
dengan BE pada panel (b), yang menjadi kedudukan titik E . 1 maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Berdasarkan harga P2 maka kuantitas impor yang diminta oleh negara 2 akan sama dengan kuantitas ekspor yang akan ditawarkan oleh negara 1. Hal itu ditunjukkan oleh perpotongan kurva SD dan DD setelah minyak diperdagangkan
18 diantara kedua negara. Dengan demikian, P2 menjadi harga internasional atau harga yang terjadi setelah perdagangan internasional. Harga minyak bumi dunia diklasifikasikan berdasarkan kualitas minyak bumi yang dihasilkan di kilang minyak. Beberapa harga minyak bumi dunia tersebut adalah West Texas Intermediete (WTI) atau yang dikenal juga dengan light sweet, Brent Blend, Russian Export Blend, dan OPEC Basket Price. Dari keempat harga minyak tersebut minyak jenis light sweet WTI menjadi acuan harga minyak dunia (Abu 2011). Volatilitas Pengertian deskriptif dari volatilitas mengacu pada variasi dalam variabel ekonomi dari waktu ke waktu. Konsep volatilitas secara eksplisit berkaitan dengan variasi harga minyak bumi dunia dari waktu ke waktu. Tidak semua variasi dari harga bermasalah, seperti ketika harga bergerak dengan kecenderungan yang halus dan mapan serta mampu mencerminkan pasar fundamental atau ketika mereka memperlihatkan pola musiman yang khas dan terkenal. Tapi variasi harga menjadi bermasalah ketika terjadi variasi yang bergerak secara fluktuatif dan tidak dapat diantisipasi, sebagai hasilnya dapat menciptakan tingkat ketidakpastian yang meningkatkan tingkat risiko bagi produsen, pedagang, konsumen, dan pemerintah dan dapat menyebabkan keputusan yang sub-optimal. Variasi harga yang tidak mencerminkan fundamental pasar juga bermasalah karena dapat menimbulkan pengambil keputusan yang salah (the FAO and the OECD 2011). Penelitian ini akan meneiliti tingkat volatilitas dari harga minyak dunia akan mempengaruhi perkembangan harga CPO Indonesia sebagai substitusinya.. Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varians. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai. Penelitian Terdahulu Hameed dan Arshad (2009) dalam penelitiannya meneliti hubungan jangka panjang antara harga minyak bumi dan beberapa minyak nabati. Ada kointegrasi antara masing-masing harga minyak nabati tersebut dengan harga minyak bumi. Pada jangka panjang harga minyak bumi mempengaruhi harga masing-masing minyak nabati, hal ini tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan pada penelitian Arianto (2009) yang melakukan penelitian untuk melihat korelasi pergerakan harga minyak bumi, harga TBS dan harga CPO. Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan Pada periode 1999-2007 terjadi konsistensi korelasi harga TBS dengan harga CPO, untuk harga CPO dengan harga minyak bumi dan harga TBS dengan harga minyak bumi tidak terjadi konsistensi korelasi. Harga TBS naik 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga CPO, sehingga nilai harga yang diterima petani TBS lebih tinggi dibandingkan nilai harga yang didapat produsen CPO (PT Smart). Pada penelitian Hafizah (2009), mencoba menganalisis integrasi pasar di Indonesia, Malaysia dan kota Rotterdam serta merumuskan implikasi kebijakan
19 pembentukan harga CPO di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Analisis VECM digunakan untuk melihat apakah terdapat kointegras diantara pasar Rotterdam, Indonesia dan Malaysia. Hasil dari analisis VECM diketahui pasar Rotterdam merupakan pasar acuan bagi pasar Indonesia dan Malaysia. Pembentukan harga CPO di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pasar Rotterdam. Aji (2010) dalam penelitiannya bertujuan untuk menganalisis integrasi harga harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS pembelian petani serta merumuskan kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan hasil analisis. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Granger Causality, kointegrasi multivariat, kointegrasi bivariate, dan vector error correction model (VECM). Data yang digunakan adalah harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS pembelian petani. Penelitian ini menggunakan data bulanan dari Januari 2003–Desember 2008. Data penelitian diperoleh dari IFS, Oil World, Bappebti dan BPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara harga-harga tersebut terjadi hubungan kausalitas. Ditingkat dunia, harga minyak bumi, harga CPO Rotterdam dan harga CPO Malaysia terjadi hubungan kausalitas dua arah. Demikian pula antara harga domestik Indonesia yaitu berupa harga minyak goreng dan harga TBS terjadi hubungan kausalitas dua arah dengan harga dunia berupa harga minyak kedelai dan harga CPO Rotterdam. Demikian pula antara produsen utama CPO yaitu harga CPO Malaysia dengan harga minyak goreng domestik Indonesia dan harga TBS menunjukkan kausalitas dua arah. Pada sisi domestik Indonesia, harga ekspor CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga minyak goreng dan harga TBS. Diantara ketujuh variabel penelitian tersebut ditemukan adanya kesamaan pergerakan jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan terjadinya integrasi harga. Integrasi harga diantara harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia dan harga ekspor CPO Indonesia juga ditunjukkan dengan adanya kesamaan pergerakan jangka panjang diantara ketiganya. Dampak dari perubahan harga minyak bumi secara umum tidak besar. Dampak dari perubahan harga-harga tersebut adalah konsisten yaitu tidak kembali mendekati harga keseimbangan awal. Perubahan harga yang terjadi pada harga CPO Rotterdam lebih banyak dijelaskan oleh variabilitasnya sendiri dan harga minyak kedelai. Demikian pula perubahan pada harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS lebih banyak dijelaskan oleh variabilitasnya sendiri, harga CPO Rotterdam dan harga minyak kedelai. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi integrasi diantara harga minyak bumi, minyak kedelai, CPO, minyak goreng domestik dan TBS kelapa sawit. Pengaruh harga minyak bumi terhadap harga-harga tersebut tidak terlalu besar, hal ini menunjukkan bahwa konversi energi dari minyak bumi ke minyak nabati belum begitu besar. Besarnya permintaan negara-negara pengkonsumsi CPO masih lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pangan. Keterkaitan harga antara minyak kedelai dan CPO Rotterdam berpengaruh besar terhadap harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan
20 harga TBS, karena minyak kedelai merupakan substitusi CPO sehingga ketika volume minyak kedelai di pasaran berkurang karena adanya penurunan produksi dunia maka harga CPO akan meningkat. Pengaruh harga ekspor CPO Indonesia,harga minyak goreng domestik dan harga TBS terhadap harga CPO Rotterdam belum besar, karena Indonesia masih mengacu kepada harga CPO Rotterdam. Besarnya pass-through harga ekspor CPO Indonesia terhadap harga CPO Malaysia dapat menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga CPO di Indonesia terhadap harga CPO Malaysia. Simulasi terhadap Cholesky Ordering menunjukkan bahwa perubahan harga minyak goreng domestik dan harga TBS kelapa sawit dapat mempengaruhi harga CPO Rotterdam dan harga minyak kedelai. Terbukanya kawasan Asia sebagai pasar utama CPO Indonesia dapat merupakan modal berharga bagi Indonesia untuk menjadikan harga CPO Indonesia sebagai salah satu harga referensi dunia. Kerangka Penelitian Tingginya permintaan terhadap minyak bumi dunia dan ditambah semakin menipisnya persediaan minyak bumi dunia membuat harga minyak bumi melonjak karena pasokannya yang lebih rendah dibandingkan dengan permintaan pasar yang tinggi. Peningkatan harga minyak bumi membuat permintaan minyak nabati sebagai sumber energi alternatif menjadi semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini akan direspon oleh pasar dengan peningkatan harga-harga komoditas minyak nabati. Salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak digunakan sebagai substitusi sumber energi dari minyak bumi adalah CPO. Ketersediaan CPO yang melimpah menyebabkan Indonesia sebagai salah satu produsen CPO dunia. Akibat adanya perubahan pola konsumsi sumber energi dari minyak bumi ke CPO menyebabkan permintaan terhadap minyak nabati ini meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan harga baik di tingkat domestik (negara produsen) maupun di tingkat dunia. Penelitian bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan kointegrasi dan hubungan jangka panjang antara volatilitas harga minyak bumi dunia dengan beberapa harga CPO (baik secara domestik maupun internasional). Apabila terdapat kointegrasi dan terdapat hubungan jangka panjang antar harga minyak-minyak tersebut maka dapat dibuat suatu kebijakan bagi pemerintah untuk mengantisispasi fluktuasi harga minyak bumi maupun fluktuasi harga CPO.
21
Harga Minyak Bumi Dunia Analisis Volatilitas Volatilitas P Minyak Bumi
Harga CPO Indonesia
Volatilitas P minyak bumi
Harga CPO Malaysia
Harga CPO Rotterdam
Hubungan antar harga CPO Indonesia dengan volatilitas harga minyak bumi dan harga CPO lainnya Gambar 7 Kerangka pemikiran operasional
Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel harga minyak dunia merupakan variabel ekonomi yang volatile. 2. Volatilitas variabel harga minyak dunia berdampak positif terhadap variabel harga CPO. 3. Terdapat integrasi diantara volatilitas harga minyak bumi dengan harga CPO.
22
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif. Untuk analisis volatilitas dengan analisis model ARCHGARCH, data harga minyak bumi dunia (PETROLEUM) yang digunakan adalah harga nominal yang berlaku di pasar internasional dan merupakan data time series bulanan. Data harga minyak dunia yang digunakan adalah periode 2006:1-2013:1. Data tersebut bersumber dari U.S Energy Information Administrattion. Sementara itu untuk melihat hubungan antara harga CPO Indonesia (CPO_INA)terhadap beberapa variabel dengan analisis model VECM digunakan data volatilitas harga minyak dunia (VOLATILITAS), CPO Malaysia (CPO_MALAY) selaku negara eksportir CPO pesaing utama Indonesia, dan harga CPO Rotterdam (CPO_WORLD) sebagai harga yang merepresentasikan harga CPO dunia. Karena penelitian ini ingin melihat pengaruh bulanan, maka data yang dikumpulin berupa data bulanannya dari harga-harga CPO tersebut. Periode waktu yang digunakan yaitu periode 2006:1-2013:1, bersumber dari Oil World dan Malaysia Palm Oil Board (MPOB). Penentuan keempat variabel tersebut didasarkan atas kepentingan analisis yang diharapkan dapat merepresentasikan perkembangan perubahan penggunaan sumber energi yang terjadi saat ini serta pertimbangan bahwa variabel harga minyak bumi merupakan variabel yang diduga cenderung volatil. Model Penelitian Model ARCH-GARCH Aplikasi model ARCH-GARCH dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghitung besaran volatilitas dari variabel harga minyak dunia. Volatilitas tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas (Firdaus 2011). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa volatilitas berdasarkan model ARCH(m) mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah m data fluktuasi sebelumnya. Model ARCH kemudian digeneralisasi menjadi model GARCH oleh Bollerslev (1986). Model GARCH(r,m) mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Bentuk umum model GARCH(r,m) : dimana : ht K
= Variabel respon (terikat) pada waktu t/varians pada waktu ke-t = Varians yang konstan = Suku ARCH/volatilitas pada periode sebelumnya = Koefisien orde m yang diestimasikan = Koefisien orde r yang diestimasikan = Suku GARCH/varians pada periode sebelumnya
23 Untuk melihat kecenderungan data variabel ekonomi yang dianalisis maka terlebih dahulu dilakukan analisis grafik dengan plot time series. Adapun tahapan yang dilakukan untuk menghitung volatilitas dalam model ARCH-GARCH adalah: 1) Tahap Identifikasi Pada tahap ini dilakukan identifikasi apakah data mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Pengujian keberadaan heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat keruncingan (kurtosis) data. Pengujian heteroskedastisitas yang lebih terkuantifikasi dilakukan dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH-LM didasarkan atas hipotesis nol tidak terdapat ARCH error. Apabila hasil pengujian menunjukan penerimaan terhadap hipotesis nol, maka data tidak mengandung ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH. 2) Tahap Pendugaan Parameter Pada tahap ini dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model rataan yang telah didapatkan. Lebih lanjut dilakukan estimasi terhadap nilai-nilai parameter model. Pendugaan parameter bertujuan untuk mencari koefisien model yang paling sesuai dengan data. Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara literative dengan Algoritma Marquardt. 3) Tahap Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan ukuran kebaikan model yang besar dan koefisien yang nyata. Dua bentuk pendekatan yang digunakan sebagai ukuran kebaikan model yaitu : a. Akaike Information Criterion (AIC) AIC = ln (MSE) + 2*K/N b. Schwartz Criterion (SC) SC = ln (MSE) + [K*log(N)/N] dimana : MSE = Mean Square Error K = banyaknya parameter, yaitu (p+q+1) N = banyaknya data pengamatan Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwartz Criterion (SC) merupakan dua standar informasi yang menyediakan ukuran informasi yang dapat menyeimbangkan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai AIC dan SC terkecil dengan melihat juga signifikansi koefisien model. 4) Tahap Perhitungan Nilai Volatilitas Variabel Ekonomi Setelah memperoleh model yang memadai, model tersebut digunakan untuk memperkirakan nilai volatilitas masa datang ( ) dari suatu variabel = √h t. Peramalan ragam untuk periode mendatang ekonomi, dimana diformulasikan sebagai berikut :
24 untuk ARCH (m), atau
untuk GARCH (r, m), dengan K> 0, δr ≥ 0 dan αm ≥ 0 dimana : ht ε K δr dan αm
= Nilai ragam ke-t = Nilai sisaan = Konstanta = Paramater-parameter
Spesifikasi model ARCH-GARCH (1,3) yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Dimana:
K
= Variabel harga minyak bumi dunia pada waktu t/varians pada waktu ke-t = Varians yang konstan = Suku ARCH/volatilitas pada periode sebelumnya = Koefisien orde m yang diestimasikan, untuk m = 3 = Koefisien orde r yang diestimasikan, untuk r = 1 = Suku GARCH/varians pada periode sebelumnya
Hasil pemilihan model ARCH-GARCH terbaik terdapat pada Lampiran 3. Model VAR/VECM Model empiris penelitian ini mempergunakan multivariate vector autogression (VAR) atau vector error correction model (VECM). Analisis datasecara kuantitatif dengan pendekatan model VAR atau model VECM mencakuptiga alat analisis utama yaitu Granger causality test, impulse response function (IRF) dan forecast error decomposition of variance (FEDV). Sebelum sampaipada analisis VAR atau VECM ada beberapa prosedur estimasi yang akandigunakan dalam studi ini, yaitu terdiri dari: (1) uji akar-akar unit (unit root test), (2) penentuan panjang lag, dan (3) uji kointegrasi (Johansen cointegration test). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2010 dan program Eviews 6.
Vector Autoregression (VAR) VAR merupakan sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem persamaan. Jadi, variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak bebas dalam sistem. Metode VAR merupakan salah satu bentuk model makro-
25 ekonometrika yang sering digunakan untuk melihat permasalahan fluktuasi ekonomi. Pendekatan VAR muncul ketika Sims mengkritik pendekatan tradisional atas permodelan struktural makro-ekonometrik karena memberikan restriksi yang berlebihan dan memperhatikan umpan balik yang terjadi antar variabel yang digunakan. Sims mengusulkan penggunaan pendekatan VAR yang memasukan pengaruh dan mengakomodasi seluruh interaksi dinamis yang terjadi antar variabel. Pada model VAR, seluruh variabel akan diperlakukan sebagai variabel endogen (variabel yang nilainya ditentukan dalam model). Model VAR ini tak lain merupakan suatu bentuk pendekatan penyederhanaan yang tidak akan menjelaskan hubungan struktural jika sejumlah asumsi identifikasi tidak dimasukkan, hal tersebut juga membantu memecahkan masalah kerumitan proses estimasi dan inferensi yang terjadi ketika terdapat variabel endogen dikedua sisi persamaan (sisi dependen dan sisi independen). Asumsi yang harus dipenuhi dalam metode VAR yaitu semua variabel tak bebas harus bersifat stasioner (mean, variance dan covariance bersifat konstan) dan semua sisaan bersifat white noise yakni memiliki rataan nol, ragam konstan dan saling bebas. Dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional, metode VAR memiliki keunggulan, diantaranya yaitu: 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. Hubungan yang terdeteksi bisa bersifat langsung ataupun tidak langsung. 2. Uji VAR yang bersifat multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel dalam sistem persamaan, yaitu dengan menjadikan seluruh variabel menjadi endogenous. 4. Metode VAR bekerja berdasarkan data sehingga terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi. 5. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada. Secara garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari pembentukan sebuah sistem persamaan yaitu deskripsi data, paramalan, inferensi struktural dan analisis kebijakan. VAR menyediakan alat analisa bagi keempat hal tersebut melalui empat macam penggunaan dalam bentuk : 1. Forecasting, ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. 2. Impulse response functions (IRF), melacak respon saat ini dan masa depan dari setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. 3. Forecast error variance ofdecomposition(FEVD), memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap suatu perubahan tertentu. 4. Granger causality test, mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Secara umum VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada peridoe t dapat dimodelkan sebagai berikut:
Dimana:
26 p k Yt Ai
= jumlah variabel dalam sistem = jumlah lag dalam sistem persamaan = vektor variabel tak bebas ( , , ....., ) yang berukuran n x 1 = vektor intersep berukuran n x 1 = matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, …, p = vektor sisaan ( ) berukuran n x 1 Persamaan VAR secara umum adalah sebagai berikut: ∑
Dimana: Yt = Vektor kolom dari observasi pada waktu t semua variabel dalam model At = Matrik parameter k = Ordo dari model VAR Model VAR yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: Model umum: CPO_INAt = f (VO ATI ITA t , CPO MA A t , CPO O Dt ) Model persamaan VAR dalam bentuk notasi matriks: n CPO INAt 1 a a a a a0 n CPO INA a a a a a0 VO ATI ITA t 1 VO ATI ITA ] [ ] [a ] [a a a a n CPO MA A t 1 n CPO MA A 0 a a a a a0 n CPO O D [ n CPO O Dt 1 ] Keterangan: CPO_INA VOLATILITAS CPO_MALAY CPO_WORLD a 0 -a 0 eit αij
[
: Harga CPO Indonesia : Volatilitas harga minyak bumi : Harga CPO Malaysia : Harga CPO di pasar Rotterdam : Konstanta : error term (sisaan) : koefisien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i
Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada data level tidak stasioner, maka kemungkinan terdapat kointegrasi pada persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat persamaan kointegrasi dalam model yang kita gunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Kebanyakan data timeseries memiliki I(1) atau stasioner pada first difference.
]
27 Oleh karena itu untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang dalam penelitian ini akan digunakan model VECM jika ternyata data yang digunakan I(1). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Oleh karena itu VECM disebut juga desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah kointegrasi disebut juga dengan istilah error, karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Adapun persamaan VECM secara matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut : ∑ Dimana : = koefisien hubungan jangka pendek = koefisien hubungan jangka panjang = kecepatan menuju keseimbangan (speed adjustment) Selanjutnya dari persamaan - persamaan diatas, untuk melihat isu persoalan jangka panjang terbentuk pengkombinasian antara model VAR struktural dengan Vector Error Correction Model (VECM) sehingga persamaan menjadi sebagai berikut: ∑ ∑ Di mana: CPO_INA
∑ ∑
= Harga CPO Indonesia (variabel endogen utama penelitian) VOLATILITAS = Volatilitas harga minyak bumi dunia CPO_MALAY = Harga CPO Malaysia CPO_WORLD = Harga CPO Rotterdam = Konstanta , , = Masing-masing merupakan parameter CPO_INA, VOLATILITAS, CPO_MALAY, CPO_WORLD εt = error term i = panjang lag (ordo) (i=1,2,3...) Pengujian Praestimasi
28 Sebelum melakukan estimasi VAR/VECM, maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pengujian-pengujian tersebut antara lain uji stasioneritas data, penentuan lag optimal dan pengujian kointegrasi. 1) Uji Stasioneritas Data Uji stasioner sangat penting dalam analisis time series. Pengujian stasioneritas ini dilakukan dengan menguji akar-akar unit root test. Data yang tidak stasioner akan mempunyai akar-akar unit, sebaliknya data yang stasioner tidak mengandung akar unit. Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak stasioner). Kondisi non stasioner akan menciptakan kondisi spurious regression yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi R2 dan t statistik tampak signifikan, tetapi penafsiran hubungan seri ini secara ekonomi akan menyesatkan (Enders 2004 ). Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kestasioneran data adalah pengujian akar-akar unit dengan metode Dickey-Fuller (DF). Misalkan model persamaan time series sebagai berikut . Jika kedua sisi persamaan tersebut dikurangi dengan maka akan didapat persamaan :
dan
Dimana merupakan beda pertama (first difference), dan = ( -1), sehingga hipotesis yang diuji adalah H0 : = 0 dan hipotesis alternatif H1 : < 0. Model pengujian unit root yang digunakan dalam banyak penelitian adalah model Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Formulasi uji ADF dalam Widarjono (2007) adalah sebagai berikut : Persamaan formulasi uji ADF tanpa konstanta dan tren. ∑ Persamaan formulasi uji ADF dengan konstanta tanpa tren ∑ Persamaan formulasi uji ADF dengan konstanta dan tren. ∑
Dimana:
29 y T
= variabel yang diamati = = tren waktu
Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari McKinnon critical value maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tidak stasioner ditolakterhadap hipotesis alternatifnya dengan kata lain menolak H0 berarti datastasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila data tidak stasioner pada uji ADF adalah dengan melakukan difference non stasionary processes. Uji tersebut dilakukan untuk meningkatkan akurasi dari analisis apabila data yang diamati tidak stasioner. Uji ini hanya merupakan pelengkap dari analisis VAR, karena tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai adanya hubungan timbal balik di antara variabel yang diamati. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series non stasioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk difference atau VECM. Keberadaan variabel non stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. 2) Penentuan Lag Optimal Uji kointegrasi sangat peka terhadap panjang lag, maka penentuan lag yang optimal menjadi salah satu prosedur penting yang harus dilakukan dalampembentukan model (Enders 2004). Guna memperoleh panjang lag yangtepat, maka perlu dilakukan tiga bentuk pengujian secara bertahap. Pada tahappertama akan dilihat panjang selang maksimum sistem VAR yang stabil.Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inverse roots karakteristik ARpolinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak didalam unit circle. Pada tahap kedua, panjang lag optimal akan dicari denganmenggunakan kriteria informasi yang tersedia. Jika kriteria informasi hanyamerujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat tersebutlah yangoptimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka yang dipilih adalahkandidat yang memberikan lag terpendek. Hal ini dimaksudkan untukmenyederhanakan model yang digunakan dalam penelitian. Penentuan lag optimal dalam analisis VAR sangat penting dilakukan karena dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen (Enders 2004). Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Penelitian ini menggunakan Akaike Information Criterion (AIC) untuk menentukan lag optimal. Pengujian dengan menggunakan AIC akan mengikuti persamaan sebagai berikut : [∑
]
Dimana ∑ adalah jumlah residual kuadrat, sedangkan N dan k masingmasing merupakan jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi pada persamaan tersebut. Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria AIC yang terkecil.
30 3) Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner.` Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi, seperti Engle-Granger cointegration test, Johansen cointegrationtest, dan cointegration regression Durbin-Watson test. Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah di-difference sebanyak d kali. Uji kointegrasi Johansen dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut : ∑ Komponen dari vektor Yt dapat dikatakan terkointegrasi bila ada vektor = ( ) sehingga kombinasi linier Yt bersifat stasioner. Vektor disebut vektor kointegrasi. Rank kointegrasi pada vektor Yt adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas, rank kointegrasi ini dapat diketahui melalui uji Johansen. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan menggunakan selang optimal sesuai dengan pengujian sebelumnya. Sementara penentuan asumsi deterministik yang melandasi pembentukan persamaan kointegrasi didasarkan pada nilai kriteria informasi AIC. Berdasarkan asumsi deterministik tersebut akan diperoleh informasi mengenai banyaknya hubungan kointegrasi antar variabel sesuai dengan metode Trace dan Max. Analisis Model VAR/VECM VAR mampu memberikan empat macam analisis yang akan berguna dalam mengeksplorasi data. Forecasting dapat digunakan untuk ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan menggunakan data dari masa lalu. Impulse Response Functions (IRF) untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu, Forecast Error Variance of Decomposition (FEVD) untuk memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu, dan Granger Causality Test yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Namun pada penelitian ini hanya IRF dan FEVD yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan pada permasalahan yang telah diajukan.
31 1) Analisis Impuls Response Function (IRF) VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara jelas. Uji ini dilakukan untuk menguji struktur dinamis dari sistem variabel dalam model yang diamati yang dicerminkan oleh variabel inovasi (innovation variable). Salah satu bentuk dari uji ini adalah IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF dapat juga mengidentifikasikan suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel mempengaruhi variabel lainnya sepanjang waktu. Oleh karena itu IRF dapat digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF tersebut sangat sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky dilakukan dengan catatan variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain yang diletakkan di depan berdampingan satu sama lainnya. Sedangkan variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, kemudian variabel lainnya diletakkan diantara kedua variabel tersebut berdasarkan nilai matriks korelasi yang menyatakan tingkat korelasi paling besar. Ordering bisa juga dilakukan melalui uji kausalitas Granger, dimana urutan variabel didasarkan pada variabel yang paling banyak signifikan mempengaruhi variabel lain. Selain itu, IRF juga digunakan untuk mengetahui berapa lama pengaruh shock dari satu variabel terhadap variabel yang lain tersebut terjadi. IRF juga bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik artinya variabel ekonomi lainnya dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu saja. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui dan yang dapat diketahui adalah shock secara umum. 2) Analisis Forecast Error Variance of Decomposition (FEVD) FEVD dapat memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam VAR. Metode ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel makro, yang ditunjukkan oleh perubahan variance error yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Metode ini juga dapat mencirikan struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini juga dapat menunjukkan kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya pada kurun waktu yang panjang (how long / how persistent). Dekomposisi varians merinci varians dari error peramalan (forecast) menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase squared predictionerror ktahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, dapat dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri dan variabel-variabel lainnya. Uji ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai bagaimana hubungan dinamis antara variabel
32 yang dianalisis. Selain itu, FEVD ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh acak guncangan (random shock) dari variabel tertentu terhadap variabel endogen. FEVD menghasilkan informasi mengenai relatif pentingnya masingmasing inovasi acak (randominnovation structural disturbance) atau seberapa kuat komposisi dari peranan variabel tertentu terhadap lainnya.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
2006
US$/Barrel
Analisis Perkembangan Harga Minyak Bumi Dunia Perkembangan harga minyak bumi dunia selama periode 2006:1-2013:1 disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa harga minyak dunia cenderung mengalami peningkatan pada periode Maret-September 2008. Pada periode tersebut harga minyak dunia berfluktuasi pada kisaran US$ 118 per barel. Lonjakan harga minyak dunia tersebut disebabkan oleh keterbatasan pasokan serta meningkatnya permintaan dunia (BP 2010). Pada pertengahan tahun 2009 harga minyak bumi relatif stabil kembali yaitu berada pada kisaran US$ 98 per barrel.
oil world price Sumber: U.S Energy Information Administrattio (diolah).
Gambar 8 Perkembangan Harga Minyak Bumi Dunia Selama Periode 2006:1 – 2013:1 Spesifikasi Model ARCH-GARCH Aplikasi model ARCH-GARCH dalam penelitian ini untuk mengukur volatilitas harga. Secara umum terdapat dua tahapan yang dilakukan dalam spesifikasi model ARCH-GARCH yaitu tahap identifikasi dan penentuan model rataan (mean equation) dan tahap identifikasi dan penentuan model ARCHGARCH. Tahap identifikasi dan penentuan model ARCH-GARCH dilakukan jika model mean equation yang diperloeh mengandung efek ARCH. Jika model mean equation mengandung efek ARCH maka model tersebut perlu melibatkan suatu persamaan conditional variance untuk mengakomodasi keberadaan efek ARCH, sehingga dapat menghindari pelanggaran asumsi (akibat adanya efek ARCH) dan menghasilkan estimasi koefisien model yang lebih baik. Pengujian terhadap efek ARCH tersebut dilakukan setelah memperoleh model meanequation terbaik. Pada bagian berikut akan diuraikan kedua tahapan tersebut. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model Rataan Dalam tahapan ini langkah-langkah yang dilakukan pada dasarnya mengikuti apa yang dikembangkan oleh Box-Jenkins. Tahapan yang dilakukan meliputi pengujian kestasioneran data, penentuan model tentatif ARIMA hingga pendugaan parameter dan pemilihan model terbaik.
34 1) Uji Stasioneritas Data Pengujian terhadap stasioneritas data dilakukan dengan menggunakan uji The Augmented Dickey Fuller (ADF). Uji tersebut dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang akan dianalisis mengandung akar unit. Apabila data mengandung akar unit maka data tersebut belum stasioner. Lebih lanjut dengan uji The Augmented Dickey Fuller tersebut juga dapat diketahui derajat diferensiasi yang diperlukan sehingga data menjadi stasioner. Berdasarkan plot grafik yang ditunjukan pada bagian terdahulu, dapat diketahui bahwa variabel harga minyak bumi yang digunakan memiliki kecenderungan pola meningkat atau menurun. Data variabel ekonomi yang memiliki pola trend umumnya bersifat tidak stasioner. Untuk mengkonfirmasikan secara akurat stasioneritas data variabel harga minyak bumi, hasil uji The Augmented DickeyFuller menunjukkan data variabel harga minyak bumi stasioner pada first difference dan signifikan pada taraf nyata 1 pesen, 5 persen, dan 10 persen. Dengan nilai ADF (-6,0234) lebih kecil dari dari nilai kritis pada masing-masing taraf. 2) Identifikasi Model ARIMA Identifikasi model ARIMA dapat dilakukan terhadap data variabel ekonomi yang stasioner. Untuk menentukan model tentative ARMA/ARIMA dari suatu data ekonomi maka informasi dari correlogram menjadi dasar penentuan orde AR (p) dan orde MA (q) dari suatu model ARIMA (p, d, q) tentatif. Sementara itu untuk orde d ditentukan oleh stasioneritas data. Berdasarkan hasil simulasi terhadap sejumlah model ARIMA tentative dipilih satu model yang dinilai terbaik. Model ARIMA terbaik yang dipilih untuk variabel harga minyak bumi dunia adalah model ARIMA (3,1,2). Pemilihan model ARIMA terbaik tersebut didasarkan atas beberapa kriteria yaitu: galat (error) bersifat acak (random), koefisien estimasinya signifikan, nilai AIC dan SIC terkecil dibandingkan model lainnya, Standar Errorof Regression relatif kecil, dan Adjusted R-squared relatif besar. Secara lengkap hasil estimasi terhadap model ARIMA terbaik disajikan pada Lampiran 1. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model ARCH-GARCH Pada tahapan ini dilakukan pengujian terhadap ada/tidaknya efek ARCH yang kemudian dilanjutkan dengan estimasi dan penentuan model ARCHGARCH. Hasil yang diperoleh dari tahapan yang dilakukan diuraikan pada bagian berikut. 1) Pengujian Efek ARCH Aplikasi model ARCH-GARCH dilakukan terhadap model ARMA/ARIMA terbaik apabila terdapat efek ARCH pada model ARMA/ARIMA tersebut. Pengujian terhadap efek ARCH tersebut dilakukan dengan mengamati Correlogram Squared Residuals. Hasil estimasi model mean equation dikatakan tidak mengandung unsur ARCH/GARCH apabila nilai Q-statistik tidak signifikan serta nilai ACF dan PACF tidak berbeda nyata dari nol pada seluruh lag. Namun hasil estimasi tersebut dikatakan mengandung efek ARCH/GARCH apabila minimal ada salah satu nilai Qstatistik yang signifikan serta nilai ACF dan PACF ada yang berbeda nyata
35 dari nol pada lag tertentu. Selain menggunakan Correlogram Squared Residuals penguji efekARCH/GARCH juga dilakukan dengan uji ARCH-LM. Hasil pengujian efek ARCH terhadap model ARIMA (3,1,2) terbaik disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pengolahan data yang tersaji pada Lampiran 2 diketahui bahwa efek ARCH ditemukan pada model rataan untuk variabel harga minyak dunia. Adanya efek ARCH tersebut menunjukan bahwa volatilitas dari variabel harga minyak dunia tersebut bervariasi antar waktu (time varying). Oleh karena itu, analisis untuk variabel tersebut akan dilanjutkan dengan mengaplikasikan model ARCH-GARCH. 2) Estimasi dan Pemilihan Model ARCH-GARCH Sesuai dengan hasil pengujian efek ARCH maka aplikasi model ARCHGARCH dilakukan terhadap variabel harga minyak dunia. Pada tahap ini dilakukan estimasi terhadap sejumlah model ragam tentative dengan spesifikasi model rataan terbaik yang telah diperoleh. Estimasi model dilakukan dengan metodekemungkinan maksimum atau Quasi Maximum Likehood (QML). Pemilihan model ragam dilakukan dengan mempertimbangkannilai SC dan nilai AIC terendah, memiliki koefisien yang signifikan, nilaikoefisien tidak lebih besar dari satu dan non-negatif. Berdasarkan sejumlahkriteria tersebut maka model ragam (ARCH-GARCH) yang diperoleh adalah Model ARCH-GARCH (1,3). Adapun spesifikasi model ARCH-GARCH (1,3) adalah sebagai berikut: Dimana:
K
= Variabel harga minyak bumi dunia pada waktu t/ varians pada waktu ke-t = Varians yang konstan = Suku ARCH/volatilitas pada periode sebelumnya = Koefisien orde m yang diestimasikan, untuk m = 3 = Koefisien orde r yang diestimasikan, untuk r = 1 = Suku GARCH/varians pada periode sebelumnya
Hasil pemilihan model ARCH-GARCH terbaik terdapat pada Lampiran 3.
Analisis Volatilitas Berdasarkan model ARCH-GARCH yang diperoleh maka dapat diketahui volatilitas variabel harga minyak bumi yang dianalisis. Ukuran volatilitas tersebut ditunjukan oleh nilai standar deviasi bersyarat (conditional standard deviation), yang merupakan akar dari ragam model ARCH-GARCH yang diestimasi. Pada bagian berikut akan diuraikan volatilitas untuk variabel tersebut. Volatilitas variabel ekonomi yang bervariasi antar waktu (time varying) ditunjukan dalam bentuk grafis. Terlihar pada Gambar 9 yang merupakan grafis dari nilai volatilitas harga minyak bumi (2006:1-2013-1), volatilitas harga minyak bumi dunia menunjukkan variasi yang tinggi, dicirikan oleh simpangan baku bersyarat (Conditional Standard Deviation-CSD) yang besar dan dalam grafik ditunjukkan oleh puncak-
36 puncak grafik yang menjulang. Kondisi paling tidak stabil adalah periode awal tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009, terlihat dari kecenderungan yang terus meningkat. Tingkat volatilitas tertinggi terjadi pada april 2008 hingga mencapai 19,6 persen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai-nilai CSD pada periode tersebut yang umumnya jauh lebih tinggi dari nilai-nilai CSD pada periode lainnya. Jadi hal ini dapat dimaknai bahwa ukuran tersebut dapat merekam dengan baik gejolak harga pada saat itu. VOLATILITAS .020
.016
.012
.008
.004
.000 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 9 Volatilitas harga minyak bumi dunia Peningkatan volatilitas pada periode awal 2008 disebabkan oleh peningkatan permintaan yang tidak mampu dipenuhi oleh pasokan yang memadai sehingga terjadi kelangkaan minyak bumi. Kelangkaan minyak tersebut menyebabkan meningkatnya harga minyak dunia hingga melampaui US$ 118/barrel. Kemudian kecenderungan pergerakan volatilitas mulai mengalami penurunan pada April 2009 hingga memasuki tahun 2010 tingkat volatilitas berada pada kisaran kurang dari 4 persen. Pada pertengahan 2010 terlihat pergerak cukup fluktuatif namun masih dalam range yang sama hingga awal tahun 2013.
Hasil Uji Praestimasi Data Uji Kestasioneritas Data Sebelum mengestimasi variabel menggunakan Vector Auto Regresive (VAR) dengan data time series, maka diperlukan uji stasioneritas terlebih dahulu. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah variabel mengandung akar unit atau unit root. Apabila variabel yang mengandung akar unit diestimasi, maka akan menghasilkan hasil regresi yang palsu (spurious regression). Regresi palsu adalah hasil estimasi menunjukkan bahwa antar variabel memiliki hubungan namun kenyataannya tidak valid. Uji stasioneritas dilakukan terhadap masing-masing variabel. Untuk melihat ada atau tidaknya akar unit, kita dapat menggunakan indikator Augmented Dicky Fuller (ADF) test. Kestasioneritasan data dapat dilihat dengan membandingkan nilai statistik ADF variabel dengan nilai kritis Mc Kinnon. Dalam metode ADF, hipotesis yang digunakan adalah H0 : μ=0, data mengandung akar unit sehingga
37 tidak stasioner. Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah H1 = μ<0, data tidak mengandung akar unit sehingga stasioner. Kita akan menolak H0, apabila nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai kritie Mc Kinnon. Uji akar unit terlebih dahulu dilakukan pada tingkat level. Hal ini penting untuk melihat apakah data yang digunakan stasioner pada level karena berkaitan dengan metode yang akan kita gunakan. Apabila data telah stasioner pada tingkat level maka metode yang digunakan adalah VAR. Pengujian unit root test dilakukan dengan uji Augmented Dickey Fuller dengan menggunakan taraf nyata 5%. Hasil uji unit root ditemukan bahwa variabel harga minyak bumi, harga CPO Indonesia, harga CPO Malaysia, dan harga CPO Rotterdam (World) tidak stasioner pada level datanya.Untuk mendapatkan data yang stasioner, maka pada tahap berikutnya dilakukan pengujian unit root pada data first difference. Untuk hasil pengolahan data untuk uji stasioner tiap variabel terdapat pada Lampiran 4. Hasil uji dengan menggunakan ADF test seperti terlihat pada Tabel 2, seluruh variabel penelitian telah stasioner pada taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variabel ekonomi tersebut stasioner pada first difference sehingga variabel dapat dikatakan terintegrasi pada derajat 1 atau I(1). Tabel 2 Hasil uji stasioner tiap variabel VARIABEL
LEVEL t-statistik Prob.
1st DIFFERENCE t-statistik Prob.
CPO_INA
-2.637866
0.0897
-5.713742
0.0000*
VOLATILITAS
-2.438865
0.1346
-23.69555
0.0001*
CPO_MALAY
-2.532638
0.1116
-6.156203
0.0000*
CPO_WORLD
-2.610180
0.0951
-5.540804
0.0000*
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5%
Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Panjang selang akan dicari dengan menggunakan kriteria Schwarz Information Criterion (SC). Hasil dari uji lag optimum untuk model menunjukkan lag yang akan dipilih adalah lag 3. Hasil uji lag optimum dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil Uji Stabilitas VAR Panjang lag yang telah diperoleh pada uji lag optimum di atas selanjutnya akan diuji stabilitasnya.Uji stabilitas VAR perlu dilakukan untuk memastikan bahwa model yang digunakan akan menghasilkan IRF dan FEVD yang valid dan konsisten. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle. Dari
38 hasil pengujian stabilitas VAR maka semua sistem atau model yang digunakan pada penelitian ini telah stabil. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 6. Uji Kointegrasi Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi dengan menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi terlebih dahulu. Analisis pengujian kointegrasi secara lengkap terdapat pada Lampiran 7. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Model-model yang digunakan pada penelitian ini memiliki tiga persamaan kointegrasi. Adanya persamaan kointegrasi ini menunjukkan bahwa model estimasi VECM dapat dilakukan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Hypothesized No. of CE(s)
Tabel 3 Hasil Uji Kointegrasi Trace 0.05 Eigenvalue Statistic Critical Value
Prob.**
None *
0.759883
155.1091
54.07904
0.0000
At most 1 *
0.241673
42.40555
35.19275
0.0071
At most 2 *
0.155582
20.55099
20.26184
0.0456
At most 3
0.087011
7.191455
9.164546
0.1167
*Terdapat tiga persamaan yang terkointegrasi pada level 5%
Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa sistem atau model yang digunakan dalam penelitian ini semuanya memiliki kointegrasi. Sehingga VECM akan dipilih sebagai alat estimasi untuk menjawab tujuan penelitian.
Analisis Harga CPO dan Volatilitas dengan Estimasi VECM Berdasarkan Tabel 4 di bawah dapat dilihat pada jangka pendek terdapat dua variabel yang signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Variabel tersebut adalah harga CPO Malaysia pada lag pertama dan harga CPO dunia pada lag pertama. Pada variabel harga CPO Malaysia pada lag pertama secara signifikan berpengaruh negatifterhadap harga CPO Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kenaikan sebesar satu persen pada harga CPO Malaysia akan menurunkan harga CPO Indonesia sebesar 1,3261 persen. Variabel kedua yaitu variabel harga CPO dunia pada lag pertama yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Artinya, ketika terjadi kenaikan satu persen pada harga
39 CPO dunia, maka akan meningkatkan harga CPO Indonesia sebesar 1,3266 persen. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga pada produsen pesaing maupun harga pada pasar dunia, harga CPO Indonesia juga merespon perubahan tersebut pada jangka pendek. Kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif pada tabel tersebut menunjukkan adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang.
Tabel 4 Hasil estimasi VECM
Variabel (1) CointEq1 D(CPO_INA(-1)) D(CPO_INA(-2)) D(CPO_MALAY(-1)) D(CPO_MALAY(-2)) D(CPO_WORLD(-1)) D(CPO_WORLD(-2)) D(VOLATILITAS(-1)) D(VOLATILITAS(-2)) C
Variabel (1) CPO_INA(-1) CPO_MALAY(-1) CPO_WORLD(-1) VOLATILITAS(-1) C
Jangka Pendek Koefisien (2) -4.030103 0.504320 0.474683 -1.326109 0.003680 1.326671 -0.460627 1.042523 1.134798 0.005052 Jangka Panjang Koefisien (2) 1.000000 2.116359 -1.291235 25.82126 -1.354117
t-Statistik (3) -0.11163 1.46255 1.30532 -2.59752* 0.00851 2.64926* -0.93939 0.25442 0.27116 0.52921
t-Statistik (3) -6.30605* 3.47301* 5.91502*
Ket: * signifikan pada taraf 5% Nilai t-ADF untuk nilai kritis lima persen sama dengan 1.946
Pada jangka panjang semua variabel berpengaruh signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Variabel harga CPO Malaysia berpengaruh positif secara signifikan terhadap perubahan harga CPO Indonesia. Ketika terjadi kenaikan sebesar satu persen pada harga CPO Malaysia, maka akan meningkatkanharga CPO Indonesia sebesar 2,12 persen. Hal ini memungkinkan mengingat kedua negara merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia, jadi apabila terjadi peningkatan harga suatu komoditas yang sama yaitu CPO pada salah satu negaraprodusen maka harga negara pesaing yang lain pada jangka panjang akan menaikkan tingkat harganya juga.Hal ini terjadi karena kedua negara ingin mendapatkan keuntungan dari perdagangan dengan meningkatkan harga komoditas yang bersangkutan. Peningkatan harga CPO Rotterdam (dunia) berpengaruh negatif secara signifikan terhadap harga CPO Indonesia.Ketika terjadi kenaikan sebesar satu
40 persen pada harga CPO dunia, maka akan terjadi penurunkan harga CPO Indonesia sebesar 1,29 persen. Harga CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga di Rotterdam karena Rotterdam negara tujuan ekspor Indonesia bila harga di Rotterdam lebih tinggi daripada di Indonesia maka pedagang akan memilih untuk mengekspor ke Belanda dan sebaliknya, sehingga akan mempengaruhi pasokan yang ada di Indonesia dan akan berpengaruh pada perubahan harga CPO dalam negeri. Variabel selanjutnya yang signifikan berpengaruh terhadap harga CPO Indonesia pada jangka panjang adalah volatilitas harga minyak bumi dunia. Kasus jangka panjang pada variabel volatilitas harga minyak bumi berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Dapat direpresentasikan ketika terjadi kenaikan sebesar satu persen pada volatilitas harga minyak bumi, maka akan meningkatkan harga CPO Indonesia sebesar 26,02 persen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada saat terjadi fluktuasi harga pada minyak bumi yang cenderung mengalami peningkatan, banyak negara yang mencari alternatif sumber energi baru terutama untuk komoditas CPO. Pada saat permintaan terhadap minyak bumi menurun akibat adanya kenaikan harga, maka permintaan terhadap komoditas CPO mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan CPO merupakan sumber energi substitusi dari minyak bumi. Pada jangka panjang terlihat harga CPO Indonesia mengalami peningkatan yang sangat besar yaitu sekitar 26 persenSehingga pada jangka panjang, akibat adanya peningkatan permintaan para produsen CPO Indonesia meningkatkan harga untuk komoditas CPO untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.Untuk estimasi VECM secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8.
Hasil Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu variabel endogen terhadap suatu guncangan (shock) tertentu. Guncangan yang terjadi pada suatu variabel biasanya tidak hanya ditransmisikan pada variabel itu sendiri tapi juga terhadap variabel lain. IRF dapat digunakan untuk mengukur pengaruh suatu guncangan pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang.Dalam analisis ini, jangka waktu yang digunakan dalam menganalisis respon harga CPO Indonesia, harga CPO Malaysia, harga CPO Rotterdam, dan volatilitasharga minyak bumi diproyeksikan dalam 48 bulan (4 tahun) ke depan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
41
Gambar 10 Hasil impulse response function harga CPO Indonesia
Hasil IRF harga CPO Indonesia dapat dilihat pada Gambar 10. Dari gambar dapat dilihat bahwa apabila terjadi guncangan pada masing-masing variabel sebesar satu deviasi akan menyebabkan harga CPO Indonesia mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak nolnya respon harga CPO Indonesia pada bulan pertama, hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Guncangan harga CPO Malaysia direspon negatif oleh harga CPO Indonesia dan akan stabil pada jangka panjang. Pada lima bulan pertama terdapat guncangan dengan nilai sekitar (-0,25) persen. Responnya akan mulai stabil pada bulan ke-10 dengan respon sebesar (-0,15) persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. b) Guncangan harga CPO dunia akan direspon positif oleh harga CPO Indonesia dan akan stabil pada jangka panjang. Pada periode awal hingga bulan ke lima terdapat guncangan sekitar 0,25 persen. Responnya akan stabil mulai bulan ke-15 dengan nilai respon yang kecil sekitar 0,1 dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan.
42 c) Guncangan volatilitas harga minyak bumi akan direspon negatif dan akan stabil pada jangka panjang. Responnya akan stabil mulai bulan ke-10 dengan respon sebesar (-0,25) persen dari nilai awalnya sebelum terjadinya guncangan. Waktu yang dibutuhkan oleh variabel harga-harga CPO untuk memberikan respon yang stabil terhadap guncangan volatilitas harga minyak dunia secara keseluruhan tidak melebihi 10 bulan dan rata-rata respon yang diberikan oleh harga CPO Indonesia cukup kecil sekitar 0,25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh guncangan pada masing-masing variabel terhadap harga CPO Indonesia merupakan pengaruh yang tidak permanen. Dari hasil IRF dapat diketahui bahwa harga CPO Indonesia dipengaruhi oleh shock harga yang terjadi di Rotterdam karena Rotterdam merupakan negara tujuan ekspor CPO Indonesia, bila harga di Rotterdam lebih tinggi daripada di Indonesia maka pedagang akan memilih untuk mengekspor ke Belanda dan sebaliknya, sehingga akan mempengaruhi pasokan yang ada di Indonesia dan akan berpengaruh pada perubahan harga CPO dalam negeri. Shock pada harga CPO Malaysia juga ikut memengaruhi harga yang terjadi di Indonesia karena Malaysia adalah negara pesaing dalam hal ekspor CPO. Shock terhadap volatilitas harga minyak bumi juga berpengaruh terhadap perkembangan harga CPO Indonesia, karena CPO Indonesia dalam hal ini merupakan substitusi energi dari minyak bumi. Hasil Forecast Error Varianceof Decomposition (FEVD) Analisis variance decomposition menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem karena adanya shock. Analisis ini berguna untuk memprediksi kontribusi persentase dari setiap variabel tertentu di dalam sistem sehingga akan diketahui sumber variasi dari model yang dibentuk. Hasil analisis dapat menunjukkan seberapa besar perubahan suatu variabel berasal dari dirinya sendiri dan seberapa besar berasal dari pengaruh variabel lain. Variance Decomposition of CPO_INA 101
100
99
98
97
96
95 5
10
15
20
CPO_INA CPO_W ORLD
25
30
35
40
45
CPO_MALAY VOLATILITAS
Gambar 11 Hasil forecast error variance of decomposition(FEVD)
43 Berdasarkan analisis Forecast Error Variance of Decomposition (FEVD) atau analisis dekomposisi yaitu pada periode hingga empat tahun mendatang, tampak pada Gambar 12. Di bulan pertama, guncangan harga CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO itu sendiri, yakni sebesar 100 persen. Keragaman mulai terlihat pada bulan kedua, sementara pada bulan pertama keragaman hanya terjadi pada harga CPO Indonesia saja. Pada gambar terlihat harga CPO Indonesia mendominasi dalam memengaruhi harga CPO Indonesia itu sendiri. Variabel harga CPO Indonesia mampu memengaruhi hingga 96,71 persen, besarnya kontribusi harga CPO Indonesia terhadap dirinya sendiri dapat dijelaskan oleh pernyataan Arifin (2001) bahwa pergerakan harga CPO Indonesia terkesan unik, yaitu keseimbangan harga barunya tidak murni ditentukan oleh pasar tetapi lebih banyak karena faktor psikologis dan faktor kepanikan yang ditentukan faktor eksternal. Sedangkan harga CPO Malaysia, harga CPO dunia, dan volatilitas harga minyak bumimasing-masinghanya mampu memengaruhi sebesar 1,53 persen, 0,52 persen, dan 1,24 persen terhadap harga CPO Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing variabel yaitu variabel harga CPO Malaysia, harga CPO dunia, dan volatilitas harga minyak bumi tidak banyak memberikan kontribusi terhadap variabilitas harga CPO Indonesia. Pada bulan-bulan awal kontribusi harga CPO dunia lebih besar dibanding dengan kontribusi dari variabel harga CPO Malaysia dan volatilitas harga minyak bumi. Namun setelah bulan ke-10 kontribusi variabel harga CPO dunia semakin kecil dan mulai stabil pada bulan ke-15. Sedangkan kontribusi variabel harga CPO Malaysia dan volatilitas harga minyak bumi mulai stabil pada bulan ke-15. Hal ini dapat menjelaskan bahwa variabel-variabel tersebut belum menunjukkan kontribusi yang berarti terhadap harga CPO Indonesia dari bulan ke-1 hingga ke-48. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
44
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Terjadi volatilitas harga minyak dunia yang bervariasi antarwaktu (time varying) menunjukkan kondisi yang tidak stabil dengan kecenderungan yang terus meningkat pada awal tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009. Tingkat volatilitas tertinggi terjadi pada april 2008 hingga mencapai 19,6 persen. Kecenderungan pergerakan volatilitas mengalami penurunan yang sangat drastis pada April 2009 hingga memasuki tahun 2010 tingkat volatilitas berada pada kisaran kurang dari 4 persen. Pada pertengahan 2010 terlihat pergerak cukup fluktuatif namun masih dalam range yang sama hingga awal tahun 2013. 2. Berdasarkan hasil estimasi Vector Error Correction Model (VECM) pada jangka pendek terdapat dua variabel yang signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Variabel tersebut adalah harga CPO Malaysia pada lag pertama dan harga CPO dunia pada lag pertama. Pada variabel harga CPO Malaysia pada lag pertama secara signifikan berpengaruh negatif terhadap harga CPO Indonesia. Variabel kedua yaitu variabel harga CPO dunia pada lag pertama yang berpengaruh negatif secara signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga pada produsen pesaing maupun harga pada pasar dunia, harga CPO Indonesia juga merespon perubahan tersebut pada jangka pendek. Sedangkan pada jangka panjang semua variabel berpengaruh signifikan terhadap harga CPO Indonesia. Berdasarkan hasil variabel harga CPO duni dan volatilitas harga minyak bumi berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga CPO Indonesia, sedangkan harga CPO Malaysia berpengaruh negatif secara signifikan terhadap harag CPO Indonesia. 3. Berdasarkan hasil Impulse Response Function(IRF), guncangan perubahan harga CPO Malaysia dan volatilitas harga minyak bumi direspon negatif oleh harga CPO Indonesia. Sedangkan guncangan perubahan harga CPO dunia direspon positif oleh harga CPO Indonesia. Berdasarkan analisis Forecast Error Variance of Decomposition (FEVD) atau analisis dekomposisi yaitu pada periode hingga 4 tahun mendatang, tampak harga CPO Indonesia itu sendiri yang mendominasi dalam memengaruh harga CPO Indonesia. Sedangkan variabel lain seperti harga CPO Malaysia, harga CPO dunia dan volatilitas harga minyak tidak terlalu berpengaruh pada harga CPO Indonesia. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah: 1. Ketidakpastian harga minyak dunia juga ternyata mempengaruhi perkembangan harga minyak bumi di Indonesia. Untuk itu pemerintah harus mampu mengembangkan sistem yang mampu memprediksi harga minyak dunia dengan akurat.
45 2. Pengembangan sumber energi alternatif minyak bumi menjadi salah satu kebijakan yang perlu diupayakan oleh pemerintah guna mendukung pengembangan perekonomian Indonesia yang banyak menggunakan sumber energi sebagai inputnya, terutama untuk pengembangan komoditas CPO. Hal ini dapat dilakukan meningkatkan nilai tambah CPO Indonesia untuk menanbah manfaatnya dengan pengembangan produk turunannya sehingga permintaan CPO pun meningkat. 3. Perlunya kerjasama Indonesia dan Malaysia sebagai produsen utama CPO agar harga CPO Indonesia menjadi salah satu referensi harga CPO dunia. Salah satu cara agar Indonesia dapat menjadikan harga CPO-nya sebagai referensi dunia yaitu dengan membentuk bursa berjangka dan membangun future market untuk komoditas pertanian, khususnya CPO seperti yang dilakukan di pasar Rotterdam. Penelitian ini tentunya memiliki kekurangan dalam pelaksanaannya. Maka dari itu penulis mengusulkan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Periodesasi penelitian sebaiknya ditambah agar dapat melihat perbedaan fenomena perubahan harga masing-masing variabel. 2. Perlunya penelitian lanjutan terhadap volatilitas harga minyak bumi dunia karena kemungkinan penggunaan minyak bumi sudah dapat disubstitusi oleh energi alternatif lain dibanding saat ini serta keterbatasan-keterbatasan yang belum diselesaikan dalam penelitian ini.
46
DAFTAR PUSTAKA [FAO; OECD] Food and Agriculture Organization; Organisation for Economic Co-operation and Development (IT) Abdel-Hameed AA &Arshad FM. 2009. The Impact of Petroleum Prices on Vegetable Oils Prices: Evidence from Co-integration Test.Oil PalmIndustry Economic Journal,Vol. 9(2):31-40. Abu, Fathurrahman Ramadhani Amiruddin. 2011. Oil Price and Macroeconomics Variables Effects on Stock Price Index (Comparative Study : South East Asia, East Asia, Europe, and America) [tesis]. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Arianto E. 2008. Perilaku Harga Minyak Sawit. Http://strategika.wordpress.com/ 2008/07/06/perilaku-pcpo/ [9 September 2009] Arifin B. 2001. Balada Minyak Goreng. Di dalam: Arifin B. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia: Telaah Struktur, Kasus dan Alternatif Strategi. Jakarta (ID): Erlangga. Asmara, Alla. 2011. Volatilitas Harga Minyak Dunia Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan Dan Makroekonomi Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Vol 29 No. 1. Damayanti, Ema. 2008. Kebijakan Initial. Literatur. Jakarta: Universitas Indonesia. Djojodipuro M. 1991. Teori Harga. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit FEUI. Enders W. 2004. Applied Econometrics Time Series, Ed ke-2. New York: John Willey and Sons, Inc. Ernawati, Fatimah, Arshad M, Shamsudin MN, Mohamed ZA. 2006. AFTA and Its Implication to The Export Demand of Indonesian Palm Oil.Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 24(2):115-132. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Pr. Gozali, M. 2011. Macroeconomic Impacts Of Oil Price Levels And Volatility On Indonesia. Undergraduate Economic Review. Gujarati, D. 2003. Basics Econometrics. Mc-Graw Hill. Hady H. 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional Cetakan Ketiga. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Hafizah D. 2009. Integrasi Pasar Fisik Crude Palm Oil di Indonesia, Malaysia danPasar Berjangka di Rotterdam [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kunawangsih & Pracoyo. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): PT Grasindo. Krugman PR &Obstfeld M. 2000. International Economics: Theory and Policy. Fifth Edition. New York: Addison Wesley. Malaysia Palm Oil Board (MPOB). Monthly Price. http://bepi.mpob.gov.my/index.php/statistics/price/monthly.html [20 Februari 2013] Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan. Edisi Kedelapan. Jakarta (ID): Erlangga. Oil World ISTA. ISTA OILWORLD Statistic list publication. http://www.oilworld.biz/statistics. [21 Februari 2013].
47 Rahardja P &Manurung M. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi & Makroekonomi.Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Salvatore D. 1997. International Economics. Third Edition. Singapore: Mc Millan International Edition. Sugiarto, T. Herlambang, Brastoro, R. Sudjana dan S. Kelana. 2007. Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif.Cetakan Keempat. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Suparmin. 2005. Analisis Ekonomi Perberasan Nasional: Peran Bulog dalam Stabilisasi Harga Beras di Pasar Domestik [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. U.S Energy Information Administrattion. WTI Price Data. http://www.eia.gov/dnav/pet/hist/. [20 Februari 2013]. Wahyu Ponco Aji, Bambang. 2010. Analisis Integrasi Harga Minyak Bumi, Minyak Kedelai, CPO, Minyak Goreng Domestik dan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit [Thesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widarjono, A. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi danBisnis. Yogyakarta (ID): Ekonisia Fakultas Ekonomi Universitas Islam. Widyasari, N. 2010. Analisis Kointegrasi Harga Beberapa Komoditas PanganUtama di Pulau Sumatera dan Jawa Pasca Krisis Ekonomi. [skripsi].Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wikipedia. West Texas Intermediate and Brent Crude. http://en.wikipedia.org/wiki/West_Texas_Intermediate_and_Brent_Crude. [01 Mei 2013]
48 LAMPIRAN
Lampiran 1 Model Peramalan ARIMA(3,1,2) Dependent Variable: D(PETROLEUM) Method: Least Squares Date: 04/04/13 Time: 09:06 Sample (adjusted): 2006M05 2013M01 Included observations: 81 after adjustments Convergence achieved after 31 iterations MA Backcast: 2006M03 2006M04 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) AR(2) AR(3) MA(1) MA(2)
0.004392 -0.754359 -0.324589 0.341422 1.155992 0.959477
0.017144 0.114497 0.137607 0.111017 0.040935 0.030383
0.256199 -6.588484 -2.358815 3.075386 28.23945 31.57893
0.7985 0.0000 0.0209 0.0029 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.236374 0.185465 0.086207 0.557375 86.71412 4.643118 0.000956
Inverted AR Roots .42 Inverted MA Roots -.58+.79i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -.59+.69i -.58-.79i
-.59-.69i
0.003838 0.095519 -1.992941 -1.815575 -1.921779 2.062611
49 Lampiran 2 Uji Efek ARCH H0 : tidak terdapat efek ARCH H1 : terdapat efek ARCH Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
5.057845 4.871636
Prob. F(1,78) Prob. Chi-Square(1)
0.0273 0.0273
nilai-p (0.0273)
50 Lampiran 3 Model ARCH/GARCH (1,3) Dependent Variable: D(PETROLEUM) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 04/04/13 Time: 09:08 Sample (adjusted): 2006M05 2013M01 Included observations: 81 after adjustments Convergence achieved after 24 iterations MA Backcast: 2006M03 2006M04 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(7) + C(8)*RESID(-1)^2 + C(9)*GARCH(-1) + C(10)*GARCH(-2) + C(11)*GARCH(-3) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) AR(2) AR(3) MA(1) MA(2)
0.007760 -1.137082 -0.152621 0.311630 1.382127 0.722675
0.015059 0.202049 0.218899 0.105784 0.154587 0.158768
0.515314 -5.627769 -0.697221 2.945910 8.940760 4.551767
0.6063 0.0000 0.4857 0.0032 0.0000 0.0000
1.334675 2.213874 8.908019 -9.238205 8.213252
0.1820 0.0268 0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) GARCH(-2) GARCH(-3) R-squared Adjusted R squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.002545 0.184020 0.727398 -0.967064 0.694457
0.001907 0.083121 0.081657 0.104681 0.084553
0.190601 0.074973 0.091868 0.590784 93.72575 1.648397 0.110977
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots .40 Inverted MA Roots -.69-.50i
-.77-.42i -.69+.50i
-.77+.42i
0.003838 0.095519 -2.042611 -1.717439 -1.912148 1.790267
51 Lampiran 4 Uji Stasioneritas masing-masing variabel
CPO_INA 7.2 7.0 6.8 6.6 6.4 6.2 6.0 5.8 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Uji Stasioneritas pada Level Null Hypothesis: CPO_INA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.637866 -3.513344 -2.897678 -2.586103
0.0897
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Uji Stasioneritas pada 1st Difference Null Hypothesis: D(CPO_INA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.713742 -3.513344 -2.897678 -2.586103
0.0000
52 (lanjutan) VOLATILITAS .020
.016
.012
.008
.004
.000 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Uji Stasioneritas pada Level Null Hypothesis: VOLATILITAS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.438865 -3.516676 -2.899115 -2.586866
0.1346
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas pada 1st Difference Null Hypothesis: D(VOLATILITAS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-23.69555 -3.516676 -2.899115 -2.586866
0.0001
53 (lanjutan) CPO_MALAY 7.2 7.0 6.8 6.6 6.4 6.2 6.0 5.8 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Uji Stasioneritas pada Level Null Hypothesis: CPO_MALAY has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.532638 -3.513344 -2.897678 -2.586103
0.1116
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas pada 1st Difference Null Hypothesis: D(CPO_MALAY) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-6.156203 -3.513344
0.0000
-2.897678 -2.586103
54 (lanjutan) CPO_WORLD 7.2
7.0
6.8
6.6
6.4
6.2
6.0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Uji Stasioneritas pada Level Null Hypothesis: CPO_WORLD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.610180 -3.513344 -2.897678 -2.586103
0.0951
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas pada 1st Difference Null Hypothesis: D(CPO_WORLD) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.540804 -3.513344 -2.897678 -2.586103
0.0000
55 Lampiran 5 Uji Optimum Lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: VOLATILITAS CPO_INA CPO_MALAY Exogenous variables: C Date: 04/04/13 Time: 09:14 Sample: 2006M05 2013M01 Included observations: 78
CPO_WORLD
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
0 1 2 3
634.7969 777.3470 834.6858 872.8595
NA 266.8245 101.4456 63.62275*
1.11e-12 4.33e-14 1.51e-14 8.60e-15*
-16.17428 -19.41915 -20.47912 -21.04768*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
SC
HQ
-16.05342 -16.12590 -18.81487 -19.17725 -19.39141 -20.04369 -19.47654* -20.41872*
56 Lampiran 6 Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: VOLATILITAS CPO_WORLD CPO_INA CPO_MALAY Exogenous variables: C Lag specification: 1 3 Date: 04/04/13 Time: 09:14 Root 0.034765 - 0.941855i 0.034765 + 0.941855i 0.864879 0.769696 -0.728490 0.617129 - 0.206742i 0.617129 + 0.206742i 0.495114 - 0.396958i 0.495114 + 0.396958i -0.045472 - 0.622659i -0.045472 + 0.622659i -0.080226
Modulus 0.942496 0.942496 0.864879 0.769696 0.728490 0.650838 0.650838 0.634597 0.634597 0.624317 0.624317 0.080226
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
57 Lampiran 7 Uji Kointegrasi Date: 04/04/13 Time: 09:13 Sample (adjusted): 2006M07 2013M01 Included observations: 79 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: VOLATILITAS CPO_INA CPO_MALAY CPO_WORLD Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue None * At most 1 * At most 2 * At most 3
0.759883 0.241673 0.155582 0.087011
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
155.1091 42.40555 20.55099 7.191455
54.07904 35.19275 20.26184 9.164546
0.0000 0.0071 0.0456 0.1167
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue None * At most 1 At most 2 At most 3
0.759883 0.241673 0.155582 0.087011
Max-Eigen 0.05 Statistic Critical Value 112.7035 21.85456 13.35954 7.191455
28.58808 22.29962 15.89210 9.164546
Prob.** 0.0000 0.0576 0.1201 0.1167
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
58 Lampiran 8 MODEL VECM Vector Error Correction Estimates Date: 05/15/13 Time: 07:02 Sample (adjusted): 2006M08 2013M01 Included observations: 78 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CPO_INA(-1)
1.000000
CPO_MALAY(-1)
-2.116359 (0.33561) [-6.30605]
CPO_WORLD(-1)
1.291235 (0.37179) [ 3.47301]
VOLATILITAS(-1)
-25.82126 (4.36537) [ 5.91502]
C
-1.354117
Error Correction:
D(CPO_INA)
D(CPO_MALAY)
D(CPO_WORLD)
D(VOLATILITAS)
CointEq1
-4.030103 (0.26966) [-2.11163]
4.359980 (0.22463) [ 1.60252]
4.165040 (0.20980) [ 0.78666]
-4.014525 (0.00578) [-2.51209]
D(CPO_INA(-1))
0.504320 (0.34482) [ 1.46255]
0.707283 (0.28725) [ 2.46228]
0.735915 (0.26828) [ 2.74312]
0.008770 (0.00739) [ 1.18616]
D(CPO_INA(-2))
0.474683 (0.36365) [ 1.30532]
0.216167 (0.30293) [ 0.71358]
0.344551 (0.28293) [ 1.21781]
-0.000280 (0.00780) [-0.03587]
D(CPO_MALAY(-1))
-1.326109 (0.51053) [-2.59752]
-1.091523 (0.42529) [-2.56656]
-1.134391 (0.39720) [-2.85599]
-0.010055 (0.01095) [-0.91855]
D(CPO_MALAY(-2))
0.003680 (0.43252) [ 0.00851]
0.102301 (0.36030) [ 0.28393]
0.341622 (0.33650) [ 1.01521]
-0.010486 (0.00927) [-1.13073]
D(CPO_WORLD(-1))
1.326671 (0.50077) [ 2.64926]
0.809245 (0.41716) [ 1.93991]
0.782344 (0.38961) [ 2.00804]
-0.007161 (0.01074) [-0.66694]
59 (Lanjutan)
D(CPO_WORLD(-2))
-0.460627 (0.49035) [-0.93939]
-0.271525 (0.40847) [-0.66473]
-0.616253 (0.38150) [-1.61536]
0.009324 (0.01051) [ 0.88686]
D(VOLATILITAS(-1))
1.042523 (4.09768) [ 0.25442]
-3.006061 (3.41349) [-0.88064]
-1.418083 (3.18805) [-0.44481]
0.262573 (0.08786) [ 2.98854]
D(VOLATILITAS(-2))
1.134798 (4.18504) [ 0.27116]
-4.334122 (3.48626) [-1.24320]
-1.944418 (3.25601) [-0.59718]
-0.716185 (0.08973) [-7.98128]
C
0.005052 (0.00955) [ 0.52921]
0.004447 (0.00795) [ 0.55924]
0.003832 (0.00743) [ 0.51601]
9.95E-05 (0.00020) [ 0.48606]
0.316446 0.225976 0.472403 0.083349 3.497789 88.48145 -2.012345 -1.710203 0.008649 0.094738
0.511751 0.447129 0.327819 0.069432 7.919235 102.7309 -2.377716 -2.075574 0.008125 0.093379
0.461087 0.389761 0.285947 0.064847 6.464443 108.0604 -2.514369 -2.212227 0.007432 0.083012
0.858284 0.839528 0.000217 0.001787 45.75925 388.1911 -9.697207 -9.395065 4.09E-05 0.004461
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
6.38E-15 3.68E-15 853.4553 -20.75526 -19.42584
60 Lampiran 9 Hasil Impulse Response Function of CPO_INA Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
CPO_INA 0.079561 0.110861 0.112007 0.103529 0.094327 0.083635 0.071181 0.059653 0.050842 0.043627 0.036572 0.030084 0.025166 0.021593 0.018394 0.015298 0.012766 0.010970 0.009502 0.008040 0.006717 0.005734 0.004994 0.004288 0.003597 0.003040 0.002635 0.002284 0.001932 0.001621 0.001391 0.001210 0.001034 0.000867 0.000735 0.000638 0.000550 0.000464 0.000390 0.000336 0.000292 0.000248 0.000208 0.000177 0.000154 0.000132 0.000111 9.40E-05
CPO_MALAY CPO_WORLD 0.059454 0.104937 0.107035 0.101209 0.093695 0.085661 0.074062 0.061993 0.052810 0.045993 0.039150 0.032159 0.026626 0.022910 0.019781 0.016498 0.013598 0.011606 0.010152 0.008664 0.007181 0.006056 0.005295 0.004601 0.003858 0.003219 0.002781 0.002438 0.002075 0.001725 0.001467 0.001284 0.001109 0.000927 0.000778 0.000674 0.000588 0.000498 0.000415 0.000355 0.000310 0.000266 0.000222 0.000187 0.000163 0.000141 0.000119 9.97E-05
0.058026 0.094982 0.097262 0.094189 0.087562 0.078572 0.067334 0.057097 0.049092 0.042132 0.035215 0.029042 0.024430 0.020947 0.017733 0.014711 0.012327 0.010615 0.009148 0.007702 0.006449 0.005530 0.004809 0.004106 0.003443 0.002925 0.002540 0.002192 0.001848 0.001556 0.001341 0.001164 0.000990 0.000831 0.000708 0.000615 0.000528 0.000444 0.000375 0.000324 0.000280 0.000238 0.000200 0.000171 0.000148 0.000127 0.000107 9.04E-05
VOLATILITAS 0.000267 -0.000454 -0.001094 -0.000491 0.000213 5.16E-05 -0.000432 -0.000374 4.22E-05 0.000151 -8.44E-05 -0.000196 -3.68E-05 9.70E-05 2.54E-05 -8.24E-05 -5.40E-05 3.35E-05 3.74E-05 -2.29E-05 -3.97E-05 2.95E-07 2.32E-05 1.04E-06 -2.04E-05 -9.39E-06 9.24E-06 6.46E-06 -7.26E-06 -8.41E-06 1.42E-06 4.96E-06 -9.85E-07 -4.85E-06 -1.41E-06 2.36E-06 9.60E-07 -2.01E-06 -1.67E-06 6.15E-07 1.01E-06 -4.80E-07 -1.10E-06 -1.46E-07 5.66E-07 9.21E-08 -5.16E-07 -3.10E-07
61 Lampiran 10 Variance Decomposition of CPO_INA Period
S.E.
CPO_INA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0.079561 0.139519 0.181933 0.210631 0.231143 0.245902 0.256043 0.262982 0.267970 0.271632 0.274215 0.275974 0.277212 0.278122 0.278784 0.279244 0.279565 0.279801 0.279977 0.280103 0.280192 0.280256 0.280304 0.280340 0.280365 0.280383 0.280396 0.280406 0.280413 0.280419 0.280422 0.280425 0.280427 0.280429 0.280430 0.280430 0.280431 0.280431 0.280432 0.280432 0.280432 0.280432 0.280432 0.280432 0.280432 0.280432 0.280432 0.280433
100.0000 95.65604 94.15710 94.40670 95.04836 95.54857 95.85847 96.01201 96.07036 96.07737 96.05484 96.02255 95.99089 95.96631 95.94644 95.93090 95.91918 95.91120 95.90572 95.90169 95.89878 95.89675 95.89542 95.89445 95.89373 95.89321 95.89286 95.89261 95.89242 95.89228 95.89218 95.89211 95.89206 95.89202 95.89199 95.89197 95.89196 95.89195 95.89194 95.89194 95.89193 95.89193 95.89193 95.89192 95.89192 95.89192 95.89192 95.89192
CPO_MALAY CPO_WORLD VOLATILITAS 0.000000 0.463927 0.759715 0.768921 0.678723 0.599693 0.572419 0.591407 0.634663 0.686478 0.740044 0.790247 0.832155 0.864402 0.888908 0.907741 0.921795 0.931767 0.938769 0.943856 0.947595 0.950249 0.952092 0.953409 0.954385 0.955096 0.955597 0.955952 0.956216 0.956412 0.956553 0.956653 0.956726 0.956780 0.956821 0.956849 0.956870 0.956885 0.956896 0.956904 0.956910 0.956914 0.956918 0.956920 0.956922 0.956923 0.956924 0.956924
0.000000 3.876828 5.054577 4.755734 4.215655 3.777042 3.484222 3.315059 3.215099 3.147975 3.106706 3.086987 3.076972 3.067895 3.060054 3.055430 3.053081 3.050982 3.048810 3.047215 3.046324 3.045705 3.045095 3.044591 3.044279 3.044093 3.043933 3.043789 3.043690 3.043633 3.043591 3.043553 3.043524 3.043506 3.043495 3.043485 3.043477 3.043471 3.043468 3.043466 3.043463 3.043462 3.043461 3.043460 3.043460 3.043459 3.043459 3.043459
0.000000 0.003207 0.028610 0.068643 0.057263 0.074697 0.084892 0.081521 0.079879 0.088181 0.098413 0.100214 0.099986 0.101394 0.104599 0.105926 0.105948 0.106050 0.106704 0.107237 0.107304 0.107296 0.107391 0.107552 0.107602 0.107600 0.107609 0.107647 0.107671 0.107673 0.107673 0.107680 0.107688 0.107690 0.107690 0.107691 0.107693 0.107694 0.107694 0.107695 0.107695 0.107695 0.107696 0.107696 0.107696 0.107696 0.107696 0.107696
62
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Indri Mutia Maulani lahir pada tanggal 26 Januari 1991 di Rangkasbitung, Banten. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak H. Muchsin Basri (alm) dan Ibu Hj. E. Widaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kejaksaan Rangkasbitung pada tahun 1996 sampai tahun 2002. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya ke SLTP N 4 Rangkasbitung pada tahun 2002 sampai 2005. Kemudian, dilanjutkan ke SMA Al-Ma’soem umedang dari tahun 2005 sampai 2008. Tahun 2009 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu Ekonomi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjalani masa studi, penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan acara tingkat IPB maupun Fakuktas Ekonomi dan Manajemen. Organisasi yang pernah diikuti antara lain UKM Gentra Kaheman dan Sharia Economic Studen Club (SES-C) divisi Eksternal. Penulis pernah mengikuti berbagai kepanitiaan antara lain ISEE, Greenation, SEASON, SEGTS, dan Hipotex-R. Pada tahun 2013, penulis mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang PKM Penelitian (PKM-P) yang berjudul “Analisis Faktorfaktor Penghambat Lahan Abadi Pertanian. Studi Kasus: Pangalengan, Kab. Bandung” yang dibiayai oleh DIKTI.