1
ANALISIS HUBUNGAN KAUSALITAS EKSPOR CPO DENGAN NILAI TUKAR DAN HARGA MINYAK BUMI (PERIODE 2000-2010)
OLEH EMBANG MARYANA H14070048
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
i
RINGKASAN
EMBANG MARYANA. Analisis Hubungan Kausalitas Ekspor CPO dengan Nilai Tukar dan Harga Minyak Bumi (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).
Batasan perekonomian dunia saat ini semakin menipis, dimana suatu negara memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan negara lainnya. Salah satunya dalam hal perdagangan internasional. Indonesia, sebagai negara berkembang yang menganut perekonomian terbuka, juga aktif dalam perdagangan internasional khususnya kegiatan ekspor. Pada era 1970-an ekspor Indonesia sangat mengandalkan sektor migas. Namun sejak tahun 1987, pemerintah mulai beralih kepada ekspor sektor non migas. Selama beberapa tahun terakhir, Sektor non migas telah menjadi sektor andalan yang memberikan kontribusi yang besar dalam penerimaan devisa negara.CPO merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan non migas. Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia mengungguli Malaysia yang sebelumnya merupakan produsen CPO terbesar. Produksi CPO Indonesia dalam sebelas tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan produksi tidak menjamin bahwa ekspor CPO Indonesia akan terus stabil bahkan meningkat. Faktanya adalah ekspor CPO Indonesia cenderung berfluktuasi. Nilai tukar dan harga minyak bumi dapat memengaruhi pergerakan ekspor CPO. Sebagai komoditi ekspor unggulan, ekspor CPO dinilai dapat juga memengaruhi nilai tukar dan harga minyak bumi. Selain itu variabel lain seperti, produksi CPO, harga internasional CPO, suku bunga dapat memengaruhi pergerakan ekspor CPO. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kausalitas antara volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai tukar dan harga internasional minyak bumi. Selain itu penelitian ini juga akan mengidentifikasi sejauh mana perubahan variabel nilai tukar, harga internasional minyak bumi, harga internasional CPO, suku bunga dan produksi memengaruhi variabel ekspor CPO. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VARVECM. Hubungan kausalitas antara ekspor CPO dengan nilai tukar dan harga minyak bumi dianalisis dengan uji kausalitas Granger dan VAR-VECM. Sementara itu identifikasi perubahan variabel nilai tukar, harga internasional minyak bumi, harga internasional CPO, suku bunga dan produksi terhadap perubahan ekspor CPO dianalisis dengan analisis Variance Decomposition. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan periode waktu dari kuartal I Tahun 2000 sampai dengan kuartal IV Tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat (kausalitas) antara ekspor CPO dengan nilai tukar dan harga internasional minyak bumi. Pada jangka pendek produksi dan harga internasional CPO berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO sedangkan harga internasional minyak bumi
ii
dan suku bunga berpengaruh positif terhadap volume ekspor CPO. Pada jangka panjang, nilai tukar, suku bunga dan harga internasional minyak bumi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO sedangkan harga internasional CPO dan produksi berpengaruh positif terhadap volume ekspor CPO. Berdasarkan analisis Variance Decomposition, variabel volume ekspor CPO sangat dipengaruhi oleh perubahan variabel nilai tukar, produksi CPO dan harga internasional minyak bumi. Perubahan variabel harga internasional CPO dan suku bunga pengaruhnya relatif kecil terhadap variabel volume ekspor CPO. Berdasarkan hasil penelitian, Bank Indonesia perlu membuat kebijakan makroekonomi yang lebih kondusif untuk peningkatan ekspor CPO seperti penetapan suku bunga yang rendah dan pelembahan nilai tukar. Selain itu, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia namun saat ini Indonesia masih mengikuti patokan harga pasar internasional dalam pembuatan kebijakan mengenai CPO. Pemerintah, khususnya Kementrian Perdagangan RI dan seluruh stakeholder harus mengupayakan agar Indonesia dapat menjadi salah satu patokan harga pasar internasional dengan memindahkan transaksi perdagangan future market CPO dari bursa berjangka di Malaysia ke bursa berjangka di Indonesia. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan ekspor CPO seperti, pajak ekspor dan menggunakan data harga internasional CPO CIF Rotterdam yang sudah diakui sebagai rujukan harga internasional CPO.
iii
ANALISIS HUBUNGAN KAUSALITAS EKSPOR CPO DENGAN NILAI TUKAR DAN HARGA MINYAK BUMI (PERIODE 2000-2010)
Oleh EMBANG MARYANA H14070048
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iv
Judul Skripsi
: Analisis Hubungan Kausalitas Ekspor CPO dengan Nilai Tukar dan Harga Minyak Bumi
Nama
: Embang Maryana
NIM
: H14070048
Menyetujui, Dosen Pembimbing.
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Juli 2011
Embang Maryana H14070048
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Embang Maryana lahir pada tanggal 30 September 1989 di Sukabumi. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Tatang Basuni dan Nenah Hasanah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Cilendek 3 Bogor, kemudian melanjutkan ke SMPN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir yang jauh lebih baik. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) dan Syariah Economic Student Club (SES-C). Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti Hipotex-R 2009, Economic Contest 2009, dan SENSASI 2010.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan sripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Hubungan Kausalitas Ekspor CPO dengan Nilai Tukar dan Harga Minyak Bumi”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertaninan Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr, selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhammad Findi, A., M.E, selaku komisi pendidikan yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Tatang Basuni dan Ibu Nenah Hasanah serta saudara-saudara penulis. yang telah memberikan perhatian serta dukungan moral maupun materil. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor,
Juli 2011
Embang Maryana H14070048
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v
I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar belakang ...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 6 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 11 1.5. Ruang Lingkup ..................................................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...................... 13 2.1. Gambaran Umum ................................................................................. 13 2.1.1. Profil Kelapa Sawit .................................................................. 13 2.1.2. Kebijakan Pemerintah dalam Perdagangan Komoditi CPO...... 15 2.1.3. Perdagangan CPO Indonesia ..................................................... 17 2.2. Teori Perdagangan Internasional ......................................................... 20 2.3. Teori Penawaran Ekspor ...................................................................... 24 2.4. Teori Nilai Tukar ................................................................................. 26 2.4.1. Hubungan Nilai Tukar dengan Ekspor .................................... 29 2.5. Teori Suku Bunga ................................................................................ 32 2.6. Teori Vector Auto Regression (VAR) .................................................. 35 2.7. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 36 2.7.1. Penelitian Mengenai CPO ........................................................ 36 2.7.2. Penelitian Mengenai Nilai Tukar dan Harga Minyak Bumi ..... 38 2.8. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 39 2.9. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 41 III. METODE PENELITIAN............................................................................. 41
ii
3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 41 3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ................................................ 41 3.2.1. Uji stasioneritas ........................................................................ 43 3.2.2. Uji Lag Optimal ....................................................................... 45 3.2.3. Uji Stabilitas ............................................................................. 45 3.2.4. Uji Kointegrasi ......................................................................... 46 3.2.5. Metode Analisis VAR .............................................................. 46 3.2.6. Metode Kausalitas Granger ...................................................... 47 3.2.7. Metode Analisis VECM ........................................................... 47 3.2.8. Impulse Response Function (IRF) ............................................ 48 3.2.9. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .................. 49 3.3. Model Penelitian .................................................................................. 49 3.4. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 52 4.1. Uji Stasioneritas ................................................................................... 52 4.2. Penentuan Lag Optimum ..................................................................... 53 4.3. Uji Stabilitas ......................................................................................... 54 4.4. Uji Kointegrasi ..................................................................................... 54 4.5. Uji Kausalitas Granger ......................................................................... 55 4.6. Hasil Estimasi VECM .......................................................................... 58 4.7. Analisis Impulse Response Function ................................................... 66 4.8. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition ......................... 70 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 73 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 74 5.2. Saran .................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76 LAMPIRAN ....................................................................................................... 79
iii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.1.
Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas di Indonesia Tahun 20052009 ............................................................................................................ 2
1.2. Nilai Ekspor Komoditi Unggulan Subsektor Perkebunan Tahun 2005-2009 ................................................................................................... 3 2.1. Luas Areal Kelapa Sawit Tahun 2006-2010 ............................................. 13 2.2. Produksi Kelapa Sawit Tahun 2006-2010 ................................................ 12 2.3. Volume dan Nilai Impor Minyak Sawit Tahun 2002-2007 ...................... 20 4.1. Hasil Uji Akar Unit .................................................................................... 52 4.2. Hasil Pengujian Lag Optimal (AIC) .......................................................... 54 4.3. Hasil Uji Kointegrasi ................................................................................. 55 4.4. Uji Kausalitas Granger .............................................................................. 56 4.5. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek ....................................................... 59 4.7. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang ..................................................... 62 4.8. Produksi dan Ekspor CPO Indonesia Tahun 2005-2009 ........................... 63
iv
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.1. Pangsa Ekspor Negara Produsen CPO Tahun 2000 dan 2009 .................
4
1.2. Perkembangan Produksi CPO Indonesia Tahun 2000-2010 ....................
6
1.3. Persentase Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah dan Volume Ekspor CPO Tahun 2006-2010 .................................................................
7
1.4. Perkembangan Harga Internasional CPO CIF North West Europe .......................................................................................................
8
1.5. Pergerakan Harga Internasional Crude Oil dan Volume Ekspor CPO Tahun 2004-2010 (Indeks) ................................................... 10 2.1. Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2009 ke Empat Negara (US$) ............................................................................................. 18 2.2. Harga Komoditi Relatif Keseimbangan setelah Perdagangan Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial ............................................ 22 2.3. Efek Apresiasi Nilai Tukar di Negara A.................................................... 30 2.4. Hubungan antara Investasi dan Suku Bunga ............................................. 33 2.5. Dampak Penurunan Suku Bunga dalam Perdagangan Internasional .............................................................................................. 34 2.6. Alur Kerangka Pemikiran .......................................................................... 40 4.1. Hubungan Antar Variabel Berdasarkan Uji Kausalitas Granger .............. 57 4.2. Respon VXCPO terhadap Guncangan PCPOR, PCO, ERR, dan IRR ..................................................................................................... 69 4.3. Variance Decomposition Volume Ekspor CPO (VXCPO) ....................... 70 4.4. Variance Decomposition Nilai Tukar Riil (ERR) ..................................... 72 4.5. Variance Decomposition Harga Internasional Minyak Bumi (PCO) ......................................................................................................... 73
v
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Uji stasioneritas Pada Level ...................................................................... 80
2.
Uji Stasioneritas Pada First Difference .................................................... 82
3.
Uji Kausalitas Granger ............................................................................. 84
4.
Uji Stabilitas ............................................................................................. 85
5.
Uji Optimum Lag....................................................................................... 86
6.
Uji Kointegrasi........................................................................................... 86
7.
Hasil Estimasi VECM .............................................................................. 87
8.
Hasil Impulse Response Function ............................................................. 92
9.
Hasil Forecast Error Variance Decomposition ........................................ 93
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini batasannya semakin menipis, dimana antar
negara memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang erat satu sama lain. Salah satu bentuk keterkaitan dan ketergantungan tersebut yaitu dalam hal perdagangan internasional. Saat ini arus perdagangan barang dan jasa melalui kegiatan ekspor dan impor antar negara-negara di berbagai belahan dunia semakin meningkat. Menurut Todaro dan Smith (2006), terselenggaranya perdagangan internasional berdasar pada kenyataan bahwa setiap negara memiliki persediaan sumber daya, pilihan-pilihan dan teknologi, skala ekonomi, institusi-institusi sosial dan ekonomi, serta kapasitas pertumbuhan dan pembangunan yang sangat berbeda satu sama lain. Indonesia, sebagai negara berkembang yang menganut perekonomian terbuka, juga aktif dalam perdagangan internasional khususnya kegiatan ekspor. Pada era 1970-an ekspor Indonesia sangat mengandalkan sektor migas. Namun sejak periode 1980-an, ekspor migas cenderung mengalami penurunan karena adanya penurunan harga internasional minyak bumi. Pada tahun 1987, pemerintah mulai beralih kepada ekspor sektor nonmigas. Selama beberapa tahun terakhir, ekspor nonmigas dapat menggantikan peran sektor migas. Sektor nonmigas telah menjadi sektor andalan yang memberikan kontribusi yang besar dalam penerimaan devisa negara.
2
Tabel 1.1. Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas di Indonesia Tahun 2005-2009 Nilai Ekspor (Juta US$) Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 Migas
19.231,6
21.209,5
22.088,6
29.126,3
19.018,3
Nonmigas
66.428,4
79.589,1
92.012,3
107.894,2
97.491,7
TOTAL
85.660,0
100.798,6
114.100,9
137.020,5
116.510
Sumber: BPS Pusat, 2010.
Ekspor total pada tahun 2005-2008 cenderung mengalami peningkatan (Tabel 1.1), begitu pula dengan ekspor nonmigas. Namun pada tahun 2009 terjadi penurunan baik dari ekspor nonmigas maupun ekspor total. Ekspor nonmigas tahun 2009 mengalami penurunan hingga 9,64 persen dibanding tahun 2008. Ekspor total pada tahun 2008 naik sebesar 20,09 persen dibandingkan tahun 2007 namun pada tahun 2009 turun sebesar 14,97 persen. Hal tersebut disebabkan oleh krisis finansial global dimana terjadi penurunan laju perekonomian di hampir semua negara. Penurunan laju perekonomian tersebut membuat negara-negara tujuan ekspor Indonesia mengurangi permintaannya dan berkonsentrasi pada perekonomian domestiknya (BPS Pusat, 2010). Komoditi unggulan ekspor nonmigas sebagian besar berasal dari komoditi sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan. Komoditi tersebut antara lain, karet, kelapa sawit, kakao, dan kopi. Nilai ekspor komoditi-komoditi tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan negara dalam bentuk devisa. Diantara beberapa komoditi tersebut, ekspor komoditi kelapa sawit memiliki perkembangan yang sangat signifikan. Saat ini kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang memimpin ekspor nonmigas Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2 dimana pada tahun 2007-2009 nilai ekspor kelapa
3
sawit lebih besar diantara nilai ekspor komoditi - komoditi unggulan subsektor perkebunan lainnya. Tabel 1.2. Nilai Ekspor Komoditi Unggulan Subsektor Perkebunan Tahun 20052009 Nilai Ekspor (Ribu US$) Komoditi 2005 2006 2007 2008 2009 Kelapa Sawit
4.344.303
4.139.286
8.866.445
14.110.229 11.605.431
Karet
2.582.875
4.321.525
4.868.700
6.023.296
3.241.534
Kakao
664.338
852.778
924.157
1.268.914
1.413.535
Kopi
503.836
586.877
636.319
991.458
824.015
Sumber: Ditjend Perkebunan Kementrian Pertanian RI, 2010.
Kelapa sawit menghasilkan dua produk primer yang dapat diekspor yaitu, minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti kelapa sawit (PKO). Produk CPO Indonesia lebih banyak diekspor dibandingkan produk PKO. Dari tahun ke tahun produksi CPO mengalami perkembangan yang signifikan seiring dengan peningkatan luas areal dan produksi kelapa sawit. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia mengungguli Malaysia yang sebelum tahun 2006 adalah produsen CPO terbesar dunia. Indonesia beserta Malaysia mendominasi produksi CPO di dunia. Pangsa pasar ekspor CPO kedua negara ini mencapai 80 persen pasar dunia. Pada tahun 2009 Indonesia berhasil meraih pangsa pasar ekspor CPO terbesar yaitu sebesar 45 persen sementara Malaysia berada di posisi kedua dengan pangsa pasar sebesar 41 persen. Padahal pada tahun 2000 Malaysia menguasai 50 persen pangsa ekspor CPO dunia sedangkan Indonesia hanya menguasai 32 persen (Gambar 1.1).
4
Thailand Colombia 2% 3% Nigeria 3%
Thailand Colombia 3% 2%
Lainnya 10%
Lainnya 7%
Nigeria 2% Malaysia 50%
Malaysia 41%
Indonesia 32% Indonesia 45%
Tahun 2009
Tahun 2000 Sumber: BPS Pusat, 2010 (diolah).
Gambar 1.1. Pangsa Ekspor Negara Produsen CPO Tahun 2000 dan 2009 Industri
kelapa
sawit
memberikan
kontribusi
yang
besar
bagi
perekonomian Indonesia melalui ekspor, pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja baru. Produk kelapa sawit yaitu minyak sawit, juga merupakan sumber bahan baku industri utama di Indonesia, industri pangan (minyak goreng) maupun untuk kebutuhan industri non-pangan (kosmetik dan farmasi). Selain itu sebagai komoditi ekspor nonmigas unggulan, negara memperoleh penerimaan dari pungutan ekspor dan dalam bentuk devisa. Minyak sawit mentah (CPO) dapat juga digunakan menjadi bahan bakar nabati (biofuel) sehingga peran minyak sawit semakin penting seiring dengan semakin langka dan mahalnya bahan bakar dari fosil (minyak bumi). Pada tahun 2007 harga minyak bumi di pasar internasional sebesar 69,08 dollar per barel kemudian pada tahun 2008 harga meningkat sebesar 94,25 dollar per barel. Walaupun pada tahun 2009 harga sempat menurun sebesar 61,06 dollar per barel tetapi pada tahun 2010 harga kembali meningkat sebesar 77,45 dollar per barel. Selain lebih ramah lingkungan sumber bahan bakar nabati yang berasal dari komoditi pertanian juga dapat diperoleh dengan mudah dengan harga yang lebih
5
murah seperti CPO, jarak pagar, kedelai, kelapa dan lainnya. Oleh sebab itu pergerakan ekspornya CPO tidak terlepas dari pergerakan harga minyak bumi. Salah satu variabel makroekonomi yang memengaruhi kegiatan ekspor, adalah nilai tukar mata uang. Kegiatan ekspor berkaitan erat dengan nilai tukar karena harga barang-barang ekspor di pasar internasional dihitung dengan menggunakan satuan mata uang asing. Saat nilai tukar suatu negara mengalami depresiasi terhadap mata uang negara lain, harga barang ekspor akan dianggap lebih murah bagi konsumen di negara lain sehingga mendorong peningkatan ekspor. Pada saat apresiasi, harga barang ekspor di negara lain dianggap lebih mahal sehingga permintaan ekspor turun. Dengan demikian ekspor CPO sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar rupiah. Seiring dengan semakin
pentingnya
peran
komoditi
CPO bagi
perekonomian Indonesia, pemerintah perlu menjaga bahkan meningkatkan kontribusi dari komoditi CPO. Ekspor CPO memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian sehingga kestabilan dan peningkatan ekspor sangat penting untuk dilakukan. Oleh sebab itu penelitian ini akan mencoba mengetahui sejauh mana perubahan beberapa variabel memengaruhi perubahan ekspor CPO. Selain itu, berdasarkan penjelasan sebelumnya terdapat hubungan yang erat antara ekspor CPO dengan nilai tukar dan harga minyak bumi sehingga penelitian ini juga akan menganalisis hubungan antara ekspor CPO dengan nilai tukar dan harga minyak bumi.
6
1.2.
Perumusan Masalah Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia mengungguli Malaysia
yang sebelumnya merupakan produsen CPO terbesar. Indonesia lebih unggul dari Malaysia karena Indonesia memiliki lahan yang lebih luas sehingga perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa produksi CPO Indonesia dalam sebelas tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit yang terus dilakukan dan peningkatan permintaan CPO dunia, menjadi pendorong peningkatan produksi. Produksi (ton) 25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun
Sumber: BPS Pusat, beragam tahun (diolah).
Gambar 1.2. Perkembangan Produksi CPO Indonesia Tahun 2000-2010 Peningkatan produksi tidak menjamin bahwa ekspor CPO Indonesia akan terus stabil bahkan meningkat. Faktanya adalah seperti yang dialami oleh komoditi ekspor pertanian lain, ekspor CPO Indonesia cenderung berfluktuasi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.3, dimana pertumbuhan volume ekspor CPO mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir, dari tahun 2006 hingga tahun 2010.
7
120
kurs
100
Vol Ekspor
80 60 40 20 2010Q4
2010Q3
2010Q2
2010Q1
2009Q4
2009Q3
2009Q2
2009Q1
2008Q4
2008Q3
2008Q2
2008Q1
2007Q4
2007Q3
2007Q2
2007Q1
2006Q4
-40
2006Q3
-20
2006Q2
0 2006Q1
% Pertumbuhan
140
-60
Sumber: Kementrian Pertanian RI dan IFS, 2011 (diolah).
Gambar 1.3. Persentase Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah dan Volume Ekspor CPO Tahun 2006-2010 Pergerakan volume ekspor CPO Indonesia juga dipengaruhi oleh variabelvariabel makroekonomi, seperti suku bunga dan nilai tukar. Suku bunga dapat memengaruhi ekspor CPO melalui perubahan kegiatan investasi dan produksi. Apabila suku bunga tinggi maka sumber modal semakin mahal sehingga menghambat proses investasi. Selanjutnya, proses produksi yang terhambat akan memengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia. Variabel makroekonomi lain yang memiliki pengaruh terhadap ekspor CPO adalah nilai tukar. Gambar 1.3 memperlihatkan hubungan antara pergerakan nilai tukar rupiah dengan perkembangan volume ekspor CPO. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mengalami depresiasi yang tinggi pada akhir tahun 2008 dimana pada saat itu terjadi krisis global yang memengaruhi perekonomian dunia termasuk Indonesia. Pada periode tersebut nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai lebih dari Rp 10.000. Lalu seiring dengan pelemahan nilai tukar tersebut, volume ekspor CPO pun meningkat. Pada awal tahun 2010, yaitu saat
8
perekonomian Indonesia pulih dari krisis, nilai tukar rupiah mengalami apresiasi dan stabil sebesar Rp 9.000 per dollar Amerika. Hal tersebut berdampak pada penurunan ekspor CPO Indonesia. Fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perdagangan internasional. Menurut Lipsey, et al (1997) kegiatan ekspor suatu negara dapat memengaruhi fluktuasi nilai tukar melalui permintaan dan penawaran mata uang negara tersebut. Namun tidak semua ekspor komoditi dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar. CPO merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor nonmigas Indonesia. Nilai ekspor CPO Indonesia berkontribusi terhadap ekspor nonmigas sebesar 11, 5 persen pada tahun 2008 dan 10,6 persen pada tahun 2009.1 Dengan kontribusi yang cukup besar dibandingkan dengan komoditi lain, ekspor CPO dinilai dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Peningkatan ekspor CPO akan meningkatkan permintaan rupiah dari negara pengimpor sehingga rupiah dapat mengalami apresiasi dan begitu pula sebaliknya. 1000
Harga CPO (US$/ton)
800 600 400 200 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber : UNCTAD, 2011 (diolah).
Gambar 1.4. Perkembangan Harga Internasional CPO CIF North West Europe Agustira, M. A dan A. Jatmika. “Membentuk Harga Referensi CPO Dunia”. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 32 No. 6, h. 16-18. 1
9
Dalam sepuluh tahun terakhir harga CPO di pasar internasional semakin meningkat (Gambar 1.4). Pada periode tahun 2006-2008 harga CPO bahkan melonjak dua kali lipat. Peningkatan harga tersebut didorong oleh semakin meningkatnya permintaan CPO di pasar internasional akibat kenaikan konsumsi yang terjadi di beberapa negara. Menurut Abidin (2008), di Eropa Barat terjadi kenaikan konsumsi minyak sawit sebesar 9,6 persen dalam lima tahun terakhir, di Korea dan Jepang laju konsumsinya meningkat sekitar 5,9 persen dan 8,9 persen per tahun selama lima tahun. Peranan minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia diperkirakan akan terus meningkat, dimana pertumbuhannya mencapai 5,4 persen per tahun melampaui perkembangan volume perdagangan minyak nabati jenis lainnya. Sebagian
besar
negara
yang
mengimpor
CPO,
tidak
hanya
memanfaatkannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri namun mereka juga memanfaatkan CPO sebagai biodiesel, sumber energi alternatif minyak bumi. Oleh sebab itu terdapat hubungan yang erat antara ekspor CPO dengan harga minyak bumi.
10
300
Indeks 261,99
250 200 150 100
169,43 136,11
247,23 214,84
206,92
191,63 140,47 119,52
257,87
169,38
149,25
Harga Minyak Bumi Volume Ekspor CPO
50 0 2005
2006
2007
Tahun
2008
2009
2010
Sumber : OPEC dan Kementrian Pertanian RI, 2011 (diolah).
Gambar 1.5. Pergerakan Harga Internasional Crude Oil dan Volume Ekspor CPO Tahun 2004-2010 (Indeks) Gambar 1.5, menunjukkan pergerakan harga minyak bumi dan volume ekspor CPO yang dirubah dalam bentuk indeks. Harga internasional minyak bumi selama enam tahun terakhir cenderung meningkat tiap tahunnya kecuali pada tahun 2009 dimana terjadi penurunan harga. Harga minyak bumi yang cenderung semakin mahal diantaranya disebabkan oleh, pembatasan produksi oleh negaranegara produsen, konsumsi energi yang semakin meningkat dan cenderung tidak kondusifnya kondisi politik negara produsen minyak beberapa tahun terakhir. Selain itu dapat dilihat juga bahwa pergerakan volume ekspor CPO dari tahun 2004-2010 cenderung bergerak seiring dengan harga minyak bumi, kecuali pada tahun 2008-2010. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi ekspor CPO sehingga dalam penelitian ini rumusan masalah yang akan diteliti dan dianalisis lebih lanjut, antara lain :
11
1.
Bagaimana hubungan kausalitas antara volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai tukar dan harga internasional minyak bumi ?
2.
Sejauh mana perubahan variabel nilai tukar, harga internasional minyak bumi, harga internasional CPO, suku bunga, dan produksi memengaruhi variabel ekspor CPO ?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.
Menganalisis hubungan kausalitas antara volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai tukar dan harga internasional minyak bumi.
2.
Mengidentifikasi sejauhmana perubahan variabel nilai tukar, harga internasional minyak bumi, harga internasional CPO, suku bunga dan produksi memengaruhi variabel ekspor CPO.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
pihak-pihak terkait. Manfaat tersebut antara lain : 1.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi
mengenai
sejauh
mana
perubahan
beberapa
variabel
memengaruhi ekspor CPO serta bagaimana hubungan ekspor CPO dengan nilai tukar dan minyak bumi sehingga mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam rangka meningkatkan volume dan kontribusi ekspor CPO Indonesia.
12
2.
Bagi pembaca, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna untuk digunakan sebagai rujukan dan sumber informasi sejenis.
3.
Bagi penulis, penelitian ini dapat menjadi pengaplikasian ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama di Institut Pertanian Bogor.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya memfokuskan pada komoditi minyak sawit mentah
atau CPO (Crude Palm Oil) tanpa memasukkan produk olahannya. Kode Harmonized System (HS) CPO adalah 151110000 dan penelitian ini mengabaikan perubahan digit HS komoditi CPO, dimana semenjak tahun 2007 HS komoditi CPO berubah dari 9 digit menjadi 10 digit.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Gambaran Umum
2.1.1. Profil Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit pertama kali dibawa ke Indonesia oleh Sir Thomas Stanford Raffles. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika Barat namun dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama di Indonesia dibangun pada tahun 1911 di pesisir timur Sumatera Utara. Saat ini kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia. Luas areal dan produksi kelapa sawit dalam lima tahun terakhir berkembang dengan signifikan. Tabel 2.1. Luas Areal Kelapa Sawit 2006-2010 Luas Areal (Hektar) Tahun Luas Areal (Total) PR PBS
PBN
2006
6.594.914
2.549.572
3.357.914
687.428
2007
6.766.836
2.752.172
3.408.416
606.248
2008
7.363.847
2.881.898
3.878.986
630.512
2009
7.873.294
3.061.413
4.181.368
630.512
2010*
8.430.027
3.077.629
4.321.317
637.486
Sumber: Ditjend Perkebunan Kementrian Pertanian RI, 2011. Keterangan: * = data sementara PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Negara
Berdasarkan Tabel 2.1 luas areal kelapa sawit semakin meningkat dari tahun ke tahun. Luas areal perkebunan kelapa sawit dibagi menjadi tiga berdasarkan status pengusahaannya yaitu, perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar swasta (PBS) dan perkebunan besar negara (PBN). Pada tahun 1980-an
14
perkebunan negara mendominasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Namun saat ini perkebunan besar swasta lebih mendominasi dibanding perkebunan milik negara atau rakyat. Perkebunan kelapa sawit banyak dikembangkan di daerah luar Pulau Jawa seperti, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Pulau Sumatera merupakan produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia. Pada tahun 2008 produksi kelapa sawit di Riau sebesar 24,40 persen dari total produksi kelapa sawit Indonesia sedangkan Sumatera Utara 21,4 persen, dan Sumatera Selatan sebesar 9,76 persen (BPS Pusat, 2008). Produk kelapa sawit dapat diolah menjadi berbagai macam produk, pangan dan non pangan. Pahan (2008) menjelaskan bahwa industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk primer berupa minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti kelapa sawit (PKO). Dari kedua produk tersebut dapat dikembangkan menjadi berbagai macam produk industri hilir. Industri hilir produk kelapa sawit dapat dibagi menjadi industri hasil setengah jadi dan industri barang jadi. 1. Industri setengah jadi: -
Oleo-pangan: penggunaan minyak sawit untuk produk pangan seperti, minyak goreng, margarine, dan shortening.
-
Oleo-kimia: penggunaan minyak sawit untuk produk kimia (non pangan) seperti, Methyl ester (biodiesel), fatty acid, fatty alcohol, fatty amin dan glycerol.
15
2. Industri barang jadi Industri makanan (kue, roti cokelat), industri kosmetik (sabun, lotion, shampoo), industri farmasi (vitamin A dan E), industri pabrik logam, industri karoseri, industri tinta cetak. Saat ini Indonesia masih tertinggal oleh Malaysia dalam industri oleokimia yang merupakan produk turunan dari CPO. Indonesia hanya menguasai pasar oleo-kimia sebesar 12 persen sedangkan Malaysia sebesar 18,6 persen. Padahal industri oleo-kimia adalah industri strategis yang memberikan nilai tambah lebih dari 40 persen dibanding CPO. Produk turunan CPO diperkirakan tak kurang dari 150 produk turunan baik pangan maupun non pangan tetapi industri di Indonesia hanya mampu memproduksi 10 jenis produk turunan CPO.2
2.1.2. Kebijakan Pemerintah dalam Perdagangan Komoditi CPO Kebijakan Pemerintah pada komoditi CPO dinilai penting karena CPO merupakan komoditi yang banyak berkontribusi bagi perekonomian Indonesia, salah satunya melalui devisa. Selain itu CPO merupakan bahan baku dari beberapa industri hilir yang memproduksi produk pangan maupun non pangan Salah satu dari produk yang menggunakan CPO sebagai bahan baku adalah minyak goreng. Sebagai salah satu dari kebutuhan pokok, minyak goreng sangat dijaga ketersediannya sehingga untuk menjaga ketersediannya pemerintah menerapkan beberapa kebijakan fiskal.
2
Kasmudi, M. “Potret Buram Ekspor-Impor”. http:// economy.okezone.com/read/2011/02/17/279/ [20 Juni 2011].
16
Instrumen kebijakan populer yang dilakukan pemerintah pada komoditi CPO antara lain Harga Patokan Ekspor (HPE) dan Pajak atau Pungutan Ekspor (PE). Pajak ekspor mulai diterapkan pemerintah pada tahun 1994 seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 439/KMK.017/1994 tentang Pengenaan Pajak Ekspor atas Ekspor CPO, RBD PO, Crude Olein, dan RBD Olein. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengurangi laju ekspor yang diakibatkan kenaikan harga CPO di pasar internasional sehingga pasokan CPO sebagai bahan baku industri dalam negeri, terutama untuk industri minyak goreng, tetap terjamin dan harga minyak goreng terjaga kestabilannya. Selanjutnya, pajak ekspor berganti nama menjadi pungutan ekspor setelah dikeluarkannya UndangUndang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). Dalam perkembangannya, harga minyak kelapa sawit internasional
terus
meningkat
sehingga
pemerintah
pada
di
pasar
tahun
2007
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.011/2007 yang kemudian direvisi tahun 2008 menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor. Isi peraturan tersebut yaitu penetapan tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit dan turunannya ditentukan berdasarkan harga referensi pada harga internasional yang berlaku. Pungutan Ekspor dihitung dari hasil perkalian tarif PE, jumlah ekspor, HPE dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Besarnya tarif PE ditetapkan oleh Menteri Keuangan sedangkan nilai HPE ditetapkan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan rata-rata harga internasional (Hafizah, 2009).
17
Pemerintah juga mengeluarkan instrumen fiskal lain selain pungutan ekspor. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No.67/PMK.011/2010 yang dikeluarkan tanggal 22 Maret 2010 mengatur tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar, dengan besaran bervariasi antara 0 – 25 persen disesuaikan dengan harga CPO di pasar internasional. Kebijakan penetapan Bea Keluar (BK) ekspor ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pajak ekspor, yang juga sudah dilaksanakan terlebih dahulu. Perbedaan utama hanya terletak pada instansi pengumpul dana penerimaan negara, yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk penerimaan negara yang diperoleh dari Bea keluar (BK) dan Direktorat Jenderal Pajak untuk penerimaan negara yang diperoleh dari pajak ekspor 3. Kebijakan pemerintah tersebut banyak menimbulkan pro kontra karena dinilai merugikan pelaku sawit di sektor hulu terutama petani. Pungutan ekspor maupun bea keluar yang progresif akan membuat petani tidak dapat merasakan keuntungan akibat kenaikan harga internasional CPO. Pungutan ekspor dan bea keluar juga dapat mengurangi daya saing produk sawit Indonesia karena membuat harga sawit Indonesia di negara pengimpor semakin kurang kompetitif. Selain itu hasil pungutan ekspor maupun bea keluar pun tidak terlalu dirasakan manfaatnya secara langsung oleh para pelaku usaha sawit. Oleh sebab itu banyak desakan dari para pelaku sawit agar pemerintah meninjau ulang kebijakannya.
3
Arifin, B. “Menggugat Manfaat Bea Keluar Ekspor CPO”, http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/01/17/130/Menggugat-Manfaat-Bea-KeluarEkspor-CPO [23 Maret 2011].
18
2.1.3. Perdagangan CPO Indonesia CPO merupakan salah satu dari sepuluh komoditi andalan ekspor Indonesia. CPO Indonesia banyak diekspor ke berbagai negara, khususnya di benua Asia dan Eropa. Negara-negara tujuan ekspor CPO Indonesia antara lain, India, Belanda, Malaysia, Singapura, Jerman, Cina, Pakistan, Mesir. Berikut adalah perkembangan ekspor CPO Indonesia ke empat negara utama yaitu India, Belanda, Singapura dan Malaysia selama tiga tahun. 3.500.000.000
Nilai Ekspor
3.000.000.000 2.500.000.000 India
2.000.000.000
Belanda
1.500.000.000
Singapura
1.000.000.000
Malaysia
500.000.000 0 2007
2008
2009
Tahun
Sumber : UNCOMTRADE, 2011 (diolah).
Gambar 2.1. Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2009 ke Empat Negara (US$)
Berdasarkan Gambar 2.1, India merupakan tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar dengan nilai ekspor melebihi 1.500 juta dollar tiap tahunnya. Belanda ditempat kedua sebagai negara tujuan ekspor CPO kedua terbesar dengan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2008 sebesar 700 juta dollar. Akibat terbatasnya lahan untuk perkebunan kelapa sawit, Malaysia sebagai salah satu produsen CPO pun banyak mengimpor dari Indonesia. Nilai ekspor dari Indonesia ke Malaysia
19
selama tiga tahun terus mengalami peningkatan. Singapura menjadi negara tujuan ekspor Indonesia selanjutnya dengan nilai ekspor kurang dari 500 juta dollar. Saat ini pemerintah dan swasta berupaya mencari pasar baru untuk CPO setelah sebelumnya kesulitan untuk menembus pasar Eropa Barat. Negara-negara di kawasan itu mengajukan persayaratan yang ketat sehingga sulit dipenuhi eksportir Indonesia. Pemerintah dan swasta kini membidik negara-negara Eropa Timur sebagai pasar baru karena negara-negara tersebut memiliki aturan perdagangan yang tidak seketat di negara-negara Eropa Barat. Selain itu biaya pengiriman ke Eropa Timur dinilai lebih murah karena pengirimannya tidak melalui pelabuhan Rotterdam (Belanda) dan Hamburg (Jerman) yang saat ini dinilai kurang ekonomis.4 Ekspor CPO saat ini dipengaruhi pedoman Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dimana produksi minyak sawit haruslah berwawasan lingkungan sosial dan mendatangkan keuntungan. RSPO terbentuk utamanya karena permintaan dari konsumen dunia yang menginginkan produksi hijau. Saat ini memang banyak timbul isu negatif tentang produksi kelapa sawit yang dianggap merusak hutan. Banyak negara terutama di Benua Eropa yang sangat perhatian terhadap masalah tersebut. RSPO terdiri dari berbagai stakeholder minyak sawit seperti pekebun, pengolah, LSM dan konsumen. Oleh karena itu industri kelapa sawit Indonesia harus banyak berbenah diri untuk mencapai kriteria yang diinginkan dalam RSPO (Pahan, 2008).
4
Media Indonesia. “Eropa Timur Peluang Ekspor CPO RI”. hal.18 [22 Maret 2011].
20
Indonesia masih mengimpor minyak sawit (CPO dan produk lainnya) untuk memenuhi dan menjaga kebutuhan dalam negeri namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Impor minyak sawit biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia dan umumnya dalam bentuk olein dari Malaysia (Balitbang Pertanian, 2005). Pada Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa impor CPO selama enam tahun cenderung untuk menurun. Tabel 2.3. Volume dan Nilai Impor Minyak Sawit Tahun 2002-2007 Tahun Volume (ton) Nilai (000 US$) 2002 5.486 1.514 2003 39 24 2004 2.873 1.067 2005 19 14 2006 95 46 2007 7 11 Sumber: BPS Pusat, 2008.
2.2.
Teori Perdagangan Internasional Awal mula teori perdagangan dimulai oleh faham merkantilis.
Berdasarkan Salvatore (1997), kaum merkantilis percaya bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan mengorbankan negara lainnya. Selain itu suatu negara harus melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor untuk menjadi kaya dan kuat. Teori perdagangan selanjutnya dikemukakan oleh Adam Smith dengan teori keunggulan absolut. Berdasarkan teori tersebut, perdagangan antara dua negara dapat saling menguntungkan dengan didasarkan pada keunggulan absolut. Jika tiap negara melakukan spesialisasi pada produksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkan sebagian outputnya untuk memperoleh
21
output yang memiliki kerugian absolut, maka kedua negara tersebut akan dapat meengkonsumsi lebih banyak kedua komoditi. Teori perdagangan internasional Adam Smith disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif. Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lainnya dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak (sepanjang proporsi kerugian absolut satu negara pada kedua komoditi tersebut tidak sama). Negara yang kurang efisien harus berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang kerugian absolutnya lebih sedikit atau komoditi yang memiliki keunggulan komparatif (Salvatore, 1997). Teori perdagangan selanjutnya adalah teori Heckscher-Ohlin, yaitu teori kelimpahan faktor. Teori tersebut menjelaskan bahwa perdagangan internasional berlangsung atas dasar keunggulan komparatif yang berbeda dari masing-masing negara. Suatu negara akan melakukan spesialisai produksi dan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu. Dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997). Proses perdagangan internasional antara dua negara tercipta apabila terdapat perbedaan dalam permintaan dan penawaran suatu komoditas. Setelah terjadi perdagangan, kekuatan permintaan dan penawaran tersebut menentukan harga relatif (pada saat keseimbangan) di masing-masing negara. Gambar 2.2
22
merupakan proses terciptanya harga relatif keseimbangan dengan adanya perdagangan (dengan menggunakan kurva permintaan dan kurva penawaran), melalui analisis keseimbangan parsial (Salvatore, 1997). Pada analisis keseimbangan parsial tersebut diasumsikan tidak adanya biaya transportasi pada proses perdagangan antara dua negara. Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X
Panel A Pasar di Negara 1 untuk Komoditi X
Px/Py
Px/Py
Px/Py Ekspor
Sx
P3 B A
E
P3
A” B*
P2 P1
Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditi X
E
*
A’
S
B
A* Dx
’
E’ Impor
Dx
D X 0
0
Sx
X
0
X
Sumber: Salvatore, 1997.
Gambar 2.2. Harga Komoditi Relatif Keseimbangan setelah Perdagangan Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X (Px/Py, atau dapat dikatakan sebagai jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi suatu unit tambahan komoditi X) dan sumbu horisontalnya mengukur kuantitas komoditi X.
23
Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSx) akan sama dengan kuantitas yang diminta (QDx) oleh konsumen di negara 1, sehingga negara 1 tidak akan mengekspor komoditas X sama sekali. Hal tersebut memunculkan titik A* pada kurva S di panel B (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran (QSx) apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QDx), dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE merupakan kuantitas komoditi X yang diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* di panel B, dan disitulah terletak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1 (Gambar 2.2). Panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3, maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya, sehingga negara 2 tidak akan mengadakan impor komoditi X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi X di negara 2 yang berada di Panel B. Panel C juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P2. Lalu jumlah tersebut sams dengan B*E* pada panel B, yang menjadi kedudukan titik E* (Gambar 2.2). Berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 (yaitu B’E” dalam Panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal tersebut
24
diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan di antara kedua negara (lihat Panel B). Dengan demikian P2 merupakan harga relatif ekulibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Pada Panel B dapat dilihat bahwa apabila Px/Py lebih besar dari P2 maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi x tersebut (Px/Py) akan mengalami penurunan sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Namun apabila Px/Py lebih kecil dari P2, maka kuantitas komoditi X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan sehingga Px/Py akan meningkat dan pada akhirnya akan sama dengan P2.
2.3.
Teori Penawaran Ekspor Konsep penawaran ekspor dapat diturunkan dari pengertian konsep
penawaran. Berdasarkan Lipsey, et al (1997), penawaran suatu komoditas merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Jadi pengertian penawaran ekspor yaitu jumlah komoditi yang ditawarkan oleh suatu negara kepada negara lain. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang yang dihasilkan oleh negara pengekspor. Faktor-faktor yang memengaruhi penawaran suatu komoditi yaitu (Lipsey, et al 1997):
25
1.
Harga komoditi itu sendiri Harga komoditi mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang
ditawarkan, semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, ceteris paribus. Hal tersebut terjadi karena peningkatan harga komoditas menyebabkan peningkatan terhadap keuntungan yang mengacu pada peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya yang pada akhirnya akan meningkatkan penawaran ekspor komoditas tersebut. 2.
Tingkat teknologi. Teknologi memiliki korelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan.
Penggunaan teknologi baru akan berdampak pada efisiensi waktu, tenaga, dan modal yang meningkat. Peningkatan tersebut tercermin dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi sama, dan dampaknya jumlah penawaran akan komoditi tersebut akan meningkat, ceteris paribus. 3.
Harga faktor produksi. Harga faktor produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan. Perubahan terhadap harga faktor produksi akan memengaruhi keuntungan yang diterima perusahaan. Jika harga faktor produksi tersebut naik, cateris paribus. Maka keuntungan perusahaan akan berkurang, sehingga perusahaan akan menurunkan produksinya dan jumlah yang ditawarkan. 4.
Tujuan Perusahaan Perusahaan
diasumsikan
memiliki
satu
tujuan
tunggal
yaitu
memaksimumkan laba. Perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan
26
sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba. Namun selama perusahaan memilih laba lebih besar kurva penawaran perusahaan akan memiliki kemiringan atau lereng positif. Penawaran ekspor CPO merupakan hasil pengurangan produksi CPO dengan konsumsi CPO pada waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, penawaran ekspor CPO secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : SXt = Qt – Ct Dimana :
2.4.
(2.1)
SXt
= jumlah ekspor komoditi CPO periode waktu t
Qt
= jumlah produksi domestik CPO periode waktu t
Ct
= jumlah konsumsi periode waktu t
Teori Nilai Tukar Nilai tukar antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati
penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar dibagi menjadi dua, nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (Nominal Exchange Rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Nilai tukar riil (Real exchange Rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Nilai tukar riil disebut juga terms of trade (Mankiw, 2000). (2.2) Dimana :
ε
= nilai tukar riil
e
= nilai tukar nominal
P*
= tingkat harga luar negeri
P
= tingkat harga domestik
27
Berdasarkan Lipsey, et al (1997), nilai tukar dapat dibagi menjadi tiga, diantaranya : 1.
Nilai Tukar Fleksibel Bila tidak ada transaksi pemerintah oleh bank sentral, nilai tukar
ditentukan oleh kesamaan antara penawaran dan dan permintaan akan dollar yang timbul dari transaksi berjalan dan neraca modal. 2.
Nilai Tukar Tetap Pada sistem nilai tukar tetap apabila transaksi pemerintah digunakan untuk
mempertahankan nilai tukar pada tingkat tertentu, neraca pembayaran umumnya tidak nol. Hal tesebut sama dengan jumlah transaksi berjalan dan neraca modal yang terjadi pada nilai tukar tetap. Neraca transaksi pemerintah harus berjumlah berapapun yang diperlukan untuk mengimbangi defisit atau surplus neraca pembayaran yang terjadi. 3.
Nilai Tukar Adjustable Peg dan Managed Float Pada sistem nilai tukar adjustable peg pemerintah menetapkan dan
berusaha menjaga nilai nominal untuk nilai tukar mata uang mereka, tetapi mereka secara eksplisit menyadari bahwa akan ada situasi-situasi yang mengharuskan mereka mengubah nilai nominal tersebut. Dalam sistem managed float, Bank Sentral berusaha menetapkannya pada nilai nominal yang diumumkan dalam sistem terbuka. Menurut
Koo
dan
Kennedy
memengaruhi nilai tukar diantaranya :
(2005),
faktor-faktor
utama
yang
28
1.
Gross Domestik Product (GDP) GDP merupakan faktor penting dalam penentuan nilai tukar karena
memengaruhi kemampuan dan keinginan negara untuk membeli barang dan jasa dari negara lain. Jika GDP suatu negara meningkat, masyarakatnya dapat membeli lebih banyak. Hal tersebut berdampak pada peningkatan impor barang dan jasa, perjalanan, dan investasi asing. Karena perubahan permintaan tersebut, mengakibatkan pula perubahan permintaan mata uang asing. Dengan demikian terdapat peningkatan supply pada mata uang negara domestik sehingga menyebabkan terjadinya depresiasi. 2.
Harga Relatif Suatu negara yang mengalami inflasi, atau peningkatan tingkat harga
relatif terhadap negara lain dapat mengakibatkan produknya di pasar domestik dan luar negeri menjadi kurang kompetitif. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya impor barang dan jasa dan sedikit ekspor. Peningkatan harga relatif meningkatkan supply domestik, menghasilkan depresiasi mata uang domestik dan apresiasi mata uang asing. Sebaliknya, bila inflasi domestik lebih kecil daripada negara lainnya, produk domestik menjadi lebih kompetitif. Hal tersebut menghasilkan penurunan impor dan peningkatan ekspor yang pada gilirannya akan menyebabkan peningkatan mata uang domestik. 3.
Suku Bunga Relatif Suku bunga suatu negara yang meningkat dibanding negara lain dapat
mengakibatkan modal akan mengalir ke negara tersebut. Dengan peningkatan suku bunga maka pengusaha mendapatkan keuntungan yaitu pengembalian yang
29
lebih besar. Hal tersebut menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Sebagai dampaknya, mata uang negara tersebut mengalami apresiasi relatif terhadap negara lainnya. Jika suku bunga suatu negara menurun relatif terhadap negara lain, modal akan mengalir keluar negara tersebut dan secara bersamaan terjadi penurunan mata uang.
2.4.1. Hubungan Nilai Tukar dengan Ekspor Lipsey (1997) menjelaskan perdagangan antar negara dapat terjadi hanya jika pertukaran mata uang dari satu negara ke negara lain dimungkinkan. Hal tersebut karena pembayaran internasional memerlukan pertukaran mata uang antara satu orang yang mempunyai mata uang tertentu dan membutuhkan mata uang lain. Nilai tukar menyatakan nilai satu mata uang terhadap mata uang lainnya atau harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing. Nilai tukar adalah salah satu peubah yang responsif terhadap nilai ekspor suatu komoditas. Nilai tukar akan memengaruhi harga ekspor. Antara nilai tukar dengan ekspor terdapat hubungan positif yang artinya depresiasi nilai tukar akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah komoditas-komoditas hasil produksi dalam negeri yang diperdagangkan di pasar dunia. Depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing akan menyebabkan harga komoditas hasil produksi domestik di pasar dunia menjadi relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan harga komoditas lainnya. Dengan demikian, hal tersebut tersebut akan meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut sehingga meningkatkan permintaan dan penawaran ekspor.
30
Tweten (1992) menjelaskan bahwa permintaan mata uang asing dapat dilihat dari kebutuhan untuk membayar barang impor baik itu barang atau jasa, modal keluar untuk membayar aset diluar negeri, dan pembiayaan pemerintah. Oleh karena itu, permintaan mata uang asing dapat digambarkan sebagai nilai dari impor dalam mata uang asing, sedangkan penawaran mata uang asing digambarkan melalui nilai ekspor dalam bentuk mata uang asing. Penawaran mata uang asing diturunkan dari penawaran ekspor. Pada gambar dibawah akan ditunjukkan dampak dari perubahan nilai tukar dari negara pengekspor (negara A) terhadap negara lain (ROW). Pa
Pa
Negara A
Pasar Ekspor A
Pr Q
ES S
D
ROW
S
P’r
Pw P’a
ED
D
ED’ Q
Q
Q
Dalam mata uang negara A
PA
ES’ ES
P’r Pw P’a
Q Q’e Qe Dalam mata uang ROW
Sumber: Tweeten, 1992
Gambar 2.3 Efek Apresiasi Nilai Tukar di Negara A
31
Pada keadaan keseimbangan pasar, negara A dan ROW berada pada harga dunia Pw dan ekspor Qe. Penguatan nilai tukar dari mata uang negara A akan menyebabkan kurva excess demand (ED) bergeser ke (ED’) karena ROW hanya ingin membayar dengan harga yang lebih murah dalam mata uang negara A. Pada jumlah ekspor yang sama (Qe), dan harga di ROW (P’r), apresiasi dari mata uang A akan menaikkan harga di negara ROW. Kenaikan harga di negara ROW ini akan menyebabkan penurunan impor dari negara ROW dan juga ekspor dari negara A. Hal ini pada akhirnya akan menurunkan harga domestik di negara A (PA). Contohnya dapat diinterpretasikan dari penurunan mata uang negara ROW. Kurva bagian bawah tengah gambar diatas menunjukkan pasar ekspor untuk negara A digambarkan dalam mata uang negara ROW. Dampak dari penguatan mata uang negara A akan menaikkan setiap nilai dari jumlah barang yang diekspor dari negara A, sehingga harga di negara ROW (P’r) meningkat. Hal ini akan menyebabkan kurva ES bergeser menjadi ES’. Penguatan mata uang ini merupakan implikasi dari pajak ekspor dan penurunan jumlah penawaran ekspor pada harga yang tetap. Pada gambar diatas juga dapat dilihat bahwa penguatan mata uang negara A berdampak terhadap terjadinya deflasi pada negara A karena harga turun dari Pw ke Pa’. Hal tersebut sama dengan penurunan mata uang di negara ROW adalah inflasi karena harga naik dari harga keseimbangan ke P’r. Dapat disimpulkan bahwa penguatan nilai tukar dapat menurunkan ekspor karena dari sudut pandang negara pengimpor, harga menjadi lebih mahal. Penurunan ekspor ini akan menyebabkan kelebihan persediaan produk di pasar domestik sehingga menurunkan harga di dalam negeri. Penguatan nilai tukar
32
sebaliknya akan meningkatkan impor, karena barang dari luar negeri menjadi lebih murah. Hal ini dimungkinkan karena keinginan konsumen untuk hidup lebih baik dengan barang impor, tetapi memberikan kerugian bagi sektor pertanian yang bergantung terhadap pasar ekspor (Tweeten, 1992).
2.5.
Teori Suku Bunga Kegiatan perdagangan suatu negara tidak terlepas dari pengaruh suku
bunga. Mankiw (2000) menjelaskan bahwa suku bunga dapat dibagi menjadi dua yaitu suku bunga riil dan suku bunga nominal. Suku bunga nominal adalah tingkat bunga yang dilaporkan bank atau tingkat bunga yang dibayar investor untuk meminjam uang. Suku bunga riil adalah tingkat bunga yang disesuaikan dengan mengurangi perubahan dari tingkat inflasi sehingga lebih mencerminkan biaya peminjaman yang sesungguhnya. r=i–π dimana :
(2.3) r = tingkat bunga riil i = tingkat bunga nominal π = tingkat inflasi
.
33
Suku bunga riil, r
Investasi, I
Sumber: Mankiw, 2000.
Gambar 2.4 Hubungan antara Investasi dan Suku Bunga
Gambar 2.4 menjelaskan hubungan antara investasi dan suku bunga yang disebut fungsi investasi. Pada gambar tersebut terlihat bahwa hubungan antara suku bunga riil dan investasi adalah negatif dimana peningkatan suku bunga riil akan berdampak penurunan tingkat investasi. Suku bunga riil akan memengaruhi keputusan investasi, karena suku bunga riil mencerminkan biaya pinjaman untuk melakukan kegiatan investasi dalam suatu usaha. Menurut Semartoto (2004) investasi merupakan pengeluaran atas tambahan-tambahan terhadap persediaan modal. Investasi dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan di kemudian hari misalnya, melalui pengoperasian mesin, pabrik dan kebun. Apabila perusahaan meminjam untuk membeli modal untuk investasi, maka suku bunga yang semakin tinggi akan membuat perusahan membayar bunga yang semakin banyak dari laba yang mereka terima setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan semakin kecil keuntungan perusahaan tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suku bunga maka semakin besar keuntungan yang diterima perusahaan.
34
p
p 1 p w2
Q
SA1
DA w
p
p
x
y
a
XS1 SA2
1
XS2
3
b
2
4
z
pA1
SB
5
MD
pA2
Q qA1
qA2
Negara A (Eksportir)
Keterangan :
qA
DB
Q Q w1 Q w2
Q
Pasar Dunia
qB
qB
Negara B
qA1, qA2 = perubahan jumlah produksi negara A PA1, PA2 = perubahan harga negara A Pw1, Pw2 = perubahan harga dunia
Sumber: Semartoto, 2004.
Gambar 2.5 Dampak Penurunan Suku Bunga dalam Perdagangan Internasional
Gambar 2.5, menunjukkan bahwa dengan adanya penurunan suku bunga di negara A pada kondisi ceteris paribus, maka produksi akan meningkat yang diakibatkan dari meningkatnya investasi. Peningkatan ini menyebabkan bergesernya kurva suplai dari SA1 ke SA2 dan membentuk keseimbangan baru di negara A, yaitu di titik qA2 dan pA2. Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya kurva penawaran ekspor yang baru yaitu XS2 dan terbentuk pula keseimbangan baru di blok dunia. Akibat dari perubahan keseimbangan, harga dunia akan menurun karena jumlah penawaran ekspor yang meningkat. Perubahan harga dunia menyebabkan harga dunia di negara pengimpor lebih murah dari sebelumnya dan harga domestik di negara B tidak berubah sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan impor oleh negara pengimpor (Semartoto, 2004).
35
2.6.
Teori Vector Auto Regression Vector Auto Regression (VAR) merupakan sistem persamaan yang
memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Menurut Gujarati (2004), model VAR mengabaikan pemisahan variabel eksogen dan endogen dan menganggap semua variabel yang digunakan dalam analisis berpotensi menjadi variabel endogen. Pasaribu (2003) menjelaskan bahwa VAR adalah model yang a-theory terhadap teori ekonomi namun model ini sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Arsana (2006) menjelaskan bahwa VAR menyediakan tiga macam penggunaan yaitu dalam bentuk : 1.
Forecasting, ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel.
2.
Impulse Response Functions (IRF), melacak respon saat ini dan masa depan dari setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu,
3.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), prediksi kontribusi presentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Metode VAR memiliki keunggulan sekaligus kelemahan (Gujarati, 2004).
Beberapa keunggulan VAR, yaitu:
36
1.
Metode VAR sederhana karena tidak membedakan variabel endogen maupun variabel eksogen, semua variabel VAR adalah endogen.
2.
Estimasi VAR sangat sederhana, metode OLS biasa dapat diaplikasikan kepada tiap persamaan secara terpisah.
3.
Peramalan yang diperoleh dari VAR dalam banyak kasus lebih baik daripada yang diperoleh dari Model Persamaan Simultan yang lebih kompleks.
Metode VAR juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu : 1.
Tidak seperti model persamaan simultan, metode VAR bersifat a-theory (tidak berdasarkan teori ekonomi) karena sedikit menggunakan informasi lampau.
2.
Metode VAR lebih menitikberatkan pada peramalan (forecasting) sehingga model VAR dianggap tidak sesuai untuk analisis kebijakan.
3.
Pemilihan panjang lag yang digunakan merupakan tantangan terberat dalam metode VAR.
4.
Semua variabel dalam VAR harus stasioner. Jika tidak stasioner, maka ditransformasi lebih dahulu.
5.
2.7.
Interpetasi koefisien yang didapat berdasar model VAR tidak mudah.
Penelitian Terdahulu
2.7.1. Penelitian Mengenai CPO Penelitian mengenai komoditi CPO telah banyak dilakukan, sebagian besar penelitian tersebut menjelaskan mengenai perdagangan CPO terutama
37
ekspor. Abidin (2008) menganalisis faktor yang memengaruhi ekspor CPO Indonesia. Variabel yang digunakan yaitu
volume ekspor sebagai variabel
endogen, harga CPO domestik, harga internasional CPO, nilai tukar dan pertumbuhan produksi sebagai variabel eksogen. Metode yang digunakan adalah 2SLS (Two Stage Least Square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga CPO domestik berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO, harga internasional CPO berpengaruh positif, nilai tukar berpengaruh negatif. Penelitian Ashiqin (2010) menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia, dan Singapura dalam skema ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh nyata terhadap ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia, dan Singapura. Variabel harga riil CPO internasional, produksi CPO, lag ekspor, nilai tukar, dan dummy ACFTA berpengaruh positif terhadap ekspor CPO. Harga riil CPO domestik, harga riil minyak kedelai, harga minyak bumi riil berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO. Penelitian Hafizah (2009) yang menganalisis penawaran Crude Palm Oil (CPO) Indonesia dengan pendekatan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menyatakan bahwa penawaran CPO Indonesia dalam jangka pendek secara nyata dipengaruhi oleh produksi CPO 1 tahun sebelumnya, luas areal perkebunan kelapa sawit, luas areal kelapa sawit 1 tahun sebelumnya, harga solar, harga solar 2 tahun sebelumnya. Selain itu hasil estimasi pada jangka panjang
38
menyimpulkan bahwa penawaran CPO Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh luas areal kelapa sawit, harga domestik CPO, nilai tukar, dan harga solar.
2.7.2
Penelitian Mengenai Nilai Tukar dan Harga Minyak Bumi Pratika (2007) menganalisis pengaruh fluktuasi nilai tukar pada ekspor
komoditi unggulan pertanian (karet dan kopi) di Indonesia dengan menggunakan metode VAR-VECM. Hasil untuk komoditi kopi, pada jangka pendek yang berhubungan positif dengan nilai ekspor kopi adalah harga kopi internasional dan GDP riil dunia sedangkan yang berhubungan negatif adalah nilai tukar. Pada jangka panjang yang berhubungan positif adalah harga kopi negara kompetitor, harga domestik dan GDP. Hasil untuk komoditi karet, pada jangka panjang variabel yang berhubungan positif adalah jumlah ekspor sendiri sedangkan yang berhubungan negatif adalah nilai ekspor dan nilai tukar. Pada jangka panjang harga domestik dan Industrial Index Production berpengaruh positif sedangkan jumlah ekspor karet dan harga negara kompetitor berpengaruh negatif. Ahmed (2009) meneliti volatilitas nilai tukar dan dampaknya pada pertumbuhan perdagangan internasional di Bangladesh. Metode yang digunakan uji kointegrasi, Error Correction Model dan Kausalitas Granger. Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar tidak memiliki dampak yang signifikan pada perdagangan internasional di Bangladesh dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan negara partner dagang lainnya. Aji (2010) menganalisis mengenai integrasi harga minyak bumi, minyak kedelai, CPO, minyak goreng domestik dan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
39
dengan metode VAR-VECM. Berdasarkan hasil penelitian, terjadi integrasi diantara harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga Ekspor CPO, harga minyak goreng domestik dan harga TBS. Selain itu pengaruh harga minyak bumi terhadap harga-harga tersebut tidak terlalu besar, hal tersebut menunjukkan bahwa konversi energi dari minyak bumi ke minyak nabati belum begitu besar. Besarnya permintaan negara-negara pengkonsumsi CPO masih lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pangan.
2.8.
Kerangka Pemikiran Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu komoditi yang memimpin
ekspor nonmigas Indonesia. Saat ini Indonesia merupakan produsen utama CPO mengalahkan Malaysia. Namun pertumbuhan ekspor CPO Indonesia masih berfluktuasi, hal tersebut dikarenakan terdapat faktor yang memengaruhi nilai tukar. Pada Gambar 1.3 dapat terlihat hubungan antara pergerakan ekspor CPO dengan pergerakan nilai tukar. Nilai tukar berpengaruh terhadap pergerakan ekspor komoditi seperti CPO, karena barang-barang ekspor ditentukan oleh satuan mata uang asing. Selain itu, sebagai komoditi unggulan ekspor nonmigas Indonesia, pergerakan ekspor CPO Indonesia diduga berpengaruh pada pergerakan rupiah. Oleh sebab itu, volume ekspor CPO dan nilai tukar diduga memiliki hubungan kausalitas. CPO utamanya digunakan untuk kebutuhan pangan namun kini gencar digunakan sebagai biodiesel yaitu sumber energi alternatif dari minyak bumi. Hal
40
tersebut karena harga minyak bumi semakin mahal dan pasokan yang terbatas dari negara produsen. Di lain pihak konsumsi energi negara-negara dunia terus bertambah. Permintaan CPO pun semakin meningkat terutama untuk diolah menjadi biodiesel. Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dapat memengaruhi pasokan CPO dunia. Oleh sebab itu harga minyak bumi dan volume ekspor CPO diduga saling memengaruhi satu sama lain. Pada penelitian ini turut disertakan faktor-faktor yang juga memengaruhi CPO diantaranya, harga internasional CPO, produksi CPO dan suku bunga.
Suku Bunga
Pajak Ekspor input
Produksi
Harga Internasional
Volume Ekspor CPO
CPO
Minyak Bumi substitusi
Nilai Tukar
Keterangan :
= tidak dianalisis
Gambar 2.6. Alur Kerangka Pemikiran
41
2.9.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan studi penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan
diajukan beberapa hipotesis, diantaranya : 1.
Volume ekspor dengan nilai tukar dan harga internasional minyak bumi memiliki hubungan dua arah atau hubungan kausalitas.
2.
Produksi CPO, harga internasional CPO, harga internasional minyak bumi dan nilai tukar berhubungan positif dengan volume ekspor CPO. Jika produksi, harga internasional minyak bumi dan harga internasional CPO meningkat maka volume ekspor CPO akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mengalami depresiasi maka volume ekspor CPO akan meningkat, demikian pula sebaliknya.
3.
Suku bunga riil berhubungan negatif dengan volume ekspor CPO. Jika suku bunga riil menguat maka volume ekspor CPO menurun.
42
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari statistik
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IFS (International Financial Statistics), OECD (Organization for Economic Co-operation and Economic Development), dan UNCTAD statistics (United Nations Conference on Trade and Development). Bentuk data adalah time series (triwulan) dari periode triwulan I 2000 sampai dengan triwulan IV 2010. Data yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 1. Volume ekspor CPO (ton) 2. Harga internasional CPO (US$/ton) 3. Harga internasional minyak bumi (US$/barel) 4. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Rp/US$) 5. Suku bunga riil (persen) 6. Produksi CPO domestik (ton)
3.2.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
analisis ekonometrika yaitu metode Granger Causality (Kausalitas Granger), Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Dengan menggunakan metode analisis tersebut diharapkan dapat diketahui bagaimana hubungan antara ekspor CPO dengan nilai tukar dan minyak bumi
43
dunia serta faktor apa saja yang memengaruhi ekspor CPO. Data yang digunakan diubah menjadi bentuk logaritma natural kecuali data suku bunga yang berbentuk persen. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6. Secara keseluruhan tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1.
Pengujian Pra-Estimasi. Tahapan ini harus dilakukan sebelum melakukan estimasi VAR. Pengujian pra estimasi terdiri dari uji stasioneritas data, uji lag optimal, uji stabilitas dan uji kointegrasi.
2.
Uji Kausalitas Granger
3.
Analisis VAR-VECM
4.
Analisis perilaku guncangan (stabilitas) suatu variabel dan peranan masing-masing menggunakan
guncangan Impulse
terhadap
Response
variabel
Function
tertentu
(IRF)
dan
dengan Variance
Decomposition (VD).
3.2.1. Uji Stasioneritas Hal penting yang harus dilakukan dalam penelitian yang menggunakan data time series, adalah pengujian stasioneritas data. Menurut Gujarati (2004), pada data yang nonstasioner perilakunya dapat dipelajari hanya dalam periode waktu pembahasan sehingga tidak mungkin menyamaratakan data untuk periode yang lain. Oleh sebab itu penelitian yang bertujuan untuk peramalan lebih baik menggunakan data yang stasioner.
44
Data yang stasioner akan memiliki kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Data time series umumnya berbentuk nonstasioner atau mengandung akar unit dan varians-nya berubah sepanjang waktu. Data nonstasioner apabila diregresikan akan menghasilkan regresi palsu atau Spurious Regression. Spurious Regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak. Salah satu cara menguji stasioneritas data yaitu dengan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Jika nilai mutlak statistik tes ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon Critical Value maka data tersebut stasioner. Contoh persamaan yang dapat diuji stasioneritas dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai berikut (Gujarati, 2004) : ∑ dimana : εt = pure white noise error term, ΔYt-1 = (Yt-1 – Yt-2), ΔYt-2 = (Yt-2 – Yt-3). Pengujian hipotesis pada ADF yaitu, H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatif H1 = δ < 0 (stasioner). Artinya apabila H0 ditolak dan menerima H1 maka data stasioner dan begitu sebaliknya. Pada model VAR hasil uji stasioneritas akan menentukan jenis VAR yang akan digunakan. Apabila seluruh data bersifat stasioner pada level, dapat langsung dilakukan estimasi VAR terhadap data tersebut pada tingkat level. Namun apabila pengujian pada level menunjukkan data tersebut tidak stasioner maka yang dapat
45
digunakan adalah VAR FD atau VECM. Oleh sebab itu uji stasioneritas sangat penting dilakukan pada sebelum estimasi VAR.
3.2.2. Uji Lag Optimal Penentuan panjang lag optimal sangat penting untuk memperoleh model VAR yang baik, karena dalam model VAR suatu variabel juga dipengaruhi dirinya sendiri selain variabel lain. Menurut Pratika (2007), lag yang terlalu panjang akan membuang dengan percuma derajat bebas, sedangkan lag yang terlalu pendek akan mengakibatkan spesifikasi model yang salah. Panjang lag yang optimal dapat dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kriteria informasi tersebut antara lain, Likehood Ratio (LR), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE) dan Hannan-Quinn Criterion (HQ).
3.2.3. Uji Stabilitas Arsana (2006) menjelaskan bahwa stabilitas model VAR dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinominalnya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR roots-nya, jika seluruh nilai AR roots dibawah satu maka model VAR tersebut stabil. Uji stabilitas penting dilakukan sebelum analisis Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD). Jika model VAR tidak stabil maka hasil analisis IRF dan VD tidak valid.
46
3.2.4. Uji Kointegrasi Menurut Nachrowi (2006), hubungan kointegrasi terjadi akibat variabelvariabel yang digunakan tidak stasioner secara individual tetapi, kombinasi linear antara dua atau lebih variabel tersebut merupakan time series yang stasioner. Kombinasi linier dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang. Pada penelitian ini uji kointegrasi yang digunakan adalah uji kointegrasi Johansen. Uji tesebut akan menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner terkointegrasi. Hipotesis-nya adalah, H0 = non kointegrasi dan hipotesis alternatifnya H1 = terkointegrasi. Jika trace statistics lebih besar dari critical value maka tolak Ho yang artinya variabel-variabel tersebut terkointegrasi.
3.2.5. Metode Analisis VAR VAR adalah metode analisis yang banyak digunakan untuk multivariate time series. Metode analisis ini hampir sama dengan Granger Causality namun Granger Causality merupakan bivariate time series. Secara umum persamaan VAR dengan orde p dan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan seperti berikut (Enders, 2004) : Xt = Ao + A1Xt-1 + A2Xt-2 +……+ ApXt-p + et Dimana : Xt
= vektor peubah tak bebas berukuran n x 1
A0
= vektor intersep berukuran n x 1
Ai
= matrik koefisien berukuran n x n untuk setiap i=1,2,…p
(3.6)
47
et
= vektor sisaan berukuran n x 1
Asumsi yang harus dipenuhi pada analisis VAR yaitu semua peubah tak bebas harus bersifat stasioner dan semua sisaan harus bersifat white noise yaitu memiliki rataan nol, diantara peubah tak bebas tidak ada korelasi dan ragam konstan.
3.2.6. Metode Kausalitas Granger Gujarati (2004) menjelaskan, walaupun analisis regresi berhubungan dengan keterkaitan antara variabel satu dengan variabel lain, tapi hal tersebut belum tentu menyiratkan adanya hubungan sebab akibat. Dengan kata lain, adanya hubungan antara variabel belum tentu membuktikan adanya kausalitas. Uji kausalitas Granger dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai hubungan dua arah atau hanya satu arah saja dengan memasukan unsur waktu. Adanya hubungan dua arah atau satu arah tersebut dapat dilihat dengan membandingkan probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Jika hasil uji kausalitas Granger menunjukkan probabilitas lebih kecil dari nilai kritis maka terdapat hubungan kausalitas (saling menyebabkan).
3.2.7. Metode Analisis VECM Arsana (2006) menjelaskan, model Vector Error Correction Model atau VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tersebut diberikan kepada variabel yang tidak stasioner pada level tapi terkointegrasi. VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen
48
ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendeknya. Oleh sebab itu pada VECM telah terkandung parameter jangka pendek dan jangka panjang yang memungkinkan kita untuk mengetahui respon pada jangka pendek dan jangka panjang. Secara umum model VECM adalah sebagai sebagai berikut : -
-
–
(3.7)
-
-
–
(3.8)
Dimana, µ merupakan intersep, a1 dan b1 merupakan koefisien jangka pendek, γ merupakan parameter koreksi error dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi diantara variabel x dan y.
3.2.8. Impulse Response Function (IRF) Analisis IRF merupakan metode yang digunakan untuk meneliti hubungan antar variabel dengan menunjukkan bagaimana variabel endogen bereaksi terhadap guncangan (shock) atau inovasi variabel tertentu dan mengetahui berapa lama pengaruh tersebut terjadi. Menurut Gujarati (2004), IRF menggambarkan respon dari variabel dependen dalam sistem VAR terhadap guncangan pada error term. Guncangan akibat perubahan dalam error term senilai satu standar deviasi akan direspon oleh variabel dependen pada saat ini maupun masa depan. Analisis IRF dalam penelitian ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel volume ekspor CPO terhadap guncangan dari variabel produksi CPO, harga internasional CPO, harga internasional minyak bumi, suku bunga dan nilai tukar.
49
3.2.9. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode FEVD dapat melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya dalam model VAR-VECM. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR-VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Nachrowi. 2006) Dengan analisis FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu. Pada penelitian ini akan dilihat apakah fluktuasi variabel nilai tukar, harga minyak bumi, produksi CPO, harga internasional CPO dan suku bunga memengaruhi ekspor CPO.
3.3.
Model Penelitian Dalam Penelitian ini digunakan enam variabel yang terdiri dari volume
ekspor CPO, harga internasional CPO, nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga internasional minyak bumi, suku bunga, produksi CPO. Model persamaan VAR dalam bentuk vektor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
t-n
[
]
[ ]
[
][
+
]
Dimana : VXCPO
= volume ekspor CPO Indonesia (ton)
PCPOR
= harga internasional CPO (US$/ton)
(3.9) [
]
50
3.4.
ERR
= nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar (Rp/$)
PCO
= harga internasional minyak bumi (US$/barel)
QCPO
= produksi CPO domestik (ton)
IRR
= suku bunga riil (%)
c1
= intersep
eit
= error
αij
= koefisien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i
t
= periode (t = 1,2,3…)
Definisi Operasional Variabel Berikut akan dijelaskan pengertian dari data variabel yang digunakan
dalam penelitian. Hal ini bertujuan agar dapat menyamakan konsep dalam melakukan penelitian. Variabel-variabel yang digunakan, antara lain : a. Volume Ekspor CPO (VXCPO), adalah jumlah keseluruhan ekspor CPO Indonesia yang diekspor selama periode penelitian. Satuan yang digunakan adalah ton. b. Produksi CPO Indonesia (QCPO), adalah jumlah keseluruhan komoditi CPO Indonesia yang diproduksi selama periode penelitian. Satuannya adalah ton. c. Harga Internasional CPO (PCPOR), adalah harga CPO C.I.F.
NWE
(North West European) Ports. Data C.I.F North Western adalah harga CPO yang sebagian besar berasal dari Malaysia dan Indonesia dengan 5% free fatty acid. Satuannya adalah US$ per ton.
51
d. Nilai Tukar Riil (ERR), adalah nilai tukar nominal rupiah per dollar Amerika Serikat (Rp/US$) yang dideflasikan dengan IHK Indonesia dan Amerika Serikat. e. Harga Internasional Minyak Bumi adalah harga minyak bumi dunia yang merupakan rata-rata harga minyak West Texas Intermediate, U.K. Brent dan Dubai. Satuannya adalah US$ per barrel. f. Suku bunga riil adalah suku bunga nominal yang telah dikurangi oleh inflasi. Satuannya dinyatakan dalam (persen).
52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Uji Stasioneritas Data time series biasanya memiliki permasalahan stasioneritas. Data yang
tidak stasioner mengandung akar unit sehingga dapat menghasilkan regresi palsu (spurious regression) yaitu, regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak stasioner atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Salah satu cara untuk menguji stasioneritas adalah dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Apabila nilai statistik ADF dari masing-masing variabel lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon maka data tersebut stasioner. Tabel 4.1. Hasil Uji Akar Unit Nilai ADF Variabel
Level
Nilai Kritis MacKinnon 1st
difference
Level
1st difference
Keterangan Stasioneritas
LN_VXCPO
-6.893999
-8.334987
-3.518090
-3.526609
Level
LN_QCPO
-6.012439
-11.83474
-3.518090
-3.520787
Level
LN_PCPOR
-3.499602
-4.947741
-3.520787
-3.523623
LN_PCO
-3.320888
-5.711146
-3.520787
-3.523623
IRR
-6.763100
-7.752800
-2.931404
-2.935001
LN_ERR
-2.776768
-4.526027
-3.520787
-3.523623
Sumber: lampiran 1 dan 2. Keterangan: dalam taraf nyata 5%.
First difference First difference Level First difference
53
Hasil pengujian stasioneritas untuk masing-masing data menunjukkan bahwa tidak semua variabel stasioner pada tingkat level. Variabel harga internasional CPO (LN_PCPOR), harga internasional minyak bumi (LN_PCO) dan nilai tukar riil (LN_ERR) tidak stasioner pada level. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai statistik ADF masing-masing data tersebut yang lebih besar daripada Mackinnon critical value pada tingkat level (Tabel 4.1). Selanjutnya variabel yang tidak stasioner pada tingkat level perlu dilakukan uji unit root pada tingkat first difference. Berdasarkan pengujian pada tingkat first difference diperoleh hasil bahwa semua data variabel stasioner pada taraf 5 persen (Tabel 4.1). Penggunaan data first difference dapat menghilangkan informasi jangka panjang sehingga model yang digunakan untuk penelitian ini adalah VECM.
4.2.
Penentuan Lag Optimum Penentuan lag yang optimum sangat penting dalam analisis VAR. Lag
yang terlalu panjang akan mengurangi derajat bebas, sedangkan lag yang terlalu pendek akan mengakibatkan spesifikasi model yang salah. Penentuan lag optimal yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC) yang terkecil. Hasil pengujian lag optimal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
54
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Lag Optimal (AIC) Lag AIC 0 6,615047 1 3,155742 2 2,835931 3 3,137823 4 1,293084 * Sumber: Lampiran 5. Keterangan: Tanda (*) menunjukkan lag optimal.
Berdasarkan hasil pengujian lag optimal dengan nilai AIC, diketahui nilai AIC terkecil sebesar 1,293084 yang berada pada lag empat. Dengan demikian lag optimal yang akan digunakan dalam dalam model VECM adalah lag empat.
4.3.
Uji Stabilitas Uji stabilitas VAR perlu dilakukan sebelum untuk menghasilkan analisis
IRF dan VD yang valid. Jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynominal kurang dari satu maka model VAR tersebut stabil. Berdasarkan hasil uji stabilitas VAR dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan stabil. Hal tersebut dibuktikan dengan seluruh modulusnya yang kurang dari satu yaitu sebesar 0,994844 sampai dengan 0,462425 (Lampiran 4).
4.4.
Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan hubungan ekuilibrium jangka panjang antara
variabel tidak stasioner tetapi memiliki kombinasi linier yang stasioner. Hasil uji kointegrasi menggunakan uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada Tabel 4.3.
55
Tabel 4.3. Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistics
Critical Value 5%
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 At most 5
0.989539 0.843640 0.689075 0.598746 0.341337 0.135807
353.3636 175.5179 103.1498 57.58988 21.97663 5.692422
117.7082 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
Sumber: lampiran 6.
Uji kointegrasi Johansen digunakan untuk mengetahui jumlah persamaan kointegrasi di dalam sistem. Penentuan jumlah persamaan yang terkointegrasi dilakukan dengan membandingkan estimasi trace statistics terhadap nilai kritisnya (critical value) pada tingkat kritis 5 persen. Sebuah persamaan dikatakan terkointegrasi apabila nilai trace statistics-nya lebih besar daripada nilai kritis yang digunakan. Pada tabel diatas diperoleh hasil bahwa terdapat empat persamaan yang terkointegrasi. Hal tersebut dilihat dari adanya empat nilai trace statistics-nya lebih besar daripada nilai kritis yang digunakan.
4.5.
Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas
diantara variabel-variabel yang ada di dalam model. Hipotesis awal atau Ho yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas. Sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Untuk menerima atau menolak H0 maka digunakan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis yang digunakan. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah
56
ditentukan maka H0 ditolak atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel yang diuji. Tabel 4.4. Uji Kausalitas Granger Peubah tak Bebas Peubah bebas LN_VXCPO LN_PCO LN_PCPOR LN_ERR LN_QCPO LN_VXCPO LN_PCO LN_ERR LN_PCPOR LN_VXCPO LN_QCPO LN_PCO LN_VXCPO LN_QCPO LN_ERR LN_VXCPO LN_QCPO
Probability 0,0185 * 0,0312 * 0,0038 * 0,0042 * 0,0298 * 0,0330 * 0,0059 * 0,0092 * 0,0071 * 0,0016 * 0,0107 * 0,0044 *
Sumber: lampiran 3. Keterangan: tanda (*) menunjukkan signifikan pada taraf 5%
Hasil uji kausalitas Granger diatas dapat diketahui bahwa pada taraf signifikansi 5 persen terdapat beberapa hubungan kausalitas atau saling memengaruhi antara variabel-variabel. Berikut adalah gambar hubungan antara enam variabel diatas.
57
QCPO
PCO
VXCPO
ERR
PCPOR
Sumber : Lampiran 3. Keterangan : garis garis
= hubungan dua arah (kausalitas) = hubungan satu arah
Gambar 4.1. Hubungan Antar Variabel Berdasarkan Uji kausalitas Granger Pembahasan hasil uji Kausalitas Granger dibatasi hanya pada hubungan volume ekspor dengan nilai tukar dan minyak bumi internasional. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai tukar dengan volume ekspor CPO memiliki hubungan dua arah. Nilai tukar dijadikan acuan dalam memperkirakan besarnya volume komoditi yang diekspor. Apabila mata uang rupiah bernilai rendah terhadap dollar Amerika, berarti harga CPO Indonesia relatif lebih murah di negara pengimpor. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya permintaan negara-negara pengimpor terhadap CPO Indonesia sehingga volume ekspor CPO Indonesia akan meningkat. Nilai tukar salah satunya dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan internasional. CPO merupakan komoditi unggulan ekspor nonmigas di Indonesia dimana pada tahun 2009 kontribusi ekspor CPO terhadap ekspor nonmigas sebesar 10,6 persen. Saat ini Indonesia juga menguasai pasar ekspor CPO dunia sekitar 45 persen dan ekspor CPO Indonesia pun semakin meningkat tiap
58
tahunnya. Permintaan ekspor CPO dari negara importir yang semakin meningkat akan berdampak pada peningkatan permintaan rupiah dari negara importir. Oleh sebab itu ekspor CPO pun memengaruhi pergerakan nilai rupiah. Hubungan kausalitas antara ekspor CPO dengan harga minyak bumi dapat dijelaskan sebagai berikut. Saat ini sentimen pemanfaatan minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku biodiesel telah menyebabkan permintaan terhadap CPO semakin meningkat. Hal ini terkait dengan meningkatnya harga minyak bumi dan keinginan konsumen untuk menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan. Oleh sebab itu harga minyak bumi berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar dunia telah menjadi market leader bagi komoditi CPO. Permintaan CPO di pasar internasional yang semakin meningkat untuk kebutuhan pangan maupun produksi biodiesel membuat ekspor CPO Indonesia meningkat. Harga minyak bumi yang semakin meningkat membuat negara-negara mengalihkan konsumsi minyak bumi kepada CPO. Hal tersebut dapat membuat ekspor CPO Indonesia memengaruhi permintaan dan harga minyak bumi.
4.6.
Hasil Estimasi VECM Data yang tidak stasioner namun menunjukkan adanya kointegrasi,
menjadikan metode yang digunakan selanjutnya adalah VECM. Hasil estimasi VECM akan menunjukkan hubungan persamaan jangka panjang dan jangka pendek antara volume ekspor CPO, produksi CPO, harga internasional CPO,
59
harga internasional minyak bumi, nilai tukar dan suku bunga riil. Dalam estimasi VECM ini variabel dependen adalah volume ekspor. Tabel 4.5 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Variabel Koefisien D(LN_VXCPO(-1)) 0.937471 D(LN_VXCPO(-2)) 0.569614 D(LN_VXCPO(-3)) 0.100172 D(LN_VXCPO(-4)) 0.107520 D(LN_QCPO(-1)) -0.842858 D(LN_QCPO(-2)) -0.470134 D(LN_QCPO(-3)) -0.464437 D(LN_QCPO(-4)) -0.126519 D(LN_PCPOR(-1)) -1.516837 D(LN_PCPOR(-2)) 0.217388 D(LN_PCPOR(-3)) -0.889416 D(LN_PCPOR(-4)) -0.267985 D(LN_PCO(-1)) 1.078892 D(LN_PCO (-2)) -0.292482 D(LN_PCO (-3)) 0.346519 D(LN_PCO (-4)) -0.326884 D(LN_ERR(-1)) -0.153793 D(LN_ERR(-2)) 0.757855 D(LN_ERR(-3)) -0.366107 D(LN_ERR(-4)) -1.259675 D(IRR(-1) 0.013986 D(IRR(-2) 0.000936 D(IRR(-3) 0.006577 D(IRR(-4) 0.000967 CointEq1 -1.748597
T-statsitic 1.46136 0.91573 0.24558 0.52966 -2.53850 * -1.39613 -1.68188 -0.59462 -2.99697 * 0.31382 -1.72611 -0.52422 3.69797 * -0.53838 0.90094 -1.04865 -0.21575 0.90070 -0.38161 -1.51087 2.75470 * 0.19056 1.68484 0.29306 -2.09619
Sumber: Lampiran 7. Keterangan: (*) signifikan pada taraf nyata 5%
Persamaan jangka pendek pada analisis ekspor CPO menunjukkan bahwa hanya terdapat empat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor CPO yaitu, produksi CPO (QCPO) lag pertama, harga internasional CPO
60
(PCPOR) lag pertama, harga minyak bumi (PCO) lag pertama dan suku bunga riil (IRR) lag pertama. Variabel lain tidak memengaruhi volume ekspor CPO dalam jangka pendek. Selain itu terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yang ditunjukkan dengan kointegrasi kesalahan yang signifikan dan bernilai negatif sebesar -1,74 persen. Produksi CPO lag pertama berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor CPO pada taraf 5 persen secara negatif sebesar - 0,842858, artinya jika produksi CPO lag pertama mengalami peningkatan sebesar satu persen maka volume ekspor CPO saat ini akan mengalami penurunan sebesar 0,842858 persen. Produksi yang meningkat dapat membuat ekspor CPO turun, salah satunya disebabkan oleh kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah berupa pungutan ekspor atau bea keluar. Di Indonesia konsumsi CPO sebagian besar digunakan untuk industri minyak goreng yang merupakan salah satu bahan pokok. Dalam rangka menjaga pasokan dalam negeri dan stabilisasi harga minyak goreng dalam negeri, pemerintah berupaya menekan ekspor CPO dengan penerapan pungutan ekspor atau bea keluar. Bea keluar atau pungutan ekspor untuk CPO dan produk turunannya bersifat progresif berdasar harga internasional CPO, artinya apabila harga internasional CPO meningkat terus maka pungutan ekspor yang diterapkan pun semakin tinggi. Adanya pungutan ekspor membuat biaya untuk mengekspor CPO akan semakin mahal dan tidak menguntungkan produsen sehingga produsen lebih memilih untuk mengurangi ekspor CPO. Dengan demikian adanya pungutan
61
ekspor akan menghambat ekspor CPO bahkan membuat volume ekspor CPO berkurang dalam jangka pendek walaupun produksi CPO meningkat. Harga internasional CPO lag pertama berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor CPO pada taraf 5 persen secara negatif sebesar -1.516837, artinya jika harga internasional CPO pada lag pertama mengalami peningkatan sebesar satu persen maka volume ekspor CPO saat ini akan mengalami penurunan sebesar 1.516837 persen. Kebijakan fiskal pemerintah (pungutan ekspor) untuk CPO bersifat progresif berdasarkan harga internasional, artinya apabila terjadi kenaikan harga internasional maka pungutan ekspor akan semakin besar. Kebijakan yang bertujuan untuk menghambat ekspor tersebut dapat membuat harga CPO Indonesia menjadi semakin mahal atau kurang berdayasaing. Konsumen dapat mengalihkan ekspornya kepada produsen yang menawarkan harga lebih murah sehingga ekspor CPO Indonesia menjadi menurun. Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan pada taraf 5 persen dan positif pada jangka pendek terhadap ekspor CPO adalah harga minyak bumi lag pertama sebesar 1,078892. Hal tersebut berarti, jika harga minyak bumi lag pertama mengalami peningkatan sebesar satu persen maka volume ekspor CPO saat ini akan mengalami peningkatan sebesar 1,078892 persen. Saat ini kebutuhan energi negara-negara di dunia semakin meningkat. Minyak bumi adalah sumber energi utama dunia namun harga minyak bumi yang semakin melonjak dan pasokannya yang terbatas membuat masyarakat dunia mulai mencari sumber energi alternatif untuk mencukupi kebutuhannya. Hal tersebut kemudian mendorong dipergunakannya komoditi-komoditi pertanian
62
yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif, salah satunya adalah CPO yang merupakan bahan baku biodiesel. Oleh sebab itu adanya hubungan substitusi antara CPO dengan minyak bumi membuat kenaikan harga minyak bumi meningkatkan permintaan CPO dunia sehingga volume ekspor CPO Indonesia juga akan meningkat. Variabel suku bunga lag pertama berpengaruh signifikan pada taraf 5 persen dan positif sebesar 0,0013986. Artinya jika suku bunga lag pertama meningkat sebesar satu persen maka volume ekspor CPO saat ini akan mengalami peningkatan sebesar 0,0013986 persen. Saat ini usaha industri atau perkebunan sawit dinilai sangat prospektif, harga CPO pun cenderung terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dunia. Oleh sebab itu peningkatan suku bunga pada jangka pendek tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pergerakan ekspor CPO. Hal tersebut karena return dari investasi CPO masih lebih tinggi daripada biaya bunga sehingga menjadi insentif bagi pengusaha untuk tetap berinvestasi di usaha CPO. Dengan demikian, walaupun suku bunga meningkat pada jangka pendek, ekspor CPO tetap meningkat. Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Variabel Koefisien LN_VXCPO(-1) 1.000000 LN_QCPO(-1) 0,505216 LN_PCPOR(-1) 0,188527 LN_PCO(-1) -0,211544 LN_ERR(-1) -0,478968 IRR(-1) -0,021275 Sumber: Lampiran 7. Keterangan: (*) signifikan 5%
T-statistik 21,2451 * 14,8592 * -14.3015 * -16.4091 * -15.9556 *
63
Pada jangka panjang dapat dilihat bahwa semua variabel yaitu produksi CPO domestik (QCPO), harga internasional CPO (PCPOR), harga internasional minyak bumi (PCO), nilai tukar (ERR) dan suku bunga (IRR) signifikan memengaruhi volume ekspor CPO (VXCPO). Variabel produksi CPO Indonesia (QCPO) berpengaruh signifikan dan positif terhadap volume ekspor CPO sebesar 0,505216, artinya apabila terjadi kenaikan sebesar satu persen pada produksi CPO maka dalam jangka panjang akan meningkatkan volume ekspor CPO sebesar 0,505216 persen. Produksi CPO Indonesia tidak semuanya digunakan untuk konsumsi domestik melainkan sebagian besar diekspor ke negara lain. Jumlah produksi CPO Indonesia yang memiliki trend meningkat membuat penawaran ekspor juga akan meningkat. Tabel 4.8 Produksi dan Ekspor CPO Indonesia Tahun 2005-2009 Tahun Produksi CPO (ton) Ekspor CPO (ton) 2005 10.830.389 4.564.788 2006 11.861.615 5.199.287 2007 17.350.848 5.701.286 2008 17.539.788 7.904.179 2009 17.539.788 11.119.997 Sumber : BPS Pusat, 2011.
Pada tabel diatas dapat dilihat produksi CPO Indonesia selama lima tahun terus meningkat tiap tahunnya. Peningkatan tersebut diikuti pula oleh peningkatan volume ekspor CPO. Sehingga terbukti jika produksi CPO Indonesia meningkat maka ekspor CPO cenderung meningkat pula. Variabel harga internasional CPO juga memiliki pengaruh yang signifikan secara positif dalam jangka panjang terhadap ekspor CPO sebesar 0,188527. Artinya apabila terjadi kenaikan sebesar satu persen pada harga internasional CPO
64
akan berakibat pada peningkatan volume ekspor CPO sebesar 0,188527 persen. Kenaikan harga internasional CPO dalam jangka panjang akan membuat produsen semakin gencar memproduksi CPO untuk kemudian di ekspor. Dengan harga CPO yang meningkat, pendapatan produsen akan meningkat pula sehingga akan lebih menguntungkan mengekspor CPO daripada menyalurkan untuk produksi dalam negeri. Variabel harga minyak bumi pada jangka panjang, secara signifikan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO sebesar - 0,211544. Artinya apabila terjadi kenaikan sebesar satu persen pada harga minyak bumi maka akan menurunkan volume ekspor CPO sebesar 0,211544 persen. Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis dimana seharusnya ekspor CPO dengan harga minyak bumi memiliki hubungan yang positif karena CPO dan minyak bumi (BBM) memiliki hubungan substitusi. Namun hubungan negatif tersebut dapat dijelaskan bila BBM dipandang sebagai salah satu input yang digunakan dalam produksi komoditi pertanian, termasuk CPO. Kenaikan BBM dapat berdampak pada kenaikan biaya produksi suatu komoditi, terutama biaya transportasi. Kenaikan BBM mempunyai dampak negatif yang cukup signifikan terhadap industri perkebunan utama Indonesia, seperti kelapa sawit, karet, teh, kopi, kakao, dan gula. Walaupun beberapa proses pengolahan (gula dan CPO) secara maksimal menggunakan produk sampingannya sebagai bahan bakar atau sumber energi, solar masih tetap diperlukan sebagai sumber energi. Proporsi biaya BBM untuk produk CPO memiliki porsi sebesar 7,2% dari total biaya produksi. Selain itu kenaikan harga BBM juga dapat memicu inflasi yang mendorong
65
kenaikan harga input lain non BBM seperti tenaga kerja, bibit, pupuk dan sarana produksi lainnya.5 Oleh karena itu, secara keseluruhan kenaikan harga BBM dapat meningkatkan biaya produksi komoditi pertanian seperti CPO. Biaya produksi yang meningkat akibat kenaikan harga BBM dapat menghambat produksi CPO. Peningkatan biaya tersebut dapat mengurangi pendapatan produsen sehingga produsen memilih untuk mengurangi produksinya. Produksi yang terhambat tentunya dapat memengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia. Dengan demikian, dalam jangka panjang apabila harga minyak bumi meningkat dapat menurunkan volume ekspor CPO Indonesia. Variabel nilai tukar riil dalam jangka panjang berpengaruh signifikan secara negatif terhadap volume ekspor CPO sebesar - 0,478968. Artinya apabila terjadi kenaikan sebesar satu persen pada nilai tukar riil maka akan menurunkan volume ekspor CPO sebesar 0,478968 persen. Menurut Mankiw (2000), nilai tukar riil merupakan harga relatif barang dan jasa negara satu terhadap negara lainnya. Apabila mata uang dalam negeri (rupiah) mengalami peningkatan (depresiasi) berarti terjadi pelemahan nilai tukar relatif terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar memiliki hubungan yang searah dengan ekspor. Nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi dapat mendorong ekspor karena harga komoditi dari Indonesia menjadi lebih murah bagi negara pengimpor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan ekspor CPO Indonesia memiliki hubungan yang negatif sehingga tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hubungan negatif tersebut bisa 5
Susila, W.R. “Harga BBM Melambung: Subsektor Perkebunan Buntung atau Untung”. http://www.ipard.com/art_perkebun/08-01-29_wr.asp [18 Juli 2011].
66
terjadi karena tingkat harga di Indonesia yang cenderung lebih mahal dibandingkan tingkat harga di Amerika Serikat, dengan asumsi nilai tukar nominal tetap. Oleh sebab itu pada penelitian ini nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi dapat menyebabkan volume ekspor CPO Indonesia turun. Variabel suku bunga riil pada jangka panjang berpengaruh signifikan dan negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia sebesar - 0,021275 persen. Artinya apabila terjadi kenaikan sebesar satu persen pada suku bunga maka akan menurunkan volume ekspor CPO sebesar 0,021275 persen. Suku bunga yang tinggi dapat membuat ekspor suatu komoditi seperti CPO menjadi kurang kompetitif. Suku bunga yang tinggi akan membebankan produsen karena modal yang dipinjam untuk usaha mereka harus dikembalikan dengan jumlah yang lebih tinggi seiring dengan peningkatan suku bunga. Hal tersebut akan berdampak pada biaya produksi yang meningkat. Biaya produksi yang meningkat dapat menurunkan produksi produsen sehingga berdampak pada penurunan penawaran ekspor. Kesimpulannya, apabila suku bunga meningkat dalam jangka panjang maka produksi CPO akan menurun kemudian berdampak pada penurunan volume ekspor.
4.7.
Analisis Impulse Response Function Analisis Impulse Response Function digunakan untuk menjelaskan
dampak dari guncangan (shock) dari suatu variabel terhadap variabel yang lain. Pada penelitian ini akan dilihat respon yang diberikan oleh volume ekspor CPO menghadapi guncangan dari nilai tukar, harga internasional CPO, suku bunga,
67
harga internasional minyak bumi dan produksi CPO Indonesia. Sumbu horizontal menunjukkan rentang periode peramalan sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai koefisien hasil peramalan. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat respon volume ekspor (VXCPO) terhadap guncangan produksi CPO Indonesia (QCPO) sebesar satu standar deviasi. VXCPO sangat cepat merespon guncangan dari QCPO, hal tersebut terlihat dari respon VXCPO yang berfluktuasi tajam dari periode awal hingga periode ke-30. Pada periode ke-5 volume ekspor merespon positif, dimana guncangan produksi CPO akan membuat volume eskpor meningkat mencapai titik puncak sebesar 0,00830 standar deviasi. Namun pada periode ke-6, volume ekspor merespon negatif terhadap guncangan produksi CPO. Setelah periode ke-30 respon volume ekspor CPO selalu positif dan mulai lebih stabil hingga akhir periode peramalan. Volume ekspor yang ditawarkan sangat bergantung pada produksi yang dihasilkan. Oleh sebab itu bila terdapat guncangan pada produksi CPO, ekspor CPO akan merespon dengan cepat. Respon volume ekspor CPO terhadap guncangan harga internasional CPO (PCPOR) sebesar satu standar deviasi dapat dilihat pada Gambar 4.2. Periode ke-1 sampai ke-8 guncangan harga internasional CPO direspon secara negatif oleh volume ekspor CPO. Periode selanjutnya guncangan harga internasional CPO direspon secara positif dan stabil hingga akhir periode. Pergerakan harga internasional CPO memengaruhi keputusan para eksportir CPO. Secara umum, harga internasional CPO yang meningkat dapat mendorong eksportir untuk mengeskpor CPO lebih banyak.
68
Respon volume eskpor terhadap guncangan harga internasional minyak bumi (PCO) sebesar satu standar deviasi dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pada periode ke-3 guncangan harga internasional minyak bumi membuat volume eskpor CPO meningkat sebesar 0,0706 standar deviasi. Namun pada periode ke-5 guncangan tersebut membuat volume ekspor menurun mencapai puncaknya sebesar 0,07001 standar deviasi. Respon yang tidak stabil dan cenderung negatif dari volume ekspor CPO terus berlangsung hingga akhir periode. Minyak bumi tidak hanya berperan sebagai komoditi subtitusi CPO tetapi berperan juga sebagai input dalam produksi CPO. Oleh sebab itu pergerakan minyak bumi sangat memengaruhi volume ekspor CPO. Respon volume ekspor terhadap guncangan nilai tukar riil (ERR) sebesar satu sandar deviasi direspon dengan fluktuatif (Gambar 4.2). Pada periode ke-2 guncangan nilai tukar membuat volume eskpor CPO menurun sebesar 0,0543 standar deviasi namun pada periode ke-3 meningkat sebesar 0,0061 standar deviasi. Respon volume ekspor CPO terus berfluktuatif hingga akhir periode namun fluktuasinya cenderung menurun. Hasil IRF tersebut menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar sangat cepat memengaruhi ekspor CPO karena nilai tukar akan memengaruhi daya saing CPO Indonesia di pasar internasional melalui harga. Respon volume ekspor CPO terhadap guncangan suku bunga riil (IRR) sebesar satu standar deviasi secara keseluruhan direspon negatif (Gambar 4.2). Suku bunga memengaruhi volume ekspor melalui produksi dimana suku bunga yang tinggi akan membuat produksi terhambat sehingga membuat volume ekspor
69
menurun. Hasil IRF tersebut menunjukkan bahwa diantara kelima guncangan yang diberikan kepada volume ekspor CPO, respon volume ekspor terhadap guncangan suku bunga lebih cepat mencapai kestabilan.
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of VXCPO to QCPO
Response of VXCPO to PCPOR
.10
.10
.05
.05
.00
.00
-.05
-.05
-.10
-.10 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of VXCPO to PCO
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of VXCPO to ERR
.10
.10
.05
.05
.00
.00
-.05
-.05
-.10
-.10 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of VXCPO to IRR .10
.05
.00
-.05
-.10 5
10
15
20
25
30
35
40
Sumber: lampiran 8.
Gambar 4.2. Respon VXCPO terhadap Guncangan PCPOR, PCO, ERR, dan IRR
70
4.8.
Analisis Forecasting Error Variance Decomposition Menurut Hafizah (2009), fluktuasi setiap variabel akibat terjadinya suatu
guncangan dapat dilakukan dengan menganalisis peranan dari setiap guncangan. Berdasarkan analisis Variance Decomposition ini, kontribusi dari guncangan variabel dalam sistem terhadap perubahan variabel tertentu dapat diketahui. Metode ini juga dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lain dalam waktu yang panjang. 100 80 60 40 20 0 1
5
10 VXCPO
15
20
QCPO
25 PCPOR
30 PCO
35
40 ERR
45
50
IRR
Sumber: lampiran 9.
Gambar 4.3. Variance Decomposition Volume Ekspor CPO (VXCPO) Pada gambar diatas menunjukkan Variance Decomposition pada fluktuasi volume ekspor CPO. Pada periode pertama, fluktuasi volume ekspor dijelaskan oleh volume ekspor itu sendiri sebesar 100 persen. Pada periode ke-5 volume ekspor CPO (VXCPO) dijelaskan oleh variabel volume ekspor CPO itu sendiri sebesar 50,48 persen, produksi CPO Indonesia (QCPO) sebesar 11,21 persen, harga internasional CPO (PCPOR) sebesar 3,07 persen, harga internasional minyak bumi sebesar 21,83 persen, nilai tukar riil (ERR) 12,47 persen, dan suku bunga riil (IRR) sebesar 0,90 persen.
71
Pada periode pertengahan yaitu pada periode ke-25, volume ekspor CPO masih dijelaskan oleh volume ekspor CPO itu sendiri sebesar 46,71 persen, produksi CPO sebesar 15,76 persen, harga internasional CPO sebesar 2,88 persen, harga minyak bumi sebesar 16,89 persen, nilai tukar sebesar 16,96 persen, dan suku bunga sebesar 0,76 persen. Pada akhir periode yaitu periode ke-50, volume ekspor CPO dominan dijelaskan oleh volume ekspor CPO itu sendiri sebesar 54,04 persen. Selanjutnya volume ekspor CPO dijelaskan oleh harga internasional minyak bumi sebesar 14,64 persen, nilai tukar riil sebesar 14,64 persen, produksi CPO sebesar 13,18 persen, harga internasional CPO sebesar 2,50 dan suku bunga sebesar 0,69 persen. Hasil analisis dekomposisi tersebut menunjukkan bahwa fluktuasi dalam volume ekspor CPO Indonesia selama 50 periode ke depan dipengaruhi lebih besar oleh perubahan volume ekspor CPO Indonesia itu sendiri. Selanjutnya volume ekspor CPO Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh nilai tukar, harga internasional minyak bumi dan produksi CPO. Nilai tukar dapat memengaruhi daya saing ekspor komoditi dari suatu negara. Perubahan pada nilai tukar riil berdampak pada perubahan harga komoditi ekspor dari Indonesia di negara pengimpor. Harga internasional minyak bumi juga sangat berpengaruh terhadap volume ekspor CPO. Hal tersebut disebabkan CPO sebagai bahan baku biodiesel memiliki hubungan substitusi dengan minyak bumi. Selain itu perubahan pada produksi CPO Indonesia dapat memengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia. Variabel harga internasional CPO dan suku bunga juga memengaruhi volume
72
ekspor CPO. Namun pengaruhnya relatif kecil dan tidak terlalu berarti bila dibandingkan tiga variabel sebelumnya. 100 80 60 40 20 0 1
5
10
VXCPO
15 QCPO
20
25 PCPOR
30 PCO
35
40
ERR
45
50
IRR
Sumber: lampiran 9.
Gambar 4.4. Variance Decomposition Nilai Tukar Riil (ERR) Pada gambar diatas menunjukkan Variance Decomposition pada fluktuasi nilai tukar riil. Pada periode ke-1, fluktuasi nilai tukar dijelaskan oleh nilai tukar itu sendiri sebesar 56,75 persen, produksi CPO Indonesia (QCPO) sebesar 1,05 persen, volume ekspor CPO (VXCPO) sebesar 0,56 persen, harga internasional CPO (PCPOR) sebesar 37,99 persen, harga internasional minyak bumi sebesar 3,63 persen. Pada akhir periode, nilai tukar riil masih dominan dijelaskan oleh nilai tukar riil itu sendiri namun kontribusinya menurun sebesar 51,64 persen. Nilai tukar dijelaskan juga oleh harga internasional CPO 20,77 persen, volume ekspor CPO sebesar 16,24, produksi CPO sebesar 10,58, harga minyak bumi sebesar 0,71 persen, dan suku bunga riil sebesar 0,03 persen.
73
100 80 60 40 20 0 1
5
10 VXCPO
15 QCPO
20
25 PCPOR
30 PCO
35
40 ERR
45
50
IRR
Sumber: lampiran 9.
Gambar 4.5. Variance Decomposition Harga internasional minyak bumi (PCO)
Pada gambar 4.4 menunjukkan Variance Decomposition pada fluktuasi harga internasional minyak bumi. Pada periode pertama, harga minyak bumi dijelaskan oleh harga internasional minyak bumi sebesar 60,51 persen, volume ekspor CPO sebesar 22,83 persen, produksi CPO sebesar 11,29 persen, harga internasional CPO sebesar 5,35 persen. Pada akhir periode, harga minyak bumi lebih dominan dijelaskan oleh harga minyak bumi itu sendiri, 40,14 persen, produksi CPO sebesar 34,35 persen. Sisanya, fluktuasi harga minyak bumi dijelaskan oleh harga internasional CPO sebesar 12,82 persen, suku bunga sebesar 0,31 persen, nilai tukar riil 8,50 persen, dan volume ekspor CPO sebesar 3,86 persen. Empat variabel tersebut pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap harga internasional minyak bumi.
74
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut : 1.
Volume ekspor CPO dan nilai tukar memiliki hubungan kausalitas. Pengaruh nilai tukar terhadap ekspor CPO pada jangka panjang adalah negatif. Namun pada jangka pendek nilai tukar tidak berpengaruh terhadap volume ekspor CPO. Volume ekspor CPO dan harga internasional minyak bumi memiliki hubungan kausalitas. Pada jangka pendek harga minyak bumi berpengaruh positif terhadap volume ekspor. Namun pada jangka panjang harga minyak berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO.
2.
Berdasarkan analisis Variance Decomposition, variabel volume ekspor CPO sangat dipengaruhi oleh perubahan variabel nilai tukar, produksi CPO dan harga internasional minyak bumi. Perubahan variabel harga internasional CPO dan suku bunga pengaruhnya relatif kecil terhadap variabel volume ekspor CPO.
75
5.2.
Saran
1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan makroekonomi yaitu nilai tukar dan suku bunga berpengaruh pada ekspor CPO. Oleh sebab itu, Bank Indonesia perlu membuat kebijakan makroekonomi yang lebih kondusif untuk peningkatan ekspor CPO seperti penetapan suku bunga yang rendah dan pelemahan nilai tukar riil rupiah.
2.
Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Namun saat ini Indonesia masih mengikuti patokan harga pasar internasional dalam pembuatan kebijakan mengenai CPO. Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan RI dan seluruh stakeholder harus mengupayakan agar Indonesia dapat menjadi salah satu patokan harga CPO dunia dengan memindahkan transaksi perdagangan future market CPO dunia dari bursa berjangka di Malaysia ke bursa berjangka di Indonesia.
3.
Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan ekspor CPO seperti, pajak ekspor. Selain itu, penulis menyarankan untuk menggunakan data harga internasional CPO CIF Rotterdam yang sudah diakui sebagai rujukan harga internasional CPO.
76
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2008. “Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia”. Jurnal Aplikasi Manajemen, 06: 139-144. Agustira, M. A. dan A. Jatmika. 2010. “Membentuk Harga Referensi CPO Dunia”. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian: vol.32, no.6, h. 16-18. Ahmed, S. 2009. “Exchange Rate Volatility and International Trade Growth: Evidence from Bangladesh”. Munich Personal Repec Archive, 19466. Aji, B. W. P. 2010. Analisis Integrasi Harga Minyak Bumi, Minyak Kedelai, CPO, Minyak Goreng Domestik, dan Tandan buah Segar Kelapa Sawit [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arifin, B. 2011. “Menggugat Manfaat Bea Keluar Ekspor CPO”. [Metro TV] http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/01/17/130/MenggugatManfaat-Bea-Keluar-Ekspor-CPO. [23 Maret 2011]. Arsana, I. G. P. 2006. Vector Auto Regressive. Laboratorium Komputasi Ilmu Ekonomi FEUI. Universitas Indonesia, Depok. Ashiqin, A. Z. 2010. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia, dan Singapura dalam Skema ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Buletin Statistik Bulanan Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2005-2010. Statistik Kelapa Sawit 2004-2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2010. Laporan Perekonomian Indonesia 2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Ekspor-Impor. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exportimport. [3 Mei 2011].
77
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Luas Areal dan Produksi. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/8Kelapa%20Sawit. [3 Mei 2010]. Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Wiley&Sons Inc., New York. Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York. Hafizah, D. 2009. Analisis Integrasi Pasar Fisik Crude Palm Oil di Indonesia, Malaysia dan Pasar Berjangka di Rotterdam [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hafizah, M. R. 2009. Analisis Penawaran Crude Palm Oil (CPO) Indonesia: Pendekatan Error Correction Model [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harismi, A. 22 Maret 2011. “Eropa Timur Peluang Ekspor CPO RI”. Media Indonesia: 18. International Financial Statistics. 2011. Indonesian Financial Data Quarterly. International Financial Statistics. [28 April 2011]. Kasmudi, M. 2011. “Potret Buram Ekspor-Impor”. [Okezone] http://economy.okezone.com/read/2011/02/17/279/425674/279/potretburam-ekspor-impor. [20 Juni 2011]. Kementrian Pertanian. 2011. Data Ekspor CPO 2000-2010. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Jakarta. Koo, W dan P. Kennedy. 2005. International Trade and Agriculture. Blackwell Publishing, London. Lipsey, R. G., D.D. Purvis, P.N. Courant, dan P.O. Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi. Jilid ke-2. Agus Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Mankiw, G. N. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Nachrowi, N. D. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
78
Organisation for Economic Co-operation and Development. Consumer Price Index Data. http://stats.oecd.org/ . [14 April 2011]. Organisation of the Petroleum Exporting Countries. 2011. OPEC Basket Price. http://www.opec.org/. [28 April 2011]. Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit (Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir). Penebar Swadaya, Jakarta. Pasaribu, S. H. 2003. Modul Pelatihan (Paket C) EVIEWS untuk Analisis Runtut Waktu (Time Series Analysis). Departemen Ilmu Ekonomi IPB, Bogor. Pratika, R.N. 2007. Analisis Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar terhadap Ekspor Komoditi Unggulan Pertanian (Karet dan Kopi) di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2006. Potensi dan Peluang Investasi Industri Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid ke-1. Haris Munandar [penerjemah]. Gelora Aksara Pratama, Jakarta. Semartoto, T. 2004. Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Perkembangan dan Ekspor Kakao di Indonesia [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susila, W.R. 2011. “Harga BBM Melambung: Subsektor Perkebunan Buntung atau Untung” [LRPI]. http://www.ipard.com/art_perkebun/08-01-29_wr.asp. [18 Juli 2011]. Todaro, M.P dan S. C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid ke-2. Barnadi dan Hardani [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Tweeten, L. 1992. Agricultural Trade: Principles and Policies. Westview Press, London. United Nations Commodity Trade Statistics Database. 2011. Data Query of Export and Import. http://comtrade.un.org/. [27 Januari 2011]. United Nations Conference on Trade and Development. 2011. Commodities Statistics. http://unctadstat.unctad.org [28 April 2011].
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Uji Stasioneritas pada Level ERR Null Hypothesis: ERR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.776768 Test critical values: 1% level -4.192337 5% level -3.520787 10% level -3.191277 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
IRR Null Hypothesis: IRR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.763100 Test critical values: 1% level -3.592462 5% level -2.931404 10% level -2.603944 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
VXCPO Null Hypothesis: VXCPO has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.893999 Test critical values: 1% level -4.186481 5% level -3.518090 10% level -3.189732 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.2134
Prob.* 0.0000
Prob.* 0.0000
81
QCPO Null Hypothesis: QCPO has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.012439 Test critical 1% level -4.186481 values: 5% level -3.518090 10% level -3.189732 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PCPOR Null Hypothesis: PCPOR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.499602 Test critical 1% level -4.192337 values: 5% level -3.520787 10% level -3.191277 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PCO Null Hypothesis: PCO has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.320888 Test critical 1% level -4.192337 values: 5% level -3.520787 10% level -3.191277 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0001
Prob.* 0.0524
Prob.* 0.0768
82
Lampiran 2. Uji Stasioneritas pada First Difference ERR Null Hypothesis: D(ERR) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.526027 Test critical values: 1% level -4.198503 5% level -3.523623 10% level -3.192902 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0042
IRR Null Hypothesis: D(IRR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.752800 Test critical values: 1% level -3.600987 5% level -2.935001 10% level -2.605836 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
VXCPO Null Hypothesis: D(VXCPO) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.208903 Test critical values: 1% level -4.205004 5% level -3.526609 10% level -3.194611 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
83
QCPO Null Hypothesis: D(QCPO) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.83474 Test critical values: 1% level -4.192337 5% level -3.520787 10% level -3.191277 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
PCPOR Null Hypothesis: D(PCPOR) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.947741 Test critical values: 1% level -4.198503 5% level -3.523623 10% level -3.192902 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0013
PCO Null Hypothesis: D(PCO) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.711146 Test critical values: 1% level -4.198503 5% level -3.523623 10% level -3.192902 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0002
84
Lampiran 3. Uji Granger Kausalitas Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/27/11 Time: 15:19 Sample: 2000Q1 2010Q4 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs F-Statistic
Prob.
QCPO does not Granger Cause VXCPO VXCPO does not Granger Cause QCPO
43
9.19423 2.97293
0.0042 0.0924
PCPOR does not Granger Cause VXCPO VXCPO does not Granger Cause PCPOR
43
8.46685 4.98709
0.0059 0.0312
PCO does not Granger Cause VXCPO VXCPO does not Granger Cause PCO
43
8.04887 6.03364
0.0071 0.0185
ERR does not Granger Cause VXCPO VXCPO does not Granger Cause ERR
43
7.16702 9.43977
0.0107 0.0038
IRR does not Granger Cause VXCPO VXCPO does not Granger Cause IRR
43
0.13120 0.50810
0.7191 0.4801
PCPOR does not Granger Cause QCPO QCPO does not Granger Cause PCPOR
43
7.48346 3.37323
0.0092 0.0737
PCO does not Granger Cause QCPO QCPO does not Granger Cause PCO
43
11.5008 5.07939
0.0016 0.0298
ERR does not Granger Cause QCPO QCPO does not Granger Cause ERR
43
9.10319 4.87485
0.0044 0.0330
IRR does not Granger Cause QCPO QCPO does not Granger Cause IRR
43
1.63756 0.28469
0.2080 0.5966
PCO does not Granger Cause PCPOR PCPOR does not Granger Cause PCO
43
0.15802 3.74595
0.6931 0.0600
ERR does not Granger Cause PCPOR PCPOR does not Granger Cause ERR
43
1.77370 0.73463
0.1905 0.3965
IRR does not Granger Cause PCPOR PCPOR does not Granger Cause IRR
43
0.07607 0.11708
0.7841 0.7340
ERR does not Granger Cause PCO PCO does not Granger Cause ERR
43
3.36499 0.13431
0.0740 0.7159
IRR does not Granger Cause PCO PCO does not Granger Cause IRR
43
0.69371 1.00742
0.4099 0.3216
IRR does not Granger Cause ERR ERR does not Granger Cause IRR
43
0.01055 0.04052
0.9187 0.8415
85
Lampiran 4. Uji Stabilitas Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: VXCPO QCPO PCPOR PCO ERR IRR Exogenous variables: C Lag specification: 1 4 Date: 06/27/11 Time: 12:29 Root 0.994844 0.864659 - 0.379279i 0.864659 + 0.379279i 0.567642 + 0.718535i 0.567642 - 0.718535i 0.869398 + 0.269954i 0.869398 - 0.269954i -0.900608 0.282568 + 0.840748i 0.282568 - 0.840748i -0.187629 - 0.830973i -0.187629 + 0.830973i -0.739470 - 0.401053i -0.739470 + 0.401053i 0.068083 + 0.834425i 0.068083 - 0.834425i 0.605686 - 0.556242i 0.605686 + 0.556242i -0.432675 + 0.676423i -0.432675 - 0.676423i -0.544458 + 0.420215i -0.544458 - 0.420215i -0.105806 + 0.450158i -0.105806 - 0.450158i
Modulus 0.994844 0.944187 0.944187 0.915702 0.915702 0.910345 0.910345 0.900608 0.886962 0.886962 0.851892 0.851892 0.841226 0.841226 0.837198 0.837198 0.822351 0.822351 0.802967 0.802967 0.687761 0.687761 0.462425 0.462425
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
86
Lampiran 5. Uji Optimum Lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: VXCPO QCPO PCPOR PCO ERR IRR Exogenous variables: C Date: 06/27/11 Time: 12:28 Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 40 La g
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4
-126.3009 -21.11484 21.28139 51.24354 124.1383
NA 173.5570 57.23491 31.46026 54.67108*
3.01e-05 9.66e-07 7.95e-07 1.53e-06 5.38e-07*
6.615047 3.155742 2.835931 3.137823 1.293084*
6.868379 4.929066* 6.129246 7.951129 7.626382
6.706643 3.796920 4.026689 4.878163 3.583005*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 6. Uji Kointegrasi Date: 06/27/11 Time: 12:30 Sample (adjusted): 2001Q2 2010Q4 Included observations: 39 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: VXCPO QCPO PCPOR PCO ERR IRR Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 At most 5
0.989539 0.843640 0.689075 0.598746 0.341337 0.135807
353.3637 175.5179 103.1498 57.58988 21.97663 5.692421
117.7082 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
0.0000 0.0000 0.0000 0.0010 0.1416 0.5003
Trace test indicates 4 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 7. Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 06/27/11 Time: 12:33 Sample (adjusted): 2001Q2 2010Q4 Included observations: 39 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
VXCPO(-1)
1.000000
QCPO(-1)
-0.505216 (0.02378) [-21.2451]
PCPOR(-1)
-0.188527 (0.01269) [-14.8593]
PCO(-1)
0.211545 (0.01479) [ 14.3015]
ERR(-1)
0.478968 (0.02919) [ 16.4091]
IRR(-1)
0.007112 (0.00045) [ 15.9556]
@TREND(00Q1)
-0.021275 (0.00077)
87
[-27.6623] C
-13.71873
Error Correction:
D(VXCPO)
D(QCPO)
D(PCPOR)
D(PCO)
D(ERR)
D(IRR)
CointEq1
-1.748597 (0.83418) [-2.09619]
2.232791 (1.14889) [ 1.94343]
-0.607201 (0.59622) [-1.01841]
-0.151421 (0.79091) [-0.19145]
-0.235533 (0.37140) [-0.63417]
-195.3815 (67.9722) [-2.87443]
D(VXCPO(-1))
0.937471 (0.64151) [ 1.46136]
-1.599092 (0.88353) [-1.80989]
0.489670 (0.45851) [ 1.06796]
0.467504 (0.60823) [ 0.76863]
0.099059 (0.28562) [ 0.34682]
154.6702 (52.2725) [ 2.95892]
D(VXCPO(-2))
0.569614 (0.62203) [ 0.91573]
-1.696997 (0.85671) [-1.98083]
0.259260 (0.44459) [ 0.58314]
0.494959 (0.58977) [ 0.83924]
0.131075 (0.27695) [ 0.47328]
118.5510 (50.6858) [ 2.33894]
D(VXCPO(-3))
0.100172 (0.40790) [ 0.24558]
-0.625114 (0.56178) [-1.11273]
0.127620 (0.29154) [ 0.43774]
0.524418 (0.38674) [ 1.35600]
0.099341 (0.18161) [ 0.54701]
73.67477 (33.2370) [ 2.21665]
D(VXCPO(-4))
0.107520 (0.20300) [ 0.52966]
0.222583 (0.27959) [ 0.79612]
0.001950 (0.14509) [ 0.01344]
0.361283 (0.19247) [ 1.87709]
0.021621 (0.09038) [ 0.23922]
22.44031 (16.5412) [ 1.35663]
D(QCPO(-1))
-0.842858 (0.33203) [-2.53850]
0.199574 (0.45729) [ 0.43642]
-0.222954 (0.23732) [-0.93948]
0.117202 (0.31481) [ 0.37230]
-0.058202 (0.14783) [-0.39371]
-66.19696 (27.0551) [-2.44675]
D(QCPO(-2))
-0.470134 (0.33674) [-1.39613]
0.789684 (0.46378) [ 1.70270]
-0.248407 (0.24068) [-1.03209]
0.210292 (0.31927) [ 0.65866]
-0.023623 (0.14993) [-0.15756]
-51.71006 (27.4390) [-1.88455]
88
D(QCPO(-3))
-0.464437 (0.27614) [-1.68188]
0.485394 (0.38032) [ 1.27627]
-0.142510 (0.19737) [-0.72204]
0.189498 (0.26182) [ 0.72378]
-0.056514 (0.12295) [-0.45966]
-45.37933 (22.5011) [-2.01676]
D(QCPO(-4))
-0.126519 (0.21277) [-0.59462]
0.259515 (0.29305) [ 0.88558]
0.107965 (0.15208) [ 0.70994]
0.258941 (0.20174) [ 1.28356]
-0.092231 (0.09473) [-0.97359]
-35.27028 (17.3376) [-2.03433]
D(PCPOR(-1))
-1.516836 (0.50612) [-2.99697]
0.708446 (0.69707) [ 1.01632]
0.680924 (0.36175) [ 1.88232]
1.141025 (0.47987) [ 2.37778]
-0.062081 (0.22534) [-0.27550]
-105.3827 (41.2410) [-2.55529]
D(PCPOR(-2))
0.217388 (0.69271) [ 0.31382]
2.247917 (0.95404) [ 2.35620]
-0.735093 (0.49511) [-1.48472]
-0.507130 (0.65677) [-0.77215]
-0.284147 (0.30841) [-0.92132]
-51.59870 (56.4444) [-0.91415]
D(PCPOR(-3))
-0.889415 (0.51527) [-1.72611]
-0.149845 (0.70967) [-0.21115]
0.229689 (0.36829) [ 0.62367]
0.086680 (0.48854) [ 0.17743]
-0.023003 (0.22942) [-0.10027]
-100.9407 (41.9865) [-2.40412]
D(PCPOR(-4))
-0.267985 (0.51121) [-0.52422]
0.929529 (0.70407) [ 1.32022]
-0.474996 (0.36538) [-1.30000]
-0.514291 (0.48469) [-1.06107]
0.051568 (0.22760) [ 0.22657]
-29.45946 (41.6552) [-0.70722]
D(PCO(-1))
1.078892 (0.29175) [ 3.69797]
-0.296170 (0.40182) [-0.73707]
0.045756 (0.20853) [ 0.21942]
-0.096685 (0.27662) [-0.34952]
-0.102423 (0.12990) [-0.78849]
64.26586 (23.7732) [ 2.70329]
D(PCO(-2))
-0.292482 (0.54327) [-0.53838]
-1.948500 (0.74823) [-2.60416]
-0.162184 (0.38830) [-0.41768]
-0.265008 (0.51509) [-0.51449]
0.324569 (0.24188) [ 1.34186]
1.601791 (44.2676) [ 0.03618]
D(PCO(-3))
0.346519 (0.38462)
1.249377 (0.52973)
0.102481 (0.27490)
0.168319 (0.36467)
-0.038575 (0.17124)
81.23454 (31.3404)
89
[ 0.90094]
[ 2.35853]
[ 0.37279]
[ 0.46157]
[-0.22526]
[ 2.59201]
D(PCO(-4))
-0.326884 (0.31172) [-1.04865]
-0.972536 (0.42932) [-2.26528]
-0.209182 (0.22280) [-0.93888]
-0.075173 (0.29555) [-0.25435]
0.013309 (0.13879) [ 0.09589]
-41.66294 (25.4001) [-1.64026]
D(ERR(-1))
-0.153793 (0.71283) [-0.21575]
-0.842668 (0.98176) [-0.85832]
1.256966 (0.50949) [ 2.46710]
1.591189 (0.67586) [ 2.35433]
-0.176123 (0.31737) [-0.55494]
-74.32782 (58.0843) [-1.27965]
D(ERR(-2))
0.757855 (0.84140) [ 0.90070]
3.148909 (1.15884) [ 2.71729]
-1.596684 (0.60139) [-2.65501]
-1.149545 (0.79776) [-1.44097]
0.072827 (0.37462) [ 0.19440]
-20.83176 (68.5608) [-0.30384]
D(ERR(-3))
-0.366107 (0.95937) [-0.38161]
1.781156 (1.32131) [ 1.34802]
-0.153608 (0.68570) [-0.22402]
0.146257 (0.90960) [ 0.16079]
0.051447 (0.42714) [ 0.12045]
-149.9054 (78.1732) [-1.91761]
D(ERR(-4))
-1.259675 (0.83374) [-1.51087]
-0.936820 (1.14829) [-0.81584]
-0.857279 (0.59591) [-1.43860]
-1.030100 (0.79049) [-1.30311]
0.123970 (0.37121) [ 0.33396]
-89.58890 (67.9365) [-1.31871]
D(IRR(-1))
0.013986 (0.00508) [ 2.75470]
-0.010528 (0.00699) [-1.50553]
0.002699 (0.00363) [ 0.74361]
-0.001799 (0.00481) [-0.37368]
0.000836 (0.00226) [ 0.36976]
0.436409 (0.41372) [ 1.05485]
D(IRR(-2))
0.000936 (0.00491) [ 0.19056]
-0.015767 (0.00676) [-2.33139]
-0.000200 (0.00351) [-0.05707]
-0.003357 (0.00466) [-0.72105]
0.002584 (0.00219) [ 1.18194]
0.146802 (0.40010) [ 0.36691]
D(IRR(-3))
0.006577 (0.00390) [ 1.68484]
-0.003480 (0.00538) [-0.64723]
-0.005581 (0.00279) [-2.00031]
-0.003266 (0.00370) [-0.88236]
0.002190 (0.00174) [ 1.26026]
0.093552 (0.31809) [ 0.29410]
90
D(IRR(-4))
0.000967 (0.00330) [ 0.29306]
-0.008633 (0.00454) [-1.89966]
-0.001285 (0.00236) [-0.54499]
-0.000496 (0.00313) [-0.15852]
0.001678 (0.00147) [ 1.14202]
-0.048041 (0.26888) [-0.17867]
C
0.085683 (0.05119) [ 1.67376]
0.108857 (0.07051) [ 1.54394]
0.013584 (0.03659) [ 0.37126]
-0.076874 (0.04854) [-1.58384]
-0.018451 (0.02279) [-0.80950]
-7.672479 (4.17135) [-1.83933]
0.919129 0.763608 0.311856 0.154884 5.910006 38.82250 -0.657564 0.451477 0.056286 0.318559
0.804723 0.429189 0.591553 0.213317 2.142879 26.33843 -0.017355 1.091686 0.038035 0.282344
0.819641 0.472796 0.159314 0.110702 2.363133 51.92003 -1.329232 -0.220191 0.038244 0.152463
0.747679 0.262446 0.280342 0.146849 1.540866 40.89990 -0.764097 0.344944 0.030437 0.170992
0.527550 -0.381009 0.061819 0.068959 0.580645 70.37988 -2.275891 -1.166850 -0.016680 0.058680
0.807310 0.436754 2070.611 12.62053 2.178641 -132.7933 8.143248 9.252289 -0.051282 16.81622
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1.66E-09 2.28E-12 190.7192 -1.421497 5.531338
91
92
Lampiran 8. Hasil Impulse Response Function Period
QCPO
PCPOR
PCO
ERR
IRR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
0.000000 -0.003277 0.051648 -0.020932 0.083046 -0.047723 0.046761 -0.020358 0.030212 -0.050599 0.055171 -0.012549 0.021514 -0.042212 0.020262 -0.011090 0.024030 -0.004845 0.022196 -0.004103 0.006035 -0.008206 0.018053 0.004106 0.006898 0.003384 0.008196 -0.004735 0.000361 0.008128 0.011075 0.004444 0.001815 0.001971 0.003019 0.004844 0.006178 0.008257 0.004710 0.001943 0.001855 0.005453 0.004755 0.005675 0.005897 0.005111 0.001857 0.002841 0.004702 0.006421
0.000000 -0.048530 -0.003781 -0.012183 -0.015189 -0.020574 0.013780 -0.007336 0.022237 0.017209 0.007755 0.005971 0.002057 -0.000995 0.012645 0.011360 0.000130 -0.006689 0.003046 -0.001351 -0.000105 0.006736 0.006318 0.002225 0.001127 0.000767 0.003023 0.005790 0.005835 0.004865 0.003270 -8.34E-05 6.60E-05 0.005003 0.005572 0.003360 0.002762 0.002427 0.001223 0.002404 0.004280 0.004696 0.003774 0.002700 0.001869 0.002433 0.003226 0.003897 0.004259 0.003503
0.000000 0.053179 0.070596 -0.082333 -0.070087 0.001485 0.040616 0.007364 -0.002216 -0.026876 -0.032540 -0.034921 0.011343 0.025914 0.006523 -0.024970 -0.019728 -0.004571 -0.009077 -0.008677 0.013257 0.010302 -0.019534 -0.027787 -0.011191 0.000931 0.001967 0.002006 -0.005135 -0.016235 -0.019190 -0.006614 0.004138 0.001488 -0.007527 -0.009455 -0.010309 -0.011842 -0.007519 0.000909 0.000165 -0.007572 -0.012143 -0.010665 -0.007535 -0.003904 -0.001697 -0.003490 -0.008683 -0.011460
0.000000 -0.054375 0.006091 0.084704 -0.031192 -0.007764 0.058809 0.042572 -0.056773 -0.039976 0.037312 0.041272 0.005196 -0.011891 0.002205 -0.014535 -0.017141 0.018188 0.043289 0.006743 -0.019418 -0.000958 0.011308 -0.005482 0.007790 0.025748 0.012756 -0.013558 -0.010406 0.006476 0.013298 0.009464 0.009275 0.005253 -0.004186 -0.006133 0.007646 0.015573 0.008429 0.001915 0.002768 0.001190 -0.000194 0.005883 0.011986 0.008729 0.001607 -0.000399 0.002287 0.005040
0.000000 0.003328 -0.025216 0.012774 -4.52E-05 0.005137 -0.008527 0.001332 -0.012440 0.003715 -0.004495 0.001802 -0.003955 -0.000278 -0.008532 0.001278 -0.002568 -0.002282 -0.002653 0.002051 -0.004516 -0.004207 -0.002721 -0.000674 -0.001652 -0.001035 -0.003042 -0.003157 -0.002806 -0.002307 -0.001384 -0.001128 -0.002550 -0.003051 -0.002083 -0.002468 -0.002484 -0.001589 -0.001360 -0.002525 -0.002747 -0.002646 -0.002170 -0.001861 -0.001728 -0.002180 -0.002379 -0.002648 -0.002429 -0.001974
92
93
Lampiran 9. Hasil Forecast Error Variance Decomposition Variance Decomposition of VXCPO Period VXCPO QCPO PCPOR 1 100 0 0 5 50.48777 11.21248 3.077849 10 46.00438 14.82668 3.395863 15 43.73998 17.14084 3.161271 20 44.67558 16.58945 3.031846 25 46.71878 15.76836 2.882525 30 48.31471 15.09168 2.799504 35 49.72491 14.58415 2.726086 40 51.14729 14.0972 2.636649 45 52.60804 13.62369 2.569858 50 54.04027 13.18559 2.508426 Variance Decomposition of ERR Period VXCPO QCPO 1 0.569536 1.050454 5 7.772041 6.537914 10 9.851828 12.39368 15 13.27782 11.11283 20 14.50685 10.8012 25 14.95309 10.78442 30 15.37751 10.7504 35 15.69434 10.6853 40 15.9156 10.6364 45 16.10747 10.6025 50 16.24545 10.58753
PCPOR 37.9921 41.70199 28.49867 25.17904 23.42023 22.65214 22.02118 21.58004 21.26667 20.99085 20.77571
PCO 0 21.83869 17.7099 17.73224 17.10667 16.8988 16.24265 15.87248 15.46185 15.06598 14.64353
PCO 3.63031 1.055324 2.093631 1.692577 1.402043 1.167215 1.027685 0.923731 0.843421 0.772767 0.713284
ERR 0 12.47606 17.19162 17.38247 17.80384 16.96292 16.80118 16.35876 15.9398 15.42932 14.9308
ERR 56.7576 42.74617 47.06528 48.66336 49.80926 50.39012 50.77588 51.07354 51.29808 51.48899 51.6426
IRR 0 0.907152 0.871564 0.843194 0.792611 0.76862 0.750275 0.733618 0.717216 0.703107 0.691385
IRR 0 0.186556 0.096902 0.074373 0.06042 0.053005 0.047348 0.043042 0.039824 0.037418 0.035436
93
94
Variance Decomposition of PCO Period VXCPO QCPO 1 22.83991 11.29479 5 5.14634 33.72879 10 4.430589 30.43482 15 4.244471 33.18026 20 4.440028 33.61337 25 4.320772 33.50493 30 4.127032 33.61216 35 4.007814 33.96538 40 3.964214 34.21292 45 3.927293 34.29691 50 3.861878 34.3555
PCPOR 5.35488 13.67305 14.28724 12.74171 12.95175 13.00123 12.86639 12.79986 12.834 12.84556 12.81889
PCO 60.51042 38.2975 40.5759 38.34646 38.54608 39.33812 39.79315 39.7639 39.77017 39.96347 40.14573
ERR 0 8.76739 9.907543 11.16683 10.12861 9.512435 9.284508 9.150624 8.907036 8.655269 8.507652
IRR 0 0.386928 0.363917 0.320264 0.320169 0.322513 0.316761 0.312417 0.311654 0.311494 0.310337
94