ANALISIS PERGERAKAN HARGA INTERNASIONAL MINYAK BUMI, CPO, DAN KEDELAI DENGAN PENDEKATAN VECM
JAUHARI DWIPUTRA FADILA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pergerakan Harga Internasional Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai (Pergerakan Kointegrasi dan Kausalitas) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014
Jauhari Dwiputra Fadila H34100016
ABSTRAK JAUHARI DWIPUTRA FADILA. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas Harga Minyak dengan Harga CPO dan Kedelai dengan Pendekatan VECM. Dibimbing oleh Dr. Ir. Nunung Kusanadi. Isu konversersi energi menjadi populer beberapa dekade terakhir. Bioenergi merupakan produk terdepan yang dianggap mampu menggantikan bahan bakar minyak (minyak bumi), karena lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini berakibat adanya dugaan peningkatan permintaan produk pertanian untuk bioenergi, yang diikuti oleh naiknya harga produk pertanian tersebut. Skripsi ini membahas mengenai pola pergerakan harga minyak, CPO, dan kedelai dalam suatu kondisi keterkaikatan atau intgrasi pasar. Melalui pendekatan permodelan VECM dan alat analisis IRF dan FEVD, maka peneliti bermaksud untuk menganalisi hubungan yang terjadi antara pergerakan harga minyak terhadap produk pertanian, yaitu CPO dan kedelai. Hasil Johansen cointegration test menunjukan bahwa terdapat kointegrasi antar ketiga variabel. Sedangkan hasil Granger causality test menunjukan harga minyak memilki hubungan kausalitas dua arah dengan CPO, tetapi tidak dengan kedelai. Variabel yang paling berpengaruh terhadap harga CPO adalah harga CPO itu sendiri, sedangakan pada kedelai paling banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga CPO. Kata kunci: konversi energi, minyak, VECM
ABSTRACT JAUHARI DWIPUTRA FADILA. Price Cointegration and Causality Analisys between International Price of Crude oil, CPO and Soybeans with VECM Model. Supervised by NUNUNG KUSNADI. The issue of energy conversion became popular for the past few decades. Bioenergy is a leading products that are considered capable of replacing petroleum, because it is more green and sustain. If the demand for agricultural products was increased, the price of them would be increased too (ceteris paribus). By looking at monthly price between 2004-2013 from World Bank, this research studied the pattern of crude oil, crude palm oil (CPO), and soybeans price movements under an integrated market condition. The movement prices were analyzed by using Vector Error Correction Model (VECM), with FEVD and IRF approached, which indicated that there was cointegration between the crude oil price against soybeans and CPO price. Furthermore, the results of Granger causality test showed crude oil price had the two-way causal relationship with the CPO price, but not with soybeans price. Meanwhile, soybeans price was heavily influnced by the movement price of CPO in the long term . Keywords: Energy conversion, crude oil, VECM
ANALISIS PERGERAKAN HARGA INTERNASIONAL MINYAK BUMI, CPO, DAN KEDELAI DENGAN PENDEKATAN VECM
JAUHARI DWIPUTRA FADILA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Pergerakan Harga Internasional Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai dengan Pendekatan VECM Nama : Jauhari Dwiputra Fadila NIM : H34100016
Disetujui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah Analisis Pergerakan Harga Internasional Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai (Pergerakan Kointegrasi dan Kausalitas). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis serta seluruh keluarga, atas segala doa dan masukannya. Selain itu, penulis juga sampaikan kepada teman-teman dan para dosen pengajar Departemen Agribinis, IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014 Jauhari Dwiputra Fadila
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
KERANGKA PEMIKIRAN
9
Integrasi Pasar
9
Dekomposisi Data Time Series
10
Hipotesis Penelitian
11
Kerangka Operasional
11
METODE PENELITIAN
12
Jenis dan Sumber Data
12
Pengolahan dan Teknik Analisis
12
Data Time Series
12
Identifikasi Pola Data Harga CPO, Kacang Kedelai, dan Crude Oil
12
Model VECM
13
Uji Stasioneritas
14
Johanses Cointegration Test
14
Granger Causality
15
Impulse Response dan Variance Decomposisition
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Eksplorasi Pergerakan Pola Harga CPO, Kedelai, dan Minyak Bumi
16
Pendugaan Hubungan Harga Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai
21
Pola Interaksi Harga Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai
26
SIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Sumber dan Jenis Data Hasil pengujian ADF pada taraf level Hasil pengujian ADF pada first difference Hasil uji Johansen Cointegration Hasil permodelan VECM Hasil uji kauasalitas Granger
14 22 22 23 23 25
DAFTAR GAMBAR 1 Konsumsi energi dunia 2 Data harga minyak dunia 3 Keterkaitan pasar energi dan non-energi 4 Kerangka operasional 5 Pergerakan harga (bulanan) minyak bumi, CPO, dan kedelai 6 Pergerakan harga minyak bumi dengan trend 7 Analisis trend pergerakan harga CPO dan kedelai 8 Hasil index musiman harga (bulanan) minyak bumi dari tahun 2004-2014 9 Hasil index musiman harga (bulanan) CPO dari tahun 2004-2014 10 Hasil index musiman harga (bulanan) kedelai dari tahun 2004-2014 11 Hasil Impulse Response Function minyak bumi terhadap kedelai dan CPO 12 Hasil Impulse Response Function CPO terhadap minyak bumi dan CPO 13 Hasil Variance Decomposition harga minyak bumi dari tahun 2004-2013 14 Hasil Variance Decomposition harga CPO dari tahun 2004-2013 15 Hasil Variance Decomposition harga kedelai dari tahun 2004-2013
1 2 10 11 17 17 18 19 20 20 26 28 29 30 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji kriteria lag 2 Uji ADF pada tarah level 3 Uji ADF pada differencing 1 4 Hasil Uji Johansen Cointegration 5 Model VECM 6 Hasil Uji Granger Causality 7 Hasil uji Impulse Response Function 8 Hasil Variance Decomposition minyak bumi 9 Hasil Variance Decomposition CPO 10 Hasil Variance Decomposition kedelai
35 35 35 36 36 37 38 38 39 39
PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi terhadap energi terus mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah populasi manusia. Tidak dapat dihindari lagi bahwa setiap manusia membutuhkan energi untuk melakukan kerja, seperti transportasi dan proccessing. Dengan demikian permintaan terhadap sumber-sumber energi akan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Gambar 1. Konsumsi energi dunia Melalui Gambar 1 diatas menunjukan konsumsi energi dunia pada tahun 2013 didominasi oleh sumber energi tak terbarukan. Minyak bumi menjadi sumber energi yang paling banyak dikonsumsi oleh warga dunia. Dengan demikian minyak bumi dapat dikatakan sebagai sumber energi yang paling berpengaruh dan merupakan sumber energi primer di dunia (Wang dan Zhang 2013). Namun ketersedian minyak bumi di alam sangatlah terbatas, dengan demikian diduga pada jangka panjang pasokan (supply) minyak bumi akan terus mengalami penurunan. Maka penurunan supply dan semakin bertambahnya demand masyarakat terhadap minyak bumi aka mempengaruhi harga minyak bumi untuk meningkat. Tidak hanya itu, harga minyak bumi juga sangat sensitif terhadap gejolak politik dan ekonomi. Seperti pada saat terjadi krisis ekonomi subprime di tahun 2008, keadaan pasar energi mengalami kejolak fluktuasi yang cukup tinggi (Lei dan Yong 2011), terutama minyak bumi (crude oil). Fluktuasi harga minyak bumi dunia dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah.
2
Gambar 2. Data harga minyak dunia Sumber: World Bank 2014 (diolah) Melihat perkembangan harga minyak bumi dari tahun 2004-2013 di atas, secara umum memilki trend yang positif atau meningkat. Menurut hukum teori permintaan ketika harga suatu produk naik maka konsumen akan mengurangi konsumsi produknya dan mencari produk pengganti (substitusi). Hal ini lah yang mendorong konsumen beralih pada produk substitusi yang dianggap lebih stabil dan berkelanjutan, juga ramah lingkungan. Sehingga terjadi konversi energi dari energi tak terbarukan (minyak bumi) ke energi terbarukan. Secara umum konsumsi energi terbarukan terbesar berasal dari bioenergi, seperti jagung, tebu, CPO, dan lainnya. Permintaan terhadap produk pertanian diduga akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kebutuhan energi dunia. Hal ini akan menimbulkan persaingan penggunaan produk pertanian untuk bioenergi atau konsumsi pangan dan pakan. Dengan demikian beberapa tahun terakhir ini banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan minyak dunia terhadap variabel lain yang terkait (Farahani et al. 2012). Salah indikator yang sering digunakan adalah harga. Harga dianggap dapat mewakili sisi permintaan dan penawaran. Selain itu, pada tingkat dunia harga menjadi variabel yang lebih mudah untuk didapatkan dalam menganalisa pasar, karena adanya keterbatasan sumber informasi. Penelitan serupa pernah dilakukan oleh Cabrera dan Schulz (2013) dengan mengkaji keterkaitan volatilitas harga minyak dengan produk turunan pertanian, yaitu harga dari rapeseed dan biodiesel. Hasil dari penelitian tersebut adalah dalam jangka panjang volatilitas harga minyak bumi mampu mempengaruhi pergerakan harga biodiesel, tetapi hanya berpengaruh kecil pada pergerakan harga rapeseed. Maka lebih lanjut akan timbul pertanyaan besar, apakah hasil produk pertanian akan dimanfaatkan untuk makanan atau bahan bakar? Apabila penggunaan hasil pertanian terus dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan bakar, sedangkan total produksi diasumsikan tetap, maka akan timbul shortage terhadap komoditas pertanian tersebut dikarenakan tambahan konsumsi tersebut. Dengan demikian harga-harga hasil pertanian (CPO, jagung, dll) akan ikut menjadi mahal
3 (naik). Sehingga menjadi penting untuk mengetahui hubungan dan pola interaksi yang terjadi antara pasar minyak bumi dengan hasil pertanian terkait dengan adanya isu konversi energi. Dari data yang dikeluarkan oleh oil world annual 2006 menunjuakan bahwa sumber-sumber minyak nabati dunia yang dijadikan input produksi bioenergi, paling banyak berasal dari tanaman kelapa sawit dan kedelai. Dimana produksi kelapa sawit didonominasi oleh negara-negara di Asia, seperti Indonesia, Malaysia, dan Tailan. Sedangkan kedelai banyak diproduksi oleh Amerika dan Brazil. Dengan demikian pada penelitian ini kelapa sawit dan kedelai lah yang akan digunakan sebagai objek penelitian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Kranzl, bahwa hubungan atau integrasi suatu variabel dengan variabel lainnya akan efektif terjadi ketika proporsi konsumsi kedua variabel tersebut berimbang seperti pada kasus penggunaan minyak bumi dengan tebu sebagai bioenergi di Brazil. Lebih lanjut pada penelitian ini akan dikaji pola hubungan harga minyak bumi dunia dengan harga CPO dan kedelai dunia dalam kondisi pasar yang terintegrasi. Hal ini menjadi penting, karena CPO merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia dan memilki beberapa produk turunan yang sangat berpengaruh bagi konsumen Indonesia seperti minyak goreng (Rifin 2009). CPO mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Prospeknya yang bagus di perdagangan dunia merupakan sumber devisa bagi pemerintah. Berdasarkan data BPS, kontribusi komoditas tersebut terhadap nilai ekspor non migas Indonesia cukup besar yaitu 2.28% pada tahun 2000 meningkat menjadi 11.47% pada tahun 2008. Di pasar domestik pun CPO merupakan salah satu sumber kebutuhan pokok bagi rakyat Indonesia yaitu bahan baku utama minyak goreng. Total penggunaan CPO tahun 2006 sebesar 16 juta ton, diistribusikan untuk ekspor sebesar 30.25%, minyak goreng 60.65%, margarin dan shortening 4.34%, serta oleochemical 4.76% (Depperin 2009). Tidak hanya itu seiring dengan berkembangnya pemanfaatan CPO untuk bioenergi, mengindikasikan pergerakan harga minyak bumi mempengaruhi harga CPO. Komoditas selanjutnya adalah kedelai yang merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak diimpor, sehingga perubahan dan fluktuasi harga kedelai dapat mempengaruhi anggaran belanja dan kebijakan pemerintah. Selain itu kedelai juga sudah mulai dimanfaatkan untuk bioenergi, dengan demikian menjadi penting untuk mengkaji apakah komoditas ini sudah terintegrasi dengan pasar energi (minyak bumi). Perumusan Masalah Seiring dengan semakin terbatasnya ketersediaan minyak bumi dunia mengakibatkan supply minyak bumi ke pasar energi akan cendurung menurun dan berakibat pada naiknya harga minyak bumi. Ini lah salah satu faktor pendorong terjadinya konversi energi, disamping munculnya gaya hidup greenliving. Perpindahan konsumsi energi tersebut sejalan dengan hukum teori permintaan, dimana ketika harga diduga akan mengalami kenaikan maka konsumen akan cenderung mengurangi konsumsi terhadap barang tersebut dan beralih pada produk substitusi. Adanya konversi energi tersebut berakibat terjadinya integrasi pasar anatara produk pertanian dengan pasar minyak bumi.
4 Keterkaitan pasar tersebut, menyebabkan adanya transmisi harga antara pasar minyak bumi dengan pertanian (CPO dan kedelai). Ketika harga minyak bumi dunia meningkat akan terjadi peningkatan permintaan produk pertanian untuk digunakan sebagai sumber bahan bakar nabati (produk substitusi). Sehingga akan terjadi persaingan dalam penggunaan produk pertanian untuk bahan bakar atau pangan dan pakan. Dan pada akhirnya harga-harga produk pertanian juga ikut naik karena adanya lonjakan permintaan (ceteris paribus), termasuk harga pangan. Pada kasus penelitian ini produk pertanian yang dianalisis adalah harga kedelai dan CPO dunia. Hal ini menjadi penting untuk diteliti mengingat CPO merupakan produk unggulan ekspor Indonesia dan kedelai adalah salah satu komoditas yang paling banyak diimpor Indonesia. Sehingga pergerakan harga internasional dapat mempengaruhi segala tindakan dan kebijkan para stakeholder. Maka dari latar belakang diatas, permasalahan yang akan dianalisis adalah: 1. Bagaimana pola pergerakan harga dari minyak bumi? 2. Bagaimana hubungan integrasi pasar yang terjadi antara minyak bumi dengan CPO dan kedelai? Tujuan Penelitian Dari hasil perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pergerakan harga minyak bumi dunia 2. Menganalisi hubungan pergerakan harga minyak bumi terhadap CPO dan kedelai, dalam kondisi pasar yang terintegrasi. Ruang Lingkup Penelitian Untuk menangkap pola hubungan dari harga CPO, kedelai dan minyak bumi, digunakan pendekatan kointegrasi. Ketika data time series yang kita gunakan memiliki pola yang serupa, maka dapat diduga variabel yang digunakan saling berkointegrasi. Dengan demikian metode VECM dapat dilakukan. Penggunaan VECM dimaksudkan untuk dapat menangkap hubungan atau korelasi (comovement) pada tingkat harga variabel tersebut baik jangka panjang ataupun jangka pendek (Carbrera dan Schluz 2013). Tahapan prosedur ekonometrik yang dilakukan pertama adalah menguji stasioneritas data, dengan menggunakan uji ADF pada tiap variabel. Selanjutnya adalah menguji kointegrasinya dengan menggunakan Johansen Cointegration Test, lalu selanjutnya adalah melihat hubungan kausalitas diantara ketiga variabel tersebut dengan cara Granger Causality Test. Dan yang terakhir melihat respons dari model (Rifin 2009). Batasan masalah yang digunakan untuk mengarahkan dan member ruang lingkup penelitian yang baik sehingga output dari penelitian memberikan hasil yang optimal dan efektif. Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel yang diukur hanya harga minyak bumi, CPO, dan kedelai 2. Data harga dunia didapatkan hanya dari Worldbank, periode 2004 sampai 2013, dengan jenis data bulanan (time series) 3. Alat analisis yang digunakan adalah unit root test, cointegration test, causality test, dan variance decomposition.
5
TINJAUAN PUSTAKA Keterkaitan Harga Minyak Bumi dengan Harga Pertanian Berbagai penelitian telah banyak dilakukan dalam mengkaji interaksi yang terjadi pada suatu pasar akibat pergerakan harga minyak dunia (crude oil) (Ghouri 2005, Naranpanawa dan Bandara 2012, Yadzan et al. 2012). Pada penelitian mengkaji dampak pergerakan harga minya dunia dengan pergerakan harga CPO dan kedelai. Dasar pemilihan variabel ditentukan atas dasar kesamaan penggunaan sebagai sumber energi dan adanya isu konversi energi kearah bioenergi. Melalui pendekatan MARKAL (market allocation) Santosa (2004), mengkaji pengaruh harga minyak terhadap pemanfaatan biodiesel dan dampaknya terhadap lingkungan. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa faktor keekonomian produk biodiesel, tidak hanya ditentukan oleh harga produk itu sendiri. Tetapi harga minya juga secara signifikan mempengaruhi, semakin kecil perbedaan biaya produksi biodiesel dengan minyak (solar) maka semakin besar pula daya saing biodiesel dipasar energi. Selain itu peneliti juga menyimpulkan bahwa dengan adanya pembangun biodiesel berbahan baku produk pertanian, dianggap mampu menopang atau memajukan perekonomian pedesaan. Kajian mengenai pergerakan harga minyak juga pernah dilakukan Chintia (2013). Peneliti melakukan kajian tentang hubungan harga minyak dengan harga beras domestik, dengan dugaan hipotesis terdapat hubungan kointegrasi antara harga minyak dunia dengan beras domestik. Hasil dari kajiannya menyatakan bahwa walaupun harga minyak memilki peran terhadap fluktuasi harga beras domestik, namun secara umum masih lebih dipengaruhi oleh lag harga beras itu sendiri. Beberapa penelitian seperti Qiu et al. (2009) berpendapat bahwa hubunga harga komoditas pertanian dengan harga biofuel memilki keterkaitan yang kuat, sedangkan Bansel et al. (2008) menemukan bahwa keterkaitan kedua variabel tersebut relatif lemah. Identifikasi tehadap kuat lemah nya hubungan dua pasar tersebut dapat bermanfaat dalam merumuskan kebijakan publik dan perencanaan (Zhang et al. 2011). Di Iran, Farahani et al. (2012) melakukan penelitian mengenai ada tidaknya kointegrasi dari harga minyak dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hasil penelitian tersebut berpendapat menyarankan terhadap pemerintah untuk merelaksasi kebijakan moneternya guna melindungi kondisi negara dari guncangan krisis global. Dengan demikian dari beberapa studi terdahulu di atas, diduga bahwa pergerakan harga minyak memilki peran yang signifikan terhadap harga komoditas pertanian. Walaupun proporsi pengaruh dari minyak berbeda-beda sesuai komoditas. Hal ini dikarenakan peningkatan harga minyak akan mendorong permintaan komoditas pertanian untuk digunakan sebagai sumber energi, sehingga harga komoditas pertanian juga akan ikut naik (Kranzl et al.). Konsep pemikaran minyak (crude oil) disini adalah minyak yang berasal dari bumi atau biasa dikenal dengan nama minyak bumi. Minyak bumi memiliki asal kata dari petroleum. Nama petroleum adalah nama dari organisme berupa
6 fosil yang ditemukan dalam kulit bumi berupa gas. Sedangkan menurut undangundang nomer 22 tahun 2001, yang dimaksud minyak bumi adalah “hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atauozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasukbatubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh darikegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi”. Minyak bumi dan gas alam terbentuk dari pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang tertimbun dalam kerak bumi selama jutaan tahun. Akibat pengaruh suhu dan tekanan tinggi selama jutaan tahun, sisa tumbuhan dan hewan tersebut berubah menjadi minyak bumi. Minyak bumi yang terjadi merembes keatas dan terkumpul dalam bantuan reservior, yaitu batuan berpori yang dapat ditebus oleh minyak bumi. Jika penumpukan minyak bumi ini banyak jumlahnya dan menguntungkan maka dilakukan pengeboran. Minyak bumi talah menjadi salah satu sumber energi utama yang digunakan manuasia, sehingga minyak bumi sering diperdagangkan lintas negara. Penetapan harga per satuan unit yang berlaku menjadi beragam, sesuai tempah (spot) penjualan dan pasarnya. Secara umum tiga pasar besar yang sering menjadi acuan harga minyak dunia adalah West Texas Intermediate (WTI), Brent Crude Oil, dan Dubai Crude Oil. Minyak WTI memiliki kualitas produk minyak yang sangat tinggi atau baik. Sebutan lain dari WTI adalah Light Sweet Texas. Nama ini didapatkan karena minyak dari WTI memilki tingkat phospor yang rendah (sweet) dan berat yang cenderung ringan (light density). Kualiatas yang dimiliki oleh WTI dianggap lebih baik dari minyak Brent dan Dubai. Hal ini lah yang membuat WTI menjadi tolak ukur (benchmarking) harga minya di Amerika. Penjualan minyak WTI lebih banyak memfasilitasi penjualan berjangka, sehingga WTI sering dijadikan hedging tool bagi para pelaku pasar minyak dunia (Miller et al. 2010). Sedangkan minyak Brent merupakan salah satu minyak dengan kualitas sangat baik, mendekati WTI. Karakteristik minyak ini adalah memilki kepadatan yang ringan. Minyak Brent bersumber di sekitar lau utara (North Sea), tepatnya disekitar UK, skandinava, dan Jerman dan telah dibangun sejak tahun 1970. Harga minya bumi Brent juga telah menjadi salah satu tolak ukur penetapan harga minyak, bahkan bisa mencapai 65% dari seluruh perdagangan minyak dunia (Miller et al. 2010). Perbedaan dari WTI adalah bahwa perdagangan minyak Brent lebih sering di jual belikan secara fisik, sedangkan WTI lebih banyak diperjual belikan pada pasar berjangka. Tidak hanya dibeberapa negara Eropa saja, Brent juga sering digunaka sebagai acuan harga pada negara-negra di Eropa lainnya dan Afrika. Sedangkan pasar lainnya adalah Dubai Crude oil, produk ini lebih banyak digunakan pada negara-negara di Asia, salah satunya Indonesia. Sumber daya utama minyak Dubai Crude Oil, berada di Jabel Ali, Uni Emirat Arab. Kebanyakan perdagangan minyak Dubai adalah transaksi fisik atau langsung (spot). Di pasar Dubai pemanfaatan transaksi berjangka baru perkembang di sekitar tahun 2007. Pada penelitian ini digunakan harga rata-rata dari ketiga harga tersebut yang sudah diolah oleh World Bank. Hal ini dimaksudkan agar pergerakan harga
7 minyak dapat terwakili secara umum atau menyeluruh, sehingga diambil nilai tengah dari ketiga acuan harga tersebut. Integrasi Pasar pada Sektor Pertanian Diskusi mengenai integrasi pasar pertanian dengan pasar energi sudah banyak dilakukan, terutama sering dilakukan ditahun 2006-2008 denga menggunakan berbgai macam alat analisis ekonometrik (Ihle, Brumer, dan Busee 2011). Menurut Goletti (1994), fluktuasi perubahan harga yang terjadi di suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lainnya dengan ukuran perubahan harga yang proporsional. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi yang mendukung dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari suatu pasar ke pasar lainnya, sehingga perubahan kondisi di suatu pasar seperti adanya perubahan harga dapat ditransmisikan ke harga di pasar lainnya (Regowo 2008). Jika penyaluran semakin cepat, maka pasar semakin terintegrasi. Anwar (2005) menyatakan bahwa dua pasar dikatakan terintegrasi jika perubahan harga dari salah satu pasar dirambatkan ke pasar lainnya. Di Indonesia, Rifin (2009) menganalisa keterkaitan harga CPO di dunia dan domestik, dengan produk turunannya yaitu minyak goreng. Dengan menggunakan uji Johansen, didapatkan bahwa ketiga variabel tidak memiliki kintegrasi. Sedangkan dari hasil permodelan Estimate VAR ditemukan bahwa harga CPO dunia hanya dipengaruhi oleh lag dirinya sendiri, sedangkan harga CPO domestik dan harga minyak goreng dipengaruhi oleh harga CPO dunia Penelitian serupa, dilakukan oleh Campiche et al. (2007) yang meneliti interaksi harga minyak bumi dengan beberapa komoditas pertanian, dimana salah satunya adalah kedelai. Permodelan yang dilakukan menggunakan VECM. Dari penelitiannya didapatkan hasil yang cukup menarik, yaitu data tahun 2006 sampai 2007 berkointegrasi, sedangkan dari tahun 2003-2005 tidak berkointegrasi. Kesimpulan dari penelitiannya bahwa peningkatan konsumsi hasil pertanian untuk bahan bakar sangat lah potensial, tetapi berakibat harga-harga hasil pertanian akan menjadi semakin tergantung (dependent) terhadap perubahan harga dari minyak atau bahan bakar fossil. Lebih lanjut untuk komoditas kedelai disimpulkan oleh peneliti bahwa integrasi kedelai akan lebih efektif terjadi terhadap harga biodiesel, bukan terhadap minyak bumi. Penelitian mengenai integrasi harga pasar energi dengan produk hasil pertanian juga pernah dilakukan oleh Yu et al. (2006). Dalam tulisannya Yu meneliti interaksi yang terjadi antar peningkatan harga minyak bumi (crude oil) dengan jumlah permintaan terhadap minyak sayur. Hasil dari penelitiannya adalah dampak perubahan atau rangsangan pada minyak bumi terhadap minyak sayur hanya mengakibatkan dampak perubahan yang kecil pada minyak sayur. Sementara Du dan Mcphill (2012) melihat keterhubungan harga antara pasar pertanian dengan energi dengan mengkaji harga etanol, bensin, dan jagung melalui pendekatan variance decomposition. Hasil dari variance decomposition menunjukan bahwa pada periode awal menunjukan respon satu pasar terhadap perubuhan harga dari pasar lainnya tidak signifikan, secara statistik. Tetapi pada periode kedepan masing masing harga baik jagung, bensin, maupun etanol memilki pengaruh secarah signifikan terhadap ketiganya.
8 Kajian mengenai hubungan pergerakan harga minyak tidak selalu dihubungkan dengan produk-produk hasil pertanian. Zhan dan Mei (2010) melakukan analisis pola hubungan pergerakan harga minyak dengan harga emas. Dari hasil permodelan yang telah dilakukan didaptkan hasil bahwa kedeua variabel tersebut terbukti secara signifikan memilki relasi atau kointegrasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel dalam jangka panjang memilki keseimbangan, dengan sifat korelasi positif. Terbukti secara statistik bahwa pergerakan harga minyak secara signifikan mampu mempangaruhi harga emas, tetapi tidak sebalik nya. Penelitian mengernai polah hubungan harga minyak pada variabel lain tidak hanya dilakukan melalui pendekatan kointegrasi dan VAR. Tetapi Zhang et al. (2011) melakukan pendekatan general equilibrium (GE) dan partial equilibrium (PE) dalam mengkaji pergerakan pertumbuhan bahan bakar nabati (biofuel) dengan produk pertanian (jagung, tebu, dan oilseeds). Dengan hasil secara umum bahwa dengan peningkatan produksi biofuel, yang dikarenakan berbgai kebijkan suatu negara, akan mendorong harga pertanian terkai akan ikut meningkat. Di Indonesia kointegrasi pernah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan perubahan harga dengan tingkat pendapatan untuk ayam broiler. Subagja (2012) melakukan penelitian tentang harga ayam broiler di Jawa Timur, dengan melihat keterkaitan lokasi terhadap pendapatan, melalui uji granger causality dan VAR. Depertemen keuangan di tahun 2008 juga pernah hubungan antara aliran modal asing, nilai tukar, dan pergerakan IHSG, dengan pendekatan kointegrasi dan kausalitas. Selain itu di tahun 2010, kementrian pertanian Republik Indonesia juga menerapkan pendekatan impulse response dan variance decomposition untuk melihat integrasi dan stabilitas harga pangan di Indonesia. Peneliti melakukan perbandingan harga-harga pangan antar daerah, untuk mengetahui apakah perubahan harga dari satu daerah dapat mempengaruhi harga didaerah lain. Komoditas yang di teliti adalah beras, jagung, dan kedelai. Secara umum hasil yang didaptkan dari penelitian tersebut, menyatakan bahwa pada masing-masing komoditas dan daerah variabel pada dirinya sendiri yang paling memilki pengaruh dari pergerakan harga tersebut. Pengembangan pendekatan kointegrasi juga pernah dilakukan oleh Sianturi (2005) dalam mengkaji hubungan pergerakan harga gula internasional dengan harga gula domestik. Data yang digunakan adalah data deret waktu dari 1998 sampai 2004, dengan jenis data bulanan dan memilki 84 data observasi. Walaupun hasil penelitian menunjukan bahwa relasi atau integrasi pasar gula internasional dan domestik bersifat lemah. Tapi terbukti bahwa pergerakan harga gula internasional dapat mempengaruhi harga gula domestik, tetapi tidak sebaliknya. Permodelan vector autoregressive (VAR) telah banyak digunakan untuk mengkaji berbagai hubungan variabel-variabel tertentu, salah satunya adalah Supriyanto (2006). Peneliti melakukan kajian mengenai hubungan dinamis antara arus modal asing, indeks LQ45, dan nilai kurs rupiah. Selanjutnya ditahun 2008, Chayawadee Chai dan Corrine (2008) menguji hubungan transaksi harian pemodal asing terhadap enam pasar modal yang sedang berkembang di Asia (India, Korea, Filipina, Indonesia, Taiwan, dan Tailan). Dengan hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengembalian pasar saham memiliki relasi dengan tingkat pembelian saham bersih, dan sebaliknya.
9
KERANGKA PEMIKIRAN Integrasi Pasar Ketika suatu produk atau jasa dimana memiliki relasi atau hubungan dengan produk lain yang berbeda pasar maka bisa dimungkinkan akan terjadi integrasi pasar. Menurut Goletti dan Tsigas (1994) integrasi pasar adalah suatu kondisi yang dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan, yang meliputi infrastuktur pemasaran dan kebijakan pemerintah, yang menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Integrasi yang terjadi pada dua pasar atau lebih dapat diindikasikan dari keterkaitan pola harga produk pada pasar tersebut. Market share akan terintegrasi jika harga diantara lokasi yang berbeda bergerak dengan pola yang sama, perbedaan antar harga tersebut dijelaskan melalui biaya transfer dan biaya transaksi sebagaimana aliran perdagangan diantara lokasi-lokasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menilai apakah pergerakan harga terjadi beriringan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan koefisien korelasi sederhana atau plot harga pada grafik untuk melihat ada atau tidaknya kesamaan. Jika harga bergerak bersamaan, pasar mungkin terintegrasi (Ariyoso 2010). Keberlangsungan integrasi pasar banyak dipengaruhi oleh pertukaran atau transmisi informasi dan harga. Semakin cepat saluran informasi dari satu pasar ke pasar lainnya, maka pasar akan semakin terintegrasi (Regowo 2008). Sedangkan Anwar (2005) berpendapat apabila harga dari salah satu harga dapat dirambatkan pada pasar lainnya maka dapat diindikasikan terdapat integrasi pasar. Integrasi pasar dapat terjadi dalam dua keadaan, yaitu integrasi parsial dan integrasi vertikal (Trotter 1992). Pasar vertikal biasa terjadi pada hubungan pasar produsen dengan pasar ritel (pengecer). Urgensi dari kajian tentang integrasi pasar vertikal penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada pasar.Derajat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi Integrasi pasar lainnya adalah integrasi spasial. Integrasi pasar spasial terjadi ketika perdagangan antara lokasi dan harga pada daerah importir sama dengan harga pada daerah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya. Integrasi pasar itu sendiri tidak otomatis berarti pasar bersifat persaingan sempurna (Ravallion 1986). Sedangkan menurut Gustina (2006) integrasi spasial adalah keadaan dimana dua pasar akan terhubung dalam perdagangan bebas, sehingga apabila terjadi guncangan excess demand atau excess supply pada salah satu pasar, akan berpengaruh terhadap pasar lainnya. Pada penelitian ini integrasi pasar terjadi didasari oleh konversi energi dari minyak bumi ke bioenergi (integrasi spasial). Terbatasnya ketersedian minyak bumi mengakibatkan supply minyak bumi cenderung menurun. Kenaikan permintaan minyak bumi tersebut akan mengakibatkan harga minyak bumi itu
10 sendiri dipasar meningkat, dengan asumsi faktor lain seperti demand diaanggap tetap (ceteris paribus) Kenaikan harga pada minyak bumi dari PE0 ke PE1 mengakibatkan perubahan kemirangan rasio harga pada input produksi. Lalu hal ini akan direspon produsen pada fungsi produksi dengan berpindah pada input produk lainya yaitu food. Keterkaitan ini tergambarkan pada gambar 3 dibawah. PF/PE0
D0
PF/PE1
D1
P1 P0
Gambar 3. Keterkaitan pasar energi dan non-energi Pada gambar 3 tersebut dapat dilihat bahawa perubahan kemiringan rasio harga tersebut mengakibatkan kenaikan pemanfaatan food sebagai input produksi energi. Selanjutnya hal ini mengakibatkan permintaan food secara umum di pasar meningkat. Sehingga demand terhadap food dari produk pertanian akan bergeser dari D0 ke D1 (meningkat) untuk digunakan sebagai sumber bioenergi. Peningkatan demand tersebut mengakibatkan harga pada produk pangan (pertanian) naik dari PF0 ke PF1, dengan asumsi ceteris paribus. Dekomposisi Data Time Series Melakukan eksplorasi data series yang digunakan menjadi sangat penting sebelum melakukan analisis atau pengujian statistik lebih lanjut. Melakukan eksplorasi data memberikan informasi lebih terhadap peneliti dalam menjabarkan dan menjelaskan data series yang digunakan. Tetapi pada data time series yang digunakan memilki struktur internal tersendiri, seperti trend, autocorrelation,dan seasonal (NIST 2012). Dengan demikian perlu dilakukan penguraian komponenkomponen tersebut untuk mempermudah analisis yang dilakukan dan juga untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi. Prinsip dasar dari metode dekomposisi deret waktu adalah mendekomposisi (memecah) data deret waktu menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi masingmasing komponen dari deret waktu tersebut secara terpisah. Pemisahan ini dilakukan untuk membantu meningkatkan ketepatan peramalan dan membantu pemahaman atas perilaku deret data secara lebih baik (Makridakis, Wheelwright dan McGee, 1992).
11 Perubahan atau pergerakan sesuatu variabel tertentu biasanya mempunyai pola yang agak kompleks, misalnya ada unsur kenaikan, penurunan, berfluktuasi dan tidak teratur, sehingga untuk diramal dan dianalisis secara simultan sangatlah sulit, sehingga biasanya diadakan pendekomposisian data kedalam beberapa komponen. Masing-masing komponen akan dipelajari dan dicari satu persatu, setelah ditemukan akan digabung lagi menjadi nilai taksir atau ramalan. Hipotesis Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah, tinjauan teoritis serta beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga terdapat kointegrasi dan kausalitas antara harga minyak (bumi), CPO, dan kacang kedelai 2. Diduga peningkatan harga minyak akan mengakibatkan harga CPO dan kedelai semakin mahal atau meningkat Kerangka Operasional Untuk menjawab berbagai rumusan masalah dan tujuan dari penelitian, maka dibutuh suatu riset mengenai kasus tersebut. Berikut adalah garis besar alur atau tahapan proses penelitian yang telah dilakukan:
Pasar Energi Dunia Analisis Kointegrasi dan Kausalitas (VECM)
Harga Minyak Bumi Dunia
Harga Produk Pertanian Dunia
Gambar 4. Kerangka operasional
12
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data berupa data deret waktu (time series) bulanan yang dibatasi dari tahun 2004 sampai 2013. Pemilihan rentang waktu yang digunakan berdasarkan tingkat konsumsi bahan bakar yang berasalah dari nabati yang baru berkembang beberapa dekade terkakhir tersebut. Sehingga apabila data series yang digunakan selama 10 tahu, maka didapatkan 120 observasi.. Data sekunder yang digunakan berasal dari data pink sheet yang dikeluarkan oleh World Bank secara online. Pengolahan dan Teknik Analisis Pengolahan data analisis kuantitatif menggunakan pendekatan ekonometrika dengan bantuan software Eviews versi 7 dan minitab16. Alasan penggunaan alat ini tepat digunakan untuk melakukan oprasional ekonometrika dengan model VECM dan cukup lengkap dalam penyedian alat analisis hasil permodelan. Data Time Series Sebuah data deret waktu (time series) adalah sekumpulan suatu nilai (value) dari sebuah observasi yang variabelnya dibedakan berdasarkan waktu, baik harian, mingguan, bulanan, tahunan, dll (Gujarati 2004). Menurut Makridakis et al. (1998) ada tiga alasan kenapa menggunakan metode deret waktu, yaitu: 1. Sistem kemungkinan tidak dipahami, dan sekalipun dipahami, hubungan– hubungan yang mengatur perilaku sistem tersebut kemungkinan sulit sekali diungkapkan. 2. Perhatian utama hanyalah memprediksi apa yang akan, bukan bagaimana hal tersebut terjadi. 3. Saat mengetahui sesuatu terjadi dan memprediksi apa yang akan terjadi, nilainya tidak terlalu berarti, padahal biaya untuk mengetahui tetang mengapa terjadi kemungkinan sangat tinggi, sementara biaya untuk memprediksi apa yang akan terjadi lebih rendah Identifikasi Pola Data Harga CPO, Kacang Kedelai, dan Crude Oil Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan penyajian dan deskripsi data time series yang digunakan. Dengan melakukan plotting harga, peneliti bermaksud untuk menunjukan pola harga dari ketiga variabel tersebut, apakah data tersebut sudah stasioner, memilki trend, atau pun musiman. Menurut Rifin (2009) langkah-langkah yang dilakukan dalam meneliti suatu hubunga beberapa variabe dengan menggunakan pendekatan ekonometrika, pertama adalah dengan melakukan unit root test dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang kita gunakan sudah stasioner atau belum, karena data yang belum stasioner dapat menghasilkan bias pada hasil perhitungannya. Apa bila
13 belum stasioner maka perlu dilakuka differencing (Gujarati 2004). Tahapan kedua adalah dengan melakukan uji Johansen Cointegration, untuk mengetahui kointegrasi pada variabel-variabel. Setelah itu mencarai kausalitas dari variabel, dengan melakukan metode granger causality test. Dan yang terakhir adalah melakukan analisis impulse response dan variance decomposition.
Model VECM Pada analisis VAR masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai di masa lampau variabel tersebut, juga dipengaruhi oleh nilai masa lampau dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Jadi variabel bebas dalam VAR meliputi nilai lag dari variabel terikat yang ada dalam sistem persamaan. Secara umum model VAR yang digunakan adalah:
Dimana: Yt : vektor (nx1) yang berisi n dari masing-masing variabel dalam VAR 𝞪10 Ao : vektor (nx1) intersep Ai: Koefisien matriks εt: Vektor (nx1) error Berdasarkan model di atas maka dapat dituliskan, sebagai berikut: (
)=(
)+(
)(
)+(
)
Dimana: Crude oil: adalah harga minyak bumi Palm oil: adalah harga CPO Soybeans: harga kacang kedelai Variasi bentuk VAR biasanya terjadi akibat perbedaan derajat integrasi data variabelnya, yaitu dikenal dengan nama VAR in level dan VAR in difference. VAR level digunakan ketika data penelitian memiliki bentuk stasioner dalam level. Jika data tidak stasioner dalam level namun tidak memiliki (secara teoritis tidak memerlukan keberadaan) hubungan kointegrasi, maka estimasi VAR dilakukan dengan difference.VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Sebelum melakukan analisis VECM pada data time series maka perlu dilakuka beberapa tahapan uji fit terhadap data yang dimilki, yaitu melaluka uji stasioneritas, uji kointegrasi, dan uji kausalitas.
14 Tabel 1. Sumber dan jenis data penelitian Variabel Harga Crude oil Harga CPO Harga Kedelai
Sumber Data World Bank World Bank World Bank
Periode 2004:1 s.d 2013:12 2004:1 s.d 2013:13 2004:1 s.d 2013:14
Jenis Data Bulanan Bulanan Bulanan
Satuan ($/bbl) ($/mt) ($/mt)
Uji Stasioneritas Ketika menggunakan data deret waktu maka perlu dilakukan uji stasioneritas dengan menggunakan uji unit root. Hal ini penting dilakukan sebelum melakukan pengujian VECM untuk menghindari hasil yang bias (Gujaratti 2004). Uji unit root yang dipilih adalah augmented dickey fuller (ADF), sehingga secara umum model ADF yang digunakan adalah:
Dimana: β1: Intersep β2: koefisien trend waktu εt: Residual Dengan kriteria uji adalah: H0: Data tidak stasioner H1: Data Stasioner Nilai uji adalah:
Johanses Cointegration Test Penggunaan uji Johansen cointegration adalah unuk mengetahui apakah data-data yang digunaka tersebut memilki kointegrasi. Variabel-variabel yang terintegrasi atau berhubungan akan menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai trend stokhastik yang sama dan selanjutnya mempunyai arah pergerakan yang sama dalam jangka panjang (BPPMLK 2008). Maka secara jangka panjang memilki keterkaitan atau hubungan diantara variabel tersebut (Rifin 2009). Sebagai syarat agar terjadi keseimbangan jangka panjang maka galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nilao nol atau dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner (Regowo 2008) Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan menggunakan lag optimum sesuai dengan pengujian sebelumnya. Dari uji Johansen akan didapat rank kointegrasi (r). Rank kointegrasi dari vektor yt adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas. Untuk itu akan diuji hipotesis sebagai berikut:
15
Uji hipotesis: H0: rank < r H1: rank > r Jika rank kointegrasi yang didapat lebih besar dari nol, maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Jika rank kointegrasi sama dengan nol maka model yang digunakan adalah VAR dengan pendifferensian (Regowo 2008). Granger Causality Granger’s Causality digunakan untuk menguji adanya hubungan kausalitas antara dua variabel. Kekuatan prediksi dari informasi sebelumnya dapat menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara y dan x dalam jangka waktu lama. Penggunaan jumlah lag (efek tunda) dianjurkan dalam waktu lebih lama, sesuai dengan dugaan terjadinya kausalitas. Diharapkan hasil Granger’s Causality ini dapat memberikan hasil yang menunjukkan adanya hubungan kausalitas dan arah pengaruh antara aliran modal asing dengan pasar modal Indonesia. Model umum granger causality adalah:
Dengan hipotesis: H0: Tidak ada kausalitas H1: Ada kausalitas Untuk menguji hipotesis maka digunakan uji F:
Jika F hitung lebih besar dari F tabel maka tolak H0, sehingga diartikan bahwa terdapat kausalitas diantara variabel tersebut. Langkah tersebut diulangulang untuk beberapa variabel penelitian yang lain dengan lag yang berbeda. Dalam proses pengujian dengan model mutivariat VAR dilakukan secara bersamaan (simultan) sehingga terdapat signifikansi gabungan dalam satu persamaan (Hamilton 1994 dan Patterson 2000). Menurut Gujarati (2004) yang dikutip dari jurnal Rifin (2009), bahwa dalam sebuah uji Granger Causality memiliki empat kemungkinan hasil yang didapat: 1. Adanya kausalitas tak langsung dari X terhadap Y. Hal ini terjadi apa bila koefisien estimasi pada lag X, secara statistik dikatakan berbeda dari 0
16 2. Adanya kausalitas tak langsung dari Y terhadap X. Hal ini terjadi apabila koefisien estimasi pada lag Y, secara statistik berbeda dari 0 3. Kasus ketiga adalah Feedback atau kausalitas bilateral. Hal ini terjadi ketika kedua koefisies X dan Y secara statistik berbedara dari 0 dengan signifikan pada kedua regresi 4. Tidak ada hubungan (independence). Hal ini terjadi ketika kedua koefisien X dan Y, secara statistik tidak signifikan pada kedua regresinya. Impulse Response dan Variance Decomposisition Menurut Gujarati (2004), hasil koefisien pada model VAR yang terbentuk sering kali sulit diintepretasikan, maka salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan impulse response function (IRF). IRF digunakan untuk mengetahui pengaruh shock dalam perekonomian. IRF menggambarkan bagaimana laju dari shock suatu variabel terhadap variabelvariabel yang lain sehingga melalui IRF ini, bisa diketahui lamanya pengaruh dari terjadinya suatu shock/goncangan suatu variabel terhadap variabel-variabel yang lain Untuk menganalisa hasil permodelan VAR dapat digunakan pendekatan variance decomposition. Metode ini bertujuan untuk mendekomposisi atau memisahkan pengaruh masing-masing variabel secara individual terhadap respon yang diterima suatu variabel termasuk dari variabel itu sendiri. Pembahasan dekomposisi varian dalam hal ini dapat diketahui dari kemampuan suatu variabel dalam menjelaskan variabel lainnya. Maka dapat dikatakan bahwa variance decomposition memberikan informasi penting mengenai relasi antar variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis hubungan pergerakan harga minyak bumi terhadap harga kedelai dan CPO untuk menjawab perumusan masalah di atas. Dengan demikian tahapan yang perlu dilalui yaitu: eksplorasi data harga minyak bumi, CPO, dan kedelai, melakukan uji stasioneritas data dan kointegrasi, melakukan permodelan VECM, melakukan uji kausalitas, dan melakukan analisis pola hubungan harga minyak bumi dengan kedelai dan CPO.
Eksplorasi Pergerakan Pola Harga CPO, Kedelai, dan Minyak Bumi Pendeskripsian atau eksplorasi data perlu dilakukan diawal pembahasan hasil untuk mengetahui trend dan pola musiman dari pergerakan harga minyak bumi (crude oil), CPO, dan kacang kedelai (soybeans). Data yang digunakan sebanyak 120 obeservasi, yaitu terhitung dari bulan satu 2004 sampai bulan dua belas 2013. Dalam menganalisa pola pergerakan harga minyak bumi, kedelai dan CPO digunakan analisis trend linier dan metode dekomposisi untuk melihat pola musiman pergerakan harga. Dengan demikian hal ini dapat memberikan informasi untuk membantu menganalisa dampak pergerakan minyak bumi terhadap harga CPO dan kedelai.
17
Harga ($)
Pergerakan Harga Minyak Bumi dengan CPO dan Kedelai 1400,00
140,00
1200,00
120,00
1000,00
100,00
800,00
80,00
600,00
60,00
400,00
40,00
200,00
20,00
Soybeans Crude Oil
0,00 2004M01 2004M07 2005M01 2005M07 2006M01 2006M07 2007M01 2007M07 2008M01 2008M07 2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01 2011M07 2012M01 2012M07 2013M01 2013M07
0,00
CPO
Gambar 5. Pergerakan harga (bulanan) minyak bumi, CPO, dan kedelai Sumber: World Bank Pink Sheet (diolah) Secara deskriptif pergerakan harga dapat dianalisis melalui plot deret waktu yang dapat terlihat pada Gambar 5. Berdasarkan plot deret waktu tersebut, pergerakan harga minyak bumi, CPO, dan kedelai memiliki pola pergerakan harga yang serupa atau mirip. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa terdapat hubungan pergerakan harga minyak bumi terhadap harga CPO dan kedelai. Selanjutnya untuk menganalisa pola pergerkan harga-harga tersebut maka perlu dilakukan pendekatan dekomposisi untuk menguraikan trend dan pola musiman. Metode least square digunakan untuk menganalisa trend pada pergerakan harga dan pendekatan subseries digunakan untuk menganalisa pola musiman pada data series (Scot dan Chandler). Analisis trend Berdasarkan hasil hasil hitung metode least quare didapatkan persamaan Ym= 42,79+0.578t. Dengan demikian setiap kenaikan satu satuan t dapan meningkatkan harga minyak bumi sebesar 0.578 satuan atau dengan kata lain trend pergerakan harga minyak bumi selalu meningkat atau positif. Hal ini dapat terlihat dari Gambar 6 dibawah. Trend Analysis Plot for crude oil Linear Trend Model Yt = 42,79 + 0,578*t
140
Variable A ctual Fits
120
A ccuracy Measures MA PE 15,509 MA D 10,886 MSD 242,378
crude oil
100 80 60 40 20 1
12
24
36
48
60 72 Index
84
96
108
120
Gambar 6. Pergerakan harga minyak bumi tahun 2004-2013 dengan trend
18 Trend positif yang dialami harga minyak bumi dunia diakibatkan oleh peningkatan konsumsi energi dunia dengan tidak dibarenginya peningkatan supply minyak bumi. Selain itu pertumbuhan ekonomi dibeberapa negara di Asia, yaitu India dan Cina, memicu permintaan terhadap minyak bumi. Mengingat kedua negara tersebut memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, sehingga pertumbuhan ekonomi tersebut mengakibatkan konsumsi masnyarakat meningkat. Adanya trend yang positf dari pergerakan harga minyak bumi, mengindikasikan harga minyak bumi akan terus meningkat. Apabila kenaikan harga terus terjadi mengakibatkan konsumen beralih pada produk substitusi lainnya, seperti bioenergi. Dengan demikian akan terjadi tambahan permintaan produk pertanian untuk digunakan sebagai sumber pembuatan bioenergi. Lonjakan permintaan ini lah yang bisa menjadi salah satu faktor pemicu naiknya harga-harga pangan dan produk turunan lain dari hasil pertanian. Sealanjutnya hasil perhitungan dengan metode least square terhadap pergerakan harga CPO dan kedelai juga memberikan hasil trend yang positif. Pada produk CPO persamaan yang diperoleh adalah Yc= 441+5,38t, dimana dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan waktu (t) akan mengakibatkan harga bergerak naik sebesar 5,38 satuan. Selanjutnya hasil persamaan kedelai adalah Yk= 256.1+2.9t, dengan interpretasi bahwa setiap kenaikan satu satuan waktu (t) akan meningkatkan harga kedelai 2.9 satuan. 1400,00 1200,00 1000,00 800,00
Yc = 5,3823t + 440,96 Yk = 2,8968t + 256,13 CPO Kedelai
600,00
Linear (CPO)
400,00
Linear (Kedelai)
200,00 1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 109 118
0,00
Gambar 7. Analisist trend pergerakan harga CPO dan kedelai Dapat dilihat dari Gambar 7 bahwa harga CPO dan kedelai akan ada kecenderungan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Salah satu penyebab meningkatnya harga-harga tersebut adalah peningkatan konsumsi. Seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Cina (salah satu negara pengkonsumsi energi terbesar) mengakibatkan permintaan terhadap CPO dan kedelai akan ikut bertambah. Analisis pola musiman Pada kasus penelitian ini pola musiman dari pergerakan harga minyak bumi, CPO, dan kedelai diditeksi melalui pendekatan index musiman. Sehingga bisa diketahui pola musiman harga minyak bumi, CPO, dan kedelai dalam periode satu tahun. Hasil index musiman pergerakan harga minyak bumi dapat dilihat pada Gambar 8.
19
Gambar 8. Hasil index musiman harga (bulanan) minyak bumi dari tahun 2004-2013 Pola musiman pergerakan harga minyak bumi dipengaruhi oleh tingkat demand dan supply dari produk tersebut. Pada dasarnya kebutuhan konsumsi minyak bumi akan selalu meningkat seiring dengan berjalannya waktu (bulan). Hal ini dikarenakan pada saat memasuk musim-musim dingin diberbagai negara yang memiliki empat musim akan menambah konsumsi minyak bumi sebagai pemanasan. Dengan demikian peningkatan demand tersebut akan mengakibatkan harga minyak cenderung meningkat. Tetapi pada kasus diatas terdapat fenomena yang janggal, dimana harga minyak bumi terus meningkat sampai pada bulan September dan mengalami penurunan seterusnya, padahal seharusnya harga akan terus meningkat dikarenakan masuknya musim dingin yang mengakibatkan demand minyak bumi meningkat. Fenomena ini terjadi dikarenakan krisis ekonomi subprime yang terjadi pada tahun 2008 yang mengakibatkan hampir seluruh konsumsi duni menurun. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 5 dimana pada tahun 2008 harga minyak sangat drastis menunurn. Hal ini lah yang mengakibatkan index harga minyak bumi di tahun 2008 terus menurun, sehingga index keseluruan dari tahun 2004-20013 ikut berubah, dari fenomena yang terjadi. Perlu diketaui sebelumnya bahwa index musiaman harga minyak bumi diatas adalahi hasil rata-rata index musiman harga minyak bumi selama periode 2004 sampai 2013. Pola musiman harga minyak bumi tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan dengan pola trend pergerakan harga minyak bumi tersebut. Harga dari bulan kebulan dan dari tahun ke tahun akan selalui meningkat, dikarenakan salah satunya peningkatan permintaan konsumsi yang terus meningkat. Dengan demikian setiap stakeholder, khususnya pemerintah harus dapat mengantisipasi fenomena yang terjadi tersebut. Karena pergerakan harga minyak bumi tidak hanya dapat mempengaruhi harga itu sendiri dan produk turunannya, tetapi juga akan mempengaruhi produk substitusinya dan produk-produk lain yang menggunakan minyak bumi sebagai input produksinya.
20
Gambar 9. Hasil index musiman harga (bulanan) CPO dari tahun 2004-2014 Dari gambar 9 di atas dapat dilihat index musiman harga CPO, dimana kenaikan harga mulai terjadi dengan ditandai index harga yang lebih dari satu dan akn mencapai puncaknya di bulan ke-5 dengan nilai index sebesar 1,0592. Selanjutnya terjadi penurunan harga sampai bulan ke-10 dengan index terendah sebesar 0.9288. Kenaikan harga CPO dari bulan 11 sampai pada puncaknya di bulan 5 dikarenakan adanya musim kemarau di daerah sentra produksi kelapa sawit, seperti Indonesia. Kemarau pada periode tersebut mengakibatkan produksi kelapa sawit menurun, dengan demikian supply CPO ke pasar dunia juga ikut menurun. Sehingga penurunan pasokan tersebut berakibat pada kenaikan harga CPO. Hal serupa juga terjadi pada produk CPO, dimana hasil subseries plot menunjukan tidak terdapat pola musiman pada pergerakan harga CPO, karena hasil plotting cenderung datar datar dari periode ke periode selanjutnya. Dengan demikian harga CPO dunia dapat disimpulkan tidak memilki pola tertentu dalam dalam periode satu tahun yang berulang.
Gambar 10. Hasil index musiman harga (bulanan) kedelai dari tahun 2004-2014
21 Sedangkan dari index musiman harga kedelai (lihat gambar 10) cenderung datar. Fluktuasi harga pada kedelai terjadi pada periode ke-7 dengan nilai index tertinggi sampai bulan ke-10 dengan nilai index terendah. Hal ini dikarenakan pada negara-negara penghasil utama kedelai baru mulai memasuki musim dingin, sehingga terjadi penyesuaian pasokan kedelai ke pasar. Maka menjadi penting bagi pemerintah, Indonesia khususnya, untuk dapat mengatur pembelian kedelai. Pemerintah haru mengetahui kapan harga kedelai akan turun sehingga dilakukan pemebelian untuk dapat menghemat anggaran belanja negara, lalu melakukan penyimpanan untuk dapat mengatur kestabilan harga dalam negri dengan menyediakan pasokan kedelai yang cukup. Dengan demikian pola kenaikan harga minyak bumi tersebut dan trend pergerakan harga minyak bumi yang positif, mengindikasikan pergerakan harga minyak bumi akan terus meningkat. Maka kenaikan harga tersebut akan direspon oleh konsumen dengan berpindah pada produk bioenergi. Hal ini juga diperkuat dengan adanya kesaaman pola pergerakan harga dari minyak bumi dengan kedelai dan CPO. Selanjutnya menjadi penting untuk menganalisis apakah benar sudah terjadi hubungan atau integrasi pasar antar produk pertanian dengan minyak bumi. Pendugaan Hubungan Harga Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai Sebelum menganalisis hubungan harga minyak bumi dengan harga CPO dan kedelai, perlu melakuan beberapa tahapan untuk memenuhi syarat permodelan yang digunakan. Pertama data yang telah dimiliki harus dilakukan uji stasioneritas. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya bias pada permodelan kointegrasi yang dilakukan atau spurious regression (Gujarati 2004). Tahapan selanjutnya adalah dilakukan uji kointegrasi untuk menguji ada tidaknya kointegrasi antara harga minyak bumi, CPO, dan kedelai dengan menggunakan metode Johansen cointegration test. Selanjutnya dilakukan permodelan terhadap harga minyak bumi, CPO, dan kedelai. Setelah itu untuk mempermudah analisis hubungan antar variabel dari model perlu dilakukan uji kausalitas. Uji Stasioneritas Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam menggunakan suatu data time series maka diperlukan uji stasioner untuk menghindari hasil yang bias. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini harus bersifat stasioner, memiliki ragam yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Gujarati 2004). Peneliti menggunakan uji ADF untuk mengetuahi stasioneritas dari data yang digunakan. Penerapan uji ADF dilakukan terhadap ketiga variabel dengan asumsi tarah nyata yang digunakan adalah 5 persen. Asumsi hipotesis yang digunakan adalah H0: β1= 0 menyatakan bahwa terdapat unit root atau tidak stasioner, sedangkan H1: β1≠0 menyatakan bahwa tidak terdapat unit root atau data sudah stasioner. Penolokan H0 terjadi apabila nilai P-value atau nilai prob lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (5%). Hasil uji unit root dengan ADF dapat dilihat di tabel berikut, disajikan berdasarkan komoditas.
22 Tabel 2. Hasil uji ADF harga minyak bumi, CPO, dan kedelai pada taraf level Nilai Kristis Mckinnon Nlai Variabel Prob. Keterangan ADF 1% 5% 10% Crude oil -3.707391 -4.037668 -3.448348 -3.149326 0.0256 Stasioner Tidak Soybeans -3.276753 -4.037668 -3.448348 -3.149326 0.0752 Stasioner Tidak Palm oil -2.691278 -4.037668 -3.448348 -3.149326 0.2422 Stasioner Dari hasil pengujian ADF yang telah dilakukan hanya variabel minyak bumi (crude oil), yang terbukti secara statistik menolak H0, memilki nilai p-value (0.0256) lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen (0.5) . Artinya data deret waktu pada crude oil sudah stasioner pada taraf nyata 5 persen di taraf level. Sedangkan untuk variabel kacang kedelai (soybeans) dan CPO (palm oil) tidak cukup bukti secara statistik bersifat stasioner. Sehingga perlu dilakukan langkah selanjutnya untuk membuat variabel soybeans dan palm oil stasioner, yaitu dengan melakukan first difference. Dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Hasil pengujian ADF harga minyak bumi, CPO, dan kedelai pada first difference Nilai Kristis Mckinnon Variabel Nlai ADF Prob. Keterangan 1% 5% 10% Crude oil -6.668084 -4.03767 -3.44834 -3.14932 0.000 Stasioner soybeans -7.828915 -4.03767 -3.44835 -3.14933 0.000 Stasioner Palm oil -6.753398 -4.03767 -3.44835 -3.14933 0.000 Stasioner Setelah dilakukan first difference, maka kedua variabel soybeans dan palm oil, sudah bersifat stasioner atau cukup bukti untuk menolak H0. Hal ini dikarena nilai p-value dari kedua variabel telah lebih kecil dari taraf nya yang ditetapkan (5%), selain itu nilai ADF yang didapat telah lebih besar secara mutlak dari nilai kritis Mckinnon pada taraf nyata lima peresen. . Uji Kointegrasi Setelah melakukan uji stasioneritas dari data deret waktu yang digunakan maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi antar ketiga variabel secara simultan. Uji kointegrasi untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan dalam jangka panjang, yaitu terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan diantara variabel-variabel di dalam penelitian ini atau tidak. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Johansen’s Cointegration Test. Asumsi yang digunakan, H0 adalah nonkointegrasi dan H1 adalah kointegrasi dengan kriteria statistika, tolak H0 jika trace statistic > Critacal value atau nilai p-value lebih kecil dari taraf nyata (𝞪) yang ditetapkan (5%).
23 Tabel 4. Hasil uji Johansen Cointegration harga minyak bumi dengan harga CPO dan kedelai Hypothesized Trace 0.05 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic CV Prob.** None * 0.136544 26.37711 24.27596 0.0268 At most 1 0.07593 9.346886 12.3209 0.1498 At most 2 0.001608 0.186715 4.129906 0.7201 * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level Dari hasil pengolahan johansen cointegration terbukti bahwa ketiga variabel terkointegrasi. Sehingga cukup bukti secara statistik bahwa terdapat hubungan jangka panjang dan keseimbangan antar variabel tersebut, ketika terjadi kointegrasi (Gujarati 2004). Karena terdapat persamaan yang terkointegrasi, maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Pendugaan Hubungan Harga Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai dengan Model VECM Setelah dilakukan uji kointegrasi Johansesn, diketahui terdapat kointegrasi antar variable. Maka selanjutnya dilakukan permodelan VECM (Gujaratti 2004). Permodelan VECM berfungsi sebagai dasar dalam menganalisa hubungan dan pola interaksi diantara harga minyak bumi, CPO, dan kedelai. Hasil estimasi model VECM sebagai berikut. Tabel 5. Hasil permodelan VECM harga (bulanan) minyak bumi, CPO, dan kedelai dari tahun 2004 samapai 2013 Regressand Regressor D(Crude_oil) D(Palm_oil) D(Soybeans) Crude_oil(-1) -0.105933 -0.120675 0.0178137 Palm_oil(-1) -0.27225 -0.27225 -0.27225 Soybeans(-1) -0.229837 -0.229837 -0.229837 D(crude_oil(-1) -0.959337 0.23696 -0.898176 D(crude_oil(-2) 0.093121 1.678567 0.547408 D(crude_oil(-3) 0.104874 -3.355698 -0.997596 D(palm_oil(-1) 0.017044 0.463464 0.126079 D(palm_oil(-2) 0.018767 0.010852 -0.037622 D(palm_oil(-3) 0.031093 0.247389 0.163496 Dsoybeans(-1) 0.007374 -0.049338 0.278762 D(soybeans(-2) -0.018781 -0.242987 -0.009641 D(soybeans(-3) -0.039169 -0.204238 -0.18764 C -1.166724 -1.166724 -1.166724 Dari hasil permodelan VECM maka dapat terlihat bahwa, variabel minyak (crude oil) dipengaruhi secara signifikan (5%) oleh variabel dirinya sendiri pada lag pertama dan variabel CPO (palm oil) pada lag ketiga, dengan nilai koefisien
24 berturut-turut 0.236969 dan 0.031093. Pola dari hubungan yang terjadi pada variabel CPO dan minyak sendiri bersifat positif. Artinya adalah setiap terjadi kenaikan harga satu satuan pada harga minyak itu sendiri pada satu bulan sebelumnya, diduga akan meningkatkan nilai harga sebesar 0.236969$/berrel, atau sebaliknya. Sedangkan pergerakan atau kenaikan harga CPO satu persen pada tiga bulan sebelumnya, diduga akan memberikan kenaikan harga minyak sebesar 0.031093$/barrel. Pada permodelan kedua dengan variabel dependen palm oil (CPO), didapatkan bahwa hanya variabel minyak pada lag ketiga dan CPO sendiri pada lag pertama dan ketiga, yang secara signifikan mempengaruhi pergerakan harga CPO. Hal ini terlihat dari nilai trace statistic > critical value pada taraf nyata 5 persen, sehingga cukup bukti untuk mengatakan bahwa variabel tersebut signifikan. Nilai koefisien variabel minya yang signifikan adalah -3.355698, artinya setiap terjadi kenaikan satu persen pada harga minya diduga harga CPO akan mengalami penurunan sebesar 3.355698$/ton. Pada model pergerakan harga kedelai, lag kedelai memilki pengaruh signifikan terhadap pergerakan harga kedelai sendiri, sedangkan variabel lain yang secara signifikan yang mempengaruhi harga kedelai adapa CPO pada lag satu dan tiga. Pada setiap kenaikan satu persen variabel CPO di satu bulan sebelumnya, diduga akan meningkatkan nilai harga kedelai sebesar 0.126079$/ton. Sedangkan pada lag ketiga variabel CPO juga memberikan dampak positif (searah) dengan pergerakan harga kedelai. Ketika variabel CPO naik pada tiga bulan sebelumnya, maka diduga akan meningkatkan harga kedelai sebesar 0.163496$/ton. Pergerakan harga kedelai juga secara signifikan dipengaruhi oleh lag nya sendiri, dengan nilai koefisien 0.278762. Artinya apabila terjadi kenaikan satu persen pada harga kedelai di satu bulan sebelumnya, diduga akan meningkatkan harga kedelai sebesar 0.278762$/ton. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh pergerakan harga minyak bumi terhadap kedelai dan CPO, dengan data observasi dari tahun 2004 sampai 2013, hanya terbukti secara signifikan dengan model VECM pada variabel CPO. Sedangkan harga kedelai tidak terbukti secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan harga kedelai. Keterkaitan antara CPO dan minyak bumi dikarenakan penguunan CPO untuk bahan bakar sudah lebih mudah didapatkan. Tingginya tingkat produksi minyak kelapa sawit dari negara-negara di Asia menjadi faktor utama peningkatan supply komoditas pertanian untuk bioenergi (World Bioenergy 2012). Pada kasus kedelai hal ini sesuai dengan pendugaan penelitian yang telah dilakukan Campiche yang menunjukan bahwa hubungan antara kedelai dengan minyak bumi tidak secara signifikan terbukti. Lebih lanjut Campiche menunjukan bahwa hanya pada periode 2006-2007 saja hubungan integrasi harga antara minyak bumi dengan kedelai terjadi. Sedangkan pada penelitian ini dapat dibuktikan bahwa dengan data series yang digunakan sampai 2013 belum menunjukan adanya hubungan antara harga minyak bumi dengan kedelai. Selain itu hasil ini juga didukung oleh data yang dikeluarkan oleh salah satu mediaonline Amerika di tahun 2013 yaitu bigpicture agriculture, menunjukan bahwa Amerika sebgai salah satu produsen utama kedelai hanya mengkonsumsi kedelainya sebagai kebutuhan energi sebesar 15 persen dari total penggunaan
25 kedelai. Hal ini menunjukan bahwa keterkaitan pasar antar minyak bumi dan kedelai belum secara sempurna terhubung. Selanjutnya untuk mempermudah dalam menginterpretasikan hasil permodelan VECM di atas maka perlu dilakukan uji kausalitas, yaitu dengan metode granger causality test, yang dilakukan secara simultan atau bersamaan. Setiap persamaan dalam VAR diuji dalam distribusi Wald Chi-Squares atau biasa dinotasikan χ2 – Wald. Setiap variabel dipertukarkan dari variabel endogen menjadi variabel eksogen untuk diuji hubungan kausalitas. Hasil perhitungan statistik χ2 – Wald menunjukkan signifikansi gabungan (joint significance). Berikut adalah hasil uji yang telah dilakukan. Tabel 6. Hasil uji kauasalitas Granger harga minyak bumi dengan harga CPO dan kedelai Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic Prob.
D(PALM_OIL) does not Granger Cause D(CRUDE_OIL) D(CRUDE_OIL) does not Granger Cause D(PALM_OIL)
116
5.15966 0.0023 5.05541 0.0026
D(SOYBEANS) does not Granger Cause D(CRUDE_OIL) D(CRUDE_OIL) does not Granger Cause D(SOYBEANS)
116
0.71597 0.5445 0.62935 0.5976
D(SOYBEANS) does not Granger Cause D(PALM_OIL) D(PALM_OIL) does not Granger Cause D(SOYBEANS)
116
1.52776 0.2114 3.23048 0.0252
Asumsi hipotesis yang digunakan adalah H0: tidak ada kausalitas dari variabel X ke Y dan H1: ada kausalitas dari X ke Y, dengan menolak H0 apabila nilai p-value atau Prob. lebih kecil dari tarang nyata yang digunakan yaitu lima persen (0.5). Dari hasil uji yang telah dilakukan secara umum dapat digambarkan pada diagram kausalitas sebagai berikut. Dari hasil pengujian granger causality, didapatkan hasil bahwa harga minyak dunia cukup bukti mempengaruhi harga dari CPO pada tarah nyata sebesar 5 persen, nilai p-value sebesar 0.0026. Sedangkan harga CPO dunia ternyata juga cukup bukti untuk menolak H0, sehingga dapat dikatakan bahwa pergerakan harga CPO dunia mampu mempengaruhi harga minyak dunia, dengan nilai p-value sebesar 0.0023(< 0.05). Sedangkan antara harga minyak dan kedelai sama sekali tidak terbuki secara statistik bahwa kedua variabel tersebut memilki kausalitas, baik minyak terhadap kedelai ataupun kedelai terhadap minyak. Tetapi harga CPO dunia terbukti dapat mempengaruhi pergerakan harga kedelai, pada taraf nyata sebesar 5persen. Hasil uji Granger diatas menunjukan hal yang sama dengan permodelan VECM, bahwa pengaruh pergerakan harga minyak bumi hanya terjadi pada komoditas CPO, tetapi tidak terhadap kedelai. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Bracco (2014) yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara harga minyak bumi dengan kedelai atau pun sebaliknya. Lebih lanjut juga dijelaskan oleh Campiche bahwa pada kasus kedelai tidak ditemukan hasil yang signifikan terhadap minyak bumi, tetapi hubungan antara kedelai dengan produk turunan minyak bumi terjadi yaitu pada pergerakan harga biodiesel. Dengan demikian pemerintah harus lebih sensitif terhadap
26 pergerakan kan harga minyak bumi, dimana apabila kenaikan harga minyak bumi akan mempengaruhi harga dari CPO. Kenaikan harga CPO tersebut diduga akan ikut meningkatkan produk-produk lain yang terkait, seperti minyak goreng.
Pola Interaksi Harga Minyak Bumi, CPO, dan Kedelai Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa impulse response digunakan untuk memudahkan intepretasi dari model VECM yang digunakan. Perilaku dinamis dari model VECM dapat dilihat melalui respon dari setiap variabel terhadap kejutan (shock) dari variabel tersebut maupun terhadap variabel lainnya. Guncangan yang dimaksudkan adalah ketidak terjadi perubahan satu satuan dari standar deviasi suatu variabel. Dengan asumsi bahwa sumbu vertikal ada nilai respons yang terjadi dan sumbu mendatar atau horizontal adalah periode yang telah ditetapkan. Secara mendasar dalam analisis ini akan dilihat bagai dimana interaksi antar variabel ketika terjadi perubahan atau guncangan dari salah satu variabel. Sehingga bisa didapatkan bagaimana mana suatu variabel bereaksi terhadap variabel lainnya dengan melihat respon yang terjadi, baik respon positif atau negati. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cenderung berubah. Dalam jangka panjang respon cenderung konsisten dan terus mengecil. Cara untuk memudah dapalam menganalisi interaksi antar variabel dalam VECM adalah dengan menggunakan metode impulse response fucntion dan forecast error variance decomposition. Impulse Response Function (IRF) memberikan gambaran bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan pada satu variabel lainnya. Analisis IRF merupakan cara yang paling baik untuk menunjukan respon dari model terhadap shock. Hal ini karena koefisien hasil estimasi VAR sulit untuk diartikan dan kurang bisa diandalkan. Akan tetapi analisis IRF mempunyai keterbatasan dalam menginterpretasikan ukuran dan besarnya pengaruh perubahan dalam sistem (Susanti 2008). Hasil IRF dengan guncangan crude oil 40,00000
Axis Title
30,00000 20,00000
CPO
10,00000
soybeans
0,00000 -10,00000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 11. Hasil Impulse Response Function minyak bumi terhadap kedelai dan CPO Pada gambar diatas menunjukan response yang diberikan oleh CPO dan kedelai yang diakibatkan shock atau guncangan pada harga minyak. Dapat terlihat bahwa ketika terjadi perubahan satu standar deviasi pada harga minyak bumi akan menunjukan respon yang positif (naik) terhadap harga kedelai dan CPO. Dari
27 kedua variabel tersebut memiliki persamaan yaitu ketika terjadi guncangan pada harga minyak bumi maka respon atau kenaikan terbesar ada pada periode ketiga setelah guncangan terjadi. Dengan demikian perlu diperhatikan oleh para pihak terkait, teruma pemerintah, bahwa kenaikan harga minyak bumi diduga akan memberikan dampak peningkatan terbesar pada produk CPO setelah 3 bulan harga minyak bumi naik. Namun dalam jangka panjang pengaruh dari minyak bumi terhadap pergerakan CPO cenderung akan terus menurun, bahkan dalam jangka panjang dampak dari kenaikan harga minyak bumi tidak memilki pengaruh atau direspon statis oleh harga CPO. Selanjutnya pada kasus kedelai respon yang diberikan kedelai terhadap guncangan dari harga minyak bumi cenderung datar. Kenaikan atau penurunan harga minyak bumi cenderung tidak direspon oleh harga kedelai. Hal ini seusai dengan hasil permodelan VECM dimana harga minyak bumi tidak signifikan untuk mempengaruhi harga kedelai. Dengan demikian apabila harga minyak bumi terus mengalami kenaikan, maka permintaan CPO diduga akan mengalami peningkatan pula. Sehingga akan terjadi persaingan dalam penggunaan CPO untuk dijadikan bioenergi atau makanan. Ditambah lagi ketika supply CPO tidak mengikuti pergerakan permintaan maka akan terjadi shortage, sehingga harga dari CPO menjadi ikut naik, seiring dengan peningkatan naiknya harga dari minyak bumi. Secara umum ada dua alasan harga minyak bumi dapat mempengaruhi pergerakan harga dari komoditas pertanian, khususnya CPO. Pertama adalah perubahan harga minyak bumi berdampak pada harga input produksi pertanian. Peningkatan harga minyakk akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan bahan bakar, seperti tranportasi, mesin traktor, mesin pengolahan dan lain-lain (Kranzl et al.). Sehingga hal ini diduga akan meningkatkan harga produk pertanian. Pada kasus naiknya harga minyak bumi akan mengakibatkan harga input produksi CPO semakin mahal dan jumlah CPO akan berkurang. Penurunan pernawaran tersebut akan meningkatkan harga CPO (produk pertanian) (OECD 2008). Tetapi menurut von Lampe (2007) peningkatan harga minyak bumi akan membuat produk bioenergi menjadi lebih kompetitif. Konsekuensinya adalah perlu adanya subsidi yang dilakukan oleh pemerintah terkait, dikarenakan biaya produksi bioenergi belum seefisien produksi energi fossil lainnya (Heißenhuber et al., 2006; von Lampe, 2007). Lalu untuk alasan kedua adalah perubahan pada harga output CPO itu sendiri. Dalam kasus pasar yang terintegrasi, ketika harga minyak bumi lebih mahal atau meningkat dari harga CPO maka akan timbul tambahan permintaanterhadap CPO. Oleh karena itu tingkat harga CPO juga akan naik (Schmidhuber 2007), ceteris paribus. Kenaikan harga CPO ini dapat memberikan pengaruh terhadap produk turunannya yang terkait. Seperti yang telah dibuktikan Rifin (2009) bahwa harga CPO dunia berpengaruh secara signifikan terhadap harga minyak goreng dan harga CPO domestik. Dengan demikian apabila terjadi kenaikan harga CPO dunia maka harga minyak goreng diduga akan mengalami kenaikan. Padahal minyak goreng merupaka salah satu produk primer masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat akan terganggu.
28 Menurut penelitian dari Kranzl et al. salah satu cara untuk meningkatkan daya saing sektor produk bioenergi, harus dilakukan subsidi pada sektor pertanian. Perlu disadari bahwa pada saat ini biaya per satuan unit hasil produki pertanian untuk energi masih lebih tinggi dibanding dengan minyak bumi. Hal ini lah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, agar sektor pertanian bisa tetap berkembang dan maju. Apabila tidak ada kebijakan untuk melindungi sektor pertanian tersebut, maka kekuatan daya saing pertanian Indonesia (khususnya) akan semakin melemah. Karena seiring dengan peningkatan harga minyak akan membuat biaya produksi pertanian ikut naik pula, lalu produksi akan turun. Sedangkan permintaan akan terus bertambah seiring berpindahnya para konsumen, dari energi konvensional ke bioenergi. Sehingga biaya per satuan produk pertanian akan semakin mahal. Hasil IRF dengan guncangan CPO 30,00000 Axis Title
25,00000 20,00000 15,00000
Crude oil
10,00000
soybeans
5,00000 0,00000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 12. Hasil Impulse Response Function CPO terhadap kedelai dan minyak bumi Pada gambar diatas menunjukan respon yang diberikan minyak bumi dan kedelai terhadap guncangan yang terjadi pada harga CPO. Harga minyak bumi dan kedelai keduanya memiliki respon yang positif terhadap guncangan harga CPO. Ketiaka harga CPO meningkat maka harga kedua produk tersebut juga ikut meningkat. Misalkan pada kasus kedelai, kenaikan harga CPO akan meningkatkan harga kedelai karena naiknya tingkat permintaan kedelai sebagai pengganti CPO, dimana kita ketahui salah satu produk turunan kedelai adalah minyak kedelai yang bisa menjadi substitusi produk CPO. Begitu juga pada minyak bumi, dimana kenaikan harga CPO akan mendorong konsumen tidak memilih produk-produk turunan CPO yang semakin mahal (contoh: biodiesel). Dengan demikian konsumen akan tetap menggunakan bahan bakar minyak, dan akhirnya permintaan terhadap minyak bumi aka meningkat. Pergerakan harga minyak dunia perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena pada periode jangka pendek fluktuasi harga minyak akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan harga CPO dan kedelai. Selanjutnya hubungan terhadap variabel-variabel makroekonomi lainnya perlu diteliti lebih lanjut, guna mendapatkan kebijakan yang lebih tepat kedepannya. Selanjut ketika diberikan guncangan pada variabel kedelai terhadap harga minyak, maka harga minya akan merespon secara positif, walau diperiode menengah terjadi penuruan, tetapi selanjutnya mengalami meningkatan terus. Hal
29 ini menunjukan bahwa ketika terjadi kenaikan harga pada kedelai, maka diduga harga dari minyak akan ikut meningkat. Forecast Error Variance Decomposition Tahapan selanjutnya dalam mengintepretasikan model VECM adalah dengan melaukan uji forecast error variance decomposition. Metode ini menganalisis bagaimana ragam (variance) dari suatu variabel dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel dirinya sendiri dan variabel lain, secara simultan. Variance decomposition digunakan untuk menyusun forecast error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain untuk melihat pengaruh relatif variabel-variabel penelitian terhadap variabel lainnya (BPPMLK 2008). Analisis ini dapat menjelaskan guncangan variabel ekonomi lainnya. Analisis Variance Decomposition (VD) dapat pula dipakai untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Susanti 2008). Variance Decomposition of CRUDE_OIL 100% 80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3
4
CRUDE_OIL
5
6
7
PALM_OIL
8
9
10
11
12
SOYBEANS
Gambar 13. Hasil Variance Decomposition harga minyak bumi dari tahun 20042013 Hasil variance decomposition pada variabel minyak menunjukan bahwa forecast error variance decomposition harga minyak dunia pada periode pertama (awal) hanya dipengaruhi oleh variabel dirinya sendiri, bahkan mencapai 100% hanya dipengaruhi oleh variabelnya sendiri. Berdasarkan hasil dugaan pada periode selanjutnya, peran dari variabel CPO dan kedelai semakin meningkat. Di periode menengah peran dari CPO terhadap variabilitas harga minyakk mencapai 20% hungga 25%, sedangkan kacang kedelai berpengaruh sekitar 1%. Pada periode lebih lanjut, (bulan ke-12) diprediksi kontribusi dari kacang kedelai dan CPO mampu menjelaskan variabilitas dari minyakk, secara berturut-turut sebesar 42% dan 2%. Dari hasil pengolahan variance decomposition tersebut, dapat disimpulkan bahwa pergerakan nilai harga CPO lebih banyak dipengaruhi oleh dirinya sendiri, yaitu secara rata-rata dalam 12 periode sekitar 74 persen.
30 Variance Decomposition of PALM_OIL 100% 50% 0% 1
2
3
4
5
CRUDE_OIL
6
7
PALM_OIL
8
9
10
11
12
SOYBEANS
Gambar 14. Hasil variance decomposition harga CPO dari tahun 2004-2013 Dari hasil analisis harga CPO menunjakan hasil yang serupa dengan variance decomposition pada minyak, yaitu pergerakan harga CPO lebih besar dipengaruhi oleh variabel CPO itu sendiri. Hal ini dikarenakan secara rata-rata dari periode pertama sampai ke-12, sebanyak 90% variabilitas harga CPO mampu dijelaskan oleh variabel CPO itu sendiri. Sedangkan kontribusi dari variabel minyak hanya berperan sekitar 16% di awal periode, lalu mengalami penurunan sampai akhir periode ke-12. Sedangkan kontribusi dari kedelai terus mengalami peningkatan dari periode awal sampai ke-12, yaitu dengan kontribusi diakhir periode adalah sebesar 3 persen. Variance Decomposition of SOYBEANS 100% 50% 0% 1
2
3
4
CRUDE_OIL
5
6
7
PALM_OIL
8
9
10
11
12
SOYBEANS
Gambar 15. Hasil variance decomposition harga kedelai dari tahun 2004-2013 Analisis selanjutnya adalah forecast error variance decomposition (FEVD) pada variabel harga kacang kedelai. Diawal periode variabilitas atau keberagaman pergerakan harga kedelai lebih banyak dipengaruhi oleh variabel kedelai itu sendiri, yaitu sekitar 59% dari total keberagaman. Tetapi pada periode jangka panjang, peran dari variabel CPO dalam menjelaskan variabilitas harga kedelai mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Bahkan pada periode ke -12 forecast error variance dari kedelai mampu dijelaskan oleh CPO sebesar 59%. Sedangakan kontribusi minyak mengalami penurunan pada periode jangka panjang, dengan peran sekitar 19% dari keragaman harga kedelai. Hal ini menunjukan bahwa pada masa mendatang diduga pergerakan harga CPO mampu berpengaruh secara dominan terhadap pergerakan harga kedelai.
31 Dari hasil analisis FEVD dapat disimpulkan bahwa dalam periode jangka pendek pengaruh minyak bumi terhadap pergerakan harga produk-produk pertanian yaitu CPO dan kedelai cukup besar. Hal ini dikarenaka pada saat ini daya saing dan efisiensi minyak bumi sebagai bahan bakar utama dunia masih sangatlah tinggi. Tetapi dalam periode jangka panjang menunjukan bahwa produk pertanian itu sendiri lah yang memiliki pengaruh terhadap harganya sendiri. Seperti pada kasus kedelai dimana CPO memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap keragaman harga kedelai. Hal ini dikarenakan produk CPO merupakan produsen nomer satu di pasar minyak nabati, sehingga pergerakan harga CPO tersebut akan cukup mempengaruhi harga kedelai yang ada pada pasar tersebut. Oleh karena itu kemandirian terhadap komoditas-komoditas pertanian yang penting seperti kedelai dan CPO harus dilakukan. Peningkatan efisiensi agribisnis dan daya saing menjadi fokus pemerintah dalam menetapkan kebijakan baik jangka panjang maupun menengah. Misal pada kasus kedelai, produktivitasnya masih rendah, sehingga Kementrian Pertanian memfokuskan peningkatan produksi dengan pemanfaatan teknologi dan perluasan lahan tanam. Tidak hanya itu menurut Suyamto dan Widiarta (2009) bahwa pengembangan agribisnis kedelai juga harus memfokuskan pada struktur kelembagaan terkait dan sistem tata niaga kedelai itu sendiri. Kajian menganai keterkaitan minyak bumi dan produk pertanian akan menjadi efektif digunakan pada kasus pasar yang telah terintegrasi secara sempurana seperti Brazil (Kranzl et al.). Artinya bahwa pada negara tersebut pemanfaatan dari bioenergi sudah menyamai penggunaan minyak bumi atau proporsi penggunaam bioenergi dengan minyak bumi relatif tidak berbeda jauh. Sehingga ketika terjadi perubahan harga dari minyak bumi akan langsung direspon oleh konsumen dan beralih pada produk bioenergi.
SIMPULAN Dari hasil analsis terhadap harga bulanan minyak bumi, kedelai, dan CPO pada tahun 2004 sampai 2013 disimpulkan ketiga harga tersebut memiliki pergerakan yang mirip atau serupa. Hal ini terlihat bahwa ketiga variabel tersebut memilki trend yang positif. Dengan demikian mengindikasikan adanya hubungan integrasi antar variabel. Hubungan integrasi tersebut diakibatkan dorongan permintaan produkproduk pertanian untuk energi akibat harga minyak bumi yang terus meningkat. Berdasarkan hasil analisis uji Johannsen cointegration dihasilkan bahwa terbukti ketiga variabel terkoinegrasi atau memiliki keseimbangan pada jangka panjang. Tetapi pada saat diuji lebih lanjut dengan model VECM pengaruh harga minyak bumi hanya signifikan mempengaruhi harga CPO tetapi tidak terbukti berpengaruh terhadap harga kedelai. Sedangkan melalui uji IRF dan FEVD, guncangan harga minyak akan direspon positif oleh CPO dan kedelai. Artinya kenaika harga minyak akan mendorong harga CPO dan kedelai naik pula, tetapi respon yang diberikan kedelai lebih kecil dibanding CPO. Lalu berdasarkan analisis forecast error variance decompositio (FEVD) dihasilkan bahwa harga CPO pada periode jangka pendek cukup banyak dipengaruhi pergerakan harga minyak bumi yaitu sebesar 17% dan pada kedelai
32 memberikan pengaruh sebesar 27%. Tetapi pengaruh minyak bumi akan semakin kecil pada periode jangka panjang. Komoditas pertanian itu sendiri lah yang akan semakin kuat dalam menjelaskan keberagaman harganya. Maka menjadi penting untuk membangun dan meningkatkan efisiensi pertanian nasional sebagai upaya peningkatan daya saing di tingkat internasional. Saran 1. Pemerintah sebaiknya perlu lebih memperhatikan fluktuasi pergerakan harga minya bumi dikarenakan dampak yang diberikan kepada produk pertanian, terutam komoditas yang bersangkutan ekspor impor. Sehingga diharapkan dapa memperoleh manfaat atau keuntungan dari adanya fluktuasi harga minyak bumi dan produk pertanian di pasar. 2. Selanjut masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai harga-harga produk terkait yang berhubungan dengan pasar domestik Indonesia, selain itu prorsi pengaruh dari masing-masing variabel terhadap variabel lainnya masih perlu dikaji lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA Ariyoso. 2010. Integrasi pasr dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao Indonesia [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Jurusan Ekstensi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [BPPMLK] Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 2008. Analisis hubungan kointegrasi dan kausalitas serta hubungan dinamis antara aliran modal asing, perubahan nilai tukar dan pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementrian Keuangan, Jakarta. Cabrera, Brenda Lopez, Franziska Schulz. 2013. Volatility lingkages between energy and agricultural commodity prices. SFB 649, Humboldt-Universität zu Berlin Spandauer Straße 1, D-10178 Berlin . Campiche, Jody L, Henry L. Bryant, James W. Richardson, Joe L. Outlaw. 2007. Examining the Evolving Correspondence between Petroleum Prices and Agricultural Commodity Prices. American Agricultural Economics Association, Portland, Orlando July 29- August 1. Santi Chintia. 2013. Dampak guncangan harga minyak bumi dunia terhadap harga beras domestik [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Intitut Pertanian Bogor, Bogor. Yadzan Gudarzi Farahani. 2012. Is cointegration between oil price and economic growth? Case study Iran. Procedia - Social and Behavioral Sciences 62 ( 2012 ) 1215 – 1219 Damodar Gujarati. 2004. Basic Econometric fourth edition. The Mac Graw-Hill Companies, Singapura.
33 Kementrian Pertania. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa sawit. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertania, Kementrian Pertanian, Jakarta. Lukas Kranzl, Gerald Kalt, Friedriech Diesenreiter, Erwin Schmid, Bernarh Sturmer. Does bioenergy contribute to more stable energy prices. Energy Economics Group. Techniche Universitat Wien: (in press) Chen Lei, Zeng Yong. 2011. The properties and cointegration of oil spot and futures prices during financial crisis. Energy Procedia 5 (2011) 353–359 Makridakis S, Wheelwright S.C, Hydman R.J. 1998. Forecasting: Method and Application. New York: Wiley Naranpawa, Athula, Jaya Tilleke S. Bandara. 2012. Poverty and growth impacts of high oil prices: Evidence from Sri Lanka. Energy Policy 45 (2012) 102– 111. [NIST] National Institute of Standards Technology. 2012. Engineering Statistics Handbook. National Institute of Standards and Technology, US OECD. 2008. Economic assesment of biofuel support policies, organisation for economic co-operation and development. Paris Regowo, Nofa Harry. 2008. Analisis integrasi pasar kopras dunia dengan pasar kopra dan minyak goreng kelapa domestik. Departemen ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor, Bogor. Amzul Rifin, 2009. Price linkage between international price of crude palm oil (CPO) and cooking oil price in Indonesia [Jurnal]. International Association of Agricultural Economists 2009 Conference, August 16-22, 2009, Beijing, China. Joko Santosa. 2004. Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Mentah Terhadap Pemanfaatan Biodiesel dan Dampak Lingkungan. Encyclopedia biodiesel. University press: Kolombia. Sasanti, Novie Illaya. 2008. Analisis pengaruh variabel-variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan obligasi pemerintah di Inonesia [Skripsi]. ]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Jurusan Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Josef Schimidhuber. 2007. Biofuels: An Emerging threat to Europe’s food security? Impact of an increased biomass use on agricultural markets, prices and food security: A long term perspective. Notre Europe policy paper 27 (May-2007). Subagja, Hariadi. 2012. Analisis kointegrasi harga dan usha ternak ayam broiler di Provinsi Jawa Timur [Disertasi]. Program pasca sarjana, Fakultas Pertania, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Von Lampe, M. 2007. Economics and agricultural market impact of growing biofuel production. Agrarwirtschaft 56 (2007) Heft 5/6, 232-237. Wang, Xiao, Chuanguo Zhang. 2013. The impact of global price shocks on China’s fundamental industries. Energi Policy. World Bank. World Bank Commodity Prices Data (The Pink Sheet) monthly prices in nominal US Dollars, 1960 to Present. Yu, Tun-Hsiang, D.A., Bessler, D.A., Fuller, S., 2006. Cointegration and Causality Analysis of World Vegetable Oil and Crude Oil Prices. Presented at the American Agricultural Economics Association Annual Meeting, Long Beach, CA.
34 Zhang, Yae-Jun, Yi-Ming Wei. 2010. The crude oil market and the gold market: Evidence for cointegration, causality, and price discovery. Resources Policy 35 (2010) 168–177
35
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji kriteria lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(CRUDE_OIL) D(PALM_OIL) D(SOYBEANS) Exogenous variables: C Included observations: 109 Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LogL -1420.81 -1391.43 -1387.09 -1375.59 -1369.01 -1360.24 -1356.55 -1348.98 -1338.09 -1329.94 -1326.96
LR NA 56.60291 8.119878 20.88703* 11.59435 14.95545 6.106731 12.07 16.79293 12.11076 4.268124
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
Lampiran 2. Uji ADF pada taraf level Variabel
Nlai ADF
Nilai Kristis Mckinnon
Prob.
Keterangan
5% -3.448348
10% -3.149326
0.0256
Stasioner
Crude Oil
-3.707391
1% -4.037668
Soybeans
-3.276753
-4.037668
-3.448348
-3.149326
0.0752
Tidak Stasioner
Palm oil
-2.691278
-4.037668
-3.448348
-3.149326
0.2422
Tidak Stasioner
Lampiran 3. Uji ADF pada differencing 1 Variabel
Nlai ADF
Nilai Kristis Mckinnon 1%
5%
10%
Prob.
Keterangan
Crude_oil
-6.668084
-4.03767
-3.44834
-3.14932
0.000
Stasioner
soybeans
-7.828915
-4.03767
-3.44835
-3.14933
0.000
Stasioner
Palm oil
-6.753398
-4.03767
-3.44835
-3.14933
0.000
Stasioner
36 Lampiran 4. Hasil Uji Johansen Cointegration Hypothesized No. of CE(s) None * At most 1 At most 2
Eigenvalue 0.136544 0.07593 0.001608
Trace Statistic 26.37711 9.346886 0.186715
0.05 CV Prob.** 24.27596 0.0268 12.3209 0.1498 4.129906 0.7201
Lampiran 5. Model VECM Cointegrating Eq:
CointEq1
CRUDE_OIL(-1)
1.000000
PALM_OIL(-1)
0.027225 (0.03100) [ 0.87822]
SOYBEANS(-1)
-0.229837 (0.06579) [-3.49358]
C
-1.166724 (12.3891) [-0.09417]
Error Correction:
D(CRUDE_OIL) D(PALM_OIL)D(SOYBEANS)
CointEq1
-0.105933 (0.03714) [-2.85195]
-0.120675 (0.36280) [-0.33262]
0.178137 (0.17681) [ 1.00752]
D(CRUDE_OIL(-1))
0.236969 (0.10781) [ 2.19801]
-0.891876 (1.05302) [-0.84697]
-0.959337 (0.51318) [-1.86939]
D(CRUDE_OIL(-2))
0.093121 (0.11408) [ 0.81626]
1.678567 (1.11429) [ 1.50641]
0.547408 (0.54304) [ 1.00805]
D(CRUDE_OIL(-3))
-0.104874 (0.10647) [-0.98504]
-3.355698 (1.03991) [-3.22693]
-0.997596 (0.50679) [-1.96846]
D(PALM_OIL(-1))
0.017044 (0.01166) [ 1.46227]
0.463464 (0.11385) [ 4.07089]
0.126079 (0.05548) [ 2.27238]
D(PALM_OIL(-2))
0.018767 (0.01252) [ 1.49841]
0.010852 (0.12233) [ 0.08871]
-0.037622 (0.05962) [-0.63107]
D(PALM_OIL(-3))
0.031093 (0.01250) [ 2.48766]
0.247389 (0.12208) [ 2.02643]
0.163496 (0.05950) [ 2.74805]
37 D(SOYBEANS(-1))
0.007374 (0.02428) [ 0.30374]
-0.049338 (0.23713) [-0.20806]
0.278762 (0.11557) [ 2.41216]
D(SOYBEANS(-2))
-0.018781 (0.02462) [-0.76280]
-0.242987 (0.24048) [-1.01045]
-0.009641 (0.11719) [-0.08226]
D(SOYBEANS(-3))
-0.039169 (0.02411) [-1.62469]
-0.204238 (0.23548) [-0.86733]
-0.187640 (0.11476) [-1.63508]
0.367281 0.313560 2845.938 5.181551 6.836769 -350.2002 6.210349 6.447727 0.618707 6.254007
0.301028 0.241681 271505.6 50.61001 5.072359 -614.5694 10.76844 11.00582 3.224138 58.11798
0.251974 0.188462 64483.10 24.66437 3.967362 -531.1898 9.330859 9.568238 1.810345 27.37888
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) 20543725 Determinant resid covariance 15675551 Log likelihood -1454.712 Akaike information criterion 25.66745 Schwarz criterion 26.47454
Lampiran 6. Hasil Uji Granger Causality Null Hypothesis:
Obs F-StatisticProb.
D(PALM_OIL) does not Granger Cause D(CRUDE_OIL) 116 5.15966 0.0023 D(CRUDE_OIL) does not Granger Cause D(PALM_OIL) 5.05541 0.0026 D(SOYBEANS) does not Granger Cause D(CRUDE_OIL) 116 0.71597 0.5445 D(CRUDE_OIL) does not Granger Cause D(SOYBEANS) 0.62935 0.5976 D(SOYBEANS) does not Granger Cause D(PALM_OIL) 116 1.52776 0.2114 D(PALM_OIL) does not Granger Cause D(SOYBEANS) 3.23048 0.0252
38 Lampiran 7. Hasil uji IRF Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of CRUDE_OIL to CRUDE_OIL
Response of CRUDE_OIL to PALM_OIL
Response of CRUDE_OIL to SOY BEANS
8
8
8
6
6
6
4
4
4
2
2
2
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1
2
Response of PALM_OIL to CRUDE_OIL
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of PALM_OIL to PALM_OIL 100
100
80
80
80
60
60
60
40
40
40
20
20
20
0
0
0
-20
-20
-20
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of SOY BEANS to CRUDE_OIL
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of SOY BEANS to PALM_OIL 30
30
25
25
25
20
20
20
15
15
15
10
10
10
5
5 2
3
4
5
6
7
8
9
10
4
5
6
7
2
3
4
5
6
7
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
Axis Title
Variance Decomposition of CRUDE_OIL
1
2
9
10
8
9
10
5 1
Lampiran 8. Hasil uji FEVD minyak bumi
100% 80% 60% 40% 20% 0%
8
Response of SOY BEANS to SOY BEANS
30
1
3
Response of PALM_OIL to SOY BEANS
100
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
SOYBEANS
0 0,50 0,93 0,81 0,70 0,64 0,69 0,86 1,19 1,69 2,31 2,99
PALM_OIL
0 1,25 5,18 12,9 20,6 27,1 32,4 36,3 39,0 40,8 41,9 42,5
CRUDE_OIL 100 98,2 93,8 86,2 78,6 72,1 66,8 62,8 59,7 57,4 55,7 54,4
8
9
10
39 Lampiran 9. Hasil uji FEVD CPO
Axis Title
Variance Decomposition of PALM_OIL 100% 80% 60% 40% 20% 0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
SOYBEANS 0,00 0,00 0,20 0,72 1,31 1,90 2,28 2,52 2,68 2,79 2,89 2,98 PALM_OIL 83,1 86,3 85,7 88,4 90,5 91,6 92,3 92,7 93,1 93,3 93,5 93,7 CRUDE_OIL 16,8 13,6 14,0 10,7 8,12 6,42 5,37 4,67 4,18 3,80 3,51 3,29
Lampiran 10. Hasil uji FEVD kedelai
Axis Title
Variance Decomposition of SOYBEANS 100% 80% 60% 40% 20% 0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
SOYBEANS 59,0 54,3 50,2 43,7 38,0 33,4 30,2 27,8 25,9 24,3 23,0 21,8 PALM_OIL 13,9 23,2 26,7 34,4 41,7 47,2 51,1 53,9 55,9 57,4 58,5 59,4 CRUDE_OIL 26,9 22,4 22,9 21,7 20,1 19,2 18,6 18,2 18,0 18,1 18,4 18,7
40
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Jauhari Dwiputra Fadila, lahir pada tanggal 24 April 1992 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke-2 dari pasangan Bapak Eddy Suyadi dan Ibu Sriyunianti. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Ikhlas. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Al-Ikhlas di Cipete Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah pertama di SMPI Al-Ikhlas Jakarta pada tahun 2004 hingga 2007. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah ke atas di Sekolah Menengah Atas Negeri 34 Jakarta dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di Departemen Agribisnis angkatan 47, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melaui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).