ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT, MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL
OLEH AVY LUTHFIANDY H14070102
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN AVY LUTHFIANDY. Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).
Minyak merupakan salah satu jenis energi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dunia. Pasar minyak yang besar dan infrastruktur yang memadai di hampir seluruh negara di dunia membuat permintaan akan energi minyak semakin meningkat. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada tahun 2002-2010 meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8 % per tahun. Tingginya permintaan minyak dunia direspon oleh pasar dengan peningkatan harga. Minyak bumi yang merupakan sumber energi utama sebagai bahan bakar industri pun selalu terjadi peningkatan harga hampir tiap tahunnya. Peningkatan harga yang sangat tinggi pada komoditi minyak bumi mengakibatkan konsumen untuk mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Salah satu alternatif yang banyak digunakan ialah minyak nabati. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan konsumsi akan minyak nabati juga mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di India dan Cina (sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak) telah mendorong peningkatan terhadap konsumsi minyak nabati dunia. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif dan sebagai bahan baku industri menyebabkan peningkatan harga minyak nabati. Berdasarkan data UNCTAD (United Nation Conference On Trade And Development) dari tahun 2005 sampai tahun 2010 harga minyak nabati dunia cenderung mengalami peningkatan. Minyak kelapa sawit (CPO), minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari memiliki peranan yang sama sebagai bahan baku biofuel membuat keempat minyak nabati ini saling bersubstitusi maupun berkomplementer. Suatu komoditas yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer akan membuat komoditas tersebut terintegrasi, sehingga perubahan harga pada salah satu komoditas akan mempengaruhi komoditas yang lain. Aspek transmisi harga dari suatu pasar antar komoditi yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer merupakan aspek yang penting untuk dikaji. Pengetahuan tentang keselarasan transmisi harga dalam suatu pasar merupakan indikator apakah suatu komoditi terintegrasi dengan komoditi lainnya dalam suatu pasar. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar dalam menghadapi perubahan harga sehingga dapat melakukan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis mengenai kointegrasi harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari di pasar internasional.
Penelitian ini menggunakan variabel harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar internasional dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010. Data penelitian ini diperoleh dari USDA, UNCTAD, dan Canola Council of Canada. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Analisis VECM digunakan untuk melihat apakah terdapat kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar internasional, sedangkan analisis VAR dengan menggunakan Granger Causality test dapat dilihat hubungan kausalitas antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara harga-harga tersebut terjadi hubungan kausalitas. Berdasarkan uji kausalitas Granger didapat bahwa antara harga minyak kanola dan minyak kelapa sawit terjadi kausalitas dua arah. Demikian pula antara harga minyak kanola dengan harga minyak bunga matahari dan harga minyak kelapa sawit dengan harga minyak kedelai juga terjadi hubungan kausalitas dua arah. Selain itu juga didapat bahwa harga minyak kedelai dipengaruhi oleh harga minyak bunga matahari sedangkan minyak bunga matahari dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit. Berdasarkan hasil uji kointegrasi ditemukan bahwa diantara variabel harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari memilki hubungan kombinasi linier yang bersifat stasioner (kointegrasi). Adanya kointegrasi di dalam persamaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel tersebut. Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa dalam jangka panjang minyak kedelai dan minyak bunga matahari berpengaruh terhadap minyak kelapa sawit sedangkan minyak kanola tidak signifikan berpengaruh. Selain itu dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak nabati yang memiliki pengaruh paling besar dalam mempengaruhi perubahan harga minyak nabati lainnya. Shock yang terjadi pada minyak kelapa sawit akan memberikan dampak yang besar terhadap harga minyak nabati lainnya. Keragaman pada perubahan harga minyak nabati banyak dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu diantara harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari terdapat hubungan kointegrasi atau hubungan jangka panjang. kesimpulan lain yang didapat yaitu minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling berpengaruh dalam perubahan harga minyak nabati lainnya. Adapun saran yang dapat diajukan yaitu Indonesia dan Malaysia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar harus bekerjasama dalam mengatur supply minyak kelapa sawit ke pasar internasional agar dapat mempertahankan harga yang murah. Bagi pemerintah Indonesia diperlukan peningkatan daya tawar minyak kelapa sawit di tingkat dunia untuk meningkatkan pangsa pasar minyak kelapa sawit Indonesia. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji hubungan kointegrasi harga minyak nabati dengan menggunakan jenis minyak nabati yang lebih banyak dan dengan periode yang lebih besar agar dapat menjelaskan hubungan kointegrasi harga minyak nabati dengan lebih jelas.
ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT, MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL
OLEH AVY LUTHFIANDY H14070102
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
: Avy Luthfiandy
NRP
: H14070102
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL “ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT, MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2011
Avy Luthfiandy H14070102
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 1990. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Djoni Hasanudin dan Ibu Hendrina Sriyani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Duren Sawit 05 Pagi pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 195 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 50 Jakarta diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada Departemen Bisnis periode 2008-2009. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan-kepanitiaan yang dilaksanakan oleh organisasiorganisasi di kampus khususnya pada tingkat fakultas.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari serta menganalisis jenis minyak nabati yang paling berpengaruh terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya di pasar internasional. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya
penelitian
lanjutan
dari
pembaca
yang
membangun
ke
arah
penyempurnaan dengan tema ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2011
Avy Luthfiandy
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada: 1.
Orang tua saya yang tercinta Bapak Djoni Hasanudin dan Ibu Hendrina Sriyani, serta kakak-kakak saya Yogi Arsianto, Rio Estika Rianto, dan Dolly Indra Estika yang telah memberikan dukungan moral maupun materi serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3.
Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Ranti Wiliasih M.Si selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
5.
Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya.
6.
Azizah Purwitasari yang selalu memberikan semangat, masukan, dan selalu menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
7.
Yudi Aditya, Embang Maryana, M. Raffili sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
8.
Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 44 yang tak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan, masukan, semangat, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.
9.
Aditya Pradhana, Pria Sembada, dan Bagus Chandra, Rinaldy Putra, dan Agung Lukmana yang selalu memberikan dukungan, masukan dan sharing selama penulisan skripsi.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para civitas akademika pada khususnya dari masyarakat pada umumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2011
Avy Luthfiandy H14070102
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
v
I.
PENDAHULUAN ................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................
1 1 6 8 9 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Harga ......................................................................... 2.2 Teori Permintaan ................................................................ 2.3 Teori Penawaran ................................................................... 2.4 Teori Integrasi Pasar ............................................................. 2.5 Teori Perdagangan Internasional .......................................... 2.5.1 Teori Klasik ................................................................ 2.5.2 Teori Modern ............................................................. 2.6 Model Vector Autoregression (VAR) .................................. 2.6.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test) .................................. 2.6.2 Penetapan Tingkat lag Optimal .................................. 2.6.3 Kointegrasi ................................................................. 2.7 Model VECM (Vector Error Correction Model) ................ 2.8 Penelitian Terdahulu ............................................................ 2.8.1 Penelitian Mengenai Kointegrasi Harga .................... 2.8.2 Penelitian Mengenai Minyak Nabati .......................... 2.9 Kerangka Pemikiran ............................................................
11 11 12 15 17 19 19 21 21 24 25 25 28 28 28 31 32
III. METODE PENELITIAN ....................................................... 3.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................... 3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ................................ 3.2.1 Pengujian Praestimasi ................................................ 3.2.1.1 Uji Stasioneritas Data ..................................... 3.2.1.2 Pengujian Lag Optimal .................................. 3.2.1.3 Uji Kausalitas Granger ................................... 3.2.1.4 Uji Kointegrasi ............................................... 3.2.2 Vector Error Correction Model (VECM) .................. 3.3 Model Penelitian .................................................................
42 42 42 43 43 45 45 46 48 49
IV.
GAMBARAN UMUM ............................................................. 4.1 Perdagangan Minyak Nabati Dunia .....................................
43 43
4.2 Perkembangan Minyak Kelapa Sawit Dunia .......................
45
4.3 Perkembangan Minyak Kedelai Dunia ................................
46
4.4 Perkembangan Minyak Kanola Dunia .................................
48
4.5 Perkembangan Minyak Bunga Matahari Dunia ..................
49
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 4.1 Pengujian Akar Unit (unit root test) ..................................... 4.2 Pemilihan Tingkat Lag Optimum ....................................... 4.3 Uji Stabilitas VAR .............................................................. 4.4 Uji Kausalitas Granger ....................................................... 4.5 Analisis Kointegrasi ........................................................... 4.6 Analisis Vector Error Correction Model (VECM) ............ 4.7 Analisis Impuls Response ................................................... 4.7.1 Respon Variabel PCPO Terhadap Shock Variabel Lainnya ...................................................................... 4.7.2 Respon Variabel PCAN Terhadap Shock Variabel Lainnya ...................................................................... 4.7.3 Respon Variabel PSOY Terhadap Shock Variabel Lainnya ...................................................................... 4.7.4 Respon Variabel PSUN Terhadap Shock Variabel Lainnya ...................................................................... 4.8 Analisis Variance Decomposition ......................................
51 51 52 54 54 56 58 63
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 5.1 Kesimpulan ........................................................................... 5.2 Saran ...................................................................................
77 77 78
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
80
LAMPIRAN ........................................................................................
83
IV.
V.
63 65 66 69 72
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.1 Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) .............................
3
1.2 Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) .............................
4
1.3 Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati DuniaTahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ........................................
5
4.1 Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat Level dan First Difference ................................................................................
52
4.2 Hasil Pengujian Lag Optimal...................................................
53
4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR ........................................................
54
4.4 Hasil Granger Causality Test .................................................
55
4.5 Hasil Uji Kointegrasi Johanssen’s Trace Statistic ..................
56
4.6 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang....................................
59
4.7 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek ....................................
60
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.1 Perkembangan Harga Minyak Nabati Januari 2005 Hingga Desember 2010 (dalam juta metrik ton) ..............................
7
2.1 Kerangka Pemikiran .............................................................
34
2.2 Grafik Jumlah Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 20052009 (dalam juta metrik ton) . ..............................................
44
2.3 Grafik Jumlah Ekspor Minyak Nabati Dunia Tahun 20052009 (dalam juta metrik ton) ...............................................
45
2.4 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ..................
46
2.5 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kedelai DuniaTahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) .............................
47
2.6 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kanola Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ............................
49
2.7 Grafik Pergerakan Harga Minyak Bunga Matahari Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) .................
50
4.1 Hasil Impuls Response Function PCPO ...............................
64
4.2 Hasil Impuls Response Function PCAN ..............................
66
4.3 Hasil Impuls Response Function PSOY ..............................
68
4.4 Hasil Impuls Response Function PSUN ...............................
70
4.5 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kelapa Sawit .....................................................................................
72
4.6 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kanola ...
74
4.7 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kedelai ...
75
4.8 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Bunga Matahari ...............................................................................
76
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level ....................................
84
2.
Uji Stasioneritas Pada Tingkat First Difference ..................
85
3.
Uji Optimum Lag .................................................................
87
4.
Uji Stabilitas VAR ...............................................................
87
5.
Uji Kausalitas Granger .........................................................
88
6.
Uji Johansen Cointegration Test . ........................................
89
7.
Estimasi VECM ....................................................................
90
8.
Impulse Response Function (IRF) ........................................
92
9.
Variance Decomposition . .....................................................
96
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan industrialisasi modern yang pesat saat ini memberikan dampak kepada semakin besarnya kebutuhan dunia akan energi. Kebutuhan energi sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin-mesin industri harus tersedia agar roda industrialisasi dapat terus berjalan. Menurut British Petroleum (BP) Statistical Review of World of Energy 2008, dari tahun 1980-1990 telah terjadi peningkatan konsumsi energi primer dunia sebesar 22,18 persen dengan rata-rata peningkatan 2,04 persen per tahun, sedangkan pada tahun 1990-2000 konsumsi energi primer dunia meningkat sebesar 14,44% dengan rata-rata peningkatan 1,36% per tahun. Minyak merupakan salah satu jenis energi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dunia. Pasar minyak yang besar dan infrastruktur yang memadai di hampir seluruh negara di dunia membuat permintaan akan energi minyak semakin meningkat. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada tahun 2002-2010 diperkirakan meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8 % per tahun. Tingginya permintaan minyak dunia direspon oleh pasar dengan peningkatan harga. Minyak bumi merupakan bahan bakar yang paling banyak digunakan oleh hampir seluruh negara dunia. Permintaan terhadap minyak yang tinggi ini menyebabkan peningkatan harga minyak bumi dunia. Lonjakan harga yang tinggi ini mengakibatkan konsumen mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih
murah. Selain itu, adanya pembatasan produksi minyak bumi oleh OPEC dan beberapa negara produsen lainnya menyebabkan supply minyak bumi di pasar dunia menjadi menurun. Peningkatan harga dan pembatasan produksi minyak bumi ini membuat negara-negara konsumen minyak bumi mencari alternatif bahan bakar yang lebih murah selain minyak bumi. Salah satu alternatif yang banyak digunakan adalah dengan minyak nabati. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan konsumsi akan minyak nabati juga mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di India dan Cina (sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak) telah mendorong peningkatan terhadap konsumsi minyak nabati dunia. Konsumsi minyak nabati Cina meningkat menjadi 75% dan India 45% dengan konsumsi minyak makannya dipasok dari impor (Depperin 2009). Tabel 1.1 menjelaskan perkembangan konsumsi minyak nabati dunia. Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling tinggi konsumsi per tahunnya dan menunjukan peningkatan kosumsi di tiap tahunnya dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 7,09 persen. Sementara minyak kanola meskipun konsumsi per tahunnya terkecil, namun memiliki pertumbuhan rata-rata terbesar yaitu sebesar 10.34% per tahunnya. Minyak kedelai memiliki tingkat konsumsi yang cukup besar tapi memiliki pertumbuhan yang kecil bahkan bernilai negatif yaitu sebesar -0.44% per tahun.
Tabel 1.1. Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) Jenis Minyak minyak kelapa sawit minyak kedelai minyak kanola
2005
2006
2007
2008
2009
27.21 9.84 1.65
27.29 10.57 2.03
32.05 10.88 1.91
34.53 9.06 2.42
35.52 9.48 2.36
Pertumbuhan ratarata (%/tahun)
minyak bunga matahari 3.98 3.99 3.45 4.68 4.06 Sumber : Oilseeds & Products: World Market & Trade, USDA, 2010
7.09 -0.44 10.34 2.28
Konsumsi minyak nabati dunia yang semakin meningkat merefleksikan terjadinya peningkatan permintaan dunia terhadap minyak nabati. Minyak nabati yang dikonsumsi umumnya digunakan untuk pembuatan margarin, minyak masak, dan lemak kompleks. Selain itu, beberapa minyak nabati dapat juga digunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan pembuat sabun dan untuk bahan bakar biodiesel. Adanya isu tentang kelestarian lingkungan, membuat biodiesel menjadi bahan bakar alternatif utama yang banyak digunakan dunia. Peningkatan konsumsi biodiesel dunia ini memiliki konsekuensi semakin tingginya permintaan terhadap minyak nabati. Produksi biodiesel saat ini terkonsentrasi di Eropa dengan minyak rapeseed sebagai bahan baku utama, sedangkan di Brazil dan US, produksi biodiesel meningkat secara signifikan dengan menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku utama, dan di Malaysia produksi biodiesel menggunakan bahan baku crude palm oil (CPO). Produksi minyak nabati dunia sampai tahun 2009 masih didominasi oleh minyak kelapa sawit dan minyak kedelai. Tabel 1.2 menjelaskan bahwa produksi minyak nabati nabati dunia terbesar yaitu minyak kelapa sawit, kemudian minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari. Berdasarkan laju pertumbuhan produksi, minyak kanola mempunyai laju pertumbuhan yang
tertinggi, yaitu sebesar 6,45 persen berbeda jauh dengan minyak kedelai sebesar 2,36 persen yang memiliki produksi terbesar kedua setelah minyak kelapa sawit. Sumber minyak nabati lain yang mempunyai pertumbuhan cukup tinggi adalah minyak kelapa sawit sebesar 6,40 persen per tahun. Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) Jenis Minyak minyak kelapa sawit minyak kanola minyak kedelai
Pertumbuhan ratarata (%/tahun)
2005
2006
2007
2008
2009
35.83 17.3 34.62
37.23 17.02 36.36
40.94 18.35 37.54
43.41 20.42 35.88
45.88 22.12 37.88
6.40 6.45 2.36
minyak bunga matahari 10.58 10.61 9.92 11.82 11.31 Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA, 2010
2.15
Negara produsen minyak kedelai terbesar di dunia ialah US, Brazil, Argentina dengan pangsa pasar sebesar 62,3% dan Eropa sebesar 32,4% dari total produksi dunia. Adapun jumlah produksi masing-masing dari US sebesar 18,5%, Brazil 14,7%, dan Argentina 26,6%. Minyak kelapa sawit (CPO) negara produsen terbesarnya adalah Malaysia dan Indonesia dengan pangsa pasar 82,9% dari produksi dunia. Produksi CPO dari negara Malaysia adalah sebesar 63,5% sedangkan Indonesia menyumbang 15,3% dari produksi CPO dunia, sedangkan untuk minyak bunga matahari, US dan Eropa menjadi produsen minyak bunga matahari terbesar di dunia dengan produksi masing-masing 48,4 persen dan 35,6 persen dari total produksi dunia. Dalam perdagangan internasional, sebelum tahun 1990-an, perdagangan minyak nabati dunia didominasi oleh minyak kedelai yang banyak diproduksi di kawasan Amerika Utara dan Selatan. Setelah tahun 1990-an, adanya perubahan iklim global mengakibatkan terjadinya kekeringan di negara pemasok minyak
kedelai terbesar dunia sehingga pasokan minyak kedelai di pasar dunia menjadi turun. Hal ini mengakibatkan perdagangan minyak nabati dunia beralih didominasi oleh minyak kelapa sawit (CPO) sebagai barang substitusi dari minyak kedelai yang banyak diproduksi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Tabel 1.3. Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) Jenis Minyak
Impor
ekspor
2005
2009
2005
2009
minyak kelapa sawit
26.45
34.54
27.21
35.52
minyak kanola
1.47
2.34
1.65
2.36
minyak kedelai
9.09
9.14
9.84
9.48
minyak bunga matahari 3.23 3.55 3.98 Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA, 2010
4.06
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat kita lihat bahwa minyak kelapa sawit (CPO) memegang peranan utama dalam perdagangan minyak nabati dunia. Hal ini terlihat dari volume ekspor dan impor minyak kelapa sawit yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada sisi impor sebesar 26,45 juta ton pada tahun 2005 dan 34,54 juta ton pada tahun 2009. Berdasarkan Tabel 1.3 juga dapat dilihat bahwa dari sisi ekspor, minyak kelapa sawit memiliki nilai ekspor ke dunia sebesar 27,21 juta ton pada tahun 2005 dan 35,52 juta ton pada tahun 2009. Minyak yang memiliki volume ekspor dan impor tertinggi kedua ialah minyak kedelai dengan jumlah impor pada tahun 2005 dan 2009 masing-masing sebesar 9,09 dan 9,14 juta ton dan ekspornya masing-masing pada tahun 2005 dan 2009 yaitu sebesar 9,84 dan 9,48 juta ton. Adapun minyak yang lain tidak memiliki peran dominan dalam perdagangan minyak nabati dunia.
1.2 Perumusan Masalah Peningkatan harga minyak bumi dunia dan krisis energi yang terjadi memberikan dampak kepada meningkatnya konsumsi minyak nabati dunia. Minyak nabati yang memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi menjadi salah satu alasan banyaknya negara-negara yang menggunakan minyak nabati. Selain sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan bakar biofuel yang ramah lingkungan, minyak nabati juga merupakan sumber energi penting dalam perindustrian dunia. Pentingnya minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif yang banyak dikonsumsi oleh negara-negara di dunia membuat permintaan minyak nabati ini semakin meningkat. Berdasarkan data UNCTAD (United Nation Conference On Trade And Development) dari tahun 2005 sampai tahun 2010 harga minyak nabati dunia cenderung mengalami peningkatan, meskipun sempat mengalami fluktuasi pada tahun 2008 namun pada tahun lainnya harga miyak nabati mengalami kenaikan. Fluktuasi tertinggi terjadi pada harga minyak bunga matahari pada tahun 2008 dimana pada bulan Juni harganya naik mencapai USD 2045 per ton lalu terjadi penurunan secara drastis hingga pada bulan desember menjadi USD 759 per ton. Selain itu, kenaikan dan penurunan harga minyak nabati lainnya juga terjadi pada tahun 2008 dimana terjadi kenaikan harga hingga pertengahan tahun lalu menurun hingga akhir tahun. Penurunan yang cukup tinggi pada tahun 2008 ini dikarenakan turunnya harga minyak bumi dunia secara tajam sehingga beberapa negara dunia khususnya Eropa mengalihkan kembali bahan bakar yang digunakan dari biofuel menjadi minyak bumi karena harganya yang murah. Hal ini mengakibatkan
permintaan dunia akan minyak nabati menjadi rendah dan harganya pun menjadi turun. Perkembangan harga minyak nabati dapat dilihat pada Gambar 1.1.
2500
Soybean Oil
2000 1500
Sunflower Oil
1000
Palm Oil
500 Jan2005 Apr2005 Jul2005 Oct2005 Jan2006 Apr2006 Jul2006 Oct2006 Jan2007 Apr2007 Jul2007 Oct2007 Jan2008 Apr2008 Jul2008 Oct2008 Jan2009 Apr2009 Jul2009 Oct2009 Jan2010 Apr2010 Jul2010 Oct2010
0
Canola Oil
Sumber : USDA, 2010 Gambar 1.1. Perkembangan Harga Minyak Nabati Januari 2005 Hingga Desember 2010 (dalam juta metrik ton) Kesamaan kegunaan diantara minyak kelapa sawit (CPO), minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari sebagai bahan baku biofuel membuat keempat minyak nabati ini saling bersubstitusi maupun berkomplementer. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Librero (1971) yang meneliti tentang permintaan internasional terhadap minyak kelapa Filipina, dalam penelitiannya disimpulkan bahwa minyak kelapa bersubstitusi dengan minyak kelapa sawit dan berkomplementer dengan minyak kedelai. Selain itu dalam penelitian yang lain juga disebutkan bahwa komoditas minyak nabati memiliki hubungan yang bersubstitusi dan komplementer. Suatu komoditas yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer akan membuat komoditas tersebut terintegrasi, sehingga perubahan harga pada salah satu komoditas akan mempengaruhi komoditas yang lain. Aspek transmisi harga dari suatu pasar antar komoditi yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer merupakan aspek yang penting untuk
dikaji. Hal ini dilakukan karena aspek ini dapat memberikan informasi yang berharga mengenai tingkat integrasi dan akan mengarah kepada efesiensi pasar. Pengetahuan tentang keselarasan transmisi harga dalam suatu pasar merupakan indikator apakah suatu komoditi terintegrasi dengan komoditi lainnya dalam suatu pasar. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar dalam menghadapi perubahan harga sehingga dapat melakukan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah keadaan harga suatu komoditi bergerak selaras dengan komoditi lain yang merupakan barang substitusinya ataupun komplementer di pasar dunia. Berdasarkan uraian di atas beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan kointegrasi harga diantara minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari dunia ? 2. Variabel minyak nabati manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.
2.
Menganalisis minyak nabati mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, seperti : 1.
Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.
2.
Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan harga minyak nabati dunia.
3.
Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kointegrasi minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan internasional komoditas minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari. Alasan pemilihan komoditas tersebut adalah peranannya sebagai sumber bahan bakar alternatif minyak bumi yang banyak digunakan di berbagai negara di dunia. Variabel yang diteliti adalah harga rata-rata bulanan komoditas tersebut di pasar dunia dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010. Penelitian ini hanya menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar dunia tapi tidak di pasar domestik dan menganalisis komoditas
minyak nabati manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya. Selain itu dalam penelitian ini hanya mengkaji faktor harga.
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Teori Harga Dalam perekonomian pasar, harga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi dalam melakukan alokasi terhadap sumber daya yang langka. Jadi, jika terjadi fluktuasi harga di suatu pasar dan dapat segera ditangkap oleh pasar lain maka perubahan tersebut dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan harga bagi produsen. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: 1) Pemberi informasi tentang jumlah komoditas yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh keuntungan maksimum dan 2) Penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson, 2002). Untuk setiap barang dalam perekonomian, harga barang memberikan jaminan bahwa penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan. Harga suatu komoditas di pasar ditentukan oleh kurva permintaan dan kurva penawaran komoditi tersebut yang saling berpotongan. Pada kondisi tersebut kuantitas barang yang diminta oleh pembeli sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual sehingga tercapai kondisi keseimbangan harga pasar (equilibrium price). Sementara itu, jika terjadi kondisi dimana kuantitas barang yang diminta oleh pembeli tidak sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual maka harga yang terjadi pada kondisi tersebut disebut dengan harga disekuilibrium. Adanya kelebihan permintaan atau penawaran yang terjadi di pasar akan menyebabkan keadaan disekuilibrium dan harga akan terus berubah sampai kembali ke titik ekuilibrium. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya
kelebihan permintaan yang mendorong harga untuk naik atau kelebihan penawaran yang menyebabkan harga menjadi turun (Lipsey et al, 1997). Berkaitan dengan peningkatan harga minyak dunia, menurut Helbling et al. (2008) selain karena faktor spesifik dari setiap komoditas, yaitu resiko geopolitik, kondisi iklim dan cuaca serta gagal panen, peningkatan harga suatu komoditas juga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada peningkatan harga komoditas adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi telah mendorong permintaan akan berbagai komoditas, 2) Biofuel telah mendorong permintaan akan berbagai tanaman pangan yang dapat dikonversi menjadi biofuel, 3) Respon penawaran yang lambat, 4) Keterkaitan di antara berbagai komoditas, dan 5) Tingkat suku bunga yang rendah dan depresiasi nilai US Dollar.
2.2 Teori Permintaan Permintaan pasar untuk suatu komoditi adalah kuantitas total permintaan barang tersebut oleh seluruh pembeli potensial. Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode waktu, pada berbagai harga alternatif, oleh semua individu di dalam pasar. Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi tersebut di pasar. Halcrow dalam Widyasari (2010) menyebutkan
faktor-faktor
permintaan, antara lain :
determinan
non
harga
yang
mempengaruhi
1.
Perubahan Selera Konsumen Perubahan selera konsumen terhadap suatu komoditi dapat terjadi karena
adanya advertensi, informasi baru atau tipe produk baru sehingga menyebabkan jumlah yang diminta lebih banyak dibanding jumlah yang diminta sebelumnya pada masing-masing harga atau terjadi kenaikan permintaan. Perubahan selera konsumen terhadap suatu komoditi juga dapat menurunkan jumlah permintaan dibanding dengan permintaan sebelumnya pada masing-masing-masing harga. 2.
Pendapatan Kenaikan pendapatan akan meningkatkan permintaan suatu komoditas.
Jika rumah tangga menerima pendapatan rata-rata yang lebih besar, maka rumah tangga akan membeli lebih banyak komoditi tersebut pada tingkat harga yang sama. Komoditas yang mempunyai hubungan secara langsung dengan jumlah pendapatan disebut dengan barang normal atau barang superior. Barang-barang yang mempunyai hubungan terbalik dengan perubahan pendapatan disebut barang-barang inferior. 3.
Jumlah Penduduk Pertumbuhan populasi penduduk pada umumnya merupakan dasar
kenaikan permintaan suatu komoditas. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu daerah maka permintaan terhadap suatu komoditi untuk memebuhi kebutuhan menjadi semakin meningkat. Jika pendapatan perkapita rumah tangga tetap, maka kenaikan jumlah penduduk yang besar akan menyebabkan kenaikan permintaan bahan makanan secara agregat.
4.
Harga Barang Lain Jumlah permintaan terhadap suatu komoditas tertentu akan mengalami
kenaikan atau penurunan akibat perubahan harga barang-barang lain yang merupakan barang substitusi maupun barang komplementernya. Pada kasus barang lain merupakan substitusi, kenaikan harga pada barang lain akan meningkatkan jumlah barang yang diminta untuk barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan menurunkan jumlah barang yang diminta untuk barang tersebut. Sedangkan pada kasus barang lain merupakan barang komplementer, kenaikan harga pada barang lain akan menurunkan jumlah barang yang diminta pada barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan meningkatkan jumlah barang yang diminta pada barang tersebut. 5.
Ekspektasi Harga dan Pendapatan di Masa yang Akan Datang Adanya ekspektasi harga yang lebih tinggi di masa yang akan datang
menyebabkan konsumen meningkatkan permintaannya. Hal ini dikarenakan dengan ekspektasi harga yang lebih tinggi menyebabkan rumah tangga meningkatkan konsumsinya karena mengharapkan terjadinya peningkatan pendapatan di masa yang akan datang. Seringkali perubahan harga dan pendapatan tersebut bekerja sama sehingga memungkinkan rumah tangga untuk meningkatkan pembelian sehingga terjadi kenaikkan permintaan terhadap suatu komoditi. Sebaliknya ekspektasi harga yang lebih rendah cenderung menurunkan permintaan saat ini. Kurva permintaan melihat hubungan jumlah barang yang diminta hanya sebagai fungsi harganya dan menganggap variabel lainnya adalah tetap (ceteris paribus). Kurva permintaan mempunyai slop yang negatif dari kiri atas ke kanan
bawah, dimana jika terjadi penurunan harga akan menambah jumlah komoditi yang diminta. Perubahan harga barang yang diminta terhadap jumlahnya digambarkan sebagai pergerakan sepanjang kurva permintaan. Sedangkan perubahan variabel lain seperti harga barang lain, pendapatan, dan selera digambarka sebagai pergeseran kurva permintaan. Penawaran pasar komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu dan, seterusnya, pada jumlah produsen dalam pasar.
2.3 Teori Penawaran Penawaran adalah jumlah produk yang mampu dan bersedia untuk dijual oleh produsen dengan harga tertentu. Semakin tinggi harga maka semakin banyak produk yang bersedia ditawarkan oleh produsen. Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar. Mankiw (2000) mengemukakan beberapa faktor yang menentukan jumlah kuantitas barang yang dijual yaitu: 1.
Harga Barang Tersebut Sesuai dengan hukum penawaran, jumlah barang yang ditawarkan oleh
produsen berhubungan positif dengan harga barang tersebut (ceteris paribus). Ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah barang yang ditawarkan juga akan meningkat dan sebaliknya jika harga suatu barang turun makan jumlah barang yang ditawarkan juga akan menurun.
2.
Harga input Jika harga barang yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut
naik maka keuntungan yang diperoleh oleh produsen tersebut akan menurun, sehingga produsen akan menawarkan barang tersebut dengan jumlah yang lebih sedikit. Jadi, jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen memiliki hubungan negatif terhadap harga input untuk membuat barang tersebut. 3.
Teknologi Teknologi yang digunakan untuk memproses input menjadi suatu barang
merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah barang yang akan ditawarkan. Adanya teknologi baru dapat meminimumkan biaya produksi, sehingga akan meningkatkan keuntungan produsen. Oleh karena itu, penurunan biaya produksi dan perkembangan teknologi akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen. 4.
Ekspektasi Harga di Masa Depan Jumlah barang yang ditawarkan suatu produsen juga bergantung pada
ekspektasi terhadap masa depan. Jika produsen berharap bahwa di masa depan harga barang tersebut akan meningkat, maka produsen tersebut akan menyimpan sejumlah barangnya yang diproduksi saat ini dan mengurangi penawaran barang tersebut pada saat ini untuk ditawarkan di masa yang akan datang. Menurut Djojodipuro (1991) kurva penawaran menunjukkan berbagai jumlah barang yang seorang penjual bersedia menawarkan dengan berbagai harga, ceteris paribus. Dalam keadaan ini, maka kurva tersebut naik dari kiri bawah ke kanan atas. Berdasarkan segi jumlah, kurva penawaran menunjukkan harga minimum yang mendorong penjual untuk menjual dalam berbagai jumlah. Penjual
mau menerima harga yang lebih tinggi untuk jumlah tertentu tapi tidak lebih rendah. Sugiarto et al. (2007) berpendapat bahwa analisis permintaan dan penawaran merupakan alat yang penting untuk: 1) memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi seperti teknologi, selera konsumen, harga komoditas lain, dan harga faktor produksi, 2) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas, 3) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen, 4) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar, seperti pengendalian harga, kuota, pajak subsidi, dan lain-lain.
2.4 Teori Integrasi Pasar Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pasar yaitu adalah dengan melakukan analisis integrasi pasar. Melalui analisis integrasi pasar kita dapat mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat. Pasar yang terintegrasi akan membentuk harga kesetimbangan yang berkaitan secara langsung (Aji, 2010). Menurut Goletti dan Minot (2000), definisi dari integrasi pasar adalah kondisi yang dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan meliputi infrastruktur pemasaran dan kebijakan pemerintah, sehingga menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Adanya informasi pasar yang mendukung
menyebabkan perubahan yang terjadi di suatu pasar seperti adanya perubahan harga akan ditransmisikan ke pasar lain dengan perubahan harga. Hal ini dapat digunakan oleh produsen sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis, integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu integrasi pasar horizontal (spasial) dan integrasi vertikal. integrasi horizontal (spasial) merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara suatu pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial memiliki konsep bahwa pasar-pasar yang terpisah secara geografis memiliki keterkaitan harga dimana harga yang terjadi merupakan pengaruh dari harga di pasar lain yang saling berinteraksi. Dua pasar dapat dikatakan terintegrasi secara spasial jika diantara lokasi pasar terjadi perdagangan dan harga pada daerah importir sama dengan harga pada daerah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya. Menurut Campenhout (2005) pasar dikatakan terintegrasi jika dihubungkan oleh sebuah proses arbitrase. Jika perbedaan harga antara dua pasar lebih rendah dari biaya transaksi, maka seorang produsen akan berfikir untuk menghentikan perdagangan. Integrasi pasar vertikal adalah tingkat keeratan hubungan antara pasar produsen dengan pasar pedagang atau ritel. Pasar produsen adalah pasar dimana penawaran produsen berinteraksi dengan permintaan dari pedagang. Sedangkan pasar ritel adalah pasar yang merupakan bertemunya permintaan konsumen akhir dengan penawaran dari pedagang. Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal jika harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan ke lembaga pemasaran lain dalam satu rantai pemasaran (Hendriany, 2007).
Integrasi pasar vertikal menunjukkan perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama (Suparmin, 2005). Pada pasar yang terintegrasi secara vertikal, intervensi pada suatu pasar akan berdampak nyata terhadap pasar lainnya, atau sebaliknya pada pasar yang tidak terintegrasi vertikal intervensi pada suatu pasar tidak akan berpengaruh nyata terhadap pasar lainnya.
2.5 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain yang mencakup barang maupun jasa. Adapun subyek yang dimaksud adalah penduduk, perusahaan ekspor dan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000). Teori perdagangan internasional merupakan teori yang mencoba mmengapa sebuah negara menginginkan untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Pada dasarnya terdapat dua teori yang menerangkan timbulnya teori perdagangan internasional.
2.5.1
Teori Klasik Teori klasik menjelaskan bahwa satu-satunya faktor produksi yang berdiri
sendiri adalah tenaga kerja, sedangkan kapital tidak. Maksudnya adalah kedua faktor tersebut tidak dapat disubstitusikan. Jika terjadi penambahan kapital namun tenaga kerja tetap maka volume produksi tidak akan mengalami perubahan. Jadi, sifat hubungan antar kedua faktor tersebut adalah komplementer.
1) Teori Absolute Adventage Teori keunggulan absolut ini dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya perdagangan akan meningkatkan kemakmuran melalui mekanisme perdagangan bebas dengan melakukan spesialisasi oleh para pelaku ekonomi agar mencapai efisiensi. Setiap negara yang melakukan perdagangan internasional akann melakukan spesialisasi terhadap barang tertentu yang di negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute adventage) untuk diproduksi dan diekspor ke negara lain, serta melakukan impor terhadap barang yang di negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak (absolute adventge). Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu barang jika negara tersebut dapat memproduksinya dengan efisien atau lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Sebaliknya suatu negara akan mengimpor suatu barang jika negara tersebut tidak dapat memproduksinya dengan efisien atau lebih murah dibanding dengan negara lain 2) Teori Comparative Adventage Teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh David Ricardo dan dikenal dengan model Ricardian. Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja yaitu harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hady, 2001) dalam Aji (2010). David Ricardo mengemukakan bahwa meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi beberapa jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain namun negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan selama rasio harga antar negara berbeda jika dibandingkan dengan tidak terjadi perdagangan. Konsep penting dalam model ini adalah adanya perbedaan sumber daya dan teknologi yang dimiliki oleh setiap negara yang
melakukan perdagangan sehingga dapat menciptakan keunggulan bagi negaranegara tersebut. Suatu negara dikatakan mempunyai keungulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditas jika biaya pengorbanannya (opportunity cost) dalam memproduksi barang tersebut lebih rendah dari negara lainnya (Krugman dan Obstfeld 2000).
2.5.2
Teori Modern Heckscher-Ohlin mengemukakan bahwa perdagangan internasional tidak
banyak berbeda dan hanya merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas dasar ini Ohlin mengemukakan anggapan bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat diabaikan. Selain itu Heckscher-Ohlin juga mengemukakan bahwa komoditas yang diperdagangkan antar negara tidak didasarkan atas keuntungan alami seperti yang dikemukakan oleh Adam Smith tapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan komoditas tersebut. Jadi, suatu negara sebaiknya mengekspor komoditas yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dan mengimpor komoditas yang memrlukan faktor produksi yang langka di negaranya.
2.6 Model Vector Autoregression (VAR) Model VAR pertama kali dikemukakan oleh Sims (1980) sebagai jawaban atas permasalahan proses estimasi dan inferensi karena keberadaan variabel endogen di kedua sisi persamaan (endogenitas variabel di sisi dependen dan independen), sedangkan teori ekonomi sebagai dasar pembentukan persamaan
simultan tidak cukup dalam menyediakan spesifikasi yang tepat atas hubungan dinamis antar variabel. Berdasarkan penjelasan di atas VAR merupakan metode lebih lanjut dari sistem persamaan simultan yang setiap variabelnya dianggap simetris karena sulit untuk menentukan secara pasti apakah suatu variabel bersifat endogen atau eksogen. Vector Autoregression (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam persamaan. Hal ini berarti peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam sistem persamaan. Secara umum, VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu t dapat dimodelkan sebagai berikut :
ε
(2.1)
Dimana : , ,…
Yt
= Vektor peubah tak bebas (
Ao
= Vektor intersep berukuran n x 1
A1
= Matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1,2,3,…,p
εt
= Vektor sisaan (ε1,t ,…, εn,t ) berukuran n x 1
, ,
,
)
Hubungan kausalitas antar variabel di dalam sistem pesamaan multivariat lebih rumit dibandingkan pada bivariat. Hsiao dalam Anugerah (2005) menggunakan contoh tiga variabel (X,Y,Z) untuk memberikan definisi hubungan kausalitas diantara ketiga varibel, maka berikut ini susunan variabel yang dimasukkan dalam matriks guna mempermudah analisa hubungan antar variabel tersebut dalam persamaan (2.8) sebagai berikut:
=
+
(2.2)
Secara rinci teorima pola hubungan antara variabel dalam sistem variabel berdasarkan nilai dalam aij sebagai berikut: 1.
Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah : a32(L) = 0
2.
Bila variabel X mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah : a32(L) ≠ 0
3.
Hubungan timbal balik antara variabel X dan Z, bila : a32(L) ≠ 0 dan a23(L) ≠ 0
4.
Hubungan tidak langsung dari variabel X dan Z melalui Y, syaratnya adalah : a32(L) = 0 ; a31(L) ≠ 0 ; a12(L) ≠ 0
5.
Hubungan palsu jenis 1 dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : a21(L) = 0 ; a32(L) ≠ 0, untuk semua panjang lag
6.
Hubungan palsu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : a32(L) = 0 ; a12(L) = 0, untuk semua panjang lag k dan a31(L) ≠ 0 ; a21(L) ≠ 0, untuk semua panjang lag k
Salah satu syarat dalam analisis VAR adalah data harus stasioner. Kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada tidaknya akar unit dalam variabel dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Data yang stasioner penting dalam pengolahan data VAR agar tidak menimbulkan hasil persamaan regresi yang spurious, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik namun pada kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat menghasilkan kesalahan pengambilan keputusan dalam Parasmala (2005).
2.6.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test) Stasioneritas data merupakan permasalahan utama yang biasa dihadapi dalam penelitian yang menggunakan data time series. Uji akar unit merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengetahui data tersebut stasioner atau tidak. Suatu deret waktu dikatakan stasioner jika data tersebut menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data atau secara kasar data tersebut harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan spurious regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan hasil dari regresi tersebut (Enders, 2004). Keberadaan stasioneritas dalam data dapat diukur dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Hipotesis yang diuji dalam uji ADF ini adalah apakah γ = 0 (data bersifat tidak stasioner) dengan hipotesis alternative γ < 0 (data bersifat stasioner). Nilai γ diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t. Statistik uji dapat dituliskan sebagai berikut : thit =
/
(2.3)
dimana : = nilai dugaan γ = simpangan baku dari Jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai kritis dalam tebel Dickey Fuller, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhdap hipotesis alternatifnya yang berarti bahwa data tersebut bersifat stasioner. Bila
berdasarkan uji ADF diketahui bahwa suatu data time series tidak stasioner maka salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan difference non stationary processes.
2.6.2
Penetapan Tingkat lag Optimal Enders, 2004 berpendapat bahwa untuk menetapkan tingkat lag yang
optimal menggunakan kriteria informasi Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC). Pada awalnya AIC dan SC dipergunakan sebagai alternatif uji goodness of fit atau pengganti R2 (coefficient determination), sehingga R2 bukan satu-satunya indikator validitas sebuah model ekonomi. Perkembangan selanjutnya AIC dan SC dapat digunakan untuk menetapkan tingkat lag yang optimal. Penetapan tingkat lag yang optimal dapat ditetapkan dengan cara mengestimasi model VAR tersebut dengan tingkat lag yang berbeda-beda, lalu dibandingkan dengan nilai AIC dan SC-nya. Penetapan lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria terendah dari nilai AIC dan SC.
2.6.3
Kointegrasi Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabel-
variabel yang tidak stasioner. Secara umum, bila terdapat dua variabel time series yang masing-masing merupakan variabel yang tidak stasioner namun bila kombinasi linier dari dua variabel tersebut merupakan time series yang stasioner maka kedua time series tersebut dikatakan berkointegrasi. Uji kointegrasi dapat dijadikan dasar penentuan estimasi yang digunakan memiliki keseimbangan
jangka panjang atau tidak. Apabila persamaan estimasi lolos dari uji ini maka persamaan
estimasi
tersebut
memiliki
keseimbangan
jangka
panjang
(Gujarati,2004). Konsep keseimbangan dalam kointegrasi berbeda dengan keseimbangan dalam teori ekonomi. Pada teori ekonomi, keseimbangan adalah nilai transaksi yang diinginkan sama dengan nilai aktualnya. Sedangkan pada kointegrasi, kesimbangan dalam jangka panjang merupakan hubungan jangka panjang dari peubah-peubah non stasioner (Ulama, 2002). Konsep kointegrasi pertamakali dikenalkan oleh Engle-Granger (1987), dimana analisis formalnya dimulai dengan mendasarkan pada himpunan peubah (variabel)
ekonomi
yang
berada
pada
keseimbangan
jangka
panjang.
Penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang disebut galat (error) ekuilibrium (et), sehingga et = βxt dimana et pada kondisi stasioner. Menurut Engle-Granger komponen suatu vector xt = (x1t, x2t, … , xnt) dikatakan berkointegrasi ordo (d,b) dan dinyatakan dengan CI (d,b), jika : 1.
Semua komponen dari xt adalah berintegrasi ordo d
2.
Terdapat vektor β = (β1, β2, … , βn) sehingga kombinasi linear βxt = β1x1t + β2x2 + … + βnx adalah berintegrasi orde d-b, dimana b > 0 dan β disebut vektor kointegrasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi
model kointegrasi, antara lain : 1.
Kointegrasi mengacu pada kombinasi linear dari peubah non stasioner. Secara teoritis, sangat tidak mungkin terdapat hubungan jangka panjang yang non linear diantara peubah-peubah yang terintegrasi.
2.
Semua peubah harus mempunyai ordo integrasi yang sama namun tidak berarti peubah dengan integrasi sama adalah kointegrasi. Jika peubah yang ordo
integrasinya
tidak
sama
maka
peubah
tersebut
tidak
dapat
berkointegrasi. 3.
Jika komponen xt ada sebanyak n komponen yang tidak stasioner, maka vektor kointegrasi tak bebas yang linear yang ada paling banyak adalah sebesar n-1.
4.
Pada literatur-literatur kointegrasi, pada umumnya difokuskan pada peubahpeubah yang mempunyai satu unit root. Metodologi Engle-Granger adalah metode yang umumnya digunakan
dalam menguji kointegrasi. Namun menurut Enders (2004), meskipun metode ini mudah digunakan tapi memiliki beberapa kekurangan, yaitu : 1.
Metode tersebut tidak mempunyai prosedur yang sistematik untuk mengestimasi vector kointegrasi pengali (multiple cointegration) secara terpisah.
2.
Estimasi
keseimbangan
jangka
panjang
memerlukan
peneliti
untuk
menempatkan satu variabel di sebelah kiri persamaan dan menggunakan variabel lainnya sebagai pengregresi. 3.
Prosedur Engle-Granger memerlukan dua langkah estimasi. Langkah pertama untuk menghasilkan residual series (e1) dan langkah kedua untuk mengestimasi regresi dengan menggunakan error yang dihasilkan pada estimasi langkah pertama. Jadi koefesien a1 diperoleh dengan mengestimasi regresi yang menggunakan residual-residual dari regresi yang lain. Oleh
karena itu, setiap eror yang dimasukan peneliti dalam langkah pertama akan diteruskan pada langkah kedua. Metode lain yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi selain metode Engle-Granger salah satunya adalah metode Johansen Cointegration Test. Metode ini dapat mengatasi permasalahan yang terdapat pada metode EngleGranger.
2.7 Model VECM (Vector Error Correction Model) Vector Error Correction Model (VECM) merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena adanya data yang tidak stasioner tapi terkointegrasi. VECM memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Oleh karena itu VECM sering disebut sebagai VAR untuk data yang nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.
2.8 Penelitian Terdahulu 2.8.1
Penelitian Mengenai Kointegrasi Harga Widyasari (2010) dalam penelitiannya membahas tentang analisis
kointegrasi harga beberapa komoditas pangan utama di pulau Sumatera dan Jawa pasca krisis ekonomi. Peneliti melihat bahwa sentra produksi beberapa jenis tanaman pangan di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Perbedaan jumlah produksi antar propinsi akan menyebabkan terjadinya arus perdagangan antar propinsi dan antar pulau sehingga terjadi suatu hubungan kointegrasi harga antar pasar propinsi yang melakukan perdagangan. Pengetahuan akan transmisi keselarasan transmisi harga yang merupakan indikator integrasi pasar dapat
digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menganalisis kointegrasi harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat berdasarkan provinsi-provinsi yang terdapat di pulau Sumatera dan Jawa. Adapun variabel yang digunakan adalah harga jagung, kacang tanah, dan ketea rambat di tingkat produsen dan konsumen dengan menggunakan model analisis VAR (Vector Autoregression) dan VECM (Vector Error Correction Model). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menyimpulkan dari hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi antar variabelvariabel harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat di tingkat produsen dan konsumen, baik di pulau Sumatera maupun pulau Jawa. Artinya dalam jangka panjang terjadi transmisi harga di tingkat produsen dan konsumen antar provinsi dan terjadi penguasaan informasi harga yang cukup sempurna baik oleh produsen maupun konsumen. Sedangkan dari hasil uji kausalitas disimpulkan bahwa tidak terdapat salah satu variabel harga yang memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel harga lain. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat pemimpin harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat di tigkat produsen dan konsumen. Trisna (2006) menganalisis kointegrasi harga sayuran penting berdasarkan wilayah serta membahas kointegrasi harga sayuran penting di tingkat produsen dan konsumen dan juga membahas apakah terdapat pemimpin harga sayuran penting di tingkat produsen dan konsumen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan untuk analisis keterkaitan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode analisis VAR (Vector Auturegression) dan VECM (Vector Error Correction Model) serta Granger
Causality Test untuk menganalisis apakah terdapat pemimpin harga di tingkat produsen dan konsumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji kointegrasi didapat bahwa terdapat kointegrasi harga cabai merah tingkat produsen dan kointegrasi harga bawang merah tingkat produsen. Selain itu, hasil uji kointegrasi harga di tingkat konsumen menunjukkan bahwa terdapat kointegasi harga cabai merah, bawang merah, kentang, dan kubis tingkat konsumen. Pada uji kausalitas multivariat pada harga keempat sayuran pentig di tingkat produsen dan konsumen, menunjukkan bahwa tidak terdapat salah satu variabel harga yang memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel harga yang lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pemimpin harga cabai merah, bawang merah, kentang dan kubis di tingkat produsen dan konsumen. Widyanti (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis integrasi pasar CPO dunia dengan pasar CPO , minyak goreng, dan TBS domestik serta pengaruh tarif ekspor CPO dan harga BBM dunia menunjukkan bahwa pasar CPO dunia terintegrasi dengan pasar CPO, minyak goreng, dan TBS domestik. Pasar CPO dunia berperan sebagai penentu harga, sedangkan pasar-pasar domestic berperan sebagai pengikut harga. Pada pasar domestik, terjadi integrasi pasar antara pasar CPO dengan pasar TBS domestik dimana pasar CPO domestik adalah penentu harga bagi pasar TBS domestik. Tarif ekspor CPO yang diterapka pemerintah ternyata tidak berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. Harga BBM dunia berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. Artinya, Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia memiliki peluang yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan industri biodiesel di pasar dunia.
2.8.2
Penelitian Mengenai Minyak Nabati Arianto, Daryanto, Arifin, dan Nuryartono (2010) dalam penelitiannya
yang berjudul “Analisis Harga Minyak Sawit, Tinjauan Kointegrasi Minyak Nabati Dengan Minyak Bumi” mencoba menganalisis keterkaitan jangka panjang di antara berbagai jenis minyak nabati utama, yaitu minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak rapa. Selain itu dalam penelitian ini juga dikaji tentang keterkaitan minyak nabati terhadap minyak bumi karena adanya perkembangan bahan bakar biofuel yang menggunakan bahan baku minyak nabati. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model VECM dan data yang digunakan adalah data bulanan periode 1980-2008. Adapun variabel yang digunakan adalah harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak rapa, dan minyak bumi. Untuk mengetahui dinamika yang terjadi, penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pada periode sebelum peningkatan harga komoditas (1980-2003) dan pada periode peningkatan harga komoditas (2004-2008). Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya kointegrasi jangka panjang di antara minyak nabati dan minyak bumi serta ditemukan bahwa minyak bumi memberikan pengaruh yang kuat kepada minyak nabati terutama pada periode 2004-2008. Hal ini berarti harga minyak bumi memberikan pengaruh pada variabilitas harga minyak nabati, terutama pada periode dinamika harga komoditas tahun 2004-2008 yaitu pada periode peningkatan harga komoditas. Yu et al. (2006) melakukan penelitian tentang keterkaitan harga minyak nabati dengan minyak bumi dengan menggunakan data mingguan dari Januari 1999 sampai Maret 2006. Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah adanya peningkatan harga minyak bumi dunia telah menstimulasi permintaan
akan biodiesel, yang mana akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap minyak nabati. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji keterkaitan jangka panjang antar harga minyak nabati utama dan menganalisis hubungan antara harga minyak nabati dan minyak bumi. Jenis minyak yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah minyak bumi, minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak kanola, dan minyak kelapa sawit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi multivariat dihasilkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi jangka panjang di antara lima harga minyak yang dikaji. Selain itu ditemukan juga bahwa harga minyak kelapa sawit yang memberikan adanya aliran informasi lalu pasar minyak bunga matahari sebagai penerima informasi tersebut dan disebarkan ke minyak lainnya secara serentak. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga menyimpulkan bahwa shock pada minyak bumi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga minyak nabati. Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh minyak bumi terhadap minyak nabati akan signifikan bila lonjakan harga minyak bumi terus berlanjut dan meningkatnya permintaan terhadap biodiesel.
2.9 Kerangka Penelitian Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dunia yang pesat mendorong tingginya konsumsi energi dunia. Minyak bumi yang merupakan salah satu sumber energi utama bagi kehidupan manusia dan bagi pembangunan ekonomi menjadi sangat dibutuhkan. Tingginya permintaan terhadap minyak bumi dunia dan ditambah semakin menipisnya persediaan minyak bumi dunia membuat harga
minyak bumi melonjak karena pasokannya yang lebih rendah dibandingkan dengan permintaan pasar yang tinggi. Sebagai sumber energi alternatif dari minyak bumi, peningkatan harga minyak bumi membuat permintaan minyak nabati menjadi semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini akan direspon oleh pasar dengan peningkatan harga-harga komoditas minyak nabati. Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar biofuel menjadikan setiap jenis minyak nabati menjadi mempunyai hubungan antar komoditi yang bersubstitusi maupun komplementer. Jika beberapa jenis minyak nabati
tersebut
memiliki
hubungan
yang
saling
bersubstitusi
maupun
komplementer maka harga dari jenis minyak tersebut dapat saling mempengaruhi. Berdasarkan penelitian Susilowati (1989) minyak kelapa sawit bersubstitusi dengan minyak kedelai dan minyak kelapa serta berkomplemen dengan minyak kanola (rapeseed oil). Hal ini berarti jika harga minyak kedelai atau minyak kelapa dunia meningkat, maka negara pengkonsumsi minyak kedelai atau minyak kelapa akan mengurangi konsumsinya dan beralih untuk mengkonsumsi minyak kelapa sawit. Peningkatan harga pada minyak kanola tidak hanya menurunkan konsumsi terhadap minyak kanola tapi juga akan menurunkan konsumsi minyak kelapa sawit karena sebagai barang komplementernya. Dalam pemanfaatannya sebagai sumber energi maupun sebagai bahan pangan, berbagai jenis minyak nabati yaitu minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil) bersifat substitusi dan komplementer. Keterkaitan di antara minyak nabati ini dengan sendirinya tergambar dari pergerakan harga dari masing-masing jenis minyak nabati tersebut. Secara grafis, keterkaitan antar minyak nabati ini
dapat digambarkan sebagai kerangka pemikiran sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 di bawah.
Permintaan Minyak Nabati
Harga Minyak Bumi
Harga Minyak Nabati
Harga Minyak Kelapa Sawit
Harga Minyak Kedelai
Harga Minyak Bunga Matahari
Harga Minyak Kanola
Minyak Nabati yang memiliki pengaruh terbesar dalam perubahan harga
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupaka data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan harga minyak nabati dunia. Adapun data utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah harga rata-rata bulanan minyak kelapa sawit (PCPO), harga miyak kanola (PCAN), harga minyak kedelai (PSOY), dan harga minyak bunga matahari (PSUN) di dunia. Data-data tersebut diperoleh dari USDA, dan Canola Council of Canada. Bentuk data yang digunakan adalah data time series dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010.
3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam menganalasis kointegrasi harga beberapa komoditas minyak nabati utama dunia adalah dengan metode analisis Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Diharapkan dengan menggunakan mtode ini dapat diketahui apakah terdapat kointegrasi harga diantara beberapa minyak nabati utama dunia. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu Granger causality test, impuls response function (IRF), dan forecast error decomposition of variance (FEDV). Pengolahan data dilakukan secara bertahap, sebelum sampai pada analisis VAR dan VECM perlu dilakukan beberapa pengujian praestimasi. Pengujian praestimasi yang dilakukan yaitu uji akar unit (unit root test), penentuan panjang
lag optimum, dan uji kointegrasi (Johansen cointegration test). Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6.
3.2.1
Pengujian Praestimasi
3.2.1.1 Uji Stasioneritas Data Langkah awal yang harus dilakukan dalam mengestimasi sebuah model adalah dengan melakukan uji stasioneritas data. Pengujian stasioneritas data ini dilakukan dengan menguji akar unit (unit root) dalam model. Data yang tidak stasioner akan mempunyai akar unit, sedangkan data yang stasioner tidak mengandung akar unit. Pengujian stasioneritas data sangat penting jika data yang digunakan dalam bentuk time series. Hal ini karena data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Data yang tidak stasioner atau memiliki unit root jika dimasukkan dalam pengolahan statistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious, maksudnya hasil estimasi terlihat bagus dengan koefesien determinasi R2 yang tinggi dan t statistik yang terlihat signifikan, namun hasil estimasi variabel tersebut tidak memiliki arti ekonomi. Cara yang digunakan untuk melihat apakah di dalam data terdapat akar unit adalah dengan melakukan uji stasioneritas Augmented Dickey-Fuller (ADF). Misal suatu bentuk persamaan time series adalah sebagai berikut yt = ρ yt-1 + εt. dimana εt. adalah error term. Jika kedua sisi persamaan tersebut dikurangi dengan yt-1 maka didapat persamaan : yt – yt-1 = ρ yt-1 – yt-1 + εt ....................................................................................(3.1) yt – yt-1 = (ρ – 1) yt-1 + εt ....................................................................................(3.2)
Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi : Δyt = δ yt-1 + εt ...................................................................................................(3.3) Dimana δ = (ρ – 1) dan Δ merupakan pembeda utama (first difference). Berdasarkan persamaan (3) hipotesis yang diuji adalah H0 : δ = 0 dan hipotesis alternatifnya H1 : δ < 0. Jika δ = 0, maka ρ = 1, berarti hipotesis yang diterima adalah H0 artinya data tersebut terdapat unit root dan data time series tersebut tidak stasioner. Pada persamaan (3) diasumsikan bahwa error term (εt) tidak memiliki korelasi. Jika error term memiliki korelasi maka persamaan yang diuji stasioneritas dengan menggunakan uji ADF dapat ditulis sebagai berikut:
δ
Δy
Δy
ε … … … … … … … … … … … … 3.4
dimana ε = pure white noise error term dan Δy 3)
= (yt-1 – yt-2), Δy
= (yt-2 – yt-
dan seterusnya. Dalam persamaan seperti ini pengujian hipotesis yang
dilakukan masih sama dengan yang sebelumnya yaitu H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dan hipotesis alternatifnya H1 = δ < 0 (stasioner). Maksudnya jika Ho ditolak maka data yang digunakan stasioner sedangkan jika Ho diterima berarti data tidak stasioner. Keputusan untuk menolak atau menerima Ho diihat dari nilai tstatistiknya. Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai ADF (dalam nilai kritis 1%, 5%, atau 10%) maka keputusan yang diambil adalah tolak Ho atau berarti data tersebut stasioner.
3.2.1.2 Pengujian Lag Optimal Penentuan jumlah lag optimal yang digunakan dalam model merupakan langkah penting dalam analisis model VECM. Pengujian panjang lag optimal dapat memanfaatkan beberapa kriteria yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Namun, kriteria yang biasa digunakan dalam penelitian adalah kriteria AIC dan SC. Langkah pertama yang dilakukan untuk dapat menentukan lag ini adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual (|Ω|) yang dapat dihitung sebagai berikut (Eviews 6 User’s Guide): |Ω| = det
∑ ̂
̂ ………………………………………………..……...(3.5)
dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan VAR. Selanjtnya, log likelihoodvalue dengan mengasumsikan distribusi normal (Gaussian) dapat dihitung : l = - T { k (1 + log 2π) + log |Ω }……………………………………………...(3.6) dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah observasi. Setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan nilai kriteria yang terkecil.
3.2.1.3 Uji Kausalitas Granger Pengujian kausalitas Granger dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas yang ada diantara variabel-variabel yang digunakan dalam model penelitian. Hubungan kausalitas dalam model dapat berupa hubungan kausalitas
satu arah atau hubungan kausalitas dua arah atau timbal balik. Terdapat empat macam kasus yang dapat terjadi pada uji Granger causality : 1. Undirectional causality dari variabel A terhadap variabel B, diindikasikan jika koefesien yang diestimasi pada lag variabel A secara statistik tidak sama dengan nol, dan koefesien estimasi pada lag variabel B secara statistik sama dengan nol. Hal ini berarti variabel A mempengaruhi variabel B namun variabel B tidak mempengaruhi variabel A. 2. Undirectional causality dari variabel B terhadap variabel A, diindikasikan jika koefesien yang diestimasi pada lag variabel A secara statistik sama dengan nol, dan koefesien estimasi pada lag variabel B secara statistik tidak sama dengan nol. Hal ini berarti variabel B mempengaruhi variabel A tapi variabel A tidak mempengaruhi variabel B. 3. Feedback atau bilateral causality. Kondisi ini terjadi ketika baik variabel A maupun variabel B secara statistik tidak sama dengan nol pada persamaan regresi variabel tersebut. 4. Independence. Kondisi ini terjadi ketika koefesien variabel-variabel yang diuji secara statistik tidak signifikan pada semua persamaan regresinya.
3.2.1.4 Uji Kointegrasi Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam pemodelan VAR adalah semua peubah tak bebas bersifat stasioner. Apabila data tidak stasioner maka perlu dilakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi ini dilakukan untuk melihat apakah di dalam model penelitian terdapat kombinasi linier dari dua atau lebih peubah non-stasioner yang menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi
linier dua atau lebih tersebut mengandung arti bahwa dalam model tersebut terdapat keseimbangan jangka panjang. Keseimbangan jangka panjang tersebut dapat tercapai dengan syarat galat keseimbangan harus berfluktuasi serkitar nol atau dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan uji kointegrasi,
yaitu
metode
Engle-Granger
cointegration
test,
Johansen
cointegrastion test, dan cointegration regression Durbin-Watson test. Suatu data dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d jika data tersebut stasioner setelah didifference sebanyak d kali. Uji kointegrasi Johansen dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut : Δy
Г Δy
ε … … . … … … … … … … … … … … … … 3.7
Komponen dari vector yt dapat dikatakan terkointegrasi bila terdapat vektor β = (β1, β2, … , βn) sehingga kombinasi linier βyt stasioner. Vektor β disebut vektor kointegrasi. Rank kointegrasi pada vector yt adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas, rank kointegrasi ini dapat diketahui melualui uji Johansen (Aji, 2010). Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan lag optimal yang telah ditentukan pada pengujian optimum lag. Sementara penentuan asumsi deterministik didasarkan pada nilai kriteria informasi Schwarz Criterion (SC). Berdasarkan asumsi deterministik tersebut didapat informasi mengenai banyaknya hubungan kointegrasi antar variabel yang terdapat dalam model sesuai dengan metode Trace dan Max.
3.2.2
Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi karena keberadaan bentuk
data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada data level tidak stasioner, maka ada kemungkinan terdapat kointegrasi dalam persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat kointegrasi pada model persamaan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi kedalam model yang digunakan. Pada uji sebelumnya didapat bahwa data yang digunakan pada penelitian ini stasioner pada first difference atau I(1) dan terdapat satu persamaan yang terkointegrasi. Oleh karena itu, untuk menangkap informasi jangka panjang yang terdapat pada model digunakan model VECM. Oleh karena itu VECM disebut juga desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan jangka pendeknya. Istilah kointegrasi yang dimaksudkan adalah eror, karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Adapun persamaan VECM ditunjukkan dengan persamaan berikut : Δy
Г Δy
–
y
ε … … … … … . … … … … … … … … … … … … 3.8
Dimana : Г = koefesien hubungan jangka pendek β = koefesien hubungan jangka panjang γ = kecepatan menuju keseimbangan (speed adjustment)
3.3 Model Penelitian Penelitian ini menggunakan empat variabel yang terdiri dari harga minyak kelapa sawit, harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari. Model persamaan VAR dalam bentuk vektor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : PCPO PSOY PCAN PSUN
PCPO PSOY PCAN PSUN
e e e e
……………..(3.9)
Dimana : PCPO
= Harga Minyak Kelapa Sawit (US$/ton)
PSOY
= Harga Minyak Kedelai (US$/ton)
PCAN
= Harga Minyak Kanola (US$/ton)
PSUN
= Harga Minyak Bunga Matahari (US$/ton)
C1
= Intersep
eit
= Error
aij
= Koefesien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i
IV.
GAMBARAN UMUM
4.1 Perdagangan Minyak Nabati Dunia Perdagangan bebas yang terjadi di dunia membuat semakin mudahnya proses transfer suatu barang dari satu negara ke negara lain. Proses perdagangan antar negara akan semakin mudah terjadi sehingga secara otomatis perdagangan juga akan meningkat. Begitu pula dengan komoditi minyak nabati dunia, perdagangan bebas menyebabkan perdagangan minyak nabati berubah menjadi meningkat. Semakin tingginya permintaan terhadap minyak nabati membuat perdagangan minyak nabati semakin menguntungkan. Hal ini membuat negaranegara yang semula melakukan proteksi terhadap minyak nabati mengurangi proteksinya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam perdagangan minyak nabati dunia. Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan dunia. Pasar yang kompetitif dan melibatkan lebih dari sembilan jenis minyak serta hampir diproduksi dan dikonsumsi di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang merupakan bukti dari pentingnya minyak nabati dalam perdagangan internasional. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional antara lain minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak kelapa, minyak biji kapas, minyak kacang tanah, minyak jagung, minyak olive, dan minyak lobak. Besarnya perdagangan minyak nabati dunia dapat dilihat dari jumlah ekspor impor komoditi minyak nabati. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 impor minyak nabati cenderung meningkat hampir di tiap tahunnya, terutama minyak
kelapa sawit yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. China, India, dan beberapa negara Eropa merupakan pengimpor minyak nabati terbesar di dunia. tingginya konsumsi minyak nabati menyebabkan negara-negara tersebut melakukan impor untuk memenuhi permintaan minyak nabati domestiknya. Grafik impor minyak nabati dunia dapat dilihat di Gambar 4.2. 40
Juta Metrik Ton
35 30
palm oil
25 20
canola oil
15
soybean oil
10 sunflower oil
5 0 2005
2006
2007 Tahun
2008
2009
Sumber: USDA, 2010 Gambar 4.2. Grafik Jumlah Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam metrik ton) Gambar 4.3 memperlihatkan jumlah ekspor minyak nabati dunia dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Berdasarkan grafik dilihat bahwa ekspor minyak nabati dunia dari tahun 2005 hingga 2009 cenderung mengalami peningkatan dengan minyak kelapa sawit sebagai jenis minyak nabati dengan kontribusi terbesar dalam menjelaskan peningkatan ekspor tersebut. Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara pengekspor minyak nabati terbesar di dunia. Sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, semakin meningkatnya kebutuhan minyak kelapa sawit dunia menyebabkan negara ini untuk meningkatkan ekspornya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.
40
Juta Metrik Ton
35 30 25
palm oil
20
canola oil
15
soybean oil sunflower oil
10 5 0 2005
2006
2007 Tahun
2008
2009
Sumber: USDA ,2010 Gambar 4.3. Grafik Jumlah Ekspor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam metrik ton)
4.2 Perkembangan Minyak Kelapa Sawit Dunia Indonesia dan Malaysia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, berdasarkan data USDA pada tahun 2009 produksi minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia menyumbang masing-masing 46,8% dan 40,3% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia. Sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar, Indonesia dan Malaysia juga merupakan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Jumlah ekspor Indonesia dan Malaysia pada tahun 2009 mencapai 16446 metrik ton dan 15600 metrik ton. Adapun negara pengimpor minyak kelapa sawit terbesar dunia adalah India, China, dan negara Eropa. Tingginya konsumsi minyak kelapa sawit sebagai bahan makan dan industri serta sebagai bahan baku pembuatan biofuel di negara-negara tersebut menyebabkan mereka harus melakukan impor minyak kelapa sawit. Permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit menunjukkan tren yang meningkat dari waktu ke waktu. Sesuai dengan hukum pasar, tingginya permintaan terhadap suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan harga pada
komoditi tersebut, sehingga peningkatan permintaan minyak kelapa sawit akan menyebabkan peningkatan pada harganya. Berdasarkan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pergerakan harga minyak kelapa sawit dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Meskipun sempat mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga 2000 namun setelah itu harga minyak kelapa sawit memiliki tren meningkat. Harga minyak kelapa sawit mencapai titik tertinggi pada tahun 2007 yaitu mencapai US$ 1.058 per ton, sedangkan titik terendah harga minyak kelapa sawit terjadi pada tahun 2000 dimana harganya adalah US$ 235 per ton. 1200
Harga US$
1000 800 600 400 200 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Tahun Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010 Gambar 4.4. Grafik Pergerakan Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Tahun 19982009* (dalam US$ per metrik ton)
4.3 Perkembangan Minyak Kedelai Dunia Sejak tahun 1975 hingga 1985 minyak kedelai merupakan jenis minyak nabati yang mendominasi perdagangan internasional. Pada tahun 1975 minyak kedelai memiliki pangsa pasar hingga mencapai 41,6% dari pasar minyak nabati dunia. Namun, sejak masuknya minyak kelapa sawit sebagai salah satu jenis minyak nabati pada tahun 1985 pangsa pasar minyak kedelai mengalami
penurunan hingga menjadi 35,4%. Sejak saat itu, perdagangan minyak nabati dunia mengalami pergeseran dengan minyak kelapa sawit yang mendominasi perdagangan minyak nabati dunia. Adapun negara pengekspor minyak kedelai terbesar dunia adalah Argentina, USA, dan Brazil dengan tujuan impornya yang terbesar adalah negara China dan India. Seiring dengan meningkatnya penggunaan minyak nabati sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri, permintaan terhadap minyak kedelaipun mengalami peningkatan. Jumlah permintaan terhadap minyak kedelai akan mempengaruhi harga dari minyak kedelai tersebut. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa harga minyak kedelai dunia sejak tahun 1998 hingga tahun 2009 memiliki kecenderungan mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 harga minyak kedelai dunia sebesar US$ 483 per ton sedangkan pada tahun 2009 harganya meningkat menjadi US$ 919 per ton. 1400
Harga US$
1200 1000 800 600 400 200 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Tahun Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010 Gambar 4.5. Grafik Pergerakan Harga Minyak Kedelai Dunia Tahun 19982009* (dalam US$ per metrik ton)
4.4 Perkembangan Minyak Kanola Dunia Perdagangan minyak kanola dunia didominasi oleh negara-negara Eropa. Eropa merupakan penghasil minyak kanola terbesar di dunia, dengan jumlah produksi sebesar 9432 metrik ton pada tahun 2009. Produsen minyak kanola terbesar selanjutnya adalah China lalu India. Meskipun Eropa merupakan penghasil minyak kanola terbesar namun pengekspor terbesar minyak kanola dunia adalah Canada dengan jumlah ekspor sebesar 1580 metrik ton pada tahun 2009. Hal ini mungkin dikarenakan Eropa, China dan India mengalokasikan hampir seluruh produksinya untuk konsumsi domestik, sehingga hanya sedikit yang dapat di ekspor ke negara lain. Bahkan menurut data USDA negara Eropa dan
China
merupakan
pengimpor
minyak
kanola
terbesar.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa konsumsi minyak kanola di negara Eropa dan China sangat tinggi. Semakin tingginya konsumsi minyak kanola dunia, khususnya di beberapa negara Eropa dan China menyebabkan terjadinya peningkatan harga minyak kanola. Pada Gambar 4.6 dijelaskan bahwa pergerakan harga minyak kanola di tiap tahunnya hampir selalu mengalami peningkatan. Sejak tahun 1998 hingga tahun 2009, harga minyak kanola hanya mengalami penurunan tiga kali, yaitu pada tahun 1999, 2004, dan 2008 dan sisanya mengalami peningkatan. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah permintaan minyak kanola yang meningkat secara konstan hampir di tiap tahunnya sehingga harganya pun cenderung meningkat hampir di tiap tahunnya. Peningkatan harga tertinggi dicapai pada tahun 2007, dimana pada tahun itu harganya mencapai US$ 1410 per ton.
1600
harga US$
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Tahun Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010 Gambar 4.6. Grafik Pergerakan Harga Minyak Kanola Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton)
4.5 Perkembangan Harga Minyak Bunga Matahari Dunia Perkembangan harga minyak bunga matahari dunia dilihat dari Gambar 4.7 menunjukkan kecennderungan yang meningkat. Kecenderungan harga yang semakin meningkat ini dikarenakan semakin meningkatnya pula permintaan terhadap komoditas minyak bunga matahari. Biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan minyak nabati lain membuat harga minyak bunga matahari lebih mahal dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya, namun hal tersebut tidak mempengaruhi negara-negara dalam mengkonsumsi minyak bunga matahari. Data menyebutkan bahwa negara Rusia dan
negara-negara Eropa
merupakan negara pengkonsumsi minyak bunga matahari terbesar di dunia dengan konsumsi domestik masing-masing sebesar 1.885 juta ton dan 2.901 juta ton pada tahun 2007, lalu konsumsi ini pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.026 juta ton dan 3.072 juta ton.
Tingginya
permintaan
minyak
bunga
matahari
ini
memberikan
konsekuensi pada peningkatan harga minyak bunga matahari. Berdasarkan Gambar 4.7 dilihat bahwa meskipun sempat turun menjadi US$ 413 per ton pada tahun 1999, harga minyak bunga matahari selanjutnya meningkat hingga menjadi US$ 937 per ton pada tahun 2009. Lonjakan harga minyak bunga matahari terjadi pada tahun 2007 yaitu mencapai US$ 1.639 per ton. 1800 1600
harga US$
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Tahun Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010 Gambar 4.7. Grafik Pergerakan Harga Minyak Bunga Matahari Tahun 19982009* (dalam US$ per metrik ton)
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengujian Akar Unit (unit root test) Pengujian stasioneritas merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi model time series. Pengujian ini dilakukan agar tidak terjadi regresi yang spurious yang menyebabkan hasil estimasi menjadi tidak tepat karena adanya unit root dalam variabel penelitian. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji unit root untuk melihat kestasioneran data time series. Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian akar unit atau unit root test dilakukan dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dengan menggunakan taraf nyata 5%. Pengujian ini didasarkan pada nilai absolut statistik t dan nilai kritis MacKinon. Jika nilai statistik t lebih kecil dari nilai kritis MacKinon maka tolak Ho, artinya data yang digunakan adalah stasioner atau tidak mengandung akar unit. Kestasioneran data time series juga dapat dilihat dari nilai probabilitasnya (critical value) yang kurang dari 1%, 5% atau 10%. Jika pada tingkat level pengujian menunjukkan data sudah stasioner maka analisis selanjutnya menggunakan pendekatan VAR. Apabila pengujian pada tingkat level menunjukkan data tidak stasioner maka perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah H0 : β1 = 0 (terdapat unit root) dan H1 : β1 ≠ 0 (tidak ada unit root) dengan β adalah nilai ADF. Jadi, jika nilai absolut ADF lebih besar dari nilai critical value maka hipotesis Ho yang menyatakan data terdapat unit root ditolak artinya data time series tersebut sudah stasioner. Sebaliknya jika nilai absolut ADF lebih kecil dari
nilai critical value maka H0 diterima artinya data time series tersebut mengandung unit root atau tidak stasioer. Berdasarkan
uji
ADF
yang
telah
dilakukan
diketahui bahwa seluruh variabel yang digunakan tidak stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai mutlak statistik t yang lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinon 5% serta probabilitasnya yang lebih kecil dari nilai kritis 5% berarti data tersebut memiliki akar unit. Oleh karena data yang tidak stasioner pada level maka perlu dilanjutkan uji ADF pada tingkat first difference hingga data yang digunakan menjadi stasioner. Pada uji ADF pada tingkat first difference didapat bahwa semua variabel yang dianalisis stasioner pada taraf nyata 5%. Hal tersebut dilihat dari nilai mutlak statistik t yang lebih besar dari nilai kritis MacKinon 5% serta nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari nilai kritis 5%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa variabel harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari stasioner pada uji derajat integrasi I (1). Tabel 5.1. Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat Level dan First Difference
Variabel
1st difference
Level t statistik
Probabilitas
t statistik
Probabilitas
PCPO
-1.286716
0.6314
-4.706239
0.0002**
PCAN
-1.856531
0.3507
-5.224327
0.0000**
PSOY
-1.511088
0.5223
-4.754415
0.0002**
PSUN -2.612046 0.0955 Ket: ** signifikan pada taraf nyata 5%
-4.153466
0.0015**
5.2 Pemilihan Tingkat Lag Optimum Penentuan lag optimal sangatlah penting dalam menggunakan metode VAR. Hal ini karena lag dari variabel endogen dalam persamaan akan digunakan
sebagai variabel eksogen. Semakin panjang lag yang digunakan akan mengurangi derajat bebas dan jumlah observasi, sedangkan lag yang terlalu pendek akan memberikan spesifikasi yang salah. Pemilihan lag sangat penting karena dapat mempengaruhi dalam penolakan dan penerimaan hipotesis nol sehingga mengakibatkan bias estimasi dan dapat memberikan hasil peramalan yang tidak akurat. Pemilihan panjang lag optimum dalam model VAR ini untuk menghindari terjadinya serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model yang dapat menyebabkan estimator menjadi tidak konsisten. Penetapan lag optimum biasanya didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error (FPE), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Schwarz Information Criterion (SC). Besarnya lag yang dipilih dalam penelitian ini adalah lag yang menghasilkan nilai SC terkecil. Berdasarkan Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa nilai SC terkecil terdapat pada lag satu yaitu sebesar 41.56218. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal menurut nilai SC berada di lag satu. Dengan demikian lag yang digunakan dalam model VECM adalah lag satu. Tabel 5.2. Hasil Pengujian Lag Optimal Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
-1627.179
NA
8.05e+15
47.97585
48.10641
48.02758
1
-1370.919
474.8346
6.88e+12
40.90938
41.56218*
41.16804*
2
-1348.302
39.24680
5.69e+12*
40.71477*
41.88980
41.18035
3
-1336.646
18.85529
6.55e+12
40.84254
42.53981
41.51505
4
-1316.336
30.46462*
5.91e+12
40.71578
42.93529
41.59521
Keterangan: * lag optimal
5.3 Uji Stabilitas VAR Uji stabilitas VAR dilakukan untuk melihat apakah model VAR yang digunakan stabil atau tidak. Uji ini dilakukan sebelum estimasi VECM. Stabilitas VAR perlu diuji karena jika model VAR tidak stabil maka analisis Impuls Response Function (IRF) dan Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) menjadi tidak valid. Kestabilan model VAR dalam uji ini dilihat dari nilai modulus dari seluruh roots of characteristic polynominal. Suatu model VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki nilai modulus yang kurang dari satu (Gujarati, 2004). Berdasarkan uji stabilitas VAR yang telah dilakukan, terlihat bahwa nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai modulus kurang dari satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini stabil pada lag optimalnya yaitu lag satu. Hasil dari uji stabilitas VAR dapat dilihat pada Tabel 5.3 Tabel 5.3. Hasil Uji Stabilitas VAR Root
Modulus
0.926507 – 0.137641i
0.936675
0.926507 + 0.137641i
0.936675
0.904598
0.904598
0.695799
0.695799
5.4 Uji Kausalitas Granger Analisis kausalitas digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari setiap variabel. Hubungan kausalitas antara variabel yang ada dalam model dapat dilihat dalam uji kausalitas granger. Berdasarkan hasil uji kausalitas
didapatkan bahwa diantara harga minyak kanola dan minyak kelapa sawit terjadi saling mempengaruhi satu sama lain atau terjadi kausalitas dua arah. Hal ini dapat diartikan bahwa perubahan harga pada minyak kanola dapat berpengaruh pada perubahan harga minyak kelapa sawit dunia. Oleh karena itu, jika terjadi shock pada harga minyak kanola, maka harga minyak kelapa sawit akan terkena imbasnya. Demikian pula sebaliknya, perubahan pada harga minyak kelapa sawit akan berpengaruh pada harga minyak kanola. Hubungan kausalitas dua arah yang signifikan juga terjadi antara harga minyak kanola dengan harga minyak bunga matahari dan harga minyak kelapa sawit dengan harga minyak kedelai. Hal ini berarti perubahan harga minyak kanola dan minyak kelapa sawit dapat mempengaruhi harga minyak bunga matahari dan minyak kedelai. Begitu pula sebaliknya, perubahan harga minyak bunga matahari dan minyak kedelai dapat mempengaruhi harga minyak kanola dan minyak kelapa sawit. Adanya hubungan dua arah diantara harga minyak nabati dunia mengindikasikan bahwa diantara jenis minyak nabati tersebut memiliki hubungan substitusi maupun komplementer. Uji kausalitas antara harga minyak kelapa sawit dengan harga minyak bunga matahari menunjukkan adanya hubungan satu arah. Artinya, perubahan harga minyak kelapa sawit dapat mempengaruhi harga minyak bunga matahari, tetapi perubahan harga minyak bunga matahari tidak dapat mempengaruhi harga minyak kelapa sawit. Hal serupa juga terjadi pada harga minyak bunga matahari dengan harga minyak kedelai dimana harga minyak bunga matahari secara signifikan berhubungan satu arah dengan harga minyak kedelai. Hal ini berarti perubahan pada harga minyak bunga matahari akan mempengaruhi harga minyak
kedelai, namun perubahan harga minyak kedelai tidak dapat mempengaruhi harga minyak bunga matahari. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger dapat dilihat bahwa harga minyak kelapa sawit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga minyak nabati lainnya baik hubungan satu arah maupun dua arah. Hal ini berarti perubahan pada harga minyak kelapa sawit dapat mempengaruhi harga minyak nabati lainnya. Kondisi ini mungkin dikarenakan minyak kelapa sawit merupakan komoditas minyak nabati dengan kontribusi terbesar dari seluruh minyak nabati lainnya sehingga perubahan harga minyak kelapa sawit dapat mempengaruhi harga minyak nabati lainnya. Hasil dari Granger Causality Test ditunjukkan oleh Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil Granger Causality Test Variabel Bebas Variabel Tak Bebas PCAN PCPO PSOY PSUN PCPO PCAN PSOY PSUN PSOY PCPO PCAN PSUN PSUN PCPO PCAN PSOY Keterangan: * signifikan pada α = 5%
Probabilitas 0.0003* 0.8566 0.0031* 6.E-06* 6.E-09* 0.0232* 3.E-05* 0.1749 0.0859 0.1275 3.E-07* 0.0006*
5.5 Analisis Kointegrasi Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabel yang tidak stasioner namun memiliki kombinasi linier yang stasioner. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji Johanssen’s Trace Statistic untuk
mengetahui berapa banyak persamaan dalam sistem yang memiliki kointegrasi. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai trace statistic terhadap nilai kritis 5% lalu berhenti pada saat hipotesis nol diterima. Hubungan saling mempengaruhi dapat terlihat dari kointegrasi antar variabel yang terjadi. Jika terdapat kointegasi antar variabel maka hubungan saling mempengaruhi berjalan dan informasi tersebar secara paralel. Sebuah persamaan dikatakan terkointegrasi jika nilai Trace Statistic-nya lebih besar dari nilai kritisnya. Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi ditemukan bahwa terdapat satu persamaan yang terkointegrasi pada taraf signifikan 5%. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada kointegrasi ditolak dan hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa maksimal ada satu kointegrasi diterima. Uji kointegrasi menunjukkan bahwa diantara variabel harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari memilki hubungan kombinasi linier yang bersifat stasioner (kointegrasi). Adanya kointegrasi di dalam persamaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel tersebut. Hasil uji kointegrasi menggunakan Johanssen’s Trace Statistic dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.5. Hasil Uji Kointegrasi Johanssen’s Trace Statistic Hypothesized No. of CE(s)
Eigen value
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None *
0.360213
49.47919
40.17493
0.0045
At most 1
0.185003
18.21579
24.27596
0.2397
At most 2
0.047021
3.895833
12.32090
0.7259
At most 3
0.007464
0.524448
4.129906
0.5316
5.6 Analisis Vector Error Correction Model (VECM) Hubungan kointegrasi yang terdapat diantara variabel dalam model membuat estimasi harus dilakukan dengan menggunakan VECM. Estimasi VECM
menggambarkan
hubungan
keseimbangan
jangka
pendek
dan
keseimbangan jangka panjang dalam suatu sistem persamaan. Dalam penelitian ini, hasil estimasi VECM akan menunjukkan kombinasi hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari. Pada jangka panjang perubahan harga minyak kelapa sawit dapat berpengaruh terhadap harga minyak kedelai dan harga minyak bunga matahari. Sedangkan terhadap harga minyak kanola, perubahan harga minyak kelapa sawit secara statistik tidak signifikan berpengaruh. Adanya pengaruh jangka panjang harga minyak kelapa sawit terhadap minyak kedelai tersebut sejalan dengan penelitian Arianto, Daryanto, Arifin, dan Nuryartono (2010). Minyak kedelai sebagai pesaing utama minyak kelapa sawit di pasar dunia menyebabkan berpengaruhnya perubahan harga di satu komoditi tersebut. Sebagai komoditi substitusi, perubahan harga di minyak kelapa sawit akan mempengaruhi harga minyak kedelai. Selain itu, minyak kelapa sawit sebagai komoditas minyak nabati dengan kontribusi terbesar, pergerakan harga minyak kelapa sawit akan mempengaruhi harga minyak nabati lainnya. Oleh karena itu harga minyak kelapa sawit masih mempunyai peran penting dalam perubahan harga minyak kedelai dan minyak bunga matahari. Hasil estimasi VECM pada jangka panjang menunjukkan bahwa pada jangka panjang variabel harga minyak kelapa sawit tidak berpengaruh terhadap
minyak kanola. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai t statistik yang tidak signifikan pada taraf 5%. Ketidakhubungan harga minyak kelapa sawit dan minyak kanola ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arianto, Daryanto, Arifin, dan Nuryartono (2010) dimana pada penelitian tersebut harga minyak kelapa sawit berpengaruh terhadap harga minyak kanola (rapeseed). Variabel harga minyak kedelai dan minyak bunga matahari berpengaruh nyata terhadap harga minyak kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t statistik yang signifikan pada taraf 5%. Nilai koefesien harga minyak kedelai sebesar -1.413372 menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak kedelai sebesar satu% pada jangka panjang akan menyebabkan penurunan pada harga minyak kelapa sawit sebesar -1.413372%. Sedangkan nilai koefesien harga minyak bunga matahari adalah 0.400510. Artinya, kenaikan harga minyak bunga matahari sebesar satu persen pada jangka panjang akan meningkatkan harga minyak kelapa sawit sebesar 0.400510%. Hasil estimasi VECM jangka panjang dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Jangka Panjang Variabel koefesien PCPO(-1) 1.000000 PCAN(-1) 0.152604 PSOY(-1) -1.413372 PSUN(-1) 0.400510 Keterangan: * signifikan pada taraf 5%
t-Statistik 1.03532 -7.93004* 3.91840*
Koefesien koreksi memberikan informasi apakah keseimbangan jangka pendek terkoreksi menuju keseimbangan jangka panjang. Koefesien koreksi harga minyak kedelai menunjukkan nilai positif 0.283341. Nilai koefesien koreksi ini menunjukkan adanya penyesuaian dari persamaan jangka pendek menuju
persamaan jangka panjang sebesar 0.28%. Jadi, setiap bulan kesalahan dikoreksi sebesar 0.28% menuju keseimbangan jangka panjang. Sedangkan koefesien koreksi pada harga minyak kelapa sawit, meskipun nilainya positif namun tidak signifikan. Hasil estimasi VECM pada jangka pendek menunjukkan bahwa variabel harga minyak kelapa sawit pada jangka pendek berpengaruh signifikan kepada harga minyak kedelai dan harga minyak bunga matahari bulan sebelumnya. Sedangkan variabel yang lain dalam jangka pendek tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga minyak kelapa sawit. Hal ini terlihat dari nilai t statistik yang signifikan pada taraf 5%. Hasil estimasi VECM jangka pendek dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah. Tabel 5.7. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Error Correction: D(PCPO) D(PCAN) CointEq1 D(PCPO(-1)) D(PCAN(-1)) D(PSOY(-1)) D(PSUN(-1))
D(PSOY)
D(PSUN)
0.003014
0.184562
0.283341
0.156576
[ 0.03094]
[ 2.29205]*
[ 3.18775]*
[ 1.07109]
0.335254
0.174331
0.02233
0.147557
[ 1.60309]
[ 1.00879]
[ 0.11706]
[ 0.47033]
0.31737
-0.213479
0.106158
0.117376
[ 1.49349]
[-1.21572]
[ 0.54768]
[ 0.36820]
-0.650899
-0.261899
-0.252272
-0.734624
[-2.90672]*
[-1.41535]
[-1.23508]
[-2.18683]*
0.424963
0.426858
0.346788
0.752584
[ 3.36103]*
[ 4.08551]*
[ 3.00692]*
[ 3.96769]*
0.536704
0.418251
R-squared 0.415028 0.519933 Keterangan: * signifikan pada taraf 5%
Harga minyak kedelai berpengaruh signifikan terhadap harga minyak kelapa sawit dengan nilai koefesien -0.650899. Artinya, jika harga minyak kedelai
bulan sebelumnya mengalami peningkatan sebesar satu persen maka harga minyak kelapa sawit saat ini akan mengalami penurunan sebesar
0.65%.
Signifikannya pengaruh harga minyak kelapa sawit terhadap minyak kedelai ini sejalan dengan penelitian Purwanto (2002) bahwa minyak kelapa sawit dan minyak kedelai mempunyai hubungan substitusi. Selain itu, sesuai dengan teori ekonomi bahwa harga suatu komoditi yang bersubstitusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang. Jika harga suatu barang meningkat maka permintaan terhadap barang substitusinya menjadi meningkat ceteris paribus. Selain berpengaruh signifikan terhadap harga minyak kelapa sawit, harga minyak kedelai dalam jangka pendek juga berpengaruh signifikan terhadap harga minyak bunga matahari. Nilai koefesien yang menunjukkan nilai negatif berarti peningkatan harga minyak kedelai dapat menurunkan harga minyak bunga matahari. Signifikannya harga minyak bunga matahari dengan harga minyak kedelai memungkinkan kedua komoditas tersebut memiliki hubungan substitusi. Harga minyak bunga matahari dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, dan minyak kedelai dalam satu bulan terakhir. Ini berarti, pada jangka pendek perubahan harga minyak bunga matahari pada bulan sebelumnya akan mempengaruhi harga minyak nabati utama dunia. Signifikannya pengaruh harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, dan minyak kedelai terhadap minyak bunga matahari ini sejalan dengan penelitian Amiruddin (2005), dimana dalam penelitiannya menyebutkan bahwa untuk harga minyak bunga matahari, harga minyak kelapa sawit, minyak
rapeseed, dan minyak bunga matahari merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi harga minyak bunga matahari pada jangka pendek. Harga minyak bunga matahari dipengaruhi oleh harganya sendiri pada bulan sebelumnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Liu (2008) dalam Aji (2010) bahwa harga minyak nabati dipengaruhi oleh harganya sendiri pada bulan sebelumnya. Teori ekonomi juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang itu sendiri. Oleh karena itu, harga suatu barang pada bulan yang lalu dapat mempengaruhi harga barang tersebut pada bulan berikutnya. Signifikannya pengaruh harga minyak bunga matahari terhadap harga minyak kanola dan minyak kedelai dalam jangka pendek pada hasil VECM ini, sejalan dengan hasil uji kausalitas Granger dimana harga minyak bunga matahari mempengaruhi harga minyak kanola dan minyak kedelai. Hal ini dapat dikatakan bahwa harga minyak kanola dan harga minyak kedelai mengacu pada harga minyak bunga matahari. Signifikannya pengaruh harga minyak bunga matahari terhadap harga minyak kelapa sawit dan adanya hubungan satu arah yang dimiliki antara harga minyak kelapa sawit dengan harga minyak bunga matahari, mengindikasikan bahwa minyak kelapa sawit merupakan barang substitusi terdekat bagi minyak bunga matahari. Hasil analisis VECM yang sejalan dengan hasil uji kausalitas Granger lainnya adalah signifikannya pengaruh harga minyak bunga matahari terhadap harga minyak kedelai. Hubungan satu arah yang dimiliki oleh harga minyak bunga matahari terhadap harga minyak kedelai menunjukkan bahwa perubahan harga minyak bunga matahari akan mempengaruhi harga minyak kedelai namun
tidak untuk sebaliknya. Keadaan ini mengindikasikan bahwa minyak bunga matahari merupakan barang substitusi terdekat untuk minyak kedelai.
5.7 Analisis Impuls Resposne Analisis impuls response digunakan untuk mengetahui dampak yang terjadi jika salah satu variabel endogen terjadi shock terhadap variabel endogen yang lain. Analisis ini mengukur respon perubahan masing-masing variabel terhadap shock yang terjadi pada salah satu variabel dengan menggunakan satu standar deviasi. Oleh karena itu, pada analisis ini dapat diketahui respon yang terjadi dari suatu variabel terhadap variabel lainnya akankah positif atau negatif. Sumbu horizontal menggambarkan periode ke depan setelah terjadinya shock, sedangkan sumbu vertikal menggambarkan nilai respon dari shock.
5.7.1
Respon Variabel PCPO Terhadap Shock Variabel Lainnya Pada saat harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan
minyak bunga matahari diberi guncangan, harga minyak kelapa sawit mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai respon variabel harga minyak kelapa sawit yang tidak nol ketika harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari diberi guncangan. Berpengaruhnya harga minyak kelapa sawit terhadap shock yang terjadi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin (2005) dimana harga minyak kelapa sawit merespon guncangan yang terjadi pada harga minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari.
Bersarkan Gambar 5.1. dapat dilihat bahwa ketika harga minyak kelapa sawit diberi guncangan maka respon dari harga minyak kelapa sawit tersebut meningkat hingga 89% pada lima bulan kemudian, setelah itu terjadi penurunan meskipun nilainya masih positif hingga bulan ke-12. Dampak shock harga minyak kelapa sawit terhadap harganya sendiri tersebut mulai menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-15 dengan tingkat 79%. Respon harga minyak kelapa sawit terhadap shock harga minyak kedelai pada empat bulan pertama meningkat dengan nilai negatif sebesar -20%, kemudian menurun dan mencapai kestabilan pada tingkat -9,5%. Dampak shock harga minyak kanola terhadap harga minyak kelapa sawit menunjukkan peningkatan pada 6 bulan pertama yaitu sebesar 14,5% setelah itu menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-14 dengan tingkat 13,4%. Respon harga minyak kelapa sawit terhadap shock harga minyak bunga matahari meningkat hingga 54% pada 5 bulan pertama dan menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-17 dengan tingkat 43%. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of PCPO to PCPO
Response of PCPO to PCAN
80
80
40
40
0
0
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of PCPO to PSOY
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of PCPO to PSUN
80
80
40
40
0
0
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
Gambar 5.1. Hasil Impuls Response Function PCPO
25
30
35
40
Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa harga minyak kelapa sawit merespon paling besar terhadap shock harga minyak bunga matahari daripada terhadap shock harga minyak kedelai dan harga minyak kanola. Hasil ini sesuai dengan hasil VECM di mana perubahan harga minyak bunga matahari sebelumnya mempengaruhi harga minyak kelapa sawit saat ini. Selain itu dapat pula disimpulkan bahwa respon harga minyak kelapa sawit terhadap shock harga minyak kedelai bersifat negatif dan stabil. Hal ini menunjukkan adanya sifat substitusi yang kuat antara minyak kelapa sawit dengan minyak kedelai.
5.7.2
Respon Variabel PCAN Terhadap Shock Variabel Lainnya Pada saat harga minyak kelapa sawit, harga minyak kanola, minyak
kedelai, dan minyak bunga matahari diguncang, harga minyak kanola mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai respon variabel harga minyak kanola yang tidak nol ketika harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari diberi guncangan. Hasil analisis impulse response dapat dilihat di Gambar 5.2. Hasil impulse response menunjukkan bahwa ketika harga minyak kelapa sawit diguncang maka respon dari harga minyak kanola meningkat hingga 69,4% pada 6 bulan pertama, setelah itu menurun menjadi 64,1% pada bulan ke-13. Dampak shock harga minyak kelapa sawit menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-17 dengan nilai respon 64,5%. Respon harga minyak kanola terhadap shock harga minyak kedelai pada enam bulan pertama meningkat dengan nilai negatif sebesar -27%, kemudian menurun sampai bulan ke-17 dan mencapai kestabilan pada tingkat -22%. Respon harga minyak kanola terhadap shock harga minyak
bunga matahari meningkat positif hingga 64,9% pada tujuh bulan pertama dan mulai menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-20 dengan tingkat 59,7%. Adapun shock harga minyak kanola terhadap harganya sendiri memberikan peningkatan hingga 34,7% pada delapan bulan pertama dan menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-12 dengan tingkat 34,2%. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of PCAN to PCPO
Response of PCAN to PCAN
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
-20
-20
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of PCAN to PSOY
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of PCAN to PSUN
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
-20
-20
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 5.2. Hasil Impulse response Function PCAN Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa harga minyak kanola merespon paling besar terhadap shock harga minyak kelapa sawit daripada terhadap shock harga minyak kedelai dan harga minyak bunga matahari. Hasil ini sesuai dengan hasil uji kausalitas Granger yaitu harga minyak kelapa sawit mempengaruhi harga minyak kanola, sehingga jika terjadi goncangan pada harga minyak kelapa sawit dapat mempengaruhi harga minyak kanola. Selain itu dapat
pula disimpulkan bahwa respon harga minyak kanola terhadap shock harga minyak kelapa sawit, minyak bunga matahari, dan minyak kanola itu sendiri bersifat positif dan stabil di jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa harga minyak kanola bergerak seiring dengan harga minyak kelapa sawit dan minyak bunga matahari.
5.7.3
Respon Variabel PSOY Terhadap Shock Variabel Lainnya Pada saat harga minyak kelapa sawit, harga minyak kanola, minyak
kedelai, dan minyak bunga matahari diguncang, harga minyak kedelai mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai respon variabel harga minyak kedelai yang tidak nol ketika harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari diberi guncangan. Meresponnya harga minyak kedelai terhadap shock yang terjadi pada variabel minyak nabati lainnya ini sejalan dengan penelitian Yu et al (2006) yang menyatakan bahwa harga minyak nabati dipasar dunia saling merespon shock yang terjadi pada salah satu harga minyak nabati. Gambar 5.3. menunjukkan bahwa ketika harga minyak kelapa sawit diguncang maka respon dari harga minyak kedelai meningkat hingga 94% pada 7 bulan pertama, setelah itu menurun menjadi 88% pada bulan ke-13. Dampak shock harga minyak kelapa sawit terhadap harga minyak kedelai mulai menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-17 dimana nilai respon sebesar 89%. Respon harga minyak kedelai terhadap shock pada harganya sendiri dalam enam bulan pertama mengalami penurunan hingga -19,9%, kemudian meningkat dan menuju kestabilan pada tingkat -14,9%. Respon harga minyak kedelai terhadap
shock harga minyak bunga matahari meningkat positif hingga 81% pada delapan bulan pertama dan mulai menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-25 dengan tingkat 75,9%. Adapun shock harga minyak kanola terhadap harganya sendiri memberikan peningkatan hingga 34,7% pada delapan bulan pertama dan menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-12 dengan tingkat 34,2%. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of PSOY to PCPO
Response of PSOY to PCAN
80
80
40
40
0
0
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of PSOY to PSOY
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of PSOY to PSUN
80
80
40
40
0
0
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 5.3. Hasil Impulse response Function PSOY Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa harga minyak kedelai merespon paling besar terhadap shock harga minyak kelapa sawit daripada terhadap shock harga minyak kanola dan harga minyak bunga matahari. Hasil ini sesuai dengan hasil uji kausalitas Granger yaitu harga minyak kelapa sawit mempengaruhi harga minyak kedelai, sehingga jika terjadi goncangan pada harga minyak kelapa sawit dapat mempengaruhi harga minyak kedelai. Selain itu dapat
pula disimpulkan bahwa respon harga minyak kedelai terhadap shock harga minyak kelapa sawit, minyak bunga matahari, dan minyak kanola bersifat positif dan stabil di jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa harga minyak kedelai bergerak seiring dengan harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, dan minyak bunga matahari.
5.7.4
Respon Variabel PSUN Terhadap Shock Variabel Lainnya Pada saat harga minyak kelapa sawit, harga minyak kedelai, minyak
kanola, dan minyak bunga matahari diguncang, harga minyak bunga matahari mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai respon variabel harga minyak bunga matahari yang tidak nol ketika harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari diberi guncangan. Meresponnya harga minyak bunga matahari terhadap shock yang terjadi pada variabel minyak nabati lainnya ini juga sejalan dengan penelitian Yu et al (2006) dan Amirudin (2005) yang menyatakan bahwa harga minyak bunga matahari sebagai jenis minyak nabati merespon shock yang terjadi pada semua variabel minyak nabati lainnya. Respon harga minyak bunga matahari terhadap shock harga minyak kedelai dalam lima bulan pertama mengalami penurunan hingga -30%, kemudian meningkat dan menuju kestabilan pada tingkat -20,6% pada bulan ke-23. Respon harga minyak bunga matahari terhadap guncangan harga minyak kelapa sawit meningkat hingga 100% pada lima bulan pertama, setelah itu menurun menjadi 90,9% pada bulan ke-12. Dampak shock harga minyak kelapa sawit terhadap harga minyak bunga matahari mulai menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-24
dimana nilai responnya sebesar 91,6%. Respon harga minyak bunga matahari terhadap shock harga minyak kanola meningkat positif hingga 28,7% pada tujuh bulan pertama dan mulai menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-17 dengan tingkat 27,8%. Shock harga minyak bunga matahari terhadap harganya sendiri memberikan peningkatan hingga 147,7% pada enam bulan pertama dan menunjukkan kestabilan setelah bulan ke-18 dengan tingkat 138%. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of PSUN to PCPO
Response of PSUN to PCAN
160
160
120
120
80
80
40
40
0
0
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of PSUN to PSOY
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of PSUN to PSUN
160
160
120
120
80
80
40
40
0
0
-40
-40 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Gambar 5.4. Hasil Impulse response Function PSUN Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa harga minyak bunga matahari merespon paling besar terhadap shock harga minyak kelapa sawit daripada terhadap shock harga minyak kanola dan harga minyak kedelai. Lebih besarnya respon harga minyak bunga matahari terhadap goncangan harga minyak kelapa sawit ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin (2005)
dimana harga minyak bunga matahari merespon lebih besar terhadap shock yang terjadi pada harga minyak kelapa sawit daripada shock harga minyak kedelai dan harga minyak kanola. Selain itu dapat pula disimpulkan bahwa respon harga minyak bunga matahari terhadap shock harga minyak kelapa sawit dan minyak kanola bersifat positif dan stabil di jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa harga minyak kedelai bergerak seiring dengan harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, dan minyak bunga matahari. Berdasarkan analisis impulse response yang telah dilakukan didapat bahwa semua variabel harga minyak nabati dalam model memilki respon ketika variabel lainnya diberi shock. Hal ini sesuai dengan teori permintaan dan penawaran, yaitu permintaan dan penawaran dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri dan harga barang lain yang terkait. Nilai respon yang besar pada setiap variabel ketika menghadapi shock yang terjadi pada variabel lainnya mengindikasikan tingginya korelasi diantara harga-harga minyak nabati tersebut. Nilai respon yang meningkat positif dari harga keseimbangan dan stabil pada jangka panjang menggambarkan shock sebesar satu standar deviasi di variabel harga minyak nabati lain memberikan dampak kenaikan harga dari standar deviasinya. Sedangkan nilai respon negatif menggambarkan shock sebesar satu standar deviasi di variabel harga minyak nabati lain memberikan dampak penurunan harga dari standar deviasinya. Hasil impulse response menunjukkan bahwa harga minyak kanola, harga minyak kedelai, dan harga minyak bunga matahari memiliki respon yang besar terhadap shock harga minyak kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan hasil uji kausalitas Granger yaitu minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang
memiliki pengaruh terhadap perubahan harga semua minyak nabati dunia, sehingga perubahan ataupun goncangan yang terjadi pada harga minyak kelapa sawit akan memberikan pengaruh yang besar terhadap harga minyak nabati yang lain. Selain itu dari hasil impulse response juga menunjukkan bahwa shock pada harga minyak kedelai direspon negatif oleh variabel harga minyak nabati lainnya.
5.8 Analisis Variance decomposition Analisis variance decomposition menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem karena adanya shock. Analisis ini bertujuan untuk memisahkan dampak masing-masing variabel tersebut secara individual terhadap respon yang diterima suatu variabel. Selain itu, analisis ini juga berguna untuk memprediksi kontribusi persentase dari setiap variabel tertentu di dalam sistem. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
PSUN PSOY PCAN PCPO
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Periode
Gambar 5.5. Analisis Variance decomposition Harga Minyak Kelapa Sawit Gambar 5.5 menunjukkan bahwa variabilitas harga minya kelapa sawit banyak dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit sendiri dan harga minyak bunga matahari. Pada periode pertama harga minyak kelapa sawit 100% hanya dijelaskan oleh dirinya sendiri. Pada periode ke-11 variabilitas harga minyak
kelapa sawit dijelaskan oleh harga minyak bunga matahari sebesar 21,9% dan sebagian kecil dipengaruhi oleh harga minyak kedelai 2,1% dan harga minyak kanola 1,8%. Pada periode selanjutnya variabilitas harga minyak kelapa sawit dunia masih didominasi oleh harga minyak kelapa sawit itu sendiri dan harga minyak bunga matahari, sedangkan harga minyak kedelai dan harga minyak kanola tidak banyak memberikan kontribusi terhadap variabilitas harga minyak kelapa sawit. Berdasarkan analisis dekomposisi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga minyak kelapa sawit baik dalam jangka pendek hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Sedangkan dalam jangka panjang, selain dipengaruhi oleh dirinya sendiri juga dipengaruhi oleh harga minyak bunga matahari. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arianto (2010) yaitu pada periode tahun 1980 sampai 2003, variasi harga minyak kelapa sawit dalam jangka pendek hanya dijelaskan oleh harganya sendiri, sedangkan dalam jangka panjang harga minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh harga minyak nabati lain meskipun tidak terlalu besar. Hasil variance decomposition untuk harga minyak kanola sebagaimana terdapat pada Gambar 5.6. menunjukkan bahwa variabilitas harga minyak kanola banyak dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit, harga minyak bunga matahari, dan harga minyak kanola itu sendiri. Pada periode pertama variabilitas harga minyak kanola hanya dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit dan harga minyak kanola itu sendiri yaitu masing-masing sebesar 44,4% dan 55,5%. Pada periode berikutnya yaitu pada periode ke-10 pengaruh dari harga minyak nabati lain memberikan pengaruh terhadap harga minyak kanola. Pada periode ini
sebagian besar variabilitas harga minyak kanola dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit yaitu 45,4%, sedangkan sebagian yang lain dipengaruhi oleh harga minyak bunga matahari sebesar 35,6% dan harga minyak kanola itu sendiri turun menjadi sebesar 13,1%. Hingga periode akhir kondisi variabilitas harga minyak kanola tidak banyak berubah, yaitu harga minyak kelapa sawit dan harga minyak bunga matahari yang mendominasi. Harga minyak kedelai dari periode awal hingga periode akhir tidak banyak memberikan pengaruh yang besar terhadap harga minyak kanola. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
PSUN PSOY PCAN PCPO
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 Periode
Gambar 5.6. Analisis Variance decomposition Harga Minyak Kanola Serupa dengan hasil variance decomposition harga minyak kelapa sawit, hasil analisis variance decomposition harga minyak kedelai sebagian besar merupakan kontribusi dari harga minyak kelapa sawit dan harga minyak bunga matahari. Meskipun pada periode pertama harganya sendiri berkontribusi menjelaskan volatilitasnya sendiri sebesar 22,1%, namun pada periode-periode berikutnya kontribusi harga minyak kedelai turun hingga menjadi 3%. Hasil ini mengindikasikan bahwa harga minyak kedelai sangat rentan terhadap harga
minyak kelapa sawit dan harga minyak bunga matahari. Hasil analisis variance decomposition harga minyak kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.7. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
PSUN PSOY PCAN PCPO
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Periode Gambar 5.7. Analisis Variance decomposition Harga Minyak Kedelai Meskipun pada periode pertama harga minyak bunga matahari tidak memiliki kontribusi dalam menjelaskan variasi harga minyak kedelai namun pada bulan-bulan selanjutnya kontribusinya cukup besar. Sejak periode ke-2 kontribusi harga minyak bunga matahari meningkat hingga mencapai 38,1% pada periode ke-14. Hingga akhir periode kontribusi harga minyak bunga matahari ini stabil sebesar 39%. Kontribusi harga minyak kelapa sawit terhadap harga minyak kedelai sempat meningkat menjadi 75,6% pada bulan kedua, namun setelah itu terjadi penurunan hingga sebesar 56,9% pada bulan ke-12. Meskipun terjadi penurunan, harga minyak kelapa sawit merupakan kontributor terbesar dalam menjelaskan variabilitas harga minyak kedelai. Sedangkan untuk harga minyak kanola sepanjang periode tidak banyak memberikan kontribusi terhadap variabilitas harga minyak kedelai.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
PSUN PSOY PCAN PCPO
1 3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143454749 Periode
Gambar 5.8. Analisis Variance decomposition Harga Minyak Bunga Matahari Seperti halnya dengan analisis variance decomposition harga minyak kedelai, pada Gambar 5.8 juga menunjukkan harga minyak bunga matahari sebagian besar merupakan kontribusi dari harga minyak bunga matahari sendiri dan harga minyak kelapa sawit. Perbedaannya, pada hasil variance decomposition harga minyak bunga matahari kontribusi terbesarnya adalah harga minyak bunga matahari itu sendiri. Pada periode pertama variasi harga minyak bunga matahari sebagian besar dijelaskan oleh dirinya sendiri sebesar 50,5% dan harga minyak kelapa sawit sebesar 45%. Pada periode selanjutnya kontribusi harga minyak bunga matahari sendiri semakin meningkat menjadi 65% pada periode ke-12. Sedangkan untuk harga minyak kelapa sawit kontribusinya terhadap variasi harga minyak bunga matahari pada periode-periode selanjutnya menurun hingga sebesar 29,9% pada periode ke-20. Harga minyak kedelai dan harga minyak kanola merupakan variabel yang tidak banyak memberi kontribusi terhadap variasi harga minyak bunga matahari.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Diantara harga minyak kelapa sawit, harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia memiliki kointegasi. Adanya kointegrasi dalam model diketahui melalui uji Johanssen’s Trace Statistic dimana pada uji tersebut diketahui bahwa terdapat satu persamaan dalam model yang terkointegrasi. Hal ini menunjukkan variabel-variabel dalam model memiliki hubungan jangka panjang. Adanya kointegrasi ini mengindikasikan adanya hubungan substitusi diantara keempat jenis minyak nabati tersebut. Dalam jangka panjang harga minyak kelapa sawit dan harga minyak bunga matahari merupakan variabel yang paling signifikan dalam mempengaruhi harga minyak nabati lainnya. Besarnya pengaruh harga minyak bunga matahari terhadap harga minyak nabati lainnya mungkin dikarenakan harga minyak bunga matahari yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya.
2.
Minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak nabati yang paling mempengaruhi perubahan harga minyak nabati lainnya di pasar dunia. Hal ini terlihat dari signifikannya pengaruh harga minyak kelapa sawit terhadap harga minyak nabati yang lain. Dilihat dari hasil uji kausalitas Granger, impuls response, dan variance decomposition, harga minyak kelapa sawit merupakan variabel yang paling mempengaruhi perubahan harga minyak nabati lainnya. Berarti guncangan harga minyak kelapa sawit akan
memberikan dampak yang besar bagi harga minyak nabati lainnya. Sebagai jenis minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan dan paling banyak dikonsumsi diantara jenis minyak nabati lainnya di dunia minyak kelapa sawit mempunyai kekuatan yang besar untuk mempengaruhi harga minyak nabati lain yang juga merupakan barang substitusinya.
6.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat diajukan diantaranya : 1.
Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia harus saling bekerjasama untuk mempertahankan dominasi minyak kelapa sawit dalam perdagangan internasional. Salah satu caranya adalah mempertahankan harga yang murah dibanding dengan minyak nabati lain dengan cara mengontrol jumlah supply minyak kelapa sawit di pasar. Selain itu, Indonesia dan Malaysia juga harus bekerjasama untuk melawan kampanye anti kelapa sawit yang dilakukan negara-negara maju untuk menghambat ekspor minyak kelapa sawit dunia.
2.
Bagi Indonesia sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan pangsa pasar yang besar harus bisa menjadi acuan dan barometer sektor kelapa sawit secara global. Pemerintah dan pengusaha minyak kelapa sawit Indonesia harus mampu meningkatkan daya tawar minyak kelapa sawit Indonesia di tingkat dunia dengan cara meningkatkan kualitas minyak kelapa sawit yang diproduksi, menyusul peningkatan permintaan kelapa sawit sebagai bahan pangan maupun bahan baku biofuel. Tujuannya agar Indonesia
dapat mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari sektor minyak kelapa sawit ini. 3.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis hubungan kointegrasi harga minyak nabati dengan variabel minyak nabati yang lebih banyak lagi agar memberikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai kointegrasi harga minyak nabati.
DAFTAR PUSTAKA Aji, B.W.P. 2010. Analisis Integrasi Harga Minyak Bumi, Minyak kedelai, Minyak Goreng Domestik, dan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit. [tesis]. Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amiruddin MN, Rahman AK, and Shariff F. 2005. Market Potential and Challenges for the Malaysian Palm Oil Industry in Facing Competition from Other Vegetable Oils. OilPalm Industry Economic Journal. Vol. 5(1)/2005. Arianto M, Daryanto A, Arifin B, Nuryartono N. 2010. Analisis Harga Minyak Sawit, Tinjauan Kointegrasi Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi. Jurnal Manajemen dan Agribisnis 7:1-18. Canola Council of Canada. 2011. Canola Oil Average Prices. Canola Council of Canada, Canada. Djojodipuro, M. 1991. Teori Harga. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Sons Inc., New York Goletti, Fransesco and Nicholas Minot. 2000. Rice Market Liberalization and Poverty In Vietnam. International Food Policy Research Institute. Washington, D.C. Gujarati, D. 2004. Basic Econometric Fourth Edition. McGraw-Hill Inc, New York. Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. ANDI, Yogyakarta. Helbling, T, Mercer-Blackman, V, Cheng, K. 2008. Commodities Boom: Riding A Wave. www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2008/03/pdf/helbling.pdf. [diakses tanggal 6 Mei 2011]. Hendriany, R. 2007. Analisis Integrasi Pasar Antara Pasar Beras Domestik Dan Pasar Beras Dunia Melalui Pendekatan Vector Autoregression (VAR). [skripsi]. Program Studi Ekonomi Pertanian Dan Sumberdaya Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Indra. 2009. Analisis Hubungan Intensitas Energi dan Pendapatan Per Kapita : Studi Komparatif di Sepuluh Negara Asia Pasifik. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Krugman, PR, Obstfeld M. 2000. International Economics: Theory and Policy. Fifth Edition. New York: Addison Wesley. Librero, A.R. 1971. The International Demand For Philippine Coconut Product: An Aggregate Analysis. The Philippine Economic Journal. Vol. 10(1)/1971. Lipsey, R. G., D.D. Purvis, P.N. Courant, dan P.O. Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi. Jilid ke-2. Agus Maulana [penerjemah]. Bina Rupa Aksara, Jakarta Mankiw, N.G. 2000. Pengantar Ekonomi Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Erlangga, Jakarta. Parasmala, E. 2005. Analisis Hubungan Kausalitas Foreign Direct Investment (FDI) dengan Variabel Makroekonomi di Indonesia. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor. Purwanto, S.K. 2002. Dampak Domestik Dan Faktor Eksternal Terhadap Perdagangan Dunia Minyak Nabati.[tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Salvatore, D. 2007. Mikroekonomi Edisi keempat. Erlangga, Jakarta. Sugiarto, Herlambang T, Brastoro Sudjana R, Kelana S. 2007. Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suparmin. 2005. Analisis Ekonomi Perberasan Nasional: Peran Bulog dalam Stabilisasi Harga Beras di Pasar Domestik. [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susilowati, H. 1989. Pasar Minyak Sawit Dunia Dan Kaitannya Dengan Ekspor Minyak Sawit Indonesia. [tesis]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Trisna, A. 2006. Analisis Kointegrasi Harga Sayuran Penting Berdasarkan Wilayah. [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
UNCTAD. 2011. Free Market Commodity Prices, Monthly, January 1960 – March 2011. UNCTAD. USDA. 2010. Oilseeds and Products : World Markets and Trade. USDA, Washington. Widyanti, S. 2007. Analisis Integrasi Pasar CPO Dunia dengan Pasar CPO, Minyak Goreng dan TBS Domestik Serta Pengaruh Tarif Ekspor CPO dan Harga BBM Dunia. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Widyasari, N. 2010. Analisis Kointegrasi Harga Beberapa Komoditas Pangan Utama di Pulau Sumatera dan Jawa Pasca Krisis Ekonomi. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yu, et al. 2006. Cointegration and Causality Analysis of World Vegetable Oil and Crude Oil Prices. American Agricultural Economics Association Annual Meeting, Long Beach, California July 23-26, 2006.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level
PCPO Null Hypothesis: PCPO has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.286716
0.6314
Test critical values:
-3.527045 -2.903566 -2.589227
1% level 5% level 10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PCAN Null Hypothesis: PCAN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.856531
0.3507
Test critical values:
-3.528515 -2.904198 -2.589562
1% level 5% level 10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PSOY Null Hypothesis: PSOY has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.511088
0.5223
Test critical values:
-3.527045 -2.903566 -2.589227
1% level 5% level 10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PSOY Null Hypothesis: PSUN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-2.612046
0.0955
Test critical values:
-3.530030 -2.904848 -2.589907
1% level 5% level 10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 2. Uji Stasioneritas Pada Tingkat First Difference. PCPO Null Hypothesis: D(PCPO) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
-4.706239 -3.527045 -2.903566 -2.589227
0.0002
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.224327
0.0000
Test critical values:
-3.527045 -2.903566 -2.589227
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PCAN Null Hypothesis: D(PCAN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
1% level 5% level 10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PSOY Null Hypothesis: D(PSOY) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-4.754415
0.0002
Test critical values:
1% level 5% level
-3.527045 -2.903566
10% level
-2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PCAN Null Hypothesis: D(PSUN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-4.153466
0.0015
Test critical values:
1% level
-3.527045
5% level
-2.903566
10% level
-2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3. Uji Optimum Lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: PCPO PCAN PSOY PSUN Exogenous variables: C Date: 08/19/11 Time: 23:51 Sample: 2005M01 2010M12 Included observations: 68 Lag
LogL
0 1 2 3 4
-1627.179 -1370.919 -1348.302 -1336.646 -1316.336
LR
FPE
NA 8.05e+15 474.8346 6.88e+12 39.24680 5.69e+12* 18.85529 6.55e+12 30.46462* 5.91e+12
AIC
SC
HQ
47.97585 40.90938 40.71477* 40.84254 40.71578
48.10641 41.56218* 41.88980 42.53981 42.93529
48.02758 41.16804* 41.18035 41.51505 41.59521
Lampiran 4. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: PCPO PCAN PSOY PSUN Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 08/20/11 Time: 00:05 Root 0.908789 - 0.085810i 0.908789 + 0.085810i 0.801408 0.549958 - 0.292403i 0.549958 + 0.292403i 0.370755 -0.350393 0.197789 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.912831 0.912831 0.801408 0.622859 0.622859 0.370755 0.350393 0.197789
Lampiran 5. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 08/20/11 Time: 00:10 Sample: 2005M01 2010M12 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
PCAN does not Granger Cause PCPO PCPO does not Granger Cause PCAN
71
14.5332 24.2525
0.0003 6.E-06
PSOY does not Granger Cause PCPO PCPO does not Granger Cause PSOY
71
19.9994 43.9838
3.E-05 6.E-09
PSUN does not Granger Cause PCPO PCPO does not Granger Cause PSUN
71
2.38057 5.39729
0.1275 0.0232
PSOY does not Granger Cause PCAN PCAN does not Granger Cause PSOY
71
1.87960 0.03292
0.1749 0.8566
PSUN does not Granger Cause PCAN PCAN does not Granger Cause PSUN
71
32.6493 9.37918
3.E-07 0.0031
PSUN does not Granger Cause PSOY PSOY does not Granger Cause PSUN
71
12.9758 3.03718
0.0006 0.0859
Lampiran 6. Uji Johansen Cointegration Test
Date: 08/20/11 Time: 01:05 Sample (adjusted): 2005M03 2010M12 Included observations: 70 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend Series: PCPO PCAN PSOY PSUN Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) None * At most 1 At most 2 At most 3
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
0.360213 0.185003 0.047021 0.007464
49.47919 18.21579 3.895833 0.524448
40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
0.0045 0.2397 0.7259 0.5316
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s) None * At most 1 At most 2 At most 3
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
0.360213 0.185003 0.047021 0.007464
31.26339 14.31996 3.371385 0.524448
24.15921 17.79730 11.22480 4.129906
0.0046 0.1547 0.7292 0.5316
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 7. Estimasi VECM
Vector Error Correction Estimates Date: 08/20/11 Time: 01:09 Sample (adjusted): 2005M03 2010M12 Included observations: 70 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
PCPO(-1)
1.000000
PCAN(-1)
0.152604 (0.14740) [ 1.03532]
PSOY(-1)
-1.413372 (0.17823) [-7.93004]
PSUN(-1)
0.400510 (0.10221) [ 3.91840]
Error Correction:
D(PCPO)
D(PCAN)
D(PSOY)
D(PSUN)
CointEq1
0.003014 (0.09745) [ 0.03094]
0.184562 (0.08052) [ 2.29205]
0.283341 (0.08888) [ 3.18775]
0.156576 (0.14618) [ 1.07109]
D(PCPO(-1))
0.335254 (0.20913) [ 1.60309]
0.174331 (0.17281) [ 1.00879]
0.022330 (0.19076) [ 0.11706]
0.147557 (0.31373) [ 0.47033]
D(PCAN(-1))
0.317370 (0.21250) [ 1.49349]
-0.213479 (0.17560) [-1.21572]
0.106158 (0.19383) [ 0.54768]
0.117376 (0.31879) [ 0.36820]
D(PSOY(-1))
-0.650899 (0.22393) [-2.90672]
-0.261899 (0.18504) [-1.41535]
-0.252272 (0.20426) [-1.23508]
-0.734624 (0.33593) [-2.18683]
D(PSUN(-1))
0.424963 (0.12644) [ 3.36103]
0.426858 (0.10448) [ 4.08551]
0.346788 (0.11533) [ 3.00692]
0.752584 (0.18968) [ 3.96769]
0.415028 0.379030 169661.6 51.08991 11.52912 -372.0830 10.77380 10.93441 11.78571 64.83354
0.519933 0.490391 115851.1 42.21759 17.59946 -358.7305 10.39230 10.55291 7.619000 59.13911
0.536704 0.508193 141159.8 46.60138 18.82475 -365.6460 10.58989 10.75049 11.78571 66.45100
0.418251 0.382451 381822.2 76.64325 11.68302 -400.4732 11.58495 11.74556 10.84286 97.53002
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
3.70E+12 2.75E+12 -1399.776 40.67930 41.45021
Lampiran 8. Impulse Response Function (IRF) Response of PCPO Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
51.08991 73.23878 85.05232 89.40463 89.57879 87.49969 84.75525 82.24138 80.38157 79.24604 78.71874 78.61118 78.73906 78.95902 79.17895 79.35218 79.46501 79.52332 79.54163 79.53581 79.51900 79.50019 79.48436 79.47340 79.46723 79.46480 79.46477 79.46597 79.46754 79.46895 79.47000 79.47063 79.47092 79.47097 79.47090 79.47077 79.47065 79.47055 79.47049 79.47045 79.47044 79.47045 79.47046 79.47047 79.47048 79.47048 79.47049 79.47049 79.47049 79.47049
0.000000 9.451123 11.14899 13.42848 14.20968 14.57374 14.48607 14.24368 13.95531 13.71119 13.53910 13.44074 13.40034 13.39794 13.41528 13.43894 13.46077 13.47705 13.48706 13.49178 13.49281 13.49175 13.48987 13.48796 13.48645 13.48546 13.48494 13.48477 13.48482 13.48496 13.48512 13.48526 13.48536 13.48541 13.48543 13.48543 13.48542 13.48541 13.48540 13.48539 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538 13.48538
0.000000 -12.24406 -18.64946 -20.54376 -19.09243 -16.36509 -13.52413 -11.24583 -9.731048 -8.926289 -8.651269 -8.703086 -8.909354 -9.150093 -9.357197 -9.503325 -9.587565 -9.622589 -9.625256 -9.610972 -9.591135 -9.572694 -9.558874 -9.550326 -9.546262 -9.545331 -9.546185 -9.547760 -9.549368 -9.550650 -9.551495 -9.551940 -9.552088 -9.552054 -9.551934 -9.551798 -9.551681 -9.551599 -9.551552 -9.551533 -9.551532 -9.551541 -9.551552 -9.551562 -9.551570 -9.551575 -9.551577 -9.551578 -9.551577 -9.551576
0.000000 23.22867 42.32929 51.39588 54.22740 53.17568 50.49550 47.54067 45.08416 43.39833 42.46154 42.10249 42.11233 42.30685 42.55363 42.77451 42.93540 43.03178 43.07503 43.08220 43.06958 43.04961 43.03016 43.01510 43.00546 43.00060 42.99921 42.99986 43.00140 43.00308 43.00446 43.00540 43.00592 43.00612 43.00611 43.00599 43.00585 43.00573 43.00564 43.00558 43.00556 43.00556 43.00557 43.00558 43.00559 43.00560 43.00560 43.00560 43.00560 43.00560
Response of PCAN Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
28.13703 46.27581 57.11624 64.60547 68.27897 69.41171 68.94066 67.77691 66.50121 65.44199 64.71629 64.31379 64.16026 64.16543 64.24986 64.35652 64.45180 64.52110 64.56254 64.58108 64.58408 64.57858 64.56995 64.56155 64.55506 64.55091 64.54883 64.54823 64.54852 64.54919 64.54991 64.55051 64.55092 64.55114 64.55122 64.55122 64.55117 64.55111 64.55105 64.55101 64.55099 64.55098 64.55098 64.55098 64.55099 64.55099 64.55100 64.55100 64.55100 64.55100
31.47431 27.64658 31.80050 32.46270 33.80083 34.36347 34.69610 34.74445 34.67082 34.53999 34.41166 34.31057 34.24515 34.21154 34.20121 34.20485 34.21479 34.22582 34.23506 34.24143 34.24499 34.24638 34.24637 34.24566 34.24474 34.24391 34.24331 34.24294 34.24277 34.24274 34.24279 34.24286 34.24294 34.24299 34.24303 34.24305 34.24305 34.24305 34.24305 34.24304 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303 34.24303
0.000000 -8.966813 -19.23136 -24.60849 -26.94498 -27.01547 -26.01318 -24.65574 -23.41636 -22.49673 -21.93523 -21.67388 -21.62012 -21.68284 -21.79126 -21.89982 -21.98540 -22.04119 -22.07006 -22.07917 -22.07633 -22.06806 -22.05878 -22.05096 -22.04554 -22.04249 -22.04128 -22.04126 -22.04185 -22.04262 -22.04332 -22.04384 -22.04415 -22.04429 -22.04432 -22.04428 -22.04422 -22.04416 -22.04411 -22.04408 -22.04407 -22.04406 -22.04406 -22.04407 -22.04407 -22.04408 -22.04408 -22.04408 -22.04408 -22.04408
0.000000 27.29516 43.74174 55.48031 61.79106 64.61462 64.97954 64.07494 62.70434 61.39377 60.38986 59.75485 59.44120 59.35692 59.40665 59.51370 59.62707 59.71958 59.78189 59.81569 59.82788 59.82654 59.81863 59.80907 59.80071 59.79472 59.79121 59.78970 59.78952 59.79006 59.79084 59.79158 59.79214 59.79250 59.79267 59.79271 59.79268 59.79262 59.79256 59.79251 59.79247 59.79245 59.79245 59.79245 59.79245 59.79246 59.79246 59.79246 59.79247 59.79247
Response of PSOY Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
39.68731 57.28196 71.74034 82.65221 89.65746 93.11451 94.03890 93.47499 92.27789 91.01346 89.98342 89.29059 88.91556 88.78105 88.79689 88.88550 88.99217 89.08534 89.15191 89.19088 89.20761 89.20952 89.20352 89.19480 89.18653 89.18026 89.17633 89.17442 89.17393 89.17427 89.17496 89.17568 89.17626 89.17664 89.17685 89.17692 89.17691 89.17686 89.17680 89.17675 89.17671 89.17669 89.17668 89.17668 89.17668 89.17669 89.17669 89.17670 89.17670 89.17670
10.74046 15.43510 16.50478 18.28275 19.63857 20.69396 21.30510 21.58177 21.62251 21.53753 21.40606 21.27922 21.18155 21.11942 21.08844 21.07983 21.08436 21.09460 21.10554 21.11453 21.12062 21.12394 21.12516 21.12506 21.12431 21.12339 21.12258 21.12199 21.12165 21.12150 21.12148 21.12153 21.12161 21.12168 21.12173 21.12177 21.12178 21.12179 21.12179 21.12178 21.12177 21.12177 21.12176 21.12176 21.12176 21.12176 21.12176 21.12176 21.12176 21.12176
21.93739 9.916767 -3.315503 -12.78869 -17.97942 -19.96876 -19.91058 -18.83856 -17.47949 -16.26431 -15.37962 -14.85010 -14.61279 -14.57381 -14.64355 -14.75354 -14.86058 -14.94341 -14.99640 -15.02304 -15.03068 -15.02708 -15.01855 -15.00933 -15.00172 -14.99654 -14.99369 -14.99263 -14.99269 -14.99331 -14.99409 -14.99477 -14.99527 -14.99556 -14.99569 -14.99571 -14.99567 -14.99561 -14.99555 -14.99550 -14.99547 -14.99545 -14.99545 -14.99545 -14.99546 -14.99546 -14.99547 -14.99547 -14.99547 -14.99547
0.000000 25.08723 46.52881 62.00946 72.48792 78.43434 80.92367 81.13443 80.15103 78.77022 77.48145 76.51261 75.91140 75.62393 75.55634 75.61445 75.72388 75.83608 75.92588 75.98528 76.01667 76.02723 76.02499 76.01675 76.00721 75.99905 75.99331 75.99001 75.98866 75.98857 75.98915 75.98993 75.99066 75.99121 75.99154 75.99170 75.99173 75.99170 75.99164 75.99157 75.99152 75.99149 75.99147 75.99147 75.99147 75.99147 75.99148 75.99148 75.99148 75.99149
Response of PSUN Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
51.44774 74.96782 89.73839 97.68187 100.5422 100.1267 98.13207 95.75263 93.68376 92.21066 91.35200 90.98666 90.94870 91.08457 91.27964 91.46331 91.60222 91.68899 91.73095 91.74130 91.73346 91.71807 91.70211 91.68926 91.68071 91.67615 91.67458 91.67485 91.67600 91.67736 91.67852 91.67935 91.67982 91.68002 91.68004 91.67996 91.67985 91.67975 91.67967 91.67962 91.67960 91.67959 91.67960 91.67960 91.67961 91.67962 91.67963 91.67963 91.67963 91.67963
15.21543 21.79981 24.34331 26.58936 27.88735 28.57585 28.75387 28.65053 28.42046 28.17687 27.97748 27.84299 27.76983 27.74329 27.74597 27.76289 27.78342 27.80143 27.81434 27.82193 27.82521 27.82562 27.82448 27.82280 27.82121 27.81999 27.81923 27.81886 27.81876 27.81882 27.81895 27.81909 27.81920 27.81928 27.81932 27.81933 27.81933 27.81932 27.81931 27.81930 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929 27.81929
4.994331 -11.90429 -23.72297 -29.18028 -30.04323 -28.47794 -26.01902 -23.63893 -21.80311 -20.63314 -20.04845 -19.88429 -19.96790 -20.15925 -20.36455 -20.53336 -20.64787 -20.71058 -20.73375 -20.73198 -20.71796 -20.70071 -20.68548 -20.67451 -20.66802 -20.66518 -20.66479 -20.66572 -20.66713 -20.66847 -20.66951 -20.67016 -20.67048 -20.67057 -20.67051 -20.67040 -20.67029 -20.67019 -20.67013 -20.67009 -20.67008 -20.67008 -20.67009 -20.67010 -20.67011 -20.67012 -20.67012 -20.67012 -20.67012 -20.67012
54.50564 98.94379 125.5312 139.7859 146.2734 147.7150 146.3835 143.9303 141.4327 139.4413 138.1291 137.4391 137.2106 137.2644 137.4496 137.6622 137.8435 137.9704 138.0429 138.0725 138.0740 138.0610 138.0435 138.0273 138.0152 138.0079 138.0044 138.0037 138.0045 138.0059 138.0073 138.0084 138.0091 138.0095 138.0096 138.0096 138.0095 138.0094 138.0093 138.0092 138.0092 138.0091 138.0091 138.0091 138.0092 138.0092 138.0092 138.0092 138.0092 138.0092
Lampiran 9. Variance Decomposition Variance Decomposition of PCPO Period
S.E.
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
51.08991 93.55698 135.0951 171.7200 202.5319 227.9983 249.2172 267.3244 283.2765 297.7861 311.3428 324.2578 336.7125 348.8022 360.5698 372.0322 383.1960 394.0674 404.6554 414.9728 425.0350 434.8585 444.4599 453.8547 463.0568 472.0787 480.9312 489.6240 498.1655 506.5635 514.8247 522.9557 530.9622 538.8498 546.6236 554.2884 561.8485 569.3083 576.6715 583.9419 591.1229 598.2177 605.2293 612.1606 619.0144 625.7930 632.4990 639.1347 645.7022 652.2035
100.0000 91.10225 83.32838 78.68069 76.12425 74.79668 74.16802 73.92541 73.88574 73.94281 74.03629 74.13356 74.21911 74.28776 74.34009 74.37923 74.40891 74.43240 74.45207 74.46947 74.48546 74.50044 74.51457 74.52787 74.54034 74.55197 74.56280 74.57285 74.58220 74.59091 74.59903 74.60664 74.61379 74.62051 74.62686 74.63286 74.63854 74.64392 74.64904 74.65390 74.65853 74.66294 74.66714 74.67116 74.67500 74.67867 74.68219 74.68556 74.68880 74.69191
0.000000 1.020503 1.170497 1.335970 1.452645 1.554841 1.639214 1.708572 1.764255 1.808519 1.843557 1.871444 1.893942 1.912470 1.928102 1.941610 1.953521 1.964185 1.973830 1.982606 1.990621 1.997959 2.004689 2.010874 2.016571 2.021833 2.026705 2.031231 2.035446 2.039382 2.043067 2.046525 2.049775 2.052837 2.055727 2.058458 2.061043 2.063493 2.065819 2.068030 2.070135 2.072139 2.074052 2.075878 2.077624 2.079295 2.080895 2.082430 2.083902 2.085315
0.000000 1.712768 2.727129 3.119142 3.130941 2.985775 2.793473 2.604831 2.437726 2.295809 2.177442 2.079484 1.998504 1.931183 1.874533 1.826055 1.783806 1.746368 1.712754 1.682286 1.654497 1.629049 1.605680 1.584173 1.564336 1.545999 1.529008 1.513224 1.498523 1.484796 1.471947 1.459893 1.448561 1.437887 1.427816 1.418297 1.409287 1.400745 1.392637 1.384929 1.377594 1.370605 1.363939 1.357572 1.351486 1.345662 1.340083 1.334736 1.329604 1.324677
0.000000 6.164476 12.77399 16.86420 19.29216 20.66270 21.39929 21.76118 21.91228 21.95286 21.94271 21.91551 21.88845 21.86858 21.85728 21.85311 21.85376 21.85705 21.86135 21.86564 21.86942 21.87255 21.87506 21.87708 21.87875 21.88019 21.88149 21.88269 21.88383 21.88492 21.88595 21.88694 21.88788 21.88876 21.88960 21.89039 21.89113 21.89184 21.89251 21.89314 21.89374 21.89432 21.89487 21.89539 21.89589 21.89637 21.89683 21.89727 21.89769 21.89810
Variance Decomposition of PCAN Period
S.E.
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
51.08991 93.55698 135.0951 171.7200 202.5319 227.9983 249.2172 267.3244 283.2765 297.7861 311.3428 324.2578 336.7125 348.8022 360.5698 372.0322 383.1960 394.0674 404.6554 414.9728 425.0350 434.8585 444.4599 453.8547 463.0568 472.0787 480.9312 489.6240 498.1655 506.5635 514.8247 522.9557 530.9622 538.8498 546.6236 554.2884 561.8485 569.3083 576.6715 583.9419 591.1229 598.2177 605.2293 612.1606 619.0144 625.7930 632.4990 639.1347 645.7022 652.2035
44.41910 53.19893 51.32787 49.42081 47.97689 46.99834 46.34065 45.90243 45.60957 45.41221 45.27649 45.17988 45.10761 45.05033 45.00237 44.96051 44.92302 44.88904 44.85812 44.83000 44.80444 44.78125 44.76017 44.74098 44.72346 44.70739 44.69260 44.67893 44.66625 44.65446 44.64345 44.63315 44.62350 44.61443 44.60590 44.59785 44.59026 44.58307 44.57627 44.56982 44.56369 44.55786 44.55231 44.54702 44.54197 44.53715 44.53253 44.52812 44.52388 44.51983
55.58090 31.83012 22.91780 18.20674 15.83950 14.54612 13.83928 13.44947 13.23653 13.11949 13.05253 13.00981 12.97767 12.94952 12.92278 12.89687 12.87206 12.84879 12.82736 12.80794 12.79047 12.77480 12.76072 12.74801 12.73646 12.72589 12.71616 12.70717 12.69881 12.69102 12.68375 12.67694 12.67056 12.66456 12.65892 12.65360 12.64857 12.64383 12.63933 12.63506 12.63101 12.62716 12.62349 12.61999 12.61665 12.61346 12.61041 12.60749 12.60470 12.60201
0.000000 1.458297 3.730235 5.032156 5.687338 5.947091 6.005652 5.968622 5.894300 5.812047 5.735652 5.670413 5.617235 5.574888 5.541317 5.514381 5.492231 5.473453 5.457058 5.442408 5.429111 5.416937 5.405745 5.395438 5.385941 5.377185 5.369102 5.361626 5.354697 5.348258 5.342257 5.336649 5.331396 5.326463 5.321821 5.317446 5.313314 5.309405 5.305703 5.302192 5.298856 5.295684 5.292664 5.289785 5.287037 5.284412 5.281901 5.279497 5.277194 5.274985
0.000000 13.51266 22.02410 27.34030 30.49627 32.50844 33.81441 34.67948 35.25960 35.65625 35.93533 36.13989 36.29748 36.42526 36.53353 36.62823 36.71268 36.78872 36.85746 36.91966 36.97598 37.02702 37.07336 37.11557 37.15415 37.18954 37.22213 37.25227 37.28024 37.30626 37.33054 37.35325 37.37455 37.39454 37.41336 37.43110 37.44785 37.46369 37.47870 37.49293 37.50644 37.51930 37.53154 37.54320 37.55434 37.56498 37.57515 37.58489 37.59422 37.60318
Variance Decomposition of PSOY Period
S.E.
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
51.08991 93.55698 135.0951 171.7200 202.5319 227.9983 249.2172 267.3244 283.2765 297.7861 311.3428 324.2578 336.7125 348.8022 360.5698 372.0322 383.1960 394.0674 404.6554 414.9728 425.0350 434.8585 444.4599 453.8547 463.0568 472.0787 480.9312 489.6240 498.1655 506.5635 514.8247 522.9557 530.9622 538.8498 546.6236 554.2884 561.8485 569.3083 576.6715 583.9419 591.1229 598.2177 605.2293 612.1606 619.0144 625.7930 632.4990 639.1347 645.7022 652.2035
72.52799 75.65675 71.37914 66.83423 63.46707 61.16615 59.63064 58.61321 57.93864 57.48766 57.18050 56.96446 56.80533 56.68145 56.57960 56.49208 56.41462 56.34497 56.28193 56.22478 56.17299 56.12606 56.08352 56.04486 56.00963 55.97740 55.94780 55.92050 55.89523 55.87175 55.84988 55.82946 55.81034 55.79240 55.77554 55.75966 55.74469 55.73054 55.71715 55.70447 55.69243 55.68099 55.67010 55.65974 55.64985 55.64041 55.63138 55.62275 55.61449 55.60656
5.311876 5.508759 4.467058 3.812361 3.434385 3.235230 3.134545 3.088485 3.071247 3.068307 3.071510 3.076547 3.081348 3.085123 3.087754 3.089426 3.090419 3.090991 3.091339 3.091591 3.091818 3.092050 3.092293 3.092543 3.092791 3.093030 3.093256 3.093465 3.093657 3.093833 3.093996 3.094146 3.094286 3.094417 3.094539 3.094655 3.094764 3.094867 3.094965 3.095058 3.095146 3.095230 3.095309 3.095385 3.095457 3.095526 3.095592 3.095655 3.095716 3.095774
22.16014 9.029500 4.214281 2.993995 2.749147 2.691762 2.634401 2.553771 2.460773 2.367741 2.282160 2.207289 2.143754 2.090758 2.046847 2.010367 1.979744 1.953635 1.930979 1.910991 1.893112 1.876954 1.862248 1.848799 1.836459 1.825108 1.814642 1.804972 1.796014 1.787696 1.779951 1.772724 1.765962 1.759621 1.753663 1.748053 1.742761 1.737762 1.733031 1.728548 1.724293 1.720250 1.716403 1.712738 1.709243 1.705907 1.702717 1.699666 1.696745 1.693944
0.000000 9.804988 19.93952 26.35941 30.34940 32.90686 34.60042 35.74454 36.52934 37.07629 37.46583 37.75171 37.96957 38.14267 38.28579 38.40813 38.51522 38.61041 38.69576 38.77264 38.84208 38.90493 38.96194 39.01380 39.06112 39.10446 39.14430 39.18107 39.21510 39.24672 39.27617 39.30367 39.32941 39.35356 39.37626 39.39763 39.41779 39.43683 39.45485 39.47193 39.48813 39.50353 39.51818 39.53214 39.54545 39.55816 39.57031 39.58193 39.59305 39.60372
Variance Decomposition of PSUN Period
S.E.
PCPO
PCAN
PSOY
PSUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
51.08991 93.55698 135.0951 171.7200 202.5319 227.9983 249.2172 267.3244 283.2765 297.7861 311.3428 324.2578 336.7125 348.8022 360.5698 372.0322 383.1960 394.0674 404.6554 414.9728 425.0350 434.8585 444.4599 453.8547 463.0568 472.0787 480.9312 489.6240 498.1655 506.5635 514.8247 522.9557 530.9622 538.8498 546.6236 554.2884 561.8485 569.3083 576.6715 583.9419 591.1229 598.2177 605.2293 612.1606 619.0144 625.7930 632.4990 639.1347 645.7022 652.2035
45.05934 37.74703 34.82154 33.36661 32.49576 31.90488 31.47547 31.15239 30.90510 30.71384 30.56447 30.44632 30.35127 30.27320 30.20762 30.15135 30.10216 30.05857 30.01953 29.98432 29.95241 29.92339 29.89692 29.87270 29.85048 29.83002 29.81114 29.79365 29.77740 29.76227 29.74815 29.73492 29.72252 29.71086 29.69988 29.68952 29.67973 29.67047 29.66169 29.65336 29.64544 29.63790 29.63072 29.62388 29.61734 29.61109 29.60511 29.59939 29.59390 29.58864
3.941128 3.226955 2.772358 2.588550 2.515099 2.497556 2.505216 2.523302 2.543946 2.563390 2.580078 2.593673 2.604448 2.612923 2.619652 2.625124 2.629712 2.633683 2.637208 2.640394 2.643303 2.645973 2.648428 2.650687 2.652768 2.654685 2.656456 2.658095 2.659615 2.661030 2.662351 2.663586 2.664744 2.665833 2.666859 2.667826 2.668740 2.669606 2.670426 2.671204 2.671944 2.672648 2.673319 2.673958 2.674569 2.675153 2.675711 2.676246 2.676759 2.677251
0.424626 0.760943 1.556373 2.039693 2.243613 2.285229 2.247249 2.178119 2.102745 2.032553 1.971855 1.921445 1.880461 1.847358 1.820450 1.798202 1.779378 1.763058 1.748609 1.735615 1.723808 1.713015 1.703116 1.694018 1.685644 1.677923 1.670791 1.664187 1.658057 1.652350 1.647024 1.642040 1.637367 1.632974 1.628837 1.624935 1.621247 1.617757 1.614449 1.611309 1.608325 1.605486 1.602781 1.600202 1.597738 1.595384 1.593131 1.590974 1.588906 1.586922
50.57491 58.26508 60.84973 62.00515 62.74552 63.31233 63.77207 64.14619 64.44821 64.69022 64.88360 65.03856 65.16382 65.26652 65.35228 65.42533 65.48875 65.54469 65.59466 65.63967 65.68048 65.71762 65.75154 65.78259 65.81111 65.83737 65.86162 65.88407 65.90492 65.92435 65.94248 65.95945 65.97537 65.99034 66.00443 66.01772 66.03028 66.04217 66.05344 66.06413 66.07429 66.08396 66.09318 66.10196 66.11035 66.11837 66.12604 66.13339 66.14043 66.14719