PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
SKRIPSI FAHMI ISMAIL
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN FAHMI ISMAIL. D34104082. 2008. Peranan dan Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Ir. Dewi Ulfah Wardani, MS. Pembimbing anggota : Ir. Dwi Joko Setyono, MS. Sektor peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan dalam program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) karena dinilai memiliki potensi yang baik. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi sektor peternakan di Indonesia adalah dengan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha peternakan melalui investasi. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis besarnya peranan sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah dan output sektoral, 2) menganalisis besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang sektor peternakan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia, 3) menganalisis posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor, dan 4) menganalisis besarnya dampak investasi karena program RPPK yang ditimbulkan oleh sektor peternakan terhadap pembentukan nilai output, nilai tambah, pendapatan, dan kesempatan kerja dalam perekonomian Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai Februari 2008. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa tabel Input-Output tahun 2005 klasifikasi 66 sektor dalam bentuk Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen, kemudian diagregasi menjadi 18 sektor yang berkaitan dengan sektor peternakan lalu diolah menggunakan software PyIO dan Microsoft Excell. Berdasarkan hasil analisis tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 tentang peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) peranan sektor peternakan yang terdiri dari (ternak potong, ternak perah, ternak lainnya, pemotongan hewan dan ternak unggas) secara total dalam perekonomian Indonesia adalah relatif kecil. Peranan sektor peternakan yang terbesar adalah dalam struktur konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 3,42 persen. Peranan sektor peternakan yang kecil adalah dalam struktur investasi, yaitu investasi negatif sebesar Rp 2,04 triliun dan pada struktur ekspor dan impor, yaitu mengalami defisit perdagangan Internasional sebesar Rp 1,74 triliun. Sektor peternakan meskipun peranannya relatif kecil tetapi mempunyai rasio antar upah dan surplus usaha (U/S) cukup bagus, yaitu pada ternak lainnya (0,90) dan peternakan unggas (0,80), 2) sektor ternak potong memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar dan belakang terkecil (langsung dan tidak langsung), pemotongan hewan memiliki nilai keterkitan ke belakang terbesar, ternak lainnya memiliki nilai keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang (langsung) terkecil, 3) hasil penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor, maka pemotongan hewan dan peternakan unggas termasuk dalam kelompok sektor prioritas ke dua, sedangkan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya termasuk kelompok sektor prioritas terakhir/keempat, 4) Investasi sebesar Rp 51,3 triliun dalam program RPPK,
akan menambah output total diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 80,57 triliun atau 1,42 persen, nilai tambah bruto sebesar Rp 48,39 triliun atau 1,68 persen, pendapatan sebesar Rp 15,19 triiun atau 1,72 persen, dan mengurangi jumlah pengangguran sebanyak 2,72 juta orang atau 22,87 persen. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu: 1) untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kecilnya peranan sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia terutama dari sisi mikro, 2) investasi yang kecil pada sektor peternakan terutama pada komponen pembentukan modal tetap harus segera diatasi karena akan menyebabkan pengurasan populasi ternak, 3) sektor peternakan mempunyai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (U/S) yang cukup bagus yaitu: pada ternak lainnya dan ternak unggas, sehingga untuk penelitian lebih lanjut dapat melakukan penelitian yang lebih aplikatif mengenai hubungan antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang berguna sebagai pertimbangan dalam dunia investasi. Kata-kata kunci: sektor peternakan, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan (RPPK), investasi
ABSTRACT The Role and Impact of Investment Livestock Sector in Indonesia’s Economy Ismail, F., D.U. Wardani, and D.J. Setyono The aims of this research were: 1) to analyze the role of livestock sector in Indonesia’s economy in terms of demand and supply, consumption, investment, export and import, value added, and sectoral output structure, 2) to analyze forward and backward linkage livestock sector with the others sector, 3) to analyze position of livestock sectors in determining sector priority based on four category sector, and 4) to analyze the impact of livestock sector investment cause Revitalization of Agriculture, Fishery, and Forestry (RAFF) program in terms of output, value added, income, and employment opportunity. This research was carried out from August, 2007–February, 2008. The data used for this research are the 66 sector classification for the Indonesian Input-Output table 2005 from Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta. The data were analyzed by PyIO and Microsoft Excell. Result of this research were: 1) the role of livestock sector in Indonesia’s economy is low. The biggest role is in terms of household consumption (3,42%), 2) the livestock sector have the largest value of direct as long as direct and undirect forward linkage is beef-cattle sector, whereas the livestock sector have the largest value of direct as long as direct and undirect backward linkage is slaughtering animal sector, 3) slaughtering animal and poultry husbandry sector belonging to second priority sector category, whereas beefcattle, dairy-cattle, and other’s livestock sector belonging to fourth priority sector category, and 4) the impact of livestock sector investment cause RAFF program is increasing total output 1,42 percent, total value added 1,68 percent, income 1,72 percent, and decreasing total employment 22,87 percent. Keywords: livestock sector, revitalization of Agriculture, fishery, and forestry (RAFF), investment
PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
FAHMI ISMAIL D34104082
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh FAHMI ISMAIL D34104082
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 April 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Dewi Ulfah Wardhani, MS NIP. 131 878 941
Ir. Dwi Joko Setyono, MS NIP. 131 849 391
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc.,Agr NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Fahmi Ismail lahir di Sukabumi, 29 April 1986. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ujang Sutandi dan Ade Sumarni. Pendidikan yang ditempuh penulis dari tahun 1993–1998 di Sekolah Dasar Negeri Cisaat Gadis, Sukabumi. Penulis kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cisaat, Sukabumi pada tahun 1998 –2001. Selanjutnya penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Sukabumi pada tahun 2001–2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2005, penulis masuk minat Ekonomi dan Perencanaan. Penulis pernah mendapatkan penghargaan sebagi finalis dalam The Meat Livestock Australia (MLA) Project Proposal Competition ”Read Meat Feel Good” tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan di Departemen Ilmu dan Keprofesian (Ilprof) pada tahun 2005 – 2006 dan di Departemen Informasi dan Teknologi (IT) pada tahun 2006-2007. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti kepanitiaan Pelatihan Desain Grafis pada tahun 2005, Bulan Bakti Peternakan pada tahun 2005, LCT SEIP (Lomba Cepat Tepat Sosial Ekonomi Industri Peternakan) pada tahun 2005, Koordinator Kesekretariatan LCT SEIP (Lomba Cepat Tepat Sosial Ekonomi Industri Peternakan) pada tahun 2006, Ketua panitia Pelatihan SPSS 13 tahun 2007, Seip goes to Bali pada tahun 2007, Seminar Kredit UMKM tahun 2007.
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmanirrahiim, Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul
Peranan
dan
Dampak
Investasi
Sektor
Peternakan
dalam
Perekonomian Indonesia, merupakan salah satu syarat untuk gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang sangat berperan vital dalam perekonomian nasional karena sektor ini berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan manusia akan protein hewani. Perencanaan pembangunan sektor peternakan membutuhkan analisis data-data awal, tetapi ketersediaan data-data awal tersebut sangatlah terbatas didapat dari sektor peternakan sehingga dengan penelitian ini diharapkan ketersedian data-data awal tersebut dapat terpenuhi. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal, pelaksanan survei, penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ...........................................................................................
i
ABSTRACT ..............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vi
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xi
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang............................................................................................ Rumusan Masalah....................................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................................ Kegunaan Penelitian ...................................................................................
1 2 3 3
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
7
Sektor Peternakan dalam Pembangunan ..................................................... Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Peternakan (RPPK) ........................ Tabel Input-Output ..................................................................................... Pengertian Tabel Input-Output ................................................................... Struktur Tabel Input-Output ....................................................................... Analisis Input-Output ................................................................................. Analisis Keterkaitan .................................................................................... Analisis Dampak Penyebaran .....................................................................
7 8 10 10 13 17 17 17
METODE PENELITIAN .........................................................................
19
Waktu Penelitian ........................................................................................ Data dan Instrumentasi ................................................................................ Metode Analisis .......................................................................................... Analisis Keterkaitan ................................................................................... Analisis Dampak Penyebaran .................................................................... Analisis Penetapan Sektor Prioritas ........................................................... Analisis Dampak Investasi ......................................................................... Definisi Istilah ............................................................................................
19 19 19 20 22 23 24 24
GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN EKONOMI PETERNAKAN DI INDONESIA .........................................................
27
Periode Penjajahan ......................................................................................
27
Periode Awal Kemerdekaan ....................................................................... Periode Pelita I-IV ..................................................................................... Periode Pelita V-VI...................................................................................... Periode Pasca Pelita (2000-2005) ...............................................................
28 29 32 34
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................
35
Peranan Sektor Peternakan terhadap Struktur Perekonomian Indonesia..... Struktur Permintaan dan Penawaran ................................................. Struktur Konsumsi Rumah Tangga ................................................... Struktur Investasi .............................................................................. Struktur Ekspor dan Impor ............................................................... Struktur Nilai Tambah Bruto ............................................................ Struktur Output Sektoral ................................................................... Analisis Keterkaitan ................................................................................... Keterkaitan ke Depan ........................................................................ Keterkaitan ke Belakang ................................................................... Analisis Penetapan Sektor Prioritas ........................................................... Koefisien Penyebaran ....................................................................... Kepekaan Penyebaran ....................................................................... Penetapan Sektor Prioritas ................................................................ Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK .................................. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia............................................................................................. Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Output.............. Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Tambah............ Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Pendapatan ............... Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ...............................................................................................
35 35 36 38 40 42 46 47 47 50 52 53 54 54 56
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
64
UCAPAN TERIMAKASIH .....................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
67
LAMPIRAN ...............................................................................................
69
58 58 60 61 62
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Ilustrasi Tabel Input-Output.............................................................
14
2. Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Kunci ......................
23
3. Populasi dan Pertumbuhan Ternak di Indonesia Tahun 19701975 .................................................................................................
29
4. Produksi dan Pertumbuhan Komoditi Peternakan Tahun 19702005 .................................................................................................
30
5. Konsumsi Perkapita Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 ........
30
6. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Rp Milyar)........................................
31
7. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 19712000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (%/tahun) ................
31
8. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) ..................
35
9. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)............................................................................................
37
10. Struktur Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) ......................................................................
39
11. Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) ..........................................
40
12. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) ..........................................
45
13. Peringkat Output Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) .........................................
46
14. Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2005 (Persen) ...........................
48
15. Keterkaitan Ke Depan Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ......................................................................................
49
16. Keterkaitan Ke Belakang Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung Sektor peternakan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ......................................................................................
51
17. Indeks Pengembangan Peringkat Prioritas Sektor Kunci SektorSektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ..................................
55
18. Perkiraan Proporsi Kebutuhan Investasi Tiga Komoditas Peternakan Unggulan Tahun 2005-2010 (Triliun Rupiah) ..............
58
19. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Pembentukan Output di Indonesia (Triliun Rupiah).........
59
20. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Pembentukan Nilai Tambah di Indonesia (Triliun Rupiah).............................................................................................
60
21. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Pembentukan Pendapatan di Indonesia (Triliun Rupiah) .
61
22. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (Orang) ...............
63
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Agregasi 17 Sektor Tabel Input-Ouput Indonesia Tahun 2005.......
70
2. Klasifikasi 20 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005...
72
3. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 Klasifikasi 20 Sektor...
73
4. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 20 Sektor ...............................
75
5. Matrik Kebalikan Leontief Terbuka Klasifikasi 20 Sektor .............
77
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia yang dikaruniai Tuhan dengan kekayaan alam yang berlimpah berupa alam yang subur dan kaya akan daratan seluas 2 juta km2 dan laut seluas 5,8 juta km2 yang terbentang sepanjang 8.000 km di khatulistiwa. Indonesia berpotensi menjadi produsen bahan pangan di dunia karena memiliki kondisi alam yang subur dan agroklimat yang baik. Sebagai negara agraris, maka pertanian harus menjadi prioritas utama dalam perekonomian nasional. Hal ini sesuai dengan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005. Program ini dilatarbelakangi oleh fakta empiris, bahwa sektor pertanian masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini cenderung mengalami degradasi sehingga timbul kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting pertanian dalam perekonomian nasional. Melalui program RPPK sektor pertanian beserta sub-subsektornya harus menjadi prioritas utama untuk dikembangkan terutama yang memiliki potensi. Sektor peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Sektor peternakan di Indonesia mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Ditinjau dari kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung ekosistem yang sangat besar, Indonesia sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan produk dan jasa peternakan secara meluas seperti bahan pangan dan pakan, farmasi, bioenergi, kosmetika, agrowisata, estetika, dan sebagainya. Pengembangan potensi sektor peternakan di Indonesia salah satunya dengan cara mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha peternakan. Faktor kunci untuk dapat mengakselerasi sektor peternakan adalah peningkatan dan perluasan kapasitas produksi yang bisa diwujudkan melalui investasi. Pada intinya, investasi adalah modal yang digunakan untuk meningkatkan atau memfasilitasi peningkatan kapasitas produksi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu suatu penelitian yang mendalam mengenai besarnya peranan dan dampak investasi sektor peternakan
dalam perekonomian Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi untuk pengembangan sektor peternakan di Indonesia. Rumusan Masalah Mengingat sektor peternakan merupakan salah satu sektor ekonomi yang berpotensi dan memiliki prospek yang baik, maka pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam program RPPK menjadikan sektor peternakan sebagai salah satu sektor ekonomi yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Sektor ini juga diharapkan dapat memajukan sektor peternakan itu sendiri maupun sektor-sektor lainnya dan pada akhirnya dapat berperan lebih besar lagi dalam perekonomian nasional. Perencanaan pembangunan sektor peternakan memerlukan analisis data-data awal. Ketersediaan data-data awal tersebut sangatlah terbatas sehingga dalam penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data-data awal mengenai peranan sektor peternakan diantara sektor-sektor lainnya dalam perekonomian nasional. Beberapa masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa besar peranan sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah dan output sektoral? 2. Berapa besar keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor peternakan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia? 3. Dimanakah posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor? 4. Berapa besar dampak investasi karena program RPPK yang ditimbulkan oleh sektor peternakan terhadap pembentukan output, nilai tambah, pendapatan, dan kesempatan kerja dalam perekonomian Indonesia? Tujuan 1. Menganalisis besarnya peranan sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah dan output sektoral. 2. Menganalisis besarnya keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor peternakan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia.
3. Menganalisis posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor. 4. Menganalisis besarnya dampak investasi karena program RPPK yang ditimbulkan oleh sektor peternakan terhadap pembentukan output, nilai tambah, pendapatan, dan kesempatan kerja dalam perekonomian Indonesia. Kegunaan Penelitian 1. Diharapkan bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia. 2. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam merencanakan arah pembangunan sektor peternakan di Indonesia. 3. Sebagai acuan atau rujukan untuk penelitian selanjutnya.
KERANGKA PEMIKIRAN Perekonomian nasional Indonesia yang didasarkan pada pendekatan sektoral, terdiri dari bermacam-macam sektor. Struktur perekonomian Indonesia pada tabel Input-Output diklasifikasikan menjadi 175 sektor, 66 sektor, dan yang terkecil sembilan sektor. Dalam penelitian ini untuk mengetahui peranan sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia, dapat dianalisis dengan menggunakan tabel InputOutput tahun 2005 klasifikasi 66 sektor, yang kemudian diagregasi menjadi 20 sektor dengan mempertimbangkan sektor yang sejenis dan sektor yang akan diteliti lebih lanjut, khususnya bagi sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor peternakan. Sektor-sektor yang terdapat dalam tabel Input-Ouput Indonesia tahun 2005 klasifikasi 20 sektor secara umum terdiri dari sektor pertanian lainnya (sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan), sektor–sektor lainnya (seperti: sektor industri dan jasa), dan sektor peternakan yang menjadi fokus penelitian (Lampiran 1). Berdasarkan kegiatan budidaya peternakan, maka sektor peternakan dalam tabel Input-Output tahun 2005 klasifikasi 20 sektor dibagi atas lima sektor, yaitu: 1) sektor ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar yang diperjelas menjadi sektor ternak potong, 2) sektor susu segar yang diperjelas menjadi sektor ternak perah, 3) sektor unggas dan hasil-hasilnya yang diperjelas menjadi sektor ternak unggas, 4) sektor pemotongan hewan, dan 5) sektor hasil pemeliharaan hewan lainnya yang diperjelas menjadi sektor ternak lainnya. Hasil dari analisis dengan menggunakan tabel Input-Output, akan didapatkan seberapa besar peranan sektor peternakan dalam struktur perekonomian Indonesia dan pengaruhnya terhadap sektor-sektor lain melalui analisis keterkaitan dan analisis dampak penyebaran. Melalui analisis dampak penyebaran, dapat diketahui juga posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor. Peranan sektor peternakan dalam perekonomian nasional perlu ditingkatkan melalui investasi, salah satunya investasi dalam program RPPK. Investasi sektor peternakan dalam program RPPK dengan menggunakan analisis Input-Output. Analisis ini dapat melihat seberapa besar dampak pada peningkatan produktivitas yang berimplikasi pada peningkatan produksi output, nilai tambah, pendapatan, dan
kesempatan kerja pada sektor peternakan itu sendiri maupun kepada sektor-sektor perekonomian lainnya. Berdasarkan hasil yang didapat dari analisis Input-Output tersebut, maka dapat diketahui peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Perekonomian Nasional
Sektor Pertanian Lainnya
Ternak Potong
Ternak Perah
Sektor-Sektor Lainnya
Sektor Peternakan
Ternak Lainnya
Pemotongan Hewan
Ternak Unggas
Analisis Input-Output (Tabel Input-Output Tahun 2005, Klasifikasi 66 Sektor dengan Agregasi 20 Sektor) - Output, nilai tambah, pendapatan, tenaga kerja - Analisis keterkaitan - Analisis dampak penyebaran (analisis penetapan sektor Prioritas)
Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK
Peranan dan Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Penilitian Keterangan: = metode analisis = fokus penelitian = ruang lingkup analisis Input-Output
TINJAUAN PUSTAKA Sektor Peternakan dalam Pembangunan Ternak adalah hewan yang dipelihara manusia dengan sengaja untuk mendapatkan hasil dari tubuhnya (Nasoetion, 2004). Peternakan adalah subsektor pertanian
yang
kegiatannya
meliputi
kegiatan
pemeliharaan/pembibitan,
pengembangbiakan, dan pemungutan hasil tenak (Badan Pusat Statistik, 2003). Agribisnis berbasis peternakan (sektor peternakan) mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sektor lainnya. Menurut Saragih (2001) keunggulannya adalah 1) kegiatan peternakan, khususnya subsistem budidaya, relatif bersifat tidak bergantung pada ketersediaan lahan dan tidak terlalu menuntut kualitas tenaga kerja yang tinggi, 2) kegiatan budidaya peternakan memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes. Kelenturan bisnis yang luas yang dimaksud adalah bahwa ternak yang dipelihara dapat dijual pada umur berapa saja dan pasarnya telah tersedia, 3) produk yang dihasilkan oleh agribisnis berbasis peternakan merupakan produk yang memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, artinya konsumsi akan meningkat bila pendapatan meningkat, 4) sifat permintaan produk peternakan yang memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi dan kegiatan peternakan yang dilihat sebagai suatu sistem agribisnis, akan mampu menciptakan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan peningkatan pendapatan, mulai pada agribisnis hulu, budidaya, agribisnis hilir dan peningkatan jasa terkait seperti transportasi, perbankan, dan lain-lain, dan 5) memiliki pangsa pasar yang luas di kawasan nasional (seperti DKI Jakarta) bahkan di kawasan Internasional (seperti: ASEAN, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika, dan kawasan lainnya). Menurut Saragih (2001) salah satu subsektor pertanian (peternakan) yang paling berprestasi dalam pembangunan nasional adalah sektor peternakan unggas dan hampir tidak ada subsektor pertanian lainnya yang hampir menyamai prestasinya. Hal ini terjadi pada awal tahun 1960-an, sektor peternakan unggas skala usahanya masih bersifat budidaya skala keluarga (backyard poultry farming), tetapi hanya dalam tempo kurang dari 25 tahun mampu melakukan pendalaman struktur ke industri yang lebih hulu maupun ke industri hilirnya. Menurut hasil penelitian Ikhsan (2005) yang mengadakan penelitian mengenai peranan sektor peternakan unggas dan
dampak flu burung terhadap perekonomian di Indonesia pada tahun 2000, menjelaskan bahwa peran sektor peternakan unggas jika dilihat dari struktur permintaan output dan permintaan akhir masih rendah. Hal ini terjadi karena sektor peternakan unggas hanya berkontribusi sebesar 1,32 persen dari keselurahan sektorsektor perekonomian di Indonesia, tetapi jika dilihat dari nilai multiplier, sektor peternakan unggas memiliki peranan yang cukup baik dalam peningkatan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Peranan sektor pertanian (termasuk di dalamnya sektor peternakan) dalam pembangunan ekonomi menurut Mardianto (2001) adalah: 1) penyedia kebutuhan pangan masyarakat atau penduduk suatu negara, 2) penghasil devisa yang cukup besar bagi sebagian besar negara berkembang, 3) sebagai pendorong tumbuhnya sektor industri melalui keterkaitan permintaan yang semakin meningkat, dan 4) memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan. Menurut Sudaryanto et al., (2002) sektor peternakan memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dalam bentuk kontribusi GDP (Gross Domestic Product), penyumbang kesempatan kerja, sumber pendapatan, perolehan devisa, dan sumber pangan hewani bagi penduduk. Saragih (2001) mengatakan sesuai dengan tujuan peternakan pada Pelita VI maka peranan sektor peternakan harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan, perbaikan mutu gizi masyarakat, dan mengembangkan ekspor. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas progowth, pro-employment, dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: 1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor, 2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan 3) revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). RPPK pada awalnya hanya akan digunakan istilah “revitalisasi pertanian” dengan pemahaman akan “pertanian dalam arti luas” yang juga mencakup perikanan dan kehutanan. Namun guna mengakomodasi kondisi aktual pengelolaan
pembangunan yang kenyataannya memang menggunakan pendekatan sektoral, dimana sektor perikanan dan sektor kehutanan berbeda dengan sektor pertanian maka digunakan istilah Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Dengan menggunakan istilah tersebut maka RPPK mencakup pertanian dalam arti luas, termasuk peternakan, perkebunan, hortikultura, dan tanaman pangan. Perikanan, termasuk perikanan tangkap dan budidaya. Kehutanan, termasuk kayu dan non kayu. RPPK juga mencakup semua kegiatan hulu-hilir: lahan, air, bibit, pembiayaan, alat dan mesin budidaya, industri, distribusi, eceran, dan sebagainya; serta semua pelaku, seperti petani, peternak, nelayan, pekebun, petambak, pembudi-daya ikan, petani hutan, pengusaha dan perusahaan agribisnis, BUMN, koperasi, perbankan, universitas, asosiasi dan sebagainya (Krisnamurthi, 2006). RPPK merupakan pernyataan politik pemerintah yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat yang dilatarbelakangi oleh fakta empiris bahwa sektor pertanian masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini cenderung mengalami degradasi sehingga perlu direvitalisasi secara sungguh-sungguh sehingga muncul kesadaran mengenai pentingnya pertanian bagi kehidupan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Kesadaran bahwa Indonesia justru akan menjadi negara besar jika mampu mendayagunakan pertaniannya (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). RPPK dapat diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting pertanian, perikanan dan kehutanan secara proposional dan kontekstual. RPPK juga diartikan untuk menyegarkan kembali “vitalitas’’ pertanian, perikanan, dan kehutanan, memberdayakan kemampuannya, dan meningkatkan kinerjanya dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Kedua arti ”revitalisasi” tersebut bersifat saling mempengaruhi, saling tergantung, dan harus dapat dikembangkan secara seimbang. Dalam rangka menempatkan kembali arti penting pertanian, perikanan, dan kehutanan secara proposional dan kontekstual, maka ditawarkan tiga aspek revitalisasi yaitu:
1. Revitalisasi Ideologis dan Politis RPPK harus dimulai dengan kesadaran ideologis bahwa demi kemanusiaan, keadilan, dan kerakyatan, serta kedaulatan maka pertanian, perikanan, dan kehutanan harus dipentingkan. Hal ini sekaligus juga menegaskan bahwa pertanian, perikanan, dan kehutanan memang bukan hanya komoditi atau produk yang harus tunduk pada mekanisme pasar. Oleh karenanya, sesuatu yang obyektif dan logis apabila pertanian, perikanan, dan kehutanan memiliki posisi politik yang kuat. 2. Revitalisasi Output dan Outcome Dalam agribisnis terminologi produk yang dipergunakan telah bergeser menjadi lebih berorientasi pada pandangan konsumen. Pengkategorian output pertanian, perikanan, dan kehutanan telah berubah menjadi: 1) pangan dan pakan, 2) biofarmaka, 3) bioenergi, 4) serat, dan 5) wisata dan estetika. 3. Revitalisasi Ekonomi Pandangan pertanian, perikanan dan kehutanan dalam perekonomian yang ditempatkan dalam posisi “melayani” industri harus dirubah kepada posisi semula yaitu hubungan pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan industri bersifat saling terkait dan saling ketergantungan. Demikian juga dengan pandangan dalam perekonomian Indonesia, dimana kemajuan terjadi jika ada transformasi dari pertanian menuju industri dan jasa perlu dikoreksi agar tidak diartikan meninggalkan pertanian, tetapi justru membangun keterkaitan pertanian-industrijasa yang lebih sinergis. Ketiga bentuk revitalisasi tersebut telah memberikan argumentasi yang sangat tegas mengenai peran pertanian, perikanan, dan kehutanan yang penting, strategis, dan terhormat (Krisnamurthi, 2006). Tabel Input-Output Pengertian Tabel Input-Output Input-Output adalah suatu model yang dapat digunakan untuk melihat hubungan antar sektor dengan sektor lain, dalam perekonomian model Input-Output ini pertama kali ditemukan oleh Francois Quesnay pendiri mahzab Physiochart pada
abad 18 dalam teori distribusinya yang disebut Tableu Economique (Budiharsono, 2001). Model ini pertama kali dikembangkan oleh Wasilly Leontief pada tahun 1930-an, idenya sangat sederhana namun mampu menjadi salah satu alat analisis yang ampuh dalam melihat hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian (Nazzara, 2005). Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief adalah: 1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli, 2) output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir, 3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, rumah tangga (dalam bentuk jasa tenaga kerja), dan pemerintah (misalnya pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha, serta impor), 4) hubungan input dengan output bersyarat linier, 5) dalam satu kurun waktu analisis (biasanya satu tahun) total input sama dengan total output, dan 6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi. Model Input-Output memiliki beberapa kegunaan, diantaranya: 1) dapat mengestimasi ketergantungan struktural antara berbagai sektor yang menyusun perekonomian suatu wilayah secara konsisten, 2) mampu meramalkan dampak langsung ataupun tidak langsung dari kegiatan ekonomi yang direncanakan, dan 3) mampu secara konsisten meramalkan kecenderungan pertumbuhan perekonomian sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3 sampai 5 tahun (Budiharsono, 2001). Pengertian tabel Input-Output adalah uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar berbagai sektor ekonomi dalam waktu
tertentu.
Isian
sepanjang
baris
Tabel
Input-Output
menunjukkan
pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Disamping itu, isian sepanjang kolom menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral dan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor (Badan Pusat Statistik, 2000). Tabel Input-Output Indonesia dibuat oleh BPS dan pertama kali diterbitkan tahun 1976 untuk tabel Input-Output 1971. Tabel Input-Output lainnya yang telah dihasilkan adalah tabel Input-Output untuk tahun 1975, 1980, 1985, 1990, 2000, 2003, dan 2005. Kerangka dasar yang digunakan pada setiap tabel Input-Output diusahakan untuk konsisten satu sama lain. Akibat perkembangan jenis dan mutu
data yang digunakan, maka penyusunan tabel Input-Output pun pada prakteknya mengalami berbagai pengembangan dan penyempurnaan, khususnya dalam hal klasifikasi, metode penyusunan, dan cara penyajian (Badan Pusat Statistik, 2005). Angka-angka dalam tabel Input-Output dapat digunakan untuk berbagai tujuan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan nasional. Sebagai suatu metode kuantitatif tabel Input-Output memberikan gambaran menyeluruh tentang: 1) struktur perekonomian negara atau wilayah tertentu yang mencakup output, input dan nilai tambah masing-masing sektor, 2) struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor produksi, 3) struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa impor atau yang berasal dari provinsi lain, dan 4) struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor (Pesoth, 2001). Beberapa tahun belakangan ini, model Input-Output telah dikembangkan untuk keperluasan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis input-output antara lain: 1) untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi, 2) untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan subsitusinya, 3) untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output, 4) untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi, dan 5) untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. Menurut Badan Pusat Statistik (2005), dalam menyusun tabel Input-Output sangat penting dilakukan asumsi-asumsi untuk menunjang transaksi yang ada dalam tabel Input-Output tersebut, asumsi-asumsi tersebut antara lain: 1. Keseragaman (Homogenitas) Setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal dan tidak ada subsitusi otomatis antar input.
2. Kesebandingan (Proportionality) Suatu prinsip atau asumsi dimana hubungan antar input atau output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor itu dan dalam keadaan constan return to scale. 3. Penjumlahan (Additivitas) Efek total dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan termasuk ekonomi eksternal dan disekonomi sepanjang efek tersebut strategis. Akibat adanya asumsi-asumsi tersebut maka model Input-Output memiliki bebrapa keterbatasan, agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam interpetasi hasil analisisnya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut meliputi: 1. Koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi juga dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas harga output. Hal ini menyebabkan harus dilakukan penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap hasil produksi. 2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel Input-Output dengan menggunakan metode survey. 3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisisnya. Struktur Tabel Input-Output Format dari Tabel Input-Output biasanya berupa matrik “n x n” yang dibagi menjadi empat bagian dan tiap bagian mendeskripsikan status hubungan tertentu (Nazzara, 2005). Hubungan antar sektor perekonomian dapat disajikan dalam sebuah tabel. Dalam tabel tersebut, sektor produksi (sektor asal) disajikan di sebelah kiri dan sektor tujuan disajikan di sebelah atas tabel. Input-input yang diperlukan oleh masing-masing sektor disajikan searah kolom, sedangkan searah baris menunjukkan output-output yang diproduksi oleh masing-masing sektor.
Tabel Input-Output menurut Nazzara (2005), dapat menunjukkan transaksi antar komponen dari suatu perekonomian, dimana sebagai ilustrasi terdapat dua sektor produksi dengan empat komponen permintaan akhir, yaitu konsumsi rumah tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor luar negeri (E); dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja (L) dan kapital dengan balas jasa sewa (N). Sektor-sektor produksi maupun pengguna jasa akhir juga dapat membeli barang dari luar negeri dalam bentuk impor (M). Secara lengkap tabel tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 1. Ilustrasi Tabel Input-Output Sektor Produksi
Permintaan Akhir
Total Output
1
2
C
I
G
E
(X)
Sektor
1
Z11
Z12
C1
I1
G1
E1
X1
Produksi
2
Z21
Z22
C2
I2
G2
E2
X2
Nilai
L
L1
L2
L
Tambah
N
N1
N2
N
Impor
M
M1
M2
M
Total Input
(X)
X1
X2
C
I
G
E
X
Sumber : Miller and Blair (1985)
Dalam konteks input antara, terjadi arus perpindahan barang antar sektor yaitu dari sektor i ke sektor j dan perpindahan intrasektor yaitu perpindahan yang terjadi di dalam sektor itu sendiri. Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadinya arus perpindahan barang dari sektor i ke sektor j, dimana i=j. Nilai uang arus barang dan jasa dari sektor i ke sektor j diberi notasi zij, total output sektor i dinotasikan dengan Xi, dan total permintaan akhir sektor i dinotasikan Yi. Dengan demikian persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: Xi = zi1 + zi2 +… + zin + Yi
(1)
Persamaan (1) menunjukkan distribusi output ke sektor i. Output sektor i tersebut didistribusikan ke sektor-sektor produksi yang lain, dan dialokasikan ke pemakai akhir. Pemakai akhir tersebut adalah pelaku-pelaku ekonomi di dalam perekonomian yang secara agregat bisa diklasifikasikan ke dalam rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan pihak luar negeri. Permintaan akhir rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga (Ci), permintaan akhir perusahaan adalah investasi (Ii), permintaan akhir pemerintah adalah pengeluaran pemerintah (Gi), dan
permintaan akhir luar negeri adalah ekspor (Ei). Pada persamaan (1) terlihat bahwa terdapat n sektor yang sama seperti persamaan untuk seluruh perekonomian, yaitu: X1 = z11 + z12 + z13 + … + z1n + Y1 X2 = z21 + z22 + z23 + … + z2n + Y2
(2)
Xn = zn1 + zn2 + zn3 + … + znn + Yn Kurung kurawal di depan persamaan (2) menunjukkan bahwa keseluruhan n persamaan tersebut merupakan suatu sistem persamaan. Selain dari sudut pandang distribusi output, sisi inputpun perlu diperhatikan. Berarti suatu sektor tidak dilihat menurut baris tetapi kolom. Dengan mengurutkan input antara yang digunakan oleh sektor 1, lazim dituliskan dalam suatu vektor kolom berikut: z11 z21 z31 zn1 Koefisien z11 mencerminkan jumlah input antara yang diperlukan oleh sektor 1 yang berasal dari sektor 1 itu sendiri. Begitu pula, z21 adalah jumlah input antara bagi sektor 1 yang berasal dari sektor 2. Dengan begitu, vektor kolom 1 menunjukkan struktur input antara sektor 1 tersebut. Input yang dibutuhkan dalam proses produksi sektor i tidak hanya input antara. Sektor produksi juga memerlukan input lain yang disebut input primer. Input primer adalah faktor produksi seperti faktor produksi tenaga kerja dengan balas jasa upah dan gaji (L) dan faktor produksi kapital dengan balas jasa sewa atau bunga modal (N). Balas jasa faktor-faktor produksi inilah yang disebut sebagai nilai tambah dari proses produksi. Faktor-faktor produksi yang ada di dalam perekonomian tersebut juga tidak semuanya terpakai di sektor-sektor produksi. Ada pula faktor-faktor produksi yang dipakai sebagai permintaan akhir dari rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri. Selain input antara yang dibeli dari sektor–sektor lain di dalam perekonomian, dan input primer yang berupa faktor-faktor produksi, proses produksi
sektor tertentu juga dapat membeli inputnya dari luar negeri (M), dalam bentuk impor. Sesuai dengan definisi tabel Input-Output, total input harus sama dengan total output dan berdasarkan sifatnya yang linier, maka dapat dituliskan sebagai berikut: X1 + X2 + L + N + M = X = X1 + X2 + C + I + G + E
(3)
persamaan (3) adalah identitas dari pendapatan nasional, yang ditunjukkan oleh persamaan sebelah kiri, dimana pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari balas jasa faktor-faktor produksi dalam perekonomian. Dalam perekonomian ini, hanya ada dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan kapital, yang balas jasanya adalah upah atau gaji (L) dan bunga modal (N). Persamaan (4) bagian kanan menunjukkan bahwa, pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi dalam perekonomian tersebut. Dua persamaan di atas yang menghasilkan nilai X yang sama, dapat dijabarkan sebagai berikut dengan menghilangkan X1 dan X2, sehingga menjadi: L + N + M = C + I + G + E atau L + N = C + I + G + (E- M)
(4)
Persamaan (4) pada analisis Input-Output memegang peranan penting yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Secara umum matrik dalam tabel Input-Output dapat dibagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV, dengan masing-masing penjelasan dan arti kuadran tersebut sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate Demand Quadrant) Kuadran I disebut juga sebagai kuadran permintaan antara, setiap sel pada kuadran ini merupakan transaksi barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai sifat saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadran I dalam analisis InputOutput memiliki peranan yang sangat penting, karena kuadran inilah yang menunjukkan
keterkaitan
antar
sektor
ekonomi
dalam
melakukan
proses
produksinya. 2. Kuadran II (Final Demand Quadrant) Menunjukkan penjualan barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output
suatu sektor yang digunakan langsung oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary Inputs Quadrant) Menunjukkan pembelian yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektorsektor dalam kuadran antara. Kuadran ini umumnya terdiri dari penyusutan, pajak tidak langsung, upah dan gaji, surplus usaha, dan nilai tambah lainnya. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Inputs – Final Demand Quadrant) Menunjukkan input primer yang diserap oleh permintaan akhir artinya adanya transaksi langsung antar kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Analisis Input-Output Analisis Keterkaitan Menurut Pesoth (2001), analisis keterkaitan sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan. Melalui analisis keterkaitan ini, pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang menyediakan bahan baku sebagai inputnya (keterkaitan ke belakang) dan juga pengaruhnya terhadap sektor lain yang menggunakan output yang dihasilkannya sebagai input mereka (keterkaitan ke depan). Keterkaitan ke belakang (backward linkage) terjadi jika peningkatan sektor tertentu akan mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya. Keterkaitan ini bersumber dari mekanisme penggunaan input produksi. Keterkaitan ke depan (forward linkage) menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian (Ikhsan, 2005). Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran berguna untuk mengetahui distribusi manfaat pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar output dan input (Badan Pusat Statistik, 2000). Analisis dampak penyebaran dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.
1. Koefisien Penyebaran Konsep ini berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. 2. Kepekaan Penyebaran Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini.
METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian mengenai peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Februari tahun 2008 meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan dalam bentuk skripsi. Data dan Instrumentasi Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 klasifikasi 66 sektor dari Badan Pusat Statistik dan data-data penunjang lainnya. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan software PyIO dan Microsoft Excel. Metode Analisis Metode yang digunakan untuk menganalisis peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia adalah dengan menganalisis tabel Input-Ouput. Dari tabel Input-Output dapat dianalisis seberapa besar peranan sektor peternakan dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah, dan output sektoral. Pengaruh sektor peternakan dengan sektor-sektor lain dapat dianalisis berdasarkan analisis keterkaitan dan dampak penyebaran. Hasil dari analisis dampak penyebaran juga dapat mengetahui sektor-sektor prioritas untuk dikembangkan. Dampak investasi sektor peternakan terhadap pembentukan nilai output, pendapatan, kesempatan kerja, dan nilai tambah dapat dianalisis berdasarkan matrik permintaan akhir, sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (1) dibawah ini: X1 = z11 + z12 + z13 + ... + z1n + Y1 X2 = z21 + z22 + z23 + ... + z2n + Y1 .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Xn = zn1 + zn2 + zn3 + ... + znn + Yn.............................................................................(1)
jika diketahui matriks koefisien input:
aij =
zij Xj
.....................................................................................................................(2)
dan jika persamaan (2) didistribusikan ke persamaan (1) maka didapat persamaan (3) sebagai berikut: a11 L a12 L a1i L a1n A = a21 L a22 L a2i L a2 n an1 L an 2 L ani L ann
X1 X2
=
Xn
Y1 Y2 Yn
dimana I merupakan matriks identitas berukuran n x n, sehingga dari notasi matriks tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: (I-A) X = Y.................................................................................................................(4) Jika terdapat perubahan dalam permintaan akhir, maka akan terjadi perubahan pola pendapatan nasional, menjadi: X = (I-A)-1 Y .............................................................................................................(5) dimana (I-A)-1 sering dikenal dengan nama matriks kebalikan Leontief (Leontief inverse matrix). keterangan: I = matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya. Y = jumlah output (I-A) = matriks Leontief (I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief Terbuka
Persamaan (5) menunjukkan bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I-A)-1 sebagai koefisien antaranya. Matriks kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi. Dengan memasukkan berbagai nilai Y, maka nilai X dapat ditentukan. Analisis Keterkaitan 1. Keterkaitan Langsung ke Depan (KD) Menunjukkan akibat suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
n
Kdi =
∑a j =1
ij
keterangan: Kdi = keterkaitan langsung ke depan sektor aij = unsur matriks koefisien teknis n
= jumlah sektor
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang (KB) Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: n
KBi =
∑a i =1
ij
keterangan: KBi = keterkaitan langsung ke belakang sektor i aij = unsur matriks koefisien teknis n
= jumlah sektor
3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (KDLT) Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut: n
KDLTi =
∑q j =1
ij
keterangan: KDLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i qij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n
= jumlah sektor
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (KBLT) Menunjukkan akibat suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Rumus untuk mencari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang adalah sebagai berikut :
n
KBLTi = ∑ qij i =1
keterangan: KBLTi= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i qij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka
qij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n
= jumlah sektor
Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang seperti yang diuraikan sebelumnya, belum memadai dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu setiap indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan ratarata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran, yang terbagi dua, yaitu: 1. Koefisisen Penyebaran/Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik (Bd) Koefisien penyebaran disebut juga indeks daya penyebaran ke belakang. Analisa ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam sistem perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut : n
n∑ qij Bdj =
j =1
n
n
∑∑ q i =1 j =1
ij
keterangan: Bdj = koefisien penyebaran sektor j qij = unsur matriks kebalikan Leontief n
= jumlah sektor
2. Kepekaan Penyebaran /Daya Penyebaran ke Depan/Daya mendorong (Fd) Kepekaan penyebaran disebut juga indeks daya penyebaran ke depan. Kepekaan penyebaran ini memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul oleh satu unit permintaan akhir terhadap semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah: n
n∑ qij Fdi =
j =1
n
n
∑∑ q i =1 j =1
ij
keterangan: Fdi = koefisien penyebaran sektor i qij = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor
Apabila nilai indeks Bd dari sektor i > 1, hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya yang juga tinggi (peka terhadap sektor lain). Apabila indeks Fd dari sektor j > 1, berarti pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya atau terhadap perekonomian secara keseluruhan juga tinggi. Analisis Penetapan Sektor Prioritas Penetapan sektor-sektor prioritas dalam perekonomian Indonesia dapat ditentukan berdasarkan pada tinggi rendahnya nilai kepekaan dan koefisien penyebarannya (analisis dampak penyebaran) yang didasarkan pada peringkat yang dimilikinya (BPS, 2000). Kriteria penentuan sektor kunci dapat menggunakan Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Kunci Koefisien Penyebaran Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000
Kepekaan Penyebaran Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Prioritas I II III IV
Analisis Dampak Investasi Rumus yang digunakan untuk menghitung dampak investasi sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia (BPS, 2000) sebagai berikut: 1. Dampak terhadap pembentukan output (Xfid) Xfid = (I-A)-1 (Fid) 2. Dampak terhadap kesempatan kerja (Lik) Lik = e (I-A)-1 (Fid) 3. Dampak terhadap pembentukan nilai tambah bruto (Vfid) Vfid = V (I-A)-1 (Fid) 4. Dampak terhadap pendapatan (I) I=
∑ Px ∑Vx
1
V fid
1
keterangan: (I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka E
= matriks koefisien tenaga kerja sektor i pada matriks koefisien teknis
V
= matriks koefisien nilai tambah sektor i pada matriks koifisien teknis
Fid
= nilai investasi sektor peternakan
Pxi
= nilai Upah dan Gaji Sektor i pada Matriks Transaksi Domestik
Vxi
= nilai Tambah Bruto Sektor i pada Matriks Transaksi Domestik
Penelitian ini akan dilakukan penambahan alokasi investasi pada komponen pembentukan modal tetap bruto yang merupakan komponen dari struktur investasi dalam tabel Input-Output. Dampak dari penambahan investasi tersebut akan memberikan gambaran mengenai dampak investasi sektor peternakan, terutama terhadap pembentukan nilai output, pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan nilai tambah bruto. Nilai investasi menggunakan data nilai investasi dari Balitbang Pertanian, yang dibutuhkan untuk mengembangkan tiga komoditi peternakan unggulan dalam program RPPK tahun 2005. Komoditi tersebut atara lain: 1) komoditi unggas sebesar Rp 24,5 triliun, 2) komoditi kambing-domba sebesar Rp 2,8 triliun, dan 3) komoditi sapi sebesar Rp 24 triliun. Daftar Istilah 1. Output: output dalam pengertian Tabel Input-Output adalah output domestik, yaitu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di
wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Dalam hal ini pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan perorangan dari dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing. Bagi unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka output merupakan nilai peneriamaan dari jasa yang diberikan ke pihak lain. 2. Transaksi antara: transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup dalam transaksi antara hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Isian sepanjang baris pada transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut juga sebagai input antara. 3. Permintaan akhir dan impor: permintaan atas barang dan jasa untuk keprluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. 4. Pengeluaran konsumsi rumah tangga: pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup yang dilakukan di dalam dan luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakuakn sebagai ekspor. 5. Pengeluaran konsumsi pemerintah: pengeluaran pemerintah yang mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan
administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. 6. Pembentukan modal tetap: pembentukan modal yang meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar daerah. 7. Perubahan stok: selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok barang mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok perdagangan, yang tersiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. 8. Ekspor dan impor barang dan jasa: transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara/daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari asuransi dan berbagai jasa lainnya. 9. Input primer: balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. 10. Upah dan gaji: semua balas jasa dalam benti uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. 11. Surplus usaha: balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama sengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. 12.Penyusutan: penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai pengganti terhadap penurunan nilai barang modal yang digunakan dalam proses produksi. 13. Pajak tak langsung netto: selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya.
14. Subsidi: bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi pada dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen. Poleh karena itu subsidi disebut juga sebgai pajak tak langsung negatif.
GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN SEKTOR PETERNAKAN DI INDONESIA Peternakan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia dari zaman dahulu hingga zaman sekarang. Hal tersebut diungkapkan secara tertulis pada tahun 1842 oleh Schelegal dan Ruller (dikutip oleh J. Merkens) bahwa ternak (kerbau) selamanya merupakan sektor terpenting bagi penduduk pribumi di pulau-pulau bagian barat Indonesia, dimana beras merupakan makanan pokok mereka dan ternak merupakan indikator kekayaan “Rojokoyo” bagi petani. Pengembangan peternakan dalam perekonomian Indonesia terbagi ke dalam lima periode. Periode-periode tersebut adalah sebagai berikut: Periode Penjajahan Periode Penjajahan Belanda Berdasarkan catatan sejarah pengembangan peternakan ketika masa penjajahan Belanda (tahun 1599-1942) karena beberapa sebab diantaranya: 1. Adanya tuntutan perekonomian negara. Pemerintah Hindia-Belanda dalam mencukupi kebutuhan warga Belanda baik yang ada di Indonesia maupun di Belanda, banyak membangun pabrik-pabrik untuk mengolah hasil pertanian. Salah satu pabrik yang banyak berdiri adalah pabrik-pabrik gula. Pabrik gula banyak memerlukan ternak yang digunakan sebagai tenaga kerja untuk mesin pemeras tebu. 2. Kebutuhan konsumsi akan produk peternakan yang meningkat. Masuknya warga asing ke Indonesia (penjajah) menyebabkan masuk pula budaya asing ke Indonesia seperti budaya konsumsi. Budaya konsumsi warga asing
yang
menyadari
pentingnya
mengkonsumsi
produk
peternakan
menyebabkan tingkat konsumsi akan produk peternakan meningkat dan menyebabkan peternakan di Indonesia harus dikembangkan dengan baik. 3. Sebagai alat transportasi dan komunikasi. Luasnya jajahan belanda di Indonesia membuat pemerintah Hindia-Belanda membutuhkan alat transportasi dan komunikasi. Alat transportasi dan komunikasi yang paling banyak dikembangkan adalah ternak kuda, selain untuk alat transportasi dan komunikasi kuda juga digunakan sebagai alat militer.
Meningkatnya permintaan akan produk-produk peternakan saat itu tidak bisa dicukupi oleh peternakan di Indonesia sehingga pemerintah Hindia-Belanda melakukan kebijakan impor yang berakibat munculnya wabah penyakit peternakan baru di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini maka pada tahun 1841 dibentuk semacam Dinas Kehewanan di daerah-daerah dan pada tahun 1905 dibentuk Jawatan Kesehatan Pusat. Hal ini mempermudah belanda melakukan survey kemiskinan di Jawa dan Madura, dimana hasilnya dilakukan untuk mengimpor ternak kembali dengan tindakan pencegahan masuknya penyakit seperti dulu melalui penerbitan Ordonansi yang mengatur campur tangan pemerintah pada urusan peternakan dan kesehatan hewan (Ordonansi No.432, 1912). Pada tahun 1935 di Bogor didirikan Sekolah Dokter Hewan yang pertama. Periode Penjajahan Jepang Pengembangan dan pembinaan peternakan pada masa penjajahan Jepang hampir tidak pernah dilakukan bahkan terjadi pemotongan hewan ternak yang berlebihan untuk keperluan konsumsi untuk menghadapi perang dunia ke II, akibatnya terjadi penurunan populasi berbagai jenis ternak sampai dengan 25 persen dan sistem peraturan yang telah dibuat oleh Belanda tidak berlaku lagi bahkan menurut catatan sejarah tidak ada peraturan bidang peternakan dan kesehatan hewan yang pernah dikeluarkan pada masa tersebut. Periode Awal Kemerdekaan Pada masa kemerdekaan tepatnya pada pra Pelita (1947-1969) terdapat dua konsep pembangunan peternakan, yaitu: Rencana Kasimo (2 November 1947) dan Pembangunan Semesta Berencana (1961-1969) yang intinya pembangunan peternakan diarahkan kepada tercukupinya kebutuhan masyarakat akan bahan makanan dan program menggalakan minum susu di kalangan masyarakat di berbagai daerah dengan slogan “4 sehat 5 sempurna”. Rencana Kasimo memprioritaskan peningkatan bahan pangan rakyat, termasuk komoditi peternakan dengan proyeksi adanya kenaikan populasi sapi sebesar 4 persen, kerbau 2 persen, kambing 5 persen dan babi 10 persen. Pada rencana kasimo juga dibangun taman ternak di berbagai daerah dalam rangka
program RKI (Rencana Kemakmuran Indonesia) sebagai sumber pembibitan ternak di Indonesia. Rencana
Pembangunan
Nasional
Semesta
Berencana
(RPNSB)
memprioritaskan pada penyediaan bahan pangan termasuk juga pada penyediaan protein nabati dan protein hewani (peternakan ayam). Rencana Kasimo dan Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (RPNSB) berjalan gagal karena kondisi perekonomian pada saat itu tidak memungkinkan. Pada tahun 1967 lahir UU No.6 tentang Pokok-Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan pada tahun yang sama pula dilakukan Survei Inventarisasi Hewan (SIN) Nasional. Periode Pelita I-IV (1969-1988) Perkembangan sektor peternakan pada Pelita I-IV (1969-1988) cukup menggembirakan, terlihat dari data-data mengenai pengembangan populasi, produksi dan konsumsi berbagai komoditi peternakan dan proyek-proyek pemerintah mulai intensif berjalan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Tabel 3. Populasi dan Pertumbuhan Ternak di Indonesia Tahun 1970-2005 Babi Sapi perah Sapi potong Tahun (ekor) (ekor) (ekor) 1970 3.169.000 59.000 6.137.000 1975 2.707.000 90.000 6.242.000 1980 3.155.000 103.000 6.440.000 1985 5.700.375 175.638 9.318.000 1990 7.135.643 293.878 10.410.000 1995 7.720.156 341.334 11.534.000 1997 8.232.839 334.371 11.939.000 1998 7.797.558 321.992 11.634.000 2000 5.356.834 354.253 11.008.000 2001 5.866.837 368.490 11.138.000 2005* 6.801.000 361.000 10.569.000 Pertumbuhan (%/tahun) 1970-1975 -3,1 8,81 0,34 1975-1980 3,11 2,74 0,63 1980-1985 12,56 11,26 7,67 1985-1990 4,59 10,84 2,24 1990-1997 2,06 1,86 1,98 1997-2001 -8,12 2,46 -1,72 Rata-rata pertumbuhan 2,12 5,35 -16,98 Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah t.a.d = tidak ada data
Ayam Ras Petelur (ekor) 706.000 3.903.000 22.940.000 31.874.064 37.228.434 59.393.587 70.622.271 38.861.311 69.366.006 66.927.833 84.790.000
Ayam ras pedaging (ekor) t.a.d. t.a.d. t.a.d. 13.017.600 34.463.215 593.368.316 641.373.816 354.003.503 530.874.055 t.a.d. 811.189.000
40,77 42,51 6,8 3,15 9,58 -1,33
t.a.d. t.a.d. t.a.d. 21,5 51,84 -6,11
15,37
16,47
Tabel 4. Produksi dan Pertumbuhan Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 Tahun
Telur (ton) 58.600 112.200 262.600 369.900 484.000 736.060 765.033 529.827 783.317 793.796 1.051.532
Susu (ton) 29.270 51.110 78.380 191.930 345.600 433.442 423.665 375.382 495.647 505.023 535.962
1970 1975 1980 1985 1990 1995 1997 1998 2000 2001 2005 Pertumbuhan (%/tahun) 1970-1975 13,87 11,79 1975-1980 18,54 8,93 1980-1985 7,09 19,62 1985-1990 5,52 12,48 1990-1997 8,75 4,63 1997-2001 0,78 -0,46 Rata-Rata Pertumbuhan 8,83 8,35 Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah t.a.d = tidak ada data
Daging sapi (ton) t.a.d. t.a.d. t.a.d. 227.400 259.220 311.970 353.652 342.598 339.941 338.636 358.704
Daging babi (ton) t.a.d. t.a.d. t.a.d. 132.700 123.810 177.820 146.781 134.794 162.398 174.422 173.669
Daging ayam (ton) t.a.d. t.a.d. t.a.d. 114.460 261.360 551.745 515.298 285.010 515.003 516.286 955.756
t.a.d. t.a.d. t.a.d. 2,65 3,77 2,54 2,60
t.a.d. t.a.d. t.a.d. -1,38 7,51 -3,76 0,57
t.a.d. t.a.d. t.a.d. 17,96 16,12 -1,36 12,34
Tabel 5. Konsumsi Perkapita Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 Tahun
Telur (kg/Kap/tahun) 0,50 0,70 1,40 1,80 2,10 3,00 3,00 2,00 3,10
Daging Sapi (kg/Kap/tahun) 1,70 1,90 1,70 1,70 1,70 1,90 2,10 1,90 2,00
1970 1975 1980 1985 1990 1995 1997 1998 2000 Pertumbuhan (%/tahun) 1970-1975 6,96 2,25 1975-1980 14,87 -2,20 1980-1985 5,15 0,00 1985-1990 3,13 0,00 1990-1997 5,23 3,06 1997-2000 1,10 -1,61 RataRataPertumbuhan 6,14 0,21 Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah t.a.d = tidak ada data
Daging Ayam (kg/Kap/tahun) 0,50 0,70 1,20 1,90 2,80 4,40 4,40 3,00 3,90
Daging Babi (kg/Kap/tahun) 0,58 0,33 0,58 0,56 0,47 0,63 0,50 0,46 0,77
Susu (kg/Kap/tahun) t.a.d 4,10 4,20 4,30 4,40 4,40 4,50 4,50 4,50
6,96 11,38 9,63 8,06 6,67 -3,94
-10,47 11,85 -0,85 -3,59 1,08 9,72
t.a.d 0,35 0,35 0,35 0,25 0,24
6,94
1,00
0,30
Tabel 6. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Rp Milyar) No 1
Sektor Pertanian
1971 1981 30.534 41.067 (38,47) (21,58) Tanaman pangan 14.715 22.952 (18,54) (12,06) Perkebunan 3.381 4.869 (4,26) (2,56) Peternakan 2.566 3.524 (3,23) (1,85) Kehutanan 7.939 6.911 (10,00) (3,63) Perikanan 1.934 2.811 (2,44) (1,48) 2 Industri 16.972 43.218 (21,39) (22,70) 3 Jasa 31.856 106.058 (40,14) (55,72) Total 79.363 190.343 (100,00) (100,00) Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah ( ) = persentase
1991 54.839 (19,26) 30.145 (10,59) 8.131 (2,86) 5.442 (1,91) 6.307 (2,22) 4.815 (1,69) 86.393 (30,34) 143.498 (50,40) 284.731 (100,00)
1997 64.149 (15,00) 33.048 (7,73) 10.772 (2,52) 7.422 (1,74) 6.346 (1,48) 6.561 (1,53) 141.207 33,03 222.167 (51,97) 427.523 (100,00)
1999 64.985 (17,13) 34.012 (8,97) 10.702 (2,82) 6.837 (1,80) 6.288 (1,66) 7.146 (1,88) 127.164 (33,52) 187.204 (49,35) 379.353 (100,00)
2000 66.209 (16,64) 34.534 (8,68) 10.722 (2,69) 7.061 (1,77) 6.389 (1,61) 7.503 (1,89) 132.764 (33,36) 199.017 (50,01) 397.990 (100,00)
Tabel 7. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (%/tahun) No 1
2 3
Sektor Pertanian Tanaman pangan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Industri Jasa
1971-1981 3,01 4,55 3,71 3,23 -1,38 3,81 9,8 12,78
Rata-rata 9,14 Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah
1981-1991
1991-1997
1997-2000
2,93 2,76 5,26 4,44 -0,91 5,53 7,17 3,07
2,65 1,54 4,8 5,31 0,1 5,29 8,53 7,56
1,06 1,48 -0,15 -1,65 0,23 4,57 -2,03 -3,6
4,11
7,01
-2,36
Populasi, komoditi, dan tingkat konsumsi ternak selama periode 1970-1985 mengalami pertumbuhan cukup tajam. Berdasarkan Tabel 3, populasi dari yang paling cepat tumbuh adalah populasi ayam petelur yaitu rata-rata pertumbuhannya mencapai 30,03 persen/tahun, populasi sapi perah mencapai 7,6 persen/tahun, populasi babi mencapai 4,19 persen/tahun dan populasi sapi potong mencapai 2,88 persen/tahun. Berdasarkan Tabel 4, komoditi peternakan mengalami peningkatan yang cukup tajam pula, seperti produksi susu pada tahun 1970 mencapai 58.600 ton
tetapi hanya dalam kurun waktu 15 tahun meningkat menjadi 369.900 ton atau pertumbuhan pertahunnya mencapai 13,45 persen/tahun. Tingkat konsumsi perkapita komoditi peternakan (Tabel 5) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, pertumbuhan rata-rata pertahun yang tertinggi terdapat pada komoditi daging ayam yaitu meningkat 9,33 persen/tahun dan telur yaitu 8,93 persen/tahun. Meningkatnya populasi, produksi, konsumsi dan mulai berjalannya proyek pemerintah membuat PDB sektor peternakan (Tabel 6) meningkat dari tahun 1971 sebesar Rp 2.566 milyar menjadi Rp 3.524 milyar pada tahun 1981 atau pertumbuhannya meningkat sebesar 3,23 persen/tahun (Tabel 7). Periode Pelita V-VI (1989-1999) Pada
Pelita
V-VI
(1989-1999)
pendekatan
yang
dilakukan
untuk
mengembangkan sektor peternakan dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan teknis, terpadu, dan agribisnis. Disamping itu juga pengembangan sumberdaya ternak difokuskan kepada ternak potong Perusahaan Inti Rakyat (PIR), ternak perah, dan ternak unggas. Pengembangan sektor peternakan dengan lebih terencana pada periode 19901997 atau sebelum krisis ekonomi pada awalnya berdampak bagus. Hal itu terlihat dengan laju pertumbuhan populasi ternak yang cukup besar yaitu pada populasi babi 2.06 persen/tahun, sapi perah 1,86 persen/tahun, sapi potong 1,98 persen/tahun, ayam petelur 9,58 persen/tahun, dan yang paling luar biasa adalah ayam broiler karena pada tahun 1990 populasinya mencapai 34.463.215 tetapi hanya dalam kurun waktu tujuh meningkat menjadi 5.933.68.316 ekor atau pertumbuhan mencapai 51,84 persen/tahun (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 4, komoditi peternakan yang mengalami pertumbuhan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah daging ayam (16,12 persen/tahun), telur (8,75 persen/tahun), daging babi (7,51 persen/tahun), susu (4,63 persen/tahun), dan daging sapi (3,77 persen/tahun). Berdasarkan Tabel 5, laju konsumsi perkapita peternakan mengalami peningkatan pula. Laju konsumsi dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah daging ayam (6,67 persen/tahun), telur (5,23 persen/tahun), daging sapi (3,06 persen/tahun), daging babi (1,08), dan susu (0,25 persen/tahun). Strategi pengembangan sektor peternakan yang dibuat pemerintah berjalan sukses, indikatornya selain pada peningkatan populasi, komoditi dan tingkat
konsumsi ternak, juga pada PDB sektor peternakan meningkat dari Rp 5.442 miliyar pada tahun 1991 menjadi Rp 7.442 miliyar pada tahun 1997 (Tabel 6) atau petumbuhannya 5,31 persen/tahun (Tabel 7). Jika dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya walaupun jumlah PDBnya bukan yang terbesar, pertumbuhan sektor peternakan pertahunnya merupakan yang tertinggi dan ini merupakan yang pertamakalinya. Hal ini menunjukkan pada periode 1990-1997 sektor peternakan Indonesia mengalami masa-masa keemasan dan untuk mengulang prestasi ini perlu kerja keras dari berbagai pihak terutama insan peternakan. Selama periode 1997-2000 atau setelah krisis ekonomi di Asia Tengggara termasuk Indonesia, sektor perekonomian Indonesia mengalami kemunduran termasuk pula sektor peternakan. Sektor peternakan pada periode ini mengalami masa-masa suram karena terjadi penurunan populasi, komoditi, dan konsumsi ternak. Berdasarkan Tabel 3, hampir semua populasi ternak mengalami penurunan sangat tajam kecuali pada sapi perah, populasi yang menurun adalah populasi babi (13,35 persen/tahun), ayam broiler (6,11 persen/tahun), sapi potong (2,67 persen/tahun), dan ayam petelur (0,66 persen/tahun). Berdasarkan Tabel 4, jumlah komoditi peternakan mengalami penurunan pula, penurunan yang paling besar terjadi pada komoditi daging ayam yaitu pada tahun 1997 mencapai 515.003 ton dan pada tahun 1998 menjadi 285.010 ton atau menurun 44,66 persen dari jumlah komoditi daging ayam tahun 1997. Hal yang menggembirakan pada peternakan unggas karena hanya dalam waktu dua tahun (tahun 2000) jumlah komoditinya kembali meningkat tajam yaitu mencapai 515.003 ton. Laju konsumsi perkapita pada periode tahun 1997-2000 sebagaimana populasi dan jumlah komoditi mengalami penurunan pula, penurunan yang paling tajam terjadi pada laju konsumsi daging ayam yaitu sebesar 3,94 persen/tahun (Tabel 5). Seiring dengan penurunan tingkat populasi, komoditi, dan konsumsi ternak, maka PDB sektor peternakan (Tabel 6) mengalami penurunan pula, dari Rp 7.442 milyar pada tahun 1997 menjadi Rp 7.061 milyar pada tahun 2000 atau petumbuhannya mengalami penurunan sebesar 1,65 persen/tahun (Tabel 7). Jika dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya, laju pertumbuhan sektor peternakan merupakan yang terendah bahkan mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan pada periode 1997-2000 sektor peternakan Indonesia mengalami masamasa suram setelah mengalami masa-masa keemasan. Periode Pasca Pelita (2000-2005) Pada pasca Pelita (2000-2005) pengembangan peternakan dijabarkan dalam Rencana Strategis Ditjen Bina Produksi Peternakan 2000-2004. Dimana adanya reorientasi
pembangunan
peternakan
yang
dulunya
sentralistik
menjadi
desentralistik, intruktif menjadi partisipatif, pengembangan produksi menjadi pemberdayaan peternak, dan peternakan diarahkan kepada privatisasi pelayanan peternakan dan terdapat dua program utama, yaitu: 1) Program Pengembangan Agribisnis Peternakan (PPAP), yaitu penangan komoditi ternak komersial melalui pola Bantuan Pinjaman Langsung Tunai (BPLM) dan 2) Program Ketahanan Pangan (PKP), yaitu penanganan produksi peternakan melalui pengendalian penyakit menular, pengembangan pembibitan, penyediaan semen dan vaksin. Pada tahun 2005 dengan dilatabelakangi dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang merupakan salah satu dari Triple Track Strategy Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi nasional maka peternakan yang merupakan bagian dari pertanian mempunyai tugas yang cukup berat, yaitu harus tercukupinya kebutuhan protein hewani (daging) masyarakat Indonesia pada tahun 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPT) merekomendasikan 17 komoditi unggulan yang terdapat dalam sektor pertanian, tiga diantaranya terdapat dalam subsektor peternakan yaitu komoditi sapi, kambing-domba (kado), dan unggas agar mendapat prioritas dalam pembangunan. Sehingga diharapkan pada tahun 2010 Indonesia dapat melakukan swasembada daging guna memenuhi permintaan daging nasional.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Peternakan terhadap Struktur Perekonomian Indonesia Analisis terhadap Tabel Input-Output dapat menggambarkan struktur perekonomian Indonesia. Penjelasan mengenai gambaran struktur perekonomian tersebut meliputi beberapa aspek, yaitu: struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, serta output sektoral. Struktur Permintaan dan Penawaran Tabel 8. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No
Sektor
Permintaan
%
Antara 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
%
Akhir
Jumlah
%
Permintaan
138,71 70,27 15,02 0,84 0,04 15,49 23,06 22,27 25,25 189,85 10,51 134,42
6,18 3,13 0,67 0,04 0,00 0,69 1,03 0,99 1,13 8,46 0,47 5,99
97,29 16,44 4,11 0,96 0,42 23,71 23,85 4,83 47,51 197,40 16,71 331,17
2,83 0,48 0,12 0,03 0,01 0,69 0,69 0,14 1,38 5,73 0,49 9,62
236,00 86,71 19,13 1,80 0,46 39,19 46,91 27,10 72,76 387,25 27,22 465,59
4,15 1,52 0,34 0,03 0,01 0,69 0,82 0,48 1,28 6,81 0,48 8,19
25,56 711,03 61,34 49,46 215,52 38,03 170,41 327,29
1,14 31,68 2,73 2,20 9,60 1,69 7,59 14,58
2,32 857,22 27,55 528,98 292,33 185,05 228,02 558,01
0,07 24,89 0,80 15,36 8,49 5,37 6,62 16,20
27,88 1.568,26 88,89 578,44 507,85 223,08 398,43 885,30
0,49 27,57 1,56 10,17 8,93 3,92 7,00 15,56
Jumlah 2.244,38 100,00 3.443,89 100,00 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
5.688,27
100,00
13 14 15 16 17 18 19 20
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak Unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Permintaan
Berdasarkan hasil analisis Input-Output (Tabel 8) diketahui, total permintaan barang dan jasa Indonesia tahun 2005 sebesar Rp 5.688,27 triliun yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 2.244,38 triliun atau 39,46 persen dari total permintaan dan permintaan akhir sebesar Rp 3.443,89 triliun atau 60,54 persen dari total
permintaan. Dengan menggunakan asumsi keseimbangan antara permintaan dan penawaran maka total penawaran sama dengan nilai permintaannya yaitu sebesar Rp 5.688,27 triliun. Total permintaan sektor peternakan pada tahun 2005 jika dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya menempati peringkat kedua terbesar, yaitu sebesar Rp 107,50 triliun atau 20,28 persen dari total permintaan sektor pertanian. Sedangkan peringkat pertama ditempati oleh sektor tanaman pangan, yaitu sebesar Rp 236,00 triliun atau 44,52 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan menjadi salah satu sektor yang berpotensi untuk dikembangkan, terutama dalam rangka meningkatkan permintaan dan penawaran sektor pertanian di masa mendatang. Sektor peternakan yang memiliki jumlah permintaan antara dari yang tertinggi sampai terendah adalah ternak unggas (42,35%), pemotongan hewan (28,44%), ternak potong (27,59%), ternak perah (1,54%), dan ternak lainnya (0,08%) dari total permintaan sektor peternakan, sedangkan sektor peternakan yang memiliki jumlah permintaan akhir dari yang tertinggi sampai terendah adalah ternak unggas (44,97%), pemotongan hewan (44,69%), ternak potong (7,75%), ternak perah (1,82%), dan ternak lainnya (0,78%) dari total permintaan sektor peternakan. Jika dibandingkan antara jumlah permintaan antara dengan jumlah permintaan akhirnya maka hampir semua subsektor peternakan memiliki jumlah permintaan akhir yang lebih besar daripada jumlah permintaan antaranya. Hal ini menunjukkan bahwa output sektor peternakan relatif lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi, kecuali sektor ternak potong yang memiliki jumlah permintaan antara lebih besar daripada permintaan akhir, karena output sektor ternak potong lebih banyak digunakan untuk proses produksi di sektor lain daripada untuk konsumsi, terutama untuk proses produksi bagi sektor pemotongan hewan dan tanaman pangan. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga yang terdiri dari pengeluaraan untuk pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga mencakup pengeluaran yang dilakukan lembaga atau badan swasta yang tidak
mencari untung (nirlaba). Konsumsi rumah tangga Indonesia pada tahun 2005 (Tabel 9) mencapai Rp 1.602,94 triliun. Sektor yang paling banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah sektor jasa lainnya (seperti pada jasa lembaga keuangan dan jasa sosial kemasyarakatan) sebesar 17,89%, industri lainnya (seperti pada industri mesin dan industri alat pengangkutan) sebesar 17,65%, dan industri makanan, minuman dan tembakau (16,80 %). Tabel 9. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No
Sektor
Konsumsi
%
Rumah Tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak Unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Konsumsi
%
Pemerintah
97,57 5,25 3,98 0,96 0,43 23,65 25,76 2,33 44,81 0,01 14,77 269,30
6,09 0,33 0,25 0,06 0,03 1,48 1,61 0,15 2,80 0,00 0,92 16,80
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,24 282,86 27,55 0,00 194,33 160,68 161,72 286,72
0,01 17,65 1,72 0,00 12,12 10,02 10,09 17,89
0 0 0 0 0 0 0 220,87
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
220,87
100,00
Jumlah 1.602,94 100,00 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
Sektor-sektor perekonomian Indonesia yang memiliki jumlah konsumsi sangat rendah adalah sektor bangunan, pertambangan dan penggalian, dan industri pakan. Sektor bangunan jumlah konsumsi rumah tangganya bernilai nol, karena setiap pengeluaran rumah tangga terhadap pembelian rumah tempat tinggal (bangunan) tidak dihitung dalam struktur konsumsi rumah tangga tetapi dihitung dalam struktur pembentukan modal tetap. Sektor pertambangan dan penggalian dan
industri pakan jumlah konsumsi rumah tangganya sangat kecil, dikarenakan output kedua sektor ini lebih diperuntukkan bagi proses produksi di sektor lain, khususnya bagi sektor industri pakan outputnya banyak digunakan sebagai input untuk proses produksi di sektor peternakan. Konsumsi rumah tangga sektor peternakan pada tahun 2005 sebesar Rp 54,79 triliun yang terdistribusi kepada ternak unggas (47,02%), pemotongan hewan (43,18%), ternak potong (7,26%), ternak perah (1,76%), dan ternak lainnya (0,76%). Tingginya konsumsi rumah tangga terhadap sektor ternak unggas dibandingkan dengan keempat subsektor peternakan lainnya diakibatkan karena permintaan akan output dari sektor ini (telur dan daging unggas) lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan output dari keempat subsektor peternakan lainnya (susu segar, daging sapi, daging kambing, dan lain-lain). Struktur Investasi Investasi dalam tabel Input-Output adalah penjumlahan dari pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pembentukan modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan atau pembuatan barang baru, yang berasal dari dalam negeri dan impor, sedangkan perubahan stok adalah nilai stok barang pada akhir periode penghitungan dikurangi dengan nilai stok pada awal periode. Total investasi Indonesia pada tahun 2005 (Tabel 10) sebesar Rp 643,45 triliun yang terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 619,38 triliun dan perubahan stok sebesar Rp 24,07 triliun. Sektor peternakan memiliki nilai investasi yang negatif, yaitu sebesar Rp 2,04 triliun. Nilai investasi negatif pada sektor peternakan diakibatkan tambahan modal pada komponen pembentukan modal tetap sektor peternakan sebesar Rp 0,21 triliun tidak sebanding dengan pengurangan modal sebesar Rp 2,25 triliun pada komponen perubahan stoknya. Sektor peternakan yang memiliki nilai investasi yang negatif adalah ternak unggas (Rp 1,91 triliun), ternak potong (Rp 0,14 triliun), ternak lainnya (Rp 0,031 triliun), sedangkan sektor peternakan yang memiliki nilai investasi yang positif adalah pada pemotongan hewan (Rp 0,038 triliun),
Investasi pada subsektor
peternakan yang negatif disebabkan oleh dua faktor, antara lain: pertama karena tidak adanya pembentukan modal tetap pada sub-subsektor peternakan (kecuali sektor ternak potong) yang diperlukan untuk membeli alat-alat yang menunjang usaha
peternakan (seperti alat angkut, kandang, dan mesin-mesin) dan pembelian ternak produktif yang dipelihara khusus untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu, pengambilan bulu, pemakaian tenaga namun tidak termasuk ternak yang akan dipotong; kedua disebabkan karena terjadinya pengurangan stok yang cukup besar (kecuali sektor pemotongan hewan). Khusus pada sektor ternak unggas terjadi pengurangan stok jumlah ternak unggas yang sangat besar, salah satunya disebabkan oleh virus flu burung yang membunuh 1,1 juta unggas di Indonesia pada tahun 2005 (Gmikro, 2006). Tabel 10. Struktur Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sektor Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak Unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Perubahan
Pembentukan
Stok
Modal Tetap
(0,9573) (0,3040) (0,3529) 0 (0,0316) 0,0379 (1,9087) 0,2936 (1,0957) 4,8665 (0,5671) (7,2016) 1,9159 26,9041 0 0 1,8493 0 0,6183 0
Jumlah 24,0667 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah) ( ) =defisit/negatif
Investasi
0,0036 1,0608 0,2150 0 0 0 0 0 0 0,8137 0,0002 0 0 52,6217 0 528,9813 19,5477 0 6,3969 9,7375
(0,9537) 0,7568 (0,1379) 0 (0,0316) 0,0379 (1,9087) 0,2936 (1,0957) 5,6802 (0,5669) (7,2016) 1,9159 79,5258 0 528,9813 21,3970 0 7,0152 9,7375
619,3784
643,4451
Dilihat secara umum nilai investasi pada sektor peternakan dan sektor yang terkait secara langsung dengan sektor peternakan seperti sektor industri hasil ternak dan industri pakan adalah sangat kecil bahkan ada yang bernilai negatif. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan, karena akan menghambat perkembangan sektor peternakan di masa yang akan datang, sehingga pemerintah harus mengambil langkah proaktif
seperti mengalokasikan dana investasi dari sektor lain ataupun juga memperbaiki iklim investasi pada sektor peternakan. Struktur Ekspor dan Impor Ekspor dan impor adalah transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lainnya. Penduduk yang dimaksud mencakup perorangan, perusahaan, badan pemerintah (baik pusat maupun daerah) dan berbagai lembaga lainnya di suatu negara. Tabel 11. Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No
Sektor
Ekspor
%
Impor
%
Selisih X-M
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0,6729 10,4305 0,2701 0 0,0171 0,0147 0,0004 2,2042 3,7945 191,7075 2,5072 69,0729
0,07 1,07 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,23 0,39 19,63 0,26 7,07
4,5958 1,3744 0,0390 0,0042 0,0005 0,0051 1,9957 0,4473 1,0023 13,9170 1,1299 20,7875
0,81 0,24 0,01 0,00 0,00 0,00 0,35 0,08 0,18 2,45 0,20 3,67
(3,9229) 9,0561 0,2311 (0,0042) 0,0166 0,0096 (1,9953) 1,7569 2,7921 177,7905 1,3773 48,2854
0,1703 494,8391 0 0 76,6029 24,3627 59,2852 40,6863
0,02 50,67 0,00 0,00 7,84 2,49 6,07 4,17
1,5905 316,1019 7,2655 69,0069 19,8399 2,9938 44,2045 60,7012
0,28 55,75 1,28 12,17 3,50 0,53 7,80 10,71
(1,4202) 178,7372 (7,2655) (69,0069) 56,7630 21,3689 15,0807 (20,0148)
Jumlah 976,6384 100,00 567,0030 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah) ( ) =defisit/negatif
100,00
409,6354
13 14 15 16 17 18 19 20
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak Unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Berdasarkan Tabel 11, pada tahun 2005 total ekspor output Indonesia sebesar Rp 976,64 triliun dan total impor bahan bakunya sebesar Rp 567,00 triliun sehingga terjadi surplus transaksi perdagangan sebesar Rp 409,64 triliun. Sektor yang paling tinggi jumlah ekspor, impor dan selisih ekspor-impornya adalah sektor industri
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri lainnya seperti industri pengilangan minyak bumi dan industri hasil hutan sangat mendominasi dalam perdagangan Internasional Indonesia. Sektor peternakan yang mengalami surplus perdagangan dari yang terbesar sampai terkecil adalah ternak potong (Rp 0,23 triliun), ternak lainnya (Rp 0,016 triliun), dan pemotongan hewan (Rp 0,0096 triliun). Surplus perdagangan yang sangat besar pada ternak potong salah satunya disebabkan permintaan dari luar negeri seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Brunei akan output dari sektor ini terutama pada komoditi kambing dan domba sangat tinggi. Bahkan guna mencukupi pasar Idul Adha saja, setiap tahun Arab Saudi memerlukan 2,5 juta ekor kambing dan domba dari Indonesia. Sementara itu, Malaysia dan Brunei Darussalam memerlukan 200 ribu ekor kambing dan domba tetapi permintaan dari ketiga Negara tersebut belum bisa terpenuhi semuanya, sehingga kedepannya sektor ternak potong Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan volume ekspornya (Balitbang Pertanian, 2005). Hal tersebut menegaskan, jika ternak potong dikembangkan dengan serius, maka bukan tidak mungkin ternak potong akan menjadi sektor penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Sektor peternakan yang mengalami defisit perdagangan adalah ternak unggas (Rp 1,995 triliun) dan ternak perah (Rp 0,004 triliun). Sektor yang terkait erat dengan sektor peternakan (terutama sektor ternak unggas) yang mengalami defisit perdagangan cukup besar adalah sektor industri pakan (Rp 1,42 triliun). Sektor ternak unggas mengalami defisit perdagangan cukup besar, antara lain disebabkan ketergantungan terhadap parent stock dan mesin-mesin untuk pembibitan dari luar negeri. Sektor industri pakan mengalami defisit perdagangan disebabkan oleh tingginya ketergantungan sektor ini pada komoditas jagung sebesar 11,23 persen dari luar negeri (Poultry Indonesia, 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor ternak unggas sangat rentan sekali terhadap perubahan output atau input dari luar negeri terutama yang berhubungan langsung dengan bahan baku utama bagi proses produksi pada sektor ini. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengembangkan sektor industri pakan yang berbasis pada bahan baku lokal dan pengembangan riset dan teknologi di bidang pembibitan unggas.
Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto sering disebut juga sebagai input primer, balas jasa faktor produksi atau produk domestik bruto. Nilai tambah bruto adalah input atau biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Wujud dari nilai tambah bruto adalah upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung netto. Berdasarkan Tabel 12, pada tahun 2005 total nilai tambah bruto Indonesia Rp 2.876,89 triliun. Dari kelima komponen nilai tambah bruto, komponen yang memberikan kontribusi dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah komponen surplus usaha sebesar Rp 1.656,81 triliun, upah dan gaji sebesar Rp 882,18 triliun, penyusutan sebesar Rp 291,61 triliun, pajak tak langsung sebesar Rp 112,21 triliun, dan subsidi sebesar Rp 65,93 triliun Sektor peternakan yang memberikan kontribusi terhadap nilai tambah bruto Indonesia dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah ternak unggas (0,95%), pemotongan hewan (0,56%), ternak potong (0,52%), ternak perah (0,04%), dan ternak lainnya (0,01%). Kelima subsektor peternakan di atas mempunyai kontribusi terhadap nilai tambah bruto di bawah 1 persen. Hal ini mencerminkan bahwa kelima subsektor ini mempunyai peranan yang sangat rendah terhadap nilai tambah bruto Indonesia. Upah dan Gaji Upah dan gaji adalah balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produksi. Balas jasa tersebut mencakup semua jenis balas jasa, baik yang berupa uang maupun barang. Berdasarkan Tabel 12, total komponen upah dan gaji di Indonesia mencapai Rp 882,18 triliun atau sebesar 30,66 persen dari total nilai tambah bruto. Sektor yang paling berperan dalam pembentukan komponen upah dan gaji adalah sektor jasa lainnya (seperti pada jasa pemerintahan dan jasa sosial kemasyarakatan) sebesar Rp 246,85 triliun dan industri lainnya (seperti pada industri pengilangan minyak bumi) sebesar Rp 177,83 triliun. Jika nilai keduanya digabungkan, maka nilainya mencapai hampir 50 persen dari total nilai upah dan gaji di Indonesia. Hal ini mengindikasikan peranan kedua sektor ini masih cukup dominan dalam menyediakan kesempatan
kerja atau upah yang diterima pekerja pada kedua sektor ini lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain. Sektor peternakan yang paling berkontribusi terhadap komponen upah dan gaji adalah ternak unggas (Rp 11,87 triliun). Hal ini membuktikan bahwa sektor ternak unggas lebih mampu berperan dalam menyediakan kesempatan kerja atau upah yang diterima pekerja di sektor ternak unggas lebih tinggi dibandingkan dengan subsektor peternakan lainnya. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas kepemilikan modal. Berdasarkan Tabel 12, total surplus usaha dalam perekonomian Indonesia tahun 2005 sebesar Rp 1.656,81 triliun atau sebesar 57,59 persen dari total nilai tambah bruto. Sektor peternakan yang paling berkontribusi terhadap surplus usaha adalah ternak unggas (Rp 13,97 triliun). Hal ini membuktikan bahwa pada ternak unggas, balas jasa yang diterima penanam modal ternak unggas lebih besar dibandingkan dengan subsektor peternakan lainnya, sehingga ternak unggas lebih cepat berkembang karena lebih banyak pemodal dan tenaga kerja yang berusaha atau bekerja di sektor ini dibandingkan dengan subsektor peternakan lainnya. Rasio Upah Gaji (U) dengan Surplus Usaha (S) Rasio upah gaji dengan surplus usaha (U/S) adalah perbandingan antara rasio upah gaji dengan surplus usaha. Nilai rasio tersebut menunjukkan perbandingan antara besarnya upah dan gaji yang diterima tenaga kerja dengan pendapatan yang diterima pemilik modal. Nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha dikatakan baik, jika nilai rasionya mendekati keseimbangan (satu) yang berarti bahwa proporsi penerimaan upah dan gaji bagi pekerja dan surplus usaha bagi pemilik modal berimbang. Berdasarkan hasil analisis rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (Tabel 12) diperoleh bahwa rata-rata nilai rasio U/S sektor-sektor ekonomi di Indonesia adalah 0,53. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan yang cukup besar dalam hal keadilan distribusi pendapatan antara pemilik modal dengan tenaga kerja. Sektor yang memiliki rasio terbaik adalah sektor transportasi dan komunikasi (0,94),
sedangkan sektor yang memiliki rasio terburuk adalah sektor tanaman pangan (0,22). Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena sektor tanaman pangan merupakan sektor yang menyediakan kebutuhan primer utama bagi masyarakat Indonesia ternyata memiliki rasio terburuk sehingga apabila dibiarkan, tenaga kerja di sektor ini (petani) akan beralih ke sektor lain dan pada akhirnya Indonesia terancam krisis pangan. Sektor peternakan yang memiliki rasio U/S terbaik adalah ternak lainnya (0,90) dan ternak unggas (0,80), bahkan jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya kedua sektor ini masih termasuk kategori terbaik bersamaan dengan sektor transportasi dan komunikasi (0,94), jasa lainnya (1,11) dan industri hasil ternak (0,91). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima sektor ini memiliki distribusi pendapatan antara pekerja dan pemilik modal yang baik (berimbang).
Tabel 12. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sektor Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak Unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Upah &
Surplus
Gaji
Usaha
U/S
Penyusutan
Pajak Tak
Subsidi
Langsung
Pajak Tak Langsung Netto
Nilai Tambah Bruto Jumlah
%
32,91 19,42 3,65 0,38 0,11 4,63 11,89 4,77 11,62 43,67 3,61 39,35
152,34 37,39 10,51 0,75 0,12 10,99 13,99 15,69 45,50 243,52 3,98 81,23
0,22 0,52 0,35 0,51 0,90 0,42 0,85 0,30 0,26 0,18 0,91 0,48
2,00 2,47 0,42 0,07 0,07 0,06 0,92 1,14 1,64 16,86 0,37 10,40
2,54 0,99 0,25 0,02 0 0,50 0,53 0,95 0,72 13,13 0,19 32,93
-0,15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2,39 0,99 0,25 0,02 0,00 0,50 0,53 0,95 0,72 13,13 0,19 32,93
189,63 60,28 14,83 1,23 0,30 16,17 27,32 22,55 59,48 317,17 8,14 163,91
6,59 2,10 0,52 0,04 0,01 0,56 0,95 0,78 2,07 11,02 0,28 5,70
1,93 177,84 8,69 76,88 94,17 35,69 64,15 246,85
4,83 377,66 13,50 103,77 200,46 49,61 67,93 223,02
0,40 0,47 0,64 0,74 0,47 0,72 0,94 1,11
2,55 77,60 12,07 18,72 25,09 11,35 59,78 48,05
0,40 20,58 1,50 7,48 12,27 4,54 3,40 9,28
0 -55,94 -8,85 0 0 0 -0,85 -0,14
0,40 -35,36 -7,35 7,48 12,27 4,54 2,56 9,14
9,72 597,74 26,91 206,86 331,99 101,20 194,42 527,05
0,34 20,78 0,94 7,19 11,54 3,52 6,76 18,32
291,61
112,21
-65,93
46,29
2.876,89
100,00
Jumlah 882,18 1.656,81 0,53 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
4 5
Struktur Output Sektoral Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu periode waktu tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya. Output sektoral yang dimaksud dalam analisis Input-Output adalah output domestik. Output domestik merupakan hasil pengurangan antara total output dengan komponen impornya. Tabel 13. Peringkat Output Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) Urutan
No
Sektor
Output
%
Domestik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
14 20 16 12 17 19 10 18 1 9 6 7 15 11 2 8 3 4 13 5
Industri Lainnya Jasa Lainnya Bangunan Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Pertambangan dan Penggalian Restoran dan Hotel Tanaman pangan Perikanan Pemotongan Hewan Ternak Unggas Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Hasil Ternak Perkebunan Kehutanan Ternak Potong Ternak Perah Industri Pakan Ternak Lainnya
Jumlah Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
541,12 497,31 459,97 310,38 272,49 183,82 183,48 182,05 92,70 46,51 23,70 21,86 20,29 15,58 15,06 4,38 4,07 0,96 0,73 0,41
18,81 17,29 15,99 10,79 9,47 6,39 6,38 6,33 3,22 1,62 0,82 0,76 0,71 0,54 0,52 0,15 0,14 0,03 0,03 0,01
2.876,89
100,00
Berdasarkan Tabel 13, total output domestik Indonesia pada tahun 2005 sebesar Rp 2.876,89 triliun. Sektor yang paling berkontribusi terhadap output domesik adalah sektor industri lainnya, kemudian diikuti oleh sektor jasa lainnya dan sektor bangunan. Sektor peternakan menempati urutan sepuluh besar yaitu berkontribusi total sebesar 1,76 persen terhadap total output domestik. Sektor peternakan yang masuk
urutan yang cukup bagus adalah pemotongan hewan (urutan 11) dan ternak unggas (urutan 12), sedangkan sektor peternakan yang masuk urutan akhir adalah ternak potong (urutan 17), ternak perah (urutan 18) dan ternak lainnya (urutan 20). Apabila dilihat dari segi outputnya, maka sepuluh sektor terbesar dalam kontribusi terhadap output domestik bisa menjadi leading sectors di Indonesia, yang perlu mendapat perhatian dalam rangka pengembangan perekonomian baik nasional maupun daerah. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Keterkaitan ke depan dan keterkaitan kebelakang terdiri dari keterkaitan langsung yang didapat dari matrik koefisien teknis dan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang didapat dari matrik kebalikan Leontief terbuka, dimana dalam matrik kebalikan terbuka rumah tangga dianggap sebagai exogenous dari model. Semakin besar nilai keterkaitan dari suatu sektor maka semakin penting peranan sektor tersebut. Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke depan menunjukkan pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor lain yang menggunakan output yang dihasilkannya sebagai input mereka. Berdasarkan Tabel 14, sektor yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan yang terbesar adalah sektor industri pakan, kemudian diikuti oleh sektor kehutanan dan sektor perkebunan. Nilai keterkaitan langsung kedepan sektor industri pakan yaitu sebesar 91,66 persen, artinya perubahan atau kenaikan terhadap permintaan akhir sebesar 100 persen akan meningkatkan output di sektor-sektor lainnya sebesar 91,66 persen yang dialokasikan secara langsung ke sektor-sektor lainnya termasuk sektor industri pakan itu sendiri. Industri pakan memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan yang terbesar dibandingkan sektor-sektor lain dikarenakan outputnya banyak digunakan oleh sektor-sektor lain terutama oleh sektor peternakan seperti ternak potong, ternak perah dan ternak unggas. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri pakan merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama untuk peranannya terhadap sektor peternakan beserta subsektor-subsektornya.
Tabel 14. Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2005 (Persen) No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterkaitan Ke Depan Langsung & Langsung Tidak Langsung 58,77 248,43 81,04 134,61 78,52 140,75 46,56 102,86 9,50 100,06 39,51 117,96 49,15 128,38 82,17 106,77 34,70 114,44 49,03 166,97 38,62 112,23 28,87 204,30
Keterkaitan Ke Belakang Langsung & Langsung Tidak Langsung 24,45 125,75 10,18 145,78 9,51 139,05 0,95 153,70 0,20 150,81 79,78 188,09 49,20 168,74 2,00 123,59 16,16 127,34 11,38 120,77 57,03 216,78 139,41 192,43
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak Unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 13 Industri Pakan 91,66 191,84 10,51 14 Industri Lainnya 45,34 355,53 205,90 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 69,00 139,97 21,13 16 Bangunan 8,55 124,49 71,15 17 Perdagangan 42,44 233,07 34,16 18 Restoran dan Hotel 17,05 113,36 100,29 19 Transportasi dan Komunikasi 42,77 181,94 27,85 20 Jasa Lainnya 36,97 235,50 78,99 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
192,21 164,86 199,99 181,97 150,61 190,31 165,52 155,15
Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah ternak potong (78,52 %), ternak unggas (49,15 %), ternak perah (46,56 %), pemotongan hewan (39,51 %) dan ternak lainnya (9,50 %). Nilai keterkaitan langsung ke depan sektor ternak potong yang lebih besar dibandingkan dengan keempat sektor peternakan lainnya menunjukkan bahwa peran dari sektor ternak potong tersebut dalam menyediakan output yang dihasilkannya untuk digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain dalam proses produksi maupun digunakan untuk permintaan akhir lebih besar dibandingkan keempat sektor peternakan lainnya. Analisis keterkaitan langsung ke depan sektor peternakan terhadap masingmasing sektor pada Tabel 15, memperlihatkan bahwa sektor peternakan memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan pemotongan hewan, industri hasil ternak, restoran dan hotel beserta tanaman pangan. Khusus untuk ternak potong mempunyai keterkaitan ke depan langsung yang tinggi terhadap sektor tanaman
pangan karena output sektor ternak potong banyak digunakan untuk input bagi sektor tanaman pangan untuk keperluan pupuk hewani juga untuk membajak sawah (tenaga kerja). Tabel 15. Keterkaitan Ke Depan Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Persen)
1
Ternak Potong
1 2 3
Keterkaitan Ke Depan Langsung Sektor Nilai Pemotongan Hewan 65,82 Tanaman pangan 11,40 Perkebunan 0,68
2
Ternak Perah
1 2 3
Industri Hasil Ternak Restoran dan Hotel Jasa Lainnya
3
Ternak Lainnya
1 2 3
Restoran dan Hotel Industri Lainnya Transportasi dan Komunikasi
4
Pemotongan Hewan
1 2 3
Restoran dan Hotel Industri Hasil Ternak Jasa Lainnya
5
Ternak Unggas
1 2 3
No
Sektor
Peringkat
Keterkaitan Ke Depan Langsung & Tidak langsung Sektor Nilai Ternak Potong 100,08 Pemotongan Hewan 32,25 Industri Hasil Ternak 4,11
37,05 4,84 3,40
Ternak Perah Industri Hasil Ternak Restoran dan Hotel
100,04 2,70 0,05
4,42 3,25 1,48
Ternak Lainnya Restoran dan Hotel Industri Hasil Ternak
100,04 0,01 0,00
28,18 7,17 3,24
Pemotongan Hewan Industri Hasil Ternak Restoran dan Hotel
100,26 11,45 5,05
Restoran dan Hotel 31,00 Ternak Unggas Pemotongan Hewan 12,85 Pemotongan Hewan Jasa Lainnya 2,22 Restoran dan Hotel Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
100,07 15,47 7,41
Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan semua sektor perekonomian di Indonesia pada Tabel 14 memiliki nilai lebih dari satu, Hal ini disebabkan disamping keterkaitan pada tahap pertama (keterkaitan langsung), pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ini sudah diperhitungkan keterkaitan pada tahap kedua dan seterusnya yang disebabkan oleh keterkaitan pada tahap pertama tadi, Berdasarkan Tabel 14, sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar adalah sektor industri lainnya (355,53 persen), sektor pertanian (248,43 persen) dan sektor jasa lainnya (235,50 persen), Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan atau peningkatan permintaan akhir sebesar 100 persen pada sektor tersebut, secara langsung dan tidak langsung output
disektor tersebut akan meningkat sebesar nilai perentase keterkaitannya yang dialokasikan secara langsung dan tidak langsung ke sektor-sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri, Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah ternak potong yaitu (140,75%), ternak unggas (128,38%), pemotongan hewan (117,96%), ternak perah (102,86%) dan terkecil adalah tenak lainnya (100,06%), Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa jauh sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lain melalui penyediaan output yang digunakan sebagai bahan baku untuk meningkatkan produksi sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya, Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan subsektor-subsektor peternakan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya pada Tabel 15, memperlihatkan bahwa sektor peternakan selain mampu mendorong pertumbuhan sektornya sendiri juga mampu mendorong pertumbuhan kepada sektor hotel dan restoran dan industri hasil ternak, Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ke belakang menunjukkan pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor lain yang menyediakan bahan baku sebagai input sektor tersebut, Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa sektor yang mempunyai nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri lainnya (205,90%), kemudian diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau (139,41%), dan sektor restoran dan hotel (100,29%), artinya perubahan atau kenaikan terhadap permintaan akhir sebesar 100 persen pada ketiga sektor tersebut maka ketiga sektor tersebut akan meningkatkan penggunaan input dari sektor-sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya, Nilai keterkaitan langsung ke belakang ke tiga sektor tersebut yang relatif besar menunjukkan ketiga sektor ini merupakan sektor penghubung untuk menjembatani atau untuk merangsang pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya terutama untuk sektor restoran dan hotel yang apabila berkembang dengan baik maka sektor peternakan yang menjadi penyuplai bahan bakunya juga akan ikut berkembang,
Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang yang cukup besar adalah pemotongan hewan (79,78%) dan ternak unggas (49,20%), sedangkan sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang yang kecil adalah ternak lainnya (0,20%), ternak perah (0,95%) dan ternak potong (9,51%), Nilai keterkaitan langsung ke belakang pemotongan hewan yang lebih besar dibandingkan dengan keempat sektor peternakan lainnya menunjukkan bahwa sektor pemotongan
hewan
mempunyai
peranan
yang
tinggi
dalam
merangsang
pertumbuhan output sektor peternakan, terutama dari sektor ternak potong dan ternak unggas, Tabel 16, Keterkaitan Ke Belakang Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Persen)
1
Ternak Potong
1 2 3
Keterkaitan Ke Belakang Langsung Sektor Nilai Industri Pakan 8,92 Tanaman pangan 0,17 Perdagangan 0,12
2
Ternak Perah
1 2 3
Industri Pakan Tanaman pangan Ternak Perah
0,79 0,04 0,04
Ternak Perah Industri Pakan Tanaman pangan
100,04 13,13 9,36
3
Ternak Lainnya
1 2 3
Industri Pakan Tanaman pangan Ternak Lainnya
0,10 0,04 0,04
Ternak Lainnya Tanaman pangan Industri Pakan
100,04 24,34 7,11
4
Pemotongan Hewan
1 2 3
Ternak Potong Ternak unggas Perdagangan
Pemotongan Hewan Ternak Potong Ternak unggas
100,26 32,25 15,47
5
Ternak Unggas
1 2 3
No
Sektor
Peringkat
32,25 15,47 11,26
Keterkaitan Ke Belakang Langsung & Tidak langsung Sektor Nilai Ternak Potong 100,08 Industri Pakan 13,88 Tanaman pangan 6,44
Industri Pakan 48,25 Ternak Unggas Perdagangan 0,53 Industri Pakan Transportasi dan 0,18 Perdagangan Komunikasi Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
100,07 30,55 9,71
Analisis keterkaitan langsung ke belakang sektor peternakan terhadap masing-masing sektor pada Tabel 16, memperlihatkan bahwa ternak potong, ternak perah, ternak lainnya dan ternak unggas masing-masing memiliki nilai keterkaitan ke belakang secara langsung terbesar terhadap sektor industri pakan dan tanaman pangan, Hal ini disebabkan karena dalam suatu usaha peternakan komponen pakan baik pakan alami (dari tanaman pangan) maupun pakan olahan (dari industri pakan)
merupakan biaya input terbesar yang harus dikeluarkan sehingga keempat sektor tersebut masih sangat tergantung kepada industri pakan dan pertanian, Pemotongan hewan memilki nilai keterkaitan ke belakang secara langsung terbesar terhadap ternak potong dan ternak unggas (sektor yang menghasilkan daging ), Berdasarkan Tabel 14, sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar adalah industri hasil ternak (216,78%), listrik, gas dan air bersih (199,99%), industri makanan, minuman dan tembakau (192,43%) dan industri pakan (192,21%), Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan atau peningkatan permintaan akhir sebesar 100 persen pada sektor tersebut, maka sektor tersebut membutuhkan input untuk proses produksi dari sektorsektor perekonomian lainnya termasuk dari sektor itu sendiri, Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah pemotongan hewan (188,09%), ternak unggas (168,74%), ternak perah (153,70%), ternak lainnya (150,81%) dan terkecil adalah sektor tenak potong sebesar 139,05 persen, Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa jauh sektor tersebut mampu mendorong atau berpengaruh dalam merangsang pertumbuhan sektor-sektor hulunya, Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang subsektor-subsektor peternakan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya pada Tabel 15, memperlihatkan bahwa sektor peternakan selain mampu mendorong pertumbuhan sektornya sendiri juga mampu mendorong pertumbuhan terbesar kepada industri pakan, tanaman pangan, dan perdagangan, Analisis Penetapan Sektor Prioritas Untuk menetapkan sektor prioritas, maka bisa dilihat dari nilai dampak penyebarannya, Melalui dampak penyebaran maka bisa diketahui distribusi manfaat suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan sektor hulu atau hilir baik melalui mekanisme transaksi pasar output dan pasar input, Dampak penyebaran dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran,
Tabel 17, Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2005 No
Sektor
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tanaman pangan 0,77 Perkebunan 0,90 Ternak Potong 0,85 Ternak Perah 0,94 Ternak Lainnya 0,93 Pemotongan Hewan 1,16 Ternak unggas 1,04 Kehutanan 0,76 Perikanan 0,78 Pertambangan dan Penggalian 0,74 Industri Hasil Ternak 1,33 Industri Makanan, Minuman 1,18 dan Tembakau 13 Industri Pakan 1,18 14 Industri Lainnya 1,01 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,23 16 Bangunan 1,12 17 Perdagangan 0,93 18 Restoran dan Hotel 1,17 19 Transportasi dan Komunikasi 1,02 20 Jasa Lainnya 0,95 Rata-rata 1,00 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
1,53 0,83 0,87 0,63 0,62 0,73 0,79 0,66 0,70 1,03 0,69 1,26 1,18 2,19 0,86 0,77 1,43 0,70 1,12 1,45 1,00
Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran menunjukkan distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input, Koefisien penyebaran sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya, Koefisien penyebaran diperoleh dari nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang yang dibobot dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor dengan rumah tangga sebagai eksogenus dalam model, Koefisien penyebaran ini disebut juga dengan daya penyebaran ke belakang, Berdasarkan Tabel 17, sektor industri hasil ternak memiliki nilai koefisien penyebaran terbesar sebesar 1,33, Nilai koefisien yang lebih besar dari satu untuk sektor industri hasil ternak menunjukkan tinginya daya kepekaan sektor tersebut dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Hal ini karena sektor industri hasil ternak mampu menarik output dari sektor hulunya terutama dari sektor peternakan yang menyediakan bahan baku utama untuk proses produksi pada sektor industri hasil
ternak dan jika terjadi kelangkaan input dari sektor peternakan maka sektor yang pertama peka adalah sektor industri hasil ternak, Sektor peternakan yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu adalah pemotongan hewan (1,16) dan ternak unggas (1,04), sementara untuk ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya nilai kepekaan penyebarannya kurang dari satu, Hal ini menunjukkan bahwa ternak unggas dan pemotongan hewan lebih mampu medorong pertumbuhan output sektor hulunya dibandingkan dengan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya, Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran menunjukkan tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, Kepekaan penyebaran sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini, Kepekaan penyebaran disebut juga sebagai indeks daya penyebaran ke depan yang diperoleh dari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung dari semua sektor, Berdasarkan Tabel 17, sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar adalah sektor industri lainnya (seperti industri pengilangan minyak bumi) yaitu sebesar 2,19, Nilai koefisien yang lebih besar dari satu untuk sektor industri lainnya menunjukkan kemampuan sektor industri lainnya untuk mendorong pertumbuhan di sektor hilirnya seperti untuk sektor transportasi dan komunikasi dan sektor listrik, gas dan air bersih , Semua subsektor peternakan memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu, Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan kurang memiliki kemampuan yang kuat untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lainnya yang menggunakan input dari sektor peternakan, Penetapan Sektor Prioritas Analisis penetapan sektor peternakan prioritas dalam perekonomian Indonesia didasarkan tinggi rendahnya nilai kepekaan dan koefisien penyebarannya (analisis dampak penyebaran) dan lebih menitikberatkan kemampuan suatu sektor untuk menarik ataupun mendorong pertumbuhan output sektor hulu maupun hilirnya,
Tabel 18, Indeks Pengembangan Peringkat Prioritas Sektor Kunci Sektor Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sektor Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran Tanaman pangan Rendah Tinggi Perkebunan Rendah Rendah Ternak Potong Rendah Rendah Ternak Perah Rendah Rendah Ternak Lainnya Rendah Rendah Pemotongan Hewan Tinggi Rendah Ternak unggas Tinggi Rendah Kehutanan Rendah Rendah Perikanan Rendah Rendah Pertambangan dan Penggalian Rendah Tinggi Industri Hasil Ternak Tinggi Rendah Industri Makanan, Minuman Tinggi Tinggi dan Tembakau 13 Industri Pakan Tinggi Tinggi 14 Industri Lainnya Tinggi Tinggi 15 Listrik, Gas dan Air Bersih Tinggi Rendah 16 Bangunan Tinggi Rendah 17 Perdagangan Rendah Tinggi 18 Restoran dan Hotel Tinggi Rendah 19 Transportasi dan Komunikasi Tinggi Tinggi 20 Jasa Lainnya Rendah Tinggi Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
Prioritas III IV IV IV IV II II IV IV III II I I I II II III II I III
Berdasarkan Tabel 18, maka dapat diperoleh gambaran indeks prioritas untuk setiap jenis sektor perekonomian di Indonesia, Sektor yang termasuk kategori prioritas pertama yaitu sektor industri makanan minuman dan tembakau, sektor industri pakan, sektor industri lainnya dan sektor transportasi dan komunikasi, Prioritas peringkat kedua adalah sektor pemotongan hewan, sektor ternak unggas, sektor industri hasil ternak, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor restoran dan hotel, Sektor yang berada pada prioritas ketiga adalah sektor tanaman pangan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan dan sektor jasa lainnya, Sektor yang berada pada prioritas keempat adalah sektor perkebunan, sektor ternak potong, sektor ternak lainnya, setor perikanan dan sektor kehutanan, Berdasarkan analisis penetapan sektor prioritas diatas maka untuk mengembangkan sektor peternakan agar pertumbuhan produksinya optimal maka sektor yang pertama dikembangkan adalah sektor industri pakan (hulunya), kemudian dilanjutkan dengan pengembangan pada industri hasil ternak, pemotongan
hewan dan ternak unggas dan terakhir baru dikembangkan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya, Investasi Sektor Peternakan dalam Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat mengamanatkan bangsa ini perlu membangun ketahahanan pangan yang mantap dengan memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk komoditas yang mempunyai keunggulan strategis, Berdasarkan hasil identifikasi dari Balitbang pertanian dengan menggunakan metode “pohon industri”, menunjukkan bahwa terdapat 17 komoditas unggulan yang sangat staregis dan cerah untuk dikembangkan di Indonesia, Komoditas unggulan tersebut meliputi: tanaman pangan (padi/beras, jagung, kedelai), hortikultura (pisang, jeruk, bawang merah, anggrek), tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, tebu/gula, kakao, tanaman obat, kelapa, dan cengkeh), dan peternakan (unggas, kambing/domba, dan sapi). Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat tiga komoditas peternakan yang termasuk unggulan dalam membangun ketahanan pangan terutama untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan komoditi daging, Komoditas tersebut antara lain: 1. Komoditas Unggas Komoditas unggas (lebih dari 90% adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki
komoditas pertama untuk konsumsi daging di Indonesia yakni
sebesar 56 persen, Meskipun demikian, sampai dengan akhir tahun 2004, konsumsi daging ayam ras dan telur di Indonesia juga masih rendah dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN lainnya, Kenyataan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, urbanisasi, perubahan gaya hidup, serta peningkatan kesadaran akan gizi seimbang dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memicu terjadinya lonjakan permintaan produk daging ayam dan telur setiap tahun, 2. Komoditas Sapi Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis, Untuk memenuhi kebutuhan daging di
Indonesia saat ini berasal dari: 1) unggas (broiler, petelur jantan, ayam kampung dan itik), 2) sapi (sapi potong, sapi perah dan kerbau), 3) babi, serta 4) kambing dan domba (kado), Dari keempat jenis daging tersebut, hanya konsumsi daging sapi (<2 kg/kapita/tahun) yang masih belum dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri, karena laju peningkatan permintaan tidak dapat diimbangi oleh pertambahan populasi, 3. Komoditas Kambing dan Domba (Kado) Kambing dan domba mempunyai peran yang sangat strategis bagi kehidupan masyarakat pedesaan dan berkembang di hampir seluruh wilayah Indonesia, Kado mampu berkembang dan bertahan di semua zona agro-ekologi dan hampir tidak terpisahkan dari sistem usahatani, Pemasaran produk kado sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan warung sate kambing, dan hanya sebagian kecil dipasarkan untuk keperluan konsumsi rumah tangga, Namun hasil ikutannya berupa kulit sangat penting bagi industri kulit skala besar maupun rumah tangga, Fungsi dan peran terpenting lainnya dari ternak ini adalah untuk kepentingan dalam sistem usahatani, serta sosial budaya seperti: qurban dan akikah, seni ketangkasan domba, dan penghasil susu, Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga komoditi tersebut sangatlah strategis dan prospektif untuk menarik investor baik investor swasta pemerintah, ataupun publik, Balitbang Pertanian (2005), memperkirakan dana investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan ketiga komoditas tersebut selama lima tahun ke depan agar bisa menjadi penggerak pertumbuhan sektor pertanian dan pedesaan adalah sebesar Rp 51,30 trilun, Perincian dari dana investasi tersebut, terdapat dalam tabel berikut ini: Tabel 19, Perkiraan Proporsi Kebutuhan Investasi Tiga Komoditas Peternakan Unggulan Tahun 2005-2010 Perkiraan Kebutuhan Investasi (Rp Triliun) Peternakan Publik Pemerintah Swasta Total Unggas 8,00 2,45 14,05 24,50 Sapi 13,50 2,50 8,00 24,00 Kambing dan Domba 1,75 0,65 0,40 2,80 Total 23,250 5,600 22,45 51,30 Sumber: Balitbang Pertanian (2005)
Berdasarkan data dari BKPM, perkembangan realisasi investasi sektor peternakan dari awal Januari 2005- akhir Agustus 2007 baru terealisasi sebesar Rp 1,27 triliun dengan rincian dari PMDN sebesar Rp 0,37 triliun dan dari PMA sebesar 90,1 juta USD atau Rp 0,90 triliun dengan asumsi 1 USD=Rp 10,000,00, Jadi untuk mencapai taget dari Balitbang Pertanian terhadap kebutuhan investasi sektor peternakan masih sangat jauh, karena baru mencapai 2,48 persen dari investasi yang diharapkan, Untuk meningkatkan investasi sesuai yang diharapkan maka pemerintah harus berusaha keras agar bisa tercapai karena tinggal 3 tahun lagi, Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Perekonomian Indonesia Berdasarkan data investasi sektor peternakan dalam program RPPK dari Balitbang pertanian, maka dalam penelitian ini untuk menganalisis dampak investasi sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia karena program RPPK terutama terhadap penambahan nilai output, nilai tambah, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dengan menggunakan analisis Input-Output terdapat investasi pada komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp 13,4 triliun di sektor ternak potong, Rp 13,4 triliun di sektor ternak perah, dan Rp 24,5 triliun di sektor ternak unggas (cateris paribus), Dampak dari investasi di sektor peternakan ini dapat dilihat secara langsung (sektor yang diinvestasi) maupun dampak tidak langsung bagi sektor-sektor perekonomian lainnya, Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Output Berdasarkan Tabel 20, dapat diketahui bahwa investasi sektor peternakan dalam program RPPK sebesar Rp 51,3 triliun, akan menambah output diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 80,57 triliun, Dari jumlah tersebut, dampak langsungnya sebesar Rp 51,41 triliun atau 63,80 persen (yang terdiri dari sektor ternak unggas sebesar Rp 24,55 triliun, ternak potong sebesar Rp 13,45 triliun, dan ternak perah sebesar Rp 13,41 triliun) dan sebesar Rp 29,16 triliun atau 36,20 persen merupakan dampak tidak langsungnya,
Tabel 20, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Pembentukan Output, di Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No
Sektor
Penambahan Output
Output 2005
Output 2010
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
236,00 86,71 19,13 1,80 0,46 39,19 46,91 27,10 72,76 387,25 27,22 465,59
2,83 0,48 0,12 0,03 0,01 0,69 0,69 0,14 1,38 5,73 0,49 9,62
4,38 0,39 13,45 13,41 *67 0,01 24,55 0,03 0,12 0,36 0,02 2,23
5,44 0,48 16,69 16,64 0,00 0,02 30,48 0,04 0,15 0,45 0,02 2,77
240,38 87,10 32,58 15,21 0,46 39,21 71,47 27,13 72,88 387,61 27,23 467,83
4,17 1,51 0,56 0,26 0,01 0,68 1,24 0,47 1,26 6,72 0,47 8,11
27,88 1568,26 88,89 578,44 507,85 223,08 398,43 885,30
0,07 24,89 0,80 15,36 8,49 5,37 6,62 16,20
11,11 2,12 0,43 0,24 4,20 0,13 1,77 1,62
13,78 2,63 0,54 0,30 5,21 0,16 2,20 2,01
38,99 1570,37 89,33 578,68 512,05 223,21 400,20 886,92
0,68 27,22 1,55 10,03 8,88 3,87 6,94 15,37
Jumlah 5,688,27 100,00 80,57 100,00 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah) *= dalam juta rupiah
5,768,85
100,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
%
Output sektor peternakan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 158,92 triliun atau meningkat 47,83 persen dari total output tahun 2005 sehingga kontribusinya terhadap total output Indonesia meningkat dari 3,06 persen pada tahun 2005 menjadi 4,49 persen pada tahun 2010, Sektor di luar sektor peternakan yang paling terdorong adalah sektor industri pakan (meningkat Rp 11,10 triliun) dan tanaman pangan (meningkat Rp 4,38 triliun), disamping itu sektor peternakan juga mendorong peningkatan output disektor perkebunan (Rp
0,39 triliun), perikanan (Rp 0,12
triliun) dan kehutanan (Rp 0,03 triliun), Hal ini membuktikan bahwa sektor peternakan merupakan sektor yang cukup berperan dalam mendukung kesuksesan program RPPK karena selain bisa meningkatkan ouput di sektor peternakan (baik
sektor hulu dan hilirnya) juga meningkatkan output di sektor lain terutama di sektor pertanian, Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Tambah Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa investasi sektor peternakan dalam RPPK akan menghasilkan nilai tambah diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 48,39 triliun, Dari jumlah tersebut, dampak langsungnya sebesar Rp 33,85 triliun atau 69,96 persen (yang terdiri dari ternak unggas sebesar Rp 14,30 triliun, sektor ternak potong sebesar Rp 10,42 triliun, dan ternak perah sebesar Rp 9,13 triliun) dan Rp 14,54 triliun atau 30,04 persen merupakan dampak tidak langsungnya, Tabel 21, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Pembentukan Nilai Tambah di Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Nilai Tambah
Penambahan
Nilai Tambah
2005
Nilai Tambah
2010
Nilai
%
Nilai
189,63 60,28 14,83 1,23 0,30 16,17 27,32 22,55 59,48 317,17 8,14 163,91
6,59 2,10 0,52 0,04 0,01 0,56 0,95 0,78 2,07 11,02 0,28 5,70
3,52 0,27 10,42 9,13 *44 0,01 14,30 0,03 0,10 0,30 *4.667 0,79
7,27 0,56 21,53 18,87 0,00 0,01 29,55 0,06 0,20 0,61 0,01 1,63
193,15 60,55 25,25 10,36 0,30 16,17 41,63 22,57 59,58 317,47 8,15 164,69
9,72 597,74 26,91 206,86 331,99 101,20 194,42 527,05
0,34 20,78 0,94 7,19 11,54 3,52 6,76 18,32
3,87 0,81 0,13 0,09 2,74 0,06 0,87 0,96
8,00 1,67 0,27 0,18 5,67 0,12 1,79 1,99
13,60 598,55 27,04 206,95 334,73 101,26 195,29 528,01
6,60 2,07 0,86 0,35 0,01 0,55 1,42 0,77 2,04 10,85 0,28 5,63 0,00 0,46 20,46 0,92 7,07 11,44 3,46 6,68 18,05
Jumlah 2,876,89 100,00 48,39 100 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah) *= dalam juta rupiah
2,925,28
100,00
13 14 15 16 17 18 19 20
%
Nilai
%
Nilai tambah sektor peternakan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 93,70 triliun atau meningkat 56,58 persen dari total output tahun 2005, Sektor di luar sektor peternakan yang paling besar terdorong adalah sektor industri pakan dan tanaman pangan sedangkan sektor yang paling kecil terdorong adalah sektor ternak lainnya, Hal ini disebabkan karena nilai keterkaitan ternak potong, ternak perah dan ternak unggas terhadap ternak lainnya sangat kecil, Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap pendapatan Tabel 22, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Pembentukan Pendapatan di Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) No
Sektor
Pendapatan 2005 Nilai
Penambahan Pendapatan
Pendapatan 2010
%
Nilai
%
32,91 19,42 3,65 0,38 0,11 4,63 11,89 4,77 11,62 43,67 3,61 39,35
3,73 2,20 0,41 0,04 0,01 0,52 1,35 0,54 1,32 4,95 0,41 4,46
0,61 0,09 2,56 2,83 *16 *1.626 6,22 0,01 0,02 0,04 *2.073 0,19
4,02 0,57 16,86 18,65 0,00 0,01 40,95 0,04 0,12 0,27 0,01 1,24
33,52 19,50 6,21 3,21 0,11 4,63 18,11 4,77 11,64 43,71 3,61 39,54
3,73 2,17 0,69 0,36 0,01 0,52 2,02 0,53 1,30 4,87 0,40 4,41
1,93 177,84 8,69 76,88 94,17 35,69 64,15 246,85
0,22 20,16 0,98 8,71 10,67 4,05 7,27 27,98
0,77 0,24 0,04 0,03 0,78 0,02 0,29 0,45
5,07 1,58 0,28 0,21 5,12 0,14 1,88 2,97
2,70 178,08 8,73 76,91 94,95 35,71 64,44 247,30
0,30 19,84 0,97 8,57 10,58 3,98 7,18 27,56
Jumlah 882,18 100,00 15,19 100,00 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah) *= dalam juta rupiah
897,38
100,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pakan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya
Nilai
%
Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui bahwa investasi sektor peternakan dalam RPPK akan menghasilkan pendapatan diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 48,39 triliun, Dari jumlah tersebut, dampak langsungnya sebesar Rp 11,62 triliun
atau 76,46 persen, merupakan pendapatan yang dapat diterima oleh tenaga kerja di ketiga sektor tersebut (sesuai dengan proporsinya) dan Rp 3,58 triliun juta atau 23,54 persen, merupakan dampak tidak langsungnya yang merupakan pendapatan yang diterima oleh sektor perekonomian lainnya, Total pendapatan tenaga kerja sektor peternakan Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 32,27 triliun atau meningkat 52,34 persen dari total pendapatan tahun 2005, Sektor di luar sektor peternakan yang paling besar terdorong adalah sektor industri pakan dan tanaman pangan sedangkan sektor yang paling kecil terdorong adalah sektor ternak lainnya, Meningkatnya pendapatan petani-peternak akibat investasi diharapkan dapat memperbaiki rasio U/S sektor tanaman pangan sehingga lebih banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor ini dan pada akhirnya akan meningkatkan ketahanan pangan nasional, Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Tabel 23, jika jumlah pengangguran pada tahun 2005 sebanyak 11,899,266 orang (BPS, 2006) maka dengan investasi sektor peternakan dalam RPPK akan mengurangi jumlah pengangguran menjadi 9,177,986 orang atau berkurang 22,87 persen, Hal tersebut membuktikan bahwa dengan berinvestasi di sektor ini cukup efektif untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, Dampak langsung investasi sektor peternakan adalah sebesar 1,603,623 orang atau 58,93 persen (yang terdiri dari sektor ternak potong sebesar 396,711 orang, sektor ternak perah sebesar 395,488 orang dan ternak unggas sebesar 811,423 orang) yang merupakan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap di ketiga sektor tersebut (sesuai dengan proporsinya) dan 1,117,657 orang atau 41,07 persen merupakan dampak tidak langsungnya yang merupakan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor perekonomian lainnya, Investasi di sektor peternakan selain meningkatkan pendapatan petanipeternak juga meningkatkan jumlah tenaga kerja di sektor tanaman pangan yang besar, Hal ini membuktikan bahwa sektor peternakan merupakan sektor yang sangat strategis dalam mendukung program RPPK.
Tabel 23, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pendapatan di Indonesia Tahun 2005 (Orang) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sektor
Tenaga Keja 2005 Nilai % 30,884,678 32,87 5,087,679 2,20 564,467 0,41 53,166 0,04 13,543 0,01 1,156,321 0,52 1,550,280 1,35 647,651 0,54 1,351,992 1,32 904,194 4,95 1,437,554 0,41 2,593,189 4,46
Penambahan Tenaga Kerja Nilai % 573,347 21,07 22,823 0,84 396,711 14,58 395,488 14,53 2 0,00 406 0,01 811,423 29,82 798 0,03 2,176 0,08 844 0,03 826 0,03 12,444 0,46
Tanaman pangan Perkebunan Ternak Potong Ternak Perah Ternak Lainnya Pemotongan Hewan Ternak unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Hasil Ternak Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 13 Industri Pakan 790,794 0,22 314,989 14 Industri Lainnya 7,131,448 20,16 9,627 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 194,642 0,98 947 16 Bangunan 4,565,454 8,71 1,884 17 Perdagangan 15,609,673 10,67 129,017 18 Restoran dan Hotel 2,299,474 4,05 1,367 19 Transportasi dan Komunikasi 5,652,841 7,27 25,173 20 Jasa Lainnya 11,469,348 27,98 20,988 Jumlah 93,958,387 100,00 2,721,280 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
11,58 0,35 0,03 0,07 4,74 0,05 0,93 0,77 100,00
Tenaga Kerja 2010 Nilai % 31,458,024 32,54 5,110,502 5,29 961,178 0,99 448,655 0,46 13,545 0,01 1,156,727 1,20 2,361,703 2,44 648,448 0,67 1,354,169 1,40 905,038 0,94 1,438,380 1,49 2,605,633 2,70 1,105,783 7,141,075 195,589 4,567,338 15,738,690 2,300,840 5,678,014 11,490,336 96,679,667
1,14 7,39 0,20 4,72 16,28 2,38 5,87 11,88 100,00
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 tentang peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia tahun 2005, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Peranan sektor peternakan (yang terdiri dari ternak potong, ternak perah, ternak lainnya, pemotongan hewan, dan ternak unggas) secara total dalam perekonomian Indonesia adalah relatif kecil. Peranan sektor peternakan yang terbesar adalah dalam struktur konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 3,42 persen. Peranan sektor peternakan yang kecil adalah dalam struktur investasi, yaitu investasi negatif sebesar Rp 2,04 triliun dan ekspor-impor, yaitu mengalami defisit perdagangan Internasional sebesar Rp 1,74 triliun. Sektor peternakan meskipun peranannya cukup kecil tetapi mempunyai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (U/S) yang cukup bagus, yaitu pada ternak lainnya (0,90) dan ternak unggas (0,80).
2.
Sektor ternak potong memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar dan ke belakang terkecil (langsung dan tidak langsung), pemotongan hewan memiliki nilai keterkitan ke belakang terbesar, ternak lainnya memiliki nilai keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang (langsung) terkecil.
3.
Hasil penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor, maka pemotongan hewan dan ternak unggas termasuk dalam kelompok sektor prioritas ke dua, sedangkan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya termasuk kelompok sektor prioritas terakhir/keempat.
4.
Penambahan alokasi investasi sebesar Rp 51,3 triliun dalam program RPPK pada sektor peternakan, akan menambah output total di seluruh sektor perekonomian sebesar 1,42 persen, nilai tambah bruto sebesar 1,68 persen, pendapatan sebesar 1,72 persen, dan mengurangi jumlah pengangguran sebesar 22,87 persen.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu: 1.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kecilnya peranan sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia terutama dari sisi mikro.
2.
Investasi yang kecil pada sektor peternakan terutama pada komponen pembentukan modal tetap harus segera diatasi karena akan menyebabkan pengurasan populasi ternak.
3.
Sektor peternakan mempunyai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (U/S) yang cukup bagus yaitu: pada ternak lainnya dan ternak unggas, sehingga untuk penelitian lebih lanjut, dapat melakukan penelitian yang lebih aplikatif mengenai hubungan antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang berguna sebagai pertimbangan dalam dunia investasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan cinta-Nya penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW dan para sahabatnya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardhani, MS dan Bapak Ir. Dwi Joko Setyono, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing dan mengarahkan mulai dari penyusunan proposal hingga terselesainya penulisan skripsi ini. Kepada pembahas seminar hasil penelitian Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc dan kepada penguji sidang hasil penelitian Ir. Burhanudin, MM dan Ir. Widya Hermana, MSi yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Nenek, Ibu, Bapak, dan keluarga atas iringan doa, kasih sayang, pengorbanan, serta kesabaran dalam memotivasi dan menemani penulis. Penulis sampaikan banyak terima kasih kepada dosen-dosen SEIP, dosendosen Fapet, dan staf tata usaha SEIP yang telah memberikan dukungan, doa, dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Budi Cahyono, S.Si selaku pihak dari Badan Pusat Statistik yang banyak membantu saya dalam mendapatkan data Input-Output terbaru. Kepada sahabat-sahabat penulis di AlBujang (Sandi, Didik, Zico, Jemi, Doni, Yoga, Vian, Toni, Heri, Eko, Anas, Haryanto, Yudha, Gonggo, Galuh, Rofiq, Fajar, dan Anasya Bennington) atas bantuan, doa, dan kebersamaan yang tidak pernah dilupakan oleh penulis. Terima kasih untuk tim konsumsi (Lisa Lopez, Evoy, dan Vj), anak-anak WL, seipersz angkatan 41 dan 40 serta angkatan 39. Akhir kata penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada semua teman-teman maupun pihak yang mungkin belum disebutkan di atas yang telah berkontribusi banyak terhadap kelancaran pembuatan skripsi ini. Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2007. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor, 2002-31 Agustus 2007. BKPM. Jakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2007. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Menurut Sektor, 2002-31 Agustus 2007. BKPM. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2000. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Potensi Desa Provinsi Sumatera Utara 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Tabel Input-Output Indonesia 2005. Badan Pusat Statistik. Volume Pertama. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Beberapa Indikator Penting Sosial-Ekonomi Indonesia. Edisi Juli 2006. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Budiharsono, S. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan lautan. Cetakan Pertama. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Gmikro. 2008. Flu Burung Telah Tertular di 161 Kabupaten. http://www.gizi.net. [2 Maret 2007]. Ikhsan, B. 2004. Dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Krisnamurthi, B. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Sutanto, Jusuf. Revitalisasi Pertanian : Sebuah Konsekuensi Sejarah dan Tuntutan Masa Depan. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta. Miller, R.E. and Peter D.B. 1987. Input-Output Analysis Foundations and Extension. University of Pennsylvania. New Jersey. Nazzara, S. 2005. Analisis Input-Output. Lembaga Penerbit Ekonomi Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta. Nasoetion, A.H. 2004. Pengantar ke Ilmu-Ilmu Pertanian. Edisi Ketigabelas. PT Pustaka Litera Nusantara. Bogor.
Pesoth, W.F. 2001. Keterkaitan faktor lingkungan dengan aktivitas perekonomian dalam pembangunan dimasa otonomi daerah. Desertasi. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Poultry Indonesia. 2008. Jaga Eksistensi Perunggasan. http://www.poultry.com. [2 Maret 2007]. Saragih, B. 2001. Agribisnis Bebasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. Pambudy, R., T. Sipayung., Burhanuddin., F.B.M. Dabukke. Unit for Social and Ecocomic Studies and Evaluation (USESE) Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Pustaka Wirausaha Muda. Terbitan Kedua. Bogor. Sudaryanto, T., Rusastra I.W., Soedjana, T.D. 2002. Dampak Krisis Ekonomi dan Prospek Industri Peternakan di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Swastika, D.K.S, Manikmas, M.O.A., Sayaka, B., Kariyasa, Ketut. 2005. The Status and Prospect of Feed Crops in Indonesia. Working Paper Series. ”UNESCAP-CAPSA: Centre for Alleviatiaon of Poultry through Secondary Crop’s Development in Asia and the Pacific”.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Agregasi 17 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 No.
Agregasi Sektor Tabel Input-Output Tahun 2005
No.
Agregasi Sektor dalam Penelititan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
P adi Tanaman kacang-kacangan Jagung Tanaman umbi-umbian Sayur-sayuran dan buah-buahan Tanaman bahan makanan lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa sawit Tembakau Kopi Teh Cengkeh Hasil tanaman serat Tanaman perkebunan lainnya Tanaman lainnya Peternakan* Pemotongan hewan Unggas dan hasil-hasilnya K ayu Hasil hutan lainnya Perikanan Penambangan batu bara dan bijih logam Penambangan minyak, gas dan panas bumi Penambangan dan penggalian lainnya Industri pengolahan dan pengawetan makanan** Industri minyak dan lemak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
29
Industri penggilingan padi
29
30
Industri tepung, segala jenis
30
31
Industri gula
31
32 33
Industri makanan lainnya*** Industri minuman
32 33
34
Industri rokok
34
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Industri pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit**** Industri bambu, kayu dan rotan Industri kertas, barang dari kertas dan karton Industri pupuk dan pestisida Industri kimia Pengilangan minyak bumi Industri barang karet dan plastik Industri barang-barang dari mineral bukan logam Industri semen Industri dasar besi dan baja Industri logam dasar bukan besi Industri barang dari logam Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik Industri alat pengangkutan dan perbaikannya
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Tanaman pangan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Tanaman pangan Pemotongan hewan Ternak unggas Kehutanan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Pertambangan dan penggalian Pertambangan dan penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301 302 303 304 305 306 309 310
Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun Listrik, gas dan air bersih Bangunan Pedagangan Restoran dan hotel Angkutan kereta api Angkutan darat Angkutan air Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Usaha bangunan dan jasa perusahaan Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa sosial kemasyarakatan Jasa lainnya Kegiatan yang tak jelas batasannya
50
Industri lainnya
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301 302 303 304 305 306 309 310
Listrik, gas dan air bersih Bangunan Pedagangan Restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Transportasi dan komunikasi Transportasi dan komunikasi Transportasi dan komunikasi Transportasi dan komunikasi Transportasi dan komunikasi Jasa lainnya Jasa lainnya Jasa lainnya Jasa lainnya Jasa lainnya Jasa lainnya Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Subsidi Nilai tambah bruto Jumlah input Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah Pembentukan modal tetap Perubahan stok Ekspor barang dagangan Ekspor jasa Jumlah permintaan akhir Jumlah Output
Kerangan : * , **, *** dan **** Sektor tersebut dipecah lagi menjadi sektor-sektor baru berdasarkan data (persentase teknologi) dari tabel Input-Output 2000 yang tercantum dalam tabel di bawah ini:
Ket *
**
***
Pemecahan Sektor berdasarkan tabel InputOutput 2000 1. Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar 2. Susu segar 3. Hasil pemeliharaan lainnya
No.
Agregasi Sektor dalam Penelititan
1 2 3
Ternak potong Ternak perah Ternak lainnya
1. Industri pengolahan dan pengawetan daging 2. Industri makanan dan minuman terbuat dari susu 3. Industri pengolahan makanan dan awetan
1 2
Industri hasil ternak Industri hasil ternak
3
1. Industri pakan 2. Industri makanan lainnya
1 2
Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pakan Industri makanan, minuman dan tembakau
****
1. Industri pengawetan, penyamakan dan barang-barang dari kulit 2. Industri tekstil dan pakaian
1
Industri hasil ternak
2
Industri lainnya
Lampiran 2. Klasifkasi 20 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 Kode 20 Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Keterangan 20 Sektor Tanaman pangan Perkebunan Ternak potong Ternak perah Ternak lainnya Pemotongan hewan Ternak unggas Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri hasil ternak Industri makanan dan minuman Industri pakan ternak Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Jasa lainnya
Lampiran 3. Tabel Input-Output Indonesia Transaksi Domestik Atas Harga Produsen 20 Sektor Tahun 2005 Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
1 18.251.558 15.290 2.181.452 0 0 0 701.008 17.386 1.927 11 0 6.794 370.080 10.958.677 20.442 977.894 3.081.873 151.624 1.966.182 3.071.392 41.773.590 4.595.844 32.905.095 152.339.415 1.997.998 2.536.041 -147.751 189.630.798 236.000.232 30.884.678
2 705.632 5.956.497 129.187 0 0 0 35.203 32.496 456 0 0 30.634 0 8.156.405 17.579 2.706.798 1.548.137 80.629 1.076.415 4.583.679 25.059.747 1.374.386 19.415.229 37.394.224 2.473.420 993.297 0 60.276.170 86.710.303 5.087.679
3 407.049 92.539 1.785 0 0 217 10.193 5.694 0 114 0 128.262 2.486.682 38.199 17.219 12.399 629.170 300 221.404 217.235 4.268.461 39.019 3.645.466 10.513.567 417.630 248.953 0 14.825.616 19.133.096 564.467
4 84.090 8.540 0 642 0 0 2.243 800 0 117 0 36.804 220.717 34.638 20.073 5.597 106.363 1.025 34.840 13.720 570.209 4.249 380.893 752.888 70.060 23.815 0 1.227.656 1.802.114 53.166
5 92.216 0 0 0 174 0 4.938 0 0 0 0 8.965 28.763 1.683 590 44 16.414 575 3.221 621 158.204 461 111.233 123.758 65.387 0 0 300.378 459.043 13.543
6 0 0 12.593.684 0 0 92.241 6.027.615 0 0 0 181 310 0 210.147 31.351 481 3.010.864 5.021 845.400 204.333 23.021.628 5.112 4.627.723 10.986.294 56.304 497.433 0 16.167.754 39.194.494 1.156.321
7 242.010 0 0 0 0 0 3.386 0 0 0 0 59.590 13.453.532 293.654 73.330 2.841 2.678.358 1.229 726.296 59.318 17.593.544 1.995.678 11.886.538 13.986.453 919.636 531.945 0 27.324.572 46.913.794 1.550.280
8 507.308 0 0 0 0 0 0 356.355 0 0 0 0 0 1.111.887 23.880 443.744 354.446 21.954 516.645 771.241 4.107.460 447.272 4.767.167 15.693.429 1.135.364 949.237 0 22.545.197 27.099.929 647.651
9 227.875 0 0 0 0 0 12.244 36.646 2.394.467 0 0 150.632 3.218.002 2.367.816 96.079 192.545 2.313.300 128.813 733.686 402.187 12.274.292 1.002.322 11.616.810 45.504.372 1.642.607 720.755 0 59.484.544 72.761.158 1.351.992
10 0 0 0 0 0 0 0 48.839 0 27.370.257 22.284 0 0 11.412.459 277.152 4.013.352 2.558.322 385.875 3.663.094 6.413.125 56.164.759 13.916.956 43.670.526 243.517.067 16.855.751 13.126.269 0 317.169.613 387.251.328 904.194
11 1.322.424 206.963 80.586 667.672 624 2.810.443 49.125 49.360 2.489 3.933 2.428.233 4.287.948 0 1.633.679 406.024 21.042 2.100.293 156.689 568.147 1.149.879 17.945.553 1.129.900 3.609.215 3.980.314 368.025 186.173 0 8.143.727 27.219.180 1.437.554
12 90.609.595 39.186.612 3.667 17.857 834 173.483 568.306 349.682 16.623.021 190.399 521.357 73.659.570 0 9.808.651 1.134.778 171.780 24.743.359 998.386 9.430.629 12.705.825 280.897.791 20.787.490 39.346.950 81.228.723 10.400.756 32.930.512 0 163.906.941 465.592.222 2.593.189
13 6.381.946 30.879 1 0 0 5.139 1.343 1.142 71.748 249.865 1.198 3.597.154 1.643.623 413.844 39.583 112 2.801.977 25.345 970.334 330.777 16.566.010 1.590.508 1.933.351 4.834.229 2.554.508 402.145 0 9.724.233 27.880.751 790.794
14 489.836 23.340.897 14.144 372 14.903 62.723 55.235 11.868.512 181.956 117.907.407 6.166.939 2.860.832 0 300.424.836 22.572.322 2.253.239 67.102.643 7.004.904 41.265.252 50.830.241 654.417.193 316.101.890 177.835.488 377.659.572 77.601.771 20.584.565 -55.943.204 597.738.192 1.568.257.275 7.131.448
15 0 0 0 0 0 0 0 15 0 12.560.484 1.022 0 0 20.906.954 13.503.992 847.949 3.146.511 76.007 1.063.819 2.610.472 54.717.225 7.265.528 8.688.614 13.504.337 12.065.215 1.503.184 -8.850.600 26.910.750 88.893.503 194.642
Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
16 0 0 0 0 0 0 0 9.254.685 0 30.855.804 143 0 0 171.184.001 248.125 589.417 44.322.195 4.859.710 15.738.350 25.520.281 302.572.711 69.006.907 76.881.831 103.773.711 18.722.142 7.484.509 0 206.862.193 578.441.811 4.565.454
17 49.057 5.900 0 0 0 0 0 7.032 0 9.416 180.875 219.864 0 27.960.400 9.803.993 9.165.092 4.355.065 6.379.353 30.561.379 67.329.438 156.026.864 19.839.922 94.167.143 200.461.940 25.087.421 12.270.920 0 331.987.424 507.854.210 15.609.673
18 11.560.593 993.343 0 87.276 20.269 11.045.149 14.542.336 75.454 5.129.746 3.921 688.535 40.872.634 0 4.059.332 1.008.627 107.275 19.658.016 429.086 5.264.316 3.342.564 118.888.472 2.993.822 35.692.391 49.611.584 11.350.587 4.543.573 0 101.198.135 223.080.429 2.299.474
19 32.201 2.637 0 3.947 6.788 26.807 6.883 3.818 16.465 25.368 32.301 1.651.781 0 54.224.923 4.010.109 6.377.923 9.864.170 3.374.446 28.702.675 51.435.255 159.798.497 44.204.535 64.154.069 67.930.872 59.778.492 3.404.448 -845.400 194.422.481 398.425.513 5.652.841
20 7.743.276 430.891 19.494 61.212 0 1.271.394 1.039.551 159.890 828.014 673.697 469.677 6.851.311 4.134.434 85.832.327 8.035.589 21.570.950 21.131.241 13.953.087 27.053.146 96.298.290 297.557.471 60.701.165 246.846.195 223.018.036 48.045.220 9.275.147 -139.334 527.045.264 885.303.900 11.469.348
180 138.706.666 70.270.988 15.024.000 838.978 43.592 15.487.596 23.059.609 22.267.806 25.250.289 189.850.793 10.512.745 134.423.085 25.555.833 711.034.512 61.340.837 49.460.474 215.522.717 38.034.058 170.405.230 327.289.873 2.244.379.681 567.002.966 882.181.927 1.656.814.785 291.608.294 112.212.921 -65.926.289 2.876.891.638 5.688.274.285 39.596.790
301 97.574.369 5.252.051 3.976.893 963.136 429.968 23.654.328 25.762.456 2.334.341 44.812.143 12.823 14.766.099 269.297.839 238.736 282.857.897 27.552.642 0 194.331.578 160.683.671 161.719.899 286.721.419 1.602.942.288 182.640.993
302 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 220.868.779 220.868.779 4.111.760
303 3.609 1.060.775 215.008 0 0 0 0 0 0 813.676 168 0 0 52.621.718 0 528.981.337 19.547.731 0 6.396.893 9.737.498 619.378.413 73.682.617
304 -957.346 -304.013 -352.882 0 -31.577 37.867 -1.908.688 293.612 -1.095.735 4.866.538 -567.050 -7.201.571 1.915.895 26.904.067 0 0 1.849.308 0 618.298 0 24.066.723 12.693.158
305 672.934 10.430.502 270.077 0 17.060 14.703 417 2.204.170 3.794.461 191.707.498 2.507.218 69.072.869 170.287 494.433.442 24 0 76.602.876 0 20.445.295 12.233 872.356.066 0
306 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 405.639 0 0 0 24.362.700 38.839.898 40.674.098 104.282.335 0
309 97.293.566 16.439.315 4.109.096 963.136 415.451 23.706.898 23.854.185 4.832.123 47.510.869 197.400.535 16.706.435 331.169.137 2.324.918 857.222.763 27.552.666 528.981.337 292.331.493 185.046.371 228.020.283 558.014.027 3.443.894.604 273.128.528
310 236.000.232 86.710.303 19.133.096 1.802.114 459.043 39.194.494 46.913.794 27.099.929 72.761.158 387.251.328 27.219.180 465.592.222 27.880.751 1.568.257.275 88.893.503 57.8441.811 507.854.210 223.080.429 398.425.513 885.303.900 5.688.274.285 840.131.494
Lampiran 4. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 20 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 0.077337 0.000176 0.114015 0.000000 0.000000 0.000000 0.014942 0.000642 0.000026 0.000000 0.000000 0.000015 0.013274 0.006988 0.000230 0.001691 0.006068 0.000680 0.004935 0.003469
2 0.002990 0.068694 0.006752 0.000000 0.000000 0.000000 0.000750 0.001199 0.000006 0.000000 0.000000 0.000066 0.000000 0.005201 0.000198 0.004679 0.003048 0.000361 0.002702 0.005178
3 0.001725 0.001067 0.000093 0.000000 0.000000 0.000006 0.000217 0.000210 0.000000 0.000000 0.000000 0.000275 0.089190 0.000024 0.000194 0.000021 0.001239 0.000001 0.000556 0.000245
4 0.000356 0.000098 0.000000 0.000356 0.000000 0.000000 0.000048 0.000030 0.000000 0.000000 0.000000 0.000079 0.007916 0.000022 0.000226 0.000010 0.000209 0.000005 0.000087 0.000015
5 0.000391 0.000000 0.000000 0.000000 0.000379 0.000000 0.000105 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000019 0.001032 0.000001 0.000007 0.000000 0.000032 0.000003 0.000008 0.000001
6 0.000000 0.000000 0.658215 0.000000 0.000000 0.002353 0.128483 0.000000 0.000000 0.000000 0.000007 0.000001 0.000000 0.000134 0.000353 0.000001 0.005929 0.000023 0.002122 0.000231
7 0.001025 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000072 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000128 0.482538 0.000187 0.000825 0.000005 0.005274 0.000006 0.001823 0.000067
8 0.002150 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.013150 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000709 0.000269 0.000767 0.000698 0.000098 0.001297 0.000871
9 0.000966 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000261 0.001352 0.032909 0.000000 0.000000 0.000324 0.115420 0.001510 0.001081 0.000333 0.004555 0.000577 0.001841 0.000454
10 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.001802 0.000000 0.070678 0.000819 0.000000 0.000000 0.007277 0.003118 0.006938 0.005038 0.001730 0.009194 0.007244
11 0.005603 0.002387 0.004212 0.370494 0.001359 0.071705 0.001047 0.001821 0.000034 0.000010 0.089210 0.009210 0.000000 0.001042 0.004568 0.000036 0.004136 0.000702 0.001426 0.001299
12 0.383939 0.451926 0.000192 0.009909 0.001817 0.004426 0.012114 0.012903 0.228460 0.000492 0.019154 0.158206 0.000000 0.006254 0.012766 0.000297 0.048721 0.004475 0.023670 0.014352
13 0.027042 0.000356 0.000000 0.000000 0.000000 0.000131 0.000029 0.000042 0.000986 0.000645 0.000044 0.007726 0.058952 0.000264 0.000445 0.000000 0.005517 0.000114 0.002435 0.000374
Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
14 0.002076 0.269183 0.000739 0.000206 0.032465 0.001600 0.001177 0.437954 0.002501 0.304473 0.226566 0.006145 0.000000 0.191566 0.253925 0.003895 0.132130 0.031401 0.103571 0.057416
15 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000001 0.000000 0.032435 0.000038 0.000000 0.000000 0.013331 0.151912 0.001466 0.006196 0.000341 0.002670 0.002949
16 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.341502 0.000000 0.079679 0.000005 0.000000 0.000000 0.109156 0.002791 0.001019 0.087273 0.021785 0.039501 0.028827
17 0.000208 0.000068 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000259 0.000000 0.000024 0.006645 0.000472 0.000000 0.017829 0.110289 0.015844 0.008575 0.028597 0.076705 0.076052
18 0.048986 0.011456 0.000000 0.048430 0.044155 0.281804 0.309980 0.002784 0.070501 0.000010 0.025296 0.087786 0.000000 0.002588 0.011346 0.000185 0.038708 0.001923 0.013213 0.003776
19 0.000136 0.000030 0.000000 0.002190 0.014787 0.000684 0.000147 0.000141 0.000226 0.000066 0.001187 0.003548 0.000000 0.034577 0.045111 0.011026 0.019423 0.015127 0.072040 0.058099
20 0.032810 0.004969 0.001019 0.033967 0.000000 0.032438 0.022159 0.005900 0.011380 0.001740 0.017255 0.014715 0.148290 0.054731 0.090396 0.037291 0.041609 0.062547 0.067900 0.108774
Lampiran 5. Matriks Leontief Terbuka Klasifikasi 20 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 1.0859 0.0015 0.0101 0.0000 0.0000 0.0002 0.0034 0.0007 0.0002 0.0066 0.0003 0.0017 0.0044 0.0727 0.0023 0.0060 0.0203 0.0019 0.0147 0.0246
2 0.0115 1.0766 0.0018 0.0000 0.0000 0.0004 0.0009 0.0022 0.0003 0.0158 0.0008 0.0029 0.0010 0.1582 0.0049 0.0371 0.0330 0.0040 0.0254 0.0810
3 0.0644 0.0085 1.0008 0.0000 0.0000 0.0002 0.0010 0.0006 0.0016 0.0041 0.0002 0.0302 0.1388 0.0244 0.0036 0.0034 0.0530 0.0017 0.0244 0.0297
4 0.0936 0.0104 0.0010 1.0004 0.0000 0.0003 0.0019 0.0011 0.0022 0.0091 0.0004 0.0458 0.1313 0.0581 0.0172 0.0071 0.0828 0.0031 0.0366 0.0346
5 0.2434 0.0038 0.0023 0.0000 1.0004 0.0002 0.0118 0.0004 0.0016 0.0042 0.0002 0.0352 0.0711 0.0330 0.0040 0.0031 0.0523 0.0029 0.0187 0.0195
6 0.0356 0.0041 0.3225 0.0000 0.0000 1.0026 0.1547 0.0005 0.0010 0.0050 0.0003 0.0183 0.0920 0.0366 0.0059 0.0043 0.1126 0.0029 0.0441 0.0378
7 0.0924 0.0056 0.0010 0.0000 0.0000 0.0003 1.0007 0.0005 0.0027 0.0075 0.0003 0.0496 0.3055 0.0413 0.0062 0.0040 0.0971 0.0028 0.0390 0.0309
8 0.0216 0.0013 0.0003 0.0000 0.0000 0.0002 0.0003 1.0142 0.0002 0.0075 0.0004 0.0014 0.0004 0.0723 0.0036 0.0188 0.0206 0.0025 0.0267 0.0436
9 0.0185 0.0020 0.0003 0.0000 0.0000 0.0002 0.0005 0.0011 1.0347 0.0059 0.0003 0.0112 0.0489 0.0559 0.0041 0.0046 0.0433 0.0032 0.0189 0.0196
10 0.0007 0.0009 0.0001 0.0000 0.0000 0.0002 0.0002 0.0007 0.0001 1.0813 0.0003 0.0010 0.0002 0.0515 0.0025 0.0125 0.0118 0.0021 0.0147 0.0267
11 0.1114 0.0310 0.0411 0.0270 0.0000 0.1145 0.0211 0.0035 0.0084 0.0166 1.0990 0.2132 0.0167 0.1408 0.0276 0.0087 0.1265 0.0113 0.0521 0.0973
12 0.2547 0.1092 0.0029 0.0001 0.0000 0.0010 0.0029 0.0018 0.0442 0.0095 0.0019 1.1915 0.0041 0.0874 0.0082 0.0091 0.0796 0.0058 0.0411 0.0692
13 0.3003 0.0175 0.0030 0.0000 0.0000 0.0007 0.0017 0.0009 0.0091 0.0180 0.0007 0.1655 1.0648 0.0749 0.0079 0.0069 0.1291 0.0050 0.0597 0.0564
Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
14 0.0038 0.0211 0.0005 0.0001 0.0000 0.0011 0.0009 0.0100 0.0007 0.1074 0.0056 0.0066 0.0007 1.2747 0.0246 0.0075 0.0623 0.0082 0.0451 0.0676
15 0.0022 0.0065 0.0002 0.0001 0.0000 0.0006 0.0006 0.0033 0.0004 0.2126 0.0018 0.0033 0.0006 0.3809 1.1886 0.0179 0.0655 0.0054 0.0360 0.0736
16 0.0038 0.0071 0.0004 0.0001 0.0000 0.0010 0.0012 0.0195 0.0007 0.0925 0.0019 0.0055 0.0009 0.4053 0.0116 1.0082 0.1023 0.0136 0.0529 0.0913
17 0.0047 0.0028 0.0004 0.0000 0.0000 0.0012 0.0015 0.0014 0.0008 0.0158 0.0011 0.0069 0.0014 0.1228 0.0284 0.0247 1.0255 0.0171 0.0777 0.1716
18 0.1127 0.0265 0.0173 0.0005 0.0001 0.0505 0.0741 0.0012 0.0324 0.0083 0.0041 0.2252 0.0270 0.0707 0.0116 0.0067 0.1230 1.0059 0.0483 0.0572
19 0.0055 0.0048 0.0004 0.0001 0.0000 0.0012 0.0014 0.0022 0.0010 0.0229 0.0013 0.0110 0.0014 0.2258 0.0200 0.0237 0.0465 0.0140 1.0950 0.1771
20 0.0176 0.0049 0.0011 0.0001 0.0000 0.0028 0.0032 0.0020 0.0023 0.0189 0.0015 0.0169 0.0070 0.1682 0.0169 0.0304 0.0435 0.0202 0.0482 1.1457