Majalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ISSN 0216 - 6569
No. 88: 77-89
PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA: ANALISIS INPUT-OUTPUT Sahara dan Budy P. Resosudarmo Direktorat Pengkajian Sistem Sosial, Ekonomi dan Pengembangan Wilayah, BPP Teknologi
ABSTRACT In the last 15 years, manufacturing sector has grown relatively fast in the city of Jakarta. Its contribution to Jakarta’s Gross Regional Domestic Product increased from 18.36% in 1980 to 20.99% in 1994. Also, the number of employment in manufacturing sector increased from 8.82% of total Jakarta’s workers in 1984 to 13.68% in 1994. Believing that the development of manufacturing sector will push the development of other economic sectors, the government of Jakarta plans to develop policies accelerating the development of manufacturing sector. This paper, using an InputOutput method, aims to analyze the roles of manufacturing sector in the economy of Jakarta. Particulary, this paper will observe whether or not the manufacturing industry is the “key” industry in Jakarta. This paper will also determine the impact of the development of manufacturing sector on household incomes in Jakarta. Kata Kunci : Analisis Input –Output
1. PENDAHULUAN Struktur perekonomian suatu wilayah yang relatif maju ditandai oleh semakin besarnya peran sektor industri pengolahan dan jasa dalam menopang perekonomian wilayah tersebut. Sektor ini telah menggantikan peran sektor tradisional (pertanian) dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan wilayah. Di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dalam 15 tahun terakhir ini sektor industri pengolahan telah mengalami perkembangan yang relatif baik. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya sumbangan sektor industri pengolahan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta dari 18.36% ditahun 1980 menjadi 20.99% ditahun 1994 (lihat Gambar 1). Meningkatnya peran sektor industri pengolahan pada PDRB DKI Jakarta juga diikuti oleh semakin meningkatnya peran sektor industri pengolahan terhadap penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta dari hanya sebesar 168 970 orang (8.82%) ditahun 1980, meningkat menjadi 431 668 orang (13.68%) ditahun 1994. Sedangkan dalam hal pembentukan devisa, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar Rp 11.7 juta pada tahun 1994 dan meningkat menjadi Rp12.9juta pada tahun 1995. Saat ini pemerintah DKI Jakarta bermaksud untuk memberikan prioritas berkembangnya sektor industri pengolahan di wilayah DKI Jakarta (PEMDA DKI Jakarta, 1993). Untuk ini pemerintah DKI Jakarta membutuhkan informasi yang lebih detail mengenai seberapa besar peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian DKI Jakarta. Tepatnya, bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan terhadap sektor industri pengolahan itu sendiri maupun terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di DKI Jakarta. Keterkaitan yang kuat, menunjukan peran yang besar dari sektor industri pengolahan. Berkembangnya sektor industri pengolahan akan mendorong berkembangnya sektor-sektor perekonomian lainnya termasuk sektor industri
Gambar 1. Persentase Kontribusi Industri Pengolahan pada PDRB dan Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta 30.00 25.00 20.00
%
15.00 10.00
PDRB (%)
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
TK (%)
1981
0.00
1980
5.00
Tahun
pengolahan itu sendiri. Juga perlu diamati seberapa besar peran sektor industri pengolahan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di DKI Jakarta. Peningkatan pendapatan masyarakat yang besar, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan di DKI Jakarta mampu merangsang peningkatan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor industri pengolahan itu sendiri maupun terhadap rumah tangga yang bekerja pada sektor-sektor perekonomian lainnya di DKI Jakarta. Aspek lain yang perlu diamati adalah seberapa besar peran sektor industri pengolahan dalam penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. Tepatnya, bagaimana penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan mampu mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian lainnya termasuk dengan sektor industri pengolahan itu sendiri di DKI Jakarta. Tulisan ini, dengan menggunakan Tabel Input-Output (I-O) untuk DKI Jakarta akan menjabarkan peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian wilayah DKI Jakarta, terutama keterkaitan sektor ini dengan sektor-sektor perekonomian lainnya termasuk dengan sektor industri pengolahan itu sendiri maupun peranan sektor industri pengolahan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. 2. METODOLOGI Tabel I-O pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an. Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Angka-angka di dalam Tabel I-O menunjukkan hubungan dagang antar sektor yang berada dalam perekonomian suatu wilayah. Setiap baris menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari sebuah sektor, yang tertera pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis di bawah label pembeli. Karena sebuah sektor tidak menjual barangnya kepada semua sektor yang ada, maka umum dijumpai angka nol dalam sebuah baris di dalam Tabel I-O. Adapun kolom dalam Tabel I-O mencatat berbagai pembelian yang dilakukan sebuah sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena sebuah sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di perekonomian negara tersebut. Selain transaksi antar sektor, ada lagi beberapa transaksi yang dicatat dalam sebuah Tabel I-O. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah, dan perusahaan di luar negeri; ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir.” Dalam hal pembelian, selain barang dan jasadari berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan
Gambar 2. Simplifikasi Tabel I-O Sektor Penjual 1 2 . . . n Nilai Tambah Impor Total Masukan
1 x11 x21 . . . xn1 v1 m1 X1
Sektor Pembeli 2 ... x12 ... x22 ... . . . . . . xn2 ... v2 ... m2 ... X2 ...
n x1n x2n . . . xnn vn mn Xn
Konsumsi Akhir f1 f2 . . . fn
Total Produksi X1 X2 . . . Xn
jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal/kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan jasa dari luar negeri; dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa. Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor.” Dengan demikian, lengkaplah transaksitransaksi perdagangan dari berbagai sektor yang ada di dalam suatu negara. Secara sederhana simplifikasi dari Tabel I-O dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Tabel I-O pada Gambar 2 dapat dibuat dua persamaan neraca yang berimbang: Baris: n
x
ij
fi Xi
i 1,..., n
(1)
j 1
Kolom: n
x
ij
v j mj X j j 1,..., n
(2)
i 1
dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca yang berimbang adalah jumlah produksi (keluaran) sama dengan jumlah masukan. Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk sebuah tingkat total keluaran (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara sebuah bahan baku masukan dan bahan baku masukan lainnya (dengan kata lain, bahan baku masukan dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisienkoefisien ini adalah:
aij xij / X j
(3)
xij aij X j
(4)
atau
Dengan memasukan persamaan (4) ke dalam persamaan (1) didapat: n
a
ij
X j fi Xi
i 1,..., n
(5)
j 1
Dalam notasi matriks persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut:
AX f X
(6)
dimana aij Anxn ; f i f nx1 ; dan X i X nx1 Dengan memanipulasi persamaan (6) didapat hubungan dasar dari Tabel I-O: -1
(I-A) f= X
(7)
-1
dimana ( I - A ) dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (matriks multiplier masukan). Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain) yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di -1 dalam matriks ( I - A ) . 2.1 Indeks Total Keterkaitan Indeks total keterkaitan digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Menurut Rasmussen indeks total keterkaitan meliputi indeks total keterkaitan ke belakang dan indeks total keterkaitan ke depan. Indeks total keterkaitan ke belakang suatu industri/sektor menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir pada sektor tersebut terhadap total pembelian input semua sektor di dalam suatu perekonomian. Indeks total keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua sektor di dalam suatu perekonomian. 2.1.1
Indeks Total Keterkaitan ke Belakang
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila BL j mempunyai nilai lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai indeks total keterkaitan ke belakang adalah : n
n ij BLj =
n
i 1 n
i 1 j 1
ij
BLj = indeks total keterkaitan ke belakang sektor j ij = unsur matriks kebalikan Leontief 2.1.2
Indeks Total Keterkaitan ke Depan
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektorsektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai indeks total keterkaitan ke depan yang tinggi apabila nilai FLi lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai indeks total keterkaitan ke depan adalah: n
n ij FLi =
j 1
n
n
i 1 j 1
ij
FLi = indeks total keterkaitan ke depan sektor i ij = unsur matriks kebalikan Leontief 2.2 Indeks Pendapatan Masyarakat Indeks pendapatan masyarakat digunakan untuk untuk melihat besarnya kenaikan total pendapatan mayarakat untuk setiap kenaikan satu-satuan output yang dihasilkan suatu sektor. Sebuah sektor dikatakan mempunyai peran yang tinggi dalam menarik pendapatan masyarakat jika indeks pendapatan masyarakat lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai indeks pendapatan masyarakat adalah:
n
vi ij i 1 X i Hj = n n vi ij i 1 j 1 X i n
Hj vi Xi ij
= indeks pendapatan masyarakat sektor j = upah/gaji sektor i = output sektor i = unsur matriks kebalikan Leontief
2.3 Indeks Tenaga Kerja Untuk mencari nilai indeks tenaga kerja perlu ditambahkan baris baru pada Tabel I-O yang memuat informasi tenaga kerja yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam melakukan proses produksinya. Umumnya, satuan jumlah tenaga kerja sektoral yang digunakan adalah orang. Jumlah tenaga kerja per satuan output untuk sektor i ditulis wi. Analsis indeks tenaga kerja ini digunakan untuk melihat peran suatu sektor dalam hal meningkatkan besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap oleh perekonomian. Jika indeks tenaga kerja disuatu sektor lebih besar dari satu menunjukkan daya serap tenaga kerja di sektor yang bersangkutan sangat tinggi. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai indeks tenaga kerja adalah: n
n wi ij Lj =
n
w i 1
Lj ij
i 1 n
j 1
i
ij
= indeks tenaga kerja sektor j = unsur matriks kebalikan Leontief
3. DATA : PEREKONOMIAN DKI JAKARTA TAHUN 1993 Sumber data utama tulisan ini adalah Tabel I-O DKI Jakarta tahun 1993. Tabel I-O ini merupakan Tabel I-O terbaru yang ada ketika tulisan ini dibuat. Tabel I-O DKI Jakarta tahun 1993 disajikan dalam tiga sub matriks yang selanjutnya disebut sebagai kuadran I, II dan III .(Gambar 3). Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam kuadran ini sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta dibagi menjadi 78 sektor. Adapun sektor industri pengolahan teridiri dari 35 sub sektor yaitu: 1. pengolahan daging, sayur, buah dan susu 2. kopra, minyak hewani dan nabati 3. beras, biji-bijian giling dan tepung 4. roti, biskuit, mie, dan makanan sejenisnya 5. makanan hewan 6. makanan lainnya 7. minuman dan sirop 8. rokok dan tembakau 9. benang pintal dan sejenisnya 10. tekstil dan hasil rajutan 11. pakaian jadi 12. kulit samakan, alas kaki dan barang dari kulit 13. kayu gergajian, bahan bangunan kayu dan kayu lapis 14. perabot rumah tangga dari hasil kehutanan 15. kertas dan karton 16. barang cetakan dan penerbitan 17. kimia dasar dan bahan-bahan kimia
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
obat-obatan dan jamu kosmetik bahan kimia lainnya bahan bakar minyak dan gas barang dari karet dan plastik barang dari tanah liat, keramik, dan semen barang dari gelas dan kaca logam dasar, besi dan baja barang dari logam, kecuali mesin dan peralatan mesin dan perlengkapannya kecuali mesin listrik mesin listrik dan perlengkapannya barang elektronik perlengkapan listrik kapal, kereta api dan pesawat terbang kendaraan bermotor dan perlengkapannya alat angkutan lainnya peralatan profesional, fotografi, jam dan perhiasan barang industri lainnya Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir tersebut terdiri dari enam komponen yaitu konsumsi rumah tangga (88), konsumsi pemerintah (89), pembentukan modal tetap (90), perubahan stok (91), ekspor barang dan jasa ke luar negeri (92) dan ekspor barang dan jasa ke wilayah lain/dalam negeri (93). Kudran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran I. Kuadran ini terdiri dari sel-sel nilai tambah bruto(86) dan impor (81). Nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji (82), surplus usaha (83), penyusutan (84) dan pajak tak langsung netto (85). Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Berdasarkan informasi dari Tabel I-O DKI Jakarta tahun 1993 diketahui bahwa total permintaan sektor industri pengolahan di DKI Jakarta tertinggi dibandingkan dengan total permintaan 8 sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 22.794,28 milyar. Lihat juga Gambar 4 Sebagian besar permintaan merupakan permintaan akhir, yaitu sebesar Rp 16.211,02 milyar (71.12%) dan sisanya yaitu sebesar Rp 6.583,25 milyar (28.88%) merupakan permintaan antara. Adapun di dalam sektor industri pengolahan, lima sub sektor industri pengolahan yang mempunyai nilai permintaan antara tertinggi adalah: logam dasar, besi dan baja (25), motor dll (32), kimia (17), barang cetakan dan penerbitan (16) dan barang logam (26). Dari segi permintaan akhir terdapat empat komponen penyusun utamanya yaitu: konsumsi rumah tangga sebesar Rp 2.554,17 milyar (15.76%), konsumsi pemerintah Rp 108,94 milyar (0.67%), investasi Rp 2.573,43 milyar (15.87%) dan ekspor Rp 10.974,49 milyar (67.70%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5. Di dalam sektor industri pengolahan, lima sub sektor industri pengolahan yang memiliki permintaan terbesar terhadap pemenuhan konsumsi rumah tangga adalah: beras, biji giling dan tepung (3), pakaian jadi (11), minuman (7), olah daging, sayur, buah dan susu (1) dan olahan kulit (12). Lima sub sektor penyusun utama terhadap pemenuhan konsumsi pemerintah adalah : barang cetakan dan penerbitan (16), alat listrik (30), motor, (32), kimia lain (20) dan barang elektronik (29). Selanjutnya lima sub sektor penyumbang utama dalam pembentukkan investasi adalah: motor (32), barang elektronik (29), mesin (27), pakaian jadi (11) dan peralatan profesional (34). Sedangkan lima sub sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan devisa (ekspor) adalah: pakaian jadi (11), alat listrik (30), motor (32), obat dan jamu (18) dan olah daging, sayur, buah dan susu (1) Dari segi permintaan akhir terdapat empat komponen penyusun utamanya yaitu: konsumsi rumah tangga sebesar Rp 2.554,17 milyar (15.76%), konsumsi pemerintah Rp 108,94 milyar (0.67%), investasi Rp 2.573,43 milyar (15.87%) dan ekspor Rp 10.974,49 milyar (67.70%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 3. Tabel I-O DKI Jakarta Klasifikasi 9 Sektor Tahun 1993 (milyar rupiah)
Sektor
1
2
3
4
5
6
Pertanian
Tmb&gln
Ind. pengolahan
Lisgair
Bangunan
7
Perdg,htl,&r Angk.&Kom. est
8
9
79
88
89
90
91
92
93
95
99
Keuangan
Jasa-jasa
Jl. Demand Antara
Kons. RT
Kons. Gov.
Pb. Modal Tetap
Perubahan Stok
Ekspor LN
Ekspor Domestik
Jl. Demand
Jl. Output
1
Pertanian
0.50
0.00
32.29
0.00
0.00
29.14
0.05
0.00
3.23
65.21
105.21
2
Tambang&gln
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3
Industri pengolahan
4.68
0.00
3172.95
52.08
1501.50
587.42
66.48
250.69
947.45
6583.25
2554.17
108.94
2057.54
515.89
5493.53
4
Lisgair
0.08
0.00
222.57
232.25
20.69
232.65
48.56
139.55
99.46
995.81
566.90
87.06
0.00
0.00
0.00
0.00
5
Bangunan
0.40
0.00
26.74
38.72
3.25
124.82
255.64
490.81
39.53
979.93
0.00
114.86 15172.80
0.00
0.00
0.00 16267.59 16267.59
6
Perdagangan, hotel&rest
3.64
0.00
1786.38
93.20
1255.15
633.76
238.70
637.46
280.12
4928.42
4276.13
313.01
1549.32
0.00
1334.46
5933.11 18334.44 18334.44
7
Angkutan&Komunikasi
0.52
0.00
346.33
8.99
158.60
457.81
602.66
339.86
52.96
1967.74
2877.04
147.15
107.64
0.00
124.21
8
Keuangan,asrn, js firm & sewa
1.08
0.00
1003.81
14.53
2643.29
790.86
353.13
2534.01
181.17
7521.88
3504.10
147.43
0.00
0.00
2222.18
9
Jasa-Jasa
0.07
0.00
47.86
3.87
35.15
173.88
480.81
581.90
160.11
1483.65
1972.41
2567.15
96.90
0.00
77.30
80
Jl. Input Antara
10.98
0.00
6638.93
443.64
5617.63
3030.36
2046.03
4974.29
3487.39 18984.20
520.19
81
Impor
13.39
0.00
6724.75
522.85
4339.99
2181.87
1006.82
894.45
632.02 16316.15
82
Upah & Gaji
29.63
0.00
2663.74
163.55
2896.18
3314.73
1379.26
3974.43
3083.34 17504.86
83
Surpus Usaha
128.23
0.00
4787.41
374.67
2457.37
8531.01
2445.82
7376.68
721.15 26822.34
84
Penyusutan
2.08
0.00
1112.38
98.27
583.72
716.44
826.24
670.89
322.50
4332.52
85
Indirect Tax
0.85
0.00
867.06
46.78
372.70
560.03
143.41
332.65
123.24
2446.73
86
Nilai Tambah Bruto
160.79
0.00
9430.59
683.27
87
Jl. Input
185.16
0.00 22794.28
1764.02 24525.88 15855.95
6309.97 13122.21
4794.73 12354.65
4250.24 51106.46
1649.76 16267.59 18334.44
7847.58 18223.39
6646.29 91948.50
Sumber : Tabel I-O Propinsi DKI Jakarta Tahun 1993, Kantor Statistik Propinsi DKI Jakarta
5802.14
1.78
0.00
4.30
8.51
0.15
185.16
185.16
0.00
0.00
0.00
318.40
4826.86
835.86
5480.96 22794.28 22794.28
2623.80
1649.76
7847.58
1649.76
7847.58
4827.79 18223.39 18223.39 448.88
6646.29
6646.29
9260.19 19314.69 91948.50 91948.50 0.00
0.00 28099.42
0.00
Gambar 4. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993
antara akhir
20000.00
total 15000.00 10000.00
Jasa-jasa
Keuangan,asuransi, js firm & sewa
Angkutan&K omunikasi
Perdagangan, hotel&restoran
Bangunan
Industri P engolahan
Tambang&galian
0.00
Listrik, gas dan air
5000.00
Pertanian
Nilai (milyar rupiah)
25000.00
Sektor
Gambar 5. Komponen Permintaan Akhir Sektor Industri Pengolahan di DKI Jakarta Tahun 1993
RT 15.76%
Pemerintah 0.67%
Investasi 15.87%
Ekspor 67.70%
Gambar 6. Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993
14000
Nilai (milyar rupiah)
12000
10000
8000
6000
4000
Nilai Tambah Bruto
Jasa-jasa
Keuangan,asnr,js firm&sewa
Lisgair
Bangunan
Sektor
Angkutan&Komunikasi
Indirect Tax
Industri Pengolahan
Penyusutan
Tambang&gln
Surplus Usaha
Pertanian
0
Upah/ Gaji
Perdagangan, hotel&rest
2000
Dari Tabel I-O DKI Jakarta Tahun 1993 juga terlihat bahwa pada tahun 1993 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap nilai tambah sebesar Rp 9.430,59 milyar atau 18.45% dari total nilai tambah propinsi DKI Jakarta (Gambar 6). Dari nilai tambah sejumlah tersebut, Rp 2.663,74 milyar atau 28.25% dialokasikan untuk upah dan gaji, kemudian untuk surplus usaha sebesar Rp 4.787,41 milyar (50.76%), penyusutan Rp 1.112,38 milyar (11.80%) dan indirect tax sebesar Rp 867,06 milyar (9.19%). Jika dilakukan analisis perbandingan antara nilai upah dan gaji terhadap surplus usaha ke-35 sub sektor industri pengolahan diperoleh nilai rasio upah dan gaji <1 untuk 30 sub sektor dan hanya lima sub sektor yang mempunyai nilai rasio upah/gaji >1 yaitu olahan kulit (12), barang cetak (16), obat dan jamu (18), barang karet dan plastik (22), dan alat transpor (31). Kondisi demikian menunjukkan bahwa distribusi pendapatan ke-30 sub sektor tersebut antara pemilik modal dan pekerja masih belum merata karena share yang lebih besar berada pada pemilik modal. 4. HASIL ANALISIS Secara umum matriks kebalikan Leontief dari Tabel I-O DKI Jakarta tahun 1993 dapat dilihat pada Gambar 7. Selanjutnya akan dijelaskan hasil analisis peran industri pengolahan terhadap perekonomian DKI Jakarta terutama mengenai keterkaitannya dengan sektor perekonomian lainnya, peningkatan pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. 4.1 Analisis Indeks Total Keterkaitan ke Belakang Gambar 8 menyajikan nilai indeks total keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta. Dibandingkan 8 sektor perekonomian lainnya, indeks total keterkaitan ke belakang sektor industri pengolahan menduduki peringkat ke-2 dengan nilai sebesar 1.279. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik pertumbuhan industri hulunya karena untuk setiap satu-satuan peningkatan permintaan akhir pada sektor industri pengolahan akan mendorong peningkatan output pada sektor-sektor yang digunakan sebagai input oleh sektor industri pengolahan sebesar 1.279 satuan. Di dalam sektor industri pengolahan, terdapat 18 sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai indeks total keterkaitan ke belakang lebih besar dari satu yaitu: olahan kulit (12), kertas (15), barang cetak (16), kimia (17), obat dan jamu (18), kosmetika (19), kimia lain (20), barang kimia dan plastik (22), barang gelas dan kaca (24), logam besi dan baja (25), barang logam (26), mesin listrik (28), barang elektronik (29), alat listrik (30), motor (32), angkutan lain (33), alat profesional (34) dan barang industri lain (35). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Apendik 2. Tingginya nilai indeks total keterkaitan ke belakang ke-18 sub sektor tersebut menunjukkan bahwa ke-18 sub sektor tersebut mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik pertumbuhan output sektor hulunya.
Gambar 7. Matriks Kebalikan Leontief 9 Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993 Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Pertanian
1.003
0.000
0.002
0.000
0.000
0.002
0.000
0.000
0.000
1.008
2
Tmb&Gln
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.000
3
Ind. Pengolahan
0.031
0.000
1.169
0.050
0.117
0.044
0.030
0.032
0.175
1.649
4
Lisgair
0.001
0.000
0.016
1.166
0.006
0.017
0.011
0.013
0.021
1.251
5
Bangunan
0.003
0.000
0.005
0.029
1.007
0.010
0.038
0.033
0.009
1.135
6
Perdg,htl&rest
0.024
0.000
0.100
0.076
0.099
1.045
0.046
0.051
0.063
1.504
7
Angk&Kom
0.005
0.000
0.024
0.011
0.019
0.031
1.087
0.026
0.015
1.217
8
Keu,asrn&sewa
0.010
0.000
0.067
0.025
0.203
0.059
0.070
1.175
0.047
1.656
9
Jasa-jasa
0.001
0.000
0.007
0.005
0.011
0.014
0.071
0.041
1.028
1.179
1.079
1.000
1.389
1.362
1.463
1.222
1.354
1.371
1.360
11.599
Total
Total
as a j - as aJ
m r i f s j , r ns a , n a g n a u e K aw es &
is ak i n um o K & n a t uk g n A
, n a g n a g a dr eP ts e r & l e t o h
n a n u g n aB
r i a gs i L
n a h a l o g n e p ir ts u d n I
n l g & g n a bm a T
0.000
n a i n atr eP
Sektor
0.200 0.400
i aliN
0.600 0.800 1.000 1.200 1.400
Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993 Gambar 8. Indeks Total Keterkaitan Ke Belakang Sektor-Sektor
4.2 Analisis Indeks Total Keterkaitan ke Depan Gambar 9 menyajikan nilai indeks total keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta. Dibandingkan 8 sektor perekonomian lainnya, indeks total keterkaitan ke depan sektor industri pengolahan menduduki peringkat ke-2 dengan nilai sebesar 1.078. Nilai indeks keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan yang lebih besar dari satu tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai kemampuan yang kuat untuk mendorong pertumbuhan output industri hilirnya. Di dalam sektor industri pengolahan, empat sub sektor industri pengolahan yang memiliki indeks total keterkaitan ke depan lebih besar dari satu yaitu: kimia (17), barang karet dan plastik (22), logam besi dan baja (25) dan alat listrik (30). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Apendik 2. Indeks total keterkaitan ke depan yang lebih besar dari satu tersebut menunjukkan bahwa output yang dihasilkan oleh keempat sub sektor ini merupakan komoditi intermedier, dalam artian merupakan bahan baku bagi industri-industri dan sektor-sektor perekonomian lainnya. Nilai tersebut juga menunjukkan besarnya peranan keempat sub sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan perekonomian di DKI Jakarta. 4.3 Analisis Indeks Pendapatan Masyarakat Hasil analisis indeks pendapatan masyarakat sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta disajikan pada Gambar 10. Dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya indeks total pendapatan masyarakat di sektor industri pengolahan mempunyai nilai lebih kecil dari satu dan menduduki peringkat ke-7 yaitu sebesar 0.690. Nilai tersebut mengandung arti bahwa untuk setiap satu-satuan kenaikan output yang dihasilkan sektor industri pengolahan, total pendapatan masyarakat di DKI akan meningkat sebesar Rp 0.690 milyar. Namun demikian dalam sektor industri pengolahan, 9 sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai indeks total pendapatan masyarakat lebih besar dari satu yaitu: olahan kulit (12), barang cetak (16), obat dan jamu (18), barang karet dan plastik (22), mesin (27), alat transpor (31), motor (32), alat profesional (34) dan barang industri lain (35). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Apendik 2. Tingginya nilai indeks pendapatan masyarakat 9 sub sektor tersebut menunjukkan pentingnya peran sektor-sektor tersebut dalam mendorong peningkatan pendapatan masyarakat di DKI Jakarta. 4.4 Analisis Indeks Tenaga Kerja Hasil analisis indeks tenaga kerja sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta disajikan pada Gambar 11. Dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya indeks tenaga kerja sektor industri pengolahan hanya menduduki peringkat ke-5 dengan nilai sebesar 0.392. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan kurang sensitif dalam menciptakan lapangan kerja pada pembangunan perekonomian di DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena sektor industri penngolahan di DKI Jakarta bersifat padat modal (capita intensive).
Indeks tenaga kerja per sub sektor industri pengolahan tidak disajikan karena data tenaga kerja pada 35 sub sektor industri pengolahan tidak tersedia. Gambar 9. Indeks Total Keterkaitan Ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993 1.200 1.000
Nilai
0.800 0.600 0.400
Jasa-jasa
Keuangan,asnr, js firm & sewa
Sektor
Angkutan&Komunikasi
Perdagangan, hotel&rest
Bangunan
Lisgair
Pertanian
Tambang&gln
0.000
Industri pengolahan
0.200
Gambar 10. Indeks Total Pendapatan Masyarakat Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993 3.000 2.500
Nilai
2.000 1.500 1.000
Jasa-jasa
Keuangan,asnr, js firm & sewa
Angkutan&Komunikasi
Perdagangan, hotel&rest
Bangunan
Lisgair
Tambang&gln
Pertanian
0.000
Industri pengolahan
0.500
Sektor
Gambar 11. Indeks Total Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993 4.500 4.000 3.500 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500
Sektor
Jasa-j asa
Keuangan,asnr, j s fi rm & sewa
Angkut an&Komuni kasi
Perdagangan, hot el &rest
Bangunan
Li sgai r
I ndustri pengol ahan
T ambang&gl n
0.000 Pert ani an
Nilai
3.000
5. KESIMPULAN Dengan menggunakan Tabel I-O 1993, analisis yang telah dilakukan dalam melihat peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian DKI Jakarta meliputi 4 hal yaitu analisis: (1) indeks total keterkaitan ke depan, (2) indeks total keterkaitan ke belakang, (3) indeks pendapatan masyarakat, dan (4) indeks tenaga kerja. Dari analisis didapat temuan-temuan sebagai berikut: 1. Total permintaan sektor industri pengolahan tertinggi dibandingkan dengan 8 sektor perekonomian lainnya di DKI Jakarta. 2. Permintaan akhir terhadap industri pengolahan lebih tinggi dari nilai permintaan antara. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan masih berorientasi untuk konsumsi langsung dibandingkan untuk digunakan sebagai input sektor-sektor lain. 3. Ditinjau dari peranannya terhadap pembentukan nilai tambah bruto, sektor industri pengolahan hanya menduduki peringkat ke-3 dibawah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor keuangan. Analisis lebih mendalam terhadap ke-35 sub sektor industri pengolahan menunjukkan bahwa nilai tambah bruto sektor-sektor tersebut sebagian besar terdapat pada surplus usaha dibandingkan upah/gaji. 4. Karena indeks total keterkaitan ke depan dan ke belakang sektor industri pengolahan lebih besar dari satu, maka sektor industri pengolahan dapat dikatakan sebagai industri “kunci”; artinya jika sektor industri pengolahan dikembangkan akan dapat mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya di DKI Jakarta. 5. Dalam sektor industri pengolahan, sub sektor industri kimia(17), barang karet dan plastik (22), logam besi dan baja (25), dan alat listri (30) merupakan sektor kunci. 6. Peran sektor industri pengolahan terhadap pengingkatan pendapatan masyarakat di DKI Jakarta relatif kecil dibandingkan dengan 8 sektor perekonomian lainnya. Namun demikian dalam sektor industri pengolahan terdapat 9 sub sektor yang mempunyai nilai indeks pendapatan lebih besar dari satu yaitu: olahan kulit (12), barang cetak (16), obat dan jamu (18), barang karet dan plastik (22), mesin (27), alat transport (31), motor (32), alat profesional (34) dan barang industri lain (35). 7. Secara keseluruhan peran sektor industri pengolahan dalam hal penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Karena temuan-temuan ini maka adalah beralasan jika pemerintah DKI Jakarta menciptakan kebijakankebijakan yang merangsang tumbuhnya sektor industri pengolahan. Berkembangnya sektor industri pengolahan akan mendorong tumbuhnya industri-industri lainnya di DKI Jakarta. Didalam sektor industri pengolahan, sebaiknya pemerintah DKI Jakarta mengkonsentrasikan diri untuk mengembangkan industri kimia (17), barang karet dan plastik (22), logam besi dan baja (25), dan alat listrik (30) karena ke-4 sektor tersebut merupakan sektor kunci dan industri olahan kulit (12), barang cetak (16), obat dan jamu (18), barang karet dan plastik (22), mesin (27), alat transport (31), motor (32), alat profesional (34) dan barang industri lain (35) karena 9 sub sektor tersebut mempunyai kemampuan yanng kuat untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat di DKI Jakarta. DAFTAR PUSTAKA 1. Kantor Statistik Propinsi DKI Jakarta.. Pendapatan Regional DKI Jakarta Tahun 1980-1994. Jakarta. 2. Kantor Statistik Propinsi DKI Jakarta. Tabel Input-Output DKI Jakarta Tahun 1993. Jakarta,1996. 81-91. 3. PEMDA DKI Jakarta. Pola Dasar Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tahun 1994/1995-1998/1999. Jakarta, 1993. 38. 4. Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tabel Input Output dan Analisis. UI-Press. Jakarta,1988. 5. Simatupang, P et all. Agroindustri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian di Indonesia. Pusat Penelititan Agro Ekonomi. Bogor, 1990.
Apendik 1.Indeks Total Keterkaitan ke Depan, ke Belakang, Pendapatan Masyarakat dan Tenaga Kerja 9 Sektor Perekonomian di DKI Jakarta Tahun 1993
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Tambang&gln Industri pengolahan Lisgair Bangunan Perdagangan, hotel&rest Angkutan&Komunikasi Keuangan,asnr, js firm & sewa Jasa-jasa
Indeks Total Ketekaitan Ke Depan
Indeks Total Keterkaitan Ke Belakang
Indeks Total Pendapatan Masyarakat
Indeks Total Tenaga Kerja
0.837 0.776 1.078 1.056 1.135 0.948 1.051 1.064 1.055
0.782 0.776 1.279 0.971 0.881 1.167 0.944 1.285 0.915
0.733 0.000 0.690 0.573 1.106 0.938 1.011 1.270 2.680
4.134 0.000 0.392 0.303 0.191 0.809 0.390 0.130 2.651
Apendik 2. Indeks Total Keterkaitan ke Depan, ke Belakang dan Pendapatan Masyarakat 35 Sub Sektor Industri Pengolahan di DKI Jakarta Tahun 1993
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Sektor
Indeks Total Ketekaitan Ke Depan
Indeks Total Keterkaitan Ke Belakang
Indeks Total Pendapatan Masyarakat
Olah Dg,Syr,Bh&Ss Kop,myk Hw&Nb Brs,Biji gl&Tpg Roti,Mie dll Pakan Makanan lain Minuman Rokok Benang Textil dll Baju Olahan kulit Olahan kayu Perabot RT hsl htn Kertas dll Brg cetak dll Kimia Obat&jamu Kosmetika Kimia lain Migas Brg Karet & plastik Bhn bangunan Brg gelas & kaca Logam besi & baja Brg logam Mesin dll Mesin listrik dll Brg elektronik Alat listrik dll Alat transpor dll Motor dll Angkutan lain Alat Profesional Brg industri lain
0.804 0.806 0.908 0.757 0.770 0.776 0.789 0.751 0.820 0.843 0.766 0.863 0.821 0.778 0.877 0.905 1.484 0.838 0.756 0.980 0.751 1.025 0.763 0.818 1.368 0.903 0.768 0.770 0.920 1.072 0.754 0.991 0.757 0.759 0.794
0.943 0.908 0.843 0.981 0.942 0.854 0.963 0.751 0.838 0.972 0.952 1.091 0.976 0.983 1.023 1.031 1.067 1.156 1.144 1.057 0.751 1.002 0.982 1.002 1.048 1.155 0.915 1.149 1.385 1.179 0.872 1.143 1.104 1.089 1.068
0.645 0.739 0.021 0.456 0.714 0.629 0.528 0.000 0.393 0.857 0.880 1.601 0.961 0.506 0.728 1.425 0.442 2.108 0.895 0.383 0.000 1.343 0.669 0.647 0.919 0.931 1.087 0.872 0.827 0.950 2.906 1.456 0.920 1.020 1.508
RIWAYAT PENULIS SAHARA, lahir di Tebing Tinggi, Lahat pada tanggal 13 Mei 1974. Menamatkan pendidikan S-1 di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya, 1998. Saat ini bekerja sebagai asisten pada RUT V.1 BPP Teknologi mengenai Dampak Kebijakan di Bidang Lingkungan Hidup: Dampaknya pada Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta.
BUDY P. RESOSUDARMO, lahir di Jakarta pada tangga 16 Mei 1961. Menamatkan pendidikan S-1 di Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Elekto, 1986. Pada tahun 1986 bekerja di Direktorat PSSEPW, BPPT. Tahun 1992 menyelesaikan pendidikan S-2 di Universitas Delaware di Bidang Riset Operasi dan pada tahun 1996 menamatkan pendidikan S-3 di Universitas Cornell bidang Ekonomi Pertanian. Saat ini penulis bekerja sebagai staf peneliti BPP Teknologi di Direktorat PSSEPW.