ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)
OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
DWI PANGASTUTI UJIANI, Analisis Peranan Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya dalam Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta: Analisis Input-Output (dibimbing oleh Yeti Lis Purnamadewi).
Pariwisata merupakan kegiatan yang berkaitan dengan perjalanan. Pada perkembangannya pariwisata berkembang pesat karena terintegrasi dengan industri lain sehingga berubah menjadi sebuah industri yang mempunyai keterkaitan erat dengan sektor pembangunan lainnya. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta sebagai subyek pengelola pembangunan daerah, mempunyai pertimbangan kuat untuk menempatkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan daerah. Secara historis, Propinsi D.I. Yogyakarta semula merupakan daerah pertanian yang dalam perkembangannya mengalami perubahan menjadi kota yang didominasi oleh kegiatan perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terlihat sejak tahun 2003 sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai andil terbesar dalam perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan, karena permintaan akan produk pariwisata menjadi berkurang. Oleh karena itu, diharapkan dengan membaiknya dalam beberapa tahun ke depan akan mendorong naiknya pendapatan masyarakat sehingga permintaan jasa wisata akan tetap tinggi. Hal ini akan mendorong naiknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke D.I. Yogyakarta. Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peranan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dalam perekonomian Propinsi D. I. Yogyakarta. Hal ini dilihat berdasarkan kontribusinya terhadap struktur perekonomian, daya penyebaran, serta multiplier effect yang ditimbulkan. Data yang digunakan adalah data sekunder dari BPS Propinsi D.I. Yogyakarta dan instansi terkait lainnya. Analisis yang digunakan yaitu Analisis Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 transaksi total atas dasar harga produsen klasifikasi 83 sektor yang diagregasi menjadi 9 sektor dan 22 sektor yang menggambarkan kondisi perekonomian sebelum peristiwa gempa bumi serta diolah dengan menggunakan Microsof Excell. Berdasarkan analisis deskriptif jasa pariwisata dan sektor pendukungnya bersifat lintas sektor serta memiliki peran besar dalam struktur perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Berdasarkan total permintaan, peran jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dalam perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta menduduki posisi paling penting dibanding sembilan sektor perekonomian lainnya. Hal ini terlihat dalam kontribusinya yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan akhir dan permintaan antara yaitu menduduki peringkat pertama; untuk konsumsi rumah tangga menduduki peringkat kedua setelah sektor industri pengolahan; untuk nilai ekspor menempati urutan pertama; dan untuk investasi
menduduki peringkat ketiga setelah sektor bangunan dan industri pengolahan; serta memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai tambah bruto. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik dan mendorong terhadap pertumbuhan output industri hulu maupun hilirnya, karena memiliki nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang lebih besar dari satu. Dalam sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya itu sendiri, perdagangan dan restoran merupakan subsektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran lebih besar dari satu. Berdasarkan hasil analisis multiplier, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menduduki peringkat ke empat pada tipe I dan ke lima pada tipe II untuk multiplier output. Pada analisis multiplier pendapatan sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menduduki peringkat ketiga pada tipe I dan tipe II setelah sektor pengangkutan dan komunikasi serta industri pengolahan. Sedangkan pada analisis multiplier tenaga kerja sektor tersebut menduduki peringkat ke tujuh pada tipe I dan ke delapan pada tipe II. Berdasarkan subsektornya, industri tekstil, pemintalan dan pertenunan memberikan kontribusi terbesar pada multiplier output tipe I dan tipe II; sektor restoran pada multiplier pendapatan tipe I dan II; sedangkan pada multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II adalah jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. Berdasarkan hasil analisis penetapan sektor dengan memperhatikan rangking nilai multiplier yang telah distandarisasi, subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang dapat dijadikan sebagai sektor kunci adalah jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta serta restoran. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka pemerintah harus tetap memprioritaskan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya khususnya sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta serta restoran sebagai penggerak perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta, melalui penciptaan iklim investasi yang lebih konservatif dan lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk ekspor.
ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)
OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Dwi Pangastuti Ujiani
Nomor Registrasi Pokok : H14102028 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Peranan Jasa Pariwisata dan Sektor
Pendukungnya dalam Perekonomian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Analisis Input- Output) dapat diterima sebagai syarat untuk menerima gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M. Sc. NIP. 131 967 243 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP. 131 864 872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Dwi Pangastuti Ujiani H14102028
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dwi Pangastuti Ujiani lahir pada tanggal 8 Desember 1984 di Yogyakarta, dan merupakan anak bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Hari Purnomo dan Indah Nursanti. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan menamatkan sekolah dasar pada SD Demangan I Yogyakarta, kemudian melanjutan ke SLTP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Muhammadiyah 5 Yogyakarta dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekomoni dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba mengaktualisasi diri bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM IPB pada tahun 2003-2004 sebagai anggota Departemen Administrasi, Keuangan dan Kesekretariatan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesasikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi
ini
adalah
“Analisis
Peranan
Jasa
Pariwisata
dan
Sektor
Pendukungnya dalam Perekonomian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Analisis Input-Output)”. Pariwisata merupakan topik yang sangat menarik sehingga diharapkan dapat berdampak positif terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini khususnya di Propinsi D.I. Yogyakarta. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sahara, M.Si yang telah menguji hasil karya ini, semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Henny Reinhardt, M.Sc selaku dosen Komisi Pendidikan atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, suami tercinta serta saudara-saudara penulis atas ketabahan, dorongan serta dukungan mereka yang sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Ekonomi yang telah berupaya mencurahkan ilmu pengetahuan, teman-teman serta pihak-pihak lain atas segala masukan dan dorongan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2006
Dwi Pangastuti Ujiani H14102028
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...............................................................................
3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................
5
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Data .................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .........................
7
2.1. Tinjauan Pustaka ....................................................................................
7
2.1.1. Pengertian Jasa Pariwisata ............................................................
7
2.1.2. Tujuan Pembangunan Pariwisata Nasional .................................. 12 2.1.3. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 13 2.2. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 16 2.2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 16 2.2.1.1. Teori Sektor Unggulan ................................................... 16 2.2.1.2. Dampak Sosial Pengembangan Pariwisata terhadap Pembangunan Ekonomi ................................... 21 2.2.1.3. Model Input-Output ....................................................... 23 2.2.1.4. Struktur Tabel Input-Output .......................................... 24 2.2.1.5. Analisis Dampak Penyebaran ........................................ 28 2.2.1.6. Analisis Pengganda (Multiplier) ................................... 28 2.2.1.7. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Propinsi D. I. Yogyakarta ............................................... 30 2.2.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 31 III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 34 3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 34 3.2. Metode Analisis ..................................................................................... 34 3.2.1. Koefisien Input ............................................................................. 34
viii
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran ...................................................... 36 3.2.3. Analisis Pengganda (Multiplier)................................................... 38 3.3. Definisi Operasional Data ...................................................................... 43 IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ................................................... 50 4.1. Letak Geografis ...................................................................................... 50 4.2. Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja ......................................... 51 4.3. Perekonomian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .......................... 53 4.4. Kegiatan Kepariwisataan ....................................................................... 55 4.4.1. Kebijakan Pembangunan Daerah Terhadap Pariwisata ............... 56 4.4.2. Strategi Kebijakan ........................................................................ 58 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 59 5.1. Peranan Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungya dalam Struktur Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta ................................. 59 5.1.1. Struktur Permintaan ...................................................................... 59 5.1.2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah ... 63 5.1.3. Kontribusi Terhadap Investasi ...................................................... 64 5.1.4. Kontribusi Terhadap Ekspor ......................................................... 67 5.1.5. Struktur Nilai Tambah Bruto ........................................................ 68 5.2. Dampak Penyebaran .............................................................................. 73 5.2.1. Koefisien Penyebaran ................................................................... 73 5.2.2. Kepekaan Penyebaran ................................................................. 75 5.3. Analisis Multiplier ................................................................................ 76 5.3.1. Multiplier Output .......................................................................... 77 5.3.2. Multiplier Pendapatan ................................................................... 80 5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja ................................................................ 81 5.4. Analisis Sektor Unggulan ...................................................................... 83 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 86 6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 86 6.2. Saran ..................................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88 LAMPIRAN ........................................................................................................ 91
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2001-2004 (Persen) ........................................... 1 1.2.
Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000-2004 (Persen)..............................................................
3
Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara maupun Nusantara Yang Menggunakan Jasa Akomodasi di Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 1994-2004 ...............................
4
2.1.
Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan............................
13
2.2.
Hasil penelitian Terdahulu Tentang Multiplier .............................
14
2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran ............
15
2.4.
Tipologi Chenery-Watanabe ..........................................................
19
2.5.
Ilustrasi Tabel Input-Output ...........................................................
25
3.1.
Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja .............
42
4.1.
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 1999-2004 ..............................
52
Persentase Jumlah Penduduk Berumur 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama di Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2004 ........................................
53
Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi D.I. Yogyakarta menurut Lapangan Usaha tahun 2001-2004 (persen) ....................
54
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi D.I. Yogyakarta (Rupiah) ....................
56
Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor .........................................................................
60
Alokasi Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor
61
Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor .......................................................................
62
1.3.
4.2.
4.3. 4.4. 5.1.
5.2. 5.3.
x
5.4.
Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Terhadap Struktur Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor ...................................................
64
Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Klasifikasi 9 sektor (Juta Rupiah)...................................................
65
Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor ...................................................
66
Kontribusi Ekspor Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor .......................
68
Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor (Juta Rupiah)...................................................................................
69
Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomia di Propinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor (Juta Rupiah) ..................................................................................
72
5.10. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 9 sektor ........................................................................
74
5.11. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Klasifikasi 22 sektor .....
75
5.12. Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Kalsifikasi 9 sektor .......................................................................
77
5.13. Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor ......................................................................
79
5.14. Rangking Nilai Multiplier Standarisasi Klasifikasi 9 sektor .........
84
5.15. Rangking Nilai Multiplier Standarisasi Klasifikasi 22 sektor ........
85
5.5.
5.6.
5.7. 5.8.
5.9.
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Kurva Keseimbangan Umum .........................................................
18
2.2.
Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
33
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman Klasifikasi 9 Sektor dan 22 Sektor Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 ..........................................
91
Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen (Juta Rupiah) Klasifikasi 9 Sektor .......................................................................
96
Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen (Juta Rupiah) Klasifikasi 22 Sektor .....................................................................
98
4.
Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 9 Sektor................................
101
5.
Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 22 Sektor..............................
102
6.
Matrik Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 9 Sektor ...............
104
7.
Matrik Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 22 Sektor .............
105
8.
Matrik Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 9 Sektor ...............
107
9.
Matrik Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 22 Sektor ............
108
2.
3.
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan yang berkaitan dengan perjalanan. Sektor
pariwisata berkembang pesat karena terintegrasi dengan industri lain, sehingga berubah menjadi sebuah industri yang mempunyai keterkaitan erat dengan sektor pembangunan lain. Sektor Pariwisata merupakan salah satu penyebab timbulnya laju pertumbuhan ekonomi sektor-sektor di luar pertanian, karena menyangkut berbagai sektor perekonomian yang memproduksi barang dan jasa yang sebagian atau seluruhnya dikonsumsi oleh wisatawan mancanegara maupun nusantara yang tidak sama antar berbagai daerah atau wilayah. Tabel 1.1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 20012004 (Persen) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan Air Bersih Bangunan Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya a. Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan b. Industri Kayu dan Barang dari Kayu c. Perdagangan besar dan eceran d. Hotel e. Restoran f. Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta
2001 15,64 11,66 27,60 0,63 5,55 4,87 8,53 9,28 21,24 3,25 1,41 13,34 0,67 2,22 0,35
2002 15,47 11,28 27,85 0,66 5,61 5,06 8,69 9,23 20,97 3,22 1,36 13,26 0,67 2,23 0,23
2003 15,39 10,66 27,97 0,66 5,70 5,38 8,87 9,14 21,17 3,26 1,31 13,32 0,68 2,23 0,37
2004 15,23 9,67 28,25 0,67 5,87 5,77 9,09 9,12 21,15 3,23 1,22 13,37 0,71 2,24 0,38
Sumber : Statistik Indonesia, 2004
Peranan pariwisata dalam Produk Domestik Bruto (PDB) terlihat dari kontribusi jasa pariwisata dan sektor pendukungnya (Tabel 1.1). Sektor pariwisata merupakan sektor yang berbasis jasa dan sebagai salah satu sektor unggulan yang
2
strategis dalam pembangunan nasional, karena mampu mendatangkan devisa bagi negara nomor dua setelah minyak dan gas (Heriawan, 2004). Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Upaya yang merupakan bentuk keseriusan Pemerintah Propinsi DIY dalam memajukan sektor pariwisata sebagai penggerak pembangunan adalah dengan membentuk Badan Pariwisata Daerah (BAPARDA), berbeda dengan propinsi lain yang hanya berbentuk Dinas Pariwisata serta dengan memberikan brand bagi Yogyakarta yakni Jogja Never Ending Asia, untuk menarik wisatawan asing. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasiskan budaya dan dikenal dengan kota pendidikan mempunyai banyak alternatif pariwisata yang dapat dijual mulai dari wisata budaya, wisata sejarah dan purbakala, wisata adat dan kesenian, wisata alam, wisata agroindustri, wisata olah raga maupun wisata konvensi. Pembenahan sektor pariwisata tidak akan pernah berhenti sampai disini, karena sektor pariwisata merupakan sektor yang prospektif dan dapat dijadikan andalan. Trend baru dalam pariwisata adalah menggabungkan perdagangan, pariwisata dan investasi (Trade, Tourism, Investment/TTI) yang akan terus berkembang terutama di kota-kota besar di Indonesia. Selain berkembang dengan menuju trend TTI, wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) merupakan trend wisata lain yang sedang berkembang, sering juga disebut dengan wisata konvensi. Pemerintah
Daerah
D.I.
Yogyakarta
sebagai
subyek
pengelola
pembangunan daerah, mempunyai pertimbangan kuat untuk menempatkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan daerah. Secara historis, Propinsi
3
D.I.
Yogyakarta
semula
merupakan
daerah
pertanian
yang
dalam
perkembangannya mengalami perubahan menjadi kota yang didominasi oleh kegiatan perdagangan, hotel dan restoran (Tabel 1.2). Hal ini terlihat sejak tahun 2003 sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai peran terbesar dalam perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Komponen sektor pariwisata yang mempunyai keterkaitan paling besar penyebab terjadinya pergeseran struktur perekonomian adalah restoran. Tabel 1.2. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000 Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2001-2004 (Persen) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya a. Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan b. Industri Kayu dan Barang dari Kayu c. Perdagangan Besar dan Eceran d. Hotel e. Restoran f. Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta
2001 20,53 0,84 15,65 0,79 6,92 8,83 8,73 18,05 25,58 3,31 2,21 8,67 2,06 8,94 0,39
2002 19,99 0,81 15,40 0,88 7,17 9,05 8,95 17,92 25,72 3,33 2,15 8,50 2,08 9,27 0,39
2003 19,19 0,78 15,14 0,88 7,67 9,36 9,17 17,64 25,89 3,27 2,06 8,51 2,11 9,56 0,38
2004 18,91 0,75 14,83 0,90 7,95 9,80 9,34 17,19 25,91 3,18 1,97 8,51 2,15 9,69 0,41
Sumber : BPS Propinsi D.I. Yogyakarta, 2001-2004
1.2.
Perumusan masalah Pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan merupakan salah satu indikator
keberhasilan
pembangunan
pariwisata.
Perkembangan
jumlah
kunjungan
wisatawan mancanegara maupun nusantara ke Propinsi D.I. Yogyakarta pada awal tahun 1997 dan tahun 1998 mengalami penurunan yang disebabkan karena citra pariwisata Indonesia sedang mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi.
4
Penurunan jumlah kunjungan wisatawan juga terjadi pada tahun 2002 sehingga menjadikan kinerja pariwisata menurun akibat tekanan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Sedangkan peningkatan yang menggembirakan dengan rata-rata sebesar 45,14 persen terjadi pada tahun 2004 (Tabel 1.3). Tabel 1.3. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara maupun Nusantara Yang Menggunakan Jasa Akomodasi di Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 1994-2004 Tahun
Wisatawan Mancanegara
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
323,194 344,265 351,542 277,847 78,811 73,361 78,414 92,945 90,777 95,626 103,401
Pertumbuhan (%) 6,51 2,11 -20,96 -71,63 -6,93 6,89 18,53 -2,33 5,34 8,13
Wisatawan Nusantara 640,801 837,265 901,575 638,552 309,135 440,986 540,996 739,274 888,360 1,390,611 1,688,599
Pertumbuhan (%) 30,65 7,68 -29,17 -51,59 42,65 22,68 36,65 20,17 28,22 21,00
Wisatawan Mancanegara dan Nusantara 963,995 1,181,530 1,253,117 916,399 387,946 514,347 619,410 832,219 979,137 1,234,690 1,792,000
Pertumbuhan (%) 22,56 6,05 -27,00 -57,66 32,58 20,47 34,36 17,65 26,09 45,14
Sumber : Baparda Propinsi DIY, 2004 Keterangan : Tanda (-) menunjukan adanya penurunan tingkat pertumbuhan
Akibat penurunan jumlah kunjungan wisatawan menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan, karena permintaan akan produk pariwisata menjadi berkurang. Oleh karena itu, diharapkan dengan membaiknya dalam beberapa tahun ke depan akan mendorong naiknya pendapatan masyarakat sehingga permintaan jasa wisata akan tetap tinggi. Hal ini akan mendorong naiknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke D.I. Yogyakarta. Berdasarkan kondisi diatas maka perlu diteliti lebih lanjut apakah jasa pariwisata dan sektor pendukungnya masih berperan dalam perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta serta tetap dapat dijadikan sektor unggulan. Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
5
1. Bagaimana peran jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dalam perekonomian propinsi D.I. Yogyakarta? 2. Berapa besar dampak penyebaran jasa pariwisata dan sektor pendukungnya di Propinsi D.I. Yogyakarta terhadap sektor-sektor perekonomian? 3. Berapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh jasa pariwisata dan sektor
pendukungnya
berdasarkan
efek
multiplier
terhadap
output,
pendapatan, dan tenaga kerja? 4. Subsektor jasa pariwisata apa yang dapat dikembangkan sebagai sektor prioritas?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan seperti yang dipaparkan
diatas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis peranan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dalam struktur perekonomian propinsi D.I.Yogyakarta. 2. Menganalisis
dampak
penyebaran
jasa
pariwisata
dan
sektor
pendukungnya di Propinsi D.I. Yogyakarta terhadap sektor-sektor perekonomian. 3. Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh jasa pariwisata dan sektor pendukungnya berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja. 4. Mengidentifikasi subsektor yang dapat dijadikan sebagai sektor prioritas.
6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai sumbangan pariwisata dalam sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang berdampak pada perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta serta keterkaitan dengan input dan output pembangunan. Sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan Pemerintah Daerah DIY dalam menentukan kebijakan pembangunan, khususnya pembangunan pariwisata dan dampaknya terhadap sektor pembangunan lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Data Penelitian ini menggunakan data yang terdapat pada Tabel Input-Output
Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 yang menggambarkan kondisi perekonomian sebelum peristiwa gempa bumi. Selain itu dalam penelitian ini akan menghadapi beberapa keterbatasan sumber dan jenis data yang dibutuhkan, karena sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya bersifat lintas sektor dalam penyajian data maka harus di hitung secara khusus. Disamping itu pengagregrasian sektoral hanya dilakukan hingga 9 sektor dan 22 sektor utama sebagai sektor yang di agregasi, di mana sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya diturunkan dari sektor industri tekstil, pemintalan dan pertenunan, industri barang kayu dan hasil kayu lainnya, perdagangan, hotel, restoran serta jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Jasa Pariwisata Menurut arti katanya, pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu kata Pari dan kata Wisata. Kata Pari berarti penuh, seluruh, atau semua dan kata wisata berarti perjalanan. Menurut Yoeti (2003), syarat suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan pariwisata apabila: (1) Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain, di luar tempat kediaman orang tersebut biasa tinggal; (2) Tujuan perjalanan semata-mata untuk bersenang-senang, dan tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang di kunjunginya; (3) Semata-mata sebagai konsumen di tempat yang dikunjungi. Menurut Wahab (1992) pariwisata mengandung tiga unsur antara lain : manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat tujuan). Jadi definisi pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam hal mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan. Pariwisata adalah suatu jasa dan pelayanan (Spillane, 1994). Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, usaha pariwisata dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu: usaha jasa pariwisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata. Sedangkan yang dimaksud dengan usaha
8
adalah kegiatan menghasilkan barang atau jasa untuk dijual dalam suatu lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri dan ada salah satu orang yang bertanggung jawab. Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Sesuai dengan Undang-undang RI No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, usaha pariwisata digolongkan ke dalam1: a. Usaha Jasa Pariwisata, timbul karena adanya berbagai macam keperluan dan kebutuhan bagi wisatawan akan mendorong tumbuhnya berbagai jenis usaha jasa pariwisata yang menyediakan keperluan bagi wisatawan serta bertujuan untuk membantu kelancaran perjalanan calon wisatawan. Usaha jasa pariwisata terdiri dari: 1) Jasa biro perjalanan wisata adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata. 2) Jasa agen perjalanan wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan. 3) Usaha jasa pramuwisata adalah kegiatan usaha bersifat komersial yang mengatur, mengkoordinir dan menyediakan tenaga pramuwisata untuk
1
www.bkpm.go.id/en/file/penjelasan pariwisata
9
4) memberikan pelayanan bagi seseorang atau kelompok orang yang melakukan perjalanan wisata. 5) Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran adalah usaha dengan kegiatan pokok memberikan jasa pelayanan bagi satu pertemuan sekelompok orang (misalnya negarawan, usahawan, cendekiawan) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. 6) Jasa impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan baik yang mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikannya serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan. 7) Jasa konsultasi pariwisata adalah jasa berupa saran dan nasehat yang diberikan untuk penyelesaian masalah-masalah yang timbul mulai dan penciptaan gagasan, pelaksanaan operasinya dan disusun secara sistematis berdasarkan disiplin ilmu yang diakui serta disampaikan secara lisan, tertulis maupun gambar oleh tenaga ahli profesional. 8) Jasa informasi pariwisata adalah usaha penyediaan informasi, penyebaran dan pemanfaatan informasi kepariwisataan. b. Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang dikelompokkan dalam: 1) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai obyek dan daya tarik wisata untuk dijadikan sasaran wisata.
10
2) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha seni budaya bangsa yang telah dilengkapi sebagai obyek dan daya tarik wisata untuk dijadikan sasaran wisata. 3) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan atau potensi seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisatawan yang mempunyai minat khusus. c. Usaha Sarana Pariwisata yang dikelompokkan dalam: 1) Penyediaan akomodasi adalah usaha penyediaan kamar dan fasilitas lain serta pelayanan yang diperlukan. Perjalanan wisata dengan jarak jauh yang ditempuh lebih dari 24 jam maka diperlukan suatu akomodasi tempat menginap atau istirahat. 2) Penyediaan makanan dan minuman adalah usaha pengolahan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman yang dapat dilakukan sebagai bagian dari penyediaan akomodasi ataupun sebagai usaha yang berdiri sendiri. 3) Penyediaan angkutan wisata adalah usaha khusus atau sebagian dari usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya yaitu angkutan khusus wisata atau angkutan umum yang menyediakan angkutan wisata. 4) Penyediaan sarana wisata tirta adalah usaha penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana serta jasa yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta (dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, dan waduk), dermaga serta fasilitas olahraga air untuk keperluan olahraga selancar air, selancar angin, berlayar, menyelam dan memancing.
11
5) Penyediaan
kawasan
pariwisata
adalah
usaha
yang
kegiatannya
membangun atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Menurut Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (2004), usaha jasa akomodasi merupakan salah satu usaha sarana pariwisata yang secara faktual oleh banyak pihak di indikasikan memiliki kemampuan untuk menciptakan dampak ganda terhadap usaha-usaha disekitarnya, baik skala kecil, menengah maupun besar. Besarnya peran usaha jasa akomodasi tersebut cukup beralasan mengingat sebagian besar kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanan ke suatu negara atau daerah banyak di topang oleh usaha jasa akomodasi mulai dari akomodasi, perhubungan atau transportasi, jasa boga, atraksi, obyek dan daya tarik wisata, kerajinan atau cinderamata, kargo atau pengangkutan, yang semuanya mengalir dari hulu ke hilir dan membentuk sistem kepariwisataan. Keberadaan jasa pariwisata merupakan sarana pendukung pengembangan pariwisata di daerah tersebut. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke tempat atau obyek wisata diharapkan dapat mempengaruhi jumlah wisatawan yang datang ke hotel, restoran, sentra kerajinan, serta tempat rekreasi dan hiburan. Semakin baik tingkat pelayanan dan kepuasan yang diberikan kepada wisatawan, maka akan menimbulkan kesan yang menyenangkan terhadap pariwisata sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung kembali. Menurut BPS (2004), usaha yang terkait dengan bidang Pariwisata adalah perdagangan, hotel, restoran, serta jasa.
12
2.1.2. Tujuan Pembangunan Pariwisata Nasional Sesuai dengan perkembangan dalam rangka pembangunan nasional, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat pembangunan pariwisata dilanjutkan dan ditingkatkan dengan mengembangkan dan mendayagunakan sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa. Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Berdasarkan UU No. 9 Tahun 1990, penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan untuk: a. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata b. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa c. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja d. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat e. Mendorong pendayagunaan produksi nasional. Sesuai dengan tujuan tersebut, berbagai program yang digalakan seperti pembangunan obyek dan daya tarik wisata baru, disamping itu juga tetap memperhatikan kemampuan untuk mendorong peningkatan pengembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya, nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai - nilai kehidupan dalam masyarakat.
13
2.1.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang peran dan keterkaitan dengan menggunakan alat analisis Input-Output telah banyak dilakukan. Penelitian yang sudah dilakukan selama ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap sektor pariwisata, dan penelitian terhadap salah satu sektor perekonomian misalnya industri pengolahan, pertanian, dan sebagainya. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan (Linkage), baik keterkaitan langsung ke depan (direct backward linkage) dan ke belakang (direct forward linkage) maupun keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang (Tabel 2.1). Selain mempelajari
keterkaitan
tersebut
penelitian-penelitian
juga
mempelajari
pengganda (multiplier) dan dampak penyebaran (Tabel 2.2 dan Tabel 2.3). Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan Penelitian Lokasi
1. Bali Industri Pariwisata 2. Indonesia Restoran Hotel Angkutan Jasa Industri Kerajinan
Tahun InputOutput 1993
Keterkaitan ke Depan Langsung Langsung& Tidak Langsung
Keterkaitan ke Belakang Langsung Langsung& Tidak Langsung
0,01550
0,03006
0,24558
1,89809
1,98617 1,68801 1,68898 1,63607 1,86789
1,25158 1,06369 1,06431 1,03097 1,17705
1,28464 1,02710 1,42935 1,14613 1,24686
0,80951 0,64723 0,90070 0,72223 0,78570
2000
Sumber : Suryadi (2000), Heriawan (2004)
Ada beberapa informasi yang ditunjukan pada Tabel 2.1 yaitu: (1) Terlihat bahwa nilai keterkaitan langsung ke depan lebih besar di bandingkan nilai keterkaitan langsung ke belakang, hasil penelitian Heriawan (2004) di Indonesia.
14
Informasi ini memberikan indikasi bahwa subsektor pariwisata secara langsung lebih peka dalam menciptakan kenaikan output apabila terjadi peningkatan permintaan akhir satu satuan, maka mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input bagi keperluan proses produksi. (2) Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan lebih kecil dibandingkan dengan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (Suryadi, 2000). Nilai tersebut menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan terhadap sektor tersebut, maka sektor tersebut akan membutuhkan input untuk proses produksi. Tabel 2.2. Hasil penelitian Terdahulu Tentang Multiplier Penelitian Lokasi
1.Bali Industri Pariwisata 2.Indonesia Restoran Hotel Angkutan Jasa Industri Kerajinan 3.Indonesia Hiburan&Rekreasi
Tahun InputOutput 1993
Multiplier Output Tipe I Tipe II
Multiplier Income Tipe I Tipe II
Multiplier TK Tipe I
Tipe II
2,122
3,233
3,318
4,398
6,381
11,413
1,99 1,69 1,69 1,64 1,87
2,15 1,85 2,03 1,89 2,15
-
-
76,64 43,79 83,45 62,52 71,33
84,42 51,40 99,53 74,36 84,52
1,668 1,682
2,271 2,179
1,595 1,575
2,087 2,004
1,159 1,091
1,209 1,135
2000
1995 2000
Sumber : Suryadi (2000), Heriawan (2004), Oktavianti (2005)
Berdasarkan analisis multiplier subsektor pariwisata, terlihat bahwa nilai multiplier tipe II relatif lebih besar dibandingkan nilai multiplier tipe I. Hal ini menunjukan bahwa pengeluaran rumah tangga yang bekerja di subsektor pariwisata mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan output sektorsektor lainnya.
15
Perbedaan multiplier tipe I dan tipe II pada ketiga penelitan tersebut samasama didasarkan pada faktor rumah tangga dimana pada multiplier tipe I rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen, sedangkan pada multiplier tipe II rumah tangga dianggap sebagai faktor endogen. Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran Penelitian Lokasi 1.Bali Industri Pariwisata 2.Indonesia Hiburan&Rekreasi
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
1,280
1,176
1,668 1,682
1,140 1,049
Tahun InputOutput 1993
1995 2000
Sumber: Suryadi (2000), Oktavianti (2005).
Pada Tabel 2.3 menyajikan informasi mengenai koefisien dan kepekaan penyebaran. Nilai kepekaan penyebaran subsektor pariwisata Propinsi Bali lebih besar dibandingkan kedua penelitian lainnya. Basarnya kepekaan penyebaran di Bali tersebut menunjukan bahwa subsektor pariwisata mampu melakukan perluasan pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Nilai subsektor pariwisata di Indonesia tahun 2000 memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih tinggi, sehingga mampu untuk menarik pertumbuhan industri hulunya. Secara umum dari ketiga penelitian mengenai dampak penyebaran mempunyai peranan penting dalam pembangunan wilayah, hal ini terbukti dari nilai koefisien dan kepekaan penyebaran mempunyai nilai yang lebih dari satu. Studi literatur yang telah dilakukan menunjukan bahwa analisis InputOutput telah banyak dilakukan sebagai alat penelitian. Peneliti juga melihat bahwa penelitian tentang jasa pariwisata dan sektor pendukungnya di Propinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan analisis Input-Output belum pernah dilakukan.
16
2.2.
Kerangka Pemikiran
2.2.1. Kerangka Teoritis 2.2.1.1.Teori Sektor Unggulan Suatu proses pembangunan pelaksanaannya dipengaruhi oleh ketersedian sumberdaya dan pembiayaan. Tidak semua daerah memiliki potensi yang sama. Masing-masing memiliki sektor dengan comparatife advatages yang berbeda. Keterbatasan dana pembangunan menuntut suatu perencanaan yang tepat dan efisien, sehingga dapat teralokasi pada sektor yang jika dikembangkan akan memberi dampak yang besar terhadap perekonomian wilayah tersebut secara menyeluruh. Tidak hanya berpengaruh positif pada satu sektor itu saja, namun dapat mendorong pertumbuhan sektor lain yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, baik berupa peningkatan penyerapan tenaga kerja maupun peningkatan pendapatan. Kemampuan suatu sektor menjadi penggerak utama bagi sektor-sektor lainnya dan memacu pembangunan ekonomi, menjadikannya sebagai sektor unggulan atau disebut juga leading sector atau key sector. Sektor unggulan dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu mendorong, menunjang kegiatan produksi serta menopang pertumbuhan semua sektor dalam perekonomian. Sektor unggulan akan diprioritaskan dalam pelaksanaan pembangunan, meskipun bukan berarti mengabaikan sektor lain. Pembangunan itu sendiri tentu tidak hanya tertuju pada sektor-sektor unggulan, tetapi sektor non unggulan yang kedepannya diharapkan menjadi sektor unggulan pula. Adanya skala prioritas ini agar
17
pembangunan menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga dengan keterbatasan yang ada tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai. Analisis input-output dibangun dari teori keseimbangan umum. Model keseimbangan umum merupakan seluruh sistem pasar yang saling berhubungan dan menunjukkan keterkaitan antar sektor serta merupakan indikator bagi suatu sektor untuk menjadi leading sector. Keseimbangan umum seluruh sektor dalam perekonomian adalah satu kesatuan sistem, dengan keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di sektor-sektor lain. Analisis keseimbangan umum didasarkan atas arus transaksi antar pelaku perekonomian. Hal ini berbeda dengan keseimbangan parsial yang tidak mengikutsertakan kemungkinan terjadinya interaksi antar sektor produksi sebagai bagian keseimbangan itu sendiri (Nazara, 1997). Keseimbangan dalam analisis input-output didasarkan pada arus transaksi antar pelaku perekonomian dari sisi produksi. Teknologi produksi yang digunakan oleh perekonomian mempunyai peranan yang besar dalam kaitannya dengan penggunaan input antara. Sampai tahap tertentu, input primer dianggap sebagai variabel eksogen, seperti halnya sisi permintaan akhir dijadikan sebagai variabel endogen. Interaksi pelaku antar ekonomi dijelaskan dalam teori keseimbangan umum berdasarkan kuantitas dan harga di seluruh pasar atau industri. Asumsi terdapat dua pasar, misalkan sektor pertanian dan sektor pariwisata. Pada Gambar 1, diperlihatkan bahwa setiap kenaikkan output pada sektor pariwisata akan
18
mengakibatkan kenaikkan pada sektor pertanian. Perubahan yang sama pada sektor pariwisata dan sektor pertanian ini dikarenakan sektor pariwisata dan sektor pertanian merupakan barang komplementer. Perubahan pada kedua sektor ini akan berdampak pada pasar tenaga kerja. Kenaikkan output pada sektor pariwisata akan memberi dampak pada kenaikkan permintaan tenaga kerja. Pada sisi lain, kenaikkan permintaan output pada sektor pertanian juga mengakibatkan kenaikkan permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja pada sektor pertanian. Harga
Harga 0
Sa
Sb0
1
Sa
Pa1 Pa2 Pa0
Pb1 Pb2 Pb0 Da1
Db1
Da0
Db0
Qa0 Qa1 Qa2
Qb0 Qb1 Qb2
Quantitas
Sektor Pertanian
Sektor Pariwisata Upah
Upah Sa0 1 Sa
Sb0 1 Sb
Wa1 Wa2 Wa0
Wb1 Wb2 Wb0 Da1
Db1
Da0 La0 La1 La2
Sumber
Sb1
Db0 Labour
Lb0 Lb1 Lb2
: Nicholson, 2002.
Gambar 2.1. Kurva Keseimbangan Umum
19
Suatu sektor tidak dapat begitu saja menjadi sektor unggulan, ada beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya pertumbuhannya cukup tinggi, stabil dan berkelanjutan. Selain itu, kemampuannya dalam memacu pembangunan wilayah harus memanfaatkan sumberdaya dan pasar domestik serta memiliki indeks ketergantungan impor yang rendah. Sektor unggulan juga tidak hanya memiliki peran dalam artian berupa kontribusi yang sifatnya langsung terhadap perekonomian. Hal ini dilihat dari keterkaitan sektor unggulan terhadap sektor lain. Beberapa ahli mengemukan tentang pembentukkan sektor kunci, untuk melihat apakah suatu sektor dapat menjadi sektor kunci atau tidak dapat mengunakan Analisis Input Output salah satunya Chenery dan Watanabe (1958) dalam Daryanto (1995) menyatakan bahwa tingginya keterkaitan kedepan dan kebelakang dapat terlihat pada tingginya suatu nilai di atas harga rata-ratanya. Sedangkan rendahnya keterkaitan kedepan dan kebelakang diperlihatkan oleh rendahnya suatu nilai di bawah harga rata-ratanya. Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki nilai keterkaitan kedepan dan kebelakang yang tinggi. Sektor yang termasuk dalam kategori ini umumnya adalah sektor yang mengubah input primer menjadi output antara. Tabel 2.4. Tipologi Chenery-Watanabe Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke Belakang Tinggi Rendah
Sumber : Daryanto, 1995.
Tinggi
Rendah
Kategori I Kategori III
Kategori II Kategori IV
20
Pendekatan tersebut hanya memperhitungkan efek langsung dari peningkatan output yang diberikan industri tersebut, karena tidak memasukkan efek tenaga kerja dan pendapatan. Menurut Rasmusen dalam Daryanto (1995) mengemukakan bahwa untuk mengukur keterkaitan (baik kedepan maupun kebelakang) terdapat dua jenis indeks, yaitu ; 1. Kemapuan penyebaran (power of dispersion), dalam Analisis Input-Output disebut Daya Penyebaran. 2. Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion), dalam Analisis Input Output disebut juga Derajat Kepekaan. Dampak penyebaran serta Derajat Kepekaan tersebut merupakan perbandingan dampak (kebelakang maupun kedepan) terhadap rata-rata seluruh dampak sektor. Jika nilai indeks dari suatu sektor lebih dari satu, maka pengaruhnya di atas rata-rata dan sektor tersebut dapat dijadikan sebagai sektor kunci. Menurut Daryanto (1995) untuk mengidentifikasi suatu sektor dapat menjadi sektor kunci atau tidak, dilaksanakan dengan empat metode, yaitu 1. Sektor tersebut memiliki keterkaitan kebelakang (backward linkage) dan keterkaitan kedepan (forward linkage) yang relatif tinggi. 2. Sektor tersebut menghasilkan output bruto yang relatif tinggi, sehingga mampu mempertahankan permintaan akhir (final demand) yang relatif tinggi pula. 3. Sektor tersebut mampu menghasilkan penerimaan devisa bersih yang relatif tinggi.
21
4. Sektor tersebut dapat menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi. Teori multiplier dikemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya oleh Miller and Blair (1985). Multiplier digunakan untuk menilai efek dari perubahan eksogen terhadap variabel-variabel penting dalam ekonomi. Multiplier-multiplier yang sering digunakan untuk memperoleh efek dari perubahan eksogen adalah multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja. Pendekatan tersebut sangat sederhana karena hanya memperhitungkan efek langsung dari peningkatan output yang diberikan industri tersebut, namun tanpa memperhitungkan efek tidak langsung yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih nyata. 2.2.1.2.Dampak Sosial Pengembangan Pariwisata terhadap Pembangunan Ekonomi Tujuan dari pembangunan dan pengembangan pariwisata menurut Wight (1998) dalam Poerwanto (2004) adalah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial budaya dan pelestarian lingkungan. Konsep menjaga keseimbangan terhadap aset pariwisata merupakan perwujudan kepedulian terhadap kualitas hidup secara utuh. Menurut Spillane (1994), adapun dampak positif yang dapat dirasakan antara lain: 1. Perubahan pada jangka panjang dalam struktur permintaan yang dapat mendorong perluasan dari sektor-sektor jasa dalam perekonomian, khususnya jasa-jasa pariwisata. Semakin tinggi tingkat pendapatan nyata dan semakin banyak waktu yang disediakan untuk liburan, maka semakin besar permintaan akan rekreasi dan hiburan serta manfaat lain dari pariwisata. 2. Pariwisata merupakan industri yang padat karya, karena tenagakerja sulit digantikan dengan modal atau peralatan. Oleh karena itu pariwisata
22
merupakan sumber pokok dari perkerjaan pada tingkat regional. Terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sebagai tenaga keamanan, kebersihan, tenaga dapur (koki), tenaga cuci dan lain sebagainya. 3. Pariwisata sebagai sumber devisa dalam neraca pembayaran. 4. Pariwisata mendistribusikan pembangunan dari pusat industri ke arah wilayah desa yang belum berkembang. Jadi pariwisata dapat menjadi dasar pembangunan regional. Selain dampak positif yang ditimbulkan, dalam pengembangan usaha jasa dan akomodasi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan ekonomi (Splillane, 1994) antara lain: 1. Pariwisata sering dianggap tergantung pada pasar asing dan impor. 2. Terjadinya kebocoran pendapatan dari industri pariwisata. 3. Perkembangan fasilitas pariwisata cenderung berpolarisasi secara spasial yaitu berkaitan dengan tempat. 4. Sifat dari pekerjaan dalam sektor pariwisata cenderung menerima gaji yang rendah, menjadi pekerja musiman, tidak ada serikat buruh, hanya bekerja pada sebagian waktu (part time), dan khusus untuk anggota keluarga. 5. Permintaan akan pariwisata dapat menaikkan harga tanah, sehingga menyebabkan kesulitan bagi penghuni tersebut yang tidak bekerja dalam sektor pariwisata dan ingin membangun rumah atau mendirikan bisnis disana. 6. Perkembangan pariwisata dapat menimbulkan masalah besar terhadap lingkungan, misalnya: polusi udara dan air, keramaian lalu lintas, dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional.
23
2.2.1.3.Model Input-Output Analisis Input-Output pertama kali dikembangkan oleh W.Leontif pada tahun 1930. Tabel input-output telah berkembang menjadi salah satu metode paling luas diterima, tidak hanya untuk mendiskripsikan struktur industri suatu perekonomian tetapi juga mencakup cara untuk memprediksikan perubahanperubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Model I-O Leontif ini didasarkan atas model keseimbangan umum (General Equilibrium). Menurut BPS (2000) pengertian Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang barang dan jasa antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Di samping itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik berupa input antara maupun input primer. Sebagai metode kualitatif tabel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang: 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.
24
4. Struktur permintaan barang dan jasa baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Beberapa tahun belakangan ini, model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis I-O menurut BPS (2000) antara lain adalah: 1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi. 2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. 4. Untuk mengetahui sektor-sektor yang berpengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang paling peka terhadap pertumbuhan perekonomian. 5. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. 2.2.1.4.Struktur Tabel Input - Output Struktur dari Tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran "n x n" dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendiskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Tabel Input Output menunjukkan transaksi antar komponen suatu perekonomian, dimana terdapat dua
25
sektor produksi dengan empat komponen permintaan akhir, yaitu konsumsi rumah tangga (C),investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (E) serta dua faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan kapital dengan balas jasa sewa (N). Pada Tabel 2.5 memperlihatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai format Tabel I-O. Tabel 2.5. Ilustrasi Tabel Input-Output
Sektor Produksi
1 2
1 z11 z21
2 z12 z22
C C1 C2
I I1 I2
G G1 G2
E E1 E2
Total Output X X1 X2
Nilai Tambah
L N
L1 N1
L2 N2
LC NC
LI NI
LG NG
LE NE
L N
Impor
M
M1
M2
MC
MI
MO
ME
M
X
X1
X2
C
I
G
E
X
Sektor Produksi
Total Input
Permintaan Akhir
Sumber : Miller dan Blair, 1985.
Input antara terjadi karena adanya arus perpindahan barang antar sektor yaitu sektor i ke sektor j dan juga bisa terjadi perpindahan di dalam sektor itu sendiri. Tabel 2.5 menunjukkan terjadinya arus atau perpindahan barang dari sektor i ke sektor j, dimana i=j. Nilai uang arus barang dan jasa dari sektor i ke sektor j diberi notasi zij, total output diberi notasi Xi, dan total permintaan akhir sektor i diberi notasi Yi. Dengan demikian dapat dituliskan sebagai berikut: X = zi1 + z i2 +…+ zii +…+ Yi
(2.1)
Persamaan (2.1) menunjukkan distribusi output ke sektor i. Output sektor i tersebut didistribusikan ke sektor-sektor produksi yang lain dan dialokasikan ke pemakai akhir. Pemakai akhir tersebut adalah pelaku-pelaku ekonomi didalam perekonomian yang secara agregat bisa diklasifikasikan ke dalam rumah tangga,
26
perusahaan, pemerintah dan pihak luar negeri. Permintaan akhir rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga, permintaan akhir perusahaan adalah investasi, permintaan akhir pemerintah adalah pengeluaran pemerintah, dan permintaan akhir dari luar negeri adalah ekspor. Pada persamaan (2.2) terlihat bahwa terdapat n sektor yang sama seperti persamaan untuk seluruh sektor perekonomian, yaitu: X1 = z11 + z12 + ... + z1n + Y1 X2 = z21 + z22 + ... + z2n + Y2 . . . . . . . . . . . . . . . Xn1= zn1 + zn2 + ... + znn = Yn
(2.2)
Sesuai dengan definisi tabel Input-Output, total input harus sama dengan total output. Berdasarkan sifatnya yang linear, maka dapat dituliskan sebagai berikut : X1 + X 2 + L + N + M = X = X1 + X 2 + C + I + G + E
(2.3)
Persamaan (2.3) adalah identitas dari pendapatan nasional, yang ditunjukkan oleh persamaan sebelah kiri, dimana pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari balas jasa faktor-faktor produksi dalam perekonomian. Faktor produksi dalam perekonomian terdiri dari tenaga kerja dan kapital, yang balas jasanya adalah upah dan gaji (L) dan bunga modal (N). Persamaan sebelah kanan, menunjukkan pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi dalam perekonomian tersebut. Dua persamaan diatas yang menghasilkan nilai X yang sama, dapat dijabarkan sebagai berikut dengan menghilangkan X1 dan X2, sehingga menjadi :
27
L+N+M=C+I+G+E Atau L + N = C + I + G (E – M )
(2.4)
Analisa Input–Output berdasarkan persamaan diatas memegang peranan penting sebagai dasar analisa ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya, secara umum matriks dalam Tabel Input-Output dapat dibagi ke dalam empat kuadran, yaitu: 1. Kuadran I ( Intemediate Quadran ) Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai ketergantungan antar sektor produksi dalam perekonomian. Analisa I-O kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. 2. Kuadran II ( Final Demand Quadran ) Menunjukan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stock dan ekspor. 3. Kuadran III ( Primary Input Quadran ) Menunjukan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah
28
keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV ( Primary Input-Final Demand Quadran ) Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. 2.2.1.5.Analisis Dampak Penyebaran Terdiri dari koefisien penyebaran yang berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor lainnya, sedangkan kepekaan penyebaran berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. 2.2.1.6.Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis multiplier merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir dalam perekonomain. Terdapat tiga variabel utama dalam analisis multiplier ini yaitu outpur sektor-sektor produksi, pendapatan rumah tangga (household income), dan lapangan pekerjaan (employment). Oleh karena itu dalam analisis ini dikenal multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja (Nazara, 1997). Multiplier juga merupakan analisis yang digunakan untuk mengukur suatu respon atau dampak stimulus ekonomi. Pada kasus multiplier Input Output, stimulus ekonomi umumnya diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar
29
satu satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor. Stimulus ekonomi yang sering dimaksud adalah dapat berupa output, pendapatan, dan tenaga kerja. a. Multiplier Output Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Sedangkan setiap elemen dalam matrik kebalikan Leontief (α) menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i yang disebabkan karena peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter kepada permintaan akhir. b. Multiplier Pendapatan (Nilai Tambah) Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adnya perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan dalam Tabel Input-Output adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang pada umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga deviden dan bunga bank. c. Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan dari sisi output. Pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen Tabel Input-Output karena tabel ini tidak mengandung elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Penambahan baris pada Tabel Input-Output untuk mendapatkan koefisian tenaga kerja dalam setiap sektor perekonomian. Cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan
30
membagi setiap jumlah tenaga kerja tiap sektor perekonomian wilayah atau negara dengan jumlah total input dari tiap sektor tersebut. 2.2.1.7.Kerangka Dasar Tabel Input Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta sajikan ke dalam tiga kuadran yaitu Kuadran I, II, dan III. Kuadran I merupakan kuadran permintaan antara yang terdiri dari sel-sel yang berisi transaksi antara barang dan jasa dalam proses produksi. Dikuadran ini sektor-sektor perekonomian Propinsi D. I. Yogyakarta dibagi menjadi 83 sektor. Peneliti melakukan agregasi 9 sektor dan 22 sektor terhadap sektor-sektor dalam Tabel Input-Output Propinsi D. I. Yogyakarta Tahun 2000. Kuadran II berisi angka-angka transaksi yang memperlihatkan komposisi permintaan akhir terhadap suatu sektor produksi. Komponen permintaan akhir dalam Tabel I-O meliputi Konsumsi Rumah tangga (301), Konsumsi Pemerintah (302), Pembentukan Modal Tetap Bruto (303), Perubahan Stok (304), Jumlah ekpor barang dan jasa (305). Jumlah permintaan (310) merupakan jumlah permintaan antara (180) ditambah dengan jumlah permintaan akhir (309). Sedangkan jumlah penyediaan (700) dalam Tabel Input Output Propinsi D. I. Yogyakarta merupakan penjumlahan dari impor barang dan jasa (409), dan jumlah output (600). Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan sama dengan nol karena tabel yang digunakan sebagai metode analisis adalah tabel transaksi atas dasar harga produsen, dimana margin perdagangan tidak diperhitungkan. Tabel yang digunakan sebagai metode analisis peneliti adalah tabel transaksi total atas dasar harga produsen yang menggambarkan nilai transaksi
31
barang dan jasa yang berasal dari produksi dalam negeri ditambah dengan impor. Disamping itu diharapkan dapat memberikan kestabilan pada koefisien input yang dihasilkan karena hubungan langsung antar sektor yang tidak dipengaruhi lagi oleh unsur margin distribusi. Kuadran III terdiri dari sel-sel nilai tambah bruto (209). Nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji (201), surplus usaha (202), penyusutan (203) dan pajak tak langsung (204). Sedangkan jumlah input (210) merupakan penjumlahan dari jumlah input antara (190) dan nilai tambah bruto (209). 2.2.2. Kerangka Pemikiran Operasional Strategi pengembangan yang menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi menganggap bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cepat melalui peningkatan satu atau beberapa sektor ekonomi kunci. Peningkatan output sektor kunci tersebut akan meningkatkan output sektor-sektor lainnya melalui proses penggandaan (multiplier) dan keterkaitan (linkage) antar sektor. Peningkatan output berbagai sektor ekonomi melalui suatu proses yang disebut sebagai penetesan ke bawah (trickle down effect) yang akan menyebabkan peningkatan pendapatan pada berbagai golongan masyarakat di negara (wilayah) yang bersangkutan. Peningkatan pendapatan ini sekaligus mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang mendatangkan devisa serta mempunyai peran penting dalam investasi yang berskala besar. Peran penting sektor pariwisata sebagai unsur utama dalam pembangunan ekonomi. Pariwisata merupakan sektor unggulan Propinsi D.I. Yogyakarta, dimana salah
32
satu kontribusi penting yang disumbangkan oleh sektor pariwisata adalah aspek pemberdayaan masyarakat lokal, serta merupakan sektor yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat pada tingkat yang layak dari sebelumnya. Sehubungan dengan itu, pada penelitian ini akan melihat tentang peranan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya bagi pembangunan ekonomi Propinsi D.I. Yogyakarta. Pengagregasian sektoral dilakukan hingga 9 sektor dan 22 sektor utama sebagai sektor yang di agregasi, serta di turunkan dari sektor industri tekstil, pemintalan dan pertenunan, industri kayu dan hasil kayu lainnya, perdagangan, hotel, restoran serta jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. Pengolahann data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excell. Analisis lain yang digunakan adalah analisis keterkaitan, yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar sektor pariwisata dengan sektor ekonomi lainnya. Jika peran jasa pariwisata dan sektor pendukungnya teridentifikasi melalui analisis keterkaitan dan multiplier, maka dapat memberikan gambaran yang jelas bagi pemerintahan Propinsi D.I. Yogyakarta mengenai perkembangan sektor yang dapat menjadi prioritas dalam pemberdayaan masyarakat lokal. Selanjutnya, dapat dijadikan acuan bagi Pemerintahan Propinsi D.I.Yogyakarta sendiri dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi.
33
Perekonomian Propinsi D. I. Yogyakarta
Sektor Pariwisata
Peran Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya dalam Perekonomian Propinsi D. I. Yogyakarta (Analisis Input-Output)
Keterkaitan dengan sektor yang lain (Analisis Penyebaran)
Dampak terhadap Pertumbuhan Output (Analisis Multiplier Output)
Dampak terhadap Pendapatan (Analisis Multiplier Pendapatan)
Dampak terhadap Kesempatan kerja (Analisis Multiplier Tenaga Kerja)
Sektor Unggulan
Strategi Pengembangan Sektor Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Keterangan : ( ) Analisis yang digunakan Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Operasional
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan
menggunakan Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 klasifikasi 83 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 9 sektor dan 22 sektor (Lampiran 1). Beberapa data sekunder lainnya diambil dari Badan Pariwisata Daerah (BAPARDA)
Propinsi
D.I.
Yogyakarta,
Lembaga
Studi
Pariwisata
(STUPPADATA), internet serta dinas lainnya yang terkait.
3.2.
Metode Analisis Alat analisis yang digunakan untuk mempelajari peranan jasa pariwisata
dan sektor pendukungnya terhadap perekonomian DIY adalah Analisis Tabel Input-Output Atas Dasar Harga Produsen, digunakan untuk mengetahui peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian DIY sebagai sektor penyedia input maupun sebagai sektor pemakai input, sedangkan dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier (output, pendapatan, den kesempatan kerja) serta keterkaitan antar sektor. Pada analisis keterkaitan antar sektor dan multiplier ini alat yang digunakan adalah Microsoft Excell. 3.2.1. Koefisien Input Pada tabel Input-Output, koefisien input tersebut dilihat secara baris (bagian horizontal) maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut:
X1 = z11 + z12 + ... + z1n + Y1 X2 = z21 + z22 + ... + z2n + Y2 . . . . . . . . . . . . . . . Xn = zn1 + zn2 + ... + znn + Yn
(3.1)
Jika diketahui matrik koefisien teknis : aij =
z ij Χ
(3.2)
Jika persamaan (3.1) disubstitusikan ke persamaan (3.2) maka didapat persamaan (3.3) sebagai berikut : X1 = a11X11 + a12X12 + ... + a13X1n + Y1 X2 = a21X12 + a22X22 + ... + a2nX2n + Y2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . Xn = an1Xn1 + an2Xn2 + ... + annXnn + Yn
(3.3)
Jika ditulis dalam bentuk persamaan matrik, persamaan (3.3) akan menjadi persamaan sebagai berikut : ⎡ a11 a12 ... a1n ⎤ ⎢a ⎥ ⎢ 21 a22 ... a2 n ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ an1 an 2 ... ann ⎦
A
⎡ Χ1 ⎤ ⎡Y1 ⎤ ⎡ X1 ⎤ ⎢Χ ⎥ ⎢Y ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 2⎥ + ⎢ 2 ⎥ = ⎢X 2 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣Χ n ⎦ ⎣Yn ⎦ ⎣X n ⎦
X
+
Y
=
AX + Y = X atau (I – A) X = Y atau X = (I – A)-1 Y
X (3.4)
dimana : I
= Matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada pola diagonalnya dan nol pada selainnya.
Y
= Permintaan akhir
X
= Jumlah output
(I-A) = Matrik leontief (I-A) -1 = Matrik kebalikan leontief terbuka
Persamaan (3.4) diatas terlihat bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I-A) -1 sebagai koefisien antaranya. Matriks kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi. 3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang di atas belumlah memadai dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / daya menarik) Konsep
ini
berguna
untuk
mengetahui
distribusi
manfaat
dari
pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input, serta sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah :
n
n
∑ αij j =1
Pdi =
n
n
(3.5)
∑ αij
∑
i =1 j =1
dimana: Pdj = Koefisien penyebaran sektor j α ij = unsur matrik kebalikan Leontief 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke depan / daya mendorong) Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, serta sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektorsektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor j dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdj lebih besar dari satu. sebaliknya jika nilai Sdj lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah : n
n
Sdj =
∑αij j =1
n
n
∑ ∑ αij
i =1 j =1
dimana: Sdj = Kepekaan penyebaran sektor i
αij = unsur matrik kebalikan Leontief
(3.6)
3.2.3. Analisis Pengganda ( Multiplier) a. Multiplier Output Multiplier Output sektor j merupakan total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh perekonomian untuk memenuhi adanya perubahan satu unit permintaan akhir sektor j. Peningkatan permintaan akhir di sektor j tersebut tidak hanya meningkatkan output produksi sektor j, tetapi juga akan meningkatkan ouput sektor-sektor lain. Peningkatan output sektor lain ini akibat adanya efek langsung dan efek tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir sektor j tersebut, sehingga multiplier output sederhana untuk sektor j dapat dirumuskan sebagai berikut: n
Oj = ∑ αij
(3.7)
i = j
dimana : Oj = Multiplier Output
αij = Unsur matrik kebalikan leontif b. Multiplier Pendapatan Nilai angka multiplier pendapatan rumah tangga sektor j menunjukkan jumlah pendapatan rumah tangga total yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit permintaan akhir di sektor j tersebut. Jika terjadi peningkatan permintaan akhir dalam model input-output, maka akan terjadi perubahan output yang diproduksi oleh sektor-sektor produksi dalam perekonomian. Oleh karena itu, multiplier pendapatan rumah tangga sektor j, dapat dituliskan sebagai berikut:
n
Hj= ∑ αn + 1 αij
(3.8)
i = j
dimana : Hj = Multiplier Pendapatan
αn+1 = Koefisien pendapatan sektor j αij = Unsur matrik kebalikan leontif 1. Multiplier Pendapatan Tipe I Multiplier pendapatan tipe I merupakan besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah atau sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Multiplier pendapatan tipe I merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung yang dirumuskan sebagai berikut: n
∑α ( n + 1)αij Yj =
i =1
α ( n +1) j
(3.9)
dimana: Yj = Multiplier pendapatan tipe I sektor ke-j
αij
= Unsur matrik kebalikan leontif terbuka
α (n+1)j = Koefisien pendapatan sektor j 2. Multiplier Pendapatan Tipe II Multiplier pendapatan tipe II selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi (induce effect).
Atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: n +1
∑
Yj =
α ( n + 1) αij
i =1
α ( n +1) j
(3.10)
dimana:
Yj
= Multiplier pendapatan tipe II sektor ke-j
α(n+1)j = Koefisien pendapatan sektor ke-j (orang/satuan rupiah) αij
= Unsur matrik kebalikan leontif tertutup
c. Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja merupakan besarnya kesempatan kerja yang tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah. Jika ingin mengetahui efek dari satu unit perubahan permintaan di suatu sektor produksi terhadap perubahan lapangan pekerjaan, diperlukan jumlah lapangan pekerjaan awal, atau jumlah tenaga kerja awal di masing-masing sektor produksi. Efek tenaga kerja dari perubahan satu unit output sektor j dapat dirumuskan sebagai berikut: n
Ej = ∑ wn + 1 αij i = j
dimana :
Ej = Multiplier Tenaga Kerja wn+1 = Koefisien tenaga kerja sektor j
αij = Unsur matrik kebalikan leontif
(3.11)
1. Multiplier Tenaga kerja Tipe I Pengganda tenaga kerja tipe I adalah berubahnya kesempatan kerja yang terjadi pada sektor tersebut lainnya akibat penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung. n
∑ w( n + 1)αij i =1
Wj =
w ( n +1) j
(3.12)
dimana: Wj
= Multiplier tenaga kerja tipe I sektor ke-j
W(n+1)i = Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) W(n+1)j = Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) α ij
= Unsur matrik kebalikan leontif terbuka
2. Multiplier Tenaga Kerja Tipe II Pada pengganda tenaga kerja tipe ini sudah diperhitungkan pengaruh dari
induce effect. n +1
∑
Wj =
i =1
w( n + 1) αij w ( n +1) j
dimana:
Wj
= Pengganda tenaga kerja tipe II sektor ke-j
W(n+1)i = Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) W(n+1)j = Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) α ij
= Unsur matrik kebalikan leontif tertutup
(3.13)
Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Nilai Dampak Awal (N) sektor j
Output Perubahan Output sektor j=ΔXj=1
Dampak langsung dan tidak langsung (D+1)
Pendapatan Perubahan Output sektor j=ΔXj=1
n
Perubahan pembayaran tenaga kerja sektor j=α (n+1)
Tenaga Kerja Perubahan Output sektor j=ΔXj=1
Perubahan tenaga kerja sektor j=w (n+1)j
n
∑ αij
n
∑ αn + 1 αij
i = j
∑ wn + 1 αij
i = j
i = j
Multiplier sederhana [(D+I)/N]
n
n
∑ α ( n + 1) αij n
O j= ∑ αij i = j
H
j
=
n
∑ αn + 1αij
Yj =
i =1
α ( n +1) j
∑ w( n + 1) αij Ej =
i = j
n
∑ wn + 1 αij i = j
n
i = j
w ( n +1) j
n
n
∑ αn + 1 αij
∑ αij
i =1
(disebut juga multiplier tenaga kerja tipe I)
(disebut juga multiplier pendapatan tipe I) Dampak Induksi langsung dan tidak langsung (D+I+I)
Wj =
∑ wn + 1 αij
i = j
i = j
Total Multiplier [(D+I+I)/N]
n
n +1
Oj =
n
∑ αij i = j
Hj =
∑
n
∑ αn + 1 αij i = j
Yj =
α ( n + 1) αij
i =1
α ( n +1) j
(disebut juga multiplier pendapatan tipe II)
Sumber : Miller dan Blair, 1985
∑ w( n + 1) αij Ej =
n
∑ wn + 1 αij
Wj =
i =1
w ( n +1) j
i = j
(disebut juga multiplier tenaga kerja tipe II)
Keterangan:
Oj
= Multiplier Output tipe I sektor j
Oj
= Multiplier Output tipe II sektor j
Hj
= Multiplier Pendapatan biasa sektor j
Yj
= Multiplier Pendapatan tipe I sektor ke-j
Hj
= Multiplier Pendapatan total sektor j
Yj
= Multiplier pendapatan tipe II sektor ke-j
Wj
= Multiplier Tenaga Kerja tipe I sektor j
Ej
= Multiplier Tenaga Kerja biasa sektor j
Wj
= Multiplier Tenaga Kerja tipe II sektor j
Ej
= Multiplier Tenaga Kerja total sektor j
α ij
= Unsur matrik kebalikan leontif terbuka
α ij
= Unsur matrik kebalikan leontif tertutup
W (n+1)j = Koefisien tenaga kerja sektor ke-j α (n+1)j = Koefisien pendapatan sektor ke-j
3.3. Definisi Operasional Data a. Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Komponen pariwisata Propinsi D.I. Yogyakarta meliputi industri tekstil, pemintalan dan pertenunan, industri kayu dan hasil kayu lainnya, perdagangan, hotel, restoran serta jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta.
b. Perdagangan Kegiatan perdagangan meliputi pembelian dan penjualan barang, baik barang baru maupun bekas untuk tujuan penyaluran atau pendistribusian kepada konsumen tanpa merubah bentuk barang tersebut. Subsektor perdagangan dikelompokkan dalam dua jenis yaitu perdagangan besar dan eceran. Perdagangan besar mencakup kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, sedangkan pedagang eceran mencakup kegiatan perdagangan yang pada umumnya melayani konsumsi perorangan atau rumah tangga. c. Restoran Restoran dalam pengertian Tabel I-O pada umumnya merupakan kegiatan yang menyediakan makanan dan minuman jadi yang dapat dinikmati langsung di tempat penjualan, baik dengan tempat tetap maupun tidak tetap, termasuk pedagang makanan dan minuman keliling. Kegiatan ini meliputi restoran, bar, warung makan, usaha jasa boga dan sejenisnya. Penyediaan makanan yang bersifat menunjang usaha tidak dimasukkan sebagai kegiatan restoran, misalnya kegiatan penyediaan makanan dan minuman pada perhotelan, angkutan penumpang dengan kapal laut dan pesawat udara. d. Hotel Hotel pada Tabel I-O adalah kegiatan yang meliputi usaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan. Perusahaan Bunglow, villa, flat dan tempat peristirahatan lainnya yang dimiliki oleh perusahaan atau instansi terutama
ditujukan untuk para anggota dan pegawainya, tidak termasuk dalam kegiatan ini. e. Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa hiburan dan rekreasi menurut Tabel I-O meliputi kegiatan produksi dan distribusi film, baik komersial dan reproduksi film video, maupun film dokumenter untuk kepentingan pemerintah, jasa bioskop dan panggung hiburan, studio radio, perpustakaan, museum, kebun binatang, gedung olah raga, kolam renang, klab malam, taman hiburan, dan sebagainya. Studio televisi dan stasiun pemancar yang dikelola oleh pemerintah, seperti TVRI dan RRI dimasukkan ke dalam jasa pemerintahan umum dan pertahanan. Selain itu studi televisi swasta dan stasiun radio swasta juga dicakup oleh sektor ini. f.
Output Output dalam pengertian tabel I-O adalah output domestik, yaitu nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Para pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan perorangan dari dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing. Bagi unit usaha yang hasil produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian antara hasil kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Unit usaha yang produksinya berupa barang antara lain adalah di sektor pertanian, pertambangan dan industri.
Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepihak lain. g.
Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai produsen dan konsumen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Jadi, isian sepanjang baris pada transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai
permintaan
antara.
Sedangkan
isian
sepanjang
kolomnya
menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. h. Permintaan akhir dan impor Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. (i) Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup
barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan didalam dan diluar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor. (ii) Pengeluaran konsumsi pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintah dan pertahanan, baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. (iii) Pembentukan modal tetap Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik). (iv) Perubahan stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok pada akhir tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi: (1) Perubahan stok barang jadi dan barang setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas dan barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) Perubahan
stok barang mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen. (3) Perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. (v) Ekspor dan impor Ekspor dan impor meliputi barang dan jasa antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor mencakup juga pembelian langsung di dalam negeri oleh penduduk negara lain. Sebaliknya pembelian langsung di luar negeri oleh penduduk suatu negara dikategorikan sebagai transaksi impor. i. Input primer Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. Input primer terdiri dari : (i) Upah Dan Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. (ii) Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum
dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah /gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. (iii) Penyusutan Penyusutan yang dimaksud adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. (iv) Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya.
IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
4.1.
Letak Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu propinsi dari 30
propinsi di wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Secara geografis terletak antara 7º.33´ - 8º.12´ Lintang Selatan dan 110º.00´ – 110º.50´ Bujur Timur. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi oleh Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah propinsi Jawa Tengah yang meliputi : 1. Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten. 2. Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo. 4. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang. Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari : 1. Pegunungan Selatan, Luas ± 1.656,25 km2 dengan ketinggian 150 – 700 m. 2. Gunung Berapi (Merapi), Luas ± 582,81 km2 dengan ketinggian 80 – 2.911 m. 3. Dataran rendah antara Pegunungan selatan dan Pegunungan Kulonprogo, Luas ± 215.62 km2 dengan ketinggian 0 – 80 m. 4. Pegunungan Kulonprogo dan Dataran Rendah Selatan, Luas ± 706,25 km2 dengan ketinggian 0 – 572 m. Luas wilayah Propinsi D. I. Yogyakarta adalah 3.185,80 km2 atau 0,17 persen luas wilayah Indonesia (1.890.754 km2). Propinsi D.I. Yogyakarta terbagi dalam empat kabupaten dan satu kota,yang terdiri dari :
51
1. Kabupaten Kulonprogo dengan luas wilayah 586,27 km2 (18,40 persen). 2. Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 506,85 km2 (15,91 persen). 3. Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah 1.458,36 km2 (46,63 persen). 4. Kabupaten Sleman dengan luas wilayah 574,82 km2 (18,04 persen). 5. Kota Yogyakarta dengan luas wilayah 32,50 km2 (1,02 persen). Berdasarkan informasi dari Badan Pertanahan Nasional, dari 3.185,80 km2 luas D.I. Yogyakarta 35,93 persen merupakan jenis tanah Lithosol, 10,45 persen Grumusol, 10,30 persen Mediteran, 2,23 persen Alluvial, dan 1,74 persen adalah tanah jenis Rensina. Dan sebagian besar wilayah D.I. Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 63,18 persen, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 31,56 persen, ketinggian antara 500 m – 999 m sebesar 4,79 persen dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0,47 persen.
4.2.
Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja Berdasarkan hasil Susenas tahun 2004, jumlah penduduk D.I. Yogyakarta
tercatat 3.220.808 jiwa dengan persentase jumlah penduduk perempuan 50,81 persen dan penduduk laki-laki 49,19 persen. Sedangkan menurut daerah, persentase penduduk kota mencapai 58,67 persen dan penduduk desa mencapai 41,33 persen. Pertumbuhan penduduk pada tahun 2004 adalah 0,42 persen relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kota Yogyakarta terlihat memiliki angka pertumbuhan di atas angka propinsi, yakni 1,79 persen.
52
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Propinsi D. I. Yogyakarta tahun 1999-2004 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Penduduk Laki-laki 1.613.718 1.629.136 1.645.965 1.568.096 1.595.183 1.584.421
Jumlah Perempuan 1.651.224 1.665.991 1.681.989 1.588.133 1.612.202 1.636.387
3.264.942 3.295.127 3.327.954 3.156.229 3.207.385 3.220.808
Sumber : Badan Pusat Statistik, berbagai tahun
Kepadatan penduduk di D.I. Yogyakarta 1.011 jiwa per km2 ,dimana kepadatan tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta yakni 12.246 jiwa per km2 dengan luas wilayah hanya sekitar 1 persen dari luas propinsi D.I. Yogyakarta. Sedangkan kabupaten Gunungkidul yang memiliki luas wilayah mencapai 46,63 persen dihuni rata-rata 462 jiwa per km2. Komposisi kelompok umur penduduk D.I. Yogyakarta di dominasi oleh kelompok usia dewasa yaitu umur 20-24 tahun sebesar 10,83 persen dan kelompok umur lanjut usia yaitu umur 60 tahun ke atas sebesar 14,04 persen. Besarnya proporsi mereka yang berusia lanjut mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup penduduk D.I. Yogyakarta. Kondisi umum ketenagakerjaan di Propinsi D.I Yogyakarta tahun 2004 menunjukan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Propinsi D.I. Yogyakarta sebesar 71,73 persen (terdiri dari 67,24 persen bekerja dan 4,49 persen pengangguran), sedangkan sisanya sebesar 28,27 persen merupakan bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya masing-masing sebesar 12,18 persen, 12,71 persen, dan 3,38 persen).
53
Tabel 4.2. Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2004 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Lapangan Usaha Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Angkutan pergudangan & Komunikasi Keuangan, Asuransi, Persewaan Bangunan/Tanah, dan Jasa perusahaan Jasa Kemasyarakatan Lainnya
Jumlah 644.368 193.392 105.145 398.055 53.686 9.010
Persen (%) 37,86 11,37 6,18 23.39 3,15 0,53
268.549 29.597
15,78 1,74
Sumber : BPS Propinsi D.I.Yogyakarta, 2004
Berdasarkan Tabel 4.2 persentase jumlah penduduk Propinsi D.I. Yogyakarta yang berusia 15 tahun keatas sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu sekitar 37,86 persen diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 23,39 persen serta sektor jasa yaitu sebesar 15,78 persen.
4.3.
Perekonomian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi
dari tahun ke tahun pada suatu daerah atau wilayah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator makro untuk menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau wilayah. Di samping itu, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi juga berpengaruh luas terhadap perubahan struktur perekonomian suatu daerah atau wilayah. Propinsi D.I. Yogyakarta memiliki sumber daya alam yang terbatas dengan skala pengembangan sektor industri yang tidak sebesar propinsi lainnya di Jawa. Keberadaan ekonomi D.I.Yogyakarta lebih mengandalkan sektor tersier yang terkait dengan aktivitas ekonomi wilayah lain seperti kunjungan wisatawan
54
dan aktifitas ekonomi yang melibatkan pelaku ekonomi dari luar D.I. Yogyakarta. Beberapa komoditas yang diproduksi khususnya hasil-hasil industri kerajinan yang dipasarkan langsung ke luar D.I. Yogyakarta, seperti Bali dan Jakarta serta beberapa kota lain yang terkait erat dengan kegiatan pariwisata. Selama periode tahun 2000-2004, pertumbuhan ekonomi Propinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 dari tahun ke tahun mengalami peningkatan (Tabel 4.3). Pada tahun 2004 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,13 persen sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya mencapai 4,58 persen. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi mencapai 4,62 persen per tahun dalam kurun waktu tahun 2001-2004, angka tersebut menunjukkan bahwa kondisi perekonomian D.I. Yogyakarta sudah mulai membaik setelah terjadi krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 dan mencapai puncak pada tahun 1998. Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi D.I. Yogyakarta menurut Lapangan Usaha tahun 2001-2004 (persen). Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa PDRB
2001 4,10 0,63 1,52 11,05
2002 1,78 0,16 2,82 16,46
2003 0,37 0,94 2,80 5,00
2004 3,63 0,84 2,97 6,99
Rata-rata 2,46 0,64 2,53 9,79
3,23 5,04 7,68 4,53
8,32 5,42 7,06 7,14
11,87 6,33 8,16 7,15
9,04 5,99 10,10 7,03
8,07 5,70 8,24 6,46
4,64 4,27
3,75 4,50
2,97 4,58
2,43 5,13
3,44 4,62
Sumber : BPS Propinsi D.I. Yogyakarta, 2001-2004
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang berperan sebagai penunjang kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk barang dan jasa.
55
Pada tahun 2004 pertumbuhan sektor ini sedikit melambat dibandingkan tahun 2003 yang mencapai 6,33 persen. Kondisi ini sebagai akibat dari melambatnya pertumbuhan subsektor restoran, dari 7,77 persen pada tahun 2003 menjadi 6,55 persen pada tahun 2004. Untuk subsektor perdagangan besar dan eceran serta hotel mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2003. Subsektor perdagangan besar dan eceran pada tahun 2003 tumbuh 4,75 persen dan tahun 2004 menjadi 5,17 persen. Sedangkan subsektor hotel tumbuh sebesar 6,77 persen pada tahun 2004, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,37 persen.
4.4.
Kegiatan Kepariwisataan Propinsi DIY berkeinginan untuk menjadikan industri pariwisata sebagai
ujung tombak daya saing propinsi DIY, selain bidang Pendidikan dan Kebudayaan, serta meraih peluang-peluang yang terdapat dalam kegiatan pariwisata. Propinsi DIY bukan sebagai satu-satunya propinsi yang ingin menjual destinasinya. Banyak pemilik destinasi lain yang berkeinginan untuk meraih sebanyak mungkin peluang tersebut. Destinasi lain tersebut dapat menjadi kompetitor atau sekaligus sebagai mitra untuk bersama-sama meraih peluang yang lebih besar. Agar peluang tersebut dapat diraih maka semua unsur penghambat harus diminimalisir atau bila perlu dieliminasi. Selain itu perlu disusun komponen kekuatan secara terpadu dan berkelanjutan agar dapat diandalkan. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terhadap pariwisata setiap tahunnya berubah sesuai dengan kondisi pariwisata pada tahun tertentu.
56
Anggaran tersebut cenderung meningkat, hal ini dimaksudkan agar pembangunan pariwisata
tetap berjalan.
Adanya penurunan di tahun 2004 dikarenakan
anggaran pariwisata yang pada tahun sebelumnya menjadi satu dengan dinas kebudayaan, pada 2004 menjadi dinas yang berdiri sendiri. Pemisahan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjadi Dinas Kebudayaan dan Badan Pariwisata, membuat pengelolaan kebudayaan daerah dan pariwisata lebih terfokus, dan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang ada secara cepat, tepat dan solusif. Tabel 4.4. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi D.I. Yogyakarta (Rupiah) Tahun
2001 2002 2003 2004
Jenis Pengeluaran
Belanja Rutin Belanja Pembangunan Belanja Rutin Belanja pembangunan Belanja Rutin dan Pembangunan Belanja Bidang Pariwisata Belanja Bidang Kebudayaan dan Pendidikan
Jumlah Anggaran
Telah Direalisir
1.379.210.320,00 2.846.500.000,00 5.099.916.025,00 8.566.721.000,00 10.089.220.655,00
Jumlah Realisasi 1.031.271.405,00 2.624.306.911,00 6.405.909.501,00 8.255.645.115,00 9.365.672.192,00
lebih atau kurang (347.938.915,00) (22.193.089,00) 1.305.993.476,00 (311.075.885,00) (723.548.463,00)
3.390.122.325,00
3.735.366.343,00
345.244.018,00
908.205.250,00
826.359.017,00
(81.846.233,00)
Sumber: APBD Propinsi D.I. Yogyakarta, 2001-2004
4.4.1. Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Pariwisata Penyelenggaraan pembangunan pariwisata DIY, baik secara langsung maupun tidak langsung, memerlukan berbagai kebijakan dan skala prioritas yang akan dilakukan, antara lain: 1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, meningkatkan pendapatan asli daerah dan penerimaan devisa di Propinsi DIY dengan Industri Pariwisata sebagai salah satu alatnya.
57
2. Mengembangkan sistem jaringan yang kuat, efektif, efisien dan memiliki jangkauan yang luas dengan memanfaatan teknologi informasi, rasa cinta tanah air, persahabatan antar bangsa, dan sistem kemitraan. 3. Mempromosikan dan mewujudkan iklim investasi kepariwisataan yang kondusif di Propinsi DIY dengan menciptakan sistem kerjasama dibidang pariwisata dengan berbagai pihak didalam negeri dan luar negeri, sehingga seluruh potensi dan produk wisata yang dimiliki dapat meningkat. 4. Menyediakan pedoman, standarisasi dan aturan tentang arah pengembangan pariwisata di Propinsi DIY bagi investor dan insan pariwisata. 5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan kepariwisataan yang berorientasi pada pengembangan wisatawan nusantara yang mampu memupuk persatuan dan cinta tanah air serta persahabatan antar bangsa. 6. Meningkatkan mutu sumberdaya kepariwisataan (kualitas dan kuantitas) di berbagai kawasan di Propinsi DIY dengan berbagai baurannya, sehingga mampu menarik minat dan mendatangkan wisatawan. 7. Menyediakan berbagai fasilitas dan bauran produk-produk pariwisata yang mampu menarik minat wisatawan untuk lebih lama tinggal di Yogyakarta. 8. Menyelenggarakan sistem pemasaran pariwisata melalui strategi promosi yang bertumpu pada kekuatan, kecerdasan dan kejelian analisa pasar.
58
4.4.2. Strategi Kebijakan Strategi untuk mengimplementasikan tujuan, sasaran dan kebijakan akan dicapai dengan prinsip dan pendekatan pemikiran sebagai berikut: 1. Iklim investasi yang kondusif akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Kepastian hukum, kebijakan yang konsisten dan kejelasan perencanaan yang berkesinambungan merupakan “salah satu” bentuk promosi yang menarik. 2. Bahwa kekayaan budaya, panorama alam dan keanekaragaman produk wisata merupakan wahana yang dapat memupuk kecintaan terhadap tanah air serta mampu mendatangkan kekaguman dari bangsa lain, sehingga mereka berkunjung ke DIY. 3. Konsentrasi pertunjukan dan event di Yogyakarta disajikan hanya pada siang dan sore hari. Rutinitas kegiatan di obyek-obyek wisata sebaiknya bersifat tidak monoton (kreatif dan inovatif), mendatangkan sensasi, terprogram dan spektakuler. Pemanfaatan kemajuan teknologi harus disikapi dengan bijak, apabila tak ingin ketinggalan. 4. Bahan, sarana dan prasarana promosi merupakan media promosi yang menginformasikan berbagai keunggulan produk yang dimiliki, kapan produk itu dapat dikunjungi, dimana produk itu berada dan bagaimana produk itu dapat dinikmati. Kepercayaan adalah kata kunci dalam perdagangan jasa sehingga transparansi dan kejujuran informasi cukup vital sifatnya. Bentuk dan model media promosi yang dibuat secara kreatif dan artistik akan menarik minat calon wisatawan untuk mengetahui isi dan substansi informasi tersebut.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Peranan Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya dalam Struktur Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program Microsof
Excell, analisis Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 yang diagregasi menjadi 9 sektor dan 22 sektor dapat menghasilkan gambaran mengenai
struktur
perekonomian
Propinsi
D.I.
Yogyakarta.
Struktur
perekonomian yang dimaksud dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain struktur permintaan, struktur konsumsi rumah tangga dan pemerintah, kontribusi terhadap investasi, kontribusi terhadap ekspor, serta struktur nilai tambah bruto. 5.1.1. Struktur Permintaan Berdasarkan Tabel IO Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000, total permintaan Propinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2000 mencapai Rp 27,97 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 9,59 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 18,38 triliun. Jumlah permintaan akhir yang tersebut lebih besar dibandingkan dengan jumlah permintaan antara, hal ini berarti output di Propinsi D.I. Yogyakarta cenderung digunakan untuk memenuhi konsumsi langsung masyarakatnya (Tabel 5.1). Pada tahun 2000 jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menduduki peringkat pertama dengan total permintaan akhir mencapai nilai sebesar Rp 7,36 triliun atau 26,30 persen dari total permintaan. Nilai permintaan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya sebesar Rp 5,08 triliun atau 27,65 persen dari total permintaan akhir. Nilai pernintaan tersebut lebih besar dibanding nilai permintaan
60
antaranya yaitu sebesar Rp 2,27 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat secara keseluruhan lebih banyak menggunakan output jasa pariwisata dan sektor pendukungnya untuk konsumsi langsung (masyarakat dan pemerintah, ekspor, investasi) dibanding untuk keperluan produksi sebagai input bagi sektor lain. Tabel 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor Sektor
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Pengangkutan dan komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa - jasa Jasa Pariwisata dan sektor pendukungnya Total
Permintaan Antara Jumlah (Juta Persen Rupiah) (%) 2.235.224 23,31
Permintaan Akhir Jumlah (Juta Persen Rupiah) (%) 1.512.617 8,23
Total Permintaan Jumlah (Juta Persen Rupiah) (%) 3.747.840 13,40
255.844 3.114.806
2,67 32,49
26.198 3.913.692
0,14 21,29
282.043 7.028.498
1,01 25,13
98.953 62.008
1,03 0,65
18.666 2.390.234
0,10 13,00
117.619 2.452.242
0,42 8,77
814.609
8,50
1.581.029
8,60
2.395.638
8,57
562.129 171.370
5,86 1,79
956.066 2.900.366
5,20 15,78
1.518.195 3.071.736
5,43 10,98
2.273.392 9.588.334
23,71 100,00
5.082.286 18.381.155
27,65 100,00
7.355.676 27.969.488
26,30 100,00
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Kontribusi nilai permintaan akhir paling besar dialokasikan untuk memenuhi ekspor yaitu sebesar Rp 3,17 triliun atau 59,09 persen dari total ekspor. Selain untuk ekspor permintaan akhir tersebut juga dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar Rp 1,67 triliun atau 23,22 persen dari nilai total konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah sebesar 0 persen, sedangkan untuk investasi sebesar Rp 245 milyar atau 6,67 persen dan (Tabel 5.2).
61
Tabel 5.2. Alokasi Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa - jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Konsumsi Rumah Tangga (Juta Rupiah) 969.007
Persen (%) 13,51
Konsumsi Pemerintah (Juta Rupiah) 0
Persen (%) 0,00
Investasi (Juta Rupiah) 183.306
Persen (%) 4,99
Ekspor (Juta Rupiah) 360.303
Persen (%) 6,71
2.070
0,03
0
0,00
10.622
0,29
13.506
0,25
2.274.271
31,72
0
0,00
762.168
20,74
877.253
16,34
18.666 5.599
0,26 0,08
0 0
0,00 0,00
0 2.384.635
0,00 64,88
0 0
0,00 0,00
690.710
9,63
0
0,00
10.741
0,29
879.578
16,39
895.403 649.418
12,49 9,06
0 2.167.452
0,00 100,00
0 78.729
0,00 2,14
60.664 4.767
1,13 0,09
1.665.163 7.170.308
23,22 100,00
0 2.167.452
0,00 100,00
245.025 3.675.227
6,67 100,00
3.172.097 5.368.168
59,09 100,00
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Berdasarkan Tabel 5.3 subsektor yang mempunyai kontribusi permintaan akhir paling besar adalah restoran, karena restoran mempunyai peran penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat diluar pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan sehingga mampu mempertahankan nilai permintaan akhir. Jika dilihat dari segi permintaan antara, sektor perdagangan merupakan sektor yang outputnya paling besar digunakan sebagai input oleh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 682 milyar atau 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan digunakan dalam proses kegiatan produksi sektor perekonomian lainnya.
62
Tabel 5.3. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor Sektor
Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan Industri Kayu dan Barang dari Hasil Kayu Lainnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Non Logam Industri Logam dan Barang dari Logam Industri Pengolahan Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa Lainnya Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Permintaan Antara Persen Jumlah (%) (Juta Rupiah)
Permintaan Akhir Persen Jumlah (%) (Juta Rupiah)
Total Permintaan Persen Jumlah (%) (Juta Rupiah)
1.633.669 76.096 251.988 191.568 81.903
17,04 0,79 2,63 2,00 0,85
1.071.267 113.902 206.350 23.721 97.376
5,83 0,62 1,12 0,13 0,53
2.704.936 189.998 458.339 215.288 179.279
9,67 0,68 1,64 0,77 0,64
255.845
2,67
26.198
0,14
282.043
1,01
978.113
10,20
2.441.167
13,28
3.419.280
12,23
326.906
14,38
1.800.362
35,42
2.127.269
28,92
387.967
17,07
308.455
6,07
696.422
9,47
128.531 837.751
1,34 8,74
92.347 316.511
0,50 1,72
220.878 1.154.262
0,79 4,13
848.480
8,85
188.980
1,03
1.037.460
3,71
321.931
3,36
874.687
4,76
1.196.618
4,28
98.953 62.008 682.027 584.813 285.715
1,03 0,65 30,00 25,72 12,57
18.666 2.390.234 877.024 1.798.511 234.415
0,10 13,00 17,26 35,39 4,61
117.619 2.452.242 1.559.052 2.383.324 520.130
0,42 8,77 21,20 32,40 7,07
814.609
8,50
1.581.029
8,60
2.395.638
8,57
562.129
5,86
956.066
5,20
1.518.195
5,43
5.962 171.370
0,26 1,79
63.517 2.900.366
1,25 15,78
69.480 3.071.736
0,94 10,98
2.273.391 9.588.333
23,71 100,00
5.082.286 18.381.155
27,65 100,00
7.355.676 27.969.488
26,30 100,00
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah)
63
5.1.2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Berdasarkan Tabel 5.2 konsumsi rumah tangga Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 adalah sebesar Rp 7,17 triliun. Alokasi pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp 1,67 triliun atau 23,22 persen dari total konsumsi rumah tangga seluruh sektor perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa jasa pariwisata dan sektor pendukungnya berperan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat khususnya wisatawan yang datang membeli produk untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga untuk menaikkan output sektor tersebut maka akan membutuhkan input dari berbagai sektor (misalnya: produk-produk pertanian sebagai bahan baku). Konsumsi pemerintah Propinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2000 hanya dialokasikan untuk sektor jasa yang meliputi jasa pemerintahan umum, jasa sosial kemasyarakatan seperti jasa pendidikan, kesehatan, jasa perbengkelan serta jasa perorangan dan rumah tangga yaitu sebesar Rp 2,17 triliun, karena kegiatan pemerintahan lainnya biasanya dilakukan melalui tender. Berdasarkan Tabel IO Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 klasifikasi 22 sektor, pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk jasa pariwisata dan sektor pendukungnya sebagian besar dipenuhi oleh sektor restoran dengan nilai kontribusi sebesar Rp 0,92 triliun atau 71,27 persen dari total pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk usaha jasa dan akomodasi pariwisata. Tingginya pengeluaran konsumsi rumah tangga pada restoran menunjukkan bahwa sektor tersebut berperan penting dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
64
Berdasarkan Tabel 5.3 kontribusi jasa pariwisata dan sektor pendukungnya terhadap konsumsi pemerintah adalah sebesar nol. Tabel 5.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Struktur Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor Sektor
Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan Industri Kayu dan Barang dari Hasil Kayu Lainnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Non Logam Industri Logam dan Barang dari Logam Industri Pengolahan Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa Lainnya Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Konsumsi Rumah Tangga Jumlah Persen (Juta Rupiah) (%) 656.845 9,16 86.498 1,21 128.055 1,79 3.220 0,04 94.389 1,32 2.070 0,03 1.732.222 24,16
Konsumsi Pemerintah Jumlah Persen (Juta Rupiah) (%) 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
221.747
13,32
0
0,00
30.578
1,84
0
0,00
53.321 331.850
0,74 4,63
0 0
0,00 0,00
36.840 120.039 18.666 5.599 375.839 918.907 56.700 690.710
0,51 1,67 0,26 0,08 22,57 55,18 3,41 9,63
0 0 0 0 0 0 0 0
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
895.403
12,49
0
0,00
61.393 649.418
3,69 9,06
0 2.167.452
0,00 100,00
1.665.163 7.170.308
23,22 100,00
0 2.167.452
0,00 100,00 Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah)
5.1.3. Kontribusi terhadap Investasi Investasi pada tabel IO merupakan penjumlahan dari pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pada tahun 2000 investasi seluruh sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta sebesar Rp 3,68 triliun, jumlah tersebut terdiri dari
65
pembentukan modal tetap sebesar Rp 3,24 triliun dan perubahan stok sebesar Rp 439 milyar (Tabel 5.2). Kontribusi investasi pada jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mencapai Rp 245 milyar atau 6,67 persen dari total investasi di Propinsi D.I. Yogyakarta. Investasi tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 171 milyar dan perubahan stock sebesar Rp 73 milyar. Tabel 5.5. Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Klasifikasi 9 sektor (Juta Rupiah) Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa - jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Pembentukan Modal Tetap 20.386 0 570.247 0 2.384.635 10.741 0 78.729
Perubahan Stok 162.920 10.622 191.921 0 0 0 0 0
Investasi 183.306 10.622 762.168 0 2.384.635 10.741 0 78.729
171.202 3.235.941
73.823 439.286
245.025 3.675.227
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Pada subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya, investasi terbesar adalah pada sektor perdagangan dengan nilai investasi sebesar Rp 161 milyar atau 66 persen dari total investasi jasa pariwisata dan sektor pendukungnya. Hal ini berkaitan dengan kondisi wilayahnya yang cukup banyak terdapat sentra kegiatan perdagangan yang mendukung kegiatan kepariwisataan sehingga investor tertarik untuk menginvestasikan modalnya pada subsektor ini. Nilai subsektor lainnya dalam kontribusinya terhadap pembentukan modal tetap dan perubahan stoknya adalah nol, nilai tersebut menunjukan bahwa tidak ada penggandaan atau pembelian barang modal pada sektor-sektor tersebut, selain itu
66
juga disebabkan oleh sumber dana dan sumber daya investasi yang terbatas pada sektor restoran, hotel serta jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. Tabel 5.6. Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Klasifikasi 22 sektor Sektor
Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan Industri Kayu dan Barang dari Hasil Kayu Lainnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Non Logam Industri Logam dan Barang dari Logam Industri Pengolahan Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa Lainnya Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Pembentukan Modal Tetap Jumlah Persen (Juta (%) Rupiah)
Perubahan Stok Jumlah (Juta Rupiah)
Persen (%)
Investasi Jumlah (Juta Rupiah)
Persen (%)
0 0 20.386 0 0
0,00 0,00 0,63 0,00 0,00
126.270 -1.097 14.944 19.816 2.987
28,74 -0,25 3,40 4,51 0,68
126.270 -1.097 35.331 19.816 2.987
3,90 -0,03 1,09 0,61 0,09
0
0,00
10.622
2,42
10.622
0,33
0
0,00
154.534
35,18
154.534
4,78
5.720
3,34
64.826
14,76
70.546
28,78
3.792
2,21
8.997
2,05
12.789
5,22
0 0
0,00 0,00
1.644 -20.609
0,37 -4,69
1.644 -20.609
0,05 -0,64
29.129
0,90
22.260
5,07
51.389
1,59
541.118
16,72
34.092
7,76
575.227
17,78
0 2.384.635 161.690 0 0
0,00 73,69 94,44 0,00 0,00
0 0 0 0 0
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0 2.384.709 161.785 0 0
0,00 73,69 66,00 0,00 0,00
10.741
0,33
0
0,00
10.741
0,33
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0 78.729
0,00 2,43
0 0
0,00 0,00
0 78.731
0,00 2,43
171.202 3.235.941
5,29 100,00
73.823 439.286
16,81 100,00
245.120 3.675.327
6,67 100,00
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah)
67
5.1.4. Kontribusi terhadap Ekspor Total ekspor Propinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2000 sebesar Rp 5,67 triliun. Nilai ekspor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menempati urutan pertama yaitu sebesar Rp 3,17 triliun atau 59,09 persen dari nilai total ekspor Propinsi D.I. Yogyakarta kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 16,39 persen pada tahun yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jasa pariwisata dan sektor pendukungnya berperan besar dalam memberikan kontribusi ekspor bagi perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta (Tabel 5.2). Berdasarkan Tabel 5.7 subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya kontribusi terbesar berasal dari sektor industri tekstil, pemintalan dan pertenunan yaitu sebesar Rp 1,51 triliun atau 47,54 persen dari total nilai ekspor usaha jasa dan akomodasi pariwisata. Tingginya nilai ekspor industri tekstil, pemintalan dan pertenunan tersebut karena sebagian besar pengguna output dari sektor tersebut adalah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara luar Propinsi D.I. Yogyakarta yang berkunjung ke Yogyakarta, sehingga sektor tersebut dapat dikembangkan menjadi sektor yang berorientasi ekspor dan berpotensi besar untuk menghasilkan devisa.
68
Tabel 5.7. Kontribusi Ekspor Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor Sektor Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan Industri Kayu dan Barang dari Hasil Kayu Lainnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Non Logam Industri Logam dan Barang dari Logam Industri Pengolahan Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa Lainnya Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Ekspor Jumlah (Juta Rupiah) 288.152 28.502 42.966 685 0 13.506 554.412 1.508.069 265.088 37.382 5.270 100.751 179.437 0 0 339.495 879.604 177.715 879.578 60.664 2.125 4.767 3.172.097 5.368.168
Persen (%) 5,37 0,53 0,80 0,01 0,00 0,25 10,33 47,54 8,36 0,70 0,10 1,88 3,34 0,00 0,00 10,70 27,73 5,60 16,39 1,13 0,07 0,09 59,09 100,00
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah)
5.1.5. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai Tambah Bruto (NTB) merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi, komponen NTB meliputi penerimaan upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Berdasarkan Tabel 5.8, total NTB Propinsi D.I. Yogyakarta adalah Rp 13,09 triliun dengan perincian Rp 4,16 triliun berasal dari upah dan gaji, Rp 7,26 triliun berasal dari surplus usaha, Rp 796 milyar berasal dari penyusutan dan Rp 879 milyar berasal dari pajak tak langsung.
69
Tabel 5.8. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor (Juta Rupiah)
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa - jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Penyusutan 101.292
Pajak Tak Langsung 40.829
NTB 2.683.274
UG — SU 0,17
72.885
5.521
797
182.616
1,42
405.938
982.269
50.948
81.290
1.520.445
0,41
43.226 610.116
46.333 77.781
9.294 86.779
832 167.042
99.685 941.717
0,93 7,84
85.706
982.705
133.215
47.333
1.248.959
0,09
208.286 1.692.719
634.136 302.891
215.108 97.413
86.827 9.715
1.144.357 2.102.738
0,33 5,59
638.911 4.160.120
1.989.143 7.257.493
97.364 796.932
444.770 879.435
3.170.188 13.093.980
0,32 0,57
Upah dan gaji 371.804
Surplus Usaha 2.169.349
103.413
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah)
Sektor yang mempunyai tingkat upah dan gaji paling besar diberikan atas balas jasa kepada tenaga kerja dalam kegiatan produksi adalah sektor jasa-jasa. Sektor yang mempunyai balas jasa kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilik modal atau keuntungan sebelum di potong pajak paling besar di banding sektor lainnya adalah pertanian. Sektor yang mempunyai nilai penyusutan paling besar atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi adalah bank dan lembaga keuangan lainnya, sedangkan sektor yang mempunyai kontribusi pajak tak langsung paling besar adalah jasa pariwisata dan sektor pendukungnya. Pada tahun 2000 jasa pariwisata dan sektor pendukungnya memberikan kontribusi paling besar terhadap NTB sebesar Rp 3,17 triliun atau 24,11 persen
70
dari total NTB Propinsi D.I. Yogyakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa output sektor
tersebut
dimanfaatkan
sebagai
penunjang
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat dan sebagai pendorong aktifitas proses produksi sektor lainnya. Jumlah NTB tersebut 4,88 persen dialokasikan untuk upah dan gaji, surplus usaha sebesar 15,19 persen, penyusutan sebesar 0,74 persen dan untuk pajak tak langsung sebesar 3,40 persen. Restoran merupakan subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan nilai tambah bruto yaitu sebesar Rp 1,22 triliun, kemudian diikuti oleh industri tekstil, pemintalan dan pertenunan yaitu sebesar Rp 389 milyar. Tingginya kontribusi subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menunjukkan bahwa semakin besar peranan sektor pendukung terhadap perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta khususnya sektor pariwisata. Jika diperbandingkan antara nilai upah dan gaji terhadap surplus usaha maka akan diperoleh nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha. Nilai rasio tersebut menunjukkan perbandingan antara besarnya upah dan gaji yang diterima produsen. Rasio upah dan gaji dengan surplus usaha termasuk kategori baik jika rasionya mendekati keseimbangan (mendekati 1) yang berarti bahwa proporsi penerimaan dalam bentuk upah dan gaji bagi pekerja den surplus usaha bagi produsen berimbang. Berdasarkan hasil analisis rasio upah dan gaji dengan surplus usaha pada Tabel 5.9, diperoleh bahwa ternyata pada jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai nilai surplus usaha lebih besar dibandingkan upah dan
71
gaji. Hal ini terlihat dari rasio yang lebih kecil dari satu (0,32). Kondisi ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan antara pemilik modal dan pekerja tidak merata atau terjadi ketimpangan yang disebabkan karena adanya eksploitasi tenaga kerja oleh pemilik modal terhadap tenaga kerja sehingga untuk mengurangi kesenjangan pendapatan ini diperlukan campur tangan pemerintah melalui penetapan upah minimum regional atau kota yang sesuai dengan standar kehidupan di kota Yogyakarta, misalnya dengan pemberian fasilitas bagi karyawan (uang transportasi, konsumsi, jaminan sosial, dan lain-lain). Berdasarkan Tabel 5.9 di lihat dari sisi upah dan gaji, proporsi upah dan gaji terbesar berada pada sektor perdagangan. Artinya besarnya upah dan gaji di sektor tersebut kurang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan pekerja, besarnya upah dan gaji pada sektor tersebut di sebabkan karena banyaknya tenaga kerja di sektor tersebut sehingga upah rata-rata pekerjanya relatif kecil. Jika dilihat dari besarnya surplus usaha, secara total jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menempati urutan kedua setelah sektor pertanian. Kontribusi terbesar terhadap surplus usaha berasal dari sektor restoran yaitu sebesar Rp 936 milyar atau 12,9 persen dari total surplus usaha pada perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta.
Selain itu jika dilihat dari nilai
penyusutan, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya memberikan kontribusi sebesar Rp 97 milyar atau 12,22 persen dari total penyusutan pada perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000. Sektor restoran memberikan kontribusi paling besar yaitu sebesar Rp 58 milyar atau 7,31 persen dari nilai total penyusutan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya.
72
Tabel 5.9. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000 K;asifikasi 22 sektor (Juta Rupiah) Sektor
Tanaman bahan makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan dan minuman Industri tekstil, pemintalan dan pertenunan Industri kayu dan barang dari hasil kayu lainnya Industri kertas dan barang dari kertas Industri non logam Industri logam dan barang dari logam Industri pengolahan lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta Jasa lainnya Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya Total
Upah dan gaji
Surplus Usaha
Penyusut an
Pajak tak langsung
Nilai Tambah Bruto
UG ⎯ SU
342.988 3.401 17.174 4.148 46.737
1.656.882 60.420 301.007 126.022 879.076
57.842 2.058 10.591 30.800 82.783
33.188 389 4.003 2.792 14.046
2.090.900 66.268 332.776 163.762 29.568
0,21 0,06 0,06 0,03 0,05
103.413
72.885
5.521
797
182.616
1,42
262.477
502.797
8.644
47.416
821.335
0,52
137.307
248.862
1.034
2.737
389.940
0,55
130.416
115.559
983
7.281
254.239
1,13
45.089 48.495
7.986 27.758
667 747
982 13.450
54.724 90.450
5,65 1,75
38.904
105.866
37.129
14.469
196.368
0,37
10.973
337.861
3.760
4.974
357.568
0,03
43.226 610.116 234.955 112.194 22.861
46.333 77.781 413.187 936.231 227.543
9.294 86.779 26.712 58.228 8.173
832 167.042 276.927 109.150 47.017
99.685 941.717 951.781 1.215.804 305.594
0,93 7,84 0,57 0,12 0,10
85.706
982.705
133.215
47.333
1.248.959
0,09
208.286
634.136
215.108
86.827
1.144.357
0,33
1.178 1.692.719
47.761 302.891
2.234 97.413
1.658 9.715
52.830 2.102.738
0,02 5,59
638.911 4.160.120
1.989.143 7.257.493
97.364 796.932
444.770 879.435
3.170.188 13.093.980
0,32 0,57
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah)
73
Berdasarkan dari segi pajak tak langsung, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya pada tahun 2000 memberikan kontribusi sebesar Rp 444 milyar atau 50,57 persen dari total pajak tak langsung perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Sektor restoran memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar Rp 109 milyar atau 24,54 persen dari total kontribusi usaha jasa dan akomodasi pariwisata Propinsi D.I. Yogyakarta.
5.2.
Dampak Penyebaran Berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu
sektor terhadap pekembangan sektor lainnya baik melalui mekanisme transaksi pasar input dan pasar output yang dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. 5.2.1. Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran menunjukkan efek relatif yang ditimbulkan oleh keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung antara satu sektor dengan semua sektor yang ada, serta merupakan efek suatu sektor yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output suatu sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor-sektor tesebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran ini diperoleh dari nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang yang dikalikan dengan jumlah sektor, kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor dengan rumah tangga
74
sebagai exogenous dalam model. Koefisien penyebaran sering disebut sebagai daya penyebaran ke belakang. Berdasarkan nilai-nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang lebih besar dari satu menunjukkan tingginya daya kepekaan (kemampuan) sektor-sektor tersebut untuk membangun atau memacu pertumbuhan industri hulu maupun hilirnya secara keseluruhan, serta berlaku sebaliknya bagi sektor yang bernilai lebih kecil dari satu. Tabel 5.10. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 9 sektor Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa - jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya
Koefisien Penyebaran 0,738 0,979 1,151 (1) 0,776 1,295 1,130 (2) 0,849 0,965 1,117 (3)
Kepekaan Penyebaran 1,465 (2) 0,700 1,660 (1) 0,676 0,652 0,906 0,895 0,688 1,358 (3)
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah) Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat
Sektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran dan kepekaan paling besar adalah sektor industri pengolahan. Jasa pariwisata dan sektor pendukungnya memiliki koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu yaitu sebesar 1,117. Nilai koefisien penyebaran jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang lebih besar dari satu, karena memiliki keterkaitan dengan sektor yang lain dalam menyediakan input. Subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu antara lain industri tekstil, pemintalan dan pertenunan, industri kayu dan barang dari kayu, perdagangan serta
75
restoran. Hal ini terjadi karena dalam menghasilkan output, pariwisata mempunyai keterkaitan yang tinggi dengan sektor yang lain. Tabel 5.11. Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Klasifikasi 22 sektor Sektor Tanaman bahan makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan dan minuman Industri tekstil, pemintalan dan pertenunan Industri kayu dan barang dari hasil kayu lainnya Industri kertas dan barang dari kertas Industri non logam Industri logam dan barang dari logam Industri pengolahan lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta Jasa lainnya
Koefisien Penyebaran 0.703 0.885 0.856 0.709 0.735 0.979 1.124 1.414 1.009 1.207 1.319 1.247 1.055 0.764 1.285 1.013 1.080 0.859 1.137 0.828 0.843 0.949
Kepekaan Penyebaran 1.476 0.755 0.773 0.975 0.654 0.865 1.226 0.846 0.836 0.870 2.022 1.447 0.862 0.813 0.669 1.237 1.058 0.781 1.359 1.143 0.623 0.711
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah)
5.2.2. Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran merupakan efek relatif yang disebabkan oleh perubahan output suatu sektor ekonomi yang akan menimbulkan perubahan output sektor lainnya yang menggunakan output sektor tersebut sebagai input baik langsung maupun tidak langsung. Kepekaan penyebaran ini sering disebut indeks daya penyebaran ke depan yang diperoleh dari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dikalikan dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung dari semua sektor.
76
Berdasarkan Tabel 5.10 dan 5.11 nilai kepekaan penyebaran klasifikasi 9 sektor dan 22 sektor, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya menduduki peringkat ketiga yaitu sebesar 1,358 menerangkan jasa pariwisata dan sektor pendukungnya bahwa mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menggunakan input dari jasa pariwisata dan sektor pendukungnya (sektor hilirnya). Subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang mempunyai nilai lebih besar daari satu adalah adalah sektor perdagangan dan restoran dengan nilai masing masing sebesar 1,237 dan 1.058. Hal ini disebabkan karena output yang dihasilkan oleh sektor perdagangan dan restoran tersebut merupakan komoditi yang dipakai langsung dan memiliki keterkaitan ke depan yang kuat terhadap semua sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Subsektor lainnya yang memiliki nilai kurang dari satu, hal ini terjadi karena lebih banyak sebagai produk akhir yang dikonsumsi langsung oleh wisatawan sehingga pertumbuhan output sektor-sektor lain kurang berpengaruh bagi pertumbuhan sektor pariwisata khususnya.
5.3.
Analisis Multiplier Tabel 5.12 merupakan tabel multiplier output, pendapatan, dan tenaga
kerja sektor-sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta tahun 2000, tabel tersebut terdapat nilai multiplier tipe I yang nilainya selalu lebih kecil dibandingkan dengan nilai multiplier tipe II. Hal ini disebabkan karena pada multiplier tipe II, efek konsumsi masyarakat diperhitungkan dengan kata lain komponen ini termasuk dalam variable endogen. Nilai yang terdapat dalam analisis multiplier output tipe I dan tipe II menunjukkan adanya peningkatan
77
output di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan adanya kenaikan permintaan sebesar satu satuan di suatu sektor tertentu. 5.3.1. Multiplier Output Pada tabel 5.12 menunjukkan nilai-nilai multiplier output sektor-sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta. Berdasarkan nilai multiplier output tipe I sektor bangunan menduduki peringkat pertama dibanding sektor perekonomian lainnya dengan nilai 2,085. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor bangunan sebesar satu satuan maka output pada semua sektor akan meningkat sebesar 2,085 satuan. Tabel 5.12 Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor–sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 9 sektor Multiplier output
Multiplier Pendapatan
Multiplier Tenaga Kerja
Sektor Tipe I Pertanian
1,189
Tipe II
Tipe II
Tipe I Tipe II
1,181
1,531
1,105
Pertambangan dan Penggalian 1,577
2,523 (3) 1,193
1,545
3,297 (3) 8,259 (2)
Industri Pengolahan
2,310 (4) 1,975 (2) 2,559 (2) 4,729 (1) 5,940 (3)
1,853 (2)
1,497
Tipe I
1,225
Listrik, Gas dan Air Bersih
1,249
2,116
1,098
1,422
2,706 (5) 10,845 (1)
Bangunan
2,085 (1)
2,926 (1) 1,573
2,038
3,145 (4) 4,977 (4)
Pengangkutan dan Komunikasi 1,819 (3) Bank dan Lembaga Keuangan 1,367 Lainnya
2,129
3,935 (1) 5,098 (1) 3,479 (2) 4,570 (5)
1,789
1,385
1,794
2,332 (6) 4,372 (6)
Jasa - jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya
1,554
2,890 (2) 1,128
1,462
1,669
1,798 (4)
2,215 (5) 1,861 (3) 2,411 (3) 1,897 (7) 2,322 (8)
3,387 (7)
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah) Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat
Apabila efek konsumsi rumah tangga diperhitungkan ke dalam model, maka nilai multiplier tipe II nilainya selalu lebih besar dibandingkan tipe I. Nilai multiplier output tipe II terbesar dibanding sektor perekonomian lainnya yaitu
78
pada sektor bangunan sebesar 2,926. Arti dari nilai tersebut adalah jika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar satu satuan maka output di semua sektor perekonomian akan meningkat sebesar 2,926 satuan. Berdasarkan Tabel 5.13 klasifikasi 22 sektor subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang memiliki multiplier output terbesar dibanding subsektor usaha jasa dan akomodasi lainnya pada tipe I dan tipe II adalah industri tekstil, pemintalan dan pertenunan yaitu sebesar 2,313 pada tipe I dan 2,901 pada tipe II. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang mampu mempertahankan bahkan meningkatkan output jumlah wilayah yang berarti mampu mempertahankan bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah pada tingkat yang lebih baik. Berdasarkan analisis multiplier output, ternyata multiplier tipe II nilainya lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier tipe I dan dampak yang ditimbulkan oleh pengeluaran rumah tangga yang bekerja di sektor usaha jasa dan akomodasi pariwisata mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya. Meningkatnya output yang dihasilkan di Propinsi D.I. Yogyakarta ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan outputnya yang berarti meningkat pula laju pertumbuhan ekonomi Propinsi D.I. Yogyakarta.
79
Tabel 5.13 Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor–sektor Perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Klasifikasi 22 sektor Multiplier Output
Multiplier Pendapatan
Multiplier Tenaga Kerja
Sektor Tipe I Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan Industri Kayu dan Barang dari Hasil Kayu Lainnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Non Logam Industri Logam dan Barang dari Logam Industri Pengolahan Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa Lainnya
Tipe II
Tipe I
Tipe II
Tipe I
Tipe II
1,150 1,449 1,401 1,160 1,203
1,548 1,675 1,601 1,240 4,478
1,174 2,604 2,204 1,580 1,026
1,606 3,562 3,015 2,161 1,403
1,082 1,412 1,583 1,214 1,015
1,251 1,787 1,900 1,442 1,163
1,601
2,664
1,258
1,720
2,945
9,623
1,839
2,350
2,036
2,784
5,568
7,161
2,313 (1)
2,901 (1)
2,352
3,216
3,057
4,897
1,651
2,476
1,256
1,718
1,411
2,394
1,976 2,159
3,416 3,159
1,576 1,989
2,155 2,720
1,603 2,078
2,837 3,635
2,040
2,620
2,932
4,010
2,478
4,773
1,726
1,998
6,531
8,932
8,954
14,066
1,249 2,102 1,658 1,767 1,406
2,180 3,076 2,183 2,195 1,658
1,107 1,712 1,523 3,970 (1) 1,962
1,515 2,342 2,083 5,430 (1) 2,683
2,955 2,392 1,344 5,297 2,152
13,431 4,938 1,795 6,475 2,734
1,860
2,291
5,145
7,037
3,297
5,118
1,355
1,806
1,388
1,898
2,233
4,842
1,379 1,553
1,532 3,011
3,874 1,157
5,298 1,582
10,915 (1) 1,662
18,444 (1) 3,910
Sumber :Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah) Keterangan:Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat
80
5.3.2. Multiplier Pendapatan Berdasarkan Tabel 5.12 sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan multiplier pendapatan baik pada tipe I maupun tipe II. Pada tipe I nilainya mencapai 3,962 ini berarti bahwa dengan adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan akan menyebabkan pembentukan pendapatan masyarakat secara sektoral sebesar 3,962 satuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan untuk tipe II mencapai sebesar 5,134. Hal ini menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada sektor pengangkutan dan komunikasi, maka pendapatan rumah tangga pada sektor tersebut yang dibelanjakan ke semua sektor perekonomian lainnya akan meningkat sebesar 5,134 satuan, dimana rumah tangga dimasukkan sebagai variable endogen dalam model. Berdasarkan Tabel 5.12 jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menduduki peringkat ketiga yaitu sebesar 1,861 dan 2,411. Jika dilihat berdasarkan subsektor usaha jasa dan akomodasi pariwisata pada Tabel 5.13 sektor restoran merupakan sektor yang paling mampunyai potensi untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, dengan nilai multiplier pendapatannya sebesar 3,970 pada tipe I dan 5,430 pada tipe II. Sektor lainnya yang mempunyai potensi dalam peningkatan pendapatan mayarakat ini yaitu sektor jasa rekreasi dan hiburan. Nilai multiplier pendapatan tipe I memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan tenaga kerja pada sektor restoran sebesar satu satuan sehingga mengakibatkan peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 3,970
81
satuan di semua sektor perekonomian, sedangkan nilai multiplier pendapatan tipe II mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor restoran sebesar satu satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga seluruh sektor baik secara langsung maupun tidak langsung karena pengaruh faktor induce sebesar 5,430. Tingginya nilai multiplier pendapatan pada sektor restoran disebabkan karena juga sebagai pemilik dari usaha tersebut. Berdasarkan hasil analisis Tabel 5.13 dapat disimpulkan bahwa sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya merupakan sektor yang potensial dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan sektor-sektor perekonomian, dan pendapatan daerah. Oleh karena itu, pemerintah harus mangalokasikan setiap satuan permintaan akhir untuk dibelanjakan kepada output sektor-sektor tersebut yang mempunyai angka pengganda pendapatan tertinggi. Hal ini dimaksudkan untuk optimalisasi peningkatan pendapatan dalam perekonomian, yaitu dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Propinsi D.I.Yogyakarta. 5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja Hasil analisis multiplier tenaga kerja pada Tabel 5.12 memperlihatkan bahwa koefisien multiplier tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta cukup tinggi. Nilai multiplier tenaga kerja tipe I terbesar yaitu pada sektor industri pengolahan sebesar 4,729 berarti bahwa sektor industri pengolahan akan menciptakan lapangan kerja sebesar 4,729 satuan pada semua sektor perekonomian jika output sektor tersebut meningkat sebesar satu satuan. Sedangkan nilai multiplier tenaga kerja tipe II terbesar yaitu pada sektor Listrik gas dan air bersih sebesar 10,845 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan
82
penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas dan air bersih sebesar satu satuan akan mempunyai dampak terhadap peningkatan lapangan kerja sebesar 10,845 satuan diseluruh sektor perekonomian dengan memperhitungkan efek induksi konsumsi. Berdasarkan
Tabel
5.13,
subsektor
jasa
pariwisata
dan
sektor
pendukungnya yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja tertinggi multiplier tipe I dan tipe II adalah sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta masingmasing sebesar 10,915 dan 18,444. Nilai tersebut mengandung arti bahwa sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta akan menciptakan lapangan kerja untuk 10,915 satuan tenaga kerja atau 11 orang di semua sektor perekonomian. Nilai multiplier output tipe II sebesar 18,444 artinya jika terjadi penyerapan tenaga kerja di sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta sebesar satu satuan akan berdampak terhadap peningkatan lapangan kerja sebesar 18,444 satuan atau 18 orang di seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dengan koefisien pengganda tenaga kerja terbesar menjadi sangat sensitif dalam menciptakan lapangan kerja dibandingkan dengan sektor lain dalam pembangunan perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta, sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II terbesar. Hal ini disebabkan karena sektor-sektor tersebut bersifat padat karya. Demikian pula sebaliknya dengan nilai multiplier tenaga kerja yang relatif kecil menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang sensitif dalam
83
menciptakan lapangan kerja karena sektor-sektor tersebut lebih bersifat padat modal.
5.4.
Analisis Sektor Unggulan Penetapan sektor unggulan dilakukan untuk mengetahui sektor mana yang
dapat dikatakan sebagai sektor kunci (leading sector). Cara penentuan sektor kunci berdasarkan peringkat dari nilai multiplier standarisasi. Kategori tinggi untuk sektor yang mempunyai peringkat satu sampai lima dan kategori rendah untuk sektor yang mempunyai peringkat enam sampai sepuluh pada klasifikasi 10 sektor. Berdasarkan Tabel 5.14 nilai multiplier yang telah distandarisasi pada klasifikasi 9 sektor pada tipe I adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan, bangunan, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya, serta pertambangan dan penggalian. Sedangkan pada tipe II adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, listrik, gas dan air bersih, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, serta bangunan. Jadi sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya termasuk katogori tinggi pada nilai multiplier standarisasi tipe I, sehingga dapat dimasukkan ke dalam kategori sektor prioritas.
84
Tabel 5.14. Rangking Nilai Multiplier Standarisasi Klasifikasi 9 sektor Standarisasi tipe I
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jasa - Jasa Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya
Standarisasi tipe II
Pendapatan
Tenaga Kerja
Jumlah Multiplier
Pendapatan
Tenaga Kerja
Jumlah Multiplier
0,738
0,694
0,408
1,840 (9)
0,661
0,694
0,240
1,594 (9)
0,979
0,700
1,218
2,898 (5)
1,113
0,700
1,620
3,433 (3)
1,151
1,160
1,747
4,058 (2)
1,019
1,160
1,165
3,344 (4)
0,776 1,295
0,645
1,000
2,420 (7)
0,934
0,645
2,127
3,705 (2)
0,923
1,162
3,381 (3)
1,291
0,923
0,976
3,191 (5)
1,130
2,310
1,285
4,726 (1)
0,939
2,310
0,896
4,146 (1)
0,849
0,813
0,862
2,524 (6)
0,790
0,813
0,857
2,460 (8)
0,965
0,662
0,617
2,244 (8)
1,275
0,662
0,664
2,602 (6)
1,117
1,092
0,701
2,910 (4)
0,978
1,092
0,455
2,525 (7)
Output
Output
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 9 sektor (diolah) Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat prioritas
Multiplier yang telah distandarisasi merupakan indeks multiplier yang mampu memperlihatkan besarnya nilai multiplier yang berbeda-beda antar sektor. Berdasarkan Tabel 5.15, Subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang memiliki nilai multiplier standarisasi tipe I dan tipe II terbesar adalah sektor restoran serta jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. Karena restoran mampu meningkatkan pendapatan masyarakat serta jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta mempunyai kemampuan dalam menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa subsektor usaha jasa dan akomodasi pariwisata dapat dijadikan sebagai leading sector perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta.
85
Tabel 5.15. Rangking Nilai Multiplier Standarisasi Klasifikasi 22 sektor Sektor Tanaman bahan makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri makanan dan minuman Industri tekstil, pemintalan dan pertenunan Industri kayu dan barang dari hasil kayu lainnya Industri kertas dan barang dari kertas Industri non logam Industri logam dan barang dari logam Industri pengolahan lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran Perhotelan Pengangkutan dan komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta Jasa lainnya
Standarisasi Tipe I
Jumlah Multiplier
Output
Pendapatan
Tenaga Kerja
0,357 0,466 0,523 0,401 0,335
1,573(21) 2,489(11) 2,342(14) 1,800(20) 1,518(22)
0,654 0,708 0,676 0,524 1,893
0,513 1,138 0,963 0,690 0,448
0,232 0,331 0,352 0,267 0,216
1,399(22) 2,177(16) 1,992(19) 1,482(21) 2,556(13)
0,550
0,972
2,500(10)
1,126
0,550
1,785
3,460(6)
1,124
0,889
1,838
3,851(5)
0,993
0,889
1,328
3,211(8)
1,414
1,027
1,009
3,450(6)
1,226
1,027
0,908
3,162(9)
1,009
0,549
0,466
2,023(18)
1,046
0,549
0,444
2,039(18)
1,207
0,689
0,529
2,425(13)
1,444
0,689
0,526
2,658(12)
1,319
0,869
0,686
2,874(8)
1,335
0,869
0,674
2,878(11)
1,247
1,281
0,818
3,346(7)
1,107
1,281
0,885
3,274(7)
1,055
2,853
2,956
6,864(1)
0,845
2,853
2,609
6,307(1)
0,764 1,285 1,013 1,080 0,859
0,484 0,748 0,665 1,734 0,857
0,975 0,790 0,444 1,749 0,710
2,223(15) 2,823(9) 2,122(17) 4,563(3) 2,427(12)
0,921 1,300 0,923 0,927 0,701
0,484 0,748 0,665 1,734 0,857
2,491 0,916 0,333 1,201 0,507
3,896(4) 2,964(10) 1,921(20) 3,863(5) 2,065(17)
1,137
2,248
1,088
4,473(4)
0,968
2,248
0,949
4,165(3)
0,828
0,606
0,737
2,172(16)
0,763
0,606
0,898
2,268(15)
0,843 0,949
1,692 0,505
3,603 0,549
6,138(2) 2,003(19)
0,647 1,272
1,692 0,505
3,421 0,725
5,761(2) 2,503(14)
Output
Pendapatan
Tenaga Kerja
0,703 0,885 0,856 0,709 0,735
0,513 1,138 0,963 0,690 0,448
0,979
Standarisasi Tipe II
Jumlah Multiplier
Sumber : Tabel I-O Propinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2000, klasifikasi 22 sektor (diolah) Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan peringkat prioritas
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Berdasarkan total permintaan, peran jasa pariwisata dan sektor pendukungnya dalam perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta menduduki posisi paling penting dibanding sembilan sektor perekonomian lainnya. Hal ini terlihat dalam kontribusinya yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan akhir dan permintaan antara yaitu menduduki peringkat pertama; untuk konsumsi rumah tangga menduduki peringkat kedua setelah sektor industri pengolahan; untuk nilai ekspor menempati urutan pertama; dan untuk investasi menduduki peringkat ketiga setelah sektor bangunan dan industri pengolahan; serta memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai tambah bruto.
2.
Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik dan mendorong terhadap pertumbuhan output industri hulu maupun hilirnya, karena memiliki nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang lebih besar dari satu. Dalam sektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya itu sendiri, perdagangan dan restoran merupakan subsektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran lebih besar dari satu.
3.
Berdasarkan
hasil
analisis
multiplier,
jasa
pariwisata
dan
sektor
pendukungnya menduduki peringkat ke empat pada tipe I dan ke lima pada tipe II untuk multiplier output. Pada analisis multiplier pendapatan sektor jasa
87
pariwisata dan sektor pendukungnya menduduki peringkat ketiga pada tipe I dan tipe II setelah sektor pengangkutan dan komunikasi serta industri pengolahan. Sedangkan pada analisis multiplier tenaga kerja sektor tersebut menduduki peringkat ke tujuh pada tipe I dan ke delapan pada tipe II. Berdasarkan subsektornya,
industri tekstil, pemintalan dan pertenunan
memberikan kontribusi terbesar pada multiplier output tipe I dan tipe II; sektor restoran pada multiplier pendapatan tipe I dan II; sedangkan pada multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II adalah jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta. 4.
Berdasarkan hasil analisis penetapan sektor prioritas dengan memperhatikan rangking nilai multiplier yang telah distandarisasi, subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya yang dapat dijadikan sektor kunci adalah jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta serta restoran.
6.2.
Saran Pemerintah daerah perlu melakukan pemberdayaan masyarakat untuk
mengembangkan industri yang merupakan input pariwisata karena mempunyai nilai ekspor yang besar dibanding sektor lainnya seperti restoran, kerajinan, acaraacara hiburan, obyek wisata baru, tempat-tempat perbelanjaan, beserta dengan infrastruktur pendukungnya. Cara yang dapat dilakukan misalnya dengan mencari bentuk kerajinan yang baru dan digemari wisatawan, membentuk desa wisata yang terintegrasi dengan potensi wisata lain seperti membangun wisata agribisnis yang diperkaya dengan aktivitas rekreatif seperti pelatihan pemeliharaan berbagai
88
tanaman. Semakin banyak input pariwisata yang dapat dikreasikan maka makin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi, konsumsi masyarakat serta konsumsi pemerintah. Pertumbuhan perekonomian Propinsi D.I. Yogyakarta pada sektor pariwisata dapat ditingkatkan melalui penciptaan iklim investasi yang lebih konservatif. Hal ini terbukti bahwa subsektor jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai angka pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja yang besar. Pada penelitian ini terdapat keterbatasan data sehingga belum secara rinci dan memadai dalam menjelaskan ruang lingkup sektor pariwisata, maka pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis sektor pariwisata dengan menggunakan Tabel Input-Output yang terbaru sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukkan bagi pemerintah daerah Propinsi D.I. Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2004. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Tahun 1994-2004. BAPARDA. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2004. BPS. Jakarta. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2000. Tabel InputOutput Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2000. BPS, Yogyakarta. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2004. BPS, Yogyakarta. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2000. Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2000. BPS, Yogyakarta. Badan Pengelola Keuangan Daerah. 2004. Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2001-2004. BPKD, Yogyakarta. Daryanto, A. 1995. Applications of Input-Output Analysis. Departement of Socio Economic Science. Faculty of Agriculture. Bogor Agricultural University. Indonesia. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sihotang [Penerjemah]. Program Perencanaan Nasional FEUI-Bapenas. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Heriawan, R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata Pada Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Model I-O dan SAM. (Disertasi). Program Pascasarjana IPB, Bogor. Miller, R. E dan P. D. Blair. 1985. Input-Output Analysis: Foundations and Extensions. Prentice Hall, New Jersey. Nazara, S. 1997. Analisis Input-Output. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi ke-8. Erlangga, Jakarta.
90
Oktavianti, D. 2005. Analisis Peranan Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi: Analisis Input-Output. (Skripsi). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Poerwanto. 2004. Analisis Kesan Wisatawan Terhadap Dimensi Kualitas Produk Wisata. Jurnal Ilmiah Pariwisata STP Trisakti Vol. 9 No.1 : 76-87. Spiilane, J. 1994. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Kanisius, Yogyakarta. Suryadi. 2000. Analisis Peranan Ekonomi Industri Pariwisata Terhadap Perekonomian Propinsi Bali (Analisis I-O). (Skripsi). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wahab, S. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Frans Gromang [Penerjemah]. Pradnya Paramita, Jakarta. Yoeti, O. A. 2003. Tours and Travel Marketing. Pradnya Paramita, Jakarta.
Lampiran 1. Klasifikasi 9 Sektor dan 22 Sektor Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Kode I-O Yogyakarta 2000 9 Sektor 1 Pertanian
Kode
I-O Yogyakarta 2000 22 Sektor Tanaman Bahan Makanan
Kode
2
Perkebunan
9 10 11 12 13
3
Peternakan
14
1
1 2 3 4 5 6 7 8
15 16 17
4
Kehutanan
18
5
Perikanan
19 20
2
Pertambangan dan penggalian
6
3
Industri Pengolahan
7
Pertambangan dan penggalian
21
22 Industri Makanan 23 dan Minuman
I-O Yogyakarta 2000 83 Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Kacang Tanah Kedele Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman pertanian lainnya Tebu Kelapa Tembakau Kopi Tanaman perkebunan lainnya Ternak dan hasilnya kecuali susu segar Susu segar Unggas dan hasil-hasilnya Hasil pemeliharaan hewan lainnya Hasil hutan dan perburuan Ikan laut dan hasil lainnya Ikan darat dan hasil perairan darat Pasir, kerikil, batu, dan bahan tambang serta galian lainnya Garan kasar Daging, jeroan dan sejenisnya
24
25 26
27 28 29 30
31 32
33
34 35
9
Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta
8
Industri Tekstil, Pemintalan dan Pertenunan
36 37
38 39 40 9
Industri Kayu dan Barang dari Kayu
41 42
Pengolahan dan pengawet makanan Beras Tepung terigu dan tepung lainnya Roti,biscuit, dan sejenisnya Mie,makroni dan sejenisnya Gula Biji-bijian kupasan, coklat, dan kembang gula Kopi giling dan kupasan Hasil pengolahan kedele Makanan dan minuman lainnya Pakan ternak Tembakau olahan dan rokok Benang dan kapuk bersih Tekstil jadi, rajutan dan tekstil lainnya kecuali pakaian Pakaian jadi Kulit samakan dan olahan Barang-barang dari kulit Kayu gergajian dan awetan Perabot rumah tangga dan lainnyadari kayu, bambu,
3
Industri Pengolahan
10
Industri Kertas dan Barang dari Kertas
43
11
Industri Non Logam
44
45
46
12
Industri Logam dan Barang dari Logam
47 48 49
50
51
52
53
54 13
Industri pengolahan lainnya
55 56 57
rotan, anyaman plastik Kertas dan barang dari kertas atau karton dan barang cetakan Kaca dan barang-barang dari kaca Barang lainnya dari bahan bukan logam Keramik dan barang dari tanah liat Semen Barang dari besi dan baja dasar Barang-barang dari logam lainnya Alat listrik dan perlengkapanny a Kereta api dan jasa perbaikannya Kendaraan bermotor kecuali sepeda motor Sepeda motor dan alat angkutan lainnya Barang-barang perhiasan Barang-barang industri lainnya Pupuk dan pestisida Barang kimia kecuali pupuk dan pestisida
58
59 60 4 5 9
6
Listrik, gas dan Air Bersih Bangunan Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Pengangkutan dan Komunikasi
14 15 16 17 18 19
Listrik, gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan
61 62 63 64
Restoran Perhotelan Pengangkutan dan Komunikasi
65 66 67 68 69 70 71
7
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
20
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
72 73
74 75
9
8
Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa-jasa
21
22
Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta Jasa lainnya
76 77
78
79
Ban dan barang lainnya dari karet Barang-barang dari plastik Barang hasil kilang minyak Listrik dan gas Air bersih Bangunan Jasa perdagangan Jasa restoran Jasa perhotelan Jasa angkutan kereta api Jasa angkutan jalan raya Jasa angkutan udara Jasa angkutan laut dan sungai Jasa penunjang angkutan Jasa komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Asuransi dan dana pensiun Sewa bangunan dan sewa tanah Jasa perusahaan Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta Jasa pemerintahan umum dan lainnya Jasa pendidikan dan kesehatan pemerintah
80
81
82 83
180
190 201 202 203 204 209 210 301 302 303
304 305 309 310 409 600 700 1000
Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Nilai Tambah Bruto Jumlah input Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor barang dan jasa Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Jumlah Impor Jumlah Output Jumlah Penyediaan Jumlah tenaga kerja
180
190 201 202 203 204 209 210 301 302 303
304 305 309 310 409 600 700 1000
Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Nilai Tambah Bruto Jumlah input Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor barang dan jasa Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Jumlah Impor Jumlah Output Jumlah Penyediaan Jumlah tenaga kerja
180
190 201 202 203 204 209 210 301 302 303
304 305 309 310 409 600 700 1000
Jasa pendidikan dan kesehatan swasta Jasa kemasyarakatan swasta lainnya Jasa perbengkelan Jasa perorangan dan rumah tangga Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Nilai Tambah Bruto Jumlah input Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor barang dan jasa Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Jumlah Impor Jumlah Output Jumlah Penyediaan Jumlah tenaga kerja
Lampiran 2. Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
171.629
2.762
1.358.420
0
31.001
0
0
44.683
626.729
2
13
0
62.319
0
193.103
0
0
409
0
3
148.302
31.233
520.702
1.080
643.692
483.306
26.330
395.665
864.495
4
600
548
21.341
3.892
1.690
17.717
5.560
19.323
28.284
5
2.858
3.031
1.104
6
1.165
17.032
15.977
11.265
9.572
6
14.641
12.331
61.203
3.136
54.054
123.071
47.646
115.339
383.187
7
12.942
32.865
17.698
2.176
66.498
119.948
84.255
36.456
189.290
8
8
976
1.762
151
646
69.609
35.108
55.419
7.690
9
27.050
13.544
207.486
7.492
518.674
259.530
107.068
288.626
843.923
190
378.041
97.288
2.248.123
17.934
1.510.525
1.090.213
321.943
967.186
2.953.171
201
371.804
103.413
405.938
43.226
610.116
85.706
208.286
1.692.719
638.911
202
2.169.349
72.885
982.269
46.333
77.781
982.705
634.136
302.891
1.989.143
203
101.292
5.521
50.948
9.294
86.779
133.215
215.108
97.413
97.364
204
40.829
797
81.290
832
167.042
47.333
86.827
9.715
444.770
209
2.683.274
182.616
1.520.445
99.685
941.717
1.248.959
1.144.357
2.102.738
3.170.188
210
3.061.314
279.904
3.772.479
117.619
2.452.242
2.339.172
1.466.300
3.069.924
6.123.359
1000
720.498
4.876
129.840
1.144
102.733
60.605
27.737
218.039
550
Lanjutan. Tabel Input Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 9 Sektor Sektor
180
301
302
303
304
305
309
310
409
600
700
1
2.235.224
969.007
0
20.386
162.920
360.303
1.512.617
3.747.840
686.526
3.061.314
3.747.841
2
255.844
2.070
0
0
10.622
13.506
26.198
282.043
2.138
279.904
282.042
3
3.114.806
2.274.271
0
570.247
191.921
877.253
3.913.692
7.028.498
3.256.019
3.772.479
7.028.498
4
98.953
18.666
0
0
0
0
18.666
117.619
0
117.619
117.619
5
62.008
5.599
0
2.384.635
0
0
2.390.234
2.452.242
0
2.452.242
2.452.242
6
814.609
690.710
0
10.741
0
879.578
1.581.029
2.395.638
56.466
2.339.172
2.395.638
7
562.129
895.403
0
0
0
60.664
956.066
1.518.195
51.895
1.466.300
1.518.195
8
171.370
649.418
2.167.452
78.729
0
4.767
2.900.366
3.071.736
1.812
3.069.924
3.071.736
9
2.273.392
1.665.163
0
171.202
73.823
3.172.097
5.082.286
7.355.676
1.232.319
6.123.359
7,355.677
190
9.588.334
7.170.308
2.167.452
3.235.941
439.286
5.368.168
18.381.155
27.969.488
5.287.175
22.682.314
27.969.488
201
4.160.120
202
7.257.493
203
796.932
204
879.435
209
13.093.980
210
22.682.314
Lampiran 3. Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 22 Sektor sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 190 201 202 203 204 209 210 1000
1 126.575 410 1.464 0 0 0 0 107 353 13 72.472 3.485 47 0 818 9.743 61 0 3.833 8.071 0 1 227.454 342.988 1.656.882 57.842 33.188 2.090.900 2.318.355 596.267
2 0 3.317 223 3.946 0 0 773 340 171 5.082 2.679 446 243 1.024 1.984 1.268 0 325 1.478 0 6 23.303 3.401 60.420 2.058 389 66.268 89.571 5912
3 7.125 0 13.534 0 0 0 57.033 0 2 3 2.055 748 0 0 722 8.454 0 0 9.980 1.419 0 0 101.074 17.174 301.007 10.591 4.003 332.776 433.850 29.857
4 0 0 0 14.714 0 0 0 40 0 456 292 209 1.146 332 227 2.458 385 0 422 1.645 0 0 22.325 4.148 126.022 30.800 2.792 163.762 186.087 7211
5 11 0 57 0 254 13 1.676 81 0 0 153 103 33 25 66 426 575 0 82 329 0 1 3.884 46.737 879.076 82.783 14.046 29.568 33.452 81.251
6 0 0 0 2.762 0 0 0 649 1.561 697 24.984 2.953 2.599 548 3.031 8.003 3.330 0 12.331 32.865 0 976 97.288 103.413 72.885 5.521 797 182.616 279.904 4876
7 1.142.008 44.456 137.961 2.719 2.020 74 139.080 741 112 1.133 2.269 3.061 1.287 797 458 60.992 4.813 0 18.907 3.114 0 634 1.566.639 262.477 502.797 8.644 47.416 821.335 2.387.974 83.955
8 0 11.119 68.795 685 0 0 72 298.830 35 2.871 39.592 8.442 137.259 15.671 1.118 91.980 40.219 3.604 100.595 42.449 0 1.073 864.407 137.307 248.862 1.034 2.737 389.940 1.254.347 43.918
9 0 0 0 96.884 0 0 0 6.737 39.173 98 5.346 12.866 681 1.036 101 21.962 166 1.875 10.361 2.154 0 467 199.908 130.416 115.559 983 7.281 254.239 454.147 41.714
10 0 0 0 0 0 0 0 2 0 25.647 10.579 1.885 3.240 3.679 47 4.865 69 0 6.385 1.375 0 315 58.089 45.089 7.986 667 982 54.724 112.814 14.422
11 0 8.727 0 0 0 0 0 0 0 500 86.261 1.703 14 8.601 113 10.120 197 0 10.562 3.071 0 143 130.012 48.495 27.758 747 13.450 90.450 220.462 15.511
Lanjutan. Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 22 Sektor sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 190 201 202 203 204 209 210 1000
12 0 0 0 10.217 0 62.245 431 0 1.005 731 4.250 138.823 1.541 1.486 210 16.599 250 0 11.386 3.423 0 505 253.102 38.904 105.866 37.129 14.469 196.368 449.470 12.444
13 0 0 0 10.311 0 0 203 1.210 39.545 1.935 8.915 75.942 11.270 6.777 276 18.978 43.988 3.998 13.962 6.715 0 165 244.191 10.973 337.861 3.760 4.974 357.568 601.759 3.510
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 428 557 66 30 3.892 6 184 7.308 0 3.136 2.176 0 151 17.934 43.226 46.333 9.294 832 99.685 117.619 1.144
15 0 20 0 30.980 0 193.103 128 984 301.520 4.242 33.629 554.986 50.707 1.690 1.165 145.752 56.898 13.519 54.054 66.498 0 646 1.510.525 610.116 77.781 86.779 167.042 941.717 2.452.242 102.733
16 0 0 0 0 0 0 366 1.227 2.075 17.603 9.594 9.060 3.477 5.833 5.771 6.043 126.550 97.534 221.803 96.917 0 3.418 607.270 234.955 413.187 26.712 276.927 951.781 1.559.052 198.348
17 298.591 5.979 21.809 18.020 77.494 0 541.639 0 0 1.211 1.525 7.591 803 4.511 2.490 91.542 0 0 45.599 44.184 438 2.004 1.165.429 112.194 936.231 58.228 109.150 1.215.804 2.381.232 94.713
18 21.693 1.178 3.141 0 1.002 0 57.782 69 5 48 231 51 116 462 49 7.828 468 69 3.977 655 1.338 343 100.504 22.861 227.543 8.173 47.017 305.594 406.098 19.299
19 0 0 0 0 0 0 11.728 3.361 1.630 11.896 417.663 6.850 35.169 17.717 17.032 115.494 99.189 36.990 123.071 119.948 2.866 69.609 1.090.213 85.706 982.705 133.215 47.333 1.248.959 2.339.172 60.605
20 0 0 0 0 0 0 2.586 310 16 4.340 2.760 793 15.851 5.560 15.977 4.400 62.213 39.915 47.646 84.255 215 35.108 321.943 208.286 634.136 215.108 86.827 1.144.357 1.466.300 27.737
21 241 24 0 73 0 0 907 256 18 70 858 1.111 3.227 771 43 1.407 1.269 434 852 2.931 774 386 15.652 1.178 47.761 2.234 1.658 52.830 68.482 151.703
22 37.426 865 5.003 256 1.133 409 164.482 11.530 576 54.437 108.684 15.071 52.990 19.323 11.265 52.813 135.598 87.777 115.339 36.456 332 55.419 967.186 1.692.719 302.891 97.413 9.715 2.102.738 3.069.924 218.039
Lanjutan. Tabel Input-Output Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 22 Sektor sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 190 201 202 203 204 209 210
180 1.633.669 76.096 251.988 191.568 81.903 255.845 978.113 326.906 387.967 128.531 837.751 848.480 321.931 98.953 62.008 682.027 584.813 285.715 814.609 562.129 5.962 171.370 9.588.333 4.160.120 7.257.493 796.932 879.435 13.093.980 22.682.314
301 656.845 86.498 128.055 3.220 94.389 2.070 1.732.222 221.747 30.578 53.321 331.850 36.840 120.039 18.666 5.599 375.839 918.907 56.700 690.710 895.403 61.393 649.418 7.170.308
302 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.167.452 2.167.452
303 0 0 20.386 0 0 0 0 5.720 3.792 0 0 29.129 541.118 0 2.384.635 161.690 0 0 10.741 0 0 78.729 3.235.941
304 126.270 -1.097 14.944 19.816 2.987 10.622 154.534 64.826 8.997 1.644 -20.609 22.260 34.092 0 0 0 0 0 0 0 0 0 439.286
305 288.152 28.502 42.966 685 0 13.506 554.412 1.508.069 265.088 37.382 5.270 100.751 179.437 0 0 339.495 879.604 177.715 879.578 60.664 2.125 4.767 5.368.168
309 1.071.267 113.902 206.350 23.721 97.376 26.198 2.441.167 1.800.362 308.455 92.347 316.511 188.980 874.687 18.666 2.390.234 877.024 1.798.511 234.415 1.581.029 956.066 63.517 2.900.366 18.381.155
310 2.704.936 189.998 458.339 215.288 179.279 282.043 3.419.280 2.127.269 696.422 220.878 1.154.262 1.037.460 1.196.618 117.619 2.452.242 1.559.052 2.383.324 520.130 2.395.638 1.518.195 69.480 3.071.736 27.969.488
409 386.581 100.427 24.489 29.201 145.828 2.138 1.031.306 872.922 242.275 108.064 933.800 587.990 594.859 0 0 0 2.092 114.032 56.466 51.895 998 1.812 5.287.175
600 2.318.355 89.571 433.850 186.087 33.451 279.904 2.387.974 1.254.347 454.147 112.814 220.462 449.470 601.759 117.619 2.452.242 1.559.052 2.381.232 406.098 2.339.172 1.466.300 68.482 3.069.924 22.682.314
700 2.704.936 189.998 458.339 215.288 179.279 282.042 3.419.280 2.127.270 696.422 220.878 1.154.262 1.037.460 1,196.618 117.619 2.452.242 1.559.052 2.383.324 520.130 2.395.638 1.518.195 69.480 3.071.736 27.969.488
Lampiran 4. Matrik koefisien teknis Klasifikasi 9 Sektor Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0,0561
0,0099
0,3601
0,0000
0,0126
0,0000
0,0000
0,0146
0,1024
2
0,0000
0,0000
0,0165
0,0000
0,0787
0,0000
0,0000
0,0001
0,0000
3
0,0484
0,1116
0,1380
0,0092
0,2625
0,2066
0,0180
0,1289
0,1412
4
0,0002
0,0020
0,0057
0,0331
0,0007
0,0076
0,0038
0,0063
0,0046
5
0,0009
0,0108
0,0003
0,0000
0,0005
0,0073
0,0109
0,0037
0,0016
6
0,0048
0,0441
0,0162
0,0267
0,0220
0,0526
0,0325
0,0376
0,0626
7
0,0042
0,1174
0,0047
0,0185
0,0271
0,0513
0,0575
0,0119
0,0309
8
0,0000
0,0035
0,0005
0,0013
0,0003
0,0298
0,0239
0,0181
0,0013
9
0,0088
0,0484
0,0550
0,0637
0,2115
0,1109
0,0730
0,0940
0,1378
Lampiran 5. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 22 sektor sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 0,0546 0,0002 0,0006 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0313 0,0015 0,0000 0,0000 0,0004 0,0042 0,0000 0,0000 0,0017 0,0035 0,0000 0,0000
2 0,0000 0,0370 0,0025 0,0441 0,0000 0,0000 0,0000 0,0086 0,0038 0,0019 0,0567 0,0299 0,0050 0,0027 0,0114 0,0221 0,0142 0,0000 0,0036 0,0165 0,0000 0,0001
3 0,0164 0,0000 0,0312 0,0000 0,0000 0,0000 0,1315 0,0000 0,0000 0,0000 0,0047 0,0017 0,0000 0,0000 0,0017 0,0195 0,0000 0,0000 0,0230 0,0033 0,0000 0,0000
4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0791 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0025 0,0016 0,0011 0,0062 0,0018 0,0012 0,0132 0,0021 0,0000 0,0023 0,0088 0,0000 0,0000
5 0,0003 0,0000 0,0017 0,0000 0,0076 0,0004 0,0501 0,0024 0,0000 0,0000 0,0046 0,0031 0,0010 0,0007 0,0020 0,0127 0,0172 0,0000 0,0024 0,0098 0,0000 0,0000
6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0099 0,0000 0,0000 0,0000 0,0023 0,0056 0,0025 0,0893 0,0106 0,0093 0,0020 0,0108 0,0286 0,0119 0,0000 0,0441 0,1174 0,0000 0,0035
7 0,4782 0,0186 0,0578 0,0011 0,0008 0,0000 0,0582 0,0003 0,0000 0,0005 0,0010 0,0013 0,0005 0,0003 0,0002 0,0255 0,0020 0,0000 0,0079 0,0013 0,0000 0,0003
8 0,0000 0,0089 0,0548 0,0005 0,0000 0,0000 0,0001 0,2382 0,0000 0,0023 0,0316 0,0067 0,1094 0,0125 0,0009 0,0733 0,0321 0,0029 0,0802 0,0338 0,0000 0,0009
9 0,0000 0,0000 0,0000 0,2133 0,0000 0,0000 0,0000 0,0148 0,0863 0,0002 0,0118 0,0283 0,0015 0,0023 0,0002 0,0484 0,0004 0,0041 0,0228 0,0047 0,0000 0,0010
10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2273 0,0938 0,0167 0,0287 0,0326 0,0004 0,0431 0,0006 0,0000 0,0566 0,0122 0,0000 0,0028
11 0,0000 0,0396 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0023 0,3913 0,0077 0,0001 0,0390 0,0005 0,0459 0,0009 0,0000 0,0479 0,0139 0,0000 0,0006
Lanjutan. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 22 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
12 0,0048 0,0095 0,0143 0,0190 0,0238 0,0286 0,0333 0,0381 0,0429 0,0476 0,0524 0,0571 0,0619 0,0667 0,0714 0,0762 0,0810 0,0857 0,0905 0,0952 0,1000 0,1048
13 0,0000 0,0000 0,0000 0,0227 0,0000 0,1385 0,0010 0,0000 0,0022 0,0016 0,0095 0,3089 0,0034 0,0033 0,0005 0,0369 0,0006 0,0000 0,0253 0,0076 0,0000 0,0011
14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0171 0,0000 0,0000 0,0003 0,0020 0,0657 0,0032 0,0148 0,1262 0,0187 0,0113 0,0005 0,0315 0,0731 0,0066 0,0232 0,0112 0,0000 0,0003
15 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0036 0,0047 0,0006 0,0003 0,0331 0,0000 0,0016 0,0621 0,0000 0,0267 0,0185 0,0000 0,0013
16 0,0000 0,0000 0,0000 0,0126 0,0000 0,0787 0,0001 0,0004 0,1230 0,0017 0,0137 0,2263 0,0207 0,0007 0,0005 0,0594 0,0232 0,0055 0,0220 0,0271 0,0000 0,0003
17 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0008 0,0013 0,0113 0,0062 0,0058 0,0022 0,0037 0,0037 0,0039 0,0812 0,0626 0,1423 0,0622 0,0000 0,0022
18 0,1254 0,0025 0,0092 0,0076 0,0325 0,0000 0,2275 0,0000 0,0000 0,0005 0,0006 0,0032 0,0003 0,0019 0,0010 0,0384 0,0000 0,0000 0,0191 0,0186 0,0002 0,0008
19 0,0534 0,0029 0,0077 0,0000 0,0025 0,0000 0,1423 0,0002 0,0000 0,0001 0,0006 0,0001 0,0003 0,0011 0,0001 0,0193 0,0012 0,0002 0,0098 0,0016 0,0033 0,0008
20 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0050 0,0014 0,0007 0,0051 0,1786 0,0029 0,0150 0,0076 0,0073 0,0494 0,0424 0,0158 0,0526 0,0513 0,0012 0,0298
21 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0018 0,0002 0,0000 0,0030 0,0019 0,0005 0,0108 0,0038 0,0109 0,0030 0,0424 0,0272 0,0325 0,0575 0,0001 0,0239
22 0,0035 0,0004 0,0000 0,0011 0,0000 0,0000 0,0132 0,0037 0,0003 0,0010 0,0125 0,0162 0,0471 0,0113 0,0006 0,0205 0,0185 0,0063 0,0124 0,0428 0,0113 0,0056
Lampiran 6. Matrik Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 9 Sektor Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
1,0867
0,0867
0,4726
0,0234
0,1948
0,1355
0,0356
0,1055
0,2181
2
0,0012
1,0039
0,0202
0,0007
0,0854
0,0058
0,0020
0,0038
0,0041
3
0,0666
0,1728
1,2126
0,0366
0,3904
0,3044
0,0612
0,1965
0,2319
4
0,0008
0,0046
0,0080
1,0353
0,0053
0,0116
0,0056
0,0090
0,0080
5
0,0012
0,0131
0,0016
0,0008
1,0032
0,0093
0,0123
0,0048
0,0033
6
0,0081
0,0615
0,0309
0,0367
0,0564
1,0773
0,0466
0,0547
0,0863
7
0,0064
0,1332
0,0155
0,0256
0,0551
0,0680
1,0685
0,0225
0,0468
8
0,0005
0,0089
0,0021
0,0032
0,0042
0,0347
0,0277
1,0209
0,0054
9
0,0174
0,0920
0,0898
0,0865
0,2906
0,1724
0,1073
0,1359
1,1942
Lampiran 7. Matrik Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 22 Sektor
sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 1,0583 0,0026 0,0008 0,0003 0,0001 0,0005 0,0007 0,0001 0,0003 0,0004 0,0568 0,0034 0,0003 0,0024 0,0006 0,0078 0,0015 0,0008 0,0064 0,0059 0,0000 0,0004
2 0,0066 1,0432 0,0040 0,0534 0,0007 0,0084 0,0068 0,0121 0,0069 0,0042 0,1084 0,0534 0,0084 0,0085 0,0128 0,0359 0,0220 0,0035 0,0206 0,0270 0,0000 0,0017
3 0,0933 0,0039 1,0411 0,0007 0,0003 0,0009 0,1472 0,0002 0,0005 0,0009 0,0240 0,0049 0,0009 0,0015 0,0023 0,0281 0,0047 0,0026 0,0330 0,0086 0,0001 0,0014
4 0,0016 0,0003 0,0002 1,0864 0,0002 0,0007 0,0016 0,0004 0,0008 0,0039 0,0061 0,0041 0,0073 0,0027 0,0016 0,0161 0,0052 0,0015 0,0066 0,0122 0,0000 0,0006
5 0,0334 0,0018 0,0058 0,0007 1,0084 0,0015 0,0597 0,0033 0,0005 0,0005 0,0130 0,0064 0,0019 0,0017 0,0024 0,0174 0,0203 0,0016 0,0082 0,0135 0,0000 0,0007
6 0,0089 0,0074 0,0011 0,0145 0,0009 1,0047 0,0093 0,0036 0,0091 0,0059 0,1732 0,0261 0,0135 0,0110 0,0134 0,0460 0,0274 0,0082 0,0708 0,1368 0,0001 0,0094
7 0,5451 0,0225 0,0646 0,0028 0,0012 0,0009 1,0732 0,0008 0,0006 0,0016 0,0392 0,0059 0,0014 0,0025 0,0012 0,0353 0,0070 0,0028 0,0199 0,0086 0,0000 0,0012
8 0,0293 0,0182 0,0773 0,0092 0,0025 0,0069 0,0334 1,3141 0,0120 0,0086 0,1253 0,0472 0,1509 0,0265 0,0042 0,1246 0,0754 0,0172 0,1500 0,0717 0,0003 0,0081
9 0,0046 0,0020 0,0017 0,2554 0,0004 0,0069 0,0049 0,0216 1,0954 0,0029 0,0397 0,0489 0,0071 0,0060 0,0015 0,0656 0,0109 0,0100 0,0440 0,0179 0,0001 0,0032
10 0,0071 0,0100 0,0008 0,0035 0,0007 0,0063 0,0075 0,0007 0,0036 1,2977 0,2374 0,0443 0,0408 0,0554 0,0024 0,0777 0,0205 0,0081 0,1076 0,0349 0,0002 0,0083
11 0,0071 0,0695 0,0010 0,0046 0,0007 0,0038 0,0075 0,0012 0,0013 0,0078 1,6846 0,0253 0,0034 0,0700 0,0033 0,0878 0,0208 0,0085 0,1045 0,0405 0,0002 0,0057
Lanjutan. Matrik Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 22 Sektor
sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
12 0,0062 0,0033 0,0007 0,0401 0,0005 0,2019 0,0072 0,0011 0,0062 0,0060 0,0751 1,4556 0,0095 0,0099 0,0043 0,0695 0,0156 0,0070 0,0662 0,0477 0,0001 0,0058
13 0,0240 0,0029 0,0026 0,0422 0,0028 0,0269 0,0238 0,0045 0,0746 0,0065 0,0515 0,1930 1,0224 0,0162 0,0020 0,0545 0,0845 0,0121 0,0486 0,0273 0,0001 0,0031
14 0,0180 0,0014 0,0017 0,0008 0,0022 0,0004 0,0175 0,0001 0,0003 0,0055 0,0207 0,0024 0,0014 1,0358 0,0007 0,0082 0,0679 0,0018 0,0345 0,0248 0,0001 0,0031
15 0,0133 0,0035 0,0016 0,0568 0,0014 0,1267 0,0137 0,0040 0,1388 0,0062 0,0728 0,3439 0,0268 0,0074 1,0038 0,0944 0,0411 0,0150 0,0648 0,0612 0,0001 0,0051
16 0,0351 0,0039 0,0038 0,0023 0,0033 0,0026 0,0361 0,0016 0,0030 0,0170 0,0660 0,0149 0,0070 0,0094 0,0062 1,0241 0,0957 0,0693 0,1658 0,0812 0,0005 0,0096
17 0,2610 0,0087 0,0248 0,0095 0,0333 0,0014 0,2500 0,0005 0,0007 0,0022 0,0279 0,0084 0,0019 0,0040 0,0022 0,0516 1,0087 0,0047 0,0346 0,0280 0,0003 0,0028
18 0,1363 0,0067 0,0175 0,0007 0,0028 0,0004 0,1555 0,0005 0,0003 0,0009 0,0150 0,0022 0,0011 0,0022 0,0006 0,0266 0,0052 1,0024 0,0178 0,0060 0,0034 0,0017
19 0,0238 0,0144 0,0027 0,0031 0,0021 0,0032 0,0271 0,0027 0,0038 0,0108 0,3298 0,0176 0,0195 0,0236 0,0097 0,0771 0,0612 0,0253 1,0926 0,0734 0,0015 0,0355
20 0,0198 0,0015 0,0021 0,0018 0,0018 0,0022 0,0213 0,0007 0,0027 0,0055 0,0212 0,0087 0,0136 0,0062 0,0122 0,0122 0,0512 0,0315 0,0438 1,0671 0,0003 0,0275
21 0,0207 0,0024 0,0022 0,0045 0,0010 0,0050 0,0242 0,0054 0,0044 0,0029 0,0344 0,0352 0,0507 0,0147 0,0017 0,0302 0,0300 0,0108 0,0263 0,0529 1,0115 0,0081
22 0,0616 0,0056 0,0075 0,0024 0,0023 0,0027 0,0777 0,0054 0,0025 0,0249 0,0859 0,0158 0,0208 0,0122 0,0048 0,0330 0,0542 0,0330 0,0565 0,0226 0,0003 1,0210
Lampiran 8. Matrik Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 9 Sektor Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
1,1564
0,3006
0,5757
0,2193
0,3848
0,2055
0,1311
0,4076
0,3124
2
0,0029
1,0090
0,0226
0,0054
0,0900
0,0074
0,0043
0,0110
0,0064
3
0,1601
0,4597
1,3510
0,2994
0,6453
0,3983
0,1893
0,6017
0,3584
4
0,0026
0,0102
0,0107
1,0404
0,0103
0,0134
0,0081
0,0169
0,0105
5
0,0022
0,0160
0,0030
0,0034
1,0058
0,0102
0,0136
0,0089
0,0046
6
0,0352
0,1446
0,0710
0,1128
0,1302
1,1045
0,0837
0,1721
0,1229
7
0,0360
0,2239
0,0593
0,1086
0,1356
0,0977
1,1090
0,1506
0,0868
8
0,0193
0,0667
0,0300
0,0562
0,0555
0,0536
0,0535
1,1025
0,0309
9
0,0827
0,2923
0,1865
0,2700
0,4685
0,2380
0,1968
0,4188
1,2825
Lampiran 9. Matrik Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 22 Sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 1,1248 0,0087 0,0107 0,0019 0,0045 0,0015 0,0749 0,0102 0,0022 0,0042 0,0928 0,0089 0,0073 0,0057 0,0018 0,0300 0,0394 0,0064 0,0415 0,0437 0,0021 0,0245
2 0,0444 1,0467 0,0096 0,0543 0,0033 0,0089 0,0490 0,0178 0,0080 0,0064 0,1289 0,0565 0,0124 0,0104 0,0135 0,0485 0,0435 0,0068 0,0406 0,0486 0,0013 0,0154
3 0,1267 0,0069 1,0461 0,0015 0,0025 0,0013 0,1844 0,0053 0,0015 0,0028 0,0421 0,0077 0,0044 0,0032 0,0029 0,0392 0,0238 0,0054 0,0506 0,0276 0,0011 0,0134
4 0,0151 0,0015 0,0022 1,0867 0,0011 0,0009 0,0167 0,0024 0,0012 0,0046 0,0134 0,0052 0,0087 0,0033 0,0019 0,0206 0,0128 0,0027 0,0137 0,0199 0,0004 0,0055
5 0,5812 0,0523 0,0873 0,0135 1,0453 0,0092 0,6721 0,0862 0,0162 0,0321 0,3097 0,0517 0,0594 0,0287 0,0126 0,2002 0,3327 0,0482 0,2972 0,3256 0,0176 0,1993
6 0,1866 0,0238 0,0276 0,0187 0,0129 1,0072 0,2079 0,0305 0,0142 0,0162 0,2694 0,0407 0,0322 0,0198 0,0167 0,1052 0,1287 0,0233 0,1645 0,2381 0,0059 0,0738
7 0,6307 0,0304 0,0773 0,0048 0,0069 0,0022 1,1689 0,0138 0,0030 0,0065 0,0855 0,0130 0,0104 0,0067 0,0028 0,0639 0,0558 0,0101 0,0650 0,0574 0,0028 0,0323
8 0,1277 0,0272 0,0920 0,0115 0,0092 0,0083 0,1434 1,3290 0,0148 0,0142 0,1787 0,0554 0,1612 0,0314 0,0061 0,1574 0,1316 0,0256 0,2019 0,1278 0,0034 0,0438
9 0,1425 0,0147 0,0223 0,2586 0,0097 0,0088 0,1591 0,0425 1,0994 0,0108 0,1144 0,0603 0,0216 0,0128 0,0041 0,1116 0,0895 0,0217 0,1168 0,0965 0,0045 0,0532
10 0,2479 0,0322 0,0366 0,0091 0,0169 0,0097 0,2767 0,0371 0,0105 1,3116 0,3679 0,0642 0,0661 0,0673 0,0069 0,1581 0,1579 0,0285 0,2347 0,1721 0,0079 0,0956
11 0,1743 0,0849 0,0259 0,0085 0,0120 0,0061 0,1944 0,0265 0,0061 0,0175 1,7752 0,0391 0,0210 0,0783 0,0064 0,1436 0,1162 0,0227 0,1927 0,1358 0,0055 0,0663
Lanjutan. Matrik Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 22 sektor Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
12 0,1032 0,0122 0,0152 0,0423 0,0071 0,2033 0,1157 0,0157 0,0090 0,0116 0,1277 1,4636 0,0197 0,0147 0,0061 0,1019 0,0710 0,0152 0,1174 0,1030 0,0032 0,0410
13 0,0695 0,0071 0,0094 0,0433 0,0059 0,0275 0,0747 0,0114 0,0759 0,0091 0,0762 0,1968 1,0272 0,0184 0,0028 0,0697 0,1104 0,0160 0,0726 0,0533 0,0016 0,0196
14 0,1736 0,0157 0,0249 0,0045 0,0127 0,0026 0,1914 0,0237 0,0047 0,0145 0,1050 0,0153 0,0178 1,0435 0,0037 0,0601 0,1567 0,0151 0,1166 0,1134 0,0051 0,0595
15 0,1762 0,0185 0,0258 0,0606 0,0124 0,1290 0,1958 0,0287 0,1435 0,0156 0,1610 0,3573 0,0439 0,0154 1,0068 0,1488 0,1340 0,0289 0,1508 0,1541 0,0054 0,0641
16 0,1228 0,0120 0,0168 0,0044 0,0093 0,0038 0,1342 0,0149 0,0055 0,0221 0,1135 0,0221 0,0162 0,0137 0,0078 1,0534 0,1458 0,0767 0,2120 0,1312 0,0033 0,0414
17 0,3325 0,0153 0,0354 0,0111 0,0381 0,0024 0,3299 0,0113 0,0027 0,0063 0,0666 0,0143 0,0094 0,0075 0,0036 0,0755 1,0495 0,0107 0,0724 0,0688 0,0025 0,0288
18 0,1786 0,0106 0,0238 0,0017 0,0056 0,0009 0,2027 0,0069 0,0015 0,0033 0,0378 0,0056 0,0056 0,0043 0,0014 0,0407 0,0293 1,0060 0,0401 0,0301 0,0047 0,0170
19 0,0958 0,0210 0,0134 0,0048 0,0070 0,0042 0,1077 0,0136 0,0059 0,0149 0,3688 0,0235 0,0271 0,0272 0,0110 0,1012 0,1023 0,0315 1,1306 0,1144 0,0038 0,0616
20 0,0951 0,0085 0,0133 0,0036 0,0069 0,0032 0,1056 0,0121 0,0049 0,0098 0,0621 0,0150 0,0215 0,0099 0,0137 0,0373 0,0942 0,0379 0,0836 1,1101 0,0028 0,0548
21 0,0462 0,0048 0,0059 0,0051 0,0028 0,0054 0,0527 0,0092 0,0051 0,0044 0,0482 0,0373 0,0534 0,0160 0,0022 0,0387 0,0445 0,0129 0,0398 0,0674 1,0123 0,0174
22 0,3054 0,0281 0,0438 0,0081 0,0187 0,0061 0,3502 0,0423 0,0095 0,0390 0,2179 0,0359 0,0464 0,0242 0,0094 0,1144 0,1932 0,0537 0,1851 0,1616 0,0081 1,1094