PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR: 3 TAHUN 1999 TENTANG
RETRIBUSI IZIN TRAYEK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Menimbang :
a.
bahwa Izin Trayek kendaraan umum, mobil penumpang umum, mobil bus, Taksi dan mobil
barang di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor dan Izin Trayek Serta Ketentuan Besarnya Pungutan jo Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 1990; b.
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat
(2) huruf e Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997, Retribusi Izin Trayek termasuk jenis Retribusi Perijinan tertentu, yang pengaturannya dipisahkan dengan Pengujian Kendaraan Bermotor; c.
bahwa sesuai dengan ketentuan huruf b di atas, perlu mengatur kembali mengenai Retribusi Izin Trayek dengan Peraturan Daerah tersendiri, yang terpisah dari Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
d.
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah; e.
bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Retribusi Izin Trayek.
Mengingat :
1.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Istimewa Yogyakarta jo
Pembentukan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950
sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819); 2.
Undang-undang Nomor 49 Per.Pu Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 156, tambahan Lembaran Negara Nomor 2104);
3.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);
5.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 6.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710); 7.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-
undang
Nomor
8
Tahun
1981
tentang
Hukum
Acara
Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 9.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990
tentang Penyerahan
Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3410); 10.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527);
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
12
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.68 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum;
13.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;
14
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;
15
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174
Tahun 1997 tentang
Pedoman Tatacara Pemungutan Retribusi Daerah; 16.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175
Tahun 1997 tentang
Pedoman Tatacara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 17.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang Lingkup Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II;
18.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Nomor 120 Seri D Tahun 1987);
19.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun
1995 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tatakerja Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran
Daerah Nomor 37 Seri D Tahun 1997);
Menetapkan
: Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MEMUTUSKAN
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TENTANG
RETIBUSI IZIN TRAYEK.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a.
Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
b.
Pemeritah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
c.
Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta;
d.
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
e.
Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
f.
Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, atau organisasi
yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha lainnya; g.
Perusahaan Angkutan Umum adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang dan atau barang dengan kendaraan umum di jalan.
h.
Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang di jalan selain dari kendaraan yang berjalan diatas rel.
i.
Angkutan penumpang umum adalah kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran;
j.
Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, mobil penumpang yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal dalam wilayah Daerah;
k.
Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat
duduk pengemudi, baik dengan maupun
tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi; l.
Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;
m.
Taksi adalah kendaraan umum dengan jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer;
n.
Izin Trayek adalah izin untuk melakukan kegiatan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu
dalam wilayah daerah, termasuk pengertian
Izin Operasi yang tidak dalam trayek; o.
Kartu Pengawas adalah turunan dari Keputusan izin trayek atau izin operasi bagi setiap kendaraan yang bersangkutan;
p.
Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu
guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelesatarian lingkungan; q.
Retribusi Izin Trayek yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan
angkutan penumpang umum pada suatu atau
beberapa trayek tertentu dalam wilayah
daerah; r.
Wajib Retribus adalah pribadi atau badan yang
menurut peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi; s.
Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan izin trayek;
t.
Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPdORD, adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah;
u.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang
selanjutnya disingkat SKRD adalah keputusan
menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang; Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat v.
SKRDKRT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan;
w.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLR, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada
retribusi yang terutang atau tidak seluruhnya
terutang; x.
Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang
selanjutnya disingkat STRD, adalah surat
untuk melakukan tagihan retribusi dan atau
sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda; y.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat
keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKRT dan
SKRDLR yang diajukan oleh wajib
retribusi; z.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi Daerah;
aa. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II IZIN TRAYEK Pasal 2
(1) Setiap mobil penumpang umum dan mobil bus, wajib memiliki Izin Trayek. (2) Setiap Taksi untuk melakukan kegiatan pengangkutan wajib memiliki izin operasi. (3) Orang pribadi atau badan yang mengoperasikan kendaraan tersebut ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini, diwajibkan mengajukan permohonan Izin Trayek dengan mengisi SPdORD. (4) Orang pribadi atau badan yang telah mendapat Keputusan Izin Trayek diberikan Kartu Pengawasan bagi setiap kendaraan yang dioperasikan. (5) Setiap 6 (enam) bulan sekali Kartu Pengawasan wajib diperbaharu. (6) Persyaratan yag harus dipenuhi untuk memperoleh Izin Trayek sebagaimana tersebut ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini adalah sebagai berikut : a. memiliki izin usaha angkutan. b. memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan. c. memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan. d. memiliki atau menguasai perawatan kendaraan bermotor. (7) Tatacara untuk memperoleh Izin Trayek diatur lebih lanjut oleh Gubernur.
BAB III NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 3
Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin trayek kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah Daerah.
Pasal 4
Obyek Retribusi adalah pemberian izin trayek menyediakan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu lintas antar Daerah Tingkat II yang seluruhnya berada dalam wilayah Daerah.
Pasal 5
Subyek retribusi adalah orang atau badan yang memperoleh izin trayek.
BAB IV GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 6
Retribusi Izin Trayek digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB V CARA MENCUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 7
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin yang diberikan dan jenis angkutan penumpang umum.
BAB VI PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP Pasal 8
(1)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarip retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin trayek.
(2)
Biaya sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini meliputi komponen biaya survei lapangan dan
biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan Pengawasan.
BAB VII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP RETRIBUSI Pasal 9
(1) Struktur tarip digolongkan berdasarkan jenis Angkutan penumpang umum dan daya angkut. (2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini untuk setiap Kendaraan adalah sebagai berikut :
----------------------------------------------------------------------------------------------------No. "
Jenis Angkutan
" Kapasitas Tempat Duduk
"
Tarip
---------------------------------------------------------------------------------------------------1. "
Mobil Penumpang
" sebanyak-banyaknya 8 orang
“
Rp. 85.000,-
2. "
Mobil Bus
"
"
Rp. 125.000,-
" 21 s.d. 34 orang
"
Rp. 165.000,-
" lebih besar 34 orang
"
Rp. 200.000,-
" sebanyak-banyaknya 4 orang
“
Rp. 260.000,-
3. "
Angkutan Taksi
9 s.d. 20 orang
------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB VIII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 10 Retribusi terutang dipungut di wilayah Daerah tempat izin trayek diberikan.
BAB IX MASA RETRIBUSI DAN SAAT TERUTANGNYA RETRIBUSI Pasal 11
Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 5 (lima) tahun.
Pasal 12
Saat terutangnya retrbusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB X SURAT PENDAFTARAN Pasal 13
(1) Wajib Retribusi harus mengisi SPdORD. (2) SPdORD sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya. (3) Bentuk, isi serta tatacara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 14
(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (1) Peraturan Daerah ini, ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah retribusi yang terutang, maka
dikeluarkan SKRDKRT. (3) Bentuk, isi dan tatacra penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana tersebut ayat (1) dan SKRDKRT sebagaimana tersebut ayat (2) Pasal ini, ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XII
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 15
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan atau SKRDKRT. BAB XIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 16
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat dikenakan
pada waktunya atau kurang membayar,
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) setiap bulan dari
retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakn STRD.
BAB XIV TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 17
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan SKRDKRT dan STRD. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Gubernur. BAB XV TATA CARA PENAGIHAN Pasal 18
(1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang disamakan, SKRDKRT, STRD dan surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
(2) Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-
undangan yang berlaku. BAB XVI KEBERATAN Pasal 19
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKRT dan SKRDLR. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKRT dan SKRDLR diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut Ayat (2) dan Ayat (3) Pasal ini, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 20
(1) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Gubernur atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini telah lewat dan Gubernur tidak memberikan surat keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XV
TATA CARA PENAGIHAN Pasal 18
(1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang disamakan, SKRDKRT, STRD dan surat Keputusan Keberatan yang
menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar
bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). (2) Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku BAB XVI KEBERATAN Pasal 19
(1)
Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKRT dan SKRDLR.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan
yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRDatau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKRT dan SKRDLR diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5)
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana tersebut Ayat (2) dan Ayat (3)
Pasal ini, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban penagihan retribusi.
Pasal 20
membayar retribusi dan pelaksanaan
(1) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Gubernur atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini telah lewat dan Gubernur tidak memberikan surat keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan
BAB XVII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 21
(1) atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Gubernur. (2) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak diterimanya permohonan
kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana tersebut Ayat (1) Pasal ini, harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana tersebut ayat (2) Pasal ini telah dilampaui dan Gubernur tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLR harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang retribusi. (5) Pengembakian kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini,
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 bulan sejak diterbitkannya SKRDLR. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah jangka waktu 2 bulan, Gubernur memberikan imbalan bunga keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 22
sebesar 2% (dua perseratus) sebulan atas
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Gubernur dengan sekurang-kurangnya menyebutkan : a. nama dan alamat wajib retribusi; b. masa retribusi; c. besarnya kelebihan pembayaran; d. alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui ps tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Gubernur.
Pasal 23
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dialkukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi
diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Peraturan Daerah ini, pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti
pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti
pembayaran. BAB XVIII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 24
(1) Gubernur dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini, diberikan dengan memperhatikan kemampuan Wajb Retribusi, antara lain mengangsur. (3)
Pembebasan retribusi sebagaimana tersebut
ayat (1) Pasal ini, diberikan kepada Wajib
Retribusi dalam rangka pengangkutan khusus korban bencana alam dan atau kerusuhan. (4) Tatacara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Gubernur. BAB XIX
KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 25
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran, atau b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 26
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1), dan ayat (2) Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). (2) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan
kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah
diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang. (3) Tindak pidana sebagaimana tersebut ayat (1) dan (2) Pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XXI PENYDIKAN Pasal 27
(1) Selain oleh Pejabat Penyidik POLRI yang bertugas menyidik tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 26 Peraturan Daerah ni, dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidk Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud Pasal 27 Peraturan Daerah ini, para Penyidik Pegawai Negeri
Sipil berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan dengan tindak pidana di bidang
meneliti keterangan atau laporan berkenaan
retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan
keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti, pencatatan dan dokumendokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; g. menyruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi Daerah; i.
memanggil orang untuk didengar
keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini, memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 28
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor dan Izin Trayek Serta Ketentuan Besarnya Pungutan jo Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 1990, sepanjang yang mengatur mengenai Izin Trayek dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 29
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur kemudian oleh Gubernur.
Pasal 30
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ditetapkan di : Yogyakarta pada tanggal : 10 Juni 1999
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ttd. HAMENGKU BUWONO X
Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Seri
:B
Nomor
:2
Tanggal : 7 Juli 1999 Pelaksana Harian Sekretaris Wilayah/Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ttd. IR. SOEBEKTI SOENARTO --------------------------------NIP. 080016744
.
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG RETIBUSI IZIN TRAYEK
I. PENJELASAN UMUM :
Izin Trayek di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor dan Izin Trayek Serta Ketentuan Besarnya Pungutan, yang disahkan Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Nomor : 5511.34-778, tanggal 23 September 1986, diundangkan dalam Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Seri B, Nomor 3, tanggal 3
Nopember 1986 . Peraturan Daerah tersebut diatas, diubah dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 1990 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pengujian
Kendaraan Bermotor dan Izin Trayek Serta Ketentuan Besarnya Pungutan, yang disahkan Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Nomor : 551.021.34-462, tanggal 16 Mei 1991, diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Seri B, Nomor 3, tanggal 17 Juni 1991.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomr 20 Tahun 1997, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor dan Izin Trayek Serta Ketentuan Besarnya Pungutan jo Peraturan Daerah Propinsi DaerahIstimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 1990 perlu ditinjau kembali/diganti dengan Peraturan Daerah baru.
Pengaturan kembali Izin Trayek harus dipisahkan dengan Pengujian Kendaraan Bermotor, karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah, Retribusi Izin Trayek adalah Jenis Retrbusi Perizinan Tertentu, sedang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah Jenis Retribusi Jasa Umum.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Retribusi Izin Trayek.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1
:
Cukup jelas.
Pasal 2 ayat (1) :
Cukup jelas.
dan ayat (2) ayat (3) :
Yang dimaksud mengoperasikan adalah menggunakan kendaraan bermotor di jalan.
Pasal 3 s.d 8
:
Cukup jelas.
Pasal 9 ayat (1)
:
Yang dimaksud dengan daya angkut adalah kemampuan daya Pengangkutan kendaraan.
ayat (2)
:
Cukup jelas.
Pasal 10 s.d 14
:
Cukup jelas.
Pasal 15 ayat (1) : Yang dimaksud dengan tidak diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi Pemerintah dapat mengajak bekerja sama
badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak
dipercaya
untuk pemungutan jenis retribusi. Kegiatan pemungutan
retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi.
ayat (2) : Pasal 16 s.d 18
:
Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 19 ayat (1) : Yang dimaksud Pejabat yang ditunjuk dalam hal ini Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ayat (2) s.d (6) Pasal 20 s.d 30
:
Cukup jelas.
:
Cukup jelas.