ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN 2015-2019
KERJASAMA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA) 2013
i
1
Analisis Nilai Tukar Petani(NTP)sebagai bahanpenyusunan RJMNTahun 20152019 Penanggung Jawab
:
Deputi Bidang SDA-LH
Editor
:
Ali Muharam
Tim Penulis
:
Ir. Nono Rusono, Msi Dr. Ir. Anwar Sunari, MP Ade Candradijaya, STP,MSi,MSc Ifan Martino Tejaningsih
Cover Depan
:
http://p2tel.or.id/wpcontent/uploads/2013/01/Petani-MiskinIndonesia.jpg
Direktorat Pangan dan Pertanian,Bappenas Gedung TS.2A, Lantai 5 Jl. Taman Suropati, No.2 Jakarta Pusat,10310 Telephone : 021-31934323 Fax : 021-3915404 Email :
[email protected]
ii
2
KATA PENGANTAR Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan, kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sebagai negara agraris, jumlah penduduk yang terlibat dalam kegiatan pertanian/agribisnis sangat besar, sehingga perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Salah satu indikator/alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak pembangunan, dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-program pembangunan, serta alokasi anggaran yang lebih berpihak pada usaha-usaha peningkatan kesejahteraan petani khususnya terkait dengan penyusunan studi pendahuluan (background study) RPJMN 2015-2019 yang saat ini sedang kami susun sehingga diharapkan dalam pembangunan pertanian lima tahun ke depan kesejahteraan petani dapat meningkat. Laporan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan Bappenas bekerjasama dengan JICA yang dibantu oleh Tim Penyusun dari berbagai latar belakang yang memahami esensi NTP sebagai salah satu alat ukur kesejahteraan petani. Atas kerjasama yang telah dijalin dengan JICA, kami mengucapkan terima kasih kepada JICA dan juga kepada Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga analisis ini dapat tersusun dengan baik. Disadari bahwa dalam hasil kajian ini masih terdapat kekurangan, sehingga masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan hasil kajian sangat kami harapkan. Terima kasih. Jakarta, Desember 2013
Direktur Pangan dan Pertanian
i
i
RINGKASAN 1)
Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sebagai negara agraris, jumlah penduduk yang terlibat dalam kegiatan pertanian/agribisnis sangat besar, sehingga perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Dalam rencana rencana jangka panjang pembangunan nasional peningkatan kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan pertanian mendatang.
2)
Salah satu indikator/alat ukur yang dipakai untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak pembangunan dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-program pembangunan ke depan. Sejalan dengan itu dilakukan kajian tentang NTP sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani.
3)
Secara umum, kajian bertujuan untuk merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian. Secara lebih rinci tujuan kajian adalah: (1) Menganalisa perilaku nilai tukar petani Indonesia, (2) Menganalisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar petani, dan (3) Merumuskan kebijakan peningkatan nilai tukar/kesejahteraan petani. Perilaku Nilai Tukar Petani
4)
Nilai Tukar Petani (NTP) dihitung dari perbandingan antara harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB). Apabila laju peningkatan HT lebih tinggi dari laju HB maka NTP akan meningkat, dan sebaliknya. Pergerakan NTP mengidentifikaskan pergerakan tingkat kesejahteraan petani. Dalam periode bulan Januari 2008–Mei 2013, perkembangan NTP menunjukkan tren meningkat dengan laju peningkatan marjinal 0,0038/bulan. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan laju HT (sebesar 0,0233/bulan) lebih tinggi dibandingkan laju HB (0,0180/bulan).
5)
Indeks HT disusun oleh unsur-unsur indeks harga sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Peningkatan HT terutama disebabkan oleh kontribusi yang lebih besar dari sub sektor tanaman pangan (laju 0,0273/bulan) dan sub sektor hortikultura (laju 0,0264/bulan); menyusul sub sektor perikanan (laju 0,0180/bulan), perkebunan (laju 0169/bulan) dan peternakan (laju 0,0155/bulan).
ii
ii
6)
Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa peningkatan harga yang diterima petani sub sektor tanaman pangan disebabkan oleh peningkatan harga palawija (laju 0,0273/bulan) lebih besar dari peningkatan harga padi (laju 0,0233/bulan). Sementara pada sub sektor hortikultura kontribusi peningkatan harga buah-buahan relatif lebih tinggi (laju 0,0262/bulan) dibandingkan peningkatan harga sayuran (laju 0,0262/bulan). Pada sub sektor perkebunan tidak dirinci menurut kelompok komoditas secara lebih rinci, sehingga komponen sub sektor perkebunan yang dimaksud berarti juga kelompok tanaman perkebunan rakyat. Pada sub sektor peternakan, kontribusi terbesar dari peningkatan harga yang diterima petani terjadi pada kelompok komoditas ternak kecil (laju 0,0213/bulan) menyusul hasil peternakan (laju 0,0178/bulan), ternak unggas (laju 0,0171/bulan) dan kelompok ternak besar (laju 0,0120/bulan). Sementara pada sub sektor perikanan kontribusi terbesar dari peningkatan harga yang diterima petani ikan dan nelayan terjadi pada harga produk penangkapan (laju 0,1880/bulan) sementara laju harga produk budidaya ikan sebesar 0,01380/bulan.
7)
Indeks HB disusun dari oleh unsur harga pembelian barang konsumsi rumahtangga dan harga pembelian faktor produksi dan barang modal. Dalam periode Januari 2008 sampai dengan Mei 2013 HB meningkat dengan laju 0,0180/bulan, dan peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kontribusi pembelian barang konsumsi rumahtangga (laju 0,0202/bulan), sementara pengeluaran biaya produksi dan penambahan barang modal meningkat dengan laju 0,0117/bulan.
8)
Penelusuran lebih lanjut menunjukkan komponen utama peningkatan pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah konsumsi bahan makanan (laju 0,0238/bulan), disusul oleh konsumsi makanan jadi (laju 0,0214/bulan), sandang (laju 0,0195/bulan), perumahan (laju 0,0193/bulan), kesehatan (laju 0,0130/bulan), pendidikan-rekreasi dan olahraga (laju 0,0105/bulan), serta transportasi dan komunikasi (laju 0,0035/bulan). Sementara itu dalam komponen penyusun biaya produksi dan penambahan barang modal, peran terbesar terjadi karena peningkatan biaya modal (laju 0,0140/bulan), disusul biaya bibit (laju 0,0123/bulan), upah buruh (laju 0,0119/bulan), obat-pupuk (laju 0,0119/bulan), sewa lahan (laju 0,0105/bulan), dan transportasi (laju 0,0073/bulan). Faktor-Faktor dan Kebijakan yang Mempengaruhi NTP
9)
Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal dan elastisitas masing-masing komponen unsur penyusun terhadap NTP. Besaran nilai marjinal dan elastisitas NTP tersebut menggambarkan besarnya pengaruh dari perubahan harga-harga terhadap NTP. Pengaruh perubahan harga-harga HT terhadap NTP bertanda positif dan pengaruh perubahan harga HB terhadap NTP bertanda negatif. iii
iii
10)
Diantara lima sub sektor penyusun HT, nilai elastisitas harga komoditas sub sektor tanaman pangan terhadap NTP menunjukkan nilai terbesar (0,50) menyusul sub sektor hortikultura (0,19), perkebunan (0,18), peternakan (0,16), dan perikanan (0,13). Nilai elastisitas harga sub sektor tanaman pangan terhadap NTP sebesar 0,50 berarti peningkatan harga-harga tertimbang sub sektor sebesar 1 persen akan meningkatkan NTP sebesar 0,50 persen, demikian seterusnya. Sementara itu, dari unsur pengeluaran penyusun HB, nilai elastisitas harga produk konsumsi rumahtangga sebesar 0,08 lebih besar dari elastisitas harga penambahan barang modal sebesar 0,46.
11)
Penelusuran lebih rinci menunjukkan pada sub sektor tanaman pangan, elastisitas harga padi terhadap NTP sebesar 0,28 lebih besar dibandingkan dengan elastisitas harga palawija sebesar 0,25. Pada sub sektor hortikultura, elastisitas harga sayuran dan buah terhadap NTP menunjukkan nilai yang sama, yaitu masing-masing 0,18. Nilai elastisitas harga komoditas perkebunan 0,18. Sedangkan pada sub sektor peternakan, nilai elastisitas terbesar terjadi pada harga ternak besar (0,10), disusul harga ternak kecil (0,08), hasil ternak (0,07), dan unggas (nilai elastisitas 0,06). Pada sub sektor perikanan, nilai elastisitas harga produk hasil tangkap sebesar 0,08 dan harga produk budidaya sebesar 0,06.
12)
Dalam komponen penyusun HB, pada kelompok konsumsi rumahtangga, nilai elastisitas harga produk bahan makanan menunjukkan nilai tertinggi (elastisitas -0,50), disusul produk makanan jadi (-0,25), perumahan (-0,10), transportasi dan komunikasi (-0,05), sandang (-0,04), dan kesehatan serta pendidikan dengan elastisitas`masing-masing -0,03. Pada kelompok sarana produksi dan barang modal, nilai elastisitas terbesar dijumpai pada elastisitas upah terhadap NTP sebesar -0,08, disusul elastisitas pupuk-obat (-0,05), transportasi (-0,05), sewa (-0,03), penambahan barang modal (-0,03), dan elastisitas harga bibit (-0,02).
13)
Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga (KRT) merupakan indeks inflasi pedesaan. Dengan demikian hasil analisa menunjukkan inflasi pedesaan memberi pengaruh besar terhadap penurunan NTP (elastisitas -0,80), dan faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan tersebut adalah bahan makanan (elastisitas -0,50), disusul bahan makanan jadi (-0,25), selanjutnya perumahan, transportasi dan komunikasi, sandang, kesehatan dan pendidikan. Dalam rangka kepentingan mengendalikan inflasi pedesaan, langkah strategis yang dapat dilakukan adalah pengendalian harga yang diterima petani (HT) karena HT sangat berhubungan erat dengan harga dan juga akan berdampak kepada stabilitas NTP. NTP yang stabil berarti kenaikan harga-harga terjadi secara proporsional antara HT dan HB. Diperlukan kebijakan pengaturan harga yang merangsang petani berusahatani dan akan meningkatkan kesejahteraan petani (NTP) dan pengendalian inflasi. iv
iv
14)
15)
Terdapat hubungan erat antara harga konsumsi rumahtangga (KRT) terutama bahan makanan (BM) dari sisi biaya yang dibayar petani (HB), dengan harga yang diterima petani (HT) terutama harga komoditas tanaman pangan (HTTP). Nilai elastisitas HT terhadap KRT dan BM masing-masing sebesar 0,869 dan 0,988; sementara elastisitas HTTP terhadap KRT dan BM masing-masing 0,721 dan 0,821. Dengan demikian kebijakan peningkatan harga yang diterima petani (HT) terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan), atau berarti pula kebijakan peningkatan harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan KRT (inflasi di pedesaan). Dampak penyesuaian harga BBM terhadap NTP yang terjadi pada bulan Mei tahun 2008 dan Juni pada tahun 2013 menunjukkan pengaruh berbeda. Kebijakan kenaikan BBM tahun 2008 bersamaan dengan kondisi harga harga produk pertanian di pasar domestik dan internasional yang meningkat pesat, sehingga kenaikan harga/biaya transportasi dan HB akibat kenaikan harga BBM masih lebih kecil dibandingkan kenaikan HT akibat kenaikan harga produk komoditas yang diterima, sehingga NTP masih menunjukkan peningkatan. Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun 2013, kenaikan harga BBM bulan Juni 20013 telah berakibat kenaikan harga transportasi dan kenaikan HB yang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga produk pertanian yang diterima petani (HT), sehingga telah menurunkan NTP.
16)
Dari data mikro menunjukkan hasil analisa usahatani beberapa komoditas pertanian (komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat dan peternakan) menghasilkan keuntungan positif. Berdasarkan hasil studi Panel, tingkat keuntungan usaha pertanian tersebut cenderung meningkat, dan peningkatan tersebut terutama karena peningkatan harga jual hasil produksi dibandingkan karena pengaruh peningkatan produktivitas. Kondisi ini terjadi terutama pada usahatani tanaman pangan, hortikultura dan usaha ternak.
17)
Terjadi peningkatan biaya produksi berkaitan dengan peningkatan nilai sewa lahan, upah buruh tani dan harga sarana produksi. Peningkatan biaya produksi terjadi dengan laju lebih besar dibanding laju peningkatan nilai produksi, sehingga daya tukar atau profitabilitas usaha komoditas pertanian cenderung menurun.
18)
Kegiatan pembangunan yang berjalan juga telah meningkatkan pendapatan rumahtangga pertanian, baik pada rumahtangga berbasis agroekosistem lahan sawah dengan komoditas utama tanaman padi maupun rumahtangga berbasis tanaman perkebunan. Peningkatan pendapatan rumahtangga terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan dari kegiatan di luar pertanian (non pertanian) dan pendapatan dari usahatani (on-farm). Peningkatan pendapatan dari non pertanian (non-farm) sejalan dengan terbukanya lapangan kerja usaha non pertanian. Tarikan untuk bekerja di luar pertanian dengan fasilitas yang lebih baik menyebabkan partisipasi kerja v
v
sebagai buruh tani menurun, dan ini ditunjukkan oleh penurunan proporsi curahan kerja dan pendapatan dari berburuh tani di hampir semua lokasi contoh. 19)
20)
Indikator lain yang mencerminkan keragaan kesejahteraan masyarakat dapat dinilai dari struktur pengeluaran rumahtangga. Terdapat indikasi semakin tinggi pendapatan/ kesejahteraan, semakin menurun proporsi pengeluaran untuk makanan, sementara proporsi untuk konsumsi barang bukan makanan cenderung meningkat. Data tahun 2002-2011 menunjukkan gambaran tersebut. Proporsi pengeluaran rumahtangga untuk makanan menurun dari 58,47 persen menjadi 49,45 persen (atau turun sebesar 1,54 persen/tahun), sementara proporsi untuk bukan makanan meningkat dari 41,53 persen menjadi 50,55 persen atau meningkat sebesar 2,17 persen/tahun. Gambaran makro di atas juga ditunjang oleh data hasil penelitian primer. Proporsi pengeluaran untuk bahan makanan relatif paling besar, namun cenderung menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan. Sementara proporsi pengeluaran untuk makanan jadi, perumahan, pendidikan-rekreasi serta transportasi-komunikasi menunjukan keragaman antar daerah. Dengan kondisi dasar skala usahatani (skala pemilikan) rumahtangga petani skala kecil, maka pola usahatani petani perlu dilakukan melalui pendekatan pengembangan usahatani terpadu dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan yang terbatas. Melalui pengembangan pola usahatani terpadu akan mengurangi resiko akibat kegagalan produksi dari suatu tanaman tertentu. Pengembangan pola usahatani terpadu juga dinilai strategis sebagai langkah antisipasi kondisi anomali iklim yang semakin sulit diprediksi.
21)
Peningkatan produktivitas usahatani merupakan salah satu peluang peningkatan pendapatan petani. Peningkatan produktivitas dan nilai jualnya perlu didukung dengan peningkatan akses kepada teknologi (melalui bimbingan dan penyuluhan), peningkatan akses terhadap layanan usahatani dan infrastruktur untuk memperoleh kemudahan sarana produksi dan peningkatan akses pasar.
22)
Kebijakan dan program pemerintah telah dilakukan untuk peningkatan pendapatan petani melalui bantuan subidi, penyediaan infrastruktur; serta kebijakan untuk pengendalian pengeluaran konsumsi rumahtangga (seperti pemberian raskin, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan lainnya) dinilai sangat relevan dalam perbaikan kesejahteraan petani. Relevansi NTP sebagai Indikator Kesejahteraan petani
23)
Konsep NTP yang dikembangkan BPS dihitung dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB). Konsep ini secara sederhana dapat menggambarkan daya beli petani. Dalam dimana nilai indeks penghitungan NTP digunakan indeks Laspeyres vi
vi
tertimbang terhadap kuantitas tahun dasar tertentu dan pergerakan indeks ditentukan oleh pergerakan harga harga. Dengan dasar asumsi tersebut maka rasio harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani dipakai sebagai indikator daya beli pendapatan petani terhadap pengeluarannya, dan indikator tersebut digunakan sebagai indikator kesejahteran petani. 24)
Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit analisa nasional dan merupakan agregasi dari provinsi dan sub sektor /komoditi. Dengan demikian disamping dapat diketahui daya beli petani nasional juga dapat diketahui dan diperbandingkan daya beli petani antar regional provinsi dan daya beli antar sub sektor. Disagreagasi juga dapat dilakukan dengan lebih rinci atas masing-masing komponen komoditi penyusunnya, seperti NT padi terhadap pupuk, NTP sayuran terhadap sewa lahan, NTP unggas terhadap upah dan sebagainya. Indeks nilai tukar komponen penyusun NTP tersebut merupakan parameter penting kebijakan pembangunan pertanian.
25)
Dalam kaitan dengan NTP sebagai alat ukur kesejahteraan petani, penggunaan asumsi tingkat produksi yang tetap (indeks Laspeyres) dinilai kurang relevan, karena dengan kuantitas tetap berarti NTP tidak mengakomodasikan kemajuan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi dan pembangunan. NTP sebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio harga harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan petani, karena daya beli yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani.
26)
Dengan struktur tataniaga pertanian yang terjadi saat ini, kenaikan harga produk yang diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatan petani. Kenaikan harga yang diterima petani justru mengindikasikan kelangkaan suplai/produksi pertanian. Peningkatan NTP berarti kenaikan harga yang diterima petani (harga produsen) dengan proporsi yang lebih tinggi dari harga yang dibayar petani (harga konsumen). Pada kondisi demikian maka NTP yang konstan dinilai lebih baik, karena pada NTP yang konstan berarti perubahan harga yang diterima petani meningkat (atau menurun) secara proporsional dengan perubahan harga yang dibayar petani.
27)
Dengan beberapa kekurangan dalam penghitungan NTP, diperlukan penyempurnaan penghitungan NTP yang lebih mendekati pengukuran kesejahteraan petani. Penyempurnaan dapat dilakukan antara lain melalui penghitungan pendekatan dengan menggunakan konsep nilai, yaitu dengan memasukkan unsur kuantitas dalam penghitungan NTP, sehingga NTP merupakan rasio antara nilai pendapatan terhadap nilai pengeluaran. Dengan memasukkan unsur kuantitas maka perhitungan NTP menjadi lebih kompleks. Cara paling sederhana adalah dengan disusun dan diakomodasikannya Indeks Produksi Pertanian dan Indeks Konsumsi vii
vii
Rumahtangga Pertanian dalam rumus penghitungan NTP. Dengan konsep
nilai tersebut maka indeks NTP baru merupakan rasio antara nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran. 28)
Pada bagian lain penyusunan NTP yang dilakukan BPS saat ini juga masih memiliki kekurangan berkaitan dengan cakupan/definisi "petani" belum sepenuhnya mengakomodasikan seluruh sub sektor pertanian (seperti petani kawasan hutan) dan cakupan komoditas dari masing-masing sub sektor. Penyempurnaan tersebut perlu mendapat kesepakatan bersama karena terkait dengan pemahaman, ketersediaan data dan analisa.
viii
viii
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR i
RINGKASAN ii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvii DAFTAR LAMPIRAN xix
1.1. PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang 1
1.3. Dasar Pertimbangan 3
1.4. Tujuan 6
1.5. Keluaran 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1. NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani 9
2.2. Pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP) 13
2.2.1. Harga yang Diterima Petani (HT) 14
2.2.2. Harga yang Dibayar Petani (HB) 15
2.3. Kebijakan Pembangunan dalam Peningkatan Kesejahteraan
Petani 18
2.3.1. Peningkatan Produksi Pertanian 20
2.3.2. Pemberian Dukungan Subsidi dan Insentif 21
2.3.3. Kebijakan Perdagangan 22
2.3.4. Penyediaan Infrastruktur 23
2.3.5. Kebijakan Khusus Peningkatan Kesejahteraan Rakyat 24
III. METODOLOGI 27
3.1. Kerangka Pemikiran 27
3.1.1. Pengaruh Perubahan Harga yang Diterima Petani (HT) 29
3.1.2.Pengaruh Perubahan Harga yang Dibayar Petani (HB) 30
ix
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR i
RINGKASAN ii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvii DAFTAR LAMPIRAN xix
1.1. PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang 1
1.3. Dasar Pertimbangan 3
1.4. Tujuan 6
1.5. Keluaran 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1. NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani 9
2.2. Pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP) 13
2.2.1. Harga yang Diterima Petani (HT) 14
2.2.2. Harga yang Dibayar Petani (HB) 15
2.3. Kebijakan Pembangunan dalam Peningkatan Kesejahteraan
Petani 18
2.3.1. Peningkatan Produksi Pertanian 20
2.3.2. Pemberian Dukungan Subsidi dan Insentif 21
2.3.3. Kebijakan Perdagangan 22
2.3.4. Penyediaan Infrastruktur 23
2.3.5. Kebijakan Khusus Peningkatan Kesejahteraan Rakyat 24
III. METODOLOGI 27
3.1. Kerangka Pemikiran 27
3.1.1. Pengaruh Perubahan Harga yang Diterima Petani (HT) 29
3.1.2.Pengaruh Perubahan Harga yang Dibayar Petani (HB) 30
x
3.1.3.Nilai Tukar Penerimaan/Pendapatan Petani 30
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan 33
3.3. Metoda Analisa 34
3.4.
Sumber Data 35
IV. KERAGAAN RUMAHTANGGA PERTANIAN DAN
KESEJAHTERAAN PETANI 37
4.1. Keragaan Rumahtangga Pertanian 37
4.1.1.Keragaan Rumahtangga Tanaman Pangan 40
4.1.2. Keragaan Rumahtangga Hortikultura 46
4.1.3. Keragaan Rumahtangga Perkebunan 50
4.1.4.Keragaan Rumahtangga Peternakan 53
4.2. Keragaan Kesejahteraan Rumahtangga Petani 55
V. PERILAKU NILAI TUKAR PETANI 61
5.1. Perkembangan NTP Tahun 2008-2013 61
5.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani (HT) 63
5.2.1. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Tanaman Pangan 65 5.2.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Hortikultura 66 5.2.3. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Perkebunan 67 5.2.4. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Peternakan 68 5.2.5. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Perikanan 69
5.3. Perilaku Harga yang Dibayar Petani (HB) 70
5.3.1. Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga 72
5.3.2. Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal 73
xi
VI. FAKTOR-FAKTOR DAN KEBIJAKAN YANG MEMPENGARUHI NTP 75
6.1. Pengaruh Perubahan Harga-harga terhadap NTP 75
6.1.1. Pengaruh Perubahan Harga Diterima Petani (HT) 76
6.1.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) 78
6.2. Keterkaitan antara Inflasi dengan NTP
79
6.3. Dampak Kebijakan BBM terhadap NTP 81
6.4. Pengaruh Peningkatan Produk Pertanian terhadap NTP 84
VII. NILAI TUKAR PENDAPATAN PETANI DAN RUMAHTANGGA TANI 87
7.1. Nilai Tukar Pendapatan Usahatani 87
7.1.1. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Pangan 87
7.1.2. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Hortikultura 94
7.1.3. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Perkebunan 99
7.1.4. Nilai Tukar Usaha Peternakan
100
7.2. Marjin Pemasaran Komoditas Pertanian
102
7.3. Perubahan Pendapatan Rumahtanga Petani
104
7.3.1. Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem Lahan Sawah
105
7.3.2. Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem Lahan Perkebunan
107
VIII. RELEVANSI NTP DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN PETANI
113
8.1. Relevansi NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani
113
8.2. Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Rumahtangga Petani 117
8.2.1. Kebijakan Di Bidang Pendapatan Rumahtangga Petani
118
8.2.2. Kebijakan Di Bidang Pengeluaran Rumahtangga Petani
124
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
129
9.1. Kesimpulan
129
9.2. Implikasi Kebijakan
133
DAFTAR PUSTAKA 137 LAMPIRAN 141 xii
DAFTAR TABEL
Hal
3.1. Perubahan HT dan HB terhadap NTP 31 3.2. Perubahan Penawaran/Produksi dan Permintaan terhadap
Harga Produk Pertanian 32
3.3. NTP dan Produksi di Tingkat Regional 33 4.1. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003
Berdasarkan Sub Sektor Pertanian (juta) 37
4.2. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003
Berdasarkan Regional (juta) 38
4.3. Struktur Rumahtangga Pertanian Menurut Golongan Luas
Pemilikan Lahan Tahun 1983-2003 39
4.4. Distribusi Rumahtangga Petani Menurut Kelompok Pemilikan Lahan,
Tahun 2007 (dalam persen) 40
4.5. Proporsi Jumlah Rumahtagga Tanaman Pangan Tahun 2003 41 4.6. Proporsi Jumlah Rumahtangga (RT) berdasarkan Peran Pendapatan
Usahatani Tanaman Padi Sawah dan Padi Ladang Tahun 2003 42
4.7. Permasalahan/Kendala Utama dalam Usahatani Padi Tahun 2003 43 4.8. Sumber Pembiayaan Usahatani Padi Tahun 2003 43 4.9. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Tahun 2003 44 4.10. Banyaknya Rumahtangga Tani Padi yang Mendapat Bantuan Faktor
Produksi Padi dari Pemerintah Tahun 2003 46
4.11. Jumlah Rumahtangga Tanaman Hortikultura 1993 dan 2003 47 4.12. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah tangga Hortikultura Menurut
Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan, Tahun 2003 (m2) 48
4.13. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Hortikultura
Menurut Jenis Lahan, Tahun 2003 (m2) 48
4.14. Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Modalnya dari
Kredit dan Bentuk Pinjaman Tahun 2003 49
xiii
4.15. Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang
Sebagian Modalnya dari Bantuan Pemerintah Tahun 2003 49
4.16. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Komoditas Perkebunan
Terpilih Tahun 1993-2003
51
4.17. Proporsi Rumahtangga (RT) Perkebunan Berdasarkan
Luas Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai Tahun 2003 51
4.18. Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Komoditas
Perkebunan Terpilih Menurut Status Penguasaan Lahan
dan Penggunaan Lahan (m2) Tahun 2003 52
4.19. Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Komoditas
Perkebunan Menurut Jenis Lahan Tahun 2003 (m2) 52
4.20. Persentase Banyaknya Rumahtangga Perkebunan yang Menghadapi
Masalah dalam Pembudidayaan Tanaman Menurut Jenis
Masalah Utama Tahun 2003 53
4.21. Jumlah Rumahtangga Peternakan Tahun 2003 53 4.22. Jumlah Rumahtangga Usaha Ternak Berdasarkan Jenis Ternak yang
Diusahakan Tahun 2003 54
4.23. Proporsi Jumlah Rumahtangga Berdasarkan Lahan Usaha Ternak yang
Dikuasai 54
4.24. Proporsi Jumlah Rumahtangga Peternakan Berdasarkan Lahan
Usaha untuk Pertanian Lain 55
4.25. Laju Pertumbuhan PDB, Tenaga Kerja, dan Produktivitas Sektor Terpilih,
2000-2011
57
4.26. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2000-2012 58 4.27. Sumber Penghasilan Utama Rumahtangga (%) 59 4.28. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Kapita Per Bulan, 2002 dan 2011
(Rp/Kap/Bulan) 60
5.1. Nilai Regresi Indeks Harga yang Diterima Petani Tahun 2008-2013 65 6.1. Rangkuman Nilai Marjinal dan Elastisitas dari Pengaruh HT xiv
terhadap NTP
76
6.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) terhadap NTP 79 7.1. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usaha
tani Padi, Jagung, Kedelai, dan Ubikayu Tahun 2008-2011 92
7.2. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani
Kubis, Kentang, Tomat, dan Cabe Merah Tahun 2005-2012 97
7.3. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Tebu dan Tembakau
100
7.4. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Sapi dan Kambing
Tahun 2008-2011
7.5. Marjin Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian
102 104
7.6. Struktur dan Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani pada
Agroekosistem Sawah Tahun 2007-2010
106
7.7. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Perkebunan
Tahun 2009-2012
110
7.8. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani pada
Agroekosistem Perkebunan Tahun 2009-2012
111
8.1. Skenario Perubahan HT dan HB terhadap NTP
116
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
Hal
2.1. Pembentukan NTP 17 2.2. Kebijakan-kebijakan yang Mempengaruhi NTP 20 4.1. Perkembangan Produktivitas per Sektor, 2000-2011 56 5.1. Perkembangan Indeks Diterima Petani, Indeks Dibayar Petani,
dan Nilai Tukar Petani, Januari 2008-Mei 2013 62
5.2. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani, Indeks Harga
Dibayar Petani, dan Nilai Tukar Petani Per Sub sektor dan
Gabungan, Januari 2008-Mei 2013 64
5.3. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor
Tanaman Pangan, Indeks Harga Padi dan Palawija,
Januari 2008-Mei 2013 66
5.4. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor
Hortikultura, Indeks Harga Sayur-sayuran dan Buah-buahan,
Januari 2008-Mei 2013 67
5.5. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub sektor Perkebunan/
Tanaman Perkebunan Rakyat, Januari 2008-Mei 2013 68
5.6. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Peternakan,
Indeks Harga Ternak Besar, Ternak Kecil, Unggas, dan Hasil Ternak,
Januari 2008-Mei 2013 69
5.7. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Perikanan,
Indeks Harga Ikan Hasil Penangkapan dan Ikan Hasil Budidaya,
Januari 2008-Mei 2013
70
5.8. Perkembangan Indeks Harga yang Dibayar Petani,
Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Biaya Produksi
dan Penambahan Barang Modal, Januari 2008-Mei 2013 71
5.9. Perkembangan Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Komponen
Penyusunnya, Januari 2008-Mei 2013 73
xvii
5.10. Perkembangan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal,
Januari 2008-Mei 2013 74
6.1. Dampak Kenaikan Harga BBM Bulan Mei 2008 dan Juni 2013
terhadap NTP 82
6.2. Dampak kenaikan Harga BBM Bulan Juni 2013 terhadap NTP 84 6.3. Perkembangan Indeks Produksi dan Rata-rata NTP Tahun 2008-2012 85 6.4. Perkembangan Indeks Produksi Sub Sektor dan Rataan NTP Sub Sektor,
xviii
Tahun 2008-2012 86
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Tabel Lampiran 1. Nilai Tukar Petani Nasional
142
Tabel Lampiran 2. Bobot Komponen Penyusun NTP
148
Tabel Lampiran 3. Analisa Usahatani Komoditas Padi, Jagung,
Kedelai dan Ubikayu Tahun 2008 dan 2011 (Rp 000)
150
Tabel Lampiran 4. Analisa Usahatani Kubis, Kentang, Tomat dan Cabe Merah
Tahun 2005 dan 2012 (Rp 000)
151
Tabel Lampiran 5. Analisa Usahatani Komoditas Tebu dan Tembakau Tahun
2008, 2009, 2011 dan 2012 (Rp 000)
152
xix
xx
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat relevan untuk terus
mendapat perhatian, hal ini berkaitan dengan beberapa aspek, antara lain: (a) kehidupan yang sejahtera merupakan hak dari setiap anggota masyarakat, (b) Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia yang sejahtera merupakan tujuan akhir dari pembentukan negara Indonesia, (c) peningkatan kesejahteraan telah menjadi kesepakatan dunia seperti yang tertuang dalam Millennium Development Goals (MDGs), dan (d) kesejahteraan masyarakat selalu menjadi prioritas pembangunan nasional. Peningkatan kesejahteraan
rakyat
ditunjukkan
oleh
membaiknya
berbagai
indikator
pembangunan sumberdaya manusia, antara lain peningkatan pendapatan per kapita; penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mempunyai kontribusi penting dalam pembangunan nasional, melalui perannya dalam pembentukan
PDB,
penyerapan
tenaga
kerja,
dan
sumber
pendapatan
masyarakat, serta perannya dalam memproduksi produk pertanian untuk penyediaan pangan, pakan, bahan baku industri dan ekspor. Dalam dekade terakhir, PDB sektor pertanian secara luas terus meningkat. Atas dasar harga konstan, PDB pertanian meningkat dari Rp 66,2 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp 166,8 trilyun pada tahun 2011, atau terdapat peningkatan rata-rata 4,0 persen/tahun. Keberhasilan transformasi ekonomi yang berjalan menyebabkan laju pertumbuhan di banyak sektor di luar pertanian tumbuh lebih tinggi dibanding sektor pertanian, sehingga kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDB total nasional mengalami penurunan. Kontribusi penting lain dari sektor pertanian adalah sebagai penyedia lapangan kerja masyarakat. Pada tahun 2000-2011 jumlah tenaga kerja di sektor 1
1
pertanian cenderung menurun dari 40,7 juta jiwa (45,3 persen total tenaga kerja) pada tahun 2000 menjadi 39,3 juta jiwa (35,9 persen total tenaga kerja) pada tahun 2011, sejalan dengan tumbuhnya lapangan kerja di luar sektor pertanian. Namun demikian, jumlah serapan tenaga kerja tersebut masih cukup dominan. Aktivitas sektor pertanian sebagian besar dilakukan di wilayah pedesaan dan didominasi kegiatan on farm atau usahatani budidaya. Aktivitas dilakukan oleh petani penggarap dan para buruh tani yang memperoleh upah tenaga kerja. Pelaksanaan pembangunan pertanian pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Oleh karena itu, dalam setiap tahap kegiatan pembangunan pertanian kesejahteraan petani selalu menjadi
tujuan
pembangunan
pembangunan. pertanian
yang
Melalui
berbagai
dilaksanakan,
kebijakan
pemerintah
dan telah
program berupaya
peningkatan produksi pertanian, menjaga stabilitas pasokan bahan pangan, dan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani. Diantara kegiatan-kegiatan pembangunan telah berjalan diyakini banyak keberhasilan yang dicapai, terutama dalam peningkatan produksi, perekonomian pedesaan serta bagi konsumen pedesaan dan perkotaan. Namun kemiskinan masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya terpecahkan, terutama kemiskinan di pedesaan. Peningkatan produksi hasil pertanian melalui berbagai rekayasa teknologi dan kelembagaan dinilai belum cukup mampu meningkatkan pendapatan, kesejahteraan petani dan penangggulangan kemiskinan di pedesaan (Dillon et al., 1999; Simatupang et al., 2000). Kondisi ini didukung oleh data yang menunjukkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia terutama di pedesaan masih besar. Data BPS menunjukkan pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 29,13 juta jiwa, dan sebagian besar, yaitu 18,48 juta (63,4 persen) berada di pedesaan dan sebesar 10,65 juta jiwa (36,6 persen) penduduk miskin berada di perkotaan. Pembangunan pertanian berorientasi ke arah perbaikan kesejahteraan pelaku pembangunan, yaitu petani. Oleh karena itu, sangat relevan untuk 2
2
mengkaji dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap kesejahteraan petani. Kajian tersebut terutama ditujukan untuk menilai kebijakan yang memberi dampak positif, negatif, atau netral terhadap produksi dan kesejahteraan petani. Salah satu indikator/alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah indeks Nilai Tukar Petani (NTP). NTP merupakan ukuran kemampuan daya beli/daya tukar petani terhadap barang yang dibeli petani. Peningkatan nilai tukar petani menunjukkan peningkatan kemampuan riil petani dan mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani, atau sebaliknya. Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak pembangunan, dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-program pembangunan ke depan. 1.2.
Dasar Pertimbangan Dalam periode tiga dasawarsa terakhir sektor pertanian dalam arti luas
telah menunjukkan peran penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam menggerakkan perekonomian nasional. Sektor pertanian diharapkan masih akan menjadi motor penggerak perekonomian pedesaan ke depan. Beberapa dekade yang lalu, pertumbuhan pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar dan telah memberi kontribusi berarti dalam penurunan tingkat kemiskinan. Sektor pertanian memiliki multifungsi, antara lain mencakup aspek produksi,
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
atau
penanggulangan
kemiskinan dan kelestarian lingkungan. Dalam aspek produksi, pertanian berperan dalam menghasilkan produksi untuk bahan pangan pokok, bahan baku industri domestik, bahan pakan, bio energi, dan produksi untuk ekspor. Dalam aspek peningkatan kesejahteraan masyarakat, sektor pertanian merupakan sumber lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, pembentukan kapital yang berperan besar dalam penanggulangan kemiskinan. Penyediaan/produksi berbagai produk pertanian dengan harga yang murah juga telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama konsumen. Sektor pertanian juga berperan dalam menjaga 3
3
kelestarian lingkungan melalui perannya dalam menciptakan alam yang hijau dan menciptakan keseimbangan lingkungan, menghindari erosi, dan pengurangan polusi. Berbagai kebijakan dan program dalam kegiatan pembangunan pertanian yang berjalan, ditujukan untuk memaksimalkan multifungsi di atas. Kebijakan dan program pembangunan tersebut seperti: penyediaan infrastruktur produksi seperti (irigasi, jalan usahatani); pemberian berbagai bantuan, insentif dan subsidi sarana produksi (benih, pupuk) dan subsidi harga; dan dukungan penyuluhan dan pembinaan dalam usahatani serta panen dan pascapanen. Walaupun
pembangunan
pertanian
telah
berdampak
positif
bagi
masyarakat pedesaan, namun belum mampu memecahkan masalah kemiskinan di pedesaan. Meskipun jumlah penduduk miskin di pedesaan menunjukkan penurunan, jumlah penduduk miskin di pedesaan masih besar. Produksi pertanian telah tumbuh secara signifikan, namun kesejahteraan petani belum dapat meningkatkan secara signifikan. Hal ini disebabkan antara lain karena umumnya harga yang diterima petani dan yang dibayar konsumen relatif masih rendah. Hal ini berkaitan dengan rendahnya daya tawar petani. Kondisi ini menunjukkan sistem agribisnis yang terbangun belum dapat sepenuhnya mensejahterakan petani. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya daya tawar petani tersebut seperti kesetaraan kelembagaan dalam pasar, infrastruktur, serta kualitas produk dan lain. Dalam pandangan yang bersifat positif, kondisi demikian menunjukkan bahwa masih ada peluang meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan secara keseluruhan melalui perbaikan dan melonggarkan kendalakendala yang ada. Sektor pertanian mempunyai potensi besar dalam perekonomian nasional. Potensi pertanian mencakup wilayah yang luas dengan keragaman kondisi agroekosistem dan potensi besar komoditas untuk dikembangkan. Namun, pembangunan pertanian terkendala oleh sejumlah keterbatasan, antara lain: (1) sumberdaya alam yang terbatas dan rusak, (2) ketersediaan infrastruktur 4
4
pendukung pengembangan pertanian terbatas, (3) penguasaan lahan oleh rumahtangga relatif kecil, (4) keterbatasan akses petani terhadap modal, (4) kelembagaan pertanian belum kuat, (5) kebijakan dan pembinaan pertanian (agribisnis) yang tersekat oleh banyak lembaga. Peningkatan kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan pertanian mendatang, sejalan dengan arahan yang tertuang dalam rencana jangka panjang pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Visi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL
DAN MAKMUR. Dalam tahapan pelaksanaan pembangunan jangka menengah (PJM) tahun 2004-2009 telah ditetapkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu Pro Growth, Pro Jobs, dan Pro Poor. Strategi pembangunan nasional tersebut dilanjutkan pada PJM 2010-2014 dengan memperluas fokus menjadi
Triple + One Track Strategy, yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Jobs, dan Pro Environment. Dalam strategi pembangunan tersebut, aspek kesejahteraan masyarakat
termasuk
masyarakat
pertanian
(petani)
menjadi
perhatian,
sehingga agenda peningkatan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas dari pemerintah mendatang. Wujud akhir dari perbaikan kesejahteraan akan tercermin pada peningkatan pendapatan, penurunan tingkat pengangguran dan perbaikan kualitas hidup rakyat. Dalam RPJM tahun 2015-2019 diyakini fokus kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendalaman dari strategi
Triple + One Track Strategy, yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Jobs, dan Pro Environment masih akan menjadi perhatian utama. Sebagai negara agraris, jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertanian/agribisnis relatif besar. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian (petani) akan mendapat perhatian besar pembangunan nasional melalui kegiatan pembangunan pertanian. Oleh karena itu, dalam setiap tahapan kegiatan pembangunan pertanian yang telah dilaksanakan dan yang sedang berjalan, kesejahteraan petani selalu menjadi salah satu tujuan utama dan 5
5
ke depan diyakini masih menjadi salah satu prioritas/target utama pembangunan pertanian. Dengan orientasi pembangunan pertanian ke arah perbaikan kesejahteraan pelaku pembangunan, yaitu petani, maka sangat relevan untuk mengkaji tingkat kesejahteraan petani dan dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap kesejahteraan petani. Pengetahuan secara mendalam tingkat kesejahteraan petani dalam bentuk alat ukur nilai tukar petani, dampak pembangunan dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-program pembangunan ke depan. 1.3.
Tujuan Secara umum kajian bertujuan untuk merumuskan kebijakan peningkatan
nilai tukar petani sebagai bahan penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian. Secara lebih rinci tujuan kajian adalah: 1)
Menganalisa perilaku nilai tukar petani Indonesia,
2)
Menganalisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar petani,
3)
Menganalisa nilai tukar pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga,
4)
Merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian.
1.4.
Keluaran Sesuai dengan tujuan, maka keluaran kajian adalah rumusan kebijakan
peningkatan nilai tukar petani sebagai bahan penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian. Secara lebih rinci keluaran kajian adalah: 1)
Analisa perilaku nilai tukar petani Indonesia,
2)
Analisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar petani,
5)
Analisa nilai tukar pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga,
6)
Rumusan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian. 6
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Nilai Tukar Petani sebagai Indikator Kesejahteraan Petani Unsur penting yang dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani
adalah besarnya pendapatan dan perimbangannya dengan pengeluaran. Dalam kaitan tersebut salah satu alat ukur yang sering digunakan adalah nilai tukar petani (NTP). Perhitungan NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. Nilai tukar petani menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli petani terhadap produk yang dibeli/dibayar petani yang mencakup konsumsi dan input produksi yang dibeli. Semakin tinggi nilai tukar petani, semakin baik daya beli petani terhadap produk konsumsi dan input produksi tersebut, dan berarti secara relatif lebih sejahtera. Simatupang
dan
Maulana
(2008)
mengemukakan
bahwa
penanda
kesejahteraan yang unik bagi rumahtangga tani praktis tidak ada, sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian dalam menilai tingkat kesejahteraan petani. Dengan demikian, NTP merupakan salah satu indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani (Silitonga, 1995; Sumodiningrat, 2001; Tambunan, 2003; BPS, 2006; Masyhuri, 2007). Konsep NTP yang dikembangkan BPS, identik dengan konsep nisbah paritas (parity ratio) yang dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1930an (Tomek dan Robinson, 1981). Konsep tersebut sampai sekarang masih digunakan dan secara dinamis dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan perubahan relatif komoditas penyusunnya. Konsep nisbah paritas dirumuskan sebagai berikut:
7
7
Dengan menggunakan teori keseimbangan umum Rachmat (2000) menunjukkan bahwa NTP dapat dijadikan sebagai alat ukur tingkat kesejahteraan petani. Secara konsepsi arah dari NTP (meningkat atau menurun) merupakan resultan dari arah setiap komponen penyusunnya, yaitu komponen penerimaan yang mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani dan komponen pembayaran yang mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan. Apabila laju komponen penerimaan lebih tinggi dari laju pembayaran maka nilai tukar petani akan meningkat, demikian sebaliknya. Pergerakan naik atau turun NTP menggambarkan naik turunnya tingkat kesejahteraan petani. Lebih lanjut Rachmat (2000) menunjukkan bahwa NTP mempunyai karakteristik yang cenderung menurun. Hal ini berkaitan dengan karakteristik yang melekat dari komoditas pertanian dan non pertanian. Ada tiga penjelasan mengenai terjadinya penurunan NTP, yaitu: (1) Elastisitas pendapatan produk pertanian bersifat inelastik, sementara produk non pertanian cenderung lebih elastis, (2) Perubahan teknologi dengan laju yang berbeda menguntungkan produk manufaktur, dan (3) Perbedaan dalam struktur pasar, dimana struktur pasar dari produk pertanian cenderung kompetitif, sementara struktur pasar produk manufaktur cenderung kurang kompetitif dan mengarah ke pasar monopoli/oligopoli. Secara umum, nilai tukar mempunyai arti yang luas dan dapat digolongkan menjadi lima konsep nilai tukar, yaitu: (1) Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten, (5) Nilai Tukar Pendapatan, dan (6) Nilai Tukar Petani (Diakosawas dan Scandizzo, 1991; Simatupang, 1992; Simatupang dan Isdijoso, 1992; Rachmat et al., 2000; Supriyati et al., 2000). 1)
Konsep Barter/Pertukaran Konsep barter (Nilai Tukar Barter) mengacu kepada harga nisbi suatu
komoditas pertanian tertentu terhadap barang/produk non pertanian. Nilai Tukar Barter (NTB) didefinisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga 8
8
produk non pertanian. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut:
dimana: NTB = Nilai Tukar Barter Pertanian, = Harga komoditas pertanian, Px Py = Harga komoditas non pertanian. Konsep nilai tukar ini mampu mengidentifikasi perbandingan harga relatif dari komoditas pertanian tertentu terhadap harga produk yang dipertukarkan. Peningkatan NTB berarti semakin kuat daya tukar harga komoditas pertanian terhadap barang yang dipertukarkan. Konsep NTB hanya berkaitan dengan komoditas dan produk tertentu dan tidak mampu memberi penjelasan berkaitan dengan perubahan produktivitas (teknologi) komoditas pertanian dan komoditas non pertanian tersebut. 2)
Konsep Faktorial Konsep faktorial merupakan perbaikan dari konsep barter, yaitu dengan
memasukkan pengaruh perubahan teknologi (produktivitas). Nilai Tukar Faktorial (NTF) pertanian didefinisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga non pertanian, dikalikan dengan produktivitas pertanian (Zx). Apabila hanya memperhatikan produktivitas pertanian maka disebut Nilai Tukar Faktorial Tunggal (NTFT). Apabila produktivitas non pertanian (Zy) juga diperhitungkan, maka disebut Nilai Tukar Faktorial Ganda (NTFG). NTFT dan NTFG dirumuskan sebagai berikut:
9
9
dimana: NTFT NTFG ZX Zy Z 3)
= = = = =
Nilai Tukar Faktorial Tunggal, Nilai Tukar Faktorial Ganda, Produktivitas komoditas pertanian, Produktivitas produk non pertanian, Rasio produktivitas pertanian (x) terhadap non pertanian (y).
Konsep Penerimaan Konsep penerimaan (Nilai Tukar Penerimaan) merupakan pengembangan
dari konsep nilai tukar faktorial. Nilai Tukar Penerimaan (NTR) merupakan daya tukar dari penerimaan (nilai hasil) komoditas pertanian yang diproduksikan petani per unit (hektar) terhadap nilai input produksi untuk memproduksi hasil tersebut. Dengan demikian NTR menggambarkan tingkat profitabilitas dari usahatani komoditas tertentu. Namun NTR hanya menggambarkan nilai tukar komoditas tertentu, belum keseluruhan komponen penerimaan dan pengeluaran petani.
dimana: NTR PX Py QX Qy 4)
= = = = =
Nilai Tukar Penerimaan, Harga komoditas pertanian, Harga input produksi, Jumlah komoditas pertanian yang dihasilkan, Jumlah input produksi yang digunakan.
Konsep Subsisten Konsep nilai tukar subsisten (NTS) merupakan pengembangan lebih lanjut
dari NTR. NTS menggambarkan daya tukar dari penerimaan total usahatani petani terhadap pengeluaran total petani untuk kebutuhan hidupnya (Pramonosidhi, 1984). Penerimaan petani merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani dan pengeluaran nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan pengeluaran untuk biaya produksi usahatani. NTS dirumuskan sebagai berikut:
10
10
dimana: NTS PXi QXi PYj PYj QYi PYj
= = = = = = =
Nilai Tukar Subsisten, Harga komoditas pertanian ke i, Produksi komoditas pertanian ke i, Harga produk konsumsi, Harga produk input produksi, Jumlah produk konsumsi, Jumlah input produksi.
Dengan demikian, NTS menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli dari pendapatan petani dari usahatani terhadap pengeluaran rumahtangga petani untuk
kebutuhan
hidupnya
yang
mencakup
pengeluaran
konsumsi
dan
pengeluaran untuk biaya produksi. Dalam operasionalnya konsep NTS ini hanya dapat dilakukan pada tingkat mikro, yaitu unit analisa rumahtangga. 2.2.
Pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP) Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang
dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi usahatani. Nilai tukar petani (NTP Padi ) didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB) atau NTP = HT/HB. Pengukuran NTP dinyatakan dalam bentuk indeks sebagai berikut:
dimana: INTP = Indeks Nilai Tukar Petani, IT = Indeks harga yang diterima petani, IB = Indeks harga yang dibayar petani. Indeks tersebut merupakan nilai tertimbang terhadap kuantitas pada tahun dasar tertentu. Pergerakan nilai tukar akan ditentukan oleh penentuan tahun dasar karena perbedaan tahun dasar akan menghasilkan keragaan perkembangan indeks yang berbeda. Formulasi indeks yang digunakan adalah Indeks Laspeyres (BPS, 1995).
11
11
dimana: I Qo P0 Pi
= = = =
Indeks Laspeyres, Kuantitas pada tahun dasar tertentu (tahun 0), Harga pada tahun dasar tertentu (tahun 0), Harga pada tahun ke i.
Dalam operasionalisasi penghitungan NTP, BPS memodifikasi Indeks Laspeyres sebagai berikut:
dimana: In Pni P(n-1)i Pni/P(n-1)i Poi Qoi m
= = = = = = =
Indeks harga bulanan bulan ke n (IT dan IB), Harga bulan ke n untuk jenis barang ke i, Harga bulan ke (n-1) untuk jenis barang ke i, Relatif harga bulan ke n untuk jenis barang ke i, Harga dasar tahun dasar untuk jenis barang ke i, Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke i, Banyaknya jenis barang yang tercakup dalam paket komoditas.
2.2.1.
Harga yang Diterima Petani (HT) Harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang dari harga setiap
komoditas pertanian yang diproduksi/dijual petani. Penimbang yang digunakan adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas. Harga komoditas pertanian merupakan harga rataan yang diterima petani atau "Farm Gate". Petani yang dimaksud dalam konsep NTP dari BPS adalah petani yang berusaha di sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternak, serta petani ikan budidaya dan nelayan. Petani sub sektor tanaman pangan mencakup petani yang berusaha pada usahatani padi dan palawija; petani sub sektor hortikultura mencakup petani sayur-sayuran dan buah-buahan; petani perkebunan rakyat terdiri usahatani komoditas perdagangan rakyat; petani peternak yang bergerak dalam usaha ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil peternakan; serta petani nelayan yang mencakup petani budidaya ikan dan nelayan penangkapan. Harga yang diterima petani (HT) dirumuskan sebagai berikut: 12
12
dimana: HT = Harga yang diterima petani, PTi = Harga kelompok komoditas dalam sub sektor ke i (i= tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan), ai = Pembobot dari masing-masing sub sektor ke i. Harga dari setiap sub sektor merupakan harga tertimbang dari harga setiap komoditas penyusunnya. 2.2.2.
Harga yang Dibayar Petani (HB) Harga yang dibayar petani merupakan harga tertimbang dari harga/biaya
konsumsi makanan, konsumsi non makanan dan biaya produksi dan penambahan barang modal dari barang yang dikonsumsi atau dibeli petani. Komoditas yang dihasilkan sendiri tidak masuk dalam perhitungan harga yang dibayar petani. Harga yang dimaksud adalah harga eceran barang dan jasa yang di pasar pedesaan. Harga yang dibayar petani (HB) dirumuskan berikut:
dimana: HB PBi b i
= = = =
Harga yang dibayar petani, Harga kelompok produk ke i yang dibeli petani, Pembobot dari komoditas ke i, Kelompok produk konsumsi pangan, non pangan (perumahan, pakaian, aneka barang dan jasa), dan sarana produksi (faktor produksi, non, barang modal).
Konsep NTP dikembangkan BPS sebagai alat ukur untuk melihat perbandingan relatif kesejahteraan petani. Pada awal penyusunannya, cakupan petani hanya yang berusaha dalam kegiatan usahatani tanaman bahan makanan (tanaman pangan dan hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan) dan perkebunan rakyat, serta hanya dilakukan di tingkat provinsi. Sesuai dengan berjalannya waktu, pada tahun 2008 dilakukan penyempurnaan pengukuran NTP baik dalam cakupan petani dan cakupan wilayah (provinsi). Cakupan dalam 13
13
definisi “petani” diperluas mencakup petani yang berusaha pada kegiatan usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan (petani ternak), dan perikanan (petani ikan dan nelayan). NTP dikembangkan dengan unit analisa nasional dan regional, sehingga diperoleh keunggulan karena merupakan indikator makro nasional dan regional dari tingkat kesejahteraan petani regional. Melalui NTP dan komponennya dapat diketahui perbandingan relatif Nilai Tukar Petani atau Nilai Tukar Komoditas Pertanian antar regional (provinsi). Secara konsepsi arah dari NTP (kesejahteraan petani) merupakan resultan dari arah setiap Nilai Tukar Komponen Pembentuknya, yaitu nilai tukar komponen penerimaan petani yang mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani dan nilai tukar komponen pembayaran yang mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan petani. Apabila laju nilai tukar komponen penerimaan lebih tinggi dari laju nilai tukar komponen maka Nilai Tukar Petani (NTP) akan meningkat, demikian sebaliknya. Pembentukan NTP yang dikembangkan BPS terangkum dalam Gambar 2.1.
14
14
HARGA YANG DITERIMA PETANI Padi
Padi
Jagung, Kedelai, ...dst...
Palawija
Kubis, Bw Merah, ...dst...
Sayuran
Pisang, Mangga, ...dst...
Buah-buahan
Karet, Kopi, ...dst...
Perkebunan Rakyat
Sapi, Kerbau
Ternak Besar
Kambing, Domba
Ternak Kecil
Ayam, Itik
Unggas
Susu, Telur
Hasil Ternak
Tuna, Cakalang
Penangkapan
HARGA YANG DIBAYAR PETANI Bahan Makanan
Tanaman Pangan Makanan Jadi
Perumahan Hortikultura Konsumsi
Sandang
Kesehatan
Perkebunan
HT
NT Petani
Pendidikan, Rekreasi, Olahraga
HB
Transportasi dan Komunikasi Peternakan Bibit
Obat, Pupuk
Transportasi Sarana Produksi
Perikanan Gurame, Mas
Budidaya
NT Komoditas
NT Kelompok Komoditas
Sewa Lahan, Pajak
NT Subsektor
NT Petani
Penambahan Barang Modal
Upah buruh
Gambar 2.1. Pembentukan NTP.
Perhitungan NTP merupakan merupakan agregasi dari nilai tukar penyusunnya. NTP merupakan agregasi dari NTP sub sektor (yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan). NTP sub sektor tanaman pangan disusun dari komponen NTP padi dan NTP kelompok palawija, dan NTP palawija disusun dari NTP komoditas palawija (jagung, kedelai, dan sebagainya) dan seterusnya seperti terangkum dalam Gambar 2.1. Pandangan umum yang selama ini berlaku sebagaimana disampaikan BPS adalah peningkatan NTP berarti peningkatan kesejahteraan, demikian sebaliknya. BPS mendefinisikan dan memberi arti NTP sebagai berikut: 15
15
(a) NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsi dan biaya produksi. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya. (b) NTP
=
100,
berarti
Kenaikan/penurunan kenaikan/penurunan
petani
harga harga
impas/break
mengalami
produksi konsumsi
sama dan
dengan
biaya
even.
persentase
produksi.
Tingkat
kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan. (c) NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Harga produksinya naik lebih kecil
dari
kenaikan
harga
konsumsi
dan
biaya
produksi.
Tingkat
kesejahteraan petani mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya. 2.3.
Kebijakan
Pembangunan
dalam
Peningkatan
Kesejahteraan
Petani Peningkatan kesejahteraan petani telah dan diyakini tetap menjadi prioritas pembangunan pertanian mendatang, sejalan dengan arahan yang tertuang dalam rencana jangka panjang pembangunan nasional. Indikator pencapaian sasaran peningkatan kesejahteraan petani tercermin dari peningkatan pendapatan petani, penurunan tingkat pengangguran di pedesaan, dan perbaikan kualitas hidup petani. Langkah perbaikan kesejahteraan petani dituangkan dalam sejumlah kebijakan dan program bidang pertanian dan di luar sektor pertanian terkait. Kebijakan pertanian pada dasarnya adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian, yaitu memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif dan efisien serta dapat meningkatkan tingkat penghidupan/kesejahteraan petani meningkat. Dengan didasarkan kepada konsep NTP sebagai indikator kesejahteraan petani, konsep NTP mengacu kepada kemampuan daya beli petani, yaitu 16
16
kemampuan pendapatan yang diterima petani untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsinya. Peningkatan kesejahteraan identik dengan peningkatan pendapatan untuk memperbaiki/meningkatkan kebutuhan konsumsinya. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan dapat ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan pendapatan dan atau meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga. Banyak faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pola konsumsi rumahtangga petani. Dari sisi pendapatan, tingkat pendapatan petani dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: (a) pendapatan dari usahatani (on-farm), (b) pendapatan dari kegiatan bidang pertanian di luar usahatani (off-farm) seperti sebagai buruh tani, buruh di bidang usaha pascapanen pertanian, dan (d) pendapatan dari usaha di luar kegiatan pertanian seperti pegawai negeri, buruh
non farm, kegiatan dagang, jasa dan lain-lain. Besarnya tingkat pendapatan dari usaha pertanian (on-farm) dipengaruhi oleh besarnya asset produksi pertanian (terutama pemilikan lahan usaha), jenis komoditas yang diusahakan, produktivitas, dan harga produksi. Besarnya pendapatan dari off-farm dipengaruhi oleh kesempatan/peluang berusaha dan tingkat upah. Tingkat pendapatan non farm juga dipengaruhi oleh aset dan kemampuan untuk dapat akses terhadap layanan, iklim usaha, produktivitas usaha dan harga produk yang dihasilkan. Besarnya tingkat pendapatan ini akan mempengaruhi struktur dan pola konsumsi
rumahtangga.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
pada
tingkat
pendapatan yang rendah, proporsi pengeluaran untuk pemenuhan makanan relatif lebih besar dan proporsi tersebut semakin menurun dengan meningkatnya pendapatan rumahtangga. Pola konsumsi tersebut juga pada akhirnya dipengaruhi oleh harga-harga produk yang akan dibeli. Dengan demikian, banyak kebijakan berkaitan dengan pembentukan pendapatan dan konsumsi rumahtangga, seperti kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian; sistem distribusi dan pemasaran produksi hasil pertanian, pembentukan harga produksi, kebijakan subsidi dan insentif, penyediaan infrastruktur, dan berbagai kebijakan di luar 17
17
pertanian terkait dengan konsumsi rumahtangga. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memperbaiki daya beli petani adalah dengan penerapan subsidi yang dapat mengurangi tingkat pengeluaran rumahtangga, melalui pemberian bantuan langsung, subsidi harga jual dan keringanan lainnya (Gambar 2.2). Kebijakan Produksi Pertanian
Komoditas Pertanian: - Tanaman Pangan - Hortikultura - Perkebunan - Peternakan - Perikanan
Subsektor: - Tanaman Pangan - Hortikultura - Perkebunan - Peternakan - Perikanan
HT
NT Petani
Konsumsi Rumah Tangga
- Bahan Makanan - Bahan Makanan Jadi - Perumahan - Sandang - Kesehatan - Pendidikan - Transportasi & Komunikasi
Kebijakan Subsidi Harga Pangan, BBM, Perumahan, Kesehatan
Biaya Produksi dan Barang Modal
- Penambahan Barang Modal - Transportasi - Bibit - Upah Buruh - Sewa Lahan, Pajak - Obat, Pupuk
Kebijakan Subsidi Harga Input, BBM
HB
Kebijakan Harga
Gambar 2.2. Kebijakan-kebijakan yang Mempengaruhi NTP.
2.3.1.
Peningkatan Produksi Pertanian Pendapatan petani secara langsung ditentukan oleh besarnya produksi
yang dihasilkan petani, sedangkan besarnya produksi tersebut dipengaruhi oleh penguasaan lahan yang dikuasai dan produktivitas usahatani. Dalam kaitan dengan lahan pertanian, data menunjukkan ketersediaan lahan pertanian per kapita mengalami penurunan akibat peningkatan jumlah penduduk dan kecenderungan konversi lahan, terutama untuk lahan sawah. Ketersediaan lahan yang sesuai untuk pertanian yang sangat terbatas perlu dilindungi. Kebijakan untuk mencegah terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian telah banyak dibuat. Telah banyak ditetapkan undang-undang dan peraturan Pemerintah lain yang mengatur tentang pendayagunaan lahan dan pengendalian konversi lahan. Kebijakan terakhir adalah dengan diterbitkannya UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Secara umum, undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan 18
18
pertanian pangan dalam rangka menjamin tersedianya lahan pertanian dan mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. Dalam rangka meningkatkan produktivitas, penyelenggaraan program peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilaksanakan seiring dengan upaya peningkatan
penguasaan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Peningkatan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mendukung terciptanya penyelenggaraan program pembangunan ekonomi yang makin berkualitas, yaitu pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada peningkatan produktivitas dan daya saing, serta makin memacu terciptanya kreativitas dan inovasi. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan pertanian yang mampu menciptakan benih unggul, cara-cara produksi yang dapat menghasilkan produk berkualitas. Adanya dinamika perubahan iklim yang mengarah pada anomali iklim menuntut proses mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hal ini menuntut langkah-langkah kongkrit terkait mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. 2.3.2.
Pemberian Dukungan Subsidi dan Insentif Untuk mendorong peningkatan produksi dan produktivitas pertanian
terutama pangan, pemerintah memberi subsidi dan insentif dalam bentuk: (a) subsidi sarana produksi (benih, pupuk, pestisida); (b) dukungan dan jaminan harga jual produk dengan menetapkan harga dasar; (c) kredit bersubsidi; dan (d) air irigasi bersubsidi. Subsidi harga sarana produksi diberikan untuk pupuk, benih, pestisida, dan kredit. Pupuk merupakan input utama yang memperoleh subsidi paling besar. Subsidi pupuk mulai diberlakukan sejak tahun 1971 dengan argumen dasar adalah: (a) merangsang penggunaan pupuk sebagai bagian penerapan teknologi pertanian dan peningkatan produksi, (b) menstabilkan harga di tingkat petani, dan (c) meningkatkan efisiensi transfer sumberdaya dari pemerintah ke petani dalam rangka pembangunan pedesaan. Selain pupuk, subsidi diberikan pada penyediaan 19
19
prasarana produksi seperti irigasi, penyuluhan, penelitian dan pengembangan. Selama 40 tahun pemberian subsidi terhadap pupuk telah meningkatkan penggunaan pupuk di tingkat petani dan berperan besar dalam peningkatan produksi pertanian. Subsidi-subsidi di muka menjadi beban bagi pemerintah karena besarannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebijakan lain yang dinilai strategis adalah kebijakan harga (price support). Sasaran kebijakan ini adalah: (a) melindungi produsen dari kemerosotan harga pasar, yang umumnya terjadi pada musim panen, (b) melindungi konsumen dari kenaikan harga yang melebihi daya beli, yang umumnya terjadi pada musim paceklik, (c) mengendalikan inflasi melalui stabilitasi harga. Falsafah dasar kebijaksanaan harga tersebut mencakup komponen: (1) menjaga agar harga dasar cukup tinggi untuk merangsang produksi, (2) perlindungan harga batas tertinggi yang menjamin harga yang layak bagi konsumen, (3) perbedaan antara harga dasar dan harga batas tertinggi cukup layak memberi keuntungan yang wajar bagi penyimpanan beras, dan (4) hubungan harga yang wajar antar daerah maupun terhadap harga internasional (Amang, 1993). 2.3.3. Kebijakan Perdagangan Kebijakan perdagangan dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga komoditas di dalam negeri, mempertahankan daya saing produksi dalam negeri, meningkatkan kesejahteraan petani produsen, melindungi konsumen dari harga tinggi, dan menjaga keseimbangan neraca perdagang luar negeri komoditas. Tujuan akhir dari kebijakan perdagangan diarahkan pada perbaikan tataniaga produk pertanian, sehingga marjin tataniaga dari petani sampai dengan konsumen akhir menjadi minimal dan petani menerima harga yang maksimal. 2.3.4. Penyediaan Infrastruktur Kondisi infrastruktur pertanian Indonesia sangat tidak memadai. Sarana jalan usahatani tidak memadai untuk mendukung peningkatan/pengembangan pertanian, antara lain dalam hal adopsi teknologi, pemanfaatan mekanisasi dan 20
20
pemasaran secara efisien. Dalam aspek infrastruktur irigasi, jaringan irigasi yang ada sudah tua dan kurang pemeliharaan, sehingga tingkat efisiensinya rendah. Sementara itu, pembangunan jaringan irigasi yang baru belum sepenuhnya optimal karena beberapa kendala yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Sarana dan prasarana bagi petani untuk akses terhadap pemasaran produk juga sangat rendah, misalnya keberadaan cold storage untuk produk segar, gudang, tempat pengolahan, dan lain masih terbatas. Kurangnya
infrastruktur
pertanian
sering
menjadi
kendala
bagi
pengembangan agribisnis berbasis iptek mutakhir. Penerapan inovasi teknologi sering terhambat karena tidak tersedianya infrastruktur penyediaan input produksi, jaringan informasi atau infrastruktur pemasaran hasil. Kebijakan infrastruktur tidak hanya dibutuhkan untuk mendukung usaha agribisnis yang sudah ada, tetapi juga merangsang tumbuhnya usaha-usaha baru yang dibutuhkan dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Pengembangan infrastruktur sebagai bagian dari pelayanan publik akan lebih efektif apabila: (a) sesuai dengan kebutuhan/kepentingan publik, (b) mampu menunjang pengembangan usaha yang dilakukan masyarakat banyak, dan (c) mampu merangsang tumbuhnya usaha-usaha atau investasi baru yang dapat memacu perkembangan ekonomi wilayah. Dalam kaitannya dengan pembangunan sistem dan usaha agribisnis, maka kebijakan pembangunan infrastruktur perlu diarahkan pada infrastruktur yang dibutuhkan oleh banyak pelaku agribisnis dan mampu
merangsang
para
investor
untuk
melakukan
usaha
agribisnis.
Infrastruktur seperti sarana pengairan dan drainase, jalan, listrik, farm road, pelabuhan (khususnya pelabuhan-pelabuhan ekspor baru di wilayah timur Indonesia), transportasi dan telekomunikasi merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis.
21
21
2.3.5. Kebijakan Khusus Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Dalam program pembangunan nasional, peningkatan kesejahteraan rakyat selalu
menjadi
perhatian.
Hal
ini
sejalan
dengan
empat
pilar
strategi
pembangunan yang dilakukan yaitu: pembangunan yang pro-pertumbuhan (pro-
growth), pro-lapangan pekerjaan (pro-job), pro-pengurangan kemiskinan (propoor), serta pro-pengelolaan dan atau ramah lingkungan (pro-environment). Disamping program pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh kementrian, untuk mengentaskan kemiskinan, pemerintah telah menggulirkan program khusus. Perpres No. 13 tahun 2009 dilanjutkan dengan Perpres No. 15 tahun 2010, program khusus penanggulangan kemiskinan dikelompokkan dalam 4 klaster program, yaitu : (a) Klaster pertama: Bantuan dan perlindungan sosial berbasis
keluarga,
dengan
sasaran
mengurangi
beban
kehidupan
dan
memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin. Bentuk program ini adalah bantuan langsung Raskin, BOS, dan Program Keluarga Harapan. (b) Klaster kedua: Pemberdayaan Masyarakat, dengan sasaran Meningkatkan Kapasitas Kelompok Masyarakat Miskin untuk Terlibat dalam Proses Pembangunan. Bentuk program ini
adalah mengembangkan PNPM
Mandiri.
(c) Klaster
ketiga:
Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil, dengan sasaran Meningkatkan Tabungan dan Menjamin Keberlanjutan Usaha. Bentuk program ini adalah Klaster penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Corporate Social Responsibility (CSR), dan (d) Klaster keempat: Program Pro Rakyat, dengan sasaran Menyediakan Fasilitas Dasar Bagi Masyarakat Miskin dengan Harga Murah Melalui Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Sektoral pada Wilayah Tertentu. Bentuk program berupa program rumah murah, angkutan umum murah, air bersih dan listrik yang makin merata, serta peningkatan kehidupan nelayan dan masyarakat miskin di perkotaan (Pidato Presiden 16 Agustus 2012). Dalam klaster pertama, pemberian bantuan raskin (beras untuk orang miskin) ditujukan dalam rangka menjaga ketahanan pangan masyarakat dari kondisi gejolak pangan yang terjadi akibat adanya gejolak pangan dunia yang 22
22
juga mempengaruhi gejolak pangan dalam negeri. Bantuan pangan tersebut secara langsung menekan pengeluaran rumahtangga untuk bahan pangan. Bidang pendidikan, bantuan diberikan dalam rangka pengurangan beban biaya pendidikan yang dilakukan melalui subsidi Program Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah/BOS. Bidang kesehatan bantuan dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat dengan biaya terjangkau dilakukan melalui pemberian Jaminan Kesehatan masuarakat (Jamkesmas), jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan persalinan, dan jaminan kematian. Dalam klaster kedua, upaya pemberdayaan untuk meningkatkan akses dan kapasitas
kelompok
pembangunan,
masyarakat
dilakukan
miskin
melalui
untuk
terlibat
pengembangan
dalam
Program
proses Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM Mandiri dimaksudkan untuk menjadi payung program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat sejalan dengan target pencapaian MDGs
(Millennium
Development
Goals).
Tujuan
PNPM
Mandiri
adalah
meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri dengan cara menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian serta kesejahteraan hidup dengan memanfaatkan potensi ekonomi dan sosial yang mereka miliki melalui proses pembangunan secara mandiri. PNPM Mandiri telah dilaksanakan sejak tahun 2007, dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Atas keberhasilan PPK dan P2KP menjadi model pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di perdesaan dan perkotaan. Dalam klaster ketiga, upaya pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil dilakukan dengan penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Corporate Social
Responsibility (CSR). Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan yang 23
23
diberikan oleh perbankan kepada UMKMK yang layak tapi belum bankable. Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. Sasaran program KUR adalah UMKM dan Koperasi yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung melalui kantor pelayanan bank pelaksana KUR atau dapat juga melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lain yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana. Program KUR diluncurkan pada 5 November 2007, dengan bank Pelaksana adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin; dan dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Dalam klaster keempat, program pro rakyat, dilakukan dalam rangka menyediakan fasilitas dasar bagi masyarakat miskin dengan harga murah, dalam bentuk program rumah murah, angkutan umum murah, air bersih dan listrik yang makin merata, serta peningkatan kehidupan nelayan dan masyarakat miskin. Kebijakan yang bersifat pro rakyat dalam rangka pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat ini sebagian besar sangat relevan dalam rangka menjaga memperbaiki NTP .
24
24
BAB III METODOLOGI 3.1.
Kerangka Pemikiran Salah satu unsur kesejahteraan petani adalah kemampuan pendapatan
petani untuk memenuhi kebutuhan perbaikan pengeluaran rumahtangga petani. Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kesejahteraan petani tersebut adalah NTP. Indeks NTP dihitung dari perbandingan antara harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani. Secara konsepsi arah dari NTP merupakan resultan dari arah komponen pembentuknya tersebut, yaitu komponen harga yang diterima petani yang mempunyai arah positif terhadap NTP dan komponen harga yang dibayar petani yang mempunyai arah negatif terhadap NTP. Apabila laju pergerakan harga yang diterima petani lebih tinggi dari laju harga yang dibayar petani maka NTP akan meningkat, dan sebaliknya. Pergerakan NTP mengidentifikaskan pergerakan tingkat kesejahteraan petani. Perilaku NTP tersebut dapat digambarkan oleh garis tren mengikuti pergerakan nilainya, dan pergerakan tersebut dapat diduga dengan menggunakan persamaan regresi. Pendugaan persamaan regresi yang paling sesuai dapat dilakukan berdasarkan nilai R2 tertinggi. Koefisien regresi dari setiap persamaan dugaan menggambarkan perubahan laju NTP sepanjang periode analisa. Dalam Gambar 2.1 ditunjukkan rangkuman pembentukan NTP termasuk unsur-unsur penyusunnya. Hubungan antara komponen penyusun dengan NTP dapat digambarkan dengan nilai marjinal dan elastisitas penyusun terhadap NTP. Perhitungan nilai marjinal dan elastisitas NTP terhadap komponen penyusun dapat diturunkan sebagai berikut (Rachmat, 2000). NTP =
;
Harga yang diterima petani (HT) merupakan harga tertimbang dari harga setiap komoditas pertanian yang diproduksi/dijual petani, dengan penimbang 25
25
adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas. Harga yang dibayar petani (HB) merupakan harga tertimbang dari harga/biaya konsumsi rumahtangga yang mencakup konsumsi makanan dan konsumsi non makanan; dan harga/biaya produksi dan penambahan barang modal dari barang yang dibeli petani. Apabila diasumsikan hanya ada dua komoditas yang dihasilkan, yaitu T1 dan T2, dengan harga PT1 dan PT2 dan dua produk yang dibeli petani, yaitu B1 dan B2 dengan harga PB1 dan PB2, maka: HT = a1 PT1 + a2 PT2; atau HT =
PTi
HB = b1 PB1 + b2 PB2; atau HB =
PBk
dimana: NTP HT HB PTi petani, PBk ai bk
= = = =
Nilai Tukar Petani, Harga yang diterima petani, Harga yang diterima petani, Harga yang diterima petani dari komoditas ke i yang dihasilkan
= Harga yang dibayar petani dari produk ke k yang dibeli petani, = Pembobot komoditas yang dihasilkan ke i, = Pembobot produk yang dibeli petani ke k.
sehingga: NTP = Dari persamaan di atas dihasilkan turunan total sebagai berikut: NTP = NTP = NTP = NTP = sehinggga dihasilkan rumus umum sebagai berikut: 26
26
NTP== NTP 3.1.1. 3.1.1.
Pengaruh Pengaruh Perubahan Perubahan Harga Harga yang yang Diterima Diterima Petani Petani (HT)(HT)
Pengaruh Pengaruh perubahan perubahanharga hargakomoditas komoditas Ti (PT Ti i)(PTterhadap NTP NTP dapatdapat i) terhadap diturunkan diturunkansebagai sebagaiberikut: berikut:
Pengaruh Pengaruhperubahan perubahan HTHT terhadap terhadap NTPNTP dapat dapat berupa berupa pengaruh pengaruh langsung langsung dan dan pengaruh pengaruhtidak tidaklangsung. langsung. Pengaruh Pengaruh langsung langsung perubahan perubahan harga harga komoditas komoditas terhadap terhadap nilai nilaitukar tukarpetani petanimerupakan merupakan respon respon langsung langsung perubahan perubahan nilai nilai tukartukar pengaruh pengaruh tidaktidak langsung langsung mencakup mencakup petani petaniakibat akibatperubahan perubahan harga harga PTPT i, sedangkan i, sedangkan pengaruh pengaruh perubahan perubahanharga hargatersebut tersebut terhadap terhadap harga harga komoditas komoditas pertanian pertanian lain lain yang yang diproduksikan diproduksikan( ( ((
dandan terhadap terhadap produk produk manufaktur manufaktur yangyang dibelidibeli
Besarnya Besarnya pengaruh pengaruh tersebut tersebut dirumuskan dirumuskan sebagai sebagai berikut: berikut:
Pengaruh Pengaruhlangsung: langsung: Pengaruh Pengaruhtidak tidak langsung: langsung: Dari Darianalisa analisamarjinal marjinaliniini dapat dapat diturunkan diturunkan elastisitas elastisitas sebagai sebagai berikut: berikut:
27
27
27
3.1.2. 3.1.2.
Pengaruh Pengaruh Perubahan Perubahan Harga Harga yang yang Dibayar Dibayar Petani Petani (HB)(HB)
Pengaruh Pengaruhperubahan perubahanharga harga produk produk yangyang dibelidibeli (PBk)(PB terhadap NTP NTP k) terhadap diturunkansebagai sebagai berikut: diturunkan berikut:
Pengaruhlangsung langsungdan dan tidak langsung perubahan harga produk Pengaruh tidak langsung daridari perubahan harga produk yang yang dibeli dibeli petaniterhadap terhadapnilai nilai tukar petani dapat dituliskan sebagai berikut: petani tukar petani dapat dituliskan sebagai berikut: Pengaruhlangsung: langsung: Pengaruh Pengaruh Pengaruhtidak tidak langsung: langsung: Darianalisa analisamarjinal marjinal dapat diturunkan elastisitas sebagai berikut: Dari iniini dapat diturunkan elastisitas sebagai berikut:
3.1.3. 3.1.3.Nilai NilaiTukar Tukar Penerimaan/Pendapatan Penerimaan/Pendapatan Petani Petani Konsep KonsepNTP NTPyang yang didasarkan didasarkan kepada kepada Indeks Indeks Laspeyres Laspeyres sebagaimana sebagaimana yang yang dilakukan dilakukanoleh olehBPS BPSpada pada akhirnya akhirnya merumuskan merumuskan NTPNTP sebagai sebagai rasio rasio hargaharga antaraantara yang yang diterima diterimapetani petanidan dandibayar dibayar petani. petani. Perilaku Perilaku NTP NTP hanya hanya ditentukan ditentukan oleh oleh perilaku perilakuharga-harga. harga-harga. Konsep Konsep ini ini sejalan sejalan dengan dengan konsep konsep NTP NTP sebagai sebagai konsep konsep daya daya beli. beli. Namun Namundemikian, demikian,konsep konsep daya daya belibeli yang yang dikembangkan dikembangkan tidak tidak sepenuhnya sepenuhnya menggambarkan menggambarkantingkat tingkatkesejahteraan. kesejahteraan. Konsep Konsep NTPNTP tidaktidak memperhitungkan memperhitungkan jumlah jumlahyang yangdiproduksi diproduksi dan dan jumlah jumlah yang yang dikonsumsi. dikonsumsi. Perhitungan PerhitunganNTP NTPini inidiperoleh diperoleh daridari perbandingan perbandingan indeks indeks hargaharga yang yang diterima diterimapetani petaniterhadap terhadap indeks indeks harga harga yang yang dibayar dibayar petani petani (NTP(NTP = HT/HB). = HT/HB). Nilai Nilai NTP NTP akan akan meningkat meningkatapabila apabilaHTHT meningkat meningkat dengan dengan laju laju lebih lebih tinggitinggi dari dari 28 28
28
peningkatanHB, HB,atau atau HB HB tetap tetap atau atau HB menurun. menurun. NTP peningkatan NTP juga juga akan akanmeningkat meningkatpada pada kondisi HT HT menurun, menurun, namun namun dengan dengan laju lebih kondisi lebih rendah rendah dari dari penurunan penurunan HB. HB. Berbagaiskenario skenario perubahan perubahan HT HT dan HB terhadap Berbagai terhadap NTP NTP terangkum terangkum dalam dalamTabel Tabel 3.1. 3.1. Tabel Tabel3.1. 3.1. Hargayang yang Harga diterimapetani petani diterima (HT) (HT) Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun
Perubahan Perubahan HT dan dan HB HB terhadap terhadapNTP NTP
Harga yang yang dibayar dibayar Harga Petani (HB) (HB) Petani
Laju perubahan perubahan HT HT dan dan HB HB
Naik Naik Naik Naik Naik Naik Tetap Tetap Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Tetap Tetap Naik Naik
Laju HT HT = = laju laju HB HB Laju HT HT > > laju laju HB HB Laju HT HT < < laju laju HB HB
BPS BPS mendefinisikan mendefinisikan bahwa bahwa
Laju HT HT = = laju laju HB HB Laju HT HT > > laju laju HB HB Laju HT HT < < laju laju HB HB
NTP NTP Tetap Tetap Meningkat Meningkat Menurun Menurun Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Tetap Tetap Menurun Menurun Meningkat Meningkat Menurun Menurun Menurun Menurun
peningkatan peningkatan NTP NTP berarti berarti peningkatan peningkatan
kesejahteraan. kesejahteraan. Definisi Definisi tersebut tersebut benar benar pada asumsi asumsi bahwa bahwa produktivitas produktivitasselalu selalu tetap tetapdan dan petani petani selalu selalu menguasai menguasai produksi, sehingga sehingga kenaikan kenaikan produksi produksijuga juga berarti berartikebaikan kebaikanpenerimaan. penerimaan. Kenyataan Kenyataan seringkali seringkali menunjukkan menunjukkanbahwa bahwakenaikan kenaikan harga hargaterjadi terjadipada pada saat saat pasokan pasokan berkurang berkurang dibanding dibanding permintaannya. permintaannya.Penurunan Penurunan pasokan pasokan dapat dapat terjadi terjadi karena karena penurunan penurunan produksi produksi atau atau permintaan permintaan naik naik lebih lebih tinggi tinggi dibandingkan dibandingkan penawaran penawaran (produksi). (produksi). Pada Pada skala skala nasional nasional atau atau regional, regional, kenaikan kenaikan
NTP/kenaikan NTP/kenaikan
harga harga
produk
justru justru
mengidentifikasikan mengidentifikasikan
kekurangan/kelangkaan kekurangan/kelangkaan pasokan/produksi pasokan/produksi untuk untuk mengimbangi mengimbangi permintaan permintaan dan dan terjadinya terjadinya inflasi. inflasi. Dengan Dengan demikian demikian peningkatan peningkatan peningkatan peningkatan harga harga produk produk pertanian pertanian yang yang berakibat berakibat NTP NTP naik naik tidak sepenuhnya sepenuhnya menggambarkan menggambarkan kondisi kondisi yang yangdiinginkan. diinginkan.Skenario Skenario perubahan perubahan penawaran penawaran dan dan permintaan permintaanterhadap terhadapharga harga produk produkterangkum terangkumdalam dalam Tabel Tabel 3.2. 3.2.
2929
29
Tabel Tabel3.2. 3.2.
Perubahan Perubahan Penawaran/Produksi Penawaran/Produksi dan dan Permintaan Permintaanterhadap terhadapHarga HargaProduk Produk Pertanian
Penawaran Penawaran produk/produksi produk/produksipertanian pertanian (S) (S) Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun
Permintaan Permintaan produk produk pertanian (D) Naik Naik Naik Naik Naik Naik Tetap Tetap Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Tetap Tetap Naik Naik
Laju Laju penawaran penawaran dan dan permintaan permintaan
Harga Hargaproduk produk pertanian pertanian
Laju SS == laju lajuDD Laju Laju Laju SS >> laju lajuDD Laju Laju SS << laju lajuDD
Tetap Tetap Turun Turun Naik Naik Turun Turun Turun Turun Tetap Tetap naik naik Turun Turun Naik Naik Naik Naik
Laju Laju SS ==laju lajuDD Laju Laju SS >>laju lajuDD Laju SS <
Harga Hargaproduksi produksi dan dan NTP NTP yang yang meningkat meningkat tidak tidak sepenuhnya sepenuhnyameningkatkan meningkatkan pendapatan pendapatanpetani. petani. Pendapatan Pendapatan meningkat meningkat apabila apabila harga harga produksi produksinaik naikdan/atau dan/atau tingkat tingkatproduksi produksi meningkat. meningkat. Dalam Dalam kaitan itu penggunaan penggunaan alat alat ukur ukurNTP NTPdalam dalam pengukuran pengukuran kesejahteraan kesejahteraan petani petani perlu memasukkan memasukkan unsur unsur produksi produksi karena karena kesejahteraan kesejahteraan identik identik dengan dengan pendapatan. pendapatan. Kesejahteraan Kesejahteraan petani petani akan akan naik naik apabila apabilaNTP NTPnaik naik dengan dengan tingkat tingkat produksi produksi naik, tetap, tetap, atau atau turun turunnamun namundengan dengan laju lajupeningkatan peningkatanNTP NTPlebih lebih tinggi tinggi dari dari laju penurunan penurunan produksi. produksi.Keterkaitan Keterkaitanantara antara NTP NTPproduksi produksidengan dengankesejahteraan kesejahteraan petani terangkum terangkum di di dalam dalamTabel Tabel3.3. 3.3.
Tabel Tabel3.3. 3.3.
NTP di Tingkat Tingkat Regional Regional NTP dan dan Produksi di
NTP NTP
Produksi Produksi petani petani (P)
Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun Turun
Turun Turun Turun Turun Turun Turun Tetap Tetap Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Tetap Tetap Turun Turun
Laju Laju NTP NTP dan dan produksi produksi NTP > > laju laju PP Laju NTP Laju NTP NTP > > laju laju PP Laju NTP NTP < < laju laju PP
Laju Laju NTP NTP = = laju laju PP Laju Laju NTP NTP > > laju laju PP Laju NTP NTP < < laju laju PP
Kesejahteraan Kesejahteraan Petani Petani Tetap Tetap Naik Naik Turun Turun Naik Naik Naik Naik Tetap Tetap Turun Turun Naik Naik Turun Turun Turun Turun
3030
30
Pengukuran NTP dapat dikembangkan menjadi Nilai Tukar Penerimaan Usaha Pertanian (NTU) yang memasukkan unsur kuantitas, sehingga NTR merupakan kemampuan daya beli dari penerimaan petani. Nilai Tukar Penerimaan Usaha Pertanian (NTU) dirumuskan sebagai berikut:
dimana: NTU Px Qx Py Qy
= = = = =
Nilai Tukar Penerimaan Usaha Pertanian, Harga komoditas pertanian, Produksi komoditas pertanian, Harga input produksi, Jumlah input produksi.
Peningkatan kesejahteraan petani juga dapat dilihat dari perubahan tingkat pendapatan
rumahtangga.
Peningkatan
pendapatan
rumahtangga
petani
mengindikasikan peningkatan daya beli rumahtangga dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumsinya. Peningkatan pendapatan akan berakibat perbaikan dalam pola konsumsi dan standar hidup, dan ini berarti perbaikan dalam kesejahteraan. 3.2.
Ruang Lingkup Kegiatan Sesuai dengan tujuan dan sasaran, maka lingkup kajian adalah:
1) Menganalisa perilaku nilai tukar petani Indonesia, 2) Menganalisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar petani, 3) Menganalisa nilai tukar pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga, 4) Merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian. 3.3.
Metoda Analisa Sesuai dengan lingkup kegiatan di atas, metoda analisa yang digunakan
adalah: 31
31
1)
Analisa Nilai Tukar P etani Nasional Dalam analisa digunakan metoda regresi data perkembangan NTP secara nasional. Data yang digunakan dalam analisa ini adalah data bulanan sejak Januari 2008 sampai dengan Mei 2013 yang berasal BPS. Hasil analisa regresi NTP nasional dan perilakunya akan digambarkan dalam bentuk grafik yang sesuai.
2)
Analisa Faktor-fak tor dan K ebijakan yang M em pengaruhi Nilai Tukar P etani Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi NTP dilakukan dengan cara menghitung dampak dari masing-masing komponen penyusun NTP (hargaharga) terhadap NTP. Dampak tersebut ditunjukkan dalam bentuk nilai marjinal dan elastisitas dari perubahan harga-harga terhadap NTP. Dampak dari perubahan harg-harga tersebut juga dapat terjadi karena penerapan kebijakan, sehingga melalui analisa ini juga dapat dilakukan analisa dampak dan kebijakan terhadap NTP.
3)
Analisa
Nilai
Tukar
P endapatan
Usahatani
dan
P endapatan
R um ahtangga Analisa ini mencakup: (a) Analisa NT Pendapatan Usahatani komoditas terpilih menurut sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan
serta,
(b)
Analisa
NT
Pendapatan
Rumahtangga
dari
agroekosistem sawah dan lahan kering.
4)
P erum usan Alternatif K ebijakan Nilai Tukar P etani sebagai Ukuran K esejahteraan P etani sebagai Bahan Dasar R PJM N 2015-2019 Bidang P ertanian Perumusan kebijakan dilakukan dengan cara merangkum semua hasil temuan analisa di atas dan merumuskan implikasi kebijakan dari hasil temuan tersebut yang terkait dengan RPJM 2015-2019.
32
32
3.4.
Sumber Data Kajian akan dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu (a) Data
NTP yang dipublikasikan oleh BPS, (b) Publikasi BPS yang terkait dengan rumahtangga pertanian, usaha pertanian, harga-harga pertanian, dan lain-lain, (c) Publikasi hasil-hasil penelitian Panel Petani Nasional dari PSE-KP, dan (d) Data dari direktorat teknis terkait di dalam Kementerian Pertanian.
33
33
34
34
BAB BAB IV IV KERAGAAN RUMAHTANGGA RUMAHTANGGA PERTANIAN KERAGAAN PERTANIANDAN DANKESEJAHTERAAN KESEJAHTERAAN PETANI PETANI 4.1. Keragaan Keragaan Rumahtangga Rumahtangga Pertanian 4.1. Pertanian Berdasarkan sensus sensus pertanian pertanian tahun Berdasarkan tahun 1993 1993 dan dan 2003 2003 telah telah terjadi terjadi pertambahan jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga pertanian pertambahan pertanian dari dari 20,51 20,51 juta jutamenjadi menjadi24,84 24,84juta. juta. Artinya, telah telah terjadi terjadi kenaikan kenaikan rata-rata rata-rata sebesar Artinya, sebesar 21,13 21,13 persen. persen.Kenaikan Kenaikanjumlah jumlah rumahtangga yang yang sangat sangat pesat terjadi rumahtangga terjadi pada pada sub sub sektor sektorhortikultura hortikulturadari dari4,86 4,86juta juta riburumahtangga rumahtangga menjadi menjadi 8,45 juta ribu ribu ribu rumahtangga, rumahtangga, atau ataumencapai mencapaikenaikan kenaikan hingga73,93 73,93 persen. persen. Kenaikan Kenaikan yang besar hingga besar ini ini diduga didugakarena karenadua duasebab, sebab,yaitu: yaitu:(a) (a) Meningkatnya minat minat masyarakat masyarakat terhadap Meningkatnya terhadap usaha usaha di di subsektor subsektorhortikultura hortikulturasebagai sebagai komoditas yang yang bernilai bernilai tinggi, tinggi, dan (b) komoditas (b) Penambahan Penambahan statistik statistikjumlah jumlahkomoditas komoditas hortikultura yang yang dicatat dicatat di BPS. Dalam hortikultura Dalam tahun tahun 2006 2006 komoditas komoditashortikultura hortikulturayang yang tercatat didi BPS BPS baru baru 17 17 komoditas dari tercatat dari sejumlah sejumlah 323 323 komoditas komoditas hortikultura, hortikultura, sesuai Kepmentan Kepmentan 511/Kpts/PD.9/2006. 511/Kpts/PD.9/2006. Dalam sesuai Dalam perkembangannya, perkembangannya,jumlah jumlahjenis jenis hortikulturayang yang dicatat dicatat dalam dalam statistik statistik terus hortikultura terus meningkat. meningkat.Kenaikan Kenaikanterbesar terbesarkedua kedua adalahsub sub sektor sektor perkebunan, perkebunan, yaitu 13,72 adalah 13,72 persen, persen, menyusul menyusulsub subsektor sektortanaman tanaman pangan sebesar sebesar 3,86 3,86 persen, persen, dan yang pangan yang terendah terendah sub sub sektor sektor peternakan peternakan2,89 2,89 persen(Tabel (Tabel 4.1). 4.1). persen Tabel Tabel4.1. 4.1. No No 11 22 33 44
Perkembangan Perkembangan Jumlah Rumahtangga RumahtanggaPertanian Pertanian1993-2003 1993-2003Berdasarkan Berdasarkan Sub Sektor Sektor Pertanian Pertanian (juta) (juta)
Sektor Sektor 1993 1993 Tanaman TanamanPangan Pangan 17,55 17,55 Hortikultura Hortikultura 4,86 4,86 Perkebunan Perkebunan 6,11 6,11 Peternakan Peternakan 5,47 5,47 Pertanian Pertanian 20,51 20,51 Sumber: Sumber:BPS; BPS;Sensus Sensus pertanian pertanian 1993 dan 2003. 2003.
2003 2003 18,23 18,23 8,45 8,45 6,94 6,94 5,62 5,62 24,84 24,84
Perubahan Perubahan(%) (%) 3,86 3,86 73,93 73,93 13,72 13,72 2,89 2,89 21,13 21,13
Penelusuran Penelusuran lebih lebih lanjut menurut menurut wilayah wilayah menunjukkan menunjukkan peningkatan peningkatan jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga relatif relatif lebih besar besar terjadi terjadi di di luar luar Pulau Pulau Jawa, Jawa,yaitu yaitu26,07 26,07 persen, persen,sedangkan sedangkan di di Pulau Pulau Jawa hanya hanya sekitar sekitar 17,30 17,30 persen persenatau ataudidibawah bawahratarata3535
35
rata nasional nasional yang yang mencapai mencapai 21,13 persen. Rumahtangga rata Rumahtangga tersebut tersebut mencakup mencakup rumahtangga petani petani yang yang memiliki memiliki lahan dan rumahtangga rumahtangga rumahtangga buruh buruh tani tani(Tabel (Tabel4.2). 4.2). Tabel Tabel4.2. 4.2.
Perkembangan Perkembangan Jumlah Jumlah Rumahtangga Pertanian Pertanian 1993-2003 1993-2003Berdasarkan Berdasarkan Wilayah (juta)
No No Regional Regional 1993 11 Pulau PulauJawa Jawa 11,55 22 Luar 8,95 LuarPulau Pulau Jawa Jawa Indonesia 20,51 Indonesia Sumber: Sumber:BPS, BPS,Sensus Sensus pertanian pertanian 1993 1993 dan 2003.
2003 2003 13,55 13,55 11,29 11,29 24,84 24,84
Perubahan Perubahan(%) (%) 17,30 17,30 26,07 26,07 21,13 21,13
Salah Salah satu satu dari dari aset aset petani petani yang menggambarkan menggambarkan potensi potensi pengembangan pengembangan usaha usaha pertanian pertanian adalah adalah distribusi distribusi kepemilikan lahan, lahan, semakin semakin luas luas pemilikan pemilikanakan akan semakin semakinbaik baik peluang peluang peningkatan peningkatan produksi dan kesejahteraannya. kesejahteraannya. Dengan Denganhanya hanya melihat melihat rumahtangga rumahtangga yang yang memiliki memiliki lahan, jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga petani petani tahun tahun 1993-2003 1993-2003 meningkat meningkat dari dari 19,71 19,71 juta RT menjadi 23,67 23,67 juta juta RT RT atau atau peningkatan peningkatan sebesar sebesar 29,92 29,92 persen. persen. Pertanian Pertanian Indonesia didominasi didominasi pertanian pertanian skala skala kecil, kecil, bahkan bahkan sebagian sebagian diantaranya diantaranya dioperasikan oleh buruh buruh tani tani yang yang tidak tidak memiliki memiliki lahan. lahan. Hasil Hasil sensus sensus pertanian pertanian 2003
menunjukkan menunjukkan jumlah jumlah dan dan proporsi proporsi
rumahtangga rumahtangga skala skala kecil kecil (<0,5 (<0,5 ha) meningkat dibandingkan dibandingkan tahun tahun 1993, 1993,yaitu yaitudari dari 10,63 10,63 juta juta RT RT menjadi menjadi 14,03 14,03 juta RT atau peningkatan peningkatan sebesar sebesar 31,95 31,95 persen persen (Tabel (Tabel4.3). 4.3). Tabel Tabel4.3. 4.3.
Struktur Struktur Rumahtangga Rumahtangga Pertanian Menurut Menurut Golongan Golongan Luas Luas Pemilikan PemilikanLahan Lahan Tahun 1983-2003
Golongan Luas Lahan Lahan (ha) (ha) 0,50 0,50 – 0,99 1,00 – 1,99 1,99 > > 2,00 2,00 3.671.243 3.671.243 2.922.294 2.922.294 2.168.315 2.168.315 1983 1983 (24,19) (24,19) (19,26) (14,29) (14,29) 4.348.303 3.132.145 1.601.409 4.348.303 3.132.145 1.601.409 1993 1993 (22,06) (15,89) (8,12) (22,06) (8,12) 4.578.053 3.460.406 2.801.627 4.578.053 3.460.406 2.801.627 2003 2003 (18,41) (13,91) (11,27) (18,41) (11,27) Perubahan Jumlah Rumahtangga Perubahan Rumahtangga 1983 1983--1993 1993 +65,81 +65,81 +18,44 +18,44 +7,18 -26,15 -26,15 1993 1993--2003 2003 +31,95 +31,95 +5,28 +5,28 +10,48 +74,95 +74,95 1983 1983--2003 2003 +118,78 +118,78 +24,70 +24,70 +18,41 +29,21 +29,21 Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 1983, 1983, 1992, 1992, 2003 (BPS). Tahun Tahun
<0,5 <0,5 6.412.246 6.412.246 (42,26) (42,26) 10.631.887 10.631.887 (53,93) (53,93) 14.028.589 14.028.589 (56,41) (56,41)
Total Total 12.254.726 12.254.726 (100) (100) 19.713.744 19.713.744 (100) (100) 23.668.457 23.668.457 (100) (100) +29,92 +29,92 +20,06 +20,06 +55,98 +55,98
36 36
36
Gambaran ini ditunjang oleh hasil kajian mikro, Penelitian Patanas tahun 2000, yang menunjukkan sekitar 88 persen rumahtangga petani di Jawa menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar. Kondisi penguasaan lahan sawah di luar Pulau Jawa masih relatif lebih baik. Kondisi penguasaan lahan yang sempit dan ketimpangan pemilikan lahan menyebabkan kemustahilan petani kecil mampu meningkatkan kesejahteraannya apabila hanya menggantungkan pada mata pencaharian yang berbasis pada lahan. Hasil penelitian Sumaryanto (2009) menunjukkan adanya 8,84 persen rumahtangga pertanian yang tidak memiliki lahan usaha (tunakisma). Tingkat tunakisma di Pulau Jawa lebih tinggi dibanding luar Jawa, yaitu masing-masing 12,4 persen dan 7,05 persen. Apabila digunakan definisi luas pemilikan lahan sangat sempit di bawah 0,25 ha, maka rata-rata pemilikan lahan sangat sempit di Indonesia sekitar 27,35 persen, dengan rincian di Jawa 40 persen dan di luar Jawa 20,75 persen. Selama ini definisi petani gurem adalah pemilikan lahan di bawah 0,5 ha. Dengan kriteria tersebut, maka jumlah petani gurem di Indonesia sekitar 44 persen, dengan rincian di Jawa sebanyak 57 persen dan di luar Jawa 37,3 persen.
Apabila lahan usahatani yang dianggap layak dapat memberi
pendapatan bagi rumahtangga tani harus lebih dari dua hektar, berdasarkan studi ini, di Pulau Jawa tidak didapatkan petani yang bisa menghidupi keluarga rumahtangga tani dari lahan usahatani. Pemilikan lahan di atas dua hektar hanya dijumpai di luar Pulau Jawa, yaitu sebesar 12,86 persen (Tabel 4.4.) Ketimpangan distribusi kepemilikan lahan di Pulau Jawa semakin mengkhawatirkan. Hal ini mengakibatkan tanah absentee yang menjadi salah satu penyebab kesulitan pelaksanaan berbagai program peningkatan produksi dan pendapatan petani. Selain pemilikan dan penguasaan lahan yang sempit, sumberdaya lahan juga menghadapi permasalahan degradasi.
37
37
Tabel Tabel4.4. 4.4. Distribusi Distribusi Rumahtangga Rumahtangga Petani Petani Menurut MenurutKelompok KelompokPemilikan PemilikanLahan, Lahan,Tahun Tahun 2007 2007 (dalam (dalam persen) persen) Luas Luas Pemilikan Pemilikan (ha) (ha) Tunakisma Tunakisma << 0,25 0,25 O,25 O,25 -0,50 -0,50 O,51 O,51 –– 1,00 1,00 >> 1,01 1,01 –– 2,00 2,00 >> 2,00 2,00 Sumber: Sumber:Sumaryanto, Sumaryanto, 2009.
Pulau Pulau Jawa Jawa 12,40 12,40 40,50 40,50 16,53 16,53 14,05 14,05 16,52 16,52 --
Luar LuarPulau PulauJawa Jawa 7,05 7,05 20,75 20,75 16,60 16,60 9,13 9,13 33,61 33,61 12,86 12,86
Total Total 8,84 8,84 27,35 27,35 16,57 16,57 5,25 5,25 29.13 29.13 12,86 12,86
Pembangunan Pembangunan pertanian menghadapi menghadapi kendala kendala keterbatasan keterbatasaninfrastruktur infrastruktur pertanian. pertanian. Sarana Sarana jalan jalan usahatani tidak tidak memadai memadai untuk untukmemanfaatkan memanfaatkanteknologi teknologi mekanisasi mekanisasi secara secara efisien. Saluran Saluran irigasi irigasi banyak banyak sudah sudah tua tua dan danrusak. rusak.Upaya Upaya operasi operasi dan dan pemeliharaan pemeliharaan jaringan jaringan irigasi irigasi masih masih terbatas, terbatas, sehingga sehingga tingkat tingkat efisiensinya efisiensinya sangat sangat rendah. Kendala Kendala infrastruktur infrastruktur pertanian pertanian menjadi menjadi kendala kendala pengembangan pengembangan produksi produksi dan produktivitas produktivitas pertanian pertanian serta serta pemasaran pemasaran hasil hasil pertanian. pertanian.
4.1.1. 4.1.1.Keragaan Keragaan Rumahtangga Rumahtangga Tanaman TanamanPangan Pangan Berdasarkan Berdasarkan Sensus Pertanian Pertanian 2003, 2003, jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga tanaman tanaman pangan pangan tahun tahun 2003 2003 sebanyak 24,55 24,55 juta. juta. Pada Pada kelompok kelompokrumahtangga rumahtanggatanaman tanaman pangan pangan ini, ini, lebih lebih dari setengahnya setengahnya adalah adalah rumahtangga rumahtangga padi padi (56,09 (56,09persen) persen) seperempatnya seperempatnya adalah adalah kelompok kelompok rumahtangga rumahtangga jagung jagung (25,82 (25,82 persen) persen) dan dan terbanyak terbanyak ketiga ketiga adalah
rumahtangga rumahtangga ubikayu ubikayu (18,33 (18,33 persen). persen). Jumlah Jumlah
rumahtangga rumahtangga lain lain yang yang relatif banyak banyak adalah adalah aneka aneka kacang kacangdan danubijalar ubijalar(Tabel (Tabel 4.5). 4.5).
3838
38
Tabel Tabel4.5. 4.5.
Proporsi ProporsiJumlah Jumlah Rumahtagga Rumahtagga Tanaman Pangan Pangan Tahun Tahun 2003 2003
No No 11 22 33 44 55 66 77 88 99 10 10 11 11
Tanaman TanamanPangan Pangan Padi Padi Palawija Palawija Jagung Jagung Kedelai Kedelai Kacang KacangTanah Tanah Kacang KacangHijau Hijau Ubikayu Ubikayu Ubijalar Ubijalar Shorgum Shorgum Talas Talas Lain Lain Tanaman Tanamanpangan pangan Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
2003 13.770.100 10.781.454 6.339.576 1.015.751 1.894.011 801.723 4.500.486 813.746 23.686 266.281 34.536 24.551.554
Persen Persen 56,09 56,09 43,91 43,91 25,82 25,82 4,13 4,13 7,71 7,71 3,27 3,27 18,33 18,33 3,31 3,31 0,10 0,10 1,08 1,08 0,14 0,14 100,00 100,00
Pada Pada kasus kasus rumahtangga rumahtangga padi, padi, sumbangan sumbangan pendapatan pendapatan dari dari usahatani usahatani padi padi terhadap terhadap total total pendapatan pendapatan rumahtangga rumahtangga terbesar pada pada proporsi proporsi 51-75 51-75 persen, persen, yaitu yaitu sebesar sebesar 45,51 45,51 persen, persen, menyusul menyusul proporsi 25-50 25-50 persen persen sebesar sebesar 30,67 30,67 persen. persen. Sementara Sementara itu, itu, rumahtangga rumahtangga padi dengan kontribusi kontribusi pendapatan pendapatan dari dari usahatani usahatani padi padi didi atas atas 75 75 persen persen hanya hanya 6,72 persen. Hal Hal ini ini memberi memberi indikasi indikasi bahwa bahwausahatani usahatanipadi padi tidak tidak dapat dapat sepenuhnya sepenuhnya menjamin menjamin kebutuhan kebutuhan rumahtangga rumahtangga padi, padi,dan/atau dan/atau berarti berarti pula pula bahwa bahwa sumber sumber pendapatan pendapatan rumahtangga rumahtangga padi padi telah telah terdiversifikasi terdiversifikasi (Tabel (Tabel 4.6). 4.6). Peran Peran usahatani usahatani padi terhadap terhadap rumahtangga rumahtangga lebih lebih tinggi tinggi terjadi terjadi pada pada petani petani padi padi sawah sawah dibanding rumahtangga rumahtangga padi padi ladang. ladang. Artinya, Artinya, tingkat tingkat diversifikasi diversifikasi usaha usaha (sumber pendapatan pendapatan rumahtangga) rumahtangga) dari dari rumahtangga rumahtanggapadi padiladang ladang lebih lebih tinggi. tinggi.
39 39
39
Tabel Tabel4.6. 4.6. Proporsi Proporsi Jumlah Jumlah Rumahtangga Rumahtangga (RT) (RT) berdasarkan berdasarkanPeran PeranPendapatan PendapatanUsahatani Usahatani Tanaman Tanaman Padi Sawah Sawah dan dan Padi PadiLadang LadangTahun Tahun2003 2003 Proporsi Proporsi sumbangan sumbangan pendapatan pendapatan usahatani usahatani padi padi terhadap pendapatan pendapatan keluarga 11 RT RTdengan dengan sumbangan sumbangan pendapatan 25 pendapatan usatahani usatahani padi < 25 persen persen 22 RT RTdengan dengan sumbangan sumbangan pendapatan pendapatan usatahani usatahani padi 25 –– 50 50 persen persen 33 RT RTdengan dengan sumbangan sumbangan pendapatan pendapatan usatahani usatahani padi 51 –– 75 75 persen persen 44 RT RTdengan dengan sumbangan sumbangan pendapatan pendapatan usatahani usatahani padi > 75 75 persen persen Total Total Rumahtangga Rumahtangga usaha padi padi sawah sawah Sumber: Sumber:Sensus Sensus Pertanian Pertanian 2003 (BPS). (BPS). No No
RT RT Padi Padi Sawah Sawah
RT RTPadiLadang PadiLadang
RTRTPadi Padi
1.880.498 1.880.498 (15,61) (15,61)
489.756 489.756 (28,43) (28,43)
2.370.254 2.370.254 (17,21) (17,21)
3.604.934 3.604.934 (29,92) (29,92)
617.842 617.842 (35,88) (35,88)
4.222.776 4.222.776 (30,67) (30,67)
5.693.691 5.693.691 (47,26) (47,26)
558.646 558.646 (32,44) (32,44)
6.252.337 6.252.337 (45,51) (45,51)
868.763 868.763 (7,21) (7,21)
55.970 55.970 (3,25) (3,25)
924.733 924.733 (6,72) (6,72)
12.047.886 12.047.886 (100) (100)
1.722.214 1.722.214 (100) (100)
13.770 13.770 (100) (100)
Berdasarkan Berdasarkan hasil sensus 2003, 2003, beberapa beberapa kendala kendaladijumpai dijumpaidalam dalamusahatani usahatani padi padi dan dan palawija, palawija, yaitu berturut-turut berturut-turut adalah adalah masalah masalah harga harga produksi produksiyang yang rendah, rendah, kekurangan kekurangan modal, harga harga saprotan saprotan yang yang mahal, mahal, serangan seranganhama hamadan dan penyakit penyakit dan dan lain lain (Tabel 4.7). Kendala Kendala ini ini disamping disamping berpengaruh berpengaruh terhadap terhadap produksi, produksi, juga juga mempengaruhi mempengaruhi nilai nilai tukar tukar petani petani ditunjukkan ditunjukkan oleh oleh banyaknya banyaknya petani petani padi padi dan dan palawija palawija yang mengalami mengalami harga harga jual jual hasil hasilpanen panenyang yangrendah, rendah, berturut-turut berturut-turut sebanyak sebanyak 30,47 dan dan 38,32 38,32 persen. persen. Tabel Tabel 4.7. 4.7.
Permasalahan/Kendala Permasalahan/Kendala Utama Utamadalam dalamUsahatani UsahataniPadi PadiTahun Tahun2003 2003
Jumlah Jumlah RT RT Persentase Persentase Padi Padi 11 Kekurangan Kekurangan Modal Modal 3.798.335 3.798.335 27,58 27,58 22 Harga Harga Saprotan Saprotan Mahal 2.533.990 2.533.990 18,40 18,40 33 Kelangkaan Kelangkaan Saprotan Saprotan 82.071 82.071 0,60 0,60 44 Harga Harga Produksi Produksi Rendah Rendah 4.195.256 4.195.256 30,47 30,47 55 Hama/Penyakit Hama/Penyakit 1.181.105 1.181.105 8,58 8,58 66 Lain Lain 1.976.888 1.976.888 14,36 14,36 Sumber: Sumber:Sensus Sensus Pertanian Pertanian 2003 (BPS). (BPS). No No
Akses Akses Petani Petani Padi
Jumlah JumlahRT RT Persentase Persentase Palawija Palawija 2.886.510 2.886.510 26,77 26,77 996.868 996.868 9,25 9,25 50.688 50.688 0,47 0,47 4.131.961 4.131.961 38,32 38,32 627.947 627.947 5,82 5,82 2.087.480 2.087.480 19,36 19,36
4040
40
Masalah permodalan permodalan yang yang dijumpai dijumpai di di atas sejalan dengan Masalah dengan informasi informasi tentangsumber sumber modal modal yang yang digunakan digunakan dalam dalam usahatani yang tentang yang sebagian sebagian besar besar (95,4persen) persen) berasal berasal dari dari modal modal sendiri. sendiri. Sementara Sementara petani (95,4 petani yang yang mempunyai mempunyai aksesterhadap terhadapkredit kredit baik baik dari dari Bank Bank maupun maupun Non Bank hanya akses hanya sebanyak sebanyak 2,02 2,02 persen(Tabel (Tabel4.8). 4.8).Kondisi Kondisi ini ini berdampak berdampak kepada kepada upaya peningkatan persen peningkatan produksi. produksi. Petani mengalami mengalami kesulitan kesulitan untuk untuk menerapkan menerapkan teknologi teknologi anjuran Petani anjuran karena karena kekuranganmodal. modal.Hal Halini ini perlu perlu menjadi menjadi perhatian perhatian dalam hal peningkatan kekurangan peningkatan akses akses petani terhadap terhadap lembaga lembaga permodalan permodalan (Bank (Bank dan Non Bank) petani Bank) dalam dalam rangka rangka peningkatanusaha usahapertanian. pertanian. peningkatan Tabel Tabel4.8. 4.8.
Sumber Tahun 2003 2003 SumberPembiayaan Pembiayaan Usahatani Usahatani Padi Tahun
Jumlah Jumlah RT RT Padi Padi 1 1 Modal 13.104.575 ModalSendiri Sendiri 13.104.575 2 2 Kredit KreditBank Bank 111.404 111.404 3 3 Kredit KreditNon NonBank Bank 165.992 165.992 4 4 Lain Lain 388.129 388.129 Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian2003 2003(BPS). (BPS). NoNo
Sumber SumberPembiayaan Pembiayaan
Persentase Persentase 95,17 0,81 1,21 2,82
Jumlah RT RT Jumlah Persentase Persentase Palawija Palawija 10.346.070 89,68 10.346.070 89,68 25.576 25.576 0,24 0,24 112.380 112.380 1,04 1,04 974.282 974.282 9,04 9,04
Keterbatasan anjuran paket paket teknologi teknologi Keterbatasan modal modal usaha usaha akan akan menyebabkan menyebabkan anjuran usahatani berkurangnya usahatani tidak tidak akan akan dapat dapat dipenuhi dipenuhi dan dan mengakibatkan mengakibatkan berkurangnya produktivitas mahal, maka maka secara secara produktivitashasil/produksi hasil/produksi rendah. rendah. Karena Karena harga harga saprotan mahal, keseluruhan secara optimal optimal keseluruhanusahatani usahatanipadi padi dan dan palawija palawija tidak tidak dapat dapat berkembang berkembang secara dan dapat berakibat berakibat petani petani dantidak tidakmemperoleh memperolehkeuntungan keuntungan yang yang memadai. memadai. Hal ini dapat mengalihkan mengalihkan jenis jenis komoditas, komoditas, sehingga sehingga secara secara
keseluruhan akan dapat dapat keseluruhan akan
mengurangi mengurangiproduksi produksinasional. nasional. Penerapan bukan hanya hanya dapat dapat Penerapan teknologi teknologi dalam dalam budidaya budidaya pertanian, bukan meningkatkan efisiensi penggunaan penggunaan meningkatkanproduktivitas, produktivitas,tetapi tetapi juga juga dapat dapat meningkatkan meningkatkan efisiensi sarana petani. Tabel Tabel 4.9 4.9 sarana produksi produksi yang yang dapat dapat meningkatkan meningkatkan pendapatan petani. menggambarkan tahun 2003 2003 dan dan menggambarkan penerapan penerapan teknologi teknologi budidaya budidaya padi pada tahun menunjukkan varietas yang yang sesuai sesuai menunjukkanbahwa bahwa penggunaan penggunaan benih benih padi padi berlabel berlabel dan varietas 41 41
41
dengan kondisi kondisi agroekologi agroekologi lahan sawah dengan sawah sangat sangat penting penting dalam dalam rangka rangka meningkatkan produktivitas. produktivitas. Penggunaan Penggunaan benih meningkatkan benih padi padi berlabel berlabelpada padalahan lahansawah sawah belumbanyak, banyak, hanya hanya sekitar sekitar 35,5 35,5 persen, persen, sedangkan belum sedangkan pada pada padi padiladang ladanghanya hanya mencapai 12,9 12,9 persen. persen. Selain Selain varietas varietas padi, mencapai padi, penggunaan penggunaan pupuk pupuk sangat sangat mempengaruhiproduktivitas produktivitas padi, padi, hal ini dirasakan mempengaruhi dirasakan oleh olehpetani petanipadi padisawah. sawah.Lebih Lebih darisetengah setengah petani petani padi padi telah telah melakukan melakukan pemupukan dari pemupukan sesuai sesuai anjuran anjuran(54,6 (54,6 persen),namun namunpada padapadi padi ladang ladang baru mencapai persen), mencapai 31,3 31,3persen persensaja. saja. Tabel4.9. 4.9. Tingkat Tingkat Penerapan Penerapan Teknologi Tabel Teknologi Budidaya BudidayaPadi PadiTahun Tahun2003 2003 Padi Sawah Sawah Penerapan PenerapanTeknologi Teknologi Budidaya Budidaya RT Persentase Persentase Penggunaan Penggunaanbenih benih 11 4.281.083 4.281.083 35,53 35,53 berlabel berlabel Penggunaan Penggunaanpupuk pupuksesuai sesuai 22 6.576.013 6.576.013 54,58 54,58 anjuran anjuran Melakukan Melakukanpengendalian pengendalian 33 2.493.694 2.493.694 20,70 20,70 OPT OPT Melakukanpenjualan penjualan hasil hasil Melakukan 44 5.916.324 49,11 5.916.324 49,11 panen panen Melakukan Melakukanpengeringan pengeringan 55 10.748.753 10.748.753 89,22 89,22 hasil hasil Jumlah Jumlahrumahtangga rumahtangga 12.047.886 12.047.886 100,00 100,00 Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS). NoNo
Padi PadiLadang Ladang RT RT Persentase Persentase 221.657 221.657
12,87 12,87
539.657 539.657
31,33 31,33
294.664 294.664
17,11 17,11
388.017 388.017
22,53 22,53
1.572.918 1.572.918
91.33 91.33
1.722.214 1.722.214
100,00 100,00
Pengendalian Pengendalian organisme organisme pengganggu pengganggu tanaman tanaman (OPT) (OPT) harus harusdisesuaikan disesuaikan dengan dengankondisi kondisi gangguan gangguan di di lapangan, lapangan, tidak tidak semua semua budidaya budidayaharus harusmelakukan melakukan pengendalian pengendalian OPT, OPT, bila bila tidak tidak atau atau masih dalam dalam batas batas ambang ambangtoleransi, toleransi,tidak tidak diperlukan diperlukan pengendalian pengendalian OPT. OPT. Pada padi padi ladang ladang pengendalian pengendalian OPT OPT hanya hanya dilakukan dilakukantingkat tingkat 20,1 20,1 persen persen dan dan pada padi padi ladang ladang hanya hanyasekitar sekitar17,1 17,1persen. persen. Usahatani Usahatanipadi padimerupakan merupakan sumber sumber pendapatan pendapatan keluarga, keluarga,sehingga sehinggasebagian sebagiandari dari hasil hasilpadi padiyang yangdiperoleh diperoleh dijual dijual untuk kebutuhan kebutuhan rumahtangga. rumahtangga.Pada Padapetani petanipadi padi sawah sawahhampir hampir setengahnya setengahnya melakukan melakukan penjualan penjualan hasil hasil panen, panen, dan danpada padapadi padi ladang ladangyang yangmenjual menjual hasil hasil panen panen hanya sekitar sekitar 22,5 22,5 persen. persen.Gambaran Gambarantersebut tersebut menjelaskan menjelaskanbahwa bahwa hasil hasil panen panen petani padi padi ladang ladang hanya hanyadapat dapatdigunakan digunakanuntuk untuk memenuhi memenuhi kebutuhan kebutuhan pangan pangan keluarga, keluarga, sehingga sehingga tidak tidak ada ada yang yangdapat dapatdijual. dijual. 4242
42
Hasilpanen panen petani petani padi padi sawah sawah cukup cukup banyak banyak dan Hasil dan sebagian sebagian dapat dapatdijual. dijual.Agar Agar dapat lebih lebih lama lama disimpan, disimpan, semua semua jenis dan dapat dan varietas varietas padi padi memerlukan memerlukan pengeringan hasil hasil panen, panen, sehingga sehingga petani melakukan pengeringan melakukan penjemuran penjemuran padi padisetelah setelah panendan dan sebelum sebelum menyimpannya. menyimpannya. Terlihat dalam panen dalam Tabel Tabel 4.9, 4.9, hampir hampirsemua semua petani padi padi melakukan melakukan pengeringan/penjemuran pengeringan/penjemuran hasil petani hasil panen, panen, baik baik pada padapadi padi ladangmaupun maupunpadi padisawah. sawah. Petani Petani yang tidak melakukan ladang melakukan penjemuran penjemuranhasil hasilpanen panen disebabkanlangsung langsungdijual dijual ke ke pengumpul pengumpul di lapangan. disebabkan lapangan. Untuk memperbaiki memperbaiki tingkat tingkat penerapan penerapan teknologi Untuk teknologi budidaya budidaya diperlukan diperlukan intervensiPemerintah Pemerintah dalam dalam bentuk bentuk bantuan faktor intervensi faktor produksi produksi padi. padi.Hasil Hasilsensus sensus tahun2003 2003menunjukkan menunjukkan intervensi intervensi pemerintah pemerintah dalam tahun dalam bantuan bantuan sarana saranaproduksi produksi padisawah sawahmaupun maupun padi padi ladang ladang masih masih relatif padi relatif kecil kecil (Tabel (Tabel 4.10). 4.10).Belum Belumbanyak banyak kelompok rumahtangga rumahtangga tanaman tanaman pangan yang kelompok yang memperoleh memperoleh bantuan bantuan faktor faktor produksiuasahatani uasahatani dari dari Pemerintah. Pemerintah. Selama tahun produksi tahun 2003 2003 tercatat tercatathanya hanyasekitar sekitar 407,39ribu ribuyang yangmemperoleh memperoleh bantuan bantuan dari Pemerintah 407,39 Pemerintah (kurang (kurangdari daritiga tigapersen). persen). Setengahdari dari bantuan bantuan tersebut tersebut berupa berupa bibit tanaman Setengah tanaman dan dan yang yang cukup cukupbanyak banyak bantuan dalam dalam bentuk bentuk pupuk, pupuk, sedangkan sedangkan faktor bantuan faktor produksi produksi lain lain relatif relatif sedikit. sedikit. Sebagian besar besar dari dari bantuan bantuan faktor faktor produksi produksi dalam Sebagian dalam bentuk bentuk paket paket program program peningkatanproduksi produksitanaman tanaman pangan pangan dan usaha peningkatan usaha pengembangan pengembanganagribisnis. agribisnis. Tabel Tabel4.10. 4.10.
Banyaknya Banyaknya Rumahtangga Rumahtangga Tani Padi Padi yang yang Mendapat MendapatBantuan BantuanFaktor Faktor Produksi Produksi Padi Padi dari dari Pemerintah Pemerintah Tahun Tahun 2003 2003
Bantuan BantuanFaktor FaktorProduksi Produksi Jumlah Jumlah RT Padi Padi Padi Padi 1 1 Bibit Bibit 210.193 210.193 2 2 Pupuk Pupuk 116.875 116.875 3 3 Pestisida Pestisida 14.901 14.901 4 4 Alsintan Alsintan 14.377 14.377 5 5 Lain Lain 51.042 51.042 Jumlah Jumlah yang yang mendapat mendapat 407.388 407.388 bantuan bantuan Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga Padi Padi 13.770.100 13.770.100 Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian2003 2003 (BPS). (BPS). NoNo
1,53 1,53 0,85 0,85 0,11 0,11 0,10 0,10 0,37 0,37
Jumlah JumlahRT RT Palawija Palawija 129.121 129.121 51.378 51.378 7.874 7.874 3.916 3.916 37.550 37.550
2,96 2,96
229.839 229.839
2,14 2,14
100 100
1.722.214 1.722.214
1,20 1,20
Persentase Persentase
Persentase Persentase 1,20 1,20 0,48 0,48 0,07 0,07 0,04 0,04 0,35 0,35
4343
43
Tidak berbeda dengan tanaman padi, Pemerintah juga membantu sarana produksi untuk usahatani tanaman palawija sebagaimana dirangkum dalam Tabel 4.10. Bantuan sarana produksi bibit tanaman palawija terbanyak disalurkan Pemerintah kepada petani palawija, yaitu mencapai 1,20 persen dari total rumahtangga petani palawija. Bantuan sarana produksi lain seperti pupuk, pestisida dan alsintan di bawah setengah persen bahkan di bawah satu persen. Tahun 2003 tercatat dalam sensus pertanian hanya sekitar 2,14 persen saja petani palawija yang memperoleh bantuan sarana produksi atau sebanyak 229,84 ribu rumahtangga palawija. 4.1.2.
Keragaan Rumahtangga Hortikultura Peningkatan jumlah rumahtangga petani hortikultura dalam kurun waktu
1993 sampai 2003 mengalami pertumbuhan yang pesat dari tahun 1993 berjumlah 5,04 juta naik menjadi 8,44 juta rumahtangga pada tahun 2003, atau naik 67 persen. Kegiatan usahatani hortikultura menjadi andalan lebih dari 34 juta orang untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga sub sektor ini tidak dapat diabaikan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Indonesia. Selain itu, sub sektor ini merupakan andalan bagi buruh tani hortikultura yang jumlahnya hampir dua juta orang. Seperti kita ketahui kegiatan usahatani hortikultura ini relatif lebih rentan terhadap perubahan iklim dan serangan hama penyakit tanaman dibanding jenis tanaman lain, sehingga tidak jarang petani hortikultura mengalami kegagalan panen. Namun, seringkali harga komoditas hortikultura “jatuh” atau rendah (jauh di bawah titik impas) akibat surplus penawaran, sehingga petani hortikultura mengalami kerugian. Hal sebaliknya dapat terjadi, dimana harga komoditas sayursayuran tiba-tiba tinggi karena kekurangan pasokan dari petani produsen. Kondisi ini dapat memberi keuntungan lebih tinggi bagi petani produsen, sehingga mempengaruhi jumlah rumahtangga petani hortikultura (Tabel 4.11).
44
44
Tabel Tabel Tabel4.11. 4.11. 4.11. Jumlah Jumlah JumlahRumahtangga Rumahtangga RumahtanggaTanaman TanamanHortikultura Hortikultura Hortikultura1993 1993 1993dan dan dan2003 2003 2003 No No No Jumlah Jumlah JumlahRumahtangga Rumahtangga Rumahtangga(RT) (RT) 1993 1993 1993 Jumlah JumlahRRRTTTHortikultura Hortikultura Hortikultura 5.044.000 5.044.000 111 Jumlah 5.044.000 Jumlah Jumlahanggota anggota anggotaRT RT RTHortikultura Hortikultura 222 Jumlah --Jumlah Buruh Tani Hortikultura 333 Jumlah --JumlahBuruh BuruhTani TaniHortikultura Sumber: Sensus Pertanian 1993dan dan2003 2003(BPS). Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian1993 (BPS).
2003 2003 2003 Perubahan(%) Perubahan(%) Perubahan(%) 8.444.042 8.444.042 67,40 67,40 8.444.042 67,40 34.346.492 34.346.492 34.346.492 -- 1.909.051 1.909.051 -- 1.909.051
Rata-rata Rata-rata luas luas luas lahan lahan yang yang dikuasai dikuasai dikuasai petani petani petani hortikultura hortikultura hortikultura cukup cukup cukup luas, luas, luas, Rata-rata mencapai mencapai 0,89 0,89 0,89 ha. ha. ha. Sebagian Sebagian besar besar lahan lahan lahan yang yang yang diusahakan diusahakan diusahakan untuk untuk untuk kegiatan kegiatan kegiatan mencapai usahatani usahatani komoditas komoditas komoditas hortikultura hortikultura merupakan merupakan merupakan lahan lahan lahan milik milik milik (85,7 (85,7 (85,7 persen), persen), persen),tetapi tetapi tetapi usahatani cukup cukup banyak banyak banyak juga juga juga petani petani petani hortikultura hortikultura yang yang menyewa menyewa menyewaatau atau ataugadai gadai gadaidari dari daripihak pihak pihaklain lain lain cukup (lebih (lebihdari dari dari10 10 10persen). persen). persen).Tanda Tanda bahwa bahwapetani petani hortikultura hortikultura hortikulturakekurangan kekurangan kekuranganlahan lahan lahanadalah adalah adalah (lebih petani petani menyewa menyewa menyewa lahan lahan lahan dari dari tetangga, tetangga, sedangkan sedangkan sedangkanyang yang yangmenyewakan menyewakan menyewakanpada pada padateman teman teman petani relatif relatif sedikit sedikit sedikit (3,65 (3,65 (3,65 persen). persen). persen). Status Status penguasaan penguasaan penguasaan lahan lahan lahan hortikultura hortikultura hortikulturasecara secara secararinci rinci rinci relatif dalam dalamTabel Tabel Tabel4.12. 4.12. 4.12. dalam Tabel Tabel Tabel4.12. 4.12. 4.12.Rata-rata Rata-rata Rata-rataLuas LuasLahan Lahanyang yangDikuasai Dikuasai DikuasaiRumahtangga Rumahtangga RumahtanggaHortikultura Hortikultura HortikulturaMenurut Menurut Menurut 222 ))) Status Status StatusPenguasaan Penguasaan PenguasaanLahan Lahandan danPenggunaan Penggunaan PenggunaanLahan, Lahan, Lahan,Tahun Tahun Tahun2003 2003 2003(m (m (m No No No Status Status Statuspenguasaan penguasaan penguasaanlahan lahan Lahan Lahanyang yang yangdimiliki dimiliki dimiliki 111 Lahan 222 Lahan Lahan Lahanyg yg ygberasal berasal berasaldari dari daripihak pihaklain lain Lahan Lahanyang yang yangberada berada beradadipihak dipihaklain lain 333 Lahan Lahan Lahanyang yang yangdikuasai dikuasai dikuasai Lahan Sumber: Sumber: Sumber:Sensus Sensus SensusPertanian Pertanian Pertanian2003 2003(BPS). (BPS).
222 ))) Luas Luas Luas(m (m (m 8.334,90 8.334,90 8.334,90 953,59 953,59 953,59 327,20 327,20 327,20 8.961,29 8.961,29 8.961,29
Persen Persen Persen 85,71 85,71 85,71 10,64 10,64 10,64 3,65 3,65 3,65 100 100 100
Sebagian Sebagian besar besar besar lahan lahan yang yang diusahakan diusahakan diusahakan petani petani petani hortikultura hortikultura hortikulturaadalah adalah adalahlahan lahan lahan Sebagian bukan bukan sawah sawah sawah (tegal, (tegal, (tegal, kebun, kebun, dan dan darat/ladang). darat/ladang). darat/ladang). Lahan Lahan Lahansawah sawah sawahyang yang yangdiusahakan diusahakan diusahakan bukan untuk untuk usahatani usahatani usahatani komoditas komoditas komoditas hortikultura hortikultura hanya hanya hanyasekitar sekitar sekitar23 23 23persen persen persendari dari daritotal total totallahan lahan lahan untuk pertanian pertanian yang yang yang diusahakan. diusahakan. diusahakan. Hanya Hanya sedikit sedikit proporsi proporsi proporsilahan lahan lahanbukan bukan bukanpertanian pertanian pertanianyang yang yang pertanian diusahakan diusahakanuntuk untuk untukusahatani usahatani usahatanihortikultura hortikultura(Tabel (Tabel (Tabel4.13). 4.13). 4.13). diusahakan
45 45 45
45
Tabel Tabel Tabel4.13.Rata-rata 4.13.Rata-rata 4.13.Rata-rataLuas Luas Luas Lahan Lahan yang yang Dikuasai Dikuasai Rumahtangga RumahtanggaUsaha Usaha UsahaHortikultura Hortikultura HortikulturaMenurut Menurut Menurut Jenis Jenis Lahan, Lahan, Tahun Tahun 2003 2003 (m (m222)) Rata-rata Rata-rataLuas Luas(m (m22)2)) 2.038,63 2.038,63 6.384,83 6.384,83 537,83 537,83 8.961,29 8.961,29
No No No Jenis Jenis JenisLahan Lahan Lahan 111 Lahan Lahan LahanSawah Sawah Sawah 222 Lahan Lahan LahanBukan Bukan BukanSawah Sawah Sawah 333 Lahan Lahan Bukan Pertanian LahanBukan BukanPertanian Pertanian Lahan Lahan Lahanyang yang yangDikuasai Dikuasai Dikuasai Sumber: Sumber: Sumber:Sensus Sensus SensusPertanian Pertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
Persen Persen Persen 22,75 22,75 22,75 71,25 71,25 71,25 6,0 6,0 6,0 100,00 100,00 100,00
Modal bagi petani petani hortikultura hortikulturakarena karenabiaya biaya Modal Modal usahatani usahatani usahatani sangat sangat diperlukan bagi hortikultura karena biaya yang modal yang yang dimiliki dimiliki petani petaniterbatas, terbatas, yang yangdibutuhkan dibutuhkan dibutuhkan relatif relatif relatif besar. besar. Selain itu, modal dimiliki petani terbatas, sehingga modal dari dari pihak pihak lain. lain.Pada PadaTabel Tabel4.14 4.14 sehingga sehinggaperlu perlu perlu bantuan bantuan bantuan atau atau pinjaman pinjaman modal lain. Pada Tabel 4.14 digambarkan kredit modal modal usahatani usahatani hortikultura hortikulturayang yang digambarkan digambarkan bantuan bantuan bantuan atau atau pinjaman pinjaman kredit usahatani hortikultura yang diperoleh rumahtangga hortikultura hortikulturayang yangmemperoleh memperoleh diperoleh diperolehpetani. petani. petani. Hanya Hanya Hanya 2,4 2,4 persen persen rumahtangga hortikultura yang memperoleh pinjaman/kredit pinjaman/kredit pinjaman/kredit dari dari dari total total
rumahtangga rumahtangga
hortikultura, selebihnya selebihnya petani petani hortikultura, selebihnya petani
mengusahakan usaha milik milik sendiri. sendiri.Petani Petanihortikultura hortikultura mengusahakan mengusahakanhortikultura hortikultura hortikultura dengan dengan modal usaha sendiri. Petani hortikultura yang besar berupa berupauang uangtunai tunai(61 (61persen), persen), yang yangmemperoleh memperoleh memperolehpinjaman pinjaman pinjaman kredit, kredit, sebagian sebagian besar uang tunai (61 persen), selebihnya bibit/benih (9,8 (9,8 persen), persen), pupuk pupuk(hampir (hampir15 selebihnya selebihnya beragam beragam beragam dalam dalam bentuk bentuk bibit/benih persen), pupuk (hampir 1515 persen), persen). Dengan Dengan kepemilikan kepemilikan modal modalyang yang persen), persen), dan dan dan alat alat alat pertanian pertanian pertanian (3,2 (3,2 persen). kepemilikan modal yang terbatas usaha, maka makabanyak banyakpetani petanihortikultura hortikultura terbatas terbatasdan dan dankesulitan kesulitan kesulitan memperoleh memperoleh modal usaha, banyak petani hortikultura yang teknologi anjuran anjuran dan dan berdampak berdampakpada pada yang yangtidak tidak tidak dapat dapat dapat melaksanakan melaksanakan melaksanakan paket teknologi dan berdampak pada produktivitas hortikultura tidak tidakoptimal. optimal. produktivitas produktivitasdan dan danpendapatan pendapatan pendapatan usahatani usahatani hortikultura optimal. Tabel Tabel Tabel4.14.Jumlah 4.14.Jumlah 4.14.JumlahRumahtangga Rumahtangga Rumahtangga Usaha Usaha Tanaman Tanaman Hortikultura Hortikulturayang yang yangModalnya Modalnya Modalnyadari dari dariKredit Kredit Kredit dan dan Bentuk Bentuk Pinjaman Pinjaman Tahun Tahun2003 2003 No No No
Jenis Jenis JenisKredit Kredit Kredit yang yang diperoleh diperoleh
111 222 333 444 555
Bentuk Bentukkredit kredituang uangtunai Bentuk kredit uang tunai Bentuk Bentuk Bentukpinjaman pinjaman pinjamanbibit/benih bibit/benih bibit/benih Bentuk Bentuk Bentukpinjaman pinjaman pinjamanpupuk pupuk pupuk Bentuk Bentukpinjaman pinjamanalat alat pertanian Bentuk pinjaman alat pertanian Bentuk Bentuk Bentukpinjaman pinjaman pinjamanlain lain lain Jumlah Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga rumahtangga yang yang kredit/pinjaman kredit/pinjaman kredit/pinjaman Jumlah Jumlah JumlahRT RT RTHortikultura Hortikultura Hortikultura Sumber: Sumber: Sumber:Sensus Sensus SensusPertanian Pertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
memperoleh memperoleh
Jumlah Jumlah Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Rumahtangga 172.109 172.109 172.109 19.943 19.943 19.943 30.278 30.278 30.278 6.467 6.467 6.467 21.653 21.653 21.653 202.524 202.524 202.524 8.444.042 8.444.042 8.444.042
Persen Persen Persen(%) (%) (%) 2,04 2,04 2,04 0,24 0,24 0,24 0,36 0,36 0,36 0,08 0,08 0,08 0,26 0,26 0,26 2,40 2,40 2,40 100,00 100,00 100,00
46 4646
46
Dalam rangka rangka memenuhi memenuhi kebutuhan kebutuhan komoditas Dalam komoditas hortikultura hortikulturadalam dalamnegeri negeri (substitusi impor) impor) dan dan peningkatan peningkatan ekspor (substitusi ekspor produk produk hortikultura, hortikultura, Pemerintah Pemerintah (khususnya Kementerian Kementerian Pertanian) Pertanian) telah (khususnya telah mengusahakan mengusahakan berbagai berbagai program program peningkatan produksi produksi hortikultura. hortikultura. Diantara peningkatan Diantara program program peningkatan peningkatan produksi produksi tersebutdalam dalam bentuk bentuk bantuan bantuan sarana dan prasarana tersebut prasarana produksi produksihortikultura hortikultura(Tabel (Tabel 4.15). 4.15). Tabel Tanaman Hortikultura Hortikulturayang yangSebagian SebagianModalnya Modalnya Tabel4.15.Jumlah 4.15.Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Usaha Tanaman dari Pemerintah Tahun Tahun 2003 2003 dari Bantuan Bantuan Pemerintah No No 11 33 44 55
Jenis Jenis bantuan bantuan modal Bentuk Bentukbantuan bantuan pengolahan pengolahan lahan Bentuk Bentukbantuan bantuan pinjaman pinjaman bibit/benih bibit/benih Bentuk Bentukbantuan bantuan pinjaman pinjaman pupuk pupuk Bentuk Bentukbantuan bantuan lain lain Rumatangga Rumatanggayang yang memperoleh memperoleh bantuan Jumlah JumlahRT RTHortikultura Hortikultura Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
JumlahRT RT Jumlah 14.780 14.780 80.041 80.041 30.964 30.964 20.876 20.876 146.661 146.661 8.444.042 8.444.042
Persen Persen 0,17 0,17 0,95 0,95 0,36 0,36 0,25 0,25 1,74 1,74 100,00 100,00
Bantuan Bantuan bibit bibit dan dan benih benih dari program program Pemerintah Pemerintah paling paling popular popular didi kalangan kalangan masyarakat masyarakat hortikultura, hortikultura, baik kelompok kelompok komoditas komoditas sayur-sayuran sayur-sayuran maupun maupun buah-buahan. buah-buahan. Lebih Lebih dari setengah setengah program program bantuan bantuan Pemerintah Pemerintahdalam dalam bentuk bentuk bibit bibit dan dan benih benih komoditas yang yang diusahakan. diusahakan. Sebagian Sebagian program program peningkatan peningkatan produksi produksi hortikultura hortikultura berupa paket paket bantuan, bantuan, misalnya misalnyabibit bibitdan danbiaya biaya pengolahan pengolahanlahan, lahan, benih benih dan dan pupuk diperlukan diperlukan petani petani termasuk termasukkompos, kompos,dan danlainlainlain. lain. Bentuk Bentuk bantuan bantuan selain selain bibit/benih yang yang cukup cukup banyak banyak diusahakan diusahakan adalah adalah bantuan bantuanpupuk pupukdan dan biaya biaya pengolahan pengolahan lahan. lahan. Berbagai Berbagai upaya upaya dilakukan dilakukan Pemerintah Pemerintah untuk untuk meningkatkan meningkatkan produksi produksi komoditas komoditas hortikultura hortikultura dan dan sekaligus untuk untuk mencapai mencapai sasaran sasaran peningkatan peningkatan pendapatan/kesejahteraan pendapatan/kesejahteraan petani, petani, seperti seperti mengembangkan mengembangkan koperasi koperasi petani petani hortikultura hortikultura untuk untuk meningkatkan meningkatkan kelembagaan kelembagaan usahatani usahatani termasuk termasuk melakukan melakukan inovasi inovasiteknologi teknologi melalui melalui penyuluhan penyuluhan pertanian. pertanian. Upaya-upaya Upaya-upayatersebut tersebutdiharapkan diharapkan dapat dapat mengembangkan mengembangkan usahatani usahatani hortikultura hortikultura di di tingkat tingkat petani petani melalui melalui upaya upaya penguatan penguatan modal modal usaha, usaha, pemasaran pemasaran hasil, hasil, inovasi inovasi teknologi teknologi dan dan kelembagaan kelembagaan petani. petani. 4747
47
4.1.3. 4.1.3.
Keragaan Rumahtangga Rumahtangga Perkebunan Perkebunan Keragaan Jumlah rumahtangga rumahtangga pekebun pekebun pada tahun Jumlah tahun 2003 2003 sebanyak sebanyak 6,88 6,88 juta, juta,
dengan pengusahaan pengusahaan terbesar terbesar adalah karet (18,36 persen), dengan persen), kelapa kelapa (16,1 (16,1 persen) persen) dankopi kopi (15,86 (15,86 persen). persen). Dalam Dalam kurun waktu 1993-2003 dan 1993-2003 usaha usaha perkebunan perkebunan yang yang tumbuh paling paling cepat cepat adalah adalah karet (38,8 persen) tumbuh persen) dan dan kopi kopi (7,30 (7,30 persen), persen), sementara kelapa kelapa menurun menurun (-33,8 (-33,8 persen). Dalam sementara Dalam kurun kurun waktu waktu 1923-2003 1923-2003 perkebunansawit sawit rakyat rakyat belum belum berkembang (Tabel 4.16). perkebunan 4.16). Dari jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga pekebun pada tahun Dari tahun 2003 2003 sebanyak sebanyak 6,88 6,88 juta, juta, hampir setengah setengah dari dari jumlah jumlah rumahtangga tersebut hampir tersebut yang yang memiliki memiliki luas luas lahan lahan perkebunan antara antara 0,5 0,5 sampai sampai 2,0 ha. Rumahtangga Rumahtangga pekebun perkebunan pekebun yang yang memiliki memilikilahan lahan sempit,yaitu yaitu kurang kurang dari dari 0,5 0,5 ha ha berjumlah 1,35 juta sempit, juta atau atau 19,60 19,60 persen. persen.Kelompok Kelompok rumahtangga pekebun pekebun ini ini sulit sulit untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga kebutuhan hidup hidup keluarga keluargaapabila apabila hanyamenggantungkan menggantungkan “hidupnya” “hidupnya” dari pendapatan pendapatan hasil hanya hasil kebun kebun saja. saja. Tabel Tabel4.16.Perkembangan 4.16.Perkembangan Jumlah Jumlah Rumahtangga Komoditas Komoditas Perkebunan PerkebunanTerpilih TerpilihTahun Tahun 1993-2003 No No
Jenis JenisKomoditas Komoditas
1993
2003 2003
11 22 33
Karet Karet 910.000 910.000 1.263.122 1.263.122 Kelapa Kelapa 1.667.000 1.667.000 1.107.093 1.107.093 Kopi Kopi 1.017.000 1.017.000 1.091.211 1.091.211 Total Total 6.376.000 6.376.000 6.878.289 6.878.289 Sumber: Sumber:BPS, BPS,Sensus Sensus Pertanian Pertanian tahun tahun 1993 dan 2003.
Berdasarkan Berdasarkan
hasil hasil
sensus sensus
2003,
proporsi proporsi
Perubahan Perubahan(%) (%) 38,80 38,80 -33,59 -33,59 7,30 7,30 7,88 7,88
terbesar terbesar pengusahaan pengusahaan
perkebunan perkebunan rakyat rakyat adalah adalah 0,5-2,0 0,5-2,0 hektar, sementara sementara yang yang di di atas atas 22 hektar hektarhanya hanya 31 31 persen. persen. Apabila Apabila dikatakan dikatakan bahwa luas lahan komoditas komoditas perkebunan perkebunan terpilih terpilih untuk untuk petani petani memperoleh memperoleh pendapatan pendapatan yang layak paling paling sedikit sedikit 2,0 2,0 hektar, hektar, maka maka jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga petani petani yang yang memenuhi kriteria kriteria tersebut tersebut hanya hanya sekitar sekitar 2,14 2,14 juta juta atau atau 31 31 persen persen dari dari total total jumlah rumahtangga rumahtangga pekebun. pekebun. Artinya, Artinya, 69 69 persen persen dari dari rumahtangga rumahtangga pekebun pekebun belum belum memiliki skala skala usaha usaha yang yang memadai memadai untuk untuk memenuhi memenuhi hidup hidup keluarganya keluarganya (Tabel 4.17). Dengan Dengan sistem sistem waris waris dan dan penjualan penjualan
48 48
48
lahan lahan perkebunan, perkebunan, perkebunan, dikhawatirkan dikhawatirkan dikhawatirkan ke depan kelompok kelompok usaha perkebunan yang lahan kelompok usaha usaha perkebunan perkebunanyang yang skala skalausahanya usahanya usahanyabelum belum belum layak layak akan akan semakin bertambah. skala bertambah. Tabel Tabel Tabel4.17.Proporsi 4.17.Proporsi 4.17.ProporsiRumahtangga Rumahtangga Rumahtangga (RT) Perkebunan Perkebunan Berdasarkan Berdasarkan BerdasarkanLuas Luas LuasLahan Lahan LahanUsaha Usaha Usaha Ternak Ternak yang Dikuasai Dikuasai Tahun Tahun 2003 2003 2003 No No No
Rata-rata Rata-rata Rata-rataluas luas luas lahan lahan usaha ternak
Lahan Lahan Lahanusaha usaha usahaperkebunan perkebunan perkebunan <=1.000 <=1.000 m2 Lahan Lahan Lahanusaha usaha usahaperkebunan perkebunan perkebunan 1.000 1.000 – 4.999 m m22 Lahan Lahan Lahanusaha usaha usahaperkebunan perkebunan perkebunan 5.000 5.000 – 9.999 m m22 Lahan Lahan Lahanusaha usaha usahaperkebunan perkebunan perkebunan 10.000 10.000 – 19.999 m m22 Lahan Lahan usaha perkebunan m22 Lahanusaha usahaperkebunan perkebunan 20.000 20.000 – 29.999 m 22 Lahan Lahan Lahanusaha usaha usahaperkebunan perkebunan perkebunan >= >= 30.000 m Jumlah Jumlah Jumlahrumahtangga rumahtangga rumahtangga usaha usaha Perkebunan Perkebunan Sumber: Sumber: Sensus Pertanian Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS). 111 222 333 444 555 666
Jumlah Jumlah Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Rumahtangga 80.476 80.476 80.476 1.267.669 1.267.669 1.267.669 1.380.472 1.380.472 1.380.472 2.014.651 2.014.651 2.014.651 1.208.515 1.208.515 1.208.515 927.193 927.193 927.193 6.878.289 6.878.289 6.878.289
Persentase Persentase Persentase (%) (%) (%) 1,17 1,17 1,17 18,43 18,43 18,43 20,07 20,07 20,07 29,29 29,29 29,29 17,57 17,57 17,57 13,47 13,47 13,47 100,00 100,00 100,00
Rata-rata Rata-rata Rata-rata luas luas luas lahan lahan milik tanaman tanaman karet karet jauh jauh jauh lebih lebih lebih luas luas luas dibanding dibanding dibanding tanaman tanaman tanamankelapa kelapa kelapa dan dan dan kopi. kopi. kopi. Kebun Kebun karet relatif relatif lebih lebih banyak banyak banyakyang yang yangdisewakan/gadai disewakan/gadai disewakan/gadai atau atau atausakap sakap sakap ke ke ke pihak pihak pihak lain lain lain dibanding dibanding perkebunan perkebunan kelapa kelapa kelapa dan dan dan kopi. kopi. kopi.Demikian Demikian Demikianpula pula pula lahan lahan lahanyang yang yang dikuasai dikuasai dikuasai oleh oleh oleh rumahtangga rumahtangga pekebun pekebun karet karet karet lebih lebih lebih luas luas luasdibanding dibanding dibandingdua dua dua komoditas komoditas komoditaslain lain lain(Tabel (Tabel (Tabel 4.18). 4.18). Tabel Tabel Tabel4.18.Rata-Rata 4.18.Rata-Rata 4.18.Rata-Rata Luas Luas Lahan Lahan yang Dikuasai Dikuasai Rumahtangga Rumahtangga RumahtanggaUsaha Usaha UsahaKomoditas Komoditas Komoditas 22 2 )) ) Perkebunan Perkebunan PerkebunanTerpilih Terpilih TerpilihMenurut Menurut Menurut Status Status Penguasaan Penguasaan Lahan Lahandan dan danPenggunaan Penggunaan PenggunaanLahan Lahan Lahan(m (m (m Tahun 2003 2003 No No No Uraian Uraian Uraian 111 Lahan Lahan Lahanyang yang yangdimiliki dimiliki dimiliki 222 Lahan Lahan Lahanyg yg ygberasal berasal berasal dari dari dari pihak pihak lain lain 333 Lahan Lahan Lahanyang yang yangberada berada berada dipihak dipihak lain lain Lahan Lahan Lahanyang yang yangdikuasai dikuasai dikuasai Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS). Sumber: Sensus Pertanian
Karet Karet 24.518,07 24.518,07 24.518,07 1.782,10 1.782,10 1.782,10 705,64 705,64 705,64 25.594,52 25.594,52 25.594,52
Kelapa Kelapa Kelapa Kopi Kopi Kopi 16.210,82 16.210,82 16.210,82 13.021,74 13.021,74 13.021,74 945,62 945,62 945,62 1.155,55 1.155,55 1.155,55 546,16 546,16 546,16 283,95 283,95 283,95 16.610,28 16.610,28 16.610,28 13.893,34 13.893,34 13.893,34
Pada Pada Padasemua semua semua komoditas komoditas komoditas perkebunan perkebunan terpilih terpilih jauh jauh jauh lebih lebih lebihbanyak banyak banyakdiusahakan diusahakan diusahakan pada pada padalahan lahan lahan bukan bukan bukan sawah sawah sawah atau atau lahan kering kering (Tabel (Tabel 4.19). 4.19). 4.19). Rata-rata Rata-rata Rata-rataluas luas luaslahan lahan lahan kebun kebun kebun karet karet karet yang yang yang bukan bukan bukan sawah sawah relatif luas luas pada pada rumahtangga rumahtangga rumahtangga pekebun pekebun pekebunkaret karet karet dibanding dibanding dibanding kelapa kelapa kelapa dan dan dan kopi. kopi. Demikian Demikian pula untuk untuk lahan lahan lahan bukan bukan bukan pertanian pertanian pertanianyang yang yang diusahakan diusahakan diusahakanuntuk untuk untuk pengembangan pengembangan pengembangan ketiga komoditas komoditas perkebunan perkebunan perkebunanterpilih. terpilih. terpilih.Rata-rata Rata-rata Rata-rata luas luas luaslahan lahan lahanyang yang yang dikuasai dikuasai dikuasai pekebun pekebun karet hampir hampir dua dua kali kali kali lipat lipat lipatdibanding dibanding dibandingpekebun pekebun pekebun
49 49 49
49
kopi, sedangkan sedangkan rata-rata rata-rata luas pekebun kopi, pekebun kelapa kelapa sedikit sedikit lebih lebihluas luasdibanding dibandingratarataratapekebun pekebun kopi. kopi. rata Tabel Tabel 4.19.Rata-Rata 4.19.Rata-Rata Luas Lahan Lahan yang yang Dikuasai DikuasaiRumahtangga RumahtanggaUsaha UsahaKomoditas Komoditas 22 )) Perkebunan Perkebunan Menurut Menurut Jenis Jenis Lahan LahanTahun Tahun2003 2003(m (m No Uraian No Uraian 11 Lahan Lahan Sawah Sawah 22 Lahan Lahan Bukan Bukan Sawah Sawah 33 Lahan Lahan Bukan Bukan Pertanian Pertanian Lahan Lahan yang yang Dikuasai Dikuasai Sumber: (BPS). Sumber:Sensus Sensus Pertanian Pertanian 2003 (BPS).
Karet Karet 1.981,89 1.981,89 22.400,94 22.400,94 1.211,70 1.211,70 25.594,52 25.594,52
Kelapa Kelapa 2.555,24 2.555,24 13.418,49 13.418,49 636,54 636,54 16.610,28 16.610,28
Kopi Kopi 1.962,92 1.962,92 11.438,94 11.438,94 491,49 491,49 13.893,34 13.893,34
Sebagaimana Sebagaimana petani umumnya, umumnya, di di sub sub sektor sektor perkebunan perkebunanpun punlebih lebihdari dari setengah setengah rumahtangga rumahtangga pekebun mengalami mengalami masalah masalah kekurangan kekuranganmodal modalusaha usaha untuk untuk mengembangkan mengembangkan perkebunannya perkebunannya karena karena pengembangan pengembangan perkebunan perkebunan membutuhkan membutuhkan modal modal yang cukup besar besar (Tabel (Tabel 4.20). 4.20).Keterampilan Keterampilanbudidaya budidayayang yang terbatas terbatas juga juga dialami dialami oleh sebagian sebagian rumahtangga rumahtangga pekebun pekebun(14,44 (14,44persen). persen).Mutu Mutu hasil hasil produksi produksi yang yang rendah menjadi menjadi kendala kendala pekebun pekebun untuk untuk memperoleh memperoleh pendapatan pendapatan yang yang memadai. Dalam Dalam banyak banyak kasus, kasus, tidak tidak hanya hanya disebabkan disebabkan keterampilan keterampilan pekebun pekebun untuk memperoleh/menghasilkan memperoleh/menghasilkan mutu mutuyang yangbaik, baik,tetapi tetapi pasar pasar produk produk kurang kurang merespon terhadap terhadap hasil hasil komoditas komoditas perkebunan perkebunan yang yang bermutu bermutu baik, baik, sehingga sehingga pekebun pekebun kurang kurang berminat berminat (bermotivasi (bermotivasi rendah) rendah)untuk untuk menghasilkan menghasilkan produk produk bermutu baik. baik. Tabel Tabel4.20.Persentase 4.20.Persentase Banyaknya Rumahtangga Rumahtangga Perkebunan Perkebunanyang yangMenghadapi MenghadapiMasalah Masalah dalam dalam Pembudidayaan Pembudidayaan Tanaman Tanaman Menurut Menurut Jenis JenisMasalah MasalahUtama UtamaTahun Tahun2003 2003 No No Jenis Jenis masalah utama utama 11 Kurangnya Kurangnya Modal Modal 22 Kurangnya Budidaya Kurangnya Pengetahuan Pengetahuan Budidaya 33 Rendahnya Rendahnya Mutu Mutu Produksi 44 Lain Lain Sumber: Sumber:Sensus Sensus Pertanian Pertanian 2003 (BPS). (BPS).
4.1.4. 4.1.4.
Persentase Persentase 51,64 51,64 14,44 14,44 14,89 14,89 19,03 19,03
Keragaan Keragaan Rumahtangga Rumahtangga Peternakan Peternakan Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga peternakan peternakan pada pada tahun tahun 2003 2003 mencapai mencapai5,63 5,63juta, juta,
yang yangmeliputi meliputi jumlah jumlah anggota rumahtangga rumahtangga sebanyak sebanyak23,60 23,60juta jutaorang. orang.Umumnya Umumnya usaha usaha peternakan peternakan ternak besar dengan dengan skala skala usaha usaha kecil, kecil, diusahakan diusahakan oleh oleh 5050
50
pemiliknya sendiri, sendiri, tidak tidak menggunakan menggunakan buruh, pemiliknya buruh, sehingga sehingga jumlah jumlah buruh buruh yang yang terlibatdalam dalamusaha usaha peternakan peternakan ini hanya sekitar terlibat sekitar 509,30 509,30ribu ribuorang orang(Tabel (Tabel4.21). 4.21). Tabel Tabel4.21.Jumlah 4.21.Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Peternakan PeternakanTahun Tahun2003 2003 No No Uraian Uraian 1 1 Jumlah Jumlahrumahtangga rumahtangga usaha usaha Peternakan 2 2 Jumlah JumlahAnggota Anggotarumahtangga rumahtangga Peternakan Peternakan 3 3 Jumlah Jumlahburuh buruhusaha usaha peternakan peternakan Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
Jumlah Jumlahrumahtangga rumahtangga 5.627.395 5.627.395 23.596.883 23.596.883 509.298 509.298
Dari Dari jumlah jumlah rumahtangga rumahtangga ternak ternak 5,63 5,63 juta, juta, hampir hampir setengahnya setengahnya merupakan merupakanpeternak peternak sapi, sapi, yaitu yaitu sebanyak 2,57 2,57 juta juta rumahtangga rumahtangga(45,65 (45,65persen), persen), sedangkan sedangkanpeternak peternak lain lain relatif relatif lebih sedikit. sedikit. Peternak Peternak kambing kambinghanya hanya597,83 597,83ribu ribu rumahtangga rumahtangga(10,62 (10,62 persen) persen) dan dan peternak ayam ayam buras buras 724,65 724,65ribu riburumahtangga rumahtangga (12,88 (12,88 persen). persen). Sisanya Sisanya adalah adalah rumahtangga rumahtangga peternak peternak dari dari jenis jenis ternak ternaklain, lain, seperti sepertibabi, babi,kuda, kuda,itik itik dan dan lain lain sebagainya (Tabel (Tabel 4.22). 4.22). Tabel Tabel4.22.Jumlah 4.22.Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Usaha Ternak Ternak Berdasarkan BerdasarkanJenis JenisTernak Ternakyang yang Diusahakan Diusahakan Tahun Tahun 2003 2003 No No
Jenis Jenis Usaha Usaha Ternak Ternak
PeternakanSapi Sapi 1 1 Peternakan 2 2 Peternakan PeternakanKambing Kambing 3 3 Peternakan PeternakanAyam AyamBuras Buras 4 4 peternakan peternakanlain lain 5 5 Total Totalrumahtangga rumahtangga usaha usaha peternakan peternakan Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga 2.568.825 2.568.825 597.832 597.832 724.650 724.650 1.736.088 1.736.088 5.627.395 5.627.395
Persentase Persentase(%) (%) 45,65 45,65 10,62 10,62 12,88 12,88 30,85 30,85 100,00 100,00
Skala Skalausaha usaha peternakan, peternakan, selain dapat dapat dilihat dilihat dari dari jumlah jumlahekor ekorternak ternakyang yang diusahakan, diusahakan, juga juga dapat dapat dilihat dilihat dari luas luas lahan lahan yang yang dikuasai dikuasai untuk untuk usaha usaha peternakan. peternakan. Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga peternakan peternakan berdasarkan berdasarkan kelompok kelompokluas luaslahan lahan yang yangdikuasai dikuasai terbanyak terbanyak adalah adalah rumahtangga rumahtangga kelompok kelompok luas luaslahan lahanusaha usahaternak ternak mencapai 4,94 juta juta rumahtangga rumahtangga atau atau87,75 87,75persen persen yang yangdikuasai dikuasai <= <= 500 500 m m22,, mencapai dari daritotal totalrumahtangga rumahtangga peternak peternak (Tabel 4.23). 4.23). Kelompok Kelompok terbanyak terbanyakkedua keduaadalah adalah pada pada luas luas lahan lahan 500-10.000 500-10.000 m2, mencapai mencapai 656,84 656,84 ribu ribu rumahtangga rumahtangga (11,67 (11,67 persen). persen).Kelompok Kelompok rumahtangga rumahtangga ternak yang yang relatif relatif sedikit sedikitadalah adalahluas luaslahan lahanyang yang hektar), hanya hanya 32,52 32,52ribu riburumahtangga rumahtangga dikuasai dikuasailebih lebihbesar besar dari dari 10.000 10.000 m2 (satu hektar), 5151
51
(0,58persen). persen). Kenyataan Kenyataan menunjukkan menunjukkan bahwa peternak (0,58 peternak di di Indonesia Indonesiadidominasi didominasi olehpeternak peternakkecil. kecil. oleh Tabel Tabel4.23.Proporsi 4.23.ProporsiJumlah Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Berdasarkan Berdasarkan Lahan Lahan Usaha UsahaTernak Ternakyang yangDikuasai Dikuasai No No
Kelompok Kelompokluas luas lahan lahan usaha usaha ternak
Jumlah Jumlahrumahtangga rumahtangga usaha usaha peternakan peternakan 1 1 Luas Luaslahan lahanusaha usahaternak ternak <= <= 500 500 m2 2 2 Luas Luaslahan lahanusaha usahaternak ternak 500 500 –– 10.000 10.000 m2 3 3 Luas Luaslahan lahanusaha usahaternak ternak 10 10 000 000 –– 25.000 m22 4 4 Luas Luaslahan lahanusaha usahaternak ternak > > 25.000 25.000 m2 Sumber: Sumber:Sensus SensusPertanian Pertanian 2003 2003 (BPS). (BPS).
Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga 5.627.395 5.627.395 4.938.031 4.938.031 656.846 656.846 26.885 26.885 5.633 5.633
Persentase Persentase(%) (%) 100,00 100,00 87,75 87,75 11,67 11,67 0,48 0,48 0,10 0,10
Umumnya Umumnyausaha usaha peternakan peternakan dilakukan bersamaan bersamaan dengan denganusaha usahapertanian pertanian lain, lain,baik baikyang yangberhubungan berhubungan dengan dengan usaha peternakan peternakan (misalnya (misalnyapengembangan pengembangan pakan pakan ternak), ternak), atau atau usaha usaha tanaman tanaman lain yang yang sisa sisa hasil hasil produksinya produksinya dapat dapat dimanfaatkan dimanfaatkan untuk untuk pakan pakan ternak. ternak. Jumlah terbanyak terbanyak adalah adalah rumahtangga rumahtanggayang yang mengusahakan mengusahakanlahan lahan pertanian pertanian untuk untuk pertanian pertanian lain lain dengan dengan luas luaslahan lahan<= <=5.000 5.000 22 (setengah (setengahhektar) hektar) sebanyak sebanyak 3,42 3,42 juta rumahtangga rumahtangga atau atau 60,69 60,69persen. persen.Kedua Kedua mm
mencapai adalah adalahkelompok kelompokluas luas lahan lahan untuk untuk usaha pertanian pertanian lain lain 5.001-15.000 5.001-15.000mm2 2mencapai 1,50 1,50juta jutarumahtangga rumahtangga atau atau 26,59 26,59 persen. Kelompok Kelompok rumahtangga rumahtangga dengan denganluas luas lahan lahan usaha usaha pertanian pertanian lain lain lebih lebih luas dari 15.000 15.000 m m22 hanya hanya 715,76 715,76 ribu ribu rumahtangga rumahtanggaatau atau12,72 12,72 persen persen (Tabel (Tabel 4.24).
Tabel Tabel4.24.Proporsi 4.24.ProporsiJumlah Jumlah Rumahtangga Rumahtangga Peternakan Peternakan Berdasarkan BerdasarkanLahan LahanUsaha Usahauntuk untuk Pertanian Pertanian Lain Lain No No
Kelompok Kelompokluas luaslahan lahan usaha usaha untuk untuk pertanian lain lain
Rumahtangga Rumahtanggausaha usaha peternakan peternakan 1 1 Luas Luaslahan lahanusaha usahalain lain <=5.000 <=5.000 m m22 2 2 Luas Luaslahan lahanusaha usahalain lain 5.001 5.001 –– 15.000 15.000 m2 3 3 Luas Luaslahan lahanusaha usahalain lain >> 15.000 15.000 –– 25.000 m22 4 4 Luas Luaslahan lahanusaha usahalain lain >> 25.000 25.000 m m22 Sumber: Sumber:BPS, BPS,Sensus SensusPertanian Pertanian 2003. 2003.
Jumlah Jumlah rumahtangga rumahtangga 5.627.395 5.627.395 3.415.377 3.415.377 1.496.261 1.496.261 453.848 453.848 261.909 261.909
Persentase Persentase (%) (%) 100,00 100,00 60,69 60,69 26,59 26,59 8,62 8,62 4,10 4,10
5252
52
4.2.
Keragaan Kesejahteraan Rumahtangga Petani Secara makro, kesejahteraan masyarakat pertanian diukur melalui
produktivitas pertanian, yaitu rasio antara PDB pertanian dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat di sektor pertanian (petani dan buruh). Dalam kurun waktu 2000-2011, produktivitas pertanian cenderung paling rendah dibandingkan sektor lain, seperti terangkum dalam Gambar 4.1. Namun demikian, selama kurun waktu 2000-2011, produktivitas sektor pertanian meningkat dari Rp 5,3 juta/kap/tahun pada tahun 2000 menjadi Rp 8,0 juta/kap/tahun pada tahun 2011, atau peningkatan
rata-rata
sebesar
3,37
persen/tahun.
Produktivitas
tertinggi
ditunjukkan oleh sektor industri pengolahan yang meningkat dari Rp 33,1 juta/kap/tahun pada tahun 2000, menjadi Rp 43,6 juta/kap/tahun pada tahun 2011, atau peningkatan rata-rata sebesar 2,72 persen/tahun. Sektor lain, di luar pertanian menunjukkan peningkatan produktivitas dalam kurun waktu 2000-2011. Secara keseluruhan, produktivitas nasional meningkat dari Rp 15,5 juta/kap/tahun pada tahun 2000, menjadi Rp 22,5 juta/kap/tahun pada tahun 2011, atau peningkatan rata-rata sebesar 3,35 persen/tahun (Gambar 4.1 dan Tabel 4.25).
53
53
Gambar 4.1. Perkembangan Produktivitas per Sektor, 2000-2011.
Diantara lima sektor terpilih, laju pertumbuhan PDB tertinggi ditunjukkan oleh sektor perdagangan, rumah makan, hotel, yaitu sebesar 6,15 persen/tahun, sedangkan laju pertumbuhan PDB terendah ditunjukkan sektor pertanian, yang hanya mencapai 3,41 persen/tahun. Sektor dengan laju pertumbuhan tenaga kerja
tertinggi
ditunjukkan
oleh
sektor
bangunan,
yaitu
sebesar
4,75
persen/tahun, sedangkan sektor pertanian laju pertumbuhan tenaga kerjanya paling rendah, sebesar 0,04 persen/tahun. Produktivitas lima sektor terpilih menunjukkan laju pertumbuhan yang positif (cenderung meningkat), atau sejalan dengan laju pertumbuhan produktivitas nasional. Diantara sektor terpilih, laju pertumbuhan produktivitas sektor jasa adalah terendah dibanding sektor lain. Hal
54
54
ini sejalan sejalan dengan dengan pertumbuhan pertumbuhan tenaga kerja ini kerja yang yang terlibat terlibat didi sektor sektorjasa jasayang yang meningkatcukup cukup besar. besar. meningkat Tabel Tabel4.25. 4.25.Laju LajuPertumbuhan Pertumbuhan PDB, PDB, Tenaga Kerja, Kerja, dan dan Produktivitas ProduktivitasSektor SektorTerpilih, Terpilih,200020002011 2011 Laju Laju Pertumbuhan Pertumbuhan(Persen/Tahun) (Persen/Tahun)
Sektor Sektor
PDB PDB
Tenaga TenagaKerja Kerja
Produktivitas Produktivitas
Pertanian, Pertanian,Kehutanan, Kehutanan, Perikanan Perikanan
3,41 3,41
0,04 0,04
3,37 3,37
Industri IndustriPengolahan Pengolahan
4,50 4,50
1,79 1,79
2,72 2,72
Bangunan Bangunan
6,99 6,99
4,75 4,75
2,24 2,24
Perdagangan, Perdagangan,Rumah Rumah Makan, Makan, Hotel Hotel
6,15 6,15
2,70 2,70
3,45 3,45
Jasa Jasa
5,43 5,43
4,72 4,72
0,72 0,72
Total 5,28 Total 5,28 Sumber: Sumber:Statistik StatistikIndonesia Indonesia 2001-2012 2001-2012 (diolah). (diolah).
1,93 1,93
3,35 3,35
Peningkatan Peningkatan laju laju produktivitas produktivitas pertanian pertanian yang yang tinggi tinggidibanding dibandinglaju lajuPDBnya PDBnya sejalan sejalan dengan dengan menurunnya menurunnya beban tenaga tenaga kerja kerja di di sektor sektor pertanian. pertanian. Hal Hal iniini membawa membawa implikasi implikasi penting penting bahwa tumbuhnya tumbuhnya sektor sektor didi luar luar pertanian pertanian yang yang mengalihkan mengalihkan beban beban tenaga tenaga kerja dari pertanian pertanian ke ke non non pertanian pertanian telah telah memperbaiki memperbaikiproduktivitas produktivitas pertanian. pertanian. Peningkatan Peningkatan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi ekonomi yang yang ditunjukkan ditunjukkan oleh oleh tumbuhnya tumbuhnya sektor-sektor sektor-sektor pembangunan pembangunan
ternyata
belum belum
sepenuhnya sepenuhnya mengentaskan mengentaskan
kemiskinan kemiskinanbaik baik di di perkotaan perkotaan dan pedesaan. pedesaan. Pertumbuhan Pertumbuhanekonomi ekonomimemang memangtelah telah menurunkan menurunkan jumlah jumlah penduduk penduduk miskin, namun namun jumlah jumlah penduduk penduduk miskin miskin masih masih cukup cukup besar. besar. Dalam Dalam kurun kurun waktu tahun 1980-2012 1980-2012 jumlah jumlah penduduk penduduk miskin miskin Indonesia Indonesia mengalami mengalami peningkatan peningkatan jumlah, namun namun persentasenya persentasenya terhadap terhadaptotal total jumlah jumlahpenduduk penduduk menurun. menurun. Dalam Dalam tahun tahun 2012 2012 jumlah jumlah penduduk penduduk miskin miskin di di Indonesia Indonesia sebesar sebesar29,13 29,13 juta juta jiwa jiwa atau atau 11,96 11,96 persen persen dari total penduduk penduduk Indonesia. Indonesia. Jumlah Jumlah penduduk penduduk miskin miskin terbesar terbesar masih masih terdapat terdapat di pedesaan, pedesaan, yaitu yaitu 18,48 18,48 juta juta jiwa jiwa atau atau15,12 15,12 persen persen dari dari jumlah jumlah penduduk penduduk pedesaan. Sementara Sementara jumlah jumlah penduduk pendudukmiskin miskindidi perkotaan perkotaan sebesar sebesar 10,65 10,65 juta juta jiwa atau 8,78 8,78 persen persen dari dari jumlah jumlah penduduk penduduk perkotaan perkotaan(Tabel (Tabel 4.26). 4.26). 5555
55
Penelusuran lebih lebih lanjut lanjut menunjukkan menunjukkan bahwa Penelusuran bahwa rumahtangga rumahtangga miskin miskin mempunyai sumber sumber penghasilan penghasilan utama dari mempunyai dari sektor sektor pertanian. pertanian. Sementara Sementara rumahtangga tidak tidak miskin miskin mempunyai mempunyai sumber rumahtangga sumber penghasilan penghasilan utama utamadidiluar luarsektor sektor formal,seperti sepertijasa. jasa. formal, Tabel Tabel4.26. 4.26.Perkembangan Perkembangan Jumlah Penduduk Penduduk Miskin Miskin didiIndonesia, Indonesia,2000-2012 2000-2012 Tahun 1980 1990 Tahun 1980 1990 Pedesaan Pedesaan Jumlah 32,8 17,8 JumlahPenduduk Penduduk Miskin Miskin (juta (juta jiwa) 32,8 17,8 persen 28,4 14,3 persenthd thdPenduduk Penduduk Pedesaan Pedesaan 28,4 14,3 Perkotaan Perkotaan Jumlah JumlahPenduduk Penduduk Miskin Miskin (juta (juta jiwa) 9,5 9,5 9,4 9,4 persen persenthd thdPenduduk Penduduk Perkotaan Perkotaan 29,0 29,0 16,8 16,8 Perdesaan Perdesaan++Perkotaan Perkotaan Jumlah 42,3 27,2 JumlahPenduduk Penduduk Miskin Miskin (juta (juta jiwa) 42,3 27,2 persen persen thd thd Penduduk Penduduk Perdesaan Perdesaan + Perkotaan Perkotaan 28,6 28,6 15,1 15,1 *Maret *Maret2012. 2012. Sumber: 2012 (Diolah). (Diolah). Sumber:Statistik StatistikIndonesia, Indonesia, 1980, 1980, 1990, 2000, 2012
2000 2000
2012* 2012*
26,4 26,4 22,38 22,38
18,48 18,48 15,12 15,12
12,3 12,3 14,6 14,6
10,65 10,65 8,78 8,78
38,7 38,7
29,13 29,13
19,14 19,14
11,96 11,96
Pada miskin yang yangmempunyai mempunyaisumber sumber Padatahun tahun 2012, 2012, kelompok kelompok rumahtangga rumahtangga miskin penghasilan 55,51 persen, persen, atau ataupersentase persentasetersebut tersebut penghasilanutama utama dari dari pertanian pertanian sebesar 55,51 mengalami dengan periode periode tahun tahun 2010 2010yang yangmenempati menempati mengalamipenurunan penurunan dibandingkan dibandingkan dengan proporsi tidak miskin miskin proporsi proporsi rumahtangga rumahtangga proporsi 57,78 57,78 persen. persen. Pada Pada rumahtangga rumahtangga tidak yang juga menurun menurun(Tabel (Tabel4.27). 4.27). yangberpenghasilan berpenghasilan utama utama dari dari pertanian juga Tabel Tabel 4.27. 4.27.
Sumber Utama Rumahtangga Rumahtangga(%) (%) Sumber Penghasilan Penghasilan Utama
Rumahtangga Rumahtangga Miskin 2010 2010 2011 2012 2012 Tidak 8,39 11,67 11,50 Tidakbekerja bekerja 8,39 11,50 Pertanian Pertanian 57,78 57,78 56,62 55,51 55,51 Industri Industri 8,81 8,81 6,27 5,71 5,71 Lainnya Lainnya 25,03 25,03 25,4 27,28 27,28 Sumber: Sumber:Statistik StatistikIndonesia Indonesia 2012 2012 (BPS). Karakteristik Karakteristik
Rumahtangga RumahtanggaTidak TidakMiskin Miskin 2010 2010 2011 2011 2012 2012 5,85 11,61 11,29 5,85 11,61 11,29 34,60 34,60 32,06 32,06 32,69 32,69 10,67 10,67 9,04 9,04 9,23 9,23 48,89 48,89 47,29 47,29 46,79 46,79
Indikator keragaan kesejahteraan kesejahteraan masyarakat masyarakat Indikator lain lain yang yang mencerminkan mencerminkan keragaan dapat rumahtangga. Terdapat Terdapat indikasi indikasisemakin semakin dapat dinilai dinilai dari dari struktur struktur pengeluaran pengeluaran rumahtangga. 5656
56
tinggi pendapatan/kesejahteraan, semakin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan. Sementara proporsi untuk konsumsi barang bukan makanan cenderung meningkat. Data tahun 2002-2011 menunjukkan gambaran tersebut. Proporsi pengeluaran rumahtangga untuk makanan menurun dari 58,47 persen menjadi 49,45 persen, atau turun sebesar 1,54 persen/tahun. Sementara proporsi untuk bukan makanan meningkat dari 41,53 persen menjadi 50,55 persen, atau meningkat sebesar 2,17 persen/tahun (Tabel 4.28). Pada kelompok makanan konsumsi terjadi penurunan pada semua kelompok barang, kecuali makanan dan minuman jadi. Penurunan terbesar terjadi pada padi-padian (makanan pokok), menyusul daging, minuman, dan bumbubumbuan. Pada kelompok bukan makanan terjadi peningkatan pengeluaran konsumsi kecuali untuk kelompok barang pakaian, alas kaki, dan tutup kepala serta keperluan pesta dan upacara. Peningkatan pengeluaran terbesar terjadi untuk pajak dan asuransi, disusul barang-barang tahan lama, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, serta perumahan dan fasilitas rumahtangga.
57
57
Tabel 4.28.
Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Kapita Per Bulan, 2002 dan 2011 (Rp/Kap/Bulan)
Kelompok Barang A. Makanan Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Minuman yang mengandung alkohol Tembakau dan sirih B. Bukan Makanan Perumahan dan fasilitas RT Barang dan Jasa Biaya Pendidikan Biaya Kesehatan Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala Barang-barang tahan lama Pajak dan asuransi Keperluan pesta dan upacara
2002
2011 Rp/Kap
perse n
Perubahan (persen/Th )
58,47 12,47 0,64 5,17 2,86 3,28 4,73 2,02 2,84 2,25 2,71 1,55 1,37 9,70
293.556 44.427 3.008 25.369 10.972 17.106 25.563 7.500 12.759 11.342 10.681 6.268 6.381 81.536
49,45 7,48 0,51 4,27 1,85 2,88 4,31 1,26 2,15 1,91 1,80 1,06 1,07 13,73
-1,54 -4,00 -2,13 -1,74 -3,54 -1,20 -0,89 -3,74 -2,44 -1,51 -3,36 -3,20 -2,15 4,16
170 14.041
0,08 6,80
30.647
0,00 5,16
-2,41
85.687 36.734 15.475 5.100 4.333
41,53 17,80 7,50 2,47 2,10
300.108 118.218 66.757 21.580 18.075
50,55 19,91 11,24 3,64 3,04
2,17 1,19 4,99 4,71 4,50
10.692 8.470 1.648 3.235
5,18 4,10 0,80 1,57
11.987 44.657 9.731 9.101
2,02 7,52 1,64 1,53
-6,10 8,32 10,52 -0,22
100,0 0
593.664
100
0,00
Rp/Kap
perse n
120.649 25.722 1.329 10.675 5.903 6.760 9.750 4.161 5.868 4.642 5.589 3.202 2.826 20.012
TOTAL 206.336 Sumber: Statistik Indonesia, 2002, 2012 (Diolah).
58
58
BAB V PERILAKU NILAI TUKAR PETANI
Nilai Tukar Petani (NTP) didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). HT dan HB merupakan harga tertimbang dari harga-harga pembentuknya (harga komoditas dan harga barang konsumsi dan sarana produksi) dengan pembobot besarnya nilai produksi yang dijual dan nilai yang dibeli petani. Dengan demikian pembentukan NTP merupakan mekanisme yang kompleks berkaitan dengan aspek pendapatan petani dan aspek pengeluaran (konsumsi) petani. Adanya keragaman setiap daerah dalam hal sumberdaya dan produksi pertanian, komoditas yang dihasilkan
dan
teknologi,
serta
keragaman
dalam
pola
konsumsi
akan
menyebabkan keragaman pembentukan harga-harga dan keragaman NTP. Pembentukan indeks NTP sebagai indikator kesejahteraan petani telah dilakukan oleh BPS tahun 1987 dan terus dilakukan penyempurnaan. Pada awalnya definisi “petani” terbatas kepada petani yang berusaha di lahan, sehingga cakupan petani hanya petani tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat, dengan cakupan wilayah di 14 provinsi. Sejak tahun 2008 dilakukan penyempurnaan dengan mencakup nelayan di dalam sub sektor perikanan. 5.1.
Perkembangan NTP Tahun 2008-2013 Perkembangan NTP bulan Januari 2008–Mei 2013 menunjukkan tren
meningkat dengan laju 0,0038/bulan. Peningkatan ini terjadi karena laju HT meningkat lebih tinggi dibandingkan HB. HB dan HT bergerak mengikuti garis tren yang cenderung linier dengan penambahan (marjinal) HT sebesar 0,0233/bulan dan HB sebesar 0,0180/bulan, sehingga NTP masih bergerak naik walaupun dengan kenaikan yang relatif rendah (Gambar 5.1). Detil NTP, HT, dan HB di dalam Tabel Lampiran 1. Perilaku NTP seperti diuraikan di atas tidak lepas dari faktor-faktor penyusunnya, baik komponen penyusun HT maupun komponen penyusun HB. 59
59
Faktor Faktor yang yang mempengaruhi mempengaruhi perilaku perilaku NTP, NTP,HT HTdan danHB HBtersebut tersebuttercermin tercermindari dari pergerakan pergerakan nilai nilai marjinal marjinalfaktor-faktor faktor-faktorpenyusunnya. penyusunnya. Gambar Gambar 5.1 5.1 menunjukkan menunjukkanbahwa bahwaperilaku perilakuNTP NTPdibandingkan dibandingkanperilaku perilakuHTHT dan dan HB HB tidak tidak banyak banyak perubahan perubahan dari dari bulan bulandasar, dasar,Januari Januari2008. 2008.Harga Hargayang yang diterima diterima petani petani dan dan yang yangdibayar dibayarpetani petanimeningkat meningkatsecara secarasimultan, simultan,namun namun harga harga yang yang diterima diterima petani petani meningkat meningkatlebih lebihtinggi tinggi(43 (43persen) persen)dibandingkan dibandingkanharga harga yang yang dibayar dibayar (37 (37 persen) persen) selama selamaJanuari Januari2008-Mei 2008-Mei2013, 2013,sehingga sehinggaterjadi terjadikesenjangan kesenjangan antara antara harga harga yang yangditerima diterimadan dandibayar dibayarpetani. petani.
Variabel Variabel Indeks Indeks Harga Harga Diterima DiterimaPetani Petani(IHT) (IHT) Indeks Indeks Harga Harga Dibayar DibayarPetani Petani(IHB) (IHB) Nilai Nilai Tukar Tukar Petani Petani(NTP) (NTP) Gambar Gambar 5.1. 5.1.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0233x 0,0233x- 812,2 - 812,2 0,018x 0,018x- 601,64 - 601,64 0,0038x 0,0038x- 51,004 - 51,004
R2R2 0,9866 0,9866 0,9837 0,9837 0,8131 0,8131
Perkembangan Perkembangan Indeks IndeksDiterima DiterimaPetani, Petani,Indeks IndeksDibayar DibayarPetani, Petani,dan danNilai Nilai Tukar TukarPetani, Petani,Januari Januari2008-Mei 2008-Mei2013. 2013.
Dengan Dengan asumsi asumsibahwa bahwakuantitas kuantitasproduksi produksikomoditas komoditasyang yangdihasilkan dihasilkan petani petani tetap tetap bersamaan bersamaan dengan dengan perubahan perubahanharga-harga harga-hargabarang barangkonsumsi konsumsidan danproduksi, produksi, perilaku perilaku NTP NTP di di atas atas mencerminkan mencerminkanbahwa bahwadaya dayabeli belipetani petanirelatif relatifnaik naikselama selama periode periode tersebut, tersebut, atau atau kesejahteraan kesejahteraan petani petanimeningkat. meningkat.Apabila Apabiladiukur diukurdengan dengan kriteria kriteria standar standar hidup, hidup, hampir hampirsepanjang sepanjanglima limatahun tahunterakhir, terakhir,kecuali kecualipada padabulan bulan 6060
60
Maret-April 2008 dan periode Oktober 2008-Juli 2009, petani relatif lebih sejahtera ditunjukkan oleh peningkatan NTP. 5.2.
Perilaku Harga yang Diterima Petani (HT) Harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang di tingkat
petani/peternak/nelayan
dari
harga-harga
sub
sektor
tanaman
pangan,
hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Harga dari masingmasing sub sektor sendiri juga dibangun dari harga tertimbang dari komoditas penyusunnya. Penimbang dari masing-masing adalah nilai produksi. Perilaku HT dari Januari 2008 sampai dengan Mei 2013 terangkum di dalam Gambar 5.2. Seperti dijelaskan di atas, HT meningkat dengan marjinal sebesar 0,0233/bulan. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kontribusi peningkatan yang lebih besar dari sub sektor tanaman pangan (marjinal = 0,0273/bulan) dan sub sektor hortikultura (marjinal = 0,0264/bulan); menyusul sub sektor perikanan dengan marjinal 0,0180/bulan, perkebunan sebesar 0,0169/bulan dan peternakan sebesar 0,0155/bulan.
61
61
Variabel Variabel Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani NAS NAS (HT (HT )) Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani T.Pangan T.Pangan (HT (HTTP) TP) Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Hortikultura Hortikultura(HT (HTHOR) HOR) Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Perkebunan Perkebunan(IHT (IHTBUN) BUN) Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Ternak Ternak (HT (HT NAK) NAK) Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Perikanan Perikanan (HT (HTIK) IK) Nilai Tukar Tukar Petani Petani NAS NAS (NTP (NTP ))
Gambar Gambar 5.2. 5.2.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0233x 0,0233x- -812,2 812,2 0,0273x 0,0273x- -974,74 974,74 0,0264x 0,0264x- -931,8 931,8 0,0169x 0,0169x- -547,78 547,78 0,0155x 0,0155x- -497,56 497,56 0,018x 0,018x- -596,39 596,39 0,0038x 0,0038x- -51,004 51,004
22 RR 0,9866 0,9866 0,9756 0,9756 0,9596 0,9596 0,8805 0,8805 0,8996 0,8996 0,9295 0,9295 0,8131 0,8131
Perkembangan Perkembangan Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani, Petani, Indeks Indeks Harga Harga Dibayar Dibayar Petani, Petani, dan dan Nilai Nilai Tukar Tukar Petani Petani per per Sub Sub sektor sektor dan dan Gabungan, Gabungan, Januari Januari 2008-Mei 2008-Mei 2013. 2013.
Penulusuran Penulusuran lebih lebih lanjut lanjut menunjukkan menunjukkan bahwa bahwa peningkatan peningkatan harga harga yang yang diterima petani petani sub sub sektor sektor tanaman tanaman pangan pangan (HTTP) (HTTP) pengaruh pengaruh peningkatan peningkatanharga harga palawija relatif relatif lebih lebih besar besar dibanding dibanding peningkatan peningkatan harga harga padi, padi, yaitu yaitu dengan dengannilai nilai peningkatan peningkatan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0273/bulan 0,0273/bulan untuk untuk palawija palawija dan dan 0,0233/bulan 0,0233/bulan untuk padi padi (Tabel (Tabel 5.1). 5.1). Sementara Sementara itu, itu, pada pada sub sub sektor sektor hortikultura, hortikultura, kontribusi kontribusi peningkatan peningkatan harga harga buah-buahan buah-buahan relatif relatif lebih lebih tinggi tinggi dibandingkan dibandingkan peningkatan peningkatan harga sayuran, sayuran, yaitu yaitu masing-masing masing-masing dengan dengan peningkatan peningkatan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0262/bulan 0,0262/bulan dan dan 0,0259/bulan. 0,0259/bulan. Pada Pada sub sub sektor sektor perkebunan perkebunan nilai nilai marjinal marjinalyang yang dimaksud dimaksud adalah adalah nilai nilai marjinal marjinal kelompok kelompok tanaman tanamanperkebunan perkebunanrakyat. rakyat. Pada Pada sub sub sektor sektor peternakan, peternakan, kontribusi kontribusi terbesar terbesar dari dari peningkatan peningkatan harga harga yang diterima diterima petani petani terjadi terjadi pada pada kelompok kelompok komoditas komoditas ternak ternak kecil kecil(nilai (nilaimarjinal marjinal 0,0213/bulan) 0,0213/bulan) menyusul menyusul hasil hasil peternakan peternakan (nilai (nilai marjinal marjinal 0,0178/bulan), 0,0178/bulan), unggas unggas 62 62
62
(nilai (nilai marjinal marjinal 0,0171/bulan) 0,0171/bulan) dan dan kelompok kelompok ternak ternak besar besar (nilai (nilai marjinal marjinal 0,0120/bulan). 0,0120/bulan). Sementara Sementara pada pada sub sub sektor sektor perikanan perikanan kontribusi kontribusi terbesar terbesardari dari peningkatan peningkatan harga harga yang yang diterima diterima petani petani ikan ikan dan dan nelayan nelayan terjadi terjadipada padaharga harga produk produk penangkapan penangkapan (nilai (nilai marjinal marjinal 0,188/bulan) 0,188/bulan)dan dannilai nilaimarjinal marjinalharga hargaproduk produk budidaya budidaya ikan ikan sebesar sebesar 0,0138/bulan. 0,0138/bulan. Tabel Tabel 5.1. 5.1. Nilai Nilai Regresi RegresiIndeks IndeksHarga Hargayang yangDiterima DiterimaPetani PetaniTahun Tahun2008-2013 2008-2013 Sub Sub sektor sektor Komoditas Komoditas Padi(PAD) (PAD) Tanaman Tanaman Pangan Pangan Padi (TP) (TP) Palawija Palawija(PLW) (PLW) Sayur-sayuran Sayur-sayuran(SYR) (SYR) Hortikultura Hortikultura (HT) (HT) Buah-buahan(BUH) (BUH) Buah-buahan Tanaman Tanaman Perkebunan Perkebunan Rakyat Rakyat Perkebunan (BUN) (BUN) Perkebunan (TPR) (TPR) Ternak TernakKecil Kecil(TNK) (TNK) TernakBesar Besar(TNB) (TNB) Ternak Peternakan Peternakan (NAK) (NAK) Unggas Unggas(UGS) (UGS) Hasil HasilTernak Ternak(HST) (HST) Perikanan Perikanan (IK) (IK) Penangkapan Penangkapan(KAP) (KAP) Budidaya Budidaya(BDY) (BDY)
5.2.1. 5.2.1.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0271x- -968,64 968,64 0,0271x 0,0286x 0,0286x- -1019,1 1019,1 0,0259x 0,0259x- -909,93 909,93 0,0262x- -924,23 924,23 0,0262x 0,0169x- -547,78 547,78 0,0169x
R2R2 0,9744 0,9744 0,9682 0,9682 0,8947 0,8947 0,9642 0,9642 0,8805 0,8805
0,0213x 0,0213x- -724,06 724,06 0,0120x- -361,75 361,75 0,0120x 0,0171x 0,0171x– –559,66 559,66 0,0178x 0,0178x- -584,17 584,17 0,0188x 0,0188x– –629,51 629,51 0,0138x 0,0138x- -439,51 439,51
0,9104 0,9104 0,8489 0,8489 0,8671 0,8671 0,9004 0,9004 0,9241 0,9241 0,9179 0,9179
Perilaku Harga Harga yang yang Diterima Diterima Petani Petani Sub Sub Sektor Sektor Tanaman Tanaman Perilaku Pangan Pangan Indeks harga harga yang yang diterima diterima petani petani tanaman tanaman pangan panganmeningkat meningkatdengan dengan Indeks
penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0273/bulan. 0,0273/bulan. Dua Dua komoditas komoditastanaman tanamanpangan, pangan, penambahan yaitu padi padi dan dan palawija palawija menunjukkan menunjukkan penambahan penambahanmarjinal marjinalharga hargayang yangditerima diterima yaitu masing-masing sebesar sebesar 0,0271/bulan 0,0271/bulan untuk untuk padi padi dan dan 0,0286/bulan 0,0286/bulan untuk untuk masing-masing palawija. Detil Detil perilaku perilaku harga harga yang yang diterima diterimapetani petanipadi padidan danpalawija palawijaditunjukkan ditunjukkan palawija. Gambar 5.3 5.3 dimana dimana palawija palawijatampak tampakdominan dominandisbanding disbandingpadi. padi. Gambar
6363
63
Variabel Variabel Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani (IHT) (IHT) Padi (PAD) (PAD) Palawija Palawija (PLW) (PLW) Gambar Gambar 5.3. 5.3.
5.2.2.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0273x 0,0273x--974,74 974,74 0,0271x 0,0271x--968,64 968,64 0,0286x 0,0286x--1019,1 1019,1
RR2 2 0,9756 0,9756 0,9744 0,9744 0,9682 0,9682
Perkembangan Perkembangan Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Sub Sub Sektor Sektor Tanaman Tanaman Pangan, Pangan, Indeks Indeks Harga Harga Padi Padi dan danPalawija, Palawija,Januari Januari2008-Mei 2008-Mei2013. 2013.
Perilaku Perilaku Harga Harga yang yang Diterima DiterimaPetani PetaniSub SubSektor SektorHortikultura Hortikultura Indeks Indeks harga harga yang yang diterima diterima petani petani hortikultura hortikultura meningkat meningkat dengan dengan
penambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0264/bulan, 0,0264/bulan, lebih lebih rendah rendah dari dari penambahan penambahan marjinal harga harga yang yang diterima diterima petani petani hortikultura. hortikultura.Dua Duakomoditas komoditashortikultura, hortikultura,yaitu yaitu sayur-sayuran sayur-sayuran dan dan buah-buahan buah-buahan menunjukkan menunjukkan penambahan penambahan marjinal marjinalharga hargayang yang diterima
masing-masing masing-masing sebesar sebesar 0,0259/bulan 0,0259/bulan untuk untuk sayur-sayuran sayur-sayuran dan dan
0,0262/bulan 0,0262/bulan untuk untuk buah-buahan. buah-buahan. Detil Detil perilaku perilaku harga hargayang yangditerima diterimapetani petanisayursayursayuran dan dan buah-buahan buah-buahan ditunjukkan ditunjukkan Gambar Gambar5.4. 5.4.
64 64
64
Variabel Variabel Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani (IHT) (IHT) Sayur-sayuran Sayur-sayuran (SYR) (SYR) Buah-buahan Buah-buahan (BUH) (BUH) Gambar Gambar 5.4. 5.4.
5.2.3.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0264x 0,0264x--931,8 931,8 0,0259x 0,0259x--909,93 909,93 0,0262x 0,0262x--924,23 924,23
RR2 2 0,9596 0,9596 0,8947 0,8947 0,9642 0,9642
Perkembangan Perkembangan Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Sub Sub Sektor Sektor Hortikultura, Hortikultura, Indeks Indeks Harga Harga Sayur-sayuran Sayur-sayuran dan danBuah-buahan, Buah-buahan,Januari Januari2008-Mei 2008-Mei2013. 2013.
Perilaku Perilaku Harga Harga yang yang Diterima DiterimaPetani PetaniSub SubSektor SektorPerkebunan Perkebunan Indeks Indeks harga harga yang yang diterima diterima petani petani tanaman tanaman perkebunan perkebunan hanya hanya disusun disusun
oleh satu satu komoditas, komoditas, yaitu yaitu tanaman tanaman perkebunan perkebunan rakyat. rakyat. Selama SelamaJanuari Januari2008-Mei 2008-Mei 2013 indeks indeks harga harga yang yang diterima diterima oleh oleh petani petani perkebunan/tanaman perkebunan/tanaman perkebunan perkebunan rakyat meningkat meningkat dengan dengan penambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0169/bulan 0,0169/bulanatau ataulebih lebih rendah dari dari indeks indeks harga harga yang yang diterima diterima petani petani tanaman tanaman pangan pangan maupun maupun petani petani hortikultura. hortikultura. Detil Detil perilaku perilaku harga harga yang yang diterima diterima petani petani perkebunan/tanaman perkebunan/tanaman perkebunan perkebunan rakyat rakyat ditunjukkan ditunjukkan Gambar Gambar 5.5. 5.5.
65 65
65
Variabel Variabel Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani(IHT) (IHT) Indeks Tanaman Tanaman Perkebunan Perkebunan Rakyat Rakyat(TPR) (TPR) Gambar Gambar 5.5. 5.5.
5.2.4. 5.2.4.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0169x- -547,78 547,78 0,0169x 0,0169x 0,0169x- -547,78 547,78
R2R2 0,8805 0,8805 0,8805 0,8805
Perkembangan Perkembangan Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani Petani Sub Sub Sektor Sektor Perkebunan/Tanaman Perkebunan/TanamanPerkebunan PerkebunanRakyat, Rakyat,Januari Januari2008-Mei 2008-Mei2013. 2013.
Perilaku Perilaku Harga Hargayang yangDiterima DiterimaPetani PetaniSub SubSektor SektorPeternakan Peternakan Indeks Indeks harga harga yang yang diterima diterimapetani petanisub subsektor sektorpeternakan/peternak peternakan/peternakdisusun disusun
oleh oleh empat empat komoditas, komoditas, yaitu yaitu ternak ternakbesar, besar,ternak ternakkecil, kecil,unggas, unggas,dan danhasil hasilternak. ternak. Indeks Indeks harga harga yang yang diterima diterima peternak peternakbergerak bergeraknaik naikdengan denganpenambahan penambahanmarjinal marjinal sebesar sebesar 0,0155/bulan. 0,0155/bulan. Penambahan Penambahan marjinal marjinal harga harga yang yang indeks indeks harga harga yang yang diterima diterima peternak peternak lebih lebih rendah rendah dibandingkan dibandingkan petani petani tanaman tanaman pangan, pangan,petani petani hortikultura, hortikultura, dan dan petani petani perkebunan. perkebunan.Artinya, Artinya,indeks indeksharga hargayang yangditerima diterimapeternak peternak adalah adalah terendah terendah dibandingkan dibandingkan yang yang diterima diterima petani petani didi tiga tiga sub sub sektor sektor lain. lain. Diantara Diantara empat empat komoditas komoditas penyusunnya, penyusunnya, ternak ternakkecil kecilmenunjukkan menunjukkanpenambahan penambahan marjinal marjinal tertinggi, tertinggi, yaitu yaitu 0,0213/bulan, 0,0213/bulan, diikuti diikuti hasil hasil ternak ternakdengan denganpenambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0178/bulan, 0,0178/bulan, lalu lalu disusul disusul oleh oleh unggas unggas dengan denganpenambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0171/bulan, 0,0171/bulan, dan dan terendah terendah adalah adalah ternak ternak besar besar dengan dengan penambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0120/bulan. 0,0120/bulan.Perilaku Perilakuindeks indeksharga hargayang yangditerima diterima peternak peternak beserta beserta komoditas komoditaspenyusunnya penyusunnyaditunjukkan ditunjukkanGambar Gambar5.6. 5.6. 6666
66
Variabel Variabel Indeks Indeks Harga Harga Diterima DiterimaPetani Petani(IHT) (IHT) Ternak Ternak Besar Besar (TNB) (TNB) Ternak Ternak Kecil Kecil (TNK) (TNK) Unggas Unggas (UGS) (UGS) Hasil Hasil Ternak Ternak (HST) (HST) Gambar Gambar 5.6. 5.6.
5.2.5. 5.2.5.
Dugaan DugaanRegresi Regresi 0,0155x 0,0155x- -497,56 497,56 0,012x 0,012x- -361,75 361,75 0,0213x 0,0213x- -724,06 724,06 0,0171x 0,0171x––559,66 559,66 0,0178x 0,0178x- -584,17 584,17
R2R2 0,8996 0,8996 0,8489 0,8489 0,9104 0,9104 0,8671 0,8671 0,9004 0,9004
Perkembangan Perkembangan Indeks Indeks Harga Harga Diterima Diterima Petani PetaniSub SubSektor SektorPeternakan, Peternakan, Indeks Indeks Harga Harga Ternak Ternak Besar, Besar, Ternak Ternak Kecil, Kecil,Unggas, Unggas,dan danHasil HasilTernak, Ternak, Januari Januari2008-Mei 2008-Mei2013. 2013.
Perilaku PerilakuHarga Hargayang yangDiterima DiterimaPetani PetaniSub SubSektor SektorPerikanan Perikanan Indeks Indeks harga harga yang yang diterima diterima petani petanisub subsektor sektorperikanan/nelayan perikanan/nelayandisusun disusun
oleh oleh dua dua komoditas, komoditas, yaitu yaitu penangkapan penangkapan dan dan budidaya. budidaya. Indeks Indeks harga hargayang yang diterima diterima nelayan nelayan bergerak bergerak naik naik dengan dengan penambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0155/bulan. 0,0155/bulan. Penambahan Penambahan marjinal marjinal indeks indeks harga hargayang yangditerima diterimanelayan nelayanlebih lebih tinggi tinggi dibandingkan dibandingkan indeks indeks harga hargayang yangditerima diterimapetani petaniperkebunan perkebunandan danpeternak, peternak, namun namun lebih lebih rendah rendah dibandingkan dibandingkan indeks indeks harga hargayang yangditerima diterimapetani petanitanaman tanaman pangan pangan dan dan hortikultura. hortikultura. Indeks Indeks harga harga perikanan perikanan penangkapan penangkapanbergerak bergeraknaik naikdengan denganpenambahan penambahan marjinal marjinal sebesar sebesar 0,0188/bulan, 0,0188/bulan, sedangkan sedangkan indeks indeks harga harga perikanan perikananbudidaya budidaya bergerak bergerak naik naik dengan denganpenambahan penambahanmarjinal marjinalsebesar sebesar0,0138/bulan. 0,0138/bulan.Perilaku Perilakuindeks indeks 6767
67
harga yang diterima nelayan beserta komoditas penyusunnya ditunjukkan Gambar 5.7. Tampak bahwa indeks harga perikanan penangkapan lebih dominan dalam penyusunan indeks harga yang diterima oleh nelayan.
Variabel Indeks Harga Diterima Petani (IHT) Ternak Besar (TNB) Ternak Kecil (TNK) Unggas (UGS) Hasil Ternak (HST) Gambar 5.7.
5.3.
Dugaan Regresi 0,0155x - 497,56 0,012x - 361,75 0,0213x - 724,06 0,0171x – 559,66 0,0178x - 584,17
R2 0,8996 0,8489 0,9104 0,8671 0,9004
Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Perikanan, Indeks Harga Ikan Hasil Penangkapan dan Ikan Hasil Budidaya, Januari 2008-Mei 2013.
Perilaku Harga yang Dibayar Petani (HB) Harga yang dibayar petani juga merupakan harga tertimbang pembayaran
di tingkat petani/peternak/nelayan dari harga-harga atas pembelian barang konsumsi dan faktor produksi dan barang modal. HB meningkat dengan penambahan marjinal sebesar 0,0180/bulan, dan peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kontribusi peningkatan yang lebih besar dari pengeluaran konsumsi rumahtangga (marjinal = 0,0202/bulan). Pengeluaran biaya produksi dan penambahan barang modal meningkat dengan nilai marjinal sebesar 68
68
0,0117/bulan. Detil perilaku harga barang yang dikonsumsi dan biaya produksi akan ditunjukkan Gambar 5.8. Gambar 5.8 menunjukkan bahwa sejak Januari 2008, kenaikan NTP tertinggi hanya mencapai 5 persen, sedangkan kenaikan pengeluaran konsumsi rumahtangga mencapai 40 persen dan biaya produksi dan penambahan barang modal mencapai 26 persen. Peningkatan NTP yang rendah selama Januari 2008Mei 2013 mengindikasikan bahwa tidak ada perubahan tren perilaku NTP. Kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi pertanian mencerminkan telah terjadi perubahan kebijakan subsidi pada harga input produksi dan barang yang dikonsumsi rumahtangga petani (Khan and Ahmed, 2004).
Variabel Konsumsi Rumahtangga (KRT) Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) Gambar 5.8.
Dugaan Regresi 0,0202x - 686,48
R2 0,9871
0,0117x - 350,41
0,9474
Perkembangan Indeks Harga yang Dibayar Petani, Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal, Januari 2008-Mei 2013.
69
69
Namun, seperti dijelaskan di muka harga yang diterima petani pada periode yang sama meningkat tajam (43 persen) dan lebih tinggi dibandingkan kenaikan hargaharga yang dibayar petani, sehingga perubahan kebijakan harga yang dilakukan pemerintah tidak banyak mengubah perilaku NTP. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan harga input produksi dan subsidi harga produk pertanian dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur produksi dan pemasaran hasil pertanian. 5.3.1.
Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga Harga konsumsi rumahtangga adalah harga tertimbang dari harga barang-
barang yang dikonsumsi oleh rumahtangga, yang mencakup kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan olahraga, serta transportasi dan komunikasi. Harga konsumsi rumahtangga mencerminkan inflasi di pedesaan. Sesuai dengan definisi, inflasi merupakan persentase perubahan harga-harga konsumen pada periode tertentu. Berdasarkan
data
Januari
2008-Mei
2013
indeks
harga
konsumsi
rumahtangga meningkat dengan peningkatan marjinal sebesar 0,0202/bulan (Gambar 5.9). Peningkatan marjinal tertinggi ditunjukkan oleh konsumsi bahan makanan (0,0238/bulan), disusul oleh konsumsi makanan jadi (0,0214/bulan), lalu sandang (0,0195/bulan), perumahan (0,0193/bulan), kesehatan (0,0130/bulan), pendidikan, rekreasi, dan olahrga (0,0105/bulan), serta transportasi dan komunikasi (0,0035/bulan).
70
70
Variabel Konsumsi Rumahtangga (KRT) Bahan Makanan (BM) Makanan Jadi (MKJ) Perumahan (PRM) Sandang (SDG) Kesehatan (KSH) Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga (PDK) Transportasi dan Komunikasi (TRP) Gambar 5.9.
5.3.2.
Dugaan Regresi 0,0202x - 686,48 0,0238x - 828,25 0,0214x - 737,59 0,0193x - 649,02 0,0195x - 661,06 0,013x - 403,09 0,0105x - 304,88 0,0035x - 26,85
R2 0,9871 0,9799 0,9926 0,9766 0,9860 0,9863 0,9731 0,2833
Perkembangan Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Komponen Penyusunnya, Januari 2008-Mei 2013.
Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal Indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) adalah
harga tertimbang dari biaya untuk pembelian bibit, obat obatan dan pupuk, sewa lahan dan pajak, upah buruh, transportasi, dan penambahan barang modal. Dalam periode Januari 2008-Mei 2013 indeks BPPBM meningkat dengan peningkatan marjinal sebesar 0,0117/bulan (Gambar 5.10). Peningkatan marjinal tertinggi ditunjukkan oleh biaya penambahan barang modal (peningkatan marjinal = 0,0140/bulan), disusul biaya bibit (peningkatan marjinal = 0,0123/bulan), upah buruh tani dan obat/ pupuk (peningkatan marjinal = 0,0119/bulan), sewa lahan
71
71
(peningkatan marjinal = 0,0105/bulan), dan transportasi (peningkatan marjinal = 0,0073/bulan).
Variabel BPPBM Penambahan Barang Modal (PBM) Transportasi (TRS) Bibit (BBT) Upah Buruh Tani (UBT) Obat-obatan & Pupuk (ODP) Sewa Lahan, Pajak & Lainnya (SPL) Gambar 5.10.
Dugaan Regresi 0,0117x - 350,41 0,0140x - 441,62 0,0073x - 175,62 0,0123x - 37,75 0,0119x - 361,78 0,0119x - 359,62 0,0105x - 307,33
R2 0,9474 0,9410 0,5657 0,9690 0,9579 0,9261 0,9642
Perkembangan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal, Januari 2008-Mei 2013.
72
72
BAB VI FAKTOR-FAKTOR DAN KEBIJAKAN YANG MEMENGARUHI NTP Dalam kerangka pemikiran dan metoda analisa dikemukakan bahwa analisa faktor-faktor yang mempengaruhi NTP dapat ditelusuri analisa komponen penyusunnya, dalam bentuk pengukuran pengaruh perubahan harga-harga penyusun NTP terhadap NTP dalam bentuk nilai marjinal dan elastisitas harga. Dari nilai-nilai marjinal dan elastisitas tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan yang terkait terhadap NTP. 6.1.
Pengaruh Perubahan Harga-harga terhadap NTP Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio antara harga yang diterima
petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). Harga yang diterima petani (HT) merupakan harga produsen (farm gate) dari hasil produksi petani. Petani yang dimaksud adalah yang mengusahakan tanaman pangan (padi dan palawija), tanaman hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan), tanaman perkebunan rakyat, peternakan (ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil ternak), dan usaha perikanan (penangkapan dan budidaya). Sementara itu harga yang dibayar petani (HB) adalah harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi/dibeli petani baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi dan penambahan barang modal pertanian. Kebutuhan rumahtangga mencakup bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan olahraga, serta transportasi dan telekomunikasi. Sedangkan kebutuhan biaya produksi dan penambahan barang modal mencakup benih, obat dan pupuk, sewa lahan dan pajak, transportasi, penambahan barang modal, serta upah buruh tani. Pengaruh perubahan harga-harga tersebut dapat dikelompokkan ke dalam pengaruh perubahan harga diterima petani (HT) dan pengaruh perubahan harga dibayar petani (HB).
73
73
6.1.1. 6.1.1.
PengaruhPerubahan Perubahan Harga Diterima Pengaruh Diterima Petani Petani(HT) (HT)
Secarateori teori dan dan ditunjukkan ditunjukkan oleh hasil analisa, Secara analisa, harga-harga harga-hargayang yangditerima diterima petani berpengaruh berpengaruh positif positif terhadap terhadap NTP. Hasil petani Hasil perhitungan perhitungan nilai nilai marjinal marjinaldan dan elastisitas pengaruh pengaruh HT HT terhadap terhadap NTP terangkum elastisitas terangkum dalam dalam Tabel Tabel 6.1. 6.1. Dari Dari hasil hasil analisamenunjukkan menunjukkan nilai nilai elastisitas elastisitas harga komoditas analisa komoditas sub sub sektor sektortanaman tanamanpangan pangan terhadapNTP NTP menunjukkan menunjukkan nilai nilai terbesar (0,50), terhadap (0,50), disusul disusul sub sub sektor sektorhortikultura hortikultura (0,19),perkebunan perkebunan (0,18), (0,18), peternakan peternakan (0,16) dan (0,19), dan perikanan perikanan (0,13). (0,13).Besaran Besarannilai nilai elastisitasini inijuga jugasejalan sejalan dengan dengan nilai nilai marjinal dari elastisitas dari dampak dampak kenaikan kenaikanharga-harga harga-harga terhadap NTP. NTP. Besaran Besaran nilai nilai elastisitas elastisitas dan terhadap dan nilai nilai marjinal marjinal masing-masing masing-masing terangkumdalam dalamTabel Tabel 6.1 6.1 terangkum Tabel Tabel6.1. 6.1.
Rangkuman Rangkuman Nilai Nilai Marjinal Marjinal dan Elastisitas Elastisitas dari dari Pengaruh PengaruhHT HTterhadap terhadapNTP NTP
Sub SubSektor Sektor
T TP Pangan angan Padi Padi Palawija Palawija
Hortik Hortikultura ultura Sayur-sayuran Sayur-sayuran Buah-buahan Buah-buahan
P erkebunan Perkebunan
T.T.Perkebunan Perkebunan Rakyat Rakyat
Langsung Langsung 0,0037 0,0037 0,0024 0,0024 0,0013 0,0013 0,0013 0,0013 0,0005 0,0005 0,0008 0,0008 0,0011 0,0011
0,0011 0,0011 0,0010 0,0010 Ternak TernakBesar Besar 0,0004 0,0004 Ternak TernakKecil Kecil 0,0002 0,0002 Unggas Unggas 0,0002 0,0002 Hasil HasilTernak Ternak 0,0002 0,0002 P erikanan Perikanan 0,0008 0,0008 Penangkapan Penangkapan 0,0005 0,0005 Budidaya Budidaya 0,0002 0,0002 Sumber: Sumber:Analisa AnalisaData DataSekunder Sekunder (2013). (2013).
P eternakan Peternakan
Dampak Marjinal Marjinal T. Langsung Langsung 0,0002 0,0002 -0,0002 -0,0002 0,0005 0,0005 0,0002 0,0002 0,0008 0,0008 0,0006 0,0006 0,0003 0,0003
Total Total 0,0039 0,0039 0,0023 0,0023 0,0019 0,0019 0,0015 0,0015 0,0013 0,0013 0,0014 0,0014 0,0014 0,0014
0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0001 0,0001 0,0003 0,0003
0,0014 0,0014 0,0013 0,0013 0,0008 0,0008 0,0006 0,0006 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0010 0,0010 0,0007 0,0007 0,0005 0,0005
Elastisitas Elastisitas(%) (%) 0,50 0,50 0,28 0,28 0,25 0,25 0,19 0,19 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,16 0,16 0,10 0,10 0,08 0,08 0,06 0,06 0,07 0,07 0,13 0,13 0,08 0,08 0,06 0,06
Nilai Nilaielastisitas elastisitas harga harga yang yang diterima tanaman tanaman pangan pangan sebesar sebesar0,50 0,50berarti berarti kenaikan kenaikanharga harga kelompok kelompok tanaman tanaman pangan sebesar sebesar 11 persen persen meningkatkan meningkatkanNTP NTP sebesar sebesar0,5 0,5 persen, persen, dan dan demikian demikian seterusnya untuk untuk komoditas komoditas sub sub sektor sektorlain, lain, atau atau dalam dalam bentuk bentuk marjinal marjinal kenaikan kenaikan 1 (satu) (satu) unit unit indeks indeks harga harga kelompok kelompok 7474
74
komoditas tanaman pangan akan meningkatkan indeks NTP sebesar 0,0039, dan demikian seterusnya untuk kelompok komoditas lainnya. Dampak marjinal dari pengaruh perubahan harga-harga terhadap NTP berupa dampak langsung dan dampak tidak langsung perubahan harga masingmasing terhadap NTP. Dampak langsung yang dimaksud adalah pengaruh ikutan dari perubahan harga komoditas yang bersangkutan terhadap harga komoditas lain yang dihasilkan petani (yang berpengaruh positif terhadap NTP) dan pengaruhnya terhadap kenaikan harga/biaya sarana produksi dan barang modal (yang berpengaruh negatif terhadap NTP). Dari hasil analisa ditunjukkan pengaruh langsung dari perubahan harga komoditas relatif lebih dominan dibandingkan pengaruh tidak langsung. Pada sub sektor tanaman pangan, elastisitas dan nilai marjinal perubahan harga padi terhadap NTP relatif lebih besar dibandingkan dengan palawija. Kenaikan satu persen indeks harga padi dan palawija berdampak meningkatkan NTP sebesar masing-masing 0,28 persen dan 0,25 persen; atau dalam bentuk marjinal peningkatan satu satuan indeks harga masing-masing akan meningkatkan indeks NTP masing-masing sebesar 0,0023 dan 0,0019. Pada sub sektor hortikultura, elastisitas harga sayur-sayuran dan buahbuahan terhadap NTP menunjukkan nilai yang sama, yaitu masing-masing 0,18, yang berarti kenaikan satu persen indeks harga sayur-sayuran dan buah-buahan akan berdampak meningkatkan NTP sebesar masing-masing 0,18 persen, namun terdapat perbedaan dalam pengaruh marjinalnya, yaitu masing-masing sebesar 0,0013 dan 0,0014. Pada sub sektor perkebunan, dalam penyusunan NTP belum dirinci menurut komoditas utama penyusunnya. Pada sub sektor ini perkebunan yang dimaksud adalah perkebunan rakyat. Nilai elastisitas harga terhadap NTP sebesar 0,18 menunjukkan kenaikan satu persen indeks harga perkebunan akan meningkatkan NTP sebesar 0,18 persen, atau kenaikan satu satuan indeks harga perkebunan akan meningkatkan NTP sebesar 0,0014 unit. 75
75
Pada sub sektor peternakan, nilai elastisitas dan nilai marjinal terbesar terjadi pada komoditas ternak besar (dengan nilai elastisitas 0,10 dan nilai marjinal 0,0008), menyusul ternak kecil (nilai elastisitas 0,08 dan nilai marjinal 0,0006), hasil ternak (nilai elastisitas 0,07 dan nilai marjinal 0,0005), dan unggas (nilai elastisitas 0,06 dan nilai marjinal 0,0005). Pada sub sektor perikanan, nilai elastisitas dan nilai marjinal dari perubahan harga kegiatan penangkapan sebesar 0,08 dan nilai marjinal 0,0007; sedangkan pada kegiatan budidaya perikanan nilai elastisitas 0,06 dan nilai marjinal 0,0005. 6.1.2.
Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) Pengaruh harga yang dibayar terhadap NTP mempunyai arah yang negatif.
Hasil analisa pengaruh harga-harga yang dibayar terangkum dalam Tabel 6.2. Hasil analisa menunjukkan dari sisi harga yang dibayar petani, nilai elastisitas dan nilai dampak marjinal perubahan harga-harga Konsumsi Rumahtangga (KRT) lebih besar dibanding Harga/Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM). Nilai elastisitas harga kelompok konsumsi terhadap NTP sebesar -0,80 berarti peningkatan indeks harga konsumsi sebesar 1 (satu) persen akan menurunkan NTP sebasar 0,80 persen, atau dengan nilai marjinal sebesar -0,0064 berarti peningkatan indeks harga konsumsi 1 (satu) unit akan menurunkan indeks konsumsi sebesar -0,0064 unit. Sementara pada kelompok sarana produksi dan barang modal, nilai elastisitas sebesar -0,46 dan nilai marjinal sebesar -0,0039. Pada kelompok konsumsi rumahtangga tersebut, elastisitas dan nilai marjinal harga produk bahan makanan menunjukkan nilai tertinggi (yaitu elastisitas sebesar -0,50 dan nilai marjinal -0,0038), disusul produk makanan jadi (yaitu elastisitas sebesar -0,25 dan nilai marjinal -0,0020), dan terkecil adalah biaya kesehatan (Tabel 6.2).
76
76
Tabel Tabel 6.2. 6.2.Pengaruh PengaruhPerubahan Perubahan Harga Harga Dibayar Dibayar Petani Petani (HB)(HB) terhadap terhadap NTP NTP Pengeluaran Pengeluaran
Dampak Dampak Marjinal Marjinal T. Langsung T. Langsung
-0,0062 -0,0062
-0,0002 -0,0002
-0,0064 -0,80-0,80 -0,0064
B. B. Makanan Makanan
-0,0029 -0,0029
-0,0008 -0,0008
-0,0038 -0,0038
-0,50 -0,50
Makanan Jadi Makanan Jadi
-0,0015 -0,0015
-0,0005 -0,0005
-0,0020 -0,0020
-0,25 -0,25
Perumahan Perumahan
-0,0008 -0,0008
0,0000 0,0000
-0,0008 -0,0008
-0,10 -0,10
Sandang Sandang
-0,0003 -0,0003
0,0000 0,0000
-0,0003 -0,0003
-0,04 -0,04
Kesehatan Kesehatan
-0,0002 -0,0002
0,0000 0,0000
-0,0002 -0,0002
-0,03 -0,03
Pendidikan Pendidikan
-0,0003 -0,0003
0,0000 0,0000
-0,0003 -0,0003
-0,03 -0,03
Transport Transport && Telekomunikasi Telekomunikasi
-0,0004 -0,0004
0,0000 0,0000
-0,0004 -0,0004
-0,05 -0,05
-0,0019 -0,0019
-0,0020 -0,0020
Bibit Bibit
-0,0002 -0,0002
0,0000 0,0000
-0,0001 -0,0001
-0,02 -0,02
Obat Obat & Pupuk Pupuk
-0,0005 -0,0005
0,0000 0,0000
-0,0004 -0,0004
-0,05 -0,05
Transportasi Transportasi
-0,0002 -0,0002
-0,0002 -0,0002
-0,0005 -0,0005
-0,05 -0,05
Sewa Sewa & Pajak Pajak
-0,0002 -0,0002
0,0000 0,0000
-0,0002 -0,0002
-0,03 -0,03
PBM PBM
-0,0003 -0,0003
0,0000 0,0000
-0,0003 -0,0003
-0,03 -0,03
Upah Upah -0,0005 -0,0005 Sumber: Sumber: Analisa Analisa Data DataSekunder Sekunder(2013). (2013).
-0,0001 -0,0001
-0,0007 -0,0007
-0,08 -0,08
KKonsum onsum si si RT RT
Biaya Biaya Produksi P roduksi &&PBM P BM
TotalTotal
Elastisitas Elastisitas (%) (%)
Langsung Langsung
-0,0039 -0,0039 -0,46-0,46
Pada Pada kelompok kelompokharga hargayang yangdibayar dibayar untuk untuk biaya biaya produksi produksi dan dan penambahan penambahan barang barang modal, modal, elastisitas elastisitasdan dannilai nilaimarjinal marjinal terbesar terbesar pada pada upah upah (yaitu (yaitu elastisitas elastisitas sebesar sebesar -0,08 -0,08 dan dan nilai nilai marjinal marjinal-0,0007), -0,0007), disusul disusul obat obat dandan pupuk pupuk (elastisitas (elastisitas sebesar sebesar -0,05 -0,05 dan dannilai nilaimarjinal marjinalsebesar sebesar -0,0004), -0,0004), transportasi transportasi (elastisitas (elastisitas sebesar sebesar -0,05 -0,05 dan nilai nilai marjinal marjinal-0,0005), -0,0005),dan danterkecil terkecil adalan adalan bibitbibit (elastisitas (elastisitas sebesar sebesar 0,02 0,02 dan nilai nilai marjinal marjinal-0,0001). -0,0001). 6.2. 6.2.
Keterkaitan KeterkaitanAntara AntaraInflasi Inflasi dengan dengan NTP NTP Indeks Indeks inflasi inflasi ditunjukkan ditunjukkanoleh olehperubahan perubahan indeks indeks harga harga konsumen konsumen atau atau
indeks indeks konsumsi konsumsirumahtangga, rumahtangga,dan dan dirumuskan dirumuskan sebagai sebagai berikut: berikut:
dimana dimana IHK IHK = = Indeks IndeksHarga HargaKonsumen Konsumen - Indeks - Indeks Konsumsi Konsumsi Rumahtangga. Rumahtangga. Dengan Dengan demikian, demikian, dalam dalam struktur strukturpembentukan pembentukanNTP, NTP, indeks indeks harga harga yangyang dibayar dibayar padapada kelompok kelompok konsumsi konsumsi rumahtangga rumahtangga(KRT) (KRT) adalah adalah indeks indeks inflasi inflasi pedesaan. pedesaan. Seperti Seperti 77
77
77
diuraikan di atas, hasil analisa menunjukkan elastisitas KRT (atau inflasi pedesaan) terhadap NTP sebesar 0,80 yang berarti bahwa kebaikan inflasi pedesaan sebesar 1 (satu) persen akan menurunkan NTP sebesar 0,80 persen. Dalam bentuk nilai marjinal hasil analisa menunjukkan kenaikan inflasi pedesaan sebesar 1 (satu) unit akan menurunkan NTP sebesar -0,0064 unit. Seperti diuraikan sebelumnya, komponen terbesar penyumbang harga konsumsi (inflasi pedesaan) adalah harga bahan makanan dengan elastisitas sebesar -0,50, disusul makanan jadi (elastisitas -0,25), transportasi dan komunikasi (elastisitas -0,05) dan terkecil adalan produk sandang. Hasil analisa juga menunjukkan terhadap hubungan erat antara harga konsumsi rumahtangga (KRT) terutama bahan makanan (BM) dari sisi biaya yang dibayar petani (HB), dengan harga yang diterima petani (HT) terutama harga komoditas tanaman pangan (HTTP). Nilai elastisitas HT terhadap KRT dan BM masing-masing sebesar 0,869 dan 0,988; sementara elastisitas HTTP terhadap KRT dan BM masing-masing 0,721 dan 0,821. Ini berarti kenaikan harga yang diterima petani (HT) sebesar 1 persen akan meningkatkan harga/biaya konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,869 persen dan biaya bahan makanan yang dikonsumsi sebesar 0,988 persen; sedangkan kenaikan harga komoditas tanaman pangan yang diterima petani (HTTP) sebesar 1 persen akan meningkatkan harga/biaya konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,721 persen dan biaya bahan makanan yang dikonsumsi sebesar 0,821 persen. Dengan demikian kebijakan peningkatan HT terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan) atau juga berarti kebijakan harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan KRT (inflasi di pedesaan). Dengan demikian kebijakan peningkatan HT terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan). Kebijakan harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan penerimaan/pendapatan petani telah berperan dalam peningkatan NTP sekaligus mengakibatkan kenaikan inflasi di pedesaan. 78
78
Dalam kaitan mengendalikan inflasi pedesaan dapat dilakukan melalui pengendalian harga yang diterima petani (HT), dan hal ini berarti juga akan berdampak kepada stabilitas NTP. NTP yang stabil juga berarti adanya kenaikan harga-harga yang proporsional antara HT dan HB. 6.3.
Dampak Kebijakan BBM terhadap NTP Penyesuaian harga BBM dilakukan pemerintah melalui kebijakan kenaikan
BBM seperti dilakukan pada bulan Mei tahun 2008 dan Juni pada tahun 2013. Dalam kaitan pengaruh kenaikan BBM terhadap NTP, kenaikan BBM dapat dilihat dari indikator indeks biaya transportasi yang meningkat. Indeks biaya transportasi merupakan komponen indeks biaya yang dibayar petani (HB) melalui dua cara, yaitu bagian dari biaya konsumsi RT (KRT) dan komponen biaya produksi (BPPBM). Sebagai bagian dari komponen pengeluaran (harga yang dibayar petani HB) maka kenaikan biaya transportasi akan menurunkan NTP. Namun, kenaikan harga BBM juga berdampak kepada kenaikan harga-harga yang diterima petani (HT) seperti terlihat dari kenaikan harga sub sektor perkebunan dan sub sektor lain yang mempunyai pengaruh positif terhadap NTP (Gambar 6.1).
79
79
Gambar 6.1.
Dampak Kenaikan Harga BBM Bulan Mei 2008 dan Juni 2013 terhadap NTP.
Pada kasus kebijakan kenaikan harga BBM bulan mei tahun 2008 terdapat indikasi bahwa kenaikan BBM yang mengakibatkan kenaikan harga (biaya) transportasi dan indeks harga yang dibayar petani (HB), namun peran kenaikan harga transportasi terhadap HB tersebut relatif lebih kecil dibandingkan pengaruh peningkatan HT akibat kenaikan harga produk komoditas yang diterima, sehingga NTP masih menunjukkan peningkatan. Peningkatan harga cukup besar yang diterima petani secara konsisten terjadi pada harga komoditas pertanian terutama komoditas tanaman pangan dan perkebunan. Kenaikan harga produk yang cukup besar pada tahun 2008 berkaitan dengan kenaikan harga harga produk pertanian (pangan dan non pangan) di pasar domestik yang dipicu oleh kenaikan harga harga produk internasional terutama 80
80
harga produk pangan (Kasryno, 2012; Timmer, 2008). Dalam kaitan ini, Timmer (2008) mengemukakan penyebab kenaikan harga pangan tersebut karena meningkatnya permintaan pangan oleh Negara berkembang serta adanya spekulasi pelaku pasar modal untuk memindahkan investasinya ke pasar komoditas. Selanjutnya Bank Dunia (2011) mengemukakan kenaikan harga pangan dunia pada periode tahun 2007-2008 disamping berkaitan dengan produksi bahan baku biji bijian juga dipengaruhi oleh melemahnya nilai dolar Amerika dan kenaikan harga energi. Kenaikan harga produk pertanian tersebut telah memberikan keuntungan (wind fall) bagi petani dan perekonomian Indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun 2013, kenaikan harga BBM telah berakibat kenaikan harga trasportasi dan kenaikan HB yang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga produk pertanian yang diterima petani (HT). Akibat laju kenaikan HB yang lebih besar dari laju kenaikan HT, maka dampak kenaikan harga BBM pada tahun 2013 telah menurunkan NTP (Gambar 6.2).
81
81
Gambar 6.2.
6.4.
Dampak Kenaikan Harga BBM Bulan Juni 2013 terhadap NTP.
Pengaruh Peningkatan Produksi Pertanian terhadap NTP Dalam penyusunan NTP yang dikembangkan BPS, daya beli petani yang
diukur dengan indeks nilai tukar petani hanya didasarkan kepada rasio harga yang diterima petani dan harga yang dibayar petani. Harga yang diterima petani adalah harga tertimbang dari seluruh komoditas pertanian (sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan). Unit analisa NTP adalah nasional dan regional (provinsi). Peran produktivitas dari masing-masing komoditas hanya tercermin dari besarnya nilai pembobot komoditas/sub sektor yang didasarkan kepada nilai produksi masing-masing. Dengan demikian, nilai pembobot masing-masing komoditas berbeda antar provinsi. Pada kondisi demikian peningkatan produksi (produktivitas) suatu komoditas akan berperan 82
82
meningkatkan NTP apabila (asumsi) harga komoditas tersebut tetap atau meningkat. Nilai bobot masing-masing komponen penyusun NTP ditunjukkan Lampiran 2. Data menunjukkan kegiatan pembangunan telah meningkatkan produksi pertanian. Dalam periode tahun 2008-2012, produksi pertanian terus meningkat sebagaimana tercermin dari kenaikan indeks produksi. Dari hubungan antara indeks produksi pertanian dengan NTP menunjukkan, secara umum peningkatan indeks produksi diikuti oleh indeks NTP baik total pertanian (Gambar 6.3 ) maupun menurut sub sektor (Gambar 6.4).
Gambar 6.3.
Perkembangan Indeks Produksi dan Rata-rata NTP Tahun 2008-2012.
83
83
Gambar 6.4.
Perkembangan Indeks Produksi Sub Sektor dan Rataan NTP Sub Sektor, Tahun 2008-2012.
84
84
BAB VII NILAI TUKAR PENDAPATAN PETANI DAN RUMAHTANGGA TANI Sebagaimana dikemukakan dalam kerangka pemikiran, untuk melengkapi analisa NTP akan dilakukan analisa nilai tukar dengan pendekatan nilai, yaitu nilai tukar pendapatan usahatani dan analisa perubahan pendapatan rumahtangga petani. Bab berikut akan menganalisa nilai tukar pendapatan usahatani masingmasing sub sektor dengan beberapa komoditas contoh dan analisa perubahan pendapatan rumahtangga pertanian pada daerah contoh agroekosistem lahan sawah dan agroekosistem lahan kering perkebunan. Data yang digunakan dalam analisa ini terutama berasal dari hasil-hasil penelitian Panel Petani Nasional (Patanas) yang dilakukan oleh PSE-KP Badan Litbang Pertanian. Patanas merupakan studi dinamika pedesaan yang meneliti indikator
pembangunan
pertanian
termasuk
usahatani
dan
pendapatan
rumahtangga secara berulang (panel) dalam kurun waktu periode tertentu dengan rumahtangga contoh yang tetap. 7.1.
Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Analisa tentang Nilai Tukar Pendapatan Usahatani mencakup usahatani
tanaman
pangan,
usahatani
tanaman
hortikultura,
usahatani
tanaman
pendapatan
usahatani
perkebunan, dan usaha peternakan. 7.1.1.
Nilai Tukar Usahatani Tanaman Pangan Untuk
menggambarkan
perilaku
nilai
tukar
komoditas pada sub sektor tanaman pangan didasarkan kepada data analisa usahatani tanaman padi, jagung, kedelai, dan ubikayu, diolah dari data primer penelitian Patanas tahun 2008 dan tahun 2011. Dari hasil analisa seperti terangkum dalam Tabel 7.1 dan Tabel Lampiran 3. Secara keseluruhan pendapatan usahatani komoditas tanaman pangan menunjukkan nilai positif. Dalam tahun 2011 nilai pendapatan usahatani terbesar 85
85
dihasilkan oleh usahatani ubikayu (Rp 7,61 juta/ha) disusul usahatani tanaman padi (Rp 6,69 juta/ha), jagung (Rp 6,22 juta/ha), dan kedelai (Rp 1,84 juta/ha). Dalam peride tahun 2008-2011 terjadi peningkatan pendapatan usahatani dari keempat komoditas tersebut. Peningkatan terbesar terjadi pada komoditas kedelai (peningkatan 69,61 persen dalam 3 tahun atau 23,20 persen/tahun), disusul usahatani jagung (peningkatan 48,28 persen dalam 3 tahun atau 16,10 persen/tahun, usahatani ubikayu (peningkatan 31,16 persen dalam 3 tahun atau 10,39 persen/tahun), dan usahatani padi dengan peningkatan 20,06 persen dalam 3 tahun atau 6,69 persen/tahun. Perubahan
peningkatan
pendapatan
usahatani
dari
masing-masing
komoditas tersebut ternyata lebih rendah dari perubahan peningkatan nilai produksi. Hal ini karena biaya produksi usahatani meningkat dengan perubahan yang lebih besar. Nilai produksi usahatani dari keempat komodisi tersebut meningkat dengan perubahan rata-rata 58,54 persen dalam tiga tahun atau 19,51 persen/tahun, sementara biaya produksi usahatani meningkat rata-rata 91,74 persen atau 30,58 persen/tahun. Dalam periode analisa tahun 2008 dan tahun 2011, peningkatan nilai produksi usahatani terbesar terjadi pada usahatani kedelai, yaitu 90,77 persen; disusul jagung 65,19 persen; ubikayu 46,87 persen; dan padi 31, 34 persen. Sementara itu peningkatan biaya produksi usahatani terbesar juga terjadi pada usahatani kedelai (121,07 persen) disusul ubikayu (99,20 persen), jagung (94,00 persen), dan usahatani padi sebesar 52,69 persen. Dari hasil analisa juga terlihat bahwa peningkatan nilai produksi usahatani dari keempat komoditas lebih disebabkan oleh peningkatan harga jual (dengan perubahan yang lebih besar) dibandingkan peningkatan produktivitas, dan bahkan produktivitas usahatani jagung di lokasi contoh menunjukkan penurunan. Dalam periode tahun 2008-2011 tersebut terjadi peningkatan harga jual produk yang dihasilkan petani, yaitu terbesar pada jagung (79,82 persen), kedelai (62,68 persen),
ubikayu
(37,47
persen),
dan
padi
(5,30
persen).
Peningkatan
produktivitas usahatani petani terbesar terjadi pada komoditas kedelai (17, 23 86
86
persen) disusul ubukayu (6,90 persen) dan padi (5,30 persen), sementara produktivitas jagung menurun -8,16 persen. Peningkatan biaya produksi dengan perubahan yang cukup besar tersebut berkaitan dengan peningkatan nilai sewa lahan, upah buruh tani, dan harga sarana produksi. Dalam tahun 2008-2011 terjadi kenaikan yang cukup besar sewa lahan, yaitu rata-rata 40,59 persen atau 13,53 persen/tahun. Peningkatan sewa lahan terbesar dijumpai di daerah basis komoditas padi, yaitu sebesar 42,26 persen (atau rata-rata peningkatan 14,09 persen/tahun), lebih tinggi dibandingkan sewa lahan di daerah palawija yang meningkat rata-rata 40,03 persen (atau peningkatan 13,34 persen/tahun). Dalam 3 tahun, upah buruh tani juga meningkat rata-rata 22,73 persen atau 7,58 persen/tahun. Peningkatan upah buruh paling besar terjadi pada kegiatan usahatani ubikayu (12,30 persen/tahun), menyusul usahatani padi (6,41 persen/tahun) dan jagung serta dan kedelai masing-masing 5,80 persen/tahun. Peningkatan biaya pupuk berkaitan dengan peningatan HET pupuk yang dalam periode tahun 2008-2011 meningkat 33,33 persen, yaitu dari Rp 1.200/kg menjadi Rp 1.600/kg. Hasil penelitian Patanas juga ditunjukkan bahwa harga pupuk yang dibeli petani rata-rata 11,22 persen lebih tinggi dibandingkan HET. Hal ini berkaitan dengan biaya trasportasi dari lini IV ke kios terdekat tempat pembelian petani. Salah satu pertimbangan petani untuk memilih komoditas apa yang akan diusahakan untuk memperoleh keuntungan yang optimal adalah nilai tukar (rasio) antara nilai pendapatan usaha dengan biaya produksi. Semakin tinggi nilai rasio antara pendapatan dibanding biaya (terutama modal kerja) semakin banyak diminati petani dan berlaku sebaliknya. Dari hasil analisa di atas dapat dikemukakan bahwa nilai tukar pendapatan usahatani terhadap biaya produksi dan sewa lahan pada komoditas padi, kedelai, dan ubikayu menurun, sementara pada usahatani jagung meningkat. Penurunan yang terbesar pada komoditas kedelai (-68,9 persen), ubikayu (-34,1 persen), dan padi (-21,4 persen). Penurunan nilai tukar tersebut menggambarkan penurunan daya beli atau 87
87
profitabilitas usahatani masing-masing komoditas. Dengan demikian dapat disimpulkan untuk ketiga komoditas tersebut telah terjadi penurunan daya beli dan profitabilitas usahatani. Nilai tukar pendapatan usahatani dibanding nilai sewa lahan pada empat komoditas tersebut terjadi penurunan, kecuali pada jagung mengalami sedikit kenaikan. Penurunan nilai tukar pendapatan terhadap nilai sewa lahan sekitar 1519 persen, hal ini cukup signifikan bagi petani yang tidak mempunyai lahan. Oleh karena itu, bagi petani yang tidak mempunyai lahan, lebih memilih menyakap atau bagi hasil dengan pemilik lahan, dibandingkan menyewa lahan. Usahatani banyak mengandung resiko, sehingga dengan menyakap petani berbagi resiko dengan pemilik lahan, sedangkan bila menyewa lahan, kerugian akan ditanggung sendiri. Dalam konsep nilai tukar yang dibangun BPS, NTP didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani. Konsep nilai tukar tersebut dapat diterapkan dengan menghitung nilai tukar terhadap pupuk dan upah buruh, dengan menghitung rasio antara harga produk yang dijual/diterima patani dengan harga pupuk dan upah buruh. Berdasarkan perhitungan, kecuali pada padi, nilai tukar petani terhadap pupuk urea pada komoditas jagung, kedelai, dan ubikayu menunjukkan peningkatan. Kenaikan nilai tukar tertinggi terjadi pada komoditas jagung (27,68 persen), disusul kedelai (12,10 persen), dan ubikayu (5,94 persen), sedangkan nilai tukar komoditas padi menurun -13,41 persen. Kebijakan harga dasar gabah yang diberlakukan selama ini dinilai telah berhasil mengendalikan harga jual, namun kondisi ini justru menurunkan profitabilitas padi dibanding komoditas tanaman pangan lain. Nilai tukar petani terhadap upah untuk semua komoditas tanaman pangan menunjukkan peningkatan, yang berarti kenaikan harga-harga produk yang diterima petani relatif lebih tinggi dibanding kenaikan upah. Kenaikan nilai tukar tertinggi terjadi pada komoditas jagung (29,41 persen), disusul kedelai (18,47 persen), padi (4,66 persen) dan ubikayu (0,41 persen).
88
88
Tabel 7.1. N0
1
2
Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Padi, Jagung, Kedelai, dan Ubikayu Tahun 2008-2011
2.511,90
2.268,00
3.756,00
5.575,90
2.946,40
8.522,32
2008*
1.940
3.573,52
2,830,0
3,955,19
6,694,19
4,498,84
11.193,00
2011**
33,33
43,65
42,26
24,78
5,30
20,06
52,69
31,34
Prbh (%)
23,35
1.200
1.480
740,71
1.580
4.390,2
4.361,7
2.559,8
6.922,00
2008*
1,81
27,41
1.600
1.760
1.037,18
2.400,00
4.031,76
6.225,97
3.431,25
9.657,22
2011**
1,94
6,49
17,39
33,33
18,98
40,03
79,82
-8,16
48,28
94,00
65,19
Prbh (%)
65,08
2,20
2,00
25,00
1.200
1.220
740,71
3.640,00
671,18
1.627,02
815,48
2.442,50
2008*
1,05
62,79
1,78
0,62
29,35
1600
1760
1037,18
5.920,00
786,81
1.842,88
2.975,10
4.817,98
2011**
-21,49
-3,52
-19,11
-68,95
17,40
33,33
44,80
40,03
62,68
17,23
69,61
121,07
90,77
4,53
276,20
7,83
3,33
21,00
1200
1280
740,71
285
2.6446,4
5.800,21
1.741,33
7.541,54
2008*
4,56
264,61
7,33
2,19
28,75
1600
1670
1.037,18
392
28.270,80
7.607,45
3.468,76
11.076,21
2011**
0,53
-4,20
-6,33
-34,16
36,90
33,33
29,76
40,03
37,47
6,90
31,16
99,20
46,87
Prbh (%)
Ubikayu
1.350
1.600
19,23
1,70
6,00
21,60
1,33
Kedelai
1.200
30,94
21,37
5,89
227,14
20,03
Jagung
25,95
1,49
15,61
186,80
3,54
Padi
1,89
1,87
0,69
2,95
Uraian
Nilai produksi
2,22
216,36
16,46
Prbh (%)
Biaya produksi
214,87
3,45
Analisa usahatani/ha (Rp 000)
Pendapatan
4,13
Produktivitas (kg/ha) Harga jual produk (Rp/kg) Sewa lahan/ha (Rp 000/ha) Harga pupuk urea di petani (Rp/kg) HET pupuk urea (Rp 000/kg) Upah buruh tani (Rp 000/hari) NT Pendapatan terhadap total biaya produksi NT terhadap sewa lahan NT terhadap upah NT Pendapatan terhadap pupuk
89
89
90
Nilai Tukar Harga
3
2008*
2011**
Padi Prbh (%) 2008*
2011**
Jagung
NT Harga output 1,07 1,36 1,68 1,46 terhadap pupuk 13,17 urea NT Harga output terhadap sewa 0,90 0,79 2,13 2,31 12,29 lahan NT harga output 87,40 91,47 4,66 67,67 87,56 terhadap upah Catatan: Biaya produksi tanpa penyusutan alat dan biaya sewa lahan. Sumber: *) Diolah dari data primer Patanas 2008, **) Diolah dari data primer Patanas 2011.
Uraian
N0
2,98
4,91 145,60
8,48 29,40
2008*
27,73
Prbh (%)
201,70
5,71
3,36
2011**
Kedelai
38,53
16,15
12,74
Prbh (%)
13,57
0,38
0,22
2008*
13,63
0,38
0,23
2011**
Ubikayu
90
0,47
-1,77
5,42
Prbh (%)
7.1.2.
Nilai Tukar Usahatani Tanaman Hortikultura Analisa nilai tukar pendapatan usahatani komoditas pada sub sektor
hortikultura akan diwakili oleh komoditas sayuran, yaitu kubis, kentang, tomat, dan cabe merah. Data yang digunakan dalam analisa berasal dari publikasi Vademekum Tanaman Sayuran tahun 2006 dan 2012 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura. Hasil analisa terangkum di dalam Tabel 7.2 dan Tabel Lampiran 4. Secara keseluruhan pendapatan usahatani komoditas tanaman sayuran menunjukkan nilai positif. Dalam tahun 2012, usahatani dengan nilai pendapatan usahatani terbesar dihasilkan oleh usahatani cabe merah (Rp 26,14 juta/ha) disusul usahatani tanaman kubis (Rp 24,99 juta/ha), tomat (Rp 22,61 juta/ha), dan kentang (Rp 14,46 juta/ha). Dalam periode tahun 2006-2012 terjadi peningkatan pendapatan usahatani dari keempat komoditas tersebut. Peningkatan terbesar terjadi pada usahatani kentang (peningkatan 144,26 persen dalam 7 tahun atau 20,61 persen/tahun), disusul usahatani kubis (peningkatan 141,11 persen dalam 7 tahun atau 20,16 persen/tahun), usahatani cabe merah (peningkatan 69,64 persen dalam 7 tahun atau 9,95 persen/tahun), dan usahatani tomat (peningkatan 42,63 persen dalam 7 tahun atau 6,09 persen/tahun). Pada
komoditas
cabe
merah
dan
tomat
perubahan
peningkatan
pendapatan lebih rendah dibanding perubahan penerimaan (nilai produksi). Hal ini disebabkan biaya produksi usahatani meningkat dengan perubahan yang lebih besar. Kondisi berbeda terjadi pada komoditas kubis dan kentang, dimana perubahan peningkatan nilai produksi relatif sama dengan perubahan peningkatan biaya produksi. Dalam periode analisa tahun 2006 dan tahun 2012, peningkatan nilai produksi usahatani terbesar terjadi pada usahatani cabe merah, yaitu 185,71 persen; disusul kentang 144,19 persen; kubis 128,58 persen; dan tomat 105,88 persen. Sementara itu peningkatan biaya produksi usahatani terbesar juga terjadi pada usahatani cabe merah (277,00 persen) disusul tomat (161,14 persen), kentang (144,17 persen), dan usahatani kubis sebesar 114,64 persen. 91
91
Dari hasil analisa juga terlihat bahwa peningkatan nilai produksi usahatani dari keempat komoditas lebih disebabkan oleh peningkatan harga jual (dengan perubahan yang lebih besar) dibandingkan peningkatan produktivitas, dan bahkan produktivitas usahatani kubis dan kentang menunjukkan penurunan. Dalam periode tahun 2006-2012 tersebut terjadi peningkatan harga jual produk yang dihasilkan petani, yaitu terbesar pada cabe marah (185,71 persen), kentang (167,44 persen), kubis (157,00 persen), dan tomat (60,00 persen). Sementara itu peningkatan produktivitas usahatani petani terbesar hanya terjadi pada komoditas tomat (29,41 persen), produktivitas cabe merah relatif tetap, sedangkan produktivitas kubis dan kentang menurun masing-masing -11,11 persen dan -8,70 persen. Sebagaimana dijumpai pada usaha tanaman pangan, peningkatan biaya produksi dengan perubahan yang cukup besar tersebut terutama berkaitan dengan peningkatan nilai sewa lahan. Dalam tahun 2006-2012 terjadi kenaikan yang cukup besar sewa lahan di daerah contoh, yaitu rata-rata 414,2 persen atau rata-rata 59,18 persen/tahun. Peningkatan terbesar dijumpai di daerah basis komoditas cabe marah, yaitu sebesar 757,14 persen (atau rata-rata peningkatan 108,16 persen/tahun), disusul daerah berbasis komoditas tomat sebesar 500 persen (atau rata-rata peningkatan 71,43 persen/tahun), basis komoditas kubis sebesar 300 persen (atau rata-rata peningkatan 42,86 persen/tahun), dan basis komoditas kentang sebesar 100 persen (atau rata-rata peningkatan 14,29 persen/tahun) Dalam 7 tahun pengamatan, upah buruh tani juga meningkat rata-rata 93,75 persen atau 13,40 persen/tahun. Peningkatan upah buruh paling besar terjadi pada kegiatan usahatani kentang (200 persen), menyusul usahatani tomat (75 persen), cabe, dan kubis masing-masing 50 persen. Dengan kondisi usahatani di atas, antara tahun 2006-2012 nilai tukar pendapatan usahatani kubis dan kentang meningkat sedangkan tomat dan cabe merah menurun. Penurunan nilai tukar tersebut sejalan dengan peningkatan biaya 92
92
produksi produksi tomat dan cabe merah yang meningkat lebih cepat dibandingkan nilai produksinya. Peningkatan nilai sewa lahan dengan laju yang lebih besar dari peningkatan nilai-nilai tukar pendapatan usahatani sayuran (kecuali kentang) terhadap sewa lahan menurun. Penurunan nilai tukar tersebut menggambarkan penurunan daya sewa atau profitabilitas usahatani masing-masing komoditas. Pada komoditas kubis dan cabe merah nilai tukar pendapatan usahatani terhadap upah meningkat, sejalan dengan peningkatan upah yang lebih tinggi pada kedua komoditas tersebut, sedangkan pada komoditas kentang dan tomat menurun. Nilai tukar harga produksi terhadap pupuk urea secara keseluruhan meningkat, sedangkan nilai tukar harga produksi terhadap sewa lahan secara umum menurun (kecuali kentang). Nilai tukar petani terhadap upah untuk komoditas kentang dan cabe merah meningkat sedangkan untuk kentang dan tomat menurun.
93
93
94 biaya
9.321
7,40
NT Pendapatan terhadap pupuk
0,42 1,17 0,03
NT Harga output terhadap pupuk urea
NT Harga output terhadap sewa lahan
NT harga output terhadap upah
Nilai Tukar Harga
0,52
20,73
NT terhadap upah
NT terhadap sewa lahan
1,11
20.000
total
Upah buruh tani (Rp 000/hari)
terhadap
1.200
HET pupuk urea (Rp 000/kg)
NT Pendapatan produksi
1.400
Harga pupuk urea di petani (Rp/kg)
583 500
Sewa lahan/ha (Rp 000/ha)
33,75
Harga jual produk (Rp/kg)
Produktivitas (kg/ha)
10.366
Biaya produksi
Pendapatan
19.687
2006*
Nilai produksi
Analisa usahatani/ha (Rp 000)
Uraian
0,05
0,75
0,83
13,89
0,83
12,50
1,25
30.000
1.800
1.800
2.000
1.500
30,00
24.993
20.007
45.000
2012*
Kubis
71,53
-35,68
100,11
87,53
60,74
-39,72
12,33
50
50,00
28,57
300
157
-11,11
141,11
114,64
128,58
Prbh (%)
0,17
1,12
1,40
4,93
0,59
3,95
0,18
10.000
1.200
1.200
1.500
1.683
23
5.920
32.780
38.700
2006*
0,15
1,50
2,50
8,03
0,48
4,82
0,18
30.000
1.800
1.800
3.000
4.500
21
14.460
80.040
94.500
2012*
Kentang
-10,87
33,69
78,25
62,84
-18,58
22,13
0,03
200,00
50,00
50,00
100,00
167,44
-8,70
144,26
144,17
144,19
Prbh (%)
0,10
4,00
1,54
12,20
0,79
31,71
0,87
20.000
1.200
1.300
500
2.000
17
15.854
18.146
34.000
2006*
0,09
1,07
1,78
12,56
0,65
7,54
0,48
35.000
1.800
1.800
3.000
3.200
22
22.613
47.387
70.000
2012*
Tomat
-8,57
-73,33
15,56
3,01
-18,50
-76,23
-45,38
75,00
50,00
38,46
500,00
60,00
29,41
42,63
161,14
105,88
Prbh (%)
0,18
10,00
2,69
11,85
0,77
44,02
0,79
20.000
1.200
1.300
350
3.500
10
15.408
19.592
35.000
2006*
Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Kubis, Kentang, Tomat, dan Cabe Merah Tahun 2006-2012
Sumber: *) Ditjend Hortikultura, 2006, **) Ditjend Hortikultura, 2012.
3
2
1
No
Tabel 7.2.
0,33
3,33
5,56
14,52
0,87
8,71
0,35
30.000
1.800
1.800
3.000
10.000
10
26.138
73.862
100.000
2012*
Cabe Merah
94
90,48
-66,67
106,35
22,52
13,09
-80,21
-55,00
50,00
50,00
38,46
757,14
185,71
0,00
69,64
277,00
185,71
Prbh (%)
7.1.3.
Nilai Tukar Usahatani Tanaman Perkebunan Untuk menggambarkan nilai tukar usahatani perkebunan diwakili oleh
usahatani komoditas tebu dan tembakau, berdasarkan data hasil penelitian Patanas tahun 2008, 2009, 2011 dan 2012. Hasil analisa seperti terangkum dalam Tabel 7.3 dan Tabel Lampiran 5. Secara
keseluruhan
pendapatan
usahatani
komoditas
perkebunan
menunjukkan nilai positif. Dalam tahun 2012 nilai pendapatan usahatani tebu mencapai Rp 32,18 juta/ha dan pendapatan usahatani tembakau Rp 44,38 juta/ha. Dalam peride tahun 2009-2012 terjadi peningkatan pendapatan usahatani sebesar 172,37 persen (atau 57,46 persen/tahun) untuk tebu, sedangkan tembakau sebesar 158,30 persen (atau 52,77 persen/tahun). Peningkatan pendapatan
usahatani
dari
masing-masing
komoditas
tersebut
terutama
disebabkan oleh peningkatan harga jual produksi. Harga jual produksi tebu meningkat sebesar 41,58 persen (atau 13,86 persen/tahun), sedangkan harga jual tembakau meningkat 14,06 persen (atau 4,69 persen/tahun). Dari sisi biaya produksi terjadi peningkatan biaya sewa lahan rata-rata 54,37 persen atau 18,12/tahun; peningkatan harga pupuk urea di tingkat petani sebesar 34,53 persen atau 11,51 persen/tahun sejalan dengan peningkatn HET pupuk urea. Peningkatan juga terjadi pada upah buruh rata-rata sebesar 41,80 persen atau 13,93 persen/tahun. Dengan kondisi usahatani di atas, terjadi kenaikan nilai tukar pendapatan usahatani tebu dan tembakau terhadap total biaya produksi, dengan peningkatan rata-rata 23,91 persen/tahun. Peningkatan nilai tukar ini sejalan dengan peningkatan nilai tukar pendapatan usahatani terhadap sewa lahan, pupuk urea, dan upah, masing-masing dengan rata-rata peningkatan nilai tukar terhdap sewa lahan sebesar 23, 97 5/tahun; terhadap pupuk 32,81 persen/tahun, dan terhadap upah 29,04 persen/tahun Dalam konsep nilai tukar petani, yaitu rasio antara harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar, nilai tukar harga output terhadap harga pupuk, sewa lahan dan upah pada komoditas tebu dan tembakau menurun. 95
95
Penurunan Penurunan nilai nilai tukar tukar terjadi terjaditerhadap terhadap sewa sewa lahan lahan yangyang mencapai mencapai -5,66 -5,66 persen/tahun, persen/tahun, disusul disusulnilai nilaitukar tukar terhadap terhadap upah upah sebesar sebesar -3,00-3,00 5/tahun, 5/tahun, dan nilai dan nilai tukar tukar terhadap terhadappupuk pupukurea urea-1,21 -1,21 persen/tahun. persen/tahun. Tabel Tabel7.3. 7.3.Perubahan Perubahan Nilai Nilai Tukar Tukar Pendapatan Pendapatan Usahatani Usahatani TebuTebu dan Tembakau dan Tembakau No No 11
Uraian Uraian
16.128,09 16.128,0932.178,27 32.178,2799,52 99,52 18.616,07 18.616,07 44.375,14 44.375,14 138,37 138,37 9.112,00 9.112,0012.830,45 12.830,4543,42 43,424.310,27 4.310,27 7.422,657.422,65 72,21
Pendapatan Pendapatan
7.016,09 7.016,0919.109,72 19.109,72 172,37172,37 14.305,80 14.305,80 36.952,49 36.952,49 158,30 158,30
Harga Harga jual jualproduk produk(Rp/kg) (Rp/kg) Sewa Sewa lahan/ha lahan/ha(Rp (Rp000/ha) 000/ha)
431,75 431,75 8.299 8.299
-
-
-
72,21
- 558,04 558,04 1.166,261.166,26 108,99 108,99
11.750 11.75041,58 41,58 33,00 33,00 38,05
38,05 14,06
14,06
3.000,00 3.000,00 4.761,90 4.761,9058,73 58,732.000,00 2.000,00 3.000,003.000,00 50,00
50,00
Harga Harga pupuk pupukurea ureadidipetani petani (Rp/kg) (Rp/kg)
1.404 1.404
2063 206346,92 46,92
1400 1400 1.710
1.710 22,14
22,14
HET HET pupuk pupukurea urea(Rp (Rp000/kg) 000/kg)
1.200 1.200
1800 1800 50
1200 1200 1.600
1.600 33,33
33,33
377813778142,53 42,53 23.890 23.89033.700 33.700 41,06
41,06
Upah Upah buruh buruhtani tani(Rp (Rp000/hari) 000/hari)
26.508 26.508
50
NT NT Pendapatan Pendapatanterhadap terhadaptotal total biaya biaya produksi produksi
0,770,77
1,49 1,4993,43 93,43
3,32
3,32 4,98
4,98 50,00
50,00
NT NT terhadap terhadapsewa sewalahan lahan
2,342,34
4,01 4,0171,59 71,59
7,15
7,15 12,32
12,32 72,20
72,20
NT NT terhadap terhadapupah upah
0,260,26
0,51 0,5191,10 91,10
0,60
0,60 1,10
1,10 83,11
83,11
NT NT Pendapatan Pendapatanterhadap terhadap pupuk pupuk
5,005,00
9,26 9,2685,36 85,36 10,22 10,22 21,61
5,915,91
5,70 5,70-3,64 -3,64
2,772,77
2,47 2,47 -10,80-10,80
0,02
0,02 0,01
-23,13 0,01
-23,13
0,310,31
0,31 0,31-0,66 -0,66
0,00
0,00 0,00
-18,26 0,00
-18,26
21,61 111,48 111,48
Nilai Nilai Tukar TukarHarga Harga NT NT Harga Harga output output terhadap terhadappupuk pupuk urea urea NT NT Harga Harga output output terhadap terhadapsewa sewa lahan lahan NT NT harga hargaoutput outputterhadap terhadap upah upah
0,02
0,02
Sumber: Sumber: *) *) Diolah Diolahdari daridata dataprimer primer Patanas Patanas tahun tahun 20092009 & 2012; & 2012; **) Diolah **) Diolah dari data dariprimer data primer PatanasPatanas tahun 2008 tahun 2008 && 2011 2011
7.1.4. 7.1.4.
NilaiTukar TukarUsaha Usaha Peternakan Nilai Peternakan Analisa nilai nilaitukar tukarusahatani usahatani peternakan diwakili peternakan Analisa peternakan diwakili oleh oleh usahausaha peternakan
sapi dan kambing. kambing. Data Dataanalisa analisausaha usaha peternakan berasal sapi dan peternakan berasal dari dari data data primerprimer penelitian Patanastahun tahun2008 2008 dan 2011. penelitian Patanas dan 2011. Hasil penelitian penelitianmenunjukkan menunjukkan pendapatan usaha peternakan sapi dan Hasil pendapatan usaha peternakan sapi dan kambing menunjukkan nilai nilaipositif. positif.Dalam Dalam peride tahun 2008-2011 kambing menunjukkan peride tahun 2008-2011 terjaditerjadi 96
96
Prbh (%)
Biaya Biaya produksi produksi
Produktivitas Produktivitas(kg/ha) (kg/ha)
33
2009* 2009*
Tembakau Tembakau
Prbh Prbh Prbh 2008* 2008* 2011* 2011* 2012* 2012* (%) (%) (%)
Analisa Analisausahatani/ha usahatani/ha(Rp (Rp 000) 000) Nilai Nilai produksi produksi
22
TebuTebu
96
peningkatan pendapatan usaha ternak sapi dari Rp 4,16 juta/ekor menjadi Rp 5,28
juta/ekor
atau
peningkatan
sebesar
172,37
persen
(atau
57,46
persen/tahun), sedangkan pada usaha ternak kambing terjadi peningkatan pendapatan dari Rp 249,53 ribu menjadi Rp 503,14 ribu atau peningkatan sebesar 158,30 persen (atau 52,77 persen/tahun) untuk kambing. Dengan unit analisa usaha per ekor, nilai produksi usaha ternak juga berarti harga jual per ekor. Pada usaha ternak sapi, nilai produksi/harga jual sapi tahun
2008-2011
meningkat
sebesar
30,02
persen
atau
rata-rata
10,0
persen/tahun, sedangkan nilai produksi atau harga jual kambing meningkat 61,25 persen atau rata-rata 20,42 persen/tahun. Dari hasil penelitian juga menunjukkan biaya produksi usaha ternak meningkat lebih besar dibanding usaha kambing, yaitu 52,69 persen (atau ratarata 17,56 persen/tahun), sedangkan untuk usaaha ternak sapi dan 19,85 persen (atau rata-rata 6,62 persen/tahun). Dengan nilai usaha ternak di atas, nilai tukar pendapatan terhadap biaya produksi usaha sapi mengalami penurunan sampai 17 persen, sedangkan pada usaha kambing terjadi peningkatan sebesar 68,25 persen. Hal ini disebabkan biaya produksi kambing lebih rendah peningkatannya dibanding biaya usaha sapi dan kenaikan harga kambing relatif lebih tinggi dibanding kenaikan harga sapi. Demikian pula nilai tukar pendapatan terhadap harga jual produk, pada usaha sapi mengalami penurunan -2,42, sedangkan pada usaha kambing meningkat sampai 25 persen.
97
97
Tabel Tabel7.4.Perubahan 7.4.Perubahan Nilai Nilai Tukar Tukar Pendapatan Usahatani Usahatani Sapi Sapi dan danKambing KambingTahun Tahun200820082011 No No
Uraian Uraian
Sapi Sapi 2008*
11 Analisa Analisausaha usahaternak ternak per per ekor ekor (Rp (Rp 000) Nilai Nilai produksi produksi atau atau harga/ekor harga/ekor 4.734,38 (Rp) (Rp) Biaya Biayaproduksi produksi 572,32 Pendapatan Pendapatan 4.162,06 22 Nilai NilaiTukar TukarPendapatan Pendapatan Usahatani Usahatani NT NTterhadap terhadaptotal total biaya biaya produksi produksi 7,27 NT NTterhadap terhadapharga harga sapi/kambing sapi/kambing 0,88
2011** 2011**
Kambing Kambing Prbh Prbh (%) (%)
2008* 2008*
2011** 2011**
Prbh Prbh (%) (%)
6.155,68 6.155,68
30,02 492,86 492,86 794,76 794,76 30,02
875,00 875,00 5.280,68 5.280,68
52,69 52,69 243,33 243,33 291,62 291,62 19,85 19,85 20,06 20,06 249,53 249,53 503,14 503,14 101,64 101,64
6,04 6,04 0,86 0,86
-17,01 -17,01 -2,42 -2,42
1,03 1,03 0,51 0,51
1,73 1,73 0,63 0,63
61,25 61,25
68,25 68,25 25,04 25,04
Sumber: Sumber:Pengolahan Pengolahandata dataprimer primer penelitian penelitian Patanas tahun 2008 2008 dan dan 2011. 2011.
7.2. Pertanian 7.2. Marjin MarjinPemasaran Pemasaran Komoditas Komoditas Pertanian Salah penting yang yang menentukan menentukan pendapatan pendapatan Salah satu satu komponen komponen nilai tukar penting petani yang diusahakan. diusahakan. Pada Pada berbagai berbagai petani adalah adalah marjin marjin tataniaga tataniaga komoditas yang komoditas wilayah akan akan dijumpai dijumpai beberapa beberapa saluran saluran komoditas pertanian pertanian dan dan di di berbagai wilayah tataniaga Berdasarkan teori, teori, semakin semakin panjang panjang tataniaga atau atau pemasaran pemasaran hasil hasil pertanian. Berdasarkan rantai yang terlibat), terlibat), akan akan semakin semakin tinggi tinggi rantai tataniaga tataniaga (semakin (semakin banyak banyak lembaga yang marjin tingkat penerimaan penerimaan petani petani((farmer marjinpemasaran pemasaran dan dan semakin semakin rendah tingkat farmershare share ).). Marjin Marjin tataniaga tataniaga adalah adalah selisih selisih antara harga harga yang yang dibayarkan dibayarkan oleh oleh konsumen konsumen dengan dengan harga harga yang yang diterima diterima oleh petani. Marjin Marjin ini ini akan akan diterima diterima oleh olehlembaga lembaga tataniaga tataniaga yang yang terlibat terlibat dalam dalam proses pemasaran pemasaran tersebut. tersebut. Marjin Marjin pemasaran pemasaran merupakan merupakan perbedaan perbedaan antara antara harga yang dibayarkan dibayarkan konsumen konsumen dengan dengan harga harga yang yang diterima diterima petani. petani. Komponen Komponen marjin pemasaran pemasaran ini ini terdiri terdiri dari dari biaya-biaya biaya-biaya yang yang diperlukan diperlukan lembaga-lembaga lembaga-lembaga pemasaran pemasaran untuk untuk melakukan melakukan fungsi-fungsi fungsi-fungsi pemasaran pemasaranyang yang disebut disebut biaya biaya pemasaran. Pada Pada Tabel Tabel 7.5 7.5 diuraikan diuraikan rekapitulasi hasil hasil beberapa beberapa kajian kajian mikro mikromarjin marjin pemasaran pemasaran dari dari beberapa beberapa komoditas komoditas empat sub sub sektor sektor pertanian. pertanian. Pada Padakelompok kelompok komoditas komoditas tanaman tanaman pangan pangan marjin pemasaran pemasaran relatif relatif efisien efisien atau atau farmer farmer share share cukup cukup tinggi, tinggi, misalnya misalnya padi padi mencapai mencapai 90 persen, persen, palawija palawija mencapai mencapai 80 80persen, persen, dan danubikayu ubikayu dapat dapat mencapai mencapai 90 persen. Kisaran Kisaran marjin marjin tataniaga tataniaga dari darikomoditas komoditas tanaman tanaman pangan pangan ini ini merupakan merupakan hasil kontribusi kontribusi kadar kadar air air dan dan biaya biayatransportasi. transportasi.
farmer share shareyang yangditerima diterima Artinya Artinyasemakin semakin tinggi tinggi kadar kadar air air maka semakin semakin rendah rendah farmer 9898
98
petani, demikian pula biaya transportasi semakin tinggi akan semakin rendah harga yang diterima petani produsen. Pada kelompok komoditas hortikultura marjin pemasaran cukup tinggi, yang berarti harga yang diterima petani relatif rendah, seperti pada komoditas cabe besar hanya sekitar 64 persen, kentang sekitar 67-70 persen, pisang dan jeruk menunjukkan marjin yang cukup tinggi, yaitu 75-81 persen, sedangkan pepaya relatif rendah hanya sekitar 50 persen. Komoditas pepaya umumnya dijual petani dalam kondisi buah belum masak, sehingga pedagang eceran memerlukan waktu pemasakan sebelum menjual kepada konsumen. Hal ini dhitung sebagai biaya oleh pedagang, sehingga menyebabkan harga yang dibayar kepada petani menjadi rendah. Kakao yang merupakan komoditas sub sektor perkebunan. Petani menjual dalam bentuk buah kering, tetapi di berbagai daerah cukup bervariasi tingkat kekeringan dan kualitasnya, sehingga harga pun berbeda. Namun, harga yang diterima petani cukup baik, yaitu sekitar 83 persen. Harga komoditas jahe selain ditentukan oleh jenis dan tingkat kadar air, juga ditentukan oleh kadar kotoran, sehingga harga yang diterima petani cukup bervariasi. Komoditas jahe biasa ditanam pada daerah marjinal yang akses transportasinya mahal/sulit, sehingga menyebabkan biaya pemasaran cukup tinggi. Komoditas karet berbeda dengan komoditas perkebunan lain karena umumnya petani menjual dalam bentuk bahan olahan karet rakyat (bokar) dengan kualitas, kadar air, dan kadar kotoran bervariasi antar daerah. Menurut berbagai penelitian bokar ini kandungan
lumpnya hanya sekitar 40-50 persen, selebihnya adalah air, kotoran dan bahan lain. Hal ini yang menyebabkan harga bokar yang diterima petani sangat rendah. Berdasarkan kandungan lump karet bokar, harga yang diterima petani berkisar 50-57 persen. Biaya transportasi karet relatif mahal dan tidak efisien. Dibandingkan dengan sub sektor lain, pemasaran hasil komoditas peternakan relatif lebih efisien. Daerah sentra produksi peternakan terdapat pasar hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH), secara fisik pasar hewan mengorganisasikan pemasaran hewan dengan baik, sehingga harga yang diterima 99
99
peternakmenjadi menjadirelatif relatif tinggi, tinggi, seperti sapi potong peternak potong dan dan kambing kambingsekitar sekitar9090persen persen dantelur teluritik itik mencapai mencapai 80 80 persen. persen. Informasi Informasi harga dan harga komoditas komoditaspeternakan peternakanrelatif relatif mudah diakses diakses peternak peternak dan dan cenderung stabil, mudah stabil, tidak tidak seperti seperti harga harga komoditas komoditas sayur-sayuranyang yang cukup cukup tinggi tinggi berfluktuasi. berfluktuasi. sayur-sayuran Tabel Tabel7.5.Marjin 7.5.Marjin Pemasaran Pemasaran Beberapa Beberapa Komoditas KomoditasPertanian Pertanian No No
Sub Sub sektor/Komoditas sektor/Komoditas
Proporsi Proporsi harga jual jual petani petani terhadap terhadap harga eceran eceran (%)
Tahun Tahun Studi Studi
Keterangan Keterangan
A.A. Tanaman TanamanPangan Pangan 1.1. Gabah Gabah 85,6-95,7 2006 2006 GKG GKG 2.2. Jagung Jagung 72 2007 2007 Pipilan Pipilan 3.3. Ubikayu Ubikayu 91 -Ubi Ubibasah basah 4 4 Kacang KacangTanah Tanah 86 2007 2007 Biji Bijikering/Ose kering/Ose B.B. Hortikultura Hortikultura 1.1. Cabe CabeBesar Besar 64 2011 2011 Cabe Cabesegar segar 2.2. Kentang Kentang 67-70 -Umbi Umbisegar segar 3.3. Pepaya Pepaya 49,3-58,4 -Buah Buahsegar segar 4.4. Pisang Pisang 75 2007 2007 Buah Buahsegar segar 5.5. Jeruk Jeruk 81 2007 2007 Buah Buahsegar segar C.C. Perkebunan Perkebunan 1.1. Kakao Kakao 82,9 -Buah Buahkering kering 2.2. Karet Karet 24,5-28,8 1984 1984 Bokar Bokar 3.3. Jahe Jahe 42-86 -Umbi Umbikering kering D.D. Peternakan Peternakan 1.1. Sapi SapiPotong Potong 85,7-93,5 2007 2007 Ekor Ekorsapi sapi 2.2. Kambing Kambing 90 2007 2007 Ekor Ekorkambing kambing 3.3. Telur TelurItik Itik 80 2006 2006 Butir Butirtelur telur Sumber: Sumber:Berbagai Berbagaihasil hasilpenelitian/kajian/studi penelitian/kajian/studi mikro mikro (lihat (lihat daftar daftarPustaka). Pustaka).
7.3. 7.3. Perubahan PerubahanPendapatan Pendapatan Rumahtanga Rumahtanga Petani Petani Perubahan Perubahan kesejahteraan kesejahteraan petani juga juga dapat dapat diukur diukur dari dariperubahan perubahantingkat tingkat pendapatan pendapatan rumahtangga rumahtangga petani. petani. Analisa perubahan perubahan pendapatan pendapatan rumahtangga rumahtangga berikut berikutdidasarkan didasarkan dari dari data data yang yang diperoleh diperoleh dari dari penelitian penelitian Panel PanelPetani Petaninasional nasional (Patanas) (Patanas) yang yang dilakukan dilakukan oleh oleh PSE-KP Badan Badan Litbang Litbang pertanian pertanian pada padadaerah daerah contoh contohagroekosistem agroekosistem sawah sawah dan dan agroekosistem agroekosistem perkebunan. perkebunan.
100 100
100
7.3.1.
Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem Lahan Sawah Secara rata-rata dalam periode waktu 3 tahun terjadi peningkatan
pendapatan rumahtangga pertanian dari rata-rata Rp 14,23 juta menjadi Rp 27,39 juta atau meningkat 87,84 persen dalam 3 tahun atau rata-rata peningkatan 29,3 persen/tahun (Tabel 7.6). Berdasarkan sumbernya, proporsi pendapatan terbesar berasal dari kegiatan sektor pertanian, yaitu pada tahun 2012 menempati proporsi 58,6 persen dan proporsi pendapatan dari non pertanian 41,4 persen. Pendapatan sektor pertanian tersebut terutama didominasi oleh pendapatan dari kegiatan usahatani (on-farm) dengan proporsi sebesar 55,56 persen dan buruh tani hanya 3,04 persen. Peningkatan pendapatan rumahtangga yang terjadi pada periode tahun 2007-2010, terjadi terutama karena peningkatan pendapatan pendapatan usahatani (on-farm) dan pendapatan dari kegiatan di luar pertanian (non pertanian); sementara pendapatan dari kegiatan off-farm, yaitu berburuh tani menurun. Secara rata-rata kontribusi peningkatan pendapatan dari non-pertanian paling tinggi, yaitu peningkatan sebesar 109,0 persen dalam kurun waktu 3 tahun, atau meningkat dari rata-rata Rp 16,48 juta menjadi 28,89 juta. Sedangkan peningkatan pendapatan dari kegiatan usahatani (on-farm) sebesar 92,46 persen, yaitu peningkatan dari Rp 14,23 juta menjadi 27,38 juta dalam kurun waktu 3 tahun.
101
101
Tabel Tabel7.6. 7.6.
Struktur Struktur dan dan Nilai Tukar Pendapatan Pendapatan Rumahtangga Rumahtangga Petani Petani pada pada Agroekosistem Agroekosistem Sawah Sawah Tahun 2007-2010 2007-2010
No No Uraian Uraian 11 Struktur Strukturpendapatan pendapatan (Rp (Rp 000)
Pendapatan Pendapatan on-farm on-farm rumahtangga rumahtangga Pendapatan Pendapatan buruh buruh tani tani ((off-farm off-farm) Pendapatan Pendapatan sektor sektor pertanian pertanian (on-farm dan offofffarm farm)) Pendapatan Pendapatan non non pertanian pertanian (non-farm) Total Totalpendapatan pendapatan 22 Proporsi Proporsipendapatan pendapatan (%) (%) Pendapatan Pendapatan on-farm on-farm terhadap terhadap total Pendapatan Pendapatan off-farm off-farm terhadap terhadap total Pendapatan Pendapatan sektor sektor pertanian pertanian terhadap total total Pendapatan Pendapatan non non pertanian pertanian terhadap total 33 Proporsi Proporsipengeluaran pengeluaran terhadap terhadap pengeluaran pengeluaran total total Proporsi Proporsikonsumsi konsumsi bahan bahan makanan Proporsi Proporsikonsumsi konsumsi makanan makanan jadi Proporsi Proporsikonsumsi konsumsi sandang sandang (pakaian) Kesehatan Kesehatan Proporsi Proporsikonsumsi konsumsi papan papan (perumahan) Proporsi Proporsikonsumsi konsumsi pendidikan, pendidikan, rekreasi, olahraga olahraga Proporsi Proporsitransportasi transportasi dan dan komunikasi
2007* 2007*
2010** 2010**
Perubahan Perubahan
14.230,77 14.230,77 27.387,97 27.387,97 2.247,46 2.247,46 1.498,55 1.498,55
92,46 92,46 -33,32 -33,32
16.478,23 16.478,23 28.886,52 28.886,52 9.764,07 9.764,07 20.407,88 20.407,88 26.242,30 26.242,30 49.294,40 49.294,40
75,30 75,30 109,00 109,00 87,84 87,84
54,23 54,23 8,56 8,56 62,79 62,79 37,21 37,21
55,56 55,56 3,04 3,04 58,60 58,60 41,40 41,40
2,45 2,45 -64,49 -64,49
46,92 46,92 5,18 5,18 4,74 4,74 8,29 8,29 13,65 13,65 17,68 17,68 3,54 3,54
47,49 47,49 4,48 4,48 3,39 3,39 8,65 8,65 10,80 10,80 12,90 12,90 10,62 10,62
1,21 1,21 -13,51 -13,51 -28,48 -28,48 4,34 4,34 -20,88 -20,88 -27,04 -27,04 200,0 200,0
-6,67 -6,67 11,26 11,26
Sumber: Sumber:*)*)Irawan Irawanet etal., al., 2007, 2007, **) **) Susilowati Susilowati et al., 2011. 2011.
Dari Dari data data seperti seperti terangkum terangkum dalam Tabel Tabel 7.6 7.6 terlihat terlihat bahwa bahwa perubahan perubahan peningkatan peningkatan pendapatan pendapatan dari non pertanian pertanian ((non-farm non-farm)) lebih lebih tinggi tinggi dari dari ini menunjukkan menunjukkan adanya adanya upaya upayauntuk untuk pendapatan pendapatan dari dari usahatani usahatani (on-farm). Hal ini meningkatkan meningkatkan pendapatan pendapatan rumahtangga petani petani dengan dengan bekerja bekerja pada pada kegiatan kegiatan non non pertanian. pertanian. Kondisi Kondisi ini ini terjadi karena dorongan dorongan untuk untuk dapat dapat meningkatkan meningkatkan pendapatan pendapatan dengan dengan didukung didukung oleh terbukanya terbukanya lapangan lapangan kerja kerja usaha usaha non non pertanian. pertanian. Tarikan Tarikan untuk untuk bekerja bekerja di luar pertanian pertanian dengan dengan fasilitas fasilitasyang yanglebih lebihbaik baik menyebabkan menyebabkan lapangan lapangan kerja kerja sebagai buruh buruh tani tani menurun. menurun. Hal Hal ini inisejalan sejalandengan dengan penurunan penurunan sumber sumber pendapatan pendapatan dari buruh tani tani ((off-farm off-farm).). Dengan Dengan kondisi kondisi di di atas, atas, dalam kurun waktu waktu pengamatan pengamatantahun tahun2007-2010, 2007-2010,
on-farm terhadap pendapatan pendapatan total total mengalami mengalamipeningkatan, peningkatan, proporsi proporsi pendapatan pendapatan on-farm namun namun karena karena adanya adanya penurunan penurunan pendapatan pendapatan off-farm off-farm,, maka maka secara secarakeseluruhan keseluruhan proporsi proporsi pendapatan pendapatan dari dari sektor pertanian mengalami mengalami penurunan penurunan sebesar sebesar -6,67 -6,67 persen persen dalam dalam 33 tahun tahun atau atau rata-rata penurunan penurunan -2,22 -2,22 persen persen pertanian. pertanian.Dalam Dalam33 102 102
102
tahun pengamatan di lokasi contoh, proporsi pendapatan dari non pertanian meningkat sebesar 11,26 persen atau rata-rata 3,75 persen/tahun. Dari struktur perilaku konsumsi rumahtangga petani, dihasilkan data bahwa telah terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan, kesehatan, dan perumahan, sementara proporsi pengeluaran untuk makanan jadi, sandang, pendidikan-rekreasi-olah raga, serta pengeluaran untuk transportasi dan komusikasi mengalami penurunan. Peningkatan proporsi pengeluaran terbesar terjadi untuk perumahan (200 persen) menyusul untuk kesehatan (4,34 persen), dan bahan makanan (1,21 persen); Sedangkan penurunan proporsi pengeluaran rumahtangga terbesar terjadi pada pengeluaran untuk sandang (-28,48) disusul pengeluaran untk transportasi dan komunikasi (-27,04 persen) dan untuk pendidikan-rekreasi-olah raga (0,88 persen), serta untuk konsumsi makanan jadi (-3,51 persen). 7.3.2.
Pendapatan
Rumahtangga
pada
Agroekosistem
Lahan
Perkebunan Secara nominal rata-rata tingkat pendapatan rumahtangga tahun 2012 sebesar RP 49,86 Juta (Tabel 7.7). Tingkat pendapatan rumahtangga perkebunan paling besar terjadi pada rumahtangga perkebunan berbasis sawit, menyusul rumahtangga karet, rumahtangga tebu, dan rumahtangga kakao. Dalam tahun 2012 tingkat pendapatan rumahtangga perkebunan berbasis kelapa sawit ratarata sebesar Rp 72,15 juta, disusul rumahtangga berbasis karet sebesar Rp 46,04 juta, rumahtangga berbasis tebu sebesar Rp 44,37 juta, dan rumahtangga berbasis kakao sebesar Rp 36,88 juta (Tabel 7.7). Berdasarkan sumber pendapatannya, proporsi pendapatan terbesar berasal dari kegiatan sektor pertanian, yaitu pada tahun 2012 menempati proporsi 68,2 persen dan terutama didominasi oleh pendapatan dari kegiatan usahatani (on-
farm) dengan proporsi sebesar 67,2 persen, dan buruh tani hanya 0,9 persen, sedangkan proporsi pendapatan non pertanian rata-rata 31,8 persen (Tabel 7.7).
103
103
Dalam kurun waktu tahun 2009-2012 terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga perkebunan dengan rata-rata peningkatan sebesar 134,0 persen atau rata 44,67 persen/tahun. Rataan pendapatan rumahtangga meningkat dari Rp 21,31 juta pada tahun 2009 menjadi Rp 49,86 juta. Penulusuran lebih lanjut menunjukkan peningkatan pendapatan rumahtangga relatif paling tinggi terjadi pada rumahtangga petani tebu, yaitu 244,7 persen, disusul rumahtangga karet 123,5 persen, kelapa sawit 111,8 persen, dan kakao 108,5 persen masing-masing dalam kurun waktu 3 tahun (Tabel 7.8). Sebagaimana terjadi agroekosistem lahan sawah, pada agroekosistem lahan berbasis tanaman perkebunan, peningkatan pendapatan rumahtangga terbesar terjadi karena peningkatan pendapatan pendapatan non pertanian (non-
farm) dan pendapatan dari kegiatan usahatani (on-farm); sementara pendapatan dari kegiatan off-farm, yaitu berburuh tani menurun. Secara rata-rata kontribusi peningkatan pendapatan dari kegiatan non pertanian meningkat sebesar 158,7 persen dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu meningkat dari rata-rata Rp 6,13 juta menjadi RP 15,88 juta. Pendapatan dari kegiatan usahatani meningkat sebesar 137,5 persen, yaitu peningkatan dari Rp 14,11 juta menjadi Rp 33,52 juta dalam kurun waktu 3 tahun. Perubahan pendapatan dari non pertanian (non-farm) lebih tinggi dari pendapatan dari usahatani (on-farm). Kondisi ini juga menunjukkan terbukanya lapangan kerja usaha non pertanian dengan fasilitas yang lebih baik. Dari struktur perilaku konsumsi rumahtangga petani, proporsi pengeluaran untuk bahan makanan relatif paling besar, namun pada periode tahun 2009-2012 cenderung menurun, yaitu dari 59,69 persen menjadi 56,12 persen. Penurunan juga terjadi pada proporsi pengeluaran untuk sandang dan kesehatan. Sementara proporsi pengeluaran untuk makanan jadi, perumahan, pendidikan-rekreasiolahraga, serta transportasi-komunikasi menunjukan peningkatan.
104
104
15.841,2
2009*
1,0
35.036,2
Karet 2012*
119,8
-99,0
121,2
Prbh
8.452,9
9.234,6
2.300,8
6.933,8
2009*
22.632,9
14.252,6
866,01
13.386,5
Kakao 2012*
167,8
54,3
-62,4
93,1
Prbh
5.780,2
28.280,8
1.431,3
26.849,5
2009*
10.515,7
61.633,3
590,2
61.043,1
Kelapa Sawit 2012*
81,9
117,9
-58,8
127,4
Prbh
5.653,0
7.221,0
387,8
6.833,2
2009*
19.358,8
25.016,7
385,8
24.630,9
Tebu 2012*
242,5
246,4
-0,5
260,5
Prbh
6.136,7
15.170,1
1.055,6
14.114,5
2009*
15.877,9
33.984,9
460,8
33.524,1
Rata-rata 2012*
158,7
124,0
-56,4
137,5
Prbh
Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Perkebunan Tahun 2009-2012
102,5 35.037,2 136,1
Tabel 7.7.
15.943,7 11.003,9
Sumber Pendapatan
3. Pendapatan pertanian 4.660,8
134,0
2. Pendapatan off-farm
1. Pendapatan usahatani off-farm
3. Pendapatan non farm
49.862,8
1,5
21.306,8
67,2
-81,3
244,7
66,2
0,9
-4,3
44.375,5
4,6
5,0
68,2
10,6
12.874,0
55,5
-71,1
71,2
31,8
111,8
53,1
0,9
0,5
28,8
72.149,0
7,3
3,0
56,4
-0,6
34.061,0
84,6
-80,5
56,1
43,6
108,5
78,8
0,8
2,9
43,9
36.885,5
-7,4
4,2
85,4
-14,1
17.687,5
36,3
-82,0
83,0
14,6
123,5
2,3
-26,0
17,0
46.041,1
38,6
28,4
20.604,5
61,4
4. Pendapatan total Proporsi pendapatan (%) Pendapatan on-farm 76,9 76,1 -1,02 39,2 terhadap total Pendapatan off-farm 0,5 0,0 -99,55 13,0 terhadap total Pendapatan pertanian 77,4 76,1 -1,65 52,2 terhadap total Pendapatan non 22,6 23,9 5,66 47,8 pertanian terhadap total Sumber: *) Susilowati et al., 2010, **) Susilowati et al., 2012.
105
105
Tabel 7.8. No 1
2
3
Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani pada Agroekosistem Perkebunan Tahun 2009-2012
Uraian 2009* Struktur pendapatan (Rp 000) Pendapatan on-farm rumahtangga 14.114,50 Pendapatan buruh tani (off-farm) 1.055,60 Pendapatan sektor pertanian (on-farm dan off15.170,10 farm) Pendapatan non pertanian (non-farm) 6.136,70 Total pendapatan 21.306,80 Proporsi pendapatan (%) Pendapatan on-farm terhadap total 66.2 Pendapatan off-farm terhadap total 5.0 Pendapatan sektor pertanian terhadap total 71.2 Pendapatan non pertanian terhadap total 28.8 Proporsi pengeluaran terhadap pengeluaran total Proporsi konsumsi bahan makanan 59.69 Proporsi konsumsi makanan jadi 3.41 Proporsi konsumsi sandang (pakaian) 4.19 Kesehatan 6.16 Proporsi konsumsi papan (perumahan) 4.59 Proporsi konsumsi pendidikan, rekreasi, 9.62 olahraga Proporsi transportasi dan komunikasi 12.36
Sumber: *) Susilowati et al., 2010, **) Susilowati et al., 2012.
2012**
Perubahan
33.524,10 460,80
137.5 -56.4
33.984,90
124.0
15.877,90 49.862,80
158.7 134.0
67.2 0.9 68.2 31.8
1.5 -81.3 -4.3 10.6
56.12 3.9 2.66 5.60 7.17
-5.98 14.37 -36.52 -9.09 56.21
11.19
16.32
13.76
11.33
106
106
BAB VIII RELEVANSI NTP DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 8.1.
Relevansi NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan, kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sejalan dengan itu, dalam rencana
rencana
jangka
panjang
pembangunan
nasional
peningkatan
kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan nasional dan sektor pertanian. Saat ini NTP dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani. NTP dihitung dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB). Kenaikan HT dengan laju yang lebih besar akan menghasilkan kenaikan daya beli dan sebaliknya. HT sebagai indikator penerimaan petani mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani (NTP) dan HB sebagai indikator pengeluaran petani mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan petani (NTP). Pergerakan NTP ditentukan oleh komponen penyusunnya tersebut. Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit analisa nasional dan regional (provinsi). NTP nasional merupakan agregasi dari NTP regional dan sub sektor dan komoditas. Dengan demikian NTP dapat didisagregasi menjadi unit NTP provinsi dan agregasi menurut sub sektor dan komoditas. Dengan demikian disamping dapat diketahui indikator kesejahteraan petani nasional juga dapat diketahui dan diperbandingkan tingkat kesejahteraan petani antar regional provinsi, perbandingan tingkat kesejehteraan antar sub sektor dan antar komoditas. NTP dapat pula diturunkan menurut NTP menurut provinsi (NTP Aceh, NTP Jawa Barat, NTP NTB dsb.), NTP menurut sub sektor (NTP sub sektor tanaman pangan, NTP sub sektor hortikultura, NTP sub sektor perkebunan, NTP sub sektor peternakan dan pangan, NTP sub sektor perikanan); dan NTP 107
107
komoditas penyusun sub sektor (contohnya NTP Padi, NTP sayur-sayuran, NTP ternak unggas, dan sebagainya). Dari NTP juga dapat diturunkan NTP dari masing-masing komponen seperti NT Padi terhadap pupuk, NTP sayuran terhadap sewa lahan, NTP unggas terhadap upah, dan sebagainya. Disamping sebagai komponen penyusun NTP, nilai tukar komponen penyusun NTP itu sendiri merupakan parameter penting kebijakan pembangunan pertanian. Contohnya, Nilai Tukar Padi terhadap Pupuk (NTPADI-PUPUK) yang didefinisikan sebagai rasio antara harga padi terhadap harga pupuk, atau yang dikenal sebagai Rumus Tani merupakan parameter yang digunakan dalam kebijaksanaan harga pangan. Penurunan NTPADI-PUPUK berarti penurunan daya beli padi terhadap pupuk. Setiap nilai tukar komponen NTP tersebut masing-masing dapat dipelajari pembentukan dan perilakunya. Contoh lain NT Padi terhadap sandang yang merupakan rasio antara harga padi terhadap harga sandang menggambarkan perkembangan daya beli petani padi terhadap sandang. Dengan kemungkinan dilakukan agregasi dan disagregasi NTP tersebut menjadi keunggulan dan konsep pembentukan NTP. Namun demikian penyusunan NTP yang dibangun oleh BPS sebagai indikator kesejahteraan petani memiliki kelemahan. P ertam a, dari sisi cakupan/ definisi “petani” belum sepenuhnya memasukkan seluruh sub sektor dan komoditas pertatian. Definisi "petani" dalam NTP telah mencakup petani tanaman pangan, petani hortikultura, petani pekebun, petani ternak, dan petani ikan dan nelayan perikanan, namun belum termasuk petani yang bergerak di usaha kehutanan. Di masing-masing sub sektor, belum semua komoditas tercakup dalam penghitungan NTP seperti: (a) belum memasukkan usaha tanaman obat dan tanaman hias pada sub sektor hortikultura, dan (b) penyusun sub sektor perkebunan rakyat perlu lebih dirinci, misalnya dalam kelompok komoditas tanaman tahunan dan tanaman semusim. K edua, Penghitungan NTP dinyatakan dalam bentuk indeks didasarkan kepada metoda indeks Laspeyres. Asumsi utama dari penghitungan indeks metoda Laspeyres adalah tidak ada perubahan 108
108
kuantitas dalam periode pengukuran. Kuantitas selalu tertimbang pada awal titik pengamatan (Qo) dan perkembangan nilai indeks bertumpu pada perubahan harga-harga, sehingga perhitungan NTP tidak mengakomodasikan perkembangan produktivitas,
sebagai
dampak
dari
kemajuan
teknologi
dan
kegiatan
pembangunan, dan K etiga, konsep NTP yang didasarkan kepada Indeks
Laspeyres sebagaimana yang dilakukan oleh BPS pada akhirnya merumuskan NTP sebagai rasio harga antara yang diterima petani dan dibayar petani. Dengan didasarkan kepada indeks Laspeyres, perkembangan NTP bertumpu pada perubahan harga-harga. Pada pasar komoditas pertanian yang kompetitif, harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Kenaikan harga terjadi karena adanya kekurangan pasokan dibanding permintaan. Penurunan pasokan dapat terjadi karena penurunan produksi atau permintaan naik lebih tinggi dibandingkan penawaran (produksi). Pada skala nasional atau regional, kenaikan harga produk justru mengidentifikasikan kekurangan/kelangkaan pasokan/ produksi untuk mengimbangi permintaan dan mendorong kenaikan inflasi. Pada sisi lain, dengan struktur tataniaga produk pertanian yang terjadi saat ini kenaikan harga produk yang diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatan petani. Dengan demikian peningkatan harga produk pertanian yang berakibat NTP naik tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi yang diinginkan. Harga produksi yang meningkat tidak sepenuhnya meningkatkan pendapatan petani, atau
berarti
kenaikan
NTP
belum
sepenuhnya
berarti
peningkatan
pendapatan/kesejehteraan petani. BPS mendefinisikan bahwa peningkatan NTP berarti peningkatan kesejahteraan. Definisi tersebut benar pada asumsi bahwa produktivitas selalu tetap dan petani selalu menguasai produksi, sehingga kenaikan produksi juga berarti kenaikan penerimaan /pendapatan petani. Nilai NTP akan meningkat apabila HT meningkat dengan laju lebih tinggi dari peningkatan HB, atau HB tetap atau HB menurun. NTP juga akan meningkat pada kondisi HT menurun, namun dengan laju lebih rendah dari penurunan HB (Tabel 8.1). Pada kondisi demikian maka penilaian NTP yang konstan lebih sesuai untuk menggambarkan tingkat kestabilan kesejahteraan petani. NTP yang 109
109
konstan berarti perubahan harga yang diterima petani meningkat (atau menurun) sejalan dengan perubahan harga yang dibayar petani secara proporsional. Tabel 8.1. Skenario Perubahan HT dan HB terhadap NTP Harga yang diterima petani (HT) Naik Naik Naik Naik Naik Turun Turun Turun Turun Turun
Harga yang dibayar Petani (HB)
Laju perubahan HT dan HB
Naik Naik Naik Tetap Turun Turun Turun Turun Tetap Naik
Laju HT = laju HB Laju HT > laju HB Laju HT < laju HB
Laju HT = laju HB Laju HT > laju HB Laju HT < laju HB
NTP Tetap Meningkat Menurun Meningkat Meningkat Tetap Menurun Meningkat Menurun Menurun
Dengan beberapa kekurangan yang ada dalam penghitungan NTP selama ini, perlu adanya penyempurnaan penghitungan NTP yang lebih mendekati pengukuran kesejahteraan. Penyempurnaan tersebut berkaitan dengan: (a) cakupan/ definisi “petani” dengan penyempurnaan seluruh sub sektor dan komoditas pertanian , (b) penyusunan indeks baru NTP dengan memasukkan indeks unsur kuantitas dalam bentuk indeks produksi dan indeks konsumsi, sehingga NTP didefinisikan sebagai indeks nilai penerimaan terhadap indeks nilai
pengeluaran.
dimana: NTP = NiLai Tukar Petani, IT
= Indeks harga yang diterima petani, 110
110
IB
= Indeks harga yang dibayar petani,
IP
= Indeks produksi pertanian,
Pi
= Indeks konsumsi rumahtangga petani.
Formulasi indeks didasarkan kepada konsep nilai.
dimana: I
= Indeks Nilai,
Qo = Kuantitas pada awal pengamatan, Qi
= Kuantitas pada saat ini,
P0
= Harga pada pada awal pengamatan,
Pi
= Harga pada saat ini.
Dengan indeks nilai maka tingkat/nilai daya beli dan perubahannya secara langsung dapat dihitung dan di dalamnya sudah memasukkan unsur pengaruh pembangunan seperti produktivitas. Dengan konsep nilai tersebut, peningkatan daya beli sebagai indikator kesejahteraan petani yang ditunjukkan oleh peningkatan NTP dinilai lebih relevan. Dengan memasukkan unsur kuantitas maka perhitungan NTP menjadi lebih kompleks, yaitu dengan menyusun dan memasukkan
Indeks Produksi
Pertanian Dan Indeks Konsumsi Rumahtangga Pertanian dalam penghitungan NTP. Penyempurnaan tersebut perlu mendapat kesepakatan bersama karena terkait dengan pemahaman, ketersediaan data dan analisa.
8.2.
Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Rumahtangga Petani Konsep
NTP sebagai indikator kesejahteraan petani mengacu kepada
kemampuan daya beli petani, yaitu kemampuan pendapatan yang diterima petani untuk
dapat
kesejahteraan
memenuhi identik
memperbaiki dengan
kebutuhan peningkatan
konsumsi.
Peningkatan
pendapatan
untuk
memperbaiki/meningkatkan kebutuhan konsumsi. Dengan demikian peningkatan 111
111
kesejahteraan dapat ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan pendapatan dan atau meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga. Sejalan dengan peningkatan daya beli petani tersebut, secara garis besar terkait dengan dua aspek penting kebijakan, yaitu: Pertama, kebijakan untuk meningkatkan sebesar besarnya pendapatan rumahtangga petani, dan Kedua, kebijakan untuk sedapat mungkin menekan biaya/pengeluaran rumahtangga petani. 8.2.1.
Kebijakan Di Bidang Pendapatan Rumahtangga Petani Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari kegiatan usaha di
bidang pertanian, yaitu kegiatan usahatani (on-farm) dan pendapatan kegiatan pertanian di luar usahatani (off-farm) seperti usaha pascapanen, pengolahan hasil pertanian, dan buruh tani secara luas; dan pendapatan rumahtangga dari usaha di luar kegiatan pertanian (non-farm) seperti kegiatan dagang, kegiatan industri non pertanian, jasa, pegawai, buruh non pertanian dan lain-lain. Peningkatan pendapatan rumahtangga petani berkaitan dengan peningkatan akses petani terhadap sumber pendapatan petani lebih beragam. Kegiatan pembangunan yang berjalan telah meningkatkan pendapatan rumahtangga petani. Hasil kajian pada rumahtangga berbasis agroekosistem lahan sawah
dan
rumahtangga
tanaman
perkebunan
menunjukan
pendapatan
rumahtangga petani meningkat dan pendapatan dari usahatani (on-farm) masih menunjukkan peran tersebar, namun dalam perkembangannya peran pendapatan dari non pertanian menunjukkan proporsi yang semakin meningkat. Peningkatan pendapatan dari non pertanian (non-farm) tersebut sejalan dengan terbukanya peluang usaha di kegiatan non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi yang telah berjalan. Terbukanya kesempatan kerja pada kegiatan non pertanian merupakan tarikan bagi anggota rumahtangga pedesaan untuk bekerja di kegiatan non pertanian.
112
112
Hasil kajian juga menunjukkan, analisa usahatani beberapa komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat dan peternakan menghasilkan keuntungan cukup memadai, sehingga usaha pertanian dinilai layak sebagai sumber usaha dan pendapatan masyarakat. Permasalahannya adalah skala usaha petani yang ditunjukkan oleh rata-rata penguasaan lahan usaha relatif sempit dan cenderung terus menyempit, sehingga tingkat pendapatan usahatani tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan upaya meningkatkan
perbaikan
pola
konsumsi.
Kondisi
ini
mendorong
anggota
rumahtangga untuk mencari sumber pendapatan lain. Dengan demikian disamping adanya tarikan peluang kerja di non pertanian, peningkatan kerja dan pendapatan rumahtangga dari non pertanian juga disebabkan oleh dorongan dari dalam kegiatan usaha pertanian. Dorongan keterbatasan kerja sebagai buruh yang cenderung musiman dan adanya tarikan untuk bekerja di luar pertanian dengan fasilitas yang lebih baik menyebabkan penurunan proporsi pendapatan sebagai buruh tani turun di hampir semua lokasi contoh. Peningkatan lapangan kerja di luar bidang pertanian telah berdampak positif dalam diversifikasi sumber lapangan kerja dan pendapatan rumahtangga petani, dan kondisi ini berkontribusi positif dalam perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan rumahtangga petani. Untuk itu pengembangan sektor di luar pertanian perlu terus didorong. Terbukanya kesempatan kerja di non pertanian berarti adanya pengurangan beban tenaga kerja di sektor pertanian (usahatani). Hal ini berdampak positif dalam peningkatan produktfivitas kerja pertanian. Dengan penurunan beban tenaga kerja pertanian memungkinkan penerapan teknologi maju yang relatif lebih padat modal seperti dalam penerapan alsintan. Dalam kaitannya dengan pendapatan usahatani sebagai sumber utama rumahtangga petani, hasil kajian menunjukkan bahwa peningkatan nilai produksi usahatani terutama disebabkan oleh faktor peningkatan harga jual hasil produksi yang meningkat lebih tinggi dibanding peningkatan produktivitas. Peningkatan 113
113
harga jual produk petani (harga yang diterima petani) telah berperan dalam peningkatan pendapatan dan tentunya nilai tukar petani (sesuai dengan definisi NTP). Pada bagian lain, peningkatan harga juga dapat mengindikasikan adanya kelangkaan produksi. Dalam sistem produksi pertanian, kenyataan seringkali menunjukkan bahwa kenaikan harga terjadi pada saat pasokan berkurang dibanding permintaan. Pada skala nasional atau regional, kenaikan harga produk justru mengindikasikan adanya kekurangan/kelangkaan pasokan/produksi untuk mengimbangi permintaan. Kenaikan harga juga berkaitan dengan kenaikan inflasi. Adanya trade-off antara pasokan/produksi dan harga di tingkat petani serta inflasi. Dari sisi petani, sedikit kelangkaan produksi/pasokan dapat peningkatan harga jual yang
menguntungkan
petani
dibandingkan
keberhasilan
produksi
yang
menyebabkan harga anjlok dan merugikan petani. Dalam kaitan itu dituntut adanya kebijakan pemerintah untuk mengatur harga yang merangsang petani berproduksi namun masih dalam batas wajar terhadap inflasi. Dari hasil kajian di atas juga dinyatakan bahwa peran teknologi dalam peningkatan produktivitas masih rendah. Dalam pandangan positif, ini berarti masih adanya peluang besar peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas usahatani. Peningkatan produktivitas usahatani dilakukan melalui perbaikan cara-cara budidaya, penerapan teknologi produksi dan teknologi pascapanen untuk menekan kehilangan hasil. Hasil kajian juga menunjukkan peningkatan nilai produksi diikuti oleh peningkatan biaya produksi dengan laju yang lebih besar, sehingga daya tukar atau profitabilitas usaha komoditas pertanian cenderung menurun. Peningkatan biaya produksi tersebut berkaitan dengan peningkatan yang besar dari nilai sewa lahan, upah buruh tani, dan harga sarana produksi. Bagi kegiatan usahatani, peningkatan nilai sewa lahan, upah buruh tani, dan harga sarana produksi termasuk harga jual merupakan faktor yang berada di luar kendali petani, untuk itu peningkatan produktivitas usahatani menjadi penting dalam menjaga profitabilitas usaha pertanian. 114
114
Peningkatan produktivitas usahatani perlu didukung oleh peningkatan akses terhadap teknologi, perolehan input produksi , modal kerja, dan pasar. Dengan keterbatasan yang dialami oleh petani kecil, untuk meningkatkan akses petani terhadap layanan usahatani tersebut perlu dukungan pemerintah dengan pemberian subsidi input produksi (benih, pupuk, pestisida), kredit bersubsidi, dan jaminan pasar dan harga jual produk yang dihasilkan. Selama ini kebijakan subsidi input produksi telah dilakukan pemerintah melalui pemberian bantuan dan subsidi harga benih, subsidi harga pupuk, pestisida dan subsidi bunga kredit. Melalui mekanisme subsidi juga merupakan media dalam transfer teknologi baru. Kebijakan jaminan harga telah dilakukan pemerintah namun terbatas kepada komoditas tertentu, yaitu beras dan gula, sementara untuk komoditas lain masih ditentukan oleh mekanisme pasar. Kebijakan harga (price support) yang dilakukan pemerintah terhadap beras dan gula ditujukan dalam rangka: (a) melindungi produsen dari kemerosotan harga pasar, yang umumnya terjadi pada musim panen, (b) melindungi konsumen dari kenaikan harga yang melebihi daya beli, yang umumnya terjadi pada musim paceklik, (c) mengendalikan inflasi melalui stabilitasi harga. Kondisi ini dinilai strategis dalam rangka pencapaian solusi terbaik pembentukan harga bagi produsen, konsumen dan pembentukan inflasi. Dengan keterbatasan pemerintah dan dengan banyaknya komoditas pertanian yang perlu mendapat perhatian, maka langkah yang dapat ditempuh adalah melalui pengembangan pola kemitraan petani-pengolah-eksportir dengan mengembangkan sistem rantai pasok. Pengembangan kemitraan dan rantai pasok ini dinilai strategis sebagai solusi memperbaiki mutu produk yang dihasilkan petani, kepastian pasar dan harga yang diterima petani serta memperbaiki sistem tataniaga (pemasaran) hasil pertanian yang tidak efisien. Kondisi ini ditunjang dari hasil kajian yang menunjukkan marjin harga petani dalam tata niaga hasil pertanian yang sangat rendah, yaitu antara 24,4-95,7 persen. Marjin harga petani relatif lebih baik terjadi pada komoditas tanaman pangan dan peternakan dibandingkan komoditas hortikultura dan perkebunan. 115
115
Dengan kondisi dasar skala usahatani (skala pemilikan) rumahtangga petani skala kecil, maka pola usahatani petani perlu dilakukan melalui pendekatan pengembangan usahatani terpadu dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan yang terbatas. Dengan pola usahatani terpadu akan mengurangi resiko akibat kegagalan produksi dari suatu tanaman tertentu. Pengembangan pola usahatani terpadu juga dinilai strategis sebagai langkah antisipasi kondisi anomali iklim yang sulit diprediksi yang terjadi saat ini. Dari uraian di muka masalah skala usaha dan pemilikan lahan menjadi faktor penting dalam peningkatan kesejahteraan petani. Skala usaha dan pemilikan lahan petani cenderung semakin mengecil. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan lahan per individu petani. Penyediaan lahan untuk produksi pertanian khususnya pertanian pangan menghadapi tekanan persaingan penggunaannya dengan sektor lain sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Ketersediaan lahan pertanian perlu mendapat perhatian utama berkaitan dengan penurunan luas lahan produktif akibat konversi lahan, degradasi sumberdaya lahan, air dan lingkungan. Pada bagian lain pola pemilikan dan penggarapan lahan mengarah kepada semakin besarnya tanah absentee, semakin meningkatnya petani gurem dan petani penggarap. Aspek lain yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan peningkatan pendapatan petani adalah penyediaan infrastruktur. Infrastruktur seperti sarana jalan, pengairan dan drainase, listrik, farm road, dan telekomunikasi merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan agribisnis. Keterbatasan infrastruktur pertanian sering menjadi kendala bagi pengembangan agribisnis. Penerapan
inovasi
teknologi
sering
terhambat
karena
tidak
tersedianya
infrastruktur penyediaan input produksi, jaringan informasi atau infrastruktur pemasaran
hasil.
Kebijakan
infrastruktur
tidak
hanya
dibutuhkan
untuk
mendukung usaha agribisnis yang sudah ada, tetapi juga merangsang tumbuhnya usaha-usaha baru yang dibutuhkan dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis. 116
116
Dalam konsep penghitungan NTP sebagai indikator kesejahteraan petani, aspek penerimaan petani diformulasikan dalam bentuk harga yang diterima petani (HT), yaitu harga tertimbang di tingkat petani/peternak/nelayan dari harga-harga komoditas dari sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Dalam pembentukan HT, penimbang/pembobot dari masing-masing sub sektor/komoditas adalah nilai produksi, dan unsur kuantitas (produksi)
berperan
dalam
penghitungan
pembobot
dari
masing-masing
komponen tersebut. Hasil kajian menunjukan peningkatan HT terutama disebabkan oleh kontribusi peningkatan yang lebih besar dari harga-harga komoditas sub sektor tanaman pangan (marjinal = 0,0273/bulan), menyusul harga-harga sub sektor hortikultura (marjinal = 0,0264/bulan); sub sektor perikanan dengan marjinal 0,0180/bulan, sub sektor perkebunan sebesar 0,0169/bulan dan harga-harga komoditas sub sektor peternakan sebesar 0,0155/bulan. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi NTP, hasil analisa menghasilkan bahwa nilai elastisitas harga komoditas sub sektor tanaman pangan terhadap NTP menunjukkan nilai terbesar (0,50), disusul sub sektor hortikultura (0,19), perkebunan (0,18), peternakan (0,16) dan perikanan (0,13). Besaran nilai elastisitas ini juga sejalan dengan nilai marjinal dari dampak kenaikan harga-harga terhadap NTP, serta sejalan pula dengan nilai bobot komponen masing-masing dalam penyusunan NTP. Bobot sub sektor tanaman pangan terhadap HT (sebesar 0,48), disusul sub sektor hortikultura (0,16), perkebunan (0,14), peternakan (0,12) dan perikanan (0,10). Penelusuran lebih rinci menunjukkan pada sub sektor tanaman pangan, elastisitas harga padi terhadap NTP sebesar 0,28 lebih besar dibandingkan dengan elastisitas harga palawija sebesar 0,25. Pada sub sektor hortikultura, elastisitas harga sayuran dan buah terhadap NTP menunjukkan nilai yang sama, yaitu masing-masing
0,18.
Nilai
elastisitas
harga
komoditas
perkebunan
0,18.
Sedangkan pada sub sektor peternakan, nilai elastisitas terbesar terjadi pada 117
117
harga ternak besar (0,10), disusul harga ternak kecil (0,08), hasil ternak (0,07) dan unggas (nilai elastisitas 0,06). Pada sub sektor perikanan, nilai elastisitas harga produk hasil tangkap sebesar 0,08 dan harga produk budidaya sebesar 0,06. Dari hasil hasil analisa NTP tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam struktur pertanian nasional saat ini peran sub sektor tanaman pangan dan terutama komoditas padi masih dominan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan yang memberi prioritas kepada komoditas tersebut. Dari aspek positif, hal ini juga berarti
terdapat
peningkatan
peluang
pendapatan
besar
pengembangan
masyarakat
melalui
pertanian
dalam
rangka
pengembangan
usaha
komoditas/sub sektor lain. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha pada setiap komoditas dilakukan melalui program sektoral. Disamping itu terdapat pula program khusus peningkatan
kesejahteraan
petani
dan
penanggulangan
kemiskinan,
pengembangan usaha kecil, mikro, dan menengah melalui pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program PNPM Mandiri. Kedua program tersebut masih sangat relevan dalam merangsang tumbuhnya usaha di bidang pertanian. 8.2.2.
Kebijakan Di Bidang Pengeluaran Rumahtangga Petani Aspek lain dari peningkatan daya beli petani adalah pengurangan beban
pengeluaran rumahtangga. Terdapat hubungan negatif antara pengeluaran petani terhadap NTP, sehingga upaya peningkatan NTP dapat dilakukan melalui penurunan harga/biaya dari unsur HB, yaitu meliputi harga-harga produk yang dikonsumsi (yang mencakup produk bahan makanan, produk makanan, biaya sandang, biaya perumahan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya transportasi dan komunikasi) dan harga/ biaya sarana produksi dan barang modal (yang mencakup harga/biaya pembelian bibit, pupuk-obat, sewa lahan, tansportasi dan penambahan barang modal. Hasil analisa menunjukkan faktor dominan yang mempengaruhi HB adalah 118
118
harga pembelian barang konsumsi rumahtangga (KRT) dengan nilai elastisitas 0,80; sedangkan faktor harga pembelian faktor produksi dan barang modal (BPPBM) menghasilkan elastisitas 0,46. Pada kelompok konsumsi rumahtangga (KRT), nilai elastisitas harga produk bahan makanan menunjukkan nilai tertinggi (elastisitas -0,50), disusul produk makanan jadi (-0,25), perumahan (-0,10), transportasi dan komunikasi (-0,005), sandang (-0,04), dan kesehatan serta pendidikan dengan elastisitas masing-masing -0,03. Pada kelompok sarana produksi dan barang modal (BPPBM), nilai elastisitas terbesar dijumpai pada elastisitas upah terhadap NTP sebesar -0,08, disusul elastisitas pupuk-obat (0,05), transportasi (-0,05), sewa (-0,03), penambahan barang modal (-0,03), dan elastisitas harga bibit (-0,02). Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga (KRT) juga merupakan indeks inflasi pedesaan, sehingga pengaruh inflasi pedesaan memberi pengaruh besar terhadap penurunan NTP (elastisitas -0,80), dan faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan tersebut adalah bahan makanan (elastisitas -0,50), disusul produk makanan jadi (-0,25), selanjutnya perumahan, transportasi dan komunikasi, sandang, kesehatan dan pendidikan. Hasil analisa juga menunjukkan terdapat hubungan erat antara harga konsumsi rumahtangga (KRT) terutama bahan makanan (BM) dari sisi biaya yang dibayar petani (HB), dengan harga yang diterima petani (HT) terutama harga komoditas tanaman pangan (HTTP). Nilai elastisitas HT terhadap KRT dan BM masing-masing sebesar 0,869 dan 1,00; sementara elastisitas HTTP terhadap KRT dan BM masing-masing 0,741 dan 0,852. Ini berarti kenaikan harga komoditas tanaman pangan yang diterima petani (HTTP) sebesar 1 persen akan meningkatkan harga/biaya konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,87 persen dan biaya bahan makanan yang dikonsumsi sebesar 1,0 persen juga. Kenaikan harga yang diterima petani (HT) sebesar 1 persen akan meningkatkan harga/biaya konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,74 persen dan biaya bahan makanan yang dikonsumsi sebesar 0,85 persen. Dengan demikian kebijakan peningkatan 119
119
HT terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan). Kebijakan harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan KRT (inflasi di pedesaan). Dalam kaitan pengendalian inflasi tersebut, dapat dilakukan melalui pengendalian harga yang diterima petani (HT), yang juga akan berdampak kepada pengendalian NTP. NTP yang stabil juga berarti adanya kenaikan harga-harga yang proporsional antara HT dan HB. Dalam HB, komponen biaya transportasi berada pada KRT dan BPPM dengan elsatisitas masing-masing sebesar -0,05. Dengan asumsi bahwa kenaikan BBM akan berkaitan langsung dengan biaya transportasi, maka pada kasus kebijakan kenaikan harga BBM tahun 2008 dan pengaruhnya terhadap NTP dapat ditelusuri dari perbandingan peran kenaikan biaya trasportasi terhadap NTP dan perbandingannya terhadap kenaikan HT. Dengan melihat nilai elastisitas masingmasing, terdapat indikasi bahwa peran pengeluaran untuk transportasi terhadap HB relatif lebih kecil dibandingkan pengaruh peningkatan HT akibat kenaikan harga produk komoditas yang diterima petani, sehingga kenaikan HT (akibat kenaikan harga komoditas) lebih tinggi dari HB (kenaikan biaya transportasi) dan NTP petani masih menunjukkan peningkatan. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan, pemerintah telah melakukan beberapa langkah yang searah dengan penekanan HB, baik yang berkaitan dengan penekanan harga KRT merpun harga BPPBM. Berkaitan dengan pengurangan beban KRT pemerintah telah melakukan intervensi antara lain: (a) pemberian bantuan beras untuk orang miskin (Raskin) yang secara langsung menekan pengeluaran rumahtangga untuk bahan pangan, (b) penekanan biaya pendidikan melalui subsidi Program Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah, (c) penekanan biaya kesehatan, dalam bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan persalinan dan jaminan kematian, (d) program rumah murah, angkutan umum murah, air bersih dan listrik dan lainnya. Untuk 120
120
mengurangi biaya produksi, pemerintah memberi subsidi sarana produksi (benih dan pupuk) dan subsidi bunga kredit. Kebijakan yang bersifat pro rakyat untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagian besar relevan untuk memperbaiki NTP.
121
121
122
122
BAB IX KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di muka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1)
Konsep NTP yang didasarkan kepada rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap
harga
yang
dibayar
perkembangan daya beli petani.
petani
(HB)
dapat
menunjukkan
Indikator NTP yang dibangun BPS
mempunyai cakupan nasional yang merupakan agregasi provinsi, sub sektor dan komoditi, sehingga disamping dapat diketahui daya beli petani nasional, juga dapat dilakukan dis-agregasi kedalam daya beli petani masing-masing provinsi, sub sektor dan komoditi. 2)
Dalam periode
Januari 2008–Mei 2013, perkembangan NTP (daya beli
petani) menunjukkan peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan laju HT lebih tinggi dibandingkan laju HB.
Peningkatan HT terutama disebabkan
oleh kontribusi yang lebih besar dari sub sektor tanaman pangan dan sub sektor hortikultura
menyusul sub sektor perikanan,
perkebunan
dan
peternakan. Sedangkan faktor utama laju HB adalah peran dari konsumsi rumahtangga disusul harga pembelian faktor produksi dan barang modal. 3)
Dari sisi HT, peningkatan harga yang diterima petani sub sektor tanaman pangan disebabkan oleh peran peningkatan harga palawija lebih besar dari peningkatan harga padi, Sementara pada sub sektor hortikultura kontribusi peningkatan
harga
buah-buahan
relatif
lebih
tinggi
dibandingkan
peningkatan harga sayuran. Pada sub sektor peternakan kontribusi terbesar terjadi pada kelompok komoditas ternak kecil menyusul hasil peternakan, ternak unggas dan kelompok ternak besar. Sementara pada sub sektor perikanan kontribusi terbesar dari peningkatan harga yang diterima petani ikan dan nelayan terjadi pada harga produk penangkapan menyusul harga 123
123
produk ikan budidaya. 4)
Sementara dari sisi HB, komponen utama peningkatan pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah konsumsi bahan makanan,disusul oleh konsumsi makanan jadi,
sandang, perumahan,
kesehatan
pendidikan-
rekreasi dan olahraga serta transportasi dan komunikasi. Dalam komponen penyusun biaya produksi dan penambahan barang modal, peran terbesar terjadi karena peningkatan biaya modal, disusul biaya bibit, upah buruh, obat-pupuk, sewa lahan, dan transportasi. 5)
Dari persamaan NTP dapat diturunkan nilai elastisitas perubahan harga harga terhadap NTP. Dari sisi HT, nilai elastisitas harga komoditas sub sektor
tanaman
(0,50),menyusul
pangan sub
terhadap
sektor
NTP
hortikultura
peternakan (0,16), dan perikanan (0,13).
menunjukkan (0,19),
nilai
perkebunan
terbesar (0,18),
Sementara itu, dari unsur
pengeluaran penyusun HB, nilai elastisitas harga produk konsumsi rumahtangga sebesar -0,08 lebih besar dari elastisitas harga penambahan barang modal sebesar -0,46. 6)
Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga juga merupakan indeks inflasi pedesaan. Faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan
adalah bahan
makanan (elastisitas -0,50), disusul makanan jadi (-0,25), selanjutnya perumahan,
transportasi
dan
komunikasi,
sandang,
kesehatan
dan
pendidikan. 7)
Terdapat hubungan erat antara harga komoditas tanaman pangan yang diterima petani dengan harga bahan makanan yang dikonsumi dan harga konsumsi rumahtangga secara keseluruhan. Kebijakan peningkatan harga yang diterima petani
terutama harga sub sektor tanaman pangan akan
berdampak peningkatan harga bahan makanan dan harga konsumsi pedesaan (inflasi pedesaan). Ini berarti kebijakan kebijakan peningkatan harga pangan yang diterima petani (seperti harga dasar gabah)
dalam 124
124
rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan harga konsumsi rumahtangga pedesaan (inflasi di pedesaan)
dan terutama harga bahan
makanan. 8)
Secara umum dampak penyesuaian harga BBM
akan menurunkan NTP
seperti pada kejadian kebijakan peningkatan BBM bulan Juni 2013. Kasus dampak berbeda ditunjukkan pada kebijakan kenaikan BBM Mei 2008 dimana NTP tetap meningkat. Hal ini karena kebijakan harga BBM tahun 2008 terjadi bersamaan dengan kenaikan
harga harga produk pertanian di
pasar domestik dan internasional yang meningkat cukup besar. 9)
Konsep NTP yang dibangun oleh BPS secara sederhana menggambarkan daya beli
petani. Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit
analisa nasional yang merupakan agregasi regional provinsi dan agregasi sub sektor (komoditas), sehingga disamping sebagai indikator daya beli petani nasional juga dapat diturunkan daya beli
petani masing masimg
provinsi dan daya beli petani sub sektor dan komoditas. Indikator tersebut merupakan parameter penting dalam kebijakan pembangunan pertanian. 10) Namun NTP sebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio harga harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan petani, karena daya beli yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Dengan struktur tataniaga
pertanian yang terjadi saat ini, kenaikan harga produk yang
diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatan petani. Kenaikan harga yang diterima petani justru mengindikasikan kelangkaan suplai/produksi pertanian.
Peningkatan NTP berarti kenaikan harga yang
diterima petani (harga produsen) dengan proporsi yang lebih tinggi dari harga yang dibayar petani (harga konsumen). Pada kondisi demikian maka NTP yang konstan dinilai lebih baik, karena pada NTP yang konstan berarti perubahan harga yang diterima petani meningkat (atau menurun) secara proporsional dengan perubahan harga yang dibayar petani. 125
125
11) Dalam kaitan itu perlu dilakukan penyempurnaan pengukuran NTP
agar
lebih relevan dijadikan sebagai indikator kesejehteraan petani, dengan cara diakomodasikannnya komponen kuantitas dalam penghitungan NTP. Salah satu caranya adalah dengan disusun dan dimasukkannya Indeks Produksi Pertanian dan Indeks Konsumsi Rumahtangga Pertanian dalam rumus perhitungan NTP. Dengan konsep nilai tersebut
maka indeks NTP baru
merupakan rasio antara nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran. 12) Kekurangan lain penyusunan NTP yang dilakukan BPS saat ini
berkaitan
dengan belum sepenuhnya sub sektor pertanian (seperti petani kawasan hutan) dan komoditas pertanian masuk dalam penghitungan NTP, seperti belum dihitungnya kelompok komoditas tanaman hias dan tanaman obat dalam sub sektor hortikultura, dan lainnya. 13) Sejalan dengan konsep kesejahteraan petani yang didasarkan kepada kemampuan daya beli petani penerimaan petani terhadap pengeluarannya. Maka kebijakan dan upaya perbaikan kesejahteraan petani sangat berkaitan dengan langkah langkah untuk
peningkatan pendapatan rumahtangga
petani, dan langkah untuk pengendalian biaya/pengeluaran rumahtangga petani. 14) Dari hasil kajian mikro menunjukkan, kegiatan pembangunan yang berjalan telah meningkatkan pendapatan rumahtangga petani. Pendapatan
dari
usahatani (on-farm) masih menunjukkan peran terbesar namun dengan proporsi yang semakin menurun.
Pendapatan dari usahatani dinilai
semakin tidak dapat mencukupi tuntutan kebutuhan rumahtangga sehingga rumahtangga
melakukan
diversifikasi
lapangan
usaha
dan
sumber
pendapatannya. Ketidak mampuan usahatani dalam mencukupi kebutuhan rumahtangga berkaitan dengan struktur pemilikan/ penguasaan lahan petani yang terbatas (sempit). Peningkatan lapangan kerja di luar bidang pertanian telah berdampak positif dalam diversifikasi lapangan kerja dan pendapatan rumahtangga petani. Terbukanya kesempatan kerja di non pertanian berarti 126
126
juga berdampak positif dalam pengurangan beban tenaga kerja di sektor pertanian (usahatani) sehingga produktivitas tenaga kerja pertanian dapat meningkat. 15) Hasill kajian mikro juga menunjukkan, terjadi peningkatan nilai produksi usahatani, namun peningkatan nilai produksi tersebut terutama disebabkan oleh faktor peningkatan harga jual hasil produksi yang meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan produktivitas. 16) Namun demikian nilai tukar penerimaan usahatani komoditi pertanian terhadap input produksi semakin menurun sebagai akibat dari laju kenaikan harga input produksi (sewa lahan, upah buruh dan harga sarana produksi) yang lebih tinggi dibandingkan laju kenaikan harga output.
9.2. 1)
Implikasi Kebijakan Konsep NTP yang dihitung dari rasio antara harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani menggambarkan
daya beli petani.
Indikator NTP yang dibangun BPS mampu menjelaskan perilaku nilai tukar petani secara nasional, provinsi, sub sektor dan komoditi. Namun demikian diperlukan penyempurnaan penyusunannya dengan memperluas cakupan sub sektor kehutanan dan cakupan komoditi dari beberapa sub sektor seperti sub sektor hortikultura, sub sektor perkebunan dan sub sektor kehutanan. 2)
Peran harga komoditi pangan mempunyai kontribusi yang lebih besar dalam pembentukan NTP, baik dari sisi HT maupun HB. Terdapat hubungan erat antara harga komoditi tanaman pangan ditingkat petani (harga produsen) dengan harga konsumsi bahan makanan dan harga konsumsi rumahtangga (harga konsumen).
Peningkatan harga komoditas tanaman
pangan
(harga
yang
diterima
petani
produsen)
akan
berdampak
peningkatan harga konsumsi bahan makanan dan harga konsumsi 127
127
rumahtangga pedesaan. Pengendalian harga bahan konsumsi pangan berkontribusi besar dalam pengendalian pengeluaran rumahtangga petani. Dalam kaitan tersebut, kebijakan peningkatan harga pangan yang diterima petani (seperti harga dasar gabah) dalam rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan harga harga bahan makanan dan harga konsumsi rumahtangga pedesaan (inflasi di pedesaan). 3) Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga juga merupakan indeks inflasi pedesaan. Faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan
adalah bahan
makanan (elastisitas -0,50), disusul makanan jadi (-0,25), selanjutnya perumahan,
transportasi
dan
komunikasi,
sandang,
kesehatan
dan
pendidikan. Dalam kaitan itu, dalam rangka kepentingan mengendalikan inflasi
pedesaan,
langkah
strategis
yang
dapat
dilakukan
adalah
pengendalian harga bahan makanan. 4)
Peningkatan NTP berarti kenaikan harga yang diterima petani dengan proporsi yang lebih tinggi dari harga yang dibayar petani. Pada kondisi demikian maka NTP yang konstan dinilai lebih memadai , karena pada NTP yang konstan berarti
perubahan harga yang diterima petani meningkat
(atau menurun) secara proporsional dengan perubahan harga yang dibayar petani. 5)
NTP sebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio harga harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan petani, karena daya beli yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya beli penerimaan
petani
terhadap
pengeluaran
penyempurnaan pengukuran NTP
petani.
Perlu
dilakukan
agar lebih relevan dijadikan sebagai
indikator kesejahteraan petani, dengan cara memasukkan komponen kuantitas dalam penghitungan NTP. Salah satu yang dapat dilakukan adalam melalui penyusunan dan diakomodasikannya Indeks Produksi Pertanian dan Indeks Konsumsi Rumahtangga Pertanian dalam penghitungan NTP, sehingga pengukuran NTP menggunakan konsep nilai. Dengan konsep nilai 128
128
tersebut maka indeks NTP baru merupakan rasio antara nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran. 6)
Sejalan dengan konsep kesejahteraan petani yang didasarkan kepada konsep nilai yaitu daya beli petani penerimaan petani terhadap pengeluaran tersebut , maka untuk perbaikan kesejahteraan petani berkaitan dengan upaya peningkatan pendapatan rumahtangga petani dan/atau upaya pengendalian biaya/pengeluaran rumahtangga petani.
7) Pendapatan dari kegiatan usahatani semakin tidak dapat mencukupi tuntutan kebutuhan rumahtangga akibat dari luas lahan penggarapan petani yang semakin sempit dan semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan konsumsi. Peningkatan lapangan kerja di luar bidang pertanian telah berdampak positif dalam diversifikasi lapangan kerja dan pendapatan rumahtangga petani. Terbukanya kesempatan kerja di non pertanian berarti juga adanya pengurangan beban tenaga kerja di sektor pertanian (usahatani) sehingga produktivitas pertanian akan meningkat. 8)
Dengan kondisi dasar skala usahatani (skala pemilikan) rumahtangga petani skala kecil, maka pola usahatani petani perlu dilakukan melalui pendekatan pengembangan usahatani terpadu dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan yang terbatas. Dengan pola usahatani terpadu akan mengurangi resiko akibat kegagalan produksi dari suatu tanaman tertentu. Pengembangan pola usahatani terpadu juga dinilai strategis sebagai langkah antisipasi kondisi anomali iklim yang semakin sulit diprediksi.
9)
Petani juga didorong untuk meningkatkan produktivitas dan nilai jualnya melalui
peningkatan
akses
kepada
teknologi
(melalui
bimbingan
dan
penyuluhan), peningkatan akses terhadap institusi layanan usahatani dan infrastruktur untuk memperoleh kemudahan sarana produksi dan peningkatan akses pasar. melalui penyediaan infrat 10) Kebijakan pemerintah untuk peningkatan pendapatan petani melalui bantuan 129
129
subidi,
penyediaan
infrastruktur;
pengeluaran konsumsi
serta
kebijakan
untuk
pengendalian
rumahtangga (seperti pemberian raskin, subsidi
pendidikan, subsidi kesehatan, dan lainnya) dinilai sangat relevan dalam perbaikan kesejahteraan petani.
130
130
DAFTAR PUSTAKA Bank Dunia, 2011, Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap perekonomian Indonesia. Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan. BPS. 1980-2012. Statistik Indonesia. Jakarta. BPS. 1983. Sensus Pertanian. Jakarta. BPS. 1993. Sensus Pertanian. Jakarta. BPS. 2003. Sensus Pertanian. Jakarta. BPS. 2010. Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia. Diakosavas, D. and P.L. Scandizzo. 1991. Trends In The Terms Of Trade And Cost Structure As An Analytical Tool For Estimating The Food Crops Farmers Welfare. Jakarta. Dillon HS, M Husein Sawit, Pantjar S, Tabor S.T. 1999. Rice Policy: A Framework for The Next Millenium, Report for Internal Review Only Prepared Under Contract to BULOG. Irawan, B. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisa Kebijakan Pertanian. Vol. 5, No. 4. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Kasryno, Faisal. 2012. Pelaksanaan MP3EI Koridor Jawa Akan Menyebabkan Ketahanan Pangan Nasional Semakin Parah. Makalah Dalam Buku Kemandirian Pangan Indonesia Dalam Perspektif MP3EI. Badan Penelitiian Dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 2012. Khan, Abdul Aleem and Q. M. Ahmed. 2004. Agricultural Terms of Trade in Pakistan: Issues of Profitability and Standar of Living of the Farmers. The Pakistan Development review. Vol. 43 (4): 515-537. Masyhuri. 2007. Revitalisasi Pertanian Untuk Mensejahterakan Petani. Makalah pada Konpernas XV dan Kongres XIV PERHEPI, Surakarta, 3-5 Agustus 2007. Muhammad, Z. 1998. Efisiensi Pemasaran Kentang di Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, Sulsel (Thesis). Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Nurlaila, S. 2007. Analisa Marjin Pemasaran Ubikayu (Studi Kasus di Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri). Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. www.//digilib.uns.ac.id/pengguna.php?d.id=12798. 131
131
Prabowo, I.A. 2007. Analisa Pola dan Marjin Pemasaran Kambing di Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora (Thesis). Fakultas Peternakan, UNDIP. Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditas Pertanian Pada Tingkat Petani. Laporan Penelitian, Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi Dengan Unviersitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Rachmat, M., Supriyati, Deri Hidayat dan Jefferson Situmorang. 2000. Perumusan Kebijaksanaan Nilai Tukar Petani dan Komoditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Rachmat, Muchjidin. 2000. Analisa Nilai Tukar Petani Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Rasuli, N. 2007. Analisa Marjin Pemasaran Telur Itik di Kelurahan Borongloe, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Vol. 3 No. 1. STPP Gowa. Ratniati, N.K. 2007. Analisa Sistim Pemasaran Ternak Sapi Potong PT. Great Giant Livestock Company, Lampung Tengah (Skripsi). FakultasPeternakan, Institut Pertanian Bogor. Rum, M. 2011. Analisa Marjin Pemasaran dan Sensitivitas Cabai Besar di Malang. Kabupaten Embryo, Vol. 8, No. 2. Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo, Madura. Sarikit, E. 1984. Kajian Terhadap Sistim Pemasaran Bahan Olah Karet Rakyat; di Studi Kasus Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. www.//repository.ipb.ac.id/handle/ 29291. Silitonga C. 1995. Diagnosa Metoda dan Penafsiran Angka Nilai Tukar Petani dalam Pangan 6 (23), BULOG, Jakarta: 23-39. Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal Agroekonomi: 11(1): 33-48. Simatupang, P. dan B. Isdijoso. 1992. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Sektor Pertanian. Landasan Teoritis dan Bukti Empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia 40(1): 33-48. Simatupang, P. dan M. Maulana. 2008. Kaji Ulang Konsep dan Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2003-2006. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. LIPI. 132
132
Sobirin, T. 2008. Efisiensi Pemasaran Pepaya (Carica papaya. L) di Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Sudirman, Purwekerto, Jateng. Sugiharto, A. 2006. Analsisi Pemasaran Gabah di kabupaten Bojonegoro (Thesis) Universitas Muhammadiyah, Malang. Sumaryanto. 2009. Eksistensi Pertanian Skala Kecil Dalam Era Persaingan Pasar Global. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. PSE-KP. Sumodiningrat. 2001. Kepemimpinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Supriyati, Muchjidin Rachmat, Kurnia Suci I., Tjetjep Nurasa, R. E. Manurung dan Rosmiyati S. 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Taariwuan, SA. Dkk, 2007. Analsis Marjin Pemasaran Kakao dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Poso. www.//Pascasarjanaunsrat.com/home. Tambunan. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia (Beberapa Isu Penting), Penerbit Ghalia, Jakarta. Timmer, C. P. 2008. Cause of High Food Prices. ADB Economics Working Paper Series No 128. Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1981. Agricultural Product Prices. 2nd Edition. Cornell University Press. Ithaca. Widiarti, E. 2007. Analisa Marjin Pemasaran Jahe di Kabupaten Wonogiri. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Widiastuti, N. 2013. Saluran dan Marjin Pemesaran Jagung di kabupaten Grobogan. SEPA, Vol. 9 No. 2. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
133
133
134
134
LAMPIRAN-LAMPIRAN
135
135
136
103.80
101.82
103.98
100.69
Penambahan Barang Modal
Upah Buruh Tani
NTP NAS
105.38
Bibit
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
103.81
BPPBM
102.20
101.77
Transportasi dan Komunikasi
101.46
107.95
Pendidikan, Rekreasi & Olah raga
Obat-obatan & Pupuk
104.44
Kesehatan
Transportasi
103.60
Sandang
107.67
Bahan Makanan
104.33
105.93
Konsumsi Rumahtangga
106.09
105.39
Indeks Dibayar Petani NAS
Makanan Jadi
106.10
Indeks Diterima Petani NAS
Perumahan
Jan-08
100.59
104.76
103.87
104.40
101.90
103.04
106.40
104.73
102.10
108.30
105.80
103.87
107.06
104.99
109.32
107.02
106.44
107.04
Feb-08
98.79
105.60
104.59
105.32
102.06
103.51
107.09
105.45
102.64
108.20
106.42
104.37
107.80
105.96
110.84
108.18
107.50
106.17
Mar-08
Nilai Tukar Petani Nasional
Rincian
Tabel Lampiran 1.
99.05
106.51
105.36
106.04
102.76
104.67
108.64
106.38
103.09
106.73
107.12
104.58
108.63
106.55
111.44
108.79
108.18
107.12
Apr-08
100.17
107.36
106.05
106.97
105.01
106.35
109.56
107.54
104.48
107.12
107.68
104.87
110.56
107.10
113.28
110.11
109.45
109.61
May-08
100.64
110.71
110.06
108.38
119.24
109.88
111.14
111.34
115.48
106.73
109.26
109.24
114.24
108.90
115.73
113.26
112.80
113.52
Jun-08
LAMPIRAN
101.71
111.72
111.57
108.90
120.77
111.06
112.36
112.52
117.27
108.52
110.17
110.34
115.78
109.97
118.33
115.18
114.56
116.51
Jul-08
102.00
112.11
112.29
109.14
121.30
111.77
112.81
113.07
117.67
109.26
110.51
110.70
116.52
110.31
119.18
115.82
115.18
117.49
Aug-08
101.69
112.45
112.87
109.57
121.75
112.65
113.19
113.62
118.13
109.76
111.02
111.97
118.35
110.89
120.14
116.79
116.05
118.02
Sep-08
99.20
112.73
113.28
109.64
121.90
113.34
114.33
114.07
118.94
110.34
111.47
112.49
119.44
111.67
120.71
117.47
116.68
115.74
Oct-08
98.36
113.24
113.88
109.94
121.99
114.23
114.95
114.65
118.92
110.95
112.05
112.91
120.05
112.05
120.13
117.43
116.77
114.86
Nov-08
136
98.99
113.68
114.40
110.21
119.75
116.03
115.50
115.18
116.36
111.17
112.55
113.42
121.11
112.50
120.96
117.93
117.25
116.06
Dec-08
Sandang
Perumahan
Makanan Jadi
Bahan Makanan
Konsumsi Rumahtangga
Indeks Dibayar Petani NAS
Indeks Diterima Petani NAS
Rincian
114.51
121.36
113.85
121.67
118.46
117.69
115.69
Jan-09
115.95
121.30
115.31
123.50
119.56
118.56
117.10
Feb-09
116.72
121.66
116.24
123.70
119.96
118.91
117.46
Mar-09
117.00
122.05
116.58
122.50
119.58
118.68
117.80
Apr-09
115.63
117.30
122.38
117.38
122.02
119.61
118.78
118.07
May-09
115.87
117.67
123.04
118.05
122.39
120.04
119.18
118.66
Jun-09
116.05
117.97
123.24
118.32
122.90
120.43
119.54
119.33
Jul-09
116.37
118.41
124.28
119.14
123.85
121.23
120.22
120.51
Aug-09
116.78
120.31
125.16
121.16
125.66
122.72
121.43
122.53
Sep-09
116.99
120.63
125.80
121.66
126.29
123.21
121.85
122.81
Oct-09
117.22
120.81
125.68
121.42
125.56
122.87
121.67
123.05
Nov-09
117.55
121.47
126.21
122.35
126.02
123.39
122.12
123.59
Dec-09
118.40
115.09
119.78
114.36
118.17
116.88
113.89
119.52
117.29
113.52
117.81
116.68
Kesehatan
119.12
117.21
116.96
117.67
116.40
111.04
118.78
116.67
116.79 117.41
116.32
110.95
118.67
116.60
116.97 117.13
116.19
110.47
118.36
116.30
116.57 116.85
116.01
110.83
118.02
116.02
116.42 116.55
115.81
110.38
117.56
115.93
110.50 116.23
115.64
115.64
115.71
117.34
115.83
115.34
120.55
110.44
115.98
115.45
115.05
120.23
118.31
114.59
117.13
115.85
114.94
119.89
118.07
101.20
110.43
115.77
115.41
114.55
119.56
117.69
101.13
114.28
116.78
115.84
114.52
119.06
117.56
100.79
110.31
115.64
115.71
114.16
118.70
117.36
100.90
113.81
116.25
115.80
113.98
118.17
117.06
100.24
110.30
BPPBM
116.07
113.50
117.64
116.81
99.82
113.22
Bibit
117.16
112.96
117.15
116.54
99.56
110.56
Obat-obatan & Pupuk
112.44
116.69
116.18
99.41
112.91
Transportasi 111.81
116.16
115.85
99.26
112.79
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
115.41
115.43
98.78
112.51
Penambahan Barang Modal
114.78
98.77
Transportasi dan Komunikasi
Upah Buruh Tani
98.30
Pendidikan, Rekreasi & Olah raga
NTP NAS
137
137
138 118.69
101.19
NTP NAS
117.76
Transportasi
Upah Buruh Tani
117.06
Obat-obatan & Pupuk
116.08
120.10
Bibit
121.22
118.76
BPPBM
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
111.14
Transportasi dan Komunikasi
Penambahan Barang Modal
117.04
Pendidikan, Rekreasi & Olah raga
122.00
121.92
127.06
Perumahan
118.30
124.31
Makanan Jadi
Sandang
127.77
Bahan Makanan
Kesehatan
127.54
124.77
Konsumsi Rumahtangga
101.09
119.36
121.75
116.63
117.78
117.25
120.45
119.17
111.24
117.23
118.50
125.06
128.88
125.51
123.92
123.26
Indeks Dibayar Petani NAS
125.27
Feb-10
124.73
Jan-10
Indeks Diterima Petani NAS
Rincian
101.20
119.63
121.90
116.98
117.92
117.34
120.80
119.40
111.29
117.35
118.87
122.22
127.85
125.42
128.23
125.35
123.84
125.33
Mar-10
101.15
120.02
122.18
117.52
117.99
118.69
121.05
119.98
111.33
117.44
119.29
122.45
128.16
125.61
128.46
125.57
124.13
125.56
Apr-10
101.16
120.18
122.48
117.71
118.01
119.49
121.19
120.29
111.42
117.56
119.53
122.78
128.35
125.46
128.61
125.68
124.28
125.73
May-10
101.39
120.34
122.79
117.90
118.13
120.07
121.37
120.58
111.44
117.73
119.69
123.14
128.63
125.39
130.38
126.57
125.02
126.76
Jun-10
101.77
120.73
123.17
118.17
118.34
120.66
121.69
120.99
111.57
118.38
119.97
123.67
129.29
126.41
134.83
129.02
126.99
129.24
Jul-10
101.82
121.14
123.75
118.40
118.71
121.09
122.10
121.42
111.70
119.01
120.51
124.81
130.11
127.39
136.25
130.12
127.93
130.25
Aug-10
102.19
121.47
124.07
118.64
118.86
121.39
122.39
121.74
112.11
119.33
120.73
126.15
130.70
128.15
136.64
130.65
128.41
131.21
Sep-10
102.61
121.72
124.37
118.93
119.04
121.69
122.72
122.02
112.07
119.46
120.98
126.45
131.27
128.88
136.37
130.76
128.55
131.91
Oct-10
102.89
122.08
124.64
119.18
119.34
122.13
123.14
122.38
112.19
119.64
121.30
127.08
131.57
129.52
138.07
131.79
129.42
133.16
Nov-10
138
102.75
122.34
124.92
119.41
119.54
122.54
123.59
122.68
112.37
120.07
121.61
127.64
132.06
130.23
140.77
133.33
130.67
134.27
Dec-10
Perumahan
Makanan Jadi
Bahan Makanan
Konsumsi Rumahtangga
Indeks Dibayar Petani NAS
Indeks Diterima Petani NAS
128.67
132.46
131.41
142.69
134.64
131.76
135.72
Jan-11
129.23
133.07
131.89
142.56
134.83
131.96
136.36
Feb-11
129.91
133.91
132.38
141.81
134.75
131.95
136.34
Mar-11
130.43
134.67
132.45
139.73
133.95
131.40
136.53
Apr-11
131.00
135.55
132.83
139.21
133.96
131.46
137.38
May-11
124.12
131.44
136.06
133.07
139.99
134.50
131.92
138.25
Jun-11
124.43
131.95
136.65
133.57
141.26
135.34
132.63
139.09
Jul-11
124.69
133.23
137.22
134.10
142.70
136.34
133.45
140.27
Aug-11
124.93
133.75
137.71
134.66
143.10
136.74
133.80
140.71
Sep-11
125.26
133.97
138.04
134.95
143.20
136.91
133.99
141.37
Oct-11
125.53
134.29
138.77
135.35
143.93
137.47
134.47
142.05
Nov-11
125.88
134.60
139.30
135.84
144.55
137.97
134.91
142.67
Dec-11
Rincian
Sandang
123.77
125.82
123.33
127.53
122.90
125.56
125.34
122.36
127.12
121.94
122.06
125.29
125.07
Kesehatan
126.53
121.80
122.99
125.06
124.92
114.01
126.23
121.61
122.83 124.86
124.72
113.88
125.97
121.49
122.71 124.61
124.50
113.82
125.59
121.36
122.64 124.35
124.28
113.78
125.25
121.09
113.78 124.17
124.01
122.49
125.08
120.75
113.48 123.87
123.88
122.10
121.88
124.84
120.60
121.95
128.51
113.31 123.59
123.56
121.68
128.29
125.58
121.42
124.67
120.38
121.48
128.04
125.28
105.75
113.13
123.36
123.42
121.39
127.77
124.99
105.64
121.18
124.39
120.29
121.28
127.52
124.78
105.51
113.00
123.07
123.22
121.12
127.24
124.59
105.17
121.00
124.02
120.19
120.97
126.97
124.36
105.11
112.96
BPPBM
123.09
120.67
126.78
124.14
104.87
120.81
Bibit
119.83
120.39
126.54
123.94
104.79
112.86
Obat-obatan & Pupuk
120.18
126.28
123.61
104.50
120.62
Transportasi
119.82
126.03
123.21
103.91
112.75
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
125.65
122.95
103.32
120.45
Penambahan Barang Modal
122.57
103.33
Transportasi dan Komunikasi
Upah Buruh Tani
103.01
Pendidikan, Rekreasi & Olah raga
NTP NAS
139
139
140
129.04
125.99
105.73
Penambahan Barang Modal
Upah Buruh Tani
NTP NAS
127.91
Bibit
122.54
126.27
BPPBM
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
114.27
Transportasi dan Komunikasi
125.85
123.32
Pendidikan, Rekreasi & Olah raga
122.15
126.52
Kesehatan
Obat-obatan & Pupuk
135.18
Sandang
Transportasi
136.70
145.95
Bahan Makanan
140.08
138.99
Konsumsi Rumahtangga
Makanan Jadi
135.78
Perumahan
143.57
Indeks Dibayar Petani NAS
Jan-12
Indeks Diterima Petani NAS
Rincian
105.10
126.39
129.45
122.97
122.39
126.36
128.21
126.69
114.36
123.68
127.05
135.72
140.78
137.43
146.66
139.63
136.36
143.31
Feb-12
104.68
126.86
129.82
123.20
122.68
126.80
128.77
127.14
114.62
123.85
127.49
136.23
141.40
138.15
146.47
139.83
136.61
143.00
Mar-12
104.71
127.11
130.23
123.42
123.04
127.16
129.23
127.46
114.78
124.04
127.76
136.52
141.93
139.05
146.75
140.25
137.00
143.45
Apr-12
104.77
127.37
130.51
123.59
123.27
127.32
129.47
127.69
114.91
124.19
128.06
136.75
142.27
139.84
147.17
140.69
137.38
143.93
May-12
104.88
127.66
130.77
123.87
123.40
127.40
129.82
127.91
115.05
124.47
128.46
137.09
142.81
140.77
148.34
141.54
138.08
144.82
Jun-12
104.96
127.89
131.03
124.10
123.67
127.63
130.22
128.15
115.21
125.14
128.91
137.84
143.35
141.68
149.94
142.63
138.97
145.86
Jul-12
105.26
128.22
131.32
124.22
124.11
127.82
130.48
128.44
115.51
125.56
129.22
139.22
143.90
142.56
151.56
143.77
139.90
147.26
Aug-12
105.41
128.49
131.55
124.40
124.24
127.96
130.67
128.64
115.63
125.95
129.64
139.79
144.28
142.96
151.28
143.85
140.00
147.58
Sep-12
105.76
128.79
131.95
124.62
124.43
128.05
130.95
128.88
115.76
126.21
129.94
140.23
144.73
143.26
151.35
144.05
140.22
148.29
Oct-12
105.72
129.26
132.33
124.96
124.59
128.19
131.38
129.22
115.94
126.33
130.26
140.51
145.01
143.79
151.62
144.37
140.52
148.57
Nov-12
140
105.87
129.62
132.66
125.23
124.75
128.42
131.66
129.52
116.12
126.70
130.55
140.88
145.54
144.12
152.52
144.98
141.06
149.34
Dec-12
Rincian
Jan-13
Feb-13
Mar-13
Apr-13
May-13
Indeks Diterima Petani NAS
150.60
150.78
150.81
150.86
151.44
Indeks Dibayar Petani NAS
142.52
143.34
144.27
144.30
144.29
Konsumsi Rumahtangga
146.73
147.70
148.82
148.79
148.75
Bahan Makanan
155.55
157.15
159.17
158.81
158.42
Makanan Jadi
144.95
145.43
145.91
146.30
146.72
Perumahan
146.22
146.78
147.20
147.52
147.73
Sandang
141.36
141.60
141.70
141.75
141.78
Kesehatan
131.23
131.72
132.08
132.26
132.46
Pendidikan, Rekreasi & Olah raga
126.88
127.14
127.26
127.42
127.63
Transportasi dan Komunikasi
116.35
116.41
116.56
116.65
116.83
130.04
130.38
130.69
130.95
131.08
Bibit
132.25
132.50
132.79
133.02
133.17
Obat-obatan & Pupuk
128.84
129.02
129.16
129.21
129.30
BPPBM
Transportasi
125.12
125.33
125.46
125.62
125.70
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
125.65
125.94
126.35
126.68
126.75
Penambahan Barang Modal
133.20
133.54
133.88
134.19
134.32
Upah Buruh Tani
130.22
130.71
131.16
131.51
131.66
105.67
105.19
104.53
104.55
104.95
NTP NAS Sumber: BPS (2013).
141
141
Tabel Lampiran 2. Sub Sektor
Harga Diterima Petani Bobot Komoditas
Tanaman Pangan
0.4765
Hortikultura
0.1627
Perkebunan
0.1420
Peternakan
Perikanan
Bobot Komponen Penyusun NTP
0.1226
0.0962
Bobot
Padi
0.3078
Palawija Sayursayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Rakyat
0.1687
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
Harga Dibayar Petani Bobot Harga 0.7661 Bahan Makanan Makanan Jadi
Bobot 0.3585 0.1879
0.0666
Perumahan
0.0985
0.0962
Sandang Kesehatan
0.0390 0.0306
0.1420
Ternak Besar
0.0559
Ternak Kecil
0.0201
Unggas
0.0219
Hasil Ternak
0.0247
Penangkapan
0.0692
Budidaya
0.0269
Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal
0.2339
Pendidikan, Olahraga, Rekreasi Transportasi dan Telekomunikasi Bibit, Benih Obat dan Pupuk Sewa Lahan dan Pajak Transportasi Penambahan Barang Modal Upah Buruh
0.0331 0.0515 0.0190 0.0565 0.0271 0.0276 0.0363 0.0674
Sumber: Analisa Data Sekunder, 2013.
142
142
Tabel Lampiran 3. Analisa Usahatani Komoditas Padi, Jagung, Kedelai dan Ubikayu Tahun 2008 dan 2011 (Rp 000)
2.946,40 399,48
1.450,90
4.498,80
2011
0
547,14
971,77
1.518,91
2.559,80
2008
0
716,32
1645,2
2.361,52
3.431,25
2011
0
167,27
213,48
380,75
815,48
2008
283,40
10151,07
269
10703,47
20975,10
1.087,21
0
441,21
212,91
654,12
1.741,33
1.037,18
2.390,13
0
667,65
410,98
1.078,63
3.468,76
2011
806,63 752,07
10271,63
740,41
1.037,18
Ubikayu
Biaya Usahatani 184,90 299,35
434,73
10037,18
740,41
11.076,21
2008
A. Sarana Produksi 484,23
1.209,67
740,71
10037,18
7.541,54
2011
I Benih 137,50
1.040,89
1.037,81
740,71
40817,98
Kedelai
1.1 Pupuk 3.047,90
740,71
1.037,81
2.442,50
Jagung
1.2 Pesti & Herbisida 2.139,80 3.573,50
740,71
9.657,22
Padi
1.3 Tenaga Kerja 2.511,90
3.573,50
6.922,00
2008
II. Investasi 2.511,90
11.193,00
Uraian
III. Sewa lahan 8.522,32
No.
3.1 Penerimaan
28.270,80
B
2.6446,4
11.076,21
786,81
7.541,54
7.607,45
671,18
40817,98
5.800,21
4.031,76
2.442,50
10842,88
4.390,20
9.657,22
1.627,02
3.955,20
Produksi (kg/ha)
6.225,97
3756
I
II. Nilai Produksi 8.522,32 11.193,00 6.922,00 C Keuntungan 5.575,90 6.694,20 4.361,70 Sumber: Diolah dari data primer Patanas, tahun 2008 dan 2011.
143
143
Tabel Lampiran 4. Analisa Usahatani Komoditas Kubis, Kentang, Tomat dan Cabe Merah Tahun 2005 dan 2012 (Rp 000) Kubis No. A. I
Uraian Biaya Usahatani Sarana Produksi
1.1
Benih
1.2
Pupuk Pesti Herbisida
1.3 II. 2.1 2.2
2005
&
Tenaga Kerja Pengolahan dan Tanam
Kentang
Tomat
Cabe Merah
2012
2005
2012
2005
2012
2005
2012
9.321
20.007
32.780
80.040
18.146
47.387
19.592
73.862
4.339
8.357
22.400
80.040
5.374
23.390
6.670
47.020
250
2.100
11.250
30.000
930
2.250
1.500
3.000
2.714
6.107
4.900
17.000
2.944
10.820
4.420
26.980
1.375
150
6.250
17.040
1.500
10.320
750
17.040
3.832
8.000
9.050
15.000
5.900
10.325
5.900
8.850
1.312
-
2.540
2.100
2.100
3.150
820
-
2.010
2.300
2.300
3.450
200
-
1.240
1.500
1.500
2.250
2.3
Pemeliharaan Panen & Pasca Panen
2.4
Lain-lain
1.500
Investasi
1.150
3.650
1.330
1.000
6.872
13.672
7.022
17.992
500
2.000
500
1.000
500
3.000
350
3.000
650
1.650
830
6.372
10.672
6.672
14.992
19.687
45.000
5.920
14.460
15.854
22.613
15.408
26.138
I
Pendapatan Produksi (kg/ha)
33,75
30,00
23,00
21,00
17,00
22,00
10,00
II.
Nilai Produksi
19.687
45.000
38.700
94.500
34.000
70.000
35.000
10,00 100.00 0
III. 3.1 3.2 B
C
Sewa lahan Base camp & alat
3.260
Keuntungan 10.366 24.993 5.920 14.460 15.854 22.613 15.408 26.138 Sumber: Vademekum Tanaman Sayuran, Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2006 & 2012.
144
144
Tabel Lampiran 5. Analisa Usahatani Komoditas Tebu dan Tembakau Tahun 2008, 2009, 2011 dan 2012 (Rp 000) No.
Uraian
Tebu 2009
Tembakau 2012
2008
2011
A.
Biaya Usahatani
9.112,00
12.830,45
4.310,27
7.422,65
I
Sarana Produksi
2.892,23
3.269,67
2.000,00
3.896,11
1.1
Benih
431,17
858,88
535,71
961,44
1.2
Pupuk
2.339,28
2.250,81
1.361,61
2.728,12
1.3
Pesti & Herbisida
121,78
159,98
102,68
206,55
3.219,77
4.798,88
2.310,27
3.526,54
Investasi
3.000
4.761,90
2.000
3.000
Sewa lahan
3.000
4.761,90
2.000
3.000
B
Penerimaan
16.128,09
32.178,27
18.616,07
44.375,14
I
Produksi (kg/ha)
431,75
-
558,04
1.166,26
II.
Nilai Produksi
16.128,09
32.178,27
18.616,07
44.375,14
7.016,09
19.109,72
14.305,80
36.952,49
II.
Tenaga Kerja
III. 3.1
C Keuntungan Sumber : diolah dari
data primer penelitian Patanas 2008, 2009, 2011 dan 2012.
145
145