ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBAYARAN ZAKAT DI KOTA PALEMBANG
OLEH SITI ZAHRAH SARININGRUM H14070034
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
SITI ZAHRAH SARININGRUM (H14070034). Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI). Zakat merupakan kewajiban setiap muslim dengan persyaratan tertentu. Zakat mencakup ibadah yang bersifat sosial dan ketuhanan. Dalam perekonomian, zakat dapat dijadikan sebagai instrumen distribusi pendapatan. Zakat merupakan bentuk transfer ekonomi dari kelompok the have kepada the have not. Dengan zakat konsumsi akan meningkat dan dapat mendorong peningkatan investasi pula. Selain itu, zakat dapat menciptakan lapangan kerja sehingga dapat membantu mengentaskan masalah ketenagakerjaan dan pengangguran. Dalam beberapa tahun terakhir, zakat banyak dibicarakan terutama terkait dengan pengentasan kemiskinan. Hal ini tidak diragukan mengingat zakat cukup efektif dalam mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan golongan ekonomi lemah. Terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Beik (2010) di Jakarta. Dalam penelitian tersebut kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi terendah meningkat dan kesenjangan menurun serta indikator-indikator kemiskinan lain juga mengalami penurunan. Penelitian serupa juga dilakukan di beberapa daerah dan menunjukkan hasil yang sama. Penduduk muslim di Kota Palembang merupakan jumlah mayoritas dalam keseluruhan jumlah penduduk. Berdasarkan jumlah mayoritas tersebut, maka secara eksplisit potensi zakat di Kota Palembang besar. Namun, kemiskinan masih menjadi masalah. Selain itu, organisasi zakat formal yang ada sudah cukup banyak ditambah dengan organisasi zakat yang bersifat informal. Peran organisasi tersebut adalah dalam hal pengumpulan, pendayagunaan dan pendistribusian. Namun, potensi zakat belum tergali secara maksimal. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk : menganalisis besarnya potensi zakat di Kota Palembang, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat di kota Palembang meliputi faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat dan faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat. Penelitian dilakukan dengan metode survey sehingga data utama yang digunakan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Adapun sampel yang digunakan diambil dengan metode purposive sampling dengan melihat besarnya pendapatan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan analisis potensi zakat dengan pendekatan pendapatan untuk melihat potensi zakat di Kota Palembang. Kemudian analisis faktor dan analisis regresi logistik untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran zakat di Kota Palembang. Berdasarkan hasil estimasi analisis potensi zakat dengan menggunakan pendekatan pendapatan, potensi zakat di Kota Palembang adalah sekitar 331 miliar rupiah. Hal ini berarti potensi zakat di Kota Palembang adalah dua persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Palembang. Sedangkan zakat yang diterima pada tahun 2009 hanya sekitar satu miliar rupiah. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi zakat di Kota Palembang belum tergali secara maksimal. Kemudian dari hasil analisis faktor, diperoleh ada empat faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial, pemahaman agama, dan penghargaan. Faktor utamanya adalah faktor keimanan. Hasil analisis regresi logistik terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat, diperoleh empat variabel yang berpengaruh nyata. Dari sisi karakteristik individu yaitu zakat sebagai upaya bersyukur dan kesadaran akan adanya hak orang lain. Sedangkan dari sisi karakteristik organisasi yang memengaruhi pilihan organisasi adalah sosialisasi melalui media massa dan media elektronik serta adanya pemotongan gaji langsung. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa saran dalam rangka merealisasikan potensi zakat di Kota Palembang. Pertama, menciptakan suatu sistem dan metode pendidikan yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan kewajiban dan manfaat dari zakat. Kedua, organisasi zakat perlu meningkatkan kesadaran masyarakat akan kewajiban zakat serta menciptakan suatu metode sosialisasi yang efektif dan efisien. Ketiga, organisasi zakat juga perlu meningkatkan pelayanannya agar wajib zakat mau menyalurkan zakatnya melalui organisasi formal. Sehingga perkembangan zakat dapat terus dikendalikan.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBAYARAN ZAKAT DI KOTA PALEMBANG
OLEH SITI ZAHRAH SARININGRUM H14070034
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang
Nama Mahasiswa
:
Siti Zahrah Sariningrum
Nomor Registrasi Pokok
:
H14070034
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M Sc NIP. 19641018 199103 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2011
Siti Zahrah Sariningrum H14070034
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Zahrah Sariningrum lahir pada tanggal 5 Agustus 1989 di DKI Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Ir. H. Hermansyah Sayid dan Hj. Siti Jauharoh Nafisah, S.E. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Al-Muttaqien, tamat pada tahun 1995. Kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar pada SDN Kedaung Kali Angke 08 Pagi dan tamat pada tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 132 Jakarta Barat selama 2 tahun lalu pindah dan menamatkan jenjang SLTP-nya pada SLTP Negeri 134 Jakarta Barat tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di SMA Negeri 112 dan lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu pada Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memiliki ketertarikan pada jurusan Ekonomi, hingga akhirnya penulis mengambil Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi, yaitu di HIPOTESA. Selain itu, penulis juga sering terlibat sebagai panitia dalam acara-acara yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang”. Salah satu dari lima pilar agama Islam adalah membayar zakat. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Ibadah zakat, selain memiliki keterikatan yang bersifat vertikal juga memiliki hubungan yang bersifat horizontal. Zakat dapat dijadikan instrumen distibusi pendapatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah melalui peningkatan konsumsi mereka ataupun dengan penciptaan lapangan kerja. Pada akhirnya zakat dapat memperkecil kesenjangan antar kelompok masyarakat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di IPB, selama proses penyusunan skripsi, hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan sudinya di Departemen Ilmu Ekonomi, teruntuk : 1. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M. Sc, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan dan semangat yang telah diberikan. Semoga Ibu dan keluarga senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT. 2. Alla Asmara, M.Si, selaku Dosen Penguji Utama. Terima kasih untuk semua masukan dan kritiknya. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam lindungan Allah SWT. 3. Salahuddin El Ayyubi, Lc. M.A, selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan. Terima kasih untuk semua koreksi terhadap cara penulisan maupun masukannya demi kebaikan tugas akhir ini. Semoga Bapak dan keluarga senantiasa dalam lindungan Allah SWT. 4. Orang tua penulis, Ir. Hermansyah Sayid dan Siti Jauharoh Nafisah, S.E. Terima kasih atas segenap kasih sayang yang tak pernah luntur, semangat,
dan do’a bagi penulis. Kalian adalah inspirator bagi penulis. Semoga Ibu dan Bapak senantiasa berada dalam kasih sayang Allah SWT. 5. Kakak dan adik-adikku (Kak Riyan, Diah, dan Agung). Terima kasih atas do’a dan semangatnya. 6. M. Alvi Syahrin, S.H. Terima kasih untuk segala masukannya, bantuan dalam mengumpulkan data, do’a dan semangatnya. 7. Indah Destriana, terima kasih atas waktunya dalam membantu penulis mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. 8. Anggie, Indah, dan Pramita, banyak hal yang bisa penulis ambil selama bersama kalian. Terima untuk waktu, semangat dan do’anya. Semoga silaturrahim tetap bisa terjalin dan sukses untuk kita semua. 9. Kak Arini, Kak Muti, Izzah, Mukhlis, Nindya, Rani, Feri serta teman satu bimbingan (Dani, Jojo) terima kasih atas bantuan dan semangatnya. 10. Segenap karyawan TU Departemen Ilmu Ekonomi dan TU Fakultas Ekonomi dan Manajemen. 11. BAZDA Sumatera Selatan dan BAZ Kota Palembang, yang telah memudahkan penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan. 12. Teman-teman IE 44 lainnya, terima kasih karena telah saling menyemangati dan mendo’akan. Sukses untuk kita semua. 13. Teman-teman yang telah hadir dalam seminar penulis. Terima kasih untuk semua masukannya. Masih banyak pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah berjasa kepada penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi IPB. Pada akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2011
Siti Zahrah Sariningrum H14070034
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………………………….………………...……………….
iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
vi
I. PENDAHULUAN ………………………………….……………….….
1
1.1. Latar Belakang ……………………………….……………………..
1
1.2. Rumusan Masalah …………………………….…………………….
4
1.3. Tujuan ………………………………………….……….…………..
5
1.4. Manfaat …………………………………………………..…………
5
1.5. Ruang Lingkup ……………………………………………………..
6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………….
7
2.1. Teori dan Konsep ……………………………………….……..……
7
2.1.1. Teori dan Konsep Zakat ……………………...…….………..
7
2.1.1.1. Pengertian Zakat …………………………….….......
7
2.1.1.2. Syarat dan Jenis Zakat …………………………...….
9
2.1.2. Tinjauan Umum Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia .....
12
2.1.2.1. Konsep Organisasi ………………………………….
12
2.1.2.1. Organisasi Pengelola Zakat Formal dan Informal .…
14
2.1.2.2. Peran Organisasi Pengelola Zakat …………………
15
2.1.3. Zakat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan …………………………………………………
17
2.1.3.1. Peranan Zakat ………………………….………….... 17 2.1.3.2. Teori dan Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Islam .
21
2.1.3.3. Konsep Tabungan dan Investasi dalam Ekonomi Islam …………………………………………..……
25
2.1.3.4. Teori dan Konsep Kemiskinan ………………….….
28
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu …………..…………………....…..
30
2.3. Kerangka Pemikiran ………………………………………......……
32
III. METODE PENELITIAN ………………………………………………
34
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………….……
34
3.2. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data …………….……....
34
3.3. Metode Pengambilan Sampel …………….………………………...
35
3.4. Metode Analisis …………………………………………………….
35
3.4.1. Analisis Potensi Zakat …………..…………………………..
36
3.4.2. Analisis Faktor ……………………………………………....
36
3.4.3. Analisis Regresi Logistik …………………………………...
39
IV. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN ...…..
40
4.1. Kondisi Demografis Kota Palembang ………….…………………..
40
4.2. Kondisi Ekonomi Kota Palembang …….…………………………..
42
4.3. Zakat Maal di Kota Palembang …...………………………………..
46
4.4. Karakteristik Responden ………………..………………………….
47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………
51
5.1. Potensi Zakat di Kota Palembang ………………………………….. 51 5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Palembang
53
5.2.1. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi dalam Berzakat …...…
53
5.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pilihan Organisasi Zakat .. 56 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………....
61
6.1. Kesimpulan …………………………………………………………
61
6.2. Saran ………………………………………………………………..
62
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….... 63 LAMPIRAN …………………………………………………………………..
65
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Dana Zakat yang Terkumpul Menurut Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009 ……………………………………………………………..
3
2. Daftar Sampel Berdasarkan Pendapatan …………………………...…..
35
3. Jumlah Penduduk Kota Palembang Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Tahun 2010 ……………………………………………..….
40
4. Persentase Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama di Kota Palembang Tahun 2006-2009 …………………….……
41
5. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kota Palembang Berdasarkan Jenis Kelamin 2007-2009 ………………………………………………….…
42
6. PDRB Kota Palembang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun 2005-2009………………………………....
43
7. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Kota Palembang Tahun 2008-2009 ...………………………………………...
45
8. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar di Kota Palembang Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2009……...…………………………..
45
9. Penerimaan dan Penyaluran Dana Zakat di Sumatera Selatan ………....
46
10. Penerimaan Zakat di Kota Pelembang Tahun 2010 …………………....
47
11. Jumlah dan Proporsi Pembayaran Zakat Berdasarkan Pekerjaan ………
49
12. Jumlah dan Proporsi Pembayaran Zakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……………………………………………………………...
50
13. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama di Kota Palembang Tahun 2007-2009 …………………………………….
51
14. Perkiraan Potensi Zakat di Kota Palembang Tahun 2009 ……………...
52
15. Uji KMO dan Bartlett …………………………….…………………….
53
16. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keinginan Seseorang dalam Berzakat ………………………………………………………………...
54
17. Hasil Regresi Logistik Mengenai Karakteristik Individu yang Memengaruhi Pilihan Organisasi Zakat ………………………………. 57 18. Hasil Regresi Logistik Mengenai Karakteristik Organisasi yang Memengaruhi Pilihan Organisasi Zakat ……………………………….. 59 .
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dalam Ekonomi Konvensional dan Islam ……………………………………………….. 23 2. Permintaan Investasi Baru dalam Ekonomi yang Diatur oleh Hukum Islam …………………………………………………………………… 27 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian …………………………... 33 4. Responden Berdasarkan Pendapatan …………………………………..
47
5. Responden Berdasarkan Umur …………………………………………
48
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuesioner Penelitian ……………………………………………………... 63 2. Jumlah Faktor yang Terbentuk Berdasarkan eigenvalue ………………… 68 3. Hasil Analisis Faktor Variabel-Variabel yang Melatarbelakangi Seseorang dalam Berzakat ……………………………………………….. 69 4. Uji Hosmer dan Lemeshow Analisis Regresi Logistik Berdasarkan Karakteristik Individu …………………………………………………… 69 5. Klasifikasi Ketepatan Model Berdasarkan Karakteristik Individu ………
70
6. Hasil Analisis Logit Terhadap Karakteristik Individu …………………...
70
7. Uji Hosmer dan Lemeshow Analisis Regresi Logistik Berdasarkan Karakteristik Organisasi ………………………………………………… 70 8. Klasifikasi Ketepatan Model Berdasarkan Karakteristik Organisasi ……
71
9. Hasil Analisis Logit Terhadap Karakteristik Organisasi ………………… 71
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Zakat merupakan ibadah yang mencakup dua sisi, yaitu ketuhanan dan kemanusiaan. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Jumlah penduduk muslim di Indonesia tahun 2009 adalah sebesar 88,7 persen dari total penduduk Indonesia (Kemenag, 2010). Berdasarkan jumlah penduduk muslim yang besar itu maka penerimaan zakat di Indonesia sangat besar. Namun, peran zakat belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kemiskinan yang relatif besar dalam beberapa tahun terakhir. Zakat merupakan salah satu bentuk transfer kekayaan dari mereka yang memiliki kelebihan harta (the have) kepada mereka yang membutuhkan (the have not), sesuai dengan syariat dalam agama Islam sehingga zakat tersebut dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para fakir dan miskin melalui peningkatan konsumsi, penyediaan lapangan kerja, dan lain-lain. Dalam hal ini zakat dapat dijadikan sebagai instrumen dalam mengatasi masalah kemiskinan. Pada dasarnya, kemiskinan bukan hanya menjadi permasalahan dan tanggung jawab pemerintah saja melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah dapat menunjukkan perannya dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membantu golongan ekonomi lemah. Upaya tersebut telah banyak dilakukan, misalnya dengan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai), mengadakan
2
program raskin (beras miskin), dan lain sebagainya. Namun ternyata, upaya tersebut belum cukup efektif dan efisien untuk mengentaskan kemiskinan yang sampai saat ini masih melanda penduduk di Indonesia. Sedangkan peran masyarakat
dalam penanggulangan kemiskinan dapat ditunjukkan dengan
memperhatikan kondisi masyarakat sekitar. Agama Islam telah mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan dan saling tolong menolong. Diantaranya melalui ibadah zakat, infaq, shadaqoh (ZIS). Besarnya potensi zakat di Indonesia dapat menjadi sumber pendanaan untuk membantu masyarakat golongan lemah, karena memang zakat tersebut hanya didistribusikan kepada delapan golongan, diantaranya adalah fakir dan miskin. Berdasarkan penelitian, melalui kerjasama antara BAZNAZ dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB tahun 2011, potensi zakat di Indonesia tahun 2010 mencapai 217 Trilliun rupiah (Republika, 2011). Peran zakat dalam pengentasan kemiskinan sangat efektif. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irfan Syauqi Beik pada tahun 2010 yang menganalisa program pendayagunaan zakat BAZNAS. Berdasarkan penelitian terhadap 104 rumah tangga miskin penerima manfaat program BAZNAS di Jakarta, ditemukan bahwa proporsi pendapatan 40 persen kelompok termiskin pasca zakat dapat ditingkatkan sebesar 1,30 persen. Artinya zakat dapat meningkatkan
kesejahteraan
kelompok
miskin.
Kemudian
dilihat
dari
kesenjangan, penurunan rasio gini sebesar 0,29 persen. Dalam hal ini zakat dapat mengurangi kesenjangan antar kelompok masyarakat. Begitu pula untuk indikator-indikator kemiskinan lain yang dapat dilihat dari headcount index,
3
kedalaman
kemiskinan,
dan
tingkat
keparahan
kemiskinan
yang
juga
menunjukkan angka penurunan dengan adanya zakat (BAZNAS, 2009) Kota Palembang dengan slogan BARI (bersih, aman, rapi, indah), terkenal dengan masyarakatnya yang keturunan Tionghoa (Cina) padahal penduduk di Kota Palembang tidak hanya keturunan Tionghoa tetapi ada juga penduduk yang keturunan Arab dan India. Walaupun terkenal dengan penduduk keturunan Tionghoa, mayoritas penduduk di Kota Palembang adalah beragama Islam, yaitu hampir mencapai 90 persen. Tabel 1. Dana Zakat yang Terkumpul Menurut Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009 Propinsi Zakat yang terkumpul (Rupiah) NAD
172.245.454.994
Jambi
34.705.734.182
Kep. Riau
21.896.753.070
Sumatera Selatan
16.640.595.543
Sumatera Barat
6.040.788.215
Sumatera Utara
2.537.599.259
Riau
2.274.045.500
Lampung
1.787.185.431
Bangka Belitung
969.260.615
Bengkulu
582.363.791
Sumber : Kementerian Agama, 2010
Budaya Kota Palembang terkenal dengan budaya Tionghoa, kesadaran masyarakat muslim untuk membayar zakat sudah cukup baik. Menurut data dari Kemenag (2009), Propinsi Sumatera Selatan merupakan propinsi dengan jumlah
4
penerimaan ZIS terbesar keempat di Pulau Sumatera yaitu setelah Nangroe Aceh Darussalam, Jambi dan Kepulauan Riau (Tabel 1). Keberadaan
organisasi
zakat
merupakan
sebuah
sarana
dalam
mengumpulkan zakat. Organisasi ini merupakan perantara antara muzakki dan mustahik. Peran organisasi zakat adalah dalam hal pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Namun, keberadaan organisasi zakat ini belum efektif dalam menggali zakat secara maksimal. Tercatat ada sepuluh organisasi zakat formal yang tersebar di Kota Palembang. 1.2.Rumusan Masalah Pada tahun 2009, tingkat kemiskinan di Kota Palembang merupakan terbesar kedua setelah kabupaten Lubuk Linggau, yaitu sebesar 14,75 persen sedangkan kabupaten Lubuk Linggau sebesar 15,12 persen. Kemudian, jika dilihat dari mayoritas penduduk yang beragama Islam, maka potensi zakat di kota Palembang menunjukkan angka yang besar yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun, potensi tersebut belum tergali secara maksimal. Disisi lain, organisasi zakat di kota Palembang cukup banyak. Terdiri dari organisasi yang bersifat formal dan informal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diambil dua permasalahan, yaitu : 1. Terkait dengan potensi zakat, seberapa besar potensi zakat di Kota Palembang? 2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi masyarakat Kota Palembang dalam berzakat?
5
3. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pilihan organisasi zakat di Kota Palembang? 1.3. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis, antara lain: 1. Menganalisis potensi zakat di Kota Palembang. 2. Menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat Kota Palembang dalam berzakat. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat di Kota Palembang.
1.4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Dengan adanya penelitian zakat dalam bentuk skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa wawasan, informasi, dan pengetahuan bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca yang menaruh perhatian besar di bidang ekonomi Islam. Selain itu juga, diharapkan agar tulisan ini dapat memberikan pemikiran baru bagi perkembangan ilmu ekonomi Islam khususnya di bidang zakat. 2. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat, khususnya para pihak yang terlibat di dalamnya. Dan juga bagi para pengambil kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah dalam memaksimalkan potensi zakat guna menciptakan suatu tatanan ekonomi yang adil dan merata.
6
1.5. Ruang Lingkup Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup dalam penelitian ini adalah zakat maal dengan konsentrasi pada zakat penghasilan. Dalam hal ini adalah berapapun penghasilan yang mereka peroleh dimana 2,5 persennya mereka keluarkan untuk zakat. Adapun responden yang digunakan adalah penduduk muslim yang memliki penghasilan yaitu mereka yang telah atau sedang bekerja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Teori dan Konsep 2.1.1. Teori dan Konsep Zakat 2.1.1.1. Pengertian Zakat Zakat adalah perintah Allah SWT yang dibebankan kepada kaum muslimin yang memenuhi syarat tertentu. Secara bahasa kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu keberkahan, pertumbuhan dan perkembangan, kesucian dan keberesan. Sedangkan secara istilah bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan Allah SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Ada benang merah yang dapat ditarik dari pengertian zakat baik secara bahasa dan istilah yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah:103 yang artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pada ayat di atas disebutkan bahwa tujuan seorang muslim menunaikan ibadah zakat adalah untuk membersihkan dan menyucikan harta mereka. Artinya, dengan berzakat jiwa seorang muslim menjadi bersih dan suci. Kebersihan jiwa dan keberkahan pada harta akan membuat manusia bahagia dunia akhirat. Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
8
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”, QS. Ar-Ruum: 39. Ayat tersebut menjelaskan bahwa ibadah zakat tidak mengurangi harta pemiliknya tapi justru melipat gandakan harta tersebut maupun pahala orang yang menunaikan zakat. Sesungguhnya
maksud
dan
tujuan
zakat
adalah
membangun
kebersamaan, dengan tidak menjadikan segala perbedaan yang ada dalam masyarakat mengarah kepada kesenjangan sosial. Dalam hal ini target minimal dari realisasi zakat adalah melindungi golongan fakir miskin yang tidak mempunyai standar kehidupan yang sesuai dan juga tidak memiliki makanan, pakaian serta tempat tinggal. Adapun target maksimal dari realisasi zakat adalah dengan meningkatkan standar kehidupan golongan fakir miskin hingga dapat mencapai tingkat kehidupan yang berkecukupan. Potensi zakat di Indonesia sangat tinggi, mengingat mayoritas penduduknya adalah muslim. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati (Suprayitno, 2005). Pertama, zakat hanya diambil dari hal tertentu, misalnya uang, pertanian, peternakan, dan perdagangan. Kalaupun bisa dikembangkan pada hal-hal lain, misalnya deposito, rumah, ataupun penghasilan, jenisnya tidaklah sebanyak pajak karena pajak diatur melalui legalisasi pemerintah pada setiap aliran perekonomian, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi. Kemungkinan peningkatan penerimaan zakat penghasilan atau zakat profesi, di mana terdapat 2 komponen yang harus diperhatikan yakni berapa dari penghasilan tersebut yang
9
harus dizakatkan, dianalogikan kepada pertanian. Jadi zakat profesi dibayarkan ketika seseorang menerima gaji. Komponen kedua yakni gaji yang harus dizakatkan (gaji kotor), yaitu take home pay sebelum digunakan untuk berbagai keperluan konsumsi. Kedua, zakat tidak dapat digunakan untuk sembarangan kepentingan umum. Zakat hanya dibatasi untuk kepentingan umat Islam. Zakat yang diberikan kepada umat Islam pun juga dibatasi kepada delapan asnaf, yaitu fakir, miskin, budak, amil zakat, orang yang berhutang (gharimin), orang yang sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal, orang yang baru masuk Islam dan hatinya masih lemah, dan orang yang memperjuangkan agama Islam.
2.1.1.2. Syarat dan Jenis Zakat Pada dasarnya, Al-Qur’an tidak merinci jenis-jenis harta kekayaan yang wajib dizakati secara eksplisit. Al-Qur’an hanya menggunakan lafaz yang umum yaitu amwaal yang bermakna segala macam jenis harta, meskipun dalam hadist, Nabi SAW telah menyebutkan beberapa nama dan jenis harta yang wajib dizakati seperti al-masyiyah (beberapa jenis hewan), zahab-fiddah (emas-perak), ‘urud altijarah (harta perdagangan), zuru’ simar (hasil pertanian dan tumbuh-tumbuhan tertentu) dan rikaz ma’adin (harta temuan dan galian), tetapi tidak membatasi (takhsis) nama dan jenis harta kekayaan selain dari lima jenis tersebut (Qadir, 2001). Sebenarnya jenis zakat tersebut sifatnya kondisional menyesuaikan dengan kondisi perekonomian dan masyarakat. Seperti kondisi sekarang, dimana perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, muncul beberapa
10
jenis harta dan kekayaan baru baik berupa hasil penggalian potensi alam maupun sumber daya manusia bahkan menghasilkan pertumbuhan jenis-jenis harta kekayaan konvensional. Dalam QS. Al-Baqarah: 267 wahai orang-orang yang beriman. Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji. Jadi, semua jenis harta yang diperoleh dari hasil usaha dan semua kekayaan yang bersumber dari perut bumi wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai ketentuan umumnya. Menurut Al-Qardhawi (2001) dalam Zakat (dalam dimensi mahdhah dan sosial), mengemukakan karakteristik dan jenis harta yang wajib dizakati adalah sebagai berikut: a. Semua harta benda dan kekayaan yang mengandung sebab (illat) kesuburan dan
berkembang
dengan
cara
diinvestasikan,
diternakkan,
atau
diperdagangkan. b. Semua jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang mempunyai harga dan nilai ekonomi. c. Semua jenis harta benda yang bernilai ekonomi yang berasal dari perut bumi atau dari laut, baik berwujud cair atau padat. d. Semua harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai usaha dan penjualan jasa. Muhammad Abu Zahrah (2004) mengemukakan sifat-sifat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagai berikut:
11
1. Sifat harta tersebut dapat mengangkat status seseorang dari kemiskinan. 2. Sifat kepemilikan terhadap harta yang terkena wajib zakat harus tidak hilang sewaktu-waktu, artinya harus merupakan kepemilikan yang sempurna. 3. Harta kekayaan tersebut harus harta yang dapat berkembang, baik melalui suatu perbuatan maupun melalui suatu kebajikan, dimana seseorang dapat menempuh berbagai cara untuk mengembangkan hartanya. Dalam seminar internasional yang diadakan di Damaskus tahun 1952, para ulama kontemporer membahas prospek perkembangan macam-macam harta yang wajib dizakati pada abad modern. Seminar tersebut menghasilkan fatwa, bahwa kekayaan dan penghasilan yang diperoleh dari berbagai usaha profesi, wajib dikeluarkan zakatnya (Qadir, 2001). Dalam era laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sekarang tampak kecenderungan dari beberapa jenis mata pencaharian utama, seperti pertanian dan peternakan semakin menurun, karena sebagian lahan pertanian beralih fungsi menjadi sentra produksi, pemukiman baru, jalan raya, dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak adil jika kekayaan yang sangat potensial, yang merupakan lapangan pekerjaan sebagian besar manusia tidak dikenakan kewajiban zakat. Dengan demikian penghasilan dan kekayaan yang diperoleh dari pekerjaan dan usaha profesi modern ini, harus dijadikan sebagai sumber penerimaan zakat yang potensial untuk masa sekarang dan yang akan datang.
12
2.1.2. Tinjauan Umum Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia 2.1.2.1. Konsep Organisasi Organisasi yang baik dapat didekatkan dengan perusahaan yang baik. Perusahaan yang baik atau dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) merupakan prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh suatu perusahaan maupun organisasi agar dapat bertahan dalam jangka panjang dalam koridor yang benar. Prinsip-prinsip GCG meliputi [Tohir (dalam Kuliah Informal Ekonomi Islam), 2010] : 1. Akuntabilitas Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. 2.
Tanggung Jawab Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer
perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati, seperti
13
tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman operasional bisnis perusahaan. 3. Keterbukaan Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan. 4. Kewajaran Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan. 5. Kemandirian Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanantekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
14
2.1.2.2. Organisasi Pengelola Zakat Formal dan Informal Dalam menyalurkan zakat dianjurkan melalui organisasi pengelola zakat. Hal tersebut sesuai dengan Al-Qur’an. Amil zakat merupakan perantara antara seseorang yang ingin berzakat dengan mereka yang berhak mendapat zakat. Dengan adanya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh Badan atau Lembaga Amil Zakat secara profesional. Dengan adanya UU tersebut saat ini bermunculan organisasi pengumpul zakat (Amil Zakat), seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia, Dompet Peduli Ummat (DPU) Darut Tauhid, dan lain-lain. Di Indonesia, organisasi pengelola zakat ada yang bersifat formal dan informal. Organisasi yang bersifat formal adalah yang dibentuk oleh pemerintah maupun lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, dikukuhkan dan dilindungi oleh pemerintah. Sedangkan organisasi yang bersifat informal adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat tetapi tidak ada campur tangan dari pemerintah, seperti yayasan-yayasan dan masjid-masjid sekitar tempat tinggal yang dipercaya oleh masyarakat setempat untuk mengelola zakat yang meliputi pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu dikatakan informal jika zakat disalurkan langsung kepada para mustahik. Badan Amil Zakat (BAZ) adalah suatu organisasi pengelola zakat yang didirikan oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendayagunakan dan mendistribusikan zakat sesuai dengan ketentuan agama (DEPAG, 2005). BAZ bekerja dalam tingkat Nasional (BAZNAS), Propinsi (BAZDA), tingkat kabupaten/kota, dan tingkat kecamatan.
15
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat yang bergerak dalam hal pengumpulan, pendayagunakan, dan pendistribusian dana zakat. Di Palembang, terdapat sepuluh lembaga amil formal yaitu, BAZDA Provinsi Sumatera Selatan, BAZ Kota Palembang, Yazri Pusri, BAZMA pertamina. LAZ BRI, Rumah Zakat Indonesia (RZI), Dompet Sosial Insan Mulia (DSIM), DPU Darut Tauhid, LAZMA, LAZ Serba Bakti (Kanwil Kemenag Sumsel, 2011).
2.1.2.3. Peran Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia Seperti yang telah disebutkan di atas, amil zakat berperan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat. Pengumpulan zakat dilakukan dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. Dalam pengumpulannya, amil zakat dapat bekerja sama dengan Bank, selain itu BAZ juga dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di tiap-tiap tingkatan. Setelah
dana
zakat
dikumpulkan
maka
dana
tersebut
wajib
didistribusikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Dalam pendistribusian kepada mustahik ada tiga sifat (DEPAG, 2005), yaitu : 1.
Bersifat hibah (pemberian) dan memperhatikan skala prioritas kebutuhan mustahik di wilayah masing-masing.
2.
Bersifat bantuan, yaitu membantu mustahik dalam menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesak/darurat.
16
3.
Bersifat pemberdayaan, yaitu membantu mustahik untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun berkelompok melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan, dengan dana bergulir, untuk memberi kesempatan penerima lain yang lebih banyak. Pendayagunaan zakat dapat diperuntukan pada kebutuhan konsumtif dan
produktif. Zakat kebutuhan konsumtif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau zakat harta yang dibagikan kepada korban bencana alam seperti bencana gempa, banjir, tanah longsor. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk kebutuhan konsumtif mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut (DEPAG, 2005) : 1.
Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf khusunya fakir miskin.
2.
Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi ketentuan kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3.
Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing. Dalam kaitannya dengan pemberantasan kemiskinan, zakat yang
dimaksud adalah zakat produktif. Maka dikampanyekanlah zakat produktif, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam DEPAG RI (2003:111) menyatakan: "Untuk usaha-usaha yang produktif, zakat dapat dijadikan suatu usaha untuk mengurangi kemiskinan," yang diharapkan suatu saat bisa menjadi muzakki, bukan mustahik lagi. Dengan zakat produktif tersebut diharapkan akan
17
bermunculannya usaha-usaha kecil yang juga dapat menyerap tenaga kerja, sehingga otomatis juga dapat mengurangi pengangguran. Pada intinya, menurut Qardawi (2010), para amil zakat memiliki berbagai macam tugas dan pekerjaan dimana semuanya berhubungan dengan pengaturan soal zakat. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya. Juga besar harta yang wajib dizakat, kemudian mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya. Sehingga jika zakat disalurkan melalui organisasi zakat formal maka pendayagunaan dan pendistribusiannya akan lebih efektif dan efisien. Pada akhirnya akan menciptakan suatu kondisi ekonomi masyarakat yang adil dan merata.
2.1.3. Zakat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan 2.1.3.1. Peranan Zakat Zakat perlu dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang paling relevan, misalnya tentang doktrin yang menghendaki jangan sampai terjadi konsentrasi kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar golongan elite, juga hadist Nabi SAW yang menjelaskan fungsi zakat, yaitu mengalihkan kekayaan dari kelompok kaya ke golongan miskin. Ini berkaitan juga dengan ayat yang memerintahkan
ta'awun
(kerja
sama
dalam
kebaikan),
fakkuraqabah
(membebaskan orang dari perbudakan), birr (berbuat kebajikan umum), ihsan (memperbaiki dan membaikan sesuatu), ta'amul miskin (memberi kesempatan
18
kepada orang-orang miskin untuk melakukan konsumsi terhadap kebutuhan yang paling dasar), dan sebagainya. Zakat bertujuan untuk menjaga harta di dalam masyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi di tangan segelintir orang saja. Zakat menjadikan masyarakat tumbuh dengan baik (sehat). Zakat mencegah segala pengaruh yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, sebaliknya mendorong tercapainya kemajuan ekonomi. Dengan menjadikan zakat sebagai suatu kewajiban bagi setiap muslim yang berharta untuk membayar zakat atas harta kekayaannya, harta miliknya, barang perdagangan, dan sebagainya akan memberi dorongan yang sangat kuat kepada banyak orang untuk melakukan
investasi
modalnya
sehingga
mampu
menumbuhkan
dan
meningkatkan kekayaan total seluruh masyarakat. Zakat bukanlah pajak dalam pengertian biasa, tetapi merupakan pajak khusus yang hanya diwajibkan kepada umat Islam disuatu negara dan mereka bayarkan sebagai suatu kewajiban agama. Pendapatan yang diperoleh dari pengumpulan zakat merupakan pendapatan khusus pemerintah yang harus dibelanjakan untuk kepentingan-kepentingan khusus, seperti untuk membantu pengangguran, fakir, miskin, yatim piatu, janda-janda, orang-orang sakit, dan sebagainya. Zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin, dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat islam. Zakat pernah terbukti menjadi faktor penting dalam mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Azis, sehingga dalam waktu singkat telah mampu memberantas kemiskinan. Saat
19
itu nyaris tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat. Keberhasilan pengelolaan ekonomi dan pengurusan zakat, sehingga zakat mengalami kesulitan untuk didistribusikan, karena semua orang merasa tidak layak lagi menerima zakat (Qadir, 2001). Dana zakat untuk masyarakat ekonomi lemah hendaknya dikelola dengan sistem Mudharabah, Murabahah, dan Qardh.al-Hasan Perbankan Islam. Bank zakat perlu dibentuk dengan tujuan : 1. Penyaluran bantuan kepada golongan ekonomi lemah dapat diadministrasikan secara akurat, modern, dan transparan, 2. Membuka kesempatan kerja baru bagi pencari kerja, dan lain-lain, multiple effect. (Djamal Doa, 2005) Departemen Agama RI menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran zakat hendaknya digunakan untuk hal-hal sebagai berikut: 1.
Memperbaiki taraf hidup Tujuan zakat yang utama adalah meperbaiki taraf hidup rakyat. Rakyat
Indonesia masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akibatnya kebodohan dan kesempatan memperoleh pendidikan masih merupakan masalah serius yang harus dipecahkan. Kegiatan yang dapat dilakukan ada dua macam. Pertama, kegiatan yang bersifat motivasi seperti memberikan pengetahuan tentang sistem manajemen, bimbingan, memberikan pengetahuan tentang beberapa macam home industry dan lain-lain. Kedua, kegiatan yang bersifat memberikan bantuan permodalan, baik berupa barang seperti peralatan, ternak, dan lain-lain.
20
2.
Pendidikan dan beasiswa Program-program yang dapat dilakukan antara lain, 1. Memberikan
bantuan kepada organisasi atau yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, baik berupa uang yang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pengurus atau berupa bantuan sarana pendidikan yang mendesak untuk disediakan. 2. Memberikan bantuan biaya sekolah kepada anak-anak tertentu atau sifatnya tetap dalam bentuk beasiswa kepada beberapa anak, sehingga ia dapat melanjutkan sekolah atau belajar sampai jenjang tertentu yang ditetapkan oleh pengelola atau pengurus BAZ. 3.
Mengatasi masalah ketenagakerjaan atau pengangguran Kegiatan lain yang dapat dilakukan dengan dana zakat adalah mengatasi
masalah pengangguran. Dengan memberikan permodalan baik kepada perorangan ataupun kelompok, sehingga kelompok itulah yang akan mengelola modal berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh. 4.
Program pelayanan kesehatan Zakat
sebagai
konsep
sosial
harus
dapat
dimanfaatkan
untuk
kesejahteraan umat Islam dalam bentuk pelayanan kesehatan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan pembangunan poliklinik di desa ataupun kota. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan membantu fakir miskin yang keluarganya menderita sakit dan tidak mampu menanggung biaya perawatan. 5.
Panti Asuhan Usaha untuk menanggulangi anak-anak terlantar seperti anak-anak yatim
dapat dilakukan dengan menggunakan dana zakat. Kegiatan yang dapat dilakukan
21
antara lain, dengan pemberian bantuan kepada organisasi yang sudah ada dapat berupa uang atau peralatan keterampilan. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mendirikan organisasi atau panti asuhan baru sehingga dapat menampung anak yatim piatu dalam jumlah banyak. 6.
Sarana peribadatan Pemanfaatan atau pendayagunaan zakat untuk keperluan pembangunan
atau pemeliharaan tempat ibadah merupakan titik tolak perkembangan pemikiran atas penafsiran dari kata fi sabilillah.
2.1.3.2. Teori dan Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Islam Menurut Susanto dalam Suprayitno (2005) dalam pembahasan mengenai konsumsi dalam ekonomi islam diasumsikan: pertama, zakat dikenakan atas semua harta perniagaan dan investasi yang dimiliki kaum muslimin, baik individu maupun badan usaha. Kedua, pembayar zakat perniagaan cukup besar dan menguasai satu bagian tertentu dari pendapatan nasional. Ketiga, gerakan dakwah dan penyadaran zakat berhasil dengan baik, sehingga setiap umat islam yang wajib berzakat bersedia membayar zakat. Keempat, proporsi zakat yang dibayarkan tersebut tetap, sebesar tertentu dari pendapatan nasional. Kelima, zakat yang terkumpul dibagikan kembali kepada yang berhak menerimanya. Keenam, orang yang menerima zakat mempunyai kecenderungan mengkonsumsi marjinal (MPC) yang lebih tinggi secara signifikan dibanding pembayar zakat. Ketujuh, di satu sisi zakat pendapatan dihitung sebagai komponen pengurang penghasilan kena pajak dan di sisi lain zakat yang diterima mustahik tidak wajib dikenai pajak.
22
Dalam ekonomi Islam perekonomian secara makro terdiri atas dua karakteristik yang berbeda, yaitu muzakki dan mustahik. C1 = a + bY (1-z-f) C2 = zY + fY Dimana: C1 = Konsumsi muzakki (wajib zakat) C2 = Konsumsi mustahik ( penerima zakat) C = C1 + C2 ………………………………………………………...…..…..
(1)
C = a + bY (1-z-f) + zY + fY ……………………………………..…….....
(2)
Dimana z adalah besarnya zakat yang dibayarkan dan f adalah besarnya infak/shadaqoh. Menurut Metwally (1995;50-51) fungsi konsumsi dalam ekonomi Islam, dianggap besarnya zakat ditunjukkan oleh fungsi: Z = zY ………………………………………………………………….. (3) F = fY …………………………………………………………………..
(4)
Dimana, 0 < z+f < 1 Katakanlah βY merupakan pendapatan pembayaran zakat yang menguasai satu bagian tertentu dari pendapatan nasional; dan sisanya (1-β)Y adalah pendapatan penerima zakat, dimana : 0 < β < 1. Dimisalkan pula δ sebagai hasrat konsumsi marginal penerima zakat, dimana : 0 < β < δ < 1. Fungsi konsumsi dalam ekonomi Islam (1) dengan mensubstitusikan persamaan (3) dan (4) menjadi : C = a + b (βY – zY – fY) + δ [(1-β)Y + zY + fY] …………………… (5) Untuk ekonomi Islam akan diperoleh persamaan:
23
MPC =
z>0
= bβ –zb – fb + δ (1-β) + zβ + fβ ………………….…. (6)
Kurva pengeluaran konsumsi rumah tangga seperti analisis Keynes dan ekonomi Islam ini dapat pula digambarkan ke dalam sebuah grafik seperti pada Gambar 1. Titik E menunjukkan perpotongan antara kurva konsumsi dengan suatu garis bantu (Y = E) yang berawal dari nol (0) dan membentuk sudut 45o terhadap sumbu pendapatan nasional (Y). Titik E disebut dengan titik keseimbangan, yaitu titik yang menunjukkan besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Sedangkan dalam ekonomi Islam keseimbangan terjadi pada titik EI di mana nilai Y keseimbangan atau YBEPEI terjadi lebih besar dari YBEPC. C
Y = E C = C1 + C2 EI C2 = Z + F
C = a + bY
E
0
Y YBEPC
YBEPEI
Sumber : Suprayitno, 2005
Gambar 1. Kurva Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dalam Ekonomi Konvensional dan Islam Pengaruh prinsip-prinsip Islam terhadap pengeluaran konsumsi dengan pendapatan yang muncul dalam suatu ekonomi, dalam hal ini ada 4 hipotesa teoritis, yaitu hipotesis pendapatan mutlak, hipotesis pendapatan relatif, hipotesis
24
pendapatan permanen, dan hipotesis siklus kehidupan. Hipotesis pendapatan mutlak, menurut Siddiqi (1988) dan Kahf (dalam Khurshid Ahmad) menyebutkan bahwa dengan adanya zakat maka hasrat konsumsi rata-rata dan hasrat marginal dalam jangka pendek akan menurun, akan tetapi penurunannya lebih kecil dibandingkan dalam ekonomi konvensional dan dalam jangka panjang tingkat konsumsi masyarakat akan mengalami peningkatan karena: 1. Taraf hidup penerima zakat meningkat. Penurunan konsumsi disebabkan oleh permintaan akan barang mewah menurun. 2. Permintaan akan barang-barang pokok dari masyarakat akan meningkat seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang menerima zakat. Menurut hipotesis pendapatan relatif, suatu usaha redistribusi pendapatan yang menguntungkan kelompok miskin dan kelompok yang membutuhkannya tidak menaikkan konsumsi agregat. Pengurangan pendapatan kelompok kaya melalui redistribusi pendapatan (pembayaran zakat), tekanan pada keluarga berpendapatan rendah yang terus mempertahankan “keep up with the Joneses” dikurangi sesuai dengan pengurangan pendapatannya. Proses ini akan berlangsung sampai semuanya berkurang ke bawah. Zakat, infak, dan sedekah akan mengurangi konsumsi, mengurangi ketidakmerataan. Oleh karena itu, jika konsumsi menurut hipotesis pendapatan relatif berlaku dalam ekonomi Islam, maka zakat, infak, sedekah dapat meningkatkan jumlah tabungan yang dapat diarahkan untuk investasi (Metwally, 1995;55). Hipotesis
pendapatan
permanen
menjelaskan
bahwa
redistribusi
pendapatan akan menguntungkan kelompok miskin dan kelompok yang
25
memerlukannya, dan tidak memengaruhi permintaan agregat, redistribusi tersebut memengaruhi konsumsi dan pendapatan permanen bukan konsumsi dan pendapatan tidak tetap. Besarnya zakat adalah tetap, tidak seperti pajak. Jika konsumsi total mengikuti hipotesis pendapatan permanen, maka perbandingan konsumsi permanen dengan pendapatan permanen akan sama untuk setiap tingkat pendapatan. Oleh karena itu, konsumsi permanen agregat tidak akan berpengaruh terhadap redistribusi pendapatan. Menurut hipotesis siklus hidup bahwa konsumsi tidak saja bergantung pada pendapatan rumah tangga pada saat ini, tapi juga pada kekayaan dan pendapatan yang diharapkan di masa mendatang. Hipotesis ini menunjukkan bahwa redistribusi pendapatan menguntungkan kelompok miskin dan kelompok yang memerlukan, namun tidak berpengaruh besar pada pengeluaran konsumsi agregat.
2.1.3.3. Konsep Tabungan dan Investasi dalam Ekonomi Islam Fungsi investasi dalam ekonomi Islam amat berbeda dengan fungsi investasi dalam ekonomi konvensional. Perbedaan terjadi terutama karena pengusaha Islam tidak menggunakan tingkat bunga dalam menghitung investasi. Implikasi dari ajaran Islam terhadap investasi, yaitu: di negara penganut ekonomi Islam, investasi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu ada sanksi untuk pemegang aset yang tidak produktif, dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan judi, dan tingkat bunga untuk pinjaman adalah nol sebagai gantinya dipakai sistem bagi hasil.
26
Seorang muslim yang menginvestasikan tabungannya tidak akan terkena zakat, tetapi ia harus membayar zakat atas hasil yang diperoleh dari investasi tersebut. Islam juga melarang berbagai bentuk spekulasi, jual beli barang tanpa melihat barang serta transaksi di depan. Larangan spekulasi dalam ekonomi Islam berimplikasi terhadap perilaku ekonomi, yaitu : • Tidak ada tabungan yang disalurkan ke usaha untuk mencari keuntungan tetapi tabungan harus dibuat aktif dengan melakukan investasi nyata. • Permintaan uang untuk spekulasi tidak ada dalam ekonomi Islam. Maka tidak dijumpai permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi. • Dalam jangka pendek, tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi akan lebih stabil, karena tidak ada aktivitas spekulasi di pasar modal. Metwally (1995;73), menyatakan bahwa fungsi investasi dalam ekonomi Islam dirumuskan sebagai berikut: dan,
I = φ (r, ZA , Zπ, m) ................................................................................. (7) r=r
.................................................................................................. (8)
dimana: I
= permintaan akan investasi
r
= tingkat keuntungan yang diharapkan
SI
= bagian/pangsa keuntungan/kerugian investor
SF
= bagian/pangsa keuntungan/kerugian peminjam dana
ZA
= tingkat zakat atas asset yang tidak/kurang produktif
Zπ
= tingkat zakat dari keuntungan investasi
m
= pengeluaran lain selain zakat atas asset yang tidak/kurang produktif Karena ZA = ZA dan Zπ = Zπ (yaitu tingkat zakat adalah tetap), maka dapat
ditulis juga :
27
I = ψ (r, m ) .............................................................................................. (9) di mana : > 0 .................................................................................................................. (10) >0 .................................................................................................................. (11) Menurut persamaan (9) maka permintaan investasi dalam ekonomi Islam akan meningkat jika: - Meningkatnya tingkat keuntungan yang diharapkan. - Meningkatnya tingkat iuran terhadap aset yg tidak/kurang produktif. Tingkat keuntungan yang diharapkan bukan sebagai variabel kontrol, maka variabel yang dipakai sebagai instrumen oleh otoritas Islam adalah tingkat biaya atas aset yang tidak/kurang produktif. Variabel ini merupakan alternatif tingkat bunga yang biasa berlaku dalam negara non Islam penganut pasar bebas.
Sumber : Suprayitno, 2005
Gambar 2. Permintaan Investasi Baru dalam Ekonomi yang Diatur oleh Hukum Islam
28
Pada Gambar 2 menunjukkan permintaan investasi baru dalam ekonomi yang diatur oleh hukum Islam, yaitu sebagai fungsi tingkat keuntungan yang diharapkan. Keuntungan yang diharapkan menentukan volume investasi dalam ekonomi yang mengenal zakat tanpa bunga. Bila keuntungan yang diharapkan menjadi nol, maka investasi masih terus berlangsung. Gambar tersebut juga memperlihatkan lebih jauh bahwa makin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, semakin besar volume investasinya. Dalam ekonomi yang menerapkan hukum Islam, permintaan investasi baru akan menurun sampai nol pada titik dimana tingkat keuntungan menjadi negatif , yaitu pada nilai . Di atas titik tersebut, investasi menjadi suatu fungsi dari keuntungan yang diharapkan meningkat.
2.1.3.4. Teori dan Konsep Kemiskinan Pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses multidimensional yang mencakup tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan, pemberantasan kemiskinan dan perubahan struktur ekonomi, sikap hidup dan kelembagaan. Dalam proses pembangunan yang diharapkan bukan hanya sekedar pertumbuhan tetapi juga diikuti dengan pemerataan. Pemerataan yang tidak tercipta akan menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi. kesenjangan ini akan menciptakan kondisi kemiskinan yang semakin dalam.
29
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Hal tersebut dapat terjadi karena rendahnya pendapatan seseorang atau bahkan tidak memiliki pendapatan, dan sulitnya akses ke lembaga kesehatan dan pendidikan. Menurut Myrdal, kemiskinan bukan terletak pada persoalan modal semata sebagaimana yang disampaikan oleh kalangan ekonom liberal seperti Nurske, akan tetapi lebih karena kurangnya gizi, pendidikan, dan basic need lainnya. Menurut Myrdal, keadaan miskin bermula dari pendapatan yang rendah sehingga kualitas gizi menjadi kurang. Rendahnya kualitas gizi tersebut menyebabkan rendahnya kesehatan yang kemudian menyebabkan rendahnya produktivitas. Produktivitas rendah ini menyebabkan pendapatan yang rendah, dan pada gilirannya menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan terdiri dari beberapa macam bentuk. Pertama, kemiskinan relatif merupakan kondisi kemiskinan yang terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Ukuran yang dipakai oleh Bank Dunia yaitu apabila 40 persen penduduk termiskin memperoleh kurang dari 12 persen Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ketimpangan buruk, antara 12-17 persen adalah ketimpangan sedang, antara 17-22 persen adalah relatif merata, dan di atas 22 persen adalah merata. Selain itu, bisa juga dengan rasio gini pendapatan yaitu nilai antara 0 - 1, dimana kalau sama atau di bawah 0,3 berarti merata, antara 0,3 - 0,4 berarti kemerataan sedang, 0,4 - 0,5 berarti relatif timpang dan di atas 0,5 berarti ketimpangan sangat buruk.
30
Kedua, kemiskinan absolut adalah kondisi miskin yang ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Ukurannya adalah dengan menghitung jumlah penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Ketiga, kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial yang tidak memungkinkan kelas-kelas masyarakat tertentu untuk mengakses sumber-sumber kekayaan. Keempat, kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang sudah tertanam dalam diri seseorang atau dalam komunitas tertentu (Damanhuri, 2010). Berdasarkan bukti empiris bahwa pertambahan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan bukanlah karena persoalan kekayaan yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk (over population), akan tetapi karena persoalan distribusi pendapatan dan akses ekonomi yang tidak adil disebabkan tatanan sosial yang buruk serta rendahnya rasa kesetiakawanan diantara sesama anggota masyarakat. Lingkaran kemiskinan yang terbentuk dalam masyarakat Indonesia lebih banyak kemiskinan struktural sehingga upaya mengatasinya harus dilakukan melalui upaya yang prinsipil, sistematis dan bukan hanya parsial dan sporadis (DEPAG, 2005).
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian mengenai zakat pada dasarnya sudah banyak dilakukan dikalangan akademisi. Tidak hanya mahasiswa Institut Pertanian Bogor
31
(IPB) saja, tetapi universitas lain pun banyak mengkaji masalah zakat ini. Untuk di lingkungan IPB sendiri, penelitian ini banyak dikaitkan dengan masalah pendayagunaan zakat. Seperti yang dilakukan oleh Tiara Tsani (2009), Anriani (2009), Nia (2009). Mereka mengkaji zakat dalam hal pendayagunaannya. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan bahwa zakat dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan dapat meningkatkan kesejahteraan para mustahik. Metode yang digunakan adalah FGT Index yang meliputi Headcount Ratio (H), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Metode lainnya yang digunakan adalah Analisis Regresi Linear Berganda. Kemudian Beik, dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Economic Estimation and Determinants of Zakah Potential in Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi logistik, dan crosstab (Republika, 2011). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa diluar IPB terkait dengan zakat adalah seperti yang dilakukan oleh (Felani, 2005) membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan zakat di kota Palembang. Dalam penelitian tersebut terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pengeluaran zakat oleh para muzakki, yaitu tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, serta pemahaman masyarakat tentang zakat tersebut. Ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan zakat di kota Palembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda. Nilai dari koefisien korelasi sebesar 0,536 berarti terdapat hubungan yang erat antara variabel penerimaan zakat. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,287 yang berarti tingkat pendapatan mempengaruhi penerimaan zakat sebesar
32
28,7 persen. Sedangkan tingkat pemahaman masyarakat tentang zakat sangat berpengaruh terhadap kecenderungan untuk membayar zakat sehingga berdampak pada peningkatan penerimaan zakat.
2.3. Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan suatu masalah yang sering dihadapi oleh negaranegara berkembang, termasuk Indonesia. Permasalahan itu menjadi permasalahan yang sulit untuk diatasi mengingat kemiskinan itu terbentuk seperti rantai yang sulit untuk diputus. Di Indonesia, sudah dilakukan berbagai cara untuk mengatasi masalah kemiskinan ini diantaranya adalah dengan pemberian subsidi bahan bakar maupun dengan program beras miskin. Namun, upaya-upaya tersebut tidak juga dapat mengatasi masalah tersebut. Islam telah mengajarkan umatnya untuk saling berbagai dan tolong menolong. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan bentuk-bentuk ibadah yang diajarkan islam. Zakat dapat dijadikan instrumen fiskal dalam perekonomian. Dalam hal ini, zakat berfungsi sebagai alat untuk menciptakan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Karena pada dasarnya kemiskinan itu tercipta karena adanya ketidakmerataan dan ketimpangan. Dengan jumlah penduduk yang mayoritas beragama Islam, maka potensi zakat dalam mengentaskan kemiskinan sangat besar. Namun, zakat yang tergali belum maksimal. Penerimaan zakat terkait dengan karakteristik individu dan organisasi zakat. Sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat dan faktor yang
33
memengaruhi pilihan organisasi zakat. Berikut adalah gambar kerangka penelitian dalam Gambar 3. Penduduk Muslim
Realisasi Zakat
Potensi Zakat
Organisasi Zakat
Karakteristik Individu
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Kemudahan rezeki Percaya dengan semua balasan Upaya bersyukur Zakat itu kewajiban Menyadari hak orang lain Lingkungan mendukung Rutinitas shalat Fardhu Merasa bersalah jika tdk zakat Senang meningkatkan eko. Fakir/miskin Iba melihat fakir/miskin Menjadi contoh bagi orang lain Senang membantu fakir/miskin Membersihkan harta Rutinitas hadir di majelis ilmu Rutinitas membaca buku-buku agama Shalat berjama’ah Kemampuan menghitung zakat
Profesionalitas Transparansi Kenyamanan Kepuasan Sosialisasi melalui media Sosialisasi langsung kepada masyarakat ‐ Pemotongan gaji
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Analisis Regresi Logistik
Analisis Faktor
Faktor‐Faktor yang Melatarbelakangi Pembayaran
Faktor‐Faktor yang Memengaruhi Pilihan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 7-17 Februari 2011 di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan melalui pemberian kuesioner kepada para muzakki yang tersebar di 16 kecamatan. Pemilihan lokasi di Kota Palembang ini adalah mengingat Kota Palembang merupakan salah satu kota yang berupaya untuk menggalakkan zakat dengan mewajibkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kota tersebut untuk membayar zakat, yaitu dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Walikota Palembang No. 177 tahun 2009.
3.2. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan metode survey terhadap penduduk muslim yang bekerja dan membayar zakat. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan kuesioner, meliputi karakteristik responden mengenai pembayaran zakat. Sedangkan data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi atau dalam file digital, meliputi data kependudukan Kota Palembang, penerimaan dan penyaluran zakat, serta data-data lain terkait dengan penelitian. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan, BPS Pusat, BAZDA Sumatera Selatan, BAZ Kota Palembang, Kementerian Agama RI, media cetak, media elektronik, serta media informasi lainnya.
35
3.3. Metode Pengambilan Sampel Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 80 orang yang telah mewakili para wajib zakat di 16 kecamatan di Kota Palembang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan mengenai beberapa karakteristik terkait anggota sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009). Sampel diambil secara proporsional berdasarkan proporsi dari BPS. Di Indonesia 60 persen penduduk yang bekerja adalah golongan pendapatan rendah, 30 persen golongan menengah dan 10 persen golongan pendapatan tinggi (BPS,2010). Dalam hal ini, masyarakat yang menjadi responden adalah adalah penduduk muslim yang bekerja yang mewakili setiap golongan pendapatan. Tabel 2. Daftar Sampel Berdasarkan Pendapatan Pendapatan (Rupiah) Jumlah Responden < 2.500.000
32
2.500.000-5.000.000
36
> 5.000.000
12
Jumlah
80
Sumber : data primer (diolah)
3.4. Metode Analisis Dalam menganalisis potensi zakat digunakan data sekunder, berupa data jumlah penduduk yang bekerja dan proporsi penduduk berdasarkan golongan pendapatan. Kemudian data diolah menggunakan software excel 2007. Selanjutnya, dalam analisis faktor dan regresi logistik, digunakan data primer berupa hasil kuesioner dengan skala likert 1-5, dimana 1 menunjukkan sangat
36
tidak setuju dan 5 menunjukkan sangat setuju. Analisis faktor dan regresi logistik diolah menggunakan software SPSS versi 16.
3.4.1. Analisis Potensi Zakat Untuk mengetahui besarnya potensi zakat digunakan pendekatan estimasi pendapatan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat proporsi penduduk yang bekerja secara nasional berdasarkan tingkat pendapatan. Berdasarkan data BPS, 60 persen penduduk yang bekerja adalah berpendapatan rendah. Untuk mereka yang berpendapatan menengah proporsinya adalah sebesar 30 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja dengan pendapatan tinggi hanya 10 persen. Potensi = Dimana: Ri = Proporsi penduduk berdasarkan tingkat pendapatan ke-i (penduduk golongan menengah dan tinggi) (%) Pd = Jumlah penduduk muslim yang bekerja (jiwa) Dengan mengetahui proporsi penduduk dan rata-rata pendapatan tiap golongan, dapat diperkirakan berapa besar potensi zakatnya. Dalam hal ini adalah zakat penghasilan sebesar 2,5 persen dari penghasilannya. Diasumsikan potensi ini merupakan dana zakat yang terkumpul di organisasi zakat formal.
3.4.2. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan salah satu bentuk analisis multivariat dan termasuk dalam Interdependence Techniques. Artinya, tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen dalam analisis tersebut, yang berarti pula tidak diperlukan sebuah model tertentu untuk analisis faktor. Hal ini berbeda
37
dengan dependence techniques seperti model regresi berganda yang mempunyai sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen sehingga diperlukan sebuah model. Ada beberapa tujuan dalam analisis faktor. Pertama, untuk data summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antarvariabel dengan melakukan uji korelasi. Kedua, data reduction yakni proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu. Mengingat prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsiasumsi terkait dengan korelasi akan digunakan, yakni (Santoso, 2010): •
Besar korelasi atau korelasi antar variabel-variabel harus cukup kuat.
•
Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel lain harus kecil.
•
Pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antarvariabel) yang diukur dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Ada empat langkah dalam analisis faktor, yaitu (Santoso, 2010):
1. Menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis. 2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan metode Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pada tahap awal analisis faktor ini, dilakukan penyaringan terhadap sejumlah variabel, hingga didapat variabel-variabel yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Adapun hipotesis dalam signifikansi adalah : H0 = Variabel belum memadai untuk dianalisis lebih lanjut
38
H1 = Variabel sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut Kriteria dengan melihat probabilitas (signifikan): Jika Sig > 0,1 maka H0 diterima Jika Sig < 0,1 maka H0 ditolak Angka MSA (Measure Sampling Adequacy) atau Kaiser Meyer Olkin (KMO) berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria: -
Jika bernilai 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.
-
Jika > 0,5 maka variabel tersebut masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
-
Jika < 0,5 maka variabel tidak bisa diprediksi dan dianalisis lebih lanjut.
3. Setelah sejumlah variabel yang memenuhi syarat didapat, dilanjutkan pada proses factoring. Proses ini akan mengekstrak satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada tahap sebelumnya. Metode yang digunakan adalah principal component analysis. Hasilnya adalah berupa nilai eigenvalues yang menunjukkan keragaman antarvariabel. Jika nilainya kurang dari 1, maka akan dikeluarkan. Nilai eigenvalue ini akan menunjukkan jumlah faktor yang terbentuk. Kemudian dapat dilakukan proses Rotasi untuk memperjelas posisi sebuah variabel berada pada faktor yang satu ataukah ke faktor yang lain. Metode rotasi yang digunakan adalah metode Varimax. Angka Loading factor menunjukkan besar korelasi antara variabel satu dengan faktor ke 1, 2, … , n.
39
4. Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut, yang dianggap bisa mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut.
3.4.3. Analisis Regresi Logistik Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik. Estimasi model tersebut yaitu (Juanda, 2007): Yi =
= β0 + β1X1 + β2X2 + …. + βkXk
Keterangan : Yi = Variabel respon, dalam hal ini adalah tempat membayarkan zakat ( 1 = lembaga formal, 0 = lembaga informal) β 0 = Konstanta β 1 = Koefisien variabel prediktor ke-1 β2 = Koefisien variabel prediktor ke- 2 βk = Koefisien variabel predictor ke-k X1 = Variabel Prediktor ke-1 X2 = Variabel Prediktor ke-2 Xk = Variabel Prediktor ke-k
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
4.1. Kondisi Demografis Kota Palembang Kota Palembang merupakan salah satu kota sekaligus ibukota provinsi Sumatera Selatan. Jumlah penduduk di kota ini berdasarkan sensus penduduk 2010 adalah 1.452.840 jiwa. Kota ini memiliki 14 kecamatan yang kemudian mengalami pemekaran pada tahun 2007 menjadi 16 kecamatan, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota Palembang Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Tahun 2010 Kecamatan Ilir Barat II Gandus Seberang Ulu I Kertapati Seberang Ulu II Plaju Ilir Barat I Bukit Kecil Ilir Timur I Kemuning Ilir Timur II Kalidoni Sako Sematang Borang Sukarami Alang-alang Lebar KOTA PALEMBANG
Laki-laki 32.094 29.092 81.450 40.531 46.575 39.659 62.439 22.231 33.592 40.283 78.692 49.653 41.098 16.092 69.450 43.397 726.328
Perempuan 31.680 28.196 81.783 39.645 46.678 39.325 61.580 21.504 35.405 41.360 79.692 49.704 41.009 15.865 69.783 43.305 726.512
Laki-laki + Perempuan 63.774 57.288 163.233 80.176 93.253 78.984 124.019 43.735 68.997 81.643 158.384 99.357 82.107 31.957 139.233 86.700 1.452.840
Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
Laju pertumbuhan penduduk Kota Palembang per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 1,76 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Alang-Alang Lebar adalah yang tertinggi dibandingkan kecamatan lain di Kota Palembang yakni sebesar 5,21 persen, sedangkan yang
41
terendah di Kecamatan Ilir Timur I, yakni sebesar -0,95 persen. Kecamatan Ilir Timur II walaupun menempati urutan kedua dari total jumlah penduduk di Kota Palembang namun dari sisi laju pertumbuhan penduduk relatif cukup rendah yakni hanya sebesar 0,56 persen. Kecamatan Seberang Ulu I walaupun jumlah penduduknya yang tertinggi tetapi laju pertumbuhannya masih di bawah Kecamatan Alang-Alang Lebar (5,21). Kecamatan Sematang Borang (4,39 persen) dan Kecamatan Sukarami (4,38 persen). Tingginya pertumbuhan penduduk di Kecamatan Alang-Alang Lebar, Sukarami, dan Sematang Borang diakibatkan
karena
daerah
ini
merupakan
daerah
yang
perkembangan
pemukimannya cukup pesat di Kota Palembang, sedangkan Kecamatan Ilir Timur I dan Bukit Kecil mengalami pertumbuhan yang negatif diakibatkan di kedua daerah ini banyak daerah pemukiman yang beralih fungsi menjadi daerah pertokoan dan perkantoran (BPS Kota Palembang, 2010). Tabel 4. Persentase Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama di Kota Palembang Tahun 2006-2009 Status Pekerjaan Utama 1. Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang Lain 2. Berusaha dengan dibantu Anggota Rumah Tangga/ buruh Tidak tetap 3. Berusaha dengan buruh tetap 4. Buruh/Karyawan/Pekerja dibayar 5. Pekerja bebas di Pertanian/Pekerja bebas di non pertanian/pekerja keluarga Jumlah Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
2006 24,42
2007 24,66
2008 26,38
2009 30,05
3,14
7,44
12,06
9,08
3,22 63,04
2,94 56,62
2,37 47,01
2,83 46,72
6,18
8,34
12,18
11,32
100
100
100
100
Berdasarkan Tabel 4, penduduk di Kota Palembang dalam kurun waktu tahun
2006-2009
didominasi
oleh
mereka
yang
bekerja
sebagai
42
buruh/karyawan/pekerja yang di bayar. Disusul dengan mereka yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, seperti perdagangan ataupun jenis usaha lain. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Palembang mengalami peningkatan dari sekitar 16.714 orang pada tahun 2008 menjadi sekitar 16.490 orang pada tahun 2009. Berdasarkan jenis kelaminnya, jumlah perempuan yang menjadi PNS tidak jauh berbeda dengan laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kota Palembang Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2007-2009 Jenis Kelamin
2007
2008
2009
Laki-laki
5.577
7.138
7.278
Perempuan
11.122
9.576
9.212
16.699
16.714
16.490
Jumlah Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
4.2. Kondisi Ekonomi Kota palembang Salah
satu
ukuran
yang
sering
digunakan
untuk
menganalisa
pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Laju pertumbuhan PDRB Kota Palembang rata-rata selama kurun waktu 2005 – 2009 atas dasar harga konstan 2000 dengan migas adalah 6,74 persen dan tanpa migas sebesar 7,95 persen per tahun. Sektor-sektor yang tumbuh diatas rata-rata adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (8,94 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,15 persen) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (8,38 persen). Sedangkan salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat biasanya digunakan PDRB Perkapita. Pada tahun 2005
43
nilai PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku dengan migas sebesar Rp 15.058.170,00 dan tanpa migas sebesar Rp 10.578.624,00 sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 25.918.220,00 (dengan migas) dan Rp 18.287.890,00 (tanpa migas). Secara umum PDRB Perkapita Kota Palembang berdasarkan harga berlaku dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan. Tabel 6. PDRB Kota Palembang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha 2005 1. Pertanian 108.584 2. Pertambangan ‐ dan Penggalian 3. Industri 5.284.980 Pengolahan 4. Listrik, Gas, dan 186.629 Air Bersih 5. Bangunan 994.330 6. Perdagangan, Hotel, dan 2.590.029 Restoran 7. Pengangkutan 1.532.965 dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, dan 851.012 Jasa Perusahaan 9. Jasa‐Jasa 1.539.369 PDRB dengan 13.087.898 Migas PDRB tanpa migas 11.151.255
2006 110.439
2007 116.094
2008 120.337
2009 124.093
‐
‐
‐
‐
5.485.441
5.734.651
5.963.705
6.203.585
204.440
217.441
228.040
236.099
1.080.857
1.172.161
1.247.949
1.336.865
2.795.938
3.022.420
3.276.507
3.367.981
1.741.812
1.952.723
2.215.854
2.479.961
920.101
1.001.097
1.068.962
1.160.568
1.659.064
1.775.897
1.916.867
2.033.752
13.998.092
14.992.484
16.038.221 16.942.904
12.090.111
13.116.176
14.130.240 15.044.463
Sumber : BPS, 2010
Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (2005-2009), tiga sektor penyumbang terbesar dalam perekonomian di Kota Palembang adalah sektor industri pengolahan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Perdagangan merupakan salah satu kegiatan ekonomi terbesar bagi penduduk Kota Palembang sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Pada masa itu, Kota Palembang sudah dikenal sebagai kota dagang
44
yang didukung dengan letak geografis dan kultur historisnya dengan peranan pelabuhan sebagai pintu gerbang arus keluar masuknya barang. Arus perdagangan yang pesat memengaruhi kegiatan transportasi, mobilitas penduduk baik domestik maupun manca negara, dan juga berpengaruh terhadap penghasilan penduduk. Akan tetapi, pesatnya perdagangan akan mempengaruhi masalah kesehatan termasuk peningkatan kasus kecelakaan dan penyebaran penyakit canggih atau penyakit gaya hidup. Pembangunan industri merupakan upaya meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, dan menyediakan barang dan jasa termasuk kegiatan ekspor guna menunjang pembangunan daerah. Dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah pada Kabupaten/Kota, maka peluang peningkatan industrialisasi secara kuantitas maupun kualitasnya semakin meningkat. Namun, makin meningkatnya industrialisasi perlu antisipasi akan ancaman terhadap kesehatan seperti : PT. Pusri, PT. Semen Baturaja, PT. Pertamina dan industri rumah tangga. Garis kemiskinan di Kota Palembang adalah Rp 244.223,00 pada tahun 2008, sementara tahun 2009 meningkat menjadi Rp 294.174,00. Secara umum, garis kemiskinan di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 adalah Rp 210.893,00 dan tahun 2009 adalah Rp 235.560,00. Sementara itu, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan. Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 211.800 (14,75 persen) jiwa, sedangkan pada tahun 2008 adalah sebesar 235.200 jiwa (16,66 persen).
45
Kondisi tenaga kerja di Kota Palembang pada Juni 2009 terdapat 1.046.098 penduduk usia kerja atau sekitar 84,22 persen dari total penduduk kota Palembang mengalami peningkatan dari 80,57 persen pada tahun 2008. Sedangkan tingkat pengangguran di kota Palembang mengalami penurunan menjadi 15,78 persen pada tahun 2009 dari 19,43 persen pada tahun 2008. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 7). Tabel 7. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Kota Palembang Tahun 2008-2009 Uraian
2008 80,57 19,43
TPAK (%) Tingkat Pengangguran (%) Sumber : BPS, 2010
2009 84,22 15,78
Jumlah pencari kerja di kota Palembang tahun 2009 sebanyak 32.067 orang, yang terserap hanya 2138 orang atau sekitar 6,67 persen. Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah pencari kerja lebih sedikit dan yang terserap jauh lebih banyak. Jumlah pencari kerja di kota Palembang di dominasi oleh mereka yang tamatan SMU. Berikut adalah tabel jumlah pencari kerja di kota Palembang menurut tingkat pendidikan tahun 2005–2009 (Tabel 8). Tabel 8. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar di Kota Palembang Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2009 Tidak Tamat Tamat Tamat SD SMP 2005 10 74 366 2006 ‐ 79 402 2007 ‐ 161 581 2008 ‐ 90 396 2009 ‐ 85 302 Sumber : BPS Kota Palembang, 2010 Tahun
Tamat SMU 24.939 23.276 25.684 14.370 17.576
D1/D2 1,234 499 910 274 360
Sarjana Sarjana Jumlah Muda 6.245 11.932 44.800 4.452 6.585 35.293 7.422 10.467 45.225 4.412 7.375 26.917 4.916 8.828 32.067
46
4.3. Zakat Maal di Kota Palembang Berdasarkan data dari BAZDA Sumatera Selatan (Tabel 9), jumlah dana zakat yang terhimpun selama 5 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Namun, indikator dalam kesuksesan zakat, bukan hanya dari sisi penerimaannya saja, tetapi juga dilihat dari penyalurannya. Penyaluran dana zakat di BAZDA Sumatera Selatan dalam 5 tahun terakhir relatif berfluktuasi. Tabel 9. Penerimaan dan Penyaluran Dana Zakat di Sumatera Selatan Tahun
Penerimaan
Penyaluran
2006
64.812.973
100.000.000
2007
100.933.057
53.375.000
2008
727.137.566
177.537.000
2009
1.127.960.748
1.201.293.175
2010
1.193.440.864
972.027.825
Sumber : BAZDA Sumsel, 2011
Berdasarkan Tabel 10, penerimaan dana zakat di BAZ Kota Palembang berfluktuatif selama tahun 2010. Hal ini berarti, masyarakat kota Palembang belum konsisten dalam membayarkan zakat pendapatannya. Ini merupakan suatu indikasi bahwa masyarakat belum memiliki kesadaran akan kewajibannya sebagai seorang muslim. Berdasarkan data-data tersebut, dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
perkembangan zakat di Kota Palembang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari penerimaan zakat selama lima tahun terakhir yang meningkat walaupun selama tahun 2010 penerimaannya berfluktuatif, tergantung bagaimana kondisi perekonomian masyarakat. Namun, jika dilihat dari penyalurannya semua dana zakat yang terhimpun belum tersalurkan semua.
47
Tabel 10. Penerimaan Zakat di Kota Pelembang Tahun 2010 Bulan
Penerimaan (Rp)
Desember 2009
72.433.986
Januari 2010
98.390.267
Februari 2010
47.429.380
Maret 2010
71.212.944
April 2010
60.333.353
Mei 2010
66.829.544
Juni 2010
70.366.063
Juli 2010
52.998.942
Agustus 2010
84.909.249
September 2010
69.973.193
Oktober 2010
64.629.944
November 2010
59.393.720
Desember 2010
57.593.905
Sumber : BAZ Kota Palembang, 2011
4.4. Karakteristik Responden Penelitian ini menggunakan 80 orang sebagai responden. Mereka adalah masyarakat muslim yang membayar zakat. Sampel tersebar hampir di semua kecamatan di Kota Palembang.
15%
45%
<2.500.000 40% 2.500.000‐ 5.000.000 >5.000.000
Sumber : data primer (diolah)
Gambar 4. Responden Berdasarkan Pendapatan
48
Batas seseorang dinyatakan wajib zakat dengan mengikuti kias pertanian, yaitu setara dengan 524 kg beras (dalam harga berlaku saat ini) yaitu sekitar 3 juta rupiah per bulan. Responden dalam penelitian ini, 40 persen memiliki pendapatan kurang dari 2,5 juta rupiah, 45 persen dengan pendapatan antara 2,5 – 5 juta rupiah, dan 15 persen memiliki pendapatan lebih dari 5 juta rupiah. Mereka yang memiliki pendapatan kurang dari 2,5 juta tetap berzakat, karena mereka merasa kebutuhan mereka sudah tercukupi.
16% 19%
41%
20‐29 30‐39
24%
40‐49 ≥ 50
Sumber : data primer (diolah)
Gambar 5. Responden berdasarkan umur Adapun kelompok umur dalam penelitian ini adalah mereka yang berusia produktif. Menurut BPS, usia produktif adalah usia antara 16-64 tahun. Kelompok usia dalam penelitian ini adalah 20-29 tahun sebesar 41 persen, 30-39 tahun sebesar 24 persen, kelompok usia 40-49 tahun sebesar 19 persen, dan lebih dari 50 tahun sebesar 16 persen. Berdasarkan Tabel 11 diatas, 60 persen PNS membayarkan zakatnya melalui lembaga formal. Hal ini terkait dengan adanya SK walikota No. 177 tahun 2009 mengenai kewajiban zakat bagi PNS. Untuk Karyawan swasta pun juga demikian, 86,67 persen membayarkan zakat melalui lembaga formal. Hal ini
49
dikarenakan adanya pemotongan gaji langsung oleh tempat mereka bekerja ataupun mereka mendatangi lembaga zakat formal tertentu. Sedangkan pedagang dan wiraswasta sebagian besar ( > 50 persen) membayarkan zakatnya melalui lembaga informal. Sedangkan untuk kategori lainnya dalam hal ini adalah pensiunan dan notaris lebih memilih membayarkan zakatnya melalui lembaga informal. Secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini lebih banyak membayarkan zakat melalui organisasi formal karena sebesar 43,75 persen respondennya adalah PNS. Tabel 11. Jumlah dan Proporsi Pembayaran Zakat Berdasarkan Pekerjan Pekerjaan Petani Pedagang karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya Jumlah
Zakat (N) Non Formal Formal 0 0 5 0 5 4 14 21 2 13 7 3 6 0 39 41
Proporsi (%) Non Formal Formal 0.00 0.00 100.00 0.00 55.56 44.44 40.00 60.00 13.33 86.67 70.00 30.00 100.00 0.00 48.75 51.25
Sumber : data primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 12 di atas, dapat dilihat bahwa pada 100 persen responden yang memiliki pendidikan hingga SD membayarkan zakatnya melalui lembaga informal. Sedangkan pada tingkat pendidikan SMA 70 persen membayar zakat melalui lembaga informal, dan sisanya (30 persen) membayarkan zakatnya melalui lembaga formal. Pada tingkat pendidikan D3, 100 persen responden membayarkan zakatnya melalui lembaga formal. Untuk jenjang pendidikan S1 dan S2, responden lebih banyak memilih membayarkan zakatnya melalui lembaga formal yaitu 56,52 dan 63,64 persen.
50
Tabel 12. Jumlah dan Proporsi Pembayaran Zakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan SD SLTP SMA D3 S1 S2 S3 Jumlah
Zakat (N) Non Formal Formal 1 0 0 0 14 6 0 2 20 26 4 7 0 0 39 41
Sumber : data primer (diolah)
Proporsi (%) Non Formal Formal 100.00 0.00 0.00 0.00 70.00 30.00 0.00 100.00 43.48 56.52 36.36 63.64 0.00 0.00 48.75 51.25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Potensi Zakat di Kota Palembang Sebagaimana yang telah disebutkan diawal, bahwa zakat merupakan perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat muslim yang telah mencapai nishabnya. Tujuan dari menunaikan zakat ini selain untuk beribadah kepada Allah SWT, Sang pemberi rezeki, tetapi juga sebagai alat untuk membantu mereka yang tidak mampu. Dengan ini, zakat telah membuat ketimpangan semakin kecil dan distribusi pendapatan semakin merata. Sehingga diharapkan akan menciptakan suatu kondisi yang adil dalam masyarakat. Potensi Zakat terkait dengan jumlah penduduk yang bekerja. Di kota Palembang, jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2009 adalah 559.808 jiwa dan mayoritas beragama Islam. Jumlah penduduk yang menganggur/mencari pekerjaan sebesar 104.852 jiwa. Tabel 13. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama di Kota Palembang Tahun 2007-2009 Kegiatan Utama 2007 2008 2009 Bekerja 451.704 573.232 559.808 Mencari 108.921 77.685 104.852 pekerjaan/pengangguran Jumlah 560.625 650.917 664.660 Sumber : BPS Kota Palembang, 2010
Adapun potensi zakat diestimasi dengan pendekatan pendapatan. Jumlah penduduk yang bekerja dan beragama Islam adalah 487.033 jiwa (87 persen dari jumlah penduduk yang bekerja). Menurut data BPS (2010) persentase kelompok pekerja dibagi menjadi tiga, yaitu kelompok pekerja golongan rendah sebesar 60
52
persen, golongan menengah sebsar 30 persen, dan golongan tinggi sebesar 10 persen. Tabel 14. Perkiraan Potensi Zakat di Kota Palembang Tahun 2009 Estimasi Muzakki
Gol. Menengah *
Gol. Tinggi **
10%
Muzakki 14.611
Jml. Zakat/tahun (Rp) 17.624.506.688
Muzakki 4.870
Jml. Zakat/tahun (Rp) 15.572.880.175
20%
29.222
35.249.013.375
9.741
31.145.760.350
30%
43.833
52.873.520.063
14.611
46.718.640.525
40%
58.444
70.498.026.750
19.481
62.291.520.700
50%
73.055
88.122.533.438
24.352
77.864.400.875
60%
87.666
105.747.040.125
29.222
93.437.281.050
70%
102.277
123.371.546.813
34.092
109.010.161.225
80%
116.888
140.996.053.500
38.963
124.583.041.400
90%
131.499
158.620.560.188
43.833
140.155.921.575
100% 146.110 48.703 176.245.066.875 155.728.801.750 Sumber: BPS, 2010 (diolah) Catatan: (Menurut data nasional) *) 30 persen dengan rata-rata pendapatan sebesar 48,25 juta rupiah per tahun **) 10 persen dengan rata-rata pendapatan sebesar 127,9 juta rupiah per tahun
Dalam perhitungan potensi ini, golongan penduduk yang bekerja dengan golongan pendapatan rendah tidak diperhitungkan, karena rata-rata pendapatan belum mencapai nishab-nya. Berdasarkan hasil tersebut, potensi zakat pada tahun 2009 di Kota Palembang adalah Rp 331.973.868.625,00 per tahun jika semua pekerja dalam setiap golongan pendapatan mengeluarkan zakatnya. Golongan pendapatan menengah menyumbang Rp 176.245.066.875,00 per tahun. Golongan tinggi menyumbang Rp 155.728.801.750,00 per tahun dan merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan golongan rendah dan tinggi. Jika hanya 10 persen dari masing-masing golongan pendapatan yang berzakat, maka estimasi dana zakat yang terkumpul adalah 31.197.386.863,00. Potensi zakat pada tahun 2009 adalah dua persen dari PDRB kota Palembang. Jumlah tersebut bukanlah jumlah
53
yang sedikit, sehingga harus terus dimaksimalkan mengingat dana zakat yang terhimpun pada tahun 2009 hanya sekitar 1 miliar rupiah. 5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembayaran Zakat di Palembang 5.2.1. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Responden dalam Berzakat Seperti yang telah disebutkan di dalam metode penelitian, bahwa analisis faktor bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antar variabel. Dari 18 variabel yang diuji, ternyata ada korelasi antar variabel. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan Bartlett. Nilai KMO memiliki indeks yang tinggi (berkisar antara 0,5 sampai 1,0), yaitu 0,826 maka analisis faktor layak dilakukan. Selain itu, nilai Bartlett’s Test of Sphericity memiliki nilai sig 0,000 < 0,05 maka tolak H0. Artinya terdapat korelasi antarvariabel. Tabel 15. Uji KMO dan Bartlett Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Uji Bartlett: Chi-square Df Sig.
0,826 647,489 153 0,000
Sumber : output SPSS 16
Dari analisis faktor ini, dilihat dari nilai eigenvalue (lampiran 1), maka diperoleh 4 faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat. Nilai eigenvalue menunjukkan keragaman variabel. Pengelompokkan variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. Dimana variabel dengan loading factor kurang dari 0,5 akan tereduksi. Keempat faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.
54
Tabel 16. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keinginan Seseorang dalam Berzakat Faktor 1 (Keimanan) Loading Factor Percaya dengan semua balasan atas setiap perbuatan 0,794 Mendapatkan kemudahan rezeki setelah membayar zakat 0,794 Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah berupaya untuk bersyukur kepada Allah 0,789 Menurut Anda zakat itu wajib 0,728 Menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta 0,648 Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda berzakat 0,559 Selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari 0,528 Faktor 2 (Altruism ) Loading Factor Senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin 0,686 Merasa iba ketika melihat fakir/miskin 0,666 Menjadi contoh yang baik bagi orang lain 0,651 Senang membantu fakir/ miskin 0,559 Merasa hartanya menjadi bersih setelah berzakat dan berinfak 0,549 Faktor 3 (Pemahaman Agama) Loading Factor Rutin hadir di majelis ilmu 0,836 Rutin membaca buku-buku agama 0,81 Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di masjid 0,783 Faktor 4 (Penghargaan) Loading Factor Senang disebut dermawan setelah berzakat 0,728 Sumber : data primer (diolah)
Penamaan faktor dapat dilakukan dengan melihat angka loading factor yang terbesar. Faktor pertama dapat diberi nama sebagai faktor keimanan. Dalam hal ini, keimanan merupakan faktor utama yang menjadi alasan seseorang untuk berzakat. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Allah sangat menekankan hamba-Nya untuk menunaikan zakat. Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an, yang artinya: Allah akan memerangi mereka yang mengerjakan shalat tetapi tidak menunaikan zakat. Selain ayat tersebut masih banyak lagi firman Allah yang mewajibkan untuk bezakat. Di dalam Al-Qur’an, zakat disebutkan sebanyak 37 kali. Itulah mengapa Allah memberikan penekanan atas kewajiban zakat. Selain itu, Allah berfirman dalam QS. Az-Zariyat: 19 :Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin
yang meminta, dan orang miskin yang tidak
55
meminta. Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa memang zakat tersebut wajib diberikan kepada yang berhak menerima. Faktor kedua adalah faktor sosial. Zakat merupakan ibadah yang menyangkut hubungan vertikal dan horizontal. Dalam istilah islam dikenal dengan habluminallah wa habluminnas. Artinya zakat terkait dengan ibadah kepada Allah (vertikal), dan terkait dengan hubungan antarmanusia (horizontal). Faktor sosial menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk berzakat. Kondisi sosial seperti permasalahan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi perlu juga peran masyarakat yang lebih paham dengan kondisi sekitar. Masyarakat dapat membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan,
salah
satunya
dengan
membayar
zakat.
Karena
dalam
pendistribusian dana zakat, yang didahulukan adalah untuk daerah setempat. Faktor ketiga adalah pemahaman agama. Keinginan untuk membayar zakat tidak terlepas dari pemahaman mereka akan kewajiban tersebut. Bahkan, kewajiban untuk menunaikan zakat sering dibarengi dengan kewajiban untuk mendirikan shalat. Pemahaman tersebut dapat mereka peroleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selanjutnya faktor ke empat adalah penghargaan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa ada sisi keegoisan sendiri dalam setiap individu. Dan ternyata, berdasarkan hasil penelitian ini hal tersebut juga menjadi faktor yang memengaruhi dalam pembayaran zakat. Banyak hal yang dapat dilakukan agar seseorang mendapatkan sanjungan bahkan menjadi sangat dihormati, salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan sosial, yaitu membayarkan zakat. Seperti yang telah
56
disebutkan di awal, bahwa zakat merupakan ibadah yang menyangkut kegiatan sosial dan yang paling utama adalah menyangkut ketaatan kita kepada Allah. Kecenderungan bagi mereka yang ingin disebut sebagai seseorang yang dermawan adalah mereka membayarkan zakatnya melalui masjid dilingkungan sekitar mereka atau langsung memberikan zakatnya kepada mereka (golongan delapan asnaf) yang ada disekitarnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) (2004) di 10 kota di Indonesia, ada tiga alasan mengapa muslim berzakat, yaitu ajaran agama (96 %), rasa kasihan (87 %), dan solidaritas sosial (86 %). Menurut penelitian ini juga, bahwa mereka yang tidak membayar
zakat
dikarenakan
karena
mereka
tidak
punya
uang
dan
ketidakpercayaan mereka terhadap organisasi zakat.
5.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pilihan Organisasi Zakat
Dalam penelitian ini, Variabel respon terdiri dari dua kategori, yaitu
membayarkan zakat melalui organisasi formal (1), dan membayar zakat melalui organisasi informal (0). Diduga ada sejumlah variabel yang berpengaruh nyata terhadap pembayaran zakat melalui organisasi formal maupun informal. Dalam
penelitian
ini
akan
dilihat
variabel-variabel
berdasarkan
karakteristik individu dan karakteristik organisasi. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik terhadap karakteristik responden dengan tingkat kepercayaan 90 persen (α = 0,1), uji goodness of fit yang terdiri dari uji Hosmer-Lemeshow (Lampiran 4) menunjukkan nilai p-value sebesar 0,236 atau lebih besar dari 10 persen ( P > 0,1). Hal ini menunjukkan bahwa model yang diperoleh dari analisis
57
regresi logistik sudah fit. Hasil uji persentase kebenaran model menunjukkan kemampuan model dalam memprediksi kebenaran dari kategori membayar melalui organisasi informal sebesar 66,7 persen, dan untuk kategori membayar zakat melalui organisasi formal sebesar 70,7 persen, sehingga total persentase kebenaran model dalam memprediksi data penelitian ini adalah sebesar 68,8 persen (Lampiran 5). Hasil dari analisis berdasarkan karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Regresi Logistik Mengenai Karakteristik Individu yang Memengaruhi Pilihan Organisasi Zakat Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari
-0,561
0,237
Odds Ratio 0,570
Menurut Anda zakat itu wajib
-0,583
0,256
0,558
0,009
0,978
1,009
Anda percaya dengan semua balasan atas perbuatan Anda
-0,332
0,521
0,717
Anda mendapatkan kemudahan rezeki setelah membayar zakat
-0,384
0,459
0,681
Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda berzakat
0,281
0,575
1,325
Anda senang disebut dermawan setelah berzakat Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah berupaya untuk bersyukur kepada Allah Anda merasa harta Anda bersih setelah berzakat dan berinfak
-0,153
0,570
0,858
1,444
0,031
4,237
-0,278
0,610
0,757
Anda merasa bersalah saat tidak membayar zakat atau infak
-0,107
0,810
0,898
Anda senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin
-0,953
0,111
0,386
0,964
0,070
2,623
Variabel
Anda rutin membaca buku-buku agama
Anda menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta Anda Sumber : data primer (diolah)
Koefisien
Sig.
Berdasarkan hasil regresi logistik dilihat dari karakteristik individu seperti pada tabel di atas, dapat dilihat variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) dan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap pembayaran zakat melalui organisasi formal. Berpengaruh nyata atau tidaknya variabel dapat dilihat dari nilai p-value, dimana variabel yang berpengaruh nyata memiliki nilai
58
p-value < 0,1 dan variabel yang tidak berpengaruh nyata memiliki nilai p-value > 0,1. Dari Tabel 17, dapat dilihat variabel-variabel yang signifikan yaitu membayar zakat sebagai upaya bersyukur kepada Allah SWT dan kesadaran bahwa ada hak orang lain di dalam harta yang dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value variabel-variabel tersebut, yaitu 0,031 untuk variabel zakat sebagai upaya bersyukur dan 0,070 untuk variabel kesadaran akan adanya hak orang lain. Ke dua nilai p-value tersebut memiliki nilai lebih kecil dari 10 persen (P < 0,1). Pada variabel zakat sebagai upaya bersyukur kepada Allah SWT memiliki odds ratio sebesar 4,237 dengan koefisien bertanda positif. Artinya, peluang seseorang yang setuju bahwa zakat sebagai upaya bersyukur untuk membayarkan zakat melalui organisasi formal adalah sebesar 4,237 kali dibandingkan dengan mereka yang kurang setuju akan hal tersebut, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. Dengan kata lain, semakin seseorang setuju bahwa zakat sebagai upaya bersyukur kepada Allah SWT, maka peluang untuk membayar zakat melalui organisasi formal akan semakin besar. Pada variabel kesadaran akan adanya hak orang lain memiliki odds ratio sebesar 2,623 dengan koefisien yang bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa peluang seseorang yang setuju bahwa ada hak orang lain di dalam harta yang dimiliki untuk membayarkan zakatnya melalui organisasi formal adalah 9,855 kalinya dibandingkan dengan mereka yang kurang setuju akan hal tersebut, dengan asumsi variabel lainnya tetap. Dengan kata lain semakin setuju seseorang
59
bahwa ada hak orang lain di dalam harta yang dimiliki, maka peluang untuk membayarkan zakat melalui organisasi formal akan semakin besar. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik terhadap karakteristik organisasi dengan tingkat kepercayaan 90 persen (α = 0,1), uji goodness of fit yang terdiri dari uji Hosmer-Lemeshow (Lampiran 7) menunjukkan nilai p-value sebesar 0,420 atau lebih besar dari 10 persen ( P > 0,1). Hal ini menunjukkan bahwa model yang diperoleh dari analisis regresi logistik sudah fit. Hasil uji persentase kebenaran model menunjukkan kemampuan model dalam memprediksi kebenaran dari kategori membayar melalui organisasi informal sebesar 59,0 persen, dan untuk kategori membayar zakat melalui organisasi formal sebesar 68,3 persen, sehingga total persentase kebenaran model dalam memprediksi data penelitian ini adalah sebesar 63,8 persen (Lampiran 8). Tabel 18. Hasil Regresi Logistik Mengenai Karakteristik Organisasi yang Memengaruhi Pilihan Organisasi Zakat Variabel Lembaga amil zakat bekerja secara profesional Lembaga amil zakat transparan dalam hal laporan keuangan Anda merasa nyaman dengan membayar zakat di lembaga amil zakat Layanan di lembaga amil zakat memuaskan
Koefisien
Sig.
Odds Ratio
0,013
0,978
1,013
0,324
0,483
1,383
-0,024
0,952
0,976
0,479
0,256
1,614
Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, media elektronik
0,730
0,044
2,075
Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat
0,129
0,716
1,138
-0,698
0,035
0,498
Pemotongan gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat Anda bekerja Sumber : data primer (diolah)
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik pada Tabel 18, terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pilihan organisasi zakat yaitu
60
sosialisasi melalui media dan pemotongan gaji secara langsung dari tempat bekerja. Nilai signifikansinya adalah 0,044 dan 0,035 (P < 0,1). Variabel lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa dan media elektronik memiliki koefisien yang bertanda positif. Nilai odds ratio sebesar 2,075. Artinya, peluang seseorang yang semakin setuju bahwa organisasi zakat telah melakukan sosialisasi melalui media massa dan elektronik untuk membayar zakat melalui organisasi formal adalah sebesar 2,075 kali dari yang kurang setuju, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Dengan kata lain, semakin setuju bahwa lembaga ami zakat telah melakukan sosialisasi melalui media massa dan elektronik maka peluang untuk membayar zakat melalui organisasi zakat formal akan semakin besar. Variabel pemotongan gaji secara langsung, diduga memiliki hubungan yang positif dengan pembayaran zakat melalui organisasi formal. Ternyata data di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Odds ratio untuk variabel ini adalah 0,498 dengan konstanta bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa peluang seseorang yang setuju dengan adanya pemotongan gaji secara langsung untuk membayarkan zakatnya melalui organisasi formal sebesar 0,498 kalinya dari mereka yang kurang setuju dengan pemotongan gaji tersebut, dengan asumsi variabel lainnya tetap. Dengan kata lain, semakin setuju seseorang akan pemotongan gaji langsung untuk zakat, maka peluangnya untuk membayarkan zakat melalui organisasi formal semakin kecil.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Potensi Zakat di kota Palembang cukup besar, yaitu Rp 331.973.868.625,00
per tahun atau mencapai dua persen dari PDRB Kota Palembang. 2. Berdasarkan
analisis
faktor
menunjukkan
ada
empat
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang untuk berzakat, yaitu faktor keimanan, faktor sosial (altruism), faktor pemahaman agama, dan faktor penghargaan. 3. Faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat dilihat dari
karakteristik individu yaitu sebagai upaya bersyukur dan kesadaran akan adanya hak orang lain dalam harta. Berdasarkan karakteristik organisasi yang memengaruhi pilihan organisasi zakat adalah sosialisasi melalui media massa dan elektronik serta kebijakan pemotongan gaji dari tempat kerja. Selain itu, dilihat dari karakteristik responden, pendidikan turut memengaruhi pilihan organisasi. Yaitu semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka mereka cenderung memilih organisasi zakat formal.
62
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran, diantaranya: 1.
Perlu membuat suatu metode atau sistem pendidikan moral maupun agama baik formal maupun informal yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat. Kemudian, sosialisasi mengenai kewajiban dan peran dari zakat harus semakin digalakkan.
2.
Organisasi zakat diharapkan turut menyadarkan masyarakat akan adanya hak orang lain didalam harta mereka. Selain itu, organisasi zakat juga perlu menciptakan cara agar sosialisasi mengenai organisasi tersebut lebih efektif dan efisien sehingga dapat menarik masyarakat untuk berzakat melalui organisasi formal.
3. Organisasi zakat perlu meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara: a) High Touch, yaitu layanan prima (service excellent), baik internal maupun eksternal; b) High Tech, yaitu dengan menguasai ilmu pengetahuan & teknologi; c) High Network, yaitu membentuk jaringan kerjasama; d) High Profile, yaitu mensosialisasikan diri dengan cara keterbukaan organisasi (Open Management); dan e) High Profit, yaitu dengan pendapatan amil yang maksimalnya seperdelapan persen dari ZIS yang dikumpulkan untuk pengelolaan.
63
DAFTAR PUSTAKA
Badan Amil Zakat Nasional. 2010. Annual Report 2009, Makin Dekat dengan Mustahik. BAZNAS. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Palembang Dalam Angka Tahun 2010. BPS. Palembang. Badan Pusat Statistik. 2010. Provinsi Sumatera Selatan Dalam Angka Tahun 2010. BPS. Jakarta. Damanhuri, D. S. 2010. Ekonomi Politik. IPB Press. Bogor. Djamal, M.D. 2005. Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara. Nuansa Madani. Jakarta. Firdaus, M dan I.S.Beik. 26 Mei 2011. Potensi Zakat Rumah Tangga. Republika: 23. Haloho, F. 2010. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Mikro PT BPD Jabar Banten KCP Dramaga [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian. IPB Press. Bogor Juanda, B ., dan A. Hardjanto. 26 Mei 2011. Potensi Zakat Perusahaan. Republika: 24. Kementerian Agama. 2010. Bimas Islam Dalam Angka Tahun 2010. Kemenag. Jakarta. Mawardi. 2005. Strategi Efektifitas Peran Lembaga Zakat di Indonesia. Jurnal Hukum Islam. 4 : 172-186. Meylani, W. 2009. Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infak, dan Shadaqah Sebagai Modal Kerja Terhadap Indikator Kemiskinan dan
64
Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaretun Ilir, Kec. Cibungbulang, Kab. Bogor) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Public Interest Research and Advocacy Center. 2005. Muslim Philantrophy. Piramedia. Jakarta. Qadir, A. 2001. Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Qaradhawi, Y. 2005. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan. Zikrul. Jakarta. Rab, H. 2006. Economic Justice in Islam : Monetary Justice and The Way Out of Interest (Riba). A.S Noordeen. Kuala Lumpur. Santosos, S. 2010. Statistik Multivariat. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Suhardiman, H. 2009. Kinerja Keuangan dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan BPR Syariah (Kasus Pembiayaan Usaha Produktif Pada PT. BPRS Al-Salaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Suprayitno, E. 2005. Ekonomi Islam. Graha Ilmu. Yogyakarta. Tohir, K.M. 2010. Peraturan Bank Indonesia Tentang Good Corporate Governance (GCG). UI. Depok. Tsani, T. 2010. Analisis Dampak Distribusi Zakat terhadapTingkat Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan (Studi Kasus: Pendayagunaan Zakat oleh BAZDA Lampung Selatan) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Zahrah, M.A. 2004. Zakat Dalam Perspektif Sosial. Pustaka Firdaus. Jakarta
65
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian No
: ……………………… ( diisi peneliti )
Tanggal
: ……………………… ( diisi peneliti )
Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju
TS
: Tidak Setuju
CS : Cukup Setuju
S
: Setuju
SS : Sangat Setuju
I. 1. 2.
Identitas Responden Nama : .................................................................... Alamat : .................................................................... Kelurahan : ............................. Kecamatan : ..........................
3. 4. 5.
No telp Usia Status ( ) menikah
6. 7.
Jumlah Tanggungan : ................... orang Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) perempuan
8.
Pendidikan ( ) SD
: ................................................................... : ......................... tahun : ( ) belum menikah ( ) janda / duda
:
( ) SMP 9.
Pekerjaan ( ) Petani ( ) Pedagang
( ) SMA
( ) S2
( ) S1
( ) S3
: ( ) karyawan BUMN ( ) Karyawan Swasta ( ) PNS
( ) Wiraswasta
( ) lainnya, ......................... 10. Pendapatan : ................................................................. Jenis Pendapatan per bulan ( Rp) Gaji Hasil jualan/dagang Komisi Upah
66
Sumber Pendapatan Per bulan ( Rp) Tanah yang disewakan Rumah yang disewakan Peralatan yang Total 11. Apakah Anda menyisihkan sebagian dari pendapatan Anda untuk ditabung? ( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya, berapa rata-rata jumlah yang Anda tabung?(sebutkan) .................... 12. Aset yang dimiliki : ( ) Rumah ( ) Mobil
( ) Motor
( ) lainnya, .........
13. Pengeluaran Jenis Pengeluaran
per bulan ( Rp)
Konsumsi: - Makanan - Non makanan (pulsa, rokok, bensin, listrik, air) Pendidikan Kesehatan Lainnya, (..................................................) Total 14. Dimana Anda menabung ? ( ) bank konvensional ( ) bank syariah ( ) keduanya ( ) lainnya, ..... 15. Apakah Anda membayar zakat ? ( ) Ya ( ) Tidak 16. Apakah Anda rutin berinfak ? ( ) Ya ( ) Tidak 17. Periode Anda berinfak ? ( ) per hari ( ) per minggu
( ) per bulan
( ) lainnya, .....
Pembayaran Zakat 18.Periode Anda membayar zakat? ( ) per bulan
( ) per tahun
( ) lainnya, ......................
Alasan mengeluarkan zakat, silahkan isi tabel di bawah ini : Iman
STS TS CS
S
SS
67
19 Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari 20 Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di masjid 21 Menurut Anda zakat itu wajib 22 Anda mampu menghitung zakatnya sendiri 23 Anda rutin membaca buku-buku agama 24 Anda rutin hadir di majelis ilmu Anda percaya dengan semua balasan atas 25 perbuatan Anda. Penghargaan
STS TS CS
S
SS
STS TS CS
S
SS
STS TS CS
S
SS
Anda mendapatkan kemudahan rezeki setelah 26 membayar zakat Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda 27 berzakat 28 Anda senang disebut dermawan setelah berzakat Altruism 29 Anda merasa iba ketika melihat fakir/miskin Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah 30 berupaya untuk bersyukur kepada Allah Anda merasa harta Anda bersih setelah berzakat 31 dan berinfak 32 Anda senang membantu fakir/ miskin Anda merasa bersalah saat tidak membayar zakat 33 atau infak Kepuasan Diri Anda senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi 34 fakir/miskin Anda menyadari bahwa ada hak orang lain dalam 35 harta Anda 36
Anda percaya dengan berzakat, Anda menjadi
68
contoh yang baik bagi orang lain
Organisasi 37. Apakah di sekitar tempat tinggal Ada terdapat lembaga pengumpul zakat ? ( ) Ya ( ) Tidak 38. Bagaimana Anda membayar zakat ? (boleh memilih lebih dari satu) ( ) Lembaga Amil Formal (1) ( ) Lembaga Amil Informal (2) ( ) Langsung kepada Mustahiq (3) Alasan cara membayar zakat , beri tanda ceklis (√) Alasan
1
2
3
Transparansi Profesionalitas Akses Keteresediaan Informasi Kenyamanan Kemudahan Lingkungan Kepuasan Fatwa kyai setempat Lainnya (....................)
STS TS 39 Lembaga amil zakat bekerja secara profesional 40
Lembaga amil zakat transparan dalam hal laporan keuangan
CS S
SS
69
41 Anda merasa nyaman dengan membayar zakat di lembaga amil zakat 42 Layanan di lembaga amil zakat memuaskan 43 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, media elektronik 44 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat 45 Bagaimana dengan pemotongan gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat Anda bekerja
46. Fasilitas yang perlu disediakan oleh Lembaga Amil Formal : ( ) Layanan Jemput Zakat ( ) Faslitas Pembayaran On-line ( ) Lainnya, ............................
~ Terima kasih atas kesediaan bapak / ibu / saudara (i) ~
70
Lampiran 2. Jumlah Faktor yang Terbentuk Berdasarkan Eigenvalue Extraction Sums of Squared
Rotation Sums of Squared
Loadings
Loadings
Initial Eigenvalues
Compone nt
Cumulative Total
Variance %
%
Cumulative Total
Variance %
%
Cumulative Total
Variance %
%
1
6,528
36,264
36,264
6,528
36,264
36,264
4,299
23,881
23,881
2
2,013
11,184
47,448
2,013
11,184
47,448
2,723
15,128
39,009
3
1,363
7,572
55,020
1,363
7,572
55,020
2,564
14,246
53,255
4
1,121
6,230
61,250
1,121
6,230
61,250
1,439
7,995
61,250
5
,955
5,305
66,554
6
,914
5,076
71,631
7
,885
4,916
76,546
8
,723
4,015
80,562
9
,629
3,492
84,054
10
,542
3,010
87,064
11
,452
2,510
89,574
12
,362
2,013
91,587
13
,331
1,837
93,423
14
,324
1,798
95,221
15
,280
1,557
96,778
16
,241
1,341
98,119
17
,193
1,075
99,194
18
,145
,806
100,000
71
Lampiran 3. Hasil Analisis Faktor Variabel-Variabel yang Melatarbelakangi Seseorang dalam Berzakat
Component
Variabel 1 Anda mendapatkan kemudahan rezeki setelah membayar zakat
0,794
Anda percaya dengan semua balasan atas perbuatan Anda
0,794
Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah berupaya untuk bersyukur kepada Allah
2
0,728
Anda menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta Anda
0,648 0,369
Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda berzakat
0,559 0,270
Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari
0,528
Anda merasa bersalah saat tidak membayar zakat atau infak
0,479 0,370
Anda senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin
0,364 0,686
Anda merasa iba ketika melihat fakir/miskin
0,348 0,666
bagi orang lain
-0,489 0,427
0,410
0,651
Anda senang membantu fakir/ miskin
0,349 0,559
Anda merasa harta Anda bersih setelah berzakat dan berinfak
0,421 0,549
-0,342
Anda rutin hadir di majelis ilmu
0,836
Anda rutin membaca buku-buku agama
0,810
Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di masjid
0,783
Anda mampu menghitung zakatnya sendiri
4
0,789 0,333
Menurut Anda zakat itu wajib
Anda percaya dengan berzakat, Anda menjadi contoh yang baik
3
0,259
0,375 0,430
Anda senang disebut dermawan setelah berzakat
0,728
Lampiran 4. Uji Hosmer dan Lemeshow Analisis Regresi Logistik Berdasarkan Karakteristik Individu Step 1
Chi-square
df 10,432
Sig. 8
0,236
72
Lampiran 5. Klasifikasi Ketepatan Model Berdasarkan Karakteristik Individu Predicted tzakat Observed Step 1
tzakat
informal
Percentage formal
Correct
informal
26
13
66,7
Formal
12
29
70,7
Overall Percentage
68,8
Lampiran 6. Hasil Analisis Logit Terhadap Karakteristik Individu 95.0% C.I.for EXP(B) B Step 1a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
p19
-,561
,475
1,397
1
,237
,570
,225
1,447
p21
-,583
,513
1,290
1
,256
,558
,204
1,526
p23
,009
,338
,001
1
,978
1.,009
,520
1,957
p25
-,332
,518
,412
1
,521
,717
,260
1,980
p26
-,384
,518
,548
1
,459
,681
,247
1,882
p27
,281
,502
,315
1
,575
1,325
,496
3,542
p28
-,153
,269
,323
1
,570
,858
,507
1,454
p30
1,444
,668
4,676
1
,031
4,237
1,145
15,685
p31
-,278
,544
,261
1
,610
,757
,261
2,200
p33
-,107
,446
,058
1
,810
,898
,375
2,151
p34
-,953
,598
2,537
1
,111
,386
,119
1,246
p35
,964
,532
3,283
1
,070
2,623
,924
7,446
2,722
2,549
1,140
1
,286
15,212
Constant
Lampiran 7. Uji Hosmer dan Lemeshow Analisis Regresi Logistik Berdasarkan Karakteristik Organisasi Step 1
Upper
Chi-square
df 8,142
Signifikansi 8
0,420
73
Lampiran 8. Klasifikasi Ketepatan Model Berdasarkan Karakteristik Organisasi Predicted tzakat Observed Step 1
Tzakat
informal
Percentage formal
Correct
informal
23
16
59,0
Formal
13
28
68,3
Overall Percentage
63,8
Lampiran 9. Hasil Analisis Logit Terhadap Karakteristik Organisasi 90.0% C.I.for EXP(B) B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
p39
,013
,455
,001
1
,978
1,013
,416
2,468
p40
,324
,462
,492
1
,483
1,383
,559
3,423
p41
-,024
,399
,004
1
,952
,976
,447
2,133
p42
,479
,422
1,289
1
,256
1,614
,706
3,689
p43
,730
,363
4,049
1
,044
2,075
1,019
4,226
p44
,129
,355
,132
1
,716
1,138
,567
2,283
p45
-,698
,331
4,441
1
,035
,498
,260
,952
-3,373
1,894
3,172
1
,075
,034
Constant