LAPORAN
AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)
TAHUN 2014
KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESWAN
DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN 2014
KATA PENGANTAR
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2014 merupakan bentuk evaluasi kinerja dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 dan merupakan salah satu upaya dalam rangka menerapkan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik. Penyusunan laporan ini mengacu kepada Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Kesehatan Hewan serta tugas dan wewenang lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang dan peraturan perundangan yang lain yang dijabarkan kedalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014. Disamping itu sesuai dengan Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa dalam pelaksanaan otoritas veteriner pemerintah meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan penyelenggaraan kesehatan hewan dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemerintah daerah sehingga dalam keadaan tertentu Direktorat Kesehatan Hewan dapat melaksanakan tugas sampai hal-hal yang bersifat teknis, terutama dalam perlindungan hewan dari penyakit eksotik, penanggulangan wabah dan pengawasan obat hewan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, maka laporan ini dibuat berbasis pada kinerja jadi bukan hanya pada realisasi anggaran. Sebagai sumber informasi dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan adalah Rencana Strategik (Renstra), Penetapan Kinerja (Tapja) dan Rencana Kerja (Renja) Direktorat Kesehatan Hewan, serta Realisasi Kegiatan dan Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan. Program Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2014 yang merupakan bagian dari Rencana Strategis (Renstra) Kesehatan Hewan tahun 2010-2014 sesuai tugas pokok dan fungsinya terdiri atas: peningkatan status kesehatan hewan, penguatan kelembagaan otoritas veteriner, peningkatan surveilans penyakit hewan strategis, zoonosis dan eksotik, perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik dan peningkatan kualitas obat hewan. Kami berharap masukan untuk penyempurnaan penyusunan LAKIP selanjutnya. Jakarta, Januari 2015 DIREKTUR KESEHATAN HEWAN
Drh. Pudjiatmoko Ph.D NIP. 19590417 198603 1001
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................... .......
i
DAFTAR ISI..................................................................................... .....................
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN (STRUKTUR ORGANISASI, TUPOKSI DAN SDM ........
1
II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. Rencana Strategis (Renstra)................................................................... 5 B. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran ................................................ 5 C. Sasaran Renstra .................................................................................. 6 D. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) ........................................................ 8 E. Penetapan Kinerja (PK) ....................................................................... 10 III. AKUNTABILITAS KINERJA A. Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran ............................... B. Realisasi, Evaluasi dan Analisis Capaian Sasaran Strategis............... C. Capaian Kinerja Program dan Kegiatan dalam Mencapai Sasaran ..... D. Akuntabilitas Keuangan .......................................................................
11 11 13 28
IV. PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................................... B. Rencana Tindaklanjut...........................................................................
33 34
ii
AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN TAHUN 2014 IKHTISAR EKSEKUTIF Visi Pembangunan Kesehatan Hewan ”Mewujudkan Direktorat Kesehatan Hewan yang profesional, modern, maju, efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan hewan menuju status kesehatan hewan yang ideal”. Misi yang diemban oleh Direktorat Kesehatan Hewan yaitu : 1) Melindungi masyarakat dari resiko yang berkaitan dengan hewan dan produknya serta memberikan sumbangan baru bagi ilmu pengetahuan biologik dan medik. 2) Melindungi hewan dari penyakit yang mengancam kelestarian sumberdaya hewan dan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3) Melindungi ekosistem serta mempertahankan kelestarian sumberdaya genetik 4) Memberikan jaminan kesehatan hewan untuk mendukung kestabilan usaha bidang peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan menggunakan sumberdaya lokal 5) Meningkatkan sistem pelayanan kesehatan hewan yang maju dan terarah bertumpu pada teknologi modern dan 6) Meningkatkan profesionalisme, kesisteman, penganggaran, kelembagaan, sarana dan prasarana. Direktorat
Kesehatan
Hewan
menjalankan
wewenang
dalam
rangka
melaksanakan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan dengan segala aspeknya sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Direktorat Kesehatan Hewan. Salah satu tolok ukur utama dalam mengevaluasi keberhasilan pembangunan peternakan adalah melalui evaluasi peningkatan produktifitas ternak serta kinerjanya. Untuk mencapai produktifitas ternak secara optimal hanya dapat terpenuhi jika status dan kondisi kesehatan hewan dalam keadaan baik. Dari aspek penyediaan pendanaan,
peran
anggaran
pembangunan
peternakan
(yang
berasal
dari
pemerintah), tetap sebagai stimulan. Dengan demikian diharapkan, program maupun kegiatan yang difasilitasi oleh anggaran pemerintah tersebut dapat berfungsi sebagai faktor pengungkit (leveraging factor) bagi berjalannya kegiatan usaha peternakan, utamanya untuk mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dan swasta, sehingga menumbuhkan pemberdayaan masyarakat (tani ternak) secara meluas, dalam mendukung program utama pembangunan peternakan nasional. iii
Pada tahun 2014 dalam rangka memperkuat program swasembada daging sapi/kerbau tahun 2014 dilaksanakan melalui kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi dan penanganan penyakit ekonomis tinggi. Untuk kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi dari target 337.746 dosis terealisasi sebanyak 337.746 dosis atau sebesar 100,0%. Untuk peningkatan pelayanan kesehatan hewan dalam rangka penjaminan status kesehatan hewan dilakukan upaya peningkatan dukungan sarana prasarana dan sumber daya kesehatan hewan. Khusus di daerah prioritas PSDSK telah tersedia sebanyak 1.224 unit Puskeswan dengan jumlah tenaga medik veteriner/Dokter Hewan sebanyak 522 orang dan paramedik sebanyak 378 orang. Dalam kaitan penyakit ekonomis tinggi Direktorat Kesehatan Hewan telah menyediakan stok obat anti parasit, vitamin dan obat penunjang lainnya untuk dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan penyakit parasit sehingga dapat meningkatkan produksi ternak dan menekan angka kematian terutama pada ternak muda. Capaian kegiatan identifikasi, pemeriksaan dan pengobatan penyakit parasit pada tahun 2014 terealisasi sebanyak 64.214 dosis dari target 56.601 dosis atau 97,49%. Kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 adalah pengendalian 6 jenis PHM yaitu : a) Rabies; b) Avian Influenza; c) Brucellosis; d) Anthrax; e) Jembrana; h) Hog Cholera. Dalam rangka pemberantasan brucellosis perlu dilakukan vaksinasi pada sapi potong diluar Pulau Jawa dan sapi perah di pulau Jawa. Sedangkan untuk daerah dengan prevalensi kurang dari 2% di setiap kabupaten diterapkan kebijakan test and slaughter yakni diuji dan hewan yang dinyatakan positif dibunuh. Monitoring dan evaluasi pemberantasan brucellosis dilakukan dengan pendekatan pentahapan dan perwilayahan di daerah endemik dan low incidence. Kendala yang masih dihadapi dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit ini diantaranya adalah pelaksanaan otonomi daerah yang belum rapi. Sifat penyakit yang
tidak
mengenal
batas
administratif
akan
mengalami
kendala
apabila
pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan masih terbatas oleh kebijakan daerah. Aspek pendanaan masih menjadi masalah klasik namun tetap membutuhkan solusi diantaranya adalah mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk menangani
penyakit
hewan
spesifik
lokasi
yang
menjadi
prioritas
daerah.
Keterbatasan dana memiliki konsekuensi pembatasan jumlah penyakit hewan yang dapat dilakuan pencegahan dan pemberantasan penyakit dilakukan. iv
Faktor kelembagaan dan keterbatasan sumberdaya yang terlibat dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan juga menjadi kendala yang tidak bisa diabaikan. Jumlah SDM dokter hewan dan tenaga paramedik veteriner baik di pusat, UPT dan daerah masih jauh dari kebutuhan. Meskipun rekruitment tenaga harian lepas telah dilaksanakan dan perannya sangat membantu memperkuat basis utama peternakan dan kesehatan hewan yaitu puskeswan serta penguatan kelembagaan pelayanan kesehatan hewan (surveillans, pengendalian penyakit hewan, pengawasan obat hewan) namun masih belum dapat mencukupi kebutuhan akan tenaga medik maupun paramedik veteriner di lapangan. Direktorat Kesehatan Hewan
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) maka setiap instansi Pemerintah wajib membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi. LAKIP sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dalam upaya meningkatkan manajemen pemerintah terutama melalui manajemen kinerja yang berorentasi pada hasil serta untuk mengetahui sejauh mana instansi pemerintah melaksanakan dan memperlihatkan kinerjanya. LAKIP merupakan dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja, yaitu pertanggungjawaban kinerja suatu instansi pemerintah dalam mencapai tujuan/sasaran startegis yang disusun dan disampaikan secara sistemik dan melembaga. LAKIP juga menggambarkan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. LAKIP harus mempertanggungjawabkan kinerja yang telah diperjanjikan/ditetapkan dalam Penetapan Kinerja (PK) dan terkait dengan rencana kinerja yang telah direncanakan dalam rencana jangka menengah (Renstra) dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT).
B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kesehatan hewan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktorat Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (3) penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan 1
penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; dan (5) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Kesehatan Hewan.
C. Struktur Organisasi Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan terdiri atas (1) Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan; (2) Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasanan Penyakit Hewan; (3) Subdirektorat Perlindungan Hewan; (4) Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (5) Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan; (6) Subbagian Tata Usaha dan (6) Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan penyakit hewan. Dalam melaksanakan tersebut, Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan; dan (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan. Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan mempunyai tugas melaksananan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Dalam melaksanakan tersebut, Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; dan (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Subdirektorat Perlindungan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Perlindungan Hewan 2
menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan; dan (4) penyiapan pelaksanaan analisa risiko penyakit hewan eksotik dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan. Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; dan (4) penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan. Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusnan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan obat hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang mutu dan peredaran obat hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan peredaran obat hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang mutu dan peredaran obat hewan; dan (4) penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan peredaran obat hewan. Subbagian Tata Usaha menpunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, perlengkapan, dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Kesehatan hewan. Kelompok Jabatan Fungsional mempuyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional medik veteriner dan paramedik veteriner.
3
Bagan Organisasi Direktorat Kesehatan Hewan
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Kesehatan Hewan tahun 2014 sebanyak 84 orang. Rekapitulasi SDM Direktorat Kesehatan Hewan berdasarkan pendidikan terakhir disampaikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Rekapitulasi SDM Direktorat Kesehatan Hewan Berdasarkan Pendidikan Terkahir Tahun 2014 No
Gol/Ruang
S3
S2
S1
D3
SLTA
SLTP
SD
1
I
-
-
-
-
-
-
-
2
II
-
-
-
1
3
-
1
5
3
III
-
40
3
1
9
-
-
53
4
IV
1
23
1
-
-
-
-
24
JUMLAH
Jumlah
83
4
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS Rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan mengaju pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014. 1. Visi Terwujudnya status kesehatan hewan yang ideal melalui pembangunan kesehatan hewan yang modern, maju, efektif dan efisien. 2. Misi a. Melindungi hewan dari penyakit yang mengancam kelestarian sumberdaya hewan dan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Melindungi manusia/masyarakat dari resiko yang berkaitan dengan hewan dan produknya (aspek kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagai sasaran akhir) dan memberikan sumbangan baru bagi ilmu pengetahuan biologik dan medik. c. Melindungi kehidupan lingkungan serta mempertahankan kelestarian sumberdaya genetika. d. Memfasilitasi perdagangan dengan mewujudkan pelayanan kesehatan hewana yang profesional untuk mencapai status kesehatan hewan yang kondusif untuk menjamin kestabilan usaha bidang peternakan yang lestari dan berdaya saing. 3. Tujuan a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan hewan. b. Meningkatkan kepedulian dan partisipasi aktif masyarakat terhadap kesehatan hewan dan biosekuriti. c. Meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kredibilitass monitoring, surveilans, penyidikan dan pengujian serta diagnosa penyakit hewan. d. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular. e. Meningkatkan kapabilitas kesiagaan darurat terhadap penyakit hewan menular dan eksotik. f. Meningkatkan jaminan mutu dan ketersediaan komoditas hewan dan obat hewan. g. Meningkatkan status kesehatan hewan nasional. 4. Sasaran a. Indonesia tetap bebas PMK dan bebas penyakit eksotik lainnya, b. Bagian wilayah Indonesia bebas penyakit strategis, 5
c. Pengamanan dan Penanganan Penyakit Hewan Baru (New Emerging Animal Disease) dan Muncunya lagi Penyakit Hewan dan (Re-Emerging Animal Disease), d. Penguatan Sistem Pengamatan dan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional, e. Pemantapan Kelembagaan dan Sumber Daya Lembaga, f. Peningkatan Jaminan Mutu dan Kapasitas Produksi Obat Hewan Indonesia g. Pemantapan Regulasi B. STRATEGI DAN KEBIJAKAN Agar supaya visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan hewan dapat dicapai, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis secara menyeluruh sebagai berikut: a.
Menyusun perencanaan program pembangunan kesehatan hewan nasional yang sifatnya top-down policy berdasarkan periode pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang yang implementasi pembangunannya mengakomodir kepentingan dan situasi kondisi status kesehatan hewan daerah sehingga model pembangunan kesehatan hewannya bersifat buttomup planning. b. Penataan ulang dan penegasan kembali kewenangan urusan kesehatan hewan antara pusat dan daerah. c. Pendegelasian sebagian kewenangan veteriner (veterinary authority) kepada dokter hewan swasta (praktisi, mandiri dan technical service) dengan akreditasi. d. Membangun sistem kompetensi profesi medik dan paramedik veteriner. e. Mengembangkan jejaring laboratorium veteriner. f. Mengembangkan sistem akreditasi laboratorium veteriner. g. Mengembangkan program surveilans yang mempunyai target peluang pasar (market requirement). h. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat (public awareness) dan proposi secara berkelanjutan. i. Menyusun rencana dan kewajiban bersama antara pusat dan propinsi dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan urusan kesehatan hewan lainnya. j. Mengembangkan program biosekuriti berdasarkan resiko (riks based). k. Mengembangkan integrasi sektor swasta dalam pembiayaan dan penyediaan sarana untuk kesiagaan darurat dan pemberantasan penyakit hewan menular. Mengembangkan sistem sertifikasi penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB). l. Mengembangkan sistem akreditasi penerapan manajemen kesehatan hewan dan biosekuriti di peternakan berdasarkan kompartemen (compartment based). m. Mengembangkan jejaring dan sistem informasi kesehatan hewan. 6
Tabel 2. Sasaran Rencana Strategis (Renstra)
PROGRAM/ KEGIATAN SASARAN PRIORITAS 6.4
Pengenda -lian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis (Prioritas Nasional dan Bidang)
►Meningkat nya pelaksana an Pencegah an dan Pemberan tasan PHM
►Meningka tnya pelayana n kesehata n hewan
INDIKATOR Penguatan sistem kesehatan hewan (vaksin/ obat dlm dosis)
OUTPUT/ SUBOUTPUT
TARGET
SATUAN
PengendaDosis lian, pencegahan dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) PenyePembinaan Lapodiaan dan ran tenaga/ koordinasi petugas peningkatan medik/ pelayanan paramedi kesehatan k serta hewan sarana kesehatan hewan Sub total
ALOKASI ANGGARAN BASELINE KEGIATAN PRIORITAS
2010 100,00 0,000
2011 1,45 0,00 0
2012 1,740, 000
2013 2,088, 000
33
33
33
33
2014 2010 2,50 177. 5,60 13 0
33
9.97
(Milyar Rp) 2011 2012 2013 87.5 100. 115.0 8 28 2
142. 91
157. 20
172.9 2
TOTAL 2014 132.19
612.21
190.21
673.21
7
C. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan
NO
6.4
PROGRAM/K EGIATAN PRIORITAS
Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis (Prioritas Nasional dan Bidang)
INDIKATOR
Pelaksaan vaksinasi dan pengobatan
Penguatan sistem kesehatan hewan (vaksin/obat dlm dosis)
Penyediaan tenaga/petugas lapang seperti, medik paramedik
JENIS OUTPUT RKAKL
SATUAN
Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS)
Dosis
Penguatan Puskeswan Penanggulanga n gangguan reproduksi
Paket Dosis
Komponen
DK/TP/K D
ALOKASI FISIK DAN ANGGARAN BASELINE KEGIATAN PRIORITAS 2013 2014 2013 2014 (000)
(000)
(Milyar)
(Milyar)
1) Anthrax
DK
720
864
4.68
5.62
2) Rabies
DK
864
1.036
8.70
10.45
3) Brucellosis;
DK
288
345
4.25
5.10
4) Hog Cholera
DK
144
172
1.12
1.34
5) Jembrana
DK
72
86
0.58
0.70
6) Pemeriksaan, identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet Puskeswan
DK
4
5
2.75
3.30
TP
35
41
17.28
20.74
1) Operasional penanganan gangguan reproduksi 2) Pemerikasaan akseptor terhadap status Brucellosis
DK
148
178
2.98
3.57
DK
1,7
2.1
0.47
0.56
8
Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik
3) Penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi 4) monitoring, evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi 5) obat dan hormon Pengawasan obat hewan
DK
0
DK
148
DK BPMSO H
0 -
0
0
178
0.74
0.89
0
0
12.20
13.42
1
1
16.45
18.09
29.72
32.69
Pengawasan obat hewan
Laporan
Peningkatan produksi dan distribusi vaksin Pembinaan dan koordinasi peningkatan pelayanan kesehatan hewan
Laporan
Peningkatan produksi dan distribusi vaksin
Pusvetm a
Laporan
1) Pembinaan dan koordinasi
DK
33
33
19.54
21.50
2)Perlindungan hewan dari penyakit hewan eksotik Penguatan pengujian dan penyidikan veteriner
DK
32
32
0.45
0.50
BBVet dan BPPVR
8
8
152.83
168.12
Penguatan pengujian dan penyidikan veteriner
Laporan
9
D. Penetapan Kinerja (PK) Tabel 4. Penetapan Kinerja SASARAN STRATEGIS Terkendali dan tertanggulanginya penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis
INDIKATOR OUTPUT 1. Kesiagaan Wabah PHM 1. Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Saoi/Kerbau dan Penyakit Parasiter 2. Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan 3. Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik 4. Penyidikan dan Pengujian PHM 5. Dukungan Manajemen Kesehatan Hewan (Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan) 6. Penyusunan NSPK Dit. Keswan OUTCOME 1. Peningkatan Kesehatan Hewan Nasional 2. Penurunan Tingkat Kematian Ternak sapi/Kerbau 3. Penurunan Tingkat Kematian Ternak Unggas
Kegiatan : Pengendalian dan Penanggulangan Strategis dan Penyakit Zoonosis
TARGET
SATUAN
6.780.103 337.746
Dosis Dosis
40
Unit
8.261.032
Dosis
168.200 34
Sampel Laporan
7
Laporan
75% 1,5% 10%
Penyakit
Hewan
Menular
Anggaran: Rp. 251.901.305.000,-
10
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran Nilai dan predikat ukuran keberhasilan pencapaian sasaran program tahun 2013 dengan merunjuk pada LAKIP Kementerian Pertanian, ke dalam empat kategori yaitu : (1) sangat berhasil (capaian >100%), (2). Berhasil (80-100%), (3) cukup berhasil (capaian 60-79%), dan (4) kurang berhasil (capaian <60%), terhadap sasaran yang telah ditetapkan. B. Realisasi, Evaluasi dan Analisa Capaian Sasaran Strategis Program Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2014 yang merupakan bagian dari Rencana Stratejik (Renstra) Kesehatan Hewan tahun 2010-2014 sesuai tugas pokok dan fungsinya terdiri atas Kesiagaan Wabah PHM, Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau, Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan, Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik, Penyidikan dan Pengujian PHM, Dukungan Manajemen Kesehatan Hewan (Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan) dan penyusunan NSPK Direktorat Kesehatan Hewan. Target yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2014 adalah: a. Terkendalinya dan tertanggulanginya penyakit hewan dengan kegiatan Kesiagaan Wabah PHM melalui vaksinasi dan pengobatan hewan dengan target sebanyak 6.780.103 dosis dengan rincian antara lain vaksin rabies, brucellosis, anthrax, hog cholera, jembrana, obat gangguan reproduksi, obat parasit, avian influenza dan disinfektan. Dari target 6.780.103 dosis terealisasi sebanyak 6.780.103 dosis atau 100,00%. b. Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan penyakit parasiter melalui kegiatan pemeriksaan akseptor terhadap status Brucellosis, penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi dan identifikasi dan pengobatan parasit internal dan kematian pedet. Dari target 337.746 dosis terealisasi sebanyak 337.746 atau 100,00%. c. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan dilakukan dengan rekruitment dan bimbingan teknis Tenaga Harian Lepas Medik dan Paramedis, Bimbingan Teknis Petugas Penanggulangan Gangguan Reproduksi, Fasilitasi Puskeswan, Penilaian, Sosialisasi dan pembinaan jabatan fungsional medik dan paramedik veteriner, Pelatihan dan pembinaan Petugas National Veterinary Services (NVS), Penilaian Petugas Puskeswan Berprestasi dan
11
monitoring rumah sakit dan klinik hewan. Dari target 40 unit terealisasi 39 unit atau 97,50%. d. Peningkatan produksi vaksin, obat hewan dan bahan biologik dilakukan melalui pendaftaran, penilaian dan pengujian obat hewan yang beredar di Indonesia; penilaian dan evaluasi penerapan CPOHB di produsen obat hewan, evaluasi ekspor obat hewan dan penyusunan dan penyempurnaan peraturan di bidang obat hewan. Dari target 8.373.745 dosis terealisasi sebanyak 10.506.825 dosis atau 125,41%. e. Pengendalian penyakit hewan di wilayah Indonesia diukur melalui kegiatan pengamatan penyakit hewan. Kegiatan pengamatan ini melalui kegiatan surveilans berkelanjutan dengan melakukan pengambilan dan pengujian spesimen/sampel yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penyidikan dan pengujian penyakit hewan menular (PHM) tahun 2014 diketahui bahwa diuji 168.200 sampel. f. Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan dari target 34 laporan terealisasi 34 laporan atau 100%. g. Penyusunan Norma, standar, pedoman dan kriteria dengan target 7 laporan dan realisai 7 laporan yaitu laporan peraturan pemerintah pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, peraturan menteri pertanian pemasukan sapi bakalan, sapi indukan dan sapi siap potong kedalam wilayah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertanian Pedoman Uji Kompetensi Pejabat Fungsional Medik dan Pedoman Uji Kompetensi Pejabat Fungsional Paramedik keputusan menteri pertanian pembebasan hog cholera propinsi sumbar, keputusan menteri pertanian pembebasan rabies propinsi kalbar, keputusan menteri pertanian berjangkitnya wabah jembrana di kab Rokan Hilir, Palalawan , Kampar, Indra Hulu dan Indragiri h. Pada tahun 2014, pengamatan penyakit hewan secara nasionnal melalui surveilans pasif pelaporan perkembangan kasus dengan sistem infromasi kesehatan hewan nasional yang terintegrasi (iSIKHNAS) menunjukkan bahwa telah dilaporkan sejumlah 3.256 laporan yang berasal dari 20 provinsi di Indonesia. Telah dilaporkan kasus pada 9.303 ekor, dimana 93,38% (8.687 ekor) dilaporkan sembuh, 1,34% (125 ekor) dilaporkan mati, dan 5,28% (491 ekor) masih dalam kondisi sakit. Apabila diasumsikan hewan yang dilaporkan masih dalam kondisi sakit sebanyak 20% kemudian mati, maka diketahui 2,4% (223 ekor) mengalami kematian. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematian di lapangan lebih rendah daripada target nasional sebesar 10%. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah memperluas cakupan surveilans pasif
12
kesemua provinsi di Indonesia dan melakukan pemantauan aktif terhadap perkembangan laporan kasus yang masih dalam kondisi sakit. Tabel 5. Target dan Realisasi Kegiatan berdasarkan Penetapan Kinerja tahun 2014 SASARAN STRATEGIS Terkendali dan tertanggulanginy a penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis
INDIKATOR
SATUAN
TARGET
Kesiagaan Wabah PHM
Dosis
Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter
Dosis
Unit Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan Dosis Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik Sampel Penyidikan dan Pengujian PHM Laporan Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan Laporan Penyusunan NSPK Dit Keswan Capaian Kinerja
6.780.103
REALISASI 6.780.103
PRESENTASE 100,00%
Berhasil
337.746
337.746
100,00%
Berhasil
40
39
97,50%
Berhasil
8.373.745
10.506.825
125,41%
Sangat Berhasil
168.200
168.200
100,00%
Berhasil
34
34
100%
Berhasil
7
7
100% 103.27%
Kategori
Berhasil Sangat Berhasil
C. Capaian Kinerja Program dan Kegiatan 1. Kesiagaan Wabah PHM Indikator kinerja kegiatan ini adalah Penguatan Sistem Kesehatan Hewan (vaksin/obat dalam dosis). Kegiatan ini terdiri dari 9 komponen yaitu pengadaan vaksin Anthrax, Rabies, Brucellosis, Hog Cholera, Jembrana, Pemeriksaan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet, operasional desinfektan dan pengendalian AI. Dari target fisik vaksin dan pengobatan sejumlah 6.538.750 dosis terealisasi sebesar 10.019.240 dosis atau 149,7%. Dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 9,13%.
13
Tabel 6. Realisasi Vaksinasi dan Pengobatan Tahun 2014 2013 2014 Vaksin/Obat Realisasi Target Realisasi Rabies Hog cholera Jembrana Anthrax Brucellosis Disinfektan AI
926.000 448.000 47.500 714.500 41.162 7.741.000 9.125.719
1.112.300 252.500 35.000 240.000 125.700 33.450 5.000.000 6.798.950
1.119.020 252.500 35.000 240.000 80.400 33.450 5.000.000 6.760.370
Presentase Realisasi 100,00% 100,00% 96.33% 63,96% 100.00% 100,00% 99,43 %
Pada tahun 2014 target pengadaan vaksin dan obat menurun dibandingkan dengan tahun 2013, namun realisasi melebihi capaian kinerja pada tahun 2013. Kegiatan Pendukung pengendalian dan penanggulangan wabah yang dilaksanakan pada tahun 2014 antara lain dengan disusunnya Roadmap Pemberantasan Rabies (draft), Roadmap Pemberantasan Brucellosis Draft, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular (IBR, Bovine Tuberculosis, Anthraks, Surra, Brucellosis dan Rabies). Pelaksanaan Program pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis pada tahun 2014 adalah sebagai berikut: a. Rabies Hingga saat ini Rabies masih merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas di dalam pengendaliannya. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia hanya ada 10 provinsi yang bebas Rabies baik secara historis (yaitu Kepri, Bangka Belitung, NTB, Papua dan Papua Barat ) maupun dibebaskan dengan pemberantasan ( DKI Jakarta , Jawa Tengah , DIY , Jawa Timur dan Kalimantan Barat) dan 24 provinsi lainnya masih merupakan wilayah tertular (endemis). Pengendalian dan penanggulangan Rabies di Indonesia dilaksanakan di seluruh wilayah terutama di daerah endemis. Pada tahun 2014 ada 5 provinsi yang melaksanakan program Pengendalian dan penanggulangan Rabies menuju pembebasan secara terprogram, dengan melaksanakan strategi yang telah ditetapkan oleh pemerintah salah satunya program vaksinasi massal seperti misalnya Provinsi Bali , Sumatra Utara (pulau Nias), NTT (pulau Flores), Jawa Barat, Banten. Sedangkan di provinsi lainnya melaksanakan pengendalian , namun belum menerapkan strategi sepenuhnya.
14
Capaian yang diperoleh pada tahun 2014 yaitu dengan di bebaskannya provinsi Kalimantan Barat dari penyakit Rabies. Pada akhir Desember 2014 telah dilaksanakan kajian komisi ahli Kesehatan Hewan dengan hasil rekomendasi untuk dibebaskan rabies provinsi Kepulauan Riau, pulau Meranti (provinsi Riau), pulau Enggano (provinsi Bengkulu) dan pulau Mentawai (provinsi Sumatera Barat). b. Brucellosis Brucellosis merupakan salah satu penyakit strategis. Pengendalian dan pemberantasannya merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pelaksanaan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014 dan program ini akan terus dilanjutkan. Sebagai bentuk dukungan terhadap PSDSK, maka tujuan jangka panjang dari pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan brucellosis adalah membebaskan wilayah Indonesia dari brucellosis secara bertahap di setiap wilayah/pulau/provinsi di seluruh Indonesia. Untuk pengendalian dan penanggulangan Brucellosis pemerintah menerapkan strategi vaksinasi untuk wilayah dengan prevalensi penyakit ≥ 2 % dan pemotongan bersyarat pada wilayah dengan prevalensi ≤ 2 %. Brucellosis telah berhasil dibebaskan dari beberapa wilayah Provinsi di Indonesia. Provinsi Bali dan Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat dinyatakan bebas pada tahun 2002, Pulau Sumbawa-Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2006, Provinsi di wilayah Bvet Bukittinggi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Jambi pada tahun 2009 dan Provinsi di wilayah Bvet Banjarbaru yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2009. Pada tahun 2011, berhasil pula menetapkan propinsi Lampung, BangkaBelitung, Sumatera Selatan dan Bengkulu yang merupakan wilayah kerja Balai Veteriner Lampung sebagai wilayah bebas brucellosis. Pada akhir Desember 2014 telah dilaksanakan kajian komisi ahli dengan rekomendasi untuk dibebaskan Brucellosis di pulau Sumba provinsi NTT dan pulau Madura (provinsi Jawa Timur). c. Hog Cholera Hog Cholera (Classical Swine Fever) di Indonesia hingga saat ini sebenarnya masih menjadi masalah yang cukup penting di beberapa wilayah Indonesia seperti provinsi Sumatera Utara, Bali, Kepulauan Riau, NTT, Sulawesi Utara dan Papua. Namun perhatian untuk penyakit ini memang masih rendah bila dibandingkan dengan penyakit lainnya. 15
Pengendalian dan penanggulangan penyakit yang dilaksanakan adalah vaksinasi di daerah endemis dan pengobatan hewan sakit. Diharapkan untuk provinsi yang memiliki populasi ternak babi tinggi agar lebih memperhatikan dan memprioritaskan dalam penganggaran untuk pengendalian dan pemberantasannya, karena sebenarnya ternak ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan peluan untuk di ekspor . Capaian yang diperoleh adalah dinyatakannya bebas dari penyakit CSF adalah untuk Provinsi Sumatera Barat. d. Anthraks Penyakit Anthraks adalah penyakit yang secara epidemiologis sulit untuk dibebaskan apabila suatu wilayah telah tertular. Sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah hanya mengendalikan, meminimalisir kejadian atau kasus penyakit agar tidak meluas ke wilayah provinsi lain yaitu dengan vaksinasi, surveilans dan pengawasan lalu lintas antar daerah. Pada tahun 2014 kasus Anthrak terjadi di provinsi Sulawesi Selatan yaitu di kabupaten Takalar, Maros dan Bone, dan terakhir di kabupaten Blitar di Provinsi Jawa Timur. e. Avian Influenza (AI) Khusus untuk pengendalian AI, perkembangan kasus pada unggas selama tahun 2014 sebagai berikut: a. Pelaporan kasus positif Avian Influenza (AI) yang dikumpulkan melalui system SMS Gateway periode Januari-Desember 2014 adalah 343 kasus atau turun 27,6% dari kasusu di tahu 2013 (470 kasus) b. Propinsi dengan laporan kasus negatif sejumlah 11 propinsi yaitu Jambi, Kepulaan Riau, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan papua Barat. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana hanya terdapat 8 propinsi yang tidak dilaporkan adanya kasusu positif AI. c. Sumber dari Kementarian Kesehatan menyebutkan terdapat 2 (dua) kasus positif AI pada manusia yaitu propinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta, keduanya dilaporkan meninggal. Dengan bertambahnya 2 kasus tersebut di tahun 2014, maka sejak tahun 2005 hingga 2014 jumlah kumulatif kasus Flu Burung pada manusia di Indonesia adalah 197 kasus positif H5N1 dan 165 orang diantaranya meninggal dunia.
16
2. Penanggulangan Gangguan Reproduksi Kegiatan ini terdiri dari 5 komponen yaitu operasional penanganan gangguan reproduksi, pemeriksaan akseptor terhadap status brucellosis, penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi, monitoring dan evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi dan pengadaan Obat dan hormon dan pelatihan petugas penanggulangan gangguan reproduksi. Tabel 7. Realisasi Penanggulangan Gangguan Reproduksi Program Penanggulangan Gangguan reproduksi
Pemeriksaan, Identifikasi dan Pemetaan Parasiter
Komponen Operasional Penanganan Gangguan Reproduksi Penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi Monitoring dan evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi SDM Penanggulangan Gangguan Reproduksi Operasional Pemeriksaan Identifikasi dan Pemetaan Parasiter Penanganan Pemeriksaan Identifikasi dan Pemetaan Parasiter
Target 87.850
Realisasi 87.850
Prosen tase 100%
87.850
78.856
89.70 %
34
34
100 %
120
100 %
64.214
56.008
87.22%
64.214
62.601
97.49%
120
Total
95.73 %
3. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan a. Kegiatan Penguatan Kelembagaan Puskeswan Output dari kegiatan pengembangan kelembagaan dan kesehatan hewan ada 2 yaitu Pembangunan Puskeswan Peralatan Puskeswan. Realisasi kegiatan pengembangan dan sumber daya keswan adalah 39 unit ( 97,50%) dari dengan perincian realisasi pada tabel berikut.
sumber daya dan Fasilitasi kelembagaan target 40 unit
17
Tabel 8. Realisasi Kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan Program Pengembangan Kelembagaan Puskeswan
Output Pembangunan Puskeswan
Target 14 unit
Realisasi 13 unit
26 unit
26 unit
100%
40 unit
39 unit
97.50%
Fasilitasi Peralatan Total
Prosen tase 92.86%
Data jumlah Puskeswan sampai dengan bulan Nopember 2014 tercatat 1.224 unit Puskeswan yang tersebar di 403 kabupaten/kota. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan jumlah puskeswan sebesar 2,50%, peningkatan sebaran puskeswan 2,50%, peningkatan jumlah dokter hewan puskeswan 0,04% dan peningkatan paramedik veteriner 8,02%. Tabel 9. Peningkatan Fasilitasi Puskeswan Tahun 2010 – 2014 Keterangan
2010 2011
Pening katan
2012
Pening katan
2013
Pening katan
2014
Pening katan
Jumlah Puskeswan
889
933
4.90%
999
7.07%
1194
19,51% 1224
2,50%
Penyebaran puskeswan Kab/kota
328
351
7.01%
383
9.10%
391
2,60%
403
2,50%
Dokter Hewan
551
591
7.20%
661
11.80%
874
32,23%
878
0,04%
1577 1633
3.50%
1719
5.20%
2243
30,48% 2423
8,02%
Paramedis Veteriner
Ke depan, masih diperlukan penambahan jumlah puskeswan berdasarkan kebutuhan yang mengacu pada populasi ternak yakni 1 (satu) puskeswan menangani 3 kecamatan atau 2.000 satuan ternak (animal unit), jumlah kecamatan di Indonesia saat ini sebanyak 6487 maka kebutuhan puskeswan sebanyak 2.162 buah, sedangkan kebutuhan sdm puskeswan yang terdiri dari dokter hewan dan paramedik veteriner, dari jumlah yang ada saat ini yaitu dokter hewan sebanyak 878 orang dan paramedik sejumlah 2.423 masih jauh dari jumlah ideal yaitu dalam 1 puskeswan minimal ada 1 dokter hewan dan 3 paramedik veteriner, jadi tenaga medik dan paramedik saat ini idealnya masih dibutuhkan sebanyak 2.162 dokter hewan dan 6.486 paramedik veteriner.
18
Grafik Fasilitasi Puskeswan Tahun 2010 – 2014
b. Penguatan Sumber Daya Keswan (Tenaga Harian Lepas) Pada tahun 2014 Tenaga Harian Lepas yang telah direkrut sebanyak 960 orang, dengan perincian 522 orang THL Medik Veteriner, 438 orang Paramedik Veteriner. Tabel 10. Hasil Rekruitmen Tenaga Harian Lepas Medik dan Paramedik Veteriner THL
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Drh (orang)
23
100
237
248
250
250
340
400
522
Pmv (orang)
38
50
112
153
165
165
282
350
438
Jumlah
61
150
349
301
415
415
622
750
Permasalahan dan kendala yang masih dihadapi tenaga harian lepas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan hewan khususnya di Puskeswan adalah: a. Masih kurangnya lengkapnya sarana dan prasarana serta peralatan di Puskeswan untuk mengoptimalkan kegiatan Puskeswan; b. Terbatasnya persediaan obat-obatan sehingga pelayanan kesehatan hewan kurang maksimal seperti obat-obat yang bersifat Long acting, antipiuretik, analgesik dan obat-obatan lain yang diperlukan dalam pelayanan kesehatan hewan; c. Jarak tempuh Puskeswan dengan lokasi yang sangat jauh kadang mengakibatkan kurang efektifnya pelayanan terutama bila dalam keadaan darurat;
19
960
d. Untuk beberapa daerah tidak disediakan biaya operasional untuk menunjang kegiatan Puskeswan; e. Belum adanya pemantauan dan pembinaan yang intensif terhadap kegiatan THL sehingga berdampak dalam kurang optimalnya pelaporan; f. Banyak permintaan mutasi atau mengundurkan diri. 4. Pengawasan Obat Hewan a. Kegiatan Penerbitan Izin Usaha Obat Hewan Untuk tercapainya tertib administrasi perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan dalam rangka tersedianya obat hewan yang memenuhi standar mutu, berkhasiat dan aman diterbitkanlah Permentan Nomor 18 Tahun 2009 tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan. Penerapan peraturan ini dilaksanakan sejak diundangkan yaitu dengan melakukan inpeksi dan penilaian kelayakan pemberian izin usaha obat hewan baik itu untuk produsen, importir maupun eksportir obat hewan. Penilaian kelayakan izin usaha obat hewan untuk tahun 2014 telah dilaksanakan untuk 14 perusahaan obat hewan yang terdiri dari 1 produsen, 12 importir dan 1 eksportir. b. Kegiatan Penerbitan SK Pendaftaran Obat Hewan Prosedur permohonan pendaftaran baik untuk pendaftaran baru maupun ulang secara kesisteman telah diatur dari mulai pemeriksaan verifikasi dokumen, penilaian oleh Penilai Pendaftaran Obat Hewan (PPOH) dan bila perlu ke Komisi Obat Hewan (KOH), serta pengujian mutu dilakukan di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) termasuk kemungkinan uji lapang bagi obat baru atau obat lama yang perlu dikaji khasiat dan keamanannya. Rekapitulasi Penerbitan SK Pendaftaran Obat Hewan 2012 2013 Sediaan Baru Ulang Baru Ulang Farmasetik 119 150 109 97 Biologik 31 34 38 32 Premiks 65 33 122 32 Obat Alami 1 0 5 0 Bahan Baku OH 0 12 7 2 Obat Hewan Khusus 0 5 0 2 216 234 281 165 TOTAL 450 446
2014 Baru Ulang 123 85 20 23 91 35 0 0 2 5 0 0 236 148 384
20
c. Kegiatan Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan/ Pengeluaran Obat Hewan Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan Obat Hewan sebanyak 7.896 surat yang diberikan kepada 109 perusahaan importir obat hewan. Surat Keterangan Pemasukan yang diterbitkan terdiri dari 1.432 sediaan biologik, 2.302 sediaan farmasetik, 2.879 sediaan premiks, 365 alat kesehatan hewan dan 15 untuk telur SPF. Sedangkan penerbitan Surat Keterangan Pengeluaran Obat Hewan sebanyak 1.855 surat yang diberikan kepada 5 perusahaan eksportir obat hewan. Surat Keterangan Pengeluaran yang diterbitkan terdiri dari 63 sediaan biologik, 41 sediaan farmasetik dan 1.751 sediaan premiks. Dalam rangka memacu peningkatan ekspor obat hewan, pemerintah dalam hal ini Ditjen PKH mempunyai peranan penting dalam rangka memfasilitasi produsen-produsen obat hewan dalam negeri baik dari segi teknis maupun administrasi. Dari segi teknis peranan Direktorat Kesehatan Hewan adalah membina produsen-produsen obat hewan dalam meningkatkan daya saing produksinya sehingga memenuhi standar ekpor. Pembinaan ini dilakukan dengan mewajibkan penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) untuk setiap produsen obat hewan dan pengujian mutu produknya. Nilai dan volume ekspor obat hewan secara umum kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
memiliki
Data Nilai Ekspor Obat Hewan Tahun 2010 – 2014 (Nilai 1000 USD) No.
Jenis Sediaan
2010
2011
2012
2013
2014
309.978,12
220.594,39
1.340,14
1.807,75
5.910,65 430.000,00
1.
Vaksin
257.407,04 349.915,31 356.213,68
2.
Farmasetik
3.
Premiks
338.104,33 424.416,78 451.924,24
471.675,26
Total
605.069,15 775.516,49 809.478,06
783.461,13 656.505,04
9.557,78
1.184,40
21
Data Jumlah Ekspor Obat Hewan Tahun 2010 – 2014 No. Jenis Sediaan 1. Vaksin (dalam 1000 dosis) 2. Farmasetik (Ton) 3. Premiks (Ton)
2011 2012 2013 2014 2.064.550,25 2.140.873,6 1.829.847,50 1.952.944,50 202,93 196.346,25
210,29 227.797,5
271,82 231.911,60
576,09 257.630,00
Jenis obat hewan yang di ekspor: 1. Vaksin : ND, IB, IBD, ILT, Coryza, EDS, Fowl Fox 2. Farmasetik : Antelmentika, Antidefisiensi, Antibakteria, Antiprotozoa, Antiseptika dan Desinfektansia. 3. Premiks : Asam amino (L-Threonine, L-Lysine, LTryptophan). Negara tujuan ekspor obat hewan sebanyak 37 negara: - Sediaan Biologik: China, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Pakistan, Nepal, Tanzania, Lebanon, Mesir, Nigeria,Rusia, Syria, Thailand dan Timor Leste - Sediaan Farmasetik: Bangladesh, China, Malaysia, Greece, Mesir, Pakistan, Philiphine, Thailand, Vietnam, Nepal, Nigeria, Tanzania, Kamboja dan Myanmar - Sediaan Premiks: Belgium, Burgaria, Croatia, France, Georgia, germany, Greece, Hungary, India, Italy, Lithuania, Montenegro, Morocco, Netherlands, Norway, Poland, Serbi, Slovenia, Syria dan Tunisia. d. Kegiatan Penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) merupakan salah satu rambu pengaman dan sebagai salah satu bentuk sistem pengawasan kualitas secara dini sejak proses produksi. Dengan menerapkan CPOHB akan diperoleh jaminan mutu obat hewan sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing obat hewan produk dalam negeri. Penerapan CPOHB ini berlaku baik untuk produsen obat hewan dalam negeri (lokal) maupun untuk produsen obat hewan asal impor. Diharapkan dengan telah diperolehnya sertifikat CPOHB bagi produsen obat hewan dalam negeri (lokal) akan dapat meningkatkan daya saing produk sehingga dapat menangkap peluang pasar ekspor. Disisi lain dengan penerapan CPOHB pada produsen obat hewan asal impor diharapkan dapat membatasi membanjirnya pasar produk impor di Indonesia dalam era pasar global.
22
Penilaian dokumen penerapan CPOHB tersebut akan dilaksanakan oleh tim independen yang kompeten dibidangnya masing-masing dengan membentuk Panitia Penilai CPOHB berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 298/Kpts/OT.160/5/2007. Anggota Panitia Penilai CPOHB tersebut berasal dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Perguruan Tinggi, Badan Pengawas Obat dan Makanan dan para pakar dibidang CPOHB. Jumlah Produsen Obat Hewan di Indonesia saat ini adalah sebanyak 75 produsen obat hewan, sebanyak 37 diantaranya telah menerapkan CPOHB dalam proses produksinya dan telah disertifikasi. Produsen Bersertifikat CPOHB Tahun 2010 – 2014, sebagai berikut: TAHUN KETERANGAN Produsen Bersertifikat CPOHB
2010
2011
2012
2013
2014
14
22
27
32
37
Dalam rangka menilai produsen luar negeri Direktorat Kesehatan Hewan melakukan Assessment GMP di negara produsen obat hewan. Assessment GMP ditujukan untuk menilai kesesuaian fasilitas produksi obat hewan luar negeri dengan pedoman GMP/CPOHB yang ada di Indonesia. Jumlah Produsen Obat Hewan luar negeri yang telah dilakukan assessment GMP sebanyak 14 produsen obat hewan di 7 negara produsen. e. Kemandirian penyediaan Vaksin Avian Influenza (AI) Sejak tahun 2010, kebijakan penyediaan dan penggunaan vaksin AI adalah dengan menggunakan vaksin yang homolog (strain lokal). Strain virus lokal yang dijadikan master seed dalam pembuatan vaksin AI di Indonesia merupakan hasil isolasi dan identifikasi yang dilakukan oleh UPT Ditjen PKH. Kebijakan tersebut disahkan dengan diterbitkannya Surat Edaran Menteri Pertanian No. 3345/kpts/LB450/7/2011, tentang Ketentuan Peredaran Vaksin Avian Influenza (AI) di Indonesia. Sehingga ditetapkan 4 master seed virus untuk digunakan di Indonesia adalah A/Chicken/West Java/PWT-WIJ/2006, A/Chicken/Pekalongan/ BBVW-208/2007, A/Chicken/Garut/BBVW-223/2007 dan/atau A/Chicken/West Java(Nagrak)/30/2007 baik dalam bentuk tunggal atau campuran. Untuk
23
uji tantang dilakukan dengan menggunakan isolat virus A/chicken/West Java-Subang/29/2007 atau A/chicken/West Java/SMI-PAT/2006. Dampak dari kebijakan ini adalah diberhentikannya pemasukan vaksin AI impor ke dalam wilayah Indonesia. Sejak tahun 2010 Indonesia telah mampu menyediakan vaksin AI secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan vaksin AI nasional. Penyediaannya dilaksanakan oleh Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Surabaya dan produsen-produsen obat hewan dalam negeri. Data produksi vaksin AI dari tahun 2010 s/d Juni 2014, sebagai berikut: No
Vaksin AI
2010
1
Produksi 229.019.400 Lokal dosis
2
IMPOR
-
2011 503.768.100 dosis -
2012
2013
2014
518.716.700 489.340.500 295.274.110 dosis dosis dosis -
-
-
5. Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS) Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan hewan maka diperlukan kebijakan dan tindakan yang tepat dengan pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang akurat. Informasi diperoleh dari pengumpulan, pengiriman, manajemen, serta analisa data yang baik. Data dan informasi tersebut berasal dari peternak, puskeswan, petugas lapangan, PDSR, dan lain-lain yang dikumpulkan oleh dinas tingkat kabupaten/kota, lalu dikirim ke dinas tingkat provinsi, dan selanjutnya dikirim ke pusat. Adapun hasil evaluasi capaian kinerja SIKHNAS dengan indikator kinerja: a. Penambahan kemampuan petugas pengelola SIKHNAS melalui bimbingan teknis SIKHNAS telah diberikan kepada 63 orang peserta. Materi bimtek sikhnas terdiri dari Prinsip Pengelolaan data, Keterampilan dasar excel, Merapikan data yang berantakan, Persiapan keluaran yang bermanfaat, Formula excel, dan chart excel. b. Kualitas pemahaman SDM petugas data terkait pengenalan iSIKHNAS dan dalam melakukan pengolahan data meningkat 40% dalam melakukan pengolahan data SIKHNAS melalui bimbingan teknis SIKHNAS. Kemampuan ini secara berkelanjutan akan ditingkatkan pada kegiatan bimbingan teknis selanjutnya.
24
c. Pada tahun 2013 sejumlah 31 propinsi sudah mengirimkan laporan situasi penyakit hewan di wilayahnya. Pada tahun 2014, hanya 26 propinsi yang memberikan laporan. SIKHNAS merupakan kegiatan yang memberikan outcome berupa terselenggaranya alur pelaporan penyakit hewan antara daerah (provinsi, kabupaten/kota), Pemerintah pusat, tingkat ASEAN (ARAHIS) dan tingkat dunia/OIE (WAHID/WAHIS). Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran adalah pelaporan situasi penyakit hewan dari daerah (Dinas provinsi / Kabupaten / Kota) ke Pusat secara berkesinambungan dan menggunakan fasilitas aplikasi program SIKHNAS. Hambatan/kendala yang dihadapi dalam Program SIKHNAS ini adalah: a. Pengiriman laporan yang belum berkesinambungan per bulan. b. Kemampuan petugas SIKHNAS dalam mengoperasikan computer yang beragam. c. Terjadi pergantian personel pengoperasian program SIKHNAS. Oleh karena itu strategi pencapaian yang dilakukan yaitu : a. Mendorong petugas SIKHNAS untuk melakukan pelaporan secara berkesinambungan dengan memberikan pengetahun lebih dalam mengolah data. b. Mensosialisasikan program iSIKHNAS yang akan digunakan secara terintegrasi. c. Koordinasi lebih lanjut antara tingkat Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan sistem informasi dan pelaporan kesehatan hewan serta perkembangannya. Pengembangan Program SIKHNAS menjadi sistem informasi terpadu (iSIKHNAS) dilakukan untuk lebih memudahkan mekanisme pelayanan petugas lapangan kepada masyarakat dan memudahkan mekanisme pelaporan Situasi Penyakit Hewan di seluruh Indonesia. Diharapkan Program ini dapat digunakan di Dinas Peternakan/yang membidangi fungsi peternakan atau kesehatan hewan provinsi maupun kabupaten/kota se Indonesia, Laboratorium Kesehatan Hewan Provinsi seluruh Indonesia dan juga di Pemerintah Pusat. Serta diharapkan dapat memudahkan Pemerintah dalam melakukan tindakan yang cepat dan tepat dalam melakukan monitoring dan surveilans penyakit hewan di Indonesia. Dengan adanya iSIKHNAS diharapkan semua laporan (PDSR, NVS, SIKHNAS, Infolab, RPH, SMS Sindromik, Inseminasi Buatan dan lain sebagainya) yang telah ada dapat diintegrasikan.
25
Propinsi yang telah mengaplikasiksn iSIKHNAS ada 16 Provinsi dan 67 kabupaten/kota yang antara lain provinsi Aceh pada kabupaten Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Barat Daya,Aceh Timur; provinsi Jambi pada kabupatenKerinci, Sarolangun,Bungo,Tebo; provinsi Lampung pada kota Metro dan Bandar Lapmung serta kabupaten Lampung Selatan,Lampung Timur; provinsi Jawa Barat pada kabupaten Bandung, Sukabumi, Garut, Indramayu, Tasikmalaya; provinsi Jawa Tengah kabuten Kebumen, Boyolali, Grobogan,Semarang; provinsi Jawa Timur pada kabupaten Banyuwangi, Bangkalan, Tuban, Lamongan;Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kabupatenLombok Tengah danSumbawa; Provinsi Nusa Tenggara Timur pada kabupaten Timor Tengah Selatan danEnde; provinsi Kalimantan Barat pada kabupaten Sekadau,Sambas,Kayong Utara dan Kota Pontianak; provinsi Kalimantan Tengah padaKotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Timur danKapuas; Provinsi Kalimantan Timur pada Kota Samarinda, kab Paser, Berau danPenajam Paser Utara; provinsi Sulawesi Selatan pada kabupaten Pinrang, Maros, Sidrap, Enrekang dan Barru dan Sinjai; provinsi Sulawesi Barat pada Mamuju utara, Mamuju, Majene, Mamasadan Poliwali Mandar; provinsi Kalimantan Utara pada kabupaten Tarakan; provinsi Sumatera Barat pada kabupaten Agam; propinsi Kalimantan Barat dan Riau hampir semua sudah menggunakan isikhnas. 6. Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, OIE sebagai organisasi kesehatan hewan dunia melarang adanya pemberlakuan kebijakan risiko nol (zero risk) terhadap importasi hewan dan produk hewan ke suatu Negara. Pemasukan hewan hidup dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat berpotensi penyebaran Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik (penyakit yang tidak ada di Indonesia). Sehingga untuk mencegah masuknya Penyakit Hewan Menular dan penyakit eksotik ke dalam wilayah Republik Indonesia maka dilakukan hal sebagai berikut: Kajian Analisa Risiko Merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk menilai potensi tingkat risiko pada setiap proses importasi hewan dan produk hewan. Dalam rangka melaksanakan kajian analisa risiko, diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang analisa risiko. Oleh karena itu perlu dilaksanakan kegiatan pelatihan peningkatan keahlian dibidang analisa risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan. Sasaran Penerima manfaat dari Kajian Analisa Risiko ini adalah: Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewan), Eksportir, Importir.
26
Kajian Analisa Risiko yang sudah dilaksanakan pada tahun 2014 antara lain Kajian Analisa Risiko Pemasukan Produk Poultry dari Australia terkait Virus H7N7, Kajian Analisa Risiko Pemasukan Babi dari Inggris. Sebagai tindak lanjut kegiatan Kajian Analisa Risiko tersebut maka dilakukan pemasukan kembali unggas dan/atau nproduk unggas dari negara Australia ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan meninjau kembali Peraturan Menteri Pertanian Nomor 72/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Penghentian Pemasukan Unggas dan/atau Produk Unggas Dari Negara Australia Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia.
Kegiatan Emergency Center Emergency Center merupakan suatu forum untuk menetapkan berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia secara cepat terkait bidang kesehatan hewan yang melibatkan para narasumber ahli kesehatan hewan. Kebijakan pemerintah Indonesia dimaksud dapat berupa penutupan dan atau pembukaan importasi dari suatu Negara, penentuan jenis hewan dan/atau produk hewan yang diijinkan dan/atau dilarang pemasukannnya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia terkait wabah Penyakit Hewan Menular (PHM) di negara pengekspor dan atau langkah-langkah yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan keamanan dalam mencegah masuknya penyakit hewan yang dapat berdampak luas secara sosial dan ekonomi. Adapun permasalahan yang dihadapi adalah: bagi pembibitan dan Komersial tidak mempunyai Manual Pengawasan Internal berupa SOP pengawasan pada titik kritis untuk memantau dan mengetahui bahwa proses manajemen usaha peternakan telah berjalan sebagaiman mestinya. Emergency Center yang sudah dilaksanakan antara lain Emergency Center tentang Ekspor Daging ke Jepang dan pemasukan unggas dan produk ungggas dari negara China (RRC). Dari kegiatan tersebut diperlukan tindak lanjut sebagai berikut : Direktorat Kesehatan Hewan akan menyelenggarakan rapat identifikasi dokumendokumen untuk memenuhi persyaratan ekspor produk unggas ke Jepang, melakukan penilaian kompartementalisasi dengan memverifikasi dokumendokumen yang dimiliki oleh perusahaan dan akan memberikan 2 Sertifikat yaitu sertifikat Good Breeding Practices (GBP) dan sertifikat Bebas Avian Influenza (AI) Pengkajian Ulang Health Protocol Persyaratan Kesehatan Hewan/Health Protocol adalah suatu persyaratan kesehatan hewan yang dipersyaratkan oleh negara tujuan dalam rangka
27
meminimalisasi masuknya penyakit eksotik dari negara lain. Perkembangan penyakit hewan menular disetiap Negara mengalami perkembangan yang sangat dinamis, sehingga perlu diadakan kegiatan Kaji Ulang Health Protocol, guna memfasilitasi kegiatan pemasukan/importasi hewan. Tujuan diselenggarakannya Kaji Ulang Health Protocol ini adalah untuk meminimalisir masuknya Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik dari negara yang melakukan eksportir ke wilayah negara Republik Indonesia, Sejauh mana penerapan dan kesesuaian dalam penerapan Health Protocol perlu dilaksanakan koordinasi dengan karantina hewan melalui kaji Ulang Health Protocol. Tahun 2014 telah dilakukan pengkajian ulang Health protocol adalah sebagai berikut : Kaji Ulang Health Protocol sapi bakalan, indukan dan siap potong di Australia Tindak lanjut Kaji Ulang Health Protocol ini adalah pengamatan keseluruhan rantai ekspor mulai dari farm sampai pengapalan, maka perlu dipertimbangkan beberapa ‘Critical Control Point’ (CCP) yang harus dicermati untuk penjaminan kesehatan ternak sebelum diekspor. 7. Akuntabilitas Keuangan Anggaran kegiatan fungsi kesehatan hewan TA. 2014 dialokasikan sebesar Rp. 251.901.305.000,- baik untuk pusat, Unit Pelaksanan Teknis Lingkup Kesehatan Hewan maupun dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Alokasi anggaran yang tersebut digunakan untuk Pusat Rp. 54.844.983.000,realisasi Rp. 38.512.147.000 Atau 70,22% yang digunakan untuk penyusunan regulasi, Norma standar pedoman dan kriteria serta tenaga harian lepas kesehatan hewan. Realisasi pusat yang hanya 70, 22% dikarena alokasi Hibah Luar Negeri (HLN) tahun 2014 pada DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah sebesar Rp. 12.530.356.000,- terdiri atas belanja Jasa Konsultan sebesar Rp. 12.530.356.000,-, dengan rincian sebagai berikut : Belanja Modal Peralatan dan Mesin sebesar Rp. 4.993.292..000,-, Belanja Modal Gedung dan Bangunan sebesar Rp. 5.519.595.000,- dan Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedung dan Bangunan sebesar Rp. 2.017.469.000,- secara keseluruhan tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan beberapa hal : untuk biaya konstruksi dan peralatatan BSL-3 belum dapat dibayarkan karena pihak kontraktor pelaksana sampai dengan akhir tahun 2014 belum dapat menyelesaikan pekerjaannya, karena sesuai dengan perjanjian dalam kontrak pihak KfW Jerman baru dapat membayarkan 90 % dari alokasi dana tersisa setelah menyelesaikan pekerjaannya berupa
28
installing isolator, commissioning dan serah terima tahap pertama dan 10 % dibayarkan setelah dilakukan serah terima kedua. Sedangkan untuk konsultan perencana dan pengawas sebenarnya untuk tahun 2014 telah melakukan permintaan pembayaran pada bulan Desember 2014 sebesar EUR 37,698, tetapi sampai dengan pengesahan Realisasi Anggaran tahun 2014 tanggal 16 Januari 2015 sesuai dengan Surat KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah Nomor : S-73/WPB.12/KP.0622/2015, belum diterbitkan SP3, dengan demikian berarti tidak ada realisasi pembayaran. Anggaran untuk penyidikan dan pengujian penyakit hewan serta penyidikan bahan biologik. Untuk penguatan, pengujian dan penyidikan veteriner, pengawasan obat hewan serta untuk peningkatan produksi dan distribusi vaksi dan bahan biologik sebesar Rp.107.780.273.000,- Atau 42,79% teralisasi Rp. 102.455.927.513 atau 95,06%. Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebesar Rp. 89.276.049.000,- atau 35,44% teralisasi Rp. 79.306.058.780 atau 88,83%.
Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan telah dapat dilaksanakan dengan baik, dari alokasi anggaran sebesar Rp. 251.901.305.000,- terealisasi sebesar Rp. 220.274.133.293,- atau 87,44%.
29
30
D. Akuntabilitas Keuangan Realisasi berdasarkan sasaran strategis Direktorat Kesehatan Hewan Tabel 14. Realisasi Pagu Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan Sasaran strategis (1) Meningkatnya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan PHM
Pelaksana an vaksinasi dan pengobata n
Indikator Kinerja
Program
(2) Penguata n Sistem Kesehata n Hewan (vaksin/ob at dalam dosis)
(7) Kesiagaan Wabah PHM
Komponen
Antrax Rabies Brucellosis Hog Cholera Jembrana Pemerik-saan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet Pengenda-lian AI
Penguatan KelembagaanPuske swan Penanggulangan Gangguan Reproduksi
Puskeswan
Operasional Penanga-nan Gangguan Reproduksi
Target (000)
Satuan
(3) 245.500 826.800
(4) Dosis Dosis
125.000 252.500 35.000 64.214
Dosis Dosis Dosis Dosis
5.000.000
Dosis
40
87.850
Unit
Dosis
Reali sasi
%
(5) 236.500 1.091.72 0 53.600 252.500 35.000 62.601
(6)
Pagu (000)
Anggaran Realisasi (000) (9) 7.308.920 39.894.028
(10) 90,75 89,49
%
23,34
(8) 8.053.740 44.579.360
46.6 3.39 39.88
9.104.190 4.424.571 1.974.334 6.696.897
7.574.045 4.234.050 1.383.543 6.548.351
83,19 95,69 70.08 99,18
5.000.00 0 39
100
5.183.990
4.842.451
93,41
92,79
8.480.514
7.957.218
93,83
87.850
450
13.378.815
12.557.582
93,86
31
Meningkatnya pelayanan kesehatan hewan
Penyediaan tenaga/ petugas lapang seperti medik dan paramedik
Pengawas an Obat Hewan Peningkata n produksi dan distribusi vaksin Pembinaan dan koordinasi peningkatan pelayanan kesehatan hewan
Pengawasan Obat Hewan
Pembinaan dan koordinasi peningkatan pelayanan kesehatan hewan
Penguatan Penyidikan dan Surveillans Pengujian PHM penyakit hewan PerlinduPerlindu-ngan ngan hewan hewan terhadap terhadap penyakit eksotik penyakit eksotik
13
Lap
13
8,373.746
Dosis
10.506.8 25
155,9
28.617.083
34
100
82.489.527
64.118.828
77,73
168.200
100
122.659.981
117.077.214
95,45
1.376.004
1.103.467
80,19
34
168.200
15
Lap
Smpel
Dok
100
15
17.909.688
16.948.616
94,63
26.468.062
92,49
251.287.280.00 0
91,58
Jumlah Anggaran Tahun 2014 : Rp. 251.901.305.000. Realisasi Pagu Anggaran Tahun : Rp. 220.274.133.293,-
32
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan telah memenuhi tugas pokok dan fungsi yang dibebankan pada tahun 2014. Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, Penguatan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan, telah dilaksanakan dengan baik. Demikian juga kegiatan teknis yang menjadi tanggung jawab pusat terkait penanggulangan penyakit hewan menular juga telah dilaksanakan dengan baik. Dari target kinerja Direktorat Kesehatan Hewan telah terealisasi 114,9% sedangkan dari target anggaran terealisasi sebesar 91,58% atau berhasil. Dari keseluruhan capaian kinerja Direktorat Kesehatan Hewan dicapai peningkatan outcome berupa penurunan tingkat kematian 1,5%, penurunan tingkat kesakitan 30% dan peningkatan Status kesehatan hewan nasional sebesar 75%. Disamping itu, prestasi yang telah dicapai Direktorat Kesehatan Hewan dalam pelaksanaan kinerjanya, antara lain: pembebasan penyakit rabies di Provinsi Kalimantan Barat dan romendasi untuk dibebaskan antara lain Kepulauan Riau, pulau Meranti (Provinsi Riau, Pulau Enggano (Propinsi Bengkulu) dan Pulau Mentawai (Propinsi Sumatera Barat). Rekomendasi pembebasan Brucellosis untuk pulau Sumba propinsi NTT dan pulau Madura propinsi Jawa Timur. Pembebasan penyakit Classical Swine Fever (CSF) untuk provinsi Sumatera Barat. Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian kinerja meliputi permasalahan perencanaan dalam penentuan harga satuan khusus untuk vaksin Brucellosis terkendala perbedaan harga antara vaksin dalam negeri dengan vaksin impor, sehingga target tidak dapat dipenuhi karena produksi dalam negeri persediaanya terbatas. Dalam pelaksanaan kegiatan terkendala dalam pengadaan karena adanya pemotongan anggarana sehingga proses yang sedang berlangsung harus dihentikan dan setelah tidak dilaksanakan ternyata anggaran yang telah dipotong dikembalikan.
33
B. Rencana Tindak Lanjut Dari permasalahan yang ada maka rencana tindaklanjut yang akan dilakukan ke depan dalam rangka menghadapi permasalahan yang ada akan dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta pelaporan yang bersinergi serta dengan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas. Demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2014 dibuat sebagai kewajiban dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan.
34