53
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Pengelolaan Aktifitas di Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke 6.1.1 Aktivitas pra pelelangan ikan Aktivitas pra pelelangan ikan diawali pada saat ikan berada di atas dermaga dan ikan hasil tangkapan tersebut telah berada di dalam keranjang (trays). Ikan yang berada dalam trays biasanya sudah dilakukan pensortiran terlebih dahulu menurut jenis ikannya. Namun, untuk jenis ikan yang kecil biasanya sudah dimasukkan ke dalam plastik dan telah disortir ketika berada di laut. Ikan tersebut dimasukkan kedalam palka yang telah dilengkapi dengan sistem refrigator sehingga hasil tangkapan tersebut membeku. Ketika hasil tangkapan tersebut dikeluarkan dari dalam palka, maka hasil tangkapan tersebut tidak memerlukan es lagi untuk menjaga kualitasnya. Adapun jenis ikan yang berukuran sedang dan besar tidak dibekukan di dalam palka. Menurut pengamatan, ikan yang berukuran sedang dan besar setelah dimasukkan kedalam trays tidak diberi es dan setelah diturunkan ke dermaga ikan-ikan ini diletakkan di tempat yang terdapat sinar matahari. Ikan ini akan diberi es ketika berada di tempat pelelangan ikan (TPI) sehingga terjadi penurunan kualitas ikan hasil tangkapan. Hal ini sesuai dengan penuturan Departemen Pertanian (1997) vide Rusmali (2004), bahwa bila hasil tangkapan terkena sinar matahari baik dalam proses pembongkaran maupun pengangkutan ke TPI dan tidak diangkut melalui tempat yang teduh akan dapat menyebabkan kemunduran mutu ikan lebih cepat. Pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa proses pengangkutan ikan dari kapal ke TPI tidak dilengkapi dengan pelindung (atap) untuk membantu melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari langsung mulai dari dermaga bongkar sampai ke TPI. Berikut merupakan gambar ikan hasil tangkapan dalam trays yang diletakkan di dermaga (Gambar 10).
54
Gambar 10 Ikan hasil tangkapan dalam trays di dermaga. Setelah ikan berada di dermaga dan telah diletakkan dalam keranjang (trays), petugas pencatat dari koperasi Mina Jaya akan menimbang hasil tangkapan dan mencatat berat hasil tangkapan. Petugas pencatat tersebut juga menuliskan berat ikan hasil tangkapan ke secarik kertas dan diletakkan di atas ikan yang berada dalam keranjang. Ikan yang telah diberikan kertas tersebut kemudian diangkut ke dalam tempat pelelangan ikan (TPI). Berikut ini merupakan kegiatan penimbangan dan pendataan hasil tangkapan di PPI Muara Angke (Gambar 11).
Gambar 11 Kegiatan penimbangan dan pendataan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Hasil tangkapan ini kemudian disortir kembali berdasarkan jenis ikan dan pemilik/nama kapal. Hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi tidak melalui proses pelelangan tetapi melaui sistem “opouw”. Sistem opouw merupakan sistem
55
yang terjadi apabila pemilik kapal atau agen menjadi penjual sekaligus pembeli dalam suatu proses jual beli ikan. Hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi langsung dijual kepada pedagang yang sudah biasa menampungnya namun pemilik kapal tetap dikenakan retribusi, sedangkan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah langsung diangkut ke TPI untuk dilelang. Hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi langsung dijual ke market langganan dikarenakan agar tidak terjadi kemunduran kualitas hasil tangkapan akibat lamanya proses pelelangan yang dilakukan. Menurut pengamatan di lapangan, hasil tangkapan diangkut oleh buruh angkut yang sudah ada di dekat kapal pada saat kapal tersebut didaratkan. Buruh angkut tersebut mengangkat trays ke troli ataupun gerobak dan mengangkutnya ke dalam TPI (Gambar 12). Pengangkutan hasil tangkapan ke lantai TPI terlihat kurang memperhatikan kualitas dan mutu ikan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi alat angkut (troli ataupun lori) yang digunakan sudah kotor dan troli yang terbuat dari kayu terlihat sudah membusuk karena telah digunakan sejak lama. Buruh angkut tersebut dibayar dengan sistem upah berdasarkan banyak jumlah trays yang berhasil diangkut. Hasil tangkapan kemudian diangkut dan diletakkan di lantai lelang. Dalam peletakkannya di lantai lelang trays sering kali terlihat dibanting oleh buruh angkut tersebut, hal ini dapat pula merusak mutu ikan karena terjadi gesekan antara ikan yang terdapat di dalam keranjang (trays).
Gambar 12 Troli di TPI PPI Muara Angke.
6.1.2
Pelelangan ikan Pelelangan
merupakan
proses
yang
terdapat
pada
suatu
usaha
penangkapan ikan. Kegiatan pelelangan ini biasanya dilaksanakan setelah kapal
56
mendaratkan hasil tangkapannya pada pelabuhan perikanan. Hal ini berkaitan dengan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor: 139 Tahun 1997 Tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan pasal 2 yang menyatakan bahwa ikan hasil penangkapan harus dijual secara lelang di TPI, kecuali: 1) ikan yang digunakan untuk keperluan lauk keluarga; 2) ikan jenis tertentu yang diekspor dan ikan hasil tangkapan pola kemitraan dengan pertimbangan dan atas dasar persetujuan dari Kepala Daerah. Menurut pengamatan di lapangan, pelelangan dimulai pada pukul 09.3012.00 WIB tergantung pada waktu kedatangan kapal dan jumlah peserta lelang. Pelelangan seharusnya dilakukan pada pagi hari agar hasil tangkapan tidak terkena sinar matahari dan agar terjaga kualitas serta mutu ikan tersebut. Para peserta lelang yang terdapat di PPI Muara Angke adalah para pedagang, baik pedagang pengumpul maupun pedagang eceran, perwakilan dari pemilik kapal atau yang sering disebut “agen”. Para pedagang yang ingin ikut proses pelelangan harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada penyelenggara lelang dan akan diberi tanda pengenal peserta lelang. Pedagang kemudian harus menyimpan uang di kasir lelang baru dapat mengikuti proses lelang. Penyetoran uang ke kasir dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kerugian yang ditanggung oleh pihak TPI. Kerugian tersebut disebabkan oleh peserta lelang yang sering berhutang dalam proses pembelian hasil tangkapan. Secara rinci dapat dilihat bentuk tanda peserta lelang di TPI PPI Muara Angke pada Gambar 13.
Gambar 13 Tanda peserta lelang di TPI PPI Muara Angke.
57
Ikan yang dilelang di PPI Muara Angke harus mengikuti prosedur pelelangan ikan. Berikut merupakan prosedur pelelangan ikan di PPI Muara Angke (UPT PPI Muara Angke, 2007): 1) Penimbangan hasil tangkapan di dermaga dan diawasi oleh juru timbang dari Koperasi Perikanan Mina Jaya kemudian diberi label volume ikan dan nama kapal; 2) Ikan disusun di lantai TPI berdasarkan nomor urut lelang yang didapatkan oleh setiap kapal; 3) Juru lelang mengumumkan dan memanggil peserta lelang untuk memulai proses pelelangan; 4) Ikan dilelang oleh juru lelang dimana jumlah peserta lelang kurang lebih 70 orang dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Penawaran yang dilakukan bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi; 5) Seluruh hasil transaksi dicatat oleh juru bakul. Pencatatan hasil transaksi pelelangan meliputi: jenis, ukuran, berat dan harga ikan, nama nelayan dan nama pemenang lelang. Setelah proses pelelangan selesai, maka data diserahkan kepada petugas operator pelelangan; 6) Peserta pemenang lelang umumnya melakukan pencatatan hasil transaksi dan pemenang langsung mengemasi ikannya. Setelah mencatat hasil transaksi ikan, pemilik kapal menerima uang dari petugas kasir; dan 7) Proses pembayaran oleh pemenang lelang dan penerimaan hasil penjualan oleh pemilik kapal dilakukan sebagai berikut: (1) Setelah operator menerima seluruh hasil transaksi pelelangan dari juru bakul, kemudian membuat faktur lelang dengan cara melengkapi data dan menetapkan besarnya retribusi jasa pelelangan. Retribusi jasa pelelangan ikan yang dibebankan kepada nelayan pemilik kapal ditetapkan sebesar 3% dari nilai lelang dan yang dibebankan kepada pemenang lelang sebesar 2%. Setelah itu, faktur lelang tersebut diserahkan kepada petugas kasir; (2) Selanjutnya petugas faktur lelang memanggil pemenang transaksi dengan pengeras suara agar membayar nilai transaksi penjualan ikan ditambah biaya jasa pelelangan ikan 2% dan memanggil nelayan
58
pemilik kapal untuk mengambil hasil transaksi sebesar harga penawaran setelah dipotong biaya jasa retribusi 3%; (3) Setelah uang hasil retribusi diserahkan oleh kasir bendaharawan penerima UPT PKPP dan PPI (Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pendaratan Ikan) Muara Angke. Proses lelang dilaksanakan bila semua hasil tangkapan sudah berada di lantai lelang dan pedagang maupun pemilik kapal/agen sudah berada di TPI. Dalam pengamatan di lapangan, jumlah orang yang masuk ke area pelelangan tidak dibatasi sehingga banyak orang yang berlalu lalang di dalam pelelangan termasuk buruh angkut yang telah di sewa oleh pedagang. Lelang dilakukan oleh juru lelang dari koperasi Mina Jaya. Juru lelang ini berjumlah dua orang dan memimpin lelang secara bergantian. Menurut hasil wawancara dengan pihak koperasi Mina Jaya, juru lelang ini akan digantikan oleh juru lelang lainnya bila juru lelang tersebut sakit atau berhalangan untuk memimpin jalannya lelang. Juru lelang tersebut melelang dengan berdiri dan membawa tongkat kayu untuk menunjuk hasil tangkapan yang berada dalam keranjang (trays). Juru lelang ini akan menyebutkan jumlah harga terendah tiap kilogramnya dari satu jenis ikan tertentu dan harganya akan terus meningkat. Sistem lelang ini biasa disebut dengan sistem Inggris. Saat pelelangan dilakukan beberapa pemilik kapal terlihat naik di atas trays dan ikut terlibat dalam proses tawar menawar. Kegiatan naik di atas trays ini sangat sering dilakukan oleh pemilik kapal untuk melihat jumlah berat hasil tangkapannya secara lebih jelas karena trays disusun berhimpit sehingga sulit untuk melihat jumlah berat yang sudah di letakkan dalam trays. Hal ini akan menyebabkan kualitas dan mutu ikan menjadi turun, karena kotoran sepatu agen-agen/pemilik kapal tersebut akan mencemari ikan hasil tangkapan. Berdasarkan wawancara dengan agen yang ditunjuk oleh pemilik kapal untuk melakukan proses lelang, di PPI Muara Angke ini terdapat sistem “opouw” dimana agen akan menjadi penjual dan sekaligus pembeli hasil tangkapan tersebut bila harga penawaran lelang tidak sesuai dengan keinginannya. Agen tersebut akan dikenakan retribusi sebesar 5% dengan rincian 3% untuk penjual dan 2% untuk pembeli. Wistati (1997) vide Rusmali (2004) mengemukakan bahwa
59
pelelangan ikan dengan sistem “opouw” akan merugikan pembeli karena mereka tidak dapat bersaing untuk mendapatkan harga ikan yang sesuai seperti pada sistem lelang murni. Berikut ini merupakan kegiatan pelelangan yang terjadi di TPI PPI Muara Angke (Gambar 14).
Gambar 14 Kegiatan pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Setelah proses tawar menawar selesai dan juru lelang telah menentukan siapa pemenang lelang per keranjangnya, maka juru lelang akan memanggil pemilik ikan serta pemenang ikan tersebut untuk membayar retribusi lelang di kasir. Faubiany (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan pengambilan retribusi diatur oleh TPI, dimana setelah selesai melakukan pelelangan ikan, para pemilik ikan yang melakukan pelelangan ikan langsung menyetor kepada kasir TPI sebesar 3% dari hasil penjualan. Pihak TPI akan mengecek apabila ada pemilik ikan yang belum menyetorkan retribusi lelang ke kasir TPI. Proses retribusi selesai maka ikan akan diangkut oleh pemenang lelang dan akan didistribusikan. Setelah ikan tidak terdapat lagi di lantai TPI, petugas kebersihan akan membersihkan lantai TPI dengan menggunakan air dan alat pembersih. Air tersebut dialirkan memakai selang sehingga dapat menjangkau keseluruhan lantai TPI. Berikut ini merupakan kegiatan pembersihan lantai lelang di TPI PPI Muara Angke (Gambar 15).
60
Gambar 15 Kegiatan pembersihan lantai lelang di TPI PPI Muara Angke. Menurut pengamatan, proses pembersihan pada lantai lelang terlihat tidak cukup baik karena masih terdapat genangan air ketika proses pembersihan telah selesai. Selain itu, pada pembersihan keranjang (trays) juga terlihat masih terdapat kekurangan, karena masih dijumpai potongan ikan, ceceran darah dan lendir serta genangan air disekitar keranjang (trays). Keranjang yang sudah rusak pun masih tetap dipergunakan sehingga dapat merusak kulit ataupun daging ikan yang berada dalam keranjang tersebut. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas penanganan ikan yang dilakukan di PPI Muara Angke masih rendah karena tidak memperhitungkan
masalah
sanitasi.
Penanganan
ikan
yang
tidak
memperhitungkan sanitasi akan membuat kemunduran pada mutu dan kualitas ikan hasil tangkapan.
6.1.3
Aktivitas pasca pelelangan ikan Pasca pelelangan ikan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengguna
Tempat Pelelangan Ikan (nelayan dan pembeli) setelah pelelangan ikan tersebut selesai dilakukan. Kegiatan tersebut berupa pengangkutan ikan oleh pedagang untuk kegiatan distribusi ke konsumen diluar PPI Muara Angke atau masuk ke industri pengolahan di sekitar PPI Muara Angke. Ikan hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang kemudian akan dipasarkan kepada konsumen baik di sekitar kawasan PPI maupun daerah Jabodetabek. Menurut hasil wawancara di lapangan, sistem pemasaran di tempat pelelangan ikan (TPI) Muara Angke terbagi menjadi tiga sistem. Sistem pertama adalah ketika ikan selesai dibongkar dari kapal, ikan tersebut akan langsung dijual oleh pemilik kapal ke pelanggan/market yang sudah
61
dikenal setelah melalui proses penimbangan. Ikan yang langsung dijual ke pelanggan tersebut merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pengamatan di lapangan menunjukkan ikan yang langsung dijual ke pelanggan tersebut adalah cumi dan tenggiri. Pemilik kapal tersebut tetap membayar retribusi kepada pihak TPI sebesar 5%. Pemilik kapal ini menggunakan sistem “opouw” dimana pemilik kapal menjadi nelayan maupun pembeli. Ikan tersebut langsung dijual tanpa melalui pelelangan agar tidak terjadi kemunduran mutu ikan dan memperoleh pendapatan yang lebih baik. Berikut ini merupakan kegiatan distribusi cumi secara langsung ke pelanggan/konsumen tanpa melalui proses pelelangan (Gambar 16).
Gambar 16 Kegiatan distribusi cumi tanpa melalui proses pelelangan. Sistem kedua terjadi setelah ikan dibongkar dari kapal lalu kemudian ditimbang oleh petugas. Ikan ini akan diangkut menggunakan troli ke dalam lantai TPI oleh buruh angkut. Setelah itu ikan tersebut akan melalui proses tawar menawar di pelelangan. Pedagang yang setuju dengan penawaran harga dari juru lelang akan menjadi pemenang lelang dari hasil tangkapan yang dipilihnya. Kemudian pemenang lelang akan membawa ikan tersebut untuk dijual kembali atau diolah di tempat pengolahan ikan yang dimilikinya. Selesai proses pelelangan tersebut pemenang lelang akan membayar retribusi yang telah ditentukan sebesar 2% kepada kasir. Berikut ini merupakan kegiatan distribusi setelah melakukan pelelangan di TPI PPI Muara Angke (Gambar 17).
62
Gambar 17 Kegiatan distribusi setelah melakukan pelelangan di TPI PPI Muara Angke. Sistem ketiga adalah setelah ikan dibongkar dari kapal dan telah melewati proses penimbangan oleh petugas. Ikan tersebut kemudian diangkut ke dalam TPI dan mengikuti proses pelelangan. Sistem ini hampir sama dengan sistem kedua tetapi pada sistem ini terjadi sistem “opouw”. Agen yang tidak setuju dengan penawaran harga dari pembeli karena nilainya terlalu rendah akan membeli ikan yang dijualnya tersebut, sehingga agen menjadi penjual dan sekaligus pembeli dalam kegiatan pelelangan tersebut. Sistem opouw ini akan membuat pedagang (pembeli) tidak mendapat harga ikan murni. Hal ini akan merugikan pedagang karena tidak dapat memperoleh harga yang sesuai dengan yang diinginkan, pedagang terpaksa membeli dengan harga yang cukup tinggi karena apabila menawar harga yang terlalu rendah, ikan akan dibeli kembali oleh agen yang menjual ikan tersebut. Skema sistem alur pra pelelangan sampai pasca pelelangan dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini:
39
Gambar 18 Skema alur pra pelelangan, pelelangan dan pasca pelelangan Dermaga Pendaratan (Ikan di dalam trays) Poses Penimbangan dan pendataan
Ikan dijual langsung ke pelanggan/market menggunakan sistem opouw Pemilik kapal membayar retribusi sebesar 5% ke TPI Sistem 1
Hasil tangkapan diangkut oleh buruh angkut ke lantai lelang kemudian di hasil tangkapan tersebut dilelang Pedagang membayar retribusi sebesar 2% dan pemilik kapal membayar 3% ke kasir Pedagang yang memenangkan lelang akan mengangkut hasil tangkapan
Sistem 2
Agen membeli hasil tangkapannya kembali setelah dijual di pelelangan
Agen membayar retribusi sebesar 5% ke TPI Sistem 3
63
64
6.1.4
Pengelola pelelangan ikan PPI Muara Angke Kegiatan pelelangan ikan yang terjadi di PPI Muara Angke dikelola
seluruhnya oleh koperasi Mina Jaya dan diawasi oleh seksi pelelangan ikan dari UPT PKPP dan PPI Muara Angke. Koperasi Mina Jaya mengelola TPI Muara Angke setelah era reformasi, sebelumnya pengelolaan TPI Muara Angke dilakukan oleh Dinas Perikanan DKI Jakarta. Pengelolaan TPI PPI Muara Angke ini didasarkan pada: 1) Perda No.3 tahun 1999 tentang Retribusi Daerah; 2) Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 71 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Primer Perikanan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan 3) SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No: 1351/2008 tanggal 17 Juni 2002 tentang Penunjukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta sebagai Penyelenggara Pelelangan Ikan di TPI Muara Angke. Koperasi Mina Jaya memiliki beberapa bagian divisi salah satunya adalah bagian otonom yang mengelola bagian tempat pelelangan ikan. Bagian tempat pelelangan ikan tersebut memiliki kepala pelelangan dan wakil kepala pelelangan yang mengatur kegiatan TPI di PPI Muara Angke. Kepala pelelangan ini memiliki pegawai atau petugas yang secara langsung bekerja untuk mengurusi kegiatan pelelangan.
Petugas-petugas
ini
telah
berpengalaman
dalam
melakukan
pekerjaannya. Petugas dari koperasi Mina Jaya tersebut terbagi menjadi juru bongkar, juru timbang, juru lelang, juru bakul, juru komputer, kasir dan statistik. Juru bongkar dan juru timbang melakukan tugasnya pada saat pra pelelangan, sedangkan juru lelang dan juru bakul melakukan tugasnya pada saat pelelangan terjadi. Juru lelang tersebut bertugas untuk memandu pelelangan dan membacakan harga ikan yang dilelang sedangkan juru bakul bertugas untuk mencatat transaksi yang dilakukan pada saat pelelangan ikan. Petugas koperasi Mina Jaya yang bertugas pada saat pasca pelelangan ikan salah satunya adalah petugas statistik. Statistik hasil tangkapan dibuat oleh petugas yang berada di kantor Koperasi Mina Jaya. Petugas tersebut tidak berada di tempat pelelangan ikan, melainkan hanya menunggu data dari petugas yang berada di TPI.
65
Selain bertugas untuk mengelola TPI, koperasi Mina Jaya juga mendapatkan pendapatan dari pungutan retribusi yang dibayarkan oleh nelayan dan pedagang. Berdasarkan SK Gubernur No: 2074/2000 tanggal 10 Agustus 2000, tentang Penetapan Presentase Pengenaan Retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan Dan Biaya Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya, Koperasi ini dapat memungut retribusi sebesar 5%. Pungutan tersebut berasal dari nelayan sebesar 3% dan bakul sebesar 2%, sedangkan bagian Koperasi Perikanan Mina Jaya sebesar 2% dari 5% retribusi yang diterima. Retribusi pelelangan yang diterima koperasi akan dikembalikan kepada nelayan sebagai dana sosial dalam berbagai bentuk seperti asuransi, dana paceklik dan tabungan. Dana sosial yang diberikan oleh pihak Koperasi Perikanan Mina Jaya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Adapun bagian retribusi yang lain yaitu, biaya pelaksanaan pelelangan serta biaya administrasi perkantoran Koperasi Mina Jaya. Tempat pelelangan ikan PPI Muara Angke tersebut diawasi pula oleh seksi pelelangan ikan. Seksi pelelangan ikan merupakan bagian kerja dari UPT PKPP dan PPI Muara Angke yang secara khusus membantu mengurus dan memantau proses pelelangan ikan di TPI Muara Angke. Sesuai dengan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 tahun 2001 tentang bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Sekretariat Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan pasal 40 Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 25 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, Pembentukan Susunan dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, tugas pokok seksi pelelangan ikan adalah (UPT PKPP dan PPI Muara Angke, 2008 vide Simarmata, 2010): 1) Melaksanakan pemantauan dan penyelenggaraan pelelangan ikan; 2) Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan tempat pelelangan ikan; 3) Melakukan pemeliharaan sanitasi tempat pelelangan ikan;
66
4) Melaksanakan pemantauan penanganan mutu hasil perikanan di lokasi pelelangan ikan; 5) Melaksanakan
peningkatan
kemampuan
tata
cara
penyelenggaraan
pelelangan ikan; 6) Melaksanakan pemantauan dan pencatatan pemasukan ikan dan hasil laut lainnya baik dari laut maupun dari luar daerah di pelabuhan dan Pangkalan Pendaratan Ikan; 7) Melaksanakan pemungutan retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan; dan 8) Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan operasional; Berdasarkan uraian tugas-tugas di atas, seksi pelelangan ikan UPT PKPP dan PPI Muara Angke memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap baik dan buruknya proses pelelangan di TPI Muara Angke. Jadi, seksi pelelangan ikan selain bekerja untuk mengawasi kegiatan pelelangan yang dikelola oleh Koperasi Mina Jaya juga bertugas untuk memelihara TPI, meningkatkan pelayanan serta kinerja TPI PPI Muara Angke.
6.2 Kinerja pengelolaan TPI PPI Muara Angke 6.2.1 Perhitungan tingkat kepuasan pengguna pelelangan Kepuasan pengguna pelelangan dapat diukur dengan menggunakan metode Importance and Performance Analysis. Metode ini merupakan penentuan tingkat kepuasan yang dilakukan berdasarkan atribut-atribut pelayanan yang diberikan. Penilaian kepentingan dan kepuasan pengguna pelelangan dilakukan dengan menggunakan diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan dari atribut-atribut kepuasan pengguna pelelangan. Masing-masing atribut akan menempati salah satu kuadran yang terdapat dalam diagram berdasarkan rata-rata skor kinerja (RSK) dan rata-rata skor kepentingan (RSP) yang dimilikinya. Pengukuran tingkat kepuasan pengguna pelelangan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu, kepuasan agen dan kepuasan pedagang. 1) Kepuasan agen Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa nilai RSK dan RSP menurut agen sebagai berikut:
67
Tabel 17 Penilaian kinerja dan kepentingan agen Dimensi
No
Atribut
RSK
RSP
Kesenjangan
(1)
(2) 1
(3)
(4)
(5)
(6)
Kebersihan fasilitas TPI
3,4
4
-0,6
Perbaikan fasilitas TPI Kemudahan dalam penggunaan fasilitas
3,4
4
-0,6
3,8
4
-0,2
4
Basket
3,4
4
-0,6
5
Alat timbangan
3,8
4
-0,2
6
Trolly/lori
3,8
4
-0,2
7
Speaker
4
4,4
-0,4
8
Lampu
2,8
4
-1,2
9
Gedung pelelangan
3,8
4
-0,2
10
Penyediaan air bersih
3,4
4,2
-0,8
11
Tempat cuci tangan dan toilet
2,8
3,6
-0,8
12
Kursi petugas lelang
1,8
1,8
0
13
Kantor
3,8
4
-0,2
14
Koperasi
4
4
0
15
Sortasi hasil tangkapan
3,8
4
-0,2
16
Ketepatan penimbangan
4
4
0
17
Ketepatan waktu pelaksanaan lelang
3,4
4
-0,6
18
Kemudahan dalam pembayaran
3,6
4
-0,4
19
Administrasi
3,8
4
-0,2
20
Pendataan
4
4
0
21
Kesesuaian harga ikan pengelolaan dana kesejahteraan nelayan
3,6
4
-0,4
3,4
4,2
-0,8
23
Retribusi
3,2
4,2
-1
24
Pelayanan TPI
3,8
4
-0,2
25
Ketanggapan TPI
3,4
4,2
-0,8
26
3,2
4
-0,8
3,8
4
-0,2
28
Penyampaian keluhan kepada TPI Ketepatan dan ketanggapan juru lelang Ketepatan dan ketanggapan juru timbang
3,6
4,2
-0,6
29
Pelayanan kasir/bendaharawan
3,8
4
-0,2
30
Sikap pegawai TPI
3,8
4
-0,2
31
Pelayanan koperasi
4
3,8
0,2
32
Cara pelayanan pihak koperasi
4
4
0
33
Sikap pegawai koperasi
3,8
4
-0,2
4,2
-0,8
2 3
Fasilitas
Aktivitas pelelangan
22
Pelayanan TPI
pelayanan Koperasi
27
34 Ketanggapan pihak koperasi 3,4 Sumber: Hasil wawancara dengan 5 orang agen TPI PPI Muara Angke
68
Hasil penilaian kinerja dan kepentingan terhadap agen pada Tabel 17 menempatkan masing-masing atribut ke dalam salah satu kuadran pada diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan agen terhadap kegiatan pelelangan di TPI PPI Muara Angke sebagaimana terlihat pada Gambar 19. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa garis yang membatasi kuadran adalah garis X=3,57 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis dan garis Y=3,96 yang merupakan nilai rata-rata kepuasan dari atribut yang dianalisis.
6
A
Keterangan kuadran: A: 1,2,4,8,10,17,22, 23, 25, 26 dan 34 B: 3,5,6,7,9,13,14,15, 16,18,19,20,21,24, 27,28,29,30,32 dan 33 C: 11 dan 12 D: 31
B
4
C
D
2 Fasilitas Aktivitas Pelelangan Pelayanan TPI 0 0
2
4
6
Pelayanan Koperasi
Gambar 19 Diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan agen terhadap fasilitas, aktivitas dan pelayanan tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke. Berdasarkan diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan agen terhadap fasilitas, aktivitas dan pealayan TPI PPI Muara Angke tersebut diketahui bahwa atribut terbagi menjadi kuadran A, B, C dan D. Pembagian atribut tiap kuadran tersebut dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 18 berikut:
69
Tabel 18 Pembagian atribut berdasarkan kuadran kepuasan agen Dimensi
No
Atribut
Keterangan
(1)
(2) 1
(3)
(4)
Kebersihan fasilitas TPI
A
2
Perbaikan fasilitas TPI
3
Kemudahan dalam penggunaan fasilitas
A B
4
Basket
A
5
Alat timbangan
B
6
Tolly/lori
B
7
Speaker
B
8
Lampu
A
9
Gedung pelelangan
B
10
Penyediaan air bersih
A
11
Tempat cuci tangan dan toilet
C
12
Kursi petugas lelang
C
13
Kantor
B
14
Koperasi
B
15
Sortasi hasil tangkapan
B
16
Ketepatan penimbangan
B
17
Ketepatan waktu pelaksanaan lelang
A
18
Kemudahan dalam pembayaran
B
19
Administrasi
B
20
Pendataan
B
21
Kesesuaian harga ikan
22
Pengelolaan dana kesejahteraan nelayan
B A
23
Retribusi
A
24
Pelayanan TPI
B
25
Ketanggapan TPI
A
26
Penyampaian keluhan kepada TPI
27
Ketepatan dan ketanggapan juru lelang
A B
28
Ketepatan dan ketanggapan juru timbang
B
29
Pelayanan kasir/bendaharawan
B
30
Sikap pegawai TPI
B
31
Pelayanan koperasi
D
32
Cara pelayanan pihak koperasi
B
33
Sikap pegawai koperasi
B
Fasilitas
Aktivitas pelelangan
Pelayanan TPI
Pelayanan Koperasi
34 Ketanggapan pihak koperasi Sumber: Hasil perhitungan matematis
A
70
Atribut-atribut yang terdapat pada kuadran A merupakan atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan agen, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakan sesuai keinginan pengguna pelelangan sehingga mengecewakan atau tidak memuaskan. Oleh sebab itu, pihak penyedia layanan harus meningkatkan pelayanan kinerjanya agar agen atau nelayan merasa puas. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini adalah atribut nomor 1, 2, 4, 8, 10, 17, 22, 23, 25, 26 dan 34 yaitu kebersihan fasilitas TPI, perbaikan fasilitas TPI, basket, lampu, penyediaan air bersih, ketepatan waktu pelaksanaan lelang, pengelolaan dana kesejahteraan nelayan, retribusi, ketanggapan TPI, penyampaian keluhan kepada TPI dan ketanggapan pihak koperasi. Atribut-atribut yang terdapat pada kuadran B merupakan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan oleh pengelola tempat pelelangan ikan (TPI), sehingga wajib untuk dipertahankan. Atribut-atribut ini dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. Atribut yang masuk dalam kuadran ini cukup banyak yaitu nomor 3, 5, 6, 7, 9, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 27, 28, 29, 30, 32 dan 33 Atribut ini adalah kemudahan dalam penggunaan fasilitas, alat timbangan, trolly/lori, speaker, gedung pelelangan, kantor, koperasi, sortasi hasil tangkapan, ketepatan penimbangan, kemudahan dalam pembayaran, administrasi, pendataan, kesesuaian harga ikan, pelayanan TPI, ketepatan dan ketanggapan juru lelang, ketepatan dan ketanggapan juru timbang, pelayanan kasir/bendaharawan, sikap pegawai TPI, cara pelayanan koperasi dan sikap pegawai koperasi. Kuadran C menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pengguna pelelangan dan pelaksanaannya oleh pihak penyedia jasa biasa-biasa saja. Kuadran C merupakan kuadran yang menurut penggunanya dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini adalah atribut nomor 11 dan 12 yaitu tempat cuci tangan dan toilet serta kursi petugas lelang. Kuadran D merupakan faktor yang dianggap oleh pengguna pelelangan kurang penting akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Atribut yang termasuk kedalam kuadran D yaitu pelayanan koperasi.
71
Setelah melakukan penentuan keempat kuadran tersebut, maka selanjutnya adalah penentuan analisis kesenjangan (gap). Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya kesenjangan antara kinerja dan kepentingan kepuasan agen atau nelayan. Nilai kesenjangan didapat dari hasil pengurangan antara rata-rata skor penilaian agen terhadap kinerja (RSK) dengan nilai rata-rata penilaian pedagang (RSP) dari tiap-tiap atribut. Semakin kecil nilai kesenjangan maka agen atau nelayan semakin merasa puas terhadap atribut tersebut, hal ini berarti kinerja dari TPI semakin mendekati nilai kepentingan yang diharapkan oleh agen atau nelayan sehingga tingkat kesesuaian semakin besar. Nilai kesenjangan dari berbagai atribut tersebut digolongkan atas 5 tingkatan yaitu tidak puas, kurang puas, cukup puas, puas dan sangat puas. Penentuan tingkat kepuasan ini dilakukan berdasarkan skala tertentu yang diperoleh melalui penentuan selang frekuensi/kelas bagi masing-masing atribut. Berdasarkan nilai kesenjangan pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa kepuasan agen yang memiliki nilai kesenjangan antara (-1,2 − -0,9) termasuk kepada penilaian tidak puas terhadap atribut yang terdapat di TPI. Atribut tersebut adalah lampu dan retribusi. Atribut-atribut yang dinilai kurang memuaskan oleh agen dan nelayan memiliki nilai kesenjangan yang berkisar antara (-0,8 − -0,5). Atribut yang termasuk didalamnya adalah kebersihan fasilitas TPI, perbaikan fasilitas TPI, basket, penyediaan air bersih, tempat cuci tangan dan toilet, ketepatan waktu pelaksanaan lelang, pengelolaan dana kesejahteraan nelayan, ketanggapan TPI, penyampaian keluhan kepada TPI, ketepatan dan ketanggapan juru timbang dan ketanggapan pihak koperasi. Atribut yang memiliki nilai kesenjangan berkisar antara (-0,4 − -0,1) termasuk kedalam penilaian cukup puas oleh nelayan atau agen terhadap TPI. Atribut tersebut adalah kemudahan dalam penggunan fasilitas, alat timbangan, troli/lori, speaker, gedung pelelangan, cold storage, kantor, sortasi hasil tangkapan, kemudahan dalam pembayaran, administrasi, kesesuaian harga ikan, pelayanan
TPI,
ketepatan
dan
ketanggapan
juru
lelang,
pelayanan
kasir/bendaharawan, sikap pegawai TPI dan sikap pegawai koperasi. Adapun atribut yang dinilai memuaskan oleh agen atau nelayan dan memiliki nilai
72
kesenjangan antara (0-0,3). Atribut yang termasuk didalamnya yaitu kursi petugas lelang, koperasi, ketepatan penimbangan, pendataan, pelayanan koperasi dan cara pelayanan pihak koperasi. Tabel 19 Tingkat kepuasan Agen Selang frekuensi Nilai Kesenjangan (gap)
Tingkat Kepuasan
Atribut
-1,2 − -0,9
Tidak puas
-0,8 − -0,5
Kurang puas
Kebersihan fasilitas TPI, perbaikan fasilitas TPI, basket, penyediaan air bersih, tempat cuci tangan dan toilet, ketepatan waktu pelaksanaan lelang, pengelolaan dana kesejahteraan nelayan, ketanggapan TPI, penyampaian keluhan kepada TPI, ketepatan dan ketanggapan juru timbang dan ketanggapan pihak koperasi.
-0,4 − -0,1
Cukup puas
0 −0,3
Puas
Kemudahan dalam penggunan fasilitas, alat timbangan, troli/lori, speaker, gedung pelelangan, cold storage, kantor, sortasi hasil tangkapan, kemudahan dalam pembayaran, administrasi, kesesuaian harga ikan, pelayanan TPI, ketepatan dan ketanggapan juru lelang, pelayanan kasir/bendaharawan, sikap pegawai TPI dan sikap pegawai koperasi. Kursi petugas lelang, koperasi, ketepatan penimbangan, pendataan, pelayanan koperasi dan cara pelayanan pihak koperasi.
0,4 – 0,7
Sangat Puas
Lampu dan retribusi
-
Sumber: Hasil pengolahan data
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa terdapat kesenjangan atau gap pada setiap atribut. Kesenjangan ini merupakan salah satu indikator tingkat kepuasan agen atau nelayan. Nilai kesenjangan (gap) yang didapat dari perhitungan selang frekuensi diketahui bahwa agen atau nelayan merasa cukup puas dengan pelayanan yang diberikan TPI baik dari fasilitas, aktivitas, pelayanan TPI serta pelayanan koperasi. Hal ini terlihat dari banyaknya kesenjangan (gap) yang masuk kedalam selang -0,4 − -0,1. Agen atau nelayan menilai bahwa semua atribut yang terdapat di TPI sangat penting dan kinerja TPI yang ada saat ini dinilai cukup memuaskan. Penilaian yang cukup memuaskan menurut agen tersebut memperlihatkan bahwa TPI harus meningkatkan kinerjanya sehingga pemilik kapal atau agen
73
merasa lebih puas dengan pelayanan yang diberikan. TPI PPI Muara Angke harus meningkatkan pelayanan dalam penyediaan fasilitas, meningkatkan aktivitas pelelangan, meningkatkan pelayanan baik dari TPI sendiri dan koperasi yang mengurusi semua kegiatan di tempat pelelangan ikan tersebut.
2) Kepuasan pedagang Kepuasan pengguna pelelangan dapat diukur dengan menggunakan metode Importance and Performance Analysis dimana berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata skor kinerja (RSK) dan rata-rata skor kepentingan (RSP) seperti pada Tabel 20 berikut: Tabel 20 Penilaian Kinerja dan kepentingan pedagang Dimensi
No
Atribut
RSK
RSP
Kesenjangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1
Kebersihan fasilitas TPI
3,6
4
-0,4
2
Perbaikan fasilitas TPI Kemudahan dalam penggunaan fasilitas
3,8
4
-0,2
3,4
4
-0,6
4
Basket
3,6
4
-0,4
5
Alat timbangan
3,8
4
-0,2
6
Trolly/lori
3.6
4
-0,4
7
Speaker
4
4
0
8
Lampu
2,8
3,2
-0,4
9
Gedung pelelangan
3,6
4
-0,4
10
Penyediaan air bersih
3,4
4
-0,6
11
Tempat cuci tangan dan toilet
2,6
3,6
-1
12
Kursi petugas lelang
2,8
1,8
1
13
Kantor
4
4
0
14
Koperasi
4
4
0
3
Fasilitas
74
Tabel 20 Lanjutan Dimensi
No
Atribut
RSK
RSP
Kesenjangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
3
Sortasi hasil tangkapan
3,6
4
-0,4
4
Ketepatan penimbangan
3,8
4
-0,2
5
Ketepatan waktu pelaksanaan lelang
3,4
4
-0,6
6
Kemudahan dalam pembayaran
3,4
4
-0,6
7
Administrasi
3,8
4
-0,2
8
Pendataan
3,8
4
-0,2
9
Kesesuaian harga ikan
3,4
4,2
-0,8
10
Pengelolaan dana kesejahteraan nelayan
3,8
4,2
-0,4
11
Retribusi
3,8
4
-0,2
12
Pelayanan TPI
4
4,2
-0,2
13
Ketanggapan TPI
3,6
4
-0,4
14
Penyampaian keluhan kepada TPI
3,4
4
-0,6
15
Ketepatan dan ketanggapan juru lelang
3,8
4,2
-0,4
16
Ketepatan dan ketanggapan juru timbang
3,6
4
-0,4
17
Pelayanan kasir/bendaharawan
4
4
0
18
Sikap pegawai TPI
4
3,8
0,2
19
Pelayanan Koperasi
4
4
0
20
Cara pelayanan Koperasi
4
4
0
21
Sikap pegawai Koperasi
4
4,2
-0,2
4,2
-0,6
Aktivitas pelelangan
Pelayanan TPI
Pelayanan koperasi
22 Ketanggapan pihak Koperasi 3,6 Sumber: Hasil Wawancara dengan Pedagang TPI PPI Muara Angke
Hasil penilaian kinerja dan kepentingan terhadap agen pada Tabel 20 menempatkan masing-masing atribut kedalam salah satu kuadran pada diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan agen terhadap kegiatan pelelangan di TPI PPI Muara Angke sebagaimana terlihat pada Gambar 20. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa garis yang membatasi kuadran adalah garis X=3,64 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis dan garis Y=3,93 yang merupakan nilai rata-rata kepuasan dari atribut yang dianalisis.
75
6
A
Keterangan kuadran: A: 1,3,4,6,9,10,15, 17,18,21,25,26, 28 dan 34 B: 2,5,7,13,14,16, 19,20,22,23,24, 27,29,31,32 dan 33 C: 8,11 dan 12 D: 30
B
4
2
C
Fasilitas
D
Aktivitas pelelangan Pelayanan TPI Pelayanan Koperasi
0 0
2
4
6
Gambar 20 Diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan pedagang terhadap fasilitas, aktivitas dan pelayanan tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke. Berdasarkan diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan pedagang terhadap fasilitas, aktivitas dan pealayan TPI PPI Muara Angke tersebut diketahui bahwa atribut terbagi menjadi kuadran A, B, C dan D. Pembagian atribut riap kuadran tersebut dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 21 berikut: Tabel 21 Pembagian atribut berdasarkan kuadran kepuasan pedagang Dimensi
No
Atribut
Keterangan
(1)
(2) 1
(3)
(4)
Kebersihan fasilitas TPI
A
2
Perbaikan fasilitas TPI
3
Kemudahan dalam penggunaan fasilitas
B A
4
Basket
A
5
alat timbangan
B
6
trolly/lori
A
7
Speaker
B
8
Lampu
C
9
gedung pelelangan
A
10
penyediaan air bersih
A
11
tempat cuci tangan dan toilet
C
Fasilitas
76
Tabel 21 Lanjutan Dimensi
No
(1)
(2) 12 13 14 15
Fasilitas
Aktivitas pelelangan
Pelayanan TPI
pelayanan Koperasi
Atribut
Keterangan
(3) kursi petugas lelang
(4) C
Kantor Koperasi
B B
Sortasi hasil tangkapan
A
16
ketepatan penimbangan
B
17
ketepatan waktu pelaksanaan lelang
A
18
kemudahan dalam pembayaran
A
19
Administrasi
B
20
Pendataan
B
21
kesesuaian harga ikan
22
pengelolaan dana kesejahteraan nelayan
A B
23
Retribusi
B
24
Pelayanan TPI
B
25
Ketanggapan TPI
A
26
Penyampaian keluhan kepada TPI
27
Ketepatan dan ketanggapan juru lelang
A B
28
Ketepatan dan ketanggapan juru timbang
A
29
Pelayanan kasir/bendaharawan
B
30
Sikap pegawai TPI
D
31
Pelayanan koperasi
B
32
Cara pelayanan pihak koperasi
B
33
Sikap pegawai koperasi
B
34 Ketanggapan pihak koperasi Sumber: Hasil perhitungan matematis
A
Kuadran A merupakan atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan agen, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakan sesuai keinginan pengguna pelelangan sehingga mengecewakan atau tidak memuaskan. Oleh sebab itu, pihak penyedia layanan harus meningkatkan pelayanan kinerjanya agar agen atau nelayan merasa puas. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini adalah atribut nomor 1, 3, 4, 6, 9, 10, 15, 17, 18, 21, 25, 26, 28 dan 34 yaitu kebersihan fasilitas TPI, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, basket, troli/lori, gedung pelelangan, penyediaan air bersih, sortasi hasil tangkapan, ketepatan waktu pelaksanaan lelang, kemudahan dalam pembayaran, kesesuaian harga ikan, ketanggapan TPI, penyampaian keluhan kepada TPI, ketepatan/ketanggapan juru timbang dan ketanggapan pihak koperasi.
77
Atribut-atribut yang terdapat pada kuadran B merupakan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan oleh pengelola tempat pelelangan ikan (TPI), sehingga wajib untuk dipertahankan. Atribut-atribut ini dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. Atribut yang masuk dalam kuadran ini yaitu nomor 2, 5, 7, 13, 14, 16, 19, 20, 22, 23, 24, 27, 29, 31, 32 dan 33. Atribut ini adalah perbaikan fasilitas TPI, alat timbangan, speaker, kantor, koperasi, ketepatan penimbangan, administrasi, pendataan, pengelolaan dana kesejahteraan nelayan, retribusi, pelayanan TPI, ketepatan dan ketanggapan juru lelang, pelayanan kasir/bendaharawan, pelayanan koperasi, cara pelayanan koperasi dan sikap pegawai koperasi. Kuadran C menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pengguna pelelangan dan pelaksanaannya oleh pihak penyedia jasa biasa-biasa saja. Kuadran C merupakan kuadran yang menurut penggunanya dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini adalah atribut nomor 8, 11 dan 12 yaitu lampu, tempat cuci tangan dan toilet serta kursi petugas lelang. Kuadran D merupakan faktor yang dianggap oleh pengguna pelelangan kurang penting akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Atribut yang termasuk kedalam kuadran ini adalah nomor 30. Atribut tersebut yaitu sikap pegawai TPI. Nilai kesenjangan dari berbagai atribut tersebut digolongkan atas 5 tingkatan yaitu tidak puas, kurang puas, cukup puas, puas dan sangat puas. Berdasarkan nilai kesenjangan pada Tabel 20 dapat diketahui bahwa kepuasan pedagang yang memiliki nilai kesenjangan antara (-1 − -0,6) termasuk kepada penilaian tidak puas terhadap atribut yang terdapat di TPI. Atribut tersebut adalah kemudahan dalam penggunaan fasilitas, penyediaan air bersih, tempat cuci tangan dan toilet, ketepatan waktu pelaksanaan lelang, kemudahan dalam pembayaran, kesesuaian harga ikan, penyampaian keluhan kepada TPI dan ketanggapan pihak koperasi. Atribut-atribut yang dinilai kurang memuaskan oleh agen dan nelayan memiliki nilai kesenjangan yang berkisar antara (-0,5 − -0,1). Atribut yang termasuk didalamnya adalah kebersihan fasilitas TPI, perbaikan fasilitas TPI, basket, alat timbangan, troli/lori, lampu, gedung pelelangan, sortasi hasil
78
tangkapan, ketepatan penimbangan, administrasi, pendataan, pengelolaan dana kesejahteraan nelayan, retribusi, pelayanan TPI, ketanggapan TPI, ketepatan dan ketanggapan juru lelang, ketepatan dan ketanggapan juru timbang serta sikap pegawai koperasi. Atribut yang memiliki nilai kesenjangan berkisar antara (0–0,4) termasuk kedalam penilaian cukup puas oleh nelayan atau agen terhadap TPI. Atribut tersebut adalah speaker, kantor, koperasi, pelayanan kasir/bendaharawan, sikap pegawai TPI, pelayanan koperasi dan cara pelayanan koperasi. Adapun atribut yang dinilai sangat memuaskan oleh agen atau nelayan dan memiliki nilai kesenjangan antara (1-1,4). Atribut yang termasuk didalamnya yaitu kursi petugas lelang. Tabel 22 Tingkat kepuasan pedagang Selang frekuensi Nilai Kesenjangan
Tingkat Kepuasan
Atribut
-1 − -0,6
Tidak puas
-0,5 − -0,1
Kurang puas
Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, penyediaan air bersih, tempat cuci tangan dan toilet, ketepatan waktu pelaksanaan lelang, kemudahan dalam pembayaran, kesesuaian harga ikan, penyampaian keluhan kepada TPI dan ketanggapan pihak koperasi. Kebersihan fasilitas TPI, perbaikan fasilitas TPI, basket, alat timbangan, troli/lori, lampu, gedung pelelangan, sortasi hasil tangkapan, ketepatan penimbangan, administrasi, pendataan, pengelolaan dana kesejahteraan nelayan, retribusi, pelayanan TPI, ketanggapan TPI, ketepatan dan ketanggapan juru lelang, ketepatan dan ketanggapan juru timbang serta sikap pegawai koperasi.
0 − 0,4
Cukup puas
0,5 − 0,9
Puas
1 – 1,4
Sangat Puas
(gap)
Speaker, kantor, koperasi, pelayanan kasir/bendaharawan, sikap pegawai TPI, pelayanan koperasi dan cara pelayanan koperasi. Kursi petugas lelang
Sumber: Hasil pengolahan data
Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa terdapat kesenjangan atau gap pada setiap atribut. Kesenjangan ini merupakan salah satu indikator tingkat kepuasan pedagang. Nilai kesenjangan (gap) yang didapat dari perhitungan selang frekuensi
79
diketahui bahwa pedagang merasa kurang puas dengan pelayanan yang diberikan TPI baik dari fasilitas, aktivitas, pelayanan TPI serta pelayanan koperasi. Hal ini terlihat dari banyaknya kesenjangan (gap) yang masuk kedalam selang -0,5 − -0,1. Pedagang menilai bahwa semua atribut yang terdapat di TPI sangat penting dan kinerja TPI yang ada saat ini dinilai kurang memuaskan. Penilaian
yang
kurang
memuaskan
menurut
pedagang
tersebut
memperlihatkan bahwa TPI harus meningkatkan kinerjanya sehingga pedagang merasa lebih puas dengan pelayanan yang diberikan. TPI PPI Muara Angke harus meningkatkan pengelolaan pelayanan jasa yang berkualitas, pengadaan fasilitas yang rutin dan peningkataan aktivitas pelelangan.
6.2.2
Tujuan pembangunan tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke Tempat pelelangan ikan (TPI) Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke
mempunyai tujuan dalam pembangunannya yaitu, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, mendapatkan kepastian pasar dan harga ikan yang layak bagi
nelayan
maupun
konsumen,
meningkatkan
pendapatan
daerah,
memberdayakan koperasi nelayan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan nelayan. Berdasarkan tujuan tersebut maka pihak tempat pelelangan ikan berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pengguna jasa pelelangan khususnya pedagang dan nelayan/agen. Pelayanan ini dimaksudkan agar semua tujuan TPI terlaksana dan pihak-pihak yang terdapat di dalam kegiatan pelelangan ini, dari hulu hingga hilir mendapatkan manfaat dan keuntungan.
6.2.3
Indikator kinerja Tempat Pelelangan Ikan Pengukuran kinerja TPI PPI Muara Angke tahun 2010 menggunakan
beberapa indikator kinerja yaitu input dan output. Indikator tersebut akan menentukan nilai kinerja berdasarkan ekonomi dan efisiensi tempat pelelangan ikan. Menurut Hasil Diskusi bersama Kelompok Hibah Pasca (2007) vide Widayati (2008), indikator kinerja input dari tempat pelelangan ikan adalah Sumberdaya Manusia (SDM), fasilitas TPI, luas lantai lelang dan volume
80
produksi sedangkan indikator kinerja output yaitu pendapatan nelayan, pemasukan daerah dan kepuasan pengguna pelelangan.
6.2.4
Indikator kinerja input
1) Sumberdaya Manusia (SDM) Sumberdaya manusia merupakan salah satu indikator kinerja input karena manusia mengelola suatu tempat agar dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan peranannya. Sumberdaya manusia yang mengelola tempat pelelangan ikan PPI Muara Angke berjumlah 19 orang. Jumlah ini merupakan gabungan antara pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai koperasi. Pegawai negeri sipil berjumlah 5 orang sedangkan pegawai koperasi berjumlah 14 orang. Menurut hasil wawancara di lapangan dengan pihak TPI dan koperasi, pegawai yang ditempatkan untuk mengelola TPI ini sudah ideal sehingga tidak terdapat penambahan jumlah pegawai pada tahun 2010 dan 2011. Jumlah pegawai yang terdapat di TPI dirasa telah bekerja dengan optimal untuk mengelola pelelangan dengan baik. Pihak koperasi mengatakan bahwa pembagian tugas untuk masing-masing bagian sudah cukup rata dengan juru lelang berjumlah 2 orang, juru timbang berjumlah 11 orang dan kasir berjumlah 1 orang. Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 1984 yang dijadikan standar indikator (target) untuk jumlah personil TPI dan koperasi secara kuantitatif diketahui personil TPI dan petugas koperasi untuk tempat pelelangan ikan yang memiliki nilai produksi sebesar 40-50 milyar yaitu 12 orang untuk personil TPI dan 5 orang untuk petugas koperasi. Standar indikator tersebut dipakai karena Pemerintah Daerah propinsi Jakarta Utara tidak memiliki nilai kuantitatif untuk dijadikan target dalam penghitungan kinerja pengelolaan aktivitas TPI Muara Angke. 2) Fasilitas TPI Fasilitas TPI merupakan alat maupun fasilitas penunjang untuk berlangsungnya kegiatan operasional pelelangan dari suatu tempat pelelangan ikan (TPI). Fasilitas tempat pelelangan ikan yang menjadi indikator kinerja input, yaitu:
81
(1) Timbangan Timbangan berfungsi untuk menimbang ikan hasil tangkapan setelah didaratkan di dermaga PPI Muara Angke. Timbangan ini digunakan untuk mengetahui berat hasil tangkapan. Timbangan yang terdapat di TPI PPI Muara angke ini terdiri dari 4 jenis, yaitu: timbangan duduk 300 kg sebanyak 5 unit, timbangan duduk 500 kg sebanyak 2 unit, timbangan digital sebanyak 1 unit dan timbangan gantung sebanyak 25 unit. Menurut pengamatan di lapangan, timbangan yang sering dipakai saat ini adalah timbangan gantung. Pihak TPI mengatakan, timbangan duduk dan digital hanya dipakai untuk hasil tangkapan yang tidak memakai trays. Kedua timbangan tersebut masih berfungsi dengan baik walaupun sudah berkarat. Pengukuran kinerja TPI PPI Muara Angke saat ini hanya menggunakan timbangan gantung, karena timbangan ini yang dipakai dan disukai oleh nelayan. Timbangan gantung di tempat pelelangan ikan (TPI) saat ini berjumlah 25 unit. Timbangan tersebut masih berfungsi dengan baik dan dapat digunakan. Berdasarkan jumlah kuantitatif rata-rata timbangan dari TPI kelas II di Jawa tengah yang nilai efisiensinya 100% yaitu TPI Klidang Lor, Tanjungsari, dan Karanganyar (Sulistyani, 2005 dan Widayati,
2008)
didapatkan
standar
indikator
(target)
yang
dijadikan
penghitungan kinerja yaitu sebanyak 3 unit timbangan. Berikut ini merupakan tipe-tipe timbangan yang terdapat di TPI PPI Muara Angke (Gambar 21).
(b) (a) Gambar 21 Alat penimbangan dengan jenis (a) timbangan geser dan duduk, (b)timbangan gantung di TPI PPI Muara Angke. (2) Gerobak (troli) Gerobak (troli) digunakan untuk mengangkut ikan baik ikan yang akan masuk ke TPI maupun ikan yang akan diangkut untuk didistribusikan ke tempat
82
tujuan lain setelah selesai pelelangan. Jumlah troli yang terdapat di TPI Muara Angke saat ini sebanyak 50 unit. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus matematis pada Lampiran 1 didapatkan hasil bahwa jumlah troli yang dibutuhkan pada tahun 2010 sebanyak 96 unit. Hal ini terlihat bahwa TPI PPI Muara Angke belum dapat memenuhi jumlah troli, sehingga agar pelaksanaannya lebih efisien, jumlah troli harus ditambah sebesar 47,92%. Berikut ini merupakan alat pengangkut yang terdapat di TPI PPI Muara Angke (Gambar 22).
Gambar 22 Troli di TPI PPI Muara Angke. (3) Keranjang (Trays) Keranjang (trays) digunakan untuk meletakkan hasil tangkapan agar tidak berceceran di lantai lelang setelah ikan dibongkar dari kapal. Menurut pengamatan di lapangan, keranjang (trays) kondisinya tidak cukup baik, karena keranjang tersebut kotor dan masih terdapat ceceran lendir ikan maupun potongan tubuh ikan. Jumlah keranjang (trays) saat ini yang dipakai yaitu 1200 unit. Berdasarkan hasil perhitungan matematis didapatkan bahwa kebutuhan trays pada tahun 2010 yaitu sebanyak 579. Perhitungan matematis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara rinci trays dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23 Keranjang (trays) di TPI PPI Muara Angke.
83
3) Luas lantai lelang Lantai lelang merupakan salah satu fasilitas penting yang harus ada pada suatu tempat pelelangan ikan. Luas lantai lelang berhubungan erat dengan volume produksi hasil tangkapan yang dapat ditampung oleh tempat pelelangan ikan. Menurut UPT PKPP TPI dan PPI Muara Angke (2011), luas lantai lelang sebesar 540 m2 sedangkan menurut perhitungan matematis didapat bahwa pada tahun 2010 luas lantai lelang yang dibutuhkan adalah sejumlah 535 m2. Perhitungan matematis untuk mengetahui kebutuhan luas lantai lelang tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 2. 4) Volume produksi Volume produksi merupakan bagian penting yang harus diketahui dalam suatu kegiatan pelelangan karena volume produksi merupakan bahan baku yang akan diperjualbelikan di tempat pelelangan ikan. Menurut TPI PPI Muara Angke (2011), volume produksi pada tahun 2010 yaitu 10.432 ton sedangkan nilai ratarata volume produksi 9 tahun sebelumnya yaitu antara tahun 2001-2009 didapatkan jumlah volume produksi sebesar 8.824 ton. Perhitungan rata-rata volume produksi dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.2.5 Indikator kinerja output Output merupakan hasil dari suatu input setelah mengalami sebuah proses. Indikator kinerja output tempat pelelangan ikan terbagi menjadi 3, yaitu: 1) Pendapatan nelayan Nelayan merupakan salah satu sentral dari kegiatan perikanan, karena nelayan adalah sumberdaya manusia yang dapat memasok ikan bagi kebutuhan masyarakat. Hal ini yang menjadikan nelayan merupakan salah satu objek yang harus memperoleh keuntungan dari suatu kegiatan perikanan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa yang ikut dalam kegiatan pelelangan bukan nelayan tetapi agen yang diutus oleh pemilik kapal untuk melakukan kegiatan pelelangan. Kegiatan pelelangan ini merupakan salah satu proses yang bertujuan agar pendapatan nelayan meningkat dibandingkan bila nelayan menjual hasil tangkapannya secara langsung kepada pembeli, karena diharapkan dengan adanya
84
pelelangan ini nelayan dapat mengkatrol harga hasil tangkapan tersebut sehingga nelayan tidak rugi. Pendapatan nelayan dihitung dari biaya lelang dikurangi dengan hasil dari biaya lelang dikali besarnya retribusi yang harus dibayarkan nelayan kepada koperasi sebesar 3%. Menurut hasil perhitungan didapatkan bahwa pendapatan nelayan pada tahun 2010 sebesar Rp 42.506.789.452 sedangkan rata-rata pendapatan nelayan dari tahun 2001-2009 sebesar Rp. 31.875.774.807. 2) Pendapatan Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan salah satu lembaga pemerintah yang mendapatkan hasil retribusi dari proses pelelangan yang terjadi di tempat pelelangan ikan (TPI). Hasil retribusi yang masuk ke Pemerintah Daerah akan menjadi pemasukan bagi kas daerah yang akan digunakan kembali untuk kesejahteraan masyarakat pada daerah tersebut. Pendapatan yang diperoleh Pemerintah Daerah adalah sebesar 60% dari hasil retribusi. Retribusi ini diperoleh dari pelaku pelelangan yaitu nelayan sebesar 3% dan pembeli sebesar 2%. Menurut perhitungan matematis diperoleh hasil pendapatan yang diterima Pemerintah Daerah pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 1.314.642.973 sedangkan rata-rata pendapatan Pemerintah Daerah pada tahun 2001-2009 sebesar Rp. 985.848.705,4. Perhitungan rata-rata pemasukan daerah dapat dilihat pada Lampiran 4. 3) Kepuasan pengguna pelelangan Kepuasan dikategorikan sebagai tujuan tingkat tinggi dalam suatu sistem pengukuran kinerja. Oleh sebab itu, pembuatan indikator kinerja harus memasukkan indikator kepuasan pengguna pelelangan. Menurut jenisnya, kepuasan pengguna pelelangan terbagi menjadi dua yaitu kepuasan agen/nelayan dan kepuasan pembeli/pedagang sedangkan menurut atribut pengukuran kepuasan yang dilakukan di TPI PPI Muara Angke terbagi menjadi 4 yaitu fasilitas TPI, aktifitas pelelangan, pelayanan TPI dan pelayanan koperasi. 6.2.6 Pengukuran kinerja pengelolaan tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke Pengukuran kinerja pengelolaan tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke yang dipakai adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan konsep
85
value for money. Menurut Mahmudi (2010), pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program dan organisasi. Namun, pengukuran efektivitas sangat sulit ditentukan karena untuk mengukur efektivitas harus diketahui terlebih dahulu outcome. Menurut Mahmudi (2010), pengukuran outcome tidak dapat dilakukan sebelum hasil yang diharapkan dari suatu program atau aktivitas ditetapkan, karena pengukuran outcome berupa pembandingan hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur outcome dengan baik biasanya membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga dalam pengukuran kinerja pengelolaan aktivitas TPI PPI Muara Angke tidak memperhitungkan outcome. Sebelum menentukan ekonomi dan efisiensi maka harus terlebih dahulu dilakukan perhitungan dari masing-masing indikator kinerja. Berikut merupakan hasil perhitungan kinerja pada Tabel 23 indikator kinerja tempat pelelangan ikan PPI Muara Angke.
39
Tabel 23 Kertas kerja kinerja tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke Indikator Kinerja
Satuan
Target Kinerja (rencana)
Capaian kinerja (realisasi)
Bobot
Nilai Kinerja (%)
Nilai akhir
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
Input SDM
Orang
17
19
0,31
112
35
Fasilitas TPI
Unit trays
579
1200
0.18
207
37
Unit Troli
96
50
0,1
52
5
Unit timbangan
3
25
0,1
833
83
Lantai lelang
M²
535
540
0,07
101
7
Volume Produksi
Ton
8.824
10.432
0,24
118
28
Tidak ekonomis
Rerata: 33 Output Pendapatan nelayan
Rp
31.875.774.807
42.506.789.452
0,64
133
85
Pemasukan Daerah Kepuasan pengguna pelelangan
Rp
985.848.705
13.146.429
0,11
133
15
Jumlah kepuasan
Cukup efisien
0,25
*kepuasan agen
680
420
62
15
*kepuasan pedagang
680
468
69
17
Jumlah: 2
Rerata: 33
86
87
Indikator kinerja tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematis yaitu perbandingan antara capaian (realisasi) dengan target kinerja (rencana). Rencana merupakan standar yang seharusnya dimiliki oleh sebuah lembaga atau pada awal pembangunan lembaga tersebut sudah memilikinya, sedangkan realisasi merupakan hasil yang telah tercapai oleh lembaga tersebut pada saat ini baik dari segi input dan output. Berdasarkan hasil perhitungan kinerja pada Tabel 22 diketahui sebagai berikut: 1) Input Rataan input sebesar 33% menunjukkan bahwa kinerja yang dimiliki TPI dari segi input pada tahun 2010 belum optimal. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa indikator kinerja yang melebihi target dan terdapat juga beberapa indikator kinerja yang kurang dari target (standar indikator). Nilai kinerja yang lebih dari 100% mengindikasikan bahwa fasilitas TPI serta SDM yang ada saat ini melebihi dari standar indikator yang telah ditetapkan. Sumberdaya manusia yang melebihi target tersebut akan membuat pemborosan dalam hal pengeluaran gaji karyawan serta menyebabkan banyak karyawan yang tidak efektif dalam melakukan tugasnya. Jumlah pekerjaan yang seharusnya dikerjakan tidak sesuai dengan jumlah karyawan yang ada, sedangkan fasilitas TPI yang melebihi target akan membuat banyak fasilitas yang tidak digunakan dan akhirnya cepat rusak. Fasilitas TPI yang memiliki jumlah nilai yang melebihi target yaitu trays dengan nilai kinerja sebesar 207% dan timbangan gantung yang memiliki nilai kinerja sebesar 833%. Nilai kinerja dibawah 100% mengindikasikan bahwa input yang ada saat ini lebih kecil dari standar indikator yang telah ditetapkan. Beberapa diantaranya yang memiliki nilai kinerja dibawah dari target yaitu troli. Troli memiliki nilai kinerja sebesar 52%. Hal ini menyebabkan TPI kekurangan troli jika produksi hasil tangkapan yang dibongkar di dermaga dalam jumlah banyak, sehingga penangannya akan lebih lambat dan hasil tangkapannya akan menurun kualitasnya. Input berupa lantai lelang dan volume produksi memiliki nilai kinerja diatas 100%. Hal ini dikarenakan capaian pada tahun 2010 melebihi target yang ada. Lantai lelang yang memiliki luas melebihi target, menunjukkan
88
bahwa kapasitas lantai lelang TPI PPI Muara Angke masih dapat menampung jumlah produksi ikan yang ada, sehingga jumlah volume produksi pada tahun 2010 ini masih dapat ditampung di lantai lelang tersebut. Volume produksi yang melebihi target menunjukkan bahwa volume produksi pada tahun 2010 memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan target. Jumlahnya meningkat secara signifikan hampir di setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa volume produksi atau bahan baku yang terdapat di PPI Muara Angke masih tinggi jumlahnya untuk dilelang serta dapat meningkatkan proses jual beli di TPI. Peningkatan proses jual beli ini akan menguntungkan banyak pihak terutama nelayan dan pedagang yang secara langsung mengikuti proses pelelangan. 2) Output Nilai rataan indikator kinerja output sebesar 33%. Nilai ini menunjukkan bahwa beberapa indikator output seperti pendapatan nelayan dan pendapatan Pemerintah Daerah lebih tinggi dibandingkan target. Pendapatan nelayan dan pendapatan Pemerintah Daerah mengalami peningkatan pada tahun 2010 dibandingkan dengan sembilan tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dari proses pelelangan cukup optimal. Nilai kinerja untuk pendapatan nelayan dan pemasukan daerah yaitu sebesar 133%. Nilai kinerja ini di atas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pelelangan yang terjadi memberikan peningkatan pendapatan nelayan dan Pemerintah Daerah setiap tahunnya. Indikator kinerja output yang lain adalah kepuasan pengguna pelelangan. Kepuasan pengguna pelelangan memiliki nilai kinerja yang kecil yaitu berkisar di bawah 100%. Kepuasan agen memiliki nilai kinerja sebesar 62% dan kepuasan pedagang memiliki nilai kinerja sebesar 69%. Nilai kinerja yang di bawah 100% ini disebabkan karena banyak nelayan dan pedagang yang kurang puas akan kinerja tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke. Nelayan dan pedagang menganggap bahwa hampir semua fasilitas, kegiatan pelelangan, pelayanan koperasi dan TPI sangat penting. Namun kenyatannya pelayanan dan juga fasilitas yang ada di tempat pelelangan ikan (TPI) tidak mendukung kegiatan pelelangan. Walaupun demikian, nelayan dan pedagang
89
masih merasa ketidakpuasan ini dapat diatasi dengan masih lancarnya proses pelelangan sehingga nelayan dan pedagang masih memperoleh pendapatan setelah melakukan kegiatan pelelangan ikan di TPI PPI Muara Angke. Setelah melakukan pengukuran terhadap rataan masing-masing indikator kinerja yaitu input dan output kemudian tahap berikutnya dapat dilakukan pengukuran kinerja dari segi ekonomi dan efisiensi. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan rumus matematis yang telah ada. Sebagaimana dijelaskan pada metodologi bahwa ekonomi merupakan perbandingan antara capaian (realisasi) dengan target kinerja (rencana). Efisiensi adalah perbandingan antara output dengan input. Setelah melalui tahap perhitungan, hasil yang didapat menunjukkan bahwa: 1) Ekonomis Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kinerja tempat pelelangan ikan (TPI) tidak ekonomis. Hal ini terlihat pada nilai kinerjanya sebesar 33%. Nilai ini di bawah 65%. Nilai kinerja tersebut mengindikasikan bahwa capaian atau realisasi dari suatu input TPI tidak ekonomis dibandingkan rencana awalnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kinerja TPI pada tahun 2010 terjadi pemborosan terutama dalam hal pengadaan fasilitas yang ada di TPI. Beberapa fasilitas yang terdapat di TPI banyak yang berada di atas target (standar indikator) sehingga pengelola pelabuhan dalam menyediakan fasilitas memerlukan biaya yang besar. Secara keseluruhan kinerja pengelolaan aktivitas TPI PPI Muara Angke tidak ekonomis, namun tidak semuanya dari sub parameter input bernilai tidak ekonomis. Hal ini terlihat dari beberapa input yang berada di bawah target. Input yang berada di bawah target tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi pemborosan biaya yang dikeluarkan untuk operasional tempat pelelangan ikan seperti troli. Troli memiliki nilai capaian di bawah target. Hal ini menunjukkan pengelola TPI tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk pengadaan troli di tempat pelelangan ikan tersebut. Pihak pengelola mengatakan bahwa jumlah troli yang ada saat ini sudah mencukupi kebutuhan pengangkutan ikan. Selain itu, terdapat pula tambahan troli yang disewakan oleh pihak swasta.
90
Ketidakekonomisan input terdapat hampir di semua indikator kinerja input. Beberapa diantaranya adalah pengadaan fasilitas yang melebihi target. Pengadaan trays yang lebih tinggi dibandingkan target yang ada membuat pemborosan terjadi terutama dalam hal pengeluaran biaya, karena belum tentu trays tersebut dipakai semua ketika pelelangan dilakukan. Selain itu pemborosan juga terdapat pada sumberdaya manusia yang bekerja dan mengelola
TPI.
Sumberdaya
manusia
yang
terlalu
banyak
akan
mengakibatkan banyak pekerja yang menganggur dan tidak mengerjakan tugasnya sesuai dengan yang telah ditentukan. Pemborosan biaya tersebut lebih ditekankan pada penyediaan fasilitas serta sumberdaya. Hal ini dikarenakan dua aspek tersebut berhubungan secara langsung dengan kebutuhan pengeluaran biaya yang konstan setiap tahun. 2) Efisiensi Pengukuran yang kedua adalah terhadap efisiensi dari suatu tempat pelelangan ikan (TPI). Menurut Dyah (2005), efisiensi adalah kemampuan untuk mencapai hasil yang diharapkan (output) dengan mengorbankan tenaga atau biaya (input) yang minimum atau dengan kata lain, suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan kegiatan telah mencapai sasaran (output) dengan pengorbanan (input) yang terendah. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kinerja TPI PPI Muara Angke cukup efisien. Hal ini terlihat dari nilai kinerjanya sebesar 100%. Angka ini menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan aktivitas TPI secara keseluruhan dilihat dari output yang dihasilkan dan input yang ada di TPI tersebut kinerjanya cukup optimal. Hal ini dikarenakan pendapatan nelayan dan pemasukan daerah melebihi target yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Selain itu pendapatan nelayan dan pemasukan daerah terlihat mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa hasil keluaran dari proses pelelangan cukup optimal untuk para nelayan dan pemerintah daerah, karena nelayan dan Pemerintah Daerah memiliki pendapatan yang cukup besar dan meningkat hampir di setiap tahunnya. Peningkatan pendapatan nelayan dan pemasukan daerah ini disebabkan karena jumlah volume produksi yang meningkat hampir di setiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan karena jumlah kapal yang
91
mendarat dan membongkar hasil tangkapan di TPI PPI Muara Angke juga meningkat. Menurut pengelola TPI, hal ini disebabkan karena pihak pengelola TPI PPI Muara Angke selalu meningkatkan kualitas pelayanannya, sehingga banyak kapal yang tertarik untuk membongkar hasil tangkapannya disini. Output yang ada memiliki nilai rata-rata yang sama dengan nilai rata-rata input. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan sebanding dengan input yang ada. Kepuasan pengguna pelelangan memiliki nilai kinerja di bawah 100%. Hal ini menunjukan ketidakefisienan dari hasil keluaran proses pelelangan. Hal tersebut dikarenakan masih terdapat banyak pengguna pelelangan yang merasa tidak puas dengan fasilitas, aktivitas dan pelayanan yang diberikan pihak TPI PPI Muara Angke walaupun terjadi peningkatan pendapatan nelayan dan pemasukan daerah per tahunnya. Hasil yang didapatkan pada output seharusnya memberikan hasil yang diharapkan oleh tujuan awal pembentukan TPI tersebut tetapi nyatanya pengelola TPI tidak memberikan hasil yang optimal seperti yang diharapkan oleh semua pihak yang berada di tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Muara Angke.