4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi mempertimbangkan Kabupaten Blora memiliki kawasan hutan yang paling luas dan produksi kayu terbesar, terutama kayu jati di Pulau Jawa. Dari sisi kontribusi terhadap PDRB Kabupaten, sebagaimana dipaparkan pada Bab I, pangsa sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora relatif besar, rata-rata sebesar 14%. Namun demikian di samping besarnya potensi dan kontribusi sumberdaya hutan, kabupaten Blora juga mengalami permasalahan degradasi sumberdaya hutan. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan September 2012. 4.2 Jenis, Sumber dan Teknik Pengambilan Data Penelitian menggunakan data sekunder yang sudah dikumpulkan atau dipublikasikan oleh berbagai instansi yaitu Perum Perhutani, Dinas Kehutanan Kabupaten Blora, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik. Data utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Hasil inventariasi menyeluruh berkala untuk penyusunan rencana pengelolaan tegakan pada awal jangka tahun 2003 dan hasil inventarisasi tegakan untuk evaluasi potensi tegakan tahun 2010, 2. Luas dan volume pemanenan menurut jenis kayu 3. Kerusakan dan kehilangan tegakan akibat gangguan keamanan, kebakaran hutan dan bencana alam 4. Harga jual dan biaya produksi kayu tebangan 5. Statistik Produk Domestik Bruto Kabupaten Blora menurut harga berlaku maupun harga konstan 6. Harga karbon merupakan benefit transfer dari hasil penelitian yang sudah ada.
20
Tabel 4.1 Matriks Tujuan Penelitian, Jenis dan Sumber Data Tujuan Penelitian
Jenis Data yang diperlukan
Sumber data
1. Menyusun neraca tegakan dan karbon yang merupakan ikhtisar persediaan volume tegakan dan karbon beserta perubahannya
1. Luas dan Klasifikasi Hutan 2. Sediaan Tegakan Berdasarkan Hasil Inventarisasi Berkala 3. Luas Penanaman 4. Luas dan Volume pemanenan menurut jenis kayu 5. Pertumbuhan Tegakan 6. Perubahan Hutan untuk penggunaan lain 7. Kerusakan Tegakan Akibat Pencurian, Kebakaran Dan Penggembalaan 8. Kerapatan Kayu Menurut Jenis Kayu 1. Biaya Pembangunan Tegakan menurut Jenis Kayu 2. Biaya Ektraksi Menurut Jenis Kayu 3. Harga Jual Kayu 4. Biaya Sosial Akibat Emisi Karbon
Dinas Kehutanan Kabupaten Blora Perum Perhutani
1. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PDRB 2. PDRB Kabupaten Blora Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan
BPS Kabupaten Blora
2. Mengestimasi Nilai moneter sediaan volume tegakan dan karbon beserta nilai depresiasi sumberdaya hutan sebagai salah satu bentuk kapital alami konstribusi 3. Mengestimasi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora yang berkelanjutan dengan memasukkan nilai deplesi tegakan dan degradasi kemampuan hutan dalam menyimpan karbon
Perum Perhutani Benefit Transfer untuk Harga Karbon
4.3 Metode Analisis Dua parameter yang mencirikan pemanfaatan sumberdaya alam, yakni persediaan (stock) dan arus (flow). Arus sumberdaya alam didefinisikan sebagai jumlah pengurangan atau penambahan terhadap persediaan di alam (lokasi tertentu) selama periode waktu tertentu, sedangkan persediaan (stock) sumberdaya alam adalah jumlah unit SDA yang tersedia di alam (lokasi tertentu) pada suatu saat waktu tertentu. Apabila S(t+1) adalah jumlah persediaan sumberdaya alam pada saat akhir periode (t) tertentu, A(t) adalah penambahan neto selama periode (t) terhadap stock, serta D(t) adalah pengurangan stok selama periode (t), maka hubungan antara arus dan persediaan tersebut oleh Repetto (1989) dinyatakan dalam suatu identitas sebagai: (2) S ( t 1) S (t ) A(t ) D(t ) Dengan demikian, persediaan pada akhir tahun tertentu adalah juga merupakan persediaan awal tahun berikutnya. Hubungan identitas inilah yang mendasari perumusan aljabar akunting sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan. Berdasarkan persamaan identitas sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (2) selanjutnya akan dijabarkan ke dalam (a) Neraca/Akun Fisik Tegakan, (b) Neraca/Akun Fisik Karbon, (c) Neraca/Akun Moneter Tegakan dan (d) Neraca/Akun Moneter Karbon.
21
4.3.1 Neraca/Akun Fisik Tegakan (Kayu) dan Karbon a. Neraca Luas Hutan Akun atau neraca luas hutan di Kabupaten Blora merefleksikan luas dan perubahan luas selama periode waktu tertentu karena pengaruh atau sebab aktivas ekonomi dan perubahan yang lain, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Stok akhir =stok awal + Perubahan Luas Neto (3) SA(t 1) SAt NDAt Perubahan Luas Neto= + Ekpansi alami dan aforestasi - Perubahan Kawasan Hutan ke penggunaan lain - Pengurangan karena perladangan berpindah + Reklasifikasi b. Neraca Volume Kayu (tegakan) Neraca volume tegakan menggambarkan sediaan dan perubahan sediaan dalam hal volume tegakan yang disebabkanoleh pengaruh atau sebab kegiatan ekonomi, perubahan karena penyebab alami, perubahan neto karena reklasifikasi dan sebab-sebab lain. (4) R( t 1) R(t ) DR( t ) DR(t ) q ( t ) R(t ) R( t 1)
(5)
Perubahan Volume Neto =
+ Perubahan karena aktivitas ekonomi + Perubahan karena penyebab alami + Perubahan karena reklasifikasi + Perubahan lain Perubahan karena aktivitas ekonomi = + Pemanenan - Perambahan hutan dan perladangan + Penanaman + Kehilangan karena penggembalaan Perubahan karena penyeab alami = + Pertumbuhan tegakan - Regenerasi alami Perubahan karena reklasifikasi = + Perubahan dari non-hutan menjadi hutan - Perubahan menjadi penggunaan lain Perubahan karena sebab lain = - Kematian pohon - Kerusakan karena kebakaran - Kerusakan karena hama & penyakit Data stok awal (opening stock) diperoleh dari data hasil inventarisasi atau risalah hutan yang dilakukan setiap 10 tahun sekali di tiap-tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani untuk menyusun Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH). Data hasil inventarisasi ini yang digunakan adalah data awal jangka perusahaan yang dimulai tahun 2003 dan untuk KPH yang awal jangka perusahaannya tidak dimulai tahun 2003 dilakukan penyesuaian. Untuk keperluan perhitungan stok akhir (closing stock) digunakan data hasil inventarisasi yang digunakan sebagai bahan laporan Evaluasi Potensi Sumberdaya Hutan pada tahun 2010. Data hasil inventariasi
22
ini kemudian dilakukan perhitungan volume dengan menggunakan tabel tegakan. Rumus umum yang digunakan untuk menghitung volume tegakan adalah sebagai berikut: Vol Vst * KBD * Fk Di mana: Vol : Volume tegakan per Ha (m3/Ha) Vst : Volume tegakan menurut tabel normal tegakan pada umur dan kelas kesuburan tanah (bonita tertentu). Volume yang digunakan adalah volume batang yaitu volume yang dapat diperdagangkan (merchantable volume) dari panngkal tonggak sampai ketinggian bebas cabang. KBD : Kepadatan Bidang Dasar Tegakan, yaitu perbandingan antara luas bidang dasar aktual hasil pengukuran dengan luas bidang dasar menurut tabel normal tegakan Fk : Faktor koreksi Volume kayu yang dipanen menurut jenis diperoleh dari Laporan Produksi Tahunan dari tahun 2003 sampai dengan 2010. Data produksi ini mencakup luasan dan volume kayu yang dipanen atau ditebang menurut jenis tebangan yang ada di Perum Perhutani yaitu: (a) Tebang Habis Biasa, yaitu tebangan pada kawasan yang masuk ke dalam Kelas Hutan Produktif (tebangan A), (b) Tebang Habis pada kawasan Kelas Hutan Tidak Produktif/Tebangan B, (b) Tebang habis pada kawasan yang akan dihapuskan (dikonversi) atau Tebangan C, (d) Tebangan pada tegakan yang mengalami gangguan hama penyakit, atau tebangan dengan tujuan khusus/tebangan D dan (e) tebangan penjarangan atau tebangan E. Data kehilangan pohon akibat pencurian diperoleh dari Laporan Bidang Hukum, Keamanan dan Agraria dari masing-masing KPH dari tahun 2003 sampai dengan 2010. Dalam laporan yang diterbitkan, data yang tersedia berupa kehilangan pohon (batang) akibat pencurian dan estimasi nilai kerugiannya. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan asumsi bahwa rata-rata volume per pohon yang hilang akibat pencurian dan perusakan tegakan adalah 0,30 m3/pohon. Data kehilangan volume tegakan akibat bencana alam juga identik dengan data kehilangan volume akibat pencurian dan perusakan hutan, dalam hal ini diasumsikan rata-rata volume per pohon adalah sebesar 0,25 m3/pohon Data penggembalaan dan kebakaran di kawasan hutan diperoleh dari Laporan Bidang Hukum, Keamanan dan Agraria dari masing-masing KPH dari tahun 2003 sampai dengan 2010 .Dalam laporan yang diterbitkan, data yang tersedia berupa luasan kawasan hutan ((Ha) yang mengalami kerusakan dan estimasi nilai kerugiannya. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan asumsi bahwa rata-rata volume per Ha yang berkurang akibat penggembalaan adalah 3 m3/Ha dan 5 m3/Ha akibat kebakaran hutan. Data pertumbuhan/riap (growth) tegakan tidak tersedia secara langsung, dan oleh karena itu dilakukan estimasi dengan menggunakan volume yang ada di tabel normal untuk masing-masing jenis tegakan. Untuk penaksiran riap tegakan ini data yang digunakan adalah data hasil inventarisasi hutan yang sama untuk perhitungan stok pembuka pada tahun 2003. Dengan mengasumsikan semua penciri keadaan sama dengan pada saat dirisalah/diinventarisasi,volume tegakan dihitung dengan
23
memproyeksikan umur tegakan pada tahun 2010. Selisih volume aktual pada saat tegakan berumur sebagaimana pada tahun 2003 dengan volume pada saat tegakan diproyeksikan umurnya pada tahun 2010 merupakan pertumbuhan tegakan. c. Neraca Sediaan Karbon Dalam studi ini, penyimpanan karbon di dalam hutan diperlakukan sebagai sediaan variabel (variable stock). Mengikuti studi yang dilakukan oleh Hasan (2000), metode dinamik untuk menghitung densitas penyimpanan karbon adalah sebagai berikut: Karbon tersimpan di dalam hutan (SC ) diperlakukan sebagai variabel stok (stock variable) n
n
j 1
j 1
SCt CARtj dan S t 1 CARt 1, j n
n
j 1
j 1
SCt S t 1 CARtj CARt 1, j Kandungan karbon vegetasi pohon (Brown, S dan Lugo Ae, 1984): 0,5* berat biomassa C j 0,5 * BM j Biomassa batang dikonversi dari volume batang: Volume batang * kerapatan kayu (wood density) BM j V j * w j Di mana: Sct : Stok karbon (tC) pada tahun atau periode t Sct 1 : Stok karbon (tC) pada tahun atau periode t-1 BM j : Berat Biomassa Kering (ton) dari jenis pohon j
(6) (7)
(8)
(9)
CAR j : Kandungan karbon (tC) pada jenis tegakan j Cj
: Kandungan karbon (tC/pohon) untuk jenis j
Vj
: Volume kayu (m3) untuk jenis j
wj
: Kerapatan kayu/wood density (gr/cm3) untuk jenis j
Penyusunan neraca sediaan karbon pada dasarnya mengikuti neraca sediaan volume tegakan, karena karbon yang tersimpan di dalam hutan berkait secara langsung dengan volume tegakan menurut jenisnya.Untuk pendugaan karbon terimpan di dalam kawasan hutan ini digunakan nilai kerapatan kayu (wood density) yang bersumber dari Brown S (1997), dimana kerapatan kayu untuk masing-masing jenis kayu adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.2 berikut ini.
24
Tabel 4.2 Kerapatan Kayu (Wood Density) Beberapa Jenis Kayu Penyusun Tegakan Hutan di Kabupaten Blora No
Jenis Kayu
Wood Density (gr/cm3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akasia Gmelina Jati Johar Mahoni Mimbo Mindi Sonobrit Sonokeling
0,75 0,75 0,55 0,75 0,53 0,75 0,75 0,75 0,75
Sumber: Brown S (1997) 4.3.2 Neraca/Akun Moneter a. Neraca Moneter Tegakan Untuk megestimasi nilai aset tegakan (kayu) dalam penelitian ini mengaplikasikan dua metode valuasi, yaitu: metode harga neto (Net Price ,NP) dan metode user cost dari El Serafy (El Serafy User cost method=ESUC). a1. Net Price Method Metode harga neto yang diaplikasikan untuk sumberdaya biologis seperti halnya kehutanan dapat dituliskan sebagai : (10) AV(t ) P(t ) MC (t ) * R(t )
dengan mengasumsikan MC (t ) dan P(t ) tidak mengalami perubahan sepanjang waktu analisis, maka nilai aset tegakan pada saru periode ke depan atau nilai aset akhir dapat dituliskan sebagai: (11) AV(t 1) P (t ) MC (t )* R( t 1)
AVt AV(t 1) P( t ) MC (t ) * Rt R(t 1)
P P
* q * q
DEP(t ) P(t ) MC (t ) * Rt R(t 1) DEP( t )
(t )
MC ( t )
(12)
(12a)
t
NAT(t ) ( t ) MC ( t ) t Di mana: AV : Nilai aset tegakan (Rp) : Harga Jual kayu (Rp/(m3) P(t )
(13) (14)
MC (t ) : Biaya Marjinal untuk membangun tegakan dan memanen kayu (Rp/m3) R(t )
: Stok atau sediaan tegakan (fisik )pada awal periode (m3)
R(t 1) : Stok atau sediaan tegakan (fisik) pada akhir periode (m3) DEP(t ) : Perubahan Nilai Aset (akumulasi neto) (Rp)
25
NAT(t ) : Perubahan Nilai Aset (akumulasi neto) (Rp) q (t )
: R(t ) R(t 1) perubahan neto aset tegakan (fisik) (m3)
a2. El Serafy User Cost (ESUC) Method Metode user-cost yang dikembangkan oleh El-Serafy membedakan antara tegakan yang sudah mencapai umur daur (rotasi) atau yang disebut dengan mature forest dan tegakan yang masih dalam pertumbuhan atau imature forest. Untuk tegakan yang telah mencapai umur daur, nilai aset tegakan secara matematis El Serafy User Cost (ESUC) Method dapat dituliskan sebagai: p ( t ) MC( t ) * q (T ) (15) AV(T ) 1 (1 i ) T dan nilai aset tegakan untuk satu periode berikutnya dapat dituliskan sebagai: p (t ) MC(t ) * q (T ) * (1 i )1T AV(T 1) (16) 1 (1 i) T
Nilai depresiasi dari tegakan yang sudah mencapai umur daur (rotasi) didefinisikan sebagai: (17) DEP(T ) AV(T ) AV(T 1) Sehingga dengan manipulasi aljabar pengurangan dari persamaan (15) dengan persamaan (16) secara lengkap dapat dituliskan sebagai: p (T ) q(T ) MC (q (T ) ) * 1 (1 i)1T DEP(T ) (18) 1 (1 i ) T Nilai depresiasi tegakan yang belum mencapai umur daur atau masih dalam pertumbuhan (growing stock) dituliskan sebagai : p(T ) MC(T ) * q(T ) * (1 i) T DEP( ) (19) 1 (1 i ) T Dengan demikian perubahan nilai aset tegakan atau akumulasi neto dengan menggunakan metode user-cost dapat dituliskan sebagai: (20) NAT(t ) DEP(T ) DEP(t ) di mana: : rotasi atau daur tegakan (tahun) T : umur tegakan (tahun) q (T ) : perubahan neto aset tegakan (fisik) (m3)
: tingkat diskonto yang mencerminkan biaya oportunitas modal i NAT(t ) : Perubahan nilai aset tegakan (Rp) Daur atau rotasi tegakan dalam perhitungan depresiasi tegakan dengan menggunakan metode user cost didasarkan pada prinsip hotelling, yaitu prinsip optimasi, sehingga sebenarnya rotasi yang dimaksudkan adalah rotasi finansial optima.Penentuan rotasi finansial optimal ini memerlukan suatu penelitian tersendiri dan tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan dengan penelitian ini, oleh karenanya
26
daur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rotasi aktual dan diasumsikan rotasi tersebut merupakan rotasi optimal. Tabel 4.3 Daur/Rotasi Tegakan Hutan di Kabupaten Blora Jenis Kayu
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akasia Gmelina Jati Johar Mahoni Mimbo Mindi Sonobrit Sonokeling
Daur (tahun) 12 20 60 20 40 20 20 40 40
Sumber: Buku RPKH Jangka 2003-2012 KPH Randublatung, dengan Beberapa Penyesuaian b. Neraca Moneter Karbon Penilaian sediaan karbon di dalam kawasan hutan digunakan harga karbon yang diturunkan dari estimasi biaya kerusakan sosial marjinal (marginal social cost damage) yang disebabkan oleh emisi gas CO2 yang berpenagruh terhadap perubahan iklim dunia. Nilai manfaat penyerapan dan penyimpanan karbon di awal periode dapat dituliskan sebagai: n
CVt CARtj PC
(21)
j 1
Nilai penyerapan dan penyimpanan karbon di akhir periode dapat dituliskan sebagai: n
CVt 1 CARt 1, j PC
(22)
j 1
Sehingga perubahan nilai aset lingkungan dalam hal penyerapan dan penyimpanan karbon adalah: n n CV tCVt 1 CARtj CARt 1, j * PC (23) j j 1 1 n n NAC (t ) CARtj CARt 1, j * PC (23a) j 1 j 1 Di mana: CVt : Nilai manfaat hutan sebagai penyimpan karbon di awal periode (Rp) CVt 1 : Nilai manfaat hutan sebagai penyimpan karbon di akhir periode (Rp) : Kuantitas karbon yang disimpan pada awal periode untuk jenis pohon CARtj j (tC)
27
CAR t 1, j : Kuantitas karbon yang disimpan pada akhir periode untuk jenis pohon
PC NAC (t )
j (tC) : Harga Karbon, yaitu sebesar $15/tC : Nilai akumulasi neto manfaat penyimpanan karbon (Rp)
4.3.3 Integrasi ke dalam Perhitungan Pendapatan Domestik Regional Bruto SEEA memperlihatkan beberapa indikator yang berbeda mengenai keberlanjutan (sustainibility) yang dapat diturunkan dari neraca sumberdaya alam dan lingkungan. Atkinson dan Gundimeda (2006),misalnya mengintegrasikan neraca sumberdaya hutan dengan gross saving sehingga diperoleh adjusted net saving atau yang dikenal dengan genuine saving. Dalam Penelitian ini indikator yang dipilih adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Penyesuaian terhadap perhitungan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Blora berdasarkan neraca tegakan dan neraca sediaan karbon dapat dituliskansebagai berikut : (24) PDRB adj PDRB kht NATt NAC t PDRBkht ( p * hektraksi ) intermedia te input (25) dimana: PDRB adj : Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PDRB yang disesuaikan dengan deplesi sumberdaya hutan dan degradasi lingkungan PDRBkht : Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PDRB konvesional yang : Harga jual kayu (Rp/m3) p hektraksi : Volume kayu (m3) yang dipanen per tahun NATt : Nilai akumulasi neto tegakan (kayu) NACt : Nilai akumulasi neto karbon tersimpan di dalam kawasan hutan 4.3.4
Analisis Sensitifitas
Penilaian aset tegakan dengan menggunakan metode El-Serrafy User Cost sangat dipengaruhi oleh besarnya tingkat diskonto atau discount rate yang digunakan sebagai basis perhitungan. Sementara itu untuk penyusunan neraca moneter karbon penggunaan harga karbon yang merupakan benefit transfer dari nilai kerugian marjinal sosial sebagai akibat dari perubahan iklim di tingkat dunia juga sensitif mengalami perubahan. Untuk melengkapi analisis dalam penelitian ini selain dipergunakan nilai tertentu dari tingkat diskonto dan harga karbon juga akan dilakukan analisis sensitifitas dengan membuat skenario apabila kedua parameter tersebut mengalami perubahan. Dengan analisis sensitifitas ini akan diketahui bagaimana nilai aset tegakan akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan tingkat diskonto dan bagaimana perubahan nilai aset hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon apabila terjadi perubahan harga karbon per satuan. Penelitian ini menggunakan skenario harga karbon terendah sebesar $10/tC sebagai harga tertinggi dan $20/tC sebagai harga tertinggi untuk melihat perubahan
28
nilai manfaat hutan sebagai penyerap karbon dari harga rata-rata yang digunakan yaitu sebesar $15/tC. Tingkat diskonto yang digunakan untuk kepentingan analisis sensitifitas adalah sebesar 6,12%/tahun dan 15,28%. Penggunaan tingkat disonto ini didasarkan pada rata-rata tingkat suku bungan riil dan suku bunga kredit (nominal) selama 10 tahun terakhir.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Potensi Sumber Daya Hutan Kabupaten Blora Luas hutan di Kabupaten Blora mencakup 49,66 % dari luas kabupaten, dan sebagian besar merupakan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani. Hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani sebagian besar merupakan hutan tanaman dengan jenis jati. Dari seluruh potensi hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani, hutan produksi luasnya mencakup 89.362,95 Ha. Pengelolaan hutan negara seluas 89.362,95 Ha oleh Perhutani dilakukan oleh 6 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di mana 5 (lima) KPH berada di Perhutani Unit I Jawa Tengah dan 1 KPH berada di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di samping hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani dan sebagian kecil oleh Kementerian Kehutanan melalui Unit Pelaksana Teknis yaitu Balai Konservasi Sumberdaya Hutan (BKSDA) terdapat pula hutan milik atau yang dikenal hutan rakyat. Jenis tanaman yang diusahakan di hutan rakyat umumnya tidak berbeda dengan jenis yang ada di hutan negara, dengan jenis yang dominan adalah jati dan mahoni. Luas hutan rakyat menurut data Dinas Kehutanan Kabupaten Blora pada tahun 2010 adalah 1005,00 Ha atau kurang lebih 1,1% dari seluruh luas hutan. Tabel 5.1 Luas Hutan Negara di Kabupaten Blora Menurut Fungsi di Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Luas Fungsi Kawasan Hutan ( Ha ) Jumlah Produksi Lindung Suaka Alam Wisata 1 KPH Blora 14.726,95 131,90 1,00 14.859,85 2 KPH Cepu 27.160,030 27.100,80 3 KPH Randublatung 32.131,20 25,40 32.156.,0 4 KPH Ngawi 10.103,90 5,30 8.114,20 5 KPH Mantingan 5.534,00 5.534,00 6 KPH Kebonharjo 1.701,10 1.701,10 Jumlah 89.362,95 137,20 25,40 1,00 89.526,55 Sumber: Buku Saku Statistik Tahun 2006-2010, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah No Nama KPH
Hutan rakyat di Kabupaten Blora tersebar di 8 Kecamatan yaitu Jiken, Bogorejo, Jepon, Blora, Japah, Ngawen, Kunduran dan Todanan, dengan luasan yang terbesar berada di Kabupaten Todanan yaitu 410 Ha.Perbandingan prosentase luas hutan rakyat dibandingkan dengan hutan negara memang masih