4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.
Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian.
Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas kompas, pita ukur, clinometer, meteran, tali tambang/plastik, tally sheet, panduan pertanyaan, alat tulis, gunting, kamera. Alat untuk membuat herbarium antara lain kantong plastik, kertas koran, hekter, label gantung, alkohol 70%, sprayer, dan teropong sebagai alat bantu.
Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu : 1. Populasi kulim meliputi jumlah populasi, struktur tegakan, dominansi tumbuhan, pola sebaran dan asosiasi kulim 2. Pemanfaatan kulim oleh masyarakat meliputi bentuk pemanfaatan dan faktorfaktor yang mempengaruhi kelestarian kulim 3. Nilai-nilai dan upaya yang dilakukan masyarakat untuk melakukan konservasi kulim.
Metode Pengumpulan Data Analisis vegetasi Potensi sumberdaya tumbuhan yang menjadi tujuan utama penelitian adalah kulim namun dilakukan juga inventarisasi tumbuhan yang berada disekitar tegakan kulim. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis vegetasi adalah metode garis berpetak. Banyaknya petak pengamatan yang dibuat adalah 150 petak dengan tiga jalur transek dengan masing-masing transek dibuat sebanyak 50 petak pengamatan. Peletakan petak pertama ditentukan dari hasil survey awal yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis vegetasi adalah : a) Menentukan lokasi peletakan petak pengamatan pertama, kemudian membuat garis/transek mengikuti garis kontur hutan. Peletakan petak pengamatan berikutnya dilakukan secara sistematik mengikuti garis/transek. b) Selanjutnya petak pengamatan tersebut dibagi menjadi sub petak pengamatan berdasarkan tingkat pertumbuhan yaitu 20m x 20m untuk pohon, 10m x 10m untuk tiang, 5m x 5m untuk pancang, dan 2m x 2m untuk semai. c) Menghitung jumlah pohon, tiang, pancang dan semai pada setiap petak ukur. Parameter yang diukur pada setiap petak contoh meliputi : a. Spesies dan jumlah tingkat semai (anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m) b. Spesies dan jumlah tingkat pancang (anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m atau pohon muda dengan diameter setinggi dada < 10 cm) c. Spesies, jumlah, tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter tingkat tiang (pohon-pohon dengan diameter setinggi dada 10 cm β 19 cm) d. Spesies, jumlah, tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter tingkat pohon (pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada > 20 cm)
D
D C
C B
B A
10 m
10 m
A
AB
Arah transek
C D
Gambar 7 Skema penempatan transek dan petak pengamatan pada analisis vegetasi dengan metode garis berpetak. Keterangan : A = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat semai (2 m x 2 m) B = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat pancang (5 m x 5 m) C = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat tiang (10 m x 10 m) D = Petak pengamatan untuk vegetasi tingkat pohon (20 m x 20 m)
Untuk melihat asosiasi kulim dengan spesies lainnya dilakukan dengan membuat petak pengamatan di lokasi yang terdapat kayu kulim yang akan dijadikan titik pusat, kemudian disekitarnya akan diletakkan petak pengamatan berikutnya. Ukuran masing-masing petak pengamatan yaitu 20 m x 20 m yang kemudian akan dilakukan analisis vegetasi. Pembuatan petak pengamatan ini dilakukan pada empat lokasi titik kulim. Asosiasi ini dibutuhkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kulim dengan spesies lain yang berada di sekitar kulim sehingga akan bermanfaat untuk melakukan pengelolaan terhadap habitat kulim dan mengetahui karakteristik tempat tumbuh kulim jika dilihat kaitannya dengan spesies lain disekitarnya. Identifikasi jenis tumbuhan dilakukan dengan cara membuat herbarium basah yang kemudian akan dilakukan identifikasi oleh ahli identifikasi tumbuhan yaitu bapak Sunaryo (staf ahli identifikasi tumbuhan balai diklat kehutanan Riau) dan berdasarkan buku panduan identifikasi tumbuhan. Pembuatan herbarium basah dipilih karena cara pembuatannya yang lebih efektif dan efisien dengan mempertimbangkan kondisi lokasi penelitian dan kondisi cuaca yang dikhawatirkan dapat menghambat proses penjemuran herbarium. Adapun cara membuat herbarium basah adalah sebagai berikut : material herbarium dikumpulkan dari dalam hutan. Bahan material herbarium untuk pohon yang berukuran tinggi dilakukan dengan melihat daun kering yang jatuh ke tanah dengan memperhatikan struktur-struktur daun lainnya pada daun yang masih menempel di pohon. Kemudian material herbarium diberi label yang berisi
identitas herbarium. Setelah material herbarium diberi label dan dirapikan kemudian dimasukkan kedalam kertas koran. Satu lipatan koran hanya digunakan untuk satu spesimen (contoh). Kemudian lipatan kertas koran yang berisi material herbarium ditumpuk dan dimasukkan kedalam kantong plastik. Lalu disiram dengan alkohol 70% hingga semua bagian tersiram secara merata. Kemudian kantong plastik ditutup rapat dan direkatkan agar alkohol tidak menguap dan tidak menimbulkan jamur. Bentuk pemanfaatan kulim oleh masyarakat Data mengenai pemanfaatan kulim oleh masyarakat diperoleh dengan melakukan wawancara dengan panduan pertanyaan terhadap masyarakat adat Desa Aur Kuning serta dari literatur atau sumber pustaka yang menunjang. Responden yang diwawancarai ditentukan dengan metode snowball sampling yaitu responden berikutnya didasarkan atas informasi dari responden sebelumnya. Responden kunci (key person) yang menjadi sumber informasi terdiri dari para pencari kayu kulim, ahli pengobatan (dukun), dan pelaku industri. Banyaknya responden yang diwawancarai adalah 30 orang. Parameter yang digunakan dalam wawancara adalah bagian yang dimanfaatkan dan kegunaan bagi masyarakat.
Upaya pelestarian kulim Data mengenai upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat diperoleh dengan melakukan wawancara secara mendalam (in depth interview) terhadap masyarakat dan melihat langsung ada atau tidak kegiatan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat. Wawancara dilakukan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan kulim bagi masyarakat dan apakah terdapat suatu aturan dalam masyarakat untuk mengkonservasi kulim. Hal ini penting sebagai acuan dalam melakukan konservasi terhadap kulim karena terdapat aturan yang tidak tertulis dalam masyarakat tersebut. Analisis ini juga untuk melihat upaya apa saja yang telah dilakukan oleh masyarakat dan kendala apa saja yang dihadapi oleh masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian kulim di hutan mereka sehingga akan diperoleh data mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya konservasi kulim dan upaya konservasi yang dilakukan.
Pengolahan Data Kondisi Populasi Dominansi suatu diperlukan untuk mengetahui tingkat dominansi jenis tumbuhan di dalam komunitasnya. Dominansi suatu jenis akan ditunjukkan oleh besaran Indeks Nilai Penting (INP). Indek nilai penting untuk vegetasi tingkat pancang, tiang, dan pohon merupakan penjumlahan dari nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) atau INP = KR+FR+DR. Indeks nilai penting untuk tingkat semai dapat dihitung dengan INP = KR+FR. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai-nilai tersebut sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 2008). ππ’πππ π πππππ£πππ’ π π’ππ‘π’ πππππ
Kerapatan (K)
=
Kerapatan relatif (KR)
= πππππππ‘ππ
Frekuensi (F)
=
Frekuensi relatif (FR)
=
Dominansi (D)
=
Dominansi relatif (DR)
=
ππ’ππ πππ‘ππ ππππ‘π π πππππππ‘ππ π π’ππ‘π’ πππππ π πππ’ππ’ π πππππ
π₯ 100%
βπππ‘ππ ππππ‘π π πππ‘πππ’πππππ¦π π π’ππ‘π’ πππππ βπ πππ’ππ’ π πππ‘ππ ππππ‘π π πππππ’πππ π π π’ππ‘π’ πππππ πππππ’πππ π π πππ’ππ’ π πππππ
π₯ 100%
ππ’ππ ππππππ πππ ππ π π’ππ‘π’ πππππ ππ’ππ πππ‘ππ ππππ‘π π ππππππππ π π π’ππ‘π’ πππππ ππππππππ π π πππ’ππ’ π πππππ
π₯ 100%
Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan ada tiga tipe pola sebaran dalam suatu komunitas, yaitu acak (random), mengelompok (clumped) dan seragam (uniform). Terbentuknya pola sebaran tersebut dipengaruhi oleh berbagai mekanisme. Berbagai proses interaksi baik biotik dan abiotik saling berkontribusi untuk membentuk pola sebaran tersebut. Suatu pola sebaran acak dalam populasi organisme disebabkan oleh lingkungan yang homogen dan pola perilaku non selektif sedangkan pola sebaran non-acak (mengelompok dan seragam) menunjukkan adanya suatu pembatas pada populasi yang ada. Pola mengelompok disebabkan oleh adanya individu-individu yang akan berkelompok dalam suatu habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Sebaran seragam merupakan hasil dari adanya interaksi negatif antar individu, misalkan adanya kompetisi atas makanan dan ruang tumbuh. Rumus yang digunakan untuk mengetahui pola sebaran kulim yaitu dengan menggunakan Indeks Morisita (Krebs 1989).
id=
π(πiβππ 2 ) (ππ)2 βπi
Nilai indeks morisita yang diperoleh diinterpretasikan sebagai berikut: id < 1, pemencaran individu cenderung acak id = 1, pemencaran individu bersifat merata id > 1, pemencaran individu cenderung berkelompok. Data yang diperoleh dari analisis vegetasi merupakan data populasi kayu kulim mulai dari tingkat anakan, pancang, tiang, dan pohon. Dari data populasi dapat dilihat struktur tegakan kayu kulim dan berapa jumlah populasi kulim yang ada serta jenis yang mendominasi pada areal tersebut. Untuk mengetahui bahwa dua jenis berasosiasi maka digunakan metode tabel kontingensi 2x2, kemudian diuji dengan chi-square (x2). Tabel 1. Tabel kontingensi Jenis A Ada Jenis B Ada A Tidak ada C Jumlah a+c Keterangan: a = jumlah sampling dengan kedua jenis hadir. b = jenis A hadir dan B tidak hadir. c = jenis A tidak hadir dan B hadir. d = jenis A dan B tidak hadir. n = jumlah sampling keseluruhan.
Tidak ada
Jumlah
B D b+d
a+b c+d a+b+c+d=n
Bila nilai x2 hitung lebih besar dari x2 tabel (3,841) maka jenis tumbuhan tersebut dinyatakan berasosiasi dengan pasangan tumbuhan yang diuji, artinya kemungkinan untuk tumbuh hidup bersama-sama lebih besar daripada tidak dengan pasangan tumbuhan tersebut begitu juga sebaliknya. Sifat asosiasi ditentukan jika : (1) asosiasi positif, apabila nilai a > E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama lebih sering dari yang diharapkan (2) asosiasi negatif, apabila nilai a < E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama kurang sering dari yang diharapkan. Dimana E (a) = (a + b) (a + c) / n. Tingkat asosiasi diuji dengan menggunakan indeks Jaccard yang mempunyai arti bahwa semakin mendekati angka 1 maka tingkat asosiasi mendekati maksimum atau asosiasi penuh, begitu juga sebaliknya semakin menjauhi angka 1 semakin kecil tingkat asosiasinya, bahkan berasosiasi negatif dan tidak berasosiasi. Rumus yang digunakan untuk melihat asosiasi kulim dengan spesies lainnya yaitu Indeks Jaccard (JI) (Ludwig & Reynold 1988). :
π½πΌ =
a a +b +c
Keterangan : a = banyaknya frekuensi spesies a dan spesies b yang ditemukan secara bersama-sama b = banyaknya frekuensi spesies a ditemukan, namun spesies b tidak ditemukan c = banyaknya frekuensi spesies b ditemukan, namun spesies a tidak ditemukan
Bentuk pemanfaatan kulim oleh masyarakat Data yang diperoleh dari wawancara akan digunakan untuk mengetahui jenis pemanfaatan kulim, bagian yang dimanfaatkan, asal perolehan kayu kulim, jumlah pemanfaatan kayu kulim yang dilakukan. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Upaya pelestarian kulim Hal yang paling penting untuk dapat terwujudnya konservasi seperti apa yang diharapkan adalah adanya kerelaan berkorban untuk melakukan konservasi (Zuhud 2007). Tri-stimulus AMAR konservasi merupakan suatu alat untuk mengimplementasikan pengelolaan kawasan konservasi (Gambar 8). Nilai alamiah adalah nilai-nilai kebenaran di alam. Nilai manfaat berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang bahkan menjadi pegangan banyak orang terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai baik pada tingkat individu, kelompok maupun masyarakat (Zuhud 2007). Nilai rela, moral dan spiritual berkaitan dengan konservasi tumbuhan yaitu berupa nilai kearifan tradisional yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat. Menurut Zuhud (2007) stimulus rela-religius sangat berpengaruh dan efektif mendorong terwujudnya sikap dan perilaku untuk aksi konservasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah konservasi kulim yang telah dan akan dilakukan, berapa besar manfaat kulim dalam kehidupan mereka, dan adakah kerelaan atau aturan dalam masyarakat untuk menanam kulim. Berdasarkan analisis ini dapat dilihat faktor yang mempengaruhi kelestarian kulim di lokasi, upaya pelestarian kulim dapat dilakukan serta siapa saja yang mampu berperan dalam upaya konservasi kulim. Faktor ini dapat dilihat dari segala aspek seperti ekologi, sosial, dan ekonomi. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dilakukan suatu upaya demi menjaga kelestarian kulim dan hutan masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tri-stimulus Amar Konservasi 1. Stimulus Alamiah Nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan berkelanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya. 2. Stimulus Manfaat Nilai-nilai kepentingan untuk manusia: manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis/ekologis dan lainnya. 3. Stimulus Religius Nilai-nilai kebaikan, terutama ganjaran dari Sang Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal, pahala, kebahagiaan, kearifan budaya/tradisional, kepuasan batin dan lainnya.
Sikap konservasi Cognitive Persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan, keyakinan Affective Emosi, senangbenci, dendam, sayang, cinta,dll
Perilaku Prokonservasi
Konservasi kulim
Overt actions Kecenderungan bertindak
Gambar 8 Diagram alir βtri-stimulus amar pro-konservasiβ: stimulus, sikap dan perilaku aksi konservasi (Zuhud et al. 2007).