IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
secara
sengaja
(purposive)
berdasarkan
pertimbangan
bahwa
Peternakan Maju Bersama merupakan perusahaan pembesaran itik pedaging yang baru didirikan. Pengumpulan data dilakukan pada Juni 2011 sampai Juli 2011. 4.2. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kasus yang termasuk dalam kategori metode deskriptif. Kasus dalam penelitian ini yakni pada Peternakan Maju Bersama. Analisis deskriptif dapat menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif dengan jenis pertanyaan terstruktur (kuesioner). Pada penelitian ini, analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai faktor yang terkait dengan aspek non finansial dari usaha pembesaran itik pedaging yang meliputi aspek pasar, teknis, hukum, manajemen, sosialekonomi-budaya, dan lingkungan. Sementara itu, analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai faktor yang terkait dengan aspek finansial dalam penelitian ini. Responden dalam penelitian ini adalah pengelola usaha Peternakan Maju Bersama yang meliputi manajer perusahaan, penanggung jawab kandang, dan anak kandang. Manajemen usaha dianggap menguasai informasi perusahaan yang diperlukan dalam penelitian ini. 4.3. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pengelola usaha Peternakan Maju Bersama dan melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian. Data primer yang dikumpulkan meliputi data-data mengenai aspek non finansial dan aspek finansial dari usaha pembesaran itik pedaging di lokasi penelitian serta berbagai data pendukung
42
lainnya. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka hasil riset atau penelitian terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, media massa, dan situs internet yang relevan guna mendukung penelitian yang dilakukan. 4.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Juli 2011. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan, dan penelusuran literatur. Wawancara dilakukan dengan manajer, penanggung jawab kandang, dan anak kandang menggunakan kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian yang digunakan terdiri dari kuesioner untuk identifikasi aspek-aspek non finansial dan aspek-aspek finansial dalam usaha pembesaran itik pedaging. Pengamatan (observasi), yaitu dengan cara terjun dan melihat langsung ke lapangan, terhadap objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama. Penelusuran literatur, yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan sebagian atau seluruh data yang telah ada atau laporan data dari penelitian sebelumnya. Literatur yang digunakan diantaranya adalah bersumber dari Perpustakaan IPB, Biro Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjennak), Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (Disnakan), dan juga melalui browsing internet. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dan informasi secara kualitatif digunakan terutama untuk keperluan analisis aspek non finansial, yang mencakup aspek pasar, teknis, manajemen, sosialekonomi-budaya, dan lingkungan.
Analisis kualitatif digunakan untuk
mengetahui apakah usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama layak atau tidak secara non finansial. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial usaha pembesaran itik pedaging. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan komputer, terutama dengan menggunakan
43
program Microsoft Excel 2007. Analisis kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama secara finansial yakni dengan melakukan perhitungan kriteria investasi yaitu: analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value atau NPV), tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return atau IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), masa pengembalian investasi (Payback Period atau PP), Harga Pokok Produksi (HPP), Break Even Point (BEP), dan analisis nilai pengganti (switching value). Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode deskriptif, baik terhadap data kualitatif maupun kuantitatif. Hasil dari seluruh analisis kelayakan usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama ini disajikan dalam bentuk deskripsi hasil dengan menampilkan data-data yang mendukung dalam bentuk tabulasi untuk mengklasifikasikan data dan mempermudah dalam melakukan analisis data. 4.6. Analisis Kelayakan Non Finansial Pada penelitian ini, analisis kelayakan non finansial mengkaji kelayakan usaha dari aspek pasar, teknis, menajemen, hukum, sosial-ekonomi-budaya, dan lingkungan. Pada aspek pasar, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi penawaran dan permintaan yang akan menunjukan adanya peluang pasar, bauran pemasaran, dan strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan. Pada aspek teknis, variabel-variabel yang dianalisis meliputi lokasi usaha, luas produksi, pemilihan jenis teknologi dan peralatan, layout, dan proses produksi. Pada aspek manajemen, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi struktur organisasi, job description, dan sistem upah. Pada aspek hukum, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi bentuk badan usaha dan izin dalam menjalankan usaha. Pada aspek sosial-ekonomi-budaya akan dianalisis pengaruh usaha terhadap penyerapan tenaga kerja, budaya daerah setempat, dan dampak ekonomi peternakan. Pada aspek lingkungan akan dianalisis mengenai dampak usaha terhadap lingkungan sekitar.
44
4.7. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi berisi tentang penerimaan, pengeluaran, dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi (Nurmalina et al. 2009). Nurmalina et al. (2009) menyatakan bahwa laporan laba/rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Menurut Kadarsan (1992) penyajian laporan laba rugi harus dilakukan dengan sistematis yang baik untuk mempermudah jalannya perhitungan biaya dan manfaat dari awal hingga akhir. Contoh format laporan laba/rugi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Contoh Format Laporan Laba/Rugi No A. B.
C.
Komponen 1
2
3
4
Tahun 5
6
….
n
Penjualan Biaya operasional – variabel 1. biaya bahan baku 2. biaya tenaga kerja langsung Marjin kotor Biaya operasional - tetap 1. biaya pegawai tetap 2. biaya pemasaran 3. biaya listrik 4. biaya air 5. biaya pemeliharaan 6. biaya penyusutan Laba sebelum bunga dan pajak
Bunga (r %) Laba sebelum pajak Pajak (x%) Laba bersih
Sumber: Nurmalina et al. (2009)
4.8. Arus Kas (Cash Flow) Aliran kas (Cash flow) merupakan pernyataan atas biaya dan manfaat finansial usaha. Manfaat diperhitungkan sebagai arus kas masuk (inflow), sedangkan biaya diperhitungkan sebagai arus kas keluar (outflow). Sebelum melakukan perhitungan untuk cash flow, terlebih dahulu ditentukan pajak yang berasal dari perhitungan laporan laba rugi.
45
4.9. Analisis Aspek Finansial Analisis aspek finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha pembesaran itik pedaging di Perusahaan Maju Bersama secara finansial. Analisis aspek finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui apakan usaha pembesaran itik pedaging tersebut layak atau tidak untuk dijalankan. Kriteria kelayakan investasi yang akan digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP), Break even point (BEP), dan Harga Pokok Produksi (HPP). 4.9.1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis (Nurmalina et al. 2009). Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan NPV adalah satuan mata uang, yang dalam penelitian ini menggunakan satuan rupiah. Secara matematis, formulasi (rumus) yang digunakan untuk menghitung NPV adalah: C
B
NPV ⁄
1
i
⁄
1
i
Dimana: B = Manfaat (benefit) pada tahun t C = Biaya (cost) pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, ...., n) tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount atau suku bunga (%) Sumber : Nurmalina et al. (2009) Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode NPV ini adalah dengan menggunakan kriteria: 1) Jika NPV > 0, maka proyek dinyatakan “layak” untuk dilaksanakan,
46
2) Jika NPV = 0, maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan, karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, dan 3) Jika NPV < 0, maka proyek dinyatakan “tidak layak” untuk dilaksanakan. 4.9.2. Rasio Biaya dan Manfaat (Net B/C) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif (Nurmalina et al. 2009). Nilai Net B/C menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan (rupiah). Secara matematis, Net B/C dapat dinyatakan sebagai: B Net C
∑
/
∑
/
B 1 B 1
C , untuk B i C , untuk B i
C
0
C
0
Dimana: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = discount rate (DR) t = Tahun Sumber : Nurmalina et al. (2009) Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode Net B/C ini adalah dengan menggunakan kriteria: 1) Jika Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan “layak” untuk dilaksanakan, 2) Jika Net B/C = 1, maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan, karena tidak ada tambahan manfaat dari satu satuan biaya yang dikeluarkan selama umur proyek, dan 3) Jika Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan “tidak layak” untuk dilaksanakan.
47
4.9.3. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0 (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek setiap tahunnya, yang dapat digunakan kembali untuk mendanai biaya-biaya operasional dan investasi proyek baru, sekaligus untuk menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Perhitungan IRR pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah yang menghasilkan NPV positif dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi yang menghasilkan NPV negatif. Secara matematis, rumus untuk menghitung IRR melalui metode interpolasi adalah: IRR
i
NPV x i NPV NPV
i
Dimana: i1
= discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2
= discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif Sumber : Nurmalina et al. (2009) Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode IRR ini adalah dengan menggunakan kriteria: 1) Jika IRR > opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR), maka proyek dinyatakan “layak” untuk dilaksanakan, 2) Jika IRR = opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR), maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan (berada dalam posisi pulang modal atau break even point, hanya dapat mengembalikan modal, biaya operasional, dan dapat melunasi bunga penggunaan uang; tidak ada pengembalian internal untuk pengembangan usaha selanjutnya), dan
48
3) Jika IRR < opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR), maka proyek dinyatakan “tidak layak” untuk dilaksanakan. 4.9.4. Payback Periode (PP) Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi akan kembali. Proyek yang memiliki nilai PP kecil atau cepat, dinyatakan baik dan kemungkinan besar akan dipilih. Jika sampai pada saat proyek berakhir belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilaksanakan. Secara matematis, rumus yang digunakan untuk menghitung PP ini adalah: PP
I Ab
Dimana : I
= Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab
= Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
Sumber: Nurmalina, et al. (2009) 4.9.5. Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana Total Revenue (TR) = Total Cost (TC). Selama usaha masih berada dibawah break even, maka perusahaan masih mengalami kerugian. Analisis BEP dapat dibedakan menjadi beberapa tujuan salah satunya BEP unit yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk minimal yang harus diproduksi agar bisnis tidak rugi. Rumus untuk BEP unit adalah sebagai berikut: BEP unit
TFC P AVC
Dimana : TFC
= Total biaya tetap
P
= Harga jual per unit
AVC = Biaya variabel per unit Sumber: Nurmalina, et al. (2009)
49
4.9.6. Harga Pokok Produksi (HPP) Harga Popok Produksi (HPP) merupakan cara penentuan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu proyek (komoditas) dan besarnya harga pokok produksi merupakan acuan yang digunakan oleh produsen dalam penetapan harga jual produk. Perhitungan HPP dapat dilakukan melalui formula berikut: HPP
TFC
TVC Q
Dimana: TFC
= Total biaya tetap
TVC = Total biaya variabel Q
= Jumlah output yang dihasilkan
Sumber: Ibrahim (2003) 4.10.
Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) Gittinger (1986) menyatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas
adalah nilai pengganti (switching value). Switching value adalah suatu nilai dimana pada nilai tersebut NPV yang dihasilkan sama dengan nol, Net B/C sama dengan satu, dan IRR sama dengan tingkat suku bunga (pinjaman atau deposito). Menurut Husnan dan Muhammad (2005) analisis nilai pengganti dilakukan dengan cara mengubah besarnya suatu komponen inflow dan outflow misalnya kenaikan biaya produksi, penurunan volume produksi, dan penurunan harga output. Besarnya perubahan ditentukan secara trial and error (coba-coba) hingga diperoleh nilai perubahan maksimum yang dapat ditoleransi oleh suatu usaha dari sudut pandang finansial sehingga usaha masih dinyatakan layak untuk dijalankan (limit kelayakan). Analisis switching value dilakukan terhadap variabel-variabel yang paling mempengaruhi kelayakan usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama. Variabel yang dianggap paling mempengaruhi adalah variabel harga bibit, harga pakan broiler, harga jual karkas, dan volume produksi.
50
4.11.
Definisi Operasional
1) Itik pedaging adalah itik yang dipelihara untuk menghasilkan daging bukan untuk menghasilkan telur. 2) Usaha pembesaran itik adalah kegiatan memelihara itik dari mulai itik umur sehari hingga panen yaitu mencapai umur 2-3 bulan. Pada Peternakan Maju Bersama itik dipanen pada umur 10 minggu dan selanjutnya dilakukan kegiatan pasca panen sehingga menghasilkan produk berupa itik karkas. 3) Karkas adalah itik yang telah mengalami kegiatan pasca panen sehingga berupa itik siap dimasak. Pada Peternakan Maju Bersama karkas berupa karkas utuh yaitu memiliki kaki dan kepala. 4) Pupuk kandang merupakan limbah produksi dari usaha pembesaran itik pedaging. Pupuk kandang merupakan campuran kotoran itik dengan sekam yang awalnya digunakan sebagai alas itik. 5) Ati ampela adalah hati dan ampela itik yang merupakan produk sampingan dari karkas itik. Ati ampela dijual per pasang. 6) Pakan broiler merupakan salah satu pakan buatan pabrik. 7) Limbah sayuran pasar adalah bagian-bagian sayuran yang tidak digunakan lagi yang didapatkan dari pasar. 4.12.
Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam menyusun analisis kelayakan usaha pada Peternakan Maju Bersama
digunakan beberapa asumsi dasar untuk memudahkan perhitungan. Asumsi tersebut berpatokan pada data yang diperoleh dari Peternakan Maju Bersama. Adapun asumsi dasar yang digunakan tersebut antara lain: 1) Usaha yang dilakukan Peternakan Maju Bersama adalah pembesaran itik pedaging yang mencakup mendatangkan bibit, proses budidaya, panen, penangan pasca panen, dan pemasaran. 2) Produk utama yang dihasilkan yaitu daging itik dalam bentuk karkas utuh dalam satuan ekor dengan ukuran satu kilogram per ekor. 3) Data yang digunakan adalah data historis perusahaan dan data estimasi. Data historis yang digunakan adalah data tahun ke-0. Data estimasi dimulai sejak tahun ke-1 sampai ke-5.
51
4) Umur bisnis ditentukan berdasarkan umur ekonomis asset yang paling lama. Pada Peternakan Maju Bersama ditentukan berdasarkan umur kandang. Umur kandang mencapai enam tahun atau lima tahun operasional dan satu tahun investasi. Apabila terdapat aset dengan umur ekonomis kurang dari enam tahun maka dilakukan reinvestasi. 5) Pada tahun ke-2 sampai ke-5, satu tahun terdiri dari lima siklus produksi. Satu siklus produksi lamanya 2,5 bulan atau tepatnya selama 10 minggu, dengan jumlah hari dalam yaitu 7 hari. Sedangkan pada tahun ke-1 sesuai penjadwalan produksi maka hanya memungkinkan dilakukan sebanyak empat siklus produksi. 6) Modal usaha pada Peternakan Maju Bersama menggunakan modal sendiri. Dengan demikian tingkat diskonto yang digunakan yaitu tingkat bunga Bank Indonesia (BI rate) sebesar 6,00 persen. 7) Penerimaan dalam usaha ini terdiri dari penerimaan penjualan itik, penjualan produk sampingan, penjualan ati ampela, dan nilai sisa. Itik yang dipasarkan adalah dalam bentuk karkas utuh yaitu karkas yang lengkap dengan kepala dan ceker sedangkan produk sampingan berupa ati ampela yang dijual per pasang dan kotoran sebagai limbah produksi. Nilai sisa merupakan nilai peralatan reinvestasi yang belum habis umur ekonomisnya. Khusus pada tahun ke-0 peternakan juga menghasilkan produk berupa itik yang dijual hidup. 8) Besarnya penjualan ternak ditentukan berdasarkan jumlah ternak dikalikan dengan harga jual per satuannya. Harga jual karkas per ekor adalah Rp 30.000,00. Penentuan harga didasarkan pada penyesuaian harga di pasaran oleh pihak manajemen perusahaan yang rata-rata Rp 30.000,00 per ekor dengan bobot satu kilogram. 9) Pakan terdiri dari pakan broiler, pakan pur, dedak, limbah sayuran pasar, ubi, dan ampas tempe atau tahu. 10) Kapasitas peternakan disesuaikan dengan kapasitas kandang sebesar 2.000 ekor itik setiap siklus produksi. 11) Tingkat kelangsungan hidup itik (Survival Rate = SR) per siklus produksi sebesar 75 persen. Hal ini didasarkan pada estimasi pihak peternakan yang menyatakan tingkat kelangsungan hidup sekitar 75 persen.
52
12) Perhitungan nilai penyusutan investasi menggunakan metode garis lurus. 13) Pada tahun ke-0 peternakan telah melakukan produksi percobaan dengan melakukan budidaya sebanyak 900 ekor itik. Itik yang dapat dipanen sebanyak 135 ekor yang dijual hidup dengan harga jual Rp 10.000,00 per ekor. Pada tahun ke-1 sampai ke-5 diproyeksikan peternakan membudidayakan itik sebanyak 2.000 ekor setiap siklus produksi. 14) Pajak pendapatan yang diterapkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2 a, yang merupakan perubahan keempat atas undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu: •
Pasal 17 ayat 1b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
•
Pasal 17 ayat 2a. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25 % (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
53