24
kapasitas produksi. Usia mesin berdasarkan rekomendasi peneliti antara lain: Wongkeawchan et al. 2002. Peneliti tersebut menunjukkan mesin berusia tua menurunkan efisiensi pabrik gula nasional. Kapasitas produksi juga layak ditempatkan pada faktor penentu efisiensi pabrik gula dimana peningkatan kapasitas produksi dapat meningkatkan efisiensi pabrik gula (Ferrantino et al. 1995). Lokasi pabrik gula juga berpengaruh efisiensi pabrik gula. Pabrik gula dominan berada di Jawa karena lahannya subur yang berpengaruh pada produktivitas lahan dan akhirnya berpengaruh terhadap efisiensi pabrik gula. Penelitian lain di India juga menunjukkan bahwa pabrik gula yang berada di wilayah barat lebih efisien daripada di wilayah tengah dan timur karena wilayah barat memiliki lahan yang subur untuk menanam tebu (Singh 2007). Hanya saja penelitian tersebut tidak menunjukkan pengaruh terhadap efisiensi secara statistik. Rasio rendemen tebu rakyat dan sendiri juga berpengaruh terhadap efisiensi pabrik gula. Hal tersebut berdasarkan jadwal tanam dan jadwal giling tidak serentak jika menggunakan tebu dominan milik rakyat sehingga berpengaruh terhadap efisiensi. Selain itu, rekomendasi penelitian Ferrantino et al. (1995) yang menggunakan rendemen tebu dalam penelitiannya. Peneliti tersebut menunjukkan rendemen tebu berhubungan positif terhadap efisiensi pabrik gula. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran maka dapat disusun hipotesis pada penelitian ini, yaitu: 1. Pabrik gula akan efisien jika input (tebu, tenaga kerja, kapasitas produksi, dan bahan bakar) yang digunakan relatif rendah daripada pabrik gula yang tidak efisien. Penggunaan input tersebut akan ditinjau berdasarkan kapasitas produksi, usia mesin, dan lokasi pabrik gula. Pabrik gula yang tidak efisien akan dianjurkan mengurangi pengurangan input pada model DEA sehingga target penggunaan input pada pabrik gula efisien dapat dicapai oleh pabrik gula tidak efisien. 2. Usia mesin yang relatif tua dan rendemen tebu rakyat akan menurunkan efisiensi pabrik gula sedangkan peningkatan kapasitas produksi dan rasio tebu rakyat akan meningkatkan efisiensi pabrik gula.
4
METODE PENELITIAN
Lokasi, Waktu, dan Metode Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu pabrik gula di Indonesia. Pabrik gula tersebut dikuasai oleh pemerintah melalui BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta. Semua pabrik gula tersebut berperan untuk mengolah tebu milik petani maupun tebu sendiri (pabrik gula) yang kemudian diolah menjadi gula untuk konsumsi masyarakat. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai November 2012. Metode penelitian dilakukan dengan sensus.
25
Metode Pengambilan Sampel dan Teknik Pengambilan Data Populasi pabrik gula nasional berjumlah 60 pabrik dimana pabrik gula negara berjumlah 51 pabrik dan pabrik gula swasta berjumlah 9 pabrik. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive pada pabrik gula yang mengijinkan penelusuran data. Pabrik gula yang bersedia mengijinkan penelusuran data berjumlah 26 pabrik gula. Pabrik gula yang tidak mengijinkan penelusuran data karena ada beberapa pertimbangan, yaitu: jadwal pengumpulan data tepat pada jadwal penggilingan gula di pabrik sehingga dikhawatirkan akan menggangu proses produksi dan sifat kerahasiaan data yang sangat sensitif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara terhadap seseorang yang berwenang untuk mengeluarkan data yang diperlukan pada penelitian. Tabel 6 Pangsa produksi gula dan gula tetes pada sampel pabrik gula tahun 2006-2011 Produksi gula (ribu ton) Sampel Tahun pabrik gula Indonesia 2006 1,185.95 2,307.03 2007 1,258.15 2,448.14 2008 1,365.86 2,580.09 2009 1,184.21 2,299.50 2010 1,171.40 2,290.12 2011 1,155.98 2,133.54 Rata-rata 1,220.26 2,343.07 Diolah dari Lampiran 1 dan Tabel 1
Pangsa (persen) 51.41 51.39 52.94 51.50 51.15 54.18 52.09
Produksi gula tetes (ribu ton) Sampel pabrik gula Indonesia 767.29 1,319.79 889.45 1,499.72 835.22 1,339.39 710.81 1,337.69 887.83 1,553.77 767.54 1,376.66 809.69 1,404.50
Pangsa (persen) 58.14 59.31 62.36 53.14 57.14 55.75 57.64
Pangsa produksi sampel pabrik gula dari tahun 2006 sampai tahun 2011 disajikan pada Tabel 6. Pabrik gula yang berjumlah 26 pabrik mempunyai ratarata pangsa produksi gula sebesar 52.09 persen dari total produksi gula Indonesia. Pangsa produksi gula tetes pada pabrik gula tersebut sebesar 57.06 persen dari total produksi gula Indonesia. Kedua pangsa produksi tersebut sudah di atas 50.00 persen sehingga layak menjadi gambaran produksi gula di Indonesia. Data dari pabrik gula tersebut akan diklasifikan berdasarkan kapasitas produksi, usia mesin, dan kepemilikan tebu. Pabrik gula berdasarkan kapasitas produksi akan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: pabrik gula kapasitas produksi di bawah 3000 ton tebu hari (kapasitas kecil), pabrik gula kapasitas produksi di bawah 3000 tetapi di atas 5000 ton tebu hari (kapasitas sedang), dan pabrik gula kapasitas di atas 5000 ton tebu hari (kapasitas besar). Pabrik gula berdasarkan usia mesin dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: pabrik gula usia mesin di bawah 30 tahun dan pabrik gula usia mesin di atas 30 tahun. Pabrik gula usia mesin di bawah 30 tahun pada penelitian ini berjumlah enam pabrik gula yang terdapat pada pabrik gula bernomor 1, 2, 8, 18, 22, dan 26. Sisanya pabrik gula usia mesin di atas 30 tahun. Asumsi usia 30 tahun tersebut diambil dari pernyataan ISO (2005) yang menyatakan pabrik gula di negara produsen mulai mengganti mesin sekitar 30 tahun yang lalu untuk menghemat penggunaan bahan bakar.
26
Pabrik gula berdasarkan lokasi akan dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: pabrik gula Jawa dan luar Jawa. Pabrik gula luar Jawa berjumlah tiga pabrik yang terletak pada pabrik gula bernomor 3, 6, dan 26. Sisanya pabrik gula Jawa berjumlah 23 pabrik gula yang terletak selain dari pabrik gula bernomor di atas. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Data time series yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data tenaga kerja, tebu, bahan bakar, kapasitas produksi, gula, dan gula tetes. Rentang waktu data time series dari tahun 2006 sampai tahun 2011. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data sources). Sumber data sekunder adalah data yang telah dipublikasikan dan dikumpulkan untuk tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Sumber data sekunder dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: sumber internal dan eksternal. Sumber data internal adalah data yang dikumpulkan berasal dari pabrik gula yang telah mengijinkan penelusuran data dilakukan sedangkan data eksternal adalah data yang dikumpulkan berasal dari luar pabrik gula yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data sekunder dari internal dan eksternal akan disajikan berdasarkan nomor dan bukan nama pabrik gula supaya sesuai dengan etika penulisan mengenai perusahaan. Sumber data sekunder eksternal, yaitu: 1. Statistik Perkebunan Indonesia, Tebu, diterbitkan oleh Ditjenbun 2. Statistik Produksi Gula diterbitkan oleh Dewan Gula Indonesia (DGI) dan Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Model dan Analisis Data Analisis Efisiensi Teknis Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model data envelopment analysis (DEA). Spesifikasi pertama berhubungan dengan pemilihan variabel input dan output pada model DEA. Jenis input atau output pada umunya dibedakan atas dua, yaitu: input atau output yang dapat dikontrol (controllable) atau sering disebut dengan discretionary input atau output sedangkan input atau output yang tidak dapat dikontrol (uncontrollable) atau sering disebut dengan non-discretionary input atau output. Contoh discretionary input adalah jumlah tenaga kerja, tebu, dan lain-lain sedangkan contoh non-discretionary input adalah kualitas tenaga kerja, tebu, dan lain-lain. Permasalahan yang sering terjadi pada penanganan variabel nondiscretionary input dimana banyak peneliti memiliki sudut pandang bahwa input yang tidak dikontrol harus dilakukan modifikasi input supaya input tersebut dapat diukur (dikontrol). Contoh modifikasi input pada kualitas tenaga kerja terletak pada tenaga kerja yang dikatakan ahli atau terdidik apabila sudah menyelesaikan pendidikan di universitas dan sebaliknya. Modifikasi input tersebut akan memudahkan pengukuran input dalam penelitian. Modifikasi input tersebut ternyata tidak diijinkan oleh peneliti lain karena hasil penelitian akan menyimpang (bias). Penyimpangan terjadi ketika menentukan kualitas tenaga kerja yang baik atau tidak dimana ada beberapa
27
peneliti yang menyebutkan kualitas tenaga kerja dinilai dari latar belakang pendidikan tetapi penelitian lain menyebutkan kualitas tenaga kerja diniliai dari kemampuan tenaga kerja dalam melakukan adopsi teknologi input lainnya atau melakukan inovasi. Perbedaan sudut pandang tersebut akan membuat seorang peneliti kesulitan melakukan penelitian lebih lanjut atau kebenaran dari penelitian tersebut. Boussofiane et al. (1991) dan Coelli et al. (1998) menyarankan seorang peneliti yang menggunakan discretionary input supaya masalah modifikasi input yang tergantung dari sudut pandang peneliti tidak terjadi sehingga hasil penelitian yang dihasilkan mewakili keadaan sebenarnya. Input dan output yang dipilih pada penelitian ini tergolong pada discretionary input karena dapat dikontrol. Input yang digunakan oleh pabrik gula terdiri dari: jumlah tebu diukur dalam ton, tenaga kerja diukur dalam orang, kapasitas mesin penggiling tebu diukur dalam ton tebu per hari, dan bahan bakar diukur dalam ton. Input yang bermasalah dalam pengukuran hanya terletak pada bahan bakar karena masalah konversi satuan. Bahan bakar yang digunakan dalam pabrik gula ada dua yaitu ampas tebu dan solar akan tetapi ampas lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar dari pada solar sehingga solar yang digunakan harus dikonversi ke ampas tebu melalui nilai massa kalor (panas). Ampas tebu memiliki nilai massa panas (kalor) setara 1777 kilo kalori per kilogram dan solar memiliki nilai massa panas setara 9270 kilo kalori per kilogram (Saechu 2012). Penyetaraan konversi dari kedua bahan bakar tersebut adalah satu ton ampas setara dengan 191 liter solar. Output yang digunakan oleh pabrik gula terdiri dari: gula diukur dalam ton dan gula tetes (molases) diukur dalam ton. Oleh karena itu, variabel input atau output yang dipilih telah sesuai dengan petunjuk Boussofiane et al. (1991) dan Coelli et al. (1998). Spesifikasi kedua berhubungan dengan pemilihan model DEA yang terdapat pada perangkat lunak (software) yang akan digunakan untuk menganalisis variabel input dan output. Model DEA dalam software DEAP 2.1 ada tiga, yaitu: DEA one-stage, DEA two-stage, dan DEA multi-stage. Peneliti menggunakan DEA multi-stage karena ada rekomendasi dari beberapa peneliti lain yang mengatakan DEA multi-stage lebih tepat digunakan karena ada beberapa faktor. Faktor pertama adalah identifikasi efisiensi dengan pendekatan DEA multi-stage sesuai dengan sumber inefisiensi dari proses produksi (pengolahan input menjadi output) yang dilakukan oleh perusahaan atau unit pengukuran dari setiap input atau ouput tidak bervariasi dengan model matematika yang dirumuskan oleh peneliti. Faktor kedua adalah kehadiran slack movement dan radial movement (pergerakan pengurangan input atau output) pada DEA multi-stage dari ukuran sampel yang besar akan terlihat dengan jelas atau menepis tanggapan bahwa kehadiran slack hanya terlihat pada ukuran sampel yang kecil. Radial movement adalah pengurangan input yang harus dilakukan sehingga perusahaan yang tidak efisien menjadi efisien. Slack movement adalah kondisi perusahaan yang sudah efisien versi radial movement untuk berubah menjadi lebih efisien. Manfaat dari slack sangat penting karena akan kelihatan alokatif inefisiensi dari suatu proses produksi yang terjadi pada setiap pabrik gula (Baker et al 2009). Efisiensi teknis pertama yang disajikan adalah efisiensi teknis keseluruhan (OTE). Efisiensi ini berdasarkan model DEA asumsi CRS (constant return to scale). Adapun model OTE sebagai berikut:
28
Kendala:
Dimana: : efisiensi teknis input; : penambahan (slack) output pabrik gulak; : pengurangan (slack) input pabrik gulak; : input pabrik gulak; : : total tenaga kerja (orang); : total kapasitas produksi (ton tebu per hari); tebu (ton); : total bahan bakar (ton); : output pabrik gulak; : total gula : total gula tetes (ton); : angka non-Archimedean; : vektor pabrik (ton); gulak; : target input; : target output Efisiensi produksi yang kedua adalah efisiensi teknis murni atau pure technical efficiency (PTE) berdasarkan model DEA asumsi VRS (variable return to scale). Penambahan persamaan pada persamaan (4.1) akan memperoleh nilai PTE yang disimbolkan dengan . Hal tersebut dilakukan karena DEA asumsi VRS memperhatikan kendala teknologi faktor produksi pabrik gula. Efisiensi produksi yang ketiga adalah skala efisiensi atau scale efficiency (SE). SE merupakan rasio antara efisiensi teknis keseluruhan (OTE) terhadap efisiensi teknis murni (PTE) dan bentuk persamaannya menjadi . Pengukuran efisiensi pada model DEA berdasarkan penggunaan input setiap pabrik gula. Pernyataan pabrik gula yang efisien dan tidak efisien berdasarkan input aktual yang dihubungkan dengan target input pada model DEA. Model untuk penggunaan input pabrik gula sebagai berikut: ; Dimana: : efisiensi teknis input; : target input; : input aktual pabrik gulak; : pengurangan input; : target output; : output aktual pabrik gulak; : penambahan output. Skala produksi bermanfaat untuk melihat daerah produksi pabrik gula nasional yang dilihat dari vektor pabrik gula . Vektor tersebut menandakan target penggunaan input pada pabrik gula yang tidak efisien atau efisien berdasarkan petunjuk penggunaan input dari pabrik gula yang efisien. Rumus skala produksi sebagai berikut:
29
Dimana:
: target penggunaan input pada pabrik gula yang efisien: : penggunaan input pabrik gula yang efisien.
Input tersebut akan diolah pada perangkat lunak DEAP 2.1 sesuai rekomendasi Coelli et al. (1998). Data yang diperoleh dari pabrik gula dari tahun 2006 sampai tahun 2011 akan diolah setiap tahunnya sehingga diperoleh penilaian efisiensi setiap tahun. Lampiran 10 menyajikan langkah yang dilakukan untuk mengolah data tersebut. Analisis Faktor Penentu Efisiensi Teknis Nilai efisiensi yang dikeluarkan oleh model DEA akan digunakan sebagai variabel dependen sedangkan faktor yang mempengaruhi efisiensi digunakan sebagai variabel independen. Variabel independen yang digunakan adalah rasio tebu rakyat terhadap total tebu, rasio staf terhadap tenaga kerja, usia mesin, dan jam berhenti produksi. Penyusunan model untuk variabel dependen dan independen berdarkan pabrik gula dan tahun. Model regresinya sebagai berikut:
Jika:
Dimana: : efisiensi teknis pabrik gula; : efisiensi teknis pabrik gula efisien; : rasio rendemen tebu rakyat dan sendiri (persen); : kapasitas : usia mesin (tahun); : lokasi tebu pabrik gula produksi (ton tebu hari); dimana variabel dummy pabrik gula Jawa adalah satu dan variabel dummy pabrik : komponen galat (error term); : komponen galat gula luar Jawa adalah nol; pabrik gula; : komponen galat tahun; i: pabrik gula (1,….,m); t: tahun (1,….,n) Model di atas merupakan model random effects. Model tersebut bermanfaat untuk mengamati komponen galat (error term) untuk menjelaskan variabel independen yang tidak dimasukkan ke dalam model, komponen nonlinearitas antara variabel dependen dan independen, kesalahan pengukuran pada saat observasi, dan kejadian yang sifatnya acak (Pyndick et al. 1998) Model random effects di estimasi dengan maximum likelihood estimator (MLE). MLE bermanfaat untuk mengestimasi pendugaan seluruh koefisien atau parameter ( ) kecuali , komponen galat ( ), varians dan . Estimasi tersebut ada dua uji, yaitu: uji z statistik dan likelihood ratio (LR). Uji z statistik bermanfaat untuk melihat pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Uji LR bermanfaat untuk melihat semua variabel independen secara serentak berpengaruh atau tidak pada variabel dependen. Perangkat lunak (software) untuk menganalisis faktor penentu efisiensi adalah STATA 12. Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan input, output, dependen, dan independen. Definisi operasional terdiri dari: 1. Variabel Input a. Kapasitas produksi
30
Kapasitas produksi yang digunakan adalah kapasitas giling inlusif. Kapasitas giling inklusif adalah kemampuan mesin menggiling dan mengolah tebu per hari pada saat mesin bekerja tanpa memperhitungkan jam berhenti mesin. Satuan yang digunakan adalah ton tebu hari. b. Tenaga kerja Tenaga kerja yang dimaksud adalah jumlah pegawai yang bekerja di lingkungan pabrik gula tanpa membedakan status tenaga kerja. Satuan yang digunakan pada tenaga kerja adalah orang. c. Tebu Tebu yang dimaksud adalah tebu yang dihasilkan oleh petani dan pabrik gula kemudian digiling di pabrik gula untuk menjadi gula yang diukur dengan ton. d. Bahan bakar Bahan bakar yang dimaksud adalah ampas dan solar yang digunakan oleh pabrik gula. Ampas tebu merupakan bahan bakar yang dominan digunakan oleh pabrik gula. Oleh karena itu, penambahan solar harus dikonversi ke dalam ampas. Standar konversi yang digunakan satu ton ampas setara dengan 191.000 liter solar (Saechu 2012). Satuan yang dipakai pada bahan bakar adalah ton. 2. Variabel Output a. Gula Gula yang dihasilkan oleh setiap pabrik dari proses penggilingan tebu dinyatakan dalam ton. b. Gula Tetes Gula tetes merupakan produk sampingan dari gula. Satuan yang digunakan adalah ton. 3. Variabel Dependen Variabel yang termasuk variabel dependen merupakan nilai efisiensi yang dikeluarkan oleh model DEA. Nilai efisiensi model DEA yang mewakili efisiensi teknis yaitu efisiensi teknis keseluruhan (OTE). 4. Variabel Independen a. Rasio rendemen tebu rakyat dan sendiri. Rasio tersebut menunjukkan perbandingan antara rendemen tebu rakyat dan rendemen tebu sendiri. Rendemen tebu merupakan rasio antara bobot gula dan tebu. Satuan yang digunakan adalah persen. b. Usia mesin Usia mesin berdasarkan tahun mesin digunakan di pabrik gula nasional. Satuan usia mesin adalah tahun. c. Kapasitas produksi Kapasitas produksi yang digunakan adalah kapasitas giling inlusif. Kapasitas giling inklusif adalah kemampuan mesin menggiling dan mengolah tebu per hari pada saat mesin bekerja tanpa memperhitungkan jam berhenti mesin. Satuan yang digunakan adalah ton tebu hari. d. Lokasi pabrik gula Lokasi pabrik gula dibagi kedalam dua kelompok, yaitu pabrik gula Jawa dan luar Jawa. Variabel dummy untuk pabrik gula Jawa adalah satu sedangkan variabel dummy untuk pabrik gula luar Jawa adalah nol.