3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Metode ini digunakan untuk menentukan gambaran pengembangan usaha penangkapan ikan dan dukungan PPP Labuan ditinjau dari komoditas ikan unggulan dan alat tangkap yang efektif.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di PPP Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
3.2 Metode Pengumpulan Data Survei dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek produksi hasil tangkapan, alat tangkap, dan dukungan pelabuhan perikanan. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung di lapangan, hasil pengisian kuesioner oleh responden sebagai sampel, dan wawancara.
Dalam pengisian kuesioner, sampel diambil secara purposive
sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. diharapkan semua lapisan responden dapat terwakili.
Metode ini
Pemilihan responden
dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah berjumlah 20 orang yang terdiri dari: Kepala UPT Labuan, Manajer TPI 1, 2, dan TPI unit, Kepala Bidang Kelautan DKP Pandeglang, dan 15 orang nelayan yang berada di PPP Labuan. Sampel yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Propinsi Banten, Bappeda Kabupaten
11
Pandeglang, internet, dan sumber-sumber lainnya. Perincian kedua data tersebut adalah Tabel 2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan No 1
Tujuan Mengetahui potensi pengembangan usaha penangkapan ikan dengan menentukan : a) Komoditas unggulan
b) Alat tangkap yang ramah lingkungan 2
Tingkat peranan pelabuhan
3
Data tambahan
Data yang diambil
3.3.1
Jenis data
Jenis-jenis hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir Data total produksi hasil tangkapan yang didaratkan selama 5 tahun terakhir (ton/tahun)
Dinas Kelautan dan Perikanan
Data Sekunder
Data alat tangkap yang ramah lingkungan dengan kriteriakriteria yang telah ditentukan Pelayanan pihak pelabuhan kepada nelayan
Pengamatan dan wawancara Pengamatan dan wawancara Bappeda Pandeglang
Data Primer
a)
b)
3.3
Sumber data
Kondisi Umum Lokasi penelitian : Letak geografis, topografi, demografi. Keadaan iklim dan musim Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pandeglang dan PPP Labuan : Jumlah dan perkembangan unit penangkapan ikan selam kurun lima tahun terakhir Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan
Data Primer
Data Sekunder
Analisis Data Pengembangan usaha penangkapan ikan:
3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan 1. Analisis pemusatan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Location quotient (LQ). Perhitungan dilakukan dengan mengelompokkan produksi ikan berdasarkan jenisnya seperti ikan pelagis, demersal, mollusca, dan crustacea. Rumus LQ sebagai berikut: LQ =
qi / qt Qi / Qt
12
Keterangan : LQ = Location quotient qi
= produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang
qt
= produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang
Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka : (1) Jika nilai LQ > 1, menunjukan terjadinya kosentrasi produksi perikanan di Kabupaten Pandeglang secara relatif dibandingkan dengan total Propinsi Banten atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Pandeglang.
Atau
terjadi surplus produksi di Kabupaten Pandeglang dan komoditas tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. (2) Jika nilai LQ = 1, maka pada Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Propinsi Banten. (3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Pandeglang. 2. Penentuan komoditas unggulan dan prioritas Tahapan-tahapannya sebagai berikut: a. Pembobotan nilai LQ jumlah dan nilai produksi Pembobotan dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot dengan nilai LQ > 1 = 2, LQ 0,80 sampai 0,99 = 1, dan LQ < 1 = 0 (Kohar & Suherman, 2003). b. Penentuan sektor unggulan Komoditas unggulan diperoleh dari hasil kedua penjumlahan bobot LQ yaitu jika bobot LQ jumlah produksi =2 dan bobot LQ nilai produksi = 2.
3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan Analisis alat tangkap ramah lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan dan wawancara terhadap alat tangkap yang sesuai dengan standarisasi yang sudah ada.
Penyeleksian alat tangkap yang efektif digunakan metode skoring
13
Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Sultan (2004). Metode ini dapat digunakan dalam penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda dengan memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: V (X) =
X X0 X1 X 0
𝑛
V A =
𝑉𝑖 𝑋𝑖 i = 1,2,3, … … n 𝑖=1
Dimana : V (X)
= Fungsi nilai dari variabel X
X
= Nilai variabel X
X1
= Nilai tertinggi pada kriteria X
X0
= Nilai terendah pada kriteria X
V (A)
= Fungsi nilai alternatif A
V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i Penentuan kategori jenis alat tangkap efektif diberikan pada masing-masing dengan perolehan selang nilai 1 sampai 4. Dalam penelitian ini digunakan empat subkriteria untuk memudahkan dalam penilaian masing-masing kriteria. Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada panduan jenisjenis penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO pada tahun 1995, bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub-kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
14
1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh. 2) Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh. 3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 2. Tidak merusak habitat Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi) 1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas. 2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit. 3) Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit. 4) Aman bagi habitat. 3. Tidak membahayakan nelayan Keselamatan
manusia
menjadi
syarat
penangkapan
ikan,
karena
bagaimanpun manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif.
Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada
tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi): 1) Bisa berakibat kematian pada nelayan. 2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan. 3) Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara. 4) Aman bagi nelayan. 4. Ikan tangkapan bermutu baik Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang terlihat secara morfologis, yaitu: 1) Ikan mati dan busuk. 2) Ikan mati, segar, dan cacat fisik. 3) Ikan mati dan segar. 4) Ikan hidup.
15
5. Produk tidak membahayakan konsumen Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh oleh proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, diantaranya adalah: 1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen. 2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen. 3) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen. 4) Aman bagi konsumen. 6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum Alat tangkap yang tidak selektif (lihat no.1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang ikut tertangkap. Hasil tangkapan non-target ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi): 1) By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar. 2) By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar. 3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar. 4) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dipasar dengan harga yang tinggi. 7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari bahan yang digunakan dan metode operasinya.
Pengaruh pengoperasian alat
tangkap terhadap biodiversity yang ada adalah (dari rendah hingga tinggi): 1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat. 2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 4) Aman bagi biodiversity.
16
8. Tidak menangkap protected spesies Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah (dari rendah hingga tinggi): 1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap. 2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap. 3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap. 4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 9. Diterima secara sosial Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: 1) biaya investasi murah, 2) menguntungkan secara ekonomi, 3) tidak bertentangan dengan budaya setempat, 4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu: 1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas. 2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada. 3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada. 4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada. Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan dapat disimpulkan sebagai berikut: X < 0,407
: Tidak ramah lingkungan
0,407 ≤ X ≤ 0,593 : Kurang ramah lingkungan X > 0,593
: Ramah lingkungan
17
Berikut standarisasi alat tangkap efektif: Tabel 3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap Alat tangkap No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kriteria
Payang
Mini purse seine
Pancing rawai
Jaring arad
Gillnet
Dogol
Jaring rampus
Memiliki selektivitas yang tinggi Tidak destruktif terhadap habitat Tidak membahayakan operator Ikan tangkapan bermutu baik Produk tidak membahayakan konsumen Minimum discard dan by-catch Tidak merusak keanekaragaman hayati Tidak menangkap protected spesies Diterima secara sosial Jumlah Rata-rata
3.3.2
Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan Analisis ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui gambaran yang terjadi sejauh mana dukungan pelabuhan berperan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Analisis ini dibatasi oleh adanya ketersediaan fasilitas pelabuhan, pemanfaatan fasilitas, dan kemudahan dalam penggunaan fasilitas di pelabuhan. Pengambilan data melalui wawancara dengan 15 nelayan yang diambil secara acak. Perhitungan tingkat peranan ini menggunakan persentase jumlah responden yang akan memilih nilai 1= tidak berperan/2= kurang berperan/3= berperan dibagi dengan total keseluruhan responden. V(X) =
Xi x100 Xn
18
Keterangan : V (X) = presentase nilai (tidak berperan, kurang berperan, dan berperan) Xi
= jumlah responden yang memilih
Xn
= total responden
Tabel 4 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Peranan
(TB) 1
Penilaian (%) (KB) 2 (B) 3
1.
Sebagai pusat aktivitas produksi a. Penyediaan perbekalan melaut Solar Air bersih Es b. Penyediaan tempat pendaratan Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran c. Penyediaan tempat perbaikan Tempat perbaikan jaring Slipways Bengkel 2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran TPI Tempat pengolahan ikan Pasar ikan 3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan Koperasi Sumber : Anonim (1998) diacu dalam Dwiatmoko (1994) direvisi kembali
Keterangan : Nilai 1 : Tidak berperan (TB) Nilai 2 : Kurang berperan (KB) Nilai 3 : Berperan (B) Kriteria-kriteria untuk setiap fasilitas yang ada : Tidak berperan
= ada fasilitas tetapi tidak berfungsi dengan baik
Kurang berperan
= ada fasilitas tetapi kurang berfungsi dengan baik
Berperan
= ada fasilitas tetapi sudah berfungsi dengan baik