59
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada SWP DAS Arau, yang terdiri atas 3 DAS, yaitu DAS Batang Arau, DAS Batang Kuranji dan DAS Batang Air Dingin, secara administratif terletak di Kota Padang dan sebagian kecil hulunya berada di Kabupaten Solok, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan merupakan SWP DAS Prioritas (DAS kritis yang perlu penanganan segera), memiliki nilai yang strategis karena merupakan wilayah ibukota propinsi dengan berbagai aktivitas dalam DAS dan data penunjang yang sangat diperlukan cukup tersedia. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tiga DAS dengan pertimbangan : (1) sasaran pengguna jasa dan penerima manfaat pada skema imbal jasa lingkungan adalah masyarakat Kota Padang, yang berada di tiga DAS tersebut; (2) untuk penggalian potensi institusi lokal dan komunitas adat dalam pengelolaan hutan, terutama dalam bentuk hutan ulayat, tidak dibatasi oleh satuan DAS, tapi oleh wilayah administrasi dan hukum adat, dalam hal ini adalah wilayah kesatuan Nagari dan Kota Padang. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010 - Februari 2011. Pengumpulan Data Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Sumber data dari hasil observasi dan dari Instansi terkait seperti Stasiun Metereologi dan Geofisika, Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat, Dinas Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan Kota Padang, Bapedalda Kota Padang, Bappeda Kota Padang, Dinas PSDA Propinsi Sumatera Barat, PDAM Kota Padang, BPN, BPS, Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM), Kerapatan Adat Nagari (KAN), usaha berbasis air, responden terpilih, informan kunci dan sumber lain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan ruang lingkup penelitian, maka variabel/pola yang akan diukur, pengumpulan data dan sumber data untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Tabel 4.
60 Tabel 4 Variabel/pola, pengumpulan data dan sumber data No 1
Variabel / pola yang akan diukur
Data yang dikumpulkan
Sumber Data
Profil SWP DAS Arau (Kondisi fisik, Sosekbud dan kelembagaan )
Informasi tentang kondisi fisik DAS (topografi; iklim; tanah; geologi; penutupan lahan; bentuk DAS); sosial ekonomi masyarakat (sarana sosek; kelembagaan masyarakat; historis penggunaan lahan; pendapatan; pola pengelolaan hutan dan usaha tani)
Peta : topografi, tanah, geologi; tutupan lahan; DAS Prioritas, kawasan hutan SWP DAS Arau;
2
Neraca Air SWP DAS Arau (Ketersediaan air, kebutuhan air dan keseimbangan air DAS)
Data curah hujan harian, debit harian, iklim (suhu, kelembaban, radiasi matahari) 20 tahunan; Jumlah penduduk; luas sawah; lahan perikanan, industri, pola distribusi dan penggunaan air
Data hujan dari stasiun hujan; data debit dari stasiun debit; Data statistik Kota Padang tahun 2009: Data Pelayanan PDAM; Draft RTRW Kota Padang 2008-2028; SLH Kota Padang 2009; Observasi lapangan; wawancara dan data sekunder dari pihak terkait.
3
Tutupan Lahan (pengaruh tutupan lahan terhadap ketersediaan air)
Tutupan lahan tahun 1990, 2000 dan 2009
Citra ETM7+Path 127 tahun 1990, 2000, 2009; Peta Tutupan lahan; Peta tanah SWP DAS Arau
4
Potensi Pengembangan PES (jenis jasa, penyedia, pengguna dan nilai jasa) dan dana non PES
Kondisi sosek RT, petani irigasi dan usaha pengguna air; Persepsi masyarakat terhadap konservasi dan RHL; WTP; WTA; Institusi pengelola kawasan lindung; sumber pendanaan alternatif untuk konservasi dan RHL
Survey rumah tangga, observasi dan wawancara mendalam (Indepth interview) dengan tokoh kunci serta data sekunder dari instansi terkait
5
Atribut Komunitas dan Aturan yang digunakan dalam pengelolaan DAS/hutan (rules in use)
Karakter komunitas; Normanorma adat; Aturan adat dalam pengelolaan SDA; hak kepemilikan lahan;
Wawancara mendalam dengan tokoh kunci, observasi dan data sekunder dari instansi terkait
6
Peraturan terkait dan norma-norma dalam pengelolaan DAS
UU, PP, Perda, Kepmen/Permen, Juklak, Juknis dan aturan adat
Literatur, data sekunder, observasi dan wawancara dengan tokoh kunci
Data statistik Kota Padang tahun 2009; Status Lingkungan Hidup Kota Padang Tahun 2009; Observasi lapangan; wawancara, data sekunder dari pihak terkait.
61 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif – studi kasus, dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif sesuai keperluan pada masingmasing kajian.
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan survey, observasi
dan wawancara menggunakan kuisioner serta wawancara mendalam dengan responden terpilih. Untuk model hidrologi digunakan pendekatan sistem DAS. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka penelitian dibagi empat bagian, yaitu : 1. Kajian Neraca Air dan Penggunaan Lahan pada SWP DAS Arau (Pendekatan Fisik/Hidrologi); 2. Kajian Identifikasi Arena Aksi, Atribut Komunitas dan Aturan Main yang Digunakan (Rules in Use) untuk Pengembangan Institusi (Pendekatan Kelembagaan); 3. Kajian Pengembangan Insentif untuk Konservasi dan RHL dari Dana PES dan Non PES pada SWP DAS Arau (Pendekatan Ekonomi); 4. Pengembangan Institusi dalam Membangun Model Pengelolaan SWP DAS Arau Terpadu dan Mandiri. Masing-masing bagian akan diuraikan sebagai berikut. Kajian Optimasi Penggunaan Lahan dan Neraca Air SWP DAS Arau Kajian ini dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian point (1), yaitu untuk mengidentifikasi aspek fisik, yang dibatasi pada kondisi hidrologi dan penggunaan lahan SWP DAS Arau, yang akan dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan konservasi/RHL dan implementasi PES. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan analisis neraca air dan penggunaan lahan pada SWP DAS Arau. Analisis kondisi hidrologi dan penggunaan lahan ini akan memberikan informasi tentang : (1) Ketersediaan air pada SWP DAS Arau; (2) Kebutuhan air pada SWP DAS Arau; (3) Neraca ketersediaan dan kebutuhan air pada SWP DAS Arau; (4) Penggunaan lahan eksisting SWP DAS Arau; (5) Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS; (6) Skenario penggunaan lahan optimal pada SWP DAS Arau sehingga kinerja DAS dalam kategori baik.
62 Analisis Neraca Air DAS. Analisis neraca air SWP DAS Arau dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung ketersediaan air dan kebutuhan air pada SWP DAS Arau, yang akan diuraikan sebagai berikut. 1. Penghitungan Ketersediaan Air dalam DAS Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) di sungai dengan jumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu (Triatmodjo 2009).
Untuk
pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan (hujan, debit). Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang berpeluang mampu memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam penelitian ini, dipakai debit andalan 80% (Q80), yaitu debit andalan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air minum (Triadmodjo 2009). a) Penghitungan Hujan DAS Penentuan rata-rata curah hujan untuk masing-masing DAS pada SWP DAS Arau dalam penelitian ini menggunakan metoda segitiga Poligon Thiessen. Poligon Thiessen dibuat dari peta SWP DAS Arau antara posisi titik-titik Stasiun Penakar Hujan (SPH), kemudian dihubungkan dengan garis lurus dan pada titik tengah garis lurus tersebut ditarik garis tegak lurus 90o, perpotongan antara garis tegak dan berbentuk poligon disebut Poligon Thiessen yang ditumpangtindihkan dengan peta SWP DAS Arau, sehingga didapatkan luasan daerah pengaruh hujan masing-masing stasiun penakar hujan.
Persentase antara luas poligon dan luas DAS kemudian
dikalikan dengan hujan rata-rata bulanan sehingga didapat curah hujan bulanan pada setiap DAS. [R1 x (a1/A)] + [R2 x (a2/A)] + ......... + [Rn x (an/A)] …………..(4) Dimana : R1, R2, …, Rn = curah hujan pada masing-masing stasiun penakar hujan; a1, a2, …., an = luas daerah pengaruh masing-masing stasiun hujan (luas daerah polygon) (ha); A = luas total DAS (ha). b) Penghitungan Ketersediaan Air DAS Ketersediaan air pada SWP DAS Arau dilakukan terhadap ketersediaan air permukaan, yang diprediksi dari analisis data rata-rata debit bulanan pada
63 sungai utama masing-masing DAS yang mempunyai fasilitas alat pengukur hidrometri dalam rentang waktu 20 tahun (1990-2009), yaitu dari stasiun pengukur debit Gunung Sarik (DAS Batang Arau), Gunung Nago (DAS Batang Kuranji) dan stasiun pengukur debit Lubuk Minturun (DAS Batang Air Dingin). Debit andalan (Q80) ditentukan menggunakan metode rangking dengan mengurutkan dalam bentuk tabel data debit, dari debit maksimum sampai debit minimum, persen keandalan diperoleh dari nilai m/n yang dinyatakan dalam %, dimana m adalah nomor urut dan n adalah jumlah data. Bila data debit yang tersedia tidak kontinyu atau dalam jangka pendek maka analisis ketersediaan air dalam DAS dihitung menggunakan model hujan aliran (Triatmodjo 1998a), karena dalam suatu DAS, pada umumnya data hujan tersedia dalam jangka waktu panjang. Untuk itu dibuat hubungan antara debit dan hujan dalam periode waktu yang sama, selanjutnya berdasarkan hubungan tersebut dibangkitkan data debit berdasar data hujan yang tersedia. Dengan demikian akan diperoleh data debit dalam periode yang sama dengan data hujan. Metode untuk membangkitkan data debit dari data hujan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan model regressi linear sederhana (Triatmodjo 1998b), seperti Gambar 2 di bawah ini. Data Debit (Q) Tahun 2002-2009
Data Hujan (p) Tahun 1990 - 2009
Hubungan Q - p Tahun yang sama (2002 - 2009) Q = f (p) Bangkitan Debit Q Tahun 1990 - 2009 Gambar 2 Penurunan data debit berdasarkan data hujan pada SWP DAS Arau
64 2. Penghitungan Kebutuhan Air dalam DAS Penghitungan kebutuhan air pada SWP DAS Arau dilakukan dengan membagi kebutuhan air atas 4 sektor, yaitu : (a) Rumah Tangga; (b) Pertanian; (c) Sarana Perkotaan dan; (d) Industri, dengan uraian sebagai berikut : (a) Kebutuhan air rumah tangga (Qrt) Kebutuhan air untuk rumah tangga diperkirakan dengan rumus berikut : Qrt = Pt x Un ……………………………….…(5) Dimana Qrt adalah jumlah kebutuhan air penduduk per wilayah studi (m3/tahun); Pt adalah jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan (jiwa); dan Un adalah nilai kebutuhan per kapita per tahun (m3/tahun/jiwa) sesuai standar yang digunakan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2003) seperti disajikan pada Tabel 5. Data jumlah penduduk serta proyeksinya diambil dari data Statistik Kota Padang tahun 2009 dan Draft RTRW Kota Padang tahun 2008-2028. Tabel 5 Standar kebutuhan air untuk rumah tangga No.
Jumlah Penduduk
1 2 3 4 5 6
< 2.000.000 1.000.000 – 2.000.000 500.000 – 1.000.000 100.000 – 500.000 20.000 – 100.000 3.000 – 20.000
Jenis Kota
Kebutuhan Air (Liter/Hari)
Metropolitan Metropolitan Besar Besar Sedang Kecil
210 150 - 210 120 - 150 100 - 120 90 - 100 60 - 90
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003
(b) Kebutuhan air untuk perkotaan (Qkt) Kebutuhan air perkotaan adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti fasilitas komersial, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan fasilitas pendukung kota seperti taman, hidran kebakaran dan pengelontoran kota (Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2003).
Besarnya
kebutuhan air untuk sarana perkotaan merupakan persentase dari jumlah kebutuhan air rumah tangga. Penentuan persentase tergantung dari jumlah atau kepadatan penduduk, seperti terlihat pada Tabel 6.
65 Tabel 6 Besarnya kebutuhan air untuk sarana perkotaan No
Kriteria (Jumlah Penduduk)
Kebutuhan Air Perkotaan (Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga)
1 2 3
> 500.000 100.000 – 500.000 < 100.000
40 30 20
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003
(c) Kebutuhan air pertanian (Qptn) Kebutuhan air pertanian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kebutuhan untuk irigasi, perikanan dan peternakan, diperkirakan dengan rumus berikut : Qptn = Qirg + Qikan + Qternak …...…………..(6) Dimana : Qirigasi
=
Luas lahan sawah atau palawija (ha) x acuan
kebutuhan air persatuan luas sawah atau palawija pertahun (m3/ha/tahun); Qperikanan = Luas lahan kolam/perikanan (ha) x acuan kebutuhan air persatuan luas kolam/tahun (m3/ha/tahun); dan Qpeternakan = Jumlah ternak (ekor) x acuan kebutuhan air/jenis ternak/ekor (m3/ekor/tahun). Data luas irigasi, perikanan dan peternakan diambil dari data statistik Kota Padang tahun 2009.
Besarnya acuan kebutuhan air untuk pertanian
disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Standar kebutuhan air pertanian No.
Jenis Kegiatan
Kebutuhan Air
Sumber
Irigasi 1. Sawah 2. Palawija
1 liter/detik/ha 0,25 liter/detik/ha
Hatmoko et al. 1993 Hatmoko et al. 1993
Perikanan 1. Perikanan sawah 2. Perikanan Kolam 3. Perairan Umum
1 liter/detik/ha 3.053 m3/ha 0,2 liter/detik/ha
Hatmoko et al. 1993 Hatmoko et al. 1993 Sugiarto 1995
Peternakan 1. Sapi/Kerbau/Kuda 2. Kambing/Domba 3. Unggas
40 liter/ekor/hari 5 liter/ekor/hari 0,6 liter/ekor/hari
SNI 2002 SNI 2002 SNI 2002
(d) Kebutuhan air industri (QInd) Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan industri (Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2003).
66 Kebutuhan air industri dapat dihitung menggunakan metode penggunaan lahan industri, yaitu sebesar 0,4 liter/detik/ha untuk wilayah yang luas lahan kawasan industrinya diketahui (Triatmodjo 2009). Sedangkan untuk wilayah yang tidak diketahui, standar yang digunakan Dirjen Cipta Karya Departemen PU adalah sebesar 10% dari konsumsi air domestik. Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Dalam penelitian ini, standar kebutuhan air industri yang digunakan disajikan pada Tabel 8. Kebutuhan air industri (QInd) diperkirakan menggunakan rumus : Qind = (K1 x X1) + (K2 x X2) …………………………..(7) Dimana K1 adalah kebutuhan air untuk proses produksi; X1 adalah acuan kebutuhan air untuk proses produksi; K2 adalah jumlah karyawan; dan X2 adalah acuan kebutuhan/sanitasi karyawan. Data industri pada SWP DAS Arau diambil dari data statistik Kota Padang tahun 2009. Tabel 8 Standar kebutuhan air industri Uraian
Kebutuhan Air
Sumber
Bila luas lahan kawasan industri diketahui
0,4 liter/detik/ha
Triatmodjo 2009
Industri Rumah Tangga
Belum ada rekomendasi, disesuaikan dengan kebutuhan air Rumah Tangga
Departemen Kimpraswil 2003
Industri Menengah
2 - 4 m3/hari
IWACO 1989
3
Industri Besar
5 - 10 m /hari
IWACO 1989
Kebutuhan air karyawan/pekerja
60 liter/orang/hari
Departemen Kimpraswil 2003
Penghitungan total kebutuhan air pada DAS adalah penjumlahan kebutuhan air keempat sektor, yaitu : Qtotal = Qrt + Qkt + Qprt + Qind …………..…………(8) 3. Neraca Air DAS (Keseimbangan Air DAS) Untuk melihat kondisi ketersediaan air DAS dalam memenuhi kebutuhan air pada DAS tersebut, maka ketersediaan air pada DAS dikurangi dengan kebutuhan air pada DAS.
Bila keseimbangan air positif maka tidak terjadi
67 kekurangan air pada DAS tersebut dan bila neraca air negatif maka mengindikasikan adanya krisis air pada DAS tersebut. Analisis Optimasi Penggunaan Lahan.
Analisis optimasi penggunaan
lahan dilakukan untuk mengetahui luas lahan hutan yang dibutuhkan dan distribusinya untuk mencapai kondisi hidrologis DAS yang baik atau untuk mencapai kinerja DAS dalam kategori baik pada SWP DAS Arau, menggunakan analisis spasial dan model hidrologi. 1. Penggunaan lahan eksisting SWP DAS Arau Penggunaan lahan eksisting dilihat melalui analisa peta tutupan lahan berdasarkan peta citra digital ETM7+ SWP DAS Arau tahun 2009. 2. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Analisis ini akan melihat pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS menggunakan data time series.
Perubahan penggu-
naan lahan dianalisis melalui peta tutupan lahan SWP DAS Arau tahun 1990, 2000, 2009 berdasarkan peta citra digital ETM7+ SWP DAS Arau tahun 1990, 2000 dan 2009; sedangkan perubahan kondisi hidrologi DAS yang mencerminkan kinerja DAS dianalisis melalui penelusuran data debit tahun 1990 sampai dengan tahun 2009.
Parameter yang digunakan untuk mengukur
kinerja DAS, meliputi debit maksimum (Qmaks), debit minimum (Qmin); dan fluktuasi debit (rasio Qmaks/Qmin atau koefisien regim sungai (KRS)). Berdasarkan SK Dirjen RLPS Nomor P.04/V-SET/2009, ada 2 (dua) kriteria penilaian KRS, yaitu : (1) Nilai KRS berdasarkan nilai perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum tahunan (Qmaks/Qmin) dengan rentang : nilai KRS < 50 termasuk kategori baik, nilai KRS 50 – 120 termasuk kategori sedang, dan nilai KRS > 120 termasuk kategori buruk; dan (2) nilai KRS dihitung berdasarkan perbandingan antara debit maksimum dan debit andalan (Qmaks/Qandal), dimana Qa adalah debit rata-rata tahunan dikalikan dengan faktor 0.25. Nilai KRS > 20 termasuk dalam kriteria DAS jelek/buruk. Pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kondisi hidrologis DAS dianalisis menggunakan model regressi linear menggunakan software Minitab dan model deterministik non linear menggunakan program Stella 9.0.2.
68 3. Prediksi kondisi hidrologis DAS dan skenario penggunaan lahan optimal Prediksi kondisi hidrologis DAS akibat perubahan tutupan lahan hutan dianalisis menggunakan model deterministik non linear menggunakan program Stella 9.0.2. Model yang dibangun terdiri dari 3 (tiga) variabel utama yaitu : (a) Stock, yaitu luas berbagai tutupan lahan; (b) Flow, yaitu perubahan luas tutupan lahan hutan; dan (c) Variabel auxilary, yaitu variabel yang ditetapkan sebagai konstanta dalam menentukan tindakan pengelolaan. Skenario yang digunakan adalah bagaimana nilai KRS DAS pada (1) kondisi penggunaan lahan seperti saat ini tanpa ada tindakan pengelolaan (bussines as usual, BAU);
(2) skenario penggunaan lahan yang memberikan kondisi
hidrologi yang baik (nilai KRS < 50) melalui tindakan penghentian konversi lahan hutan dan penanaman kembali lahan dengan tutupan non hutan. Untuk mendapatkan penggunaan lahan optimal dilakukan telaahan dengan mempertimbangkan aspek fisik (kesesuaian fungsi kawasan); aspek ekonomi atau pengembangan wilayah (RTRW Kota Padang tahun 2008-2028), dan aspek sosial budaya setempat (historis penggunaan dan pemilikan lahan, adat serta preferensi masyarakat). Kajian Identifikasi Arena Aksi, Atribut Komunitas dan Rules in Use Untuk Pengembangan Institusi (Pendekatan Kelembagaan) Kajian ini dilakukan untuk mencapai tujuan (2), yaitu mengidentifikasi aspek kelembagaan arena aksi, atribut komunitas dan aturan / kebijakan / norma adat (rules in use) dalam pengelolaan hutan yang mempengaruhi perilaku aktor dalam pengelolaan SWP DAS Arau sesuai kerangka kerja analisis pengembangan institusi dari Ostrom (2008). Tujuannya untuk memprediksi perilaku aktor dalam pengelolaan SWP DAS Arau sehingga dihasilkan pola interaksi (performance) yang baik, dalam arti dihasilkan institusi pengelolaan yang efisien, yang memenuhi kriteria adanya biaya transaksi yang minimal dan imbalan yang diterima para pihak sesuai dengan korbanan pada kinerja DAS yang baik. Informasi ini akan digunakan untuk menyusun model kelembagaan pengelolaan hutan dan pengembangan PES pada SWP DAS Arau.
Penggalian informasi akan
difokuskan pada lokasi-lokasi yang secara teknis potensial untuk pengembangan kegiatan tersebut berdasar hasil Kajian 1.
69 Analisis arena aksi dibatasi pada pengelolaan kawasan lindung, khususnya pengelolaan hutan pada hulu DAS, meliputi aspek ruang (insentif pengelolaan lahan dan tingkat kesejahteraan masyarakat); aspek waktu (pembiayaan pengelolaan hutan dan lahan dan jaminan kontinyuitas produksi, misalnya pasar yang kondusif); aspek jaminan kepastian hak (tenurity secure) (kepastian hak dan minat untuk berinvestasi dalam pengelolaan hutan); dan aksi kolektif dalam pengelolaan hutan (keterlibatan masyarakat dan peran para pihak dalam pengelolaan hutan). Analisis atribut komunitas meliputi karakter masyarakat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Sedangkan analisis aturan yang digunakan dalam pengelolaan hutan/DAS (rules in use) mencakup aturan formal sesuai peraturan perundangan dan aturan non formal pengelolaan hutan berdasar norma-norma adat setempat. Untuk menentukan model institusi pengelolaan yang lebih memenuhi syarat bagi institusi pengelola hutan yang lestari pada SWP DAS Arau maka dilakukan analisis terhadap norma-norma institusi pengelolaan hutan yang ada agar didapatkan pola-pola untuk pengelolaan lestari serta membandingkan institusi pengelola hutan secara formal oleh pemerintah dan pengelolaan hutan berdasarkan norma adat menggunakan modifikasi prinsip desain Ostrom (1990) oleh Gautam dan Shivakoti (2005) sebagai kerangka teoretis dan evaluasi. Diharapkan hasil analisis dapat digunakan untuk memecahkan konflik pengelolaan hutan dan tumpang tindihnya hutan Negara dan hutan ulayat pada SWP DAS Arau. Kajian Pengembangan Insentif untuk Konservasi dan RHL dari Dana PES dan Non PES pada SWP DAS Arau (Pendekatan Ekonomi) Kajian ini dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian point (3) mengidentifikasi aspek ekonomi potensi pelaksanaan PES pada SWP DAS Arau serta insentif konservasi dan RHL dari dana Non PES. Analisis Potensi PES.
Untuk mengembangkan skema PES sampai
implementasinya di lapangan harus melalui beberapa tahapan yang panjang. Pada penelitian ini hanya akan dilakukan identifikasi terhadap : (1) Karakteristik dan ketersediaan jasa lingkungan DAS, meliputi kejelasan jenis, lokasi, kepemilikan lahan dan luas wilayah yang akan menyediakan jasa lingkungan tersebut pada setiap DAS dalam SWP DAS Arau, dan difokuskan
70 pada jasa lingkungan air permukaan, yaitu sumberdaya air sungai dan hutan sebagai daerah tangkapan airnya, dilakukan melalui analisis spasial daerah tangkapan air DAS, fungsi kawasan, analisis skema aliran sungai dan debit sungai, data sekunder dan pengecekan lapangan pada beberapa titik contoh (2) Potensi penyedia/pemasok jasa lingkungan; diarahkan pada perorangan, kelompok ataupun lembaga yang mengelola lahan kawasan lindung sebagai daerah tangkapan air di daerah hulu DAS. Untuk mengukur kesediaan menerima kompensasi (willingness to accept, WTA), respondennya diarahkan pada petani pemilik atau pengelola lahan kawasan lindung di hulu DAS atau DTA. Responden petani pemilik lahan dipilih secara sengaja, sebanyak 40 orang per DAS (total responden 120 orang). Sedangkan responden dari institusi pengelola hutan adalah pejabat atau petugas dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Barat; Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan Kota Padang; dan Badan Pelaksana Pengelola Tahura Bung Hatta. (3) Potensi pengguna jasa lingkungan; diarahkan kepada kelompok, lembaga ataupun
perorangan
yang
melakukan
aktivitas
(ekonomi)
dengan
menggunakan sumberdaya air sebagai modal usahanya, seperti PDAM, PLTA, industri, dan pengguna air lainnya pada daerah tengah dan hilir DAS. (4) Nilai ekonomi pemanfaatan air permukaan pada DAS hulu dan nilai ekonomi jasa lingkungan DAS, dibagi atas 2 kategori, yaitu : (1) pengguna air non komersil (rumah tangga dan petani tradisonal); dan (2) pengguna air komersil (usaha / lembaga pengguna air untuk tujuan komersil). (a) Pengguna air non komersil (rumah tangga dan petani tradisonal) Unit contoh pada pengguna air rumah tangga adalah rumah tangga yang memanfaatkan air non PDAM untuk kebutuhan sehari-hari. Jumlah responden sebanyak 30 orang per DAS (total 90 orang responden pengguna air rumah tangga). Informasi yang dikumpulkan meliputi pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah penggunaan air, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan air serta kesediaan untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi dan RHL.
71 Unit contoh pada penggunaan air pertanian adalah petani yang memanfaatkan air dari sumber air untuk mengairi lahannya. Jumlah responden sebanyak 30 orang per DAS (total responden petani tradisonal 90 orang). Informasi yang dikumpulkan antara lain tentang luas lahan, tingkat pendapatan, jumlah penggunaan air, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan air dan kesediaan responden untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi dan RHL pada daerah tangkapan air. Pelaksanaan survey dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan informasi yang relevan kepada responden.
Setelah itu baru diberikan
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kesediaan mereka membayar untuk jasa lingkungan air (WTP) jika air tidak boleh dimanfaatkan lagi. Nilai ekonomi pemanfaatan air untuk rumah tangga merupakan nilai pemanfaatan air yang dihasilkan dari perkalian jumlah rumah tangga, jumlah anggota keluarga, konsumsi air rata-rata rumah tangga per bulan dan harga air setara tarif PDAM. Penggunaan harga air setara tarif PDAM dalam penelitian ini karena belum adanya penetapan harga air secara khusus untuk kriteria rumah tangga hulu. Sedangkan untuk menduga besarnya nilai ekonomi pemanfaatan air untuk irigasi padi sawah digunakan pendekatan biaya pengadaan air/hektar/musim tanam. Nilai pemanfaatan air untuk pertanian padi sawah adalah nilai pemanfaatan air yang dihasilkan dari luas usaha padi sawah, musim tanam padi dan biaya pengadaan air. Komponen biaya pengadaan air meliputi upah harian kerja (jumlah tenaga kerja dan berapa hari kerja), pengadaan sarana pengaliran air ke lahan sawah setiap petani, seperti pipa, bambu, selang air atau pembuatan saluran air dan biaya pemeliharaan sarana pengaliran air tersebut. Untuk menduga besarnya nilai jasa lingkungan hutan didekati berdasarkan kesediaan membayar (WTP) pengguna air untuk mendapatkan air atau kesediaan mereka untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi dan RHL berdasar hasil survey atau dapat dilihat dari besarnya biaya pengadaan untuk dapat mengkonsumsi air.
72 (b) Pengguna air komersil (usaha atau lembaga yang banyak menggunakan air dalam proses produksi atau aktivitasnya). Responden adalah industri, perusahaan atau lembaga yang menggunakan air dalam proses produksinya dan kegiatannya. Dalam penelitian ini pemilihan contoh dilakukan secara sengaja, yaitu pada institusi yang menggunakan air dalam jumlah besar yang diambil langsung dari air permukaan pada daerah hulu SWP DAS Arau. Besar nilai pemanfaatan air permukaan dari pengguna komersil dihitung dengan analisis biaya pengadaan air, biaya penggunaan air ataupun dengan biaya kerugian yang ditanggung bila air tidak tersedia, dengan mempertimbangkan ketersediaan data yang diperlukan untuk analisis. Pendekatan biaya pengadaan air digunakan untuk menghitung nilai pengadaan air yang meliputi: biaya fisik pengadaan air yang terdiri dari biaya investasi, operasi dan pemeliharaan, biaya rehabilitasi saluran air, serta management fee yang dapat dihitung berdasarkan biaya finansial. Nilai ekonomi jasa lingkungan hutan bagi pengguna air komersil didekati berdasarkan kesediaan membayar (WTP) pengguna air atau dari besarnya biaya pengadaan air sebagai bahan baku (input) produksinya. Besarnya nilai ekonomi pemanfaatan air pada hulu SWP DAS Arau merupakan penggabungan dari nilai pemanfaatan air untuk kebutuhan non komersil dan penggunaan komersil. Analisis Pengembangan Insentif Konservasi dan RHL dari Dana Non PES. Potensi sumber pendanaan non PES mencakup analisis sumber dana dari pemerintah, masyarakat ataupun swasta yang memungkinkan digunakan untuk insentif
konservasi
mengembangkan
dan
RHL.
Tahapan
yang
insentif
RHL
(Kartodihardjo
harus et
al.
dipenuhi
dalam
2004)
adalah:
(1) Menjelaskan konteks sosial ekonomi dan sumberdaya alam dan identifikasi interaksi antara kehidupan masyarakat dengan sumberdaya alam; (2) Identifikasi aktifitas yang secara langsung menyebabkan degradasi lahan/sumberdaya alam dan identifikasi faktor penekan aktivitas ekonomi dan degradasi lahan/sumber daya alam; (3) Identifikasi kebutuhan insentif untuk konservasi/RHL dan Identifikasi relung untuk insentif konservasi/RHL; (4) Pemilihan insentif yang
73 tepat untuk konservasi dan RHL; dan (5) Implementasi insentif konservasi dan RHL dan evaluasi dan desain ulang insentif sesuai kebutuhan (bila ada review kembali ke Tahap 3). Dalam penelitian ini hanya akan dilakukan sampai tahap 4. Responden adalah petani pemilik atau pengelola lahan pada kawasan lindung atau DTA, dipilih secara sengaja dengan jumlah 40 orang per DAS atau 120 orang pada SWP DAS Arau. Kajian Pengembangan Institusi Dalam Membangun Model Pengelolaan SWP DAS Arau Terpadu dan Mandiri. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan tujuan umum penelitian, yaitu menyusun rancangan model pengelolaan SWP DAS Arau terpadu dan mandiri. Dalam penelitian ini pengembangan institusi akan difokuskan pada model pengelolaan hutan pada kawasan lindung SWP DAS Arau dan institusi untuk pengembangan PES dalam rangka pengelolaan SWP DAS terpadu dan mandiri, melalui analisis terhadap permasalahan hak kepemilikan (property right), pengelolaan sumberdaya milik bersama (common pool resources) dan masalah eksternalitas yang mempengaruhi efisiensi kelembagaan pengelolaan SDA, yang lestari, yang tercermin dari biaya transaksi yang minimal dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan. Untuk mewujudkan pengelolaan DAS yang terpadu, mandiri dan berkelanjutan pada SWP DAS Arau maka disusun rancangan model pengelolaan DAS dengan memadukan aspek fisik, kelembagaan dan ekonomi berdasarkan kompilasi hasil Kajian 1, 2, 3 dan pengembangan model kelembagaan pengelolaan hutan serta kelembagaan untuk implementasi PES pada SWP DAS Arau. Diagram alir penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 3 di bawah ini. Tahap awal penelitian dimulai dengan mengeksplorasi aspek fisik untuk mencapai tujuan penelitian (1). Hasilnya berupa skema pengelolaan DAS dari aspek fisik yang akan dijadikan acuan untuk tindakan konservasi dan RHL. Berdasarkan hasil Kajian (1) dilakukan penelitian aspek kelembagaan yang difokuskan pada lokasi-lokasi yang harus mendapatkan tindakan pengelolaan dalam bentuk kegiatan konservasi dan RHL. Kajian (2) dilakukan untuk mengeksplorasi arena aksi, atribut komunitas dan aturan main yang terkait dengan pengelolaan kawasan yang akan mendapat tindakan konservasi dan RHL. Hasil kajian (2) berupa peta permasalahan kelembagaan yang menyebabkan kinerja DAS yang buruk
74 dan potensi yang ada yang dapat mendukung pengelolaan lestari. Hasil kajian 2 akan dijadikan acuan untuk merancang bentuk insentif dan institusi yang diperlukan untuk pengelolaan DAS yang terpadu dan mandiri. Setelah itu dilakukan penelitian pada bagian ketiga untuk mengesplorasi potensi insentif yang memungkinkan untuk kegiatan konservasi dan RHL, baik dari dana PES maupun non PES. Berdasarkan hasil kajian (1), (2), dan (3) dikembangkan institusi untuk pengelolaan DAS terpadu dan mandiri pada SWP DAS Arau.
SWP DAS ARAU Performa pengelolaan DAS Buruk Konservasi/RHL belum memadai; kesejahteraan masy hulu rendah; tidak ada pengakuan hak dalam pengelolaan KL Fisik/Lingkungan Penggunaan lahan, CH, debit, kebutuhan air
Kelembagaan Arena aksi, Atribut komunitas, Rules in use
Ekonomi Karakter DAS, Pengguna Air, Pengelola KL
Analisis Neraca Air dan Optimasi Penggunaan Lahan
Analisis deskriptif pemetaan potensi dan masalah
Analisis Potensi Insentif dari dana PES dan Non PES
Neraca air, tutupan Lahan pada kondisi Neraca Air Optimal
Peta potensi dan masalah pengelolaan KL, informasi atribut komunitas dan rules in use dalam pengelolaan KL
Informasi Karakter jasa, penyedia dan pengguna jasa, nilai jasa, kebutuhan ins.
Skema fisik acuan konservasi/RHL
Skema Insentif PES dan Non PES Model Institusi Pengelolaan KL
Model Institusi Pengelolaan PES
Model Institusi Pengelolaan DAS Terpadu dan Mandiri
Gambar 3 Diagram alir penelitian pengembangan institusi untuk membangun kemandirian dalam pengelolaan DAS terpadu