METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Halmahera Barat provinsi Maluku Utara dengan, selama lima bulan yaitu dari tanggal 28 Februari 2007 sampai 28 Juli 2007. Metoda Pengambilan Data dan Responden Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan pengamatan langsung pada kecamatan Jailolo, kecamatan Sahu Timur dan kecamatan Loloda yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), yakni kecamatan yang memiliki jumlah ternak sapi tertinggi, terendah dan sedang. Kecamatan yang memiliki jumlah ternak tertinggi adalah kecamatan Jailolo (1491 ST), jumlah sedang adalah kecamatan Sahu Timur (348 ST) dan jumlah ternak terendah adalah kecamatan Loloda (31 ST). Setiap kecamatan dipilih responden sejumlah 15% dari petani yang memiliki ternak dan lahan perkebunan secara acak (Random Sampling). Obyek yang diobservasi dan diamati adalah sapi potong dan jumlah hijauan yang tumbuh pada areal perkebunan kelapa yang dimiliki responden. Populasi ternak sapi potong. Tabel 1. Tabel 1 Populasi ternak sapi potong dan petani ternak di kabupaten Halmahera Barat Kecamatan
Sapi Potong (ekor)
Jailolo 1.947 Jailolo Selatan 361 Jailolo Timur 30 Sahu 828 Sahu Timur 455 Ibu Utara 784 Ibu 659 Ibu selatan 259 Loloda 41 Jumlah 5.364 Sumber: Bappeda Halmahera Barat 2006
Sapi Potong (ST)
Petani Ternak (Orang)
1.491 276 23 574 348 600 505 198 31 4.046
120 35 27 85 67 89 80 46 40 589
Sumber Data Data yang dikumpulkan meliputi : a). data primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengukuran langsung kapasitas hijauan makanan ternak pada areal perkebunan kelapa, dari responden melalui teknik wawancara dan observasi langsung di lapangan, menggunakan daftar pertanyaan (Quisioner) dan. b). data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan data pendukung lainnya berupa laporan studi atau kajian dari berbagai sumber pustaka lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Variabel yang diamati dalam proses pengumpulan data adalah populasi ternak berdasarkan Satuan Ternak (ST), Daya dukung hijauan makanan ternak berdasarkan kuantitas dan berdasarkan kualitas serta kapasitas peningkatan produksi ternak sapi potong. Tahapan dan Prosedur Penelitian Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: 1. Penelitian awal dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber dan instansi terkait, untuk mengetahui jumlah dan jenis ternak ruminansia, terutama ternak sapi potong, produksi ternak sapi potong dan data penduduk yang diperlukan. 2. Mengadakan observasi langsung ke lokasi penelitian, menyebarkan kuisioner ke responden dan wawancara dengan petani ternak terpilih. 3. Pengamatan terhadap berbagai jenis hijauan makanan. 4. Data yang dikumpulkan dianalisis Proximat (proximate analytical) hijauan makanan ternak, populasi ternak berdasarkan satuan ternak, kadar TDN, daya dukung berdasarkan BK, TDN dan PK, daya dukung berdasarkan asumsi 1 ha untuk 1 satuan ternak, kapasitas peningkatan, dan strategi pengembangan.
Prosedur Penelitian Prosedur yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan berbagai jenis analisis dan metode masing-masing sebagai berikut: Analisis Kuantitas Produksi Hijauan Makanan Ternak Cara mengukur produksi segar hijauan makanan berdasarkan kuantitas di bawah areal perkebunan kelapa mengikuti pedoman Soedomo (1985) yakni: 1. Cuplikan ubinan dipilih dengan cara pengacakan, stratifikasi dan sistematik. 2. Cuplikan pertama ditentukan secara acak, ubinan seluas 2 M2 sedangkan cuplikan kedua, ketiga, keempat dan kelima dipilih dengan cara stratifikasi, diambil sepuluh langka ke Utara, ke Selatan, ke Barat dan ke Timur. Cluster selanjutnya diambil sejauh lima meter dari pengukuran cluster sebelumnya. Pengukuran ini dilakukan yang sama pada ketiga daerah sampel. 3. Semua hijauan yang ada dalam ubinan dipotong sesuai dengan daya renggut ternak, pepohonan di atas ubinan yang dapat dikonsumsi ternak diambil sampai pada ketinggian 1,5 m. 4. Hasil ubinan ditimbang berat segar/berat keringnya. Dari catatan berat segar/bahan kering dapat diketahui produksi hijauan makanan ternak pada areal perkebunan kelapa di kabupaten Halmahera Barat yang dihitung berdasarkan luas areal. Selanjutnya diambil sampel dalam keadaan segar dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600C, lalu ditimbang untuk mengetahui bobot kering. Perbedaan antara bobot kering dan bobot segar sampel merupakan persentase bobot air. Sampel kering udara digiling untuk analisa kimia untuk mengetahui kualitas hijauan makanan ternak.
Analisis Kualitas Hijauan Makanan Ternak Mengetahui kualitas hijauan makanan ternak dilakukan analisis proksimat meliputi bahan kering, serat kasar, lemak kasar, protein kasar, bahan
ekstrak tanpa nitrogen dan abu. Analisis kimia dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Prosedur analisis dilakukan berdasarkan (AOAC 1990), berikut ini:
1. Kadar Air Menentukan kadar air, terlebih dahulu botol timbang dikeringkan selama kira-kira satu jam dalam oven pada suhu 1050C, didinginkan dalam eksikator/desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang (berat = x). Sebanyak kurang lebih 5 gram sampel (y) ditimbang, dimasukkan dalam botol timbang, selanjutnya dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C selama 4-6 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang (hasil = z). Penentuan kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : (x+y–z) Kadar air (%) = air.
x 100%. Bahan kering (%) = 100% - kadar y
2. Kadar Abu Abu ditetapkan berdasarkan pembakaran contoh dalam tanur pada suhu 400-6000C selama enam jam sehingga semua zat organik akan menguap. Penetapan kadar abu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Terlebih dahulu cawan porselen dicuci bersih dengan air, dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang (x). Sejumlah sampel ditimbang dengan bobot kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan beserta isinya dilakukan di atas api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan dalam tanur listrik untuk dibakar/diabukan pada suhu 400-6000C. Setelah abu berwarna putih didinginkan dalam eksikator. Setelah satu jam
sampel ditimbang kembali (z). Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus : (z–x) Kadar abu (%) =
x 100%. Bahan organik (%) = (bahan kering – abu) Y
3. Protein Kasar Prosedur penentuan kadar protein kasar dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama, ”destruksi”; kira-kira 0,2 gram sampel (x) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi atau labu Kjeldahl dan ditambahkan katalis (3 sendok teh campuran selen) dan 20 ml H2SO4 pekat teknis. Kemudian dicampur dengan cara menggoyang-goyangkan labu tersebut. Campuran tersebut dipanaskan di atas nyala api pembakar bunsen mulai dengan api kecil di dalam kamar asam (ruang asam) sampai tidak berbuih dan nyala api bunsen dibesarkan. Sampel terus dipanaskan (destruksi) hingga larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuning-kuningan dan kemudian didinginkan. Tahap kedua, ”destilasi”; setelah labu destruksi didinginkan, larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling/destilasi yang telah diisi dengan batu didih dan diencerkan dengan aquades sebanyak 300 ml. Setelah dipasangkan pada rak destilasi ditambahkan ± 90 ml NaOH 33%, lalu labu dihubungkan dengan pipa destilasi. Hasil destilasi berupa NH3 dan air, ditangkap dengan erlenmeyer yang telah diisi dengan 10 ml H2SO4 0,3 N dan 2 tetes indikator campuran merah metil (MM) dan biru metil (BM). Proses destilasi dilakukan hingga semua N yang ada dalam labu telah tertangkap oleh H2SO4, dan proses destilasi berakhir setelah ada letupan pada labu destilasi. Tahap ketiga, ”titrasi”; labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan diambil dan kelebihan H2SO4 0,3 N dititrasi dengan larutan NaOH 0,3 N. Proses titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat sebagai (z) ml. Kemudian dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi
tanpa sampel (y) ml. Penentuan kadar protein kasar dihitung dengan menggunakan rumus : ( y–z ) x titar NaOH x 0,014 x 6,25 Kadar protein kasar (%) =
x 100 % x
Keterangan : y = ml NaOH untuk penitar blanko. titar NaOH = konsentrasi. x = bobot sampel (gr)
z = ml NaOH untuk titar sampel. NaOH = normalitas NaOH.
4. Kadar Lemak Kasar Labu penyari yang diisi beberapa butir batu didih dikeringkan dalam alat pengering/oven pada suhu 100-1050C selama 1 jam. Didinginkan dalam eksikator selama kurang lebih satu jam dan ditimbang (a gram). Sampel dengan berat antara 1-2 gram (x gram) ditimbang dan dimasukkan dalam selongsong penyari yang terbuat dari kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak. Selongsong penyari dimasukkan ke dalam alat soxlet dan diekstraksi dengan 50 ml petrolium benzen di atas penangas air pada water bath selama 24-48 jam sampai larutan petrolium benzen di dalam soklet menjadi jernih. Selanjutnya labu penyari disuling atau dikeringkan dan dibuka serta ditiup kompresor, Dimasukkan dalam alat pengering oven dengan suhu 1050C selama satu jam, lalu dikeringkan dalam eksikator selama satu jam dan ditimbang
(b gram).
Penentuan kadar lemak kasar dihitung dengan menggunakan rumus : (b–a) Kadar lemak kasar (%) =
x 100% x
5. Kadar Serat Kasar Sampel sebanyak kira-kira 0,5-1 gram ditimbang (x gram), dimasukkan ke dalam gelas piala 600 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N lalu dipanaskan di atas pemanas listrik selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N dan terus dimasak selama 30 menit. Cairan disaring melalui kertas saring yang bobotnya telah diketahui (a gram) serta sudah dikeringkan
dalam alat pengering pada suhu 105-1100C selama satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam corong Buchner. Penyaringan dilakukan dalam labu penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum. Selama penyaringan endapan dicuci berturut-turut dengan aquades panas secukupnya, 50 ml H2SO4 0,3 N, aquades panas secukupnya dan terakhir dengan
25 ml acetone. Kertas
saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan selama satu jam dalam oven pada suhu 1050C, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (b gram). Selanjutnya cawan porselen serta isinya dibakar atau diabukan dalam tanur listrik pada suhu 400-600 0C sampai abu menjadi putih seluruhnya, kemudian diangkat dan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (c gram). Penentuan kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus : (b–c-a) Kadar serat kasar (%) =
x 100% x
Keterangan : x = bobot contoh a = bobot kertas saring b = bobot kertas saring + sampel setelah dioven c = bobot kertas saring + sampel setelah ditanur
6. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Penentuan kadar BETN dilakukan dengan cara pengurangan angka 100% dengan persen abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar. BETN (%) = 100% - (abu + protein kasar + lemak kasar + serat kasar). Data hasil pengukuran hijauan makanan ternak dan analisis kualitas hijauan makanan ternak dianalisis secara statistik deskriptif (Mattjik dan Sumertajaya 2000) dengan tabulasi data, konversi data, rataan data diolah dengan menggunakan bantuan Minitab versi 14. Produksi hijauan makanan ternak dihitung berdasarkan berat segar, produksi kering, produksi bahan kering (BK), produksi protein kasar (PK), dan produksi Total Digestible Nutrient (TDN).
Analisis Data Data yang diperoleh dan dianalisis menggunakan beberapa metode analisis yang sesuai sebagai berikut:
1. Populasi Ternak Perhitungan populasi ternak ruminansia berdasarkan umur ternak digunakan standar nilai konversi (persentase) dari ternak anak, muda dan dewasa terhadap populasi masing-masing ternak ruminansia yaitu ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba. Nilai persentase digunakan untuk menghitung jumlah satuan ternak (ST) ruminansia dari populasi ternak yang ada didasarkan pada struktur ternak dikalikan dengan nilai standar satuan ternak. Tabel 2. Tabel 2 Populasi ternak berdasarkan umur dan satuan ternak Populasi Ternak (%) Anak Muda Dewasa Sapi 16,99 26,68 56,33 Sapi Perah 14,12 26,92 58,96 Kerbau 11,14 25,15 63,71 Kambing 10,92 14,23 74,85 Domba 3,19 14,28 82,53 Sumber: Dinas Peternakan Sulawesi Selatan Jenis Ternak
Persentase Populasi Ternak (ST) Anak Muda Dewasa 0,25 0,60 1,00 0,25 0,60 1,00 0,29 0,69 1,15 0,04 0,08 0,16 0,04 0,07 0,14 2004
2. Kadar Total Digestible Nutrient (TDN) TDN dihitung menggunakan formula Harris et al. (1972) sebagai berikut: %TDN
= 92,464-3,338(SK)-6,945(LK)0,726(BETN)+1,115(PK)+0,031(SK)20,133(LK)2+0,036(SK)(BETN)+0,207(LK)(BETN)+0,100(LK )(PK)+0,022(LK)2 (PK) Keterangan:
SK (Serat Kasar) ; LK (Lemak Kasar); BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) ; PK (Protein Kasar) Berdasarkan data luas areal perkebunan kelapa (ha) di Kabupaten Halmahera Barat, perhitungan produksi masing-masing hijauan makanan ternak sebagai berikut: Total produksi segar = produksi segar (ton/ha) x luas areal panen (ha) Total produksi kering = produksi kering (ton/ha) x luas areal panen (ha) Total produksi
BK = produksi bahan kering (ton/ha) x luas areal panen(ha)
Total produksi
PK = total produksi BK x kandungan PK (%)
Total produksi TDN = total produksi BK x kandungan TDN (%)
3. Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak Daya dukung hijauan makanan ternak dihitung, berdasarkan bahan kering (BK), Protein kasar (PK) dan Total Digestible Nutrient (TDN). Dalam perhitungan digunakan asumsi bahwa satu satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia membutuhkan rata-rata bahan kering (BK) sebesar 6,25 kg/hari (NRC 1984), protein kasar sebesar 0,66 kg/hari dan Total Digestible Nutrient (TDN) sebesar 4,3 kg/hari (Ditjen Peternakan dan Fapet UGM 1982). Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) dihitung menggunakan formula sebagai berikut: 1.
Analisis Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) Berdasarkan Bahan Kering (BK) Produksi BK (ton/tahun) DDHMT berdasar BK = Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun)
2.
Analisis Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) Berdasarkan Protein Kasar (PK) Produksi PK (ton/tahun) DDHMT berdasar PK
= Kebutuhan PK 1 ST (ton/tahun)
3.
Analisis Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) Berdasarkan Total Digestible Nutrien (TDN) Produksi TDN (ton/tahun) DDHMT berdasar TDN = Kebutuhan TDN 1 ST (ton/tahun)
4. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi Potong Analisis Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong, didasarkan pada metode Samsu (2006) dihitung sebagai selisih antara daya dukung hijauan makanan ternak dengan jumlah ternak sapi potong saat ini dalam satuan ternak (ST). Dalam studi ini, nilai tersebut dinyatakan dalam persen (%). Kapasitas peningkatan di setiap kecamatan Kapasitas Peningkatan =
x 100 Kapasitas peningkatan total di kabupaten
5. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong Data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dianalisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan sapi potong di kabupaten Halmahera Barat, berdasarkan Rangkuti (1997) adalah sebagai berikut: 1. Matrik Faktor Strategi Internal Setelah faktor-faktor strategis internal suatu usaha diidentifikasi menggunakan tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary), kemudian disusun untuk merumukan strategis internal tersebut dalam kerangka Strength dan Weaknesses suatu usaha. Tahapannya adalah: a. Penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahan dalam kolom 1. b. Pada kolom 2. pemberian bobot pada masing-masing dengan faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi
strategis suatu usaha. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00) c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi suatu usaha yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai + 1 sampai dengan + 4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Variabel yang bersifat negatif, kebalikan. Contoh jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilai adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata nilai adalah 4. 2. Matrik Faktor Strategi Eksternal Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, ditentukan terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS) sebagai berikut: a. Penyusunan dalam kolom 1 ( 5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman) b. Pemberiaan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor-faktor strategis. a. Perhitungan rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi suatu usaha. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating + 4, tetapi peluangnya kecil, diberi rating + 1). Pemberian nilai rating ancaman kebalikkanya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. c. Pengalian bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (Outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). d. Data pada kolom kolom 5 digunakan untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
e. Jumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi usaha yang dilakukan. Nilai total ini menunjukan bagaimana usaha yang ada bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor, ini dapat digunakan untuk membandingkan usaha ternak ini dengan usaha lainnnya dalam kelompok yang sama. 6. PHA (Proses Hirarki Analisis /Analytical Hierarchy Process) Prinsip dasar PHA dalam penyusunan matriks pendapat meliputi analisis persoalan, penyusunan hirarki, komparasi berpasangan, sintesa prioritas dan pemeriksaan konsistensi. 1. Penetapan berpasangan, dilakukan dengan cara mengisi kuisioner. Jika responden bukan seorang ahli, harus dipilih orang yang mengenal dengan baik permasalahan. Kuantifikasi data yang bersifat kualitatif menggunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. Tabel 3. 2. Tabel 3 Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analitik intensitas Intensitas Pentinganya 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8 3. Kebalikan
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat
Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya Elemen yang satu esensial atau sangat poenting ketimbang elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elelmen atas elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominanya telah terlihat dalam praktek Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan yang tinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan
Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila di bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1993)
Matriks pendapat individu dengan simbol aij, merupakan pendapat dari hasil komparasi berpasangan ke dalam formulasi pendapat individu membentuk matriks n x n (Gambar 1)
C1 C2 • • Cn C1 1 a12 • • a1n C2 1/a12 1 • • • • • • • • • • • • • • • Cn 1/a1n • • • 1 Gambar 1. Formulasi matriks pendapat individu (Saaty 1993)
1. Matriks gabungan dengan simbol Gij, merupakan matriks pendapat gabungan dan merupakan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu dengan rasio inkonsistensi memenuhi syarat yaitu lebih kecil atau sama dengan 10%. Formulasi rata-rata geometrik adalah : G=ij
m
m π (aij)k
Dimana : Gij (aij)k k m
= = = =
variabel matriks pendapat gabungan baris ke-i dan kolom ke-j variabel baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-i indeks matriks pendapat individu ke-k yang memenuhi syarat jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi syarat
3. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor
prioritas
itu
dengan
bobot-bobot
kriteria,
dan
menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, dan seterusnya. 4. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasilnya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio inkonsistensi
ini harus bernilai 10% atau kurang. Penyelesaian Proses Hirarki Analitik (Saaty 1993) dilakukan dengan menggunakan bantuan program Expert choice 2000.