METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian irli dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Studi Pangan dan CIizi (PSPG) Institut Pertanian Bogor, dari bulan Juni sampai bulan November 200 1.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapur api (CaO) yang diperoleh dari pabrik kapur PD Djaja Ciampea di Desa Cibadak Kecamatan Ciampea Kabupateil Bogor. Kapur api yang digunakan adalah kapur api yang baru keluar dari tungku pembakarannya, clan langsung dimasukkan ke dalam desikator bertutup rapat agar ..idak menyerap air sebelum digunakan. Bahan utmla lainnya adalah ikan patin yang dapat diperoleh dari Balai Budidaya Ikan Air Tawar di Sukabumi, dengan berat ikan yang akan dijadikan sampel sebesar 750-1500 gram per ekor. Untuk mempermudah pengangkutan, ikan dianastesi dingin tt:rlebih dahulu lalu dikemas kering menggunakan pelepah daun pisang lalu &masulkan ke dalam wld box dan diberi hancuran es pada suhu sedikit di atas suhu anastesi.
Selanjutnya ikan diangkut ke Pilot Plant PSPG dengan
menggunakan tranrportasi darat lebih kurang selama 2 jam, setelah itu ikan disadarkan kembali dan dipelihara dalam bak penampungan sebelum digunakan.
Dalam penelitian ini diperlukan pula beberapa jenis garam jenuh untuk mengatur RH desikator dalam penentuan keseimbangan isotermi sorpsi filler ikan. Untuk mengukur kadar airfillet ikan dan mengukur kadar CaO aktif di dalam kapur api digunakan bah;m-bahan kimia yang dapat diperoleh dan toko bahan kimia Setia Guna di Pasar Ivterdeka Bogor dan ruang persediaan di laboratorium Jurusan Teknologi Pangan (ianGizi, Fateta, IPB. Peralatan li.tama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pengering absorbsi (Gambar 6). Alat-alat lain yang juga diperlukan antara lain adalah: oven, timbangan, desikator, thermometer, mikrometer, mistar, thermokopel dan sensor untuk RH. Dinding dan pintu lemari pengering absorbsi yang akan digunakan dalam penelitian ini terbuat dan lapisan berturut-turut berupa multipfek setebal 2 cm, styrofoam setebal 3 cm dan fibre gIms setebal 0.5 cm.
Lemari pengering ini
mempunyai ukurar, ruang 50 cm x 50 cm x 60 cm dengan pintu tambahan di bagian dalam terbuat h i fibre glass untuk memudahkan pengamatan selama proses pengeringan. Pintu tambahan ini dilengkapi dengan rubber seal yang rapat untuk mencegah keluar n~asuknyaudara, uap air dan panas dari luar secara bebas agar tidak mempengaruhi berl angsungnya proses pengeringan (modifikasi Halim, 1995).
Timbangan
Rak Absorben
S i h Penyangga
A. Tampak Depan
Dinding kayu
50 cm /
v
Pintu Lapisan
B. Lemari pengering dengan dua pintu Gambar 6. Kons1:dsi lemari pengering absorbsi (modifikasi Halim, 1995)
Lemari pengering mempunyai 3 buah rak yang terdiri dari dua buah rak untuk menampung absorben kapur api yang diletakkan di bagian atas dan bawah lemari, dan satu buah rak lainnya di bagian tengah untuk meletakkan fillet ikan yang akan dikeringkan. kak absorben terbuat dari bahan lembamn aluminium berbentuk wadah kotak, sedangkan cik untuk meletakkanfillet ikan dibuat dari bahan kassa aluminium yang juga berbentuk wadah kotak. Lemari pengering dirancang sedemikian rupa agar perubahan berat bahan yang dikeringkan tian kapur dapat diketahui melalui penimbangan di dalam, tanpa h a m membuka lernari pengering. Untuk itu rak bahan dan rak absorben dilengkapi dengan tali-tali penggantung dari benang nylon sebagai penghubung rak tersebut dengan neraca analitik di atas lemari. Agar udara luar tidak dapat masuk melalui lubang tali penghubung, lubang tersebut ditutup rapat dengan lilin mainan (malam)
dan dibuka hanya pada saat akan dilakukan penimbangan.
Pendekatan Teoritis Pengaruh Luas Permukaan Bongkahan Kapur Terhadap Mekanisme Reaksinya Dengr~nUap Air dalam Lemari Pengering Absorbsi Syarat agar reaksi absorbsi secara kunia dapat berlangsung adalah zat-zat absorbat harus bert:ampur atau bersentuhan dengan absorben. Pada absorbsi untuk a t - a t yang heterogen (berbeda fase), reaksi hanya terjadi pada bidang batas campuran. Bidang batas campuran inilah yang dimaksud dengan bidang sentuh, yaitu tempat terjadinya proses tumbukan (collisions) antara absorbat dengan absorben.
Proses ini merupakan syarat utama untuk tejadinya reaksi absorbsi secara kimia. Adamson (1982) nienyebutkan bahwa untuk dapat tejadinya reaksi absorbsi secara kimia (chemisorption), diperlukan adanya tumbukan, molekul-molekul zat absorbat dengan permukaan absorben. Pemyataan serupa disampaikan pula oleh Gasser (1985), yaitu bahwa proses absorbsi secara kimia sebenarnya terjadi pada bagan permukaan dari zat padat (absorben). Dan clleh karena itu Gasser (1985) mengemukakan syarat atau asumsi yang harus dipendii, diantaranya: (1) secara intrinsik pexmukaan zat padat (absorben) hams bersifat homogen; (2) permukaan tersebut mempunyai jumlah sisi (site) yang spesifik yang setiap sisi tersebut dapat mengabsorbsi satu molekul dan pada saat semua sisi ini tertempati, tidak mungkin tejadi lagi proses absorbsi; (3) semua sisi tersebut bersifat ekuivalen dan energi penyerapannya tidak tergantung pada ada tidaknya molekul-n~olekullain. Bertitik toktk dari dasar pemikiran ini maka &pat dikatakan bahwa dengan memperbesar luas bidang sentuh, reaksi akan berlangsung lebih cepat. Memperluas bidang sentuh dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cam memperbesar luas permukaan bongkahan kapur atau melakukan pengecilan ukuran terhadap bongkahan kapur yang di@:an
sebagai absorben.
Memperkuat pernyataan di atas, Adamson (1982) menyebutkan bahwa pada peristiwa absorbsi secara kimia, disaat kondisi kesetimbangan antara evaporasi dan kondensasi telah ?:ercapai, berdasarkan teori kinetik gas, jumlah mol zat yang bertabrakan pada luas permukaan seluas 1 cm2 per detik adalah:
Dimana Z adalah j~unlahmol (molekul) zat yang bertabrakan, p adalah tekanan uap pada suhu kamar, M adalah konsentrasi zat dalam sistem, R adalah konstanta gas umum dan T adalali suhu mutlak. Untuk uap air jenuh pada suhu kamar, Z bemilai sekitar 1 x
molekul/cm2.satau sekitar 0.017 mol/cm2.s.
Untuk men~pelajari seberapa besar pen@
luas permukaan bongkahan
kapur terhadap mekanisme reaksi kapur api dan uap air selama pengeringanfillet ikan patin, maka dilakukan percobaan yang bertujuan untuk melihat pengaruh ukuran luas permukaan bongkahan kapur terhadap tingkat energi eksotemis yang dihasilkan, perubahan panas yang ditimbulkan dan laju pengeringanfillet ikan patin.
Prinsip Keseimbrrngan Energi dan Massa dalam Ruang Pengering Pada pengeringan absorbsi menggunakan absorben kapur api tejadi dua proses keseimbangln yaitu keseimbangan energi (pindah panas) dan keseimbangan massa (pindah marsa). Keseimbangan energi berupa aliran pindah panas yang dikeluarkan oleh reaksi eksoterm kapur api dengan uap air yang diserap oleh udara
untuk mengeringkar~filletikan patin. Sedangkan keseimbangan massa berupa aliran pindah massa uap a r yang keluar darifillet ikan dan diserap oleh kapur api.
Kesetimbangan Energi dalam Ruang Pengering Absorbsi. Proses pengeringan yang tejadi dalam sistem pengeringan absorbsi berlangsung pa& kondisi yang terisolir, oleh karena itu proses pengeringannya tejadi secara adiabatis.
Pada kondisi ini udara &lam sistem diasumsikan hanya akan menerima energi panas dari reaksi eksotennis kapur api dengan uap air dan melepasnya untuk menaikkan suhufifiller ikan dan melangsungkan proses penguapan air dari produk tersebut. Menurut Syarief (1987), jenis-jenis energi yang dapat mengalir melintasi suatu permukaan atur, diantaranya adalah kej a mekanik atau listrik, kej a suatu aliran dan panas. Karen1 pada penelitian ini tidak menggunakan daya listrik dan sistem &jaga dalam kondisi tersekat maka satu-satunya bentuk energi yang mengalir masuk dan keluar dari subsistemfillet ikan patin adalah panas, yaitu energi yang berpindah oleh karena adanya gradien suhu. Jenis-jenis (:nerd yang terlibat dalam perubahan energi tersimpan di dalam suatu volume atur, diantaranya adalah energi internal dalam bentuk thermal, energi kinetik dan energi potensial (Syarief, 1987).
Dalam penelitian ini, karena
diasumsikan b a h w tidak a& aliran massa di dalam sistem pengering absorbsi (sistem dalam kor~disiterisolir dan tersekat), maka perubahan energi tersimpan diperhitungkan hanya berdasarkan perubahan energi internal dalam bentuk thermal. Hukum pertama termodinamika menyebutkan bahwa "kinetika sistem berubah dari satu keadaan ke keadaan lain sepanjang jalur adiabatik dengan mengambil panas dari lingkungan da11 sistem melakukan kej a untuk lingkungan". Berdasarkan hukum
konsewasi energi ini, jika fillet ikan patin dianggap sebagai sistem, maka dapat dikatakan bahwa '"laju peningkatan energi internal fillet ikan patin = laju masuknya energ panas + panas yang dihasilkan internal - laju keluarnya panas". Energ panas yang masuk dalam sistem (filler ikan patin) berasal dari energi eksotermis kapur, p n a s yang dihasilkan internal adalah panas sensibel ikan patin dan
energi panas yang keluar dari sistem adalah jumlah energi yang digunakan untuk proses penguapan air dari pennukaanfillet ikan patin ke udara dalam ruang pengering absorbsi. Dalam pernyataan matematika, rumusan ini dapat dituliskan sebagai: Panas sensibel
Jumlah energi
dimana p, adalah clensitas udara dalam ruang pengering absorbsi, V, adalah volume ruang pengering absorbsi, Cp, adalah panas jeNs udara, AT, adalah perubahan suhu udara dalam ruang: pengering absorbsi, n adalah jumlah mol air atau CaO yang bereaksi, AHE adallfi AH reaksi pembentukan Ca(OH)2 dari CaO + HzO, m, adalah massa ikan patin yang dikeringkan, Cpi adalah panas jeNs ikan patin, AT, adalah perubahan suhu ikan patin yang dikeringkan dan Hfgi adalah panas laten ikan patin
Keseimbaligan Massa dalam Ruang Pengering Absorbsi. Prinsip keseimbangan masia dalam lemari pengering absorbsi menggunakan absorben kapur api didasarkan pacla perubahan keiembaban mutlak udara dalam ruangan karena adanya penyerapan uap air oleh kapur api dan pelepasan uap air olehfillet ikan patin selama proses pengeringan berlangsung. Udara dalar~sistem akan berkurang kelembabannya, yang dinyatakan dengan kelembaban mutlak (H), setelah tejadinya penyerapan uap air oleh kapur api. Penurunan konsentrasi uap air udara dalam sistem adalah sebandmg dengan jumlah uap air yang disenrp oleh kapur api (ditandai dengan peningkatan berat kapur api). Selanjutnya kelembaban udara ini akan kembali bertambah setelah terjadinya
penguapan air dari produk ikan. Pertarnbahan konsentrasi uap air udara dalam sistem akibat pelepasan ulp air dari fillet ikan, adalah sebanding dengan jumlah air yang diuapkan olehfillet ikan (ditandai dengan p e n m a n berat fillet ikan). Bila kelembaban mutlak udara dalam sistem mula-mula adalah "Ho" sama dengan kelembabar. mutlak udara luar, kemudian menjadi "Hk" setelah uap air di udara tersebut diserap oleh kapur api dan bembah lagi menjadi "Hi" setelah produk ikan melepaskan wip air, maka kesetimbangan massa uap air dalam sistem dapat dinyatakan sebagai: Ho - Hk + Hi = (selisih jumlah air yang diserap oleh kapur dan yang diuapkan oleh ikan) dibaa massa udara dalam lemari pengering. Keseimbangan mastla ini &pat dituliskan sebagai berikut:
Ho -
+
Hi
=
(penambahan berat kapur - p e n m a n berat ikan) kg udara dalam sistem
dimana dH/dt adakth laju perubahan konsentrasi kelembaban mutlak udara dalam lemari pengering, dWk penambahan berat kapur, dWi penurunan beratfillet ikan, p, densitas udara dan V volume udara dalam lemari pengering. Skema fisik dan diagram alir pindah panas dan massa dalam lemari pengering absorbsi menggunakan absorben kapur api dapat dilitlat pada Gambar 7.
1
RH m { p t r e n d a h
RH rendah
tinggi
Qi + Fillet
Qu T sangat tinggi
1
T tinggi
Kapur a p i
T rendah
F i l l e t Ikan
Keterangan: RH kapur dan &,fillelel ikan sebanding dengan kadar aimya, perbedaan RH (&) ini merupakan drivingforce untul: proses pindah massa dalam sistem - Qc dan Qu masing-masing adalah energi panas eksotennis kapur api dan panas sensibel udara - Qi adalah panas ytng diterima olehfiNet ikan yang terkonversi menjadi panas sensibel dan panas laten ikan - T adalah suhu, perixdaan suhu ini merupakan drivingforce unhlk proses pindah panas
-
Gambar 7. Skema fisik alum en& dan massa dalam ruang pengering absorbsi menggunakan absorben kapur api
Analisis Kebutuh~anMinimal Absorben Kapur Api Perhitungan kebutuhan kapur api (CaO) yang akan digunakan sebagai absorben dalam per~geringanfilletikan patin didasarkan pada persamaan reaksi antara kapur api (CaO) dei~ganair (H20) berikut: CaO (s) + H20 (1)
---+ Ca(OH)2 (s)
Dari persamaan re8.ksi tersebut dapat diketahui bahwa 1 mol (56 g) CaO sebanding dengan 1 mol(18 I:) H2O. Bila diasumsikan bahwa kandungan air awal &lam ikan sebesar 80 % (bb) dan kadar kemumian kapur adalah 75% maka kebutuhan kapur minimal untuk menguapkan seluruh air dalam 1 kg ikan segar adalah sebanyak 56/18 x 80% x 1000 g x 100/75 = 3318.52 g = 3.35 kg.
Persiapan Percobaan Persiapan Kapur Api Kapur api ymg akan digunakan sebagai absorben dalam penelitian ini adalah kapur api yang dihzrapkan kadar CaO-nya masih tinggi. Untuk itu dipilih kapur api yang baru dikeluarEm dari tungku pembakaran pabrik pengolahan kapur, dan belum terlalu banyak konkk dengan udara luar yang lembab. Kapur api tlerupa bongkahan dipilih yang berwarna putih dan bersih, serta tidak banyak mengmdung bagian bukan kapur seperti kerikil dan tanah. Kapur api dari tungku pembitkaran tersebut segera dikecilkan ukurannya menjadi pecahan berdiameter lebih kurang 2 cm dan langsung ditempatkan dalam wadah berupa desikator bertutup rapat yang kedap air dan udara. Selang waktu antara pengambilan kapur api dengan yx:ngujian dan penggunaannya diusahakan sesingkat munglan. Untuk men::etahui kemampuan kapur api yang akan digunakan sebagai absorben dalam mtmyerap air dari fillet ikan patin, sebelum digunakan kapur api tersebut diuji kadar CaO aktifnya dengan metode AOAC (1995).
Pembuatan Filler Ikan Patin Ikan patin y,mg akan digunakan dalam penelitian ini adalah yang masih segar yang ditandai denlpn insang b e m a merah darah, mata jernih dan cembung, konsistensi daging kenyal dan berbau segar. Untuk membuat fillet, ikan patin segar ini dibersihkan den~ancara membuang isi perut dan dicuci. Selanjutnya dipisahkan bagian kepala ikan, dicuci kembali sampai bersih baru kemudian bagan tubuh ikan
disayat dengan pirau cutter menjadi bentukfillet tipis, dengan lebar 30 mm, panjang 70 mm dan tebal 3.0 mm. Sebelum fillet ikan patin ini dikeringkan terlebih dahulu dilakukan penguk~ran kadar air awal dengan metode oven (AOAC, 1995).
Persiapan Alat I'engering Absorbsi Sebelum digunakan sebagai pengering terhadap fillet ikan patin, alat ini dikondisikan terlebih dahulu dengan memasukkan kapur api sebanyak 2 kg dan dibiarkan selama :24 jam agar RH di dalam lemari pengering menjadi rendah dan stabil, setelah itu kapur api dikeluarkan dan diganti dengan kapur api yang baru.
Metode Percobaan Percobaan 1: Pengaruh Luas Permukaan Bongkahan Kapur Api Tujuan
:
1. Mengetahui pengaruh ukuran luas pennukaan bongkahan kapur terhadap suhu kapur dan suhu udara dalam ruang pengering absorbsi. 2. Mengetahui pengaruh ukuran luas permukaan bongkahan kapur terhadap energi
eksotennis kapur
dan energi
penguapan air darifillet ikan patin. 3. Mengetahui pengaruh ukuran luas permukaan bongkahan
kapur terhadap parameter-parameter pengeringan seperti lama, konstanta dan laju pengeringanfillet ikan patin.
Perlakuan
:
Perbedaan ukuran luas permukaan bongkahan kapur api (U) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu UI, U2 dan U3. Penentuan ukuran
luas
permukaan
kapur
dilakukan
berdasarkan
perbandingan beratnya. Untuk U I , kapur sebanyak 7 bongkah dengan berat masing-masing 100 g diukur volumenya dengan metode penghitungan penempatan ruang oleh kapur dalam gelas ukur 100 ml yang diisi beras dengan perlakuan pemadatan. Untuk mencegah terjadinya perubahan ukuran kapur selama pengukuran volumenya, bongkahan kapur dibungkus ketat dengan aluminium voil..
Untuk Uz dan U3, ukuran berat masing-masing bongkahan kapur yang digunakan adalah 50 dan 25 g dengan jumlah masingmasing 15 dan 30 bongkah. Prosedur pengukuran yang dilakukan adalah sama dengan U1.
Dari hasil pengukuran ini maka
diketahui bahwa luas permukaan bongkahan kapur untuk UI, U l dan U3 adalah masing-masing 0.0865, 0.1040 dan 0.1309 m2/kg.
Prosedur
:
Pelaksanaan percobaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: untuk perlakuan U1, kapur api dengan luas permukaan bongkahan 0.0865 m2/kg, ditempatkan pada rak bagian bawah dalam lemari pengering absorbsi sedangkan fillet ikan patin dengan perbandingan berat dengan kapur api I : 5 ditempatkan
pada rak bagian atas. Selanjutnya untuk melihat adanya reaksi CaO dengan uap air yang berasal dari fillet ikan patin, di dalam lemari pengering ditempatkan probe termokopel dan higrometer pada titik-titik pengukuran seperti yang terlihat pada Gambar 8. Untuk perlakuan U2 dan U, penempatan kapur api,fillet ikan patin dan titik-titik pengukuran panas serta alat yang digunakan dan juga pelaksanaan prosedurnya sama dengan perlakuan UI, hanya saja ukuran luas permukaan CaO yang digunakan sebagai absorben dibedakan sesuai perlakuan yang telah ditentukan. Pengukuran dan pengamatan
:
Untuk melihat pengaruh ukuran luas permukaan bongkahan kapur api terhadap panas yang dihasilkan dalam lemari pengering absorbsi, dilakukan pengukuran
perubahan
suhu
dengan
menggunakan termokopel pada titik-titik seperti yang terlihat pada Gambar 8. Untuk melihat pengaruh ukuran luas permukaan bongkahan kapur api terhadap laju pengeringan fillet ikan patin secara absorbsi, akan dilakukan pengukuran dan pengamatan terhadap kadar air awal fillet ikan patin (Mo) dengan metode AOAC (1995), kadar air kesetimbangan (Me) dengan metode absorbsi
menggunakan garam-garam jenuh pada berbagai RH, perubahan kadar air (M) produk secara periodik dengan cara memantau perubahan
berat
produk
selama pengeringan
(melakukan
penimbangan produk secara periodik selama proses pengeringan berlangsung).
Rak B
Rak A
Keterangan: Rak A tenlpat kapur api Rak B tempat fillet ikan patin - 1 , 4 dan 7 adalah probe termokopel pengukur suhu di permukaan bawahfiller ikan patin - 2 , 5 dan 8 adalah probe termokopel pengukur suhu di pusat panasfillel ikan patin - 3 , 6 dan 9 adalah probe termokopel pengukur suhu di permukaan atasfillet ikan patin - 10 adalah probe termokopel pengukur suhu udara dalam ruang pengering absorbsi - 11 dan 12 adalah probe termokopel pengukur suhu kapur - a dan b adalah higrometer pengukur RH udara dalam ruang pengering absorbsi
-
Gambar 8. Lokasi ritik pengukuran suhu dan RH dalam lemari pengering absorbsi
Teknik : Analisis Data
Dalam menganalisa data untuk tujuan melihat pengaruh ukuran bongkahan kapur api terhadap panas dan energi yang dihasilkan selama pengeringan, dilakukan analisis grafis, menggunakan Persamaan (20), yaitu :
Pemecahan persamaan ini secara matematik menggunakan persamaan logaritmik, akan menghasilkan persamaan baru, yaitu:
Ln (M-Me / Mo-Me)
= kt
+ Ln A
Secara grafis, persamaan ini akan membentuk garis lurus bila diplotkan nilai Ln (M-Me / Mo-Me) sebagai sumbu Y dan waktu pengeringan (t) sebagai sumbu X. Dari persamaan ini nilai konstanta pengeringan Q dapat ditentukan dengan melihat besarnya gradien garis pada grafik yang tedxntuk. Nilai k ini merupakan indikasi
terhadap laju pengeringan produk, semakin besar nilai k menunjukkan bahwa laju pengeringan tersebut semakin cepat.
Percobaan 2: Per~geringanAbsorbsi pada Berbagai Rasio Kapur : Ikan Tujuan
:
I . Mempelajari laju pengeringan fillet ikan patin pada berbagai rasio kapur : ikan. :2. Mengetahui fenomena pindah panas dan massa pada berbagai rasio kapur : ikan.
Perlakuan
:
Pada
percobaan
ini,
yang
dijadikan
perlakuan
adalah
perbandingan berat fillet ikan patin dengan kapur api (P) yang terdiri dari 7 taraf perlakuan, yaitu PI (perbandingan berat fillet ikan dan kapur api 1 : 2), P2 (perbandingan beratfillet ikan dan kapur api 1 : 2.5), P3 (perbandingan beratfillet ikan dan kapur api 1 : 3), Pq (perbandingan beratfillet ikan dan kapur api 1 : 3 . 9 , PS (perbandingan berat fillet ikan dan kapur api 1 : 4),
P6
(perbandingan berat filler ikan dan kapur api I : 5) dan P7 (perbandingan beratfillet ikan dan kapur api 1 : 6). Prosedur
:
Pada taraf perlakuan PI, fillet ikan patin dengan berat setengah kali berat kapur api, disusun mendatar satu lapis pada rak pengering lalu dimasukkan ke dalam lemari pengering. Untuk taraf perlakuan P2 hingga P7, prosedur dan kondisi yang diberlakukan adalah sama dengan taraf perlakuan PI hanya saja perbandingan berat fillet ikan dan kapur api yang dibedakan sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan. Secara skematis, prosedur percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 9.
-
71
2.5 : 1
3 1
Pengeringan dengan Berbagai Rasio kapur : ikan
1I
1 3.5 : 1
1 4:1
1 5:l
1 6:l
Pengamatan Suhu
Kapur
Ikan Ruang pengering
Kapur
Gambar 9. Prosed~irdan pengamatan untuk percobaan pengeringan pada berbagai rasio kapur : ikan Pengukuran dan pengamatan
:
Untuk mempelajari fenomena pindah panas dan pindah massa yang tejadi &lam lemari pengering selama proses pengeringan, dilakukan pengamatan terhadap: (1) suhu fillet ikan, kapur dan udara dengan termokopel pada titik-titik yang telah ditentukan, (2) RH udara pengering dengan alat higrometer, (3) perubahan
berat fillet ikan dan kapur dengan penimbangan secara periodik dan (4) perhitungan perubahan kadar air fillet ikan patin dengan metode AOAC (1995). Keselumhan pengamatan pada percobaan ini secara skematis dapat dilihat pada Gambar 9.
Proses penimbangan fiNet ikan patin dan kapur api dilakukan tanpa membuka pintu lemari pengering untuk mencegah terjadinya perpindahan panas dan atau massa ke dan atau dari lemari pengering. Pada awal pengeringan sampai jam ke-12 penimbangan dilakukan setiap 1 jam. Sedangkan pada jam ke-12 hingga akhir pengeringan, penimbangan dilakukan setiap 2 jam. Teknik : Analisis Data
Untuk mempelajari fenomena pindah panas pada lapisan tipis fillet ikan patin selama pengeringan akan dilakukan analisa grafis terhadap persamaan kinetika dari hukum Fourier 1 dan 2 (Persamaan 12 dan 13) sebagai berikut:
n a 2 ~ --dq - c p d x d y d z - - k d y d z ( - )ax dt at ax2
Untuk memudahkan perhitungan, lapisan tipis dari fillet ikan patin diasumsikan sebagai satu plat yang solid dan homogen,
arah perambatan panas diasumsikan hanya melalui garis ketebalan fillet ikan
(n/@ = 0; n / a z = 0),
nilai difusivitas
panas (D = k/c p) diasumsikan konstan terhadap perubahan panas dan suhu di awal pengeringan diasumsikan sama di semua bagian
darifillet ikan patin.
mutlak udara dalam lemari pengering, dWk penambahan berat kapur, dWi penurunan berat fillet ikan, p, densitas udara dan V volume udara dalam lemari pengering.
Percobaan 3: Kerieimbangan Isotermi Sorpsi Air Fillet Ikan Patin
Tujuan
:
1. Menentukan kurva Isotermi Sorpsi Air fillet ikan patin
secara absorpsi. 2. Menentukan fraksi-fraksi air terikat dan bebas yang ada
pada ikan patin. 3. Mengetahui hubungan antara fraksi-fraksi air terikat dan
bebas pada ikan patin dengan laju pengeringannya. Prosedur
:
Pada percobaan desorpsi bahan yang diseimbangkan adalah 2 gram fillet ikan patin segar, sedangkan pada percobaan absorpsi bahan yang diseimbangkan adalah 2 gramfillet ikan patin kering hasil pengeringan pada percobaan pengeringan lapis tipis $Net ikan patin. Fillet ikan patin ditempatkan di dalam cawan aluminium, kemudian disimpan di dalam desikator berisi garam jenuh pada berbagai kondisi RH (RH 6.87% - 97%). Desikator tersebut disimpan pada ruang inkubator yang suhunya dijaga konstan pada 30°C dan dibiarkan selama 7-9 hari sehingga mencapai kadar air keseimbangan . Garam-garam jenuh yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengukuran dan pengamatan
:
Pada awal percobaan dilakukan pengukuran kadar air filler ikan patin segar dalam basis kering dengan metode AOAC (1995), dan setelah keseimbangan dilakukan pengukuran kadar airnya dengan metode tidak langsung berdasarkan basis kering
Teknik : Analisis Data
Dari data percobaan ini dibuat kurva isotermi sorpsi airfillet ikan patin berupa plot hubungan M dan a, baik secara absorpsi maupun desorpsi, kemudian dilakukan analisis fraksi air terikat
padajiNet ikan patin yang terdiri dari air terikat primer, air terikat sekunder dan air terikat tersier. Selanjutnya dianalisis hubungan laju pengeringan absorbsi fillet ikan patin dengan fraksi air terikat pada produk tersebut. Diagram alir ketiga percobaan di atas dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 1. Berbagai larutan garam jenuh dan nilai aktivitas airRH yang digunakan dalam keseimbangan kadar air
1 / No.
Larutan Garam Jenuh
/
RH (%) pad. suhu 30°C
NaI
36.25
K2CO3
43.60
Mg(NO3h
5 1.33
NaBr
56.30
KI
67.85
NaN03
72.75
11.
NaCl
75.32
12.
KBr
80.71
13.
KC1
83.53
&cfl4
86.30
Sumber: Ha 1 (1980); Labuza et al. (1985); Syarief dan Halid (199 1)
Urutan kerja selama Tahap Persiapan: Memilih ukuran dan jenis ikan patin yang akan dijadikan bahan baku fillet - Membersihkandan membuang isi perut, ekor dan sirip ikan - Slicing dan pembuatan fillet ikan patin - Pengukuran kadar air awal fillet ikan patin.
-
Pembuatan
-
Memilihjenis kapur api yang akan dijadikan absorben ~en~ecila ukuran n pada berbagai ukuran luas permukaan sesuai perlakuan Menem~atkankaour &lam desikator Uji kadar CaO aktif
-
Penyiapan
-
Conditioning lemari pengenng selama 24 jam Stabilisasi RH dan Suhu
-
................................................ Pengeringan dengan Berbagai Rasio CaO : ikan
1 Penentuan Isotermi Sorpsi Air Ikan Patin
Pengeringan dengan B e r b w Luas Permukaan bongkahan Kapw
I
1 Fraksi-fiaksi Air
u1
u2
I Model Pengeringan Absorbsi Satu
u3
I Model Pengeringan
Absorbsi Dua
Gambar 10. Diag'am alir prosedur percobaan pengeringan fillet ikan patin secara abso :bsi menggunakan absorben kapur api
Metode Pengamatan Pengukuran Katlar Air Ikan Patin Pengukurar kadar air awal ikan dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1995).
Sampel ikan ditimbang sebanyak 2 gram (Mo) dan diiris kecil-kecil,
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 6 jam (dicapai berat konstan). Sebelutr~ditimbang, sarnpel yang telah dikeluarkan dari oven dimasukkan ke dalam desikato~,sampai mencapai suhu kamar lalu ditimbang untuk memperoleh berat kering (MI). Nilai kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air (bb) = Mo - MI/ Mo x 100% Kadar air (bk) = Mo - MI/ MI x 100% dimana: Mo adalah berat awal ikan sebelum dikeringkan dan MI adalah berat akhir ikan setelah pengeringan
Pengukuran Kehembaban (RH) Udara Pengering Pengukuran kelembaban (RH) dilakukan terhadap media (udara &lam lemari pengering) pada ~luatitik pengamatan seperti yang terlihat pada Gambar 8. menggunakan hign~meter.Alat tersebut dimasukkan ke dalam lemari pengering dan data RH hasil penlpmatan dapat dilihat melalui pintu fibre lemari sehingga selama pengamatan tidak perlu membuka pintu lemari pengering. Sebelum digunakan, higrometer ini hkalibrasi terlebih dahulu dengan berbagai larutan garam jenuh.
Pengukuran Suhu Untuk melthat perkembangan suhu di dalam alat pengering, dilakukan pengukuran terhadilp ketiga komponen utama dalam lemari pengering, yaitu: media (udara dalam lemai), kapur dan ikan pada titik-titik pengamatan yang dapat dilihat di Gambar 8. Untuk mengukur suhu ini akan digunakan termokopel yang dilengkapi dengan recorder sehingga pengukuran akan lebih teliti dan &pat dilakukan dengan bias yang kecil. Probe alat tersebut dimasukkan ke dalam lemari pengering dan ditempatkan masin,:-masing pada rak tempat ikan, rak tempat kapur dan pada ruang antar kedua rak (Gambar 8).
Peuimbangan dan Pengukuran Kadar Air Pengamatan penurunan berat ikan dan peningkatan berat kapur api selama pengeringan dilakukan dengan menimbang bahan secara periodik, hingga kadar air ikan mencapai kadar air konstan atau kadar air terendah. Tercapainya kondisi ini ditunjukkan oleh hasil pengukuran penurunan berat ikan yang kurang dari 0.01 gr dalam waktu 2 jam. Pengukuran kadar air didasarkan pada penurunan berat bahan dengan metode AOAC (1995).
Pengukuran Kad,ar CaO Aktif dalam Kapur Api Karena tidak tersedianya metode pengukuran kadar CaO aktif dalani kapur
-
secara akurat, maka pada panelitian ini digunakan metode penentuan secara stokiometri berdasarkan kesetaraan kimia pada persamaan reaksi berikut: CaO (s) + Hz0 (1)
Ca(0H)z (s)
Dari persmlaan reaksi ini maka diketahui bahwa jumlah mol Hz0 sebanding dengan jumlah mol CaO, yang juga berarti bahwa jumlah mol H2O yang dapat diikat oleh CaO secara kimia akan sebanding dengan jumlah mol CaO dalam kapur api. Dengan demikian ibila dapat diketahui jumlah mol Hz0 yang terikat secara kimia maka jumlah mol CaO pun dapat ditentukan. Urutan cara kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Cawan kosong disetimbangkan beratnya dalam desikator selama
* 30 menit lalu
ditimbang dan clicatat beratnya sebagai Wo. 2. Pecahan kapur api dimasukkan ke &lam cawan lalu ditimbang dan beratnya
dicatat sebagai 'Wl. 3. Ke dalam cawan berisi kapur api ditarnbahkan aquades sebanyak setengah kali
berat kapur dalittn cawan dan dicatat beratnya sebagai W2 lalu didiamkan dalam desikator selam;~ * 45 menit atau hingga seluruh CaO dalam cawan habis bereaksi dengan air. 4. Campuran kap~udan air dalam cawan setelah bereaksi ditimbang dan &catat
beratnya sebaga.i W3 lalu dioven selama
* 24 jam untuk menghilangkan sisa air
yang masih terikat secara fisik dengan kapur. Setelah dioven, berat cawan berisi kapur yang telali direaksikan dengan air dicatat sebagai Wq. 5. Perhitungan terliadap berat air terikat secara fisik ditentukan dengan rumus:
Wf= Wq-W3 6. Perhitungan terl~adapberat kapur awal ditentukan dengan rumus:
w,=w,-wo
7. Perhitungan terhadap berat campuran kapw api dan air terikat secara kimia
ditentukan dengan rumus:
W e =W4- Wo 8. Perhitungan terhadap berat air terikat secara kimia ditentukan dengan rumus:
wk=: wc-w2 9. Perhitungan terh~adapberat CaO dalam kapur api ditentukan dengan rumus:
wcao =
wk BM H20
x BM CaO
wk x 56 wcao = 7 10. Perhitungan terl~adapkadar CaO dalam kapur api ditentukan dengan rumus:
96 c a o = Wcao x 100% Wi