3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri atas lima desa pesisir yaitu Desa Watukarung, Desa Jlubang, Desa Dadapan, Desa Poko dan Desa Candi (Gambar 4). Pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan April-Juli 2012. Sebelumnya dilakukan survei pendahuluan pada bulan September 2011. 3.2 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi inventarisasi data, pengumpulan data, analisis dan sintesis (Gambar 5). Secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1) Tahap identifikasi kondisi eksisting yang meliputi pengumpulan informasi kondisi potensi sumberdaya dan jasa lingkungan, pemanfaatan ruang, batas area dan permasalahan yang ada, 2) Tahap analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung, analisis ekonomi yang menyangkut nilai ekonomi sumberdaya dan pemanfaatan, 3) Menganalisa pemanfaatan ruang yang menghasilkan atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan kawasan secara berkelanjutan, 4) Menghitung nilai ekonomi dari wisata dan perikanan 5) Penyusunan
strategi
pengelolaan
yang
menghasilkan
rekomendasi
pengelolaan secara berkelanjutan. 3.3 Pengumpulan Data Secara umum data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Masing-masing data diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda. Data primer yang dikumpulkan meliputi kondisi ekologis, keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang. Sementara itu data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, kebijakan pengelolaan, isu-isu serta permasalahan yang terjadi. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait.
Gambar 4 Peta lokasi penelitian
26
27
Data spasial
Data pemanfaatan
Sumberdaya Nilai ekonomi Analisis kesesuaian ekologis
Analisis daya dukung
Strategi Pengelolaan
Gambar 5 Tahapan penelitian 3.3.1 Data primer Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, persepsi responden terhadap kawasan, kebijakan pengelolaan, isu-isu dan permasalahan yang terjadi serta kualitas perairan. Adapun jenis, sumber dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 3. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang. 3.3.1.1 Wawancara Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kawasan penelitian dengan melakukan wawancara langsung kepada penduduk sekitar, petugas dalam kawasan dan dinas yang terkait dengan pengelolaan di wilayah penelitian selaku stakeholder serta kepada wisatawan. Dinas yang selama ini mengelola adalah Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan (Disparpora) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan. Penentuan responden untuk stakeholder dilakukan dengan metode purposive sampling yang terdiri dari penduduk sekitar, pengelola kawasan, dan pegawai dalam kawasan. Penentuan responden tersebut dilakukan terhadap pihak-pihak yang mengetahui mengenai pengelolaan kawasan. Tidak semua penduduk, pengelola dan pegawai kawasan diwawancara. Hanya pihak-pihak yang benar-
28
benar mengetahui mengenai pengelolaan kawasan yang diwawancara. Penentuan responden
wisatawan
dilakukan
dengan
metode
accidental
sampling.
Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena metode pengambilan sampel dengan cara ini sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Pemilihan responden wisatawan dengan metode accidental sampling untuk responden wisatawan berdasarkan kemudahan pengambilan data, yaitu dilakukan terhadap responden yang kebetulan berada di dalam kawasan dimana sampel tersebut sesuai dengan kriteria yang akan diteliti. Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung aktual, yakni pengunjung yang ditemui secara langsung di kawasan wisata. Jumlah wisatawan yang dijadikan responden berjumlah 50 orang dari tiap kawasan. Umur responden dalam penelitian ini dibatasi, dimana pengunjung yang dijadikan responden adalah berusia di atas 15 tahun. Hal ini dikarenakan pada batas usia tersebut, mereka dianggap telah mampu untuk menentukan pengambilan keputusan dalam memilih tempat berwisata. Responden wisatawan diambil sejumlah 50 responden dianggap sudah mencukupi karena peneliti sebelumnya telah melakukan survei pendahuluan dan telah mengetahui sebaran asal wisatawan. Oleh karena itu jumlah responden tersebut sudah memenuhi sebaran data yang dibutuhkan. 3.3.1.2 Observasi lapang Observasi lapang merupakan pengumpulan data primer dengan mengamati dan melakukan pengukuran insitu pada parameter lingkungan yang diperlukan. Parameter yang dimaksud meliputi kualitas air, kondisi lingkungan maupun pemukiman penduduk. Sampel air untuk analisis kualitas air diambil dari perairan pesisir Kecamatan Pringkuku. Posisi stasiun pengambilan contoh kualitas air ditentukan dengan bantuan GPS. Pemilihan stasiun pengambilan contoh berdasarkan pada area yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Posisi stasiun yang
29
menyebar sepanjang pantai diharapkan dapat mewakili karakteristik fisika, kimia perairan di sepanjang pantai di lokasi penelitian. Parameter kualitas air yang dianalisis adalah suhu, kecerahan, pH, DO (oksigen terlarut), BOD (Biochemical Oxygen Demand), bau, sampah, salinitas, TSS (Total Suspended Solid). Alat, bahan, dan pengukuran contoh kualitas perairan disajikan dalam Lampiran 1. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.3.2 Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, kebijakan pengelolaan, isu-isu serta permasalahan yang terjadi (Tabel 3). Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan; Bappeda Kabupaten Pacitan; BPS Kabupaten Pacitan; Badan Geospasial Indonesia serta TPI Watukarung. Sumber data sekunder yang dikumpulkan berupa buku penunjang, laporan, penelitian-penelitian sebelumnya, serta bentuk-bentuk artikel dan jurnal. Jenis data yang dikumpulkan dari sumber tersebut antara lain peta lokasi, jumlah penduduk, ketersediaan air tawar, produksi perikanan, jumlah wisatawan, pendapatan asli daerah dari sektor wisata dan sebagainya. Data sekunder ini digunakan sebagai informasi pendukung dalam melakukan penilaian kesesuaian kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. 3.3.3 Data kesesuaian lahan Data yang dibutuhkan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata pantai ada sepuluh parameter. Sepuluh parameter tersebut diamati secara langsung dalam penelitian (data primer) (Tabel 4).
30
Tabel 3 Jenis, sumber dan cara pengambilan data No 1
Nama data Keadaan umum lokasi a. Batas asministrasi, luas wilayah, nama wilayah, batas wilayah studi b. Sarana prasarana
c. d. e.
f. g.
Penginapan, rumah makan, kamar mandi/WC, jalan beraspal dan tempat parkir, tempat sampah dan pembuangannya, TPI, area perkemahan Demografi Topografi wilayah Penutupan dan penguasaan lahan Oseanografi kawasan Gelombang, pasang surut, material penyusun pantai Klimatologi Pendidikan dan tenaga kerja
h. Transportasi dan komunikasi i. Kondisi wisata Banyaknya wisatawan, antusias dan perilaku wisatawan, karcis masuk j. Pembuangan limbah dan dampaknya
Sumber data
Primer
Laporan Responden, lapangan, laporan
Laporan Laporan
-
Studi pustaka
Wawancara, observasi lapang
Studi pustaka
-
Studi pustaka Studi pustaka
Lapangan, laporan
Observasi lapang
Studi pustaka
Laporan Responden, lapangan, laporan Responden, lapangan, laporan Lapangan, laporan
Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang Observasi lapang
Studi pustaka Studi pustaka
Lapangan
Observasi lapang Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang
k. Kondisi perikanan
Lapangan laporan
2
Sumberdaya alam (perairan dan daratan)
Lapangan laporan
3
Responden, lapangan
4
Persepsi terhadap kawasan wisata : penduduk, wisatawan dan pemda yang mengelola Kebijakan pengelolaan
5
Isu-isu dan permasalahan yang terjadi
6
Kualitas perairan : suhu, kecerahan. pH. DO, BOD, bau, salinitas, padatan tersuspensi, sampah
Responden, lapangan Responden, lapangan, laporan Lapangan
Wawancara, observasi lapang Wawancara, observasi lapang Observasi lapang
Tabel 4 Data untuk analisis kesesuaian lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kebutuhan Data Kedalaman perairan Tipe pantai Lebar pantai Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dtk) Kemiringan pantai (o) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar
Sekunder
Jenis Data Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer
Teknik Pengumpulan Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei
Studi pustaka Studi pustaka
Studi pustaka Studi pustaka
Studi pustaka
31
3.3.4 Data EoP (Effect on Production) Data yang dibutuhkan untuk penghitungan EoP terdiri atas data primer dan sekunder (Tabel 5). Pengukuran EoP dilakukan untuk kegiatan perikanan. Data primer diperoleh dari berbagai fenomena di lapangan, baik berasal dari kuisioner, pengamatan langsung dan sebagainya yang mencerminkan kondisi kawasan. sementara itu data sekunder dapat diperoleh dari beberapa pustaka penting yang dapat menunjang kelengkapan data penelitian (Yulianda et al. 2010). Pengumpulan data dilakukan dengan survei pustaka dari beberapa data statistik yang relevan. Beberapa site survey kemudian dilakukan untuk mengestimasi nilai langsung (rapid rural appraisal) yang difokuskan pada nelayan dan pelaku ekonomi lainnya. Selanjutnya dilakukan wawancara yang mendalam dengan panduan kuisioner. Tabel 5 Jenis dan sumber data untuk Effect on Production (EoP). No 1 2 3 4 5 6 7
Kebutuhan Data Hasil penangkapan ikan Harga produk Pendapatan Tipologi sosek responden Frekuensi/upaya tangkap per tahun Produksi total kawasan per tahun (ikan, udang, dll) Jumlah pemanfaat kawasan (nelayan)
Jenis Data Primer, sekunder Primer Primer Primer Primer, sekunder
Teknik Pengumpulan Survei, literatur Survei Survei Survei Survei, literatur
Sekunder
Literatur
Primer, sekunder
Survei, literatur
3.3.5 Data TCM (Travel Cost Method) Data yang dikumpulkan dalam TCM antara lain biaya perjalanan, jumlah kunjungan, data demografi, lokasi wisata alternatif, dan lainnya (Lampiran 2). Selain itu ada faktor sosial ekonomi antara lain pendapatan rumah tangga, umur dan pendidikan. Pendekatan yang dilakukan dalam penghitungan TCM pada penelitian ini adalah pendekatan individu (Tabel 6). Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan individu karena kebutuhan data sudah mencukupi dengan dilakukan pendekatan individu.
32
Tabel 6 Data yang dibutuhkan dalam pendekatan individu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Data yang dibutuhkan Jumlah pengunjung ke lokasi pertahun Biaya perjalanan pengunjung Pendapatan rumah tangga Umur Pendidikan Lokasi wisata alternatif Opportunity cost dari waktu Lain-lain (faktor yang mempengaruhi permintaan)
Jenis data Data sekunder Data primer Data primer Data primer Data primer Data primer Data primer Data primer
Sumber: Yulianda et al. 2010
3.4 Analisis data 3.4.1 Analisis kualitas air Hasil pengukuran dan analisa data kualitas perairan yang diperoleh kemudian dilakukan perbandingan dengan baku mutu kualitas air untuk pariwisata bahari. Baku mutu kualitas air tersebut berdasarkan Menteri Lingkungan Hidup Keputusan No 51/MENLH/2004 tentang baku mutu air laut (Tabel 7). Tabel 7 Baku mutu air 51/MENLH/2004)
laut
untuk
wisata
bahari
(Keputusan
No
No Parameter Satuan Baku mutu FISIKA A Alami 3 ( c ) °C Suhuc 1 a >6 meter Kecerahan 2 Tidak berbau Bau 3 20 mg/l Padatan Tersuspensi Totalb 4 Nihil1 (4) Sampah 5 KIMIA B 7 – 8,5 (d) 1 pHd >5 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l ‰ Alami 3 (e) Salinitase 3 Keterangan: 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan) 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim) 4. Pengamatan oleh manusia (visual). a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman eufotik b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman
33
3.4.2
Analisis kesesuaian kawasan
3.4.2.1 Analisis deskriptif Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau uraian singkat terkait hasil penelitian yang diperoleh. Analisis deskriptif merupakan salah satu metode analisis data yang sederhana dan mampu memberikan informasi-informasi penting dari suatu penelitian. Penggunaan analisis jenis ini mampu menggambarkan tentang objek penelitian secara lebih rinci dan terarah. 3.4.2.2 Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai adalah analisis untuk mengetahui kecocokan dan kemampuan kawasan menyangga segala macam aktivitas wisata. Analisis ini sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan ekowisata yaitu untuk melakukan pengendalian, memperkirakan dampak lingkungan dan pembatasan pengelolaan sehingga tujuan wisata menjadi selaras. Menentukan kesesuaian wilayah merupakan pola pikir yang mengarah pada pertimbangan bahwa berapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi wisata, secara ekologis tetap memiliki keterbatasan sehingga jumlah dan frekuensi kunjungan dalam satu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Analisis kesesuaian wilayah dikaitkan dengan kegiatan di sekitar pantai seperti berjemur, bermain pasir, wisata olahraga, berenang dan aktivitas lainnya. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan 10 parameter yang memiliki empat klasifikasi penilaian. Parameter tersebut antara lain kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar (Tabel 8).
34
Tabel 8 Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai. Parameter
Bobot
Katego ri SS 0–3
Skor
Katego ri S > 3-6
Skor
Kedalaman perairan (m) Tipe pantai
5
Katego ri SB >6-10
Skor
5
Pasir putih
3
Pasir putih, sedikit karang
2
Pasir hitam, berkara ng sedikit terjal 3-<10
1
Lumpur berbatu, terjal
0
Lebar pantai (m) Material dasar perairan
5
>15
3
10-15
2
1
<3
0
3
Pasir
3
2
Kecepatan arus (m/dtk) Kemiringan pantai (o) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai
3
0-0,17
3
2
3
<10
3
Karang , berpasi r >0,17 0,34 10-25
Pasir berlum pur
1
Lumpur
0
1
>0,51
0
2
>0,340,51 >25-45
1
>45
0
1
>10
3
>5-10
2
3-5
1
<2
0
1
Lahan terbuka, kelapa
3
Semak belukar rendah, savana
2
Belukar tinggi
1
0
Tidak ada
3
Bulu babi
2
1
<0,5 km
3
< 0,5-1 (km)
2
Bulu babi, ikan pari >1-2
Hutan bakau, pemukim an,pelabu han Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu >2 km
Biota berbahaya
1
Ketersediaan air tawar
1
3
2
1
1
Kategori Skor TS >10 0
0
0
Sumber: Yulianda (2007) Keterangan :
SS S SB TS
= = = =
Kategori sangat sesuai/ideal untuk wisata pantai Kategori sesuai untuk wisata pantai Kategori sesuai bersyarat untuk wisata pantai Kategori tidak sesuai untuk wisata pantai
Analisis kesesuaian ini diperlukan untuk melihat apakah kawasan wisata Pantai di Kecamatan Pringkuku masih memenuhi standar untuk wisata pantai. Rumus yang digunakan adalah rumus untuk kesesuaian wisata pantai (Modifikasi Yulianda 2007):
Keterangan : IKW Ni Nmaks
Ni IKW x100% Nmaks = Indeks kesesuaian wisata = Nilai parameter ke-i = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Jumlah = (Skor x Bobot) dimana nilai maksimum = 84 S1 = Sangat sesuai dengan nilai 75 – 100 %
35
S2 TS
= Sesuai dengan nilai 50-<75 % = Tidak Sesuai dengan nilai <50 %
Kelas S1 yaitu sangat sesuai menunjukkan bahwa kawasan tersebut ideal untuk kegiatan wisata pantai. Kelas S2 yaitu sesuai menunjukkan kawasan tersebut sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Kelas TS yaitu tidak sesuai menunjukkan kawasan tersebut tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Kelas kesesuaian tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan 10 parameter. Tiap parameter memiliki bobot yang berbeda. Kedalaman perairan, tipe pantai dan lebar pantai memiliki bobot paling besar yaitu 5. Material dasar perairan, kecepatan arus, dan kemiringan pantai memiliki bobot 3. Kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar memiliki bobot paling kecil yaitu 1. Kegiatan wisata pantai merupakan semua aktivitas yang berlangsung di kawasan pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga, berenang, berkemah dan aktivitas lainnya. Parameter yang dijadikan kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai antara lain: 1) Kedalaman perairan Perairan yang relatif dangkal merupakan kondisi yang sangat menunjang diadakannya wisata pantai dimana para wisatawan dapat bermain air maupun berenang dengan aman. Kedalaman 0–5 meter merupakan syarat yang paling sesuai untuk wisata pantai. Toleransi juga diberikan untuk kedalaman >5–10 meter, sedangkan kedalaman >10 meter dianggap kurang ideal untuk kegiatan ini. 2) Material dasar perairan Material dasar perairan sangat menentukan kecerahan perairan. Daerah di sekitar pantai dengan substrat pasir merupakan lokasi yang sangat sesuai untuk wisata pantai. Toleransi diberikan pada substrat pasir berkarang atau karang berpasir dengan hancuran karang yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya maupun pasir berlumpur dengan perlakuan khusus. Substrat lumpur maupun karang merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan berenang dan bermain air. 3) Kecepatan arus
36
Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Kecepatan arus yang relatif lemah berkisar antara 0-0,17 m/dtk merupakan syarat yang ideal untuk aktivitas berenang, bermain air dan aktivitas lainnya. Kecepatan arus 0,17–0,34 m/dtk masih masuk dalam kategori sesuai dan kecepatan arus di atas 0,51 m/dtk masuk dalam kategori tidak sesuai. 4) Kecerahan perairan Wilayah dengan kondisi perairan yang cerah merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata pantai. Wisatawan dapat bermain air, berenang dan aktivitas lainnya. Kecerahan perairan >30 meter merupakan syarat yang sangat sesuai atau diinginkan untuk wisata pantai. Toleransi diberikan untuk kecerahan perairan >10 meter, sedangkan untuk kecerahan perairan <10 meter dianggap tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai. 5) Ketersediaan air tawar Ketersediaan air tawar merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam wisata pantai. Selain untuk konsumsi juga digunakan untuk MCK dan mandi setelah bermain air laut dan pasir pantai. Ketersediaan air tawar dilihat dari seberapa jauh sumber air tawar terhadap pantai. Jarak lokasi dengan sumber air <0,5 km merupakan syarat yang paling sesuai, sedangkan jarak >2 km merupakan jarak yang tidak sesuai untuk wisata pantai. 6) Tipe pantai Dalam kaitannya dengan wisata pantai, pantai berpasir merupakan lokasi yang paling ideal untuk wisata pantai. Wisatawan dapat berjemur, berolah raga, menikmati pemandangan, bermain dengan santai. Toleransi juga diberikan pada pantai berpasir dengan sedikit karang maupun pada daerah yang sedikit terjal, sedangkan pantai berlumpur, berkarang maupun terjal dianggap tidak sesuai untuk kegiatan ini. 7) Lebar pantai Lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan pantai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas wisata pantai. Lebar pantai yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah lebih dari 15 meter, sedangkan untuk lebar pantai kurang dari 3 meter dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai.
37
8) Kemiringan pantai Kemiringan pantai berkaitan dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan di pantai. Wisatawan sebagian besar menyukai pantai yang landai karena lebih mudah untuk melakukan berbagai aktivitas. Kemiringan pantai yang kurang dari 10o dianggap paling sesuai untuk wisata pantai, sedangkan kemiringan pantai yang lebih dari 45o dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai karena dianggap curam. 9) Biota berbahaya Lahan pantai yang nyaman untuk berbagai aktivitas adalah pantai yang aman. Pantai yang aman disini merupakan pantai yang bebas dari biota berbahaya seperti bulu babi, lepu dan hiu. 10) Penutupan lahan pantai Penutupan lahan pantai merupakan faktor sekunder pada kegiatan wisata pantai. Adanya rencana pengembangan pada suatu daerah untuk wisata pantai, penutupan lahan yang ada dapat diubah sesuai dengan perencanaan. Kecuali untuk daerah hutan lahan basah yang dilindungi, dapat dimasukkan ke dalam lokasi yang tidak sesuai untuk pengembangan wisata pantai. 3.4.3 Daya dukung ekologis Analisa daya dukung ekologis digunakan untuk merencanakan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Penentuan daya dukung ekologis ini perlu dilakukan karena sumberdaya wisata pesisir bersifat mudah rusak dan ruang untuk wisatawan sangat terbatas. Berdasarkan Yulianda (2007), penghitungan daya dukung ekologis wisata pantai dilakukan menggunakan rumus: DDK Keterangan : DDK K Lp Lt Wt Wp
K x
Lp Wt x Lt Wp
= Daya dukung ekologis (orang/hari) = Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area (orang) = Luas atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (m atau m2) = Unit area untuk kategori tertentu (m atau m2) = Waktu yang disediakan kawasan dalam 1 hari (jam) = Waktu yang dihabiskan wisatawan untuk kegiatan tertentu (jam)
38
Potensi ekologis wisatawan ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang dilakukan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh wisatawan ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan alam dalam memberi toleransi kepada wisatawan sehingga keaslian sumberdaya alam akan tetap terjaga. Potensi ekologis wisatawan dan luas area kegiatan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Potensi ekologis wisatawan (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis kegiatan Rekreasi pantai Wisata olah raga Berenang Berjemur Memancing Area berkemah
K ( wisatawan) 1 1 1 1 1 5
Unit area (Lt) 50 m 50 m 50 m 50 m 10 m 100 m2
Keterangan 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 10 panjang pantai 5 orang setiap 100 m2
Sumber: Modifikasi Yulianda (2007)
Waktu yang dihabiskan wisatawan untuk melakukan kegiatan (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu yang dihabiskan wisatawan diperhitungkan dengan mempertimbangkan waktu yang disediakan kawasan (Wt). Waktu yang disediakan kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 10 jam (07.00 WIB-17.00 WIB). Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kegiatan Berenang Berjemur Rekreasi pantai Wisata olah raga Memancing Berkemah
Waktu yang dibutuhkan Wp(jam) 2 2 3 2 3 24
Total waktu 1 hari Wt-(jam) 4 4 6 4 6 24
Sumber: Modifikasi Yulianda (2007)
3.4.4 Effect on Production (EoP) Pendekatan EoP memerlukan sebuah pendekatan yang integratif antara flow ekologi dan flow ekonomi karena pendekatan ini lebih memfokuskan pada aliran fungsi ekologis yang memberikan dampak pada nilai ekonomi sumberdaya alam yang dinilai (perikanan). EoP diukur dengan menggunakan harga bayangan yang
39
dihitung berdasarkan harga pasar yang telah didiskon dengan menggunakan faktor perubahan pasar atau ekuitas sosial. Dalam analisis integrasi ekologi-ekonomi (dalam konteks metode EoP) terdapat beberapa langkah (Hufschmidt et al. 1983 in Adrianto 2006b) yaitu: 1) Mengidentifikasi input sumberdaya, output (produksi sumberdaya) dan residual sumberdaya dari sebuah kebijakan/kegiatan, 2) Melakukan kuantifikasi aliran fisik dari sumberdaya, 3) Melakukan kuantifikasi keterkaitan antar sumberdaya alam, 4) Melakukan kuantifikasi aliran dan perubahan fisik ke dalam terminologi kerugian dan manfaat ekonomi. EoP merupakan nilai langsung yang digunakan untuk mengestimasi fungsi ekosistem secara tidak langsung. Teknik EoP yang digunakan dalam penelitian ini adalah surplus konsumen. 3.4.4.1 Surplus konsumen Surplus konsumen merupakan kepuasan atau kegunaan tambahan yang diperoleh konsumen dari pembayaran harga suatu barang yang lebih rendah dari harga dimana konsumen bersedia membayarnya. Pendugaan nilai ekonomi dari suatu sumberdaya memerlukan langkah-langkah: a) menduga fungsi pemintaan, b) mentransformasi intersep baru fungsi permintaan, c) mentrasformasikan kembali fungsi permintaan baru ke fungsi permintaan asal, d) menduga total kesediaan membayar, e) menduga consumer surplus, f) menduga nilai ekonomi, harga yang dibayarkan dan consumer surplus per unit sumberdaya, dan g) menduga total nilai ekonomi.
Menduga fungsi permintaan terhadap penggunaan suatu sumberdaya
Q 0 X 1 1 X 2 2 ... X n Keterangan :
n
Q = Jumlah sumberdaya yang diminta (hasil tangkap) X1 = Harga X2,.Xn = Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga
Mentransformasikan fungsi permintaan terhadap harga linier Ln Q Ln 0 1 LnX 1 2 LnX 2 ... n LnX n
Ln Q (( Ln 0 2 ( Ln X 2 ) ... n ( Ln X n )) 1 LnX 1 Ln Q ' 1 LnX 1 Transformasikan kembali fungsi permintaan ke bentuk persamaan asal
40
Q ' X 1
Menduga total kesediaan membayar (Nilai ekonomi sumberdaya)
U f (Q) d (Q) a
0
Keterangan :
U a
= Utilitas terhadap sumberdaya = Batas jumlah sumberdaya dikonsumsi/diminta f(Q) = fungsi permintaan
rata-rata
yang
Menduga Consumer surplus CS U Pt
Pt X 1 Q Keterangan : CS = Surplus konsumen Pt = Harga yang dibayarkan Q = Rata-rata jumlah sumberdaya yang dikonsumsi/diminta X1 = Harga per unit sumberdaya yang dikonsumsi (diturunkan dari fungsi permintaan)
Pendugaan total nilai ekonomi sumberdaya NET CS
N L
Keterangan : NET = Nilai ekonomi sumberdaya CS = Surplus konsumen N = Jumlah SDM yang terlibat L = Luas kawasan sumberdaya
3.5 Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method/TCM) Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method/TCM) merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi dari suatu lokasi atau objek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar. Teknik ini mengasumsikan bahwa pengunjung pada suatu tempat wisata menimbulkan atau menanggung biaya ekonomi, dalam bentuk pengeluaran perjalanan dan waktu untuk mengunjungi suatu tempat (Lipton et al. 1995 in Yulianda et al. 2010). Pada penelitian ini penghitungan TCM menggunakan Individual Travel Cost Model. Individual Travel Cost Model yaitu memperkirakan rata-rata kurva permintaan individu terhadap lokasi wisata, dimana dalam pendekatan ini pengunjung dikelompokkan berdasarkan pengeluaran (Grigalunas et al. 1998 in Yulianda et al. 2010).
41
Nilai wisata berhubungan dengan manfaat konsumen surplus dari pemanfaatan aktual wisata dimana nilai pelestarian dihubungkan dengan manfaat dari kepuasan. Nilai pelestarian termasuk nilai pilihan (mempertahankan peluang wisata yang mungkin digunakan di masa datang), nilai keberadaan (pengetahuan bahwa sumberdaya perlu dilestarikan) dan nilai hibah (kepuasan diturunkan dari memberikan subsidi pada generasi mendatang dengan sumberdaya alam) (Lee dan Mjelde 2007). Tujuan melakukan TCM adalah menghitung nilai ekonomi suatu kawasan wisata melalui estimasi rata-rata permintaan terhadap kunjungan wisata di lokasi tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan estimasi fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata. Fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata yaitu: V = f(TC,S) Dimana :
V =Jumlah kunjungan wisata TC =Biaya perjalanan pada suatu lokasi wisata S =Vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif
Kunjungan seseorang terhadap lokasi wisata dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: 1) Biaya waktu bagi seseorang individu ketika mengunjungi lokasi wisata (T). Biaya waktu merupakan opportunity cost yang dihadapi oleh seorang pengunjung yaitu kehilangan pendapatan karena ia melakukan perjalanan wisata. 2) Vektor dari kualitas lokasi wisata yang dirasakan (Q) 3) Pendapatan rumah tangga (Y) Dapat ditulis sebagai berikut : V = f(TC, S, T, Q, Y) Dimana :
V TC S Q T Y
= Jumlah kunjungan wisata = Biaya perjalanan pada suatu lokasi wisata = Vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif = Vektor dari kualitas lokasi wisata yang dirasakan = Biaya waktu bagi seseorang individu ketika mengunjungi lokasi wisata = Pendapatan rumah tangga
Dalam penghitungan menggunakan TCM (Individual Travel Cost Analisis), terdapat beberapa tahapan yaitu (Grigalunas et al. 1998 in Yulianda et al. 2010): 1) Menentukan lokasi,
42
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisata ke lokasi tersebut, 3) Menurunkan metode untuk mengestimasi opportunity cost dari waktu, 4) Merancang survei untuk mengumpulkan data tentang biaya perjalanan dan informasi lain dari pengunjung, 5) Merancang survei untuk mengumpulkan data dari sampel yang mewakili populasi pengunjung lokasi, 6) Mengestimasi hubungan permintaan biaya perjalanan, 7) Mengestimasi jumlah total pengunjung per musim, 8) Menghitung consumer surplus per individu dan untuk seluruh lokasi. Fungsi permintaan atas kunjungan wisata untuk model individual sebagai berikut (Yulianda et al. 2010): Ln Vi ln 0 1 ln TC i 2 ln Yi 3 ln S i Keterangan : Vi = Trip kunjungan individu ke-i TCi = Biaya perjalanan individu ke-i Yi = Pendapatan individu ke-i Si = Biaya perjalanan ke lokasi wisata substitusi yang dikeluarkan oleh individu ke-i
Kemudian menentukan surplus konsumen dari pendekatan individu (Yulianda et al. 2010):
CS i Keterangan :
Vi 1 CSi
Vi 1
= Jumlah kunjungan individu ke-i = Total biaya perjalanan = Surplus konsumen individu ke-i
Menghitung total benefit dari pendekatan individu (Yulianda et al. 2010): TB CS i TV Keterangan : TB = Total manfaat ekonomi lokasi wisata CSi = Surplus konsumen individu ke-i TV = Total kunjungan per tahun (data sekunder)
3.6 Analisis SIG (Sistem Informasi Geografis) Analisis kesesuaian kawasan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), yaitu sistem informasi spasial berbasis komputer dengan melibatkan perangkat lunak Arc View3.3. Pada analisis ini prinsipnya
43
berupa basis data primer maupun data sekunder seperti data biologi, data fisik dan data oseanografi. Berdasarkan data tersebut terdapat parameter sumberdaya yaitu: 1) Sumberdaya hayati: penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan sumberdaya ikan (jenis ikan dan hasil tangkap) 2) Sumberdaya non hayati: kedalaman perairan atau batimetri, tipe atau karakteristik pantai, lebar pantai, material dasar atau sedimen perairan, kemiringan pantai Masing-masing komponen keruangan dimasukkan dalam peta tematik Rupa Bumi Indonesia) dengan skala 1:25.000 (Bakosurtanal 2007), kemudian dioverlaykan untuk mendapatkan peta komposit (peta hasil analisis dengan cara overlay antara seluruh tema peta dalam penentuan kawasan wisata pantai kategori rekreasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan) (Gambar 6).
Gambar 6 Gambaran overlay peta. 3.7 Analisis Kesenjangan (GAP Analisis) GAP analisis menyediakan kesempatan untuk merefleksikan praktek yang terjadi pada petunjuk informasi dan untuk melakukan analisis dengan memperhatikan isu potensial yang terjadi. Kemudian analisis yang digunakan dalam GAP analisis ditandai dan membuat rekomendasi dari hal tersebut (Barling
44
dan Simpson 2009). Pada GAP analisis, diidentifikasi perbedaan nilai pada kondisi aktual dengan nilai pada kondisi sesuai dengan daya dukungnya. Analisis GAP disini dianalisis dengan menggunakan Trade Off Analysis. Trade off analysis dimulai dengan melakukan analisis stakeholder untuk mengidentifikasi stakeholder. Informasi dari analisis ini dapat digunakan untuk pengembangan skenario, manajemen kriteria maupun prioritas manajemen. Dalam Trade Off Analysis pertama kali yang dilakukan adalah membuat skenario pengelolaan. Skenario pengelolaan dibuat pada tahap perencanaan. Skenario pengelolaan yang dibuat mencakup dampak ekonomi, sosial budaya, dan ekologi. Penentuan skenario bagi pengembangan pariwisata (tourism development) dan pengelolaan lingkungan (environmental management) terdapat 4 skenario (A, B, C dan D) dengan 3 kriteria (ekonomi, sosial, dan ekologi) dimana masing-masing kriteria memiliki beberapa sub criteria (Brown et al. 2001). Langkah kedua yaitu menentukan kriteria dan penilaian dampak. Kriteria yang digunakan antara lain ekonomi, sosial, dan lingkungan. Penilaian dampak diperoleh dari hasil diskusi para pakar dan stakeholders yang memiliki kepentingan dalam pengambilan keputusan. Langkah ketiga yaitu menentukan skor (skoring). Kriteria yang sudah ditentukan kemudian dipilah dengan melihat kriteria yang memberikan manfaat (a benefit) atau kriteria yang membutuhkan biaya (a cost). Setiap kriteria (baik ekonomi, sosial, ekologi) memiliki skor terendah 0, dan skor tertinggi 100. Kriteria yang hasil bagusnya sedikit dinilai 0, sebaliknya yang paling banyak dinilai 100. Langkah keempat yaitu melibatkan stakeholder dalam menyusun peringkat (skenario kebijakan). Pilihan stakeholders yang berbeda dapat dilakukan dengan berbagai cara akan menghasilkan prioritas yang akan mengubah posisi ranking dari skenario sebelumnya. Data yang dikumpulkan dapat berupa data nominal, ordinal, interval atau rasio yang kemudian diubah menjadi ranking dari masingmasing skenario. Langkah kelima yaitu pembobotan peringkat. Pembobotan peringkat dapat dilakukan dalam dua tahapan: pembobotan kriteria dan pembobotan sub kriteria. Pembobotan kriteria menunjukkan prioritas dari pengelolaan, sementara itu pembobotan sub criteria menunjukkan tingkat kepentingan sub kriteria tersebut.
45
Kemudian ranking dikalikan dengan skor dari masing-masing kriteria. Penjumlahan hasil kali rangking dan skor akan menghasilkan bobot skenario. Hasil yang diperoleh adalah peringkat skenario, sehingga dapat memilih skenario yang paling diinginkan. Pembobotan peringkat untuk manajemen prioritas ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Pembobotan peringkat untuk manajemen prioritas Prioritas Pengelolaan
Bobot 0,40 0,55 0,05
Ekonomi Ekologi Sosial
Skenario yang ada kemudian dinilai secara menyeluruh. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja dari berbagai skenario dan setelah itu dikomunikasikan dengan pengambil keputusan. Diharapkan dengan menilai skenario dapat membuat kinerja lebih baik. Tiap kriteria menghasilkan keluaran lebih baik (nilai 100) maupun kurang (nilai 0). Angka dari kolom bobot kemudian dikalikan dengan angka pada skor rata-rata (average scores).
3.8 Analisis Kepuasan Wisatawan Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kepuasan wisatawan adalah metode MUSA (Multicriteria Satisfaction Analysis). Metode MUSA menyajikan hasil analisis dalam bentuk diagram yang dapat membantu menentukan langkah perbaikan (aksi) yang dapat dilakukan. Kombinasi antara bobot dan rata-rata indeks kepuasan akan mendukung terhadap serangkaian aksi/tindakan pengelolaan yang mungkin dikembangkan (Gambar 7). Diagram yang dihasilkan dengan metode MUSA menunjukkan posisi indikator tingkat kepuasan yang dinilai berdasarkan 2 sumbu utama yaitu tingkat kepentingan dan pemanfaatan. Melalui diagram ini akan telihat adanya kesenjangan antara potensi yang ada dengan pemanfaatan yang sudah dilakukan. Analisis kepuasan pengunjung menunjukkan kesenjangan dari apa yang pengunjung inginkan (tingkat
kepentingan)
dengan
apa
yang
pemanfaatan) (Arabatzis dan Grigoroudis 2010).
pengunjung
dapatkan
(tingkat
46
MUSA digunakan untuk mengukur dan menganalisa kepuasan pengunjung. Evaluasi dilakukan pada tingkat kepuasan pada wisatawan berdasarkan pada nilai dan ungkapan yang dipilih mereka. MUSA secara kualitatif berdasarkan pertimbahan dan pilihan pengunjung (Grigoroudis dan Siskos 2002). Analisis kepuasan wisatawan dibagi menjadi kriteria utama dan sub kriteria. Kriteria utama terbagia atas lima kriteria yaitu petugas di kawasan, karakteristik alam, infrastruktur, fasilitas dan informasi-komunikasi. Dari setiap kriteria utama tersebut terdapat sub kriteria yaitu : 1. Petugas di kawasan terdiri atas: pengetahuan, pelayanan, komunikasi dan kesopanan 2. Karakteristik alam terdiri atas: keindahan alam, pantai berpasir, dan kejernihan air, 3. Infrastruktur terdiri atas: jalan dan penginapan, 4. Fasilitas terdiri atas: pusat informasi, tempat duduk, kios, toilet, tempat sampah, dan tempat ibadah, 5. Informasi-komunikasi terdiri atas: tanda dan papan petunjuk Masing-masing kriteria utama dan sub kriteria memiliki bobot. Bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan dari tiap kriteria dan sub kriteria (Arabatzis dan Grigoroudis 2010). Bobot untuk kriteria dan sub kriteria disajikan pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12 Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama Kriteria
Bobot (%)
Petugas di kawasan
18,38a
Karakteristik alam
23,76a
Infrastruktur
20,43a
Fasilitas
19,07a
Informasi-komunikasi
18,36a
a
Keterangan: = adaptasi dari Arabatzis dan Grigoroudis 2010
Tiap kriteria dan sub kriteria dihitung indeks kepuasannya. Indeks kepuasan tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara skor dan nilai kepuasan wisatawan yang diperoleh dari hasil wawancara. Hasil yang diperoleh yaitu nilai
47
antara 1-100. Pada sub kriteria perhitungan indeks kepuasan juga dilakukan dengan cara yang sama. Secara rinci ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 13 Bobot dan indeks kepuasan dari sub kriteria Sub kriteria
Bobot (%)
Pengetahuan
9,70a
Pelayanan
2,80a
Komunikasi
2,85a
Kesopanan
3,03a
Keindahan alam
7,25a
Pantai berpasir
8,38a
Kejernihan air
8,14a
Jalan (menuju kawasan)
8,52a
Penginapan
11,91a
Pusat informasi
2,28a
Tempat duduk
4,79a
Kios
3,16a
Toilet
2,53a
Tempat sampah
3,48a
Tempat ibadah
2,84a
Tanda
7,68a 10,68a
Papan petunjuk a
Keterangan: = adaptasi dari Arabatzis dan Grigoroudis 2010
Tabel 14 Perhitungan indeks kepuasan wisatawan Kriteria
Bobot
Skor 1 (Kurang)
2 (Cukup)
3 (Puas)
Total
Petugas kawasan (a)
18,38
a*1
a*2
a*3
a
Karakteristik alam (b)
23,76
b*1
b*2
b*3
b
Infrastruktur (c)
20,43
c*1
c*2
c*3
c
Fasilitas (d)
19,07
d*1
d*2
d*3
d
Informasi-komunikasi (e)
18,36
e*1
e*2
e*3
e
Sumber Keterangan
Indeks ( a x bobot) 100 ( b x bobot) 100 ( c x bobot) 100 ( d x bobot) 100 ( e x bobot) 100
: Arabatzis dan Siskos 2010 : a = petugas di kawasan b = karakteristik c = infrastruktur d = fasilitas e = informasi-komunikasi
Diagram aksi terbagi dalam 4 kuadran berdasarkan tingkat pemanfaatan (rendah sampai dengan tinggi) dan tingkat kepentingan (rendah sampai dengan
48
tinggi). Kuadran tersebut mengklasifikasikan aksi/tindakan yang dapat dilakukan bersarkan indeks kepuasan konsumen, yaitu: 1) Status Quo (pemanfaatan rendah dan kepentingan rendah): secara umum, tidak ada aksi/tindakan yang diperlukan, 2) Leverage opportunity (pemanfaatan tinggi/kepentingan tinggi): area ini dapat dikembangkan/digunakan sebagai area yang memiliki daya saing tinggi, 3) Transfer resources (pemanfaatan tinggi/kepentingan rendah): sumberdaya perusahaan yang ada dapat digunakan dengan baik dimanapun 4) Action opportunity (pelaksanaan rendah/kepentingan tinggi): kuadran yang membutuhkan perhatian untuk dikembangkan.
Gambar 7 Diagram aksi (Costumers Satisfaction Council 1995 in Arabatzis dan Grigoroudis 2010)