11
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2012. Pembuatan film indikator dilakukan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis warna dilakukan di Laboratoriun Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisa fisik mekanis film dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (RDBK) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu bahan pewarna dan bahan untuk membuat film/kemasan. Bahan pewarna adalah ekstrak daun erpa segar (Aerva sanguinolenta) yang berumur 2-3 bulan dan pewarna sintetis merah karmoisin CI 14720 yang berbentuk cair. Bahan untuk pembuatan matrik film sekaligus pembawa bahan pewarna adalah kitosan yang berbentuk bubuk dan kristal polivinil alkohol (PVA). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, inkubator, homogenizer, cetakan kaca (30×20cm) sebagai wadah larutan film, magnetic stirrer, pengaduk, termometer, gelas piala, gelas ukur, shaker, dan neraca analitik. Selain itu juga akan digunakan untuk analisis mekanik dan fisik adalah pH meter, micrometer untuk mengukur ketebalan dan Chromameter Minolta CR-200 dan spektrofotometer untuk pengukuran warna.
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa, tahap kedua adalah pembuatan dan karakterisasi film indikator warna daun erpa, dan tahap ketiga adalah aplikasi indikator warna daun erpa sebagai kemasan cerdas untuk mendeteksi kerusakan produk pangan yaitu susu pasteurisasi. Sistematika penelitian ini dapat diuraikan secara rinci pada Lampiran 1. 3.3.1 Tahap 1 : Ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa (modifikasi metode Ningrum (2005)) Daun erpa yang digunakan adalah daun erpa segar (dari tanaman erpa yang berumur 2-3 bulan) dan kondisinya baik (bentuk daun utuh dan tidak terkena penyakit). Sebelum digunakan daun erpa segar disortasi terlebih dahulu untuk memisahkan daun yang rusak maupun yang berpenyakit, daun erpa yang telah disortasi kemudian dicuci untuk mencegah pencemaran karena debu, tanah ataupun kotoran lain. Pencucian daun erpa dilakukan secepat mungkin untuk mencegah berkurangnya rendemen antosianin karena luka pada pangkal daun
12
bekas patahan daun erpa menjadi tempat keluar zat warna ketika daun erpa dicuci (Dianawati 2001). Daun erpa yang telah dicuci kemudian dikering anginkan sebentar lalu ditimbang berdasarkan kebutuhan. Daun erpa kemudian dihaluskan dengan blender dan dilakukan penambahan akuades sebanyak 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5 (erpa:air(g/mL)) sebagai pengekstrak. Daun erpa yang sudah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan menggunakan akuades pada suhu 80oC selama 3 menit. Kemudian bahan disaring sehingga didapatkan ekstrak pewarna. Proses pembuatan ekstrak daun erpa dapat dilihat pada Gambar 4. Daun Erpa
Sebelum digunakan daun Pencucian erpa segar di Pengeringan (diangin-anginkan) sortasi terlebih
dahulu untuk Pengecilan ukuran (dengan blender) memisahkan
Daun erpa : akuades (b/v) (1:1) (1:2), (1:3), (1:4), (1:5)
daun yang Ekstraksi (suhu 80o C selama 3 menit)
rusak maupun yang Penyaringan
Ampas
berpenyakit a Ekstrak pewarna
Pengukuran pH dan total antosianin (ekstrak terbaik)
Gambar 4 Proses ekstraksi pewarna daun erpa Ekstrak pewarna daun erpa terbaik yang didapatkan kemudian diukur pH dan total antosianin dengan metode berikut : (i) Analisis pH Nilai pH dihitung dengan pH meter, alat dihidupkan dan dibiarkan sebentar hingga jarum menunjukkan angka yang tepat. pH meter distandarkan dengan larutan buffer = 7 dan buffer = 4. Nilai pH diukur dengan cara mencelupkan elektroda pH meter kedalam larutan sampai menunjukan pH yang stabil. Sebelum pencelupan elektroda dibilas dengan akuades dan dilap dengan kapas atau tisu kering. Pengukuran dilakukan minimal 3 kali untuk larutan sampel yang sama. (ii) Konsentrasi Total Antosianin (Less dan Francis 1972 ) Konsentrasi antosianin diukur dengan teknik spektrofotometri. Sebanyak 1 ml filtrat hasil ekstraksi diencerkan hingga 100 mL dengan etanol 95 %: HCl 1.5
13
N (85:15). Filtrat kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 535 nm (Dianawati 2001).Total antosianin kemudian dihitung dengan rumus : (Absorbans i fp ) 100 98.2 Wsampel (g) ........ (Persamaan 3) Dimana : fp = faktor pengenceran Faktor 98.2 = nilai ε (serapan molar) dari pigmen antosianin dalam pelarut etanol 95% : HCl 1.5 N (85:15), yang merujuk pada absorbansi antosianin dalam etanol asam yang di ukur dalam celah selebar 1 cm pada panjang gelombang 535 nm dalam konsentrasi 1% (v/v). Wsampel = berat sampel Total antosianin (mL/100 g sampel) =
3.3.2 Tahap 2 : Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna Tahap kedua ditujukan untuk pembuatan film dari campuran kitosan dan PVA dan penentuan konsentrasi dan cara aplikasi penambahan pewarna pada matrik film diujicobakan sampai mendapatkan formulasi yang sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan pewarna sintesis adalah karmoisin CI 14720 juga dicobakan pada penelitian ini untuk dibandingkan dengan pewarna alami daun erpa. Selanjutnya dilakukan karakterisasi film indikator dan juga pengukuran stabilitas warna film yang dilakukan selama film tersebut disimpan dalam beberapa kondisi penyimpanan. 3.3.2.1 Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna Film indikator warna dibuat dengan menggunakan kitosan-asetat dan PVA, penggunaan bahan tersebut didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Apriyanto (2007) yang dimodifikasi. Komposisi larutan yang digunakan yaitu dengan kombinasi PVA 3 % (b/v) dan kitosan-asetat 3 % (b/v) sebanyak 400 mL dengan perbandingan(0:100) (20:80), (40:60), (60:40), (80:20), (100:0) dan gliserol sebagai plasticizer sebesar 1% (v/v) dari volume larutan. Proses percobaan aplikasi pewarna adalah sebanyak ((5, 10, 15, 20, 25) mL pewarna /100 mL larutan film), pewarna yang digunakan adalah ekstrak daun erpa dan pewarna sintetis karmoisin CI 14720 (merah tua). Percobaan pertama adalah penambahan pewarna kemudian dilakukan homogenisasi pada suhu 80oC, dengan kecepatan 60 rpm selama 5 menit, setelah itu dilakukan pencetakan dengan cetakan kaca 20×30 cm, untuk selanjutnya dikeringkan pada suhu 50oC dan suhu ruang (25±3oC) selama 24 jam. Metode lain aplikasi warna adalah dengan pengolesan pewarna pada film, hingga didapatkan film indikator warna erpa dengan warna merata secara visual. Diagram alir proses pembuatan film indikator warna dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
14
Larutan PVA 3% + larutan kitosan 3% ((0:100),(20:80),(40:60), (60:40),(80:20),(100:0))+1% gliserol
(5, 10, 15, 20, 25) mL pewarna /100 mL larutan film
Homogenisasi 80o C, 60 rpm, 5 menit Pencetakan dengan cetakan 20 x 30 cm
Pengeringan suhu 50oC dan suhu ruang (25±3oC) selama 24 jam
Film Indikator
Gambar 5 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode 1)
Larutan PVA 3% + larutan kitosan 3% ((0:100),(20:80),(40:60), (60:40),(80:20),(100:0)) + 1% gliserol
Homogenisasi 80o C, 60 rpm, 5 menit Pencetakan dengan cetakan 20 x 30 cm
Pengeringan suhu 50oC selama 24 jam
Lembaran film
Pengolesan pewarna
Pewarna erpa
Film indikator
Gambar 6 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode 2)
15
3.3.2.2 Karakteristik sifat fisik dan mekanis film indikator Film indikator warna terbaik yang dihasilkan kemudian dianalisis sifat fisis mekanis, analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : (i) Ketebalan Ketebalan film indikator warna diukur dengan micrometer scrup. Alat ini memiliki ketelitian sampai 0,01 mm. Pengukuran dilakukan pada lima tempat yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan film indikator warna rata-rata dalam satuan mm. (ii) Kekuatan tarik (KT) dan persentase pemanjangan (%E) (ASTM 1989) Kekuatan tarik dan persentase pemanjangan film indikator warna yang dihasilkan diukur dengan menggunakan alat Tensile Strenght and Elongation Tester Strograph. Alat ini diatur pada Initial Grip Separation 50 mm dengan Load cells 5 kg dan kecepatan cross Lead 200 cm/menit. Kekuatan tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah dan %E dilakukan pada penambahan panjang film pada saat film pecah/putus. Satuan kekuatan tarik adalah N/mm2. KT =
%E =
Gaya (newton) Luas contoh (mm 2 ) ...........................................(Persamaan 4)
Panjang setelah putus - panjang awal 100% Panjang awal ..............(Persamaan 5)
Di mana : KT = kuat tarik %E = elongasi 3.3.2.3 Uji stabilitas film indikator warna sebagai kemasan cerdas Uji stabilitas warna film indikator dititik beratkan pada perubahan degradasi warna, kadar air dan ketebalan film indikator warna seiring dengan lama waktu dan suhu penyimpanan, sehingga akan diperoleh rekomendasi penggunaan kemasan cerdas untuk produk nyata. Ada dua perlakuan yang berbeda, film indikator warna dibungkus/diselotip dan tanpa dibungkus/diselotip dengan selotip bening. Pembungkusan dilakukan untuk melihat ketahanan dari film indikator warna yang dihasilkan dan pengaruh lingkungan terhadap film, karena film indikator warna memiliki sifat larut air, sehingga dengan pembungkusan dapat melindungi film indikator warna dari kelembaban dan pengaruh lingkungan lainnya. Perbedaan kedua perlakuan ini akan dilihat perbedaannya dengan melakukan uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan intersep dari persamaan matematis perubahan nilai L,a,b, ohue dan ΔE pada masing-masing kondisi penyimpanan. Pengukuran stabilitas terhadap film indikator warna dilakukan selama kemasan tersebut disimpan dalam beberapa kondisi penyimpanan. Respon film indikator terhadap suhu diuji dengan penyimpanan film indikator warna pada suhu freezer ((-10)±2oC), refrigerator (3±2oC), dan ruang (25±3oC), serta penyimpanan
16
dengan perlakuan diberi paparan cahaya lampu flouroscent dengan jarak 6 cm dalam kotak berukuran 30× 10×10 cm dengan suhu 40o C dengan RH 35-40% dan intensitas cahaya 400 klx yang diasumsikan sebagai panas cahaya matahari dan juga pada cahaya matahari langsung, selama 6 jam dan diamati degradasi warna selama penyimpanan. Gambar skema alat pengganti cahaya matahari dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Skema alat pengganti cahaya matahari Perubahan warna yang terjadi terhadap film indikator warna terbaik selama masa simpan, dilihat secara visual dan dengan melakukan pengukuran dengan chromameter, perubahan kadar air dianalisis dengan metoda oven dan ketebalan diukur dengan micrometer secrup. (i) Analisis Warna (Hunter 1958) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan chromameter CR 200 keluaran Minolta. Pertama alat dikalibrasi dengan obyek standar merah dari CR 200. Kemudian contoh diletakkan dibawah sensor. Hasil pengukuran terhadap warna obyek dibaca pada layar yaitu Y, x dan y. Selanjutnya dihitung nilai L sebagai indikasi kecerahan (lightnees) dan nilai a sebagai indikasi warna merah (+a) dan warna hijau (-a) dan sebagai warna kuning (+b) dan warna biru (-b). Warna bahan diukur dalam unit L, a, b yang merupakan standar internasional pengukuran warna, diadopsi oleh CIE (Commission Internationale d'Eclairage). Kecerahan atau Lightness berkisar anara 0 dan 100 sedangkan parameter kromatik (a, b) berkisar antara -60 and 60. Skala warna CIELab adalah skala warna yang seragam. Dalam sebuah skala warna yang seragam, perbedaan antara titik-titik plot dalam ruang warna dapat disamakan untuk melihat perbedaan warna yang direncanakan (Hunter 1958). Pengukuran juga dilakukan terhadap nilai ohue dan ΔE. Nilai ohue menggambarkan kisaran warna kromatis visual yang terlihat, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai ohue dan daerah kisaran warna kromatis (Hutchings 1999) Nilai ohue 342o – 18o 18o – 54o 54o – 90o 90o – 126o 126o – 162o 162o – 198o 198o – 234o 234o – 270o 270o – 306o 306o – 342o
Daerah kisaran warna Merah-Ungu Merah Kuning-Merah Kuning Kuning-Hijau Hijau Biru-Hijau Biru Biru-Ungu Ungu
17
ΔE menggambarkan total perbedaan warna secara keseluruhan. ΔE adalah nilai tunggal yang diperoleh untuk menghitung perbedaan L, a dan b antara sampel dan standar. Perhitungan pada skala warna CIELab menggunakan persamaan pada persamaan 1 dan 2. Skala warna CIELab dapat digunakan pada berbagai objek yang akan diukur warnanya. Skala warna ini digunakan terutama pada industri-industri. (ii) Penentuan kadar air, metode oven (Sudarmadji et al. 1997) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 1-2 jam. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang. Lembaran bahan dimasukkan ke dalam cawan dan keringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 3-5 jam, atau hingga mencapai berat konstan. Cawan yang berisi lembaran bahan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:
W 1 W 2 100 % W1 .................. (Persamaan 6) W1 = Berat awal sampel (g) W2 = Berat sampel setelah pengeringan (g)
% Kadar Air = Di mana :
(iii) Ketebalan Ketebalan film indikator warna diukur dengan micrometer secrup. Alat ini memiliki ketelitian sampai 0,01 mm. Pengukuran dilakukan pada lima tempat yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan film indikator warna rata-rata dalam satuan mm. 3.3.3 Tahap 3 : Aplikasi film indikator warna sebagai kemasan cerdas untuk produk susu pasteurisasi Setelah didapatkan film indikator warna dan perubahannya terhadap suhu dan paparan cahaya matahari, maka akan dapat disesuaikan dengan aplikasi untuk produk yang akan diberi label film indikator warna tersebut. Salah satu produk contoh adalah susu pasteurisasi segar yang harus disimpan dalam suhu ruang (25±3oC) dan suhu refrigerator (3±2oC). Cara aplikasi film indikator dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Aplikasi film indikator sebagai kemasan cerdas
18
Perubahan film indikator warna selama penyimpanan akan diamati seiring dengan perubahan mutu produk susu. Dengan demikian dapat diperoleh informasi hubungan perubahan warna indikator dengan perubahan mutu produk. Uji mutu susu pasteurisasi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penentuan angka lempeng total (Fardiaz,1993) Tujuan pengamatan mikroba adalah untuk mengetahui pencemaran mikroba pada sampel susu pasteurisasi. Media yang digunakan yaitu Plate Count Agar (PCA) yang mengandung tripton 0.5 % (5 g), ekstrak khamir 0.25 % (2.5 g), agar 15 g, air destilata 1000 mL dan glukosa/dekstrosa 0.1 % (1 g) sehingga semua mikroba termasuk bakteri, kapang dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada medium tersebut. Caranya adalah sebagai berikut : a. Sebanyak 5 mL susu pasteurisasi ditimbang lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 mL yang berisi air steril, lalu dikocok-kocok dan didiamkan lebih kurang 10 menit dan dilanjutkan dengan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3. b. Sebanyak 1 mL cairan dipipet dari tabung pengenceran dan dimasukkan kedalam cawan petri secara aseptik (pemipetan dilakukan dari pengenceran tinggi ke rendah) c. PCA (50oC) dimasukkan kedalam cawan dengan gerak melingkar atau gerak seperti angka delapan untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. d. Lempengan agar dibiarkan membeku (10 menit) e. Setelah membeku, lempengan agar dibalik dan inkubasi pada suhu kamar. f. Pertumbuhan koloni mikroba diamati setelah 2 – 3 hari g. Jumlah koloni pada lempeng agar kemudian dihitung sesuai dengan aturan pada Standar Plate Count. Hasil uji ini disesuaikan dengan Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) susu pasteurisasi pada SNI 7388:2009 dengan jumlah total mikroba minimal yaitu 5 x 104 koloni/mL (Lampiran 3). 2. Uji organoleptik terhadap susu pasteurisasi (Soekarto 1995) Pada uji organoleptik dilakukan pengujian terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa. Uji organoleptik bertujuan untuk menguji penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi. Uji ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : masingmasing contoh disediakan dalam wadah bersih dan tembus pandang, masingmasing wadah diberi kode sampel. Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis yang tidak saling mempengaruhi. Disamping itu disediakan air untuk mencuci mulut dan menetralkan lidah. Parameter uji dicantumkan pada kertas penilaian, dan panelis diperintahkan untuk mencontreng salah satu parameter uji organoleptik. Panelis yang melakukan pengujian adalah panelis yang sama setiap pengujian sampel susu pasteurisasi selama penyimpanan. Selanjutnya hasil ini dianalisis untuk mendapatkan penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi.