28
3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di beberapa lokasi, contoh diambil dari perairan Pulau Buton. Analisis in vitro dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Bahan Baku Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biofarmaka. Analisis in vivo dilakukan di Laboratorium Histopatologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu dan Nutrisi Ternak Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Klinik Farfa Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai Juni 2007. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku lintah laut (Discodoris sp) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan Pantai Pulau Buton dengan ukuran panjang berkisar 3-5 cm dalam keadaan segar. Jenis ini telah diidentifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kelinci (Oryctolagus cinuculus) dari ras New Zealand White jenis kelamin jantan yang berusia 4-5 bulan diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor dalam keadaan sehat. Ransum kelinci jenis Rb 12 sebagai ransum standar diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas untuk ekstraksi, saringan, stirrer, evaporator, aerator, spektrofotometer UV 160 Shimadzu, Atomic Absorption Spectrophotometre (AAS) Hitachi Z5000, Spektrofotometer Humalyzer 2000, mikrotom (Mode 820 Reg 17664 Made in USA), Alat dehidrasi (Tissue processor ETP-180 BV, Sakura Finetechnical Co Ltd. Japan), alat embedding (Tissue-Tek, Sakura Japan), mikroskop dilengkapi kamera, projector microscope, digitizer plate, computer assited digitizer, grinder, timbangan, shaker, penangas air, lemari pendingin, vortex, pipet mikro, seperangkat peralatan untuk pengambilan darah dan nekroskopi kelinci, kandang kelinci.
29
Bahan kimia yang digunakan antara lain pelarut organik p.a (metanol, etilasetat, kloroform, heksana, petroleum benzena), difenilpikril hidrazil (DPPH), bahan-bahan kimia dan reagen untuk identifikasi golongan senyawa bahan aktif dan berbagai pelarut organik untuk pemisahan dengan KLT, kolesterol (Sigma Chemical Co.), kit penentuan kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL, formalin, parafin, pewarna HE dan air destilata, simvastatin penurun kolesterol, sulfamix (antikoksidia), albendazol obat cacing, ivermectin obat tungau/skabies. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yang meliputi: (1) Persiapan dan pengambilan contoh lintah laut ke Pulau Buton. (2) Ekstraksi bahan aktif antioksidan dengan metode Quinn. (3) Identifikasi golongan senyawa ekstrak terpilih dengan pereaksi standar. (4) Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar dengan metode NBT dan DPPH (Molyneux 2004) (5) Uji khasiat bubuk lintah laut kering pada hewan percobaan (in vivo) meliputi antikolesterol dan antiaterogenik. (6) Uji efek toksikopatologis terhadap jaringan organ pembuluh darah jantung, ginjal dan hati kelinci percobaan 3.3.1 Tahap persiapan contoh Contoh yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lintah laut yang
dipersiapkan dalam bentuk tepung kering sehingga mudah dalam penyimpanan dan pencampuran dengan pakan standar sesuai konsentrasi yang diperlukan. Contoh diambil dalam keadaan hidup dari perairan pantai Pulau Buton. Contoh lintah laut hidup dimatikan dengan cara disiram air panas dan dicuci bersih dengan air tawar kemudian dijemur beberapa hari sampai kering dengan kadar air kurang dari 15%. Contoh kering dikemas dengan kemasan plastik dan dibawa ke laboratorium (Bogor) disimpan pada suhu rendah (kurang dari 10 °C). 3.3.2 Analisis proksimat Lintah laut laut kering diuji komposisi kimianya yang terdiri atas kadar air, protein, lemak, abu, abu tak larut asam dan karbohidrat dengan cara by difference sesuai metode AOAC (1995).
30
3.3.3 Analisis logam berat Logam berat yang dianalisis adalah merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Metode analisis dilakukan berdasarkan SNI 06-6992.2-2004 untuk merkuri dan SNI 06-6989.46-2004 untuk timbal dan kadmium. Tahap destruksi dilakukan menurut Cantle (1982). Contoh lintah laut kering sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml ditambahkan 5 ml HNO3 pekat didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Contoh dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam, kemudian dibiarkan 24 jam dengan kondisi tertutup. Setelah itu ditambahkan 0,4 H2SO4 dan dipanaskan selama 1 jam di atas hot plate sampai larutan pekat. Ditambahkan 2-3 tetes HCLO4:HNO3 (2:1) sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua dan muda bening. Setelah terjadi perubahan warna pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Contoh dipindahkan dan didinginkan dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit dan dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. Jika ada endapan larutan contoh disaring dengan kertas saring. Contoh
siap
untuk
dianalisis
logam
beratnya
menggunakan
SSA
(Spektrofotometer Serapan Atom). 3.3.4 Ekstraksi bahan aktif antioksidan dan antikolesterol dari lintah laut Penghitungan rendemen antioksidan dari ekstrak kasar lintah laut kering. Ekstraksi bahan aktif yang digunakan adalah ekstraksi bertingkat berdasarkan metode Quinn dan Gadek (1981) yang disitir Darusman et al. (1995) dan dimodifikasi. Modifikasi dilakukan terhadap waktu maserasi yaitu 3x24 jam, sedangkan Quinn 1x24 jam. Pelarut yang digunakan adalah klorofom (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Lintah laut kering sebanyak 50 gram dihaluskan dan ditambahkan pelarut kloroform 100 ml sampai terendam, dimaserasi pada suhu ruang selama 3x24 jam, kemudian disaring dan diperoleh filtrat 1. Residunya ditambah dengan etil asetat sampai terendam dan dimaserasi selama 3x24 jam pada suhu ruang, kemudian disaring, dari hasil ini diperoleh filtrat 2. Residu yang tersisa ditambah dengan metanol sampai terendam dan dimaserasi selama 3x24 jam pada suhu ruang, kemudian disaring dan diperoleh filtrat 3. Filtrat 1,2 dan 3 yang dihasilkan
31
dievaporasi hingga diperoleh ekstrak kasar dalam bentuk pasta atau kering. Metode ekstraksi dan evaporasi lintah laut kering disajikan pada Gambar 4. 3.3.5 Identifikasi golongan senyawa bioaktif lintah laut (1) Uji Alkaloid Sebanyak 1 gram ekstrak kasar ditambah 10 ml heksana dan 2-5 tetes amoniak. Kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara memipet 10 ml akuades ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida. Lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram kalium iodida. Lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara menambahkan 0,8 gram bismut subnitrat dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi berwarna jingga. (2) Uji Steroid (Liebermann-Burchard) Sebanyak 1 gram ekstrak kasar ditambahkan 25 ml etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter. Lapisan eter dipipet dan diujikan pada papan uji dengan menambahkan pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali, kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.
32
Lintah laut kering
Penghancuran
Maserasi 24 jam dengan kloroform
Filtrasi Filtrat 1
Residu
Evaporasi
Maserasi 24 jam dengan etil asetat
Ekstrak 1 Filtrasi Filtrat 2 Residu Penimbangan Evaporasi Maserasi 24 jam dengan metanol Penimbangan
Ekstrak 2 Filtrasi
Uji Aktivitas Antioksidan Filtrat 3
Ekstrak terpilih
Uji komponen kimia
Residu
Evaporasi
Ekstrak 3
Penimbangan
Gambar 4 Metode ekstraksi Quinn yang disitir Darusman et al (1995)
33
(3) Uji Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 1 gram ekstrak kasar ditambah air secukupnya dan dipanaskan pada air mendidih selama 5 menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok. Timbulnya busa yang bertahan lebih dari 10 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya saponin. (4) Uji Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan. (5) Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan kedalam 5 ml pereaksi benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi. (6) Uji Biuret Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambah 4 ml pereaksi biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya senyawa peptida. (7) Uji Ninhidrin Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi yang positif terhadap adanya asam amino bebas. 3.3.6
Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut kering (DPPH) (Molyneux 2004) Ekstrak kasar lintah laut yang diperoleh dari proses maserasi dengan
metanol, dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 100, 200, 500, 1000, 2000 dan 4000 ppm. Antioksidan sintetik BHT digunakan sebagai pembanding dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50, dan 100 ppm. Larutan pereaksi DPPH yang digunakan dibuat dengan melarutkan DPPH dalam metanol p.a dengan konsentrasi 1 mM, yang dibuat segar dan dijaga pada suhu rendah serta terlindung dari cahaya.
34
Sebanyak 4 ml larutan uji atau pembanding direaksikan dengan 1 ml larutan DPPH dalam tabung reaksi. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit, kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-VIS Hitachi U-2800 pada panjang gelombang 517 nm. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya yang ditandai oleh perubahan warna ungu menjadi kuning pucat (Molyneux 2004). Tingkat diskolorisasi warna ungu DPPH merupakan indikasi aktivitas penghambatan radikal bebas oleh contoh antioksidan (Abdille et al. 2004). Larutan standar dibuat dengan mencampur 4 ml metanol p.a dengan 1 ml DPPH. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dan BHT dinyatakan dengan persentase penghambatan radikal bebas yang dihitung dengan rumus:
% inhibisi =
absorbansi blanko - absorbansi sampel × 100 absorbansi blanko
Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y = bLn(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC (inhibitor concentration), dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50%. 3.3.7 Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut kering metode NBT Uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar yang diperoleh menggunakan metode nitroblue tetrazolium (NBT) dengan kit pereaksi superoksida dismutase (SOD) seperti yang dilakukan Purwadiwarsa et al. (2000). Bahan yang diperlukan dalam uji aktivitas antioksidan adalah buffer fosfat 0,1 M pH 7,5; xantin 0,40 mmol/l; nitroblue tetrazolium (NBT) 0,24 mmol/l (Bahan 1). Enzim xantin oksidase 0,049 unit/ml (Bahan 2). Buffer fosfat 0,1 M pH 7,5 (Bahan 3 dan 4 sebagai pengencer dan blanko). Bahan 5 Sodium dodesil sulfat (SDS) 69 mmol/l dan dimetil sulfoksida (DMSO) sebagai pelarut sampel. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara melarutkan contoh (ekstrak kasar) sebanyak 20 mg dalam 1 ml DMSO dan diambil 12,5 µl. Mikrotube disiapkan dan diberi perlakuan seperti terlihat pada Tabel 4.
35
Tabel 4 Perlakuan pada uji aktivitas antioksidan Reagen Sampel (S) Blanko (B) Sampel-Blanko Blanko-Blanko Enzim 250,0 µl 250,0 µl NBT-Xa 250,0 µl 250,0 µl 250 ,0 µl 250,0 µl Sampel 12,5 µl 12,5 µl DMSO 12,5 µl 12,5 µl Blanko 250,0 µl 250,0 µl Keterangan:
NBT-Xa = Nitroblue tetrazolium-xantin DMSO = Dimetil sulfoksida Blanko = Buffer fosfat
Tabung sampel (S), blanko (B), sampel-blanko (BS), blanko-blanko (B) dibuat dua kali ulangan. Tabung- tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 menit. Kemudian ke dalam tiap tabung ditambah sodium dodesil sulfat (SDS) sebanyak 500 µl. Setelah itu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 560 nm dengan larutan standard BB dan diperoleh data ES sebagai absorbansi sampel (S) dan EB sebagai absorbansi blanko, ESB sebagai absorbansi sampel-blanko, dan EBB sebagai absorbansi blanko-blanko. Selanjutnya dihitung aktivitas
SOD
atau
persentase
penghambatan
terhadap
radikal
bebas
menggunakan rumus sebagai berikut: Ativitas SOD (%) =
(EB − EBB ) − (ES − ESB ) × 100 0 0 (EB − EBB )
3.3.8 Uji khasiat dan efek toksikopatologis bubuk lintah laut kering pada hewan percobaan Hewan percobaan diberikan kolesterol dosis tinggi sehingga diharapkan terjadi hiperkolesterolemia. Bersamaan dengan itu hewan percobaan juga diberikan bubuk lintah laut kering untuk melihat peran atau potensinya dalam menekan atau menurunkan kolesterol. Selanjutnya juga dilihat kemampuannya dalam mencegah atau menekan terbentuknya lesi aterosklerosis dengan mengamati pembuluh darah jantung, sel hati dan ginjal kelinci yang mengalami perubahan. Pada tahap penelitian ini digunakan kelinci 16 ekor masing-masing ditempatkan dalam satu kandang. Kelinci yang digunakan adalah jenis New Zealand White jantan berumur 4-5 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.
36
Uji pada hewan percobaan Pada tahap ini semua kelinci diberi ransum standar dan minum ad libitum selama 2 minggu. Sebelumnya berat kelinci ditimbang untuk mendapatkan gambaran awal berat badan kelinci.
Selama periode adaptasi setiap kelinci
diamati satu persatu kebiasaan makan, kondisi kesehatan, dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi keadaan kelinci sehingga dapat dikendalikan pada pengujian selanjutnya. Ransum kelinci yang diberikan adalah ransum standar jenis Rb 12 yang diproduksi oleh Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Komposisi ransum standar disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi ransum standar Rb-12 dalam 100kg No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Bahan Tepung ikan Bungkil kedelai Bungkil kelapa Jagung Dedak Pollard (dedak gandum) Rumput gajah kering/daun tebu Minyak sayur Molase Top mix (vitamin dan mineral) Garam dapur Kapur (kalsium karbonat) Tepung tulang (dikalsium fosfat) Susu skim Natrium dikalsium fosfat
Jumlah (kg) 2 18 7 20,5 12,7 10,5 22 3 2 0,3 0,3 0,5 0,5 0,5 0,2
Untuk mencegah terjadinya stres pada kelinci karena transportasi, maka kelinci yang baru datang dipuasakan selama sehari, hanya diberi air gula 5%. Kemudian diberi pakan standar 2 kali sehari sebanyak 50 gram dan sisanya ditimbang. Setelah diperoleh jumlah pakan optimal selama seminggu, untuk seterusnya pemberian pakan dilakukan satu kali sehari sebanyak 100 gram demikian juga dengan pembersihan kandang. Awal masa adaptasi semua kelinci diberi obat antikoksidia (sulfamix) dengan cara pemberian sesuai label yaitu 3-2-3 (3 hari berturut-turut diberi sesuai label, 2 hari istirahat dan 3 hari berikutnya diberi lagi). Pada dua hari istirahat antikoksi diberi obat cacing (Albendazol) dengan dosis sesuai label pada kemasan.
37
Kandang kelinci dan peralatan lainnya, kandang yang ditempati masingmasing kelinci berukuran 50x50x45 cm3 yang dilengkapi dengan tempat air minum dan ransum serta penampungan feses dan urin. Alat bantu lainnya seperti tempat kelinci pada waktu pengambilan darah dan penimbangan, timbangan kelinci, perlengkapan pengambilan darah serta wadah penyimpanannya. Pada akhir masa adaptasi masing-masing kelinci ditimbang untuk mengetahui beratnya dan diambil darahnya dari telinga. Sebelum pengambilan darah, kelinci dipuasakan selama 12 jam. Kelinci dijadikan 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 ekor. Proses percobaan menggunakan hewan (kelinci) dapat dilihat pada Gambar 5. Pemberian dosis tepung lintah laut berpedoman pada hasil uji aktivitas antioksidan yang telah dilakukan secara in vitro. Hasil diperoleh melalui konversi sehingga diperoleh dosis yang sesuai. Pada akhir pengujian, kelinci dimatikan dengan cara disembelih, menggunakan pisau tajam. Setelah darah dikeluarkan, kelinci dibedah dan dipisahkan hati, jantung dan ginjal, lalu difiksasi dalam formalin 10% selama 24 jam. Setelah difiksasi hati, pembuluh darah jantung dan ginjal diiris kurang lebih 3 mm dan dilakukan proses dehidrasi menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70, 80, 90, dan 95%) selama 8 jam, dilanjutkan dengan alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 2 jam. Selanjutnya potongan organ dijernihkan menggunakan xylol I dan II masing-masing 2 jam. Tahap selanjutnya potongan organ diinfiltrasi dengan parafin. Proses ini dilakuakan secara otomatis dengan mesin tissue processor dan tissue embedding console. Setelah jaringan mengeras, blok jaringan dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 mikron dan dilekatkan pada gelas objek. Pewarnaan Hematosiklin Eosin (HE) dilakukan untuk melihat morfologi jaringan pembuluh darah aorta, hati, dan ginjal. Pewarnaan diawali dengan deparafinasi dan dehidrasi. Pewarnaan dengan HE selama 30 menit dan Eosin selama 2 menit. Setelah diwarnai sediaan dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditetesi perekat Permount® dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Preparat siap untuk diamati menggunakan mikroskop cahaya.
38
Kontrol negatif Ransum
Kelinci Uji 3 Ekor
Kontrol positif Ransum Kolestrol 0,2%
Kelinci Uji 3 Ekor
Obat Simvastatin 0,625 mg Ransum Kolestrol 0,2%
Lintah laut Dosis 4% Ransum Kolestrol 0,2%
Kelinci Uji 3 Ekor
Kelinci Uji 3 ekor
Minggu ke-2
Adaptasi
0
4
8
Periode Pengujian
Pengamatan peubah pada • Berat badan • Konsumsi Ransum • Total Kolestrol • Trigliserida • Kolestrol HDL • Kolestrol LDL
12
Euthanasi dan pengambilan sampel organ
Pengamatan: • Histopatologi hati, ginjal • Lesi Aterosklerosis • SGOT dan SGPT darah
Gambar 5 Proses pengujian pada hewan percobaan
39
Lintah laut kering Ekstraksi bertingkat Pengujian aktivitas antioksidan dan rendemen
Uji in vivo pada kelinci Kontrol negatif = ransum Rb 12 Kontrol positif
= ransum Rb 12+kolesterol 0,2%
Obat
= Rb 12+kolesterol 0,2%+ simvastatin 0,625 mg/ekor/hari
Discodoris
= Rb 12 +kolesterol 0,2%+Discodoris 4% Periode Pengujian -2
0
4
8 dan 12 minggu
Pengamatan Berat badan, sisa pakan, profil lipid darah: kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL, SGOT dan SGPT Gambar 6 Diagram alir penelitian utama Pengamatan histopatologi dititikberatkan pada perubahan struktur dinding pembuluh darah yang ditandai dengan adanya endapan sel lemak sampai terbentuknya plak aterosklerosis. Ketebalan dan luas plak/lesi yang terbentuk diamati dan diberikan skor/nilai 3 untuk yang tebal sekali, 2 agak tebal, 1 tipis dan 0 normal. Pemberian diet aterogenik yang berisi kolesterol sebesar 0,2% dari berat ransum total yang dikonsumsi (0,2 g kolesterol/100 g ransum) dimaksudkan supaya kelompok kontrol positif mengalami aterosklerosis yang ditandai oleh tingginya kadar kolesterol total dan LDL serum serta terbentuknya lesi/plak pada aorta kelinci. Penetapan pemberian dosis 0,2% berdasarkan penelitian Azima (2004), pada dosis 0,1% telah mampu meningkatkan kadar kolesterol selama 12 minggu. Adapun masing-masing kelompok kelinci diperlakukan sebagai berikut: (1)
Kontrol negatif hanya diberikan ransum standar
40
(2)
Kontrol positif diberikan ransum standar dan kolesterol 0,2%
(3)
Perlakuan obat (Simvastatin) 0,625 mg, ransum standar, kolesterol 0,2%
(4)
Perlakuan tepung lintah laut 4% , ransum standar, kolesterol 0,2% Pemberian ransum kelinci sesuai dengan perlakuan selama 12 minggu.
Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap hari dan berat badan kelinci setiap 7 hari. Pembuatan pakan dilakukan sekali dalam sebulan dan dikeringkan dioven. Teknik pemberian pakan untuk semua kelinci diperlakukan sama yaitu ditimbang 100 gram perekor perhari, kecuali untuk perlakuan lintah laut ditambah 4%. Sisanya setiap hari ditimbang. Sebelum diberikan pakan untuk penambahan kolesterol dan obat diberikan terlebih dahulu dengan cara dicekok menggunakan syringe. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Selama pengujian dilakukan pengamatan terhadap peubah berat badan, konsumsi ransum, total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL pada minggu ke 0, 4, 8, dan 12. Pada minggu ke 12 juga dilihat kadar SGOT dan SGPT. Pengambilan contoh darah dilakukan setiap 4 minggu. Darah diambil pada pembuluh darah vena telinga kelinci sebanyak 3 ml. Darah didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian disentrifus untuk memisahkan serumnya pada kecepatan 2.700 rpm selama 10 menit dan profil lipidnya ditentukan. Profil lipid serum ditentukan dengan metode enzim cholesterol oxsidase-paminophenozone (CHOD-PAP) untuk kolesterol total, metode pengendapan untuk HDL dan LDL, dan metode glycerol phosphate oxidase-p-phenozone (GPO-PAP) untuk trigliserida. SGOT dan SGPT hanya dianalisis pada minggu ke 12 percobaan dengan metode kit AMP Medizintechnik Hamdles GmbH, hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian obat simvastatin dan Discodoris sp terhadap enzim-enzim tersebut dan kerja hati. Kelainan pada organ hati dihitung dari jumlah sel yang mengalami kerusakan pada 5 lapangan pandang kemudian dipersentasekan (normal, degenerasi hidropis, degenerasi lemak dan sel yang mati). Pembentukan plak pada pembuluh darah jantung diamati ketebalannya dan dibandingkan dengan kontrol negatif. Endapan protein yang terdapat pada glomerulus ginjal dihitung dan diuji secara statistik.
41
3.3.9 Analisis statistik Semua data pengamatan ditabulasikan dan diolah secara statistik. Setiap kali pengamatan data dianalisis berdasarkan model RAL untuk semua parameter tersebut. Untuk masing-masing parameter diadakan analisis varian (ANOVA). Dipilihnya model RAL karena obyek dari penelitian adalah hewan (kelinci) yang diasumsikan seragam (homogen). Persyaratan untuk menggunakan RAL adalah: (1) Pengendalian lokal untuk memperkecil kesalahan/galat percobaan, kecuali perlakuannya, semua (hewan, cara pemberian ransum, jumlah ransum standar, waktu dan cara pengambilan data) seragam (homogen) (2) Ada ulangan (dalam hal ini ada 4 ulangan) (3) Cara memberikan perlakuan harus diacak (randomisasi), penempatan perlakuan ke dalam satuan-satuan percobaan dilakukan secara acak lengkap menggunakan Tabel bilangan acak. (4) Selain perlakuan, tidak ada faktor lain yang dapat mempengaruhi respon (data) pengamatan. Selain perlakuan tidak ada faktor yang dapat dianggap berpengaruh terhadap hasil pengamatan, sehingga dapat diusulkan model analisis sebagai berikut: Yij
= µ +τi +€ij
i = 1,2,3,4 (perlakuan) j = 1,2,3,4 (ulangan)
Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j
µ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh perlakuan ke i
€ij
= galat percobaan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j. Sehingga nilai pengamatan untuk perlakuan 1 ulangan ke 2, Y12 ditentukan
oleh nilai tengah umum (µ), pengaruh perlakuan ke 1 (τ1) dan ditambah dengan kesalahan percobaan untuk perlakuan 1 dan ulangan 2 (€12). Demikian seterusnya untuk pengamatan-pengamatan lainnya. Untuk menduga parameter µ dan τ, maka digunakan metode Tukey. Variabel yang diuji dengan model ini adalah kimia darah kelinci (kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL serta SGOT dan SGPT) dan efek patologis pada organ pembuluh darah jantung, glomerulus ginjal dan sel hati.