22
3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di dua pabrik gula yaitu di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) unit usaha PG Bungamayang dan PG Jatitujuh Cirebon. Pemilihan dua pabrik tersebut dengan pertimbangan perbedaan tingkat produktivitas. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai Agustus 2008. 3.2 Obyek dan Alat Obyek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : Sistem kerja di tempat pabrikasi: Penelitian difokuskan pada jumlah dan komposisi karyawan, shift kerja, alat/mesin yang ditangani, lingkungan kerja dan fasilitas pendukung. Dalam penelitian ini alat-alat yang digunakan untuk mengukur kondisi kerja operator dan lingkungan kerja adalah sebagai berikut ; 1
Kuisioner persepsi
2
Timbangan badan
3
Vibration meter
4
Humidity & IR Temperatur Meter
5
Lux & Light Meter
6
Sound Level Meter
7
Disto-meter Digital
8
Heart Rate Monitor
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2, yang secara garis besar terdiri dari studi pendahuluan, pengambilan data, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi, kemudia dilanjutkan dengan analisa dan kesimpulan, penjelasan masing-masing tahap adalah sebagai berikut.
23
Gambar 2 Diagram alir metode penelitian 3.3.1 Studi Pendahuluan Penelitian ini dimulai dengan studi pendahuluan meliputi studi awal lapangan dan studi pustaka/ literatur. Berdasarkan studi pendahuluan, kemudian masalah dapat dirumuskan yaitu rancangan sistem kerja berbasis pendekatan ergonomi makro. 3.3.2 Pengambilan Data 3.3.2.1 Pengumpulan Data Sistem Kerja di Lingkungan Pabrik Data yang diambil adalah data jumlah dan komposisi karyawan, shift kerja, pembagian kerja, lingkungan kerja, alat yang digunakan sampai fasilitas pendukung. Lingkungan kerja yang dimaksud meliputi luas ruang, temperatur, kelembaban, kebisingan, getaran, pencahayaan. Sedangkan fasilitas pendukung antara lain poliklinik, tempat ibadah, sarana sosial dan pendidikan.
24
Teknik pengukuran lingkungan kerja adalah sebagai berikut: 1 Pengukuran Luas Ruangan Pengukuran luas ruangan dimaksud disini adalah luas ruangan yang akan menjadi objek penelitian. Alat yang digunakan untuk pengukuran luas ruangan ini yaitu meteran dan distro meter.
Alat distro meter ini digunakan karena lebih
praktis dan teliti karena telah memanfaatkan sinar infra merah sebagai sebagai sensor alat ukurnya. 2 Pengukuran Temperatur dan Kelembaban Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan pada stasiun kerja. Alat yang digunakan yaitu pengukur tempertur digital dengan menggunakan sensor infra merah (Gambar 3) dan alat pengukur kelembaban (RH meter).
Gambar 3 Alat ukur temperatur digital Pengukuran akan dilakukan pada beberapa titik pada masing-masing stasiun pengukuran dan pada tingkat waktu tertentu (diseuaikan dengan shift kerja), sehingga sebaran temperatur dan kelembaban pada suatu waktu di dalam stasiun kerja dapat diketahui. 3 Pengukuran Pencahayaan Pengukuran pencahayaan dilakukan pada stasiun kerja. Pengukuran ini menggunakan alat ukur pencahayaan digital dan dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan untuk melihat pola sebaran intensitas cahaya. Pengukuran juga dilakuan pada tingkat waktu tertentu untuk melihat adanya perubahan pola sebaran intensitas cahaya berdasarkan waktu.
25
4 Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan pada stasiun-stasiun pengolahan. Pengukuran kebisingan dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya.Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan Sound Level Meter dengan tinggi alat pada saat pengukuran ± 160 cm dari lantai atau setara dengan rata-rata tinggi telinga orang Indonesia. Memberikan kuesioner kepada beberapa operator yang bekerja di stasiun-stasiun pengolahan untuk mengetahui keluhan-keluhan atau dampak yang ditimbulkan dari kondisi lingkungan kerja. 5 Pengukuran Getaran Data tingkat getaran mekanis yang dihasilkan mesin, diukur dengan cara : 1
Mengukur getaran mekanis pada mesin searah sumbu x, y, dan z menggunakan vibrationmeter (Gambar 4). Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui nilai getaran sumber.
Gambar 4 Vibrationmeter 2
Mengukur
putaran
poros
mesin
(rpm)
menggunakan tachometer
(Gambar 5). Pengukuran ini bertujuan mengetahui frekuensi getaran sumber.
26
Gambar 5 Tachometer 3
Mengukur getaran yang merambat ke lantai atau tempat lain dimana getaran merambat dengan menempelkan vibrationmeter.
3.3.2.2 Pengukuran Beban Kerja Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh rancangan sistem kerja terhadap karyawan adalah dengan mengukur beban kerja. Pengukuran beban kerja dilakukan dengan metode subyektif yaitu dengan kuisioner persepsi karyawan dan secara obyektif dilakukan dengan mengukur kelelahan dan melihat prestasi kerja karyawan. Data beban kerja operator dapat diketahui berdasarkan parameter denyut jantung operator, yang diukur dengan Heart Rate Monitor. Alat ini disetel secara otomatis merekam denyut jantung operator setiap 5 detik untuk mengetahui tingkat beban kerja yang dialami operator pada saat bekerja. Verifikasi pengukuran beban kerja dengan parameter denyut jantung dilakukan dengan metode step-test. Verifikasi ini dilakukan sebelum pengukuran denyut jantung dilakukan pada beberapa subyek yang berbeda. Metoda step test dilakukan dengan cara melangkah naik turun bangku step test setingi 30 cm dengan ritme kecepatan langkah yang berbeda yang diatur dengan alat digital metronome. Ritme kecepatan langkah yang diukur yaitu 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Setiap masing-masing ritme dilakukan selama 3 menit dengan diselingi istirahat selama 5 menit. Rata-rata denyut jantung dan tenaga yang digunakan saat melakukan step-test diplotkan dalam bentuk grafik dicari persamaan hubungan antara denyut jantung dan tenaga. Untuk menghindari subjektivitas nilai denyut jantung (HR) yang umumnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, psikologis dan lingkungan, maka perhitungan nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang objektif (Syuaib 2003).
Normalisasi nilai denyut jantung dilakukan dengan cara
27
perbandingan HR relatif saat kerja terhadap HR saat istirahat.
Nilai
perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
IRHR =
HR work HR rest
..........................................................
(2)
Dimana: HR work
= denyut jantung saat melakukan pekerjaan (beats/ minute)
HR rest
= denyut jantung saat istirahat (beats / minute)
Kemudian untuk memperoleh Total Energy Cost Step Test (TECST) yaitu total energi yang digunakan pada step test digunakan persamaan berikut ini:
TEC ST = w.g.2 f .h /( 4.2 .10 3.t )
..........................................................
(3)
Diamana: TECST
= Total Energy Cost saat step test (kkal/menit)
w
= Berat badan (kg)
g
= Percepatan gravitasi (9.8 m/detik2)
f
= Frekwensi step test
h
= Tinggi bangku step test (meter)
4.2
= Faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kalori
t
= waktu (menit)
Kemudian dibuat grafik korelasi antara TECST dengan IRHR sehingga diperoleh permsamaan dengan bentuk umum untuk seorang subjek sebagai berikut: .
Dimana: Y = TECST (kkal/menit) X = IRHR
..........................................................
(4)
28
Persamaan ini kemudian digunakan untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi TECW pada saat melakukan aktivitas. Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan sebenarnya untuk melakukan pekerjaan perlu dihitung nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan sebagai berikut:
..........................................................
(5)
Dimana: WEC
= Work Energy Cost (kkal/min)
TEC
= Total Energy Cost (kkal/min)
BME
= Basal Metabolic Energy (kkal/min)
Basal Metabolic Energy (BME) adalah energi basal yang dikeluarkan manusia setiap menitnya untuk melakukan aktivitas fungsi organ tubuhnya. Nilai BME itu ekuivalen dengan nilai VO2 (ml/min) dan nilai VO2 itu sendiri dipengaruhi oleh luas permukaan tubuh (A) setiap manusia dan jenis kelamin. Persamaan untuk menghitung luas permukaan tubuh yaitu:
A = h 0.725.w0.425. 0.007246 ..........................................................
(6)
Dimana: A
= Luas Permukaan Tubuh (m2)
h
= Tinggi Tubuh (cm)
w
= Berat Tubuh (kg)
Untuk meperoleh nilai VO2 dapat digunakan tabel konversi yang tersedia pada Tabel 5. Menurut Sanders (1993), secara umum konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kkal. Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya (WEC’) yang diterima oleh operator pada saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan dibawah ini:
29
′ / ..........................................................
(7)
Dimana: WEC’
= Work Energy Cost per Weight (kal/kg.menit)
WEC
= Work Energy Cost (kal/menit)
w
= Berat Badan (kg)
Tabel konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh
Tabel 5
1/100
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
136 148 161 173 186 198 210 223 235
137 150 162 174 187 199 212 224 236
138 151 162 176 188 200 213 225 238
140 152 164 177 189 202 215 228 240
141 153 166 178 190 203 215 228 240
142 155 167 179 192 204 217 229 241
143 156 168 181 193 205 218 230 243
145 157 169 182 194 207 219 231 244
146 158 171 183 195 208 220 233 245
147 159 172 184 197 209 221 234 246
2
m
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
catatan : untuk perempuan nilai VO2 harus dikalikan 0.95
Untuk mengetahui nilai tingkat beban kerja dapat diperoleh dengan membandingkan nilai IRHR saat kerja dengan Tabel 6 untuk mengetahui tingkat beban
kerja
tersebut.
Berikut
katagori
pekerjaan
berdasarkan
IRHR
(Syuaib 2003). Tabel 6 Katagori pekerjaan berdasarkan IRHR Katagori Ringan Sedang Berat Sangat Berat Luar Biasa Berat
Nilai IRHR 1.00
Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja (KEP.51/MEN/1999), beban kerja dikatagorikan berdasarkan kebutuhan kalori menjadi tiga tingkatan yaitu: 1 Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 kkal/jam 2 Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200-350 kkal/jam 3 Beban kerja berat membutuhkan kalori >350-500 kkal/jam
30
3.3.2.3 Pengukuran Makro Ergonomi Pengukuran makro ergonomi dengan cara: 1
Inventarisasi fasilitas umum yang tersedia antara lain perumahan, transportasi, klinik kesehatan, sekolah, tempat ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas rekreasi, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dll
2
Kuisioner
persepsi
karyawan
terhadap
lingkungan
organisasi
(Lampiran 5) 3.3.3 Pemodelan Sistem Untuk melihat pengaruh dan prilaku dari setiap parameter terhadap tingkat produktivitas sistem kerja di pabrik gula dilakukan dengan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang ditampilkan pada Gambar 6. Model JST yang dikembangkan terdiri dari dua model yaitu model JST I dan model JST II dengan masukan (input) data dari aspek mikro dan makro ergonomi dalam tiga shift kerja yang diberlakukan dalam proses produksi gula dengan keluaran (output) berupa model JST produktivitas sistem kerja di pabrik gula (ton cane/shift).
PABRIK GULA
SHIFT KERJA
SHIFT KERJA PAGI
SHIFT KERJA SIANG
SHIFT KERJA MALAM
ASPEK ERGONOMI:
ASPEK ERGONOMI:
ASPEK ERGONOMI:
1. MIKRO
1. MIKRO
1. MIKRO
- KEBISINGAN - GETARAN - SUHU - KELEMBABAN - PENCAHAYAAN - BEBAN KERJA
- KEBISINGAN - GETARAN - SUHU - KELEMBABAN - PENCAHAYAAN - BEBAN KERJA
- KEBISINGAN - GETARAN - SUHU - KELEMBABAN - PENCAHAYAAN - BEBAN KERJA
2. MAKRO
2. MAKRO
2. MAKRO
- FASILITAS UMUM YANG TERSEDIA - PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP LINGKUNGAN FISIK DAN LINGKUNGAN ORGANISASI
- FASILITAS UMUM YANG TERSEDIA - PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP LINGKUNGAN FISIK DAN LINGKUNGAN ORGANISASI
- FASILITAS UMUM YANG TERSEDIA - PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP LINGKUNGAN FISIK DAN LINGKUNGAN ORGANISASI
MODEL JST I dan MODEL JST II
MODEL JST PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA DI PABRIK GULA
Gambar 6 Skema pemodelan dengan Jaringan Syaraf Tiruan
31
Lapisan keluaran dibuat berdasarkan nilai pengukuran ergonomi mikro dan makro yang menghasilkan produktivitas kerja, dengan rangkaian model dengan menggunakan dua tahap JST dengan masing-masing terdiri dari tiga lapisan atau multi layer. Tahap I (Gambar 7): 1
Lapisan
masukan menggunakan parameter
ergonomi mikro dan
parameter ergonomi makro 2
Lapisan tersembunyi, sebagai lapisan pemrosesan atau pembanding antara lapisan masukan dan lapisan keluaran yang menghasilkan nilai pembobot diantara lapisan-lapisan tersebut
3
Lapisan keluaran terdiri dari 3 unit keluaran yaitu kelelahan, kecelakan kerja, dan beban kerja
KEBISINGAN
GETARAN
KELELAHAN
SUHU
KELEMBABAN
KECELAKAAN KERJA
PENCAHAYAAN LINGKUANGAN ORGANISASI
BEBAN KERJA
Gambar 7 Model JST tahap I yang dikembangkan pada tiap shift kerja Tahap II (Gambar 8): 1
Lapisan masukan menggunakan parameter ergonomi hasil JST tahap I
2
Lapisan tersembunyi, sebagai lapisan pemrosesan atau pembanding antara lapisan masukan dan lapisan keluaran yang menghasilkan nilai pembobot diantara lapisan-lapisan tersebut
3
Lapisan keluaran terdiri dari 1 unit keluaran yaitu produktivitas sistem kerja pabrik gula
32
Gambar 8 Model JST tahap II yang dikembangkan pada tiap shift kerja Dari model yang dikembangkan memungkinkan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh masing-masing parameter input (ergonomi mikro dan ergonomi makro) pada setiap shift kerja terhadap produktivitas sistem kerja pada pabrik gula. 3.3.3.1 Proses Pembelajaran Model JST Data sampel hasil pengukuran digunakan sebagai bahan pada proses pembelajaran (training), dengan menggunakan metode back propagation (Siang J.J 2005) - Input pada lapisan masukan merupakan input bagi lapisan tersembunyi
Hj = ∑ Vij xi , j = 1, 2, ......h ...................................................
(8)
i
I K = ∑ Wkj y j , k = 1,2, .......m ................................................... i
Dimana: Hj
= input pada lapisan tersembunyi node j
Ik
= input pada lapisan keluaran (output) node k
H
= jumlah node pada lapisan tersembunyi
M
= jumlah node pada lapisan keluaran (output)
(9)
33
Gambar 9 Ilustrasi pembelajaran backpropagation - Perhitungan nilai output node j pada lapisan tersembunyi dan output node k pada lapisan keluaran dengan persamaan berikut:
y j = f ( H j ) , j = 1,2, ...k .........................................................
(10)
z k = f ( I k ) , k = 1,2, ...m .........................................................
(11)
Sehingga persamaan keluaran output pada lapisan keluaran ke k dengan masukan nilai input x adalah:
z x = f ( I k ) = f ∑ Wkj y j j = f ∑ Wkj f ( H j )) j
= f ∑ Wkj f ∑ V ji xi ........................................ i j
(12)
fungsi (f) yang digunakan pada proses pembelajaran merupakan fungsi aktivasi log-sigmoid:
f (H j ) = f (I k ) =
1 1+ e
−β ( H j )
1 1 + e −β ( Ik )
............................................................
(13)
............................................................
(14)
34
- Prinsip
backpropagation
adalah
mengoptimalkan
nilai
fungsi
dengan
memperkecil nilai galat (error) hingga mencapai minimum global, melalui perbaikan nilai pembobot dengan membandingkan nilai output jaringan dengan nilai target yang diberikan dengan menggunakan persamaan jumlah kuadrat galat:
E=
(
1 ∑ t kp − z kp 2
)
2
.............................................................
(15)
dimana: t = target dan z = keluaran JST
- Perbaikan nilai pembobot dilakukan untuk memperkecil nilai galat dengan menggunakan metode delta rule:
∆Wkj = ηδ k y j ...................................................................... dimana: η
(16)
= konstanta laju pembelajaran
∆Wkj = perubahan nilai pembobot W kj
δ k = galat output ke k yj
= fungsi log-sigmoid
∆V ji = ηδ j xi ......................................................................
Dari persamaan-persamaan diatas
(17)
maka nilai pembobot dapat dirumuskan
melalui persamaan berikut:
Wkjbaru = Wkjlama + ∆Wkj = Wkjlama + ηy j (t k − z k ) f ' ( I k ) ....................
(18)
V jibaru = V jilama + ∆V ji = V jilama + ηx j f ' ( H j )∑ k δ k Wkj .....................
(19)
- Semua proses diatas dilakukan secara berulang-ulang melalui pemberian nilai input-output, proses aktivasi dan perubahan nilai pembobot. Kinerja jaringan dievaluasi melalui nilai Mean Square Error (MSE), hal ini untuk melihat tingkat ketelitian model yang telah dibangun.
∑ (Y MSError = dimana :
k
− Tk ) n
2
...............................................
Yk
= nilai prediksi jaringan
Tk
= nilai target yang diberikan pada jaringan
n
= jumlah contoh data pada set validasi
(20)
35
3.3.3.2 Verifikasi dan Validasi model JST Verifikasi model dilakukan untuk melihat hasil ketelitian pada proses pembelajaran (training) JST, sedangkan validasi model dilakukan sebagai pengujian ketepatan (akurasi) prediksi JST untuk memberikan jawaban yang benar melalui pemberian sampel data baru di luar data yang digunakan pada proses pembelajaran. Verifikasi dan akurasi model dirumuskan sebagai nilai R2 (koefesien determinasi) yang berada pada selang 0 – 1, dimana nilainya akan semakin meningkat dengan semakin baik tingkat akurasinya.