PENGARUH MUZARAAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Mulyo Winarsih 103046128274
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGARUH MUZARAAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh : Mulyo Winarsih 103046128274 Di Bawah Bimbingan, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra NIP : 080 030 109
Dr. Mujar Ibnu Syarif M.Ag NIP : 150 275 509
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul “PENGARUH MUZARAAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 10 April 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Muamalat Program Studi Perbankan Syariah. Jakarta, 10 April 2008 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP : 150 210 422 Panitia Ujian Munaqasyah Ketua
: Euis Amalia, M.Ag. NIP. 150 289 264
(………………………)
Sekretaris
: Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag. NIP. 150 318 308
(………………………)
Pembimbing I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra NIP : 080 030 109
( ..…………………… )
Pembimbing II : Dr. Mujar Ibnu Syarif M.Ag NIP : 150 275 509
( ..…………………… )
Penguji I
: Dr. Anwar Abbas, M.Ag NIP : 131 273 007
( ..………............... … )
Penguji II
: Muhammad Taufiki,M.Ag NIP : 150 290 159
(..................... ..............)
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT. Ya Allah, kiranya memang pantaslah hamba-Mu mengungkapkan segala keagungan-Mu. Penulis tuangkan semua luapan kebahagiaan dari-Mu melalui nafas kehidupan. Tiada kata yang tepat yang dapat penulis untaikan untuk menunjukkan betapa Allah SWT. Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan kasih dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada sang pembawa risalah kebenaran, pemimpin umat Nabi Muhammad Saw. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini selesai bukan semata dari buah tangan penulis sendiri, tetapi juga karena bantuan berbagai pihak yang dengan tulus telah meluangkan waktu meski hanya sekedar menuangkan aspirasi maupun hanya sekedar memberi motivasi kepada penulis. Tanpa mereka, penulisan skripsi ini akan terasa sangat berat. Karena itu, sudah sepantasnya jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih, khususnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Euis Amalia, M.Ag, Selaku Ketua Program Studi Perbankan Syariah dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, Selaku Sekretaris Program Studi Perbankan Syariah.
3.
Bapak Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra dan Bapak Dr. Mujar Ibnu Syarif , M.Ag selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, mengarahkan dan membimbing penulis dengan baik.
4.
Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5.
Staf perpustakaan baik kepada perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, dan perpustakaan Kabupaten Tegal yang telah membantu meminjamkan buku-buku sebagai bahan acuan untuk menyusun skripsi ini.
6.
Seluruh Dewan Kelurahan Kalisapu terutama Ibu Purwanti,yang telah membantu penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Bapak Muslikhin selaku Petugas Penyuluh Lapangan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan, Bapak Suka selaku Pelaksana Teknis Pengairan, Bapak Mas’ud, Bapak Kidin dan Bapak Suwatno yang telah membantu penulis selama menyusun skripsi ini.
7.
Orang Tua tercinta Ayahanda H.Slamet Kurdi (Alm) dan Ibunda Hj.Triningsih yang telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis. Rasanya tidak pernah cukup untuk berterima kasih, semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayang kepada keduanya. Kakak-kakakku tercinta Mulyono, Dairoh, Mulyadi, Mulyati, Ahmad Alwi Mustofa, Mulyani, Mulyasih, Hamid Wibowo (Alm), Lely Kurniani, Mulyanto, Sugeng Riyadi, Ariyanti, Mulyatun, dan Adikku Tersayang Mulyo Joko Pamungkas, yang selalu mendoakan,
memberikan semangat dan bantuan baik moral maupun materiil kepada penulis, Semoga Allah SWT melipatgandakan balasan kebaikannya. 8.
Rekan-rekan seperjuangan dan sependeritaan, Deni Kusuma yang tidak pernah bosan memberikan semangat dan selalu siap membantu, Isti’amah sobatku yang selalu bersama sejak pertama hingga selesai kuliah, Zul, Memet, Ali (Alm), teman-teman satu kosan Ayang, Umi, Ari, Anam, Fatur dan sahabat Astro Iwan, Omen, Budi, K Izul, Harun, Aip, Wahab, Bang Indra, Zeni yang selalu memotivasi dan mewarnai hari-hariku selama ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita, memberikan kasih sayang dan merahmati dengan segala kebaikan.
9.
Sahabat-sahabatku kelas PS B angkatan tahun 2003 terutama Faizah, Wilda, Irma dan Evi yang selalu memotivasi, dan banyak lagi yang lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Teman-teman KKS angkatan tahun 2003 semoga tali silaturahmi kita tetap terjalin. Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, semoga amal baik
mereka dibalas dengan berlipat ganda. Amin. Jakarta, Muharam 1429 H 19 Januari 2008 M
Penulis
ABSTRAKSI Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan hampir 50% dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian. Beras merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia. Permintaan padi yang terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006) total keluarga miskin di pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa. Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah untuk merevitalisasi pertanian Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya, petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan mekanisme kerja yang tidak efisien. Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian. Salah satu bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau sistem bagi hasil. Dalam skripsi ini penulis membatasi khususnya daerah persawahan yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah. Perumusan masalah berfokus pada bagaimana potret tingkat pendapatan masyarakat di desa Kalisapu yang ikut terlibat dalam kegiatan muzara’ah dan apakah sistem muzara'ah berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu? Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu seiring dengan pelaksanaan sistem muzara'ah dan mengetahui sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Kalisapu. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat khususnya Petani Penggarap. Jumlah populasi petani penggarap disesuaikan dari jumlah anggota dalam kelompok adalah 114 orang. Dan jumlah sampelnya 53 0rang. Penulis melakukan teknik penarikan sampel dengan cara yaitu non acak (purposif sampling). Metode analisa data dengan metode prosentase yaitu P= f/nx100%. Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian deskriptif ialah menggunakan tabel. Untuk meringkaskan data kedalam bentuk yang mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut kedalam bentuk distribusi frekuensi. Hipotesa dari rumusan diatas adalah: Terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y).
Pendapatan Petani
Pendapatan Petani Per Tahun
Luas Lahan
Bagi Hasil PLS
Dari hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa petani penggarap melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil sebagai berikut: 1/2:1/2, 2/3:1/3, 3/4:1/4 dan hasil temuannya adalah tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu khususnya petani yaitu petani penggarap yang tadinya menganggur, mengalami kenaikan pendapatan ketika petani penggarap tersebut melakukan muzara’ah atau menggarap tanah orang lain. Karena sistem muzara’ah merupakan alternatif yang dapat diusahakan petani untuk keluarganya dalam memenuhi kebutuhan. Selain itu, dapat menanamkan ibadah yaitu menciptakan rasa persaudaraan, saling tolong menolong dan mempererat tali silaturahmi, menyerap tenaga kerja yang menganggur, dan memakmurkan tanah ketika tanah yang menganggur digarap orang lain.
Sistem muzara’ah berpengaruh signifikan pada tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variable bagi hasil muzara’ah memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat pendapatan masyarakat, yakni sebesar 0.938 pengujiannya dengan Metode Korelasi Rank Spearman. Dan ketika diuji dengan persamaan Regresi Linier menghasilkan persamaan y = 1.17(+) 0.98, tanda positif itu menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 % nilai bagi hasil muzara’ah (X) maka jumlah pendapatan petani per tahun (Y) akan bertambah sebesar 9,8%.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................... i DAFTAR ISI....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL.............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………....1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………..……………………………..5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………….…………….6 D. Kerangka Teori………………………………………………………………..7 E. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….…..8 F. Metode Penelitian ...................................………………………....................10 G. Sistematika Penulisan……………………………………………………… .17
BAB II: LANDASAN TEORI A. Teori Umum......................................................................................................19 B. Muzara’ah…………………………………………………………………….19 1. Pengertian………………………………………………………………..19 2. Dasar Hukum...…………………………………………………………..22 3. Rukun dan Syarat Muzara’ah...………………………………………….28 4. Akibat Akad Muzara’ah...……………………………………………….31
5. Berakhirnya Akad Muzara’ah...………………………………………….32 C. Bentuk-Bentuk Muzara'ah...…………………………………………………33 D. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani…………….…………..………....37 E. Pendapatan………………………………………………………..………….44 1. Pengertian Pendapatan……………………………………………………44 2. Pembagian Pendapatan...............................................................................44 3. Fungsi Biaya dan Pendapatan yang Linier................................................49
BAB III: GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Gambaran Umum Kabupaten Tegal.................................................................51 B. Gambaran Umum Desa Kalisapu......................................................................54 1. Kondisi Geografis dan Sosial Masyarakat Desa Kalisapu..........................54 2. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu..................................................56 3. Sistem Bagi hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu.............................61
BAB IV: ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Profil Responden……………………………………………………………...66 B. Analisa .............................................................................................................70 1. Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu 70 2. Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax) Masyarakat Kalisapu dengan Persamaan Regresi Linier Sederhana.........75
3. Analisa Pengaruh Muzara’ah Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat Kalisapu dengan Metode Korelasi Rank Sperman....................................76 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………………..78 B. Saran……..…………………………………………………………………..79 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................81 LAMPIRAN...............................................................................................................84
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1
Tinjauan Pustaka…….……………………………………...…... 8
2. Tabel 4.1 Jenis kelamin Responden……………………………………….. 67 3. Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Responden………………………………… 67 4. Tabel 4.3 Pemilikan Luas Lahan……………………………...……………68 5. Tabel 4.4 Pekerjaan Awal Responden………………………...…………
68
6. Tabel 4.5 Petani yang menggarap tanah untuk Muzara’ah…………...….... 68 7. Tabel 4.6 Pertanian dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari…..…… 69 8. Tabel 4.7 Usaha untuk mencukupi kebutuhan selain dari pertanian……... 69 9. Tabel 4.8 Pertanian dapat untuk investasi atau modal usaha lain......…...... 69 10. Tabel 4.9 Pertanian dapat untuk menabung ………...………….…………. 70 11. Tabel 4.10 Biaya produksi tanaman padi pada musim subur … .....……… 71 12. Tabel 4.11 Biaya produksi tanaman padi pada musim kemarau ……..…… 72 13. Tabel 4.12 Biaya produksi tanaman jagung pada musim kemarau………... 73
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Skema dalam Transaksi Muzara’ah………………………….. 41 2. Gambar 2.2 Sudanese Islamic Bank, Rural Departement Agricultural Financing Model………………………………………………..42 3. Gambar 2.3 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Revenue Sharing……………………………. ……………46 4. Gambar 2.4 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Profit Sharing ……………… ..…………………………..47
BAB 1 PENDAHULUAN B. Latar Belakang Masalah Tidak ada yang lebih penting bagi negara manapun selain kemampuan memberi makan dirinya sendiri. Di Indonesia, kata-kata itu sudah beberapa kali terbukti dan setiap rezim pemerintahan dinegara ini tampaknya sadar betul untuk tidak bermain-main dengan pangan. Kunci stabilitas masa depan Indonesia terletak pada kemampuannya untuk menjamin
ketahanan
pangan
dan
keberhasilan
pembangunan
masyarakat
pedesaannya. Demikian pesan yang disampaikan oleh Ronald P. Cantrell, Direktur Jendral Internasional Rice Research Institute.1 Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan hampir 50% dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian.2 Permintaan padi yang terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006) total keluarga miskin di pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa3. Krisis beras di negara ini terjadi tidak lama setelah swasembada beras tercapai. Tahun 1990, konsumsi beras melebihi pasokan yang bisa diproduksi petani. 1
Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.33 www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.1 3 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.1 2
1
Selang dua tahun produksi mampu ditingkatkan lagi, namun hanya bisa bertahan hingga 1996. Mulai 1997, Indonesia mengalami defisit beras, dan ketergantungan terhadap impor beras semakin tinggi hingga saat ini.4 Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya, petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan mekanisme kerja yang tidak efisien5. Peran Bulog mengendalikan harga produsen melalui harga dasar tidak memberi insentif6 kepada petani untuk bertahan disektor pertanian dan meningkatkan produksi. Peran Bulog menjaga stabilitas harga beras konsumen pun belum memberi perlindungan harga maksimum yang menjamin harga yang layak bagi konsumen. Pandangan Bank Dunia bahwa harga beras rendah dan menghapus larangan impor adalah cara paling cepat untuk menekan kemiskinan, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) angkanya meningkat dari 16 persen (Februari 2005) menjadi 17,75 persen (Maret 2006). Kebijakan impor beras untuk menekan harga dalam jangka pendek memang sangat menolong masyarakat miskin. Tetapi, dalam jangka panjang, tidak menyelesaikan akar persoalan, sebaliknya justru menjadi demotivasi 4
Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.35 Efisien yaitu suatu besaran atau angka untuk menunjukkan sampai seberapa jauh sumber daya berhasil dimanfaatkan 6 Intensif yaitu pemberian sesuatu, biasanya dalam bentuk uang, yang dapat mendorong semangat pekerja untuk lebih keras bekerja dan lebih produktif 5
bagi petani untuk menggenjot produksi, mengingat makin tidak adanya insentif untuk berproduksi. Akhirnya, pemerintah memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah atau HPP untuk gabah dan beras. Harga gabah kering panen naik 17,65% menjadi Rp 2.000 per kg gabah kering giling Rp 2.575 per kg dan beras Rp 4000 per kg. Kenaikan itu berlaku efektif mulai 1 April 2007. Penetapan kebijakan kenaikan HPP itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2007 tentang kebijakan perberasan.7 Inpres tersebut merupakan pemutakhiran Inpres No. 13/2005, yang sudah dua tahun tidak direvisi, walaupun biaya produksi bahkan biaya hidup petani sudah naik berkali-kali lipat. Pertimbangannya adalah karena adanya perubahan tingkat harga gabah dan beras baru ditingkat petani maupun konsumen, kenaikan biaya produksi padi hingga beras, perkiraan produksi beras nasional meliputi volume produksi dan pola waktu panen. Swasembada beras dan kemandirian pangan menjadi satu hal yang krusial, bukan hanya karena beras komoditas strategis sekaligus politis, tetapi juga sudah menyangkut kepentingan nasional sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dengan makanan pokok beras. Swasembada, kemandirian dan ketahanan pangan yang berkesinambungan hanya bisa diwujudkan jika kepentingan petani tidak dikorbankan. Idealnya, seiring pergerakan pertumbuhan dunia, pertanian kita juga harus bergerak pula secara dinamis mengikuti arah pergerakan dunia. Namun, 7
Kompas, Edisi 1 April 2007, h.15
kenyataannya tidak. Laju alih generasi melalui sistem bagi waris di Indonesia lebih cepat dibandingkan pertumbuhan sektor dunia modern lain, seperti industri, jasa, perbankan, serta sektor lain yang menggerakkan dunia dan simbol modernisme. Padahal, bila sistem pertanian bisa bekerja lebih efektif dan efisien, tidak mustahil produk makanan olahan kita juga yang bahan bakunya bersumber dari pertanian dapat bersaing dan menguasai pasar lebih luas dan bisa menyejahterakan petani. Pertanian harus mendapatkan perhatian, karena melalui pertanian manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal mendapatkan makanan.8 Pertanian juga sangat penting keberadaannya dimasyarakat. Islam pun telah mengatur praktek-prakteknya agar sesuai dengan syariat. Dalam masyarakat, ada sebagian diantara mereka yang mempunyai lahan pertanian dan juga alat-alat pertanian, tetapi tidak memiliki kemampuan bertani. Adapula sebagian yang lainnya yang tidak memiliki apapun, kecuali tenaga dan kemampuan dalam bercocok tanam. Agar terjadi pemerataan dan tidak ada lahan pertanian yang menganggur, maka Islam mengharuskan kepada setiap pemilik lahan untuk memanfaatkannya sendiri. Jika pemilik tidak dapat mengerjakannya langsung atau tidak memiliki kemampuan dalam bercocok tanam, maka pengelolaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang lebih ahli dalam pertanian. Jika ada orang yang melakukan transaksi untuk kerja sama, yaitu satu pihak menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan pihak kedua melakukan 8
Izzuddin Khatib al-Tamim, Bisnis Islami, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1992), cet.ke-1, h.56
pengolahan dan penggarapan dengan binatang ternak dan tenaganya, dan keduanya akan mendapatkan hasil pertanian tersebut, semata-mata untuk memanfaatkan tanah dan meluaskan lahan pertanian, maka hal itu sudah cukup baik.9 Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian. Sistem pertanian yang dipakai oleh mereka bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan adat istiadat setempat. Salah satu bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau sistem bagi hasil. Sistem tersebut adalah suatu jenis kerjasama antara petani dan pemilik lahan, yang salah satunya menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan pihak lain melakukan pengolahan atau penggarapan, yang apabila mendapatkan hasil maka hasilnya akan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Sehingga dari sistem tersebut terlihat adanya pengaruh muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem muzara’ah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kabupaten Tegal khususnya desa Kalisapu, maka penulis merekomendasikan skripsi dengan judul, ”PENGARUH MUZARA’AH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien, maka penulis membatasinya dalam masalah pengaruh sistem muzara’ah (bagi hasil) terhadap 9
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta:PT. Toko Gunung Agung, 1996), cet.9, h.130
peningkatan pendapatan masyarakat di bidang pertanian khususnya persawahan yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah. Dari pembatasan masalah tersebut maka perumusan masalah berfokus pada seputar permasalahan-permasalahan berikut : a. Bagaimana potret tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu yang terlibat dalam kegiatan muzara’ah? b. Apakah
sistem muzara'ah
berpengaruh
pada
tingkat
pendapatan
masyarakat khususnya desa Kalisapu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu seiring dengan pelaksanaan sistem muzara'ah. 2. Mengetahui sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Kalisapu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada : 1. Peneliti Mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan penulis tentang penelitian yang dilakukan.
2. Petani Memberikan masukan yang bermanfaat kepada petani sehingga dalam bekerja dan mengembangkan usahanya disektor pertanian menjadi lebih baik. 3. Masyarakat Berguna untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana menjalankan kegiatan dibidang pertanian dengan sistem bagi hasil yang baik dan sesuai dengan syariat. 4. Pembaca Merupakan informasi yang berharga dalam menambah pengetahuannya tentang sistem bagi hasil dalam pertanian dan mengetahui transaksi yang terjadi khususnya di daerah pedesaan.
D. Kerangka Teori Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam mengurangi kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta manfaat-manfaat ekonomis lainnya. Sektor pertanian yang merupakan basis pertumbuhan ekonomi pedesaan, sangat strategis dalam meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan. Akan tetapi, sampai saat ini para petani juga masih dihadapkan pada kemiskinan dan kesulitan dalam pembiayaan untuk pengembangan usahanya. Konsep bagi hasil sebenarnya bukan transaksi baru dalam masyarakat Indonesia. Tradisi ini telah lama dikenal dalam berbagai kegiatan ekonomi. Pada
sektor pertanian dikenal system maro, mertelu, marapat, paroan10. Sistem bagi hasil pertanian, terutama untuk tanaman padi berlangsung antara penggarap dan pemilik modal lahan dengan proporsi bagi hasil yang relatif beragam. Kerangka Konsep: Sistem Muzara’ah (Bagi Hasil) Tingkat Pendapatan Masyarakat Uji Statistik Kesimpulan analisis pengaruh muzara'ah terhadap tingkat pendapatan Masyarakat
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema mengenai muzara’ah, diantaranya: Tabel 1 NO 1.
Judul Skripsi
Penyusun
Pengaruh sistem muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat Endang (studi kasus sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Yulianti/200 Dewasari kecamatan Cijeungjing kabupaten Ciamis Jawa Barat) 4
2.
Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat (studi kasus pada Dewi masyarakat desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat)
10
www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.1
Lestari/2004
3.
Muzara'ah dan pengaruhnya terhadap masyarakat pedesaan Yuliani/200 (studi kasus sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa 4 Cihamerang kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi)
Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Endang Yulianti, sudah sangat bagus mengenai pengaruh yang ditimbulkan pelaksanaan sistem muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat khususnya dalam peningkatan produksi pertanian dan penyerapan tenaga kerja masyarakat. Tetapi dalam hal ini tidak terdapat penjelasan dalam bentuk data-data kuantitatif, tidak terdapat tinjauan pustaka, manfaat penelitian secara khusus, dan hipotesa. Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Dewi Lestari sudah sangat bagus mengenai Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat. Tetapi dalam hal ini tidak terdapat penjelasan mengenai aplikasi muzara'ah
dalam masyarakat dengan
menerangkan dengan data-data kuantitatif. Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Yuliani sudah sangat bagus mengenai muzara'ah dalam perspektif hukum Islam dan menerangkan pengaruh muzara'ah terhadap aspek perekonomian dan aspek sosial. Tetapi dalam hal ini tidak menjelaskan tentang sistem muzara'ah dengan menggunakan data-data kuantitatif. Dari topik-topik yang diangkat tersebut, sudah jelas perbedaan yang akan penulis angkat, yakni mengenai pengaruh sistem muzara’ah terhadap tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah, dengan menggunakan data-data kuantitatif.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif. 2. Sumber Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data yaitu : a. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden, melalui masyarakat desa Kalisapu yang berkaitan dengan materi skripsi ini. b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data yang didapat dari responden serta diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, surat kabar, internet dan kepustakaan lain yang berkaitan dan ada relevansi dengan skripsi ini. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan maka yang digunakan dalan penelitian ini adalah:
a. Studi Kepustakaan Yaitu dengan mempelajari dan memanfaatkan beberapa informasi yang diperlukan melalui buku-buku maupun laporan studi yang relevan berkaitan dengan permasalahan, baik catatan maupun laporan pelaksanaan yang terdapat di desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah maupun instansi lain yang terkait yang hendak diangkat oleh penulis. b. Penelitian Lapangan Yaitu dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sasaran penelitian, yaitu dengan cara: 1. Wawancara (interview) Yaitu melakukan tanya jawab langsung terhadap pihak terkait untuk memperoleh data-data yang berhubungan erat dengan masalah yang dibahas.
2. Angket Angket atau kuesioner adalah jumlah pertanyaan tertulis digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.11 Pertanyaan kuesioner sebagian bersifat tertutup dimana pilihan atau alternatif jawaban tersedia dan sebagian lagi terbuka untuk menggali informasi yang mungkin muncul diluar pertanyaan yang tersedia. 5. Populasi dan Sampel
11
h.128
Suharsini Arikunto, prosedur penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002), cet. Ke-12,
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat khususnya Petani Penggarap. Jenis penelitian sampel adalah jika kita hanya meneliti sebagian kecil dari populasi, maka penelitiannya dinamakan sampel. Dengan penarikan sampel jenis ini, maka peneliti mempertegas bahwa dengan penarikan sampel peneliti tidak menganggap hasil penelitian atau kesimpulan ini berlaku umum, namun kesimpulan yang didapat dari penelitian hanya berlaku didaerah yang dapat diteliti saja. Jumlah populasi petani penggarap disesuaikan dari jumlah anggota dalam kelompok adalah 114 orang. Adapun rumus penghitungan besaran sample12 yaitu : n=
N N (d ) 2 + 1
Keterangan : n = Jumlah sample yang dicari N = Jumlah populasi d = Nilai Presisi (penulis menggunakan 10%) Perhitungannya sebagai berikut: n=
N N (d ) 2 + 1
n=
114 = 53 orang 114(0.1) 2 +1
6. Teknik Penarikan Sampel 12
M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, (Jakarta:Kencana, 2005) h.105
Teknik penarikan sampel dengan cara yaitu non acak (purposif sampling) yaitu suatu penarikan contoh dari unsur-unsur populasi untuk menjadi unsur dengan tidak memberi peluang yang sama kepada masing-masing unsur populasi. 7. Metode Analisa Data a. Kuantitatif yaitu data yang dapat diukur sehingga dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya. b. Kualitatif yaitu penelitian yang datanya adalah data kualitatif, umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. c. Dengan Metode Prosentase :
P = f/n x 100% Keterangan :
P : Prosentase F : Frekuensi
N : Jumlah Sampel 100% : Bilangan Tetap13
Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian deskriptif ialah menggunakan tabel. Untuk meringkaskan data kedalam bentuk yang mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut kedalam bentuk distribusi frekuensi. d. Metode Regresi14 yaitu persamaan garis yang menerangkan pola hubungan variable-variabel. Pola itu bisa berbentuk linier atau non linier. Dalam
13
M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, h.171-172
pengujiannya menggunakan perhitungan dengan rumus umum regrasi linier (lurus) : Y = a + bx a=
(∑ y )(∑ x 2 ) − (∑ x)(∑ xy )
b=
n∑ xy − (∑ x)(∑ y )
n∑ x 2 − (∑ x) 2
n∑ x 2 − (∑ x) 2
Keterangan : n : Jumlah pengamatan (sampel) e. Metode Korelasi Rank Spearman15yaitu
statistik yang didasarkan atas
ranking (jenjang). Ini adalah ukuran asosiasi yang menuntut kedua variabel diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau individu-individu yang dipelajari dapat di-ranking dalam dua rangkaian berurut. N
rs = 1 −
6∑ di 2 i =1 3
N −N
Dimana:
di = perbedaan antara kedua ranking. Σdi = Jumlah kuadrat dari di
14
Ali Maududi, Statistik I Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, (Jakarta: PT.Prima Heza Lestari,2006) Ed.1 h.94 15 Sidney Siegel, Statistik NonParametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985) h.253
8. Variabel penelitian •
•
Variabel penelitian Bagi hasil
Pendapatan Petani
Muzara’ah
per tahun
Operasional variabel dan indikator X = Bagi Hasil Muzara’ah Y = Pendapatan Petani Per Tahun X = Hasil Pendapatan Muzaraah Y = Pendapatan Petani Per Tahun ( Hasil Muzara’ah+Pendapatan Awal) Hasil Muzara’ah = EBZT x Persen Bagi Hasil Muzara’ah EBZT (Laba Kotor) = TR-TC TR = Q (Jumlah hasil produksi per kuintal) x P (Harga dalam rupiah (Price)
Keterangan :
TR = Total Penerimaan (total revenue) yaitu jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual. TC = Total Biaya (total cost) yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang.
9. Uji signifikasi Uji signifikasi adalah menguji dengan t-tabel dan t- hitung. Dengan asumsi apabila t-hitung berada di daerah Ho, berarti tidak ada hubungan antara variabel X dan Y, tapi apabila t-hitung berada pada wilayah kritis, maksudnya menolak Ho, maka ada hubungannya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini : Gambar 1.1 Menolak Ho
manerima Ho
Menolak Ho (hubungan positif)
(hubungan negatif)
Keterangan :
►Taraf nyata kami tentukan 5 %, dengan angka kritik dari table sebaran t. ►Untuk mencari daerah kritis adalah 5 % =
0.05 = 0,025 2
►Df, adalah N-1 = 53-2 = 52 ► T-tabel adalah = 2,0005 10. Hipotesa Hipotesa merupakan jawaban sementara yang digunakan penulis dalam penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. 16 Hipotesa bisa saja benar dan bisa saja salah. Hipotesa dari rumusan diatas adalah: Terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y). Dari pertanyaan statistik dapat dirumuskan sebagai berikut:
16
2,h.43
Masri Singarimbun dan Sopian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta:LP3ES, 1989 cet
ρo = 0, tidak terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah dan pendapatan
petani per tahun. ρ1 ≠ 0, terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah dan pendapatan petani
per tahun. 11. Tehnik Penulisan Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulis disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi 2007" yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan skripsi maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari Lima Bab dengan rincian sebagai berikut : BAB I: PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang Latar belakang masalah, Pembatasan masalah dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Kerangka teori, Tinjauan pustaka, Metode penelitian dan Teknik penelitian, serta Sistematika penulisan.
BABII: KERANGKA TEORI Bab ini berisi tinjauan pustaka sistem muzara’ah yang mengurai tentang Pengertian dan Dasar hukum muzara'ah, Bentuk-bentuk muzara'ah, Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani, Pengertian pendapatan, Pembagian Pendapatan dan Fungsi Biaya dan Pendapatan yang Linier. BAB III: PROFIL RESPONDEN Bab ini berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Tegal, Gambaran Umum Desa Kalisapu meliputi Kondisi geografis dan sosial Masyarakat, Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu dan Sistem Bagi hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu. BABIV: ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang Profil Responden, Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu, Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax) Masyarakat dengan Persamaan Regresi Linier Sederhana, Analisa Pengaruh Muzara’ah terhadap tingkat pendapatan Masyarakat dengan Metode Korelasi Rank Sperman. BABV: PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan babbab sebelumnya serta saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Desa Kalisapu dalam bidang pertanian.
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Umum A.1. Sistem
Dalam kamus manajemen karangan B.N Marbun, SH disebutkan bahwa yang dimaksud sistem adalah sekelompok unsur saling bergantung dan jalin menjalin serta dapat dianggap atau diperlukan sebagai kesatuan.17 A.2. Tingkat
Tingkat adalah angka yang menunjukkan tingkat nilai, harga, kecepatan perkembangan, produksi dan sebagainya dari sesuatu berdasarkan satuan ukur tertentu.18
B.
MUZARA’AH
1. Pengertian Muzara’ah
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah mendefinisikan muzara’ah dengan,” menyerahkan tanah kepada orang yang akan menggarapnya, dengan ketentuan si penggarap akan mendapatkan bagian dari hasil tanaman itu, separuh, sepertiga atau lebih, atau kurang dari itu, berdasarkan kesepakatan bersama.” 19
Adapun muzara’ah menurut Imam Maliki yaitu” perjanjian kerjasama dalam sektor
17
B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003) B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003) 19 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Dar al-Fikr, Beirut 1998), jilid 3, h.137 18
19
pertanian”. Sedangkan menurut Imam Hambali yaitu” Suatu kontrak penyerahan tanah kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi dua”.20 Menurut Rahman, muzara’ah diartikan sewa dalam bentuk bagi hasil terhadap tanah pertanian, sedangkan musaqat dilakukan terhadap tanah perkebunan/kebun. Sedangkan dalam perbankan Syariah dikatakan bahwa muzara’ah diidentikkan dengan mukhabarah, hanya saja bila muzara’ah benihnya dari pemilik tanah, maka kalau mukhabarah benihnya dari penyewa. Musaqat diartikan persewaan tanah dimana penyewa hanya berkewajiban mengairi dan memelihara tanah.21 Besarnya sewa ditetapkan dari hasil produksi dengan cara menentukan besarnya masing-masing dalam bentuk proporsi seperti : 1/3;1/4 dan lain-lain sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak serta berdasarkan kebijakan masingmasing daerah atau kondisi wilayah di mana tanah itu berada. Menurut Sunarto Zulkifli membedakan jenis muzara’ah kepada dua bagian :22 1. Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan lahan pertanian dimana benih berasal dari pemilik lahan. 2. Mukhabarah adalah kerjasama pengolahan lahan pertanian dimana benih berasal dari petani penggarap.
20
h.613
21
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqih al-Islami Wa’adillatuh, (Beirut:Dar-al-Fikr,1983), Juz 5,
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, (BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta, 2005), h.326 22 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003) cet.1, h.56
Muzara’ah adalah metode pendanaan tradisional yang menggunakan prinsip mudharabah dan musyarakah23. Muzara’ah adalah imbangan tradisional dari mudharabah dalam bidang pertanian di mana petani mengambil lahan pertanian berdasarkan prinsip bagi hasil panen. Bank-bank menyerahkan kepada para petani lahan yang mereka miliki atau yang bukan dalam pemilikan mereka. Kapling tanahnya harus benar-benar ditentukan dalam perjanjian dan harus ditetapkan untuk suatu periode waktu tertentu. Hasil dari lahan itu dibagi di antara bank dan petani menurut proporsi yang disepakati. Menurut Nasrun Haroen dalam buku fiqh muamalah, secara etimologi, al muzara’ah berarti kerjasama di bidang pertanian antara pemilik tanah dengan petani penggarap. Sedangkan dalam terminology fiqh terdapat beberapa definisi al muzara’ah yang dikemukakan ulama fiqh. Menurut Imam Maliki yaitu :
24
اﻟﺸﺮ آﺔ ﻓﻰ اﻟﺰ ر ع
Perserikatan dalam pertanian. Menurut Imam Hambali al muzara’ah adalah: 25
د ﻓﻊ اﻻرض اﻟﻰ ﻣﻦ ﻳﺰرﻋﻬﺎ او ﻳﻌﻤﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ واﻟﺰرع ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ
Penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua.
23
Latifa M. Alqaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), h.81 24 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.275 25 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.275
Pengertian tersebut dalam kebiasaan Indonesia disebut sebagai “paroan sawah. Penduduk Irak menyebutnya “ al-mukhabarah”, tetapi dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam berasal dari pemilik tanah. Imam asy-Syafi’I mendefinisikan al-mukhabarah dengan : 26
ﻋﻤﻞ اﻻرض ﺑﺒﻌﺾ ﻣﺎ ﻳﺨﺮ ج ﻣﻨﻬﺎ واﻟﺒﺬ ر ﻣﻦ اﻟﻌﺎ ﻣﻞ
Pengelolaan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah. Dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah, sedang dalam al-muzara’ah bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik. 2. Dasar Hukum Muzara’ah
Dalam membahas hukum muzara’ah terjadi perbedaan pendapat para ulama. Ada ulama yang menolak sistem muzara’ah dan ada pula ulama yang membolehkan akad muzara’ah. Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M) dan Zufair ibn Huzail (728-774 M), pakar fiqh hanafi, berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak boleh. Menurut mereka, akad al-muzara’ah dengan bagi hasil, seperti seperempat dan seperdua, hukumnya batal. Alasan Imam Abu Hanifah dan Zufair ibn Huzail adalah hadist yang bersumber dari Tsabit Ibnu adh-Dhahhak.
26
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.275
Dalam riwayat Sabit ibn adh-Dhahhak dikatakan :
ان رﺳﻮ ل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻧﻬﻰ ﻋﻦ اﻟﻤﺰارﻋﺔ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﺛﺎ ﺑﺖ ﺑﻦ 27
(اﻟﻀﺤﺎك
"Rasulullah saw. melarang al-muzara’ah" (HR Muslim dari tsabit Ibnu Adhdhahhak). Menurut mereka, obyek akad dalam al-muzara’ah belum ada dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pertanian yang belum ada (al-ma’dum) dan tidak jelas (al-jahalah) ukurannya, sehingga keuntungan yang akan dibagi, sejak semula tidak jelas. Boleh saja pertanian itu tidak menghasilkan, sehingga petani tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kerjanya. Oleh karena itu unsur spekulasi (untung-untungan) dalam akad ini terlalu besar, obyek akad yang bersifat al-ma’dum dan al-jahalah inilah yang membuat akad ini tidak sah. Adapun perbuatan Rasulullah saw. dengan penduduk Khaibar) menurut mereka, bukan merupakan akad al-muzara’ah, adalah berbentuk al-kharaj al-muqasamah, yaitu ketentuan pajak yang harus dibayarkan petani kepada Rasulullah setiap kali panen dalam prosentase tertentu. Dalam hadist yang diriwayatkan al-Jama’ah (mayoritas pakar hadist) dikatakan bahwa :
27
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Liban: Dar al-Firk, 1993), Jilid 3, h.27
ان رﺳﻮ ل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﺎ ﻣﻞ اهﻞ ﺧﻴﺒﺮ ﺑﺸﻄﺮ ﻣﺎ ﻳﺨﺮج ﻣﻦ ﺛﻤﺮ اوزرع )روا ﻩ اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ واﺑﻮ داود واﻟﻨﺴﺎﺋﻰ واﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ واﻟﺘﺮ ﻣﺬى واﺣﻤﺪ ﺑﻦ 28
(ﺣﻨﺒﻞ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ
Rasulullah saw. melakukan akad muzara’ah dengan penduduk Khaibar, Yang hasilnya dibagi antara Rasul dengan para pekerja.(HR al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa’I, Ibnu Majah,at-Tirmizi, dan Imam Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn Umar).
Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M), Muhammad ibn al-Hasan asy-Syaibani (748-804 M), keduanya sahabat Abu Hanifah, juga berpendapat bahwa akad almuzara’ah hukumnya boleh, karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan sawah. Menurut mereka, akad ini bertujuan untuk saling membantu antara petani dengan pemilik tanah pertanian. Pemilik tanah tidak mampu untuk mengerjakan tanahnya, sedangkan petani tidak mempunyai tanah pertanian. Oleh sebab itu, adalah wajar apabila antara pemilik tanah persawahan bekerjasama dengan petani penggarap, dengan ketentuan bahwa hasilnya mereka bagi sesuai dengan kesepakatan
28
h. 496
Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), Cet.
bersama. Menurut mereka, akad seperti ini termasuk ke dalam firman Allah dalam surat al-Ma’idah, 5:2 yang berbunyi :
(2:وﺗﻌﺎ وﻧﻮاﻋﻠﻰ اﻟﺒﺮ واﻟﺘﻘﻮى وﻻ ﺗﻌﺎ وﻧﻮا ﻋﻠﻰ اﻻ ﺛﻢ و اﻟﻌﺪ وان )اﻟﻤﺎﺋﺪة ‘’Bertolong menolonglah kamu atas kebajikan dan ketakwaan dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan…. ‘’(Q.S. Al Maidah:2)
Firman Allah dalam surat An Nisaa: 29 berbunyi :
ﻞ إﻟَﺎ أن ﺗَﻜﻮن ﺗﺠﺎرة ﻋﻦ ِ ﻳﺎأﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦءاﻣﻨﻮا ﻻ َﺗﺄْآﻠﻮا أﻣﻮاﻟﻜﻢ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺑِﺎﻟﺒﺎﻃ (29:)اﻟﻨﺴﺎء...ﺗَﺮاض ﻣﻨﻜﻢ “Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”(Q.S. An Nisaa’:29) Mujahid juga meriwayatkan bahwa:
ان، اﺧﺒﺮﻧﺎ ﺣﻤﺎ د ﺑﻦ زﻳﺪ ﻋﻦ ﻋﻤﺮو.ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﻓﺎﺳﻤﻊ ﻣﻨﻪ. اﻧﻄﻠﻖ ﺑﻨﺎ اﻟﻰ اﺑﻦ راﻓﻊ ﺑﻦ ﺧﺪﻳﺞ: ﻣﺠﺎهﺪاﻗﺎل ﻟﻄﺎوس ان. ﻗﺎل ﻓﺎﻧﺘﻬﺮﻩ.اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻦ اﺑﻴﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﻟﻜﻦ ﺣﺪ ﺛﻨﻰ ﻣﻦ.رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻧﻬﻰ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﻓﻌﻠﺘﻪ ان رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ: (هﻮا ﻋﻠﻢ ﺑﻪ ﻣﻨﻬﻢ )ﻳﻌﻨﻰ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس وﺳﻠﻢ ﻗﺎل)) ﻻ ن ﻳﻤﻨﺢ اﻟﺮﺟﻞ اﺧﺎ ﻩ ارﺿﻪ ﺧﻴﺮﻟﻪ ﻣﻦ ان ﻳﺎﺧﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ 29
(ﺧﺮﺟﺎ ﻣﻌﻠﻮﻣﺎ(( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“Mujahid meriwayatkan dari Rafi’bin Khadij bahwa Rasulullah SAW melarang mereka untuk melakukan urusan yang mendatangkan keuntungan (memberi tanah dengan bagi hasil atau pembayaran tunai) Rasulullah SAW juga berkata kepada mereka bahwa jika mereka mempunyai tanah, mereka 29
Imam Muslim, Shahih Muslim, h.27
harus menggarapnya sendiri atau menyerahkannya kepada saudara-saudara mereka yang dipercayai untuk menggarapnya.” (Riwayat Muslim)
Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak sah, kecuali apabila al-muzara’ah mengikut pada akad al-musaqah (kerjasama pemilik kebun dengan petani dalam mengelola pepohonan yang ada di kebun itu, yang hasilnya nanti dibagi menurut kesepakatan bersama). Misalnya apabila terjadi kerjasama dalam pengolahan perkebunan, kemudian ada tanah kosong yang boleh dimanfaatkan untuk al-muzara’ah (pertanian), maka menurut Imam Syafi’i, akad al-muzara’ah boleh dilakukan. Akad ini tidak berdiri sendiri, tetapi mengikut pada akad al-musaqah. Ada juga yang melarang dengan dalil hadist shahihnya yang menerangkan bahwa nabi SAW melarang menyewakan tanah dengan penyewaan atau bagian tertentu, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh dua orang peserta Perang Badar Rafi’bin Khadij dan Jabir bin Abdullah.30 Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. berkata:
ﻋﻦ راﻓﻊ ﺑﻦ ﺧﺪ ﻳﺞ ﻗﺎل آﻨﺎ اآﺜﺮ اهﻞ اﻟﻤﺪ ﻳﻨﺔ ﻣﺰد رﻋﺎ آﻨﺎ ﻧﻜﺮى اﻟﺮض ﺑﺎﻟﻨﺎ ﺣﻴﺔ ﻣﻨﻬﺎ ﻣﺴﻤﻰ ﻟﺴﻴﺪ اﻟﺮض ﻗﺎل ﻓﻤﻤﺎ ﻳﺼﺎ ب ذاﻟﻚ وﺗﺴﻠﻢ اﻟﺮض وﻣﻤﺎ ﻳﺼﺎ ب اﻟﺮض وﻳﺴﻠﻢ ذاﻟﻚ ﻓﻨﻬﻴﻨﺎ اﻣﺎ اﻟﺬ هﺐ واﻟﻮرق ﻓﻠﻢ 31
(2327: )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى.ﻳﻜﻦ ﻳﻮ ﻣﺌﺬ
“Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. dia berkata: kami adalah penduduk Madinah yang paling banyak memiliki lading. Kami menggarap lahan 30 31
http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3 Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, h. 496
pertanian dengan cara bagi hasil dengan ditentukan lokasi mana yang akan kami pungut hasilnya dan mana pula yang akan dipungut hasilnya oleh pekerja. Kadang-kadang lokasi tertentu ( jatah untuk upah pekerja) terserang hama, sementara lokasi yang lain (jatah untuk kami) selamat. Kadang-kadang juga terjadi sebaliknya. Maka kami dilarang (oleh Rasulullah SAW menerapkan cara bagi hasil seperti itu). Ketika itu mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) belum berlaku”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadis: 2327) Adapun yang berpendapat bahwa penyewaan tanah yang dilarangnya itu ialah penyewaan dengan uang (emas dan parak). Adapun muzara’ah dipandang tidak apaapa tetapi dengan 1/3 atau ¼ ialah Thawus (salah seorang ahli Fiqih dari Yaman dan seorang Tabi’in besar), Muhammad bin Sirin dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abu baker as-Shiddiq.32 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membolehkan menyewakan tanah, tetapi beliau sendiri menyebutkan, bahwa muzara’ah adalah lebih sesuai dengan keadilan dan prinsip syariah Islamiyah. Beliau berkata: “Muzara’ah lebih halal daripada kira’33, dan lebih mendekati kepada keadilan dan pokok ajaran agama Islam. Sebab dalam muzara’ah itu kedua belah pihak bersekutu dalam keuntungan dan kerugian, berbeda dengan kira’, maka pemilik tanah sudah pasti menerima keuntungan, sedang pihak penyewa kadang-kadang dapat dan kadang-kadang tidak dapat.34 Muzara’ah yang adil adalah cara yang dilakukan oleh kaum muslimin di zaman Rasulullah SAW, para khulafaur Rasyidin, keluarga Abu bakar, keluarga Umar, keluarga Usman, keluarga Ali dan kaum muhajirin. Dan ini pulalah yang 32
http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3 Kira’ yaitu bentuk muzara’ah yang dilarang karena pemilik sudah pasti menerima keuntungan sedangkan untuk penyewa belumpasti menerima hasil. 34 http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3 33
menjadi pendirian kebanyakan para sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Dan ini pulalah yang menjadi pendirian Ulama ahli hadist seperti Imam Ahmad, Ishak bin rahawih, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Daud bin Ali, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah, Abu bakar bin al-Mundzir, Muhammad bin Nasr al-Maruzi. Dan ini juga yang menjadi pendirian kebanyakan ulama Islam seperti Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan dan lain-lain.35
3. Rukun dan Syarat-syarat Muzara’ah a. Rukun Muzara’ah
Jumhur Ulama yaitu Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali yang membolehkan akad muzara’ah mengemukakan rukun yang harus dipenuhi, agar akad itu menjadi sah, di antaranya : 1) Pemilik tanah; 2) Petani penggarap (pengelola); 3) Objek muzara’ah yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja pengelola; 4) Ijab dan Kabul.36 Secara sederhana ijab dan kabul cukup dengan lisan saja. Namun, sebaliknya dapat dituangkan dalam surat perjanjian yang dibuat dan disetujui bersama, termasuk bagi hasil ( persentase kerjasama itu).37 35
http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.6 Ijab adalah ungkapan penyerahan lahan dari pemilik lahan dan Qabul adalah pernyataan menerima lahan untuk diolah dari petani. 36
b. Syarat-syarat Muzara’ah
Syarat-syarat muzara’ah, ada yang berkaitan dengan orang yang berakad, benih yang akan ditanam, lahan yang akan dikerjakan, hasil yang akan dipanen, dan jangka waktu berlaku akad. 1. Syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, harus baligh dan berakal, agar mereka dapat bertindak atas nama hukum. 2. Syarat yang berkaitan dengan benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan. 3. Syarat yang berkaitan dengan lahan pertanian adalah :38 a) Menurut adat kebiasaan dikalangan petani, lahan itu bisa diolah dan menghasilkan panen dan bukan tanah tandus39. Sebab, ada tanaman yang tidak cocok ditanami pada daerah tertentu. b) Batas-batas lahan itu jelas c) Lahan itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk diolah dan pemilik lahan tidak boleh ikut campur tangan untuk mengelolanya.40 4. Syarat yang berkaitan dengan hasil panen adalah sebagai berikut : Pembagian hasil panen harus jelas (persentasenya) dan ditentukan dari awal kontrak, agar tidak terjadi perselisihan41.
37
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta:PT. Raja Grafindo, 2003), cet.1, h.283-284 38 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.278 39 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.140 40 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 278 41 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h.141
Hasil panen itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa ada pengkhususan seperti disisihkan lebih dahulu sekian persen, persyaratan ini pun sebaiknya dicantumkan di dalam perjanjian, sehingga tidak timbul perselisihan dibelakang hari, terutama sekali lahan yang dikelola itu sangat luas. 5. Syarat yang berkaitan dengan waktu pun harus jelas didalam akad, sehingga pengelola tidak dirugikan, seperti membatalkan akad itu sewaktu-waktu. Untuk menentukan jangka waktu ini biasanya disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat. 6. Syarat yang berhubungan dengan objek akad, juga harus jelas pemanfaatannya benihnya, pupuknya, dan objeknya, seperti yang berlaku pada daerah setempat. Perjanjian dengan sistem muzara’ah akan sah apabila tidak seorangpun yang dikorbankan haknya, tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak dan tidak satupun syarat yang tidak diberi ketetapan
pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin
membahayakan hak salah satu dari kedua belah pihak.42 Maksud dari kalimat diatas bahwa masing-masing kedua belah pihak tidak boleh melakukan kecurangan sehingga saat melakukan kerjasama harus timbul adanya saling percaya.
42
2, h.287
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, ( Yogyakarta: PT Dana Bhakti wakaf UII), jilid
3. Akibat Akad Muzara’ah
Menurut Jumhur Ulama yang membolehkan akad muzara’ah, apabila akad ini telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut : 1. Petani bertanggung jawab mengeluarkan biaya benih dan biaya pemeliharaan pertanian tersebut. 2. Biaya pertanian, seperti pupuk, biaya penuaian, serta biaya pembersihan tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik tanah sesuai dengan prosentase bagian masing-masing. 3. Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. 4. Pengairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila tidak ada kesepakatan, berlaku kebiasaan ditempat masing-masing.43 Apabila kebiasaan tanah itu diairi dengan air hujan, maka masing-masing pihak tidak boleh dipaksa untuk mengairi tanah itu dengan melalui irigasi. Apabila tanah pertanian itu biasanya diairi melalui irigasi, sedangkan dalam akad disepakati menjadi tanggungjawab petani, maka petani bertanggungjawab mengairi pertanian itu dengan irigasi. 5. Apabila salah seorang meninggal dunia sebelum panen, akad tetap berlaku sampai panen, dan yang meninggal diwakili oleh ahli warisnya, karena jumhur ulama berpendapat bahwa akad upah mengupah (al ijarah) bersifat mengikat kedua belah pihak dan boleh diwariskan. Oleh sebab itu, menurut mereka, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ini. 43
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, h.278
4. Berakhirnya Akad al-Muzara’ah
Para ulama fiqih yang membolehkan akad al-muzara’ah mengatakan bahwa akad ini akan berakhir apabila : 1. Jangka waktu yang disepakati berakhir. Akan tetapi, apabila jangka waktunya sudah habis, sedangkan hasil pertanian itu belum laik panen, maka akad itu tidak dibatalkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama di waktu akad. Oleh sebab itu, dalam menunggu panen itu, menurut jumhur ulama, petani berhak mendapatkan upah sesuai dengan upah
minimal yang
berlaku bagi petani setempat. Bila kerjasama berakhir sebelum panen, maka yang diterima oleh pekerja adalah upah dan yang diterima oleh pemilik lahan adalah sewa dalam ukuran yang patut yang disebut ujratul mitsil44. Selanjutnya, dalam menunggu masa panen itu biaya tanaman, seperti pupuk, biaya pemeliharaan, dan pengairan merupakan tanggungjawab bersama pemilik tanah dan petani, sesuai dengan prosentase pembagian masing-masing. 2. Menurut ulama Hanafiyah dan ulama Hanabillah, apabila salah seorang yang berakad wafat, maka akad al-muzara’ah berakhir, karena mereka berpendapat bahwa akad al-ijarah tidak boleh diwariskan. Akan tetapi ulama Malikiyah dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa akad al-muzara’ah itu dapat diwariskan. Oleh karena itu, akad tidak berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang berakad.
44
AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h.141
3. Adanya uzur salah satu pihak, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari pihak petani yang menyebabkan mereka tidak boleh melanjutkan akad al-muzara’ah itu. Uzur dimaksud antara lain adalah : (a) Pemilik tanah terbelit utang, sehingga tanah pertanian itu harus ia jual, karena tidak ada harta lain yang dapat melunasi utang itu. Pembatalan ini harus dilaksanakan melalui campur tangan hakim. Akan tetapi, apabila tumbuhtumbuhan itu telah berbuah, tetapi belum laik panen, maka tanah itu tidak boleh dijual sampai panen. (b) Adanya uzur petani, seperti sakit atau harus melakukan suatu perjalanan ke luar kota, sehingga ia tidak mampu melaksanakan pekerjaannya.
C. BENTUK-BENTUK MUZARA’AH Ada suatu bentuk muzara’ah yang sudah biasa berlaku dizaman Nabi, tetapi oleh beliau dilarangnya karena terdapat unsur-unsur penipuan dan kesamaran yang berakibat kepada persengketaan, dan bertentangan dengan jiwa keadilan yang sangat dijunjung tinggi oleh Islam dalam seluruh lapangan. Diantaranya, yaitu : a. Bentuk Muzara’ah yang dianggap terlarang oleh para ahli Fiqih seperti Rafi’bin Khadij, Jabir bin Abdullah serta Tsabit ibnu adh-Dhahhak), yaitu :
1. Suatu bentuk perjanjian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang harus diberikan kepada pemilik tanah, yaitu suatu syarat yang menentukan bahwa
apapun hasilnya yang diperoleh, pemilik tanah tetap akan menerima lima atau sepuluh maund dari hasil panen. 2. Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan itu yang berproduksi, misalnya bagian utara atau bagian selatan dan sebagainya, maka bagian-bagian tersebut diperuntukkan bagi pemilik tanah. 3. Apabila hasil itu berada dibagian tertentu, misalnya disekitar aliran sungai atau didaerah yang mendapat cahaya matahari, maka hasil daerah tanah tersebut disimpan untuk pemilik tanah, semua bentuk-bentuk pengolahan semacam ini dianggap terlarang karena bagian untuk satu pihak telah ditentukan sementara bagian pihak lain masih diragukan, atau pembagian untuk keduanya tergantung pada nasib baik atau buruk sehingga ada satu pihak yang merugi. 4.
Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut tetap akan menjadi miliknya jika sepanjang pemilik tanah masih menginginkannya dan akan menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah menghendakinya. Karena hal ini mengandung unsur ketidakadilan bagi para petani atau akan membahayakan hak-hak mereka dengan adanya penarikan tanah yang telah menjadi milik mereka bias menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan. Oleh karena itu syarat yang penting untuk keabsahan Muzara’ah yaitu dengan menentukan jangka waktu persetujuan.
5. Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak menyediakan bibit dan yang lainnya alat-alat pertanian.
6. Apabila tanah pertanian menjadi tanah milik pertama, benih dibebankan kepada pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga dan tenaga kerja kepada pihak keempat; atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat pertanian termasuk bagian dari pihak lainnya. 7. Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi tanggung jawab pihak pertama dan benih serta alat-alat pertanian pada pihak lainnya. 8. Bagian seseorang harus ditetapkan dalam jumlah, misalnya sepuluh atau duapuluh maunds gandum untuk satu pihak dan sisanya untuk pihak lain. 9. Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil panen yang harus dibayarkan kepada satu pihak selain dari bagiannya dari hasil tersebut. 10. Adanya hasil panen lain (selain daripada yang ditanam di ladang atau di kebun) harus dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran tanah. Perjanjian dengan sistem muzara’ah akan sah hanya apabila tidak seorangpun yang dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil atas kelemahan dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak, dan tidak satupun syarat yang tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin membahayakan hak salah satu dari kedua belah pihak. b. Bentuk-bentuk muzara’ah yang dibolehkan
Berikut ini ada bentuk-bentuk sistem bagi hasil yang dianggap sah yaitu :
1. Perjanjian kerjasama dalam pengolahan dimana tanah milik satu pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga kerja dari pihak lain, keduanya menyetujui bahwa pemilik tanah akan memperoleh bagian tertentu dari hasil. 2. Apabila tanah, peralatan pertanian dan benih, semuanya dibebankan kepada pemilik tanah sedangkan hanya buruh yang dibebankan kepada petani maka harus ditetapkan pemilik tanh mendapat bagian tertentu dari hasil. 3. Perjanjian dimana tanah dan benih dari pemilik tanah sedangkan peralatan pertanian dan buruh adalah dari petani dan pembagian dari hasi tersebut harus ditetapkan secara proporsional. 4. Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih dan buruh serta menetapkan bagian masing-masing yang akan diperoleh dari hasil. 5. Imam Abu Yusuf menggambarkan bentuk muzara’ah yang dibolehkan bahwa : Jika tanah diberikan secara Cuma-Cuma kepada seseorang untuk digarap, semua pembiayaan pengolahan ditanggung oleh petani dan semua hasil menjadi miliknya tapi kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah. Dan jika tanah tersebut adalah “ Ushri, akan dibayar oleh petani. 5. Apabila tanah berasal dari satu pihak dan kedua belah pihak bersama menanggung benih, buruh dan pembiayaan-pembiayaan pengolahannya, dalam hal ini keduanya akan mendapat bagian dari hasil. Jika hal ini merupakan “Ushri”’Ushr yang harus dibayar berasal dari hasil dan jika tanah itu “kharaj”, kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah.
6. Apabila tanah disewakan kepada seseorang dan itu adalah Kharaj45, maka menurut Imam Abu Hanifah, kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah dan jika tanah itu”’Ushri”, ‘Ushr juga akan dibayar olehnya, tapi menurut Imam Abu Yusuf, jika tanah itu “Ushri”,’Ushr akan dibayar oleh petani. 7. Apabila perjanjian Muzara’ah ditetapkan dengan sepertiga atau seperempat dari hasil, maka menurut Imam Abu Hanifah, keduanya, Kharaj dan ‘Ushr akan dibayar oleh pemilik tanah.
D. UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI a. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005
Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui pembangunan ketahanan pangan telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 200546, yakni: program penelitian dan pengembangan IPTEK, program difusi dan pemanfaatan IPTEK dan program penguatan kelembagaan IPTEK sistem produksi b. P3TIP
Program Pemberdayakan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau Farmer Empowerment Throught Agricultural Technology and Information (FEATI) 47yaitu program yang dibiayai dari dana pinjaman Bank Dunia dengan dana pandamping dari APBN dan APBD, juga merupakan salah satu upaya 45
Kharaj yaitu tanah yang dibayar kepada tuan tanah. Dibayar secara tunai atau dengan hasil bumi. Contohnya, petani dapat membayar sejumlah uang yang ditetapkan atas penggunaan tanah tersebut atau dia menawarkan bagian tertentu dari hasil produksi tanah tersebut kepada pemilik tanah. 46 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.3 47 Sinar Tani, Edisi15-21 Agustus 2007, h.15
agar UU No.16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dapat dilaksanakan di tingkat lapangan. Sesuai dengan UU No.16/2006, kabupaten dan propinsi yang menerima dana dan program FEATI maka diwajibkan sudah memiliki kelembagaan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan di tingkat propinsinya adalah Badan Koordinasi Penyuluhan dan tingkat kabupaten adalah Badan Pelaksana Penyuluhan, dan di kecamatan adalah Balai Penyuluhan. Ada lima komponen yang dikembangkan dan difasilitasi dalam program FEATI, yaitu : 1. Penguatan sistem penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani. 2.Penguatan kelembagaan dan kemampuan aparat. 3. Perbaikan pengkajian dan diseminasi teknologi. 4. Penguatan pelayanan sistem informasi pertanian. 5. Dukungan kebijakan dan manajemen proyek. b. PUAP
PUAP ( Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan)48 yaitu program utama Departemen Pertanian untuk tahun 2008 untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan
lapangan
kerja
dipedesaan,
sekaligus
mengurangi
kesenjangan
pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor, dengan cara melakukan pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan dan manajemen sehingga petani memiliki ketrampilan. 48
Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h. 4
c. Mengembalikan Kejayaan Koperasi
Mengembalikan kejayaan koperasi49 dengan pembinaan kepada INKOPTAN ( Induk Koperasi Pertanian) di samping dari Departemen Koperasi dan UKM juga perlu diberikan kepada Departemen Pertanian, dan Pemda Propinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka otonomi daerah, khususnya dalam pemberian kemudahan untuk menyalurkan sarana produksi pertanian. Pembinaan koperasi tidak terbatas pada departemen koperasi dan UKM, tetapi juga departemen lain seperti Departemen Keuangan dan lembaga keuangan dengan memberikan subsidi bunga rendah kepada koperasi. Misalnya koperasi persusuan yang ingin melakukan impor bibit sapi perah. d. Menggalakkan dan mensosialisasikan SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian)
Pemerintah telah membuat program penjaminan kredit bagi petani/kelompok tani yang tidak memiliki agunan, yakni dengan mengembangkan Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3)50.Tujuannya adalah meningkatkan akses petani pada fasilitas kredit dari bank pelaksana melalui mekanisme pembagian resiko anatara bank pelaksana dan pemerintah yang mana selama ini usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi oleh kalangan perbankan, sehingga menghambat aliran modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian.
49 50
Sinar Tani, Edisi 25-31 Juli 2007, h.3 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.13
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut pemerintah melalui Departemen Pertanian saat ini telah menetapkan lima bank yaitu: Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB sebagai pelaksana51. Namun bank yang telah ditetapkan belum mensosialisasikan kebijakan tersebut pada bankbank jajarannya di daerah sehingga para petani belum mengetahui adanya kebijakan pemerintah dalam hal Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) tanpa agunan. Lembaga perbankan syariah sangat tepat untuk mengembangkan sektor agribisnis seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan baik bank umum syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah.52 Hal ini dikarenakan bank syariah menggunakan skema bagi hasil (mudharabah, muzara’ah, musyarakah), di samping skema lainnya seperti jual beli salam dan murabahah. Bank Islam tidak dikenal adanya penghitungan bunga, tetapi menggunakan prinsip bagi hasil dan pengambilan keuntungan secara jual beli. Dalam prinsip bagi hasil, besarnya pembagian porsi keuntungan antara pemilik dana (Bank) dan pengelola usaha (Petani) diserahkan kepada kedua belah pihak tersebut disesuaikan masa panen. Dengan demikian, pada usaha pertanian yang kecil pendapatannya, nisbah yang disepakati akan tidak sama dengan usaha yang lebih besar pendapatannya. Setiap komoditi usaha pertanian memiliki tingkat pendapatan yang berbeda, dan masa panen menghasilkan yang berbeda pula. Petani tidak dibebani dengan bunga pinjaman, melainkan pengembaliannya secara otomatis disesuaikan dengan masa panen. 51 52
Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.13 www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.2
Adapun aplikasi al muzara’ah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.53 Gambar 2.1 PERJANJIAN BAGI HASIL PEMILIK LAHAN
Lahan Bibit Pupuk
PENGGARAP LAHAN
LAHAN GARAPAN
Keahlian SDM Waktu
HASIL GARAPAN
Skema Dalam Transaksi Muzara’ah
Dari skema diatas penulis memberi penjelasan bahwa pemilik lahan melakukan kerjasama dengan penggarap lahan dalam sebuah perjanjian bagi hasil untuk menggarap lahan pertanian. Kemudian dari kerjasama itu menghasilkan hasil dari lahan garapan tersebut dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dimana dalam hal ini, lahan, bibit dan pupuk berasal dari pemilik lahan. Sedangkan keahlian, SDM dan waktu berasal dari penggarap lahan. Sudanese Islamic Bank di Sudan juga telah melakukan eksperimen dan mengadaptasi musyarakah sebagai alat untuk membiayai pembangunan pedesaan (AlHaran, 1993).54 Berbeda dengan model-model yang diusulkan oleh Khan (1994), yang memasukkan lembaga-lembaga pemerintah atau non-pemerintah Islam dalam pola pembiayaannya, kemitraan-kemitraan ini melibatkan bank dan petani.
53
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia Cendekia Gema Insani, 2001), h.99 54 Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, h.160-161
(a) Harta tetap (fixed asset) 1. Traktor, bajak 2. Pompa air 3. Semprotan
1. 2. 3.
(b) Input variable 1. bahan baker, minyak, pelumas 2. Bibit 3. Pestisida 4. Pupuk 5. Karung goni 6. Manajemen bersama 7. Pemasaran dan penyimpanan
Tanah Tenaga Manajemen
Tidak ada garansi atau kolateral
Produksi pertanian oleh petanipetani kecil Pendapatan kotor kurang 1. 2.
Zakat Biaya berjalan
Sama
30 % kepada petani untuk manajemen LABA BERSIH
Laba sisa Untuk SBI atas saham ekuitasnya
Untuk petani atas saham ekuitasnya
Gambar 2.2 Sudanese Islamic Bank, Rural Development Departement Agricultural Financing Model
Keterangan:
a. Bank memberikan harta tetap (fixed asset) seperti traktor, bajak, garu, pompa air, dan input-input seperti benih, pupuk, pestisida, bahab bakar, karung goni, dan manajemen bersama, pemasaran, penyimpanan, dan pendistribusian.55 b. Petani, di lain pihak, memberikan kontribusi berupa ladang, kerja, sebagian biaya yang harus keluar, dan manajemen. c. Dari laba bersih petani memperoleh 30 persen untuk manajemen. d. Laba sisanya 70 persen dibagi antara bank dan petani sesuai dengan saham ekuitas mereka. Gambar diatas dimodifikasikan sesuai dengan metode pengairannya, misalnya, pola yang diairi dengan air dari saluran, pola yang diairi dengan pompa air dan hujan. Untuk musyarakah sistem irigasi saluran, misalnya, dan juga lahan, kerja, dan manajemen, petani harus memberikan sebagian modal. Dari laba bersih petani memperoleh 25-40 persen untuk manajemen. Laba sisanya dibagi di antara petani dan SIB sesuai dengan kontribusi modal mereka.56
55
Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek,
h.160-161
56
h.161-162
Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek,
E. PENDAPATAN 1. Pengertian pendapatan
Menurut B.N Marbun dalam kamus manajemen, Pendapatan adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan, dan organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa bunga, komisi, ongkos laba.57 Dalam kamus manajemen, juga terdapat pengertian dari pendapatan kotor yaitu jumlah pemasukan yang diterima oleh perusahaan dalam jangka (waktu) tertentu sebelum diadakan pemotongan pajak dan lain-lain. 2. Pembagian Pendapatan
Menurut Abdul Rahim dan Diah Retno Hastuti dalam bukunya pengantar, teori dan kasus ekonomika pertanian, bahwa pendapatan rumah tangga petani terdiri dari : Pendapatan Luar Usaha Tani
Yaitu sumber pendapatan masyarakat petani pedesaan yang berasal dari berbagai kegiatan yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi indusrti, pengrajin, jasa angkutan, dan sebagainya. Pendapatan Usaha Tani
Usahatani yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi ( tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. 57
B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)
Adapun pengertian dari pendapatan Usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan xx meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih.58Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pengertian biaya produksi barang dalam kamus manajemen adalah biaya yang dikeluarkan atau yang dibebankan untuk membuat barang atau produksi meliputi bahan baku, upah dan biaya tidak langsung. Di Indonesia, dikenal tiga model kaitannya dengan total penerimaan yakni, revenue sharing, profit sharing dan profit and loss sharing. Adapun pengertian ketiga istilah diatas sebagai berikut : a. Revenue Sharing
Menurut Sunarto Zulkifli, Revenue sharing basis perhitungannya adalah pendapatan bank. Dengan menggunakan metode revenue sharing, maka dana investasi nasabah tidak akan berkurang atau minimal tidak mendapat bagi hasil. Adapun pengertian dari revenue (penerimaan) dalam kamus manajemen, adalah uang tunai yang diperoleh perusahaan selama jangka waktu tertentu, baik dari penjualan barang maupun jasa atau piutang, maupun sumber lain, seperti bunga, dividen, atau sewa. Menurut Muhammad dalam bukunya Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam, Revenue sharing yaitu mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung oleh
58
Abd. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti, Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus), (Jakarta; Penebar Swadaya, 2007), h.166
pengelola modal.59 Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Dalam system bagi hasil yang berubah adalah kurva total penerimaan (TR). Kurva ini akan berputar ke arah jarum jam dengan titik 0 (Origin) sebagai sumbu putarnya. Besar kecilya putaran kurva tersebut tergantung pada nisbah bagi hasil yang diberikan kepada pemodal. Kurva TR ini akan berputar sehingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal sumbu X. TR Rp TRrs TC
FC
Q
Qrs
Q
Gambar 2.3 Hubungan Biaya, Penerimaan dan jumlah Produksi dengan Pola Revenue Sharing
Titik BEP adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan kurva TC (BEP terjadi ketika TR=TC). Bergesernya kurva tital penerimaan dari TR menuju TRrs, titik BEP yang tadinya berada pada jumlah Q akan bergeser ke Qrs.
59
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, h.263
b. Profit Sharing
Dalam akad muamalah Islam, mudharabah, yaitu akad yang disepakati antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman pembagian keuntungan. Namun jika usaha tersebut mengalamai kerugian, maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemodal 100%. Si pelaksana akan menanggung kerugian bila kerugian itu disebabkan oleh kelalaiannya dan/atau melanggar syarat yang telah disepakati bersama. Rp TR
TRps
TC
FC
Qps
Q
Gambar 2.4 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Profit Sharing
Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah keuntungan60. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan). Tingkat produksi sebelum titik BEP tercapai (Q
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, h.265
daripada total penerimaan (TC>TR) dan sebaliknya. Putaran TRps akan terjadi hanya berkisar antara kurva TR dengan TC, yaitu ruang yang menggambarkan besarnya keuntungan. b. Profit and Loss Sharing
Menurut kamus lengkap ekonomi, Profit sharing adalah sistem dimana buruh menerima bagian laba yang dicapai.61Menurut Sunarto Zulkifli, profit sharing adalah sistem bagi hasil yang basis perhitungannya adalah dari profit yang diterima bank62. Dalam buku Apa dan bagaimana bank Islam, Profit sharing yaitu penyertaan modal dalam suatu perusahaan pemerintah atau swasta dalam bentuk pembagian laba.63 Menurut Muhammad dalam bukunya Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam, Profit and loss sharing dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung didasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan modal. Bagi untung terjadi antara kurva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kurva TC dan TR, dengan sumbu putarnya dari titik 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah TR-TC.
61
cet.1
62
Ahmad Antoni K. Muda Gita, Kamus lengkap ekonomi, (Jakarta: PT. Media Press, 2003),
Sunarto Zulkifli, Panduan praktis transaksi perbankan syariah, h.105 H. karnaen Perwataatmadja dan H. Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1999), cet.3, h. 67 63
3. Fungsi Biaya dan Pendapatan yang linier
a. Fungsi Biaya Fungsi adalah hubungan antara dua buah variable atau lebih, dimana masingmasing variable tersebut saling mempengaruhi64. Contoh: y = f(x) atau z = f(x,y) Dalam hal ini x,y, dan z disebut variable. Variabel merupakan suatu besaran yang sifatnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah dan saling mempengaruhi. Jadi fungsi biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua beban yang harus dibayar produsen untuk menghasilkan barang dan jasa sampai barang atau jasa tersebut dikonsumsikan konsumen. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada banyak sedikitnya barang dan jasa yang dihasilkan. Dalam matematika dapat dikatakan bahwa biaya merupakan fungsi dari jumlah produksi. Secara fungsional dapat ditulis:
TC = f(Q)
Dimana : TC = Total Cost Q = Kuantitas
Jadi fungsi biaya adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara biaya dan jumlah barang yang diproduksi.
b. Fungsi Pendapatan 64
Prathama Rahardja, Ekonomi 3, (PT. Intan Pariwara, Klaten: 1996), h.118
Pendapatan adalah jumlah uang dari hasil penjualan barang dan jasa. Jumlah pendapatan sering disebut TR (Total Revenue). Besarnya total pendapatan sama dengan harga atau unit dikalikan jumlah barang yang dijual.
TR = P x Q Sedangkan rata-rata hasil penjualan dapat dihitung dengan TR (Total Revenue) di bagi dengan jumlah barang yang dijual (Q).
AR = TR / Jadi kesimpulannya untuk menentukan jumlah minimum barang yang harus diproduksi, perusahaan harus memerlukan beberapa informasi antara lain besarnya Total revenue (TR) dan besarnya Total Cost (TC). Dalam penentuan jumlah minimum barang yang harus diproduksi dapat menggunakan konsep Break Even Point (BEP), yaitu: 1. Bila TR>TC berarti mengalami laba; 2. Bila TR=TC berarti mengalami Impas (BEP); 3. Bila TR
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Gambaran Umum Kabupaten Tegal
Kabupaten Tegal merupakan salah satu di antara 35 kabupaten di propinsi Jawa Tengah, terletak di pantai Utara bagian barat pada jalur lintas utara CirebonTegal-Semarang dan Purwokerto. Namun karena kota Tegal merupakan bagian dari wilayah Pemerintahan Kabupaten Tegal maka terhitung sejak tanggal 19 Desember 1985 pusat administrasi pemerintahannya dipindahkan ke Slawi, 14 Kilometer ke arah selatan dari kota Tegal. Luas wilayah Kabupaten Tegal seluruhnya 8.616,6 kilometer persegi dan lebih kurangnya 50%-nya terdiri dari tanah persawahan. Secara geografis Kabupaten Tegal terletak di antara 108’8 -107’45 Bujur Timur dan 7’12 -7’12 Lintang Selatan. Secara topografis, bagian utara daerah ini merupakan dataran rendah dan pantai beriklim tropis. Sedangkan sebelah selatan merupakan tanah subur yang dikelilingi lembah, bukit dan pegunungan di lereng Gunung Slamet dengan panorama yang cantik, menawan dan beriklim sejuk. Dengan kondisi yang demikian Kabupaten Tegal memiliki kekayaan sumber daya alam beraneka ragam yang tersebar pada 6 wilayah Pembantu Bupati, 18 Kecamatan, 6 Kelurahan dan 272 Desa. Kekayaan alam yang melimpah terwujud pada hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, deposit pertambangan dan potensi ekonomi lainnya. Banyak industri yang tumbuh bahkan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, mulai dari industri makanan, minuman, sandang sampai industri berskala luas dengan
51
nilai eksport yang tinggi. Hal ini ditunjang oleh sarana dan prasarana yang tersedia, misalnya listrik, penyediaan lokasi, fasilitas komunikasi, transportasi, akomodasi, air bersih dan lain-lain di samping stabilitas keamanan yang mantap. Produk-produk pembangunan Industri di Kabupaten Tegal, antara lain : 1. Makanan : dodol, tahu, tempe, krupuk mie, krupuk udang, kecap dan jipang. 2. Minuman : es lilin, teh poci, teh gopek, teh dua tang, es balok dan limun. 3. Sandang : sarung lembang, kain kasa dan pembalut, sarung bordir, pengikalan benang, sarung batik bordir, batik, bad cover dan taplak, baju hangat, kemeja, celana panjang dan rok. 4. Alat pertanian : traktor, hand spayer dan alat-alat pertanian lain. 5. Kerajinan kulit : sandal, sepatu, sabuk kulit, tutup sandal kulit, tutup sadel kulit, tas dan koper. 6. Industri kecil logam : meliputi bidang usaha cor ferro, cor non ferro, machining, plate working, konstruksi, las dan elektroplating. Dan masih banyak aktifitas produksi lain di kabupaten Tegal. Khusus untuk industri menengah dan besar dalam rangka sub kontarakting, sudah memiliki pelanggan tetap seperti Kubota, Yanmar, Jasa Marina Indah, Pupuk Kujang, Industri Sandang II dan Petro Kimia Gresik. Di dalam memacu gerak langkah pembangunan, Kabupaten Tegal mempunyai motto: Slawi Ayu. Penjabarannya secara makro tercemin pada penataan lingkungan fisik kota yang dapat diartikan terciptanya kondisi lingkungan hidup yang terpadu
dalam pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangannya agar tetap lestari. Sedangkan secara mikro dimaksudkan untuk keindahan, kebersihan, tamanisasi dan penerangan jalan umum. Untuk mencapai Slawi yang Ayu, yakni Slawi yang bersih, sejuk, indah, tertib dan aman, maka oleh pemerintah daerah telah dilaksanakan pembangunan pintu gerbang masuk kota Slawi, trotoar, taman, jembatan, pelebaran jalan protokol dan penerangan jalan. Seirama dengan peningkatan derap langkah pembangunan di berbagai bidang, Pemerintah Kabupaten Tegal menetapkan kepariwisataan sebagai salah satu potensi yang harus dikembangkan untuk menunjang Program Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS). Kini Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Tegal telah memperluas jangkauan pengelolaannya dengan merangkul investor-investor swasta, seperti perusahaan Teh Botol Sosro yang menanamkan modalnya di Purwahamba Indah dan perusahaan Teh Dua Tang yang mengelola obyek wisata Guci. Obyek wisata potensial lainnya di samping obyek-obyek wisata Air Panas Guci dan pantai Purwahamba Indah adalah Obyek wisata Tirta Waduk Cacaban dan Kalibakung Ria. Sedangkan obyek wisata yang dikembangkan antara lain : obyek wisata Gunung Tanjung (Makam Syech Jambu Karang) di Kecamatan Lebaksiu, obyek wisata Makam Amangkurat I Tegal Arum di Kecamatan Adiwerna, obyek wisata Makam Surapana awen di Kecamatan Adiwerna, obyek wisata Gunung Lawet, Makam Cenggini dan Ikan Keramat di Kecamatan Balapulang, obyek wisata Curug
Putri di Kecamatan Bumijawa, dan obyek wisata Makam Semeda di Kecamatan Kedungbanteng.
B. Gambaran Umum Desa Kalisapu 1. Kondisi Geografis dan Sosial Masyarakat Desa Kalisapu
Desa Kalisapu secara administrasi merupakan salah satu desa di antara lima Desa dan lima Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal yang terletak kurang lebih 2 km sebelah Barat Kota Slawi dengan batasbatas sebagai berikut : a. Sebelah Utara
: Desa Pakembaran Kec. Slawi
b. Sebelah Selatan
: Desa Dukuhwringin dan Tegalandong
c. Sebelah timur
: Desa Slawi Kulon Kec. Slawi
d. Sebelah Barat
: Desa Kabunan Kec Dukuh Waru
a. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Kalisapu secara keseluruhan adalah 310,361 Ha yang terdiri dari : 1. Tanah Sawah
: 230,566 Ha
2. Tanah Darat
: 69,710 Ha
3. Tanah lainnya
: 9,775 Ha
b. Pembagian Wilayah
Untuk memudahkan koordinasi dan Pemantauan wilayah, Desa Kalisapu dibagi menjadi 8 Rukun warga dan 45 Rukun Tetangga yang ditangani oleh Kopak, yaitu : 1. Kopak I membawahi RW.01
(terdiri dari 5 RT)
2. Kopak II membawahi RW.02
(terdiri dari 5 RT)
3. Kopak III membawahi RW.03
(terdiri dari 6 RT)
4. Kopak IVmembawahi RW.04
(terdiri dari 4 RT)
5. Kopak V membawahi RW.05
(terdiri dari 5 RT)
6. Kopak VI membawahi RW.06
(terdiri dari 6 RT)
7. Kopak VII membawahi RW.07
(terdiri dari 5 RT)
8. Kopak VIII membawahi RW.08
(terdiri dari 9 RT)
c. Keadaan Topografi
Wilayah Desa Kalisapu secara keseluruhan merupakan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 40 M diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata per tahun 230 mm. Dan untuk tanah pertanian merupakan tanah pertanian tadah hujan dan lainnya mendapat pengairan dengan irigasi. Wilayah Desa Kalisapu dilewati oleh 4 buah sungai. d. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Desa Kalisapu adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total penduduk
: 9.893 jiwa
2. Jumlah penduduk laki-laki
: 4.828 jiwa
3. Jumlah penduduk perempuan
: 5.065 jiwa
2. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu I. Potensi Sumber Daya Manusia
a. Pendidikan 1. Belum sekolah
: 1.074 orang;
2. Usia 7-15 tahun tidak pernah sekolah
: 51 orang;
3. Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat
: 973 orang;
4. Tamat SD / sederajat
: 3.243 orang;
5. Tamat SLTP / sederajat
: 2.743 orang;
6. Tamat SLTA / sederajat
: 1.671 orang;
7. D-1
: 25 orang;
8. D-2
: 15 orang;
9. D-3
: 30 orang;
10. S-1
: 40 orang;
11. S-2
: 5 orang.
b. Mata pencaharian pokok 1. Petani
: 948 orang;
2. Buruh tani
: 257 orang;
3. Buruh / swasta
: 2.215 orang;
4. Pegawai negeri
: 765 orang;
5. TNI / POLRI
: 25 orang;
6. Pengrajin
: 10 orang;
7. Pedagang
: 85 orang;
8. Penjahit
: 10 orang;
9. Montir
: 11 orang;
10. Supir
: 32 orang;
11. Kontraktor
: 5 orang;
12. Tukang kayu
: 12 orang;
13. Guru swasta
: 7 orang.
c. Agama 1. Islam
: 9.790 orang;
2. Kristen
: 59 orang;
3. Katholik
: 21 orang.
d. Tenaga kerja 1. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun
: 6.407 orang;
2. Jumlah ibu rumah tangga usia 15-55 tahun
: 1.875 orang;
3. Penduduk usia 15-55 tahun masih sekolah
: 1.960 orang;
4. Tenaga kerja
: 2.572 orang.
II. Potensi Kelembagaan
a. Lembaga pemerintahan 1. Pemerintah Desa dengan jumlah aparat 9 orang; 2. Badan Perwakilan Desa dengan jumlah anggota 9 orang.
b. Lembaga kemasyarakatan 1. Organisasi Perempuan dengan jumlah anggota 60 orang; 2. Organisasi PKK dengan jumlah anggota 40 orang; 3. Karang Taruna dengan jumlah anggota 25 orang ; 4. Organisasi Bapak-bapak dengan anggota 14 orang; 5. LKMD dengan jumlah anggota 48 orang. c. Kelembagaan ekonomi 1. Koperasi, dengan jumlah 1 unit dan jumlah anggota 5 pekerja; 2. Industri makanan, jumlah 3 unit dengan 9 orang tenaga kerja; 3. Toko / swalayan, jumlah 1 unit dengan 25 orang tenaga kerja; 4. Warung kelontong, jumlah 30 unit dengan 30 orang tenaga kerja; 5. Angkutan, jumlah 10 unit dengan 20 orang tenaga kerja; 6. Kelompok Simpan pinjam, jumlah 2 unit dengan 7 orang tenaga kerja. d. Lembaga pendidikan 1. Taman Kanak-kanak, jumlah 4 unit, jumlah murid 345 orang dan 16 orang guru; 2. SD / sederajat, jumlah 5 unit, jumlah murid 1.200 orang dan 60 orang guru; 3. SLTA / sederajat, jumlah 1 unit, jumlah murid 600 orang dan 28 orang guru; 4. Pendidikan Keagamaan, jumlah 13 unit, jumlah murid 325 orang dan 14 orang guru.
e. Kelembagaan keamanan 1. Jumlah Pos kamling 14 unit; 2. Jumlah hansip 52 orang; 3. Bentuk partisipasi masyarakat yaitu Ronda. III. Potensi Prasarana dan Sarana
a. Prasarana Transportasi Darat 1. Jalan aspal dengan panjang 8.6 km atau unit dan kerusakan 0,5 km atau unit; 2. Jalan aspal antar desa / kecamatan 1 km atau unit; 3. Jembatan beton dengan jumlah 6 km atau unit; 4. Jembatan besi dengan jumlah 1 km atau unit; 5. Jembatan beton antar desa / kecamatan jumlah 2 km atau unit; b. Sarana Transportasi Darat yaitu angkutan pedesaan dan becak c. Prasarana Komunikasi yaitu Wartel, jumlah TV 2.555 unit dan 3 unit parabola d. Prasarana Air bersih 1. Jumlah sumur pompa 34 unit dan jumlah penggunanya 34 KK; 2. Jumlah sumur gali 1.955 dan jumlah penggunanya 1.955 KK; 3. Jumlah mata air 2 unit, jumlah pengguna air sungai 2 KK dan pengguna PAM 562 KK. e. Prasarana Irigasi 1. Jumlah panjang saluran sekunder 2.500 meter dan yang rusak 200 meter Jumlah panjang saluran tersier 5.000 meter dan yang rusak 300 meter;
2. Jumlah pintu sadap 3 unit dan yang rusak 1 unit; 3. Jumlah pintu bagi 5 unit dan yang rusak 2 unit. f. Prasarana Pemerintahan 1. Balai desa dengan kondisi baik memiliki 5 buah mesin ketik, 25 meja, 125 kursi dan 3 buah almari arsip; 2. Balai dusun; 3. Kantor BPD dengan kondisi baik dan kendaraan dinas. g. Prasarana Peribadatan 1. Jumlah Mesjid
: 5 buah;
2. Jumlah langgar / surau / mushola
: 35 buah.
h. Prasarana Olah raga 1. Lapangan sepak bola
: 1 buah;
2. Lapangan bulu tangkis
: 8 buah;
3. Meja pingpong
: 10 buah;
4. Lapangan voli
: 4 buah;
5. Lapangan basket
: 1 buah.
i. Prasarana Kesehatan 1. Poliklinik / balai pengobatan
: 1 unit;
2. Posyandu
: 1 unit.
j. Sarana Kesehatan 1. Jumlah Paramedis
: 2 orang;
2. Jumlah dukun terlatih
: 2 orang;
3. Bidan desa
: 1 orang.
k. Prasarana Penerangan 1. Listrik PLN 2. Lampu minyak
: 2.505 rumah; : 20 rumah.
l. Prasarana Pendidikan 1. Tempat penitipan anak
: 1 unit;
2. Perpustakaan
: 2 unit.
C. Sistem Bagi Hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan, adapun kegiatan pertanian yang terjadi di Desa Kalisapu yaitu terbagi menjadi lima kelompok tani. Kelompok Tani tersebut diadakan dengan tujuan membimbing petani tentang masalah pembibitan dan pemupukan65, dapat saling berbagi informasi tentang masalah pertanian66, dapat membantu dinas pertanian dalam memberikan penyuluhan pertanian67, mengetahui jatah pemupukan dan mempermudah dalam memberikan pengarahan.68 Adapun kegiatan atau manfaat dari Kelompok Tani yaitu pertemuan rutin membahas masalah pertanian dan paguyuban, menguji hasil pertanian atau contoh
65
Suwatno, Peggarap Sawah, Wawancara Pribadi, 20 Oktober 2007 Mas’ud, Ketua Kelompok Tani Makaryo, Wawancara Pribadi, 21 Oktober 2007 67 H. Mustofa, Ketua Kelompok Tani Ngasinan, Wawancara Pribadi, 21 Oktober 2007 68 Manis, Ketua Kelompok Tani Makmur, Wawancara Pribadi, 21 Oktober 2007 66
petakan untuk mengetahui produksi pangan, terorganisir dalam masalah penyaluran bantuan dari pemerintah. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan, kegiatan pertanian yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu, dalam Islam secara garis besarnya, dapat disamakan dengan muzara’ah. Hal ini juga merujuk pada teori hasil penelitian terdahulu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah-daerah lain yaitu oleh Dewi Lestari pada tahun 2004 tentang Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat (studi kasus pada masyarakat desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat) Adapun sistem pertanian yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu adalah sebagai berikut : 1. Sistem Sewa
Sistem sewa tanah yaitu sistem dalam pertanian dengan cara pemilik tanah menyewakan tanahnya kepada petani penyewa dengan ketentuan bahwa petani penyewa akan memberikan uang sewa secara tunai, yang besarnya sesuai dengan yang ditentukan oleh pemilik lahan dalam jangka waktu sesuai yang telah disepakati. Besarnya sewa juga disesuaikan dengan kondisi tanah, jenis tanaman yang ditanam dan luas tanah. Dalam hal ini modal sepenuhnya ditanggung petani penyewa dan hasil pertanian sepenuhnya menjadi hak petani penyewa. Pemilik tanah hanya mendapatkan uang sewa saja. 2. Sistem Pemilik sekaligus Penggarap
Sistem pertanian ini biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki lahan pertanian dan dalam mengolah tanah dikerjakan sendiri. Dalam hal permodalan
biasanya modal (biaya) ditanggung sendiri tanpa campur tangan dari orang lain dan hasilnya pun menjadi milik pribadi. Untuk Desa Kalisapu, dari data pada tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah yang menjadi pemilik tanah adalah 221 orang dan petani penggarap adalah 47 orang, sedangkan untuk buruh tani sebanyak 1.156 orang. 3. Sistem Paparoan
Sistem paparoan adalah sistem pertanian yang dilakukan oleh dua pihak dimana dalam penggarapan tanah dilakukan oleh pihak petani penggarap dan pihak lain sebagai pemilik tanah dengan kesepakatan membagi hasil panennya. Dalam pengolahan tanah, petani penggarap mempunyai kewajiban melakukan pengairan, pemeliharaan tanaman dan mengetamnya waktu panen. Sedangkan penyediaan bibit (benih), pupuk, obat penyemprot hama (insektisida) ditanggung pemilik lahan. Dalam hal ini keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan. 4. Sistem Tanam / Nyeblok
Sistem adalah sistem kerjasama dimana petani penggarap sebagai buruh tani hanya berkewajiban dalam pengolahan tanah, dan pemilik lahan berkewajiban dalam penyediaan alat-alat pertanian, bibit, pupuk, obat penyemprot hama (insektisida) bahkan konsumsi. Dari sistem-sistem tersebut diatas, maka yang tidak relevan dengan sistem muzara’ah adalah sistem petani pemilik sekaligus penggarap dan sistem sewa, karena
tidak ada kesepakatan bagi hasil.69Dan sistem yang ada relevansinya dengan sistem muzara’ah adalah sistem bagi hasil dengan investor70, paparoan dan nyeblok. Dalam hal ini, perlu kajian lebih mendalam tentang keshahihan atau tentang sah atau tidaknya akad yang dilakukan. Alasan sistem muzara’ah mempunyai relevansi dengan sistem bagi hasil dengan investor, paparoan dan nyeblok, menurut Dewi Lestari dalam analisis hasil penelitiannya adalah bahwa pertama, sistem bagi hasil dengan investor hanya dipakai oleh sebagian kecil petani saja, karena biasanya sistem/akad ini dilakukan berdasarkan sistem kepercayaan. Dengan demikian, maka tidak mudah bagi setiap petani mendapatkan kepercayaan itu, karena dalam hal ini membutuhkan tanggung jawab yang cukup besar agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan. Kedua, sistem paparoan yaitu sistem bagi hasil yang dianggap sah adalah lahan dan bibit dari pemilik lahan, tenaga kerja dan alat-alat dari petani, sehingga yang menjadi objek muzara’ah adalah jasa petani. Dalam sistem ini penggarap diberi modal oleh pemilik lahan. Artinya penggarap hanya bermodalkan jasa dan tenaga saja, karena segala sesuatunya disediakan oleh pemilik lahan. Maka sistem tersebut sesuai dengan konsep muzara’ah. Sistem seperti ini di Desa Kalisapu sedikit digunakan oleh masyarakat. Ketiga, sistem nyeblok memiliki kesamaan dengan sistem paparoan, tetapi dalam hal ini petani penggarap sering disebut dengan buruh tani, dimana buruh tani 69
Dewi Lestari, Aplikasi system muzara’ah pada masyarakat (studi kasus pada masyarakat desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat, 2004) h.50 70 Dewi Lestari, Aplikasi system muzara’ah pada masyarakat, h.50
mempunyai lebih sedikit kewajiban dari pada petani penggarap dalam sistem paparoan. Permasalahan banyaknya orang yang menjadi penggarap lahan tidak membatalkan akad muzara’ah. Kerjasama ini sah, dan apabila terjadi keraguan maka bisa diatasi dengan cara pihak yang bekerjasama melakukan akadnya masing-masing. Jadi menurut penulis, dalam sistem nyeblok, seorang pemilik lahan dapat melakukan akad muzara’ah dengan satu orang atau beberapa orang petani penggarap atau buruh tani, dengan syarat pemilik lahan melakukan beberapa akad untuk masing-masing pihak yang melakukan transaksi kerjasama. Dari penjelasan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah sistem pertanian di Desa Kalisapu yang sesuai dengan sistem muzara’ah adalah sistem Paroan.
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Profil Responden
Pendapatan Muzara’ah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Kalisapu yang bermata pencaharian petani maupun buruh tani yang ketika petani tersebut menggarap tanah orang lain. Rasulullah Saw membolehkan muzara’ah didasarkan pada pengambilan manfaat atas tanah oleh orang lain untuk usaha produktif. Selain itu tanah yang tadinya tidak dikelola oleh pemiliknya dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk usaha produktif. Selain itu tanah yang tadinya dikelola oleh pemiliknya dapat dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan, sehingga ikut membantu proses pendistribusian kekayaan agar harta itu tidak berputar di tangan orang kaya saja, serta mewujudkan rasa kasih sayang dan tolong menolong antara manusia. Wilayah desa Kalisapu mempunyai potensi tanah yang cukup subur, sehingga masyarakat mempunyai peluang mengolah tanahnya untuk pertanian padi, jagung, holtikultura71 dan perkebunan (Tebu). Dalam menanam padi, jagung dan holtikultura ini, sebagian besar masyarakat desa Kalisapu menggarapnya sendiri, akan tetapi, ada juga sebagian lainnya menyerahkannya kepada penggarap. Dengan demikian, maka mayoritas masyarakat desa Kalisapu menjadikan pertanian sebagai sumber mata 71
Holtikultura adalah membudidayakan kebun. Berasal dari kata “hortus” yang berarti kebun dan kata “colare” yang berarti membudidayakan. Holtikultura ini memberikan produk tanaman yang bernilai tinggi karena dibudidayakan secara intensif, seperti sayuran, bunga (tanaman hias) dan bibit.
66
pencaharian. Hal ini berdasarkan data yang ada bahwa sebagian besar penduduknya adalah hidup dari hasil pertanian. Dengan sistem paroan (muzara’ah) tersebut masyarakat dapat memperoleh pendapatan walaupun jumlahnya tidak besar tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk mengetahui tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu penulis menguraikannya, sebagai berikut:
No 1 2
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden Keterangan Distribusi frekuensi Laki-Laki 52 Perempuan 1 Jumlah 53
Persentase 98.11 % 1.89 % 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang jenis kelamin responden, yaitu bahwa dari 53 responden, yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 98,11 % dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 1,89 %. No 1 2 3 4 5
Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Keterangan Distribusi frekuensi Tidak Sekolah 18 SD 25 SLTP 6 SLTA 4 Diploma 0 Jumlah 53
Persentase 33.96 % 47.17 % 11.32 % 7.55 % 0% 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang tingkat pendidikan responden, yaitu bahwa dari 53 responden, yang tidak sekolah sebesar 33,96 %, SD sebesar 47,17 %, SLTP sebesar 11,32 %, SLTA sebesar 7,55 %, dan Diploma sebesar 0 %.
Tabel 4.3 No 1 2 3 4
Pemilikan Lahan Pertanian (dalam Hektar) Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 0,175 32 60,38% 0,35 8 15,09% 0,375 1 1,89% 0,5 12 22,64% Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang pemilikan lahan pertanian, yaitu bahwa dari 53 responden, yang memiliki lahan seluas 0,175 hektar sebesar 60,38 %, yang memiliki lahan seluas 0,35 hektar sebesar 15,09 %, yang memiliki lahan seluas 0,375 hektar sebesar 1,89 % dan yang memiliki lahan seluas 0,5 hektar sebesar 22,64 %. No 1 2 3
Pekerjaan awal Keterangan Distribusi frekuensi Buruh 34 Pedagang 6 Tidak Kerja Sampingan 13 Jumlah 53
Persentase 64.15 % 11.32 % 24.53 % 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang pekerjaan awal responden, yaitu bahwa dari 53 responden, yang Buruh sebesar 64,15 %, Pedagang sebesar 11,32 % dan yang tidak kerja sampingan sebesar 1,89 %. Tabel 4.4 Petani penggarap yang menggarap tanah untuk muzara’ah No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Pada satu tempat 45 84,91 % 2 Pada dua tempat 8 15,09 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang pekerjaan petani penggarap yang menggarap tanah untuk muzara’ah, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menggarap tanah pada satu tempat sebesar 84,91 % dan yang menggarap tanah pada dua tempat sebesar 15,09 %. Tabel 4.5
Pertanian dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Cukup 33 62,26 % 2 Tidak cukup 20 37,74 % Jumlah 53 100 % Tabel diatas menunjukkan tentang hasil pertanian yang dapat untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab cukup sebesar 62,26 % dan yang menjawab tidak cukup sebesar 37,74 %. Tabel 4.6 Usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selain dari hasil pertanian No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Tabungan 0 0% 2 Pinjaman 9 16,98 % 3 Usaha lain (sampingan) 44 83,02 % Jumlah 53 100 % Tabel diatas menunjukkan tentang usaha yang dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab dari hasil tabungan sebesar 0 %, yang menjawab dari pinjaman sebesar 16,98 %, dan yang menjawab dari hasil usaha sampingan sebesar 83,02 %. Tabel 4.7 Pertanian dapat untuk investasi atau modal usaha lain No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Ya 5 9,44 % 2 Tidak 48 90,57 % Jumlah 53 100 % Tabel diatas menunjukkan tentang responden yang menggunakan hasil
pertanian selain untuk kebutuhan sehari-hari juga cukup untuk investasi atau modal usaha, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab cukup sebesar 9,44 % dan yang menjawab tidak cukup sebesar 90,57 %. Tabel 4.8 Pertanian dapat untuk Menabung
No 1 2
Keterangan Ya Tidak Jumlah
Distribusi frekuensi 0 53 53
Persentase 0% 100 % 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang responden yang menggunakan hasil pertanian selain untuk kebutuhan sehari-hari juga cukup untuk menabung, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab cukup sebesar 0 % dan yang menjawab tidak cukup sebesar 100 %. Analisa 1. Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu
Dari hasil wawancara penulis mendapatkan data, yaitu petani penggarap melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil72: a. 1/2:1/2, terjadi pada musim subur dan bibit berasal dari pemilik lahan. b. 2/3:1/3, terjadi pada musim subur tetapi bibit berasal dari petani penggarap. c. 3/4:1/4, terjadi pada musim kemarau atau pada lahan garapan yang berada pada posisi yang sulit untuk mendapatkan air. Dalam hal ini, bibit berasal dari petani penggarap. Jenis tamanannya antara lain padi, jagung (palawija). Apabila menanam padi pada musim kemarau untuk biaya pengairan dan pemupukan bertambah sesuai kebutuhan tanaman. Adapun total biaya produksi dalam pertanian untuk pendapatan petani jika memiliki tanah seluas 1 Hektar (Ha), biaya produksi pertaniannya, yaitu: Tabel 4.9 Tanaman Padi pada musim subur di Desa Kalisapu Keterangan Nilai dalam rupiah (Rp) 72
Suwatno, Penggarap Sawah, Wawancara Pribadi, 20 Oktober 2007
Biaya Bibit = Rp 25.000,00 x 6 Rp 150.000,00 Biaya pupuk = 4,5 Kuintal x Rp 140.000,00 Rp 630.000,00 TSP = 90 kg x Rp 2.800,00 Rp 252.000,00 Tenaga pembajak = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga mencangkul = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga penanam = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga pemeliharaan = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga penggiling&konsumsi = Rp 40.000 x 6 Rp 240.000,00 Tenaga Obat Rp 800.000,00 Biaya Obat hama Rp 600.000,00 Biaya pengairan Rp 250.000,00 Total biaya produksi Rp 5.382.000,00 Akan menghasilkan gabah giling sebanyak 6 ton, harga jual : Rp 2.300,00/kg73 maka = 6 ton ------- 6000 kg x Rp 2.300,00 : Rp 13.800.000,00 Jadi seluruhnya terjual dengan harga : Rp 13.800.000,00
Jika menggunakan sistem paroan (muzara’ah) misalkan : Harga Modal
: Rp 13.800.000,00 : Rp 5.382.000,00 -
Untung
: Rp 8.418.000,00
Penggarap mendapat 2/3 bagian dan pemilik lahan 1/3 bagian, untuk tanah seluas 1 Ha maka perhitungannya : Bagian petani penggarap
----------- 2/3 x Rp 8.418.000,00 : Rp 5.612.000,00
Bagian pemilik lahan ----------- 1/3 x Rp 8.418.000,00 : Rp 2.806.000,00 Jadi dapat diambil kesimpulan pendapatan petani penggarap setiap 1 Ha
setelah panen adalah Rp 5.612.000,00/3 bulan : Rp 1.870.667,00/Ha/bulan. Tetapi masyarakat di Desa Kalisapu mayoritas menggarap tanah pertanian seluas ¼ Bau74. Untuk rata-rata pendapatan petani setiap panen dengan luas lahan ¼ Bau adalah: 73
Kompas, Edisi 24 Fabruari 2007, h.35
Rp 5.612.000,00/6 : Rp 935.334,00/3 bulan ------------ Rp 311.778,00/bulan. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah pada musim subur pendapatan
yang diterima petani masyarakat Desa Kalisapu, setiap musim panen untuk tanaman padi adalah sangat minim yaitu Rp 311.778,00/bulan. Hasil itu kemudian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan-keperluan lain. Tabel 4.10 Tanaman Padi pada musim kemarau di Desa Kalisapu Keterangan Nilai dalam rupiah (Rp) Biaya Bibit = Rp 25.000,00 x 6 Rp 150.000,00 Biaya pupuk = 6 Kuintal x Rp 140.000,00 Rp 840.000,00 TSP = 90 kg x Rp 2.800,00 Rp 252.000,00 Tenaga pembajak = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga mencangkul = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga penanam = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga pemeliharaan = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga penggiling&konsumsi = Rp 40.000 x 6 Rp 240.000,00 Tenaga Obat Rp 800.000,00 Biaya Obat hama Rp 600.000,00 Biaya pengairan Rp 310.000,00 Total biaya produksi Rp 5.652.000,00 Akan menghasilkan gabah giling sebanyak 6 ton, harga jual : Rp 2.500,00/kg maka = 6 ton ------- 6000 kg x Rp 2.500,00 : Rp 15.000.000,00 Jadi seluruhnya terjual dengan harga : Rp 15.000.000,00
Jika menggunakan sistem paroan (muzara’ah) misalkan : Harga
: Rp 15.000.000,00
Modal
: Rp 5.652.000,00 -
Untung
: Rp 9.348.000,00
74
1 Hektar = ¼ x 6 atau 10.000 m2. 1 bau = ¼ x 4 atau , Jadi ¼ Bau = ¼ x 1 atau 2000 meter persegi. ¼ Bau, Sumber dari Radar Tegal, 2 November 2007, h.9
Penggarap mendapat 3/4 bagian dan pemilik lahan 1/4 bagian, untuk tanah seluas 1 Ha maka perhitungannya : Bagian petani penggarap
----------- 3/4 x Rp 9.348.000,00 : Rp 7.011.000,00
Bagian pemilik lahan ----------- 1/4 x Rp 9.348.000,00 : Rp 2.337.000,00 Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan petani penggarap pada
musim kemarau setiap 1 Ha setelah panen adalah Rp 7.011.000,00/3 bulan : Rp 2.337.000/Ha/bulan.
Masyarakat di Desa Kalisapu yang menggarap tanah pertanian seluas ¼ Bau pada musim kemarau untuk tanaman padi, dapat diperhitungkan sebagai berikut: Rp 7.011.000,00/6 : Rp 1.168.500,00/3 bulan ------------ Rp 389.500,00/bulan Jadi kesimpulannya pada musim kemarau, rata-rata pendapatan petani setiap panen dengan luas lahan ¼ Bau adalah Rp 389.500,00/bulan. Tabel 4.11 Tanaman Jagung pada musim kemarau di Desa Kalisapu Keterangan Nilai dalam rupiah (Rp) Biaya Bibit = Rp 60.000,00 x 4 x 6 Rp 1.440.000,00 Biaya pemupukan Rp 525.000,00 TSP = 90 kg x Rp 3.500,00 Rp 315.000,00 Tenaga mencangkul dan menyebar benih Rp 1.500.000,00 = 250.000 x 6 Biaya pengairan = Rp 10.000,00 x 6 Rp 60.000,00 Panen = Rp 125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Total biaya produksi Rp 4.590.000,00 Akan menghasilkan gabah kering giling sebanyak 5 ton, harga jual : Rp 1.700,00/kg
maka, = 5 ton ------ 5000 kg x Rp 1.700,00 : Rp 8.500.000,00 Jadi seluruhnya terjual dengan harga : Rp 8.500.000,00
Jika menggunakan sistem paroan (muzara’ah) misalkan : Harga
: Rp 8.500.000,00
Modal
: Rp 4.590.000,00 -
Untung
: Rp 3.910.000,00
Penggarap mendapat 3/4 bagian dan pemilik lahan 1/4 bagian, untuk tanah seluas 1 Ha maka perhitungannya : Bagian petani penggarap
----------- 3/4 x Rp 3.910.000,00 : Rp 2.932.500,00
Bagian pemilik lahan 977.500,00
----------- 1/4 x Rp
3.910.000,00 : Rp
Pendapatan petani penggarap setiap 1 Ha setelah panen untuk tanaman Jagung adalah Rp 2.932.500,00/3 bulan : Rp 977.500/Ha/bulan. Pada musim kemarau, untuk tanaman jagung yaitu rata-rata pendapatan masyarakat petani setiap panen dengan luas lahan ¼ Bau adalah Rp 2.932.500,00/6 : Rp 488.750/3 bulan ------------ Rp 162.916,67,00 Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk tanaman Jagung pada
musim kemarau, banyak dilakukan oleh petani dengan sistem pemilik sekaligus penggarap. Untuk sistem paroan, petani penggarap sendiri lebih memilih tidak menggarap lahannya atau menanam padi saja. Hal itu disebabkan, apabila menanam Jagung biaya yang dikeluarkan besar yaitu untuk pengairan dan biaya tenaga kerjanya tetapi hasil yang didapat kecil. Lain halnya dengan tanaman Padi, walaupun biaya untuk menanam padi juga besar, tetapi hasil pendapatannya besar karena hasilnya dapat dijual dengan harga tinggi.
3. Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax) Masyarakat Kalisapu dengan Persamaan Regresi Linier Sederhana X
= 188.75
X2
= 1038.03
Y
= 246.47
Y2
= 1527.3
XY
= 1235.28
Lihat Lampiran Penghitungannya sebagai berikut: •
: Y = a + bx
a
b
a=
(∑ y )(∑ x 2 ) − (∑ x)(∑ xy )
b=
n∑ xy − (∑ x)(∑ y )
n∑ x 2 − (∑ x ) 2
n∑ x 2 − (∑ x) 2
=
(246.47)(1038) − (188.75)(1235.28) 53(1038) − (188.75) 2
=
(255835.86) − (233159.1) 22676.76 = = 1.17 55014 − (35626.56) 19387.44
=
53(1235.28) − (188.75)(246.47) 53(1038) − (188.75) 2
=
65469.84 − 46521.21 18948.63 = = 0.98 55014 − (35626.56) 19387.44
Y = a + bx
Y = 1.17 (+) 0.98x
“Tanda positif menunjukkan adanya pertambahan kenaikan sebesar 0.98”.
Pertambahan sebesar 0.98 % berarti bahwa setiap kenaikan 10% bagi hasil muzara’ah akan meningkatkan pendapatan petani sebesar 9.8 %.
4. Analisa Pengaruh Muzara’ah terhadap tingkat pendapatan Masyarakat Kalisapu dengan Metode Korelasi Rank Sperman Perhitungannya sebagai berikut : N
•
Rs = 1 −
6∑ di 2 i =1
N3 − N
Dimana: di = perbedaan antara kedua ranking. Ódi = Jumlah kuadrat dari di Rs = 1 −
6 x1541 9246 =12 53(2809 − 1) 53((53) − 1)
=1-
9246 9246 =1 = 1 - 0,062 = 0,938 53(2808) 148824
Dengan rs-test: Menolak Ho
Menerima Ho
(ada hubungan -)
(tidak ada hubungan)
-0.938
Keterangan:
- 0.305
0
Menolak Ho (ada hubungan +)
0.305 0.938
Dari uji rs-test ternyata angka rs = 0,938 berada diluar daerah menolak Ho, artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y). •
Uji signifikan dengan T-test (t-student dengan tingkat kesalahan 5 %
Perhitungannya sebagai berikut :
t=
= •
rs n − 2 1 − (rs ) 2
0,938 53 − 2 0,938 51 0,938 51 0.938 x7,14 6,7 = = = = =55,84 1 − (0,88) 0,12 0.12 0.12 1 − (0,938) 2 Df (Derajat kebebasan=N) = n-2 = 53-2 = 51 -----t-tabel = 2.0005
Menolak Ho
Menerima Ho
(hubungan negatif)
tidak ada hubungan
-55.84 -2.0005 0
Menolak Ho (hubungan negatif)
2.0005 55.84
”Menolak Ho, artinya ada hubungan yang signifikan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan masyarakat per tahun(Y), artinya hubungan positif yang terdapat pada sampel berlaku pula pada populasi, dan angka 55.84 adalah signifikan.”
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari yang telah penulis paparkan maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu khususnya petani yaitu petani penggarap yang tadinya menganggur, maupun yang bermata pencaharian pedagang dan buruh mengalami kenaikan pendapatan ketika petani penggarap tersebut melakukan muzara’ah atau menggarap tanah orang lain. Petani penggarap melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil sebagai berikut: 1/2:1/2, 2/3:1/3, 3/4:1/4. Sistem muzara’ah merupakan peluang bisnis atau alternatif yang dapat diusahakan petani untuk keluarganya dalam memenuhi kebutuhan. Selain itu, dapat menanamkan ibadah yaitu menciptakan rasa persaudaraan, saling tolong menolong dan mempererat tali silaturahmi, menyerap tenaga kerja yang menganggur, dan memakmurkan tanah ketika tanah yang menganggur digarap orang lain.
2. Sistem
muzara’ah
berpengaruh
signifikan
pada
tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
variable
hubungan
yang
bagi
hasil
signifikan 78
muzara’ah
memiliki
terhadap
tingkat
pendapatan masyarakat, yakni sebesar 0.938 dengan metode korelasi rank spearman. Dan ketika diuji dengan persamaan regresi menghasilkan persamaan y = 1.17(+) 0.98, tanda positif itu menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 % nilai bagi hasil muzara’ah (X) maka jumlah pendapatan petani per tahun (Y) akan bertambah sebesar 9,8 %. B. Saran-saran Usulan Kebijakan yang dapat dirumuskan DPRD, Bupati, dan Camat, yaitu:
1.
Lebih mensosialisasikan konsep muzara’ah kepada petani agar keadilan dan amanah yang diajarkan dalam agama Islam dapat lebih ditingkatkan, untuk itu dibutuhkan peran serta dari para tokoh masyarakat melalui kegiatan penyuluhan-penyuluhan dibidang pertanian guna memberikan informasi. 2. Petani sebagai tulang punggung Negara sebaiknya lebih diperhatikan. Oleh karena itu, bantuan modal baik dari pemerintah maupun swasta sangat diharapkan bagi petani baik berupa dana, bibit, pupuk, obat pembunuh hama maupun alat-alat pertanian agar dapat meningkatkan produksi pertanian sehingga pendapatan petani juga dapat ditingkatkan.
3.
Pemerintah dapat memberikan harga yang layak untuk hasil produksi pertanian dan menjaga keseimbangan khususnya pada saat panen raya agar harga tidak merosot sehingga tidak ada pihak (petani) yang merasa dirugikan. Dan Meningkatkan pengawasan dalam penyaluran bantuan pemerintah terhadap petani.
4.
Petani mengharapkan agar hasil panen langsung dibeli pemerintah tanpa
melalui Bulog. Karena bagi petani, sistem penjualan lewat Bulog merupakan ajang untuk melakukan korupsi. 5.
Meningkatkan kegiatan dan kinerja penyuluhan pertanian seperti kegiatan belajar mengajar, membimbing petani dalam penerapan teknologi dan membantu permasalahan-permasalahan dalam pertanian yang tidak ada solusinya. Karena informasi yang akan disampaikan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, penting dalam menunjang dan membangun kegiatan pertanian di pedesaan khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan perlu penelitian lebih lanjut mengenai apakah penelitian ini dapat dilakukan selain dalam kegiatan usahatani? Apakah penelitian ini dapat diterapkan dalam aktifitas kegiatan industri khususnya UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) karena hal ini dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran Al Karim Al Hadits Alqaoud, Latifa M, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik, Prospek, Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005 Ali, Hasan, M, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2003, cet.1 Antonio, M.Syafi’I, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta, PT.Tazkia Cendekia Gema Insani, 2001 Antoni, Ahmad, Drs, Kamus lengkap ekonomi, Jakarta, PT. Media Press, 2003, cet.1 Bungin, Burhan, M, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, Jakarta, PT. Kencana, 2005 Departemen Agama RI, Al Qur’an Al-Karim, Semarang, PT. Karya Toha Putra
Laporan Pertanggung jawaban Kepala Desa Kalisapu Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Desa Kalisapu Kecamatan Slawi, 2005 Lathif, Azharudin, AH, M.Ag, Fiqh Muamalat, Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005 Maududi, Ali, AC, MA, Statistik I; Penelitian Ekonomi Islam dari Sosial, Ed.1, Jakarta, PT. Prima Heza Lestari, 2006 Haroen .H, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007, cet. ke2 Marbun, B.N, SH, Kamus Manajemen, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2003
Muhammad, Drs. M.Ag. Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, Ed. 2005 Perwataatmadja, karnaen, Drs. H. MPA dan H. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1999, cet.3 Rahardja, Prathama, S.E, Ekonomi 3, Klaten, PT. Intan Pariwara, 1996 Prasetyo, Bambang dan Jannah, Lina Miftahul, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2006 Rahim, Abdul, S.P., M.Si, dan Retno Dwi Hastuti, Diah, S.P., M.Si, Ekonomika Pertanian; Pengantar, Teori, dan Kasus, Jakarta, Penebar Swadaya, 2007, cet ke-1 Rahman, Afzalur, Doktrin ekonomi Islam jilid 2, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, Ed. Lisensi Siegel, Sidney, Statistik NonParametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, PT. Gramedia, 1985 Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 1989 Soekartawi, Dr, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rajawali Pers, 1989, cet. ke-2 Suhendi, Hendi,H. Drs, M, Si., Fiqh Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. ke-1 Tamimi, Al Izzuddin Khatib, Bisnis Islam, Jakarta, Fikahati Aneska, 1992, cet. ke-1 Tnunay, Tontje, Potensi Wisata Jawa Tengah Berwawasan Lingkungan, Klaten, CV. Sahabat Klaten, 1996 Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1996 Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2002
Wawancara Pribadi dengan Suwatno Selaku Penggarap Sawah, 20 Oktober 2007
Wawancara Pribadi dengan Mas’ud selaku Ketua Kelompok Tani Makaryo, 21 Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan H. Mustofa Selaku Ketua Kelompok Tani Ngasinan, 21 Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan Manis Selaku Ketua Kelompok Tani Makmur, 26 Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan Muslikhin Selaku Petugas Penyuluh Lapangan Kecamatan Slawi, 21 Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan Suka Selaku Ketua Kelompok Tani Gadel Makmur Sekaligus Pelaksana Teknis Pengairan, 21 Oktober 2007 Kompas, Edisi Februari 2007 _______, Edisi April 2007
Sinar Tani, Edisi 25-31 Juli 2007 ________ , Edisi 15-21 Agustus 2007 ________ , Edisi 3-9 Oktober 2007 www.waspadaonline.com www.tazkiaonline.com
LEMBARAN KUESIONER PETUNJUK PENGISIAN
Jika ada pertanyaan yang tidak jelas, Bapak/Ibu/Saudara bisa bertanya. Teknik memberi jawaban dengan cara memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia, atau dengan cara mengisi tempat kosong yang tersedia. A. Identitas Responden
1. Nama
: _____
2. Usia
: _____ Tahun
3. Alamat
: ______
4. Tingkat pendidikan
: a) Tidak sekolah d) SLTA b) SD
e) Diploma (D1/D2/D3)
c) SLTP
h) __________
5. Apa pekerjaan bapak/Ibu/Sdr selain dari pertanian? Berapa rata-rata penghasilan per tahun? ......................( Rp......................) B. Pertanyaan- pertanyaan tentang produksi pertanian
1. Berapa luas lahan yang bapak/ibu/saudara garap?.......... 2. Untuk Musim Subur
a.
Tanaman
apa
yang
bapak/ibu/saudara
tanam
pada
musim
subur/rendeng?............... b. Berapa bagi hasil (paroan) yang bapak sepakati dengan pemilik lahan?.............. c. Berapa kuintal jumlah hasil panen setiap seperempat hektar/setiap panen?................ d. Berapa biaya untuk membeli bibit?........... e. Berapa biaya untuk membeli pupuk?.......... f. Berapa biaya untuk pengairan?.......... g. Berapa biaya untuk menyemprot hama, jika ada?............
h. Berapa biaya untuk tenaga kerja? …….. •
Mencangkul
•
Menanam /Tandur : ……..
: ……..
Traktor
: …….
Tukang Rumput : ……..
i. Berapa untuk membayar zakat panen?........... j. Berapa harga jual setiap penjualan? 3. Untuk Musim Kering
a. Tanaman apa yang bapak/ibu/saudara tanam pada musim kering? …………….. b. Berapa bagi hasil (paroan) yang bapak sepakati dengan pemilik lahan?................ c. Berapa kuintal jumlah hasil panen setiap seperempat hektar/setiap panen?............... d. Berapa biaya untuk membeli bibit?........... e. Berapa biaya untuk membeli pupuk?.......... f. Berapa biaya untuk pengairan?.......... g. Berapa biaya untuk menyemprot hama, jika ada?.............. h. Berapa biaya untuk tenaga kerja? ………. •
Mencangkul
•
Menanam /Tandur : ……..
: ……..
Traktor
: …….
Tukang Rumput : ……..
i. Berapa harga jual setiap penjualan? C. Pertanyaan-pertanyaan tentang konsumsi
1. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli makanan, dan lain-lain? a. Cukup
b. Tidak cukup
2. Apabila hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, darimana bapak/ibu/saudara dapat mencukupinya? a. Tabungan
b. Pinjaman
c. Usaha lain (sampingan)
3. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh dapat dipergunakan untuk investasi atau modal usaha lain? a. Ya
b. Tidak
4. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh dapat untuk ditabung? a. Ya
b. Tidak Terima Kasih
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK PETANI PENGGARAP
1. Berapa kali bapak panen dalam setahun? Bulan apa saja? 2. Pada bulan apa bapak membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan pertanian? 3. Apakah pernah ada bantuan dana dari pemerintah? 4. Apakah pernah diadakan penyuluhan-penyuluhan tentang pertanian? 5. Mohon penjelasan tentang Kelompok Tani dan kegiatannya di Desa Kalisapu? 6. Apa manfaat diadakannya Kelompok Tani? 7. Bagaimana sistem pertanian yang terjadi di Desa Kalisapu? 8. Apakah harapan bapak terhadap pemerintah? Terima Kasih
HASIL PERTANYAAN WAWANCARA Nama
: _________
Usia
: _________
Alamat
: _________
Pekerjaan
: _________
Selaku : _________
Kalisapu,
2007
( ______________ )
(
______________ ) DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK PENYULUH PERTANIAN
1. Berapa kali bapak melakukan kunjungan? Informasi apa yang telah bapak berikan: a. Berapa kali melakukan kunjungan? b. Apakah pernah mendampingi ketua keompok tani dalaam penyusunan rencana definitif? c. Apakah pernah melakukan bimbingan penerapan teknologi? d. Apakah pernah melakukan pemeriksan lapangan bersama petani untuk mengetahui permasalahan pertanian? e. Apakah pernah ada permasalahan pertanian yang tidak ditemukan jawabannya? 2. Apakah
pernah
ada
bantuan
dari
pemerintah?
Bagaimana
pemyalurannya? 3. Untuk kegiatan praktek dananya darimana? 4. Apakah pernah mengadakan diskusi umum antara penyuluh pertanian? 5. Apa kendala dalam kegiatan penyuluhan? Terima Kasih
proses