ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: RINA HAERANI NIM:104082002737
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY (Studi kasus pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Rina Haerani NIM :104082002737
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si.
Pembimbing II
Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si.
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M i
Hari ini Kamis Tanggal 12 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rina Haerani NIM: 104082002737 dengan judul Skripsi “ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Juni 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. Ketua
Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si. Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Penguji Ahli
ii
Hari ini Selasa Tanggal 30 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Rina Haerani NIM: 104082002737 dengan judul Skripsi “ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Desember 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM.
Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si. Pembimbing II
Abdul Hamid Cebba, Drs., Ak., MBA. Penguji Ahli
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Rina Haerani
2. Tempat & Tgl. Lahir
: Jakarta, 2 Mei 1986
3. Alamat
: Jl. Ciputat Raya No. 336 Rt. 004 Rw.03 Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan 12240
4. Telepon
: 0813-103-45-103
5. E-mail
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN 1. SD
: SD Negeri 02 Petang Jakarta
2. SLTP
: SLTP Negeri 161 Jakarta
3. SMA
: SMA Negeri 29 Jakarta
4. S1
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
III. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Dahro Hasanuddin (Alm.)
2. Tempat & Tgl. Lahir
: Tasikmalaya, 10 Oktober 1939
3. Alamat
: Jl. Ciputat Raya No. 336 Rt. 004 Rw.03 Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan 12240
4. Ibu
: Djuwinah
5. Tempat & Tgl. Lahir
: Jakarta, 2 Juni 1949
6. Alamat
: Jl. Ciputat Raya No. 336 Rt. 004 Rw.03 Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan 12240
7. Telepon
: 0815-1921-6787
iv
ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN
WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY
By: Rina Haerani
Abstract The purposes of this research is to examine empirically the differences perception between individual taxpayers and corporate taxpayers of tax administration sanction abolishment (Sunset Policy). Sample in this research are seventy four taxpayers which registered in KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Sample consists of fourty one individual taxpayers and thirty three corporate taxpayaers. Sample is selected by using convenience sampling method. The statistic method used to examine the hypotheses in this research is Independent Sample T-test. Test of data quality used in this research is validity test using Pearson Correlation and reliability test using Cronbach Alpha. The results of this research are: Independent Sample T-test prove that null hypotheses is accepted, it means there is no significant differences perception between individual taxpayers and corporate taxpayer about tax administration sanction abolishment (Sunset Policy).
Keywords: Sunset Policy, SPT correction, NPWP registry, SPT reporting .
v
ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN
WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY Oleh: Rina Haerani Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap kebijakan penghapusan sanksi administrasi (Sunset Policy). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 74 wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Sampel terdiri dari 41 wajib pajak orang pribadi dan 33 wajib pajak badan. Besarnya sampel dipilih dengan menggunakan metode convenience sampling. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Independent sample T-test. Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas menggunakan Pearson Correlation dan uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha. Hasil dari uji analisis data adalah: uji beda T-test menyatakan bahwa hipotesis nol diterima, ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan diantara dua kelompok yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap kebijakan penghapusan sanksi perpajakan (Sunset Policy).
Kata kunci: Sunset Policy, pembetulan SPT, pendaftaran NPWP, penyampaian SPT.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat yang tiada hentinya hingga detik ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua mendapat safa’atnya nanti di hari akhir. Skripsi ini berjudul “Analisis Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan terhadap Sunset Policy”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak sekali pihak yang telah membantu sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya bisa terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik moril maupun materil. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Ibunda Djuwinah dan Ayahanda Alm. D. Hasanuddin, serta semua kakak dan keponakanku yang tidak pernah berhenti untuk berdoa, memberikan dukungan dan semangat. 2. Ibu Dr. Wiwik Utami, SE., Ak., M.Si. selaku pembimbing I, terima kasih atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini. 3. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si. selaku pembimbing II, terima kasih atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini. 4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. 5. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi, terima kasih atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini. 6. Bapak Amilin, SE., Ak., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi. vii
7. Segenap jajaran akademik FEIS dan staf pengajar. 8. Bapak Sudaryatmo, SH., MM. selaku Kepala Sub Bagian Umum KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. 9. Teman-teman akuntansi D angkatan 2004, Ahmad, Amel, Aries, Ibad, Chandra, Dian, Erna, Fatimah, Ghina, Ginanjar, Hendri, Bagus, Jun, Wita, Onye, Mayang, Mega, Mukhlis, Nina, Viya, Nurma, Ratih, Rini, Orins, Abie, Wulan, Anie, Wirdil, Ancha, Yuni, Nofan...untuk kebersamaannya selama ini,, keep in contact ya fren...^.^..untuk Alm. Andri smoga tenang di sisi-Nya ya kawan... 10. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan dan semangat yang tak terhingga nurma & viya, erna, onye, dian, rini, aries, ani, yuni,, nina & orins yang ikhlas membantu nyebar kuesioner, untuk ”DeA”, thanks for spirit ya!!,, untuk semua orang yang telah membantuku, tapi tidak tersebut namanya, dan untuk teman-teman angkatan 2004, makasi ya...
Penulis sangat menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga saran dan kritik demi penyempurnaan skripsi ini merupakan suatu apresiasi bagi penulis. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Jakarta, Desember 2008 Penulis
Rina Haerani
viii
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan Skripsi.............................................................................. i Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif........................................................ ii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi...................................................................iii Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................i v Abstract..............................................................................................................vi Abstrak..............................................................................................................vi Kata Pengantar................................................................................................vii Daftar Isi ...........................................................................................................ix Daftar Tabel.....................................................................................................xii Daftar Gambar…………………………………………………………………xiii Daftar Lampiran..............................................................................................xiv BAB. I.
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian ........................................................ 1 B. Perumusan Masalah.................................................................. 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 6 1. Tujuan Penelitian.................................................................... 6 2. Manfaat Penelitian.................................................................. 7
BAB. II.
TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 8 A. Landasan Teori ......................................................................... 8 1. Pengertian Persepsi................................................................. 8 2. Dasar-dasar Perpajakan .......................................................... 10
ix
3. Sunset Policy .......................................................................... 27 B. Kerangka Pemikiran................................................................. 33 C. Hipotesis .................................................................................... 33 BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 34 A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 34 B. Metode Penentuan Sampel ....................................................... 34 C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 35 D. Metode Analisis Data ................................................................ 36 1. Uji Kualitas Data .................................................................... 36 a. Uji Validitas ...................................................................... 36 b. Uji Reliabilitas................................................................... 36 2. Uji Hipotesis........................................................................... 37 E. Operasional Variabel Penelitian............................................... 37 BAB. IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 39 A. Gambaran Umum Objek Penelitian......................................... 39 1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama.......... 39 2. Struktur Organisasi................................................................. 40 3. Karakteristik Responden......................................................... 45 B. Uji Kualitas Data....................................................................... 49 1. Uji Validitas............................................................................ 49 2. Uji Reliabilitas ........................................................................ 51 C. Analisis Deskriptif ..................................................................... 52 1. Pembetulan SPT...................................................................... 52
x
2. Pendaftaran NPWP.................................................................. 58 3. Penyampaian SPT…………….. ..............................................70 D. Uji Hipotesis…………………………………………………….. 73 E. Pembahasan ............................................................................... 75 BAB. V.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI............................................... 76 A. Kesimpulan................................................................................ 76 B. Implikasi.................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 78 LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
1.1
Penerimaan Pajak
2.1
Sanksi Administrasi Berupa Bunga
3.1
Dimensi dan Indikator Kuesioner Persepsi
Halaman 2 25
Wajib Pajak terhadap Sunset Policy
39
4.1
Distribusi Kuesioner
46
4.2
Jenis Kelamin Responden
46
4.3
Usia Responden
47
4.4
Pendidikan Terakhir Responden
47
4.5
Jenis Pekerjaan Responden
48
4.6
Jenis Usaha Responden
48
4.7
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
49
4.8
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
50
4.9
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
51
4.10
Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi
52
4.11
Jawaban Wajib Pajak Badan
54
4.12
Perbandingan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak
56
4.13
Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi
58
4.14
Jawaban Wajib Pajak Badan
63
4.15
Perbandingan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak
68
4.16
Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi
70
4.17
Jawaban Wajib Pajak Badan
71
4.18
Perbandingan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak
72
4.19
Output SPSS 1 Independent Sample T test
73
4.20
Output SPSS 2 Independent Sample T test
74
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
4.1
Struktur Organisasi KPP Pratama
Halaman 40
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Keterangan Lampiran 1:
Kuesioner
Lampiran 2:
Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 3:
Rekapitulasi Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi
Lampiran 4:
Rekapitulasi Jawaban Wajib Pajak Badan
Lampiran 5:
Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas (Try Out)
Lampiran 6:
Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 7:
Output SPSS Independent Sample T test
Lampiran 8:
Hasil Perhitungan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak
Lampiran 9:
Surat Keterangan Riset
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar untuk membiayai pengeluaran negara. Salah satu sumber penerimaan negara adalah penerimaan dari sektor pajak. Bila ditinjau dari sistem keuangan negara, pajak mempunyai peranan dan sekaligus merupakan unsur yang penting sebagai pemasok dana terbesar sebagai sumber penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak ini menjadi sektor yang sangat penting karena porsi penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Iswahyudi, 2005:24). Pada akhir tahun 1970-an sampai dengan awal tahun 1980-an, tumpuan penerimaan negara bersumber dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Seiring dengan menurunnya penerimaan negara dari sektor migas akibat gejolak pasar minyak dunia, sumber penerimaan negara yang dianggap mampu untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan yaitu berasal dari sektor pajak. Melihat besarnya peranan pajak tersebut, tentunya potensi pajak yang ada saat ini perlu digali secara optimal untuk meningkatkan penerimaan pajak sehingga pembangunan negara yang berkesinambungan dapat terwujud dan dapat tercipta kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dana
dari penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN
dialokasikan untuk mendanai berbagai sendi kehidupan bangsa, seperti sektor
1
pertanian,
perdagangan,
industri,
perbankan,
kesehatan,
dan
pendidikan. Dapat dilihat betapa sektor pajak sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, pajak harus dikelola dengan baik agar tujuan dari pajak itu sendiri dapat tercapai. Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan negara dapat dilihat dari penerimaan pajaknya. Pajak dipungut untuk dikembalikan ke rakyat
melalui
pengeluaran-pengeluaran dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Manfaat pajak sangat strategis, yaitu sebagai urat nadi kehidupan bangsa. Pajak menempati porsi paling besar dalam pemasukan negara. Sekitar 70% dari penerimaan dalam negeri berasal dari pajak. Seperti dikutip oleh Hutagaol (2006:209) dalam kurun waktu 2001-2005, penerimaan pajak tumbuh diatas 20% pertahun, seperti ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Penerimaan Pajak (dalam jutaan rupiah)
Total Penerimaan Pajak Tax Ratio
2001
2002
2003
2004
2005
185.540,9
210.087,5
242.048,2
280.879,9
346.833,7
11,02%
11,07%
11,6%
12,12%
12,71%
Sumber: Direktorat Perencanaan, Potensi dan Sistem Perpajakan – Direktorat Jenderal Pajak.
Jika dilihat dari rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang disebut juga rasio pajak (tax ratio), jumlah penerimaan pajak di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Seperti dikutip oleh Mustikasari (2007:2), tax ratio Indonesia paling
2
rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 - 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN lainnya yaitu sebesar: 20,17% (Malaysia), 21,4% (Singapura), 18,8% (Brunai), dan 17,28% (Thailand). Rendahnya tax ratio merupakan cerminan dari rendahnya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, yaitu melalui perubahan sistem pemungutan official assessment menjadi self assessment. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak, sedangkan self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Mardiasmo, 2006:7). Kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari self assessment system. Dalam self assessment system, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan serta menyetorkan sendiri pajak yang terutang sesuai peraturan perpajakan. Oleh karena itu, apabila kesadaran wajib pajak semakin tinggi atas kewajiban perpajakannya maka tidak mustahil target
penerimaan
pajak
akan
tercapai
(Gunadi,
2003:38).
Upaya
pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan self assessment system perlu diikuti dengan tindakan pengawasan agar sasaran dari kebijakan perpajakan itu dapat tercapai.
3
Pelaksanaan self assessment system tentunya masih mengalami berbagai kendala, diantaranya yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini bisa disebabkan karena persepsi masyarakat yang negatif, yakni menganggap pajak sebagai suatu beban atau paksaan karena wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung ataupun karena ketidakpercayaan wajib pajak atas pengelolaan pajak itu sendiri. Agar dapat tercipta persepsi yang positif dari masyarakat sehingga kesadaran untuk memenuhi kewajiban dapat meningkat, tentunya diperlukan usaha yang optimal dari pemerintah. Langkah nyata yang diambil pemerintah untuk dapat terus menggali potensi penerimaan pajak yaitu melalui modernisasi perpajakan yang dimulai sejak tahun 2002. Modernisasi ini dilakukan melalui perbaikan sistem administrasi perpajakan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib pajak. Upaya lain yang dilakukan pemerintah yaitu dapat dilakukan melalui amandemen Undang-undang perpajakan, intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, serta menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak. Pada tahun 2007, pemerintah telah mensahkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008. Bersamaan dengan berlakunya undang-undang tersebut, diberlakukan pula sebuah kebijakan baru dalam dunia perpajakan di Indonesia, yaitu Sunset Policy. Secara umum, Sunset Policy adalah penghapusan sanksi administrasi yang terbagi atas dua bagian. Pertama, wajib pajak yang dalam tahun 2008
4
menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) penghasilan sebelum tahun pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Kedua, wajib pajak orang pribadi yang dalam tahun 2008 mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara sukarela dan menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya. Sunset Policy mulai berlaku efektif bersamaan dengan UndangUndang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada 1 Januari 2008 dan berakhir pada 31 Desember 2008. Dengan berlakunya kebijakan ini tentunya diharapkan dapat tercipta persepsi yang positif dari wajib pajak dan dapat menambah pemasukan APBN secara signifikan. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Anisah (2007) bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari persepsi peran account representative terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak (2) konsultasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak (3) pengawasan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak (4) pelayanan, konsultasi, dan pengawasan secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib
5
pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Malik (2007) bertujuan untuk menguji pengaruh pengalaman, motivasi, dan kepribadian wajib pajak badan dan untuk menguji pengaruh persepsi wajib pajak badan terhadap pelaksanaan self assessment system. Hasil dari penelitian ini adalah (1) pengalaman, motivasi, dan kepribadian wajib pajak badan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi (2) persepsi wajib pajak badan berpengaruh terhadap pelaksanaan self assessment system. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi terhadap Sunset Policy. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ANALISIS PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP SUNSET POLICY” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap Sunset Policy? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap Sunset Policy.
6
2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya: a. Ilmu akuntansi, yaitu untuk menambah perbendaharaan studi ilmiah mengenai masalah perpajakan. b. Masyarakat, yaitu sebagai sarana informasi untuk lebih meningkatkan kesadaran akan kewajiban perpajakannya. c. Pemerintah, sebagai masukan mengenai persepsi wajib pajak atas kebijakan yang telah diterapkan. d. Penulis, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan berfikir mengenai masalah perpajakan.
7
BAB II TNJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengertian Persepsi Kata persepsi berasal dari “perception” yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami atau menanggapi sesuatu (Echol dan Sadily, 2000:424 dalam Zamroni, 2006:11). Persepsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Depdiknas, 2003:863). Menurut Drever dalam Sasanti (2003), persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu (Anonim, 2008). Persepsi pada akhirnya menjadi masalah penting yang sebisa mungkin diharapkan dapat “dibentuk” oleh obyek yang dipersepsikan. Bila dalam kenyataannya ditemukan suatu persepsi negatif dan positif terhadap obyek yang dipersepsikan, maka jika persepsi tersebut negatif dapat diambil kesimpulan bahwa obyek yang dipersepsikan memberilkan stimulus kondisi yang menyimpang dari yang seharusnya dipenuhi oleh obyek persepsi
8
tersebut, begitu juga sebaliknya dengan persepsi positif (Abdullah dan Selamat, 2002 dalam Zamroni, 2006:12). Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang alami bagi setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik melalui penglihatan, pendengaran, penerimaan, dan penghayatan perasaan (Kartono, 1990 dalam Zamroni, 2006:11). Menurut Zarkasi (1986) dalam Hakim (2005), persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, yakni bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Zamroni, 2006:11). Persepsi adalah suatu proses yang individunya mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka (Robbins, 2001 dalam Asnita dan Bandi, 2007:3). Pengertian persepsi dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki (2001) sebagai berikut (Pinasti, 2007:6): “Perception is a cognitive process that enables us to interpret and understand our surroundings.” Empat tahap pemrosesan informasi dalam pembentukan persepsi adalah (Kreitner dan Kinicki, 2001 dalam Pinasti, 2007:6): a. Tahap perhatian selektif (selective attention), yang merupakan proses timbulnya kesadaran akan sesuatu atau seseorang. b. Tahap interpretasi dan penyederhanaan (encoding and simplification), yaitu proses interpretasi atau translasi informasi menjadi representasi mental.
9
c. Tahap penyimpanan dan pengulangan (storage and retention), yaitu tahap penyimpanan informasi dalam memori jangka panjang. d. Tahap penarikan informasi dan pemberian respon (retrieval and response), yang dilakukan pada saat seseorang membuat pertimbangan dan mengambil keputusan. Pesepsi seseorang terhadap suatu obyek tidak berdiri sendiri akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor baik berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya adalah: pertama, motif. Motif merupakan faktor internal yang dapat meransang perhatian, adanya motif dapat menyebabkan munculnya keinginan individu melakukan sesuatu dan sebaliknya. Kedua, kesediaan dan harapan. Hal ini akan menentukan pesan mana yang dipilih untuk diterima selanjutnya sebagaimana pesan yang dipilih itu akan ditata dan diinterpretasi. Ketiga, intensitas rangsangan. Kuat dan lemahnya rangsangan yang diterima
akan sangat berpengaruh bagi individu. Keempat,
pengulangan. Suatu rangsangan yang muncul atau terjadi secara berulangulang akan menarik perhatian sebelum mencapai titik jenuh (Dirgaganansa, 1993 dalam Zamroni, 2006:11). 2. Dasar-dasar Perpajakan a. Pengertian Pajak Menurut Resmi (2003:1-2), terdapat beberapa definisi pajak yaitu: Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof.DR. Rochmat Soemitro, SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik 10
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluatan rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat. Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. P.J.A. Adriani. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1)
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2)
Dalam
pembayaran
pajak tidak dapat ditunjukan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3)
Pajak dipungut oleh negara baik pusat maupun daerah.
4)
Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public invesment.
11
Pengertian pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 28 Tahun 2007 yaitu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa
berdasarkan
undang-undang,
dengan
tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. b. Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend. 1) Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara. 2) Fungsi regulerend Pajak sebagai alat mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. c. Pengelompokkan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:5), pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya. 1) Menurut Golongannya (a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
12
(b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2) Menurut Sifatnya (a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. (b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3) Menurut Lembaga Pemungutnya (a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. (b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.
13
d. Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7), terdapat tiga asas pemungutan pajak yaitu asas domisili (asas tempat tinggal), asas sumber, dan asas kebangsaan. 1) Asas Domisili (asas tempat tinggal) Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri. 2) Asas Sumber Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 3) Asas Kebangsaan Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. e. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7), terdapat beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assesment System, Self Assessment System, dan Witholding System.
14
1) Official Assesment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. 2) Self Assessment System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri dari Self Assessment System yaitu: (a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. (b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang. (c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. f. Pengertian Wajib Pajak Pengertian wajib pajak dan badan menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 yaitu:
15
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. g. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Hak dan kewajiban wajib pajak menurut Mardiasmo (2006:44) adalah: 1) Kewajiban Wajib Pajak (a) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. (b) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. (c) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. (d) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan. (e) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. (f) Jika diperiksa wajib: 16
Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. (g) Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta , wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. 2) Hak-hak wajib pajak (a) Mengajukan surat keberatan dan surat banding. (b) Menerima tanda bukti pemasukan SPT. (c) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. (d) Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT. (e) Mengajukan
permohonan
penundaan
atau
pengangsuran
pembayaran pajak. (f) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak. (g) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
17
(h) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah. (i) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. (j) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak. (k) Mengajukan keberatan dan banding. h. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pengertian di atas maka Nomor Pokok Wajib Pajak berfungsi
sebagai
sarana
dalam
administrasi
perpajakan
yang
dipergunakan: 1) Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. 2) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dam dalam
pengawasan administrasi perpajakan. Nomor Pokok Wajib Pajak harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain pada formulir pajak yang dipergunakan wajib pajak, surat menyurat dalam hubungan dengan perpajakan, dan dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP. NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan
18
kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan (Mardiasmo, 2006:22). 1) Pendaftaran NPWP Semua wajib pajak berdasarkan Self Assessment System wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP. Kewajiban mendaftarkan diri ini berlaku pula untuk wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP, dan orang pribadi tersebut tidak mendaftarkan diri, dapat diterbitkan NPWP secara jabatan. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah (Mardiasmo, 2006:22): (a) Bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat satu bulan setelah usaha mulai dijalankan. 19
(b) Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau pekerjaan bebas apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya. 2) Sanksi Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan. Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau tanpa
hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar (Mardiasmo, 2006:23). i. Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara garis besar, SPT dibedakan menjadi dua, yaitu (Mardiasmo, 2006:2008): 1) SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.
20
2) SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. 1) Pembetulan SPT Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal ini wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT bearkhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut. Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (2 tahun) telah berakhir, sepanjang DJP belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada
wajib
pajak
mengungkapkan disampaikan.
masih
ketidakbenaran
Wajib
pajak
diberikan pengisisan
dengan
kesempatan SPT
kesadaran
yang
untuk telah
sendiri dapat
mengungkapkan dalam suatu laporan tersendiri. Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut: (a) pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau
21
(b) rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau (c) jumlah harta menjadi lebih besar; atau (d) jumlah modal menjadi lebih besar. Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar harus dilunasi sebelum laporan disampaikan. Meskipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, sepanjang belum dilakukan penyelidikan mengenai adanya ketidakbenaran penyampaian SPT, terhadap ketidakbenaran perbuatan wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan pelunasan kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 kali jumlah pajak yang kurang dibayar (Mardiasmo, 2006:28). 2) Penundaan atau Perpanjangan Penyampaian SPT Apabila wajib pajak tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Permohonan penundaan penyampaian
SPT Tahunan diajukan
kepada Direktur Jenderal Pajak secara tertulis dengan disertai: (a) Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan.
22
(b) Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. (c) Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut perhitungan sementara tersebut. Dalam hal wajib pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban penyampaian SPT Tahunan (biasanya tanggal 31 Maret) sampai dengan tanggal pembayaran. 3) Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT (a) Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT Masa sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah). (b) Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
23
(c) Wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. j. Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan merupakan
jaminan
bahwa
ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakn merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam Undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.
24
Tabel 2.1 Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Uraian
UU KUP 2000
UU KUP 2007
Pembetulan SPT sebelum
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
diperiksa dan kurang bayar
kurang dibayar, paling lama
yang kurang dibayar (tidak
{8(2)}.
24 bulan (karena batas waktu
ada batas waktu karena
pembetulan 2 tahun)
jangka waktu pembetulan SPT Tahunan tidak dibatasi) Hanya untuk SPT Tahunan.
Pembetulan SPT sebelum
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
diperiksa dan kurang bayar
kurang dibayar. Paling lama
yang kurang dibayar (tidak
{8(2a)}.
24 bulan. Tidak dibedakan
ada batas waktu karena
antara pembetulan SPT
jangka waktu pembetulan
Tahunan dan SPT masa
SPT Masa tidak dibatasi) Hanya untuk SPT Masa.
Terlambat membayar atau
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
menyetor pajak {9(2a)}
terlambat dibayar/disetor
yang terlambat
dihitung dari tanggal jatuh
dibayar/disetor dihitung dari
tempo sampai dengan tanggal
tanggal jatuh tempo sampai
pembayaran.
dengan tanggal pembayaran.
Diterbitkan Surat Ketetapan
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
kurang dibayar, dihitung dari
yang kurang dibayar,
{13(2)}
saat terutang sampai saat
dihitung dari saat terutang
diterbitkannya SKPKB, max
sampai saat diterbitkannya
24 bulan.
SKPKB, max 24 bulan.
25
Lanjutan Tabel 2.1 Uraian
UU KUP 2000
UU KUP 2007
Diterbitkan STP karena PPh
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
Pasal 25 kurang dibayar atau
kurang dibayar, dihitung dari
yang kurang dibayar, dari
kurang bayar karena salah
saat pajak terutang sampai
saat pajak terutang sampai
tulis/hitung {14(3)}.
dengan saat diterbitkan STP.
dengan saat diterbitkan STP.
Diterbitkan SKPKB setelah
48% dari jumlah pajak yang
48% dari jumlah pajak yang
daluarsa penerbitan, karena
tidak atau kurang dibayar.
tidak atau kurang dibayar.
Diterbitkan SKPKB setelah
48% dari jumlah pajak yang
48% dari jumlah pajak yang
daluarsa penerbitan, karena
tidak atau kurang dibayar.
tidak atau kurang dibayar.
Dalam hal SKPKB, SKPKBT,
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
SK pembetulan, SK Keberatan,
terlambat dibayar/disetor
yang terlambat
Putusan Banding atau Putusan
dihitung dari tanggal jatuh
dibayar/disetor dihitung dari
PK menyebabkan adanya pajak
tempo sampai dengan tanggal
tanggal jatuh tempo sampai
yang masih harus dibayar
pembayaran.
dengan tanggal pembayaran.
pidana perpajakan beredar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap {13(5)}.
pidana perpajakan beredar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap {15(4)}.
bertambah dan pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar
26
Lanjutan Tabel 2.1 Uraian
UU KUP 2000
UU KUP 2007
Mengangsur/menunda
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
pembayaran {19(2)}.
terlambat dibayar/disetor
yang terlambat
dihitung dari tanggal jatuh
dibayar/disetor dihitung dari
tempo sampai dengan tanggal
tanggal jatuh tempo sampai
pembayaran.
dengan tanggal pembayaran.
Menunda pembayaran SPT dan
2% per bulan dari pajak yang
2% per bulan dari pajak
Pajak menurut penghitungan
terlambat dibayar/disetor
yang terlambat
sementara kurang dari yang
dihitung dari tanggal jatuh
dibayar/disetor dihitung dari
sebenarnya terutang, 2% per
tempo sampai dengan tanggal
tanggal jatuh tempo sampai
bulan {19(3)}.
pembayaran.
dengan tanggal pembayaran.
Sumber: Mulyodiwarno, Inside Tax Edisi 02 Desember 2007
3. Sunset Policy Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP Tahun 2007), pemerintah memberikan kebijakan pengampunan pajak kepada para wajib pajak. Bentuk kebijakan pengampunan pajak yang diberikan berupa Sunset Policy. Kebijakan ini terdapat dalam Pasal 37A UU KUP Tahun 2007. Seperti diketahui, UU KUP Tahun 2007 ini telah disahkan pada 19 Juni 2007, dan berlaku mulai 1 Januari 2008. Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A 27
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 (Direktorat Jenderal Pajak, 2008:1). Menurut Ghufron (2008), Sunset policy adalah kebijakan yang diberikan DJP bagi wajib pajak untuk membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh 2007 ke bawah (2006, 2005, dan seterusnnya) sampai tanggal 31 Desember 2008. Apabila wajib pajak mau membetulkan kesalahan dan mengakui kekurangan pajak serta mau membayarnya maka denda bunga atas keterlambatan kurang bayar tersebut akan dihapuskan. Secara
umum
Sunset
Policy adalah penghapusan sanksi
administrasi wajib pajak yang terbagi atas dua bagian. Pertama, wajib pajak yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) penghasilan sebelum tahun pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Kedua, wajib pajak orang pribadi yang dalam tahun 2008 mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara sukarela dan menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar. Undang-undang No. 28 tahun 2007 menyisipkan 1 (satu) pasal yang tidak diatur dalam UU Perpajakan sebelumnya yakni Pasal 37A. Pasal ini mengatur mengenai kebijakan Sunset Policy baik untuk Wajib
28
Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak. Sunset Policy mulai berlaku efektif bersamaan dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada 1 Januari 2008 dan berakhir pada 31 Desember 2008. Isi dari Pasal 37A UU KUP Tahun 2007 adalah sebagai berikut: (1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar. Sebagai pelaksana kebijakan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.03/ 2008 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Persyaratan Wajib Pajak yang Dapat Diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi Dalam Rangka Penerapan Pasal 37A. Peraturan Menteri Keuangan tersebut berisi dua hal pokok, pertama memberi kesempatan kepada orang pribadi untuk mendaftarkan diri dan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2007 dan sebelumnya. Kedua, mendorong wajib pajak badan dan orang pribadi untuk lebih patuh dengan memberikan insentif
29
berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga bagi mereka yang melakukan pembetulan SPT untuk 2006 dan sebelumnya (Surahmat, 2008). Berdasarkan Pasal 37A UU KUP Tahun 2007 dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 jenis pengampunan pajak yaitu: a. Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga Atas Pembetulan SPT Tahunan. Wajib Pajak yang ingin memanfaatkan Pasal 37 ayat (1) diharuskan untuk memenuhi persyaratan, yaitu: 1) Wajib pajak yang bersangkutan telah terdaftar sebagai wajib pajak sebelum tahun pajak 2007; 2) SPT Tahunan Pajak penghasilan untuk tahun 2007 harus sudah benar; 3) Pembetulan SPT sebelum tahun pajak 2007 yang disampaikan mengakibatkan pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar; 4) Pembetulan paling lama dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sejak berlakuknya UU KUP Tahun 2007 ini. Artinya, pembetulan harus dilakukan selama tahun 2008 saja. Dalam hal syarat-syarat di atas tidak dipenuhi maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 UU KUP, yaitu bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan (Anonim, 2008). Wajib pajak yang sedang mengajukan
30
keberatan atau banding tidak dapat memanfaatkan Sunset Policy, karena Sunset Policy tidak dapat dimanfaatkan atas SPT Tahunan PPh yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (Direktorat Jenderal Pajak, 2008:15). b. Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Pajak Yang Tidak Atau Kurang Dibayar Untuk Tahun Pajak Sebelum Diperoleh NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Wajib pajak orang pribadi yang diberikan penghapusan sanksi administrasi dalam rangka mendaftarkan diri secara sukarela dan memasukkan SPT untuk 2007 dan sebelumnya, harus memenuhi persyaratan: 1) Secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
dalam tahun 2008; 2) Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan,
penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; 3) Menyampaikan SPT Tahunan 2007 dan sebelumnya terhitung
sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, paling lambat 31 Maret 2009; dan 4) Melunasi seluruh pajak kurang bayar yang timbul sebagai akibat
dari penyampaian SPT Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas, sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
31
Data dan informasi yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tersebut di atas tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya. Terhadap SPT wajib pajak orang pribadi sebagai kelanjutan dari pendaftaran sukarela tersebut tidak akan dilakukan pemeriksaan kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tersebut tidak benar; atau SPT Tahunan PPh menyatakan lebih bayar atau rugi. Dalam hal syarat-syarat di atas tidak dipenuhi maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU KUP tentang Pemberian, Pengukuhan, dan Penghapusan NPWP. Pasal 37 A UU KUP juga memberikan jaminan tidak dilakukan pemeriksaan
pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang
menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak tidak benar, atau menyatakan lebih bayar (Anonim, 2008). Wajib pajak yang sedang diperiksa tetap dapat memanfaatkan Sunset Policy dengan syarat petugas pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Apabila dalam tahun 2008 wajib pajak membetulkan SPT Tahunan PPh yang sedang dilakukan pemeriksaan serta membayar kekurangan pembayaran pajaknya, maka pemeriksaan dapat dihentikan (Direktorat Jenderal Pajak, 2008: 15).
32
B. Kerangka Pemikiran Persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Pajak merupakan unsur yang penting sebagai pemasok dana terbesar bagi penerimaan negara. Pemerintah tentunya selalu berupaya untuk terus menggali potensi pajak yang ada saat ini secara optimal untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Hal yang dilakukan pemerintah diantaranya adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat menciptakan persepsi positif dari wajib pajak. Salah satu dari kebijakan yang diterapkan saat ini adalah Sunset Policy, yaitu kebijakan mengenai penghapusan sanksi administrasi. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan persepsi positif dari wajib pajak sehingga penerimaan pajak terus dapat ditingkatkan. C. Hipotesis Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H0 :
Tidak terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pibadi dengan wajib pajak badan.
Ha:
Terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan.
33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:26). Dalam penelitian ini penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama sebagai tempat penelitian/melakukan riset. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diperoleh melalui penyebaran keusioner kepada para wajib pajak. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini diambil dengan teknik non probability sampling. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah convenience sampling design. Convenience sampling design adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Hal ini berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Hamid, 2007:30). Penentuan sampel berdasarkan kemudahan membuat peneliti mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling
34
cepat dan mudah. Peneliti memilih teknik ini karena melihat dari keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Penelitian Lapangan Adalah metode pengumpulan data dengan mendatangi langsung pada obyek penelitian dengan menggunakan kuesioner. 2. Penelitian Kepustakaan Penelitian ini dilakukan dengan mengutip dari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari wajib pajak yang melalui pengisian kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan berbagai literatur seperti Undang-undang dan peraturan perpajakan, buku, artikel, jurnal, skripsi, data internet, majalah dan literatur lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.
35
D. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini terdapat dua pengujian, yaitu: 1. Uji Kualitas Data Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka sebelum dilakukan uji statistik terlebih dahulu data yang diperoleh harus dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas agar hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel (Sugiyono, 2005:267). a. Uji Validitas Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat menjawab secara cermat tentang variabel yang diukur. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2005:45). b. Uji Reliabilitas Instrumen dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda, suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005:41). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-
36
benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronboah Alpha diatas 0,60 maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2005:42). 2. Uji Hipotesis Untuk memahami perbedaan persepsi yang signifikan antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan mengenai Sunset Policy maka pengujian hipotesis dilakukan dengan model analisis parametrik menggunakan Independent Sample T-test. Pada uji ini akan ditentukan tingkat signifikansi (level of significant) sebesar ά = 0,05. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima atau Ha ditolak, dan jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima (Ghozali, 2005: 58). E. Operasional Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sunset Policy yang dipersepsikan oleh wajib pajak yang meliputi penghapusan sanksi administrasi dalam pembetulan SPT, pendaftaran NPWP dan penyampaian SPT yang mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak. Bobot penilaian atau angka hasil kuesioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala Likert. Skala berisi sejumlah pernyataan yang menyatakan objek yang hendak diungkap dengan standar penilaian terendah 1 dan tertinggi 5 dengan tipe jawaban Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
37
Tabel 3.1 Dimensi dan Indikator Kuesioner Persepsi Wajib Pajak terhadap Sunset Policy.
Variabel
Dimensi
Pembetulan SPT
Sunset Policy
Pendaftaran NPWP
Penyampaian SPT
Indikator
Butir Pertanyaan
Terdapat kurang bayar
1, 2
Bebas sanksi administrasi
3, 4, 5, 6
Bebas pemeriksaan pajak
7, 8
Kesadaran wajib pajak
9, 10, 11,12
Mendaftar sukarela
13,14
Bebas sanksi administrasi
15, 16
Penerimaan negara
17
Kepatuhan
18, 19, 20
Menghitung pajak
21
Melunasi Pajak
22
38
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama merupakan salah satu instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
132/PMK/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-86/PJ/2007 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya KPP Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama mempunyai wilayah kerja di dua kecamatan, yaitu: a. Kecamatan Kebayoran Lama yang terdiri atas: 1) Kelurahan Pondok Pinang 2) Kelurahan Kebayoran Lama Utara 3) Kelurahan Kebayoran Lama Selatan 4) Kelurahan Cipulir 5) Kelurahan Grogol Utara 6) Kelurahan Grogol Selatan
39
b. Kecamatan Pesanggrahan yang terdiri atas: 1) Kelurahan Pesanggrahan 2) Kelurahan Petukangan Utara 3) Kelurahan Petukangan Selatan 4) Kelurahan Ulujami 5) Kelurahan Bintaro
2. Struktur Organisasi Struktur organisasi KPP Pratama dijelaskan dalam gambar 4.1 berikut:
KEPALA KANTOR
Subbag Umum
Seksi Pengolahan Data &Informasi
Seksi Pelayanan
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Seksi Penagihan
Seksi
Seksi Pengawasan
Pemeriksaan
& Konsultasi
Kelompok Jabatan Fungsional
Gambar 4.1 Srtuktur Organisasi KPP Pratama
40
a. Tugas dan Tanggung Jawab KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama mengemban tugas dan tanggung
jawab
untuk
memberikan
pelayanan,
melaksanakan
pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak dibidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap bagian yang terdapat pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Uraian tugas masing-masing bagian yaitu: 1) Kepala Kantor Mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak di bidang pajak penghasilan. Pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya dan pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan dalam
wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
41
2) Sub Bagian Umum Membantu dan menunjang kelancaran tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan usaha dan kepegawaian, keuangan dan rumah tangga serta perlengkapan. 3) Seksi Pelayanan Membantu
tugas
kepala
kantor
penetapan
dan
penerbitan
dalam
produk
mengkoordinasikan hukum
perpajakan,
pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. 4) Seksi Pengolahan Data dan Informasi Mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filling dan penyiapan kinerja. 5) Seksi Pengawasan dan Konsultasi Mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan pajak lainnya),
42
bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. 6) Seksi Ekstensifikasi Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7) Seksi Pemeriksaan Mengkoordinasikan pemeriksaan,
pelaksanaan
penerbitan
dan
penyusunan
penyaluran
surat
rencana perintah
pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya. 8) Seksi Penagihan Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku. 9) Kelompok Jabatan Fungsional Pejabat fungsional terdiri dari pejabat fungsional pemeriksa dan pejabat fungsional penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala kantor KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan
43
seksi
pemeriksaan
sedangkan
pejabat
fungsional
penilai
berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi. b. Visi dan Misi Visi KKP Pratama Jakarta Kebayoran Lama yaitu: “Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat”, dan misinya adalah “Menghimpun penerimaan negara dari sektor perpajakan guna menunjang kemandirian pembiayaan APBN”. Misi yang diembannya yaitu: 1) Di bidang fiskal yaitu menghimpun penerimaan dari sektor pajak yang
menunjang
kemandirian
pembiayaan
pemerintah
berdasarkan Undang-undang perpajakan dengan efektifitas dan efisien yang tinggi. 2) Di bidang ekonomi yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan distorsi. 3) Di bidang politik yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa. 4) Di bidang keagamaan yaitu senantiasa memperbaharui diri, sesuai aspirasi masyarakat dan mewujudkan administrasi perpajakan mutakhir.
44
3. Karakteristik Responden Data penelitian ini dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Penyebaran kuesioner dimulai pada pertengahan bulan November sampai dengan akhir bulan November 2008. Penyebaran kuesioner ini dilakukan secara rutin. Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung kepada responden. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 77 kuesioner dengan tingkat proporsi pembagian sebagai berikut: a. Wajib pajak orang pribadi Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 50 kuesioner dan jumlah yang kembali adalah sebanyak 50 kuesioner atau 100%. Sebanyak 9 kuesioner tidak dapat diolah karena tidak terisi lengkap. b. Wajib pajak badan Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 40 kuesioner dan jumlah yang kembali adalah sebanyak 40 kuesioner atau 100%. Sebanyak 7 kuesioner tidak dapat diolah karena tidak terisi lengkap. Distribusi kuesioner dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 4.1. berikut ini:
45
Tabel 4.1 Distribusi Kuesioner Wajib Pajak
Keterangan
Orang Pribadi
Kuesioner yang disebar
Persentase
Wajib Pajak Badan
Persentase
50
100%
40
100%
diolah
9
18%
7
17,5%
Kuesioner yang dapat diolah
41
82%
33
82,5%
Kuesioner yang tidak dapat
Sumber: Data primer yang telah diolah Berikut adalah rincian dari karakteristik responden wajib pajak orang pribadi yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan jenis pekerjaan. Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
22 19 41
53,66% 46,34% 100%
Pria Wanita Jumlah
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan jenis kelamin, responden yang merupakan wajib pajak orang pribadi dalam penelitian ini terdiri dari 22 responden pria atau sebanyak 53,66% dan 19 responden wanita atau sebanyak 46,34% dari jumlah keseluruhan 41 responden.
46
Tabel 4.3 Usia Responden Usia < 20 tahun 20 – 30 tahun 30 – 40 tahun > 40 tahun Jumlah
Jumlah
Persentase
2 23 6 10 41
4,88% 56,1% 14,63% 24,39% 100%
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan usia, responden dalam penelitian ini terdiri dari 2 responden yang berusia kurang dari 20 tahun atau sebanyak 4,88%, 23 responden yang berusia antara antara 20 sampai dengan 30 tahun atau sebanyak 56,1% , 6 responden yang berusia antara 30 sampai dengan 40 tahun atau sebanyak 14,63%, dan 10 responden atau 24,49% yang berusia lebih dari 40 tahun dari jumlah keseluruhan 41 responden. Tabel 4.4 Pendidikan Terakhir Responden Pendidikan Terakhir SMA Diploma S1 S2 Jumlah
Jumlah
Persentase
10 7 19 5 41
24,39% 17,07% 46,34% 12,2% 100%
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan
pendidikan
terakhir,
jumlah
reponden
yang
berpendidikan akhir SMA sebanyak 10 orang atau 24,39%, berpendidikan Diploma sebanyak 7 orang atau 17,07%, berpendidikan S1 sebanyak 19 orang atau 46,34%, dan berpendidikan S2 sebanyak 5 orang atau 12,2%. 47
Tabel 4.5 Jenis Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Pegawai negeri Pegawai Swasta Profesi Wira usaha Jumlah
Jumlah 6 28 7 41
Persentase 14,63% 68,3% 17,07% 100%
Sumber: Data primer yang telah diolah
Berdasarkan jenis pekerjaan, responden dalam penelitian ini terdiri dari 6 responden pegawai negeri atau sebanyak 14,63%, 28 responden pegawai swasta atau sebanyak 68,3%, dan 7 orang responden atau sebanyak 17,07% adalah wira usaha dari 41 jumlah keseluruhan responden. Identitas wajib pajak badan diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha wajib pajak. Berikut adalah rincian dari karakteristik responden wajib pajak badan: Tabel 4.6 Jenis Usaha Responden Jenis Usaha
Jumlah
Persentase
Dagang
16
48,49%
Jasa
17
51,51%
Industri
_
_
Jumlah
100%
Sumber: Data Primer yang telah diolah
48
Berdasarkan jenis usaha, dari 33 jumlah keseluruhan responden sebanyak 16 perusahaan atau 48,49% merupakan perusahaan dagang dan sebanyak 17 perusahaan atau 51,51% merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa. B. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas Pengujian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
Pearson
Correlation. Pedoman suatu model dikatakan valid yaitu jika tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid. Tabel 4.7 berikut menunjukkan hasil uji validitas dari 74 sampel responden. Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pertanyaan
Sig
Keterangan
Q1 Q2 Q3
0,023 0,070 0,000
Valid Tidak valid Valid
Q4 Q5 Q6 Q7
0,000 0,000 0,492 0,000
Valid Valid Tidak valid Valid
Q8 Q9 Q10 Q11
0,003 0,617 0,002 0,000
Valid Tidak valid Valid Valid
Q12 Q13 Q14
0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid
49
Lanjutan Tabel 4.7: Pertanyaan Q15
Sig 0,000
Keterangan Valid
Q16 Q17 Q18 Q19
0,000 0,000 0,002 0,000
Valid Valid Valid Valid
Q20 Q21 Q22
0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, dari 22 pertanyaan terdapat 3 butir pertanyaan yang mempunyai nilai signifikansi diatas 0,05 yaitu pertanyaan butir ke 2, 6, dan 9 maka 3 butir pertanyaan itu dinyatakan tidak valid dan tidak diikutsertakan dalam pengujian berikutnya. Pengujian dilakukan kembali setelah variabel yang tidak valid tidak diikutsertakan. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa 19 butir pertanyaan yang diujikan kembali adalah valid, yaitu korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi dibawah 0,05 seperti ditunjukkan oleh tabel berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Pertanyaan
Sig
Keterangan
Q1
0,023
Valid
Q3 Q4 Q5
0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid
50
Lanjutan Tabel 4.8: Pertanyaan
Sig
Keterangan
Q7 Q8
0,000 0,003
Valid Valid
Q10 Q11 Q12 Q13
0,002 0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid Valid
Q14 Q15 Q16 Q17
0,000 0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid Valid
Q18 Q19 Q20 Q21
0,002 0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid Valid
Q22
0,000
Valid
Sumber: Data primer yang telah diolah
2. Uji Reliabilitas Pengujian ini menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2005: 42). Tabel berikut menunjukkan hasil uji reliabilitas 74 sampel responden: Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .809
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .812
N of Items 19
51
Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa pertanyaan yang diuji memberikan nilai Cronbach Alpha 0,809 atau 80,9%. Angka ini lebih besar dari 0,60 yang menurut Nunnally (1967) dalam Ghozali (2005:42) bisa dikatakan reliabel. C. Analisis Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk menguraikan jawaban setiap item pertanyaan juga perbandingan rata-rata (mean) atas skor jawaban dari masingmasing kelompok yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan mengenai kebijakan penghapusan sanksi administrasi perpajakan (Sunset Policy) yang terbagi dalam tiga aspek yaitu pembetulan SPT, Pendaftaran NPWP dan Penyampaian SPT. 1. Pembetulan SPT Tabel 4.10 Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi Jumlah Responden
Jawaban No
Pertanyaan
STS
TS
SS
(Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
3
6
20
12
_
2
4
23
12
_
2
3
19
17
Membetulkan SPT karena 1
kurang bayar dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan. Pembebasan sanksi
2
administrasi memotivasi wajib pajak untuk membetulkan SPT. Penghapusan sanksi
3
administrasi menguntungkan wajib pajak.
52
Lanjutan Tabel 4.10:
Jumlah Responden
Jawaban No
Pertanyaan
STS
TS
SS
(Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
1
5
4
18
13
1
7
10
17
6
Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari pengenaan
S 4
u
sanksi yang timbul apabila melaksanakan kewajiban perpajakan
S u
dengan benar. Tidak adanya pemeriksaan pajak
S5
memotivasi wajib pajak untuk melakukan
S
pembetulan SPT
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, dapat dilihat jawaban dari wajib pajak orang pribadi untuk dimensi pembetulan SPT merupakan persepsi yang positif, hal ini dapat dilihat dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada 41 responden, 31 responden menyetujui bahwa membetulkan SPT karena kurang bayar dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan, 35 responden menyetujui bahwa pembebasan sanksi administrasi memotivasi wajib pajak untuk membetulkan SPT, 36 responden menyetujui bahwa penghapusan sanksi administrasi menguntungkan wajib pajak, dan 31 responden menyetujui bahwa Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari pengenaan sanksi yang timbul apabila melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar.
53
Akan tetapi, tidak adanya pemeriksaan pajak tidak sepenuhnya dapat memotivasi wajib pajak, dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju cukup besar. Hal ini mungkin disebabkan karena dalam melakukan pembetulan SPT untuk memanfaatkan Sunset Policy alasan yang lebih kuat adalah untuk menghindari pengenaan bunga, bukan untuk menghindari pemeriksaan pajak. Tabel 4.11 Jawaban Wajib Pajak Badan Jumlah Responden
Jawaban No
Pertanyaan
STS
TS
SS
(Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
1
2
22
8
_
2
4
15
12
_
2
2
17
12
1
5
10
10
7
_
13
5
12
3
Membetulkan SPT karena 1
kurang bayar dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan. Pembebasan sanksi administrasi memotivasi
2
wajib pajak untuk membetulkan SPT. Penghapusan sanksi administrasi
3
menguntungkan wajib pajak. Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari pengenaan
4
sanksi yang timbul apabila melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar. Tidak adanya pemeriksaan pajak
5
memotivasi wajib pajak untuk melakukan pembetulan SPT
54
Berdasarkan Tabel 4.11 di atas, untuk wajib pajak badan dari masingmasing pertanyaan yang diajukan kepada 33 responden, 30 responden menyetujui bahwa membetulkan SPT karena kurang bayar dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan, 27 responden menyetujui bahwa pembebasan sanksi administrasi memotivasi wajib pajak untuk membetulkan SPT, dan 29 responden
menyetujui
bahwa
penghapusan
sanksi
administrasi
menguntungkan wajib pajak. Sebanyak 17 responden menyetujui bahwa Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari pengenaan sanksi yang timbul apabila melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, namun responden yang menjawab ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan ini juga cukup besar, yaitu sebanyak 16 responden. Hal ini dapat disebabkan karena masih adanya kekhawatiran wajib pajak akan pengenaan sanksi yang lain mesipun sanksi administrasi berupa bunga telah dihapuskan. Demikian pula untuk pertanyaan kelima, 15 responden menyetujui bahwa tidak adanya pemeriksaan pajak memotivasi wajib pajak untuk melakukan pembetulan SPT, namun sebanyak 5 responden menjawab ragu-ragu dan 13 responden tidak setuju. Seperti halnya pada wajib pajak orang pribadi, hal ini dapat disebabkan karena dalam melakukan pembetulan SPT untuk memanfaatkan Sunset Policy alasan yang lebih kuat dari wajib pajak badan adalah untuk menghindari pengenaan bunga, bukan untuk menghindari pemeriksaan pajak.
55
Tabel 4.12 Perbandingan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak Pertanyaan
No
e 1
a
Wajib Pajak Badan
4,00
4,12
4,09
4,21
4,24
4,21
3,90
3,57
3,51
3,18
Membetulkan SPT karena kurang bayar
l dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan. 2
Wajib Pajak Orang Pribadi
Pembebasan sanksi administrasi memotivasi wajib pajak untuk membetulkan SPT.
h Penghapusan sanksi administrasi 3
menguntungkan wajib pajak. Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari
d 4
i melaksanakan kewajiban perpajakan dengan o
5
pengenaan sanksi yang timbul apabila
benar. Tidak adanya pemeriksaan pajak memotivasi wajib pajak untuk melakukan pembetulan SPT
s Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan Tabel 4.12 di atas, rata-rata skor jawaban untuk masingmasing pertanyaan tidak jauh berbeda antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi. Untuk pertanyaan pertama dan kedua, rata-rata skor wajib pajak badan lebih tinggi daripada wajib pajak orang pribadi. Hal ini dapat disebabkan karena secara materiil mungkin wajib pajak badan membayar pajak dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada wajib pajak orang pribadi, sehingga wajib pajak badan lebih merasa terbantu dengan adanya penghapusan bunga dan termotivasi untuk melakukan pembetulan SPT daripada wajib pajak orang pribadi. Akan tetapi, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan sama- sama memiliki persepsi yang positif, 56
hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor untuk kedua kelompok yang melebihi nilai 4,00. Rata-rata skor jawaban pertanyaan ketiga, keempat dan kelima untuk wajib pajak orang pribadi lebih tinggi daripada wajib pajak badan. Untuk pertanyaan ketiga, meskipun rata-rata wajib pajak orang pibadi lebih tinggi dari wajib pajak badan, kedua kelompok sama-sama memiliki persepsi yang positif, yaitu menyetujui bahwa penghapusan sanksi menguntungkan wajib pajak, sedangkan untuk pertanyaan keempat dan kelima jawaban responden mengarah kepada persepsi yang negatif, dimana skor jawaban rata-rata responden dibawah 4,00. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok meragukan bahwa Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari pengenaan sanksi yang timbul apabila melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kekhawatiran wajib pajak badan akan pengenaan sanksi yang lain meskipun sanksi administrasi berupa bunga telah dihapuskan. Wajib pajak badan juga merasa kurang termotivasi untuk melakukan pembetulan SPT meskipun tidak ada pemeriksaan pajak, hal ini mungkin dapat disebabkan karena motivasi utama untuk melakukan pembetulan SPT yaitu agar terhindar dari sanksi bunga.
57
2. Pendaftaran NPWP Tabel 4.13 Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi Jumlah Responden
Jawaban
No
Pertanyaan
TS (Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
SS
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
1
4
12
21
3
_
_
_
26
15
_
_
2
14
25
_
2
2
24
14
_
2
4
21
14
2
_
6
22
11
STS
Penghentian pemeriksaan jika wajib pajak yang diperiksa memanfaatkan 1
Sunset Policy selama Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum diterbitkan. Kesadaran dalam memenuhi tanggung
2
jawab perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. Kesadaran unuk memanfaatkan Sunset
3
Policy memerlukan sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak. Sunset Policy memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk
4
mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. Sukarela mendaftarkan
5
diri untuk memperoleh NPWP. Sunset Policy akan meningkatkan Jumlah
6
wajib pajak terdaftar secara signifikan.
58
Lanjutan Tabel 4.13: Jumlah Responden
Jawaban No Pertanyaan
STS
TS
SS
(Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
1
2
4
22
12
1
_
5
26
9
1
2
5
22
11
1
1
4
28
7
1
1
2
28
9
_
1
3
24
11
Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibebaskan dari sanksi 7
bunga 2% per bulan dari pajak yang tidak/kurang dibayar. Pembebasan sanksi administrasi memotivasi
8
wajib pajak untuk memiliki NPWP. Sunset Policy akan meningkatkan
9
penerimaan negara secara signifikan. Sunset Policy memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui
10
ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan wajib pajak. Sunset Policy memberikan kemudahan
11
bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Sunset Policy mendorong
12
wajib pajak menjadi lebih patuh
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan Tabel 4.13 di atas, dapat dilihat jawaban dari wajib pajak orang pribadi untuk dimensi pendaftaran NPWP merupakan persepsi yang 59
positif, hal ini dapat dilihat dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada 41 responden, hasilnya yaitu: a. 24 responden menyetujui bahwa pemeriksaan akan dihentikan jika wajib pajak yang diperiksa memanfaatkan Sunset Policy selama Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum diterbitkan, tetapi responden yang menjawab ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju cukup signifikan, yaitu berjumlah 17 responden. Hal ini dapat disebabkan karena adanya harapan wajib pajak agar ketika wajib pajak yang sedang diperiksa memanfaatkan Sunset Policy pemeriksaan tetap dapat dihentikan meskipun SPHP sudah diterbitkan. b. 41 responden menyetujui bahwa kesadaran dalam memenuhi tanggung jawab perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. Dapat dilihat bahwa 100% dari responden wajib pajak orang pribadi memiliki persepsi yang positif, yaitu menyetujui bahwa kesadaran dalam memenuhi tanggung jawab perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. c. 39 responden menyetujui bahwa kesadaran unuk memanfaatkan Sunset Policy memerlukan sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak. Sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak tentunya akan meningkatkan pengetahuan wajib pajak mengenai perpajakan, sehingga dengan meningkatnya pengetahuan wajib pajak diharapkan kesadaran wajib pajak dapat meningkat pula. d. 38 responden menyetujui bahwa Sunset Policy memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara
60
sukarela,
dengan
diberlakukannya
penghapusan
sanksi
tentunya
diharapkan wajib pajak yang awalnya merasa enggan untuk berurusan dengan pajak dapat memenuhi kewajibannya secara sukarela. e. 35 responden menyetujui bahwa mereka secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, ini berarti sudah terciptanya kesadaran dari wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. f. 33 responden menyetujui bahwa Sunset Policy akan meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar secara signifikan, dengan terciptanya kesadaran dari wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela, tentunya jumlah wajib pajak terdaftar akan terus meningkat. g. 34 responden menyetujui bahwa mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan dari pajak yang tidak/kurang dibayar, wajib pajak tentunya merasa lebih ringan bebannya dalam membayar pajak dengan dihapuskannya sanksi bunga, sehingga hal ini mendapat sambutan yang positif dari wajib pajak. h. 35 responden menyetujui bahwa pembebasan sanksi administrasi memotivasi wajib pajak untuk memiliki NPWP. Pembebasan sanksi setidaknya memotivasi wajib pajak yang awalnya enggan untuk berurusan dengan pajak, bersedia untuk mulai melaksanakan kewajibannya secara sukarela. i.
33 responden menyetujui bahwa Sunset Policy akan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, dengan meningkatnya jumlah wajib
61
pajak terdaftar dan tumbuhnya kesadaran wajib pajak tentunya penerimaan negara akan dapat ditingkatkan. j.
35 responden menyetujui bahwa Sunset Policy memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran
pemenuhan
kewajiban
perpajakan yang dilaksanakan wajib pajak. Hal ini sejalan dengan berlakunya
Undang-undang KUP tahun 2008
yang memberikan
kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. k. 37 responden menyetujui bahwa Sunset Policy memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Meskipun untuk memanfaatkan Sunset Policy banyak menyita waktu wajib pajak untuk berbagai persiapan, wajib pajak tetap merasa diberikan kemudahan dalam melaksanakan kewajibannya. Hal ini tentunya dipicu oleh keinginan wajib pajak untuk dapat memanfaatkan penghapusan sanksi. l.
35 responden menyetujui bahwa Sunset Policy mendorong wajib pajak menjadi lebih patuh. Adanya penghapusan sanksi yang dapat memotivasi wajib pajak untuk membayar kekurangan pajak, mendaftar NPWP, dan memenuhi kewajiban perpajakan lainnya diharapkan dapat terus meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
62
Tabel 4.14 Jawaban Wajib Pajak Badan
Jumlah Responden
Jawaban
No
Pertanyaan
TS (Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
SS
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
4
8
16
5
_
2
1
15
15
1
1
1
17
13
_
_
5
17
11
_
_
5
15
13
_
1
6
13
13
STS
Penghentian pemeriksaan jika wajib pajak yang diperiksa memanfaatkan 1
Sunset Policy selama Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum diterbitkan. Kesadaran dalam memenuhi tanggung
2
jawab perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. Kesadaran unuk memanfaatkan Sunset
3
Policy memerlukan sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak. Sunset Policy memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk
4
mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. Sukarela mendaftarkan
5
diri untuk memperoleh NPWP. Sunset Policy akan meningkatkan Jumlah
6
wajib pajak terdaftar secara signifikan.
63
Lanjutan Tabel 4.14:
Jumlah Responden
Jawaban
No
Pertanyaan
TS (Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
SS
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
2
3
17
11
_
1
1
18
13
_
2
5
13
13
_
1
13
16
3
_
3
3
19
8
_
3
7
16
7
STS
Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibebaskan dari sanksi 7
bunga 2% per bulan dari pajak yang tidak/kurang dibayar. Pembebasan sanksi administrasi memotivasi
8
wajib pajak untuk memiliki NPWP. Sunset Policy akan meningkatkan
9
penerimaan negara secara signifikan. Sunset Policy memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui
10
ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan wajib pajak. Sunset Policy memberikan kemudahan
11
bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Sunset Policy mendorong
12
wajib pajak menjadi lebih patuh
Sumber: Data primer yang telah diolah
64
Berdasarkan Tabel 4.14 di atas, dapat dilihat jawaban dari wajib pajak badan untuk dimensi pendaftaran NPWP merupakan persepsi yang positif, hal ini dapat dilihat dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada 33 responden, hasilnya yaitu: a. 21 responden menyetujui bahwa pemeriksaan akan dihentikan jika wajib pajak yang diperiksa memanfaatkan Sunset Policy selama Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum diterbitkan. (SPHP) belum diterbitkan. Akan tetapi, responden yang menjawab ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju cukup signifikan, yaitu berjumlah 12 responden. Hal ini dapat disebabkan karena adanya harapan wajib pajak agar ketika wajib pajak yang sedang diperiksa memanfaatkan Sunset Policy pemeriksaan tetap dapat dihentikan meskipun SPHP sudah diterbitkan. b. 30 responden menyetujui bahwa kesadaran dalam memenuhi tanggung jawab perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. Dapat dilihat bahwa hampir 100% dari responden wajib pajak orang pribadi memiliki persepsi yang positif, yaitu menyetujui bahwa kesadaran dalam memenuhi tanggung jawab perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. c. 30 responden menyetujui bahwa kesadaran unuk memanfaatkan Sunset Policy memerlukan sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak. Sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak tentunya akan meningkatkan pengetahuan wajib pajak mengenai perpajakan, sehingga dengan
65
meningkatnya pengetahuan wajib pajak diharapkan kesadaran wajib pajak dapat meningkat pula. d. 28 responden menyetujui bahwa Sunset Policy memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela,
dengan
diberlakukannya
penghapusan
sanksi
tentunya
diharapkan wajib pajak yang awalnya merasa enggan untuk berurusan dengan pajak dapat memenuhi kewajibannya secara sukarela. e. 28 responden menyetujui bahwa sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, ini berarti sudah terciptanya kesadaran dari wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. f. 26 responden menyetujui bahwa Sunset Policy akan meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar secara signifikan, dengan terciptanya kesadaran dari wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela, tentunya jumlah wajib pajak terdaftar akan terus meningkat. g. 28 responden menyetujui bahwa mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan dari pajak yang tidak/kurang dibayar, wajib pajak tentunya merasa lebih ringan bebannya dalam membayar pajak dengan dihapuskannya sanksi bunga, sehingga hal ini mendapat sambutan yang positif dari wajib pajak. h. 31 responden menyetujui bahwa pembebasan sanksi administrasi memotivasi wajib pajak untuk memiliki NPWP. Pembebasan sanksi setidaknya memotivasi wajib pajak yang awalnya enggan untuk berurusan
66
dengan pajak, bersedia untuk mulai melaksanakan kewajibannya secara sukarela. i.
26 responden menyetujui bahwa Sunset Policy akan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, dengan meningkatnya jumlah wajib pajak terdaftar dan tumbuhnya kesadaran wajib pajak tentunya penerimaan negara akan dapat ditingkatkan.
j.
19 responden menyetujui bahwa Sunset Policy memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran
pemenuhan
kewajiban
perpajakan yang dilaksanakan wajib pajak. Hal ini sejalan dengan berlakunya
Undang-undang KUP tahun 2008
yang memberikan
kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. k. 27 responden menyetujui bahwa Sunset Policy memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Meskipun untuk memanfaatkan Sunset Policy banyak menyita waktu wajib pajak untuk berbagai persiapan, wajib pajak tetap merasa diberikan kemudahan dalam melaksanakan kewajibannya. Hal ini tentunya dipicu oleh keinginan wajib pajak untuk dapat memanfaatkan penghapusan sanksi. l.
23 responden menyetujui bahwa Sunset Policy mendorong wajib pajak menjadi lebih patuh. Adanya penghapusan sanksi yang dapat memotivasi wajib pajak untuk membayar kekurangan pajak, mendaftar NPWP, dan
67
memenuhi kewajiban perpajakan lainnya diharapkan dapat terus meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tabel 4.15 Perbandingan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak
Pertanyaan
No
Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak Badan
3,51
3,66
4,34
4,27
4,58
4,27
4,19
4,15
4,14
4,21
4,07
4,09
4,17
4,21
4,00
4,27
4,02
4,12
Penghentian pemeriksaan jika wajib pajak yang 1
diperiksa memanfaatkan Sunset Policy selama Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum diterbitkan. Kesadaran dalam memenuhi tanggung jawab
2
perpajakan mendukung pencapaian tujuan Sunset Policy. Kesadaran unuk memanfaatkan Sunset Policy
3
memerlukan sosialisasi dan pembinaan dari aparat pajak. Sunset Policy memberikan kesempatan kepada
4
wajib pajak untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. Sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh
5
NPWP. Sunset Policy akan meningkatkan Jumlah wajib
6
pajak terdaftar secara signifikan. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
7
dibebaskan dari sanksi bunga 2% per bulan dari pajak yang tidak/kurang dibayar. Pembebasan sanksi administrasi memotivasi
8
wajib pajak untuk memiliki NPWP. Sunset Policy akan meningkatkan penerimaan
9
negara secara signifikan.
68
Lanjutan Tabel 4.16:
Pertanyaan
No
Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak Badan
Sunset Policy memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan 10
kewajiban perpajakan yang dilaksanakan wajib
3,97
3,63
pajak. Sunset Policy memberikan kemudahan bagi wajib 11
pajak dalam melaksanakan hak dan
4,12
4,03
4,04
3,84
kewajibannya. Sunset Policy mendorong wajib pajak menjadi 12
lebih patuh
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan Tabel 4.15 di atas, rata-rata skor jawaban untuk masingmasing pertanyaan tidak jauh berbeda antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi. Untuk pertanyaan pertama, jawaban wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi mengarah kepada persepsi yang negatif, hal ini dapat dilihat dari rata-rata jawaban kedua kelompok yang skornya kurang dari 4,00. Hal ini dapat disebabkan karena adanya harapan wajib pajak agar ketika wajib pajak yang sedang diperiksa memanfaatkan Sunset Policy pemeriksaan tetap dapat dihentikan meskipun SPHP sudah diterbitkan. Untuk pertanyaan kedua sampai dengan keempat, rata-rata skor wajib pajak orang pribadi lebih tinggi daripada wajib pajak badan. Hal ini dapat disebabkan karena wajib pajak orang pribadi lebih meningkat kesadarannya untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela daripada wajib pajak badan.
69
Untuk pertanyaan kelima sampai dengan pertanyaan kesembilan, ratarata skor wajib pajak badan lebih tinggi daripada wajib pajak orang pribadi. Hal ini dapat disebabkan wajib pajak badan lebih termotivasi untuk memanfaatkan Sunset Policy karena lebih merasakan manfaat dari Sunset Policy mengingat secara materiil wajib pajak badan membayar pajak dalam jumlah yang lebih besar daripada wajib pajak orang pribadi. Untuk pertanyaan kesepuluh sampai dengan pertanyaan kedua belas, rata-rata skor wajib pajak orang pribadi lebih tinggi daripada wajib pajak badan. Hal ini dapat disebabkan wajib pajak badan untuk kurang terdorong untuk menjadi lebih patuh dan adanya persepsi dari wajib pajak badan bahwa Direktorat Jenderal Pajak dapat mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan wajib pajak meskipun tidak ada Sunset policy mengingat selama ini wajib pajak badan lebih diprioritaskan untuk diperiksa oleh aparat pajak karena dinilai memiliki potensi jumlah pembayaran pajak yang cukup besar bagi penerimaan negara. 3. Penyampaian SPT Tabel 4.16 Jawaban Wajib Pajak Orang Pribadi Jumlah Responden
Jawaban
No
Pertanyaan
TS (Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
SS
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
1
5
27
8
STS
Berusaha menghitung 1
pajak dengan benar dalam memanfaatkan Sunset Policy.
70
Lanjutan Tabel 4.16:
Jumlah Responden
Jawaban
No
Pertanyaan
TS (Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
SS
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
_
7
29
5
STS
Berusaha melunasi seluruh pajak kurang 2
bayar dari penyampaian SPT.
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan Tabel 4.16 di atas, dapat dilihat jawaban dari wajib pajak orang pribadi untuk dimensi penyampaian SPT merupakan persepsi yang positif, hal ini dapat dilihat dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada 41 responden, 35 responden menyetujui bahwa mereka berusaha menghitung pajak dengan benar dalam memanfaatkan Sunset Policy, dan 35 responden menyetujui bahwa mereka berusaha melunasi seluruh pajak kurang bayar dari penyampaian SPT. Tabel 4.17 Jawaban Wajib Pajak Badan Jumlah Responden
Jawaban
No
Pertanyaan
TS (Bobot 4)
R (Bobot 3)
S
SS
(Bobot 5)
(Bobot2)
(Bobot 1)
_
2
4
17
10
_
1
2
19
11
STS
Berusaha menghitung 1
pajak dengan benar dalam memanfaatkan Sunset Policy. Berusaha melunasi seluruh pajak kurang
2
bayar dari penyampaian SPT.
Sumber: Data primer yang telah diolah
71
Berdasarkan Tabel 4.17 di atas, dapat dilihat pula jawaban dari wajib pajak badan untuk dimensi penyampaian SPT merupakan persepsi yang positif, hal ini dapat dilihat dari masing-masing pertanyaan yang diajukan kepada 33 responden, 27 responden menyetujui bahwa mereka berusaha menghitung pajak dengan benar dalam memanfaatkan Sunset Policy, dan 30 responden menyetujui bahwa mereka berusaha melunasi seluruh pajak kurang bayar dari penyampaian SPT.
Tabel 4.18 Perbandingan Rata-rata Jawaban Wajib Pajak No 1
Pertanyaan
Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak Badan
4,02
4,21
3,92
4,06
Berusaha menghitung pajak dengan benar dalam memanfaatkan Sunset Policy. Berusaha melunasi seluruh pajak kurang
2
bayar dari penyampaian SPT.
Sumber: Data primer yang telah diolah Berdasarkan tabel 4.18 di atas, rata-rata skor jawaban untuk masingmasing pertanyaan tidak jauh berbeda antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi. Untuk pertanyaan pertama dan kedua, rata-rata skor wajib pajak badan lebih tinggi daripada wajib pajak orang pribadi. Hal ini dapat disebabkan karena wajib pajak badan lebih mempunyai kepentingan dalam membayar pajak, dimana patuh atau tidaknya suatu perusahaan dalam membayar pajak akan mempengaruhi citra dari perusahaan itu sendiri, citra yang baik tentunya akan meningkatkan kepercayaan pihak-pihak lain terhadap 72
suatu perusahaan, sehingga dengan mematuhi kewajiban perpajakannya maka akan banyak dampak positif yang yang diperoleh suatu perusahaan. Akan tetapi, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan memiliki persepsi yang positif bahwa mereka berusaha menghitung pajak dengan benar dalam memanfaatkan Sunset Policy, dan berusaha melunasi seluruh pajak kurang bayar dari penyampaian SPT. D. Uji Hipotesis Pengujian
hipotesis
dalam
penelitian
ini
mengggunakan
uji
parametriks, yaitu Independent Sample T-test dengan menggunakan program SPSS 12.00. Dari pengujian Independent Sample T-test maka didapatkan output sebagai berikut: Tabel 4.19 Output SPSS 1 Independent Sample T-test Group Statistics
PERSEPSI
STATUS WP OP WP BADAN
41
Mean 77.05
Std. Deviation 7.242
Std. Error Mean 1.131
33
76.09
7.303
1.271
N
Berdasarkan output SPSS yang pertama ini dapat dilihat bahwa ratarata (mean) untuk wajib pajak badan adalah 77,05 dengan jumlah sampel sebanyak 41 dan mean untuk wajib pajak badan adalah 76,08 dengan jumlah sampel sebanyak 33, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap Sunset Policy, untuk melihat apakah benar tidak ada perbedaan
73
secara nyata dalam statistik maka harus melihat output bagian kedua berikut ini: Tabel 4.20 Output SPSS 2 Independent Sample T-test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F PERSEPSI Equal variances assumed Equal variances not assumed
.346
Sig. .558
t-test for Equality of Means
t
Mean Sig. (2-tailed) Difference
df
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
.563
72
.575
.958
1.700
-2.431
4.347
.563
68.415
.575
.958
1.702
-2.437
4.353
Ada dua tahapan analisis yang harus dilakukan, pertama kita akan menguji apakah varians kedua populasi itu sama (equal variance assumed) atau memiliki varians yang tidak sama (equal variance not assumed) dengan melihat Levene’s test. Pada hasil output di atas dapat dilihat bahwa F hitung Levene’s test sebesar 0,346 dengan probabilitas 0,558. Dapat disimpulkan bahwa H0 tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama
karena
probabilitas lebih besar dari 0,05. Langkah kedua, melihat T test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan secara signifikan. Berdasarkan output SPSS di atas dapat dilihat pada equal variance assumed karena dari hasil Levene’s test populasi memiliki varians yang sama, dapat dilihat bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah 0,563 dengan probabilitas signifikansi 0,575 (two tailed), karena 0,575 > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.
74
E. Pembahasan Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan mengenai Sunset Policy, yaitu kebijakan penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sebesar 2% per bulan yang berlaku selama tahun 2008 ini. Peneliti mencoba menguraikan persepsi dari setiap kelompok sesuai dengan setiap indikator yang ada dalam instrumen penelitian dalam analisis deskriptif. Berdasarkan analisis deskriptif, terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan mengenai apakah Sunset Policy menghindarkan wajib pajak dari pengenaan sanksi yang timbul apabila tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, apakah termotivasi untuk melakukan pembetulan SPT karena tidak adanya pemeriksaan pajak, dan apakah mendorong wajib pajak menjadi lebih patuh. Secara keseluruhan wajib pajak orang pribadi memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan wajib pajak badan, namun demikian perbedaan persepsi ini tidak signifikan. Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan Independent Sample T test, secara keseluruhan tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.
75
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan mengenai kebijakan penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sebesar 2% per bulan (Sunset Policy). Berdasarkan hasil pengujian dan analisis terhadap data dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima, ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan diantara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap kebijakan penghapusan sanksi perpajakan berupa bunga sebesar 2% per bulan (Sunset Policy). Wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi sangat menyetujui bahwa dalam pencapaian tujuan Sunset Policy sangat dibutuhkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi tanggung jawab perpajakan.
B. IMPLIKASI Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa hipotesis nol diterima, ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan diantara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap kebijakan penghapusan sanksi perpajakan berupa bunga sebesar 2% per bulan (Sunset Policy). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang positif terhadap Sunset Policy. Hal ini menunjukkan bahwa
76
kebijakan penghapusan sanksi administrasi yang diberlakukan tahun 2008 ini mendapat sambutan yang positif dari wajib pajak. Implikasi yang didapat dari penelitian ini adalah pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak hendaknya
dapat
terus menerapkan kebijakan-kebijakan
yang
dapat
memberikan kemudahan bagi wajib pajak serta meningkatkan akuntabilitas dari pengelolaan pajak itu sendiri sehingga dapat tercipta persepsi yang positif dari wajib pajak dan kesadaran untuk memenuhi tanggung jawab perpajakan semakin meningkat.
77
DAFTAR PUSTAKA Anisah, Nina. “Analisis Pengaruh Peran Account Representative terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Gambir Dua” Skripsi FEIS UIN, Jakarta, 2007.
Anonim. “Sunset Policy - Pengampunan Pajak di UU KUP 2008”, artikel diakses tanggal 23 Maret 2008, dari http://nindityo.wordpress.com/2008/03/23/sun set-polici-pengampunan-pajak-di-uu-kup-2008/
Anonim. ”Pengertian Persepsi”, artikel diakses 1 Mei 2008, dari http://teoripsiko logi.blogspot.com/2008/05/pengertian-persepsi.html
Asnita dan Bandi, “Akuntansi Islam: Persepsi Akuntan dan Calon Akuntan”, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar, 2007.
Departemen Pendidikan Nasional. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka, Jakarta, 2003. Direktorat Jenderal Pajak. “Sekitar Sunset Policy”, Kanwil DJP Jakarta Selatan, 2008. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS”, Edisi III, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Jakarta, 2005.
Ghufron, Muchamad. “Sunset Policy Rangsang Wajib Pajak”, artikel diakses tanggal 23 Mei 2008, dari http://jurnalnasional.com/?cari=modernisasi&de tail=BUMN%20dan%20Korporat&media=KR&rbrk=
Gunadi. “Pajak untuk Pelayanan Publik”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Volume 4 Nomor 2, Agustus, Jakarta, 2003. Hamid, Abdul. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta, 2007. Hutagaol, John, dkk. “Kapita Selekta Perpajakan”, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 2004. 78
Iswahyudi, Tedy. “Reformasi Perpajakan: Menuju Sistem Administrasi Perpajakan yang Menopang Penerimaan Pajak”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Volume 4 Nomor 8 Mei, Jakarta, 2005. Malik, Maria Ulfah. “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan terhadap Pelaksanaan Self Assessment System dalam Memenuhi Kewajiban Pajak (Studi Kasus pada KPP Perusahaan Masuk Bursa)”, Skripsi FEIS UIN, Jakarta, 2007. Mardiasmo. “Perpajakan”, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta, 2005. Mulyodiwarno, Nuryadi. “Catatan Tentang Kebijakan Sanksi Perpajakan sejak Undang-undang KUP 1983 hingga Undang-undang KUP 2007”, Inside Tax, Edisi 02 Desember, Jakarta, 2007. Mustikasari, Elia. “Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya”, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar, 2007.
Pinasti, Margani. “Pengaruh Penyelenggaraan dan Penggunaan Informasi Akuntansi Terhadap Persepsi Pengusaha Kecil atas Informasi Akuntansi : Suatu Riset Eksperimen”, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar, 2007. Resmi, Siti. “ Perpajakan Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Sugiyono. “Metode Penelitian Bisnis”, Alfabeta, Bandung, 2005. Surahmat, Rachmanto. “Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak”, Tax Partner, Purwanto, Sarwoko & Sandjaja Consult, artikel diakses tanggal 23 Mei 2008, dari http:/www.dannydarussalam.com/engine/artikel/art.php?lang= id&artid=2351
Zamroni, Oni. “Persepsi Mahasiswa terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik”, Skripsi FEIS UIN, Jakarta, 2006.
79