X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1.
Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang
pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision Support System Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat membantu setiap pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Sistem dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko, mitigasi risiko dan penyeimbangan risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dan juga dapat memberikan alternatif solusi pengendalian risiko terhadap setiap risiko yang mempunyai kemungkinan membahayakan dalam setiap tingkatan ataupun jaringan rantai pasok secara umum. Disamping itu telah dimodelkan juga optimasi pola penjadwalan tanam jagung dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko dalam rantai pasok komoditas jagung.
Sistem dimodelkan dengan
pendekatan soft system dan hard system metodologi menggunakan beberapa gabungan teknik seperti logika dan inferensi fuzzy, fuzzy AHP, fuzzy FMEA, fuzzy regresi, interpolasi linier, MLIP dan weighted sum optimization. Kebaruan dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua hal yaitu yang pertama adalah telah dikembangkan suatu model penyeimbangan risiko rantai pasok produk/komoditas jagung untuk melakukan negosiasi harga dengan menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis web, yang kedua adalah telah dikembangkan suatu sistem pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok yang dapat digunakan untuk menganalisis risiko setiap tingkatan rantai pasok dan mekanisme pengendalian risiko yang ditimbulkannya.
Negosiasi
penentuan harga jagung dengan stakeholder dialog dapat dilakukan secara bilateral ataupun multilateral antar tingkatan rantai pasok untuk menyeimbangkan risiko dengan menggunakan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai pasok. Fungsi utilitas risiko di tingkat petani cenderung turun jika harga jagung naik. Berlawanan dengan fungsi utilitas risiko pada tingkat agroindustri yang
177
178
cenderung meningkat jika harga bahan baku naik, sehingga dapat dibentuk sebuah fungsi conjoint antara kedua fungsi utilitas risiko tersebut untuk mendapatkan titik kesepakatan bersama atau yang disebut sebagai titik keseimbangan.
Untuk
melakukan analisis risiko rantai pasok, pertama-tama dilakukan identifikasi risiko terhadap dua belas faktor risiko dengan empat puluh delapan variabel risiko guna mendapatkan beberapa variabel dominan disetiap tingkatan rantai pasok. Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap rantai pasok komoditas jagung yang berada di kabupaten Purwodadi propinsi Jawa Tengah sebagai produsen jagung terbesar di Indonesia dengan melibatkan beberapa pedagang pengumpul dan industri pakan ternak. Hasil verifikasi model diperoleh bahwa dalam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri, sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok. Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Adapun faktor risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko
179
pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel risiko dalam setiap faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan yang membahayakan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang cukup membahayakan di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang. Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan. Beberapa alternatif strategi yang diusulkan untuk mengendalikan risiko rantai pasok berdasarkan hasil penelitian ini adalah 1) Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standard kualitas dan kuantitas tertentu, 2) Penyediaan informasi kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok, 3) Memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, dan 4) Pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi jagung impor. Hasil
verifikasi
model
negosiasi
harga
dengan
pertimbangan
penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari pada perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain
180
dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini. Hasil optimasi pola penjadwalan tanam jagung dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perhitungan risiko kualitatif dalam manajemen rantai pasok dengan menggunakan metode AHP diperoleh bulan September sebagai bulan panen yang mempunyai risiko rantai pasok minimum.
Kemudian berdasarkan hasil
perhitungan risiko rantai pasok secara kuantitatif dengan metode MILP diperoleh bulan Agustus sebagai bulan panen yang dapat memberikan keuntungan produksi maksimum. Selanjutnya hasil integrasi dari kedua model dengan menggunakan metode weigted sum diperoleh bulan panen dengan nilai pareto adalah Agustus dan September. Dengan masa tanam jagung kurang lebih tiga setengah bulan maka jadwal tanam optimal dengan kriteria maksimalisasi keuntungan dan minimalisasi risiko bagi petani jagung adalah pada bulan April dan Mei. Dengan hasil ini telah menjelaskan bahwa model yang diusulkan dapat mengintegrasikan pertimbangan faktor risiko tangible dan intagible untuk mendapatkan pilihan penjadwalan tanam jagung yang optimum.
10.2.
Saran Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian
lanjutan terhadap mekanisme implementasi nyata dari pembagian keuntungan dan pembagian risiko yang seimbang antar pelaku rantai pasok guna mendapatkan jaringan rantai pasok yang berkesinambungan. Hal tersebut berkaitan dengan model kelembagaan, penanggungjawab dan tahapan implementasi, manajemen pengendalian serta pengawasan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pengoperasian
sistem.
Karena
beberapa
kendala
dalam
model
masih
181
menggunakan asumsi logis dari perubahan harga yang akan berpengaruh terhadap tingkat risiko yang timbul dalam rantai pasok, belum memperhatikan kendala teknis, organisasi, lingkungan dan sosial. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut penelitian pengembangan model sistem kelembagaan yang dapat mengimplementasikan manajemen risiko rantai pasok khususnya dalam rangka penyeimbangan risiko dan distribusi keuntungan dalam jaringan rantai pasok. Selain itu tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan dan melanjutkan kajian ini adalah bahwa model yang dikembangkan baru menyelesaikan permasalahan multiobjective dengan dua kriteria yaitu risiko dan keuntungan, oleh karena itu model dapat dikembangkan lebih lanjut untuk permasalahan dengan kriteria yang lebih dari dua misalnya dengan penambahan kriteria kualitas dan waktu tunggu. Selain itu model yang diusulkan hanya mengoptimalkan tindakan yang dapat dilakukan dalam suatu tingkatan tententu dalam jaringan rantai pasok dan belum dapat mengoptimalkan tindakan yang mencakup seluruh tingkatan rantai pasok, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu mekanisme untuk dapat mengoptimalkan setiap tingkatan rantai pasok jagung.
Kemudian penelitian juga belum dapat mengidentifikasi adanya
hubungan antar risiko dari setiap variabel risiko yang telah diidentifikasi. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut penelitian yang dapat mengetahui sumber risiko dan keterhubungan antar risiko sehingga memudahkan pengendaliannya. Penelitian penyeimbangan risiko rantai pasok ini dapat dilanjutkan untuk membuat model negosiasi dengan pendekatan stakeholder dialog menggunakan beberapa tujuan seperti peningkatan kualitas, bagi hasil, harga yang wajar dan distribusi nilai tambah dengan menggunakan regresi fuzzy multiatributes sebagai penduga fungsi utilitas risiko untuk setiap pengambil keputusan pada setiap tingkatan rantai pasok. Selain itu pengembangan model juga dapat dikaitkan dengan adanya mekanisme asuransi pertanian untuk mengurangi risiko di tingkat petani yang cukup tinggi sehingga akan tercapai peningkatan pasokan jagung dalam negri karena peningkatan minat petani pada komoditas jagung.