234
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan (1) Secara umum kondisi lingkungan keagamaan keluarga, sosial keagamaan tempat tinggal dan kegiatan keagamaan remaja berada pada tingkat kurang kondusif. Secara rinci adalah sebagai berikut: (a) Kondisi lingkungan keagamaan di keluarga kurang kondusif atau kurang mendukung, yang ditunjukkan oleh indikator tingkat sosial ekonomi yang rendah, fasilitas keagamaan dalam keluarga kurang, gaya orang tua yang kurang demokratis, namun ketaatan, keteladanan orang tua dan upaya sosialisasi nilai agama adalah cukup mendukung. (b) Kondisi sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal relatif cukup kondusif atau kurang mendukung, yang ditunjukkan oleh kurang kapital sosial keagamaan, partisipati masyarakat dalam kegiatan keagamaan rendah, tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah, ketaatan teman sebaya yang kurang, namun ketaatan masyarakat adalah cukup. (c) Kondisi pendidikan agama di sekolah cukup kondusif, yang ditunjukkan oleh kompetensi dan keteladanan guru agama yang cukup baik, namun ketersediaan fasilitas keagaaan, kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan dukungan pihak sekolah kurang mendukung. (d) Tingkat kegiatan keagamaan yang kurang/rendah, ditunjukkan oleh aspek rendahnya frekuensi interaksi dengan sumber keagamaan, keterlibatan dalam organisasi dan aktivitas keagamaan yang sangat rendah, budaya membaca, terutama bacaan keagamaan sangat rendah. Budaya menonton dan mendengarkan media audio visual relatif tinggi, mencapai ratarata 23 jam sehari (ratarata 18 jam seminggu), dan membaca majalah, koran atau buku ratarata sehari 30 – 60 menit (ratarata 5 jam seminggu). (2) Tingkat perilaku Islami terhadap Tuhan dan perilaku beretika Islami juga berada pada taraf yang kurang baik, secara rinci sebagai berikut: (a) Perilaku Islami terhadap Tuhan pada aspek sikap keimanan dan ibadah relatif baik, dan pengamalan keimanan dan ibadah (ketaatan) relatif kurang baik.
235
(b) Perilaku beretika Islami terhadap diri sendiri ditunjukkan dengan tingkah laku kurang disiplin dan beretos, namun cukup jujur. Perilaku beretika Islami terhadap sesama ditunjukkan dengan tingkah laku menolong, peduli, dermawan, suka berbagi, toleran, memperhatikan hak orang lain yang kurang baik, tetapi kerjasama cukup baik. Perilaku beretika terhadap alam, ditunjukkan pada aspek kasih sayang, tidak merusak, menghemat SDA dan melestarikan dengan menanam tumbuhkan relatif kurang baik. (3) Secara umum ada perbedaan tingkat kegiatan keagamaan dan perilaku Islami remaja di Kota Jakarta Selatan, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak. Tingkat kegiatan keagamaan remaja di Kabupaten Lebak lebih baik dari remaja Kabupaten Sukabumi dan Jakarta Selatan, tetapi remaja Kabupaten Sukabumi sama dengan remaja Jakarta Selatan. Perilaku Islami terhadap Tuhan pada aspek kognitif dan afeksi dalam masalah keimanan dan ibadah remaja di Jakarta Selatan lebih baik dari remaja Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi, tetapi remaja Kabupaten Lebak lebih baik daripada remaja Kabupaten Sukabumi. Aspek pengamalan keimanan dan ibadah remaja Kabupaten Lebak lebih baik daripada remaja Jakarta dan Kabupaten Sukabumi. Jadi remaja pedesaan relatif lebih taat dari remaja perkotaan. (4) Faktor rendahnya kegiatan keagamaan remaja dipengaruhi oleh faktor kondisi pendidikan agama di sekolah, kondisi lingkungan sosial keagamaan masyarakat dan lingkungan keagamaan keluarga. Aspek terbesar dari faktor sekolah adalah kurangnya dukungan dan intensitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, dari aspek kondisi sosial keagamaan masyarakat fator penentu adalah ketaatan teman sebaya, ketaatan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan keagamaan, sedangkan dari aspek kondisi keagamaan keluarga faktor penentu adalah kemampuan komunikasi dan motivasi orang tua dalam keluarga, ketaatan orang tua dan fasilitas keagamaan yang kurang mendukung. (5) Faktor kurangnya perilaku Islami remaja terhadap Tuhan disebabkan oleh faktor terbesar kondisi lingkungan sosial keagamaan yang relatif kurang mendukung.
236
(6) Faktor kurang baik perilaku beretika Islami disebabkan oleh faktor kegiatan keagamaan yang rendah dan perilaku Islami terhadap Tuhan yang kurang baik. (7) Kenyataan bahwa pendidikan agama sekolah belum berpengaruh postif untuk membetuk religiusitas (perilaku Islami) remaja adalah bukti kegagalan sekolah sebagai aktor character bulding. Untuk itu, perlu perbaikan pendidikan agama di sekolah melalui perbaikan sistem dan kebijakan. (8) Sosial keagamaan masyarakat memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan remaja yang religius, sedangkan keadaan masyarakat kurang taat, kurang partisipasi dan kurang pemanfataan masjid/mushalla sebagai center community dan center learning commuity. (9) Lingkungan keagamaan di keluarga belum berperan secara baik dalam membentuk perilaku Islami remaja. (10)
Model peningkatan pendidikan agama untuk menghasilkan perilaku
Islami sebagai berikut: (11) Kegiatan keagamaan remaja yang didukung oleh kondisi lingkungan keluarga yang baik (kondusif) sangat potensial untuk meningkatkan perilaku beretika Islami. (12) Perilaku Islami remaja terhadap Tuhan (hablumminallah) sangat strategis untuk meningkatkan perilaku beretika Islami. (13) Perilaku Islami remaja terhadap Tuhan (hablumminallah) perlu ditingkatkan terutama melalui peningkatan lingkungan sosial keagamaan masyarakat. (14) Untuk meningkatkan perilaku Islami remaja terhadap Tuhan melalui peningkatkn kegiatan keagamaan remaja yang didukung oleh lingkungan keagamaan di keluarga. (15) Pendidikan agama di sekolah ternyata belum berpengaruh positif untuk meningkatkan perilaku Islami remaja, karena itu perlu perbaikan terhadap kondisi pendidikan agama di sekolah. (16) Peningkatan kondisi keagamaan di keluarga adalah dengan orang tua menjadi model dalam ketaatan beragama, tradisi membaca, tradisi menambah
237
wawasan, dan menciptakan hubungan yang demokratis dan kasih sayang dengan semua anggota keluarga. (17)
Kondisi sosial keagamaan tempat tinggal yang perlu ditingkatkan adalah
ketaatan teman sebaya, prtisipasi masyarakat dalam kegitan keagamaan dan ketaatan beragama masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman terhadap agama. (18)
Perilaku Islami terhadap Tuhan yang perlu ditingkatkan adalah
pemahaman, keyakinan dan pengamalan agama baik ibadah kusus (mahdhah) dan ibadah dalam artian umum dalam kehidupan seharihari. (19)
Kualitas kegiatan keagamaan ditentukan oleh tingkat intensitas
mengikuti ekstrakurikuler keagamaan, interaksi dengan media massa dan sumbersumber keagamaan, partisipasi dalam kegiatan keagamaan di masyarakat.
238
Saran (Rekomendasi)
i.
Mengingat proses pendidikan keagamaan dalam keluarga belum kondusif untuk melahirkan remaja yang berperilaku Islami, maka perlu dilakukan antara lain: (j) Penanaman nilai keimanan melalui pembiasaan berdoa, membaca al qur’an secara tadarusan, membaca literatur keagamaan (k) Pembiasaan melaksanakan ibadah: shalat, shalat berjamaah, puasa, infaq/shadakah (l) Pembiasaan bertingkah laku Islam: mengucapkan salam, berbicara dengan sopan dan santun, membantu orang lain/derma (m)Menambah wawasan keagamaan dengan mendengarkan tabligh/ceramah, membaca buku, majalah keagamaan, mendiskusikan masalahmasalah keagamaan. (n) Orang tua menjadi tokoh idola (model) bagi anak dalam ketaatan dan akhlakul karimah (o) Mengajarkan agama melalui keteladanan kedua orang tua dalam beribadah, dan perilaku Islami seperti kerjasama, tanggung jawab, kepedulian, disiplin, kejujuran, semangat kerja, konsisten/istiqamah, dan sopan santun, tidak ada kekerasan/pertengkaran dalam rumah tangga (p) Faktor fasilitas/pendukung seperti tersedia ruang shalat yang memadai, tersedia alQur’an, bukubuku keagamaan, majalah/koran/bulletin keagamaan, aneka asesoris Islami, sering diperdengarkan ceramah atau musikmusik kerohaniaan Islam. (q) Faktor pendukung lain seperti style/gaya perlakuan orang yang tidak otoriter, tidak kasar, tidak permisif tapi demokratis, dialogis, komunikatif, musyawarah, kasih sayang, empati dan punya perhatian. (r) Proses dan dan kondisi di atas dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi keluarga, seperti tingkat pendidikan, jenis pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, dan keutuhan orang tua. (s) Orang tua menjadi teladan bagi remaja, ia terlebih dahulu membekali diri mereka dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan agama.
239
ii. Mengingat pendidikan agama belum mampu menjadi character building bagi remaja, maka perlu: (a) Pendidikan agama menjadi landasan tingkah laku siswa. Dengan kata lain, pendidikan gama yang diajarkan di sekolah diorientasikan untuk menjaga keimanan dan ketakwaannya. Untuk itu, guru sebagai pendidik juga harus memiliki akhlak yang baik terlebih dahulu. (b)Pendidikan agama di sekolah mampu mengajarkan agama sebagai landasan atau dasar bagi semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Agama harus mampu menjadi pendorong kemajuan dan keberhasilan siswa untuk semua mata pelajaran dan sekaligus menjadi landasan moralitas semua jenis mata pelajaran. Ini berarti agama menjadi landasan atau aturan main agar ilmu yang diajarkan tidak bertentangan dengan nilainilai moralitas. (c) Pendidikan agama yang diberikan kepada siswa menjadi landasan moral kehidupan seharihari. Singkat kata, agama harus mengajarkan budi pekerti dan etika sosial. Oleh karena itu, pelajaran agama harus melibatkan kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Misalnya, manakala ada tawuran, maka itu dibahas dan dikaitkan dengan nilainilai agama tentang persaudaraan, kewajiban saling membantu dalam kebajikan, toleransi dll. (d)Keterbatasan jam pelajaran agama ditambahkan dengan kegiatan ekskul keagamaan yang terencana, terprogram, partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan remaja. Untuk itu, dalam merencanakan program ekskul keagamaan harus diperhatikan perkembangan remaja dan prinsipprinsip penyuluhan partisipatif. (e) Mengajarkan agama dengan pendekatan belajar empat F: fun (menyenangkan), fresh (segar/baru),focus (konsentrasi pada pelaksanaan proses pembelajaran), dan friendly (teman sebaya). (f) Tiga hal yang ditransfer melalui pendidikan, yaitu nilai (values), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills). Dari situ jelas bahwa fungsi utama pendidikan agama adalah transfer nilai, dan pengetahuan setelahnya.
240
iii.
Mengingat kondisi sosial keagamaan di masyarakat belum kondusi, sementara pengaruh masyarakat dalam mewujudkan remaja yang Islami besar, maka yang perlu dilakukan oleh masyarakat adalah: (11)
Meningkatkan sosialisasi nilai agama dalam setiap lini
kehidupan masyarakat yang mencakup aqidah, ibadah, akhlak dan mu`amalah agar menjadi norma moral dan norma sosial. (12)
Membentuk dan meningkatkan fungsi masjid/mushalla sebagai pusatpusat
kegiatan belajar masyaakat (learning center) dan sosialisasi nilai agama. Hal ini dapat dilakukan melalui diaktifkan masjid/mushalla sebagai pusat kegiatan masyarakat (center community) dengan berbagai kegiatan, seperti kegiatan ibadah, pengajian, pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, olah raga dan sebagainya. (13)
Membentuk
dan
mengaktifkan
kegiatan
majelis/pengajian remaja yang terprogram dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan remaja. (14)
Meningkatkan
kesadaran
masyarakat
menjadi
masyarakat pembelajar (learning community). (15)
Meningkatkan kesadaran masyarakat agar berpatisipasi
dalam kegiatankegiatan sosialkeagamaan. (16)
Meningkatkan
kesadaran
pemuka
agama
dan
masyarakat dalam kepemimpinan dan keteladanan (Uswatun hasaah). (17)
Membentuk dan menghidupkan gerakan dakwah
jamaah, yaitu gerakan dakwah yang berbasis pada potensi, kebutuhan dan problem jamaah (community). (18)
Membangkitkan kesadaran selektifitas dan sosial
kontrol masyarakat terhadap nilai dan halhal yang destruktif/merusak mentalitas dan masyarakat. (19)
Meningkatkan kemampuan ulama/pemuka agama agar
mampu mendesain nilainilai yang terkandung dalam ajaran agama agar mudah dicerna, dipahami dan diinternalisasi oleh masyarakat. (20)
Membangun dan meningkatkan kesadaran masyarakat
sebagai ibu kandung generasi yang akan datang.
iv.
Mengingkat pengaruh pendidikan agama di sekolah belum berpengaruh positif terhadap perilaku Islami remaja, maka perlu dilakukan: perbaikan kurikulum, metode, peningkatan kompetensi guru, sumber pelajaran, kebijakan (dukungan)
241
instansi terkait, dan penambahan jumlah jam pelajaran pendidikan agama di sekolah. v.
Mengingat keterbatasan penelitian ini hanya baru menemukan fakta bahwa pendidikan agama di sekolah belum berpengaruh positif terhadap perilaku Islami remaja (peserta didik) karena itu disaran kepada para ilmuwan/peneliti kiranya melakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor penyebab lebih lengkap dan mendalam tentang belum berpengaruh positif pendidikan agama di sekolah terhadap perilaku Islami remaja. Kepada birokrat kiranya melakukan evaluasi terhadap sistem dan kebijakan mengenai pendidikan agama di sekolah selama ini.
vi.
Mengingat Departemen Agama memiliki Penyuluh Agama, maka perlu melaksanakan fungsinya sesuai dengan fungsi dan tujuan penyuluhan, yaitu proses perubahan perilaku di masyarakat melalui pendidikan nonformal di bidang agama agar mereka tahu mau dan bisa menjalankan ajaran agama dengan baik. Memberikan tambahan literatur keagamaan an membagikan secara gratis kepada setiap keluarga muslim, perpustakaan masjid/mushala dan perpustakaan sekolah. Melakukan pelatihan secara reguler kepada pengurus masjid/mushalla dan pengurus IRM menyangkut masalah keorganisasian dan keagamaan.
vii.
Mengingat adanya instansi yang mempunyai lembaga penyuluhan, maka perlu mengupayakan integrasi nilainilai moral dan nilai spiritual dalam setiap program dan kegiatan penyuluhan. Adanya keterpaduan antar departemen terkait dalam membangun remaja dan mayarakat, sangat efektif dan strategis meningkatkan spiritual, moralitas dan kesejahteraan masyarakat. Kepada pihak pemilik media massa, khususya media audio visual kiranya tidak terlalu mementingkan aspek bisnis dan hiburan atau pengisi waktu jam tayangan, tapi juga memperhatikan asek edukasi dan pendidikan moral.
viii.
Mengingat para pemimpin bangsa, politisi, dan pelaku bisnis adalah agen perubahan, maka perlu kepeloporan, keteladanan dan perilaku bermartabat sangat mendukung perbaikan persoalan remaja dan bangsa sekarang ini. Ulama hendaknya menjadi penjaga moral bangsa yang memberikan nasihat, tausiyah dan tauladan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA